buku-1 dan buku ii untuk dicetak.pdf.pdf
TRANSCRIPT
Memahami Akuntansi Syariah di Indonesia Juni 2010
Copyright©2009 dilindungi oleh Undang-Undang www. ebookakuntansisyariah.com Page 1
Memahami
AKUNTANSI SYARIAH di INDONESIA ( MAS-IN )
Hak Cipta © 2009 dilindungi oleh Undang-Undang
Aplikasi pada Entitas Perbankan Syari’ah, Takaful,
Entitas Syariah lainnya dan Entitas Konvensional
yang Melakukan Transaksi Syariah
( Disertai dengan Soal- Soal Latihan Essay dan Kasus untuk
Memperdalam Pemahaman Materi )
Disusun oleh
DRS. SLAMET WIYONO, Ak,MBA,SAS
Dosen Fakultas Ekonomi Universitas Trisakti Jakarta
Edisi Juni 2010
www.ebookakuntansisyariah.com
Memahami Akuntansi Syariah di Indonesia Juni 2010
Copyright©2009 dilindungi oleh Undang-Undang www. ebookakuntansisyariah.com Page 2
Memahami
Akuntansi Syariah di Indonesia
Oleh
Drs. Slamet Wiyono, Ak.,MBA., SAS
Copyright©2009 hak cipta dilindungi oleh undang-undang
ISBN 978-602-95509-1-7
Diterbitkan pertama kali oleh Shambie Publisher
Alamat Jalan Jahe II no. 14 Komplek Kembang Larangan,
Kec. Larangan, Kota Tangerang, Provinsi Banten, 15154.
Dilarang mengutip dan memperbanyak sebagian atau seluruh
isi buku ini dalam bentuk apapun ( seperti cetakan, fotocopian,
microfilm, CD-ROM,dan rekaman suara) tanpa izin tertulis dari
pemegang hak cipta / penerbit
Memahami Akuntansi Syariah di Indonesia Juni 2010
Copyright©2009 dilindungi oleh Undang-Undang www. ebookakuntansisyariah.com Page 3
Persembahan
Buku ini saya persembahkan kepada Allah SWT sebagai
manifestasi syukur saya atas segala nikmat yang telah dikaruniakan
kepada saya, semoga Allah SWT berkenan menerima amal yang
sangat kecil ini sebagai amal jariyah ilmu di sisi Nya dan Allah SWT
sendirilah yang akan menilai amal dan pahalanya.
Dan juga, saya hadiahkan kepada istriku tersayang, Tuty
Alawiyah, dan anak-anakku tercinta- Tyas, Rafi, Nabilla, dan
Ramadha-, mudah-mudahan buku ini dapat menginspirasi diri
kalian sehingga dapat melanjutkan perjuangan papamu dalam
jama‟ah untuk mengembangkan ekonomi syariah dan akuntansi
syariah di dunia ini, akhirnya akan mampu mengemban amanah
sebagai Khalifah dan Abdillah Allah di muka bumi ini.
Terakhir, buku ini juga saya dedikasikan kepada saudaraku
„pencinta Akuntansi Syariah khususnya dan Ekonomi Syariah pada
umumnya‟ sebagai sarana pembelajaran / tarbiyah untuk merajut
masa depan yang lebih baik lagi dalam perekonomian syariah yang
diridhoi Allah SWT.
Memahami Akuntansi Syariah di Indonesia Juni 2010
Copyright©2009 dilindungi oleh Undang-Undang www. ebookakuntansisyariah.com Page 4
Perenungan
Marilah kita renungkan sejenak ayat Al Qur‟an
di bawah ini.
“...Sesungguhnya Allah tidak akan mengubah keadaan (nasib)
sesuatu kaum (orang, bangsa) sehingga mereka mengubah keadaan
diri mereka sendiri. Dan apabila Allah menghendaki kehancuran
suatu kaum, maka tidak ada yang sanggup mencegahnya, dan tidak
ada perlindungan mereka selain dari Allah.”
(Al Qur‟an, Surat 13, Ar Ra‟d:11)
“ Hai orang-orang yang beriman, bertaqwalah kepada Allah dan
hendaklah setiap diri memperhatikan apa yang telah diperbuatnya
untuk hari esok (akhirat), dan bertaqwalah kepada Allah ,
sesungguhnya Allah Maha Mengetahui apa yang kamu kerjakan.”
(Al Qur‟an, Surat Al-Hasyr:18)
Memahami Akuntansi Syariah di Indonesia Juni 2010
Copyright©2009 dilindungi oleh Undang-Undang www. ebookakuntansisyariah.com Page 5
Kata Pengantar
Bismillaahirrahmaanirrahiimi
Assalamu‟alaikum Warahmatullaahi Wabarakaatuh
Puji syukur Alhamdulillah penulis panjatkan ke hadhirat Allah SWT sebagai
ungkapan terima kasih mendalam, berkat rahmat, hidayah, dan nikmat Nya yang telah
dikarunikan kepada penulis yang mustahil kita mampu menghitungnya, sehingga atas
rahmat Allah SWT tersebut penulis dapat menyelesaikan buku ini dengan judul
‗Memahami Akuntansi Syariah di Indonesia‘. Tanpa ridho dan petunjuk-Nya,
mustahil penulis dapat menyelesaikan tugas ini, oleh karena itu pantaslah kalau
penulis harus selalu bersyukur kepada Allah SWT.
Buku ini ditulis sebagai perwujudan kecintaan penulis terhadap ilmu Allah
yang terkandung dalam Al Qur‘an dan di alam semesta ini, semoga membawa
manfaat dan maslahat kepada para pembaca semuanya. Kalau terdapat kebenaran
dalam buku ini maka kebenaran itu datangnya dari Allah, akan tetapi bila dalam buku
ini terdapat kesalahan, maka kesalahan itu datangnya dari penulis sendiri. Atas segala
kekurangan dan kesalahan , mohon kiranya pembaca dapat memaafkan penulis dan
tidak segan-segan memberikan kritik dan sarannya yang membangun demi
kesempurnaan buku ini.
Pada kesempatan penerbitan buku ini, perkenankanlah saya menyampaikan
terima kasih yang sebesar-besarnya kepada berbagai pihak yang telah memberikan
dorongan dan motivasinya, bantuan materiil , finansiil dan moril sehingga buku ini
dapat hadir di hadapan para pembaca. Semoga kebaikan-kebaikan tersebut akan
dibalas dengan pahala yang sebesar-besarnya dari Allah SWT, dimudahkan rizkinya,
disehatkan badannya, dijauhkan dari malapetaka, dan selalu dalam lindungan Allah
SWT, A-min. Ucapan terima kasih ini penulis sampaikan kepada:
1. Prof. Dr. Thoby Motis, Rektor Universitas Trisakti, sebagai pendorong
berkembangnya pemikiran terhadap Sistem Ekonomi Syariah di Trisakti dan
di Indonesia.
2. Prof. Dr. H. Yuswar Zainul Basri, MBA, Ak, Wakil Rektor I Universitas
Trisakti, yang telah memberikan dorongan positif untuk menyelesaikan buku
Memahami Akuntansi Syariah di Indonesia Juni 2010
Copyright©2009 dilindungi oleh Undang-Undang www. ebookakuntansisyariah.com Page 6
ini, yang akan sangat bermanfaat pada pengembangan disiplin ilmu akuntansi
di Trisakti maupun di Indonesia.
3. Prof. Dr. Itjang D. Gunawan, MBA, Ak, Wakil Rektor II, yang telah
memberikan bantuan moril sehingga buku ini dapat diterbitkan dan dijadikan
bahan pembelajaran di jurusan Akuntansi Fakultas Ekonomi.
4. Prof. Dr. Hj. Farida Jasfar, ME, Phd, Dekan Fakultas Ekonomi Universitas
Trisakti Jakarta, yang tidak henti-hentinya memberikan motivasi kepada
penulis untuk selalu menulis karya ilmiah, diantaranya adalah buku ini.
5. Dr. Bambang Sudaryono, MBA, Ak, Wadek II Fakultas Ekonomi Universitas
Trisakti Jakarta, yang telah memberikan bantuan moril dan finansiil dalam
penerbitan buku ini.
6. Dra. Hj. Etty M. Naser, MM, Ak, Kajur Akuntansi Fakultas Ekonomi
Universitas Trisakti Jakarta, yang telah memberikan dorongan semangat
untuk selalu dapat menulis buku dan penelitian-penelitian akuntansi.
7. H. Murtanto, SE, MSi, Ak, Sekretaris Jurusan Akuntansi Fakultas Ekonomi
Universitas Trisakti Jakarta, yang telah memberikan arahannya dalam
penulisan karya-karya ilmiah selama ini.
8. Dr. Sekar Mayangsari, MSi, Ak, ketua Program Pendidikan Akuntansi
Fakultas Ekonomi Universitas Trisakti Jakarta, yang telah memberikan
dorongan, bantuan materiil dan moril sehingga dapat mempercepat
penyelesaian buku ini dan menyelesaikan Ujian Sertifikasi Akuntansi Syariah
di Ikatan Akuntan Indonesia.
9. Prof. Dr. Abdul Hamid, MSc, Dekan Fakultas Ekonomi dan Bisnis
Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta, yang telah memberikan
motivasi dan bantuannya sehingga buku ini akan dapat digunakan mahasiswa
di Fakultas Ekonomi dan Bisnis UIN Jakarta.
10. Drs. M. Arief Bintoro Dibyoseputro, MBA, Ak, Wakil Dekan II Fakultas
Ekonomi dan Bisnis Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta,
yang telah memberikan motivasi dan bantuannya sehingga buku ini dapat
segera terbit dan dapat digunakan di FEB UIN Jakarta.
Memahami Akuntansi Syariah di Indonesia Juni 2010
Copyright©2009 dilindungi oleh Undang-Undang www. ebookakuntansisyariah.com Page 7
11. Dr. Ali Djamhuri, Mcom, Ak, Dosen S1 dan S2 Fakultas Ekonomi
Universitas Brawijaya dan Konsultan pada Pusat Pengembangan Akuntansi
dan Bisnis Unibraw Malang, Jawa Timur.
12. Drs. M Yusuf Wibisana, MSc, Ak, Partner Price Waterhouse Coupers,
Jakarta, Ketua Dewan Standar Akuntansi Keuangan IAI Jakarta, dan Dosen
Fakultas Ekonomi UGM Yogyakarta dan Unibraw Malang, Jawa Timur, yang
telah mensuplai berbagai bahan untuk penulisan buku ini.
13. Dra. Yuli Harwani, MM, Dekan Fakultas Ekonomi Universitas Mercu Buana
Jakarta, yang telah memberikan motivasi dan bantuannya sehingga buku ini
akan bisa digunakan oleh para mahasiswa FE UMB Jakarta.
14. Drs. H. Sabaruddin Muslim, MSi, Wakil Dekan III dan mantan Kajur
Akuntansi Fakultas Ekonomi Universitas Mercu Buana Jakarta, yang telah
memberikan motivasi dan bantuannya sehingga buku ini dapat diterbitkan.
15. Drs. Yuwono Banukisworo, MM, Direktur Pengembangan Bisnis BNI
Syariah, Jakarta, yang telah memberikan bantuan moril dan materiil dalam
penerbitan buku ini.
16. Para mahasiswa saya di FE Usakti, FEB UIN Syarif Hidayatullah STIE IBS
Jakarta, FE Universitas Mercu Buana Jakarta, LPSDM Kewirausahaan BINA
AMANAH, Tangerang, STIE Triduta Amanah, Tangerang, USAS REVIEW
FE Usakti yang secara tidak langsung juga memberikan spirit untuk segera
menyelesaikan buku ini.
17. Dan pihak-pihak lain yang tidak bisa disebutkan satu per satu di sini.
Atas segala bantuan yang berupa do‘a, motivasi, materiil dan moril sehingga buku
ini dapat terwujud, saya hanya bisa menghaturkan Jazakumullahu choiran katsiran,
semoga akan dibalas pahala yang sebesar-besarnya di sisi Allah SWT, dimurahkan
rizkinya, disehatkan badannya, dipanjangkan umurnya dalam kebajikan, dijauhkan
dari malapetaka, A-min ya rabbal ‗alamin.
Buku ini berisi 11 bab, yaitu, bab 1, Islam sebagai Agama Kafah; bab 2, Akad
dan Transaksi dalam Bisnis Syariah; bab 3, Perhitungan Bagi Hasil; bab 4, Kerangka
Dasar Penyusunan dan Penyajian Laporan Keuangan Syariah (KDPPLKS); bab 5,
Laporan Keuangan Syariah; bab 6, Akuntansi Murabahah, dan bab 7, Akuntansi
Salam, bab 8, Akuntansi Istishna‟, bab 9, Akuntansi Mudharabah, bab 10, Akuntansi
Memahami Akuntansi Syariah di Indonesia Juni 2010
Copyright©2009 dilindungi oleh Undang-Undang www. ebookakuntansisyariah.com Page 8
Musyarakah, bab 11, Akuntansi Ijarah. Akhirnya, semoga buku dapat memberikan
manfaat bagi Anda pembaca semua, baik yang sedang mengikuti matapelajaran dan
matakuliah Akuntansi Syariah maupun yang mendalami Akuntansi Syariah untuk
maksud dipraktekkan dalam entitas usaha yang dijalani. Atas segala kekurangan dan
kesalahan dalam buku ini penulis mohon maaf dan kritik serta sarannya sangat kami
harapkan, dengan menghubungi penulis pada telpon 0812 8410121 atau ke email:
[email protected]. Buku ini, dalam bentuk Ebooknya, juga dapat
didownload pada www.ebookakuntansisyariah.com.
Billahitaufiq wal Hidayah,
Wassalamu‟alaiku Warahmatullahi Wabarakaatuh.
Jakarta, Juni 2010 M/Jumadilakhir 1430 H
Penulis,
( SLAMET WIYONO )
Memahami Akuntansi Syariah di Indonesia Juni 2010
Copyright©2009 dilindungi oleh Undang-Undang www. ebookakuntansisyariah.com Page 9
Daftar Isi
Halaman Judul (1)
Halaman Persembahan (3)
Halaman Perenungan (4)
Kata Pengantar (5)
Daftar Isi (10)
BAB I : Islam sebagai Agama Kaffah (11)
BAB II : Akad dan Transaksi dalam Bisnis Syariah (35)
BAB III : Perhitungan Bagi Hasil (66)
BAB IV : Kerangka Dasar Penyusunan dan Penyajian Laporan
Keuangan Syariah (KDPPLKS) (102)
BAB V : Laporan Keuangan Syariah (118)
BAB VI : Akuntansi Murabahah (147)
BAB VII : Akuntansi Salam. (168)
BAB VIII : Akuntansi Istishna‟ (186)
BAB IX : Akuntansi Mudharabah (216)
BAB X : Akuntansi Musyarakah (238)
BAB XI : Akuntansi Ijarah (252)
DAFTA PUSTAKA (266)
Memahami Akuntansi Syariah di Indonesia Juni 2010
Copyright©2009 dilindungi oleh Undang-Undang www. ebookakuntansisyariah.com Page 10
BAB I
ISLAM SEBAGAI AGAMA YANG KAFFAH
A. Islam sebagai Agama yang Komprehensif
Islam sebagai agama samawi yang terakhir, yang diturunkan oleh Allah SWT
untuk mengatur kehidupan manusia, mempunyai karakteristik yang banyak
berbeda dengan agamawi sebelumnya yang diturunkan kepada Rasul-Rasul
terdahulu, seperti yang diturunkan kepada Adam AS, Musa AS, Daud AS, Isa AS,
dan lainnya. Sebagai agama terakhir, maka Islam telah mengatur dari yang
bersifat filosofis, sistemik, maupun sampai pada aturan praktis, seperti ketentuan
zakat, waris, nikah, dll. Hal ini dapat dipahami secara akal sehat, sebagai agama
terakhir maka Allah SWT harus membuat ketentuan yang lengkap dan
menyeluruh untuk mengatur kehidupan manusia agar hidupnya nanti bahagia
dunia dan akhirat. Periode menjelang akhir zaman, kehidupan manusia semakin
komplek dan rumit sehingga Allah SWT pastilah sudah mengetahui akan
kebutuhan manusia agar selamat hidupnya di dunia dan di akhirat nanti. Berbeda
dengan agama yang turun sebelumnya, ia diturunkan sesuai dengan zamannya
yang belum begitu rumit dan komplek seperti kehidupan di akhir zaman, sehingga
ketentuan-ketentuan dalam kitab suci juga belum sesempurna dengan kitab suci
terakhir yaitu Al Qur‘anul Karim. Dalam Al Qur‘an sudah lengkap dan
menyeluruh mengatur kehidupan manusia yang terkait dengan hubungan manusia
dengan Allah ( hablumminAllah ) dan hubungan manusia dengan manusia lain
dan makhluk ciptaan Allah lainnya (hablumminannas). Al Qur‘an , sebagai
wahyu Allah kepada nabi besar Muhammad SAW, telah dipersiapkan untuk
mengatur kehidupan manusia yang menjangkau tidak saja sampai pada akhir
zaman (kiyamat) tetapi lebih jauh dari itu, yaitu sampai menuju kehidupan kekal
abadi ( akhirat).
Walaupan demikian, dewasa ini masih ada, kalau tidak dikatakan banyak yang
berpendapat dan beranggapan bahwa Islam adalah agama yang hanya mengatur
bagaimana umat Islam beribadah kepada Tuhannya saja, yaitu hanya urusan
Memahami Akuntansi Syariah di Indonesia Juni 2010
Copyright©2009 dilindungi oleh Undang-Undang www. ebookakuntansisyariah.com Page 11
sholat belaka. Bahkan, yang lebih memojokkan lagi bahwa Islam adalah
penghambat kemajuan pembangunan.Yang jelas, ini adalah salah satu bentuk
ketidak tahuan dan kesalah pahaman tentang memahami Islam secara
menyeluruh. Seharusnya, sebelum mereka berpendapat terlebih dahulu pelajari
secara objektif dan netral, tidak berdasar prasangka, kecurigaa, dan ketakutan;
dengan demikian pendapat mereka objektif berdasarkan hasil penelitian yang
dapat dipertanggungjawabkan. Tidak jarang para peneliti non-muslim yang
meneliti tentang Al Qur‘an secara objektif, akhirnya berkesimpulan bahwa Al
Qur‘an adalah wahyu dari Tuhan Yang Maha Benar, yang isinya tidak ada yang
salah, yang ada adalah banyak ayat yang tidak dapat dijangkau oleh akal pikir
manusia dan ilmu pengetahuan dan teknologi sampai saat ini. Salah satunya
adalah kisah mengenai Isra‘ dan Mi‘raj nabi besar Muhammad SAW, perjalanan
nabi dari Makkah ke masjidil Aqsha langsung naik menghadap Allah sampai ke
‗sidratul muntaha‘ hanya dalam waktu satu malam, yang jaraknya bila diukur
dengan perjalanan manusia biasa adalah lebih dari ribuan tahun cahaya. Kisah
Isra‘ dan Mi‘raj ini sampai sekarang belum ada manusia lain yang bisa
melakukannya setara dengan perjalanan nabi tersebut. Masih banyak contoh ayat
Al Qur‘an yang belum bisa dipahami oleh akal manusia dan itu bukan suatu
kesalahan Al Qur‘an, tetap sebagai kebenaran Allah SWT, hanya manusia
terbatas kemampuan untuk memahaminya.
Di samping itu, pendapat orang banyak yang didasarkan pada kepentingan, seperti
kepentingan politik, ekonomi, sehingga tidak bisa berpendapat secara netral
sehingga bisa timbul tuduhan bahwa Al Qur‘an sudah tidak sesuai dengan zaman,
penghambat kemajuan ekonomi, bahkan ada yang berpendapat Islam sebagai
pengambat kreatifitas manusia. Itulah pendapat yang didorong oleh hawa nafsu
syaithan, angkara murka, kecongkakan, hedonisme, dan pemujaan terhadap
kepuasan materialis. Jadi, sesungguhnya Al Qur‘an atau Islam tidak seperti yang
mereka gambarkan dan sangkakan. Islam adalah agama yang lengkap dan berlaku
universal seluruh alam semesta.
Islam sebagai agama dan pandangan hidup yang komprehensif atau lengkap,
menyeluruh (kafah) dapat ditunjukkan dengan ayat-ayat Al-Qur‘an yang apabila
Memahami Akuntansi Syariah di Indonesia Juni 2010
Copyright©2009 dilindungi oleh Undang-Undang www. ebookakuntansisyariah.com Page 12
dikelompokkan akan mengatur diantaranya, tentang hal-hal berikut ini (Abu Bakr
Jabir Al-Jazairi, 2001, dalam Wiyono, 2006).
a. Aqidah ( masalah ke Tuhanan dalam Islam ), yaitu
1) iman kepada Allah SWT;
2) beriman kepada rububiyah Allah terhadap segala hal;
3) beriman kepada ke Tuhanan Allah;
4) beriman kepada nama-nama Allah dan sifat-sifat-Nya;
5) beriman kepada para malaikat;
6) beriman kepada kitab-kitab Allah;
7) beriman kepada Al-Qur‘anulkarim;
8) beriman kepada rosul-rosul;
9) beriman kepada risalah Muhammad SAW;
10) beriman kepada hari akhir;
11) beriman kepada siksa kubur dan kenikmatannya;
12) beriman kepada qadha‘ dan qadar;
13) tauhid ibadah;
14) al-wasilah (perantaraan);
15) wali-wali Allah beserta karomah-karomah mereka dan wali-wali syetan
beserta kesesatan-kesesatan mereka;
16) beriman kepada kewajiban amar ma‘ruf nahi mungkar dan kode etiknya;
17) beriman kepada kewajiban mencintai sahabat-sahabat Rosulullah,
keutamaan mereka, hormat pada imam-imam Islam, dan taat kepada
pemimpin kaum muslimin.
b. Etika, yang dikelompokkan menjadi
1) etika niat;
2) etika terhadap Allah SWT;
3) etika terhadap Al Qur‘an;
4) etika terhadap Rasulullah SAW;
5) etika terhadap diri sendiri;
6) etika terhadap manusia;
7) etika ukhuwah karena Allah, mencintai karena-Nya, dan benci karena-
Nya;
8) etika duduk dan ruang pertemuan;
9) etika makan dan minum;
10) etika bertamu;
11) etika bepergian;
12) etika berpakaian;
13) etika sifat-sifat fitrah;
14) etika tidur
c. Akhlaq, yang dikelompokkan menjadi
1) akhlak yang baik;
2) akhlak sabar dan bertahan terhadap gangguan;
3) akhlak bertawakal kepada Allah SWT dan percaya diri;
4) itsar dan cinta kebaikan;
Memahami Akuntansi Syariah di Indonesia Juni 2010
Copyright©2009 dilindungi oleh Undang-Undang www. ebookakuntansisyariah.com Page 13
5) akhlak adil dan pertengahan;
6) akhlak penyayang;
7) akhlak berbuat baik;
8) akhlak benar;
9) akhlak dermawan;
10) akhlak tawadlu‘ dan keburukan sombong;
11) akhlak-akhlak tercela.
d. Ibadah, meliputi
1) thaharah (bersuci);
2) etika buang air;
3) wudlu;
4) mandi;
5) tayammum;
6) mengusap atas sepatu dan pembalut luka;
7) hukum haid dan nifas;
8) shalat;
9) hukum-hukum sekitar jenazah;
10) zakat;
11) puasa;
12) haji dan umrah;
13) mengunjungi masjid Nabawi dan mengucapkan salam kepada Rasulullah
SAW di makamnya;
14) hewan kurban dan aqiqah.
e. Muamalah, yang meliputi
1) jihad;
2) jual-beli;
3) beberapa akad;
4) beberapa hukum;
5) nikah, talak, ruju‟, khulu‟, li‟an, Ila‟, dhihar, iddah, nafkah, dan
hadhanah;
6) warisan dan hukum-hukumnya;
7) sumpah dan nazar;
8) dzakat, shaid, tha‟am dan syarab;
9) jinayat-jinayat dan hukum-hukumnya;
10) had-had;
11) hukum-hukum qadha‟ dan syahadat (kesaksian);
12) ar-roqiq.
Disamping Islam mengatur 5 (lima) kelompok di atas, Islam juga memberikan
dasar-dasar pengaturan tentang politik-kenegaraan, ekonomi, perdagangan dan
keuangan, keilmuan, teknologi, dan lainnya yang pengembangannya di bawah
Memahami Akuntansi Syariah di Indonesia Juni 2010
Copyright©2009 dilindungi oleh Undang-Undang www. ebookakuntansisyariah.com Page 14
kelompok muamalah. Untuk memberikan gambaran yang jelas tentang
kelengkapan Islam, gambar 1 dan 2 dapat membantu memperjelas.
Gambar 1
ISLAM AS A COMPREHENSIVE WAY OF LIFE
___________
Sumber: Wiyono, Slamet, 2006, Cara Mudah Memahami Akuntansi Perbankan Syariah, Grasindo, halaman 4.
Cukup jelas di sini bahwa pilar Islam adalah aqidah, syariah, dan akhlaq. Aqidah
sebagai landasan keimanan muslim (tauhid) yang menjiwai syariah (hukum-hukum
Islam) dan aturan-aturan mengenai moralitas umat (akhlaq). Syariah mendasari
muamalah dan ibadah. Muamalah adalah kegiatan umat yang menyangkut hubungan
ISLAM
AQIDAH
CIVIL LAWS
MUAMALAH
AKHLAQ SYARIAH
CRIMINAL
LAWS
IBADAH
SPECIAL RIGHTS PUBLIC RIGHTS
INTERIOR
AFFAIRS
EXTERIOR
AFFAIRS
INTERNATIONAL
RELATIONS
CONSTITUENCY ECONOMY ADMINISTRATIVE
LEASING INSURANCE BANKING MORTGAGE VENTURE
CAPITAL
FINANCE
Memahami Akuntansi Syariah di Indonesia Juni 2010
Copyright©2009 dilindungi oleh Undang-Undang www. ebookakuntansisyariah.com Page 15
antara manusia dengan manusia, manusia dengan binatang, tumbuh-tumbuhan, bumi,
laut, udara, dan makhluq Allah lainnya.
Selain itu, ibadah (dalam artian sempit) adalah kegiatan ummat Islam yang
menyangkut hubungan manusia sebagai makhluk dengan Allah sebagai Al chalik
(Sang Pencipta). Dalam pengertian yang luas, ibadah mencakup muamalah dan
ibadah (sempit), karena dalam Islam segala sesuatu kegiatan yang dimulai dengan
membaca basmallah akan bernilai ibadah di sisi Allah.
Dalam muamalah ini diatur mengenai hak-hak khusus dan hak-hak publik.
Hak khusus terdiri dari hukum kriminal dan hukum sipil, sementara hak-hak publik
terdiri dari urusan-urusan internal dan eksternal. Urusan eksternal menyangkut
hubungan internasional, sedangkan urusan internal akan mencakup bidang
administrasi, ekonomi, dan konstituensi. Dalam bidang ekonomi akan melahirkan
kegiatan-kegiatan keuangan dengan kelembagaan seperti leasing (sewa guna usaha),
asuransi, perbankan, mortgage, dan venture capital. Semua hubungan antar manusia
ini diatur dengan Syariah Islamiyah (hukum-hukum Islam). Sistem ekonomi yang
diatur dengan menggunakan Syariah Islamiyah lazim disebut sebagai Sistem
Ekonomi Syariah (Ekonomi Syariah).
Gambar 2 akan memperjelas bahwa dalam bidang ekonomi, Islam telah
memberikan kerangka Sistem Ekonomi yang Islamik dan komprehensif.
Islamic Economic System (Sistem Ekonomi Islamik) terbagi menjadi 3 (tiga) sektor,
yaitu Siyasi Sector (Sektor Publik ), Tijari Sector (Sektor Private/swasta ), Ijtimai
Sector (Sektor Kesejahteraan Sosial). Masing-masing sektor mempunyai fungsi yang
jelas, lembaga yang mengatur serta hukum Islam (syariah) yang relevan telah ada,
yaitu
1). Siyasi Sector (Sektor Publik), berfungsi
a. memelihara hukum, keadilan dan pertahanan;
b. perencanaan dan pelaksanaan kebijakan ekonomi;
c. pengelolaan kekayaan di bawah kepemilikan negara;
d. intervensi ekonomi, jika diperlukan.
Lembaga yang mengatur
a. menteri dan departemen pemerintah,
b. badan pelaksana, dan
Memahami Akuntansi Syariah di Indonesia Juni 2010
Copyright©2009 dilindungi oleh Undang-Undang www. ebookakuntansisyariah.com Page 16
c. perusahaan pemerintah.
Hukum Islam (Syariah )
a. hukum perusahaan;
b. hukum perdata;
c. hukum tanah;
d. hukum pertambangan;
e. hukum pajak, dan lain-lain.
Gambar 2
BARE OUTLINE
OF THE ISLAMIC ECONOMIC SYSTEM
SYSTEM
SECTOR
TIJARI SECTOR
( Private Sector )
SIYASI SECTOR
( Public Sector )
ISLAMIC ECONOMIC SYSTEM
IJTIMAI SECTOR
(Social Wealfare
Sector)
SOME
MAJORE
FUNCTION
Maintenance of
Law, order
justice and
defence
Promulgation
and
implementation
of economic
policies
Management of
properties
under state
ownership
Economic
intervension as
necessary
Creation of
Wealth
( Economic
activities of
production ,
consumption
and
distribution )
Islamic Social
Securities ( al
Takaful al -
Ijtima‘I)
Government
Ministries and
Departments
Statutory Bodies
Government
Companies
Owner Operator
Sharikah (
Partnership,
joinstock
company and
cooperative
siciety )
Public- Sector
Entities:
- Bait al-Mal
- Bait al-Zakah
Private-Sector
Entities:
- Charitable
Organizations
- Individuals
POSSIBLE
INSTITU-
TION
Memahami Akuntansi Syariah di Indonesia Juni 2010
Copyright©2009 dilindungi oleh Undang-Undang www. ebookakuntansisyariah.com Page 17
Sumber: Sumber: Wiyono, Slamet, 2006, Cara Mudah Memahami Akuntansi Perbankan Syariah, Grasindo, halaman 7.
2) Tijari Sector ( sektor swasta )
Beberapa fungsi utama
a. menciptakan kekayaan / kemakmuran;
b. kegiatan ekonomi seperti produksi, konsumsi, dan distribusi.
Lembaga yang mengelola
a. operator pemilik;
b. sharikah ( persekutuan, perusahaan join modal, masyarakat koperasi ).
Hukum Islam ( Syariah ) yang sesuai yaitu hukum Fiqh al – Muamalat
a. al-Mudharabah,
b. al-Musharakah,
c. al-Bai‟ Al-Murabahah,
d. al-Bai‟ Bithaman Ajil,
e. al-Ijarah,
f. al-Rahn, dan
g. al-Kafalah.
3). Ijtimai Sector ( sektor kesejahteraan sosial )
Fungsi utama sektor ini adalah keamanan sosial islami (al – Takaful al-
ijtimai)
Lembaga yang mengelola
a. Kesatuan usaha sektor publik, misalnya
- Bait al-Mal, dan
SOME
RELEVANT
SYARIAH
LAWS
Various
Government
Adminsitration
Laws:
- Company
laws
- Commercial
laws
- Land Laws
- Mining
Laws
- Taxation
Laws
Various Fiqh al-
Muamalat Laws:
-al-Mudharabah
-al-Musyarakah
-al-Bai‘ Al-
Murabahah
-al-Bai‘
Bithaman Ajil
-al-Ijarah
-al-Rahn
-al-Kafalah
Various Ijtima‘
Laws:
- al-Zakah
- al-Waqf
- al-Tarikah
- al-Sadaqah
- al-Qard al-
Hasan
Memahami Akuntansi Syariah di Indonesia Juni 2010
Copyright©2009 dilindungi oleh Undang-Undang www. ebookakuntansisyariah.com Page 18
- Bait al-Zakat.
b. Kesatuan usaha sektor swasta, misalnya
- organisasi sosial – kemasyarakatan (derma ), dan
- para individu masyarakat.
Hukum Islam (Syariah)
Beberapa hukum Ijtimai, yang meliputi al-Zakah, al-Waqaf, al-Tarikah, al-
Sadaqah, al- Qard al-Hasan.
Demikianlah gambaran dalam Sistem Ekonomi Islami, agama Islam memiliki
dasar-dasar nilai dan instrumen untuk mengatur ekonomi umat manusia yang sesuai
dengan kehendak Allah SWT sebagai pencipta manusia dan alam semesta beserta
seluruh isinya agar ciptaan-Nya lestari dan berkembang bagi kehidupan manusia itu
sendiri.
B. Islam sebagai Agama yang Universal
Islam sebagai agama yang universal berarti aturan-aturan, penjelasan-penjelasan,
perintah-perintah, larangan-larangan serta seruan/anjurannya berlaku untuk seluruh
alam semesta beserta isinya, tak terkecuali pada seluruh manusia yang tidak terbatas
pada ummat Islam dan sampai hari akhir (kiamat) nanti. Allah SWT banyak
menjelaskan tentang keuniversalan Islam dalam banyak ayat-Nya di Al
Qur‘anulkarim. Di antara ayat–ayat tersebut dapat ditemukan pada Surat Al Baqarah
: 21,185,187,221, yang terjemahannya sebagai berikut: (Wiyono, 2006).
Al- Baqarah:21
“Hai manusia! Sembahlah Tuhan yang menjadikan kamu dan orang-orang
sebelum kamu supaya kamu menjadi bertaqwa”.
Al-Baqarah:185
“(Puasa itu) dalam bulan Ramadhan, bulan diturunkan Al Qur‟an, menjadi
petunjuk bagi manusia, memberi penjelasan petunjuk-petunjuk itu dan menjadi
pemisah / pembeda (antara yang hak dan batil) …”.
Al- Baqarah:187
“…Demikianlah Allah menerangkan ayat-ayatNya kepada manusia agar
mereka bertaqwa.”
Memahami Akuntansi Syariah di Indonesia Juni 2010
Copyright©2009 dilindungi oleh Undang-Undang www. ebookakuntansisyariah.com Page 19
Al-Baqarah:221
“… Dan Allah menerangkan ayat-ayat-Nya (perintah-perintah-Nya) kepada
manusia supaya mereka mengambil pelajaran (dan mematuhi semua perintah-
perintah itu)”.
Disamping itu, masih banyak lagi ayat yang menjelaskan tentang universalnya
isi Al Qur‘an sebagai kitab suci agama Islam. Misalnya, Surat An Nisaa‘ :
1,58,79,170. Berikut ini terjemahan ayat-ayat tersebut:
An-Nisaa‘:1
“Hai sekalian manusia! Bertakwalah kepada Tuhanmu yang menjadikan
kamu dari satu diri dan menjadikan daripadanya isterinya, lantas
dikembangkan –Nya dari keduanya, wanita dan pria yang banyak sekali…”.
An-Nisaa‘:58
“Sesungguhnya Allah menyuruh kamu menunaikan/melaksanakan amanah
(pertanggungjawaban) terhadap orang-orang yang memberikan amanah itu.
Dan apabila kamu menghukum antara manusia, lakukanlah dengan adil.
Sesungguhnya Allah memberi pelajaran yang amat baik kepadamu.
Sesungguhnya Allah Maha Mendengar lagi Maha Melihat”.
An-Nissa‘:79
“… Dan Kami mengutusmu menjadi rasul bagi seluruh manusia.
Cukuplah Allah menjadi saksi”.
An-Nisaa‘:170
“Wahai manusia! Sesungguhnya telah datang kepadamu Rasul
Muhammad dengan (membawa) kebenaran dari Tuhanmu, maka
berimanlah. Itulah yang baik buatmu. Dan jika kamu kafir, maka
sesungguhnya apa saja yang ada di ruang angkasa dan di bumi kepunyaan
Allah. Dan Allah Maha Mengetahui dan Maha Bijaksana”.
Masih banyak lagi ayat lain yang dapat menjelaskan tentang universalnya Al
Qur‘an dan Islam, misalnya Surat Yunus:108, Al Isra‘:89, Ibrahim:52, An
Nahl:44, Al Hajj:1, 49, Saba‘:28, Az Zumar:27 dan 41. Berdasarkan ayat-
ayat tersebut maka agama Islam dengan Al Qur‘an sebagai kitab sucinya tidak
dapat dibantah lagi sebagai agama yang universal yaitu agama yang berlaku
bagi seluruh umat manusia di bumi ini, bukan hanya untuk umat Islam saja.
Ditegaskan lagi bahwa ayat-ayat Al Qur‘an adalah firman-firman (ucapan-
ucapan ) Allah SWT yang tertulis dalam kitab tersebut yang mutlak benar,
karena Allah adalah Maha Benar sehingga mustahil salah firman-Nya.
Memahami Akuntansi Syariah di Indonesia Juni 2010
Copyright©2009 dilindungi oleh Undang-Undang www. ebookakuntansisyariah.com Page 20
C. Fungsi dan Tujuan Al-Qur‟an Diturunkan
(sebagai Kitab Suci Agama yang Universal)
Al Qur‘an sebagai kumpulan firman-firaman Allah SWT, Tuhan pencipta alam
semesta, berisi tentang aturan-aturan (rules) yang berlaku bagi seluruh makhluk
ciptaan-Nya baik yang di langit maupun di bumi. Tujuan Allah SWT
menurunkan Al Qur‘an tidak lain adalah untuk mengatur manusia dan ciptaan
lainnya serta untuk memberikan petunjuk dan rahmat bagi kaum yang meyakini
(Al Jatsiah:20), sehingga sesuai dengan maksud dan tujuan diturunkannya Al
Qur‘an kepada manusia melalui rosul-Nya, Al Qur‟an mempunyai banyak
fungsi dalam kehidupan di dunia dan di akhirat nanti.
Fungsi-fungsi Al Qur‟an
a. Al Qur‟an sebagai pedoman hidup
Allah SWT menjelaskan kegunaan Al Qur‘an bagi kehidupan manusia
sebagai pedoman hidupnya yang akan mengantar manusia ke kehidupan
yang diridhoi-Nya, yaitu dalam Surat Al Jatsiah:20, yang terjemahnya,“ Al
Qur‟an ini pedoman bagi manusia. Petunjuk dan rahmat bagi kaum yang
meyakini.”
b. Al Qur‟an sebagai rahmat alam semesta
Dijelaskan dalam Surat Yunus:57, terjemahnya, “Hai manusia!
Sesungguhnya telah datang kepadamu (Al Qur‟an yang menjadi) pelajaran
dari Tuhanmu, penyembuh bagi (sifat-sifat jahat) dalam dada., petunjuk dan
rahmat bagi orang-orang yang beriman.”
c. Al Qur‟an sebagai cahaya petunjuk
Dijelaskan dalam Surat Asy Syuura:52, terjemahnya, “Demikianlah Kami
wahyukan kepada engkau Al Qur‟an dengan perintah Kami. Sebelumnya
engkau tidak mengetahui apakah Al Qur‟an itu dan apa pulakah iman itu,
tetapi Kami jadikan Al Qur‟an itu cahaya dan kami tunjuki dengan cahaya
itu siapa yang Kami kehendaki dari hamba-hamba Kami. Dan
sesungguhnya engkau memberi petunjuk kepada jalan yang lurus.”
Memahami Akuntansi Syariah di Indonesia Juni 2010
Copyright©2009 dilindungi oleh Undang-Undang www. ebookakuntansisyariah.com Page 21
d. Al Qur‟an sebagai bimbingan dan peringatan
Dijelaskan dalam Surat Kahfi:2 dan 4, terjemahnya, “(Al Qur‟an suatu
Kitab) yang memberikan bimbingan yang lurus . Memperingatkan azab
yang berat dari Tuhan dan memberi berita gembira bagi orang-orang yang
beriman yang beramal sholeh bahwa bagi mereka pembalasan yang baik (
kebahagaan di dunia dan di akhirat)( Kahfi:2)”
“Dan untuk memberi peringatan kepada orang-orang yang berkata bahwa
„Allah mempunyai anak‟ “( Kahfi:4).
e. Al Qur‟an sebagai penerangan
Dijelaskan dalam Surat Ali Imran:138, Yaasin:69, terjemahnya, “Ini (kisah-
kisah dalam Al Qur‟an ) penerangan bagi seluruh manusia. Dan petunjuk
serta pelajaran bagi orang-orang yang bertakwa.”
f. Al Qur‟an sebagai pelajaran
Dijelaskan dalam Surat Yunus:57, Al Haqqah:48, Al Muddatstsir:55,
terjemahnya, ―Hai manusia! Sesungguhnya telah datang kepadamu (Al
Qur‟an yang menjadi) pelajaran dari Tuhanmu, penyembuh bagi (sifat-
sifat jahat) dalam dada., petunjuk dan rahmat bagi orang-orang yang
beriman. ( Yunus: 57 ).”
“ Dan sesungguhnya Al Qur‟an itu menjadi pelajaran bagi orang-orang
yang bertakwa “( Al Haaqqah : 48).
“ Maka barangsiapa yang menghendaki, tentu ia mengambil pelajaran
darinya ( Al Qur‟an)” Al Muddatstsir:55.
g. Al Qur‟an sebagai pembeda
Dijelaskan dalam Surat Al Baqarah:185, terjemahnya, “(Puasa itu) dalam
bulan Ramadhan, bulan diturunkan Al Qur‟an, menjadi petunjuk bagi
manusia, memberi penjelasan petunjuk-petunjuk itu dan menjadi pemisah /
pembeda (antara yang hak dan batil) … ―
h. Al Qur‟an sebagai peringatan
Dijelaskan dalam Surat Fussilat:1-4, Al Muddatstsir: 54, terjemahnya
sebagai berikut.
Surat Fussilat:1-4
“ Haa Miim. (1). (Al Qur‟an ini) turun dari Allah Yang Maha Pemurah lagi
Maha Penyayang(2). Kitab yang rapi( terang susunan) ayat-ayatnya. Al
Memahami Akuntansi Syariah di Indonesia Juni 2010
Copyright©2009 dilindungi oleh Undang-Undang www. ebookakuntansisyariah.com Page 22
Qur‟an dalam bahasa Arab untuk kaum yang mengetahui (3). Memberi
berita gembira dan peringatan. Kebanyakan mereka ( orang- orang musrik
) membelakang, tidak mau mendengarnya (4).
Al-Muddatstsir:54
“Sekali-kali bukanlah begitu. Sesungguhnya Al Qur‟an itu adalah
peringatan”.
i. Al-Qur‟an sebagai pemberi kabar gembira
Dijelaskan dalam Surat Fussilat:1-4, Surat An Nahl: 102, terjemahnya
sebagai berikut.
Surat Fussilat:1-4
“ Haa Miim. (1). (Al Qur‟an ini) turun dari Allah Yang Maha Pemurah
lagi Maha Penyayang(2). Kitab yang rapi( terang susunan) ayat-ayatnya.
Al Qur‟an dalam bahasa Arab untuk kaum yang mengetahui (3). Memberi
berita gembira dan peringatan. Kebanyakan mereka ( orang- orang
musrik ) membelakang, tidak mau mendengarnya (4).
An-Nahl:102
“Katakanlah, Ruhul Kudus (Jibril) yang menurunkan Al Qur‟an itu dari
Tuhanmu dengan benar (sempurna dan penuh hikmah) untuk
memantapkan hati orang-orang yang beriman. Petunjuk dan khabar
gembira bagi orang-orang mukmin.”
j. Al Qur‟an sebagai penjelas segala sesuatu
Dijelaskan dalam Surat An Nahl:89
“… Dan Kami turunkan kepadamu kitab (Al Qur‟an) untuk menjelaskan
sesuatu, petunjuk dan rahmat bagi orang-orang muslim (orang-orang
yang mentaati Allah ).”
k. Al Qur‟an sebagai hukum, dijelaskan dalam Surat Ar Ra‘d:37,
terjemahnya, “ … Demikianlah Kami turunkan Al Qur‟an ( menerangkan
hukum-hukum yang lengkap ) dalam bahasa Arab. Jika engkau mengikuti
hawa nafsu mereka setelah engkau mengetahui, maka tidaklah ada
pelindung dan pemeliharaanmu (dari siksaan ) Allah.“
l. Al Qur‟an sebagai obat penyakit jiwa, dijelaskan dalam Surat Yunus:57
terjemahnya, “Hai manusia! Sesungguhnya telah datang kepadamu (Al
Qur‟an yang menjadi) pelajaran dari Tuhanmu, penyembuh bagi (sifat-
Memahami Akuntansi Syariah di Indonesia Juni 2010
Copyright©2009 dilindungi oleh Undang-Undang www. ebookakuntansisyariah.com Page 23
sifat jahat) dalam dada, petunjuk dan rahmat bagi orang-orang yang
beriman”.
m. Al Qur‟an sebagai pedoman pembukuan, dijelaskan dalam Surat Al
Baqarah, ayat 282-283, yang terjemahnya, ”Hai orang-orang yang
beriman, apabila kamu bermuamalah (seperti berjual beli, berhutang
piutang, atau sewa menyewa dsb.) tidak secara tunai untuk waktu yang
ditentukan, hendaklah kamu menuliskannya (membukukannya). Dan
hendaklah seorang penulis di antara kamu menuliskannya dengan benar.
Dan janganlah penulis enggan menuliskannya sebagaimana Allah telah
mengajarkanNya, maka hendaklah ia menulis, dan hendaklah orang yang
berutang itu “mengimlakkan”/membacakannya (apa yang akan ditulis
itu), dan hendaklah ia bertaqwa kepada Allah Tuhannya, dan janganlah
ia mengurangi sedikitpun dari pada utangnya. Jika yang berutang itu
orang yang lemah akalnya atau lemah (keadaannya) atau dia sendiri
tidak mampu mengimlakkan, maka hendaklah walinya mengimlakkan
dengan jujur. Dan persaksikanlah dengan dua orang saksi dari orang-
orang lelaki (diantaramu). Jika tak ada dua orang lelaki, maka (boleh)
seorang lelaki dan dua orang perempuan dari saksi-saksi yang kamu
ridhai, supaya jika seorang lupa maka seorang lagi mengingatkannya.
Janganlah saksi-saksi itu enggan (memberi keterangan) apabila mereka
di panggil; dan janganlah kamu jemu menulis utang itu, baik kecil
maupun besar sampai batas waktu membayarnya. Yang demikian itu,
lebih adil di sisi Allah dan lebih dapat menguatkan persaksian dan lebih
dekat kepada tidak (menimbulkan) keraguanmu, (Tulislah muamalahmu
itu),kecuali jika muamalah itu perdagangan tunai yang kamu
jalankan diantara kamu, maka tak dosa bagimu, (jika) kamu tidak
menuliskannya. Dan persaksikanlah apabila kamu berjual beli; dan
janganlah penulis dan saksi saling menyulitkan. Jika kamu lakukan (yang
demikian), maka sesungguhnya hal itu adalah suatu kefasikan kepada
Allah; Allah mengajarkanmu; dan Allah Maha Mengetahui segala
sesuatu.”
Ayat ini dilanjutkan dengan ayat 283, yang terjemahanya, “Jika kamu
dalam perjalanan (dan bermuamalah tidak secara tunai), sedang kamu
tidak memperoleh seorang penulis maka hendaklah ada barang
tanggungan yang dipegang (oleh yang berpiutang). Akan tetapi, jika
sebagian kamu mempercayai sebagian yang lain maka hendaklah yang
dipercayai itu menunaikan amanatnya (utangnya) dan hendaklah ia
bertaqwa kepada Allah Tuhannya; dan janganlah kamu (para saksi)
menyembunyikan persaksian. Dan barang siapa yang
menyembunyikannya maka sesungguhnya ia adalah orang ynag berdosa
hatinya; dan Allah Maha Mengetahui apa yang kamu kerjakan.”
Jadi, dengan beberapa ayat yang dikemukakan di atas jelas bagi kita bahwa
Al- Qur‘an diturunkan mempunyai fungsi universal yang sangat bermanfaat
Memahami Akuntansi Syariah di Indonesia Juni 2010
Copyright©2009 dilindungi oleh Undang-Undang www. ebookakuntansisyariah.com Page 24
bagi kehidupan manusia di bumi ini. Kita dapat mengambil hikmah dari Al
Qur‘an yang luar biasa, karena Al Qur‘an diturunkan untuk memberikan
rahmat bagi seluruh alam di mana di dalamnya kita dapat mengambil banyak
pelajaran, petunjuk, penjelasan, peringatan, bahkan dapat memanfaatkan
untuk pengobatan penyakit jiwa. Dengan kata lain, dalam rangka mengarungi
kehidupan dunia ini manusia telah disediakan berbagai informasi penting dari
Al Qur‘an yang akan menunjukkan, mengajari, menjelaskan, memperingatkan
apa yang manusia lakukan dan pikirkan, termasuk juga dalam hal
bermuamalah dan pembukuannya.
D. Islam sebagai suatu Sistem Nilai
Islam dengan Al Qur‘an sebagai kitab sucinya, berisi tentang nilai-nilai
kebenaran, keimanan, hukum, etika, akhlak, dan sebagainya. Keseluruhan nilai
yang terdapat dalam Al Qur‘an tersebut berlaku bagi seluruh makhluk ciptaan
Allah SWT sampai akhir zaman dan merupakan satu kesatuan yang utuh tidak
dapat dipisah-pisahkan, dengan tujuan untuk memberikan rahmat bagi seluruh
alam. Apakah Islam sebagai suatu sistem nilai yang berharga bagi kehidupan
manusia dan makhluk ciptaan Allah lainnya? Kita pinjam definisi atau pengertian
nilai, sistem, dan sistem nilai dari WEBSTER‟S Nine New Collegiate Dictionary.
WEBSTER‘S (1996) memberikan pengertian tentang nilai (value), “…Value is
something ( as a principle or quality) intrinsically valuable or desirable”.
Nilai adalah sesuatu (sebagai suatu prinsip atau kualitas) yang intinya berharga
atau dibutuhkan. Prinsip-prinsip dalam Islam adalah sangat berharga dan
dibutuhkan dalam kehidupan ini baik untuk di dunia ini maupun untuk kehidupan
lebih lanjut. Selanjutnya, kata sistem mempunyai pengertian yang beragam
sesuai obyek yang dikehendaki. Salah satu pengertian sistem menurut
WEBSTER‘S (1996), “…System is a regularly interacting or interdependent
group of items forming a unified whole…” (Sistem adalah suatu kelompok item
yang secara teratur berinteraksi atau saling tergantung yang membentuk kesatuan
yang unik).
Memahami Akuntansi Syariah di Indonesia Juni 2010
Copyright©2009 dilindungi oleh Undang-Undang www. ebookakuntansisyariah.com Page 25
Dengan demikian, sistem nilai adalah suatu kumpulan item (nilai) yang secara
teratur berinteraksi atau saling tergantung yang membentuk suatu kesatuan yang
unik. Islam sebagai suatu sistem nilai dapat diartikan bahwa Islam merupakan
suatu kumpulan prinsip Islam yang berharga, yang secara teratur berinteraksi atau
saling tergantung yang membentuk suatu kesatuan yang unik.
Kita lihat dalam Al Qur‘an, seperti yang telah dijelaskan sebelumnya, diatur
prinsip-prinsip Aqidah/Tauhid/beriman, beretika, berakhlak, bermuamalah,
beribadah, yang diantara satu dengan lainnya tidak dapat dipisahkan serta saling
tergantung antar prinsip. Misalnya, apabila manusia akan bermuamalah maka
dasarnya adalah nilai-nilai syariah, sedangkan syariah adalah dijiwai oleh nilai–
nilai tauhid (aqidah islamiyah). Demikian juga nilai akhlak tidak akan lepas juga
dari syariah (hukum Islam) dimana syariah dijiwai oleh aqidah. Sistem nilai
Islam apabila dijalankan maka akan membentuk manusia yang ―akhlaqul
karimah” (berbudi pekerti luhur). Hal ini seperti yang dinyatakan oleh Allah,
yang intinya adalah Allah mengutus Rosul Muhammad SAW (dengan agama
Islam) tidak lain untuk memperbaiki akhlak. Secara diagram dapat dijelaskan
pada gambar 4, Islam sebagai suatu sistem nilai yang akan menghasilkan manusia
yang “akhlaqul karimah”.
Gambar 4
ISLAM SEBAGAI SUATU SISTEM NILAI
------------------- Sumber: Wiyono, Slamet, 2006, Cara Mudah Memahami Akuntansi Perbankan Syariah, Grasindo, halaman 17..
NILAI-NILAI ISLAM
SEBAGAI SISTEM NILAI
AQIDAH
AKHLAQ
SYARIAH HASIL-
KAN
MANUSIA
YANG BER
“TAQWA,
AKHLAQUL
KARIMAH “
Memahami Akuntansi Syariah di Indonesia Juni 2010
Copyright©2009 dilindungi oleh Undang-Undang www. ebookakuntansisyariah.com Page 26
Secara normatif, manusia yang ber-akhlaqul karimah (budi pekerti luhur)
amal perbuatan dan tindakannya akan baik dan bermanfaat bagi orang lain serta
makhluk yang lainnya. Amal perbuatan manusia dimulai dari niat, kemudian
berfikir, dan akhirnya bertindak. Orang yang berbudi pekerti yang luhur akan
mempunyai niat, berpikir, dan bertindak berdasarkan dan dijiwai oleh nilai-nilai
aqidah, syariah, dan akhlaq, sehingga buah pikir dan tindakannya akan
memberikan kemaslahatan bagi semua pihak. Membangun akuntansi
berparadigma Islami (Akuntansi Keuangan Syariah) dimulai dari niat yang
ikhlas karena mengharap ridho Allah SWT, kemudian dilanjutkan dengan olah
pikir yang berdasar dan dijiwai nilai aqidah, syariah, dan akhlaq Islam untuk
menghasilkan buah pikir akuntansi berparadigma Islami. Buah pikir tersebut
diharapkan dapat memberikan kemaslahatan bagi umat manusia di bumi ini serta
makhluk Allah lainnya. Buah pikir tersebut juga diharapkan dapat mempengaruhi
perilaku para pembacanya sehingga akan terpengaruh menjadi manusia yang ber-
akhlaqul karimah. Dengan demikian, sistem nilai Islam akan dapat menghasilkan
manusia yang ber-akhlaqul karimah, manusia yang ber-akhlaqul karimah akan
menghasilkan buah pikir dan tindakan yang bermanfaat bagi manusia, dan buah
pikir tersebut selanjutnya akan dapat mempengaruhi orang yang
memanfaatkannya menjadi orang yang ber-akhlaqul karimah pula, dan
seterusnya. Akhirnya, secara normatif ilmu pengetahuan Islamik sebagai buah
pikir manusia yang berbudi pekerti luhur akan dapat mempengaruhi perilaku
manusia menuju perilaku yang luhur ( akhlaqul karimah ) juga.
E. Sumber Nilai Islam
Islam sebagai agama yang universal memiliki kitab suci Al Qur‘an- sebagai
sumber nilai utama. Secara ringkas nilai-nilai dalam Al Qur‘an, seperti telah
dibahas sebelumnya dapat dikelompokkan menjadi nilai-nilai aqidah, syariah,
dan akhlaq. Untuk menterjemahkan ayat-ayat Al Qur‘an ke dalam perilaku riil
manusia telah dicontohkan pada kehidupan Rosulullah SAW melalui lisan dan
tindakannya. Lisan dan tindakan beliau telah dikumpulkan oleh para sahabat nabi
yang kemudian disebut dengan Al Hadits/As Sunnah. Fungsi Hadits di sini
Memahami Akuntansi Syariah di Indonesia Juni 2010
Copyright©2009 dilindungi oleh Undang-Undang www. ebookakuntansisyariah.com Page 27
diantaranya adalah untuk menjelaskan dan mempertegas ayat-ayat Al Qur‘an,
sehingga umat dalam menjalankan ajaran agama tersebut benar sesuai dengan
ayat-Nya. Allah SWT telah menegaskan tentang keadaan manusia bahwa manusia
tidak akan tersesat hidupnya sepanjang manusia berpegang pada dua hal yaitu
Kitabullah (Al Qur‘an) dan Sunah Rasul (Al Hadits), dimana Al Qur‘an
diturunkan dari Allah dan Al Hadits merupakan ucapan dan perbuatan Rosulullah
untuk memperjelas Al Qur‘an dengan contoh-contoh. Hal tersebut dapat
dijelaskan pada Surat Al Anfal:20, yang terjemahnya, “Hai orang-orang yang
beriman, taatlah kepada Allah dan Rosul dan janganlah kamu berpaling dari
pada-Nya.” Dengan demikian, sumber nilai-nilai Islam utama adalah ada pada
Al Qur‘an dan Al Hadits ( As-Sunnah ).
F. Riba dalam Ekonomi Syariah
F.1 Pengertian Interest/ Bunga, Usury, dan Riba
Menurut bahasa interest atau bunga adalah uang yang dikenakan atau
dibayar atas pengguanaan uang, sedangkan usury adalah pekerjaan meminjamkan
uang dengan mengenakan bunga yang tinggi. Misalnya, Tuan A meminjamkan
uang Rp 10.000.000,- dalam tempo pelunasan 12 bulan, pada saat mengembalikan
Tuan A menetapkan tambahan pembayaran sebesar Rp 1.000.000,-. Tambahan
pembayaran Rp 1.000.000,- disebut sebagai interest atau bunga (usury).
a). Denifisi interest menurut Samuel G. Kling, dalam The Legal Encyclopedia for
Home and Business, 1960, 246 (IBI, 36), ―Interest is compensation for the use of
money which due”.
b). Menurut Oxford English Dictionary, 1989, 109 (IBI, 37) mendefinisikan,
―interest is money paid for the use of money lent (the principal), or for
forbearance of a debt, according to a fixed ratio (rafe per cent)”.
c). Kemudian, Usury didefinisikan dalam Oxford English Dictionary, 1989,365
(IBI, 37) adalah ― The fact or practice of lending money at interest, especially in
later use, the practice of charging , taking or contracting to receive , exessive or
illegal rate of interest for money on loan”.
Memahami Akuntansi Syariah di Indonesia Juni 2010
Copyright©2009 dilindungi oleh Undang-Undang www. ebookakuntansisyariah.com Page 28
d). Selain itu, Cardinal de Lugo (1593-1623), mendefinisikan, ―Usury is gain
immediately arising as an obligation from a loan of mutuum…if gain doesn not
arise from a mutuum but from purchase and sale, however unjust, it is not usury,
and likewese if it is not paid as an obligation due but from goodwill, gratitutde ,
or friendship, it is not usury”.
Dari beberapa definisi tersebut dapat disimpulkan bahwa interest dan usury
merupakan dua konsep yang serupa dengan satu jiwa, yaitu keuntungan yang
diharapkan oleh pemberi pinjaman atas peminjaman uang atau barang (mutuum),
yang sebenarnya barang atau uang tersebut apabila tidak ada unsur tenaga kerja
tidak akan menghasilkan apa-apa. Usury muncul akibat proses peminjaman dan
bukan akibat jual beli, dengan kata lain tambahan dari harga pokok dalam jual
beli bukanlah usury atau interest, tetapi laba atau keuntungan.
F.2 Pengertian Riba
Riba berasal dari bahasa Arab yang berarti tambahan (al-ziyadah),
berkembang (an-numuw), meningkat (al-irtifa‟), dan membesar (al-„uluw).
Dengan demikian, riba dapat diartikan sebagai pengambilan tambahan dalam
transaksi pinjam meminjam, bahkan tambahan dalam transaksi jual beli yang
dilakukan secara batil juga dapat dikatakan sebagai riba.
Beberapa ulama memberikan definisi riba seperti berikut ini.
a). Muhammad ibnu Abdullah ibnu al-Arabi al-Maliki, dalam kitab Ahkam al-
Qur‟an, (IBI,39), memberikan pengertian riba, yaitu secara bahasa adalah
tambahan, namun yang dimaksud riba dalam al-Qur‟an yaitu setiap penambahan
yang diambil tanpa adanya suatu „iwad (penyeimbang/pengganti) yang
dibenarkan syariah.
b). Kemudian, Badr ad-Dien al-Ayni, dalam kitab Umdatul Qari, (IBI, 39),
menjelaskan bahwa prinsip utama riba adalah penambahan. Menurut syariah
riba berarti penambahan atas harta pokok tanpa adanya transaksi bisnis riil.
c). Imam Sarakhsi, dalam kitab al-Mabsul, (IBI, 39), memberikan pengertian
riba adalah tambahan yang disyaratkan dalam transaksi bisnis tanpa adanya
„iwadh(padanan) yang dibenarkan syariah atas penambahan tersebut.
Memahami Akuntansi Syariah di Indonesia Juni 2010
Copyright©2009 dilindungi oleh Undang-Undang www. ebookakuntansisyariah.com Page 29
F.3 Jenis Riba
Secara garis besar, riba diklasifikasikan menjadi dua kelompok, yaitu riba
yang terjadi akibat utang-piutang dan riba yang terjadi akibat jual-beli. Berikut
ini jenis riba dari dua kelompok riba tersebut, yaitu, riba nasi‘ah dan riba
fadhal.(Sabiq, 2007)
1. Riba Nasi‟ah
Riba nasi‘ah adalah pertambahan bersyarat yang diterima oleh pemberi utang dari
orang yang berutang karena penangguhan pembayaran. Jenis riba ini diharamkan
oleh Al Qur‘an, Sunnah, dan Ijma ‗ulama.
2. Riba Fadhal
Riba fadhal adalah jual beli uang dengan uang atau barang pangan dengan barang
pangan yang disertai tambahan (juga emas dengan emas, perak dengan perak).
Dari Abu Said, Rasulullah SAW bersabda,
― Emas dengan emas, perak dengan perak, gandum dengan gandum sama banyak
dan sama-sama diserahkan dari tangan ke tangan. Barangsiapa yang
menambahkan atau minta tambahan sungguh ia telah berbuat riba. Pengambil dan
pemberi sama.‖ (HR Bukhari dan Ahmad)
F.4 Hukum Riba
Riba diharamkan oleh semua agama samawi, karena dianggap sesuatu yang
membahayakan menurut agama Yahudi, Nasrani, dan Islam. Beberapa ayat telah
menunjukkan adanya bahaya riba dari agama samawi tersebut.
Dalam perjanjian Lama disebutkan,
―Jika kamu meminjamkan harta kepada salah seorang putra bangsaku, janganlah
kalian bersikap seperti orang yang mengutangkan; engkau meminta keuntungan
untuk hartamu.” (ayat 25 pasal 22b).
―Jika saudaramu membutuhkan sesuatu, maka tanggunglah. Jangan meminta darinya
sebuah keuntungan dan manfaat.‖(ayat 35 pasal 25 kitab Imamat)
Namun, orang-orang Yahudi tidak melarang melakukan riba terhadap non-Yahudi,
seperti yang disebutkan dalam ayat 20 pasal 23 Kitab Ulangan.
Al Qur‘an menjawab hal tersebut,
Memahami Akuntansi Syariah di Indonesia Juni 2010
Copyright©2009 dilindungi oleh Undang-Undang www. ebookakuntansisyariah.com Page 30
―... dan disebabkan mereka memakan riba, padahal mereka sesungguhnya telah
dilarang darinya.”(an-Nisaa‘ [4]:161)
Dalam Perjanjian Baru disebutkan,
― Jika kamu meminjamkan kepada orang yang kamu mengharapkan bayaran
darinya, maka kelebihan apa yang diberikan olehmu. Tetapi lakukanlah kebaikan-
kebaikan dan pinjamkanlah tanpa mengharapkan pengembaliannya. Dengan begitu
pahalamu berlimpah ruah.‖(ayat 34,35, pasal 6 Injil Lukas)
Berdasarkan teks tersebut, para pendeta sepakat dalam hal pengharaman semua jenis
riba seluruhnya.
Scubar berkata,
― Sesungguhnya orang yang mengatakan riba adalah bukan suatu kemaksiatan,
maka ia dianggap sebagai ateis yang keluar dari agama.‖
―Paus Paulus berkata,
―Sesungguhnya para pemakan riba, mereka kehilangan harga diri dalam hidup di
dunia dan mereka bukan orang yang pantas dikafankan setelah mereka mati.‖(Sabiq,
2007)
Islam secara tegas melarang praktik riba dalam perekonomian umat manusia.
Allah SWT melarang riba melalui al Qur‘an dengan empat tahap pelarangan, yakni
sebagai berikut.
1) Allah memberikan pengertian bahwa riba tidak akan menambah kebaikan di
sisi Allah. Allah berfirman:” Dan sesuatu riba (tambahan) yang kamu
berikan agar dia bertambah pada harta manusi, maka riba itu tidak
menambah di sisi Allah. Dan apa yang kamu berikan berupa zakat yang kamu
maksudkan untuk mencapai keridlaan Allah, maka (yang berbuat demikian)
itulah orang-orang yang melipatgandakan (pahalanya).” (QS. Ar-Ruum: 39).
2) Allah memberikan gambaran siksa bagi Yahudi dengan salah satu karakternya
yang suka memakan riba. Allah SWT berfirman, ”Maka disebabkan
kedhaliman orang-orang Yahudi, Kami haramkan atas mereka (memakan
makanan) yang baik-baik (yang dahulunya) dihalalkan bagi mereka, dan
karena mereka banyak menghalangi (manusia) dari jalan Allah, dan
disebabkan mereka memakan riba, padahal mereka sesungguhnya telah
dilarang dari padanya, dan karena mereka memakan harta orang dengan
Memahami Akuntansi Syariah di Indonesia Juni 2010
Copyright©2009 dilindungi oleh Undang-Undang www. ebookakuntansisyariah.com Page 31
jalan yang bathil. Kami telah menyediakan untuk orang-orang yang kafir
diantara mereka itu siksa yang pedih.”(QS. An-Nisaa‘: 160-161).
3) Allah SWT melarang memakan riba yang berlipat ganda, seperti firmanNya:‖
Hai orang-orang yang beriman, janganlah kamu memakan riba dengan
berlipat ganda dan bertakwalah kamu kepada Allah supaya kamu mendapat
keberuntungan.”(QS. Ali Imran:130).
4) Allah SWT melarang dengan keras dan tegas semua jenis riba, seperti dalam
firmanNya:‖ Hai orang-orang yang beriman, bertaqwalah kepada Allah dan
lepaskan sisa-sisa riba(yang belum dipungut) jika kamu orang yang beriman,
Jika kamu tidak mengerjakan (meninggalkan sisa riba) maka ketahuilah Allah
dan Rasullnya akan memerangimu. Jika kamu bertobat (dari pengambilan
Riba), maka bagimu modalmu (pokok hartamu), Kamu tidak menganiaya dan
tidak (pula dianiaya. “ (Al Baqarah : 278-279).
Sementara bagi kita jelas apa yang dilarang (riba) dan yang dihalalkan
(jual-beli). Allah berfirman, “Allah telah menghalalkan jual beli dan
mengharamkan riba.” (QS. Al Baqarah 275).
Dengan adanya ayat-ayat yang melarang praktik riba dalam perekonomian
umat manusia maka seluruh manusia hendaknya meninggalkan riba dalam kegiatan
ekonominya agar tergolong orang-orang yang beriman. Hanya orang yang beriman
dan beramal sholehlah yang akan diberikan balasan surga oleh Allah SWT. Dengan
pelarangan riba ini, Allah telah memberikan keleluasaan praktik ekonomi yang
halal, yaitu jual beli seperti dijelaskan pada Al Baqarah 275 tersebut di atas.
Bagaimana besarnya dosa riba, nabi besar Muhammad SAW telah menjelaskan
dalam haditsnya dengan periwayat yang berbeda. Diantara hadits tersebut adalah,
“Allah melaknat pemakan riba, orang yang memberi makan dengan riba, dua orang
saksinya, dan penulisnya (sekretarisnya / pengadministrasinya).” (diriwayatkan
semua penulis Sunan. At – Tirmidzi mensahihkan hadist ini).
“Satu dirham riba yang dimakan seseorang dengan sepengetahuannya itu lebih
berat dosanya dari pada tiga puluh enam berbuat zina.”(diriwayatkan Ahmad
dengan sanad shahih).
Memahami Akuntansi Syariah di Indonesia Juni 2010
Copyright©2009 dilindungi oleh Undang-Undang www. ebookakuntansisyariah.com Page 32
―Riba mempunyai tiga puluh tujuh pintu. Pintu yang paling ringan ialah seseorang
menikahi ibu kandungnya.”(diriwayatkan Al-Hakim dan ia menshahihkannya) [ Al-
Jazairi, 2001].
Dengan memperhatikan hadist nabi Muhammad SAW tersebut, sebagai orang yang
beriman kepada Allah dan RasulNya, maka pastilah takut luar biasa akan
mendapatkan dosa karena memakan riba, naudzubillahi mindzalik, semoga kita
segera bertobat untuk kembali ke Al Qur‘an dan al Hadist untuk meninggalkan
sistem riba dalam perekonomian dan kehidupan kita. Dengan niat yang ikhlas karena
Allah, insyaAllah kita dapat keluar dari himpitan sistem riba dan membangun sistem
ekonomi tanpa riba yang diridhai oleh Allah SWT.
==========================
SOAL-SOAL
1. Jelaskan bahwa Islam adalah way of life yang komprehensif!
2. Jelaskan pilar-pilar agama Islam, yang dapat menjadikan manusia sebagai
manusia yang berakhlaqul karimah!
3. Jelaskan sistem ekonomi Islam dengan kelengkapan sistemnya!
4. Jelaskan kedudukan Al Qur‘an dalam Sistem Ekonomi Islami!
5. Ada seorang manajer marketing yang beragama non Islam. Apakah saudara
setuju dengan kebijakan perusahaan yang membolehkan karyawan non muslim
bekerja dan menjadi manajer marketing? Berikan alasan saudara!
6. Ada yang berpendapat bahwa BUNGA BANK dari pinjaman itu bukan RIBA,
sepanjang pinjaman tersebut digunakan untuk kegiatan produktif yang halal.
Apakah saudara setuju dengan pendapat tersebut? Jelaskan jawaban saudara!
7. Banyak orang fakir dan miskin di Indonesia akibat terjadinya krisis ekonomi
yang berkepanjangan. Bagaimana cara mengatasinya menurut Sistem Ekonomi
Islami?
8. Apakah dalam perekonomian Islami keuangan negara juga diatur? Jelaskan
jawaban saudara!
9. Ada kesan, bahwa bank syariah beroperasi hanya untuk kalangan orang Islam
saja, sementara nasabah non-muslim tidak dapat dilayaninya karena beda
agama yang dianutnya. Apakah saudara setuju bank syariah hanya beroperasi
Memahami Akuntansi Syariah di Indonesia Juni 2010
Copyright©2009 dilindungi oleh Undang-Undang www. ebookakuntansisyariah.com Page 33
untuk kaum muslimin saja? Bagaimana seharusnya bank syariah beroperasi
dalam memberikan pelayanan?
10. Ada yang berpendapat bahwa sistem ekonomi hanyalah sistem ekonomi
kapitalis, jadi sistem ekonomi syariah itu sebenarnya tidak ada. Sistem ini
hanyalah sistem ekonomi kapitalis yang diberi ―baju syariah‖. Apakah saudara
setuju dengan pernyataan tersebut? Berikan alasan saudara!
11. Jelaskan landasan Al Qur‘an mengenai pembukuan dalam bermuamalah!
12. Apakah Surat Al Baqarah ayat 282 mengatur pendapatan berbasis ―accrual‖?
Jelaskan jawaban saudara! (Ingat kembali ke Teori Akuntansi tentang Accrual
Basis dan Cash Basis ).
Memahami Akuntansi Syariah di Indonesia Juni 2010
Copyright©2009 dilindungi oleh Undang-Undang www. ebookakuntansisyariah.com Page 34
BAB II
AKAD DAN TRANSAKSI
DALAM BISNIS SYARIAH
A. Akad
Lafal akad berasal dari lafal Arab al-„aqd yang berarti perikatan, perjanjian atau
permufakatan al-ittifaq. Secara terminologi fiqih, akad didefinisikan sebagai pertalian ijab
(pernyataan melakukan ikatan) dan qabul (pernyataan menerima ikatan) sesuai dengan
kehendak syariat yang berpengaruh pada obyek perikatan (Haroen, 2000). Jadi, akad adalah
suatu perikatan, perjanjian yang ditandai adanya pernyataan melakukan ikatan (ijab) dan
pernyataan menerima ikatan (qabul) sesuai dengan syariah Islamiyah yang mempengaruhi
obyek yang diperikatkan oleh pelaku perikatan. Dari pengertian ini maka dalam akad akan
ada minimal dua pihak yang melakukan perikatan, kemudian adanya obyek perikatan dan
disertai dengan ijab dan qabul untuk terlaksananya perikatan tersebut.
Ahmad Az-Zarqa, ahli fikih Jordania asal Syria (Haroen, 2000) menyatakan bahwa
tindakan (action) hukum yang dilakukan manusia terdiri dari dua bentuk, yakni
1. tindakan berupa perbuatan;
2. tindakan berupa perkataan.
Tindakan berupa perkataan juga terbagi menjadi dua, yaitu tindakan yang berupa akad dan
yang tidak berupa akad.
1. Rukun akad
Suatu akad akan sah secara syariah (Haroen, 2000) apabila memenuhi rukun daripada
akad. Jumhur Ulama Fiqih menyatakan bahwa rukun akad terdiri dari
a. pernyataan untuk mengikatkan diri ( sighat al-„aqd );
b. pihak-pihak yang berakad ( al-muta‟aqidain );
c. obyek akad ( al-ma‟qud ‗alaih ).
Jadi, ketiga unsur tersebut harus ada agar suatu akad sah secara syariah islamiyah. Salah
satunya ditinggalkan maka akad menjadi tidak sah. Misalnya, pernyataan untuk mengikatkan
diri dan pihak-pihak yang berakad ada, namun obyek akad tidak ada maka akad menjadi tidak
sah. Demikian juga untuk unsur dua yang lain tidak boleh ada satu pun yang tidak ada agar
akad sah demi syariah dan perjanjian tersebut akan segera diikuti oleh transaksinya.
Memahami Akuntansi Syariah di Indonesia Juni 2010
Copyright©2009 dilindungi oleh Undang-Undang www. ebookakuntansisyariah.com Page 35
2. Jenis-Jenis Transaksi dan Akad
Di dalam sistem ekonomi syariah pada umumnya akad dibedakan menjadi dua
kelompok ( Zulkifli, 2003), yaitu
a. akad tabarru‘, dan
b. akad tijarah.
Akad tabarru‟ merupakan perjanjian/kontrak yang tidak mencari keuntungan materiil.
Jadi, bersifat kebajikan murni dan hanya mengharap imbalan dari Allah SWT, sedangkan
akad tijarah merupakan perjanjian/kontrak yang tujuannya mencari keuntungan usaha.
Berikut ini penjelasan ke dua jenis akad tersebut.
1. Akad Tabarru‟ ( Kontrak Untuk Transaksi Kebajikan )
Akad Tabarru‟ digunakan untuk transaksi yang bersifat tolong menolong tanpa
mengharapkan adanya keuntungan materiil dari pihak-pihak yang melakukan
perikatan, kecuali berharap mendapatkan balasan dari Allah SWT semata. Walaupun
demikian, dalam transaksi yang bersifat tabarru‟ ini dibolehkan untuk memungut
biaya transaksi yang akan digunakan habis dalam pengelolaan transaksi tabarru‟ ini,
sehingga benar-benar tidak ada unsur surplus atau keuntungan material yang
diperoleh.
Obyek dari akad tabarru‟ ini biasanya adalah sesuatu yang diberikan/dipinjamkan
dari suatu pihak kepada pihak lain. Jenis-jenis transaksi yang tergabung dalam akad
tabarru‟, yakni sebagai berikut.
a). Akad Qardh
Transaksi qardh timbul karena salah satu pihak meminjamkan obyek perikatan
yang berbentuk uang kepada pihak lainnya, tanpa berharap mengambil keuntungan
materiil apa pun. Menurut M.Syafii Antonio (2001), qardh adalah pemberian harta
kepada orang lain yang dapat ditagih atau diminta kembali atau dengan kata lain
meminjamkan tanpa mengharap imbalan. Institusi yang kemungkinan mengelola
transaksi qardh ini adalah seperti Bait al-Mal, Bait al-Zakah, organisasi sosial, bank
syariah, dan individual. Guna tertib administrasi organisasi maka transaksi qardh ini
selayaknya juga untuk diadministrasikan dalam pembukuan yang dapat
dipertanggung jawabkan kepada para pihak yang terkait dan kepada Allah SWT.
Rukun Al-Qardh
1. pihak yang meminjam (muqtaridh);
2. pihak yang memberikan pinjaman (muqridh);
3. dana (qardh);
Memahami Akuntansi Syariah di Indonesia Juni 2010
Copyright©2009 dilindungi oleh Undang-Undang www. ebookakuntansisyariah.com Page 36
4. ijab qabul (sighat).
Gambar 2 Skema Transaksi Al Qardh
b). Akad Rahn
Transaksi rahn timbul karena salah satu pihak meminjamkan suatu obyek perikatan
yang berbentuk uang kepada pihak lainnya yang disertai dengan jaminan. Menurut
M.Syafii Antonio (2001), rahn adalah menahan salah satu harta milik si peminjam
sebagai jaminan atas pinjaman yang diterimanya. Institusi yang kemungkinan
mengelola transaksi rahn adalah pegadaian, koperasi, dan owner operators.
Rukun Ar-Rahn
1. pihak yang menggadaikan (raahin);
2. pihak yang menerima gadai (murtahin);
3. obyek yang digadaikan (marhun);
4. hutang (marhun bih);
5. ijab qabul (sighat).
Q
ar
dr
dh
Muqridh
Muqtaridh
1. Akad
2. Pemberian Utang
3. Pengembalian
Qardh
qardh
Memahami Akuntansi Syariah di Indonesia Juni 2010
Copyright©2009 dilindungi oleh Undang-Undang www. ebookakuntansisyariah.com Page 37
Gambar 3 Skema Transaksi Ar-Rahn
c). Akad Hawalah
Transaksi hawalah timbul karena salah satu pihak meminjamkan suatu obyek
perikatan yang berbentuk uang untuk mengambil alih piutang/utang dari pihak lain.
Menurut M.Syafii Antonio (2001), hawalah adalah pengalihan utang dari orang
yang berhutang kepada orang lain yang wajib menanggungnya. Artinya, ada satu
pihak yang menjamin utang pihak lain. Institusi yang kemungkinan mengelola
transaksi hawalah adalah bank syariah.
Rukun Hawalah
1. pihak yang berutang (muhil);
2. pihak yang berpiutang (muhal);
3. pihak yang berutang dan berkewajiban membayar utang kepada muhal (muhal
„alih);
4. utang muhil kepada muhal (muhal bih);
5. utang muhal alaih kepada muhil;
6. ijab qabul (sighat).
Marhun Bih
(Hutang)
Murtahin Raahin
Marhun (Barang)
2. Pemberian Hutang
1. Akad Transaksi
3. Penyerahan Marhun
Memahami Akuntansi Syariah di Indonesia Juni 2010
Copyright©2009 dilindungi oleh Undang-Undang www. ebookakuntansisyariah.com Page 38
Gambar 4 Skema Transaksi Hawalah Al Haq
d). Akad Wakalah
Transaksi wakalah timbul karena salah satu pihak memberikan suatu obyek perikatan
yang berbentuk jasa atau dapat juga disebut sebagai meminjamkan dirinya untuk
melakukan sesuatu atas nama diri pihak lain. Menurut M.Syafi‘i Antonio (2001),
wakalah adalah penyerahan, pendelegasian atau pemberian mandat. Orang yang
diberikan amanat oleh orang lain maka orang yang diberi amanat akan melakukan
apa yang diamanatkan kepada dirinya atas nama orang yang memberikan amanat
(kuasa) tersebut. Transaksi wakalah ini dapat dijumpai pada perbankan, seperti
transaksi penagihan, pembayaran, agency, administrasi dan lain-lain.
Rukun Wakalah
1. pihak pemberi kuasa (muwakkil);
2. pihak penerima kuasa (wakil);
3. obyek yang dikuasakan (taukil);
4. ijab qabul (sighat).
Muhil
Muhal
Muhal „Alaih
1b. Janji bayar tanggung
1a. Transaksi
3. Dana Talangan
4. Penagihan 2. Akad Hawalah
Memahami Akuntansi Syariah di Indonesia Juni 2010
Copyright©2009 dilindungi oleh Undang-Undang www. ebookakuntansisyariah.com Page 39
Gamar 5 Skema Transaksi Wakalah
e). Akad Wadi‟ah
Transaksi wadi‟ah timbul karena salah satu pihak memberikan suatu obyek perikatan
yang berbentuk jasa yang lebih khusus yaitu custodian ( penitipan atau
pemeliharaan).
Menurut M.Syafi‘i Antonio (2001), wadi‟ah adalah titipan murni dari satu pihak ke
pihak lainnya baik individu maupun badan hukum yang harus dijaga dan
dikembalikan kapan saja si penitip menghendaki. Transaksi wadi‘ah banyak dijumpai
di perbankan syariah, yaitu adanya jasa penghimpunan dana wadi‘ah dari nasabah
dalam bentuk trustee depository dan guarantee depository.
Jenis-jenis wadi‟ah pada pelaksanaannya, wadi‟ah dibedakan menjadi dua
jenis, yaitu wadi‟ah yad al-amanah dan wadi‟ah yad adh-dhamanah.
1. Wadi‟ah yad al-amanah adalah akad penitipan barang/uang dimana pihak
penerima titipan tidak diperkenankan menggunakan barang/uang yang dititipkan dan
tidak bertanggung jawab atas kerusakan atau kehilangan barang titipan yang bukan
diakibatkan perbuatan atau kelalaian si penerima titipan.
2. Wadi‟ah yad adh-dhamanah adalah akad penitipan barang/uang dimana pihak
penerima titipan dengan atau tanpa izin pemilik barang/uang dapat memanfaatkan
barang/uang titipan dan harus bertanggung jawab atas kerusakan atau kehilangan
Muwakkil Wakil
Urusan Yang Diwakilkan
(Taukil)
1. Akad Wakalah
2. Pelaksanaan Akad
Memahami Akuntansi Syariah di Indonesia Juni 2010
Copyright©2009 dilindungi oleh Undang-Undang www. ebookakuntansisyariah.com Page 40
barang titipan. Semua manfaat dan keuntungan yang diperoleh dalam penggunaan
barang/uang tersebut menjadi hak penerima titipan.
Dalil tentang wadi‟ah yad adh-dhamanah
Diriwayatkan dari Abu Rafie bahwa Rasulullah SAW pernah meminta seseorang
untuk meminjamkan seekor unta. Maka diberinya unta korban (berumur sekitar dua
tahun). Setelah selang beberapa waktu, Rasulullah SAW memerintahkan Abu Rafie
untuk mengembalikan unta tersebut kepada pemiliknya, tetapi Abu Rafie kembali
kepada Rasulullah SAW seraya berkata, “ Ya Rasulullah, unta yang sepadan tidak
kami temukan, yang ada hanya unta yang lebih besar dan berumur empat tahun,”
Rasulullah SAW berkata,” Berikanlah itu, karena sesungguhnya sebaik-baik kamu
adalah yang terbaik ketika membayar.” (HR.Muslim).
Rukun wadi‟ah 1. barang/uang yang disimpan/dititipkan (wadi‟ah);
2. pemilik barang/uang yang bertindak sebagai pihak yang meniitipkan
(muwaddi‟);
3. pihak yang menyimpan atau memberikan jasa custodian (mustawda‟);
4. ijab qabul (sighat).
Gambar 6 Skema Transaksi WadiahYad Al Amanah
2. Penyerahan
Barang
1. Akad
Wadi‟ah
3. Pengembalian barang saat
diminta
Muwaddi‟ Mustawda‟
Memahami Akuntansi Syariah di Indonesia Juni 2010
Copyright©2009 dilindungi oleh Undang-Undang www. ebookakuntansisyariah.com Page 41
Gambar 7 Skema Transaksi Wadi‟ah Yad Adh-Dhamanah
f). Akad Kafalah
Transaksi kafalah timbul jika salah satu pihak memberikan suatu obyek yang
berbentuk jaminan atas kejadian tertentu di masa yang akan datang (contingent
guarantee). Menurut M.Syafi‘i Antonio (2001), kafalah adalah jaminan yang
diberikan oleh penanggung kepada pihak ke tiga untuk memenuhi kewajiban pihak
ke dua atau yang ditanggung. Dalam pengertian lain, kafalah juga berarti
mengalihkan tanggung jawab seseorang yang dijamin dengan berpegang pada
tanggung jawab orang lain sebagai penjamin. Akad kafalah ini banyak dipraktikkan
di perbankan syariah, seperti personal guarantee, jaminan pembayaran utang,
performance bonds (jaminan prestasi).
2. Penyerahan Barang
1. Akad Wadi‟ah
6. Mustawada‟
memberikan bonus
3. Pemanfaatan Barang
/ uang
5. Pengembalian
barang/ uang
4.
memperoleh
manfaat
barang/ uang
Muwaddi‘ Mustawda‘
Pemanfaatan
barang/ uang
Memahami Akuntansi Syariah di Indonesia Juni 2010
Copyright©2009 dilindungi oleh Undang-Undang www. ebookakuntansisyariah.com Page 42
Rukun kafalah
1. pihak penjamin (kaafil);
2. pihak yang dijamin (makful);
3. obyek penjamianan (makful alaih);
4. ijab qabul (sighat).
Gambar 8 Skema Transaksi Kafalah
g). Akad Wakaf
Transaksi wakaf timbul jika salah satu pihak memberikan suatu obyek yang
berbentuk uang ataupun obyek lainnya tanpa disertai kewajiban mengembalikan.
Transaksi ini biasanya dikelola oleh suatu lembaga yang sering disebut Badan
Wakaf. Obyek tersebut digunakan untuk kegiatan kemaslahatan masyarakat dan tidak
untuk diperjual belikan.
Kaafil Makful
Objek Penjaminan
(Makful Alaih)
1. Akad Kafalah
2. Pelaksanaan Akad
Memahami Akuntansi Syariah di Indonesia Juni 2010
Copyright©2009 dilindungi oleh Undang-Undang www. ebookakuntansisyariah.com Page 43
2. Akad Transaksi Tijarah (Kontrak Untuk Transaksi yang Berorientasi
Laba)
Transaksi pada tijari sector (sektor swasta ) pada umumnya bersifat orientasi laba
(profit oriented). Aktivitas pada sektor swasta ini berfungsi menciptakan
kemakmuran dan kesejahteraan ekonomi melalui kegiatan produksi, distribusi, dan
konsumsi. Institusi yang melaksanakan kegiatan ini bisa perusahaan swasta murni
ataupun perusahaan negara yang berciri swasta. Bentuk perusahaannya berupa
perusahaan perorangan maupun sharikah (seperti partnership, koorporasi maupun
lembaga koperasi). Sifat dasarnya, transaksi dan kontrak dalam ekonomi syariah
dapat dikategorikan menjadi dua, (Zulkifli, 2003), yakni
a. kontrak yang secara alamiah mengandung kepastian (natural certainty
contract – NCC ) dan jenis-jenisnya;
b. kontrak yang secara alamiah mengandung ketidakpastian (natural uncertainty
contract-NUC) dan jenis-jenisnya.
Penjelasan mengenai dua jenis kontrak tersebut di atas sebagai berikut.
a). Natural Certainty Contract (NCC)
Natural Certainty Contract (NCC) adalah suatu jenis kontrak transaksi dalam
bisnis yang memiliki kepastian keuntungan dan pendapatannya baik dari segi jumlah dan
waktu penyerahannya. Yang dimaksud dengan memiliki kepastian adalah masing-
masing yang terlibat dalam kontrak dapat melakukan prediksi terhadap pembayaran
maupun waktu pembayarannya. Dengan demikian sifat transaksinya adalah pasti dan
dapat ditentukan besarannya.
Dalam hal pertukaran suatu perekonomian dan bisnis maka akan melibatkan dua
hal penting, yaitu obyek pertukaran dan waktu pertukaran.
1. Obyek pertukaran, pada dasarnya terdiri dari dua macam, yakni sebagai
berikut.
a. „Ayn ( real asset = harta nyata), berupa barang dan jasa, seperti tanah,
gedung, mobil, peralatan, jasa parkir, jasa karyawan, jasa guru dan sebagainya.
b. Dayn ( financial asset = harta keuangan ), harta yang memiliki nilai
finansial, seperti uang dan surat-surat berharga.
2. Waktu pertukaran, pada dasarnya teridiri dari dua jenis, yakni sebagai berikut.
a. Naqdan ( immediate delivery = penyerahan segera), adalah kondisi
pertukaran dimana waktu pertukaran dilakukan secara tunai stau segera atau sekarang
(present atau spot).
Memahami Akuntansi Syariah di Indonesia Juni 2010
Copyright©2009 dilindungi oleh Undang-Undang www. ebookakuntansisyariah.com Page 44
b.Ghairu Naqdan ( deferred delivery = penyerahan tangguh), adalah kondisi
pertukaran dimana waktu pertukarannya dilakukan di masa yang akan datang atau
ditangguhkan.
Berdasarkan obyek dan waktu pertukaran tersebut maka kita dapat membuat matrix
pertukaran yang dapat menggambarkan mana jenis pertukaran yang diperbolehkan dan
yang dilarang oleh syariah.
Tabel 1 Matrix Pertukaran
WAKTU PERTUKARAN
NO OBYEK
PERTUKARAN
Present vs Present Present vs Deferred Deferred vs
Deferred
1 „Ayn vs „Ayn Boleh Boleh Tidak Boleh
2 „Ayn vs „Dayn Boleh Boleh Tidak Boleh
3 „Dayn vs Dayn Tidak Boleh (kecuali
sharf )
Tidak Boleh Tidak Boleh
Sumber: Zulkifli, 2003, (dalam Wiyono,2006), Panduan Praktis Transaksi Perbankan Syariah,
Zikrul Hakim, Jakarta.
Jenis-jenis ―natural certainty contract” dalam perekonomian Islami meliputi sebagai
berikut:
1. akad bai‟ ( akad jual-beli )
a. bai‟ al-murabahah,
b. bai‟ as-salam, dan
c. bai‟ al-istishna‟;
2. ijarah dan ijarah muntahiyah bitamliik
3. sharf;
4. barter.
Akad bai‟ (akad jual – beli)
Al bai‟ dalam istilah fiqih berarti menjual, mengganti, dan menukar sesuatu dengan
sesuatu yang lain. Lafal al-bai‟ dalam bahasa Arab terkadang digunakan untuk
pengertian lawannya, yakni asy-syira‟ (beli). Dengan demikian kata al-bai‟ berarti jual,
tetapi sekaligus juga beli (Haroen, 2000 ), sedangkan dalam pengertian perekonomian,
bai‟ adalah transaksi pertukaran antara „ayn yang berbentuk barang dengan dayn yang
berbentuk uang (Zulkifli, 2003). Dalam transaksi bai‟ ini penjual telah memasukkan
unsur laba dalam harga jualnya dan secara syariat tidak harus memberitahukan kepada
pembeli tentang besarnya keuntungan yang ditambahkannya. Dalam akad bai‟ harga dan
keuntungan sudah bersifat pasti (certaint). Apabila suatu barang dijual belikan dengan
harga Rp10.000,00 dan kedua belah pihak setuju maka Rp10.000,00 telah menjadi pasti
dan kontraknya juga bersifat pasti.
Memahami Akuntansi Syariah di Indonesia Juni 2010
Copyright©2009 dilindungi oleh Undang-Undang www. ebookakuntansisyariah.com Page 45
Dalil Al Qur‟an tentang Jual Beli
Transaksi jual beli telah dihalalkan oleh Allah SWT dengan beberapa firmanNya,
yaitu seperti pada Surat Al Baqarah, 275, ”Allah menghalalkan jual beli dan
mengharamkan riba…”. Juga pada Surat An-Nisa‘, 29, “… kecuali dengan jalan
perdagangan yang didasari suka sama suka diantara kamu … “
Dalil Al Hadits tentang Jual beli
Dasar hukum jual beli dalam Sunnah Rasulullah SAW, diantaranya adalah hadist dari
Rifa‘ah ibn Rafi‘, “Rasulullah SAW ditanya salah seorang sahabat mengenai
pekerjaan (profesi) yang paling baik. Rasulullah saat itu menjawab : usaha tangan
manusia sendiri dan setiap jual beli yang diberkati.( HR al-Bazar dan al-Hakim ).
Dari Syuaib, Rasulullah SAW bersabda, “Tiga perkara yang di dalamnya terdapat
keberkahan: menjual dengan pembayaran secara tangguh, muqaradah (nama lain
mudharabah), dan mencampur gandum dengan tepung untuk keperluan rumah dan tidak
untuk dijual.”( HR Ibnu Majah).
c. Rukun Jual-Beli ( Bai‟)
1. penjual (bai‟);
2. pembeli (musytari‟);
3. barang/obyek (mabi‟);
4. harga (tsaman);
5. ijab qabul (sighat);
Gambar 9 Skema Transaksi Bai‟ (Jual Beli)
Memahami Akuntansi Syariah di Indonesia Juni 2010
Copyright©2009 dilindungi oleh Undang-Undang www. ebookakuntansisyariah.com Page 46
a. Bai‟ Al-Murabahah
Bai‟ al-Murabahah adalah bagian dari jenis bai‘, yaitu jual beli dimana harga
jualnya terdiri dari harga pokok barang yang dijual ditambah dengan sejumlah
keuntungan (ribhun) yang disepakati oleh kedua belah pihak, pembeli dan penjual. Pada
transaksi murabahah, penyerahan barang dilakukan pada saat transaksi sementara
pembayarannya dapat dilakukan secara tunai, tangguh ataupun dicicil.
Dalil Al Qur‟an dan Al Hadits sama seperti dalil al – Bai‟
Dalil Al Qur‟an tentang Jual Beli
Transaksi jual beli telah dihalalkan oleh Allah SWT dengan beberapa firmanNya, yaitu,
seperti pada Surat Al Baqarah, 275
“Allah menghalalkan jual beli dan mengharamkan riba…”
Juga pada Surat An-Nisa‘, 29
“… kecuali dengan jalan perdagangan yang didasari suka sama suka diantara kamu…”
2. Penyerahan Barang Sekarang
1. Akad Bai‟
3. Pembayaran secara tunai, tangguh
ataupun dicicil
Penjual
(Bai‟)
Pembeli (Musytari)
Memahami Akuntansi Syariah di Indonesia Juni 2010
Copyright©2009 dilindungi oleh Undang-Undang www. ebookakuntansisyariah.com Page 47
Dalil Al Hadits tentang Jual beli
Dasar hukum jual beli dalam Sunnah Rasulullah SAW, diantaranya adalah hadist dari
Rifa‘ah ibn Rafi‘,
“Rasulullah SAW ditanya salah seorang sahabat mengenai pekerjaan (profesi) yang
paling baik. Rasulullah saat itu menjawab : usaha tangan manusia sendiri dan setiap
jual beli yang diberkati”( HR al-Bazar dan al-Hakim ).
Rukun Murabahah
1. penjual (bai‟);
2. pembeli (musytari‟);
3. barang/obyek (mabi‟);
4. harga (tsaman);
5. ijab qabul (sighat).
Gambar 10 Skema Transaksi Bai‟ al-Murabahah
b. Bai‟ As-Salam (Jual beli Pesanan)
Secara terminologis, para ulama fiqih mendefinisikannya, as-salam adalah
2. Penyerahan Barang Sekarang
1. Akad Murabahah
3. Pembayaran secara tunai, tangguh
ataupun di cicil
Penjual
(Bai‟)
Pembeli (Musytari)
Memahami Akuntansi Syariah di Indonesia Juni 2010
Copyright©2009 dilindungi oleh Undang-Undang www. ebookakuntansisyariah.com Page 48
“menjual suatu barang yang penyerahannya ditunda, atau menjual suatu barang yang
ciri-cirinya jelas dengan pembayaran modal lebih awal, sedangkan barangnya
diserahkan kemudian hari” (Haroen, 2000).
Ulama Syafi‘iyah dan Hanabilah mendefinisikan as-salam, sebagai berikut.
“Akad yang disepakati untuk membuat sesuatu dengan ciri-ciri tertentu dengan
membayar harganya dahulu, sedangkan barangnya diserahkan (kepada pembeli)
kemudian hari”.
Jadi, as-Salam adalah transaksi jual beli suatu barang tertentu antara pihak penjual dan
pembeli yang harga jualnya terdiri dari harga pokok barang dan keuntungan yang
ditambahkannya yang telah saling disepakati, dimana waktu penyerahan barangnya
dilakukan kemudian hari, sementara pembayarannya (penyerahan uangnya) dilakukan di
muka (secara tunai).
Dalil Al Qur‟an untuk Bai‟ As-Salam
Seperti dalam Surat Al Baqarah, 282, Allah berfirman,
“ Hai orang-orang yang beriman, apabila kamu bermuamalah tidak secara tunai untuk
waktu yang ditentukan, maka hendaklah kamu menuliskannya…”
Ibnu Abbas, sahabat Rasulullah SAW , menyatakan bahwa ayat ini mengandung hukum
jual beli pesanan yang ketentuan waktunya harus jelas. Alasan lainnya adalah seperti
sabda Rasulullah SAW yang berbunyi sebagai berikut (Haroen, 2000).
“Jika kamu melakukan jual beli salam, maka lakukanlah dalam ukuran tertentu,
timbangan tertentu, dan dalam waktu tertentu”.(HR. al-Bukhari, Musylim, Abu Daud,
an-Nasa‟I at-Tirmidzi, dan Ibn Majah dari Ibnu „Abbas).
Dalil Al Hadits lainnya,
“Ibnu Abbas meriwayatkan bahwa Rasulullah SAW datang ke Medinah dimana
penduduknya melakukan salaf (salam) dalam buah-buahan (untuk jangka waktu tertentu
) satu, dua, dan tiga tahun. Beliau berkata:”Barangsiapa yang melakukan salaf (salam),
hendaknya ia melakukan dengan takaran yang jelas dan timbangan yang jelas pula,
untuk jangka waktu yang diketahu‖(HR. Thabrani).
Rukun Bai‟ As-Salam
1. penjual (muslam alaih);
2. pembeli (muslam);
3. barang/obyek (muslam fihi);
4. harga (ra‟sul maal as-salam);
Memahami Akuntansi Syariah di Indonesia Juni 2010
Copyright©2009 dilindungi oleh Undang-Undang www. ebookakuntansisyariah.com Page 49
5. ijab qabul (sighat).
Gambar 11 Skema Transaksi Bai‟ As-Salam
c. Bai‟ Al-Istishna‟
Bai‟ Al-Istishna‟ adalah transaksi jual beli seperti prinsip bai‟ as-salam, yaitu jual
beli yang penyerahannya dilakukan kemudian, tetapi penyerahan uangnya/
pembayarannya dapat dilakukan secara cicilan atau ditangguhkan, karena Bai‟ Al-
Istishna merupakan jenis khusus dari Bai‟ As-Salam maka landasan Al Qur‘an dan Al
Haditsnya sama seperti yang berlaku pada Bai‟ As-Salam.
Rukun Bai‟ Al-Istishna‟
1. penjual / penerima pesanan (shani‟);
6. pembeli / pemesan (musytasni‟);
7. barang/obyek (masnu‟);
8. harga (tsaman);
9. ijab qabul (sighat).
2. Penyerahan Barang dikemudian hari
1.Akad Bai‟ As-Salam
3. Pembayaran dimuka
Penjual
(Muslam Ilaih)
Pembeli (Muslam)
Memahami Akuntansi Syariah di Indonesia Juni 2010
Copyright©2009 dilindungi oleh Undang-Undang www. ebookakuntansisyariah.com Page 50
Gambar 12 Skema Transaksi Bai‟ al-Istishna‟
2. Ijarah ( Sewa-menyewa )
Dalam perekonomian syariah juga dikenal adanya transaksi sewa menyewa suatu
aset, yaitu dengan istilah ijarah. Ijarah adalah transaksi pertukaran antara ‗ayn yang
berbentuk jasa atau manfaat dengan dayn. Ijarah dapat juga didefinisikan sebagai akad
pemindahan hak guna atau manfaat atas barang atau jasa melalui upah sewa tanpa diikuti
pemindahan hak kepemilikan atas barang itu sendiri.
Dalil Al Qur‟an tentang Ijarah
Al Qur‘an, surat Al Baqarah : 233 menyatakan,
“Dan jika kamu ingin anakmu disusukan oleh orang lain, maka tidak ada dosa bagimu
apabila kamu memberikan pembayaran menurut yang patut. Bertaqwalah kamu kepada
Allah dan ketahuilah bahwa Allah Maha Melihat apa yang kamu kerjakan.”
2. Penyerahan secara tangguh/cicilan
cicilan
1. Akad + kualifikasi
pesanan
3. Penyerahan mashnu‘ dikemudian hari
Pembeli
(Mustashni)
Penjual (Shani‟)
Memahami Akuntansi Syariah di Indonesia Juni 2010
Copyright©2009 dilindungi oleh Undang-Undang www. ebookakuntansisyariah.com Page 51
Dalil Al Hadits tentang Ijarah
Diriwayatkan dari Ibnu Abbas bahwa Rasulullah SAW bersabda, “Berbekamlah kamu,
kemudian berikanlah olehmu upahnya kepada tukang bekam itu” (HR. Bukhari dan
Muslim).
Dari Ibnu Umar bahwa Rasulullah SAW bersabda, “Berikanlah upah pekerja sebelum
keringatnya kerin” (HR.Ibnu Majah).
Dilihat dari obyeknya ijarah mempunyai obyek barang seperti mobil, ruko, rumah, dan
gedung; dan obyek manfaat dari tenaga kerja, seperti jasa taxi, jasa guru, jasa dosen, dan
lainnya.
Rukun Ijarah
1. penyewa (musta‟jir);
2. pemberi sewa (mu‟ajir);
3. obyek sewa (ma‟jur);
4. harga sewa (ujrah);
5. manfaat sewa (manfaah);
6. ijab qabul (sighat).
3. Ijarah Muntahiyah Bitamliik (IMB)
Ijarah Muntahiyah Bitamliik adalah transaksi ijarah yang diikuti dengan proses
perpindahan hak kepemilikan atas barang itu sendiri. Transaksi IMB merupakan
pengembangan transaksi ijarah untuk mengakomodasi kebutuhan masyarakat, karena
IMB merupakan pengembangan dari transaksi ijarah maka ketentuannya mengikuti
ketentuan ijarah.
Perpindahan Kepemilikan
Proses perpindahan kepemilikan obyek dalam transaksi IMB secara umum dapat
dilakukan dengan cara sebagai berikut.
1. Hibah, yakni transaksi ijarah yang diakhiri dengan perpindahan kepemilikan barang
dengan cara hibah dari pemilik obyek sewa kepada penyewa.
2. Janji untuk menjual, yakni transaksi ijarah yang diikuti dengan janji menjual
barang obyek sewa dari pemilik obyek sewa kepada penyewa dengan harga tertentu.
Memahami Akuntansi Syariah di Indonesia Juni 2010
Copyright©2009 dilindungi oleh Undang-Undang www. ebookakuntansisyariah.com Page 52
4. Perpindahan hak milik
Musta‟jir Mu‟ajjir
2. PembayaranUjrah
3. Pengalihan hak guna barang
1. Akad Ijarah
Rukun Ijarah Mintahiyah Bitamliik
1. penyewa (musta‟jir);
2. pemberi sewa (mu‘ajir);
3. obyek sewa (ma‟jur);
4. harga sewa (ujrah);
5. manfaat sewa (manfaah);
6. ijab qabul (sighat).
Gambar 13 Skema Transaksi Ijarah Muntahiyah Bittamlik (IMB)
3. Sharf
Sharf adalah transaksi pertukaran dayn (mata uang) dengan dayn (mata uang) yang
berbeda atau jual beli mata uang yang berbeda. Dalam transaksi Sharf penyerahan valuta
harus dilakukan secara tunai (naqdan) dan tidak dilakukan secara tangguh, terkait
dengan hal ini maka transaksi forward tidak dapat dibenarkan dalam Islam.
Dalil tentang Sharf
Dari Ubadah bin Shamit ra., Nabi Muhammad SAW bersabda, ”Emas dengan emas,
perak dengan perak, gandum dengan gandum, syair dengan syair, kurma dengan kurma,
Memahami Akuntansi Syariah di Indonesia Juni 2010
Copyright©2009 dilindungi oleh Undang-Undang www. ebookakuntansisyariah.com Page 53
garam dengan garam, hendaklah sama banyaknya, tunai dan timbang terima. Apabila
berlainan jenisnya bolehlah kamu jual sekehendakmu asal tunai” (Muttafaqun ‗Alaihi).
Dari Abu Hurairah, Nabi SAW bersabda, ”Boleh menjual emas dengan emas dengan
setimbang, sebanding dan perak dengan perak setimbang, sebanding”(HR. Ahmad,
Muslim dan Nasa‘I).
Dari Abu Hurairah, Nabi SAW bersabda, ”Boleh menjual tamar dengan tamar, gandum
dengan gandum, sya‟ir dengan sya‟ir, garam dengan garam, sama sebanding, tunai
dengan tunai. Barangsiapa menambah atau minta tambah maka telah berbuat riba
kecuali yang berlainan warnanya”(HR. Muslim ).
Dari Abi Bakrah ra, Nabi SAW bersabda, ― melarang menjual perak dengan perak,
emas dengan emas, kecuali sama. Dan Nabi menyuruh kami membeli perak dengan
emas sesuka kami dan membeli emas dengan perak sesuka kami pula”( HR. Buchari-
Muslim ).
Rukun Sharf
1. penjual (bai‟);
2. pembeli (musytari‟);
3. mata uang yang diperjual belikan (sharf);
4. nilai tukar (si‟rus sharf);
5. ijab qabul (sighat).
Memahami Akuntansi Syariah di Indonesia Juni 2010
Copyright©2009 dilindungi oleh Undang-Undang www. ebookakuntansisyariah.com Page 54
Gambar 14 Skema Transaksi Sharf
4. Barter ( Pertukaran Barang dengan Barang )
Barter adalah transaksi pertukaran kepemilikan antara dua barang yang berbeda
jenis, seperti menukar pesawat terbang dengan beras; menukar sepeda motor dengan
kambing dan lainnya. Agar dalam barter ini tidak ada yang dirugikan maka informasi
tentang harga dari ke dua barang yang dipertukarkan haruslah diketahui oleh kedua
belah pihak. Misalnya, pesawat mempunyai harga jual yang wajar Rp10.000.000.000,00
dan harga beras yang wajar 1 ton = Rp5.000.000,00 maka 1 pesawat harus ditukar
dengan 2.000 ton beras. Apabila tidak saling mengetahui harga pasar yang wajar maka
akan terjadi spekulasi dan dampaknya adalah ada pihak yang dirugikan dan diuntungkan
akibat selisih harga yang tidak diketahui.
Dalil transaksi Barter
Dari Ubadah bin Shamit ra., Nabi Muhammad SAW bersabda, ”Emas dengan emas,
perak dengan perak, gandum dengan gandum, syair dengan syair, kurma dengan kurma,
garam dengan garam, hendaklah sama banyaknya, tunai dan timbang terima. Apabila
berlainan jenisnya bolehlah kamu jual sekehendakmu asal tunai” (Muttafaqun ‗Alaihi).
2a. Penyerahan Valuta tunai
1. Akad sharf
2b. penyerahan valuta tunai
Penjual
(Bai‟)
Pembeli
(Musytari‟)
Memahami Akuntansi Syariah di Indonesia Juni 2010
Copyright©2009 dilindungi oleh Undang-Undang www. ebookakuntansisyariah.com Page 55
Rukun Barter
1. penjual (bai‟);
2. pembeli (musytari‟);
3. barang yang dipertukarkan (mabi‟);
4. ijab qabul (sighat).
b). Akad “Natural Uncertainty Contract” ( NUC)
Kontrak atas transaksi yang secara alamiah mengandung ketidak pastian merupakan
bagian dari akad tijarah, yaitu akad transaksi dalam ekonomi syariah yang bertujuan
mencari keuntungan. Transaksi ini merupakan percampuran antara obyek „ayn, dayn
ataupun suatu aset lain seperti keahlian yang disebut dengan “asy-syirkah” atau
perkongsian antara dua belah pihak atau lebih.
Secara terminologi ada beberapa definisi asy-syirkah yang dikemukakan oleh para
ulama fiqh. Menurut ulama Malikiyah, asy-syirkah didefinisikan seperti yang dikutip
Haroen (1999) sebagai berikut.
“ Suatu keizinan untuk bertindak secara hukum bagi dua orang yang bekerjasama
terhadap harta mereka”.
Selain itu, definisi yang dikemukakan oleh ulama Syafi‘iyah dan Hanabilah, asy-syirkah
adalah, “Hak bertindak hukum bagi dua orang atau lebih pada sesuatu yang mereka
sepakati”.
Definisi yang ketiga adalah definisi yang diberikan oleh ulama Hanafiyah, asy-syirkah
Adalah, “Akad yang dilakukan oleh orang-orang yang bekerjasama dalam modal dan
keuntungan”.
Definisi-definsi yang telah diberikan oleh beberapa ulama fiqh di atas, pada
prinsipnya tidaklah mengalami perbedaan esensi melainkan hanya berbeda redaksi, yaitu
ikatan kerjasama yang dilakukan dua orang atau lebih dalam perdagangan. Dengan
adanya akad asy-syirkah yang disepakati oleh kedua belah pihak, semua pihak yang
mengikatkan diri berhak bertindak secara hukum terhadap harta serikat itu dan berhak
mendapatkan keuntungan sesuai dengan persetujuan yang disepakati.
Jenis-jenis syirkah dalam perekonomian Islam ( Zulkifli, 2003), ialah
1. musyarakah
a. musyarakah muwafadhah,
b. musyarakah al-inan,
c. musyarakah abdan, dan
Memahami Akuntansi Syariah di Indonesia Juni 2010
Copyright©2009 dilindungi oleh Undang-Undang www. ebookakuntansisyariah.com Page 56
d. musyarakah wujuh;
2. mudharabah
a. mudharabah muthlaqah, dan
b. mudharabah muqayyadah;
3. muzara‟ah;
4. musaqah;
5. mukhabarah.
1. MUSYARAKAH
Musyarakah secara luas adalah akad kerjasama atau percampuran antara dua pihak
atau lebih untuk melakukan suatu usaha tertentu yang halal dan produktif dengan
kesepakatan bahwa keuntungan akan dibagikan sesuai dengan nisbah yang disepakati
dan risiko akan ditanggung sesuai dengan porsi kerjasama.
Dalil Al-Qur‟an yang melandasi Musyarakah
Dalam Surat An-Nisaa‘ : 12, Allah SWT telah berfirman, ”…maka mereka berserikat
dalam sepertiga harta…” .
Kemudian, pada Surat Shaad, ayat 24, Allah berfirman, “ …dan sesungguhnya
kebanyakan dari orang-orang yang berserikat itu sebagian mereka berbuat zalim
kepada sebagian yang lain, kecuali orang-orang yang beriman dan mengerjakan amal-
amal sholeh, dan amat sedikit mereka ini…” .
Dalil Al-Hadits tentang Musyarakah
Dalam sebuah Hadits Qudsi, Rasulullah SAW mengatakan, “ Aku (Allah) merupakan
orang ketiga dalam perserikatan antara dua orang, selama salah seorang di antara
keduanya tidak melakukan pengkhianatan terhadap yang lain. Jika seseorang
melakukan pengkhianatan terhadap yang lain, Aku keluar dari perserikatan antara dua
orang itu (HR. Abu Daud dan al-Hakim dari Abu Hurairah).
Dalam Hadits lain, Nabi Muhammad SAW juga bersabda, ―Allah akan ikut
membantu do‘a untuk orang yang berserikat, selama diantara mereka tidak
saling mengkhianati (HR. al-Bukhari). Atas dasar ayat dan hadits tersebut maka
para ulama fiqh menyatakan bahwa akad asy-syirkah (musyarakah) mempunyai
landasan yang kuat dalam agama Islam.
Jenis-Jenis Musyarakah ( Asy-Syirkah)
1. Syirkah Mufawadhah, yaitu perserikatan/kerjasama dua orang atau lebih pada
suatu obyek dengan syarat tiap-tiap pihak memasukkan modal yang sama
jumlahnya serta melakukan tindakan hukum (kerja) yang sama, sehingga tiap-tiap
Memahami Akuntansi Syariah di Indonesia Juni 2010
Copyright©2009 dilindungi oleh Undang-Undang www. ebookakuntansisyariah.com Page 57
pihak dapat melakukan perbuatan hukum atas nama orang-orang yang berserikat/
kerjasama itu. Misalnya, Tuan A menyetor 50% dan Tuan B menyetor juga 50%
nya.
Tentang Syirkah Mufawadhah, Nabi SAW telah bersabda, ” Jika kamu melakukan
mufawadhah, maka lakukanlah dengan cara yang baik…dan lakukanlah
mufawadhah, karena akad seperti ini membawa berkah‖ ( HR. Ibnu Majah ).
Dalam hadits lain dikatakan,”Tiga (bentuk usaha) yang mengandung berkat, yaitu
jual beli yang pembayarannya boleh ditunda, mufawadhah, dan mencampur
gandum dengan jelai (untuk dimakan) bukan untuk diperjualbelikan‖(HR. Ibnu
Majah).
Gambar 15 Skema Transaksi Syirkah Musyarakah Al Mufawadhah
2. Syirkah al-„inan, yaitu perserikatan dalam modal (harta) dalam suatu perdagangan
yang dilakukan dua orang atau lebih dan keuntungan dibagi bersama dengan
jumlah modal yang tidak harus sama porsinya. Misalnya, Tuan A = 60%, dan Tuan
B = 40%.
Pengusaha I Pengusaha II
Dana X Dana X
Usaha
Laba/ Rugi
Bagi Hasil Sesuai
Kesepakatan
Memahami Akuntansi Syariah di Indonesia Juni 2010
Copyright©2009 dilindungi oleh Undang-Undang www. ebookakuntansisyariah.com Page 58
Dalam hal syirkah al-„inan, para ulama fiqh membuat kaidah (Haroen, 1999),
“Keuntungan dibagi sesuai kesepakatan dan kerugian sesuai dengan modal
masing-masing pihak”.
Gambar 16 Skema Transaksi Syirkah Musyarakah Al Iinan
3. Syirkah al-Wujuh, yaitu serikat/ kerjasama atau percampuran antara pemilik dana
dengan pihak lain yang memiliki kredibilitas ataupun kepercayaan. Dalam syirkah
al-wujuh ini, orang yang memiliki kredibilitas, khususnya kredibilitas dalam bisnis,
tetapi tidak memiliki modal finansial, bekerjasama dengan pihak yang memiliki
modal finansial untuk melakukan kegiatan usaha bersama, misalnya, dalam bisnis
perdagangan barang. Atas keuntungan usaha bersama tersebut maka akan dibagi
antara mitra yang memiliki kredibilitas dan yang memiliki modal finansial tersebut
sesuai dengan rasio bagi hasil yang disepakati bersama. Misalnya, Tuan A memiliki
keahlian dibidang merakit komputer (kredibel / terpercaya dalam bidang komputer)
dan tuan B mempunyai modal finansial, mereka berdua bergabung bersama
Pengusaha I Pengusaha II
Dana X Dana Y
Usaha
Laba/ Rugi
Bagi Hasil Sesuai
Kesepakatan
Memahami Akuntansi Syariah di Indonesia Juni 2010
Copyright©2009 dilindungi oleh Undang-Undang www. ebookakuntansisyariah.com Page 59
membuat usaha perakitan dan penjualan komputer. Atas keuntungan usaha
perakitan komputer tersebut dibagi antara tuan A dan tuan B, misalnya, tuan A
mendapat 40% dari keuntungan kotor, dan tuan B mendapat bagian 60% dari
keuntungan kotor. Keuntungan kotor = penjualan – harga pokok penjualan.
Berikut skema transaksi Syirkah Musyarakah Al- Wujuh
Gambar 17 Skema Transaksi Syirkah Musyarakah Al-Wujuh
4. Syirkah al-Abdan/al-A‟mal, yaitu perserikatan yang dilaksanakan oleh dua pihak
untuk menerima suatu pekerjaan, seperti pandai besi, service alat-alat elektronik,
laundry, dan tukang jahit. Hasil atau imbalan yang diterima dari pekerjaan itu
dibagi bersama sesuai dengan kesepakatan mereka berdua. Dengan kata lain,
syirkah al-abdan adalah kerjasama atau pencampuran tenaga atau profesionalisme
antara dua pihak atau lebih (kerjasama profesi).
Pengusaha I Pengusaha II
Dana Kredibilitas
USAHA
Laba/ Rugi
Bagi Hasil Sesuai
Kesepakatan
Memahami Akuntansi Syariah di Indonesia Juni 2010
Copyright©2009 dilindungi oleh Undang-Undang www. ebookakuntansisyariah.com Page 60
Gambar 18 Skema Transaksi SyirkahMusyarakah Al-Abdan/Al-A‟mal
5. Syirkah al-Mudharabah, yaitu persetujuan antara pemilik modal dengan seorang
pekerja untuk mengelola uang dari pemilik modal dalam perdagangan tertentu,
yang keuntungannya dibagi sesuai dengan kesepakatan bersama, sedangkan
kerugian yang diderita menjadi tanggungan pemilik modal.
Pengusaha I Pengusaha II
Profesionalis
me
Profesionalis
me
Usaha
Laba/ Rugi
Bagi Hasil Sesuai
Kesepakatan
Memahami Akuntansi Syariah di Indonesia Juni 2010
Copyright©2009 dilindungi oleh Undang-Undang www. ebookakuntansisyariah.com Page 61
Gambar 19 Skema Transaksi Syirkah Al-Mudharabah
Rukun Mudharabah
1. para pihak yang bersyirkah;
2. porsi kerjasama;
3. proyek /usaha (masyru‟);
4. ijab qabul (sighat);
5. nisbah bagi hasil.
A. Transaksi dalam Bisnis Syariah
Layaknya dalam suatu perekonomian apa pun sistem ekonomi yang dipakai
hubungan antar pihak yang melakukan kegiatan ekonomi akan berakhir dengan transaksi
(transaction). Secara umum, transaksi dapat diartikan sebagai kejadian
ekonomi/keuangan yang melibatkan paling tidak dua pihak (seseorang dengan seseorang
Mudharib Shahibul Maal
Profesionali
sme
Modal 100%
Usaha
Laba/ Rugi
Bagi Hasil Sesuai
Kesepakatan
Memahami Akuntansi Syariah di Indonesia Juni 2010
Copyright©2009 dilindungi oleh Undang-Undang www. ebookakuntansisyariah.com Page 62
atau beberapa orang lainnya) yang saling melakukan pertukaran, melibatkan diri dalam
perserikatan usaha, pinjam meminjam dan lain-lain atas dasar suka sama suka ataupun
atas dasar suatu ketetapan hukum/syariat yang berlaku.
Dalam sistem ekonomi yang berparadigma Islami, transaksi senantiasa harus
dilandasi oleh aturan hukum-hukum Islam (syariah), karena transaksi adalah manifestasi
amal manusia yang bernilai ibadah di hadapan Allah SWT, sehingga dalam Islam
transaksi dapat dikategorikan menjadi dua, yakni
2. transaksi yang halal, dan
3. transaksi yang haram.
Transaksi halal adalah semua transaksi yang dibolehkan oleh Syariah Islamiyah,
sedangkan transasi haram adalah semua transaksi yang dilarang oleh Syariah Islamiyah.
Halal dan haramnya suatu transaksi tergantung dari pada beberapa kriteria, yaitu
1. obyek yang dijadikan transaksi apakah obyek halal atau obyek haram; (madiyah)
2. cara bertransaksi apakah cara bertransaksi halal atau bertansaksi haram (adabiyah).
Berikut ini diberikan gambaran dalam penentuan halal dan haramnya suatu transaksi
pada gambar 1.
Gambar 1
Transaksi Halal atau Haram
Cara Halal Cara Haram
Objek Halal
Objek Haram
Penjelasan
Kuadran A, adalah jenis transaksi yang halal, karena obyek dan cara bertransaksinya
halal. Misalnya, jual beli beras ( obyek halal ) dengan cara suka sama suka (cara halal )
baik dari segi harga, kualitas, dan distribusinya.
A B
TRANSAKSI TRANSAKSI
H A L A L H A R A M
C D
TRANSAKSI TRANSAKSI
H A R A M H A R A M
Memahami Akuntansi Syariah di Indonesia Juni 2010
Copyright©2009 dilindungi oleh Undang-Undang www. ebookakuntansisyariah.com Page 63
Kuadran B, adalah jenis transaksi yang haram, walaupun obyeknya halal namun
cara bertransaksinya adalah secara haram maka transaksinya menjadi haram. Misalnya,
jual beli beras (obyek halal) namun dengan cara salah, pihak satu dipaksa dan salah satu
pihak dalam posisi yang kalah (cara haram ).
Kuadran C, adalah jenis transaksi yang haram, karena obyeknya haram walaupun
cara bertransaksinya adalah secara halal maka transaksinya tetap haram. Contohnya, jual
beli daging babi, khamer, barang curian (obyek haram) dengan cara suka sama suka (
cara halal ), hasilnya tetap transaksi haram.
Kuadran D, adalah jenis transaksi yang pasti haram, karena obyeknya haram dan
cara bertransaksinyapun juga haram maka transaksinya tetap haram. Contohnya, jual
beli daging babi, khamer, barang curian (obyek haram) dengan cara memaksa kepada
pihak yang lemah (cara haram), hasil transaksinya haram. Islam hanya mengakui
transaksi yang halal dan akuntansi akan mencatatnya sebagai suatu transaksi yang syah.
============================== Alhamdulillaahirabbil „alamiin,
SOAL-SOAL
1. Jelaskan pengertian AKAD!
2. Dalam perekonomian Islam, akad dibedakan menjadi 2, yaitu akad TABARRU dan
akad TIJARAH. Jelaskan ke dua jenis akad tersebut, beserta rincian jenis akad
masing-masing!
3. Bagaimana syarat akad agar sah secara ketentuan syariah Islamiyah?
4. Jelaskan perbedaan akad Murabahah, As-salam, dan al-istishna!
5. Jelaskan perbedaan akad Ijarah dan Ijarah Muntahiyah Bit Tamlik!
6. Jelaskan akad Mudharabah dan Musyarakah!
7. Pak Rafi membutuhkan dana tambahan Rp 100.000.000,00 untuk membeli peralatan
konveksi sebanyak 10 buah. Uang yang dimiliki Pak Rafi adalah Rp 50.000.000,00.-
Menurut saudara, jenis akad apakah yang cocok untuk Pak Rafi tersebut? Jelaskan
jawaban saudara!
8. Jelaskan Rukun daripada akad di bawah ini!
a. Murabahah
b. As-salam
c. Al-istishna
d. Mudharabah
Memahami Akuntansi Syariah di Indonesia Juni 2010
Copyright©2009 dilindungi oleh Undang-Undang www. ebookakuntansisyariah.com Page 64
e. Musyarakah
f. Ijarah
g. Ijarah Muntahiyah Bit Tamlik
h. Ar-Rahn.
9. Tuan Syahrul ingin mendapatkan sebuah mobil untuk alat angkut perusahaannya.
Dia mengajukan pembiayaan ke bank syariah. Bank syariah memberikan pilihan,
akad yang dapat dipilih adalah akad Murabahah atau akad Ijarah Muntahiyah Bit
Tamlik. Menurut saudara, manakah yang lebih cocok dan lebih menguntungkan
bagi Tuan Syahrul? Jelaskan jawaban saudara!
10. Jelaskan penerapan akad WAKALAH dan HAWALAH dalam perbankan syariah!
11. Tuan Joni Ahmed mendatangi BPRS dengan maksud meminjam uang Rp
10.000.000,- untuk jaminan rumah sakit untuk orang tuanya yang akan dioperasi
jantung. Tanpa uang jaminan rumah sakit tidak mau menangani orang tuanya.
Karena tuan Joni pada saat itu tidak punya uang atau masih kurang dan tidak bisa
mendapatkan uang dalam waktu singkat, maka dia ke BPRS untuk meminjam uang
tersebut. Manajemen bank bisa memberi pinjaman sebesar dana yang dibutuhkan
dengan margin 20% satu tahun. Tuan Joni kaget, mengapa meminjam untuk orang
sakit kok dikenakan margin seperti orang berjual beli barang. Karena terpaksa, maka
Tuan Joni menyetujui saja dengan rasa kesal. Menurut dia, ini mestinya akadnya
adalah akad Qardh al Hasan (kebajikan) tanpa margin atau bagi hasil.
Bagaimanakah pendapat saudara tentang kasus tuan Joni tersebut dan seharusnya
bagaimana mengenai jenis akad yang cocok dengan masalah tuan Joni tersebut?
12. Tuan Jaya mendatangi Bank Syariah dengan maksud meminjam uang Rp
20.000.000,- untuk merenovasi rumahnya yang sudah mulai rusak. Karena tuan Joni
pada saat itu tidak punya uang atau masih kurang dan tidak bisa mendapatkan uang
maka dia ke bank untuk meminjam uang tersebut. Manajemen bank bisa memberi
pinjaman sebesar dana yang dibutuhkan dengan margin 20% satu tahun. Tuan Jaya
menyetujui tawaran bank tersebut dengan akad Murabahah. Dari uang pinjaman
tersebut akan digunakan untuk membeli bahan bangunan dan membayar tukang;
untuk membayar tukang dijatahkan Rp 5.000.000,--. Menurut saudara, apakah akad
Murabahah tersebut tepat diterapkan untuk kasus tuan Jaya tersebut, jelaskan
jawaban saudara dengan analisis akad yang tetap!
===$$$===
Memahami Akuntansi Syariah di Indonesia Juni 2010
Copyright©2009 dilindungi oleh Undang-Undang www. ebookakuntansisyariah.com Page 65
BAB III
PERHITUNGAN BAGI HASIL
(APLIKASI PADA BANK SYARIAH)
A. PENGANTAR
Terdapat perbedaan yang mendasar antara sistem ekonomi Islam dengan sistem
ekonomi lainnya yaitu dengan tidak diterapkannya bunga sebagai pranata beroperasinya
sistem ekonomi tersebut. Dalam sistem ekonomi Islam, bunga dapat dinyatakan sebagai riba
yang ―haram‖ hukumnya menurut syariah Islamiyah. Sebagai gantinya, sistem ekonomi
Islam menggantinya dengan pranata ―bagi hasil‖ yang dihalalkan oleh syariah Islamiyah
berdasarkan Al Qur‘an dan Al Hadist. Dalam praktiknya, ketentuan bagi hasil usaha harus
ditentukan di muka atau pada awal akad /kontrak usaha disepakati oleh pihak-pihak yang
terlibat dalam akad. Porsi bagi hasil biasanya ditentukan dengan suatu perbandingan,
misalnya 40 : 60 yang berarti bahwa atas hasil usaha yang dijalankan oleh mitra usaha akan
didistribusikan sebesar 40% kepada pemilik dana/investor (shahibul maal) dan sebesar 60%
didistribusikan kepada pengelola dana (mudharib).
Dalam praktiknya, mekanisme perhitungan bagi hasil dapat didasarkan pada dua cara
profit sharing (bagi laba) dan revenue sharing (bagi pendapatan), yakni sebagai berikut.
1. Profit sharing (bagi laba).
Perhitungan bagi hasil menurut profit sharing adalah perhitungan bagi hasil yang
mendasarkan pada laba dari pengelola dana, yaitu pendapatan usaha dikurangi dengan
beban usaha untuk mendapatkan pendapatan usaha tersebut. Misal, pendapatan usaha Rp
1000,00 dan beban-beban usaha untuk mendapatkan pendapatan tersebut Rp700,00 maka
profit/laba adalah Rp300,00 ( Rp1000,00 - Rp700,00).
2. Revenue sharing (bagi pendapatan).
Perhitungan bagi hasil menurut revenue sharing adalah perhitungan bagi hasil yang
mendasarkan pada revenue (pendapatan) dari pengelola dana, yaitu pendapatan usaha
sebelum dikurangi dengan beban usaha untuk mendapatkan pendapatan usaha tersebut.
Misal, pendapatan usaha Rp1000,00 dan beban-beban usaha untuk mendapatkan
pendapatan tersebut Rp700,00 maka dasar untuk menentukan bagi hasil adalah Rp
1000,00 (tanpa harus dikurangi beban Rp700,00).
Aplikasi kedua dasar bagi hasil ini mempunyai kelebihan dan kekurangannya masing-
masing. Pada profit sharing, semua pihak yang terlibat dalam akad akan mendapatkan bagi
hasil sesuai dengan laba yang diperoleh atau bahkan tidak mendapatkan laba apabila
Memahami Akuntansi Syariah di Indonesia Juni 2010
Copyright©2009 dilindungi oleh Undang-Undang www. ebookakuntansisyariah.com Page 66
pengelola dana mengalami kerugian yang normal. Disini unsur keadilan dalam berusaha
betul-betul diterapkan. Apabila pengelola dana mendapatkan laba besar maka pemilik dana
juga mendapatkan bagian besar, sedangkan kalau labanya kecil maka pemilik dana juga
mendapatkan bagi hasil dalam jumlah yang kecil pula, jadi keadilan dalam berusaha betul-
betul terwujud. Meskipun dalam profit sharing keadilan dapat diwujudkan, mungkin pemilik
dana (investor) tidak seratus persen setuju dengan mekanisme tersebut, manakala pengelola
dana menderita kerugian normal sehingga pemilik dana tidak akan mendapatkan bagi hasil,
sedangkan dalam bank konvensional deposan/pemilik dana akan selalu mendapatkan bunga
walaupun bank mengalami kerugian. Kalau hanya dilihat dari aspek ekonomi saja maka
profit sharing mempunyai kelemahan dibandingkan dengan prinsip bunga/konvensional yang
notabene diharamkan. Untuk mengurangi risiko ditolaknya calon investor yang akan
menginvestasikan dananya maka pengelola dana dapat memberikan porsi bagi hasil lebih
besar dibandingkan dengan porsi bagi hasil menurut revenue sharing.
Untuk mengatasi ketidak setujuan prinsip profit sharing karena adanya kerugian bagi
pemilik dana maka prinsip revenue sharing dapat diterapkan, yaitu bagi hasil yang
didistribusikan kepada pemilik dana didasarkan pada revenue pengelola dana tanpa dikurangi
dengan beban usaha untuk mendapatkan pendapatan. Dalam revenue sharing, ke dua belah
pihak akan selalu mendapatkan bagi hasil, karena bagi hasil dihitung dari pendapatan
pengelola dana. Sepanjang pengelola dana memperoleh revenue maka pemilik dana akan
mendapatkan distribusi bagi hasil. Ditinjau dari sisi pemilik dana maka prinsip ini
menguntungkan, karena selama pengelola dana memperoleh revenue maka pemilik dana pasti
mendapatkan bagi hasilnya. Tetapi, bagi pengelola dana hal ini dapat memberikan risiko
bahwa suatu periode tertentu pengelola dana akan mengalami kerugian, karena bagi hasil
yang diterimanya lebih kecil dari beban usaha untuk mendapatkan revenue tersebut. Disinilah
ketidak adilan dapat dirasakan oleh pengelola dana karena terdapat risiko kerugian,
sedangkan pemilik dana terbebas dari risiko kerugian.
Jalan keluar yang dapat dijalankan adalah pengelola dana harus menjalankan usaha
dengan prinsip prudent atau usaha penuh kehati-hatian, sehingga dengan revenue sharing
risiko kerugian dapat ditekan sekecil mungkin agar pemilik dana/investor tertarik
menginvestasikan dananya pada usaha yang dikelola Bank Syariah.
Konsep bagi hasil ini banyak diterapkan pada lembaga bisnis syariah, terutama bank
syariah. Disamping itu, lembaga bisnis yang yang lain juga menerapkan konsep bagi hasil
tersebut, yaitu pada perusahaan Takaful atau asuransi yang menerapkan bagi hasil dalam
investasi mudharabah atas dana yang dihimpun dari partnernya. Bahkan, di bidang pertanian
Memahami Akuntansi Syariah di Indonesia Juni 2010
Copyright©2009 dilindungi oleh Undang-Undang www. ebookakuntansisyariah.com Page 67
konsep bagi hasil tersebut telah diterapkan sejak dahulu kala di masyarakat pertanian
Indonesia. Jadi, bagi hasil merupakan konsep yang sudah diterima sejak dahulu dalam usaha
yang syar‘i.
B. KONSEP BAGI HASIL
Konsep bagi hasil berbeda sama sekali dengan konsep bunga yang diterapkan pada bank
konvensional. Dalam bank syariah, konsep bagi hasil, sebagai berikut. (IBI, 2003:265).
1. Pemilik dana menginvestasikan dananya melalui lembaga keuangan bank yang
bertindak sebagai pengelola dana.
2. Pengelola/bank syariah mengelola dana tersebut di atas dalam sistem pool of fund,
selanjutnya bank akan menginvestasikan dana tersebut ke dalam proyek/usaha yang
layak dan menguntungkan serta memenuhi aspek syariah.
3. Kedua belah pihak menandatangani akad yang berisi ruang lingkup kerja sama,
nominal, nisbah, dan jangka waktu berlakunya kesepakatan tersebut.
B.1. Mekanisme Perhitungan Bagi Hasil
Perhitungan bagi hasil dalam perbankan syariah dapat mengikuti tata cara dan
ketentuan, yaitu seperti berikut. (IBI,2003:265-266)
1. Hitung saldo rata-rata harian (SRRH) sumber dana sesuai klasifikasi dana yang
dimiliki, misalnya tabungan mudharabah dan investasi mudharabah.
2. Hitung saldo rata-rata tertimbang sumber dana yang telah tersalurkan ke dalam
investasi dan produk-produk aset lainnya.
3. Hitung total pendapatan yang diterima dalam periode berjalan, misalnya tahun 2003.
4. Bandingkan antara jumlah sumber dana dengan total dana yang telah disalurkan.
5. Alokasikan total pendapatan kepada masing-masing klasifikasi dana yang dimiliki
sesuai dengan data saldo rata-rata tertimbang.
6. Perhatikan nisbah sesuai kesepakatan yang tercantum dalam akad.
7. Distribusikan bagi hasil sesuai nisbah kepada pemilik dana sesuai klasifikasi dana
yang dimiliki.
Berikut ini rumus perhitungan saldo rata-rata harian (SRRH):
Dimana : TD = total dana dalam periode berjalan
SRRH = TD / JH
Memahami Akuntansi Syariah di Indonesia Juni 2010
Copyright©2009 dilindungi oleh Undang-Undang www. ebookakuntansisyariah.com Page 68
JH = jumlah hari dalam periode berjalan
Untuk memperjelas rumus perhitungan SRRH tersebut, di bawah ini diberikan contoh
perhitungannya.
Tuan Syahrul mempunyai tabungan/simpanan mudharabah di bank syariah dengan data
transaksi seperti berikut:
Tanggal Keterangan Jumlah (Rp)
06 Januari 2008 Setoran
Awal
2.000.000,00
12 Januari 2008 Setoran 8.000.000,00
20 Januari 2008 Setoran 5.000.000,00
27 Januari 2008 Penarikan 3.000.000,00
Berikut ini perhitungan saldo rata-rata harian dana Tuan Syahrul selama bulan
Januari 2008, yaitu dengan cara menghitung saldo rata-rata tertimbang dibagi dengan
jumlah hari dalam bulan Januari:
Tabel Perhitungan Saldo Rata-Rata Harian (SRRH)
Nomor Tanggal Hari Saldo Saldo
Tertimbang
1 06 Jan - 11 Jan 6 2.000.000,00 12.000.000,00
2 12 Jan - 19 Jan 8 10.000.000,00 80.000.000,00
3 20 Jan - 26 Jan 7 15.000.000,00 105.000.000,00
4 27 Jan - 31 Jan 5 12.000.000,00 60.000.000,00
TOTAL 26 257.000.000,00
Jadi, saldo rata-rata harian (SRRH) dana Tuan Syahrul = Rp257.000.000,00 : 26 = Rp.
9.884.615,-
Setelah SRRH dihitung, maka berikutnya kita menghitung distribusi pendapatan, dengan
rumus:
Dimana DP = distribusi pendapatan
SR = saldo rata-rata tertimbang per klasifikasi dana
TR = total rata-rata tertimbang per klasifikasi dana
TP = total pendapatan yang diterima periode berjalan oleh bank syariah
DP = (SR/TR) x TP
Memahami Akuntansi Syariah di Indonesia Juni 2010
Copyright©2009 dilindungi oleh Undang-Undang www. ebookakuntansisyariah.com Page 69
Berikut ini diberikan contoh perhitungan distribusi pendapatan bank syariah pada tahun 2008.
Saldo rata-rata harian:
1. Simpanan mudharabah = Rp600.000.000,00 (10 %)
2. Investasi mudharabah 01 bl = Rp1.800.000.000,00 (30%)
3. Investasi mudharabah 03 bl = Rp1.200.000.000,00 (20%)
4. Investasi mudharabah 06 bl = Rp600.000.000,00 (10%)
5. Investasi mudharabah 12 bl = Rp1.800.000.000,00 (30%)
Total saldo rata-rata harian = Rp 6.000.000.000,00 (100%)
Total pendapatan Bank Syariah tahun 2008 = Rp200.000.000,00
Atas dasar data tersebut maka kita dapat menghitung distribusi pendapatan menurut
klasifikasi dana sebagai berikut:
1. Simpanan mudharabah = 10 % X Rp200.000.000,00 = Rp20.000.000,00
2. Investasi mudharabah 01 = 30% X Rp200.000.000,00 = Rp60.000.000,00
3. Investasi mudharabah 03 = 20% X Rp200.000.000,00 = Rp40.000.000,00
4. Investasi mudharabah 06 = 10% X Rp200.000.000,00 = Rp20.000.000,00
5. Investasi mudharabah 12 = 30% X Rp200.000.000,00 = Rp60.000.000,00
TOTAL = Rp200.000.000,00
Dari total pendapatan yang didistribusikan sesuai dengan klasifikasi dana di atas yang
berjumlah Rp200.000.000,00 maka kemudian jumlah ini akan dibagihasilkan kepada pemilik
dana (shahibul maal) dan pengelola dana (mudharib) sesuai dengan nisbah bagi hasil yang
telah disepakati pada awal akad.
B.2. Nisbah atau Ratio Bagi Hasil
Nisbah merupakan ratio atau porsi bagi hasil yang akan diterima oleh tiap-tiap pihak yang
melakukan akad kerja sama usaha, yaitu pemilik dana (shahibul maal) dan pengelola dana
(mudharib) yang tertuang dalam akad/perjanjian dan telah ditandatangani pada awal sebelum
dilaksanakan kerja sama usaha. Apabila dalam akad diperjanjikan bahwa nisbah simpanan
mudharabah adalah 40 : 60 maka bagi hasil yang didistribusikan kepada
penabung/investor/nasabah adalah 60% dari distribusi pendapatan untuk klasifikasi simpanan
mudharabah. Untuk contoh di atas maka nisbah untuk nasabah simpanan mudharabah =
Memahami Akuntansi Syariah di Indonesia Juni 2010
Copyright©2009 dilindungi oleh Undang-Undang www. ebookakuntansisyariah.com Page 70
60% X Rp20.000.000,00 = Rp12.000.000,00 sedangkan untuk bagian bank sebagai pengelola
dana = 40% X Rp20.000.000,00 = Rp8.000.000,00
Apabila nisbah untuk investasi mudharabah 01 = 50 : 50 maka distribusi pendapatan untuk
nasabah/investor = 50% X Rp60.000.000,00 =Rp30.000.000,00 sedangkan untuk bank adalah
50% X Rp60.000.000,00 = Rp30.000.000,00
Apabila nisbah untuk investasi mudharabah 03 = 40 : 60 maka distribusi pendapatan untuk
nasabah / investor = 60% X Rp40.000.000,00 = Rp24.000.000,00 sedangkan untuk bank
adalah 40% X Rp40.000.000,00 = Rp16.000.000,00
Apabila nisbah untuk investasi mudharabah 06 = 30 : 70 maka distribusi pendapatan untuk
nasabah/investor = 70% X Rp20.000.000,00 = Rp14.000.000,00 sedangkan untuk bank
adalah 30% X Rp20.000.000,00 = Rp6.000.000,00
Apabila nisbah untuk investasi mudharabah 12 = 25 : 75 maka distribusi pendapatan untuk
nasabah/Investor = 75% X Rp60.000.000,00 = Rp45.000.000,00 sedangkan untuk bank
adalah 25% X Rp60.000.000,00 = Rp15.000.000,00
Berapakah bagian bagi hasil untuk Tuan Syahrul pada contoh di atas bahwa dia
mempunyai saldo rata-rata harian simpanan mudharabah sebesar Rp. 9.884.615,-
( nsure untuk 1 periode), sementara total saldo rata-rata harian simpanan mudharabah pada
tahun 2003 adalah Rp600.000.000,00 maka bagian bagi hasil Tuan Syahrul dihitung sebagai
berikut:
Distribusi pendapatan Tn. Syahrul = (Rp. 9.884.615/ Rp600.000.000,00) X Rp 12.000.000,00
= Rp. 197.692,80
C. ILUSTRASI PERHITUNGAN BAGI HASIL PADA “BPRS RISALAH UMMAT-
BRU”
BRU menerima dana dari nasabah dalam bentuk tabungan umum mudharabah (taubah),
tabungan mudharabah haji/umrah (thahirah), tabungan pelajar dan mahasiswa (tarjamah),
tabungan wadiah debitur, deposito mudharabah: 1 bulan, 3 bulan, 6 bulan, 9 bulan, dan 12
bulan.
BRU memperoleh pendapatan untuk dibagihasilkan kepada pemegang rekening
tabungan dan deposito tersebut di atas. Perhitungan distribusi pendapatan dapat dilakukan
dengan menggunakan prinsip revenue sharing dan profit sharing. Dalam praktiknya BRU
menggunakan revenue sharing dalam distribusi pendapatannya kepada pemilik dana
(shahibul maal)/investor.
Seperti telah dijelaskan sebelumnya bahwa perhitungan bagi hasil menggunakan
prinsip revenue sharing atau profit sharing dilakukan melalui beberapa tahapan dan untuk
Memahami Akuntansi Syariah di Indonesia Juni 2010
Copyright©2009 dilindungi oleh Undang-Undang www. ebookakuntansisyariah.com Page 71
memudahkannya dibuat tabel perhitungan distribusi pendapatan (tabel 1), dengan tahapan-
tahapan sebagai berikut.
1. Tahap pertama, BRU menghitung saldo rata-rata semua jenis dana simpanan
selama satu periode bagi hasil, misalnya satu bulan Desember 2003. ( nsur
1 kolom A).
2. Tahap kedua, BRU menetapkan jumlah pendapatan bagi hasil untuk masing-
masing tipe dengan cara mengalikan persentase (jumlah nsure e) dari
masing-masing saldo rata-rata dana simpanan dengan jumlah pendapatan
yang dibagihasilkan. ( nsur 1 kolom B).
3. Tahap ketiga, BRU menetapkan nisbah (rasio) bagi hasil untuk masing-
masing tipe dana dengan memperhatikan situasi dan kondisi pasar. ( nsur 1
kolom C).
4. Tahap keempat, BRU menghitung pendapatan porsi deposan dengan cara
mengalikan jumlah pendapatan yang akan dibagikan dengan nisbah (rasio)
untuk setiap jenis simpanan. ( nsur 1 kolom D).
5. Setelah itu dapat diketahui return (equivalent rate) dari masing-masing jenis
simpanan. ( nsur 1 kolom E).
C.1. Rumus Perhitungan Bagi Hasil
Dalam menghitung bagi hasil dari setiap transaksi perbankan syariah, kita harus
menghitung dana yang diterima dari pihak ketiga, sehingga pendistribusian hasil
dari transaksi tersebut terlihat jelas sesuai dengan prinsip syariah dan tidak
mengandung nsure riba. Oleh karena itu, perlu dibuat tabel perhitungan distribusi
pendapatan sebagai berikut:
Tabel 1
Perhitungan Distribusi Pendapatan
Dana pihak ke – 3
Jenis Simpanan Saldo Rata-
Rata Harian
Distribusi Bagi
Hasil
NASABAH
NISBAH Bonus / Bagi
Hasil
Return
A B C D E(%)
Giro Wadiah
Tab. Mudharabah
A1
A2
B1
B2
Bonus
C2%
(B x C)
D1
D2
(D/Ax365/hari
x100)
Memahami Akuntansi Syariah di Indonesia Juni 2010
Copyright©2009 dilindungi oleh Undang-Undang www. ebookakuntansisyariah.com Page 72
Deposito
Mudharabah
1 bulan
3 bulan
6 bulan
12 bulan
A3
A4
A5
A6
B3
B4
B5
B6
C3%
C4%
C5%
C6
D3
D4
D5
D6
Sumber: Wiyono, Slamet, 2006, Cara Mudah Memahami Akuntansi Perbankan Syariah, Grasindo, 65.
C. 2 Aplikasi “Revenue Sharing “ pada Bank Syariah “BPR Risyalah Ummat”
BRU memberikan data untuk bulan Desember 2003 ( dalam satuan rupiah ) sebagai berikut.
1. Pendapatan margin dan bagi hasil dari investasi:
1.1 Margin dari piutang murabahah =
Rp60.250.500,00
1.2 Margin dari piutang Ba‟I bitsaman Ajil = Rp6.300.750,00
1.3 Bagi hasil dari pembiayaan musyarakah = Rp3.230.550,00
1.4 Bagi hasil dari pembiayaan lainnya = Rp 525.152,00
Jumlah pendapatan margin dan bagi hasil = Rp70.306.952,00
2. Saldo rata-rata pembiayaan (SRRP):
2.1 Piutang murabahah Rp2.600.000.000,00
2.2 Piutang Ba‟I bitsaman Ajil Rp 200.000.000,00
2.3 Pembiayaan musyarakah Rp 100.000.000,00
2.4 Pembiayaan lainnya Rp 60.000.000,00
Jumlah rata-rata pembiayaan Rp2.960.000.000,00
3 Saldo rata-rata harian dana (SRRH):
3.1 Taubah Rp504.976.245,00
3.2 Thahira Rp253.778,00
3.3 Tarjamah Rp8.339.585,00
3.4 Tabungan Wadiah Rp533.783.932,00
3.5 Deposito 1 bulan Rp54.432.180,00
3.6 Deposito 3 bulan Rp788.597.511,00
3.7 Deposito 6 bulan Rp386.911.163,00
3.8 Deposito 9 bulan Rp2.000.000,00
3.9 Deposito 12 bulan Rp687.435.453,00
Jumlah saldo rata-rata dana Rp2.966.729.847,00
Memahami Akuntansi Syariah di Indonesia Juni 2010
Copyright©2009 dilindungi oleh Undang-Undang www. ebookakuntansisyariah.com Page 73
C. 3 Analisa perhitungan distribusi pendapatan bagi hasil dengan revenue sharing
1. Tahapan pertama, BRU mencari saldo rata-rata dana (data sudah diketahui).
2. Tahap kedua, BRU menetapkan jumlah bagi hasil untuk masing-masing tipe dana.
Karena SRRH >SRRP maka pendapatan yang dibagihasilkan adalah=(Pd = Rp
70.306.952,00). Jika SRRH < SRRP maka pendapatan yang dibagihasilkan menggunakan
rumus sebagai berikut:
Pd =
Jumlah pendapatan yang dibagihasilkan (DP) untuk masing-masing tipe dana:
DP = SRRH masing-masing tipe dana x Pd
SRRH
Taubah = (Rp504.976.245,00 : Rp2.966.729.847,00) X Rp70.306.952,00
= Rp11.967.163,00
Thahira = (Rp253.778,00 : Rp 2.966.729.847,00) X Rp70.306.952,00
= Rp6.014,00
Tarjamah = (Rp8.339.585,00 : Rp2.966.729.847,00) X Rp70.306.952,00 = Rp
197.635,00
Tabungan wadiah = (Rp533.783.932,00 : Rp2.966.729.847,00) X Rp70.306.952,00 =
Rp12.649.861,00
Deposito 1 bulan = (Rp54.432.180,00 : Rp2.966.729.847,00) X Rp70.306.952,00 =
Rp1.289.959,00
Deposito 3 bulan = (Rp788.597.511,00 : Rp2.966.729.847,00) X Rp70.306.952,00 =
Rp18.688.553,00
Deposito 6 bulan = (Rp386.911.163,00 : Rp2.966.729.847,00) X Rp70.306.952,00 =
Rp9.169.202,00
Deposito 9 bulan = (Rp2.000.000,00 : Rp2.966.729.847,00) X Rp70.306.952,00 =
Rp47.397,00
Deposito 12 bulan = (Rp687.435.453,00 : Rp2.966.729.847,00) X Rp70.306.952,00 =
Rp16.291.167,00
3. Tahap ketiga, BRU menetapkan nisbah (rasio) bagi hasil untuk masing-masing dana.
Biasanya bank menetapkan nisbah sesuai dengan kebutuhan akan dana dan lamanya dana
tersebut mengendap di bank serta tingkat suku bunga di perbankan. Jumlah nisbah pada
bulan Desember 2003 untuk deposito 12 bulan bagi nasabah adalah ( 60 % ) lebih besar
dari jumlah nisbah untuk deposito 1 bulan (40%). Deposito 12 bulan memiliki
(SRRH / SRRP) x P
Memahami Akuntansi Syariah di Indonesia Juni 2010
Copyright©2009 dilindungi oleh Undang-Undang www. ebookakuntansisyariah.com Page 74
keterbatasan untuk mencairkan dana lebih kecil dibandingkan dengan deposito 1 bulan
sehingga BRU dapat mengelola dana tersebut lebih lama untuk mendapatkan keuntungan
investasi. Nisbah deposito 3 bulan = 45% , 6 bulan = 50%, dan untuk nisbah deposito
9 bulan = 55%.
4. Tahap keempat, bank menghitung pendapatan bagi nasabah dengan cara mengalikan
jumlah pendapatan yang akan dibagikan dengan rasio untuk setiap jenis simpanan bonus
dan bagi hasil = % nisbah x distribusi hasil
* tabungan wadiah
Bank tidak memperjanjikan bagi hasil kepada pemilik dana giro wadiah, tetapi bank
dapat memberikan bonus. Jumlah pemberian bonus merupakan kewenangan
manajemen bank. Pada bulan Desember 2003 bank tidak memberikan bonus.
* tabungan mudharabah
Nisbah bagi tabungan mudharabah adalah 65 : 35, yaitu BRU mendapat porsi 65%
dan nasabah mendapat porsi 35%:
taubah = 35% x Rp11.967.163,00 = Rp4.188.507,00
thahirah = 35% x Rp6.014,00 = Rp2.105,00
tarjamah = 35% x Rp197.635,00 = Rp69.172,00; untuk tabungan wadiah, nasabah
mendapat porsi 0%, sedangkan BRU = 100%
tabungan wadiah = 0 % x Rp12.649.961,00 = Rp0,00
a. deposito berjangka mudharabah, untuk nasabah:
deposito 1 bulan = 40% x Rp1.289.959,00 = Rp515.984,00
deposito 3 bulan = 45% x Rp18.688.553,00 = Rp8.409.729,00
deposito 6 bulan = 50% x Rp9.169.202,00 = Rp4.584.536,00
deposito 9 bulan = 55% x Rp47.397,00 = Rp26.068,00
deposito 12 bulan = 60% x Rp16.291.167,00 = Rp9.774.700,00
Rate of return/ indikasi equivalent rate
Rate of return adalah tingkat pengembalian bersih atas modal/investasi atau dana
yang disimpan di perbankan. Pada bank konvensional rate of return dipersamakan dengan
bunga bank. Adapun menghitung rate of return adalah
RR = %100xhari
setahunx
SRRH
BBH
Keterangan
RR = rate of return
BBH = bonus dan bagi hasil
Memahami Akuntansi Syariah di Indonesia Juni 2010
Copyright©2009 dilindungi oleh Undang-Undang www. ebookakuntansisyariah.com Page 75
SSRH = saldo rata-rata harian dana pihak ke-3
a. tabungan mudharabah:
taubah = (Rp4.188.507,00 / Rp504.976.245,00) x ( 365 / 31 ) x 100 % = 9,77%
thahirah = (Rp2.10500- / Rp253.778,00) x ( 365 / 31 ) x 100 % = 9,77%
tarjamah = (Rp69.171,00 / Rp8.339.585,00) x ( 365 / 31 ) x 100 % = 9,77%
b. deposito berjangka mudharabah:
deposito 1 bulan = (Rp515.984,00 / Rp54.432.180,00) x ( 365 / 31 ) x 100 % =
11,16 %
deposito 3 bulan = (Rp8.409.729,00 / Rp788.597.511,00) x ( 365 / 31 ) x 100 % =
12,55 %
deposito 6 bulan = (Rp4.584.601,00 / Rp386.911.163,00) x( 365 / 31 ) x 100 % =
13.95 %
deposito 9 bulan = (Rp26.068,00 / Rp2000.000,00) x ( 365 / 31 ) x 100 % = 15,34 %
deposito 12 bulan = (Rp9.774.700,00/ Rp687.435.453,00) x ( 365 / 31 ) x 100 % =
16,74 %
Tabel. 4.3
Distribusi Pendapatan hasil dana pihak ke 3 (Investor)
Revenue Sharing
Bulan : Desember 2003
No Jenis Simpanan Posisi saldo
akhir
Saldo rata-
rata harian
Rp.
Distribusi
Bagi hasil
Rp.
Nasabah
Nis-
bah
Bonus &
bagi hasil
Rp.
Indikasi
rate of
return
%
1 Tabungan Wadiah
272.503.235 533.783.932 12.649.861 0 0 0
2 Tabungan mudharabah
2.1 Taubah
2.2 Thahirah
2.3. Tarjamah
600.257.455
237.536
2.896.468
504.976.245
253.778
8.339.585
11.967.163
6.014
197.635
35
35
35
4.188.507
2.105
69.172
9,77
9,77
9,77
3 Deposito Berjangka
mudharabah
1.1 Deposito 01 bulan
1.2 Deposito 3 bulan
1.3 Deposito 6 bulan
1.4 Deposito 9 bulan
140.000.000
656.300.000
265.000.000
2000.000
54.432.180
788.597.511
386.911.163
2.000.000
1.289.959
18.688.553
9.169.202
47.397
40
45
50
55
515.984
8.409.729
4.584.601
26.068
11,16
12,55
13,95
15,34
Memahami Akuntansi Syariah di Indonesia Juni 2010
Copyright©2009 dilindungi oleh Undang-Undang www. ebookakuntansisyariah.com Page 76
1.5 Deposito 12 bulan 641.790.449 687.435.453 16.291.167 60 9.774.700 16,74
G. Total 2.966.729.847 70.306.951 27.570.866
39,21%
Sumber : PT. BPR Syariah ―Risalah Ummat‖
D. 4 Profit Sharing
Bagi hasil menurut prinsip profit sharing pada dasarnya hampir sama dengan revenue
sharing. Dalam profit sharing hasil yang akan dibagi adalah profit, yaitu operating revenue
dari pembiayaan dikurangi dengan porsi beban operasi untuk menghasilkan penghasilan
pembiayaan, misalnya 30% dari operating revenue. Disamping itu, nisbah atau ratio bagi
hasil biasanya lebih besar bagi deposan. Untuk selanjutnya proses bagi hasil dapat mengikuti
proses bagi hasil berdasarkan revenue sharing.
Apabila beban operasi adalah 30% dari Pendapatan BRU, maka pendapatan bersih
(profit) yang dibagihasilkan adalah = 70% X Rp. 70.306.951,- = Rp 49,214,865.70
Atas dasar profit tersebut kemudian mekanisme perhitungan bagi hasil mengikuti
tahapan-tahapan seperti telah dijelaskan pada sub bagian E3 sampai perhitungan
Equivalent Rate of Return. Karena yang dibagihasilkan adalah Pendapatan setelah
dikurangi dengan beban operasional, maka nisbah bagi simpanan mudharabah dan
investasi mudharabah akan mengalami perubahan, yaitu nisbah untuk nasabah
menjadi lebih besar dibandingkan nisbah apabila bagi hasil berdasarkan ‗Revenue‘.
Kalau investasi mudharabah 01 semula nisbahnya 60:40 (bank:nasabah) maka dengan
Profit sharing nisbahnya bisa berubah menjadi, misalnya, 50:50, atau 40:60.
===Alhamdulillahirabbil „alamiini====
Memahami Akuntansi Syariah di Indonesia Juni 2010
Copyright©2009 dilindungi oleh Undang-Undang www. ebookakuntansisyariah.com Page 77
SOAL-SOAL
1. Bank syariah A dalam memberikan bagi hasil kepada para deposannya menerapkan
nisbah 70:30. Apakah maksud nisbah 70 : 30 tersebut?
2. Konsep bagi hasil dalam bank syariah ada dua, yaitu revenue sharing dan profit
sharing. Jelaskan kedua konsep bagi hasil tersebut!
3. Dilihat dari sisi keadilan, manakah yang lebih adil diantara revenue sharing dan
profit sharing dalam pembagian bagi hasil? Berikan argumentasi saudara!
4. Apakah harus berbeda nisbah bagi hasil menurut revenue sharing dan profit sharing?
Jelaskan jawaban Saudara!
5. Berikut ini data transaksi nasabah Ibu Tuty dengan bank syariah ABC pada bulan
Agustus 2008 untuk jenis tabungan mudharabah:.
1 : Saldo Rp10.000.000,00
5 : Setoran Rp15.000.000,00
10 : Setoran Rp20.000.000,00
15 : Pengambilan Rp18.000.000,00
20 : Setoran Rp15.000.000,00
25 : Pengambilan Rp17.000.000,00
DIMINTA
Hitunglah SALDO RATA-RATA HARIAN tabungan Ibu Tuty tersebut pada bulan
Agustus!
6. Berikut ini data transaksi nasabah Ibu Saraswati dengan bank syariah AA pada bulan
Maret 2008 untuk jenis tabungan mudharabah:
5 : Setoran pertama Rp50.000.000,00
10 : Setoran kedua Rp20.000.000,00
17 : Pengambilan pertama Rp25.000.000,00
20 : Setoran ke tiga Rp18.000.000,00
26 : Pengambilan ke dua Rp27.000.000,00
DIMINTA
Hitunglah SALDO RATA-RATA HARIAN tabungan Ibu Saraswati tersebut pada
bulan Maret!
7. Bank Syariah XX menghimpun dana dari tabungan mudharabah, deposito
mudharabah, dan dana lainnya sebesar Rp4.000.000.000,00 pada tahun 2008.
Sementara pada tahun tersebut, dana yang dapat disalurkan adalah sebesar Rp
Memahami Akuntansi Syariah di Indonesia Juni 2010
Copyright©2009 dilindungi oleh Undang-Undang www. ebookakuntansisyariah.com Page 78
5.000.000.000,00. Apakah pembiayaan tersebut yang melebihi sumber dana dapat
dibenarkan dalam praktik operasi bank syariah? Berikan alasan Saudara!
8. Ada seorang nasabah yang sedang mengalami kesulitan keuangan, karena dana
untuk membayar rumah sakit kurang sebesar Rp10.000.000,00. Orang tersebut
kemudian datang ke bank syariah untuk mendapatkan pendanaan sebesar jumlah
tersebut dengan memberikan jaminan sebuah mobil, yang harga jualnya sekitar
Rp60.000.000,00. Bank bisa memberikan pembiayaan sejumlah Rp10.000.000,00
dengan ketentuan bank syariah menerapkan margin sebesar 40% setahun.
Bagaimanakah pendapat Saudara tentang praktik bank syariah tersebut? Berikan
alasan jawaban Saudara!
9. Berikut ini data bank syariah CD pada bulan September 2008 sebagai berikut.
a. Jumlah dana yang diterima:
1) tabungan mudharabah Rp 2.000.000.000,00.-
2) deposito mudharabah 01 bulan Rp3.000.000.000,00.-
b. Pembiayaan yang diberikan Rp4.000.000.000,00.-
c. Pendapatan operasi bank (revenue) Rp500.000.000,00.-
d. Tuan Ramadhan mempunyai saldo rata-rata harian tabungan Rp500.000.000,00.-
e. Tuan Ardhi mempunyai saldo rata-rata harian deposito Rp800.000.000,00.-
Apabila nisbah yang ditetapkan adalah (bank:nasabah=60 : 40) untuk tabungan, dan
40:60 untuk deposito, maka:
1. Hitunglah bagi hasil bagi deposan tabungan mudharabah!
2. Hitunglah bagi hasil bagi deposan deposito mudharabah!
3. Hitunglah bagi hasil bagi deposan Tuan Ramadhan!
4. Hitunglah bagi hasil bagi deposan Tuan Ardhi!
Apabila pembiayaan yang diberikan adalah Rp 6.000.000.000,-, maka:
1. Hitunglah bagi hasil bagi deposan tabungan mudharabah!
2. Hitunglah bagi hasil bagi deposan deposito mudharabah!
3. Hitunglah bagi hasil bagi deposan Tuan Ramadhan!
4. Hitunglah bagi hasil bagi deposan Tuan Ardhi!
10. Lanjutan Soal 9
Apabila Bank Syariah menerapkan profit sharing dan nisbah bagi hasilnya
adalah 40 : 60 untuk tabungan, dan 30:70 untuk deposito, sementara biaya
operasi yang dibebankan ke pendapatan operasi adalah 40%.
Maka,
Memahami Akuntansi Syariah di Indonesia Juni 2010
Copyright©2009 dilindungi oleh Undang-Undang www. ebookakuntansisyariah.com Page 79
1) hitunglah bagi hasil bagi deposan tabungan mudharabah!
2) hitunglah bagi hasil bagi deposan deposito mudharabah!
3) hitunglah bagi hasil bagi deposan Tuan Ramadhan!
4) hitunglah bagi hasil bagi deposan Tuan Ardhi!
====Alhamdulillahirabbil „alamiin====
Memahami Akuntansi Syariah di Indonesia Juni 2010
Copyright©2009 dilindungi oleh Undang-Undang www. ebookakuntansisyariah.com Page 80
BAB IV
KERANGKA DASAR PENYUSUNAN DAN PENYAJIAN
LAPORAN KEUANGAN SYARIAH
A. PENDAHULUAN
Menurut sifatnya, ilmu akuntansi adalah termasuk ilmu hilir, yaitu ilmu yang bersifat
terapan, yang mempunyai kaitan erat dengan ilmu atau peristiwa yang terjadi sebelumnya.
Ilmu ekonomi, yang merupakan ilmu tentang bagaimana manusia memenuhi kebutuhan
hidupnya dengan menggunakan sumber daya yang telah tersedia di alam semesta ini, yang
akan melibatkan sektor produksi, distribusi, investasi, dan konsumsi, sangat mempengaruhi
ilmu akuntansi di sektor-sektor tersebut. Ilmu ekonomi akan diikuti oleh teori ekonomi, yang
menjelaskan dan memprediksikan gejala-gejala ekonomi, akan sangat dipengaruhi oleh
sistem ekonomi yang dianutnya dalam negara yang menerapkannya. Di dunia ini dikenal
adanya sistem ekonomi kapitalis, sistem sosialis, dan juga sistem ekonomi syariah (shariah
economic system). Masing-masing sistem ekonomi tersebut memiliki paradigma yang
berbeda diantara satu dan lainnya. Oleh karena sistem ekonomi mempengaruhi sistem
akuntansi maka sistem akuntansi akan sangat tergantung dari paradigma sistem ekonomi
yang dipakainya di suatu negara.
Oleh karena itu, dalam literatur teori akuntansi, dikatakan bahawa akuntansi adalah
‘multi paradigm science‘ yaitu akuntansi bermulti paradigma, artinya akuntansi dapat
dikembangkan untuk mendukung ekonomi dengan mengikuti paradigma dari sistem
ekonominya. Apabila sistem ekonomi kapitalis maka sistem akuntansinya juga sistem
akuntansi kapitalis, apabila sistem ekonomi syariah maka sistem akuntansinya juga sistem
akuntansi syariah, demikian juga ilmu dan teori akuntansinya. Karena akuntansi termasuk
multi paradigm science maka mustahil akuntansi mempunyai ‘general theory of accounting‘
atau teori akuntansi yang general berlaku di segala sistem ekonomi yang berlainan
paradigma. Oleh karena itu, akuntansi memerlukan yang dinamakan ‘kerangka dasar untuk
akuntansi dan pelaporan keuangan‘ (conceptual framework for financial accounting dan
reporting), tidak terkecuali dalam akuntansi syariah. Pada bab ini akan dipaparkan tentang
kerangka dasar penyusunan dan penyajian laporan keuangan syariah, yang menjadi satu
kesatuan dengan Pernyataan Standar Akuntansi Keuangan Syariah (IAI, 2007).
Memahami Akuntansi Syariah di Indonesia Juni 2010
Copyright©2009 dilindungi oleh Undang-Undang www. ebookakuntansisyariah.com Page 81
1. Tujuan dan Peranan KDPPLKS
IAI (2007) menjelaskan bahwa Kerangka dasar ini menyajikan konsep yang mendasari
penyusunan dan penyajian laporan keuangan bagi para penggunanya. Tujuan kerangka dasar
ini adalah untuk digunakan sebagai acuan bagi :
a. Penyusun standar akuntansi keuangan syariah, dalam pelaksanaan tugasnya.
b. Penyusunan laporan keuangan, untuk menanggulangi masalah akuntansi yang
belum diatur dalam standar akuntansi keuangan syariah;
c. Auditor, dalam mememberikan pendapat mengenai pakah laporan keuangan disusun
senuai dengan prinsip akuntansi syariah yang berlaklu umum; dan
d. Para pemakai laporan keuangan, dalam menafsirkan informasi yang disajikan
dalam laporan keuangan yang disusun sesuai dengan standar akuntansi keuangan
syariah.
Pengertian transaksi syariah yang dimaksud dalam kerangka dasar tersebut adalah transaksi
yang dilakukan berdasarkan prinsip syariah. Kerangka dasar ini bukan standar akuntansi
keuangan dan karenanya tidak mendefinisikan standar dan permasalahan pengukuran atau
pengungkapan tertentu. Mengingat kerangka dasar selalu menuju ke tingkat kesempurnaan
sebagai landasar penyusunan standar akuntansi, maka revisi kerangka dasar ini akan
dilakukan dari waktu ke waktu sesuai dengan pengalaman badan penyusun standar akuntansi
keuangan syariah dalam penggunaaan kerangka dasar tersebut.
2. Ruang Lingkup
Seperti dijelaskan (IAI, 2007), Kerangka dasar ini membahas :
a. tujuan laporan keuangan;
b. karakteristik kualitatif yang menentukan manfaat informasi dalam laporan keuangan;
dan
c. defenisi pengakuan dan pengukuran unsur-unsur yang membentuk laporan keuangan.
Lebih lanjut dijelaskan, bahwa kerangka dasar ini membahas laporan keuangan untuk
tujuan umum (general purpose financial statements yang selajutnya hanya disebut ‖laporan
keuangan‖), termasuk laporan keuangan konsolidasi. Laporan keuangan disusun dan
disajikan sekurang-kurangnya setahun sekali untuk memenuhi kebutuhan sejumlah besar
pemakai. Beberapa di antara pemakai ini memerlukan dan berhak untuk memperoleh
Memahami Akuntansi Syariah di Indonesia Juni 2010
Copyright©2009 dilindungi oleh Undang-Undang www. ebookakuntansisyariah.com Page 82
informasi tambahan disamping yang tercakup dalam laporan keuangan. Namun demikian,
banyak pemakai sangat tergantung pada laporan keuangan sebagai sumber utama informasi
keuangan dan karena itu laporan keuangan tersebut seharusnya disusun dan disajikan dengan
mempertimbangkan kebutuhan mereka. Laporan keuangan dengan tujuan khusus seperti
prospektus, dan perhitungan yang dilakukan untuk tujuan perpajakan tidak termasuk dalam
kerangka dasar ini.
Laporan keuangan merupakan bagian dari proses pelaporan keuangan. Laporan keuangan
yang lengkap meliputi laporan keuangan atas kegiatan komersial dan atau sosial. Laporan
keuangan kegiatan komersial meliputi neraca, laporan laba rugi, laporan perubahan posisi
keuangan (yang dapat disajikan dengan beberapa cara seperti, misalnya, sebagai laporan arus
kas, atau laporan perubahan ekuitas), laporan perubahan dana investasi terikat, catatan dan
laporan lain serta materi penjelasan yang merupakan bagian integral dari laporan keuangan.
Laporan keuangan atas kegiatan sosial meliputi laporan sumber dan penggunaan dana zakat,
dan laporan sumber skedul dan informasi tambahan yang berkaitan dengan laporan tersebut,
misalnya, informasi keuangan segmen industri dan geografis.
Kerangka dasar ini berlaku untuk semua jenis transaksi syariah yang dilaporkan
dalam laporan keuangan entitas syariah maupun entitas konvensional, baik sektor
publik maupun sektor swasta. Entitas syariah pelapor adalah entitas syariah yang laporan
keuangannya digunakan oleh pemakai yang mengandalkan laporan keuangan tersebut sebagai
sumber utama informasi keuangan entitas syariah. Entitas konvensional yang melakukan
transaksi syariah tidak perlu menyiapkan laporan keuangan syariah secara lengkap
melainkan hanya melaporkan transaksi syariah sesuai dengan ketentuan standar
akuntansi syariah dalam laporan keuangan konvensional.
Dapat penulis jelaskan lebih lanjut, bahwa kerangka dasar ini bukan hanya berlaku bagi
entitas syariah saja, melainkan juga entitas lainnya (konvensional) yang melakukan
transaksi syariah dengan entitas syariah maupun entitas lainnya. Misalnya, PT. Telkom
menerbitkan obligasi syariah maka perusahaan ini harus menerapkan kerangka dasar ini dan
juga PSAK syariah yang terkait. Juga dapat dicontohkan, misalnya, PT. Maju mendaptkan
pembiayaan Musyarakah dari bank syariah, maka perusahaan ini wajib menerapkan kerangka
dasar ini beserta PSAK syariah yang mengatur tentang transaksi Musyarakah tersebut.
Dalam hal sektor publik, seperti pemerintah Indonesia mengeluarkan Sukuk (obligasi syariah
negara atau surat berharga syariah negara) maka kerangka dasar ini juga berlaku bagi entitas
Memahami Akuntansi Syariah di Indonesia Juni 2010
Copyright©2009 dilindungi oleh Undang-Undang www. ebookakuntansisyariah.com Page 83
pemerintah dan perlakuan akuntansinya juga harus mengacu pada PSAK syariah. Jadi,
kerangka dasar ini berlaku untuk semua entitas usaha yang melakukan transasksi syariah,
tidak seperti kerangka dasar yang menjadi dasar pelaksanaan PSAK No. 59 yang khusus
untuk bank syariah.
3. Pemakai dan Kebutuhan Informasi
Pemakai laporan keuangan syariah pada dasarnya terdapat kesamaannya dengan pemakai
laporan keuangan konvensional, hanya saja dalam akuntansi syariah pemakai laporan
keuangan dapat ditambahkan; hal ini seperti yang dijelaskan oleh IAI (2007) bahwa pemakai
laporan keuangan meliputi investor sekarang dan investor potensial, pemilik dana qardh,
pemilik dana investasi mudharabah, pemilik dana titipan, pembayar dan penerima zakat,
infak, sedekah dan wakaf, pengawas syariah, karyawan, pemasok dan mitra usaha lainnya,
pelanggan, pemerintah serta lembaga-lembaganya, dan masyarakat. Mereka menggunakan
laporan keuangan untuk memenuhi beberapa kebutuhan ini meliputi :
a. Investor. Investor dan penasihat berkepentingan dengan risiko yang melekat serta
hasil pengembangan dari investasi yang mereka lakukan. Mereka membutuhkan
informasi untuk membantu menentukan apakah harus membeli, menahan atau
menjual investasi tersebut. Pemegang saham juga tertarik pada informasi yang
memungkinkan mereka untuk menilai kemampuan entitas syariah untuk membayar
deviden.
b. Pemberi dana qardh. Pemberi dana qardh tertarik dengan informasi keuangan yang
memungkinkan mereka untuk memutuskan apakah dana qardh dapat dibayarkan
pada saaat jatuh tempo.
c. Pemilik dana syirkah temporer. Pemilik dana syirkah dengan informasi keuangan
yang memungkinkan mereka untuk mengambil keputusan investasu dengan tingkat
keuntungan yang bersaing dan aman.
d. Pemilik dana titipan. Pemilik dana titipan tertarik dengan informasi keuangan yang
memungkinkan mereka untuk memutuskan apakah dana titipan dapat diambil setiap
saat.
e. Pembayaran dan penerima zakat, infak, sedekah dan wakaf. Pembayar dan
penerima zakat, infak, sedekah, dan wakaf, serta mereka yang berkepentingan akan
informasi mengenai sumber dan penyaluran dana tersebut.
f. Pengawas syariah. Pengawas syariah yang berkepentingan dengan informasi tentang
kepatuhan pengelola bank akan prinsip syariah.
Memahami Akuntansi Syariah di Indonesia Juni 2010
Copyright©2009 dilindungi oleh Undang-Undang www. ebookakuntansisyariah.com Page 84
g. Karyawan. Karyawan dan kelompok-kelompok yang mewakili mereka tertarik pada
informasi mengenai stabilitas dan profitabilitan entitas syariah. Mereka juga tertarik
dengan informasi yang memungkikan mereka untuk menilai kemampuan entitas
syariah dalam memberikan balas jasa, manfaat pensiun dan kesempatan kerja.
h. Pemasok dan mitra usaha lainnya. Pemasok dan mitra usaha lainnya tertarik dengan
informasi yang memungkinkan merek untuk memutuskan apakah jumlah yang
terhutang akan dibayarkan pada saat jatuh tempo. Mitra usaha berkepentingan pada
entitas syarah dalam tenggang waktu yang lebih pendek daripada memberi pijaman
qardh kecuali kalau sebagai pelanggan utama mereka tergantung pada kelangsungan
hidup entitas syariah.
i. Pelanggan. Para pelanggan berkepentingan dengan informasi mengenai
kelangsungan hidup entitas syariah, terutama kalau mereka terlibat dalam perjanjian
jangka panjang dengan, atau tergantung pada, entitas syariah.
j. Pemerintah. Pemerintah dan berbagai lembaga yang berada di bawah kekuasaannya
berkepentingan dengan alokasi sumber daya dan karena itu berkepentingan dengan
aktivitas entitas syariah, dapat memberikan kontribusi berarti pada perekonomian
nasional, termasuk jumlah orang yang dipekerjakan dan perlindungan kepada
penanam modal domestik. Laporan keuangan dapat membantu masyarakat dengan
menyediakan informasi kecenderungan (trend) dan perkembangan terakhir
kemakmuran entitas syariah serta rangkaian aktivitasnya.
k. Masyarakat. Entitas syariah mempengaruhi anggota masyarakat dalam berbagai
cara, misalnya, entitas syariah dapat memberikan kontribusi berarti pada
perekonomian nasional, termasuk jumlah orang yang dipekerjakan dan perlindungan
kepada penanama modal domestik . Laporan keuangan dapat membantu masyarakat
dengan menyediakan informasi kecenderungan (trend) dan perkembangan terakhir
kemakmuran entitas syariah serta rangkaian aktivitasnya.
Dijelaskan lebih lanjut (IAI,2007) bahwa informasi yang disajikan dalam laporan keuangan
bersifat umum. Dengan demikian tidak sepenuhnya dapat memenuhi kebutuhan informasi
setiap pemakai. Berhubung para investor saham dan pemilik dana syirkah temporer
merupakan penanaman modal/dana berisiko ke entitas syariah, maka ketentuan laporan
keuangan yang memenuhi kebutuhan mereka juga akan memenuhi sebagian besar kebutuhan
pemakai lain. Manajemen entitas syariah memikul tanggung jawab utama dalam penyusunan
dan penyajian laporan keuangan entitas syariah. Manajemen juga berkepentingan dengan
informasi yang disajikan dalam laporan keuangan meskipun memiliki akses terhadap
Memahami Akuntansi Syariah di Indonesia Juni 2010
Copyright©2009 dilindungi oleh Undang-Undang www. ebookakuntansisyariah.com Page 85
informasi manajemen dan keuangan tambahan yang membantu dalam melaksanakan
tanggung jawab perencanaan, pengendalian, dan pengambilan keputusan. Manajemen
memiliki kemampuan untuk menentukan bentuk dan isi informasi tambahan tersebut untuk
memenuhi kebutuhannya sendiri. Namun demikian, pelaporan informasi semacam itu berada
di luar lingkup kerangka dasar ini. Bagaimanapun juga, laporan keuangan yang diterbitkan
didasarkan pada informasi yang digunakan manajemen tentang posisi keuangan, kinerja serta
perubahan posisi keuangan.
4. Paradigma Transaksi Syariah
Yang membedakannya dengan kerangka dasar yang lain adalah bahwa kerangka dasar
syariah ini sangat explisit mendudukkan paradigma syariah sebagai fondasi utama dalam
mengembangkan kerangka dasar penyusunan dan penyajian laporan keuangan syariah.
Dalam kerangka dasar lain yang disusun oleh IAI tidak secara explisit mencantumkan
paradigmanya, juga Conceptual Framework yang disusun oleh FASB tidak kita temukan
adanya paradigma secara explisit di sana. Jadi, dengan paradigma ini maka kebenaran
hakiki yang datangnya dari yang Maha Benar, Allah SWT, telah ditempatkan pada posisi
yang tepat dalam mengembangkan kerangka dasar maupun PSAK syariah yang terkait.
IAI (2007) menetapkan, transaksi syariah berlandaskan pada paradigma dasar bahwa alam
semesta diciptakan oleh Tuhan sebagai amanah (kepercayaan ilahi) dan sarana kebahagiaan
hidup bagi seluruh umat manusia untuk mencapai kesejahteraan hakiki secara material dan
spiritual (al-falah). Paradigma dasar ini menekankan setiap aktivitas umat manusia memiliki
akuntabilitas dan nilai ilahiah yang menempatkan perangkat syariah dan akhlak sebagai
parameter baik dan buruk, benar dan salahnya aktivitas usaha. Paradigma ini akan
membentuk integritas yang membantu terbentuknya karakter tata kelola yang baik (good
governance) dan disiplin pasar (market discipline) yang baik.
Lebih lanjut dijelaskan (IAI, 2007), Syariah merupakan ketentuan hukum Islam yang
mengatur aktivitas hidup manusia yang berisi perintah dan larangan, baik yang menyangkut
hubungan interaksi vertikal dengan Tuhan maupun interaksi horisontal dengan sesama
makhluk. Prinsip syariah yang berlaku umum dalam kegiatan muamalah (transaksi syariah)
mengikat secara hukum bagi semua pelaku dan stakeholder entitas yang melakukan transaksi
syariah. Akhlak merupakan norma dan etika yang berisi nilai-nilai moral dalam interaksi
Memahami Akuntansi Syariah di Indonesia Juni 2010
Copyright©2009 dilindungi oleh Undang-Undang www. ebookakuntansisyariah.com Page 86
sesama makhluk agar hubungan tersebut menjadi saling menguntungkan, sinergis dan
harmonis.
5. Asas Transaksi Syariah
Apabila kita bandingkan dengan kerangka dasar yang lain, maka kerangka dasar syariah ini
juga secara explisit (jelas dan tegas) menetapkan azas transaksi syariah yang luhur,
manusiawi, dan bersifat melindungi kepada ummat manusia secara keseluruhan dalam hal
bermuamalat. Azas transaksi syariah yang telah ditetapkan (IAI, 2007) adalah seperti berikut
ini:
Transaksi syariah berdasarkan pada prinsip
a. persaudaraan (ukhuwah);
b. keadilan (‟adalah);
c. kemashalatan (maslahah);
d. keseimbangan (tawazun); dan
e. universalisme (syumuliyah). Lebih lanjut ke 5 azas / prinsip tersebut dijelaskan
seperti berikut ini .
Prinsip persaudaraan (ukhuwah) esensinya merupakan nilai universal yang menata interaksi
sosial dan harmonisasi kepentingan para pihak untuk kemanfaatan secara umum dengan
semangat saling tolong-menolong. Transaksi syariah menjunjung tinggi nilai kebersamaan
dalam memperoleh manfaat (sharing economic) sehingga seseorang tidak boleh mendapat
keuntungan diatas kerugian orang lain. Ukhuwah dalam transaksi syariah berdasarkan prinsip
saling mengenal (ta‟aruf), saling memahami (tafahum), saling menolong (ta‟awun), saling
menjamin (takaful), saling bersinergi dan beraliansi (tahaluf).
Prinsip keadilan (‟adalah) esensinya menempatkan sesuatu hanya pada tempatna dan
memberikan sesuatu hanya pada yang berhak serta memperlakukan sesuatu sesuai dengan
posisinya. Implementasi keadilan dalam kegiatan usaha berupa aturan prinsip muamalah yang
melarang adanya unsur :
a. riba (unsur bunga dalam segala bentuk dan jenisnya, baik riba nasiah maupun fadhl);
b. kezaliman (unsur yang merugikan diri sendiri, orang lain, maupun lingkungan);
c. masyir (unsur judi dan sifat spekulatif);
d. gharar (unsur ketidakjelasan); dan
Memahami Akuntansi Syariah di Indonesia Juni 2010
Copyright©2009 dilindungi oleh Undang-Undang www. ebookakuntansisyariah.com Page 87
e. haram (unsur haram baik dalam barang maupun jasa serta aktivitas operasional yang
terkait).
Esensi riba adalah setiap tambahan pada pokok piutang yang dipersyaratkan dalam transaksi
pinjam-meminjam serta derivasinya dan transaksi tidak tunai lainnya, dan setiap tambahan
yang dipersyaratkan dalam transaksi pertukaran antar barang-barang ribawi termasuk
pertukaran uang (money exchange) yang sejenis secara tunai maupun tangguh dan yang tidak
sejenis secara tidak tunai.
Esensi kezaliman (dzulm) adalah menempatkan sesuatu tidak pada tempatnya, memberikan
sesuatu tidak sesuai ukuran, kualitas dan temponya, mengambil sesuatu yang bukan haknya,
dan memperlakukan sesuatu tidak sesuai posisinya. Kezaliman dapat menimbulkan
kemudharatan bagi masyarakat secara keseluruhan, bukan hanya sebagian, atau membawa
kemudharatan bagi salah satu pihak atau pihak-pihak yang melakukan transaksi.
Esensi masyir adalah setiap transaksi yang bersifat spekulatif dan tidak berkaitan dengan
produktivitas serta bersifat perjudian (gambling).
Esensi gharar adalah setiap transaksi yang berpotensi merugikan salah satu pihak karena
mengandung unsur ketidakjelasan, manipulasi dan eksploitasi informasi serta tidak adanya
kepastian pelaksanaan akad. Bentuk-bentuk gharar antara lain :
a. tidak adanya kepastian penjual untuk menyerahkan obyek akad pada waktu terjadi
akad baik obyek akad itu sudah ada maupun belum ada;
b. menjual sesuatu yang belum berada di bawah kekuasaan penjual;
c. tidak adanya kepastian kriteria kualitas dan kualitas barang/jasa;
d. tidak adanya kepastian jumlah harga yang harus dibayar dan alat pembayaran;
e. tidak danya ketegasan jenis dan obyek akad;
f. kondisi obyek akad tidak dapat dijamin kesesuaiannya dengan yang ditentukan dalam
transaksi;
g. adanya unsur eksploitasi salah satu pihak karena informasi yang kurang atau
dimanipulasi dan ketidak tahuan atau ketidakpahaman yang ditransaksikan.
Esensi haram adalah segala jenis unsur yang dilarang secara tegas dalam Al-Qur‘an dan As
Sunah.
Memahami Akuntansi Syariah di Indonesia Juni 2010
Copyright©2009 dilindungi oleh Undang-Undang www. ebookakuntansisyariah.com Page 88
Prinsip kemaslahatan (mashlahah) esensinya merupakan segala bentuk kebaikan dan manfaat
yang berdimensi duniawi dan ukhrawi, material dan spiritual, serta individual dan kolektif.
Kemashlahatan yang diakui harus memenuhi dua unsur yakni kepatuhan syariah (halal) serta
bermanfaat dan membawa kebaikan (thayib) dalam semua aspek secara keseluruhan yang
tidak menimbulkan kemudharatan. Transaksi syariah yang dianggap bermashlahat harus
memenuhi secara keseluruhan unsur-unsur yang menjadi tujuan ketetapan syariah (maqasid
syariah) yaitu berupa pemeliharaan terhadap :
a. akidah, keimanan dan ketakwaan (dien);
b. intelek (‘aql);
c. keturunan (nasl);
d. jiwa dan keselamatan (nafs); dan
e. harta benda (mal).
Prinsip keseimbangan (tawazun) esensinya meliputi keseimbangan aspek material dan
spiritual, aspek privat dan publik, sektor keuangan dan sektor riil, bisnis dan sosial, dan
keseimbangan aspek pemanfaatan dan pelestarian. Transaksi syariah tidak menekankan pada
maksimalisasi keuntungan perusahaan semata untuk kepentingan pemilik (shareholder).
Sehingga manfaat yang didapatkan tidak hanya difokuskan pada pemegang saham, akan
tetapi pada semua pihak yang dapat merasakan adanya suatu kegiatan ekonomi.
Prinsip universalisme (syumuliah) esensinya dapat dilakukan oleh, dengan, dan untuk semua
pihak yang berkepentingan (stakeholder) tanpa membedakan suku, agama, ras dan golongan,
sesuai dengan semangat kerahmatan semesta (rahmatan lil alamin).
Transaksi syariah terikat dengan nilai-nilai etis meliputi aktivitas sektor keuangan dan sektor
riil yang dilakukan secara koheren tanpa dikotomi serta keberadaan dan nilai uang
merupakan cerminan aktivitas investasi dan perdagangan.
6. Karakteristik Transaksi Syariah
Paradigma dan azas transaksi syariah, pada tahapan berikutnya akan menjiwai seluruh
transaksi syariah baik yang terjadi pada entitas syariah maupun entitas konvensional. Agar
transaksi sesuai dengan jiwa paradigma dan azas transaksi syariah, maka transaksi haruslah
memenuhi karakteristik dan persyaratan yang diatur oleh syariah Islamiyah. Berikut ini
(IAI,2007) diatur tentang karakteristik dan persyaratan transaksi syariah.
Implementasi transaksi yang sesuai dengan paradigma dan azas transaksi syariah harus
memenuhi karakteristik dan persyaratan sebagai berikut :
Memahami Akuntansi Syariah di Indonesia Juni 2010
Copyright©2009 dilindungi oleh Undang-Undang www. ebookakuntansisyariah.com Page 89
a. transaksi hanya dilakukan berdasarkan prinsip saling paham dan saling ridha;
b. prinsip kebebasan bertransaksi diakui sepanjang obyeknya halal dan baik (thayib);
c. uang hanya berfungsi sebagai alat tukar dan satuan pengukur nilai, bukan sebagai
komoditas:
d. tidak mengandung unsur riba;
e. tidak mengandung unsur kezaliman;
f. tidak mengandung unsur masyir;
g. tidak mengandung unsur gharar;
h. tidak mengandung unsur haram;
i. tidak mengandung prinsip nilai waktu dari uang (time value of money) karena
keuntungan yang didapat dalam kegiatan usaha terkait dengan risiko yang melekat
pada kegiatan usaha tersebut sesuai dengan prinsip al-ghunmu bil ghurmi (no gain
without accompanying risk);
j. transaksi dilakukan berdasarkan suatu perjanjian yang jelas dan benar serta untuk
keuntungan semua pihak tanpa merugikan pihak lain sehingga tidak diperkenankan
standar ganda harga untuk satu akada serta tidak menggunakan dua transaksi
bersamaan yang berkaitan (ta‟alluq) dalam satu akad;
k. tidak ada distorsi harga melalui rekayasa permintaan (najasy), maupun melalui
rekayasa penawaran (ihtikar); dan
l. tidak mengandung unsur kolusi dengan suap menyuap (risyawah).
Lebih lanjut dijelaskan (IAI, 2007) bahwa transaksi syariah dapat berupa aktivitas binis yang
bersifat komersial maupun aktifitas sosial yang bersifat non komersial. Transaksi syariah
komersial maupun aktifitas sosial yang bersifat non komersial dilakukan antara lain berupa;
investasi untuk mendapatkan bagi hasil; jual beli barang untuk mendapatkan laba; dan atau
pemberian layanan jasa untuk mendapatkan imbalan. Sedangkan, transaksi syariah
nonkomersial dilakukan antara lain berupa; pemberian dan pinjaman atau talangan (qardh);
penghimpunan dan penyaluran dana sosial seperti zakat, infak, sedekah, wakaf, dan hibah.
B. TUJUAN LAPORAN KEUANGAN
Tujuan laporan keuangan syariah dan konvensional tidak sama persih, terutama dalam hal
pemenuhan terhadap hukum-hukum Islam dalam menyusun laporan keuangan, di mana
dalam laporan keuangan konvensional tidak harus memenuhi ketentuan hukum Islam karena
paradigma yang digunakan bukanlah syariah Islamiyah. Tujuan laporan keuangan syariah
Memahami Akuntansi Syariah di Indonesia Juni 2010
Copyright©2009 dilindungi oleh Undang-Undang www. ebookakuntansisyariah.com Page 90
akan lebih luas dibandingkan tujuan laporan keuangan konvensional, seperti yang ditentukan
dan dijelaskan berikut ini (IAI, 2007):
Tujuan laporan keuangan adalah menyediakan infirmasi yang menyangkut posisi keuangan,
kinerja serta perubahan posisi keuangan suatu entitas syariah yang bermanfaat bagi sejumlah
besar pemakai dalam pengambilan keputusan ekonomi. Disamping itu, tujuan lainnya adalah
:
a. meningkatkan kepatuhan terhadap prinsip syariah dalam semua transaksi dan
kegiatan usaha;
b. informasi kepatuhan entitas syariah terhadap prinsip syariah, serta informasi aset,
kewajiban, pendapatan dan beban yang tidak sesuai dengan prinsip syariah bila ada
dan bagaimana perolehan dan penggunaannya;
c. informasi untuk membantu mengevaluasi pemenuhan tanggung jawab entitas syariah
terhadap amanah dalam mengamanakan dana, menginvestasikannya pada tingkat
keuntungan yang layak; dan
d. informasi mengenai tingkat keuntungan investasi yang diperoleh penanaman modal
dan pemilik dana syirkah temporer, dan informasi mengenai pemenuhan kewajiban
(obligationi) fungsi sosial entitas syariah, termasuk pengelolaan dan penyaluran
zakat, infak, sedekah, dan wakaf.
Dijelalaskan lebih lanjut (IAI, 2007) bahwa Laporan keuangan yang disusun untuk tujuan ini
memenuhi kebutuhan bersama sebagian besar pemakai. Namun demikian, laporan keuangan
tidak menyediakan semua informasi yang mungkin dibutuhkan pemakai dalam pengambilan
keputusan ekonomi karena secara umum menggambarkan pengaruh keuangan dari kejadian
di masa lalu, dan tidak diwajibkan untuk menyediakan informasi non keuangan.
Laporan keuangan juga menunjukan apa yang telah dilakukan manajemen (stewardship), atau
pertanggungjawaban manajemen atas sumber daya yang dipercayakan kepadanya. Pemakai
yang ingin menilai apa yang telah dilakukan atau pertanggungjawabkan manajemen berbuat
demikian agar mereka dapat membuat keputusan ekonomi; keputusan ini mungkin
mencakup, misalnya, keputusan untuk menahan atau menjual investasi mereka dalam entitas
syariah atau keputusan untuk mengangkat kembali atau mengganti manajemen.
1. Posisi Keuangan, Kinerja, dan Perubahan posisi Keuangan
Stake holder pada umumnya ingin mengetahui seberapa jauh perkembangan dan kinerja
serta kekuatan dan kelemahan keuangan entitas syariah . Hal ini terutama apabila mereka
Memahami Akuntansi Syariah di Indonesia Juni 2010
Copyright©2009 dilindungi oleh Undang-Undang www. ebookakuntansisyariah.com Page 91
ingin mengambil keputusan yang terkait dengan entitas syariah yang bersangkutan. Untuk ini
dijelaskan (IAI, 2007) bahwa, keputusan ekonomi yang diambil pemakai laporan keuangan
memerlukan evaluasi atas kemampuan entitas syariah dalam menghasilkan kas (dan setara
kas), dan waktu serta kepastian dari hasil tersebut. Kemampuan ini akhirnya menentukan,
misalnya, kemampuan pembayaran kepada para karyawan dan para pemasok, pembayaran
kewajiban dan pembagian penghasilan kepada para pemilik. Para pemakai dapat
mengevaluasi kemampuan entitas syariah dalam menghasilkan kas (dan setara kas) dengan
lebih baik kalau mereka mendapat informasi yang difokuskan pada posisi keuangan, kinerja,
serta perubahan posisi keuangan entitas syariah.
Posisi keuangan entitas syariah dipengaruhi oleh sumber daya yang dikendalikan,
struktur keuangan. Likuiditas dan solvabilitas, serta kemampuan beradapatasi terhadap
perubahan lingkungan. Informasi sumber daya ekonomi yang dikendalikan dan kemampuan
entitas syariah dalam memodifikasi sumber daya ini di masa lalu berguna untuk memprediksi
kemampuan entitas syariah dalam menghasilkan kas (dan setara kas) di masa depan.
Informasi struktur keuangan berguna untuk memprediksi kebutuhan pinjaman di masa depan
dan bagaimana penghasilan bersih (laba) dan arus kas di masa depan akan didistribusikan
kepada mereka yang memiliki hak di dalam entitas syariah; informasi tersebut juga berguna
untuk memprediksi seberapa jauh entitas syariah akan berhasil meningkatkan lebih lanjut
sumber keuangannya. Informasi likuiditas dan solvabilitas berguna untuk memprediksi
kemampuan entitas syariah dalam pemenuhan komitmen keuangannya pada saat jatuh tempo.
Informasi kinerja entitas syariah, terutama profitabilitas, diperlukan untuk menilai
perubahan potensial sumber daya ekonomi yang mungkin dikendalikan di masa depan.
Informasi fluktuasi kinerja adalah penting dalam hubungan ini. Informasi kinerja bermanfaat
untuk memprediksi kapasitas entitas syariah dalam menghasilkan arus kas dari sumber daya
yang ada. Disamping itu, informasi tersebut juga berguna dalam perumusan petimbangan
tentang efektivitas entitas syariah dalam memanfaatkan sumber daya.
Informasi perubahan posisi keuangan entitas syariah bermanfaat untuk menilai
aktivitas investasi, pendanaan dan operasi selama periode pelaporan. Informasi ini
berguna bagi pemakai sebagai dasar untuk menilai kemampuan entitas syariah dalam
menghasilkan kas (dan setara kas) serta kebutuhan entitas syariah untuk memanfaatkan arus
kas tersebut. Dalam penyusunan laporan perubahan posisi keuangan, dana dapat didefinisikan
Memahami Akuntansi Syariah di Indonesia Juni 2010
Copyright©2009 dilindungi oleh Undang-Undang www. ebookakuntansisyariah.com Page 92
dalam berbagai cara, seperti, seluruh sumber daya keuangan, modal kerja, aktiva likuid atau
kas. Kerangka dasar ini tidak mendefinisikan dana secara spesifik.
Informasi posisi keuangan terutama disediakan dalam neraca. Informasi kinerja terutama
disediakan dalam laporan laba rugi. Dalam laporan keuangan, informasi perubahan posisi
keuangan dan laporan yang menjelaskan pemenuhan fungsi sosial entitas syariah disajikan
dalam laporan tersendiri.
Informasi lain yang tidak diatur secara khusus tetapi relevan bagi pengambilan keputusan
sebagian besar pengguna laporan keuangan hendaknya disajikan dalam laporan keuangan.
Komponen-komponen laporan keuangan saling terkait karena mencerminkan aspek-
aspek yang berbeda terkait karena mencerminkan aspek-aspek yang berbeda dari
transaksi-transaksi atau peristiwa lain yang sama. Meskipun setiap laporan menyediakan
informasi yang berbeda satu sama lain, tidak ada yang hanya dimaksudkan untuk memenuhi
tujuan tunggal atau menyediakan semua informasi yang diperlukan untuk memenuhi
kebutuhan khusus pemakai. Misalnya, laporan laba rugi menyediakan gambaran yang tidak
lengkap tentang kinerja kecuali kalau digunakan dalam hubungannya dengan neraca dan
laporan arus kas.
Catatan dan Skedul Tambahan
Laporan keuangan juga menampung catatan dan skedul tambahan serta informasi lainnya.
Misalnya, laporan tersebut mungkin menampung informasi tambahan yang relevan dengan
kebutuhan pemakai neraca dan laporan laba rugi. Mungkin pula mencakupi pengungkapan
tentang resiko dan ketidakpastian yang mempengaruhi entitas syariah dan setiap sumber daya
dan kewajiban (obligation) yang tidak dicantumkan dalam neraca (seperti cadangan mineral).
Informasi segmen-segmen industri dan geografi serta pengaruhnya pada entitas syariah akibat
perubahan harga dapat juga disediakan dalam bentuk informasi tambahan.(IAI,2007).
Memahami Akuntansi Syariah di Indonesia Juni 2010
Copyright©2009 dilindungi oleh Undang-Undang www. ebookakuntansisyariah.com Page 93
C. ASUMSI DASAR
Dalam kerangka dasar ini ditetapkan dua asumsi dasar sebagai dasar untuk melakukan
pengakuan, pengukuran, dan penyajian transaksi keuangan syariah ke dalam laporan
keuangan syariah. Dua asumsi dasar tersebut yang ditetapkan oleh IAI adalah Dasar akrual
dan Kelangsungan Usaha. Berikut ini penjelasan ke dua asumsi dasar tersebut (IAI, 2007):
1.Dasar Akrual
Untuk mencapai tujuannya, laporan keuangan disusun atas dasar akrual. Dengan dasar
ini, pengaruh transaksi dan peristiwa lain diakui pada saat kejadian (dan bukan pada saat kas
atau setara kas diterima atau dibayar) dan diungkapkan dalam catatan akuntansi serta
dilaporkan dalam laporan keuangan pada periode yang bersangkutan. Laporan keuangan yang
disusun atas dasar akrual memberikan informasi kepada pemakai tidak hanya transaksi masa
lalu yang melibatkan penerimaan dan pembayaran kas akan tetapi juga kewajiban
pembayaran kas dimasa depan serta sumber daya yang merepresentasikan kas yang akan
diterima di masa depan. Oleh karena itu, laporan keuangan menyediakan jenis informasi
transaksi masa lalu dan peristiwa lainnya yang paling berguna bagi pemakai dalam
pengambilan keputusan ekonomi.
Penghitungan pendapatan untuk tujuan pembagian hasil usaha menggunakan dasar kas.
Dalam hal prinsip pembagian hasil usaha berdasarkan bagi hasil, pendapatan atau hasil yang
dimaksud adalah keuntungan bruto (gross profit).
2.Kelangsungan Usaha
Laporan keuangan biasanya disusun atas dasar asumsi kelangsungan entitas syariah dan akan
melanjutkan usahanya di masa depan. Karena itu, entitas syariah diasumsikan tidak
bermaksud atau berkeinginan melikuidasi atau mengurangi secara material skala usahanya.
Jika maksud atau keinginan tersebut timbul, laporan keuangan mungkin harus disusun
dengan dasar yang berbeda dan dasar yang digunakan harus diungkapkan.
D. KARAKTERISTIK KUALITATIF LAPORAN KEUANGAN
Karakteristik kualitatif laporan keuangan syariah yang ditetapkan oleh IAI nampaknya tidak
banyak berbeda bila dibandingkan dengan karakteristik kualitatif laporan keuangan
Memahami Akuntansi Syariah di Indonesia Juni 2010
Copyright©2009 dilindungi oleh Undang-Undang www. ebookakuntansisyariah.com Page 94
konvensional yang telah ditetapkan sebelumnya sebagai dasar pengembangan PSAK yang
umum. Berikut ini karakteristik kualitatif laporan keuangan syariah yang ditetapkan IAI
(IAI, 2007):
Karakteristik kualitatif merupakan ciri khas yang membuat informasi dalam laporan
keuangan berguna bagi pemakai. Terdapat empat karakteristik kualitatif pokok yaitu : dapat
dipahami, relevan, keandalan, dan dapat diperbandingkan.
1.Dapat Dipahami
Kualitas penting informasi yang ditampung dalam laporan keuangan adalah kemudahannya
untuk segera dapat dipahami oleh pemakai. Untuk maksud ini, pemakai diasumsikan
memiliki kemampuan yang memadai tentang aktivitas ekonomi dan bisnis, akuntansi, serta
kemauan untuk mempelajari informasi dengan ketekunan yang wajar. Namun demikian,
informasi kompleks yang seharusnya dimasukan dalam laporan keuangan tidak dapat
dikeluarkan hanya atas dasar pertimbangan bahwa informasi tersebut terlalu sulit untuk dapat
dipahami oleh pemakai tertentu.
2.Relevan
Agar bermanfaat, informasi harus relevan untuk memenuhi kebutuhan pemakai dalam proses
pengambilan keputusan ekonomi pemakai dengan membantu mereka mengevaluasi peristiwa
masa lalu, masa kini atau masa depan, menegaskan, atau mengkoreksi, hasil evaluasi mereka
di masa lalu.
Peranan informasi dalam peramalan (predictive) dan penegasan (convirmatory) berkaitan satu
sama lain. Misalnya informasi struktur dan besarnya aset-aset yang dimiliki bermanfaat bagi
pemakai ketika mereka berusaha meramalkan kemampuan entitas syariah dalam
memanfaatkan peluang dan bereaksi terhadap situasi yang merugikan. Informasi yang sama
juga berperan dalam memberikan penegasan (confirmatory role) terhadap prediksi yang lalu,
misalnya, tentang bagaimana struktur keuangan entitas syariah diharapkan tersusun atau
tentang hasil dari operasi yang direncanakan.
Informasi posisi keuangan dan kinerja di masa lalu seringkali digunakan sebagai dasar untuk
memprediksi posisi keuangan dan kinerja masa depan dan hal-hal lain yang langsung
menarik perhatian pemakai, seperti pembayaran deviden dan upah, penggerak harga sekuritas
Memahami Akuntansi Syariah di Indonesia Juni 2010
Copyright©2009 dilindungi oleh Undang-Undang www. ebookakuntansisyariah.com Page 95
dan kemampuan entitas syariah untuk memenuhi komitmennya ketika jatuh tempo. Untuk
memiliki nilai prediktif, informasi tidak harus perlu dalam bentuk ramalan eksplisit. Namun
demikian, kemampuan laporan keuangan untuk membuat prediksi dapat ditingkatkan dengan
menampilkan informasi tentang transaksi dan peristiwa masa lalu. Misalnya, nilai prediktif
laporan laba rugi dapat ditingkatkan kalau pos-pos penghasilan atau beban yang tidak biasa,
abnormal dan jarang terjadi diungkapkan secara terpisah.
Materialitas
Relevansi informasi dipengaruhi oleh hakekat dan materialitasnya. Dalam beberapa kasus,
hakekat informasi saja sudah cukup untuk menentukan relevansinya. Misalnya, pelaporan
suatu segmen baru dapat mempengaruhi penilaian risiko dan peluang yang dihadapi entitas
syariah tanpa mempertimbangkan materialitas dari hasil yang dicapai segmen baru tersebut
dalam periode pelaporan. Dalam kasus lain, baik hakekat maupun materialitas dipandang
penting, misalnya jumlah serta kategori persediaan yang sesuai dengan kebutuhan entitas
syariah.
Informasi dipandang material kalau kelalaian untuk mencantumkan atau kesalahan dalam
mencatat informasi tersebut dapat mempengaruhi keputusan ekonomi pemakai yang diambil
atas dasar laporan keuangan. Materialitas tergantung pada besarnya pos atau kesalahan yang
dinilai sesuai dengan situasi khusus dari kelalaian dalam mencantum (omission) atau
kesalahan dalam mencatat (misstatement). Karenanya, materialitas lebih merupakan suatu
ambang batas atau titik pemisah dari pada suatu karakteristik kualitatif pokok yang harus
dimiliki agar informasi dipandang berguna.
Dalam hal bagi hasil, dasar yang dibagihasilkan harus mencerminkan jumlah yang
sebenarnya tanpa mempertimbangkan pelaksanaan konsep materialitas.
3.Keandalan
Agar bermanfaat, informasi juga harus andal (reliable). Informasi memiliki kualitas andal
jika bebas dari pengertian yang menyesatkan, kesalahan material, dan dapat diandalkan
pemakaiannya sebagai penyajian yang tulus dan jujur (faithful representation) dari yang
seharusnya disajikan atau secara wajar diharapkan dapat disajikan.
Memahami Akuntansi Syariah di Indonesia Juni 2010
Copyright©2009 dilindungi oleh Undang-Undang www. ebookakuntansisyariah.com Page 96
Informasi mungkin relevan tetapi jika hakekat atau penyajiannya tidak dapat diandalkan
maka penggunaan informasi tersebut secara potensial dapat menyesatkan. Misalnya, jika
keabsahan dan jumlah tuntutan atas kerugian dalam suatu tindakan hukum masih
dipersengketakan, mungkin tidak tepat bagi entitas syariah untuk mengakui jumlah seluruh
tuntutan tersebut dalam neraca, meskipun mungkin tepat untuk mengungkapkan jumlah serta
keadaan dari tuntutan tersebut.
Penyajian Jujur
Agar dapat diandalkan, informasi harus menggambarkan dengan jujur transaksi serta
peristiwa lainnya yang seharusnya disajikan atau secara wajar dapat diharapkan untuk
disajikan. Jadi, misalnya, neraca harus menggambarkan dengan jujur transaksi serta peristiwa
lainnya dalam bentuk aset, kewajiban, dana syirkah temporer, dan ekuitas entitas syariah
pada tanggal pelaporan yang memenuhi kriteria pengakuan.
Informasi keuangan pada umumnya tidak luput dari risiko penyajian yang dianggap kurang
jujur dari apa yang seharusnya digambarkan. Hal tersebut bukan disebabkan karena
kesengajaan untuk menyesatkan, tetapi lebih merupakan kesulitan yang melekat dalam
mengidentifikasikan transaksi serta peristiwa lainnya yang dilaporkan, atau dalam menyusun
atau menerapkan ukuran dan teknik penyajian yang sesuai dengan makna transaksi dan
peristiwa tersebut. Dalam kasus tertentu, pengukuran dampak keuangan dari suatu pos sangat
tidak pasti sehingga entitas syariah pada umumnya tidak mengakuinya dalam laporan
keuangan. Misalnya, meskipun dalam kegiatan usahanya entitas syariah dapat menghasilkan
goodwill, tetapi lazimnya sulit untuk mengidentifikasi atau mengukur goodwill secara andal.
Namun, dalam kasus lain, pengakuan suatu pos tertentu tetap dianggap relevan dengan
mengungkapkan risiko kesalahan sehubungan dengan pengakuan dan pengukurannya.
Substansi Mengungguli Bentuk
Jika informasi dimaksudkan menyajikan dengan jujur transaksi serta peristiwa lain yang
seharusnya disajikan, maka peristiwa tersebut perlu dicatat dan disajikan sesuai dengan
substansi dan realitas ekonomi dan bukan hanya bentuk hukumnya. Substansi transaksi atau
peristiwa lain tidak selalu konsisten dengan apa yang tampak dari bentuk hukum.
Memahami Akuntansi Syariah di Indonesia Juni 2010
Copyright©2009 dilindungi oleh Undang-Undang www. ebookakuntansisyariah.com Page 97
Netralitas
Informasi harus diarahkan pada kebutuhan umum pemakai, dan tidak bergantung pada
kebutuhan dan keinginan pihak tertentu. Tidak boleh ada usaha untuk menyajikan informasi
menguntungkan beberapa pihak, sementara hal tersebut akan merugikan pihak lain yang
mempunyai kepentingan yang berlawanan.
Pertimbangan Sehat
Penyusunan laporan keuangan adakalanya menghadapi ketidakpastian peristiwa dan keadaan
tertentu, seperti ketertagihan piutang yang diragukan, prakiraan masa manfaat pabrik serta
peralatan, dan tuntutan atas jaminan garansi yang mungkin timbul. Ketidakpastian semacam
itu diakui dengan mengungkapkan hakekat serta tingkatnya dan dengan menggunakan
pertimbangan sehat (prudence) dalam penyusunan laporan keuangan. Pertimbangan sehat
mengandung unsur kehati-hatian pada saat melakukan prakiraan dalam kondisi
ketidakpastian, atau aset atau penghasilan tidak dinyatakan terlalu tinggi dan kewajiban atau
beban tidak dinyatakan terlalu rendah. Namun demikian penggunaan pertimbangan sehat
tidak memperkenankan, misalnya, pembentukan cadangan tersembunyi atau penyisihan
(provision) berlebihan, dan sengaja menetapkan aset atau penghasilan yang lebih rendah atau
pencatatan kewajiban atau beban yang lebih tinggi, sehingga laporan keuangan menjadi tak
netral, dan karena itu, tidak memiliki kualitas andal.
Kelengkapan
Agar dapat diandalkan, informasi dalam laporan keuangan harus lengkap dalam batasan
materialitas dan biaya. Kesengajaan untuk tidak mengungkapkan (omission) mengakibatkan
informasi menjadi tidak benar atau menyesatkan dan karena itu tidak dapat diandalkan dan
tidak sempurna ditinjau dari segi relevansi.
4.Dapat Dibandingkan
Pemakai harus dapat memperbandingkan laporan keuangan entitas syariah antar periode
untuk mengidentifikasikan kecenderungan (trend) posisi dan kinerja keuangan. Pemakai juga
harus dapat memperbandingkan laporan keuangan antara entitas syariah untuk mengevaluasi
posisi keuangan, kinerja serta perubahan secara relatif. Oleh karena itu, pengukuran dan
Memahami Akuntansi Syariah di Indonesia Juni 2010
Copyright©2009 dilindungi oleh Undang-Undang www. ebookakuntansisyariah.com Page 98
penyajian dampak keuangan dari transaksi dan peristiwa lain yang serupa harus dilakukan
secara konsisten untuk entitas syariah tersebut, antar periode entitas syariah yang sama, untuk
entitas syariah yang berbeda, maupun dengan entitas lain.
Implikasi penting dari karakteristik kualitatif dapat diperbandingkan adalah bahwa pemakai
harus mendapat informasi tentang kebijakan akuntansi yang digunakan dalam penyusunan
laporan keuangan dan perubahan kebijakan serta pengaruh perubahan tersebut. Para pemakai
harus dimungkinkan untuk dapat mengidentifikasi perbedaan kebijakan akuntansi yang
diberlakukan untuk transaksi serta peristiwa lain yang sama dalam sebuah entitas syariah dari
satu periode ke periode dan dalam entitas syariah yang berbeda. Ketaatan pada standar
akuntansi keuangan syariah, termasuk pengungkapan kebijakan akuntansi yang digunakan
oleh entitas syariah, membantu pencapaian daya banding.
Kebutuhan terhadap daya banding jangan dikacaukan dengan keseragaman semata-mata dan
tidak seharusnya menjadi hambatan dalam memperkenalkan standar akuntansi keuangan
syariah yang lebih baik. Entitas syariah tidak perlu meneruskan kebijakan akuntansi yang
tidak lagi selaras dengan karakteristik kualitatif relevansi dan keandalan. Entitas syariah juga
tidak perlu mempertahankan suatu kebijakan akuntansi kalau ada alternatif lain yang relevan
dan lebih andal.
Berhubung pemakai ingin membandingkan posisi keuangan, kinerja serta perubahan posisi
keuangan antar periode, maka entitas syariah perlu menyajikan informasi periode sebelumnya
dalam laporan keuangan.
Kendala Informasi yang Relevan dan Andal
Tepat Waktu
Jika terdapat penundaan yang tidak semestinya dalam pelaporan, maka informasi yang
dihasilkan akan kehilangan relevansinya. Manajemen mungkin perlu menyeimbangkan
manfaat relatif antara pelaporan tepat waktu dan ketentuan informasi andal. Untuk
menyediakan informasi tepat waktu, seringkali perlu melaporkan sebelum seluruh aspek
transaksi atau peristiwa lainnya diketahui, sehingga mengurangi keandalan informasi.
Sebaliknya, jika pelaporan ditunda sampai seluruh aspek diketahui, informasi yang dihasilkan
mungkin sangat andal tetapi kurang bermanfaat bagi pengambil keputusan. Dalam usaha
Memahami Akuntansi Syariah di Indonesia Juni 2010
Copyright©2009 dilindungi oleh Undang-Undang www. ebookakuntansisyariah.com Page 99
mencapai keseimbangan antara relevansi dan keandalan, kebutuhan pengambil keputusan
merupakan pertimbangan yang menentukan.
Keseimbangan antara Biaya dan Manfaat
Keseimbangan antara biaya manfaat lebih merupakan suatu kendala yang dapat terjadi
(pervasive) daripada suatu karakteristik kualitatif. Manfaat yang dihasilkan informasi
seharusnya melebihi biaya penyusunannya. Namun demikian, secara substansi evaluasi biaya
dan manfaat merupakan suatu proses pertimbangan (judgement process). Biaya tidak harus
dipikul oleh mereka yang menikmati manfaat. Manfaat mungkin juga dinikmati oleh pemakai
lain disamping mereka yang menjadi tujuan penyampaian informasi. Karena alasan inilah
maka sulit untuk mengaplikasikan uji biaya-manfaat pada kasus tertentu. Namun demikian,
dewan penyusun standar akuntansi syariah, seperti juga para penyusun dan pemakai laporan
keuangan, harus menyadari kendala ini.
Keseimbangan di antara Karakteristik Kualitatif
Dalam praktek, keseimbangan antara trade-off di antara berbagai karakteristik kualitatif
sering diperlukan. Pada umumnya tujuannya untuk mencapai suatu keseimbangan yang tepat
di antara berbagai karakteristik untuk memenuhi tujuan laporan keuangan. Kepentingan
relatif dari berbagai karakteristik dalam berbagai kasus yang berbeda merupakan masalah
pertimbangan profesional.
Penyajian Wajar
Laporan keuangan sering dianggap menggambarkan pandangan yang wajar dari, atau
menyajikan dengan wajar, posisi keuangan, kinerja serta perubahan posisi keuangan suatu
entitas syariah. Meskipun kerangka dasar ini tidak menangani secara langsung konsep
tersebut, penerapan karakteristik kualitatif pokok dan standar akuntansi keuangan yang tidak
sesuai biasanya menghasilkan laporan keuangan yang menggambarkan apa yang pada
umumnya dipahami sebagai suatu pandangan yang wajar dari, atau menyajikan dengan wajar,
informasi semacam itu.
Memahami Akuntansi Syariah di Indonesia Juni 2010
Copyright©2009 dilindungi oleh Undang-Undang www. ebookakuntansisyariah.com Page 100
E. UNSUR-UNSUR LAPORAN KEUANGAN
Laporan keuangan syariah berbeda banyak bila dibandingkan dengan laporan keuangan
konvensional, dalam hal keterikatannya untuk memenuhi kriteria syariah dalam penyusunan
laporannya yang didasarkan pada transaksi syariah. Agar laporan keuangan sesuai dengan
paradigma, azas, dan karakteristik laporan keuangan syariah, maka ditetapkanlah unsur-unsur
laporan keuangan syariah seperti berikut (IAI, 2007):
Sesuai karakteristik maka laporan keuangan entitas syariah antara lain meliputi :
a. komponen laporan keuangan yang mencerminkan kegiatan komersial :
i. laporan posisi keuangan;
ii. laporan laba rugi;
iii. laporan arus kas; dan
iv. laporan perubahan ekuitas.
b. komponen laporan keuangan yang mencerminkan kegiatan sosial :
i. laporan sumber dan penggunaan dana zakat; dan
ii. laporan sumber dan penggunaan dana kebajikan.
c. komponen laporan keuangan lainnya yang mencerminkan kegiatan dan tanggung
jawab khusus entitas syariah tersebut.
Laporan keuangan menggambarkan dampak keuangan dari transaksi dan peristiwa lain yang
diklasifikasikan dalam beberapa kelompok besar menurut karakteristik ekonominya.
Kelompok besar ini merupakan unsur laporan keuangan. Unsur yang berkaitan secara
langsung dengan pengukuran posisi keuangan adalah aset, kewajiban, dana syirkah temporer,
dan ekuitas. Sedang unsur yang berkaitan dengan pengukuran kinerja dalam laporan laba rugi
dan perubahan dalam berbagai unsur neraca; dengan demikian, kerangka dasar ini tidak
mengidentifikasikan unsur laporan perubahan posisi keuangan secara khusus.
Penyajian berbagai unsur ini dalam neraca dan laporan laba rugi memerlukan proses
subklasifikasi. Misalnya, aset dan kewajiban dapat diklasifikasikan menurut hakekat atau
fungsinya dalam bisnis entitas syariah dengan maksud untuk menyajikan informasi dengan
cara yang paling berguna bagi pemakai untuk tujuan pengambil keputusan ekonomi.
Memahami Akuntansi Syariah di Indonesia Juni 2010
Copyright©2009 dilindungi oleh Undang-Undang www. ebookakuntansisyariah.com Page 101
Posisi Keuangan
IAI telah mengatur unsur-unsur yang membentuk laporan posisi keuangan untuk entitas
syariah. Adapun unsur-unsur tersebut adalah sebagai berikut (IAI, 2007):
Unsur yang berkaitan secara langsung dengan pengukuran posisi keuangan adalah aset,
kewajiban, dana syirkah temporer dan ekuitas. Pos-pos ini didefinisikan sebagai berikut :
a. Aset adalah sumber daya yang dikuasai oleh entitas syariah masa kini yang timbul
dari peristiwa masa lalu dan darimana manfaat ekonomi di masa depan diharapkan
akan diperoleh entitas syariah.
b. Kewajiban merupakan hutang entitas syariah masa kini yang timbul dari peristiwa
masa lalu, penyelesaiannya diharapkan mengakibatkan arus keluar dari sumber daya
entitas syariah yang mengandung manfaat ekonomi.
c. Dana syirkah temporer adalah dana yang diterima sebagai investasi dengan jangka
waktu tertentu dari individu dan pihak lainnya dimana entitas syariah mempunyai
hak untuk mengelola dan menginvestasikan dana tersebut dengan pembagian hasil
investasi berdasarkan kesepakatan.
d. Ekuitas adalah hak residual atas aset entitas syariah setelah dikurangi semua
kewajiban dan dana syirkah temporer.
Defenisi aset dan kewajiban mengidentifikasikan ciri esensialnya tetapi tidak mencoba untuk
menspesifikasikan kriteria yang perlu dipenuhi sebelum diakui didalam neraca. Jadi, defenisi
tersebut mencakup pos-pos yang tidak diakui sebagai aset atau kewajiban di dalam neraca
karena tidak memenuhi kriteria untuk diakui seperti yang dibahas dalam paragraf 106 sampai
126 di KDPPLKS. Khususnya, harapan bahwa manfaat ekonomi di masa depan akan
mengalir dari atau kedalam entitas syariah harus cukup pasti untuk memenuhi kriteria
probabilitas dalam paragraf 112 sebelum suatu aset atau kewajiban diakui.
Dalam penilaian apakah suatu pos memenuhi definisi aset, kewajiban, dana syirkah temporer
atau ekuitas, perhatian perlu ditunjukan pada substansi yang mendasari, serta realitas
ekonomi dan bukan hanya bentuk hukumnya.
Neraca yang disusun menurut standar akuntansi keuangan syariah dapat meliput pos yang
tidak memenuhi definisi aset atau kewajiban dan tidak disajikan sebagai bagian dari dana
syirkah temporer atau ekuitas. Namun demikian, definisi yang dirumuskan pada paragraf 71
akan mendasari peninjauan kembali terhadap standar akuntansi keuangan syariah yang
berlaku di masa depan dan rumusan standar selanjutnya.
Memahami Akuntansi Syariah di Indonesia Juni 2010
Copyright©2009 dilindungi oleh Undang-Undang www. ebookakuntansisyariah.com Page 102
Aset
Manfaat ekonomi masa depan yang terwujud dalam aset adalah potensi dari aset tersebut
untuk memberikan sumbangan baik langsung maupun tidak langsung, arus kas dan setara kas
kepada entitas syariah. Potensi tersebut dapat berbentuk suatu yang produktif dan merupakan
bagian dari aktivitas operasional entitas syariah. Mungkin pula berbentuk sesuatu yang dapat
diubah menjadi kas atau setara kas atau berbentuk kemampuan untuk mengurangi
pengeluaran kas, seperti penurunan biaya akibat penggunaan proses produksi alternatif.
Entitas syariah biasanya menggunakan aset untuk memprediksi barang atau jasa yang dapat
memuaskan kebutuhan dan keperluan pelanggan; berhubung barang atau jasa ini dapat
memuaskan kebutuhan dan keperluan ini, pelanggan bersedia membayar sehingga
memberikan sumbangan kepada arus kas entitas syariah. Kas sendiri memberikan jasa kepada
entitas syariah karena kekuasaannya terhadap sumber daya yang lain.
Manfaat ekonomi masa depan yang terwujud dalam aset dapat mengalir ke dalam entitas
syariah dengan beberapa cara. Misalnya, aset dapat :
a. digunakan baik sendiri maupun bersama aset lain dalam produksi barang dan jasa
yang dijual oleh entitas syariah;
b. dipertukarkan dengan aset lain;
c. digunakan untuk menyelesaikan kewajiban; atau
d. dibagikan kepada pemilik entitas syariah.
Banyak aset, misalnya, aset tetap memiliki bentuk fisik. Namun demikian, bentuk fisik
tersebut tidak esensial untuk menentukan eksistensi aset; karena itu, paten dan hak cipta,
misalnya, merupakan aset kalau manfaat ekonomi yang diperoleh entitas syariah di masa
depan dan kalau masing-masing aset tersebut dikuasai entitas syariah.
Banyak aset, misalnya, piutang dan properti, dihubungkan dengan hak menurut hukum,
termasuk hak milik. Dalam menentukan eksistensi aset, hak milik tidak esensial; jadi
misalnya, properti yang diperoleh melalui sewa guna usaha adalah aset jika entitas syariah
mengendalikan manfaat yang diharapkan dari properti tersebut. Meskipun kemampuan
entitas syariah untuk mengendalikan manfaat biasanya berasal dari hak menurut hukum suatu
barang dan jasa yang dapat memenuhi definisi aset meskipun tidak dikuasai berdasarkan
hukum. Misalnya, pengetahuan yang diperoleh melalui aktivitas pengembangan dapat
Memahami Akuntansi Syariah di Indonesia Juni 2010
Copyright©2009 dilindungi oleh Undang-Undang www. ebookakuntansisyariah.com Page 103
memenuhi definisi aset jika, dengan merahasiakan pengetahuan tersebut, entitas syariah
menikmati manfaat yang diharapkan dari pengetahuan tersebut.
Aset entitas syariah berasal dari transaksi atau peristiwa lain yang terjadi di masa lalu. Entitas
syariah biasanya memperoleh aset melalui pembelian atau produksi sendiri, tetapi transaksi
atau peristiwa lain juga dapat menghasilkan aset; misalnya properti yang diterima entitas
syariah dari pemerintah sebagai bagian dari program untuk merangsang pertumbuhan
ekonomi dalam suatu wilayah. Transaksi atau peristiwa yang diharapkan terjadi di masa
depan tidak dengan sendirinya memunculkan aset; oleh karena itu, misalnya, maksud untuk
membeli persediaan tidak dengan sendirinya memenuhi definisi aset.
Ada hubungan erat antara terjadinya pengeluaran dan timbulnya aset, tetapi kedua peristiwa
ini tidak perlu harus terjadi bersamaan. Oleh karena itu, kalau entitas syariah melakukan
pengeluaran, peristiwa ini memberikan bukti bahwa entitas syariah mengejar manfaat
ekonomi tetapi belum merupakan bukti konklusif bahwa suatu barang atau jasa yang
memenuhi definisi aset telah diperoleh. Sama halnya dengan tidak adanya pengeluaran yang
bersangkutan tidak mengecualikan suatu barang atau jasa memenuhi defenisis aset dan
dengan demikian terdapat kemungkinan untuk diakui pencantumannya dalam neraca;
misalnya, barang atau jasa yang telah didonasikan kepada entitas syariah memenuhi defenisi
aset.
Kewajiban
Karakteristik esensial kewajiban (liabilities) adalah bahwa entitas syariah mempunyai
kewajiban (obligation) masa kini. Kewajiban adalah suatu tugas atau tanggung jawab untuk
bertindak atau melaksanakan sesuatu dengan cara tertentu. Kewajiban dapat dipaksakan
menurut hukum sebagai konsekuensi dari kontrak mengikat atau peraturan perundangan. Ini
biasanya memang demikian, misalnya, dengan disertai jumlah yang terhutang dari barang dan
jasa yang diterima. Namun, kewajiban juga timbul dari praktek bisnis yang lazim, kebiasan
dan keinginan untuk memelihara hubungan bisnis yang baik atau bertindak dengan cara yang
adil. Kalau misalnya sebagai suatu kebijakan, entitas syariah memutuskan untuk menarik
kembali produknya yang cacat meskipun masa garansi sebenarnya telah lewat, jumlah yang
diharapkan akan dibayarkan tersebut merupakan kewajiban.
Memahami Akuntansi Syariah di Indonesia Juni 2010
Copyright©2009 dilindungi oleh Undang-Undang www. ebookakuntansisyariah.com Page 104
Suatu perbedaan perlu dilakukan antara kewajiban sekarang dan komitmen di masa depan.
Keputusan manajemen entitas syariah untuk membeli aset di masa depan tidak dengan
sendirinya menimbulkan kewajiban sekarang. Kewajiban biasanya timbul hanya kalau aset
telah diserahkan atau entitas syariah telah membuat perjanjian yang tidak dapat dibatalkan
untuk membeli aset. Pada kasus yang terakhir, hakekat perjanjian yang tak dapat dibatalkan
berarti bahwa konsekuensi ekonomi dari kegagalan untuk memenuhi kewajiban, misalnya,
karena adanya hukuman yang substansial, membuat entitas syariah memiliki sedikit pilihan,
itu pun kalau ada, untuk mecegah pengeluaran sumber daya kepada pihak lain.
Penyelesaian kewajiban masa kini biasanya melibatkan entitas syariah untuk mengorbankan
sumber daya yang memiliki manfaat masa depan demi untuk memenuhi tuntutan pihak lain.
Penyelesaian kewajiban yang ada sekarang dapat dilakukan dengan berbagai cara, misalnya
dengan:
a. pembayaran kas;
b. penyerahan aset lain;
c. pemberian jasa;
d. penggantian kewajiban tersebut dengan kewajiban lain; atau
e. konversi kewajiban menjadi ekuitas.
Kewajiban juga dapat dihapuskan dengan cara lain seperti, kreditur membebaskan
atau membatalkan haknya.
Kewajiban timbul dari transaksi atau peristiwa masa lalu. Jadi, misalnya, pembelian barang
atau penggunaan jasa menimbulkan hutang usaha (kecuali kalau dibayar dimuka atau pada
saat penyerahan dan penerimaan pinjaman bank syariah menimbulkan kewajiban untuk
membayar kembali pinjaman tersebut. Entitas syariah juga dapat mengakui sebagai
kewajiban jumlah rabat masa depan yang didasarkan pada jumlah pembelian tahunan para
pelanggan; dalam kasus ini, penjualan barang masa lalu merupakan transaksi yang
menimbulkan kewajiban.
beberapa jenis kewajiban hanya dapat diukur dengan menggunakan estimasi dalam derajat
yang substansial. Beberapa entitas syariah menyebut kewajiban ini sebagai penyisihan
(provision). Dalam pengertian sempit, penyisihan semacam itu tidak dipandang sebagai
kewajiban karena hanya mencakup jumlah yang dapat ditentukan tanpa perlu membuat
estimasi. Definisi kewajiban dalam paragraf 71 mengikuti pendekatan luas. Jadi, kalau
penyisihan menyangkut kewajiban masa kini dalam memenuhi ketentuan lain dalam defenisi
tersebut, maka pos yang bersangkutan merupakan kewajiban meskipun jumlahnya harus
Memahami Akuntansi Syariah di Indonesia Juni 2010
Copyright©2009 dilindungi oleh Undang-Undang www. ebookakuntansisyariah.com Page 105
diestimasi. Contohnya adalah penyisihan untuk pembayaran yang akan dilakukan terhadap
garansi berjalan dan penyisihan untuk menutup kewajiban manfaat pensiun.
Dana syirkah Temporer
Dana syirkah temporer adalah dana yang diterima oleh entitas syariah dimana entitas syariah
membunyai hak untuk mengelola dan menginvestasikan dana, baik sesuai dengan kebijakan
entitas syariah atau kebijakan pembatasan dari pemilik dana, dengan keuntungan dibagian
sesuai dengan kesepakatan; sedangkan dalam hal dana syirkah temporer berkurang
disebabkan kerugian normal yang bukan akibat dari unsur kesalahan yang disengaja,
kelalaian, atau pelanggaran kesepakatan, entitas syariah tidak berkewajiban mengembalikan
atau menutup kerugian atau kekurangan dana tersebut. Contoh dari dana syirkah temporer
adalah penerimaan dana dari investasi mudharabah muthlaqah, mudharabah muqayyadah,
musyarakah, dan akun lain yang sejenis.
Dana syirkah temporer tidak dapat digolongkan sebagai kewajiban. Hal ini karena entitas
syariah tidak berkewajiban, ketika mengalami kerugian, untuk mengembalikan jumlah dana
awal dari pemilik dana kecuali akibat kelalaian atau wanprestasi entitas syariah. Di sisi lain,
dana syirkah temporer tidak dapat digolongkan sebagai ekuitas karena mempunyai waktu
jatuh tempo dan pemilik dana tidak mempunyai waktu jatuh tempo dan pemilik dana tidak
mempunyai hak kepemilikan yang sama dengan pemegang saham, seperti hak voting dan hak
atas realisasi keuntungan yang berasal dari aset lancar dan aset non investasi (current and
other non investment accounts).
Hubungan antara entitas syariah dan pemilik dana syirkah temporer merupakan hubungan
kemitraaan berdasarkan akad mudharabah muthlaqah, murabahah muqayyadah, atau
musyarakah. Entitas syariah mempunyai hak untuk mengelola dan menginvestasikan dana
yang diterima dengan atau tanpa batasan seperti mengenai tempat, cara atau obyek investasi.
Dana syirkah temporer merupakan salah satu unsur neraca dimana hal tersebut sesuai dengan
prinsip syariah yang memberikan hak kepada entitas syariah untuk mengelola dan
menginvestasikan dana, termasuk untuk mencampur dana dimaksud dengan dana lainnya.
Memahami Akuntansi Syariah di Indonesia Juni 2010
Copyright©2009 dilindungi oleh Undang-Undang www. ebookakuntansisyariah.com Page 106
Pemilik dana syirkah temporer memperoleh bagian atas keuntungan sesuai kesepakatan dan
menerima kerugian berdasarkan jumlah dana dari masing-masing pihak. Pembagian hasil
dana syirkah temporer dapat dengan konsep bagi hasil atau bagi untung.
Ekuitas
Meskipun dalam paragraf 71, didefinisikan sebagai residual, ekuitas dapat
disubklasifikasikan dalam neraca. Misalnya, dalam perseroan terbatas, setoran modal oleh
para pemegang saham, saldo laba (retained earnings), penyisihan saldo laba dan penyisihan
penyesuaian pemeliharaan modal masing-masing disajikan secara terpisah. Kalsifikasi
semacam itu dapat menjadi relevan untuk kebutuhan pengambilan keputusan pemakai
laporan keuangan apabila pos tersebut mengindikasikan pembatasan hukum atau pembatasan
lainnya terhadap kemampuan entitas syariah untuk membagikan atau menggunakan ekuitas.
Klasifikasi tersebut juga dapat merefleksikan fakta bahwa pihak-pihak dengan hak
kepemilikannya masing-masing dalam entitas syariah mempunyai hak yang berbeda dalam
hubungannya dengan penerimaan deviden atau pembayaran kembali modal.
Pembentukan cadangan kadang-kadang diharuskan oleh suatu peraturan perundangan yang
berlaku untuk memberikan perlindungan tambahan kepada entitas syariah dan para
krediturnya terhadap kerugian yang ditimbulkan. Cadangan yang lain dapat dibentuk kalau
hukum pajak memberikan pembebasan dari, atau pengurangan dalam kewajiban pajak pada
waktu dilakukan pemindahan ke cadangan semacam itu. Eksistensi serta besarnya cadangan
menurut peraturan perundangan yang berlaku ini merupakan informasi yang relevan untuk
kebutuhan pengambilan keputusan bagi para pemakai laporan keuangan. Pemindahan ke
cadangan tersebut lebih merupakan penyisihan saldo laba daripada beban.
Jumlah ekuitas yang ditampilkan dalam neraca tergantung pada pengukuran aset, kewajiban
dan dana syirkah temporer. Biasanya hanya karena faktor kebetulan kalau jumlah ekuitas
agregat sama dengan jumlah nilai pasar keseluruhan (aggregate market value) dari saham
entitas syariah atau jumlah yang dapat diperoleh dengan melepaskan seluruh aset bersih
entitas syariah baik satu per satu (liquidating value) atau secara keseluruhan dalam kondisi
kelangsungan usaha (going concern value).
Aktivitas bisnis sering dilakukan melalui beberapa bentuk entitas syariah seperti entitas
perseorangan, persekutuan, dan trust, serta badan usaha milik negara. Kerangka hukum bagi
berbagai entitas syariah semacam itu seringkali berbeda dengan yang berlaku bagi perseroan
Memahami Akuntansi Syariah di Indonesia Juni 2010
Copyright©2009 dilindungi oleh Undang-Undang www. ebookakuntansisyariah.com Page 107
terbatas. Misalnya, mungkin hanya sedikit saja, kalaupun ada, pembatasan-pembatasan
terhadap pembagian jumlah yang tergolong dalam ekuitas dan aspek-aspek lain dalam
kerangka dasar yang mengatur ekuitas berlaku untuk entitas syariah semacam itu.
Kinerja
Pembagian bersih (laba) seringkali digunakan sebagai ukuran kinerja atau sebagai dasar bagi
ukuran yang lain seperti imbalan investasi (return on investment) atau penghasilan per saham
(earnings per sahre). Unsur yang langsung berkaitan dengan pengukuran penghasilan bersih
(laba) adalah penghasilan dan beban.
Unsur penghasilan dan beban didefenisikan sebagai berikut:
a. Penghasilan (income) adalah kenaikan manfaat ekonomi selama suatu periode
akuntansi dalam bentuk pemasukan atau penambahan aset atau penurunan kewajiban
yang mengakibatkan kenaikan ekuitas yang tidak berasal dari kontribusi penanaman
modal.
b. Beban (expenses) adalah penurunan manfaat ekonomi selama suatu periode akuntansi
dalam bentuk arus keluar atau berkurangnya aset atau terjadinya kewajiban yang
mengakibatkan penurunan ekuitas yang tidak menyangkut pembagian kepada
penanam modal.
Definisi penghasilan dan beban mengidentifkasikan ciri-ciri esensial namun tidak mencoba
untuk mengidentifikasikan kriteria yang perlu dipenuhi sebelum diakui dalam laporan laba
rugi. Kriteria pengakuan penghasilan dan beban dibahas dalam paragraf 109 sampai dengan
126 di KDPPLKS.
Penghasilan dan beban dapat disajikan dalam laporan laba rugi dengan beberapa cara yang
berbeda demi untuk menyediakan informasi yang relevan untuk pengambilan keputusan
ekonomi. Misalnya, perbedaaan antara pos penghasilan dan beban yang berasal dari
pelaksanaan aktivitas entitas syariah yang biasa (ordinary) merupakan praktek yang lazim.
Pembedaan ini dilakukan berdasarkan argumentasi bahwa sumber suatu pos adalah relevan
dalam mengevaluasi kemampuan entitas syariah untuk menghasilkan kas (dan setara kas) di
masa depan; misalnya; aktivitas insidental seperti pengalihan investasi jangka panjang
tampaknya tidak akan terjadi secara reguler. Pada waktu membedakan pos dengan cara ini
perlu dipertimbangkan hakekat entitas syariah dan operasinya. Pos yang timbul dari
Memahami Akuntansi Syariah di Indonesia Juni 2010
Copyright©2009 dilindungi oleh Undang-Undang www. ebookakuntansisyariah.com Page 108
aktivitasnya yang biasanya bagi suatu entitas syariah mungkin tidak biasa bagi entitas syariah
dan entitas lain.
Pembedaan antara pos penghasilan dan beban dan penggabungan pos tersebut dengan cara
berbeda juga memungkinkan penyajian beberapa ukuran kinerja entitas syariah, masing-
masing dengan derajat cakupan yang berbeda. Misalnya, laporan laba rugi dapat menyajikan
laba kotor, laba bersih dari aktivitas biasa sebelum pajak, laba bersih dari aktivitas biasa
setelah pajak, dan laba bersih.
Penghasilan
Defenisi penghasilan (income) meliputi baik pendapatan (revenues) maupun keuntungan
(gains). Pendapatan timbul dalam pelaksanaan aktivitas entitas syariah yang biasa dan
dikenal dengan sebutan yang berbeda seperti penjualan, penghasilan jasa (fess), bagi hasil,
deviden, royalti, dan sewa.
Keuntungan mencerminkan pos lainnya yang memenuhi definisi penghasilan dan mungkin
timbul atau mungkin tidak timbul dalam pelaksanaan aktivitas entitas syariah yang biasa.
Keuntungan mencerminkan kenaikan manfaat ekonomi dan dengan demikian pada
hakekatnya tidak berbeda dengan pendapatan. Oleh karena itu pos tersebut tidak dipandang
sebagai unsur terpisah dalam kerangka dasar ini.
Keuntungan meliputi, misalnya, pos yang timbul dalam pengalihan aset lancar. Definisi
penghasilan juga mencakupi keuntungan yang belum direalisasi; misalnya, uang timbul dari
revaluasi sekuritas yang dapat dipasarkan (marketable) dan dari kenaikan jumlah aset jangka
panjang. Kalau diakui dalam laporan laba rugi, keuntungan bisanya dicantumkan terpisah
karena informasi mengenai pos tersebut berguna dalam pengambilan keputusan ekonomi.
Keuntungan biasanya dilaporkan dalam jumlah bersih setelah dikurangi dengan beban yang
bersangkutan.
Berbagai jenis aset dapat diterima atau bertambah karena penghasilan; misalnya kas, piutang
serta barang dan jasa yang diterima sebagai penukar dari barang dan jasa yang dipasok.
Penghasilan dapat juga berasal dari penyelesaian kewajiban. Misalnya, entitas syariah dapat
memberikan barang dan jasa kepada kridetur untuk melunasi pinjaman.
Memahami Akuntansi Syariah di Indonesia Juni 2010
Copyright©2009 dilindungi oleh Undang-Undang www. ebookakuntansisyariah.com Page 109
Beban
Defenisi beban mencakup baik kerugian maupun beban yang timbul dalam pelaksaaan
aktivitas entitas syariah yang biasa. Beban yang timbul dalam pelaksanaan aktivitas entitas
syariah yang biasa meliputi, misalnya, beban pokok penjualan, gaji dan penyusutan. Beban
tersebut biasanya berbentuk arus kas keluaran atau berkurangnya aset seperti kas (dan setara
kas), persediaan dan aset tetap.
Kerugian mencerminkan pos lain yang memenuhi definisi beban mungkin timbul atau
mungkin tidak timbul dari aktivitas entitas syariah yang biasa. Kerugian tersebut
mencerminkan berkurangnya manfaat ekonomi, dan pada hakekatnya tidak berbeda dari
beban lain. Oleh karena itu, kerugian tidak dipandang sebagai unsur terpisah dalam kerangka
dasar ini.
Kerugian dapat timbul, misalnya dari bencana kebakaran, banjir, seperti juga yang timbul
dari pelepasan aset tidak lancar. Defenisi beban juga mencakupi kerugian yang belum
direalisasi, misalnya, kerugian yang timbul dari pengaruh peningkatan kurs valuta asing
dalam hubungannya dengan pinjaman entitas syariah dalam masa uang tersebut. Kalau
kerugian diakui dalam laporan laba rugi, biasanya disajikan secara terpisah karena
pengetahuan mengenai pos tersebut berguna untuk tujuan pengambilan keputusan ekonomi.
Kerugian seringkali dilaporkan dengan jumlah bersih setelah dikurangi dengan penghasilan
yang bersangkutan.
Hak Pihak Ketiga atas Bagi Hasil
Hak Pihak ketiga atas bagi hasil dana syirkah temporer adalah bagian bagi hasil pemilik dana
atas keuntungan dan kerugian hasil investasi bersama entitas syariah dalam suatu periode
pelaporan keuangan. Hak pihak ketiga atas bagi hasil tidak bisa dikelompokan sebagai beban
(ketika untung) atau pendapatan (ketika rugi). Namun. Hak pihak ketiga atas bagi hasil
merupakan alokasi keuntungan dan kerugian kepada pemilik dana atas investasi yang
dilakukan bersama dengan entitas syariah.
Memahami Akuntansi Syariah di Indonesia Juni 2010
Copyright©2009 dilindungi oleh Undang-Undang www. ebookakuntansisyariah.com Page 110
F. PENGAKUAN UNSUR LAPORAN KEUANGAN
Domain utama akuntansi adalah pengakuan, pengukuran, penyajian dan pengungkapan atas
transaksi keuangan, yang itu semua sering dinamakan dengan perlakuan akuntasi
(accounting treatment). Dalam pengakuan unsur laporan keuangan syariah, IAI telah
mengaturnya dalam KDPPLKS sebagai berikut (IAI, 2007):
Pengakuan (recognition) merupakan proses pembentukan suatu pos yang memenuhi definisi
unsur serta kriteria pengakuan yang dikemukakan dalam paragraf 110 dalam neraca atau
laporan laba rugi. Pengakuan dilakukan dengan menyatakan pos tersebut baik dalam kata-
kata maupun dalam jumlah uang dan mencantumkannya ke dalam neraca atau laporan laba
rugi. Pos yang memenuhi kriteria tersebut harus diakui dalam neraca atau laporan laba rugi.
Kelalaian untuk mengakui pos semacam itu tidak dapat diralat melalui pengungkapan
kebijakan akuntansi yang digunakan maupun melaui catatan atau materi penjelasan.
Pos yang memenuhi defenisi suatu unsur harus diakui kalau:
a. ada kemungkinan bahwa manfaat ekonomi yang berkaitan dengan pos tersebut akan
mengalir dari atau ke dalam entitas syariah; dan
b. pos tersebut mempunyai nilai atau biaya yang dapat diukur dengan andal.
Dalam mengkaji apakah suatu pos memenuhi kriteria ini dan karenanya memenuhi syarat
untuk diakui dalam laporan laba rugi, perhatian perlu ditunjukan pada pertimbangan
materialitas yang dibahas dalam paragraf 49 sampai dengan 51 di KDPPLAKS. Hubungan
antara unsur berarti bahwa suatu pos yang memenuhi definisi dan kriteria pengakuan untuk
unsur tertentu, misalnya, suatu aset, secara otomatis memerlukan pengakuan unsur lain,
misalnya, penghasilan atau kewajiban.
Probabilitas Manfaat ekonomi Masa Depan
Dalam kriteria pengakuan penghasilan, konsep probabilitas digunakan dalam pengertian
derajat ketidakpastian bahwa manfaat ekonomi masa depan yang berkaitan dengan pos
tersebut akan mengalir dari atau ke dalam entitas syariah. Konsep tersebut dimaksudkan
untuk menghadapi ketidakpastian lingkungan operasi entitas syariah. Pengkajian derajat
ketidakpastian yang melekat dalam arus manfaat ekonomi masa depan dilakukan atas dasar
bukti yang tersedia pada saat penyusunan laporan keuangan. Misalnya, kalau pembayaran
suatu piutang besar kemungkinan terjadi (probable) dan tidak ada bukti lain yang
Memahami Akuntansi Syariah di Indonesia Juni 2010
Copyright©2009 dilindungi oleh Undang-Undang www. ebookakuntansisyariah.com Page 111
bertentangan, maka dapat dibenarkan untuk mengakui piutang tersebut sebagai aset. Namun,
demikian jika populasi piutang banyak jumlahnya, maka besar kemungkinan ada yang tidak
tertagih; karena itu suatu beban yang merepresentasikan pengurangan manfaat ekonomi yang
diharapkan harus diakui.
Keandalan Pengukuran
Kriteria suatu pos yang kedua adalah ada tidaknya biaya atau nilai yang dapat diukur dengan
tingkat keandalan tertentu (reliable) seperti yang dibahas pada paragraf 52 sampai dengan
paragraf 59 kerangka dasar ini. Pada banyak kasus, biaya atau nilai harus diestimasi;
penggunaan estimasi yang layak merupakan bagian esensial dalam penyusunan laporan
keuangan tanpa mengurangi tingkat keandalan. Namun demikian, kalau estimasi yang layak
tak mungkin dilakukan, pos tersebut tidak diakui dalam neraca atau laporan laba rugi.
Misalnya, hasil yang diharapkan dari suatu tuntutan hukum dapat memenuhi definisi baik
aset dan penghasilan maupun kriteria probabilitas untuk dapat diakui; namun demikian
eksistensi tuntutan harus diungkapkan dalam catatan, materi penjelasan atau skedule
tambahan.
Suatu pos yang pada saat tertentu tidak dapat memenuhi kriteria pengakuan dalam paragraf
110 KDPPLKS dapat memenuhi syarat untuk diakui di masa depan sebagai akibat dari
peristiwa atau keadaan yang terjadi kemudian.
Suatu pos yang memiliki karakteristik esensial suatu unsur tetapi tidak dapat memenuhi
kriteria pengakuan tetap perlu diungkapkan dalam catatan, materi penjelasan atau skedul
tambahan. Pengungkapan ini dapat dibenarkan kalau pengetahuan mengenai pos tersebut
dipandang relevan mengevaluasi posisi keuangan, kinerja dan perubahan posisi keuangan
suatu entitas syariah oleh pemakai laporan keuangan.
Pengakuan Aset
Aset diakui dalam neraca besar kemungkinan bahwa manfaat ekonomimya di masa depan
diperoleh entitas syariah dan aset tersebut mempunyai nilai atau biaya yang dapat diukur
dengan andal.
Memahami Akuntansi Syariah di Indonesia Juni 2010
Copyright©2009 dilindungi oleh Undang-Undang www. ebookakuntansisyariah.com Page 112
Aset tidak diakui dalam neraca kalau pengeluaran telah terjadi dan manfaat ekonominya
dipandang tidak mungkin mengalir ke dalam entitas syariah setelah periode akuntansi
berjalan. Sebagai alternatif transaksi semacam itu menimbulkan pengakuan beban dalam
laporan laba rugi. Dengan perlakuan ini tidak berarti pengeluaran yang dilakukan manajemen
mempunyai maksud yang lain daripada menghasilkan mandaat ekonomi bagi entitas syariah
di masa depan atau bahwa manajemen salah arah. Implikasi satu-satunya adalah bahwa
tingkat kepastian dari manfaat ekonomi yang diterima entitas syariah setelah periode
akuntansi berjalan tidak mencukupi untuk membenarkan pengakuan aset.
Pengakuan Kewajiban
Kewajiban diakui dalam neraca kalau besar kemungkinan bahwa pengeluaran sumber daya
yang mengandung manfaat ekonomi akan dilakukan untuk menyelesaikan kewajiban
(obligation) sekarang dan jumlah yang harus diselesaikan dapat diukur dengan andal. Dalam
praktek, kewajiban (obligations) menurut kontrak yang belum dilaksanakan oleh kedua belah
pihak (misalnya, kewajiban atas pesanan persediaan yang belum diterima) pada umumnya
tidak diakui sebagai kewajiban dalam laporan keuangan. Namun demikian, kewajiban
(obligation) semacam itu dapat memenuhi defenisi kewajiban dan, kalau dalam keadaan
tertentu kriteria pengakuan terpenuhi, maka kewajiban (obligation) tersebut dapat dianggap
memenuhi syarat pengakuan. Dalam kasus ini, pengakuan kewajiban mengakibatkan
pengakuan aset beban yang bersangkutan.
Pengakuan Dana Syirkah Temporer
Pengakuan dana syirkah temporer dalam neraca hanya dapat dilakukan jika entitas syariah
memiliki kewajiban untuk mengembalikan dana yang diterima melalui pengeluaran sumber
daya yang mengandung manfaaat ekonomi dan jumlah yang harus diselesaikan dapat diukur
dengan andal. Jumlah dana syirkah temporer dapat berubah sesuai dengan hasil dari
investasinya.
Pengakuan Penghasilan
Penghasilan diakui dalam laporan laba rugi kalau kenaikan manfaat ekonomi di masa depan
yang berkaitan dengan peningkatan aset atau penurunan kewajiban telah terjadi dan dapat
diukur dengan andal. Ini berarti. Pengakuan penghasilan terjadi bersamaan dengan
Memahami Akuntansi Syariah di Indonesia Juni 2010
Copyright©2009 dilindungi oleh Undang-Undang www. ebookakuntansisyariah.com Page 113
pengakuan kenaikan aset atau penurunan kewajiban (misalnya, kenaikan bersih aset yang
timbul dari penjualan barang atau jasa atau penurunan kewajiban yang timbul dari
pembebasan pinjaman yang masih harus dibayar).
Prosedur yang biasanya dianut dalam praktek untuk mengakui penghasilan, seperti misalnya
ketentuan bahwa penghasilan telah diperoleh, merupakan penerapan kriteria pengakuan
dalam kerangka dasar ini. Prosedur semacam ini pada umumnya dimaksudkan untuk
membatasi pengakuan penghasilan pada pos-pos yang dapat diukur dengan andal dan
memiliki derajat kepastian yang cukup.
Pengakuan Beban
Beban diakui dalam laporan laba rugi kalau penurunan manfaat ekonomi masa depan yang
berkaitan dengan penurunan aset atau peningkatan kewajiban telah terjadi dan dapat diukur
dengan andal. Ini berarti pengakuan beban terjadi bersamaan dengan pengakuan kenaikan
kewajiban atau penurunan aset (misalnya, akrual hak karyawan atau penyusutan aset tetap).
Beban diakui dalam laporan laba rugi atas dasar hubungan langsung antara biaya yang timbul
dan pos penghasilan tertentu yang diperoleh. Proses yang bisanya disebut pengaitan biaya
dengan pendapatan (matching of cost with revenues) ini melibatkan pengakuan penghasilan
dan beban secara gabungan atau bersamaan yang dihasilkan secara langsung dan bersama-
sama dari transaksi atau peristiwa lain yang sama; misalnya, berbagai komponen beban yang
membentuk beban pokok penjualan (cost or expense of goods sold) diakui pada saat yang
sama sebagai penghasilan yang diperoleh dari penjualan barang. Namun demikian, penerapan
konsep matching dalam kerangka dasar ini tidak memperkenalkan pengakuan pos dalam
neraca yang tidak memenuhi definisi aset atau kewajiban.
Kalau manfaat ekonomi diharapkan timbul selama beberapa periode akuntansi dan
hubungannya dengan penghasilan hanya dapat ditentukan secara luas atau tak langsung,
beban diakui dalam laporan laba rugi atas dasar prosedur alokasi yang rasional dan
sistematis. Hal ini sering diperlukan dalam pengakuan beban yang berkaitan dengan
penggunaan aset seperti aset tetap, goodwill, paten, merek dagang. Dalam kasus semacam itu,
beban ini disebut penyusutan atau amortisasi. Prosedur alokasi ini dimaksudkan untuk
mengakui beban dalam periode akuntansi yang menikmati manfaat ekonomi aset yang
bersangkutan.
Memahami Akuntansi Syariah di Indonesia Juni 2010
Copyright©2009 dilindungi oleh Undang-Undang www. ebookakuntansisyariah.com Page 114
Beban segera diakui dalam laporan laba rugi kalau pengeluaran tidak menghasilkan manfaat
ekonomi masa depan atau kalau sepanjang manfaat ekonomi masa depan tidak memenuhi
syarat, atau tidak lagi memenuhi syarat, untuk diakui dalam neraca sebagai aset.
Beban juga diakui sebagai laporan laba rugi pada saat timbul kewajiban tanpa adanya
pengakuan aset, seperti apabila timbul kewajiban akibat garansi produk.
G. PENGKURAN UNSUR LAPORAN KEUANGAN
Pengukuran unsur laporan keuangan syariah oleh IAI dijelaskan dan ditentukan dalam
KDPPLKS seperti berikut (IAI, 2007):
Pengukuran adalah proses penetapan jumlah uang untuk mengakui dan memasukan setiap
unsur laporan keuangan dalam neraca dan laporan laba rugi. Proses ini menyakut pemilihan
dasar pengukuran tertentu.
Sejumlah dasar pengukuran yang berbeda digunakan dalam derajat dan kombinasi yang
berbeda dalam laporan keuangan. Berbagai dasar pengukuran tersebut adalah sebagai berikut
:
a. Biaya historis. Aset dicatat sebesar pengeluaran kas (atau setara kas) yang dibayar
atau sebesar nilai wajar dari imbalan (consideration) yang diberikan untuk
memperoleh aset tersebut pada saat perolehan. Kewajiban dicatat sebesar jumlah
yang diterima sebagai penukar dari kewajiban (obligation), atau dalam kedaan
tertentu (misalnya, pajak penghasilan), dalam jumlah kas (atau setara kas) yang
diharapkan akan dibayarkan untuk memenuhi kewajiban dalam pelaksanaan usaha
yang normal.
b. Biaya kini (current cost). Aset dinilai dalam jumlah kas (atau setara kas) yang
seharusnya dibayar bila aset yang sam atau setara aset diperoleh sekarang. Kewajiban
dinyatakan dalam jumlah kas (atau setara kas) yang tidak didiskontokan
(undiscounted) yang mungkin akan diperlukan untuk menyelesaikan kewajiban
(obligation) sekarang.
c. Nilai realisasi/penyelesaian (realisable/settlement value). Aset dinyatakan dalam
jumlah kas (atau setara kas) yang dapat diperoleh sekarang dengan menjual aset
dalam pelepasan normal (orderly disposal). Kewajiban dinyatakan sebesar nilai
penyelesaian; yaitu, jumlah kas (atau setara kas) yang tidak didiskontokan yang
Memahami Akuntansi Syariah di Indonesia Juni 2010
Copyright©2009 dilindungi oleh Undang-Undang www. ebookakuntansisyariah.com Page 115
diharapkan akan dibayarkan untuk memenuhi kewajiban dalam pelaksanaan usaha
normal.
Dasar pengukuran yang lazimnya digunakan entitas syariah dalam penyusunan laporan
keuangan adalah biaya historis. Ini biasanya digabungkan dengan dasar pengukuran yang
lain. Misalnya, persediaan biasanya dinyatakan sebesar nilai terendah dari biaya historis atau
nilai realisasi bersih (lower of cost or net realizable value), akuntansi dana pensiun menilai
aset tertentu berdasarkan nilai wajar (fair value).
Penggunaan pengukuran nilai realisasi/penyelesaian untuk menghasilkan nilai kas (atau
setara kas) memerlukan revaluasi secara periodik atas aset, kewajiban dan dana syirkah
temporer. Untuk itu, maka informasi yang dihasilkan harus andal dan dapat dibandingkan.
Untuk menjamin keandalan serta dapat dibandingkan, manajemen harus menggunakan
seluruh prinsip-prinsip berikut selama merevaluasi aset, kewajiban dan dana syirkah
temporer:
a. Adanya indikator eksternal, seperti harga pasar, yang tersedia secara luas.
b. Utilisasi seluruh informasi yang relevan baik positif atau negatif.
c. Utilisasi metode-metode penilaian yang logis dan relevan.
d. Konsistensi penggunaan metode-metode penilaian yang logis dan relevan.
e. Utilisasi penggunaan ahli-ahli penilai sesuai objektivitas dan netralitas dalam
pemilihan nilai-nilai.
Meskipun relevan untuk merevaluasi nilai aset, kewajiban dan dana syirkah temporer, namun
penggunaan konsep pengukuran nilai realisasi /penyelesaian tidak mudah diterapkan dalam
kondisi sekarang. Penggunaan konsep nilai realisasi/penyelesaian dapat diterapkan untuk
tujuan penyajian informasi tambahan yang relevan dengan suatu akun investasi yang telah
ada atau yang prospektif. Namun, penyajian informasi tambahan tersebut tidak mewajibkan
entitas syariah untuk mendistribusikan hasil investasi yang belum terealisasi.
===$$$===
Memahami Akuntansi Syariah di Indonesia Juni 2010
Copyright©2009 dilindungi oleh Undang-Undang www. ebookakuntansisyariah.com Page 116
SOAL-SOAL
1. Apakah KDPPLKS sama dengan KDPPLK? Bila berbeda, jelaskan apa
perbedaannya!
2. Apa yang dimaksud dengan Paradigma Transaksi Syariah? Jelaskan isi dari pada
paradigma transaksi syariah!
3. Jelaskan azas transaksi syariah beserta unsur-unsurnya!
4. Jelaskan karakteristik transaksi syariah yang berlaku pada KDPPLKS !
5. Jelaskan tujuan laporan keuangan syariah!
6. Jelaskan Karakteristik Kualitatif Laporan keuangan syariah!
7. Jelaskan unsur laporan keuangan syariah!
8. Apakah neraca entitas syariah sama dengan neraca entitas konvensional? Kalau
berbeda, jelaskan perbedaannya!
9. Apakah asumsi dasar dalam KDPPLKS sama dengan yang di KDPPLK
konvensional? Bila berbeda, jelaskan perbedaannya!
10. Apakah entitas konvensional harus menerapkan KDPPLKS? Jelaskan mengapa
harus dan tidak harus menerapkan KDPPLKS!
===alhamdulillaahirabbil‟alamiin===
Memahami Akuntansi Syariah di Indonesia Juni 2010
Copyright©2009 dilindungi oleh Undang-Undang www. ebookakuntansisyariah.com Page 117
BAB V
LAPORAN KEUANGAN SYARIAH
I. PENDAHULUAN
Selayaknya organisasi, entitas syariah juga harus menyusun laporan keuangan
pada akhir periode akuntansinya. Menurut PSAK No. 101 (2007) telah diatur hal-hal
yang terkait dengan penyajian laporan keuangan syariah yang secara lengkap berikut
ini.
A. Tujuan Laporan Keuangan
Laporan keuangan adalah suatu penyajian terstruktur dari posisi keuangan dan kinerja
keuangan dari suatu entitas syariah. Tujuan laporan keuangan untuk tujuan umum
adalah memberikan informasi tentang posisi keuangan, kinerja dan arus kas entitas
syariah yang bermanfaat bagi sebagian besar kalangan pengguna laporan dalam
rangka membuat keputusan –keputusan ekonomi serta menunjukkan
pertanggungjawaban (stewardship) manajemen atas penggunaan sumber- sumber
daya yang dipercayakan kepada mereka . dalam rangka mencapai tujuan tersebut,
suatu laporan keuangan menyajikan informasi mengenai entitas syariah yang
meliputi:
a) Aset;
b) Kewajiban;
c) Dana syirkah temporer;
d) Ekuitas;
e) Pendapatan dan beban termasuk keuntungan dan kerugian;
f) Arus kas;
g) Dana zakat; dan
h) Dana kebajikan.(paragraf 8, PSAK no. 101, 2007)
Dapat dijelaskan di sini, bahwa entitas syariah meyajikan informasi keuangannya
sedikit berbeda dengan entitas konvensional, yaitu dalam hal melaporkan informasi
tentang dana syirkah temporer, dimana pos ini tidak termasuk kewajiban dan juga
ekuitas. Pos ini mempunyai klasifikasi tersendiri karena pos ini adalah pos yang
didasarkan pada akad Mudharabah atau Investasi Tidak Terikat. Dalam akad
mudharabah berlaku ketentuan bagi hasil apabila pengelola dana memperoleh laba
Memahami Akuntansi Syariah di Indonesia Juni 2010
Copyright©2009 dilindungi oleh Undang-Undang www. ebookakuntansisyariah.com Page 118
sedangkan apabila pengelola dana menderita kerugian maka kerugian ditanggung
pemilik modal, sehingga pengelola dana tidak mempunyai kewajiban untuk
mengembalikan dana mudharabah.
Siapakah yang harus menyusun dan menyajikan laporan keuangan syariah? Hal ini
tidak berbeda dengan entitas konvensional bahwa yang bertanggungjawab terhadap
penyusunan dan penyajian laporan keuangan syariah adalah manajemen entitas
syariah. (paragraf 9, PSAK no. 101, 2007).
B. Komponen Laporan Keuangan
Laporan keuangan entitas syariah yang lengkap terdiri dari komponen-komponen
berikut ini:
a) Neraca;
b) Laporan Laba Rugi;
c) Laporan Arus Kas;
d) Laporan Perubahan Ekuitas;
e) Laporan Sumber dan Penggunaan Dana Zakat;
f) Laporan Sumber dan Penggunaan Dana Kebajikan;
g) Catatan atas Laporan Keuangan.(paragraph 11, PSAK NO. 101, 2007)
Jika entitas syariah merupakan lembaga keuangan maka selain komponen laporan
keuangan yang diuraikan dalam paragraph 11, entitas syariah tersebut juga harus
menyajikan komponen laporan keuangan tambahan yang menjelaskan karakteristik
utama entitas tersebut jika substansi informasinya belum tercakup dalam paragraf 11.
Komponen tambahan dan penyajian pos-pos laporan yang mencerminkan
karakteristik khusus untuk industry teertentu akan diatur dalam lampiran Pernyataan
ini yang merupakan bagian yang tidak terpisahkan.
Apabila entitas syariah yang belum melaksanakan fungsi social secara penuh, entitas
syariah tersebut tetap harus menyajikan komponen laporan keuangan paragraph 11e)
dan f) yaitu Laporan Sumber dan Penggunaan Dana Zakat; dan Laporan Sumber dan
Penggunaan Dana Kebajikan. (paragraph 12,13,14 PSAK no. 101, 2007).
Memahami Akuntansi Syariah di Indonesia Juni 2010
Copyright©2009 dilindungi oleh Undang-Undang www. ebookakuntansisyariah.com Page 119
II. PERTIMBANGAN MENYELURUH
Pertimbangan menyeluruh yang harus dilaksanakan oleh entitas syariah dalam
penyusunan dan penyajian laporan keuangan syariah meliputi: penyajian secara
wajar, kebijakan akuntansi, kelangsungan usaha, dasar akrual, materialitas dan
agregasi, saling hapus (offsetting), dan informasi komparatif. Berikut ini PSAK no.
101 (2007) mengatur hal-hal tersebut.
A. Penyajian Secara Wajar
Laporan keuangan harus menyajikan secara wajar posisi keuangan, kinerja keuangan,
dan arus kas entitas syariah dengan menerapkan Pernyataan Standar Akuntansi
Keuangan secara benar disertai pengungkapan yang diharuskan Pernyataan Standar
Akuntansi Keuangan dalam Catatan atas Laporan Keuanga. Informasi lain tetap
diungkapkan untuk menghasilkan penyajian yang wajar walaupun pengungkapan
tersebut tidak diharuskan oleh Pernyataan Standar Akuntansi Keuangan.(paragraph
16, PSAK no. 101, 2007).
Apabila Pernyataan Standar Akuntansi Keuangan belum mengatur masalah
pengakuan, pengukuran, penyajian dan pengungkapan dari suatu transaksi atau
peristiwa, maka penyajian secara wajar dapat dicapai melalui pemilihan dan
kebijakan akuntansi sesuai paragraph 20 PSAK no. 101, serta menyajikan jumlah
yang dihasilkan sedemikian rupa sehingga memberikan informasi yang relevan,
andal, dapat dibandingkan, dan dapat dipahami. (paragraph 17, PSAK no. 101, 2007).
B. Kebijakan Akuntansi
Dalam penyusunan dan penyajian laporan keuangan syariah, diperlukan kebijakan
akuntansi tertentu yang terkait dengan traksaksi dan pos-pos di laporan keuangan
agar menghasilkan informasi yang dapat diandalkan dan relevan untuk pengambilan
keputusan ekonomi para pemakai laporan keuangan tersebut.
Kebijakan akuntansi adalah prinsip khusus, dasar, konvensi, peraturan, dan praktik
yang diterapkan entitas syariah dalam menyusun dan menyajikan laporan keuangan.
(paragraph 21, PSAK no. 101, 2007). Atas kebijakan akuntansi ini, PSAK no. 101
(2007) telah mengaturnya berikut ini.
Manajemen memilih dan menerapkan kebijakan akuntansi agar laporan keuangan
memenuhi ketentuan dalam Pernyataan Standar Akuntansi Keuangan. Jika belum
diatur dalam Pernyataan Standar Akuntansi Keuangan, maka manajemen harus
Memahami Akuntansi Syariah di Indonesia Juni 2010
Copyright©2009 dilindungi oleh Undang-Undang www. ebookakuntansisyariah.com Page 120
menetapkan kebijakan untuk memastikan bahwa laporan keuangan menyajikan
informasi:
a) Relevan terhadap kebutuhan para pengguna laporan untuk pengambilan
keputusan; dan
b) Dapat diandalkan , dengan pengertian:
(i) Mencerminkan kejujuran penyajian hasil dan posisi keuangan entitas
syariah;
(ii) Menggambarkan substansi ekonomi dari suatu kejadian atau transaksi
dan tidak semata-semata bentuk hukumnya;
(iii) Netral yaitu bebas dari keberpihakan;
(iv) Mencerminkan kehati-hatian; dan
(v) Mencakup semua hal yang material. (paragraph 20, PSAK no. 101,
2007).
Apabila belum ada pengaturan oleh PSAK, maka manajemen menggunakan
pertimbangannya untuk menetapkan kebijakan akuntansi yang memberikan informasi
yang bermanfaat bagi pengguna laporan keuangan. Dalam melakukan pertimbangan
tersebut menajemen memperhatikan:
a) Persyaratan dan pedoman PSAK yang mengatur hal-hal yang mirip dengan
masalah terkait;
b) Definisi, criteria pengakuan dan pengukuran asset, kewajiban, dana syirkah
temporer, penghasilan dan beban yang ditetapkan dalam Kerangka Dasar
Penyusunan dan Penyajian Laporan Keuangan Syariah; dan
c) Pernyataan yang dibuat oleh badan pembuat standar lain dan praktik industry
yang lazim sepanjang konsisten dengan huruf a) dan b) paragraph ini.
(paragraph 22, PSAK no. 101, 2007).
C. Kelangsungan Usaha
Dalam penyusunan laporan keuangan, manajemen harus menilai (assessment)
kemampuan kelangsungan usaha entitas syariah. Laporan keuangan harus disusun
berdasarkan asumsi kelangsungan usaha, kecuali manajemen bermaksud untuk
melikuidasi atau menjual, atau tidak mempunyai alternatif selain melakukan hal
tersebut. Dalam penilaian kelangsungan usaha, ketidakpastian yang bersifat material
Memahami Akuntansi Syariah di Indonesia Juni 2010
Copyright©2009 dilindungi oleh Undang-Undang www. ebookakuntansisyariah.com Page 121
yang terkait dengan kejadian atau kondisi yang bias menyebabkan keraguan atas
kelangsungan usaha harus diungkapkan. Apabila laporan keungan tidak disusun
berdasarkan asumsi kelangsungan usaha, maka kenyataan tersebut harus diungkapkan
bersama dengan dasar lain yang digunakan dalam penyusunan laporan keuangan serta
alas an mengapa asumsi kelangsungan usaha entitas syariah tidak dapat digunakan.
(paragraph 23, PSAK no. 101, 2007).
D. Dasar Akrual
Entitas syariah harus menyusun laporan keuangan atas dasar akrual, kecuali Laporan
Arus Kas dan penghitungan pendapatan untuk tujuan pembagian hasil usaha. Dalam
penghitungan pembagian hasil usaha didasarkan pada pendapatan yang telah
direalisasikan menjadi kas (dasar kas). (paragraph 25, PSAK no. 101, 2007).
Dapat dijelaskan di sini, bahwa laporan keuangan selain Laporan Arus Kas dan
penghitungan bagi hasil, PSAK mengharuskan menyajikan berdasarkan basis akrual.
Untuk pendapatan diakui pada saat terjadinya transaksi bukan pada saat pendapatan
telah direalisasikan menjadi kas. Sedangkan untuk penghitungan bagi hasil PSAK
mengaturnya dengan dasar kas (cash basis). Untuk keperluan ini, PSAK no. 101
mengaturnya dengan sebuah laporan keuangan tersendiri yang disebut dengan
Laporan Rekonsiliasi Pendapatan dan Bagi Hasil.(bentuk laporan terdapat di bagian
belakang bab ini).
Ada praktisi entitas syariah yang berpendapat bahwa pengakuan pendapatan
sebaiknya juga menggunakan dasar kas dengan pertimbangan kepastian kinerja
setelah kas dapat direalisasikan menjadi kas. Dengan demikian celah penyelewengan
dasar akrual untuk kepentingan entitas yang cenderung menguntungkan entitas tetapi
merugikan pembaca laporan keuangan dapat diminimalisir. Dalam praktik, dasar
akrual dapat digunakan untuk manajemen laba, seperti perataan laba (income
smoothing). Apabila menggunakan dasar kas dalam pengakuan pendapatan, maka
secara teknis kemungkinan akan terjadi penggeseran pengakuan pendapatan di tahun
berikutnya, tetapi di tahun berjalan juga ada kas masuk dari penerimaan pelunasan
piiutang pendapatan dari tahun sebelumnya. Apabila kita berikan contoh bagaimana
cara pengakuan pendapatan menurut akrual dan dasar kas, maka secara teknis jurnal
tidak terjadi kesulitan. Berikut ini ilustrasinya.
Memahami Akuntansi Syariah di Indonesia Juni 2010
Copyright©2009 dilindungi oleh Undang-Undang www. ebookakuntansisyariah.com Page 122
Dasar akrual pengakuan pendapatan
Penjualan kredit, akan dicatat :
Debit: Piutang usaha; Rp xx --
Kredit: Penjualan; -- Rp xx
Debit: Harga Pokok Penjualan; Rp xx --
Kredit: Persediaan Barang Dagang. -- Rp xx
Penerimaan pelunasan piutang usaha, akan dicatat:
Debit: Kas; Rp xx --
Kredit: Piutang Usaha. -- Rp xx
Sedangkan pada dasar kas pengakuan pendapatan, yang memenuhi Al
Baqarah:282, transaksi tersebut dapat dicatat:
Debit: Piutang Usaha; Rp xx --
Kredit: Persediaan Barang Dagang; -- Rp xx
Kredit: Laba tangguhan -- Rp xx
Penerimaan pelunasan piutang usaha, akan dicatat:
Debit : Kas Rp xx --
Kredit : Piutang Usaha -- Rp xx
Debit : Harga Pokok Penjualan Rp xx --
Debit : Laba tangguhan Rp xx --
Kredit : Penjualan. -- Rpxx.
Mengapa dalam dasar kas piutang usaha juga dicatat? Hal ini didasarkan pada Surat
Al Baqarah, ayat 282, yang mewajibkan melakukan pencatatan atas transaksi
(muamalah) yang tidak tunai (kredit) yang telah ditentukan waktunya. Jadi, dari segi
teknis penjurnalan, baik dasar akrual maupun dasar kas tidak mengalami kesulitan
sama sekali, hanya saja kemungkinan perbedaan jumlah pendapatan yang diakui pada
tahun berjalan antara dasar akrual dan dasar kas. Untuk yang lebih memilih dasar kas
dalam pengakuan pendapatan sering didasarkan pada asumsi dasar ‗konservatisme‘
dan surat Lukman, ayat 34, yang menyatakan bahwa ‘untuk masa yang akan datang
manusia tidak tahu secara pasti akan hasil usaha yang mereka usahakan (dalam usaha
apapun)‘, dan ini sesuai dengan kenyataan bahwa di waktu yang akan datang tidak
Memahami Akuntansi Syariah di Indonesia Juni 2010
Copyright©2009 dilindungi oleh Undang-Undang www. ebookakuntansisyariah.com Page 123
seorangpun yang tahu dengan pasti hasil usaha yang dikerjakannya, termasuk kapan
manusia akan meninggal dan di mana mereka akan meninggal dan dikuburkannya.
E. Konsistensi Penyajian
Penyajian dan klasifikasi pos-pos dalam laporan keuangan antar periode harus
konsisten , kecuali:
a) Terjadi perubahan yang signifikan terhadap sifat operasi entitas syariah atau
perubahan penyajian akan menghasilkan penyajian yang lebih tepat atas suatu
transaksi atau peristiwa; atau
b) Perubahan tersebut diperkenankan oleh Pernyataan Standar Akuntansi
Keuangan atau Interpretasi Pernyataan Standar Akuntansi Keuangan.
(paragraph 26, PSAK no. 101, 2007).
F. Materialitas dan Agregasi
Pos-pos yang material disajikan terpisah dalam laporan keuangan sedangkan yang
tidak material digabungkan dengan jumlah yang memiliki sifat atau fungsi yang
sejenis. (paragraph 28, PSAK no. 101, 2007). Dapat dijelaskan di sini, informasi
dianggap material jika dengan tidak diungkapkannya informasi tersebut dapat
mempengaruhi pengguna laporan keuangan dalam pengambilan keputusan ekonomi.
Untuk menentukan materialitas suatu pos maka besaran dan sifat unsur tersebut
harus dianalisis dimana masing-masing dapat menjadi faktor penentu.
Sebagai contoh sederhana mengenai materialitas adalah seperti berikut ini. Dalam
perhitungan Kas harian oleh kasir, yaitu mencocokkan antara uang kas yang diterima
secara fisik dan catatan dalam cash register, terdapatlah angka, misalnya, kas tunai
fisik yang diterima = Rp 5.750.500,- sedangkan menurut cash register tercatat Rp
5.750.000,-. Berdasarkan perbanidngan ini terdapat selisih kas sebesar Rp 500.—
yang melebihi catatan. Apakah Rp 500,-- sebagai selisih ini dapat dikatakan material?
Saya kira, jumlah Rp 500,- bila dibandingkan dengan catatan kas sebesar Rp
5.750.000,- adalah tidak material, karena dilihat dari % selisih tersebut tidak ada 1%,
bahkan 1 per mil pun tidak ada. Jadi, materialitas memerlukan standar selisih yang
disepakati bersama, misalnya, selisih 2% ke atas dianggap materialitas, tetapi kalau di
bawah prosentasi tersebut di anggap tidak material. Apabila selisih Rp 500,- yang
Memahami Akuntansi Syariah di Indonesia Juni 2010
Copyright©2009 dilindungi oleh Undang-Undang www. ebookakuntansisyariah.com Page 124
dianggap tidak material bila tidak dilaporkan dalam laporan keuangan tidak akan
mempengaruhi keputusan yang akan diambil oleh pembacanya. Jadi, materialitas
memerlukan perbandingan dan tolok ukur kuantitatif.
G. Saling Hapus (Offsetting)
Asset, kewajiban, dana syirkah temporer, penghasilan dan beban disajikan secara
terpisah, kecuali saling hapus diperkenankan dalan Pernyataan atau Interpretasi
Standar Akuntansi Keuangan. (paragraph 30, PSAK no. 101, 2007). Dapat dijelaskan
di sini, bahwa asset dan kewajiban disajikan secara terpisah dan tidak diperkenankan
saling hapus. Sebagai contoh, entitas syariah memiliki Piutang Murabahah di sisi
asetnya dan juga mempunyai Utang Murabahah di sisi kewajibannya, maka antara
Piutang Murabahah dan Utang Murabahah tidak diperbolehkan untuk saling hapus.
Misal, Piutang Murabahah Rp 10.000.000,-- sedangkan Utang Murabahah Rp
6.000.000,- maka Piutang Murabahah neto =Rp 4.000.000,--. Saling hapus seperti ini
tidak diperbolehkan oleh PSAK ini karena informasinya akan menyesatkan pembaca
laporan keuangan entitas syariah tersebut. Dengan saling hapus ini pembaca akan
dapat memperoleh pemahaman bahwa Piutang Murabahah entitas tersebut adalah Rp
4.000.000,- sementara entitas tidak memiliki Utang Murabahah. Jadi, di sini terjadi
kehilangan informasi penting, yaitu entitas tidak memiliki Utang Murabahah padahal
pada kenyataannya entitas memiliki Utang Murabahah Rp 6.000.000,--. Asset yang
dilaporkan sebesar nilai, setelah dikurangi dengan penyisihan, tidak termasuk
kategori saling hapus.
H. Informasi Komparatif
Pada paragraph 33 (PSAK No.101,2007) dijelaskan, bahwa informasi kuantitatif
harus diungkapkan secara komparatif dengan periode sebelumnya, kecuali dinyatakan
lain oleh Pernyataan Standar Akuntansi Keuangan. Informasi komparatif yang
bersifat naratif dan deskriptif dari laporan keuangan periode sebelumnya
diungkapkan kembali apabila relevan untuk pemahaman laporan keuangan periode
berjalan.
Memahami Akuntansi Syariah di Indonesia Juni 2010
Copyright©2009 dilindungi oleh Undang-Undang www. ebookakuntansisyariah.com Page 125
III. STRUKTUR DAN ISI
A. Identifikasi Laporan Keuangan
Paragraph 38 (PSAK No.101,2007) mengatur, bahwa laporan keuangan
diidentifikasikan dan dibedakan secara jelas dari informasi lain dalam dokumen
publikasi yang sama. Selanjutnya, Laporan keuangan sering disajikan sebagai bagian
dari suatu dokumen seperti laporan tahunan atau prospectus. PSAK hanya berlaku
untuk laporan keuangan dan tidak berlaku untuk informasi lain yang disajikan dalam
laporan tahunan atau dokumen lainnya. Oleh karena itu, sangat penting bagi
pengguna untuk mampu membedakan laporan keuangan yang disusun seseuai dengan
PSAK dari informasi lain yang juga bermanfaat bagi pengguna laporan keuangan
tetapi tidak perlu disjikan sesuai dengan PSAK. (paragraph 39,PSAK No.101,2007)
Setiap komponen laporan keuangan harus diidentifikasi secara jelas. Di samping itu,
informasi berikut ini disajikan dan diulangi, bilamana perlu, pada setiap halaman
laporan keuangan:
a) Nama entitas syariah pelapor atau edentitas lain;
b) Cakupan laporan keuangan, apakah mencakup hanya satu entitas atau
beberapa entitas;
c) Tanggal atau periode yang dicakup oleh laporan keuangan, mana yang lebih
tepat bagi setiap komponen laporan keuangan;
d) Matauang pelaporan; dan
e) Suatu angka yang digunakan dalam penyajian laporan keuangan. (paragraph
40, PSAK No.101,2007)
B. Periode Laporan
Apakah laporan keuangan entitas syariah harus disajikan secara enam bulanan,
tahunan, atau tiga bulanan? PSAK No.101,2007, telah mengatur tentang periode
laporan keuangan entitas syariah berikut ini. Laporan keuangan setidaknya disajikan
secara tahunan. Apabila tahun buku entitas syariah berubah dan laporan keuangan
tahunan disajikan untuk periode yang lebih panjang atau pendek daripada periode
satu tahun, maka sebagai tambahan terhadap periode cakupan laporan keuangan,
entitas syariah harus mengungkapkan:
a) Alas an penggunaan periode pelaporan selain periode satu tahunan; dan
Memahami Akuntansi Syariah di Indonesia Juni 2010
Copyright©2009 dilindungi oleh Undang-Undang www. ebookakuntansisyariah.com Page 126
b) Fakta bahwa jumlah komparatif dalam Laporan Laba Rugi, Laporan
Perubahan Ekuitas, Laporan Arus Kas, Laporan Sumber dan Penggunaan
Dana Zakat, Laporan Sumber dan Penggunaan Dana Kebajikan, serta catatan
yang terkait tidak dapat diperbandingkan.(paragraph 42).
IV. NERACA
Ketentuan mengenai Pembagian Lancar dengan Tidak Lancar dan Jangka Pendek
dengan Jangka Panjang. Paragraph-paragraph berikut ini mengatur tentang
pembagian tersebut.
Entitas syariah menyajikan asset lancer terpisah dari asset tidak lancer dan
kewajiban jangka pendek terpisah dari kewajiban jangka panjang kecuali untuk
industry tertentu yang diatur dalam Standar Akuntansi Keuangan khusus. Asset
lancer disajikan menurut ukuran likuiditas sedangkan kewajiban disajikan menurut
urutan jatuh temponya. Entitas syariah harus mengungkapkan informasi mengenai
jumlah setiap asset yang akan diterima dan kewajiban yang akan dibayarkan sebelum
dan sesudah 12 (dua belas) bulan dari tanggal neraca. (paragraph 44-45, PSAK
No.101,2007)
A. Aset Lancar
Suatu asset diklasifikasikan sebagai asset lancar, jika asset tersebut:
a) Diperkirakan akan direalisasi atau dimiliki untuk dijual atau digunakan dalam
jangka waktu siklus operasi normal entitas syariah; atau
b) Dimiliki untuk diperdagangkan atau untuk tujuan jangka pendek dan
diharapkan akan direalisasi dalam jangka waktu 12 (dua belas) bulan dari
tanggal neraca; atau
c) Berupa kas atau setara kas yang penggunaannya tidak dibatasi.
Asset yang tidak termasuk kategori tersebut di atas diklasifikasikan sebagai
asset tidak lancer. (paragraph 47, PSAK No.101,2007)
B. Kewajiban Jangka Pendek
Suatu kewajiban diklasifikasikan sebagai kewajiban jangka pendek, jika:
a) Diperkirakan akan diselesaikan dalam jangka waktu siklus normal operasi
entitas syariah; atau
Memahami Akuntansi Syariah di Indonesia Juni 2010
Copyright©2009 dilindungi oleh Undang-Undang www. ebookakuntansisyariah.com Page 127
b) Jatuh tempo dalam waktu 12 (dua belas) bulan dari tanggal neraca.
f) Semua kewajiban lainnya harus diklasifikasikan sebagai kewajiban jangka
panjang. (paragraph 49, PSAK No.101,2007)
C. Informasi yang Disajikan dalam Neraca
Neraca entitas syariah disajikan sedemikian rupa yang menonjolkan berbagai unsur
posisi keuangan yang diperlukan bagi penyajian secara wajar. Neraca, minimal
mencakup pos-pos berikut:
a) Kas dan setara kas;
b) Asset keuangan;
c) Piutang usaha dan piutang lainnya;
d) Persediaan;
e) Investasi yang diperlakukan menggunakan metode ekuitas;
f) Asset tetap;
g) Asset tidak berwujud;
h) Hutang usaha dan hutang lainnya;
i) Hutang pajak;
j) Dana syirkah temporer;
k) Hak minoritas; dan
l) Modal saham dan pos ekuitas lainnya.
g) Pos, judul, dan sub-jumlah lain disajikan dalam neraca apabila diwajibkan
oleh Pernyataan Standar Akuntansi Keuangan atau apabila penyajian tersebut
diperlukan untuk menyajikan posisi keuangan entitas syariah secara wajar.
(paragraph 52, PSAK No.101,2007)
Berdasarkan aturan tersebut, maka unsur-unsur neraca entitas syariah meliputi aktiva,
kewajiban, dana syirkah temporer, hak minoritas, dan ekuitas. Berdasarkan unsur-
unsur neraca tersebut apabila dibuat persamaan akuntansi untuk neraca menjadi
sebagai berikut:
AKTIVA = KEWAJIBAN + DANA SYIRKAH TEMPORER+ HAK MINORITAS +
EKUITAS
Memahami Akuntansi Syariah di Indonesia Juni 2010
Copyright©2009 dilindungi oleh Undang-Undang www. ebookakuntansisyariah.com Page 128
Yang membedakan dengan neraca jenis organisasi konvensional adalah terletak pada
―Dana syirkah temporer‖. Dana syirkah temporer bukan merupakan kewajiban dan
juga bukan ekuitas. Dana syirkah temporer adalah dana pihak ketiga yang
dititipkan/diserahkan kepada entitas syariah untuk dikelola tanpa ikatan dari penitip
dana atau dikelola secara bebas sesuai syariah. Dengan memperhatikan ketentuan
dalam PSAK lainnya penyajian dalam neraca mencakup, tetapi tidak terbatas pada,
pos-pos aktiva, kewajiban, investasi tidak terikat, dan ekuitas adalah sebagai berikut:
Contoh Neraca Bank Syariah
BANK SYARIAH
NERACA
PER 31 DESEMBER 20XX
AKTIVA
Kas Rp xx
Penempatan pada Bank Indonesia Rp xx
Giro pada bank lain Rp xx
Penempatan pada bank lain Rp xx
Efek-efek Rp xx
Piutang Rp xx
piutang murabahah Rp xx
piutang salam Rp xx
piutang istishna Rp xx
piutang pendapatan ijarah Rp xx
Pembiayaan mudharabah Rp xx
Pembiayaan musyarakah Rp xx
Persediaan (aktiva yang dibeli untuk dijual kepada klien) Rp xx
Aktiva yang diperoleh untuk ijarah Rp xx
Aktiva istihna dalam penyelesaian (setelah dikurangi termin istishna) Rp xx
Penyertaan Rp xx
Investasi lain Rp xx
Aktiva tetap Rp xx
Akumulasi penyusutan Rp xx
Aktiva lain-lain Rp xx
TOTAL AKTIVA
Rp xx
KEWAJIBAN
Kewajiban segera Rp xx
Simpanan : Rp xx
giro wadiah Rp xx
Memahami Akuntansi Syariah di Indonesia Juni 2010
Copyright©2009 dilindungi oleh Undang-Undang www. ebookakuntansisyariah.com Page 129
tabungan wadiah Rp xx
Simpanan bank lain : Rp xx
giro wadiah Rp xx
tabungan wadiah Rp xx
Kewajiban lain : Rp xx
utang salam Rp xx
utang istishna Rp xx
Kewajiban kepada bank lain Rp xx
Pembiayaan yang diterima Rp xx
Keuntungan yang sudah diumumkan tetapi belum dibagikan Rp xx
Hutang pajak Rp xx
Estimasi kerugian dan komitmen kontinjensi Rp xx
Pinjaman yang diterima Rp xx
Hutang lainnya Rp xx
Pinjaman subordinasi Rp xx
TOTAL KEWAJIBAN Rp xx
Dana Syirkah Temporer Syirkah temporer dari bukan bank : Rp xx
tabungan mudharabah Rp xx deposito mudharabah Rp xx
Syirkah Temporer dari bank : Rp xx tabungan mudharabah Rp xx deposito mudaharabah
Rp xx
Musyarakah Rp xx
TOTAL DANA SYIRKAH TEMPORER Rp xx
EKUITAS Modal disetor Rp xx Tambahan modal disetor Rp xx Saldo laba (rugi) Rp xx
TOTAL EKUITAS Rp xx
TOTAL KEWAJIBAN, DANA SYIRKAH TEMPORER DAN
EKUITAS Rp xx
D.Informasi Disajikan di Neraca atau di Catatan Atas Laporan Keuangan
Entitas syariah harus mengungkapkan , di Neraca atau di Catatan Atas Laporan
Keuangan, subklasifikasi pos-pos yang disajikan, diklasifikasi dengan cara yang
tepat sesuai dengan operasi entitas syariah. Setiap pos disubklasifikasikan , jika
memungkinkan , sesuai dengan sifatnya; dan jumlah terutang atau piutang pada
entitas syariah induk, anak entitas syariah, entitas syariah asosiasi dan pihak-pihak
yang memiliki hubungan istimewa lainnya diungkapkan secara terpisah. (paragraph
56, PSAK No.101,2007)
Memahami Akuntansi Syariah di Indonesia Juni 2010
Copyright©2009 dilindungi oleh Undang-Undang www. ebookakuntansisyariah.com Page 130
Untuk selanjutnya, paragraph 58 diatur, bahwa, Entitas syariah mengungkapkan hal-
hal berikut di Neraca atau di Catatan atas Laporan Keuangan:
a) Untuk setiap jenis saham;
b) Jumlah saham modal dasar;
c) Jumlah saham yang diterbitkan dan disetor penuh;
d) Nilai nominal saham;
e) Ikhtisar perubahan jumlah saham beredar;
f) Hak, keistimewaan dan pembatasan yang melekat pada setiap jenis saham,
termasuk pembatasan atas deviden dan pembayaran kembali atas modal;
g) Saham entitas syariah yang dikuasai oleh entitas syariah itu sendiri atau oleh
anak entitas syariah atau entitas syariah asosiasi;
h) Saham yang dicadangkan untuk hak opsi dan kontrak penjualan, termasuk
nilai dan persyaratannya;
i) Penjelasan mengenai sifat dan tujuan pos cadangan dalam entitas; dan
j) Penjelasan apakah deviden yang diusulkan tapi secara resmi belum disetujui
untuk dibayarkan telah diakui atau tidak sebagai kewajiban.
Entitas syariah yang modalnya tidak terbagi dalam saham, seperti persekutuan,
mengungkapkan informasi yang setara dengan persyaratan di atas, yang
memperlihatkan perubahan dalam suatu periode dari setiap jenis penyertaan serta
hak, keistimewaan dan pembatasan yang melekat pada setiap jenes penyertaan.
(paragraph 58-59, PSAK No.101,2007)
V. LAPORAN LABA RUGI
Apa saja informasi yang disajikan dalam Laporan Laba Rugi entitas syariah? PSAK
no. 101 (2007) telah mengatur tentang penyajian laporan laba rugi entitas syariah.
A. Informasi Disajikan dalam Laporan Laba Rugi
Laporan Laba Rugi entitas syariah disajikan sedemikian rupa yang menonjolkan berbagai
unsure kinerja keuangan yang diperlukan bagi penyajian secara wajar. Laporan laba rugi
minimal mencakup pos-pos berikut:
a) Pendapatan usaha;
b) Bagi hasil untuk pemilik dana;
c) Beban usaha;
Memahami Akuntansi Syariah di Indonesia Juni 2010
Copyright©2009 dilindungi oleh Undang-Undang www. ebookakuntansisyariah.com Page 131
d) Laba atau rugi usaha;
e) Pendapatan dan beban nonusaha;
f) Laba atau rugi dari aktivitas normal;
g) Beban pajak;
h) Laba atau rugi bersih untuk periode berjalan.
Pos, judul dan sub-jumlah lainnya disajikan dalam laporan laba rugi apabila diwajibkan oleh
Pernyataan Standar Akuntansi Keuangan atau apabila penyajian tersebut diperlukan untuk menyajikan
kinerja keuangan entitas syariah secara wajar. (paragraph 60, PSAK No.101,2007).
B. Informasi Disajikan di Laporan Laba Rugi atau di Catatan Atas
Laporan Keuangan
Entitas syariah menyajikan, di Laporan Laba Rugi atau di Catatan Atas Laporan
Keuangan, rincian beban dengan menggunakan klasifikasi yang didasarkan pada sifat
atau fungsi beban di dalam entitas syariah. Entitas syariah yang mengklasifikasikan
beban menurut fungsinya harus mengungkapkan informasi tambahan mengenai sifat
beban, termasuk beban penyusutan dan amortisasi serta beban pegawai. Entitas
syariah mengungkapkan dalam Laporan Laba Rugi atau dalam Catatan Atas Laporan
Keuangan, jumlah deviden per saham yang diumumkan. (paragraph 63,65,66, PSAK
No.101,2007)
Dengan memperhatikan ketentuan dalam PSAK lainnya, Lampiran ilustrasi 2
PSAK No. 101 (2007) mengatur penyajian laporan laba rugi sebagai berikut ini.
Penyajian dalam laporan laba rugi mencakup, tetapi tidak terbatas pada pos-pos
pendapatan dan beban yang dapat disusun sebagai berikut:
PT BANK SYARIAH ‖X‖
LAPORAN LABA RUGI
PERIODE 1 JANUARI – 31 DESEMBER 20X1
Pendapatan Pengelolaan Dana oleh Bank Sebagai
Mudharib
Pendapatan dari jual beli Rp. xx
Pendapatan marjin murabahah Rp. xx
Pendapatan bersih salam pararel Rp. xx
Pendapatan bersih istishna paralel Rp. xx
Pendapatan dari sewa : Rp. xx
Pendapatan bersih ijarah Rp. xx
Memahami Akuntansi Syariah di Indonesia Juni 2010
Copyright©2009 dilindungi oleh Undang-Undang www. ebookakuntansisyariah.com Page 132
Pendapatan dari bagi hasil : Rp. xx
Pendapatan bagi hasil mudharabah Rp. xx
Pendapatan bagi hasil musyarakah Rp. xx
Pendapatan usaha utama lainnya Rp. xx
Jumlah Pendapatan Pengelolaan Dana oleh Bank
sebagai Mudharib
Rp. xx
Hak pihak ketiga atas bagi hasil ( Rp. xx )
Hak bagi hasil milik Bank Rp. xx
Pendapatan usaha lainnya:
a. Pendapatan imbalan jasa perbankan Rp. xx
b. Pendapatan imbalan investasi terikat Rp. xx
Jumlah Pendapatan Usaha Lainnya Rp. xx
Beban Usaha:
Beban kepegawaian (Rp. Xx)
Beban administrasi (Rp. Xx)
Beban penyusutan dan amortisasi (Rp. Xx)
Beban usaha lainnya (Rp. Xx)
Jumlah Beban Usaha (Rp. Xx)
Laba (Rugi) Usaha Rp. xx
Pendapatan dan Beban Nonusaha:
Pendapatan nonusaha Rp. xx
Beban nonusaha (Rp. Xx)
Jumlah Pendapatan (Beban) Nonusaha Rp. xx
Laba (Rugi) sebelum pajak Rp. xx
Beban Pajak Rp. xx (-)
LABA (RUGI) BERSIH PERIODE BERJALAN Rp. xx
VI. LAPORAN ARUS KAS
Laporan arus kas bank syariah disajikan sesuai dengan PSAK No. 2 mengenai
laporan arus kas dan PSAK No. 31 mengenai akuntansi perbankan, dengan catatan
menyesuaikan kegiatan dan transaksi bank syariah.
Berikut diberikan ilustrasi laporan arus kas bank syariah dengan mengacu
pada PSAK No. 2 (2002) dengan diadakan penyesuaian berdasarkan prinsip syariah
yang berlaku pada operasi bank syariah:
Memahami Akuntansi Syariah di Indonesia Juni 2010
Copyright©2009 dilindungi oleh Undang-Undang www. ebookakuntansisyariah.com Page 133
PT Bank Syariah ”X”
Laporan Arus Kas (Metode Langsung)
Untuk tahun yang berakhir 31 Desember 2007
dalam rupiah
Arus Kas dari Aktivitas Operasional
Penerimaan bagi hasil dan fee (ujrah) 28.447
Pembayaran bagi hasil (23.463)
Penerimaan piutang salam yang telah dihapus 237
Pembayaran kas pada karyawan dan pemasok (997)
Laba operasi sebelum perubahan dalam aktiva operasi 4.224
(Kenaikan)/Penurunan dalam Aktiva Operasi:
Dana jangka pendek (650)
Deposito untuk tujuan pengendalian moneter 234
Dana uang muka (urbun) pada langganan (288)
Surat berharga jangka pendek yang diperjual belikan (480)
(Kenaikan)/Penurunan dalam Hutang Operasi:
Deposito dari pelanggan 400
Kas bersih dari aktivitas operasi sebelum pajak penghasilan 3.440
Pajak penghasilan (100)
Arus kas bersih dari aktivitas operasi setelah pajak penghasilan 3.340 Arus Kas dari Aktivitas Investasi
Pelepasan anak perusahaan Y 50
Deviden yang diterima 200
Bagi hasil yang diterima 300
Hasil penjualan surat berharga yang tidak diperjualbelikan 1.200
Pembelian surat berharga yang tidak diperjualbelikan (600)
Pembelian tanah, bangunan, dan peralatan (500)
Arus kas bersih yang digunakan untuk aktivitas investasi 650
Arus Kas dari Aktivitas Pendanaan
Penerbitan modal pinjaman 1.000
Penerbitan saham prioritas oleh anak perusahaan 800
Pembayaran kembali pinjaman jangka panjang (200)
Penurunan bersih pinjaman lain (1.000)
Pembayaran dividen ( 400)
Arus kas bersih dari aktivitas pendanaan 200
Pengaruh perubahan kurs valuta kas dan setara kas 600
Kenaikan bersih kas dan setara kas 4.790
Kas dan setara kas pada awal periode 4.050
Kas dan setara kas pada akhir periode 8.840
VII. LAPORAN PERUBAHAN EKUITAS
Entitas syariah harus menyajikan laporan perubahan ekuitas sebagai komponen utama
laporan keuangan, menunjukkan:
Memahami Akuntansi Syariah di Indonesia Juni 2010
Copyright©2009 dilindungi oleh Undang-Undang www. ebookakuntansisyariah.com Page 134
a) Laba atau rugi bersih periode yang bersangkutan;
b) Setiap pos pendapatan dan beban, keuntungan atau kerugian beserta
jumlahnya yang berdasarkan Pernyataan Standar Akuntansi Keuangan terkait
diakui secara langsung dalam ekuitas;
c) Pengaruh kumulatif dari perubahan kebijakan akuntansi dan perbaikan
terhadap kesalahan mendasar sebagaimana diatur dalam Pernyataan Standar
Akuntansi Keuangan terkait;
d) Transaksi modal dengan pemilik dan distribusi kepada pemilik;
e) Saldo akumulasi laba atau rugi pada awal dan akhir periode serta
perubahannya; dan
f) Rekonsiliasi antar nilai tercatat dari masing-masing jenis modal saham, agio
dan cadangan pada awal dan akhir periode yang mengungkapkan secara
terpisah setiap perubahan. (paragraph 67, PSAK No.101,2007)
Laporan perubahan ekuitas entitas syariah disajikan sesuai dengan PSAK No.
1 mengenai penyajian laporan keuangan. Berikut ini disajikan bagan laporan
perubahan ekuitas menurut PSAK No. 1 (2000) .
Ilustrasi Laporan Perubahan Ekuitas
Lampiran ini hanya ilustrasi dan bukan bagian dari Pernyataan Standar
Akuntansi Keuangan ini. Tujuan lampiran ini adalah mengilustrasikan penerapan
Pernyataan ini dalam rangka membantu memahami artinya. Urutan penyajian dan
deskripsi, bila perlu, dapat diubah sesuai dengan kondisi masing-masing perusahaan
agar tercapai penyajian laporan keuangan secara wajar, dengan memperhatikan
PSAK terkait:
PT Bank Syariah ”X”
Laporan Perubahan Ekuitas
Untuk tahun yang berakhir 31 Desember 20X1
(dalam rupiah)
Keterangan Modal
Saham
Agio
Saham
Selisih
Revaluasi
Selisih
Kurs
Saldo
Laba
Jumlah
Saldo awal (per
31/12/20-0)
X
X
X
(X)
X
X
Perubahan
kebijakan
Memahami Akuntansi Syariah di Indonesia Juni 2010
Copyright©2009 dilindungi oleh Undang-Undang www. ebookakuntansisyariah.com Page 135
akuntansi - - - - (X) (X)
Saldo yang
disajikan
kembali
X
X
X
X
X
X
Selisih revaluasi
aktiva tetap
X
X
Laba Rugi
belum
direalisasi dari
pemilikan efek
(X)
(X)
Selisih kurs (X) (X)
Keuntungan/ker
ugian neto yang
tidak diakui
pada laporan
laba rugi
X
(X)
X
Laba bersih
periode berjalan
X
X
Dividen (X) (X)
Penerbitan
modal saham
X
X
X
Saldo akhir (per
31/12/20-1)
X
X
X
(X)
X
X
Selisih revaluasi
aktiva tetap
(X)
(X)
Laba Rugi
belum
direalisasi dari
pemilikan efek
X
X
Selisih kurs (X) (X)
Keuntungan/ker
ugian neto yang
tidak diakui
pada laporan
laba rugi
(X)
(X)
(X)
Laba bersih
periode berjalan
X
X
Dividen (X) (X)
Penerbitan
modal saham
X
X
X
Saldo akhir (per
31/12/20-2)
X
X
X
(X)
X
X
Memahami Akuntansi Syariah di Indonesia Juni 2010
Copyright©2009 dilindungi oleh Undang-Undang www. ebookakuntansisyariah.com Page 136
VIII. LAPORAN PERUBAHAN DANA INVESTASI TERIKAT
Investasi terikat adalah investasi yang bersumber dari pemilik dana investasi
terikat dan sejenisnya yang dikelola oleh entitas syariah / bank sebagai manajer
investasi berdasarkan mudharabah muqayadah atau sebagai agen investasi. Investasi
terikat bukan merupakan aktiva maupun kewajiban entitas syariah / bank karena bank
tidak mempunyai hak untuk menggunakan atau mengeluarkan investasi tersebut serta
bank tidak memiliki kewajiban mengembalikan atau menanggung risiko investasi.
Dana yang diserahkan oleh pemilik investasi terikat dan sejenisnya adalah dana yang
diterima bank sebagai manajer investasi atau agen investasi yang disepakati untuk
diinvestasikan oleh bank baik sebagai pengelola dana maupun sebagai agen investasi.
Dana yang ditarik oleh pemilik investasi terikat adalah dana yang diambil atau
dipindahkan sesuai dengan permintaan pemilik dana.
Keuntungan atau kerugian investasi terikat sebelum dikurangi bagian
keuntungan manajer investasi adalah jumlah kenaikan atau penurunan bersih nilai
investasi terikat selain kenaikan yang berasal dari penyetoran atau penurunan yang
berasal dari penarikan.
Dalam hal bank bertindak sebagai manajer investasi dengan akad mudharabah
muqayyadah, bank mendapatkan keuntungan sebesar nisbah atas keuntungan
investasi. Jika terjadi kerugian maka bank tidak memperoleh imbalan apapun.
Apabila dalam investasi tersebut terdapat dana bank maka bank menanggung
kerugian sebesar bagian dana yang diikutsertakan.
Dalam hal bank bertindak sebagai agen investasi, imbalan yang diterima adalah
sebesar jumlah yang disepakati tanpa memperhatikan hasil investasi.
Tentang laporan perubahan dana investasi terikat, Lampiran PSAK. No. 101 (2007)
mengatur sebagai berikut.
a) Laporan perubahan dana investasi terikat memisahkan dana investasi terikat
berdasarkan sumber dana dan memisahkan investasi berdasarkan jenisnya.
b) Bank syariah menyajikan laporan perubahan dana investasi terikat sebagai
komponen utama laporan, yang menunjukkan bahwa
(a) saldo awal dana investasi terikat;
Memahami Akuntansi Syariah di Indonesia Juni 2010
Copyright©2009 dilindungi oleh Undang-Undang www. ebookakuntansisyariah.com Page 137
(b) jumlah unit penyertaan investasi pada setiap jenis investasi dan nilai per
unit penyertaan pada awal periode;
(c) dana investasi yang diterima dan unit penyertaan investasi yang
diterbitkan bank syariah selama periode laporan;
(d) penarikan atau pembelian kembali unit penyertaan investasi selama
periode laporan;
(e) keuntungan atau kerugian dana investasi terikat;
(f) imbalan bank syariah sebagai agen investasi;
(g) beban administrasi dan beban tidak langsung lainnya yang dialokasikan
oleh bank syariah ke dana investasi terikat;
(h) saldo akhir dana investasi terikat;
(i) jumlah unit penyertaan investasi pada setiap jenis investasi dan nilai per unit
penyertaan pada akhir periode.
Di bawah ini diberikan Ilustrasi mengenai Laporan Perubahan Dana Investasi
Terikat untuk PT Bank Syariah ”X”(Lampiran PSAK 101, 2007)
PT Bank Syariah ”X”
Laporan Perubahan Dana Investasi Terikat
Periode yang berakhir pada 31 Desember 20X1
Saldo awal xxx
Jumlah unit penyertaan investasi awal periode xxx
Nilai per unit penyertaan investasi xxx
Penerimaan dana xxx
Penarikan dana (xxx)
Keuntungan (kerugian) investasi xxx
Biaya administrasi (xxx)
Imbalan bank sebagai agen investasi (xxx)
Saldo investasi pada akhir periode xxx
Jumlah unit penyertaan investasi pada akhir periode xxx
Nilai unit penyertaan investasi pada akhir periode xxx
Memahami Akuntansi Syariah di Indonesia Juni 2010
Copyright©2009 dilindungi oleh Undang-Undang www. ebookakuntansisyariah.com Page 138
VIII. LAPORAN SUMBER DAN PENGGUNAAN DANA ZAKAT
Zakat adalah sebagian dari harta yang wajib di keluarkan oleh pembayar zakat
(muzaki) untuk diserahkan kepada penerima zakat (mustahiq). Pembayaran zakat
dilakukan apabila nisab, haul, syarat dan lainnya terpenuhi dari harta yang memenuhi
kriteria wajib zakat. Pada prinsipnya wajib zakat adalah shahibul mal. Bank dapat
bertindak sebagai amil zakat.
Unsur dasar laporan sumber dan penggunaan dana zakat meliputi sumber dana,
penggunaan dana selama suatu jangka waktu, serta saldo dana zakat pada tanggal
tertentu.
Sumber dana zakat berasal dari entitas syariah dan pihak lain yang diterima
untuk disalurkan kepada yang berhak. Penggunaan dana zakat berupa penyaluran
kepada yang berhak sesuai dengan prinsip syariah. Saldo dana zakat adalah dana
zakat yang belum dibagikan pada tanggal tertentu.
PSAK No. 101 (2007) mengatur tentang laporan sumber dan penggunaan zakat,
sebagai berikut. Entitas syariah menyajikan Laporan Sumber dan Penggunaan Dana
Zakat sebagai komponen utama laporan keuangan, yang menunjukkan:
(a) dana zakat berasal dari wajib zakat (muzakki):
(1) zakat dari dalam entitas syariah;
(2) zakat dari pihak luar entitas syariah,
(b) penggunaan dana zakat melalui lembaga amil zakat untuk :
(1) fakir,
(2) miskin,
(3) riqab (penulis:hamba sahaya)
(4) orang yang terlilit utang (qharim),
(5) muallaf (penulis:orang yang baru masuk Islam),
(6) fisablilillah (penulis: orang yang berjihad)
(7) orang yang dalam perjalanan (ibnusabil), dan
(8) „amil;
(c) kenaikan atau penurunan dana zakat;
(d) saldo awal dana zakat; dan
(e) saldo akhir dana zakat. (paragraph 70, PSAK No.101,2007)
Memahami Akuntansi Syariah di Indonesia Juni 2010
Copyright©2009 dilindungi oleh Undang-Undang www. ebookakuntansisyariah.com Page 139
Entitas syariah harus mengungkapkan dalam catatan atas Laporan Sumber dan
Penggunaan Dana Zakat, tetapi tidak terbatas pada:
(a) sumber dana zakat yang berasal dari internal entitas syariah;
(b) sumber dana zakat yang berasal dari external entitas syariah;
(c) kebijakan penyaluran zakat terhadap masing-masing asnaf;
(d) proporsi dana yang disalurkan untuk masing-masing penerima zakat
diklasifikasikan atas pihak terkait, sesuai dengan yang diatur dalam PSAK 7:
Pengungkapan Pihak-Pihak yang Mempunyai Hubungan Istimewa, dan pihak
ketiga. (paragraph 74, PSAK No.101,2007)
Apabila laporan sumber dan penggunaan dana zakat disusun secara skontro
(Taccount) maka laporan akan seperti dibawah ini (dengan contoh dalam Rp 000 an):
PT Bank Syariah X
Laporan Sumber Dan Penggunaan Dana Zakat
Untuk Periode Yang Berakhir 31 Desember 2007
Sumber Dana Penggunaan Dana
1. Saldoawal Rp10.000,00
2. Penambahan
a) Zakat dari bank Rp25.000,00
b) Zakat dari bukan bank Rp25.000,00
Jumlah sumber dana Rp50.000,00
Total dana tersedia Rp60.000,00
===========
1. Pengurangan, untuk :
a) Fakir Rp 5.000,00
b) Miskin Rp10.000,00
c) Riqab/Hamba sahaya Rp10.000,00
d) Orang yang terlilit utang Rp 5.000,00
e) Muallaf Rp 5.000,00
f) Fisabilillah Rp 2.000,00
g) Ibnusabil Rp 3.000,00
h) Amil Rp 10.000,00
Jumlah penggunaan Rp 50.000,00
2. Saldo akhir Rp 10.000,00
Total penggunaan dan saldo dana Rp 60.000,00
IX. LAPORAN SUMBER DAN PENGGUNAAN DANA
KEBAJIKAN
Unsur dasar laporan sumber dan penggunaan dana Kebajikan (penulis:qardhul
hasan ) meliputi sumber dan penggunaan dana Kebajikan selama jangka waktu
tertentu dan saldo dana Kebajikan pada tanggal tertentu. Sumber dana Kebajikan
berasal dari entitas syariah atau dari luar entitas syariah. Sumber dana Kebajikan dari
luar berasal dari infak dan shadaqah dari pemilik, nasabah, atau pihak lainnya.
Penggunaan dana Kebajikan meliputi pemberian pinjaman baru selama jangka waktu
Memahami Akuntansi Syariah di Indonesia Juni 2010
Copyright©2009 dilindungi oleh Undang-Undang www. ebookakuntansisyariah.com Page 140
tertentu dan pengembalian dana kebajikan temporer yang disediakan pihak lain.
Saldo dana kebajikan adalah dana kebajikan yang belum disalurkan pada tanggal
tertentu.
Tentang laporan sumber dan penggunaan dana Kebajikan, PSAK No.101 (2007)
mengaturnya seperti berikut ini.
Entitas menyajikan Laporan Sumber dan Penggunaan Dana Kebajikan sebagai
komponen utama laporan keuangan, yang menunjukkan:
a) sumber dana kebajikan berasal dari penerimaan;
(1) infak;
(2) sedekah (shadaqah);
(3) hasil pengelolaan wakaf sesuai dengan perundang-undangan yang berlaku;
(4) pengembalian dana kebajikan produktif;
(5) denda
(6) pendapatan non halal.
b) penggunaan dana kebajikan untuk :
(1) dana kebajikan produktif;
(2) sumbangan; dan
(3) penggunaan lainnya untuk kepentingan umum.
c) kenaikan atau penurunan sumber dana kebajikan;
d) saldo awal dana kebajikan; dan
e) saldo akhir dana kebajikan. (paragraph 75, PSAK No.101,2007)
Entitas syariah mengungkapkan dalam catatan atas Laporan Sumber dan Penggunaan
Dana Kebajikan, tetapi tidak terbatas pada:
(a) sumber dana kebajikan;
(b) kebijakan penyaluran dana kebajikan kepada masing-masing penerima;
(c) proporsi dana yang disalurkan untuk masing-masing penerima dana kebajikan
diklasifikasikan atas pihak yang memiliki hubungan istimewa sesuai dengan
yang diatur dalam PSAK 7: Pengungkapan Pihak-Pihak yang Mempunyai
Hubungan Istimewa, dan pihak ketiga; dan
(e) alasan terjadinya dan penggunaan atas penerimaan nonhalal. (paragraph 79,
PSAK No.101,2007)
Memahami Akuntansi Syariah di Indonesia Juni 2010
Copyright©2009 dilindungi oleh Undang-Undang www. ebookakuntansisyariah.com Page 141
Apabila laporan sumber dan pengguna dana Kebajikan disusun secara skontro
(Taccount) maka laporan akan seperti di bawah ini (dengan contoh Ribuan)
PT Bank Syariah X
Laporan Sumber Dan Penggunaan Dana Kebajikan
Untuk Periode Yang Berakhir 31 Desember 2007
Sumber Dana Penggunaan Dana 1. Saldo awal Rp10.000,00
2. Penambahan
a) infak Rp10.000,00
b) shadaqah Rp10.000,00
c) denda Rp 5.000,00
d) pengembalian pinjaman
kebajikan Rp30.000,00
e) hasil pengelolaan wakaf Rp10.000,00
f) pendapatan non halal Rp10.000,00
Jumlah sumber dana Rp75.000,00
Total dana tersedia Rp 85.000,00
1. Pengurangan, untuk :
a) pinjaman produktif Rp60.000,00
b) sumbangan Rp15.000,00
Jumlah penggunaan Rp75.000,00
2. Saldo akhir Rp 10.000,00
Total penggunaan dan saldo dana Rp85.000,00
X. LAPORAN REKONSLIASI PENDAPATAN DAN BAGI HASIL
Bank syariah diharuskan menyusun Laporan Rekonsiliasi Pendapatan dan Bagi
Hasil guna mengetahui pendapatan tunai yang diterima bank syariah. Pendapatan
tunai bank syariah akan digunakan sebagai dasar untuk bagi hasil kepada para
deposannya. Tentang laporan rekonsiliasi pendapatan dan bagi hasil, Lampiran
PSAK 101 (2007) telah mengaturnya berikut ini. Bank syariah menyajikan
Laporan Rekonsiliasi Pendapatan dan Bagi Hasil yang merupakan rekonsiliasi
antara pendapatan bank syariah yang menggunakan dasar akrual dengan
pendapatan yang dibagihasilkan kepada pemilik dana yang mengguanakan dasar
kas. Perbedaan dasar pengakuan tersebut mengharuskan bank syariah menyajikan
Laporan Rekonsiliasi Pendapatan dan Bagi Hasil sebagai bagian komponen
utama laporan keuangan. Dalam Laporan Rekonsiliasi Pendapatan dan Bagi
Hasil, bank syariah menyajikan:
(a) Pendapatan pengelolaan dana oleh bank sebagai mudharib;
(b) Penyesuaian atas:
i. pendapatan pengelolaan dana oleh bank sebagai mudharib periode
berjalan yang kas atau setara kasnya belum diterima;
ii. pendapatan pengelolaan dana oleh bank sebagai mudharib periode
sebelumnya yang kas atau setara kasnya diterima di periode berjalan;
Memahami Akuntansi Syariah di Indonesia Juni 2010
Copyright©2009 dilindungi oleh Undang-Undang www. ebookakuntansisyariah.com Page 142
(c) Pendapatan yang tersedia untuk bagi hasil;
(d) Bagian bank syariah atas pendapatan yang tersedia untuk bagi hasil;
(e) Bagian pemilik dana atas pendapatan yang tersedia untuk bagi hasil:
i) bagi hasil yang sudah didistribusikan ke pemilik dana;
ii) bagi hasil yang belum didistribusikan ke pemilik dana.(paragraph 13-15,
lampiran PSAK 101,2007)
Di bawah ini diberikan ilustrasi mengenai Laporan Rekonsiliasi Pendapatan dan Bagi
Hasil untuk PT Bank Syariah ‖X‖
PT Bank Syariah ‖X‖
Laporan Rekonsiliasi Pendapatan dan Bagi Hasil
Periode yang berakhir pada 31 Desember 20X1
Pendapatan Usaha Utama (akrual) xxx
Pengurang:
Pendapatan periode berjalan yang kas atau setara kasnya belum diterima:
Pendapatan margin murabahah (xxx)
Pendapatan istishna‘ (xxx)
Hak bagi hasil:
Pembiayaan mudharabah (xxx)
Pembiayaan musyarakah (xxx)
Pendapatan sewa (xxx)
Jumlah pengurang (xxx)
Penambah:
Pendapatan periode sebelumnya yang kas diterima periode berjalan:
Penerimaan pelunasan piutang:
Margin murabahah xxx
Istishna‘ xxx
Pendapatan sewa xxx
Penerimaan piutang bagi hasil:
Pembiayaan mudharabah xxx
Pembiayaan musyarakah xxx
Jumlah penambah xxx Pendapatan yang tersedia untuk bagi hasil xxx
Bagi hasil yang menjadi hak bank syariah xxx
Bagi hasil yang menjadi hak pemilik dana xxx
Dirinci atas:
Hak pemilik dana atas bagi hasil yang sudah didistribusikan xxx
Hak pemilik dana atas bagi hasil yang belum didistribusikan xxx
Berikut ini diberikan contoh penyusunan Laporan Rekonsiliasi Pendapatan dan Bagi
Hasil untuk tahun 2007, PT Bank Syariah Risalah Ummat Sejahtera
Memahami Akuntansi Syariah di Indonesia Juni 2010
Copyright©2009 dilindungi oleh Undang-Undang www. ebookakuntansisyariah.com Page 143
Pendapatan usaha utama (akrual) menurut laporan laba rugi Rp 500 milyar,-
Saldo piutang awal dan akhir tahun 2007: No. Piutang 1 Januari 2007
Rp
31 Desember 2007
Rp
1 Margin murabahah 20 milyar 10 milyar
2 Margin salam 15 milyar 8 milyar
3 Margin istishna‟ 10 milyar 5 milyar
4 Pendapatan sewa 15 milyar 10 milyar
5 Bagi hasil pembiayaan mudharabah 10 milyar 5 milyar
6 Bagi hasil pembiayaan musyarakah 8 milyar 6 milyar
Tambahan Piutang Pendapatan tahun berjalan : Rp
Margin murabahah 5 milyar
Margin salam 4 milyar
Margin istishna‟ 3 milyar
Pendapatan sewa 6 milyar
Bagi hasil pembiayaan mudharabah 7 milyar
Bagi hasil pembiayaan musyarakah 5 milyar
Berikut ini Laporan Rekonsiliasi Pendapatan dan Bagi Hasil berdasarkan data di atas:
PT Bank Syariah ‖Risalah Ummat Sejahtera‖
Laporan Rekonsiliasi Pendapatan dan Bagi Hasil
Periode yang berakhir pada 31 Desember 2007(dalam milyar rupiah)
Pendapatan Usaha Utama (akrual) 500
Pengurang:
Pendapatan periode berjalan yang kas atau setara kasnya belum diterima:
Pendapatan margin murabahah (5)
Pendapatan margin salam (4)
Pendapatan istishna‘ (3)
Hak bagi hasil:
Pembiayaan mudharabah (5)
Pembiayaan musyarakah (5)
Pendapatan sewa (6)
Jumlah pengurang (28)
Penambah:
Pendapatan periode sebelumnya yang kasnya diterima periode berjalan:
Penerimaan pelunasan piutang:
Margin murabahah 15
Margin salam 11
Istishna‟ 8
Pendapatan sewa 11
Penerimaan piutang bagi hasil:
Pembiayaan mudharabah 10
Pembiayaan musyarakah 7
Jumlah penambah 62
Memahami Akuntansi Syariah di Indonesia Juni 2010
Copyright©2009 dilindungi oleh Undang-Undang www. ebookakuntansisyariah.com Page 144
Pendapatan yang tersedia untuk bagi hasil 534
Bagi hasil yang menjadi hak bank syariah (misal) 300
Bagi hasil yang menjadi hak pemilik dana 234
Dirinci atas:(misal)
Hak pemilik dana atas bagi hasil yang sudah didistribusikan 134
Hak pemilik dana atas bagi hasil yang belum didistribusikan 100
SOAL-SOAL
1. Jelaskan jenis-jenis laporan keuangan bank syariah menurut PSAK 101!
2. Jelaskan perbedaan unsur neraca bank syariah dengan bank konvensional atau
entitas lainnya yang non syariah!
3. Apakah terdapat perbedaan laporan laba rugi bank syariah dengan laporan
laba rugi bank konvensional? Jelaskan jawaban saudara!
4. Apakah terdapat perbedaan laporan ekuitas bank syariah dengan laporan
ekuitas bank konvensional? Jelaskan jawaban saudara!
5. Apakah terdapat perbedaan laporan arus kas bank syariah dengan laporan
ekuitas bank konvensional? Jelaskan jawaban saudara!
6. Suatu bank syariah menerima deposito dari nasabah. Bagaimanakah perlakuan
akuntansinya? Di manakah deposito tersebut dilaporkan di laporan keuangan
bank syariah?
7. Bank syariah belum menerima bagi hasil pembiayaan mudharabah dan
musyarakah pada akhir tahun karena laporan perhitungan bagi hasil mitra
baru selesai 15 Januari tahun berikutnya. Bagaimanakah menyajikan peristiwa
tersebut di Laporan keuangan?
8. Tentang bagi hasil yang dibagikan bank syariah, ada yang berpendapat bahwa
bagi hasil tersebut adalah ―bukan beban bagi hasil‖ tetapi distribusi hasil
seperti dalam laporan nilai tambah. Apakah saudara setuju dengan pendapat
tersebut? Jelaskan!
9. Jelaskan metode pengukuran aset yang direkomendasikan oleh PSAK No.
101, 2007!
10. Ada yang berpendapat bahwa Dana Syirkah Temporer itu tidak berbeda
dengan Utang Kepada Nasabah bank, yaitu Utang Deposito dan Tabungan di
Memahami Akuntansi Syariah di Indonesia Juni 2010
Copyright©2009 dilindungi oleh Undang-Undang www. ebookakuntansisyariah.com Page 145
bank konvensional. Apakah saudara setuju dengan pendapat tersebut?
Jelaskan alasan saudara!
11. Berikut ini data yang disajikan oleh Bank Syariah ABC berkenaan dengan
penyusunan Laporan Rekonsiliasi Pendapatan dan Bagi Hasil.
No. Piutang 1 Januari 2007
Rp
31 Desember 2007
Rp
1 Margin murabahah 10 milyar 20 milyar
2 Margin salam 8 milyar 15 milyar
3 Margin istishna‟ 5 milyar 10 milyar
4 Pendapatan sewa 10 milyar 15 milyar
5 Bagi hasil pembiayaan mudharabah 5 milyar 10 milyar
6 Bagi hasil pembiayaan musyarakah 6 milyar 8milyar
Tambahan Piutang Pendapatan tahun berjalan : (dalam Rp) Margin murabahah 30 milyar
Margin salam 24 milyar
Margin istishna‟ 13 milyar
Pendapatan sewa 1 6 milyar
Bagi hasil pembiayaan mudharabah 17 milyar
Bagi hasil pembiayaan musyarakah 15 milyar
Diminta: Susunlah Laporan Rekonsiliasi Pendapatan dan Bagi Hasil Bank Syariah
ABC untuk periode yang berakhir 31 Desember 2007, apabila Pendapatan Utama
menurut Accrual Basis adalah Rp 200 milyar,-!
===alhamdulillaahirabbil „alamiin=====
Memahami Akuntansi Syariah di Indonesia Juni 2010
Copyright©2009 dilindungi oleh Undang-Undang www. ebookakuntansisyariah.com Page 146
BAB VI
AKUNTANSI MURABAHAH
Pengakuan , Pengukuran, dan Penyajian Piutang - Hutang Murabahah
Seperti telah dibahas pada bab sebelumnya, murabahah adalah transaksi
penjualan barang dengan menyatakan harga perolehan dan keuntungan (margin) yang
disepakati oleh penjual dan pembeli. Dalam murabahah, bank syariah dapat
bertindak sebagai penjual dan juga pembeli. Sebagai penjual apabila bank syariah
menjual barang kepada nasabah, sedangkan sebagai pembeli apabila bank syariah
membeli barang kepada supplier untuk dijual kepada nasabah.
I. AKUNTANSI UNTUK PENJUAL
Pengakuan dan pengukuran murabahah telah diatur oleh PSAK No. 102 (2007),
sebagai berikut.
a). Pada saat perolehan, aset murabahah diakui sebagai persediaan sebesar biaya
perolehan.
Dalam transaksi ini entitas syariah akan mencatat, yakni sebagai berikut.
Tgl Persediaan murabahah Rp. xx -
Kas/ rekening supplier - Rp.xx
b). Pengukuran Persediaan murabahah setelah perolehan, adalah sebagai berikut.
1). Aktiva tersedia untuk dijual dalam murabahah pesanan mengikat
(a) dinilai sebesar biaya perolehan, dan
(b) jika terjadi penurunan nilai aktiva karena usang, rusak, atau kondisi lainnya,
penurunan nilai tersebut diakui sebagai beban dan mengurangi nilai aset.
Dalam hal terjadi penurunan nilai maka akan dicatat, yakni sebagai berikut:
Tgl Beban penurunan nilai Rp. xx
Persediaan murabahah - Rp.xx
Kerugian penurunan dilaporkan di laporan laba rugi sebagai beban lain-lain
dan Persediaan murabahah akan berkurang sebesar nilai kerugian tersebut.
Memahami Akuntansi Syariah di Indonesia Juni 2010
Copyright©2009 dilindungi oleh Undang-Undang www. ebookakuntansisyariah.com Page 147
2). Apabila dalam murabahah tanpa pesanan atau murabahah pesanan tidak mengikat
maka :
(a). dinilai berdasarkan biaya perolehan atau nilai bersih yang dapat
direalisasikan, mana yang lebih rendah, dan
(b). jika nilai bersih yang dapat direalisasi lebih rendah dari biaya perolehan maka
selisihnya diakui sebagai kerugian. Dalam hal ini entitas akan mencatat
pengakuan kerugian , yakni sebagai berikut:
Tgl Kerugian penurunan nilai
persediaan murabahah
Rp. xx --
Cadangan penurunan nilai
Persediaan murabahah
- Rp.xx
c). Diskon / Potongan pembelian dari pemasok diakui sebagai: (1) pengurang biaya
perolehan aset murabahah, jika terjadi sebelum akad murabahah; (2) kewajiban
kepada pembeli, jika terjadi setelah akad murabahah dan sesuai akad yang disepakati
menjadi hak pembeli; (3) tambahan keuntungan murabahah, jika terjadi setelah akad
murabahah dan sesuai akad menjadi hak penjual; atau (4) pendapatan operasi lain,
jika terjadi setelah akad murabahah dan tidak diperjanjikan dalam akad.
d). Pada saat akad murabahah, piutang murabahah diakui sebesar biaya perolehan
aset murabahah ditambah keuntungan yang disepakati. Pada akhir periode laporan
keuangan piutang murabahah dinilai sebesar nilai bersih yang dapat direalisasi, yaitu
saldo piutang dikurangi penyisihan kerugian piutang.
e). Keuntungan murabahah diakui:
(1) pada saat terjadinya penyerahan barang jika dilakukan secara tunai atau secara
tangguh yang tidak melebihi satu tahun; atau
Pada waktu akad, bank syariah akan mencatat sebagai berikut:
Tgl Kas/Piutang murabahah Rp.xx --
Persediaan murabahah - Rp.xx
Pendapatan Margin
murabahah
-
Rp. xx
(2) selama periode akad sesuai dengan tingkat risiko dan upaya untuk
merealisasikan keuntungan tersebut untuk transaksi tangguh lebih dari satu tahun.
Memahami Akuntansi Syariah di Indonesia Juni 2010
Copyright©2009 dilindungi oleh Undang-Undang www. ebookakuntansisyariah.com Page 148
Metode – metode berikut ini digunakan , dan dipilih yang paling sesuai dengan
karakteristik risiko dan upaya transaksi murabahah-nya:
(i) Keuntungan diakui saat penyerahan asset murabahah. Metode ini terapan
untuk murabahah tangguh dimana risiko penagihan kas dari piutang murabahah
dan beban pengelolaan piutang serta penagihannya relative kecil.
Untuk itu, keuntungan akan dicatat dalam jurnal sebagai berikut:
Tgl Piutang murabahah Rp.xx --
Persediaan murabahah - Rp.xx
Pendapatan Margin
murabahah
-
Rp. xx
(ii) Keuntungan diakui proporsional dengan besaran kas yang berhasil ditagih
dari piutang murabahah. Metode ini terapan untuk transaksi murabahah tangguh
dimana risiko piutang tidak tertagih relative besar dan/atau beban untuk
mengelola dan menagih piutang tersebut relative besar juga.
Untuk itu, jurnal yang harus dibuat saat penyerahan asset murabahah dan
pengakuan keuntungan margin murabahah adalah sebagai berikut:
a. pada saat penyerahan asset murabahah:
Tgl Piutang murabahah Rp.xx --
Persediaan murabahah - Rp.xx
Margin murabahah tangguhan - Rp. xx
b. pada saat menerima pelunasan piutang murabahah dan mengakui keuntungan
murabahah secara proporsional dengan kas yang diterimanya:
Tgl K a s
Margin murabahah tangguhan
Piutang murabahah
Pendapatan Margin Murabahah
Rp.xx
Rp.xx
--
--
Rp xx
Rp xx
(iii) Keuntungan diakui saat seluruh piutang murabahah berhasil ditagih.
Metode ini terapan untuk transaksi murabahah tangguh dimana risiko piutang
tidak tertagih dan beban pengelolaan piutang serta penagihannya cukup besar.
Dalam praktek, metode ini jarang dipakai, karena transaksi murabahah
tangguh mungkin tidak terjadi bila tidak ada kepastian yang memadai akan
penagihan kasnya.
Untuk metode ini, jurnal yang harus dibuat adalah sebagai berikut:
Memahami Akuntansi Syariah di Indonesia Juni 2010
Copyright©2009 dilindungi oleh Undang-Undang www. ebookakuntansisyariah.com Page 149
a. pada saat penyerahan asset murabahah:
Tgl Piutang murabahah Rp.xx --
Persediaan murabahah - Rp.xx
Margin murabahah tangguhan - Rp. xx
b. pada saat menerima pelunasan piutang murabahah secara keseluruhan dan
mengakui keuntungan murabahah :
Tgl K a s
Margin murabahah tangguhan
Piutang murabahah
Pendapatan Margin Murabahah
Rp.xx
Rp.xx
--
--
Rp xx
Rp xx
Pengakuan keuntungan dilakukan secara proporsional atas jumlah piutang yang
berhasil ditagih dengan mengalikan presentase keuntungan terhadap jumlah
piutang yang berhasil ditagih. Persentase keuntungan dihitung dengan
perbandingan antara margin dan biaya perolehan asset murabahah.
Berikut ini contoh perhitungan keuntungan secara proporsional untuk suatu
transaksi murabahah dengan biaya perolehan asset (pokok) Rp 800,00 dan
keuntungan Rp 200,00; serta pembayaran dilakukan secara angsuran selama 3
tahun; dimana jumlah angsuran, pokok dan keuntungan yang diakui setiap tahun
adalah sebagai berikut:
Tahun Angsuran (Rp) Pokok (Rp) Keuntungan (Rp)
1 500,00 400.00 100,00
2 300,00 240,00 60,00
3 200,00 160,00 40,00
Berdasarkan contoh sederhana ini, maka jumlah piutang murabahah adalah Rp
1.000,00, yaitu pokok Rp 800,00 ditambah keuntungan Rp 200,00. Tingkat
keuntungan adalah (Rp 200,00 / Rp 1.000,00 ) x 100% = 20%. Keuntungan yang
diakui adalah proporsional terhadap piutang yang berhasil ditagih. Apabila
piutang yang berhasil diatagih (sebagai angsuran) adalah Rp 500,00, maka
Memahami Akuntansi Syariah di Indonesia Juni 2010
Copyright©2009 dilindungi oleh Undang-Undang www. ebookakuntansisyariah.com Page 150
keuntungan yang diakui adalah 20% X Rp 500,00 = Rp 100,00. Apabila piutang
yang berhasil diatagih (sebagai angsuran) adalah Rp 300,00, maka keuntungan
yang diakui adalah 20% X Rp 300,00 = Rp 60,00. Dan apabila piutang yang
berhasil diatagih (sebagai angsuran) adalah Rp 200,00, maka keuntungan yang
diakui adalah 20% X Rp 200,00 = Rp 40,00.
Apabila akad murabahah lebih dari satu periode akuntansi maka pada akhir
periode bank syariah akan mengakui penyisihan kerugian piutang, yakni sebagai
berikut:
Tgl Kerugian piutang murabahah Rp. xx
Penyisihan kerugian piutang
murabahah
- Rp.xx
Piutang murabahah akan disajikan di neraca, yakni sebagai berikut:
Piutang murabahah Rp xx
Margin murabahah tangguhan Rp xx (-)
Piutang murabahah bersih Rp xx
Penyisian kerugian piutang murabahah Rp xx (-)
Nilai bersih yang dapat direalisasikan Rp xx
f). Potongan pelunasan piutang murabahah yang diberikan kepada pembeli yang
melunasi secara tepat waktu atau lebih cepat dari waktu yang disepakati diakui
sebagai pengurang keuntungan murabahah.
g). Potongan angsuran murabahah diakuti sebagai berikut:
(a) Jika disebabkan oleh pembeli yang membayar secara tepat waktu, maka
diakui sebagai pengurang keuntungan murabahah. Jurnal yang harus dibuat yakni:
a) pada saat pengakuan keuntungan murabahah :
Tgl Margin murabahah tangguhan Rp. xx --
Pendapatan Margin murabahah - Rp.xx
b) pada saat menerima pelunasan dan mengakui potongan angsuran sebagai
pengurang keuntungan murabahah:
Tgl Kas Rp. xx -
Pendapatan margin murabahah Rp. xx -
Piutang murabahah
- Rp.xx
Memahami Akuntansi Syariah di Indonesia Juni 2010
Copyright©2009 dilindungi oleh Undang-Undang www. ebookakuntansisyariah.com Page 151
(b) jika disebabkan oleh penurunan kemampuan pembayaran pembeli, maka
diakui sebagai beban.
Untuk kasus potongan pelunasan dini, entitas akan mencatat pengakuan pada saat
penyelesaian dengan jurnal, yakni:
a) pada saat pengakuan keuntungan murabahah:
Tgl Margin murabahah tangguhan
Rp. xx
-
Pendapatan Margin
murabahah
-
Rp.xx
b) pada saat menerima pelunasan:
Tgl. Kas/Rekening nasabah
Beban lain-lain – potongan
angsuran murabahah
Piutang Murabahah
Rp xx
Rp xx
--
--
Rp xx
h). Denda dikenakan apabila pembeli lalai dalam melakukan kewajibannya sesuai
dengan akad, dan denda yang diterima diakui sebagai bagian dana kebajikan (qardhul
hasan). Pada saat diterima denda diakui sebagai bagian dana sosial dan pada saat
menerima denda entitas akan mengakui adanya penambahan sumber dana kebajikan
(al-qardhul hasan).
Jurnal yang dibuat untuk mencatat denda:
Tgl Kas/Rekening pembeli Rp. xx -
Rekening simpanan wadiah- dana kebajikan (qardhul
hasan)
--
Rp xx
i). Uang muka (penulis:Urbun)
Pengakuan dan pengukuran Uang Muka dalah sebagai berikut.
1) Uang muka diakui sebagai uang muka pembelian sebesar jumlah yang
diterima;
Memahami Akuntansi Syariah di Indonesia Juni 2010
Copyright©2009 dilindungi oleh Undang-Undang www. ebookakuntansisyariah.com Page 152
2) Jika barang jadi dibeli oleh pembeli, maka uang muka diakui sebagai
pembayaran piutang (merupakan bagian pokok);
3) Jika barang batal dibeli oleh pembeli, maka uang muka dikembalikan
kepada pembeli setelah diperhitungkan dengan biaya-biaya yang telah
dikeluarkan oleh penjual.
Atas uang muka tersebut di atas, penjual akan membuat pencatatan, yakni
a). pada saat menerima uang muka, jurnal yang dibuat:
Tgl Kas/rekening pembeli Rp. xx -
Kewajiban lain-uang muka
murabahah
-
Rp.xx
b). pada saat barang dibeli oleh pembeli, jurnal yang dibuat:
Tgl Piutang murabahah Rp. xx -
Margin murabahah tangguhan - Rp.xx
Persediaan murabahah - Rp. Xx
Tgl Kewajiban lain-uang muka
murabahah (urbun)
Rp. xx -
Piutang murabahah - Rp.xx
c) jika pembeli batal membeli barang maka penjual akan mencatat pengembalian
uang muka setelah dipotong biaya administrasi:
Tgl Kewajiban Lain-Uang muka
murabahah (urbun)
Rp. xx -
Pendapatan lain-lain - Rp.xx
Kas/ rekening pembeli - Rp. xx
Uang Muka murabahah di akui sebagai bagian dari kewajiban/utang di neraca,
apabila sudah terjadi akad murabahah maka utang tersebut akan menjadi nol dan
piutang murabahah akan dikurangi sebesar uang muka tersebut.
1. 2 Aplikasi Transaksi Berdasarkan Prinsip Jual-Beli (Murabahah)
Murabahah adalah transaksi penjualan barang dengan menyatakan harga
perolehan dan keuntungan yang disepakati oleh penjual dan pembeli. Penjual harus
memberitahu harga produk yang dibeli dan menentukan suatu tingkat keuntungan
sebagai tambahannya.
Memahami Akuntansi Syariah di Indonesia Juni 2010
Copyright©2009 dilindungi oleh Undang-Undang www. ebookakuntansisyariah.com Page 153
Murabahah bisa dilakukan oleh perusahaan trading yang melakukan aktivitas
bisnisnya dengan cara membeli barang, kemudian menjual kembali tanpa melakukan
perubahan barang tersebut. Bank syariah dapat mengadopsi transaksi ini, kaitannya
dengan kebutuhan nasabah untuk memiliki barang tertentu, tetapi tidak cukup
memiliki dana, sehingga bank syariah bisa memenuhi kebutuhan nasabah dengan
skim Bai‟ al-murabahah. Mekanisme transaksi ini, bank syariah melakukan akad
dengan nasabah kemudian bank syariah membeli barang yang dibutuhkan oleh nasabah
kepada supplier secara tunai, setelah itu bank syariah menjual kepada nasabah dengan
pembayaran angsuran.
1.3 Cara Penentuan Angsuran dalam Bai‟ Al-murabahah
Dalam bai‟ al-murabahah, syariah memperbolehkan bank untuk mengambil
keuntungan/laba atas transaksi tersebut. Dalam menentukan keuntungan ada beberapa
cara, yakni sebagai berikut.(Wiyono, 2006).
a). Bank menentukan keuntungan dari jumlah dana yang dipinjam oleh nasabah
untuk membeli barang ke bank tersebut sebesar yang disepekati ke dua belah pihak,
misalnya 20% dari pokok pinjaman. Apabila yang ditambahkan adalah 2 x
keuntungan per tahun (20%) maka hasilnya sama dengan 40%. Cara seperti ini
memepunyai kelemahan, kalau dibayar lebih dari satu tahun maka keuntungannya
ditambah sebesar keuntungan satu tahun dikalikan dengan jumlah tahun, hal ini
seolah-olah sebagai ―tambahan karena meminjami‖ yang ditentukan di muka,
sehingga mengarah kepada riba. Seandainya hal ini dengan alasan untuk
menstabilkan ―daya beli‖ uang yang dipinjamkan bank mestinya presentase yang
ditambahkan adalah sebesar estimasi ―inflasi‖ yang akan datang atau dikurangi
sebesar estimasi deflasi seandainya terjadi.
Rumus harga jual (cara pertama):
harga jual = harga pokok aktiva murabahah (jumlah pembiayaan) + ( markup
atau laba x n tahun)
Memahami Akuntansi Syariah di Indonesia Juni 2010
Copyright©2009 dilindungi oleh Undang-Undang www. ebookakuntansisyariah.com Page 154
b). Atas dasar dana yang dipinjam oleh nasabah, bank syariah menerapkan
keuntungan transaksi misal 20%, kemudian kalau dibayar satu atau dua tahun maka
untuk menstabilkan daya beli uang tersebut bank syariah dapat menambahkan
sejumlah 2x inflasi dua tahun yang akan datang. Misal, diperkirakan inflasi 5% per
tahun maka faktor stabilizer daya beli untuk dua tahun = 2 X 5 % = 10%. Jadi,
selama 2 tahun nasabah mengangsur pokok pinjaman ditambah keuntungan dan
inflasi, yaitu 10% + 20% = 30%.
Rumus harga jual (cara kedua):
harga jual = harga pokok aktiva murabahah (jumlah pembiayaan) + (inflasi x n
) tahun + markup atau laba sekali
c). Dalam penentuan harga jual bank, bank dapat menerapkan metode penetapan
harga jual berdasarkan cost plus markup. Dengan metode cost plus, harga jual dapat
dihitung dengan rumus, adalah sebagai berikut.
Rumus harga jual (cara ketiga):
harga jual = harga pokok aktiva murabahah(jumlah pembiayaan) + cost
recovary + markup atau laba sekali
Cost recovary adalah bagian dari estimasi biaya operasi bank syariah yang
dibebankan kepada harga pokok aktiva murabahah/pembiayaan.
Rumus perhitungan cost recovary :
cost recovary = (harga pokok aktiva murabahah atau pembiayaan / estimasi
total pembiayaan ) x estimasi biaya operasi 1 tahun
Markup/laba ditentukan sekian persen dari harga pokok aktiva murabahah/
pembiayaan, misalnya 10%. Untuk menghitung margin murabahah maka kita dapat
menghitung dengan rumus:
margin murabahah = (cost recovary + markup ) / harga pokok aktiva
murabahah (pembiayaan)
Memahami Akuntansi Syariah di Indonesia Juni 2010
Copyright©2009 dilindungi oleh Undang-Undang www. ebookakuntansisyariah.com Page 155
Contoh:
Tuan Karwi berminat untuk memiliki sebuah mobil untuk kepentingan usaha antar
jemput anak sekolah. Mobil tersebut mempunyai harga perolehan ( harga beli + biaya
balik nama dan biaya lain-lain) sebesar Rp 150.000.000,00. Pada saat ini Tuan
Karwi hanya memiliki dana Rp 50.000.000,00 untuk mengatasi kekurangan dana
tersebut Tuan Karwi menghubungi bank syariah untuk mendapatkan pemecahan
masalah akibat kekurangan dana tersebut, bank syariah menawarkan solusi dengan
akad bai‟ al-murabahah, yakni,
1). Cara pertama, bank syariah menetapkan dengan tingkat laba atas penjualan yang
disepakati sebesar 10%, apabila dibayar dalam jangka dua tahun maka bank syariah
akan menambahkan keuntungan lagi sebesar 10%, sehingga margin selama dua
tahun = 20 %.
2). Cara kedua, bank syariah menetapkan keuntungan tahun pertama 10% dan
faktor stabilizer nilai beli uang yang dipinjamkan untuk 2 tahun sebesar 2 x inflasi
Indonesia (misal 5% x 2 tahun = 10%), sehingga margin selama dua tahun = 10% +
10% = 20 %.
3). Cara ketiga, bank syariah memperkirakan biaya operasi Rp200.000.000,00
dalam 1 tahun, perkiraan jumlah pembiayaan Rp5.000.000.000,00 dan markup yang
ditentukan (hanya sekali saja) 10% dari pembiayaan murabahah.
Berapa besar angsuran yang harus dibayar oleh Tuan Karwi setiap bulannya ?
Jawab
Berikut ini perhitungan angsuran per bulan oleh bank syariah:
Cara pertama
Harga Pokok Mobil Rp150.000.000,00
Dibayar nasabah (uang.muka) Rp 50.000.000,00
Dibayar oleh Bank Rp 100.000.000,00
Margin Laba Bank = 2X10% x Rp100.000.000,00 = Rp20.000.000,00
Harga Jual Bank = Rp100.000.000,00 + Rp20.000.000,00 = Rp120.000.000,00
Perhitungan Angsuran:
Harga Pokok =Rp150.000.000,00
Margin Murabahah =Rp 20.000.000,00
Harga jual Bank = Rp170.000.000,00
Pembayaran pertama = Rp 50.000.000,00
Sisa angsuran = Rp120.000.000,00
Memahami Akuntansi Syariah di Indonesia Juni 2010
Copyright©2009 dilindungi oleh Undang-Undang www. ebookakuntansisyariah.com Page 156
Angsuran perbulan = Rp120.000.000,00 / 24 bulan = Rp5.000.000,00 per bulan
Cara kedua
Harga Pokok Mobil Rp150.000.000,00
Dibayar nasabah (uang.muka) Rp 50.000.000,00
Dibayar oleh Bank Rp 100.000.000,00
Margin Laba Bank = 10% x Rp100.000.000,00 = Rp10.000.000,00
Stabiliser daya beli = 2 tahun x 5% x Rp100.000.000,00 = Rp10.000.000,00
Margin laba + Stabiliser daya beli = Rp20.000.000,00
Perhitungan Angsuran:
Harga Pokok =Rp150.000.000,00
Laba dan Inflasi =Rp 20.000.000,00
Harga jual Bank = Rp170.000.000,00
Pembayaran pertama = Rp 50.000.000,00
Sisa angsuran = Rp120.000.000,00
Angsuran perbulan = Rp120.000.000,00 / 24 bulan = Rp5.000.000,00 per bulan
Cara ketiga
Hitung dulu cost recovery:
cost recovary = (pembiayaan murabahah / estimasi total pembiayaan ) x estimasi
biaya operasi
=(Rp100.000.000,00 / Rp5.000.000.000,00) X Rp200.000.000,00 = Rp4.000.000,00
Hitung markup = 10% X pembiayaan (Rp100.000.000,00) = Rp10.000.000,00
Harga jual bank = pembiayaan + cost recovary + markup
= Rp100.000.000,00 + (2 X cost recovary Rp4.000.000,00 =Rp8.000.000,00) +
Rp10.000.000,00 = Rp118.000.000,00
Angsuran per bulan = Rp118.000.000,00 / 24 = Rp 4.9166.667,-
Total harga jual aktiva murabahah = Rp150.000.000,00 + Rp18.000.000,00 =
Rp168.000.000,00
Perhitungan dan Perlakuan Akuntansi menurut PSAK No. 102 (2007)
Pada tanggal 2 Januari 2007, bank syariah membeli mobil dari supplier secara tunai
Rp150.000.000,00 jurnalnya yaitu sebagai berikut.
2 Januari 2006
Dr: Persediaan murabahah Rp150.000.000,00 -
Cr: Kas / rekening suplier……………-- Rp150.000.000,00
Dengan transaksi ini maka asset bank syariah akan bertambah Rp150.000.000,00
pada persediaan barang dagangan, tetapi disisi lain asset kas bank syariah akan
berkurang juga Rp150.000.000,00 atau utang bank kepada suplier bertambah.
Memahami Akuntansi Syariah di Indonesia Juni 2010
Copyright©2009 dilindungi oleh Undang-Undang www. ebookakuntansisyariah.com Page 157
3 Januari 2006
Penyerahan barang mobil kepada Tn Karwi, dengan harga jual Rp170.000.000,00
seperti perhitungan di atas (cara pertama) maka jurnalnya adalah sebagai berikut.
Dr: Piutang murabahah Tn Karwi …………….Rp170.000.000,00 -
Cr : Persediaan a murababah…… - Rp150.000.000,00
Cr: Margin murabahah tangguhan …………… - Rp 20.000.000,00
Dengan penyerahan mobil kepada Tn Karwi maka asset mobil berpindah ke Tn
Karwi sebesar harga perolehan mobil, kemudian bank syariah mengakui adanya
piutang murabahah kepada Tn Karwi dan juga mengakui adanya keuntungan
murabahah yang ditangguhkan sebesar Rp20.000.000,00 untuk jangka waktu 2
tahun.
Pencatatan uang muka dari Tuan Karwi jurnalnya:
Dr. Kas/rekening Tuan Karwi Rp50.000.000,00 ---
Cr. Kewajiban lain-uang muka Murabahah - Rp50.000.000,00
Pada saat barang Murabahah jadi dibeli Tuan Karwi jurnalnya:
Dr. Kewajiban lain-uang muka Murabahah (urbun)Rp 50.000.000,00 -
Cr. Piutang Murabahah – Tuan Karwi - Rp50.000.000,00
Pengakuan:
31 Desember 2007
Pengakuan keuntungan murabahah yang performing dengan kategori kolektibilitas
lancar (risiko rendah) per 1 (satu) tahun secara proporsional dengan kas yang diterima
dari pelunasan piutang murabahah:
12/24 x Rp20.000.000,00 = Rp10.000.000,00 waktunya dari 1 Januari s.d 31
Desember 2007 = 12 bulan.
Penerimaaan angsuran Januari - 31 Desember 2007
Total pembayaran angsuran selama 1 tahun (Rp5.000.000,00 per bulan x 12 bulan =
Rp 60.000.000,00) jurnalnya:
Apabila Tn Ali membayar angsuran setiap bulan maka jurnalnya:
Dr : Kas / rekening Tuan Karwi ………………… Rp5.000.000,00 -
Cr : Piutang murababah- Tn Karwi …………… - Rp5.000.000,00
Memahami Akuntansi Syariah di Indonesia Juni 2010
Copyright©2009 dilindungi oleh Undang-Undang www. ebookakuntansisyariah.com Page 158
Dr: Margin murabahah Tangguhan … Rp 833.333,00 -
Cr: Pendapatan Margin Murabahah …………………. - Rp 833.333,00
( Rp20.000.000,00 : 24 = Rp 833.333,00)
Penyajian:
Pada akhir tahun bank syariah akan membuat laporan keuangan, yaitu laporan
laba rugi dan neraca.
a. Laporan laba rugi
Pada laporan keuangan ini, bank syariah akan mengkui pendapatan yang
berasal dari ―pendapatan margin murabahah‖ sebesar Rp10.000.000,00, yaitu
keuntungan selama 1 tahun pertama (th. 2007).
b. Neraca
Di neraca bank syariah akan melaporkan asetnya:
1. Piutang murabahah sebesar Rp60.000.000,00, berasal dari (Rp
170.000.000,00 - Rp50.000.000,00(uang muka)–
Rp60.000.000,00(angsuran 1 tahun).
Keterangan
Rp50.000.000,00 adalah pembayaran pertama Tn Karwi (uang muka) dan
Rp60.000.000,00 adalah pembayaran selama 1 tahun.
2. Sedangkan kas bank syariah akan = (Rp150.000.000,00 harga pokok
aktiva) +Rp50.000.000,00(uang muka)+Rp60.000.000,00(angsuran) =
(Rp40.000.000,00).
c. Margin murabahah tangguhan
Margin murabahah ditangguhkan akan bersaldo = Rp20.000.000,00–
Rp10.000.000,00 (yang telah diakui tahun 2006) = Rp10.000.000,00; rekening ini
disajikan sebagai pos lawan piutang murabahah.
d. Laba ditahan (SALDO LABA)
Laba yang ditahan (saldo laba) akan bertambah sebesar keuntungan yang diakui
tahun 2006 sebagai pendapatan margin murabahah sebesar Rp10.000.000,00
Memahami Akuntansi Syariah di Indonesia Juni 2010
Copyright©2009 dilindungi oleh Undang-Undang www. ebookakuntansisyariah.com Page 159
Berikut ini persamaan akuntansinya menjadi:
AKTIVA = KEWAJIBAN + EKUITAS
1. Kas = - 150.000.000,00
+ 50.000.000,00
+ 60.000.000,00
40.000.000,00
2.Piutang
Murabahah + 170.000.000,00
- 50.000.000,00
- 60.000.000,00
60.000.000,00
2. Margin murabahah
tangguhan
- Rp20.000.000,00
+ Rp10.000.000,00
- Rp10.000.000,00
3. Pendapatan margin
murabahah
(laba ditahan)
Total = Rp10.000.000,00
+50.000.000
-
-
-50.000.000
-
-
0
-
-
Rp10.000.000,00
Rp10.000.000,00
II. AKUNTANSI UNTUK PEMBELI AKHIR
Akuntansi untuk pembeli akhir dalam transaksi murabahah telah diatur oleh PSAK
102 (2007) , paragraph 31-36, selengkapnya sebagai berikut.
1) Hutang yang timbul dari transaksi murabahah tangguh diakui sebagai hutang
murabahah sebesar harga beli yang disepakati (jumlah yang wajib
dibayarkan).
2) Asset yang diperoleh melalui transaksi murabahah diakui sebesar biaya
perolehan murabahah tunai. Selisih antara harga beli yang disepakati dengan
biaya perolehan tunai diakui sebagai beban murabahah tangguhan. Jurnal
standar yang harus dibuat adalah seperti berikut ini.
Tgl Aset murabahah Rp. xx --
Beban murabahah tangguhan Rp xx --
Hutuang Murabahah - Rp. xx
Memahami Akuntansi Syariah di Indonesia Juni 2010
Copyright©2009 dilindungi oleh Undang-Undang www. ebookakuntansisyariah.com Page 160
3) Beban murabahah tangguhan diamortisasi secara proporsional dengan porsi
hutang murabahah. Jurnal standar yang harus dibuat adalah seperti berikut.
Beban Murabahah Rp xx
Tgl. Beban Murabahah Tangguhan Rp xx
4) Diskon pembelian yang diterima setelah akad murabahah, potongan pelunasan
dan potongan hutang murabahah diakui sebagai pengurang beban murabahah
tangguhan. Jurnalnya adalah sebagai berikut:
Tgl Hutang murabahah Rp. xx --
Beban murabahah tangguhan Rp xx --
Kas - Rp. xx
5) Denda yang dikenakan akibat kelalaian dalam melakukan kewajiban sesuai
dengan akad diakui sebagai kerugian. Jurnal yang harus dibuat adalah sebagai
berikut:
Tgl Kerugian denda murabahah Rp. xx --
K a s Rp xx
6) Potongan uang muka akibat pembeli akhir batal membeli barang diakui
sebagai kerugian. Jurnal yang harus dibuat oleh pembeli akhir adalah sebagai
berikut:
Tgl Kerugian uang muka -
murabahah
K a s
Rp. xx
Rp xx
--
Uang muka murabahah Rp xx
Ilustrasi:
Ilustrasi diambil dari data Tn Karwi yang mengajukan pembiayaan untuk
membeli sebuah mobil pada ilustrasi akuntansi bagi penjual di bagian
terdahulu.
Tuan Karwi berminat untuk memiliki sebuah mobil untuk kepentingan usaha antar
jemput anak sekolah. Mobil tersebut mempunyai harga perolehan ( harga beli + biaya
Memahami Akuntansi Syariah di Indonesia Juni 2010
Copyright©2009 dilindungi oleh Undang-Undang www. ebookakuntansisyariah.com Page 161
balik nama dan biaya lain-lain) sebesar Rp 150.000.000,00. Pada saat ini Tuan
Karwi hanya memiliki dana Rp 50.000.000,00 untuk mengatasi kekurangan dana
tersebut Tuan Ali menghubungi bank syariah untuk mendapatkan pemecahan
masalah akibat kekurangan dana tersebut, bank syariah menawarkan solusi dengan
akad bai‟ al-murabahah, yakni Cara pertama, bank syariah menetapkan dengan
tingkat laba atas penjualan yang disepakati sebesar 10%, apabila dibayar dalam
jangka dua tahun maka bank syariah akan menambahkan keuntungan lagi sebesar
10%, sehingga margin selama dua tahun = 20 %.
Berikut ini perhitungan angsuran per bulan oleh bank syariah yang harus dibayar oleh
Tuan Karwi
Cara pertama
Harga Pokok Mobil Rp150.000.000,00
Dibayar nasabah (uang.muka) Rp 50.000.000,00
Dibayar oleh Bank Rp 100.000.000,00
Margin Laba Bank = 2X10% x Rp100.000.000,00 = Rp20.000.000,00
Harga Jual Bank = Rp100.000.000,00 + Rp20.000.000,00 = Rp120.000.000,00
Perhitungan Angsuran:
Harga Pokok =Rp150.000.000,00
Margin Murabahah =Rp 20.000.000,00
Harga jual Bank = Rp170.000.000,00
Pembayaran pertama = Rp 50.000.000,00
Sisa angsuran = Rp120.000.000,00
Angsuran perbulan = Rp120.000.000,00 / 24 bulan = Rp5.000.000,00 per bulan
Atas dasar data di atas, Tn. Karwi, sebagai pembeli akhir akan membuat pencatatan
sebagai berikut:
1) Hutang yang timbul dari transaksi murabahah tangguh diakui sebagai hutang
murabahah sebesar harga beli yang disepakati (jumlah yang wajib
dibayarkan).
2) Asset yang diperoleh melalui transaksi murabahah diakui sebesar biaya
perolehan murabahah tunai. Selisih antara harga beli yang disepakati dengan
biaya perolehan tunai diakui sebagai beban murabahah tangguhan.
Berikut ini jurnal yang akan dibuat oleh pembeli akhir:
Tgl Asset murabahah Rp. 150 juta --
Beban murabahah tangguhan Rp 20 juta --
Hutang murabahah - Rp. 170 juta
Memahami Akuntansi Syariah di Indonesia Juni 2010
Copyright©2009 dilindungi oleh Undang-Undang www. ebookakuntansisyariah.com Page 162
Uang muka yang dibayarkan oleh tn. Karwi i sebesar Rp 50 juta,- akan
dicatat oleh Tn. Karwi (pembeli akhir) sebagai berikut:
Tgl Uang muka murabahah Rp. 50 juta --
K a s -- Rp 50 juta,-
3) Beban murabahah tangguhan diamortisasi secara proporsional dengan porsi
hutang murabahah.
Pada setiap bulan Tn. Karwi mengangsur, maka akan dicatat dalam jurnalnya,
termasuk amortisasi Beban murabahah tangguhan menjadi beban murabahah
sebagai berikut:
Tgl Hutang murabahah Rp. 5 juta --
Beban murabahah Rp 833.33 --
Beban murabahah tangguhan
K a s
--
--
Rp 833.333
Rp. 5 juta,-
III. PENYAJIAN
PSAK 102 (2007), paragraph 37-39, telah mengatur penyajian murabahah dalam
laporan keuangan sebagai berikut:
1) Piutang murabahah disajikan sebesar nilai bersih yang dapat direalisasikan,
yaitu saldo piutang murabahah dikurangi penyisihan kerugian piutang.
(penyajiannya telah dijelaskan pada bagian I akuntansi untuk penjual).
2) Margin murabahah tangguhan disajikan sebagai pengurang (contra account)
piutang murabahah. (hal ini dapat diilustrasikan berikut ini:)
Memahami Akuntansi Syariah di Indonesia Juni 2010
Copyright©2009 dilindungi oleh Undang-Undang www. ebookakuntansisyariah.com Page 163
Bank Syariah PT XYZ (sebagai Penjual)
Neraca
Per 31 Desember 2008
======================================================
Piutang Murabahah Rp xxx
Margin murabahah tangguhan ( Rp xxx )
Piutang murabahah bersih Rp xxx
3) Beban murabahah tangguhan disajikan sebagai pengurang (contra account)
hutang murabahah. Berikut ini ilustrasinya:
PT XYZ (sebagai Pembeli akhir)
Neraca
Per 31 Desember 2008
=====================================================
Hutang Murabahah Rp xxx
Beban murabahah tangguhan (Rp xxx )
Hutang murabahah bersih Rp xxx
IV. PENGUNGKAPAN
PSAK 102 (2007) paragraph 40 dan 41, telah mengatur tentang pengungkapan
transaksi murabahah, sebagai berikut:
1) Penjual mengungkapkan hal-hal yang terkait dengan transaksi murabahah,
tetapi tidak terbatas pada:
(a) harga perolehan asset murabahah;
(b) janji pemesanan dalam murabahah berdasarkan pesanan sebagai
kewajiban atau bukan;
(c) pengungkapan yang diperlukan sesuai PSAK 101: Penyajian Laporan
Keuangan Syariah.
Memahami Akuntansi Syariah di Indonesia Juni 2010
Copyright©2009 dilindungi oleh Undang-Undang www. ebookakuntansisyariah.com Page 164
2) Pembeli mengungkapkan hal-hal yang terkait dengan transaksi murabahah,
tetapi tidak terbatas pada:
(a) nilai tunai asset yang diperoleh dari transaksi murabahah;
(b) jangka waktu murabahah tangguh;
(c) pengungkapan yang diperlukan sesuai PSAK 101: Penyajian Laporan
Keuangan Syariah.
===========================================================
SOAL-SOAL
1. Jelaskan penyaluran dana menurut prinsip murabahah!
2. Jelaskan perbedaan murabahah, as-salam, dan al-istishna dalam penyaluran dana
bank syariah!
3. Dalam penentuan harga jual produk murabahah, terdapat tiga cara. Jelaskan 3
cara tersebut sehingga jelas perbedaannya!
4. Berikan contoh penentuan harga jual produk murabahah menurut masing-masing
cara seperti point 3 di atas!
5. Dari tiga cara penentuan harga dan margin seperti pada point 3, jelaskan cara
manakah yang paling mendekati ketentuan syariah/fiqihnya?
SOAL KASUS
6. Tuan Rafi mengajukan pembiayaan untuk mendapatkan/membeli mobil Kijang
Innova. Tuan Rafi memiliki uang untuk DP sebesar Rp50.000.000,00. Akad
ditandatangi tanggal 1 Agustus 2007. Pada tanggal 5 Agustus 2007 bank
syariah risalah ummat membelikan mobil yang dibutuhkan Tuan Rafi dengan
total cost Rp 150.000.000,00. Mobil diserahkan kepada Tuan Rafi tanggal 7
Agustus 2007. Tuan Rafi mengangsur selama 36 bulan ( 3 tahun ) sesuai
dengan perhitungan dari bank syariah.
Memahami Akuntansi Syariah di Indonesia Juni 2010
Copyright©2009 dilindungi oleh Undang-Undang www. ebookakuntansisyariah.com Page 165
Pertanyaan
a. Apabila bank mengenakan margin 10% per tahun, buatlah
perhitungan angsuran per bulan bagi Tuan Rafi!
b. Buatlah jurnal transaksi yang dibutuhkan!(oleh Bank Syariah dan
Tuan Rafi)
c. Buatlah persamaan akuntansinya, yang menggambarkan perubahan
assets, liabilities, dan equity!
7. Dengan menggunakan soal 6 di atas, apabila margin dikenakan hanya sekali,
yaitu 10%, dan bank mengenakan faktor stabilzer harga yaitu sebesar inflasi per
tahun 6 %.
Pertanyaan:
a. Buatlah perhitungan angsuran per bulan bagi Tuan Rafi!
b. Buatlah jurnal transaksi yang dibutuhkan! (oleh Bank Syariah dan
Tuan Rafi)
c. Buatlah persamaan akuntansinya, yang menggambarkan perubahan
assets, liabilities, dan equity!
8. Dengan menggunakan soal 6 di atas, apabila margin dikenakan hanya sekali,
yaitu 10%, dan bank mengestimasikan biaya operasional per tahun
Rp2.000.000.000,00 estimasi pembiayaan yang diberikan adalah
Rp30.000.000.000,00.-
Pertanyaan:
a. buatlah perhitungan angsuran per bulan bagi Tuan Rafi!
b. Buatlah jurnal transaksi yang dibutuhkan! (oleh Bank Syariah dan
Tuan Rafi)
c. Buatlah persamaan akuntansinya, yang menggambarkan perubahan
assets, liabilities, dan equity!
9. Dengan menggunakan data soal no. 6, apabila bank syariah menerapkan
cadangan kerugian piutang tak tertagih sebesar 3%, buatlah ayat jurnal
penyesuaian per 31 Desember 2007. Sajikanlah piutang murabahah di neraca per
31 Desember 2007!
Memahami Akuntansi Syariah di Indonesia Juni 2010
Copyright©2009 dilindungi oleh Undang-Undang www. ebookakuntansisyariah.com Page 166
10. Sesuai dengan soal no.6, apabila bank syariah menerapkan cash basis dalam
pengakuan, pengukuran, dan penyajiannya.
Pertanyaan:
a. buatlah perhitungan angsuran per bulan bagi Tuan Rafi!
b. Buatlah jurnal transaksi yang dibutuhkan! (oleh Bank Syariah dan
Tuan Rafi)
a. Buatlah persamaan akuntansinya, yang menggambarkan perubahan
assets, liabilities, dan equity!
================================ Alhamdulillaahirabbil „alamiin
Memahami Akuntansi Syariah di Indonesia Juni 2010
Copyright©2009 dilindungi oleh Undang-Undang www. ebookakuntansisyariah.com Page 167
BAB VII
AKUNTANSI UNTUK AS SALAM
I. KARAKTERISTIK
Seperti telah dijelaskan pada bagian akad bahwa salam adalah akad jual
beli barang pesanan (muslam fiih), dengan penangguhan pengiriman oleh penjual
(muslam ilaihi), dan pelunasannya dilakukan segera oleh pembeli sebelum barang
tersebut diterima sesuai dengan syarat-syarat tertentu. Ketentuan harga barang
pesanan tidak dapat berubah selama jangka waktu akad.
Seperti telah dijelaskan dan diatur dalam PSAK 103 (2007), bahwa entitas dapat
bertindak sebagai pembeli dan atau penjual dalam transaksi salam. Jika entitas
bertindak sebagai penjual kemudian memesan kepada pihak lain untuk
menyediakan barang pesanan dengan cara salam, maka hal ini disebut salam
paralel. Entitas syariah, seperti Bank Syariah, dapat bertindak sebagai pembeli
atau penjual dalam suatu transaksi salam. Jika bank syariah bertindak sebagai
penjual kemudian memesan kepada pihak lain untuk menyediakan barang
pesanan dengan cara salam maka dalam hal ini bank syariah melaksanakan akad
salam paralel.
Ketentuan syariah yang lain terkait dengan akad salam ini diantaranya adalah
bahwa spesifikasi dan harga barang pesanan disepakati oleh pembeli dan penjual
di awal akad. Ketentuan harga barang pesanan tidak dapat berubah selama jangka
waktu akad. Dalam hal bertindak sebagai pembeli, entitas dapat meminta jaminan
kepada penjual untuk menghindari risiko yang merugikan. (paragrap 7, PSAK
103,2007). Lebih lanjut dijelaskan bahwa barang pesanan harus diketahui
karakteristiknya secara umum yang meliputi jenis, spesifikasi teknis, kualitas, dan
kuantitasnya. Barang pesanan harus sesuai dengan karakteristik yang telah
disepakati antara pembeli dan penjual. Jika barang pesanan yang dikirimkan salah
atau cacat, maka penjual harus bertanggungjawab atas kelalaiannya. (paragrap 8,
PSAK 103,2007). Misalnya, bank syariah sebagai pembeli barang beras kepada
petani dengan akad salam (memberi pembiayaan dengan akad salam), kualitas no.
1, dengan harga Rp 6.000,- 5 ton, jumlah total dalam akad =Rp 30.000.000,- yang
akan dikirim petani, misal, tuan Ali setelah 3 bulan. Apabila setelah 3 bulan tuan
Memahami Akuntansi Syariah di Indonesia Juni 2010
Copyright©2009 dilindungi oleh Undang-Undang www. ebookakuntansisyariah.com Page 168
Ali menyerahkan beras kualitas 2, maka tuan Ali menyerahkan barang tidak
sesuai dengan akad dan bank syariah berhak untuk menolak barang tersebut dan
tuan Ali bertanggungjawab terhadap pengiriman barang kualitas no. 1. Dalam
kondisi ini, maka bank syariah memperlakukan transaksi ini tidak dapat sebagai
penerimaan barang salam dan apabila bank memberikan perpanjangan waktu
pengiriman maka piutang salam tetap dicatat dalam pembukuan bank syariah.
Juga dijelaskan dalam PSAK 103 (2007) bahwa sesungguhnya transaksi salam
dilakukan karena pembeli berniat memberikan modal kerja terlebih dahulu untuk
memungkinkan penjual (produsen) memproduksi barangnya, barang yang dipesan
memiliki spesifikasi khusus, atau pembeli ingin mendapatkan kepastian dari
penjual. Transaksi salam diselesaikan pada saat penjual menyerahkan barang
kepada pembeli. (paragrap 10, PSAK 103,2007).
II. PENGAKUAN DAN PENGUKURAN SALAM
1. AKUNTANSI UNTUK PEMBELI (misal, Bank Syariah sebagai pembeli)
PSAK No. 103 (2007) telah mengatur tentang pengakuan dan pengukuran salam dan
salam pararel untuk pembeli sebagai berikut.
1. Piutang salam diakui pada saat modal usaha salam dibayarkan atau dialihkan
kepada penjual.
2. Modal usaha salam dapat berupa kas dan aset nonkas. Modal usaha salam
dalam bentuk kas diukur sebesar jumlah yang dibayarkan, sedangkan modal
usaha salam dalam bentuk aset nonkas diukur sebesar nilai wajar
(keterangan: nilai yang disepakati antara bank / pembeli dan nasabah /
penjual). Selisih antara nilai wajar dan nilai tercatat modal usaha nonkas yang
diserahkan diakui sebagai keuntungan atau kerugian pada saat penyerahan
modal usaha tersebut. (paragrap 11-12, PSAK 103,2007).
Memahami Akuntansi Syariah di Indonesia Juni 2010
Copyright©2009 dilindungi oleh Undang-Undang www. ebookakuntansisyariah.com Page 169
Dalam hal pembeli / bank menyerahkan modal salam kepada penjual untuk
membayar pesanan secara tunai, maka bank akan mencatat:
Tgl Piutang salam Rp. xx -
Kas/rekening Penjual - Rp.xx
Bila pembeli / bank menyerahkan modal salam kepada penjual untuk
membayar pesanan dengan aset nonkas dan nilai wajar aset nonkas lebih kecil
dari nilai bukunya maka selisihnya diakui sebagai kerugian; maka bank akan
mencatat:
Tgl Piutang salam Rp. xx -
Kerugian penurunan nilai aset
nonkas
Aset non kas (misal, pupuk)
Rp.xx
-
Rp xx
Sedangkan bila pembeli / bank menyerahkan modal salam kepada penjual
untuk membayar pesanan dengan aset nonkas dan nilai wajar aset nonkas
lebih besar dari nilai bukunya maka selisihnya diakui sebagai keuntungan
pembeli atau bank; dengan demikian bank akan mencatat:
Tgl Piutang salam Rp. xx -
Kuntungan kenaikan nilai aset
nonkas
Aset non kas (misal, pupuk)
-
-
Rp.xx
Rpxx
(1) Penerimaan barang pesanan diakui dan diukur sebagai berikut. (paragrap 13,
PSAK 103,2007).
(a) Jika barang pesanan sesuai dengan akad dinilai sesuai nilai yang disepakati.
Jurnal yang dibuat oleh pembeli / bank adalah sebagai berikut:
Tgl Persediaan barang salam Rp. xx -
Pihutang salam - Rp.xx
(b) Jika barang pesanan berbeda kualitasnya, maka:.
Memahami Akuntansi Syariah di Indonesia Juni 2010
Copyright©2009 dilindungi oleh Undang-Undang www. ebookakuntansisyariah.com Page 170
(i) Barang pesanan yang diterima diukur sesuai dengan nilai akad, jika nilai
wajar dari barang pesanan yang diterima nilainya sama atau lebih tinggi dari
nilai barang pesanan yang tercantum dalam akad.
(ii) Barang pesanan yang diterima diukur sesuai nilai wajar pada saat
diterima dan selisihnya diakui sebagai kerugian, jika nilai pasar dari barang
pesanan lebih rendah dari nilai barang pesanan yang tercantum dalam akad.
(Penjelasan penulis, ketentuan ini diasumsikan bahwa pembeli berkenan
menerima barang pesanannya walaupun kualitasnya berbeda, baik lebih baik
maupun lebih buruk. Dalam ketentuan salam berlaku juga bahwa spesifikasi
barang dalam akad harus dipenuhi oleh penjual dan bila penjual tidak
memenuhi spesifikasi, seperti kualitas, maka penjual bertanggungjawab atas
kualitas tersebut, artinya, penjual tetap harus menyerahkan barang sesuai
spesifikasi yang telah disepakati dalam akad atau akad bisa dibatalkan atau
akad diperpanjang dan pembeli memberikan waktu untuk menyerahkan
barang pesanan sesuai spesifikasi dalam akad).
Jurnal yang dibuat oleh pembeli adalah sebagai berikut:
Tgl Persediaan barang salam Rp. xx -
Kerugian salam Rp. xx
Pihutang salam - Rp xx
(c) Jika pembeli tidak menerima sebagian atau seluruh barang pesanan pada
tanggal jatuh tempo pengiriman, maka :
(i) Jika tanggal pengiriman diperpanjang, maka nilai tercatat piutang
salam sebesar bagian yang belum dipenuhi sesuai dengan nilai yang
tercantum dalam akad.
Jurnal yang dibuat pada saat menerima sebagian barang salam,
misal, baru 60% dari nilai akad:
Memahami Akuntansi Syariah di Indonesia Juni 2010
Copyright©2009 dilindungi oleh Undang-Undang www. ebookakuntansisyariah.com Page 171
Tgl Persediaan barang salam Rp. xx -
Pihutang salam Rp xx
Dengan demikian, nilai tercatat Piutang salam adalah sebesar tinggal
40% dari nilai akadnya.
(ii) Jika akad salam dibatalkan sebagian atau seluruhnya maka piutang
salam berubah menjadi piutang yang harus dilunasi oleh penjual
sebesar bagian yang tidak dapat dipenuhi.
Untuk kasus ini, pembeli / bank akan mencatat dalam jurnalnya
sebagai berikut:
Tgl Piutang kepada penjual Rp. xx -
Piutang salam - Rp.xx
(iii) Jika akad salam dibatalkan sebagian atau seluruhnya dan pembeli
mempunyai jaminan atas barang pesanan serta hasil penjualan jaminan
tersebut lebih kecil dari nilai piutang salam, maka selisih antara nilai
tercatat piutang salam dan hasil penjualan jaminan tersebut diakui
sebagai piutang kepada penjual. Sebaliknya, jika hasil penjualan
jaminan tersebut lebih besar dari nilai tercatat piutang salam maka
selisihnya menjadi hak penjual.
Pencatatan yang dibuat pembeli / bank bila nilai penjualan jaminan
lebih kecil dari nilai tercatat piutang salam:
Tgl Kas Rp. xx -
Piutang kepada penjual Rp. xx -
Piutang salam - Rp.xx
Bila nilai penjualan jaminan lebih besar dari pada nilai tercatat piutang
salam maka bank akan mencatat jurnalnya sebagai brikut:
Tgl Kas Rp. xx -
Rekening penjual (supplier) - Rp xx
Piutang salam - Rp.xx
Memahami Akuntansi Syariah di Indonesia Juni 2010
Copyright©2009 dilindungi oleh Undang-Undang www. ebookakuntansisyariah.com Page 172
Selisih lebih hasil penjualan jaminan yang telah digunakan untuk
melunasi piutang salam diserahkan kepada supplier. Jurnal yang dibuat
adalah sebagai berikut:
Tgl Rekening penjual Rp. xx -
K a s - Rp xx
(2) Pembeli dapat mengenakan denda kepada penjual yang mampu
menunaikan kewajibannya, tetapi tidak memenuhinya dengan sengaja.
Hal ini tidak berlaku bagi penjual yang tidak mampu menunaikan
kewajibannya karena force majeur. Denda yang diterima oleh pembeli
diakui sebagai bagian dari dana kebajikan. (paragrap 14-15, PSAK
103,2007).
Jurnal yang dibuat adalah sebagai berikut:
Tgl K a s Rp. xx -
Rekening wadiah – dana kebajikan - Rp xx
(3) Barang pesanan yang telah diterima diakui sebagai persediaan. Pada akhir
periode pelaporan keuangan, persediaan yang diperoleh melalui transaksi
salam diukur sebesar nilai terendah biaya perolehan atau nilai bersih yang
dapat direalisasi. Apabila nilai bersih yang dapat direalisasikan lebih
rendah dari biaya perolehan maka selisihnya diakui sebagai kerugian.
(paragrap 16, PSAK 103,2007).
Atas kerugian ini, bank akan membuat ayat penyesuaian pada akhir
periode sebagai berikut:
Tgl Kerugian penurunan nilai
persediaan barang salam
Rp. xx
-
Penyisihan penurunan nilai
persediaan barang salam
-
Rp.xx
Kerugian penurunan nilai akan dilaporkan di laporan laba rugi sebagai
beban operasi, sedangkan penyisihan penurunan nilai akan dilaporkan
di neraca pembeli / bank sebagai pengurang persedian barang salam.
Memahami Akuntansi Syariah di Indonesia Juni 2010
Copyright©2009 dilindungi oleh Undang-Undang www. ebookakuntansisyariah.com Page 173
2. AKUNTANSI UNTUK PENJUAL (penulis:Bank Syariah bisa sebagai
penjual)
PSAK 103 (2007) telah mengatur tentang perlakuan akuntansi salam untuk
penjual, selengkapnya diuraikan berikut ini.
Kewajiban salam diakui pada saat penjual menerima modal usaha salam sebesar
modal usaha salam yang diterima. Modal usaha salam yang diterima dapat berupa
kas dan aset nonkas. Modal usaha salam dalam bentuk kas diukur sebesar jumlah
yang diterima, sedangkan modal usaha salam dalam bentuk aktiva non-kas diukur
sebesar nilai wajar. (nilai yang disepakati antara pembeli dan penjual) (paragrap
17-18, PSAK 103,2007).
Dalam hal ini penjual akan mencatat dalam pembukuannya sebagai berikut:
Tgl Kas/ aset nonkas Rp. xx -
Kewajiban salam - Rp.xx
Kewajiban salam dihentikan pengakuannya (derecognation) pada saat penyerahan
barang kepada pembeli. Jika penjual melakukan transaksi salam pararel, selisih
antara jumlah yang dibayar oleh pembeli akhir dan biaya perolehan barang
pesanan diakui sebagai keuntungan atau kerugian pada saat pengiriman barang
pesanan oleh penjual ke pembeli akhir. (paragrap 19, PSAK 103,2007).
Mekanisme pencatatan dalam pembukuan penjual / bank sebagai penjual adalah
sebagai berikut.
a) Pada saat bank syariah menerima modal salam dari pembeli akhir, bank akan
mencatat dalam jurnalnya sebagai berikut:
Tgl Kas Rp. xx -
Kewajiban salam - Rp.xx
Memahami Akuntansi Syariah di Indonesia Juni 2010
Copyright©2009 dilindungi oleh Undang-Undang www. ebookakuntansisyariah.com Page 174
b) Pada saat bank memesan barang dan membayarnya kepada penjual:
Tgl Piutang salam Rp. xx -
Kas - Rp.xx
c) Pada saat bank menerima barang pesanan dari supplier:
Tgl Persediaan barang salam Rp. xx -
Pihutang salam - Rp.xx
d) Apabila biaya barang pesanan tidak sama dengan jumlah kas yang dibayarkan
bank kepada supplier maka bank akan mencatat pada saat penyerahan barang
kepada nasabah pembeli sebagai berikut:
Tgl Utang salam Rp. xx -
Persediaan barang salam - Rp.xx
Keuntungan salam Rp xx
Jurnal ini dibuat apabila biaya barang yang dipesan lebih kecil daripada
jumlah yang dibayar nasabah, sedangkan apabila biaya barang lebih besar dari
jumlah yang dibayar nasabah maka bank akan mencatat sebagai berikut:
Tgl Hutang salam Rp. xx -
Kerugian salam Rp. xx -
Persediaan barang salam - Rp.xx
III. PENYAJIAN DALAM LAPORAN KEUANGAN
Bagaimana penjual dan pembeli menyajikan transaksi salam dalam laporan keuangan,
dalam neraca, PSAK 103 (2007) telah mengaturnya berikut ini.
1. Pembeli menyajikan modal usaha salam yang diberikan sebagai piutang
salam.
2. Piutang yang harus dilunasi oleh penjual karena tidak dapat memenuhi
kewajibannya dalam transaksi salam disajikan secara terpisah dari piutang
salam.
3. Penjual menyajikan modal usaha salam yang diterima sebagai kewajiban
salam. (paragrap 20-22, PSAK 103,2007).
Memahami Akuntansi Syariah di Indonesia Juni 2010
Copyright©2009 dilindungi oleh Undang-Undang www. ebookakuntansisyariah.com Page 175
Berikut ini diberikan gambaran neraca bagi bank syariah yang melaksanakan
akad salam parallel per 31 Desember 2008
Bank Syariah ABC
NERACA
Per 31 Desember 2008
Aktiva (Rp jutaan) Passiva
Kas 200 … …
… … Kewajiban
salam
700
Piutang salam 500
Persediaan
barang salam
200
Penyisihan
penurunan
nilai barang
salam
(20)
Nilai bersih
yang dapat
direalisasikan
180
… …
Keterangan:
1. Piutang salam 500, adalah piutang salam bank syariah kepada penjual
yang barang salamnya belum diterima oleh bank syariah sampai tanggal
neraca disusun.
2. Persediaan barang salam 200, merupakan barang salam yang sudah
diterima oleh bank syariah tetapi belum diserahkan kepada pembeli akhir.
Persediaan barang salam pada akhir tahun dinilai sebesar harga perolehan
atau nilai bersih yang dapat direalisasikan, mana yang lebih rendah
diantara keduanya. Karena ada kerugian penurunan nilai sebesar 20, maka
nilai bersih yang dapat direalisasikan adalah 180.
3. Kewajiban salam 700, merupakan modal usaha salam yang diterima dari
pembeli akhir dalam salam parallel, dimana bank syariah / penjual belum
menyerahkan barang salam kepada pembeli akhir. Dalam contoh di atas,
kewajiban salam 700 terdiri dari kewajiban salam yang terdiri dari akad
salam 500 yang belum diserahkan barangnya dan kewajiban salam 200
yang sudah ada barangnya (di neraca persediaan barang salam 200) tetapi
belum diserahkan ke pembeli akhir.
Memahami Akuntansi Syariah di Indonesia Juni 2010
Copyright©2009 dilindungi oleh Undang-Undang www. ebookakuntansisyariah.com Page 176
IV. PENGUNGKAPAN
Penjual dan pembeli dalam transaksi salam dianjurkan mengungkapkan oleh PSAK
103 (2007) sebagai berikut:
1. Pembeli dalam transaksi salam mengungkapkan:
(a) Besarnya modal usaha salam, baik yang dibiayai sendiri maupun yang
dibiayai secara bersama-sama dengan pihak lain;
(b) Jenis dan kuantitas barang pesanan; dan
(c) Pengungkapan lain sesuai dengan PSAK 101: Penyajian Laporan
Keuangan Syariah.
2. Penjual dalam transaksi salam mengungkapkan:
(a) Piutang salam kepada produsen (dalam salam parallel) yang mempunyai
hubungan istimewa;
(b) Jenis dan kuantitas barang pesanan; dan
(c) Pengungkapan lain sesuai dengan PSAK 101: Penyajian Laporan
Keuangan Syariah. (paragrap 23-24, PSAK 103,2007).
V. ILUSTRASI TRANSAKSI SALAM PARALEL
Contoh:
Pada tanggal 1 April 2008, seorang petani Bapak Umar datang ke bank syariah untuk
mendapatkan pembiayaan. Dia memiliki sawah 2 hektar yang biasa ditanami padi.
Dia mengajukan dana sebesar Rp10.000.000,00 untuk membiayai persiapan tanam
bibit padi rojolele, pemeliharan, dan sebagainya. Perkiraan, hasil padi dari dua hektar
sawah tadi adalah 6 ton beras sudah digiling kualitas no. 1, bila dijual per kilonya Rp
4.000,00. Dia akan menyerahkan beras setelah 3 bulan kemudian, yaitu setelah
panen. Dalam hal ini bank akan memberikan pendanaan dengan akad as-salam. Akad
Memahami Akuntansi Syariah di Indonesia Juni 2010
Copyright©2009 dilindungi oleh Undang-Undang www. ebookakuntansisyariah.com Page 177
salam dengan bapak Umar ditandatangani pada 3 April 2008. Setelah itu, pada 4
April 2008 bank syariah membuat akad salam paralel dengan Bulog. Dengan
kesepakatan harga beras yang dijual bank ke Bulog adalah Rp 4.400,- per kg. Bank
syariah menyerahkan modal usaha salam kepada bapak Umar pada 5 April 2008
sebesar Rp 10.000.000,--.
Bagaimana perhitungannya dan pencatatannya? ( oleh Bank Syariah dan Tuan Umar)
Jawab:
Bank akan mendapatkan beras sebanyak = Rp10.000.000,00 / Rp4.000,00 = 2.500 kg.
Beras tersebut dapat dijual kepada pembeli berikutnya, misalnya, Bulog dengan harga
Rp 4.400,00 sehingga total pendapatan dari penjualan beras tersebut adalah = 2.500 X
Rp 4.400,00 = Rp11.000.000,00.- Jadi, keuntungannya adalah = Rp11.000.000,00 -
Rp 10.000.000,00 = Rp 1.000.000,00.-
1. Jurnal yang dibuat oleh bank syariah (akad salam paralel). Bank syariah
sebagai pembeli sekaligus sebagai penjual.
1). Pada 4 April 2008, bank syariah menerima kas dari Bulog:
Tgl
4 April
2008
Kas
Hutang salam
Rp. 11.000.000,-
-
-
Rp 11.000.000
2). Saat bank syariah membayar pembiayaan kepada Petani Bapak Umar (5 April
2008):
Tgl
5 April
2008
Piutang salam
K a s
Rp. 10.000.000,-
-
-
Rp 10.000.000
3). Pada saat bank syariah menerima barang beras Rojolele 2.500 Kg dengan harga
Rp 4.000,00 per kg, total Rp 10.000.000,--(misalkan, pada tanggal 7 Jjuli 2008):
Memahami Akuntansi Syariah di Indonesia Juni 2010
Copyright©2009 dilindungi oleh Undang-Undang www. ebookakuntansisyariah.com Page 178
Tgl
7 Juli 2008
Persediaan barang
salam
Piutang salam
Rp. 10.000.000,-
-
-
Rp 10.000.000
4). Pada saat penjualan / penyerahan kepada Bulog dengan harga Rp. 4.400 per Kg.
Total penjualan = Rp11. 000.000,00, misalkan, diserahkan pada 7 Juli 2008,
maka jurnalnya adalah sebagai berikut:
Tgl
7 Juli 2008
Utang salam
Persediaan Barang
salam
Keuntungan salam
Rp. 11.000.000,--
-
-
-
Rp 10.000.000,--
Rp. 1.000.000,--
2. Penyajian di laporan keuangan Bank Syariah
a. Laporan laba rugi
Dari transaksi salam tersebut maka laporan laba rugi bank syariah akan
melaporkan keuntungan salam sebesar Rp1. 000.000,00.-
b. Neraca
Dengan selesainya pencatatan transaksi salam maka neraca bank syariah akan
terpengaruh seperti dalam persamaan neraca, sebagai berikut:
AKTIVA = KEWAJIBAN + EKUITAS
1. Kas = - 10 juta
+ 11 juta
2.Piutang
salam + 10 juta
- 10 juta
0
3.Barang dagangan
salam + 10 juta
- 10 juta
0
4.Keuntungan
salam 0
Saldo + 1 juta
= + 11 juta
= 0
= - 11 juta
= 0
+ 0
+ 0
+ 0
+ 1 juta
Memahami Akuntansi Syariah di Indonesia Juni 2010
Copyright©2009 dilindungi oleh Undang-Undang www. ebookakuntansisyariah.com Page 179
Berdasarkan data persamaan akuntansi di atas maka Kas bank syariah akan
bertambah Rp 1.000.000,-- yang disebabkan oleh adanya Keuntungan salam sebesar
Rp 1.000.000,-. Jadi, aktiva / asset Rp 1.000.000,- = Ekuitas Rp 1.000.000,-. Ekuitas
bertambah Rp 1.000.000,- berasal dari tambahan Keuntungan salam Rp 1.000.000,--.
3. Jurnal yang dibuat oleh Tuan Umar (akad salam paralel). Tuan Umar
sebagai penjual.
1). Pada 5April 2008, Tuan Umar menerima kas dari Bank Syariah.
Tgl
4 April
2008
Kas
Hutang salam
Rp. 10.000.000,-
-
-
Rp 10.000.000
2). Pada saat Tuan Umar menyerahkan barang beras Rojolele 2.500 Kg dengan
harga Rp 4.000,00 per kg, total Rp 10.000.000,--(misalkan, pada tanggal 7 Juli
2008):
Tgl
7 Juli 2008
Utang salam
Persediaan Barang
salam
Keuntungan salam
Rp. 10.000.000,-
-
-
-
-
Rp 9.000.000,--
Rp. 1.000.000,--
Misal, harga pokok Persediaan Barang Salam ( Beras ) = Rp 9.000.000,--
===$$$===
Memahami Akuntansi Syariah di Indonesia Juni 2010
Copyright©2009 dilindungi oleh Undang-Undang www. ebookakuntansisyariah.com Page 180
SOAL-SOAL
Soal 1
a) Jelaskan perbedaan as-salam dan salam paralel!
b) Dalam hal bank syariah sebagai pembeli, kapankah piutang salam diakui?
c) Bagaimanakah pengukuran modal usaha salam?
d) Bagaimanakah mengukur nilai wajar aktiva non-kas yang dialihkan kepada
penjual?
e) Apabila barang pesanan salam nilai pasarnya lebih rendah daripada nilai akad,
bagaimanakah bank syariah akan memperlakukan selisih nilai tersebut? Berikan
contoh dan buat jurnalnya!
f) Apabila barang pesanan salam nilai pasarnya lebih tinggi daripada nilai akad,
bagaimanakah bank syariah akan memperlakukan selisih nilai tersebut? Berikan
contoh dan buat jurnalnya!
g) Bagaimanakah bank syariah harus menyajikan modal usaha salam pada laporan
keuangan akhir tahun?
h) Bagaimanakah perlakuan akuntansinya, apabila penjual tidak dapat memenuhi
kewajibannya dalam transaksi salam? Berikan contohnya dan buat jurnalnya!
Soal 2
Pada tanggal 1 Nopember 2008, seorang petani Bapak Ardhiansyah datang ke bank
syariah untuk mendapatkan pembiayaan. Dia memiliki sawah 4 hektar, yang biasa
ditanami padi. Dia mengajukan dana sebesar Rp20.000.000,00 untuk membiayai
persiapan tanam, bibit padi Cianjur Kepala, pemeliharan, dan sebagainya. Perkiraan
hasil padi dari 4 hektar sawah tadi adalah 12 ton beras sudah digiling, bila dijual per
kilonya Rp5.000,00.- Dia akan menyerahkan beras setelah 3 bulan kemudian, yaitu
setelah panen. Dalam hal ini, bank akan memberikan pendanaan dengan akad as-
salam. Kemudian bank syariah mengadakan akad salam paralel dengan Bulog,
dimana harga jual ke bulog adalah Rp 5.500,-. Tanggal-tanggal penting: 3 Nopember
2008 bank syariah mengikat akad salam dengan bapak Ardhiansyah; tanggal 4
Nopember 2008 bank syariah mengikat akad salam paralel dengan Bulog; tanggal 5
bank syariah menyerahkan modal usaha salam kepada bapak Ardhiansyah; tanggal 5
Memahami Akuntansi Syariah di Indonesia Juni 2010
Copyright©2009 dilindungi oleh Undang-Undang www. ebookakuntansisyariah.com Page 181
Februari 2009 bapak Ardhiansyah menyerahkan beras kepada bank syariah; dan
tanggal 6 Februari 2009 bank syariah menyerahkan beras kepada bulog.
Pertanyaan:
1. Bagaimana perhitungannya dan pencatatannya sampai bank menjual beras kepada
Bulog, per kg = Rp5.500,00 pada tanggal 6 Februari 2009?
2. Jika kualitas barang yang diterima bank lebih rendah dan nilai pasar lebih
rendah Rp 200,00; bagaimana pencatatannya sesuai dengan PSAK 103, 2007?
(bulog juga mau menerima penurunan nilai Rp 200,- per kg).
3. Jika Kualitas beras lebih rendah dan harga pasar lebih rendah dari harga akad :
a) Bank menolak, akad batal, piutang dan utang salam diubah menjadi piutang
kepada penjual dan utang kepada pembeli akhir (bulog). Bagaimanakah
pencatatannya?
b) Bank menolak barang tersebut, dan Bank menerima barang jaminan dari penjual.
Barang jaminan kemudian dijual laku:
a.Rp 15.000.000,--. bagaimana pencatatannya?
b.Rp 25.000.000,--, bagaimana pencatatannya?
c) Bank dan Bulog menerima barang senilai jumlah di akad, tetapi kuantitas
menyesuaikan harga pasar yang lebih rendah tsb.; Bagaimanakah
pencatataannya?
=== alhamdulillahi rabbil ‟alamiini ==
Memahami Akuntansi Syariah di Indonesia Juni 2010
Copyright©2009 dilindungi oleh Undang-Undang www. ebookakuntansisyariah.com Page 182
BAB VIII
AKUNTANSI UNTUK ISTISHNA‟
1. Karakteristik Seperti telah dijelaskan pada bab akad, istishna mempunyai karakteristik yang
hampir sama dengan salam. Istishna adalah akad jual beli antara pembeli (al-
mustashni) dan as shani (produsen yang juga sebagai penjual). Berdasarkan akad
tersebut, pembeli menugasi produsen untuk menyediakan barang pesanan (al-
mashnu) sesuai spesifikasi yang disyaratkan pembeli dan penjualnya dengan harga
yang disepakati. Cara pembayaran dapat berupa pembayaran dimuka, cicilan, atau
ditangguhkan sampai jangka waktu tertentu. Ketentuan harga barang pesanan tidak
dapat berubah selama jangka waktu akad.
Bank dapat bertindak sebagai pembeli atau penjual dalam suatu transaksi istishna.
Jika bank bertindak sebagai penjual kemudian memesan kepada pihak lain (sub
kontraktor) untuk menyediakan barang pesanan dengan cara istishna maka hal ini
disebut istishna pararel.
Istishna paralel dapat dilakukan dengan syarat sebagai berikut.
a) Akad kedua antara entitas syariah / pembeli (misal,bank syariah) dan sub
kontraktor terpisah dari akad pertama antara penjual (bank syariah) dan pembeli
akhir.
b) Akad kedua dilakukan setelah akad pertama sah.
Pembeli mempunyai hak untuk memperoleh jaminan dari produsen/ penjual atas
a) jumlah yang telah dibayarkan, dan
b) penyerahan barang pesanan sesuai dengan spesifikasi dan tepat waktu.
Produsen/penjual mempunyai hak untuk mendapatkan jaminan bahwa harga yang
disepakati akan dibayar tepat waktu. Perpindahan kepemilikan barang pesanan dari
produsen/penjual ke pembeli dilakukan pada saat penyerahan sebesar jumlah yang
disepakati.
Memahami Akuntansi Syariah di Indonesia Juni 2010
Copyright©2009 dilindungi oleh Undang-Undang www. ebookakuntansisyariah.com Page 183
2. Pengakuan dan Pengukuran Istishna
2.1 Akuntansi untuk Penjual
a. Penyatuan dan Segmentasi Akad
PSAK 104 (2007) paragraf 14-16 telah mengatur tentang penyatuan dan segmentasi
akad istishna‟. Yang dimaksud dengan penyatuan akad di sini adalah suatu
kelompok akad istishna‟ dengan satu atau beberapa pembeli, maka hal tersebut
disebut dengan penyatuan akad / satu akad dengan syarat tertentu. Sedangkan
segementasi akad adalah suatu akad istishna‟ yang mencakup sejumlah aset, maka
akadnya dipisah antara aset yang satu dengan lainnya dengan syarat tertentu.
Pengaturan segementasi akad dijelaskan pada paragraf 14 berikut. Bila suatu akad
istishna‟ mencakup sejumlah aset, pengakuan dari setiap aset diperlakukan
sebagai suatu akad yang terpisah jika:
a) proposal terpisah telah diajukan untuk setiap aset;
b) setiap aset telah dinegosiasikan secara terpisah, dimana penjual dan
pembeli dapat menerima atau menolak bagian akad yang berhubungan
dengan masing-masing aset tersebut; dan
c) biaya dan pendapatan masing-masing aset dapat diidentifikasikan.(par.14).
Sedangkan penyatuan akad, paragraf 15 mengaturnya seperti berikut. Suatu
kelompok akad istishna‟, dengan satu atau beberapa pembeli, harus
diperlakukan sebagai satu akad istishna‟ jika:
a) kelompok akad tersebut dinegosiasikan sebagai satu paket;
b) akad tersebut berhubungan erat sekali, sebetulnya akad tersebut
merupakan bagian dari akad tunggal dengan suatu margin keuntungan;
dan
c) akad tersebut dilakukan secara serentak atau secara berkesinambungan.
(par.15).
Jika ada pemesanan aset tambahan dengan akad istishna‟ terpisah, maka tambahan
aset tersebut diperlakukan sebagai akad terpisah jika:
a) aset tambahan berbeda secara signifikan dengan aset dalam akad istishna‘
awal dalam desain, teknologi atau fungsi; atau
Memahami Akuntansi Syariah di Indonesia Juni 2010
Copyright©2009 dilindungi oleh Undang-Undang www. ebookakuntansisyariah.com Page 184
b) harga aset tambahan dinegosiasikan tanpa terkait harga akad istishna‘
awal.(par.16).
b. Biaya Perolehan Istishna‟
PSAK 104, par.25-30 (2007) telah mengatur pengakuan dan pengukuran biaya
istishna‟ seperti berikut. Biaya perolehan istishna‟ terdiri dari:
a) biaya langsung yaitu bahan baku dan tenaga kerja langsung untuk membuat
barang pesanan; dan
b) biaya tidak langsung adalah biaya overhead, termasuk biaya akad dan
praakad.
Biaya praakad diakui sebagai beban tangguhan dan diperhitungkan sebagai biaya
istishna‟ jika akad disepakati. Namun jika akad tidak disepakati, maka biaya
tersebut dibebankan pada periode berjalan.
Jurnal yang dibuat entitas syariah untuk biaya praakad adalah:
Tgl Biaya praakad tangguhan Rp. xx -
Kas - Rp.xx
Jika akad istishna disepakati, maka entitas syariah akan membuat jurnal seperti
berikut:
Tgl Aset istishna‟ dalam
penyelesaian
Rp. xx -
Beban praakad tangguhan - Rp.xx
Jika akad istishna‟ tidak disepakati, maka jurnal untuk biaya praakad akan
dijurnal sebagai berikut:
Tgl Beban lain-lain Rp. xx -
Beban praakad tangguhan - Rp.xx
Biaya perolehan istishna‟ yang terjadi selama periode laporan keuangan, diakui
sebagai aset isitishna‟ dalam penyelesaian pada saat terjadinya. Sedangkan,
Memahami Akuntansi Syariah di Indonesia Juni 2010
Copyright©2009 dilindungi oleh Undang-Undang www. ebookakuntansisyariah.com Page 185
beban umum dan administrasi, beban penjualan, serta biaya riset dan
pengembangan tidak termasuk dalam biaya istishna‘.(par.25-28).
Jurnal yang dibuat oleh entitas produsen untuk mencatat biaya perolehan istishna‟
adalah seperti beriktu:
Tgl Aset istishna‟ dalam penyelesaian Rp. xx -
Kas / rekening suplier / bahan,
dsb
- Rp.xx
c. Biaya Perolehan Istishna‟ Paralel
Pada akad istishna‘ paralel, PSAK 104, par.29-30 (2007) telah mengatur pengakuan
dan pengukuran biaya perolehan istishna‟ paralel sebagai berikut. Biaya istishna‟
paralel terdiri dari:
a) biaya perolehan barang pesanan sebesar tagihan produsen atau kontraktor
kepada entitas;
b) biaya tidak langsung adalah biaya overhead, termasuk biaya akad dan
praakad; dan
c) semua biaya akibat produsen atau kontraktor tidak dapat memenuhi
kewajibannya, jika ada.
Biaya perolehan istishna‟ paralel diakui sebagai aset istishna‟ dalam
penyelesaian pada saat diterimanya tagihan dari produsen atau kontraktor sebesar
jumlah tagihan.
Jurnal yang dibuat oleh entitas syariah adalah:
Tgl Aset istishna dalam penyelesaian Rp. xx -
Rekening kontraktor/ kas - Rp.xx
d. Pendapatan Istishna‟ dan Istishna‟ Paralel
Pengakuan pendapatan istishna‟ dan istishna‟ paralel diatur dalam PSAK 104 par.17-
24 (2007), dengan penjelasan seperti berikut.
Pendapatan istishna‟ diakui dengan menggunakan metode prosentase
penyelesaian atau metode akad selesai. Akad adalah selesai jika proses pembuatan
barang pesanan selesai dan diserahkan kepada pembeli.(par.17).
Jika metode prosentase penyelesaian digunakan, maka:
Memahami Akuntansi Syariah di Indonesia Juni 2010
Copyright©2009 dilindungi oleh Undang-Undang www. ebookakuntansisyariah.com Page 186
a) bagian nilai akad yang sebanding dengan pekerjaan yang telah diselesaikan
dalam periode tersebut diakui sebagai pendapatan istishna‟ pada periode
yang bersangkutan. Penjelasannya seperti berikut: misal, bila pekerjaan yang
telah diselesaikan pada tahun 1 adalah 60%, nilai akad = Rp 500 juta,-, maka
pendapatan istishna‟ yang diakui adalah 60% X Rp 500 juta,-=Rp 300 juta,-.
b) bagian margin keuntungan istishna‘ yang diakui selama periode pelaporan
ditambahkan kepada aset istishna‘ dalam penyelesaian; dan
c) pada akhir periode harga pokok istishna‘ diakui sebesar biaya istishna‘ yang
telah dikeluarkan sampai dengan periode tersebut.(par.18). Penjelasan:
misal, pada tahun 1 biaya istisha‟ yang telah dikeluarkan adalah Rp 200 juta,-
maka keuntungan yang diakui = Rp 300 juta,- - Rp 200 juta,- = Rp 100 juta,--
, yang akan ditambahkan ke rekening ‗aset istishna‟ dalam penyelesaian‘.
Entitas syariah akan membuat jurnal untuk mengakui pendapatan sebagai
berikut: (berdasar contoh di atas)
Tgl Harga Pokok Istishna Rp. 200 juta -
Aset istishna dalam
penyelesaian
Rp 100 juta
--
Pendapatan istishna - Rp. 300 juta
Jika estimasi persentase penyelesaian akad dan biaya untuk penyelesaiannya tidak
dapat ditentukan secara rasional pada akhir periode laporan keuangan, maka
digunakan metode akad selesai dengan ketentuan sebagai berikut:
a) tidak ada pendapatan istishna‘ yang diakui sampai dengan pekerjaan tersebut
selesai;
b) tidak ada harga pokok istishna‘ yang diakui sampai dengan pekerjaan
tersebut selesai;
c) tidak ada bagian keuntungan yang diakui dalam istishna‘ dalam penyelesaian
sampai dengan pekerjaan tersebut selesai; dan
d) pengakuan pendapatan istishna‘, harga pokok istishna‘, dan keuntungan
dilakukan hanya pada saat penyelesaian pekerjaan.(par.19). Misal, nilai akad
istishna‘ = Rp 500 juta,-, harga pokok istishna‘ Rp 400 juta,- maka pada saat
pekerjaan selesai akan diakui ‗pendapatan istishna‟ sebesar Rp 500 juta.- -
Rp 400 juta,- = Rp 100 juta,--.
Memahami Akuntansi Syariah di Indonesia Juni 2010
Copyright©2009 dilindungi oleh Undang-Undang www. ebookakuntansisyariah.com Page 187
Jurnal yang dibuat oleh entitas syariah adalah seperti berikut:
Pada saat entitas syariah menerima aset istishna‟ dari kontraktor, maka jurnal
yang dibuat adalah:
Tgl Aset Istishna Rp. 400jt -
Aset istishna dalam
penyelesaian
-
Rp.400 jt
Pada saat entitas syariah menyerahkan aset istishna‟ maka akan dibuat jurnal
( bila pembeli akhir membayar aset istishna‟ secara bertermin selama masa
produksi):
Pada saat entitas syariah menagih pertama ke pembeli akhir maka jurnalnya:
misal,
Tgl Piutang Istishna Rp. 300 jt -
Termin istishna‟ - Rp.300 jt
Pada saat entitas syariah menagih ke dua ke pembeli akhir maka jurnalnya:
misal,
Tgl Piutang Istishna Rp. 200 jt -
Termin istishna‟ - Rp.200 jt
Pada saat entitas syariah menerima kas pertama dari pembeli akhir maka
dibuat jurnal:
Tgl K a s Rp. 300 jt -
Piutang istishna - Rp.300 jt
Pada saat entitas syariah menerima kas ke dua dari pembeli akhir maka dibuat
jurnal:
Tgl K a s Rp. 200 jt -
Piutang istishna - Rp.200 jt
Pada saat entitas syariah menyerahkan aset istishna‟ kepada pembeli akhir
akan dibuat jurnal sebagai berikut:
Tgl Termin Istishna Rp. 500 jt -
Aset istishna - Rp.400 jt
Pendapatan istishna - Rp. 100 jt
Memahami Akuntansi Syariah di Indonesia Juni 2010
Copyright©2009 dilindungi oleh Undang-Undang www. ebookakuntansisyariah.com Page 188
Ilustrasi dalam transaksi / akad istishna‟ paralel
PT. MAJU mengikat akad istishna dengan bank syariah Sejahtera pada 1 Mei 2007
untuk memperoleh sebuah rumah kantor dengan nilai akad Rp 500 juta,-. Kemudian,
pada 2 Mei 2007 bank syariah Sejahtera mengikat akad istishna‟ paralel dengan
kontraktor untuk membangun rukan yang dibutuhkan oleh PT MAJU tersebut. Biaya
pembuatan rukan yang disepakati dengan kontraktor adalah Rp 400 juta,--. Biaya
praakad ditanggung bank syariah sebesar Rp 1.000.000,--. Rukan diselesaikan selama
1,5 tahun yaitu tahun 2007 dan 2008. Berikut data selengkapnya terkait dengan akad
istishna‟ paralel tersebut.
No. Keterangan 2007 Rp 2008 Rp
1 Kontraktor menagih kepada bank
syariah
100 juta 300 juta
2 Bank syariah membayar tagihan
kepada kontraktor
90 juta 310 juta
3 Bank syariah menagih kepada
pembeli akhir PT MAJU
200 juta 300 juta
4 PT MAJU membayar tagihan
kepada bank syariah
150 juta 350 juta
5 Kontraktor menyerahkan aset
istishna‘ kepada bank syariah
400 juta
6 Bank syariah menyerahkan aset
istishna‘ kepada pembeli akhir
PT MAJU
500 juta ( nilai
kontrak)
Buatlah jurnal yang diperlukan dan Neraca, Rugi laba pada tahun 2007, bila
menggunakan metode:
a) prosentase penyelesaian;
b) akad selesai.
JAWAB:
a) Metode Prosentase Penyelesaian.
1. Jurnal yang dibuat oleh bank syariah Sejahtera adalah sebagai berikut:
Memahami Akuntansi Syariah di Indonesia Juni 2010
Copyright©2009 dilindungi oleh Undang-Undang www. ebookakuntansisyariah.com Page 189
2007 2008
(dalam jutaan rupiah) Debit Kredit Debit Kredit
Tgl. Biaya praakad tangguhan
Kas
(mencatat biaya praakad)
1
1
-
-
Aset istishna‟ dalam
penyelesaian
Biaya praakad tangguhan
(mengakui biaya praakad
sebagai biaya aset istishna,
karena akad disepakati oleh
PT MAJU dan bank syariah)
1
1
-
-
Aset istishna‟ dalam
penyelesaian
Utang Istishna‟-
kontraktor
(mencatat penagihan dari
kontraktor)
100
100
300
300
Utang istishna‟-kontraktor
Kas
(mencatat pembayaran utang
istishna‘ kepada kontraktor)
90
90
310
310
Piutang istishna‟-PT MAJU
Termin istishna‟
(mencatat tagihan kepada
pembeli akhir PT MAJU)
200
200
300
300
K a s
Piutang Istishna‟
(mencatat penerimaan kas
atas tagihan termin kepada
pembeli akhir PT MAJU)
150
150
350
350
Harga pokok istishna‟
Aset istishna‟ dalam
penyelesaian
Pendapatan istishna‟
( mencatat pengakuan
pendapatan sesuai dengan %
penyelesaian*)
101
24
125
300
75
375
Aset istishna‟
Aset istishna‟ dalam
penyelesaian
(mencatat penerimaan aset
istishna‟ rukan dari
kontraktor)
401
401
Termin istishna‟
Aset istishna‟
500
401
Memahami Akuntansi Syariah di Indonesia Juni 2010
Copyright©2009 dilindungi oleh Undang-Undang www. ebookakuntansisyariah.com Page 190
Aset istishna‟ dalam
penyelesaian
( mencatat penyerahan aset
istishna‘ kepada pembeli
akhir PT MAJU)
99
* perhitungan % penyelesaian:
Tahun 2007= (Rp 100 jt / Rp 400 jt) X Rp 500 juta,-=Rp 125 juta,-
Tahun 2008= (Rp 300 jt / Rp 400 jt) X Rp 500 juta,-=Rp 375 juta,-
2. Neraca Bank Syariah Sejahtera per 31 Desember 2007 (dalam jutaan rupiah)
Bank Syariah Sejahtera
NERACA
Per 31 Desember 2007
Kas ...
Piutang istishna‟ 50 Utang isitishna‟ 10
Aset istishna‟ dalam
penyelesaian
125
Termin istishna‟ (200)
Keterangan :
Piutang istishna‘= 200 -150 = 50
Aset istishna‟ dalam penyelesaian= 1 + 100 + 24 = 125
Utang istishna‟ = 100 – 90 = 10
Termin istishna‘ = 200 ( sebagai contra account terhadap Aset istishna‟ dalam
penyelesaian dan piutang istishna‟)
3. Rugi / Laba tahun 2007:
Pendaptan istishna‟ =125
Harga pokok istishna‟ =101 (-)
Laba kotor istishna‟ = 24
b. Metode Akad / Kontrak Selesai:
1. Jurnal yang dibuat oleh bank syariah Sejahtera adalah sebagai berikut:
Memahami Akuntansi Syariah di Indonesia Juni 2010
Copyright©2009 dilindungi oleh Undang-Undang www. ebookakuntansisyariah.com Page 191
2007 2008
(dalam jutaan rupiah) Debit Kredit Debit Kredit
Tgl. Biaya praakad tangguhan
Kas
(mencatat biaya praakad)
1
1
-
-
Aset istishna‟ dalam
penyelesaian
Biaya praakad
(mengakui biaya praakad
sebagai biaya aset istishna,
karena akad disepakati oleh
PT MAJU dan bank syariah)
1
1
-
-
Aset istishna‟ dalam
penyelesaian
Utang Istishna‟-
kontraktor
(mencatat penagihan dari
kontraktor)
100
100
300
300
Utang istishna‟-kontraktor
Kas
(mencatat pembayaran utang
istishna‟ kepada kontraktor)
90
90
310
310
Piutang istishna‟-PT MAJU
Termin istishna‟
(mencatat tagihan kepada
pembeli akhir PT MAJU)
200
200
300
300
K a s
Piutang Istishna‟
(mencatat penerimaan kas
atas tagihan termin kepada
pembeli akhir PT MAJU)
150
150
350
350
Aset istishna‟
Aset istishna‟ dalam
penyelesaian
(mencatat penerimaan aset
istishna‟ rukan dari
kontraktor)
401
401
Termin istishna‟
Aset istishna‟
Pendapatan isitishna‟
( mencatat penyerahan aset
istishna‟ kepada pembeli
akhir PT MAJU)
500
401
99
2. Neraca Bank Syariah Sejahtera per 31 Desember 2007 (dalam jutaan rupiah)
Memahami Akuntansi Syariah di Indonesia Juni 2010
Copyright©2009 dilindungi oleh Undang-Undang www. ebookakuntansisyariah.com Page 192
Bank Syariah Sejahtera
NERACA
Per 31 Desember 2007
... ...
Piutang istishna‟ 50 Utang isitishna‟ 10
Aset istishna‟ dalam
penyelesaian
101
Termin istishna‟ (200)
Keterangan :
Piutang istishna‟= 200 -150 = 50
Aset istishna‟ dalam penyelesaian= 1 + 100 = 101
Utang istishna‟ = 100 – 90 = 10
Termin isishna‘ = (200) sebagai contra account terhadap Aset istishna‟ dalam
penyelesaian dan Piutang istishna‟.
3. Rugi / Laba tahun 2007:
Pendaptan istishna‘ =0
Harga pokok istishna‘ =0 (-)
Laba kotor istishna‟ = 0
Menurut metode akad selesai, pengakuan pendapatan, harga pokok, dan keuntungan
pada saat aset istishna‟ selesai diproduksi. Jadi di tahun 2007 tidak ada pengakuan
pendapatan dan keuntungan.
e. Istishna‟ dengan Pembayaran Tangguh
Istishna‘ dengan dengan pembayaran tangguh diatur dalam PSAK 104, par. 20-24
(2007). Secara lengkapnya dapat dijelaskan pada uraian di bawah ini.
Jika menggunakan metode prosentase penyelesaian dan proses pelunasan
dilakukan dalam lebih dari satu tahun setelah penyerahan barang pesanan,
maka pengakuan pendapatan dibagi menjadi dua bagian, yaitu:
a) margin keuntungan pembuatan barang pesanan yang dihitung apabila
istishna‘ dilakukan secara tunai, diakui sesuai prosentase penyelesaian; dan
b) selisih antara nilai akad dan nilai tunai pada saat penyerahan diakui selama
periode pelunasan secara proposional sesuai dengan jumlah pembayaran.
Memahami Akuntansi Syariah di Indonesia Juni 2010
Copyright©2009 dilindungi oleh Undang-Undang www. ebookakuntansisyariah.com Page 193
Proposional yang dimaksud sesuai dengan paragraf 24-25 PSAK 102:
Akuntansi Murabahah.
Hubungan antar biaya perolehan, nilai tunai, dan nilai akad diuraikan dalam contoh di
bawah ini:
Biaya perolehan (biaya produksi) Rp 1.000,-
Margin keuntungan pembuatan barang pesanan Rp 200,-
Nilai tunai pada saat penyerahan barang pesanan Rp 1.200,-
Nilai akad untuk pembayaran secara angsuran selama tiga
tahun
Rp 1.600,-
Selisih nilai akad dan nilai tunai yang diakui selama tiga
tahun
Rp 400,-
Jika menggunakan metode akad selesai dan proses pelunasan dilakukan dalam
periode lebih dari satu tahun setelah penyerahan barang pesanan, maka pengakuan
pendapatan dibagi menjadi dua bagian, yaitu:
a) margin keuntungan pembuatan barang pesanan yang dihitung apabila
istishna‘ dilakukan secara tunai, diakui pada saat penyerahan barang
pesanan; dan
b) selisih antara nilai akad dan nilai tunai pada saat penyerahan diakui selama
periode pelunasan Proposional yang dimaksud secara proposional sesuai
dengan jumlah pembayaran. sesuai dengan paragraf 24-25 PSAK 102:
Akuntansi Murabahah.
Tagihan setiap termin kepada pembeli diakui sebagai piutang istishna‘ dan termin
istishna‘ (istishna‟ billing) pada pos lawannya.
Sebagai ilustrasi, kita dapat menggunakan ilustrasi sebelumnya, dengan perubahan
data sebagai berikut:
No. Keterangan 2007 Rp 2008 Rp
1 Kontraktor menagih kepada bank
syariah
100 juta 300 juta
2 Bank syariah membayar tagihan
kepada kontraktor
90 juta 310 juta
3 Kontraktor menyerahkan aset 400 juta
Memahami Akuntansi Syariah di Indonesia Juni 2010
Copyright©2009 dilindungi oleh Undang-Undang www. ebookakuntansisyariah.com Page 194
istishna‟ kepada bank syariah
4 Bank syariah menyerahkan aset
istishna‟ kepada pembeli akhir
PT MAJU
500 juta ( nilai
kontrak)
a) pembayaran oleh PT MAJU dilakukan angsuran 3 tahun setelah penyerahan
barang pesanan.
b) margin istishna‟ selama 3 tahun = 20% X Rp 500 juta,-=Rp 100 juta,--
c) nilai akad untuk pembayaran secara angsuran selama 3 tahun = Rp 500 juta,- + Rp
100 juta,-=Rp 600 juta.
Jurnal yang dibuat oleh Bank Syariah adalah sebagai berikut:
a) Metode Prosentase Penyelesaian.
1. Jurnal yang dibuat oleh bank syariah Sejahtera adalah sebagai berikut:
2007 2008
(dalam jutaan rupiah) Debit Kredit Debit Kredit
Tgl. Biaya praakad tangguhan
Kas
(mencatat biaya praakad)
1
1
-
-
Aset istishna‟ dalam
penyelesaian
Biaya praakad
(mengakui biaya praakad
sebagai biaya aset istishna,
karena akad disepakati oleh
PT MAJU dan bank syariah)
1
1
-
-
Aset istishna‟ dalam
penyelesaian
Utang Istishna‟- kontraktor
(mencatat penagihan dari
kontraktor)
100
100
300
300
Utang istishna‟-kontraktor
Kas
(mencatat pembayaran utang
istishna‟ kepada kontraktor)
90
90
310
310
Harga pokok istishna‟
Aset istishna‟ dalam
101
300
Memahami Akuntansi Syariah di Indonesia Juni 2010
Copyright©2009 dilindungi oleh Undang-Undang www. ebookakuntansisyariah.com Page 195
penyelesaian
Pendapatan istishna‟
( mencatat pengakuan
pendapatan sesuai dengan %
penyelesaian*)
24
125
75
375
Aset istishna‟
Aset istishna‟ dalam
penyelesaian
(mencatat penerimaan aset
istishna‘ rukan dari
kontraktor)
401
401
Piutang istishna‟
Aset istishna‟
Aset istishna‟ dalam
Penyelesaian
Margin istishna‟ tangguhan
( mencatat penyerahan aset
istishna‟ kepada pembeli akhir
PT MAJU dan mencatat
margin istishna‘ tangguhan)
600
401
99
100
Penerimaan pembayaran
angsuran setiap tahun
selama 3 tahun*:
Th. 2009
Sd 2011
K a s
Piutang istishna‟
Margin istishna‟ tangguhan
Pendapatan margin
istishna‟
200
33,33
200
33,33
* perhitungan % penyelesaian:
Tahun 2007= (Rp 100 jt / Rp 400 jt) X Rp 500 juta,-=Rp 125 juta,-
Tahun 2008= (Rp 300 jt / Rp 400 jt) X Rp 500 juta,-=Rp 375 juta,-
Kas = Rp 600 juta / 3 = Rp 200juta,-
Pendapatan margin istishna‟=Rp 100 juta.- / 3 = Rp 33,33 juta,-
2. Neraca Bank Syariah Sejahtera per 31 Desember 2007 (dalam jutaan rupiah)
sebagai berikut:
Memahami Akuntansi Syariah di Indonesia Juni 2010
Copyright©2009 dilindungi oleh Undang-Undang www. ebookakuntansisyariah.com Page 196
Bank Syariah Sejahtera
Neraca
Per 31 Desember 2007
... ...
--- Utang isitishna‟ 10
Aset istishna‟ dalam
penyelesaian
125
Keterangan :
Aset istishna‟ dalam penyelesaian= 1 + 100 + 24 = 125
Utang istishna‟ = 100 – 90 = 10
3. Rugi / Laba tahun 2007:
Pendaptan istishna‟ =125
Harga pokok istishna‟ =101 (-)
Laba kotor istishna‟ = 24 (laba akrual)
b). Metode Akad / Kontrak Selesai:
1. Jurnal yang dibuat oleh bank syariah Sejahtera adalah sebagai berikut:
2007 2008
(dalam jutaan rupiah) Debit Kredit Debit Kredit
Tgl. Biaya praakad tangguhan
Kas
(mencatat biaya praakad)
1
1
-
-
Aset istishna‟ dalam
penyelesaian
Biaya praakad
(mengakui biaya praakad
sebagai biaya aset istishna,
karena akad disepakati oleh
PT MAJU dan bank syariah)
1
1
-
-
Aset istishna‟ dalam
penyelesaian
Utang Istishna‟-
kontraktor
(mencatat penagihan dari
kontraktor)
100
100
300
300
Utang istishna‟-kontraktor
Kas
(mencatat pembayaran utang
istishna‘ kepada kontraktor)
90
90
310
310
Memahami Akuntansi Syariah di Indonesia Juni 2010
Copyright©2009 dilindungi oleh Undang-Undang www. ebookakuntansisyariah.com Page 197
Aset istishna‟
Aset istishna‟ dalam
penyelesaian
(mencatat penerimaan aset
istishna‘ rukan dari
kontraktor)
401
401
Piutang istishna‟
Aset istishna‟
Pendapatan isitishna‟
Margin istishna‟ tangguhan
( mencatat penyerahan aset
istishna‘ kepada pembeli
akhir PT MAJU dan
mencatat margin tangguhan)
600
401
99
100
Penerimaan pembayaran
angsuran setiap tahun
selama 3 tahun*:
K a s
Piutang istishna‟
Margin istishna‟ tangguhan
Pendapatan margin
istishna‘
200
33,33
200
33,33
2. Neraca Bank Syariah Sejahtera per 31 Desember 2007 (dalam jutaan rupiah)
Bank Syariah Sejahtera
Neraca
Per 31 Desember 2007
... ...
-- Utang isitishna‟ 10
Aset istishna‟ dalam
penyelesaian
101
Keterangan :
Aset istishna‟ dalam penyelesaian= 1 + 100 = 101
Utang istishna‟ = 100 – 90 = 10
3. Rugi / Laba tahun 2007:
Pendaptan istishna‟ =0
Harga pokok istishna‟ =0 (-)
Laba kotor istishna‟ = 0
Memahami Akuntansi Syariah di Indonesia Juni 2010
Copyright©2009 dilindungi oleh Undang-Undang www. ebookakuntansisyariah.com Page 198
Menurut metode akad selesai, pengakuan pendapatan, harga pokok, dan keuntungan
pada saat aset istishna‟ selesai diproduksi. Jadi di tahun 2007 tidak ada pengakuan
pendapatan dan keuntungan. Apabila pembeli akhir membayar secara angsuran,
maka setiap pembayaran oleh pembeli akhir, bank syariah akan mengakui pendapatan
margin istishna‟ secara proposional atas margin yang dikenakan setelah harga tunai.
f. Penyelesaian awal
Dalam hal pembeli akhir melakukan pembayaran sebelum tanggal jatuh tempo,
PSAK 104, par.31-32 (2007) telah mengaturnya sebagai berikut:
Jika pembeli akhir melakukan pembayaran sebelum tanggal jatuh tempo dan penjual
memberikan potongan maka potongan tersebut sebagai pengurang pendapatan
istishna‟.
Pengurangan pendapatan istishna akibat penyelesaian awal piutang istishna‟ dapat
diperlakukan sebagai:
(a) potongan secara langsung dan dikurangkan dari piutang istishna pada saat
pembayaran; Jurnal yang akan dibuat adalah:
Tgl Kas Rp. xx -
Pendapatan margin istishna Rp. xx -
Piutang istishna - Rp.xx
(b) penggantian (reimburshed) kepada pembeli sebesar jumlah keuntungan yang
dihapuskan tersebut setelah menerima pembayaran piutang istishna‘ secara
keseluruhan.
Jurnalnya adalah sebagai berikut:
a) penerimaan kas:
Tgl Kas Rp. xx -
Piutang istishna - Rp.xx
b) penyerahan kas kembali kepada pembeli akhir:
Tgl Pendapatan margin Istishna Rp. xx -
Kas - Rp.xx
Memahami Akuntansi Syariah di Indonesia Juni 2010
Copyright©2009 dilindungi oleh Undang-Undang www. ebookakuntansisyariah.com Page 199
g. Perubahan Pesanan dan Klaim Tambahan
PSAK No. 104 (2007) mengatur tentang pengukuran perubahan pesanan dan
klaim tambahan sebagai berikut.
a) Nilai dan biaya akibat perubahan pesanan yang disepakati oleh
penjual dan pembeli ditambahkan kepada pendapatan istishna dan
biaya istishna.
b) Jika kondisi pengenaan setiap tambahan yang dipersyaratkan
dipenuhi maka jumlah biaya setiap tagihan tambahan akan menambah
biaya istishna, sehingga pendapatan istishna akan berkurang sebesar
jumlah penambahan biaya akibat klaim tambahan.
c) Perlakuan akuntansi: a) dan b) juga berlaku pada istishna pararel,
akan tetapi biaya perubahan pesanan dan tagihan tambahan
ditentukan oleh produsen atau kontraktor dan disetujui penjual
berdasarkan akad istishna pararel.
h. Pengakuan Taksiran Rugi
Paragraf 34 dan 35 (PSAK 104,2007) mengatur tentang kemungkinan terjadinya
kerugian istishna‟ bila diperkirakan biaya istishna‘ melebihi pendapatan istishna‘.
Hal tersebut dapat dijelaskan di bawah ini.
a) Jika besar kemungkinan terjadi bahwa total biaya perolehan istishna‟ akan
melebihi pendapatan istishna‟, taksiran kerugian harus segera diakui.
b) Jumlah kerugian semacam itu ditentukan tanpa memperhatikan:
(a) apakah pekerjaan istishna‟ telah dilakukan atau belum;
(b) tahap penyelesaian pembuatan barang pesanan; atau
(c) jumlah laba yang diharapkan dari akad lain yang tidak diperlakukan
sebagai suatu akad tunggal sesuai paragraf 14 PSAK 104 (2007).
2.2 Akuntansi untuk Pembeli
(Bank) sebagai pembeli PSAK No. 104 (2007) telah mengatur pengakuan dan
pengukurannya sebagai berikut.
a) Pembeli mengakui aktiva istishna‟ dalam penyelesaian sebesar jumlah termin
yang ditagih pembeli dan sekaligus mengakhiri utang istishna kepada penjual.
Memahami Akuntansi Syariah di Indonesia Juni 2010
Copyright©2009 dilindungi oleh Undang-Undang www. ebookakuntansisyariah.com Page 200
Dalam hal ini, jurnal yang dibuat bank adalah sebagai berikut:
Tgl Aktiva Istishna dalam
penyelesaian
Rp. xx -
Hutang Istishna - Rp.xx
b) Aset istishna‟ yang diperoleh melalui transaksi istishna‟ dengan pembayaran
tangguh lebih dari satu tahun diakui sebesar biaya perolehan tunai. Selisih
antara harga beli yang disepakati dalam akad istishna‘ tangguh dan biaya
perolehan tunai diakui sebagai beban istishna‘ tangguhan.
Untuk itu, pembeli akan mengakui dengan jurnal sebagai berikut:
Tgl Aktiva Istishna
Beban istishna‟ tangguhan
Rp. xx
Rp xx
-
-
Hutang Istishna - Rp.xx
c) Beban istishna‟ tangguhan diamortisasi secara proposional sesuai dengan porsi
pelunasan hutang istishna‟.
Jurnal yang akan dibuat oleh pembeli untuk mengamortisasi beban istishna‟
tangguhan adalah:
Tgl Beban istishna‟
Beban istishna‟ tangguhan
Rp. xx
-
-
Rp xx
d) Apabila barang pesanan terlambat diserahkan karena kelalaian atau kesalahan
penjual dan mengakibatkan kerugian pembeli, maka kerugian itu dikurangkan
dari garansi penyelesaian proyek yang telah diserahkan penjual. Jika kerugian
tersebut melebihi garansi penyelesaian proyek, maka selisihnya akan diakui
sebagai piutang jatuh tempo kepada penjual dan jika diperlukan dibentuk
penyisihan kerugian piutang.
Untuk masalah ini entitas syariah akan mencatat dengan jurnal sebagai berikut.
1. Apabila kerugian lebih kecil dari garansi penyelesaian proyek
a) pada saat penjual menyerahkan uang garansi kepada pembeli (bank):
Memahami Akuntansi Syariah di Indonesia Juni 2010
Copyright©2009 dilindungi oleh Undang-Undang www. ebookakuntansisyariah.com Page 201
Tgl Kas Rp. xx -
Uang garansi penyelesaian
proyek
- Rp.xx
b) pada saat pembebanan kerugian pembeli (bank):
Tgl Uang garansi penyelesaian
proyek
Rp. xx -
Rekening lain-lain - Rp.xx
2. Apabila kerugian lebih besar dari garansi penyelesaian proyek
a) pada saat penjual menyerahkan uang garansi kepada pembeli (bank):
Tgl Kas Rp. xx -
Uang garansi penyelesaian
proyek
- Rp.xx
b) pada saat pembebanan kerugian pembeli (bank):
Tgl Uang garansi penyelesaian
proyek
Rp. xx -
Piutang jatuh tempo Rp. xx -
Rekening lain-lain - Rp.xx
e) Jika pembeli menolak menerima barang pesanan karena tidak sesuai dengan
spesifikasi dan tidak dapat memperoleh kembali seluruh jumlah uang yang telah
dibayarkan kepada penjual, maka jumlah yang belum diperoleh kembali diakui
sebagai piutang jatuh tempo kepada penjual dan jika diperlukan dibentuk penyisihan
kerugian piutang.
Dalam hal ini pembeli (bank) akan mencatat sebagai berikut.
(a) Pembeli ditagih oleh penjual:
Tgl Aktiva Istishna
Beban istishna‟ tangguhan
Rp. xx
Rp xx
-
-
Hutang Istishna - Rp.xx
(b) pada saat membayar kepada penjual:
Tgl Utang istishna Rp. xx -
Kas - Rp.xx
Memahami Akuntansi Syariah di Indonesia Juni 2010
Copyright©2009 dilindungi oleh Undang-Undang www. ebookakuntansisyariah.com Page 202
(c) pada saat mengakui penarikan kembali atas pembayaran kepada penjual:
Tgl Kas Rp. Xx -
Piutang jatuh tempo Rp xx -
Aset istishna‟ dalam
penyelesaian
Rp xx
f) Jika pembeli (bank) menerima barang pesanan yang tidak sesuai dengan
spesifikasi, maka barang pesanan tersebut diukur dengan nilai yang lebih rendah
antara nilai wajar dan biaya perolehan. Selisih yang terjadi diakui sebagai kerugian
pada periode berjalan.
Dalam hal ini bank akan mencatat sebagai berikut:
Tgl Aset istishna Rp. xx -
Kerugian penurunan nilai aktiva
istishna
Rp. xx -
Aset istishna dalam
penyelesaian
- Rp.xx
Kerugian penurunan nilai aktiva istishna dilaporkan di laporan laba rugi sebagai
beban lain-lain.
g) Dalam istishna paralel, jika pembeli akhir menolak menerima barang pesanan
karena tidak sesuai dengan spesifikasi yang disepakati, maka barang pesanan
diukur dengan nilai yang lebih rendah antara nilai wajar dan harga pokok
istishna. Selisih yang terjadi diakui sebagai kerugian pada periode berjalan.
Dalam hal ini bank akan mencatat sebagai berikut:
Tgl Aset istishna Rp. xx -
Kerugian penurunan aktiva
istishna
Rp. xx -
Aset istishna dalam
penyelesaian
- Rp.xx
3. Penyajian
PSAK 104 (2007) mengatur penyajian istishna‟ dalam laporan keuangan sebagai
berikut.
(1) Penjual menyajikan dalam laporan keuangan hal-hal berikut ini:
Memahami Akuntansi Syariah di Indonesia Juni 2010
Copyright©2009 dilindungi oleh Undang-Undang www. ebookakuntansisyariah.com Page 203
a) Piutang istishna‘ yang berasal dari transaksi istishna‘ sebesar jumlah yang
belum dilunasi oleh pembeli akhir.
b) Termin istishna‘ yang berasal dari transaksi istishna‘ sebesar jumlah tagihan
termin penjual kepada pembeli akhir.
(2) Pembeli menyajikan dalam laporan keuangan hal-hal berikut ini:
a) Hutang istishna‟ sebesar tagihan dari produsen atau kontraktor yang belum
dilunasi.
b) Aset istishna‟ dalam penyelesaian sebesar:
(a) persentasi penyelesaian dari nilai kontrak penjualan kepada pembeli
akhir, jika istishna‘ paralel; atau
(b) kapitalisasi biaya perolehan, jika istishna‘.
4. Pengungkapan
Penjual mengungkapkan transaksi istishna‟ dalam laporan keuangan, tetapi tidak
terbatas, pada:
a) metode akuntansi yang digunakan dalam pengukuran pendapatan kontrak
istishna‟;
b) metode yang digunakan dalam penentuan persentase penyelesaian kontrak yang
sedang berjalan;
c) rincian piutang istishna‘ berdasarkan jumlah, jangka waktu, dan kualitas piutang;
d) pengungkapan yang diperlukan sesuai dengan PSAK 101: Penyajian Laporan
Keuangan Syariah.
Pembeli mengungkapkan transaksi istishna‟ dalam laporan keuangan, tetapi tidak
terbatas, pada:
a) rincian hutang istishna‘ berdasarkan jumlah dan jangka waktu;
b) pengungkapan yang diperlukan sesuai dengan PSAK 101: Penyajian Laporan
Keuangan Syariah.
Memahami Akuntansi Syariah di Indonesia Juni 2010
Copyright©2009 dilindungi oleh Undang-Undang www. ebookakuntansisyariah.com Page 204
5. ILUSTRASI TRANSAKSI ISTISHNA‟
Contoh : METODE AKAD SELESAI, pembayaran diangsur setelah
penyerahan aset istishna‟.
PT. Usman Jaya membutuhkan rumah tipe 70/150 dengan spesifikasi khusus untuk
kantor. Harga rumah Rp. 200 juta, dana yang dibayarkan PT. Usman Jaya untuk uang
muka Rp. 50 juta. Perusahaan mengajukan pembiayaan kepada Bank Syariah. Setelah
akad ditandatangani antara PT Usma Jaya dan Bank Syariah dengan nilai akad Rp
200 juta,-, bank syariah memesan kepada pengembang dan pengembang akan
menyelesaikan pesanannya selama 9 bulan. Bank membayar biaya pra akad sebesar
Rp 1.000.000,-- dan akad ditandatangani antara bank dan PT Usman pada 1 Juli
2007. PT Usman menyerahkan uang muka sebesar Rp 50.000.000,--. Disamping itu,
bank juga menandatangani akad pembelian / pesanan kepada pengembang pada 1 Juli
2007, dengan harga beli Rp 170.000.000,--. Berikut ini data dan tagihan yang
dilakukan oleh pengembang sampai dengan selesai per 1 Maret 2008:
2 Juli 2007: bank menerima uang muka dari pembeli Rp 50.000.000,--
1 Agustus 07: pengembang menagih untuk pembangunan aktiva istishna Rp
30.000.000,-
1 Nopember 07: pengembang menagih untuk pembangunan aktiva istishna
Rp 50.000.000,-
1 Februari 08: : pengembang menagih untuk pembangunan aktiva istishna
Rp 90.000.000,-
1 Maret 08: pengembang menyerahkan aktiva istishna‟ yang telah selesai kepada
bank syariah.
1 Maret 08 : bank syariah menyerahkan aset istishna kepada Tuan Usman. Tuan
Usman mengangsur pembayaran rumah tersebut selama 2 tahun. Bank syariah
mengenakan keuntungan istishna 10% dari pembiayaan.
DIMINTA:
Buatlah perhitungan untuk pengakuan, pengukuran, dan penyajian untuk transaksi
istishna paralel tersebut: bila menggunakan metode akad selesai untuk pengakuan
pendapatannya.
Memahami Akuntansi Syariah di Indonesia Juni 2010
Copyright©2009 dilindungi oleh Undang-Undang www. ebookakuntansisyariah.com Page 205
JAWAB:
Perhitungan
a) Pemesan akan melunasi rumah pesanannya pada saat rumah selesai dibangun dan
diserahkan bank syariah kepada PT Usman, dengan harga kontrak Rp 200 juta.
Harga pokok rumah adalah =Rp 170 juta. Jadi laba bank syariah adalah Rp 200
juta,- - Rp 171 juta ,- = Rp 29 juta,-. Harga jual bila diangsur 2 tahun = Rp 200
juta,- + 10% (Rp 200 juta,-) = Rp220 juta,-. Angsuran per bulan = Rp 220 juta,- /
24 = Rp 9.166.667,--; sedangkan margin per bulan = Rp 20 juta,-/ 24 = Rp
833.333,-
Berikut ini jurnal yang dibuat oleh Bank Syariah
Pada saat bank syariah menerima uang muka dari PT Usman: 1 Juli 2007
1. Pada saat bank syariah mencatat biaya pra-akad Rp 1.000.000,-:
Dr. Beban pra-akad yang tangguhan Rp 1.000.000,-- --
Cr. K a s -- Rp 1.000.000,--
2. Pada saat ada kepastian akad istisha dengan nasabah PT Usman, bank
mencatat:
Dr. Aset istishna dalam penyelesaian Rp 1.000.000,-- --
Cr. Beban pra-akad yang tangguhan -- Rp 1.000.000,--
3. Pada saat bank menerima tagihan dari pengembang dan membayarnya:
Tanggal 1Agustus 2007 sebesar Rp 30.000.000,--
Dr. Aset istishna dalam penyelesaian Rp 30.000.000,-- --
Cr. Hutang istishna -- Rp 30.000.000,--
Dr. K a s Rp 50.000.000,-- --
Cr. Uang muka istishna -- Rp 50.000.000,--
Memahami Akuntansi Syariah di Indonesia Juni 2010
Copyright©2009 dilindungi oleh Undang-Undang www. ebookakuntansisyariah.com Page 206
Pada saat bank syariah membayar Hutang istishna:
Dr. Hutang istishna Rp 30.000.000,-- --
Cr. K a s -- Rp 30.000.000,--
Tanggal 1 Nopember 2007 sebesar Rp 50.000.000,--
Dr. Aset istishna dalam penyelesaian Rp 50.000.000,-- --
Cr. Hutang istishna -- Rp 50.000.000,--
Pada saat bank syariah membayar Hutang istishna‟:
Dr. Hutang istishna Rp 50.000.000,-- --
Cr. K a s -- Rp 50.000.000,--
Tanggal 1Februari 2008 sebesar Rp 70.000.000,--
Dr. Aset istishna dalam penyelesaian Rp 90.000.000,-- --
Cr. Hutang istishna -- Rp 90.000.000,--
Pada saat bank syariah membayar Hutang istishna:
Dr. Hutang istishna Rp 90.000.000,-- --
Cr. K a s -- Rp 90.000.000,--
4. Pada saat bank menerima barang pesanan dari pengembang yang sudah
selesai 100%, bank syariah akan membuat jurnal sebagai berikut:
Dr : Aset Al-istishna ………… Rp. 171.000.000,- --
Cr :Aset istishna dalam penyelesaian -- Rp. 171.000.000,-
Memahami Akuntansi Syariah di Indonesia Juni 2010
Copyright©2009 dilindungi oleh Undang-Undang www. ebookakuntansisyariah.com Page 207
5. Pada saat Bank Syariah menyerahkan rumah kepada nasabah PT USMAN
JAYA.
Dr Piutang istishna ………………… .Rp. 220.000.000,- --
Cr: Persediaan barang istishna -- Rp. 171.000.000,-
Cr. Pendapatan margin istishna‟ -- Rp 29.000.000,-
Cr. Margin Istishna‟ tangguhan -- Rp 20.000.000,-
Dr. Uang Muka Istishna‟ Rp 50.000.000,-- --
Cr. Piutang Istishna‟ -- Rp 50.000.000,--
7. Pada saat Bank Syariah menerima angsuran per bulan dari PT USMAN JAYA.
Dr. Ka/ Rekening PT USAMA JAYA Rp 9.166.667,- --
Cr. Piutang Istishna‟ -- Rp 9.166.667,--
Mengakui pendapatan margin istishna‟.
Dr. Margin Istishna‟ tangguhan Rp 833.333,-- --
Cr. Pendapatan Margin Istishna‟ -- Rp833.333,--
8. Penyajian akhir tahun
Sebelum penyajian di laporan keuangan Bank Syariah, maka terlebih dahulu
dilakukan penyesuaian untuk mengakui bagian keuntungan Al-istishna yang
belum dibayar oleh mitra (bila ada) dengan adjustment atas pengakuan
Pendapatan Margin Istishna‘ satu bulan, yaitu dengan jurnal :
Memahami Akuntansi Syariah di Indonesia Juni 2010
Copyright©2009 dilindungi oleh Undang-Undang www. ebookakuntansisyariah.com Page 208
Pada akhir tahun per, 31 Desember, Adjustment
Dr : Margin istishna tangguhan ……… Rp. 833.333,- -
Cr : Pendapatan Margin Istishna „……… Rp833.333,-
Penyajian Laporan Laba Rugi
Pada akhir tahun Bank Syariah akan melaporkan di laporan laba rugi sebagai
―Pendapatan Margin Istishna‘
Penyajian di Neraca
Di neraca bank syariah akan disajikan rekening Piutang Istishna‘ yang dikurangi
dengan Margin istishna‟ tangguhan dan Penyisihan Piutang Istishna‟ tidak dapat
Ditagih; yang disebut Nilai bersih yang dapat direalisasikan.
-------------------------------
Alhamdulillahi rabbil „alamiini
SOAL-SOAL AKUNTANSI ISTISHNA‟
1. Jelaskan perbedaan al Istishna dengan al Istilshna paralel!
2. Jelaskan unsur-unsur biaya istishna!
3. Dalam hal istishna paralel, jelaskan perlakuan akuntansi untuk tagihan-
tagihan yang dilakukan oleh subkontraktor!
4. Jelaskan perlakuan akuntansi istishna apabila bank syariah menerapkan
―metode prosentase penyelesaian‖!
5. Jelaskan perlakuan akuntansi istishna apabila bank syariah menerapkan
―metode kontrak selesai ‖!
6. Bagaimana perlakuan akuntansinya apabila pembeli akhir melakukan
penyelesaian kewajibannya lebih awal? Jelaskan dengan angka-angka!
7. Jelaskan apabila terjadi perubahan pesanan dan klaim tambahan
dalam akad
istishna!
8. Bagaimana penyajian piutang istishna di dalam neraca bank syariah?
Memahami Akuntansi Syariah di Indonesia Juni 2010
Copyright©2009 dilindungi oleh Undang-Undang www. ebookakuntansisyariah.com Page 209
9. Bagaimana penyajian keuntungan istishna di dalam laporan laba rugi bank
syariah?
10. Bagaimana penyajian aktiva istishna dalam penyelesaian di dalam neraca
bank syariah?
Kasus
PT. MAJU mengikat akad istishna dengan bank syariah Sejahtera pada 1 Mei 2007
untuk memperoleh sebuah rumah kantor dengan nilai akad Rp 700 juta,-. Kemudian,
pada 2 Mei 2007 bank syariah Sejahtera mengikat akad istishnal‘ paralel dengan
kontraktor untuk membangun rukan yang dibutuhkan oleh PT MAJU tersebut. Biaya
pembuatan rukan yang disepakati dengan kontraktor adalah Rp 500 juta,--. Biaya
praakad ditanggung bank syariah sebesar Rp 10.000.000,--. Rukan diselesaikan
selama 1,5 tahun yaitu tahun 2007 dan 2008. Berikut data selengkapnya terkait
dengan akad istishna‘ paralel tersebut.
No. Keterangan 2007 Rp 2008 Rp
1 Kontraktor menagih kepada bank
syariah
200 juta 300 juta
2 Bank syariah membayar tagihan
kepada kontraktor
190 juta 310 juta
3 Bank syariah menagih kepada
pembeli akhir PT MAJU
300 juta 400 juta
4 PT MAJU membayar tagihan
kepada bank syariah
250 juta 450 juta
5 Kontraktor menyerahkan aset
istishna‘ kepada bank syariah
500 juta
6 Bank syariah menyerahkan aset
istishna‘ kepada pembeli akhir
PT MAJU
700 juta ( nilai
kontrak)
Buatlah jurnal yang diperlukan dan Neraca, Rugi laba pada tahun 2007, bila
menggunakan metode:
Memahami Akuntansi Syariah di Indonesia Juni 2010
Copyright©2009 dilindungi oleh Undang-Undang www. ebookakuntansisyariah.com Page 210
a) prosentase penyelesaian;
b) akad selesai. (untuk Bank Syariah dan Pembeli Akhir PT MAJU).
======$$$$$======
Memahami Akuntansi Syariah di Indonesia Juni 2010
Copyright©2009 dilindungi oleh Undang-Undang www. ebookakuntansisyariah.com Page 211
BAB IX
AKUNTANSI MUDHARABAH
1. KARAKTERISTIK
Seperti telah dijelaskan sebelumnya bahwa mudharabah adalah akad kerjasama
usaha antara shahibul maal (pemilik dana) dan mudharib (pengelola dana) dengan
nisbah bagi hasil menurut kesepakatan di muka, jika usaha mengalami kerugian maka
seluruh kerugian ditanggung oleh pemilik dana, kecuali jika ditemukan adanya
kelalaian atau kesalahan oleh pengelola dana, seperti penyelewengan, kecurangan, dan
penyalahgunaan dana.
Dalam pelaksanaannya mudharabah dibedakan menjadi dua jenis, yaitu
mudharabah muthlaqah (investasi tidak terikat) dan mudharabah maqayyadah (investasi
terikat). Mudharabah muthlaqah adalah akad mudharabah dimana pemilik dana
memberikan kebebasan kepada pengelola dana dalam pengelolaan investasi, sedangkan
mudharabah muqayyadah adalah akad mudharabah dimana pemilik dana memberikan
batasan kepada pengelola dana mengenai tempat, cara, dan obyek investasi.
Dalam operasional mudharabah, entitas syariah dapat bertindak sebagai pemilik
dana maupun pengelola dana. Apabila bank bertindak sebagai pemilik dana maka
dana yang disalurkan disebut investasi mudharabah. Apabila entitas syariah sebagai
pengelola dana maka :
(a) dalam akad mudharabah muqayyadah, dana yang diterima disajikan dalam
laporan perubahan investasi terikat sebagai investasi terikat dari nasabah;
(b) dalam akad mudharabah muthlaqah, dana yang diterima disajikan dalam neraca
sebagai dana syirkah temporer. Mengenai pengembalian pembiayaan
mudharabah dapat dilakukan bersamaan dengan distribusi bagi hasil atau pada
saat diakhirinya akad mudharabah.
(c) Jika dari pengelolaan dana mudharabah menghasilkan keuntungan , maka porsi
jumlah bagi hasil untuk pemilik dana dan pengelola dana ditentukan berdasarkan
nisbah yang disepakati dari hasil usaha yang diperoleh selama periode akad. Jika
dari pengelolaan dana mudharabah menimbulkan kerugian, maka kerugian
finansial menjadi tanggungan pemilik dana. (paragraph 5-10, PSAK 105,2007).
Memahami Akuntansi Syariah di Indonesia Juni 2010
Copyright©2009 dilindungi oleh Undang-Undang www. ebookakuntansisyariah.com Page 212
2. PRINSIP PEMBAGIAN HASIL USAHA
Pembagian hasil usaha mudharabah dapat dilakukan berdasarkan prinsip bagi
hasil atau bagi laba. Jika berdasarkan prinsip bagi hasil, maka dasar pembagian
hasil usaha adalah laba bruto (gross profit) bukan total pendapatan usaha
(omset). Sedangkan jika berdasarkan prinsip bagi laba, dasar pembagian adalah
laba neto (net profit) yaitu laba bruto dikurangi beban yang berkaitan dengan
pengelolaan dana mudharabah.
Contoh
Uraian Jumlah Metode Bagi Hasil
Penjualan 100
Harga Pokok Penjualan 65
Laba kotor 35 Gross Profit Margin
Beban 25
Laba (rugi) bersih 10 Net Profit Sharing
(paragraph 11, PSAK 105,2007).
Dalam PSAK ini, revenue sharing (omset penjualan atau pendapatan) tidak
diperkenankan sebagai dasar bagi hasil, dengan alasan bahwa dalam penjualan
mengandung unsur modal pokok atas barang yang dijual oleh entitas. Dengan
demikian, dasar bagi hasil yang diperkenankan adalah laba kotor atau laba
bersih (gross profit atau net profit sharing). Apabila entitas pengelola dana
mudharabah memperoleh keuntungan maka keuntungan dibagi hasilkan antara
pemilik dana mudharabah dan pengelola dana mudharabah, sedangkan bila
pengelola dana mudharabah menderita rugi normal, bukan kelalaian pengelola,
maka kerugian menjadi tanggungan pemilik dana (shahibul maal). Keuntungan
yang dibagi didasarkan pada nisbah yang telah disepakati pada awal akad
disepakati ke dua belah pihak, misal: 40:60, yaitu 40% untuk pengelola dana
mudaharabah dan 60% untuk pemilik dana mudharabah.
Berdasarkan contoh di atas, bila kita menggunakan gross profit sharing sebagai
dasar bagi hasil dan nisbah bagi hasil adalah 40:60, yaitu 40% untuk pengelola
dana mudaharabah dan 60% untuk pemilik dana mudharabah, maka bagian
bagi hasil untuk:
Memahami Akuntansi Syariah di Indonesia Juni 2010
Copyright©2009 dilindungi oleh Undang-Undang www. ebookakuntansisyariah.com Page 213
Pengelola dana = 40% X Rp 35,- = Rp 14,-
Pemilik dana = 60% X Rp 35,- = Rp 21,-
3. AKUNTANSI UNTUK PEMILIK DANA (SHAHIBUL MAAL)
3.1. Pengakuan dan Pengukuran Invesatasi Mudharabah
PSAK No. 105 (2007) mengatur pengakuan pembiayaan mudharabah sebagai berikut:
1) Dana mudharabah yang disalurkan oleh pemilik dana diakui sebagai investasi
mudharabah pada saat pembayaran kas atau penyerahan aset nonkas kepada
pengelola dana.
2) Pengukuran invesatasi mudharabah diatur sebagai berikut:
a) Investasi mudharabah dalam bentuk kas diukur sebesar jumlah yang
dibayarkan;
b) Investasi mudharabah dalam bentuk aset nonkas diukur sebesar nilai wajar
aset non kas pada saat penyerahan:
(i) Jika nilai wajar lebih tinggi daripada nilai tercatatnya diakui, maka
selisihnya diakui sebagai keuntungan tangguhan dan diamortisasi
sesuai jangka waktu akad mudharabah;
(ii) Jika nilai wajar lebih rendah daripada nilai tercatatnya, maka
selisihnya diakui sebagai kerugian. (paragraph 12 dan 13, PSAK
105,2007).
Atas dasar penguturan di atas, maka pemilik dana akan membuat jurnal untuk
mencatat transaksi mudharabah sebagai berikut:
Pembiayaan mudharabah dalam bentuk kas diukur sejumlah uang yang
diberikan. Jurnal yang dibuat adalah sebagai berikut: (misal, investasi
mudharabah Rp 100.000.000,-)
Tanggal Investasi mudharabah Rp100.000.000,00 --
Kas -- Rp100.000.000,00
Misalnya, tanggal 1 Maret 2008, bank syariah (pemilik dana) memberikan pembiayaan
mudharabah kepada nasabah Tn. Ali dengan menyerahkan mesin. Nilai buku mesin
tersebut adalah Rp 300.000.000,00 dan menurut penilaian, nilai wajar mesin tersebut
Memahami Akuntansi Syariah di Indonesia Juni 2010
Copyright©2009 dilindungi oleh Undang-Undang www. ebookakuntansisyariah.com Page 214
adalah Rp 280.000.000,00.- maka dalam hal ini bank syariah akan mencatat pada saat
akad 1 Maret 2008 sebagai berikut:
1 Maret Investasi mudharabah
Kerugian penurunan nilai
Mesin
Rp280.000.000,00
Rp20.000.000,00
--
--
--
Rp300.000.000,00
Bila nilai wajar lebih tinggi daripada nilai tercatatnya diakui, maka selisihnya diakui
sebagai keuntungan tangguhan dan diamortisasi sesuai jangka waktu akad
mudharabah. Berdasarkan contoh di atas, misalnya, menurut penilaian, nilai wajar
mesin tersebut adalah Rp 320.000.000,00.-, maka selisih Rp 20.000.000,-- diakui
sebagai ‘keuntungan tangguhan‘ yang akan diamortisasi selama masa akad
mudharabah. Untuk contoh ini, pemilik dana akan membuat jurnal untuk mencatatat
transaksi tersebut, sebagai berikut:
1 Maret Investasi mudharabah
Keuntungan tangguhan
mudharabah
Mesin
Rp320.000.000,00
--
--
--
Rp20.000.000,00
Rp300.000.000,00
Apabila akad mudharabah diumpamakan selama 20 bulan, maka amortisasi
‘keuntungan tangguhan‘ per bulan adalah Rp 1.000.000,-- (Rp20.000.000,00 : 20),
dan jurnal yang dibuat untuk mengamortisasi ‗keuntungan tangguhan‘ per bulan
adalah sebagai berikut:
Setiap
bulan
Keuntungan tangguhan mudharabah
Keuntungan selisih nilai Mesin
Rp 1.000.000,--
--
--
Rp1.000.000,00
3.2. Investasi mudharabah turun nilai atau hilang
1) Jika nilai investasi mudharabah turun sebelum usaha dimulai disebabkan rusak,
hilang atau factor lain yang bukan kelalaian atau kesalahan pihak pengelola
dana, maka penurunan nilai tersebut diakui sebagai kerugian dan mengurangi
saldo investasi mudharabah. (paragraph 14, PSAK 105,2007).
Untuk kondisi ini, maka pemilik dana harus membuat jurnal untuk mengakui
terjadinya kerugian karena terjadinya penurunan nilai investasi mudharabah,
sebagai berikut:
Memahami Akuntansi Syariah di Indonesia Juni 2010
Copyright©2009 dilindungi oleh Undang-Undang www. ebookakuntansisyariah.com Page 215
Kerugian Investasi Mudharabah
Investasi Mudharabah
Rp xxx
--
--
Rp xxx
2) Jika sebagian investasi mudharabah hilang setelah dimulainya usaha tanpa
adanya kelalaian atau kesalahan pengelola dana, maka kerugian tersebut
diperhitungkan pada saat bagi hasil. (paragraph 15, PSAK 105,2007).
Umpamakan, pada 2008 pemilik dana memperoleh bagi hasil Rp 30.000.000,-
dan pada 2008 terjadi kehilangan modal mudharabah di pengelola dana sebesar
Rp 5.000.000,-, maka modal mudharabah yang hilang diperhitungkan sebagai
pengurang bagih hasil yang akan diterimanya. Bila tidak ada dana mudharabah
yang hilang, pemilik dana mudharabah akan menerima bagi hasil sebesar Rp
30.000.000,-; karena pada 2008 terjadi kehilangan dana yang bukan kelalaian
pengelola dana, maka bagi hasil yang akan diterima berkurang dengan Rp
5.000.000,--. Untuk kasus ini, jurnal yang akan dibuat oleh pemilik dana adalah
sebagai berikut:
Des
31
Piutang Bagi Hasil Investasi
Mudharabah
Kerugian Penurunan Nilai
Investasi Mudharabah
Pendapatan Bagi Hasil
Mudharabah
Rp 25.000.000,-
5.000.000,-
--
--
--
Rp 30.000.000,-
3) Dalam investasi mudharabah yang diberikan dalam aset nonkas dan aset nonkas
tersebut mengalami penurunan nilai pada saat atau setelah barang dipergunakan
secara efektif dalam kegiatan usaha mudharabah, maka kerugian tersebut tidak
langsung mengurangi jumlah investasi, namun diperhitungkan pada saat
pembagian bagi hasil. (paragraph 17, PSAK 105,2007).
Dalam hal ini, jurnal yang dibuat oleh pemilik dana mudharabah akan seperti
pada kasus point 4) di atas, yaitu sebagai berikut: (contoh pada point 4) dan bila
penurunan nilai aset nonkas adalah Rp 5.000.000,-)
Memahami Akuntansi Syariah di Indonesia Juni 2010
Copyright©2009 dilindungi oleh Undang-Undang www. ebookakuntansisyariah.com Page 216
Des
31
Piutang Bagi Hasil Investasi
Mudharabah
Kerugian Penurunan Nilai
Investasi Mudharabah
Pendapatan Bagi Hasil
Mudharabah
Rp 25.000.000,-
5.000.000,-
--
--
--
Rp 30.000.000,-
Jenis kelalaian seperti apakah yang dimaksud dalam PSAK ini yang dilakukan
pengelola dana sehingga akan menentukan siapa yang bertanggung jawab
terhadap hilang atau berkurangnya investasi mudharabah bagi pemilik dana.
Kelalaian atas kesalahan pengelola dana ada 3 jenis yang dijelaskan dalam PSAK
105 ini, yaitu ditunjukkan oleh:
(a) Persyaratan yang ditentukan di dalam akad tidak terpenuhi;
(b) Tidak terdapat kondisi di luar kemampuan (force majeur) yang lazim dan /
atau yang telah ditentukan dalam akad, atau
(c) Hasil keputusan dari institusi yang berwenang. (paragraph 18, PSAK
105,2007)
3.3. Investasi mudharabah berakhir
Jika akad mudharabah berakhir sebelum atau saat akad jatuh tempo dan belum
dibayar oleh pengelola dana, maka investasi mudharabah diakui sebagai
piutang. (paragraph 19, PSAK 105,2007). Untuk ketentuan ini, pemilik dana
mudharabah akan membuat jurnal untuk mengakui piutang sebagai pengganti
investasi mudharabah sebagai berikut:
Piutang Jatuh Tempo – Pengelola
Dana Mudharabah
Investasi Mudharabah
Rp xxx
--
--
Rp xxx
Pada saat pemilik dana mudharabah menerima pembayaran dari pengelola dana
mudharabah, maka jurnal yang harus dibuat adalah sebagai berikut:
K a s
Piutang jatuh tempo –
Pengelola Dana Mudharabah
Rp xxx
--
--
Rp xxx
Memahami Akuntansi Syariah di Indonesia Juni 2010
Copyright©2009 dilindungi oleh Undang-Undang www. ebookakuntansisyariah.com Page 217
Dengan jurnal pembayaran Piutang dari pengelola dana mudharabah, maka saldo
Piutang kepada pengelola dana menjadi bersaldo nol atau sudah habis.
3.4. Penghasilan Usaha Mudharabah
Investasi mudharabah yang dilakukan oleh pemilik dana akan dapat menghasilkan
keuntungan atau bisa juga menanggung kerugian karena kerugian yang diderita
pengelolala dana mudharabah tidak melakukan kelalaian pengelolaan. Atas hasil dan
kerugian ini PSAK 105 (2007) telah mengatur perlakuan akuntansinya berikut ini.
1). Jika investasi mudharabah melebihi satu periode pelaporan, penghasilan usaha
diakui dalam periode terjadinya hak bagi hasil sesuai nisbah yang disepakati.
(paragraph 20, PSAK 105,2007).
Atas ketentuan ini, pemilik dana mudharabah akan mengakui bagi hasil tersebut
dengan membuat jurnal sebagai berikut:
Piutang Bagi Hasil Investasi
Mudharabah
Pendapatan Bagi Hasil Investasi
Mudharabah
Rp xxx
--
--
Rp xxx
Kemudian, pada saat menerima pembayaran bagi hasil dari pengelola dana
mudharabah, pemilik dana mudharabah akan membuat jurnal berikut ini:
K a s
Piutang Bagi Hasil Investasi
Mudharabah
Rp xxx
--
--
Rp xxx
2). Kerugian yang terjadi dalam suatu periode sebelum akad mudharabah berakhir
diakui sebagai kerugian dan dibentuk penyisihan kerugian investasi. Pada saat
akad mudharabah berakhir, selisih antara:
(a) investasi mudharabah setelah dikurangi penyisihan kerugian investasi; dan
(b) pengembalian investasi mudharabah; diakui sebagai keuntungan atau
kerugian. (paragraph 21, PSAK 105,2007).
Memahami Akuntansi Syariah di Indonesia Juni 2010
Copyright©2009 dilindungi oleh Undang-Undang www. ebookakuntansisyariah.com Page 218
Atas ketentuan ini, jurnal yang harus dibuat oleh pemiliki dana mudharabah adalah
sebagai berikut:
Pembentukan penyisihan kerugian investasi:
Kerugian Investasi Mudharabah
Penyisihan Kerugian Investasi
Mudharabah
Rp xxx
--
--
Rp xxx
Kerugian Investasi Mudharabah akan dilaporkan di laporan Laba Rugi sebagai
beban usaha, sedangkan Penyisihan Kerugian Investasi Mudharabah akan
dilaporkan di neraca pemilik dana mudharabah sebagai pengurang Investasi
Mudharabah. Berikut penyajian di neraca pemilik dana.
Bank Syariah ABC
Neraca
Per 31 Desember 2008 (misal)
---
Investasi Mudharabah Rp 300 juta,--
Penyisihan Kerugian Investasi Mudharabah Rp 15 juta (-)
Investasi Mudharabah bersih Rp 285 juta,-
---
Penyisihan kerugian investasi mudharabah diumpamakan 5% dari Investasi
Mudharabaah, sehingga besarnya penyisihan = 5% X Rp 300 juta,- = Rp 15 juta,--.
Jurnal penyesuaian yang dibuat adalah:
Des
31
Kerugian Investasi Mudharabah
Penyisihan Kerugian Investasi
Mudharabah
Rp 15 juta,-
--
--
Rp 15 juta,--
Contoh lain pembentukan Penyisihan Kerugian Investasi Mudharabah
Penyisihan kerugian investasi mudharabah dan piutang yang timbul dari transaksi
mudharabah dibentuk sebesar estimasi kerugian investasi mudharabah dan piutang
yang tidak dapat ditagih.
Memahami Akuntansi Syariah di Indonesia Juni 2010
Copyright©2009 dilindungi oleh Undang-Undang www. ebookakuntansisyariah.com Page 219
Misal, entitas syariah ( bank syariah) mempunyai saldo per 31 Desember 2008 sebagai
berikut:
Investasi mudharabah Rp 100.000.000,00
Piutang jatuh tempo Rp 50.000.000,00
Bank syariah mengestimasikan kerugian pembiayaan dan piutang yang tidak
tertagih = 5%
Maka, jumlah penyisihan kerugian adalah:
▪ Pembiayaan mudharabah = 5% x Rp 100.000.000,00 = Rp5.000.000,00
▪ Piutang jatuh tempo 5% x Rp 50.000.000,00 =
Rp2.500.000,00
Total =Rp 7.500.000,00
Untuk itu, bank syariah akan membuat ayat jurnal penyesuaian per 31 Desember
sebagai berikut:
31 Des Kerugian investasi mudharabah
Kerugian piutang jatuh tempo
Penyisihan kerugian investasi
mudharabah
Penyisihan kerugian piutang jauh
Tempo
Rp5.000.000,00
Rp2.500.000,00
--
--
--
--
Rp5.000.000,00
Rp2.500.000,00
Kerugian investasi dan kerugian piutang akan dilaporkan di laporan laba/rugi,
sedangkan Penyisihan kerugian investasi mudharabah dan Penyisihan kerugian
piutang jatuh tempo dilaporkan di neraca sebagai pengurang rekening Investasi
mudharabah dan Piutang jatuh tempo.
3.5. Pembayaran Kembali Pembiayaan
Seperti telah dijelaskan pada sub bahasan sebelumnya, bahwa pada saat akad
mudharabah berakhir, selisih antara:
(a) investasi mudharabah setelah dikurangi penyisihan kerugian investasi; dan
(b) pengembalian investasi mudharabah; diakui sebagai keuntungan atau kerugian.
Diumpamakan, pengelola dana mengembalikan investasi mudharabah ke pemilik
dana sebesar Rp 290 juta,-, investasi mudharabah Rp 300 juta,- dan penyisihan
kerugian investasi mudharabah Rp 15 juta,--, maka selisih antara kas yang diterima
Rp 290 juta,- dengan Investasi Mudharabah bersih Rp 285 juta,- = Rp 5 juta,- akan
Memahami Akuntansi Syariah di Indonesia Juni 2010
Copyright©2009 dilindungi oleh Undang-Undang www. ebookakuntansisyariah.com Page 220
diakui sebagai ‘keuntungan investasi mudharabah‘. Jurnal yang dibuat adalah sebagai
berikut:
K a s
Penyisihan Kerugian Investasi Mudharabah
Investasi Mudharabah
Keuntungan Investasi
Mudharabah
Rp 290 juta,-
Rp 15 juta,--
--
--
--
--
Rp 300 juta,-
Rp 5 juta,--
Dengan pembayaran kembali atas pembiayaan oleh pengelola dana maka jumlah
investasi mudharabah pada pemilik dana akan berkurang dan di neraca akan
dilaporkan sejumlah sisa setelah pembayaran kembali. Dalam contoh kasus di atas,
saldo Investasi Mudharabah menjadi habis atau saldo nol.
Bila kas yang diterima dari pengelola dana adalah Rp 280 juta,-, maka selisih antara
kas yang diterima dan investasi mudharabah bersih adalah Rp 5 juta, - diakui sebagai
kerugian investasi mudharabah. Berikut ini jurnal yang dibuat oleh pemilik dana.
K a s
Penyisihan Kerugian Investasi
Mudharabah
Kerugian Investasi
Mudharabah
Investasi Mudharabah
Rp 280 juta,-
Rp 15 juta,--
Rp 5 juta,--
--
--
--
--
Rp 300 juta,-
3.6. Pengakuan Keuntungan Atau Kerugian Mudharabah
PSAK No. 105 (2007) telah mengatur pengakuan keuntungan atau kerugian
mudharabah dan metode distribusi bagi hasil. Distribusi bagi hasil mudharabah dapat
dilakukan dengan menggunakan dua metode, yaitu gross profit sharing atau net profit
sharing. Dalam gross profit sharing, bagi hasil dihitung dari pendapatan setelah
dikurangi Harga pokok penjualan, sedangkan dalam net profit sharing, bagi hasil
dihitung dari gross profit dikurangi dengan beban yang berkaitan langsung dengan
pengelolaan dana mudharabah.
Apabila pembiayaan melewati satu periode pelaporan
(a) keuntungan investasi mudharabah diakui pada saat terjadinya hak bagi hasil
sesuai dengan nisbah yang disepakati, dan
(b) kerugian yang terjadi diakui pada periode terjadinya kerugian tersebut dan
mengurangi investasi mudharabah.
Memahami Akuntansi Syariah di Indonesia Juni 2010
Copyright©2009 dilindungi oleh Undang-Undang www. ebookakuntansisyariah.com Page 221
Contoh berikut ini perhitungan laba/rugi pengelola dana mudharabah tahun 2008:
Penjualan Rp1.000.000,00
Harga pokok penjualan Rp 600.000,00
Laba kotor Rp 400.000,00
Biaya – biaya Rp 300.000,00
Laba (rugi) bersih Rp 100.000,00
Metode bagi hasil
a) Bila gross profit sharing, dengan nisbah bank syariah (pemilik dana) : pengelola
dana= 20 : 80 maka bagi hasil untuk:
Bank Syariah : 20% x Rp400.000,00 = Rp80.000,00
Pengelola : 80% x Rp400.000,00 = Rp320.000,00
b) Bila metode net profit sharing, nisbah bank syariah : pengelola = 80 : 20 maka
bagi hasilnya:
Bank syariah : 80% x Rp100.000,00 = Rp80.000,00
Pengelola : 20% x Rp100.000,00 = Rp 20.000,00
Bagian hasil usaha yang belum dibayar oleh pengelola dana diakui sebagai
piutang.(paragraph 24, PSAK 105,2007).
Untuk bagi hasil di atas yang belum dibayar oleh pengelola dana, bank syariah
(pemilik dana) akan membuat pencatatan sebagai berikut:
31 Des
2008
Piutang pendapatan bagi hasil
Pendapatan bagi hasil mudharabah
Rp80.000,00
-
-
Rp80.000,00
Piutang akan dilaporkan di neraca, sedangkan pendapatan bagi hasil akan dilaporkan
di laporan laba rugi sebagai unsur pendapatan operasional. Pada saat pengelola dana
membayar bagi hasil ke bank syariah maka bank syariah akan mencatat sebagai
berikut:
Memahami Akuntansi Syariah di Indonesia Juni 2010
Copyright©2009 dilindungi oleh Undang-Undang www. ebookakuntansisyariah.com Page 222
Tanggal Kas
Piutang pendapatan bagi hasil
Mudharabah
Rp80.000,00
--
--
Rp80.000,00
Apabila pengelola dana mengalami kerugian, misalkan Rp10.000,00 maka kerugian
ditanggung oleh bank syariah (pemilik dana) , yang akan mengurangi investasi
mudharabah. Bank syariah (pemilik dana) akan mengakui kerugian sebagai berikut:
31 Des Kerugian investasi mudharabah
Investasi mudharabah
Rp10.000,00
-
-
Rp10.000,00
Kerugian akibat kelalaian atau kesalahan pengelola dana dibebankan pada pengelola
dana dan tidak mengurangi investasi mudharabah. paragraph 23, PSAK 105,2007).
Dengan demikian, investasi mudharabah tidak akan dikurangi kerugian yang
disebabkan oleh kelalaian pengelola dana dan yang menanggung kerugian adalah
pengelola dana sendiri.
4. AKUNTANSI UNTUK PENGELOLA DANA (Bank Syariah atau
entitas lain Sebagai Mudharib )
Sebagai mudharib maka entitas menerima dana dari shahibul maal (pemilik
dana) untuk dikelola dalam bentuk investasi terikat atau investasi tidak terikat.
Dalam hal entitas sebagai mudharib, PSAK No. 105 (2007) mengaturnya berikut ini.
4.1. Perlakuan Akuntansi Dana yang Diterima Pengelola Dana Mudharabah (Mudharib)
Dana yang diterima dari pemilik dana dalam akad mudharabah diakui sebagai dana
syirkah temporer sebesar jumlah kas atau nilai wajar aset nonkas yang diterima.
Pada akhir periode akuntansi, dana syirkah temporer diukur sebesar nilai
tercatatnya. (paragraph 25, PSAK 105,2007).
Atas ketentuan ini, jurnal yang dibuat oleh pengelola dana pada saat menerima dana
mudharabah adalah sebagai berikut:
Memahami Akuntansi Syariah di Indonesia Juni 2010
Copyright©2009 dilindungi oleh Undang-Undang www. ebookakuntansisyariah.com Page 223
Tanggal K a s
Dana syirkah temporer
Rpxxx
-
-
Rpxxx
Jika pengelola dana menyalurkan dana syirkah temporer yang diterima maka
pengelola dana mengakui sebagai asset sesuai ketentuan pada paragraph 12-13.
(paragraph 25, PSAK 105,2007). Dalam hal ini berlaku akuntansi untuk pengelola
dana mudharabah sebagai investasi mudharabah.
Berikut ini contoh aplikasi akuntansi untuk pengelola dana mudharabah pada bank
syariah.
Dana mudharabah yang diterima oleh pengelola dana diakui sebagai Dana syirkah
temporer pada saat terjadinya sebesar jumlah yang diterima. Pada akhir periode
akuntansi, Dana syirkah temporer diukur sebesar nilai tercatat.
Misal, bank syariah menerima dana mudharabah sebagai berikut:
10 Juni 2008: nasabah Tuan Ali menyetor dana sebagai tabungan mudharabah
sebesar Rp100.000.000,00
10 Agustus: nasabah mengambil Rp20.000.000,00 dana yang ditabungkan di bank
syariah.
Atas transaksi ini, bank syariah akan mencatat sebagai berikut:
Penerimaan tabungan mudharabah Rp 100 juta,- dari tn. Ali:
10 Juni
2008
Kas
Dana syirkah temporer
Rp100.000.000,0
-
-
Rp100.000.000,0
Pencatatan atas pengambilan Tabungan mudharabah tn. Ali Rp 20 juta,-
10 Agust
2003
Dana syirkah temporer
Kas
Rp20.000.000,00
-
-
Rp20.000.000,00
Setelah tanggal 10 Agustus 2008 saldo Dana syirkah temporer adalah Rp80.000.000,00.-
Apabila sampai dengan 31 Desember 2008 tidak ada penambahan atau pengurangan
maka di neraca Dana syirkah temporer akan dicatat sebesar nilai tercatat tersebut
sebesar Rp80.000.000,00.-
Bagi hasil Dana syirkah temporer dialokasikan kepada bank dan pemilik dana sesuai
dengan nisbah yang disepakati.
Memahami Akuntansi Syariah di Indonesia Juni 2010
Copyright©2009 dilindungi oleh Undang-Undang www. ebookakuntansisyariah.com Page 224
Misal, bank syariah mendapatkan pendapatan operasional tahun 2008 Rp
100.000.000,00.-
Dana yang dihimpun:
- Dana syirkah temporer, tabungan mudharabah Rp200.000.000,00
- Dana syirkah temporer milik Tn Ali Rp80.000.000,00
- Deposito mudharabah Rp800.000.000,00
- Nisbah bagi hasil = 40 : 60 ( bank syariah: nasabah)
Bagi hasil untuk Tuan Ali dapat dihitung sebagai berikut (pemilik dana):
Bagi hasil untuk porsi tabungan mudharabah = (Rp 200 juta / Rp 1 milyar) x Rp 100
juta,- =Rp 20 juta,-. Bagian nasabah adalah 60% = 60% x Rp 20 juta,- = Rp 12 juta,-.
Sedangkan bagian bank syariah (pengelola dana) = 40% X Rp 20 juta,- = Rp 8 juta,-.
Bagi hasil untuk Tn. Ali adalah =
80.000.000
= ------------------ x Rp 12.000.000,- =
200.000.000
40
= -------- x Rp12.000.000,00 = Rp4.800.000,00
100
Bagi hasil untuk Tn. Ali di dalam %:
Rp4.800.000,00
= ------------------- x 100% = 6,00 %
Rp80.000.000,00
Hak pihak ke tiga atas bagi hasil dana syirkah temporer yang sudah diperhitungkan
tetapi belum dibagikan kepada pemilik dana diakui sebagai kewajiban sebesar bagi
hasil yang menjadi porsi hak pemilik dana. Kerugian yang diakibatkan oleh
kesalahan atau kelalaian pengelola dana diakui sebagai beban pengelola dana.
(paragraph 29-30, PSAK 105,2007)
Atas bagi hasil ini bank syariah (pengelola dana) akan mencatat bagi hasil yang akan
dibagikan kepada pemilik dana tabungan mudharabah Tn. Ali, sebagai berikut:
Memahami Akuntansi Syariah di Indonesia Juni 2010
Copyright©2009 dilindungi oleh Undang-Undang www. ebookakuntansisyariah.com Page 225
31/12/08 Distribusi bagi hasil mudharabah
Kewajiban bagi hasil
Mudharabah
Rp4.800.000,00
-
-
Rp4.800.000,00
Pada saat bank syariah membayar bagi hasil tersebut, bank syariah (pengelola dana)
akan mencatat:
5 Jan.
2009
Kewajiban bagi hasil mudharabah
Kas
Rp4.800.000,00
-
-
Rp4.800.000,00
Distribusi bagi hasil mudharabah akan dilaporkan dalam laporan laba rugi sebagai
pengurang pendapatan usaha pengelola (bank syariah), sedangkan kewajiban bagi
hasil mudharabah akan dilaporkan di neraca.
Kerugian karena kesalahan atau kelalaian bank dibebankan kepada bank (pengelola
dana). Dalam hal ini bank syariah akan mencatat kerugian sebagai berikut:
Tanggal Kerugian Dana Syirkah Temporer
Kewajiban lain-lain/kas
Rp xx
-
-
Rp xx
4.2. Perlakuan Akuntansi Mudharabah Musytarakah
PSAK 105 (2007) mendifinisikan mudharabah musytarakah adalah bentuk
mudharabah dimana pengelola dana menyertakan modal atau dananya dalam
kerjasama investasi. Dimisalkan, bank syariah menerima tabungan mudharabah dari
deposan dalam bentuk pool of fund (kumpulan dana tabungan mudharabah) sebesar Rp
1 milyar,-, kemudian bank menginvestasikan dalam investasi mudharabah dimana
mitra pengusaha juga menyertakan modal sebesar Rp 500 juta,- sehingga total investasi
mudharabah yang dikelola oleh mudharib (pengusaha) adalah Rp 1,5 milyar,--. Jadi,
dalam hal ini bank syariah sebagai pemilik dana mudharabah (shahibul maal) dimana
dananya berasal dari tabungan mudharabah dan dana pengusaha sendiri (bisa dari
dana tunai maupun nonkas).
PSAK 105 (2007) telah mengatur perlakuan akuntansi untuk mudharabah musytarakah
seperti berikut ini.
1) Penyertaan dana mudharabah musytarakah
Jika pengelola dana juga menyertakan dana dalam mudharabah musytarakah, maka
penyaluran dana milik pengelola dana tersebut diakui sebagai investasi mudharabah.
Memahami Akuntansi Syariah di Indonesia Juni 2010
Copyright©2009 dilindungi oleh Undang-Undang www. ebookakuntansisyariah.com Page 226
Akad mudharabah musytarakah merupakan perpaduan antara akad mudharabah dan
musyarakah. Dalam mudharabah musytarakah, pengelola dana (berdasar akad
mudharabah) menyertakan juga dananya dalam investasi bersama (berdasar akad
musyarakah). Pemilik dana musyarakah (musytarik) memperoleh bagian hasil usaha
sesuai porsi dana yang disetorkan. Pembagian hasil usaha antara pengelola dana dan
pemilik dana dalam mudharabah adalah sebesar hasil usaha musyarakah setelah
dikurangi porsi pemilik dana sebagai pemilik dana musyarakah. (paragraph 31-33,
PSAK 105,2007).
2) Pembagian hasil investasi mudharabah musytarakah
Pembagian hasil investasi mudharabah musytarakah dapat dilakukan sebagai berikut:
(a) Hasil investasi dibagi antara pengelola dana (sebagai mudharib) dan pemilik
dana sesuai dengan nisbah yang disepakati, selanjutnya bagian hasil investasi
setelah dikurangai untuk pengelola dana (sebagai mudharib) tersebut dibagi
antara pengelola dana (sebagai musytarik) dengan pemilik dana sesuai
dengan porsi modal masing-masing; atau
(b) Hasil investasi dibagi antara pengelola dana (sebagai musytarik) dan pemilik
dana sesuai dengan porsi modal masing-masing, selanjutnya bagian hasil
investasi setelah dikurangi untuk pengelola dana (sebagai musytarik) tersebut
dibagi antara pengelola dana (sebagai mudharib) dengan pemilik dana sesuai
dengan nisbah yang disepakati.
Jika terjadi kerugian atas investasi, maka kerugian dibagi sesuai dengan porsi modal
para musytarik. (paragraph 34-35, PSAK 105,2007).
Ilustrasi
Bank Syariah Sejahtera menandatangani akad mudharabah musytarakah dengan PT
LANCAR pada 1 Mei 2008. Bank syariah menyalurkan pembiayaannya dengan kas
Rp 400 juta,- dan PT LANCAR sebesar Rp 100 juta,- , nisbah bagi hasil yang
disepakati adalah bank:mitra=40:60 dari laba kotor usaha mitra, bila rugi maka
pembagian ruginya berdasarkan porsi modal yang disetorkan masing-masing. Pada
tahun 2008 PT LANCAR melaporkan Laba Kotor usahanya sebesar Rp 200 juta,-.
Diminta: hitunglah bagi hasil untuk bank dan mitranya.
Memahami Akuntansi Syariah di Indonesia Juni 2010
Copyright©2009 dilindungi oleh Undang-Undang www. ebookakuntansisyariah.com Page 227
Jawab:
Cara 1:
Hasil usaha dibagi antara bank dan mitra dengan dasar nisbah, sisanya setelah
dikurangi hak pengelola dana akan dibagi sesuai dengan porsi modal masing-masing.
Bagian pengelola (musytarik) = 60/100 x Rp 200 juta,- = Rp 120,-juta; sisanya Rp 80
juta,- dibagi berdasarkan porsi modal.
Pengelola = 100/500 x Rp 80 juta,- =Rp 16 juta,-
Bank syariah = 400/500 x Rp 80 juta,- = Rp 64 juta,-
Jadi, bagi hasil pengelola = Rp 120 juta,- + Rp 16 juta,-=Rp 136 juta,-
Bagi hasil bank syariah = Rp 64 juta,- ; total hasil yang dibagi = Rp 136 juta,- +
Rp 64 juta,- =Rp 200 juta,--
Cara 2:
Hasil usaha dibagi antara bank dan mitra berdasarkan porsi modal masing-masing,
sisanya setelah dikurangi hak pengelola dana akan dibagi sesuai dengannisbah bagi
hasil.
Bagian pengelola (musytarik) = 100/500 x Rp 200 juta,- = Rp 40,-juta; sisanya Rp
160 juta,- dibagi berdasarkan nisbah bagi hasil.
Pengelola = 60/100 x Rp 160 juta,- =Rp 96 juta,-
Bank syariah = 40/100 x Rp 160 juta,- = Rp 64 juta,-
Jadi, bagi hasil pengelola = Rp 40 juta,- + Rp 96 juta,-=Rp 136 juta,-
Bagi hasil bank syariah = Rp 64 juta,- ; total hasil yang dibagi = Rp 136 juta,- +
Rp 64 juta,- =Rp 200 juta,--.
Jadi, cara 1 dan cara 2 hasil perhitungan bagi hasil adalah sama.
5. PENYAJIAN
Bagaimanakah pengelola dana dan pemilik dana menyajikan dalam laporan
keuangannya? Dalam hal ini PSAK 105 (2007) telah mengaturnya berikut ini.
1. Pemilik dana menyajikan investasi mudharabah dalam laporan keuangan
sebesar nilai tercatat.
2. Pengelola dana menyajikan transaksi mudharabah dalam laporan keuangan:
(a) Dana syirkah temporer dari pemilik dana disajikan sebesar nilai
tercatatnya untuk setiap jenis mudharabah;
Memahami Akuntansi Syariah di Indonesia Juni 2010
Copyright©2009 dilindungi oleh Undang-Undang www. ebookakuntansisyariah.com Page 228
(b) Bagi hasil dana syirkah temporer yang sudah diperhitungkan tetapi
belum diserahkan kepada pemilik dana disajikan sebagai pos bagi hasil
yang belum dibagikan di kewajiban. (paragraph 36-37, PSAK 105,2007)
6. PENGUNGKAPAN
Paragraph 38-39, PSAK 105, (2007), telah mengatur tentang pengungkapan yang
berkaitan dengan mudharabah baik bagi pemilik dana maupun pengelola dana,
seperti berikut ini.
1. Pemilik dana mengungkapkan hal-hal yang terkait transaksi mudharabah,
tetapi tidak terbatas, pada:
(a) Isi kesepakatan utama usaha mudharabah, seperti porsi dana, pembagian
hasil usaha, aktivitas usaha mudharabah, dan lain-lain;
(b) Rincian jumlah investasi mudharabah berdasarkan jenisnya;
(c) Penyisihan kerugian investasi mudharabah selama periode berjalan; dan
(d) Pengungkapan yang diperlukan sesuai PSAK 101: Penyajian Laporan
Keuangan Syariah.
2. Pengelola dana mengungkapkan hal-hal yang terkait transaksi mudharabah,
tetapi tidak terbatas pada:
(a) Isi kesepakatan utama usaha mudharabah, seperti porsi dana, pembagian
hasil usaha, aktivitas usaha mudharabah, dan lain-lain;
(b) Rincian dana syirkah temporer yang diterima berdasarkan jenisnya;
(c) Penyaluran dana yang berasal dari mudharabah muqayyadah; dan
(d) Pengungkapan yang diperlukan sesuai PSAK 101: Penyajian Laporan
Keuangan Syariah.
---------------------------------------
Alhamdulillahirabbil „alamiini
Memahami Akuntansi Syariah di Indonesia Juni 2010
Copyright©2009 dilindungi oleh Undang-Undang www. ebookakuntansisyariah.com Page 229
SOAL-SOAL Mudharabah
1. Jelaskan perbedaan pembiayaan mudharabah dengan pembiayaan musyarakah!
2. Bagaimanakah pengakuan dan pengukuran pembiayaan mudharabah?
3. Seandainya bank syariah memberikan pembiayaan dalam bentuk aktiva non kas,
misal, mobil. Nilai buku mobil =Rp100.000.000,00, setelah dinilai dengan nilai
yang wajar, ternyata nilai wajar mobil tersebut:
1. Rp120.000.000,00; atau
2. Rp80.000.000,00
Bagaimana pengukuran pembiayaan mudharabah tersebut dan bagaimana
perlakuan terhadap selisih antara nilai buku dan nilai pasar yang wajar tersebut?
4. Pada tahun 2008 Mitra bank syariah melaporkan rugi labanya sebagai berikut:
Penjualan Rp500.000.000,00
Harga pokok penjualan Rp200.000.000,00
Laba Kotor Rp300.000.000,00
Beban operasi Rp100.000.000,00
Laba operasi Rp200.000.000,00
a. Apabila gross profit sharing diterapkan dalam pembagian hasil, dengan
nisbah bank : nasabah = 40 : 60 maka hitunglah pembagian laba!
Buatlah jurnal penyesuaian yang dibuat bank untuk mengakui
pendapatan bagi hasil!
b. Apabila net profit sharing diterapkan dalam pembagian hasil dengan
nisbah bank : nasabah = 30 : 70 maka hitunglah pembagian laba!
Buatlah jurnal penyesuaian yang dibuat bank untuk mengakui
pendapatan bagi hasil! (baik untuk bank syariah dan mitranya)
5. Bank Syariah Sejahtera menandatangani akad mudharabah musytarakah
dengan PT LANCAR pada 1 Mei 2008. Bank syariah menyalurkan
pembiayaannya dengan kas Rp 400 juta,- dan PT LANCAR sebesar Rp 200
juta,- , nisbah bagi hasil yang disepakati adalah bank:mitra=40:60 dari laba
kotor usaha mitra, bila rugi maka pembagian ruginya berdasarkan porsi modal
yang disetorkan masing-masing. Pada tahun 2008 PT LANCAR melaporkan
Laba Kotor usahanya sebesar Rp 200 juta,-.
Memahami Akuntansi Syariah di Indonesia Juni 2010
Copyright©2009 dilindungi oleh Undang-Undang www. ebookakuntansisyariah.com Page 230
Diminta:
Hitunglah bagi hasil untuk bank dan mitranya pada 2008, dan bagi rugi bila pada
tahun 2009 mitra mengalami kerugian kotor Rp 20 juta,-
5. Bagaimana perlakuan akuntansi bank syariah apabila dana yang ditanamkan
bank
di usaha mitra ternyata
a. bangkrut normal;
b. diselewengkan oleh mitra usaha bank?
==================alhamdulillaahi rabbal „alamiini==========
Memahami Akuntansi Syariah di Indonesia Juni 2010
Copyright©2009 dilindungi oleh Undang-Undang www. ebookakuntansisyariah.com Page 231
BAB X
AKUNTANSI MUSYARAKAH
I. KARAKTERISIK
Musyarakah sebenarnya hampir sama dengan mudharabah. Musyarakah
merupakan akad kerjasama diantara para pemilik modal yang mencampurkan modal
mereka untuk tujuan mencari keuntungan. Dalam musyarakah mitra dan pemilik
dana, misal bank, sama-sama menyediakan modal untuk membiayai suatu usaha
tertentu, baik yang sudah berjalan maupun yang baru. Selanjutnya, mitra dapat
mengembalikan modal tersebut berikut bagi hasil yang telah disepakati secara
bertahap atau sekaligus kepada bank. Pembiayaan musyarakah dapat diberikan
dalam bentuk kas, setara kas, atau aset nonkas, termasuk aktiva tidak berwujud
seperti lisensi dan hak paten. Musyarakah dapat bersifat musyarakah permanen
maupun menurun. Dalam musyarakah permanen, bagian modal setiap mitra
ditentukan sesuai akad dan jumlahnya tetap hingga akhir masa akad, sedangkan
dalam musyarakah menurun, bagian modal pemilik dana atau bank akan dialihkan
secara bertahap kepada mitra, sehingga bagian modal pemilik dana / bank akan
menurun dan pada akhir masa akad mitra akan menjadi pemilik usaha tersebut.
Laba musyarakah dibagi diantara para mitra, baik secara proporsional sesuai
dengan modal yang disetorkan (baik berupa kas maupun aktiva lainnya) atau sesuai
dengan nisbah yang disepakati oleh semua mitra. Sedangkan rugi dibebankan secara
proporsional sesuai dengan modal yang disetorkan baik berupa kas maupun aktiva
lainnya.
Karena setiap mitra tidak dapat menjamin dana mitra lainnya, maka setiap mitra
dapat meminta mitra lainnya untuk menyediakan jaminan atas kelalaian atau
kesalahan yang disengaja. Beberapa hal yang menunjukkan adanya kesalahan yang
disengaja adalah:
(a) Pelanggaran terhadap akad, antara lain, penyalahgunaan dana investasi,
manipulasi biaya dan pendapatan operasional; atau
(b) Pelaksanaan yang tidak sesuai dengan prinsip syariah.
Memahami Akuntansi Syariah di Indonesia Juni 2010
Copyright©2009 dilindungi oleh Undang-Undang www. ebookakuntansisyariah.com Page 232
Jika tidak terdapat kesepakatan antara pihak yang bersengketa maka kesalahan yang
disengaja harus dibuktikan berdasarkan keputusan institusi yang berwenang (seperti
lembaga pengadilan atau lembaga arbitrase syariah).
Disamping itu, jika salah satu mitra memberikan kontribusi atau nilai lebih dari mitra
lainnya dalam akad musyarakah maka mitra tersebut dapat memperoleh keuntungan
lebih besar untuk dirinya. Bentuk keuntungan lebih tersebut dapat berupa pemberian
porsi keuntungan yang lebih besar dari porsi dananya atau bentuk tambahan
keuntungan lainnya.
Kaitannya dengan bagi hasil, porsi jumlah bagi hasil untuk para mitra ditentukan
berdasarkan nisbah yang disepakati dari hasil usaha yang diperoleh selama periode
akad, bukan dari jumlah investasi yang disalurkan. Untuk mengetahui hasil yang akan
dibagihasilkan antar mitra, pengelola musyarakah harus mengadministrasikan
transaksi usaha yang terkait dengan investasi musyarakah yang dikelola dalam
catatan akuntansi tersendiri. (paragrap 5-12 PSAK 106, 2007).
II. PENGAKUAN DAN PENGUKURAN MUSYARAKAH
Pengakuan dan pengukuran musyarakah telah diatur oleh PSAK 106 (2007) sebagai
penyempurana PSAK 59 (2002). Berikut ini penjelasan selengkapnya.
Untuk pertanggungjawaban pengelolaan usaha musyarakah dan sebagai dasar
penentuan bagi hasil, maka mitra aktif atau pihak yang mengelola usaha musyarakah
harus membuat catatan akutansi yang terpisah untuk usaha musyarakah tersebut.
(paragrap 13 PSAK 106, 2007). Untuk memperjelas ketentuan ini, dimisalkan, PT
ABC memiliki usaha Toko sembako sudah berjalan selama 5 tahun, kemudian PT
ABC akan membuka usaha baru yaitu jasa air isi ulang. Untuk pendirian unit usaha
baru ini perusahaan ini meminta pembiayaan ke bank syariah dengan akad
musyarakah. Modal pendirian usaha air isi ulang misalnya, Rp 100.000.000,-,
perusahaan ini menyertakan modal Rp 30.000.000,-- dan modal dari bank syariah Rp
70.000.000,--. Kesepakatan pembagian hasil usaha berdasarkan nisbah misalnya,
mitra:bank = 40:60 dan bila rugi pembagian rugi berdasarkan porsi modal masing-
masing, yaitu 30:70. Catatan akuntansi yang harus dibuat oleh PT ABC tersebut
adalah hanya yang berasal dari usaha air isi ulang saja, tidak termasuk hasil dari
Memahami Akuntansi Syariah di Indonesia Juni 2010
Copyright©2009 dilindungi oleh Undang-Undang www. ebookakuntansisyariah.com Page 233
usaha sembako tersebut. Dengan demikian, laporan laba rugi yang akan digunakan
dasar bagi hasil adalah laba rugi dari usaha air isi ulang saja, tidak termasuk dari laba
rugi usaha sembako.
III. AKUNTANSI UNTUK MITRA AKTIF
A. Pada saat akad
Akuntansi musyarakah untuk mitra aktif pada saat akad telah diatur dalam PSAK 106
(2007). Berikut penjelasan selengkapnya dan bagaimana mitra aktif mencatat dalam
pembukuannya.
1) Investasi musyarakah diakui pada saat penyerahan kas atau aset nonkas untuk
usaha musyarakah.
2) Pengukuran investasi musyarakah adalah sebagai berikut.
(a) dalam bentuk kas dinilai sebesar jumlah yang diserahkan; dan
(b) dalam bentuk aset nonkas dinilai sebesar nilai wajar dan jika terdapat
selisih antara nilai wajar dan nilai buku aset nonkas , maka selisih
tersebut diakui sebagai selisih penilaian aset musyarakah dalam ekuitas.
Selisih penilaian aset musyarakah tersebut diamortisasi selama masa
akad musyarakah. (paragrap 14-15 PSAK 106, 2007).
3) Aset nonkas musyarakah yang telah dinilai sebesar nilai wajar disusutkan dengan
jumlah penyusutan yang mencerminkan:
(a) penyusutan yang dihitung dengan model biaya historis; ditambah dengan
(b) penyusutan atas kenaikan nilai aset karena penilaian kembali saat
penyerahan nonkas untuk usaha musyarakah.
4) Jika proses penilaian pada nilai wajar menghasilkan penurunan nilai aset, maka
penurunan nilai ini langsung diakui sebagai kerugian. Aset nonkas musyarakah
yang telah dinilai sebesar nilai wajar disusutkan berdasarkan nilai wajar yang
baru.
5) Biaya yang terjadi akibat akad musyarakah (misalnya, biaya studi kelayakan)
tidak dapat diakui sebagai bagian investasi musyarakah kecuali ada persetujuan
dari seluruh mitra musyarakah.
Memahami Akuntansi Syariah di Indonesia Juni 2010
Copyright©2009 dilindungi oleh Undang-Undang www. ebookakuntansisyariah.com Page 234
6) Penerimaan dana musyarakah dari mitra pasif (misalnya, bank syariah) diakui
sebagai investasi musyarakah dan di sisi lain sebagai dana syirkah temporer
sebesar:
(a) dana dalam bentuk kas dinilai sebesar jumlah yang diterima; dan
(b) dana dalam bentuk aset nonkas dinilai sebesar nilai wajar dan disusutkan
selama masa akad atau selama umur ekonomis jika aset tersebut tidak akan
dikembalikan kepada mitra pasif.
Contoh:
1 Maret 2009, bank syariah menandatangani akad musyarakah dengan PT. Maju
untuk mencampurkan modalnya dalam usaha garmen. Bank syariah menyerahkan kas
Rp200.000.000,00 dan mesin produksi sebanyak 10 unit. Nilai buku mesin Rp
9.000.000,00 per unit, sedangkan menurut penilaian yang wajar mesin tersebut dinilai
sebesar Rp 10.000.000,00.- PT. Maju menyerahkan keahlian dan dana kas
Rp200.000.000,00.-. Pembagian hasil didasarkan pada perbandingan / nisbah: bank
dan PT Maju=40:60 atas dasar laba kotor sedangkan untuk kerugian berdasarkan
setoran modal. Mitra Aktif PT Maju akan mengakui dan mengukur Investasi
musyarakah sebagai berikut.
Jurnal untuk Mitra Aktif:
1 Maret
2009
Investasi musyarakah – Kas
Investasi musyarakah-aset nonkas
Selisih penilaian aset musyarakah
Dana Syirkah Temporer
Kas
Rp400.000.000
100.000.000
--
--
--
--
--
Rp 10.000.000
Rp 290.000.000
200.000.000
B. Selama Akad
1. Bagian mitra aktif atas investasi musyarakah dengan pengembalian dana mitra
pasif di akhir akad dinilai sebesar:
(a) jumlah kas yang diserahkan untuk usaha musyarakah pada awal akad
dikurangi dengan kerugian (jika ada); atau
Memahami Akuntansi Syariah di Indonesia Juni 2010
Copyright©2009 dilindungi oleh Undang-Undang www. ebookakuntansisyariah.com Page 235
(b) nilai wajar aset musyarakah nonkas pada saat penyerahan untuk usaha
musyarakah setelah dikurangi penyusutan dan kerugian (jika ada).
2. bagian mitra aktif atas investasi musyarakah menurun (dengan pengembalian
dana mitra pasif secara bertahap) dinilai sebesar jumlah kas atau nilai wajar aset
nonkas yang diserahkan untuk usaha musyarakah pada awal akad ditambah
dengan jumlah dana syirkah temporer yang telah dikembalikan kepada mitra
pasif, dan dikurangi kerugian (jika ada).
C. Akhir Akad
Pada saat akhir akad diakhiri, investasi musyarakah yang belum dikembalikan
kepada mitra pasif diakui sebagai kewajiban.
Jurnal yang dibuat:
Debit: Dana syirkah temporer Rp xx –
Kredit: Utang kepada mitra pasif (bank syariah) – Rp xx
D. Pengakuan Hasil Usaha
Pengakuan hasil usaha musyarakah baik yang menguntungkan maupun yang
merugikan telah diatur PSAK 106 (2007) sebagai berikut:
1. Pendapatan usaha musyarakah yang menjadi hak mitra aktif diakui sebesar
haknya sesuai dengan kesepakatan atas pendapatan usaha musyarakah.
Sedangkan pendapatan usaha untuk mitra pasif diakui sebagai hak pihak mitra
pasif atas bagi hasil dan kewajiban.
2. Kerugian investasi musyarakah diakui sesuai dengan porsi dana masing-masing
mitra dan mengurangi nilai aset musyarakah.
3. Jika kerugian akibat kelalaian atau kesalahan mitra aktif atau pengelola usaha,
maka kerugian tersebut ditanggung oleh mitra aktif atau pengelola usaha
musyarakah.
4. Pengakuan pendapatan usaha musyarakah dalam praktek dapat diketahui
berdasarkan laporan bagi hasil atas realisasi pendapatan usaha dari catatan
akuntansi mitra aktif atau pengelola usaha yang dilakukan secara terpisah.
Berikut ini diberikan ilustrasi bagi hasil usaha.
Memahami Akuntansi Syariah di Indonesia Juni 2010
Copyright©2009 dilindungi oleh Undang-Undang www. ebookakuntansisyariah.com Page 236
Di bawah ini laporan laba rugi mitra aktif PT MAJU pada tahun 2008.
Penjualan Rp 500 juta,--
Harga pokok penjualan Rp 200 juta,--
Laba kotor Rp 300 juta,--
Biaya operasi Rp 150 juta,--
Laba operasi Rp 150 juta,--
Laba dibagi berdasar nisbah bank:PT Maju= 40 : 60 atas dasar laba kotor.
Perhitungan bagi hasil:
Bank syariah: 40% X Rp 300 juta,--=Rp 120 juta,-
PT MAJU: 60% X Rp 300 juta,--=Rp 180 juta,--
Misalnya Rugi Rp 20 juta,- maka rugi dibagi berdasarkan setoran modal, misal 60:40,
maka pembagian rugi adalah:
Bank syariah: 60% X Rp 20 juta,--=Rp 12 juta,-
PT MAJU: 40% X Rp 20 juta,--=Rp 8 juta,--
Jurnal yang harus dibuat oleh mitra aktif PT MAJU:
BILA LABA:
Debit: Bagi Hasil Musyarakah Rp 120 juta ---
Kredit: Utang bagi hasil Musyarakah ----- Rp 120 juta,--
BILA RUGI:
Debit: Kerugian Musyarakah Rp 8 juta,-- ---
Kredit: Investasi Musyarakah ---- Rp 8 juta,--
IV. AKUNTANSI UNTUK MITRA PASIF
A. Pada Saat Akad
PSAK 106 (2007) telah mengatur perlakuan akuntansi musyarakah untuk mitra
pasif, misalnya bank syariah, sebagai berikut.
1. Investasi musyarakah diakui pada saat pembayaran kas atau penyerahan aset
nonkas kepada mitra aktif.
2. Pengukuran investasi musyarakah:
(a) dalam bentuk kas dinilai sebesar jumlah yang dibayarkan; dan
Memahami Akuntansi Syariah di Indonesia Juni 2010
Copyright©2009 dilindungi oleh Undang-Undang www. ebookakuntansisyariah.com Page 237
(b) dalam bentuk aset nonkas dinilai sebesar nilai wajar dan jika terdapat selisih
antara nilai wajar dan nilai tercatat aset nonkas, maka selisih tersebut diakui
sebagai :
(i) keuntungan tangguhan dan diamortisasi selama masa akad; atau
(ii) kerugian pada saat terjadinya.
3. Investasi musyarakah nonkas yang diukur dengan nilai wajar aset yang
diserahkan akan berkurang nilainya sebesar beban penyusutan atas aset yang
diserahkan, dikurangi dengan amortisasi keuntungan tangguhan (jika ada).
4. Biaya yang terjadi akibat akad musyarakah (misalnya, biaya studi kelayakan)
tidak dapat diakui sebagai bagian investasi musyarakah kecuali ada persetujuan
dari seluruh mitra.
Contoh:
1 Maret 2009, bank syariah menandatangani akad musyarakah dengan PT. Maju
untuk mencampurkan modalnya dalam usaha garmen. Bank syariah menyerahkan
kas Rp200.000.000,00 dan mesin produksi sebanyak 10 unit. Nilai buku mesin Rp
9.000.000,00 per unit, sedangkan menurut penilaian yang wajar mesin tersebut
dinilai sebesar Rp 10.000.000,00.- PT. Maju menyerahkan keahlian dan dana kas
Rp200.000.000,00.-. Pembagian hasil didasarkan pada perbandingan / nisbah:
bank dan PT Maju=40:60 atas dasar laba kotor sedangkan untuk kerugian
berdasarkan setoran modal. Mitra Pasif Bank Syariah akan mengakui dan
mengukur Investasi musyarakah sebagai berikut.
Jurnal untuk Mitra Pasif:
1 Maret
2009
Investasi musyarakah – Kas
Investasi musyarakah-aset nonkas
mesin
KeuntunganTangguhan-Selisih
penilaian aset nonkas
musyarakah
Aset nonkas - Mesin
K a s
Rp200.000.000,-
100.000.000,-
--
--
--
-
--
Rp 10.000.000,00
Rp 90.000.000,00
200.000.000,00
Pengakuan keuntungan selisih penilaian aset nonkas musyarakah pada akhir periode
melalui amortisasi, misalnya, diakui Rp 2 juta,--, dibuat jurnal penyesuaian sebagai
berikut:
Memahami Akuntansi Syariah di Indonesia Juni 2010
Copyright©2009 dilindungi oleh Undang-Undang www. ebookakuntansisyariah.com Page 238
31 Des
2009
KeuntunganTangguhan-Selisih
penilaian aset nonkas musyarakah
Keuntungan Selisih Penilaian Aset
nonkas musyarakah
Rp2.000.000,00
---
-
Rp 2.000.000,00
B. Selama Akad
Selama akad, investasi musyarakah menurun diukur dan dinilai sesuai dengan
PSAK 106(2007) sebagai berikut:
1. Bagian mitra pasif atas investasi musyarakah dengan pengembalian dana mitra
pasif di akhir akad dinilai sebesar:
(a) jumlah kas yang dibayarkan untuk usaha musyarakah pada awal akad dikurangi
dengan kerugian (jika ada); atau
(b) nilai wajar aset musyarakah nonkas pada saat penyerahan untuk usaha
musyarakah setelah dikurangi penyusutan dan kerugian (jika ada).
2. Bagian mitra pasif atas investasi musyarakah menurun (dengan pengembalian
dana mitra pasif secara bertahap) dinilai sebesar jumlah kas yang dibayarkan untuk
usaha musyarakah pada awal akad dikurangi jumlah pengembalian dari mitra aktit
dan kerugian (jika ada).
Contoh:
Bila selama tahun 2009 PT MAJU membayar angsuran dana mitra pasif bank syariah
secara tunai Rp 50 juta,- dan bank syariah telah menyusutkan aset nonkas di investasi
musyarakah Rp 20 juta setahun, maka pencatatan dan penilaiannya sebagai berikut:
BANK SYARIAH
31 Des
2009
K a s
Penyusutan-Investasi Musyarakah aset
nonkas
Investasi Musyarakah-kas
Akumulasi Penyusutan-Investasi
Musyarakah aset nonkas
Rp
50.000.000,-
20.000.000,-
--
--
--
--
50.000.000,-
20.000.000,-
Penilaian dan penyajian di neraca per 31 Desember 2009 bank syariah sebagai
berikut:
Memahami Akuntansi Syariah di Indonesia Juni 2010
Copyright©2009 dilindungi oleh Undang-Undang www. ebookakuntansisyariah.com Page 239
BANK SYARIAH ABC
NERACA
PER 31 DESEMBER 2009
---
Investasi Musyarakah-kas Rp 150.000.000,--
Investasi Musyarakah-aset
Nonkas Rp 100.000.000,-
Keuntungan Tangguhan ( 8.000.000,-)
Akumulasi penyusutan ( 20.000.000,-)
Nilai buku Rp 72.000.000,-
C. Akhir Akad
Pada akhir akad, investasi musyarakah diakui sesuai dengan PSAK 106(2007)
sebagai berikut:
Pada saat akad diakhiri, investasi musyarakah yang belum dikembalikan oleh mitra
aktif diakui sebagai piutang.
Jurnal yang dibuat oleh mitra pasif bank syariah adalah:
Debit: Piutang –PT MAJU Rp xxx ---
Debit: Akumulasi Penyusutan-Investasi Musyarakah aset nonkas Rp xxx ---
Kridit: Investasi Musyarakah-aset nonkas --- Rp xxx
D. Pengakuan Hasil Usaha
Pendapatan usaha investasi musyarakah diakui sebesar bagian mitra pasif sesuai
kesepakatan. Sedangkan kerugaian investasi musyarakah diakui sesuai dengan porsi
dana.
Berikut ini diberikan ilustrasi bagi hasil usaha.
Di bawah ini laporan laba rugi mitra aktif PT MAJU pada tahun 2008.
Penjualan Rp 500 juta,--
Harga pokok penjualan Rp 200 juta,--
Laba kotor Rp 300 juta,--
Biaya operasi Rp 150 juta,--
Laba operasi Rp 150 juta,--
Memahami Akuntansi Syariah di Indonesia Juni 2010
Copyright©2009 dilindungi oleh Undang-Undang www. ebookakuntansisyariah.com Page 240
Laba dibagi berdasar nisbah bank:PT Maju= 40 : 60 atas dasar laba kotor.
Perhitungan bagi hasil:
Bank syariah: 40% X Rp 300 juta,--=Rp 120 juta,-
PT MAJU: 60% X Rp 300 juta,--=Rp 180 juta,--
Misalnya Rugi Rp 20 juta,- maka rugi dibagi berdasarkan setoran modal, misal 60:40,
maka pembagian rugi adalah:
Bank syariah: 60% X Rp 20 juta,--=Rp 12 juta,-
PT MAJU: 40% X Rp 20 juta,--=Rp 8 juta,--
Jurnal yang harus dibuat oleh mitra pasif- BANK SYARIAH:
BILA LABA: Adjustment per 31 Desember 2008:
Debit: PiutangBagi Hasil Musyarakah Rp 120 juta ---
Kredit: Pendapatan bagi hasil Musyarakah ----- Rp 120 juta,--
BILA RUGI:
Debit: Kerugian Musyarakah Rp 12 juta,-- ---
Kredit: Investasi Musyarakah ---- Rp 12 juta,--
V. PENYAJIAN
Pada akhir periode, investasi musyarakah disajikan dalam laporan keuangan
sesuai yang diatur oleh PSAK 106(2007) sebagai berikut:
1. Mitra aktif menyajikan hal-hal sebagai berikut yang terkait dengan usaha
musyarakah dalam laporan keuangan:
(a) kas atau aset nonkas yang disisihkan oleh mitra aktif dan yang diterima dari mitra
pasif disajikan sebagai investasi musyarakah;
(b) aset musyarakah yang diterima dari mitra pasif disajikan sebagai unsur dana
syirkah temporer untuk;
(c) selisih penilaian aset musyarakah, bila ada, disajikan dalam unsur ekuitas.
Berikut format Investasi musyarakah di neraca pengelola Aktif per 31
Desember :
Memahami Akuntansi Syariah di Indonesia Juni 2010
Copyright©2009 dilindungi oleh Undang-Undang www. ebookakuntansisyariah.com Page 241
PT MAJU
NERACA
PER 31 DESEMBER 20XX
---
Investasi Musyarakah-kas Rp xxxxx,--
Investasi Musyarakah-aset
Nonkas Rp xxxxx,-
Akumulasi penyusutan ( xxxxx,-)
Nilai buku Rp xxxxxx,-
Ekuitas:
Modal disetor Rp xxxxx
Saldo Laba Rp xxxxxx
Selisih Penilaian
Aset nonkas Musyarakah Rp xxxx
2. Mitra pasif menyajikan hal-hal sebagai berikut yang terkait dengan usaha
musyarakah dalam laporan keuangan:
(a) kas atau aset nonkas yang diserahkan kepada mitra aktif disajikan sebagai
investasi musyarakah;
(b) keuntungan tangguhan dari selisih penilaian aset nonkas yang diserahkan pada
nilai wajar disajikan sebagai pos lawan (contra account) dari investasi
musyarakah .
Berikut format Investasi musyarakah di neraca pengelola pasif per 31 Desember
20xx
BANK SYARIAH ABC
NERACA
PER 31 DESEMBER 2009
---
Investasi Musyarakah-kas Rp XXXXX,--
Investasi Musyarakah-aset
Nonkas Rp XXXXX,-
Keuntungan Tangguhan ( XXXXX,-)
Akumulasi penyusutan (XXXXX-)
Nilai buku Rp XXXXX,-
Alhamdulillahirabbil „alamiin
Memahami Akuntansi Syariah di Indonesia Juni 2010
Copyright©2009 dilindungi oleh Undang-Undang www. ebookakuntansisyariah.com Page 242
Soal-Soal Musyarakah
2. Bagaimanakah pengakuan dan pengukuran pembiayaan musyarakah?
3. Seandainya bank syariah memberikan pembiayaan dalam bentuk aktiva non kas,
misal, mobil. Nilai buku mobil =Rp100.000.000,00 setelah dinilai dengan nilai
yang wajar ternyata nilai wajar mobil tersebut:
a. Rp120.000.000,00
b. Rp80.000.000,00
Bagaimana pengukuran pembiayaan musyarakah tersebut dan bagaimana
perlakuan terhadap selisih antara nilai buku dan nilai pasar yang wajar tersebut?
4. Mitra bank syariah melaporkan rugi labanya tahun 2008 sebagai berikut:
Penjualan Rp500.000.000,00
Harga pokok penjualan Rp200.000.000,00
Laba kotor Rp300.000.000,00
Beban operasi Rp100.000.000,00
Laba operasi Rp200.000.000,00
a. Apabila Gross Profit sharing diterapkan dalam pembagian hasil
dengan nisbah bank : nasabah = 25 : 75 maka hitunglah pembagian
laba! Buatlah jurnal penyesuaian yang dibuat bank untuk mengakui
pendapatan bagi hasil!
b. Apabila Net profit sharing diterapkan dalam pembagian hasil dengan
nisbah bank : nasabah = 40 : 60 maka hitunglah pembagian laba!
Buatlah jurnal penyesuaian yang dibuat bank untuk mengakui
pendapatan bagi hasil!
5. Bank syariah ABC bersyirkah dengan PT XYZ, akad musyarakah ditandatangani 1 Mei 2007
antara bank syariah dan mitranya tsb. Bank syariah menyetorkan dana kas Rp 100 juta,- dan
mesin produksi dengan nilai buku Rp 100 juta,-, setelah dinilai yang wajar mesin tersebut
bernilai Rp 120 juta,--. PT XYZ menyetorkan modalnya Rp 80 juta,- tunai. Selama tahun
2007, setelah mitra melaksanakan bisnisnya, melaporkan Laporan Laba Rugi, bahwa Laba
operasinya Rp 100 juta,-. Nisbah bagi hasil adalah bank:mitra=40:60 dari laba kotor. Pada
tahun 2008, PT XYZ melaporkan Laba Rp 120 juta,- dan beban operasi Rp 150 juta,--.
Diminta:
1. Buatlah jurnal untuk mencatat transaksi tahun 2007 untuk bank dan mitranya.
2. Buatlah jurnal penyesuaian untuk mengakui bagi hasil dari sisi bank dan mitranya.
Memahami Akuntansi Syariah di Indonesia Juni 2010
Copyright©2009 dilindungi oleh Undang-Undang www. ebookakuntansisyariah.com Page 243
3. Buatlah jurnal penyesuaian untuk mengakui kerugian tahun 2008 bila bagi hasil
berdasarkan laba operasi, baik bagi bank maupun bagi mitra bank!
6. Bagaimana perlakuan akuntansi bank syariah apabila dana yang ditanamkan bank di usaha mitra
ternyata
a. bangkrut normal;
b. diselewengkan oleh mitra usaha bank?
=== Alhamdulillahi rabbil „alamiin===
Memahami Akuntansi Syariah di Indonesia Juni 2010
Copyright©2009 dilindungi oleh Undang-Undang www. ebookakuntansisyariah.com Page 244
BAB XI
AKUNTANSI TRANSAKSI IJARAH
(SEWA-MENYEWA)
Ijarah adalah transaksi sewa menyewa atas sebuah aset. Dalam transaksi
ijarah yang ditekankan atau yang menjadi obyek jaminan transaksi adalah
penggunaan manfaat atas sebuah aset. Oleh karena itu, salah satu rukunnya adalah
harga sewa. Secara konvensional sistem ini dikenal dengan nama leasing. Dalam
prinsip ini nasabah boleh memiliki barang tersebut setelah masa sewa selesai apabila
besarnya sewa sudah termasuk cicilan pokok harga barang. Akuntansi ijarah yang
dibahas di sini didasarkan pada PSAK 107 (IAI, 2007) dengan ilustrasi untuk
memperjelas pembahasan.
I. KARAKTERISTIK
Seperti telah dijelaskan sebelumnya bahwa ijarah adalah akad pemindahan
hak guna atau manfaat atas suatu aset dalam waktu tertentu dengan pembayaran sewa
(ujrah) tanpa diikuti dengan pemindahan kepemilikan aset itu sendiri. Sewa yang
dimaksud adalah sewa operasi (operating lease). Sedangkan ijarah muntahiyah
bittamlik adalah akad ijarah dengan wa‘ad (janji dari satu pihak kepada pihak lain
untuk melaksanakan sesuatu) perpindahan kepemilikan aset yang di-ijarah-kan pada
saat tertentu.
II. PENGAKUAN DAN PENGUKURAN 1. Akuntansi bagi Pemilik (Mu‟jir)
Akuntansi ijarah bagi pemilik terdiri dari sub bahasan biaya perolehan, penyusutan
dan amortisasi, pendapatan dan beban, dan perpindahan kepemilikan. Berikut ini
uraian selengkapnya.
1.a. Biaya Perolehan
Biaya perolehan diatur dalam PSAK 107 (2009) sebagai berikut. Obyek ijarah diakui
pada saat obyek ijarah diperoleh sebesar biaya perolehan. Biaya perolehan obyek
Memahami Akuntansi Syariah di Indonesia Juni 2010
Copyright©2009 dilindungi oleh Undang-Undang www. ebookakuntansisyariah.com Page 245
ijarah yang berupa aset tetap mengacu ke PSAK 16: Aset Tetap dan aset tidak
berwujud mengacu ke PSAK 19: Aset Tidak Berwujud. (par.09 dan 10).
Misalnya, 1 Maret 2009, pemilik (bank syariah) membeli mobil untuk
disewakan dengan cost (biaya) Rp200.000.000,00 maka dicatat sebagai berikut:
1 Maret 2009 Aset ijarah
Kas
Rp200.000.000,-
Rp200.000.000,-
1.b. Penyusutan dan Amortisasi
Pada akhir tahun, pada saat pemilik ( bank syariah) akan menyusun laporan
keuangan maka aktiva ijarah tersebut harus disusutkan sesuai dengan ketentuan,yakni
(par.11-12):
a) Obyek ijarah disusutkan atau amotisasi, jika berupa aset yang dapat
disusutkan atau diamortisasi, sesuai dengan kebijakan penyusutan atau
amortisasi untuk aset sejenis selama umur manfaatnya (umur ekonomis).
b) Kebijakan penyusutan atau amortisasi yang dipilih harus mencerminkan pola
konsumsi yang diharapkan dari manfaat ekonomi di masa depan dari obyek
ijarah. Umur ekonomis dapat berbeda dengan umur teknis. Misalnya, mobil
yang dapat dipakai 10 tahun diijarahkan dengan akad ijarah muntahiya
bittamlik selama 5 tahun. Dengan demikian umur ekonomisnya adalah 5
tahun.
Pengaturan penyusutan obyek ijarah yang berupa aset tetap sesuai dengan PSAK 16:
Aset Tetap dan Amortisasi Aset Tidak berwujud sesuai dengan PSAK 19: Aset
Tidak Berwujud. (par.13).
Berikut ini diberikan ilustrasi penyusutan aset ijarah tersebut.
Misalnya:
a. Transaksi ijarah (sewa biasa) apabila mobil di atas dibeli untuk transaksi ijarah,
diperkirakan mempunyai umur ekonomis 6 tahun dengan nilai sisa 10% dari cost.
Maka beban penyusutan per tahun menurut metode garis lurus:
Penyusutan per tahun: Rp200.000.000,00 – (10% x Rp200.000.000,00) =
20.000.000,00 = Rp180.000.000,00 : 6 = Rp30.000.000,00
Penyusutan tahun 2009 : 10 x Rp30.000.000,00 = Rp25.000.000,00
12
Memahami Akuntansi Syariah di Indonesia Juni 2010
Copyright©2009 dilindungi oleh Undang-Undang www. ebookakuntansisyariah.com Page 246
Adjusment per 31 Desember 2009:
Beban penyusutan aset ijarah
Akumulasi penyusutan aset
ijarah
Rp 25.000.000,--
Rp 25.000.000,--
Beban penyusutan akan dilaporkan di laporan rugi laba dan akumulasi penyusutan
akan mengurangi aset ijarah di neraca, hasilnya adalah sebagai berikut:
Nilai buku aktiva ijarah
Bank Syariah
Neraca Per 31 Desember 2009
AKTIVA PASIVA
Aset ijarah Rp200.000.000,00
Akumulasi penyusutan Rp 25.000.000,00
Nilai buku Rp175.000.000,00
b. Transaksi Ijarah Muntahiyah bittamlik
Besarnya penyusutan aktiva ijarah tergantung masa sewa, misal masa sewa 4
tahun nilai sisa diperkirakan 30 % maka penyusutan per tahun:
Rp200.000.000,00 – (30% x Rp200.000.000,00 = Rp60.000.000,00) = Rp140 jt
4 4
= Rp35.000.000,00.-
Jadi penyusutan tahun 2009 adalah 10 bulan :
10 x Rp35.000.000,00 = Rp 29.166.667
12
Adjustment per 31 Desember 2009: Beban penyusutan aset ijarah
Akumulasi penyusutan
aset
ijarah
Rp 29.166..667,-
-
Rp 29.166.667,-
-
1.c. Pengakuan Pendapatan dan Beban.
Pendapatan dan beban ijarah diatur PSAK 107 (2009) par. 14-18, yang secara
lengkap diuraikan dengan ilustrasi berikut ini.
Memahami Akuntansi Syariah di Indonesia Juni 2010
Copyright©2009 dilindungi oleh Undang-Undang www. ebookakuntansisyariah.com Page 247
Pendapatan.
Pendapatan sewa selama masa akad diakui pada saat manfaat atas aset telah
diserahkan kepada penyewa. Piutang pendapatan sewa diukur sebesar nilai yang
dapat direalisasikan pada akhir periode pelaporan. Berikut ini ilustrasinya.
Misal, mobil yang dibeli 1/3 2009 kemudian disewakan dengan sewa per bulan Rp
8.000.000,00 dan dibayar setiap tanggal 5 bulan berikutnya maka pengakuan
pendapatan ijarah akan dicatat sebagai berikut:
5 April – Desember 2009
Kas
Pendapatan ijarah
Rp 8.000.000,-
Rp 8.000.000,-
Pada tanggal 31 Desember 2009 bank syariah akan mengakui pendapatan ijarah
yang belum diterima selama bulan Desember, karena baru akan diterima Januari 2010
dengan jurnal penyesuaian sebagai berikut:
31 Desember 2009
Piutang Pendapatan ijarah
Pendapatan ijarah
Rp 8.000.000,-
-
Rp 8.000.000,-
-
Pendapatan ijarah akan di laporan laba rugi. Dalam hal ini untuk contoh di atas
pendapatan ijarah sebesar Rp80.000.000,00 (10 bulan x Rp8.000.000,00), sedangkan
piutang pendapatan ijarah akan dilaporkan di neraca sebesar Rp8.000.000,00.-
Untuk penyesuaian pendapatan yang belum diterima pada Januari 2010 dapat
dibuatkan jurnal pembalik untuk memudahkan dalam pencatatan penerimaan
pendapatan ijarah setiap bulan, yaitu:
1 Januari 2010
Pendapatan ijarah
Piutang Pendapatan ijarah
Rp 8.000.000,-
-
Rp 8.000.000,-
-
Pada tanggal 5 Januari 2004 diterima pembayaran pendapatan ijarah Rp8.000.000,00
maka bank syarih akan mencatat sebagai berikut:
Kas
Pendapatan ijarah
Rp 8.000.000,-
-
Rp 8.000.000,-
-
Memahami Akuntansi Syariah di Indonesia Juni 2010
Copyright©2009 dilindungi oleh Undang-Undang www. ebookakuntansisyariah.com Page 248
Beban.
Pengakuan biaya perbaikan obyek ijarah adalah sebagai berikut:
a. biaya perbaikan tidak rutin obyek ijarah diakui pada saat terjadinya;
b. dan jika penyewa melakukan perbaikan rutin obyek ijarah dengan persetujuan
pemilik, maka biaya tersebut dibebankan kepada pemilik dan diakui sebagai
beban pada saat terjadinya.
Dalam ijarah muntahiya bit tamlik melalui penjualan bertahap, biaya perbaikan
obyek ijarah yang dimaksud dalam paragraf 16 huruf a dan b ditanggung pemilik
maupun penyewa sebanding bagian kepemilikan masing-masing atas obyek ijarah.
(par.14-17).
Biaya perbaikan obyek ijarah merupakan tanggungan pemilik, perbaikan tersebut
dapat dilakukan oleh pemilik secara langsung atau dilakukan oleh penyewa atas
persetujuan pemilik. (par.18).
Ilustrasi beban
Misalkan, untuk akad ijarah mobil di atas bank syariah mengeluarkan biaya akad
sebesar Rp1.000.000,00 dan mobil disewa untuk 4 tahun maka biaya akad ijarah
akan diamortisasi selama 4 tahun dan pertahunnya adalah:
Rp1.000.000,00: 4 tahun = Rp 250.000,00.-
Berikut ini pengalokasian awal biaya akad dan amortisasi setiap tahunnya:
1 Maret 2009 mencatat biaya akad ijarah Biaya akad ijarah yang
ditangguhkan
Kas
Rp 1.000.000,-
Rp 1.000.000,-
31 Desember 2009 amortisasi 10 bulan:
10 x Rp 250.000 = Rp 208.333
12 Beban akad ijarah
Biaya akad ijarah yang
ditangguhkan
Rp 208.333,-
Rp208.333,-
Apabila penyewa melakukan perbaikan rutin obyek sewa dengan persetujuan
pemilik obyek sewa maka biaya tersebut dibebankan kepada pemilik obyek
sewa dan diakui sebagai beban pada periode terjadinya perbaikan tersebut.
Memahami Akuntansi Syariah di Indonesia Juni 2010
Copyright©2009 dilindungi oleh Undang-Undang www. ebookakuntansisyariah.com Page 249
Misalnya, mobil yang disewa nasabah bank syariah dilakukan perbaikan rutin,
pada tahun 2009 sebesar Rp2.000.000,00 maka beban perbaikan akan menjadi
beban bank syariah (pemilik obyek), berikut pengakuannya:
Beban perbaikan aset ijarah
Kas
Rp 2.000.000,-
Rp 2.000.000,-
1.d. Perpindahan Kepemilikan.
Pada saat perpindahan kepemilikan obyek ijarah dari pemilik kepada penyewa dalam
ijarah muntahiya bit tamlik dengan cara: (PSAK 107, 2009, par. 19)
a) hibah, maka jumlah tercatat obyek ijarah diakui sebagai beban;
Sebagai contoh, pada penyewaan mobil, mobil dibeli 1 Januari 2006 Rp
200.000.000,-, nilai sisa 20%, disewakan dengan masa sewa 4 tahun dengan sewa per
bulan Rp 8.000.000,-, setelah 4 tahun selesai pembayaran sewa mobil ini dihadiahkan
kepada nasabah penyewa maka pada saat penyerahan akan dicatat sebagai berikut:
1 Maret 2010
Akumulasi penyusutan aset ijarah
Kerugian pelepasan aktiva ijarah
Aktiva Ijarah
Rp 140.000.000,-
60.000.000,-
Rp
200.000.000,-
Perhitungan pendapatan dan beban setelah pelepasan mobil sewa:
Pendapatan ijarah : 48 x Rp8.000.000,00 = Rp384.000.000,00
Penyusutan mobil ijarah = Rp140.000.000,00
Pendapatan kotor = Rp244.000.000,00
Rugi pelepasan mobil ijarah = Rp 60.000.000,00
Pendapatan bersih 4 tahun sebelum
biaya perbaikan dan beban akad = Rp184.000.000,00
Beban perbaikan aktiva ijarah (misal) = Rp 40.000.000,00
Pendapatan Bersih (4 tahun) = Rp144.000.000,00
Memahami Akuntansi Syariah di Indonesia Juni 2010
Copyright©2009 dilindungi oleh Undang-Undang www. ebookakuntansisyariah.com Page 250
Return on investment (untuk 4 tahun):
(Rp144.000.000,00 / Rp 200.000.000,00) x 100% = 72%. Return on Investment 1
tahun = 72% / 4 = 18 %
b) penjualan sebelum masa akad, maka selisih antara harga jual dan jumlah tercatat
obyek ijarah diakui sebagai keuntungan atau kerugian;
Misalnya, dengan contoh sebelumnya mobil yang telah dibayar sewa selama 3
tahun dan kemudian bank syariah menjual kepada nasabah dengan harga sebesar sisa
sewa yaitu 1 tahun sewa: 12 x Rp8.000.000,00 = Rp96.000.000,00.- Penyusutan
untuk 3 tahun sampai dengan penjualan : 3 x Rp35.000.000,00 = 105.000.000,00.-
Jadi pada saat penjualan mobil ijarah, bank syariah akan mencatat, sebagai
berikut:
Kas
Akumulasi penyusutan aktiva ijarah
Keuntungan penjualan aset
ijarah
Aset ijarah
Rp 96.000.000,-
Rp 105.000.000,-
Rp 1.000.000,-
Rp 200.000.000,-
Keuntungan penjualan aktiva ijarah dilaporkan di laporan laba rugi sebesar
Rp1.000.000,00 sebagai ―pendapatan non operasi‖.
c) penjualan setelah selesai masa akad, maka selisih antara harga jual dan jumlah
tercatat obyek ijarah diakui sebagai keuntungan atau kerugian;
Jurnal yang dibuat oleh pemilik obyek sewa, apabila penjualannya di atas nilai buku /
nilai sisa, adalah seperti jurnal di point b), yaitu:
Kas
Akumulasi penyusutan aktiva
ijarah
Keuntungan penjualan aset
ijarah
Aset ijarah
Rp xx
Rp xx
Rp xx
Rp xx
Apabila penjualannya dengan harga jual di bawah nilai sisa, maka akan diakui adanya
kerugian. Berikut jurnal yang harus dibuat oleh penyewa:
Memahami Akuntansi Syariah di Indonesia Juni 2010
Copyright©2009 dilindungi oleh Undang-Undang www. ebookakuntansisyariah.com Page 251
Kas
Akumulasi penyusutan aktiva
ijarah
Kerugian penjualan aset ijarah
Aset ijarah
Rp xx
Rp xx
Rp xx
Rp xx
d) penjualan secara bertahap, maka :
i. selisih antara harga jual dan jumlah nilai tercatat sebagai obyek ijarah
yang telah dijual diakui sebagai keuntungan atau kerugian; dan
ii. bagian obyek ijarah yang tidak dibeli penyewa diakui sebagai aset
tidak lancar atau aset lancar sesuai dengan tujuan penggunaan aset
tersebut. (par.19).
2. Akuntansi bagi Penyewa (Musta‟jir)
Akuntansi ijarah bagi penyewa terdiri dari sub bahasan beban, perpindahan
kepemilikan, jual dan ijarah, dan ijarah lanjut. Berikut ini uraian selengkapnya.
2.a. Beban Ijarah
Beban ijarah telah diatur PSAK 107 (2009) paragraf 20-23, secara lengkapnya
diuraikan berikut ini.
(a) Beban sewa diakui selama masa akad pada saat manfaat atas aset telah diterima.
Jurnal standar yang harus dibuat oleh penyewa adalah:
Beban ijarah
Kas
Rp xx
Rp xx
(b) Utang sewa diukur sebesar jumlah yang harus dibayar atas manfaat yang telah
diterima.
Jurnal yang harus dibuat adalah :
Beban ijarah
Utang ijarah
Rp xx
Rp xx
(c) Biaya pemeliharaan obyek ijarah yang disepakati dalam akad menjadi tanggungan
penyewa diakui sebagai beban pada saat terjadinya.
Memahami Akuntansi Syariah di Indonesia Juni 2010
Copyright©2009 dilindungi oleh Undang-Undang www. ebookakuntansisyariah.com Page 252
Jurnal yang akan dibuat oleh penyewa adalah:
Beban ijarah
Kas
Rp xx
Rp xx
(d) Biaya pemeliharaan obyek ijarah dalam ijarah muntahiya bit tamlik melalui
penjualan obyek ijarah secara bertahap, akan meningkat sejalan dengan peningkatan
kepemilikan obyek ijarah.
2.b. Perpindahan Kepemilikan
Perpindahan kepemilikan obyek ijarah telah diatur oleh PSAK 107 (2009) paragraf
24, yang secara lengkap dengan penjelasan dapat diuraikan seperti di bawah ini.
Pada saat perpindahan kepemilikan obyek ijarah dari pemilik kepada penyewa dalam
ijarah muntahiya bit tamlik dengan cara:
(a) hibah, maka penyewa mengakui aset dan keuntungan sebesar nilai wajar obyek
ijarah yang diterima;
Jurnal yang dibuat oleh penyewa adalah:
Aset ijarah
Keuntungan aset ijarah
Rp xx
Rp xx
(b) pembelian sebelum masa akad berakhir, maka penyewa mengakui aset sebesar
nilai wajar atau pembayaran tunai yang disepakati;
Jurnal yang dibuat oleh penyewa adalah:
Aset ijarah
Kas
Rp xx
Rp xx
(c) pembelian setelah masa akad berakhir, maka penyewa mengakui aset sebesar
nilai wajar atau pembayaran tunai yang disepakati;
Jurnal yang dibuat penyewa adalah:
Aset ijarah
Kas
Rp xx
Rp xx
(d) pembelian secara bertahap, maka penyewa mengakui aset sebesar nilai wajar.
Memahami Akuntansi Syariah di Indonesia Juni 2010
Copyright©2009 dilindungi oleh Undang-Undang www. ebookakuntansisyariah.com Page 253
Jurnal yang dibuat adalah:
Aset ijarah
Kas
Rp xx
Rp xx
2.c. Jual dan Ijarah
Jual dan ijarah telah diatur oleh PSAK 107 (2009) paragraf 25-27, yang secara
lengkap dengan penjelasan dapat diuraikan seperti di bawah ini.
(a) Transaksi jual dan ijarah harus merupakan transaksi yang terpisah dan tidak saling
tergantung (ta‘alluq) sehingga harga jual harus dilakukan pada nilai wajar.
(b) Jika suatu entitas menjual obyek ijarah kepada pihak lain dan kemudian
menyewanya kembali maka entitas tersebut mengakui keuntungan atau kerugian
pada periode terjadinya penjualan dalam laporan laba rugi dan menerapkan
perlakuan akuntansi penyewa.
(c) Keuntungan atau kerugian yang timbul dari transaksi jual dan ijarah tidak dapat
diakui sebagai pengurang atau penambah beban ijarah.
Jurnal yang dibuat adalah:
Saat menjual aset, jurnal yang dibuat adalah:
Kas
Akumulasi penyusutan
Keuntungan pelepasan aset
Mobil (misal)
Rp xx
Rp xx
Rp xx
Rp xx
Pada saat aset sudah disewa, maka berlaku akuntansi bagi penyewa seperti sudah
dibahas di bagian sebelumnya.
2.d. Ijarah Lanjut
Ijarah lanjut telah diatur oleh PSAK 107 (2009) paragraf 28-30, yang secara
lengkap dengan penjelasan dapat diuraikan seperti di bawah ini.
(a) Jika suatu entitas menyewakan lebih lanjut kepada pihak lain atas aset yang
sebelumnya disewa dari pemilik, maka entitas tersebut menerapkan perlakuan
akuntansi pemilik dan akuntansi penyewa dalam pernyataan ini (PSAK 107).
Memahami Akuntansi Syariah di Indonesia Juni 2010
Copyright©2009 dilindungi oleh Undang-Undang www. ebookakuntansisyariah.com Page 254
(b) Jika suatu entitas menyewa obyek ijarah (sewa) untuk disewa lanjutkan, maka
entitas mengakui sebagai beban ijarah atau sewa tangguhan untuk pembayaran
ijarah jangka panjang dan sebagai beban ijarah atau sewa untuk sewa jangka
pendek.
(c) Perlakuan akuntansi untuk penyewa diterapkan untuk transaksi antara entitas
(sebagai penyewa) dengan pemilik dan perlakuan akuntansi pemilik diterapkan
untuk tersaksi antara entitas sebagai pemilik dengan pihak penyewa lanjut.
III. PENYAJIAN
Pendapatan ijarah disajikan secara neto setelah dikurangi beban yang terkait,
misalnya, beban penyusutan, beban pemeliharaan dan perbaikan, dan
sebagainya.(par. 31)
IV. PENGUNGKAPAN
Pengungkapan selengkapnya diatur dalam PSAK 107(2009) par.32-33 sebagai
berikut:
Pemilik mengungkapkan dalam laporan keuangan terkait transaksi ijarah dan ijarah
muntahiyah bittamlik, tetapi tidak terbatas, pada:
a. Penjelasan umum isi akad yang signifikan yang meliputi tetapi tidak terbatas
pada:
i. keberadaan wa‘ad pengalihan kepemilikan dan mekanisme yang
digunakan (jika ada wa‘ad pengalihan kepemilikan);
ii. pembatasan-pembatasan, misalnya, ijarah lanjut;
iii. agunan-agunan yang digunakan (jika ada);
b. nilai perolehan dan akumulasi penyusutan atau amortisasi untuk setiap kelompok
aset ijarah;
c. keberadaan transaksi jual dan ijarah (jika ada).
Penyewa mengungkapkan dalam laporan keuangan terkait transaksi ijarah dan ijarah
muntahiyah bittmalik, tetapi tidak terbatas, pada:
Memahami Akuntansi Syariah di Indonesia Juni 2010
Copyright©2009 dilindungi oleh Undang-Undang www. ebookakuntansisyariah.com Page 255
a. penjelasan umum isi akad yang signifikan yang meliputi tetapi tidak terbatas
pada:
i. total pembayaran;
ii. keberadaan wa‘ad pemilik untuk pengalihan kepemilikan dan mekanisme
yang digunakan ( jika ada wa‘ad pemilik untuk pengalihan kepemilikan);
iii. pembatasan-pembatasan, misalnya ijarah lanjut;
iv. agunan yang digunakan (jika ada);
b. keberadaan transaksi jual dan ijarah dan keuntungan atau kerugian yang diakui
(jika ada transaksi jual dan ijarah).
===Alhamdulillaahirabbil „alamiin.===
===================
Memahami Akuntansi Syariah di Indonesia Juni 2010
Copyright©2009 dilindungi oleh Undang-Undang www. ebookakuntansisyariah.com Page 256
SOAL-SOAL Transaksi Ijarah
1. Jelaskan perbedaan IJARAH dan IJARAH MUNTAHIYAH BITTAMLIK!
2. Bagaimanakah cara perpindahan hak milik obyek sewa kepada penyewa
dalam ijarah muntahiyah bittamlik?
3. Dalam hal bank sebagai pemilik obyek sewa, menurut PSAK No. 107 (2009)
kapan diakui aktiva ijarah dan bagaimana pengukurannya? Berikan
contohnya!
4. Bagaimanakah pengakuan dan pengukuran pendapatan ijarah? Berikan
contohnya!
5. Seandainya pada akhir periode masih terdapat pendapatan ijarah yang belum
diterima pembayarannya oleh bank syariah, apakah yang harus dilakukan
oleh bagian pembukuan? Berikan contohnya!
6. Bank syariah memperoleh aktiva ijarah pada 1 Maret 2007,
Rp100.000.000,00 kemudian aktiva di ijarahkan sebagai ijarah muntahiyah
bit tamlik, selama 5 tahun, dengan sewa per bulan Rp2.000.000,00 dan
penyewa diberikan hak untuk memiliki aktiva ijarah tsb.Umur aktiva
diperkirakan 5 tahun dengan estimasi nilai sisa Rp10.000.000,00.-
Penyusutan yang diterapkan adalah metode garis lurus. Pada saat masa sewa
berakhir, penyewa diberikan hak opsi untuk membeli, dan pada akhir masa
sewa aktiva ijarah dibeli dengan harga Rp10.000.000,00.- Buatlah jurnal
transaksi untuk mencatat semua transaksi tersebut oleh bank syariah.
7. Untuk soal no. 7, apabila diakhir masa sewa aktiva ijarah dihibahkan kepada
penyewa. Buatlah jurnal untuk mencatat hibah tersebut!
8. Untuk soal no. 7 juga, apabila diakhir masa sewa aktiva ijarah dijual dengan
harga, misalnya, Rp2.000.000,00.- Buatlah jurnal untuk mencatat transaksi
pengalihan aktiva tersebut!
9. Untuk soal no. 7 juga, apabila diakhir masa sewa aktiva ijarah tidak dibeli
oleh penyewa, kemudian bank syariah menjual kepada pihak lain dengan
harga Rp5.000.000,00.- Buatlah jurnal untuk mencatat transaksi penjualan
aktiva tersebut!
=====alhamdulillahirabbil „alamiin===
Memahami Akuntansi Syariah di Indonesia Juni 2010
Copyright©2009 dilindungi oleh Undang-Undang www. ebookakuntansisyariah.com Page 257
DAFTAR PUSTAKA
Antonio, Muhammad Syafi‘i, 2002, Bank Syariah, Dari Teori ke Praktek, Gema
Insani Press, Jakarta.
Bakry, Oemar, 1984, Al Qur‟an dan Terjemah Rahmat, Penerbit Abdullah bin Affif
& Co., Jakarta.
Biro Perbankan Syariah, Bank Indonesia, 2003, Pedoman Akuntansi Perbankan
Syariah Indonesia (PAPSI), Jakarta.
C. Mish, Frederick (editor in chief), 1984, Webster‟s Ninth New Collegiate
Dictionary, MERRIEAM WEBSTER INC, Publishers Springfileld,
Massachusetts, U.S.A.
Haroen, Nasrun, 2000, Fiqih Muamalah, Gaya Media Pratama, Jakarta.
Ikatan Akuntan Indonesia, 2002, Pernyataan Standar Akuntansi Keuangan 1, tentang
Penyajian Laporan Keuangan (Revisi 1998), Penerbit Salemba, Jakarta.
Ikatan Akuntan Indonesia, 2002, Pernyataan Standar Akuntansi Keuangan 2, tentang
Laporan Arus Kas, Penerbit Salemba, Jakarta.
Ikatan Akuntan Indonesia, 2007, Kerangka Dasar Penyusunan dan Penyajian Laporan
Keuangan Syariah, Penerbit Salemba, Jakarta.
Ikatan Akuntan Indonesia, 2007, Pernyataan Standar Akuntansi Keuangan 101,
tentang Laporan Keuangan Syariah, Penerbit Salemba, Jakarta.
Ikatan Akuntan Indonesia, 2007, Pernyataan Standar Akuntansi Keuangan 102,
tentang Akuntansi Murabahah, Penerbit Salemba, Jakarta.
Ikatan Akuntan Indonesia, 2007, Pernyataan Standar Akuntansi Keuangan 103,
tentang Akuntansi Salam, Penerbit Salemba, Jakarta.
Ikatan Akuntan Indonesia, 2007, Pernyataan Standar Akuntansi Keuangan 104-106,
tentang Akuntansi Istishna‟, Mudharabah, Musyarakah; Penerbit
Salemba, Jakarta.
Ikatan Akuntan Indonesia, 2009, Pernyataan Standar Akuntansi Keuangan 107,
tentang Akuntansi Ijarah; Penerbit Salemba, Jakarta.
Jabir Al-Jazairi, Abu Bakar, 2001, Ensiklopedia Muslim ( Minhajul Muslimin ), Darul
Falah, Jakarta.
Sabiq, Sayyid, 2007, Fiqih Sunnah, Pena Pundi Aksara, Jakarta.
Tim Pengembangan Perbankan Syariah, 2002, Konsep, Produk, dan Implementasi
Operasional Bank Syariah, Penerbit Djambatan, Jakarta.
Wiyono, Slamet, 2006, Cara Mudah Memahami Akuntansi Perbankan Syariah,
Grasindo, Jakarta.
Zulkifli, Sunarto, 2003, Panduan Praktis Transaksi Perbankan Syariah, Zikrul
Hakim, Jakarta.
=====$$$$$=======