case asfiksia editing ariasep bener

33
BAB I LAPORAN KASUS I. IDENTIFIKASI Nama : Bayi N Umur : 3 jam Jenis kelamin : Laki-laki Berat badan : 2700 gram Panjang badan : 49 cm Agama : Islam Alamat : Ds. Lorok, Indralaya MRS : 2 November 2009, pukul 10.30 WIB II. ANAMNESIS (Alloanamnesis, dengan ibu penderita, 2 November 2009) Keluhan utama : Lahir tidak langsung menangis Keluhan tambahan : Sesak napas Riwayat perjalanan penyakit Bayi lahir di kamar bersalin Kebidanan RSMH, dengan ekstraksi forceps a.i eklampsia + gawat janin dari ibu G 3 P 2 A 0 hamil aterm dengan presentasi kepala, lahir tidak langsung menangis, skor APGAR 2/7, berat badan lahir 2700 gram dan panjang badan 49 cm. Riwayat ibu demam saat 1

Upload: saputra-tri-nopianto

Post on 05-Dec-2015

226 views

Category:

Documents


1 download

DESCRIPTION

mjh

TRANSCRIPT

BAB I

LAPORAN KASUS

I. IDENTIFIKASI

Nama : Bayi N

Umur : 3 jam

Jenis kelamin : Laki-laki

Berat badan : 2700 gram

Panjang badan : 49 cm

Agama : Islam

Alamat : Ds. Lorok, Indralaya

MRS : 2 November 2009, pukul 10.30 WIB

II. ANAMNESIS

(Alloanamnesis, dengan ibu penderita, 2 November 2009)

Keluhan utama : Lahir tidak langsung menangis

Keluhan tambahan : Sesak napas

Riwayat perjalanan penyakit

Bayi lahir di kamar bersalin Kebidanan RSMH, dengan ekstraksi forceps a.i

eklampsia + gawat janin dari ibu G3P2A0 hamil aterm dengan presentasi kepala, lahir

tidak langsung menangis, skor APGAR 2/7, berat badan lahir 2700 gram dan panjang

badan 49 cm. Riwayat ibu demam saat melahirkan tidak ada. Riwayat KPSW tidak

ada. Riwayat ketuban kental tidak ada, berwarna hijau tidak ada, bau busuk tidak ada.

Riwayat Penyakit Dalam Keluarga

Riwayat ibu menderita DM sebelumnya tidak ada.

Riwayat ibu menderita hipertensi sebelumnya tidak ada.

Riwayat penyakit yang sama dalam keluarga tidak ada.

1

Riwayat Sosial Ekonomi

Penderita adalah anak ketiga dari pasangan Tn. A usia 35 tahun dengan pendidikan

terakhir SMA dan bekerja sebagai wiraswasta dengan Ny. N usia 29 tahun dengan

pendidikan terakhir SMA. Orang tua penderita tinggal di rumah sendiri yang

ditempati juga secara bersama dengan kakek dan nenek penderita.

Riwayat Kehamilan

GPA : G3P2A0

HPHT : -

Periksa hamil : dengan bidan, frekuensi jarang (<4 kali selama

hamil)

Kebiasaan ibu sebelum/selama kehamilan

Minum alkohol : tidak pernah

Merokok : tidak pernah

Makan obat-obatan tertentu : tidak pernah

Penyakit atau komplikasi kehamilan : Tidak ada

Riwayat Persalinan

Persentasi : Kepala

Cara persalinan : Pervaginam

Tindakan : Ekstraksi forceps

Obat yang diberikan pada ibu : Tidak ada

KPSW : Tidak ada

Tanda-tanda fetal distress : DJJ abnormal ada

Riwayat demam dalam kehamilan : Tidak ada

Riwayat ketuban kental, hijau, bau : Tidak ada

Tempat lahir : Kamar Bersalin Kebidanan RSMH, ditolong

oleh dokter jaga kebidanan

2

Keadaan bayi saat lahir

Jenis kelamin : Laki-lakiKelahiran : Tunggal

Kondisi saat lahir : Hidup

Riwayat Keluarga

Tn. A /35 thn/Swasta Ny. N /29 thn/ibu RT

Os

III. PEMERIKSAAN FISIK ( 2 November 2009 )

Pemeriksaan Umum

Keadaan umum : sakit sedang

Kesadaran : kompos mentis

Berat badan : 2700 gram

Panjang badan : 49 cm

Lingkar kepala : 33 cm

Lingkar lengan atas : 10,5 cm

Suhu : 36,7 0C

Aktivitas : Hipoaktif

Tonus otot : normal

Reflek isap : sedang

Tangis : sedang

Posisi bayi : normal, gangguan gerakan tidak ada

Anemis : tidak ada

Sianosis : tidak ada

Ikterus : tidak ada

HR : 140 x/menit, bising (-)

Pernafasan : 68 x/menit, kusmaull (-), dispneu (+), apneu (-), retraksi (+)

3

intercostal, subcostal dan epigastrium

Keadaan Spesifik

Kepala

Lingkar kepala : 33 cm

UUB : rata, belum menutup

Mata : nistagmus tidak ada, pupil bulat, isokor, refleks cahaya +/+,

kelopak mata kedap-kedip (-)

Hidung : nafas cuping hidung ada, epistaksis tidak ada, sekret tidak ada

Trauma lahir : caput succedaneum : (-)

cephal hematom : (-)

perdarahan subaponeurotic (-)

parese n fascialis (-)

Leher : tidak ada kelainan

Thorak : Bentuk simetris, pergerakan simetris, retraksi (+) intercostal,

subcostal dan epigastrium

Paru-paru : vesikuler (+) normal, ronkhi (-), wheezing (-)

Jantung : HR=140 x/menit, murmur (-), gallop (-)

Abdomen : datar, lemas, hepar lien tidak teraba, bising usus (+) normal

Lipat paha dan genitalia : Pembesaran KGB tidak ada

Ekstremitas : fraktur tidak ada, dislokasi tidak ada

Reflek primitif

Oral : (+) Withdrawal : (+)

Moro : (+) Plantar grasp : (+)

Tonic neck : (+) Palmar grasp : (+)

Down’s Score

4

Frekwensi nafas 60-80 kali per menit : 1

Retraksi berat : 2

Sianosis tidak hilang meski diberi O2 : 2

Penurunan ringan udara masuk : 1

Grunting dapat didengar dengan stetoskop : 1

Jumlah : 7 (Respiratory distress)

IV. PEMERIKSAAN PENUNJANG ( 2 November 2009 )

Hasil Pemeriksaan Hematologi

Hemoglobin : 15,1 g/dl

Hematokrit : 46 vol%

Leukosit : 20.500/mm3

LED : 3 mm/jam

Trombosit : 213.000/mm3

Hitung jenis : 0/1/6/26/65/2

V. LAPORAN RESUSITASI

Bayi lahir di Kamar Bersalin kebidanan RSMH pukul 10.30 dengan ekstraksi

forceps a.i eklampsi + gawat janin dari ibu G3P2A0 hamil aterm dengan presentasi

kepala. BBL 2700 gr PB 49 cm, anus (+). Lahir tidak langsung menangis, mekonium

(-), bayi dihangatkan dan diposisikan, bersihkan jalan nafas lewat mulut dan hidung,

dirangsang taktil lalu dikeringkan, dan diberi O2 bebas 5 ltr/menit. Bayi belum

menangis, HR<100 x/mnt, RR 20 x/menit, warna biru, dilakukan VTP bagging

dengan 02 bebas 5 ltr/menit selama 30 detik, bayi mulai menangis lemah, HR>100

x/menit, warna tubuh mulai kemerahan, acral sianosis. Tetap diberikan O2 bebas 5

ltr/menit + rangsang taktil lalu bayi berwarna kemerahan, HR>100 x/menit, RR > 60

x/menit dan dilakukan perawatan observasi.. R/ ibu demam saat melahirkan (-), R/

KPSW (-), R/ ketuban hijau (-), kental (-), bau busuk (-).

Skor APGAR

5

Menit

keA

(Appearance)P

(Pulse)G

(Grimace)A

(Activity)

R(Respiratory

Effort)

Total

1 0 1 1 0 0 2

5 1 2 2 1 1 7

Keadaan Umum

Aktivitas : aktif T : 36,7 oC

Refleks isap : sedang HR : 140 kali/menit

Tangis : merintih RR : 68 kali/menit

Keadaan Spesifik

Kepala : NCH (+)

Thorax : simetris, retraksi (+) Intercostal, subcostal dan epigastrium

Cor BJ I dan II normal, bising (-)

Pulmo vesikuler (+) normal, ronki (-), wheezing (-)

Abdomen : datar, lemas, BU (+) N, hepar/lien tidak teraba

Ekstremitas : sianosis (-)

Diagnosis

Neonatus : FT AGA

Ibu : G3P2A0 Presentasi kepala

Kelahiran : Ekstraksi Forceps a.i eklampsi + gawat janin

Anak : RDS + asfiksia berat

Tatalaksana

Pindah rawat ke NICU IKA RSMH

VI. RESUME

6

Seorang bayi laki-laki berusia 3 jam dengan berat badan 2700 gr, panjang

badan 49 cm, berkebangsaan Indonesia, beragama Islam, beralamat luar kota,

dirawat di NICU RSMH Palembang pada tanggal 2 November 2009.

Dari anamnesis didapatkan bayi lahir di Kamar Bersalin kebidanan RSMH

pukul 09.30 dengan ekstraksi forceps a.i eklampsi + gawat janin dari ibu G3P2A0

hamil aterm dengan presentasi kepala. BBL 2700 gr PB 49 cm, anus (+). Lahir tidak

langsung menangis, mekonium (-), bayi dihangatkan dan diposisikan, bersihkan jalan

nafas lewat mulut dan hidung, dirangsang taktil lalu dikeringkan, dan diberi O2 bebas

5 ltr/menit. Bayi belum menangis, HR<100 x/mnt, RR 20 x/menit, warna biru,

dilakukan VTP bagging dengan 02 bebas 5 ltr/menit selama 30 detik, bayi mulai

menangis lemah, HR>100 x/menit, warna tubuh mulai kemerahan, acral sianosis.

Tetap diberikan O2 bebas 5 ltr/menit + rangsang taktil lalu bayi berwarna kemerahan,

HR>100 x/menit, RR > 60 x/menit dan dilakukan perawatan observasi.. R/ibu demam

saat melahirkan (-), R/ KPSW (-), R/ ketuban hijau (-), kental (-), bau busuk (-).

Pada pemeriksaan umum didapatkan kesadaran kompos mentis, HR 140

x/menit, pernafasan 68 x/menit, suhu 36,70C, berat badan 2700 gram, panjang badan

49 cm, lingkar kepala 33 cm, lingkar lengan atas 10,5 cm, aktivitas hipoaktif, reflek

isap sedang dan tangis merintih, anemis (-), sianosis (-), dispneu (+), ikterik (-).

Pemeriksaan spesifik didapatkan nafas cuping hidung (+), retraksi (+) intercostal,

subcostal dan epigastrium. Dari pemeriksaan penunjang laboratorium didapatkan

hemoglobin 15,1 g/dl, hematokrit 46 vol%, leukosit 20.500/mm3, LED 3 mm/jam,

trombosit 213.000/mm3 dan hitung jenis 0/1/6/26/65/2.

VI. DIAGNOSIS SEMENTARA

RDS + Asfiksia berat

VII. PENATALAKSANAAN

7

- O2 head box 5 liter/menit

- IVFD mikro Dekstrose 10% + Ca glukonas 40 cc gtt 10 x/menit

- Stop oral

- Ampicillin 2 x 190 mg

- Gentamisin 6,75 mg/18 jam

VIII. RENCANA PEMERIKSAAN

- Röntgen Thorax

IX. PROGNOSIS

Quo ad vitam : Dubia ad Bonam

Quo ad functionam : Dubiaa ad bonam

X. FOLLOW UP SELAMA PASIEN DIRAWAT

3 Novenber 2009 (Usia : 1 hari)

S : Sesak napas berkurang

O : Berat Badan : 2700 gram

Aktifitas : aktif

Refleks Isap : sedang

Tangis : kuat

Detak Jantung : 132 kali per menit

Frekuensi Napas : 44 kali per menit

Suhu : 36,5 oC

Anemis : (-)

Ikterus : (-)

Dispneu : (-)

Sianosis : (-)

Kepala : Napas cuping hidung (-)

Thorax : simetris, retraksi (-)

8

Abdomen : datar, lemas, hepar dan lien tidak teraba

Extremitas : sianosis (-)

Hasil pemeriksaan Radiologis (Ro Thorax)

Kesan: Bronkhopneumonia (BP)

A : BP + asfiksia berat

P : IVFD D10% + Ca Glukonas 10% 40 cc, gtt 10/m

Oksigen nasal 2 Itr/menit

Ampisilin 2 x 150 mg

Ceftazidime 2 x 75 mg

ASI/PASI 8x10cc

Pindah Rawat ke boks neonatus

9

BAB II

ANALISA KASUS

Seorang bayi laki-laki berusia 3 jam dengan berat badan 2700 gr, panjang

badan 49 cm, berkebangsaan Indonesia, beragama Islam, beralamat luar kota,

dirawat di NICU RSMH Palembang pada tanggal 2 November 2009.

Dari anamnesis didapatkan bayi lahir di Kamar Bersalin kebidanan RSMH

pukul 09.30 dengan ekstraksi forceps a.i eklampsi + gawat janin dari ibu G3P2A0

hamil aterm dengan presentasi kepala. BBL 2700 gr PB 49 cm, anus (+). Lahir tidak

langsung menangis, mekonium (-), bayi dihangatkan dan diposisikan, bersihkan jalan

nafas lewat mulut dan hidung dengan, dirangsang taktil lalu dikeringkan, dan diberi

O2 bebas 5 ltr/menit. Bayi belum menangis, HR<100 x/mnt, RR 20 x/menit, warna

biru, dilakukan VTP bagging dengan 02 bebas 5 ltr/menit selama 30 detik, bayi mulai

menangis lemah, HR>100 x/menit, warna tubuh mulai kemerahan, acral sianosis.

Tetap diberikan O2 bebas 5 ltr/menit + rangsang taktil lalu bayi berwarna kemerahan,

HR>100 x/menit, RR > 60 x/menit dan dilakukan perawatan observasi.. R/ibu demam

saat melahirkan (-), R/KPSW (-), R/ketuban hijau (-), kental (-), bau busuk (-)..

Pada kasus ini, faktor predisposisi bayi untuk mengalami asfiksia

neonatorum, adalah komplikasi pada kehamilan. Hal ini terlihat dari proses kelahiran

dengan ekstraksi forceps atas indikasi eklampsi dan gawat janin. Anamnesis lanjutan

pada ibu mendapatkan informasi bahwa segera setelah lahir, penderita tidak langsung

menangis, ini dapat dinilai sebagai suatu periode apneu, dimana manifestasi klinis

terpenting dalam menegakkan diagnosis asfiksia adalah adanya periode apneu bayi

baru lahir. Dari laporan resusitasi diperoleh informasi bahwa bayi baru dapat

bernapas spontan setelah dilakukan pembersihan jalan napas, dilanjutkan dengan

rangsang taktil dan dilakukan VTP bagging dengan O2 bebas 5 ltr/menit selama 30

detik,.

Pada pemeriksaan umum didapatkan bayi berada dalam keadaan kompos

mentis, HR 140x/menit, pernafasan 68 x/menit, suhu 36,70C, berat badan 2700 gram,

10

panjang badan 49 cm, lingkar kepala 33 cm, lingkar lengan atas 10,5 cm, aktivitas

hipoaktif, reflek isap sedang dan tangis merintih, anemis (-), sianosis (-), dispneu (+),

ikterik (-). Pemeriksaan spesifik didapatkan nafas cuping hidung (+), retraksi (+)

intercostal, subcostal dan epigastrium. Skor APGAR 2/7. Dari pemeriksaan fisik

tersebut, frekuensi napas bayi yang meningkat (lebih dari 60 kali/menit) ditambah

dengan ditemukannya napas cuping hidung dan retraksi, menunjukkan bahwa

penderita mengalami dispneu sebagai usaha pemenuhan kebutuhan oksigen tubuhnya

akibat asfiksia. Tidak didapatkan pernapasan kusmaul dan bunyi napas tambahan

menggambarkan tidak terjadi asidosis pada penderita ini, denyut jantung 132

kali/menit pun menggambarkan secara kasar fungsi jantung yang masih normal, tidak

terdapat depresi kardiovaskular akibat asidosis sebagai komplikasi dini asfiksia.

Penilaian menggunakan Apgar menghasilkan skor 2 untuk menit pertama kelahiran

dan 7 setelah 5 menit resusitasi. Masing-masing 0-1 untuk Appearance, 1-2 untuk

Pulse, 1-2 untuk grimace, 0-1 untuk Activity dan 0-1 untuk Reflex. Dengan keadaan

tersebut diatas, penderita didiagnosis dengan asfiksia berat dan RDS.

Tatalaksana untuk penderita ini meliputi dua hal, pertama, dilakukan resusitasi

menanggulangi asfiksia yang terjadi. Dari hasil resusitasi 5 menit nilai Apgar

penderita bertambah, menunjukkan respon yang baik serta tingkat kerusakan yang

tidak berat. Dispneu pada penderita diatasi dengan pemberian oksigen head box 5

liter/menit.

Pada pemantauan hari berikutnya penderita menunjukan gejala sesak

berkurang, terlihat dari frekuensi napas yang menjadi <60 x/mnt, dan napas cuping

hidung dan retraksi sudah menghilang. Dari hasil pemeriksaan radiologis pada pasien

ini dapat didiagnosis bronkhopneumonia.

Selain itu, tatalaksana pada kasus ini adalah dengan pemberian antibiotik

berupa ampisilin 190 mg dalam 2 dosis, dan gentamisin 6,75 mg/18 jam intravena

dosis tunggal (pada bayi aterm).

Prognosis asfiksia dinilai dari derajat berat-ringannya asfiksia, komplikasi

metabolik, dan kardiopulmonal, usia bayi (aterm atau preterm) dan tingkat keparahan

11

ensefalopati hipoksik-iskemik. Pada kasus ini prognosis penderita adalah dubia ad

bonam untuk quo ad vitam dan dubia ad bonam untuk quo ad functionamnya.

12

BAB III

TINJAUAN PUSTAKA

BATASAN

Asfiksia Neonatorum adalah suatu keadaan bayi lahir yang gagal bernapas

secara spontan dan teratur segera setelah lahir. Keadaan yang disertai dengan adanya

hipoksia, hiperkapnia dan berakhir dengan keadaan asidosis. Hipoksia yang terdapat

pada penderita asfiksia merupakan faktor yang penting yang dapat menghambat

adaptasi bayi yang baru lahir terhadap kehidupan ekstrauterin (Gabriel Duc, 1971).

Penilaian statistik menunjukkan bahwa keadaan ini merupakan penyebab utama

mortalitas dan morbiditas bayi baru lahir. Hal ini dibuktikan oleh Drage dan Berendes

(1966) yang mendapatkan bahwa APGAR yang rendah sebagai manifestasi hipoksia

berat pada bayi saat lahir akan memperlihatkan angka kematian yang tinggi.

Tabel 1. Pengaruh asfiksia

Sistem Pengaruh

SSP

Kardiovaskular

Pulmonal

Ginjal

Adrenal

Saluran cerna

Metabolik

Kulit

Hematologi

Ensefalopati hipoksik-iskemik, infark, perdarahan

intrakranial, kejang, edema otak, hipotoni, hipertoni

Iskemia miokardium, kontraktilitas jelek, bisisng jantung,

insuffisiensi trikuspid, hipotensi

Sirkulasi janin persisten, perdarahan paru, SGNN

Nekrosis tubular akut, nekrosis korteks

Perdarahan adrenal

Perforasi, ulserasi, nekrosis

Sekresi ADH yang tidak sesuai, hiponatremia, hipoglikemia,

hipokalsemia, mioglobinuria

Nekrosis lemak subkutan

Koagulasi intravaskular tersebar (DIC)

Sumber : Ilmu Kesehatan Anak : Janin dan Bayi Neonatus hal 581. Nelson Vol 1 ed 15. EGC.1999

13

KOMPLIKASI

Haupt (1971) memperlihatkan bahwa frekuensi gangguan perdarahan pada

bayi sebagai akibat hipoksia sangat tinggi. Hipoksia juga sering berlanjut menjadi

sindrom gangguan pernapasan pada hari-hari pertama setelah lahir, gangguan pada

sistem saraf pusat, asidosis, gangguan kardiovaskuler dan lain sebagainya.

Ensefalopati hipoksik-iskemik merupakan penyebab cedera permanen yang penting

pada sel-sel sistem saraf pusat yang dapat menyebabkan kematian atau bermanifestasi

sebagai palsi serebral atau defisiensi mental. Penyelidikan patologi anatomi yang

dilakukan Larrhoce dan Amakawa (1971) menunjukkan gambaran nekrosis berat dan

difus pada jaringan otak bayi yang meninggal karena hipoksia.

ETIOLOGI

Pengembangan paru bayi baru lahir terjadi pada menit-menit pertama

kelahiran lalu disusul dengan pernapasan teratur. Bila terdapat gangguan pernapasan

yaitu pertukaran gas atau pengangkutan oksigen dari ibu ke janin, akan terjadi

asfiksia neonatus. Gangguan ini dapat timbul pada masa kehamilan, persalinan atau

segera setelah lahir. Hampir sebagian besar asfiksia bayi baru lahir merupakan

kelanjutan asfiksia janin, karena itu penilaian janin selama masa kehamilan dan masa

persalinan memegang peranan penting untuk keselamatan bayi.

Hipoksia janin

Hipoksia janin dapat merupakan akibat dari (1) oksigenisasi darah ibu yang tidak

adekuat akibat hipoventilasi selama anestesi, penyakit jantung sianosis, gagal

pernapasan, atau keracunan karbon monoksida; (2) tekanan darah ibu yang rendah

akibat hipotensi karena komplikasi anestesi spinal atau akibat kompresi vena cava

dan aorta pada uterus gravida; (3) relaksasi uterus tidak cukup memberikan pengisian

plasenta akibat adanya tetani uterus, pada pemberian oksitosin yang berlebihan; (4)

pemisahan plasenta prematur; (5) sirkulasi darah melalui tali pusat terhalang akibat

adanya kompresi atau pembentukan simpul pada tali pusat; (6) vasokonstriksi

14

pembuluh darah uterus oleh kokain; dan (7) insuffisiensi plasenta karena berbagai

sebab, termasuk toksemia dan pascamaturitas.

Hipoksia pascanatal

Hipoksia setelah kelahiran bayi dapat disebabkan karena (1) anemia yang

menyebabkan penurunan kandungan oksigen darah sampai ke tingkat kritis, akibat

perdarahan berat atau penyakit hemolitik; (2) syok cukup berat, sampai mengganggu

pengangkutan oksigen ke sel-sel vital, akibat perdarahan adrenal, perdarahan

periintraventrikuler, infeksi, atau kehilangan darah masif; (3) kurangnya saturasi

oksigen arteria yang disebabkan gagal pernapasan spontan dan adekuat pascanatal,

akibat cacat, nekrosis, atau jejas pada otak; dan (4) kegagalan oksigenisasi sejumlah

darah yang adekuat akibat adanya bentuk penyakit jantung kongenital sianotik atau

defisiensi fungsi paru yang berat.

FAKTOR PREDISPOSISI

a. Ibu dengan diabetes mellitus, kelainan jantung, penyakit ginjal, hipertensi,

eklampsia, anemia, infeksi sistemik, pengguna narkotik, dan toksemia

b. Kehamilan kembar, kelainan letak, dengan perdarahan antepartum (karena

plasenta previa, solusio plasenta), gangguan kontraksi uterus (hipotonia,

hipertonia, atonia), polihidramnion, oligohidramnion, kelainan plasenta, lilitan tali

pusat, tali pusat menumbung.

c. Persalinan dengan tindakan, persalinan dengan anestesi umum, korioamnionitis,

ketuban pecah dini, partus lama.

d. Janin prematur, janin postmatur, janin dengan gangguan tumbuh kembang, janin

dengan kelainan bawaan (aplasia paru, atresia saluran napas, hernia

diafragmatica, kelainan jantung)

PERUBAHAN PATOFISIOLOGIS DAN GAMBARAN KLINIS

15

Pernafasan spontan bayi baru lahir bergantung kepada kondisi janin pada

masa kehamilan dan persalinan. Proses kelahiran sendiri selalu menimbulkan asfiksia

ringan yang bersifat sementara pada bayi (asfiksia transien). Proses ini dianggap

sangat perlu untuk merangsang kemoreseptor pusat pemafasan agar terjadi 'primary

gasping' yang kemudian akan berlanjut dengan pemafasan teratur (James, 1958). Sifat

asfiksia ini tidak mempunyai pengaruh buruk karena reaksi adaptasi bayi dapat

mengatasinya.

Bila terdapat gangguan pertukaran gas atau pengangkutan oksigen selama

kehamilan akan terjadi asfiksia yang lebih berat. Keadaan ini akan mempengaruhi

fungsi sel tubuh dan bila tidak teratasi akan menyebabkan kematian. Kerusakan dan

gangguan fungsi ini dapat reversibel atau tidak bergantung kepada berat dan lamanya

asfiksia (Caldeyro-Barcia, 1968). Pada percobaan binatang yang dikerjakan oleh Dawes

(1968), ternyata bahwa asfiksia yang. ditimbulkan pada binatang percobaan memper-

lihatkan suatu pola klinis tertentu. Hal ini sesuai dengan observasi klinis yang tampak

pada bayi afsiksia. Asfiksia yang terjadi dimulai dengan suatu periode apnue ('primary

apnoea') disertai dengan penurunan frekuensi jantung. Selanjutnya bayi akan

memperlihatkan usaha bernafas (gasping) yang kemudian diikuti oleh pemafasan teratur.

Pada penderita asfiksia berat, usaha bernafas ini tidak tampak dan bayi selanjutnya

berada dalam periode apnu kedua (secondary apnoe). Pada tingkat ini di samping

bradikardia ditemukan pula penurunan tekanan darah.

Selain perubahan. klinis, akan terjadi pula gangguan metabolisme dan perubahan

keseimbangan asam-basa pada tubuh bayi. Pada tingkat pertama gangguan pertukaran

gas mungkin hanya menimbulkan asidosis respiratorik. Bila gangguan berlanjut, dalam

tubuh bayi akan terjadi proses metabolisme anaerobik yang berupa glikolisis glikogen

tubuh, sehingga sumber glikogen tubuh, terutama pada jantung dan hati akan berkurang.

Asam organik yang terjadi akibat metabolisme ini akan menyebabkan timbulnya asidosis

metabolik. Pada tingkat selanjutnya akan terjadi perubahan kardiovaskular yang

disebabkan oleh beberapa keadaan diantaranya : (a) hilangnya sumber glikogen dalam

jantung akan mempengaruhi fungsi jantung, (b) terjadinya asidosis metabolik akan

16

mengakibatkan menurunnya sel jaringan, termasuk otot jantung, sehingga

menimbulkan kelemahan jantung, (c) pengisian udara alveolus yang kurang adekuat

akan menyebabkan tetap tingginya resistensi pembuluh darah paru, sehingga sirkulasi

darah ke paru dan demikian pula ke sistem sirkulasi tubuh lain akan mengalami

gangguan. Asidosis dan gangguan kardiovaskular yang terjadi dalam tubuh berakibat

buruk terhadap sel otak. Kerusakan sel otak yang terjadi menimbulkan kematian atau

gejala sisa pada kehidupan bayi selanjutnya.

DIAGNOSIS

Diagnosis dini penderita asfiksia mempunyai arti penting dalam

merencanakan resusitasi yang akan dilakukan. Diagnosis tersebut tidak hanya

ditegakkan setelah bayi lahir, tetapi dapat juga diketahui semasa intrauterin,

karena hampir sebagai besar asfiksia neonatus merupakan kelanjutan asfiksia

janin.

Diagnosis intrauterin dapat dilakukan dengan melakukan pemeriksaan

denyut jantung janin. Pada keadaan normal, nilainya pada kisaran 120-160 kali

permenit. Apabila denyut tersebut kurang dari 100 kali/menit atau lebih dari 160

kali/menit maka kemungkinan adanya asfiksia janin harus dipertimbangkan.

Pemantauan dengan kardiotokografi, kesejahteraan janin daapt pula ditentukan

jauh sebelum terjadinya proses persalinan. Pada bayi yang mengalami proses

hipoksia, apabila dilakukan uji stress, biasanya akan terlihat gambaran yang

disebut deselerasi lambat atau type II dips. Gambaran hipoksia janin dapat pula

dikenali dengan melihat kekeruhan air ketuban dengan amnioskopi. Adanya

mekoneum dalam air ketuban menandakan bayi pernah atau sedang mengalami

proses hipoksia.

Diagnosis pada saat persalinan dapat ditegakkan dengan melakukan

pemeriksaan pH darah janin yang diperoleh dengan mengambil sediaan darah dari

kulit kepala melalui serviks yang sudah terbuka. Nilai pH yang kurang dari 7,2

menunjukkan adanya asidosis yang menandakan adanya gangguan kesejahteraan

17

janin. Kewaspadaan terhadap bayi harus pula ditingkatkan terhadap air ketuban

yang mengandung mekoneum pada bayi dengan letak belakang kepala.

Setelah bayi lahir, diagnosis asfiksia dapat ditegakkan dengan

menetapkan nilai Apgar penderita. Dalam penerapannya, menentukan tingkat

asfiksia bayi dengan tepat membutuhkan pengalaman dan observasi klinis yang cukup.

Pada tahun limapuluhan digunakan kriteria 'breathing time’ dan 'crying time’ untuk

menilai keadaan bayi. Kriteria ini kemudian ditinggalkan, karena tidak dapat

memberikan informasi yang tepat pada keadaan tertentu (Apgar, 1966) Virginia. Apgar

(1953, 1958) mengusulkan beberapa kriteria klinis untuk menentukan keadaan bayi

baru lahir. Kriteria ini ternyata berguna karena berhubungan erat dengan perubahan

keseimbangan asam-basa pada bayi (Drage dan Bererides, 1966). Di samping itu dapat

pula memberikan gambaran beratnya perubahan kardiovaskular yang ditemukan.

Tabel 2. Skor APGAR

Tanda 0 1 2Frekuensi jantung

Tidak ada Kurang dari 100/menit Lebih dari 100/menit

Usaha bernafas Tidak ada Lambat, tidak teratur Menangis kuatTonus otot Lumpuh Ekstremitas fleksi sedikit Gerakan aktifRefleks Tidak ada Gerakan sedikit MenangisWarna Biru/pucat Tubuh kemerahan,

ekstremitas biruTubuh dan ekstremitas kemerahan

Penilaian secara Apgar ini juga mempunyai hubungan yang bermakna dengan

mortalitas dan morbiditas bayi baru lahir (Drage,1964). Cara ini dianggap yang paling

ideal dan telah banyak digunakan di mana-mana. Patokan klinis yang dinilai ialah : (1)

menghitung frekuensi jantung, (2) melihat usaha bernafas, (3) menilai tonus otot, (4)

menilai reflek perangsangan, (5) memperhatikan warna kulit. Setiap kriteria diberi

angka tertentu dan penilaian itu sekarang lazim disebut skor Apgar. Skor Apgar ini

biasanya dinilai 1 menit setelah bayi lahir lengkap, yaitu pada saat bayi telah diberi

lingkungan yang baik serta telah dilakukan pengisapan lendir dengan sempurna. Skor

18

Apgar 1 menit ini menunjukkan beratnya asfiksia yang diderita dan baik sekali sebagai

pedoman untuk menentukan cara resusitasi. Skor Apgar perlu pula dinilai setelah 5

menit bayi lahir, karena hal ini mempunyai korelasi yang erat dengan morbiditas dan

mortalitas neonatal (Drage, 1966).

Atas dasar pengalaman klinis, asfiksia neonatorum dapat dibagi dalam :

1. 'Vigorous baby'. Skor Apgar 8-10. Dalam hal ini bayi dianggap sehat dan tidak

memerlukan tindakan spesifik.

2. 'Mild asphyxia' (asfiksia ringan). Skor Apgar 5-7. Pada pemeriksaan fisis akan

terlihat frekuensi jantung lebih dari 100/menit, tonus otot kurang baik atau baik,

ekstremitas biru, refleks sedikit.

3. ’Moderate asphyxia’ (asfiksia sedang). Skor Apgar 3-4.

4. (a) Asfiksia berat. Skor apgar 0 - 2. Pada pemeriksaan fisis ditemukan frekuensi

jantung kurang dari 100/menit, tonus otot buruk, sianosis berat dan kadang-

kadang pucat, refleks iritabilitas tidak ada

(b) Asfiksia berat dengan henti jantung. Dimaksudkan dengan henti jantung ialah

keadaan (1) bunyi jantung fetus menghilang tidak lebih dari 10 menit sebelum

lahir lengkap, (2) bunyi jantung bayi menghilang post partum. Dalam hal ini

pemeriksaan fisis lainnya sesuai dengan yang ditemukan pada penderita asfiksia

berat.

TINDAKAN PADA ASFIKSIA NEONATORUM.

Tujuan utama mengatasi asfiksia ialah untuk mempertahankan kelangsungan

hidup bayi dan membatasi gejala sisa (sekuele) yang mungkin timbul di kemudian

hari. Tindakan yang dikerjakan pada bayi lazim disebut resusitasi bayi baru lahir.

Sebelum resusitasi dikerjakan, perlu diperhatikan bahwa :

1. Faktor waktu sangat penting. Makin lama bayi menderita asfiksia, perubahan

homeostasis yang timbul makin berat, resusitasi akan lebih sulit dan kemungkinan

timbulnya sekuele akan meningkat.

19

2. Kerusakan yang timbul pada bayi akibat anoksia/hipoksia antenatal tidak dapat

diperbaiki, tetapi kerusakan yang akan terjadi karena anoksial/hipoksia pascanatal

harus dicegah dan diatasi.

3. Riwayat kehamilan dan partus akan memberikan keterangan yang jelas tentang

faktor penyebab terjadinya depresi pemafasan pada bayi baru lahir.

4. Penilaian bayi baru lahir perlu dikenal baik, agar resusitasi yang dilakukan dapat

dipilih dan ditentukan secara adekuat

Prinsip dasar resusitasi yang perlu diingat ialah :

1. Memberikan lingkungan yang baik pada bayi dan mengusahakan saluran

pernafasan tetap bebas serta merangsang timbulnya pernapasan, yaitu agar

oksigenasi dan pengeluaran C02 berjalan lancar.

2. Memberikan bantuan pernafasan secara aktif pada bayi yang menunjukkan usaha

pernafasan yang lemah.

3. Melakukan koreksi terhadap asidosis yang terjadi

4. Menjaga agar sirkulasi darah tetap baik

20

Perawatan lanjut

Tidak ada mekonuemBernapas/menangisTonus otot baikWarna kulit kemerahanCukup bulan

Jaga hangatPosisi, bersihkan jalan napas* (bila perlu)Keringkan, beri rangsangan, reposisi02 (bila perlu)

Perawatan rutinjaga hangatbersihkan jalan napaskeringkan

Evaluasi napas, denyut jantung, warna kulitPerawatan

suportif

Ventilasi tekanan positif*

VTP*Penekanan dada

Beri epinefrin* (dapat diulang tiap 3-5 menit bila perlu)

Gambar 1. Algoritme Resusitasi Bayi Baru Lahir

Bayi lahir

Ya Ya

30 detik Tidak

BernapasDJ>100Kulit kemerahan

Apneu atau

DJ<100

30 detik Ventilasi

DJ>100Kulit kemerahan

DJ <60 DJ >60

30 detik

DJ <60

21

*Pada beberapa langkah perlu dipertimbangkan intubasi pipa ETT

DAFTAR PUSTAKA

1. Wardlaw T, et al. Low birthweight and complications; country, regional, and

global estimates UNICEF New York 2004. [cited on Feb 4 2009]. Available

from: www.who.int

2. Chapman IA. Asfixia Neonaturum. In: Kliegman RM, Behrman RE, Jenson HB,

Stanton BF, editors. Nelson Textbook of Pediatrics.18th ed. Philadelphia:

Saunders Elsevier; 2004.

3. Anderson MS, Hay WW. Intrauterine growth restriction and the small-for-

gestational-age infant. In: MacDonald MG, Mullet MD, Seshia MMK, editors.

Avery’s neonatology pathophysiology & management of the newborn. 6 th ed.

2005.

4. Levene MI, Tudehope DI, Sinha MD. Neonatal Medicine. 4th ed. Massachusetts:

Blackwell Publishing; 2008.

5. Khazaee S, Ghiasi B, Mahmoodzade F. Investigation of Asfixia Neonatorum

incidence and its risk factors in Ilam-Iran (2005-2006). Pediatric Oncall 2007.

[cited Feb 4 2009]. Available from: http://www.pediatriconcall.com

6. Gould JB, LeRoy S. Socioeconomic status and Asfixia incidence: a racial

comparison. Pediatrics 1988;82;896-904. [cited on Feb 5 2009]. Available from:

http://www.pediatrics.org

7. Kliegman RM. Intrauterine growth restriction. In: Martin RJ, Fanaroff AA, Walsh

MC, editors. Fanaroff and Martin’s Neonatal-Perinatal Medicine, Diseases of the

Fetus and Infant. 8th ed. Philadelphia: Mosby Elsevier; 2006.

8. Standar Penatalaksanaan Bagian Ilmu Kesehatan Anak Fakultas Kedokteran

Unsri-RS Mohammad Hoesin Palembang 2008.

22