case fraktur tibia fibula.wahyu utami harli
DESCRIPTION
ortoTRANSCRIPT
Case Report Session
FRAKTUR TIBIA FIBULA
OLEH
Wahyu Utami Harli
1110312138
PRESEPTOR
dr. H. Erinaldi, Sp.OT, M.Kes
BAGIAN ILMU BEDAH
FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS ANDALAS
RSUD DR. ACHMAD MUCHTAR BUKITTINGGI
2015
BAB 1
PENDAHULUAN
Fraktur adalah terputusnya / hilangnya kontinuitas struktur jaringan tulang, tulang
rawan sendi, tulang rawan epifisis baik yang bersifat total maupun parsial, umumnya
disebabkan trauma, baik trauma langsung maupun tidak langsung. Fraktur biasanya
disebabkan oleh trauma atau tenaga fisik kekuatan dan sudut dari tenaga tersebut.
Keadaan tulang itu sendiri dan jaringan lunak disekitar tulang akan menentukan apakah
fraktur yang terjadi itu lengkap atau tidak lengkap
World Health Organization mencatat pada tahun 2005 tedapat lebih dari 7 juta
orang meninggal dikarenakan insiden kecelakaan dan sekitar 2 juta orang mengalami
kecacatan fisik. Salah satu insiden kecelakaan yang cukup tinggi yakni insiden terjadinya
fraktur ekstremitas bawah, sekitar 46,2% dari insiden kecelakaan yang terjadi.2
Fraktur sering diikuti oleh kerusakan jaringan lunak dengan berbagai macam derajat,
mengenai pembuluh darah, otot dan persarafan. Fraktur yang sering terjadi adalah fraktur
pada tulang panjang, salah satunya fraktur pada tibia. Pusat Nasional Kesehatan di luar
negeri melaporkan bahwa fraktur ini berjumlah ± 77.000 orang, dan ada di 569.000
rumah sakit tiap hari / tahunnya
Fraktur dapat menyebabkan berbagai komplikasi oleh karena itu diperlukan
penanganan yang tepat sedini mungkin. Untuk mendiagnosis fraktur kita dapat
melakukan pemeriksaan radiologi. Dengan pemeriksaan radiologi kita dapat menentukan
tipe dan tingkat keparahan fraktur. Tujuan pemeriksaan radiologis untuk konfirmasi
adanya fraktur, melihat sejauh mana pergerakan dan konfigurasi fragmen serta
pergerakannya, menentukan teknik pengobatan, menentukan apakah fraktur yang dialami
fraktur baru atau fraktur lama, menentukan fraktur intra-artikuler atau ekstra-artikuler,
melihat adanya keadaan patologis lain pada tulang, dan untuk melihat apakah ada benda
asing dalam tulang.
Prinsip penanganan dari fraktur tibia ini adalah dengan konservatif dan operatif.
Dengan konservatif prinsip pengobatan adalah mencegah bertambahnya depresi, tidak
menahan beban dan segera mobilisasi pada sendi lutut agar tidak terjadi kekakuan sendi.
Dapat dilakukan dengan verband elastis, traksi dan gips sirkuler. Sedangkan untuk
operatif dilakukan jika terjadi fraktur terbuka, kegagalan dalam terapi konservatif, fraktur
tidak stabil, serta adanya nonunion. 1
Penyembuhan fraktur berkisar antara 12-16 minggu pada orang dewasa. Pada
anak-anak waktu penyembuhan sekitar ½ waktu penyembuhan orang dewasa. Penilaian
penyembuhan frakur ( union ) didasarkan atas union secara klinis dan union secara
radiologik. Union secara radiologik dinilai dengan pemeriksaan roentgen pada daerah
fraktur dan dilihat adanya garis fraktur atau kalus dan mungkin dapat ditemukan adanya
trabekulasi yang sudah menyambung pada kedua fragmen. Pada tingkat lanjut dapat
dilihat adanya medula atau ruangan dalam daerah fraktur
BAB 2
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Anatomi Tibia Fibula
Os tibia merupakan os longum yang terletak di sisi medial regio cruris. Ini
merupakan tulang terpanjang kedua setelah os femur. Tulang ini terbentang ke proksimal
untuk membentuk articulation genu dan ke distal terlihat semakin mengecil.
Tibia atau tulang kering merupakan kerangka yang utama dari tungkai bawah dan
terletak medial dari fibula atau tulang betis. Tibia adalah tulang pipa dengan sebuah
batang dan dua ujung.
Ujung atasnya sangat melebar sehingga menciptakan permukaan yang sangat luas
untuk menahan berat badan. Bagian ini mempunyai dua masa yang menonjol yang
disebut kondilus medialis dan kondilus lateralis. Kondil-kondil ini merupakan bagian
yang paling atas dan paling pinggir dari tulang. Di antara kedua kondilus terdapat daerah
kasar yang menjadi tempat pelekatan ligament dan tulang rawan sendi lutut.
Fibula lebih luar dan lebih tipis dari dua tulang panjang kaki bagian bawah. Ujung
atas fibula tidak mencapai lutut, tetapi ujung bawah turun di bawah tulang kering dan
membentuk bagian dari pergelangan kaki. Pada fibula bagian ujung bawah disebut
malleolus lateralis.
Cruris atau tibio fibular dibentuk oleh os tibia dan os fibula, dimana terdiri dari
cruris proksimal dan distal. Pada bagian proksimal membentuk knee joint bersama
dengan patella dan femur, sedangkan pada bagian distal membentuk ankle joint bersama
dengan ossa tarsal.
Anatomi tibia fibula
2.2 Fraktur Tibia Fibula
2.2.1 Definisi
Fraktur atau patah tulang adalah terputusnya kontinuitas jaringan tulang, tulang
rawan sendi, tulang rawan epifisis baik bersifat total ataupun parsial yang umumnya
disebabkan oleh tekanan yang berlebihan, sering diikuti oleh kerusakan jaringan lunak
dengan berbagai macam derajat, mengenai pembuluh darah, otot dan persarafan.
Fraktur kruris merupakan fraktur yang terjadi pada tibia dan fibula. Fraktur tertutup
adalah suatu fraktur yang tidak mempunyai hubungan dengan dunia luar. Maka fraktur
kruris tertutup adalah terputusnya kontinuitas jaringan tulang, tulang rawan sendi maupun
tulang rawan epifisis yang terjadi pada tibia dan fibula yang tidak berhubungan dengan
dunia luar. Fraktur kruris merupakan fraktur yang sering terjadi dibandingkan dengan
fraktur pada tulang panjang lainnya. Periosteum yang melapisi tibia agak tipis terutama
pada daerah depan yang hanya dilapisi kulit sehingga tulang ini mudah patah dan
biasanya fragmen frakturnya bergeser karena berada langsung dibawah kulit sehingga
sering juga ditemukan fraktur terbuka.
2.2.2 Etiologi
Tulang bersifat relatif rapuh, namun cukup mempunyai kekuatan dan gaya pegas
untuk menahan tekanan. Fraktur dapat terjadi akibat:
a. Peristiwa trauma
Sebagian besar fraktur disebabkan oleh kekuatan yang tiba-tiba dan berlebihan, yang
dapat berupa pemukulan, penghancuran, penekukan, pemuntiran, atau penarikan. Bila
terkena kekuatan langsung, tulang dapat patah pada tempat yang terkena, jaringan
lunaknya juga pasti rusak. Bila terkena kekuatan tak langsung, tulang dapat
mengalami fraktur pada tempat yang jauh dari tempat yang terkena kekuatan itu,
kerusakan jaringan lunak di tempat fraktur mungkin tidak ada.
b. Fraktur kelelahan atau tekanan
Keadaan ini paling sering ditemukan pada tibia atau fibula atau metatarsal, terutama
pada atlet, penari, dan calon tentara yang jalan berbaris dalam jarak jauh.
c. Fraktur patologik
Fraktur dapat terjadi oleh tekanan yang normal kalau tulang itu lemah (misalnya oleh
tumor) atau kalau tulang itu sangat rapuh (misalnya pada penyakit Paget). Daya
pemuntir menyebabkan fraktur spiral pada kedua tulang kaki dalam tingkat yang
berbeda; daya angulasi menimbulkan fraktur melintang atau oblik pendek, biasanya
pada tingkat yang sama. Pada cedera tak langsung, salah satu dari fragmen tulang
dapat menembus kulit; cedera langsung akan menembus atau merobek kulit diatas
fraktur. Kecelakaan sepeda motor adalah penyebab yang paling lazim.
2.2.3 Klasifikasi Fraktur Tibia-Fibula
Fraktur tibia dapat terjadi pada bagian proksimal (kondiler), diafisis atau persendian
pergelangan kaki.
- Fraktur Kondiler Tibia
Fraktur kondiler tibia lebih sering mengenai kondiler lateralis daripada medialis
serta fraktur kedua kondiler. Banyak fraktur kondiler tibia terjadi akibat kecelakaan
antara mobil dan pejalan kaki di mana bemper mobil menabrak kaki bagial lateral dengan
gaya kearah medial(valgus). Ini menghasilkan fraktur depresi atau fraktur split dari
kondiler lateralis tibia apabila kondiler femur didorong kearah tersebut. Kondiler medial
memiliki kekuatan yang lebih besar, jadi fraktur pada daerah ini biasanya terjadi akibat
gaya dengan tenaga yang lebih besar(varus). Jatuh dari ketinggian akan menimbulkan
kompresi aksial sehingga bisa menyebabkan fraktur pada proksimal tibia.
- Fraktur Diafisis Tibia
Fraktur diafisis tibia terjadi karena adanya trauma angulasi yang akan menimbulkan
fraktur tipe transversal atau oblik pendek, sedangkan trauma rotasi akan menimbulkan
fraktur tipe spiral. Fraktur tibia biasanya terjadi pada batas antara 1/3 bagian tengah dan
1/3 bagian distal.Tungkai bawah bagian depan sangat sedikit ditutupi otot sehingga
fraktur pada daerah tibia sering bersifat terbuka. Penyebab utama terjadinya fraktur
adalah kecelakaan lalu lintas.
Fraktur diafisis tibia.
- Fraktur Distal Tibia
Pergelangan kaki merupakan sendi yang kompleks dan penopang badan dimana talus
duduk dan dilindungi oleh maleolus lateralis dan medialis yang diikat dengan ligament.
Dahulu, fraktur disekitar pergelangan kaki disebut fraktur Pott.
Fraktur maleolus dengan atau tanpa subluksasi dari talus, dapat terjadi dalam
beberapa macam trauma.1
1. Trauma abduksi
Trauma abduksi akan menimbulkan fraktur pada maleolus lateralis yang bersifat
oblik, fraktur pada maleolus medialis bersifat avulsi atau robekan pada ligamen
bagian medial.
2. Trauma adduksi
Trauma adduksi akan menimbulkan fraktur maleolus medialis yang bersifat oblik atau
avulsi maleolus lateralis atau keduanya. Trauma adduksi juga bisa hanya
menyebabkan strain atau robekan pada ligamen lateral, tergantung dari beratnya
trauma.
3. Trauma rotasi eksterna
Trauma rotasi eksterna biasanya disertai dengan trauma abduksi dan terjadi fraktur
pada fibula di atas sindesmosis yang disertai dengan robekan ligamen medial atau
fraktur avulsi pada maleolus medialis. Apabila trauma lebih hebat dapat disertai
dengan dislokasi talus.
4. Trauma kompresi vertikal
Pada kompresi vertikal dapat terjadi fraktur tibia distal bagian depan disertai dengan
dislokasi talus ke depan atau terjadi fraktur kominutif disertai dengan robekan
diastesis.
2.2.4 Diagnosis
Menegakkan diagnosis fraktur dapat secara klinis meliputi anamnesis lengkap
danmelakukan pemeriksaan fisik yang baik, namun sangat penting untuk dikonfirmasikan
denganmelakukan pemeriksaan penunjang berupa foto rontgen untuk membantu
mengarahkan danmenilai secara objektif keadaan yang sebenarnya.
a. Anamnesa
Penderita biasanya datang dengan suatu trauma (traumatic fraktur), baik yang
hebat maupun trauma ringan dan diikuti dengan ketidakmampuan untuk menggunakan
anggota gerak. Anamnesis harus dilakukan dengan cermat, karena fraktur tidak
selamanya terjadi di daerah trauma dan mungkin fraktur terjadi ditempat lain. Trauma
dapat terjadi karena kecelakaan lalu lintas, jatuh dari ketinggian atau jatuh dikamar
mandi pada orang tua, penganiayaan, tertimpa benda berat, kecelakaan pada pekerja
oleh karena mesin atau karena trauma olah raga. Penderita biasanya datang karena
nyeri, pembengkakan, gangguan fungsi anggota gerak, deformitas, kelainan gerak,
krepitasi atau datang dengan gejala-gejala lain.
b. Pemeriksaan Fisik
Pada pemeriksaan awal penderita, perlu diperhatikan adanya:
a) Syok, anemia atau perdarahan.
b) Kerusakan pada organ-organ lain, misalnya otak, sumsum tulang belakang atau
organ-organ dalam rongga toraks, panggul dan abdomen.
c) Faktor predisposisi, misalnya pada fraktur patologis (penyakit Paget).
Pada pemeriksaan fisik dilakukan:
1) Look (Inspeksi)
Deformitas: angulasi ( medial, lateral, posterior atau anterior), diskrepensi
(rotasi,perpendekan atau perpanjangan).
Bengkak atau kebiruan.
Fungsio laesa (hilangnya fungsi gerak).
Pembengkakan, memar dan deformitas mungkin terlihat jelas, tetapi hal yang
penting adalah apakah kulit itu utuh. Kalau kulit robek dan luka memiliki
hubungan dengan fraktur, cedera itu terbuka (compound).
2) Feel (palpasi)
Palpasi dilakukan secara hati-hati oleh karena penderita biasanya mengeluh sangat
nyeri. Hal-hal yang perlu diperhatikan:
Temperatur setempat yang meningkat
Nyeri tekan; nyeri tekan yang superfisisal biasanya disebabkan oleh kerusakan
jaringan lunak yang dalam akibat fraktur pada tulang.
Krepitasi; dapat diketahui dengan perabaan dan harus dilakukan secara hati-
hati.
Pemeriksaan vaskuler pada daerah distal trauma berupa palpasi arteri radialis,
arteri dorsalis pedis, arteri tibialis posterior sesuai dengan anggota gerak yang
terkena. Refilling (pengisian) arteri pada kuku.
Cedera pembuluh darah adalah keadaan darurat yang memerlukan
pembedahan.
3) Move (pergerakan)
Nyeri bila digerakan, baik gerakan aktif maupun pasif.
Gerakan yang tidak normal yaitu gerakan yang terjadi tidak pada sendinya.
Pada penderita dengan fraktur, setiap gerakan akan menyebabkan nyeri hebat
sehingga uji pergerakan tidak boleh dilakukan secara kasar, disamping itu juga
dapat menyebabkan kerusakan pada jaringan lunak seperti pembuluh darah dan
saraf.
c. Pemeriksaan Penunjang
Pemeriksaan Radiologi
Pemeriksaan radiologi harus dilakukan dengan ketentuan ´Rules of Two´:
i. Dua pandangan
Fraktur atau dislokasi mungkin tidak terlihat pada film sinar-X tunggal dan
sekurang-kurangnya harus dilakukan 2 sudut pandang (AP & Lateral/Oblique).
ii. Dua sendi
Pada lengan bawah atau kaki, satu tulang dapat mengalami fraktur atau
angulasi. Tetapi angulasi tidak mungkin terjadi kecuali kalau tulang yang lain
juga patah, atau suatu sendi mengalami dislokasi. Sendi-sendi diatas dan di
bawah fraktur keduanya harus disertakan dalam foto sinar-X.
iii. Dua tungkai
Pada sinar-X anak-anak epifise dapat mengacaukan diagnosis fraktur. Foto
pada tungkai yang tidak cedera akan bermanfaat.
iv. Dua cedera
Kekuatan yang hebat sering menyebabkan cedera pada lebih dari 1 tingkat.
Karena itu bila ada fraktur pada kalkaneus atau femur perlu juga diambil foto
sinar-X pada pelvis dan tulang belakang.
v. Dua kesempatan
Segera setelah cedera, suatu fraktur mungkin sulit dilihat, kalau ragu-ragu,
sebagai akibatresorbsi tulang, pemeriksaan lebih jauh 10-14 hari kemudian
dapat memudahkan diagnosis.
2.2.5 Tata laksana
a) Non Operatif
1) Reduksi
Reduksi adalah terapi fraktur dengan cara mengantungkan kaki dengan tarikan
atau traksi.
2) Imobilisasi
Imobilisasi dengan menggunakan bidai. Bidai dapat dirubah dengan gips dalam
7-10 hari, atau dibiarkan selama 3-4 minggu.
3) Pemeriksaan dalam masa penyembuhan
Dalam penyembuhan, pasien harus di evaluasi dengan pemeriksaan rontgen tiap
6 atau 8 minggu. Program penyembuhan dengan latihan berjalan, rehabilitasi
ankle, memperkuat otot kuadrisef yang nantinya diharapkan dapat
mengembalikan ke fungsi normal
b) Operatif
Penatalaksanaan Fraktur dengan operasi, memiliki 2 indikasi, yaitu:
1) Absolut
Fraktur terbuka yang merusak jaringan lunak, sehingga memerlukan operasi
dalam penyembuhan dan perawatan lukanya.
Cidera vaskuler sehingga memerlukan operasi untuk memperbaiki jalannya
darah di tungkai.
Fraktur dengan sindroma kompartemen.
Cidera multipel, yang diindikasikan untuk memperbaiki mobilitas pasien,
juga mengurangi nyeri.
2) Relatif, jika adanya:
Pemendekan
Fraktur tibia dengan fibula intak
Fraktur tibia dan fibula dengan level yang sama
Adapun jenis-jenis operasi yang dilakukan pada fraktur tibia diantaranya adalah
sebagai berikut:
1. Fiksasi
a. Fiksasi eksternal
Fiksasi eksternal standar dilakukan pada pasien dengan cidera multipel yang
hemodinamiknya tidak stabil, dan dapat juga digunakan pada fraktur terbuka
dengan luka terkontaminasi. Dengan cara ini, luka operasi yang dibuat bisa lebih
kecil, sehingga menghindari kemungkinan trauma tambahan yang dapat
memperlambat kemungkinan penyembuhan.
.
b. Open reduction with internal fixation (ORIF)
Cara ini biasanya digunakan pada fraktur diafisis tibia yang mencapai ke
metafisis. Keuntungan penatalaksanaan fraktur dengan cara ini yaitu gerakan
sendinya menjadi lebih stabil. Kerugian cara ini adalah mudahnya terjadi
komplikasi pada penyembuhan luka operasi.
Gambar. ORIF
2. Amputasi
Amputasi dilakukan pada fraktur yang mengalami iskemia, putusnya nervus tibia
dan pada crush injury dari tibia.
1. KOMPLIKASI
1) Infeksi
Infeksi dapat terjadi karena penolakan tubuh terhadap implant berupa internal
fiksasi yang dipasang pada tubuh pasien. Infeksi juga dapat terjadi karena luka
yang tidak steril.
2) Delayed union
Delayed union adalah suatu kondisi dimana terjadi penyambungan tulang tetapi
terhambat yang disebabkan oleh adanya infeksi dan tidak tercukupinya
peredaran darah ke fragmen.
3) Non union
Non union merupakan kegagalan suatu fraktur untuk menyatu setelah 5 bulan
mungkin disebabkan oleh faktor seperti usia, kesehatan umum dan pergerakan
pada tempat fraktur.
4) Avaskuler nekrosis
Avaskuler nekrosis adalah kerusakan tulang yang diakibatkan adanya defisiensi
suplai darah.
5) Kompartemen Sindrom
Kompartemen sindrom merupakan suatu kondisi dimana terjadi penekanan
terhadap syaraf, pembuluh darah dan otot didalam kompatement osteofasial
yang tertutup. Hal ini mengawali terjadinya peningkatan tekanan interstisial,
kurangnya oksigen dari penekanan pembuluh darah, dan diikuti dengan
kematian jaringan.
6) Mal union
Terjadi penyambungan tulang tetapi menyambung dengan tidak benar seperti
adanya angulasi, pemendekan, deformitas atau kecacatan.
7) Trauma saraf terutama pada nervus peroneal komunis.
8) Gangguan pergerakan sendi pergelangan kaki.
Gangguan ini biasanya disebakan karena adanya adhesi pada otot-otot tungkai
bawah.
BAB III
LAPORAN KASUS
3.1 identititasa pasien
Nama : Tn,HS
Usia : 30 th
Alamat : Bukitinggi
Suku : Minang
Tanggal Masuk : 12 Oktober 2015
3.2 Anamnesis
Seorang pasien laki-laki usia 30 tahun datang ke IGD RS Achmad Muchtar dengan
keluhan utama : Nyeri dan bengkak pada tungkai bawah kanan sejak 2 jam sebelum
masuk rumah sakit post kecelakaan lalu lintas.
Primary Survey
Airway : Clear, tidak ada gangguan jalan nafas
Breathing : Spontan, gerakan dada simetris, RR 22x/i
Circulation : Akral hangat, CRT < 2 detik
Disability : GCS 15 (E4V5M6)
Secondary Survey
- Pasien mengalami kecelakaan lalu lintas tanggal 12 Oktober 2015 pukul 17.00 (2
jam sebelum masuk rumah sakit). Pasien mengedarari motor dan pada saat hendak
berbelok ditabrak dari arah kanan oleh sepeda motor yang berkecepatan tinggi
sehingga pasien terjatuh
- Pasien tetap sadar setelah kejadian, tidak muntah, dan tidak kejang
- Pasien merasakan nyeri pada tungkai bawah kanan. Nyeri semakin hebat jika
tungkai digerakkan.
- Sesak nafas tidak ada
- Keluar darah dari telinga dan hidung tidak ada
- BAK tidak ada kelainan
3.3 Pemeriksaan Fisik
- Keadaan Umum : Tampak sakit sedang
- Kesadaran : CMC
- Tekanan darah : 130/90 mmHg
- Nadi : 80 x/menit
- Nafas : 22x/menit
- Suhu : 37 º C
Status Generalis
Kulit : Hangat, tidak ada kelainan
KGB : Tidak ada pembesaran
Kepala : Tidak ada kelainan
Mata : Konjungtiva anemis (-/-)
Telinga : Tidak ada keluar darah dari telinga
Hidung : Tidak ada keluar darah dari hidung
Leher : JVP 5-2cmH2O
Paru
Ins: simetris kiri dan kanan
Pal: fremitus sama kiri dan kanan
Per: sonor
Aus: vesikuler, ronki -/-, wheezing -/-
Jantung : dalam batas normal
Abdomen
Ins: distensi tidak ada
Pal: nyeri tekan (-), nyeri lepas (-)
Per: timpani
Aus: bising usus positif normal
Anus : Tidak dilakukan pemeriksaan
Ekstremitas : Akral hangat, CRT<2 detik, udem (+), luka (+)
Status Lokalis
Regio kruris (D)
Look : tampak luka berukuran 0,2cm x 0,8 cm pada anterior tibia kanan sepertiga
tengah, deformitas (+), bengkak (+)
Feel : Nyeri tekan (+), krepitasi (+) NVD : sensibilitas baik, pulsasi arteri dorsalis
pedis teraba, CRT < 2 detik,
Move : - gerak aktif dan pasif terbatas
True Length
Sinistra : 82 cm
Dextra : 82 cm
Apparent Length
Sinistra : 92 cm
Dextra : 92 cm
3.4 Diagnosis Kerja
Fraktur tibia fibula dekstra 1/3 medial terbuka grade 1
3.5 Pemeriksaan Penunjang
Darah rutin (12 Oktober 2015)
- Hemoglobin : 13,9 g/dl
- Hematokrit : 39,1 %
- Leukosit : 21.900/mm3
- Trombosit : 328.000/mm3
Rontgen
Diagnosis Akhir
Fraktur tibia fibula dekstra 1/3 medial terbuka grade 1
3.6 Tatalaksana
- IVFD RL
- Cefepime inj 2x1 g
- Ketorolax 2x1
- Ranitidine
- Imobilisasi fraktur dengan pemasangan spalak
- Rencana ORIF
Follow up
13 Oktober 2015
S : nyeri pada tungkai jika digerakan
O : KU: tampak sakit sedang, kesadaran: CMC, TD: 130/90mmHg, nadi:
80x/menit, nafas: 19x/menit.
Status lokalis:
Look : deformitas (+) pada bagian sepertiga tengah, bengkak (+)
Feel : nyeri tekan (+), suhu rabaan hangat, neurovascular distal(+)
Move : gerakan aktif dan pasif terbatas
A : Fraktur tibia fibula dekstra 1/3 medial terbuka grade 1
P : Terapi lanjut,
14 Oktober 2015
S : nyeri pada tungkai jika digerakan
O : KU: tampak sakit sedang, kesadaran: CMC, TD: 120/90mmHg, nadi:
79x/menit, nafas: 17x/menit.
Status lokalis:
Look : deformitas (+) pada bagian sepertiga tengah, bengkak (+)
Feel : nyeri tekan (+), suhu rabaan hangat, neurovascular distal(+)
Move : gerakan aktif dan pasif terbatas
A : Fraktur tibia fibula dekstra 1/3 medial terbuka grade 1
P : Terapi lanjut,
15 Oktober 2015
S : nyeri pada tungkai jika digerakan
O : KU: tampak sakit sedang, kesadaran: CMC, TD: 130/90mmHg, nadi:
80x/menit, nafas: 19x/menit.
Status lokalis:
Look : deformitas (+) pada bagian sepertiga tengah, bengkak (+)
Feel : nyeri tekan (+), suhu rabaan hangat, neurovascular distal(+)
Move : gerakan aktif dan pasif terbatas
A : Fraktur tibia fibula dekstra 1/3 medial terbuka grade 1
P : operasi ORIF
BAB 4
DISKUSI
Seorang pasien laki-laki berusia 30 tahun dengan diagnosa Fraktur tibia-fibula
dekstra 1/3 tengah terbuka grade 1. Diagnosis ditegakan dari anamnesis, pemeriksaan
fisik dan pemeriksaan penunjang.
Dari anamnesis awal masuk didapatkan nyeri pada tungkai kanan bawah dengan
riwayat trauma ditabrak motor. Terdapat luka memar dan bengkak pada tungkai kanan
bawah serta keterbatasan gerak karena nyeri. Saat penangan pertama di IGD telah
dilakukan pemasangan bidai. Pemasangan bidai dilakukan untuk imobilisasi.
Dari pemeriksaan fisik terlihat deformitas dengan nyeri tekan. Ditemukan bengkak
dan luka yang ukurannya kecil dari 1 cm pada tungkai kanan. Pada rontgent foto cruris
tampak kesan fraktur pada os tibia dan fibula dekstra 1/3 tengah. Dari anamnesis,
pemeriksaan fisik dan pemeriksaan penunjang pasien didiagnosis fraktur tibia-fibula
dekstra 1/3 tengah terbuka grade 1.
Telah dilakukan pemasangan bidai pada pasien dan open reduction internal fixation
tibia.
DAFTAR PUSTAKA
1. Rasjad C.Trauma. Dalam pengantar Ilmu Bedah Ortopedi – Edisi 2. Makassar :
Bintang Lamumpatue, 2003.hal370-1;455-62
2. Solomon L, Warwick D, Nayagam S. Apley’s System of Orthopaedics and
Fractures 9th edition. London: Hodder Arnold. 2010. 687-9, 897-904, 916-8.
3. Koval KJ, Zuckerman JD. Handbook of Fractures 3rd edition. New York:
Lippincott William Wilkins. 2006.
4. Gray. H. the Tibia. {online}.2009. [cited 2009 August 30]. Available from URL :
http://orthopedics.about.com/Ir/tibia_fracture/345966/1/
5. Brinker MR. Review Of Orthopaedic Trauma. Pennsylvania: Saunders Company,
2001. 127-40.
6. Koval KJ, Zuckerman JD. Handbook of Fractures 3rd edition. New York:
Lippincott William Wilkins. 2006.
7. Agur AMR, Dalley AF. Grant’s Atlas of Anatomy 12th edition. New York:
Lippincott William Wilkins. 2009. 438-441.
8. Thompson JC. Netter’s Concise Orthopaedic Anatomy 2nd edition. Saunders
Company. 2002. 315-9.