c-3
TRANSCRIPT
RESUME
SKENARIO 2
BELAJAR
OLEH : KELOMPOK C
FAKULTAS KEDOKTERAN
UNIVERSITAS JEMBER
2011
1
Nuriayu Primita S.
Pritta Taradipa
RR. Lidia Imaniar
Anjani Putri R.
Vidya Muqsita
Raditya Bagus E.
Meita Astuti
Vony Safitri Y.
112010101032
112010101033
112010101034
112010101035
112010101036
112010101037
112010101038
112010101039
Fauziah Damayanti
Imanniar Galuh P.
Dyah Putri H.
Mukhammad Harfat K.
Izaratul Haque
Vincentius Baskhara S.
112010101040
112010101041
112010101042
112010101043
112010101045
112010101046
I. KLARIFIKASI ISTILAH
1. Sumpah dokter : Sumpah yang dibacakan oleh mahasiswa kedokteran yang telah
lulus pendidikan dokter dan yang akan menjalani profesi dokter secara resmi yang
didasarkan pada deklarasi Jenewa dan sumpah Hippokrates (EKHK, edisi 3)
2. Malpraktik : Kelalaian dari seorang pelaku profesi untuk menerapkan standar
pelayanan dalam bidangnya, atau kurangnya keahlian, atau mengabaikan
keprofesionalismean yang menyebabkan penyimpangan disiplin ilmu dalam
bidangnya (internet)
3. SIP (Surat Ijin Praktik): Surat ijin tertulis untuk melakukan praktik kedokteran
yang dikeluarkan oleh pejabat kesehatan yang berwenang di kabupaten/kota tempat
praktik kedokteran dilaksanakan berdasarkan kelulusan dalam uji kompetensi
(internet)
4. Praktik dokter : Rangkaian kegiatan seorang dokter yang telah mendapat teori
sebelumnya terhadap pasien dalam melaksanakan upaya kesehatan
5. Surat kematian : Surat teknis yang dikeluarkan seorang dokter bahwa seorang telah
meninggal dengan sebab-sebab tertenu dan memuat penyebab, waktu dan tempat,
lama sakit sampai meninggalnya seseorang untuk membuat akte kematian yang
dibuat dengan penuh tanggung jawab
6. Kesemutan : berasa senyar (geranyam) pada anggota badan, seperti digigit semut,
terutama kaki dan tangan karena lama duduk tanpa bergerak-gerak atau tertekan
terlalu lama (Kamus Bahasa Indonesia Online)
7. Kode Etik Kedokteran Indonesia (KODEKI) : Pedoman yang berisi prinsip moral,
asas, akhlak, dan norma untuk seorang dokter yang menjalankan profesinya yang
harus diterapkan kepada pasien, teman sejawat, diri sendiri, maupun masyarakat
mengenai hal-hal yang baik dan buruk dalam praktik kedokteran
8. Suntikan : hasil menyuntik (KBBI)
9. Undang-Undang Praktik Kedokteran : Suatu UU yang digunakan untuk mengatur
praktik dokter dengan tujuan memberikan perlindungan kepada pasien,
mempertahankan dan meningkatkan mutu pelayanan medis dan memberikan
kepastian hukum kepada dokter dan dokter gigi serta disahkan oleh parlemen
2
10. Etika : ilmu tentang apa yang baik dan apa yg buruk dan tentang hak serta
kewajiban moral, kumpulan asas atau nilai yang berkenaan dengan akhlak, asas
perilaku yang menjadi pedoman (KBBI)
11. Meninggal : sudah hilang nyawanya, tidak pernah hidup, tidak ada gerak atau
kegiatan (KBBI)
12. Kasus : soal, perkara, keadaan sebenarnya dari suatu urusan atau perkara, keadaan
atau kondisi khusus yang berhubungan dengan seseorang atau suatu hal (KBBI)
3
II. MENGANALISIS MASALAH
1. Profesi Kedokteran
1.1 Definisi
1.2 Ciri - ciri
2. Etika dan Hukum Kedokteran
2.1 Kode Etik Kedokteran Indonesia (KODEKI)
2.1.1 Definisi
2.1.2 Landasan
2.1.3 Isi KODEKI
2.1.4 Sanksi dan Pelanggaran
2.2 Etika Kedokteran
2.2.1 Definisi
2.2.2 Prinsip dasar etik
2.2.3 Contoh pelanggaran
3. Undang – Undang Kesehatan
3.1 Definisi
3.2 Fungsi
4. Undang – Undang Praktek Kedokteran
4.1. Definisi
4.2. Isi
4.3. Tujuan
4.4. Pelanggaran
5. Sumpah Dokter
5.1 Definisi
5.2 Sumpah Hippokrates
5.3 Deklarasi Geneva
5.4 Pernyataan-pernyataan WMA
6. Surat Keterangan Dokter
6.1 Definisi
6.2 Macam Surat Keterangan Dokter
7. Malpraktek
7.1 Definisi Malpraktek
4
7.2 Macam-macam Malpraktek
7.3 Pencegahan
8. Surat Ijin Praktek (SIP)
8.1 Definisi
8.2 Syarat SIP
8.3 Dasar Ijin Praktek (SIP)
8.4 Tata Cara Pembuatan SIP
9. Lembaga – Lembaga Kedokteran
5
III. TUJUAN PEMBELAJARAN
1. Mengetahui dan memahami standar untuk mencapai profesi dokter
2. Menjelaskan tentang Kode Etik Kedokteran Indonesia
3. Menjelaskan dan memahami Undang-Undang Praktek Kedokteran
4. Memaparkan isi dari KODEKI
5. Menjelaskan dan mengetahui definisi, landasan, prinsip etika kedokteran
6. Mengetahui dan memahami syarat dan cara memperoleh SIP
7. Menjelaskan dan mengetahui peran-peran lembaga terkait kedokteran
8. Mengetahui dan memahami sumpah dokter baik dari sumpah Hippocrates, Deklarasi
Geneva dan sumpah dokter di Indonesia sesuai sejarah sumpah dokter
9. Menguraikan dan menjelaskan hak dan kewajiban dokter terhadap pasien
10. Mengetahui dan memahami Undang-undang Kesehatan dan Undang-undang Praktek
Kedokteran
11. Mengetahui dan memahami macam-macam surat keterangan dokter
12. Menjelaskan dan mengetahui pelanggaran etika kedokteran
13. Menjelaskan definisi dan upaya pencegahan malpraktek
6
IV. MENGANALISIS MASALAH
1. Profesi Kedokteran
1.1 Definisi
Profesi dokter menurut UU no.29 tahun 2004 adalah suatu pekerjaan yang
dilakukan berdasarkan suatu keilmuan, kompetensi yang diperoleh melalui
pendidikan yang berjenjang dan kode etik yang bersifat melayani masyarakat.
1.2 Ciri-ciri pekerjaan profesi yang profesional :
1. Mempunyai rasa empati/ belas kasih.
2. Mengikuti pendidikan sesuai standar nasional.
3. Mengutamakan panggilan kemanusiaan daripada keuntungan.
4. Anggotanya belajar sepanjang hayat.
5. Anggota-anggotanya bergabung dalam suatu organisasi profesi.
6. Berkompeten, yaitu mempunyai sertifikat kompetensi dan sesuai dengan
SKD (Standar Kompetensi Dokter).
7. Otonomi.
8. Pekerjaannya legal melalui perizinan.
2. Kode Etik Kedokteran Indonesia (KODEKI)
2.3 Kode Etik Kedokteran Indonesia (KODEKI)
2.1.5 Definisi
Pedoman yang berisi norma, azas, dan kewajiban-kewajiban
umum yang harus dilaksanakan seorang dokter ketika menjalankan
profesinya yang harus diterapkan kepada pasiennya.
Penerapan KODEKI tertuang dalam SK PB IDI No.
221/PB/A.4/04/2002 tanggal 19 April 2002. KODEKI pertama kali
disusun tahun 1969 dalam Musyawarah Kerja Susila Kedokteran
Indonesia.
2.1.6 Landasan
Pancasila sebagai landasan idiil, enam poin sifat dasar dari
Pancasila (keluhuran sifat kedokteran):
a) Sifat ketuhanan
b) Sifat keluhuran budi
7
c) Sifat kemurnian niat
d) Sifat kesungguhan kerja
e) Sifat kerendahan hati
f) Sifat integritas ilmiah dan sosial
UUD 1945 sebagai landasan strukturil
Etik dan norma-norma yang mengatur hubungan sesama manusia
Sumpah-sumpah (Sumpah Hippocrates, Sumpah Dokter Indonesia)
Pernyataan-pernyataan WMA:
a) Deklarasi Geneva (1948) :mengenai lafal sumpah dokter
b) Deklarasi Helsinki (1964) :mengenai riset klinik
c) Deklarasi Sydney (1968) :mengenai surat kematian
d) Deklarasi Oslo (1970) :mengenai pengguguran kandungan atas
indikasi medik
e) Deklarasi Tokyo (1975): mengenai penyiksaan
2.1.7 Isi KODEKI
i. Kewajiban Umum
Pasal 1
Setiap dokter harus menjunjung tinggi, menghayati dan mengamalkan Sumpah
Dokter.
Pasal 2
Seorang dokter harus senantiasa berupaya melaksanakan profesinya sesuai
dengan standart profesi yang tertinggi.
Pasal 3
Dalam melakukan pekerjaan kedokterannya seorang dokter tidak boleh
dipengaruhi oleh sesuatu yang mengakibatkan hilangnya kebebasan dan
kemandirian profesi.
Pasal 4
Setiap dokter harus menghindarkan diri dari perbuatan yang bersifat memuji
diri.
8
Pasal 5
Tiap perbuatan atau nasehat yang mungkin melemahkan daya tahan psikis
maupun fisik hanya diberikan untuk kepentingan dan kebaikan pasien, setelah
memperoleh persetujuan pasien.
Pasal 6
Setiap dokter harus senantiasa berhati hati dalam mengumumkan dan
menerapkan setiap penemuan teknik atau pengobatan baru yang belum diuji
kebenaran dan hal-hal yang dapat menimbulkan keresahan masyarakat.
Pasal 7
Seorang dokter hanya memberi surat keterangan dan pendapat yang telah
diperiksa sendiri kebenarannya.
Pasal 7a
Seorang dokter harus, dalam setiap praktik medisnya, memberikan pelayanan
medis yang kompeten dengan kebebasan teknis dan moral sepenuhnya,
disertai rasa kasih sayang (compassion) dan penghormatan atas martabat
maniusia.
Pasal 7b
Seorang dokter harus bersikap jujur dalam berhubungan dengan pasien dan
sejawatnya yang dia ketahui memiliki kekurangan dalam karakter atau
kompetensi atau yang melakukan penipuan atau penggelapan dalam
menangani pasien.
Pasal 7c
Seorang dokter harus menghormati hak-hak pasien, hak-hak teman
sejawatnya, dan hak tenaga kesehatan lainnya dan harus menjaga
kepeercayaan pasien.
Pasal 8
9
Dalam melakukan pekerjaannya, seorang dokter harus memperhatikan
kepentingan
masyarakat dan memperhatikan semua aspek pelayanan kesehatan yang
menyeluruh (promotif, preventif,
kuratif, dan rehabilitatif), baik fisik maupun psikososial serta berusaha
menjadi pendidik dan pengabdi masyarakat yang sebenar-benarnya.
Pasal 9
Setiap dokter dalam bekerja sama dangan para pejabat dibidang kesehatan dan
bidang lainnya serta masyarakat lainnya harus saling menghormati
ii. K ewajiban D okter terhadap Pasien
Pasal 10
Setiap dokter wajib bersikap tulus ikhlas dan mempergunakan segala ilmu dan
ketrampilannnya untuk kepentingan pasien. Dalam hal ini ia tidak mampu
melakukan suatu pemerikasaan atau pengobatan, maka atas persetujuan
pasien, ia wajib merujuk pasien kepada dokter yang mempunyai keahlian
dalam penyakit tersebut.
Pasal 11
Setiap dokter harus memberikan kesempatan kepada pasien agar senantiasa
dapat berhubungan dengan keluarga dan penasihatnya dalam beribadat dan
atau dalam masalah lainnnya
Pasal 12
Setiap dokter wajib merahasiakan segala sesutu yang diketahuinya tentang
seorang pasien bahkan juga setelah pasien itu meninggal dunia.
Pasal 13
Setiap dokter wajib melakukan pertolongan darurat sebagai suatu tugas
perikemanusiaan, kecuali bila ia yakin ada orang lain bersedia dan mampu
memberikannya
10
iii. Kewajiban D okter terhadap T eman S ejawat
Pasal 14
Setiap dokter memperlakukan teman sejawatnya sebagaimana ia sendiri ingin
diperlakukan.
Pasal 15
Setiap dokter tidak boleh mengambil alih pasien dari teman sejawat, kecuali
dengan persetujuan atau berdasarkan prosedur yanbg etis.
iv. K ewajiban D okter terhadap D iri S endiri
Pasal 16
Setiap dokter harus memelihara kesehatannya, supaya dapat bekerja dengan
baik.
Pasal 17
Setiap dokter hendaklah senantiasa mengikuti perkembangan ilmu
pengetahuan dan teknologi kedokteran\kesehatan
Sumber: Etika Kedokteran dan Hukum Kesehatan, penerbit buku EGC, edisi 4.
2.1.8 Sanksi dan Pelanggaran KODEKI
Pelanggaran etik murni
Pelanggaran terhadap butir-butir Lafal Sumpah Dokter
Indonesia (LSDI) dan Kode Etik Kedokteran Indonesia (KODEKI) ada
yang merupakan pelanggaran etik murni, dan ada pula yang merupakan
pelanggaran etikolegal. Pelanggaran etik tidak selalu merupakan
pelanggaran hukum, dan sebaliknya, pelanggaran hukum tidak selalu
berarti pelanggaran etik.
Yang termasuk pelanggaran etik murni antara lain :
1. Menarik imbalan jasa yang tidak wajar dari klien / pasien atau
menarik imbalan jasa
2. dari sejawat dokter dan dokter gigi beserta keluarga kandungnya.
3. Mengambil alih pasien tanpa persetujuan sejawatnya.
11
4. Memuji diri sendiri di depan pasien, keluarga atau masyarakat.
5. Pelayanan kedokteran yang diskriminatif.
6. Kolusi dengan perusahaan farmasi atau apotik.
7. Tidak pernah mengikuti pendidikan kedokteran berkesinambungan.
8. Dokter mengabaikan kesehatannya sendiri.
Pelanggaran Etik Kolegal
Adalah pelanggaran norma-norma atau nilai-nilai pola tingkah
laku kelompok profesi tertentu dalam memberikan jasa pada
masyarakat dan melnggar hukum. Oleh karenanya bagi yang
melakukan pelanggaran etikolegal akan dipidana.
Contoh Kasus :
Memberikan pelayanan di bawah standard
Menerbitkan surat keterangan palsu ( dijerat pasal 236 dan 267
KUHP )
Memberikan atau menjual obat palsu ( dijjerat pasal 286 KUHP )
Membuka rahsia jabatan atau pekerjaan dokter atau dokter gigi
( dijerat pasal 322 KUHP )
Melakukan abortus provokatus kliminalus ( dijerat pasal 299, 348,
dan 349 KUHP )
Pelecehan seksual
Pelanggaran etika kedokteran yang sulit dibuktikan
a) Overutilisasi alat canggih kedokteran di rumah sakit
b) Undertreatment atau pengobatan ala kadanya
c) Perpanjangan waktu rawat inap
d) Futilisasi medik atau kesia-siaan penyakit yang sulit sembuh
e) Pemaksaan pasien pulang
f) Mengabaikan rekaman medis
g) Pasien ditunda-tunda dan tidak langsung dirujuk
h) Tidak mengungkapkan medical error
i) Memasang tarif tinggi
12
Perilaku dokter tersebut di atas tidak dapat dituntut secara
hukum tetapi perlu mendapat nasihat / teguran dari organisasi profesi
atau atasannya.
Pelanggaran di mana tidak hanya bertentangan dengan butir-
butir LSDI dan atau KODEKI, tetapi juga berhadapan dengan undang-
undang hukum pidana atau perdata (KUHP/KUHAP). Misalnya :
1. Pelayanan kedokteran di bawah standar (malpraktek)
2. Menerbitkan surat keterangan palsu.
3. Membocorkan rahasia pekerjaan / jabatan dokter.
4. Pelecehan seksual, dan lain-lain.
Prosedur penanganan pelanggaran etik kedokteran
Pada tahun 1985 Rapat Kerja antara P3EK, MKEK dan
MKEKG telah menghasilkan pedoman kerja yang menyangkut para
dokter antara lain sebagai berikut :
1. Pada prinsipnya semua masalah yang menyangkut pelanggaran etik
diteruskan lebih dahulu kepada MKEK.
2. Masalah etik murni diselesaikan oleh MKEK.
3. Masalah yang tidak murni serta masalah yang tidak dapat
diselesaikan oleh MKEK dirujuk ke P3EK propinsi.
4. Dalam sidang MKEK dan P3EK untuk pengambilan keputusan,
Badan Pembela Anggota IDI dapat mengikuti persidangan jika
dikehendaki oleh yang bersangkutan (tanpa hak untuk mengambil
keputusan).
5. Masalah yang menyangkit profesi dokter atau dokter gigi akan
ditangani bersama oleh MKEK dan MKEKG terlebih dahulu
sebelum diteruskan ke P3EK apabila diperlukan.
6. Untuk kepentingan pencatatan, tiap kasus pelanggaran etik
kedokteran serta penyelesaiannya oleh MKEK dilaporkan ke P3EK
Propinsi.
7. Kasus-kasus pelanggaran etikolegal, yang tidak dapat diselesaikan
oleh P3EK Propinsi, diteruskan ke P3EK Pusat.
13
8. Kasus-kasus yang sudah jelas melanggar peraturan perundang-
undangan dapat dilaporkan langsung kepada pihak yang
berwenang.
Pedoman penilaian kasus-kasus pelanggaran etik kedokteran
Etik lebih mengandalkan itikad baik dan keadaan moral para
pelakunya dan untuk mengukur hal ini tidaklah mudah. Karena itu
timbul kesulitan dalam menilai pelanggaran etik, selama pelanggaran
itu tidak merupakan kasus-kasus pelanggaran hukum. Dalam menilai
kasus-kasus pelanggaran etik kedokteran, MKEK berpedoman pada :
1. Pancasila
2. Prinsip-prinsip dasar moral umumnya
3. Ciri dan hakekat pekerjaan profesi
4. Tradisi luhur kedokteran
5. LSDI
6. KODEKI
7. Hukum kesehatan terkait
8. Hak dan kewajiban dokter
9. Hak dan kewajiban penderita
10. Pendapat rata-rata masyarakat kedokteran
11. Pendapat pakar-pakar dan praktisi kedokteran
senior.
Selanjutnya, MKEK menggunakan pula beberapa pertimbangan
berikut, yaitu :
1. Tujuan spesifik yang ingin dicapai
2. Manfaat bagi kesembuhan penderita
3. Manfaat bagi kesejahteraan umum
4. Penerimaan penderita terhadap tindakan itu
5. Preseden tentang tindakan semacam itu
6. Standar pelayanan medik yang berlaku
14
Jika semua pertimbangan menunjukkan bahwa telah terjadi
pelanggaran etik, pelanggaran dikategorikan dalam kelas ringan,
sedang atau berat, yang berpedoman pada :
1. Akibat terhadap kesehatan penderita
2. Akibat bagi masyarakat umum
3. Akibat bagi kehormatan profesi
4. Peranan penderita yang mungkin ikut mendorong terjadinya
pelanggaran
5. Alasan-alasan lain yang diajukan tersangka
Bentuk-bentuk sanksi
Dalam pasal 6 PP no.30 tahun 1980 tentang Peraturan Disiplin
Pegawai Sipil terdapat uraian tentang tingkat dan jenis hukuman,
sebagai berikut :
1. Tingkat hukuman disiplin terdiri dari :
a. Hukuman disiplin ringan
b. Hukuman disiplin sedang, dan
c. Hukuman disiplin berat
2. Jenis hukuman disiplin ringan terdiri dari :
a. Teguran lisan
b. Teguran tulisan, dan
c. Pernyataan tidak puas secara tertulis
3. Jenis hukuman disiplin sedang terdiri dari :
a. Penundaan kenaikan gaji berkala untuk paling lama satu tahun
b. Penurunan gaji sebesar satu kali kenaikan gaji berkala untuk
paling lama satu tahun, dan
c. Penundaan kenaikan pangkat untuk paling lama satu tahun
4. Jenis hukuman disiplin berat terdiri dari :
a. Penurunan pangkat pada pangkat yang setingkat lebih rendah
untuk paling lama satu tahun
b. Pembebasan dari jabatan
c. Pemberhentian dengan hormat tidak atas permintaan sendiri
sebagai Pegawai Negeri Sipil, dan
15
d. Pemberhentian tidak dengan hormat sebagai Pegawai Negeri
Sipil
5. Pada kasus-kasus pelanggaran kedokteran, di samping pemberian
hukuman sesuai
6. peraturan tersebut di atas, maka selanjutnya diproses ke pengadilan.
2.4 Etika Kedokteran
2.2.4 Definisi menurut EKHK
Pengetahuan tentang perilaku professional para dokter dan
dokter gigi dalam menjalankan pekerjaannya, sebagaimana tercantum
dalam lafal sumpah dan kode etik masing-masing, yang telah disusun
oleh organisasi profesinya bersama-sama pemerintah.
Prinsip-prinsip moral / asas-asas akhlak yang harus diterapkan
oleh para dokter dalam hubungannya dengan pasien, teman sejawat,
dan masyarakat umum.
2.2.5 Prinsip dasar etik
Otonomi
Pasien memiliki hak untuk memilih, menerima atau menolak segala
treatment (terapi) dan tindakan medis yang diberikan untuknya setelah
si dokter memberikan informasi yang jelas dan lengkap kepada pasien
tentang penyakitnya.
Beneficience
Sebagai tenaga kesehatan, kita harus selalu mengutamakan pelayanan
dan terapi yang terbaik untuk pasien.
Nonmaleficence
Dokter tidak boleh memaksakan kehendak untuk mengobatiseorang
pasien jika kemampuannya terbatas dan tindakan pengalihperawatan
pasien kepada dokter lain yang lebih ahli adalah yang yang terbaik.
Justice
Perlakukan pasien dengan adil dalam menunaikan kewajiban terhadap
pasien tanpa mempertimbangkan keagamaan, kebangsaan, kesukuan,
gender, politik, kedudukan sosial, dan jenis penyakit.
16
2.2.6 Contoh pelanggaran etika kedokteran
1) MALPRAKTiK
Adalah kelalaian seorang dokter untuk mempergunakan tingkat
keterampilan dan ilmu penegetahuan yang lazim dipergunakan dalam
mengobati pasien atau orang yang terluka emnurut ukuran di
lingkungan yang sama.
Kelalaian yang dimaksud di sini adalah :
Sikap kurang hati-hati dalam menangani pasien
Melakuakan tindakan kedokteran di bwah standar pelayanan
medik.
Kelalaian bukanlah suatu pelanggaran hukum atau kejahatan
jika kelalaian itu tidak sampai membawa kerugian atau cedera kepada
orang lain dan orang lain itu dapat menerimanya. Namun,jika kelalaian
itu mengakibatkan kerugian materi, mencelakakan bahkan menrenggut
nyawa orang lain maka akan diiklasifikasikan sebagai kelalaian berat
( culpa lata ), serius dan kriminal.
Tolak ukur culpa lata adalah :
Bertentangan dengan hukum
Akibatnya dapat dibayangkan
Akibatnya dapat dihindarkan
Perbuatannya dapat dipersalahkan
2) Abortus provokatus kriminalis
Adalah abortus yang bersifat illegal dan dilakukan oleh tenaga
yang tidak kompeten.
3) Teknologi reproduksi buatan
17
Adalah upaya kehamilan di luar cara alami. Cntoh: cloning
4) Euthanasia
Adalah dengan sengaja tidak melakukan sesuatu untuk
memperpanjang hidup pasien atau sengaja melakukan sesuatu untuk
memperpendek hidup atau mengakhiri hidup pasien dan ini dilakukan
untuk kepentiingan diri sendiri.
3. Undang-Undang Kesehatan
3.3 Definisi Undang-undang Kesehatan
UU Kesehatan (UU RI No. 36 Tahun 2009) adalah peraturan-peraturan
hukum yang bertujuan untuk meningkatkan derajat kesehatan masyarakat dan
merupakan unsur-unsur kesejahteraan umum yang menjadi cita-cita bangsa.
3.4 Fungsi
Meningkatkan penyelenggaraan kesehatan
Memberikan kepastian hukum
Meningkatkan derajat kesehatan dan pembinaan penyelenggaraan upaya
kesehatan secara menyeluruh dan terpadu, yang besar artinya bagi
pengembangan dan pembinaan sumber daya manusia Indonesia dan
sebagai modal bagi pelaksanaan pembangunan nasional
sebagai unsur kesejahteraan umum
untuk meningkatkan kesadaran, Kemauan, dan kemampuan
hidup sehat bagi setiap orang agar terwujud derajat kesehatan masyarakat
yang optimal
Ada 22 bab 205 pasal yang tercantum dalam UU Kesehatan yaitu:
Bab 1 : Ketentuan Umum
Bab 2 : Asas dan Tujuan
Bab 3 : Hak dan Kewajiban
Bab 4 : Tanggung Jawab Pemerintah
18
Bab 5 : Sumber Daya di Bidang Kesehatan
Bab 6 : Upaya Kesehatan
Bab 7 : Kesehatan Ibu, Bayi, Anak, Remaja, Lanjut Usia, Dan
Penyandang Cacat
Bab 8 : Gizi
Bab 9 : Kesehatan Jiwa
Bab 10 : Penyakit Menular dan Tidak Menular
Bab 11 : Kesehatan Lingkungan
Bab 12 : Kesehatan Kerja
Bab 13 : Pengelolaan Kesehatan
Bab 14 : Informasi Kesehatan
Bab 15 : Pembiayaan Kesehatan
Bab 16 : Peran Serta Masyarakat
Bab 17 : Badan Pertimbangan Kesehatan
Bab 18 : Pembinaan dan Pengawasan
Bab 19 : Penyidikan
Bab 20 : Ketentuan Pidana
Bab 21 : Ketentuan Peralihan
Bab 22 : Ketentuan Penutup
4. Undang-Undang Praktek Kedokteran
4.1 Definisi
19
Adalah peraturan atau ketentuan yang mengatur rangkaian kegiatan
yang dilakukan dokter atau dokter gigi terhadap pasien dalam melaksanakan
upaya kesehatan.
4.2 Isi
Undang-Undang Praktik Kedokteran berisi 12 bab, yaitu :
Bab I Ketentuan Umum
Pasal 1 ( berisi tentang pengertian praktik kedokteran, KKI, SIP, dll ).
Bab II Asas dan Tujuan.
Pasal 2 – 3
Bab III Konsil Kedokteran Indonesia.
Bagian Kesatu ( pasal 4-5) : Norma dan kedudukan KKI
Bagian Kedua ( pasal 6-10 ) : Fungsi, tugas, dan wewenang KKI
Bagian Ketiga ( pasal 11-21 ) : Susunan organisasi dan keanggotaan
Bagian Keempat ( pasal 22-24 ) : Tata kerja
Bagian Kelima ( pasal 25 ) : Pembiayaan
Bab IV Standar Pendidikan Profesi Kedokteran dan Kedokteran Gigi
Pasal 26.
Bab V Pendidikan dan Pelatihan Kedokteran dan Kedokteran Gigi
Pasal 27-28
Bab VI Registrasi Dokter dan Dokter Gigi
Pasal 29-35 ( berisi syarat-syarat mendapat STR, macam-macam STR,
tidak berlakunya STR, dll ).
Bab VII Penyelenggaraan Praktek Kedokteran
Bagian kesatu ( pasal 36-38 ) : Surat ijin praktik
Bagian kedua ( pasal 39-43 ) : Pelaksanaan praktik.
20
Bagian ketiga : Pemberian pelayanan
Paragraf 1 ( pasal 44 ) : Standar pelayanan.
Paragraf 2 ( pasal 45 ) : Persetujuan tindakan kedokteran atau
kedokteran gigi.
Paragraf 3 ( pasal 46-47) : Rekam medis.
Paragraf 4 ( pasal 48 ) : Rahasia kedokteran.
Paragraf 5 ( pasal 49 ) : Kendali mutu dan biaya.
Paragraf 6 ( pasal 50-51 ) : Hak dan kewajiban dokter.
Paragraf 7 ( pasal 52-53 ) : Hak dan kewajiban pasien.
Paragraf 8 ( pasal 54 ) : Pembinanaan.
Bab VIII Disiplin Dokter dan Dokter Gigi
Pasal 55-70
Bab IX Pembinaan dan Pengawasan
Pasal 71-74
Bab X Ketentuan Pidana
Pasal 75-80
Bab XI Ketentuan Peralihan
Pasal 81-84
Bab XII Ketentuan Penutup
Pasal 85-88.
4.3 Tujuan
Tujuan praktik kedokteran sesuai dengan pasal 3, yaitu :
a. memberikan perlindungan terhadap pasien
b. mempertahankan dan meningkatkan mutu pelayanan medis yang
diberikan oleh dokter dan dokter gigi.
21
c. memberikan kepastian hukum kepada masyarakat, dokter, dan
dokter gigi.
( sumber : EGC, Etika Kedokteran dan Hukum Kesehatan )
4.4 Pelanggaran UU Praktek Kedokteran
Pelanggaran terhadap undang-undang praktik kedokteran dapat dikenakan
sanksi pidana. Sanksi pidana ini dapat dijatuhkan apabila:
1. Tidak memiliki surat tanda registrasi akan dikenakan hukum penjara 3
tahun, denda 100 juta
2. Dokter atau dokter gigi asing yang tidak memiliki surat tanda registrasi
akan dikenakan hukum penjara 3 tahun, denda 100 juta
3. Tidak memiliki surat ijin praktek dikenakan hukum penjara 3 tahun,
denda 100 juta
4. Identitas (gelar atau bentuk lain) seolah-olah yang bersangkutan dokter
atau dokter gigi yang memiliki surat registrasi atau izin praktek akan
dikenakan penjara 5 tahun, denda 150 juta
5. Tidak memasang papan nama, tidak membuat rekam medis, tidak
memenuhi kewajiban sebagai dokter atau dokter gigi akan dikenakan
penjara 1 tahun ,denda 50 juta
6. Mempekerjakan dokter atau dokter gigi yang tidak memiliki SIP akan
dikenakan penjara 10 tahun, denda 300 juta
5. Sumpah Kedokteran
5.1 Definisi
Sumpah dokter ialah sumpah yang diucapkan oleh mahasiswa kedokteran yang telah menempuh pendidikan dokter dan yang akan menjalani profesi dokter. Sumpah dokter yang sesuai dengan peraturan pemerintah no. 26 tahun 1960 bersumber pada lafal sumpah hippokrates dan deklarasi geneva dari ikatan dokter sedunia (World Medical Association) 1948 yang telah mengalami perubahan tanpa mengubah intinya dan digunakan oleh setiap dokter sebagai sebagai pedoman pada masa profesinya kelak.
22
Sumpah dokter diucapkan pada upacara di fakultas kedokteran setelah sarjana kedokteran (S.ked) lulus ujian profesinya.
5.2 Sumpah Hippokrates
LAFAL SUMPAH HIPPOKRATES
Hippokrates (460-377 S.M) adalah seorang dokter berkebangsaan yunani yang berjasa mengangkat ilmu kedokteran sebagai ilmu yang berdiri sendiri, terlepas dari Ilmu Filsafat karena itu ia dianggap sebagai Bapak Ilmu Kedokteran.
Berikut adalah Lafal Sumpah Hippokrates:
“saya bersumpah demi Apollo dewa penyembuh, dan Aesculapius dan Hygeia, dan Panacea, dan semua dewa dewa sebagai saksi, bahwa sesuai dengan kemampuan dan fikiran saya, saya akan memenuhi janji-janji berikut ini:
1. saya akan memperlakukan guru yang telah mengajarkan ilmu ini dengan penuh
kasih sayang sebagaimana terhadap orang tua saya sendiri, jika perlu saya akan
bagikan harta saya untuk dinikmati bersamanya.
2. Saya akan memperlakukan anak-anaknya sebagai saudara kandung saya dan saya
akan mengajarkan ilmu yang saya peroleh dari ayahnya, kalau mereka memang
mau mempelajarinya, tanpa imbalan apapun.
3. Saya akan meneruskan ilmu pengetahuan ini kepada anak-anak saya sendiri, dan
kepada anak-anak guru saya, dan kepada mereka yang telah mengikatkan diri
dengan janji dan sumpah untuk mengabdi kepada ilmu pengobatan, dan tidak
kepada hal-hal yang lainnya.
4. Saya akan mengikuti cara pengobatan yang menurut pengetahuan dan
kemampuan saya akan membawa kebaikan bagi penderita, dan tidak akan
merugikan siapapun.
5. Saya tidak akan memberikan obat yang mematikan kepada siapapun meskipun
diminta, atau menganjurkan kepada mereka untuk tujuan itu. Atas dasar yang
sama, saya tidak akan memberikan obat untuk menggugurkan kandungan.
6. Saya ingin menempuh hidup yang saya baktikan kepada ilmu saya ini denga tetap
suci dan bersih.
7. Saya tidak akan melakukan pembedahan terhadap seseorang, walaupun ia
mederita penyakit baru, tetapi akan menyerahkannya kepada mereka yang
berpengalaman dalam pekerjaan ini.
23
8. Rumah siapapun yang saya masuki, kedatangan saya itu saya tujukan untuk
kesembuhan yang sakit dan tanpa niat-niat buruk atau mencelakakan, dan lebih
jauh lagi tanpa niat berbuat cabul terhadap wanita atau pria, baik merdeka
maupun hamba sahaya.
9. Apapun yang saya dengar atau lihat tentang kehidupan seseorang yang tidak
patut disebarluaskan, tidak akan saya ungkapkan karena saya harus
merahasiakannya.
10. Selama saya tetap mematuhi sumpah saya ini, izinkanlah saya menikmati hidup
dalam mempraktekkan ilmu saya ini, dihormati oleh semua orang, disepanjang
waktu. Tetapi jika sampai saya mengkhianati sumpah ini, balikkanlah nasib saya.
5.3 Deklarasi Geneva
Lafal Sumpah Dokter sesuai dengan Deklarasi Geneva (1948) yang disetujui
oleh General Assembly WMA dan kemudian di amander di Sydney (1968),
berbunyi sebagai berikut:
“Pada saat diterima sebagai anggota profesi kedokteran saya bersumpah bahwa :
1. Saya akan membaktikan hidup saya guna kepentingan
perikemanusiaan;
2. Saya akan menghormati dan berterima kasih kepada guru-guru saya
sebagaimana layaknya;
3. Saya akan menjalankan tugas saya sesuai dengan hati nurani dengan
cara yang terhormat;
4. Kesehatan penderita senantiasa akan saya utamakan;
5. Saya akan merahasiakan segala rahasia yang saya ketahui bahkan
sesudah pasien meninggal dunia;
6. Saya akan memelihara dengan sekuat tenaga martabat dan tradisi
luhur jabatan kedokteran;
7. Teman sejawat saya akan saya perlakukan sebagai saudara-saudara
saya;
8. Dalam menunaikan kewajiban terhadap pasien, saya tidak
mengizinkan terpengaruh oleh pertimbangan keagamaan,
kebangsaan, kesukuan, politik kepartaian atau kedudukan sosial;
24
9. Saya akan menghormati setiap hidup insani mulai dari saat
pembuahan;
10. Sekalipun diancam, saya tidak akan mempergunakan pengetahuan
kedokteran saya untuk sesuatu yang bertentangan dengan hukum
perikemanusiaan;
11. Saya ikrarkan sumpah ini dengan sungguh-sungguh dan bebas,
dengan mempertaruhkan kehormatan diri saya.”
5.4 Pernyataan-pernyataan WMA
Deklarasi Sydney (1968) tentang saat kematian
“saya akan membaktikan hidup saya guna kepentingan perikemanusiaan ”
“saya akan menghormati setiap hidup insani mulai dari saat pembuahan ”
Penentuan saat kematian di kebanyakan negara merupakan merupakan
tanggung jawab sah dokter. Dokter dapat menentukan seseorang sudah mati
dengan menggunakan kriteria lazim tanpa bantuan alat khusus, yang telah
diketahui oleh semua dokter. Hal penting dalam penentuan saat mati disini
adalah proses kematian tersebut tidak dapat balik lagi (irreversible), meski
menggunakan teknik penghidupan kembali apapun. Namun seorang dokter
tidak diperbolehkan melakukan pengakhiran kehidupan seseorang atas
kemauannya sendiri atau tidak sesuai denagn konsep kematian seperti
melakuakn abortus maupun pengakhiran hidup seseorang yang sakit.
Deklarasi Oslo (1970) tentang pengguguran kandungan
“saya akan menghormati setiap hidup insani mulai dari saat pembuahan ”
Dalam deklarasi Oslo (1970) tentang pengguguran kandungan atas indikasi
medik, disebutkan bahwa moral dasar yang dijiwai seorang dokter adalah butir
Lafal
Sumpah Dokter yang berbunyi : ”Saya akan menghormati hidup insani sejak
saat pembuahan : oleh karena itu Abortus buatan dengan indikasi medik,
hanya dapat dilakukan dengan syarat-syarat berikut” :
1. Pengguguran hanya dilakukan sebagai suatu tindakan terapeutik
2. Suatu keputusan untuk menghentikan kehamilan, sedapat mungkin
disetujui
25
secara tertulis oleh dua orang dokter yang dipilih berkat kompetensi
profesional mereka.
3. Prosedur itu hendaklah dilakukan seorang dokter yang kompeten di
instalasi
yang diakui oleh suatu otoritas yang sah.
4. Jika dokter itu merasa bahwa hati nuraninya tidak memberanikan ia
melakukan pengguguran tersebut, maka ia hendak mengundurkan diri dan
menyerahkan pelaksanaan tindakan medik itu kepada sejawatnya yang
lain
yang kompeten.
5. Selain memahami dan menghayati sumpah profesi dan kode etik, para
tenaga
kesehatan perlu pula meningkatkan pemahaman agama yang dianutnya.
Melalui pemahaman agama yang benar, diharapkan para tenaga kesehatan
dalam menjalankan profesinya selalu mendasarkan tindakannya kepada
tuntunan agama.
Meskipun pernyataan Oslo itu didukung oleh General Asembly (WMA),
namun tidak mengikat para anggotanya. Dalam UU No. 23 tahun 1992 tentang
kesehatan tersebut butir-butir yang berkaitan dengan abortus buatan legal
sebagai berikut :
1. Dalam keadaan darurat dalam upaya menyelamatkan Ibu hamil dan atau
janinnya, dapat dilakukan tindakan medis tertentu.
2. Tindakan medis tertentu sebagaimana dimaksud pasal 1 hanya dapat
dilakukan :
a. berdasarkan indikasi medis yang mengharuskan diambilnya tindakan
tersebut
b. oleh tenaga kesehatan yang memiliki keahlian dan kewenangan untuk itu
dan dilakukan sesuai dengan tanggung jawab profesi serta mendapat
pertimbangan dari para ahli
c. dengan persetujuan Ibu hamil yang bersangkutan atau suami atau
keluarganya
d. pada sarana kesehatan tertentu
(Etika Kedokteran dan Hukum Kesehatan)
Deklarasi Tokyo (1978) tentang penyiksaan
26
“ saya tidak akan mempergunakan pengetahuan kedokteran saya untuk sesuatu
yang bertentangan dengan perikemanusiaan, sekalipun diancam”
Deklarasi Tokyo merupakan pedoman bagi dokter mengenai larangan
untuk melakukan penyiksaan dan kekejaman yang tidak manusiawi. Karena
merupakan hak istimewa dari dokter untuk melakuakn pelayanan
kemanusiaan, untuk memulihkan kondisi tubuh dan kesehatan mental tanpa
membedakan manusia, untuk kenyamanan dan untuk meringankan penderitaan
pasiennya nya. Deklarasi Tokyo berisi :
1. seorang dokter harus menghormati kehidupan manusia bahkan di bawah
ancaman, dan tidak menyalahgunakan setiap pengetahuan medis atau
bertentangan dengan hukum kemanusiaan.
2. Seorang dokter tidak akan ikut serta dalam praktek dalam bentuk
penyiksaan atau prosedur yang tidak manusiawi atau merendahkan.
3. Seorang dokter tidak akan memberikan tempat, alat, bahan atau
pengetahuannya untuk memfasilitasi praktek penyiksaan atau bentuk lain
dari perlakuan kejam, tidak manusiawi atau merendahkan atau untuk
melarang pasien untuk menolak pengobatan yang telah disarankan oleh
dokter.
4. Seorang dokter harus memiliki independensi klinis dan bertanggung jawab
dalam memutuskan atas perawatan terhadsap pasien.
5. Peran fundamental dokter adalah untuk meringankan penderitaan pasien,
dan tidak ada motif pribadi, bersama atau politik akan menguasainya ini
tujuan yang lebih tinggi.
5.5 Sumpah Dokter di Indonesia
Sejarah Sumpah Dokter :
Diilhami dari Sumpah Hippocrates dan Deklarasi Geneva.
Di Indonesia, pertama kali dibacakan oleh lulusan FK UI.
Dikukuhkan oleh PP No. 26 Th. 1960.
Disempurnakan (dirubah pada musyawarah kerja nasional etik kedokteran II)
di Jakarta pada tgl. 14-16 Desember 1981.
Lafal sumpah dokter tersebut berbunyi sebagai berikut :
27
“Demi Allah saya bersumpah/berjanji, bahwa:
1. Saya akan membaktikan hidup saya guna kepentingan perikemanusiaan.
2. Saya akan memelihara dengan sekuat tenaga martabat dan tradisi luhur
jabatan kedokteran.
3. Saya akan menjalankan tugas saya dengan cara yang terhormat dan
bersusila, sesuai dengan martabat pekerjaan saya sebagai dokter.
4. Saya akan menjalankan tugas saya dengan mengutamakan kepentingan
masyarakat.
5. Saya akan merahasiakan segala sesuatu yang saya ketahui karena
pekerjaan saya dan keilmuan saya sebagai dokter.
6. Saya tidak akan mempergunakan pengetahuan dokter saya untuk sesuatu
yang bertentangan dengan perikemanusiaan, sekalipun diancam.
7. Saya akan menghormati setiap hidup insani mulai dari saat pembuahan.
8. Saya akan senantiasa mengutamakan kesehatan pasien.
9. Saya akan berikhtiar dengan sungguh-sungguh supaya saya tidak
terpengaruh oleh pertimbangan keagamaan, kesukuan, perbedaan kelamin,
politik kepartaian, atau kedudukan sosial dalam menunaikan kewajiban
terhadap pasien.
10. Saya akan memberikan kepada guru-guru saya, penghormatan dan
pernyataan terima kasih yang selayaknya.
11. Saya akan memperlakukan teman sejawat saya sebagaimana saya sendiri
ingin diperlakukan.
12. Saya akan mentaati dan mengamalkan Kode Etik Kedokteran Indonesia.
13. Saya ikrarkan sumpah ini dengan sungguh-sungguh dan dengan
mempertaruhkan kehormatan diri saya.
Sumber: Buku Etika Kedokteran dan Hukum Kesehatan, edisi 4, penerbit
buku kedokteran EGC.
6. Surat Keterangan Dokter
6.1 Definisi
Keterangan tertulis yang diberikan kepada pasien atau keluarga untuk
berusaha mendapatkan keterangan yang benar tentang suatu keadaan.
6.2 Macam – macam Surat Keterangan Dokter
1. Surat keterangan sakit untuk istirahat/cuti
28
Surat keterangan cuti sakit palsu dapat menyebabkan seorang dokter
dituntut menurut pasal 263 dan 267 KUHP.
Jadi, seorang dokter harus waspada terhadap kemungkinan simulasi /
agravasi pada waktu memberikan keterangan mengenai cuti sakit seorang
karyawan.
2. Surat keterangan lahir
Kewajiban mengeluarkan surat keterangan mengenai kelahiran hendaklah
diisi sesuai dengan keadaan yang sebenarnya.
Surat kelahiran yang menjadi masalah (tetapi hal-hal dibawah ini
bertentangan dengan hukum di Indonesia) :
o Anak yang lahir hasil inseminasi buatan dari semen donor ( Arteficial
Insemination by Donor = A.I.D) yang biasanya hanya dokter yang
mengetahui siapa donornya
o Anak yang lahir hasil bayi tabung yang telor dan/atau sel maninya
berasal dari donor (In Vitro Fertilization by Donor)
Anak yang lahir hasil konsepsi dari saudara kandung suami (adik atau
abang) karena suami steril (azoosperrni) dan hubungan seksual ini atas
persetujuan dan permintaan suami isteri yang bersangkutan, (pada suku
bangsa tertentu di Indonesia, dibenarkan adatnya)
3. Surat keterangan sehat
Untuk berbagai keperluan seperti memperoleh SIM, mengajukan klaim
asuransi, menikah, melamar pekerjaan, dan lain-lain)
Dalam menulis laporan pengujian kesehatan buat keperluan asuransi jiwa,
perlu diperhatikan supaya :
o Laporan harus objektif
o Jangan menguji kesehatan seorang calon yang masih atau pernah
menjadi pasien sendiri untuk menghindari timbulnya kesukaran
dalam mempertahankan wajib menyimpan rahasia jabatan
Jangan diberitahukan kepada calon tentang kesimpulan dari hasil
pemeriksaan medik.
4. Surat keterangan meninggal
29
Kewajiban mengeluarkan surat keterangan mengenai kematian harus diisi
sebab kematiannya sesuai dengan pengetahuan dokter.
5. Surat keterangan cacat
Seorang dokter harus waspada terhadap kemungkinan simulasi / agravasi
pada waktu memberikan keterangan mengenai tingkat cacat seorang
pekerja akibat kecelakaan di tempat kerjanya, karena tunjangan atau
pensiun yang akan diberikan tergantung kepada keterangan dokter tentang
sifat cacatnya.
6. Surat keterangan cuti melahirkan
Hak cuti melahirkan seorang ibu adalah 3 bulan, yaitu 1 bulan sebelum
dan 2 bulan setelah persalinan. Tujuan agar ibu cukup istirahat dan
mempersiapkan dirinya dalam menghadapi proses persalinan dan mulai
kerja kembali setelah habis masa nifas.
7. Laporan penyakit menular
Kewajiban melaporkan penyakit menular di Indonesia diatur dalam
undang-undang No. 6 tahun1962 tentang wabah
8. Surat keterangan ahli yang berkaitan dengan pemeriksaan forensik (Visum
et Repertum) misalnya tentang kasus pemeriksaan /bedah mayat
kedokteran kehakiman dan pemerkosaan.
9. Surat keterangan ahli tentang pemeriksaan/bedah mayat kedokteran
kehakiman
10. Kuitansi
Dalam praktek sehari-hari tidak jarang seorang dokter diminta tanda bukti
pembayaran (kuitansi) atas imbalan jasa yang diberikan, hal ini tidak
menimbulkan masalah asal sesuai dengan keadaan yang sebenarnya.
7. Malpraktek
7.1 Definisi
Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia
Malpraktik adalah praktik kedokteran yang salah, tidak tepat, menyalahi
Undang-undang dan atau kode etik.
Menurut buku Etika Kedokteran dan Hukum Kedokteran
30
Malpraktik adalah kelalaian seorang dokter untuk mempergunakan tingkat
ketrampilan dan ilmu pengetahuan yang lazim digunakan dalam mengobati
pasien menurut ukuran dan lingkungan yang sama.
7.2 Macam-macam Malpraktek
Malpraktik dapat dibedakan menjadi 3 macam, yaitu :
a. Criminal Malpractice
Kasus malpraktik yang termasuk kategori ini , bila memenuhi rumusan
delik pidana. Pertama, perbuatan tersebut harus merupakan perbuatan
tercela (actus reus). Kedua, dilakukan dengan sikap batin yang salah
(mens rea) ; yaitu berupa kesengajaan (intensional), kecerobohan
(recklessness) atau kealpaan (negligence).
1. Contoh kasus kesengajaan
Melakukan aborsi tanpa indikasi medik
Melakukan euthanasia
Membocorkan rahasia dokter
Menerbitkan surat keterangan yang tidak benar
2. Contoh kasus kecerobohan
Melakukan tindakan medis yang tidak sesuai prosedur (legeartis)
Melakukan tindakan medis tanpa informed consent.
3. Contoh kasus kealpaan
Alpa atau kurang hati-hati sehingga meninggalkan gunting dalam
perut pasien.
Alpa atau kurang hati-hati sehingga pasien menderita luka-luka
(termasuk cacat) atau meninggal dunia
Pada Criminal malpraktik, tanggung jawabnya selalu bersifat individul
dan personal ( hanya pada yang melakukan ). Oleh sebab itu, tidak dapat
dialihkan kepada orang lain atau kepada rumah sakit.
b. Civil Malpractice
Yang termasuk dalam kategori ini yaitu jika dokter tidak melakukan
kewajibannya , yaitu tidak memberikan pelayanannya sebagaimana yang
telah disepakati.
Dikategorikan sebagai civil malpractice karena :
31
1. Tidak melakukan apa yang menurut kesepakatannya wajib dilakukan.
2. Melakukan apa yang menurut kesepakatannya wajib dilakukan tetapi
terlambat.
3. Melakukan apa yang menurut kesepakatannya wajib dilakukan tetap
tidak sempurna.
4. Melakukan apa yang menurut kesepakatannya tidak seharusnya
dilakukan.
Contoh : seorang dokter ahli kandungan sepakat menolong sendiri
persalinan seorang wanita sesuai keinginan wanita tersebut di suatu rumah
sakit swasta. Mengingat pembukaan jalan lahir baru mencapai satu meter,
maka dokter meninggalkannya untuk suatu kepentingan yang diperkirakan
tidak lama. Ketika dokter itu kembali di tempat ternyata pasien telah
melahirkan dalam keadaan selamat dengan dibantu oleh dokter lain.
Dalam kasus seperti ini, dokter dapat digugat atas dasar civil malpractice
untuk membayar ganti rugi immaterial, yaitu perasaan cemas selama
menunggu kedatangan dokter yang sangat dipercayainya.
Pada malpraktik ini, tanggung gugat dapat bersifat individu atau
korporasi. Selain itu dapat pula dialihkan kepada pihak lain yaitu rumah
sakit,asalkan dapat dibuktikan bahwa tindakan dokter itu dalam rangka
melaksanakan kewajiban rumah sakit.
c. Administrative Malpractice
Dikatakan Administrative malpractice bila dokter melanggar hukum
tata usaha negara.
Contoh yang dapat dikategorikan malpraktik ini antara lain :
1. Menjalankan praktik kedokteran tanpa izin ( tidak memiliki SIP )
2. Menjalankan tindakan medis yang tidak sesuai lisensi atau izin
yang dimiliki.
3. Melakukan praktik kedokteran dengan menggunakan izin yang
sudah kadaluarsa.
4. Tidak membuat rekam medik.
7.3 Pencegahan
Dengan adanya kecenderungan masyarakat untuk menggugat tenaga
perawatan karena adanya malpraktek diharapkan para dokter dalam
32
menjalankan tugasnya selalu bertindak hati-hati, yakni:
a. Tidak menjanjikan atau memberi garansi akan keberhasilan upayanya,
b. Sebelum melakukan intervensi agar selalu meminta persetujuan pasien atau
kerabat pasien
c. Mencatat semua tindakan yang dilakukan dalam rekam medis.
d. Apabila terjadi keragu-raguan, konsultasikan kepada dokter supervisor
e. Memperlakukan pasien secara manusiawi dengan memperhatikan segala
kebutuhannya.
f. Menjalin komunikasi yang baik dengan pasien, keluarga dan masyarakat
sekitarnya.
8. Surat Ijin Praktek (SIP)
8.1 Definisi
Surat Izin Praktik selanjutnya disebut SIP adaiah bukti tertulis yang
diberikan Dinas Kesehatan Kabupaten/Kota kepada dokter dan dokter gigi yang
telah memenuhi persyaratan untuk menjalankan praktik kedokteran.
8.2 Syarat- syarat yang diminta:
1. SIP lama
2. STR yang dilegalisir
3. Fotocopy ijazah
4.REKOMENDASI IDI
5.Pas foto 4x6 = 4 lbr 2x3 = 1 lbr
6.Mengisi formulir permohonan.
7.Biaya administrasi.
8.3 Dasar Ijin Praktek (SIP)
BAB VII UU RI NO 29 TAHUN 2004 TENTANG PRAKTIK KEDOKTERAN
PENYELENGGARAAN PRAKTEK KEDOKTERAN
Bagian kesatu
Surat Izin Praktik
33
Pasal 36
Setiap dokter dan dokter gigi yang melakukan praktik kedokteran di Indonesia
wajib memiliki surat izin praktik.
Pasal 37
1. Surat izin praktik sebagaimana dimaksud dalam Pasal 36 dikeluarkan oleh
pejabat kesehatan yang berwenang di kabupaten/kota tempat praktik
kedokteran atau kedokteran gigi dilaksanakan.
2. Surat izin praktik dokter atau dokter gigi sebagaimana dimaksud pada ayat
(I) hanya diberikan untuk paling banyak 3 (tiga) tempat.
3. Satu surat izin praktik hanya berlaku untuk I (satu) termpat praktik.
Pasal 38
1. Untuk mendapatkan surat izin praktik sebagaimana dimaksud dalam
Pasal 36, dokter atau dokter gigi harus:
A. memiliki surat tanda registrasi dokter atau surat tanda registrasi dokter gigi
yang masih berlaku sebagaimana dimaksud dalam Pasal 29, Pasal
31,danPasal32;
B. mempunyai tempat praktik; dan
C. memiliki rekomendasi dan organisasi profesi.
2. Surat izin praktik masih tetap berlaku sepanjang;
A. surat tanda registrasi dokter atau surat tanda registrasi dokter gigi masih
berlaku; dan
B. tempat praktik masih sesuai dengan yang tercantum dalam surat izin
praktik.
C. Ketentuan lebih lanjut mengenai surat izin praktik diatur dengan Peraturan
Menteri.
Bagian Kedua
Pelaksanaan Praktik
34
Pasal 39
Praktik kedokteran diselenggarakan berdasarkan pada kesepakatan antara dokter
atau dokter gigi dengan pasien dalam upaya untuk pemeliharaan kesehatan,
pencegahan penyakit, peningkatan kesehatan, pengobatan penyakit dan
pemulihan kesehatan.
Pasal 40
1. Dokter atau dokter gigi yang berhalangan menyelenggarakan praktik
kedokteran harus membuat pemberitahuan atau menunjuk dokter atau dokter
gigi pengganti;
2. Dokter atau dokter gigi pengganti sebagaimana dimaksud pada ayat (1) harus
dokter atau dokter gigi yang mempunyai surat izin praktik.
Pasal 41
1. Dokter atau dokter gigi yang telah mempunyai surat izin praktik dan
menyelenggarakan praktik kedokteran sebagaimana dimaksud dalam Pasal 36
wajib memasang papan nama praktik kedokteran.
2. Dalam hal dokter atau doktcr gigi berpraktik di sarana pelayanan kcsehatan,
pimpinan sarana kesehatan wajib membuat daftar dokter gigi yang melakukan
praktik kedokteran.
Pasal 42
Pimpinan sarana pelayanan kesehatan dilarang mengizinkan dokter atau dokter
gigi yang tidak memiliki surat izin praktik untuk melakukan praktik kedokteran
di sarana pelayanan kesehatan tersebut.
Pasal 43
Ketentuan lebih lanjut mengenai pelaksanaan praktik kedokteran diatur dengan
Peraturan Menteri.
Bagian Ketiga
Pemberian Pelayanan
Standar Pelayanan
35
Pasal 44
1. Dokter atau dokter gigi dalam menyelenggarakan praktik kedokteran wajib
mengikuti standar pelayanan kedokteran atau kedokteran gigi,
2. Standar pelayanan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dibedakan menurut
jenis dan strata sarana pelayanan kesehatan.
3. Standar pelayanan untuk dokter atau dokter gigi sebagaimana dimaksud pada
ayat (1) dan ayat (2) diatur dengan Peraturan Menteri.
8.4 Tata Cara Pembuatan SIP
Sebelum mulai membuat SIP lebih dahulu membuat STR(surat tanda
registrasi). STR adalah bukti tertulis yang diberikan oleh Konsil Kedokteran
Indonesia ( KKI ) kepada dokter yang telah di registrasi.
Setiap dokter yang melakukan praktek kedokteran di Indonesia wajib memiki
STR. Untuk memiliki STR tersebut, dokter mengajukan permohonan kepada
KKI dengan melampirkan:
1. Fotocopy SIP dan atau SP (bagi yang punya).
2. Mengisi surat permohonan untuk memperoleh STR.
3. Melampirkan bukti pembayaran ASLI permohonan pengurusan STR ke
rekening KKI no 93.20.5556 BNI cabang Melawai Raya Kebayoran Baru
Jakarta Selatan.
4. Fotocopy ijazah dokter/dokter spesialis yang dilegalisir oleh Dekan Institusi
Pendidikan.
5. Surat Pernyataan telah mengucapkan sumpah/janji dokter.
6. Surat Keterangan sehat fisik dan mental dari dokter yang memiliki SIP
(dengan mencantumkan no SIP).
7. Fotocopy Sertifikat Kompetensi dari Kolegium terkait.
SERTIFIKAT KOMPETENSI adalah surat tanda pengakuan terhadap
kemampuan seorang dokter untuk menjalankan praktik kedokteran diseluruh
Indonesia setelah lulus uji kompetensi.
8. Surat Pernyataan akan mematuhi dan melaksanakan ketentuan etika profesi.
9. Pas Foto terbaru, berwarna, ukuran 4x6 (4 lembar) dan 2x3 (2 lembar).
STR berlaku untuk jangka waktu 5 tahun dan dapat di registrasi ulang
setiap 5 tahun dengan tetap memenuhi persyaratan diatas. KKI meneliti
36
seluruh berkas dan menerbitkan STR selambat lambatnya 3 bulan setelah
permohonan diterima. Setiap dokter memperoleh satu STR asli dan 3(TIGA)
lembar fotocopy STR yang dilegalisasi KKI, dikirim langsung ke pemohon
dengan tembusan ke Biro Kepegawaian DepKes RI, DinKes Propinsi dan
PB IDI.
Jika sudah memiliki STR dan tempat buat praktik, selanjutnya mulai
membuat SIP untuk keamanan dan kenyamanan dalam memberikan pelayanan
kesehatan kepada masyarakat.
Langkah-langkahnya yaitu :
1. Membuat rekomendasi IDI di tempat akan praktek. Syarat-syarat pembuatan
Kartu Tanda Anggota IDI dan Surat Rekomendasi Izin Praktik (SRIP) dari
IDI
37
38
2. Setelah surat rekomendasi IDI selesai dibuat, paling lama satu minggu.
Langkah selanjutnya, datang ke dinas kesehatan kota/kabupaten setempat
dengan membawa syarat-syarat
39
:
Lampiran surat izin praktek dari pimpinan, bagi yang bekerja sebagai dokter
PNS baik di RS, Puskesmas, maupun Dosen PTN.
40
41
42
3. Setelah syarat-syaratnya lengkap dan diserahkan ke Dinas Kesehatan
setempat, langkah selanjutnya selanjutnya menunggu untuk di survey tempat
praktek oleh tim dari Dinas Kesehatan. Biasanya waktu survey akan
diberitahukan langsung melalui via telepon atau SMS. Oleh karena itu, harus
dipersiapkan dengan baik lokasi yang akan dijadikan tempat praktek.
4. Setelah di survey, langkah selanjutnya tinggal menunggu panggilan via
telepon/SMS dari Dinas Kesehatan setempat, apabila SIP sudah telah selesai
dibuat. Ada biaya administrasi yang sudah ditetapkan. Setiap jenis praktek
43
biaya tidak sama, misal praktek pribadi dan Balai Pengobatan berbeda biaya
administrasinya.
8. Lembaga – Lembaga Kedokteran
1. MKEK (Majelis Kehormatan Etik Kedoteran)
MKEK merupakan lembaga perlengkapan organisasi profesi IDI. Menurut
pasal 16 ayat 1 Anggaran Rumah Tangga IDI, MKEK merupakan badan khusus
etika. Sedangkan tugas dan wewenang MKEK menuut pasal 16 ayat 2 Anggaran
Rumah Tangga IDI yaitu :
1. Melakukan tugas bimbingan, pengawasan, dan penilaian dalam pelaksanaan
etik kedokteran
2. Memperjuangkan etik kedokteran agar dapat ditegakkan di Indonesia
3. Memberikan usul dan saran, diminta dan tidak diminta kepada Dewan
Pertimbangan dalam hubungna dengan masalah etik kedokteran
4. Membina hubungan baik dengan aparat etik yang ada, baik pemerintah
maupun organisasi profesi lain dengan sepengetahuan Dewan Pertimbangan
5. Dalam melaksanakan tugasnya MKEK bertanggung jawab pada muktamar
atau rapat pembentukan wilayah melalui Dewan Pertimbangan
Tugas pokok MKEK adalah melakukan tugas bimbingan, pengawasan, dan
penilaian dalam pelaksanaan etik kedokteran, seperti yang sudah dijelaskan dalam
poin (1). Sedangkan tugas utama MKEK adalah menyelesaikan kasus-kasus
tuduhan pelanggaran eika kedokteran untuk memutuskan adanya kesalahan atau
tidak terhadap dokter dalam pelayanan kesehatan. Sanksi yang dijatuhkan oleh
MKEK dalam pelaksanaannya memerlukan adanya kerjasama antara IDI dan
Departemen Kesehatan.
2. MKDKI (Majelis Kehormatan Disiplin Kedokteran Indonesia)
Majelis Kehormatan Disiplin Kedokteran Indonesia adalah lembaga yang
berwenang untuk menentukan ada tidaknya kesalahan yang dilakukan dokter dan
dokter gigi dalam penerapan disiplin ilmu kedokteran dan kedokteran gigi, dan
menetapkan sanksi.
Majelis Kehormatan Disiplin Kedokteran Indonesia merupakan lembaga
otonom dari Konsil Kedokteran Indonesia, dan dalam menjalankan tugasnya
44
bersifat independen, serta bertanggung jawab kepada Konsil Kedokteran
Indonesia. Berkedudukan di ibu kota negara Republik Indonesia.
Majelis Kehormatan Disiplin Kedokteran di tingkat provinsi dapat dibentuk oleh
Konsil Kedokteran Indonesia atas usul Majelis Kehormatan Disiplin Kedokteran
Indonesia. Pimpinan Majelis Kehormatan Disiplin Kedokteran Indonesia terdiri
atas seorang ketua, seorang wakil ketua, dan seorang sekretaris.
Keanggotaan Majelis Kehormatan Disiplin Kedokteran Indonesia terdiri atas 3
(tiga) orang dokter gigi dan organisasi profesi masing-masing, seorang dokter dan
seorang dokter gigi mewakili asosiasi rumah sakit, dan 3 (tiga) orang sarjana
hukum.
Anggota Majelis Kehormatan Disiplin Kedokteran Indonesia ditetapkan oleh
Menteri atas usul organisasi profesi.
Masa bakti keanggotaan Majelis Kehormatan Disiplin Kedokteran Indonesia
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 60 adalah 5 (lima) tahun dan dapat diangkat
kembali untuk 1 (satu) kali masa jabatan. Pimpinan Majelis Kehormatan Disiplin
Kedokteran Indonesia dipilih dan ditetapkan oleh rapat pleno anggota. Ketentuan
lebih lanjut mengenai tata cara pemilihan pimpinan Majelis Kehormatan Disiplin
Kedokteran Indonesia diatur dengan Peraturan Konsil Kedokteran Indonesia.
Majelis Kehormatan Disiplin Kedokteran Indonesia bertugas:
1. Menerima pengaduan, memeriksa, dan memutuskan kasus pelanggaran disiplin
dokter dan dokter gigi yang diajukan; dan
2. Menyusun pedoman dan tata cara penanganan kasus pelanggaran disiplin
dokter atau dokter gigi.
Majelis Kehormatan Disiplin Kedokteran Indonesia memeriksa dan memberikan
keputusan terhadap pengaduan yang berkaitan dengan disiplin dokter dan dokter
gigi. Apabila dalam pemeriksaan ditemukan pelanggaran etika, Majelis
Kehormatan Disiplin Kedokteran Indonesia meneruskan pengaduan pada
organisasi profesi. Keputusan Majelis Kehormatan Disiplin Kedokteran Indonesia
mengikat dokter, dokter gigi, dan Konsil Kedokteran Indonesia.
Keputusan dapat berupa dinyatakan tidak bersalah atau pemberian sanksi disiplin.
45
Sanksi disiplin dapat berupa:
1.pemberian peringatan tertulis;
2. rekomendasi pencabutan surat tanda registrasi atau surat izin praktik; dan/atau
3. kewajiban mengikuti pendidikan atau pelatihan di institusi pendidikan
kedokteran atau kedokteran gigi.
Ketentuan lebih lanjut mengenai pelaksanaan fungsi dan tugas Majelis
Kehormatan Disiplin Kedokteran Indonesia, tata cara penanganan kasus, tata cara
pengaduan, dan tata cara pemeriksaan serta pemberian keputusan diatur dengan
Peraturan Konsil Kedokteran Indonesia.
3. P3EK (Panitia Pertimbangan dan Pembinaan Etika Kedokteran)
P3EK dibentuk berdasarkan Permenkes RI No. 554/Men.Kes/Per/XII/1982.
Unsur-unsur P3EK meliputi Departemen Kesehatan, Dinas Pendidikan dan
Kebudayaan, Fakultas Kedokteran, Fakultas Kedokteran Gigi, pengurus besar IDI,
dan PDGI.
Menurut Permenkes RI No. 554/Men.Kes/Per/XII/1982 P3EK berwenang
untuk memanggil, memeriksa, dan memutuskan bersalah atau tidaknya seorang
dokter yang dituduh melanggar etika.
Tugas dan wewenang P3EK :
1. Memberikan pertimbangan dan usul tentang pelaksanaan kode etik, baik
diminta ataupun tidak
2. Membina dan mengembangkan secara aktif KODEKI dengan cara kerjasama
dengan IDI
3. Memberi pertimbangan dan usul sanksi kepada yang berwenang terhadap
dokter yang melanggar etik
4. Menyelesaikan persoalan yang tidak dapat diselesaikan oleh P3EK provinsi
5. Menyelesaikan rujukan terakhir dalam permasalahan pelanggaran etik
kedokteran
6. Mengadakan konsultasi dengan instansi penegak hukum dan ahli hukum yang
mendalami hukum kedokteran serta instansi lain.
Perbedaan MKEK dengan P3EK :
1. Semua masalah yang bersangkutan dengan etik diteruskan kepada MKEK
46
2. Masalah etik murni diselesaikan oleh MKEK
3. Masalah yang tidak murni etik maupun masalah yang tidak dapat diselesaikan
oleh MKEK dirujuk kepada P3EK
4. Dalam sidang MKEK atau P3EK untuk pengambilan keputusan Badan
Pembela Anggota IDI dapat mengikuti persidangan apabila dikehendaki oleh
orang yang bersangkutan (tanpa ada hak untuk mengambil keputusan)
5. Masalah yang menyangkut tentang dokter akan ditangani oleh MKEK terlebih
dahulu sebelum kemudian diteruskan kepada P3EK
6. Untuk kepentingan pencatatan setiap kasus pelanggaran kode etik kedokteran
serta penyelesaiannya oleh MKEK dilaporkan kepada P3EK
4. KKI
Konsil Kedokteran Indonesia (KKI) berdasarkan UU no. 29 Tahun 2004
tentang praktik Kedokteran, telah dibentuk untuk melindungi masyarakat
penerima jasa pelayanan kesehatan dan meningkatkan mutu pelayanan kesehatan
dari dokter dan dokter gigi, yang terdiri atas Konsil Kedokteran dan Konsil
Kedokteran Gigi. KKI bertanggung jawab kepada Presiden dan berkedudukan di
Ibukota Negara Republik Indonesia.
KKI mempunyai fungsi pengaturan, pengesahan, penetapan, serta pembinaan
dokter dan dokter gigi yang menjalankan praktek kedokteran dalam rangka
meningkatkan mutu pelayanan medis.
KKI mempunyai tugas meregistrasi dokter dan dokter gigi, mengesahkan
standar pendidikan profesi dokter dan dokter gigi dan melakukan pembinaan
terhadap penyelenggaraan praktek kedokteran yang dilaksanakan bersama
lembaga terkait sesuai dengan fungsi masing-masing.
Standar pendidikan profesi dokter dan dokter gigi yang disahkan Konsil
ditetapkan bersama oleh Konsil Kedokteran Indonesia dengan kolegium
kedokteran, kolegium kedokteran gigi, asosiasi institusi pendidikan kedokteran,
asosiasi institusi pendidikan kedokteran gigi, dan asosiasi rumah sakit pendidikan.
KKI mempunyai wewenang:
menyetujui dan menolak permohonan registrasi dokter dan dokter gigi,
47
menerbitkan dan mencabut surat tanda registrasi dokter dan dokter gigi,
mengesahkan standar kompetensi dokter dan dokter gigi,
melakukan pengujian terhadap persyaratan registrasi dokter dan dokter gigi,
mengesahkan penerapan cabang ilmu kedokteran dan kedokteran gigi,
melakukan pembinaan bersama terhadap dokter dan dokter gigi mengenai
pelaksanaan etika profesi yang ditetapkan oleh Organisasi Profesi,
melakukan pencatatan terhadap dokter dan dokter gigi yang dikenakan sanksi
oleh organisasi profesi, atau perangkatnya karena melanggar ketentuan etika
profesi.
Susunan organisasi Konsil Kedokteran Indonesia terdiri atas:
Konsil Kedokteran
Konsil Kedokteran Gigi.
Konsil Kedokteran dan Konsil Kedokteran Gigi masing-masing terdiri atas 3
divisi yaitu:
1. divisi registrasi,
2. divisi standar pendidikan profesi,
3. divisi pembinaan.
Jumlah anggota Konsil Kedokteran Indonesia berjumlah 17 orang yang terdiri dari
unsur-unsur yang berasal dari :
1. Organisasi Profesi Kedokteran 2 orang,
2. Organisasi Profesi Kedokteran Gigi 2 orang,
3. Asosiasi Institusi Pendidikan Kedokteran 1 orang,
4. Asosiasi Institusi Pendidikan Kedoktan Gigi 1 orang,
5. Kolegium Kedokteran 1 orang,
6. Kolegium Kedokteran Gigi 1 orang,
48
7. Asosiasi Rumah Sakit Pendidikan 2 orang,
8. Tokoh Masyarakat 3 orang,
9. Departemen Kesehatan 2 orang,
10. Departemen Pendidikan Nasional 2 orang.
11. Keanggotaan KKI untuk pertama kali ditetapkan oleh Presiden atas usul
Menteri Kesehatan (pasal 84 Undang Undang No. 29 Tahun 2004 tentang
Praktik Kedokteran).
5. IDI (Ikatan Dokter Indonesia)
IDI adalah suatu lembaga perhimpunan profesi dokter seluruh Indonesia.
Visi IDI :
Menjadikan IDI sebagai organisasi profesi kedokteran nasional yang berwibawa
di tingkat Asia Pasifik pada 2010.
Misi IDI :
Meningkatkan kemampuan professional yang beretika
Mengembangkan peranan yang bermakna dalam meningkatkan derajat
kesehatan masyarakat
Menyuarakan aspirasi, kesejahteraan, dan memberikan perlindungan kepada
segenap anggota
Mengembangkan standard pelayanan profesi, standard etika dan
memperjuangkan kebebasan profesi yang mampu menyelaraskan
perkembangan ilmu dan teknologi kedokteran dengan tuntutan dan kebutuhan
masyarakat
Tujuan IDI :
Memadukan segenap potensi dokter Indonesia
Meningkatkan harkat, martabat, dan kehormatan diri dan profesi kedokteran
Mengembangkan ilmu pengetahuan dan teknologi kedokteran
Meningkatkan derajat kesehatan rakyat Indonesia menuju masyarakat sehat
dan sejahtera
49
Tugas IDI :
Untuk mengorganisir seluruh kegiatan dokter-dokter di seluruh Indonesia
6. Perhimpunan Dokter Keluarga Indonesia (PDKI)
Perhimpunan Dokter Keluarga Indonesia (PDKI) yang saat ini seluruh
anggotanya adalah Dokter Praktik Umum (DPU) yang tersebar di seluruh pelosok
Indonesia. Jumlah anggota yang telah mendaftar sekitar 3000 orang. Semua
anggota PDKI adalah anggota IDI. PDKI merupakan organisasi profesi dokter
penyelenggara pelayanan kesehatan tingkat primer yang utama.
Ciri dokter layanan primer adalah (Danasari, 2008) :
1. Menjadi kontak pertama dengan pasien dan memberi pembinaan berkelanjutan
(continuing care)
2. Membuat diagnosis medis dan penangannnya
3. Membuat diagnosis psikologis dan penangannya
4. Memberi dukungan personal bagi setiap pasien dengan berbagai latar belakang
dan berbagai stadium penyakit
5. Mengkomunikasikan informasi tentang pencegahan, diagnosis, pengobatan, dan
prognosis
6. Melakukan pencegahan dan pengendalian penyakit kronik dan kecacatan melalui
penilaian risiko, pendidikan kesehatan, deteksi dini penyakit, terapi preventif,
dan perubahan perilaku.
Setiap dokter yang menyelenggarakan pelayanan seperti di atas dapat menjadi
anggota PDKI. Anggota PDKI adalah semua dokter penyelenggara pelayanan
kesehatan tingkat primer baik yang baru lulus maupun yang telah lama berpraktik
sebagai Dokter Praktik Umum.
Dokter penyelenggara tingkat primer, yaitu :
1. Dokter praktik umum yang praktik pribadi
2. Dokter keluarga yang praktik pribadi
3. Dokter layanan primer lainnya seperti :
a. Dokter praktik umum yang bersama
b. Dokter perusahaan
c. Dokter bandara
d. Dokter pelabuhan
50
e. Dokter kampus
f. Dokter pesantren
g. Dokter haji
h. Dokter puskesmas
i. Dokter yang bekerja di unit gawat darurat
j. Dokter yang bekerja di poliklinik umum RS
k. Dokter praktik umum yang bekerja di bagian pelayanan khusus
7. Kolegium Ilmu Kedokteran Keluarga Indonesia ( KIKKI )
Dipilih dalam Kongres Nasional VII di Makassar 30 Agustus 2006 – 2
September 2006, dan telah dilaporkan ke PB IDI Pusat dan MKKI. Kolegium
memang harus ada dalam sebuah organisasi profesi. Jadi PDKI harus mempunyai
kolegium yang akan memberikan pengakuan kompetensi keprofesian kepada setiap
anggotanya. Dalam PDKI lembaga ini yang diangkat oleh kongres dan bertugas
sebagai berikut :
1. Melaksanakan isi anggaran dasar dan anggaran rumah tangga serta semua
keputusan yang ditetapkan kongres
2. Mempunyai kewenangan menetapkan, melaksanakan, dan mengevaluasi
kegiatan yang berkaitan dengan pengelolaan sistem pendidikan profesi
bidang kedokteran keluarga
3. Mengkoordinasikan kegiatan kolegium kedokteran
4. Mewakili PDKI dalam pendidikan profesi bidang kedokteran keluarga
5. Menetapkan program studi pendidikan profesi bidang kedokteran keluarga
beserta kurikulumnya
6. Menetapkan kebijakan dan pengendalian uji kompetensi nasional pendidikan
profesi kedokteran keluarga
7. Menetapkan pengakuan keahlian (sertfikasi dan resertifikasi)
8. Menetapkan kebijakan akreditasi pusat pendidikan dan rumah sakit
pendidikan untuk pendidikan dokter keluarga
9. Mengembangkan sistem informasi pendidikan profesi bidang kedokteran
keluarga
Angota KIKK terdiri atas anggota PDKI yang dinilai mempunyai tingkat
integritas dan kepakaran yang tinggi untuk menilai kompetensi keprofesian
anggotanya. Atas anjuran dan himbauan IDI sebaiknya KIKK digabung dengan
51
KDI karena keduanya menerbitan sertifikat kompetensi untuk Dokter Pelayanan
Primer (DPP). Setelah melalui diskusi yang berkepanjangan akhirnya bergabung
dengan nama Kolegium Dokter dan Dokter Keluarga (KDDKI) yang untuk
sementara melanjutkan tugas masing-masing, unsur KDI memberikan sertifikat
kepada dokter yang baru lulus sedangkan unsur KIKK memberikan sertifikat
kompetensi (resertifikasi) kepada DPP yang akan mendaftar kembali ke KKI.
V. KESIMPULAN
Sebagai seorang dokter yang efektif dan professional selalu menghayati makna
setiap isi dari Sumpah Dokter. Kita harus mengamalkan Kode Etik Kedokteran,
Prinsip dasar etik, Undang-Undang Kesehatan, dan Undang-Undang Praktik
Kedokteran, baik dalam kehidupan sehari-hari maupun dalam memberikan pelayanan
kesehatan yang optimal kepada pasien (misalnya memberikan surat keterangan).
VI. DAFTAR PUSAKA
Hanafiah,Yusuf,&Amir,Amri. 2007. Etika Kedokteran dan Hukum Kesehatan.
Jakarta:EGC.
Buku Himpunan Peraturan tentang MKDKI Tahun 2008
http://www.freewebs.com/etikakedokteranindonesia/
http://www.dwinuraini.info/a/Sangsi%20%20atau%20Pelanggaran%20Kode%20Etik
%20Kedokteran.pdf
http://luk.staff.ugm.ac.id/atur/sehat/Kode-Etik-Kedokteran.pdf
52
53