campur sari

6
i Narto Sabdo

Upload: ulva-susanti

Post on 11-Aug-2015

36 views

Category:

Education


1 download

TRANSCRIPT

Page 1: Campur sari

Ki Narto Sabdo

Page 2: Campur sari

Riwayat hidup :

• Lahir di Klaten, 25 Agustus 1925 – meninggal di Semarang, 7 Oktober 1985 pada umur 60 tahun).• Nama asli : Soenarto• Bungsu dari delapan bersaudara.• Lahir dikeluarga yang serba kekurangan.• Nama ayah : Partiyono. Yang bekerja sebagai mranggi atau pembuat rangka

keris. • Nama ibu : Madiah yang bekerja sebagai seorang pengrawit.• Putus sekolah dalam pendidikan formalnya, yaitu Standaard School

Muhammadiyah atau SD 5 tahun.

Page 3: Campur sari

• Putus sekolah dalam pendidikan formalnya, yaitu Standaard School Muhammadiyah atau SD 5 tahun.• Saat masih berusia 11 tahun sudah mampu memainkan rebab,

gendang, dan gender. Dengan kelebihannya itu, ia dapat membantu perekonomian keluarganya yang serba sulit.• Pernah menjadi pelukis, juga menjadi pemain biola dalam orkes

keroncong Sinar Purnama. Yang sebelumnya bekerja sebagai pembuat seruling dan pengantar susu.• Beranjak remaja, pada tahun 1940, ia bergabung dengan grup

ketoprak Budi Langen Wanodya selama 2 tahun.

Page 4: Campur sari

• Bakat seninya kian berkembang ketika ia melanjutkan sekolah di Lembaga Pendidikan Katolik yang kemudian dilanjutkan ke Akademi Seni Karawitan Indonesia, Solo.• Pada 1945, ia sempat menjadi pemain gendang pada grup Sri

Wandawa. Setelah itu ia berkenalan dengan Ki Sastrosabdo, pendiri grup Wayang Orang Ngesti Pandowo.• Di bawah bimbingan Ki Sastrosabdo, Ki Nartosabdo betul-betul

ditempa kemampuannya dalam mengenali dan mendalami instrumen gendang serta mengenal dunia pewayangan. Sejak itulah Ki Nartosabdo belajar mendalang. Hubungan guru dan murid itu ibarat "Warangka manjing curuga, curiga manjing warangka", keduanya adalah satu kesatuan bagaikan bapak dan anak.

Page 5: Campur sari

• Memperoleh gelar tambahan Sabdo di belakang nama aslinya pada tahun 1948. Sejak saat itu, namanya berubah menjadi Narto Sabdo.• Soal ilmu mendalang, Ki Nartosabdo lebih banyak belajar secara

otodidak dan memilih teknik terbaik dari beberapa dalang terkemuka, tidak seperti dalang pada umumnya yang lahir di tengah keluarga dalang atau mendapat wahyu (kewahyon). Ia makin serius mendalami seni mendalang pada beberapa dalang ternama seperti Ki Gitocarito dari Sukoharjo yang bermukim di Semarang. Ia juga belajar mendalang pada Ki Pujosumarto dari Klaten dan Ki Wignyo Sutarno dari Solo. Dari guru yang disebut terakhir itu, Ki Nartosabdo belajar banyak mengenai dramatika pewayangan. Suami Tumini ini juga tekun membaca berbagai buku tua.

Page 6: Campur sari

• Tawaran untuk mendalang datang pertama kalinya dari Kepala Studio RRI saat itu, Sukiman. Bertempat di Gedung PTIK, Jakarta, pada 28 April 1958, Ki Nartosabdo memulai debutnya sebagai dalang. Ketika itu ia membawakan lakon Kresna Duta dengan gabrak Wakil Presiden Republik Indonesia (1972-1978) Yogyakarta atau Banyumasan. Saat tampil dalam pertunjukan yang disiarkan oleh RRI itu, Ki Nartosabdo sempat dilanda demam panggung. Sebab pada saat itu, pekerjaan yang sesungguhnya ialah pengendang grup Ngesti Pandowo.