buku harian_ belajar untuk tekun _ geotrek indonesia

5
Geotrek Indonesia “MEMANDANG ALAM DENGAN PENGERTIAN, JAUH LEBIH BERARTI DAN MENYUKAKAN HATI DARIPADA HANYA MENYAKSIKAN KEELOKANNYA.” (ALBERT HEIM, 1878) Oleh: Awang Harun Satyana “Gutta cavat lapidem non vi sed saepe cadento – tetesan air melubangi batu bukan karena kekuatannya tetapi karena menetesinya terus-menerus.” Sebanyak 5500 halaman dalam 72 buah buku tulis telah saya tulis dengan tulisan tangan selama 26 tahun (1984-2010). Itu adalah buku- buku harian saya. Buku harian bukan hanya untuk ditulis anak-anak remaja kala mereka jatuh cinta. Saat saya remaja malah saya tak menulis buku harian. Saya menulisnya sejak mahasiswa sampai baru empat tahun yang lalu mandeg dan belum melanjutkannya lagi karena rasanya tak ada waktu. Buku harian juga bukan hanya untuk ditulis anak perempuan, saya menulisnya sejak pemuda sampai menjadi bapak-bapak seperti sekarang. Buku harian juga bukan hanya berisi puisi cinta, di buku-buku harian saya tak ada puisi satu pun. Semuanya uraian narasi. Buku-buku yang saya gunakan untuk menulis pun hanya buku-buku tulis biasa yang sederhana, sama sekali bukan buku luks, bahkan yang berkunci seperti ada dijual di toko-toko buku. Menulis buku-buku harian sampai ribuan halaman selama 26 tahun rasanya telah mendidik saya untuk belajar tekun menulis dan bertahan Buku Harian: Belajar untuk Tekun Jan 19

Upload: indische-tuinbloemen

Post on 21-Oct-2015

14 views

Category:

Documents


0 download

DESCRIPTION

Ilmu Alam

TRANSCRIPT

Page 1: Buku Harian_ Belajar Untuk Tekun _ Geotrek Indonesia

Geotrek Indonesia

“MEMANDANG ALAM DENGAN PENGERTIAN, JAUH LEBIH

BERARTI DAN MENYUKAKAN HATI DARIPADA HANYA

MENYAKSIKAN KEELOKANNYA.” (ALBERT HEIM, 1878)

Oleh: Awang Harun Satyana

“Gutta cavat lapidem non vi sed saepe cadento – tetesan air

melubangi batu bukan karena kekuatannya tetapi karena menetesinya

terus-menerus.”

Sebanyak 5500 halaman dalam 72 buah buku tulis telah saya tulis

dengan tulisan tangan selama 26 tahun (1984-2010). Itu adalah buku-

buku harian saya. Buku harian bukan hanya untuk ditulis anak-anak

remaja kala mereka jatuh cinta. Saat saya remaja malah saya tak

menulis buku harian. Saya menulisnya sejak mahasiswa sampai baru

empat tahun yang lalu mandeg dan belum melanjutkannya lagi karena

rasanya tak ada waktu. Buku harian juga bukan hanya untuk ditulis

anak perempuan, saya menulisnya sejak pemuda sampai menjadi

bapak-bapak seperti sekarang. Buku harian juga bukan hanya berisi

puisi cinta, di buku-buku harian saya tak ada puisi satu pun.

Semuanya uraian narasi. Buku-buku yang saya gunakan untuk menulis

pun hanya buku-buku tulis biasa yang sederhana, sama sekali bukan

buku luks, bahkan yang berkunci seperti ada dijual di toko-toko buku.

Menulis buku-buku harian sampai ribuan halaman selama 26 tahun

rasanya telah mendidik saya untuk belajar tekun menulis dan bertahan

Buku Harian: Belajar untuk TekunJan

19

Page 2: Buku Harian_ Belajar Untuk Tekun _ Geotrek Indonesia

dari rasa bosan. Menulis buku harian juga rasanya telah mendidik saya

untuk berpikir sistematik dan analitik. Sistematik karena saya harus

mengurutkan kejadian-kejadian, analitik karena saya harus mengurai

setiap kejadian itu dan menuliskan kesan atasnya. Tekun, tahan,

sistematik dan analitik rasanya karakter-karakter yang dibutuhkan

untuk menjalani hidup.

Semua buku harian saya ditulis di sekitar tengah malam, saat yang

paling tepat buat saya, di tengah keheningan. Seperti kata Cicero,

“Ubi solitudinem faciunt, pacem appellant” (orang yang menciptakan

keheningan, dia juga yang membangkitkan kedamaian).

“Jatuh bangun” saya menulis buku-buku ini. Jatuh maksudnya ketika

saya beberapa minggu, bulan bahkan tahun tak menulis satu baris

kalimat pun. Bangun maksudnya ketika saya begitu rajin menulisinya

hampir setiap malam berhalaman-halaman. Masa tekun menulis buku-

buku ini adalah pada tahun 1984-2000, sebanyak 4700 halaman telah

saya tulis. Tahun 2001-2010, saya hanya bisa menulis 800 halaman,

dengan waktu beberapa tahun kosong tanpa menulis. Setelah saya

pikirkan, waktu kosong itu rupanya dikarenakan waktu saya mulai

banyak digunakan melakukan berbagai studi untuk menulis paper,

menyiapkan bahan-bahan presentasi di seminar-seminar sebagai

pembicara atau narasumber, menyiapkan bahan-bahan kursus, atau

menulis ratusan artikel ilmiah populer untuk bahan-bahan diskusi

melalui internet (milis, media sosial). Waktu menulis buku harian itu

rupanya telah tersita oleh kegiatan-kegiatan teknis saya menulis

banyak publikasi. Tetapi saya tak menyesalinya sebab publikasi-

publikasi itu bisa dibaca banyak orang, sementara buku-buku harian

hanya saya yang membacanya.

Karena merasa makin keteteran menulis buku harian, dari tahun 2006

sampai sekarang, saya hanya menulis jurnal harian, satu buku tebal

per tahun. Isinya tentang catatan-catatan pendek kegiatan harian

yang saya lakukan dan hal-hal lain yang saya anggap penting untuk

dicatat. Jurnal berbeda dengan buku harian. Jurnal hanya catatan

kegiatan dan hal-hal penting yang ingin dicatat, tidak naratif seperti

buku harian. Tetapi sebagai sumber data pribadi, jurnal lebih penting

daripada buku harian.

Pada waktu santai, saya suka membaca kembali buku-buku harian

saya itu. Saya ingin tahu bagaimana saya 30, 25, 20, 15, 10, 5 tahun

yang lalu, apa yang sedang saya kejar, pergumulkan, takutkan dan

senangi saat itu. Saya ingin tahu bagaimana perasaan saya saat awal

kuliah dulu, selama kuliah, menghadapi ujian sarjana, susah mencari

kerja, membina karier, berkeluarga, dsb., dsb., dsb. Buat saya, itu

adalah sebuah hiburan dan perenungan yang besar ketika membaca

kembali buku-buku harian itu. Bila saya tak mempunyai buku-buku

harian itu, saya tak bisa menggambarkan dengan persis bagaimana

Page 3: Buku Harian_ Belajar Untuk Tekun _ Geotrek Indonesia

← Gunung Ungaran –

Telomoyo – Merbabu – Merapi

Leave a Reply

perasaan saya 30-5 tahun yang lalu.

Menulis buku harian rasanya telah mendidik saya banyak hal,

terutama: ketekunan, daya tahan, berpikir sistematik dan analitik. Itu

ditempuh melalui proses menulis ribuan halaman selama 26 tahun. Hasil

dari proses menulis itu, yaitu buku-buku harian, bisa menjadi sumber

hiburan dan perenungan yang besar untuk saya. Tetapi kini, waktu

tenang menulis halaman demi halaman buku harian itu sudah semakin

sulit saya sediakan, tetapi keinginan untuk menulisnya lagi tetap

besar.

Bila dalam 25 tahun karier saya sebagai geologist telah menghasilkan

330 publikasi teknis/ilmiah, kekuatan untuk melakukan itu antara lain

harus dicari dari ketekunan dan konsistensi yang diperoleh melalui

menulis ribuan halaman buku harian selama 26 tahun.

Tidak ada sekolah yang mengajarkan ketekunan. Kita juga tak bisa

menjadi tekun dengan hanya meminta nasihat. Jalan satu-satunya

menuju ketekunan adalah melalui perbuatan yang terus-menerus dan

dengan sendirinya kita akan menjadi tekun. ***

Posted in Buku, Geotrek Indonesia, Ilmu Alam, Indonesia, Sejarah

Edit

About these ads

Occasionally , some of y our v isitors may see an adv ertisement here.

Tell me more | Dismiss this message

Enter your comment here...

Search Search

REC ENT POSTS

Buku Harian: Belajar untuk Tekun

Page 4: Buku Harian_ Belajar Untuk Tekun _ Geotrek Indonesia

Gunung Ungaran – Telomoyo – Merbabu – Merapi

Geo-Histori Plato Dieng

Para Meander Kalimantan Selatan

Makna di Balik Sebuah “Tahun”

Geo-Histori Sungai Brantas: Sumbu Kekuatan Politik Tahun 1000-

1500 M

Penyebab Kepindahan Pusat Kerajaan Mataram Hindu ke Jawa Timur

(928 Syaka/1006 M)

Esensi Pekerjaan Geologi: Studi Literatur, Lapangan, Analisis, Sintesis

Banggai Collision: Pulau Banggai-Terumbu Karang Hidup

yang Terangkat

Banggai Collision: Peleng Island-Australoid Microcontinent

Geotrek Indonesia

Banggai Collision: Terjepit di Antara Benturan Dua Benua

Banggai Collision: Celebes Molasse

Banggai Collision: Luwuk-Terumbu Karang Kuarter yang Terangkat

Banggai Collision Expedition (Sulawesi Timur), 1-8 Desember 2013

Pulau Manado Tua, Sulawesi Utara: Etnologi, Geologi, Biologi

Cekungan Gorontalo-Teluk Tomini, Sulawesi: Sebuah Enigma

Pemikiran Alternatif: Tukang Besi Tidak Membentur Buton

Paleoseismologi Laut Mati akan Terungkap melalui Pengeboran Ilmiah

Sulawesi: “Stegoland” & Island Dwarfism

ARC HIVES

Select Month

TOPIC S

Buku

Geo-Histori

Geologi

Geotrek Indonesia

Gunung Api

Ilmu Alam

Indonesia

Poster

Sejarah

Tokoh

REC ENT COMMENTS

Ridwan Hutagalung on Mengeluarkan Meratus dan Bayat…

gugun on Mengeluarkan Meratus dan Bayat…

wispaten on Relasi Hominid dan “Adam…

wispaten on Kronologi “Manusia Perta…