bulan bahasa

9
seorang yang gemar membaca dan sedang belajar menulis SUDAHKAH KITA BERSIKAP POSITIF TERHADAP BAHASA INDONESIA (Refleksi Bulan Bahasa 2010) Bulan Oktober adalah bulan yang memiliki makna sejarah sangat besar bagi bangsa Indonesia, karena pada tanggal 28 Oktober 1928 telah tercetus sebuah komitmen para pemuda Indonesia yang kita kenal dengan SUMPAH PEMUDA. Salah satu bunyi butir sumpah yang disepakati para pemuda saat itu adalah “Menjunjung tinggi bahasa persatuan, bahasa Indonesia”. Dari sinilah, maka bulan Oktober dikukuhkan sebagai Bulan Bahasa. Seiring berjalannya waktu, sepertinya kita perlu intronspeksi diri mengenai sejauh mana kecintaan kita dan kepedulian kita terhadap bahasa Indonesia. Sebab dalam kehidupan sehari-hari masih sering kita jumpai masyarakat kita yang mempunyai anggapan negatif terhadap bahasa Indonesia. Antara lain, bahasa Indonesia dianggap kurang ilmiah dan kurang intelek dibanding dengan bahasa Inggris, bahasa Indonesia tidak perlu dipelajari karena bahasa Indonesia adalah milik sendiri, dan sebagainya. Pernahkah kita membayangkan, bagaimana seandainya bangsa Indonesia tidak mempunyai bahasa Indonesia? Dari sini perlu kita sadari bahwa pada hakikatnya setiap bangsa memerlukan alat tunggal untuk berkomunikasi dalam setiap kegiatan warga bangsanya. Sampai-sampai ada ungkapan “rakyat tanpa bahasa nasional hanyalah setengah bangsa”. Sebagai ilustrasi, bangsa Belgia sampai saat ini harus menggunakan dua bahasa resmi (bahasa Perancis dan bahasa Belanda) yang keduanya bukan bahasa asli mereka. Bangsa Swiss terpaksa harus menggunakan empat bahasa sekaligus (bahasa Jerman, Perancis, Inggris, dan Romans) yang keempatnya juga bukan miliknya sendiri. Sedangkan Kanada karena kenyataan historis mengharuskan dan menetapkan dua bahasa resmi (bahasa Inggris dan Perancis) yang keduanya juga bukan bahasa mereka. Terkait dengan hal tersebut, bangsa Indonesia termasuk bangsa yang beruntung karena memiliki bahasa nasional.

Upload: wawan

Post on 25-Jun-2015

1.389 views

Category:

Documents


1 download

TRANSCRIPT

Page 1: bulan bahasa

seorang yang gemar membaca dan sedang belajar menulis

SUDAHKAH KITA BERSIKAP POSITIF TERHADAP BAHASA INDONESIA (Refleksi Bulan Bahasa 2010)Bulan Oktober adalah bulan yang memiliki makna sejarah sangat besar bagi

bangsa Indonesia, karena pada tanggal 28 Oktober 1928 telah tercetus sebuah

komitmen para pemuda Indonesia yang kita kenal dengan SUMPAH PEMUDA.

Salah satu bunyi butir sumpah yang disepakati para pemuda saat itu

adalah “Menjunjung tinggi bahasa persatuan, bahasa Indonesia”. Dari

sinilah, maka bulan Oktober dikukuhkan sebagai Bulan Bahasa.

Seiring berjalannya waktu, sepertinya kita perlu intronspeksi diri mengenai

sejauh mana kecintaan kita dan kepedulian kita terhadap bahasa Indonesia.

Sebab dalam kehidupan sehari-hari masih sering kita jumpai masyarakat kita

yang mempunyai anggapan negatif terhadap bahasa Indonesia. Antara lain,

bahasa Indonesia dianggap kurang ilmiah dan kurang intelek dibanding dengan

bahasa Inggris, bahasa Indonesia tidak perlu dipelajari karena bahasa

Indonesia adalah milik sendiri, dan sebagainya.

Pernahkah kita membayangkan, bagaimana seandainya bangsa Indonesia

tidak mempunyai bahasa Indonesia? Dari sini perlu kita sadari bahwa pada

hakikatnya setiap bangsa memerlukan alat tunggal untuk berkomunikasi dalam

setiap kegiatan warga bangsanya. Sampai-sampai ada ungkapan “rakyat tanpa

bahasa nasional hanyalah setengah bangsa”. Sebagai ilustrasi, bangsa Belgia

sampai saat ini harus menggunakan dua bahasa resmi (bahasa Perancis dan

bahasa Belanda) yang keduanya bukan bahasa asli mereka. Bangsa Swiss

terpaksa harus menggunakan empat bahasa sekaligus (bahasa Jerman,

Perancis, Inggris, dan Romans) yang keempatnya juga bukan miliknya sendiri.

Sedangkan Kanada karena kenyataan historis mengharuskan dan menetapkan

dua bahasa resmi (bahasa Inggris dan Perancis) yang keduanya juga bukan

bahasa mereka. Terkait dengan hal tersebut, bangsa Indonesia termasuk

bangsa yang beruntung karena memiliki bahasa nasional.

Bahasa Indonesia sebagai bahasa nasional keberadaannya pun memiliki

landasan hukum secara formal yang tertuang dalam Undang-undang Dasar

1945. Adanya bahasa Indonesia dapat mempersatukan seluruh rakyat

Indonesia yang terdiri dari berbagai suku. Selain itu, dengan memiliki bahasa

Indonesia, bangsa Indonesia dapat menunjukkan jati dirinya kepada bangsa

Page 2: bulan bahasa

lain. Inilah fungsi bahasa Indonesia sebagai identitas bangsa. Bukankah ada

ungkapan “bahasa menunjukkan bangsa”. Dari sini seharusnya tidak ada

alasan bagi kita untuk tidak bangga terhadap bahasa Indonesia.

Kebanggaan dan kecintaan kita kepada bahasa Indonesia tersebut tentu tidak

cukup bila hanya diucapkan. Namun, perlu pula ditunjukkan dalam perilaku kita

dalam keseharian. Antara lain, selalu berupaya untuk mau belajar memakai

bahasa Indonesia dengan baik dan benar. Misalnya, pemakaian

kata “merubah” atau “mengubah”, “mencontek” atau “menyontek”, “mempes

ona” atau“memesona”, dan sebagainya. Untuk mengetahui mana yang benar,

tentu kita harus selalu belajar.

Selain itu, sikap positif kita dapat pula ditunjukkan melalui pemakaian bahasa

yang sesuai keperluan. Artinya, penggunaan bahasa asing hanya akan

dilakukan bila memang diperlukan karena tidak ada padanannya dalam bahasa

Indonesia. Kedwibahasaan atau ketribahasaan tidak merugikan, bahkan

menguntungkan pemakai bahasa asal tidak mengorbankan bahasa

kebangsaan sendiri. Sehingga dalam Sumpah Pemuda butir ketiga, para

pendahulu kita pun tidak memaksakan kita untuk”berbahasa satu”,

tetapi ”menjunjung tinggi bahasa persatuan”.

Bahasa Indonesia adalah milik kita. Bahasa Indonesia lahir berkat upaya pada pendahulu kita untuk

mempersatukan bangsa. Bahasa Indonesia adalah jati diri bangsa. Oleh karena itu, kita pula yang

wajib menjaga, membesarkan, dan melestarikannya. ##

Bulan Bahasa

Posted by trinuryani on May 19th, 2009 2 Comments Printer-Friendly

Tanggal 29 November kemarin Sekolah Republik Indonesia Tokyo (SRIT) baru saja

melaksanakan kegiatan lomba yang rutin dilaksanakan setiap tahunnya.  Dalam perlombaan tersebut

terdapat dua tangkai lomba yang selalu dilaksanakan yaitu english competition dan Japanish

competition yang telah dilaksanakan, selain itu ada pula kegiatan lomba sekolah dengan bahasa

tanah air kita (Bahasa Indonesia). Perlombaan tersebut itu dinamakan Bulan Bahasa. Mulai dari

Taman Kanak-kanak (TK) hingga Sekolah Menengah Umum (SMU) semua semua siswa 

mengikuti semua tangkai lomba dengan penuh semangat. Mereka bersaing dengan sportif dan tak

ada kata ragu dan malu. Acara disaksikan oleh seluruh siswa dan tak lupa pula dihadiri para

orangtua murid yang ingin menyaksikan penampilan anak-anaknya. Para peserta seru sekali di saat

penampilan mereka hingga di sela-sela pertandingan tak terlewatkan pula penampilan yang

mengundang canda tawa para penonton.

Lomba untuk TK yaitu menceritakan gambar, SD lomba menulis puisi, menulis huruf lepas

dan bersambung serta lomba membaca pembukaan UUD 1945.  Seluruh siswa – siswi SMP dan

SMA bersaing bersama dalam dua kategori lomba. Mendongeng untuk individual, dan musikalisasi

puisi untuk lomba perkelas. Tiap-tiap lomba dinilai oleh tiga orang juri yang diwakili para guru-

Page 3: bulan bahasa

guru sekolah Indonesia Tokyo. Acara dimulai pada pukul 09.00 hingga pukul 18.00 JST dan dibuka

oleh Bapak Atase Pendidikan dan Kebudayaan RI-Jepang (Bapak Prof. Dr. Edison Munaf).

Jauh hari sebelum acara dilaksanakan seluruh anak-anak terus berlatih dan berlatih untuk

mendapatkan hasil yang memuaskan.  Waktu demi waktu berlalu dan semua tangkai lomba selesai,

akhirnya setelah musikalisasi puisi oleh siswa-siswi SMP dan SMU selesai dilaksanakan, tibalah

puncak acara yang dinantikan yaitu pengumuman para pemenang.

Selama para juri menghitung point yang diraih oleh para peserta dan menentukan siapa

pemenangnya semua peserta merasa deg-degan dan penasaran. Sementara menunggu juri

menyelesaikan penilaian dan menentukan siapa yang menjadi pemenang musikalisasi puisi, acara

hiburan diisi oleh Nadilla dan Nachang siswi kelas 1 SMP dengan duet pianonya. Barulah setelah

itu pengumuman sang juara yang dinantikan oleh para peserta disampaikan oleh bapak Budi

Handoyo selaku  pembawa acara dan sekaligus juri. Seluruh peserta tampil dengan sangat baik pada

hari itu. Semuanya terlihat menarik, menyenangkan dan mampu untuk bersaing secara sportif

sesama siswa dan siswi Sekolah Indonesia yang berada di negeri Sakura ini.

Namun di setiap pertandingan tentu ada yang menang dan ada yang kalah. Bagi para

pemenang tentunya harus mempertahankan prestasi mereka dan bagi para siswa yang belum

beruntung tahun ini tentunya harus berusaha lebih giat lagi agar mendapatkan hasil yang lebih baik

di tahun depan

Satu keistimewaan pada lomba Bulan Bahasa kali ini adalah dimana seluruh siswa menjadi

satu tanpa memikirkan perbedaan usia, latar belakang, agama, suku, adat, ras, dan budaya,

menjadikan suasana seolah-olah kita adalah miniatur Indonesia yang satu dalam sebuah Negara

Kesatuan republik Indonesia (NKRI). Semoga kekompakan ini terjaga dan Bulan Bahasa ini adalah

kegiatan pertama yang dilaksanakan oleh OSIS periode 2008/2009 atas prakarsa panitia Bulan

Bahasa yaitu Bapak Budi Handoyo, Ibu Rina PDK, dan Ibu Mulida Nakanishi. 

Fiksi Untuk Kita Di Bulan BahasaOPINIAzalleaislin

Dulu saya tidak terlalu suka menulis fiksi. Sekedar puisi saja, hampir tidak terpikir menulis

prosa. Sekarang? Saya menggilai prosa. Ikut arus kreatif seperti milik Bunda Endah

Rahardjo, Mbak Winda Krisnandefa, Mbak Sari Novita, Mbak G, Mas Ramdhani Nur dan

masih banyak lagi. Tulisan teman-teman yang bagus-bagus meracuni otak saya turut

serta memancing diri berkarya.

Hei, lalu apa kegunaan menulis karya fiksi? Bukankah yang namanya fiksi itu tidak nyata?

Adakah nilai yang bisa dipetik pembaca? Ada dong. Kebetulan ini bulan bahasa dan di

beberapa sekolah diadakan lomba meresensi novel. Salah satu tujuannya untuk

mengapresiasi karya sastra. Nah, di sini kita dapat menemukan manfaat dari karya fiksi.

Amanat dari sebuah karya fiksi menarik disimak. Misalnya dalam Angel Izrael

(#2), Semanis Carrot Cake, Mamaaa… Malaikat Itu Ada!, Serial Otong Dan

Page 4: bulan bahasa

Emak, Wajah/Wajah/Wajah, Aksaraadalah beberapa tulisan yang sangat saya sukai.

Dalam kisah Angel dan Izrael ternyata Angel adalah gadis kecil yang kehilangan kakaknya

dan bicara sendiri dengan teman khayalannya, Izrael. Kisah sangat menyentuh, saya suka

sekali tokoh anak-anak dalam cerita. Pembaca diajak melihat dari sudut pandang gadis

kecil yang kesepian, berhalusinasi dan dibenci ibunya. Di sini ada konflik batin bagaimana

si kecil membutuhkan kakak, teman dan ibu. Ini realita dimana sebagian orang tua memilih

memasung anaknya yang “berbeda” tanpa berusaha memahami apa yang dipikirkan buah

hatinya.

Dalam Semanis Carrot Cake dikisahkan Wulan yang memutuskan mengakhiri kisahnya

dengan sang mentor yang berbeda usia 21 tahun. Benar-benar kisah yang manis. Ada

pergulatan batin tentang wulan dan Andy yang saling mencintai namun banyak sekat

memaksa mereka tidak berlanjut apalagi Wulan telah bersuami.

Dua tulisan Mbak Winda, Mamaaa… Malaikat Itu Ada! dan Serial Otong Dan Emak juga

menggigit. Mbak Winda sangat jago memainkan kata-kata. Alurnya mulus dan kisahnya

selalu menarik, seperti kisah nyata. Mamaaa… Malaikat Itu Ada! sederhana, tentang

seorang anak yang menghargai perbuatan orang-orang di sekitarnya, sesederhana apa

pun pertolongan kecil baginya mereka adalah malaikatnya.

Aksara menunjukkan bahwa tak perlu banyak berkata-kata atau mencoretkan deretan

huruf karena satu saja penuh makna. Hmm, keren! Komentar ini sering saya tulis di lapak

teman-teman jika saya menyukai tulisannya. Juga Wajah/Wajah/Wajah tentang pasangan

yang terjebak dalam kepura-puraan.

Fiksi memiliki banyak arti dan kisah tersendiri dalam tiap untaian kata. Bukan sekedar

menyusun huruf-huruf berjajar membentuk susunan kalimat dalam paragraf, dia juga

wujud dari keliaran imajinasi penulisnya. Selain itu kadang penulis senang memotret

berbagai hal di sekitarnya, misalnya fiksi bertema biaya sekolah mahal atau ledakan

tabung gas elpiji. Fiksi akan lebih menarik lagi ketika turut mengupas sejarah, budaya,

ekonomi, politik atau sains.

Melalui karya fiksi kita membuka sebuah jendela tak tertebak, apakah isinya, kejutan apa

di dalamnya. Kejutan demi kejutan senantiasa membuat penikmat karya fiksi terlena.

Tentu menyenangkan membaca tulisan-tulisan hebat teman-teman Kompasianer yang

produktif dalam menelurkan tulisan kreatif.

Kita perlu menggalakkan apresiasi terhadap karya sastra. Menyambut bulan bahasa, saat

tepat mulai menggilai fiksi. Dengan menulis dan membaca kisah fiksi kita bisa lho melihat

perkembangan kemajuan sastra di negeri kita. Bukankah kalau sastranya maju berarti kita

mampu menghargai karya anak negeri? Mau ikut berpartisipasi di bulan bahasa?

Sebaiknya kita mulai memberikan apresiasi terbaik yang mampu kita bagi kepada penulis.

Yuk berbagi karya fiksi untuk memajukan karya sastra dalam negeri. Oh ya, membaca

Page 5: bulan bahasa

fiksi membantu saya belajar bahasa Indonesia yang baik dan benar namun tetap lincah

dan indah penggunaannya. Fiksi tidak sekedar hiburan di kala senggang tapi juga

pelajaran!

o

Bulan Bahasa (dan Sastra) di Mata Anak Muda

Apa yang menyebabkan bulan Oktober ditetapkan sebagai bulan bahasa? Pasti Anda juga

bisa menjawabnya. Ya, bulan Oktober ditetapkan sebagai bulan bahasa karena pada 28

Oktober 1928 para pendahulu bangsa kita mencetuskan Sumpah Pemuda dengan

bahasa, bahasa Indonesia, sebagai butir ketiganya. Belakangan, bulan Oktober tidak

disebut sebagai bulan bahasa saja, tapi bulan bahasa dan sastra. Ini seharusnya

dilakukan sejak lama. Sebab meskipun bahan dasar sastra merupakan bahasa,

kompleksitasnya kadang melampaui bahasa.

Mendadak saya memang tertarik untuk menulis hal ini setelah memerhatikan halaman

“Muda” pada Kompas Jumat, dua pekan terakhir. Setelah pada edisi Jumat, 23

November 2007 lalu membahas tentang kelas bahasa, edisi 30 November 2007 lalu

membahas sikap para siswa SMA terhadap bulan bahasa dan sastra. Edisi yang digarap

oleh siswa-siswi SMA Negeri 11 Jakarta ini malah hanya memandang bulan Oktober

sebagai bulan bahasa saja, meskipun salah satu siswa yang berkomentar lebih merujuk

kegiatan sastra pada bulan bahasa ini. Coba perhatikan komentar berikut yang dikutip

langsung dari halaman “Muda” berikut ini.

Menurut saya, Bulan Bahasa itu wadah untuk mengembangkan bakat, tertuama pada

bidang sastra, khususnya bahasa Indonesia. Sebab, bahasa Indonesia kan bahasa

pemersatu negara kita.

Taufik Nur Aman (Ketua OSIS SMAN 11 Jakarta)

Demikian pula yang satu ini.

Page 6: bulan bahasa

Menurut gue, Bulan Bahasa itu lebih enakan dirayain dalam bentuk lomba.

Soalnya, kalau lomba kita bisa nyalurin semua bakat di bidang sastra.

Lutfhan (Ketua MPK SMAN 81 Jakarta)

Bahasa dan Sastra

Kebanyakan orang memang suka keliru menyangkut dua hal ini. Kalau sudah

berstatus mahasiswa, maupun lulusan, dari Departemen Sastra Indonesia,

dianggap sudah mengetahui masalah kesusastraan. Kadang-kadang juga

dianggap sebagai kamus berjalan sehingga kalau berhadapan dengan

kosakata tertentu, para mahasiswa dan lulusan Sastra Indonesia ini dijadikan

tempat bertanya. Parahnya, tidak jarang mereka yang bertanya itu akan

melecehkan (entah itu serius maupun sekadar guyon) dengan berkata,

“Percuma mahasiswa/lulusan Sastra Indonesia, masa begitu saja nggak tahu.”

Sebenarnya, pada Departemen Sastra Indonesia (dulu disebut Jurusan Sastra

Indonesia, setidaknya sampai sebelum saya menulis skripsi) ada dua

pembidangan. Bidang pertama itu bidang bahasa atau yang lazim disebut

linguistik. Lalu bidang kedua ialah sastra.

Baik mahasiswa sastra, maupun linguistik akan diwajibkan mengikuti kuliah-

kuliah dasar bidang masing-masing. Mahasiswa sastra akan belajar Pengantar

Linguistik Umum, Fonologi. Morfologi, Sintaksis, Semantik, Pragmatik, dan

kuliah-kuliah linguistik lainnya. Lalu mahasiswa bidang linguistik juga harus

belajar Pengantar Kajian Sastra, Telaah Puisi, Telaah Prosa, Telaah Drama,

Kritik Sastra, dan beberapa kuliah sastra lain. Tujuannya agar masing-masing

mahasiswa, meskipun berfokus pada salah satu bidang, tetap memiliki bekal

dasar untuk mencermati fenomena sastra maupun linguistik.

Namun, terkadang mahasiswa/lulusan bidang sastra harus memiliki

kompleksitas wawasan ilmu di bidang linguistik pula. Tujuannya, bila ia ingin

melakukan kritik sastra, bekal ilmu linguistik sering kali menolong dalam

memahami pesan yang disampaikan dalam suatu karya sastra. Atau bila ia

memang ingin membuat karya sastra tertentu, pemahaman bidang linguistik

yang baik akan menolongnya menciptakan karya yang kuat karena mengenal

karakter fonem tertentu, misalnya.

Bahasa bagi Muda-Mudi

Kembali pada sikap para pelajar, laporan yang diberikan para siswa SMAN 11

Jakarta itu menunjukkan bahwa 60 dari 100 yang ditanyai, mengaku

mengetahui kalau Oktober merupakan bulan bahasa. Tapi hanya 36 yang

mengatakan kalau bulan bahasa itu harus atau perlu dirayakan. Dan dari

Page 7: bulan bahasa

pertanyaan lanjutan, responden menyebut memilih merayakan bulan bahasa

itu dengan menggelar pentas seni.

Hasil liputan sederhana itu ditutup dengan simpulan bahwa perayaan bulan

bahasa di beberapa SMA di Jakarta mulai surut. Perayaan baik dalam hal

bahasa maupun sastra dianggap perlu guna menanamkan kesadaran

pentingnya meningkatkan kualitas berpikir dan menghargai bahasa sendiri.

Sesungguhnya, niat tersebut bukan niat yang buruk. Namun, tidak ada

gunanya juga kalau hanya sampai sebatas niat. Fakta menunjukkan kalau

kalangan muda lebih banyak mengembangkan bahasa gaul ketimbang

memerhatikan bahasa yang baik. Saya tidak mengatakan bahasa yang baik

dan benar karena banyak orang yang cenderung menganggap bahasa

demikian sebagai bahasa resmi, padahal tidak demikian. Memang tidak terlalu

salah juga bila berkomunikasi dengan bahasa gaul. Hanya saja, ketika bahasa

hanya sebatas menyampaikan pesan belaka, kualitas berbahasa yang baik

tidak bakal tercapai.

Bulan bahasa sebenarnya bisa dijadikan momentum untuk meningkatkan

kualitas berbahasa secara baik (dan kalau bisa benar juga). Tapi jangan pula

hanya sekadar pada bulan tersebut saja. Karena berbahasa merupakan proses

yang harus dibiasakan. Semakin terbiasa untuk berbahasa dengan baik,

semakin menolong kita untuk terus meningkatkan kualitas berbahasa.

Sastranya Bagaimana?

Karena bulan Oktober juga tidak sekadar menjadi bulan bahasa, tapi juga

sastra, kita pun sebaiknya perlu belajar untuk memberi porsi yang cukup pada

bidang sastra. Masalahnya, untuk bidang ini pun kita masih ketinggalan dari

negara-negara lainnya. Para siswa sekolahan perlu mengenal lebih banyak

karya sastra, tidak hanya untuk melengkapi kegiatan belajar bidang studi

bahasa dan sastra Indonesia saja, tetapi juga untuk menggali kekayaan moral

dan intelektual yang dituangkan dalam setiap karya sastra.

Saya memang kurang menguasai bidang sastra karena terlalu berfokus pada

bidang linguistik. Namun, saya sangat bersyukur karena belakangan

diingatkan bahwa membaca karya sastra, khususnya novel, itu sangat nikmat.

Apalagi ketika menelusuri penuturan yang disampaikan dengan bahasa yang

indah. Memang harus diakui kalau ada karya yang membingungkan.

Contohnya sajaWasripin dan Satinah karya Kuntowijoyo (Kompas 2003)

sebagai salah satu yang memusingkan saya. Tapi ada banyak pula yang sangat

menyenangkan untuk dibaca dan tidak membuat kening berkerut plus

Page 8: bulan bahasa

disampaikan dengan bahasa yang indah, seperti Bunga karya Korrie Layun

Rampan (Grasindo 2002),Sang Guru oleh Gerson Poyk (Grasindo 1993),

atau Hari Esok Masih Panjangkarya M. S. Noerna Sidharta (Grasindo 2002).

Sementara itu, puisi juga menghadirkan beragam nuansa yang tak kalah

menarik. Sama seperti ketika mulai menikmati novel, kalau Anda tahu

kenikmatannya, dijamin Anda akan menggandrungi berbagai jenis puisi, meski

mungkin akan terheran-heran karena melihat puisi-puisi aneh, seperti karya

Sutardji Calzoun Bachri atau Saut Situmorang.

Nah, para pemuda, sudah siap melangkah lebih jauh dari tidak peduli menjadi

peduli? Atau dari sekadar berniat menelusuri sampai menggandrungi

berbahasa yang baik dan menikmati sastra? Ingatlah, bahasa dan sastra

Indonesia itu merupakan hartamu juga. Jangan sampai diklaim oleh negara

lain. Nggak lucu ‘kan?

ooo ambil tangal 27 oktober 2010