buku seismologi rev

107
BAB I PENDAHULUAN 1. Ruang Lingkup Dan Sejarah Seismologi Sei smol ogi pada mula nya me rupakan il mu ya ng mempel aj ar i te nt ang gempabu mi ( seismos = gempabumi ), tetapi karena perkembangan dari  pengetahuan dan teknologi seismologi telah tumbuh menjadi sangat luas dengan bertambahnya beberapa cabang lain, maka definisi dari Seismologi adalah ilmu yang mempelajari gempabumi dan getaran tanah lainnya. Studi tentang gempabumi itu sendiri tetap menjadi inti dari ilmu seismologi. Pada sa at ter jadi gempabumi, dar i sumbernya aka n memanca r gelombang elastik yang menjalar ke segala arah melalui badan dan permukaan bumi, dan  bertolak dari sini dapat diketahui keadaan fisik di dalam bumi. Cabang seismologi selain yang khusus mempelajari tentang gempa bumi antara la in adal ah se is mo lo gi te knik (e ar th quake engi neer ing) , se is mo logi  prospecting, seismologi nuklir, seismologi forcasting. Seismologi sendiri mer upak an caba ng dar i Solid ear th phy sics yang mer upakan cabang ilmu geofisika. Sedang geofisika sendiri merupakan cabang dari geosains. ntuk  jelasnya posisi seismologi dari anak cabang geofisika d apat dilihat pada skema  berikut! Seperti halnya geofisika, akti"itas yang terkait dengan seismologi meliputi kegiatan kegiatan #

Upload: rollan-f-komaji

Post on 16-Oct-2015

621 views

Category:

Documents


144 download

TRANSCRIPT

I

BAB I

PENDAHULUAN

1. Ruang Lingkup Dan Sejarah Seismologi

Seismologi pada mulanya merupakan ilmu yang mempelajari tentang gempabumi ( seismos = gempabumi ), tetapi karena perkembangan dari pengetahuan dan teknologi seismologi telah tumbuh menjadi sangat luas dengan bertambahnya beberapa cabang lain, maka definisi dari Seismologi adalah ilmu yang mempelajari gempabumi dan getaran tanah lainnya. Studi tentang gempabumi itu sendiri tetap menjadi inti dari ilmu seismologi.

Pada saat terjadi gempabumi, dari sumbernya akan memancar gelombang elastik yang menjalar ke segala arah melalui badan dan permukaan bumi, dan bertolak dari sini dapat diketahui keadaan fisik di dalam bumi.

Cabang seismologi selain yang khusus mempelajari tentang gempa bumi antara lain adalah seismologi teknik (earthquake engineering), seismologi prospecting, seismologi nuklir, seismologi forcasting. Seismologi sendiri merupakan cabang dari Solid earth physics yang merupakan cabang ilmu geofisika. Sedang geofisika sendiri merupakan cabang dari geosains. Untuk jelasnya posisi seismologi dari anak cabang geofisika dapat dilihat pada skema berikut:

Seperti halnya geofisika, aktivitas yang terkait dengan seismologi meliputi kegiatan kegiatan pengamatan, eksperimen dan penelitian di laboratorium serta penelitian secara teoritis.

Obyek Penelitian bidang seismologi adalah bagian dalam bumi sedangkan pengamatannya dilakukan di permukaan, sehingga sering mengalami kendala, dimana hasil interpretasinya antara peneliti yang satu dengan yang lain sering berbeda. Hal ini karena disamping penelitian tidak pada obyeknya langsung, tetapi juga menggunakan asumsi-asumsi yang berbeda. Untuk menghasilkan interpretasi yang lebih akurat penelitian seismologi harus seiring dengan penelitian geofisika yang lain seperti, geomagnit, geolistrik, dan gravitasi. Disamping itu yang lebih utama adalah eksperimen dan penelitian yang dilakukan di laboratorium dan juga analisis teoritis yang didukung dengan ilmu penunjang yang lain seperti fisika, matematika, statistik dan geologi.

Seismologi menjadi ilmu pengetahuan sendiri sejak permulaan abad 20, tetapi dasar teorinya seperti teori elastisitas telah berkembang sejak pertengahan abad 19 oleh Cauchy dan Poisson. Sedang pengamatan gempabumi dengan akibat-akibatnya telah dimulai sejak permulaan jaman sejarah, terutama di tempat gempabumi tersebut sering terjadi dan mengganggu kepentingan manusia. Alat pengamat gempa pertama dalam bentuk yang sangat sederhana dibuat di Cina pada abad pertama yang disebut dengan seismoscope. Sedangkan di Indonesia pengamatan gempabumi secara instrumental dilakukan pertama kali pada tahun 1898 dengan seismograf Ewing yang dioperasikan oleh pemerintah Belanda, kemudian pada tahun 1908 dipasang seismograf Wichert yang sampai saat ini masih terawat dengan baik dan berada di Stasiun Geofisika Jakarta. Alat ini menggunakan sistem pendulum dimana berat pendulumnya sendiri sekitar satu ton.

2. Gempabumi

Setiap tahun planet bumi digoyang oleh lebih dari 10 gempa bumi besar yang membunuh ribuan manusia, merusak bangunan dan infra struktur serta menjadi bencana alam yang menimbulkan dampak negatif terhadap perekonomian dan sosial pada daerah di sekitar yang diakibatkannya. Pada masyarakat tradisional dan awam gempabumi disebabkan oleh bermacam-macam hal sesuai dengan kepercayaan masyarakat setempat. Sebagian masyarakat Jawa tradisional mempercayai bahwa gempa bumi disebabkan karena suatu mahluk besar yang membebani bumi sedang bergerak. Masyarakat Jepang kuno mempercayai gempabumi disebabkan oleh semacam ikan lele (cat fish) yang sedang bergerak, dan banyak kepercayaan lain yang disebabkan karena hal-hal yang misterius. Lalu apa yang sebenarnya menyebabkan terjadi gempabumi ? Jawabannya ada pada teori pergerakan lempeng tektonik.

Menurut teori tektonik lempeng, bagian luar bumi merupakan kulit yang tersusun oleh lempeng-lempeng tektonik yang saling bergerak. Di bagian atas disebut lapisan litosfir merupakan bagian kerak bumi yang tersusun dari material yang kaku. Lapisan ini mempunyai ketebalan sampai 80 km di daratan dan sekitar 15 km di bawah samudra. Lapisan di bawahnya disebut astenosfir yang berbentuk padat dan materinya dapat bergerak karena perbedaan tekanan.

Litosfir adalah suatu lapisan kulit bumi yang kaku, lapisan ini mengapung di atas astenosfir. Litosfir bukan merupakan satu kesatuan tetapi terpisah-pisah dalam beberapa lempeng yang masing-masing bergerak dengan arah dan kecepatan yang berbeda-beda. Pergerakan tersebut disebabkan oleh adanya arus konveksi yang terjadi di dalam bumi. Bila dua buah lempeng bertumbukan maka pada daerah batas antara dua lempeng akan terjadi tegangan. Salah satu lempeng akan menyusup ke bawah lempeng yang lain, masuk ke bawah lapisan astenosfir. Pada umumnya lempeng samudra akan menyusup ke bawah lempeng benua, hal ini disebabkan lempeng samudra mempunyai densitas yang lebih besar dibandingkan dengan lempeng benua.

Apabila tegangan tersebut telah sedemikian besar sehingga melampaui kekuatan kulit bumi, maka akan terjadi patahan pada kulit bumi tersebut di daerah terlemah. Kulit bumi yang patah tersebut akan melepaskan energi atau tegangan sebagian atau seluruhnya untuk kembali ke keadaan semula. Peristiwa pelepasan energi ini disebut gempabumi.

Gempabumi terjadi di sepanjang batas atau berasosiasi dengan batas pertemuan lempeng tektonik. Pada kenyataannya pergerakan relatif dari lempeng berjalan sangat lambat, hampir sama dengan kecepatan pertumbuahan kuku manusia (0-20 cm pertahun). Hal ini menimbulkan adanya friksi pada pertemuan lempeng, yang mengakibatkan energi terakumulasi sebelum terjadinya gempa bumi. Kekuatan gempa bumi bervariasi dari tempat ke tempat sejalan dengan perubahan waktu.

Batas lempeng tektonik dapat dibedakan atas tiga bentuk utama, konvergen, divergen, dan sesar mendatar. Bentuk yang lainnya merupakan kombinasi dari tiga bentuk batas lempeng ini.

Pada bentuk konvergen lempeng yang satu relatif bergerak menyusup di bawah lempeng yang lain. Zona tumbukan ini diindikasikan dengan adanya palung laut (trench), dan sering disebut juga dengan zona subduksi atau zona Wadati-Benioff. Zona penunjaman ini menyusup sampai kedalaman 700 km dibawah permukaan bumi di lapisan astenosfir. Bentuk konvergen berasosiasi terhadap sumber gempa dalam dan juga gunung api.

Pada bentuk divergen kedua lempeng saling menjauh sehingga selalu terbentuk material baru dari dalam bumi yang menyebabkan munculnya pegunungan di dasar laut yang disebut punggung tengah samudra (mid oceanic ridge).

Sedang pada tipe jenis sesar mendatar kedua lempeng saling bergerak mendatar. Sketsa jenis pertemuan lempeng tektonik dapat dilihat pada gambar berikut.

Gambar1.1: Sketsa jenis pertemuan lempeng tektonik

Akibat pergerakan lempeng tektonik, maka di sekitar perbatasan lempeng akan terjadi akumulasi energi yang disebabkan baik karena tekanan, regangan ataupun gesekan. Energi yang terakumulasi ini jika melewati batas kemampuan atau ketahanan batuan akan menyebabkan patahnya lapisan batuan tersebut.

Jadi gempa bumi tidak lain merupakan manifestasi dari getaran lapisan batuan yang patah yang energinya menjalar melalui badan dan permukaan bumi berupa gelombang seismik.

Energi yang dilepaskan pada saat terjadinya patahan tersebut dapat berupa energi deformasi, energi gelombang dan lain-lain.

Energi deformasi ini dapat terlihat pada perubahan bentuk sesudah terjadinya patahan, misalnya pergeseran. Sedang energi gelombang menjalar melalui medium elastis yang dilewatinya dan dapat dirasakan sangat kuat di daerah terjadinya gempabumi tersebut .

Pusat patahan didalam bumi dimana gempabumi terjadi disebut fokus atau hiposenter, sedang proyeksi fokus yang berada di permukaan bumi disebut episenter.

Gempabumi selain terjadi pada perbatasan lempeng juga terjadi pada patahan-patahan lokal yang pada dasarnya merupakan akibat dari pergerakan lempeng juga.

Gempabumi yang terjadi di sekitar perbatasan lempeng biasa disebut gempa interplate, sedang yang terjadi pada patahan lokal yang berada pada satu lempeng disebut gempa intraplate. Karena bentuk pertemuan lempeng ada tiga macam, dengan demikian gempa interplate juga bisa terjadi tiga macam, yaitu:

Gempa bumi yang terjadi di sepanjang sistem rift dimana lempeng samudra terbentuk.

Gempa bumi yang terjadi di sepanjang sistem subduksi dimana lempeng samudra menyusup di bawah lempeng kontinen.

Gempa bumi yang terjadi di sepanjang patahan transform atau sesar geser dimana pertemuan lempeng tektonik saling menggeser secara horizontal.

Di Indonesia gempabumi interplate banyak terjadi di laut dengan kedalaman dangkal dan yang terjadi di daratan kedalaman fokusnya menengah sampai dalam dan bisa mencapai kedalaman 700 km. Sedangkan gempabumi intraplate di Indonesia mempunyai kedalaman sumber gempa relatif dangkal dan bisa terjadi di darat dan laut.

Gempabumi yang besar selalu menimbulkan deretan gempa susulan yang biasa disebut dengan aftershocks. Kekuatan aftershock selalu lebih kecil dari gempa utama dan waktu berhentinya aftershock bisa mencapai mingguan sampai bulanan tergantung letak, jenis dan besarnya magnitude gempa utama.

2.1. Jenis Gempabumi

Gempabumi yang merupakan fenomena alam yang bersifat merusak dan menimbulkan bencana dapat digolongkan menjadi empat jenis, yaitu:

a. Gempabumi Vulkanik ( Gunung Api )

Gempa bumi ini terjadi akibat adanya aktivitas magma, yang biasa terjadi sebelum gunung api meletus. Apabila keaktifannya semakin tinggi maka akan menyebabkan timbulnya ledakan yang juga akan menimbulkan terjadinya gempabumi. Gempabumi tersebut hanya terasa di sekitar gunung api tersebut.

b. Gempabumi Tektonik

Gempabumi ini disebabkan oleh adanya aktivitas tektonik, yaitu pergeseran lempeng lempeng tektonik secara mendadak yang mempunyai kekuatan dari yang sangat kecil hingga yang sangat besar. Gempabumi ini banyak menimbulkan kerusakan atau bencana alam di bumi, getaran gempa bumi yang kuat mampu menjalar keseluruh bagian bumi.

c. Gempabumi Runtuhan

Gempabumi ini biasanya terjadi pada daerah kapur ataupun pada daerah pertambangan, gempabumi ini jarang terjadi dan bersifat lokal.

d. Gempabumi Buatan

Gempa bumi buatan adalah gempa bumi yang disebabkan oleh aktivitas dari manusia, seperti peledakan dinamit, nuklir atau palu yang dipukulkan ke permukaan bumi.

Berdasarkan kekuatannya atau magnitude (M), gempabumi dapat dibedakan atas :

a. Gempabumi sangat besar dengan magnitude lebih besar dari 8 SR.

b. Gempabumi besar magnitude antara 7 hingga 8 SR.

c. Gempabumi merusak magnitude antara 5 hingga 6 SR.

d. Gempabumi sedang magnitude antara 4 hingga 5 SR.

e. Gempabumi kecil dengan magnitude antara 3 hingga 4 SR .

f. Gempabumi mikro magnitude antara 1 hingga 3 SR .

g. Gempabumi ultra mikro dengan magnitude lebih kecil dari 1 SR .

Berdasarkan kedalaman sumber (h), gempabumi digolongkan atas :

a. Gempabumi dalam h > 300 Km .

b. Gempabumi menengah 80 < h < 300 Km .

c. Gempabumi dangkal h < 80 Km .

Berdasarkan tipenya Mogi membedakan gempabumi atas:

a.TypeI :Pada tipe ini gempa bumi utama diikuti gempa susulan tanpa didahului oleh gempa pendahuluan (fore shock).

b.Type II :Sebelum terjadi gempa bumi utama, diawali dengan adanya gempa pendahuluan dan selanjutnya diikuti oleh gempa susulan yang cukup banyak.

c.Type III:Tidak terdapat gempa bumi utama. Magnitude dan jumlah gempabumi yang terjadi besar pada periode awal dan berkurang pada periode akhir dan biasanya dapat berlangsung cukup lama dan bisa mencapai 3 bulan. Tipe gempa ini disebut tipe swarm dan biasanya terjadi pada daerah vulkanik seperti gempa gunung Lawu pada tahun 1979.

2.2. Sumber Gempabumi

Seperti telah dijelaskan diatas bahwa pembangkit utama terjadinya gempabumi adalah pergerakan lempeng tektonik. Akibat pergerakan lempeng maka di sekitar perbatasan lempeng akan terakumulasi energi, dan jika lapisan batuan telah tidak mampu manahannya maka energi akan terlepas yang menyebabkan terjadinya patahan ataupun deformasi pada lapisan kerak bumi dan terjadilah gempabumi tektonik. Disamping itu akibat adanya pergerakan lempeng tadi terjadi patahan (sesar) pada lapisan bagian atas kerak bumi yang merupakan pembangkit kedua terjadinya gempabumi tektonik.

Jadi sumber-sumber gempabumi keberadaannya ada pada perbatasan lempeng lempeng tektonik dan patahan- patahan aktif. Indonesia merupakan salah satu wilayah yang sangat aktif terhadap gempabumi, karena terletak pada pertemuan tiga lempeng tektonik utama dan satu lempeng tektonik kecil. Ketiga lempeng tektonik itu adalah lempeng tektonik Indo-Australia, lempeng Eurasia dan lempeng Pasifik serta lempeng kecil Filipina.

Gambar1.2. Globe lempeng tektonik

Gambar 1.3. Lempeng tektonik dunia

Gambar 1.3 memperlihatkan 7 lempeng utama, yaitu lempeng Eurasia, Pasifik, Indo-Australia, Afrika, Amerika Utara, Amerika Selatan, Antartika dan beberapa lempeng kecil lainnya.

Terdapat tiga jalur utama gempabumi yang merupakan batas pertemuan dari beberapa lempeng tektonik aktif:

1. Jalur Gempabumi Sirkum Pasifik

Jalur ini dimulai dari Cardilleras de los Andes (Chili, Equador dan Caribia), Amerika Tengah, Mexico, California British Columbia, Alaska, Alaution Islands, Kamchatka, Jepang, Taiwan, Filipina, Indonesia, Polynesia dan berakhir di New Zealand.

2. Jalur Gempabumi Mediteran atau Trans Asiatic

Jalur ini dimulai dari Azores, Mediteran (Maroko, Portugal, Italia, Balkan, Rumania), Turki, Kaukasus, Irak, Iran, Afghanistan, Himalaya, Burma, Indonesia (Sumatra, Jawa, Nusa Tenggara, dan Laut Banda) dan akhirnya bertemu dengan jalur Sirkum Pasifik di daerah Maluku

3. Jalur Gempabumi Mid-Atlantic

Jalur ini mengikuti Mid-Atlantic Ridge yaitu Spitsbergen, Iceland dan Atlantik selatan.

Sebanyak 80 % dari gempa di dunia, terjadi di jalur Sirkum Pasifik yang sering disebut sebagai Ring of Fire karena juga merupakan jalur Vulkanik. Sedangkan pada jalur Mediteran terdapat 15 % gempa dan sisanya sebanyak 5 % tersebar di Mid Atlantic dan tempat-tempat lainnya.

Di Indonesia lokasi sumber gempabumi berawal dari Sumatra, Jawa, Bali, Nusa Tenggara, sebagian berbelok ke Utara di Sulawesi, kemudian dari Nusa Tenggara sebagian terus ke timur Maluku dan Irian. Hanya pulau Kalimantan yang relatif tidak ada sumber gempa kecuali sedikit bagian timur. Gambar (1.4) adalah batas lempeng-lempeng tektonik yang melewati Indonesia dan berasosiasi terhadap sumber-sumber gempa.

Gambar 1.4. Batas lempeng tektonik dan sebaran gempa di Indonesia

Lempeng Indo-Australia bergerak menyusup dibawah lempeng Eurasia, demikian pula lempeng Pasifik bergerak kearah barat. Pertemuan lempeng tektonik Indo-Australia dan Eurasia berada di laut merupakan sumber gempa dangkal dan menyusup kearah utara sehingga di bagian darat berturut-turut ke utara di sekitar Jawa Nusa tenggara merupakan sumber gempa menengah dan dalam.

Kedalaman sumber gempa di Sumatra bisa mencapai 300 km di bawah permukaan bumi dan di Jawa bisa mencapai 700 km, sesuai dengan kedalaman lempeng Indo-Australia menyusup dibawah lempeng Eurasia. Disamping itu di daratan Sumatra juga terdapat sumber sumber gempa dangkal yang disebabkan karena aktivitas patahan Sumatra, demikian pula di sebagian Jawa Barat terdapat sumber-sumber gempa dangkal karena aktivitas patahan Cimandiri di Sukabumi, patahan Lembang di Bandung, dan lain lain.

Gempa-gempa dangkal di bagian timur Indonesia selain berasosiasi dengan pertemuan lempeng (trench) juga disebabkan oleh patahan- patahan aktif, seperti patahan Palu Koro, patahan Sorong, patahan Seram, dan lain-lain.

Beberapa tempat di Sumatra, Jawa, Nusa tenggara, Maluku, Sulawesi dan Irian rentan terhadap bencana gempabumi baik yang bersifat langsung maupun tak langsung seperti tsunami dan longsor.

Gambar (1.5) menunjukkan sketsa patahan aktif di Indonesia yang merupakan dampak dari bertumbuknya tiga mega lempeng dan satu lempeng kecil Filipina. Peta historis Seismisitas di Indonesia (1965-1995) berdasarkan magnitude dan kedalamannya terlihat pada gambar (1.6).

Gambar 1.5. Sketsa patahan aktif di Indonesia

Gambar 1.6. Peta sebaran episenter di Indonesia periode 1965-1995

BAB II

SUSUNAN BAGIAN DALAM BUMI

Dengan telah adanya seismograf yang dapat mencatat gelombang seismik, sejak permulaan abad 20 telah dapat dianalisis susunan bagian dalam bumi. Secara umum susunan bagian dalam bumi dibagi menjadi tiga, berturut-turut dari permukaan menuju ke bagian dalam bumi adalah: kerak bumi, mantel dan inti bumi. Antara mantel dan kerak bumi dan antara mantel dan inti bumi merupakan lapisan batas diskontinuitas yang berfungsi sebagai pembiasan dan pemantulan gelombang seismik.

1. Kerak Bumi

Kerak bumi atau crust merupakan lapisan paling atas dari susunan bumi dan sangat tipis dibanding dengan lapisan lainnya. Lapisan kerak bumi mempunyai ketebalan bervariasi antara 25 40 km di daratan dan bisa mencapai 70 km di bawah pegunungan, sedang di bawah samudra ketebalannya lebih tipis dan bisa mencapai 5 km. Lapisan ini dibagi lagi menjadi dua bagian yang dipisahkan oleh lapisan diskontinuitas Conrad, berturut-turut dari permukaan adalah lapisan yang mewakili batuan granit dan di bawahnya yang mewakili batuan basal. Di bawah samudra lapisan granit umumnya tidak ditemui. Kerak bumi berbentuk materi padat, terdiri dari sedimen, batuan beku, dan metamorfis dengan unsur utama oksigen dan silikon. Densitas rata-rata 3,9 gr/cm3 , merupakan 0,3 % dari massa bumi dan 0,5 % dari volume bumi secara keseluruhan.Antara kerak dan mantel terdapat lapisan diskontinuitas yang disebut lapisan Mohorovicic dan sering disebut dengan lapisan M atau Moho saja. Kecepatan gelombang longitudinal atau gelombang kompresi pada lapisan ini berkisar antara 6,5 km/detik sampai 8 km/detik.

2. Mantel Bumi

Lapisan mantel bumi membujur ke dalam mulai dari lapisan moho sampai lapisan inti bumi pada kedalaman sekitar 2900 km. Mantel sebagian besar dipertimbangkan sebagai lapisan padat. Lapisan ini dapat dibagi dua bagian masing-masing mantel atas dan mantel bawah. Mantel atas membujur sampai kedalaman 1000 km dibawah permukaan. Kecepatan gelombang kompresi pada lapisan kulit bumi semakin kebawah semakin besar mulai dari sekitar 8 km/detik di bawah lapisan moho sampai sekitar 13,7 km/detik di perbatasan inti-mantel. Pada lapisan mantel atas terdapat beberapa lapisan diskontinuitas dimana kecepatan gelombang tiba-tiba turun. Pada kedalaman antara 100 km sampai 250 km dibawah permukaan bumi terdapat lapisan kecepatan rendah (LVL). Lapisan LVL diperkirakan berupa materi mencair yang panas, dengan rigiditas rendah serta kecepatan gelombang seismik bisa turun sekitar 6 % jika dibanding dengan kecepatan pada lapisan moho. Mantel bawah kecepatan gelombang seismiknya secara gradual naik sesuai dengan kedalaman. Pada lapisan mantel tidak terdapat lapisan diskontinuitas yang berfungsi sebagai pembias dan pemantul gelombang seismik.

Tabel susunan bagian dalam bumi

LAPISANKEDALAMANVOLUMEMASSADENSITAS

(km)109km3%1012 kg%gr/cm3

Kerak bumi

Mantel atas

Mantel bawah

Inti luar

Inti dalam

Perm.- moho

Moho 1000

1000 2900

2900 5100

5100 6370

5,1

429,1

473,8

166,4

8,6

0,5

39,6

43,7

15,4

0,8

15

1673

2415

1743

125

0,3

28,0

40,4

29,2

2,1

2,94

3,90

5,10

10,50

14,53

Diskontinuitas dalam bumi disebabkan oleh perubahan susunan kimia dari material dalam bumi atau oleh perubahan fase dari material tersebut ( padat ke tak padat, tak padat ke padat atau dua fase padat yang berbeda ).

Densitas dari mantel bumi antara 3,9 5,1 gr/cm3, terdiri dari oksigen, magnesium, silikat dan sedikit ferum. Mantel merupakan 68,4 % dari massa bumi dan 83,3 % dari volume bumi.

3. Inti Bumi

Inti bumi adalah lapisan yang paling dalam dari bumi. Lapisan ini diperkirakan mempunyai jari-jari 3500 km dan terdiri dari dua bagian masing-masing inti luar (outer core) dan inti dalam (inner core). Lapisan inti luar membujur sampai kedalaman sekitar 5100 km dibawah permukaan bumi dan diperkirakan berupa fluida, karena dari catatan seismogram gelombang shear tidak teridentifikasi. Kecepatan gelombang kompresi pada lapisan inti luar naik sesuai kedalaman antara 8 10 km/detik, sedang pada lapisan inti dalam kecepatanya juga naik antara 10 13,7 km/detik.

Pada inti dalam gelombang shear dapat teridentifikasi kembali sehingga diperkirakan tersusun dari material padat. Materi inti luar terdiri dari besi dan nikel dalam bentuk cair / fluida sedangkan inti dalam dengan materi yang sama dalam bentuk padat.

Inti luar yang berupa medium tak padat dengan densitas 10,5 gr/cm3 merupakan 15,4 % dari volume bumi dan 29,2 % dari massa bumi. Materi yang tak padat ini diapit oleh dua materi padat ( mantel dan inti dalam ) membentuk sand wich dan bergerak terus akibat efek rotasi dan revolusi bumi. Hal ini terutama yang menjadi sumber medan magnet bumi.

Inti dalam merupakan bagian kecil dibanding mantel dan inti luar, yaitu 0,8 % dari volume bumi dan 2,1 % dari massa bumi tetapi mempunyai densitas paling besar yaitu rata-rata 14,53 gr/cm3. Gambar (2.1) dan (2.2) memperlihatkan struktur bagian dalam bumi dan kurva kecepatan gelombang seismiknya.

Gambar 2.1. Struktur bagian dalam bumi

Gambar 2.2. Grafik kecepatan gelombang seismik

Secara umum, harga densitas bertambah terhadap kedalaman bumi. Demikian juga harga tekanan dan temperature, makin kedalam harganya makin besar.BAB III

GELOMBANG SEISMIK

1. Tipe Dasar Dan Sifat Utama

Gelombang seismik adalah gelombang elastik yang menjalar ke seluruh bagian dalam bumi dan melalui permukaan bumi, akibat adanya lapisan batuan yang patah secara tiba tiba atau adanya suatu ledakan. Gelombang utama gempa bumi terdiri dari dua tipe yaitu gelombang bodi (Body Wave) dan gelombang permukaan (Surface Waves).

Gelombang seismik merambat dalam lapisan bumi sesuai dengan prinsip yang berlaku pada perambatan gelombang cahaya: pembiasan dengan koefisien bias, pemantulan dengan koefisien pantul, hukum-hukum Fermat, Huygens, Snellius dan lain-lain.

1.1. Gelombang Bodi (Body Waves)

Gelombang bodi merupakan gelombang yang menjalar melalui bagian dalam bumi dan biasa disebut free wave karena dapat menjalar ke segala arah di dalam bumi. Gelombang bodi terdiri atas gelombang primer dan gelombang sekunder.

Gelombang primer merupakan gelombang longitudinal atau gelombang kompresional, gerakan partikelnya sejajar dengan arah perambatannya. Sedang gelombang sekunder merupakan gelombang transversal atau gelombang shear, gerakan partikelnya terletak pada suatu bidang yang tegak lurus dengan arah penjalarannya.

Gelombang kompresional disebut gelombang primer (P) karena kecepatannya paling tinggi diantara gelombang yang lain dan tiba pertama kali. Sedang gelombang shear disebut gelombang sekunder (S) karena tiba yang kedua setelah gelombang P. Gelombang sekunder terdiri dari dua komponen, yaitu gelombang SH dengan gerakan partikel horizontal dan gelombang SV dengan gerakan partikel vertikal.

Sifat penjalaran gelombang P yang langsung adalah bahwa gelombang ini akan menjadi hilang pada jarak lebih besar dari 130, dan tidak terlihat sampai dengan jarak kurang dari 140. Hal tersebut disebabkan karena adanya inti bumi. Gelombang langsung P akan menyinggung permukaan inti bumi pada jarak 103 dan pada jarak yang akan mengenai inti bumi pada jarak 144. Gelombang P akan timbul kembali yaitu gelombang yang menembus inti bumi dengan dua kali mengalami refraksi. Menghilangnya gelombang P pada jarak 103 memungkinkan untuk menghitung kedalaman lapisan inti bumi.

Guttenberg (1913) mendapatkan kedalaman inti bumi 2900 km. Telah didapatkan pula bahwa batas mantel dengan inti bumi merupakan suatu diskontinuitas yang tajam. Daerah antara 103 - 144 disebut sebagai Shadow zone, walaupun sebenarnya fase yang lemah dapat pula terlihat di daerah ini.

Walaupun gelombang bodi dapat menjalar ke segala arah di permukaan bumi, namun tetap tidak dapat menembus inti bumi sebagai gelombang transversal. Keadaan ini membuktikan bahwa inti luar bumi berupa fluida. Untuk penelitian tetap diasumsikan keadaan homogen, yaitu bagian luar bumi dan inti bumi ( dua media homogen yang berbeda ).

Kadang kadang juga ditemui suatu fase yang kuat di daerah Shadow zone sampai ke jarak kurang lebih 110. Karena adanya fase inilah pada tahun 1930 ditemukan media lain yaitu inti dalam. Batas dari inti dalam ini terdapat pada kedalaman 5100 km . Diperkirakan kecepatan gelombang seismik di inti dalam lebih tinggi dari pada di inti luar. Untuk membedakan dan identifikasi, maka perlu pemberian nama untuk gelombang seismik yang melalui inti bumi (baik inti luar maupun inti dalam ).

Kecepatan gelombang seismik bertambah dengan kedalaman, maka lintasan gelombang seismik akan berbentuk lengkungan cekung ke permukaan bumi.

Kecepatan gelombang P (Vp) tergantung dari konstante Lame ( ( ), rigiditas ( ( ), dan densitas ( ( ) medium yang dilalui dan secara matematis dirumuskan sebagai berikut:

(3.1-1)

Gelombang P mempunyai kecepatan paling tinggi dibanding dengan kecepatan gelombang yang lain sehingga tercatat paling awal di seismogram. Gelombang S mempunyai gerakan partikel tegak lurus terhadap arah penjalaran dan mempunyai kecepatan (Vs) sebesar :

(3.1.2)

Menurut Poisson kecepatan gelombang P mempunyai kelipatan dari kecepatan gelombang S.

1.2. Gelombang Permukaan (Surface Waves)

Gelombang permukaan merupakan gelombang elastik yang menjalar sepanjang permukaan bumi dan biasa disebut sebagai tide waves. Karena gelombang ini terikat harus menjalar melalui suatu lapisan atau permukaan. Gelombang permukaan terdiri dari:

1. Gelombang Love (L) dan gelombang Rayleigh (R), yang menjalar melalui permukaan bebas dari bumi. Gelombang L gerakan partikelnya sama dengan gelombang SH dan memerlukan media yang berlapis. Gelombang R lintasan gerak partikelnya merupakan suatu ellips. Bidang ellips ini vertikal dan berimpit dengan arah penjalarannya. Gerakan partikelnya ke belakang (bawah maju atas mundur). Gelombang R menjalar melalui permukaan media yang homogen.

2. Gelombang Stonely, arah penjalarannya seperti gelombang R tetapi menjalar melalui batas antara dua lapisan di dalam bumi.

3. Gelombang Channel, yaitu gelombang yang menjalar melalui lapisan yang berkecepatan rendah (low velocity layer) di dalam bumi.

Gelombang Love dan Rayleigh ada juga yang memberi simbul LQ dan LR dimana L singkatan dari Long karena gelombang permukaan mempunyai sifat periode panjang dan Q adalah singkatan dari Querwellen yaitu nama lain dari Love seorang Jerman yang menemukan gelombang ini.

Gelombang LQ dan LR menjalar sepanjang permukaan bebas dari bumi atau lapisan batas diskontinuitas antara kerak dan mantel bumi. Amplitude gelombang LQ dan LR adalah yang terbesar pada permukaan dan mengecil secara eksponensial terhadap kedalaman. Dengan demikian pada gempa-gempa dangkal amplitude gelombang LQ dan LR akan mendominasi.

Gelombang permukaan yang banyak tercatat pada seismogram adalah gelombang Love dan gelombang Rayleigh. Dari hasil pengamatan diperoleh dua ketentuan utama yang menunjukkan bahwa bagian bumi berlapis-lapis dan tidak homogen, yaitu :

Adanya gelombang Love ; gelombang ini tidak dapat menjalar pada permukaan suatu media yang kecepatannya naik terhadap kedalaman.

Adanya perubahan dispersi kecepatan (velocity dispersion). Gelombang L dan R tidak datang bersama-sama pada suatu stasiun, tetapi gelombang yang mempunyai periode lebih panjang akan datang lebih dahulu. Dengan kata lain gelombang yang panjang periodenya mempunyai kecepatan yang tinggi.

Gambar 3.1. Gerak partikel gelombang P, S, LQ dan LR

2. Penjalaran Gelombang Seismik

Gelombang seismik adalah gelombang elastik yang menjalar ke seluruh bagian dalam bumi dan melalui permukaan bumi, akibat adanya lapisan batuan yang patah secara tiba-tiba atau adanya suatu ledakan. Gelombang gempa yang dipancarkan oleh sumbernya akan menjalar ke segala arah dengan tipe, kecepatan dan arah penjalaran bervariasi tergantung pada sifat fisis dan dimensi medium. Untuk medium yang paling sederhana yaitu medium yang homogen, isotropik dan elastik sempurna, maka gelombang gempa menjalar sebagai sinar yang berbentuk garis lurus.

Gelombang gempa yang menjalar pada struktur bumi yang terdiri dari banyak lapisan dengan kecepatan konstan akan sampai pada stasiun pencatat gempa melalui tiga cara, yaitu gelombang langsung, dipantulkan dan gelombang dibiaskan, hal ini tergantung pada jarak episenter gempa dan nilai perbedaan kecepatan pada masing-masing lapisan .

Untuk kasus sederhana yaitu struktur bumi terdiri dari dua lapisan dan sumber gempa terletak pada lapisan pertama, maka penjalaran gelombang gempa dapat dilihat pada gambar dibawah ini :

Gambar 3.2. Penjalaran gelombang seismik sederhana melalui dua lapis., S1, S2, S3, menunjukkan stasiun pencatat; H adalah sumber gempa sedang V1 dan V2 masing-masing kecepatan gelombang pada kedua lapisan

Dalam pembahasan berikut, penjalaran gelombang seismik dikategorikan dalam berbagai macam, berdasarkan jarak antara sumber gempa terhadap stasiun pencatat atau jarak episenter. Yang pertama adalah yang berjarak episenter kurang dari 10o, yang biasa disebut sebagai gempa-gempa regional. Gelombang seismik jenis ini lebih dominan menjalar pada lapisan kerak bumi atau lapisan moho dan biasa disebut sebagai gelombang crustal. Yang kedua, akan dibahas yang jarak episenternya antara 10 o -103 o, gelombang pada ruas jarak ini banyak menjalar pada lapisan mantel. Sedang yang ketiga adalah yang berjarak episenter lebih dari 103 o, yang banyak menjalar melewati inti bumi, baik yang dibiaskan maupun dipantulkan.

Gempa-gempa yang jarak episenternya kurang dari 10o disebut gempa regional atau gempa lokal, sedang yang lebih dari 10o disebut gempa teleseismik. Beberapa institusi ada yang mendefinsikan gempa tele apabila jarak episenternya lebih dari 20o .

2.1. Gelombang Crustal

Gempa bumi yang berjarak kurang dari 10 penjalaran gelombangnya mempunyai cara-cara tertentu. Gelombang seismik yang menjalar melalui lapisan tersebut ada yang langsung, ada pula yang dibiaskan melalui batas lapisan. Gelombang-gelombang seismik tersebut adalah :

Pg dan Sg, gelombang P dan S yang melalui lapisan granit dan langsung menuju ke stasiun.

P* dan S* gelombang P dan S yang melalui Conrad diskontinuitas.

Pn dan Sn, gelombang P dan S yang melalui Mohorovicic diskontinuitas.

Gelombang pPn dan sPn, gelombang p dan s yang dipantulkan dua kali masing-masing lewat permukaan dan lapisan batas moho.

Suatu gelombang seismik yang menjalar pada batas dua lapisan yang berbeda kecepatan rambatnya, akan menjalar pada lapisan yang berkecepatan lebih besar. Untuk menjelaskan penjalaran gelombang ini dapat diperhatikan gambar berikut dengan anggapan permukaan datar dan model lapisan sederhana.

Gambar 3.3 Prinsip penjalaran gelombang pada lapisan kerak bumi model sederhana. OO adalah permukaan bumi; MM menunjukkan lapisan moho; S1, S2 & S3 menunjukkan stasiun pencatat; R1, R2, & R3 merupakan titik pantul dan bias; i, ic, & ir berturut-turut merupakan simbul sudut datang, sudut kritis dan sudut bias; Pg,Sg merupakan gelombang langsung P & S pada lapisan granit; Pn,Sn adalah gelombang P & S yang melewati lapisan moho; sedang V1 & V2 adalah kecepatan gelombang pada kedua lapisan.

Gelombang seismik menjalar dari sumber gempa (fokus), ada yang langsung tercatat oleh stasiun (S2) ada yang dipantulkan oleh lapisan moho dan tercatat di stasiun (S1), serta ada yang melalui lapisan moho dan dicatat oleh stasiun S3. Gelombang P dan S yang langsung melalui lapisan crustal ini berturut-turut diberi simbul Pg dan Sg atau ada yang memberi nama P dan S, dimana notasi - menunjukkan lapisan granit.

Gelombang yang dipantulkan diberi masing-masing notasi PmP dan SmS dan yang melewati lapisan moho diberi notasi Pn dan Sn. Gelombang Pn dan Sn pada lapisan kerak kontinental tidak akan tercatat oleh stasiun stasiun yang jarak kritisnya kurang dari 100 km.

Penjalaran gelombang model diatas menunjukkan model sangat sederhana, kenyataannya bahwa lapisan kerak masih terbagi lagi oleh lapisan granit dan basal, disamping itu batas permukaan tidak rata dan kadang-kadang ada kemiringannya. Untuk itu model yang lebih realistik diperlihatkan pada gambar berikut.

Gambar 3.4. Prinsip penjalaran gelombang seismic melalui continental crust dua lapisan dengan kemiringan dan batas lapisan tidak rata. C menunjukkan simbul Conrad diskontinuitas, sedang angka di pinngir kanan berturut turut kebawah menunjukkan kecepatan gelombang P dan S dalam satuan km/s.

Pada model ini gelombang langsung adalah gelombang yang hanya dicatat pada jarak episenter yang sangat lokal sekitar puluhan km yaitu pada stasiun S1, dimana gelombang P dan S diberi notasi strip atas atau dengan simbul simbul P dan S. Sedang Pg dan Sg adalah gelombang yang telah dibiaskan seolah-olah melalui batas diskontinuitas lain masih pada lapisan granit. Gelombang yang dibiaskan melalui lapisan batas diskontinuitas Conrad diberi notasi asterisk atau b (P* , S* atau Pb, Sb) yang menunjukkan lapisan basalt.

Gelombang yang dibiaskan melalui lapisan moho notasinya tetap sama seperti model terdahulu yaitu Pn dan Sn. Keempat macam jenis gelombang tersebut mempunyai jarak kritis masing-masing sekitar 10 km, 100 km, 150 km dan 200 km, dan kecepatan gelombang P pada ketiga lapisan tersebut berturut-turut kebawah adalah sekitar 6,2 km/dt, 6,6 km/dt dan 8,0 km/dt.

Sebagai pedoman dalam pembacaan seismogram biasanya dari beda waktu tiba gelombang S dan P atau (S-P). Jika (S-P) kurang dari 20 detik kelompok gelombang P dan S yang pertama datang biasanya berturut-turut Pg (P) dan Sg (S). Jika (S-P) lebih besar dari 25 detik biasanya yang pertama datang adalah Pn. Gelombang pantul oleh lapisan moho pada prakteknya sulit diidentifikasi karena terkontaminasi oleh gelombang-gelombang Pg dan Pn atau Sg dan Sn.

Disamping pemantulan oleh lapisan moho gelombang P dan S dapat pula dipantulkan oleh lapisan permukaan melewati kerak bumi dan dibiaskan melalui lapisan moho dan dicatat di stasiun berturut-turut sebagai gelombang pPn dan sPn. Prinsip penjalaran gelombang pantul permukaan ini terlihat pada gambar berikut.

Gambar 3.5. Prinsip penjalaran gelombang Pn, pPn dan sPn dengan model satu lapisan kerakbumi

Model model diatas berlaku untuk lapisan diatas kontinen, sedang pada model samudra biasanya tidak ada lapisan granit.

Dari kasus tersebut diatas dapat digambarkan kurva waktu jalar terhadap jarak episenter (ES) untuk gelombang langsung , dipantulkan dan dibiaskan sebagai berikut:

Gambar 3.6. Kurva waktu jalar terhadap jarak episenter; garis 1,2 dan 3 berturut-turut menunjukkan waktu jalar gelombang langsung, bias dan pantul; EXcr adalah jarak kritis; EXco adalah jarak cross over; sedang S1, S2, dan S3 adalah stasiun pengamat.

Terlihat pada gambar diatas , bahwa pada jarak ES hanya akan mencatat gelombang langsung dan gelombang yang hanya dipantulkan. Pada jarak episenter lebih besar atau sama dengan EXCr stasiun akan merekam gelombang yang dibiaskan disamping gelombang yang langsung maupun yang dipantulkan. Jarak EXCr ini dikenal sebagai jarak kritis.

Dari kurva tersebut dapat dianalisis bahwa gelombang yang dipantulkan tidak pernah tiba lebih awal di stasiun pencatat. Pada jarak lebih besar atau sama dengan jarak Cross Over ( EXCo ), gelombang yang lebih dahulu sampai di stasiun pencatat dan sebaliknya untuk jarak yang lebih kecil dari EXCo maka gelombang yang langsung akan sampai lebih dahulu.

Sebagai petunjuk analisis pembacaan seismogram, prinsip-prinsip berikut dapat dipakai:

Periode dominan gelombang crustal seperti Pg, P*, Pn, Sg, S*, Sn, dsb umumnya adalah kurang dari satu detik. Dalam hal ini catatan terbaik jika dilihat pada seismograf periode pendek.

Amplitude gelombang S lebih besar dari P, dan biasanya terbaca jelas pada komponen horizontal.

Pada jarak episenter kurang dari 200 km (tergantung pada model struktur kerak dan kedalaman fokus), gelombang yang pertama datang adalah Pg dan jika lebih dari 200 km gelombang yang datang lebih dulu adalah Pn.

Gempa permukaan (sangat dangkal) yang jarak episenternya kurang dari 600 km, sering menimbulkan gelombang permukaan Rayleigh (Rg) dan kelihatan jelas pada catatan seismograf komponen vertikal.

Gempa lokal dan regional yang tidak besar lamanya catatan dalam seismogram (duration time) hanya beberapa menit.

Untuk memudahkan pembacaan sebaiknya dilakukan dengan banyak stasiun, agar dapat membandingkannya.

2.2. Gelombang Bodi Pada Jarak Episenter 10 103oPenjalaran gelombang bodi yang melalui kulit bumi dengan hiposenter di permukaan, terlihat pada gambar berikut. Gelombang P langsung yang sampai di permukaan bebas dapat dipantulkan sekali atau lebih menjadi gelombang P dan S. Sebagai contoh gelombang P yang dipantulkan sekali oleh permukaan bebas menjadi PP dan PS. Gelombang PP yang dipantulkan lagi oleh permukaan bebas melalui mantel disebut PPP, sedang gelombang PS yang dipantulkan kembali oleh permukaan disebut PSP.

Gelombang P langsung yang dipantulkan oleh permukaan bebas dapat terurai menjadi gelombang P dan S, demikian pula gelombang S juga dapat terurai menjadi gelombang P, oleh karena itu gelombang S yang langsung dan dipantulkan sekali, dua kali atau oleh permukaan bebas melalui mantel berturut-turut menjadi SS, SSS dan seterusnya.

Gelombang P langsung yang dipantulkan dua kali oleh permukaan bebas, dapat menghasilkan empat kemungkinan, yaitu PPP, PPS, PSP dan PSS. Pemantulan gelombang yang dapat dipantulkan sampai dua kali atau lebih biasanya terjadi jika jarak episenternya lebih dari 40o, untuk jarak lebih dari 40o pemantulannya lebih komplek lagi. Gelombang yang dipantulkan oleh lapisan diskontinuitas inti luar-mantel diberi notasi c. Sebagai contoh ScP adalah gelombang yang menjalar kebawah dari hiposenter kemudian dipantulkan oleh inti luar dan tercatat di permukaan bumi sebagai gelombag P. Jenis-jenis gelombang ini biasanya tercatat pada jarak episenter kurang dari 40o.

Gambar 3.7. Contoh penjalaran gelombang bodi yang melalui kulit bumi dan dipantulkan oleh permukaan bebas dan inti luar untuk kasus gempa dangkal.

Untuk gempa yang hiposenternya dalam, penjalaran gelombang bodi dapat dilihat pada gambar berikut. Gelombang langsung dari fokus ke permukaan diberi nama dengan huruf kecil, yaitu p untuk gelombang longitudinal dan s untuk gelombang transversal. Untuk yang dekat dengan episenter gelombang langsung yang dipantulkan oleh permukaan dapat tercatat 4 kemungkinan yaitu pP, sP, pS dan sS. Pada gempa dalam amplitude untuk fase pP biasanya lebih besar dan gelombang sP dapat lebih besar dari pP.

Gambar 3.8. Contoh penjalaran gelombang bodi yang melalui kulit bumi dan dipantulkan oleh permukaan bebas untuk kasus gempa dangkal.

Selain dipantulkan oleh permukaan bebas atau inti luar, gelombang bodi dapat pula dipantulkan oleh lapisan diskontinuitas pada mantel atas. Dalam hal ini diberi notasi d (depth atau kedalaman sumber gempa dengan satuan km). Sebagai contoh P650P adalah gelombang P yang dipantulkan oleh lapisan diskontinuitas yang dalamnya 650 km. Kasus ini terlihat pada gambar dibawah.

2.3. Gelombang Bodi Pada Jarak Episenter Lebih Dari 103oPada jarak episenter lebih dari 100o, amplitude gelombang P langsung akan meluruh secara dramatis, dan pada jarak sekitar 140o akan kembali tampak. Jarak episenter antara 103 140 disebut sebagai shadow zone, dimana pada jarak ini tidak ada gelombang P langsung yang tercatat. Gelombang langsung yang terakhir mengalami proses difraksi oleh lapisan batas inti-mantel.

Gelombang difraksi ini diberi simbul dengan Pc atau Pdif. Gelombang Pc mempunyai amplitude yang kecil dan periode panjang yang kadang-kadang dapat tercatat sampai jarak lebih dari 160o. Untuk shadow zone gelombang S langsung adalah antara 103o sampai -103o atau antara 103 - 257o dan simbul untuk gelombang difraksinya Sc atau Sdif. Penjalaran gelombang yang terkait dengan shadow zone ini terlihat pada gambar berikut.

Gambar 3.9. Penjalaran gelombang P langsung pada mantel, gelombang difraksi oleh lapisan batas core-mantle, gelombang pantul oleh lapisan diskontinuitas mantel atas serta shadow zone.

Gelombang P yang melewati inti luar diberi notasi dengan huruf K, yaitu singkatan dari Kernwellen ahli seismologis Jerman yang menemukan pertama kali. Tingkah laku gelombang ini terlihat pada gambar dibawah ini. Gelombang langsung yang melewati mantel, kemudian dibiaskan pada inti luar dan keluar lagi melalui mantel ini dapat terbentuk empat macam, yaitu: PKP, PKS, SKP dan SKS.

Gelombang K adalah termasuk gelombang P karena gelombang S tidak bisa melewati inti luar, dan sebab inilah material inti luar berbentuk cair. Gelombang PKP sering disingkat dengan notasi P. Gelombang P yang melewati inti dalam diberi notasi I, dan dalam hal ini juga dapat terbentuk empat macam yaitu: PKIKP, PKIKS, SKIKP, DAN SKIKS. Untuk gelombang S yang melewati inti dalam diberi simbul J, namun dalam prakteknya juga digunakan simbul I.

Gambar 3.10. Penjalaran gelombang P yang melalui mantel, inti luar dan inti dalam.

Gelombang yang menjalar melewati inti dalam, bisa dipantulkan hanya menyinggung inti dalam dan juga dapat dipantulkan sekali atau lebih oleh batas inti dalam-inti luar. Jika tidak sempat masuk kedalam inti dalam tapi setelah sampai batas inti dalam-inti luar langsung keluar maka diberi simbul i, contohnya PKiKP. Dalam hal gelombang P yang menjalar melewati inti dalam dan memantul sekali, dua kali atau lebih dan terakhir keluar di permukaan berupa gelombang P, maka berturut-turut diberi simbul: PKIKP, PKIIKP, dan seterusnya. Penggambaran gelombangnya terlihat pada gambar dibawah.

Gambar 3.11. Penjalaran gelombang P melalui inti dalam.

3. Persamaan Gelombang

Dasar teori yang digunakan dalam pengamatan gempa adalah persamaan gelombang elastik untuk media yang homogen isotropik yang dapat ditulis (Lee, 1981):

Dimana :

i = 1,2,3

Uj u+v + w

= =

Xj x y y

= perubahan volume atau dilatasi

= densitas

Uj = vektor tegangan komponen ke i

Xj = komponen sumbu koordinat ke i

t = waktu

=konstante Lame

=modulus rigiditas

=laplacian= + +

x y z

Untuk bangun tiga dimensi, secara lengkap persamaan ( 3.3-1 ) dapat ditulis sebagai berikut:

Jika ketiga persamaan tersebut terakhir dideferensiasi terhadap x , y dan z dan kemudian hasilnya di jumlahkan diperoleh persamaan :

Persamaan (3.3-3) merupakan persamaan gerak gelombang yang merambat dengan kecepatan :

Gelombang tersebut dalam Seismologi dikenal sebagai gelombang longitudinal, gelombang dilatasi , gelombang kompresi atau gelombang Primer (P).

Jika persamaan ( 3.3-2 b) dan ( -2c ) masing-masing dideferensiasikan terhadap z dan y dan kemudian hasilnya dikurangkan diperoleh persamaan :

Dengan mensubstitusikan komponen x pada persamaan rotasi benda:

ke persamaan (3.3-5 ) didapat persamaan :

Persamaan ( 3.3-6) ini menyatakan persamaan gerak gelombang shear, gelombang rotasi, gelombang transversal, atau gelombang sekunder (S) yang merambat dengan kecepatan :

Untuk model kerakbumi dengan lapisan sederhana persamaan gelombang yang dibiaskan adalah sebagai berikut:

Waktu jalar gelombang pada kasus media N lapisan dengan ketebalan masing-masing lapisan h1, h2, h3, . . . , hn , dengan kecepatan masing-masing V1, V2, . . . , Vn dihitung dengan rumus sebagai berikut :

Gambar 3.12. Lintasan gelombang bias beberapa lapisan dengan sumber dipermukaan.

Jarak cross overnya :

Hubungan antara jarak episenter terhadap waktu jalar gelombang bias untuk model tiga lapisan datar terlihat pada gambar berikut:

Gambar3.13. Grafik T-X dari tiga lapisan horisontal

Perpanjangan garis 1/v2 dan 1/v3 akan memotong sumbu T di titik i dan i2, yang disebut intercept time (waktu tunda). Sedangkan proyeksi titik potong garis 1/v1 dan 1/v2 serta 1/v2 dan 1/v3 ke sumbu X disebut jarak cross over pertama, EXco1, dan jarak cross over kedua, Exco2.

Untuk menentukan struktur kerak bumi di bawah permukaan dapat dipergunakan salah satu metode dari metode waktu tunda (Intercept time) atau metode jarak cross over.

Dengan metode waktu tunda didapat persamaan:

Akan memotong sumbu T dan disebut Intercept time atau waktu tunda ( i)

dan kedalaman lapisan pertama dan kedua kerak bumi model sederhana diformulakan:

Sedang dengan metode jarak Cross Over akan didapat persamaan-persamaan sebagai berikut:

Titik potong kedua persamaan tersebut di atas di titik (Xco1, T1) dengan T1 = TbJadi

Atau kedalaman lapisan pertama dapat ditulis:

sedang kedalaman lapisan kedua adalah:

BAB IV

PARAMETER GEMPABUMI

Setiap kejadian gempabumi akan menghasilkan informasi seismik berupa rekaman sinyal berbentuk gelombang yang setelah melalui proses manual atau non manual akan menjadi data bacaan fase (phase reading data). Informasi seismik selanjutnya mengalami proses pengumpulan, pengolahan dan analisis sehingga menjadi parameter gempabumi. Parameter gempabumi tersebut meliputi : Waktu kejadian gempabumi, Lokasi episenter, Kedalaman sumber gempabumi, Kekuatan gempabumi, dan Intensitas gempabumi.

Waktu kejadian gempabumi (Origin Time) adalah waktu terlepasnya akumulasi tegangan (stress) yang berbentuk penjalaran gelombang gempabumi dan dinyatakan dalam hari, tanggal, bulan, tahun, jam, menit, detik dalam satuan UTC (Universal Time Coordinated).

Episenter adalah titik di permukaan bumi yang merupakan refleksi tegak lurus dari Hiposenter atau Fokus gempabumi. Lokasi Episenter dibuat dalam sistem koordinat kartesian bola bumi atau sistem koordinat geografis dan dinyatakan dalam derajat lintang dan bujur.

Kedalaman sumber gempabumi adalah jarak hiposenter dihitung tegak lurus dari permukaan bumi. Kedalaman dinyatakan oleh besaran jarak dalam satuan km.

Kekuatan gempabumi atau Magnitude adalah ukuran kekuatan gempabumi, menggambarkan besarnya energi yang terlepas pada saat gempabumi terjadi dan merupakan hasil pengamatan Seismograf. Magnitude menggunakan skala Richter (SR).

Intensitas gempabumi adalah ukuran kerusakan akibat gempabumi berdasarkan hasil pengamatan efek gempabumi terhadap manusia, struktur bangunan dan lingkungan pada tempat tertentu, dinyatakan dalam skala MMI (Modified Mercalli Intensity).

1. Magnitude

Konsep Magnitude Gempabumi sebagai skala kekuatan relatif hasil dari pengukuran fase amplitude dikemukakan pertama kali oleh K. Wadati dan C. Richter sekitar tahun 1930 (Lay. T and Wallace. T.C,1995).

Kekuatan gempabumi dinyatakan dengan besaran Magnitude dalam skala logaritma basis 10. Suatu harga Magnitude diperoleh sebagai hasil analisis tipe gelombang seismik tertentu (berupa rekaman getaran tanah yang tercatat paling besar) dengan memperhitungkan koreksi jarak stasiun pencatat ke episenter.

Dewasa ini terdapat empat jenis Magnitude yang umum digunakan (Lay. T and Wallace. T.C, 1995) yaitu : Magnitude lokal, Magnitude bodi, Magnitude permukaan dan Magnitude momen.

1.1. Magnitude Lokal (ML) Magnitude lokal (ML) pertama kali diperkenalkan oleh Richter di awal tahun 1930-an dengan menggunakan data kejadian gempabumi di daerah California yang direkam oleh Seismograf Woods-Anderson. Menurutnya dengan mengetahui jarak episenter ke seismograf dan mengukur amplitude maksimum dari sinyal yang tercatat di seismograf maka dapat dilakukan pendekatan untuk mengetahui besarnya gempabumi yang terjadi. (USGS, 2002)

Magnitude lokal mempunyai rumus empiris sebagai berikut :

ML = log a + 3 log ( - 2.92(4.1-1)

Dengan a = amplitude getaran tanah ((m), ( = jarak Stasiun pencatat ke sumber gempabumi (km) dengan ( 600 km.

Saat ini penggunaan ML sangat jarang karena pemakaian seismograf Woods-Anderson yang tidak umum. Selain itu penggunaan kejadian gempabumi yang terbatas pada wilayah California dalam menurunkan persamaan empiris membuat jenis magnitude ini paling tepat digunakan untuk daerah tersebut saja. Karena itu dikembangkan jenis magnitude yang lebih tepat untuk penggunaan yang lebih luas dan umum.

1.2. Magnitude Bodi (mb)

Terbatasnya penggunaan magnitude lokal untuk jarak tertentu membuat dikembangkannya tipe magnitude yang bisa digunakan secara luas. Salah satunya adalah mb atau magnitude bodi (Body-Wave Magnitude). Magnitude ini didefinisikan berdasarkan catatan amplitude dari gelombang P yang menjalar melalui bagian dalam bumi (Lay. T and Wallace.T.C. 1995). Secara umum dirumuskan dengan persamaan :

mb = log ( a / T ) + Q ( h,( ).(4.1-2)

Dengan a = amplitudo getaran ((m), T = periode getaran (detik) dan Q ( h,( ) = koreksi jarak ( dan kedalaman h yang didapatkan dari pendekatan empiris.

1.3. Magnitude Permukaan (Ms)

Selain Magnitude bodi dikembangkan pula Ms, Magnitude permukaan (Surface-wave Magnitude). Magnitude tipe ini didapatkan sebagai hasil pengukuran terhadap gelombang permukaan (surface waves). Untuk jarak ( ( 600 km seismogram periode panjang (long-period seismogram) dari gempabumi dangkal didominasi oleh gelombang permukaan. Gelombang ini biasanya mempunyai periode sekitar 20 detik. Amplitude gelombang permukaan sangat tergantung pada jarak ( dan kedalaman sumber gempa h. Gempabumi dalam tidak menghasilkan gelombang permukaan, karena itu persamaan Ms tidak memerlukan koreksi kedalaman. Magnitude permukaan mempunyai bentuk rumus sbb:

Ms = log a + ( log ( + ((4.1-3)

Dengan a = amplitude maksimum dari pergeseran tanah horisontal pada periode 20 detik, ( = Jarak (km), ( dan ( adalah koefisien dan konstanta yang didapatkan dengan pendekatan empiris. Persamaan ini digunakan hanya untuk gempa dengan kedalaman sekitar 60 km. Hubungan antara Ms dan mb dapat dinyatakan dalam persamaan :

mb = 2.5 + 0.63 Ms ..(4.1-4)

atau Ms = 1.59 mb 3.97..(4.1-5)

1.4. Magnitude Momen (Mw)

Kekuatan gempabumi sangat berkaitan dengan energi yang dilepaskan oleh sumbernya. Pelepasan energi ini berbentuk gelombang yang menjalar ke permukaan dan bagian dalam bumi. Dalam penjalarannya energi ini mengalami pelemahan karena absorbsi dari batuan yang dilaluinya, sehingga energi yang sampai ke stasiun pencatat kurang dapat menggambarkan energi gempabumi di hiposenter.

Berdasarkan Teori Elastik Rebound diperkenalkan istilah momen seismik (seismic moment). Momen seismik dapat diestimasi dari dimensi pergeseran bidang sesar atau dari analisis karakteristik gelombang gempabumi yang direkam di stasiun pencatat khususnya dengan seismograf periode bebas (broadband seismograph). Mo = D A .(4.1-6)Dengan Mo = momen seismik, = rigiditas, D = pergeseran rata-rata bidang sesar, A = area sesar.

Secara empiris hubungan antara momen seismik dan magnitude permukaan dapat dirumuskan sebagai berikut:

log Mo = 1.5 Ms + 16.1 (4.1-7)

Ms = magnitude permukaan (Skala Richter) Kanamori (1997) dan Lay. T and Wallace. T. C, (1995) memperkenalkan Magnitude momen (moment magnitude) yaitu suatu tipe magnitude yang berkaitan dengan momen seismik namun tidak bergantung dari besarnya magnitude permukaan :

Mw = ( log Mo / 1.5 ) 10.73 ..(4.1-8)

Dengan Mw = magnitude momen, Mo = momen seismik.

Meskipun dapat menyatakan jumlah energi yang dilepaskan di sumber gempabumi dengan lebih akurat, namun pengukuran magnitude momen lebih komplek dibandingkan pengukuran magnitude ML, Ms dan mb. Karena itu penggunaannya juga lebih sedikit dibandingkan penggunaan ketiga magnitude lainnya (Lay. T and Wallace. T. C, 1995).

1.5. Magnitude Yang Digunakan BMG

Menurut Tajib. S, (1986) pengamatan gempabumi di Indonesia berawal pada tahun 1898 saat pemerintah Hindia Belanda mengoperasikan seismograf mekanik Ewing di Jakarta. Kemudian tahun 1908 dipasang seismograf Wiechert komponen horizontal, yang pada tahun 1928 dilengkapi dengan seismograf Wiechert komponen vertical. Pemasangan kedua jenis seismograf tersebut dilakukan di beberapa kota yaitu Jakarta, Medan, Bengkulu dan Ambon.

Dengan adanya seismograf telah dilakukan pemantauan gempabumi meskipun dengan tingkat keakuratan rendah jika dibandingkan saat ini. Pada masa pendudukan Jepang beberapa seismograf yang rusak akibat peperangan mengalami perbaikan sehingga dapat beroperasi kembali.

Pada tahun 1953 seismograf elektromagnetik Sprengnether dipasang di Lembang, yang disusul dengan pemasangan seismograf yang sama di Medan, Tangerang, Denpasar, Makasar, Kupang, Jayapura, Manado dan Ambon, sehingga pada tahun 1975 Indonesia memiliki jaringan seismograf Sprengnether tiga komponen. Bersamaan dengan hal itu, sekitar tahun 1960 seismologi dan teknologi mengalami perkembangan yang besar disertai dengan beroperasinya stasiun WWSSN (World Wide Standard Seismograph Net work) di seluruh dunia salah satunya dipasang di Lembang tahun 1963, sehingga kelengkapan dan keakuratan penghitungan parameter gempabumi meningkat pesat.

Perkembangan ini tentu saja mempengaruhi kelengkapan data gempabumi merusak. Jika sebelum tahun 1960 catatan yang ada hanya memberikan informasi mengenai waktu gempabumi dirasakan di suatu tempat dan Intensitasnya di tempat tersebut, maka pada catatan kejadian gempabumi tahun-tahun berikutnya menjadi lebih lengkap dengan adanya keterangan mengenai lokasi episenter, kedalaman dan Magnitude. Magnitude yang digunakan adalah jenis Magnitude bodi (mb).

Pada tahun 1975-1979 UNESCO mengadakan proyek pengembangan seismologi di Indonesia yang antara lain meliputi standarisasi seismograf dan proses pengolahan data gempabumi, serta pengembangan jaringan pemantau. Sejak tahun 1975 jenis magnitude yang digunakan adalah Magnitude Lokal (ML). ML ditentukan berdasarkan pembacaan jarak episenter, sinyal dan magnifikasi alat.

Mulai Februari 1996 dalam proses penentuan parameter gempabumi, Pusat Gempa Nasional (PGN)-BMG menggunakan perangkat lunak ARTDAS (Automatic Real Time Data Acquisition System) yang dioperasikan dengan perangkat keras SUN Work station. Sejak saat itu PGN-BMG menggunakan tiga macam magnitude untuk menyatakan kekuatan gempabumi secara instrumental. Ketiga magnitude tersebut adalah Magnitude Lokal (ML), Magnitude bodi (mb) dan Magnitude durasi (MD).

1.6. Magnitude Durasi (MD)

Menurut Lee dan Stewart, (1981) sejak tahun 1972, studi mengenai kekuatan gempabumi dikembangkan pada penggunaan durasi sinyal gempabumi untuk menghitung magnitude bagi kejadian gempa lokal, diantaranya oleh Hori (1973), Real dan Teng (1973), Herrman (1975), Bakum dan Lindh (1977), Gricom dan Arabasz (1979), Johnson (1979) dan Suteau dan Whitcomb (1979). Maka diperkenalkan Magnitude Durasi (Duration Magnitude) yang merupakan fungsi dari total durasi sinyal seismik. (Massinon, B, 1986). Magnitudo Durasi (MD) untuk suatu stasiun pengamat persamaannya adalah :

MD = a1 + a2 log ( + a3( + a4 h.(4.1-8)

Dengan MD = magnitudo durasi, ( = durasi sinyal (detik), ( = jarak episenter (km), h = kedalaman hiposenter (km) dan a1,a2,a3, dan a4 adalah konstante empiris.

Magnitude durasi sangat berguna dalam kasus sinyal yang sangat besar amplitudenya (off-scale) yang mengaburkan jangkauan dinamis sistem pencatat sehingga memungkinkan terjadinya kesalahan pembacaan apabila dilakukan estimasi menggunakan ML (Massinon. B, 1986).

2. Intensitas Gempabumi

Intensitas gempabumi adalah ukuran kerusakan akibat gempabumi berdasarkan hasil pengamatan efek gempabumi terhadap manusia, struktur bangunan dan lingkungan pada tempat tertentu. Besarnya intensitas di suatu tempat tidak tergantung dari besarnya kekuatan gempabumi (Magnitude) saja namun juga tergantung dari besarnya jarak tempat tersebut ke sumber gempabumi dan kondisi geologi setempat.

Intensitas berbeda dengan magnitude karena intensitas adalah hasil pengamatan visual pada suatu tempat tertentu sedangkan, magnitude adalah hasil pengamatan instrumental menggunakan seismograf. Pada suatu kejadian gempabumi besarnya Intensitas pada tempat yang berbeda dapat sama atau berlainan sedangkan besarnya Magnitude selalu sama walaupun dicatat atau dirasakan di tempat yang berbeda.

Terdapat beberapa macam skala pengukuran intensitas yaitu : skala Modified Mercalli Intensity (MMI) yang diakui menurut standar internasional, skala intensitas Medvedev-Sponheur-Karnik (MSK) yang sejak 1992 dirubah menjadi European Macroseismic Scale atau EMS yang digunakan di Eropa bagian timur, skala intensitas Japan Meteorological Agency (JMA) yang digunakan di Jepang dan skala intensitas Rossi-Forel (RF) yang digunakan di Cina.

Sebelum tahun 1948 Indonesia menggunakan skala intensitas Rossi-Forel, antara tahun 1948-1955 menggunakan skala Jakarta (0-VII) dan sesudah tahun 1955 menggunakan skala MMI (Soetarjo.R, 1979). Dengan adanya revisi yang terus-menerus dilakukan maka seluruh kejadian gempabumi yang ada dalam katalog gempabumi BMG saat ini telah dikonversi ke skala MMI.

Intensitas bukanlah merupakan parameter energi gempa bumi, tetapi dapat menggambarkan atau mengungkapkan kekuatan / magnitude gempa bumi dengan baik. Apabila magnitude dihitung berdasarkan rekaman pada instrumen maka intensitas berdasarkan akibat langsung dari gempabumi atau dengan perkataan lain, intensitas adalah skala yang dibuat untuk menggambarkan secara langsung kekuatan gempa bumi dan pengaruh di permukaan bumi seperti misalnya pengaruh terhadap bangunan, topografi dan sebagainya, yang pada umumnya disebut sebagai efek makro.

Magnitude mempunyai sebuah harga untuk suatu gempa bumi, tetapi intesitas akan berubah dengan perubahan tempat. Intensitas yang terbesar ( maksimum ) terdapat di daerah episenter, dan dari daerah tersebut nilai intensitas pada umumnya akan menurun atau berkurang dengan jarak kesegala jurusan.

Skala intensitas yang pertama kali adalah skala intensitas Rossi-Forel, yang mempunyai 10 ( sepuluh ) derajat skala. Tetapi karena skala tersebut tidak memperlihatkan pembagian yang baik untuk gempa-gempa bumi yang kuat / merusak, maka kemudian diganti dengan 12 ( dua belas ) derajat skala, hal ini pun masih tergantung pada para pembuatnya, misalnya: skala Mercalli, skala Sieberg, dan sebagainya. Kemudian diperbaiki oleh Wood dan Neumann di Amerika pada tahun 1931, dan selanjutnya disebut skala Modified Mercalli (skala MMI ).

Perubahan lain juga dibuat oleh Richter dan menamakan hasilnya sebagai skala intensitas Modified Mercalli Versi 1956. perubahan terakhir dibuat oleh Medvedev, Sponheuer beserta Karnik dan dinamakan skala intensitas MSK tahun 1964. Harga intensitas dari MSK 1964 sesuai dengan skala Mercalli Cancani-Sieberg (1917), Modified Mercalli (1931), dan skala Soviet (1952). Sedangkan skala Jepang (1950) adalah 7 derajat skala, yang dibuat oleh pemerintah Jepang.

Perlu diperhatikan bahwa sklala intensitas bukan skala magnitude. Pada umumnya, untuk menentukan secara tepat intensitas dari suatu gempa bumi di suatu daerah, dikirimkan suatu tim peneliti yang langsung terjun ke lapangan atau daerah dimana terdapat efek atau pengaruh gempa bumi tersebut. Pengamatan ini perlu pengetahuan mengenai kondisi geologi dan tipe konstruksi bangunan.

Hasil dari penelitian tersebut, merupakan data yang diperlukan untuk menentukan skala intensitas dan selanjutnya dibuat peta isoseismal. Isoseismal adalah garis yang menghubungkan tempat-tempat dengan intensitas yang sama. Untuk menghindari kerancuan dengan besaran magnitude, skala intensitas ditulis dengan angka Romawi.Suatu kenyataan, bahwa intensitas yang lebih besar akan terjadi pada tanah yang lunak / gembur dibandingkan pada tanah yang padat / bedrock. Dalam melihat kerusakan yang diakibatkan oleh suatu gempa bumi, harus diyakini benar bahwa kerusakan tersebut timbul karena pengaruh gempa bumi, dan bukan karena pengaruh yang lain, seperti misalnya: perubahan suhu yang besar dan mendadak, deruman sonik pesawat terbang dan sebagainya.

Dengan menggunakan peta isoseismal, dapat diperkirakan parameter gempa bumi lainnya, seperti letak episenter, kedalaman pusat gempa bumi, dan sebagainya.

Penentuan episenter secara instrumen (pembacaan rekaman permulaan gelombang P dan S), pada umumnya merupakan sebuah titik dimana sesar tersebut dimulai. Apabila sesar merupakan belahan panjang, maka lokasi episenter tersebut akan menyimpang dari daerah intensitas maksimum. Apabila pusat gempa bumi terjadi pada suatu kedalaman tertentu, maka pengaruh intensitas akan lebih kecil kalau menjauhi episenter, dibandingkan apabila pusat gempa bumi lebih dangkal.

Hubungan antara Intensitas suatu tempat (I), intensitas maksimum (Io), radius isoseismal (r) dan kedalaman fokus (h), secara empiris dirumuskan sebagai berikut:

...(4.2-1)

Dari suatu gempa bumi di California Selatan diperoleh hubungan antara magnitude gempabumi dengan intensitas maksimum (Io), dan diperlihatkan dalam persamaan :

(4.2-2)

Sudah dapat dipastikan bahwa variasi yang besar banyak terjadi pada persamaan diatas untuk daerah seismik yang berbeda. Persamaan-persamaan tersebut adalah yang umum berlaku dan hanya dipakai sebagai pendekatan pertama, bila data mengenai suatu daerah seismik tidak diketahui.

SKALA MODIFIED MERCALLI INTENSITY (MMI)

I. Getaran tidak dirasakan kecuali dalam keadaan hening oleh beberapa orang.

II. Getaran dirasakan oleh beberapa orang yang tinggal diam, lebih-lebih di rumah tingkat atas. Benda-benda ringan yang digantung bergoyang.

III. Getaran dirasakan nyata dalam rumah tingkat atas. Terasa getaran seakan ada truk lewat, lamanya getaran dapat ditentukan.

IV. Pada siang hari dirasakan oleh orang banyak dalam rumah, di luar oleh beberapa orang. Pada malam hari orang terbangun, piring dan gelas dapat pecah, jendela dan pintu berbunyi, dinding berderik karena pecah-pecah. Kacau seakan-akan truk besar melanggar rumah, kendaraan yang sedang berhenti bergerak dengan jelas.

V. Getaran dirasakan oleh hampir semua penduduk, orang banyak terbangun. Jendela kaca dan plester dinding pecah, barang-barang terpelanting, pohon-pohon tinggi dan barang-barang besar tampak bergoyang. Bandul lonceng dapat berhenti.

VI. Getaran dirasakan oleh semua penduduk, kebanyakan terkejut dan lari keluar, kadang-kadang meja kursi bergerak, plester dinding dan cerobong asap pabrik rusak. Kerusakan ringan.

VII. Semua orang keluar rumah, kerusakan ringan pada rumah-rumah dengan bangunan dan konstruksi yang baik. Cerobong asap pecah atau retak-retak. Goncangan terasa oleh orang yang naik kendaraan.

VIII. Kerusakan ringan pada bangunan-bangunan dengan konstruksi yang kuat. Retak-retak pada bangunan yang kuat. Banyak kerusakan pada bangunan yang tidak kuat. Dinding dapat lepas dari kerangka rumah, cerobong asap pabrik-pabrik dan monumen-monumen roboh. Meja kursi terlempar, air menjadi keruh, orang naik sepeda motor terasa terganggu.

IX. Kerusakan pada bangunan yang kuat, rangka-rangka rumah menjadi tidak lurus, banyak lubang-lubang karena retak-retak pada bangunan yang kuat. Rumah tampak bergeser dari pondasinya, pipa-pipa dalam tanah putus.

X. Bangunan dari kayu yang kuat rusak, rangka-rangka rumah lepas dari pondasinya, tanah terbelah, rel melengkung. Tanah longsor di sekitar sungai dan tempat-tempat yang curam serta terjadi air bah.

XI. Bangunan-bangunan kayu sedikit yang tetap berdiri, jembatan rusak, terjadi lembah. Pipa dalam tanah tidak dapat dipakai sama sekali, tanah terbelah, rel melengkung sekali.

XII. Hancur sama sekali. Gelombang tampak pada permukaan tanah, pemandangan menjadi gelap, benda-benda terlempar ke udara.

PERBANDINGAN BEBERAPA SKALA INTENSITAS

M S KSkala JepangSkala Rossi Forrel

Th. 1964Th. 1950Th. 1874

I0I

II1II

III2III

IV2 / 3IV

V3 V VI

VI4VII

VII4 / 5VIII

VIII5IX

IX6X

X6X

XI7X

XII7X

3. Energi Gempabumi

Bentuk energi yang dilepaskan saat terjadinya gempabumi antara lain adalah energi deformasi gelombang. Energi deformasi dapat dilihat pada perubahan bentuk volume sesudah terjadinya gempa bumi, seperti misalnya tanah naik, tanah turun, pergeseran batuan, dan lain-lain. Sedangkan energi gelombang akan menggetarkan medium elastis disekitarnya dan akan menjalar ke segala arah.

Pemancaran energi gempa bumi dapat besar ataupun kecil, hal ini tergantung dari karakteristik batuan yang ada dan besarnya stress yang dikandung oleh suatu batuan pada suatu daerah. Pada suatu batuan yang rapuh ( batuan yang heterogen ), stress yang dikandung tidak besar karena langsung dilepaskan melalui terjadinya gempa gempa-gempa kecil yang banyak. Sedangkan untuk batuan yang lebih kuat ( batuan yang homogen ), gempa kecil tidak terjadi ( jarang terjadi ) sehingga stress yang dikandung sangat besar dan pada suatu saat batuannya tidak mampu lagi menahan stress, maka akan terjadi gempa dengan magnitude yang besar.

Dengan kata lain untuk batuan yang lebih rapuh ( heterogen ), energi yang dikumpulkan tidak terlalu besar karena langsung dilepaskan dalam bentuk gelombang seismik, sedangkan untuk batuan yang lebih kuat, energinya akan dikumpulkan dalam waktu relatif lebih lama sehingga pada saat dilepaskan (karena batuan sudah tidak mampu lagi menahan stress), energinya sudah terkumpul banyak dan gempabumi yang terjadi akan lebih besar.

Energi gempa bumi dapat ditaksir dari pengamatan makroseismik, tetapi biasanya tidak diperoleh hasil yang memadai. Gelombang seismik merupakan bentuk energi yang paling mudah dideteksi yaitu dengan cara pencatatan pada alat. Dengan menggunakan data ini kita dapat menaksir energi gempabumi yang memadai. Ukuran besarnya energi gempabumi ditentukan dengan hasil catatan amplitudo gelombang seismik yang dinyatakan dengan istilah Magnitude gempabumi.

Penentuan magnitude baik menggunakan gelombang bodi ( mb ), maupun gelombang permukaan ( Ms ) tidak menunjukan skala yang sama. Secara historis ML, Ms, dan mb dimaksudkan untuk mendapatkan titik temu satu sama lain, akan tetapi pada kenyataannya penentuan secara terpisah menggambarkan ketidak setaraan terutama antara mb dan Ms.

Gutenberg dan Richter ( 1956 ) memperoleh hubungan antara Ms dan mb, sebagai mana terlihat pada persamaan (4.1-4). Kemudian Bath, pada tahun yang sama menyatakan bahwa:

mb = 0,61 Ms + 2,7....(4.3-1)

Sedangkan Karnik, Venek, dan Zatopek pada tahun 1957 menyatakan bahwa hubungan antara kedua magnitude itu sama dengan yang dibuat oleh Bath.

Bertolak dari kenyataan diatas, maka Gutenberg membuat penyeragaman dari nilai magnitude yang dikenal dengan Unitied Magnitude sebagai rata-rata dari nilai mb dan Ms. Dengan nilai magnitude tersebut diperoleh hubungan antara energi terhadap magnitude sebagai berikut:

log E = 5,8 + 2,4 M(4.3-2)

Dimana, E adalah energi di pusat gempa, dalam satuan erg dan M adalah magnitude.

Sedangkan rumusan energi secara terpisah yang disepakati secara Internasional dipilih rumusan dari Bath, yang dinyatakan untuk mb dan Ms berturut-turut sebagi berikut:

log E = 5,78 + 2,48 mb ..(4.3-3)

log E = 12,24 + 1,44 Ms ...(4.3-4)

Perlu pula dijelaskan disini bahwa rumusan yang asli dari Gutenberg dan Richter ( 1942 ) adalah :

log E = 11,3 + 1,8 Ms...(4.3-5)

4. Percepatan Tanah

Parameter getaran gelombang gempa yang dicatat oleh seismograf umumnya adalah simpangan kecepatan atau velocity dalam satuan kine (cm/dt). Selain velocity tentunya parameter yang lain seperti displacement (simpangan dalam satuan micrometer) dan percepatan (acceleration dalam satuan gal atau cm/dt2) juga dapat ditentukan. Parameter percepatan gelombang seismik atau sering disebut percepatan tanah merupakan salah satu parameter yang penting dalam seismologi teknik atau earthquakes engineering. Besar kecilnya percepatan tanah tersebut menunjukkan resiko gempabumi yang perlu diperhitungkan sebagai salah satu bagian dalam perencanaan bangunan tahan gempa.

Setiap gempa yang terjadi akan menimbulkan satu nilai percepatan tanah pada suatu tempat (site). Nilai Percepatan tanah yang akan diperhitungkan pada perencanaan bangunan adalah nilai percepatan tanah maksimum.

Meskipun gempabumi yang kuat tidak sering terjadi tetapi tetap sangat membahayakan kehidupan manusia. Salah satu hal yang penting dalam penelitian seismologi adalah mengetahui kerusakan akibat getaran gempabumi terhadap bangunan-bangunan di setiap tempat. Hal ini diperlukan untuk menyesuaikan kekuatan bangunan yang akan dibangun di daerah tersebut.

Bangunan-bangunan yang mempunyai kekuatan luar biasa dapat saja dibuat, sehingga bila terjadi gempabumi yang bagaimanapun kuatnya tidak akan mempunyai tanggapan / reaksi yang tidak sama terhadap kekuatan gempabumi. Nilai percepatan tanah dapat dihitung langsung dengan seismograf khusus yang disebut strong motion seismograph atau accelerograf. Namun karena begitu pentingnya nilai percepatan tanah dalam menghitung koefisien seismik untuk bangunan tahan gempa, sedangkan jaringan accelerograf tidak lengkap baik dari segi periode waktu maupun tempatnya, maka perhitungan empiris sangat perlu dibuat.

Oleh sebab itu untuk keperluan bangunan tahan gempa harga percepatan tanah dapat dihitung dengan cara pendekatan dari data historis gempabumi.

Beperapa formula pendekatan antara lain :

Hubungan rumus Richter

EMBED Equation.3

..(4.4-1)

Dimana M adalah magnitude, adalah intensitas pada tempat yang akan dicari dan a adalah percepatan tanah pada tempat yang dicari dalam satuan cm/dtatau gal.

Hubungan rumus Murphy dan OBrein

(4.4-2)

Dimana a adalah percepatan tanah pada tempat yang akan dicari, I adalah intensitas gempa pada tempat yang akan dicari, M adalah magnitude dan adalah jarak episenter dalam km.

Hubungan rumus Donovan

(4.4-3)

Di mana a adalah percepatan, M adalah magnitude dan r adalah jarak hiposenter dalam satuan km.

Hubungan rumus Esteva

.(4.4-4)

Dengan keterangan parameter sama dengan rumus Donovan.

Untuk menghitung percepatan a pada persamaan (4.4-1) dan (4.4-2), perlu mengetahui besarnya intensitas I pada tempat yang akan dicari. Prih Haryadi dan Subardjo telah menghitung rumus attenuasi intensitas terhadap jarak gempa Flores 12 Desember 1992 dengan formula sebagai berikut :

.(4.4-5)

Dimana I adalah intensitas pada jarak episenter ( km dan Iadalah intensitas pada sumber. Dengan menggunakan data historis gempa serta mengkombinasikan persamaan (4.4-5), persamaan (4.4-1) dan (4.4-2) dapat dihitung.

Selain rumus-rumus empiris diatas masih banyak formula lain yang memasukkan variabel periode waktu, periode dominan tanah, yaitu antara lain:

Model percepatan tanah pada permukaan secara empiris oleh Mc.Guirre R.K (1963) ditulis sebagai berikut :

..(4.4-6)

dengan :

( = percepatan tanah pada permukaan (gal)

M = magnitude permukaan (SR)

R = jarak hiposenter (km)

= Jarak episenter (km)

h = kedalaman sumber gempa (km)

Model percepatan tanah rumusan Kawashumi (1950) :

(4.4-7)

dengan :

( = percepatan tanah pada permukaan (gal)

M = magnitudo gelombang permukaan (SR)

R = jarak hiposenter (km)

= jarak episenter (km)

h = kedalaman sumber gempa (km)

Pada kedua model percepatan tanah di atas menggunakan parameter-parameter dasar gempa yaitu :

Magnitude (M)

Kedalaman sumber gempa (h)

Episenter (E)

Bila magnitude gelombang permukaan (Ms) tidak diketahui dan hanya diketahui magnitude gelombang bodi (mb), Ms dapat dihitung dengan menggunakan rumusan empiris hubungan antara Ms dan mb yang telah dijelaskan pada persamaan (4.3-1), (4.3-2) atau (4.3-3).

Model empiris yang menggunakan data periode dominan tanah yang merupakan hasil pengukuran di lapangan dengan menggunakan alat microtremometer.

Dengan data periode dominan tanah (Tg) dari hasil pengukuran microtremor maka percepatan tanah pada permukaan dapat dihitung dengan rumus Kanai (1966) :

(4.4-8a)

(4.4-8b)

..(4.4-8c)

dengan :

( = Percepatan tanah pada permukaan (gal)

G(T) = Faktor pembesaran

T = periode gelombang gempa (detik)

Tg = periode dominan tanah (detik)

M = magnitudo gelombang permukaan (SR)

( = jarak hiposenter (km)

Japan Meteorological Agency (JMA) membuat hubungan antara skala intensitas JMA dan skala MMI dengan percepatan maksimum gempabumi seperti terlihat pada tabel berikut.

Skala JMA Percepatan Maksimum

(gal)Skala MMI Percepatan Maksimum

(gal)

0 dibawah 0.81 dibawah 1.0

1 0.8 ~ 2.52 1.0 ~ 2.0

2 2.5 ~ 8.03 2.1 ~ 5.0

3 8.0 ~ 25.04 5.0 ~ 10.0

4 25.0 ~ 80.05 10.0 ~ 21.0

5 80.0 ~ 250.06 21.0 ~ 44.0

6 250.0 ~ 400.07 44.0 ~ 94.0

7 diatas 4008 94.0 ~ 202.0

9 202.0 ~ 432.0

10,11,12 diatas 432

Perpindahan materi dalam penjalaran gelombang seismik biasa disebut displacement. Jika kita lihat waktu yang diperlukan untuk perpindahan tersebut, maka kita bisa tahu kecepatan materi tersebut. Sedangkan percepatan adalah parameter yang menyatakan perubahan kecepatan mulai dari keadaan diam sampai pada kecepatan tertentu.

Pada bangunan yang berdiri di atas tanah memerlukan kestabilan tanah tersebut agar bangunan tetap stabil. Percepatan gelombang gempa yang sampai di permukaan bumi disebut juga percepatan tanah, merupakan gangguan yang perlu dikaji untuk setiap gempa bumi, kemudian dipilih percepatan tanah maksimum atau Peak Ground Acceleration (PGA) untuk dipetakan agar bisa memberikan pengertian tentang efek paling parah yang pernah dialami suatu lokasi.

Efek primer gempabumi adalah kerusakan struktur bangunan baik yang berupa bangunan perumahan rakyat, gedung bertingkat, fasilitas umum, monumen, jembatan dan infrastruktur lainnya, yang diakibatkan oleh getaran yang ditimbulkannya. Secara garis besar, tingkat kerusakan yang mungkin terjadi tergantung dari kekuatan dan kualitas bangunan, kondisi geologi dan geotektonik lokasi bangunan, dan percepatan tanah di lokasi bangunan akibat dari getaran suatu gempa bumi.

Faktor yang merupakan sumber kerusakan dinyatakan dalam parameter percepatan tanah. Sehingga data PGA akibat getaran gempabumi pada suatu lokasi menjadi penting untuk menggambarkan tingkat resiko gempabumi di suatu lokasi tertentu. Semakin besar nilai PGA yang pernah terjadi di suatu tempat, semakin besar resiko gempabumi yang mungkin terjadi.

Pengukuran percepatan tanah dilakukan dengan accelerograf yang dipasang di lokasi penelitian. Mengingat jaringan accelerograf di Indonesia belum sebaik di negara lain seperti Jepang, Amerika, Cina, maka pengukuran percepatan tanah dilakukan dengan cara empiris, yaitu dengan pendekatan dari beberapa rumus yang diturunkan dari magnitude gempa atau / dan data intensitas. Perumusan ini tidak selalu benar, bahkan dari satu metode ke metode lainnya tidak selalu sama, namun cukup memberikan gambaran umum tentang PGA. Beberapa rumus empiris telah dijelaskan diatas.

Gempa besar bisa terjadi berulang-ulang di suatu tempat. Kita kenal sebagai periode ulang gempa bumi. Hal ini didukung oleh teori elastic rebound yang mempunyai fase pengumpulan energi dalam jangka waktu tertentu dan kemudian masa pelepasan energi pada saat gempa besar. Periode ulang gempa besar bisa 10 tahun, 50 tahun, 100 tahun atau 500 tahun. Sehingga tingkat resiko bangunan terhadap gempabumi bisa terkait dengan periode ulang gempabumi. Kita ambil contoh jika bangunan dirancang untuk berumur pakai 50 tahun dan periode ulang gempa di tempat tersebut 100 tahun, maka percepatan maksimum di tempat tersebut tentu akan kecil.

4.1. Metode Pemetaan

Langkah-langkah membuat peta percepatan tanah maksimum (PGA) di Indonesia khususnya yang dilakukan di BMG adalah sebagai berikut :

Menyusun kembali data gempabumi yang terjadi dalam wilayah Indonesia dan sekitarnya.

Membagi Indonesia menjadi grid dengan ukuran 0,5 derajad x 0,5 derajad.

Menghitung percepatan tanah untuk tiap-tiap grid untuk semua data gempabumi dengan beberapa formula dan memilih satu percepatan yang paling besar pada tiap-tiap grid.

Menghitung percepatan tanah maksimum untuk tiap-tiap grid untuk berbagai periode ulang dengan menggunakan metode Mc.Guire.

Menentukan tingkat resiko berdasarkan nilai percepatan maksimum.

Membuat kontur peta resiko untuk wilayah Indonesia.

4.2. Perhitungan Percepatan Tanah Maksimum (PGA)

Beberapa formula empiris PGA antara lain metode Donovan, Esteva, Murphy - OBrein, Gutenberg Richter, Kanai, Kawasumi dan lain-lain. Formula-formula empiris tersebut ditentukan berdasarkan suatu kasus gempabumi pada suatu tempat tertentu, dengan memperhitungkan karakteristik sumber gempabuminya, kondisi geologi dan geotekniknya.

Dari beberapa formula tersebut dipilih formula Murphy OBrein, Gutenberg-Richter dan Kanai untuk diterapkan pada pemetaan ini. Formula Murphy-OBrein memberikan hasil yang mirip dengan formula Gutenberg-Richter yang dikombinasikan dengan formula attenuasi intensitas (Subardjo-Prih Harjadi) yang ditentukan berdasarkan gempa Flores, 12 Desember 1991.

Formula Kanai perhitungan percepatan tanahnya memperhitungkan site effect yang direpresentasikan oleh periode dominan tanah di site tersebut. Perhitungan dengan formula-formula ini mengunakan data gempabumi selama periode 100 tahun.

Tiga gambar berikut adalah contoh hasil pemetaan percepatan maksimum dengan menggunakan formula Gutenberg-Richter yang digabung dengan formula attenuasi intensitas berturut-turut untuk wilayah Indonesia, Jawa barat dan Sulawesi Utara.

Gambar 4.1. Peta percepatan tanah maksimum Indonesia formula Richter yang dikombinasi dengan formula attenuasi intensitas Subardjo-Prih Harjadi.

Gambar 4.2. Peta percepatan tanah maksimum Jawa bagian Barat formula Richter yang dikombinasi dengan formula attenuasi intensitas Subardjo-Prih Harjadi.

Gambar 4.3. Peta percepatan tanah maksimum Sulawesi bagian Utara formula Richter yang dikombinasi dengan formula attenuasi intensitas Subardjo-Prih Harjadi.

4.3. Pengaruh Percepatan Tanah Terhadap Konstruksi Bangunan.

Bila suatu gelombang melalui suatu lapisan sedimen maka akan timbul suatu resonansi. Ini disebabkan karena gelombang gempa mempunyai spektrum yang lebar sehingga hanya gelombang gempa yang sama dengan periode dominan dari lapisan sedimen yang akan diperkuat. Bangunan-bangunan yang berada diatasnya akan menerima getaran-getaran tersebut, dimana arahnya dapat diuraikan menjadi dua komponen yaitu : komponen vertikal dan komponen horizontal. Untuk getaran yang vertikal, pada umumnya kurang membahayakan sebab searah dengan gaya gravitasi. Sedangkan untuk komponen horizontal menyebabkan keadaan bangunan seperti diayun. Bila bangunan itu tinggi, maka dapat diumpamakan seperti bandul yang mengalami getaran paksaan (force vibration), ini sangat membahayakan sekali

Untuk mendirikan bangunan tahan gempa, harus diperhatikan percepatan tanah maksimum di daerah tersebut dan bangunan harus di design sedemikian hingga dapat menahan percepatan tanah tersebut. Bila suatu bangunan konstruksinya lebih lemah dari yang diperkirakan, maka bangunan disebut under design, ini sangat membahayakan dan dapat disebut bangunan tidak tahan gempa (non earthquake resistance). Bila suatu bangunan konstruksinya lebih kuat dari yang diperkirakan, maka bangunan disebut over design. Ini merupakan pemborosan biaya, maka apabila ingin membangun bangunan tahan gempa, hal-hal diatas perlu diperhatikan dan masalah percepatan tanah memegang peranan penting.

Dalam kaitan dengan bangunan tahan gempa, maka zonasi seismik perlu dibuat, dan secara umum di Indonesia telah dibuat zone seismik berdasarkan data historis kegempaan periode sebelum tahun tujuhpuluhan, wilayah Indonesia dibagi menjadi 6 zone seismik seperti berikut:

Zone 1:Daerah dengan seismisitas sangat tinggi (7 8 SR)

Irian bagian utara

Zone 2:Daerah dengan seismisitas aktif (sekitar 7 SR)

Sumatra bagian barat, Selatan Jawa, Nusatenggara, Irian Jaya dan Sulawesi Utara

Zone 3:Daerah yang terdapat lipatan, patahan dan rekahan (> 7 SR)

Sepanjang pantai Sumatra bagian barat, Sepanjang Pantai Jawa bagian selatan.

Zone 4:Daerah lipatan & patahan (sekitar 7)

Sumatra, Jawa bagian utara, Kalimantan Timur, Sulawesi Selatan dan Irian

Zone 5:Daerah dengan seismisitas rendah

Sepanjang pantai timur Sumatra dan Kalimantan Tengah

Zone 6:Daerah stabil

Irian bagian selatan

Pembagian daerah aktif gempa bisa juga ditinjau dari data makro atau intensitas gempa yang pernah dirasakan. Peta intensitas gempa Bengkulu pada tanggal 4 Juni 2000 adalah satu kasus data makro yang langsung bisa dikaitkan dengan bangunan. Beberapa kasus gempa merusak merupakan data makro yang menghasilkan peta intensitas regional seperti yang dilakukan oleh J. Murjaya dan G. Ibrahim pada tahun 1997 (gambar 9.3). Pada peta ini, daerah yang terkena dampak gempa bumi dibagi menjadi 4 daerah;

1. Daerah dengan intensitas MMI IX atau lebih.

2. Daerah dengan intensitas MMI VII-VIII.

3. Daerah dengan intensitas MMI V-VI.

4. Daerah dengan intensitas MMI < V

Pembagian ini masih bersifat regional, dengan perkataan lain bahwa untuk analisa resiko gempa pada suatu bangunan yang terletak pada suatu tempat di satu kota, memerlukan analisis mikro yang memasukkan beberapa unsur seperti lapisan tanah tempat bangunan, ketebalan lapisan, respon tanah dan bangunan terhadap getaran.

Untuk mengetahui besarnya simpangan akibat gempa, Mario Paz (1979) merepresentasikan bangunan sebagai sistem yang terdiri dari atas massa, pegas dan redaman. Dalam hal ini hanya akan dibahas sistem dengan satu derajat kebebasan seperti pada gambar berikut :

Gambar4.4. Sistem bangunan bertingkat Satu

Dengan :

F(t)= gaya yang berubah-ubah terhadap waktu.

K= konstanta pegas kolom dinding.

C= koefisien redaman.

X= simpangan relatif massa m terhadap pondasi.

Bentuk persamaan gerak kesetimbangan dinamis dinyatakan sebagai berikut :

dimana :

adalah gaya inersia.

adalah gaya redaman.

adalah gaya pegas kolom dinding.

Sehingga persamaan menjadi :

Selama terjadi gempa bangunan akan mengalami getaran vertikal dan horizontal. Gaya inersia atau gaya seismik pada suatu titik massa bangunan membentuk arah vertikal dan horizontal. Dari kedua bentuk gaya tersebut, gaya dalam arah vertikal hanya sedikit sekali dapat mengubah gaya gravitasi yang bekerja pada bangunan, sehingga gaya horisontal (gaya lateral) menjadi sangat penting artinya. Dengan demikian sistem akan mengalami simpangan tambahan pada pondasinya, karena adanya simpangan permukaan tanah itu sendiri, seperti yang dilukiskan pada gambar berikut :

Gambar4.5. Sistem bangunan bertingkat satu dengan simpangan tanah

maka jumlah percepatan massa m menjadi :

dan gaya inersia menjadi :

Apabila gaya luar F(t)= 0, maka

atau

dan akhirnya diperoleh :

dimana :

adalah fraksi dumping kritis.

adalah frekuensi natural.

Apabila adalah getaran acak, maka simpangan relatif X(t) dapat dihitung dengan Metode Integral Duhamel.

Untuk kondisi awal X(0)=0, maka X(t) diperoleh sebagai berikut :

Dari persamaan tersebut diatas terlihat bahwa respon bangunan terhadap getaran seismik bergantung pada :

1. Frekuensi natural sistem bangunan ().

2. Frekuensi dumping kritis sistem bangunan ().

3. Percepatan getaran tanah akibat gempa .

Simpangan relatif X(t) sangat penting untuk perencanaan bangunan tahan gempa, karena regangan (strain) bangunan sebanding dengan simpangan relatifnya.

R. Sano menyatakan bahwa perbandingan antara gaya seismik F=dan gaya gravitasi W = m.g disebut koefisien seismik k. Pernyataan yang memasukkan gaya seismik dalam perhitungan bangunan tahan gempa dikenal dengan nama koefisien seismik Sano.

Apabila bangunan dengan massa m mengalami percepatan maka gaya inersia atau gaya seismik yang bekerja dinyatakan dalam bentuk :

Jika berat bangunan dinyatakan dengan W maka :

W = m.g

Dengan demikian persamaan menjadi :

atau

dimana :

F= gaya inersia atau gaya seismik.

K= koefisien seismik Sano.

W= berat bangunan.

= percepatan getaran tanah akibat gempa.

G= percepatan gravitasi.

BAB V

LOKALISASI GEMPABUMIUntuk menentukan lokasi sumber gempabumi diperlukan data waktu tiba gelombang seismik dengan sekurang kurangnya 4 data waktu tiba gelombang P. Sedangkan penentuan magnitude gempa memerlukan pengukuran amplitude, dan periode atau lamanya gelombang tersebut tercatat di suatu stasiun . Selain itu juga diperlukan data posisi stasiun yang digunakan dan model kecepatan gelombang seismik. Episenter gempa dapat ditentukan secara manual dengan metode lingkaran ataupun metode hiperbola, sedangkan program komputer untuk menentukan parameter gempa digunakan metode Geiger. Metode-metode tersebut dijabarkan sebagai berikut :

1. Metoda Lingkaran Dengan Tiga Stasiun.

Dianggap ada tiga stasiun pencatat , masingmasing S, S2, dan S3. Dengan menggunakan dua data stasiun pencatat , S2 dan S3 sebagai pusatnya, dibuat lingkaran-lingkaran dengan jari-jari :

r2 = v ( t2 t1 )

r3 = v ( t3 t1 )

dengan :

r = jari-jari lingkaran.

v = kecepatan gelombang

t = waktu tiba gelombang

Episenter yang dicari adalah pusat sebuah lingkaran yang melalui S dan menyinggung kedua lingkaran yang berpusat di S2 dan S3 tersebut.

Pada penggunaan praktis, metode ini dilakukan dengan cara berulang-ulang mencoba membuat lingkaran ketiga sehingga didapatkan titik E yang terbaik. Dengan demikian metode ini kurang dapat diandalkan, karena kualitas penentuannya tergantung pada ketelitian penggambaran ketiga lingkaran tersebut.

Gambar5.1. Penentuan episenter dengan metode lingkaran tiga stasiun

2. Metode Hiperbola

Bila dianggap kecepatan gelombang seismik v konstan dengan tiga stasiun S1, S2 dan S3 diukur waktu tiba gelombang seismik pada ketiga stasiun itu adalah jam t1, t2, dan t3 dimana t3 > t2 > t1, maka dengan menggunakan pasangan stasiun S1 dan S2, episenternya harus terletak pada sebuah kurva dengan harga t2 t1 konstan. Kurva semacam ini berupa hiperbola dengan S1 dan S2 sebagai titik fokusnya. Karena telah diketahui t2 > t1 maka kurva hiperbolanya cekung kearah titik titik S1. Dengan cara yang sama dilakukan lagi untuk pasangan stasiun S2, S3 dan S3, S1. Ketiga hiperbola ini berpotongan pada suatu titik dan titik potong ini adalah episenternya.

3. Metode Titik Berat

Dalam metode ini selain didapat koordinat episenter, kedalaman fokusnya juga dapat ditentukan. Dengan menggunakan tiga stasiun pencatat S1, S2, dan S3 dapat dibuat masing-masing lingkaran dengan pusat stasiun dan jari jari r1, r2 dan r3. Jari-jari lingkaran adalah jarak hiposenter d = (s-p) k, dimana k adalah konstanta Omori yang besarnya tergantung pada kondisi geologi setempat dan besarnya