buku pajak
TRANSCRIPT
ditunggu sampai scat perusahaan akan dibubarkan maka
perkembangan usaha tidak dapat diikuti. Hal ini merupakan sesuatu
yang membahayakan karena manajemen tidak dapat mengendalikan perusahaan.
Masa akuntansi umumnya ditetapkan berdasarkan tahun kalender
atau takwim. Namun, masa akuntansi bisa ditentukan lain dari tahun
takwim, apabila ada alasan cukup untuk itu. Laporan yang dibuat
antara awal tahun dan akhir tahun disebut laporan berkala (interim statement).
Dalam perpajakan dikenal juga masa akuntansi yang disebut
dengan istilah tahun pajak yang menurut Pasal I huruf d UU No.9 Tabun 1994 adalah jangka waktu satu tahun takwim kecuali bila Wajib Pajak menggunakan tahun buku yang tidak sama dengan tahun takwim ". Jangka waktu diperlukan sebagai dasar untuk
menghitung jumlah pajak yang terutang. Pengertian tahun pajak
menurut ketentuan perpajakan adalah jangka waktu satu tahun
takwim (kalender) atau sate tahun buku. Tabun pajak tersebut masih
dapat dibagi dalam bagian tahun pajak misalnya bulan, triwulan,
atau semester. Karena itu, UU No.9 Tabun 1994 merumuskan
pengertian masa pajak dan bagian tahun pajak pada Pasal huruf c dan
e 1 masing-masing sebagai berikut yaitu:
"Masa pajak adalah jangka waktu yang lamanva
sama dengan
satu bulan takwim kecuali ditetapkan lain oleh Menteri
Keuangan "
dan "Bagian tahun pajak adalah bagian dari jangka waktu sate tahun ".
Semula ketentuan mengenai Tabun Pajak diatur dalam Pasal 12
UU No.7 Tabun 1983 tentang Pajak Penghasilan, kemudian dihapus
berdasarkan VU No. 10 Tabun 1994. Untuk mendapatkan penjelasan
mengenai tahun pajak penjelasan Pasal 12 UU No.12 Tabun 1983
dikutip sebagai berikut.
54
Ayat (1) Pada dasarnva taluui pajak adalah tahun takwim (tahun kalender). Wajib Pajak dapat nienggunakan tahun pajak yang tidak saner dengan tahun takwim, raitu tahun buku yang meliputi periode selama 12 (dua belas) bulan. Apabila peinbukuan Wajib Pajak meliputi periode yang kurang atau lebih dari 12 (dua belas) bulan maka penghitungan pajak didasarkan alas tahun takwwim dari tahun tersebut.
Apabila Wajib Pajak menggunakan tahun buku maka hal ini
harus diberitahukan pada waktu menyampaikan Surat Pemberitahuan Tahunan kepada Direktur Jenderal Pajak.
Tahun pajak yang sama dengan tahun takwim, penyebutan tahun pajak tersebut adalah tahun takwim itu.
Apabila tahun pajak tidak lama dengan tahun takwim maka penyebutan tahun pajak yang bersangkutan mempergunakan tahun yang di dalamnya termasuk enam bulan pertama atau Iebih dari enam bulan tahun pajak.
Contoh : a. Tahun pajak sama dengan tahun takwim:
Pembukuan I Januari sampai dengan 31 Desember 1985.
Tahun pajak ialah tahun 1985. b. Tahun pajak tidak sama dengan tahun takwim:
1) Pembukuan I Juli 1985 sampai dengan 30 Juni 1986. Tahun
pajak ialah tahun 1985. karena tahun 1985 mempunyai enam bulan pertama dari tahun pajak.
2) Pembukuan 1 April 1985 sampai 31 Maret 1986. Tahun
pajak ialah tahun 1985, karena tahun 1985 mempunyai Iebihdari enam bulan dari tahun pajak itu.
3) Pembukuan 1 Oktober 1985 sampai dengan 30 September1986.Tahun pajak ialah tahun 1986, karena tahun 1986mempunyai lebih dari enam bulan dari tahun pajak itu.
55
Ayat (2) Pemakaian tahun pajak, baik berdasarkan tahun tal-vim atau tahun buku hares tact asas (konsisten). Hal ini terutama untuk mencegah kemungkinan penggeseran laba atau rugi apabila Wajib Pajak diberi kebebasan untuk setiap saat berganti tahun pajaknva. Oleh karena itu, apabila Wajib Pajak ingin mengadakan perubahan tahun pajak maka kepadanya diwajibkan untuk terlebih dahulu ►neminta persetujuan dari Direktur Jenderal Pajak.
Dari penjelasan tersebut dapat diketahui bahwa peraturan pe-
makaian tahun buku dalam ketentuan perpajakan lebih ketat daripada ketentuan dalam akuntansi. Hal ini dapat dimaklumi karena masalah kemungkinan penggeseran rugi laba dalam rangka pengelakan pajak.
Apabila tahun buku atau tahun pajak ingin dirubah. wajib pajak harus mempunyai cukup alasan yang diajukan dalam permohonannya kepada fiskus, yaitu: a. Perubahan tahun buku atau tahun pajak dikehendaki oleh
pemegang saham, pemberi kredit, partner usaha, pemerintah atau pihak-pihak lainnya, di mana apabila tahun buku atau tahun pajak tidak diubah akan mengakibatkan kesulitan dan atau kerugian bagi perusahaan.
b. Permohonan perubahan tahun buku atau tahun pajak tersebut baru pertama kaii diajukan dan tidak ada niat untuk melakukan perubahan lagi pada tahun-tahun yang akan datang.
c. Tidak ada maksud bahwa perusahaan dengan sengaja berusaha untuk melakukan penggeseran laba-rugi guna meringankan beban pajak.
Dari keterangan tersebut dapat dikemukakan bahwa untuk mengubah tahun pajak atau tahun buku dalam perpajakan harus memenuhi syarat yang cukup ketat. Syarat pengajuan permohonan
56
perubahan tahun buku dapat dipelajari lebih lanjut dalam surat Dir.
Jen. Pajak No SE-14!PJ.313/1991 yang dikutip lengkap pada
halaman 90. Walaupun ketentuan tahun Pajak dihapus dari UU No.7 Tahun 1983, namun peraturan tahun pajak dan ketentuan yang
berkaitan dengan itu diatur di sana-sini dalam UU No.9 Tahun 1994. (Lihat Bab 1).
C. Konsep Taat Asas
Konsep taat asas atau konsistensi dalam akuntansi sangat perlu. Perubahan prosedur pencatatan atau penghitungan dalam akuntansi akan mempengaruhi isi laporan keuangan. Apabila ternyata harus ada perubahan prosedur akuntansi, pengaruhnya harus dikemuka-kan dalam laporan. Misalnya, semula perusahaan menggunakan penilaian persediaan barang dengan metode FIFO (First In First Out). Kemudian pada periode akuntansi sekarang digunakan metode LIFO (Last In First Out). Perubahan metode ini akan menghasilkan laporan yang tidak konsisten.
Ketentuan perpajakan pun menghendaki wajib pajak menggunakan konsep taat alas dalam pembukuannya. Misalnya,
wajib pajak diharuskan menggunakan tahun buku yang taat alas dengan tahun sebelumnya. Demikian pula dalam penilaian harga pokok, wajib pajak diharuskan menggunakan metode yang sama dengan tahun sebelumnya. Dari penjelasan sebelumnya dapat disimpulkan bahwa maksud ketentuan penggunaan konsep taat asas dalam perpajakan adalah untuk mencegah pengelakan pajak. Sedangkan maksud tadi dalam akuntansi adalah agar tidak terjadi distorsi dalam penghitungan rugi laba.
Sifat konsep taat asas dalam akuntansi adalah fleksibel yaitu perubahan prosedur atau metode akuntansi diperkenankan, asalkan pengaruhnya dikemukakan dalam laporan. Namun, belum ada penjelasan dari pihak fiskus apakah konsep taat alas yang dipakai dalam akuntansi dapat sepenuhnya diterapkan dalam perpajakan.
57
Licil!cil! ; L..l jcill Ilcirv :-ipic.i
Penulis berpendapat bahwa konsep yang dipakai dalam perpajakan
adalah konsep taat asas yang tidak tleksibel. Baik dalam undang-undang maupun dalam peraturan pelaksanaannya tidak ada petunjuk yang memperkenankan penggantian suatu metode perhitungan dengan metode yang lain.
D. Neraca
Pengertian tentang neraca dan perhitungan rugi-laba sudah diuraikan. Penjelasan berikut ini adalah komponen-komponen atau pos-pos yang biasa ada dalam neraca. Neraca harus disusun secara sistematis sehingga dapat memberikan gambaran posisi keuangan perusahaan pada scat tertentu. Pos-pos neraca dapat digolongkan sebagai berikut.
I Aktiva:a. aktiva lancar; b. investasi (penyertaan);
c. aktiva tetap; d. aktiva yang tidak berwujud; dan e. aktiva lain-lain.
2. Kewajiban: a. kewajiban lancar (utang jangka pendek); b. kewajiban jangka panjang; dan c. kewajiban lain-lain.
3. Modal: a. modal saham: b. agio saham: dan c. laba yang ditahan.
Dasar pengurutan pos-pos di atas berbeda sebagai berikut: (a) golongan aktiva diurutkan berdasarkan likuiditas; (b) golongan kewajiban diurutkan berdasarkan tanggal jatuh
tempo; (c) golongan modal diurutkan berdasarkan sifat kekekalan.
58
Kriteria pengelompokan pos-pos neraca di sini adalah penggolongan yang didasarkan pada ketentuan yang berlaku umum di akuntansi komersial. Sekalipun demikian, dasar pengurutan ini berlaku juga dalam neraca fiskal (lihat butir G.1).
1. Aktiva LancarAktiva atau harta lancar meliputi semua kekayaan yang dapat dicairkan menjadi uang tunai dalam waktu relatif singkat, yaitu dalam satu tahun. Contoh aktiva lancar ialah kas, piutang, wesel tagih, persediaan barang, dan biaya dibayar di muka. Yang digoIongkan ke dalam kas ialah uang tunai di kasir, rekening koran, atau giro di bank.
Tidak semua piutang dapat digolongkan ke dalam aktiva lancar. Piutang yang umurnya lebih dari setahun dapat disisihkan dari piutang lancar. Penyisihannya dapat dilakukan dengan analisis piutang berupa pengukuran umur piutang (aging).
2. In vestasiInvestasi ialah penyertaan modal pada perusahaan lain. Umumnya maksud penyertaan adalah untuk menguasai distribusi dan pengadaan bahan baku. Nilai investasi yang dicantumkan dalam neraca didasarkan pads harga pertukaran (harga perolehan).
Persediaan barang ialah semua barang niaga atau barang yang sedang dalam proses pengolahan. Barang yang dikonsinyasikan masih termasuk barang yang dikuasai perusahaan.
Biaya yang dibayar di muka ialah semua biaya yang manfaatnya baru dinikmati pada periode yang akan datang. Misalnya, premi
asuransi yang dibayar di muka untuk dua tahun, biaya sewa yang dibayar sekaligus untuk beberapa tahun.
3. Aktiva TetapAktiva tetap ialah semua aktiva yang digunakan dalam beberapa tahun, misalnya tanah, mesin, gedung, peralatan kantor, kendaraan,
59
dan slat transpor lainnya. Nilai aktiva dicantumkan dalam neraca sesuai dengan harga perolehannya. Akuntansi dan perpajakan tidak memperkenankan harga pasar atau harga pengganti. Aktiva tetap, kecuali tanah, disusut setiap tahun berdasarkan kriteria teknis dan ekonomis. Rekening aktiva yang dapat disusutkan selalu mempunyai rekening lawan yaitu rekening akumulasi penyusutan. Rekening ini akan mengurangi nilai perolehan aktiva. Nilai perolehan aktiva tetap dikurangi dengan akumulasi penyusutan sama dengan nilal buku. Di neraca kedua rekening ini terlihat seperti contoh sebagal berikut.
Contoh 1
Aktiva tetap: Mesin Rp 100.000,00Akumulasi penyusutan mesin Rp 10.000,00
Rp 90.000,00
4. Aktiva Tidak Berwujud
Aktiva tidak berwujud ialah semua harta yang tidak dapat diraba tetapi dapat memberikan penghasilan kepada perusahaan. Misalnya, hak paten, lisensi, hak merk, dan goodwill. Harta ini umumnya bermanfaat lebih dari setahun sehingga menurut akuntansi dan perpajakan harus diamortisasikan dengan metode tertentu. Aktiva tidak berwujud yang diperkirakan masa manfaatnya tidak lebih dari setahun atau jumlahnya dianggap kecil, balk menurut akuntansi maupun perpajakan, dapat dikurangkan sekaligus sebagai biaya.
Harga aktiva tidak berwujud pada neraca dicatat sesuai dengan harga perolehan.
5. Kewajiban Jangka Pendek
Kewajiban lancar atau utang jangka pendek ialah utang yang jatuh temponya dalam waktu relatif dekat, misalnya dalam tahun
60
bersangkutan atau dalam tahun berikutnya. Jenis jenis utang jangka
pendek ialah utang dagang, utang pajak. wesel bayar, dan
penghasilan diterima di muka. Utang jangka panjang yang diperkirakan akan dibayar dalam
waktu dekat, misalnya beberapa bulan lagi, dapat diklasifikasikan
sebagai utang jangka pendek.
6. Kewajiban Jangka Panjang
Utang jangka panjang ialah utang yang jatuh temponya masih
beberapa tahun lagi, misalnya kredit investasi. obligasi, dan hipotek.
7. Modal
Modal ialah harta yang ditanamkan oleh pemilik ke dalam suatu
usaha. Bentuk modal bergantung pada jenis hukum usaha, misalnya modal perseroan terbatas terdiri dari saham. Menurut hukum, ke-kayaan perseroan terbatas terpisah dari kekayaan pemiliknya. Modal perusahaan perorangan dan firma tidak terbagi dalam saham dan secara hukum tidak terpisah dari kekayaan pemilik. Pos-pos neraca akan dibahas lebih jauh di bagian lain dalam buku ini.
F. Bentuk Neraca
Ada dua bentuk penyajian neraca yaitu bentuk huruf "T" atau skontro dan bentuk staffel. Qentuk skontro adalah neraca yang harts
disajikan di sebelah 1• iri, sedangkan utang dan modal di sebelah kanan. Bentuk staffel adalah neraca di mana harta. utane dan modal disusun mulai dari atas sampai ke bawah. Dalam akuntansi tidak
ada ketentuan yang mengharuskan memilih salah satu dan antara kedua bentuk tersebut. Dalam perpajakan tidak ada ketentuan yang mengharuskan menyajikan neraca dengan bentuk tertentu.
61
Contoh 2 Neraca Bentuk Huruf T
PT Indah Nian Neraca per 31 Desember 1988
Aktiva (dalam ribuan rupiah) Kewajiban dan Modal
Aktiva lancar KewajibanKas Rp 1.000 Utang jangka pendekRp 350Barang 2.300 Utang jangka panjangRp 55 0Premi asuransi 200
Jumlah kewajiban 900Jumlah aktiva lancar 3.500
Aktiva tetap ModalSaham biasa Rp 5.000
Mesin Rp 5.000 Laba yang ditahanRp 1.000
Ak.Penyusutan 1.600 6.000
3.400
Jumlah aktivaRp 6.900 Jumlah kewajibandan modal Rp 6.900
Contoh 3 Neraca Bentuk Staffel
PT Indah Nian
Neraca per 31 Desember 1988
AKTIVA Aktiva lancar Kas Rp 1.000Barang 2.300Premi asuransi 200Jumlah aktiva lancar Rp 3.500
Aktiva tetat►Mesin Rp 5.000Akumulasi penyusutan 1.600
Rp 3.400
Jumlah aktiva Rp 6.900
62
KEWAJIBAN DAN MODAL Kewajiban Utang jangka pendek Rp 350Utang jangka panjang Rp 550 Jumlah kewajiban Rp 900
ModalSaham biasa Rp 5.000Laba yang ditahan 1.000
Jumlah modal Rp 6.000
Jumlah kewajiban dan modal Rp 6.900
F. Perhitungan Rugi-Laba
Perhitungan rugi-laba, yang merupakan salah satu hagian laporan
keuangan. dapat didefinisikan sebagai ikhtisar (daftar) penghasilan,
biaya, dan rugi-laba untuk satu periode. Cara dan sistematika perhitungan rugi-laha menurut akuntansi komersial berbeda dari ketentuan fiskal. Berikut ini akan diuraikan dua bentuk susunan
ikhtisar atau perhitungan rugi-laba yang disajikan dalarn akuntansi
koniersial yaitu: multistep dan singlestep. Bentuk singlestep tidak dihahas dalam huku ini karena bentuk
multistep yang sering dipakai dalam perpajakan dan akuntansi di Indonesia. Bentuk perhitungan laba-rugi fiskal diuraikan dalam butir G.2
Perhitungan Rugi-Laba Bentrik Multistep
Perhitungan rugi-laba dengan bentuk multistep hanya menyajikan informasi keuangan yang pokok-pokok raja: a. Penghasilan dari Penjualan
Penghasitan dari penjualan disehut penjualan bruto vane berasal dari usaha utania. Penjualan dikurangi dengan retur dan potongan harga sama dengan penjualan neto.
63
b. Varga Pokok Penjualan Harga pokok penjualan ialah jumlah biaya pembuatan barang
yang dijual dalam satu periode. Cara penghitungan harga pokok penjualan antara usaha dagang dengan pabrik tidak jauh berbeda. Perbedaannya adalah dalam usaha pabrik terdapat ikhtisar perhi-
tungan biaya produksi. Lihat contoh-contoh berikut ini.
Contoh 4
Penghitungan Harga Pokok Penjualan Usaha Dagang
Persediaan awal Rp 10.000,00
Pembelian Rp 160.000,00Retu r Rp 10.000.00Potongan Rp 4.000.00
+Rp 14.000,00Pembelian neto - Rp 146.000,00Biaya transpor Rp 9.000,00
+
Persediaan barang untuk dijual Rp 165.000.00Persediaan akhir Rp 15.000.00
Harga pokok penjualan Rp 150.000.00
Contoh 5
Penghitungan Harga Pokok Barang yang Diproduksikan oleh Usaha Pabrik
Biaya bahan mentah Persediaan awal. 1 Jan. Rp 20.000.00
Pembelian 50.000, 00
Rp 70.000,00Persediaan akhir. 31 Des. Rp 16.000.00
Jumlah bahan baku dipakai Rp 54.000.00
Biaya tenaga langsung Rp 30.000.00Biaya overhead
Biaya tenaga tidak Iangsung Rp 12.000,00Supervisi 9.000, 00Listrik 15.000,00
64
D Jt I ill C7 'Hj _tJl Il ih CIS� «i
Reparasi 2.000.00Depresiasi 3.000.00Biaya lain-lain 6.000,00
Rp 47.000.00Barang dalam pengolahan:
Persediaan akhir. 31 Des. Rp 18.000.00Persediaan awal, 1 Jan. 16.000.00
Rp 2.000,00+
Harga pokok produksi barang selesai Rp133.000.00
Perhitungan harga pokok produksi
Persediaan barang selesai, 1 Jan. Rp 15.000.00Harga pokok produksi barang
selesai Rp 133.000.00+
Rp 148.000.00
Persediaan barang selesai Rp 14.000.00
Harga pokok penjualan Rp 134.000.00
c. Laba Bnuo Penjualan Laba bruto penjualan ialah selisih antara penjualan neto dengan harga pokok penjualan.
Contoh 6 Penghitungan Laba Kotor Penjualan
PT Hemat Kaya
Perhitungan Rugi-Laba Perlode 1987
Penjualan kotorRetur penjualan
Penjualan netoHarga pokok penjualanPersediaan awal. 1 Jan.Harga pokok produksi
Rp 300.000.0015.000.00
Rp 285.000.00
Rp 20.000.00165.000.00
L Barang tersedia dilual- Rp 185.00000
65
Persediaan akhir, 31 Des 35.000.00
Harga pokok penjualan Rp 150.000,00
Laba bruto penjualan Rp 135.000.00
d. Biava UsahaUmumnya biaya usaha terdiri dari: (1) biaya penjualan, yang meliputi biaya-biaya gaji penjual, iklan,
komisi, biaya sewa ruang pamer. dan lain-lain, yang berhubungan Brat dengan usaha menjual;
(2) biaya umum dan administrasi, seperti biaya-biaya gaji
pegawai administrasi, kantor pusat, biaya administrasi dan lain-lain.
e. Penghasilan dan Biava Lain-lainPenghasilan lain-lain ialah penghasilan yang diperoleh dari usahaselain dari usaha utama. Biaya lain-lain ialah biaya di luar biayaproduksi dan biaya usaha, misalnya biaya royalti, dan bunga.
f Pajak PenghasilanPajak penghasilan adalah pajak yang terutang selama tahun pajak. Pajak Pertambahan Nilai serta Pajak Bumi dan Bangunan inerupakan biaya bagi perusahaan, tempatnya tidak dalam pajak
penghasilan.
g. Laba NewLaba neto ialah laba setelah dikurang pajak penghasilan. Contoh 7
Penghitungan Rugi-Laba Bentuk Multistep
PT Hemat Kaya Perhitungan Rugi-Laba
Periode Tahun 1987 Penghasilan
Penjualan bruto Rp 300.000.00Retur penjualan Rp 3.000.00
Penjualan bersih - - - - - - - - - - Rp 297.000_00
66
Harga pokok penjualanPersediaan awal, 1 Jan.Harga pokok produksi
Persediaan akhir, 31 Des.
Laba brutoBiaya usaha
Biaya penjualan
Rp 15.000,00129.000.00
Rp 144.000.0014.000, 00
- Rp 130.000,00
Rp 167.000,00
Biaya iklan Rp 18.000,00Biaya penyusutan toko 1.000,00Gaji penjual 25.000.00
Rp 44.000.000Biaya umumBiaya penyusutan kantor Rp1.200.00Gaji pegawai kantor 9.000.00Sewa kantor 2.000.00Biaya umum Iainnya 2.600.00
Rp 14.800.00Rp 58.800.00
Laba bersih sebelum Pajak Penghasdan Rp 108.000,00Pajak Penghasilan 51.936.00
Laba bersih Rp 56.264.00
Laba per saham (5.000 lembar saham) Rp 11.25
G. Laporan Keuangan Fiskal
Laporan yang diuraikan sebeluninya adalah laporan keuangan yang disusun berdasarkan prinsip akuntansi dan dimaksudkan untuk
keperluan berbagai pihak. Artinya, laporan yang disusun dengan prinsip akuntansi bersifat netral atau tidak memihak. Sering juga laporan keuangan ini dinamakan laporan keuangan komersial.
Apabila laporan disusun khusus untuk kepentingan perpajakan
dengan mengindahkan semua peraturan perpajakan maka laporan
67
itu dinarnakan laporan keuangan fiskal. Laporan keuangan komersial dapat juga diubah menjadi laporan keuangan fiskal dengan melakukan koreksi seperlunya atau penyesuaian dengan peraturan perpajakan. Perbedaan, yang disebut perbedaan permanen dan sementara menyehabkan laporan komersial dan fiskal tidak sama. Rincian perbedaan tersebut diungkapkan dalam rekonsiliasi laporan keuangan kornersial dan laporan keuangan fiskal. Direktorat Jenderal Pajak dan Ikatan Akuntan Indonesia pernah berusaha membuat suatu pedoman penyusunan laporan keuangan fiskal.
Apabila Wajib Pajak berkeinginan untuk menyusun laporan keuangan fiskal maka hal-hal yang perlu tercakup dalam laporan keuangan fiskal terdiri dari a. neraca fiskal;
h. perhitungan rugi laba dan perubahan laba yang ditahan; c. penjelasan laporan keuangan fiskal d. rekonsiliasi laporan keuangan komersial dan laporan keuangan
fiskal e. ikhtisar kewajiban pajak.
Dalam perpajakan ditentukan bahwa Wajib Pajak dalam negeri di%%,ajibkan menyampaikan Surat Pemberitahuan Tahunan (SPT) yang dilampiri dengan laporan keuangan. Di dalam undang-undang tidak terdapat keterangan yang jelas mengenai jenis laporan yang harus disampaikan, apakah laporan keuangan fiskal atau komersial dan apakah laporan yang telah diaudit atau belum diaudit. Hal ini dapat menimbulkan keragu-raguan bagi Wajib Pajak. Guna menjelaskan masalah ini. Pasal 4 Undang-Undang No.6 Tahun 1983 tentano Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan dikutip sehagai berikut.
"Pengisian Surat Pemberitahuan Tahunan Pajak Penghasilan oleh Wajib Pajak yang wajib melakukan pembukuan hares dilengkapi dengan laporan keuangan berupa neraca dan perhitungan rugi-laba serta keterangan lain yang diperlukan untuk menghitung besarnya penghasilan kena pajak. "
68
Kutipan tersebut dapat ditafsirkan bahwa laporan keuangan yang dimaksud adalah laporan yang sesuai dengan ketentuan perpajakan. Asalkan laporan keuangan yang disampaikan dapat menunjukkan keterangan yang cukup untuk penghitungan penghasilan kena pajak, penulis berpendapat bahwa Wajib Pajak tidak perlu harus menyusun laporan khusus untuk perpajakan. Untuk membantu memberi penjelasan, sebaiknya disusun suatu laporan keuangan khusus untuk kepentingan perpajakan.
Laporan tersebut tidak perlu harus diaudit akuntan publik. Sering orang keliru menggangap bahwa laporan keuangan harus diaudit akuntan publik. Akibatnya, sering Wajib Pajak terlambat memasukkan SPT dan terkena denda. Laporan keuangan yang diaudit ak-untan publik bisa disusulkan untuk keperluan pembetulan SPT.
Jikalau laporan keuangan fiskal harus disusun maka dasar data (data base) pembukuan tidak perlu diubah. Dengan kata lain,
perusahaan tidak perlu mempunyai sistem akuntansi khusus untuk keperluan perpajakan. Dengan satu sistem akuntansi dan data keuangan dapat disusun berbagai jenis laporan keuangan. Apabila wajib pajak ingin menyampaikan laporan keuangan fiskal guna melengkapi lampiran SPT-nya, Direktorat Jenderal Pajak sangat senang menerimanya. Untuk memudahkan Wajib Pajak, menyusun laporan keuangan fiskal, berikut ini diuraikan hal-hal yang menyangkut neraca fiskal dan perhitungan rugi-laba fiskal.
1. Neraca FiskalNeraca fiskal ialah laporan yang menggambarkan posisi keuangan yang terdiri dari harta, utang, dan modal pada tanggal penutupan
buku yang disusun dari pembukuan Wajib Pajak sesuai dengan keten-tuan peraturan perundang-undangan perpajakan dan sesuai dengan
Prinsip Akuntansi Indonesia.
Dalam akuntansi komersial, neraca didefinisikan sebagai lapor-an yang menggambarkan posisi keuangan yang terdiri dari harta, utang, dan modal pada tanggal penutupan buku. Jadi, pengertian
69
dan ..onsep penyusunan neraca baik dalam akuntansi maupun menurut fiskal tidaklah jauh berbeda. Penyajian dan klasifikasi pos-
pos neraca fiskal dan komersial adalah sama. Perbedaannya hanyalah
sedikit yaltu adanya keharusan pada neraca fiskal untuk
mengungkapkan utang dan piutang dalam hubungan istimewa. Adapun penggolongan pos-pos neraca fiskal adalah sebagai berikut:
a. Harta:(1) Harta Lancar (2) Piutang dalain Hubungan Istimewa (3) Investasi Jangka Panjang
(4) Harta Tetap (5) Harta Tidak Berwujud
(6) Harta lain-lain b. Utang:
(1) Utang Lancar (Jangka Pendek)
(2) Utang dalam Hubungan Istimewa (3) Utang Jangka Panjang (4) Utang Subordinasi (5) Utang lain-lain
c. Modal:(a) Modal Saham
(b) Tambahan Modal Disetor (c) Selisih Penilaian Kembali Harta Tetap (d) Laba yang ditahan
2. Perhitungan Rugi-Laba Fiskal
Perhitungan rugi-laba fiskal adalah laporan yang menggambarkan
hasil usaha atau pekerjaan bebas Wajib Pajak selama satu tahun pajak. yang disusun dari pembukuan Wajib Pajak sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan perpajakan dan dengan Prinsip Akuntansi Indonesia.
70
Udi iW I ul.i jUi 1� 1
Definisi ini tidak jauh berbeda dari pengertian perhitungan rugi-laba menurut akuntansi komersial. Yang berbeda adalah adanya
keharusan dalam fiskal untuk menyesuaikan dengan ketentuan perpajakan. Belum ada ketentuan fiskus yang mengharuskan Wajib
Pajak untuk menyampaikan laporan rugi laba fiskal dengan format tertentu. Jika dirasa perlu menyampaikannya Wajib Pajak dapat
menyusun dalam format staffel seperti contoh berikut. Contoh 8
PT Hemat Laporan Rugi-Laba Fiskal Tahun Pajak 1991
Peredaran usaha
Harga Pokok Usaha
Laba bruto
Penghasilan di luar usaha
Jumlah penghasilan bruto
Biaya usaha di luar harga pokok- Biaya operasional
Rp 100.000.000.00- Biaya non-operasional
Rp 100.000.000.00
Penghasilan neto
Kompensasi kerugian
Penghasilan kena pajak
Pajak penghasilan
Laba sesudah pajak
Rp 1.000.000.000.00
Rp 500.000.000.00
Rp 500.000.000,00
Rp 200.000.000.00
Rp 700.000.000.00
Rp 200.000.000.00
Rp 500.000.000.00
Rp 100.000.000.00
Rp 400.000.000.00
Ap 135.000.000.00
Rp 265.000.000,00
Dalam menyajikan perhitungan rugi-laba fiskal ada enam halyang perlu diperhatikan yaitu:
71
iJC.i iCti i L L iyCii 1 1 lut\ c.,1i,.;LC1
a. Harus dipisahkan antara penghasilan dan biaya dalam rangka usaha dengan penghasilan dan biaya di luar usaha.
b. Harus memuat rincian unsur-unsur penghasilan dan biaya Wajib Pajak.
c. Rincian penghasilan dilakukan menurut sifat atau jenis penghasi-
Ian. Rincian biaya dilakukan menurut sifat atau tujuan biaya.
d. Disusun dalam bentuk urutan ke bawah (staffel). e. Laba bersih mencerminkan seluruh pos rugi dan laba selama
satu tahun. f. Koreksi masa lalu yang tidak mempengaruhi perhitungan pajak
tahun sebelumnya disajikan sebagai penyesuaian atas saldo laba ditahan sehingga tidak memerlukan perbaikan SPT yang lalu.
3. Rekonsiliasi Laporan Keuangan Komersial dengan Laporan Keuangan Fiskal
Seperti telah diuraikan di depan bahwa laporan keuangan fiskal
dapat herheda dengan laporan keuangan komersial. Perbedaan
tersebut terjadi karena perbedaan pengakuan penghasilan dan biaya.
Berikut ini akan diuraikan dua jenis perbedaan yang perlu dikenal
apabila akan dilakukan rekonsiliasi laporan keuangan komersial
dengan laporan keuangan fiskal. Cara melakukan rekonsiliasi
laporan keuangan fiskal dengan komersial dapat dibaca pada halaman 78.
a. Beda Waktu Beda waktu adalah perbedaan waktu pengakuan pendapatan dan
beban tertentu menurut akuntansi (ekonomi perusahaan) dengan ketentuan perpajakan. Perbedaan ini mengakihatkan penggeseran pengakuan penghasilan dan biaya antara satu tahun pajak ke tahun
pajak lainnya. Misalnya, penyusutan atas harta golongan I menurut
ketentuan perpajakan adalah 50% dari sisa nilai huku. dan menurut
72
_ - u i i u i , i , u i , i , , , % -q--
akuntansi disusut dengan tarif 20% dari nilai perolehannya. Perbedaan cara penyusutan atas harta yang sama menghasilkan perbedaan besarnya penyusutan. Menurut ketentuan perpajakan jumlah penyusutan lebih besar pada tahun-tahun pertama, sedangkan
menurut akuntansi (ekonomi perusahaan) besarnya penyusutan sama setiap tahun. Jika dihitung maka akumulasi penyusutan pada akhirnya akan lama. Jadi, yang terjadi adalah penggeseran biaya ke tahun-tahun pertama dan karena itu, sifatnya sementara. Misalnya, suatu perusahaan membeli motor pada awal tahun 1986 dengan harga Rp 10.000,00 dan disusut dengan metode penyusutan garis lurus selama 5 tahun dan tidak mempunyai nilai residu. Dengan
demikian jumlah penyusutan pada tahun pertama sampai dengantahun kelima adalah Rp2.000,00 (10.000,00 : 5 thn). Untukkeperluan perpajakan harta tersebut termasuk dalam harta golongan
1 yang disusut sebesar 50% dari buku. Dengan demikian daftarbiaya penyusutan komersial, penyusutan fiskal, dan beda waktuadalah sebagai berikut.
Tahun Penyusutan Penyusutan Beda WaktuKomersial Fiskal
1986 Rp 2.000.00 Rp 5.000,00 Rp (3.000,00)
1987 Rp 2.000.00 Rp 2.500,00 Rp ( 500.00)
1988 Rp 2.000.00 Rp 1.250.00 Rp 750.00
1989 Rp 2.000.00 Rp 625.00 Rp 1.375.00
1990 Rp 2.000,00 Rp 312,00 Rp 1.688,00
TOTAL Rp10.000,00 Rp10.000,00 Rp 0.00
Daftar tersebut menunjukkan bahwa setelah sekian tahun total biaya penyusutan menurut fiskal dan komersial akan menjadi
73
sama yaitu sebesar RplO.000,00. Pada tahun pertama dan kedua, jumlah pen usutan fiskal lebih besar yaitu masing-masing sebesar Rp3.000.00 dan Rp500,00. Mulai tahun 1988 dan tahun seterusnya
jumlah penyusutan komersial lebih besar daripada jumlah penyusutan fiskal. Akihatnya. beda penyusutan menurut komersial dan fiskal akhirnya menjadi nol.
Contoh-contoh lain yang dapat menimbulkan beda waktu adalah
perbedaan metode pengak-uan terhadap: (1) piutang usaha, (2) efek, (3) persediaan. (4) tagihan atau utang dalam valuta asing, (5) harta
berwujud dan tidak berwujud, (6) penyertaan saham. (7) biaya pendirian dan perluasan usaha, (8) biaya sebelum produksi komersial, (9) biaya dibayar di muka jangka panjang. (10) selisih
kurs. (1 1) pencadangan kewajiban bersyarat atau cadangan lain. (12) pengaiuan penghasilan dan biaya atas proyek jangka panjang, dan (13) Hak Penambangan dan Hak Pengusaha Hutan.
Penjelasan terhadap hal-hal di atas diberikan pada bab-bab berikut dalam huku ini.
b. Beda Tetap
Beda tetap adalah perbedaan pengakuan suatu penghasilan atau biaya berdasarkan ketentuan peraturan perundang-undangan perpajakan dengan prinsip akuntansi (ekonorni perusahaan) yang sifatnya
permanen_ Dengan arti lain, suatu penghasilan atau hiaya tidak akan diakui untuk selamanva dalam rangka menghitung penghasilan kena pajak (Taxable income). Misalnya. pemberian kenikmatan atau natura kepada pegawai sama sekali tidak dapat dikurangkan sebagai hiaya, sedangkan hagi perusahaan pemberian kenikmatan atau natura
merupakan biaya yang harus diperhitungkan sebagai biaya. Perhe-daan pengakuan inilah yang disebut beda tetap (permanent differ-ences). Hal-hal yang termasuk dalam beda tetap adalah: (1)
pemberian kenikmatan atau natura. (2) hiaya jamuan tarnu. (3)
sumbangan. (4) rugi penarikan harta tetap dari pemakaian, (5) Pajak
74
Penghasilan Pasal 26 atas royalti yang ditanggung oleh pemberi
hasil, (6) pendapatan bunga, (7) hibah dan warisan, serta (8) bunga dan dividen.
Sesuai dengan ketentuan Pasal 26 UU PPh 1984 atas bunga yang dibayarkan atau terutang oleh Wajib Pajak dalam negeri kepada Wajib Pajak luar negeri wajib dipotong pajak sebesar 20% yang bersifat final. Karena itu, PPh Pasal 26 ini bukan biaya perusahaan sehingga Wajib Pajak tidak boleh membebankannya sebagai biaya. Dalam praktek sering PPh Pasal 26 ini dibebankan sebagai biaya karena pihak luar negeri tidak bersedia apabila penghasilan yang diterima dari Indonesia dipotong PPh Pasal 26.
H. Laporan Keuangan Konsolidasi
Dalam praktek bisnis sering dijumpai suatu perseroan dikuasai perseroan lain dengan berbagai maksud. Penguasaan perseroan lain umumnya dilakukan melalui pemilikan sebagian atau seluruh saham. Apabila jumlah saham cukup untuk menguasai suatu perseroan maka manajemen perseroan tersebut sepenuhnya di bawah pengawasan pemilik saham terbesar. Perseroan yang dikuasai disebut anak perusahaan, sedangkan yang menguasainya dinamakan induk
perusahaan. Sistem penguasaan beberapa perusahaan oleh induk perusahaan disebut dalam bahasa asingnya holding company. Contoh
holding company yang terkenal di Indonesia adalah PT
Astra
Internasional. Sekalipun suatu anak perusahaan sepenuhnya dikuasai oleh induk
perusahaan, namun secara hukum kedua perusahaan adalah badan yang terpisah. Demikian pula menurut ketentuan peraturan perundang-undangan perpajakan antara anak perusahaan dan induk perusahaan adalah badan yang terpisah. Dengan demikian, masing-masing perusahaan bertanggung jawab terhadap kewajiban per-pajakannya.
75
Sesuai dengan Prinsip Akuntansi Indonesia dan prinsip akun-
tansi di negara lain diatur, bila ada induk perusahaan mempunyai satu atau lebih anak perusahaan maka diperlukan penyusunan lapor-an keuangan konsolidasi. Tujuan penyusunan laporan keuangan konsolidasi untuk mengungkapkan secara jelas posisi keuangan dan hasil usaha anak perusahaan dan induk perusahaan sebagai satu kesatuan. Adapun indikasi perlunya penyusunan laporan konsolidasi adalah apabila pemilikan lebih dari 50% hak suara
saham yang telah ditempatkan (outstanding voting shares) pada perusahaan lain.
Sebagaimana diuraikan sebelumnya dalam perpajakan sernua perusahaan yang berada dalam holding company adalah hadan
yang
terpisah. Sebab itu, tidak ada keharusan bagi induk perusahaan untuk menyusun dan menyampaikan laporan konsolidasi fiskal kepada Pemerintah.
Adakalanya suatu perusahaan mempunyai cabang, baik di dalarn negeri maupun di luar negeri. Apabila cabang tersebut bukan badan tersendiri maka Wajib Pajak yang bersangkutan harus menyusun dan menyampaikan laporan keuangan yang merupakan laporan gabungan (konsolidasi). Apabila terdapat cabang di luar negeri, laporan keuangan fiskal konsolidasi tersebut harus menyajikan informasi yang memungkinkan dihitungnya laba kena pajak per negara.
Tidak ada ketentuan yang dapat dipakai sebagai pedoman untuk menyusun laporan keuangan fiskal konsolidasi. Karena caranya tidak diatur khusus oleh Direktorat Jenderal Pajak maka berikut
ini diberikan contoh penyusunan Neraca Gabungan.
76
Contoh 8 PT Hemat Kaya
Kertas Kerja Neraca Gabungan Kantor Pusat dan Kantor Cabang Tanggal 31 Januari 1990 (dalam Rp)
Kantor Kantor PenghapusanNeraca GabunganPusat Cabang D K D K
Debet
Kas 75 125 200
Piutang 150 150
Perse-diaan 200 100 300
Kantorcabang 225 225
Inventaris 350 350
1.000 225
KreditUtang 250 250Kantor
Pusat 225 225Modal 600 600Laba
ditahan 150 150
1.000 225 225 225 1.000 1.000
PT Hemat KayaNeraca Gabungan antara Kantor Pusat dan
Kantor Cabang Tanggal 31 Januari 1990 (dalam Rp)
Aktiva Passiva
Kas 200 Utang 250Piutang 150 Modal 600Persediaan barang 300 Laba yang ditahan 150l nventa ris 350
Jumlah Aktiva 1.000 Jumlah Utang dan Modal 1.000
77
ucli Icli I ;.:1_.i IJUi I i ic1n V Ii..:LU
CONTOH REKONSILIASI LAPORAN KEUANGAN FISKAL
DAN KO11MERSIAL
ekonsiliasi laporan keuangan fiskal dan komersial dapat disusun
R setelah analisis dilakukan atas transaksi-transaksi usaha. Hasil analisis tersebut akan menghasilkan dua kelompok transaksi yaitu
transaksi yang sama dan berbeda dengan ketentuan fiskal digolongkan lagi ke dalam beda tetap dan beda waktu. Berdasarkan data tersebut maka rekonsiliasi dapat disusun. yaitu terdiri dari: 1. Rekonsiliasi perhitungan harga pokok. 2. Rekonsiliasi biaya operasional. 3. Rekonsiliasi perhitungan rugi-laba. 4. Rekonsiliasi neraca 5. Rekonsiliasi perhitungan laba ditahan.
Dan demikian hasil rekonsiliasi tersebutkeuangan fiskal yang terdiri dari: 1. Perhitungan harga pokok penjualan fiskal.
2. Perhitungan Maya operasional fiskal.3. Perhitungan laba ditahan fiskal.4. Neraca fiskal.
PT Karina
disusun laporan
Neraca per 31 Desember 19X1(juta Rp)
AKTIVA PASIVAAktiva Lancar: Utang Lancar:Kas clan Bank Rp 1.700 Utang dagang Rp 5.000Deposito Berjangka Rp 3.000 Utang lain-lain Rp 3.500Piutang Dagang (Neto) 12.000 Utang Pajak 512
78
LDCU I'U I uLl IJ,11 I I IJllv vli «1
Piutang lain-lain 500 Utang biaya 1.000Persediaan 300 Utangjangka
Panjang jatuh tempo 9.000Uang Muka Pembelian 1.000Biaya dibayar dimuka 1.500
Jumlah Aktiva Lancar Rp 20.000 Rp 19.021Aktiva Tetap (Neto) 20.000 Utang jangka
panjang 17.000Utang padaperusahaan Afiliasi 1.500
Aktiva Lain-lain: Modal:Investasi Modalpada Sahamtanah Rp 10.000 disetor Rp 10.000Investasi Aiogpada Saham 1.500Perusahaan afiliasi 3.000
Labaditahan 5.988
Biaya praoperasi 2.000
15.000 17.488
Jumlah Aktiva Rp 55.000 Jumlah Pasiva Rp 55.000
PT. KarinaPerhitungan Rugi-Laba
Untuk Tahun yang Berakhir pada Tanggal31 Desember 19X1
Penjualan bersih Rp 30.000Harga pokok penjualan (lamp.1) Rp 17.000
Rp 13.000Laba kotorBiaya operasional (lamp.2) 3.300
79
Rp 9.700
Pendapatan (beban) lain-lain Pendapatan Bunga Rp 200
Pendapatan Komisi 150Pendapatan Dividen 150Biaya Bunga (6.000)Amortisasi Biaya pra-operasi (500)Beban lain (100)Pendapatan dan (beban) lain-lain (neto) Rp (7.100)Laba bersih sebelum Pajak 2.600Pajak Penghasilan 1.254
Laba setelah Pajak Rp 1.346
PT KarinaPerhitungan Laba ditahan
per 31 Desember 19X1 (juta Rp)
Saldo Awal Laba ditahan Rp 3.642Laba bersih setelah Pajak Penghasilan 1.346
Saldo akhir Laba ditahan Rp 4.988
PT Karina Perhitungan Harga Pokok Penjualan
Untuk tahun_yang berakhir pada tanggal 31 Desember 19X1 (juta Rp)
Lampiran 1
Pemakaian Bahan BakuBiaya PengolahanGaji Upah dan Tunjangan Rp 600Bahan Bakar 700Bahan Pembantu 100Penyusutan 1.100Perbaikan dan pemeliharaan 500Biaya lain-lain 500
Jumlah biaya pabrikase
80
-,,1;
Rp 11.000
Rp 3.500
Rp14.500_j
.ca 1 _'.I I jca I I -11\
Persediaan Barang dalam proses
Awal thun Rp 600Akhir thun (100)
Harga Pokok Produks, Rp 15.000Persediaan Barang JdiaAwal Tahun Rp 2.200Akhir Tahun (200)
Harga Pokok Penjualan Rp 17.000
PT Karina Perhitungan Biaya Operasional untuk tahun yang berakhir pada tanggal 31 Desember 1981 (jute Rp)
Lampiran 2
Gaji. Upah. dan Tunjangan Rp 1.000Biaya Telepon. Telex, dan Listrik 200Alat-alat Tulis 50Biaya Penjualan 300Bahan Bakar 100Biaya Sewa 50Perbaikan dan
Pemeliharaan 100Sumbangan 50Biaya Pengiriman 300Penyusutan 150Biaya lain-lain 1.000
Jumlah biaya operasional Rp 3.300
Dari pemeriksaaan huku diketahui terdapat beda antara laporan
keuangan komersial dengan fiskal, yaitu: (1) Metode penyusutan yang dipakai untuk tujuan komersial
semuanya memakai metode garis lurus. Selisih perhitungannya menunjukkan bahwa untuk keperluan fiskal biaya penyusutan
lebih besar dengan jumlah Rp 1 .500 juta yang dialokasikansebagai berikut.
81
(a) Biaya pengolahan Rp 1.300 juta (b) Biaya operasional Rp 200 juta
(2) Beberapa unsur biaya yang merupakan Maya dalam bentuk natura adalah: (a) Gaji dan upah dalam harga pokok penjualan Rp 100 juta. (b) Gaji dan upah dalam biaya operasional Rp 50 juta. (c) Biaya perbaikan dan pemeliharaan pada biaya operasional
Rp 10 juts. (3) Sumbangan untuk perayaan-perayaan Rp 50 juta. (4) Amortasi Biaya pra-operasi untuk tujuan fiskal lebih besar dari
Rp 600 juta. (5) Pada tahun ini pencadangan piutang sebesar Rp 500 juta yang
dibukukan sebagai biaya lain-lain. (6) Pendapatan dividen dari perusahaan afiliasi Rp 150 juts. (7) Dalam biaya perjalanan ditemui biaya tiket yang tidak ada
hubungan dengan usaha yaitu perjalanan anggota Dircksi untuk
berlibur sebesar Rp 25 juta. (8) Biaya sewa Rumah Peristirahatan sebesar Rp 20 juta.
Catatan: Pajak penghasilan pada scat rekonsiliasi dibuat telah dibayar lunas.
PT Karina Rekonsiliasi Perhitungan !larga Pokok Komersial dan
Fiskal untuk tahun yang berakhir pada tanggal 31 Desember 19X1 (juta Rp)
Lampiran a
Komersial Beda Beda FiskalWaktu Tetap
Pemakaian Bahan Baku Rp 11.000 - - Rp 11.000
Blaya Pengolahan Gaji. Upah. dan tunjangan 600 - - 500
82
Bahan Bakar 700 - (100) (2a) 700Bahan Pembantu 100 - 100Penyusutan 1.100 1.300(la) 2.400Perbaikan danPemeliharaan 500 - 500Biaya lain-lain 500 - - 500
Rp 3.500 1.300 (100) Rp 4.700
Jumlah BiayaPabrikasi Rp 14.500 1.300 (100) Rp 15.700
Persedlan barangdalam prosesAwal tahun Rp 600 Rp 600Akhir tahun (100) (100)
Harga pokokproduksi Rp 15.000 1.300 (100) Rp 16.200
Persedlaan barang jadiAwal tahun Rp 2.200 - - Rp 2.200Akhir tahun (200) (200)
Rp 17.000 1.300 (100) Rp 18.200
PT Karina Rekonsiliasi Perhitungan Biaya Operasional dan Fiskal
untuk tahun yang berahir pada tanggal 31 Desember 19X1 (juta Rp)
Lampiran b
Komersial Beda Beda Fiskal
Waktu TetapGaji, Upah, danTunjangan Rp 1.000 - (50)2b Rp 950Biaya Telepon, Telexdan Listrik 200 - - 200Alat-alat tulis 50 - - 50Biaya Perjalanan 300 - (25) (7) 275
83
Bahan Bakar 100 - - 100Sumbangan 50 - (50) (3)Biaya Sewa 50 - (20) (8) 30Perbaikan danpemeliharaan 100 - (10) (2c) 90
Biaya pengiriman 300 - - 300Penyusutan 150 200(b) - 350Biaya lain-lain 1.000 (500)(5) - 500
Rp 3.300 (300) (155) Rp 2.845
PT Karina Rekonsiliasi Perhitungan Rugi-Laba Komersial dan
Fiskal Untuk Tahun yang berakhir pada tanggal 31 Desember 19X1 Quta Rp)
Komersial Beda Beda FiskalWktau Tteap
Penjualan bersih Rp 30.000 - - Rp 30.000Harga pokok
penjualan (lamp.a) 17.000 1.300 (100) 18.200
Laba Kotor Rp 13.000 1.300 (100) Rp 11.800Biaya Operasional(lamp.b) 3.300 (300) (155) 2.845
Laba Usaha Rp 9.700 1.000 255 8.955
Pendapatan dan(beban) lain-lainPendapatan bungaRp 200 - - Rp 200
Pendapatan komisi 150 - - 150Pendapatan dividen 150 - 150 -Biaya bunga (6.000) - - (6.000)Amortisasi biayapra-operasi (500) 600 - (1.100)Biaya lain-lain (100) - - (100)
Pendapatan beban lain-lain (neto) Rp (6.100) 600 150 Rp (6.850)
84
Laba (Rugi) bersih Rp
Laba Rugi sebelum pajak Rp
Pajak Penghasilan
Laba setelah PajakRp
3.600 (1.600) 105 Rp 2.105
3.600 (1.600) 105 Rp2.105(1.254) (522) - (732)
2.346 (1.078) - Rp1.373
PT Karina Rekonsiliasi Neraca Komersial dan Fiskal
Per 31 Desember 19X1 (juta Rp)
Komersial Beda Beda FiskalWaktu Tetap
A KTI VAAktiva LancarKas dan Bank Rp 1.700 - - Rp 1.700Deposito Berjangka 3.000 - - 3.000Piutang Dagang 12.000 500(5) - 12.500Piutang Lain-Lain 500 - - 500Persediaan 300 - - 300Uang muka pembelian 1.000 - - 1.000Biaya dibayar dimuka 1.500 - - 1.500PPh lebih bayar - 522 - 522
Jumlah Aktivalancar Rp 20.000 - - Rp 21.022
Aktiva Tetap (neto) Rp 20.000 (1.500(1)) Rp 18.500
Aktiva Lain-LainInvestasi padatanah Rp 10.000 - - Rp 10.000Investasi padaPerusahaan afiliasi 3.000 - - 3.000Biaya pra-operasi 2.000 (600)(4) - 1.400
Jumlah AktivaLain-Lain Rp 15.000 - - Rp 14.400
Jumlah Aktiva Rp 55.000 (1.078) Rp 53.922
85
PASIVA Utang Lancar: -Utang Dagang Rp 5.000 - - Rp 5.900Utang Lain-Lain 3.500 - - 3.500Utang Pajak 512 - - 512Utang Biaya 1.000 - - 1.000Jumlah utang Lancar Rp 19.012 - - Rp 19.012
Utang Jangka Panjang Rp 17.000 - - Rp 17.000
Utang padaperusahaan Afiliasi Rp 1.500 Rp 1.500
Modal:Modal Saham disetor Rp 10.000 - - Rp 10.000
Agio Saham 1.500 - - 1.500Laba Ditahan 5.988 (1.078) - 4.910
Jumlah Modal Rp 17.500 Rp 17.000
Jumlah Pasiva Rp 55.000 (1.078) - Rp 53.922
PT Karina Rekonsiliasi Perhitungan Laba Ditahan Komersial dan
Fiskal untuk tahun yang berakhir pada tanggal 31 Desember 19X1 (juta Rp)
Komersial Beda Beda FiskalWaktu Tetap
Saldo Awal Rp 3.642 - - Rp 3.642Laba Bersih 3.600 (1.600) 105 2.105Laba Penghasilan (1.254) 522 - (732)Pendapatan dividen
dan Perusahaan Afiliasi - - 150 150
Dikurangi biaya takdiperkenankanSumbangan - - (50) (50)Biaya Natura - - (160) (160)
86
Biaya Tiket - (25) (25)Biaya Sewa - - (20) (20)
Rp 5.988 (1.078) 0 Rp 4.910
PT Karina Perhitungan Harga Pokok Penjualan Fiskal
untuk tahun yang berakhir pada tanggal 31 Desember 19X1 (juta Rp)
Lampiran A
Pemakaian Bahan Baku Rp 11.000
Blaya PengolahanGaji, Upah, dan Tunjangan Rp 500Bahan Bakar 700Bahan Pembantu 100Penyusutan 2.400Perbaikan dan Pemeliharaan 500Biaya Lain-Lain 500
Rp 4.700
Jumlah Biaya Pabrikasi Rp 15.700
Persedlaan Barang dalam ProsesAwal tahun Rp 600Akhir Tahun Rp (100)
Harga Pokok Produksi Rp 16.200
Persedlaan Barang JadlAwal tahun Rp 2.200Akhir tahun Rp (200)
Harga Pokok Penjualan Rp 18.200
87
PT Karina Perhitungan Biaya Operasional Fiskal
untuk tahun yang berakhir pada tanggal 31 Desember 19X1 (juta Rp)
Lampiran B
Gaji. Upah. dan Tunjangan Rp 950Biaya. Telepon. Telex, dan Listrik 200Alat-alat Tulis 50Biaya Perjalanan 275Bahan Bakar 100Biaya Sewa 30Biaya Perbaikan dan Pemeliharaan 90
Biaya Pengiriman 300Penyusutan 350Biaya Lain-Lain 500
Rp 2.845
PT Karina Perhitungan Rugi-Laba Fiskal
untuk tahun yang pada tanggal 31 Desember 19X1 (Juta Rp)
Penjualan Bersih Rp 30.000Harga Pokok Penjualan (Lamp.A) 18.000
Laba Kotor 11.800Biaya operasional (Lamp.8) 2.845
Laba Usaha Rp 8.955Pendapatan dan (beban) lain-lainPendapatan Bunga Rp 200Pendapatan Komisi 150Pendapatan DividenBiaya Bunga (6.000)Amortasi biaya pra-operasi (1.000)Biaya (100)
88
Pendapatan dan (beban) lain-lain Rp (6.850)
Laba (Rugi) bersih 2.105
Laba (Rugi) Sebelum Pajak 2.105Penghasilan Pajak Rp 732
Laba setelah Pajak Rp 1.373
PT KarinaPerhitungan Laba Ditahan FiskalPer 31 Desember 19X1 (juta Rp)
Saldo Awal Laba Ditahan Rp 3.642Laba Bersih setelah Pajak Penghasilan 1.372
Pengurangan Perbedaan Permanen (105)
Saldo Akhir Laba Ditahan Rp 4.910
PT KarinaNeraca Fiskal per 31 Desember 19X1
(juta Rp)
AKTIVAAktiva Lancar:Kas dan BankDeposito BerjangkaPiutang DagangPiutang Lain-LainUtang BiayaPersediaan
Uang Muka PembelianBiaya yang dibayardimukaPPh Iebih Bayar
Jumlah AktivaLancar
PASIVAUtang Lancar:
Rp 1.700 Utang Dagang Rp 5.000Rp 3.000 Utang Lain-Lain Rp 3.500
12.500 Utang Pajak 512500
1.000300 Utang Jangka
Panjang jatuh tempo 9.000
1.000
1.500522
Rp 21.022 Rp 19.012
89
Aktiva Tetap (Neto) Rp 18.500 Utang JangkaPan)ang 17 000Utang pada persh.Afiliasi 1.500
Aktiva lain-Lain: ModalInvestasi Modal
pada Sahamtanah Rp 10.000 Disetor Rp 10.000
Investasi Agiopada Saham 1.500perusahaanAfiliast Rp 3.000
Biaya pra- La ba
Operasi 1.400 ditahan 4.910
14.400 16.410
Jumlah Aktiva Rp 53.922 Jumlah Pasiva Rp 53.922
DEPARTEMEN KEUANGAN REPUBLIK INDONESIADIREKTORAT JENDERAL PAJAK
KOTAK-POS No.124-JAKARTA
REF. NO.SE-14/PJ.313/1991 Jakarta, 2 Nopember 1991
POKOK Petunjuk Penerbitan Keputusan Persetujuan/Penolakan Permohonan Perubahan Tahun Buku/
Tahun Pajak dari Wajib Pajak
LAMPIRAN: 2 (dua)
Kepada Yth. :
1 Kepala Kantor Wilayah DJP; 2. Kepala Kantor Pelayanan Pajak; 3. Kepala Unit Pemeriksaan dan
Penyidikan pajak
di Seluruh Indonesia
90
Sesuai dengan ketentuan dalam pasal 28 Ayat 4 Undang-Undang Nomor 6 Tahun 1983, salah satu syarat pembukuan untuk
kepentingan perpajakan adalah harus memenuhi prinsip taat asas. Termasuk dalam pengertian taat asas dalam pembukuan adalah konsistensi periode pembukuan setiap tahun buku. Oleh karena itu,
sesuai Pasal 12 Ayat (2) UU Nomor 7 Tahun 1983, pada dasarnya Wajib Pajak tidak diperbolehkan mengubah tahun buku/tahun pajak sesuka hati mereka, karena dikhawatirkan kemungkinan terjadinya
penggeseran laba atau rugi perusahaan sedemikian rupa sehingga merugikan penerimaan pajak.
Namun demikian, dalam keadaan tertentu Wajib Pajak terpaksa harus mengubah periode pembukuannya sehingga tidak konsisten dengan periode pembukuan tahun sebelumnya. Sesuai dengan Pasal 12 Ayat (2) Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1983 Wajib Pajak yang hendak mengubah periode pembukuannya terlebih dulu harus
memperoleh persetujuan dari Direktorat Jenderal Pajak, yang dalam
hal ini kepada Kepala KPP karena wewenang pemberian Keputusan Persetujuan/Penolakan Perubahan tahun buku/tahun pajak tersebut telah dilimpahkan kepada Kepala Kantor Pelayanan Pajak, sesuai dengan Keputusan Direktur Jenderal Pajak Nomor: Kep-106/PJ .11 / 1991 tanggal 8 Juni 1991.
Persetujuan atas permohonan perubahan tahun buku/tahun pajak tersebut, pelaksanaannya harus didasarkan pada hal-hal: 1. Permohonan harus memenuhi syarat-syarat sebagai berikut.
1. I SPT Tahunan PPh tahun terakhir telah dimasukkan.
1.2 Apabila ada utang pajak, maka utang pajak yang telah jatuh tempo pembayarannya harus sudah dilunasi oleh wajib pajak. Keterlambatan pelunasan utang pajak akan mengakibatkan tertundanya penerbitan SK Persetujuan.
1.3 Alasan perubahan periode tahun buku/tahun pajak. Alasan yang dapat dipertimbangkan untuk disetujuinya permohonan dimaksud harus memenuhi syarat sebagai berikut.
91
a. Perubahan tahun buku/tahun pajak dikehendaki oleh pemegang saham, pemberi kredit, partner usaha, pemerintah atau pihak-pihak lainnya, di mana apabila tahun buku/tahun pajak tidak diubah akan mengakibatkan kesulitan dan atau kerugian bagi perusahaan.
b. Permohonan perubahan tahun buku/tahun pajak tersebut baru pertama kali diajukan dan tidak ada niat untuk melakukan perubahan lagi pada tahun-tahun yang akan datang. Apabila diketahui bahwa pengajuan permohonan perubahan tahun buku/tahun pajak tersebut adalah merupakan permohonan kedua dan seterusnya, maka Kepala KPP supaya meneruskan permohonan tersebut kepada Direktur Jenderal Pajak untuk dipertimbangkan. Selanjutnya Direktur Jenderal Pajak akan memberitahu-kan kepada Kepala KPP supaya menerbitkan SK Persetujuan atau SK Penolakan.
c. Tidak ada maksud bahwa perusahaan dengan sengaja berusaha untuk melakukan penggeseran laba/rugi guna meringankan beban pajak.
Ketentuan seperti tersebut pada butir 1.3 huruf a, b dan c harus dituangkan dalam bentuk surat pernyataan dari Wajib Pajak yang bersangkutan.
2. Keputusan Persetujuan Permohonan Perubahan Tahun Buku/ Tahun Pajak harus diselesaikan dalam jangka waktu 2 (dua)
bulan terhitung setelah permohonan beserta dokumen lain untuk memenuhi persyaratan angka 2 di atas telah dipenuhi oleh Wajib Pajak (contoh terlampir).
3. Apabila Wajib Pajak tidak memenuhi persyaratan seperti yang telah ditentukan walaupun sudah pemberitahuan oleh Kepala KPP, maka segera Kepala KPP menerbitkan Surat Keputusan Penolakan Permohonan Perubahan Tahun Buku/Tahun Pajak (contoh terlampir).
92
4. Sehubungan dengan perubahan Tahun Buku!Tahun Pajak tersebut. maka untuk menentukan besarnya Penghasilan Kena Pajak untuk bagian Tahun Pajak yang tidak termasuk dalam tahun pajak yang Baru akan dilakukan pemeriksaan oleh UPP. Oleh karena itu. tindasan Keputusan Persetujuan supaya dikirimkan kepada Kepala Kantor Wilayah dan Kepala UPP terkait.
Kepala UPP segera nielakukan pemeriksaan setelah SPT Wajib Pajak yang bersangkutan dirnasukkan.
Demikian agar dilaksanakan dengan sebaik-baiknya.
DIREKTUR JENDERAL PAJAK ttd
Drs. MARIE MUHAMMAD NIP. 060031307
Tembusan kepada Yth: 1 Sdr. Sekretaris Ditjen Pajak: 2. Sdr. Kepala Biro Hukurn dan Humas Departemen Keuangan; 3. Para Direktur/Kapus.
DEPARTEMEN KFUANGAN REPUBLIK INDONESIA DIREKTORAT JENDERAL PAJAK KANTOR PELAYANAN PAJAK ...
KEPUTUSAN KEPALA KANT()R PELAYANAN PAJAK ... NOMOR : ...
TENTANG
PENOLAKAN ATAS PERMOHONAN P1RUBAHAN TAHUN BUKU/TAHUN PAJAK
MEMBACA : Surat dari wajib pajak :Nomor :... . tanggal
93
-Ilk -11 1 --