buku lintas tim 7

188
Bagian Kesatu HAK PENGUSAHAAN PERAIRAN PESISIR: TINJAUAN ASPEK EKONOMI, LINGKUNGAN, DAN SOSIAL * Lukman Adam, S.Pi., M.Si. ** * Penelitian yang dilakukan pada tahun 2012. ** Peneliti bidang Ekonomi dan Kebijakan Publik di Pusat Pengkajian dan Pengolahan Data dan Pelayanan Informasi Setjen DPRRI.

Upload: g-danu-pratomo

Post on 24-Nov-2015

115 views

Category:

Documents


1 download

DESCRIPTION

HAK PENGUSAHAAN PERAIRAN PESISIR:

TRANSCRIPT

  • Bagian Kesatu

    HAK PENGUSAHAAN PERAIRAN PESISIR:TINJAUAN ASPEK EKONOMI, LINGKUNGAN, DAN SOSIAL*

    Lukman Adam, S.Pi., M.Si.**

    * Penelitian yang dilakukan pada tahun 2012.** Peneliti bidang Ekonomi dan Kebijakan Publik di Pusat Pengkajian dan Pengolahan Data dan Pelayanan Informasi Setjen DPRRI.

  • 3BAB IPENDAHULUAN

    Perairan pesisir merupakan wilayah transisi antara daratan dan lautan. Di dalamnya terdapat ekosistem mangrove, terumbu karang, padang lamun, dan ikan. Karakteristik sumber daya manusia yang terlibat di dalamnya sangat beragam, terdapat penduduk asli atau pendatang, berpenghidupan dengan mengeksploitasi sumber daya alam atau jasa lingkungan, relatif sejahtera atau masih tertinggal. Perairan pesisir sangat tergantung pada lingkungan, baik di hulu maupun hilir. Kerusakan dalam salah satu wilayah akan menyebabkan ketidakstabilan lingkungan, dan menyebabkan masyarakat yang bergantung hidup pada sumber daya alam dan lingkungan menjadi terganggu. Saat ini, kondisi sumber daya alam di wilayah pesisir sudah sangat memprihatinkan, karena ketergantungan yang tinggi pada sumber daya alam. Jumlah desa pesisir mencapai 10.666 desa,1 dari jumlah keseluruhan desa di Indonesia mencapai 66.650 desa.2 Kesejahteraan wilayah pesisir dapat ditinjau dari cara-caranya dalam memanfaatkan sumber daya alam. Ketika suatu daerah telah menjadi suatu daerah pertambangan, maka hanya sebagian masyarakat yang memanfaatkannya, bahkan sangat jarang masyarakat lokal yang memperoleh manfaat. Ditinjau dari dua aspek tersebut, yaitu: potensi wilayah pesisir, dan pilihan untuk melakukan eksploitasi atau konservasi, maka kajian dalam tulisan ini dilakukan di dua kabupaten yang mempunyai potensi pesisir sangat besar dan memanfaatkan sumber daya pesisir melalui eksploitasi yang bertanggung jawab. Kedua kabupaten tersebut adalah Kabupaten Wakatobi, Provinsi Sulawesi Tenggara dan Kabupaten Alor, Provinsi Nusa Tenggara Timur. Kabupaten Wakatobi merupakan salah satu kabupaten yang 97 persen wilayahnya merupakan lautan dan sisanya adalah daratan. Wilayah Wakatobi termasuk dalam zona Wallacea yang dikenal kaya keanekaragaman hayati, 1 Disampaikan oleh Halim (2011) dalam Focus Group Discussion Tantangan Indonesia sebagai Negara Kepulauan di Era Globalisasi, yang diselenggarakan oleh Pusat Pengkajian Pengolahan Data dan Informasi, Sekretariat Jenderal DPR RI. 3 Agustus 2011. Jakarta.2 Kementerian Dalam Negeri, 2009.

  • 4Hak Pengusahaan Perairan Pesisir: Tinjauan Aspek Ekonomi, Lingkungan, dan Sosialbaik di laut maupun di darat3. Salah satu keunikan Wakatobi adalah seluruh wilayahnya merupakan wilayah Taman Nasional Laut Wakatobi.4 Sedangkan Provinsi NTT dengan dukungan The Nature Conservation tengah menyiapkan kajian dan perancangan guna penetapan Perairan Laut Sawu sebagai Taman Nasional. Kajian dan perancangan sudah dilakukan sejak tahun 2009. Taman nasional ini meliputi Provinsi NTT, 10 kabupaten, dan 178 desa dengan luas wilayah mencapai 3,5 juta hektar.5 Didalamnya juga termasuk 4 dari 5 pulau terdepan, dan termasuk Kawasan Konservasi Laut Daerah Kabupaten Alor dengan luas cadangan mencapai 400.008 hektar.6Dalam kaitannya dengan wilayah pesisir, maka pengelolaannya terkait dengan sumber daya pesisir dan masyarakat yang hidup di wilayah tersebut. Ketika terjadi korelasi antara subjek yang memanfaatkan dan sumber daya yang ada, maka terjadi interaksi ekonomi. Undang-Undang Nomor 27 Tahun 2007 tentang Pengelolaan Wilayah Pesisir dan Pulau-Pulau Kecil menyebutkan bahwa pengusahaan perairan pesisir adalah bagian-bagian tertentu dari perairan pesisir untuk kegiatan pemanfaatan sumber daya pesisir yang mencakup atas permukaan laut dan kolom air sampai dengan permukaan dasar laut pada batas keluasan tertentu.Legislasi yang mengatur mengenai pengelolaan wilayah pesisir di Indonesia adalah Undang-Undang Nomor 27 Tahun 2007 tentang Pengelolaan Wilayah Pesisir dan Pulau-Pulau Kecil. Di dalamnya termuat mengenai hak pengusahaan perairan pesisir. Pada tahun 2011, Mahkamah Konstitusi menyatakan bahwa hak pengusahaan perairan pesisir bertentangan dengan UUD Negara Republik Indonesia Tahun 1945. Hak ini dikhawatirkan akan mengakibatkan wilayah perairan pesisir dikuasai oleh pemodal besar, sehingga nelayan tradisional yang telah menggantungkan kehidupannya pada sumber daya pesisir akan tersingkir.Menurut Mahkamah Konstitusi, pengelolaan wilayah pesisir dan pulau-pulau kecil dilakukan dengan tujuan untuk: (i) melindungi, mengonservasi, merehabilitasi, memanfaatkan, dan memperkaya sumber daya pesisir dan pulau-pulau kecil serta sistem ekologisnya secara berkelanjutan, (ii) menciptakan keharmonisan dan sinergi antara Pemerintah dan Pemerintahan Daerah dalam pengelolaan sumber daya pesisir dan pulau-pulau kecil, serta (iii) memperkuat peran serta masyarakat dan lembaga pemerintah serta mendorong inisiatif 3 Dinas Kelautan dan Perikanan Kabupaten Wakatobi. 2011, hal 1.4 Coral Reef Rehabilitation and Management Program (Coremap), Satker Dinas Kelautan dan Perikanan Kabupaten Wakatobi, dan CV Wahana Bahari. 2009.5 Hasil wawancara dengan Tim Pengkajian Penetapan dan Perancangan Pengelolaan Laut Sawu, 22 Juli 2012.6 Hasil wawancara dengan Dinas Kelautan dan Perikanan Kabupaten Alor, 23 Juli 2012.

  • 5Lukman Adam, S.Pi., M.Si.masyarakat dalam pengelolaan sumber daya pesisir dan pulau-pulau kecil agar tercapai keadilan, keseimbangan dan keberlanjutan. Menurut Mahkamah Konstitusi, untuk menghindari pengalihan tanggung jawab penguasaan negara atas pengelolaan perairan pesisir dan pulau-pulau kecil kepada pihak swasta, maka negara dapat memberikan hak pengelolaan tersebut melalui mekanisme perizinan. Pemberian izin kepada pihak swasta tersebut tidak dapat diartikan mengurangi wewenang negara untuk membuat kebijakan (beleid), melakukan pengaturan (regelendaad), melakukan pengurusan (bestuursdaad), melakukan pengelolaan (beheersdaad), dan melakukan pengawasan (toezichthoudensdaad) untuk tujuan sebesar-besar kemakmuran rakyat. Di samping itu, negara tetap dimungkinkan menguasai dan mengawasi secara utuh seluruh pengelolaan wilayah perairan pesisir dan pulau-pulau kecil. Melalui mekanisme perizinan, pemberian hak pengelolaan kepada swasta tidak merupakan pemberian hak kebendaan yang mengalihkan penguasaan negara secara penuh kepada swasta dalam kurun waktu tertentu. Dengan demikian, wilayah perairan pesisir dan pulau-pulai kecil tetap dapat dikelola secara terintegrasi dan membangun sinergi berbagai perencanaan sektoral, mengatasi tumpang tindih pengelolaan, konflik pemanfaatan dan kewenangan serta memberikan kepastian hukum.7Atas dasar tersebut, maka kajian ini hendak mencari pengusahaan perairan pesisir yang sesuai dengan karakteristik masyarakat pesisir Indonesia. Tujuan dari kajian ini adalah menentukan pengelolaan wilayah pesisir yang mengakomodasi kepentingan masyarakat pesisir, dengan memperhatikan pemanfaatan secara ekonomi berkelanjutan dan penerimaan secara sosial, sekaligus memberikan masukan bagi perubahan terhadap Undang-Undang Nomor 27 Tahun 2007 tentang Pengelolaan Wilayah Pesisir dan Pulau-Pulau Kecil.

    7 Putusan Mahkamah Konstitusi Nomor 3/PUU-VIII/2010, hal 164-165.

  • 7BAB IIKERANGKA PEMIKIRAN

    Sumber daya pesisir memiliki potensi dan permasalahan. Dalam kaitannya dengan aspek ekonomi, Undang-Undang Nomor 27 Tahun 2007 tentang Pengelolaan Wilayah Pesisir dan Pulau-Pulau Kecil telah mengatur dalam bentuk hak pengusahaan perairan pesisir. Dibatalkannya pasal mengenai Hak Pengusahaan Perairan Pesisir merupakan masalah tersendiri, mengingat undang-undang ini menjadi landasan bagi Peraturan Pemerintah Nomor 62 Tahun 2010 tentang Pemanfaatan Pulau-Pulau Kecil Terluar. Selain itu, di beberapa daerah terdapat Peraturan Daerah yang merujuk pada Undang-Undang Nomor 27 Tahun 2007 tentang Pengelolaan Wilayah Pesisir dan Pulau-Pulau Kecil, seperti di Sulawesi sebanyak 16 Perda, Kalimantan terdapat 7 Perda, Sumatera sebanyak 10 Perda, dan Jawa sebanyak 2 Perda.Dalam pengusahaan perairan pesisir, terdapat beberapa aspek yang perlu diperhatikan, yaitu aspek sosial, perikanan, jasa-jasa lingkungan, dan keseimbangan lingkungan hidup. Keseimbangan aspek ekonomi, sosial dan lingkungan hidup dalam proses pembangunan adalah prinsip yang senantiasa harus menjadi dasar utama bagi seluruh stakeholder. Secara umum prinsip pengelolaan sumber daya meliputi empat hal, yaitu (Suseno, 2007:123-126):Prinsip kehati-hatian1. Hal ini termasuk dalam Code of Conduct for Responsible Nature 1995, yang menyebutkan negara harus memberlakukan pendekatan yang bersifat kehati-hatian secara luas demi konservasi, pengelolaan, dan pengusahaan sumber daya hayati guna melindungi dan mengawetkan lingkungannya.Prinsip Tanggung Jawab2. Pengelolaan yang bertanggung jawab tidak memperbolehkan hasil tangkapan melebihi jumlah potensi lestari yang boleh ditangkap.Prinsip Keterpaduan3. Keterpaduan antara pemerintah pusat, pemerintah daerah, dunia usaha dan masyarakat dalam proses perencanaan, pelasanaan dan pengawasan dalam pengelolaan dan pemanfaatan sumber daya.

  • 8Hak Pengusahaan Perairan Pesisir: Tinjauan Aspek Ekonomi, Lingkungan, dan SosialPrinsip Berkelanjutan4. Konsep pembangunan berkelanjutan adalah pembangunan yang mengintegrasikan komponen ekologi, ekonomi dan sosial. Setiap komponen itu saling berhubungan dalam satu sistem yang dipicu kekuatan dan tujuan.Fauzi (2010: 143-161) secara khusus menyebutkan bahwa pengelolaan pengaturan atau regulasi merupakan proses evolusi yang cukup panjang. Lima fase regulasi adalah: 1) fase hak pemilikan, monopoli, dan kedaulatan; 2) regulasi berbasis biologi; 3) pembatasan melalui lisensi; 4) regulasi berbasis kuota; 5) hak pemilikan eksklusivitas. Selain itu, fase tersebut juga ada regulasi dalam bentuk perizinan, kuota dan pajak. Instrumen kebijakan dan regulasi tersebut tergolong dalam instrumen kebijakan rasionalisasi yang berbasis pasar. Kebijakan tersebut lebih diarahkan pada pengendalian pemanfaatan sumber daya dari sisi pelaku atau industri itu sendiri. Sedangkan instrumen pengendalian yang diarahkan pada pengendalian stok berupa: daerah perlindungan laut atau marine protected area, marine ranching, restocking, dan kebijakan pengendalian pencemaran dan perlindungan habitat. Selain itu, terdapat instrumen yang berbasis non-pasar yang juga diarahkan pada pengendalian sumber daya melalui berbagai mekanisme tanpa harus menggunakan mekanisme insentif dan disinsentif, seperti: pengukuhan hak masyarakat tradisional, konsumsi selektif, community awareness, ecolabelling, custodial management, dan livelihood approach.Analisis dalam penulisan ini menggunakan proses hirarki analitis dengan memerhatikan tiga atribut, yaitu atribut lingkungan, sosial dan ekonomi. Ketiga atribut ini harus menjadi satu kesatuan dalam menganalisis pengusahaan perairan pesisir. Mengingat aspek ekonomi merupakan aspek penting dalam pemanfaatan perairan pesisir, dengan memerhatikan penerimaan terhadap masyarakat sekitar, serta daya dukung lingkungan. Aspek lingkungan sangat penting diperhatikan di wilayah pesisir, karena pesisir rentan dengan kerusakan lingkungan. Wilayah pesisir sangat tergantung terhadap keberadaan hutan mangrove dan terumbu karang. Salah satu sumber daya alam tersebut hilang atau rusak akan menyebabkan abrasi dan terganggunya kestabilan lingkungan pesisir, dan berdampak pada kehidupan masyarakat. Kerangka pemikiran penulisan ini lebih lengkapnya dapat dilihat pada Gambar 1.

  • 9Lukman Adam, S.Pi., M.Si.

    Gambar 1. Kerangka Pemikiran dalam Hak Pengusahaan Perairan Pesisir

  • 11

    BAB IIIMETODOLOGI PENELITIAN

    Sumber data yang digunakan dalam penelitian ini adalah menggunakan data primer dan data sekunder. Data primer bersumber dari wawancara dengan stakeholder terkait, seperti Dinas Kelautan dan Perikanan, Badan Perencanaan Pembangunan Daerah, Badan Lingkungan Hidup Daerah, WWF Indonesia, Tim Pengkajian Penetapan dan Perancangan Pengelolaan Laut Sawu, Kepala Daerah, dan LSM lokal. Data sekunder bersumber dari hasil laporan yang terkait dengan tujuan penulisan. Dari kerangka pemikiran dan tujuan yang dirumuskan, maka tulisan ini menggunakan proses hirarki analitis sebagai analisis data. Untuk penentuan prioritas suatu kegiatan yang jumlahnya banyak, maka asumsi-asumsi yang digunakan adalah sebagai berikut: 1) harus terdapat sedikit kemungkinan tindakan, yakni: 1, 2, 3,..., n yang merupakan tindakan positif; 2) responden diharapkan akan memberikan nilai dalam angka terbatas untuk memberikan tingkat urutan (skala) pentingnya tujuan-tujuan; 3) skala yang digunakan dapat bermacam-macam bentuknya, namun dalam kajian ini digunakan metode skala angka Saaty mulai dari 1 yang menggambarkan antara satu tujuan terhadap tujuan lainnya sama penting dan untuk tujuan yang sama selalu bernilai satu, atau 9 yang menggambarkan satu tujuan ekstrim penting terhadap tujuan lainnya. Tabel 1 disajikan skala angka Saaty beserta definisi dan penjelasannya.

    Tabel 1: Skala Angka SaatyIntensitas/Pentingnya

    Definisi Keterangan

    1 Sama penting Dua aktivitas memberikan kontribusi yang sama kepada tujuan3 Perbedaan penting yang lemah antara yang satu terhadap yang lain Pengalaman dan selera sedikit menyebabkan yang satu lebih disukai daripada yang lain

  • 12

    Hak Pengusahaan Perairan Pesisir: Tinjauan Aspek Ekonomi, Lingkungan, dan Sosial

    5 Sifat lebih pentingnya kuat Pengalaman dan selera sangat menyebabkan penilaian yang satu lebih dari yang lain, yang satu lebih disukai dari yang lain 7 Menunjukkan sifat sangat penting Aktivitas yang satu sangat disukai dibandingkan dengan yang lain, dominasinya tampak dalam kenyataan9 Ekstrim penting Bukti antara yang satu lebih disukai daripada yang lain menunjukkan kepastian tingkat tertinggi yang dapat dicapai2, 4, 6, 8 Nilai tengah antara dua penilaian Diperlukan kesepakatan (kompromi)

    ResiprokalJika aktivitas i, dibandingkan dengan j, mendapat nilai bukan nol, maka j jika dibandingkan dengan i, mempunyai nilai kebalikannya

    Asumsi yang masuk akalRasional Rasio yang timbul dari skala Jika konsistensi perlu dipaksakan dengan mendapatkan sebanyak n nilai angka untuk melengkapi matriksSumber: Saaty (1988)

  • 13

    BAB IVPOTENSI KABUPATEN WAKATOBI

    DAN KABUPATEN ALOR

    Potensi Kabupaten Wakatobi dan Kabupaten Alor ditinjau dari besaran lapangan usaha yang memengaruhi PDRB. Data pada Tabel 2 dan Tabel 3 menunjukkan bahwa sektor pertanian sangat memengaruhi PDRB kedua kabupaten tersebut. Sektor pertanian terdiri dari sub sektor tanaman pangan, perikanan, peternakan, dan kehutanan. Di Kabupaten Wakatobi, sektor yang memengaruhi PDRB selain sektor pertanian adalah sektor perdagangan. Hal ini diindikasikan dari banyaknya jenis usaha perdagangan yang berupa perdagangan produk elektronik dan alat rumah tangga yang diimpor dari negara lain, seperti Singapura. Dari hasil wawancara dengan Direktorat Polisi Air, Provinsi Sulawesi Tenggara, pelaku usaha dengan modus seperti ini dilakukan oleh banyak pihak dan dapat dikategorikan sebagai penyelundupan. Bahkan saat ini, Pemerintah Kabupaten Wakatobi sedang menyiapkan peraturan daerah mengenai perdagangan barang-barang hasil selundupan ini.8 Upaya yang dilakukan oleh sebagian pelaku usaha perdagangan di Kabupaten Wakatobi merupakan tindakan pelanggaran hukum, karena menyebabkan kerugian negara. Kerugian tersebut akibat tidak adanya penerimaan pajak. Tabel 2: PDRB Kabupaten Wakatobi Atas Dasar Harga Konstan

    menurut Lapangan Usaha

    No. Lapangan UsahaTahun

    2008 20091. Pertanian 78,986.36 86,048.582. Pertambangan dan Penggalian 10,117.53 11,141.013. Industri Pengolahan 11,013.37 12,485.504. Listrik, Gas dan Air Minum 1,626.52 1,871.965. Bangunan/Konstruksi 12,757.76 15,984.376. Perdagangan 33,059.04 42,878.308 Hasil wawancara dengan Direktorat Polisi Air Provinsi Sulawesi Tenggara, 6 Juli 2012.

  • 14

    Hak Pengusahaan Perairan Pesisir: Tinjauan Aspek Ekonomi, Lingkungan, dan Sosial7. Pengangkutan dan Komunikasi 6,205.72 7,516.418. Keuangan, Persewaan dan Jasa 18,446.91 19,339.09. Jasa-Jasa 43,818.36 47,934.87PDRB 220,571.48 250,716.09Satuan: Jutaan RupiahTahun Dasar: 2000Sumber: BPS Kabupaten Wakatobi (2011)Seandainya penegakan hukum diberlakukan terhadap kegiatan ini, akan menyebabkan terjadinya gangguan terhadap perekonomian daerah, banyak pelaku usaha kecil yang terkena dampak dan dampak sosial lainnya. Oleh karena itu, sosialisasi bahwa kegiatan perdagangan produk dari luar negeri merupakan tindakan yang mengakibatkan kerugian negara harus terus dilakukan. Apabila Pemerintah Kabupaten Wakatobi jadi menerbitkan Peraturan Daerah, sangat besar kemungkinan peraturan daerah ini dibatalkan oleh Kementerian Dalam Negeri karena bertentangan dengan undang-undang mengenai pajak dan undang-undang mengenai hukum acara pidana. Tabel 3: PDRB Kabupaten Alor Atas Dasar Harga Konstan

    menurut Lapangan Usaha

    No. Lapangan UsahaTahun

    2009 2010 20111. Pertanian 150,018.17 153,879.85 155,912.832. Pertambangan dan Penggalian 5,288.38 5,557.44 5,776.303. Industri Pengolahan 7,682.30 7,912.97 7,956.294. Listrik, Gas dan Air Minum 1,748.69 1,884.80 2,027.255. Bangunan/Konstruksi 21,570.43 22,199.31 22,387.196. Perdagangan 65,144.57 69,942.10 76,558.197. Pengangkutan dan Komunikasi 24,312.62 25,209.02 26,223.608. Keuangan, Persewaan dan Jasa 17,522.14 18,674.44 19,655.329. Jasa-Jasa 115,943.67 123,866.12 134,320.70PDRB 409,230.97 429,126.05 450,817.68Satuan: Jutaan RupiahTahun Dasar: 2000Sumber: BPS Kabupaten Alor (2012)Di Kabupaten Alor, sektor jasa juga berkontribusi terhadap PDRB, selain sektor pertanian. Hal ini diindikasikan bahwa jasa lingkungan dan pariwisata bahari sangat menunjang bagi kehidupan perekonomian di Kabupaten

  • 15

    Lukman Adam, S.Pi., M.Si.Alor. Oleh karena itu, Kabupaten Alor yang memiliki potensi kelautan dan perikanan sangat besar harus memerhatikan lingkungan sebagai pendukung penting bagi keberlanjutan kedua sektor ini. Sektor pertanian dan jasa-jasa sangat bergantung pada kualitas dan daya dukung lingkungan.Dukungan anggaran bagi pembangunan daerah Kabupaten Wakatobi dan Kabupaten Alor sangat ditentukan dari tiga sumber, yaitu pendapatan asli daerah, dana perimbangan, dan pendapatan lain yang sah. Dari ketiga sumber tersebut, komponen pendapatan terbesar berasal dari dana perimbangan. Hal ini menunjukkan bahwa kedua kabupaten ini sangat tergantung pada pemerintah pusat. Untuk lebih lengkapnya dapat dilihat pada Tabel 4 dan Tabel 5.Tabel 4: Komponen Pendapatan Daerah Kabupaten Wakatobi

    No. Jenis PendapatanTahun

    2009 20101. Pendapatan Asli Daerah 8,508,88 12,037,642. Pendapatan Transfer 335,065,58 338,298,80a. Transfer Pemerintah Pusat-Perimbangan 274,282,54 266,611,91b. Transfer Pemerintah Pusat-Lainnya 56,281,67 67,530,003c. Transfer Pemerintah Provinsi 4,201,36 4,156,433. Lain-Lain Pendapatan yang sah 40,55 1,605,34Pendapatan Hibah 0 0Pendapatan Lainnya 40,55 1,605.34Satuan: Juta RupiahSumber: BPS Kabupaten Wakatobi (2011)Tabel 5: Realisasi Pendapatan Kabupaten Alor

    Menurut Jenis Pendapatan pada Tahun Anggaran 2008 dan 2010

    No. Jenis PendapatanTahun

    2008 2010 20111. Sisa Lebih Perhitungan Anggaran Tahun Lalu 18,120,883 30,734,745 53,096,588,4382. Pendapatan Asli Daerah 16,239,894 16,349,229 20,221,4043. Dana Perimbangan 355,844,463 361,491,171 489,503,883 a. Bagi Hasil Pajak dan bukan pajak 18,968,386 3,260,613 19,481,907 b. Subsidi Daerah Otonom (DAU) 284,632,877 299,323,003 416,727,121

  • 16

    Hak Pengusahaan Perairan Pesisir: Tinjauan Aspek Ekonomi, Lingkungan, dan Sosial

    c. Bantuan Pembangunan (DAK) 52,243,200 41,137,583 50,341,800d. Bagi hasil pajak dan bantuan keuangan dari propinsi 2,207,867 12,649,120 2,953,0554. Penerimaan lainnya yang sah 9,632,273 2,468,550 -Total 399,837,513 396,218,684 509,725,287Satuan: Ribuan RupiahSumber: BPS Kabupaten Alor (2012 dan 2009)Pendapatan asli daerah (PAD) Kabupaten Wakatobi lebih rendah daripada Kabupaten Alor pada tahun 2010. Hal ini terjadi karena seluruh wilayah Kabupaten Wakatobi merupakan bagian dari Taman Nasional Laut Wakatobi, sehingga pemanfaatan terhadap bagian tertentu dari wilayah kabupaten ini harus diperhatikan agar tidak mengganggu kelestarian terumbu karang. Bagi daerah yang mempunyai ekosistem terumbu karang dengan keanekaragaman tinggi dan mempunyai kawasan konservasi, seharusnya pemerintah memberikan dana perimbangan memadai agar dapat membiayai kegiatan pembangunan di daerahnya. Namun, pendapatan asli daerah juga bisa ditingkatkan melalui pemungutan pajak dan retribusi daerah bagi wisatawan yang berkunjung atau dari kegiatan penunjang pariwisata lainnya, seperti hotel dan restoran. Kabupaten yang menjadi lokasi penelitian merupakan kabupaten yang berada di daerah kepulauan. Karenanya potensi sumber daya pesisir yang banyak dimanfaatkan oleh masyarakat setempat adalah produksi hasil perikanan. Di Kabupaten Wakatobi, jenis ikan yang banyak diperoleh adalah ikan tuna, ikan layang-layang, dan ikan kakap. Di Kabupaten Alor, ikan yang banyak dimanfaatkan merupakan ikan laut. Lebih lengkapnya dapat dilihat pada Tabel 6 dan Tabel 7. Tabel 6. Produksi Hasil Perikanan di Kabupaten Wakatobi

    Tahun 2006-2010

    No. KomponenTahun

    2006 2007 2008 2009 20101. Ikan 7.324,7 7.071,8 6.953,2 8.437,1 8.925,2Ikan tuna 822,1 821,1 797,1 830,1 875,1Ikan layang 2.563 2.432 1.973 2.512 2.765Kakap 275,2 264,5 198,5 272,5 298,5

  • 17

    Lukman Adam, S.Pi., M.Si.Lain-lain 3.664,4 3.554,2 3.984,6 4.822,5 4.9872. Rumput Laut 1.819,5 2.036,2 2.175,5 2.189,67 927,2Satuan: TonSumber: Dinas Kelautan dan Perikanan Kabupaten Wakatobi (2011)Tabel 7. Produksi Perikanan Menurut Sektor

    di Kabupaten AlorNo. Sektor Jumlah1. Perikanan Laut 18.8912. Perikanan DaratPerairan Umum 17.003Tambak 8Kolam 3,7Total 35.894Satuan: tonSumber: BPS Kabupaten Alor (2011)Posisi geografis Kabupaten Wakatobi dan Kabupaten Alor yang berada di wilayah perairan menyebabkan mayoritas penduduk bekerja dalam bidang usaha pertanian. Pertanian yang dimaksud disini termasuk didalamnya sektor perikanan. Oleh karena itu, pemanfaatan ekonomi wilayah pesisir harus dilakukan dengan bijaksana agar tidak merusak lingkungan pesisir. Lebih lengkapnya dapat dilihat pada Tabel 8 dan Tabel 9.

    Tabel 8. Persentase Pekerja Menurut Lapangan Pekerjaandi Kabupaten Wakatobi Tahun 2010

    No. Lapangan Usaha Jumlah1. Pertanian 55,912. Penggalian 1,013. Industri 3,744. Listrik dan Air 0,335. Konstruksi 3,626. Perdagangan dan Akomodasi 13,127. Transportasi dan Komunikasi 6,678. Keuangan dan Persewaan 0,239. Jasa Kemasyarakatan dan Sosial 15,37Sumber: BPS Kabupaten Wakatobi (2011)

  • 18

    Hak Pengusahaan Perairan Pesisir: Tinjauan Aspek Ekonomi, Lingkungan, dan Sosial

    Tabel 9. Penduduk Berumur 15 Tahun ke atas yang BekerjaMenurut Lapangan Pekerjaan di Kabupaten Alor

    Tahun 2010No. Lapangan Usaha Jumlah1. Tenaga Profesional 4.5772. Tenaga Kepemimpinan 9643. Pejabat Pelaksana 4.1284. Tenaga Usaha Penjualan 7.3865. Tenaga Usaha Jasa 1.4936. Tenaga Usaha Pertanian 53.9027. Tenaga Produksi, Angkutan, Pekerja Kasar 13.6388. Lainnya 156Sumber: BPS Kabupaten Alor (2011)

  • 19

    BAB VPERMASALAHAN EKONOMI DAN SOLUSINYA

    Bentang alam Kabupaten Wakatobi menyediakan keragaman potensi sumber daya perikanan yang dapat dimanfaatkan melalui kegiatan penangkapan ikan dan usaha budidaya, yang semuanya telah memberikan kontribusi nyata dalam pembangunan daerah sampai saat ini.9 Sedangkan Kabupaten Alor termasuk dalam salah satu diantara 92 pulau-pulau kecil terluar di Indonesia yang termasuk dalam Peraturan Pemerintah Nomor 78 Tahun 2005 dan memiliki 15 pulau, diantaranya 9 pulau berpenghuni.10 Potensi yang dimiliki di Kabupaten Wakatobi dan Kabupaten Alor menyebabkan banyak permasalahan yang dihadapi. Permasalahan ekonomi yang dihadapi terkait dengan pemanfaatan sumber daya alam pesisir di Kabupaten Wakatobi dan Kabupaten Alor, yaitu: Masih adanya eksploitasi sumber daya alam yang merusak, seperti 1. penambangan pasir laut, penggunaan batu karang, penangkapan ikan menggunakan bahan peledak, dan penangkapan terhadap jenis ikan yang dilarang. Di Kabupaten Wakatobi, jenis ikan Napoleon (Cheilinus undulatus) termasuk dalam jenis ikan yang dilindungi, namun banyak ditangkap, baik oleh masyarakat setempat maupun pendatang. Harga ikan napoleon di Kabupaten Wakatobi mencapai Rp 600 ribu/kilogram, sedangkan apabila dijual di Hongkong mencapai Rp 2 juta/kilogram. Ikan napoleon hanya bisa diperoleh dengan cara menggunakan obat bius, dan tidak menggunakan alat pancing. Ikan napoleon bersimbiosis dengan terumbu karang, bentuknya adalah ikan napoleon memakan bintang laut yang menempel di terumbu karang.11 Di Indonesia, pengaturan mengenai ikan napoleon dilakukan melalui Keputusan Menteri Pertanian Nomor 375 Tahun 1995 tentang Larangan Penangkapan Ikan Napoleon Wrasse dan Keputusan Direktur Jenderal Perikanan Nomor 330 Tahun

    9 Coral Reef Rehabilitation and Management Program (Coremap), Satker Dinas Kelautan dan Perikanan Kabupaten Wakatobi, dan CV Wahana Bahari. 2009, hal 2.10 Bahan tertulis dari Dinas Kelautan dan Perikanan Kabupaten Alor Tahun 2012.11 Hasil wawancara dengan Dinas Kelautan dan Perikanan Kabupaten Wakatobi, 3 Juli 2012.

  • 20

    Hak Pengusahaan Perairan Pesisir: Tinjauan Aspek Ekonomi, Lingkungan, dan Sosial1995 tentang Ukuran, Lokasi, dan Tata Cara Penangkapan Ikan Napoleon Wrasse. Pengaturan mengenai ikan napoleon sudah tidak sesuai lagi dengan Undang-Undang Nomor 45 Tahun 2009 tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 31 Tahun 2004 tentang Perikanan, dan Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah. Ikan napoleon termasuk dalam daftar merah International Union for Conservation of Nature (IUCN) pada tahun 2004 dan appendix II Convention on International Trade in Endangered Species of Wild Flora and Fauna (CITES) pada tahun 2005, karena keberadaannya menurun drastis.Sedangkan di Kabupaten Alor pengambilan pasir laut masih terjadi.12 Perdagangan terumbu karang dan penangkapan ikan menggunakan bahan beracun alamiah masih sering dilakukan.13 Bahan beracun alamiah ini berasal dari jenis tumbuh-tumbuhan yang banyak terdapat di Pulau Alor. Penangkapan ikan menggunakan bahan peledak masih banyak ditemukan.14 Nelayan yang menggunakan bom ikan banyak berasal dari luar Wakatobi. Hasil penangkapan oleh aparat keamanan menunjukkan bahwa nelayan yang menggunakan bom ikan berasal dari Suku Bajo yang bertempat tinggal di sekitar Kendari.15 Penangkapan ikan menggunakan bahan peledak juga masih ditemukan di perairan Alor. Hasil dari ikan yang diperoleh akibat terkena peledakan bom dikumpulkan oleh pengumpul lokal di provinsi dan penggunaan bahan peledak hanya untuk jenis ikan konsumsi, sedangkan untuk ikan hias menggunakan obat bius.16 Penangkapan ikan dengan menggunakan cara-cara yang tidak ramah lingkungan bertentangan dengan Undang-Undang Nomor 45 Tahun 2009 tentang Perubahan Atas Undang-Undang 31 Tahun 2004 tentang Perikanan.Penurunan kuantitas dan kualitas sumber daya ikan.2. 17 Telah terjadi penangkapan ikan secara berlebihan, khususnya jenis ikan karang dalam dua tahun terakhir. Jenis ikan yang banyak dicari adalah ikan kerapu dan ikan kakap, khususnya dalam keadaan hidup.Potensi sumber daya ikan di Kabupaten Alor mencapai 164.604 ton/tahun, dengan jumlah tangkapan yang diperbolehkan mencapai 131.683

    12 Hasil wawancara dengan Dinas Kelautan dan Perikanan Kabupaten Alor, 23 Juli 2012.13 Hasil wawancara dengan Badan Lingkungan Hidup Kabupaten Alor, 24 Juli 2012.14 Hasil wawancara dengan Bappeda Kabupaten Wakatobi, 4 Juli 2012.15 Hasil wawancara dengan WWF, 4 Juli 2012.16 Hasil wawancara dengan Tim Pengkajian Penetapan dan Perancangan Pengelolaan Laut Sawu, 22 Juli 2012.17 Hasil wawancara dengan Dinas Kelautan dan Perikanan Kabupaten Wakatobi, 3 Juli 2012.

  • 21

    Lukman Adam, S.Pi., M.Si.ton/tahun, sedangkan tingkat pemanfaatan tahun 2011 mencapai 19.399 ton.18Berdasarkan Laporan dari Komisi Nasional Pengkajian Sumberdaya Ikan Tahun 2010, perairan sekitar Kabupaten Wakatobi dan Kabupaten Alor termasuk dalam WPP-RI 714, dengan status overfishing hanya untuk ikan tuna mata besar. Ikan demersal, pelagis kecil, madidihang, dan cumi-cumi berada dalam status fully dan moderately fishing. Hal ini menunjukkan bahwa pemanfaatan ikan tuna mata besar mesti dikendalikan, sehingga mata pancing yang khusus menangkap jenis ikan ini dihindari, termasuk pemberian perizinan oleh Dinas Kelautan dan Perikanan setempat.Kemiskinan masyarakat pesisir.3. 19 Persentase penduduk miskin di Kabupaten Wakatobi terus mengalami penurunan. Pada tahun 2011, sejumlah 18,52 persen dengan garis kemiskinan mencapai Rp 191.496/kapita/bulan. Persentase penduduk miskin tahun 2011 di Indonesia mencapai 12,49% dan garis kemiskinan Indonesia tahun 2011 mencapai Rp 230.000/kapita/bulan. Indeks kedalaman kemiskinan pada tahun 2010 mencapai 3,21 dan indeks keparahan kemiskinan mencapai 0,96. Bandingkan dengan keadaan tahun 2006, dengan indeks kedalaman kemiskinan yang mencapai 3,84 dan indeks keparahan kemiskinan yang mencapai 0,87 (BPS Kabupaten Wakatobi, 2011).20 Jumlah rumah tangga miskin di Kabupaten Alor pada tahun 2008 mencapai 26.670 orang, dengan penduduk miskin terbanyak di Kecamatan Alor Barat Laut sejumlah 3.232 rumah tangga (BPS Kabupaten Alor, 2012).Keberadaan Masyarakat Adat yang melakukan eksploitasi sumber daya 4. alam secara berlebihan.21 Pemanfaatan sumberdaya laut oleh masyarakat adat di Kabupaten Wakatobi, yaitu Suku Bajo telah mengalami pergeseran yang diindikasikan oleh: tidak berlakunya sistem buka tutup kawasan, terjadi pemanfaatan jenis yang dilindungi dan penggunaan alat tangkap yang bertentangan dengan peraturan pengelolaan taman nasional; pembangunan perumahan yang menggunakan karang sebagai landasan dan fondasi dasar rumah permanen; dan sebagian besar masyarakat tidak lagi menggunakan peralatan peralatan tangkap tradisional.2218 Dokumen tertulis dari Dinas Kelautan dan Perikanan Kabupaten Alor Tahun 2012.19 Hasil wawancara dengan Bupati Wakatobi, 3 Juli 2012.20 Penurunan nilai indeks kedalaman dan keparahan kemiskinan mengindikasikan bahwa rata-rata pengeluaran penduduk miskin cenderung semakin mendekati Garis Kemiskinan dan ketimpangan pengeluaran juga semakin menyempit.21 Hasil wawancara dengan Dinas Kelautan dan Perikanan Kabupaten Wakatobi, 3 Juli 2012.22 Baharudin, S. 2011. Pergeseran Nilai Tradisional Suku Bajo dalam Perlindungan dan Pemanfaatan Sumberdaya Laut Taman Nasional Wakatobi, hal 67.

  • 22

    Hak Pengusahaan Perairan Pesisir: Tinjauan Aspek Ekonomi, Lingkungan, dan SosialSuku Bajo merupakan suku yang biasa hidup di lautan dan bergantung pada sumber daya perikanan. Tindakan sebagian masyarakat Suku Bajo yang melakukan eksploitasi sumber daya perikanan dengan cara merusak merupakan tindakan yang harus dihadapi dengan bijaksana. Sosialisasi oleh pemerintah daerah harus terus dilakukan, termasuk didalamnya adalah: eksploitasi sumber daya alam dengan cara yang bijaksana, pola kehidupan yang sehat, dan pengembangan pendidikan lingkungan. Menutup akses masyarakat setempat ke wilayah pesisir, seperti 5. terjadi di Wakatobi Dive Resort.23 Penyebab pengaturan mengenai hak pengusahaan perairan pesisir dalam Undang-Undang Nomor 27 Tahun 2007 tentang Pengelolaan Wilayah dibatalkan oleh Mahkamah Konstitusi disebabkan memberikan kesempatan yang sama antara masyarakat lokal dan pihak swasta untuk mengusahakan perairan pesisir. Mahkamah mengkhawatirkan pihak swasta yang mendapatkan kesempatan akan menutup akses masyarakat terhadap wilayah pesisir yang ada dalam penguasaannya. Akses tersebut adalah akses terhadap pariwisata pesisir, pemanfaatan sumber daya perikanan, dan melewati wilayah pantainya. Kekhawatiran lain adalah pihak asing yang bekerjasama dengan swasta lokal akan membuat masyarakat lokal menjadi terabaikan. Namun, di beberapa daerah juga ditemui adanya pihak asing yang menyewa daerah tertentu dan memberikan manfaat terhadap ekosistem pesisir. Sebagai contoh, di Provinsi NTT, keberadaan orang asing yang menyewa pulau telah membentuk kesadaran terhadap kawasan konservasi. Hal ini terjadi di Pulau Kenawa, Kabupaten Manggarai Barat24.Pemerintah semestinya memberikan perlakuan khusus antara masyarakat lokal dan pihak swasta, mengingat terdapat ketidaksetaraan antara masyarakat lokal dan swasta dari aspek permodalan dan jejaring sosial-ekonomi. Pemerintah harus melakukan pemberdayaan dan pendampingan kepada masyarakat agar membentuk kelompok, sehingga dapat mempunyai posisi tawar apabila berhadapan dengan pihak swasta terhadap pemanfaatan sumber daya yang sama di wilayah pesisir.Belum ada perhatian dari pemerintah pusat terhadap kebijakan 6. konservasi di daerah. Kabupaten Alor yang telah menjadi Kawasan Konservasi Laut Daerah dengan luas cadangan mencapai 400.008 hektar tidak memperoleh dana dari tugas perbantuan Kementerian Kelautan 23 Hasil wawancara dengan Bappeda Kabupaten Wakatobi, 4 Juli 2012.24 Hasil wawancara dengan Tim Pengkajian Penetapan dan Perancangan Pengelolaan Laut Sawu, 22 Juli 2012.

  • 23

    Lukman Adam, S.Pi., M.Si.dan Perikanan atau Kementerian Negara Lingkungan Hidup.25 Hal yang sama juga terjadi di Kabupaten Wakatobi, padahal seluruh kabupaten ini merupakan wilayah Taman Nasional Laut Wakatobi sehingga pendapatan asli daerah sangat minim. Untuk mengatasi permasalahan tersebut, maka solusi yang harus dilakukan adalah:Penanganan lintas daerah. Wilayah pesisir tidak bisa dipisahkan a. berdasarkan kewenangan pemerintah daerah. Dalam pengelolaan wilayah pesisir, penanganan semestinya didasarkan pada kesamaan ekosistem, geografis, dan karakteristik wilayah, termasuk karakteristik sosial-budaya masyarakat, sehingga bisa dilakukan secara terpadu dan terencana. Regulasi di nasional dan daerah, contohnya adalah penerbitan b. Peraturan Daerah Nomor 5 Tahun 2007 tentang Penggunaan Alat Tangkap yang Diperbolehkan dan Tidak Diperbolehkan.26 Peraturan Daerah di Kabuptan Alor mengenai wilayah pesisir sudah ada, yaitu Peraturan Daerah Nomor 4 Tahun 2007 tentang Wilayah Pesisir. Perda ini mengatur mengenai larangan menangkap ikan dengan cara yang merusak, seperti menggunakan bahan peledak dan obat bius. Namun, dalam Perda ini tidak ada sanksi yang dapat dikenakan terhadap pelaku. Di Provinsi NTT terdapat Peraturan Gubernur Nomor 38 Tahun 2010 tentang Terumbu Karang yang mengatur mengenai upaya pelestarian terhadap terumbu karang.27 Peraturan Daerah Nomor 14 Tahun 2006 yang mengawasi ketat eksploitasi pasir laut juga telah dimiliki oleh kabupaten ini.28 Pemerintah Daerah Kabupaten Alor mempunyai Peraturan Daerah Nomor 14 Tahun 2005 tentang Pengelolaan Sumber Daya Lingkungan Hidup Kawasan Pesisir dan Laut yang berupaya menangani berbagai potensi pencemaran dan perusakan wilayah pesisir.29 Masih ditemukannya pelanggaran terhadap peraturan ini menunjukkan bahwa penegakan hukum dan sosialisasi terhadap aturan ini masih sangat lemah. Mungkin saja, eksploitasi terjadi karena masyarakat tidak memiliki pilihan selain melakukan eksploitasi pasir laut. Karena itu, pemberdayaan masyarakat agar masyarakat dapat melakukan mata pencaharian

    25 Hasil wawancara dengan Dinas Kelautan dan Perikanan Kabupaten Alor, 23 Juli 2012.26 Hasil wawancara dengan Dinas Kelautan dan Perikanan Kabupaten Wakatobi, 3 Juli 2012.27 Hasil wawancara dengan Tim Pengkajian Penetapan dan Perancangan Pengelolaan Laut Sawu, 22 Juli 2012.28 Hasil wawancara dengan Badan Lingkungan Hidup Daerah Kabupaten Alor, 24 Juli 2012.29 Bahan tertulis dari Badan Lingkungan Hidup Daerah Kabupaten Alor Tahun 2012.

  • 24

    Hak Pengusahaan Perairan Pesisir: Tinjauan Aspek Ekonomi, Lingkungan, dan Sosialalternatif harus dilakukan. Pemerintah daerah dapat memberikan bantuan modal agar masyarakat melakukan alih pekerjaan, sekaligus memberikan sanksi ketat bagi pelaku utama atau pemberi modal.Mempersiapkan kelembagaan, aturan main, dan pedoman teknis.c. 30 Kelembagaan yang mengatur mengenai pesisir harus lintas daerah dengan mempertimbangkan kesamaan ekosistem dan sosial budaya masyarakat. Pemerintah daerah dapat melakukan pemberdayaan agar lembaga ini terbentuk. Pemberdayaan yang dilakukan meliputi: pembuatan aturan main, norma dan pedoman teknis. Termasuk didalamnya peningkatan kapasitas sumber daya manusia. Kelembagaan yang dilakukan bisa berbentuk koperasi atau kelompok masyarakat Pemberian anggaran, berupa insentif fiskal.d. 31 Dana Alokasi Khusus (DAK) dalam Undang-Undang Nomor 33 Tahun 2004 tentang Perimbangan Keuangan Pusat dan Daerah didefinisikan sebagai dana yang bersumber dari pendapatan APBN yang dialokasikan kepada daerah tertentu dengan tujuan untuk membantu mendanai kegiatan khusus yang merupakan urusan daerah dan sesuai dengan prioritas nasional. Aturan pelaksana dari norma ini adalah Peraturan Pemerintah Nomor 55 Tahun 2005 tentang Dana Perimbangan dan Peraturan Menteri Keuangan Nomor 209 Tahun 2011 tentang Pedoman Umum dan Alokasi DAK Tahun Anggaran 2012. Alokasi DAK dilakukan untuk membantu daerah mendanai kebutuhan fisik sarana-prasarana dasar yang merupakan prioritas nasional. Prioritas nasional ditentukan sebanyak 16 bidang, mulai dari pendidikan sampai sarana-prasarana kawasan perbatasan. Sampai tahun 2011, dari Laporan Bappenas (2011), sebaran DAK yang mengucur ke wilayah Nusa Tenggara hanya mencapai 6,53 persen atau lebih rendah dibandingkan tahun 2008 yang mencapai 7,18 persen. Bagi Sulawesi, sebaran DAK yang diperoleh tahun 2011 mencapai 14,81 persen atau lebih rendah daripada tahun 2008 yang mencapai 17,41 persen. Faktor yang memengaruhi besaran DAK didasarkan pada jumlah penduduk, luas wilayah (termasuk didalamnya luas perairan), kemahalan konstruksi, PDRB per kapita, dan indeks pembangunan manusia. Namun kategorisasinya masih menimbulkan masalah. Seperti daerah pesisir atau daerah

    30 Hasil wawancara dengan Armand, Koordinator Jaringan Pengembangan Kawasan Pesisir, 1 Juli 2012.31 Hasil wawancara dengan Bupati Wakatobi, 3 Juli 2012.

  • 25

    kepulauan, bisa dipandang sebagai potensi, bisa juga sebagai isolasi geografis. Pemerintah juga belum memberikan perhatian terhadap daerah yang memberikan prioritas bagi upaya konservasi, seperti Kabupaten Wakatobi yang keseluruhan wilayah merupakan taman nasional, mestinya mendapatkan DAK lebih besar ditinjau dari aspek lingkungan atau konservasi.Dorongan agar tidak melakukan eksploitasi terhadap sumber e. daya pesisir, seperti pasir laut. Sebagai contoh, saat ini sedang disosialisasikan dengan pihak pemerintah daerah untuk pembangunan gedung yang berasal dari APBN menggunakan pasir dari luar Kabupaten Wakatobi.32 Penggunaan pasir laut dan karang untuk pembangunan gedung, rumah, dan jalan menyebabkan eksploitasi sumberdaya pesisir yang sangat besar. Akibatnya kerugian lingkungan dalam jangka panjang yang ditimbulkan sangat besar.

    32 Hasil wawancara dengan WWF, 4 Juli 2012.

  • 27

    BAB VISTRATEGI MENINGKATKAN KEHIDUPAN MASYARAKAT PESISIR

    Pasal 10 dalam Undang-Undang Nomor 27 Tahun 2007 tentang Pengelolaan Wilayah Pesisir dan Pulau-Pulau Kecil menyebutkan bahwa rencana zonasi wilayah pesisir dialokasikan dalam bentuk: kawasan pemanfaatan umum, kawasan konservasi, kawasan strategis nasional tertentu, dan alur laut. Direktorat Jenderal Kelautan, Pesisir, dan Pulau-Pulau Kecil, Kementerian Kelautan dan Perikanan sedang melakukan perubahan terhadap hak pengusahaan perairan pesisir menjadi izin pemanfaatan perairan pesisir. Pengelolaan wilayah pesisir dan pulau-pulau kecil harus dilakukan secara holistik. Tidak bisa dipisahkan antara pemanfaatan ekonomi semata, namun juga harus ditinjau dari aspek lingkungan dan sosial. Eksploitasi sumber daya pesisir tidak boleh dilakukan dengan cara merusak, dan harus mempertimbangkan pemanfaatan secara berkelanjutan. Terumbu karang dan pasir laut tidak boleh dimanfaatkan mengingat akan mengganggu keseimbangan ekologis terhadap keseluruhan ekosistem pesisir. Nilai dan prioritas dari pengelolaan wilayah pesisir secara terpadu menggunakan Proses Hirarki Analitis dapat dilihat pada Tabel 10. Tabel 10: Penentuan Pengelolaan Wilayah Pesisir

    Menggunakan Proses Hirarki Analitis

    No. TujuanNilai (%)

    Prioritas1 Mengutamakan masyarakat lokal 81,1 P12 Penataan kelembagaan lokal 69,67 P23 Perubahan paradigma pembangunan daerah dengan berorientasi pada sumber daya kelautan 55,53 P34 Sinkronisasi dengan peraturan perundang-undangan terkait 51,1 P4Strategi dalam pengusahaan perairan pesisir ditinjau dari aspek ekonomi adalah:

  • 28

    Hak Pengusahaan Perairan Pesisir: Tinjauan Aspek Ekonomi, Lingkungan, dan Sosial

    Keterpaduan Antara Aspek Lingkungan, Ekonomi, dan SosialI. Pengelolaan wilayah pesisir tidak hanya dilihat dari satu aspek saja, namun juga harus dilihat dari keseluruhan aspek yang terkait, yaitu aspek lingkungan, ekonomi dan sosial. Lingkungan pesisir sangat rentan terhadap kerusakan iklim. Apabila satu sumber daya mengalami tekanan akan menimbulkan gangguan terhadap sumber daya lain. Oleh karena itu, pertumbuhan penduduk harus dikendalikan dan pemanfaatan sumber daya mempertimbangkan dampaknya terhadap lingkungan.Wilayah pesisir memiliki potensi ekonomi yang sangat tinggi, karena kaya akan sumber daya ikan, minyak bumi dan gas, pariwisata bahari, pelayaran, serta bahan baku kosmetik. Menurut Rompas (2011), potensi ekonomi wilayah pesisir mencapai 56 milyar US$ per tahun dilihat dari besarnya potensi terumbu karang, hutan mangrove dan pasir laut di Indonesia.33 Belum termasuk diantaranya potensi perikanan, wisata bahari dan arus laut. Namun, pemanfaatannya harus dilakukan dengan bijaksana. Pemanfaatan oleh masyarakat lokal dan pendatang harus dikendalikan melalui sosialisasi dan penegakan hukum yang tegas dan adil. Selain itu, pemanfaatan terhadap sumber daya pesisir harus memperhatikan penerimaan dari masyarakat lokal, dengan melakukan pemberdayaan masyarakat dan kajian terhadap kehidupan sosial budaya masyarakat.

    Gambar 2. Keterpaduan dalam Pengelolaan Wilayah Pesisir dan Pulau-Pulau Kecil33 Disampaikan oleh Rompas (2011) dalam Focus Group Discussion Tantangan Indonesia sebagai Negara Kepulauan di Era Globalisasi. Diselenggarakan oleh Pusat Pengkajian Pengolahan Data dan Informasi, Sekretariat Jenderal DPR RI. 3 Agustus 2011. Jakarta.

  • 29

    Lukman Adam, S.Pi., M.Si.

    Keberpihakan terhadap Masyarakat LokalII. Dibatalkannya hak pengusahaan perairan pesisir oleh Mahkamah Konstitusi membuat terjadinya perubahan dalam pengusahaan/pemanfaatan perairan pesisir. Kementerian Kelautan dan Perikanan saat ini memandang bahwa hak pengusahaan perairan pesisir yang diberikan akan berbentuk izin pemanfaatan perairan pesisir. Kementerian Kelautan dan Perikanan beranggapan bahwa setiap pemanfaatan sumber daya di wilayah pesisir harus melalui kementerian tersebut dalam bentuk izin lokasi.34 Hal ini menimbulkan permasalahan perizinan yang ego-sektoral. Sektor energi dan sumber daya mineral, pelayaran, dan pariwisata mempunyai kementerian sendiri yang mengatur mengenai masing-masing sektor tersebut. Sedangkan KKP beranggapan bahwa pemanfaatan terhadap wilayah pesisir melalui perizinan yang diterbitkan oleh institusi mereka. Seharusnya apabila bersifat lintas sektoral seperti ini pengaturannya berbentuk peraturan pemerintah, dan hanya satu kementerian yang akan mengatur atau bisa juga diberikan kewenangan kepada pemerintah daerah melalui satuan kerja perangkat daerah. Izin pemanfaatan yang dibuat di banyak kementerian atau lembaga akan kontraproduktif bagi iklim investasi dan akan membuat daya saing Indonesia menjadi rendah. Oleh karena itu, kehendak dari KKP yang menginginkan dikeluarkannya izin dari KKP terkait pemanfaatan wilayah pesisir harus dicermati dan dibicarakan dengan seksama antar kementerian.Pengusahaan/pemanfaatan wilayah pesisir kepada masyarakat lokal yang sudah menetap cukup lama diberikan kepada masyarakat melalui kelembagaan yang sudah ada, seperti koperasi atau kelompok nelayan. Bentuk yang bisa diberikan dapat berupa hak atau izin, terpenting adalah definisi yang diberikan harus selaras dengan undang-undang lain yang terkait seperti Undang-Undang Nomor 26 Tahun 2007 tentang Penataan Ruang dan Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1960 tentang Peraturan Dasar Pokok-Pokok Agraria. Dalam masyarakat pesisir pemanfaatan sumberdaya milik bersama dibatasi dan dilandasi beberapa hak yang memberikan jaminan bagi pemegangnya. Hak-hak tersebut adalah sebagai berikut :Hak akses yaitu hak untuk masuk ke dalam sumberdaya yang a.

    memiliki batas-batas fisik yang jelas.Hak memanfaatkan yaitu hak untuk memanfaatkan sumberdaya b. dengan cara-cara dan teknik produksi sesuai dengan ketetapan dan peraturan yang berlaku.34 http://www.bisnis.com/articles/izin-pemanfaatan-pesisir-berlaku-untuk-semua-bidang-investasi diakses tanggal 31 Agustus 2012.

  • 30

    Hak Pengusahaan Perairan Pesisir: Tinjauan Aspek Ekonomi, Lingkungan, dan SosialHak mengatur yaitu hak untuk mengatur pemanfaatan sumberdaya c. serta meningkatkan kualitas dan kuantitas sumberdaya melalui upaya pengkayaan stok ikan serta pemiliharaan dan perbaikan lingkungan.Dalam pemanfaatannya harus dihindari hak sebagai berikut, yaitu:Hak Eksklusif yaitu hak untuk menentukan siapa yang boleh memiliki d. hak akses dan apakah hak akses tersebut dapat dialihkan kepada orang lain, danHak mengalihkan yaitu hak untuk menjual atau menyewakan e. keempat hak tadi kepada orang lainDalam konteks legal, hak memiliki pengertian tentang milik, kepunyaan, kewenangan, kekuasaan untuk berbuat sesuatu karena telah ditentukan dengan undang-undang, kekuasaan atas sesuatu atau untuk menuntut sesuatu, derajat atau martabat. Padahal wilayah pesisir merupakan milik bersama sehingga siapapun dapat memanfaatkannya. Karena itu, yang memegang hak terhadap sumber daya pesisir adalah negara. Masyarakat atau pihak swasta dapat memanfaatkan dengan melalui mekanisme yang ditetapkan oleh pemerintah dan pemerintah daerah. Sepertinya antara Undang-Undang Nomor 26 Tahun 2007 tentang Penataan Ruang dan Undang-Undang Nomor 27 Tahun 2007 tentang Pengelolaan Wilayah Pesisir dan Pulau-Pulau Kecil tidak melalui proses sinkronisasi sehingga terjadi tumpang tindih pengaturan yang membuat pemerintah daerah mengalami kesulitan dalam membuat peraturan pelaksana. Hal ini bisa dilihat dari berurutannya kedua undang-undang ini terbit. Dalam Undang-Undang Nomor 26 Tahun 2007 tentang Penataan Ruang disebutkan mengenai perlunya dibuat peraturan daerah mengenai tata ruang, demikian juga dengan Undang-Undang Nomor 27 Tahun 2007 tentang Pengelolaan Wilayah Pesisir dan Pulau-Pulau Kecil yang mengamanatkan pembuatan peraturan daerah mengenai rencana zona wilayah pesisir dan pulau-pulau kecil. Sehingga pemerintah daerah, wajib membuat kedua perda ini. Hal ini menyebabkan mungkin terjadi tumpang tindih antara zonasi wilayah pesisir dan daratan.III. Penataan Kelembagaan LokalKelembagaan lokal seperti koperasi dan kelompok masyarakat/nelayan mesti terus diberdayakan dan ditingkatkan peranannya agar mampu memberikan daya guna bagi kesejahteraan masyarakat pesisir. Lembaga ini merupakan lembaga ekonomi yang disesuaikan dengan karakteristik masyarakat lokal dan disesuaikan dengan kearifan lokal. Pemerintah daerah

  • 31

    Lukman Adam, S.Pi., M.Si.melakukan penguatan melalui pendampingan pembuatan aturan main, kemitraan serta pemberdayaan lain yang terkait dengan pemanfaatan sumber daya pesisir.IV. Perubahan Paradigma Pembangunan DaerahMayoritas wilayah di Indonesia terkait dengan pesisir dan pulau-pulau kecil. Dengan luas lautan mencapai 2,5 kali luas daratan, memiliki garis pantai sebesar 104 ribu km, dan jumlah pulau yang dimiliki adalah 17.504 pulau (Kementerian Kelautan dan Perikanan, 2011)35, maka sedikit sekali daerah di Indonesia yang tidak terkait dengan pesisir. Oleh karena itu, seharusnya pemerintah daerah mulai fokus pada pengembangan wilayah pesisir dalam rencana pembangunan daerahnya. Kabupaten Wakatobi dapat mengandalkan pengembangan jasa lingkungan, sehingga menurut Bappeda, yang harus dipersiapkan adalah rencana tata ruang dan grand strategy.36 Penetapan zonasi dalam bentuk daerah konservasi di beberapa daerah mesti dilakukan agar terjadi keseimbangan lingkungan antara zona pemanfaatan dan alur laut. Sebagai contoh, zona inti di Taman Nasional Laut Wakatobi saat ini ditetapkan pada daerah yang: tidak ada penduduk, banyak disinggahi burung migran, mempunyai hutan mangrove dengan kerapatan sangat tinggi, dan mewakili ragam jenis terumbu karang.37 Demikian juga di Provinsi Nusa Tenggara, dengan zona inti dari rencana Taman Nasional Perairan Laut Sawu sebesar 0,2 persen dari luas perairan taman nasional. Zona ini terdapat di Pulau Batek, Pulau Dana, dan Pulau Satu Tanjung.38

    35 Kementerian Kelautan dan Perikanan. 2011. Kelautan dan Perikanan dalam Angka 2011, hal 1.36 Hasil wawancara dengan Bappeda Kabupaten Wakatobi, 4 Juli 2012.37 Hasil wawancara dengan WWF, 4 Juli 2012.38 Hasil wawancara dengan Tim Pengkajian Penetapan dan Perancangan Pengelolaan Laut Sawu, 22 Juli 2012.

  • 33

    BAB VIIMASUKAN BAGI AMANDEMEN UU NO. 27 /2007

    Hak pengusahaan perairan pesisir dalam Undang-Undang Nomor 27 Tahun 2007 tentang Pengelolaan Wilayah Pesisir dan Pulau-Pulau Kecil telah dibatalkan oleh Mahkamah Konstitusi. Akibatnya semua aturan yang terkait dengan hak pengusahaan perairan pesisir harus dilakukan perubahan. Tabel 11 mengulas mengenai klasifikasi hak tersebut dan rekomendasi yang diberikan.

    Tabel 11: Klasifikasi Hak Pengusahaan Perairan Pesisirdalam Undang-Undang Nomor 27 Tahun 2007

    tentang Pengelolaan Wilayah Pesisir dan Pulau-Pulau Kecildan Usulan Perubahannya terkait dengan Pemanfaatan

    Secara Ekonomi, Lingkungan dan SosialKlasifikasi Uraian RekomendasiRuang Lingkup Permukaan laut dan kolom air sampai dengan permukaan dasar laut. Tetap

    Dasar pertimbanganKepentingan: kelestarian ekosistem pesisir dan pulau-pulau kecil, masyarakat adat, dan kepentingan nasional, serta hak lintas damai bagi kapal asing. Tetap

    Subjek Orang perseorangan warga negara Indonesia, Badan hukum yang didirikan berdasarkan hukum Indonesia, atau masyarakat adat Tetap

  • 34

    Hak Pengusahaan Perairan Pesisir: Tinjauan Aspek Ekonomi, Lingkungan, dan Sosial

    Klasifikasi Uraian Rekomendasi

    Jangka waktu 20 tahun. Dapat diperpanjangPerlu dilakukan sinkronisasi dengan peraturan perundang-undangan lain, seperti Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1960 tentang Peraturan Dasar Pokok-Pokok Agraria.Persyaratan Teknis, administratif dan operasional TetapTeknis: kesesuaian dengan rencana Zona dan/atau Rencana Pengelolaan Wilayah Pesisir dan Pulau-Pulau Kecil, hasil konsultasi publik sesuai dengan besaran dan volume pemanfaatannya, dan pertimbangan hasil pengujian dari berbagai alternatif usulan atau kegiatan yang berpotensi merusak Sumber Daya Pesisir dan Pulau-Pulau Kecil.Tetap

    Administratif: penyediaan dokumen administratif, penyusunan rencana dan pelaksanaan pemanfaatan Sumber daya Pesisir dan Pulau-Pulau Kecil sesuai dengan daya dukung ekosistem, pembuatan sistem pengawasan dan pelaporan hasilnya kepada pemberi HP-3, dan dalam hal HP-3 berbatasan langsung dengan garis pantai, pemohon wajib memiliki hak atas tanah

    Dokumen administratif yang diajukan harus dirinci bentuknya. Terdapat persetujuan dari DPRD dan Kepala Daerah, serta kajian mengenai penerimaan masyarakat dan dampaknya.Operasional: memberdayakan Masyarakat sekitar lokasi kegiatan, mengakui, menghormati, dan melindungi hak-hak Masyarakat Adat dan/atau Masyarakat lokal, memperhatikan hak Masyarakat untuk mendapatkan akses ke sempadan pantai dan muara sungai, dan melakukan rehabilitasi sumber daya yang mengalami kerusakan di lokasi HP-3.Tetap

  • 35

    Lukman Adam, S.Pi., M.Si.

    Klasifikasi Uraian Rekomendasi

    Larangan Pemberian di Kawasan Konservasi, suaka perikanan, alur pelayaran, kawasan pelabuhan, dan pantai umum. TetapHak pengusahaan perairan pesisir sebaiknya dirubah menjadi pemanfaatan perairan pesisir, dan dalam pemanfaatannya dapat diberikan izin dengan mengutamakan pemberian izin kepada masyarakat lokal yang bergabung dalam bentuk kelompok masyarakat atau koperasi. Jangka waktu pemberian izin mesti dilakukan sinkronisasi dengan Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1960 tentang Peraturan Dasar Pokok-Pokok Agraria. Izin pemanfaatan diberikan hanya untuk hak guna usaha, tidak berbentuk hak guna bangunan. Dalam Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1960 tentang Peraturan Dasar Pokok-Pokok Agraria, hak guna usaha diberikan untuk jangka waktu paling lama 25 tahun (Pasal 29 ayat 1). Patut dihindari pemikiran adanya perbedaan rezim antara daratan dengan lautan, mengingat konteks pesisir sendiri merupakan wilayah peralihan antara daratan dengan lautan. Namun, berapapun jangka waktu yang diberikan sebenarnya tidak menjadi masalah, karena yang terpenting adalah pelaksanaan terhadap aturan tersebut dan tidak terjadi perbedaan dengan aturan pelaksana atau aturan di daerah.Pemanfaatan perairan pesisir merupakan upaya menggunakan bagian-bagian tertentu dari perairan pesisir untuk usaha ekonomi terhadap sumber daya pesisir dan pulau-pulau kecil yang mencakup atas permukaan laut dan kolom air sampai dengan permukaan dasar laut pada batas keluasan tertentu. Usaha ekonomi termasuk didalamnya untuk usaha pertambangan, minyak dan gas, perhubungan, perikanan, pariwisata bahari, dan pemanfaatan lainnya. Dalam perubahan terhadap Undang-Undang Nomor 27 Tahun 2007 tentang Pengelolaan Wilayah Pesisir dan Pulau-Pulau Kecil yang terpenting adalah penegakan hukum terhadap pelanggaran yang dilakukan.Izin pemanfaatan perairan pesisir yang diberikan oleh pemerintah dikoordinasikan oleh kementerian koordinasi, bukan dari kementerian teknis agar tidak terjadi ego-sektoral dalam proses perizinan agar memudahkan penanaman modal.

  • 37

    BAB VIIIKESIMPULAN DAN SARAN

    KesimpulanI. Dalam pengusahaan perairan pesisir yang perlu dilakukan adalah: memadukan aspek lingkungan, ekonomi dan sosial. Harus dihindari pengelolaan wilayah pesisir hanya dilihat dari satu aspek saja, namun juga ditinjau dari keseluruhan aspek yang terkait, yaitu aspek lingkungan, ekonomi dan sosial. Lingkungan pesisir sangat rentan terhadap kerusakan iklim. Apabila satu sumber daya mengalami tekanan akan menimbulkan gangguan terhadap sumber daya lain. Dibatalkannya hak pengusahaan perairan pesisir oleh Mahkamah Konstitusi membuat perlunya pengusahaan/pemanfaatan wilayah pesisir diberikan kepada masyarakat lokal yang sudah menetap cukup lama melalui kelembagaan yang sudah ada atau dibentuk baru, seperti koperasi atau kelompok nelayan. Koperasi atau kelompok ini harus ditingkatkan keberadaannya melalui pemberdayaan dan pendampingan.SaranII. Hak pengusahaan perairan pesisir sebaiknya dirubah menjadi pemanfaatan perairan pesisir, dan dalam pemanfaatannya dapat diberikan izin dengan mengutamakan pemberian izin kepada masyarakat lokal yang bergabung dalam bentuk kelompok masyarakat atau koperasi. Patut dihindari pemikiran adanya perbedaan rezim antara daratan dengan lautan, mengingat konteks pesisir sendiri merupakan wilayah peralihan antara daratan dengan lautan. Namun, berapapun jangka waktu yang diberikan sebenarnya tidak menjadi masalah, karena yang terpenting adalah pelaksanaan terhadap aturan tersebut dan tidak terjadi perbedaan dengan aturan pelaksana atau aturan di daerah.Pemanfaatan perairan pesisir merupakan upaya menggunakan bagian-bagian tertentu dari perairan pesisir untuk usaha ekonomi terhadap sumber daya pesisir dan pulau-pulau kecil yang mencakup atas permukaan laut dan kolom air sampai dengan permukaan dasar laut pada batas keluasan tertentu. Usaha ekonomi termasuk didalamnya untuk usaha pertambangan, minyak dan

  • 38

    Hak Pengusahaan Perairan Pesisir: Tinjauan Aspek Ekonomi, Lingkungan, dan Sosialgas, perhubungan, perikanan, pariwisata bahari, dan pemanfaatan lainnya. Dalam perubahan terhadap Undang-Undang Nomor 27 Tahun 2007 tentang Pengelolaan Wilayah Pesisir dan Pulau-Pulau Kecil yang terpenting adalah penegakan hukum terhadap pelanggaran yang dilakukan.Izin pemanfaatan perairan pesisir yang diberikan oleh pemerintah dikoordinasikan oleh kementerian koordinasi, bukan dari kementerian teknis agar tidak terjadi ego-sektoral dalam proses perizinan agar memudahkan penanaman modal.

  • 39

    BIBLIOGRAFI

    BukuBadan Pusat Statistik Kabupaten Alor. 2012. Alor dalam Angka 2012. Badan Pusat Statistik Kabupaten Alor. Kalabahi. Badan Pusat Statistik Kabupaten Wakatobi. 2011. Wakatobi dalam Angka 2011. Kerjasama Badan Pusat Statistik Kabupaten Wakatobi dengan Badan Perencanaan Pembangunan, Penanaman Modal, Penelitian dan Pengembangan Daerah Kabupaten Wakatobi. Wangi-Wangi. Fauzi, A. 2010. Ekonomi Perikanan: Teori, Kebijakan, dan Pengelolaan. Penerbit PT Gramedia Pustaka Utama. Jakarta.Kementerian Kelautan dan Perikanan. 2011. Kelautan dan Perikanan dalam Angka 2011. Pusat Data Statistik dan Informasi Kementerian Kelautan dan Perikanan. Jakarta.Saaty, T.L. 1988. Decision Making for Leaders:The Analytical Hierarchy Process for Decisions in a Complex World. RWS Publication, Pittsburgh.Suseno. 2007. Menuju Perikanan Berkelanjutan. Cetakan Pertama. Penerbit Pustaka Cidesindo. Jakarta.

    LaporanBadan Perencanaan Pembangunan Nasional (Bappenas), GIZ GmbH Good Governance/Decentralisation Program, dan Provincial Governance Strengthening Programme (PGSP). 2011. Analisis Perspektif, Permasalahan dan Dampak Dana Alokasi Khusus (DAK): White Paper. November 2011. Badan Perencanaan Pembangunan Nasional (Bappenas), GIZ GmbH Good Governance/Decentralisation Program, dan Provincial Governance Strengthening Programme (PGSP). Jakarta.

  • 40

    Hak Pengusahaan Perairan Pesisir: Tinjauan Aspek Ekonomi, Lingkungan, dan Sosial

    Coral Reef Rehabilitation and Management Program (Coremap), Satker Dinas Kelautan dan Perikanan Kabupaten Wakatobi, dan CV Wahana Bahari. 2009. Laporan Akhir Penelitian Tingkat Kabupaten. Wakatobi. Sulawesi Tenggara.Dinas Kelautan dan Perikanan Kabupaten Wakatobi. 2011. Coral Reef Rehabilitation and Management Program Phase II (Coremap II) Kabupaten Wakatobi 2011. Wangi-Wangi. Kabupaten Wakatobi. Provinsi Sulawesi Tenggara.Putusan Mahkamah Konstitusi Nomor 3/PUU-VIII/2010.

    SkripsiBaharudin, S. 2011. Pergeseran Nilai Tradisional Suku Bajo dalam Perlindungan dan Pemanfaatan Sumberdaya Laut Taman Nasional Wakatobi. Skripsi. Departemen Konservasi Sumberdaya Hutan dan Ekowisata. Fakultas Kehutanan. Institut Pertanian Bogor. Tidak Diterbitkan.WawancaraWawancara dengan Armand, Koordinator Jaringan Pengembangan 1. Kawasan Pesisir, Kendari, Sulawesi Tenggara, 1 Juli 2012.Wawancara dengan Badan Lingkungan Hidup Daerah Kabupaten Alor, 2. Kalabahi, Alor, Nusa Tenggara Timur, 24 Juli 2012.Wawancara dengan Bappeda Kabupaten Wakatobi, Wangi-Wangi, 3. Wakatobi, Sulawesi Tenggara, 4 Juli 2012.Wawancara dengan Bupati Wakatobi, Wangi-Wangi, Sulawesi Tenggara, 4. 3 Juli 2012.Wawancara dengan Dinas Kelautan dan Perikanan Kabupaten Wakatobi, 5. Wangi-Wangi, Sulawesi Tenggara, 3 Juli 2012.Wawancara dengan Direktorat Polisi Air Provinsi Sulawesi Tenggara, 6 6. Juli 2012.Wawancara dengan Dinas Kelautan dan Perikanan Kabupaten Alor, 7. Kalabahi, Alor, Nusa Tenggara Timur, 23 Juli 2012.Wawancara dengan Tim Pengkajian Penetapan dan Perancangan 8. Pengelolaan Laut Sawu, Kalabahi, Alor, Nusa Tenggara Timur, 22 Juli 2012.Wawancara dengan WWF, Wangi-Wangi, Sulawesi Tenggara, 4 Juli 2012.9.

  • * Penelitian yang dilakukan pada tahun 2012** Peneliti Pertama pada Pusat Pengkajian dan Pengolahan Data dan Informasi (P3DI) Hubungan Internasional Sekretariat Jenderal DPR RI. Dapat dihubungi melalui [email protected]

    Bagian Kedua

    NILAI STRATEGIS CORAL TRIANGLE INITIATIVEBAGI MASYARAKAT WILAYAH PESISIR

    DAN PULAU-PULAU KECIL DI INDONESIA*

    Lisbet Sihombing, S.Ip., M.Si.**

  • 43

    BAB IPENDAHULUAN

    Latar BelakangA. Wilayah segitiga terumbu karang (coral triangle) sering kali disebut sebagai wilayah yang kaya akan keberagaman (mega diversity) sumberdaya alam di laut. Wilayah coral triangle merupakan tempat ideal bagi berbagai jenis ikan untuk bertelur dan membesarkan anaknya karena memiliki perairan relatif hangat dengan arus kuat. Wilayah ini pun diperkuat dengan adanya aneka ekosistem lain yang juga turut mendukung kekayaan alam di wilayah tersebut seperti, mangrove dan lamun. Terumbu karang terdapat banyak bahan-bahan kimia sehingga mempunyai nilai ekonomi yang tinggi karena mempunyai potensi untuk obat-obatan (bioaktif) dan untuk bahan kosmetik yang bermutu tinggi.1 Sebagai contoh, di perairan laut banyak terdapat bakteri-bakteri yang menghasilkan eksopolisakarida (ESP), yaitu suatu polimer karbohidrat yang dapat digunakan dalam industri kosmetika, farmasi, pangan, dan bioremediasi, atau dipergunakan sebagai bahan plastik yang ramah lingkungan. Dari berbagai potensi tersebut dapat diperkirakan bahwa nilai keseluruhan pelayanan dan sumberdayanya sendiri mencapai setidaknya 61,9 miliar dollar AS per tahun.2Terumbu karang juga sangat berperan penting dalam melindungi pantai serta menyediakan pekerjaan bagi masyarakat pesisir. Sekitar 500 juta orang di dunia menggantungkan nafkahnya pada terumbu karang, termasuk di dalamnya 30 juta yang bergantung secara total pada terumbu karang sebagai penghidupan. Terumbu karang di Indonesia memberikan keuntungan pendapatan sebesar 1,6 miliar dollar AS per tahun. Tidak hanya itu saja, para ahli juga memperkirakan terumbu karang yang sehat dapat menghasilkan 25 ton ikan per tahunnya. Selain itu, objek wisata terumbu karang yang sehat dan bagus akan menarik minat wisatawan untuk berkunjung dan diperkirakan sekitar 20 juta penyelam, menyelam dan menikmati terumbu karang per tahun.31 Wawancara dengan Kepala Bagian Hidrologi Laut Institut Pertanian Bogor, Dietriech G Bengen di Jakarta tanggal 16 November 2011.2 CTI-CFF Langkah Maju Pelestarian Terumbu Karang, Business News, 8176/2-11-2011, hal 6-7.3 Ibid.

  • 44

    Nilai Strategis Coral Triangle Initiative bagi Masyarakat Wilayah PesisirSayangnya, keberagaman tersebut akan punah karena pola hidup masyarakat pesisir. Pola hidup masyarakat pesisir yang merusak itu menyangkut cara penangkapan ikan yang masih menggunakan bom, obat bius (potasium), pukat harimau, serta adanya pembangunan pesisir yang destruktif. Sebagai contoh, di Kota Kendari, Kabupaten Wakatobi maupun Kabupaten Alor, masyarakat pesisir masih banyak yang membangun pondasi rumahnya dengan mengambil karang-karang laut.4 Selain itu, masih banyak terdapat pelanggaran-pelanggaran penangkapan ikan dengan dengan menggunakan cara-cara yang destruktif seperti dengan menggunakan bom maupun obat bius (potasium) padahal wilayah-wilayah tersebut merupakan wilayah-wilayah yang seharusnya dilindungi (Taman Nasional).Jumlah terumbu karang sehat yang ada di Indonesia, tapi lama kelamaan justru semakin menurun. Kerusakan atau hilangnya ekosistem terumbu karang memiliki dampak besar bagi perikanan dunia. Apabila terumbu karang di daerah-daerah tersebut tidak dapat terkelola dengan baik maka tidak mungkin selama beberapa tahun ke depan, jumlahnya akan terus meningkat. Sebesar 37.1 % terumbu karang di Indonesia berada pada status cukup. Jumlah ini hanya sedikit melampaui jumlah terumbu karang yang memiliki status kurang yakni sebesar 31.45%. Sedangkan yang berada pada status baik hanya mencapai 25.89% bahkan status sangat baik hanya sebesar 5.56%. Kondisi terumbu karang terparah berada pada wilayah Indonesia bagian Timur yakni sebesar 40.69%.5 Lebih lanjut, Sebesar tiga puluh % dari ekosistem terumbu karang ini telah rusak, hanya sejumlah enam puluh % yang masih bisa pulih. Padahal, keberlanjutan ekosistem itu mempengaruhi sekitar 120 juta masyarakat yang hidupnya tergantung pada laut.6 Indonesia telah menjadi negara pengekspor biota laut terbesar. Komoditi ekspornya yang terutama adalah karang hias yang menjadi elemen penting dalam akuarium biota laut. Total ekspor karang Indonesia pada 2008 telah mencapai 973.003 potong. Dari jumlah itu, hanya 29% atau 282.006 potong yang berasal dari koral hasil cangkok. Sebanyak 690.937 potong masih diambil langsung dari alam. Kondisi itu perlu diwaspadai, karena pasar semakin sadar akan kelestarian lingkungan. Bahkan, saat ini Filipina melakukan moratorium pengambilan 4 Wawancara dengan Koordinator program jaringan wilayah pesisir, di Kendari tanggal 1 Juli 2012 dan wawancara dengan Dirpolair Kendari, Wayan Pinatih dan jajarannya, di Kendari tanggal 6 Juli 2012.5 Marine and Fisheries in Figures Year 2010, hal 98.6 Terumbu Karang Sumber Ikan Dunia, Kompas, 4 November 2011 hal 14.

  • 45

    Lisbeth Sihombing, S.IP., M.Si.karang alam sambil mengembangkan proyek transplantasi karang. Sayangnya, Indonesia masih beranggapan bahwa moratorium pengambilan karang ini tidak perlu dilakukan di Indonesia. Kendati demikian, Indonesia tetap memandang penting adanya komitmen untuk mengembangkan transplantasi karang serta mendorong sertifikasi ecolabelling untuk biota laut. Ecolabelling inilah yang nantinya akan memastikan bahwa proses budi daya karang di alam ataupun transplantasi memenuhi standar kelayakan lingkungan. Memang hal ini akan menambah biaya produksi bagi produsen, tapi dalam jangka panjang, ecolabelling akan menjadi branding yang membedakan karang asal Indonesia dengan produk negara lain apalagi dengan kualitas karang yang bagus.7Terumbu karang ditempati oleh 25% biota laut dunia, 350 spesies biota laut dunia. Terumbu karang dan ekosistem lain yang terkait, seperti padang lamun, rumput laut dan mangrove adalah ekosistem laut terkaya di dunia. Sekitar 0,7% dari luas laut dunia atau sekitar 284,300 km2 adalah terumbu karang.8Terumbu karang di Indonesia pada umumnya terletak disekeliling pulau-pulau kecil karena tidak ada beban dari daratan yang dapat membebani laut karena airnya tidak keruh dan tidak ada sedimen.9 Dengan kondisi yang demikian, seharusnya kondisi terumbu karang ini masuk kedalam kategori sangat baik. Namun, faktanya, status kondisi terumbu karang di Indonesia pada tahun 2009 lebih banyak masuk ke dalam kategori cukup. Hal ini dapat terlihat dengan jelas pada tabel di bawah ini.

    Tabel 1: Status Kondisi Terumbu Karang di Indonesia Tahun 2009

    LokasiStatus (Dalam persentase)

    Sangat Baik Baik Cukup Kurang Total LuasBarat 444 5.86 27.48 34.01 32.66 100Tengah 274 5.11 30.29 44.89 19.71 100Timur 290 5.52 19.31 34.48 40.69 100Indonesia 1008 5.56 25.89 37.1 31.45 100Sumber: Marine and Fisheries in Figures Year 2010, hal 98.

    Keterangan:Sangat baik : 75 100 % tutupan karang hidupBaik : 50 74 % tutupan karang hidup7 Hobi Yang Terus Tumbuh, Koran Tempo, 28 Juli 2011, hal. A13.8 CTI-CFF Langkah Maju Pelestarian Terumbu Karang, loc. cit.9 Wawancara dengan Kepala Bagian Hidrologi Laut Institut Pertanian Bogor, Dietriech G Bengen di Jakarta tanggal 16 November 2011.

  • 46

    Nilai Strategis Coral Triangle Initiative bagi Masyarakat Wilayah PesisirCukup : 25 49 % tutupan karang hidupKurang : 0 24 % tutupan karang hidup Sebagaimana yang terlihat pada tabel diatas, sebesar 37.1% terumbu karang di Indonesia berada pada status cukup. Jumlah ini hanya sedikit melampaui jumlah terumbu karang yang memiliki status kurang yakni sebesar 31.45%. Sedangkan yang berada pada status baik hanya mencapai 25.89% bahkan status sangat baik hanya sebesar 5.56%. Dari tabel tersebut dapat terlihat kondisi terumbu karang terparah berada pada wilayah Indonesia bagian Timur yakni sebesar 40.69%. Apabila terumbu karang di daerah-daerah tersebut tidak dapat terkelola dengan baik maka tidak mungkin selama beberapa tahun ke depan, jumlahnya akan terus meningkat.Perumusan Masalah dan Pertanyaan PenelitianB. Terumbu karang yang seyogyanya memberikan banyak manfaat tersebut saat ini telah berada dalam ancaman. Ancaman yang dimaksud antara lain kegiatan penangkapan ikan secara destruktif, penangkapan ikan secara berlebihan (overfishing), dan adanya perubahan iklim. Penangkapan ikan secara destruktif atau dengan menggunakan bom dilansir merupakan penyebab kerusakan yang utama. Kendati demikian, penangkapan ikan secara berlebihan dengan jaring muro-ami dan penambangan karang untuk kapur bangunan juga merupakan penyebab kerusakan karang. Adanya perubahan iklim (climate change) global dan tekanan eksploitasi pun telah menyudutkan ekosistem terumbu karang di tempat yang sangat rentan. Salah satu dampak dari perubahan iklim terhadap kehidupan biota laut adalah terjadinya pemutihan karang (bleaching). Pada tahun 1998 tercatat antara 10-15% terumbu karang dunia mengalami kematian yang berdampak lanjut hingga saat ini sekitar 15% dari karang dunia rusak setiap tahun.10 Oleh karena itu, sebagai negara Maritim, Indonesia perlu memberikan perhatian serius terhadap kerusakan terumbu karang sebagai dampak perubahan iklim.Inisiatif Indonesia dalam mewujudkan kerja sama Regional Coral Triangle

    Initiative (CTI) menunjukkan betapa besar perhatian dan peran Indonesia dalam upaya meyelamatkan sumber daya pesisir dan laut di wilayah Indonesia maupun wilayah pusat segitiga karang dunia tersebut. Inisitatif tersebut juga merupakan upaya dalam melakukan langkah-langkah nyata dalam menghadapi perubahan iklim yang sedang terjadi.11 Hal ini adalah wajar 10 Freddy Numberi, Perubahan Iklim; Implikasinya terhadap Kehidupan di Laut, Pesisir dan

    Pulau-Pulau Kecil, (Jakarta: Fortuna Prima Makmur, 2009), hal 52.11 Ibid, hal 117-125.

  • 47

    Lisbeth Sihombing, S.IP., M.Si.mengingat Indonesia memiliki 14.000 jenis terumbu karang yang tersebar di 243 lokasi di seluruh kepulauan Nusantara dengan total luas mencapai lebih dari 85.000km2.12Namun, tindakan yang dilakukan oleh pemerintah sebagai bentuk respons terhadap kondisi ini dianggap masih belum optimal. Sudah banyak terdapat info ataupun pemberitaan mengenai keindahan alam laut Indonesia (terumbu karang) baik di media elektronik maupun cetak. Bahkan, tidak jarang pula diberitakan bahwa kondisinya (terumbu karang) saat ini telah semakin memprihatinkan.Di samping itu, manfaat dari keikutsertaan Indonesia di kerja sama CTI belum dapat dirasakan oleh masyarakat Indonesia terutama masyarakat pesisir. Sebagai contoh, Salah satu proyek CTI di Indonesia, Sulu Sulawesi Marine Ekoregion (SS-ME) yang disepakati Indonesia, Malaysia dan Filipina pada tanggal 13 Februari 2004. Pelaksanaannya, pengelolaan Laut Sulu Sulawesi justru menempatkan nelayan dan masyarakat pesisir, dengan kearifan lokal dan tradisi kebahagiaannya, sebagai pelengkap saja.13 Padahal, akan lebih baik apabila masyarakat pesisir juga dilibatkan dalam proses pelestarian dan pengelolaan terumbu karang. Sebagai negara yang memiliki wilayah terumbu karang terbesar di dunia, Pemerintah seyogyanya mengajak masyarakat serta para pemangku kepentingan lainnya untuk bersama-sama melestarikan keindahan alam terumbu karang tersebut. Oleh karena itu, tulisan ini hendak meneliti tentang apa yang menjadi nilai strategis CTI bagi masyarakat di wilayah pesisir dan pulau-pulau kecil di Indonesia? Adapun pertanyaan penelitiannya adalah sebagai berikut:Apakah yang dimaksud dengan 1. Coral Triangle Initiative?Apa nilai Strategis 2. Coral Triangle Initiative bagi masyarakat di wilayah pesisir dan pulau-pulau kecil di Indonesia?

    Maksud dan Kegunaan PenelitianC. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui:Apa yang dimaksud dengan 1. Coral Triangle Initiative?Apa nilai Strategis 2. Coral Triangle Initiative bagi masyarakat di wilayah pesisir dan pulau-pulau kecil di Indonesia?12 Andy A. Zaelany dan Ary Wahyono, Konflik Pengelolaan Konservasi Laut COREMAP dengan Adat di Perairan Buton, LIPI: Jurnal Masyarakat Indonesia Edisi XXXVI, No., 2, 2010, hal 158. 13 Segitiga Terumbu Karang Dunia; Inisiatif Pengelolaan Belum Tampak, Kompas, 31 Oktober 2011, hal 13.

  • 48

    Nilai Strategis Coral Triangle Initiative bagi Masyarakat Wilayah PesisirSelain itu, kegunaan dari penelitian ini ditujukan bagi parlemen RI yang memiliki peranan penting untuk melakukan fungsi pengawasan terhadap program-program pelestarian terumbu karang terutama yang menyangkut dalam kerangka kerja sama Coral Triangle Initiative. D. Kerangka PemikiranPenelitian ini menggunakan kerangka pemikiran kerja sama regional. Menurut Andrew Hurrell, regionalisme dibedakan menjadi lima kategori14 yaitu pertama, regionalization. Regionalization merupakan perkembangan suatu integrasi sosial dalam suatu kawasan yang secara tidak langsung merupakan suatu proses interaksi sosial dan ekonomi. Kedua, kesadaran dan identitas regional (regional awareness and identity), adalah suatu persepsi bersama (shared perception) yang dimiliki oleh komunitas khusus yang didasarkan oleh faktor-faktor internal, sering didefinisikan sebagai suatu kesamaan budaya, sejarah maupun tradisi agama. Juga dapat didefinisikan sebagai bentuk ancaman keamanan maupun tantangan budaya sebagai pengaruh factor eksternalnya.

    Ketiga, kerjasama antar negara dalam kawasan (regional interstate co-operation) merupakan kerjasama yang dibentuk untuk beberapa tujuan tertentu seperti upaya untuk menghadapi tantangan eksternal serta melakukan koordinasi terhadap kondisi regional dalam lembaga-lembaga internasional maupun dalam perundingan-perundingan internasional. Selain itu kerja sama regional akan dapat meningkatkan stabilitas keamanan, pemahaman terhadap nilai-nilai bersama serta mengatasi masalah-masalah bersama, terutama terhadap masalah-masalah yang timbul akibat adanya peningkatan rasa saling tergantung antara satu negara dengan negara lainnya dalam kawasan tersebut. Keempat, integrasi regional yang dikembangkan oleh negara (state-promoted regional integration). Adapun penekanan dari integrasi ini lebih kepada integrasi ekonomi regional. Integrasi regional meliputi suatu pengambilan kebijakan khusus oleh pemerintah-pemerintah suatu negara yang dibentuk untuk mengurangi adanya kendala-kendala terhadap pergerakan barang, jasa, modal serta tenaga kerja.

    Kelima, kohesi regional. Kohesi regional merupakan gabungan dari keempat proses sebagaimana yang telah disebutkan diatas yang akan menciptakan adanya suatu kepaduan (kohesi) serta konsolidasi suatu unit regional. Kohesi dapat dipahami melalui dua pengertian, yakni pertama, ketika sutu kawasan memainkan peranan penting bagi kawasan tersebut maupun terhadap kawasan 14 Teuku May Rudy SH, Studi Strategis dalam Transformasi Sistem Internasional Pasca Perang

    Dingin, (Bandung: PT Refika Aditama, 2002), hal 84-85.

  • 49

    Lisbeth Sihombing, S.IP., M.Si.lainnya dan kedua, yaitu ketika suatu kawasan membentuk suatu pengaturan yang didasarkan atas suatu kebijakan yang mencakup suatu isu tertentu. Kerja sama regional merujuk kepada adanya interdependensi antar negara yang dikembangkan untuk memecahkan masalah bersama dalam hal ini menjaga kelestarian terumbu karang.15 Lebih lanjut, kerjasama regional memiliki beragam bentuk mengacu pada isu-isu yang menjadi kesepakatan bersama.16 Adapun tingkat-tingkat kerjasama regional dapat dibagi menjadi lima jenis, yakni:17 Pertama, asosiasi. Asosiasi merupakan pertemuan negara-negara untuk membahas suatu isu tertentu namun belum sampai pada tingkat merumuskan aturan bersama. Kedua, koordinasi. Koordinasi adalah pertemuan antar negara yang sudah terdapat kesepakatan dari masing-masing negara untuk saling membantu dalam menangani isu-isu tertentu. Ketiga, harmonisasi. Harmonisasi yaitu suatu tingkatan dimana masing-masing negara saling melakukan adaptasi dan penyesuaian-penyesuaian terhadap kebijakan luar negeri negara-negara lain namun belum sampai terdapat kesepakatan menyangkut masalah kewenangan otoritas, norma-norma yang akan dipakai bersama, apalagi mengenai struktur kerjasama. Keempat, integrasi yang sudah mengarah pada pembentukan norma bersama serta terwujud dalam sebuah organisasi regional yang diserahi semacam otoritas wewenang. Integrasi yang bersifat sepenuhnya seperti Uni Eropa yang telah memiliki organ-organ yang lengkap dan mengarah pada terbentuknya supranasional. Namun ada juga yang bersifat sebagian seperti ASEAN yang hanya terintegrasi pada aspek-aspek tertentu saja. CTI masuk ke dalam kategori jenis kerjasama yang terintegrasi namun hanya sebagian.

    15 Nuraeini S, Deasy Silvya, Arfin Sudirman, Regionalisme; Dalam Studi Hubungan Internasional, (Yogyakarta; Putaka Pelajar, 2010), hal 9.16 Ibid, hal 79.17 Ibid, hal 82-85.

  • 51

    BAB IIMETODOLOGI PENELITIAN

    Tempat dan WaktuI. Penelitian dilakukan di dua provinsi. Pertama adalah Provinsi Sulawesi Tenggara pada tanggal 1 Juli 2012-7 Juli 2012. Di Sulawesi Tenggara, penelitian dilakukan dengan pejabat-pejabat di Kendari dan Wakatobi. Di Kendari, wawancara dilakukan ke Dinas Kementerian Kelautan dan Perikanan dan Badan Perencanaan Pembangunan Daerah Propinsi Sulawesi tenggara. Selain di Kendari, wawancara juga dilakukan di Kabupaten Wakatobi. Di Wakatobi, wawancara dilakukan ke Bupati Wakatobi, LSM seperti World Wildlife Fund (WWF), Dinas Kelautan dan Perikanan, Badan Lingkungan Hidup Daerah dan Badan Perencanaan Pembangunan Daerah Kabupaten. Selain itu, penelitian juga dilakukan di Provinsi Nusa Tenggara Timur pada tanggal 22 Juli 2012-28 Juli 2012. Di Propinsi Nusa Tenggara Timur, penelitian dilakukan dengan pejabat-pejabat di Kupang dan Kabupaten Alor. Di Kupang, wawancara dilakukan ke LSM The Nature Conservancy (TNC) serta Tim Pengkajian Penetapan dan Perancangan Pengelolaan Laut Sawu. Sedangkan di Kabupaten Alor, wawancara dilakukan di Dinas Kementerian Kelautan dan Perikanan, Badan Lingkungan Hidup Daerah, Bupati dan pejabat dinas di Badan Perencanaan Pembangunan Daerah.

    Cara Pengumpulan DataII. Pengumpulan data dilakukan melalui studi pustaka dari berbagai media cetak maupun elektronik, internet serta laporan-laporan mengenai kondisi terumbu karang dan kegiatan-kegiatan Coral Triangle Initiative. Selain itu, pengumpulan data juga dilakukan melalui forum discussion group dengan nara sumber dari para pejabat Pemerintah seperti Kementerian Kelautan dan Perikanan maupun Lembaga Swadaya Masyarakat seperti WWF dan TNC. Setelah mendapatkan gambaran tentang perkembangan terkini tentang hal-hal tersebut, penulis melakukan wawancara mendalam (in-depth interview) dengan pihak-pihak terkait seperti para Pejabat dari Kementerian Kelautan dan Perikanan baik di Pusat maupun di daerah dan pendapat pakar dari

  • 52

    Nilai Strategis Coral Triangle Initiative bagi Masyarakat Wilayah PesisirInstitut Pertanian Bogor di Bogor dan Jakarta. Hal ini dilakukan agar penulis mendapatkan gambaran komprehensif bagi para Anggota Parlemen. Metode Analisis DataIII. Penelitian ini menggunakan metode kualitatif karena bersifat menggambarkan tentang perkembangan kegiatan Coral Triangle Initiative maupun kondisi terkini terumbu karang yang ada di Indonesia. Selain itu, metode ini dilakukan melalui analisis data primer dan data sekunder. Analisis data primer dilakukan melalui penelitian ke lapangan (field research) dan melakukan wawancara langsung dengan para penjabat yang terkait dengan kegiatan Coral triangle Initiative dan pelestarian terumbu karang di Indonesia. Sedangkan analisis data sekunder dilakukan melalui pencarian data serta informasi di laporan-laporan Kementerian Kelautan dan Perikanan, serta media cetak maupun elektronik.

  • 53

    BAB IIICORAL TRIANGLE INITIATIVE

    Kawasan Coral Triangle Initiative merupakan kawasan perlindungan laut yang sangat kaya akan keanekaragaman sumber daya alam bawah laut. DIantara keenam negara anggota CTI, Indonesia yang memiliki kawasan paling luas dan yang paling beragam jenis terumbu karangnya. Hal ini dapat menjadi keuntungan bagi Indonesia selama terumbu karang dapat terawat dengan baik. Sayangnya kondisi terumbu karang saat ini di beberapa tempat masih ada yang kurang baik. Di Teluk Kendari beberapa waktu yang lalu, masih terdapat terumbu karang tapi sekarang sudah tidak ada karena sedimentasi teluk. Saat ini, ada banyak substrat terumbu karang yang tertutup oleh lumpur. Selain itu terdapat dilema yakni penggunaan alat tangkap linggis untuk menangkap ikan abalon masih diperbolehkan padahal alat tangkap ini dapat merusak terumbu karang.18 Masyarakat pesisir membangun rumahnya dengan menggunakan batu karang karena lebih murah. Padahal hal ini bisa menyebabkan abrasi. Direktorat polisi air tidak secara spesifik memantau berapa banyak bongkahan batu karang yang telah diambil tapi saat ini sudah semakin banyak jumlah penduduk di pesisir yang membangun rumahnya menggunakan batu karang.19Kabupaten Wakatobi terdiri dari 142 pulau tapi yang berpenghuni dan hanya tujuh pulau yang berpenghuni. Pemerintah Pusat sampai saat ini masih belum menganggap bahwa terumbu karang itu sangat penting penting. Hal ini dikarenakan masih tidak adanya insentif bagi daerah yang menjaga terumbu karangnya. Pemerintah Pusat hanya memikirkan pendapatan yang disetorkan ke sana. Daerah pesisir yang melindungi taman nasional atau cagar biosfer yang punya nilai harus punya perlakuan khusus dari negara (anggaran khusus). Kabupaten Wakatobi mempunyai luas yang merupakan seluas taman nasional. Wakatobi terdiri dari 97% lautan sedangkan daratan 3%. 18 Wawancara dengan Koordinator Program Jaringan Wilayah pesisir, di Kendari tanggal 1 Juli 2012.19 Wawancara dengan Dirpolair Kendari, Wayan Pinatih dan Jajarannya, di Kendari tanggal 6 Juli 2012.

  • 54

    Nilai Strategis Coral Triangle Initiative bagi Masyarakat Wilayah PesisirUntuk itu, diperlukan adanya cara pandang visioner untuk membangun daerah. Potensi dasar laut sangat tinggi: berdasarkan penelitian dari walace ada 942 jenis ikan dan 750 hard coral dan soft coral. Jumlah yang banyak dari total 850 jenis yang ada di dunia. Oleh karena itu disebut biodiversity: CTI. Pesisir menjadi barometer penting pembangunan di wilayah indonesia. Hal ini disentuh dengan UU. Harus ada reorientasi dari daratan ke lautan. Wakatobi terima penghargaan sebagai cagar biosfer di Paris tanggal 9-11 juli 2012. Wakatobi mendapat penghargaan karena menjaga biota laut. Penambangan yang merupakan sumber APBD dinomor sekiankan. Wakatobi juga mendapat insentif fiskal sebagai pendapatan daerah. Kabupaten Wakatobi menyerap karbon paling tinggi. Pemda wakatobi tidak menjadikan pembangunan jalan dan jembatan sebagai prioritas. Penganggaran Dana Alokasi Khsusu masih kurang karena wakatobi dipandang sebagai daerah kepulauan padahal dari jumlah penduduk dan wilayah kalo dihitung berasarkan hal itu, wakatobi dianggap sebagai continent.Pemerintah daerah Wakatobi sedang berupaya membangun daerahnya, melalui:

    Ecotourism.1. Yang dimaksud dengan ecotourism adalah bidang pariwisata yang ramah lingkungan. Bidang pariwisata sangat diminati karena keindahan bawah lautnya yang sangat menarik.Fishery and marine2. . Selain di bidang pariwisata, upaya lain yang dilakukan adalah bidang perikanan dan kelautan. Hal ini dilakukan karena jumlah ikan yang melimpah.Wakatobi merupakan bisa menjadi pusat penelitian dunia. Tidak ada reward dari pemerintah/perlindungan dalam UU. Kabupaten Wakatobi sedang membangun Sekolah Tinggi Marine dan Protected Area Management. Sekolah tinggi ini dibangun seluas 45 km2. Untuk 6 negara CTI. Bekerjasama dengan universitas dari negara2 lain dimana semua periset akan berkumpul di sekolah ini. Awalnya ingin didirikan di Bali tapi paling pas ada di wakatobi karena terletak antara laut Flores dan laut Banda: wakatobi terletak ditengah-tengahnya. Pakai biaya Anggaran Pendapatan Belanja Negara (APBN) atas kerjasama pemerintah pusat dan daerah. Sekolah ini diharapkan mejadi kekuatan besar bagi indonesia sebagai pusat pendidikan kelautan.20Wakatobi merupakan salah satu daerah yang terkenal dengan objek wisata bawah lautnya. Jumlah wisatawan meningkat menjadi 200 %. Tantangan di pariwisata wakatobi adalah penerbangan yang terbatas jumlahnya. Wisatawan manca negara paling banyak datang ke wakatobi dari inggris karena tomia dive

    20 Wawancara dengan Bupati Wakatobi, Hugua, di Wakatobi tanggal 3 Juli 2012.

  • 55

    Lisbeth Sihombing, S.IP., M.Si.

    ressort yang dikelola oleh Loren. Sedangkan Tomia punya bandara sendiri. Ada paket paling murah 3000 US $ dengan paket hotel, restoran dan penerbangan dengan jet dari bali langsung ke tomia. Sekarang mau bidik wisatawan dari asia karena eropa lagi krisis. Bikin pameran di Jepang dan Malaysia. Para divers menjaga lingkungan, tidak akan merusak terumbu karang.21Sektor andalan yang ada di Wakatobi adalah Pariwisata dan perikanan tapi masih terdapat kendala-kendala terhadap sektor andalan tersebut seperti masih adanya penambangan pasir dan masih banyak yang menggunakan bom untuk menangkap ikan. Kegiatan-kegiatan CTI tidak terjangkau di Wakatobi karena masih bersifat inisiatif. Yang dilakukan hanya berupa pertemuan-pertemuan Bupati dan di wilayah Coral Triangle. Harapan dari CTI: pemerintah memberikan adanya peningkatan kapasitas kepada masyarakat local diluar bantuan yang ada. Kapasitas: memberikan keahlian atau pendampingan supaya masyarakat mandiri. Adapun peran dari CTI: bisa mengisi kekurangan dari program Pemda yang sudah ada karena masih lemah dalam pendampingan. Reef health monitoring and survey bleeching dari WWF dan TNC yang terdapat di Wakatobi: tingkat pemulihan terumbu karang cukup bagus karena kondisi perairan masih jauh dari industri. Jadi, Kondisi terumbu karang di wakatobi masih cukup bagus ketimbang wilayah lain.22Kerja sama CTI tidak ada implementasi langsung ke masyarakat berbeda dengan IMAX dan Coremap karena kebijakan masih dilevel atas padahal kalau presentasi di kongres-kongres hasilnya bagus. Saat ini, CTI nebeng dengan kegiatan Coremap (Coremap-CTI) akibat beberapa masukan di kongres yakni para ahli yang menangani CTI. Presentasi bagus tapi implementasi kurang. Wakatobi dapat menjadi pusat terumbu karang dunia (terletak di segitiga karang dunia). CTI harus masuk sampai ke level desa seperti kecamatan dan kelurahan sehingga tidak hanya pada level atas. Saat ini hanya sampai Bupati.23Yang jadi kekuatan dari Wakatobi adalah keindahan bawah lautnya termasuk terumbu karang. Antara rehabilitasi dan pemberdayaan bentrok karena fokus dari pembangunan ada di bidang jasa tapi bukan eksploitasi dan yang mau diperhatikan adalah wilayah laut. Oleh karena itu, Wakatobi diharapkan nantinya akan menjadi pusat penelitian kelautan bertaraf internasional. Tahun 2010, pertemuan para bupati yang wilayahnya terkenal dengan terumbu karang (CTI). Peran Bapeda: fasilitator para bupati yang terlibat 21 Wawancara dengan Kepala Dinas Pariwisata dan Kebudayaan Wakatobi, Tawaka, di Wakatobi tanggal 3 Juli 2012.22 Wawancara dengan Project Leader WWF Kantor Wakatobi, Sugianto, di Wakatobi tanggal 5 Juli 2012.23 Wawancara dengan Kepala Dinas Kelautan dan Perikanan Wakatobi, Hajifu, di Wakatobi tanggal 3 Juli 2012.

  • 56

    Nilai Strategis Coral Triangle Initiative bagi Masyarakat Wilayah Pesisirsebagai implementasi dari SKPD yakni mengawal kerjasama regional pada tempatnya. pemengarah ke laboratorium di pulau hoga. TNC desin lab yang dibiayai PEMDA di Pulau Hoga. Marine Protected Area Management (taraf Strata 2) yang biayai APBN tapi pembebasan lahan seluas 30 hektar adalah bagian PEMDA. Tantangan terkait CTI: implementasi untuk program CTI belum terjamah ke bawah. Masih sekedar wacana hanya berupa pertemuan-pertemuan saja. Ada internalisasi terhadap masyarakat dan pemerintah untuk melakukan visi wakatobi 2009. Kalau terumbu karang tidak rusak walau hanya bagian kecil tapi untuk merehabilitasinya butuh waktu lama dan dana yang besar.24Orang luar wakatobi sering masuk ke wilayah wakatobi dan melakukan pengrusakan lingkungan seperti pengeboman karang, penggunaan bius (potasium), dan pukat harimau pada tahun 2009. Wakatobi bukan hanya milik indonesia tapi juga dunia. Tantangan BLH: BLH sudah 6 bulan memberikan edukasi dan penyuluhan tentang pentingnya menjaga terumbu karang. Harus memperbanyak petugas lapangan dan diperlengkapi senjata di pos penjagaan. BLH masih tergantung pada hasil riset lembaga asing untuk melihat kondisi laut dan dalam pengendalian masyarakat.25Coral Triangle Initiative on Coral Reefs, Fisheries, and Food Security (CTI-CFF)

    merupakan kerja sama regional dari enam negara yang memiliki wilayah yang berdekatan dan memiliki tujuan untuk melestarikan dan pengelolaan terumbu karang, perikanan dan ketahanan pangan yang penting dan modern. CTI dideklarasikan pada pertemuan Asia Pacific Economic Cooperation (APEC) di Sydney, Australia pada tanggal 9 September 2007. Adapun Enam negara anggota CTI adalah Indonesia, Filipina, Malaysia, Timor Leste, Papua New Guinea dan Kepulauan Solomon. Wilayah Segitiga terumbu karang yang melingkupi keenam negara tersebut telah diakui oleh pakar kelautan dan perikanan sebagai center of marine megabiodiversity. Hal ini dikarenakan luas wilayah CTI ini adalah 75.000 km2. Selain itu, wilayah ini juga memiliki 500 spesies terumbu karang dan 3.000 spesies ikan.26Dalam rangka penyusunan Regional Plan of Action (RPoA) telah disepakati bahwa Indonesia sebagai Sekretariat regional CTI memiliki tugas pokok yaitu memfasilitasi pelaksanaan Pertemuan Pejabat Tinggi (Senior Official 24 Wawancara dengan Sekertaris Badan Perencanaan Pembangunan Daerah (BAPEDA) Wakatobi, Abdul Halim, di Wakatobi tang