cerita legenda malin kundang anak durhaka

23
Cerita Legenda Malin Kundang Anak Durhaka Cerita Malin Kundang adalah sebuah cerita legenda nusantara yang sangat terkenal, Kamu juga pasti sudah pernah mendengarkan kan ….Malin Kundang Merupakan anak yang durhaka kepada ibunya dan ibunya pun mengutuk anaknya menjadi batu. sampai sekarang batu itu masih ada. Mari kita akan membahas cerita malin kundang dari awal. Pada suatu hari, hiduplah sebuah keluarga di pesisir pantai wilayah Sumatra. Keluarga itu mempunyai seorang anak yang diberi nama Malin Kundang. Karena kondisi keluarga mereka sangat memprihatinkan, maka ayah malin memutuskan untuk pergi ke negeri seberang. Besar harapan malin dan ibunya, suatu hari nanti ayahnya pulang dengan membawa uang banyak yang nantinya dapat untuk membeli keperluan sehari-hari. Setelah berbulan-bulan lamanya ternyata ayah malin tidak kunjung datang, dan akhirnya pupuslah harapan Malin Kundang dan ibunya. Setelah Malin Kundang beranjak dewasa, ia berpikir untuk mencari nafkah di negeri seberang dengan harapan nantinya ketika kembali ke kampung halaman, ia sudah menjadi seorang yang kaya raya. Akhirnya Malin Kundang ikut berlayar bersama dengan seorang nahkoda kapal dagang di kampung halamannya yang sudah sukses. Selama berada di kapal, Malin Kundang banyak belajar tentang ilmu pelayaran pada anak buah kapal yang sudah berpengalaman. Malin belajar dengan tekun tentang perkapalan pada teman-temannya yang lebih berpengalaman, dan akhirnya dia sangat mahir dalam hal perkapalan. Banyak pulau sudah dikunjunginya, sampai dengan suatu hari di tengah perjalanan, tiba-tiba kapal yang dinaiki Malin Kundang di serang oleh bajak laut.Semua barang dagangan para pedagang yang berada di kapal dirampas oleh bajak laut. Bahkan sebagian besar awak kapal dan orang yang berada di kapal tersebut dibunuh oleh para bajak laut. Malin Kundang sangat beruntung dirinya tidak dibunuh oleh para bajak laut, karena ketika peristiwa itu terjadi, Malin segera bersembunyi di sebuah ruang kecil yang tertutup oleh kayu.

Upload: nissa-audiva

Post on 10-Aug-2015

168 views

Category:

Documents


19 download

TRANSCRIPT

Page 1: Cerita Legenda Malin Kundang Anak Durhaka

Cerita Legenda Malin Kundang Anak Durhaka

Cerita Malin Kundang adalah sebuah cerita legenda nusantara yang sangat terkenal, Kamu juga pasti sudah pernah mendengarkan kan ….Malin Kundang Merupakan anak yang durhaka kepada ibunya dan ibunya pun mengutuk anaknya menjadi batu. sampai sekarang batu itu masih ada. Mari kita akan membahas cerita malin kundang dari awal.

            Pada suatu hari, hiduplah sebuah keluarga di pesisir pantai wilayah Sumatra. Keluarga itu mempunyai seorang anak yang diberi nama Malin Kundang. Karena kondisi keluarga mereka sangat memprihatinkan, maka ayah malin memutuskan untuk pergi ke negeri seberang.Besar harapan malin dan ibunya, suatu hari nanti ayahnya pulang dengan membawa uang banyak yang nantinya dapat untuk membeli keperluan sehari-hari. Setelah berbulan-bulan lamanya ternyata ayah malin tidak kunjung datang, dan akhirnya pupuslah harapan Malin Kundang dan ibunya.Setelah Malin Kundang beranjak dewasa, ia berpikir untuk mencari nafkah di negeri seberang dengan harapan nantinya ketika kembali ke kampung halaman, ia sudah menjadi seorang yang kaya raya. Akhirnya Malin Kundang ikut berlayar bersama dengan seorang nahkoda kapal dagang di kampung halamannya yang sudah sukses.Selama berada di kapal, Malin Kundang banyak belajar tentang ilmu pelayaran pada anak buah kapal yang sudah berpengalaman. Malin belajar dengan tekun tentang perkapalan pada teman-temannya yang lebih berpengalaman, dan akhirnya dia sangat mahir dalam hal perkapalan.Banyak pulau sudah dikunjunginya, sampai dengan suatu hari di tengah perjalanan, tiba-tiba kapal yang dinaiki Malin Kundang di serang oleh bajak laut.Semua barang dagangan para pedagang yang berada di kapal dirampas oleh bajak laut. Bahkan sebagian besar awak kapal dan orang yang berada di kapal tersebut dibunuh oleh para bajak laut. Malin Kundang sangat beruntung dirinya tidak dibunuh oleh para bajak laut, karena ketika peristiwa itu terjadi, Malin segera bersembunyi di sebuah ruang kecil yang tertutup oleh kayu.              Malin Kundang terkatung-katung ditengah laut, hingga akhirnya kapal yang ditumpanginya terdampar di sebuah pantai. Dengan sisa tenaga yang ada, Malin Kundang berjalan menuju ke desa yang terdekat dari pantai. Sesampainya di desa tersebut, Malin Kundang ditolong oleh masyarakat di desa tersebut setelah sebelumnya menceritakan kejadian yang menimpanya. Desa tempat Malin terdampar adalah desa yang sangat subur. Dengan keuletan dan kegigihannya dalam bekerja, Malin lama kelamaan berhasil menjadi seorang yang kaya raya. Ia memiliki banyak kapal dagang dengan anak buah yang jumlahnya lebih dari 100 orang. Setelah menjadi kaya raya, Malin Kundang mempersunting seorang gadis untuk menjadi istrinya.

Page 2: Cerita Legenda Malin Kundang Anak Durhaka

               Setelah beberapa lama menikah, Malin dan istrinya melakukan pelayaran dengan kapal yang besar dan indah disertai anak buah kapal serta pengawalnya yang banyak. Ibu Malin Kundang yang setiap hari menunggui anaknya, melihat kapal yang sangat indah itu, masuk ke pelabuhan. Ia melihat ada dua orang yang sedang berdiri di atas geladak kapal. Ia yakin kalau yang sedang berdiri itu adalah anaknya Malin Kundang beserta istrinya.             Malin Kundang pun turun dari kapal. Ia disambut oleh ibunya. Setelah cukup dekat, ibunya melihat belas luka dilengan kanan orang tersebut, semakin yakinlah ibunya bahwa yang ia dekati adalah Malin Kundang. “Malin Kundang, anakku, mengapa kau pergi begitu lama tanpa mengirimkan kabar?”, katanya sambil memeluk Malin Kundang. Tetapi Kundang segera melepaskan pelukan ibunya dan mendorongnya hingga terjatuh. “Wanita tak tahu diri, sembarangan saja mengaku sebagai ibuku”, kata Malin Kundang pada ibunya. Malin Kundang pura-pura tidak mengenali ibunya, karena malu dengan ibunya yang sudah tua dan mengenakan baju compang-camping. “Wanita itu ibumu?”, Tanya istri Malin Kundang. “Tidak, ia hanya seorang pengemis yang pura-pura mengaku sebagai ibuku agar mendapatkan harta ku”, sahut Malin kepada istrinya. Mendengar pernyataan dan diperlakukan semena-mena oleh anaknya, ibu Malin Kundang sangat marah. Ia tidak menduga anaknya menjadi anak durhaka. Karena kemarahannya yang memuncak, ibu Malin menengadahkan tangannya sambil berkata “Oh Tuhan, kalau benar ia anakku, aku sumpahi dia menjadi sebuah batu”. Tidak berapa lama kemudian angin bergemuruh kencang dan badai dahsyat datang menghancurkan kapal Malin Kundang. Setelah itu tubuh Malin Kundang perlahan menjadi kaku dan lama-kelamaan akhirnya berbentuk menjadi sebuah batu karang

Cerita Anak – Fabel – Nyanyian Mawar

Padang Dandelion

Padang hijau rumput berdaun jarum terhampar merona kekuningan. Terpaan sinar

jingga matahari sore  di permulaan kemarau membuat beberapa helai daun dari

rerumputan itu menjadi berkilau. Rerumputan Jepang berdaun jarum itu tak

sendirian. Mereka ditemani para bunga. Sekelompok dandelion.

Page 3: Cerita Legenda Malin Kundang Anak Durhaka

Tapi ada yang tak biasa. Diantara para dandelion putih yang cerah, berdiri dengan

tegaklah setangkai mawar merah. Di dunia tanpa manusia ini, sang mawar terisak

di kerumunan. Sebenarnya, dia sendirian.  Tak ada mawar lain, dan tak ada

dandelion yang menyukainya. Dandelion-dandelion itu pun berdiri cukup jauh dari

mawar itu. Setangkai Mawar itu terlalu asing bagi dandelion. Sang Mawar yang

merana dalam ratapan kesendiriannya itu tak pernah tersenyum. Mawar itu

memiliki suara yang indah yang selalu ia lantunkan hampir setiap sore, namun yang

dinyanyikannya hanyalah lagu sendu.

Sang Mawar Merah

Seekor kelinci putih pengembara terkesima oleh alunan indah melodi yang

menggelitik kupingnya yang berwarna pink.  Kelinci putih itu mengintip di balik batu

untuk mencari siapa gerangan pemilik suara cantik itu. Sang kelinci memandang

dan menemukan sumber suara merdu itu. Lantunan vokal itu milik setangkai bunga

mawar yang tiba-tiba berhenti bernyanyi karena merasa diawasi. “Mengapa

berhenti bernyanyi?” sapa sang kelinci.

Bunga merah itu ketakutan dan malu. Menelungkupkan wajahnya diantara daun-

daun kecilnya yang bergerigi. “Pergi kau,” teriak mawar itu dari balik daun-daun

kecilnya yang berbulu halus itu.

“Aku takkan pergi sampai aku mendengarmu bernyanyi lagi,” sahut sang kelinci.

Petal-petal berwarna merah darah itu tak bergeming. Mereka tetap tersembunyi.

Detik-detik berlalu. Tak ada perubahan. Matahari pun tak sabar dan bersegera

untuk tenggelam. “Jika tak hari ini, mungkin besok aku akan mendengarmu

bernyanyi lagi,” ucap kelinci putih yang tak putus harapan. Kelinci putih itu pun

pergi.

Page 4: Cerita Legenda Malin Kundang Anak Durhaka

Keesokan hari pada saat yang sama, sore hari ketika langit tak lagi biru muda,

kelinci putih mendekati tempat yang sama pula. Sang Mawar Merah pun sedang

bernyanyi seperti kemarin. Kali ini, sang kelinci putih berhati-hati. Ia hanya akan

bersembunyi di balik batu dan takkan menampakkan diri. Dengan cara ini, ia bisa

menikmati suara indah sang mawar. Tiba-tiba ia bersin. Hidung kelinci yang juga

berwarna pink seperti telinganya tersentuh oleh serpihan bunga dandelion yang

beterbangan. Bunga yang terbiasa bernyanyi lagu-lagu haru biru itu menghentikan

nyanyiannya karena menyadari seseorang sedang mengawasinya. Kelinci pun

menyadari keheningan setelah suara bersinnya. Kelinci putih itu keluar dari

persembunyiannya, “Mengapa berhenti bernyanyi?”

Si Kelinci Putih Keluar dari Balik Batu

Bunga merah itu ketakutan dan malu sama seperti hari sebelumnya.

Menelungkupkan wajahnya diantara daun-daun kecilnya yang bergerigi. “Pergi

kau,” teriak mawar itu dari balik daun-daun kecilnya yang berbulu halus itu.

“Aku takkan pergi sampai aku mendengarmu bernyanyi lagi,” sahut sang kelinci.

Sama seperti kemarin, petal-petal berwarna merah darah itu tak bergeming.

Mereka tetap tersembunyi. Detik-detik berlalu. Tak ada perubahan. Matahari pun

tak sabar dan bersegera untuk tenggelam. “Jika tak hari ini, mungkin besok aku

akan mendengarmu bernyanyi lagi,” ucap kelinci putih yang tak putus harapan.

Kelinci putih itu pun pergi.

Keesokan hari pada saat yang sama, sore hari ketika langit tak lagi biru muda,

kelinci putih mendekati tempat yang sama pula. Mawar pun masih bernyanyi setiap

hari. Kali ini, sang kelinci putih lebih berhati-hati. Ia hanya akan bersembunyi di

balik batu dan takkan menampakkan diri dan memakai masker untuk menutup

Page 5: Cerita Legenda Malin Kundang Anak Durhaka

hidungnya. Kali ini, tiang super kecil beterbangan milik bunga dandelion tak

berhasil membuatnya bersin. Kelinci putih bisa menikmati nyanyian sang mawar

hingga matahari hampir tergelincir. Kelinci putih itu keluar dari persembunyiaanya

karena tak tahan ingin mengucapkan pujiannya pada sang mawar,”Indah sekali

suaramu mawar merah.”

Bunga merah itu ketakutan dan malu sama seperti hari sebelumnya dan hari

sebelumnya lagi. Menelungkupkan wajahnya diantara daun-daun kecilnya yang

bergerigi. Namun tak mengucapkan apa-apa kali ini.

“Aku masih ingin mendengarmu bernyanyi. Tapi mungkin besok,” ucap kelinci yang

harus pulang namun tak putus asa ingin mendengarkan nyanyian sang mawar.

Keesokan hari pada saat yang sama, sore hari ketika langit tak lagi biru muda,

kelinci putih mendekati tempat yang sama pula seperti apa yang ia lakukan

kemarin dan kemarinnya lagi dan kemarinnya lagi. Mawar pun masih bernyanyi

setiap hari. Sang kelinci putih bersembunyi di balik batu dan takkan menampakkan

diri dan tetap memakai masker. Kelinci putih bisa menikmati nyanyian sang mawar

hingga matahari hampir tergelincir. Kelinci putih itu keluar dari persembunyiaanya

karena kini ia mulai ikut sedih. Ia tak tahan dengan kesedihan yang sudah terlalu

sering ia dengar. Ia sedih karena sang mawar bersedih setiap hari. Kelinci pun

berkata, “Indah sekali suaramu mawar merah, tapi akan lebih indah lagi jika kau

menyanyikan lagu yang gembira.”

Bunga merah itu tak ketakutan ataupun malu hari ini. Ia tidak lagi menelungkupkan

wajahnya diantara daun-daun kecilnya yang bergerigi. Ia berkata, “Tapi, aku tidak

tahu cara menyanyikan lagu yang gembira.”

Sang kelinci putih tersenyum, “Kita berkenalan saja dulu. Aku kelinci putih.”

“Aku mawar merah,” kata mawar itu sedikit malu.

“Aku akan bercerita sedikit. Aku punya adik kecil yang tak berhenti tersenyum. Ia

selalu bahagia. Ia bisa mendengar suara alam. Ia bilang bahwa ia bisa mendengar

suara-suara disekitarnya. Ia mendengar tawa para awan yang sedang berkejaran.

Katanya, awan yang putih cerah itu adalah awan yang sedang bersantai ketika

Page 6: Cerita Legenda Malin Kundang Anak Durhaka

melihat apa yang terjadi di bumi. Mereka gembira melihat burung yang sedang

membuat sarang dan bernyanyi. Awan yang hitam adalah awan yang sedang

mengantarkan air ke bumi. Mereka pun tetap gembira karena berhasil menolong

bumi yang sedang kehausan.”

Sang mawar mulai tertarik dengan cerita sang kelinci putih. Kelinci itu meneruskan,

“Aku pun mulai belajar dari adikku. Aku bisa mendengar suara alam. Aku bisa

melihat sekelilingku. Lihatlah, Matahari sedang tersenyum sekarang. Ia sedang

menari dengan selendang kuning miliknya yang sekarang bisa sampai di badan

kita.”

“Bagaimana caranya melihat dan mendengar alam?” Tanya Sang Mawar Merah.

“Caranya adalah dengan berkata terima kasih atau berbahagia,” jawab Si Kelinci

Putih.

“Kepada siapa?”

“Akan Aku tunjukkan.  Pejamkan mata. Bernapas dengan tenang. Masukkan udara

perlahan. Keluarkan perlahan pula. Ucapkan keras-keras dalam hati, “Tuhan, aku

berterima kasih atas apa yang kau berikan, yaitu dunia yang indah ini. Aku

menerima semua hadiah ini dengan senang hati. Aku bahagia dan aku akan

menjaga kebahagiaan yang kau berikan.” Tunggu sejenak. Rasakan sejuknya udara

yang masuk melalui hidungmu. Dengarlah suara bisikan angin. Dengarkan baik-

baik. Perlahan-lahan bukalah mata. Lihatlah indahnya sekelilingmu.”

“Mmm… aku belum melihatnya,” ucap mawar.

“Tak apa, ulangilah sekali lagi dengan rasa percaya bahwa kau akan melihatnya.

Percayalah padaku.”

“Mmm… aku belum melihatnya,” ucap mawar.

“Lain kali kita coba lagi. Sudah saatnya aku pulang. Ingat, teruslah mencoba.

Teruslah percaya.”

Page 7: Cerita Legenda Malin Kundang Anak Durhaka

Sang Mawar terus mencoba dan ia bisa. Sore di keesokan harinya, sang mawar

merah menceritakan apa yang ia dengar kepada Si Kelinci Putih. “Aku bisa

mendengar apa yang angin katakan dan aku bisa melihat warnanya,” ujar Sang

Mawar gembira.

“Oh ya? Apa yang ia ucapkan? Warnanya apa?” Si Kelinci Putih penasaran.

“Ayo ikut, menari bersamaku, rentangkan tangan dan ikuti irama warna merah

yang melompat dan berlari,” begitu katanya. Angin itu berwarna-warni. Seperti

pelangi namun lebih halus, terkadang warna ungunya lebih banyak, dan kadang

warna kuningnya yang lebih banyak.” Kedua sahabat baru itu  pun tersenyum dan

berbahagia bersama.

Berteman

Sang mawar dan kelinci sudah lebih akrab sekarang. Sang mawar yang terbiasa

murung sendirian kini perlahan berubah dengan beberapa guratan senyuman

dalam sehari. Nyanyian yang biasanya bernada minor pun menjadi bernada mayor

meskipun masih terdengar seperti lagu yang datar, tak begitu jelas apa lagu itu

lagu gembira atau sedih.

Si Kelinci selalu datang di sore hari dengan cara yang sama. Mencuri-curi untuk

mendengar nyanyian mawar merah itu dari balik batu. Si Kelinci bahagia karena

semakin hari nyanyian sang mawar berubah menjadi nada-nada yang lebih

bahagia. Si Kelinci kemudian muncul dari baik batu untuk menyapa mawar merah

itu. Kelinci itu selalu membawa oleh-oleh cerita bahagia. Cerita mengenai dunia

Kelinci yang penuh kegembiraan. Mawar merah pemalu itu pun berhasil dibuatnya

tersenyum mendengar cerita-ceritanya yang menarik.

Page 8: Cerita Legenda Malin Kundang Anak Durhaka

Sang mawar dan kelinci sudah jauh lebih akrab lagi. Sang mawar yang telah

berubah dan menyanyikan lagu datar yang kurang jelas apakah itu lagu gembira

atau lagu yang sedih, telah berubah lagi dengan menyanyikan lagu yang gembira.

Sang mawar tak membuat guratan senyuman lagi, ia benar-benar tersenyum.

Tersenyum lebar hari ini dan hari-hari selanjutnya.

Si Kelinci Putih masih terus datang mengunjungi sang mawar setiap harinya.

Datang dengan cara yang sama dari balik batu. Ia mendengarkan nyanyian sang

mawar yang sekarang berupa lantunan yang gembira. Ya, benar-benar gembira. Si

Kelinci kemudian keluar dari balik batu untuk menyapa Sang Mawar. “Ini lagu

terindah yang pernah kudengar,” senyum Si Kelinci.

Si Kelinci Putih Bahagia

Si Kelinci Putih sangat bahagia karena bisa mendengar nyanyian yang sangat indah.

Namun ia jauh lebih bahagia lagi karena berhasil membuat Sang Mawar Merah

murung menjadi Sang Mawar Merah gembira. Sang Mawar Merah pun bahagia

karena hari-harinya menjadi bahagia. Ia sangat bahagia. Ia pun sekarang bisa

mendengar suara sekelilingnya.

Suatu sore, Sang Mawar Merah bernyanyi lagu gembira. Ia menanti Si Kelinci Putih

datang dari baik batu. Tapi hari itu berbeda. Hari itu tak ada kelinci berwarna putih

yang muncul dari balik batu. Sang Mawar terus bernyanyi dan berharap, tapi tetap

tak ada Si Kelinci Putih. Sang Mawar terus bernyanyi dan berharap, tapi tetap tak

ada Si Kelinci Putih. Sang Mawar terus bernyanyi dan berharap namun nyanyiannya

berubah sedih, tapi tetap tak ada Si Kelinci Putih. Matahari sedang merapikan

selendang kuningnya yang sedang berubah menjadi jingga dan mendekapnya,

Page 9: Cerita Legenda Malin Kundang Anak Durhaka

berbalik badan lalu perlahan-lahan tenggelam. Sang Mawar Merah berpikir,

mungkin besok Si Kelinci Putih akan datang.

Namun, Si Kelinci Putih tak datang keesokan harinya. Sang Mawar Merah sedih.

Sedih, tetapi tidak sampai menangis. Ia menyanyi sore itu sama seperti hari

sebelumnya. Ia menyanyikan lagu yang menyiratkan kerinduannya pada Si Kelinci

Putih. Lagu itu sendu dan ia hampir menangis manyanyikannya. Ia berhenti

bernyanyi sejenak. Ia mengganti lagunya dengan lagu yang ceria dengan harapan

bahwa Si Kelinci Putih akan datang bila ia menyanyikan lagu yang ceria. Ia memang

menyanyikan lagu yang ceria tapi ia bernyanyi dengan sedih. Lagu ceria yang

dinyanyikan dengan sedih. Begitulah caranya menyanyi hingga matahari pergi.

Keesokan harinya di kala sore, Sang Mawar Merah tetap menunggu. Ia menunggu

sosok putih empuk yang setiap hari menemaninya beberapa hari yang lalu. Ia

menunggu suara yang memuji nyanyiannya. Ia menunggu sosok yang memintanya

terus menyanyi. Ia menunggu sebuah cerita menyenangkan. Tak sebuah, mungkin

lebih. Ia menunggu dan menunggu.

Ia menjadi sedih kembali. Lebih sedih dari sebelum ia bertemu dengan Si Kelinci

Putih. Sang Mawar Merah tak lagi bisa mendengarkan bisikan angin atau melihat

warnanya. Ia terlalu sedih untuk itu. Setiap sore ia tetap menyanyi. Lagu yang ia

nyanyikan lebih sedih dari lagu-lagu yang ia nyanyikan sebelum bertemu Si Kelinci

Putih. Sang Mawar Merah sangat sedih. Sangat sedih namun tetap menyanyi dan

selalu melihat ke arah batu tempat Si Kelinci Putih dahulu bersembunyi, berharap

akan ada yang muncul dari balik batu. Namun, tak pernah ada yang keluar dari

balik batu itu.

Sang Mawar Merah Sedih

Page 10: Cerita Legenda Malin Kundang Anak Durhaka

Sang Mawar tetap bernyanyi. Kian hari kian sedih lagu yang ia nyanyikan. Ia tetap

melihat batu tempat Si Kelinci Putih dahulu bersembunyi. Ia tetap berharap namun

tetap tak ada yang keluar dari balik batu itu.

Suatu hari ada yang menempel di tangkai bawah tubuh Sang Mawar Merah. Ia

merayap ke tubuh Sang Mawar Merah dan Sang Mawar pun merasa geli. Perasaan

geli itu membuatnya tertawa. Ternyata seekor ulat sedang merayap dari tanah. Ulat

itu mulai berbicara dengan cara bicara layaknya anak kecil, “Maaf, boleh aku

tinggal di tubuhmu?”

“Siapa kau membuatku tergelitik?”

“Aku Ulat Kecil. Aku tak suka daun dandelion. Daunmu jauh lebih enak. Kalau kau

tak suka aku memakan daunmu yang masih segar, aku mau memakan daun-

daunmu yang sudah tua atau yang jatuh saja. Aku takkan lama disini, aku hanya

akan ada disini hingga aku kenyang dan gendut. Ketika aku kenyang dan gendut,

aku akan pergi dan menjadi kepompong di bunga lainnya. Bolehkah?”

Ulat

“Tidak.”

“Kenapa?”

“Aku tidak mau diganggu.”

“Aku takkan mengganggumu. Mungkin hanya sedikit tergelitik saja. Aku juga bisa

menemanimu.”

Page 11: Cerita Legenda Malin Kundang Anak Durhaka

“Tidak mau”

“Hey, kalaupun kau tidak memperbolehkan, aku akan tinggal di sini beberapa saat.

Kau tidak bisa mengusirku karena kau tidak punya tangan ataupun kaki.”

“Kau menyebalkan sekali!”

“Aku akan diam saja disini sambil mengunyah daun, kau takkan menyadari

keberadaanku setelah beberapa saat. Percayalah, aku takkan mengganggu.”

Sore hari tiba. Sang Mawar Merah kembail bernyanyi. Ia menyanyikan lagu sendu

lagi. Ia melihat ke arah batu tempat Si Kelinci Putih bersembunyi lagi.

Ia bernyanyi agak lama hingga Ulat Kecil yang semula sedang tertidur pun

terbangun perlahan-lahan.

“Indah sekali suaramu,” kata Ulat Kecil.

“Siapa itu?” tanya Sang Mawar Merah.

“Aku Ulat Kecil. Sudah kubilang kau akan lupa bahwa aku ada di tubuhmu. Suaramu

indah, tapi mengapa kau menyanyikan lagu yang sedih?”

“Bukan urusanmu”

“Baiklah aku akan kembali tidur.”

Setelah hening sejenak, Sang Mawar Merah kembali bernyanyi. Ternyata si Ulat

Kecil tak benar-benar tidur. Ia mendengarkan nyanyian Sang Mawar Merah lalu ia

ikut menyanyi. Benar! Ulat Kecil itu ikut menyanyi. Sang Mawar Merah terheran-

heran.

“Kau bisa bernyanyi? Suaramu bagus Ulat Kecil.”

“Mari bernyanyi bersama.”

Page 12: Cerita Legenda Malin Kundang Anak Durhaka

Mereka pun bernyanyi bersama. Ulat Kecil itu pun mengganti nada lagu mereka

sedikit demi sedikit menjadi lagu yang bahagia. Sang Mawar Merah tidak menyadari

perubahan itu dan tetap menyanyi mengikuti perubahan nada itu. Sang Mawar

Merah pun terlihat senang. Ia hampir tersenyum. Ia merasa senang. Mereka berdua

merasa senang. Mereka bernyanyi berdua hingga sore berakhir.

Ulat dan Mawar bernyanyi dari hari ke hari. Sang Mawar Merah menjadi mawar

yang bahagia hingga ia bisa mendengar bisikan angin dan juga melihat warnanya

lagi. Ia pun bercerita dengan bahagia tentang bagaimana Si Kelinci Putih

membuatnya bahagia waktu itu. Ia bahkan menceritakan ulang pada Ulat Kecil apa

yang dahulu diceritakan Si Kelinci Putih padanya. Ia bahagia dan bahkan lupa akan

kesedihannya ditinggalkan oleh Si Kelinci Putih.

Ulat dan Mawar bernyanyi dari hari ke hari. Sang Mawar Merah menjadi mawar

yang bahagia hingga ia bisa mendengar bisikan angin dan juga melihat warnanya

lagi. Ia bahkan mengajarkan Ulat Kecil bagaimana cara mendengar bisikan angin

dan melihat warnanya. Ulat Kecil pun berhasil melakukannya karena ia sangat

bahagia. Ulat Kecil pun memiliki kemampuan lain. Ia bisa melihat matahari

tersenyum. Ulat Kecil pun mengajarkan hal itu pada Sang Mawar Merah. Sang

Mawar Merah berhasil melakukannya karena ia sangat bahagia. Di dunia tanpa

manusia ini, apapun bisa dilakukan ketika kau merasa sangat bahagia.

Ulat dan Mawar bernyanyi dari hari ke hari hingga ulat menjadi besar. Ulat Kecil

sudah banyak makan dan ia kini kenyang dan besar. Sudah hampir waktunya bagi

Ulat Kecil untuk menjadi kepompong. Ulat Kecil pun berbicara tentang rencana

kepergiannya pada Sang Mawar Merah. Sang Mawar Merah sedih mendengarnya.

Melihat Sang Mawar Merah sedih, Ulat Kecil membuatkan sebuah lagu berlirik untuk

Sang Mawar.

“Mawar Merah, sebelum aku menjadi kepompong, aku ingin kau mendengar lagu

ini. Kau harus menyanyikan lagu ini setiap hari agar kau tidak sedih. Aku akan

menemuimu ketika aku menjadi kupu-kupu,” Ulat Kecil menjelaskan.

Ulat Kecil pun mulai bernyanyi:

Semua kuhirup, semua kurasa, semuanya indah . . .

Page 13: Cerita Legenda Malin Kundang Anak Durhaka

Semua kudengar, semua kulihat, semuanya indah. . .

Kuhirup, kurasa, semuanya yang indah, kuingin sampaikan padamu . . .

Kudengar, kulihat, semuanya yang indah, kuingin sampaikan padamu . . .

Semua yang indah telah kurangkai menjadi cerita . . .

Sekarang dengar inilah sayang, kuingin bercerita . . .

(Kuingin Bercerita, oleh: Cozy Street Corner)

Mereka, Sang Mawar Merah dan Ulat Kecil pun berdendang dengan bahagia dan

haru. Mereka bernyanyi bersama untuk terakhir kalinya. Mereka berbahagia namun

juga sedih. Bahagia karena lagu yang mereka nyanyikan sangat indah dan sedih

karena mereka akan berpisah.

Ulat Kecil pergi. Ia akan menjadi kepompong. Sang Mawar Merah sedih, namun

tetap berharap. Mawar itu sedih sesaat, namun perlahan-lahan menerima kepergian

Ulat Kecil. Sang Mawar Merah tetap bernyanyi di sore hari hingga matahari

merapikan jubah kuningnya yang perlahan-lahan berubah menjadi jingga, merah

hingga kelam hitam. Meski hendak pergi setiap sore seperti itu, Sang Mawar Merah

bisa melihat senyuman matahari itu. Matahari itu tersenyum dengan pertanda

bahwa ia akan pergi. Pergi untuk kembali. Pergi sesaat namun untuk kembali lagi.

Sang Mawar Merah sendiri lagi. Namun ia tetap bahagia. Ia bahagia dan menjadi

lebih bahagia ketika angin berbisik padanya dan menampakkan warnanya. Ia juga

berhasil membalas senyum matahari ketika malam hari ingin muncul.

Suatu sore ketika Sang Mawar Merah sedang bernyanyi, seekor kupu-kupu

menghampiri. Sang Mawar Merah kebingungan. Kupu-kupu hijau hitam itu pun

mulai menyapanya,”Aku dulu Ulat Kecil. Tak ingatkah kau Mawar Merah?”

Ulat menjadi Kupu-kupu

Page 14: Cerita Legenda Malin Kundang Anak Durhaka

“Wah, kau berubah banyak sekali. Sangat indah.”

“Iya, aku senang sekali dengan rupa baruku yang cantik ini.”

“Namun, yang kuharap darimu bukanlah rupamu, bagiku yang paling indah darimu

adalah hatimu. Bagaimanapun rupamu, kau tetap temanku, Ulat Kecilku.”

“Terima kasih, Mawar Merah. Mari kita bernyanyi bersama lagi.”

Mereka, Sang Mawar Merah dan Kupu-kupu yang dahulunya Ulat Kecil, namun tetap

satu jiwa yang sama, bernyanyi bersama. Mereka menyanyikan lagu yang sama

dengan lagu yang terakhir kali mereka nyanyikan sebelum mereka berpisah.

Mereka bernyanyi dengan bahagia namun sedih. Mereka bahagia karena mereka

bisa bertemu kembali. Mereka sedih karena mereka akan berpisah kembali. Kupu-

kupu, yang dahulunya Ulat Kecil, harus pergi karena ia harus mencari makan dari

berbagai macam bunga yang jauh dari tempat Sang Mawar Merah.

Sebelum Kupu-kupu, yang dahulunya Ulat Kecil, pergi, ia berpesan pada Sang

Mawar Merah agar tidak sedih karena perpisahan itu. Kupu-kupu berkata, “Akan

ada saat dimana kita merasa sangat bahagia karena kehadiran seseorang dalam

hidup kita. Kita merasa sangat-sangat bahagia hingga tak ingin ia pergi. Namun,

walaupun orang yang membuat kita bahagia pergi, ia meninggalkan kita dengan

kenangan. Kenangan pengalaman yang menyenangkan. Kenangan itu tidak pergi,

ia tinggal bersama kita. Ia tinggal di hati kita. Hati kita terasa kecil, namun

sebenarnya ia sangat luas dan bisa menyimpan semua kenangan indah. Di hati

itulah kehidupan kita yang sebenarnya. Dunia ini hanya terdiri atas barang-barang

yang harus kita pilih, mana yang bisa kita simpan dalam hati dan mana yang tidak.

Berjanjilah padaku kau akan menyimpan persahabatan kita yang membahagiakan

ini dalam hatimu. ”

“Baiklah. Simpan juga di hatimu Ulat Kecil yang sekarang menjadi Kupu-kupu!”

sambut Sang Mawar Merah dengan berurai air mata.

Sang Mawar Merah kembali tinggal sendiri. Ia tetap bernyanyi setiap sore hingga

matahari tersenyum dan berpamitan sambil menggulung selendang kuningnya

yang terang. Ia tetap dibisiki oleh angin yang memintanya ikut bergoyang dengan

Page 15: Cerita Legenda Malin Kundang Anak Durhaka

canda tawanya. Angin pun tak segan memperlihatkan warnanya yang cemerlang

seperti pelangi yang berkilau. Sang Mawar Merah memang sendiri, namun ia selalu

berbahagia. Ia berbahagia karena ia dapat selalu melihat kenangan

persahabatannya dengan Ulat Kecil yang kemudian menjadi Kupu-kupu. Bahkan, ia

juga bisa melihat kenangan persahabatannya dengan Si Kelinci Putih.

Kebahagiaan Sang Mawar Merah membuatnya bernyanyi dengan sangat indah.

Beberapa binatang kemudian mengunjunginya karena tertarik akan suaranya yang

merdu itu. Binatang-binatang itu senang sekali bisa bertemu dengan Sang Mawar

Merah. Sang Mawar Merah pun tak segan-segan mengajari mereka cara

mendengarkan angin, melihat warnanya dan melihat matahari tersenyum.

Binatang-binatang itu datang dan pergi, namun mereka tetap tinggal dalam hati

Sang Mawar Merah.

Suatu hari Sang Mawar Merah terkejut. Ia terkejut namun bahagia. Si Kelinci Putih

kembali. Ia tak datang sendiri, ia bersama Kelinci Putih lain dan Kelinci Putih yang

kecil-kecil. Mereka membawa setangkai mawar putih yang masih kecil.

“Mawar Merah, apa kabarmu? Maaf aku lupa mengucapkan selamat tinggal waktu

itu. Aku berpikir untuk mencarikanmu teman dari jenismu sendiri. Aku terbawa

suasana dan langsung mencari kemana-mana. Aku bahkan meminta bantuan

keluargaku. Kami menemukannya setelah sekian lama.”

“Wah, terima kasih banyak Kelinci Putih. Aku sangat sedih ketika kau pergi begitu

saja. Tapi, sekarang aku sudah baik-baik saja. Terima kasih atas niat baikmu.”

Para kelinci putih itu pun dengan giat membantu menanam setangkai mawar putih

yang agak layu karena kehausan. Mereka menancapkannya di sebelah Sang Mawar

Merah. Setelah selesai, Sang Mawar Merah menyanyikan mereka lagu yang

dinyanyikan oleh Ulat Kecil. Kelinci-kelinci putih itu pun sangat bahagia

mendengarkan lagu tersebut. Sesaat sebelum matahari berhasil melipat selendang

kuningnya, para kelinci putih itu pergi. Mereka berpisah dengan bahagia.

Beberapa hari kemudian, mawar putih tersebut mulai bangun dari tidurnya. Ia

terbangun oleh nyanyian mawar merah yang merdu. Ia terbangun oleh nyanyian

yang menyenangkan. Ia pun ikut menyanyi. Mereka berkenalan dan hidup

Page 16: Cerita Legenda Malin Kundang Anak Durhaka

berdampingan hingga sangat lama. Sangat lama. Mereka bernyanyi dan

berbahagia. Bernyanyi dan berbahagia sangat lama.

Tampe Ruma Sani (Mitos)by PENDONGENG  on JUNE 26, 2012

Share

Cerita ini berasal dari Dompu, salah satu kabupaten di

Nusa Tenggara Barat.

Alkisah pada zaman dulu, tinggallah seorang anak perempuan bernama

Tampe Ruma Sani. Semua orang di kampungnya mengenal dia, sebab

setiap hari ia menjajakan ikan hasil tangkapan ayahnya. Ibunya sudah

meninggal. Di rumahnya ia tinggal bersama ayah dan adik laki-lakinya

yang masih kecil. Ia memasak nasi untuk ayah dan adiknya. Kasihan

Tampe Ruma Sani yang masih kecil itu harus mengerjakan pekerjaan

rumah tangga yang seharusnya dikerjakan oleh orang dewasa.

Pada suatu hari, seorang janda menyapa Tampe Rurna Sani, “Sudah habis

ikanmu Nak? Tiap hari saya lihat ikanmu cepat habis, apa rahasianya?”

“Saya menjual lebih murah dari yang lain, agar cepat habis, karena saya

harus segera pulang menanak nasi untuk ayah dan adik saya. Juga

pekerjaan rumah tangga yang lain harus saya kerjakan”, jawab Tampe

Rurna Sani sambil berjalan cepat.

“Siapa nama adikmu?”

“Mahama Laga Ligo”, jawab Tampe Rurna Sani. “Mengapa bukan adikmu

yang memasak?”

Page 17: Cerita Legenda Malin Kundang Anak Durhaka

“Adikku masih kecil, belum bisa memasak.” Bermacam-macam pertanyaan

janda itu kepada Tampe Ruma Sani.

“Sampaikan salamku kepada ayahmu! Aku mau membantu kalian dan

tinggal di rumah ayahmu. Aku mau membuat tembe (sarung), sambolo

(destar) dan ro sarowa (celana) untuk ayahmu”, kata janda itu dengan

manis.

“Baik Bu, akan saya sampaikan kepada ayah.” Singkat cerita janda itu kini

telah kawin dengan ayah mereka, dan menjadi ibu tirinya.

Kini Tampe Ruma Sani lidak lagi memasak. Pekerjaannya hanya

menjajakan ikan saja. Sekali-sekali ikut menumbuk padi. Setiap

menumbuk padi, ibunya selalu berpesan agar beras yang utuh dipisahkan

dengan yang hancur.

Pada mulanya, ibu tirinya sangat baik kepada Tampe Ruma Sani dan

adiknya. Namun, lama-kelamaan sikapnya berubah. Tampe Rurna Sani dan

Mahama Laga Ligo mendapat perlakuan yang kurang baik, lebih-lebih

kalau ayahnya tidak berada di rumah.

Pada suatu hari, ayahnya baru pulang menangkap ikan. Sang ibu tiri

segera menyiapkan makanan yang enak-enak untuknya. Sedang untuk

anak ttrinya disediakan nasi menir (nasi dari beras yang hancur kecil-

kecil). Melihat hal itu, Tampe Ruma Sani memberanikan diri lapor kepada

ayahnya, “Ayah dan ibu makan nasi yang bagus dan ikannya yang enak-

enak, sedang saya dan adik nasinya kecil-kecil dan tidak ada ikannya”.

Mendengar hal itu ayahnya bertanya, “Mengapa makanan anak-anak

berbeda dengan makanan kita Bu?”

“Oo tidak Pak, sebenarnya sama saja, lihatlah sisa makanan yang ada di

kepala Mahama Laga Ligo,” jawab istrinya.

Page 18: Cerita Legenda Malin Kundang Anak Durhaka

Sebenarnya nasi yang ada di kepala Mahama Laga Ligo sengaja ditaruh

oleh ibu tirinya menjelang ayahnya datang. Hal yang demikian telah

dilakukan berkali-kali. Ibunya sangat marah kepada Tampe Ruma Sani

yang berani melaporkan kepada ayahnya. Setelah suaminya pergi, sang

ibu tiri menghajar Tarnpe Ruma Sani sampai babak belur. Tampe Ruma

Sani menangis sejadi-jadinya. Melihat kakaknya dihajar, Mahama Laga

Ligo pun ikut menangis.

“Kalau kalian berani melapor kepada ayahmu akan kubunuh kalian!”

ancamnya.

Perlakuan kasar telah biasa diterima oleh kedua anak itu. Mereka tidak

berani melaporkan kejadian itu kepada ayahnya, karena takut ancaman

ibu tirinya.

Kini kedua anak itu sudah besar dan menginjak dewasa. Kakak beradik itu

bermaksud pergi meninggalkan orang tuanya untuk mencari nafkah

sendiri, karena tidak tahan lagi menerima siksaan ibu tirinya. Maksud itu

pun disampaikan kepada ayahnya, “Ayah, kami sekarang sudah besar,

ingin pergi mencari pengalaman. Oleh karena itu, izinkanlah saya dan

Mahama Laga Ligo pergi”.

“Mengapa engkau mau meninggalkan rumah ini? Tetaplah di sini. Rumah

ini nanti akan sepi.” kafa ayahnya. Ibu tirinya segera menyahut, “Benar

kata Tampe Ruma Sani. Dia kini sudah besar. Bersama adiknya tentu ingin

mandiri. Maka sebaiknya ayah mengizinkan mereka pergi.” Ibu tirinya

memang sudah tidak senang dengan anak-anak tirinya yang dirasa sangat

mengganggu.

Akhirnya, ayahnya pun dengan berat mengizinkan, berkat desakan

istrinya yang terus-menerus.

Page 19: Cerita Legenda Malin Kundang Anak Durhaka

Pagi hari sesudah sholat subuh, kedua anak itu meninggalkan rumahnya.

Ibu tirinya memberi bekal nasi dalam bungkusan. Ayahnya mengantarkan

sampai ke batas desa.

Alkisah, kedua anak itu berjalan menyusuri hutan dan sungai. Sesekali

mereka membicarakan ibu tirinya yang kejam. Sesekali juga

membicarakan ayahnya yang kena pengaruh ibu tirinya. Setelah seharian

berjalan, Mahama Laga Ligo merasa capai.

“Kak, saya capai dan lapar. Istirahat dulu ya Kak”, katanya dengan nada

menghimbau.

“Bolehlah. Kita cari dulu tempat yang teduh, lalu kita makan bekal yang

diberikan ibu tadi,” kata kakaknya. Ketika mau duduk dekat adiknya yang

mulai membuka bekalnya, tercium bau kotoran.

“Pindah dulu, di sekitar sini ada kotoran, kata Tampe Ruma Sani, sambil

mengamati di mana kotoran itu berada. Namun, di sekitar tempat itu

bersih. Lalu ia duduk lagi dan meneruskan membuka bekal yang dipegang

adiknya. Ketika bekal itu dibuka bau itu tercium lebih keras. Akhinya,

tahulah sumber bau itu. Bau itu temyata berasal dari bekal yang

dibawanya. Rupanya ibu tirinya sangat jahat, sehingga sampai hati

memberi bekal yang dicampuri kotoran manusia. Lalu, bungkusan itu pun

dibuang, dengan perasaan marah dan sedih.

Dengan mengikat perutnya kencang-kencang, kedua kakak beradik itu

pun melanjutkan perjalanan. Setelah beberapa lama herjalan, dilihatnya

sebuah rumah di tengah hutan. Kedua anak itu merasa senang. Segeralah

keduanya menaiki tangga dan mengetuk pintu. Namun, setelah beberapa

saat tidak terdengar jawaban. Diketuknya sekali lagi, tetap tiada jawaban.

Lalu, keduanya mendorong pintu rumah itu sedikit demi sedikit. Ternyata

pintu itu tidak dikunci. Dengan perlahan-lahan, ia memeriksa seluruh

penjuru rumah, temyata rumah itu tidak ada penghuninya. Di sebuah

sudut rumah itu ada tiga buah karung. Setelah diperiksa, ternyata karung

Page 20: Cerita Legenda Malin Kundang Anak Durhaka

itu berisi merica, cengkih, dan pala. Di atas meja tersedia makanan. Di

sekitar rumah ditumbuhi rumput yang tinggi, yang tampak tidak pernah

dijamah manusia maupun binatang.

“Mari kita duduk di dalam rumah menunggu pemiliknya” kata Tampe

Ruma Sani kepada adiknya.

Mereka duduk-duduk. Tak berapa lama, karena kecapaian, mereka

tertidur. Pada saat terbangun hari telah pagi. Penghuni rumah itu belum

juga muncul. Makanan di atas meja masih tetap utuh. Mereka heran,

makanan itu masih hangat. Karena kelaparan, makanan itu pun mereka

makan sampai habis.

Tiga hari sudah mereka berada di rumah itu. Setiap mereka bangun pagi,

makanan hangat telah tersedia. Mereka semakin terheran-heran, namun

tidak mampu berpikir dari mana semuanya itu.

Untuk menjaga kemungkinan makanan tidak tersedia lagi, mereka

bermaksud menjual rempah-rempah dalam karung itu. Pada hari keempat,

Maharna Laga Ligo berkata kepada kakak perempuannya, “Kak, biarlah

saya yang menjual rempah-rempah ini sedikit demi sedikit ke pasar.

Sementara saya pergi, kakak di dalam rumah saja. Kalau ada orang

datang, jangan sekali-sekali kakak membukakan pintu”.

“Baiklah, pergilah, tetapi jangan lama-lama”, jawab kakaknya.

Tersebutlah hulubalang raja yang sedang berburu di hutan. Setelah

beberapa lama, mereka sangat heran di tengah hutan itu ada sebuah

rumah. Selama ini, di daerah itu tidak pernah ada seorang pun berani

tinggal. Maka salah seorang hulubalang itu menaiki tangga rumah itu dan

mengetuk pintunya. Tampe Ruma Sani tidak berani menjawab, apalagi

membuka pintu. Ia bersembunyi di bawah meja dengan sangat ketakutan.

Dalam hati berdoa semoga adiknya cepat datang.

Page 21: Cerita Legenda Malin Kundang Anak Durhaka

Karena ketukan pintunya tidak terjawab, maka hulubalang raja itu turun,

dan memeriksa kolong rumah itu. Ia melihat rambut yang terjurai di

bawah kolong. Lalu, ia pun menarik rambut itu. Rambut itu adalah rambut

Tampe Ruma Sani. Ketika ditarik, ia merasa kesakitan dan berteriak.

Hulubalang itu terkejut. Ia lidak mengira, rambut itu rambut manusia. Ia

segera kembali meminta agar pintu dibuka. Namun, Tampe Ruma Sani

tetap tidak mau membuka.

Hulubalang itu segera kembali ke kerajaan melaporkan peristiwa itu

kepada raja.

Mendapat laporan yang demikian, raja bersama beberapa hulubalang yang

lain segera menuju hutan di mana rumah itu berada.

Raja meminta agar pintu dibuka. Namun, Tampe Ruma Sani tetap tidak

berani membukanya. Akhirnya, pintu itu pun didobrak beramai-ramai.

Tampe Ruma Sani berteriak ketakutan.

“Jangan takut! Aku raja di negeri ini”.

Pada saat itu, Mahama Laga Ligo datang. “Saya datang, Kak. Bukalah

pintu!”

Tampe Ruma Sani membukakan pintu dan memperkenalkan sang raja dan

para hulubalang. Dan mereka pun dibawa ke istana dan Tampe Rurna Sani

dijadikan permaisurinya.