buletin pemikiran dan peradaban islam2019/06/02 · bulan kelahirannya, kita akan memberi perhatian...
TRANSCRIPT
Spesial Idul Fitri Berkah KemenanganVol. I/02 (Juni 2019)
WORLDVIEW
BERKAH KEMENANGAN
Hakikat Sebuah Kemenangan
Ramadhan Bersama Ustadz Abdul Somad
Pesan Moral Ramadhan
ImsakKhabar:
Ramadhan Charity Prime Foundation
Buletin Pemikiran Dan Peradaban Islam
Pemimpin Umum: Azka Annisa Pimpinan Redaksi: Abdullah Muslich Rizal Maulana Wakil Pimpinan Redaksi: Hasbi Arijal Redaktur Pelaksana: Sulthan Asyam Karimov Al-Masyhida Sekretaris Redaksi: Nurul Azizah Bendahara/ Marketing: Rezki Kaulan Maisurah Arabic Advisory: Umi Mahmudah English Advisory: Sekar Arum Tamma Rahmadani Public Relation: Yuangga Kurnia Yahya, Leo Haika To’o. Email: [email protected] Rekening: 00700-100052-5560BRI a.n Prime Foundation
WORLDVIEW Buletin Pemikiran dan Peradaban Islam diterbitkan berkala secara online oleh Prime Institute for the Study of Islamic Thought and Civilizations (PISITAC), Divisi Pendidikan dan Dakwah Prime Foundation.
Informasi donasi dan sponsorship: +62 812-2561-2988 (Rezki Kaulan Maisurah).
Assalamu’alaykum warahmatullahi wa-
barakatuh.
Alhamdulillah segala puji bagi Allah Tuhan Se-
mesta Alam, Yang Maha Ada, dan Akan Senantiasa
Ada hingga Kata Ada itu Tiada. Di penghujung Ramad-
han ini, izinkan PISITAC untuk kembali menghadirkan
Buletin Worldview Vol.I/02 yang bertajuk “Berkah
Kemenangan”. Adapun untuk edisi kali ini, adalah edisi
khusus Hari Raya Idul Fitri yang mana akan menyam-
paikan sejumlah tulisan terkait dengan refleksi Ramad-
han 1440 dan bagaimana kita semestinya menyikapi
hari-hari setelah Ramadhan selanjutnya hingga datan-
gnya Ramadhan tahun depan. Semoga kita semuanya
masih dikaruniai rezeki umur yang panjang guna men-
yambut Bulan Suci ini di kemudian hari. Aamiin ya Rab-
bal ‘Alamin.
Untuk Khazanah kali ini akan disajikan oleh Pra-
basworo Jihwakir dan Sekar Arum Tamma Ramadani.
Prabasworo Jihwakir, selaku Dewan Pembina Prime
Foundation mengutip sejumlah ayat di dalam al-Qur’an
dan sabda suci Rasulullah Muhammad shallallahu
‘alayhi wa sallam terkait dengan bagaimana sejatinya
pribadi seorang Muslim mampu meningkatkan derajat
kesalihan usai menjalankan puasa Ramadhan. Di lain
sisi, Sekar Arum Tamma Rahmadani berupaya men-
gungkap hakikat kemenangan sejati yang bukan hanya
kemenangan usai melaksanakan ritual berpuasa, na-
mun justru dalam bentuk pengakuan kehambaan prib-
adi di depan Allah Azza wa Jalla. Edisi kali ini juga tak
lupa mencantumkan Talkhish yang kali ini ditulis oleh
Umi Mahmudah, Dosen Universitas Darussalam Gontor
yang mencoba merangkum sejumlah hikmah berpua-
sa dalam “Ramadhan Bersama Ustadz Abdul Somad”.
Di edisi khusus Hari Raya Idul Fitri ini, Worldview juga
akan melaporkan sejumlah kegiatan Ramadhan Charity
yang diorganisir oleh Prime Foundation di sejumlah
regional di Indonesia yaitu: Ponorogo, Jabodetabek,
dan Riau.
The last but not least, sebagaimana tradisinya,
Pimpinan Redaksi Worldview, Abdullah Muslich Rizal
Maulana akan mengakhiri silaturahim edisi ini dengan
Ibrah berjudul ‘Imsak’. Tulisan ringan ini akan mengulas
sejumlah fakta-fakta kehadiran Puasa di setiap agama
beserta esensinya sebagai kontrol hasrat duniawi,
sekaligus menyajikan mental apa yang semestinya di-
miliki seorang muslim yang sukses melaksanakan pua-
sa dalam pandangan hidup (worldview) Islam.
Akhirnya, jajaran Pengurus Prime Foundation,
Tim Peneliti PISITAC, dan Tim Redaksi WORLDVIEW
mengucapkan Taqabbalallahu minna wa minkum,
taqabbal ya karim. Minal ‘aaidiin wal faaizin. Selamat
Hari Raya Idul Fitri 1440 H. Semoga semua jariyah in-
telektual kita bisa menjadi wakaf ilmu pengetahuan
bagi seluruh ummat yang membutuhkan. Aamiin. Alla-
humma Aamiin.
Wassalamu’alaykum warahmatullahi wa-
barakatuh.
SALAM
WORLDVIEW | Hakikat Sebuah Kemenangan1
Sebagai seorang muslim, bulan Ramadhan merupakan momen istimewa yang begitu dinanti. Mengapa? Karena di bulan ini umat muslim sedang diberi sebuah kesempatan yang
sebesar-besarnya oleh Allah SWT untuk memperbanyak pahala dengan memperbaiki amal perbuatan sebagai sebuah usaha mendekatkan diri keada Allah SWT. Jika masih ada yang memertanyakan tentang hal-hal yang membuat bulan ini istimewa, maka mari kita telaah bersama-sama ulasan-ulasan dibawah ini.
Keistimewaan pertama adalah perintah untuk berpuasa selama satu bulan lamanya. Dalam agama Islam, kita memang mengenal adanya ibadah puasa, namun untuk kali ini kita harus melakukannya selama satu bulan penuh. Perintah Allah untuk melaksanakan ibadah ini telah jelas tercantum dalam QS. Al-Baqarah: 183. Kewajiban puasa di bulan Ramadhan dimaksudkan untuk melatih manusia dalam menahan rasa lapar, haus, serta segala macam tingkah laku yang dilakukannya sehari-hari. Hal-hal yang dapat membatalkan atau menggugurkan pahala puasa diantaranya; membicarakan orang atau ghibah, menangis, melihat konten-konten yang mempertontonan aurat, dan marah. Sesungguhnya kesulitan terbesar dari ibadah ini bukanlah menahan diri dari lapar dan haus, akan tetai menahan diri dari tidak membicarakan keburukan orang lain, menjaga pandangan mata kita agar tidak melihat hal-hal yang tidak berguna, menahan diri kita dari kemalasan untuk melangkahkan kaki ke masjid untuk shalat berjama’ah, menahan diri untuk tidak tergoda dengan ajakan-ajakan ngabuburit yang lebih
Khazanah
Hakikat Sebuah
Kemenangan Oleh: Sekar Arum Tamma Rahmadani
Peneliti PISITAC
sering digunakan untuk nongkrong dan membahas hal-hal duniawi daripada mendengarkan ceramah atau membaca ayat suci Al-Qur’an, dsb. Maka, barangsiapa yang senantiasa menjaga pahala puasanya hingga hari Ied tiba, maka mereka adalah termasuk orang-orang yang beruntung.
Keistimewaan kedua adalah, diturunkannya Al-Qur’an. Seperti yang telah kita ketahui bersama, Al-Qur’an merupakan mukjizat yang Allah turunkan kepada Rasulullah Muhammad, SAW untuk menjadi petunjuk bagi umatnya. Al-Qur’an merupakan satu-satunya kitab yang abadi hingga akhir zaman. Tidak ada lagi kitab yang akan lebih semurna darinya, seerti tidak mungkin lagi ada nabi setelah Rasulullah Muhammad shallallahu ‘alayhi wa sallam. Peristiwa turunnya kitab ini adalah ketika Rasulullah sedang menyendiri di Gua Hira, kemudian turunlah malaikat Jibril memerintahkan beliau untuk membaca, sewaktu itu Rasulullah menjawab dengan pernyataan bahwa beliau tidak bisa membaca. Kemudian Jibril mengulang lagi perintahnya sebanyak 3 kali hingga akhirnya Rasulullah mampu memahami apa yang Jibril perintahkan.
Keistimewaan ketiga adalah pelipatgandaan pahala. Jika di hari-hari biasa diluar bulan Ramadhan kita melakukan satu kebaikan, maka ia akan mendapatkan satu ahala. Namun, ketika di bulan Ramadhan ini, Allah melipatgandakan pahala bagi siapapun yang melakukan kebaikan. Satu perbuatan baik akan dikali sepuluh, masih akan dikalikan lagi dengan seratus, tujuh ratus, dan seribu. Yang lebih dahsyat lagi adalah ketika kita membaca Al-Qur’an, yang dihitung pahalanya bukanlah
WORLDVIEW | Hakikat Sebuah Kemenangan2
per-kata, akan tetapi setiap huruf dari kata yang kita baca akan diupahi pahala, itu belum termasuk pahala menelaah isi Al-Qur’an, dan mengamalkannya. Sungguh tidak ada yang mampu menandingi limpahan kasih sayang Allah di bulan ini.
Keistimewaan keempat adalah, adanya Malam Lailatul Qadar. Apa itu malam lailatul qadar? Malam lailatul qadar adalah malam yang lebih baik dariada seribu bulan. Yang mana jika kita beribadah ada malam itu, maka ahalanya sama seerti kita beribadah selama 1000 bulan. Malam dimana Allah akan mengabulkan segala permohonan ampun hamba-Nya. Di malam ini akan turun ribuan malaikat ke bumi untuk mengabulkan segala permintaan hamba-Nya. Pun jika ada yang bersedekah di malam ini, maka Allah akan melipat gandakan pahalanya seerti ia telah bersedekah selama 1000 bulan, Subhanallah.
Keistimewaan selanjutnya adalah zakat fitrah. Apa itu zakat fitrah? Zakat fitrah adalah zakat yang diwajibkan atas diri setiap individu lelaki dan peremuan muslim yang mamu dengan syarat-syarat yang ditetapkan. Kata ‘fitrah’ yang ada, merujuk pada
Khazanah keadaan manusia saat baru dicitakan, sehingga dengan mengeluarkan zakat ini manusia dengan seizin Allah SWT akan kembali suci dan kembali kepada fitrahnya.
Keistimewaan yang terakhir adalah dipertemukan dengan hari ‘Eidul Fitri. Sungguh tidak ada rangkaian ibadah yang begitu epik dan sistematis melebihi ibadah di bulan Ramadhan. Dari mulai puasa, nuzulul qur’an, lailatul qadar, zakat fitrah, kemudian ditutup dengan meraih kemenangan yang hakiki di hari ‘Eidul Fitri. ‘Eid/’Id dalam bahasa arab artinya kembali, sedangkan fitri atau fitrah artinya suci. Jadi secara harfiah eidul fitri berarti kembali kepada kesucian.
Hari Idul Fitri meruakan ujung tombak kegiatan ibadah pada bulan Ramadhan. Setelah kita melaksakan berbagai ritual mendekatkan diri kepada Allah dengan begitu khusyu’, maka inilah saatnya kita menggapai sebuah kemenangan yang hakiki. Dimana kita terlahir kembali sebagai ribadi yang polos dan belum ternoda, sama seperti saat kita dilahirkan ke dunia ini pertama kali.
Maka dari itu, di malam idul fitri disunnahkan bertakbir, mengagungkan ke-Maha Besaran Allah. Karena sejatinya semua yang ada di muka bumi ini adalah milik Allah SWT. Di hari ini pula dianjurkan untuk saling meminta maaf dan memaafkan kesalahan orang lain. Mengakui keadaan diri sendiri dan orang lain bahwasanya kita sebagai manusia tidak luput dari kesalahan. Meminta maaf juga berarti menyambung kembali silaturrahim ruhani yang ternoda oleh gesekan-gesekan ego, nafsu dan dosa kepada manusia dan kepada Allah. Permintaan maaf tersebut, tidaklah lain sebagai bentuk penghambaan kepada Allah SWT. sMaka, dengan ini pula kemenangan yang hakiki telah didapatkan, yaitu saat manusia telah mengakui ke-hambaan-Nya dihadapan dirinya dan dihadapan Allah SWT, Wallahu a’lam bisshawab.
Sekar Arum Tamma Rahmadani, lahir di Surabaya, Surabaya 13 Maret 1992. Lulus dari Program Sarjana (S1) Program Studi Perbandingan Agama, Fakultas Ushuluddin, Institut Studi Islam Darussalam (ISID) Gontor pada tahun 2014 dengan skripsi berjudul ‘John Hick on God’. Arum saat ini menyibukkan dirinya tidak hanya sebagai Language Advisory Worldview dan Tim Social Media @Pisitac684 namun juga diamanahi oleh masyarakat sebagai Kepala Sekolah PAUD dan TPA Rumah Ceria, Yogyakarta.
WORLDVIEW | Talkhish3
Tarhib Ramadhan, tarhib diambil dari kata
rahaba yang artinya lapang. Disebut lapang
karena tarhib Ramadhan maksudnya adalah
kita ingin menunjukkan bahwa hati kita
lapang menerima dan menyambut Ramadhan. Sebab
faktanya, tidak semua orang berhati lapang ketika
menyambutnya. Ada orang yang hatinya sempit ketika
Ramadhan datang karena berpikir bahwa dengan
datangnya Ramadhan berarti tidak lagi dapat bertemu
dengan lontong sayur dan nasi uduk, dan yang paling
tragis adalah tembakau.
Maka ungkapannya sering disebut dengan
marhaban ya Ramadhan. Artinya, lapang dada kami
menerima kedatangan Ramadhan. Kelapangan dada
menyambut Ramadhan ini kita tunjukkan dengan
sejumlah kesiapan, di antaranya adalah kesiapan ilmu,
karena ilmu lebih didahulukan daripada amal. Sebelum
beramal, kita harus tahu terlebih dahulu ilmunya
agar sesuai dengan tuntutan Rasul dan mendapatkan
pahala. Bisa jadi seorang muslim begitu semangat
ketika menyambut Ramadhan, namun jika belum
mengetahui cara berpuasa, apa saja amal-amal yang
disunahkan didalamnya dan hal-hal yang membatalkan
puasa maka nilai amalnya belum sempurna.
Mengenal bulan suci ini merupakan tahap
awal paling efektif yang bisa kita lakukan. Kalau ada
orang mulia yang ikut shalat dan ibadah bersama kita,
namun kita baru mengetahuinya setelah dia pergi,
maka pengetahuan kita yang terlambat seperti itu
tidak banyak berguna. Begitu juga Ramadhan, jika kita
mengenalnya beberapa saat sebelum habisnya ia, hal itu
sangat disayangkan. Kemudian sebagai hamba sudah
sepatutnya manusia memperbaiki hubungan dengan
Allah SWT Sang Pencipta alam semesta. Ada orang yang
merasa selama ini sudah berhubungan baik dengan
Allah karena merasa sudah shalat, tidak mencuri, tidak
berzina, dan tidak melakukan hal-hal yang batil. Namun
TalkhishJudul : Ramadhan Bersama
Ustadz Abdul SomadPenyunting : Tim Redaksi Nada
Publising Penerbit : Nada PublishingISBN : 978-602-70606-6-1Tahun Terbit : 2019
Oleh: Umi Mahmudah
Peneliti PISITAC
WORLDVIEW | Talkhish4
apakah kita sudah bisa dikatakan orang yang tanpa
dosa? Rasulullah SAW adalah orang yang sangat bersih
dari dosa, namun beliau selalu beristigfar dan bertobat
dalam sehari lebih dari tujuh puluh kali untuk meminta
ampunan kepada-Nya. Lantas, kita yang manusia biasa
apakah tidak perlu memohon ampun kepada-Nya?
Dan sebagai makhluk yang madaniun lithab’i
memperbaiki hubungan dengan sesama manusia
menjadi hal yang perlu dilakukan. Selain menjalankan
ibadah sesuai syari’at, manusia juga perlu memperbaiki
setiap permasalahan sosial yang hadir di tengah
masyarakat majemuk. Dalam salah satu hadist Rasul
dijelaskan bahwa tidak masuk surga orang yang
memutus silaturahmi. Ini menjadi perintah bagi seluruh
manusia untuk menjaga hubungan sesamanya.
Kemudian, Ramadhan adalah bulan diturunkannya
Al- Qur’an. Jika kita mempunyai anak maka pada saat
bulan kelahirannya, kita akan memberi perhatian
yang lebih. Demikian halnya dengan Al- Qur’an. Di
bulan turunnya ini kita siapkan dan kita beri perhatian
yang lebih kepadanya. Dalam salah satu hadist Nabi
SAW disebutkan, “bacalah Al-Qur’an. Sesungguhnya
Al- Qur’an pada hari kiamat akan datang memberi
syafaat kepada orang-orang yang membacanya” (HR.
Muslim dari Abu Umamah Al Bahili). Untuk itu mari kita
perbanyak bermuamalah dengan Al – Qur’an untuk
mendapatkan syafa’at darinya.
Menurut Ibnul Qayyim, ibadah dibagi menjadi
tiga, yaitu ibadah badani, mali dan badani wa mali. Puasa
termasuk dalam ibadah badani wa mali, yaitu ibadah
yang menuntut ketahanan fisik, apabila seseorang
sakit maka tidak diwajibkan untuk berpuasa. Untuk
itu sudah semestinya kita menjaga kesehatan jasmani
dan rohani termasuk menjaga kesehatan selama puasa
berlangsung.
Sebentar lagi, bulan Ramadhan akan berakhir,
tergantikan dengan hari kemenangan ‘Idul Fitri.
Semoga setelahnya kita tetap mampu menjalankan
semangat Ramadhan dengan membaca al-Qur’an dan
melaksanakan ibadah-ibadah lainnya. Jangan lah lupa,
sudah sepatutnya kita berdo’a mengikuti baginda
Rasulullah agar dipertemukan dengan bulan baik ini di
tahun selanjutnya dengan persiapan yang lebih matang
lagi.
Dalam buku ‘Ramadhan Bersama Ust. Abdul
Somad’ ini kita akan mempelajari banyak hal mengenai
bulan Ramadhan. Mulai dari persiapan pra Ramadhan,
amalan-amalan di bulan Ramadhan, sampai hal-hal
yang harus kita perhatikan pasca Ramadhan. Dan
terdapat pula beberapa pembahasan tentanag tarhib
Ramadhan, fiqih Ramadhan, cara memaksimalkan
Ramadhan, menjaga spirit Ramadhan dan juga terdapat
khutbah Idul Fitri. Semua materi di dalamnya berasal
dari kumpulan ceramah Ustadz Abdul Somad, Lc, M.A
atau yang lebih dikenal dengan panggilan UAS yang
tersebar di Youtube, setelah sebelumnya meminta
keridhaan beliau untuk menerbitkannya dalam bentuk
buku.
Semoga kita semua bisa mengambil manfaat
di dalamnya dan mengamalkannya dengan sebaik-
baiknya. Dan apa yang kita lakukan mendapat ridha
dari Allah SWT. Wama taufiq illa billah. ‘Alaihi tawakkaltu
wa-ilaihi unibu.
Umi Mahmudah, Dosen Program Studi Pendidikan
Bahasa Arab, Fakultas Tarbiyah Universitas Darussalam
(UNIDA) Gontor dan Koordinator TOAFL ini lahir di
Ponorogo, 20 Juni 1991. Lulus dari Program Pascasarjana
UNIDA Gontor tahun 2017 dengan judul Thesis:
.تطوير املواد التعليمية يف مادة التعبري التحريري Mulai Juli nanti, Umi akan menjadi Peserta International
Exchange dalam bidang Studi Bahasa Arab yang disponsori
oleh Qatar University di Doha, Qatar selama satu tahun
(2019-2020).
Talkhish
WORLDVIEW | Peran Moral Ramadhan5
Khazanah
Pesan Moral Ramadhan
Oleh: Muhammad Prabasworo Jihwakir
Dewan Pembina Prime FoundationSebentar lagi, pada hari pertama bulan
Syawwal, kita akan datangi sehamparan
bumi Allah dengan dada bergetar. Ada
kecamuk haru, gembira, sedih, sekaligus
syukur. Karena pada malam sebelumnya, Ramadhan
yang penuh barakah, rahmat, dan ampunan kita
akan lepas kepergiannya dengan perasaan pilu.
Walau hati berat berpisah dengan bulan yang telah
menghadirkan kelezatan hidangan ta’at dan ibadah
itu, takbir berulang-ulang akan kita sanjungkan ke
hadirat Tuhan Semesta Alam, sebagai tanda syukur
atas petunjuk dan bimbingan-Nya selama ini.
وا الل على ما هداكم ولعلكم تشكرون ة ولتكب ولتكملوا العد“… dan sempurnakan hitungan puasamu,
takbirkan Allah atas petunjuk-Nya, dan bersyukurlah
kalian” (QS Al-Baqarah:185).
Di tempat yang terbuka nanti, kita akan
hempaskan tubuh kita. Kita rapatkan dahi kita dengan
tanah. menyungkur kita di hadapan Allah Yang
Agung. Dengan bening hati kita, kita berbisik kepada
Allah, “Tuhan, inilah hamba-Mu yang hina, rebah di
kaki-Mu. Hidup matinya dalam kuasa-Mu. Punggung
melengkung karena berat memikul beban dosa. Bibir
kelu tak sanggup memuji-Mu dan mengucap syukur
atas anugerah-Mu.” Pada saat yang sama, kita semua
mengakui dosa kita; berharap kesucian menggantikan
kuasa kegelapan dan keangkuhan atas jiwa kita selama
ini.
Banyak yang bertanya-tanya kenapa kita
merayakan Idul Fitri di penghujung Ramadhan. Apakah
kita gembira lantaran Ramadhan berakhir? Bagaimana
mungkin kita senang dengan berlalunya bulan Allah
yang sedemikian agung, dengan segala barakah,
rahmat, dan ampunan yang meruah bersamanya?
Alasan sebenarnya kita merayakan Idul Fitri ini
bukanlah karena kita suka bulan ini berakhir, melainkan
lantaran kita berterima kasih kepada Allah atas karunia-
Nya kepada kita berupa bimbingan, kesempatan dan
kekuatan untuk menjalankan perintah-perintah-Nya
di bulan rahmat itu. Kita bahagia karena kita berhasil
berpuasa dan beribadah selama Ramadhan, dan boleh
berharap bahwa taqwa kita meningkat, yang adalah
tujuan sebenarnya dari puasa.
Sahabat Ali bin Abi Thalib r.a. memberikan kalam
yang begitu indah tentang Hari Raya, “‘Id adalah bagi
yang puasanya diterima Allah, dan ibadahnya terpuji di
mata Allah. Setiap hari yang di dalamnya engkau tidak
durhaka kepada Allah adalah Hari Raya (‘Id).” Kalimat
ini mengundang pemikiran kita, bahwa setiap hari
yang di dalamnya kita tidak melakukan dosa apapun,
hakikatnya dalah hari besar bagi kita.
Selama Ramadhan, orang-orang beriman
merasakan betapa benar sabda Nabi Agung
Muhammad SAW,
إذا جاء رمضان، فـتحت أبـواب اجلنة، وغلقت أبـواب النار، وصفدتالشياطني - متفق عليه
“Ketika Ramadhan hadir, dibuka lebar pintu-
pintu surga, ditutup rapat pintu-pintu neraka, dan
WORLDVIEW | Peran Moral Ramadhan6
Khazanahsetan-setan dibelenggu” (HR Muttafaq ‘alayh).
Selama bulan kesembilan ini kita lakukan puasa,
tadarus Quran, qiyam tarawih, doa dan munajat, i’tiraf
(pengakuan dosa) dan istighfar, bahkan i’tikaf selama
sepuluh hari sepuluh malam terakhir, dengan harapan
mendapatkan rahmat, maghfirah, barakah, ketinggian
derajat taqwa, dan pembebasan dari derita dan nista
dunia serta siksa akhirat.
Namun kita saksikan tiga macam tipa manusia
ditinjau dari pilihan bersikap terhadap Ramadhan.
Pertama, orang yang tidak berbeda sikap terhadap ada
atau tiadanya Ramadhan. Yang semula munkar tetap
munkar, yang semula taat kepada aturan agama tetap
tak berubah. Kedua, orang yang menjadi taat, gemar
beribadah dan menjauhi maksiat karena haibah dan
barakah Ramadhan. Golongan ini sangat rajin bahkan
jadi penggila amal selama bulan Ramadhan. Tetapi
mana kala Ramadhan berakhir, mereka kembali kepada
kebiasaan semula dalam keengganan beribadah dan
sikap meremehkan aaturan agama. Ketiga, orang yang
semula shalih dan taat kepada Allah, menjadi lebih
taat dan lebih shalih dengan ketibaan Ramadhan,
istiqawmah sepanjang bulan, serta harus melestarikan
ketaatan dan keshalihan meskipun Ramadhan telah
usai, karena semata cinta dan taat kepada Allah ‘Azza
wa Jalla.
Muara seluruh perintah dalam Islam adalah
pembentukan pribadi yang luhur. Ad-diinu husnu
l-khuluq, agama adalah budi pekerti yang baik, sabda
Nabi SAW. Puasa Ramadhan, seperti perintah ibadah
ritual lainnya, adalah proses untuk menghantar setiap
muslim memiliki akhlaq yang luhur. Seseorang yang
gemar puasa dan rajin shalat, tetapi suka menyakiti
orang-orang dengan lisannya, menurut Nabi SAW,
adalah ahli neraka! Ali bin Abi Thalib menyebut shalat
sama pentingnya dengan berderma.
Diriwayatkan, Rasulullah SAW mendengar
seorang wanita menghardik jariyah (pembantu rumah
tangga)-nya, padahal wanita itu tengah berpuasa.
Nabi kemudian mendatanginya sambil membawa
semangkuk makanan, seraya bersabda, “Ini,
makanlah!” “Ya Rasulallah, saya sedang berpuasa,”
jawab wanita itu. Lalu Nabi bersabda, “Aneh engkau
ini. Engkau berpuasa tetapi membentak pembantumu?
Sungguh, puasa itu bukan hanya menahan makan dan
minum. Tetapi Allah jadikan ia penghalang bagi selain
keduanya berupa keburukan kata dan perbuatan yang
dapat merusaknya. alangkah sedikitnya yang berpuasa,
Khazanahbetapa banyak yang lapar saja!.”
Jadi, meski tidak berpuasa dan tidak shalat itu
berdosa, tapi apa guna puasa dan shalat, bahkan haji,
jika hati kita keras tak berperasaan, kita egois tak peduli
derita sesama, kita berbelanja berlebihan sementara
tetangga kita bingung dililit utang dikejar tagihan biaya
makan, kesehatan, dan pendidikan? Atau, kita sombong
merasa suci sendiri, suka mencela dan meremehkan
orang lain?
Jika dahi kita menghitam karena banyak
sujud di kesunyian malam-malam puasa, apakah dahi
yang sama kita dongakkan di tengah manusia karena
sombong, hanya karena kita merasa banyak harta,
tinggi ilmu, banyak amal, banyak pengikut, keturunan
kenamaan atau berkedudukan tinggi, atau punya anak-
anak yang sukses?
Jika mulut kita bergetar dalam dzikir memuji
kebesaran Tuhan, juga tangan-tangan kita tengadah
dalam munajat dan doa selama bulan puasa, akankah
mulut dan tangan yang sama kita gunakan untuk
menyakiti orang lain, merampas hak sesama, juga
untuk meraih dan memakan barang-barang haram?
Jika kita telah paksa perut dan kerongkongan
kita merasakan pahitnya lapar dan keringnya dahaga
selama siang bulan Ramadhan, tidakkah kita
bayangkan dan rasakan perut dan kerongkonan kaum
fuqara wa masakin, mereka yang tidak beruntung
dan berkekurangan, lebih sering didera lapar karena
terpaksa?
Mari, di Hari Idul fitri yang kian dekat ini, jangan
kita keliru memandang diri kita sendiri. Ini bukan hari
kita boleh merasa suci. Ini hari ketika kita masih harus
menghadapi bentangan medan juang, bukan hari kita
merasa menang. Mereka yang suka mersa suci, justeru
adalah para pendurhaka yang memandang remeh dosa-
dosa yang sesungguhnya bikin Allah murka. mereka
yang merasa menang, justeru adalah orang- orang
lemah yang tak banyak berjuang dan lengah di tengah
kepungan musuh yang tak kenal lelah menyerang.
Kita boleh berharap dan mengupayakan
kesucian dan kemenangan; karena Allah Yang Mahasuci
hanya bisa didekati oleh hamba-hamba yang suci atau
mensucikan diri dengan mengalahkan godaan syaithan
dan dorongan hasrat yang nista; tetapi tidak layak
merasa suci dan menang! Lihatlah Baginda Rasulullah
SAW, manusia paling agung dan suci yang pernah
dilahirkan ke punggung bumi. Tak kurang dari 100 kali
Ayah Fatimah ra ini memohon ampun atas “dosa”
yang tidak pernah ia lakukan. Saat Fathu Makkah, yang
menandai kemenangan tak terbantahkan atas musuh
-musuh kebenaran, ia tidak bersorak, tidak hanyut dalam
pesta-pesta perayaan; ia justru tak henti bertasbih,
memuji tuhan, bahkan beristighfar, dengan punggung
yang melengkung, hingga dahinya hampir menyentuh
punggung untanya! Dan ia umukan pengampunan
besar-besaran kepada seluruh musuhnya, padahal ia
berkuasa penuh untuk menghukum mereka. Seperti
Yusuf a.s. yang berkata kepada saudara-saudaranya
yan telah mencampakkannya ke dalam sumur tua,
لكم وهو أرحم الراحني قال ل تـثريب عليكم اليـوم يـغفر الل“Tiada permusuhan atas kalian semua pada
hari ini. Semoga Allah mengampuni kalian, karena Dia
Mahasayang.” (QS Yusuf: 92)
Mari, kita berbagi maaf kepada siapapun yang
pernah menyakiti kita, dan mari kita tak segan minta
maaf setulusnya kepada siapapun yang mungkin
pernah kita sakiti.
Muhammad Prabasworo Jihwakir, lahir di Yogyakarta,
6 April 1992. Lulus dari Departement of Mass
Communications, Faculty of Arts, King Saud University
dengan Judul Skripsi:
تغطية قناة اجلزيرة جتاه الربيع العريب pada tahun 2017. Saat ini berkhidmah sebagai Pengasuh
Ayatuna Quran Academy di Yogyakarta, Prabasworo
Jihwakir juga satu dari Dewan Pembina Yayasan Prime
Foundation.
WORLDVIEW | Peran Moral Ramadhan7
WORLDVIEW | Imsak8
Kalimat yang dikutip dari Edward Farrell
oleh John Piper ini sepertinya penting
untuk direnungkan. Farrel meyakini bahwa
hampir di setiap tempat dan zaman
manapun, puasa selalu memililki posisi yang mulia
karena kedekatannya dengan sense keagamaan
(Hunger for God, 16). Ini artinya, meskipun sudah
kita ketemukan fungsi puasa yang berdasarkan
sudut pandang psikologi, kesehatan, maupun
antropologi sekalipun, asal muasal Puasa tetap secara
absah terlacak dari ajaran agama. Setiap Agama,
seyogyanya memang memiliki konsep puasa yang
berbeda satu sama lain dengan ciri khas yang menjadi
identitas. Misalnya, Ummat Yahudi berpuasa di hari
Yom Kippur dan hari Tisha B’av. Puasa Yom Kippur
dilaksanakan mulai pada tanggal 10 bulan Tishri
sebagai hari pertaubatan tahunan Umat Yahudi.
“When the sense of God diminishes,
fasting disappears”
Sementara Tisha B’av dilakukan pada hari kesembilan
bulan Av dan dilaksakanan sebagai hari peratapan
akan kehancuran rumah suci Yahudi di Jerusalem.
(Sara E Karesh and Mitchell M Hurvitz, Encyclopedia
of Judaism, 154). Ummat Hindu di Indonesia,
berpuasa selama proses samadi atau meditasi yang
dilaksanakan ketika kajeng kliwon, purnama, tilem,
dan Brata Penyepian yang dilaksanakan selama hari
Raya Nyepi (Jan Hendrik Peters, Tri Hita Karana, 185).
Dalam sejarah Buddhisme, Siddhartha Gautama
berpuasa selama kurun 6 tahun hingga hilang daging
badannya menyisakan kulit berbalut tulang saja
(Sandip T Gaikwad: 2017). Dan begitu seterusnya
contoh model dan teknik berpuasa lainnya dapat kita
temukan di agama-agama lain. Terlepas dari berbagai
latar belakang dan prosesi yang hadir, puasa secara
garis besar bertujuan kepada pendekatan spiritual
pada Tuhan. Pendekatan spiritual itu, dikemas
dalam bentuk ‘penahanan diri’ atau Imsak akan
segala keterikatan duniawi berupa makan, minum,
syahwat, dan lain sebagainya. Ini artinya, Imsak secara
konseptual dilaksanakan dalam ritual berpuasa yang
hadir dalam setiap agama.
Seorang Muslim, tentu saja wajib
memproyeksikan Imsak sesuai dengan konsepsi
pandangan hidup (worldview) Islam guna mencapai
tujuan dari berpuasa itu sendiri. Di sini, pandangan
ImsakOleh: Abdullah Muslich Rizal
Maulana*
Ibrah
WORLDVIEW | Imsak9
Ibrah
hidup berfungsi sebagai basis identifikasi yang tepat
akan ajaran agama sehingga tetap hikmah yang
diderivasi dari ritual dapat bermakna sebagaimana
mestinya. Adapun tujuan berpuasa dalam Islam,
tidaklah lain untuk menjadi hamba-hamba-Nya
yang bertakwa alias Muttaqin (QS al-Baqarah 183).
Pasalnya, Muttaqin tidaklah mampu dengan mudah
didapat kecuali dengan menjalankan puasa dengan
tepat. Berulang kali kita dengarkan sabda Baginda
Nabi dari Abu Hurayrah: “Betapa banyak orang
yang berpuasa tidak mendapatkan apapun dari
puasanya kecuali lapar dan dahaga.” Lebih fatal lagi,
ada sebagian dari manusia yang bertemu dengan
Ramadhan namun tidak diampuni dosanya. Akhirnya,
dia masuk ke dalam Neraka dan dijauhkan Allah dari
Surga (HR. Ibnu Hibban dan Ibnu Khuzaimah).
Oleh karena itulah, Imsak perlu dipahami
dengan benar dan dilaksanakan dengan seluruh
potensi yang kita miliki. Imam Abu Hamid al-Ghazali
rahimahullah mencatat dalam bab dalam Ihya’-nya,
bahwa berpuasa itu, sesungguhnya memiliki tiga
tingkatan; Pertama, al-‘Umuum, yaitu Shiyam yang
Imsak-nya meliputi godaan perut dan kelamin. Kedua,
al-Khusuush. Puasa ini tidak hanya menahan godaan
perut dan alat kelamin, namun juga pendengaran,
penglihatan, lisan, tangan, kaki, dan seluruh bagian
tubuh dari keburukan. Ketiga, adalah Khusuush al-
Khusuush. Puasa level ini berupa Puasa hati yang
menahan diri dari pemikiran-pemikiran negatif nan
duniawi yang dimiliki manusia dari selain Allah azza wa
Jalla secara keseluruhan. Shaum Khusuush al-Khusuush
ini bisa ‘batal’ alias turun derajatnya jikalau sedetik
saja kita berpaling dari fokus kepada Allah. Begitu
beratnya puasa di level ini sehingga Imam al-Ghazali
menulis bahwa “... (Puasa ini) berada di derajat Para
Nabi, Shiddiqiin, dan Muqarrabin”. (Ihya’ Uluum al-Din,
Juz. I, 235)
Imam al-Ghazali mencatat adanya 6 prasyarat
yang semestinya dipenuhi guna mencapai derajat
Shaum Khusuush al-Khusuush: Pertama, Menahan
pandangan dari segala macam keburukan yang bisa
melalaikan hati dari mengingat Allah azza wa Jalla.
Kedua, menjaga lisan dari apa yang tidak semestinya
seperti berbohong, mengghibah, mengadu-domba,
kalimat-kalimat fahisy, kontroversial, dan lain
sebagainya. Lisan, semestinya disibukkan dengan
berdzikir kepada Allah dan bertilawah al-Qur’an.
Ketiga, menahan telinga dari mendengar hal-hal
yang dibenci; termasuk dengan tidak menanggapi
kejahatan-kejahatan lisan seperti sudah termaktub di
atas, dan seterusnya.
Keempat, menahan diri dari hal-hal selain yang
sudah tersebut di atas tidak hanya dilaksakan ketika
berpuasa namun juga ketika Iftar atau berbuka puasa.
Artinya, tidaklah berguna jika sudah seharian bahkan
menahan diri dari makanan yang semestinya halal
disantap, namun ketika berbuka malah bermaksiat,
menyantap kudapan yang diharamkan, lalai akan
shalat, dan lain sebagainya. Menurut Imam al-Ghazali,
hal yang demikian ini seperti orang yang telah
membangun istana namun kemudian tidak hanya
menghancurkannya kembali melainkan sekaligus
menghancurkan ibukotanya (famitsaalu haadzaa al-
Shaa’im mitsaalu man banaa qashran yahdimu mishra).
(Ihya, 236). Dengan kata lain, konsepsi Imsak yang
WORLDVIEW | Imsak10
Ibrahsesungguhnya adalah Imsak yang dilaksanakan tidak
hanya ketika puasa, namun juga ketika tidak berpuasa.
Prinsip keempat ini juga terkait dengan prinsip kelima,
yaitu dengan tidak menyantap makanan yang halal
ketika berbuka dengan berlebihan. Jikalau yang halal
pun tetap tidak boleh dinikmati dengan foya-foya,
apalagi yang diharamkan? Begitulah kemudian Bulan
Ramadhan menjadi ajang pendidikan diri menjadi
muttaqin dalam sebuah proses yang berlangsung
secara kontinu; bukan berarti usai Ramadhan kita
bisa kembali bermaksiat sesuka hati ataupun berlaku
sesuka rupa. Justru, pasca Ramadhan, umat Islam
mampu ‘terlahir kembali’ menjadi pribadi yang lebih
baik iman ilmu dan amalnya.
Keenam, yang paling krusial adalah bahwa
hati seorang yang berpuasa setelah berbuka menurut
Imam al-Ghazali, berkecamuk antara ketakutan dan
harapan; khawatir apakah puasanya hari itu diterima
atau tidak? Di tahap ini, kita temukan bahwa berpuasa
jadinya tidak hanya ‘sekedar’ terlaksana begitu saja.
Puasa seyogyanya diikuti dengan refleksi dan evaluasi
akan baik-tidaknya puasa kita. Seberapa banyak
telinga mendengar ghibah daripada tilawah? Seberapa
basah lisan akan dzikir daripada berbicara yang tak
lumrah?
Imsak mendekatkan seorang beriman pada
Taqwa. Ramadhan sudah selesai. ‘Ied al-Fitr telah tiba.
Hari Raya di depan mata. Pertanyannya, Apakah kita
sudah mampu mensucikan jiwa kotor kita di Shiyam
Ramadhan kita tahun ini? Sekiranya begitu, dapatkah
kita menyatakan diri kita sebagai golongan mereka
yang Muttaqin? Golongan mereka yang ‘Aaidiin
wal Faaiziin? Lebih jauh kemudian, dapatkan kita
berImsak dari yang sudah disebut Imam al-Ghazali
dalam 11 bulan ke depannya? Ataukah hanya berhenti
di hari Puasa terakhir saja? Pun bulan Shiyam yang
mulia ini telah berakhir, Imsak harus terus menerus
dilaksanakan oleh siapapun yang benar-benar ingin
mencapai derajat Muttaqin. Sungguh amat merugi,
jika usai Ramadhan kita tak alami proses pendidikan
hati. Sungguh amat merugi, jika bertemu dengan
Ramadhan tak mampu menyucikan hati-fikir tangan
dan kaki. Sungguh amat merugi, jika sudah berpuasa
Ramadhan namun Taqwa tidak meningkat namun
malah kembali bermaksiat. Rugi!
Taqabbalallahu minna wa Minkum Taqabbal
ya Kariim. Allahu Akbar Allahu Akbar Allahu Akbar wa
Lillahilhamd.
* Direktur Eksekutif PISITAC dan Pimpinan Redaksi
Worldview
WORLDVIEW | Khabar11
Khabar
Ramadhan Mubaarak. Bulan Ramadhan tidak
menjadi penghalang bagi para relawan
dan aktitivis Prime Foundation di sejumlah
daerah di Indonesia untuk turut meluangkan waktu
pengabdian mereka untuk masyarakat. Adapun
regional yang tercatat berkegiatan Ramadhan Charity
ini adalah Regional Jabodetabek, Riau, dan Ponorogo.
Kegiatan Ramadhan Charity pertama yang
terlaksana adalah penyerehan dana donasi wakaf
pembangunan Masjid Assiddiq di Kecamatan
Kebonsari, Kabupaten Madiun oleh Prime Foundation
Regional Ponorogo. Dana donasi murni dikumpulkan
dari sejumlah besar donatur dari berbagai daerah di
Indonesia dan mencapai total Rp. 3.400.000,- dan
diserahkan Ba’da Ashar hari Jum’at, 10 Mei 2019
kepada KH. Ilyas selaku Tokoh Masyarakat Masjid
Assidiq. KH. Ilyas menyampaikan terima kasih sebesar-
besarnya kepada para Donatur dan Prime Foundation,
sekaligus mendoakan sejumlah hajat dan niat baik
para donatur agar diberkahi, dimudahkan, dan diridhai
Allah azza wa Jalla. Acara kemudian ditutup dengan
berbuka puasa bersama di kediaman Ketua Prime
Foundation Regional Ponorogo sekaligus Direktur
Utama PISITAC, Abdullah Muslich Rizal Maulana.
Ramadhan Charity yang kedua dilaksanakan
oleh Prime Foundation Regional Jabodetabek.
Kegiatan tersebut adalah Buka Puasa Bersama dan
Santunan Anak Yatim di Yayasan Yatim As Sa’adah,
Radio Dalam, Jakarta Selatan, pada hari Sabtu, 18 Mei
2019. Kali ini, Prime Foundation Regional Jabodetabek
menyantuni kurang lebih 30 orang anak yatim dengan
dana donasi sebesar Rp.8.585.000,-. Santunan
dimulai dengan membaca doa dan surat-surat pendek
bersama anak-anak yatim, diikuti sambutan oleh
Bapak Ketua Prime Foundation Regional Jabodetabek
al-Ustadz Labib Fauzan, S.Psi sebelum kemudian
dilanjutkan dengan buka puasa bersama, shalat
maghrib berjamaah dipimpin oleh al-Ustadz Hanif
Dermawan, S.Pd.I, pemberian simbolis donasi, dan
ditutup dengan doa oleh Bapak Dewan Pembina
Prime Foundation, al-Ustadz Teddy Kusuma, S.H.I
Adapun Prime Foundation Regional Riau
dengan sukses mengeksekusi berbagai jenis kegiatan
dalam Ramadhan Charity-nya. Di antara adalah Ta’jil
on the Road dan Baksos di Panti Asuhan Al-Istiklal.
Ta’jil on the Road dilakukan selama sejumlah hari
selama Ramadhan dikoordinir oleh al-Ustadz Ridho
Sadik bersama IKPM Indragiri Hilir, Riau. Sementara
Baksos dilaksanakan selama dua hari yaitu 25 dan 26
Mei 2019 oleh al-Ustadz Ahmad Zamroni, S.H.I.
Ramadhan Charity Prime Foundation
WORLDVIEW | Khabar12
Khabar