c-3

73
RESUME SKENARIO 2 BELAJAR OLEH : KELOMPOK C FAKULTAS KEDOKTERAN 1 Nuriayu Primita S. Pritta Taradipa RR. Lidia Imaniar Anjani Putri R. Vidya Muqsita Raditya Bagus E. Meita Astuti Vony Safitri Y. 112010101032 112010101033 112010101034 112010101035 112010101036 112010101037 112010101038 112010101039 Fauziah Damayanti Imanniar Galuh P. Dyah Putri H. Mukhammad Harfat K. Izaratul Haque Vincentius Baskhara S. 112010101040 112010101041 112010101042 112010101043 112010101045 112010101046

Upload: juzt-zhara

Post on 14-Aug-2015

48 views

Category:

Documents


1 download

TRANSCRIPT

Page 1: C-3

RESUME

SKENARIO 2

BELAJAR

OLEH : KELOMPOK C

FAKULTAS KEDOKTERAN

UNIVERSITAS JEMBER

2011

1

Nuriayu Primita S.

Pritta Taradipa

RR. Lidia Imaniar

Anjani Putri R.

Vidya Muqsita

Raditya Bagus E.

Meita Astuti

Vony Safitri Y.

112010101032

112010101033

112010101034

112010101035

112010101036

112010101037

112010101038

112010101039

Fauziah Damayanti

Imanniar Galuh P.

Dyah Putri H.

Mukhammad Harfat K.

Izaratul Haque

Vincentius Baskhara S.

112010101040

112010101041

112010101042

112010101043

112010101045

112010101046

Page 2: C-3

I. KLARIFIKASI ISTILAH

1. Sumpah dokter : Sumpah yang dibacakan oleh mahasiswa kedokteran yang telah

lulus pendidikan dokter dan yang akan menjalani profesi dokter secara resmi yang

didasarkan pada deklarasi Jenewa dan sumpah Hippokrates (EKHK, edisi 3)

2. Malpraktik : Kelalaian dari seorang pelaku profesi untuk menerapkan standar

pelayanan dalam bidangnya, atau kurangnya keahlian, atau mengabaikan

keprofesionalismean yang menyebabkan penyimpangan disiplin ilmu dalam

bidangnya (internet)

3. SIP (Surat Ijin Praktik): Surat ijin tertulis untuk melakukan praktik kedokteran

yang dikeluarkan oleh pejabat kesehatan yang berwenang di kabupaten/kota tempat

praktik kedokteran dilaksanakan berdasarkan kelulusan dalam uji kompetensi

(internet)

4. Praktik dokter : Rangkaian kegiatan seorang dokter yang telah mendapat teori

sebelumnya terhadap pasien dalam melaksanakan upaya kesehatan

5. Surat kematian : Surat teknis yang dikeluarkan seorang dokter bahwa seorang telah

meninggal dengan sebab-sebab tertenu dan memuat penyebab, waktu dan tempat,

lama sakit sampai meninggalnya seseorang untuk membuat akte kematian yang

dibuat dengan penuh tanggung jawab

6. Kesemutan : berasa senyar (geranyam) pada anggota badan, seperti digigit semut,

terutama kaki dan tangan karena lama duduk tanpa bergerak-gerak atau tertekan

terlalu lama (Kamus Bahasa Indonesia Online)

7. Kode Etik Kedokteran Indonesia (KODEKI) : Pedoman yang berisi prinsip moral,

asas, akhlak, dan norma untuk seorang dokter yang menjalankan profesinya yang

harus diterapkan kepada pasien, teman sejawat, diri sendiri, maupun masyarakat

mengenai hal-hal yang baik dan buruk dalam praktik kedokteran

8. Suntikan : hasil menyuntik (KBBI)

9. Undang-Undang Praktik Kedokteran : Suatu UU yang digunakan untuk mengatur

praktik dokter dengan tujuan memberikan perlindungan kepada pasien,

mempertahankan dan meningkatkan mutu pelayanan medis dan memberikan

kepastian hukum kepada dokter dan dokter gigi serta disahkan oleh parlemen

2

Page 3: C-3

10. Etika : ilmu tentang apa yang baik dan apa yg buruk dan tentang hak serta

kewajiban moral, kumpulan asas atau nilai yang berkenaan dengan akhlak, asas

perilaku yang menjadi pedoman (KBBI)

11. Meninggal : sudah hilang nyawanya, tidak pernah hidup, tidak ada gerak atau

kegiatan (KBBI)

12. Kasus : soal, perkara, keadaan sebenarnya dari suatu urusan atau perkara, keadaan

atau kondisi khusus yang berhubungan dengan seseorang atau suatu hal (KBBI)

3

Page 4: C-3

II. MENGANALISIS MASALAH

1. Profesi Kedokteran

1.1 Definisi

1.2 Ciri - ciri

2. Etika dan Hukum Kedokteran

2.1 Kode Etik Kedokteran Indonesia (KODEKI)

2.1.1 Definisi

2.1.2 Landasan

2.1.3 Isi KODEKI

2.1.4 Sanksi dan Pelanggaran

2.2 Etika Kedokteran

2.2.1 Definisi

2.2.2 Prinsip dasar etik

2.2.3 Contoh pelanggaran

3. Undang – Undang Kesehatan

3.1 Definisi

3.2 Fungsi

4. Undang – Undang Praktek Kedokteran

4.1. Definisi

4.2. Isi

4.3. Tujuan

4.4. Pelanggaran

5. Sumpah Dokter

5.1 Definisi

5.2 Sumpah Hippokrates

5.3 Deklarasi Geneva

5.4 Pernyataan-pernyataan WMA

6. Surat Keterangan Dokter

6.1 Definisi

6.2 Macam Surat Keterangan Dokter

7. Malpraktek

7.1 Definisi Malpraktek

4

Page 5: C-3

7.2 Macam-macam Malpraktek

7.3 Pencegahan

8. Surat Ijin Praktek (SIP)

8.1 Definisi

8.2 Syarat SIP

8.3 Dasar Ijin Praktek (SIP)

8.4 Tata Cara Pembuatan SIP

9. Lembaga – Lembaga Kedokteran

5

Page 6: C-3

III. TUJUAN PEMBELAJARAN

1. Mengetahui dan memahami standar untuk mencapai profesi dokter

2. Menjelaskan tentang Kode Etik Kedokteran Indonesia

3. Menjelaskan dan memahami Undang-Undang Praktek Kedokteran

4. Memaparkan isi dari KODEKI

5. Menjelaskan dan mengetahui definisi, landasan, prinsip etika kedokteran

6. Mengetahui dan memahami syarat dan cara memperoleh SIP

7. Menjelaskan dan mengetahui peran-peran lembaga terkait kedokteran

8. Mengetahui dan memahami sumpah dokter baik dari sumpah Hippocrates, Deklarasi

Geneva dan sumpah dokter di Indonesia sesuai sejarah sumpah dokter

9. Menguraikan dan menjelaskan hak dan kewajiban dokter terhadap pasien

10. Mengetahui dan memahami Undang-undang Kesehatan dan Undang-undang Praktek

Kedokteran

11. Mengetahui dan memahami macam-macam surat keterangan dokter

12. Menjelaskan dan mengetahui pelanggaran etika kedokteran

13. Menjelaskan definisi dan upaya pencegahan malpraktek

6

Page 7: C-3

IV. MENGANALISIS MASALAH

1. Profesi Kedokteran

1.1 Definisi

Profesi dokter menurut UU no.29 tahun 2004 adalah suatu pekerjaan yang

dilakukan berdasarkan suatu keilmuan, kompetensi yang diperoleh melalui

pendidikan yang berjenjang dan kode etik yang bersifat melayani masyarakat.

1.2 Ciri-ciri pekerjaan profesi yang profesional :

1. Mempunyai rasa empati/ belas kasih.

2. Mengikuti pendidikan sesuai standar nasional.

3. Mengutamakan panggilan kemanusiaan daripada keuntungan.

4. Anggotanya belajar sepanjang hayat.

5. Anggota-anggotanya bergabung dalam suatu organisasi profesi.

6. Berkompeten, yaitu mempunyai sertifikat kompetensi dan sesuai dengan

SKD (Standar Kompetensi Dokter).

7. Otonomi.

8. Pekerjaannya legal melalui perizinan.

2. Kode Etik Kedokteran Indonesia (KODEKI)

2.3 Kode Etik Kedokteran Indonesia (KODEKI)

2.1.5 Definisi

Pedoman yang berisi norma, azas, dan kewajiban-kewajiban

umum yang harus dilaksanakan seorang dokter ketika menjalankan

profesinya yang harus diterapkan kepada pasiennya.

Penerapan KODEKI tertuang dalam SK PB IDI No.

221/PB/A.4/04/2002 tanggal 19 April 2002. KODEKI pertama kali

disusun tahun 1969 dalam Musyawarah Kerja Susila Kedokteran

Indonesia.

2.1.6 Landasan

Pancasila sebagai landasan idiil, enam poin sifat dasar dari

Pancasila (keluhuran sifat kedokteran):

a) Sifat ketuhanan

b) Sifat keluhuran budi

7

Page 8: C-3

c) Sifat kemurnian niat

d) Sifat kesungguhan kerja

e) Sifat kerendahan hati

f) Sifat integritas ilmiah dan sosial

UUD 1945 sebagai landasan strukturil

Etik dan norma-norma yang mengatur hubungan sesama manusia

Sumpah-sumpah (Sumpah Hippocrates, Sumpah Dokter Indonesia)

Pernyataan-pernyataan WMA:

a) Deklarasi Geneva (1948) :mengenai lafal sumpah dokter

b) Deklarasi Helsinki (1964) :mengenai riset klinik

c) Deklarasi Sydney (1968) :mengenai surat kematian

d) Deklarasi Oslo (1970) :mengenai pengguguran kandungan atas

indikasi medik

e) Deklarasi Tokyo (1975): mengenai penyiksaan

2.1.7 Isi KODEKI

i. Kewajiban Umum

Pasal 1

Setiap dokter harus menjunjung tinggi, menghayati dan mengamalkan Sumpah

Dokter.

Pasal 2

Seorang dokter harus senantiasa berupaya melaksanakan profesinya sesuai

dengan standart profesi yang tertinggi.

Pasal 3

Dalam melakukan pekerjaan kedokterannya seorang dokter tidak boleh

dipengaruhi oleh sesuatu yang mengakibatkan hilangnya kebebasan dan

kemandirian profesi.

Pasal 4

Setiap dokter harus menghindarkan diri dari perbuatan yang bersifat memuji

diri.

8

Page 9: C-3

Pasal 5

Tiap perbuatan atau nasehat yang mungkin melemahkan daya tahan psikis

maupun fisik hanya diberikan untuk kepentingan dan kebaikan pasien, setelah

memperoleh persetujuan pasien.

Pasal 6

Setiap dokter harus senantiasa berhati hati dalam mengumumkan dan

menerapkan setiap penemuan teknik atau pengobatan baru yang belum diuji

kebenaran dan hal-hal yang dapat menimbulkan keresahan masyarakat.

Pasal 7

Seorang dokter hanya memberi surat keterangan dan pendapat yang telah

diperiksa sendiri kebenarannya.

Pasal 7a

Seorang dokter harus, dalam setiap praktik medisnya, memberikan pelayanan

medis yang kompeten dengan kebebasan teknis dan moral sepenuhnya,

disertai rasa kasih sayang (compassion) dan penghormatan atas martabat

maniusia.

Pasal 7b

Seorang dokter harus bersikap jujur dalam berhubungan dengan pasien dan

sejawatnya yang dia ketahui memiliki kekurangan dalam karakter atau

kompetensi atau yang melakukan penipuan atau penggelapan dalam

menangani pasien.

Pasal 7c

Seorang dokter harus menghormati hak-hak pasien, hak-hak teman

sejawatnya, dan hak tenaga kesehatan lainnya dan harus menjaga

kepeercayaan pasien.

Pasal 8

9

Page 10: C-3

Dalam melakukan pekerjaannya, seorang dokter harus memperhatikan

kepentingan

masyarakat dan memperhatikan semua aspek pelayanan kesehatan yang

menyeluruh (promotif, preventif,

kuratif, dan rehabilitatif), baik fisik maupun psikososial serta berusaha

menjadi pendidik dan pengabdi masyarakat yang sebenar-benarnya.

Pasal 9

Setiap dokter dalam bekerja sama dangan para pejabat dibidang kesehatan dan

bidang lainnya serta masyarakat lainnya harus saling menghormati

ii. K ewajiban D okter terhadap Pasien

Pasal 10

Setiap dokter wajib bersikap tulus ikhlas dan mempergunakan segala ilmu dan

ketrampilannnya untuk kepentingan pasien. Dalam hal ini ia tidak mampu

melakukan suatu pemerikasaan atau pengobatan, maka atas persetujuan

pasien, ia wajib merujuk pasien kepada dokter yang mempunyai keahlian

dalam penyakit tersebut.

Pasal 11

Setiap dokter harus memberikan kesempatan kepada pasien agar senantiasa

dapat berhubungan dengan keluarga dan penasihatnya dalam beribadat dan

atau dalam masalah lainnnya

Pasal 12

Setiap dokter wajib merahasiakan segala sesutu yang diketahuinya tentang

seorang pasien bahkan juga setelah pasien itu meninggal dunia.

Pasal 13

Setiap dokter wajib melakukan pertolongan darurat sebagai suatu tugas

perikemanusiaan, kecuali bila ia yakin ada orang lain bersedia dan mampu

memberikannya

10

Page 11: C-3

iii. Kewajiban D okter terhadap T eman S ejawat

Pasal 14

Setiap dokter memperlakukan teman sejawatnya sebagaimana ia sendiri ingin

diperlakukan.

Pasal 15

Setiap dokter tidak boleh mengambil alih pasien dari teman sejawat, kecuali

dengan persetujuan atau berdasarkan prosedur yanbg etis.

iv. K ewajiban D okter terhadap D iri S endiri

Pasal 16

Setiap dokter harus memelihara kesehatannya, supaya dapat bekerja dengan

baik.

Pasal 17

Setiap dokter hendaklah senantiasa mengikuti perkembangan ilmu

pengetahuan dan teknologi kedokteran\kesehatan

Sumber: Etika Kedokteran dan Hukum Kesehatan, penerbit buku EGC, edisi 4.

2.1.8 Sanksi dan Pelanggaran KODEKI

Pelanggaran etik murni

Pelanggaran terhadap butir-butir Lafal Sumpah Dokter

Indonesia (LSDI) dan Kode Etik Kedokteran Indonesia (KODEKI) ada

yang merupakan pelanggaran etik murni, dan ada pula yang merupakan

pelanggaran etikolegal. Pelanggaran etik tidak selalu merupakan

pelanggaran hukum, dan sebaliknya, pelanggaran hukum tidak selalu

berarti pelanggaran etik.

Yang termasuk pelanggaran etik murni antara lain :

1. Menarik imbalan jasa yang tidak wajar dari klien / pasien atau

menarik imbalan jasa

2. dari sejawat dokter dan dokter gigi beserta keluarga kandungnya.

3. Mengambil alih pasien tanpa persetujuan sejawatnya.

11

Page 12: C-3

4. Memuji diri sendiri di depan pasien, keluarga atau masyarakat.

5. Pelayanan kedokteran yang diskriminatif.

6. Kolusi dengan perusahaan farmasi atau apotik.

7. Tidak pernah mengikuti pendidikan kedokteran berkesinambungan.

8. Dokter mengabaikan kesehatannya sendiri.

Pelanggaran Etik Kolegal

Adalah pelanggaran norma-norma atau nilai-nilai pola tingkah

laku kelompok profesi tertentu dalam memberikan jasa pada

masyarakat dan melnggar hukum. Oleh karenanya bagi yang

melakukan pelanggaran etikolegal akan dipidana.

Contoh Kasus :

Memberikan pelayanan di bawah standard

Menerbitkan surat keterangan palsu ( dijerat pasal 236 dan 267

KUHP )

Memberikan atau menjual obat palsu ( dijjerat pasal 286 KUHP )

Membuka rahsia jabatan atau pekerjaan dokter atau dokter gigi

( dijerat pasal 322 KUHP )

Melakukan abortus provokatus kliminalus ( dijerat pasal 299, 348,

dan 349 KUHP )

Pelecehan seksual

Pelanggaran etika kedokteran yang sulit dibuktikan

a) Overutilisasi alat canggih kedokteran di rumah sakit

b) Undertreatment atau pengobatan ala kadanya

c) Perpanjangan waktu rawat inap

d) Futilisasi medik atau kesia-siaan penyakit yang sulit sembuh

e) Pemaksaan pasien pulang

f) Mengabaikan rekaman medis

g) Pasien ditunda-tunda dan tidak langsung dirujuk

h) Tidak mengungkapkan medical error

i) Memasang tarif tinggi

12

Page 13: C-3

Perilaku dokter tersebut di atas tidak dapat dituntut secara

hukum tetapi perlu mendapat nasihat / teguran dari organisasi profesi

atau atasannya.

Pelanggaran di mana tidak hanya bertentangan dengan butir-

butir LSDI dan atau KODEKI, tetapi juga berhadapan dengan undang-

undang hukum pidana atau perdata (KUHP/KUHAP). Misalnya :

1. Pelayanan kedokteran di bawah standar (malpraktek)

2. Menerbitkan surat keterangan palsu.

3. Membocorkan rahasia pekerjaan / jabatan dokter.

4. Pelecehan seksual, dan lain-lain.

Prosedur penanganan pelanggaran etik kedokteran

Pada tahun 1985 Rapat Kerja antara P3EK, MKEK dan

MKEKG telah menghasilkan pedoman kerja yang menyangkut para

dokter antara lain sebagai berikut :

1. Pada prinsipnya semua masalah yang menyangkut pelanggaran etik

diteruskan lebih dahulu kepada MKEK.

2. Masalah etik murni diselesaikan oleh MKEK.

3. Masalah yang tidak murni serta masalah yang tidak dapat

diselesaikan oleh MKEK dirujuk ke P3EK propinsi.

4. Dalam sidang MKEK dan P3EK untuk pengambilan keputusan,

Badan Pembela Anggota IDI dapat mengikuti persidangan jika

dikehendaki oleh yang bersangkutan (tanpa hak untuk mengambil

keputusan).

5. Masalah yang menyangkit profesi dokter atau dokter gigi akan

ditangani bersama oleh MKEK dan MKEKG terlebih dahulu

sebelum diteruskan ke P3EK apabila diperlukan.

6. Untuk kepentingan pencatatan, tiap kasus pelanggaran etik

kedokteran serta penyelesaiannya oleh MKEK dilaporkan ke P3EK

Propinsi.

7. Kasus-kasus pelanggaran etikolegal, yang tidak dapat diselesaikan

oleh P3EK Propinsi, diteruskan ke P3EK Pusat.

13

Page 14: C-3

8. Kasus-kasus yang sudah jelas melanggar peraturan perundang-

undangan dapat dilaporkan langsung kepada pihak yang

berwenang.

Pedoman penilaian kasus-kasus pelanggaran etik kedokteran

Etik lebih mengandalkan itikad baik dan keadaan moral para

pelakunya dan untuk mengukur hal ini tidaklah mudah. Karena itu

timbul kesulitan dalam menilai pelanggaran etik, selama pelanggaran

itu tidak merupakan kasus-kasus pelanggaran hukum. Dalam menilai

kasus-kasus pelanggaran etik kedokteran, MKEK berpedoman pada :

1. Pancasila

2. Prinsip-prinsip dasar moral umumnya

3. Ciri dan hakekat pekerjaan profesi

4. Tradisi luhur kedokteran

5. LSDI

6. KODEKI

7. Hukum kesehatan terkait

8. Hak dan kewajiban dokter

9. Hak dan kewajiban penderita

10. Pendapat rata-rata masyarakat kedokteran

11. Pendapat pakar-pakar dan praktisi kedokteran

senior.

Selanjutnya, MKEK menggunakan pula beberapa pertimbangan

berikut, yaitu :

1. Tujuan spesifik yang ingin dicapai

2. Manfaat bagi kesembuhan penderita

3. Manfaat bagi kesejahteraan umum

4. Penerimaan penderita terhadap tindakan itu

5. Preseden tentang tindakan semacam itu

6. Standar pelayanan medik yang berlaku

14

Page 15: C-3

Jika semua pertimbangan menunjukkan bahwa telah terjadi

pelanggaran etik, pelanggaran dikategorikan dalam kelas ringan,

sedang atau berat, yang berpedoman pada :

1. Akibat terhadap kesehatan penderita

2. Akibat bagi masyarakat umum

3. Akibat bagi kehormatan profesi

4. Peranan penderita yang mungkin ikut mendorong terjadinya

pelanggaran

5. Alasan-alasan lain yang diajukan tersangka

Bentuk-bentuk sanksi

Dalam pasal 6 PP no.30 tahun 1980 tentang Peraturan Disiplin

Pegawai Sipil terdapat uraian tentang tingkat dan jenis hukuman,

sebagai berikut :

1. Tingkat hukuman disiplin terdiri dari :

a. Hukuman disiplin ringan

b. Hukuman disiplin sedang, dan

c. Hukuman disiplin berat

2. Jenis hukuman disiplin ringan terdiri dari :

a. Teguran lisan

b. Teguran tulisan, dan

c. Pernyataan tidak puas secara tertulis

3. Jenis hukuman disiplin sedang terdiri dari :

a. Penundaan kenaikan gaji berkala untuk paling lama satu tahun

b. Penurunan gaji sebesar satu kali kenaikan gaji berkala untuk

paling lama satu tahun, dan

c. Penundaan kenaikan pangkat untuk paling lama satu tahun

4. Jenis hukuman disiplin berat terdiri dari :

a. Penurunan pangkat pada pangkat yang setingkat lebih rendah

untuk paling lama satu tahun

b. Pembebasan dari jabatan

c. Pemberhentian dengan hormat tidak atas permintaan sendiri

sebagai Pegawai Negeri Sipil, dan

15

Page 16: C-3

d. Pemberhentian tidak dengan hormat sebagai Pegawai Negeri

Sipil

5. Pada kasus-kasus pelanggaran kedokteran, di samping pemberian

hukuman sesuai

6. peraturan tersebut di atas, maka selanjutnya diproses ke pengadilan.

2.4 Etika Kedokteran

2.2.4 Definisi menurut EKHK

Pengetahuan tentang perilaku professional para dokter dan

dokter gigi dalam menjalankan pekerjaannya, sebagaimana tercantum

dalam lafal sumpah dan kode etik masing-masing, yang telah disusun

oleh organisasi profesinya bersama-sama pemerintah.

Prinsip-prinsip moral / asas-asas akhlak yang harus diterapkan

oleh para dokter dalam hubungannya dengan pasien, teman sejawat,

dan masyarakat umum.

2.2.5 Prinsip dasar etik

Otonomi

Pasien memiliki hak untuk memilih, menerima atau menolak segala

treatment (terapi) dan tindakan medis yang diberikan untuknya setelah

si dokter memberikan informasi yang jelas dan lengkap kepada pasien

tentang penyakitnya.

Beneficience

Sebagai tenaga kesehatan, kita harus selalu mengutamakan pelayanan

dan terapi yang terbaik untuk pasien.

Nonmaleficence

Dokter tidak boleh memaksakan kehendak untuk mengobatiseorang

pasien jika kemampuannya terbatas dan tindakan pengalihperawatan

pasien kepada dokter lain yang lebih ahli adalah yang yang terbaik.

Justice

Perlakukan pasien dengan adil dalam menunaikan kewajiban terhadap

pasien tanpa mempertimbangkan keagamaan, kebangsaan, kesukuan,

gender, politik, kedudukan sosial, dan jenis penyakit.

16

Page 17: C-3

2.2.6 Contoh pelanggaran etika kedokteran

1) MALPRAKTiK

Adalah kelalaian seorang dokter untuk mempergunakan tingkat

keterampilan dan ilmu penegetahuan yang lazim dipergunakan dalam

mengobati pasien atau orang yang terluka emnurut ukuran di

lingkungan yang sama.

Kelalaian yang dimaksud di sini adalah :

Sikap kurang hati-hati dalam menangani pasien

Melakuakan tindakan kedokteran di bwah standar pelayanan

medik.

Kelalaian bukanlah suatu pelanggaran hukum atau kejahatan

jika kelalaian itu tidak sampai membawa kerugian atau cedera kepada

orang lain dan orang lain itu dapat menerimanya. Namun,jika kelalaian

itu mengakibatkan kerugian materi, mencelakakan bahkan menrenggut

nyawa orang lain maka akan diiklasifikasikan sebagai kelalaian berat

( culpa lata ), serius dan kriminal.

Tolak ukur culpa lata adalah :

Bertentangan dengan hukum

Akibatnya dapat dibayangkan

Akibatnya dapat dihindarkan

Perbuatannya dapat dipersalahkan

2) Abortus provokatus kriminalis

Adalah abortus yang bersifat illegal dan dilakukan oleh tenaga

yang tidak kompeten.

3) Teknologi reproduksi buatan

17

Page 18: C-3

Adalah upaya kehamilan di luar cara alami. Cntoh: cloning

4) Euthanasia

Adalah dengan sengaja tidak melakukan sesuatu untuk

memperpanjang hidup pasien atau sengaja melakukan sesuatu untuk

memperpendek hidup atau mengakhiri hidup pasien dan ini dilakukan

untuk kepentiingan diri sendiri.

3. Undang-Undang Kesehatan

3.3 Definisi Undang-undang Kesehatan

UU Kesehatan (UU RI No. 36 Tahun 2009) adalah peraturan-peraturan

hukum yang bertujuan untuk meningkatkan derajat kesehatan masyarakat dan

merupakan unsur-unsur kesejahteraan umum yang menjadi cita-cita bangsa.

3.4 Fungsi

Meningkatkan penyelenggaraan kesehatan

Memberikan kepastian hukum

Meningkatkan derajat kesehatan dan pembinaan penyelenggaraan upaya

kesehatan secara menyeluruh dan terpadu, yang besar artinya bagi

pengembangan dan pembinaan sumber daya manusia Indonesia dan

sebagai modal bagi pelaksanaan pembangunan nasional

sebagai unsur kesejahteraan umum

untuk meningkatkan kesadaran, Kemauan, dan kemampuan

hidup sehat bagi setiap orang agar terwujud derajat kesehatan masyarakat

yang optimal

Ada 22 bab 205 pasal yang tercantum dalam UU Kesehatan yaitu:

Bab 1 : Ketentuan Umum

Bab 2 : Asas dan Tujuan

Bab 3 : Hak dan Kewajiban

Bab 4 : Tanggung Jawab Pemerintah

18

Page 19: C-3

Bab 5 : Sumber Daya di Bidang Kesehatan

Bab 6 : Upaya Kesehatan

Bab 7 : Kesehatan Ibu, Bayi, Anak, Remaja, Lanjut Usia, Dan

Penyandang Cacat

Bab 8 : Gizi

Bab 9 : Kesehatan Jiwa

Bab 10 : Penyakit Menular dan Tidak Menular

Bab 11 : Kesehatan Lingkungan

Bab 12 : Kesehatan Kerja

Bab 13 : Pengelolaan Kesehatan

Bab 14 : Informasi Kesehatan

Bab 15 : Pembiayaan Kesehatan

Bab 16 : Peran Serta Masyarakat

Bab 17 : Badan Pertimbangan Kesehatan

Bab 18 : Pembinaan dan Pengawasan

Bab 19 : Penyidikan

Bab 20 : Ketentuan Pidana

Bab 21 : Ketentuan Peralihan

Bab 22 : Ketentuan Penutup

4. Undang-Undang Praktek Kedokteran

4.1 Definisi

19

Page 20: C-3

Adalah peraturan atau ketentuan yang mengatur rangkaian kegiatan

yang dilakukan dokter atau dokter gigi terhadap pasien dalam melaksanakan

upaya kesehatan.

4.2 Isi

Undang-Undang Praktik Kedokteran berisi 12 bab, yaitu :

Bab I Ketentuan Umum

Pasal 1 ( berisi tentang pengertian praktik kedokteran, KKI, SIP, dll ).

Bab II Asas dan Tujuan.

Pasal 2 – 3

Bab III Konsil Kedokteran Indonesia.

Bagian Kesatu ( pasal 4-5) : Norma dan kedudukan KKI

Bagian Kedua ( pasal 6-10 ) : Fungsi, tugas, dan wewenang KKI

Bagian Ketiga ( pasal 11-21 ) : Susunan organisasi dan keanggotaan

Bagian Keempat ( pasal 22-24 ) : Tata kerja

Bagian Kelima ( pasal 25 ) : Pembiayaan

Bab IV Standar Pendidikan Profesi Kedokteran dan Kedokteran Gigi

Pasal 26.

Bab V Pendidikan dan Pelatihan Kedokteran dan Kedokteran Gigi

Pasal 27-28

Bab VI Registrasi Dokter dan Dokter Gigi

Pasal 29-35 ( berisi syarat-syarat mendapat STR, macam-macam STR,

tidak berlakunya STR, dll ).

Bab VII Penyelenggaraan Praktek Kedokteran

Bagian kesatu ( pasal 36-38 ) : Surat ijin praktik

Bagian kedua ( pasal 39-43 ) : Pelaksanaan praktik.

20

Page 21: C-3

Bagian ketiga : Pemberian pelayanan

Paragraf 1 ( pasal 44 ) : Standar pelayanan.

Paragraf 2 ( pasal 45 ) : Persetujuan tindakan kedokteran atau

kedokteran gigi.

Paragraf 3 ( pasal 46-47) : Rekam medis.

Paragraf 4 ( pasal 48 ) : Rahasia kedokteran.

Paragraf 5 ( pasal 49 ) : Kendali mutu dan biaya.

Paragraf 6 ( pasal 50-51 ) : Hak dan kewajiban dokter.

Paragraf 7 ( pasal 52-53 ) : Hak dan kewajiban pasien.

Paragraf 8 ( pasal 54 ) : Pembinanaan.

Bab VIII Disiplin Dokter dan Dokter Gigi

Pasal 55-70

Bab IX Pembinaan dan Pengawasan

Pasal 71-74

Bab X Ketentuan Pidana

Pasal 75-80

Bab XI Ketentuan Peralihan

Pasal 81-84

Bab XII Ketentuan Penutup

Pasal 85-88.

4.3 Tujuan

Tujuan praktik kedokteran sesuai dengan pasal 3, yaitu :

a. memberikan perlindungan terhadap pasien

b. mempertahankan dan meningkatkan mutu pelayanan medis yang

diberikan oleh dokter dan dokter gigi.

21

Page 22: C-3

c. memberikan kepastian hukum kepada masyarakat, dokter, dan

dokter gigi.

( sumber : EGC, Etika Kedokteran dan Hukum Kesehatan )

4.4 Pelanggaran UU Praktek Kedokteran

Pelanggaran terhadap undang-undang praktik kedokteran dapat dikenakan

sanksi pidana. Sanksi pidana ini dapat dijatuhkan apabila:

1. Tidak memiliki surat tanda registrasi akan dikenakan hukum penjara 3

tahun, denda 100 juta

2. Dokter atau dokter gigi asing yang tidak memiliki surat tanda registrasi

akan dikenakan hukum penjara 3 tahun, denda 100 juta

3. Tidak memiliki surat ijin praktek dikenakan hukum penjara 3 tahun,

denda 100 juta

4. Identitas (gelar atau bentuk lain) seolah-olah yang bersangkutan dokter

atau dokter gigi yang memiliki surat registrasi atau izin praktek akan

dikenakan penjara 5 tahun, denda 150 juta

5. Tidak memasang papan nama, tidak membuat rekam medis, tidak

memenuhi kewajiban sebagai dokter atau dokter gigi akan dikenakan

penjara 1 tahun ,denda 50 juta

6. Mempekerjakan dokter atau dokter gigi yang tidak memiliki SIP akan

dikenakan penjara 10 tahun, denda 300 juta

5. Sumpah Kedokteran

5.1 Definisi

Sumpah dokter ialah sumpah yang diucapkan oleh mahasiswa kedokteran yang telah menempuh pendidikan dokter dan yang akan menjalani profesi dokter. Sumpah dokter yang sesuai dengan peraturan pemerintah no. 26 tahun 1960 bersumber pada lafal sumpah hippokrates dan deklarasi geneva dari ikatan dokter sedunia (World Medical Association) 1948 yang telah mengalami perubahan tanpa mengubah intinya dan digunakan oleh setiap dokter sebagai sebagai pedoman pada masa profesinya kelak.

22

Page 23: C-3

Sumpah dokter diucapkan pada upacara di fakultas kedokteran setelah sarjana kedokteran (S.ked) lulus ujian profesinya.

5.2 Sumpah Hippokrates

LAFAL SUMPAH HIPPOKRATES

Hippokrates (460-377 S.M) adalah seorang dokter berkebangsaan yunani yang berjasa mengangkat ilmu kedokteran sebagai ilmu yang berdiri sendiri, terlepas dari Ilmu Filsafat karena itu ia dianggap sebagai Bapak Ilmu Kedokteran.

Berikut adalah Lafal Sumpah Hippokrates:

“saya bersumpah demi Apollo dewa penyembuh, dan Aesculapius dan Hygeia, dan Panacea, dan semua dewa dewa sebagai saksi, bahwa sesuai dengan kemampuan dan fikiran saya, saya akan memenuhi janji-janji berikut ini:

1. saya akan memperlakukan guru yang telah mengajarkan ilmu ini dengan penuh

kasih sayang sebagaimana terhadap orang tua saya sendiri, jika perlu saya akan

bagikan harta saya untuk dinikmati bersamanya.

2. Saya akan memperlakukan anak-anaknya sebagai saudara kandung saya dan saya

akan mengajarkan ilmu yang saya peroleh dari ayahnya, kalau mereka memang

mau mempelajarinya, tanpa imbalan apapun.

3. Saya akan meneruskan ilmu pengetahuan ini kepada anak-anak saya sendiri, dan

kepada anak-anak guru saya, dan kepada mereka yang telah mengikatkan diri

dengan janji dan sumpah untuk mengabdi kepada ilmu pengobatan, dan tidak

kepada hal-hal yang lainnya.

4. Saya akan mengikuti cara pengobatan yang menurut pengetahuan dan

kemampuan saya akan membawa kebaikan bagi penderita, dan tidak akan

merugikan siapapun.

5. Saya tidak akan memberikan obat yang mematikan kepada siapapun meskipun

diminta, atau menganjurkan kepada mereka untuk tujuan itu. Atas dasar yang

sama, saya tidak akan memberikan obat untuk menggugurkan kandungan.

6. Saya ingin menempuh hidup yang saya baktikan kepada ilmu saya ini denga tetap

suci dan bersih.

7. Saya tidak akan melakukan pembedahan terhadap seseorang, walaupun ia

mederita penyakit baru, tetapi akan menyerahkannya kepada mereka yang

berpengalaman dalam pekerjaan ini.

23

Page 24: C-3

8. Rumah siapapun yang saya masuki, kedatangan saya itu saya tujukan untuk

kesembuhan yang sakit dan tanpa niat-niat buruk atau mencelakakan, dan lebih

jauh lagi tanpa niat berbuat cabul terhadap wanita atau pria, baik merdeka

maupun hamba sahaya.

9. Apapun yang saya dengar atau lihat tentang kehidupan seseorang yang tidak

patut disebarluaskan, tidak akan saya ungkapkan karena saya harus

merahasiakannya.

10. Selama saya tetap mematuhi sumpah saya ini, izinkanlah saya menikmati hidup

dalam mempraktekkan ilmu saya ini, dihormati oleh semua orang, disepanjang

waktu. Tetapi jika sampai saya mengkhianati sumpah ini, balikkanlah nasib saya.

5.3 Deklarasi Geneva

Lafal Sumpah Dokter sesuai dengan Deklarasi Geneva (1948) yang disetujui

oleh General Assembly WMA dan kemudian di amander di Sydney (1968),

berbunyi sebagai berikut:

“Pada saat diterima sebagai anggota profesi kedokteran saya bersumpah bahwa :

1. Saya akan membaktikan hidup saya guna kepentingan

perikemanusiaan;

2. Saya akan menghormati dan berterima kasih kepada guru-guru saya

sebagaimana layaknya;

3. Saya akan menjalankan tugas saya sesuai dengan hati nurani dengan

cara yang terhormat;

4. Kesehatan penderita senantiasa akan saya utamakan;

5. Saya akan merahasiakan segala rahasia yang saya ketahui bahkan

sesudah pasien meninggal dunia;

6. Saya akan memelihara dengan sekuat tenaga martabat dan tradisi

luhur jabatan kedokteran;

7. Teman sejawat saya akan saya perlakukan sebagai saudara-saudara

saya;

8. Dalam menunaikan kewajiban terhadap pasien, saya tidak

mengizinkan terpengaruh oleh pertimbangan keagamaan,

kebangsaan, kesukuan, politik kepartaian atau kedudukan sosial;

24

Page 25: C-3

9. Saya akan menghormati setiap hidup insani mulai dari saat

pembuahan;

10. Sekalipun diancam, saya tidak akan mempergunakan pengetahuan

kedokteran saya untuk sesuatu yang bertentangan dengan hukum

perikemanusiaan;

11. Saya ikrarkan sumpah ini dengan sungguh-sungguh dan bebas,

dengan mempertaruhkan kehormatan diri saya.”

5.4 Pernyataan-pernyataan WMA

Deklarasi Sydney (1968) tentang saat kematian

“saya akan membaktikan hidup saya guna kepentingan perikemanusiaan ”

“saya akan menghormati setiap hidup insani mulai dari saat pembuahan ”

Penentuan saat kematian di kebanyakan negara merupakan merupakan

tanggung jawab sah dokter. Dokter dapat menentukan seseorang sudah mati

dengan menggunakan kriteria lazim tanpa bantuan alat khusus, yang telah

diketahui oleh semua dokter. Hal penting dalam penentuan saat mati disini

adalah proses kematian tersebut tidak dapat balik lagi (irreversible), meski

menggunakan teknik penghidupan kembali apapun. Namun seorang dokter

tidak diperbolehkan melakukan pengakhiran kehidupan seseorang atas

kemauannya sendiri atau tidak sesuai denagn konsep kematian seperti

melakuakn abortus maupun pengakhiran hidup seseorang yang sakit.

Deklarasi Oslo (1970) tentang pengguguran kandungan

“saya akan menghormati setiap hidup insani mulai dari saat pembuahan ”

Dalam deklarasi Oslo (1970) tentang pengguguran kandungan atas indikasi

medik, disebutkan bahwa moral dasar yang dijiwai seorang dokter adalah butir

Lafal

Sumpah Dokter yang berbunyi : ”Saya akan menghormati hidup insani sejak

saat pembuahan : oleh karena itu Abortus buatan dengan indikasi medik,

hanya dapat dilakukan dengan syarat-syarat berikut” :

1. Pengguguran hanya dilakukan sebagai suatu tindakan terapeutik

2. Suatu keputusan untuk menghentikan kehamilan, sedapat mungkin

disetujui

25

Page 26: C-3

secara tertulis oleh dua orang dokter yang dipilih berkat kompetensi

profesional mereka.

3. Prosedur itu hendaklah dilakukan seorang dokter yang kompeten di

instalasi

yang diakui oleh suatu otoritas yang sah.

4. Jika dokter itu merasa bahwa hati nuraninya tidak memberanikan ia

melakukan pengguguran tersebut, maka ia hendak mengundurkan diri dan

menyerahkan pelaksanaan tindakan medik itu kepada sejawatnya yang

lain

yang kompeten.

5. Selain memahami dan menghayati sumpah profesi dan kode etik, para

tenaga

kesehatan perlu pula meningkatkan pemahaman agama yang dianutnya.

Melalui pemahaman agama yang benar, diharapkan para tenaga kesehatan

dalam menjalankan profesinya selalu mendasarkan tindakannya kepada

tuntunan agama.

Meskipun pernyataan Oslo itu didukung oleh General Asembly (WMA),

namun tidak mengikat para anggotanya. Dalam UU No. 23 tahun 1992 tentang

kesehatan tersebut butir-butir yang berkaitan dengan abortus buatan legal

sebagai berikut :

1. Dalam keadaan darurat dalam upaya menyelamatkan Ibu hamil dan atau

janinnya, dapat dilakukan tindakan medis tertentu.

2. Tindakan medis tertentu sebagaimana dimaksud pasal 1 hanya dapat

dilakukan :

a. berdasarkan indikasi medis yang mengharuskan diambilnya tindakan

tersebut

b. oleh tenaga kesehatan yang memiliki keahlian dan kewenangan untuk itu

dan dilakukan sesuai dengan tanggung jawab profesi serta mendapat

pertimbangan dari para ahli

c. dengan persetujuan Ibu hamil yang bersangkutan atau suami atau

keluarganya

d. pada sarana kesehatan tertentu

(Etika Kedokteran dan Hukum Kesehatan)

Deklarasi Tokyo (1978) tentang penyiksaan

26

Page 27: C-3

“ saya tidak akan mempergunakan pengetahuan kedokteran saya untuk sesuatu

yang bertentangan dengan perikemanusiaan, sekalipun diancam”

Deklarasi Tokyo merupakan pedoman bagi dokter mengenai larangan

untuk melakukan penyiksaan dan kekejaman yang tidak manusiawi. Karena

merupakan hak istimewa dari dokter untuk melakuakn pelayanan

kemanusiaan, untuk memulihkan kondisi tubuh dan kesehatan mental tanpa

membedakan manusia, untuk kenyamanan dan untuk meringankan penderitaan

pasiennya nya. Deklarasi Tokyo berisi :

1. seorang dokter harus menghormati kehidupan manusia bahkan di bawah

ancaman, dan tidak menyalahgunakan setiap pengetahuan medis atau

bertentangan dengan hukum kemanusiaan.

2. Seorang dokter tidak akan ikut serta dalam praktek dalam bentuk

penyiksaan atau prosedur yang tidak manusiawi atau merendahkan.

3. Seorang dokter tidak akan memberikan tempat, alat, bahan atau

pengetahuannya untuk memfasilitasi praktek penyiksaan atau bentuk lain

dari perlakuan kejam, tidak manusiawi atau merendahkan atau untuk

melarang pasien untuk menolak pengobatan yang telah disarankan oleh

dokter.

4. Seorang dokter harus memiliki independensi klinis dan bertanggung jawab

dalam memutuskan atas perawatan terhadsap pasien.

5. Peran fundamental dokter adalah untuk meringankan penderitaan pasien,

dan tidak ada motif pribadi, bersama atau politik akan menguasainya ini

tujuan yang lebih tinggi.

5.5 Sumpah Dokter di Indonesia

Sejarah Sumpah Dokter :

Diilhami dari Sumpah Hippocrates dan Deklarasi Geneva.

Di Indonesia, pertama kali dibacakan oleh lulusan FK UI.

Dikukuhkan oleh PP No. 26 Th. 1960.

Disempurnakan (dirubah pada musyawarah kerja nasional etik kedokteran II)

di Jakarta pada tgl. 14-16 Desember 1981.

Lafal sumpah dokter tersebut berbunyi sebagai berikut :

27

Page 28: C-3

“Demi Allah saya bersumpah/berjanji, bahwa:

1. Saya akan membaktikan hidup saya guna kepentingan perikemanusiaan.

2. Saya akan memelihara dengan sekuat tenaga martabat dan tradisi luhur

jabatan kedokteran.

3. Saya akan menjalankan tugas saya dengan cara yang terhormat dan

bersusila, sesuai dengan martabat pekerjaan saya sebagai dokter.

4. Saya akan menjalankan tugas saya dengan mengutamakan kepentingan

masyarakat.

5. Saya akan merahasiakan segala sesuatu yang saya ketahui karena

pekerjaan saya dan keilmuan saya sebagai dokter.

6. Saya tidak akan mempergunakan pengetahuan dokter saya untuk sesuatu

yang bertentangan dengan perikemanusiaan, sekalipun diancam.

7. Saya akan menghormati setiap hidup insani mulai dari saat pembuahan.

8. Saya akan senantiasa mengutamakan kesehatan pasien.

9. Saya akan berikhtiar dengan sungguh-sungguh supaya saya tidak

terpengaruh oleh pertimbangan keagamaan, kesukuan, perbedaan kelamin,

politik kepartaian, atau kedudukan sosial dalam menunaikan kewajiban

terhadap pasien.

10. Saya akan memberikan kepada guru-guru saya, penghormatan dan

pernyataan terima kasih yang selayaknya.

11. Saya akan memperlakukan teman sejawat saya sebagaimana saya sendiri

ingin diperlakukan.

12. Saya akan mentaati dan mengamalkan Kode Etik Kedokteran Indonesia.

13. Saya ikrarkan sumpah ini dengan sungguh-sungguh dan dengan

mempertaruhkan kehormatan diri saya.

Sumber: Buku Etika Kedokteran dan Hukum Kesehatan, edisi 4, penerbit

buku kedokteran EGC.

6. Surat Keterangan Dokter

6.1 Definisi

Keterangan tertulis yang diberikan kepada pasien atau keluarga untuk

berusaha mendapatkan keterangan yang benar tentang suatu keadaan.

6.2 Macam – macam Surat Keterangan Dokter

1. Surat keterangan sakit untuk istirahat/cuti

28

Page 29: C-3

Surat keterangan cuti sakit palsu dapat menyebabkan seorang dokter

dituntut menurut pasal 263 dan 267 KUHP.

Jadi, seorang dokter harus waspada terhadap kemungkinan simulasi /

agravasi pada waktu memberikan keterangan mengenai cuti sakit seorang

karyawan.

2. Surat keterangan lahir

Kewajiban mengeluarkan surat keterangan mengenai kelahiran hendaklah

diisi sesuai dengan keadaan yang sebenarnya.

Surat kelahiran yang menjadi masalah (tetapi hal-hal dibawah ini

bertentangan dengan hukum di Indonesia) :

o Anak yang lahir hasil inseminasi buatan dari semen donor ( Arteficial

Insemination by Donor = A.I.D) yang biasanya hanya dokter yang

mengetahui siapa donornya

o Anak yang lahir hasil bayi tabung yang telor dan/atau sel maninya

berasal dari donor (In Vitro Fertilization by Donor)

Anak yang lahir hasil konsepsi dari saudara kandung suami (adik atau

abang) karena suami steril (azoosperrni) dan hubungan seksual ini atas

persetujuan dan permintaan suami isteri yang bersangkutan, (pada suku

bangsa tertentu di Indonesia, dibenarkan adatnya)

3. Surat keterangan sehat

Untuk berbagai keperluan seperti memperoleh SIM, mengajukan klaim

asuransi, menikah, melamar pekerjaan, dan lain-lain)

Dalam menulis laporan pengujian kesehatan buat keperluan asuransi jiwa,

perlu diperhatikan supaya :

o Laporan harus objektif

o Jangan menguji kesehatan seorang calon yang masih atau pernah

menjadi pasien sendiri untuk menghindari timbulnya kesukaran

dalam mempertahankan wajib menyimpan rahasia jabatan

Jangan diberitahukan kepada calon tentang kesimpulan dari hasil

pemeriksaan medik.

4. Surat keterangan meninggal

29

Page 30: C-3

Kewajiban mengeluarkan surat keterangan mengenai kematian harus diisi

sebab kematiannya sesuai dengan pengetahuan dokter.

5. Surat keterangan cacat

Seorang dokter harus waspada terhadap kemungkinan simulasi / agravasi

pada waktu memberikan keterangan mengenai tingkat cacat seorang

pekerja akibat kecelakaan di tempat kerjanya, karena tunjangan atau

pensiun yang akan diberikan tergantung kepada keterangan dokter tentang

sifat cacatnya.

6. Surat keterangan cuti melahirkan

Hak cuti melahirkan seorang ibu adalah 3 bulan, yaitu 1 bulan sebelum

dan 2 bulan setelah persalinan. Tujuan agar ibu cukup istirahat dan

mempersiapkan dirinya dalam menghadapi proses persalinan dan mulai

kerja kembali setelah habis masa nifas.

7. Laporan penyakit menular

Kewajiban melaporkan penyakit menular di Indonesia diatur dalam

undang-undang No. 6 tahun1962 tentang wabah

8. Surat keterangan ahli yang berkaitan dengan pemeriksaan forensik (Visum

et Repertum) misalnya tentang kasus pemeriksaan /bedah mayat

kedokteran kehakiman dan pemerkosaan.

9. Surat keterangan ahli tentang pemeriksaan/bedah mayat kedokteran

kehakiman

10. Kuitansi

Dalam praktek sehari-hari tidak jarang seorang dokter diminta tanda bukti

pembayaran (kuitansi) atas imbalan jasa yang diberikan, hal ini tidak

menimbulkan masalah asal sesuai dengan keadaan yang sebenarnya.

7. Malpraktek

7.1 Definisi

Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia

Malpraktik adalah praktik kedokteran yang salah, tidak tepat, menyalahi

Undang-undang dan atau kode etik.

Menurut buku Etika Kedokteran dan Hukum Kedokteran

30

Page 31: C-3

Malpraktik adalah kelalaian seorang dokter untuk mempergunakan tingkat

ketrampilan dan ilmu pengetahuan yang lazim digunakan dalam mengobati

pasien menurut ukuran dan lingkungan yang sama.

7.2 Macam-macam Malpraktek

Malpraktik dapat dibedakan menjadi 3 macam, yaitu :

a. Criminal Malpractice

Kasus malpraktik yang termasuk kategori ini , bila memenuhi rumusan

delik pidana. Pertama, perbuatan tersebut harus merupakan perbuatan

tercela (actus reus). Kedua, dilakukan dengan sikap batin yang salah

(mens rea) ; yaitu berupa kesengajaan (intensional), kecerobohan

(recklessness) atau kealpaan (negligence).

1. Contoh kasus kesengajaan

Melakukan aborsi tanpa indikasi medik

Melakukan euthanasia

Membocorkan rahasia dokter

Menerbitkan surat keterangan yang tidak benar

2. Contoh kasus kecerobohan

Melakukan tindakan medis yang tidak sesuai prosedur (legeartis)

Melakukan tindakan medis tanpa informed consent.

3. Contoh kasus kealpaan

Alpa atau kurang hati-hati sehingga meninggalkan gunting dalam

perut pasien.

Alpa atau kurang hati-hati sehingga pasien menderita luka-luka

(termasuk cacat) atau meninggal dunia

Pada Criminal malpraktik, tanggung jawabnya selalu bersifat individul

dan personal ( hanya pada yang melakukan ). Oleh sebab itu, tidak dapat

dialihkan kepada orang lain atau kepada rumah sakit.

b. Civil Malpractice

Yang termasuk dalam kategori ini yaitu jika dokter tidak melakukan

kewajibannya , yaitu tidak memberikan pelayanannya sebagaimana yang

telah disepakati.

Dikategorikan sebagai civil malpractice karena :

31

Page 32: C-3

1. Tidak melakukan apa yang menurut kesepakatannya wajib dilakukan.

2. Melakukan apa yang menurut kesepakatannya wajib dilakukan tetapi

terlambat.

3. Melakukan apa yang menurut kesepakatannya wajib dilakukan tetap

tidak sempurna.

4. Melakukan apa yang menurut kesepakatannya tidak seharusnya

dilakukan.

Contoh : seorang dokter ahli kandungan sepakat menolong sendiri

persalinan seorang wanita sesuai keinginan wanita tersebut di suatu rumah

sakit swasta. Mengingat pembukaan jalan lahir baru mencapai satu meter,

maka dokter meninggalkannya untuk suatu kepentingan yang diperkirakan

tidak lama. Ketika dokter itu kembali di tempat ternyata pasien telah

melahirkan dalam keadaan selamat dengan dibantu oleh dokter lain.

Dalam kasus seperti ini, dokter dapat digugat atas dasar civil malpractice

untuk membayar ganti rugi immaterial, yaitu perasaan cemas selama

menunggu kedatangan dokter yang sangat dipercayainya.

Pada malpraktik ini, tanggung gugat dapat bersifat individu atau

korporasi. Selain itu dapat pula dialihkan kepada pihak lain yaitu rumah

sakit,asalkan dapat dibuktikan bahwa tindakan dokter itu dalam rangka

melaksanakan kewajiban rumah sakit.

c. Administrative Malpractice

Dikatakan Administrative malpractice bila dokter melanggar hukum

tata usaha negara.

Contoh yang dapat dikategorikan malpraktik ini antara lain :

1. Menjalankan praktik kedokteran tanpa izin ( tidak memiliki SIP )

2. Menjalankan tindakan medis yang tidak sesuai lisensi atau izin

yang dimiliki.

3. Melakukan praktik kedokteran dengan menggunakan izin yang

sudah kadaluarsa.

4. Tidak membuat rekam medik.

7.3 Pencegahan

Dengan adanya kecenderungan masyarakat untuk menggugat tenaga

perawatan karena adanya malpraktek diharapkan para dokter dalam

32

Page 33: C-3

menjalankan tugasnya selalu bertindak hati-hati, yakni:

a. Tidak menjanjikan atau memberi garansi akan keberhasilan upayanya,

b. Sebelum melakukan intervensi agar selalu meminta persetujuan pasien atau

kerabat pasien

c. Mencatat semua tindakan yang dilakukan dalam rekam medis.

d. Apabila terjadi keragu-raguan, konsultasikan kepada dokter supervisor

e. Memperlakukan pasien secara manusiawi dengan memperhatikan segala

kebutuhannya.

f. Menjalin komunikasi yang baik dengan pasien, keluarga dan masyarakat

sekitarnya.

8. Surat Ijin Praktek (SIP)

8.1 Definisi

Surat Izin Praktik selanjutnya disebut SIP adaiah bukti tertulis yang

diberikan Dinas Kesehatan Kabupaten/Kota kepada dokter dan dokter gigi yang

telah memenuhi persyaratan untuk menjalankan praktik kedokteran.

8.2 Syarat- syarat yang diminta:

1. SIP lama

2. STR yang dilegalisir

3. Fotocopy ijazah

4.REKOMENDASI IDI

5.Pas foto 4x6 = 4 lbr 2x3 = 1 lbr

6.Mengisi formulir permohonan.

7.Biaya administrasi.

8.3 Dasar Ijin Praktek (SIP)

BAB VII UU RI NO 29 TAHUN 2004 TENTANG PRAKTIK KEDOKTERAN

PENYELENGGARAAN PRAKTEK KEDOKTERAN

Bagian kesatu

Surat Izin Praktik

33

Page 34: C-3

Pasal 36

Setiap dokter dan dokter gigi yang melakukan praktik kedokteran di Indonesia

wajib memiliki surat izin praktik.

Pasal 37

1. Surat izin praktik sebagaimana dimaksud dalam Pasal 36 dikeluarkan oleh

pejabat kesehatan yang berwenang di kabupaten/kota tempat praktik

kedokteran atau kedokteran gigi dilaksanakan.

2. Surat izin praktik dokter atau dokter gigi sebagaimana dimaksud pada ayat

(I) hanya diberikan untuk paling banyak 3 (tiga) tempat.

3. Satu surat izin praktik hanya berlaku untuk I (satu) termpat praktik.

Pasal 38

1. Untuk mendapatkan surat izin praktik sebagaimana dimaksud dalam

Pasal 36, dokter atau dokter gigi harus:

A. memiliki surat tanda registrasi dokter atau surat tanda registrasi dokter gigi

yang masih berlaku sebagaimana dimaksud dalam Pasal 29, Pasal

31,danPasal32;

B. mempunyai tempat praktik; dan

C. memiliki rekomendasi dan organisasi profesi.

2. Surat izin praktik masih tetap berlaku sepanjang;

A. surat tanda registrasi dokter atau surat tanda registrasi dokter gigi masih

berlaku; dan

B. tempat praktik masih sesuai dengan yang tercantum dalam surat izin

praktik.

C. Ketentuan lebih lanjut mengenai surat izin praktik diatur dengan Peraturan

Menteri.

Bagian Kedua

Pelaksanaan Praktik

34

Page 35: C-3

Pasal 39

Praktik kedokteran diselenggarakan berdasarkan pada kesepakatan antara dokter

atau dokter gigi dengan pasien dalam upaya untuk pemeliharaan kesehatan,

pencegahan penyakit, peningkatan kesehatan, pengobatan penyakit dan

pemulihan kesehatan.

Pasal 40

1. Dokter atau dokter gigi yang berhalangan menyelenggarakan praktik

kedokteran harus membuat pemberitahuan atau menunjuk dokter atau dokter

gigi pengganti;

2. Dokter atau dokter gigi pengganti sebagaimana dimaksud pada ayat (1) harus

dokter atau dokter gigi yang mempunyai surat izin praktik.

Pasal 41

1. Dokter atau dokter gigi yang telah mempunyai surat izin praktik dan

menyelenggarakan praktik kedokteran sebagaimana dimaksud dalam Pasal 36

wajib memasang papan nama praktik kedokteran.

2. Dalam hal dokter atau doktcr gigi berpraktik di sarana pelayanan kcsehatan,

pimpinan sarana kesehatan wajib membuat daftar dokter gigi yang melakukan

praktik kedokteran.

Pasal 42

Pimpinan sarana pelayanan kesehatan dilarang mengizinkan dokter atau dokter

gigi yang tidak memiliki surat izin praktik untuk melakukan praktik kedokteran

di sarana pelayanan kesehatan tersebut.

Pasal 43

Ketentuan lebih lanjut mengenai pelaksanaan praktik kedokteran diatur dengan

Peraturan Menteri.

Bagian Ketiga

Pemberian Pelayanan

Standar Pelayanan

35

Page 36: C-3

Pasal 44

1. Dokter atau dokter gigi dalam menyelenggarakan praktik kedokteran wajib

mengikuti standar pelayanan kedokteran atau kedokteran gigi,

2. Standar pelayanan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dibedakan menurut

jenis dan strata sarana pelayanan kesehatan.

3. Standar pelayanan untuk dokter atau dokter gigi sebagaimana dimaksud pada

ayat (1) dan ayat (2) diatur dengan Peraturan Menteri.

8.4 Tata Cara Pembuatan SIP

Sebelum mulai membuat SIP lebih dahulu membuat STR(surat tanda

registrasi). STR adalah bukti tertulis yang diberikan oleh Konsil Kedokteran

Indonesia ( KKI ) kepada dokter yang telah di registrasi.

Setiap dokter yang melakukan praktek kedokteran di Indonesia wajib memiki

STR. Untuk memiliki STR tersebut, dokter mengajukan permohonan kepada

KKI dengan melampirkan:

1. Fotocopy SIP dan atau SP (bagi yang punya).

2. Mengisi surat permohonan untuk memperoleh STR.

3. Melampirkan bukti pembayaran ASLI permohonan pengurusan STR ke

rekening KKI no 93.20.5556 BNI cabang Melawai Raya Kebayoran Baru

Jakarta Selatan.

4. Fotocopy ijazah dokter/dokter spesialis yang dilegalisir oleh Dekan Institusi

Pendidikan.

5. Surat Pernyataan telah mengucapkan sumpah/janji dokter.

6. Surat Keterangan sehat fisik dan mental dari dokter yang memiliki SIP

(dengan mencantumkan no SIP).

7. Fotocopy Sertifikat Kompetensi dari Kolegium terkait.

SERTIFIKAT KOMPETENSI adalah surat tanda pengakuan terhadap

kemampuan seorang dokter untuk menjalankan praktik kedokteran diseluruh

Indonesia setelah lulus uji kompetensi.

8. Surat Pernyataan akan mematuhi dan melaksanakan ketentuan etika profesi.

9. Pas Foto terbaru, berwarna, ukuran 4x6 (4 lembar) dan 2x3 (2 lembar).

STR berlaku untuk jangka waktu 5 tahun dan dapat di registrasi ulang

setiap 5 tahun dengan tetap memenuhi persyaratan diatas. KKI meneliti

36

Page 37: C-3

seluruh berkas dan menerbitkan STR selambat lambatnya 3 bulan setelah

permohonan diterima. Setiap dokter memperoleh satu STR asli dan 3(TIGA)

lembar fotocopy STR yang dilegalisasi KKI, dikirim langsung ke pemohon

dengan tembusan ke Biro Kepegawaian DepKes RI, DinKes Propinsi dan

PB IDI.

Jika sudah memiliki STR dan tempat buat praktik, selanjutnya mulai

membuat SIP untuk keamanan dan kenyamanan dalam memberikan pelayanan

kesehatan kepada masyarakat.

Langkah-langkahnya yaitu :

1. Membuat rekomendasi IDI di tempat akan praktek. Syarat-syarat pembuatan

Kartu Tanda Anggota IDI dan Surat Rekomendasi Izin Praktik (SRIP) dari

IDI

37

Page 38: C-3

38

Page 39: C-3

2. Setelah surat rekomendasi IDI selesai dibuat, paling lama satu minggu.

Langkah selanjutnya, datang ke dinas kesehatan kota/kabupaten setempat

dengan membawa syarat-syarat

39

Page 40: C-3

:

Lampiran surat izin praktek dari pimpinan, bagi yang bekerja sebagai dokter

PNS baik di RS, Puskesmas, maupun Dosen PTN.

40

Page 41: C-3

41

Page 42: C-3

42

Page 43: C-3

3. Setelah syarat-syaratnya lengkap dan diserahkan ke Dinas Kesehatan

setempat, langkah selanjutnya selanjutnya menunggu untuk di survey tempat

praktek oleh tim dari Dinas Kesehatan. Biasanya waktu survey akan

diberitahukan langsung melalui via telepon atau SMS. Oleh karena itu, harus

dipersiapkan dengan baik lokasi yang akan dijadikan tempat praktek.

4. Setelah di survey, langkah selanjutnya tinggal menunggu panggilan via

telepon/SMS dari Dinas Kesehatan setempat, apabila SIP sudah telah selesai

dibuat. Ada biaya administrasi yang sudah ditetapkan. Setiap jenis praktek

43

Page 44: C-3

biaya tidak sama, misal praktek pribadi dan Balai Pengobatan berbeda biaya

administrasinya.

8. Lembaga – Lembaga Kedokteran

1. MKEK (Majelis Kehormatan Etik Kedoteran)

MKEK merupakan lembaga perlengkapan organisasi profesi IDI. Menurut

pasal 16 ayat 1 Anggaran Rumah Tangga IDI, MKEK merupakan badan khusus

etika. Sedangkan tugas dan wewenang MKEK menuut pasal 16 ayat 2 Anggaran

Rumah Tangga IDI yaitu :

1. Melakukan tugas bimbingan, pengawasan, dan penilaian dalam pelaksanaan

etik kedokteran

2. Memperjuangkan etik kedokteran agar dapat ditegakkan di Indonesia

3. Memberikan usul dan saran, diminta dan tidak diminta kepada Dewan

Pertimbangan dalam hubungna dengan masalah etik kedokteran

4. Membina hubungan baik dengan aparat etik yang ada, baik pemerintah

maupun organisasi profesi lain dengan sepengetahuan Dewan Pertimbangan

5. Dalam melaksanakan tugasnya MKEK bertanggung jawab pada muktamar

atau rapat pembentukan wilayah melalui Dewan Pertimbangan

Tugas pokok MKEK adalah melakukan tugas bimbingan, pengawasan, dan

penilaian dalam pelaksanaan etik kedokteran, seperti yang sudah dijelaskan dalam

poin (1). Sedangkan tugas utama MKEK adalah menyelesaikan kasus-kasus

tuduhan pelanggaran eika kedokteran untuk memutuskan adanya kesalahan atau

tidak terhadap dokter dalam pelayanan kesehatan. Sanksi yang dijatuhkan oleh

MKEK dalam pelaksanaannya memerlukan adanya kerjasama antara IDI dan

Departemen Kesehatan.

2. MKDKI (Majelis Kehormatan Disiplin Kedokteran Indonesia)

Majelis Kehormatan Disiplin Kedokteran Indonesia adalah lembaga yang

berwenang untuk menentukan ada tidaknya kesalahan yang dilakukan dokter dan

dokter gigi dalam penerapan disiplin ilmu kedokteran dan kedokteran gigi, dan

menetapkan sanksi.

Majelis Kehormatan Disiplin Kedokteran Indonesia merupakan lembaga

otonom dari Konsil Kedokteran Indonesia, dan dalam menjalankan tugasnya

44

Page 45: C-3

bersifat independen, serta bertanggung jawab kepada Konsil Kedokteran

Indonesia. Berkedudukan di ibu kota negara Republik Indonesia.

Majelis Kehormatan Disiplin Kedokteran di tingkat provinsi dapat dibentuk oleh

Konsil Kedokteran Indonesia atas usul Majelis Kehormatan Disiplin Kedokteran

Indonesia. Pimpinan Majelis Kehormatan Disiplin Kedokteran Indonesia terdiri

atas seorang ketua, seorang wakil ketua, dan seorang sekretaris.

Keanggotaan Majelis Kehormatan Disiplin Kedokteran Indonesia terdiri atas 3

(tiga) orang dokter gigi dan organisasi profesi masing-masing, seorang dokter dan

seorang dokter gigi mewakili asosiasi rumah sakit, dan 3 (tiga) orang sarjana

hukum.

Anggota Majelis Kehormatan Disiplin Kedokteran Indonesia ditetapkan oleh

Menteri atas usul organisasi profesi.

Masa bakti keanggotaan Majelis Kehormatan Disiplin Kedokteran Indonesia

sebagaimana dimaksud dalam Pasal 60 adalah 5 (lima) tahun dan dapat diangkat

kembali untuk 1 (satu) kali masa jabatan. Pimpinan Majelis Kehormatan Disiplin

Kedokteran Indonesia dipilih dan ditetapkan oleh rapat pleno anggota. Ketentuan

lebih lanjut mengenai tata cara pemilihan pimpinan Majelis Kehormatan Disiplin

Kedokteran Indonesia diatur dengan Peraturan Konsil Kedokteran Indonesia.

Majelis Kehormatan Disiplin Kedokteran Indonesia bertugas:

1. Menerima pengaduan, memeriksa, dan memutuskan kasus pelanggaran disiplin

dokter dan dokter gigi yang diajukan; dan

2. Menyusun pedoman dan tata cara penanganan kasus pelanggaran disiplin

dokter atau dokter gigi.

Majelis Kehormatan Disiplin Kedokteran Indonesia memeriksa dan memberikan

keputusan terhadap pengaduan yang berkaitan dengan disiplin dokter dan dokter

gigi. Apabila dalam pemeriksaan ditemukan pelanggaran etika, Majelis

Kehormatan Disiplin Kedokteran Indonesia meneruskan pengaduan pada

organisasi profesi. Keputusan Majelis Kehormatan Disiplin Kedokteran Indonesia

mengikat dokter, dokter gigi, dan Konsil Kedokteran Indonesia.

Keputusan dapat berupa dinyatakan tidak bersalah atau pemberian sanksi disiplin.

45

Page 46: C-3

Sanksi disiplin dapat berupa:

1.pemberian peringatan tertulis;

2. rekomendasi pencabutan surat tanda registrasi atau surat izin praktik; dan/atau

3. kewajiban mengikuti pendidikan atau pelatihan di institusi pendidikan

kedokteran atau kedokteran gigi.

Ketentuan lebih lanjut mengenai pelaksanaan fungsi dan tugas Majelis

Kehormatan Disiplin Kedokteran Indonesia, tata cara penanganan kasus, tata cara

pengaduan, dan tata cara pemeriksaan serta pemberian keputusan diatur dengan

Peraturan Konsil Kedokteran Indonesia.

3. P3EK (Panitia Pertimbangan dan Pembinaan Etika Kedokteran)

P3EK dibentuk berdasarkan Permenkes RI No. 554/Men.Kes/Per/XII/1982.

Unsur-unsur P3EK meliputi Departemen Kesehatan, Dinas Pendidikan dan

Kebudayaan, Fakultas Kedokteran, Fakultas Kedokteran Gigi, pengurus besar IDI,

dan PDGI.

Menurut Permenkes RI No. 554/Men.Kes/Per/XII/1982 P3EK berwenang

untuk memanggil, memeriksa, dan memutuskan bersalah atau tidaknya seorang

dokter yang dituduh melanggar etika.

Tugas dan wewenang P3EK :

1. Memberikan pertimbangan dan usul tentang pelaksanaan kode etik, baik

diminta ataupun tidak

2. Membina dan mengembangkan secara aktif KODEKI dengan cara kerjasama

dengan IDI

3. Memberi pertimbangan dan usul sanksi kepada yang berwenang terhadap

dokter yang melanggar etik

4. Menyelesaikan persoalan yang tidak dapat diselesaikan oleh P3EK provinsi

5. Menyelesaikan rujukan terakhir dalam permasalahan pelanggaran etik

kedokteran

6. Mengadakan konsultasi dengan instansi penegak hukum dan ahli hukum yang

mendalami hukum kedokteran serta instansi lain.

Perbedaan MKEK dengan P3EK :

1. Semua masalah yang bersangkutan dengan etik diteruskan kepada MKEK

46

Page 47: C-3

2. Masalah etik murni diselesaikan oleh MKEK

3. Masalah yang tidak murni etik maupun masalah yang tidak dapat diselesaikan

oleh MKEK dirujuk kepada P3EK

4. Dalam sidang MKEK atau P3EK untuk pengambilan keputusan Badan

Pembela Anggota IDI dapat mengikuti persidangan apabila dikehendaki oleh

orang yang bersangkutan (tanpa ada hak untuk mengambil keputusan)

5. Masalah yang menyangkut tentang dokter akan ditangani oleh MKEK terlebih

dahulu sebelum kemudian diteruskan kepada P3EK

6. Untuk kepentingan pencatatan setiap kasus pelanggaran kode etik kedokteran

serta penyelesaiannya oleh MKEK dilaporkan kepada P3EK

4. KKI

Konsil Kedokteran Indonesia (KKI) berdasarkan UU no. 29 Tahun 2004

tentang praktik Kedokteran, telah dibentuk untuk melindungi masyarakat

penerima jasa pelayanan kesehatan dan meningkatkan mutu pelayanan kesehatan

dari dokter dan dokter gigi, yang terdiri atas Konsil Kedokteran dan Konsil

Kedokteran Gigi. KKI bertanggung jawab kepada Presiden dan berkedudukan di

Ibukota Negara Republik Indonesia.

KKI mempunyai fungsi pengaturan, pengesahan, penetapan, serta pembinaan

dokter dan dokter gigi yang menjalankan praktek kedokteran dalam rangka

meningkatkan mutu pelayanan medis.

KKI mempunyai tugas meregistrasi dokter dan dokter gigi, mengesahkan

standar pendidikan profesi dokter dan dokter gigi dan melakukan pembinaan

terhadap penyelenggaraan praktek kedokteran yang dilaksanakan bersama

lembaga terkait sesuai dengan fungsi masing-masing.

Standar pendidikan profesi dokter dan dokter gigi yang disahkan Konsil

ditetapkan bersama oleh Konsil Kedokteran Indonesia dengan kolegium

kedokteran, kolegium kedokteran gigi, asosiasi institusi pendidikan kedokteran,

asosiasi institusi pendidikan kedokteran gigi, dan asosiasi rumah sakit pendidikan.

KKI mempunyai wewenang:

menyetujui dan menolak permohonan registrasi dokter dan dokter gigi,

47

Page 48: C-3

menerbitkan dan mencabut surat tanda registrasi dokter dan dokter gigi,

mengesahkan standar kompetensi dokter dan dokter gigi,

melakukan pengujian terhadap persyaratan registrasi dokter dan dokter gigi,

mengesahkan penerapan cabang ilmu kedokteran dan kedokteran gigi,

melakukan pembinaan bersama terhadap dokter dan dokter gigi mengenai

pelaksanaan etika profesi yang ditetapkan oleh Organisasi Profesi,

melakukan pencatatan terhadap dokter dan dokter gigi yang dikenakan sanksi

oleh organisasi profesi, atau perangkatnya karena melanggar ketentuan etika

profesi.

Susunan organisasi Konsil Kedokteran Indonesia terdiri atas:

Konsil Kedokteran

Konsil Kedokteran Gigi.

Konsil Kedokteran dan Konsil Kedokteran Gigi masing-masing terdiri atas 3

divisi yaitu:

1. divisi registrasi,

2. divisi standar pendidikan profesi,

3. divisi pembinaan.

Jumlah anggota Konsil Kedokteran Indonesia berjumlah 17 orang yang terdiri dari

unsur-unsur yang berasal dari :

1. Organisasi Profesi Kedokteran 2 orang,

2. Organisasi Profesi Kedokteran Gigi 2 orang,

3. Asosiasi Institusi Pendidikan Kedokteran 1 orang,

4. Asosiasi Institusi Pendidikan Kedoktan Gigi 1 orang,

5. Kolegium Kedokteran 1 orang,

6. Kolegium Kedokteran Gigi 1 orang,

48

Page 49: C-3

7. Asosiasi Rumah Sakit Pendidikan 2 orang,

8. Tokoh Masyarakat 3 orang,

9. Departemen Kesehatan 2 orang,

10. Departemen Pendidikan Nasional 2 orang.

11. Keanggotaan KKI untuk pertama kali ditetapkan oleh Presiden atas usul

Menteri Kesehatan (pasal 84 Undang Undang No. 29 Tahun 2004 tentang

Praktik Kedokteran).

5. IDI (Ikatan Dokter Indonesia)

IDI adalah suatu lembaga perhimpunan profesi dokter seluruh Indonesia.

Visi IDI :

Menjadikan IDI sebagai organisasi profesi kedokteran nasional yang berwibawa

di tingkat Asia Pasifik pada 2010.

Misi IDI :

Meningkatkan kemampuan professional yang beretika

Mengembangkan peranan yang bermakna dalam meningkatkan derajat

kesehatan masyarakat

Menyuarakan aspirasi, kesejahteraan, dan memberikan perlindungan kepada

segenap anggota

Mengembangkan standard pelayanan profesi, standard etika dan

memperjuangkan kebebasan profesi yang mampu menyelaraskan

perkembangan ilmu dan teknologi kedokteran dengan tuntutan dan kebutuhan

masyarakat

Tujuan IDI :

Memadukan segenap potensi dokter Indonesia

Meningkatkan harkat, martabat, dan kehormatan diri dan profesi kedokteran

Mengembangkan ilmu pengetahuan dan teknologi kedokteran

Meningkatkan derajat kesehatan rakyat Indonesia menuju masyarakat sehat

dan sejahtera

49

Page 50: C-3

Tugas IDI :

Untuk mengorganisir seluruh kegiatan dokter-dokter di seluruh Indonesia

6. Perhimpunan Dokter Keluarga Indonesia (PDKI)

Perhimpunan Dokter Keluarga Indonesia (PDKI) yang saat ini seluruh

anggotanya adalah Dokter Praktik Umum (DPU) yang tersebar di seluruh pelosok

Indonesia. Jumlah anggota yang telah mendaftar sekitar 3000 orang. Semua

anggota PDKI adalah anggota IDI. PDKI merupakan organisasi profesi dokter

penyelenggara pelayanan kesehatan tingkat primer yang utama.

Ciri dokter layanan primer adalah (Danasari, 2008) :

1. Menjadi kontak pertama dengan pasien dan memberi pembinaan berkelanjutan

(continuing care)

2. Membuat diagnosis medis dan penangannnya

3. Membuat diagnosis psikologis dan penangannya

4. Memberi dukungan personal bagi setiap pasien dengan berbagai latar belakang

dan berbagai stadium penyakit

5. Mengkomunikasikan informasi tentang pencegahan, diagnosis, pengobatan, dan

prognosis

6. Melakukan pencegahan dan pengendalian penyakit kronik dan kecacatan melalui

penilaian risiko, pendidikan kesehatan, deteksi dini penyakit, terapi preventif,

dan perubahan perilaku.

Setiap dokter yang menyelenggarakan pelayanan seperti di atas dapat menjadi

anggota PDKI. Anggota PDKI adalah semua dokter penyelenggara pelayanan

kesehatan tingkat primer baik yang baru lulus maupun yang telah lama berpraktik

sebagai Dokter Praktik Umum.

Dokter penyelenggara tingkat primer, yaitu :

1. Dokter praktik umum yang praktik pribadi

2. Dokter keluarga yang praktik pribadi

3. Dokter layanan primer lainnya seperti :

a. Dokter praktik umum yang bersama

b. Dokter perusahaan

c. Dokter bandara

d. Dokter pelabuhan

50

Page 51: C-3

e. Dokter kampus

f. Dokter pesantren

g. Dokter haji

h. Dokter puskesmas

i. Dokter yang bekerja di unit gawat darurat

j. Dokter yang bekerja di poliklinik umum RS

k. Dokter praktik umum yang bekerja di bagian pelayanan khusus

7. Kolegium Ilmu Kedokteran Keluarga Indonesia ( KIKKI )

Dipilih dalam Kongres Nasional VII di Makassar 30 Agustus 2006 – 2

September 2006, dan telah dilaporkan ke PB IDI Pusat dan MKKI. Kolegium

memang harus ada dalam sebuah organisasi profesi. Jadi PDKI harus mempunyai

kolegium yang akan memberikan pengakuan kompetensi keprofesian kepada setiap

anggotanya. Dalam PDKI lembaga ini yang diangkat oleh kongres dan bertugas

sebagai berikut :

1. Melaksanakan isi anggaran dasar dan anggaran rumah tangga serta semua

keputusan yang ditetapkan kongres

2. Mempunyai kewenangan menetapkan, melaksanakan, dan mengevaluasi

kegiatan yang berkaitan dengan pengelolaan sistem pendidikan profesi

bidang kedokteran keluarga

3. Mengkoordinasikan kegiatan kolegium kedokteran

4. Mewakili PDKI dalam pendidikan profesi bidang kedokteran keluarga

5. Menetapkan program studi pendidikan profesi bidang kedokteran keluarga

beserta kurikulumnya

6. Menetapkan kebijakan dan pengendalian uji kompetensi nasional pendidikan

profesi kedokteran keluarga

7. Menetapkan pengakuan keahlian (sertfikasi dan resertifikasi)

8. Menetapkan kebijakan akreditasi pusat pendidikan dan rumah sakit

pendidikan untuk pendidikan dokter keluarga

9. Mengembangkan sistem informasi pendidikan profesi bidang kedokteran

keluarga

Angota KIKK terdiri atas anggota PDKI yang dinilai mempunyai tingkat

integritas dan kepakaran yang tinggi untuk menilai kompetensi keprofesian

anggotanya. Atas anjuran dan himbauan IDI sebaiknya KIKK digabung dengan

51

Page 52: C-3

KDI karena keduanya menerbitan sertifikat kompetensi untuk Dokter Pelayanan

Primer (DPP). Setelah melalui diskusi yang berkepanjangan akhirnya bergabung

dengan nama Kolegium Dokter dan Dokter Keluarga (KDDKI) yang untuk

sementara melanjutkan tugas masing-masing, unsur KDI memberikan sertifikat

kepada dokter yang baru lulus sedangkan unsur KIKK memberikan sertifikat

kompetensi (resertifikasi) kepada DPP yang akan mendaftar kembali ke KKI.

V. KESIMPULAN

Sebagai seorang dokter yang efektif dan professional selalu menghayati makna

setiap isi dari Sumpah Dokter. Kita harus mengamalkan Kode Etik Kedokteran,

Prinsip dasar etik, Undang-Undang Kesehatan, dan Undang-Undang Praktik

Kedokteran, baik dalam kehidupan sehari-hari maupun dalam memberikan pelayanan

kesehatan yang optimal kepada pasien (misalnya memberikan surat keterangan).

VI. DAFTAR PUSAKA

Hanafiah,Yusuf,&Amir,Amri. 2007. Etika Kedokteran dan Hukum Kesehatan.

Jakarta:EGC.

Buku Himpunan Peraturan tentang MKDKI Tahun 2008

http://www.freewebs.com/etikakedokteranindonesia/

http://www.dwinuraini.info/a/Sangsi%20%20atau%20Pelanggaran%20Kode%20Etik

%20Kedokteran.pdf

http://luk.staff.ugm.ac.id/atur/sehat/Kode-Etik-Kedokteran.pdf

52

Page 53: C-3

53