busana paku buwono xiii pada upacara …...perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id (sebuah kajian...

184
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id commit to user BUSANA PAKU BUWONO XIII PADA UPACARA TINGALAN JUMENENGANDALEM PERIODE 2005-2011 (Sebuah Kajian Makna Simbolis Busana Raja) Diajukan Guna Memenuhi Sebagian Persyaratan Guna Melengkapi Gelar Sarjana Seni Jurusan Kriya Seni/Tekstil Fakultas Sastra dan Seni Rupa Oleh: TAUFIQURRAHMAN HIDAYAT C0905025 KRIYA SENI/TEKSTIL FAKULTAS SASTRA DAN SENI RUPA UNIVERSITAS SEBELAS MARET SURAKARTA 2012

Upload: haque

Post on 06-Mar-2019

232 views

Category:

Documents


5 download

TRANSCRIPT

Page 1: BUSANA PAKU BUWONO XIII PADA UPACARA …...perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id (Sebuah Kajian Makna S commit to user ii PERSETUJUAN BUSANA PAKU BUWONO XIII PADA UPACARA TINGALAN

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

BUSANA PAKU BUWONO XIII PADA UPACARA TINGALAN

JUMENENGANDALEM PERIODE 2005-2011

(Sebuah Kajian Makna Simbolis Busana Raja)

Diajukan Guna Memenuhi Sebagian Persyaratan

Guna Melengkapi Gelar Sarjana Seni Jurusan Kriya Seni/Tekstil

Fakultas Sastra dan Seni Rupa

Oleh:

TAUFIQURRAHMAN HIDAYAT

C0905025

KRIYA SENI/TEKSTIL

FAKULTAS SASTRA DAN SENI RUPA

UNIVERSITAS SEBELAS MARET

SURAKARTA

2012

Page 2: BUSANA PAKU BUWONO XIII PADA UPACARA …...perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id (Sebuah Kajian Makna S commit to user ii PERSETUJUAN BUSANA PAKU BUWONO XIII PADA UPACARA TINGALAN

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

ii

PERSETUJUAN

BUSANA PAKU BUWONO XIII PADA UPACARA TINGALAN

JUMENENGANDALEM PERIODE 2005-2011

(Sebuah Kajian Makna Simbolis Busana Raja)

Disusun Oleh:

TAUFIQURRAHMAN HIDAYAT

C0905025

Telah disetujuai untuk dihadapkan pada sidang Skripsi oleh:

Page 3: BUSANA PAKU BUWONO XIII PADA UPACARA …...perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id (Sebuah Kajian Makna S commit to user ii PERSETUJUAN BUSANA PAKU BUWONO XIII PADA UPACARA TINGALAN

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

iii

PENGESAHAN

BUSANA PAKU BUWONO XIII PADA UPACARA TINGALAN

JUMENENGANDALEM PERIODE 2005-2011

(Sebuah Kajian Makna Simbolis Busana Raja)

Disusun Oleh:

TAUFIQURRAHMAN HIDAYAT

C0905025

Telah disetujuai oleh Tim Penguji Skripsi

Fakultas Sastra dan Seni Rupa Universitas Sebelas Maret

Pada Tanggal 29 Mei 2012

Jabatan Nama Tanda Tangan

Ketua

Sekretaris

Penguji I

Penguji II

Dra. Sarah Rum Handayani, M.Hum

NIP. 195212081981032001

Ratna Endah Santoso, S.Sn.,M.Sn

NIP. 197610112003122001

Ir. Aji Isworo Josef, M.Sn

NIP. 195709261988111001

Drs. Sarwono, M.Sn

NIP. 195909091986031002

Page 4: BUSANA PAKU BUWONO XIII PADA UPACARA …...perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id (Sebuah Kajian Makna S commit to user ii PERSETUJUAN BUSANA PAKU BUWONO XIII PADA UPACARA TINGALAN

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

iv

PERNYATAAN

Nama : Taufiqurrahman Hidayat

NIM : C0905025

Menyatakan dengan sesungguhnya bahwa Skripsi berjudul “Busana Paku

Buwono XIII Pada Upacara Tingalan Jumênêngandalêm Periode 2005-2011

(Sebuah Kajian Makna Simbolis Busana Raja)” adalah benar-benar karya sendiri,

bukan plagiat, dan tidak dibuatkan oleh orang lain. Hal-hal yang bukan karya saya

dalam Skripsi ini diberi tanda citasi (kutipan) dan ditunjukkan dalam daftar

pustaka.

Apabila di kemudian hari terbukti pernyatan ini tidak benar, maka saya

bersedia menerima sanksi berupa pencabutan Skripsi dan gelar yang diperoleh

dari Skripsi tersebut.

Surakarta, 1 Mei 2012

Yang membuat pernyataan,

Taufiqurrahman Hidayat

Page 5: BUSANA PAKU BUWONO XIII PADA UPACARA …...perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id (Sebuah Kajian Makna S commit to user ii PERSETUJUAN BUSANA PAKU BUWONO XIII PADA UPACARA TINGALAN

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

v

MOTTO

“Bangkit dan bangkit lagi sampai domba menjadi singa”

(Taufiqurrahman Hidayat)

“Manusia kadang tersandung kebenaran. Tetapi, kebanyakan dari mereka

berdiri dan bergegas seolah-olah tidak terjadi apa-apa”

(Sir Winston Churchill)

Page 6: BUSANA PAKU BUWONO XIII PADA UPACARA …...perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id (Sebuah Kajian Makna S commit to user ii PERSETUJUAN BUSANA PAKU BUWONO XIII PADA UPACARA TINGALAN

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

vi

KATA PENGANTAR

Puji syukur penulis panjatkan kehadirat Allah SWT atas berkah, rahmat,

serta hidayah yang telah diberikan sehingga penulis dapat menyelesaikan Skripsi

ini dengan baik. Laporan Skripsi ini dibuat untuk memenuhi sebaian persyaratan

guna melengkapi gelar Sarjana Seni Jurusan Kriya Tekstil.

Selama penyusunan Skripsi ini penulis mengalami rintangan dan

hambatan, namun berkat bantuan, bimbingan dan pengarahan dari berbagai pihak,

maka penulis dapat melalui hambatan tersebut. Pada kesempatan ini penulis

menyampaikan terima kasih kepada:

1. Drs. Riyadi Santosa, M.Ed, Ph. D sebagai Dekan Fakultas Sastra dan Seni

Rupa Universitas Sebelas Maret Surakarta.

2. Dra. Tiwi Bina Affanti, M.Sn, selaku Ketua Jurusan Kriya Tekstil.

3. Ir. Aji Isworo Josef, M.Sn, selaku koordinator Skripsi Jurusan Kriya Tekstil,

sekaligus pembimbing I.

4. Drs. Sarwono, M.Sn, selaku pembimbing II.

5. KP. Winarno Kusumo, selaku narasumber dan informan, yang telah

memberikan informasi serta data selama proses penelitian.

6. Joko Purnomo (Mas Kincling), yang telah bersedia memberikan data yang

diperlukan selama proses penelitian berupa foto-foto sehingga dengan data

tersebut proses analisa mampu tercapai.

7. Hartoyo, yang telah memberikan informasi mengenai busana Sinuwun dan

atas keterbukaan menerima penulis dalam mencari data dan informasi.

Page 7: BUSANA PAKU BUWONO XIII PADA UPACARA …...perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id (Sebuah Kajian Makna S commit to user ii PERSETUJUAN BUSANA PAKU BUWONO XIII PADA UPACARA TINGALAN

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

vii

8. KGPH. Puger, yang telah mengizinkan penulis melakukan penelitian

mengenai busana PB XIII di keraton Surakarta.

9. GRAy. Kus Murtiah Wirabumi, yang telah bersedia meluangkan waktu dan

memberikan data serta informasi kepada penulis.

10. Drs. Soegeng Toekiyo, yang telah bersedia memberikan arahan dan masukan

yang sangat berarti bagi penulis, sehingga memudahkan penulis dalam proses

penyelesaian Skripsi ini.

11. Prof. Dharsono, yang telah bersedia meluangkan waktu dan memberikan data

serta informasi penjelasan dan penerangan kepada penulis.

12. Kedua orang tua yang telah berbesar hati dan mengerti watak dan kondisi

anaknya, sehingga proses penyelesaian Skripsi ini menjadi lebih ringan tanpa

paksaan.

13. Yang tersayang Andika Sivi Tyashapsari, terima kasih telah memberikan

dukungan dan hiburan serta segala sesuatu yang mensinergiskan mental dan

kondisi penulis.

Page 8: BUSANA PAKU BUWONO XIII PADA UPACARA …...perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id (Sebuah Kajian Makna S commit to user ii PERSETUJUAN BUSANA PAKU BUWONO XIII PADA UPACARA TINGALAN

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

viii

DAFTAR ISI

HALAMAN JUDUL .................................................................................... i

HALAMAN PERSETUJUAN ...................................................................... ii

HALAMAN PENGESAHAN ........................................................................ iii

PERNYATAAN ……. .................................................................................... iv

KATA PENGANTAR .................................................................................... v

MOTTO …………….. ................................................................................... vii

DAFTAR ISI ……........ ................................................................................ viii

DAFTAR GAMBAR .................................................................................... xiii

ABSTRAK………………………………...………………………………... xvi

BAB I PENDAHULUAN ............................................................................... 1

A. Latar Belakang .................................................................. 1

B. Batasan Masalah ................................................................ 6

C. Rumusan Masalah ............................................................. 6

D. Tujuan Penelitian ............................................................... 7

E. Manfaat Penelitian ............................................................. 7

F. Sistematika Penulisan ........................................................ 8

BAB II KAJIAN PUSTAKA ............................................................... 10

A. Busana ............................................................................... 10

B. Sejarah Busana Gaya Surakarta ........................................ 20

C. Busana Keraton Surakarta ................................................. 23

D. Pandangan Hidup Orang Jawa .......................................... 51

Page 9: BUSANA PAKU BUWONO XIII PADA UPACARA …...perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id (Sebuah Kajian Makna S commit to user ii PERSETUJUAN BUSANA PAKU BUWONO XIII PADA UPACARA TINGALAN

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

ix

E. Upacara Tradisi Keraton Surakarta ................................... 55

F. Tingalan Jumenengandalem .............................................. 58

G. Simbol ............................................................................... 61

H. Kerangka Fikir ................................................................... 64

BAB III METODOLOGI PENELITIAN ........................................... 66

A. Lokasi Penelitian ............................................................... 66

B. Jenis Penelitian .................................................................. 67

C. Bentuk Penelitian .............................................................. 67

D. Sumber Data ...................................................................... 69

E. Teknik Pengumpulan Data ............................................... 70

F. Validitas Data ................................................................... 72

G. Analisis Data .................................................................... 72

BAB IV BUSANA PAKU BUWONO XIII PADA

UPACARA TINGALAN JUMENENGANDALEM

PERIODE 2005-2011 ............................................................ 78

A. Busana Paku Buwono XIII pada Upacara

Tingalan Jumênêngandalêm tahun 2005 ........................... 86

1. Bentuk Busana Paku Buwono XIII pada Upacara

Tingalan Jumênêngandalêm tahun 2005 .................... 86

2. Konsep Busana Paku Buwono XIII pada

Upacara Tingalan Jumênêngandalêm tahun 2005 ...... 98

3. Makna Simbolis Busana Paku Buwono XIII pada

Upacara Tingalan Jumênêngandalêm tahun 2005 ..... 110

Page 10: BUSANA PAKU BUWONO XIII PADA UPACARA …...perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id (Sebuah Kajian Makna S commit to user ii PERSETUJUAN BUSANA PAKU BUWONO XIII PADA UPACARA TINGALAN

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

x

B. Busana Paku Buwono XIII pada Upacara

Tingalan Jumênêngandalêm tahun 2006 .......................... 116

1. Bentuk Busana Paku Buwono XIII pada Upacara

Tingalan Jumênêngandalêm tahun 2006 ................... 116

2. Konsep Busana Paku Buwono XIII pada

Upacara Tingalan Jumênêngandalêm tahun 2006 ..... 120

3. Makna Simbolis Paku Buwono XIII pada

Upacara Tingalan Jumênêngandalêm tahun 2006 .... 125

C. Busana Paku Buwono XIII pada Upacara

Tingalan Jumênêngandalêm tahun 2007 .......................... 128

1. Bentuk Busana Paku Buwono XIII pada Upacara

Tingalan Jumênêngandalêm tahun 2007 ................... 128

2. Konsep Busana Paku Buwono XIII pada

Upacara Tingalan Jumênêngandalêm tahun 2007 .... 130

3. Makna Simbolis Busana Paku Buwono XIII pada

Upacara Tingalan Jumênêngandalêm tahun 2007 .... 131

D. Busana Paku Buwono XIII pada Upacara

Tingalan Jumênêngandalêm tahun 2008 .......................... 133

1. Bentuk Busana Paku Buwono XIII pada Upacara

Tingalan Jumênêngandalêm tahun 2008 ................... 133

2. Konsep Busana Paku Buwono XIII pada

Upacara Tingalan Jumênêngandalêm tahun 2008 .... 135

3. Makna Simbolis Busana Paku Buwono XIII pada

Page 11: BUSANA PAKU BUWONO XIII PADA UPACARA …...perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id (Sebuah Kajian Makna S commit to user ii PERSETUJUAN BUSANA PAKU BUWONO XIII PADA UPACARA TINGALAN

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

xi

Upacara Tingalan Jumênêngandalêm tahun 2008 .... 136

E. Busana Paku Buwono XIII pada Upacara

Tingalan Jumênêngandalêm tahun 2009 .......................... 138

1. Bentuk Busana Paku Buwono XIII pada Upacara

Tingalan Jumênêngandalêm tahun 2009 ................... 138

2. Konsep Busana Paku Buwono XIII pada

Upacara Tingalan Jumênêngandalêm tahun 2009 .... 140

3. Makna Simbolis Busana Paku Buwono XIII pada

Upacara Tingalan Jumênêngandalêm tahun 2009 .... 141

F. Busana Paku Buwono XIII pada Upacara

Tingalan Jumênêngandalêm tahun 2010 .......................... 142

1. Bentuk Busana Paku Buwono XIII pada Upacara

Tingalan Jumênêngandalêm tahun 2010 ................... 142

2. Konsep Busana Paku Buwono XIII pada

Upacara Tingalan Jumênêngandalêm

tahun 2010 ................................................................. 145

3. Makna Simbolis Busana Paku Buwono XIII pada

Upacara Tingalan Jumênêngandalêm

tahun 2010 ................................................................. 147

G. Busana Paku Buwono XIII pada Upacara

Tingalan Jumênêngandalêm tahun 2011 .......................... 149

1. Bentuk Busana Paku Buwono XIII pada Upacara

Tingalan Jumênêngandalêm tahun 2011…. ............... 149

Page 12: BUSANA PAKU BUWONO XIII PADA UPACARA …...perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id (Sebuah Kajian Makna S commit to user ii PERSETUJUAN BUSANA PAKU BUWONO XIII PADA UPACARA TINGALAN

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

xii

2. Konsep Busana Paku Buwono XIII pada

Upacara Tingalan Jumênêngandalêm

tahun 2011 ................................................................. 151

3. Makna Simbolis Busana Paku Buwono XIII pada

Upacara Tingalan Jumênêngandalêm

tahun 2011 ................................................................. 152

H. Bagan Verifikasi Data ...................................................... 153

BAB V PENUTUP .............................................................................. 158

A. Simpulan ........................................................................... 158

B. Saran-Saran ...................................................................... 164

DAFTAR PUSTAKA .................................................................................... 165

DAFTAR NARASUMBER .......................................................................... 178

LAMPIRAN ……………….. ......................................................................... 169

GLOSARI……………...………………………………………...…………... 172

Page 13: BUSANA PAKU BUWONO XIII PADA UPACARA …...perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id (Sebuah Kajian Makna S commit to user ii PERSETUJUAN BUSANA PAKU BUWONO XIII PADA UPACARA TINGALAN

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

xiii

DAFTAR GAMBAR

Gambar: 1 Udhêng cêkokmondolan dan udhêng jèbèhan ................................ 26

Gambar: 2 Bagian-bagian udhêng .................................................................... 26

Gambar: 3 Bentuk dan bagian kulük ................................................................ 27

Gambar: 4 Bentuk baju atèlah ......................................................................... 28

Gambar: 5 Bentuk baju .................................................................................... 29

Gambar: 6 Contoh baju bêskap ....................................................................... 29

Gambar: 7 Bentuk baju sikêpan) ..................................................................... 30

Gambar: 8 Bentuk baju sikêpan cêkak ............................................................ 33

Gambar: 9 Contoh baju sikêpan agêng ........................................................... 33

Gambar: 10 Baju takwä ................................................................................... 34

Gambar: 11 Bentuk baju takwä ...................................................................... 34

Gambar: 12 Contoh sinjang/jarit .................................................................... 38

Gambar: 13 Contoh kampühan ........................................................................ 39

Gambar: 14 Kampüh alas-alasan .................................................................... 41

Gambar: 15 Kampüh blumbangan .................................................................. 41

Gambar: 16 Celana cindhè berbahan sutera asli ............................................. 42

Gambar: 17 Berbagai macam motif sabuk ....................................................... 43

Gambar: 18 Timang dan lêrêp.......................................................................... 45

Gambar: 19 Bentuk èpèk ................................................................................. 45

Gambar: 20 Bentuk keris ladrang dan gayaman ............................................. 47

Gambar: 21 Bentuk wilahan keris, lêrês dan lük ............................................. 47

Page 14: BUSANA PAKU BUWONO XIII PADA UPACARA …...perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id (Sebuah Kajian Makna S commit to user ii PERSETUJUAN BUSANA PAKU BUWONO XIII PADA UPACARA TINGALAN

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

xiv

Gambar: 22 Bagian-bagian keris ...................................................................... 48

Gambar: 23 Berbagai macam posisi penyelipan keris ..................................... 49

Gambar: 24 Bentuk sêlop ................................................................................. 49

Gambar: 25 Para abdi dalêm memakai busana Jawi padintênan sowan keraton 50

Gambar: 26 Letak bagian busana Paku Buwono XIII tahun 2005................... 86

Gambar: 27 Warna kain ................................................................................... 88

Gambar: 28 Bentuk detail ornamen lung ......................................................... 88

Gambar: 29 Detail motif .................................................................................. 89

Gambar: 30 Motif sabuk yang mendekati bentuk bunga (puspita) ................. 93

Gambar: 31 Motif tirtä tèja pada sabuk Paku Buwono XIII ........................... 93

Gambar: 32 Ilustrasi motif sabuk tirta tèja ...................................................... 93

Gambar: 33 Èpèk Paku Buwono XIII .............................................................. 94

Gambar: 34 Keris gayaman .............................................................................. 95

Gambar: 35 Bentuk sêlop ................................................................................. 96

Gambar: 36 Bros berbentuk bunga mawar ...................................................... 97

Gambar: 37 Kalüng ulür .................................................................................. 98

Gambar: 38 Letak bagian busana tahun 2006 .................................................. 116

Gambar: 39 Warna kain pada baju takwä ........................................................ 118

Gambar: 40 Unsur motif parang barong ......................................................... 119

Gambar: 41 Bentuk bros makutho bertulis PB X ............................................. 120

Gambar: 42 Batik parang barong PB XII pada upacara Tingalan

Jumênêngandalêm. ........................................................................................... 124

Gambar: 43 Letak bagian busana tahun 2007 .................................................. 128

Page 15: BUSANA PAKU BUWONO XIII PADA UPACARA …...perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id (Sebuah Kajian Makna S commit to user ii PERSETUJUAN BUSANA PAKU BUWONO XIII PADA UPACARA TINGALAN

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

xv

Gambar: 44 Warna kain pada baju takwä ........................................................ 129

Gambar: 45 Letak bagian busana tahun 2008 .................................................. 133

Gambar: 46 Warna kain pada baju takwä tahun 2008 ..................................... 134

Gambar: 47 Bentuk dan letak busana............................................................... 138

Gambar: 48 Warna kain pada baju takwä ........................................................ 139

Gambar: 49 Bentuk dan letak busana.............................................................. 142

Gambar: 50 Warna kain pada baju takwä tahun 2010 ..................................... 143

Gambar: 51 Perbandingan ukuran dan bentuk motif parang barong .............. 144

Gambar: 52 Bentuk keris ladrang dan cara pemakaiannya ............................. 145

Gambar: 53 Bentuk dan letak rincian busana ................................................. 149

Gambar: 54 Warna kain ................................................................................... 151

Gambar: 55 Bentuk dhampar ........................................................................... 169

Gambar: 56 Paku Buwono XII dengan busana kebesarannya ......................... 169

Gambar: 57 Paku Buwono X dengan busana kebesarannya ............................ 170

Gambar: 58 Paku Buwono XI dengan busana kebesarannya........................... 170

Gambar: 59 Paku Buwono IX dengan busana takwä-nya ................................ 171

Page 16: BUSANA PAKU BUWONO XIII PADA UPACARA …...perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id (Sebuah Kajian Makna S commit to user ii PERSETUJUAN BUSANA PAKU BUWONO XIII PADA UPACARA TINGALAN

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

xvi

ABSTRAK

Pasca wafatnya Paku Buwono XII (2004) tahta kerajaan diwarisi oleh

putra tertuanya KGPH. Hangabei, ia dinobatkan sebagai Paku Buwono XIII

pada Jumat Kliwon 10 September 2004. Dalam proses realisasi eksistensinya

sebagai penerus tahta kerajaan, Paku Buwono XIII memiliki sikap tertentu

yang nampak pada atribut kebesarannya yang digunakan setiap upacara

terpentingnya, yaitu upacara Tingalan Jumênêngandalêm. Penelitian ini

diarahkan pada makna simbolis busana yang digunakan Paku Buwono XIII

pada upacara tersebut selama 7 periode (2005-2011).

Teori pedekatan yang digunakan adalah hermeneutik, dengan bentuk

penelitian deskriptif kualitatif. Teori hermeneutik digunakan untuk membedah

makna simbolis busana Paku Buwono XIII pada upacara Tingalan

Jumênêngandalêm 2005-2011. Untuk kegiatan analisis diperlukan data yang

bersangkutan dengan lingkup busana tradisi keraton Surakarta, sejarah, dan

latar belakang kebudayaannya.

Hasil penelitian ini diperoleh bahwa Busana Paku Buwono XIII pada

upacara Tingalan Jumênêngandalêm tahun 2005-2011 merupakan bentuk

simbolis yang mengungkapkan kemuliaan dan pemuliaan seorang raja.Dalam

penelitian ini juga ditemukan penggunaan atribut yang selalu berbeda setiap

tahunnya, sehingga nampak adanya pergerakan makna simbolis dari tahun-

ketahun. Pergerakan makna simbolis tersebut menunjukkan adanya esensi

busana Paku Buwono XIII dari tahun 2005-2011 yang sarat dengan

eksistensinya sebagai raja keraton Surakarta

Page 17: BUSANA PAKU BUWONO XIII PADA UPACARA …...perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id (Sebuah Kajian Makna S commit to user ii PERSETUJUAN BUSANA PAKU BUWONO XIII PADA UPACARA TINGALAN

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

1

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Busana merupakan salah satu aspek terpenting yang mencakup

kebutuhan dalam realitas kehidupan manusia. Dalam merealisasikan dirinya,

manusia merepresentasikan busana sebagai wujud simbol yang mempunyai

fungsi sosial, sehingga memberi identitas dan citra berbeda antara individu

satu dengan individu yang lainnya, atau kelompok satu dengan kelompok

yang lainnya. Maka busana berpredikat sebagai jembatan penghubung antara

latar belakang individu dengan lingkup sosialnya. Misalkan, ketika Paku

Buwono XII yang berbusana ala musisi rock saat upacara jumenêngandalêm

maka hal tersebut sangat tidak mencerminkan seorang raja di keraton

Surakarta. Berbusana dengan gaya musisi rock saat jumenêngandalêm

merupakan bentuk pernyataan lain sebagai cara berbusana yang tidak

termasuk dalam lingkup kebudayaan keraton Surakarta. F.W. Dilliston

mengatakan dalam bukunya The Power Of Symbols, bahwa, busana telah

terkait erat dengan jati diri (identitas, kepribadian) nasional, dengan struktur

kelas dan kualifikasi profesional, dengan konvensi masa tertentu dan dengan

pertunjukan dan perayaan kesenian. Pakaian merupakan simbol berkehidupan

manusia yang mempunyai kaitan luas dengan latar belakang kehidupan

manusia.(Dillistone, 2002:60).

Page 18: BUSANA PAKU BUWONO XIII PADA UPACARA …...perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id (Sebuah Kajian Makna S commit to user ii PERSETUJUAN BUSANA PAKU BUWONO XIII PADA UPACARA TINGALAN

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

2

Gaya busana dalam kehidupan sosial keraton Surakarta, merupakan

salah satu aspek terpenting yang terkait dengan setatus sosial. Hal tersebut

sebagai petunjuk tata cara lain seperti kesopanan, kehormatan, unggah

unggüh, dan lain sebagainya, sehingga dapat dengan mudah diterapkan dan

disesuaikan. Busana yang terkait dengan aspek hirarki sosial tersebut

dinyatakan dengan simbol-simbol tertentu yang menunjukkan tinggi

rendahnya derajat sosial di keraton Surakarta. Simbol-simbol dalam busana

tradisi keraton Surakarta tidak hanya berhenti pada penandaan aspek hirarki

sosial, namun simbol-simbol tersebut memiliki latar belakang budaya Jawa,

sehingga makna-makna simbol yang dinyatakan dalam gaya busana

Surakarta relevan dengan kebudayaannya. Relevansi antara gaya busana dan

simbol-simbolnya merupakan kesatuan yang mencerminkan identitas lokal

busana Jawa gaya Surakarta.

Gaya busana yang digunakan keraton Surakarta sekitar pertengahan

abad ke 18, mengalami revolusi besar. Proses revolusi tersebut terjadi pada

sekitar masa kepemimpinan Paku Buwono III dan IV. Gaya busana sebelum

masa itu adalah gaya busana yang digunakan sejak keraton Mataram pertama

(abad 16) sampai keraton Kartasura. Pasca perpindahan keraton (1745) dari

Kartasura ke Surakarta, terjadi pemberontakan oleh KP Mangkubumi.

Sehingga pada 1755 keraton dibagi menjadi dua yaitu wilayah Surakarta

yang diperintah oleh Paku Buwono III dan wilayah Ngayogyakarta yang

diberikan kepada KP Mangkubumi (Hamengku Buwono I). Semenjak

terbaginya wilayah Mataram, segala isèn-isèn kêprabön berupa pusaka,

Page 19: BUSANA PAKU BUWONO XIII PADA UPACARA …...perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id (Sebuah Kajian Makna S commit to user ii PERSETUJUAN BUSANA PAKU BUWONO XIII PADA UPACARA TINGALAN

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

3

gamêlan, titihan kereta, tandhu, dan busana corak Mataram dikehendaki KP

Mangkubumi dibawa ke Yogyakarta. Sebelum Paku Buwono II wafat (20

November 1749), beliau berwasiat kepada putranya (Paku Buwono III),

bahwa “Mbèsok mênowo pamanmu Mangkubumi hangêrsaakè agêman,

paringänä” Artinya, kelak apabila pamanmu Mangkubumi menginginkan

busana, berikan saja. Semenjak busana Mataram dibawa ke Yogyakarta, Paku

Buwono III membuat busana sendiri dengan gaya Surakarta (Honggopuro,

2002:08).

Gaya busana yang tercipta tersebut adalah baju kröwök, (atèlah,

bêskap, sikêpan alit, sikêpan agêng, takwä), udhêng, dan motif-motif batik

tertentu, yang hingga kini digunakan dalam setiap upacara tradisi keraton

Surakarta. Busana tersebut tidak dikenakan secara sembarangan, namun

penggunaannya disesuaikan dengan tatanan budaya dan tradisi yang ada.

Aspek hirarki merupakan salah satu dasar tatanan yang berlaku di keraton

Surakarta, maka dari itu kedudukan raja merupakan penghormatan tertinggi

dalam etika dan berperilaku. Seperti yang dikatakan Darsiti Soeratman,

bahwa Bagi raja atau penguasa lainnya, upacara adat, etiket (termasuk

didalamnya adalah busana) merupakan alat yang dipakai untuk membuat

jarak dengan orang yang lebih rendah derajatnya (Soeratman, 2000:124).

Busana raja merupakan salah satu bentuk produk budaya yang

diagungkan di keraton Surakarta. Larangan pemakaian busana tertentu, (saat

keraton Surakarta masih berfungsi sebagai pusat pemerintahan)

menempatkan busana raja sebagai atribut bernilai eksklusif. Hal tersebut

Page 20: BUSANA PAKU BUWONO XIII PADA UPACARA …...perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id (Sebuah Kajian Makna S commit to user ii PERSETUJUAN BUSANA PAKU BUWONO XIII PADA UPACARA TINGALAN

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

4

menunjukkan bahwa, busana raja merupakan atribut khusus yang tidak dapat

dijangkau orang lain dalam tingakatan sosial dibawahnya. Busana raja

merupakan penggambaran dari citra, nilai, dan predikat seorang raja dalam

tingkatan sosialnya, maka dari itu busana raja dianggap sebagai bagian dari

pengagungannya. Sesuatu yang menjadi milik raja dan dekat dengan raja saja

maka akan sangat diagungkan, karena merupakan suatu bagian dari prinsip

pengkultusan raja sebagai manusia yang memiliki kelebihan (Dharsono,

2007:75).

Raja di keraton Surakarta memiliki peranan sebagai kepala

pemerintahan sekaligus sebagai wakil Tuhan (khälifatulläh, panätägämä),

oleh sebab itu raja adalah individu yang dianggap masyarakat Jawa sebagai

sosok yang paling diagungkan. Bahkan, pada masa-masa kejayaan keraton

Surakarta, raja merupakan motivator kultural, sebagaimana yang dikatakan

Dharsono (2007:75) bahwa perekayasaan kultural terhadap batik oleh raja

(birokrat kerajaan), mengangkat batik istana sedikit banyak memberikan

aspirasi masyarakat dalam memandang dan berwawasan terhadap batik.

Tahun 1945 keraton Surakarta telah menjadi bagian dari Negara

Kesatuan Republik Indonesia, sejak saat itu pula keraton Surakarta tidak

berfungsi sebagai pusat pemerintahan. Keraton Surakarta yang masih dapat

disaksikan saat ini, fungsinya telah bertransformasi sebagai institusi budaya,

oleh karena itu segala bentuk kebudayaan tradisi yang ada harus tetap dijaga

dan dilestarikan dengan baik, termasuk busana sebagai produk budayanya.

Paku Buwono XIII adalah raja yang bertahta di keraton Surakarta pada era ini

Page 21: BUSANA PAKU BUWONO XIII PADA UPACARA …...perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id (Sebuah Kajian Makna S commit to user ii PERSETUJUAN BUSANA PAKU BUWONO XIII PADA UPACARA TINGALAN

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

5

yang masih dapat diketahui keberadaannya dan peranan-peranannya, ia

dinobatkan pada 10 September 2004 sebagai penerus tahta mendiang Paku

Buwono XII. Dalam proses realisasi eksistensinya sebagai penerus tahta

kerajaan, sangat dimungkinkan bahwa Paku Buwono XIII memiliki sikap

tertentu dalam tahtanya. Hal tersebut akan sangat nampak pada atribut

kebesarannya yang digunakan dalam upacara terpenting menyangkut

kedudukannya sebagai raja, yaitu upacara Tingalan Jumênêngandalêm.

Setiap upacara Tingalan Jumênêngandalêm Paku Buwono XIII yang selama

ini (2005-2011) dilaksanakan masih menjadi perhatian bagi masyarakat luar

Surakarta, seperti tamu-tamu yang hadir meliputi para petinggi politik,

selebriti, dan wakil negara-negara sahabat. Oleh karena itu, upacara Tingalan

Jumênêngandalêm Paku Buwono XIII sejak tahun 2005 hingga 2011

merupakan tanda bahwa dirinya masih eksis bertahta sebagai raja. Busana

Paku Buwono XIII pada upacara terpenting tersebut merupakan objek

material yang dapat menunjukkan peranan individunya sebagai pewaris dan

penerus tahta, yang semestinya memuat predikat sebagai, pemangku adat,

pelestari budaya, motivator budaya, dan sebagainya. Konsep busana Paku

Buwono XIII pada upacara Tingalan Jumênêngandalêm merupakan modal

simbolisnya. Sehingga makna yang muncul merupakan muatan dari esensi

Busana Paku Buwono XIII pada upacara Tingalan Jumênêngandalêm periode

2005-2011.

Page 22: BUSANA PAKU BUWONO XIII PADA UPACARA …...perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id (Sebuah Kajian Makna S commit to user ii PERSETUJUAN BUSANA PAKU BUWONO XIII PADA UPACARA TINGALAN

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

6

B. Batasan Masalah

Paku Buwono XIII merupakan gelar raja keraton Surakarta pasca

mangkatnya Paku Buwono XII. Dalam pandangan masyarakat dan media

informasi, gelar Paku Buwono XIII diakui oleh dua orang Pangeran Harya,

yaitu KGPH. Hangabei dan KGPH. Tejowulan. Pada penelitian busana Paku

Buwono XIII ini terfokus pada Hangabei. Pertimbangan ini dipilih

berdasarkan situs keraton Kasunanan Surakarta yang menjadi lokasi Paku

Buwono XIII (Hangabei) dalam melaksanakan seluruh kegiatan adatnya.

Berbeda dengan Tejowulan yang memiliki keraton sendiri di Jl. Slamet

Riyadi, yaitu keraton Wuryaningratan. Pertimbangan tersebut didasari dari

eksistensi keraton sendiri yang telah disepakati masyarakat sebagai cagar

budaya peninggalan kerajaan Mataram Islam beserta upacara-upacara

tradisinya. Karaton Surakarta dalam kondisi terkini menjadi rujukan para

wisatawan domestik maupun manca negara.

C. Rumusan Masalah

1. Bagaimana bentuk busana Paku Buwono XIII pada upacara Tingalan

Jumênêngandalêm periode 2005 sampai 2011 ?

2. Apakah konsep busana Paku Buwono XIII pada upacara Tingalan

Jumênêngandalêm periode 2005 sampai 2011 ?

3. Apakah makna simbolis yang terdapat pada busana Paku Buwono XIII

pada upacara Tingalan Jumênêngandalêm periode 2005 sampai 2011 ?

Page 23: BUSANA PAKU BUWONO XIII PADA UPACARA …...perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id (Sebuah Kajian Makna S commit to user ii PERSETUJUAN BUSANA PAKU BUWONO XIII PADA UPACARA TINGALAN

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

7

D. Tujuan Penelitian

1. Memaparkan bentuk busana Paku Buwono XIII pada upacara Tingalan

Jumênêngandalêm periode 2005 sampai 2011.

2. Menggali konsep busana Paku Buwono XIII pada upacara Tingalan

Jumênêngandalêm periode 2005 sampai 2011.

3. Mengungkap makna simbolis yang terdapat pada busana Paku Buwono

XIII pada Tingalan Jumênêngandalêm periode 2005 sampai 2011.

E. Manfaat Penelitian

Bila penelitian ini terlaksana dengan baik sesuai dengan tujuan yang

direncanakan, maka penulis berharap hasil penelitian nantinya berguna dan

bermanfaat. Beberapa hal yang diharapkan diantaranya:

1. Pandangan ilmiah dengan lingkup historis mengenai gagasan busana

klasik Jawa gaya Surakarta akan memberi tambahan pengetahuan kepada

kalangan mahasiswa Tekstil baik praktis maupun teoritis yang inovatif dan

optimal bagi praktek cita, cipta, kerja karya atau penelitian kualitatif dunia

tekstil.

2. Sebagai pandangan pada Jurusan Kriya Tekstil mengenai pentingnya riset

busana warisan leluhur sebagai peran setrategis

3. Memberi sumbangan pemikiran kepada pihak keraton Surakarta yang

berperan sebagai institusi budaya, sehingga berguna bagi pengembangan

kebudayaan.

Page 24: BUSANA PAKU BUWONO XIII PADA UPACARA …...perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id (Sebuah Kajian Makna S commit to user ii PERSETUJUAN BUSANA PAKU BUWONO XIII PADA UPACARA TINGALAN

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

8

4. Merangsang terhadap adanya pengembangan penelitian ilmiah lainnya

pada masa yang akan datang, sehingga lebih banyak lagi konsep-konsep

gagasan dalam dunia tekstil dan berguna bagi masyarakat.

5. Meningkatkan kepekaan penulis pada bidang busana dalam kaitannya

dengan kekayaan budaya tradisi Indonesia.

F. Sistematika Penulisan

Bab I merupakan pendahuluan berisi latar belakang, rumusan

masalah, tujuan penelitian, manfaat penelitian, dan sistematika penulisan.

Bab II berisi kajian teori yang meliputi pengertian busana, busana dan

lingkup sosial budaya, busana dalam kebudayaan keraton Surakarta, sejarah

busana Jawa gaya Surakarta, dan busana keraton Surakarta. Adapun kajian

teori diluar lingkup busana mencakup, pandangan hidup orang Jawa, upacara

tradisi keraton Surakarta, Tingalan Jumênêngandalêm, landasan teori dan

bagan kerangka fikir.

Bab III berisi metodologi penelitian, meliputi lokasi penelitian busana

Paku Buwono XIII pada upacara Tingalan Jumênêngandalêm periode 2005-

2011. Sesuai permasalahan yang muncul maka bentuk penelitiannya adalah

Hermeneutik (penafsiran). Sumber data berasal dari dokumen, arsip, dan

informan. Teknik pengumpulan data melalui content analysis, wawancara,

perekaman, dan dimantapkan memalui teknik trianggulasi data sebagai

validitas datanya. Analisis data dilakukan melalui reduksi data, sajian data,

dan verfikasi data yang mencakup model analisis interaktif.

Page 25: BUSANA PAKU BUWONO XIII PADA UPACARA …...perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id (Sebuah Kajian Makna S commit to user ii PERSETUJUAN BUSANA PAKU BUWONO XIII PADA UPACARA TINGALAN

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

9

Bab IV berisi hasil pengumpulan data dan analisis data tentang kajian

bentuk busana, alasan berbusana, dan makna simbolik busana Paku Buwono

XIII pada upacara Tingalan Jumênêngandalêm periode 2005-2011.

Bab V berisi kesimpulan dan saran sebagai upaya menjawab tujuan

penelitian busana Paku Buwono XIII pada upacara Tingalan

Jumênêngandalêm periode 2005-2011.

Page 26: BUSANA PAKU BUWONO XIII PADA UPACARA …...perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id (Sebuah Kajian Makna S commit to user ii PERSETUJUAN BUSANA PAKU BUWONO XIII PADA UPACARA TINGALAN

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

10

KAJIAN PUSTAKA

A. Busana

Arti busana yang biasa disamakan dengan pakaian, sebetulnya

mempunyai makna yang berbeda. Pengertian yang kurang tepat ini telah

populer dikalangan masyarakat sehingga menjadi pemahaman yang ideal.

Pemahaman mengenai pengertian busana ini dapat lebih jelas dengan

merubah dahulu kata busana tersebut menjadi kata kerja berbusana, dari kata

kerja yang terbentuk dari kata busana tersebut dapat diartikan sebagai

menggunakan pakaian untuk diri sendiri, dengan perhatian pada efek yang

ditimbulkan, dalam hubungannya dengan dandanan dan perhiasan (Barnard,

2006:14) atau dapat pula dikatakan bahwa dalam kata berbusana, nuansa

berdandan atau berhias dari proses penggunaan pakaian menjadi muncul.

Penjelasan Barnard merupakan rekonstruksi pemahaman masyarakat yang

berjalan rancu, sehingga pemahaman yang berkembang justru mengaburkan

pengertian pakaian dan busana. Hal tersebut akan lebih jelas ketika fungsi

dari kedua pemahaman tersebut dipaparkan. Fungsi pakaian dan busana

mempunyai perbedaan mendasar, jika pakaian mempunyai fungsi biologis,

yakni sebagai pelindung tubuh sedangkan busana mempunyai fungsi sosial,

yakni sebagai bagian dari tata cara berinteraksi atau bergaul dalam lingkup

sosial. (Hoed, 2008:161)

Page 27: BUSANA PAKU BUWONO XIII PADA UPACARA …...perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id (Sebuah Kajian Makna S commit to user ii PERSETUJUAN BUSANA PAKU BUWONO XIII PADA UPACARA TINGALAN

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

11

Beni Hood Dalam buku Semiotik Dalam Dinamika Sosial Budaya

(Hoed, 2008: 162) menjelaskan pendapat Peirce bahwa busana adalah

representamen dari beberapa kemungkinan obyek yang mewakili pengertian

kesantaian, keresmian, religiusitas, sensualitas, komersialisasi, dan banyak

lagi, sehingga memperoleh kemungkinan interpretan (penafsiran secara

individual, terutama sosial, yang dilatari oleh kebudayaan penafsir). Pendapat

Peirce mengenai busana, sebenarnya memberi penjelasan tentang nilai,

makna dan citra yang terbangun oleh busana.

Ratih Poeradisastra (2002:08) menjelaskan bahwa busana dapat

mengenalkan tentang pribadi seseorang tanpa orang lain mengenalnya, itu

karena busana dapat mencerminkan keribadian, pekerjaan, dan status

seseorang. Citra seseorang antara lain memang dipengaruhi oleh busananya.

Menurut ratih 76% orang menilai seseorang dari penampilan, dan 59% orang

berpendapat bahwa busana mencerminkan status sosial. Penelitian penelitian

di Amerika membuktikan 55% kesan pertama dipengaruhi oleh penampilan

visual. Visual bias berupa, rambut, busan ekspresi dan gerak tubuh. Selain itu

38% dipengaruhi faktor verbal, seperti nada bicara dan suara, dan 7%

dipengaruhi isi pembicaraan.

Pakaian merupakan sebuah benda yang digunakan manusia untuk

menutup tubuhnya, yang hanya terbatas pada sifat kebendaannya. Jika

menelusuri pendapat Beny H. Hoed pada bagian akhir paragraf pertama,

halaman 10, maka pakaian lebih mendalamkan artiannya pada sifat bendanya

karena unsur kebutuhan biologis. Pakaian hanyalah sebuah benda yang dapat

Page 28: BUSANA PAKU BUWONO XIII PADA UPACARA …...perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id (Sebuah Kajian Makna S commit to user ii PERSETUJUAN BUSANA PAKU BUWONO XIII PADA UPACARA TINGALAN

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

12

disebut pula sebagai alat. Misalnya seperti celana jeans, kemeja, kaos, dress,

tang top, rok, dll.

Cukup jelaslah perbedaan antara busana dan pakaian, kejelasan ini

tampak dari melekatnya pakaian pada tubuh seseorang yang memberi citra

tertentu. Sedangkan pakaian adalah benda yang dibutuhkan manusia sebagai

penutup tubuh.

1. Busana dalam Lingkup Sosial Budaya

Budaya merupakan wujud dari perilaku manusia. Perilaku

manusia meliputi olah fikir, cara pandang, kreatifitas,

komunikasi/interaksi dll, yang didasari dari sifat budi manusia dan

daya sebagai sumber aktifitas manusia oleh ilmu pengetahuan.

Perilaku manusia menghasilkan hasil-hasil karya budaya, yang secara

aksiologi memberikan nila-nilai tertentu pada hakekat budaya dan

pelaku budaya. Budaya mempunyai sistem koherensi sehingga

budaya dapat membentuk perilaku, nilai dan pola fikir manusia,

begitupula dengan manusia sebagai pelaku budaya dengan segala

aktifitasnya menghasilkan sebuah budaya. Hal tersebut diperjelas oleh

Budiono Kusumohamidjodjo dalam bukunya Filsafat Kebudayaan,

bahwa budaya merupakan hasil kreasi dan perjuangan manusia dalam

rangka merealisasikan dirinya. Dalam rangka realisasi diri itu dia

berjuang untuk melepaskan diri dari keterbatasan biologis yang

dikenakan alam atas dirinya, sembari mencari puncak pembebasan

Page 29: BUSANA PAKU BUWONO XIII PADA UPACARA …...perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id (Sebuah Kajian Makna S commit to user ii PERSETUJUAN BUSANA PAKU BUWONO XIII PADA UPACARA TINGALAN

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

13

dirinya dalam suatu proses idealisasi dialektis yang seringkali tanpa

sadar hendak dia kendalikan juga. (Kusumohamidjojo, 2009: 46)

Budaya juga merupakan cara manusia menyesuaikan diri

dengan lingkungannya. Interaksi kepada lingkungan tampaknya

menjadi kunci penyesuaian diri manusia dengan lingkungannya,

sehingga terbentuklah kerjasama antara manusia dan lingkungan,

dengan serta merta manusia akan memahami lingkungannya karena

manusia mempunyai kebutuhan-kebutuhan yang harus dipenuhi, baik

kebutuhan primer, sekunder maupun tertier, dan tentunya didasari

oleh ilmu pengetahuan manusianya.

Busana adalah salah satu kebutuhan hidup manusia, yang

digunakan sebagai penutup dan pelindung tubuh. Diluar jangkauan

kerangka dasar fungsi biologis tersebut busana merupakan sebuah

persimbolan atau pertanda yang dapat membedakan dirinya dengan

hewan. Pada lingkup sosial ini busana dapat menunjukkan sebuah

identitas suatu bangsa maupun individu. Setiap busana yang

dikenakan dipandang sebagai tanda. Dalam semiotik struktural

(Bartes) busana adalah penanda yang mempunyai pertanda, yakni

makna tertentu. Makna ini kemudian berkembang menjadi konotasi

berdasarkan latar budaya pemberi konotasi. Jika konotasi berlanjut

selama beberapa waktu akan terbentuk mitos yang akan dapat

berlanjut menjadi ideologi. Busana merupakan salah satu bagian dari

rambu dalam berinteraksi atau bergaul dilingkungan sosial, hal ini

Page 30: BUSANA PAKU BUWONO XIII PADA UPACARA …...perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id (Sebuah Kajian Makna S commit to user ii PERSETUJUAN BUSANA PAKU BUWONO XIII PADA UPACARA TINGALAN

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

14

lebih berkaitan dengan kepantasan dan kesopanan. Pada umumnya

disetiap masyaraka terdapat tradisi berbusana, karenanya muncul

penggunaan jenis busana tertentu yang tetapkan untuk kesempatan

acara tertentu. Hal tersebut lebih berkaitan dengan hal interaksi yang

sebenarnya sangat bergantung pada jenis busana tertentu.

Ketergantungan tersebut merupakan akibat dari sistem tanda yang ada

pada busana, sedangkan pertanda atau simbol yang ada pada busana

memiliki berbagai macam ideologi yang didasari oleh ruh setiap

budaya bangsa manusia, karena setiap kebudayaan suatu bangsa

mempunyai perbedaan dalam merealisasikan dirinya.

(Hoed,2008:161-162)

Busana dalam kerangka sosial budaya merupakan bentuk

komunikasi. Busana dalam lingkup ini telah sama sekali keluar dari

sifatnya yang biologis, namun sifat sosialnya-lah yang lebih

terungkap. Di Amerika Serikat pakaian dapat digunakan untuk

menampilkan status ekonomi, pendidikan, status sosial, standar moral,

kemampuan atletik, ketertarikan, sistem kepercayaan (politik, filosofi,

agama), dan tingkat kepuasan. Busana juga menjadi tanda identifikasi

kelompok karena cara berbusana menyatakan kepada orang lain suatu

hal mengenai identitas mereka. Dapat diamati dalam sebuah

kebudayaan di Irak yang bersinggungan dengan busana, laki-laki Irak

yang menggunakan kopiah berwarna putih menandakan bahwa orang

yang mengenakan kopiah tersebut belum melaksanakan ibadah haji ke

Page 31: BUSANA PAKU BUWONO XIII PADA UPACARA …...perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id (Sebuah Kajian Makna S commit to user ii PERSETUJUAN BUSANA PAKU BUWONO XIII PADA UPACARA TINGALAN

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

15

Mekah. Hal ini menjelaskan bahwa busana memberi tanda mengenai

pandangan suatu budaya, hubungan antara nilai budaya dan pakaian

seperti contoh diatas juga dapat diamati diberbagai kebudayaan

bangsa-bangsa dunia. (Samovar, Porter, McDaniel, 2010 : 302-303)

Busana yang merupakan bentuk penghubung antara individu

dengan latar belakang sosial budayanya adalah olah fikir serta budi

daya manusia. Kebudayaan juga merupakan kaitan erat yang yang tak

terpisah dengan busana. Manusia dengan busananya membangun

nilai-nilai tertentu yang melibatkan konsekuensi sosial dalam pranata

kebudayaan. Terbangunnya nilai-nilai tertentu pada busan sangat

dipengaruhi sifat subjektifitasnya yang merupakan aspek kuat

pengilhaman gaya busana tertentu. Sehingga konsepsi-konsepsi

kebudayaan suatu bangsa termuat pada gaya busana yang telah

dimiliki suatu bangsa tersebut. Salah satu yang dapat dijadikan

penanda untuk bisa berkomunikasi dengan baik adalah atribut atau

busana. Dari busana yang dikenakan akan dapat diketahui derajat,

pangkat, kedudukan seseorang dalal hierarki. Karenanya, seseorang

akan bisa bersikap tepat dan melakukan komunikasi yang efektif dan

pantas sesuai etika serta norma yang telah ditetapkan. Seseorang akan

tidak ragu-ragu berinteraksi aktif, karena ia dapat memilih tingkat

tutur bahasa yang sesuai dengan hierarki lawan bicaranya.

Page 32: BUSANA PAKU BUWONO XIII PADA UPACARA …...perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id (Sebuah Kajian Makna S commit to user ii PERSETUJUAN BUSANA PAKU BUWONO XIII PADA UPACARA TINGALAN

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

16

2. Busana Dalam Kebudayaan Keraton Surakarta

Ajining dhiri säkä lati, ajining rägä säkä busänä, mengajarkan

bahwa penghargaan atas diri seseorang berdasarkan aspek lahiriah

dan batiniah secara seimbang. Budaya Jawa mengajarkan pedoman-

pedoman cara berbusana yang benar sesuai situasi dan kondisi.

(Purwadi,2007:01)

Menurut bait yang dikutip mengenai peristiwa Têdhak Loji

Pakubuwana VI, ketika melakukan seremonial ini dia berpakaian cara

Belanda. Walau pilihan pakaian Raja kemungkinan besar dilakukan

meniru sikap Pakubuwana III, tetapi ini, barangkali, menggambarkan

adanya suatu kepatutan dengan maksud perjalanan ini suatu

pertemuan dengan pejabat-pejabat Belanda. Namun dalam

kesempatan-kesempatn lain, Paku Buwono VI memilih gaya busana

Jawa.

Tahun-tahun sejak kesediaan Paku Buwono III (dan penolakan

Paku Buwono IV) memakai pakaian Belanda, telah diketemukan

suatu pilihan lain dalam gaya berpakaian. Tidak lagi alternatif

konseptual dalam pakaian Belanda diekspresikan hanya dalam

kerangka terbatas jenis-jenis batik sebagaimana dalam 1870-an ketika

Mangkunegara I sesuai dengan karakternya berdiri teguh pada

perkawinan putra mahkota dan mengenakan kampüh. Tetapi dalam

oposisi konstratif terhadap cara Belanda (cärä Walandi) muncul suatu

tokoh kultural umum yang sangat berarti yaitu cärä Jawi: mode Jawa

Page 33: BUSANA PAKU BUWONO XIII PADA UPACARA …...perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id (Sebuah Kajian Makna S commit to user ii PERSETUJUAN BUSANA PAKU BUWONO XIII PADA UPACARA TINGALAN

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

17

atau lebih tepat, Gaya Jawa. Pembedaan Jawa/Belanda ini ditonjolkan

oleh pilihan pakaian raja, tergantung pada cara, suatu istilah yang

dalam penggunaan sehari-hari (baik sekarang maupun dulu, menurut

yang mengetahui) hanya mengacu kepada suatu cara atau sikap

melakukan sesuatu. Satu orang, misalnya, menyiangi kebunnya,

mendengkur di malam hari, atau menyapa tetangganya dengan

caranya sendiri, orang lain dengan caranya sendiri pula. Sebagaimana

bisa dibayangkan, meskipun mengandung arti yang lugas itu, cara

dengan mudah bisa diartikan sebagai gaya dan bahkan sebagai adat.

Kecenderungan cara untuk pembekuan arti ini tentu saja, terikat pada

suatu sejarah pergeseran epistemologis yang lebih luas dan

munculnya suatu bentuk refleksivitas khusus, yang memberikan suatu

perasaan adanya budaya. Namun dalam konteks babad-babad

Surakarta abad kesembilan belas, istilah cara secara konvensional

dalam kombinasi dengan Belanda atau Jawa berarti pakaian. Seakan-

akan untuk maksud maksud seremonial, seluruh dunia perbedaan

antara cara-cara Belanda dan Jawa diringkas menjadi pilihan pakaian,

seakan-akan, apa yang ada dibalik pandangan-pandangan dunia

adalah lemari pakaian. Melalui logika dari hal yang konkret, maka

akar dari adat Jawa, katakana demikian, adalah pakaian.

(Pemberton,1994:82-86)

Kerajaan Surakarta memiliki tradisi pemerintahan yang rumit

dan canggih sesuai dengan tingkat peradaban yang telah dicapai.

Page 34: BUSANA PAKU BUWONO XIII PADA UPACARA …...perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id (Sebuah Kajian Makna S commit to user ii PERSETUJUAN BUSANA PAKU BUWONO XIII PADA UPACARA TINGALAN

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

18

Ketika urusan Negara berkembang semakin kompleks, terjadilah

spesialisasi yang lebih professional. Teritorial yang meluas pun

membuat masalah yang diurus semakin lebar. Pranata pun mencakup

bidang ekonomi, sipil, pertahanan hubungan antar wilayah dan lain

lain. Dalam sistem hierarki birokrasi yang rumit diperlukan suatu

pranata sosial untuk mengatur dan menghindari benturan-benturan

kepentingan. Benturan kepentingan ini memungkinkan adanya konflik

antara individu maupun golongan yang mempunyai kedudukan,

kewajiban, serta hak dan wewenang yang berbeda serta bertingkat.

Kebijakan politik dan budaya serta pranata sosial merupakan

peraturan dan norma diaplikasikan dalam etika. Hal ini dapat ditemui

dalam pengaturan berbusana, bersikap dan berbahasa dengan pilihan

kata yang sesuai dengan tingkat tutur yang tepat, ketika berinteraksi

dan bersosialisasi dilingkungan keraton. Bentuk aplikasi yang lain

adalah atribut-atribut dan corak busana yang dibakukan. (Soedibyo,

2002:110-112) Dari busana yang dikenakan, akan bisa diketahui

dengan tepat derajat, pangkat, kedudukan seseorang, dalam hierarki,

karenanya seseorang akan bisa bersikap tepat dan melakukan

komunikasi yang efektif dan pantas sesuai etika serta norma yang

telah ditetapkan. (Soedibyo, 2002:24)

Kebudayaan keraton Surakarta memiliki peraturan etiket

berbusana yang disandarkan pada tingkat hierarki politiknya yang

berarti menegaskan bahwa kebudayaan Surakarta memiliki sistem

Page 35: BUSANA PAKU BUWONO XIII PADA UPACARA …...perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id (Sebuah Kajian Makna S commit to user ii PERSETUJUAN BUSANA PAKU BUWONO XIII PADA UPACARA TINGALAN

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

19

menempatkan perihal berbusana pada salah satu aspek pokok

terpenting. Tatacara berbusan keraton Surakarta juga merupakan

aspek pengaturan yang berkaitan dengan adab atau etika berperilaku.

Sehingga jelas bahwa keraton Surakarta sangat menyadari adanya

tatacara berbusana, ini merupakan bentuk kesadaran yang mutlak

terjadi.

Kalinggo Honggopuro menegaskan bahwa dalam pengetrapan

berbusana Jawa hendaknya diselaraskan dengan rasa jiwa budaya,

karena dalam berbusana Jawa tidak hanya sekedan memakai pakaian,

namun terdapat nilai-nilai tatasusila dan kepribadianyang meliputi

lahir dan batin manusia. Seperti dalam sabda SISKS Paku Buwono X,

“nyandang nganggo iku dadyä saränä amêmangün manungsä njäbä

njêro, marmanè pantêsên panganggoniro, trêpan pangêtraping

panganggon, cundükna kêlawan kahananing badanirä, kalungguhan

miwah kapangkatanirä”. Artinya, berbusana itu menjadi syarat

membangun manusia luar dan dalam (lahir batin), maka sesuaikanlah

pakaianmu yang cocok dengan penggunanya, yang serasi dengan

tubuhmu, kedudukan dan pangkatmu. Sabda ini menuntut keserasian

dalam berbusana Jawa dan ketepatan memilih busana yang sesuai

dengan ukuran tubuh maupun kepangkatan yang disandang.

(Honggopuro, 2002:62)

Page 36: BUSANA PAKU BUWONO XIII PADA UPACARA …...perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id (Sebuah Kajian Makna S commit to user ii PERSETUJUAN BUSANA PAKU BUWONO XIII PADA UPACARA TINGALAN

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

20

B. Sejarah Busana Jawa Gaya Surakarta

Sejarah busana keraton Surakarta berdasarkan tulisan Wirastodipuro

(2003), diawali dari adanya gaya busana yang telah sejak dahulu ada. Seperti

yang tertulis berikut :

“Busana kêjawèn punikä asêsumbar saking karaton tanah Jawi

wiwit kinä-makinä, pramila lajêng sampun kalêbêt dados

kabudayaan Jawi. Miturut sujarah keterangan ingkang

mratèlakakên bab agêman nêmbè kawartosakên naliko jaman

karaton Kediri. Kitab saking mäncänagari ingkang misuwun dipun

sêbut “Ling Wa Taita”, kariptä dining Chou Ku Fei ing tahun

1178M, ing mriku nyariosakên kanti jangkêp kamanjênganing

karaton Kediri. Warganè masyarakat Kediri sami manganggè

sinjang ngantos dumugi ngandap jêngku (dhênkul), rambutipun

dipun orè. Dènè räjä ngagêm busana saking suträ, sêpatu wacucal,

sartä mêngagêm rêrênggan sajing jènè (emas). Rikmanipun

kagêlung kaprènahakên saknginggiling mêstaka lan sak

piturutipun. Miturut sujarah, tumprapipun karaton Surakarta

Hadiningrat, busana Jawi ingkang kalêbêt ingkang tilaran jaman

Mäjäpahit, Dêmak, Pajang, Mataram ngantos Kartosuro taksih

dipun lêstantunakên pêngagêmanipun ngatos tahun 1755 M.

Wasono naliko ingkang Jumênêng nata ing karaton Surakarta PB

III, gandeng kalian madêgipun kasultanan ngayogyakarta

(Perjanjian Gianti), hawit saking pinyuwunipun Sri Sultan

Hamêngkubuwono I, SISKS PB III hamaringakên supados busänä

tilaranipun jaman Mojopahit kalawau dipun anggè hangrênggani

karaton kasunanan Ngayogyakarta ingkang sakpunikä dipun

wêstani Sogo Upil. Gandhèng kalian PB III lajêng keparing yäsä

(nganggit) busana Jawi ènggal ingkang karaton Surakarta

Hadiningrat. Busana Jawi anggitan ènggal kalawau awujud atèlah

punapadènè bêskap, ingkang ulêsipun cêmêng, ngèmpèri busana

saking kilènan (Barat).” (Wirastodipuro,2003:03).

Artinya: menurut sejarahnya busana Jawa bersumber dari keraton

tanah Jawa sejak jaman kuno, sehingga dengan demikian sudah masuk dalam

katagori kebudayaan Jawa. Menurut sejarah, keterangan yang menyebutkan

mengenai bab busana baru diketahui ketika jaman keraton Kediri. Buku dari

luar negeri yang terkenal yang disebut Ling Wa Taita, dikarang oleh Chou Ku

Page 37: BUSANA PAKU BUWONO XIII PADA UPACARA …...perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id (Sebuah Kajian Makna S commit to user ii PERSETUJUAN BUSANA PAKU BUWONO XIII PADA UPACARA TINGALAN

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

21

Fei pada tahun 1178 M, disitu diceritakan dengan jelas kemajuan keraton

Kediri. Penduduk Kediri semuanya memakai Sinjang (Jarit) sampai ke lutut,

rambutnya dibiarkan terurai. Sedangkan rajanya menggunakan busana

berbahan sutera, sepatu kulit, serta memakai perhiasan dari emas. Rambutnya

digulung diatas kepala/mahkota dan sejenisnya. Namun demikian

kebudayaan itu selalu berjalan selaras dengan kemajuan jaman, maka dari itu

kebudayaan busana Jawa juga mengalami perubahan selaras dengan keadaan.

Menurut sejarah keraton Surakarta Hadiningrat, busana Jawa yang termasuk

peninggalan jaman Majapahit, Demak, Pajang, Mataram, sampai Kartasura

masih masih dilestarikan pemakaiannya sampai tahun 1755 M. Ketika

kekuasaan telah dipegang oleh SISKS Paku Buwono III, dan dengan

berdirinya kasultanan Jogjakarta (perjanjian Giyanti) dari permintaan Sri

Sultan Hamengku Buwono I, SISKS Paku Buwono III mempersilahkan

supaya busana tinggalan jaman majapahit tadi dipakai untuk keraton

Kasunanan Yogyakarta yang sampai saat itu disebut Sogo Upil. Bersama

dengan itu, Paku Buwono III berinisiatif membuat pakaian Jawa baru untuk

keraton Surakarta Hadiningrat. Busana Jawa gaya baru tersebut berbentuk

atelah, seperti beskap yang berwarna hitam mirip busana dari barat1.

Kalinggo Honggopuro (2002:05-06) juga menjelaskan sejarah busana

tersebut dengan konflik-konflik yang menyembabkan perubahan/terciptanya

busana gaya Surakarta. Berawal dari pemberontakan Sunan Kuning di

Kartasura (Gègèr Pêcinan) yang berhasil dicegah dengan bantuan pihak

1 Diterjemahkan oleh Andar Putu Wijoyo, 15 Desember 2011.

Page 38: BUSANA PAKU BUWONO XIII PADA UPACARA …...perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id (Sebuah Kajian Makna S commit to user ii PERSETUJUAN BUSANA PAKU BUWONO XIII PADA UPACARA TINGALAN

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

22

Belanda. Pihak Belanda yang merasa ikut berjasa, menginginkan

pembaharuan perjanjian dengan Mataram pada 11 November 1743.

Perjanjian tersebut merugikan pihak Mataram, sehingga sejak itu adik Paku

Buwono II, yaitu Kanjêng Pangeran Mangkubumi semakin tidak senang

terhadap Kompeni. Terlebih lagi ketika campur tangan Belanda semakin

menyolok sejak keraton pindah ke Surakarta, termasuk benteng Vestenberg

yang berada persis didepan keraton. Benteng tersebut salah satunya berfungsi

untuk memata-matai keraton Surakarta.

KP. Mangkubumi kemudian meninggalkan keraton Surakarta dan

bermukim di desa Sukowati, Sragen. Ia membentuk bala tentara untuk

memerangi Surakarta dan tanah-tanah pesisir yang dikuasai Belanda. Tak

hanya itu, KP Mangkubumi juga bergabung dengan Pangeran Sambernyawa

atau pangeran Mangkunegaran (Honggopuro, 2002 : 07).

20 November 1749 M Sri Susuhunan Paku Buwono II wafat dan

digantikan oleh puternya, yang memegang tahta pada 15 Desember 1749 M

dengan gelar Sampèandalêm Ingkang Sinuhün Kanjêng Susuhunan Sènopati

Ing Ngalägä Abdurrähman Sayidin Panätägämä Pakoe Boewono Kaping III.

Setelah sekian lama Kompeni Belanda tidak berhasil mematahkan

perlawanan KP Mangkubumi. Kemudian pihak Belanda mengadakan

perundingan dengan KP Mangkubumi yang berlokasi di desa Giyanti yang

dikenal dengan Perjanjian Giyanti. Perundingan tersebut menghasilkan

kesepakatan bahwa wilayah Mataram dibagi menjadi dua, sebagian dibawah

kekuasaan SISKS Paku Buwono II yang membawahi wilayah Surakarta.

Page 39: BUSANA PAKU BUWONO XIII PADA UPACARA …...perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id (Sebuah Kajian Makna S commit to user ii PERSETUJUAN BUSANA PAKU BUWONO XIII PADA UPACARA TINGALAN

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

23

sedangka KP Mangkubumi membawahi wilayah ngayogyakarta, perundingan

ini terjadi pada tahun 1755 M. Setelah bertahta di Ngayogyakarta

Hadiningrat, KP Mangkubumi bergelar Ngarsadalem Ingkang Sinuhun

Kanjeng Sultan Hamengku Buwono Senopati Ing Ngalaga Kalifatullah

Abdurrahman Sayidin Panatagama. (Honggopuro, 2002 : 07-08).

Semenjak terbaginya wilayah Mataram tersebut segala isen-isen

keprabon berupa pusaka, gamelan, titihan kereta,tandu/joli/krêmun, juga

dibagi menjadi dua, juga busana corak Mataram dikehendaki KP

Mangkubumi dibawa ke Yogyakarta. Mengenai masalah busana tersebut

sebelumnya telah diwasiatkan oleh Paku Buwono II kepada putranya Paku

Buwono III, sebelum diangkat menjadi raja “mbèsok menäwä pamanmu

Mangkubumi hangêrsakakè agêman, paringänä”. Artinya, apabila pamanmu

Mangkubumi menghendaki busana, berikan saja. Sejak itu busana Mataram

diboyong (dibawa) ke Yogyakarta. Selanjutnya SISKS Paku Buwono III

membuat busana sendiri, yang biasa disebut Gagrak Surakarta (gaya

Surakarta). Termasuk dalam kain batik untuk nyampingan coraknya

mengalami perubahan sesuai busana yang baru. Sejak adanya penyesuaian

dengan busana yang baru, batik Surakarta juga mengalami perkembangan

terhadap corak-corak dan motif-motifnya. (Honggopuro, 2002 : 08-09).

C. Busana Keraton Surakarta

Busana tradisi keraton Surakarta adalah hasil budi daya dan olah cipta

kreatif para nenek moyang. Dengan kedalaman pemahaman akan seni dan

Page 40: BUSANA PAKU BUWONO XIII PADA UPACARA …...perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id (Sebuah Kajian Makna S commit to user ii PERSETUJUAN BUSANA PAKU BUWONO XIII PADA UPACARA TINGALAN

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

24

budaya, mereka pun selalu sangat menaruh perhatian terhadap seni berbusana

dalam kaitannya dengan masalah estetika dan etika. (Soedibyo, 2002:24)

Beberapa jenis busana keraton adalah sebagai berikut:

1. Busana Jawi Jangkep

Berbusana dalam pasowanan di keraton Surakarta ada tatanan yang

harus diperhatikan. Tatanan tersebut berdasar pada dhawuhdalêm atau

perintah raja, yaitu berbusana di dalam keraton harus disesuaikan dengan

pangkat yang disandang pemakainya. Untuk busana yang dikenakan oleh

kaum laki-laki di dalam keraton ada dua macam, yaitu busana Jawi

Jangkêp dan busana Kampuhan atau Dodotan. Yang dimaksud dengan

busana Jawi Jangkep adalah busana Jawa yang secara lengkap, yaitu

terdiri dari udhêng, baju krowok, sabük, èpèk, kain bathik, sêtagèn, kêris,

dan sêlop atau cênèla.

a. Udhêng

Udhêng, di dalam masyarakat umum juga disebut dhèstar atau

blangkon. Udhêng ini dikenakan sebagai penutup kepala. Bahan yang

digunakan untuk membuat udhêng adalah jenis kain batik atau kain

cêlupan (Honggopuro, 2002:64). Menurut bentuknya, udhêng dibagi

menjadi dua:

1) Udhêng jèbèhan

Udheng jèbèhan memiliki ciri pada bagian depan tidak ada

kuncung-nya (bentuk sudut meruncing). Bagian belakangnya

trepes atau terlihat tidak menonjol. Dibagian belakang tersebut

Page 41: BUSANA PAKU BUWONO XIII PADA UPACARA …...perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id (Sebuah Kajian Makna S commit to user ii PERSETUJUAN BUSANA PAKU BUWONO XIII PADA UPACARA TINGALAN

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

25

terdapat bidang berbentuk menyerupai sayap burung yang

mengarah kekanan dan kekiri.

Udhêng ini khusus dipakai untuk para putra dan

sêntänädalêm, mulai yang berpangkat Pangeran Putra yang

bergelar KGPH sampai dengan kerabat yang belum

mempunyai kepangkatan atau yang masih Raden Mas (RM).

2) Udhêng cêkok mondholan

Bagian depannya memiliki kuncüng (bentuk sudut

meruncing). Bagian belakangnya terdapat benjolan elips, dan

diatasnya terdapat bentuk dasi kupu-kupu kecil.

Udhêng ini nama lengkapnya disebut “cêkok mondhol

mawi kuncüng”, diperuntukkan para abdi dalêm dari yang

berpangkat Bupati Riyä Nginggil yang bergelar KRHT ke

bawah. (Wirastodipuro, 2003:23)

Tatanan penggunaan udhêng ini mulai diberlakukan pada saat

Surakarta dalam pemerintahan PakuBuwono IV pada tahun Je 1734

atau 1807 Masehi. Aturan pemakaian udeng ini disesuaikan dengan

kedudukan dan pangkat pemakainya (Honggopuro, 2002:64-67).

Page 42: BUSANA PAKU BUWONO XIII PADA UPACARA …...perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id (Sebuah Kajian Makna S commit to user ii PERSETUJUAN BUSANA PAKU BUWONO XIII PADA UPACARA TINGALAN

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

26

Gambar: 1 Udhêng cêkokmondholan dan

udêng jèbèhan (Wirastodipuro, 2003:23-24)

Gambar: 2 Bagian-bagian udhêng

(Wirastodipuro, 2003:23-25)

Udhêng Cêkokmondholan

Udhêng Jèbèhan

Page 43: BUSANA PAKU BUWONO XIII PADA UPACARA …...perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id (Sebuah Kajian Makna S commit to user ii PERSETUJUAN BUSANA PAKU BUWONO XIII PADA UPACARA TINGALAN

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

27

Selain udhêng masih ada jenis penutup kepala lainnya. Hal ini

diperjelas dalam buku busana keraton Surakarta oleh Mooryati soedibyo

sebagai berikut:

1) Kulük

Kulük berbentuk Tugêl Sêmängkä, terbuat dari beludru hitam

dipakai oleh abdi dalêm käthib. Kulük Mür dipakai oleh bupati, bupati

anom, juga bias dipakai oleh pênèwu mantra ketika menghadap ke

keraton atau tugas harian masuk ke keraton. Diluar keraton dipakai

kulük hitam.

2) Mathak

Mathak adalah tutup kepala, berbentuk seperti kulük makuthä.

Berwarna biru atau putih yang sekaligus membedakan status sosial

pemakainya.

Gambar: 3 Bentuk dan bagian kulük (Wirastodipuro, 2003:29)

Page 44: BUSANA PAKU BUWONO XIII PADA UPACARA …...perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id (Sebuah Kajian Makna S commit to user ii PERSETUJUAN BUSANA PAKU BUWONO XIII PADA UPACARA TINGALAN

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

28

b. Baju Krowok

Baju krowok adalah baju yang bagian belakang sebelah bawah

dibuat krowokan melengkung ke atas. Krowokan tersebut

dipergunakan untuk penempatan keris supaya tampak rapi, tidak

terlipat. Baju krowok di Surakarta ada lima macam jenis, yaitu: Baju

Atèlah, Baju Bêskap, Baju Sikêpan, Baju Takwä, dan Baju

Langênharjan.

1) Baju Atelah

Baju atèlah adalah baju yang kancingnya dari atas ke

bawah persis di tengah-tengah. Di bagian lehernya memakai kênop

atau canthèl. Baju atelah ini terdiri dari dua jenis warna, hitam dan

putih. Warna hitam dipakai pada saat pasowanan resmi, sedangkan

atelah putih dipakai pada saat-saat yang setengah resmi. Aturan

tersebut menyesuaikan dengan dhawuhdalêm. Baju atelah ini

diperuntukkan para abdi dalèm yang berpangkat bupati dengan

gelar Kangjeng Raden Tumenggung (KRT) ke bawah.

(Honggopuro,2002:68)

Gambar: 4 Bentuk baju atèlah

(Wirastodipuro, 2003:37)

Page 45: BUSANA PAKU BUWONO XIII PADA UPACARA …...perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id (Sebuah Kajian Makna S commit to user ii PERSETUJUAN BUSANA PAKU BUWONO XIII PADA UPACARA TINGALAN

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

29

2) Baju Bêskap

Baju Bêskap adalah baju yang kancingnya berada di depan

dan berbentuk tangkepan dari kanan ke kiri. Kancing baju tersebut

tersusun miring dengan kancing paling atas di bagian dada kiri

atas, dan kancing paling bawah di depan perut tengah.

Baju beskap terdiri dari beberapa warna, beskap warna

hitam dipakai oleh para putra dan sêntänä dalêm saja. Sedangkan

bagi abdi dalêm hanya yang berpangkat Bupati Riyä Nginggil yang

bergelar KRHT (Honggopuro,2002:67).

Gambar: 5 Bentuk baju bêskap(Wirastodipuro, 2003:37)

Gambar: 6 Contoh baju bêskap (Soedibyo, 2003:59)

Page 46: BUSANA PAKU BUWONO XIII PADA UPACARA …...perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id (Sebuah Kajian Makna S commit to user ii PERSETUJUAN BUSANA PAKU BUWONO XIII PADA UPACARA TINGALAN

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

30

3) Baju Sikêpan

Bentuk baju sikêpan seperti baju atèlah tetapi kancingnya

hanya merupakan fantasi. Karena pembuatannya sengaja tidak

mengukur kancing yang ditelangkupkan. Jadi baju ini kancingnya

terbuka atau “mblêdhèh”. Baju Sikêpan dipakai dengan

menggunakan “Rangkèpan” (baju dalam) berupa baju berwarna

putih dengan kerah tegak dan kancing atasnya hingga leher. Baju

sikêpan yang dipergunakan di dalam keraton warna dasarnya hanya

hitam. Sedangkan untuk baju krowok sikêpan yang berwarna selain

hitam tidak diperkenankan untuk pasowanan (Honggopuro,

2002:68).

Golongan pangkat yang sudah berhak memakai baju

sikepan ini adalah para putra dan sentanadalem yang sudah

berpangkat Bupati Riyä Nginggil dengan gelar Kangjêng Radèn

Mas Haryo (KRMH) ke atas sampai Pangeran Putra , atau untuk

golongan abdidalêm yang sudah menjadi Bupati Riyä Nginggil

dengan gelar Kangjeng Radèn Haryo Tumenggüng (KRHT) saja.

Gambar: 7 Bentuk baju sikepan

(Wirastodipuro, 2003:38)

Page 47: BUSANA PAKU BUWONO XIII PADA UPACARA …...perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id (Sebuah Kajian Makna S commit to user ii PERSETUJUAN BUSANA PAKU BUWONO XIII PADA UPACARA TINGALAN

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

31

Bagi para abdidalêm yang masih berpangkat bupati ke bawah tidak

diperkenankan memakainya. (Honggopuro,2002:68)

Baju sikêpan ini apabila dipakai dengan busana Jawi

Jangkep disebut sikêpan cêkak. (Honggopuro,2002:68)

Pemakaiannya seperti memakai kain ber-wiron biasa, hanya

bedanya pada busana ini beskapnya tidak tertutup dan

memperlihatkan kutang putih lengkap dangan dasi putih kecil.

Sikêpan cêkak tidak memakai border benang emas.

(Soedibyo,2003:76)

Baju sikêpan kalau dipakai dengan kampuh atau dodotan

disebut sikêpan agêng. Di dalam Kraton Surakarta baju sikepan

dikenakan jika ada dhawuh atau perintah untuk pasowanan-

pasowanan, seperti:

a) Pada saat Pasowanan Agêng Tingalandalêm Jumênêngan yaitu

pasowanan untuk memperingati ulang tahun kenaikan tahta

Ingkang Sinuwun.

b) Pasowanan Grêbêg dalam setahun tiga kali yaitu, grêbêg

Maulud, Grêbêg Päsä, dan grêbêg Besar.

c) Gerebeg Maulüd jatuh pada tanggal 12 Maulüd

(Räbingulawal), dalam rangka memperingati kelahiran Nabi

Muhammad SAW, keraton Surakarta mengeluarkan hajat

dalam gunungan ke Masjid Agung.

Page 48: BUSANA PAKU BUWONO XIII PADA UPACARA …...perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id (Sebuah Kajian Makna S commit to user ii PERSETUJUAN BUSANA PAKU BUWONO XIII PADA UPACARA TINGALAN

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

32

d) Grêbêg Päsä jatuh pada tanggal 1 Syawal, pada hai Raya Idul

Fitri, juga mengeluarkan hajatan dalêm gunungan ke Masjid

Agung.

e) Gerebeg Besar jatuh pada tanggal 10 Besar (Dzulhijah) dalam

memperingati Hari Raya Idul Adha, pada saat hajatdalêm

gunungan ke Masjid Agung. Diluar dari ketentuan yang sudah

ada, baju sikêpan ini tidak dipakai dalam pasowanan di Kraton

pada pasowanan yang lain digunakan adalah baju bêskap.

(Honggopuro,2002:69)

Gambar: 8 Contoh baju Sikêpan

Agêng (Soedibyo, 2003:59)

Gambar: 9 Bentuk baju sikêpan

cêkak (Soedibyo, 2003:96)

Page 49: BUSANA PAKU BUWONO XIII PADA UPACARA …...perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id (Sebuah Kajian Makna S commit to user ii PERSETUJUAN BUSANA PAKU BUWONO XIII PADA UPACARA TINGALAN

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

33

4) Baju Takwa

Baju takwä ini hanya dipergunakan oleh Ingkang Sinuwun

saja. Sebutan takwä dimaksudkan dengan beriman kepada Tuhan.

Baju ini berbentuk seperti bêskap, hanya ujung baju depan bagian

kanan lebih panjang dibanding dengan ujung yang kiri dan

berbentuk lancip atau runcing. Baju takwä memakai bahan dari

jenis beludru halus polos atau berkembang. Di luar kraton baju

takwä sering dipakai untuk busana pengantin pria.

(Honggopuro,2002:69)

Gambar: 11 Bentuk baju takwä

(Wirastodipuro, 2003:39)

Gambar: 10 Baju takwä

(Soedibyo, 2003:113)

Page 50: BUSANA PAKU BUWONO XIII PADA UPACARA …...perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id (Sebuah Kajian Makna S commit to user ii PERSETUJUAN BUSANA PAKU BUWONO XIII PADA UPACARA TINGALAN

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

34

c. Kain Batik

Para penulis buku terdahulu banyak yang menuliskan kata

bathik dengan batik atau huruf yang seharusnya tha ditulis dengan ta.

Di mana batik menurut penulis penulis batik terdahulu diartikan

menurut jarwädösok yaitu ngembat titik atau rambataning titik-titik.

Jarwädhösok tersebut dimaksudkan bahwa batik merupakan

rangkaian dari titik-titik. Dalam budaya Jawa batik tidak dapat

diartikan hanya dengan satu dua kata ataupun padanan kata tanpa

penjelasan lebih lanjut. Karena batik merupakan suatu hasil dari

proses yang panjang mulai dari melukis motif hingga pada akhir

proses babaran. Ciri utama dari batik dipergunakan bahan utama

berupa mori, malam dan pewarna (Honggopuro, 2002 : 1-2). Menurut

Soekamto (1986: 10-12), membatik juga disebut sebagai kegiatan

mengukir bahan pakaian. Batik pada asalnya suatu ungkapan dari rasa

haru dan rasa keindahan maka ia disebut seni batik. Batik dalam

lingkup kebudayaan Mataram Islam Jawa, mengalami perkembangan

sebanyak tiga kali. Awalnya batik berkembang apda masa

Panembahan Senopati, abad 16. Akhir abad 18, batik berkembang lagi

pada era Paku Buwono III dan IV yang sering disebut dengan gagrag

Surakarta. Masa pemerintahan Paku Buwono X kekayaan motif batik

semakin meningkat, karena kelompok-kelompok prajurit kêparak

dikembangkan sehingga motif pakaian yang digunakan juga

berkembang, sehingga setiap kesatuan keprajuritan mempunyai motif

Page 51: BUSANA PAKU BUWONO XIII PADA UPACARA …...perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id (Sebuah Kajian Makna S commit to user ii PERSETUJUAN BUSANA PAKU BUWONO XIII PADA UPACARA TINGALAN

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

35

batik sendiri-sendiri. Motif batik tersebut harus dipergunakan dengan

tepat pada saat pasowanan-pasowanan di dalam keraton. Tatanan

pemakai motif batik dalam pasowanan di keraton Surakarta adalah

sebagai berikut:

a) Batik Parangrusak

Batik ini dipakai oleh Kangjêng Gusti Pangèran Aryo

Adipati (KGPAA), Pangèran Putra, Pangeran Sêntänä, dan

sêntanadalêm yang berpangkat Bupati Riyä Nginggil yang

bergelar KRMH.

b) Batik Udan Riris

Motif batik ini dipakai oleh pêpatihdalêm. Dari

keterangan Ingkang Sinuhun Paku Buwono XII apabila pêpatih

tersebut masih mênantu dalêm.

c) Batik Rèjèng

Jenis motif batik rèjèng ini dikenakan oleh para

komandan prajurit seperti para kronèl kumendhan, litnan

kronel (letnan kolonel), mayor, serta abdidalêm gandhêk yang

menjadi utusan Ingkang Sinuhun.

d) Batik Tambal Kanoman

Batik kampuh/dodotan para bupati, bupati anom, dan juru

tulis kantor.

Page 52: BUSANA PAKU BUWONO XIII PADA UPACARA …...perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id (Sebuah Kajian Makna S commit to user ii PERSETUJUAN BUSANA PAKU BUWONO XIII PADA UPACARA TINGALAN

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

36

e) Batik Sêmèn Latar Putih

Motif ini dipakai oleh para abdidalem yang berpangkat

bupati, bupati anom dalam dan bupati anom luar.

f) Batik Padhas Gêmpal

Motif batik ini dipakai para abdidalem yang berpngkat

Panewu/Mantri dari golongan Sorogêni (prajurit sorogêni,

yang berseragam merah) ke bawah.

g) Batik Mêdhangan

Motif batik mêdhangan dipakai oleh para Panèwu/Mantri

ke bawah dari golongan Sangkragnyana.

h) Batik Kumithir

Motif batik ini adalah yang digunakan oleh para

Panèwu/Mantri ke bawah dari golongan Kanoman.

i) Batik Tambal Miring

Batik ini dipakai oleh para abdidalêm yang berpangkat

Panèwu/Mantri dari golongan juru tulis.

j) Batik Jamblang

Motif batik jamblang merupakan motif yang dipakai

Panèwu/Mantri ke bawah dari golongan Kadipatèn Anom.

k) Batik Ayam Pusêr

Batik ini dipakai oleh para abdidalem yang berpangkat

Panèwu/Mantri ke bawah dari golongan Yogêswärä atau

Suränätä atau abdidalêm ulama.

Page 53: BUSANA PAKU BUWONO XIII PADA UPACARA …...perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id (Sebuah Kajian Makna S commit to user ii PERSETUJUAN BUSANA PAKU BUWONO XIII PADA UPACARA TINGALAN

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

37

l) Batik Slobog

Batik ini dipakai oleh para abdidalêm yang berpangkat

Panèwu/Mantri ke bawah dari golongan niyägä (penabuh

gamelan).

m) Batik Wora-wari Rumpuk

Batik ini dipakai oleh para abdidalêm yang berpangkat

Panèwu/Mantri ke bawah dari golongan pangrehpraja atau

yang membawahi wilayah.

n) Batik Krambil Secukil

Batik ini dipakai oleh para abdidalem yang berpangkat

Panèwu/Mantri ke bawah yang dibawah perintah Kêpatihan.

o) Kain Lurik Pêrkutut

Kain lurik pêrkutut merupakan kain yang dipergunakan

abdidalêm berpangkat Jajar Priyantäkä.

p) Kain Sindur

Kain yang dipakai oleh para abdidalêm Krisdastäwä atau

Canthangbalung. (Honggopuro, 2002:88-90)

Kain batik berdasarkan gaya pemakaiannya, diterapkan pada

dua cara berbusana, yaitu sinjang/jarit dan kampuh/dodot.

1) Sinjang /jarit

Sinjang adalah bahasa krämä dari jarit, yaitu kain batik yang

ukuran panjangnya 2,25 m hingga 2,50 m degan lebar 1,10 m, yang

Page 54: BUSANA PAKU BUWONO XIII PADA UPACARA …...perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id (Sebuah Kajian Makna S commit to user ii PERSETUJUAN BUSANA PAKU BUWONO XIII PADA UPACARA TINGALAN

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

38

terbuat dari bahan mori katun. Pada kedua pinggiran lebar kain

tersebut terdapat sèrèt atau untu walang sebagai pembatas motif

kain. Apabila dipakai, salah satau untu walang tersebut dilipat

kecil yang disebut wiron (Soedibyo, 2003:).

2) Kampüh /dodot

Kampüh atau dodot adalah sehelai kain yang lebar, terdiri

dari dua bagian kain yang disambung memanjang.

(Soedibyo,2003:61) Ditegaskan pula oleh Honggopuro (2002:84),

kampuh atau dodotan adalah busana penutup tubuh bagian bawah

yang lebarnya dua kali ukuran sinjang/jarit dengan panjang 3,75 m

sampai dengan 4 m.

Gambar: 12 Contoh sinjang/jarit

(Soeratman,2003: 97)

Page 55: BUSANA PAKU BUWONO XIII PADA UPACARA …...perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id (Sebuah Kajian Makna S commit to user ii PERSETUJUAN BUSANA PAKU BUWONO XIII PADA UPACARA TINGALAN

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

39

Kampuh yang digunakan di keraton Surakarta mempunyai

dua jenis yaitu kampüh blênggên dan kampüh lugas. Kampüh

blênggên adalah yang pinggirnya memakai gombyok yang terbuat

dari benang lusi dari kain tersebut. Dalam tatanan berbusana di

dalam keraton Surakarta kedua kampüh atau dodot ini dikenakan

dalam pisowanan. Karena motif batik dalam kampüh atau dodot

tersebut menunjukkan tinggi rendahnya golongan. Tatanan dalam

berbusana yang menggunakan motif kain batik sebagai tanda

kepangkatan seperti itu sebenarnya telah ada sejak kerajaan

Mataram masa Sultan Agung Hanyakrakusuma. Pada saat itu motif

batik digunakan sebagai tanda golongan keprajuritan. Tatanan itu

kemudian dikembangkan lagi oleh Paku Buwono IV di Surakarta,

dan disempurnakan oleh Paku Buwono X dengan menambah motif

lain untuk golongan kepangkatan yang dibuthkan kerajaan.

(Honggopuro, 2002:63)

Gambar: 13 Contoh Kampuhan

(Soeratman, 2003:94)

Page 56: BUSANA PAKU BUWONO XIII PADA UPACARA …...perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id (Sebuah Kajian Makna S commit to user ii PERSETUJUAN BUSANA PAKU BUWONO XIII PADA UPACARA TINGALAN

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

40

1) Kampüh Blênggên

Kampüh blênggên mempunyai ciri di sepanjang pinggir

panjangnya dibuat gombyokan (rumbai) dari benang kain yang

dilepas tenunannya (pakan)-nya. Panjang gombyokan ini kurang

lebih 10 cm. motif batik untuk kampuh ini adalah jenis parang-

parangan. Seperti parang rusak, yang dipergunakan oleh raja atau

putra dan kerabatnya. Selain itu juga dipergunakan motif batik

semen latar putih, kain dodot jenis ini dapat dipergunakan oleh

para abdidalêm yang berpangkat Bupati Anom yang bergelar

Raden Tumênggung ke atas.

Kampuh blênggên ini dibagi dua jenis, yaitu kampüh

blênggên memakai blumbangan dan kampüh blênggên lugas. Yang

dimaksud dengan memakai blumbangan adalah pada bagian tengah

kain kampuh terdapat bagian yang tidak di batik (polos) berbentuk

belah ketupat. Bagian polos tersebut bisa berwarna putih, namun

dapat pula berwarna lain sesuai dengan keinginan. Kampüh

blumbangan ini hanya untuk agêmandalem raja dan para putra

kerabat. Sedangkan kampüh blênggên lugas adalah kampüh yang

tidak memakai blumbangan.

2) Kampüh Lugas

Kampüh lugas adalah kampüh yang dipakai untuk golongan

abdidalêm berpangkat pênèwu/mantri ke bawah. Ujung kain

Page 57: BUSANA PAKU BUWONO XIII PADA UPACARA …...perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id (Sebuah Kajian Makna S commit to user ii PERSETUJUAN BUSANA PAKU BUWONO XIII PADA UPACARA TINGALAN

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

41

kampüh lugas berupa plipitan tanpa gombyokan dan bermotif

sêmèn latar hitam.

Kampüh atau dodotan dalam penggunaannya terdapat 5 cara

pengetrapan. Tata cara pengetrapan kampuh tersebut berdasar pada

tingkat kedudukan dari ornag yang memakainya. Kelima cara

pengetrapan tersebut adalah: grêbongkandhêm, ngumbar kunca,

sampir kuncä, kêpuh sampir, dan kêpuh ukêl (Honggopuro,

2002:48)

d. Celana Cindhè

Celana cindhè adalah celana yang digunakan dalam berbusana

kampuhan. Panjangnya sebatas mata kaki, berbahan sutera, dringin

atau cindhè sekar. (Soedibyo, 2003:79) Celana ini dipakai oleh raja

jika mengenakan busana kebesaran Jawa. Celana tersebut juga dipakai

oleh pangeran putra sêntana, pepatih dalêm, para bupati dan bupati

anom yang memakai sebutan ariyä. Celana untuk bupati anom tanpa

Gambar: 15 kampuh alas-alasan

(Soedibyo,2003:62)

Gambar: 14 kampuh

blumbangan (Soedibyo,2003:62)

Page 58: BUSANA PAKU BUWONO XIII PADA UPACARA …...perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id (Sebuah Kajian Makna S commit to user ii PERSETUJUAN BUSANA PAKU BUWONO XIII PADA UPACARA TINGALAN

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

42

sebutan ariyä harus memakai sorot, kecuali abdi dalêm bupatianom

gandhèk. (Soeratman,2000:473) ada beberapa macam celana cindhè,

yaitu:

1) Celana cindhè gubêg adalah celana cindhè yang motifnya semua

sama, tidak memakai tumpal. Jenis ini dipakai oleh raja, pangeran

dan sentanaadalem yang berpangkat Riyä Nginggil, termasuk para

menantu Raja.

2) Celana cindhè sorot adalah celana dengan motif cindhè tetapi pada

bagian bawah memakai motif tumpal. Ini hanya dipakai untuk para

abdidalêm yang berpangkat Bupati (KRT) dan Bupati Anom (RT)

dan yang sederajat.

3) Celana selain cindhè, celana ini dapat dibuat dari bahan selain

cindhè, ada yang terbuat dari kain bathik halus, dringin, suträ,

kasting, bêludru, limar ataupun sêmbagi. Jenis kain dipakai oleh

para abdidalêm yang berpangkat Bupati Anom (RT) keatas, untuk

busana harian. Sedangkan celana yang terbuat dari bahan laken

dipakai untuk para abdidalêm yang berpangkat Panewu/Mantri dan

Lurah apabila ada pasowanan Agêng. (Honggopuro, 2002:88)

Page 59: BUSANA PAKU BUWONO XIII PADA UPACARA …...perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id (Sebuah Kajian Makna S commit to user ii PERSETUJUAN BUSANA PAKU BUWONO XIII PADA UPACARA TINGALAN

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

43

e. Setagèn

Setagèn disebut juga paningsêt, yang fungsinya untuk

mengencangkan pemakaian kain jarik. Setagèn terbuat dari bahan

tenunan dari benang besar, ukuran setagèn lebar 10 hingga 12 cm

dengan panjang 5 hingga 6 m. (Honggopuro, 2002:73)

f. Sabuk

Sabuk dalam busana Jawa, dipergunakan di pinggang dengan

fungsi sebagai penutup dan pengikat setagèn. Keberadaan sabuk

dipinggang tersebut juga dipergunakan untuk nyêngkêlit atau

menyelipkan keris. Sabuk tersebut terbuat dari bahan kain tenun yang

disebut dringin dan kembangan atau sembagi.selain itu juga bermotif

cindhè dari bahan sutera yang asli dari India.

Gambar: 16 celana cindhè berbahan sutera asli

(Soedibyo, 2003:78)

Gambar: 17 Berbagai macam motif Sabuk (Wirastodipuro,2003:65)

Page 60: BUSANA PAKU BUWONO XIII PADA UPACARA …...perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id (Sebuah Kajian Makna S commit to user ii PERSETUJUAN BUSANA PAKU BUWONO XIII PADA UPACARA TINGALAN

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

44

Ukuran sabuk adalah lebar 15cm dengan panjang 5 sampai

dengan 6 m atau cukup untuk dilingkarkan ke tubuh sampai lima sap.

Cara pemakaian sabuk, dilingkarkan di perut dan pinggang dari kanan

ke kiri mulai dari atas dibuat bersap-sap turun ke bawah sehingga

rapi. (Honggopuro, 2002:71)

g. Èpèk, Timang, dan Lêrêp

Èpèk terbuat dari kain beludru, dahulu ada yang terbuat dari

bahan rambut kuda yang dianyam. Ukuran èpèk berlebar 5,5 cm

dengan panjang 125 cm. Èpèk dipergunakan untuk mengencangkan

sabuk, sehingga èpèk dipakai setelah mengenakan sabuk. Posisi

penggunaan èpèk kurang lebih 3 cm dari pinggir sabuk yang paling

bawah.

Timang, terbuat dari logam, seperti emas, perunggu, perak,

ataupun besi dengan bentuk tipis. Timang berfungsi sebagai pengunci

èpèk supaya tidak kendor atau mêlorot.

Lêrêp, adalah setelan dari timang yang dipergunakan untuk

menutup sisa panjang èpèk saat dipakai. Lêrêp ini terbuat dari logam

yang sejenis dengan timang. Bagi orang yang mampu, baik timang

maupun lêrêp diberi hiasan batu permata, seperti intan atau berlian.

Page 61: BUSANA PAKU BUWONO XIII PADA UPACARA …...perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id (Sebuah Kajian Makna S commit to user ii PERSETUJUAN BUSANA PAKU BUWONO XIII PADA UPACARA TINGALAN

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

45

Ada dua jenis èpèk yang dipergunakan dlam pakaian Jawa,

yaitu:

1) Èpèk Bordir, yaitu èpèk yang dibordir dengan benang emas

berbentuk sêkaran, untu walang, atau modangan. Apabila

dikenakan untuk pasowanan hanya dipakai oleh para putra

dan sentanadalêm.

2) Èpèk Polos, yaitu èpèk tanpa kembangan atau bordiran.

Èpèk ini dipakai oleh para abdidalêm dari Bupati Riyä

Nginggil sampai golongan pangkat yang terendah.

Gambar: 18 timang dan lêrêp (Wirastodipuro,2003:68)

Gambar: 19 Bentuk èpèk

(Purodisastro,2003:68)

Page 62: BUSANA PAKU BUWONO XIII PADA UPACARA …...perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id (Sebuah Kajian Makna S commit to user ii PERSETUJUAN BUSANA PAKU BUWONO XIII PADA UPACARA TINGALAN

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

46

Cara penggunaan sabuk dan èpèk terdapat perpaduan warna

yang dinilai serasi untuk berbusana Jawa. Selain mencerminkan

keserasian perpaduan warna tersebut juga mencerminkan sebuah

watak, untuk itu setiap perpaduan memiliki nama sebutan sendiri-

sendiri.

Perlu diperhatikan bahwa dalam pasowanan keraton abdidalêm yang

berpangkat KRHT (Kangjêng Radèn Haryo Tumênggung) ke bawah

tidak boleh mengenakan èpèk yang memakai kembangan yang

dibordir untu walang atau hiasan-hiasan lainnya. (Honggopuro,

2002:71-73)

h. Keris

Keris dalam bahasa Jawa krama disebut dhuwüng atau

wangkingan, wujudnya senjata tajam yang dimasukkan kedalam

warängkä. Sebagai pelengkap dalam berbusana Jawa sehingga

dikatakan Jawi-Jangkêp. Diselipkan (nyêngkêlit ) dibelakang

punggung dimasukkan ke dalam sabuk pada sap kedua atau ketiga.

Dilihat dari bentuk warängkä, kêris ada dua macam:

1) Ladrangan.

2) Gayaman.

Page 63: BUSANA PAKU BUWONO XIII PADA UPACARA …...perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id (Sebuah Kajian Makna S commit to user ii PERSETUJUAN BUSANA PAKU BUWONO XIII PADA UPACARA TINGALAN

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

47

Terdiri dari beberapa bagian:

a) Ukiran

Ukiran adalah pegangan pada bilahan besi, yang terbuat

dari kayu, biasanya dari: kayu trênggänä, kêmuning, sawo dll.

b) Mèndhak

Mèndhak berfungsi sebagai ganjêl tegaknya ukiran yang

masuk pada besi bilahan. Dapur (tipe) nya bermacam-macam,

seperti: angkup, pandhu, parijotho, bajan, atau widhêngan.

Supaya ukiran tidak lepas diberi karah dari besi (logam) yang

disebut sêlut. Sêlut atau karah dibuat disamping sebagai ganjêl

juga diberi sebagai hiasan. Pada sêlut ini sering diberi hiasan

Gambar: 20 Bentuk keris

Ladrang dan Gayaman

(Wirastodipuro, 2003:74)

Gambar: 21 Bentuk wilahan

keris, Lêrês dan Lük

(Wirastodipuro, 2003:74)

Page 64: BUSANA PAKU BUWONO XIII PADA UPACARA …...perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id (Sebuah Kajian Makna S commit to user ii PERSETUJUAN BUSANA PAKU BUWONO XIII PADA UPACARA TINGALAN

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

48

dengan batu mulia, bertipe seperti jêruk kêprok, tipe oval nama

“jêruk pêcêl” sedang kalau agak pipih dinamakan jêruk sambêl.

(Honggopuro, 2002:75)

c) Warängkä

Warängkä dalam gaya Surakarta ada dua macam:

Ladrangan dan Gayaman, terbuat dari bahan kayu cendana,

trêmbalo, atau timoho. Biasanya dipelitur atau disungging alas-

alasan ada juga yang bermotif modangan.

d) Pèndhok

Pèndhok berwarna kêthêl disungging dipakai para prajurit-

panyuträ, sedang pèndhok-polèng untuk abdidalêm Canthang-

Balung atau Kridhastama.

e) Wilahan

Wilahan yaitu bilahan keris yang tajam terbuat dari besi

khusus, dengan bentuk jêjêg atau lük. (Honggopuro, 2002:76).

Gambar: 22 Bagian-bagian Keris

(Soeranto & Mulyani, 2004:33)

Page 65: BUSANA PAKU BUWONO XIII PADA UPACARA …...perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id (Sebuah Kajian Makna S commit to user ii PERSETUJUAN BUSANA PAKU BUWONO XIII PADA UPACARA TINGALAN

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

49

Adapun macam-macam posisi penyengkelitan keris:

i. Sêlop

Sêlop dalam bahasa halusnya disebut cenèla merupakan

kelengkapan busana yang berfungsi sebagai alas kaki. Namun

demikian dalam tatakrama, jika berada di dalam keraton sêlop dilepas,

sedangkan berada diluar keraton dapat dikenakan. (Honggopuro,

2002:76)

Gambar: 23 Berbagai macam posisi penyelipan keris

(Soeranto & Mulyani, 2004:37)

Page 66: BUSANA PAKU BUWONO XIII PADA UPACARA …...perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id (Sebuah Kajian Makna S commit to user ii PERSETUJUAN BUSANA PAKU BUWONO XIII PADA UPACARA TINGALAN

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

50

j. Busana Jawi Jangkêp Padintênan

Busana Jawi selain Jawi Jangkêp yang dikenakan saat

pasowanan agêng, juga terdapat busana Jawi Jangkêp Padintênan.

Busana Jawi Jangkêp Padintênan adalah busana Jawi Jangkêp untuk

Pasowanan keraton yang bukan pasowanan agêng. Dalam

pasowanan seperti itu untuk kerabat Kraton dan abdi dalêm memakai

busana Jawi Jangkêp Padintênan yaitu dengan bêskap yang bukan

berwarna hitam (Honggopuro,2002:84).

Busana Layadan: busana yang dipergunakan untuk berkabung.

Kelengkapan busana ini adalah bêskap atau atèlah berwarna hitam,

sabuk dan èpèk hitam, serta keris gayaman. Kain batik yang dipakai

antara lain slobog, krambil sacuwil, dan jenis batik latar hitam.

(Honggopuro,2002:84)

Gambar: 24 Bentuk Sêlop (Dok. Pribadi)

Page 67: BUSANA PAKU BUWONO XIII PADA UPACARA …...perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id (Sebuah Kajian Makna S commit to user ii PERSETUJUAN BUSANA PAKU BUWONO XIII PADA UPACARA TINGALAN

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

51

D. Pandangan Hidup Orang Jawa

Pandangan hidup masyarakat Jawa tak dapat dipisahkan terhadap

perkembangandan sistem budayanya. Menurut Dharsono (2007: 29) dalam

bukunya Budaya Nusantara bahwa pendapat Neils Mulder yang berkaitan

dengan perkembangan dan sistem budaya masyarakat bersifat ajeg atau

berkelanjutan. Dharsono menambahkan bahwa hal tersebut selaras dengan

kalimat bahasa Jawa yaitu alon-alon waton kêlakon, sitem kebudayaan orang

Jawa yang menekankan ketenteraman batin. Pandangan lain Dharsono yaitu,

pandangan yang menekankan pada ketenteraman batin, keselarasan dan

keseimbangan, dibarengi dengan sikap nerima terhadap segala peristiwa,

sambil menenempatkan individu dibawah masyarakat dan masyarakat

dibawah alam semesta (hubungan kosmos). Pandangan tersebut memberi

gambaran tentang pandangan masyarakat yang mengacu pada keselarasan

hubungan yang tak terpisahkan antara dirinya, lingkungan (masyarakat),

lingkungan alam semesta, dan hubungannya dengan tuhan. Masyarakat Jawa

mempunyai paugêran (aturan adat), yang mengacu pada ajaran budaya yang

tertulis maupun tak tertulis.

Falsafah Jawa menggambarkan hubungan sistem kehidupan dengan

dua macam jagad, yitu jagad besan (makrokosmos) dan jagad kecil

(mikrokosmos). Makro kosmos adalah jagad besar yang mencakup semua

lingkungan tempat seseorang hidup, sedangkan mikrokosmos adalah diri dan

Gambar: 25 Para abdi dalêm memakai busana Jawi padintênan sowan

keraton

(Honggopuro, 2002:81)

Page 68: BUSANA PAKU BUWONO XIII PADA UPACARA …...perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id (Sebuah Kajian Makna S commit to user ii PERSETUJUAN BUSANA PAKU BUWONO XIII PADA UPACARA TINGALAN

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

52

batin manusia itu sendiri. Secara vertikal mengatur hubungan antara batin

(mikrokosmos) individu dengan Tuhannya dan secara horizontal mengatur

hubungan atara batin individu (mikrokosmos) dan lingkungan alam semesta

(makrokosmos). Pandangan mikro-meta-makrokosmos pandangan tersebut

tersirat pada ajaran : alam niskala (alam yang tak tampak dan tak terindera),

alam sakala niskala (Terindera tetapi tak terindera) alam sakala (alam wadag

dunia). (Dharsono,2007:29-32)

Masyarakat Jawa mengenal bilangan-bilangan sakral yang merupakan

sebuah penjagaan keseimbangan secara horizontal dan vertikal. Bilangan

tersebut adalah 4(5+1), yang dikenal dengan kèblat papat kêlima pancêr ,

yang juga disebut dengan dunia waktu. Dikenal dengan penggolongan

keempat dimensi ruang, berpola empat mata angin dengan satu pusat.

Bersama-sama berarti keseluruhan, kesatuan dasar dari pertentangan menuju

pengendalian. Bersama berarti keseluruhan adalah kesatuan dasar dari

pertentangan menuju pengendalian, artinya bahwa satu-kesatuan yang terjadi

karena adanya perbedaan, dan perbedaan merupakan dasar dari kekuatan yang

harui diupayakan sebagai satu keseimbangan, keselarasan hidup dengan cara

pengendalian diri. Sikap menggabungkan dua menjadi satu seperti itu, di

lingkungan masyarakat Jawa disebut dengan sinkretisme. Sikap

menggabungkan tersebut dikenal dengan istilah dualisme dwitunggal atau

dualisme monoistis (H.Schoerer) dan Loro-Ironing atunggal, rwa

binneka,kiwo têngên, Bhinnèka Tunggal Ika (Dharsono, 2007:32-33).

Page 69: BUSANA PAKU BUWONO XIII PADA UPACARA …...perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id (Sebuah Kajian Makna S commit to user ii PERSETUJUAN BUSANA PAKU BUWONO XIII PADA UPACARA TINGALAN

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

53

Pandangan lain yang berkaitan dengan bilangan sakral adalah 9(8+1),

namun dalam pandangan ini memiliki dua ajaran yaitu ajaran Astäginä dan

ajaran Astabrätä. Ajaran Astäginä meyakini sifat baru sebagai paduan dua

sifat pokok. Hal tersebut disimbolkan dalam warna-warna tertentu yang

bersumber dari babad ila-ila, yang menceritakan Begawan abiyasa melihat

keraton dan hatinya terpana ketika akan masuk ke dalam keraton, bersamaan

dengan munculnya warna putih yang mempunyai bermacam-macam warna.

Macam-macam warna yaitu : cêmêng (hitam), abrit (merah), jènè (kuning),

pêthak (putih), biru (biru), ijêm (hijau), wungu (violet), dhadu (merah muda).

Warna-warna tersebut dalam perspektrum merupakan pancaran dari warna

putih atau terang. Alasan inilah maka pada bagian tengah (pancêr)

dilambangkan tanpa warna (kosong), dalam ajaran Jawa kosong sebagai

sahyang tunggal, dalam theologi Hindu disebut sahyang agung. Dewa-dewa

yang menjadi simbol dari empet kiblat/arah, adalah dewa ciptaan sahyang

tunggal/agung yang diberi kuasa sebagai hukum tertinggi dari setiap

arah/bagian tugasnya, adalah simbol dari pancaran cahaya Tuhan (Nurasa)

seperti Dewa agni yang menguasai api, Dewa bayu menguasai angin dan

sebagainya. Sehingga titik centrum mengapa kosong (dilambangkan tidak ada

warna), karena kosong (nol=0) melambangkan kemutlakan Tuhan. Pemujaan-

Nya selalu didahului dengan menempuh tiap-tiap arah dimulai dengan Timur

ke Selatan baru menuju pusat (tengah). Tradisi Jawa dikaitkan dengan hari

pasaran, dimulai dari Lêgi (Timur), Paing (Selatan), Pon (Barat), Wagè

(Utara), dan Kliwon (tengah). (Dharsono, 2007:35-36)

Page 70: BUSANA PAKU BUWONO XIII PADA UPACARA …...perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id (Sebuah Kajian Makna S commit to user ii PERSETUJUAN BUSANA PAKU BUWONO XIII PADA UPACARA TINGALAN

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

54

Ajaran Astabrätä memiliki dasar dari kisah Wibisänä ketika hendak

dijadikan raja Alèngka. Ketika Wibisana hendak dijadikan raja Alèngka ia

sangat sedih memikirkan nasib malang kakaknya maka Rama mengatakan

pada dirinya, bahwa Rahwana tidak perlu ditangisi lagi, kere ia meninggal

sebagai pahlawan. Rama menyebutkan bagaimana seorang pemimpin

seharusnya bersikap dan bertindak. Dalam kaitan itulah disebutkan Astäbrätä

yang dijelaskan sebagai delapan perbuatan baik yang tentu didasari

pengalalaman bahwa istilah brätä sebagai bagian kedua, kata majemuk pada

umumnya berartin perbuatan. Misalnya täpäbrätä = perbuatan tapa, akan

tetapi dalam kaitannya dengan ungkapan Astabrata dalam Ramayana kakawin

ini dapat diartikan sebagai sifat baik. Demikian sifat-sifat baik delapan dewa

bersangkutan dinyatakan dengan istilah täpäbrätä. Delapan sifat-sifat baik

tersebut :

1. Dewa Indra, watak angkasa. Keluasaan batin dan kemampuan

mengendalikan diri

2. Dewa Surya, Watak matahari. Seorang pemimpin mampu mendorong dan

menumbuhkan daya hidup rakyatnya.

3. Dewa Anila/Bayu, watak angin. Seorang pemimpin hendaklah selalu dekat

dengan rakyatnya,tanpa membeda-bedakan.

4. Dewa Kuwera, watak bintang. Seorang pemimpin hendaknya menjadi

teladan bagi rakyatnya.

Page 71: BUSANA PAKU BUWONO XIII PADA UPACARA …...perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id (Sebuah Kajian Makna S commit to user ii PERSETUJUAN BUSANA PAKU BUWONO XIII PADA UPACARA TINGALAN

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

55

5. Dewa Baruna, watak samudera (laut/air). Seorang pemimpin hendaknya

menempatkan semua rakyatnya pada derajat dan martabat yang sama

dihatinya.

6. Dewa Agni/Brama, watak api. Seorang pemimpin hendaknya berwibawa

dan berani menegakkan hukum dan kebenaran secara tuntas tanpa pandang

bulu.

7. Dewa Yama, watak bumi/tanah. Seorang pemimpin hendaknya berwatak

murah hati, suka beramal dan memberi, selalu berusaha untuk tidak

mengecewakan kepercayaan rakyatnya.

8. Dewa Candra, watak bulan. Seorang pemimpin hendaknya memberi

dorongan dan membangkitkan semangat rakyatnya ketika rakyat sedang

kesulitan.

(Dharsono, 2007:36-38)

E. Upacara Tradisi keraton Surakarta

Kebudayaan keraton Surakarta mempunyai berbagai macam upacara

tradisi yang telah dilakukan sejak dahulu kala. Upacara adat ini sebagai sarana

komunikasi non-verbal antara raja keraton Surakarta dan rakyatnya.

(Soeratman, 2000: 123). Segala sesuatu yang berhubungan dengan upacara, di

antara pakaian, dan tempat duduk, tingkah laku dan bahasa yang digunakan

untuk memberi petunjuk terhadap kedudukan, derajat, serta kehormatan setiap

anggota pesertanya. Dengan demikian, maka etiket, yaitu pembentukan atau

Page 72: BUSANA PAKU BUWONO XIII PADA UPACARA …...perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id (Sebuah Kajian Makna S commit to user ii PERSETUJUAN BUSANA PAKU BUWONO XIII PADA UPACARA TINGALAN

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

56

pemolaan yang mengatur tingkah laku orang dalam interaksi, baik secara

individual maupun kolektif, erat hubungannya dengan upacara. Bagi raja atau

penguasa lainnya, upacara adat, etiket merupakan alat yang tidak hanya

dipakai untuk membuat jarak dengan orang yang lebih rendah derajatnya,

melainkan juga untuk memperkuat kekuasaannya. (Soeratman, 2000: 124).

Berbagai macam upacara merupakan upacar interaksi, suatu upacara

yang merupakan bagian dari bentuk kehidupan sosial yang disebut kode

interaksi. Kode ini bersifat ekspresif yang dapat dinyatakan seseorang secara

lisan, tertullis, dengan gerakan tangan atau anggota badan lainnya. Upacara

interaksi ini selain mengenal formalitas yang tinggi, juga mengenal ketelitian

dan berisikan unsur-unsur estetika.

Kelompok upacara intern meliputi upacara makan siang dan malam

bagi raja dan keluarganya, menghadap raja pada hari senin dan kamis, ulang

tahun raja, ulang tahun pakuwon raja, ulang tahun permaisuri raja, selamatan

maèslawung, ngabêktèn, dan pemujaan terhadap kekuatan alam. Diantara

upacara yang termasuk kelompok ekstern adalah gêrêbêg, penobata raja

(Jumênêngandalêm), ulang tahun penobatan raja (Tingalan

Jumênêngandalêm), menanggapi peristiwa-peristiwa yang penting selama

daur hidup yang menyangkut diri raja serta keluarganya, dan rampogan

harimau. Selain itu terdapat juga upacara yang berlangsung diluar kêdhaton,

misalnya tadhak loji, dan jèndralan.

Lebih jauh lagi upacara yang masih tetap lestari (hingga sekarang).

Page 73: BUSANA PAKU BUWONO XIII PADA UPACARA …...perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id (Sebuah Kajian Makna S commit to user ii PERSETUJUAN BUSANA PAKU BUWONO XIII PADA UPACARA TINGALAN

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

57

1. Upacara Jumênêngan, yang ditandai dengan dipergelarkannya tarian sakral

bêdhaya kêtawang.

2. Upacara Gêrêbêg

3. Upacara Gunungan

4. Upacara Mahèsä Lawung, sesaji kepala kerbau.

5. Hari Raya Idul Fitri, acara sungkeman/ngabekten (Silaturahmi, saling

memaafkan), dan peparing (membagi sedekah untuk kesejahteraan

kawula/masyarakat) (Hadisiwaya, 2011:30).

Kebudayaan keraton Surakarta mengenal pasamuwan agêng (besar),

pasamuan têngahan (tengah), pasamuan alit (kecil). Istilah ini memudahkan

peserta upacara untuk menentukan macam kostum yang harus mereka pakai,

jika mereka mengikuti upacara itu. Termasuk pasamuwan agêng adalah

upacara penobatan raja (Jumênêngandalêm), ulang tahun penobatan raja

(Tingalan Jumênêngandalêm), Gêrêbêg (Maulud, Pasa, Bêsar), Têdhak loji,

jendralan, kelahiran calon putra mahkota, perkawinan raja dan keluarganya

dan pemakaman jenazah raja. Pasamuwan alit antaranya mencakup upacara

rutin tiap hari senin dan kamis, sedang ulang tahun pakuwon raja termasuk

pasamuwan têngahan. (Soeratman, 2000: 123-126).

Upacara penting yang terkait dengan adat istiadat keraton adalah:

Jamasan, Pisowanan Ngabêktèn, Nyadran, Labuhan dan Tingalan

Jumênêngandalêm.

Page 74: BUSANA PAKU BUWONO XIII PADA UPACARA …...perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id (Sebuah Kajian Makna S commit to user ii PERSETUJUAN BUSANA PAKU BUWONO XIII PADA UPACARA TINGALAN

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

58

1. Upacara Jamasan dilakukan pada bulan Surä/ Muharram setiap tahun,

berupa pemeliharaan warisan dalam bentuk pembersihan pusaka

peninggalan leluhur.

2. Pisowanan Ngabêktèn adalah pemberian tanda bukti dan mohon berkah

kepada raja. Biasanya dilangsungkan pada saat Idul Fitri (lebaran) pada

tanggal 1 syawal seetiap tahunnya.

3. Nyadran adalah tradisi ziarah kubur (bersifat terbatas). Dilaksanakan

setiap tanggal 15 Ruwah/Sya’ban, menjelang bulan puasa dimakam

pajimatan: Sesela, Tegal-Arum, Kota Gedhe, dan Imogiri.

4. Labuhan merupakan upacara membuang sajian atau barang yang dianggap

keramat. Labuhan itu dilaksanakan di gunung Lawu (timur), parangtritis

(selatan), hutan Krendawahana (utara), dan Gunung Merapi (barat).

Barang yang dilarung (ind.disajikan,dibuang) adalah pakaian lengkap,

potongan rambut, potongan kuku, minyak wangi dan sutera.

5. Tingalan Jumênêngandalêm, yaitu melakukan udik-udik, yaitu adat para

Raja Jawa untuk menyebar uang kepada rakyat/kawula. (Hadisiswaya,

2011:33-34)

Penjelasan berikutnya mengenai upacara penting keraton:

1. Penobatan Raja (Jumênêngandalêm) dan ulang tahun penobatan raja

(Tingalan Jumênêngandalêm).

2. Selamatan Mahèsä Lawung, berintikan labuhan kepada Bathari Durga

yang dilakukan setiap tahun.

Page 75: BUSANA PAKU BUWONO XIII PADA UPACARA …...perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id (Sebuah Kajian Makna S commit to user ii PERSETUJUAN BUSANA PAKU BUWONO XIII PADA UPACARA TINGALAN

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

59

3. Tingalan alit untuk raja dan keluarganya, biasanya hanya diperuntukkan

bagi almarhum ayah dan ibu sunan. (Hadisiswaya, 2011:35).

F. Tingalan Jumênêngandalêm

Tingalan Jumênêngandalêm merupakan upacara peringatan kenaikan

tahta raja di keraton Surakarta. Upacara ini diperingati setiap setahun sekali

pada tanggal dan bulan saat penobatan raja, menurut perhitungan kalender

Jawa. Tingalan Jumênêngandalêm dikeraton Surakarta biasanya didahului

dengan pemberian kenaikan pangkat dan gelar keningratan kepada para putra

sentana, para kerabat keraton dan abdi dalêm. Disamping itu juga pemberian

pangkat dan gelar baru kepada orang-orang yang dianggap berjasa terhadap

keraton, serta penganugerahan bintang Sri Kabadyä kepada abdi dalêm atau

orang yang berjasa kepada keraton. (Rustopo, 2008 : 185-186)

Upacara Tingalan Jumênêngandalêm merupakan upacara yang paling

penting diantara ragam upacara di keraton Surakarta. Berdasarkan wawancara

dengan Bp. Winarnokusumo bahwa upacara tersebut merupakan puncaknya

upacara. Tanpa upacara tersebut upacara yang lain tak akan bisa dilaksanakan.

Karena upacara tersebut merupakan pertanda bahwa masih adanya seorang

raja. Sedangkan seorang raja berperan sebagai pemangku adat, sehingga

apabila upacara tersebut tidak ada, dapat dikatakan bahwa tidak ada seorang

raja di keraton Surakarta. tidak adanya seorang raja berarti sudah tidak

dilaksanakan lagi upacara-upacara tradisi keraton Surakarta. Winarnokusumo

juga menjelaskan bahwa Tingalan Jumênêngandalêm berasal dari bahasa

Page 76: BUSANA PAKU BUWONO XIII PADA UPACARA …...perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id (Sebuah Kajian Makna S commit to user ii PERSETUJUAN BUSANA PAKU BUWONO XIII PADA UPACARA TINGALAN

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

60

Kedhaton. Tingalan berarti Peringatan, Jumênêngan berarti bertahta,

Jumênênganberasal dari kata Jumênêngan yang artinya tahta maksudnya tahta

kekuasaan, sehingga jika ditambah akhiran an setelah kata Jumênêngan maka

artinya adalah bertahta, sedangkan Dalêm berati raja. Dalam bahasa Indonesia

diartikan sebagai, ulang tahun kenaikan tahta raja, karena upacara ini

dilaksanakan setiap tanggal sewaktu penobatan menjadi raja. Tanggal

Jumênêngandalêm (penobatan) ataupun tanggal Tingalan Jumênêngandalêm

menggunakan penanggalan Jawa2.

Tingalan Jumênêngandalêm biasanya selalu mempergelarkan tari

Bêdhäyä Kêtawang yang sifatnya agak tertutup dan pribadi. Dahulu hanya

diperuntukkan bagi raja dan keluarganya, serta kemudian ditambah dengan

melibatkan para abdi dalêm. Tempat penyelenggaraannya berada di sasäna

sêwäkä keraton Surakarta (Hadisiwaya, 2011:35). Hal ini sesuai dengan

pernyataan Rustopo dalam bukunya. Bahwa puncak ritual Tingalan

Jumênêngandalêm adalah pasèwakan (penghadapan) bertempat di bangunan

utama sasana sewaka, dengan acara tunggal menyaksikan persembahan tari

bêdhaya kêtawang. Sinuwun duduk di dhampar kêprabon menghadap ke

timur, diapit oleh para putêri dalêm yang duduk bersimpuh dikanan/kiri raja

sambil membawa perangkat upacara kerajaan. Didepan raja adalah tempat

untuk menyajikan tari bêdhaya kêtawang. Para tamu, putera, sêntana, kerabat

keraton, dan abdi dalêm duduk bersila di lantai menghadap kea rah raja,

kearah tari bêdhaya kêtawang disajikan. Semua berbusana jawi jangkêp sesuai

2 Winarnokusumo, 02 Desember 2011.

Page 77: BUSANA PAKU BUWONO XIII PADA UPACARA …...perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id (Sebuah Kajian Makna S commit to user ii PERSETUJUAN BUSANA PAKU BUWONO XIII PADA UPACARA TINGALAN

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

61

dengan derajat kepangkatannya. Para tamu agung (menteri, gubernur, residen,

walikota, bupati) dan para pangeran duduk di kursi yang telah disediakan.

Seluruh upacara, termasuk penyajian tari bêdaya kêtawang, berjalan dalam

waktu sekitar dua setengah jam tanpa minum, makan, dan rokok. (Rustopo,

2008 : 185-186)

G. Simbol

Diawali dari kritikan Harris terhadap pemikiran Marx yang kemudian

Harris sendiri dikritik oleh Syaiful Arif. Harris mengkritik pemikiran Marx

mengenai pendekatan materialisme dialektis pada determinisme akhir sejarah

kelas yang mengabaikan dialektika empiris pada level struktur reproduksi

ekonomi yang menentukan gerak kebudayaan. Sedangkan Syaiful arif

berpendapat bahwa pendekatan Harris mengenai materialisme kebudayaan

terjebak dalam determinisme empiris sehingga mengabaikan kontribusi supra

struktur ideologi yang juga menentukan gerak kebudayaan. Satu hal yang lucu

ketika Harris memaknai pantangan memakan hewan sapi dikalangan

masyarakat Hindu, ternyata hanya bermotifkan ekonomi. Bagi warga India,

sapi hanya memberikan sedikit susu, tetapi kontribusi utamanya terletak pada

pemberian bahan bakar dan pupuk yang datang dari kotoran sapi tersebut.

Oleh Syiful Arif penjelasan ini sangat ekonomis tak mampu membedah aspek

kognitif dan nilai dalam tradisi tersebut. Menurut Syaiful arif, dari berbagai

kelemahan inilah, lahir pendekatan ideasional yang menempatkan kebudayaan

bukan sebagai sistem adaptif, melainkan sistem simbolik (Arif, 2010:108-

Page 78: BUSANA PAKU BUWONO XIII PADA UPACARA …...perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id (Sebuah Kajian Makna S commit to user ii PERSETUJUAN BUSANA PAKU BUWONO XIII PADA UPACARA TINGALAN

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

62

109). Ditegas juga dalam buku The Power Of Symbols karya F.W. Diliston

bahwa, kesatuan sebuah kelompok, seperti semua nilai budayanya pasti

diungkap dengan makna simbol. Simbol sekaligus merupakan pusat perhatian

tertentu sebuah sarana komunikasi dan landasan pemahaman bersama. Setiap

komunikasi dengan bahasa atau sarana yang lain, menggunakan simbo-simbol.

Masyarakat hampir tidak mungkin ada tanpa simbol-simbol (Dilistone,

1986:15).

Hakikat simbol sendiri terletak dalam pengakuan bahwa hal yang satu

mengacu (mewakili) hal yang lain (Dilistone, 1986:103). Simbol

mempersatukan atau menggabungkan suatu segi pengalaman manusia yang

sudah dikenal baik dengan apa yang mengatasi pengalaman itu maupun

mengungkapkannya (Dilistone, 1986:28). Menurut Benny H. Hoed (2008: 20)

simbol termasuk salah satu jenis tanda dalam ilmu semiotika yang memiliki

hubungan erat antara objek dan manusia sebagai intepretannya. Dalam ilmu

semiotika, tanda memiliki tiga jenis yakni, ikon, indeks, dan simbol. Ikon

adalah tanda yang memiliki hubungan antara representamen dan objeknya

berdasarkan atas keserupaan identitas. Indeks adalah tanda yang memiliki

hubungan atara representamen dan objeknya berdasarkan kontiguitas (sebab-

akibat). Sedangkan simbol adalah tanda yang memiliki hubungan antara

representamen dan objeknya didasari oleh konvensi (kesepakatan) sosial.

Olehy karena itu bisa dikatakan bahwa simbol sudah pasti sebuah tanda,

namun jika sebuah tanda belum tentu ia sebuah simbol. Dalam definisi

komunikasi tersirat fakta bahwa manusia merupakan mkhluk pembuat simbol.

Page 79: BUSANA PAKU BUWONO XIII PADA UPACARA …...perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id (Sebuah Kajian Makna S commit to user ii PERSETUJUAN BUSANA PAKU BUWONO XIII PADA UPACARA TINGALAN

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

63

Karena simbol merupakan ekspresi yang mewakili atau menandaskan suatu

hal yang lain. Salah satu krakteristik simbol yang harus diingat adalah bahwa

simbol itu tidak mempunyai hubungan langsung dengan apa yang diwakilinya,

sehingga dapat berubah-ubah. Simbol dapat berupa bentuk suara, tanda pada

kertas, pakaian, gerak, bendera dan lain sebagainya, yang digunakan dalam

berbagai fakta dengan orang lain (Samovar, Porter, Daniel, 2010:18-19).

Hubungan antara budaya dan simbol menjadi jelas ketika sebuah

pernyataan, bahwa simbol mengikat orang yang mungkin saja bukanlah

bagian dari suatu kelompok yang bersatu. Probabilitas (sifat mudah dibawa)

simbol memungkinkan orang untuk membungkus, menyimpan, dan

menyebarakannya. Pikiran, buku, film, gambar, tulisan tentang agama, video,

asessories, dan sebagainya, memungkinkan suatu budaya melestarikan apa

yang dianggap penting dan berharga untuk diturunkan. (Samovar, Porter,

Daniel, 2010:45). Individu yang berada dalam masyarakat yang sekaligus

memungkinkan dan membuatnya berbudaya justru kerena kemampuannya

untuk membuat simbol dan bahasa, kemudian menggunakannya dalam

komunikasi dan dialog, yang pada ahirnya merupakan bagian integral dan tak

terhindarkan dari keseluruhan proses pembelajaran dan internalisasi yang

mencakup internalisasi masyarakat kepada individu dan sosialisasi individu

kedalam masyarakat (Kusumohamidjodjo, 2009:104).

Simbol dapat didefinisikan dengan setiap objek, tindakan, peristiwa,

sifat atau hubungan yang dapat berperan sebagai wahana suatu konsepsi, dan

konsepsi merupakan makna simbol (Dilistone, 1986:116). Menurut pendapat

Page 80: BUSANA PAKU BUWONO XIII PADA UPACARA …...perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id (Sebuah Kajian Makna S commit to user ii PERSETUJUAN BUSANA PAKU BUWONO XIII PADA UPACARA TINGALAN

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

64

Greertz, yang dikutip oleh Arif dalam bukunya Refilosofi Kebudayaan, bahwa

kebudayaan didefinisikan sebagai, sistem keteraturan makna dan simbol yang

dengan makna dan simbol tersebut, individu mendefinisikan dunia,

mengekspresikan perasaan, dan membuat penilaian. Suatu pola makna yang

ditransmisikan secara historis yang terkandung dalam bentuk-bentuk simbolis,

yang melalui bentuk tersebut manusia berkomunikasi, memantapkan, dan

mengembangkan pengetahuan mereka mengenai dan bersikap terhadap

kehidupan. Suatu peralatan simbolik untuk mengontrol perilaku, sumber-

sumber ekstrasomatik dari informasi, dan karena kebudayaan adalah suatu

sistem simbol maka proses kebudayaan harus dipahami, diterjemahkan, serta

diintepretasi (Arif, 2010:111). Signifikasi makna bagi identitas manusia dan

bagi bekerjanya sistem sosial adalah membuat intepretativisme lebih

mengedekatan emik, dimana posisi simbol, baik dalam karya seni maupun

ritus, menjadi pintu masuk untuk menemukan dimensi batin manusia. Hal ini

berpijak pada postulat bahwa dalam menghadapi hidup manusia selalu

memiliki penyaring simbolis sehingga, baik cara menanggapi ataupun

tanggapan tersebut tidak keluar dari simbol. Maka, posisi makna dalam

intepretativisme tidak bersifat individualis, tetapi publik (Arif, 2010:112).

H. Kerangka Pikir

Busana Paku Buwono XIII (Tingalan Jumênêngandalêm 2005-2011)

secara tradisi merupakan busana kebesaran raja keraton kasunanan Surakarta,

yang diwarisi dari raja-raja sebelumnya. Busana yang dikenakan muncul

Page 81: BUSANA PAKU BUWONO XIII PADA UPACARA …...perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id (Sebuah Kajian Makna S commit to user ii PERSETUJUAN BUSANA PAKU BUWONO XIII PADA UPACARA TINGALAN

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

65

sekitar akhir abad 18, pasca perjanjian Giyanti. Hierarki sosial merupakan

salah satu esensi penting yang termuat dalam nilai busana. Diluar itu,

merupakan gaya atau mode yang mencirikan budaya tradisi keraton Surakarta.

Paku Buwono XIII memiliki hak prerogratif dalam berbusana, pada

upacara Tingalan Jumênêngandalêm 2005-2011. Hal tersebut menunjukkan

nilai subjektivitas individualnya (pribadi) sebagai raja yang sedang

memperingati hari penobatannya. Simbol-simbol pada busana Paku Buwono

XIII merupakan bentuk esensi/roh identitas busananya yang bersandar pada

nilai budaya tradisi keraton Surakarta. Simbol tersebut terkait dengan

pandangan masyarakat yang menginterpretasi berdasarkan budaya masyarakat

itu sendiri. Selanjutnya, simbol-simbol pada busana yang telah memiliki

maknanya sendiri akan dimaknai oleh masyarakat pendukungnya. Karena

pemaknaan simbol didasari atas kesepakatan kelompok masyarakatnya. Hal

ini disebut juga sebagai interaksi simbolik, yaitu suatu objek, situasi, orang,

dan peristiwa tidak memiliki maknanya sendiri.

Dasar pandangan atas interaksi simbolik adalah asumsi bahwa

pengalaman manusia diperoleh lewat interpretasi. Objek, situasi, orang, dan

peristiwa, tidak memiliki maknanya sendiri. Adanya dan terjadinya makna

dari berbagai hal tersebut karena diberi berdasarkan interpretasi dari orang

yang terlibat. Interpretasi bukanlah kerja otonom dan juga tidak ditentukan

oleh suatu kekuatan khusus manusia ataupun yang lain (Sutopo, 2002:28).

Menurut Moeleong (2010:20), interaksi simbolik menjadi paradigma

konseptual melebihi dorongan dari dalam, sifat-sifat pribadi, motivasi yang

Page 82: BUSANA PAKU BUWONO XIII PADA UPACARA …...perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id (Sebuah Kajian Makna S commit to user ii PERSETUJUAN BUSANA PAKU BUWONO XIII PADA UPACARA TINGALAN

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

66

tidak disadari, kebetulan, setatus sosial ekonomi, kewajiban-peranan, resep

budaya, mekanisme pengawasan masyarakat, atau lingkungan fisik lainnya.

Kerangka pikir diatas akan lebih dijelaskan dalam bentuk bagan,

berikut:

Bagan diatas menunjukkan bahwa busana Paku Buwono XIII pada upacara

Tingalan Jumênêngandalêm 2005-2011 yang sekaligus merupakan bentuk

simbolis, dipengaruhi dan memiliki maknanya dari kebudayaan keraton

Surakarta, raja-raja terdahulu, dan pribadi (Paku Buwono XIII). Dalam

lingkup simbolis makna tidak terjalin tanpa adanya konvensi sosialnya, maka

masyarakat dan kebudayaannya memiliki andil sebagai intepretant yang

nantinya memunculkan makna simbolis busana Paku Buwono XIII pada

upacara Tingalan Jumênêngandalêm 2005-2011.

Makna

Pribadi Budaya keraton

Surakarta

Busana PB XIII Tingalan

Jumênêngandalêm 2005-2011

Masyarakat Budaya

Masyarakat

Raja-raja terdahulu

Page 83: BUSANA PAKU BUWONO XIII PADA UPACARA …...perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id (Sebuah Kajian Makna S commit to user ii PERSETUJUAN BUSANA PAKU BUWONO XIII PADA UPACARA TINGALAN

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

67

BAB III

METODE PENELITIAN

Sebuah metode hakikatnya adalah sebuah cara untuk memperoleh sesuatu.

Penelitian ini akan dikaji secara ilmiah, atau dengan kata lain adalah cara yang

sistematis/teratur dan terfikir baik-baik untuk mencapai maksud ilmu pengetahuan

atau cara kerja bersistem untuk mempermudahkan pelaksanaan suatu kegiatan

guna mencapai tujuan yang ditentukan. Metode penelitian merupakan gambaran

cara atau alat untuk menghasilkan tujuan ilmiah dari penelitian. Sedangkan

metode sendiri mempunyai pengertian: suata cara yang sistematis untuk

mencapai dan mengetahui maksud tujuan yang telah ditentukan secara efektif,

efisien dan optimal. (Adib, 2010:132-133). Ketelitian pandangan secara

epistemologi dalam kajian ini sangat diprioritaskan sebagai pencapaian ilmiah.

Tingakat validitas, ketepatan, kesahihan sangat bergantung pada cara atau metode

yang digunakan, maka perlunya metode yang tepat sesuai dengan permasalahan

yang muncul akan menentukan hasil atau capaian penelitian, untuk itu dipilihlah

langkah-langkah sebagai berikut:

A. Lokasi Penelitian

Lokasi penelitian dilaksanakan sesuai dengan objek kajian yang

dilaksanakan yaitu di Surakarta. Objek kajian yang diteliti adalah busana Paku

Buwono XIII pada upacara Tingalan Jumênêngandalêm periode 2005-2011,

sehingga hal ini menentukan lingkup lokasi penelitian.

67

Page 84: BUSANA PAKU BUWONO XIII PADA UPACARA …...perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id (Sebuah Kajian Makna S commit to user ii PERSETUJUAN BUSANA PAKU BUWONO XIII PADA UPACARA TINGALAN

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

68

B. Jenis Penelitian

Kajian ini akan menggunakan jenis penelitian deskriptif kualitatif.

Berdasarkan permasalahan yang muncul, maka penelitian ini masuk dalam

kategori penelitian kualitatif yang bersifat deskriptif. Deskriptif berarti

memaparkan atau menjelaskan atau mendeskripsikan masalah yang ada

dibalik lingkup objek penelitian. Deskriptif kualitatif berarti riset yang

cenderung menggunakan analisa dengan pendekatan induktif yaitu mengambil

kesimpulan dari pendapat umum kemudian difokuskan hasilnya.

C. Bentuk Penelitian

Bentuk penelitian disesuaikan dengan permasalahan yang ada yaitu

mengenai bentuk, konsep, dan makna busana Paku Buwono XIII pada saat

upacara Tingalan Jumênêngandalêm periode 2005-2011, maka bentuk

penelitiannya adalah deskriptif kualitatif dengan pendekatan hermeneutik.

Hermeneutika merupakan sebuah pendekatan yang mengarah pada penafsiran

ekspresi yang penuh makna dan dilakukan dengan sengaja oleh manusia. Hal

ini sejalan dengan pola pandang fenomenologi yang melihat makna dari

pandangan subjek yang dikaji setiap peristiwa atau karya memiliki makna dari

intepretasi atas sesuatu tersebut selanjutnya menghadapi pembaca atau

pengamatnya dan ditangkap dengan interpretasi pula. (Sutopo, 2002:26)

Penentuan pendekatan ini sebagai pisau bedah data yang akan dianalisis.

Page 85: BUSANA PAKU BUWONO XIII PADA UPACARA …...perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id (Sebuah Kajian Makna S commit to user ii PERSETUJUAN BUSANA PAKU BUWONO XIII PADA UPACARA TINGALAN

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

69

D. Sumber Data

Sumber data studi penelitian akan diperoleh dari dua poin sebagai

berikut :

1. Dokumen dan arsip yang berkaitan dengan Busana Paku Buwono XIII

pada Tingalan Jumênêngandalêm tahun 2005 sampai 2011 sebagai data

pengamatan langsung. Data tersebut dapat diakses melalui pihak keraton

Surakarta berupa foto-foto atau video yang berkaitan. Diluar dokumen foto

atau video adalah data berupa arsip informasi dari media cetak maupun

elektronik.

2. Informan sebagai narasumber yang ahli dan berkaitan dengan lingkup dan

tema kajian. Dalam pelaksanaannya dipilih informan yang terlibat

langsung pada upacara Tingalan Jumênêngandalêm 2005-2011, maupun

informan yang dekat dengan Paku Buwono XIII. Perlu dipahami bahwa

informan terdiri dari beragam individu sehingga tanggapan informan atas

pertanyaan dari peneliti berdasarkan selera dan arah pikir informan dalam

menyampaikan informasi yang dimilikinya. Menurut Sutopo (2002:50-51).

Adanya posisi yang beragam mengakibatkan adanya perbedaan macam

akses dan kelengkapan mengenai berbagai informasi yang bisa diperoleh

dan dimilikinya. Para narasumber yang berkaitan terdiri dari pelaku,

pengamat, orang yang secara langsung mengelola atau merencanakan

sesuatu. Oleh karena itu didalam memilih seorang informan, peneliti wajib

memahami posisi dengan beragam peran dan keterlibatannya dengan

kemungkinan aksesnya

Page 86: BUSANA PAKU BUWONO XIII PADA UPACARA …...perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id (Sebuah Kajian Makna S commit to user ii PERSETUJUAN BUSANA PAKU BUWONO XIII PADA UPACARA TINGALAN

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

70

Informan yang berkaitan adalah:

a. KGPH. Puger, BA (adik kandung Paku Buwono XII)

b. KP. Winarnokusumo (Humas keraton)

c. GRAy. Koes Murtiyah Wirabumi (kakak Paku Buwono XIII)

d. GKR. Galuh Kencono (adik Paku Buwono XIII)

e. Joko Purnomo (fotografer keraton)

f. Hartoyo (penata busana Paku Buwono XIII pada Tingalan

Jumênêngandalêm)

E. Teknik Pengumpulan Data

Teknik pengumpulan data digunakan untuk mengumpulkan data-data

yang mendukung, sebagai berikut:

1. Content analysis (mengkaji dokumen dan arsip)

Sumber data berupa dokumen dan arsip dicatat dengan teliti sesuai

permasalahan yang ada. Dokumen berupa foto diamati dan dicatat guna

pengidentifikasian deskripsi bentuk busana yang akan dianalisa. Perlunya

pencatatan dokumen foto untuk memferifikasi seluruh atribut yang

dikenakan paku buwono XIII pada upacara Tingalan Jumênêngandalêm

tahun 2005-2011. Sedangkan sumber data berupa arsip dicatat poin-

poinnya sesuai permasalahan juga, guna pengidentifikasian hal-hal penting

yang harus diungkapkan sebagai data. Menurut Sutopo (2002:70) Peneliti

harus bersikap kritis dan teliti dalam menghadapi beragam arsip dan

dokumen tertulis sebagai sumber data, tidak hanya sekedar mencatat isi

Page 87: BUSANA PAKU BUWONO XIII PADA UPACARA …...perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id (Sebuah Kajian Makna S commit to user ii PERSETUJUAN BUSANA PAKU BUWONO XIII PADA UPACARA TINGALAN

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

71

penting yang tersurat dalam dokumen atau arsip, namun juga mencatat

makna yang tersirat. Dokumen yang ditemukan wajib dikaji kebenarannya,

baik secara eksternal yang berkaitan dengan keaslian dokumen dan secara

internal yang berkaitan dengan kebenaran isi dokumen.

2. Wawancara

Data yang bersumber dari informan digali melalui proses

wawancara yang didukung dengan perekaman. Perekaman wawancara

berguna untuk memudahkan akses pencatatan poin-poin penting yang

disampaikan informan. Hal tersebut (perekaman) merupakan cara evisien

yang menyangkut penyampaian informasi dari informan sesuai pola pikir

dan alur pembicaraan informan. Pertanyaan untuk pelaksanaan wawancara

disusun berdasarkan hal-hal yang bersifat pokok yang terkait

permasalahan dalam kajian simbol busana Paku Buwono XIII pada

upacara Tingalan Jumênêngandalêm 2005-2011, selebihnya pertanyaan

disampaikan dalam menanggapi jawaban informan. Teknik wawancara ini

tak terstruktur karena narasumber menjelaskan sesuai alur pikirnya.

Wawancara ini dilakukan untuk memperkuat data yang telah diperoleh

sebelumnya yaitu dari dokumen dan arsip. Menurut Sutopo (2002:59)

wawancara tidak terstrutur juga disebut sebagai teknik wawancara

mendalam karena peneliti merasa tidak tahu apa yang belum diketahuinya.

Dengan demikian wawancara dilakukan dengan pertanyaan bersifat open

ended, dan mengarah pada kedalaman informasi, serta dilakuakan tidak

secara formal terstruktur.

Page 88: BUSANA PAKU BUWONO XIII PADA UPACARA …...perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id (Sebuah Kajian Makna S commit to user ii PERSETUJUAN BUSANA PAKU BUWONO XIII PADA UPACARA TINGALAN

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

72

F. Validitas Data

Data yang telah berhasil digali, dikumpulkan dan dicatat harus

diusahakan kemantapan dan kebenaran. Oleh karena itu peneliti harus memilih

dan menentukan cara-cara yang tepat untuk mengembangkan validitas data

yang diperoleh, maka peneliti menentukan teknik validitas berupa trianggulasi

data. Trianggulasi data merupakan cara yang paling umum digunakan dalam

penelitian kualitatif. Cara ini mengarahkan peneliti agar dalam mengumpulkan

data, wajib menggunakan beragam sumber yang tersedia. Artinya, data yang

sama atau sejenis akan mantap kebenarannya bila digali dari berbagai macam

sumber data yang berbeda. (Sutopo, 2002:70)

Guna menjadikan data-data secara valid maka dibutuhkan berbagai

macam sumber data agar mampu diperoleh kemantapan datanya. Data

sementara berupa foto Paku Buwono XIII pada upacara Tingalan

Jumênêngandalêm 2005-2011 dijadikan bahan yang mampu memunculkan

pertanyaan. Pertanyaan yang telah muncul kemudian digali jawabannya

melalui berbagai macam sumberdata (selain foto), baik melalui para informan

yang berbeda maupun arsip-arsip yang berkaitan. Data dari berbagai macam

sumber data yang diperoleh maka data yang terkait dengan kajian simbolis

busana Paku Buwono XIII pada upacara Tingalan Jumênêngandalêm dicatat

dan dirangkum, sehingga esensi data yang muncul merupakan data valid.

Page 89: BUSANA PAKU BUWONO XIII PADA UPACARA …...perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id (Sebuah Kajian Makna S commit to user ii PERSETUJUAN BUSANA PAKU BUWONO XIII PADA UPACARA TINGALAN

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

73

G. Analisis Data

Proses analisis dalam penelitian ini terdapat tiga komponen utama

yang harus benar-benar dilakukan, yaitu reduksi data, sajian data, dan

penarikan kesimpulan atau verivikasi. Tiga komponen tersebut terlibat dalam

proses yang saling berkaitan serta menentukan hasil akhir (Sutopo,2002:91).

1. Reduksi Data

Reduksi data merupakan proses seleksi, pemfokusan,

penyederhanaan dan abstraksi data. Proses ini berlangsung terus menerus

sepanjang penelitian, bahkan prosesnya diawali sebelum pelaksanaan

pengumpulan data. Artinya reduksi data berlangsung sejak peneliti

mengambil keputusan tentang kerangka kerja konseptual, melakukan

pemilihan kasus, menyusun pertanyaan penelitian dan juga waktu cara

mengumpulkan data yang dipergunakan (Sutopo, 2002: 91). Pada saat

pengumpulan data berlangsung reduksi data dilakukan dengan cara

membuat ringkasan dari catatan data yang diperoleh dilapangan. Karena

perolehan data melalui wawancara dengan perekaman maka peringkasan

bisa langsung dilakukan setelah proses wawancara, tanpa pencatatan saat

pelaksanaan wawancara. Dalam menyusun ringkasan, dipilih berdasarkan

permasalahan yang telah ada, sehingga data yang disampaikan para

informan dapat tergambar dengan jelas batasan-batasannya. Batasan data-

data yang perlu diringkas sesuai lingkup kajian busana Paku Buwono XIII

pada upacara Tingalan Jumênêngandalêm tahun 2005-2011, sehingga data

yang tidak sesuai dengan batasan tersebut dihilangkan. Proses reduksi data

Page 90: BUSANA PAKU BUWONO XIII PADA UPACARA …...perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id (Sebuah Kajian Makna S commit to user ii PERSETUJUAN BUSANA PAKU BUWONO XIII PADA UPACARA TINGALAN

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

74

berlangsung terus-menerus hingga laporan penelitian selesai disusun.

Reduksi data dalam penelitian bertujuan mempertegas, memilih,

memfokuskan, membuang hal-hal yang tidak penting, dan mengatur data

sehingga simpulan penelitian dapat dilakukan.

2. Sajian Data

Sajian data merupakan suatu sajian rakitan organisasi yang

memungkinkan kesimpulan penelitian dapat dilakukan. Sajian ini

merupakan rakitan kalimat yang disusun secara logis dan sistematis

sehingga bila dibaca akan bias dipahami sebagai hal yang terjadi dan

memungkinkan peneliti untuk membuat suatu pada analisis ataupun

tindakan lain berdasarkan pemahamannya (Sutopo, 2002: 92).

Sajian data disusun secara naratif intepretatif, yaitu penyajian data

yang dilalukan dengan terstruktur sesuai gaya pengungkapan bahasa

peneliti dan sesuai kemampuan peneliti dalam menjelaskan. Sajian

didukung gambar-gambar yang berkaitan sebagai sarana pendukung yang

memperjelas rangkaian penjelasan peneliti. Rangkaian penjelasan dan

gambar merupakan integritas penuh yang tak bisa dipisahkan demi

kejelasan penelitian. Maka dengan melihat sajian data mengenai kajian

simbolik busana Paku Buwono XIII pada upacara Tingalan

Jumênêngandalêm tahun 2005-2011, peneliti akan dapat lebih memahami

berbagai hal yang berhubungan dengan penelitian. Oleh karena itu

memungkinkan untuk mengerjakan sesuatu pada analisis atau tindakan

lainnya berdasarkan pemahaman atas masalah dalam penelitian. Menurut

Page 91: BUSANA PAKU BUWONO XIII PADA UPACARA …...perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id (Sebuah Kajian Makna S commit to user ii PERSETUJUAN BUSANA PAKU BUWONO XIII PADA UPACARA TINGALAN

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

75

Sutopo, (2002: 93) Sajian data yang meliputi berbagai hal seperti gambar,

skema, ataupun tabel semuanya untuk merakit informasi yang teratur

supaya dapat dilihat dan dimengerti dalam bentuk yang kompak. Sajian

data ini merupakan bagian analisis yang penting sehingga merupakan

bagian terpenting dalam penelitian kualitatif.

3. Penarikan Kesimpulan danVerifikasi

Awal pengumpulan data berlangsung, peneliti harus sudah

memahami apa arti dari berbagai hal yang ia temui dengan melakukan

pencatatan, pola-pola, pernyataan-pernyataan, konfigurasi yang mungkin,

arahan sebab akibat, dan berbagai proporsi. Kesimpulan akhir tidak akan

terjadi sampai proses pengumpulan data berakhir. Simpulan perlu

diverifikasi agar cukup mantab dan benar-benar bisa

dipertanggungjawabkan. Oleh karena itu perlu dilakukan aktivitas

pengulangan untuk tujuan pemantapan, penelusuran data kembali dengan

cepat, verifikasi juga dapat mengembangkan ketelitian (Sutopo, 2002: 93).

Verifikasi data ditempuh dengan tabel yang memuat seluruh poin

penelitian sesuai permasalahan. Tabel ini dirancang untuk mengungkapkan

dan mengulang kembali data analisis penelitian yang disusun teratur

berdasarkan urutan tahun, komponen busana, dan urutan permasalahan

(bentuk busana, konsep busana, makna simbolik busana). Sehingga

dengan penggunaan tabel tersebut akan memantabkan proses

penyimpulan. Selain penggunaan tabel dilalakukan pula analisis interaktif,

yang melibatkan orang-orang yang ahli dibidangnya sebagai responden.

Page 92: BUSANA PAKU BUWONO XIII PADA UPACARA …...perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id (Sebuah Kajian Makna S commit to user ii PERSETUJUAN BUSANA PAKU BUWONO XIII PADA UPACARA TINGALAN

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

76

Responden merupakan subjek ahli yang menanggapi, baik mengkritik

maupun member masukan. Hal ini berguna sangat penting untuk menarik

simpulan berdasarkan pendapat para ahli. Adapun sekema gambar analisis

interaktif sebagai berikut:

Gambar diatas memperlihatkan proses pada waktu pengumpulan

data, yang mana peneliti selalu membuat reduksi data dan sajian data.

Dalam proses mereduksi data peneliti mencatat pokok-pokok rumusan

seusuai permasalahan yang ada, yaitu bentuk busana, konsep busana, dan

makna busana. Dalam proses sajian data hasil pencatatan yang telah

terfokus sesuai permasalahan, kemudian disusun secara naratif kualitatif.

Penyusunan ini diikuti kemampuan memaparkan secara logis dan

sistematis, supaya mampu memunculkan maknanya secara jelas dan

(Sutopo, 2002: 96)

Pengumpulan data

Sajian Data Reduksi Data

Penarikan

kesimpulan/Verifikasi Data

Page 93: BUSANA PAKU BUWONO XIII PADA UPACARA …...perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id (Sebuah Kajian Makna S commit to user ii PERSETUJUAN BUSANA PAKU BUWONO XIII PADA UPACARA TINGALAN

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

77

terfahami. Untuk mendukung proses ini maka diperlukan gambar-gambar

untuk memperjelas rumusan-rumusan data. Gambar-gambar yang

disajikan adalah bentuk-bentuk uraian busana yang digunakan Paku

Buwono XIII pada upacara Tingalan Jumênêngandalêm. Setelah melalui

proses-proses tersebut maka dilakukan penarikan kesimpulan. Penarikan

kesimpulan ini didukung dengan tabel verifikasi data, yang didalamnya

termuat pokok-pokok data yang telah diurutkan berdasarkan tahun, busana

pokok, busana lengkapan, dan asessoris. Dengan tabel tersebut maka

proses penarikan kesimpulan akan mudah ditarik. Setelah proses

penyimpulan terlampaui maka hasil analisis data dan simpulannya diteliti

kembali, apabila dirasa kurang mantap maka dilakukan proses pemantapan

dengan cara respondensi kepada para ahli, sehingga informasi yang

sebelumnya dianggap kurang akan termantapkan dengan proses ini. Proses

ini juga merupakan pengulangan kembali proses pengumpulan data,

reduksi data dan sajian data. Sehingga hasil simpulan akan diperoleh

dengan lebih matap. Hal ini sesuai dengan pendapat Sutopo, (2002: 96)

bahwa pada waktu pengumpulan data berahir peneliti peneliti mulai

melakukan usaha menarik simpulan dan verifikasinya. Bila simpulan

dirasa kurang mantap maka peneliti wajib kembali melakukan

pengumpulan data yang sudah terfokus untuk mencari pendukung

simpulan dan juga sebagai pendalaman data. Dalam keadaan ini tampak

bahwa penelitian kualitatif prosesnya berlangsung dalam bentuk siklus.

Page 94: BUSANA PAKU BUWONO XIII PADA UPACARA …...perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id (Sebuah Kajian Makna S commit to user ii PERSETUJUAN BUSANA PAKU BUWONO XIII PADA UPACARA TINGALAN

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

78

BAB IV

BUSANA PAKU BUWONO XIII PADA UPACARA TINGALAN

JUMENENGANDALEM PERIODE 2005-2011

Jumat Kliwon, 10 September 2004, keraton Kasunanan Surakarta

mengadakan upacara Jumênêngandalêm, yaitu upacara pengangkatan

/penobatan raja. Dilaksanakannya upacara tersebut untuk menobatkan KGPH.

Hangabei (Paku Buwono XIII) sebagai penerus tahta Paku Buwono XII.

KGPH. Hangabei adalah putera tertua dari 35 anak yang lahir dari selir

(garwä ampil) almarhum Paku Buwono XII. Menurut adat tradisi keraton,

seseorang yang berhak menjadi pewaris tahta kerajaan adalah putra tertua dari

permaisuri raja atau putra yang telah ditunjuk langsung oleh raja

(Hadisiswaya, 2011: 108). Paku Buwono XII dalam perjalanannya menjadi

raja tidak memiliki seorang permaisuri dan juga tidak menunjuk salah satu

putranya sebagai pewaris tahta. Oleh karena itu yang berhak mewarisi tahta

kerajaan adalah putra tertua dari selir Paku Buwono XII1. Sehingga

menempatkan KGPH Hangabei sebagai Paku Buwono XIII yang mewarisi

serta meneruskan tahta kerajaan, dengan segala bentuk kebudayaan tradisi

keraton Surakarta yang harus tetap dijaga dan dilestarikan.

Pasca penobatan KGPH Hangabei (Paku Buwono XIII), diadakan

upacara Tingalan Jumênêngandalêm setiap tanggal 25 bulan Rêjêb. Upacara

1 Wawancara dengan GRAy. Kus Murtiyah Wirabumi pada 20 Januari 2012 di keraton

Kasunanan Surakarta dan Hartoyo pada 08 Januari 2012 dikediaman beliau.

Page 95: BUSANA PAKU BUWONO XIII PADA UPACARA …...perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id (Sebuah Kajian Makna S commit to user ii PERSETUJUAN BUSANA PAKU BUWONO XIII PADA UPACARA TINGALAN

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

79

tersebut telah dilaksanakan sebanyak tujuh kali pada setiap tahunnya, sejak

2005 hingga 2011. Penanggalan upacara ditentukan menurut tanggal saat

KGPH. Hangabei dinobatkan sebagai raja (menurut penanggalan Jawa)2. Para

tamu undangan yang hadir meliputi wakil pemerintahan RI, para tokoh politik,

raja-raja seluruh Nusantara, raja kerajaan Malaysia, raja kerajaan Tailand,

wakil dari Negara-negara sahabat, hingga selebritis dan seniman Nasional.

Secara historis raja-raja yang hadir merupakan raja dari kerajaan-kerajaan

kecil dibawah kekuasaan keraton kasunanan Surakarta3. Hal tersebut dalam

konteks kekinian telah mengarah pada kegiatan bernilai tradisi. Karena

kekuasaan secara teritorial maupun kepemerintahan telah tidak berfungsi sejak

1945, namun secara tradisi hal tersebut masih berlangsung. Upacara Tingalan

Jumênêngandalêm merupakan bentuk kontinuitas dari upacara

Jumênêngandalêm (penobatan raja). Sebagai bentuk kontinuitas, Tingalan

Jumênêngandalêm berpredikat sebagai puncak dari seluruh kegiatan tradisi

keraton Surakarta sehingga dianggap upacara terpenting dan sakral. Menurut

Dharsono4 upacara Tingalan Jumênêngandalêm merupakan salah satu bentuk

dari konsep pengkultusan raja sebagai manusia titisan Tuhan. Sedangkan KP.

Winarnokusumo5 menjelaskan bahwa upacara Tingalan Jumênêngandalêm

2 Wawancara dengan KP. Winarnokusumo 22 Desember 2011, di sasana wilapa keraton Surakarta.

3 Wawancara dengan Dharsono (guru besar Seni Rupa Timur, ISI Surakarta) pada 15 Maret 2012,

di wisma seni, Taman Budaya Jawa Tengah.

4 Wawancara pada 15 Maret 2012, di wisma seni, Taman Budaya Jawa Tengah.

5 Wawancara pada 22 Desember 2011, di sasana wilapa keraton Surakarta.

Page 96: BUSANA PAKU BUWONO XIII PADA UPACARA …...perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id (Sebuah Kajian Makna S commit to user ii PERSETUJUAN BUSANA PAKU BUWONO XIII PADA UPACARA TINGALAN

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

80

merupakan tanda masih bertahtanya seorang raja di keraton Surakarta. Oleh

karena itulah Tingalan Jumênêngandalêm disebut upacara penting dan sakral

yang terkait dengan eksistensi seseorang yang dinubuatkan sebagai penguasa

jagad (spiritual dan keduaniaan).

Saat upacara Tingalan Jumênêngandalêm berlangsung, kedudukan raja

dalam tingkat hirarki tertinggi sangat jelas tergambarkan. Hal ini ditunjukkan

melalui tata cara bertingkah laku yang ada didalamnya. Saat upacara

terpenting dan sakral tersebut raja duduk diatas dhampar6. Sedangkan para

abdi dalêm maupun keluarga raja duduk dilantai. Saat raja duduk diatas

dhampar menggambarkan satu-satunya individu yang berhak menyandang

predikat penguasa jagad dan spiritual (Ngabdurrakhman Sayidin Panätägämä

Khälifatulläh). Gambaran tersebut merupakan bagian dari konsep pemahaman

bahwa raja adalah penghubung antara dunia atas dan dunia bawah, yaitu

pemimpin kerajaan (penguasa jagad/dunia bawah) utusan Tuhan (pemimpin

spiritual/dunia atas)7. Hal ini mengingatkan pada konsep pemimpin pada masa

kerjaan Hindu, yang telah ada sebelum masa dinasti Mataram. Pada masa

pengaruh Hindu, raja sebagai poros kekuasaan juga dianggap sebagai

perwujudan dewa, misalnya Airlangga dan Ken Arok yang dianggap sebagai

perwujudan Wisnu. Namun, pada masa penyebaran Islam raja dianggap

sebagai wakil Tuhan. Oleh karena itu, seseorang yang hendak menjadi raja

harus mendapat wahyu keraton berupa cahaya cemerlang yang masuk dalam 6 Dhampar adalah tempat duduk kusus untuk raja pada upacara Tingalan Jumênêngandalêm yang

berbentuk kubus persegi panjang tanpa sandaran punggung. Lihat lampiran hal 169 gambar 55.

7 Wawancara dengan Prof. Dharsono, 15 Maret 2012, di wisma seni, Taman Budaya Jawa Tengah.

Page 97: BUSANA PAKU BUWONO XIII PADA UPACARA …...perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id (Sebuah Kajian Makna S commit to user ii PERSETUJUAN BUSANA PAKU BUWONO XIII PADA UPACARA TINGALAN

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

81

tubuhnya. Tentunya kepercayaan seperti ini bukan murni bersumber dari

ajaran Islam, namun lebih dipengaruhi oleh kepercayaan lokal (agama Hindu)

yang masih melekat (Kresna, 2011: 15). Hal tersebut terefleksikan pada gelar

raja-raja dinasti Mataram Islam Jawa. Sebagai contoh, Sènopati ing Alogo

Ngaburrakhman Sayidin Panätägämä Khälifätulläh yang berarti raja adalah

panglima tertinggi, pengatur agama, dan ditunjuk oleh Tuhan (Kresna, 2011:

16). Pemakaian gelar tersebut dicetuskan oleh Sutawijaya8 (Kresna, 2011: 30),

kemudian digunakan sebagai gelar setiap raja-raja dinasti Mataram hingga

kini.

Atribut raja pada upacara Tingalan Jumênêngandalêm merupakan

refleksi dari konsep gelar yang disandangnya9. Oleh karena itu, Busana raja

pada upacara tersebut secara tradisi merupakan larangan bagi orang lain yang

berada dibawah tingkat kedudukannya. Melalui busana sebagai salah satu cara

bertingkah laku dalam upacara Tingalan Jumênêngandalêm, menunjukkan

bahwa raja memiliki wilayah tersendiri yang secara khusus tak dapat dilalui

orang lain, baik abdi dalêm maupun keluarganya. Dalam statusnya yang

tertinggi, menurut Kresna (2011: 136-137) raja adalah simbol keindahan dan

keglamouran. Sehingga segala susuatu yang berkenaan dengan tatacara

berbusana di keraton dibuat untuk memuliakan nama Sampeandalêm (raja).

8 Sutawijaya adalah nama lahir dari Panembahan Senopati ing Alogo, pendiri dinasti Mataram

Islam Jawa pada abad 16. Sutawijaya juga sering disebut Pangèran Ngabèhi Lor ing Pasar.

9 Ngaburrakhman Sayidin Panätägämä Khälifätulläh. Raja sebagai panglima tertinggi sekaligus

wakil Tuhan. Dalam pemahaman masyarakat Jawa wakil Tuhan biasa disebut Pangèjowantah ing

Gusti Allah (Allah yang Nampak).

Page 98: BUSANA PAKU BUWONO XIII PADA UPACARA …...perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id (Sebuah Kajian Makna S commit to user ii PERSETUJUAN BUSANA PAKU BUWONO XIII PADA UPACARA TINGALAN

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

82

Busana memiliki kaitan yang luas dengan latar belakang kehidupan manusia

(Dilistone, 1986, 60) sehingga segala sesuatu yang terkait dengan latar

belakangnya akan termuat pada gaya berbusana yang digunakan. Oleh karena

itu, busana Paku Buwono XIII pada upacara Tingalan Jumênêngandalêm

merupakan simbol atribut tertinggi, karena raja yang menggunakannyan

bergelar ing Alogo Ngaburrakhman Sayidin Panätägämä Khälifätulläh

Busana Paku Buwono XIII pada upacara Tingalan Jumênêngandalêm

secara umum tidak berbeda dengan busana alamarhum Paku Buwono XII pada

upacara yang sama. Sebagai contoh, baju takwä yang dikenakan Paku Buwono

XIII pada upacara Tingalan Jumênêngandalêm 2005 sampai 2011 merupakan

gaya busana yang juga digunakan Paku Buwono XII pada setiap upacara

Tingalan Jumênêngandalêm-nya10

. Berdasarkan wawancara dengan GRAy.

Kus Murtiyah Wirabumi11

, bentuk busana Paku Buwono XIII pada upacara

Tingalan Jumênêngandalêm tahun 2005 – 2011 berkiblat pada busana Paku

Buwono XII. Beliau juga menuturkan bahwa penggunaan baju takwä di

keraton Kasunanan Surakarta hanya diperkenankan untuk raja pada upacara

Tingalan Jumênêngandalêm. Hal ini seolah menunjukkan adanya tatanan baku

pada cara berbusana raja menurut budaya tradisi keraton Surakarta. Namun

baju takwa bukan semata-mata sebuah tatanan baku jika diamati lebih lanjut

pada cara berbusana raja-raja keraton Surakarta terdahulu. Contoh yang dapat

10

Lihat lampiran halaman 169 gambar 56.

11

Wawancara pada 20 Januari 2012 di keraton Kasunanan Surakarta.

Page 99: BUSANA PAKU BUWONO XIII PADA UPACARA …...perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id (Sebuah Kajian Makna S commit to user ii PERSETUJUAN BUSANA PAKU BUWONO XIII PADA UPACARA TINGALAN

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

83

diamati adalah busana sikêpan Paku Buwono X pada upacara yang sama

(Tingalan Jumênêngandalêm)12

. Pernyataan GRAy. Kus Murtiyah Wirabumi

mengenai baju takwa sebagai busana raja di keraton Surakarta dan kenyataan

bahwa Paku Buwono X menggunakan baju sikêpan menunjukkan bahwa raja

memiliki hak prerogratif dalam menentukan cara berbusananya13

.

Hak prerogratif raja dalam lingkup berbusana merupakan hak absolut

yang sepenuhnya termuat dalam subjektifitas individual pribadinya. Hak

prerogratif merupakan sebuah jalan yang mampu menunjukkan individu

seorang raja yang ditinggikan dalam lingkup sosial keraton Surakarta. Hak

tersebut sering kali mendasari gaya busana raja-raja Surakarta terdahulu.

Sebagai contoh busana Paku Buwono XI yang berjenis sikepan dengan dasi

kupu-kupunya14

terlihat berbeda jika dibandingkan dengan busana Paku

Buwono X yang terkesan lebih megah15

. Hal tersebut akan semakin jelas

dengan mengamati bentuk busana Paku Buwono XII pada upacara Tingalan

Jumênêngandalêm16

. Paku Buwono XII selalu menggunakan baju takwa, yang

tidak ditemui pada gaya busana raja-raja terdahulu pada upacara yang sama.

Gaya busana Paku Buwono XII terlihat lebih sederhana dibandingkan dengan

12

Lihat lampiran halaman 170 gambar 57

13

wawancara pada 3 Januari 2012 di Sasana Wilapa keraton Surakarta.

14

Lihat lampiran halaman 170 gambar 58.

15

Lihat lampiran halaman 170 gambar 57.

16

Lihat lampiran halaman 169 gambar 56.

Page 100: BUSANA PAKU BUWONO XIII PADA UPACARA …...perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id (Sebuah Kajian Makna S commit to user ii PERSETUJUAN BUSANA PAKU BUWONO XIII PADA UPACARA TINGALAN

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

84

busana Paku Buwono X atau Paku Buwono IX. Menurut Sugiyatno17

, sejak

Paku Buwono XII telah terjadi penyederhanaan bentuk busana raja. Busana

jenis kampüh telah tidak digunakan lagi pada upacara Tingalan

Jumênêngandalêm. Hal tersebut didasari oleh asumsi bahwa sejak tahun 1945

raja telah menjadi bagian dari masyarakat atau tidak lagi berperan sebagai

pengayom masyarakat karena sejak tahun itu keraton Surakarta menjadi

bagian dari Negara Republik Indonesia. Sehingga, menurut Ratna Endah

Santoso18

membawa dampak bagi tatanan sosial, politik, ekonomi dan budaya

di keraton. Dampak tersebut mendorong pemikiran Paku Buwono XII pada

konsep berbusana yang sederhana.

Bentuk busana yang dikenakan Paku Buwono XIII pada upacara

Tingalan Jumênêngandalêm tahun 2005-2011 secara umum menyerupai

bentuk busana Paku Buwono XII dalam upacara yang sama. Bentuk busana

Paku Buwono XIII pada upacara Tingalan Jumênêngandalêm tahun 2005-

2011 berupa baju takwä, sinjang, serta kelengkapannya seperti kulük

kanigaran, sêlop, sabuk, èpèk, timang, lêrêp, keris, dan asessori berupa kalüng

ulür, bros mawar, bros makutho, bintang sri kabadyä.

Paku Buwono XIII selalu menggunakan baju takwä dengan warna

yang berbeda-beda setiap tahunnya. Setiap baju takwä Paku Buwono XIII

17

Salah satu orang terdekat Sinuwun Paku Buwono XII. wawancara pada 21 Maret 2012 di jl.

Teuku Umar 14 Solo.

18

Ratna Endah Santoso, Busana Paku Buwono XII (Tesis: Program Pasca Sarjana Institut Seni

Indonesia, Surakarta), hlm 220.

Page 101: BUSANA PAKU BUWONO XIII PADA UPACARA …...perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id (Sebuah Kajian Makna S commit to user ii PERSETUJUAN BUSANA PAKU BUWONO XIII PADA UPACARA TINGALAN

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

85

dengan karakter warna tertentu dibuat sebanyak tiga buah, tiga buah baju

takwä tersebut dibedakan dengan variasi warna secara analogus. Misalnya,

baju takwä yang dikenakan pada tahun 2006 berwarna hijau dibuat sebanyak

tiga buah yang dibedakan secara analogus menjadi tiga model warna yaitu

hijau tua, hijau sedang, dan hijau terang19

.

Busana Paku Buwono XIII pada upacara Tingalan Jumênêngandalêm

tahun 2005 hingga 2011 akan dijelaskan secara mendetail mengenai rincian

bentuk busana, konsep busana, serta makna-makna simbolisnya. Penjelasan

tersebut disusun berdasarkan urutan tahun, dan diurutkan mulai dari busana

pokok/utama, kelengkapan busana, dan asessoris busana.

Setiap bagian busana ditunjukkan pada gambar menurut letaknya,

yaitu sebagai berikut:

19

Berdasarkan wawancara dengan Hartoyo pada 08 Januari 2012.

Page 102: BUSANA PAKU BUWONO XIII PADA UPACARA …...perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id (Sebuah Kajian Makna S commit to user ii PERSETUJUAN BUSANA PAKU BUWONO XIII PADA UPACARA TINGALAN

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

86

A. Busana Paku Buwono XIII pada Upacara Tingalan Jumênêngandalêm

Tahun 2005

1. Bentuk Busana Busana Paku Buwono XIII pada Upacara

Tingalan Jumênêngandalêm Tahun 2005

Tahun 2005 merupakan tahun pertama dilaksanakan upacara

Tingalan Jumênêngandalêm untuk Paku Buwono XIII. Dalam upacara

tersebut, selain menyaksikan tari bêdhäyä kêtawang selama dua jam,

Paku Buwono XIII juga menerima sungkem dari adik-adiknya dan

Gambar: 1 Letak bagian busana Paku Buwono XIII

tahun 2005 (Sumber: Dokumentasi Joko Purnomo,

repro foto Taufiqurrahman H 2012)

Page 103: BUSANA PAKU BUWONO XIII PADA UPACARA …...perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id (Sebuah Kajian Makna S commit to user ii PERSETUJUAN BUSANA PAKU BUWONO XIII PADA UPACARA TINGALAN

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

87

mewisuda almarhum KGPH Haryomataram20

dengan gelar

Panêmbahan (Setiadi, 2006: 24). Usai upacara, dilaksanakan kirab

menggunakan kereta kuda kiai garudhä kêncänä. Busana yang dipakai

Paku Buwono XIII adalah baju takwä berwarna magenta (ungu

kemerahan) tua yang dihiasi ornamen lung-lungan diseluruh ujung

pinggir kainnya. Jenis kain yang digunakan adalah thaisilk, yang

berkarakter mengkilat21

.

Baju takwä merupakan salah satu jenis baju krowok yang

memiliki ciri utama potongan setengah lingkaran dibagian belakang

baju. Selain berfungsi sebagai mode (gaya Surakarta), bagian tersebut

juga berfungsi untuk memperlihatkan keris secara sempurna (tidak

terhalang lembaran kain baju). Bentuk baju takwä nyaris menyerupai

baju bêskap, namun ujung baju depan bagian kanan lebih panjang

dibanding dengan ujung kiri, ujung sisi depan tersebut berbentuk

lancip atau meruncing. Jika digunakan dengan sempurna, bagian yang

meruncing berada di posisi kiri. Baju takwä memiliki satu pengait

(kancing baju) pada bagian dada kiri.

Warna magenta tua pada baju takwä berwarna dasar violet,

dalam sebutan Jawa adalah wungu. Warna tersebut merupakan warna

turunan dari warna merah dan biru, namun cenderung kearah warna

merah atau juga bisa disebut pure magenta.

20

Almarhum KGPH Haryomataram adalah rektor pertama Universitas Sebelas Maret Surakarta.

21 Menurut contoh kain yang ditunjukkan oleh Hartoyo, pada 08 Januari 2012.

Page 104: BUSANA PAKU BUWONO XIII PADA UPACARA …...perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id (Sebuah Kajian Makna S commit to user ii PERSETUJUAN BUSANA PAKU BUWONO XIII PADA UPACARA TINGALAN

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

88

Ornamen lung yang menghiasi pinggir baju takwä memiliki ciri

berupa tangkai tumbuhan menjalar lengkap dengan cabang tangkai,

daun, dan bunga. Alur tangkainya berbentuk gelombang searah, dan

cabangnya berpola ukêl. Ornamen tersebut digarap dengan teknik

bordir benang emas berlatar hitam dengan lebar 3 sampai 4 cm.

Sebagai penutup tubuh bagian bawah, digunakan jarit yang

juga disebut sinjang. Sinjang yang digunakan Paku Buwono XIII pada

upacara Tingalan Jumênêngandalêm tahun 2005 bermotif parang

garudhä dengan plisiran diujung kainnya. Batik tersebut merupakan

perpaduan dua unsur motif utama dari motif parang dan motif garudhä

yang memiliki latar klungsêt (coklat terang). Motif parang-nya

tersusun sejajar dengan motif garudhä. Motif garudhä tersebut

berbentuk satu sayap terbuka, sedangkan motif parang terbentuk

didalam bidang menyerupai awan yang seolah berbatasan dengan

wilayah motif garudhä. Sehingga kain batik garudhä nampak seperti

dilubangi dengan bentuk tersebut, namun dalam lubang itu muncul

Gambar: 3 Bentuk detail ornamen lung (Sumber: Dokumentasi

Joko Purnomo, repro foto Taufiqurrahman H 2012)

Gambar: 2 Warna kain (Sumber: Dokumentasi

Joko Purnomo, repro foto Taufiqurrahman H 2012)

Page 105: BUSANA PAKU BUWONO XIII PADA UPACARA …...perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id (Sebuah Kajian Makna S commit to user ii PERSETUJUAN BUSANA PAKU BUWONO XIII PADA UPACARA TINGALAN

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

89

motif batik parang. Selain dua motif utama tersebut terdapat motif

isian lain yaitu lung-lungan22

, puspitä, dan gunung. Ujung bawah kain

batik parang garudhä terdapat plisiran yang juga diisi dengan motif

lung. Lebar plisiran kurang lebih 8 hingga 10 cm. Unsur warnanya

batik tersebut terdiri dari coklat terang (klungsêt), coklat tua, dan

hitam.

22

Motif lung pada kain batik parang garudhä berbeda dengan ornamen lung yang menghiasi baju

takwä sinuwun tahun 2005. Motif isian lung tersebut memiliki daun daun kecil seperti kuncup, dan

juga memiliki bunga.

Gambar: 4 Detail motif

(Sumber: Setiadi, 2006:24)

Motif garudhä

Motif puspitä/bunga

Motif parang

Motif gunung

Plisir

Motif lung-lungan

Page 106: BUSANA PAKU BUWONO XIII PADA UPACARA …...perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id (Sebuah Kajian Makna S commit to user ii PERSETUJUAN BUSANA PAKU BUWONO XIII PADA UPACARA TINGALAN

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

90

Penutup kepala yang digunakan disebut kulük. Kulük berfungsi

sebagai mahkota raja dengan ciri-ciri tertentu sebagai wujud

simbolisnya. Oleh karena itu, penutup kepala raja disebut juga sebagai

kulük kanigaran. Ciri-ciri kulük yaitu berwarna hitam, terbuat dari

bahan beludru dengan garis-garis dari emas yang menghiasi

sekelilingnya. Kulük berbentuk seperti tabung, namun pada bagian

atasnya tertutup, yang memiliki luas jari-jari lebih sempit dari pada

bagian bawahnya. Bagian bawah kulük berfungsi sebagai tempat

kepala, sehingga luas bagian bawah kulük disesuaikan dengan luas

keliling kepala. Garis-garis yang terbuat dari emas disebut lungsèn23

.

Lungsèn berjumlah 10, tersusun menyebar menyerupai cahaya dengan

sisi atas bagian tengah sebagai pusatnya. Panjang lungsèn menyebar

dari pusat (atas) hingga setengah dari panjang sisi kulük namun salah

satu lungsènnya memanjang hingga ujung bawah kuluk, yang disebut

Punjêr24

. Sedangkan garis horizontal yang melingkar di bagian ujung

bawah dan tengah disebut karah. Dalam menggunakan kulük haruslah

trêp/rapi, tidak boleh miring (njêplak).

Sebagai pengikat sinjang digunakan setagèn atau peningsêt,

yang merupakan kain tenun polos dengan panjang 5 sampai 6 m dan

23

Garis-garis pada kulük yang disebut lungsèn berdasrakan wawancara dengan Hartoyo, pada 27

Februari 2012

24

Berdasarkan keterangan. Sugiyatno pada wawancara tanggal 21 Maret 2012.

Page 107: BUSANA PAKU BUWONO XIII PADA UPACARA …...perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id (Sebuah Kajian Makna S commit to user ii PERSETUJUAN BUSANA PAKU BUWONO XIII PADA UPACARA TINGALAN

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

91

lebar 10 sampai 12 cm. Dalam penggunaannya, sêtagèn dililit memutar

pada pinggang hingga panjang kain tidak tersisa25

.

Setelah pêningsêt atau setagèn dipasang, maka dikenakan

sabuk. Sabuk yang digunakan terbuat dari kain tenun berbenang sutra

dan bermotif (sêmbagi) geometris, yang disebut sabuk cindhè. Sabuk

ini berfungsi sebagai penutup sêtagèn/peningsêt, dan juga untuk

menyengkelitkan keris. Panjang sabuk adalah 6m dengan lebar 15 cm.

Cara penggunaannya dililitkan pada perut bagian atas sampai perut

bagian bawah, namun pada bagian ujungnya (rumbai emas) dibiarkan

terurai sampai setengah dari panjang paha kanan26

.

Motif sabuk Paku Buwono XIII pada upacara Tingalan

Jumênêngandalêm tahun 2005 berkarakter geometris dengan alur

gelombang sehingga membentuk pola zig-zag. Motif tersebut tidak

tertata melebar namun memanjang. Wilayah sekitar motif utama

terdapat motif menyerupai bidang belah ketupat dengan satu titik

ditengahnya. Disekitar motif tersebut terdapat motif selingan berupa

belah ketupat namun berukuran lebih kecil yang secara variatif

menghiasi ruang kosong diantara motif utama. Motif-motif tersebut

berwarna kuning dengan outline warna merah, sedangkan latarnya

berwarna merah tua (soga).

25

Berdasarkan wawancara dengan Hartoyo, pada 08 Januari 2012.

26

Berdasarkan wawancara dengan Hartoyo, pada 08 Januari 2012.

Page 108: BUSANA PAKU BUWONO XIII PADA UPACARA …...perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id (Sebuah Kajian Makna S commit to user ii PERSETUJUAN BUSANA PAKU BUWONO XIII PADA UPACARA TINGALAN

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

92

Berdasarkan keterangan GRAy. Kus Murtiyah Wirabumi27

,

sabuk Paku Buwono XIII yang digunakan pada upacara Tingalan

Jumênêngandalêm tahun 2005 bermotif puspitä berlatar merah tua.

Namun berbeda dengan keterangan Bapak Hartoyo28

, sabuk sinuwun

bermotif Tirtä Tèjä dengan latar merah tua. Dua pendapat yang

berbeda tersebut memiliki kekaburan dalam kebenaran bentuk

motifnya, sehingga yang tergambar dalam motif sabuk tersebut tak

dapat diketahui secara jelas. Motif puspitä secara bahasa berarti motif

bunga, sehingga visualisasinya tidak akan jauh dari bentuk menyerupai

bunga. Begitu pula dengan motif tirtä tèjä secara bahasa tirtä berarti

air , sedangkan tèjä berarti cahaya, visualisasinya juga tidak akan jauh

dari bentuk air dan cahaya. Bentuk zig-zag yang terdapat pada sabuk

tersebut lebih mengarah pada bentuk air (tirtä)29

, sedangkan motif

puspitä (bunga) visualisasinya tidak menyerupai/mendekati rupa

puspitä (bunga). Motif puspitä lebih jelas tergambarkan pada motif

sabuk pada gambar 29 hal 105. Oleh karena itu motif sabuk Paku

Buwono XIII pada upacara Tingalan Jumênêngandalêm tahun 2005

lebih tepat disebut sebagai motif tirtä tèjä.

27

wawancara dengan GRAy. Koes Murtiyah Wirabumi, pada 20 Januari 2012.

28

wawancara dengan Hartoyo, pada 27 februari 2012.

29

Berdasarkan pengamatan pada bentuk-bentuk motif tenun tradisi

Page 109: BUSANA PAKU BUWONO XIII PADA UPACARA …...perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id (Sebuah Kajian Makna S commit to user ii PERSETUJUAN BUSANA PAKU BUWONO XIII PADA UPACARA TINGALAN

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

93

Gambar: 5 Motif sabuk yang mendekati bentuk

bunga/puspitä (Sumber: dokumentasi pribadi)

Gambar: 6 Motif tirtä tèjä pada sabuk Paku Buwono

XIII(Sumber: Dokumentasi Joko Purnomo, repro foto

Taufiqurrahman H 2012)

Gambar: 7 Ilustrasi motif sabuk motif tirtä tèjä (Sumber:

Dokumentasi pribadi berdasarkan penuturan Hartoyo)

Page 110: BUSANA PAKU BUWONO XIII PADA UPACARA …...perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id (Sebuah Kajian Makna S commit to user ii PERSETUJUAN BUSANA PAKU BUWONO XIII PADA UPACARA TINGALAN

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

94

Sebagai pengikat atau pengencang sabuk, digunakan èpèk yang

terbuat dari kain beludru hitam, dengan panjang 125 cm dan lebar 5,5

cm. Èpèk tersebut bercorak untu walang (pada bagian pinggir) yang

berbentuk menyerupai gerigi, dengan isian tengahnya berupa ornamen

lung. Ornamen tersebut digarap dengan tekhnik bordir benang emas.

Selain sebagai pengencang sabuk, èpèk juga berfungsi sebagai

pengencang keris. Posisi pemakaian èpèk melingkar diatas sabuk,

sejajar dengan perut bagian bawah.

Pengunci èpèk disebut timang berbentuk seperti gesper. Timang

Paku Buwono XIII pada Tingalan Jumênêngandalêm tahun 2005

terbuat dari emas yang dihiasi berlian-berlian diatasnya. Setelah

dikunci dengan timang, èpèk memiliki sisa beberapa cm, sisa èpèk

tersebut lalu dikaitkan dengan lêrêp pada bagian èpèk yang telah

melingkar di pinggang. Lêrêp juga terbuat dari bahan yang sama

dengan timang, namun memiliki ukuran yang lebih kecil karena hanya

berfungsi sebagai pengait sisa èpèk. Posisi timang yang dikenakan

Gambar: 8 Èpèk Paku Buwono XIII (Sumber: Dokumentasi

Joko Purnomo, repro foto Taufiqurrahman H 2012)

Page 111: BUSANA PAKU BUWONO XIII PADA UPACARA …...perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id (Sebuah Kajian Makna S commit to user ii PERSETUJUAN BUSANA PAKU BUWONO XIII PADA UPACARA TINGALAN

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

95

Paku Buwono XIII tersebut berada di tengah perut bagian bawah.

Karena baju krowok yang digunakan adalah takwä, maka timang

tertutup oleh bagian bawah baju takwä, sehingga yang tampak hanya

lêrêp-nya saja.

Keris yang digunakan Paku Buwono XIII pada Tingalan

Jumênêngandalêm tahun 2005 adalah keris Gayaman. Keris tersebut

memiliki wärängkä yang lebih sederhana dibanding wärängkä keris

Ladrang. Wärängkä keris Gayaman membentuk bidang yang hampir

menyerupai bidang oval. Posisi keris berada dibagian pinggang

belakang, yang disengkelitkan pada sabuk cindhè. Posisi

penyengkelitan kerisnya condong kekanan, hingga bagian mèndhok30

terlihat lebih banyak turun kebawah, cara penyengkelitan keris ini

disebut nêtêp. Bentuk pamor keris ini tidak diketahui, namun menurut

keterangan KGPH Puger31

keris tersebut bernama Kyai Agêng Sêpuh.

30

Mèndhok merupakan salah satu bagian keris yang berfungsi sebagai sarung wilahan.

31

Wawancara pada 8 Desember 2011, di sasana pustaka keraton Surakarta.

Gambar: 9 Keris Gayaman (Sumber: Dokumentasi Joko

Purnomo, repro foto Taufiqurrahman H 2012)

Page 112: BUSANA PAKU BUWONO XIII PADA UPACARA …...perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id (Sebuah Kajian Makna S commit to user ii PERSETUJUAN BUSANA PAKU BUWONO XIII PADA UPACARA TINGALAN

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

96

Alas kaki Paku Buwono XIII disebut sêlop atau cênèla,

berwarna hitam berbahan beludru, diatasnya dihiasi ornamen lung-

lungan. Ornamen lung-lungan tersebut dikomposisikan sesuai bidang

selop. Sêlop berbentuk seperti sepatu, namun hanya bagian ujung

depan saja yang tertutup. Apabila ditarik sebuah garis dibagian tengah

sisi atas sêlop, maka akan muncul dua bidang kanan dan kiri, pada

bagian itulah posisi ornamen lung-lungan berada. Susunan ornamen

pada sêlop berbentuk pencerminan, yaitu susunan ornamen bidang

kanan dan susunan ornamen bidang kiri yang sama namun berhadapan.

Bagian tengahnya terdapat tulisan PB XIII, dan diantara tulisan PB dan

XIII terdapat simbol panunggül (mahkota).

Asessoris yang dikenakan Paku Buwono XIII pada saat

Tingalan Jumênêngandalêm berupa kalung ulür yang terbuat dari emas

murni. Asessoris tersebut berbentuk menyerupai rantai, namun setiap

mata rantainya berbentuk pipih, sehingga visualisasinya menyerupai

Gambar: 10 Bentuk sêlop (Sumber:

Dokumentasi Joko Purnomo, repro

foto Taufiqurrahman H 2012)

Page 113: BUSANA PAKU BUWONO XIII PADA UPACARA …...perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id (Sebuah Kajian Makna S commit to user ii PERSETUJUAN BUSANA PAKU BUWONO XIII PADA UPACARA TINGALAN

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

97

kulit ular. Kalüng ulür memiliki pengancing yang menyatukan bagian

kanan dan bagian kiri kalung. Pengancing tersebut membentuk simbol

mahkota dan bertuliskan PB X. Panjang Kalüng ulür menjuntai hingga

kebagian perut. Pada bagian perut itulah ujung kalung ulur terkait.

Asessoris lain yang digunakan berupa bros berbentuk bunga

mawar, terbuat dari tembaga berhiaskan berlian diatasnya. Bentuk

mawar pada bros tersusun dari lima kelopak bunga mawar yang telah

digayakan/stilasi. Lima kelopak bunga tersebut disusun secara radiasi,

dengan pusatnya berupa lingkaran kecil ditengahnya. Letak

penggunaan bros menempel pada baju takwa bagian dada kiri.

Paku Buwono XIII saat Tingalan Jumênêngandalêm tahun

2005 menggunakan lencana penghargaan yaitu bintang Sri Kabadyä.

Lencana tersebut terbuat dari emas32

dipadu dengan sehelai kain

berwarna kuning, dan warna merah yang membentuk garis kecil pada

sisi kanan dan kirinya. Bintang Sri Kabadyä diletakkan pada dada

kanan bagian atas, dibawah bros bunga mawar. Selain asessoris bros

32

Wawancara dengan Hartoyo pada 27 Februari 2012.

Gambar: 11 Bros berbentuk bunga

mawar (Sumber: Dokumentasi Joko

Purnomo, repro foto Taufiqurrahman H,

2012)

Page 114: BUSANA PAKU BUWONO XIII PADA UPACARA …...perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id (Sebuah Kajian Makna S commit to user ii PERSETUJUAN BUSANA PAKU BUWONO XIII PADA UPACARA TINGALAN

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

98

dan kalung, Paku Buwono XIII juga menggunakan asessoris berupa

cincin batu akik pada kedua jari manisnya.

2. Konsep Busana Paku Buwono XIII pada Upacara Tingalan

Jumênêngandalêm Tahun 2005

Baju takwä yang digunakan Paku Buwono XIII pada upacara

Tingalan Jumênêngandalêm 2005 merupakan salah satu jenis baju

krowok yang secara khusus hanya dipakai raja. Baju dengan gaya

krowok pada bagian belakang tersebut merupakan ciri busana gaya

Surakarta. Mode baju krowok telah berkembang sejak masa

pemerintahan Paku Buwono III dan IV. Baju takwä juga sering

disebut-sebut sebagai busana yang dahulu dikenakan Sunan Kalijaga,

yang semenjak 1945 dikenakan Paku Buwono XII sebagai busana

kebesaran raja. Menurut Honggopuro (2002, 69), baju takwä memiliki

maksud beriman kepada Tuhan. Hal ini sesuai dengan tesis Ratna

Endah Santoso (2010: 217), bahwa dalam mengenakan baju takwä

haruslah dekat dengan Tuhan, menerima keadaan, kenyataan,

sederhana dan rendah hati (berserah diri). Sehingga keseluruhan

Gambar: 12 Kalüng ülür

(Sumber: dokumentasi

Joko Purnomo, repro foto

Taufiqurrahman H, 2012)

Page 115: BUSANA PAKU BUWONO XIII PADA UPACARA …...perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id (Sebuah Kajian Makna S commit to user ii PERSETUJUAN BUSANA PAKU BUWONO XIII PADA UPACARA TINGALAN

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

99

tersebut merupakan ketakwaan kepada Tuhan YME. Menurut

Winarnokusumo, bagian baju takwä yang menutup kearah kiri dan

lancip pada ujung bawahnya, terkait dengan sikap pengendalian diri.

Sedangkan bentuk lancipnya, merupakan penggambaran hati yang

tajam. Sehingga, ketajaman hati merupakan dasar sikap pengendalian

diri tersebut.

Desain baju takwä yang digunakan Paku Buwono XIII pada

Tingalan Jumênêngandalêm tahun 2005 merupakan representasi gaya

busana Paku Buwono IX, yakni baju takwä yang diberi ragam hias

lung33

. Warna magenta/ungu kemerahan pada baju takwä ditentukan

berdasarkan warna favorit mendiang Paku Buwono XII. Selain

berdasarkan warna vavorit, warna tersebut merupakan simbolisme

harapan bangkitnya kembali keraton Kasunanan Surakarta sebagai

pusat kebudayaan. Barangkali hal-hal diatas merupakan bentuk,

penghormatan atau rasa bangga atas sosok raja sebelumnya.

Motif bordiran benang emas yang ada pada setiap ujung baju

takwa diadopsi dari motif tiang (pilar) sasana sêwäkä. Lung-lungan

yang merupakan bentuk ornamen bordir penghias baju takwä adalah

jenis ragam hias yang terilhami bentuk tumbuhan ubi jalar. Dalam

lingkup masyarakat Jawa, kata lung merupakan sebutan untuk jenis

tumbuhan tersebut, hingga kini sebutan lung masih digunakan oleh

33

Lihat lampiran hal 171 gambar 59.

Page 116: BUSANA PAKU BUWONO XIII PADA UPACARA …...perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id (Sebuah Kajian Makna S commit to user ii PERSETUJUAN BUSANA PAKU BUWONO XIII PADA UPACARA TINGALAN

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

100

penduduk dipelosok-pelosok desa34

. Lung merupakan ragam hias yang

banyak dijumpai dalam kebudayaan tradisi Jawa, hal tersebut didasari

dari keberadaan tumbuhan ubi jalar yang banyak tumbuh di

lingkungan tanah Jawa. Ubi jalar merupakan salah satu jenis tumbuhan

yang mudah tumbuh dan dapat digunakan sebagai makanan pokok35

.

Seluruh dasar rupa baju takwä diatas, mengacu pada usaha variatifisasi

yang didasari asumsi bahwa baju takwä yang digunakan Paku Buwono

XII selalu polos36

. Sehingga konsep baju takwä Paku Buwono XIII

merupakan arahan pada citra eksistensi idividu raja sebagai pewaris

tahta kerajaan.

Batik parang garudhä yang dikenakan Paku Buwono XIII pada

tahun 2005 merupakan sebuah variasi dari batik parang barong37

. Hal

tersebut terasa kurang tepat apabila dipandang berdasarkan tatanan

tradisi keraton kasunanan Surakarta. Menurut budaya tradisinya, batik

yang digunakan raja pada upacara Tingalan Jumênêngandalêm adalah

batik parang barong. Motif batik tersebut merupakan ciri agêman

luhür yang menandakan garis keturunan raja-raja Mataram.

34

Menurut wawancara dengan Prof. Dharsono pada 15 Maret 2012, di Wisma Seni TBJT

35 Wawancara dengan bapak Sugeng Tukiyo pada 18 Maret 2012 di rumah beliau.

36 Berdasarkan wawancara dengan GRAy. Kus Murtiyah Wirabumi pada 20 Januari 2012, dan

KP. Winarnokusumo pada 3 januari 2012 di keraton Kasunanan Surakarta.

37

Berdasarkan wawancara dengan KP. Winarnokusumo pada 03 Januari 2012 dan Gray. Kus

Murtiyah Wirabumi pada 20 Januari 2012.

Page 117: BUSANA PAKU BUWONO XIII PADA UPACARA …...perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id (Sebuah Kajian Makna S commit to user ii PERSETUJUAN BUSANA PAKU BUWONO XIII PADA UPACARA TINGALAN

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

101

(Honggopuro, 2002 : 48). Hartoyo38

yang diberi wewenang sebagai

pêngagêm (penata busana) Paku Buwono XIII pada setiap upacara

Tingalan Jumênêngandalêm, menyatakan bahwa pada tahun tersebut

terjadi suatu kesalahan penggunaan motif batik. Pada Tingalan

Jumênêngandalêm tahun 2005 yang bertugas sebagai pêngagêm adalah

orang lain. Menurut Hartoyo, penggunaan motif batik parang garudhä

pada upacara Tingalan Jumênêngandalêm tahun 2005 merupakan

suatu hal yang tidak sesuai dengan tatanan tradisi (paugêran) keraton

Surakarta. Namun berbeda dengan pendapat Dharsono, bahwa raja

merupakan seorang individu yang secara tradisi ditunjuk sebagai wakil

Tuhan. Oleh karena itu penggunaan batik parang garudhä merupakan

suatu hal yang sah. Aturan penggunaan jenis motif tertentu hanya

berlaku bagi selain raja, karena raja merupakan aturan untuk hirarki

dibawahnya. Lain halnya dengan pendapat Sugeng Tukiyo,

penggunaan batik parang barong oleh raja merupakan suatu dogma

kerajaan mataram sejak dahulu. Penggunaan batik parang barong

merupakan suatu aturan yang disepakati secara turun-temurun sejak

Panembahan Senopati (abad 16). Seluruh pendapat diatas didasari

intepretasi dan pengetahuan masing-masing responden, sehingga dapat

disimpulkan bahwa penggunaan batik parang garudhä, dimaksudkan

sebagai upaya legimitasi raja atas sesuatu yang dikuasainya (budaya

38

Berdasarkan wawancara dengan Hartoyo, pada 08 Januari 2012.

Page 118: BUSANA PAKU BUWONO XIII PADA UPACARA …...perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id (Sebuah Kajian Makna S commit to user ii PERSETUJUAN BUSANA PAKU BUWONO XIII PADA UPACARA TINGALAN

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

102

tradisi). Sehingga hal tersebut akan mengarahkan pada pembangunan

citra Paku Buwono XIII sebagai pemangku adat.

Motif parang garudhä yang terdiri dari dua motif utama

merupakan penyatuan konsep motif parang dan motif garudhä. Motif

parang adalah representasi lereng tebing pantai selatan, yang dianggap

kokoh dan kuat. Sedangkan motif garudhä merupakan perwujudan

burung yang disimbolkan sebagai penguasa angkasa. Motif burung ini

menurut Dharsono (2007: 108) merupakan penggambaran angin yang

bersifat supiyah (baik budi). Motif tambahan yang berupa lung-lungan,

gunung, cêplok bunga, adalah lambang kehidupan dunia.

Kulük kanigaran yang dikenakan Paku Buwono XIII

merupakan salah satu atribut yang dikhususkan hanya untuk raja. Oleh

karena itu kulük merupakan tanda seseorang sebagai penguasa

kerajaan. Menurut sejarah yang diungkapkan Wirastodipuro (2003: 29)

para raja Mataram sebelum masa pemerintahan Paku Buwono I masih

menggunakan tutup kepala berupa makutho. Bersamaan dengan

dihukumnya Kanjeng Susuhunan Prabu Hamangkurat III39

yang

dibuang ke Ceylon, Srilanka (permulaan abad 18), makutho yang

digunakannya hilang, tidak ditemukan kembali. Oleh sebab itu Paku

Buwono I membuat gantinya yang berupa kulük.

39

Amangkurat Emas

Page 119: BUSANA PAKU BUWONO XIII PADA UPACARA …...perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id (Sebuah Kajian Makna S commit to user ii PERSETUJUAN BUSANA PAKU BUWONO XIII PADA UPACARA TINGALAN

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

103

Konsep kulük terdapat pada sepuluh garis lungsèn emas, yang

merupakan gambaran dari bilangan sakral kiblat papat limä pacêr,

yang dibagi menjadi dua sehingga menghasilkan jumlah empat garis

pada sisi kanan kuluk (kiblat papat) dengan satu buah garis di depan

(limä pancêr), dan empat buah garis pada sisi kiri kulük (kiblat papat)

dengan satu garis dibelakang (limä pancêr)40

. Dengan pembagian

tersebut bilangan sakral kiblat papat lima pancêr terdapat di sisi kanan

dan sisi kiri kulük. Kiblat papat limä pancêr dikenal dengan

penggolongan keempat dimensi ruang, berpola empat mata angin

dengan satu pusat (Dharsono, 2007: 35). Empat mata angin pada kulük

kanigaran diwujudkan dengan garis pada sisi kanan/kiri kulük,

sedangkan satu pusat diwujudkan dengan satu garis pada sisi tengah

bagian depan/belakang kulük. Kiblat papat limä pancêr juga

merupakan gambaran dari elemen sifat manusia, yaitu serakah,

dendam, nafsu birahi, sabar, dan tenteram41

.

Bentuk kulük yang memanjang secara vertikal, dengan bagian

atas menyempit seolah menunjukkan bagian tersebut sebagai

puncaknya. Bentuk tersebut memiliki keterkaitan dengan konsep tri

loka/tri buänä, yaitu penggambaran hubungan antara manusia dan

40

Berdasarkan wawancara dengan Hartoyo, 27 Februari 2012.

41

Ratna Endah Santoso, Busana Paku Buwono XII (Tesis: Program Pasca Sarjana Institut Seni

Indonesia, Surakarta 2010), hlm 220.

Page 120: BUSANA PAKU BUWONO XIII PADA UPACARA …...perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id (Sebuah Kajian Makna S commit to user ii PERSETUJUAN BUSANA PAKU BUWONO XIII PADA UPACARA TINGALAN

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

104

Tuhannya42

. Bentuk hubungan ini tergambarkan melalui tiga macam

jagad yaitu, jagad bawah (alam sakala), jagad tengah (alam sakala-

niskala), dan jagad atas (alam niskala). Secara vertikal mengatur

hubungan batin individu (mikrokosmos) dengan Tuhannya dan secara

horizontal mengatur hubungan antara batin individu dengan

lingkungan alam semesta (makrokosmos) (Dharsono, 2007: 29).

Setagèn yang dikenakan Paku Buwono XIII pada busananya

berfungsi sebagai pengikat kain batiknya, yang memiliki teknik

pengikatan secara tradisional. Oleh karena itu, penggunaan setagèn

didasarkan pada aspek fungsinya. Sehingga, setagen tidak memiliki

ragam hias tertentu atau polos.

Sabuk dengan motif tèjä tirtä Paku Buwono XIII pada upacara

Tingalan Jumênêngandalêm tahun 2005 digunakan sebagai penutup

sêtagèn, yang secara khusus dipesan dari Tailand43

, sehingga

berorientasi pada citra eksklusif. Menurut paugêran/tatanan tradisi

keraton Surakarta, sabuk bermotif hanya dikenakan oleh raja pada

upacara-upacara tradisi (Wirastodipuro, 2003;64). Oleh karena itu,

konsep digunakannya sabuk dengan motif tirtä tèja merupakan bentuk

pencitraan raja sebagai pemangku adat. Tèjo berarti cahaya, sedangkan

tirtä berarti air, sehingga bila disatukan berarti cahaya air.

42

Berdasarkan wawancara dengan Hartoyo, 27 Februari 2012.

43

Berdasarkan wawancara dengan GRAy. Kus Murtiyah Wirabumi pada 20 Januari 2012 di

keraton Surakarta.

Page 121: BUSANA PAKU BUWONO XIII PADA UPACARA …...perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id (Sebuah Kajian Makna S commit to user ii PERSETUJUAN BUSANA PAKU BUWONO XIII PADA UPACARA TINGALAN

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

105

Epek dengan corak untu walang dengan isian lung-lungan

hanya dipakai oleh Paku Buwono XIII, yang berdasar pada

paugeran/tatanan penggunaan epek menurut tradisi keraton Surakarta.

Dènè mênawi sowan datêng kraton, tumprap sêntänä dalêm punäpä

abdi dalêm ingkang sêsêbatan Bupati mangandap, mbotên kêparêng

mêngagêm èpèk ingkang blodiran untu walang punapadènè ombak

banyu prayoginipun ingkang polos, punäpä, abrit, ijêm, wungu

sumänggä (Wirastodipuro, 2003: 69).

Artinya: jika menghadap ke keraton bagi putra sêntana dalêm (putra

raja), ataupun abdi dalêm yang disebut bupati dan tingkat dibawahnya

tidak boleh menggunakan èpèk yang dibordir untu walang atau ombak

banyu, dan sebaiknya menggunakan yang polos atau merah, hijau dan

ungu.

Corak untu walang, menurut Winarnokusumo44

dikaitkan dengan

bentuk lancip bergerigi, yang berfungsi sebagai senjata untuk

menghalangi. Fungsi ini diterapakan pada bentuk simbolisme corak

untu walang tersebut. Sedangkan ornamen lung ditengah-tengahnya,

merupakan gambaran pohon ubi jalar, yang diyakini sebagai semangat

hidup berkelanjutan dan berkesinambungan.

Penggunaan timang dan lêrêp adalah menurut fungsinya, yaitu

sebagai pengunci èpèk. Selain berdasarkan fungsi teknisnya, timang

dan lêrêp juga berperan sebagai asessoris. Oleh karena itu, bentuk

44

Wawancara 3 Januari 2012.

Page 122: BUSANA PAKU BUWONO XIII PADA UPACARA …...perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id (Sebuah Kajian Makna S commit to user ii PERSETUJUAN BUSANA PAKU BUWONO XIII PADA UPACARA TINGALAN

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

106

corak timang dan lêrêp didasari selera siniwun sendiri45

. Bentuk dasar

timang diadaptasi dari bentuk timang raja-raja terdahulu, namun

menurut keterangan Hartoyo, timang dan lêrêp yang di pakai PB XIII

berhiaskan berlian. Konsep inilah yang menyatakan pencitraannnya.

Penggunaan keris gayaman didasarkan pada pertimbangan

kenyamanan ketika dipakai. Karena bentuk warängkä keris tersebut

memiliki bentuk lebih sederhana dibandingkan keris Ladrang46

.

Kepraktisan dalam penggunaan keris gayaman tampaknya menjadi hal

mendasar digunakannya keris tersebut. Menurut Sugiyatno47

,

berdasarkan adat tradisi keraton, keris gayaman hanya digunakan

untuk upacara-upacara kecil (pisowanan alit) atau padintenan. Pada

upacara besar (pisowanan agêng) keris yang digunakan adalah

ladrang.

Dilihat dari paugêran /tatanan tradisi keraton Surakarta, sêlop

merupakan salah satu kelengkapan berbusana yang hak

penggunaannya dalam lingkup keraton Surakarta hanya dimiliki oleh

raja. Sêlop hitam dengan corak bordir lung-lungan merupakan gaya

yang diadopsi dari sêlop Paku Buwono XII, namun memiliki

45

Berdasarkan wawancara dengan Hartoyo, pada 27 Februari 2011.

46

Berdasarkan wawancara dengan KGPH. Puger, BA, pada 08 Desember 2011.

47

Wawancara 21 Maret 2012

Page 123: BUSANA PAKU BUWONO XIII PADA UPACARA …...perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id (Sebuah Kajian Makna S commit to user ii PERSETUJUAN BUSANA PAKU BUWONO XIII PADA UPACARA TINGALAN

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

107

perbedaan pada tulisan nama ditengah selop yaitu PB XIII48

. Bentuk

motif lung-lungan pada sêlop tersebut memiliki kesamaan dengan

motif bordir baju takwä, yang merupakan representasi kekuasaan PB

XIII dalam perlambangannya.

Pada tahun 2005 Paku Buwono XIII menggunakan lencana

Bintang Sri Kabadyä. Lencana tersebut merupakan penghargaan dari

Paku Buwono XII karena jasanya kepada keraton ketika masih

bergelar Kanjêng Gusti Pangèran Haryä49

. Sangat jelas bahwa,

penggunaan bintang Sri Kabadya pada Tingalan Jumênêngandalêm

tahun 2005, dimaksudkan sebagai citra kewibawaan sinuwun.

Perhiasan berupa bros yang dikenakan Paku Buwono XIII pada

Tingalan Jumênêngandalêm tahun 2005 berbentuk bunga mawar.

Penggunaan perhiasan tersebut didasarkan pada selera dan kepantasan

dengan baju takwä-nya menurut Paku Buwono XIII, permaisurinya

,dan Bapak Hartoyo sebagai penata busananya50

. Bros ini dibuat oleh

GRAy Kus murtiya Wirabumi, yang memuat gagasan keindahan dan

kemuliaan. Penggunaan bros ini sebagai nilai citra Paku Buwono XIII.

48

Berdasarkan wawancara dengan GRAy. Kus Murtiyah Wirabumi pada 20 Januari 2012 di

keraton Surakarta.

49

Berdasarkan wawancara dengan GKR. Galuh Kencana, pada 30 Januari 2012.

50

Berdasarkan wawancara dengan Hartoyo, pada 08 Januari 2012.

Page 124: BUSANA PAKU BUWONO XIII PADA UPACARA …...perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id (Sebuah Kajian Makna S commit to user ii PERSETUJUAN BUSANA PAKU BUWONO XIII PADA UPACARA TINGALAN

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

108

Asesssoris berupa kalung ulür digunakan sebagai daya

kewibawaan diri sebagai raja51

. Selain itu, kalung ulür bertuliskan PB

X merupakan tanda keturunan dari anak Kanjeng Ratu Kidul yang

didasari kisah Paku Buwono X masih beumur balita sedang menyusul

ayahandanya (PB IX) yang sedang bertemu Kanjeng Ratu Kidul

didalam ruang songgo buwono. Ketika Paku Buwono X berjalan

menaiki tangga, ia hampir terjatuh namun ditolong oleh Kanjeng Ratu

Kidul. Saat itu pula, dengan spontan Kanjeng Ratu Kidul berkata

“èh..anakku nggèr”, yang berarti “oh.. anakku” 52

. Semenjak peristiwa

tersebut, PB X tidak lagi dianggap sebagai suami Kanjeng Ratu Kidul

namun dianggap sebagai anaknya.

Kalung ulür merupakan perhiasan yang juga dikenakan Paku

Buwono XII. Menurut Sugeng Tukiyo kalung ulür diadopsi dari

kalung tasbih yang digunakan para wali (wali songo). Hal ini

merupakan bentuk diversivikasi atribut para wali oleh raja mataram

yang berpredikat sebagai wakil Tuhan (kalifatullah). Sugeng

menambahkan, kalung ulür Paku Buwono XIII memiliki konsep kulit

ular. Hal tersebut nampak pada rangkaian mata rantai yang berbentuk

pipih. Konsep ular ini berkaitan dengan hubungan raja dengan Kanjeng

Ratu Kidul tersebut. Berbeda dengan pendapat sugiyatno, bahwa

51

Berdasarkan wawancara dengan KP. Winarnokusumo pada 03 Januari

52

Berdasarkan wawancara dengan KP. Winarnokusumo pada 03 Januari 2012

Page 125: BUSANA PAKU BUWONO XIII PADA UPACARA …...perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id (Sebuah Kajian Makna S commit to user ii PERSETUJUAN BUSANA PAKU BUWONO XIII PADA UPACARA TINGALAN

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

109

kalung ulür tersebut merupakan kalung imogirèn, maksudnya kalung

yang dibuat secara sembarangan. Sebagai seorang yang dekat dengan

Paku Buwono XII sugiyatno cenderung tidak menginginkan adanya

suatu bentuk berbeda dari sebelumnya. Mengingat kalung ulür Paku

Buwono XII berbentuk menyerupai pilinan tali, sedangkan kalung

Paku Buwono XIII berbentuk rantai. Kesamaan kalung tersebut yakni

pada simbol makutho bertuliskan PB X. Jika dirunut kembali pada

konsep raja sebagai wakil tuhan yang memiliki hak prerogratif yang

penuh maka hal tersebut merupakan suatu yang sah. Sebagai individu,

raja berhak mengungkapkan gagasan-gagasannya dalam berbusana.

Cincin yang digunakan dikedua jari manis Paku Buwono XIII

merupakan asessoris tambahan menurut selernya. Pada dasarnya cincin

yang digunakan para raja Surakarta terdahulu berfungsi sebagai

setempel raja, namun hal tersebut kini telah tidak berfungsi karena raja

pada era kini berpredikat sebagai pemangku adat53

. Sehingga, cincin

tersebut merupakan material yang berfungsi sebagai salah satu nilai

kemuliaan dan kewibawaan beliau.

Setiap unsur busana Paku Buwono XIII pada upacara Tingalan

Jumênêngandalêm tahun 2005 dapat dipaparkan konsepnya secara

menyeluruh. Secara umum konsep busana tahun 2005 tersebut adalah

pencitraan individu raja yang diungkapkan melalui peletakan nilai-

53

Berdasarkan wawancara dengan KP. Winarnokusumo pada 03 Januari 2012

Page 126: BUSANA PAKU BUWONO XIII PADA UPACARA …...perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id (Sebuah Kajian Makna S commit to user ii PERSETUJUAN BUSANA PAKU BUWONO XIII PADA UPACARA TINGALAN

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

110

nilai atribut raja terdahulu. Dari keseluruhan bentuk dan konsep

busana, motif batik-nyalah yang terlihat mencolok. Motif batik yang

tergolong modifikasi tersebut mengungkapkan usaha legitimasi

kekuasaan oleh Paku Buwono XIII.

3. Makna Simbolis Busana Paku Buwono XIII pada Upacara

Tingalan Jumênêngandalêm Tahun 2005

Baju takwä Paku Buwono XIII Pada Tingalan

Jumênêngandalêm tahun 2005 dimaknai sebagai ketajaman hati

manusia dalam menghadapi dan mengendalikan liku kehidupannya54

.

Hal tersebut seolah tidak terkait dengan nama takwä pada baju. Jika

dilihat dari nama takwä sendiri, busana tersebut mencerminkan

kedekatan dengan Tuhan55

. Menurut Honggopuro (2002: 69) sebutan

baju takwä dimaksudkan beriman kepada Tuhan, sehingga dapat

disimpulkan bahwa maknanya adalah ketakwaan manusia yang

tercermin dengan ketajaman hati dalam menghadapi dan

mengendalikan liku kehidupan (ujian dari Tuhan). Warna magenta /

ungu kemerahan baju takwä dimaknai sebagai kebangkitan56

.

54

Berdasarkan wawancara dengan KP. Winarnokusumo pada 03 Januari

55

Ratna Endah Santoso, Busana Paku Buwono XII (Tesis: Program Pasca Sarjana Institut Seni

Indonesia, Surakarta), hlm 217.

56

Berdasarkan wawancara dengan KP. Winarnokusumo pada 03 Januari 2012 dan Gray. Kus

Murtiyah Wirabumi pada 20 Januari 2012.

Page 127: BUSANA PAKU BUWONO XIII PADA UPACARA …...perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id (Sebuah Kajian Makna S commit to user ii PERSETUJUAN BUSANA PAKU BUWONO XIII PADA UPACARA TINGALAN

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

111

Sehingga, baju takwä dengan warna magenta/ungu kemerahan,

bermakana ketajaman hati manusia dalam menghadapi dan

mengendalikan liku kehidupannya merupakan cermin ketakwaan.

Ornamen lung-lungan bordir benang emas pada baju takwä

menurut Sugeng Tukiyo merupakan gambaran kehidupan atau sesuatu

yang berkelanjutan dan berkesinambungan. Disimbolan melalui

bentuk-bentuk kuncup, daun, bunga, dan tangkai yang seolah-olah

terus tumbuh yang bermakna, sepirit kehidupan57

. Berbeda dengan

pemaknaan menurut KP. Winarnokusumo, bahwa lung-lungan

dimaknai sebagai liku-liku dalam kehidupan. Kedua pemaknaan

tersebut memiliki esensi utama yaitu kehidupan, sehingga motif lung-

lungan dapat dimaknai sebagai proses menjalani kehidupan dengan

baik niscaya akan mendapatkan keberuntungan dan kebaikan di dunia

dan akhirat.

Batik yang dikenakan tahun 2005 adalah batik parang yang

dipadu dengan motif garudhä dan motif isian lung, gunung, dan

puspitä. Batik tersebut dimaknai sebagai kekuatan menghadapi

rintangan yang disimbolkan dengan motif parang-nya, dan bisa

menang tanpa perang yang disimbolkan dengan motif garudhä-nya.

Ornamen isiannya seperti lung, rumah, dan puspitä (bunga)

57

Berdasarkan wawancara dengan GRAy. Kus Murtiyah Wirabumi pada 20 Januari 2012 di

keraton Surakarta

Page 128: BUSANA PAKU BUWONO XIII PADA UPACARA …...perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id (Sebuah Kajian Makna S commit to user ii PERSETUJUAN BUSANA PAKU BUWONO XIII PADA UPACARA TINGALAN

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

112

menggambarkan kehidupan dunia58

. Pemaknaan diatas dapat

disimpulkan bahwa dalam menghadapi rintangan dalam kehidupan

(cobaan) seorang pemimpin hendaknya berperilaku cerdas dan

bijaksana sehingga bisa menyelesaikan permasalahan dunia tanpa

perseteruan fisik.

Kuluk kanigaran bermakna kemuliaan abadi, yang tergambar

melalui warna emas pada lungsènnya yang berarti kemuliaan, dan

warna hitam yang berarti keabadian (langgêng)59

. Pemaknaan tersebut

merupakan wujud dari kedudukan raja sebagai manusia dalam dunia

tengah (sakala-niskala), yang harus mampu mengendalikan lima sifat

dasar manusia (kiblat papat limä pancêr).

Setagen yang dikenakan sebagai pengikat batiknya dimaknai

sebagai tekat/pendirian manusia yang harus kuat. Makna tersebut

digambarkan dengan ikatan setagen pada kain batik, ikatan tersebut

harus kuat karena batik memiliki falsafah yang baik60

.

Sabuk yang dikenakan Paku Buwono XIII menurut

Winarnokusumo bermakna sinuwun punikä samukawis kawicaksanan,

tindak tandhuk sarwi ngrêmênakên61

. Maksud dari pemaknaan tersebut

bahwa seorang raja hendaknya berperilaku bijaksana dan seluruh 58

Berdasarkan wawancara dengan KP. Winarnokusumo pada 03 Januari

59

Berdasarkan wawancara dengan KP. Winarnokusumo pada 03 Januari 2012

60

Berdasarkan wawancara dengan KP. Winarnokusumo pada 03 Januari

61 Berdasarkan wawancara dengan KP. Winarnokusumo pada 03 Januari

Page 129: BUSANA PAKU BUWONO XIII PADA UPACARA …...perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id (Sebuah Kajian Makna S commit to user ii PERSETUJUAN BUSANA PAKU BUWONO XIII PADA UPACARA TINGALAN

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

113

tingkah lakunya serba menyenangkan. Motif tèjä tirtä pemaknaannya

terkait dengan simbol cahaya (tèjä) dan air (tirtä) yang bersifat seperti

air yaitu jujur (mutmainnah). Sehingga makna sabuk tèjä tirtä adalah

kejujuran dan kebijaksanaan.

Lengkapan lainnya adalah èpèk yang berfungsi sebagai

pengencang sabuk, dimaknai sebagai kekuatan yang mampu

mengendalikan sesuatu yang tidak baik. Sedangkan corak pada èpèk,

yaitu untu walang dimaknai sebagai kemampuan memangkas sesuatu

yang tidak baik. Ornamen lung-lungan yang menjadi isian corak untu

walang dimaknai sebagai liku-liku kehidupan62

. Secara keseluruhan

èpèk yang digunakan Paku Buwono XIII pada Tingalan

Jumênêngandalêm tahun 2005 dapat dimakanai sebagai kemampuan

seorang pemimpin/raja dalam meencegah serta mengendalikan sesuatu

yang tidak baik dalam kehidupan yang penuh liku.

Timang yang berfungsi sebagai pengunci èpèk bermakna

kebijaksanaan dalam bertidak dan berperilaku. Sedangkan lêrêp yang

berfungsi sebagai pengait sisa èpèk dimaknai sebgai ketenangan dalam

mempertimbangkan sesuatu63

. Pemaknaan ini terasa tidak relevan

dengan konsep timang dan lêrêp PB XIII, yang mengarahkan pada

pencitraan raja. Hal ini menunjuk kemungkinan bahwa timang dan

62

wawancara 03 Januari 2012.

63 wawancara pada 03 Januari 2012

Page 130: BUSANA PAKU BUWONO XIII PADA UPACARA …...perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id (Sebuah Kajian Makna S commit to user ii PERSETUJUAN BUSANA PAKU BUWONO XIII PADA UPACARA TINGALAN

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

114

lêrêp dalam penggunaannya telah bergeser pada kelengkapan saja,

sehingga dapat dimaknai sebagai kewibawaan.

Keris dengan jenis gayaman dimaknai sebagai kesederhanaan

pribadi yaitu tidak menonjolkan keunggulan-keunggulan yang dimiliki

sehingga akan berakibat pada sifat penyombongan diri. Pemaknaan

tersebut disimbolkan oleh bentuk keris yang sederhana, dan

kepraktisan dalam pemakaiannya.

Sêlop dengan ornamen lung-lungan, bordir mahkota, dan

bertuliskan PB XIII dimaknai dengan kemuliaan yang abadi. Makna

tersebut disimbolkan dengan warna hitam (abadi), dan bordir emas

ornamen lung (kemuliaan). Sedangkan bordir mahkota menyimbolkan

kekuasaan milik raja, dan bordir tulisan PB XIII menyimbolkan raja

yang sedang bertahta. Sehingga secara keseluruhan selop yang

digunakan Paku Buwono XIII pada Tingalan Jumênêngandalêm tahun

2005 bermakna kemuliaan abadi bagi kekuasaan raja Paku Buwono

XIII64

.

Lencana penghargaan yang dikenakan Paku Buwono XII

dimaknai sebagai cahaya kemuliaan, disimbolkan dengan bentuk

pancaran bintang emas. Hal ini mengacu pada perilaku baik yang

mampu memberi penerangan, dan contoh pada masyarakat. Sedangkan

warna merah dan kuning pada sehelai kainnnya juga mengandung

64

Berdasarkan wawancara dengan KP. Winarnokusumo pada 03 Januari 2012

Page 131: BUSANA PAKU BUWONO XIII PADA UPACARA …...perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id (Sebuah Kajian Makna S commit to user ii PERSETUJUAN BUSANA PAKU BUWONO XIII PADA UPACARA TINGALAN

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

115

makna tersendiri. Simbolisme tersebut terkait dengan konsep

pemaknaan simbol sri radyä laksanä yaitu jiwa kesepuhan secara lahir

dan batin yang didasari sifat sabar, tidak terburu nafsu dan

sebagainya65

. Selain bintang Sri Kabadya Paku Buwono XIII juga

menggunakan bros berbentuk puspitä/bunga mawar yang bermakna

kebaikan dan kemuliaan dalam kehidupan66

.

Asessoris berupa kalüng ulür bermakna kemuliaan,

kewibawaan, dan kebijaksanaan seperti Paku Buwono X. Hal tersebut

sesuai dengan konsep kalüng ulür yang mengacu pada kisah

terputusnya hubungan suami-istri antara raja keraton Surakarta dan

Kanjeng Ratu Kidül. Cincin Paku Buwono XIII yang merupakan

perhiasan sebagai bentuk pengganti cincin stempel pada kekuasaan

terdahulu bermakana keindahan, dan kewibawaan. Pemaknaan tersebut

didasarkan pada konsep pemakaian cincin sebagai pembentukan nilai

pencitraan raja.

Busana Paku Buwono XIII pada Upacara Tingalan

Jumênêngandalêm tahun 2005 secara keseluruhan bermakna

kebangkitan kekuasaan, kewibawaan, dan kemuliaan raja penerus

tahta. Pemaknaan tersebut merupakan esensi pencitraan dan

65

Berdasarkan wawancara dengan GKR Galuh Kencono pada 30 Januari 2012

66

GRAy. Kus Murtiyah Wirabumi, pada 20 Januari 2012

Page 132: BUSANA PAKU BUWONO XIII PADA UPACARA …...perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id (Sebuah Kajian Makna S commit to user ii PERSETUJUAN BUSANA PAKU BUWONO XIII PADA UPACARA TINGALAN

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

116

pembentukan nilai individu raja penerus tahta melalui atribut upacara

ulang tahun penobatannya yang pertama.

B. Busana Paku Buwono XIII pada Upacara Tingalan Jumênêngandalêm

Tahun 2006

1. Bentuk Busana Paku Buwono XIII pada Upacara Tingalan

Jumênêngandalêm Tahun 2006

Tahun 2006 merupakan tahun kedua Tingalan

Jumênêngandalêm Paku Buwono XIII. Tradisi kirab setelah upacara

Gambar: 13 Letak bagian

busana tahun 2006 (Sumber:

dokumentasi Joko Purnomo,

repro foto Taufiqurrahman

H 2012)

Page 133: BUSANA PAKU BUWONO XIII PADA UPACARA …...perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id (Sebuah Kajian Makna S commit to user ii PERSETUJUAN BUSANA PAKU BUWONO XIII PADA UPACARA TINGALAN

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

117

juga masih dilaksanakan seperti tahun sebelumnya. Busana yang

dipakai Paku Buwono XIII secara umum masih sama dengan bentuk

busana yang dipakai tahun 2005, namun terdapat beberapan perbedaan.

Perbedaan tersebut terletak pada warna hijau terang baju takwä, motif

batik (sinjang) parang barong, penggunaan bros makuthä bertulis

PBX yang tahun sebelumnya tidak digunakan. Secara menyeluruh

busana paku buwono XIII pada upacara Tingalan Jumênêngandalêm

tahun 2006 meliputi baju takwä bludru berwarna hijau, sinjang

bermotif parang barong, lengkapan berupa kulük kanigaran, sêlop,

setagen, sabuk tirtä tèjä latar merah tua (soga), keris, èpèk

untuwalang, timang, lêrêp dan asessoris berupa, gayaman, kalung

ulür, bros mawar, bintang sri kabadyä, bros makuthä bertulis PB X,

cincin dikedua jari manis. Seluruh atribut tahun 2005 yang digunakan

lagi pada tahun 2006 tidak perlu dijelaskan kembali, sehingga tidak

akan terjadi pemaparan berulang. Berikut adalah atribut-atribut Paku

Buwono XIII pada Upacara Tingalan Jumênêngandalêm tahun 2006

yang perlu dijelaskan.

Baju takwä yang dipakai Paku Buwono XIII merupakan jenis

baju krowok seperti yang digunakan pada tahun 2005. Perbedaan yang

nampak pada baju tersebut polos, berwarna hijau terang berbahan kain

bludru. Warna hijau terang adalah salah satu dari tiga kombinasi warna

yang direkayasa secara analogus. Warna hijau yang dipadu dengan

bahan beludru menghasilkan warna hijau terang kehitam-hitaman,

Page 134: BUSANA PAKU BUWONO XIII PADA UPACARA …...perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id (Sebuah Kajian Makna S commit to user ii PERSETUJUAN BUSANA PAKU BUWONO XIII PADA UPACARA TINGALAN

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

118

sehingga memiliki wilayah gelap dan wilayah terang. Kain beludru

memiliki ciri tekstur yang khas, yakni berbulu sangat pendek namun

halus. Daerah diantara bulu-bulu halusnya menghasilkan kesan

kehitam-hitaman (daerah gelap). Sedangkan daerah terang dihasilkan

dari ujung bulu yang didukung adanya puncak lekuk-lekuk kain.

Sinjang yang dipakai bermotif parang barong dengan latar

putih (pêthak). Parang barong merupakan salah satu motif batik

berpola lèrèng yang memiliki ciri pokok pilin berganda67

. Unsurnya

terdiri dari motif utama berupa parang berukuran besar/gemuk, dan

motif isian berupa mlinjon atau moto garèng yang berada diantara dua

pola lèrèng68

atau sigêg. Motif isian lainnya yaitu ucêng yang berada

67

Pilin berganda adalah bentuk bidang motif utama pada motif parang barong, menyerupai

pilinan tali.

68

Berbentuk garis memutar mengikuti bidang belah ketupat

Gambar: 14 Warna kain pada baju takwä

(Sumber: Dokumentasi Joko Purnomo, repro

foto Taufiqurrahman H 2012)

Page 135: BUSANA PAKU BUWONO XIII PADA UPACARA …...perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id (Sebuah Kajian Makna S commit to user ii PERSETUJUAN BUSANA PAKU BUWONO XIII PADA UPACARA TINGALAN

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

119

diantara bidang motif parang69

. Unsur warnanya terdiri dari warna

putih, coklat tua, dan hitam (wêdêlan).

Selain baju takwä dan sinjang, pada tahun 2006 Paku Buwono

XIII juga menggunakan bros berbentuk panunggül bertuliskan PB X

yang terletak pada dada kiri bagian atas. Bros tersebut terbuat dari

logam berwarna crome. Susunan dekorasinya terdiri dari relief

makuthä yang berada dibagian paling atas, dibawahnya terdapat garis

lengkungan bergerigi. Ditengahnya tertulis huruf PBX dengan

susunan, angka romawi X berada diantara huruf P dan B namun agak

turun kebawah. Bagian bawahnya terdapat corak lung-lungan. Sisi

69

Wawancara dengan H. Sugiyatno pada 21 Maret 2012.

Gambar: 15 Unsur motif parang

barong (Sumber: Joko Purnomo

repro foto Taufiqurrahman H)

Motif parang barong

Mlinjon

Ucêng

Pilin berganda

Page 136: BUSANA PAKU BUWONO XIII PADA UPACARA …...perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id (Sebuah Kajian Makna S commit to user ii PERSETUJUAN BUSANA PAKU BUWONO XIII PADA UPACARA TINGALAN

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

120

paling bawah terdapat bentuk menyerupai rantai berjumlah 5, pada

ujungnya berbentuk lancip menyerupai mata tombak.

2. Konsep Busana Paku Buwono XIII pada Upacara Tingalan

Jumênêngandalêm Tahun 2006

Baju takwä pertama kali dipakai sebagai busana kebesaran raja

pada upacara Tingalan Jumênêngandalêm sejak masa pemerintahan

Paku Buwono XII70

. PB XII dalam berbusana takwä, selalu polos

tanpa ragam hias/oranamen apapun dan biasanya berwarna (tidak

hanya hitam), berbahan beludru. Hal seperti itulah yang juga

diterapkan pada baju takwä Paku Buwono XIII pada upacara Tingalan

Jumênêngandalêm tahun 2006.

70

Raja-raja Surakarta terdahulu tidak menggunakan baju takwa pada upacara Tingalan

Jumenengandalem.

Gambar: 16 Bentuk bros Makutho bertulis PB X (Sumber:

Joko Purnomo, repro foto Taufiqurrahman H, 2012)

Simbol makuthä

Garis lengkung bergerigi

Tertulis

PB X

Dekorasi

lung-lungan

Bentuk rantai

berujung lancip

Page 137: BUSANA PAKU BUWONO XIII PADA UPACARA …...perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id (Sebuah Kajian Makna S commit to user ii PERSETUJUAN BUSANA PAKU BUWONO XIII PADA UPACARA TINGALAN

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

121

Penggunaan baju takwä berwarna hijau terang ditentukan oleh

Bapak Hartoyo sebagai penata busananya. Menurut keterangan

beliau71

dalam menentukan pilihan busana Sinuwun berdasarkan

angsar yaitu penetapan sesuatu dengan mata batin yang didahului

dengan niat lilahdalêm. Setelah ketentuan itu tercapai kemudian

dipertimbangkan oleh selera Paku Buwono XIII dan permaisurinya.

Pada dasarnya ketentuan warna baju takwä berdasarkan gagasan

pribadi Paku Buwono XIII. Aplikasi warna pada jenis busana ini tidak

ada ketentuan/paugêran dalam adat tradisi keraton72

. Menurut konsep

kiblat papat limä pancêr, warna hijau merupakan simbol bumi yaitu

pusat (pancêr) dari empat arah. Selain itu merupakan penggambaran

subjek nafsu batin manusia yang hendaknya dikendalikan

(Dharsono,2007: 33). Ketentuan penggunaan bahan kain bludru

didasari dari paugêran yang berlaku menurut tradisi keraton. Menurut

adat tradisi keraton Surakarta baju krowok dengan bahan bludru hanya

boleh digunakan oleh raja saja73

. Hal ini menunjukkan bahwa jenis

kain ini, pada masanya memiliki nilai eksklusifitas yang tinggi.

71

Wawancaara pada 8 Januari 2012.

72 Ratna Endah Santoso, Busana Paku Buwono XII (Tesis:Institut Seni Indonesia Surakarta, 2010),

Hlm 226.

73 Winarnokusumo 3 Januari 2012

Page 138: BUSANA PAKU BUWONO XIII PADA UPACARA …...perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id (Sebuah Kajian Makna S commit to user ii PERSETUJUAN BUSANA PAKU BUWONO XIII PADA UPACARA TINGALAN

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

122

Batik parang barong yang dikenakan Paku Buwono XIII pada

tahun 2006 merupakan batik yang hanya boleh digunakan oleh raja74

.

Hal tersebut berdasarkan tatanan tradisi keraton kasunanan Surakarta

sejak dahulu. Motif batik parang barong berfungsi sebagai ciri

agêman keturunan raja-raja Mataram. Oleh karena itu batik parang

barong dianggap sebagai salah satu agêman luhür. Motif batik parang

barong biasa digunakan raja pada pasamuan ageng, dan kegiatan

kenegaraan lainnya75

seperti upacara Tingalan Jumênêngandalêm.

Penggunaan batik parang barong juga dipatuhi oleh raja-raja

terdahulu, seperti Paku Buwono XII. Disebut parang karena motif

utamanya menyerupai bentuk senjata tajam yaitu parang. Hal tersebut

dipahami oleh sebagian orang saja yang menurut Honggopuro (2002,

48), merupakan pengartian dengan cara wantah, yaitu pengartian suatu

objek berdasarkan keserupaan dengan objek lainnya. Berdasarkan tesis

kajian motif parang oleh Sarwono (2004)76

dan Honggopuro

(2002:48), parang berasal dari kata pereng yaitu pinggiran tebing yang

berbentuk lèrèng (diagonal 45°). Hal tersebut menunjukkan bahwa

motif parang terilhami bentuk diagonal tebing/lèrèng. Tebing yang

74

Berdasarkan wawancara dengan KP. Winarnokusumo pada 03 Januari 2012 dan Gray. Kus

Murtiyah Wirabumi pada 20 Januari 2012.

75

Sarwono, simbolisme motif parang dalam busana wayuang kuli purwa gaya Surakarta, (tesis:

Program Pasca sarjana, Institut Seni Surakarta, 2004), hlm 60.

76

Sarwono, Simbolisme Motif Parang Dalam Busana Wayang Kulit Purwa Gaya Surakarta (tesis:

Institut Seni Indonesia, Surakarta, 2004) hlm 57

Page 139: BUSANA PAKU BUWONO XIII PADA UPACARA …...perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id (Sebuah Kajian Makna S commit to user ii PERSETUJUAN BUSANA PAKU BUWONO XIII PADA UPACARA TINGALAN

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

123

mengilhami bentuk pola lèrèng adalah tebing-tebing di pesisir pantai

selatan yang diberi nama parang gupitä, parang kusumä, parang tritis

dan sebagainya. Tempat-tempat tersebut merupakan tempat teteki77

raja Mataram pertama yaitu Panembahan Senopati ing Alogo

(Honggopuro,2002:49-50). Laku têtêki Panembahan Senopati

tercermin dalam legenda Wahyu si Gagak Êmprit, yang merupakan

kisah usahanya mendapatkan wahyu kerajaan dan menjalin

persekutuan dengan Kanjêng Ratu Kidul (Kresna, 2011:35).

Sebutan Barong seringkali diidentikkan dengan binatang buas

singa, yang menurut mitologi Jawa memiliki kekuatan ampuh

(Sarwono, 2004: 60). Ukuran gemuk pada motif parang menurut

Dharsono78

didasarkan pada sebutan barong tersebut. Karena barong

(singa) merupakan gambaran dari seekor binatang buas dan kuat

Sebutan barong menurut Sarwono memiliki keterkaitan dengan konsep

totemisme. Konsep ini memandang bahwa pemberian nama pada

sesuatu memberi gambaran akan adanya kekuatan yang dapat

dimanfaatkan.

Sarwono (2004:60) menjelaskan, batik parang barong

merupakan induk dari pengembangan batik-batik parang. Hal tersebut

menurut Honggopuro (2002:50) terkait dengan Panembahan Senopati

77

Laku spiritual.

78

Wawancara pada 15 Maret 2012.

Page 140: BUSANA PAKU BUWONO XIII PADA UPACARA …...perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id (Sebuah Kajian Makna S commit to user ii PERSETUJUAN BUSANA PAKU BUWONO XIII PADA UPACARA TINGALAN

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

124

yang mumpuni dibidang seni membuat yasan79

batik bermotif parang.

Ia menempatkan motif tersebut sebagai salah satu agêman luhür, yaitu

busana yang hanya boleh digunakan keturunan raja-raja Mataram.

Dalam kaitannya dengan hal tersebut Dharsono mengakatakan bahwa

yasan merupakan bentuk rekayasa kultural atau legitimasi kerajaan

atas motif batik tertentu. Beliau menambahkan, batik parang barong

merupakan hasil karya milik rakyat yang kemudian dicap kerajaan

sebagai agêman luhür, oleh karena itu dalam nama batik-batik tertentu

biasanya ditambahkan kalimat yasan dalêm. Contohnya batik parang

barong, yasan dalêm Panembahan Sènopati ing Alogo Khalifätulläh

Ngabdurrahman Sayidi Panätägämä.

79

Yasan adalah usaha pengakuan hak milik pihak kerajaan atas sesuatu, contohnya hak pemakaian

motif batik parang hanya untuk keluarga raja.

Gambar: 17 Batik parang barong PB XII pada upacara Tingalan

Jumênêngandalêm.(Sumber:kerajaannusantara.com.repro foto

Taufiqurrahman H 2012)

Page 141: BUSANA PAKU BUWONO XIII PADA UPACARA …...perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id (Sebuah Kajian Makna S commit to user ii PERSETUJUAN BUSANA PAKU BUWONO XIII PADA UPACARA TINGALAN

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

125

Konsep bros makuthä memiliki kasatuan konsep dengan simbol

pengait pada kalung ulür. Hanya saja memiliki relief lung-lungan ,

beberapa potong rantai pendek berujung lancip, dan warnanya crome

atau silver. Bros ini merupakan buatan baru80

, bukan peninggalan raja-

raja sebelumnya, maka asumsinya adalah pengembangan simbol

mahkota bertulis PB X seperti pada pengait kalung ulür.

Konsep keseluruhan busana Paku Buwono XIII tahun 2006

adalah penerapan nilai serta citra Paku Buwono XII. Hal ini sangat

jelas terlihat pada keserupaan atribut yang dipakai, sehingga

menjelaskan adanya pernyataan tak langsung Paku Buwono XIII atas

kedudukannya sebagai raja pewaris pemerintahan keraton Surakarta.

3. Makna Simbolis Busana Paku Buwono XIII pada Upacara

Tingalan Jumênêngandalêm Tahun 2006

Baju takwä Paku Buwono XIII Pada Tingalan

Jumênêngandalêm tahun 2006 bermakna, seorang raja yang harus

mampu mengendalikan segala bentuk liku kehidupan sebagai cermin

ketakwaannya kepada Tuhan, sehingga mampu membawa

kesejahteraan hidup bagi masayarakat. Pemaknaan tersebut didasari

dari penyimbolan warna hijau sebagai kesuburan81

dan penyimbolan

80

Berdasar keterangan GRAy. Kus Murtiyah Wirabumi , 20 Januari 2012.

81 Berdasarkan wawancara dengan Hartoyo 8 Januari 2012 dan KP. Winarnokusumo 3 Januari

2012.

Page 142: BUSANA PAKU BUWONO XIII PADA UPACARA …...perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id (Sebuah Kajian Makna S commit to user ii PERSETUJUAN BUSANA PAKU BUWONO XIII PADA UPACARA TINGALAN

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

126

baju takwä sebagai ageman raja yang berorientasi pada ketakwaan

pada yang Maha Kuasa. Namun berbeda dengan pemaknaan

berdasarkan kiblat papat limä pancêr, yakni warna hijau

melambangkan baik budi seseorang. Sehingga dapat ditarik

kesimpulan bahwa baju takwä dengan warna hijau bermakna,

keseimbangan atau pengendalian diri (baik budi) dalam segala bentuk

liku kehidupan sebagai cermin ketakwaan kepada Tuhan, yang mampu

membawa kesejahteraan hidup bagi masayarakat.

Menurut wawancara dengan KP. Winarnokusumo82

batik

parang barong bermakna kemampuan menghadapi dan mengendalikan

segala bentuk rintangan yang disimbolkan dengan motif parang yang

tertata miring. Hal tersebut juga difahami oleh Hartoyo83

. Berbeda

dengan pemaknaan menurut Sarwono (2004: 61), yakni harapan akan

kekuatan, keagungan, kebesaran serta kewibawaan dapat tercermin dan

terpancar.

Pemaknaan tersebut terkait dengan konsep motif parang

barong. Dalam hal ini, KP. Winarnokusumo dan Hartoyo menggap

simbolisme parang berasal dari bentuk senjata tajam,jenis parang.

Namun berbeda dengan pendapat menurut Sarwono (2004),

Honggopuro (2002), dan Prof. Dharsono84

bahwa parang merupakan

82

Sasana Wilapa, 3 Januari 2012 Keraton Surakarta.

83 Wawancara 8 Januari 2012.

84 Wawancara 15 Maret 2012.

Page 143: BUSANA PAKU BUWONO XIII PADA UPACARA …...perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id (Sebuah Kajian Makna S commit to user ii PERSETUJUAN BUSANA PAKU BUWONO XIII PADA UPACARA TINGALAN

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

127

motif yang terilhami dari bentuk diagonal tebing/lereng. Menyikapi hal

ini, seolah telah ada pergeseran dalam hal pemaknaan untuk sebagian

masyarakat. Oleh karena itu, sebagai langkah objektif maka batik

parang barong bermakna, pancaran kekuatan dan keagungan sebagai

bentuk pengendalian.

Bros yang dikenakan berupa relief mahkota bertulis PBX

merupakan simbol raja dari keturunan Paku Buwono X85

, sehingga

dapat dimaknai sebagai kemuliaan, kebesaran, dan kecerdasan raja

keraton Surakarta seperti pendahulunya, Paku Buwono X. Pemaknaan

bros ini didasari atas konsep bros yang menyimbolkan kekuasaan Paku

Buwono X. Sehingga hal ini mengarah pada bentuk penghormatan dan

kebanggaan pada Paku Buwono X.

Secara menyeluruh busana Paku Buwono XIII pada upacara

Tingalan Jumênêngandalêm periode 2006 bermakna kewibawaan,

kebesaran, serta nilai kemuliaan yang setara dengan para raja

pendahulunya. Pemaknaan busana pada tahun 2006 ini berdasarkan

simbol-simbol yang secara umum dipakai Paku Buwono XIII pada

ulang tahun penobatannya yang kedua. Simbol-simbol tersebut

mengacu bentuk pengagungannya sebagai pewaris tahta kerajaan.

85

Berdasarkan wawancara dengan KP. Winarnokusumo pada 03 Januari 2012

Page 144: BUSANA PAKU BUWONO XIII PADA UPACARA …...perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id (Sebuah Kajian Makna S commit to user ii PERSETUJUAN BUSANA PAKU BUWONO XIII PADA UPACARA TINGALAN

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

128

C. Busana Paku Buwono XIII pada Upacara Tingalan Jumênêngandalêm

Tahun 2007

1. Bentuk Busana Paku Buwono XIII pada Upacara Tingalan

Jumênêngandalêm Tahun 2007

Tahun 2007 merupakan tahun ketiga Tingalan

Jumênêngandalêm Buwono XIII. Tradisi kirab pada tahun ini juga

masih dilaksanakan. Busana yang digunakan seluruhnya sama dengan

Gambar: 18 Letak bagian busana tahun 2007 (Sumber:

Dokumentasi Joko Purnomo, repro foto Taufiqurrahman H, 2012)

Page 145: BUSANA PAKU BUWONO XIII PADA UPACARA …...perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id (Sebuah Kajian Makna S commit to user ii PERSETUJUAN BUSANA PAKU BUWONO XIII PADA UPACARA TINGALAN

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

129

tahun 2006, namun berbeda pada warna baju takwä. Busana Paku

Buwono XIII pada upacara Tingalan Jumênêngandalêm tahun 2007

meliputi baju takwä bludru berwarna merah tua, sinjang bermotif

parang barong, lengkapan berupa kulük kanigaran, sêlop, sêtagèn,

sabuk tirtä tèjä latar merah tua (soga), keris gayaman, èpèk untu

walang, timang, lêrêp dan asessoris berupa kalung ulür, bros mawar,

bintang sri kabadyä, bros relief mahkota bertulis PBX, cincin batu akik

dikedua jari manisnya.

Warna merah tua yang diterapkan pada kain jenis beludru

menghasilkan warna merah kehitaman. Pada gambar 42 tampak

warna-warna merah tua, warna merah kehitaman, dan warna

gelap/hitam. Intensitas cahaya yang menyinari cukup banyak, namun

warna daerah gelap tetap nampak. Warna yang dihasilkan seolah-olah

menyerupai warna hati, yaitu merah kehitaman.

Gambar: 19 Warna kain pada baju

takwä (Sumber: Dokumentasi Joko

Purnomo, repro foto Taufiqurrahman

H, 2012)

Page 146: BUSANA PAKU BUWONO XIII PADA UPACARA …...perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id (Sebuah Kajian Makna S commit to user ii PERSETUJUAN BUSANA PAKU BUWONO XIII PADA UPACARA TINGALAN

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

130

2. Konsep Busana Paku Buwono XIII pada Upacara Tingalan

Jumênêngandalêm Tahun 2007

Warna merah dalam pandangan kiblat papat limä pancêr

merupakan simbol api yang mewakili arah selatan. Bentuk

penyimbolan tersebut sama halnya dengan penyimbolan menurut

ajaran astabrata. Api dalam ajaran astabrata disebut agni yang

merupakan salah satu dari sembilan sifat pemimpin (Dharsono, 2007:

37). Dalam konsep kiblat papat limä pancêr, api memiliki arti buruk

yaitu sifat angkara murka, iri, garang dan sebagainya. Namun ajaran

astabrata merah/api memiliki kemampuan membakar habis semua

yang ada didekatnya (Dharsono, 2007:37). Menurut Winarnokusumo86

merah memiliki sifat yang baik. Pendapat Winarnokusumo tampak

berseberangan dengan pandangan kiblat papat limä pancêr dan ajaran

astabrata. Oleh karena itu dapat dijelaskan asumsi yang mampu

meratakan ketiga pandangan diatas. Pandangan kiblat papat limä

pancêr menjelaskan bahwa lima sifat (hijau, kuning, merah, putih,

hitam) merupakan sifat pada diri manusia, yang sangat tergantung pada

pengendalian diri manusia tersebut. Sedangkan menurut ajaran

astabrata sifat api yang buruk dimanfaatkan sebagai bentuk penjiwaan

pemimpin dalam mengatur negaranya. Dua penjelasan diatas pada

86

Wawancara pada 3 Januari 2012.

Page 147: BUSANA PAKU BUWONO XIII PADA UPACARA …...perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id (Sebuah Kajian Makna S commit to user ii PERSETUJUAN BUSANA PAKU BUWONO XIII PADA UPACARA TINGALAN

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

131

dasarnya mengarah pada bentuk pengendalian diri yang tersasar pada

sifat baik manusia.

Secara umum konsep busana tahun 2007 adalah pencitraan

individu raja yang diungkapkan melalui peletakan nilai-nilai atribut

raja sebelumnya. Hal tersebut sangat jelas tergambarkan pada baju

takwä beludru polos dan berwarna. Maka simbol-simbol yang termuat,

juga tidak jauh berbeda.

3. Makna Simbolis Busana Paku Buwono XIII pada Upacara

Tingalan Jumênêngandalêm tahun 2007

Baju takwä berwarna merah tua bermakna ketajaman hati

seorang pemimpin/raja dalam mengendalikan amarah atau angkara

murka sebagai cermin ketakwaannya kepada Tuhan, sehingga menjadi

pemberani dan penerang. Pemaknaan tersebut berlandaskan simbol

warna merah yang menurut ajaran astabrata bermakna kewibawaan

dan keberanian seorang pemimpin dalam menegakkan hukum secara

tegas dan tuntas tanpa pandang bulu (Dharsono, 2007: 37). Sedangkan

menurut pandangan kiblat papat limä poncêr warna merah merupakan

simbol sifat buruk yaitu amarah yang harus dikendalikan oleh manusia

itu sendiri. Pengendalian tersebut tersirat pada makna ajaran astabrata

diatas.

Page 148: BUSANA PAKU BUWONO XIII PADA UPACARA …...perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id (Sebuah Kajian Makna S commit to user ii PERSETUJUAN BUSANA PAKU BUWONO XIII PADA UPACARA TINGALAN

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

132

Winarnokusumo87

menjelaskan bahwa warna merah memiliki

makna berani dan menerangi. Menurutnya warna merah merupakan

warna yang mencolok namun tidak menyilaukan. Hal tersebut

tergambarkan melalui warna merah kehitaman, yang menurut

Dharsono88

mengarah pada warna hati, sehingga memiliki arti

spiritual.

Busana Paku Buwono XIII pada upacara Tingalan

Jumênêngandalêm tahun 2007 secara menyeluruh bermakna

keberanian, kekuatan, ketegasan, yang memancarkan kewibawaan

agung seperti para raja pendahulunya. Makna kewibawaan yang

terpancar seperti raja sebelumnya didasari dari konsep atribut yang

senilai dengan raja sebelumnya. Maka, orientasinya adalah pencitraan

kedudukan Paku Buwono XIII sebagai raja penerus tahta.

87

Wawancara pada 3 Januari 2012.

88 Wawancara pada 18 Maret 2012.

Page 149: BUSANA PAKU BUWONO XIII PADA UPACARA …...perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id (Sebuah Kajian Makna S commit to user ii PERSETUJUAN BUSANA PAKU BUWONO XIII PADA UPACARA TINGALAN

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

133

D. Busana Paku Buwono XIII pada Upacara Tingalan Jumênêngandalêm

Tahun 2008

1. Bentuk Busana Paku Buwono XIII pada Upacara Tingalan

Jumênêngandalêm Tahun 2008

Tahun 2008 merupakan tahun keempat Tingalan

Jumênêngandalêm Paku Buwono XIII. Tradisi kirap pada tahun ini

tidak dilaksanakan kembali. Busana yang dikenakan meliputi baju

takwa berwarna ungu tua, sinjang dengan motif parang barong,

lengkapan berupa kulük kanigaran, sêlop, sabuk bermotif tirtä tèjo

Gambar: 20 Letak bagian

busana tahun 2008

(Sumber: Dokumentasi

Joko Purnomo, repro foto

Taufiqurrahman H, 2012)

Page 150: BUSANA PAKU BUWONO XIII PADA UPACARA …...perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id (Sebuah Kajian Makna S commit to user ii PERSETUJUAN BUSANA PAKU BUWONO XIII PADA UPACARA TINGALAN

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

134

latar merah tua (soga), keris gayaman, èpèk, timang, lêrêp, dan

asessoris berupa kalung ulür, bros makuthä bertulis PB X. Secara

umum busana-busana tersebut memiliki kesamaan dengan busana pada

tahun-tahun sebelumnya. Perbedaan yang nampak adalah warna ungu

tua pada baju takwä dan asessoris yang digunakan hanya bros makuthä

bertulis PB X, kalung ulür dan cincin, sedangkan bros bunga mawar

tidak digunakan.

Baju takwä berwarna ungu/violet tua atau dark violet 89

berbahan kain beludru. Warna tersebut memiliki kecenderungan pada

warna biru. Busana ini adalah salah satu dari tiga macam baju takwä

yang dibedakan melalui rekayasa warna secara analogus.

89

Sebutan dark violet diambil dari katalog warna Adobe Photoshop CS3

Gambar: 21 Warna kain pada

baju takwä tahun 2008 (Sumber:

Dokumentasi Joko Purnomo,

repro foto Taufiqurrahman H,

2012)

Page 151: BUSANA PAKU BUWONO XIII PADA UPACARA …...perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id (Sebuah Kajian Makna S commit to user ii PERSETUJUAN BUSANA PAKU BUWONO XIII PADA UPACARA TINGALAN

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

135

2. Konsep Busana Paku Buwono XIII pada Upacara Tingalan

Jumênêngandalêm Tahun 2008

Warna violet merupakan warna paling berharga dan sangat

dihargai bangsa kuno. Hal ini disebabkan oleh sumber bahan warna

yang hanya bisa diperoleh dari kerang laut, murek (Santos, 2010: 175).

Warna tersebut sangat jarang ditemui di alam, oleh karena itu hanya

kerang murek-lah yang mampu menjadi sumber warna ungu. Dengan

alasan itulah orang-orang kuno sangat menghargai warna tersebut.

Maka, warna ungu merupakan warna yang dimuliakan dalam kerangka

budaya tradisi. Dalam kerangka budaya tradisi warna ungu merupakan

warna yang seringkali dipakai oleh para bangsawan atau raja.

Warna violet/ungu dalam bahasa Jawa diucapkan wungu. Hal

ini mengingatkan pada seruan para orang tua di Jawa ketika pagi

menjelang, atau sebagai ucapan ketika membangunkan seseorang

dipagi hari. Ungu/wungu merupakan warna langit sebelah timur saat

subuh, atau matahari hampir menampakkan ujung sinarnya. Warna

langit itulah yang kemudian direpresentasikan masyarakat Jawa

sebagai bentuk penandaan dimulainya kehidupan.

Warna ungu tua dipilih bapak Hartoyo dengan niat lilahdalêm.

Lilahdalêm merupakan bentuk permintaan izin kepada yang mbahu lan

ngrêksoni yaitu semacam penunggu. Selain itu, pemilihan warna

merah juga dipertimbangkan oleh Paku Buwono XIII sendiri dan

Page 152: BUSANA PAKU BUWONO XIII PADA UPACARA …...perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id (Sebuah Kajian Makna S commit to user ii PERSETUJUAN BUSANA PAKU BUWONO XIII PADA UPACARA TINGALAN

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

136

permaisurinya90

. Hal tersebut juga berlaku dalam menentukan

pemakaian asessoris berupa bros makuthä bertulis PB X, dan bros

mawar yang tidak digunakan kembali pada tahun ini berorientasi pada

selera Paku Buwono XIII91

.

Konsep busana tahun 2007 adalah usaha pencitraan individu

raja yang diungkapkan melalui bentuk busana yang bernilai sama

dengan raja sebelumnya. Hal tersebut sangat jelas tergambarkan pada

baju takwä beludru polos dan berwarna. Maka simbol-simbol yang

termuat, juga tidak jauh berbeda. Pencitraan ini merupakan usaha

untuk memperkuat legitimasi Paku Buwono XIII dalam tahtanya

sebagai raja.

3. Makna Simbolis Busana Paku Buwono XIII pada Upacara

Tingalan Jumênêngandalêm Tahun 2008

Konsep warna ungu/violet bermakna sebagai kebangkitan atau

bangkit92

. Makna tersebut relevan dengan konsep warna ungu/wungu

yang menandakan dimulainya hari. Sehingga dengan warna wungu

tersebut diharapkan, seorang raja harus selalu bangkit dari segala liku

kehidupan. Makna bangkit, memiliki kesamaan dengan makna

90

Wawancara dengan Hartoyo, 8 Januari 2012.

91 Wawancara dengan GRAy Kus Murtiyah Wirabumi pada 20 Januari 2012 dan GKR Galuh

Kencono pada 30 Januari 2012.

92 Winarnokusumo, 3 januari 2012.

Page 153: BUSANA PAKU BUWONO XIII PADA UPACARA …...perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id (Sebuah Kajian Makna S commit to user ii PERSETUJUAN BUSANA PAKU BUWONO XIII PADA UPACARA TINGALAN

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

137

simbolis warna magenta/ungu kemerahan pada busana tahun 2005. Hal

tersebut didasari dari kesamaan warna bakunya yakni ungu atau violet,

yang di variasikan dengan cara memperbanyak unsure warna merah

atau warna birunya. Warna ungu merupakan warna turunan dari warna

biru dan merah. Dalam hubungannya dengan nilai warna ungu yang

sangat dihargai adalah warna yang digunakan dalam lingkup terhormat

atau mulia. Warna ungu tua yang dipadu dengan baju takwä bermakna

seorang pemimpin/raja harus mampu bangkit dengan ketajaman hati

sebagai bentuk ketakwaan kepada Tuhan.

Busana Paku Buwono XIII pada upacara Tingalan

Jumênêngandalêm periode 2008 secara menyeluruh bermakna

kebangkitan, kekuatan, kekuasaan, kemuliaan, dan kewibawaan raja.

Pemaknaan tersebut merupakan esensi-esensi yang muncul dari makna

setiap bagian busana. Sebagai contoh makna kebangkitan yang

merupakan pokok makna baju takwä berwarna ungu/violet, sedangkan

kekuatan adalah pokok makna motif parang barong.

Page 154: BUSANA PAKU BUWONO XIII PADA UPACARA …...perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id (Sebuah Kajian Makna S commit to user ii PERSETUJUAN BUSANA PAKU BUWONO XIII PADA UPACARA TINGALAN

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

138

E. Busana Paku Buwono XIII pada Upacara Tingalan Jumênêngandalêm

Tahun 2009

1. Bentuk Busana Paku Buwono XIII pada Upacara Tingalan

Jumênêngandalêm Tahun 2009

Tahun 2009 merupakan tahun kelima Tingalan

Jumênêngandalêm Paku Buwono XIII. Busana yang digunakan secara

keseluruhan sama dengan busana tahun 2008, meliputi baju takwä

Gambar: 22 Bentuk dan letak busana(Sumber: Dokumentasi

Joko Purnomo, repro foto Taufiqurraman H, 2012)

Page 155: BUSANA PAKU BUWONO XIII PADA UPACARA …...perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id (Sebuah Kajian Makna S commit to user ii PERSETUJUAN BUSANA PAKU BUWONO XIII PADA UPACARA TINGALAN

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

139

berwarna ungu terang, sinjang dengan motif parang barong,

lengkapan berupa, kulük kanigaran, sêlop, sabuk motif tirto tèjo latar

merah tua (soga), keris ladrang, èpèk untu walang, timang, lêrêp, dan

asessoris berupa kalung ulür, bros mawar, bros makuthä bertulis PB X.

Perbedaan yang muncul hanya intensitas warna violet baju takwä lebih

terang dari tahun sebelumnya.

Warna ungu/violet terang pada baju takwä merupakan salah

satu dari tiga model warna ungu baju takwä. Sepintas warna tersebut

sama dengan tahun sebelumnya, karena memiliki karakter warna yang

sama dengan perbedaan intensitas yang tipis. Kain yang digunakan

adalah bludru, sehingga menghasilkan warna ungu terang kehitam-

hitaman.

Gambar: 23 Warna kain baju takwä

tahun 2009 (Sumber: Dokumentasi Joko

Purnomo, repro foto Taufiqurrahman H, 2012)

Page 156: BUSANA PAKU BUWONO XIII PADA UPACARA …...perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id (Sebuah Kajian Makna S commit to user ii PERSETUJUAN BUSANA PAKU BUWONO XIII PADA UPACARA TINGALAN

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

140

2. Konsep Busana Paku Buwono XIII pada Upacara Tingalan

Jumênêngandalêm Tahun 2009

Konsep warna violet/ungu memiliki kesamaan dengan tahun

sebelumnya. Hanya saja warna ungu pada tahun ini berbeda, yaitu

agak muda. Perbedaan warna ini bukanlah bentuk penyimbolan lain

dari warna ungu tahun 2008, namun semata-mata merupakan variasi

warna yang penggunaannya didasarkan selera.

Dasar ketentuan penggunaan warna ungu didasarkan pada

angsar berupa pertanda seperti angin kecil dan sebagainya. Selain

berupa pertanda, angsar juga dapat dilakukan dengan mata batin93

.

Penentuan berdasarkan angsar ini dilakukan oleh Hartoyo, dengan

pertimbangan Paku Buwono XIII.

Konsep busana pada tahun ini secara umum sama dengan tahun

2008, yaitu usaha pencitraan individu raja yang diungkapkan melalui

bentuk busana yang bernilai sama dengan raja sebelumnya. Hal

tersebut sangat jelas tergambarkan pada baju takwä beludru polos dan

berwarna. Maka simbol-simbol yang termuat, juga tidak jauh berbeda.

Pencitraan ini merupakan usaha untuk memperkuat legitimasi Paku

Buwono XIII dalam tahtanya sebagai raja.

93

Wawancara dengan Hartoyo 8 Januari 2012

Page 157: BUSANA PAKU BUWONO XIII PADA UPACARA …...perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id (Sebuah Kajian Makna S commit to user ii PERSETUJUAN BUSANA PAKU BUWONO XIII PADA UPACARA TINGALAN

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

141

3. Makna Simbolik Busana Paku Buwono XIII pada Upacara

Tingalan Jumênêngandalêm Tahun 2009

Pemaknaan warna ungu menjadi langkah pemaknaan yang

sama dengan pemaknaan warna ungu pada tahun sebelumnya. Hal

tersebut didasari dari kesamaan material simbolisnya secara baku.

Warna baku tersebut ungu atau violet, yang kemudian di variasikan

dengan cara memperbanyak warna merah atau warna biru. Warna ungu

merupakan warna turunan dari warna biru dan merah. Warna

violet/ungu dimakanai sebagai kebangkitan atau bangkit. Baju takwä

dengan warna ungu tua bermakna seorang pemimpin/raja harus

mampu bangkit dengan ketajaman hati sebagai cermin ketakwaan

kepada Tuhan. Pemaknaan ini merupakan esensi makna baju takwa

dan warna baju takwä-nya.

Busana Paku Buwono XIII pada upacara Tingalan

Jumênêngandalêm periode 2009 secara menyeluruh bermakna

kebangkitan, kekuatan, kekuasaan, kemuliaan, dan kewibawaan raja.

Pemaknaan tersebut merupakan esensi-esensi yang muncul dari makna

setiap bagian busana. Sebagai contoh makna kebangkitan yang

merupakan pokok makna baju takwä berwarna ungu/violet, sedangkan

kekuatan adalah pokok makna motif parang barong.

Page 158: BUSANA PAKU BUWONO XIII PADA UPACARA …...perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id (Sebuah Kajian Makna S commit to user ii PERSETUJUAN BUSANA PAKU BUWONO XIII PADA UPACARA TINGALAN

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

142

F. Busana Paku Buwono XIII pada Upacara Tingalan Jumênêngandalêm

Tahun 2010

1. Bentuk Busana Paku Buwono XIII pada Upacara Tingalan

Jumênêngandalêm tahun 2010

Tahun 2010 merupakan tahun keenam Tingalan

Jumênêngandalêm Paku Buwono XIII. Busana yang digunakan secara

keseluruhan sama dengan busana tahun-tahun sebelumnya, meliputi

baju takwä berwarna hijau tua, sinjang dengan motif parang barong,

lengkapan berupa, kuluk kanigaran, sêlop, sabuk motif tirtä tèjä latar

Gambar: 24 Bentuk dan

letak busana (Sumber:

Dokumentasi Joko

Purnomo, repro foto

Taufiqurrahman H, 2012)

Page 159: BUSANA PAKU BUWONO XIII PADA UPACARA …...perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id (Sebuah Kajian Makna S commit to user ii PERSETUJUAN BUSANA PAKU BUWONO XIII PADA UPACARA TINGALAN

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

143

merah tua (soga), keris gayaman, èpèk untu walang, timang, lêrêp, dan

asessoris berupa kalung ulür, bros makuthä bertulis PB X, cincin

dikedua jari manis. Perbedaan yang muncul adalah warna baju

takwanya hijau tua. Selain itu motif batik parang barong yang

dikenakan berukuran sedikit besar, lebih besar dari tahun-tahun

sebelumnya. Keris yang digunakan tidak lagi gayamanan namun

ladrang. Asessoris yang dikenakan hanya kalung ulur, bros makuthä,

dan cincin, sedangkan bros mawar tidak dikenakan.

Warna hijau tua pada baju takwä tahun 2010 merupakan salah

satu dari tiga model warna hijau baju takwä. Bahan yang digunakan

yaitu beludru, sehingga warna hijau mengarah pada warna kehitam-

hitaman. Pada gambar 49 tampak warna hijau tua, dan warna hitam

(gelap). Warna hijau tua tersebut mengarah ke warna biru. Hal tersebut

nampak pada intensitas warna biru yang sedikit muncul. Warna hijau

merupakan warna turunan dari warna kuning dan biru, warna biru

itulah yang sedikit muncul.

Gambar: 25 Warna kain pada baju takwä

tahun 2010 (Sumber: Dokumentasi Joko

Purnomo, repro foto Taufiqurrahman H,

2012).

Page 160: BUSANA PAKU BUWONO XIII PADA UPACARA …...perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id (Sebuah Kajian Makna S commit to user ii PERSETUJUAN BUSANA PAKU BUWONO XIII PADA UPACARA TINGALAN

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

144

Batik parang barong yang digunakan pada tahun ini memiliki

perbedaan dengan tahun-tahun sebelumnya. Perbedaan tersebut

nampak pada ukuran bidang motif lebih besar. Karakter motif

parangnya pun memiliki perbedaan yakni liuk bidang motif parang

hampir simetris. Motif moto garèng yang pada tahun-tahun

sebelumnya bulat sempurna, pada tahun ini oval menyudut.

Keris ladrang memiliki wärängkä menyerupai badan perahu

bercadik. Wärängkä-nya berbentuk lancip dan panjang namun

ujungnya pipih horizontal. Sudut lainnya lebih pendek dan ujungnya

membentuk setengah lingkaran. Cara penggunaannya disengkelitkan

miring kekanan dengan wilahan menghadap ke kiri.

Penyengkelitannya disebut märäsêbä yaitu bagian pangkal pendhok

terlihat sedikit, kurang lebih 3 cm.

Gambar: 26 Perbandingan ukuran dan bentuk

motif parang barong (sumber: Joko Purnomo

repro foto Taufiqurrahman H 2012)

Page 161: BUSANA PAKU BUWONO XIII PADA UPACARA …...perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id (Sebuah Kajian Makna S commit to user ii PERSETUJUAN BUSANA PAKU BUWONO XIII PADA UPACARA TINGALAN

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

145

2. Konsep Busana Paku Buwono XIII pada Upacara Tingalan

Jumênêngandalêm Tahun 2010

Baju takwä berwarna hijau gelap merupakan salah satu dari

tiga pasang baju takwä dengan variasi warna hijaunya. Konsep

penggunaan warna hijau tua pada tahun ini masih tetap sama dengan

tahun 2006, yakni kiblat papat limä pancêr. Warna hijau merupakan

simbol bumi yaitu pusat (pancêr) dari empat arah. Selain itu

merupakan penggambaran subjek nafsu batin manusia yang hendaknya

dikendalikan (Dharsono,2007: 33). Simbol bumi menurut ajaran

astabrata bersifat murah hati, suka beramal, dan selalu berusaha untuk

tidak mengecewakan kepercayaan rakyat.

Bahan kain bludru digunakan ats dasar paugêran yang berlaku

menurut tradisi keraton. Menurut adat tradisi keraton Surakarta baju

Gambar: 27 Bentuk keris ladrang dan cara pemakaiannya

(Sumber: www.Kampungrajang.blogspot.com repro foto

Taufiqurrahman H, 2012)

Page 162: BUSANA PAKU BUWONO XIII PADA UPACARA …...perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id (Sebuah Kajian Makna S commit to user ii PERSETUJUAN BUSANA PAKU BUWONO XIII PADA UPACARA TINGALAN

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

146

krowok dengan bahan bludru hanya boleh digunakan oleh raja saja94

.

Hal ini menunjukkan bahwa jenis kain ini, pada masanya memiliki

nilai eksklusifitas yang tinggi.

Motif parang barong yang sedikit berbeda dengan tahun

sebelumnya adalah ketentuan yang berdasarkan selera. Tidak ada

aturan tertentu yang mengikat dalam penggunaan motif parang yang

sedikit berbeda dari tahun-tahun sebelumnya. Dasar penggunaan tetap

berorientasi pada aturan adat tradisi keraton Surakarta. Oleh karena itu,

sedikit perbedaan pada motif parang barong bukan suatu hal

mempengaruhi tatanan tradisi keraton.

Pemakaian keris ladrang ditentukan oleh Sinuwun sendiri.

Tidak seperti dalam menentukan warna busana, penentuan keris ini

dilakukan oleh Sinuwun sendiri di sasana pusäkä. Menurut penjelasan

Hartoyo, ketika Paku Buwono XIII memilih keris yang akan

digunakan, berdasarkan pada proses merasakan atau penentuan dengan

mata batin. Menurutnya proses tersebut ora tinêmu nalar (tak dapat

dinalar). Sedang, penggunaan asessoris tanpa menyertakan bros

mawar, didasari oleh selera Paku Buwono XIII.

Konsep busana tahun 2010 ini mengacu pada konsep busana

tahun 2006. Hal ini berdasarkan bentuk keseluruhan busana, termasuk

baju takwä berwarna hijau. Konsep keseluruhan busana Paku Buwono

94

Winarnokusumo 3 Januari 2012

Page 163: BUSANA PAKU BUWONO XIII PADA UPACARA …...perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id (Sebuah Kajian Makna S commit to user ii PERSETUJUAN BUSANA PAKU BUWONO XIII PADA UPACARA TINGALAN

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

147

XIII tersebut adalah penerapan nilai serta citra Paku Buwono XII. Hal

ini sangat jelas terlihat pada keserupaan atribut yang dipakai, sehingga

menjelaskan adanya pernyataan tak langsung Paku Buwono XIII atas

eksistensinya selama 6 tahun sebagai raja keraton Surakarta.

3. Makna Simbolis Busana Paku Buwono XIII pada Upacara

Tingalan Jumênêngandalêm Tahun 2010

Baju takwä Paku Buwono XIII Pada Tingalan

Jumênêngandalêm tahun 2010 bermakna, seorang raja yang harus

mampu mengendalikan segala bentuk liku kehidupan sebagai cermin

ketakwaannya kepada Tuhan, sehingga mampu membawa

kesejahteraan hidup bagi masayarakat. Pemaknaan tersebut berdasar

makna baju takwä, yaitu taqwa yang berarti berserah diri sepenuhnya

kepada Allah, pemaknaan ini serupa dengan makna baju takwä pada

tahun-tahun sebelumnya. Selain makna yang diperoleh dari baju

takwa, maknanya juga muncul dari simbol warna hijau. Warna hijau

menurut Winarnokusumo bermana kesuburan95

. Sedangkan menurut

pandangan kiblat papat limä pancêr warna hijau berarti baik budi.

Menurut wawancara dengan KP. Winarnokusumo96

batik

parang barong bermakna kemampuan menghadapi dan mengendalikan

95

Berdasarkan wawancara dengan Hartoyo 8 Januari 2012 dan KP. Winarnokusumo 3 Januari

2012.

96 Sasana Wilapa, 3 Januari 2012 Keraton Surakarta.

Page 164: BUSANA PAKU BUWONO XIII PADA UPACARA …...perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id (Sebuah Kajian Makna S commit to user ii PERSETUJUAN BUSANA PAKU BUWONO XIII PADA UPACARA TINGALAN

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

148

segala bentuk rintangan yang disimbolkan dengan motif parang yang

tertata miring. Hal tersebut juga difahami oleh Hartoyo97

. Berbeda

dengan pemaknaan menurut Sarwono (2004: 61), yakni harapan akan

kekuatan, keagungan, kebesaran serta kewibawaan dapat tercermin dan

terpancar.

Menurut KP. Winarnokusumo98

keris ladrang bermakna

berani. Hal tersebut didasari karakter ladrang yang terlihat lebih

maskulin dibanding gayaman. Keris ladrang juga bermakna

keseriusan, dan ketegasan. Hal ini, terbentuk melalui fungsi sosial

keris yang penggunaannya secara kusus pada upacara-upacara besar

(pisowanan ageng). Sehingga, keris ladrang yang berbentuk maskulin

dan berfungsi sosial pada pisowanan ageng bermakna keberanian dan

ketegasan.

Busana Paku Buwono XIII pada upacara Tingalan

Jumênêngandalêm periode 2010 secara menyeluruh bermakna, baik

budi, kesejahteraan, kekuatan dan kewibawaan yang terpancar dari

seorang raja. Dasar pemaknaan ini muncul dari esensi makna dalam

setiap unsur busana, seperti baju takwä yang bermakna baik budi dan

kesejahteraan.

97

Wawancara 8 Januari 2012.

98 Wawancara pada 3 Januari 2012

Page 165: BUSANA PAKU BUWONO XIII PADA UPACARA …...perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id (Sebuah Kajian Makna S commit to user ii PERSETUJUAN BUSANA PAKU BUWONO XIII PADA UPACARA TINGALAN

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

149

G. Busana Paku Buwono XIII pada Upacara Tingalan Jumênêngandalêm

Tahun 2011

1. Bentuk Busana Busana Paku Buwono XIII pada Upacara

Tingalan Jumênêngandalêm Tahun 2011

Tahun 2011 merupakan tahun ketujuh Tingalan

Jumênêngandalêm Paku Buwono XIII. Busana yang yang dikenakan

pada tahun ini meliputi, baju takwä berwarna magenta (ungu

Gambar: 28 Bentuk dan letak rincian busana (Sumber: Dokumentasi

Joko Purnomo, repro foto Taufiqurrahman H, 2012)

Page 166: BUSANA PAKU BUWONO XIII PADA UPACARA …...perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id (Sebuah Kajian Makna S commit to user ii PERSETUJUAN BUSANA PAKU BUWONO XIII PADA UPACARA TINGALAN

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

150

kemerahan) terang dengan ornamen lung-lungan, sinjang dengan motif

parang barong (serupa dengan motif tahun 2010), lengkapan berupa,

kulük kanigaran, sêlop, sabuk motif tirtä tèjä latar merah tua (soga),

keris gayaman, èpèk untu walang, timang, lêrêp, dan asessoris berupa,

kalung ulür, bros mawar, bros makuthä bertulis PB X. Busana tersebut

sepintas sama dengan busana yang digunakan pada tahun 2005, namun

memiliki perbedaan pada bagian-bagian tertentu. Perbedaan tersebut

meliputi intensitas warna ungu yang lebih terang dibanding dengan

warna ungu baju takwä pada tahun 2005. Motif lung-lungan

sepenuhnya masih sama dengan ornamen pada baju takwä yang

dikenakan pada tahun 2005. Asessoris berupa bros mawar yang tidak

digunakan pada tahuan sebelumnya, tahun ini digunakan kembali.

Selain itu, pada tahun 2005 batik yang dikenakan bermotif parang

garudhä namun pada tahun ini bermotif parang barong. Motif batik

yang dikenakan pada tahun ini merupakan motif yang serupa dengan

penggunaan motif pada tahun 2010.

Baju takwä dengan warna magenta terang berhiaskan bordir

lung-lungan, merupakan salah satu dari tiga model baju takwä dengan

berwarna magenta. Bahan yang yang digunakan adalah thaisilk,

sehingga memiliki karakter mengkilat. Kain jenis thaisilk

memunculkan kesan mewah jika digunakan. Warna magenta

merupakan warna violet, namun lebih mengarah pada sedikit warna

merah atau dapat disebut pure magenta.

Page 167: BUSANA PAKU BUWONO XIII PADA UPACARA …...perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id (Sebuah Kajian Makna S commit to user ii PERSETUJUAN BUSANA PAKU BUWONO XIII PADA UPACARA TINGALAN

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

151

2. Konsep Busana Paku Buwono XIII pada Upacara Tingalan

Jumênêngandalêm Tahun 2011

Baju takwä berwarna magenta (ungu kemerahan) terang

dengan ragam hias lung-lungan disetiap pinggir kainnya berorientasi

pada konsep busana tahun 2005. Yakni, pengadaptasian gaya busana

Paku Buwono IX, warnanya didasarkan pada warna favorit mendiang

Paku Buwono XII. Ornamen lung-nya diadobsi dari oernamen tiang

sasänä sêwäkä. Diluar hal tersebut merupakan pilihan bapak Hartoyo

sebagai penata busananya. Alasan bentuk baju takwä, memiliki

kesamaan dengan dasar bentuk baju takwä tahun yang dikenakan pada

tahun 2005.

Penggunaan kembali bros mawar sepenuhnya berorientasi pada

selera Paku Buwono XIII. Sebelumnya, bros mawar ini digunakan

pada tahun 2005, 2006, 2007, dan 2009.

Gambar: 29 Warna kain (Sumber:

Dokumentasi Joko Purnomo, repro

foto Taufiqurrahman H, 2012)

Page 168: BUSANA PAKU BUWONO XIII PADA UPACARA …...perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id (Sebuah Kajian Makna S commit to user ii PERSETUJUAN BUSANA PAKU BUWONO XIII PADA UPACARA TINGALAN

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

152

Konsep keseluruhan busana Paku Buwono XIII tahun 2011

adalah penerapan nilai serta citra raja-raja sebelumnya. Hal ini sangat

jelas terlihat pada keserupaan atribut yang dipakai, sehingga

menjelaskan adanya pernyataan tak langsung Paku Buwono XIII atas

kedudukannya sebagai raja pewaris pemerintahan keraton Surakarta.

3. Makna Simbolik Busana Paku Buwono XIII pada Upacara

Tingalan Jumênêngandalêm Tahun 2011

Warna baju takwä tahun 2011 merupakan warna violet namun

lebih mengarah pada warna merah atau dapat disebut warna magenta.

Pemaknaan warna ungu menjadi langkah pemaknaan yang sama

dengan pemaknaan warna ungu pada tahun 2005, 2008, dan 2009. Hal

tersebut didasari dari kesamaan material simbolisnya secara baku.

Warna baku tersebut adalah ungu/violet, yang kemudian di variasikan

dengan cara memperbanyak warna merah atau warna biru. Warna ungu

merupakan warna turunan dari warna biru dan merah. Warna

violet/ungu dimakanai sebagai kebangkitan atau bangkit. Baju takwä

dengan warna magenta (ungu kemerahan) muda bermakna seorang

pemimpin/raja harus mampu bangkit dengan ketajaman hati sebagai

cermin ketakwaan kepada Tuhan.

Page 169: BUSANA PAKU BUWONO XIII PADA UPACARA …...perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id (Sebuah Kajian Makna S commit to user ii PERSETUJUAN BUSANA PAKU BUWONO XIII PADA UPACARA TINGALAN

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

153

Secara menyeluruh busana Paku Buwono XIII pada upacara

Tingalan Jumênêngandalêm periode 2011 bermakna kekuatan,

kebangkitan, dan kemuliaan raja. Makna tersebut tergambarkan

melalui bentuk penyimbolan busana yang digunakan. Busana Paku

Buwono XIII tahun 2011 memuat konsep pengagungan dan pemuliaan

pada seorang raja.

H. Bagan Verifikasi Data

Seluruh data beserta analisisnya diatas telah tersusun secara naratif

berdasarkan urutan periodenya. Data-data yang terkumpul merupakan

representasi kronologis penggunaan busana pada upacara Tingalan

Jumênêngandalêm Paku Buwono XIII dari tahun 2005 hingga 2011.

Representasi kronologi tersebut disederhanakan pada bagan dibawah ini:

Page 170: BUSANA PAKU BUWONO XIII PADA UPACARA …...perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id (Sebuah Kajian Makna S commit to user ii PERSETUJUAN BUSANA PAKU BUWONO XIII PADA UPACARA TINGALAN

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

154

Page 171: BUSANA PAKU BUWONO XIII PADA UPACARA …...perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id (Sebuah Kajian Makna S commit to user ii PERSETUJUAN BUSANA PAKU BUWONO XIII PADA UPACARA TINGALAN

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

155

Page 172: BUSANA PAKU BUWONO XIII PADA UPACARA …...perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id (Sebuah Kajian Makna S commit to user ii PERSETUJUAN BUSANA PAKU BUWONO XIII PADA UPACARA TINGALAN

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

156

Page 173: BUSANA PAKU BUWONO XIII PADA UPACARA …...perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id (Sebuah Kajian Makna S commit to user ii PERSETUJUAN BUSANA PAKU BUWONO XIII PADA UPACARA TINGALAN

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

157

Page 174: BUSANA PAKU BUWONO XIII PADA UPACARA …...perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id (Sebuah Kajian Makna S commit to user ii PERSETUJUAN BUSANA PAKU BUWONO XIII PADA UPACARA TINGALAN

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user 158

BAB V

PENUTUP

A. Simpulan

Setelah wafatnya Paku Buwono XII, tahta kerajaan diwarisi oleh putra

tertuanya, yakni KGPH. Hangabei sebagai Paku Buwono XIII. Dalam masa

tahtanya, Paku Buwono XII melakukan penyederhanaan bentuk busana

kebesaran, yang selalu dipakai saat prosesi upacara Tingalan

Jumênêngandalêm. Penyederhanaan tersebut sangat terlihat pada baju takwä,

dan penggunaan sinjang-nya. Bentuk penyederhanaan busana yang pernah

ditetapkan Paku Buwono XII merupakan bentuk simbolis yang membawa

dampak pada busana Paku Buwono XIII pada upacara Tingalan

Jumênêngandalêm 2005-2011.

Berdasarkan pengumpulan data dan analisis data maka diperoleh bahwa

Busana Paku Buwono XIII pada upacara Tingalan Jumênêngandalêm tahun

2005 sampai 2011 merupakan bentuk sikap pribadi beliau sebagai pewaris

tahta Paku Buwono XII. Hal tersebut adalah hak prerogratif Paku Buwono XIII

dalam lingkup berbusana. Busana Paku Buwono XIII pada upacara Tingalan

Jumênêngandalêm tahun 2005 sampai 2011 menggunakan baju takwä dan

sinjang serta lengkapannya seperti kulük, selop atau cênèla, keris, sabuk, èpèk,

timang , lêrêp, dan asessorisnya yang berupa kalung ulür, bintang sri kabadyä,

bros bunga mawar, bros dengan relief makuthä bertulis PB X dan cincin.

Page 175: BUSANA PAKU BUWONO XIII PADA UPACARA …...perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id (Sebuah Kajian Makna S commit to user ii PERSETUJUAN BUSANA PAKU BUWONO XIII PADA UPACARA TINGALAN

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

159

Seluruh atribut diatas merupakan busana secara lengkap (jangkêp) yang

digunakan raja. Busana Paku Buwono XIII pada upacara Tingalan

Jumênêngandalêm mengalami perubahan setiap tahunnya. Antara tahun 2005

dengan tahun berikutnya busana yang digunakan berbeda, begitu pula tahun

2006, 2007, 2008, 2009, 2010, 2011. Busana Paku Buwono XIII merupakan

atribut yang didalamnya terdapat simbol-simbol, sehingga maknanya

merupakan esensi gagasan sang raja dalam menduduki tahta keraton Surakarta.

Temuan-temuan yang diperoleh dalam penelitian mengungkapkan

adanya pergerakan dari tahun-ketahun. Pergerakan tersebut nampak pada

bentuk-bentuk simbolisnya yang cenderung berganti setiap tahunnya, hal

tersebut sangat nampak pada warna baju takwä-nya dan motif batiknya. Tahun

2005 ditemukan bahwa Paku Buwono XIII menggunakan baju takwä berbahan

thaisilk berwarna magenta (ungu kemerahan) tua, dihiasi ornamen lung-lungan

emas, sedangkan sinjang-nya bermotif parang garudhä. Bermakna

kebangkitan, kekuasaan, kecerdasan, kewibawaan, dan kemuliaan raja penerus

tahta. Pemaknaan ini menunjukkan kebangkitan kekuasaan raja baru yang

direpresentasikan dalam simbolisme warna magenta atau ungu kemerahan yang

bermakna bangkit. Didalam kebangkitannya tersebut terdapat pencitraan diri

seorang raja yang ditunjukkan melalui pemakaian batik parang garudha.

Mengingat parang garudhä merupakan motif batik yang posisinya berada

diluar tatanan tradisi busana raja pada Tingalan Jumênêngandalêm. Parang

garudha sendiri bermakna cerdas, yang artinya seorang raja harus mampu

Page 176: BUSANA PAKU BUWONO XIII PADA UPACARA …...perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id (Sebuah Kajian Makna S commit to user ii PERSETUJUAN BUSANA PAKU BUWONO XIII PADA UPACARA TINGALAN

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

160

berfikir bijak dalam menyelesaikan permasalahan, sehingga tidak terjadi

perseteruan fisik.

Tahun 2006 ditemukan penggunaan baju takwä beludru berwarna hijau

terang. Penggunaan sinjang-nya berbeda dari tahun 2005 yakni kain batik

bermotif parang barong. Maknanya adalah kewibawaan, kebesaran, serta nilai

kemuliaan yang setara dengan para raja pendahulunya. Sehingga tahun 2006

menunjukkan adanya ekspresi simbolis yang mengacu pada ranah eksistensi

Paku Buwono XIII sesuai dengan eksistensi raja-raja terdahulu. Dalam ekspresi

simbolisnya terungkap pula pencitraan raja yang selaras dengan nilai raja

sebelumnya, sehingga dengan penggunaan simbolnya sebagai usaha

melekatkan eksistensinya sebagai benar-benar seorang raja penerus. Dalam

pemaknaan batik parang barongnya mengisyaratkan adanya kekuatan dan

kewibawaan, yang berarti seorang raja harus tahan cobaan dan tetap terpancar

kewibawaannya. Hal inilah yang kemudian mengungkap gagasan eksistensi

raja.

Tahun 2007 ditemukan penggunaan baju takwä beludru berwarna

merah tua. Sedangkan sinjang-nya berupa kain batik bermotif parang barong.

Maknanya adalah keberanian, kekuatan, ketegasan, yang memancarkan

kewibawaan agung seperti para raja pendahulunya. Makna simbolis tersebut

menunjukkan adanya sikap berani Paku Buwono XIII dalam menunjukkan

eksistensinya sebagai raja. Dalam makna yang muncul mengisyaratkan bahwa

raja merupakan pribadi yang kuat, berwibawa, dan penuh keberanian.

Page 177: BUSANA PAKU BUWONO XIII PADA UPACARA …...perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id (Sebuah Kajian Makna S commit to user ii PERSETUJUAN BUSANA PAKU BUWONO XIII PADA UPACARA TINGALAN

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

161

Tahun 2008 ditemukan penggunaan baju takwä berwarna violet tua,

Sedangkan sinjang-nya, masih seperti tahun 2007 dan 2006, yaitu parang

barong. Maknanya adalah kebangkitan, kekuasaan, kemuliaan, dan

kewibawaan raja. Hal ini menyiratkan esensi gagasan bahwa kebangkitan sang

raja pewaris masih tetap eksis. Makna simbolis busana Paku Buwono XIII

(2008) juga menunjukkan adanya perumusan kembali atau pengingatan

kembali bangkitnya raja pewaris tahta. Mengingat, raja adalah pribadi yang

berkuasa dan harus teguh.

Tahun 2009 ditemukan penggunaan baju takwä beludru berwarna violet

terang, Sedangkan sinjang-nya bermotif parang barong seperti tahun 2006,

2007, dan 2008. Maknanya adalah kebangkitan, kekuasaan, kemuliaan, dan

kewibawaan raja. Makna simbolis busana tersebut masih memiliki keserupaan

dengan tahun 2008, sehingga esensi yang terungkap juga memiliki

kecenderungan yang sama. Sehingga tahun 2008 dan 2009 merupakan tahun

yang digunakan Paku Buwono XIII sebagai tahun kebangkitan kembali

eksistensi raja keraton Surakarta.

Tahun 2010 ditemukan penggunaan baju takwä beludru berwarna hijau

tua. Kain batik yang digunakan sebagai sinjang bermotif parang barong,

namun polanya berukuran lebih besar dari motif parang barong tahun

sebelumnya. Maknanya adalah baik budi, kesejahteraan, kekuatan, dan

kewibawaan raja. Makna simbolisme pada atribut Paku Buwono XIII tersebut

menyiratkan bahwa raja dalam menjalani kepemerintahannya haruslah bijak

dan tegar, supaya kesejahteraan dapat tercapai.

Page 178: BUSANA PAKU BUWONO XIII PADA UPACARA …...perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id (Sebuah Kajian Makna S commit to user ii PERSETUJUAN BUSANA PAKU BUWONO XIII PADA UPACARA TINGALAN

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

162

Tahun 2011, ditemukan penggunaan baju takwä berbahan thaisilk

berwarna magenta (ungu kemerahan) terang. Sinjang yang digunakan adalah

kain batik bermotif parang barong dengan ukuran pola seperti yang digunakan

pada tahun 2010. Maknanya adalah kebangkitan, kekuatan, dan kemuliaan raja.

Pada tahun ini raja kembali menggunakan warna baju takwa yang serupa

dengan warna baju takwä tahun 2005, oleh karena itu kebangkitan raja sebagai

pewaris tahta, kembali dipaparkan. Hal ini mengisyaratkan bahwa raja selalu

tegak berdiri dalam menjalani liku-liku hidup, dan itulah cerminan kewibawaan

raja yang berimbas pada eksistensi dirinya yang agung.

Ketentuan busana Paku Buwono XIII yang berjalan pada tahun 2005-

2011 saat upacara Tingalan Jumênêngandalêm menunjukkan adanya beberapa

esensi pokok, yaitu:

1. Paku Buwono XIII menggunakan ketetapan Paku Buwono XII dalam

lingkup gaya berbusana. Sehingga simbol-simbol yang ada didalamnya

mengisyaratkan adanya eksistensi individu raja yang meliputi citra

kewibawaan, kekuasaan, kecerdasan, kekuatan, kemuliaan, dan keagungan

seorang raja sebagai pemimpin tertinggi keraton Surakarta.

2. Pembentukan nilai terhadap Paku Buwono XIII sesuai simbol-simbol pada

atributnya merupakan usaha penerapan eksistensi raja yang benar-benar

memiliki pengakuan secara penuh. Artinya, bahwa simbol-simbol pada

atribut beliau mengacu pada pemuliaan seseorang yang berposisi sebagai

pewaris tunggal tahta kerajaan. Hal ini juga sebagai usaha memperkuat

pengakuannya sebagai penguasa keraton Kasunanan Surakarta.

Page 179: BUSANA PAKU BUWONO XIII PADA UPACARA …...perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id (Sebuah Kajian Makna S commit to user ii PERSETUJUAN BUSANA PAKU BUWONO XIII PADA UPACARA TINGALAN

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

163

3. Dalam bentukan simbolis pada busana Paku Buwono XIII terdapat

kepercayaan pada benda mati yang dianggap memiliki kekuatan. Hal

semacam ini merupakan pemahaman masyarakat Jawa yang telah ada sejak

jaman animisme dan dinamisme. Seperti parang barong yang dikaitkan

dengan kekuatan seperti singa, sehingga yang mengenakannya pun

memiliki pancaran kewibawaan dan pribadi yang kuat. Pancaran tersebut

diharapkan dapat menjadi rumusan pribadi raja dalam menjalani

kehidupannya.

4. Terdapat ajaran-ajaran baik yang berdasarkan pandangan masyarakat Jawa,

pandangan tersebut adalah kiblat papat limä pancêr dan bilangan sakral 9

(8+1) atau yang dikenal astabrata. Kiblat papat mengajarkan pengendalian

diri atas lima unsur dasar yang ada pada diri manusia. Sedangkan bilangan

sakral 9 (8+1) mengajarkan sembilan pokok sikap pemimpin yang ideal

bagi kesejahteraan rakyatnya. Selain itu simbol-simbol pada busana Paku

Buwono XIII pada upacara Tingalan Jumênêngandalêm 2005-2011

mengajarkan kekuatan serta pengendalian diri dalam menjalani liku

kehidupan, yang mengacu pada ketakwaan kepada yang maha Esa.

5. Konsep dwitunggal yang disepakati ada dalam diri raja, memberikan

implementasi pada busana Paku Buwono XIII. Konsep dwi tunggal adalah

gagasan dasar dari penyatuan antara dua, yaitu kepercayaan terhadap raja

sebagai Tuhan yang nampak. Melekatnya konsep ini pada simbolisme

dalam busana Paku Buwono XIII merupakan pertanda bahwa raja memiliki

seluruh keagungan, keindahan, dan pengajaran yang patut dicontoh.

Page 180: BUSANA PAKU BUWONO XIII PADA UPACARA …...perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id (Sebuah Kajian Makna S commit to user ii PERSETUJUAN BUSANA PAKU BUWONO XIII PADA UPACARA TINGALAN

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

164

B. Saran-Saran

Busana kebesaran Paku Buwono XIII merupakan busana yang sarat

dengan makna simbolisme dan sarat akan konsepsi tradisional dan historis.

Dalam kaitannya dengan hal tersebut hendaknya ditempatkan dengan baik

sesuai manifestasi tradisi keraton Surakarta yang dalam era terkini menjadi aset

wisata budaya dan sejarah. Penulis berharap pada kerangka aset, keraton

Surakarta hendaknya mampu menjaga kelangsungan aset tersebut sehingga

bersifat langgeng.

Perlunya pemikiran kembali mengenai relevansi aset dan makna

simbolisme yang sebagian besar memuat penekanan-penekanan pada sifat dan

perilaku yang baik. Sehingga dengan memperhatikan relevasi tersebut, penulis

berharap busana kebesaran Paku Buwono XIII mampu mengungkapkan idealis

tradisi Jawa yang konon integral dengan masyarakatnya. Oleh karena itu,

masyarakat Jawa dewasa ini yang semakin terbuka dengan identitas budaya

global diharapkan mampu merespon busana Paku Buwono XIII pada upacara

Tingalan Jumênêngandalêm sebagai contoh referensial identitas asli bangsa

Jawa.

Page 181: BUSANA PAKU BUWONO XIII PADA UPACARA …...perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id (Sebuah Kajian Makna S commit to user ii PERSETUJUAN BUSANA PAKU BUWONO XIII PADA UPACARA TINGALAN

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

165

DAFTAR PUSTAKA

Muhammad Adib. 2010. Filsafat Ilmu. Ontologi, Epistemologi, Aksiologi dan

Logika Ilmu Pengetahuan. Yogyakarta: Pustaka Pelajar.

Syaiful Arif. 2010. Refilosofi Kebudayaan. Pergeseran Pasca Struktural.

Yogyakarta: Ar-Ruzz Media.

Barnard, Malcolm. 1996. Fashion Sebagai Komunikasi (edisi terjemahan oleh Idy

Subandi Ibrahim dan Yosal Iriantara). Yogyakarta: Jalasutra.

Dharsono (Sony Kartika). 2007. Kebudayaan Nusantara. Kajian Konsep Mandala

dan Konsep Tri-Loka Terhadap Pohon Hayat pada Batik Klasik. Bandung:

Rekayasa Sains.

Dilistone, F.W. 1986. The Power of Symbols. London: SCM Press Ltd.

Hadisiswaya, AM. 2011. Pergolakan Raja Mataram. Konflik dan Tradisi

Pewarisan Tahta Studi Kasus Keraton Solo. Yogyakarta: Interprebook.

Benny H Hoed. 2008. Semiotik dan Dinamika Sosial Budaya. Jakarta: Fakultas

Ilmu Pengetahuan Budaya (FIB) UI Depok.

Kalinggo Honggopuro. 2002. Bathik Sebagai Busana dalam Tatanan dan

Tuntunan. Surakarta: Yayasan Peduli Karaton Surakarta Hadiningrat.

Budiono Kusumohamidjodjo. 2009. Filsafat Kebudayaan. Proses Realisasi

Manusia. Yogyakarta: Jalasutra.

Page 182: BUSANA PAKU BUWONO XIII PADA UPACARA …...perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id (Sebuah Kajian Makna S commit to user ii PERSETUJUAN BUSANA PAKU BUWONO XIII PADA UPACARA TINGALAN

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

166

Ardian Kresna. 2011. Sejarah Panjang Mataram.Menengok Berdirinya

Kesultanan Yogyakarta. Yogyakarta: Diva Press

Muzir, Inyak Ridwan. 2010. Hermeneutika Filosofis. Hans-Georg Gadamer.

Yogyakarta: Ar-Ruz Media.

Purwadi, dkk. 2009. Sri Susuhunan Paku Buwono X. Perjuangan, Jasa dan

Pengabdiannya untuk Nusa Bangsa. Jakarta: PT.Bangun Bangsa.

Purwadi. 2007. Busana Jawa. Jenis-jenis Pakaian adat, sejarah, Nilai Filosofis

dan Penerapannya. Yogyakarta: Pura Pustaka.

Pemberton, John. 1994. Java. On The Subject of Java. Ithaca: Cornell University

Press.

Ratih Poeradisastra. 2002. Busana Pria masa kini. Jakarta: PT. Gramedia Pustaka

Utama.

Rustopo. 2008. Jawa Sejati: Otobiografi Go Tik Swan Harjonagoro. Yogyakarta:

Penerbit Ombak.

Ratna Endah Santoso, 2010. Busana Paku Buwono XII, “Tesis”: Program Pasca

Sarjana Institut Seni Indonesia, Surakarta.

Santos, Arysio, 2010. Atlantis, The Lost Continent Finaly Found. Cetakan III.

Jakarta: PT: Ufuk Publising House.

Samovar, Larry A. Porter, Richard E. McDaniel, Edwin R. 2010. Komunikasi

Lintas Budaya. Edisi 7. Jakarta : Penerbit Salemba Humanika.

Page 183: BUSANA PAKU BUWONO XIII PADA UPACARA …...perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id (Sebuah Kajian Makna S commit to user ii PERSETUJUAN BUSANA PAKU BUWONO XIII PADA UPACARA TINGALAN

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

167

Sarwono, 2004. Simbolisme Motif Parang Dalam Busana Wayang Kulit Purwa

Gaya Surakarta, “Tesis”: Program Pasca Sarjana, Institut Seni Indonesia

Surakarta.

Bram Setiadi. 2006. Hanaluri Tradisi Demi Kejayaan Negeri. Catatan Tahun

Kedua di Atas Tahta. Surakarta: Yayasan Pawiyatan Kabudayan Karaton

Surakarta.

Mooryat Soedibyo. 2003. Busana Keraton Surakarta Hadiningrat. Jakarta: PT.

Gramedia Widiasarana Indonesia.

JB Soeranto. Sri Mulyani. YE. 2004. Budaya Jawi. Surakarta: CV. Cendrawasih.

Soeratman, Darsiti. 2000. Kehidupan Dunia Keraton Surakarta 1830-1939.

Yogyakarta: Yayasan Untuk Indonesia.

E Sumaryono. 1999. Hermeneutik. Sebuah Metode Filsafat. Yogyakarta: Penerbit

Kanisius.

Sutopo, H.B. 2002. Metodologi Penelitian Kualitatif. Dasar Teori dan

Penerapannya Dalam Penelitian. Surakarta: Sebelas Maret University

Press.

Wirastodipuro, BcAP, KRMT H. 2003. Busana Adat Jawi. Surakarta: Paguyuban

Mekar Budaya Surakarta.

Moeloeng, M.A. Prof. Dr. Lexy J. 2010. Metodologi Penelitian Kualitatif, Edisi

Revisi. Bandung: PT. Remaja Rosdakarya.

Page 184: BUSANA PAKU BUWONO XIII PADA UPACARA …...perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id (Sebuah Kajian Makna S commit to user ii PERSETUJUAN BUSANA PAKU BUWONO XIII PADA UPACARA TINGALAN

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

168

DAFTAR NARASUMBER

KP. Winarnokusumo (58 th), Humas Keraton Kasunanan Surakarta, Budayawan

Surakarta, Wawancara 26 September 2011, 10 Oktober 2011, 22

Desember 2011, 3 Januari 2012.

Hartoyo (59 th), Dosen ISI Surakarta, Penata Busana Paku Buwono XII dan XIII,

Wawancara, 08 Januari 2012.

GRAy. Kus Murtiyah Wirabumi (52 th), Adik Kandung Paku Buwono XIII,

Mendesain Busana Paku Buwono XIII tahun 2005. Wawancara 20 Januari

2012.

KGPH. Puger, BA (57 th), Adik Kandung Paku Buwono XIII, Pangeran Dalem

Keraton Surakarta, Wawancara 8 Desember 2011.

GKR Galuh Kencono (60 th) Wawancara 30 Januari 2012.

Dharsono (Sony Kartika) 58 th), Guru Besar Senirupa Timur Institut Seni

Surakarta, Ulas kritik 15 Maret 2012.

Sugeng Tukiyo (67 th), Dosen Universitas Sahid Surakarta, Ulas kritik 18 Maret

2012.

Sugiyatno (80 th), Budayawan Surakarta, Ulas kritik 21 Maret 2012.

Joko Purnomo, (38 th), Abdi Dalem, Fotografer kraton Surakarta, Sumber foto

Paku Buwono XIII pada Tingalan Jumenengandalem 2005-2011.

Andar Putu Wijaya, (24 th), penerjemah teks-teks bahasa Jawa. Mahasiswa

Program Pasca Sarjana ISI Surakarta.