case fraktur tibia ulnaris

41
Overview Fraktur adalah putusnya kontinuitas tulang, tulang rawan epifisis atau tulang rawan sendi. Penyebab terseringnya adalah trauma. Dengan makin pesatnya kemajuan lalu-lintas di Indonesia baik dari segi jumlah pemakai jalan, jumlah kendaraan, jumlah pemakai jasa angkutan dan bertambahnya jaringan jalan dan kecepatan kendaraan, maka mayoritas fraktur adalah akibat kecelakaan lalu lintas. Kecelakaan lalu-lintas sering mengakibatkan trauma kecepatan tinggi dan kita harus waspada terhadap kemungkinan politrauma yang dapat mengakibatkan trauma organ-organ lain seperti trauma kapitis, trauma toraks, trauma abdomen, trauma ginjal, dan lain-lain. Fraktur yang diakibatkan juga sering fraktur terbuka derajat tiga. Trauma-trauma lain adalah jatuh dari ketinggian, kecelakaan kerja, kecelakaan domestik dan kecelakaan atau cidera olahraga. Kita harus dapat membayangkan rekonstruksi terjadinya kecelakaan agar dapat menduga fraktur apa yang dapat terjadi, misalnya penderita adalah pengemudi mobil yang menabrak pohon. Kemungkinan yang bisa terjadi adalah trauma kapitis, trauma toraks, oleh benturan dada dengan kemudi mobil, fraktur servikal, fraktur torakolumbal, fraktur patela, fraktur femur, fraktur kolum femur, dislokasi panggul atau fraktur asetabulum. Kebanyakan fraktur lengan bawah dapat terjadi baik akibat jatuh dengan posisi lengan bawah terbuka maupun pukulan langsung saat kecelakaan kendaraan bermotor atau perkelahian. 1 1

Upload: richesio-sapata-tomokumoro

Post on 05-Feb-2016

65 views

Category:

Documents


2 download

DESCRIPTION

ghh

TRANSCRIPT

Page 1: Case Fraktur TIbia Ulnaris

Overview

Fraktur adalah putusnya kontinuitas tulang, tulang rawan epifisis atau tulang rawan

sendi. Penyebab terseringnya adalah trauma.

Dengan makin pesatnya kemajuan lalu-lintas di Indonesia baik dari segi jumlah

pemakai jalan, jumlah kendaraan, jumlah pemakai jasa angkutan dan bertambahnya jaringan

jalan dan kecepatan kendaraan, maka mayoritas fraktur adalah akibat kecelakaan lalu lintas.

Kecelakaan lalu-lintas sering mengakibatkan trauma kecepatan tinggi dan kita harus waspada

terhadap kemungkinan politrauma yang dapat mengakibatkan trauma organ-organ lain seperti

trauma kapitis, trauma toraks, trauma abdomen, trauma ginjal, dan lain-lain. Fraktur yang

diakibatkan juga sering fraktur terbuka derajat tiga.

Trauma-trauma lain adalah jatuh dari ketinggian, kecelakaan kerja, kecelakaan

domestik dan kecelakaan atau cidera olahraga. Kita harus dapat membayangkan rekonstruksi

terjadinya kecelakaan agar dapat menduga fraktur apa yang dapat terjadi, misalnya penderita

adalah pengemudi mobil yang menabrak pohon. Kemungkinan yang bisa terjadi adalah

trauma kapitis, trauma toraks, oleh benturan dada dengan kemudi mobil, fraktur servikal,

fraktur torakolumbal, fraktur patela, fraktur femur, fraktur kolum femur, dislokasi panggul

atau fraktur asetabulum.

Kebanyakan fraktur lengan bawah dapat terjadi baik akibat jatuh dengan posisi lengan

bawah terbuka maupun pukulan langsung saat kecelakaan kendaraan bermotor atau

perkelahian.1

Manajemen fraktur terbagi atas 4 R, yaitu :1

1. Recognize

Dari anamnesis untuk mengetahui Mechanism of Injury (MOI), pemeriksaan fisik untuk

mencari komplikasi umum, kemudian pemeriksaan status lokalis dengan cara Look, Feel,

Move, dan pemeriksaan penunjang.

2. Reduction

Closed reduction : biasa dilakukan pada fraktur yang simpel. Biasanya dapat terjadi

malunion.

Continous traction : biasa dilakukan pada fraktur shaft femur pada anak.

Open reduction : dilakukan bila semua metode gagal atau ada indikasi khusus.

3. Retention

Dapat menggunakan beberapa metode, yaitu cast splintage (gips), continous traction,

functional bracing, fiksasi internal, dan fiksasi eksternal.1

Page 2: Case Fraktur TIbia Ulnaris

4. Rehabilitation

Yaitu dengan fisioterapi dan latihan.

Komplikasi fraktur terbagi atas 2, yaitu komplikasi dini dan komplikasi lanjut.1

Komplikasi dini :

a. Lokal: -. Vaskuler : compartment syndrome (Volkmann's ischaemia), dan trauma vaskuler

-. Neurologis : lesi medula spinalis atau saraf perifer

b. Sistemik : emboli lemak

Komplikasi lanjut :

a. Lokal : -. Kekakuan sendi/kontraktur

-. Disuse atrofi otot-otot

-. Malunion : fraktur sembuh dengan deformitas (angulasi, perpendekan atau rotasi)

-. Nonunion/ infected nonunion : fraktur yang tidak menyambung dalam 20 minggu

-. Gangguan pertumbuhan (fraktur epifisis)

-. Osteoporosis post trauma

LAPORAN KA SUS

2

Page 3: Case Fraktur TIbia Ulnaris

A. IDENTITAS PASIEN

Nama : Hariyanto

Usia : 39 tahun

Jenis Kelamin : Laki-laki

Pekerjaan : Wiraswasta

Alamat : Jl. Kalibaru Barat VI,

Tanggal MRS : 5 Juni 2015

Tanggal Pemeriksaan : 17 Juni 2015

B. PRIMARY SURVEY

1. Jalan Napas (Airway) : Sumbatan jalan napas (-), secret pada mulut (-)

2. Pernapasan (Breathing) : Napas spontan, respirasi 22 x/menit

3. Sirkulasi (Circulation) : Tekanan darah 120/70 mmHg, Nadi 92 kali/menit

4. Deformitas (Deformity) : Trauma pada regio antebrachii sinistra 1/3 proximal.

Terdapat hematom pada lokasi trauma.

Angulasi pada regio antebrachii sinistra 1/3 proximal.

5. Keadaan Umum : Baik

6. Kesadaan : Compos Mentis

7. GCS : E4V5M6

C. SECONDARY SURVEY

Keluhan Utama :

Nyeri pada tangan kiri

Riwayat Penyakit Sekarang :

Pasien datang ke UGD RSUD Koja dalam keadaan sadar diantar oleh pekerja

bangunan di sekitar lokasi pasien terjatuh. Pasien mengeluhkan nyeri lengan bawah

kirinya dan bengkak.

Pasien mengaku bahwa mengalami kecelakaan 1 jam SMRS. Pasien mengaku

mengendarai sepeda motor sendirian. Pasien mengendarai sepeda motor dengan

pelan. Namun di perjalanan pasien terjatuh dari sepeda motor karena ditabrak dari

belakang, di sebelah kiri pasien ada truk melintas sedangkan di sebelah kanan ada

kontainer melintas. Pasien terjatuh ke arah kiri, sepeda motor menimpa pasien. Saat

pasien terjatuh ada truk yang melajur dari arah belakang pasien, namun pasien tidak

3

Page 4: Case Fraktur TIbia Ulnaris

dapat menghindar, kemudian motor dan tangan pasien terlindas oleh ban belakang

dari truk tersebut. Setelah itu paien merasakan kesakitan. Oleh pekerja bangunan di

sekitar tempat kejadian, pasien dibawa ke RSUD Koja.

Tidak ada riwayat pingsan. Tidak ada riwayat mual muntah. Pasien ingat

kejadian. Tidak ada nyeri kepala. Terdapat hematom pada lengan bawah kiri,

berwarna kemerahaan.

Riwayat Penyakit Dahulu :

- Riwayat trauma sebelumnya disangkal

- Pasien belum pernah sakit seperti ini sebelumnya

- Pasien tidak pernah menjalani operasi sebelumnya

Riwayat Penyakit Keluarga :

Trauma (-), Operasi (-), Hipertensi (-), Diabetes Mellitus (-), Alergi (-), Asma (-)

Pemeriksaan Fisik Umum :

Keadaan umum : tampak sakit sedang

Kesadaran : Compos mentis

Vital Sign : TD : 120/70 mmHg

HR : 75x/menit

RR : 22x/menit

Suhu : 37oC

Kepala – Leher : Bentuk dan ukuran normal, hematome (-)

Konjungtiva anemis (-), sklera ikterik (-)

Hematome pada leher (-), gerakan leher normal

Nyeri saat leher digerakkan (-)

Thorax – Cardiovasculer :

Inspeksi : thorax tampak simetris, hematome (-), gerakan napas simetris,

reguler

Palpasi : gerakan napas simetris, nyeri tekan (-)

Perkusi :

Cor : batas jantung : Batas atas pada ICS II linea parasternal sinistra

4

Page 5: Case Fraktur TIbia Ulnaris

Batas bawah kiri pada ICS V linea midclavicula

sinistra

Batas kanan bawah pada ICS IV linea

parasternal kanan

Pulmo : terdengar sonor pada semua lapang paru

Auskultasi :

Cor : S1S2 tunggal, reguler, murmur (-)

Pulmo : vesikuler +/+, ronchi -/-, wheezing -/-

Abdomen – Pelvic – Inguinal :

Inspeksi : abdomen datar, hematome (-)

Auskultasi : bising usus (+) normal

Palpasi : nyeri tekan (-), hepar dan lien tidak teraba.

Perkusi : thympani pada keempat quadran abdomen

Uro – Genital :

Hematome pada regio CVA (-), nyeri tekan suprapubik (-), hematuria (-),

genital tidak ada kelainan.

Anal – Perianal : tidak ada kelainan

Extremitas atas – Axilla :

Pada extremitas kanan : Hematome (-), deformitas (-), gerakan normal, nyeri

saat digerakkan (-).

Pada extremitas kiri : hematome (+) pada regio antebrachii 1/3 proximal.

Angulasi pada regio antebtachii 1/3 distal. Gerakan terbatas, nyeri saat

digerakkan (+)

Extremitas bawah : hematome (-), deformitas (-), gerakan normal, nyeri saat

digerakkan (-)

Pemeriksaan Fisik Lokal (Status Lokalis) :

Regio antebrachii sinistra

Look :

Tak tampak luka terbuka, terlihat deformitas berupa pembengkakan.

Feel :

5

Page 6: Case Fraktur TIbia Ulnaris

Didapatkan adanya nyeri tekan setempat, suhu sama dengan bagian yang normal, teraba

hangat, sensibilitas (+), capillary refill time < 3 detik. Arteri radialis teraba.

Move :

Gerakan aktif dan pasif terhambat, sakit bila digerakkan, tampak gerakan terbatas (+),

keterbatasan pergerakan wrist & elbow joint (karena terasa nyeri ketika digerakkan).

Pemeriksaan Penunjang :

Laboratorium tanggal 15-06-2015:

Hb : 14,7 g/dl

Leukosit : 8.700/mL

Trombosit : 294.000/mL

Hematokrit : 42,8 %

PT : 9,3 detik (N=9,9-11.8) APTT : 35,5 detik

Na : 143 mEq/L K : 4,40 mEq/L Cl : 106 mEq/L

SGOT : 41 U/L (N=<40) SGPT : 130 U/L(N=<41)

Ureum : 28,7 mg/dL Creatinin : 0,97 mg/dL

GDS : 83 mg/dL

Rontgen:

Rontgen thorax : Cor tidak tampak cardiomegali, tampak trakea lurus di tengah.

Rontgen antebrachii sinistra : fraktur radius dan ulna 1/3 proximal

D. RESUME

Primary Survey :

Jalan napas, pernapasan, dan sirkulasi : normal.

Deformitas pada extremitas atas sinistra.

Secondary Survey :

1. Anamnesis :

Pasien laki-laki, usia 39 tahun datang dengan keluhan nyeri dan bengkak pada lengan

bawah kiri setelah kecelakaan 1 jam SMRS.

mengeluhkan nyeri pada tangan kiri. Luka robek (-), terlihat tulang (-).

6

Page 7: Case Fraktur TIbia Ulnaris

2. Pemeriksaan Fisik :

Status generalis normal. Dari pemeriksaan lokalis pada regio antebrachii sinistra

didapatkan deformitas (+) berupa pembengkakan dan pemendekan bila dibandingkan

regio antebrachii dextra, didapatkan adanya nyeri tekan setempat, krepitasi, suhu

sama dengan bagian yang normal, teraba hangat, gerakan aktif dan pasif terhambat,

keterbatasan pergerakan wrist & joint elbow karena terasa sakit bila digerakkan. False

of movement (+).

3. Pemeriksaan Penunjang

Rontgen antebrachii sinistra : fraktur radius dan ulna 1/3 proximal

E. DIAGNOSIS :

1) Fraktur radius dan ulna 1/3 distal tertutup dengan compartment syndrome

F. DIFERENSIAL DIAGNOSIS : (-)

G. USULAN PEMERIKSAAN UNTUK :

Diagnosis : (-)

Rencana Terapi : Darah Lengkap, PT, aPTT, Rontgen Thorax

H. RENCANA TERAPI :

Non Operatif :

a. Medika Mentosa

Bactesin 2x1,5mg

Ketorolac 3x300mg

Transamin 3x500mg

Vit K 3x1

Metilprendisolon 1x125mg

Omeprazole 1x40mg

b. Non Medika mentosa

Istirahat

Pemasangan bidai melewati 2 sendi

Edukasi kepada pasien beserta keluarganya tentang penyakit yang diderita pasien.

Reposisi tertutup dan pemasangan gips

7

Page 8: Case Fraktur TIbia Ulnaris

Operatif :

Reposisi terbuka dan fiksasi interna (open reduction and internal fixation)

H. PROGNOSIS : Bonam

TINJAUAN PUSTAKA

Definisi

Fraktur atau patah tulang adalah terputusnya kontinuitas jaringan tulang dan atau

tulang rawan yang umumnya disebabkan oleh rudapaksa. Trauma yang menyebabkan tulang

patah dapat berupa trauma langsung, misalnya benturan pada lengan bawah yang

menyebabkan patah tulang radius dan ulna, dan dapat berupa trauma tidak langsung,

misalnya jatuh bertumpu pada tangan yang menyebabkan tulang klavikula atau radius distal

patah.

Akibat trauma pada tulang bergantung pada jenis trauma, kekuatan, dan arahnya.

Trauma tajam yang langsung atau trauma tumpul yang kuat dapat menyebabkan tulang patah

dengan luka terbuka sampai ke tulang yang disebut patah tulang terbuka. Patah tulang di

dekat sendi atau mengenai sendi dapat menyebabkan patah tulang disertai luksasi sendi yang

disebut fraktur dislokasi.2

Komplikasi yang sering terjadi pada fraktur adalah sindrom kompartemen. Sindrom

kompartemen merupakan suatu kondisi dimana terjadi peningkatan tekanan dalam suatu

kompartemen sehingga mengakibatkan penekanan terhadap saraf, pembuluh darah dan otot di

dalam kompartemen osteofasial yang tertutup. Hal ini mengawali terjadinya peningkatan

tekanan interstisial, kurangnya oksigen dari penekanan pembuluh darah, dan diikuti dengan

kematian jaringan.

Anatomi

1. Radius

Ujung proximal radius membentuk caput radii (capitulum radii) ,berbentuk roda, letak

melintang. Ujung cranial caput radii membentuk fovea articularis (fossa articularis) yang

serasi dengan capitulum radii. Caput radii dikelilingi oleh facies articularis, yang disebut

circumferentia articularis dan berhubungan dengan incisura radialis ulnae. caput radii

terpisah dari corpus radiioleh collum radii. Di sebelah caudal collum pada sisi medial

terdapt tuberositasradii. Corpus radii di bagian tengah agak cepat membentuk margo

interossea (=crista interossea), margo anterior (=margo volaris), dan margo posterior.

8

Page 9: Case Fraktur TIbia Ulnaris

Ujung distal radius melebar ke arah lateral membentuk processus styloideus radii,

dibagian medial membentuk incisura ulnaris, dan pada facies dorsalis terdapatsulcus-

sulcus yang ditempati oleh tendo. Permukaan ujung distal radiusmembentuk facies

articularis carpi.2

Gambar 1. Tulang Radius3

2. Ulna

Ujung proximal ulna lebih besar dari pada ujung distalnya. Hal yang sebaliknya

terdapat pada radius. Pada ujung proximal ulna terdapat incisura trochlearis (incisura

semiulnaris), menghadap ke arah ventral, membentuk persendian dengan trochlea humeri.

Tonjolan di bagian dorsal disebut olecranon. Di sebelah caudal incisura trochlearis

terdapat processus coronoideus, dan disebelah caudalnya terdapat tuberositas ulnae,

tempat perlekatan m.brachialis. dibagian lateral dan incisura trochlearis terdapat incisura

radialis, yang berhadapandengan caput radii. Di sebelah caudal incisura radialis terdapat

crista musculisupinatoris. Corpus ulnae membentuk facies anterior, facies posterior,

faciesmedialis, margo interosseus, margo anterior dan margo posterior. Ujung distal ulna

disebut caput ulnae (capitulum ulnae). Caput ulnae berbentuk circumferentia articularis,

dan di bagian dorsal terdapt processus styloideus sertasilcus m.extensoris carpi ulnaris.

Ujung distal ulna berhadapan dengan cartilago triangularis dan dengan radius.2

9

Page 10: Case Fraktur TIbia Ulnaris

Gambar 2. Tulang Ulna3

Kedua tulang lengan bawah dihubungkan oleh sendi radioulnar yang diperkuat oleh

ligamentum anulare yang melingkari kapitulum radius, dan didistal oleh sendi radioulnar

yang diperkuat oleh ligamen radioulnar, yang mengandung fibrokartilago triangularis.

Membranes interosea memperkuat hubungan ini sehingga radius dan ulna merupakan satu

kesatuan yang kuat. Oleh karena itu, patah yang hanya mengenai satu tulang agak jarang

terjadi atau bilapatahnya hanya mengenai satu tulang, hampir selalu disertai dislokasi

sendiradioulnar yang dekat dengan patah tersebut.

Selain itu, radius dan ulna dihubungkan oleh otot antartulang, yaitu ototsupinator,

m.pronator teres, m.pronator kuadratus yang membuat gerakan pronasi-supinasi. Ketiga

otot itu bersama dengan otot lain yang berinsersi pada radius danulna menyebabkan patah

tulang lengan bawah disertai dislokasi angulasi danrotasi, terutama pada radius.

Tulang membentuk rangka penunjang dan pelindung bagi tubuh dan tempat untuk

melekatnya otot-otot yang menggerakkan kerangka tubuh.

Komponen-komponen utama dari jaringan tulang adalah mineral-mineral dan jaringan

organik (kolagen dan proteoglikon). Kalsium dan fosfat membentuk suatu kristal garam

(hidroksida patit), yang tertimbun pada matriks garam (hidroksia patit) yang tertmbun

pada matriks kolagen dan proteaglikan matriks organik tulang disebut juga sebagai suatu

osteoid.

Tulang tersusun atas sel, matriks protein dan deposit mineral. Sel-selnya terdiri atas

tiga jenis dasar osteoblas, osteosit dan osteoklas. Osteoblas berfungsi dalam pembentukan

tulang dengan mensekresi matriks tulang.

10

Page 11: Case Fraktur TIbia Ulnaris

Osteosit adalah sel dewasa yang terlibat dalam pemeliharaan fungsi tulang dan

terletak dalam osteum (unit matriks tulang). Osteoklas adalah sel multinuklear (berinti

banyak) yang berperan dalam penghancuran, resorbsi dan remodeling tulang.

Radius adalah tulang di sisi lateral lengan bawah merupakan tulang pipa dengan

sebuah batang dan dua ujung dan lebih pendek dari tulang ulna. Ujung atas radius kecil

dan memperlihatkan kepala berbentuk kancing dengan permukaan dangkal yang bersendi

dengan kapitulum dari humerus. Sisi-sisi kepala radius bersendi dengan takik radial dari

ulna. Di bawah kepala terletak leher dan di bawah serta di sebeelah medial dari leher ada

tuberositas radii, yang dikaitkan pada tendon dan insersi otot bisep.

Batang radius. Di sebelah atas batangnya lebih sempit dan lebih bundar daripada di

bawah dan melebar makin mendekati ujung bawah. Batangnya melengkung ke sebelah

luar dan terbagi dalam beberapa permukaan, yang seperti pada ulna memberi kaitan

kepada flexor dan pronator yang letaknya dalam di sebelah anterior dan di sebelah

posterior memberi kaitan pada extensor dan supinator di sebelah dalam lengan bawah dan

tangan.

Ujung bawah agak berbentuk segiempat dan masuk dalam formasi dua buah sendi.

Persendian inferior dari ujung bawah radius berbendi dengan ska foid dan tulang

semilunar dalam formasi persendian pergelangan tangan. Permukaan persendian di

sebelah medial dari yang bawah bersendi dengan kepala dari ulna dalam formasi

persendian radio-ulna inferior. Sebelah lateral dari ujung bawah diperpanjang ke bawah

menjadi prosesus stiloid radius.

Fungsi dari tulang pada lengan bawah atau tulaang radius adalah untuk pronasi dan

supinasi harus dipertahankan dengan menjaga posisi dan kesejajaran anatomik yang baik.2

Gambar 3. Sendi radioulna proksimal3

11

Page 12: Case Fraktur TIbia Ulnaris

Gambar 4. Sendi radioulnar distal3

Gambar 5. Potongan melintang sepanjang tulang lengan bawah, tampak distal3

3. Kompartemen

Kompartemen merupakan daerah tertutup yang dibatasi oleh tulang, interosseus

membran, dan fascia, yang melibatkan jaringan otot, saraf dan pembuluh darah. Otot

mempunyai perlindungan khusus yaitu fascia, dimana fascia ini melindungi semua

serabut otot dalam satu kelompok.4

Gabungan otot berbentuk kumparan dan terdiri dari :

a) Fascia, adalah jaringan ikat padat ireguler yang melapisi dan juga mengelompokkan

otot-otot dengan fungsi yang sama. Fascia juga dilewati oleh serabut saraf, pembuluh

darah dan limfe. Ujung-ujung dari fascia ini akan memanjang membentuk tendon

yang berfungsi untuk melekatkan otot ke tulang dan apabila ujung tersebut

membentuk lapisan yang lebar dan mendatar disebut sebagai aponeurosis.Ada

kalanya suatu tendon diselubungi oleh jaringan ikat fibrosa yang disebut selubung

tendon yang berisis cairan synovial untuk mengurangi gesekan antara 2 lapis selubung

tersebut.

b) Ventrikel, merupakan bagian tengah yang mengembung.

c) Tendon, yaitu kedua ujung yang mengecil, tersusun dari jaringan ikat dan bersifat liat.

Berdasarkan cara melekatnya pada tulang, tendon dibedakan sebagai berikut.

12

Page 13: Case Fraktur TIbia Ulnaris

Origo, merupakan tendon yang melekat pada tulang yang tidak berubah

kedudukannya ketika otot berkontraksi.

Inersio, merupakan tendon yang melekat pada tulang yang bergerak ketika otot

berkontraksi.

Kompartemen otot antebrachii :

a) Anterior/voler : M. Pronator teres, M. Flexor carpi radialis, M. Palmaris longus, M.

Flexor carpi ulnaris, M. Flexor digitorum superficialis, M. Flexor pollicis longus, M.

Flexor digitorum profundus; A. Ulnaris, A. Radialis ; N. Medianus

b) Lateral (mobile wad) : M. Brachioradialis, M. Extensor carpi radialis longus, M.

Extensor carpi radialis brevis; A. Radialis, A. Brachialis ; N. Radialis

c) Posterior/dorsal : M. Extensor carpi radialis brevis, M. Extensor digitorum, M.

Extensor digiti minimi, M. Extensor carpi ulnaris, M. Aconeus, M. Supinator, M.

Abductor pollicis longus, M. Extensor pollicis brevis, M. Extensor pollicis longus, M.

Extensor indicis ; Arteriae interoseus anterior dan posterior; Ramus profundus nervi

radialis.

Gambar 6. Kompartemen otot antebrachii4

13

Page 14: Case Fraktur TIbia Ulnaris

Gambaran Klinis

Lewis (2006) menyampaikan manifestasi klinik fraktur adalah sebagai berikut :2,4

1. Nyeri : dirasakan langsung setelah terjadi trauma. Hal ini dikarenakan adanya spasme

otot, tekanan dari patahan tulang atau kerusakan jaringan sekitarnya.

2. Bengkak / edema : edema muncul lebih cepat dikarenakan cairan serosa (protein plasma)

yang terlokalisir pada daerah fraktur dan extravasasi daerah di jaringan sekitarnya.

3. Memar / ekimosis : merupakan perubahan warna kulit sebagai akibat dari extravasasi

daerah di jaringan sekitarnya.

4. Spasme otot : merupakan kontraksi otot involunter yang terjadi disekitar fraktur.

5. Penurunan sensasi : terjadi karena kerusakan syaraf, tertekannya syaraf karena edema.

6. Gangguan fungsi : terjadi karena ketidakstabilan tulang yang fraktur, nyeri atau spasme

otot, paralisis dapat terjadi karena kerusakan syaraf.

7. Mobilitas abnormal : adalah pergerakan yang terjadi pada bagian-bagian yang

padakondisi normalnya tidak terjadi pergerakan. Ini terjadi pada fraktur tulang panjang.

8. Krepitasi : merupakan rasa gemeretak yang terjadi jika bagian-bagian tulang digerakkan.

9. Deformitas : abnormalnya posisi dari tulang sebagai hasil dari kecelakaan atau trauma

dan pergerakan otot yang mendorong fragmen tulang ke posisi abnormal, akan

menyebabkan tulang kehilangan bentuk normalnya.

10. Gambaran X-ray menentukan fraktur : gambaran ini akan menentukan lokasi dan tipe

fraktur

Gejala klinis yang terdapat pada sindrom kompartemen juga hampir sama dengan

gejala klinis fraktur. Gejala klinis sindrom kompartemen juga dikenal dengan 5P yaitu :5,6,7

1. Nyeri

Nyeri yang hebat saat peregangan pasif pada otot-otot yang terkena, ketika ada trauma

langsung. Nyeri merupakan gejala dini yang paling penting. Terutama jika munculnya

nyeri tidak sebanding dengan keadaan klinik (pada anak-anak tampak semakin gelisah

atau memerlukan analgesia lebih banyak dari biasanya). Otot yang tegang pada

kompartemen merupakan gejala yang spesifik dan sering. Biasanya nyeri yang dirasakan

dideskrpsikan seperti terbakar. Nyeri tidak bisa dijadikan dasar pasti untuk diagnosa,

contohnya pada kasus fraktur terbuka, kita tidak tahu rasa sakitnya berasal dari frakturnya

atau dari peningkatan komparemen.

2. Pallor (pucat)

14

Page 15: Case Fraktur TIbia Ulnaris

Diakibatkan oleh menurunnya perfusi ke daerah tersebut.

3. Pulselessness (berkurang atau hilangnya denyut nadi)

Pulsasi perifer biasanya normal terutama pada ekstremitas atas pada sindrom

kompartemen akut.

4. Paresthesia (rasa baal)

Parastesia atau baal adalah gejala yang tidak biasa diandalkan untuk keluhan awal,

penurunan hasil pemeriksaan 2 titik lebih bisa diandalkan pada saat awal untuk

mendiagnosis.

5. Paralysis

Merupakan tanda lambat akibat menurunnya sensasi saraf yang berlanjut dengan

hilangnya fungsi bagian yang terkena kompartemen sindrom.

Pada sindrom kompartemen akan timbul beberapa gejala khas, antara lain:

Nyeri yang timbul saat aktivitas, terutama saat olahraga. Biasanya setelah berlari atau be-

raktivitas selama 20 menit.

Nyeri bersifat sementara dan akan sembuh setelah beristirahat 15-30 menit.

Terjadi kelemahan atau atrofi otot.

Klasifikasi Fraktur

Tanda pasti fraktur, yaitu adanya deformitas, berupa pemendekan, angulasi, rotasi.

Bila digerakkan teraba krepitasi, dan terdapat false movement. Sedangkan tanda tidak pasti

adalah bengkak/memar, nyeri dan kesemutan, dan keterbatasan gerak/kaku. Fraktur dapat

dibagi menjadi :2,4

a) Fraktur tertutup (closed), bila tidak terdapat hubungan antara fragmen tulang dengan

dunia luar.

b) Frakur terbuka (open/compound), bila terdapat hubungan antara fragmen tulang

dengan dunia luar karena adanya perlukaan di kulit. Fraktur terbuka terbagi atas tiga

derajat (menurut R. Gustillo), yaitu:

Derajat I:

1. Luka < 1cm

2. Kerusakan jaringan lunak sedikit, tidak ada tanda luka remuk

3. Fraktur sederhana, tranversal, oblik, atau kominutif ringan

4. Kontaminasi minimal

15

Page 16: Case Fraktur TIbia Ulnaris

Derajat II:

1. Laserasi > 1 cm

2. Kerusakan jaringan lunak, tidak luas, flap/avulsi

3. Fraktur kominutif sedang

4. Kontaminasi sedang

Derajat III:

1.Terjadi kerusakan jaringan lunak yang luas, meliputi struktur kulit, otot, dan

neurovaskular serta kontaminasi derajat tinggi.

c) Komplit/tidak komplit

1. Fraktur komplit, bila garis patah melalui seluruh penampang tulang atau melalui

kedua korteks tulang seperti terlihat pada foto.

2. Fraktur tidak komplit, bila garis patah tidak melalui seluruh penampang tulang,

seperti :

Hairline fracture (patah retak rambut)

Buckle fracture atau torus fracture, bila terjadi lipatan dari satu korteks dengan

kompresi tulang spongiosa dibawahnya, biasanya pada distal radius anak-anak

Greenstick fracture, mengenai satu korteks dengan angulasi korteks lainnya yang

terjadi pada tulang panjang anak

d) Bentuk garis patah dan hubungannya dengan mekanisme trauma

1. Garis patah melintang: trauma angulasi atau langsung

2. Garis patah oblik: trauma angulasi

3. Garis patah spiral, trauma rotasi

4. Fraktur kompresi: trauma aksial-fleksi pada tulang spongiosa

5. Fraktur avulsi: trauma tarikan/traksi otot pada insersinya di tulang, misalnya fraktur

patela

e) Jumlah garis patah

1. Fraktur kominutif: garis patah lebih dari satu dan saling berhubungan

2. Fraktur segmental: garis patah lebih dari satu tetapi tidak berhubungan. Bila dua garis

patah disebut pula fraktur bifokal

3. Fraktur multipel: garis patah lebih dari satu tetapi pada tulang yang berlainan

tempatnya, misalnya fraktur femur, fraktur kruris, dan fraktur tulang belakang

f) Bergeser/tidak bergeser

16

Page 17: Case Fraktur TIbia Ulnaris

1. Fraktur undisplaced (tidak bergeser), garis patah komplit tetapi kedua fragmen tidak

bergeser, periosteumnya masih utuh

2. Fraktur displaced (bergeser), terjadi pergeseran fragmen-fragmen fraktur yang juga

disebut lokasi fragmen, terbagi:

Dislokasi ad longitudinum cum contractionum (pergeseran searah sumbu dan

overlapping)

Dislokasi ad axim (pergeseran yang membentuk sudut)

Dislokasi ad latus (pergeseran dimana kedua fragmen saling menjauhi)

g) Komplikasi-tanpa komplikasi, bila ada harus disebut.

Komplikasi dapat berupa komplikasi dini atau lambat, lokal atau sistemik, oleh trauma

atau akibat pengobatan

Klasifikasi Fraktur Radius Ulna

1. Fraktur Colles

Deformitas pada fraktur ini berbentuk seperti sendok makan (dinner fork deformity).

Pasien terjatuh dalam keadaan tangan terbuka dan pronasi, tubuh beserta lengan berputar ke

dalam (endorotasi). Tangan terbuka terfiksasi di tanah berputar keluar (eksorotasi supinasi).

Gambar 7. Fraktur Colles

2. Fraktur Smith.

Fraktur dislokasi ke arah anterior (volar), karena itu sering disebut reverse colles

fracture. Fraktur ini biasa terjadi pada orang muda. Pasien jatuh dengan tangan menahan

badan sedang posisi tangan dalam keadaan volar fleksi pada pergelangan tangan dan pronasi.

17

Page 18: Case Fraktur TIbia Ulnaris

Gambar 8. Fraktur Smith

3. Fraktur Galeazzi.

Fraktur radius distal disertai dislokasi sendi radius radius ulna distal. Saat pasien jatuh

dengan tangan terbuka yang menahan badan, terjadi pula rotasi lengan bawah dalam posisi

pronasi waktu menahan berat badan yang memberi gaya supinasi.

4. Fraktur Montegia.

Fraktur sepertiga proksimal ulna disertai dislokasi sendi radius ulna proksimal.

18

Page 19: Case Fraktur TIbia Ulnaris

Gambar 9. Perbedaan Fraktur Galeazzi dan Monteggia

Diagnosis

Fraktur

a) Anamnesis

Bila tidak ada riwayat trauma, berarti fraktur patologis. Trauma harus diperinci kapan

terjadinya, dimana terjadinya, jenisnya, berat-ringan trauma, arah trauma, dan posisi

pasien atau ekstremitas yang bersangkutan (mekanisme trauma). Jangan lupa untuk

meneliti kembali trauma di tempat lain secara sistematik dari kepala, muka, leher, dada,

dan perut

19

Page 20: Case Fraktur TIbia Ulnaris

b) Pemeriksaan umum

Dicari kemungkinan komplikasi umum seperti syok pada fraktur multipel, fraktur pelvis,

fraktur terbuka; tanda-tanda sepsis pada fraktur terbuka yang mengalami infeksi.

c) Pemeriksaan status lokalis

Tanda-tanda klinis pada fraktur tulang panjang :

1. Look, dicari apakah terdapat :

Deformitas, terdiri dari penonjolan yang abnormal(misalnya pada fraktur kondilus

lateralis humerus), angulasi, rotasi, dan pemendekan)

Functio laesa (hilangnya fungsi), misalnya pada fraktur kruris tidak dapat berjalan

Lihat juga ukuran panjang tulang, bandingkan kiri dan kanan, misalnya pada

tungkai bawah meliputi apparent length (jarak antara umbilikus dengan maleolus

medialis) dan true length (jarak antara SIAS dengan maleolus medialis)

2. Feel, apakah terdapat nyeri tekan. Pemeriksaan nyeri sumbu tidak dilakukan lagi

karena akan menambah trauma.

3. Move, untuk mencari :

Krepitasi, terasa bila fraktur digerakkan. Tetapi pada tulang spongiosa atau tulang

rawan epifisis tidak terasa krepitasi. Pemeriksaan ini sebaiknya tidak dilakukan

karena menambah trauma

Nyeri bila digerakkan, baik pada gerakan aktif maupun pasif

Seberapa jauh gangguan-gangguan fungsi, gerakan-gerakan yang tidak mampu

dilakukan, range of motion (derajat dari ruang lingkup gerakan sendi), dan

kekuatan

Sindrom Kompartemen

Selain melalui gejala dan tanda yang ditimbulkannya, penegakan diagnosa sindrom

kompartemen dilakukan dapat diperoleh dari : 5,6,7

a) Anamnesis

Pada anamnesis biasanya pasien datang dengan keluhan nyeri hebat setelah kecelakaan

atau patah tulang, ada dua yang dapat dijadikan dasar untuk mendiagnosis kompartemen

sindrom yaitu nyeri dan parestesia, namun parestesia gejala klinis yang datangnya

belakangan.

20

Page 21: Case Fraktur TIbia Ulnaris

b) Pemeriksaan fisik

Pada pemeriksaan fisik kita harus mencari tanda-tanda fisik tertentu yang terkait dengan

sindrom kompartemen, diawali dengan rasa nyeri dan rasa terbakar, penurunan kekuatan

dan akhirnya kelumpuhan ekstremitas. Pada bagian distal didapatkan pallor (pucat) dan

pulseness (denyut nadi melemah) akibat menurunnya perfusi ke jaringan tersebut.

Menindaklanjuti pemeriksaan fisik penting untuk mengetahui perkembangan gejala yang

terjadi, antara lain nyeri pada saat istirahat atau saat bergerak dan nyeri saat bergerak ke

arah tertentu, terutama saat peregangan otot pasif dapat meningkatkan kecurigaan kita dan

merupakan awal indikator klinis dari sindrom kompartemen. Nyeri tersebut biasanya

tidak dapat teratasi dengan pemberian analgesik termasuk morfin. Kemudian bandingkan

daerah yang terkena dan daerah yang tidak terkena.

c) Laboratorium

Hasil laboratorium biasanya normal dan tidak dibutuhkan untuk mendiagnosis

kompartemen sindrom, tetapi dapat menyingkirkan diagnosis banding lainnya.

Hitung sel darah lengkap

Creatinin phosphokinase (CPK), Jika nilainya berkisar 1000-5000 U/ml bisa menjadi

tanda adanya sindrom kompartemen. Jika dilakukan tes serial CPK dan hasil

meningkat bisa menjadi indikai sedang terjadinya proses sindrom kompartemen.

Mioglobin serum

Mioglobin urin

Toksikologi urin: dapat membantu menentukan penyebab, tetapi tidak membantu

dalam menentukan terapi pasiennya.

Urin awal: bila ditemukan mioglobin pada urin, hal ini dapat mengarah ke diagnosis

rhabdomyolysis.

Prothrombin time (PT) dan activated partial thromboplastin time (APTT): untuk

persiapan preopratif

d) Imaging

Pemeriksaan ini biasanya kurang membantu dalam menegakkan diagnosis sindrom

kompartemen tetapi pemeriksaan ini digunakan untuk menyingkirkan diagnosis banding.

X-ray/Rontgen : pada ekstremitas yang terkena, pemeriksaan ini digunakan untuk

melihat ada tidaknya fraktur.

USG

21

Page 22: Case Fraktur TIbia Ulnaris

USG membantu untuk mengevaluasi aliran arteri dalam memvisualisasi Deep Vein

Thrombosis (DVT) di ektremitas bawah, selain itu, bisa untuk mngevaluasi otot yang

robek. Tetapi pemeriksaan USG sendiri tidak berguna dalam menegakkan sindrom

kompartemen, tetapi untuk diagnosis banding lainnya.

CT (Computed Tomography) Scan dan MRI (Magnetic Resonance Imaging)

Pemeriksaan ini berguna untuk menyingkirkan diagnosis banding saja.

e) Pengukuran tekanan intrakompartemen

Pengukuran intrakompartemen ini diperlukan pada pasien-pasien yang tidak sadar,

pasien yang tidak kooperatif, seperti anak-anak, pasien yang sulit berkomunikasi dan

pasien-pasien dengan multipel trauma seperti trauma kepala, medula spinalis, atau trauma

saraf perifer. Tekanan kompartemen normalnya adalah 0. Perfusi yang tidak adekuat dan

iskemia relatif ketika tekanan meningkat antara 10-30 mmHg dari tekanan diastolik.

Tidak ada perfusi yang efektif ketika tekanannya sama dengan tekanan diastolik.

Kateter Stic

Kateter stic adalah alat portable yang memungkinkan untuk mengukur tekanan

intrakompartemen secara terus-menerus. Pada kateter stic, tindakan yang dilakukan

adalah memasukkan kateter melalui celah kecil pada kulit kedalam kompartemen otot.

Sebelumnya kateter dihubungkan dengan transduser tekanan dan akhirnya tekanan

intrakompartemen dapat diukur.

Alat tranduser yang dihubungkan dengan kateter bisa digunakan untuk

mengukur tekanan kompartemen, ini adalah cara yang paling akurat untuk mengukur

tekanan dan mendiagnosa sindrom kompartemen. Untuk sindrom kompartemen akut

tekanan berkisar 30-45mmHg, tetapi masih dijadikan perdebatan. Pemeriksaan ini

merupakan kriteria standard dan harus menjadi prioritas untuk sindrom kompartemen.

Alat yang digunakan adalah Stryker pressure tonometer.

22

Page 23: Case Fraktur TIbia Ulnaris

Gambar 9. Alat pengukur tekanan kompartemen

Teknik Jarum (Whitesides)

Teknik Whitesides merupakan cara yang paling sederhana, mudah dikerjakan, aman,

murah, dan dapat diulang-ulang, namun tidak dapat memonitor secara kontinu. Pada

metode ini, tindakan yang dilakukan adalah memasukkan jarum yang telah

dihubungkan dengan alat pengukur tekanan ke dalam kompartemen otot. Alat

pengukur tekanan yang digunakan adalah modifikasi dari manometer merkuri yang

dihubungkan dengan pipa (selang) dan stopcock tiga arah. Jika tekanan lebih dari 45

mmHg atau selisih kurang dari 30 mmHg dari diastole, maka diagnosis telah

didapatkan. Pada kecurigaan sindrom kompartemen kronik, tes ini dilakukan setelah

aktivitas yang menyebabkan nyeri.

Gambar 10. Teknik Jarum (Whitesides)

Penatalaksanaan

Fraktur

Fraktur biasanya menyertai trauma. Untuk itu sangat penting untuk melakukan

pemeriksaan terhadap jalan napas (airway), proses pernapasan (breathing), dan sirkulasi

(circulation), apakah terjadi syok atau tidak. Bila sudah dinyatakan tidak ada masalah lagi,

baru dilakukan anamnesis dan pemeriksaan fisik secara terperinci. Waktu terjadinya

23

Page 24: Case Fraktur TIbia Ulnaris

kecelakaan penting ditanyakan untuk mengetahui berapa lama sampai di RS, mengingat

golden period 1-6 jam. Bila lebih dari 6 jam, komplikasi infeksi semakin besar. Lakukan

anamnesis dan pemeriksaan fisik secara cepat, singkat dan lengkap. Kemudian, lakukan foto

radiologis. Pemasangan bidai dilakukan untuk mengurangi rasa sakit dan mencegah

terjadinya kerusakan yang lebih berat pada jaringan lunak selain memudahkan proses

pembuatan foto. Pengobatan fraktur bisa konservatif atau operatif.

a) Terapi konservatif, terdiri dari:

1. Proteksi saja, misalnya mitela untuk fraktur collum chirurgicum humeri dengan

kedudukan baik

2. Imobilisasi saja tanpa reposisi, misalnya pemasangan gips pada fraktur inkomplit dan

fraktur dengan kedudukan baik

3. Reposisi tertutup dan fiksasi dengan gips, misalnya pada fraktur suprakondilus,

fraktur colles, fraktur Smith. Reposisi dapat dalam anestesi umum atau lokal

4. Traksi, untuk reposisi secara perlahan. Pada anak-anak dipakai traksi kulit (traksi

Hamilton Russel, traksi Bryant). Traksi kulit terbatas untuk 4 minggu dan beban < 5

kg. Untuk traksi dewasa/traksi definitif harus traksi skeletal berupa balanced traction.

b) Terapi operatif, terdiri dari:

1. Reposisi terbuka, fiksasi interna.

2. Reposisi tertutup dengan kontrol radiologis diikuti fiksasi eksterna

Terapi operatif dengan reposisi anatomis diikuti dengan fiksasi interna (open

reduction and internal fixation), artroplasti eksisional, ekssisi fragmen, dan pemasangan

endoprostesis. Tindakan pada fraktur terbuka harus dilakukan secepat mungkin.

Penundaan waktu dapat mengakibatkan komplikasi infeksi. Waktu yang optimal untuk

bertindak sebelum 6-7 jam (golden period). Berikan toksoid, antitetanus serum (ATS),

atau tetanus human globulin. Berikan antibiotik untuk kuman Gram positif dan negatif

dengan dosis tinggi. Lakukan pemeriksaan kultur dan resistensi kuman dari dasar luka

fraktur terbuka. 5,6,7

Sindrom Kompartemen

Tujuan dari terapi/penanganan sindrom kompartemen adalah mengurangi defisit

fungsi neurologis dengan lebih dulu mengembalikan aliran darah lokal, melalui bedah

dekompresi. Penanganan yang menjadi pilihan untuk sindrom kompartemen akut adalah

dekompresi. Walaupun fasciotomi disepakati sebagai terapi yang terbaik, namun beberapa

24

Page 25: Case Fraktur TIbia Ulnaris

hal, seperti masalah memilih waktu yang tepat masih diperdebatkan. Semua ahli bedah setuju

bahwa adanya disfungsi neuromuskular adalah indikasi mutlak untuk melakukan fasciotomi. 5,6,7

Terapi/penanganan sindrom kompartemen secara umum meliputi:

a) Terapi Non Medikamentosa

Pemilihan terapi ini adalah jika diagnosa kompartemen masih dalam bentuk dugaan

sementara. Bentuk terapi ini meliputi:

1. Menempatkan kaki setinggi jantung, untuk mempertahankan ketinggian kompartemen

yang minimal, elevasi dihindari karena dapat menurunkan aliran darah dan akan lebih

memperberat iskemia

2. Pada kasus penurunan ukuran kompartemen, gips harus dibuka dan pembalut

kontriksi dilepas. Semua perban dan gips harus dilepas. Melepaskan 1 sisi gips bisa

mengurangi tekanan intrakompartemen sebesar 30%, melepaskan 2 sisi gips dapat

menghasilkan pengurangan tekanan intrakompartemen sebesar 35%.

3. Pada pasien dengan fraktur tibia dan sindrom kompartemen dicurigai, lakukan

imobilisasi pada tungkai kaki bawah dengan meletakkan plantar dalam keadaan fleksi.

Hal ini dapat menurunkan tekanan kompartemen posterior yang mendalam dan tidak

meningkatkan tekanan kompartemen anterior. (Pasca operasi, pergelangan kaki

diletakkan dalam posisi 90° untuk mencegah deformitas equinus).6

b) Terapi Medikamentosa

1. Pada kasus gigitan ular berbisa, pemberian anti racun dapat menghambat

perkembangan sindroma kompartemen.

2. Mengoreksi hipoperfusi dengan cairan kristaloid dan produk darah.

3. Pada peningkatan isi kompartemen, diuretik dan pemakaian manitol dapat

mengurangi tekanan kompartemen. Manitol mereduksi edema seluler, dengan

memproduksi kembali energi seluler yang normal dan mereduksi sel otot yang

nekrosis melalui kemampuan dari radikal bebas.

4. Obat-obatan opiod, non-opoid, dan NSAID digunakan untuk mengatasi rasa nyeri.

Tetapi harus diperhatikan efek samping dari obat-obatan tersebut sebelum memilih

obat mana yang akan digunakan.

c) Terapi Bedah

Fasciotomi dilakukan jika tekanan intrakompartemen mencapai >30 mmHg. Tujuan

dilakukan tindakan ini adalah menurunkan tekanan dengan memperbaiki perfusi otot. Jika

25

Page 26: Case Fraktur TIbia Ulnaris

tekanannya <30 mm Hg, maka daerah yang terkena cukup diobservasi dengan cermat dan

diperiksa lagi pada jam-jam berikutnya. Kalau keadaan membaik, evaluasi terus

dilakukan hingga fase berbahaya terlewati. Akan tetapi, jika memburuk, maka segera

lakukan fasciotomi. Keberhasilan dekompresi untuk perbaikan perfusi adalah 6 jam.

Secara umum pada saat ini, banyak ahli bedah menggunakan tekanan kompartemen 30

mmHg sebagai indikasi untuk melakukan fasciotomi. Mubarak dan Hargens

merekomendasikan dilakukannya fasciotomi dilakukan pada pasien berikut:

Pasien yang normotensif dengan temuan klinis yang positif, yang memiliki tekanan

intrakompartemen yang lebih besar dari 30 mmHg, dan durasi tekanan yang meningkat

tidak diketahui atau dianggap lebih dari 8 jam.

Pasien yang tidak kooperatif atau tidak sadar, dengan tekanan intrakompartemen lebih

dari 30 mmHg.

Pasien dengan hipotensif dan tekanan intrakompartemen yang lebih besar dari 20

mmHg.

Terdapat dua teknik dalam fasciotomi yaitu teknik insisi tunggal dan insisi ganda. Insisi

ganda pada tungkai bawah paling sering digunakan karena lebih aman dan lebih efektif,

sedangkan insisi tunggal membutuhkan diseksi yang lebih luas dan risiko kerusakan

arteri dan vena peroneal. 7

Fasciotomi pada Regio Antebrachii :

1. Pendekatan volar (Henry)

Dekompresi kompartemen fleksor volar profunda dan superficial dapat

dilakukan dengan insisi tunggal. Insisi kulit dimulai dari proksimal ke fossa antecubiti

sampai ke palmar pada daerah tunnel carpal. Tekanan kompartemen dapat diukur

selama operasi untuk mengkonfirmasi dekompresi. Tidak ada penggunaan torniket.

Insisi kulit mulai dari medial ke tendon bicep, bersebelahan dengan siku kemudian ke

sisi radial tangan dan diperpanjang kearah distal sepenjang brachioradialis,

dilanjutkan ke palmar. Kemudian kompartemen fleksor superficial diinsisi, mulai

pada titik 1 atau 2 cm di atas siku kearah bawah sampai di pergelangan.

Kemudian nervus radialis diidentifikasi dibawah brachioradialis, keduanya

kemudian ditarik ke arah radial, kemudian fleksor carpi radialis dan arteri radialis

ditarik ke sisi ulnar yang akan mengekspos fleksor digitorum profundus fleksor

pollicis longus, pronatus quadratus, dan pronatus teres. Karena sindrom kompartemen

26

Page 27: Case Fraktur TIbia Ulnaris

biasanya melibatkan kompartemen fleksor profunda, harus dilakukan dekompresi

fascia disekitar otot tersebut untuk memastikan bahwa dekompresitelah dilakukan. 7

2. Pendekatan Volar Ulnar

Pendekatan volar ulnar dilakukan dengan cara yang sama dengan pendekatan

Henry. Lengan disupinasikan dan insisi mulai dari medial bagian atas tendon bisep,

melewati lipat siku, terus ke bawah melewati garis ulnar lengan bawah, dan sampai ke

carpal tunnel sepanjang lipat thenar. Fascia superficial pada fleksor carpi ulnaris

diinsisi ke atas sampai ke aponeurosis siku dan ke carpal tunnel ke arah distal.

Kemudian dicari batas antara fleksor carpi ulnaris dan fleksor digitorum sublimis.

Pada dasar fleksor digitorum sublimis terdapat arteri dan nervus ulnaris, yang harus

dicari dan dilindungi. Fascia pada kompartemen fleksor profunda kemudian diinsisi.7

3. Pendekatan

do rsal

Setelah

kompartemen superficial dan fleksor profunda lengan bawah didekompresi, harus

diputuskan apakah perlu dilakukan fasciotomi dorsal (ekstensor). Hal ini lebih baik

ditentukan dengan pengukuran tekanan kompartemen intraoperatif setelah dilakukan

27

Page 28: Case Fraktur TIbia Ulnaris

fasciotomi kompartemen fleksor. Jika terjadi peningktan tekanan pada kompartemen

dorsal yang terus meningkat, fasciotomi harus dilakukan dengan posisi lengan bawah

pronasi. Insisi lurus dari epikondilus lateral sampai garis tengah pergelangan. Batas

antara ekstensor carpi radialis brevis dan ekstensor digitorum komunis diidentifikasi

kemudian dilakukan fasciotomi. 7

DAFTAR PUSTAKA

2. Textbook of

Orthopedics :

with Clinical Examination Methods in orthpopedics 2010. Jaypee. John Ebnezar. New

Delhi.p 21-5

3. Buranda Theopilus et. al., Osteologi dalam : Diktat Anatomi Biomedik I.

Penerbit Bagian Anatomi FK Unhas. Makassar. 2011. Hal 4-7.9. 

4. Puts R and Pabst R.. Ekstremitas Atas dalam: Atlas Anatomi ManusiaSobotta .

Edisi 22. Penerbit Buku Kedokteran EGC Jilid 1. Jakarta. 2006.Hal 158, 166, 167, dan

169.10

5. Diunduh dari http://www.mayoclinic.com/health/chronic-exertional-

compartement-syndrome/DS00789 , pada tanggal 30 Juni 2015

6. Sjamsuhidayat R., dan de Jong Wim. Patah Tuland dan Dislokasi dalam: Buku

Ajar Ilmu Bedah. Edisi ke-2. Penerbit Buku Kedokteran EGC.Jakarta. 2005.

7. Canale, S.T (ed), 2003, Campbell’s Operative Orthopaedics volume three tenth

edition, Mosby, Philadelphia

8. Konstantakos EK, Dalstrom DJ, Nelles ME, Laughlin RT, Prayson MJ (December

2007). Diagnosis and Management of Extremity Compartment Syndromes: An

Orthopaedic Perspective. Am Surg 73 (12): 1199–209. PMID 18186372.

28