ca colon

85
REFERAT CA COLON Pembimbing: dr. H. Reiza Farsa Sp.B, MH.Kes Oleh: AMY HESTIYANI 08310351 FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS MALAHAYATI BANDAR LAMPUNG TAHUN 2013 1

Upload: amy-hestiany

Post on 26-Nov-2015

77 views

Category:

Documents


3 download

TRANSCRIPT

REFERAT CA COLON

Pembimbing: dr. H. Reiza Farsa Sp.B, MH.Kes

Oleh:

AMY HESTIYANI08310351

FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS MALAHAYATI BANDAR LAMPUNG TAHUN 2013

KATA PENGANTAR

Puji dan syukur saya panjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa, karena atas berkat dan rahmat-NYA saya dapat menyelesaikan referat yang berjudul CA COLON. Tugas referat ini saya buat dengan tujuan selain sebagai salah satu tugas kepaniteraan klinik bagian Ilmu Bedah serta bertujuan agar para dokter muda mengetahui dan memahami tentang masalah yang ditemukan pada pergelangan tangan akibat kebiasaan sehari-hari yang sederhana tetapi bisa membawa dampak.

Saya ucapkan banyak terimakasih kepada semua pihak yang membantu dalam pembuatan referat ini, khususnya dr. H. Reiza Farsa Sp.B, MH.Kes. Yang telah berkenan membimbing dan menguji referat ini. Akhir kata saya mohon kritik dan saran yang membangun demi kemajuan kita bersama, khususnya mengenai referat ini.

penulis

BAB IPENDAHULUAN

Pada awalnya, insiden dari keganasan kolon dan rektal tidak diperhitungkan sebelum tahun 1900. Akan tetapi, sejak kemajuan ekonomik dan industri berkembang, angka kejadian keganasan ini meningkat. Pada saat ini, kanker kolorektal merupakan penyebab ketiga kematian dari pria dan wanita akibat kanker di Amerika Serikat.1 Insidens kanker kolorektal di Indonesia cukup tinggi, demikian juga angka kematiannya.2 Pada tahun 2002 kanker kolorektal menduduki peringkat kedua pada kasus kanker yang terdapat pada pria, sedangkan pada wanita kanker kolorektal menduduki peringkat ketiga dari semua kasus kanker.3 Meskipun belum ada data yang pasti, tetapi dari berbagai laporan di Indonesia terdapat kenaikan jumlah kasus, data dari Depkes didapati angka 1,8 per 100.000 penduduk.4Pada kebanyakan kasus kanker, terdapat variasi geografik pada insiden yang ditemukan, yang mencerminkan perbedaan sosial ekonomi dan kepadatan penduduk, terutama antara negara maju dan berkembang. Demikian pula antara Negara Barat dan Indonesia, terdapat perbedaan pada frekuensi kanker kolorektal yang ditemukan. Di Indonesia frekuensi kanker kolorektal yang ditemukan sebanding antara pria dan wanita; banyak terdapat pada seseorang yang berusia muda; dan sekitar 75% dari kanker ditemukan pada kolon rektosigmoid, sedangkan di Negara Barat frekuensi kanker kolorektal yang ditemukan pada pria lebih besar daripada wanita; banyak terdapat pada seseorang yang berusia lanjut; dan dari kanker yang ditemukan hanya sekitar 50% yang berada pada kolon rektosigmoid.2 Letak kanker kolorektal paling sering terdapat pada kolon rektosigmoid.3 Keluhan pasien karena kanker kolorektal tergantung pada besar dan lokasi dari tumor. Keluhan dari lesi yang berada pada kolon kanan dapat berupa perasaan penuh di abdominal, symptomatic anemia dan perdarahan, sedangkan keluhan yang berasal dari lesi pada kolon kiri dapat berupa perubahan pada pola defekasi, perdarahan, konstipasi sampai obstruksi.2Jenis kanker yang paling sering ditemukan ialah adenokarsinoma yaitu sebanyak 98%, sedangkan lainnya yang lebih jarang ialah carcinoid (0,4%), limfoma (1,3%) dan sarkoma (0,3%).1

BAB IIISI

A. Anatomi dan HistologiUsus besar terdiri dari caecum, appendix, kolon ascendens, kolon transversum, kolon descendens, kolon sigmoideum dan rektum serta anus. Mukosa usus besar terdiri dari epitel selapis silindris dengan sel goblet dan kelenjar dengan banyak sel goblet, pada lapisan submukosa tidak mempunyai kelenjar. Otot bagian sebelah dalam sirkuler dan sebelah luar longitudinal yang terkumpul pada tiga tempat membentuk taenia koli. Lapisan serosa membentuk tonjolan tonjolan kecil yang sering terisi lemak yang disebut appendices epiploicae. Didalam mukosa dan submukosa banyak terdapat kelenjar limfa, terdapat lipatan-lipatan yaitu plica semilunaris dimana kecuali lapisan mukosa dan lapisan submukosa ikut pula lapisan otot sirkuler. Diantara dua plica semilunares terdapat saku yang disebut haustra coli, yang mungkin disebabkan oleh adanya taenia coli atau kontraksi otot sirkuler. Letak haustra in vivo dapat berpindah pindah atau menghilang.5Vaskularisasi kolon dipelihara oleh cabang-cabang arteri mesenterica superior dan arteri mesenterica inferior, membentuk marginal arteri seperti periarcaden, yang memberi cabang-cabang vasa recta pada dinding usus. Yang membentuk marginal arteri adalah arteri ileocolica, arteri colica dextra, arteri colica media, arteri colica sinistra dan arteri sigmoidae. Hanya arteri ciloca sinistra dan arteri sigmoideum yang merupakan cabang dari arteri mesenterica inferior, sedangkan yang lain dari arteri mesenterica superior. Pada umumnya pembuluh darah berjalan retroperitoneal kecuali arteri colica media dan arteri sigmoidae yang terdapat didalam mesocolon transversum dan mesosigmoid. Seringkali arteri colica dextra membentuk pangkal yang sama dengan arteri colica media atau dengan arteri ileocolica. Pembuluh darah vena mengikuti pembuluh darah arteri untuk menuju ke vena mesenterica superior dan arteri mesenterica inferior yang bermuara ke dalam vena porta. Aliran limfe mengalir menuju ke nn. ileocolica, nn. colica dextra, nn. colica media, nn. colica sinistra dan nn. mesenterica inferior. Kemudian mengikuti pembuluh darah menuju truncus intestinalis.5,6 Colon ascendens panjangnya sekitar 13 cm, dimulai dari caecum pada fossa iliaca dextra sampai flexura coli dextra pada dinding dorsal abdomen sebelah kanan, terletak di sebelah ventral ren dextra, hanya bagian ventral ditutup peritoneum visceral. Jadi letak colon ascendens ini retroperitoneal, kadang kadang dinding dorsalnya langsung melekat pada dinding dorsal abdomen yang ditempati muskulus quadratus lumborum dan ren dextra. Arterialisasi colon ascendens dari cabang arteri ileocolic dan arteri colic dextra yang berasal dari arteri mesentrica superior.6Colon transversum panjangnya sekitar 38 cm, berjalan dari flexura coli dextra sampai flexura coli sinistra. Bagian kanan mempunyai hubungan dengan duodenum dan pankreas di sebelah dorsal, sedangkan bagian kiri lebih bebas. Flexura coli sinistra letaknya lebih tinggi daripada yang kanan yaitu pada polus cranialis ren sinistra, juga lebih tajam sudutnya dan kurang mobile. Flexura coli dextra erat hubunganya dengan facies visceralis hepar (lobus dextra bagian caudal) yang terletak di sebelah ventralnya. Arterialisasi didapat dari cabang cabang arteri colica media. Arterialisasi colon transversum didapat dari arteri colica media yang berasal dari arteri mesenterica superior pada 2/3 proksimal, sedangkan 1/3 distal dari colon transversum mendapat arterialisasi dari arteri colica sinistra yang berasal dari arteri mesenterica inferior .5

Gambar 2.1. Arteri Mesenterica Superior5

Mesokolon transversum adalah duplikatur peritoneum yang memfiksasi colon transversum sehingga letak alat ini intraperitoneal. Pangkal mesokolon transversa disebut radix mesokolon transversa, yang berjalan dari flexura coli sinistra sampai flexura coli dextra. Lapisan cranial mesokolon transversa ini melekat pada omentum majus dan disebut ligamentum gastro (meso) colica, sedangkan lapisan caudal melekat pada pankreas dan duodenum, didalamnya berisi pembuluh darah, limfa dan syaraf. Karena panjang dari mesokolon transversum inilah yang menyebabkan letak dari colon transversum sangat bervariasi, dan kadangkala mencapai pelvis.6

Gambar 2.2. Arteri Mesenterica Inferior5

Colon descendens panjangnya sekitar 25 cm, dimulai dari flexura coli sinistra sampai fossa iliaca sinistra dimana dimulai colon sigmoideum. Terletak retroperitoneal karena hanya dinding ventral saja yang diliputi peritoneum, terletak pada muskulus quadratus lumborum dan erat hubungannya dengan ren sinistra. Arterialisasi didapat dari cabang-cabang arteri colica sinistra dan cabang arteri sigmoid yang merupakan cabang dari arteri mesenterica inferior.5Colon sigmoideum mempunyai mesosigmoideum sehingga letaknya intraperi toneal, dan terletak didalam fossa iliaca sinistra. Radix mesosigmoid mempunyai perlekatan yang variabel pada fossa iliaca sinistra. Colon sigmoid membentuk lipatan-lipatan yang tergantung isinya didalam lumen, bila terisi penuh dapat memanjang dan masuk ke dalam cavum pelvis melalui aditus pelvis, bila kosong lebih pendek dan lipatannya ke arah ventral dan ke kanan dan akhirnya ke dorsal lagi. Colon sigmoid melanjutkan diri kedalam rectum pada dinding mediodorsal pada aditus pelvis di sebelah depan os sacrum. Arterialisasi didapat dari cabang- cabang arteri sigmoidae dan arteri haemorrhoidalis superior cabang arteri mesenterica inferior. Aliran vena yang terpenting adalah adanya anastomosis antara vena haemorrhoidalis superior dengan vena haemorrhoidalis medius dan inferior, dari ketiga vena ini yang bermuara kedalam vena porta melalui vena mesenterica inferior hanya vena haemorrhoidalis superior, sedangkan yang lain menuju vena iliaca interna. Jadi terdapat hubungan antara vena parietal (vena iliaca interna) dan vena visceral (vena porta) yang penting bila terjadi pembendungan pada aliran vena porta misalnya pada penyakit hepar sehingga mengganggu aliran darah portal. Mesosigmoideum mempunyai radix yang berbentuk huruf V dan ujungnya letaknya terbalik pada ureter kiri dan percabangan arteri iliaca communis sinistra menjadi cabang-cabangnya, dan diantara kaki-kaki huruf V ini terdapat reccessus intersigmoideus.6

B. Fisiologi1) Pertukaran air dan elektrolitKolon ialah tempat utama bagi absorpsi air dan pertukaran elektrolit. Sebnyak 90 % kandungan air diserap di kolon yaitu sekitar 1-2 L per hari. Natrium diabsorpsi secara aktif melalui NA-K-ATPase. Kolon dapat mengabsorpsi sebanyak 400 mEq perhari. Air diserap secara pasif mengikuti dengan natrium melalui perbedaan osmotik. Kalium secara aktif disekresikan ke dalam lumen usus dan diabsorpsi secara pasif. Klorida diabsoprsi secara aktif melalui pertukaran klorida-bikarbonat.Degradasi bakteri dari protein dan urea menghasilkan amonia. Amonia adalah substansi yang diabsorpsi dan ditransportasikan ke hati. Absorpsi amonia ini tergantung daro pH intraluminal. Penggunaan antibiotik akan menyebabkan penurunan bakteri usus dan penuran pH intraluminal yang akan menyebabkan penurunan absorpsi amonia.

2) Asam lemak rantai pendekAsam lemak rantai pendek seperti asetat, butirat dan propionat diproduksi oleh fermentasi bakterial yang berasal dari karbohidrat. Asam lemak rantai pendek ini berguna sebagai sumber energi bagi mukosa kolon dan metabolisme usus seperti transportasi natrium. Kekuranga nsumber penghasil Asam lemak rantai pendek atau kolostomi, ileostomi akan menyebabkan atrofi mukosa.

3) Mikroflora kolon dan gas intestinalSebanyak kurang lebih 30% dari berat feses terdiri dari bakteri. Mikroorganisme yang terbanyak ialah anaerob dan spesies terbanyak ialah Bacteroides. Escherichia coli merupakan bakteri aerob terbanyak. Mikroflora endogen ini penting dalam pemecahan karbohodrat dan protein di kolon dan berpartisipasi dalam metabolisne bilirubin, asam empedu, estrogen dan kolesterol. Bakteri ini juga di[perlukan dalam produksi vitamin K dan menghambat pertunbuhan bakteri patogen seperti Clostridium difficle. Tetapi tingginya jumlah bakteri pada colon dapat menyebabkan sepsis, abses dan infeksi. Gas intestinal dihasilkan dari air yang tertelan, difusi dari darah dan produksi intraluminal. Komponen utama dari gas ini ialah nitrogen, oksigen, karbon dioksida, hidrogen dan methan. Nitrogen dan oksigen dihasilkan dari udara yang tertelan. Karbon dioksida diproduksi dengan reaksi bikarbonat dan ion hidrogen dan perubahan trigliserid menjadi asam lemak. Hidrogen dan methane diproduksi oleh bakteri kolon. Gas yang diproduksi sekitar 100-200 mL dan dikeluarkan melalui flatus.

4) MotilitasTidak seperti usus halus, usus besar tidak menampilkan karaktersistik dari kompleks migrasi motorik. Usus besar memperlihatkan kontraksi intermiten. Amplitudo rendah, kontraksi durasi pendek akan meningkatkan waktu transit di kolon, dan meningkatkan absorpsi air dan perubahan elektrolit. Secara umum, aktivasi kolinergik meningktkan motilitas kolon. 6Secara umum, aktivitas fisik seperti postur, cara berjalan berperan penting dalam stimulus pergerakan isi kolon. Selain itu juga dipengaruhi oleh keadaan emosi. Waktu transit di kolon dipercepat oleh makan makanan yang mengandung serat. Serat ialah matrix sel tumbuhan yang tidak larut dan terdiri dari selulosa, hemiselulosa dan lilgnin. Pergerakan kolon normal lambat, kompleks dan bervariasi. Pada kebanyakan, makanan mencapai sekum dalam 4 jam dan 24 pada rektosigmoid. Kolon transversum merupakan tempat penyimpanan feses.5 Pola motilitas kolon dapat mencampur dan mengeliminasi isi usus. Faktor yang mempengaruhi motilitas ialah keadaan emosional, jumlah kegiatan dan tidur, jumlah distensi kolon dan variasi hormonal. Jenis- jenis gerakan : Gerakan retrograde. Terutama pada kolon kanan dan gerakan ini memperpanjang lamanya kontak isi lumen dengan mukosa dan meningkatkan absorpsi air dan elektrolit Kontraksi segmental. Dilakukan secara simultan oleh otot longitudinal dan sirkular. Gerakan massa. Terjadi 3-4 kali sehari dan dikarakteristikkan dengan kontraksi antegrade dan propulsif.7

5) DefekasiDefekasi ialah mekanisme yang kompleks dan terkoordinasi melibatkan pergerakan massa kolon, peningkatan tekanan intra abdominal dan rektal serta relaksasi lantai pelvis. Rasa ingin defekasi terbentuk ketika feses memasuki rektum dan menstimulasi reseptor di dinding rektum atau otot levator.5 Distensi dari rektum menyebabkan relaksasi dari sfingter ani yang menyebabkan kontak dengan kanal anal. Refleks ini menyebabkan epitel memisahkan feses padat dari gas dan cair.6

C. EpidemiologiDi dunia, kanker kolorektal menduduki peringkat ketiga pada tingkat insiden dan mortalitas.1,5 Pada tahun 2002 terdapat lebih dari 1 juta insiden kanker kolorektal dengan tingkat mortalitas lebih dari 50%. 9,5 % pria penderita kanker terkena kanker kolorektal, sedangkan pada wanita angkanya mencapai 9,3% dari total jumlah penderita kanker.1 Angka insiden tertinggi terdapat pada Eropa, Amerika, Australia dan Selandia baru; sedangkan angka insiden terendah terdapat pada India, Amerika Selatan dan Arab Israel. Di Eropa, penyakit ini menempati urutan kedua sebagai kanker yang paling sering terjadi pada pria dan wanita pada tingkat insidensi dan mortalitas.2 Didapatkan suatu hubungan yaitu 1) Terdapat perbedaan insiden pada pria dan wanita yang berusia lanjut, yang meningkat seiring dengan usia2) Meningkatnya insiden kanker kolorektal seiring dengan kepadatan penduduk3) Rendahnya insiden pada pria yang belum pernah menikah dibandingkan dengan pria lainnya. Perkiraan insiden kanker di Indonesia adalah 100 per 100.000 penduduk. Namun, hanya 3,2% dari kasus kanker yang baru mencari perawatan di Rumah Sakit. Dewasa ini kanker kolorektal telah menjadi salah satu dari kanker yang banyak terjadi di Indonesia, data yang dikumpulkan dari 13 pusat kanker menunjukkan bahwa kanker kolorektal merupakan salah satu dari lima kanker yang paling sering terdapat pada pria maupun wanita.6

Gambar 2.3 Insiden Kanker di Indonesia

D. DefinisiTumor adalah suatu benjolan yang menempati area tertentu pada tubuh dan merupakan neoplasma yang dapat bersifat jinak. Kanker adalah sebuah penyakit yang ditandai dengan pembagian sel yang tidak teratur dan kemampuan sel-sel ini untuk menyerang jaringan biologis lainnya, baik dengan pertumbuhan langsung di jaringan yang bersebelahan (invasi) atau dengan migrasi sel ke tempat yang jauh (metastasis) pertumbuhan yang tidak teratur ini menyebabkan kerusakan DNA, menyebabkan mutasi di gen vital yang mengontrol pembagian sel, dan fungsi lainnya.Kanker kolon adalah suatu bentuk keganasan dari masa abnormal/neoplasma yang muncul dari jaringan epithelial colon. Kanker kolon atau usus besar adalah tumbuhnya sel kanker yang ganas di dalam permukaan usus besar atau rektum. Dari beberapa pengertian tersebut maka dapa ditarik kesimpulan bahwa kanker kolon adalah suatu pertumbuhan tumor yang bersifat ganas dan merusak DNA dan jaringan sehat disekitar kolon (usus besar).Karsinoma rektum adalah kanker yang terjadi pada rektum. Rektum terletak di anterior sakrum and coccyx panjangnya kira kira 15 cm. Rectosigmoid junction terletak pada bagian akhir mesocolon sigmoid. Bagian sepertiga atasnya hampir seluruhnya dibungkus oleh peritoneum. Di setengah bagian bawah rektum keseluruhannya adalah ektraperitoneral. Vaskularisasi rektum berasal dari cabang arteri mesenterika inferior dan cabang dari arteri iliaka interna. Vena hemoroidalis superior berasal dari pleksus hemorriodalis internus dan berjalan ke kranial ke vena mesenterika inferior dan seterusnya melalui vena lienalis ke vena porta. Ca Recti dapat menyebar sebagai embulus vena kedalam hati. Pembuluh limfe dari rektum diatas garis anorektum berjalan seiring vena hemorriodalos superior dan melanjut ke kelenjar limfa mesenterika inferior dan aorta. Operasi radikal untuk eradikasi karsinoma rektum dan anus didasarkan pada anatomi saluran limfa ini. Dinding rektum terdiri dari 5 lapisan, yaitu mukosa yang tersusun oleh epitel kolumner, mukosa muskularis, submukosa, muscularis propria dan serosa.

E. EtiologiPenyebab dari keganasan kolorektal memiliki faktor genetik dan lingkungan : Sindroma kanker familialTerdapat berbagai faktor genetik yang berkaitan dengan keganasan kolorektal. Sebanyak 10-15 % kasus kanker kolorektal disebabkan oleh faktor ini. Tabel 2.1 Sindroma kanker familial7

TABLE 2-1 Hereditary Colorectal Cancer (CRC) Syndromes

Syndrome% of total CRC burdenGenetic basisPhenotypeExtracolonic manifestationsTreatmentNotes

Familial adenomatous polyposis (FAP) 2 keluarga tingkat pertama terkena CRC pada keluarga tingkat pertama, usia > 55 th Riwayat polip kolorektal besar > 1cm atau multipel Riwayat CRC setelah reseksi

Kolonoskopi

Kolonoskopi

Kolonoskopi

Kolonoskopi40 atau 10 tahun sebelum kasus CRC termuda

50 atau 10 tahun sebelum kasus CRC termuda1 tahun setelah polipektomi

1 tahun setelah reseksiSetiap 5 tahun

Setiap 5 10 tahun

Jika rekuren, tiap tahun. Jika tidak, tiap 5 tahunJika normal 3 th, bila tetap normal tiap 5 tahun. Jika abnormal, tiap 5 tahun

Resiko tinggi FAP

HNPCC

IBDFS, pemeriksaan genetikKolonoskopi, pemeriksaan genetikKolonoskopi12-14 tahun ( pubertas)21-40 tahun40 tahun8-15 tahunTiap 2 tahun

Tiap 2 tahunTiap tahunTiap 2 tahun

1) Tes darah samarPada suatu studi kontrol pada universitas di Minnesota, didapatkan kesimpulan bahwa tes darah samar sebagai tes penyaring dapat mengurangi mortalitas CRC sebanyak 33% dan metastasis sebanyak 50%. Tetapi tes darah samar tidak selalu sensitif dan terlewat sampai 50% kasus. Spesifitas pemeriksaan ini rendah, 90% pasien dengan tes ini positif tidak memiliki CRC. Tes ini baru signifikan bila dilakukan kolonoskopi setelahh tes darah samar positif. Jadi, tes darah samar dilakukan dan direkomendasikan bagi pasien asimptomatik.

2) Rigid ProctoscopyProctoscopy digunakan untuk mengevaluasi kanal anal, rektum dan kolon sigmoid. Proctoscope pendek, lurus, rigid, dengan pipa metal dan biasanya terdapat cahaya diatasnya. Panjangnya sekitar 15cm. Proctoscope dilubrikasi dan dimasukan ke dalam rektum, kemudian obturator disingkirkan dan terlihat bagian interior dari rektum. Prosedur ini biasa digunakan untuk menginspeksi hemoroid atau polip rektum. Studi kasus kontrol memperlihatkan adanya penurunan resiko kematian pada kanker rektal dengan skrining melalui rigid proctoskopi walaupun resiko kematian kanker kolon tidak dipengaruhi. Akan tetapi, dikarenakan adanya limitasi jangkauan,maka proctoskopi ini hanya sedikit dicantumkan dalam program skrining modern ini.

Gambar 2.10 Proctoscopy

3) Flexible SigmoidoscopySkrining dengan fleksibel sigmoidoskopi setiap 5 tahun menyebabkan penurunan mortalitas CRC dan mengidentifikasi individu resiko tinggi dengan adenoma. Pada pasien dengan polip, kanker atau lainnya pada fleksibek sigmoidoskopi maka memerlukan kolonoskopi.

4) ColonoscopyKolonoskopi sekarang ini merupakan metode yang akurat dan paling baik digunakan dalam pemeriksaan usus besar. Prosedur ini sangat sensitif dalam mendeteksi polip kecil sekalipun dan dapat dilakukan biopsi, polipektomi, mengontrol pendarahan dan dilatasi striktur. Akan tetapi, pemeriksaan ini memerlukan persiapan usus dan menyebabkan ketidaknyamanan karena memerlukan sedasi. Kolonoskopi dilakukan dengan bantuan endoskopi. Komplikasi utama setelah kolonoskopi ialah perforasi dan pendarahan, namun sangat kecil.

Gambar 2.11 Kolonoskopi dan sigmoidoskopi

5) Barium enema kontrasKontras barium enema juga sensitif dalam mendeteksi polip > 1cm yaitu sekitar 90%. Akan tetapi, tidak ada studi yang membuktikan efikasinya dalam skrining populasi besar. Akurasi paling tinggi pada kolon proksimal, akan tetapi dapat juga digunakan pada kolon sigmoid bila ada divertikulosis signifikan. Untuk alasan ini, maka barium enema dikombinasikan dengan fleksibel sigmoidoskopi sebagai skrining. Kerugian pada metode ini ialah memerlukan persiapan pada usus. Kolonoskopi juga dilakukan bila ditemukan lesi.

6) CT ColonografiKemajuan teknologi sekarang ini menghasilkan sesuatu yang tidak invasif tetapi akurasi tinggi. CT colonografi mengggunakan teknologi CT helik dan rekonstruksi 3 dimensi untuk menggabarkan kolon intraluminal. Pasien membutuhkan persiapan usus. Kolon diisi dengan udara lalu dilakukan CT. Kolonoskopi tetap dibutuhkan bila terdetteksi lesi.6 CT Colonography (CTC) yang juga populer dengan istilah Virtual Colonography merupakan pengembangan dari teknologi multipel helical (multi- slice) CT Scan yang dapat menghasilkan gambaran interior kolon dalam dua atau tiga dimensi. CTC memiliki radiasi exposure yang rendah dan tidak invasif, tapi tidak bisa melakukan biopsi dan polipektomi. Persiapan pemeriksaan CTC hampir sama dengan kolonoskopi yaitu membersihkan usus besar dengan bahan laksan, ditambah memasukkan udara ke dalam kolon melalui kateter rektal. Pemeriksaan dilakukan pada posisi supinasi dan pronasi serta tidak membutuhkan sedasi. Penelitian meta- analisis mengatakan bahwa CTC memiliki sensitifitas dan spesifisitas yang tinggi untuk mendeteksi polip ukuran > 10mm, yaitu 88% dan 95%. Penelitian lainnya CTC dengan 4-detector-row scanners menghasilkan sensitifitas 82%-100% dan spesifisitas 90%-98% untuk mendeteksi polip ukuran > 10mm. CTC juga memiliki resiko terjadinya perforasi dan dilaporkan hanya 1/22.000 pemeriksaan.8 a) Pemeriksaan fisikPemeriksaan fisik penting dalam menentukan penyakit lokal, mengidentifikasi emtastase dan mendeteksi sistem organ lain yang turut berperan dalam pengobatan. Area supraclavicula harus dipalpasi untuk memeriksa adanya kelenjar yang mengalami metastase. Pemeriksaan abdomen dimulai dari inspeksi yaitu melihat adanya bekas operasi, penonjolan massa, kontur usus yang mungkin dapat terlihat ( darm kontur, darm steifung). Palpasi dilakukan untuk meraba adanya massa, pembesaran hepar, asites atau nyeri tekan pada abdomen. Bila teraba massa disebutkan lokasi, diameter, mobilitas atau melekat pada jaringan, konsistensi, batas jelas atau tidak. Perkusi normal pada abdomen ialah timpani. Bila terdapat masssa maka perubahan suara menjadi redup. Pada auskultasi didengarkan bising usus. Pada kanker rektal distal, dapat dirasakan massa yang rata, keras, oval atau melingkar dengan depresi pada sentral. Bila meluas, harus ditentukan ukuran dan derajat perlekatan jaringan. Pada pemeriksaan RT, maka dapat didapatkan darah pada sarung tangan.5,7

b) Pemeriksaan penunjang Keberadaan kanker kolorektal dapat dikenali dari beberapa tanda seperti: anemia mikrositik, hematoskezia, nyeri perut, berat badan turun atau perubahan defekasi. Oleh sebab itu perlu segera dilakukan pemeriksaan endoskopi atau radiologi. Temuan darah samar di feses memperkuat dugaan neoplasia namun bila tidak dapat menyingkirkan lesi neoplasma.

7) LaboratoriumUmumnya pemeriksaan laboratorium pada pasien adenoma kolon memberikan hasil normal. Pemeriksaan yang dapat dilakukan ialah urinalisis, hitung leukosit dan hemoglobin. Pemeriksaan lain yang dapat diperiksa sesuai dengan indikasinya ialah protein serum, kalsium, bilirubin, alkali fosfatase dan kreatinin. Pendarahan intermitten dan polip besar dapat dideteksi melalui darah sama feses atau defesiensi Fe. Petanda tumor yang paling banyak digunakan untuk keganasan kolorektal ialah carcinoembryonic antigen (CEA) yaitu sebuah glikoprotein yang ditemukan pada sel membran banyak jaringan tubuh termasuk CRC. Beberapa antigen masuk ke dalam sirkulasi dan dideteksi dengan radioimunnoassay serum. CEA dapat terdeteksi di berbagai cairan tubuh, urin dan feses. Peningkatan serum CEA tidak spesifik berhubungan dengan kanker kolorektal. Kadar CEA tinggi pada 70% pasien dengan kanker usus besar. CEA tidak dapat digunakan sebagai prosedur screening tetapi akurat sebagai diagnosis CEA residif.5

8) Pemeriksaan RadiologiPemeriksaan enema barium kontras ganda hanya mampu mendeteksi 50% polip kolon dengan spesifitas 85%. Terdapat gambaran pasase kontras, jenis bagian rektosigmoid sering sulit untuk divisualisasi meskipun bila dibaca oleh ahli radiologi senior. Oleh karena itu, pemeriksaan rektosigmoidoskopi masih diperlukan.Bilamana ada lesi yang mencurigakan, pemeriksaan kolonoskopi diperlukan untuk biopsi. Pemeriksaan lumen barium teknik kontras ganda merupakan alternatif lain untuk kolonoskopi namun pemeriksaan ini sering tidak bisa mendeteksi lesi berukuran kecil. Enema barium cukup efektif untuk memeriksa bagian kolon di balik striktur yang tak terjangkau dengan pemeriksaan kolonoskopi.Persiapan dan pemeriksaan barium enemaPersiapan: Penderita diberi makan bubur kecap 1 hari sebelumnya 10 -12 jam sebelum pemeriksaan penderita diberi Laxans Segera setelah akan diperiksa diberi Laxans Kontras yang dipakai yaitu Barium sulfat. Bubur barium 1:4, 1:5, 1:6. Gambaran normal: Pasase lancar (gambaran haustre) Refluks kontras ke dalam ileum Post evakuasi: feather like appereance

Gambar 2.12. Barium enema normal

Gambaran radiologis karsinoma kolon: Gangguan pasase kontras Jenis ekstraluminar: pendorongan lumen Jenis intraluminar: mukosa kasar + filling defectKarsinoma kolon kiri : filling defek, biasanya 2-6 cm dengan konfigurasi apple core. Karsinoma kolon kanan : konstriksi atau massa intrluminal5

Gambar 2.13 karsinoma anular kolon sigmoid

Gambaran radiologis polip: Khas pada post evakuasi terdapat gambaran radiolusen yang berbentuk multipel

Gambar 2.14. gambaran polip pada barium enemaGambar 2.15. peduncaled polypGambaran radiologis karsinoma rektum: Gambaran pasase kontras Tergantung jenisnya: Pendorongan : kelainan bentuk dan anatomis Filling defect : mukosa tidak rata

N. HistopatologiHasil histopatologi biasanya didapatkan dari analisis jaringan yang diambil dari biopsi ataupun pembedahan. Tipe yang paling umum adalah adenocarcinoma, yang didapatkan pada 95% kasus. Tipe lain yang lebih jarang adalahlymphomadansquamous cell carcinoma.Karsinoma pada colon kanan (colon ascendens dan caecum) biasanya exophytic, di mana tumor tumbuh keluar dari dinding usus, maka jenis ini sangat jarang menyebabkan obstruksi usus dan biasanya muncul dengan gejala awal anemia. Sedangkan karsinoma pada colon kiri seringnya sirkumferential, dan dapat menyebabkan obstruksi usus3.Pada pemeriksaan histopatologiadenocarcinoma adalah tumor ganas epitelial, berasal dari kelenjar epitel dari mukosa colorectal. Tumor ini akan menginvasi mukosa, menginvasimuscularis mucosa, submucosa, lalu kemuscularis propria. Sel tumor memiliki struktur tubular yang irregular, inti yang beragam, berlumen banyak, dan stroma yang sedikit. Terkadang, sel tumor menginvasi jaringan intersistial dan menghasilkan banyak mucus. Pada pemeriksaan mikroskopis tampak sebagai daerah-daerah yang kosong, ini disebutmucinous (colloid)adenocarcinoma, dan merupakan jenis yang berdiferensiasi buruk. Jika mucus tertahan di dalam sel dan mendorong intinya ke tepi maka akan memberikan gambaranSignet ring cell. Berdasarkan arsitektur kelenjarnya, pleomorfisme seluler, dan pola sekresi mucus, adenocarcinoma dapat dibedakan menjadi berdiferensiasi baik, sedang, ataupun buruk. Jika perubahan histologis mengarah padasquamous cell carcinomamaka lesi tersebut akan lebih responsif terhadap kemoterapi dan radioterapi3,8,9.

O. DiagnosisDiagnosis karsinoma kolorektal ditegakkan berdasarkan anamnesis, pemeriksaan fisik, colok dubur dan rektosigmoidoskopi atau foto kolon dengan kontras ganda. Pemeriksaan ini sebaiknya di lakukan setiap 3 tahun untuk usia diatas 45 tahun. Kepastian diagnosis ditentukan berdasarkan pemeriksaan patologi anatomi.Pemeriksaan tambahan ditujukan pada jalan kemih untuk kemungkinan tekanan ureter kiri atau infiltrasi ke kandung kemih, serta hati dan paru untuk metastasis.

P. Tata laksanaA.PembedahanPembedahan dapat dikategorikan menjadicurative, palliative, bypass, fecal diversion,atau open-and-close.Curative, tindakan ini dapat dilakukan bila tumor terlokalisir. Karsinoma yang sangat dini seperti polip biasanya dapat disembuhkan dengan polypectomy pada saatcolonoscopy. Tumor yang lebih lanjut membutuhkan sebagian colon yang mengandung tumor dibuang hingga batas tertentu (contohnyacolectomy) dan reseksi radikalen-blocdari mesenterium danlymph nodeuntuk mengurangi resiko rekurensi. Jika mungkin bagian yang tersisa dari colon dilakukan anastomosis, jika tidak memungkinkan anus buatan (stoma) harus dibuat. Pembedahan terhadap metastase ke hepar yang terisolasi dapat menyembuhkan pada pasien tertentu. Dengan semakin majunya kemoterapi, maka semakin banyak pasien yang ditawarkan pembedahan terhadap metastasis ke hepar yang terisolasi.Palliative,dilakukan jika terdapat metastasis yang multipel. Reseksi dari tumor primer masih dianjurkan untuk menghindari kematian akibat perdarahan, invasi, ataupun efek katabolik.Dilakukan bila tumor tidak dapat direseksi untuk mencegah dan mengatasi obstruksi atau menghentikan perdarahan supaya kualitas hidup penderita baik. Jika tumor tidak dapat diangkat maka dapat dilakukan bedah pintas atau anus pretenaturalis. Pada metastasis ke hepar yang tidak lebih dari 2 atau 3 nodul dapat dipertimbangkan eksisi metastasi.Pemberian sitostatika melalui arteri hepatica, yaitu perfusi secara selektif, kadang disertai terapi embolisasi2 Jika tumor menginvasi struktur disekitarnya sehingga eksisi sulit dilakukan, maka ahli bedah lebih menyukai melakukanbypassdari tumor (ileotransverse bypass) atau melakukanfecal diversiondengan pembuatanstomapada tempat yang lebih proximal. Pada kasus terburuk dapat dilakukan pembedahanopen-and-close. Hal ini dilakukan jika ahli bedah menemukan tumor tidak dapat direseksi dan usus kecil sudah terinvasi, dan tindakan lebih lanjut akan lebih membahayakan pasien. Dengan majunya teknik pencitraan hal ini sudah jarang terjadi. Laparoscopic-assisted colectomyadalah teknik yang kurang invasif yang dapat mengurangi ukuran sayatan dan nyeri pasca operasi.Komplikasi dari pembedahan antara lain:1) Infeksi luka2) Impotensi3) Dehiscence atau hernia4) anastomosis bocor atau terlepas, menyebabkan pembentukan abscess atau fistula, dan atau peritonitis.5) Perdarahan dengan atau tanpa pembentukan hematom6) Adhesi menyebabkan obstruksi usus7) Cedera organ di sekitarnya (seringnya usus kecil, ureter, limpa, dan vesica urinaria)8) Komplikasi Cardiopulmonal seperti infark miocard, pneumonia, aritmia cordis, emboli paru dan sebagainya.Tujuan utama tindakan bedah adalah memperlancar saluran cerna, baik bersifat kuratif maupun nonkuratif.Kemoterapi dan radiasi bersifat paliatif dan tidak memberikan manfaat kuratif. Bedah kuratif dilakukan bila tidak ditemukan gejala penyebaran lokal maupun jauh.Tindakan bedah terdiri atas reseksi luas carcinoma primer dan kelenjar limfe regional. Bila sudah ada metastasis jauh, tumor primer akan direseksi juga dengan maksud mencegah obstruksi, perdarahan, anemia, inkontinensia, fistel dan nyeri.Pada carcinoma caecum atau colon ascendens dilakukan hemicolectomy kanan. Pembuluh darah ileocolica, colica dextra, dan cabang kanan dari colica media diligasi dan dipisahkan. Ileum terminal sekitar 10 cm ikut direseksi, kemudian dibuat anastomosis ileum dengan colon transversum. Pada carcinoma di flexura hepatica atau di proximal colon transversum dilakukan hemicolectomy kanan yang diperluas. Caranya sama dengan hemicolectomy kanan namun dilakukan ligasi pembuluh darah colica media pada pangkalnya. Colon kanan dan proximal colon transversum direseksi dan dilakukan anastomosis ileum dengan colon transversum distal. Jika aliran darah diragukan, maka reseksi dapat diperluas sampai flexura lienalis dan dilakukan anastomosis ileum dengan colon descendens. Pada carcinoma colon transversum tengah dan distal dilakukan colectomy transversum. Dilakukan ligasi pembuluh darah colica media. Kemudian dilakukan anastomosis colocolonik. Pada carcinoma colon transversum distal, flexura lienalis, dan colon descendens dilakukan hemicolectomy kiri. Cabang kiri pembuluh darah colica media, colica kiri, dan cabang pertama pembuluh darah sigmoid diligasi. Kemudian dibuat anastomosis colocolonik. Pada carcinoma colon transversum distal dapat dilakukan hemicolectomy kiri yang diperluas. Caranya sama dengan hemicolectomy kiri, namun dilakukan ligasi pada cabang kanan pembuluh darah colica media. Pada carcinoma colon sigmoideum dilakukan colectomy sigmoideum.Dilakukan ligasi dan pemisahan cabang sigmoig dari arteri mesenterica inferior. Colon sigmoideum direseksi sampai batas refleksi peritoneum dan dibuat anastomosis colon descendens dengan rectum bagian atas.Colectomy total dan subtotal dilakukan pada pasien dengan familial adenomatous poliposis. Pada prosedur ini, pembuluh darah ileocolica, colica dextra, colica media, dan colica sinistra diligasi dan dipisahkan. Pembuluh darah rectalis superior dipertahankan. Jika diperlukan untuk mempertahankan colon sigmoideum, maka pembuluh darah sigmoid distal dipertahankan dan anastomosis dibuat antara ileum dan colon sigmoideum distal (subtotal colectomy dengan anastomosis ileosigmoid). Jika colon sigmoideum direseksi, pembuluh darah sigmoidf diligasi dan dipisahkan, dan dibuat anastomosis ileum dengan rectum bagian atas (total abdominal colectomy dengan anastomosis ileorectal). Jika anastomosis dikontraindikasikan, maka dibuat end-ileostomy dan rectum atau colon sigmoideum digunakan sebagai fistula mucus atau Hartmann pouch.Pada carcinoma rectum, teknik pembedahan dipilih tergantung dari letaknya, khususnya jarak batas bawah carcinoma dan anus.Sedapat mungkin anus dengan sphincter ani eksternus dan sphincter ani internus akan dipertahankan untuk menghindari anus preternaturalis. Pada carcinoma recti 1/3 proximal dilakukan reseksi anterior. Pada carcinoma recti 1/3 tengah dilakukan reseksi dengan mempertahankan sphincter anus. Pada carcinoma recti 1/3 distal dilakukan amputasi rectum melalui reseksi abdominoperineal Quenu-Miles.Reseksi anteriorDilakukan reseksi proximal rectum melalui incisi abdominal sampai pelvis tanpa melakukan incisi pada perineal, sacral dan daerah lainnya. Terdapat 3 tipe reseksi anterior yaitu:a. High anterior resectionReseksi bagian distal colon sigmoideum dan bagian atas rectum. Biasanya digunakan untuk tumor jinak pada rectosigmoid junction. Rectum tidak seluruhnya dibebaskan dari kelengkungan sacrum, bagian atas rectum dibebaskan namun peritoneum pelvis tidak dipisahkan.Arteri mesenterica inferior dan vena mesenterica inferior diligasi pada pangkalnya secara terpisah. Dibuat anastomosis antara colon dan ujung rectum (biasanya ujung ke ujung).b. Low anterior resectionDigunakan untuk carcinoma recti atas dan tengah. Rectosigmoid dibebaskan, peritoneum pelvis dibuka, dan arteri mesenterica inferior diligasi dan dipisahkan. Rectum dipisahkan dari sacrum. Diseksi dilakukan distal dari batas anorectal, diperluas ke posterior melalui fascia rectosacral sampai coccyx dan ke anterior melalui fascia Denonvilier sampai vagina pada wanita atau vesicular seminalis dan prostat pada pria. Rectum dan mesorectum dipisahkan. Anastomosis rectum letak rendah biasanya memerlukan pembebasan flexura lienalis dan ligasi serta pemisahan vena mesenterica inferior dengan pancreas. Alat stapler sirkuler dapat digunakan untuk membuat anastomosis. Penyulit yang sering terjadi dalah gangguan fungsi seks.c. Extended low anterior resectionExtended low anterior resection diperlukan untuk membuang tumor yang berada di distal rectum, beberapa centimeter di atas sphincter ani. Rectum dibebaskan seluruhnya sampai batas musculus levator ani, diseksi ke anterior diperluas sepanjang septum rectovaginal pada wanita dan distal vesicular seminalis dan prostat pada pria. Setelah reseksi, dibuat anastomosis coloanal. Karena adanya risiko bocornya anastomosis dan terjadinya sepsis ketika anastomosis dibuat pada distal rectum atau canalis analis, maka dapat dibuat ileostoma semetara.Prosedur Hartmann dan fistula mukusBiasanya dilakuan pada pasien dengan carcinoma rectum dimana anastomosis pada pelvis tidak dapat dibuat. Prosedur Hartmann ditujukan untuk reseksi colon atau rectum tanpa anstomosis dimana colostomi atau ileostomi dibuat dan distal colon atau rectum ditinggalkan sebagai kantung tertutup. Kondisi ini biasanya digunakan ketika colon kiri atau sigmoideum direseksi dan sisa rectum ditutup dan ditinggalkan di pelvis. Jika colon distal cukup panjang untuk mencapai dinding abdominal. Maka dapat dibuat fistula mucus dengan membuka usus yang tak berfungsi dan menjahitnya ke kulit.Reseksi abdominoperineal menurut Quenu-MilesReseksi ini membuang rectum, canalis analis, dan anus dengan pembuatan permanen colostoma dari colon descendens atau sigmoideum. Prosedur pada abdomen dan pelvis sama dengan extended low anterior resection. Rectum dan sigmoid dengan mesosigmoid dilepaskan, termasuk kelenjar limfe pararectum dan retroperitoneal sampai kelenjar limfe retroperitoneal. Kemudian melalui incisi perineal anus dieksisi dan dikeluarkan seluruhnya dengan rectum melalui abdomen.Diseksi perineal dibuat dengan eksisi canalis analis dengan batas sirkumferensial yang lebar. Diseksi perineal dapat dapat dilakukan dengan posisi lithhotomy atau posisi prone setelah penutupan abdomen dan pembuatan colostoma. Penutupan luka meninggalkan defek perineal yang besar, khususnya bila telah digunakan radiasi, maka diperlukan penutupan dengan flap pada beberapa pasien.Penyulit yang sering terjadi dalah gangguan fungsi seks.1,2,5

a) Kanker kolon Tata laksana yang dapat diberikan ialah reseksi operasi luas dari lesi dan drainase regional limfatik. Reseksi dari tumor primer tetap diindikasikan walaupun telah terjadi metastase. Abdomen dibuka dan dieksplorasi adakah metastase. Tujuan terapi karsinoma kolon ialah mengeluarkan tumor dan suplai limfovaskular. Reseksi dari usus tergantung dari pembuluh darah yang mengaliri bagian kanker tersebut. Organ atau jaringan penyokong seperti omentum nyga harus direseksi en blok dengan tumor. Bila seluruh tumor tidak dapat diangkat, maka dibutuhkan terapi paliatif. Anastomosis dilakukan diawali dengan irigasi usus dengan normal solusio saline atau povidon idodin yang diharapkan sel tumor dalam lumen dapat tercuci atau dihancurkan. Adanya kanker synchronous atau adenoma atau riwayat keluarga yang kuat terhadap CRC mengindikasikan seluruh kolon beresiko terhadap karsinoma ( field defect) dan harus dilkukan subtotal atau total kolektomi. Kanker synchronous ialah adanya lebih dari 2 kanker secara bersamaan. Metachronous tumor ( reseksi baru pada pasien yang telah direseksi sebelumnya) juga diterapi serupa. Apabila terdapat metastase tidak terprediksi sebelumnya saat dilakukan laparotomi, maka tumor primer harus direseksi bila dapat dilakukan dan aman. Selanjutkan dilakukan anaastomosis. Pada tumor yang tidak dapat direseksi, maka dilakukan prosedur paliatif dan membutuhkan proksimal stoma atau bypass.

Stage 0 ( Tis, N0,M0)Polip yang mengandung carcinoma in situ/ high grade dysplasia tidak memiliki resiko metastasis nodus limfatikus. Akan tetapi, high grade dysplasia meningkatkan resiko karsinoma invasif. Karena alasan ini, maka polip dieksisi lengkap dan batasnya harus bebas dari displasia.polip bertangkai harus dilepaskan secara komplit secara endoskopi. Pada pasien iini, diikuti dengan kolonoskopi teratur yang memastikan bahwa polip tidak rekuren dan tidak terbentuk karsinoma invasif. Apabila polip tidak dapat diangkat se`luruhnya, maka dilakukan reseksi segmental.

Stage I: Malignant Polyp (T1, N0, M0)Pengelolaan polip malignant didasarkan atas resiko rekurensi dan metastasis ke kelenjar getah bening. Metastase ke kelenjar getah bening berdasarkan kedalaman invasi polip. Pada invasi limfovaskular, histologi diferensiasi buruk dapat dilkakukan segmental kolektomi.

Stages I and II: Localized Colon Carcinoma (T1-3, N0, M0)Mayoritas pasien dengan stadium 1 dan 2 dapat disembuhkan dengan operasi reseksi. Beberapa pasien dengan reseksi komplit stadium 1 dapat berkembang rekurensi lokal atau jauh dan kemoterapi tidak meningkatkan survival pasien ini. Sebanyak 46% pasien dengan reseksi komplit stadium 2 dapat beresiko kematian. Untuk alasan ini, kemoterapi ajuvan disarankan untuk beberapa pasien ( pasien muda dan resiko tinggi).

Stage III: Lymph Node Metastasis (Tany, N1, M0)Pasien dengan keterlibatan kelenjar getah bening merupakan resiko yang tinggi terhadap rekurensi. Oleh karena itu, direkomendasikan ajuvan kemoterapi rutin pada pasien ini. Regimen yang digunakan ialah 5- Flourouracil dengan levamisole atau leukovorin emngurangi rekurensi dan meningkatkan angka ketahanan hidup. Agen kemoterapi yang baru ialah as capecitabine, irinotecan, oxaliplatin, angiogenesis inhibitors, dan immunotherapy.

Stage IV: Distant Metastasis (Tany, Nany, M1)Angka survival sangat terbatas pada stadium ini. Pasien dengan penyakit sistemik, sebanyak 15% akan bermetastase ke hati. Pada stadium ini, sebanyak 20% potensial reseksi untuk sembuh. Angka survival pada pasien reseksi ini menignkat bila dibandingkan dengan pasien yang tidak direseksi. Semua pasien membutuhkan kemoterapi ajuvan. Pasien yang tidakdioperasi difokuskan untuk paliatif terapi. Terapi paliatif yang digunakan ialah stenting untuk lesi obstruksi kolon kiri.

Reseksi kolorektalReseksi kolorektal dilakukan pada kondisi bervariasi termasuk neoplasma ( jinak dan ganas), inflamatori bowel disease dan kasus lain. ReseksiSecara umum, ligasi proksimal mesenterik akan mengelimnasi aliran darah pada bagian kolon lebih besar dan membutuhkan kolektomi. Reseksi kurativ dari CRC dicapai dengan ligasi PD mesenterika proksimal dan pembersihan kelenjar getah bening mesenterika secara radikal. Pada reseksi proses benign, tidak diperlukan reseksi mesenterika dan omentum dapat tetap dipertahankan. Emergensi reseksiReseksi jenis ini digunakan dalam kasus obstruksi, perforasi dan hemoragi. Pada keadaan ini, usus tidak ada persiapan dan kondisi pasien tidak stabil. Pada reseksi kolon kanan atau proksimal tranversal, anastomsosi oleocolonic dapat dilakukan. Reseksi laparoskopikKeuntungan dari laparoskopik ialah baik secara kosmetik, mengurangi nyeri post operasi dan pemulihan usus yang lebih cepat. Reseksi usus besar secara laparoskopik membutuhkan waktu yang lebih lama dibanding operasi secara terbuka.

Gambar 2.16 Gambar reseksi kolon berdasarkan tumor primer5

AnastomosisAnastomosis dapat dibentuk melalui 2 segemen usus. Teknik yang digunakan dapat berupa handsewn atau stapled. Jenis anastomosis :1) End to endDilakukan ketika 2 segmen usus dengan kaliber yang sama. Teknik ini terutama dilakukan pada reseksi rektum, tetapi dapat digunakan dalam kolostomi atau anastomosis usus kecil.

2) End to sideDigunakan bila salah satu bagian usus lebih besar dari lainnya. Teknik ini dilakukan pada obstruksi kronik.

3) Side to endDilakukan ketika usus proksimal lebih kecil daripada bagian distalnya.

4) Side to sideDilakukan bila menyambung kontinuitas diantara 2 pembuluh darah atau segmens usus dimana tempat terakhirnya telah ditutup.

Side to sideEnd to sideEnd to end

Gambar 2. 17 AnastomosisColostomy Bentuk kolostomi yang sering digunakan ialah end kolostomi dibanding dengan loop kolostomi. Kolostomi dibuat pada sisi kiri kolon. Defek pada dinding abdomen dibuat dan akhir dari kolon dimobilisasi melalui lubang itu. Usus bagian distal yang dikeluarkan melalui dinding abdomen sebagai mucus fistula atau di dalam abdomen sebagai hartmanns pouch. Penutupan kolostomi membutuhkan laparotomi. Stoma didiseksi dari dinding abdomen dan odentifikasi usus distal, kemudian dilakukan anastomosis end to end. Komplikasi dari nekrosis dapat terjadi pada masa awal post operasi dikarenakan terganggunya suplai darah. Retraksi juga dapat terjadi, tapi kolostomi lebih sedikit beresiko.

Gambar 2.18 Kolostomi

Kanker rektumBiologis dari adenokarsinoma rekal sama dengan adenokarsinoma kolon dan prinsip operasi ialah reseksi komplit dari tumor primer, kelenjar getah bening dan organ apapun yang terkena. Akan tetapi diakrenakan struktur dari pelvis maka reseksi lebih sulit dan membutuhkan pendekatan lain. Rekurensi lebih tinggi dibanding dengan kanker kolon dengan stadium yang sama. Akan tetapi, tumor rektum lebih sensitif dengan radiasi.

Terapi lokalSepanjang 10 cm distal dari rektum dapat dijangkau melalui anus. Karena itulah, beberapa terapi dilakukan secara lokal. Untuk jenis yang benign, noncircumferential dan adenoma villous dilakukan dengan baik dengan eksisi transanal. Akan tetapi rekurensi tinggi walau dengan terapi kemoradiasi. Transanal endoscopic microsurgery (TEM) dioperasikan dengan menggunakan proctoscope dan alat-alat serupa dengan laparoskopi yang membuat eksisi lokal dapat dilakukan pada tempat yang lebih tinggi yaitu sekitar 15 cm. Lokal eksisi harus diikuti dengan eksisional biopsi.Teknik ablasi seperti elektrokauter atau radiasi endocavitary juga dapat digunakan. Kerugian dari teknik ini ialah tidak dapat diambilnya spesimen patologis untuk diketahui stadiumnya. Teknik ini digunakan pada individu dengan resiko tinggi yang tidak dapat mentoleransi terapi radikal lainnya.

Reseksi radikalReseksi radikal lebih dipilih dibanding terapi lokal untuk banyak kasus karsinoma rektal. Reseksi radikal mengangkat segmen yang terkena bersama dengan limfovaskularnya. Total mesorektal excision (TME) adalah teknik yang menggunakan diseksi tajam untuk menghasilkan reseksi total dari mesenterium rektal. Untuk tumor rektosigmoid, eksisi partial mesorektal paling tidak sepanyak cm distal dari tumor. TME menurunkan rekurensi dan meningkatakan survival. Teknik ini hanya sedikit dari yang hilang dibanding dengan operasi tajam.

Terapi spesifik stadiumSebelum dilakukan terapi dilakukan ultrasound endorektal untuk mengetahui T dan N dari kanker rektum. USG ini baik untuk mengetahui kedalaman tumor namun kurang akurat dalam diagnosis keterlibatan nodus limfatikus.

Stage 0 (Tis, N0,M0)Karsinoma in situ ( displasia tingkat tinggi) secara ideal diterapi dengan eksisi lokal.

Stage I: Localized Rectal Carcinoma (T1-2, N0, M0)Karsinoma invasif yang berasal dari polip pedunkulated hanya memiliki < 1% resiko metastasis. Terapi yang dapat dilakukan ialah polipektomi. Terapi lokal dapat dilakukan namun angka rekurensi tinggi. Untuk alasan ini, maka dilakukan reseksi radikal.

Stage II: Localized Rectal Carcinoma (T3-4, N0, M0)Tumor rektum yang besar sering terjadi lagi. Ada 2 pendapat untuk mencegah rekurensi yaitu tidak diperlukannya kemoradiasi ajuvan setelah dilakukan TME untuk stadium 1,2 dan 3. Pendapat lainnya ialah diperlukannya kemoradiasi. Keuntungan kemoradiasi preoperasi ialah pengecilan ukuran tumor, mereseksi menjadi lebih mudah. Kerugiannya ialah overtreatment dari tumor masa awal, penundaan penyembuhan uka dan fibrosis pelvis.

Stage III: Lymph Node Metastasis (Tany, N1, M0)Banyak pendapat yang menyarankan kemoterapi dan radiasi pre atau post operasi untuk kanker rektal dengan keterlibatan kelenjar getah bening. Keuntungan dan kerugian sama seperti yang diungkapkan di atas. Untuk alasan ini, pasien diterapi dengan neoajuvan terapi diikuti dengan reseksi radikal.

Stage IV: Distant Metastasis (Tany, Nany, M1)Sama seperti stadium 4 karsinoma kolon, angka harapan hidup terbatas dengan pasien metastasis. Metastasis ke hepar jarang namun bila ada reseksi dapat menyembuhkan untuk beberapa pasien. Kebanyakan pasien memerlukan terapi paliatif. Reseksi radikal dapat digunakan untuk mengontrol nyeri, perdarahan atau tenesmus. Terapi lokal dengan kauter atau laser digunakan untuk mengontrol perdarahan atau mencegah obstruksi. Intraluminal stent berguna untuk mencegah obstruksi namun sering menyebabkan nyeri dan tenesmus. 6

Sistemik kemoterapiTulang punggung regimen kemoterapi untuk kanker kolon ialah 5- Flourouracil sebagai terapi ajuvan maupun metastase. Dahulu, dinyatakan pendapat bahwa regimen kombonasi menyediakan peningkatan efikasi dan angka harapan hidup pasien. Selain 5-Florourasil, terdapat capecitabine dan tegafur yang digunakan sebagai monoterapi atau kombonasi dengan oxalipatin dan irinotecan. Regimen untuk ajuvan kemoterapi : 5-Fluorouracil + leucovorin 5-Fluorouracil: 500 mg/m2 IV seminggu sekali untuk 6 minggu Leucovorin: 20 mg/m2 IV seminggu sekali untuk 6 minggu, diberikan sebelum 5-FU Siklus diulang setiap 8 minggu untuk total 24 minggu LV5FU2 (de Gramont regimen) 5-Fluorouracil: 400 mg/m2 IV bolus, diikuti 600 mg/m2 IV continuous infusion untuk 22 jam hari 1 dan 2 Leucovorin: 200 mg/m2 IV pada hari 1 dan 2 sebagai 2 jam infusion sebelum 5-fluorouracil Siklus diulang setiap 2 minggu untuk total 12 minggu Oxaliplatin + 5-fluorouracil + leucovorin (FOLFOX4) Oxaliplatin: 85 mg/m2 IV pada hari 1 5-Fluorouracil: 400 mg/m2 IV bolus, diikuti 600 mg/m2 IV continuous infusion untuk 22 jam hari 1 dan 2 Leucovorin: 200 mg/m2 IV pada hari 1 dan 2 sebagai 2 jam infusion sebelum 5-fluorouracil Siklus diulang setiap 2 minggu untuk total 12 minggu

Regimen untuk metastasis : Irinotecan + 5-fluorouracil + leucovorin (FOLFIRI regimen) Irinotecan: 180 mg/m2 IV pada hari 1 5-Fluorouracil: 400 mg/m2 IV bolus pada hari 1, diikuti dengan 2400 mg/m2 IV continuous infusion untuk 46 jam Leucovorin: 400 mg/m2 IV pada hari 1 sebagai 2 jam infus sebelum 5-fluorouracil Mengulang siklus setiap 2minggu Oxaliplatin + 5-fluorouracil + leucovorin (FOLFOX6) Oxaliplatin: 100 mg/m2 IV pada hari 1 5-Fluorouracil: 400 mg/m2 IV bolus on day 1, diikuti dengan 2400 mg/m2 IV continuous infusion untuk 46 jam Leucovorin: 400 mg/m2 IV pada hari 1 sebagai 2 jam infus sebelum 5-fluorouracil Mengulang siklus setiap 2minggu Oxaliplatin + 5-fluorouracil + leucovorin (mFOLFOX7) Oxaliplatin: 100 mg/m2 IV pada hari 1 5-Fluorouracil: 3000 mg/m2 IV continuous infusion pada hari 1 untuk 46 jam Leucovorin: 400 mg/m2 IV pada hari 1 sebagai 2 jam infus sebelum 5-fluorouracil Mengulang siklus setiap 2minggu Capecitabine + oxaliplatin (XELOX) Capecitabine: 850-1000 mg/m2 PO terbagi 2 dosis pada hari 1-14 Oxaliplatin: 100-130 mg/m2 IV pada hari 1 Mengulang siklus setiap 21 hari FOLFOX4 + bevacizumab Oxaliplatin: 85 mg/m2 IV pada hari 1 5-Fluorouracil: 400 mg/m2 IV bolus, diikuti dengan 600 mg/m2 IV continuous infusion pada hari 1 dan 2 Leucovorin: 200 mg/m2 IV pada hari 1 sebagai 2 jam infus sebelum 5-fluorouracil Bevacizumab: 10 mg/kg IV setiap 2 minggu Mengulang siklus setiap 2 minggu11

Agen biologisBevacizumab ( Avastin) merupakan obat antiangiogenesis pertama yang diindikasikan untuk kanker kolorektal metastasis. Ini meripakan antibodi monoklonal untuk vascular endothelial growth factor (VEGF) dan meningkatkan survival bila ditambahkan pada kemoterapi. Agen biologis lain yang telah direkomendasikan ialah epidermal growth factor receptor ( EGFR). Nama obat untuk golongan ini ialah Cetuximab yang digunakan sebagai monoterapi atau kombinasi dengan irinotecan pada pasien kanker kolorektal yang refrakter dengan 5-FU dan oxalipatin. Panitumumab adalah antibodi monoklonal human dan diindikasikan untuk monoterapi bila kombinasi gagal. Lini pertama untuk kanker metastasis ialah bevacizumab dan kemoterapi ( oxiliplatin dan irinotecan).

Terapi radiasiRadioterapi merupakan modalitas standar bagi pasien dengan kanker rektum, tetapi terbatas bagi kanker kolon. Terapi ini tidak mempunyai efek ajuvan maupun metastatik, hanya sebagai terapi paliatif untuk metastasis tulang atau otak.

VaksinPada November 2006, vaksin baru, TroVax bekerja dengan meningkatkan immunitas pasien untuk melawan penyakit.Terapi carcinoma colorectal menurut stadium1

StadiumTerapi

Stadium 0(Tumor In Situ)Eksisi lokal secara komplit melalui endoskopi

Stadium 1(Carcinoma Colorectal terlokalisasi)Reseksi colon atau rectumDapat ditambah adjuvant kemoterapi pada pasien tertentu (usia muda, temuan histologi yang beresiko tinggi)

Stadium 2(Carcinoma Colorectal terlokalisasi)Reseksi colon atau rectumDapat ditambah adjuvant kemoterapi pada pasien tertentu (usia muda, temuan histologi yang beresiko tinggi)

Stadium 3(Metastasis ke nodus limfatikus)Adjuvant kemoterapi, radioterapi imunoterapi.Reseksi radikal

Stadium 4(Metastasis jauh)Adjuvant kemoterapiReseksi hepar bila terdapat metastasis ke heparTerapi Paliatif

Q. Penyebaran tumorPenyebaran tumor dapat terjadi melalui: 1) Penyebaran langsungKarsinoma tumbuh secara melingkari usus sebelum terdiagnosa, khususnya bagi kolon kiri yang memiliki kaliber lebih kecil dibanding dengan kanan. Membutuhkan waktu 1 tahun bagi tumor untuk melingkari bagian usus. Lesi menyebar secara radial dan berpenetrasi ke lapisan luar dinding usus dan dapat mengenai struktur di dekatnya seperti hati, kurvatura mayor lambung, duodenum, usus halis, pankreas, limpa, kandung kemih, vagina, ginjal, ureter dan dinding abdomen. Kanker rektum dapat menginvasi dinding vagina, kandung kemih, prostat atau sakrum. 2) Metastasis hematogenInvasi melalui pembuluh darah dapat menyebabkan tumor terbawa melalui sistem vena porta yang menyebabkan metastasi ke hepar. Embolisasi dapat terjadi melalui vena lumbal atau vertebral ke paru. Kanker rektum menyebar melalui vena hipogastrik. Penyebaran ke ovarium terutama melalui hematogen yaitu terlihat pada 10.3% pasien wanita dengankanker kolorektal. Untuk mencegah metastase melalui hematogen sewaktu operasi dilakukan manipulasi minimal dengan ligasi pembuluh darah.3) Metastasis kelenjar getah bening regionalIni merupakan tipe penyebaran yang paling umum. Kanker rektum bermetastase proksimal melalui kelenjar getah bening mesorectalm iliac dan mesenterika inferior. Serta bermetastase secara radial sepanjang dinding pelvis. Kelenjar getah bening harus diangkat sewaktu operasi. 4) Metastasis transperitonealTerjadi sewaktu tumor berektensi melalui lapisan serosa dan memasuki kavitas peritoenal, memproduksi lokal implant carcinomatosis. 5) Metastasis intraluminalSel ganas dari lapisan tumor dapat tersapu sepanjang usus melalui isi feses.5

Q. PrognosisPrognosis tergantung dari ada tidaknya metastase jauh, yaitu klasifikasi penyebaran tumor dan tingkat keganasan sel tumor.Untuk tumor yang terbatas pada dinding usus tanpa penyebaran, angka kelangsungan hidup lima tahun adalah 80%, yang menembus dinding tanpa penyebaran 75%, dengan penyebaran kelenjar 32% dan dengan metastasis jauh satu persen. Bila disertai differensiasi sel tumor buruk, prognosisnya sangat buruk.

R. Follow up1) Pemeriksaan fisikPemeriksaan fisik dilakukan setiap 3-6 bulan pada 3 tahun pertama dan setiap 6 bulan pada tahun keempat dan kelima. Akan tetapi hal ini tidak mutlak dan berdasarkan kondisi individu dan faktor resiko yang dimiliki oleh pasien.

2) Pemeriksaan carcinoembryonic antigen (CEA)Pemeriksaan ini masih menjadi kontroversial tetapi berguna walaupun ada kekurangannya. Kadar CEA serum diperiksa setiap 3 bulan pada pasien selama 3 tahun dan setiap 6 bulan pada tahun keempat dan kelima. Pemeriksaan ini berguna untuk menilai kekambuhan pada pasien.

3) CT scanCT scan dada dan abdomen dilakukan setiap tahun untuk minimal 3 tahun pertama setelah reseksi tumor primer.

4) Kolonoskopi Kolonoskopi wajib dilakukan pada semua pasien untuk mendokumentasi tidak adanya tumor tambahan atau polip. Kolonoskopi dilakukan setelah operasi / 3-6 bulan kemudian dan kemudian tiap tahun sampai 3 tahun kemudian. Bila normal, diulang setiap 5 tahun. Bila tidak tersedia sarana kolonoskopi, maka dapat dilakukan barium enema dan sigmoidoskopi.

5) Colok dubur/ proctoskopi/ sigmoidoskopiDiperuntukkan pasien yang mengalami kanker rektal. Pemeriksaan dilakukan pada bulan ketiga, keenam, setahun dan tahun kedua.

BAB IIIKESIMPULAN

Karsinoma kolorektal merupakan penyebab kematian kedua setelah keganasan di paru-paru di USA. diperkirakan pada tahun 2008 ditemukan 150.000 kasus baru dan 60.000 diantaranya meninggal karena karsinoma kolorektal. Tingginya angka kematian tersebut menyebabkan berbagai upaya untuk menguranginya, salah satunya dengan kebijakan deteksi dini atau skrining terhadap kelompok berisiko yang asimptomatis. Sebagian besar dari modalitas skrining yang dimaksud adalah radiologic imaging: Flexible Sigmoidoscopy (FS), Colonoscopy, Double Contrast Barium Enema dan CT Colonography (CTC). Pemilihan modalitas skrining tersebut tergantung pada kondisi pasien, teknologi yang dimiliki, resiko dan keuntungan modalitas terhadap pasien, serta kemampuan operator. Penanganan karsinoma kolorektal membutuhkan kecermatan pemeriksaan preoperatif untuk dapat memutuskan modalitas terapi baik pembedahan, kemoterapi maupun radioterapi. Penanganan postoperatif dan follow-up sangat tergantung pada pemeriksaan dan penanganan yang dapat dilakukan sebelumnya. Hal ini sangat ditentukan oleh staging karsinoma, yang salah satunya dapat ditentukan oleh imaging seperti ultrasonografi, CT Scan, maupun MRI. Pada prinsipnya, semakin dini diagnosis karsinoma kolorektal, semakin baik prognosisnya karena penanganannya dapat dengan pembedahan kuratif.

DAFTAR PUSTAKA

1. Brunicardi, Andersen, Billiar, Dunn, Hunter, Pollock. 2005. Colon, rectum, and anus. In Schwartzs Principles of Surgery. 8th edition. USA: McGraw-Hill. P 1057-70.2. Sjamsuhidajat, Wim de Jong. 2003. Usus halus, appendiks, kolon, dan anorektum. Dalam Buku ajar ilmu bedah. Edisi 2. Jakarta: EGC. Hal 646-53. 3. Townsend, Beauchamp, Evers, Matton. 2004. Colon and rectum. In Sabistons Textbook of Surgery. 17th edition. 2004. Philadelphia: Elsevier Saunders. P 1443-65.4. Zinner, Schwartz, Ellis. 2001. Tumors of the colon. In Maingotss Abdominal operation. 10th edition. 2001. Singapore: McGraw-Hill. P 1281-1300.5. Zinner, Schwartz, Ellis. 2001. Rectal Cancer. In Maingotss Abdominal operation. 10th edition. 2001. Singapore: McGraw-Hill. P1455-99.6. Cunningham D, Atkin W, Lenz HJ, Lynch HT, Minsky B, Nordlinger B, et al. Colorectal cancer. Lancet . 2010;375:1030-1047. 7. National Comprehensive Cancer Network. NCCN Clinical Practice Guidelines in Oncology (NCCN Guidelines): Colon cancer. Version 2.2013. Available at http://www.nccn.org/professionals/physician_gls/pdf/colon.pdf. Accessed November 16, 2012.8. Smith RA, Cokkinides V, Brawley OW. Cancer screening in the United States, 2012: a review of current American Cancer Society guidelines and currentissues in cancer screening. CA Cancer J Clin . 2012;62:129-142. 9. Jacobs E, Lanza E, Alberts DS, et al. : Fiber, sex, and colorectal adenoma: results of a pooled analysis. Am J Clin Nutr 83:343349, 2006.10. Asano T, McLeod RS.: Dietary fiber for the prevention of colorectal adenomas and carcinomas. Cochrane Database Syst Rev 2: CD003430, 2002. 11. American Cancer Society: Cancer facts & figures 2009. American Cancer Society, Atlanta, GA, 2009.12. Price, Sylvia Anderson. 2005. Patofisiologi: Konsep Klinis Proses-proses Penyakit Jilid II. EGC : Jakarta.

19