busuk buah kakao

Upload: alvicyankmaya

Post on 14-Oct-2015

156 views

Category:

Documents


0 download

TRANSCRIPT

  • Ramlan : Pengelolaan Penyakit Bususk Buah Kakao

    380

    PENGELOLAAN PENYAKIT BUSUK BUAH KAKAO

    Ramlan Satker Pengkajian Teknologi Pertanian Sulawesi Barat

    ABSTRAK

    Rendahnya produktivitas kakao di Sulawesi Barat disebabkan oleh berbagai faktor antara lain sebagian besar tanaman sudah berumur tua dan pengelolaan tanaman kurang optimum, dan adanya serangan OPT yang tinggi, termasuk Phytophthora palmivora (penyebab penyakit kanker batang dan busuk buah kakao). P. palmivora merupakan pathogen pada banyak jenis tumbuhan di daerah beriklim tropis dan sedang. Pada tanaman kakao, patogen ini menyerang daun, batang, pucuk, bantalan bunga, dan buah pada berbagai tingkatan umur. Meskipun demikian buah-buah yang belum matang adalah paling peka terhadap serangan pathogen. Berbagai komponen teknologi untuk pengendalian penyakit busuk buah kakao telah tersedia, seperti pengaturan kerapatan tanaman kakao; sanitasi kebun dan tanaman; pemangkasan; panen sering; pemanfaatan mikroorganisme antagonis; dan penggunaan fungisida. Usaha penanggulangan penyakit tidak hanya memperhatikan patogennya saja, tetapi juga tanaman inangnya, dan factor lingkungan yang mempengaruhi perkembangan penyakit. Keadaan lingkungan tersebut dapat dimanipulasi melalui praktek-praktek budidaya (kultur teknik) untuk menghambat laju perkembangan penyakit. Penanggulangan penyakit juga dapat dilakukan dengan memadukan beberapa komponen teknologi yang sesuai. Hali ini untuk mengurangi kegagalan dan tetap menjaga kelestarian lingkungan. Kata Kunci : Pengelolaan, Penyakit Busuk, Buah Kakao

    PENDAHULUAN

    Kakao merupakan salah satu komoditas pertanian yang peranannya sangat penting bagi perekonomian regional Sulawesi Barat, khususnya dalam menyediakan kesempatan kerja, sumber pendapatan petani dan devisa Negara. Namun sejak beberapa tahun terakhir, produktivitas perkebunan kakao di daerah ini mulai menurun dan peranannya mulai memudar karena adanya serangan hama Penggerek Buah Kakao (PBK), Conopomorpha cramerella Snell (Lepidoptera; Gracillariidae). Belum tuntas masalah PBK, muncul lagi penyakit pembuluh kayu atau Vascular Streak Dieback (VSD) yang disebabkan oleh jamur Oncobasidium theobromae Talbot & Keane, disamping adanya penyakit endemik kanker batang dan busuk buah kakao yang disebabkan oleh Phytopthora palmivora. Hal tersebut merupakan ancaman yang sangat serius bagi keberlanjutan perkebunan kakao di daerah ini.

    Penyakit busuk buah merupakan penyakit utama pada tanaman kakao di seluruh dunia, dan di Indonesia merupakan penyakit paling penting karena penyakit ini terdapat hampir di seluruh areal pertanaman kakao. P. palmivora merupakan pathogen (penyebab penyakit) pada banyak jenis tumbuhan di daerah beriklim tropis dan sedang. Pada tanaman kakao, patogen ini menyerang daun, batang, pucuk, bantalan bunga, dan buah pada berbagai tingkatan umur (Chee 1974 dalam Sukamto & Pujiastuti 2004). Meskipun demikian buah-buah yang belum matang adalah paling peka terhadap serangan pathogen (Deberdt et al. 2008). Kerusakan paling besar dari infeksi selama 2 bulan sebelum buah matang. Buah-buah yang terinfeksi pada fase ini dapat menyebabkan kerugian total karena pathogen dapat dengan mudah masuk dari kulit buah ke lapisan bakal biji pada buah hijau yang sedang berkembang (http:// www.oardc.ohw-state-edu/cocoa/black pod.htm).

  • Prosiding Seminar Ilmiah dan Pertemuan Tahunan PEI dan PFI XX Komisariat Daerah Sulawesi Selatan, 27 Mei 2010

    381

    Berbagai komponen teknologi untuk pengendalian penyakit busuk buah kakao telah tersedia, seperti pengaturan kerapatan tanaman kakao (Jackson & Wright 2001); sanitasi kebun dan tanaman seperti pengendalian gulma, pemangkasan (Opoku et al. 2007), panen sering (Jackson & Wright 2001); pemanfaatan mikroorganisme antagonis (Deberdt et al. 2008); dan penggunaan fungisida (Sukamto & Pujiastuti 2004; Opoku et al. 2007; Deberdt et al. 2008).

    Usaha penanggulangan penyakit tidak hanya memperhatikan patogennya saja, tetapi juga lingkungan dan tanaman inangnya. Kemudian faktor-faktor yang mempengaruhi perkembangan penyakit tersebut. Salah satu faktor yang paling berpengaruh adalah keadaan lingkungan, misalnya curah hujan,kelembaban, dan suhu. Keadaan lingkungan tersebut dapat dimanipulasi melalui praktek-praktek budidaya (kultur teknik) untuk menghambat laju perkembangan penyakit. Untuk menekan keadaan awal penyakit dapat dilakukan dengan cara penggunaan klon yang tahan penyakit, sanitasi, eradikasi, dan penggunaan fungsida.

    Penanggulangan suatu penyakit juga dapat dilakukan dengan memadukan beberapa komponen teknologi yang sesuai. Hali ini untuk mengurangi kegagalan dan tetap menjaga kelestarian lingkungan. Berdasarkan diagnosis yang tetap, pengetahuan epidemiologi dan kerusakan yang ditimbulkan oleh penyakit dapat disusun menjadi suatu strategi penanggulangan yang efektif dan efisien.

    PENYEBAB PENYAKIT

    Penyakit busuk buah kakao merupakan penyakit paling penting pada pertanaman kakao di seluruh dunia (Semangun 2000; Jackson & Wright 2001; Bowers et al. 2001; Opoku et al. 2007; dan Deberdt et al. 2008). Penyakit ini disebabkan olen cendawan pathogen Phytophthora spp.. Studi taksonomi menunjukkan bahwa Phytophthora yang menyerang tanaman kakao terdiri dari beberapa spesies antara lain: P. palmivora , P. megakarya, P. capsici, P. citrophthora, dan P. tropicilis (Browers et al. 2001). Phytophthora palmivora (Bultl.) merupakan salah satu pathogen paling penting di daerah tropis, menyerang berbagai jenis tanaman seperti kakao, kelapa, karet, papaya, pinang, lada, nenas, kelapa sawit, sukun dan lain-lain (Bowers et al. 2001; dan Jackson & Wright 2001). Di Indonesia, penyakit busuk buah kakao disebabkan oleh P. palmivora.

    KERUSAKAN

    Di Indonesia, penyakit busuk buah kakao yang disebabkan oleh P. palmivora menyebabkan kerugian yang cukup berarti terutama di daerah yang beriklim basah. Di Jawa Tengah kerugian dapat mencapai 49,8 %; Jawa Timur 46,43 %; Jawa Barat 42,30 % (Pawirosoemardjo & Purwantoro 1992), dan menurut Sukamto (2003) kerugian dapat mencapai 52,99 % di Jawa Timur. Di Sulawesi, P. palmivora dapat menyebabkan kerugian sebesar 15 % (CABI- Biocontrol News and Information 24(3) September News-IPM). Meskipun pathogen ini menyerang seluruh bagian tanaman, tetapi kerusakan paling besar adalah karena busuk buah, kanker batang, dan layu pada bibit. Kehilangan hasil karena busuk buah, kanker batang, dan layu pada bibit dapat mencapai 39 % (Anderson & Guest 1990). Di Ghana kehilangan buah karena P. megakarya berkisar antara 60-100 % dan akibatnya banyak petani mengabaikan tanamannya atau tidak melakukan pengendalian, dan sebagian petani telah mengganti tanaman kakaonya dengan tanaman lain (Opoku et al. 2000).

    GEJALA PENYAKIT

    Gejala penyakit yang paling menyolok adalah busuk pada buah atau buah hitam. Bercak pada buah mulai kecil seperti spot-spot yang kotor dan tebal pada bagian buah di mana saja pada setiap fase perkembangan buah. Bercak berkembang dengan cepat menutupi jaringan internal dan seluruh permukaan buah, termasuk biji. (Guest 2007). Buah yang terinfeksi akan menjadi busuk total dalam

  • Ramlan : Pengelolaan Penyakit Bususk Buah Kakao

    382

    waktu 2 minggu (Jackson & Wright 2001). Pathogen menyerang jaringan internal buah dan menyebabkan biji kakao berkerut dan berubah warna, buah-buah yang sakit akhirnya menjadi hitam dan mumi (Bowers et al. 2001; Guest 2007). Menurut Sukamto dan Pujiastuti (2004) pathogen dapat masuk ke dalam buah dan menyebabkan biji menjadi busuk dan menurunkan kualitasnya (Gambar 1).

    PENYAKITBUSUK BUAH

    Penyebab penyakit: jamurPhytophthora palmivora

    GEJALA SERANGAN

    Gambar 1. Gejala serangan penyakit busuk buah kakao oleh Phytophthora palmivora (PUSLITKOKA)

    BIOEKOLOGI PATOGEN

    Phytophthora termasuk family Pythiaceae, ordo Peronosporales, kelas Oomycetes. P. palmivora merupakan cendawan heterotalik, tidak menghasilkan stadium seksual dalam medium buatan. Miselium tidak bersepta dan mengandung banyak inti diploid. Hifa tidak berwarna, mempunyai cabang yang banyak, agak keras, sinosis, kadang-kadang bersepta, berdiameter antara 5 8 . Pada jaringan tanaman, pertumbuhan hifa biasanya interseluler dan membentuk haustorium di dalam sel inang (Alexopoulus dan Mims, 1979). P. palmivora dilaporkan dapat membentuk sporangium pada buah kakao dengan kisaran kelembaban nisbi udara 70-90 %, namun tidak pernah 100 %. Meskipun kondisi lingkungan tidak menguntungkan, misalnya kelembaban udara rendah, radiasi sinar matahari dan temperature ekstrim, sporangium masih dapat terbentuk, memencar dan menginfeksi (Duniway 1983).

    Faktor yang berperan untuk terjadinya infeksi adalah kebasahan permukaan buah kakao dan kelembaban nisbi udara (RH) yang tinggi sekitar 95 %. Hal ini didukung dari penelitian sebelumnya

  • Prosiding Seminar Ilmiah dan Pertemuan Tahunan PEI dan PFI XX Komisariat Daerah Sulawesi Selatan, 27 Mei 2010

    383

    bahwa pelepasan, perkecambahan, dan infeksi zoospore terjadi apabila tersedia air bebas. Air bebas dapat terjadi karena ada hujan atau kondensasi uap air jenuh akibat penurunan suhu yang berlangsung secara mendadak (Purwantara 1990).

    PENYEBARAN PENYAKIT

    Inokulum yang memulai infeksi pada buah berasal dari tanah atau akar, batang dan daun yang terinfeksi (Evans & Prior 1987 dalam Bowers et al. 2001). Infeksi akar berasal dari residu inokulum tanah biasanya tidak menyebabkan kerugian ekonomi, meskipun demikian akar-akar yang terinfeksi dapat berperan sebagai sumber inokulum untuk infeksi buah, hal yang sama terjadi pada kanker batang dan kulit batang juga berperan sebagai sumber inokulum untuk infeksi buah. Sekali buah terinfeksi dan terjadi sporulasi, dapat menghasilkan sejumlah besar sumber inokulum untuk infeksi buah-buah yang lain (Bowers et al. 2001). Pada kondisi yang lembab, satu buah dapat menghasilkan 4 juta sporangia (mengandung zoospore motil) (Gregory & Maddison 1981 dalam Guest 2007). Sporangia dapat tersebar oleh percikan air hujan, angin, semut, serangga-serangga yang terbang, tikus, kelelawar, alat-alat pertanian dan tanah yang terkontaminasi, dan lain-lain (Jackson & Wright 2001; Guest 2007) (Gambar 2)

    Penyebaran Penyakit

    Percikan air hujanKontak langsung

    Kontak tanah

    Binatang :Bekicot,Tupai, Tikus,Semut dll

    Gambar 2. Penyebaran penyakit busuk buah kakao (PUSLITKOKA)

    P. palmivora dapat menginfeksi buah pada berbagai fase perkembangan buah. Meskipun demikian buah-buah yang belum matang adalah paling peka terhaap infeksi pathogen (Deberdt et al. 2008), dan kerusakan paling besar jika infeksi terjadi pada buah (2 bulan sebelum matang). Buah-buah yang terinfeksi pada fase ini dapat

    menyebabkan kerugian total karena pathogen dapat dengan mudah masuk dari kulit buah ke lapisan bakal biji pada buah yang hijau yang sedang berkembang (http:// www.oardc.ohw-state-edu/cocoa/black pod.htm). Butler (1980) dalam Fulton (1989) melaporkan bahwa buah yang sudah berkembang penuh (hijau dan kelihatan seperti bola kecil) menunjukkan karakteristik termodinamika yang menarik. Temperatur buah meningkat pada siang hari dan dingin pada malam hari. Temperature yang meningkat pada waktu tersebut menjadi penyebab langsung kondensasi air di atas permukaan buah yang menjadi mikroinkubator yang ideal bagi spora Phytophthora karena spora pathogen tersebut bersifat hidropilik.

  • Ramlan : Pengelolaan Penyakit Bususk Buah Kakao

    384

    Sumber-sumber infeksi untuk awal terjadinya epidemic adalah: sporangia yang tercuci atau terpercik air hujan atau tertiup angin dari buah yang terinfeksi akan menjadi sumber utama untuk infeksi berikutnya pada buah yang sehat; pathogen yang bertahan hidup di dalam tanah atau lapisan daun, dan dari sana berpindah dan menginfeksi buah yang paling bawah atau tanah yang mengandung pathogen dapat dipindahkan oleh semut ke permukaan buah; sporangia tercuci air hujan dari tunas-tunas dan daun yang terinfeksi dapat berpindah masuk pada buah di dalam kanopi tanaman; pathogen juga dapat berasal dari kankerbatang masuk ke dalam bantalan bunga sampai ke buah; spora juga dapat terbawa ke pertanaman baru melalui alat pangkas; atau terbawa oleh tikus dengan cara tikus mengunyah buah yang terinfeksi dan kemudian mengunyah buah yang sehat (Jackson & Wright 2001).

    PENGENDALIAN

    Penyakit busuk buah sangat sulit dikendalikan karena pathogen umumnya dapat bertahan hidup sebagai miselium dan klamidospora (spora resisten yang berdinding tebal) pada material tanaman yang terinfeksi seperti akar, kanker batang, buah-buah mumi, atau di dalam tanah (Gregory & Maddison 1981 dalam Guest 2007). Pathogen dapat bertahan hidup di dalam tanah dan sisa-sisa tanaman selama beberapa tahun (Bowers et al. 2001), atau di dalam tanah selama paling sedikit 10 bulan (Guest 2007); pada buah-buah mumi yang tua yang menggantung di pohon selama 18 bulan (Jackson & Wright 2001), atau paling sedikit 3 tahun (Dennis & Konam 1994 dalam Guest 2007).

    Tanaman resisten (tahan) Bahan tanaman tahan/toleran merupakan komponen pengendalian jasad pengganggu tanaman

    yang telah terbukti efektif mengendalikan beberapa kasus serangan hama dan penyakit tanaman (Panda & Kush 1995). Penggunaan bahan tanaman yang tahan/toleran untuk mengatasi penyakit busuk buah merupakan salah satu alternatif pengendalian penyakit tanaman yang paling murah dan ramah lingkungan. Penanaman varietas atau klon kakao yang tahan di daerah basah dapat mengurangi masalah serangan penyakit. Untuk penanaman kakao baru dianjurkan menggunakan klon-klon tahan seperti: klon DRC 16, Sca 6, Sca 12, ISC 6, ICCRI 03, ICCRI 04 dan hibridanya (PUSLITKOKA).

    Pemangkasan dan Pengaturan Penaung Naungan dan kerapatan tanaman kakao dapat mempengaruhi insiden penyakit busuk buah karena

    pengaruh kelembaban di dalam kebun. Kerapatan tanaman kakao yang direkomendasikan di Papua New Guinea adalah maksimum 625 pohon per hektar (Jackson & Wright 2001), populasi tanman kakao yang direkomendasikan di Indonesia adalah 1000 pohon per hektar (PUSLITKOKA). Opoku et al. (2007) menyarankan naungan dikurangi hingga rata-rata 10 tanaman yang tinggi per hektar.

    Pemangkasan untuk membentukdan membuka kanopi dengan memotong cabang yang dekat dengan jorget dan membuang chupon untuk memperbaiki sirkulasi udara di antara tanaman akan mengurangi insiden penyakit. Pemangkasan sebaiknya dilakukan pada puncak musim hujan, tetapi tidak pada waktu pembungaan atau perkembangan buah (Jackson & Wright 2001).

    Sanitasi Buah yang terinfeksi jika tidak dibuka atau dimusnahkan akan menjadi sumberinfeksi untuk

    buah-buah yang lain. Disarankan sanitasi buah yang sakit paling sedikit 4 minggu sekali, idealnya setiap minggu. Selanjunya panen buah sehat setiap 2 minggu akan membantu mencegah perkembangan spora di kebun (Jackson & Wright 2001). Menurut Dakwa et al. (1988) dalam Opoku et al. (2007) menunjukkan bahwa membuka buah-buah yang sakit pada interval 10 hari adalah efektif, meskipun kemungkinan tidak menguntungkan. Buah-buah sakit yang telah dipanen/dibuka kemudian dibenam/dikubur di dalam tanah (lubang sanitasi) (Gambar 3).

    Pemanfaatan Agens Hayati

  • Prosiding Seminar Ilmiah dan Pertemuan Tahunan PEI dan PFI XX Komisariat Daerah Sulawesi Selatan, 27 Mei 2010

    385

    Penggunaan mikroorganisme antagonis dianggap sebagai suatu strategi pengendalian yang dapat memberikan hasil yang lebih baik dan aman terhadap lingkungan, tetapi masih memerlukan penelitian, terutama untuk aplikasi luas di lapangan sering tidak memuaskan. Hasil penelitian Deberdt et al. (2008) menunjukkan bahwa pengendalian biologi penyakit busuk buah dengan Trichoderma asperellum (Strain PR 11) tidak seefektif dengan aplikasi fungisida Ridomil plus gold 66 WP pada tekanan penyakit yang tinggi. Hal yang sama yang dilaporkan oleh Sri-Sukamto (2003) pengendalian agens hayati jamur Trichoderma spp.pada buah kakao di kebun meskipun hasilnya tidak sebaik fungisida tembaga tetapi untuk menghindari pencemaran lingkungan dan pengembangan produk organic sangat perlu diterapkan.

    PEMENDAMAN BUAH BUSUK

    Cara aplikasi agens hayati Trichoderma spp adalah jamur disemprotkan ke buah kakao sehat sebagai tindakan preventif dengan dosis 200 g/l. Pengendalian biologi yang dikombinasi dengan kultur teknis memberikan hasil pengendalian yang lebih baik dibandingkan dengan jika aplikasi tunggal agens biologi atau kultur teknis sendiri (Kraus & Soberanis 2001 dalam Deberdt et al. 2008). Selanjutnya disarankan untuk kombinasi metode pengendalian biologi, kimia, genetic, praktek budidaya dalam program terpadu untuk pengelolaan penyakit busuk buah berkelanjutan (Deberdt et al. 2001). Fulton (1989) menyarankan untuk pengelolaan penyakit busuk buah kakao adalah melengkapi program aplikasi fungisida dengan paket program praktek budidaya (kultur teknis) seperti pemangkasan, pengendalian gulma, drainase, membuka buah yang terinfeksi sesering mungkin, dan sanitasi pohon secara kontinyu.

    Gambar 3. Buah- buah busuk dipendam/dikubur di dalam tanah (PUSLITKOKA).

    Penggunaan Fungisida Sasaran aplikasi fungisida pada awal musim hujan adalah areal perakaran tanaman dan bantalan

    bunga atau disarankan aplikasi eradikan isothiazolone (tidak pitotoksik) pada areal bantalan bunga pada akhir musim kemarau setelah pembersihan gulma dan buah mumi; dan pada musim selanjutnya target aplikasi paling penting adalah pada buah yang sudah berkembang penuh (hijau seperti bola kecil) (Butler 1980 dalam Fulton 1989). Penyemprotan buah-buah sehat secara preventif dengan fungisida berbahan aktif tembaga (Copper Sandoz, Cupravit, Vitigram Blue, Cobox, dan lain-lain) dengan konsentrasi formulasi 0,3 %, selang waktu 2 minggu.

    Tingkat adopsi petani terhadap teknologi pengendalian yang direkomendasikan, yaitu 6-8 aplikasi fungisida dengan interval 3-4 minggu setiap tahun adalah sangat rendah. Hasil survey menunjukkan bahwa >75 % petani kakao di Ghana tidak melakukan pengendalian, sekitar 2-3 % menyempro antara 1-2 kali dalam satu tahun. Ada 3 alasan petani tidak mengadopsi teknologi tersebut adalah biaya aplikasi tinggi, jumlah aplikasi, dan tenaga aplikasi tinggi (Opoku et al. 1999 dalam Opoku et al. 2007). Hasil penelitian selanjutnya menunjukkan bahwa praktek-praktek sanitasi yang

  • Ramlan : Pengelolaan Penyakit Bususk Buah Kakao

    386

    dikombinasikan dengan 3 kali aplikasi fungisida Ridomil 72 plus, bulan Juni, September dan Oktober merupakan cara yang efektif untuk mengelola penyakit busuk buah di Ghana. Meskipun tidak seefektif dengan metode pengendalian standar. Petani lebih suka menerima rekomendasi 3 kali aplikasi dari pada 6-8 kali aplikasi fungisida per tahun (metode pengendalian standar di Ghana) (Opoku et al. 2007).

    Pengendalian Terpadu Penanganan serangan penyakit dapat dilakukan dengan memadukan beberapa teknik pengendalian

    yang sesuai. Tujuannya untuk mengurangi kegagalan dan kelestarian lingkungan. Pengendalian biologi yang dikombinasi dengan kultur teknis memberikan hasil pengendalian yang lebih baik dibandingkan dengan jika aplikasi tunggal agens biologi atau kultur teknis sendiri (Kraus & Soberanis 2001 dalam Deberdt et al. 2008). Selanjutnya disarankan untuk kombinasi metode pengendalian biologi, kimia, genetic, praktek budidaya dalam program terpadu untuk pengelolaan penyakit busuk buah berkelanjutan (Deberdt et al. 2001). Fulton (1989) menyarankan untuk pengelolaan penyakit busuk buah kakao adalah melengkapi program aplikasi fungisida dengan paket program praktek budidaya (kultur teknis) seperti pemangkasan, pengendalian gulma, drainase, membuka buah yang terinfeksi sesering mungkin, dan sanitasi pohon secara kontinyu.

    Hasil penelitian selanjutnya menunjukkan bahwa praktek-praktek sanitasi yang dikombinasikan dengan 3 kali aplikasi fungisida Ridomil 72 plus, bulan Juni, September dan Oktober merupakan cara yang efektif untuk mengelola penyakit busuk buah di Ghana. Meskipun tidak seefektif dengan metode pengendalian standar. Petani lebih suka menerima rekomendasi 3 kali aplikasi dari pada 6-8 kali aplikasi fungisida per tahun (metode pengendalian standar di Ghana) (Opoku et al. 2007).

    Panen sering telah banyak dipraktekkan dan ternyata efektif mengurangi serangan PBK dan penyakit busuk buah. Penggunaan paket teknologi pemangkasan + panen sering + penggunaan insektisida pada tanaman kakao membrikan hasil yang positif terhadap peningkatan pembentukan buah dan penekanan serangan PBK dan penyakit busuk buah, terlihat dengan meningkatnya proporsi tanaman yang bebas serangan hama PBK sebesar 40 % dan penurunan serangan penyakit busuk buah sebesar 59 % (Beding et al. 2002).

    PENUTUP

    Phytophthora palmivora merupakan pathogen pada banyak jenis tumbuhan di daerah beriklim tropis dan sedang. Pada tanaman kakao, patogen ini menyerang daun, batang, pucuk, bantalan bunga, dan buah pada berbagai tingkatan umur. Meskipun demikian buah-buah yang belum matang adalah paling peka terhadap serangan pathogen. Penyakit busuk buah sangat sulit dikendalikan karena pathogen umumnya dapat bertahan hidup sebagai miselium dan klamidospora (spora resisten yang berdinding tebal) pada material tanaman yang terinfeksi seperti akar, kanker batang, buah-buah mumi, atau di dalam tanah dalam jangka waktu yang lama. Berbagai komponen teknologi untuk pengelolaan penyakit busuk buah kakao telah tersedia, seperti pengaturan kerapatan tanaman kakao; sanitasi kebun dan tanaman; pemangkasan dan pengaturan pohon penaung; panen sering; pemanfaatan mikroorganisme antagonis; dan penggunaan fungisida. Komponen-komponen teknologi tersebut dapat dikombinasikan satu sama lain yang kompatibel agar diperoleh hasil yang lebih efektif.

    DAFTAR PUSTAKA Alexopoulus, C.J and Mims, C.W. 1970. Introductory mycology. John Willey and Sons. New York. 432 p.

    Anderson, R.D and Guest D.I. 1990. The control of black pod, canker and seedling blight of cocoa, caused by Phytophthora palmivora, with potassium phosphonate. Australian Plant Pathology 19(4):127-129.

  • Prosiding Seminar Ilmiah dan Pertemuan Tahunan PEI dan PFI XX Komisariat Daerah Sulawesi Selatan, 27 Mei 2010

    387

    Beding, PA, Alimuddin, dan MZ Kanro. 2002. Tanggapan Petani terhadap PHT Hama Penggerek Buah dan Penyakit Busuk Buah Kakao di Kabupaten Sorong. Warta Pusat Penelitian Kopi dan Kakao Indonesia 2002, 18(3): 100-107.

    Bowers, J.H., Bailey, B.A., Hebbar,P.K., Sanogo, S. and Lumsden, R.D. 2001. The impact of plant diseases on world chocolate production. Online. Plant Health Progress doi:10.1094/PHP-2001-0709-01-RV.

    Deberdt, P., Mfegue, C.V., Tondje, P.R., Bon, M.C., Ducamp, M., Hurard, C., Begoude, B.A.D., Ndoumbe-Nkeng, M., Hebbar, P.K and Cilas, C. 2008. Impact of environmental factors, chemical fungicide and biological control on cacao pod production dynamics and black pod disease (Phytophthora megakarya) in Cameroon. Biological Control 44:149-159.

    Duniway, J.M. 1983. Role of physical factors in the development of Phytophthora Diseases. In Phytophthora its Biology, Taxonomy, Ecology, Phathology. The American Phytopathological Society St. Paul, Minnesota. P 175-187.

    Fulton, R.H. 1989. The cacao disease trilogy: Black pod, monilia pod rot, and witches-broom. Plant Disease 73(7):601-603.

    Guest, D. 2007. Black pod: Diverse pathogens with a global impact on cocoa yield. Phytopathology 97(12):1650-1653.

    Herman, MP Hutagaol, SH Sutjahjo, A Rauf, dan DS Priyarsono 2006. Analisis Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Adopsi Teknologi Pengendalian Hama Penggerek Buah Kakao: Studi Kasus di Sulawesi Barat. Pelita Perkebunan 2006, 22(3): 222-236.

    Jackson, G.V.H and Wright, J.G. 2001. Black pod and canker of cocoa. PEST ADVISORY LEAFLET NO. 7. Plant Protection Service, Secretariat of the Pacific Community.

    Opoku, I.Y., Appiah, A.A., Akrofi, A.Y. and Owusu, G.K. 2000. Phytophthora megakarya: apotential threat to the cocoa industry in Ghana. Journal of Agricultural Science 33:237-248.

    Opoku, I.Y., Assuah, M.K. and Aneani, F. 2007. Management of black pod disease of cocoa with reduced number of fungicide application and crop sanitation. African Journal of Agricultural Research 2(11):60i-604.

    Pawirosoemardjo, S dan Purwantara. 1992. Laju infeksi dan intensitas serangan Phytophthora palmivora pada buah dan batang beberapa varietas kakao. Menara Perkebunan 60(2):62-72.

    Purwantara, A. 1990. Pengaruh beberapa unsure cuaca terhadap infeksi P.palmivora pada buah kakao. Menara Perkebunan (3): 78-83.

    Semangun, H. 2000. Penyakit-penyakit tanaman perkebunan di Indonesia. Gajah Mada University Press. Yogyakarta.

    Sri-Sukamto. 2003. Pengendalian secara hayati penyakit busuk buah kakao dengan jamur antagonis Trichoderma harzianum. Seminar Ilmiah dan Kongres Nasional PFI XVI Bandung, 6-8 Agustus 2003.

    Sri-Sukamto dan Pujiastuti, D. 2004. Keefektifan beberapa bahan pengendali penyakit busuk buah kakao Phytophthora palmivora. Pelita Perkebunan 20(3):132-142.