case asfiksia editing ariasep bener
DESCRIPTION
mjhTRANSCRIPT
BAB I
LAPORAN KASUS
I. IDENTIFIKASI
Nama : Bayi N
Umur : 3 jam
Jenis kelamin : Laki-laki
Berat badan : 2700 gram
Panjang badan : 49 cm
Agama : Islam
Alamat : Ds. Lorok, Indralaya
MRS : 2 November 2009, pukul 10.30 WIB
II. ANAMNESIS
(Alloanamnesis, dengan ibu penderita, 2 November 2009)
Keluhan utama : Lahir tidak langsung menangis
Keluhan tambahan : Sesak napas
Riwayat perjalanan penyakit
Bayi lahir di kamar bersalin Kebidanan RSMH, dengan ekstraksi forceps a.i
eklampsia + gawat janin dari ibu G3P2A0 hamil aterm dengan presentasi kepala, lahir
tidak langsung menangis, skor APGAR 2/7, berat badan lahir 2700 gram dan panjang
badan 49 cm. Riwayat ibu demam saat melahirkan tidak ada. Riwayat KPSW tidak
ada. Riwayat ketuban kental tidak ada, berwarna hijau tidak ada, bau busuk tidak ada.
Riwayat Penyakit Dalam Keluarga
Riwayat ibu menderita DM sebelumnya tidak ada.
Riwayat ibu menderita hipertensi sebelumnya tidak ada.
Riwayat penyakit yang sama dalam keluarga tidak ada.
1
Riwayat Sosial Ekonomi
Penderita adalah anak ketiga dari pasangan Tn. A usia 35 tahun dengan pendidikan
terakhir SMA dan bekerja sebagai wiraswasta dengan Ny. N usia 29 tahun dengan
pendidikan terakhir SMA. Orang tua penderita tinggal di rumah sendiri yang
ditempati juga secara bersama dengan kakek dan nenek penderita.
Riwayat Kehamilan
GPA : G3P2A0
HPHT : -
Periksa hamil : dengan bidan, frekuensi jarang (<4 kali selama
hamil)
Kebiasaan ibu sebelum/selama kehamilan
Minum alkohol : tidak pernah
Merokok : tidak pernah
Makan obat-obatan tertentu : tidak pernah
Penyakit atau komplikasi kehamilan : Tidak ada
Riwayat Persalinan
Persentasi : Kepala
Cara persalinan : Pervaginam
Tindakan : Ekstraksi forceps
Obat yang diberikan pada ibu : Tidak ada
KPSW : Tidak ada
Tanda-tanda fetal distress : DJJ abnormal ada
Riwayat demam dalam kehamilan : Tidak ada
Riwayat ketuban kental, hijau, bau : Tidak ada
Tempat lahir : Kamar Bersalin Kebidanan RSMH, ditolong
oleh dokter jaga kebidanan
2
Keadaan bayi saat lahir
Jenis kelamin : Laki-lakiKelahiran : Tunggal
Kondisi saat lahir : Hidup
Riwayat Keluarga
Tn. A /35 thn/Swasta Ny. N /29 thn/ibu RT
Os
III. PEMERIKSAAN FISIK ( 2 November 2009 )
Pemeriksaan Umum
Keadaan umum : sakit sedang
Kesadaran : kompos mentis
Berat badan : 2700 gram
Panjang badan : 49 cm
Lingkar kepala : 33 cm
Lingkar lengan atas : 10,5 cm
Suhu : 36,7 0C
Aktivitas : Hipoaktif
Tonus otot : normal
Reflek isap : sedang
Tangis : sedang
Posisi bayi : normal, gangguan gerakan tidak ada
Anemis : tidak ada
Sianosis : tidak ada
Ikterus : tidak ada
HR : 140 x/menit, bising (-)
Pernafasan : 68 x/menit, kusmaull (-), dispneu (+), apneu (-), retraksi (+)
3
intercostal, subcostal dan epigastrium
Keadaan Spesifik
Kepala
Lingkar kepala : 33 cm
UUB : rata, belum menutup
Mata : nistagmus tidak ada, pupil bulat, isokor, refleks cahaya +/+,
kelopak mata kedap-kedip (-)
Hidung : nafas cuping hidung ada, epistaksis tidak ada, sekret tidak ada
Trauma lahir : caput succedaneum : (-)
cephal hematom : (-)
perdarahan subaponeurotic (-)
parese n fascialis (-)
Leher : tidak ada kelainan
Thorak : Bentuk simetris, pergerakan simetris, retraksi (+) intercostal,
subcostal dan epigastrium
Paru-paru : vesikuler (+) normal, ronkhi (-), wheezing (-)
Jantung : HR=140 x/menit, murmur (-), gallop (-)
Abdomen : datar, lemas, hepar lien tidak teraba, bising usus (+) normal
Lipat paha dan genitalia : Pembesaran KGB tidak ada
Ekstremitas : fraktur tidak ada, dislokasi tidak ada
Reflek primitif
Oral : (+) Withdrawal : (+)
Moro : (+) Plantar grasp : (+)
Tonic neck : (+) Palmar grasp : (+)
Down’s Score
4
Frekwensi nafas 60-80 kali per menit : 1
Retraksi berat : 2
Sianosis tidak hilang meski diberi O2 : 2
Penurunan ringan udara masuk : 1
Grunting dapat didengar dengan stetoskop : 1
Jumlah : 7 (Respiratory distress)
IV. PEMERIKSAAN PENUNJANG ( 2 November 2009 )
Hasil Pemeriksaan Hematologi
Hemoglobin : 15,1 g/dl
Hematokrit : 46 vol%
Leukosit : 20.500/mm3
LED : 3 mm/jam
Trombosit : 213.000/mm3
Hitung jenis : 0/1/6/26/65/2
V. LAPORAN RESUSITASI
Bayi lahir di Kamar Bersalin kebidanan RSMH pukul 10.30 dengan ekstraksi
forceps a.i eklampsi + gawat janin dari ibu G3P2A0 hamil aterm dengan presentasi
kepala. BBL 2700 gr PB 49 cm, anus (+). Lahir tidak langsung menangis, mekonium
(-), bayi dihangatkan dan diposisikan, bersihkan jalan nafas lewat mulut dan hidung,
dirangsang taktil lalu dikeringkan, dan diberi O2 bebas 5 ltr/menit. Bayi belum
menangis, HR<100 x/mnt, RR 20 x/menit, warna biru, dilakukan VTP bagging
dengan 02 bebas 5 ltr/menit selama 30 detik, bayi mulai menangis lemah, HR>100
x/menit, warna tubuh mulai kemerahan, acral sianosis. Tetap diberikan O2 bebas 5
ltr/menit + rangsang taktil lalu bayi berwarna kemerahan, HR>100 x/menit, RR > 60
x/menit dan dilakukan perawatan observasi.. R/ ibu demam saat melahirkan (-), R/
KPSW (-), R/ ketuban hijau (-), kental (-), bau busuk (-).
Skor APGAR
5
Menit
keA
(Appearance)P
(Pulse)G
(Grimace)A
(Activity)
R(Respiratory
Effort)
Total
1 0 1 1 0 0 2
5 1 2 2 1 1 7
Keadaan Umum
Aktivitas : aktif T : 36,7 oC
Refleks isap : sedang HR : 140 kali/menit
Tangis : merintih RR : 68 kali/menit
Keadaan Spesifik
Kepala : NCH (+)
Thorax : simetris, retraksi (+) Intercostal, subcostal dan epigastrium
Cor BJ I dan II normal, bising (-)
Pulmo vesikuler (+) normal, ronki (-), wheezing (-)
Abdomen : datar, lemas, BU (+) N, hepar/lien tidak teraba
Ekstremitas : sianosis (-)
Diagnosis
Neonatus : FT AGA
Ibu : G3P2A0 Presentasi kepala
Kelahiran : Ekstraksi Forceps a.i eklampsi + gawat janin
Anak : RDS + asfiksia berat
Tatalaksana
Pindah rawat ke NICU IKA RSMH
VI. RESUME
6
Seorang bayi laki-laki berusia 3 jam dengan berat badan 2700 gr, panjang
badan 49 cm, berkebangsaan Indonesia, beragama Islam, beralamat luar kota,
dirawat di NICU RSMH Palembang pada tanggal 2 November 2009.
Dari anamnesis didapatkan bayi lahir di Kamar Bersalin kebidanan RSMH
pukul 09.30 dengan ekstraksi forceps a.i eklampsi + gawat janin dari ibu G3P2A0
hamil aterm dengan presentasi kepala. BBL 2700 gr PB 49 cm, anus (+). Lahir tidak
langsung menangis, mekonium (-), bayi dihangatkan dan diposisikan, bersihkan jalan
nafas lewat mulut dan hidung, dirangsang taktil lalu dikeringkan, dan diberi O2 bebas
5 ltr/menit. Bayi belum menangis, HR<100 x/mnt, RR 20 x/menit, warna biru,
dilakukan VTP bagging dengan 02 bebas 5 ltr/menit selama 30 detik, bayi mulai
menangis lemah, HR>100 x/menit, warna tubuh mulai kemerahan, acral sianosis.
Tetap diberikan O2 bebas 5 ltr/menit + rangsang taktil lalu bayi berwarna kemerahan,
HR>100 x/menit, RR > 60 x/menit dan dilakukan perawatan observasi.. R/ibu demam
saat melahirkan (-), R/ KPSW (-), R/ ketuban hijau (-), kental (-), bau busuk (-).
Pada pemeriksaan umum didapatkan kesadaran kompos mentis, HR 140
x/menit, pernafasan 68 x/menit, suhu 36,70C, berat badan 2700 gram, panjang badan
49 cm, lingkar kepala 33 cm, lingkar lengan atas 10,5 cm, aktivitas hipoaktif, reflek
isap sedang dan tangis merintih, anemis (-), sianosis (-), dispneu (+), ikterik (-).
Pemeriksaan spesifik didapatkan nafas cuping hidung (+), retraksi (+) intercostal,
subcostal dan epigastrium. Dari pemeriksaan penunjang laboratorium didapatkan
hemoglobin 15,1 g/dl, hematokrit 46 vol%, leukosit 20.500/mm3, LED 3 mm/jam,
trombosit 213.000/mm3 dan hitung jenis 0/1/6/26/65/2.
VI. DIAGNOSIS SEMENTARA
RDS + Asfiksia berat
VII. PENATALAKSANAAN
7
- O2 head box 5 liter/menit
- IVFD mikro Dekstrose 10% + Ca glukonas 40 cc gtt 10 x/menit
- Stop oral
- Ampicillin 2 x 190 mg
- Gentamisin 6,75 mg/18 jam
VIII. RENCANA PEMERIKSAAN
- Röntgen Thorax
IX. PROGNOSIS
Quo ad vitam : Dubia ad Bonam
Quo ad functionam : Dubiaa ad bonam
X. FOLLOW UP SELAMA PASIEN DIRAWAT
3 Novenber 2009 (Usia : 1 hari)
S : Sesak napas berkurang
O : Berat Badan : 2700 gram
Aktifitas : aktif
Refleks Isap : sedang
Tangis : kuat
Detak Jantung : 132 kali per menit
Frekuensi Napas : 44 kali per menit
Suhu : 36,5 oC
Anemis : (-)
Ikterus : (-)
Dispneu : (-)
Sianosis : (-)
Kepala : Napas cuping hidung (-)
Thorax : simetris, retraksi (-)
8
Abdomen : datar, lemas, hepar dan lien tidak teraba
Extremitas : sianosis (-)
Hasil pemeriksaan Radiologis (Ro Thorax)
Kesan: Bronkhopneumonia (BP)
A : BP + asfiksia berat
P : IVFD D10% + Ca Glukonas 10% 40 cc, gtt 10/m
Oksigen nasal 2 Itr/menit
Ampisilin 2 x 150 mg
Ceftazidime 2 x 75 mg
ASI/PASI 8x10cc
Pindah Rawat ke boks neonatus
9
BAB II
ANALISA KASUS
Seorang bayi laki-laki berusia 3 jam dengan berat badan 2700 gr, panjang
badan 49 cm, berkebangsaan Indonesia, beragama Islam, beralamat luar kota,
dirawat di NICU RSMH Palembang pada tanggal 2 November 2009.
Dari anamnesis didapatkan bayi lahir di Kamar Bersalin kebidanan RSMH
pukul 09.30 dengan ekstraksi forceps a.i eklampsi + gawat janin dari ibu G3P2A0
hamil aterm dengan presentasi kepala. BBL 2700 gr PB 49 cm, anus (+). Lahir tidak
langsung menangis, mekonium (-), bayi dihangatkan dan diposisikan, bersihkan jalan
nafas lewat mulut dan hidung dengan, dirangsang taktil lalu dikeringkan, dan diberi
O2 bebas 5 ltr/menit. Bayi belum menangis, HR<100 x/mnt, RR 20 x/menit, warna
biru, dilakukan VTP bagging dengan 02 bebas 5 ltr/menit selama 30 detik, bayi mulai
menangis lemah, HR>100 x/menit, warna tubuh mulai kemerahan, acral sianosis.
Tetap diberikan O2 bebas 5 ltr/menit + rangsang taktil lalu bayi berwarna kemerahan,
HR>100 x/menit, RR > 60 x/menit dan dilakukan perawatan observasi.. R/ibu demam
saat melahirkan (-), R/KPSW (-), R/ketuban hijau (-), kental (-), bau busuk (-)..
Pada kasus ini, faktor predisposisi bayi untuk mengalami asfiksia
neonatorum, adalah komplikasi pada kehamilan. Hal ini terlihat dari proses kelahiran
dengan ekstraksi forceps atas indikasi eklampsi dan gawat janin. Anamnesis lanjutan
pada ibu mendapatkan informasi bahwa segera setelah lahir, penderita tidak langsung
menangis, ini dapat dinilai sebagai suatu periode apneu, dimana manifestasi klinis
terpenting dalam menegakkan diagnosis asfiksia adalah adanya periode apneu bayi
baru lahir. Dari laporan resusitasi diperoleh informasi bahwa bayi baru dapat
bernapas spontan setelah dilakukan pembersihan jalan napas, dilanjutkan dengan
rangsang taktil dan dilakukan VTP bagging dengan O2 bebas 5 ltr/menit selama 30
detik,.
Pada pemeriksaan umum didapatkan bayi berada dalam keadaan kompos
mentis, HR 140x/menit, pernafasan 68 x/menit, suhu 36,70C, berat badan 2700 gram,
10
panjang badan 49 cm, lingkar kepala 33 cm, lingkar lengan atas 10,5 cm, aktivitas
hipoaktif, reflek isap sedang dan tangis merintih, anemis (-), sianosis (-), dispneu (+),
ikterik (-). Pemeriksaan spesifik didapatkan nafas cuping hidung (+), retraksi (+)
intercostal, subcostal dan epigastrium. Skor APGAR 2/7. Dari pemeriksaan fisik
tersebut, frekuensi napas bayi yang meningkat (lebih dari 60 kali/menit) ditambah
dengan ditemukannya napas cuping hidung dan retraksi, menunjukkan bahwa
penderita mengalami dispneu sebagai usaha pemenuhan kebutuhan oksigen tubuhnya
akibat asfiksia. Tidak didapatkan pernapasan kusmaul dan bunyi napas tambahan
menggambarkan tidak terjadi asidosis pada penderita ini, denyut jantung 132
kali/menit pun menggambarkan secara kasar fungsi jantung yang masih normal, tidak
terdapat depresi kardiovaskular akibat asidosis sebagai komplikasi dini asfiksia.
Penilaian menggunakan Apgar menghasilkan skor 2 untuk menit pertama kelahiran
dan 7 setelah 5 menit resusitasi. Masing-masing 0-1 untuk Appearance, 1-2 untuk
Pulse, 1-2 untuk grimace, 0-1 untuk Activity dan 0-1 untuk Reflex. Dengan keadaan
tersebut diatas, penderita didiagnosis dengan asfiksia berat dan RDS.
Tatalaksana untuk penderita ini meliputi dua hal, pertama, dilakukan resusitasi
menanggulangi asfiksia yang terjadi. Dari hasil resusitasi 5 menit nilai Apgar
penderita bertambah, menunjukkan respon yang baik serta tingkat kerusakan yang
tidak berat. Dispneu pada penderita diatasi dengan pemberian oksigen head box 5
liter/menit.
Pada pemantauan hari berikutnya penderita menunjukan gejala sesak
berkurang, terlihat dari frekuensi napas yang menjadi <60 x/mnt, dan napas cuping
hidung dan retraksi sudah menghilang. Dari hasil pemeriksaan radiologis pada pasien
ini dapat didiagnosis bronkhopneumonia.
Selain itu, tatalaksana pada kasus ini adalah dengan pemberian antibiotik
berupa ampisilin 190 mg dalam 2 dosis, dan gentamisin 6,75 mg/18 jam intravena
dosis tunggal (pada bayi aterm).
Prognosis asfiksia dinilai dari derajat berat-ringannya asfiksia, komplikasi
metabolik, dan kardiopulmonal, usia bayi (aterm atau preterm) dan tingkat keparahan
11
ensefalopati hipoksik-iskemik. Pada kasus ini prognosis penderita adalah dubia ad
bonam untuk quo ad vitam dan dubia ad bonam untuk quo ad functionamnya.
12
BAB III
TINJAUAN PUSTAKA
BATASAN
Asfiksia Neonatorum adalah suatu keadaan bayi lahir yang gagal bernapas
secara spontan dan teratur segera setelah lahir. Keadaan yang disertai dengan adanya
hipoksia, hiperkapnia dan berakhir dengan keadaan asidosis. Hipoksia yang terdapat
pada penderita asfiksia merupakan faktor yang penting yang dapat menghambat
adaptasi bayi yang baru lahir terhadap kehidupan ekstrauterin (Gabriel Duc, 1971).
Penilaian statistik menunjukkan bahwa keadaan ini merupakan penyebab utama
mortalitas dan morbiditas bayi baru lahir. Hal ini dibuktikan oleh Drage dan Berendes
(1966) yang mendapatkan bahwa APGAR yang rendah sebagai manifestasi hipoksia
berat pada bayi saat lahir akan memperlihatkan angka kematian yang tinggi.
Tabel 1. Pengaruh asfiksia
Sistem Pengaruh
SSP
Kardiovaskular
Pulmonal
Ginjal
Adrenal
Saluran cerna
Metabolik
Kulit
Hematologi
Ensefalopati hipoksik-iskemik, infark, perdarahan
intrakranial, kejang, edema otak, hipotoni, hipertoni
Iskemia miokardium, kontraktilitas jelek, bisisng jantung,
insuffisiensi trikuspid, hipotensi
Sirkulasi janin persisten, perdarahan paru, SGNN
Nekrosis tubular akut, nekrosis korteks
Perdarahan adrenal
Perforasi, ulserasi, nekrosis
Sekresi ADH yang tidak sesuai, hiponatremia, hipoglikemia,
hipokalsemia, mioglobinuria
Nekrosis lemak subkutan
Koagulasi intravaskular tersebar (DIC)
Sumber : Ilmu Kesehatan Anak : Janin dan Bayi Neonatus hal 581. Nelson Vol 1 ed 15. EGC.1999
13
KOMPLIKASI
Haupt (1971) memperlihatkan bahwa frekuensi gangguan perdarahan pada
bayi sebagai akibat hipoksia sangat tinggi. Hipoksia juga sering berlanjut menjadi
sindrom gangguan pernapasan pada hari-hari pertama setelah lahir, gangguan pada
sistem saraf pusat, asidosis, gangguan kardiovaskuler dan lain sebagainya.
Ensefalopati hipoksik-iskemik merupakan penyebab cedera permanen yang penting
pada sel-sel sistem saraf pusat yang dapat menyebabkan kematian atau bermanifestasi
sebagai palsi serebral atau defisiensi mental. Penyelidikan patologi anatomi yang
dilakukan Larrhoce dan Amakawa (1971) menunjukkan gambaran nekrosis berat dan
difus pada jaringan otak bayi yang meninggal karena hipoksia.
ETIOLOGI
Pengembangan paru bayi baru lahir terjadi pada menit-menit pertama
kelahiran lalu disusul dengan pernapasan teratur. Bila terdapat gangguan pernapasan
yaitu pertukaran gas atau pengangkutan oksigen dari ibu ke janin, akan terjadi
asfiksia neonatus. Gangguan ini dapat timbul pada masa kehamilan, persalinan atau
segera setelah lahir. Hampir sebagian besar asfiksia bayi baru lahir merupakan
kelanjutan asfiksia janin, karena itu penilaian janin selama masa kehamilan dan masa
persalinan memegang peranan penting untuk keselamatan bayi.
Hipoksia janin
Hipoksia janin dapat merupakan akibat dari (1) oksigenisasi darah ibu yang tidak
adekuat akibat hipoventilasi selama anestesi, penyakit jantung sianosis, gagal
pernapasan, atau keracunan karbon monoksida; (2) tekanan darah ibu yang rendah
akibat hipotensi karena komplikasi anestesi spinal atau akibat kompresi vena cava
dan aorta pada uterus gravida; (3) relaksasi uterus tidak cukup memberikan pengisian
plasenta akibat adanya tetani uterus, pada pemberian oksitosin yang berlebihan; (4)
pemisahan plasenta prematur; (5) sirkulasi darah melalui tali pusat terhalang akibat
adanya kompresi atau pembentukan simpul pada tali pusat; (6) vasokonstriksi
14
pembuluh darah uterus oleh kokain; dan (7) insuffisiensi plasenta karena berbagai
sebab, termasuk toksemia dan pascamaturitas.
Hipoksia pascanatal
Hipoksia setelah kelahiran bayi dapat disebabkan karena (1) anemia yang
menyebabkan penurunan kandungan oksigen darah sampai ke tingkat kritis, akibat
perdarahan berat atau penyakit hemolitik; (2) syok cukup berat, sampai mengganggu
pengangkutan oksigen ke sel-sel vital, akibat perdarahan adrenal, perdarahan
periintraventrikuler, infeksi, atau kehilangan darah masif; (3) kurangnya saturasi
oksigen arteria yang disebabkan gagal pernapasan spontan dan adekuat pascanatal,
akibat cacat, nekrosis, atau jejas pada otak; dan (4) kegagalan oksigenisasi sejumlah
darah yang adekuat akibat adanya bentuk penyakit jantung kongenital sianotik atau
defisiensi fungsi paru yang berat.
FAKTOR PREDISPOSISI
a. Ibu dengan diabetes mellitus, kelainan jantung, penyakit ginjal, hipertensi,
eklampsia, anemia, infeksi sistemik, pengguna narkotik, dan toksemia
b. Kehamilan kembar, kelainan letak, dengan perdarahan antepartum (karena
plasenta previa, solusio plasenta), gangguan kontraksi uterus (hipotonia,
hipertonia, atonia), polihidramnion, oligohidramnion, kelainan plasenta, lilitan tali
pusat, tali pusat menumbung.
c. Persalinan dengan tindakan, persalinan dengan anestesi umum, korioamnionitis,
ketuban pecah dini, partus lama.
d. Janin prematur, janin postmatur, janin dengan gangguan tumbuh kembang, janin
dengan kelainan bawaan (aplasia paru, atresia saluran napas, hernia
diafragmatica, kelainan jantung)
PERUBAHAN PATOFISIOLOGIS DAN GAMBARAN KLINIS
15
Pernafasan spontan bayi baru lahir bergantung kepada kondisi janin pada
masa kehamilan dan persalinan. Proses kelahiran sendiri selalu menimbulkan asfiksia
ringan yang bersifat sementara pada bayi (asfiksia transien). Proses ini dianggap
sangat perlu untuk merangsang kemoreseptor pusat pemafasan agar terjadi 'primary
gasping' yang kemudian akan berlanjut dengan pemafasan teratur (James, 1958). Sifat
asfiksia ini tidak mempunyai pengaruh buruk karena reaksi adaptasi bayi dapat
mengatasinya.
Bila terdapat gangguan pertukaran gas atau pengangkutan oksigen selama
kehamilan akan terjadi asfiksia yang lebih berat. Keadaan ini akan mempengaruhi
fungsi sel tubuh dan bila tidak teratasi akan menyebabkan kematian. Kerusakan dan
gangguan fungsi ini dapat reversibel atau tidak bergantung kepada berat dan lamanya
asfiksia (Caldeyro-Barcia, 1968). Pada percobaan binatang yang dikerjakan oleh Dawes
(1968), ternyata bahwa asfiksia yang. ditimbulkan pada binatang percobaan memper-
lihatkan suatu pola klinis tertentu. Hal ini sesuai dengan observasi klinis yang tampak
pada bayi afsiksia. Asfiksia yang terjadi dimulai dengan suatu periode apnue ('primary
apnoea') disertai dengan penurunan frekuensi jantung. Selanjutnya bayi akan
memperlihatkan usaha bernafas (gasping) yang kemudian diikuti oleh pemafasan teratur.
Pada penderita asfiksia berat, usaha bernafas ini tidak tampak dan bayi selanjutnya
berada dalam periode apnu kedua (secondary apnoe). Pada tingkat ini di samping
bradikardia ditemukan pula penurunan tekanan darah.
Selain perubahan. klinis, akan terjadi pula gangguan metabolisme dan perubahan
keseimbangan asam-basa pada tubuh bayi. Pada tingkat pertama gangguan pertukaran
gas mungkin hanya menimbulkan asidosis respiratorik. Bila gangguan berlanjut, dalam
tubuh bayi akan terjadi proses metabolisme anaerobik yang berupa glikolisis glikogen
tubuh, sehingga sumber glikogen tubuh, terutama pada jantung dan hati akan berkurang.
Asam organik yang terjadi akibat metabolisme ini akan menyebabkan timbulnya asidosis
metabolik. Pada tingkat selanjutnya akan terjadi perubahan kardiovaskular yang
disebabkan oleh beberapa keadaan diantaranya : (a) hilangnya sumber glikogen dalam
jantung akan mempengaruhi fungsi jantung, (b) terjadinya asidosis metabolik akan
16
mengakibatkan menurunnya sel jaringan, termasuk otot jantung, sehingga
menimbulkan kelemahan jantung, (c) pengisian udara alveolus yang kurang adekuat
akan menyebabkan tetap tingginya resistensi pembuluh darah paru, sehingga sirkulasi
darah ke paru dan demikian pula ke sistem sirkulasi tubuh lain akan mengalami
gangguan. Asidosis dan gangguan kardiovaskular yang terjadi dalam tubuh berakibat
buruk terhadap sel otak. Kerusakan sel otak yang terjadi menimbulkan kematian atau
gejala sisa pada kehidupan bayi selanjutnya.
DIAGNOSIS
Diagnosis dini penderita asfiksia mempunyai arti penting dalam
merencanakan resusitasi yang akan dilakukan. Diagnosis tersebut tidak hanya
ditegakkan setelah bayi lahir, tetapi dapat juga diketahui semasa intrauterin,
karena hampir sebagai besar asfiksia neonatus merupakan kelanjutan asfiksia
janin.
Diagnosis intrauterin dapat dilakukan dengan melakukan pemeriksaan
denyut jantung janin. Pada keadaan normal, nilainya pada kisaran 120-160 kali
permenit. Apabila denyut tersebut kurang dari 100 kali/menit atau lebih dari 160
kali/menit maka kemungkinan adanya asfiksia janin harus dipertimbangkan.
Pemantauan dengan kardiotokografi, kesejahteraan janin daapt pula ditentukan
jauh sebelum terjadinya proses persalinan. Pada bayi yang mengalami proses
hipoksia, apabila dilakukan uji stress, biasanya akan terlihat gambaran yang
disebut deselerasi lambat atau type II dips. Gambaran hipoksia janin dapat pula
dikenali dengan melihat kekeruhan air ketuban dengan amnioskopi. Adanya
mekoneum dalam air ketuban menandakan bayi pernah atau sedang mengalami
proses hipoksia.
Diagnosis pada saat persalinan dapat ditegakkan dengan melakukan
pemeriksaan pH darah janin yang diperoleh dengan mengambil sediaan darah dari
kulit kepala melalui serviks yang sudah terbuka. Nilai pH yang kurang dari 7,2
menunjukkan adanya asidosis yang menandakan adanya gangguan kesejahteraan
17
janin. Kewaspadaan terhadap bayi harus pula ditingkatkan terhadap air ketuban
yang mengandung mekoneum pada bayi dengan letak belakang kepala.
Setelah bayi lahir, diagnosis asfiksia dapat ditegakkan dengan
menetapkan nilai Apgar penderita. Dalam penerapannya, menentukan tingkat
asfiksia bayi dengan tepat membutuhkan pengalaman dan observasi klinis yang cukup.
Pada tahun limapuluhan digunakan kriteria 'breathing time’ dan 'crying time’ untuk
menilai keadaan bayi. Kriteria ini kemudian ditinggalkan, karena tidak dapat
memberikan informasi yang tepat pada keadaan tertentu (Apgar, 1966) Virginia. Apgar
(1953, 1958) mengusulkan beberapa kriteria klinis untuk menentukan keadaan bayi
baru lahir. Kriteria ini ternyata berguna karena berhubungan erat dengan perubahan
keseimbangan asam-basa pada bayi (Drage dan Bererides, 1966). Di samping itu dapat
pula memberikan gambaran beratnya perubahan kardiovaskular yang ditemukan.
Tabel 2. Skor APGAR
Tanda 0 1 2Frekuensi jantung
Tidak ada Kurang dari 100/menit Lebih dari 100/menit
Usaha bernafas Tidak ada Lambat, tidak teratur Menangis kuatTonus otot Lumpuh Ekstremitas fleksi sedikit Gerakan aktifRefleks Tidak ada Gerakan sedikit MenangisWarna Biru/pucat Tubuh kemerahan,
ekstremitas biruTubuh dan ekstremitas kemerahan
Penilaian secara Apgar ini juga mempunyai hubungan yang bermakna dengan
mortalitas dan morbiditas bayi baru lahir (Drage,1964). Cara ini dianggap yang paling
ideal dan telah banyak digunakan di mana-mana. Patokan klinis yang dinilai ialah : (1)
menghitung frekuensi jantung, (2) melihat usaha bernafas, (3) menilai tonus otot, (4)
menilai reflek perangsangan, (5) memperhatikan warna kulit. Setiap kriteria diberi
angka tertentu dan penilaian itu sekarang lazim disebut skor Apgar. Skor Apgar ini
biasanya dinilai 1 menit setelah bayi lahir lengkap, yaitu pada saat bayi telah diberi
lingkungan yang baik serta telah dilakukan pengisapan lendir dengan sempurna. Skor
18
Apgar 1 menit ini menunjukkan beratnya asfiksia yang diderita dan baik sekali sebagai
pedoman untuk menentukan cara resusitasi. Skor Apgar perlu pula dinilai setelah 5
menit bayi lahir, karena hal ini mempunyai korelasi yang erat dengan morbiditas dan
mortalitas neonatal (Drage, 1966).
Atas dasar pengalaman klinis, asfiksia neonatorum dapat dibagi dalam :
1. 'Vigorous baby'. Skor Apgar 8-10. Dalam hal ini bayi dianggap sehat dan tidak
memerlukan tindakan spesifik.
2. 'Mild asphyxia' (asfiksia ringan). Skor Apgar 5-7. Pada pemeriksaan fisis akan
terlihat frekuensi jantung lebih dari 100/menit, tonus otot kurang baik atau baik,
ekstremitas biru, refleks sedikit.
3. ’Moderate asphyxia’ (asfiksia sedang). Skor Apgar 3-4.
4. (a) Asfiksia berat. Skor apgar 0 - 2. Pada pemeriksaan fisis ditemukan frekuensi
jantung kurang dari 100/menit, tonus otot buruk, sianosis berat dan kadang-
kadang pucat, refleks iritabilitas tidak ada
(b) Asfiksia berat dengan henti jantung. Dimaksudkan dengan henti jantung ialah
keadaan (1) bunyi jantung fetus menghilang tidak lebih dari 10 menit sebelum
lahir lengkap, (2) bunyi jantung bayi menghilang post partum. Dalam hal ini
pemeriksaan fisis lainnya sesuai dengan yang ditemukan pada penderita asfiksia
berat.
TINDAKAN PADA ASFIKSIA NEONATORUM.
Tujuan utama mengatasi asfiksia ialah untuk mempertahankan kelangsungan
hidup bayi dan membatasi gejala sisa (sekuele) yang mungkin timbul di kemudian
hari. Tindakan yang dikerjakan pada bayi lazim disebut resusitasi bayi baru lahir.
Sebelum resusitasi dikerjakan, perlu diperhatikan bahwa :
1. Faktor waktu sangat penting. Makin lama bayi menderita asfiksia, perubahan
homeostasis yang timbul makin berat, resusitasi akan lebih sulit dan kemungkinan
timbulnya sekuele akan meningkat.
19
2. Kerusakan yang timbul pada bayi akibat anoksia/hipoksia antenatal tidak dapat
diperbaiki, tetapi kerusakan yang akan terjadi karena anoksial/hipoksia pascanatal
harus dicegah dan diatasi.
3. Riwayat kehamilan dan partus akan memberikan keterangan yang jelas tentang
faktor penyebab terjadinya depresi pemafasan pada bayi baru lahir.
4. Penilaian bayi baru lahir perlu dikenal baik, agar resusitasi yang dilakukan dapat
dipilih dan ditentukan secara adekuat
Prinsip dasar resusitasi yang perlu diingat ialah :
1. Memberikan lingkungan yang baik pada bayi dan mengusahakan saluran
pernafasan tetap bebas serta merangsang timbulnya pernapasan, yaitu agar
oksigenasi dan pengeluaran C02 berjalan lancar.
2. Memberikan bantuan pernafasan secara aktif pada bayi yang menunjukkan usaha
pernafasan yang lemah.
3. Melakukan koreksi terhadap asidosis yang terjadi
4. Menjaga agar sirkulasi darah tetap baik
20
Perawatan lanjut
Tidak ada mekonuemBernapas/menangisTonus otot baikWarna kulit kemerahanCukup bulan
Jaga hangatPosisi, bersihkan jalan napas* (bila perlu)Keringkan, beri rangsangan, reposisi02 (bila perlu)
Perawatan rutinjaga hangatbersihkan jalan napaskeringkan
Evaluasi napas, denyut jantung, warna kulitPerawatan
suportif
Ventilasi tekanan positif*
VTP*Penekanan dada
Beri epinefrin* (dapat diulang tiap 3-5 menit bila perlu)
Gambar 1. Algoritme Resusitasi Bayi Baru Lahir
Bayi lahir
Ya Ya
30 detik Tidak
BernapasDJ>100Kulit kemerahan
Apneu atau
DJ<100
30 detik Ventilasi
DJ>100Kulit kemerahan
DJ <60 DJ >60
30 detik
DJ <60
21
*Pada beberapa langkah perlu dipertimbangkan intubasi pipa ETT
DAFTAR PUSTAKA
1. Wardlaw T, et al. Low birthweight and complications; country, regional, and
global estimates UNICEF New York 2004. [cited on Feb 4 2009]. Available
from: www.who.int
2. Chapman IA. Asfixia Neonaturum. In: Kliegman RM, Behrman RE, Jenson HB,
Stanton BF, editors. Nelson Textbook of Pediatrics.18th ed. Philadelphia:
Saunders Elsevier; 2004.
3. Anderson MS, Hay WW. Intrauterine growth restriction and the small-for-
gestational-age infant. In: MacDonald MG, Mullet MD, Seshia MMK, editors.
Avery’s neonatology pathophysiology & management of the newborn. 6 th ed.
2005.
4. Levene MI, Tudehope DI, Sinha MD. Neonatal Medicine. 4th ed. Massachusetts:
Blackwell Publishing; 2008.
5. Khazaee S, Ghiasi B, Mahmoodzade F. Investigation of Asfixia Neonatorum
incidence and its risk factors in Ilam-Iran (2005-2006). Pediatric Oncall 2007.
[cited Feb 4 2009]. Available from: http://www.pediatriconcall.com
6. Gould JB, LeRoy S. Socioeconomic status and Asfixia incidence: a racial
comparison. Pediatrics 1988;82;896-904. [cited on Feb 5 2009]. Available from:
http://www.pediatrics.org
7. Kliegman RM. Intrauterine growth restriction. In: Martin RJ, Fanaroff AA, Walsh
MC, editors. Fanaroff and Martin’s Neonatal-Perinatal Medicine, Diseases of the
Fetus and Infant. 8th ed. Philadelphia: Mosby Elsevier; 2006.
8. Standar Penatalaksanaan Bagian Ilmu Kesehatan Anak Fakultas Kedokteran
Unsri-RS Mohammad Hoesin Palembang 2008.
22