buku-1 dan buku ii untuk dicetak.pdf.pdf

257
Memahami Akuntansi Syariah di Indonesia Juni 2010 Copyright©2009 dilindungi oleh Undang-Undang www. ebookakuntansisyariah.com Page 1 Memahami AKUNTANSI SYARIAH di INDONESIA ( MAS-IN ) Hak Cipta © 2009 dilindungi oleh Undang-Undang Aplikasi pada Entitas Perbankan Syari’ah, Takaful, Entitas Syariah lainnya dan Entitas Konvensional yang Melakukan Transaksi Syariah ( Disertai dengan Soal- Soal Latihan Essay dan Kasus untuk Memperdalam Pemahaman Materi ) Disusun oleh DRS. SLAMET WIYONO, Ak,MBA,SAS Dosen Fakultas Ekonomi Universitas Trisakti Jakarta Edisi Juni 2010 www.ebookakuntansisyariah.com

Upload: dwichen

Post on 19-Dec-2015

284 views

Category:

Documents


44 download

TRANSCRIPT

Page 1: BUKU-1 dan Buku II untuk dicetak.pdf.pdf

Memahami Akuntansi Syariah di Indonesia Juni 2010

Copyright©2009 dilindungi oleh Undang-Undang www. ebookakuntansisyariah.com Page 1

Memahami

AKUNTANSI SYARIAH di INDONESIA ( MAS-IN )

Hak Cipta © 2009 dilindungi oleh Undang-Undang

Aplikasi pada Entitas Perbankan Syari’ah, Takaful,

Entitas Syariah lainnya dan Entitas Konvensional

yang Melakukan Transaksi Syariah

( Disertai dengan Soal- Soal Latihan Essay dan Kasus untuk

Memperdalam Pemahaman Materi )

Disusun oleh

DRS. SLAMET WIYONO, Ak,MBA,SAS

Dosen Fakultas Ekonomi Universitas Trisakti Jakarta

Edisi Juni 2010

www.ebookakuntansisyariah.com

Page 2: BUKU-1 dan Buku II untuk dicetak.pdf.pdf

Memahami Akuntansi Syariah di Indonesia Juni 2010

Copyright©2009 dilindungi oleh Undang-Undang www. ebookakuntansisyariah.com Page 2

Memahami

Akuntansi Syariah di Indonesia

Oleh

Drs. Slamet Wiyono, Ak.,MBA., SAS

Copyright©2009 hak cipta dilindungi oleh undang-undang

ISBN 978-602-95509-1-7

Diterbitkan pertama kali oleh Shambie Publisher

Alamat Jalan Jahe II no. 14 Komplek Kembang Larangan,

Kec. Larangan, Kota Tangerang, Provinsi Banten, 15154.

Dilarang mengutip dan memperbanyak sebagian atau seluruh

isi buku ini dalam bentuk apapun ( seperti cetakan, fotocopian,

microfilm, CD-ROM,dan rekaman suara) tanpa izin tertulis dari

pemegang hak cipta / penerbit

Page 3: BUKU-1 dan Buku II untuk dicetak.pdf.pdf

Memahami Akuntansi Syariah di Indonesia Juni 2010

Copyright©2009 dilindungi oleh Undang-Undang www. ebookakuntansisyariah.com Page 3

Persembahan

Buku ini saya persembahkan kepada Allah SWT sebagai

manifestasi syukur saya atas segala nikmat yang telah dikaruniakan

kepada saya, semoga Allah SWT berkenan menerima amal yang

sangat kecil ini sebagai amal jariyah ilmu di sisi Nya dan Allah SWT

sendirilah yang akan menilai amal dan pahalanya.

Dan juga, saya hadiahkan kepada istriku tersayang, Tuty

Alawiyah, dan anak-anakku tercinta- Tyas, Rafi, Nabilla, dan

Ramadha-, mudah-mudahan buku ini dapat menginspirasi diri

kalian sehingga dapat melanjutkan perjuangan papamu dalam

jama‟ah untuk mengembangkan ekonomi syariah dan akuntansi

syariah di dunia ini, akhirnya akan mampu mengemban amanah

sebagai Khalifah dan Abdillah Allah di muka bumi ini.

Terakhir, buku ini juga saya dedikasikan kepada saudaraku

„pencinta Akuntansi Syariah khususnya dan Ekonomi Syariah pada

umumnya‟ sebagai sarana pembelajaran / tarbiyah untuk merajut

masa depan yang lebih baik lagi dalam perekonomian syariah yang

diridhoi Allah SWT.

Page 4: BUKU-1 dan Buku II untuk dicetak.pdf.pdf

Memahami Akuntansi Syariah di Indonesia Juni 2010

Copyright©2009 dilindungi oleh Undang-Undang www. ebookakuntansisyariah.com Page 4

Perenungan

Marilah kita renungkan sejenak ayat Al Qur‟an

di bawah ini.

“...Sesungguhnya Allah tidak akan mengubah keadaan (nasib)

sesuatu kaum (orang, bangsa) sehingga mereka mengubah keadaan

diri mereka sendiri. Dan apabila Allah menghendaki kehancuran

suatu kaum, maka tidak ada yang sanggup mencegahnya, dan tidak

ada perlindungan mereka selain dari Allah.”

(Al Qur‟an, Surat 13, Ar Ra‟d:11)

“ Hai orang-orang yang beriman, bertaqwalah kepada Allah dan

hendaklah setiap diri memperhatikan apa yang telah diperbuatnya

untuk hari esok (akhirat), dan bertaqwalah kepada Allah ,

sesungguhnya Allah Maha Mengetahui apa yang kamu kerjakan.”

(Al Qur‟an, Surat Al-Hasyr:18)

Page 5: BUKU-1 dan Buku II untuk dicetak.pdf.pdf

Memahami Akuntansi Syariah di Indonesia Juni 2010

Copyright©2009 dilindungi oleh Undang-Undang www. ebookakuntansisyariah.com Page 5

Kata Pengantar

Bismillaahirrahmaanirrahiimi

Assalamu‟alaikum Warahmatullaahi Wabarakaatuh

Puji syukur Alhamdulillah penulis panjatkan ke hadhirat Allah SWT sebagai

ungkapan terima kasih mendalam, berkat rahmat, hidayah, dan nikmat Nya yang telah

dikarunikan kepada penulis yang mustahil kita mampu menghitungnya, sehingga atas

rahmat Allah SWT tersebut penulis dapat menyelesaikan buku ini dengan judul

‗Memahami Akuntansi Syariah di Indonesia‘. Tanpa ridho dan petunjuk-Nya,

mustahil penulis dapat menyelesaikan tugas ini, oleh karena itu pantaslah kalau

penulis harus selalu bersyukur kepada Allah SWT.

Buku ini ditulis sebagai perwujudan kecintaan penulis terhadap ilmu Allah

yang terkandung dalam Al Qur‘an dan di alam semesta ini, semoga membawa

manfaat dan maslahat kepada para pembaca semuanya. Kalau terdapat kebenaran

dalam buku ini maka kebenaran itu datangnya dari Allah, akan tetapi bila dalam buku

ini terdapat kesalahan, maka kesalahan itu datangnya dari penulis sendiri. Atas segala

kekurangan dan kesalahan , mohon kiranya pembaca dapat memaafkan penulis dan

tidak segan-segan memberikan kritik dan sarannya yang membangun demi

kesempurnaan buku ini.

Pada kesempatan penerbitan buku ini, perkenankanlah saya menyampaikan

terima kasih yang sebesar-besarnya kepada berbagai pihak yang telah memberikan

dorongan dan motivasinya, bantuan materiil , finansiil dan moril sehingga buku ini

dapat hadir di hadapan para pembaca. Semoga kebaikan-kebaikan tersebut akan

dibalas dengan pahala yang sebesar-besarnya dari Allah SWT, dimudahkan rizkinya,

disehatkan badannya, dijauhkan dari malapetaka, dan selalu dalam lindungan Allah

SWT, A-min. Ucapan terima kasih ini penulis sampaikan kepada:

1. Prof. Dr. Thoby Motis, Rektor Universitas Trisakti, sebagai pendorong

berkembangnya pemikiran terhadap Sistem Ekonomi Syariah di Trisakti dan

di Indonesia.

2. Prof. Dr. H. Yuswar Zainul Basri, MBA, Ak, Wakil Rektor I Universitas

Trisakti, yang telah memberikan dorongan positif untuk menyelesaikan buku

Page 6: BUKU-1 dan Buku II untuk dicetak.pdf.pdf

Memahami Akuntansi Syariah di Indonesia Juni 2010

Copyright©2009 dilindungi oleh Undang-Undang www. ebookakuntansisyariah.com Page 6

ini, yang akan sangat bermanfaat pada pengembangan disiplin ilmu akuntansi

di Trisakti maupun di Indonesia.

3. Prof. Dr. Itjang D. Gunawan, MBA, Ak, Wakil Rektor II, yang telah

memberikan bantuan moril sehingga buku ini dapat diterbitkan dan dijadikan

bahan pembelajaran di jurusan Akuntansi Fakultas Ekonomi.

4. Prof. Dr. Hj. Farida Jasfar, ME, Phd, Dekan Fakultas Ekonomi Universitas

Trisakti Jakarta, yang tidak henti-hentinya memberikan motivasi kepada

penulis untuk selalu menulis karya ilmiah, diantaranya adalah buku ini.

5. Dr. Bambang Sudaryono, MBA, Ak, Wadek II Fakultas Ekonomi Universitas

Trisakti Jakarta, yang telah memberikan bantuan moril dan finansiil dalam

penerbitan buku ini.

6. Dra. Hj. Etty M. Naser, MM, Ak, Kajur Akuntansi Fakultas Ekonomi

Universitas Trisakti Jakarta, yang telah memberikan dorongan semangat

untuk selalu dapat menulis buku dan penelitian-penelitian akuntansi.

7. H. Murtanto, SE, MSi, Ak, Sekretaris Jurusan Akuntansi Fakultas Ekonomi

Universitas Trisakti Jakarta, yang telah memberikan arahannya dalam

penulisan karya-karya ilmiah selama ini.

8. Dr. Sekar Mayangsari, MSi, Ak, ketua Program Pendidikan Akuntansi

Fakultas Ekonomi Universitas Trisakti Jakarta, yang telah memberikan

dorongan, bantuan materiil dan moril sehingga dapat mempercepat

penyelesaian buku ini dan menyelesaikan Ujian Sertifikasi Akuntansi Syariah

di Ikatan Akuntan Indonesia.

9. Prof. Dr. Abdul Hamid, MSc, Dekan Fakultas Ekonomi dan Bisnis

Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta, yang telah memberikan

motivasi dan bantuannya sehingga buku ini akan dapat digunakan mahasiswa

di Fakultas Ekonomi dan Bisnis UIN Jakarta.

10. Drs. M. Arief Bintoro Dibyoseputro, MBA, Ak, Wakil Dekan II Fakultas

Ekonomi dan Bisnis Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta,

yang telah memberikan motivasi dan bantuannya sehingga buku ini dapat

segera terbit dan dapat digunakan di FEB UIN Jakarta.

Page 7: BUKU-1 dan Buku II untuk dicetak.pdf.pdf

Memahami Akuntansi Syariah di Indonesia Juni 2010

Copyright©2009 dilindungi oleh Undang-Undang www. ebookakuntansisyariah.com Page 7

11. Dr. Ali Djamhuri, Mcom, Ak, Dosen S1 dan S2 Fakultas Ekonomi

Universitas Brawijaya dan Konsultan pada Pusat Pengembangan Akuntansi

dan Bisnis Unibraw Malang, Jawa Timur.

12. Drs. M Yusuf Wibisana, MSc, Ak, Partner Price Waterhouse Coupers,

Jakarta, Ketua Dewan Standar Akuntansi Keuangan IAI Jakarta, dan Dosen

Fakultas Ekonomi UGM Yogyakarta dan Unibraw Malang, Jawa Timur, yang

telah mensuplai berbagai bahan untuk penulisan buku ini.

13. Dra. Yuli Harwani, MM, Dekan Fakultas Ekonomi Universitas Mercu Buana

Jakarta, yang telah memberikan motivasi dan bantuannya sehingga buku ini

akan bisa digunakan oleh para mahasiswa FE UMB Jakarta.

14. Drs. H. Sabaruddin Muslim, MSi, Wakil Dekan III dan mantan Kajur

Akuntansi Fakultas Ekonomi Universitas Mercu Buana Jakarta, yang telah

memberikan motivasi dan bantuannya sehingga buku ini dapat diterbitkan.

15. Drs. Yuwono Banukisworo, MM, Direktur Pengembangan Bisnis BNI

Syariah, Jakarta, yang telah memberikan bantuan moril dan materiil dalam

penerbitan buku ini.

16. Para mahasiswa saya di FE Usakti, FEB UIN Syarif Hidayatullah STIE IBS

Jakarta, FE Universitas Mercu Buana Jakarta, LPSDM Kewirausahaan BINA

AMANAH, Tangerang, STIE Triduta Amanah, Tangerang, USAS REVIEW

FE Usakti yang secara tidak langsung juga memberikan spirit untuk segera

menyelesaikan buku ini.

17. Dan pihak-pihak lain yang tidak bisa disebutkan satu per satu di sini.

Atas segala bantuan yang berupa do‘a, motivasi, materiil dan moril sehingga buku

ini dapat terwujud, saya hanya bisa menghaturkan Jazakumullahu choiran katsiran,

semoga akan dibalas pahala yang sebesar-besarnya di sisi Allah SWT, dimurahkan

rizkinya, disehatkan badannya, dipanjangkan umurnya dalam kebajikan, dijauhkan

dari malapetaka, A-min ya rabbal ‗alamin.

Buku ini berisi 11 bab, yaitu, bab 1, Islam sebagai Agama Kafah; bab 2, Akad

dan Transaksi dalam Bisnis Syariah; bab 3, Perhitungan Bagi Hasil; bab 4, Kerangka

Dasar Penyusunan dan Penyajian Laporan Keuangan Syariah (KDPPLKS); bab 5,

Laporan Keuangan Syariah; bab 6, Akuntansi Murabahah, dan bab 7, Akuntansi

Salam, bab 8, Akuntansi Istishna‟, bab 9, Akuntansi Mudharabah, bab 10, Akuntansi

Page 8: BUKU-1 dan Buku II untuk dicetak.pdf.pdf

Memahami Akuntansi Syariah di Indonesia Juni 2010

Copyright©2009 dilindungi oleh Undang-Undang www. ebookakuntansisyariah.com Page 8

Musyarakah, bab 11, Akuntansi Ijarah. Akhirnya, semoga buku dapat memberikan

manfaat bagi Anda pembaca semua, baik yang sedang mengikuti matapelajaran dan

matakuliah Akuntansi Syariah maupun yang mendalami Akuntansi Syariah untuk

maksud dipraktekkan dalam entitas usaha yang dijalani. Atas segala kekurangan dan

kesalahan dalam buku ini penulis mohon maaf dan kritik serta sarannya sangat kami

harapkan, dengan menghubungi penulis pada telpon 0812 8410121 atau ke email:

[email protected]. Buku ini, dalam bentuk Ebooknya, juga dapat

didownload pada www.ebookakuntansisyariah.com.

Billahitaufiq wal Hidayah,

Wassalamu‟alaiku Warahmatullahi Wabarakaatuh.

Jakarta, Juni 2010 M/Jumadilakhir 1430 H

Penulis,

( SLAMET WIYONO )

Page 9: BUKU-1 dan Buku II untuk dicetak.pdf.pdf

Memahami Akuntansi Syariah di Indonesia Juni 2010

Copyright©2009 dilindungi oleh Undang-Undang www. ebookakuntansisyariah.com Page 9

Daftar Isi

Halaman Judul (1)

Halaman Persembahan (3)

Halaman Perenungan (4)

Kata Pengantar (5)

Daftar Isi (10)

BAB I : Islam sebagai Agama Kaffah (11)

BAB II : Akad dan Transaksi dalam Bisnis Syariah (35)

BAB III : Perhitungan Bagi Hasil (66)

BAB IV : Kerangka Dasar Penyusunan dan Penyajian Laporan

Keuangan Syariah (KDPPLKS) (102)

BAB V : Laporan Keuangan Syariah (118)

BAB VI : Akuntansi Murabahah (147)

BAB VII : Akuntansi Salam. (168)

BAB VIII : Akuntansi Istishna‟ (186)

BAB IX : Akuntansi Mudharabah (216)

BAB X : Akuntansi Musyarakah (238)

BAB XI : Akuntansi Ijarah (252)

DAFTA PUSTAKA (266)

Page 10: BUKU-1 dan Buku II untuk dicetak.pdf.pdf

Memahami Akuntansi Syariah di Indonesia Juni 2010

Copyright©2009 dilindungi oleh Undang-Undang www. ebookakuntansisyariah.com Page 10

BAB I

ISLAM SEBAGAI AGAMA YANG KAFFAH

A. Islam sebagai Agama yang Komprehensif

Islam sebagai agama samawi yang terakhir, yang diturunkan oleh Allah SWT

untuk mengatur kehidupan manusia, mempunyai karakteristik yang banyak

berbeda dengan agamawi sebelumnya yang diturunkan kepada Rasul-Rasul

terdahulu, seperti yang diturunkan kepada Adam AS, Musa AS, Daud AS, Isa AS,

dan lainnya. Sebagai agama terakhir, maka Islam telah mengatur dari yang

bersifat filosofis, sistemik, maupun sampai pada aturan praktis, seperti ketentuan

zakat, waris, nikah, dll. Hal ini dapat dipahami secara akal sehat, sebagai agama

terakhir maka Allah SWT harus membuat ketentuan yang lengkap dan

menyeluruh untuk mengatur kehidupan manusia agar hidupnya nanti bahagia

dunia dan akhirat. Periode menjelang akhir zaman, kehidupan manusia semakin

komplek dan rumit sehingga Allah SWT pastilah sudah mengetahui akan

kebutuhan manusia agar selamat hidupnya di dunia dan di akhirat nanti. Berbeda

dengan agama yang turun sebelumnya, ia diturunkan sesuai dengan zamannya

yang belum begitu rumit dan komplek seperti kehidupan di akhir zaman, sehingga

ketentuan-ketentuan dalam kitab suci juga belum sesempurna dengan kitab suci

terakhir yaitu Al Qur‘anul Karim. Dalam Al Qur‘an sudah lengkap dan

menyeluruh mengatur kehidupan manusia yang terkait dengan hubungan manusia

dengan Allah ( hablumminAllah ) dan hubungan manusia dengan manusia lain

dan makhluk ciptaan Allah lainnya (hablumminannas). Al Qur‘an , sebagai

wahyu Allah kepada nabi besar Muhammad SAW, telah dipersiapkan untuk

mengatur kehidupan manusia yang menjangkau tidak saja sampai pada akhir

zaman (kiyamat) tetapi lebih jauh dari itu, yaitu sampai menuju kehidupan kekal

abadi ( akhirat).

Walaupan demikian, dewasa ini masih ada, kalau tidak dikatakan banyak yang

berpendapat dan beranggapan bahwa Islam adalah agama yang hanya mengatur

bagaimana umat Islam beribadah kepada Tuhannya saja, yaitu hanya urusan

Page 11: BUKU-1 dan Buku II untuk dicetak.pdf.pdf

Memahami Akuntansi Syariah di Indonesia Juni 2010

Copyright©2009 dilindungi oleh Undang-Undang www. ebookakuntansisyariah.com Page 11

sholat belaka. Bahkan, yang lebih memojokkan lagi bahwa Islam adalah

penghambat kemajuan pembangunan.Yang jelas, ini adalah salah satu bentuk

ketidak tahuan dan kesalah pahaman tentang memahami Islam secara

menyeluruh. Seharusnya, sebelum mereka berpendapat terlebih dahulu pelajari

secara objektif dan netral, tidak berdasar prasangka, kecurigaa, dan ketakutan;

dengan demikian pendapat mereka objektif berdasarkan hasil penelitian yang

dapat dipertanggungjawabkan. Tidak jarang para peneliti non-muslim yang

meneliti tentang Al Qur‘an secara objektif, akhirnya berkesimpulan bahwa Al

Qur‘an adalah wahyu dari Tuhan Yang Maha Benar, yang isinya tidak ada yang

salah, yang ada adalah banyak ayat yang tidak dapat dijangkau oleh akal pikir

manusia dan ilmu pengetahuan dan teknologi sampai saat ini. Salah satunya

adalah kisah mengenai Isra‘ dan Mi‘raj nabi besar Muhammad SAW, perjalanan

nabi dari Makkah ke masjidil Aqsha langsung naik menghadap Allah sampai ke

‗sidratul muntaha‘ hanya dalam waktu satu malam, yang jaraknya bila diukur

dengan perjalanan manusia biasa adalah lebih dari ribuan tahun cahaya. Kisah

Isra‘ dan Mi‘raj ini sampai sekarang belum ada manusia lain yang bisa

melakukannya setara dengan perjalanan nabi tersebut. Masih banyak contoh ayat

Al Qur‘an yang belum bisa dipahami oleh akal manusia dan itu bukan suatu

kesalahan Al Qur‘an, tetap sebagai kebenaran Allah SWT, hanya manusia

terbatas kemampuan untuk memahaminya.

Di samping itu, pendapat orang banyak yang didasarkan pada kepentingan, seperti

kepentingan politik, ekonomi, sehingga tidak bisa berpendapat secara netral

sehingga bisa timbul tuduhan bahwa Al Qur‘an sudah tidak sesuai dengan zaman,

penghambat kemajuan ekonomi, bahkan ada yang berpendapat Islam sebagai

pengambat kreatifitas manusia. Itulah pendapat yang didorong oleh hawa nafsu

syaithan, angkara murka, kecongkakan, hedonisme, dan pemujaan terhadap

kepuasan materialis. Jadi, sesungguhnya Al Qur‘an atau Islam tidak seperti yang

mereka gambarkan dan sangkakan. Islam adalah agama yang lengkap dan berlaku

universal seluruh alam semesta.

Islam sebagai agama dan pandangan hidup yang komprehensif atau lengkap,

menyeluruh (kafah) dapat ditunjukkan dengan ayat-ayat Al-Qur‘an yang apabila

Page 12: BUKU-1 dan Buku II untuk dicetak.pdf.pdf

Memahami Akuntansi Syariah di Indonesia Juni 2010

Copyright©2009 dilindungi oleh Undang-Undang www. ebookakuntansisyariah.com Page 12

dikelompokkan akan mengatur diantaranya, tentang hal-hal berikut ini (Abu Bakr

Jabir Al-Jazairi, 2001, dalam Wiyono, 2006).

a. Aqidah ( masalah ke Tuhanan dalam Islam ), yaitu

1) iman kepada Allah SWT;

2) beriman kepada rububiyah Allah terhadap segala hal;

3) beriman kepada ke Tuhanan Allah;

4) beriman kepada nama-nama Allah dan sifat-sifat-Nya;

5) beriman kepada para malaikat;

6) beriman kepada kitab-kitab Allah;

7) beriman kepada Al-Qur‘anulkarim;

8) beriman kepada rosul-rosul;

9) beriman kepada risalah Muhammad SAW;

10) beriman kepada hari akhir;

11) beriman kepada siksa kubur dan kenikmatannya;

12) beriman kepada qadha‘ dan qadar;

13) tauhid ibadah;

14) al-wasilah (perantaraan);

15) wali-wali Allah beserta karomah-karomah mereka dan wali-wali syetan

beserta kesesatan-kesesatan mereka;

16) beriman kepada kewajiban amar ma‘ruf nahi mungkar dan kode etiknya;

17) beriman kepada kewajiban mencintai sahabat-sahabat Rosulullah,

keutamaan mereka, hormat pada imam-imam Islam, dan taat kepada

pemimpin kaum muslimin.

b. Etika, yang dikelompokkan menjadi

1) etika niat;

2) etika terhadap Allah SWT;

3) etika terhadap Al Qur‘an;

4) etika terhadap Rasulullah SAW;

5) etika terhadap diri sendiri;

6) etika terhadap manusia;

7) etika ukhuwah karena Allah, mencintai karena-Nya, dan benci karena-

Nya;

8) etika duduk dan ruang pertemuan;

9) etika makan dan minum;

10) etika bertamu;

11) etika bepergian;

12) etika berpakaian;

13) etika sifat-sifat fitrah;

14) etika tidur

c. Akhlaq, yang dikelompokkan menjadi

1) akhlak yang baik;

2) akhlak sabar dan bertahan terhadap gangguan;

3) akhlak bertawakal kepada Allah SWT dan percaya diri;

4) itsar dan cinta kebaikan;

Page 13: BUKU-1 dan Buku II untuk dicetak.pdf.pdf

Memahami Akuntansi Syariah di Indonesia Juni 2010

Copyright©2009 dilindungi oleh Undang-Undang www. ebookakuntansisyariah.com Page 13

5) akhlak adil dan pertengahan;

6) akhlak penyayang;

7) akhlak berbuat baik;

8) akhlak benar;

9) akhlak dermawan;

10) akhlak tawadlu‘ dan keburukan sombong;

11) akhlak-akhlak tercela.

d. Ibadah, meliputi

1) thaharah (bersuci);

2) etika buang air;

3) wudlu;

4) mandi;

5) tayammum;

6) mengusap atas sepatu dan pembalut luka;

7) hukum haid dan nifas;

8) shalat;

9) hukum-hukum sekitar jenazah;

10) zakat;

11) puasa;

12) haji dan umrah;

13) mengunjungi masjid Nabawi dan mengucapkan salam kepada Rasulullah

SAW di makamnya;

14) hewan kurban dan aqiqah.

e. Muamalah, yang meliputi

1) jihad;

2) jual-beli;

3) beberapa akad;

4) beberapa hukum;

5) nikah, talak, ruju‟, khulu‟, li‟an, Ila‟, dhihar, iddah, nafkah, dan

hadhanah;

6) warisan dan hukum-hukumnya;

7) sumpah dan nazar;

8) dzakat, shaid, tha‟am dan syarab;

9) jinayat-jinayat dan hukum-hukumnya;

10) had-had;

11) hukum-hukum qadha‟ dan syahadat (kesaksian);

12) ar-roqiq.

Disamping Islam mengatur 5 (lima) kelompok di atas, Islam juga memberikan

dasar-dasar pengaturan tentang politik-kenegaraan, ekonomi, perdagangan dan

keuangan, keilmuan, teknologi, dan lainnya yang pengembangannya di bawah

Page 14: BUKU-1 dan Buku II untuk dicetak.pdf.pdf

Memahami Akuntansi Syariah di Indonesia Juni 2010

Copyright©2009 dilindungi oleh Undang-Undang www. ebookakuntansisyariah.com Page 14

kelompok muamalah. Untuk memberikan gambaran yang jelas tentang

kelengkapan Islam, gambar 1 dan 2 dapat membantu memperjelas.

Gambar 1

ISLAM AS A COMPREHENSIVE WAY OF LIFE

___________

Sumber: Wiyono, Slamet, 2006, Cara Mudah Memahami Akuntansi Perbankan Syariah, Grasindo, halaman 4.

Cukup jelas di sini bahwa pilar Islam adalah aqidah, syariah, dan akhlaq. Aqidah

sebagai landasan keimanan muslim (tauhid) yang menjiwai syariah (hukum-hukum

Islam) dan aturan-aturan mengenai moralitas umat (akhlaq). Syariah mendasari

muamalah dan ibadah. Muamalah adalah kegiatan umat yang menyangkut hubungan

ISLAM

AQIDAH

CIVIL LAWS

MUAMALAH

AKHLAQ SYARIAH

CRIMINAL

LAWS

IBADAH

SPECIAL RIGHTS PUBLIC RIGHTS

INTERIOR

AFFAIRS

EXTERIOR

AFFAIRS

INTERNATIONAL

RELATIONS

CONSTITUENCY ECONOMY ADMINISTRATIVE

LEASING INSURANCE BANKING MORTGAGE VENTURE

CAPITAL

FINANCE

Page 15: BUKU-1 dan Buku II untuk dicetak.pdf.pdf

Memahami Akuntansi Syariah di Indonesia Juni 2010

Copyright©2009 dilindungi oleh Undang-Undang www. ebookakuntansisyariah.com Page 15

antara manusia dengan manusia, manusia dengan binatang, tumbuh-tumbuhan, bumi,

laut, udara, dan makhluq Allah lainnya.

Selain itu, ibadah (dalam artian sempit) adalah kegiatan ummat Islam yang

menyangkut hubungan manusia sebagai makhluk dengan Allah sebagai Al chalik

(Sang Pencipta). Dalam pengertian yang luas, ibadah mencakup muamalah dan

ibadah (sempit), karena dalam Islam segala sesuatu kegiatan yang dimulai dengan

membaca basmallah akan bernilai ibadah di sisi Allah.

Dalam muamalah ini diatur mengenai hak-hak khusus dan hak-hak publik.

Hak khusus terdiri dari hukum kriminal dan hukum sipil, sementara hak-hak publik

terdiri dari urusan-urusan internal dan eksternal. Urusan eksternal menyangkut

hubungan internasional, sedangkan urusan internal akan mencakup bidang

administrasi, ekonomi, dan konstituensi. Dalam bidang ekonomi akan melahirkan

kegiatan-kegiatan keuangan dengan kelembagaan seperti leasing (sewa guna usaha),

asuransi, perbankan, mortgage, dan venture capital. Semua hubungan antar manusia

ini diatur dengan Syariah Islamiyah (hukum-hukum Islam). Sistem ekonomi yang

diatur dengan menggunakan Syariah Islamiyah lazim disebut sebagai Sistem

Ekonomi Syariah (Ekonomi Syariah).

Gambar 2 akan memperjelas bahwa dalam bidang ekonomi, Islam telah

memberikan kerangka Sistem Ekonomi yang Islamik dan komprehensif.

Islamic Economic System (Sistem Ekonomi Islamik) terbagi menjadi 3 (tiga) sektor,

yaitu Siyasi Sector (Sektor Publik ), Tijari Sector (Sektor Private/swasta ), Ijtimai

Sector (Sektor Kesejahteraan Sosial). Masing-masing sektor mempunyai fungsi yang

jelas, lembaga yang mengatur serta hukum Islam (syariah) yang relevan telah ada,

yaitu

1). Siyasi Sector (Sektor Publik), berfungsi

a. memelihara hukum, keadilan dan pertahanan;

b. perencanaan dan pelaksanaan kebijakan ekonomi;

c. pengelolaan kekayaan di bawah kepemilikan negara;

d. intervensi ekonomi, jika diperlukan.

Lembaga yang mengatur

a. menteri dan departemen pemerintah,

b. badan pelaksana, dan

Page 16: BUKU-1 dan Buku II untuk dicetak.pdf.pdf

Memahami Akuntansi Syariah di Indonesia Juni 2010

Copyright©2009 dilindungi oleh Undang-Undang www. ebookakuntansisyariah.com Page 16

c. perusahaan pemerintah.

Hukum Islam (Syariah )

a. hukum perusahaan;

b. hukum perdata;

c. hukum tanah;

d. hukum pertambangan;

e. hukum pajak, dan lain-lain.

Gambar 2

BARE OUTLINE

OF THE ISLAMIC ECONOMIC SYSTEM

SYSTEM

SECTOR

TIJARI SECTOR

( Private Sector )

SIYASI SECTOR

( Public Sector )

ISLAMIC ECONOMIC SYSTEM

IJTIMAI SECTOR

(Social Wealfare

Sector)

SOME

MAJORE

FUNCTION

Maintenance of

Law, order

justice and

defence

Promulgation

and

implementation

of economic

policies

Management of

properties

under state

ownership

Economic

intervension as

necessary

Creation of

Wealth

( Economic

activities of

production ,

consumption

and

distribution )

Islamic Social

Securities ( al

Takaful al -

Ijtima‘I)

Government

Ministries and

Departments

Statutory Bodies

Government

Companies

Owner Operator

Sharikah (

Partnership,

joinstock

company and

cooperative

siciety )

Public- Sector

Entities:

- Bait al-Mal

- Bait al-Zakah

Private-Sector

Entities:

- Charitable

Organizations

- Individuals

POSSIBLE

INSTITU-

TION

Page 17: BUKU-1 dan Buku II untuk dicetak.pdf.pdf

Memahami Akuntansi Syariah di Indonesia Juni 2010

Copyright©2009 dilindungi oleh Undang-Undang www. ebookakuntansisyariah.com Page 17

Sumber: Sumber: Wiyono, Slamet, 2006, Cara Mudah Memahami Akuntansi Perbankan Syariah, Grasindo, halaman 7.

2) Tijari Sector ( sektor swasta )

Beberapa fungsi utama

a. menciptakan kekayaan / kemakmuran;

b. kegiatan ekonomi seperti produksi, konsumsi, dan distribusi.

Lembaga yang mengelola

a. operator pemilik;

b. sharikah ( persekutuan, perusahaan join modal, masyarakat koperasi ).

Hukum Islam ( Syariah ) yang sesuai yaitu hukum Fiqh al – Muamalat

a. al-Mudharabah,

b. al-Musharakah,

c. al-Bai‟ Al-Murabahah,

d. al-Bai‟ Bithaman Ajil,

e. al-Ijarah,

f. al-Rahn, dan

g. al-Kafalah.

3). Ijtimai Sector ( sektor kesejahteraan sosial )

Fungsi utama sektor ini adalah keamanan sosial islami (al – Takaful al-

ijtimai)

Lembaga yang mengelola

a. Kesatuan usaha sektor publik, misalnya

- Bait al-Mal, dan

SOME

RELEVANT

SYARIAH

LAWS

Various

Government

Adminsitration

Laws:

- Company

laws

- Commercial

laws

- Land Laws

- Mining

Laws

- Taxation

Laws

Various Fiqh al-

Muamalat Laws:

-al-Mudharabah

-al-Musyarakah

-al-Bai‘ Al-

Murabahah

-al-Bai‘

Bithaman Ajil

-al-Ijarah

-al-Rahn

-al-Kafalah

Various Ijtima‘

Laws:

- al-Zakah

- al-Waqf

- al-Tarikah

- al-Sadaqah

- al-Qard al-

Hasan

Page 18: BUKU-1 dan Buku II untuk dicetak.pdf.pdf

Memahami Akuntansi Syariah di Indonesia Juni 2010

Copyright©2009 dilindungi oleh Undang-Undang www. ebookakuntansisyariah.com Page 18

- Bait al-Zakat.

b. Kesatuan usaha sektor swasta, misalnya

- organisasi sosial – kemasyarakatan (derma ), dan

- para individu masyarakat.

Hukum Islam (Syariah)

Beberapa hukum Ijtimai, yang meliputi al-Zakah, al-Waqaf, al-Tarikah, al-

Sadaqah, al- Qard al-Hasan.

Demikianlah gambaran dalam Sistem Ekonomi Islami, agama Islam memiliki

dasar-dasar nilai dan instrumen untuk mengatur ekonomi umat manusia yang sesuai

dengan kehendak Allah SWT sebagai pencipta manusia dan alam semesta beserta

seluruh isinya agar ciptaan-Nya lestari dan berkembang bagi kehidupan manusia itu

sendiri.

B. Islam sebagai Agama yang Universal

Islam sebagai agama yang universal berarti aturan-aturan, penjelasan-penjelasan,

perintah-perintah, larangan-larangan serta seruan/anjurannya berlaku untuk seluruh

alam semesta beserta isinya, tak terkecuali pada seluruh manusia yang tidak terbatas

pada ummat Islam dan sampai hari akhir (kiamat) nanti. Allah SWT banyak

menjelaskan tentang keuniversalan Islam dalam banyak ayat-Nya di Al

Qur‘anulkarim. Di antara ayat–ayat tersebut dapat ditemukan pada Surat Al Baqarah

: 21,185,187,221, yang terjemahannya sebagai berikut: (Wiyono, 2006).

Al- Baqarah:21

“Hai manusia! Sembahlah Tuhan yang menjadikan kamu dan orang-orang

sebelum kamu supaya kamu menjadi bertaqwa”.

Al-Baqarah:185

“(Puasa itu) dalam bulan Ramadhan, bulan diturunkan Al Qur‟an, menjadi

petunjuk bagi manusia, memberi penjelasan petunjuk-petunjuk itu dan menjadi

pemisah / pembeda (antara yang hak dan batil) …”.

Al- Baqarah:187

“…Demikianlah Allah menerangkan ayat-ayatNya kepada manusia agar

mereka bertaqwa.”

Page 19: BUKU-1 dan Buku II untuk dicetak.pdf.pdf

Memahami Akuntansi Syariah di Indonesia Juni 2010

Copyright©2009 dilindungi oleh Undang-Undang www. ebookakuntansisyariah.com Page 19

Al-Baqarah:221

“… Dan Allah menerangkan ayat-ayat-Nya (perintah-perintah-Nya) kepada

manusia supaya mereka mengambil pelajaran (dan mematuhi semua perintah-

perintah itu)”.

Disamping itu, masih banyak lagi ayat yang menjelaskan tentang universalnya

isi Al Qur‘an sebagai kitab suci agama Islam. Misalnya, Surat An Nisaa‘ :

1,58,79,170. Berikut ini terjemahan ayat-ayat tersebut:

An-Nisaa‘:1

“Hai sekalian manusia! Bertakwalah kepada Tuhanmu yang menjadikan

kamu dari satu diri dan menjadikan daripadanya isterinya, lantas

dikembangkan –Nya dari keduanya, wanita dan pria yang banyak sekali…”.

An-Nisaa‘:58

“Sesungguhnya Allah menyuruh kamu menunaikan/melaksanakan amanah

(pertanggungjawaban) terhadap orang-orang yang memberikan amanah itu.

Dan apabila kamu menghukum antara manusia, lakukanlah dengan adil.

Sesungguhnya Allah memberi pelajaran yang amat baik kepadamu.

Sesungguhnya Allah Maha Mendengar lagi Maha Melihat”.

An-Nissa‘:79

“… Dan Kami mengutusmu menjadi rasul bagi seluruh manusia.

Cukuplah Allah menjadi saksi”.

An-Nisaa‘:170

“Wahai manusia! Sesungguhnya telah datang kepadamu Rasul

Muhammad dengan (membawa) kebenaran dari Tuhanmu, maka

berimanlah. Itulah yang baik buatmu. Dan jika kamu kafir, maka

sesungguhnya apa saja yang ada di ruang angkasa dan di bumi kepunyaan

Allah. Dan Allah Maha Mengetahui dan Maha Bijaksana”.

Masih banyak lagi ayat lain yang dapat menjelaskan tentang universalnya Al

Qur‘an dan Islam, misalnya Surat Yunus:108, Al Isra‘:89, Ibrahim:52, An

Nahl:44, Al Hajj:1, 49, Saba‘:28, Az Zumar:27 dan 41. Berdasarkan ayat-

ayat tersebut maka agama Islam dengan Al Qur‘an sebagai kitab sucinya tidak

dapat dibantah lagi sebagai agama yang universal yaitu agama yang berlaku

bagi seluruh umat manusia di bumi ini, bukan hanya untuk umat Islam saja.

Ditegaskan lagi bahwa ayat-ayat Al Qur‘an adalah firman-firman (ucapan-

ucapan ) Allah SWT yang tertulis dalam kitab tersebut yang mutlak benar,

karena Allah adalah Maha Benar sehingga mustahil salah firman-Nya.

Page 20: BUKU-1 dan Buku II untuk dicetak.pdf.pdf

Memahami Akuntansi Syariah di Indonesia Juni 2010

Copyright©2009 dilindungi oleh Undang-Undang www. ebookakuntansisyariah.com Page 20

C. Fungsi dan Tujuan Al-Qur‟an Diturunkan

(sebagai Kitab Suci Agama yang Universal)

Al Qur‘an sebagai kumpulan firman-firaman Allah SWT, Tuhan pencipta alam

semesta, berisi tentang aturan-aturan (rules) yang berlaku bagi seluruh makhluk

ciptaan-Nya baik yang di langit maupun di bumi. Tujuan Allah SWT

menurunkan Al Qur‘an tidak lain adalah untuk mengatur manusia dan ciptaan

lainnya serta untuk memberikan petunjuk dan rahmat bagi kaum yang meyakini

(Al Jatsiah:20), sehingga sesuai dengan maksud dan tujuan diturunkannya Al

Qur‘an kepada manusia melalui rosul-Nya, Al Qur‟an mempunyai banyak

fungsi dalam kehidupan di dunia dan di akhirat nanti.

Fungsi-fungsi Al Qur‟an

a. Al Qur‟an sebagai pedoman hidup

Allah SWT menjelaskan kegunaan Al Qur‘an bagi kehidupan manusia

sebagai pedoman hidupnya yang akan mengantar manusia ke kehidupan

yang diridhoi-Nya, yaitu dalam Surat Al Jatsiah:20, yang terjemahnya,“ Al

Qur‟an ini pedoman bagi manusia. Petunjuk dan rahmat bagi kaum yang

meyakini.”

b. Al Qur‟an sebagai rahmat alam semesta

Dijelaskan dalam Surat Yunus:57, terjemahnya, “Hai manusia!

Sesungguhnya telah datang kepadamu (Al Qur‟an yang menjadi) pelajaran

dari Tuhanmu, penyembuh bagi (sifat-sifat jahat) dalam dada., petunjuk dan

rahmat bagi orang-orang yang beriman.”

c. Al Qur‟an sebagai cahaya petunjuk

Dijelaskan dalam Surat Asy Syuura:52, terjemahnya, “Demikianlah Kami

wahyukan kepada engkau Al Qur‟an dengan perintah Kami. Sebelumnya

engkau tidak mengetahui apakah Al Qur‟an itu dan apa pulakah iman itu,

tetapi Kami jadikan Al Qur‟an itu cahaya dan kami tunjuki dengan cahaya

itu siapa yang Kami kehendaki dari hamba-hamba Kami. Dan

sesungguhnya engkau memberi petunjuk kepada jalan yang lurus.”

Page 21: BUKU-1 dan Buku II untuk dicetak.pdf.pdf

Memahami Akuntansi Syariah di Indonesia Juni 2010

Copyright©2009 dilindungi oleh Undang-Undang www. ebookakuntansisyariah.com Page 21

d. Al Qur‟an sebagai bimbingan dan peringatan

Dijelaskan dalam Surat Kahfi:2 dan 4, terjemahnya, “(Al Qur‟an suatu

Kitab) yang memberikan bimbingan yang lurus . Memperingatkan azab

yang berat dari Tuhan dan memberi berita gembira bagi orang-orang yang

beriman yang beramal sholeh bahwa bagi mereka pembalasan yang baik (

kebahagaan di dunia dan di akhirat)( Kahfi:2)”

“Dan untuk memberi peringatan kepada orang-orang yang berkata bahwa

„Allah mempunyai anak‟ “( Kahfi:4).

e. Al Qur‟an sebagai penerangan

Dijelaskan dalam Surat Ali Imran:138, Yaasin:69, terjemahnya, “Ini (kisah-

kisah dalam Al Qur‟an ) penerangan bagi seluruh manusia. Dan petunjuk

serta pelajaran bagi orang-orang yang bertakwa.”

f. Al Qur‟an sebagai pelajaran

Dijelaskan dalam Surat Yunus:57, Al Haqqah:48, Al Muddatstsir:55,

terjemahnya, ―Hai manusia! Sesungguhnya telah datang kepadamu (Al

Qur‟an yang menjadi) pelajaran dari Tuhanmu, penyembuh bagi (sifat-

sifat jahat) dalam dada., petunjuk dan rahmat bagi orang-orang yang

beriman. ( Yunus: 57 ).”

“ Dan sesungguhnya Al Qur‟an itu menjadi pelajaran bagi orang-orang

yang bertakwa “( Al Haaqqah : 48).

“ Maka barangsiapa yang menghendaki, tentu ia mengambil pelajaran

darinya ( Al Qur‟an)” Al Muddatstsir:55.

g. Al Qur‟an sebagai pembeda

Dijelaskan dalam Surat Al Baqarah:185, terjemahnya, “(Puasa itu) dalam

bulan Ramadhan, bulan diturunkan Al Qur‟an, menjadi petunjuk bagi

manusia, memberi penjelasan petunjuk-petunjuk itu dan menjadi pemisah /

pembeda (antara yang hak dan batil) … ―

h. Al Qur‟an sebagai peringatan

Dijelaskan dalam Surat Fussilat:1-4, Al Muddatstsir: 54, terjemahnya

sebagai berikut.

Surat Fussilat:1-4

“ Haa Miim. (1). (Al Qur‟an ini) turun dari Allah Yang Maha Pemurah lagi

Maha Penyayang(2). Kitab yang rapi( terang susunan) ayat-ayatnya. Al

Page 22: BUKU-1 dan Buku II untuk dicetak.pdf.pdf

Memahami Akuntansi Syariah di Indonesia Juni 2010

Copyright©2009 dilindungi oleh Undang-Undang www. ebookakuntansisyariah.com Page 22

Qur‟an dalam bahasa Arab untuk kaum yang mengetahui (3). Memberi

berita gembira dan peringatan. Kebanyakan mereka ( orang- orang musrik

) membelakang, tidak mau mendengarnya (4).

Al-Muddatstsir:54

“Sekali-kali bukanlah begitu. Sesungguhnya Al Qur‟an itu adalah

peringatan”.

i. Al-Qur‟an sebagai pemberi kabar gembira

Dijelaskan dalam Surat Fussilat:1-4, Surat An Nahl: 102, terjemahnya

sebagai berikut.

Surat Fussilat:1-4

“ Haa Miim. (1). (Al Qur‟an ini) turun dari Allah Yang Maha Pemurah

lagi Maha Penyayang(2). Kitab yang rapi( terang susunan) ayat-ayatnya.

Al Qur‟an dalam bahasa Arab untuk kaum yang mengetahui (3). Memberi

berita gembira dan peringatan. Kebanyakan mereka ( orang- orang

musrik ) membelakang, tidak mau mendengarnya (4).

An-Nahl:102

“Katakanlah, Ruhul Kudus (Jibril) yang menurunkan Al Qur‟an itu dari

Tuhanmu dengan benar (sempurna dan penuh hikmah) untuk

memantapkan hati orang-orang yang beriman. Petunjuk dan khabar

gembira bagi orang-orang mukmin.”

j. Al Qur‟an sebagai penjelas segala sesuatu

Dijelaskan dalam Surat An Nahl:89

“… Dan Kami turunkan kepadamu kitab (Al Qur‟an) untuk menjelaskan

sesuatu, petunjuk dan rahmat bagi orang-orang muslim (orang-orang

yang mentaati Allah ).”

k. Al Qur‟an sebagai hukum, dijelaskan dalam Surat Ar Ra‘d:37,

terjemahnya, “ … Demikianlah Kami turunkan Al Qur‟an ( menerangkan

hukum-hukum yang lengkap ) dalam bahasa Arab. Jika engkau mengikuti

hawa nafsu mereka setelah engkau mengetahui, maka tidaklah ada

pelindung dan pemeliharaanmu (dari siksaan ) Allah.“

l. Al Qur‟an sebagai obat penyakit jiwa, dijelaskan dalam Surat Yunus:57

terjemahnya, “Hai manusia! Sesungguhnya telah datang kepadamu (Al

Qur‟an yang menjadi) pelajaran dari Tuhanmu, penyembuh bagi (sifat-

Page 23: BUKU-1 dan Buku II untuk dicetak.pdf.pdf

Memahami Akuntansi Syariah di Indonesia Juni 2010

Copyright©2009 dilindungi oleh Undang-Undang www. ebookakuntansisyariah.com Page 23

sifat jahat) dalam dada, petunjuk dan rahmat bagi orang-orang yang

beriman”.

m. Al Qur‟an sebagai pedoman pembukuan, dijelaskan dalam Surat Al

Baqarah, ayat 282-283, yang terjemahnya, ”Hai orang-orang yang

beriman, apabila kamu bermuamalah (seperti berjual beli, berhutang

piutang, atau sewa menyewa dsb.) tidak secara tunai untuk waktu yang

ditentukan, hendaklah kamu menuliskannya (membukukannya). Dan

hendaklah seorang penulis di antara kamu menuliskannya dengan benar.

Dan janganlah penulis enggan menuliskannya sebagaimana Allah telah

mengajarkanNya, maka hendaklah ia menulis, dan hendaklah orang yang

berutang itu “mengimlakkan”/membacakannya (apa yang akan ditulis

itu), dan hendaklah ia bertaqwa kepada Allah Tuhannya, dan janganlah

ia mengurangi sedikitpun dari pada utangnya. Jika yang berutang itu

orang yang lemah akalnya atau lemah (keadaannya) atau dia sendiri

tidak mampu mengimlakkan, maka hendaklah walinya mengimlakkan

dengan jujur. Dan persaksikanlah dengan dua orang saksi dari orang-

orang lelaki (diantaramu). Jika tak ada dua orang lelaki, maka (boleh)

seorang lelaki dan dua orang perempuan dari saksi-saksi yang kamu

ridhai, supaya jika seorang lupa maka seorang lagi mengingatkannya.

Janganlah saksi-saksi itu enggan (memberi keterangan) apabila mereka

di panggil; dan janganlah kamu jemu menulis utang itu, baik kecil

maupun besar sampai batas waktu membayarnya. Yang demikian itu,

lebih adil di sisi Allah dan lebih dapat menguatkan persaksian dan lebih

dekat kepada tidak (menimbulkan) keraguanmu, (Tulislah muamalahmu

itu),kecuali jika muamalah itu perdagangan tunai yang kamu

jalankan diantara kamu, maka tak dosa bagimu, (jika) kamu tidak

menuliskannya. Dan persaksikanlah apabila kamu berjual beli; dan

janganlah penulis dan saksi saling menyulitkan. Jika kamu lakukan (yang

demikian), maka sesungguhnya hal itu adalah suatu kefasikan kepada

Allah; Allah mengajarkanmu; dan Allah Maha Mengetahui segala

sesuatu.”

Ayat ini dilanjutkan dengan ayat 283, yang terjemahanya, “Jika kamu

dalam perjalanan (dan bermuamalah tidak secara tunai), sedang kamu

tidak memperoleh seorang penulis maka hendaklah ada barang

tanggungan yang dipegang (oleh yang berpiutang). Akan tetapi, jika

sebagian kamu mempercayai sebagian yang lain maka hendaklah yang

dipercayai itu menunaikan amanatnya (utangnya) dan hendaklah ia

bertaqwa kepada Allah Tuhannya; dan janganlah kamu (para saksi)

menyembunyikan persaksian. Dan barang siapa yang

menyembunyikannya maka sesungguhnya ia adalah orang ynag berdosa

hatinya; dan Allah Maha Mengetahui apa yang kamu kerjakan.”

Jadi, dengan beberapa ayat yang dikemukakan di atas jelas bagi kita bahwa

Al- Qur‘an diturunkan mempunyai fungsi universal yang sangat bermanfaat

Page 24: BUKU-1 dan Buku II untuk dicetak.pdf.pdf

Memahami Akuntansi Syariah di Indonesia Juni 2010

Copyright©2009 dilindungi oleh Undang-Undang www. ebookakuntansisyariah.com Page 24

bagi kehidupan manusia di bumi ini. Kita dapat mengambil hikmah dari Al

Qur‘an yang luar biasa, karena Al Qur‘an diturunkan untuk memberikan

rahmat bagi seluruh alam di mana di dalamnya kita dapat mengambil banyak

pelajaran, petunjuk, penjelasan, peringatan, bahkan dapat memanfaatkan

untuk pengobatan penyakit jiwa. Dengan kata lain, dalam rangka mengarungi

kehidupan dunia ini manusia telah disediakan berbagai informasi penting dari

Al Qur‘an yang akan menunjukkan, mengajari, menjelaskan, memperingatkan

apa yang manusia lakukan dan pikirkan, termasuk juga dalam hal

bermuamalah dan pembukuannya.

D. Islam sebagai suatu Sistem Nilai

Islam dengan Al Qur‘an sebagai kitab sucinya, berisi tentang nilai-nilai

kebenaran, keimanan, hukum, etika, akhlak, dan sebagainya. Keseluruhan nilai

yang terdapat dalam Al Qur‘an tersebut berlaku bagi seluruh makhluk ciptaan

Allah SWT sampai akhir zaman dan merupakan satu kesatuan yang utuh tidak

dapat dipisah-pisahkan, dengan tujuan untuk memberikan rahmat bagi seluruh

alam. Apakah Islam sebagai suatu sistem nilai yang berharga bagi kehidupan

manusia dan makhluk ciptaan Allah lainnya? Kita pinjam definisi atau pengertian

nilai, sistem, dan sistem nilai dari WEBSTER‟S Nine New Collegiate Dictionary.

WEBSTER‘S (1996) memberikan pengertian tentang nilai (value), “…Value is

something ( as a principle or quality) intrinsically valuable or desirable”.

Nilai adalah sesuatu (sebagai suatu prinsip atau kualitas) yang intinya berharga

atau dibutuhkan. Prinsip-prinsip dalam Islam adalah sangat berharga dan

dibutuhkan dalam kehidupan ini baik untuk di dunia ini maupun untuk kehidupan

lebih lanjut. Selanjutnya, kata sistem mempunyai pengertian yang beragam

sesuai obyek yang dikehendaki. Salah satu pengertian sistem menurut

WEBSTER‘S (1996), “…System is a regularly interacting or interdependent

group of items forming a unified whole…” (Sistem adalah suatu kelompok item

yang secara teratur berinteraksi atau saling tergantung yang membentuk kesatuan

yang unik).

Page 25: BUKU-1 dan Buku II untuk dicetak.pdf.pdf

Memahami Akuntansi Syariah di Indonesia Juni 2010

Copyright©2009 dilindungi oleh Undang-Undang www. ebookakuntansisyariah.com Page 25

Dengan demikian, sistem nilai adalah suatu kumpulan item (nilai) yang secara

teratur berinteraksi atau saling tergantung yang membentuk suatu kesatuan yang

unik. Islam sebagai suatu sistem nilai dapat diartikan bahwa Islam merupakan

suatu kumpulan prinsip Islam yang berharga, yang secara teratur berinteraksi atau

saling tergantung yang membentuk suatu kesatuan yang unik.

Kita lihat dalam Al Qur‘an, seperti yang telah dijelaskan sebelumnya, diatur

prinsip-prinsip Aqidah/Tauhid/beriman, beretika, berakhlak, bermuamalah,

beribadah, yang diantara satu dengan lainnya tidak dapat dipisahkan serta saling

tergantung antar prinsip. Misalnya, apabila manusia akan bermuamalah maka

dasarnya adalah nilai-nilai syariah, sedangkan syariah adalah dijiwai oleh nilai–

nilai tauhid (aqidah islamiyah). Demikian juga nilai akhlak tidak akan lepas juga

dari syariah (hukum Islam) dimana syariah dijiwai oleh aqidah. Sistem nilai

Islam apabila dijalankan maka akan membentuk manusia yang ―akhlaqul

karimah” (berbudi pekerti luhur). Hal ini seperti yang dinyatakan oleh Allah,

yang intinya adalah Allah mengutus Rosul Muhammad SAW (dengan agama

Islam) tidak lain untuk memperbaiki akhlak. Secara diagram dapat dijelaskan

pada gambar 4, Islam sebagai suatu sistem nilai yang akan menghasilkan manusia

yang “akhlaqul karimah”.

Gambar 4

ISLAM SEBAGAI SUATU SISTEM NILAI

------------------- Sumber: Wiyono, Slamet, 2006, Cara Mudah Memahami Akuntansi Perbankan Syariah, Grasindo, halaman 17..

NILAI-NILAI ISLAM

SEBAGAI SISTEM NILAI

AQIDAH

AKHLAQ

SYARIAH HASIL-

KAN

MANUSIA

YANG BER

“TAQWA,

AKHLAQUL

KARIMAH “

Page 26: BUKU-1 dan Buku II untuk dicetak.pdf.pdf

Memahami Akuntansi Syariah di Indonesia Juni 2010

Copyright©2009 dilindungi oleh Undang-Undang www. ebookakuntansisyariah.com Page 26

Secara normatif, manusia yang ber-akhlaqul karimah (budi pekerti luhur)

amal perbuatan dan tindakannya akan baik dan bermanfaat bagi orang lain serta

makhluk yang lainnya. Amal perbuatan manusia dimulai dari niat, kemudian

berfikir, dan akhirnya bertindak. Orang yang berbudi pekerti yang luhur akan

mempunyai niat, berpikir, dan bertindak berdasarkan dan dijiwai oleh nilai-nilai

aqidah, syariah, dan akhlaq, sehingga buah pikir dan tindakannya akan

memberikan kemaslahatan bagi semua pihak. Membangun akuntansi

berparadigma Islami (Akuntansi Keuangan Syariah) dimulai dari niat yang

ikhlas karena mengharap ridho Allah SWT, kemudian dilanjutkan dengan olah

pikir yang berdasar dan dijiwai nilai aqidah, syariah, dan akhlaq Islam untuk

menghasilkan buah pikir akuntansi berparadigma Islami. Buah pikir tersebut

diharapkan dapat memberikan kemaslahatan bagi umat manusia di bumi ini serta

makhluk Allah lainnya. Buah pikir tersebut juga diharapkan dapat mempengaruhi

perilaku para pembacanya sehingga akan terpengaruh menjadi manusia yang ber-

akhlaqul karimah. Dengan demikian, sistem nilai Islam akan dapat menghasilkan

manusia yang ber-akhlaqul karimah, manusia yang ber-akhlaqul karimah akan

menghasilkan buah pikir dan tindakan yang bermanfaat bagi manusia, dan buah

pikir tersebut selanjutnya akan dapat mempengaruhi orang yang

memanfaatkannya menjadi orang yang ber-akhlaqul karimah pula, dan

seterusnya. Akhirnya, secara normatif ilmu pengetahuan Islamik sebagai buah

pikir manusia yang berbudi pekerti luhur akan dapat mempengaruhi perilaku

manusia menuju perilaku yang luhur ( akhlaqul karimah ) juga.

E. Sumber Nilai Islam

Islam sebagai agama yang universal memiliki kitab suci Al Qur‘an- sebagai

sumber nilai utama. Secara ringkas nilai-nilai dalam Al Qur‘an, seperti telah

dibahas sebelumnya dapat dikelompokkan menjadi nilai-nilai aqidah, syariah,

dan akhlaq. Untuk menterjemahkan ayat-ayat Al Qur‘an ke dalam perilaku riil

manusia telah dicontohkan pada kehidupan Rosulullah SAW melalui lisan dan

tindakannya. Lisan dan tindakan beliau telah dikumpulkan oleh para sahabat nabi

yang kemudian disebut dengan Al Hadits/As Sunnah. Fungsi Hadits di sini

Page 27: BUKU-1 dan Buku II untuk dicetak.pdf.pdf

Memahami Akuntansi Syariah di Indonesia Juni 2010

Copyright©2009 dilindungi oleh Undang-Undang www. ebookakuntansisyariah.com Page 27

diantaranya adalah untuk menjelaskan dan mempertegas ayat-ayat Al Qur‘an,

sehingga umat dalam menjalankan ajaran agama tersebut benar sesuai dengan

ayat-Nya. Allah SWT telah menegaskan tentang keadaan manusia bahwa manusia

tidak akan tersesat hidupnya sepanjang manusia berpegang pada dua hal yaitu

Kitabullah (Al Qur‘an) dan Sunah Rasul (Al Hadits), dimana Al Qur‘an

diturunkan dari Allah dan Al Hadits merupakan ucapan dan perbuatan Rosulullah

untuk memperjelas Al Qur‘an dengan contoh-contoh. Hal tersebut dapat

dijelaskan pada Surat Al Anfal:20, yang terjemahnya, “Hai orang-orang yang

beriman, taatlah kepada Allah dan Rosul dan janganlah kamu berpaling dari

pada-Nya.” Dengan demikian, sumber nilai-nilai Islam utama adalah ada pada

Al Qur‘an dan Al Hadits ( As-Sunnah ).

F. Riba dalam Ekonomi Syariah

F.1 Pengertian Interest/ Bunga, Usury, dan Riba

Menurut bahasa interest atau bunga adalah uang yang dikenakan atau

dibayar atas pengguanaan uang, sedangkan usury adalah pekerjaan meminjamkan

uang dengan mengenakan bunga yang tinggi. Misalnya, Tuan A meminjamkan

uang Rp 10.000.000,- dalam tempo pelunasan 12 bulan, pada saat mengembalikan

Tuan A menetapkan tambahan pembayaran sebesar Rp 1.000.000,-. Tambahan

pembayaran Rp 1.000.000,- disebut sebagai interest atau bunga (usury).

a). Denifisi interest menurut Samuel G. Kling, dalam The Legal Encyclopedia for

Home and Business, 1960, 246 (IBI, 36), ―Interest is compensation for the use of

money which due”.

b). Menurut Oxford English Dictionary, 1989, 109 (IBI, 37) mendefinisikan,

―interest is money paid for the use of money lent (the principal), or for

forbearance of a debt, according to a fixed ratio (rafe per cent)”.

c). Kemudian, Usury didefinisikan dalam Oxford English Dictionary, 1989,365

(IBI, 37) adalah ― The fact or practice of lending money at interest, especially in

later use, the practice of charging , taking or contracting to receive , exessive or

illegal rate of interest for money on loan”.

Page 28: BUKU-1 dan Buku II untuk dicetak.pdf.pdf

Memahami Akuntansi Syariah di Indonesia Juni 2010

Copyright©2009 dilindungi oleh Undang-Undang www. ebookakuntansisyariah.com Page 28

d). Selain itu, Cardinal de Lugo (1593-1623), mendefinisikan, ―Usury is gain

immediately arising as an obligation from a loan of mutuum…if gain doesn not

arise from a mutuum but from purchase and sale, however unjust, it is not usury,

and likewese if it is not paid as an obligation due but from goodwill, gratitutde ,

or friendship, it is not usury”.

Dari beberapa definisi tersebut dapat disimpulkan bahwa interest dan usury

merupakan dua konsep yang serupa dengan satu jiwa, yaitu keuntungan yang

diharapkan oleh pemberi pinjaman atas peminjaman uang atau barang (mutuum),

yang sebenarnya barang atau uang tersebut apabila tidak ada unsur tenaga kerja

tidak akan menghasilkan apa-apa. Usury muncul akibat proses peminjaman dan

bukan akibat jual beli, dengan kata lain tambahan dari harga pokok dalam jual

beli bukanlah usury atau interest, tetapi laba atau keuntungan.

F.2 Pengertian Riba

Riba berasal dari bahasa Arab yang berarti tambahan (al-ziyadah),

berkembang (an-numuw), meningkat (al-irtifa‟), dan membesar (al-„uluw).

Dengan demikian, riba dapat diartikan sebagai pengambilan tambahan dalam

transaksi pinjam meminjam, bahkan tambahan dalam transaksi jual beli yang

dilakukan secara batil juga dapat dikatakan sebagai riba.

Beberapa ulama memberikan definisi riba seperti berikut ini.

a). Muhammad ibnu Abdullah ibnu al-Arabi al-Maliki, dalam kitab Ahkam al-

Qur‟an, (IBI,39), memberikan pengertian riba, yaitu secara bahasa adalah

tambahan, namun yang dimaksud riba dalam al-Qur‟an yaitu setiap penambahan

yang diambil tanpa adanya suatu „iwad (penyeimbang/pengganti) yang

dibenarkan syariah.

b). Kemudian, Badr ad-Dien al-Ayni, dalam kitab Umdatul Qari, (IBI, 39),

menjelaskan bahwa prinsip utama riba adalah penambahan. Menurut syariah

riba berarti penambahan atas harta pokok tanpa adanya transaksi bisnis riil.

c). Imam Sarakhsi, dalam kitab al-Mabsul, (IBI, 39), memberikan pengertian

riba adalah tambahan yang disyaratkan dalam transaksi bisnis tanpa adanya

„iwadh(padanan) yang dibenarkan syariah atas penambahan tersebut.

Page 29: BUKU-1 dan Buku II untuk dicetak.pdf.pdf

Memahami Akuntansi Syariah di Indonesia Juni 2010

Copyright©2009 dilindungi oleh Undang-Undang www. ebookakuntansisyariah.com Page 29

F.3 Jenis Riba

Secara garis besar, riba diklasifikasikan menjadi dua kelompok, yaitu riba

yang terjadi akibat utang-piutang dan riba yang terjadi akibat jual-beli. Berikut

ini jenis riba dari dua kelompok riba tersebut, yaitu, riba nasi‘ah dan riba

fadhal.(Sabiq, 2007)

1. Riba Nasi‟ah

Riba nasi‘ah adalah pertambahan bersyarat yang diterima oleh pemberi utang dari

orang yang berutang karena penangguhan pembayaran. Jenis riba ini diharamkan

oleh Al Qur‘an, Sunnah, dan Ijma ‗ulama.

2. Riba Fadhal

Riba fadhal adalah jual beli uang dengan uang atau barang pangan dengan barang

pangan yang disertai tambahan (juga emas dengan emas, perak dengan perak).

Dari Abu Said, Rasulullah SAW bersabda,

― Emas dengan emas, perak dengan perak, gandum dengan gandum sama banyak

dan sama-sama diserahkan dari tangan ke tangan. Barangsiapa yang

menambahkan atau minta tambahan sungguh ia telah berbuat riba. Pengambil dan

pemberi sama.‖ (HR Bukhari dan Ahmad)

F.4 Hukum Riba

Riba diharamkan oleh semua agama samawi, karena dianggap sesuatu yang

membahayakan menurut agama Yahudi, Nasrani, dan Islam. Beberapa ayat telah

menunjukkan adanya bahaya riba dari agama samawi tersebut.

Dalam perjanjian Lama disebutkan,

―Jika kamu meminjamkan harta kepada salah seorang putra bangsaku, janganlah

kalian bersikap seperti orang yang mengutangkan; engkau meminta keuntungan

untuk hartamu.” (ayat 25 pasal 22b).

―Jika saudaramu membutuhkan sesuatu, maka tanggunglah. Jangan meminta darinya

sebuah keuntungan dan manfaat.‖(ayat 35 pasal 25 kitab Imamat)

Namun, orang-orang Yahudi tidak melarang melakukan riba terhadap non-Yahudi,

seperti yang disebutkan dalam ayat 20 pasal 23 Kitab Ulangan.

Al Qur‘an menjawab hal tersebut,

Page 30: BUKU-1 dan Buku II untuk dicetak.pdf.pdf

Memahami Akuntansi Syariah di Indonesia Juni 2010

Copyright©2009 dilindungi oleh Undang-Undang www. ebookakuntansisyariah.com Page 30

―... dan disebabkan mereka memakan riba, padahal mereka sesungguhnya telah

dilarang darinya.”(an-Nisaa‘ [4]:161)

Dalam Perjanjian Baru disebutkan,

― Jika kamu meminjamkan kepada orang yang kamu mengharapkan bayaran

darinya, maka kelebihan apa yang diberikan olehmu. Tetapi lakukanlah kebaikan-

kebaikan dan pinjamkanlah tanpa mengharapkan pengembaliannya. Dengan begitu

pahalamu berlimpah ruah.‖(ayat 34,35, pasal 6 Injil Lukas)

Berdasarkan teks tersebut, para pendeta sepakat dalam hal pengharaman semua jenis

riba seluruhnya.

Scubar berkata,

― Sesungguhnya orang yang mengatakan riba adalah bukan suatu kemaksiatan,

maka ia dianggap sebagai ateis yang keluar dari agama.‖

―Paus Paulus berkata,

―Sesungguhnya para pemakan riba, mereka kehilangan harga diri dalam hidup di

dunia dan mereka bukan orang yang pantas dikafankan setelah mereka mati.‖(Sabiq,

2007)

Islam secara tegas melarang praktik riba dalam perekonomian umat manusia.

Allah SWT melarang riba melalui al Qur‘an dengan empat tahap pelarangan, yakni

sebagai berikut.

1) Allah memberikan pengertian bahwa riba tidak akan menambah kebaikan di

sisi Allah. Allah berfirman:” Dan sesuatu riba (tambahan) yang kamu

berikan agar dia bertambah pada harta manusi, maka riba itu tidak

menambah di sisi Allah. Dan apa yang kamu berikan berupa zakat yang kamu

maksudkan untuk mencapai keridlaan Allah, maka (yang berbuat demikian)

itulah orang-orang yang melipatgandakan (pahalanya).” (QS. Ar-Ruum: 39).

2) Allah memberikan gambaran siksa bagi Yahudi dengan salah satu karakternya

yang suka memakan riba. Allah SWT berfirman, ”Maka disebabkan

kedhaliman orang-orang Yahudi, Kami haramkan atas mereka (memakan

makanan) yang baik-baik (yang dahulunya) dihalalkan bagi mereka, dan

karena mereka banyak menghalangi (manusia) dari jalan Allah, dan

disebabkan mereka memakan riba, padahal mereka sesungguhnya telah

dilarang dari padanya, dan karena mereka memakan harta orang dengan

Page 31: BUKU-1 dan Buku II untuk dicetak.pdf.pdf

Memahami Akuntansi Syariah di Indonesia Juni 2010

Copyright©2009 dilindungi oleh Undang-Undang www. ebookakuntansisyariah.com Page 31

jalan yang bathil. Kami telah menyediakan untuk orang-orang yang kafir

diantara mereka itu siksa yang pedih.”(QS. An-Nisaa‘: 160-161).

3) Allah SWT melarang memakan riba yang berlipat ganda, seperti firmanNya:‖

Hai orang-orang yang beriman, janganlah kamu memakan riba dengan

berlipat ganda dan bertakwalah kamu kepada Allah supaya kamu mendapat

keberuntungan.”(QS. Ali Imran:130).

4) Allah SWT melarang dengan keras dan tegas semua jenis riba, seperti dalam

firmanNya:‖ Hai orang-orang yang beriman, bertaqwalah kepada Allah dan

lepaskan sisa-sisa riba(yang belum dipungut) jika kamu orang yang beriman,

Jika kamu tidak mengerjakan (meninggalkan sisa riba) maka ketahuilah Allah

dan Rasullnya akan memerangimu. Jika kamu bertobat (dari pengambilan

Riba), maka bagimu modalmu (pokok hartamu), Kamu tidak menganiaya dan

tidak (pula dianiaya. “ (Al Baqarah : 278-279).

Sementara bagi kita jelas apa yang dilarang (riba) dan yang dihalalkan

(jual-beli). Allah berfirman, “Allah telah menghalalkan jual beli dan

mengharamkan riba.” (QS. Al Baqarah 275).

Dengan adanya ayat-ayat yang melarang praktik riba dalam perekonomian

umat manusia maka seluruh manusia hendaknya meninggalkan riba dalam kegiatan

ekonominya agar tergolong orang-orang yang beriman. Hanya orang yang beriman

dan beramal sholehlah yang akan diberikan balasan surga oleh Allah SWT. Dengan

pelarangan riba ini, Allah telah memberikan keleluasaan praktik ekonomi yang

halal, yaitu jual beli seperti dijelaskan pada Al Baqarah 275 tersebut di atas.

Bagaimana besarnya dosa riba, nabi besar Muhammad SAW telah menjelaskan

dalam haditsnya dengan periwayat yang berbeda. Diantara hadits tersebut adalah,

“Allah melaknat pemakan riba, orang yang memberi makan dengan riba, dua orang

saksinya, dan penulisnya (sekretarisnya / pengadministrasinya).” (diriwayatkan

semua penulis Sunan. At – Tirmidzi mensahihkan hadist ini).

“Satu dirham riba yang dimakan seseorang dengan sepengetahuannya itu lebih

berat dosanya dari pada tiga puluh enam berbuat zina.”(diriwayatkan Ahmad

dengan sanad shahih).

Page 32: BUKU-1 dan Buku II untuk dicetak.pdf.pdf

Memahami Akuntansi Syariah di Indonesia Juni 2010

Copyright©2009 dilindungi oleh Undang-Undang www. ebookakuntansisyariah.com Page 32

―Riba mempunyai tiga puluh tujuh pintu. Pintu yang paling ringan ialah seseorang

menikahi ibu kandungnya.”(diriwayatkan Al-Hakim dan ia menshahihkannya) [ Al-

Jazairi, 2001].

Dengan memperhatikan hadist nabi Muhammad SAW tersebut, sebagai orang yang

beriman kepada Allah dan RasulNya, maka pastilah takut luar biasa akan

mendapatkan dosa karena memakan riba, naudzubillahi mindzalik, semoga kita

segera bertobat untuk kembali ke Al Qur‘an dan al Hadist untuk meninggalkan

sistem riba dalam perekonomian dan kehidupan kita. Dengan niat yang ikhlas karena

Allah, insyaAllah kita dapat keluar dari himpitan sistem riba dan membangun sistem

ekonomi tanpa riba yang diridhai oleh Allah SWT.

==========================

SOAL-SOAL

1. Jelaskan bahwa Islam adalah way of life yang komprehensif!

2. Jelaskan pilar-pilar agama Islam, yang dapat menjadikan manusia sebagai

manusia yang berakhlaqul karimah!

3. Jelaskan sistem ekonomi Islam dengan kelengkapan sistemnya!

4. Jelaskan kedudukan Al Qur‘an dalam Sistem Ekonomi Islami!

5. Ada seorang manajer marketing yang beragama non Islam. Apakah saudara

setuju dengan kebijakan perusahaan yang membolehkan karyawan non muslim

bekerja dan menjadi manajer marketing? Berikan alasan saudara!

6. Ada yang berpendapat bahwa BUNGA BANK dari pinjaman itu bukan RIBA,

sepanjang pinjaman tersebut digunakan untuk kegiatan produktif yang halal.

Apakah saudara setuju dengan pendapat tersebut? Jelaskan jawaban saudara!

7. Banyak orang fakir dan miskin di Indonesia akibat terjadinya krisis ekonomi

yang berkepanjangan. Bagaimana cara mengatasinya menurut Sistem Ekonomi

Islami?

8. Apakah dalam perekonomian Islami keuangan negara juga diatur? Jelaskan

jawaban saudara!

9. Ada kesan, bahwa bank syariah beroperasi hanya untuk kalangan orang Islam

saja, sementara nasabah non-muslim tidak dapat dilayaninya karena beda

agama yang dianutnya. Apakah saudara setuju bank syariah hanya beroperasi

Page 33: BUKU-1 dan Buku II untuk dicetak.pdf.pdf

Memahami Akuntansi Syariah di Indonesia Juni 2010

Copyright©2009 dilindungi oleh Undang-Undang www. ebookakuntansisyariah.com Page 33

untuk kaum muslimin saja? Bagaimana seharusnya bank syariah beroperasi

dalam memberikan pelayanan?

10. Ada yang berpendapat bahwa sistem ekonomi hanyalah sistem ekonomi

kapitalis, jadi sistem ekonomi syariah itu sebenarnya tidak ada. Sistem ini

hanyalah sistem ekonomi kapitalis yang diberi ―baju syariah‖. Apakah saudara

setuju dengan pernyataan tersebut? Berikan alasan saudara!

11. Jelaskan landasan Al Qur‘an mengenai pembukuan dalam bermuamalah!

12. Apakah Surat Al Baqarah ayat 282 mengatur pendapatan berbasis ―accrual‖?

Jelaskan jawaban saudara! (Ingat kembali ke Teori Akuntansi tentang Accrual

Basis dan Cash Basis ).

Page 34: BUKU-1 dan Buku II untuk dicetak.pdf.pdf

Memahami Akuntansi Syariah di Indonesia Juni 2010

Copyright©2009 dilindungi oleh Undang-Undang www. ebookakuntansisyariah.com Page 34

BAB II

AKAD DAN TRANSAKSI

DALAM BISNIS SYARIAH

A. Akad

Lafal akad berasal dari lafal Arab al-„aqd yang berarti perikatan, perjanjian atau

permufakatan al-ittifaq. Secara terminologi fiqih, akad didefinisikan sebagai pertalian ijab

(pernyataan melakukan ikatan) dan qabul (pernyataan menerima ikatan) sesuai dengan

kehendak syariat yang berpengaruh pada obyek perikatan (Haroen, 2000). Jadi, akad adalah

suatu perikatan, perjanjian yang ditandai adanya pernyataan melakukan ikatan (ijab) dan

pernyataan menerima ikatan (qabul) sesuai dengan syariah Islamiyah yang mempengaruhi

obyek yang diperikatkan oleh pelaku perikatan. Dari pengertian ini maka dalam akad akan

ada minimal dua pihak yang melakukan perikatan, kemudian adanya obyek perikatan dan

disertai dengan ijab dan qabul untuk terlaksananya perikatan tersebut.

Ahmad Az-Zarqa, ahli fikih Jordania asal Syria (Haroen, 2000) menyatakan bahwa

tindakan (action) hukum yang dilakukan manusia terdiri dari dua bentuk, yakni

1. tindakan berupa perbuatan;

2. tindakan berupa perkataan.

Tindakan berupa perkataan juga terbagi menjadi dua, yaitu tindakan yang berupa akad dan

yang tidak berupa akad.

1. Rukun akad

Suatu akad akan sah secara syariah (Haroen, 2000) apabila memenuhi rukun daripada

akad. Jumhur Ulama Fiqih menyatakan bahwa rukun akad terdiri dari

a. pernyataan untuk mengikatkan diri ( sighat al-„aqd );

b. pihak-pihak yang berakad ( al-muta‟aqidain );

c. obyek akad ( al-ma‟qud ‗alaih ).

Jadi, ketiga unsur tersebut harus ada agar suatu akad sah secara syariah islamiyah. Salah

satunya ditinggalkan maka akad menjadi tidak sah. Misalnya, pernyataan untuk mengikatkan

diri dan pihak-pihak yang berakad ada, namun obyek akad tidak ada maka akad menjadi tidak

sah. Demikian juga untuk unsur dua yang lain tidak boleh ada satu pun yang tidak ada agar

akad sah demi syariah dan perjanjian tersebut akan segera diikuti oleh transaksinya.

Page 35: BUKU-1 dan Buku II untuk dicetak.pdf.pdf

Memahami Akuntansi Syariah di Indonesia Juni 2010

Copyright©2009 dilindungi oleh Undang-Undang www. ebookakuntansisyariah.com Page 35

2. Jenis-Jenis Transaksi dan Akad

Di dalam sistem ekonomi syariah pada umumnya akad dibedakan menjadi dua

kelompok ( Zulkifli, 2003), yaitu

a. akad tabarru‘, dan

b. akad tijarah.

Akad tabarru‟ merupakan perjanjian/kontrak yang tidak mencari keuntungan materiil.

Jadi, bersifat kebajikan murni dan hanya mengharap imbalan dari Allah SWT, sedangkan

akad tijarah merupakan perjanjian/kontrak yang tujuannya mencari keuntungan usaha.

Berikut ini penjelasan ke dua jenis akad tersebut.

1. Akad Tabarru‟ ( Kontrak Untuk Transaksi Kebajikan )

Akad Tabarru‟ digunakan untuk transaksi yang bersifat tolong menolong tanpa

mengharapkan adanya keuntungan materiil dari pihak-pihak yang melakukan

perikatan, kecuali berharap mendapatkan balasan dari Allah SWT semata. Walaupun

demikian, dalam transaksi yang bersifat tabarru‟ ini dibolehkan untuk memungut

biaya transaksi yang akan digunakan habis dalam pengelolaan transaksi tabarru‟ ini,

sehingga benar-benar tidak ada unsur surplus atau keuntungan material yang

diperoleh.

Obyek dari akad tabarru‟ ini biasanya adalah sesuatu yang diberikan/dipinjamkan

dari suatu pihak kepada pihak lain. Jenis-jenis transaksi yang tergabung dalam akad

tabarru‟, yakni sebagai berikut.

a). Akad Qardh

Transaksi qardh timbul karena salah satu pihak meminjamkan obyek perikatan

yang berbentuk uang kepada pihak lainnya, tanpa berharap mengambil keuntungan

materiil apa pun. Menurut M.Syafii Antonio (2001), qardh adalah pemberian harta

kepada orang lain yang dapat ditagih atau diminta kembali atau dengan kata lain

meminjamkan tanpa mengharap imbalan. Institusi yang kemungkinan mengelola

transaksi qardh ini adalah seperti Bait al-Mal, Bait al-Zakah, organisasi sosial, bank

syariah, dan individual. Guna tertib administrasi organisasi maka transaksi qardh ini

selayaknya juga untuk diadministrasikan dalam pembukuan yang dapat

dipertanggung jawabkan kepada para pihak yang terkait dan kepada Allah SWT.

Rukun Al-Qardh

1. pihak yang meminjam (muqtaridh);

2. pihak yang memberikan pinjaman (muqridh);

3. dana (qardh);

Page 36: BUKU-1 dan Buku II untuk dicetak.pdf.pdf

Memahami Akuntansi Syariah di Indonesia Juni 2010

Copyright©2009 dilindungi oleh Undang-Undang www. ebookakuntansisyariah.com Page 36

4. ijab qabul (sighat).

Gambar 2 Skema Transaksi Al Qardh

b). Akad Rahn

Transaksi rahn timbul karena salah satu pihak meminjamkan suatu obyek perikatan

yang berbentuk uang kepada pihak lainnya yang disertai dengan jaminan. Menurut

M.Syafii Antonio (2001), rahn adalah menahan salah satu harta milik si peminjam

sebagai jaminan atas pinjaman yang diterimanya. Institusi yang kemungkinan

mengelola transaksi rahn adalah pegadaian, koperasi, dan owner operators.

Rukun Ar-Rahn

1. pihak yang menggadaikan (raahin);

2. pihak yang menerima gadai (murtahin);

3. obyek yang digadaikan (marhun);

4. hutang (marhun bih);

5. ijab qabul (sighat).

Q

ar

dr

dh

Muqridh

Muqtaridh

1. Akad

2. Pemberian Utang

3. Pengembalian

Qardh

qardh

Page 37: BUKU-1 dan Buku II untuk dicetak.pdf.pdf

Memahami Akuntansi Syariah di Indonesia Juni 2010

Copyright©2009 dilindungi oleh Undang-Undang www. ebookakuntansisyariah.com Page 37

Gambar 3 Skema Transaksi Ar-Rahn

c). Akad Hawalah

Transaksi hawalah timbul karena salah satu pihak meminjamkan suatu obyek

perikatan yang berbentuk uang untuk mengambil alih piutang/utang dari pihak lain.

Menurut M.Syafii Antonio (2001), hawalah adalah pengalihan utang dari orang

yang berhutang kepada orang lain yang wajib menanggungnya. Artinya, ada satu

pihak yang menjamin utang pihak lain. Institusi yang kemungkinan mengelola

transaksi hawalah adalah bank syariah.

Rukun Hawalah

1. pihak yang berutang (muhil);

2. pihak yang berpiutang (muhal);

3. pihak yang berutang dan berkewajiban membayar utang kepada muhal (muhal

„alih);

4. utang muhil kepada muhal (muhal bih);

5. utang muhal alaih kepada muhil;

6. ijab qabul (sighat).

Marhun Bih

(Hutang)

Murtahin Raahin

Marhun (Barang)

2. Pemberian Hutang

1. Akad Transaksi

3. Penyerahan Marhun

Page 38: BUKU-1 dan Buku II untuk dicetak.pdf.pdf

Memahami Akuntansi Syariah di Indonesia Juni 2010

Copyright©2009 dilindungi oleh Undang-Undang www. ebookakuntansisyariah.com Page 38

Gambar 4 Skema Transaksi Hawalah Al Haq

d). Akad Wakalah

Transaksi wakalah timbul karena salah satu pihak memberikan suatu obyek perikatan

yang berbentuk jasa atau dapat juga disebut sebagai meminjamkan dirinya untuk

melakukan sesuatu atas nama diri pihak lain. Menurut M.Syafi‘i Antonio (2001),

wakalah adalah penyerahan, pendelegasian atau pemberian mandat. Orang yang

diberikan amanat oleh orang lain maka orang yang diberi amanat akan melakukan

apa yang diamanatkan kepada dirinya atas nama orang yang memberikan amanat

(kuasa) tersebut. Transaksi wakalah ini dapat dijumpai pada perbankan, seperti

transaksi penagihan, pembayaran, agency, administrasi dan lain-lain.

Rukun Wakalah

1. pihak pemberi kuasa (muwakkil);

2. pihak penerima kuasa (wakil);

3. obyek yang dikuasakan (taukil);

4. ijab qabul (sighat).

Muhil

Muhal

Muhal „Alaih

1b. Janji bayar tanggung

1a. Transaksi

3. Dana Talangan

4. Penagihan 2. Akad Hawalah

Page 39: BUKU-1 dan Buku II untuk dicetak.pdf.pdf

Memahami Akuntansi Syariah di Indonesia Juni 2010

Copyright©2009 dilindungi oleh Undang-Undang www. ebookakuntansisyariah.com Page 39

Gamar 5 Skema Transaksi Wakalah

e). Akad Wadi‟ah

Transaksi wadi‟ah timbul karena salah satu pihak memberikan suatu obyek perikatan

yang berbentuk jasa yang lebih khusus yaitu custodian ( penitipan atau

pemeliharaan).

Menurut M.Syafi‘i Antonio (2001), wadi‟ah adalah titipan murni dari satu pihak ke

pihak lainnya baik individu maupun badan hukum yang harus dijaga dan

dikembalikan kapan saja si penitip menghendaki. Transaksi wadi‘ah banyak dijumpai

di perbankan syariah, yaitu adanya jasa penghimpunan dana wadi‘ah dari nasabah

dalam bentuk trustee depository dan guarantee depository.

Jenis-jenis wadi‟ah pada pelaksanaannya, wadi‟ah dibedakan menjadi dua

jenis, yaitu wadi‟ah yad al-amanah dan wadi‟ah yad adh-dhamanah.

1. Wadi‟ah yad al-amanah adalah akad penitipan barang/uang dimana pihak

penerima titipan tidak diperkenankan menggunakan barang/uang yang dititipkan dan

tidak bertanggung jawab atas kerusakan atau kehilangan barang titipan yang bukan

diakibatkan perbuatan atau kelalaian si penerima titipan.

2. Wadi‟ah yad adh-dhamanah adalah akad penitipan barang/uang dimana pihak

penerima titipan dengan atau tanpa izin pemilik barang/uang dapat memanfaatkan

barang/uang titipan dan harus bertanggung jawab atas kerusakan atau kehilangan

Muwakkil Wakil

Urusan Yang Diwakilkan

(Taukil)

1. Akad Wakalah

2. Pelaksanaan Akad

Page 40: BUKU-1 dan Buku II untuk dicetak.pdf.pdf

Memahami Akuntansi Syariah di Indonesia Juni 2010

Copyright©2009 dilindungi oleh Undang-Undang www. ebookakuntansisyariah.com Page 40

barang titipan. Semua manfaat dan keuntungan yang diperoleh dalam penggunaan

barang/uang tersebut menjadi hak penerima titipan.

Dalil tentang wadi‟ah yad adh-dhamanah

Diriwayatkan dari Abu Rafie bahwa Rasulullah SAW pernah meminta seseorang

untuk meminjamkan seekor unta. Maka diberinya unta korban (berumur sekitar dua

tahun). Setelah selang beberapa waktu, Rasulullah SAW memerintahkan Abu Rafie

untuk mengembalikan unta tersebut kepada pemiliknya, tetapi Abu Rafie kembali

kepada Rasulullah SAW seraya berkata, “ Ya Rasulullah, unta yang sepadan tidak

kami temukan, yang ada hanya unta yang lebih besar dan berumur empat tahun,”

Rasulullah SAW berkata,” Berikanlah itu, karena sesungguhnya sebaik-baik kamu

adalah yang terbaik ketika membayar.” (HR.Muslim).

Rukun wadi‟ah 1. barang/uang yang disimpan/dititipkan (wadi‟ah);

2. pemilik barang/uang yang bertindak sebagai pihak yang meniitipkan

(muwaddi‟);

3. pihak yang menyimpan atau memberikan jasa custodian (mustawda‟);

4. ijab qabul (sighat).

Gambar 6 Skema Transaksi WadiahYad Al Amanah

2. Penyerahan

Barang

1. Akad

Wadi‟ah

3. Pengembalian barang saat

diminta

Muwaddi‟ Mustawda‟

Page 41: BUKU-1 dan Buku II untuk dicetak.pdf.pdf

Memahami Akuntansi Syariah di Indonesia Juni 2010

Copyright©2009 dilindungi oleh Undang-Undang www. ebookakuntansisyariah.com Page 41

Gambar 7 Skema Transaksi Wadi‟ah Yad Adh-Dhamanah

f). Akad Kafalah

Transaksi kafalah timbul jika salah satu pihak memberikan suatu obyek yang

berbentuk jaminan atas kejadian tertentu di masa yang akan datang (contingent

guarantee). Menurut M.Syafi‘i Antonio (2001), kafalah adalah jaminan yang

diberikan oleh penanggung kepada pihak ke tiga untuk memenuhi kewajiban pihak

ke dua atau yang ditanggung. Dalam pengertian lain, kafalah juga berarti

mengalihkan tanggung jawab seseorang yang dijamin dengan berpegang pada

tanggung jawab orang lain sebagai penjamin. Akad kafalah ini banyak dipraktikkan

di perbankan syariah, seperti personal guarantee, jaminan pembayaran utang,

performance bonds (jaminan prestasi).

2. Penyerahan Barang

1. Akad Wadi‟ah

6. Mustawada‟

memberikan bonus

3. Pemanfaatan Barang

/ uang

5. Pengembalian

barang/ uang

4.

memperoleh

manfaat

barang/ uang

Muwaddi‘ Mustawda‘

Pemanfaatan

barang/ uang

Page 42: BUKU-1 dan Buku II untuk dicetak.pdf.pdf

Memahami Akuntansi Syariah di Indonesia Juni 2010

Copyright©2009 dilindungi oleh Undang-Undang www. ebookakuntansisyariah.com Page 42

Rukun kafalah

1. pihak penjamin (kaafil);

2. pihak yang dijamin (makful);

3. obyek penjamianan (makful alaih);

4. ijab qabul (sighat).

Gambar 8 Skema Transaksi Kafalah

g). Akad Wakaf

Transaksi wakaf timbul jika salah satu pihak memberikan suatu obyek yang

berbentuk uang ataupun obyek lainnya tanpa disertai kewajiban mengembalikan.

Transaksi ini biasanya dikelola oleh suatu lembaga yang sering disebut Badan

Wakaf. Obyek tersebut digunakan untuk kegiatan kemaslahatan masyarakat dan tidak

untuk diperjual belikan.

Kaafil Makful

Objek Penjaminan

(Makful Alaih)

1. Akad Kafalah

2. Pelaksanaan Akad

Page 43: BUKU-1 dan Buku II untuk dicetak.pdf.pdf

Memahami Akuntansi Syariah di Indonesia Juni 2010

Copyright©2009 dilindungi oleh Undang-Undang www. ebookakuntansisyariah.com Page 43

2. Akad Transaksi Tijarah (Kontrak Untuk Transaksi yang Berorientasi

Laba)

Transaksi pada tijari sector (sektor swasta ) pada umumnya bersifat orientasi laba

(profit oriented). Aktivitas pada sektor swasta ini berfungsi menciptakan

kemakmuran dan kesejahteraan ekonomi melalui kegiatan produksi, distribusi, dan

konsumsi. Institusi yang melaksanakan kegiatan ini bisa perusahaan swasta murni

ataupun perusahaan negara yang berciri swasta. Bentuk perusahaannya berupa

perusahaan perorangan maupun sharikah (seperti partnership, koorporasi maupun

lembaga koperasi). Sifat dasarnya, transaksi dan kontrak dalam ekonomi syariah

dapat dikategorikan menjadi dua, (Zulkifli, 2003), yakni

a. kontrak yang secara alamiah mengandung kepastian (natural certainty

contract – NCC ) dan jenis-jenisnya;

b. kontrak yang secara alamiah mengandung ketidakpastian (natural uncertainty

contract-NUC) dan jenis-jenisnya.

Penjelasan mengenai dua jenis kontrak tersebut di atas sebagai berikut.

a). Natural Certainty Contract (NCC)

Natural Certainty Contract (NCC) adalah suatu jenis kontrak transaksi dalam

bisnis yang memiliki kepastian keuntungan dan pendapatannya baik dari segi jumlah dan

waktu penyerahannya. Yang dimaksud dengan memiliki kepastian adalah masing-

masing yang terlibat dalam kontrak dapat melakukan prediksi terhadap pembayaran

maupun waktu pembayarannya. Dengan demikian sifat transaksinya adalah pasti dan

dapat ditentukan besarannya.

Dalam hal pertukaran suatu perekonomian dan bisnis maka akan melibatkan dua

hal penting, yaitu obyek pertukaran dan waktu pertukaran.

1. Obyek pertukaran, pada dasarnya terdiri dari dua macam, yakni sebagai

berikut.

a. „Ayn ( real asset = harta nyata), berupa barang dan jasa, seperti tanah,

gedung, mobil, peralatan, jasa parkir, jasa karyawan, jasa guru dan sebagainya.

b. Dayn ( financial asset = harta keuangan ), harta yang memiliki nilai

finansial, seperti uang dan surat-surat berharga.

2. Waktu pertukaran, pada dasarnya teridiri dari dua jenis, yakni sebagai berikut.

a. Naqdan ( immediate delivery = penyerahan segera), adalah kondisi

pertukaran dimana waktu pertukaran dilakukan secara tunai stau segera atau sekarang

(present atau spot).

Page 44: BUKU-1 dan Buku II untuk dicetak.pdf.pdf

Memahami Akuntansi Syariah di Indonesia Juni 2010

Copyright©2009 dilindungi oleh Undang-Undang www. ebookakuntansisyariah.com Page 44

b.Ghairu Naqdan ( deferred delivery = penyerahan tangguh), adalah kondisi

pertukaran dimana waktu pertukarannya dilakukan di masa yang akan datang atau

ditangguhkan.

Berdasarkan obyek dan waktu pertukaran tersebut maka kita dapat membuat matrix

pertukaran yang dapat menggambarkan mana jenis pertukaran yang diperbolehkan dan

yang dilarang oleh syariah.

Tabel 1 Matrix Pertukaran

WAKTU PERTUKARAN

NO OBYEK

PERTUKARAN

Present vs Present Present vs Deferred Deferred vs

Deferred

1 „Ayn vs „Ayn Boleh Boleh Tidak Boleh

2 „Ayn vs „Dayn Boleh Boleh Tidak Boleh

3 „Dayn vs Dayn Tidak Boleh (kecuali

sharf )

Tidak Boleh Tidak Boleh

Sumber: Zulkifli, 2003, (dalam Wiyono,2006), Panduan Praktis Transaksi Perbankan Syariah,

Zikrul Hakim, Jakarta.

Jenis-jenis ―natural certainty contract” dalam perekonomian Islami meliputi sebagai

berikut:

1. akad bai‟ ( akad jual-beli )

a. bai‟ al-murabahah,

b. bai‟ as-salam, dan

c. bai‟ al-istishna‟;

2. ijarah dan ijarah muntahiyah bitamliik

3. sharf;

4. barter.

Akad bai‟ (akad jual – beli)

Al bai‟ dalam istilah fiqih berarti menjual, mengganti, dan menukar sesuatu dengan

sesuatu yang lain. Lafal al-bai‟ dalam bahasa Arab terkadang digunakan untuk

pengertian lawannya, yakni asy-syira‟ (beli). Dengan demikian kata al-bai‟ berarti jual,

tetapi sekaligus juga beli (Haroen, 2000 ), sedangkan dalam pengertian perekonomian,

bai‟ adalah transaksi pertukaran antara „ayn yang berbentuk barang dengan dayn yang

berbentuk uang (Zulkifli, 2003). Dalam transaksi bai‟ ini penjual telah memasukkan

unsur laba dalam harga jualnya dan secara syariat tidak harus memberitahukan kepada

pembeli tentang besarnya keuntungan yang ditambahkannya. Dalam akad bai‟ harga dan

keuntungan sudah bersifat pasti (certaint). Apabila suatu barang dijual belikan dengan

harga Rp10.000,00 dan kedua belah pihak setuju maka Rp10.000,00 telah menjadi pasti

dan kontraknya juga bersifat pasti.

Page 45: BUKU-1 dan Buku II untuk dicetak.pdf.pdf

Memahami Akuntansi Syariah di Indonesia Juni 2010

Copyright©2009 dilindungi oleh Undang-Undang www. ebookakuntansisyariah.com Page 45

Dalil Al Qur‟an tentang Jual Beli

Transaksi jual beli telah dihalalkan oleh Allah SWT dengan beberapa firmanNya,

yaitu seperti pada Surat Al Baqarah, 275, ”Allah menghalalkan jual beli dan

mengharamkan riba…”. Juga pada Surat An-Nisa‘, 29, “… kecuali dengan jalan

perdagangan yang didasari suka sama suka diantara kamu … “

Dalil Al Hadits tentang Jual beli

Dasar hukum jual beli dalam Sunnah Rasulullah SAW, diantaranya adalah hadist dari

Rifa‘ah ibn Rafi‘, “Rasulullah SAW ditanya salah seorang sahabat mengenai

pekerjaan (profesi) yang paling baik. Rasulullah saat itu menjawab : usaha tangan

manusia sendiri dan setiap jual beli yang diberkati.( HR al-Bazar dan al-Hakim ).

Dari Syuaib, Rasulullah SAW bersabda, “Tiga perkara yang di dalamnya terdapat

keberkahan: menjual dengan pembayaran secara tangguh, muqaradah (nama lain

mudharabah), dan mencampur gandum dengan tepung untuk keperluan rumah dan tidak

untuk dijual.”( HR Ibnu Majah).

c. Rukun Jual-Beli ( Bai‟)

1. penjual (bai‟);

2. pembeli (musytari‟);

3. barang/obyek (mabi‟);

4. harga (tsaman);

5. ijab qabul (sighat);

Gambar 9 Skema Transaksi Bai‟ (Jual Beli)

Page 46: BUKU-1 dan Buku II untuk dicetak.pdf.pdf

Memahami Akuntansi Syariah di Indonesia Juni 2010

Copyright©2009 dilindungi oleh Undang-Undang www. ebookakuntansisyariah.com Page 46

a. Bai‟ Al-Murabahah

Bai‟ al-Murabahah adalah bagian dari jenis bai‘, yaitu jual beli dimana harga

jualnya terdiri dari harga pokok barang yang dijual ditambah dengan sejumlah

keuntungan (ribhun) yang disepakati oleh kedua belah pihak, pembeli dan penjual. Pada

transaksi murabahah, penyerahan barang dilakukan pada saat transaksi sementara

pembayarannya dapat dilakukan secara tunai, tangguh ataupun dicicil.

Dalil Al Qur‟an dan Al Hadits sama seperti dalil al – Bai‟

Dalil Al Qur‟an tentang Jual Beli

Transaksi jual beli telah dihalalkan oleh Allah SWT dengan beberapa firmanNya, yaitu,

seperti pada Surat Al Baqarah, 275

“Allah menghalalkan jual beli dan mengharamkan riba…”

Juga pada Surat An-Nisa‘, 29

“… kecuali dengan jalan perdagangan yang didasari suka sama suka diantara kamu…”

2. Penyerahan Barang Sekarang

1. Akad Bai‟

3. Pembayaran secara tunai, tangguh

ataupun dicicil

Penjual

(Bai‟)

Pembeli (Musytari)

Page 47: BUKU-1 dan Buku II untuk dicetak.pdf.pdf

Memahami Akuntansi Syariah di Indonesia Juni 2010

Copyright©2009 dilindungi oleh Undang-Undang www. ebookakuntansisyariah.com Page 47

Dalil Al Hadits tentang Jual beli

Dasar hukum jual beli dalam Sunnah Rasulullah SAW, diantaranya adalah hadist dari

Rifa‘ah ibn Rafi‘,

“Rasulullah SAW ditanya salah seorang sahabat mengenai pekerjaan (profesi) yang

paling baik. Rasulullah saat itu menjawab : usaha tangan manusia sendiri dan setiap

jual beli yang diberkati”( HR al-Bazar dan al-Hakim ).

Rukun Murabahah

1. penjual (bai‟);

2. pembeli (musytari‟);

3. barang/obyek (mabi‟);

4. harga (tsaman);

5. ijab qabul (sighat).

Gambar 10 Skema Transaksi Bai‟ al-Murabahah

b. Bai‟ As-Salam (Jual beli Pesanan)

Secara terminologis, para ulama fiqih mendefinisikannya, as-salam adalah

2. Penyerahan Barang Sekarang

1. Akad Murabahah

3. Pembayaran secara tunai, tangguh

ataupun di cicil

Penjual

(Bai‟)

Pembeli (Musytari)

Page 48: BUKU-1 dan Buku II untuk dicetak.pdf.pdf

Memahami Akuntansi Syariah di Indonesia Juni 2010

Copyright©2009 dilindungi oleh Undang-Undang www. ebookakuntansisyariah.com Page 48

“menjual suatu barang yang penyerahannya ditunda, atau menjual suatu barang yang

ciri-cirinya jelas dengan pembayaran modal lebih awal, sedangkan barangnya

diserahkan kemudian hari” (Haroen, 2000).

Ulama Syafi‘iyah dan Hanabilah mendefinisikan as-salam, sebagai berikut.

“Akad yang disepakati untuk membuat sesuatu dengan ciri-ciri tertentu dengan

membayar harganya dahulu, sedangkan barangnya diserahkan (kepada pembeli)

kemudian hari”.

Jadi, as-Salam adalah transaksi jual beli suatu barang tertentu antara pihak penjual dan

pembeli yang harga jualnya terdiri dari harga pokok barang dan keuntungan yang

ditambahkannya yang telah saling disepakati, dimana waktu penyerahan barangnya

dilakukan kemudian hari, sementara pembayarannya (penyerahan uangnya) dilakukan di

muka (secara tunai).

Dalil Al Qur‟an untuk Bai‟ As-Salam

Seperti dalam Surat Al Baqarah, 282, Allah berfirman,

“ Hai orang-orang yang beriman, apabila kamu bermuamalah tidak secara tunai untuk

waktu yang ditentukan, maka hendaklah kamu menuliskannya…”

Ibnu Abbas, sahabat Rasulullah SAW , menyatakan bahwa ayat ini mengandung hukum

jual beli pesanan yang ketentuan waktunya harus jelas. Alasan lainnya adalah seperti

sabda Rasulullah SAW yang berbunyi sebagai berikut (Haroen, 2000).

“Jika kamu melakukan jual beli salam, maka lakukanlah dalam ukuran tertentu,

timbangan tertentu, dan dalam waktu tertentu”.(HR. al-Bukhari, Musylim, Abu Daud,

an-Nasa‟I at-Tirmidzi, dan Ibn Majah dari Ibnu „Abbas).

Dalil Al Hadits lainnya,

“Ibnu Abbas meriwayatkan bahwa Rasulullah SAW datang ke Medinah dimana

penduduknya melakukan salaf (salam) dalam buah-buahan (untuk jangka waktu tertentu

) satu, dua, dan tiga tahun. Beliau berkata:”Barangsiapa yang melakukan salaf (salam),

hendaknya ia melakukan dengan takaran yang jelas dan timbangan yang jelas pula,

untuk jangka waktu yang diketahu‖(HR. Thabrani).

Rukun Bai‟ As-Salam

1. penjual (muslam alaih);

2. pembeli (muslam);

3. barang/obyek (muslam fihi);

4. harga (ra‟sul maal as-salam);

Page 49: BUKU-1 dan Buku II untuk dicetak.pdf.pdf

Memahami Akuntansi Syariah di Indonesia Juni 2010

Copyright©2009 dilindungi oleh Undang-Undang www. ebookakuntansisyariah.com Page 49

5. ijab qabul (sighat).

Gambar 11 Skema Transaksi Bai‟ As-Salam

c. Bai‟ Al-Istishna‟

Bai‟ Al-Istishna‟ adalah transaksi jual beli seperti prinsip bai‟ as-salam, yaitu jual

beli yang penyerahannya dilakukan kemudian, tetapi penyerahan uangnya/

pembayarannya dapat dilakukan secara cicilan atau ditangguhkan, karena Bai‟ Al-

Istishna merupakan jenis khusus dari Bai‟ As-Salam maka landasan Al Qur‘an dan Al

Haditsnya sama seperti yang berlaku pada Bai‟ As-Salam.

Rukun Bai‟ Al-Istishna‟

1. penjual / penerima pesanan (shani‟);

6. pembeli / pemesan (musytasni‟);

7. barang/obyek (masnu‟);

8. harga (tsaman);

9. ijab qabul (sighat).

2. Penyerahan Barang dikemudian hari

1.Akad Bai‟ As-Salam

3. Pembayaran dimuka

Penjual

(Muslam Ilaih)

Pembeli (Muslam)

Page 50: BUKU-1 dan Buku II untuk dicetak.pdf.pdf

Memahami Akuntansi Syariah di Indonesia Juni 2010

Copyright©2009 dilindungi oleh Undang-Undang www. ebookakuntansisyariah.com Page 50

Gambar 12 Skema Transaksi Bai‟ al-Istishna‟

2. Ijarah ( Sewa-menyewa )

Dalam perekonomian syariah juga dikenal adanya transaksi sewa menyewa suatu

aset, yaitu dengan istilah ijarah. Ijarah adalah transaksi pertukaran antara ‗ayn yang

berbentuk jasa atau manfaat dengan dayn. Ijarah dapat juga didefinisikan sebagai akad

pemindahan hak guna atau manfaat atas barang atau jasa melalui upah sewa tanpa diikuti

pemindahan hak kepemilikan atas barang itu sendiri.

Dalil Al Qur‟an tentang Ijarah

Al Qur‘an, surat Al Baqarah : 233 menyatakan,

“Dan jika kamu ingin anakmu disusukan oleh orang lain, maka tidak ada dosa bagimu

apabila kamu memberikan pembayaran menurut yang patut. Bertaqwalah kamu kepada

Allah dan ketahuilah bahwa Allah Maha Melihat apa yang kamu kerjakan.”

2. Penyerahan secara tangguh/cicilan

cicilan

1. Akad + kualifikasi

pesanan

3. Penyerahan mashnu‘ dikemudian hari

Pembeli

(Mustashni)

Penjual (Shani‟)

Page 51: BUKU-1 dan Buku II untuk dicetak.pdf.pdf

Memahami Akuntansi Syariah di Indonesia Juni 2010

Copyright©2009 dilindungi oleh Undang-Undang www. ebookakuntansisyariah.com Page 51

Dalil Al Hadits tentang Ijarah

Diriwayatkan dari Ibnu Abbas bahwa Rasulullah SAW bersabda, “Berbekamlah kamu,

kemudian berikanlah olehmu upahnya kepada tukang bekam itu” (HR. Bukhari dan

Muslim).

Dari Ibnu Umar bahwa Rasulullah SAW bersabda, “Berikanlah upah pekerja sebelum

keringatnya kerin” (HR.Ibnu Majah).

Dilihat dari obyeknya ijarah mempunyai obyek barang seperti mobil, ruko, rumah, dan

gedung; dan obyek manfaat dari tenaga kerja, seperti jasa taxi, jasa guru, jasa dosen, dan

lainnya.

Rukun Ijarah

1. penyewa (musta‟jir);

2. pemberi sewa (mu‟ajir);

3. obyek sewa (ma‟jur);

4. harga sewa (ujrah);

5. manfaat sewa (manfaah);

6. ijab qabul (sighat).

3. Ijarah Muntahiyah Bitamliik (IMB)

Ijarah Muntahiyah Bitamliik adalah transaksi ijarah yang diikuti dengan proses

perpindahan hak kepemilikan atas barang itu sendiri. Transaksi IMB merupakan

pengembangan transaksi ijarah untuk mengakomodasi kebutuhan masyarakat, karena

IMB merupakan pengembangan dari transaksi ijarah maka ketentuannya mengikuti

ketentuan ijarah.

Perpindahan Kepemilikan

Proses perpindahan kepemilikan obyek dalam transaksi IMB secara umum dapat

dilakukan dengan cara sebagai berikut.

1. Hibah, yakni transaksi ijarah yang diakhiri dengan perpindahan kepemilikan barang

dengan cara hibah dari pemilik obyek sewa kepada penyewa.

2. Janji untuk menjual, yakni transaksi ijarah yang diikuti dengan janji menjual

barang obyek sewa dari pemilik obyek sewa kepada penyewa dengan harga tertentu.

Page 52: BUKU-1 dan Buku II untuk dicetak.pdf.pdf

Memahami Akuntansi Syariah di Indonesia Juni 2010

Copyright©2009 dilindungi oleh Undang-Undang www. ebookakuntansisyariah.com Page 52

4. Perpindahan hak milik

Musta‟jir Mu‟ajjir

2. PembayaranUjrah

3. Pengalihan hak guna barang

1. Akad Ijarah

Rukun Ijarah Mintahiyah Bitamliik

1. penyewa (musta‟jir);

2. pemberi sewa (mu‘ajir);

3. obyek sewa (ma‟jur);

4. harga sewa (ujrah);

5. manfaat sewa (manfaah);

6. ijab qabul (sighat).

Gambar 13 Skema Transaksi Ijarah Muntahiyah Bittamlik (IMB)

3. Sharf

Sharf adalah transaksi pertukaran dayn (mata uang) dengan dayn (mata uang) yang

berbeda atau jual beli mata uang yang berbeda. Dalam transaksi Sharf penyerahan valuta

harus dilakukan secara tunai (naqdan) dan tidak dilakukan secara tangguh, terkait

dengan hal ini maka transaksi forward tidak dapat dibenarkan dalam Islam.

Dalil tentang Sharf

Dari Ubadah bin Shamit ra., Nabi Muhammad SAW bersabda, ”Emas dengan emas,

perak dengan perak, gandum dengan gandum, syair dengan syair, kurma dengan kurma,

Page 53: BUKU-1 dan Buku II untuk dicetak.pdf.pdf

Memahami Akuntansi Syariah di Indonesia Juni 2010

Copyright©2009 dilindungi oleh Undang-Undang www. ebookakuntansisyariah.com Page 53

garam dengan garam, hendaklah sama banyaknya, tunai dan timbang terima. Apabila

berlainan jenisnya bolehlah kamu jual sekehendakmu asal tunai” (Muttafaqun ‗Alaihi).

Dari Abu Hurairah, Nabi SAW bersabda, ”Boleh menjual emas dengan emas dengan

setimbang, sebanding dan perak dengan perak setimbang, sebanding”(HR. Ahmad,

Muslim dan Nasa‘I).

Dari Abu Hurairah, Nabi SAW bersabda, ”Boleh menjual tamar dengan tamar, gandum

dengan gandum, sya‟ir dengan sya‟ir, garam dengan garam, sama sebanding, tunai

dengan tunai. Barangsiapa menambah atau minta tambah maka telah berbuat riba

kecuali yang berlainan warnanya”(HR. Muslim ).

Dari Abi Bakrah ra, Nabi SAW bersabda, ― melarang menjual perak dengan perak,

emas dengan emas, kecuali sama. Dan Nabi menyuruh kami membeli perak dengan

emas sesuka kami dan membeli emas dengan perak sesuka kami pula”( HR. Buchari-

Muslim ).

Rukun Sharf

1. penjual (bai‟);

2. pembeli (musytari‟);

3. mata uang yang diperjual belikan (sharf);

4. nilai tukar (si‟rus sharf);

5. ijab qabul (sighat).

Page 54: BUKU-1 dan Buku II untuk dicetak.pdf.pdf

Memahami Akuntansi Syariah di Indonesia Juni 2010

Copyright©2009 dilindungi oleh Undang-Undang www. ebookakuntansisyariah.com Page 54

Gambar 14 Skema Transaksi Sharf

4. Barter ( Pertukaran Barang dengan Barang )

Barter adalah transaksi pertukaran kepemilikan antara dua barang yang berbeda

jenis, seperti menukar pesawat terbang dengan beras; menukar sepeda motor dengan

kambing dan lainnya. Agar dalam barter ini tidak ada yang dirugikan maka informasi

tentang harga dari ke dua barang yang dipertukarkan haruslah diketahui oleh kedua

belah pihak. Misalnya, pesawat mempunyai harga jual yang wajar Rp10.000.000.000,00

dan harga beras yang wajar 1 ton = Rp5.000.000,00 maka 1 pesawat harus ditukar

dengan 2.000 ton beras. Apabila tidak saling mengetahui harga pasar yang wajar maka

akan terjadi spekulasi dan dampaknya adalah ada pihak yang dirugikan dan diuntungkan

akibat selisih harga yang tidak diketahui.

Dalil transaksi Barter

Dari Ubadah bin Shamit ra., Nabi Muhammad SAW bersabda, ”Emas dengan emas,

perak dengan perak, gandum dengan gandum, syair dengan syair, kurma dengan kurma,

garam dengan garam, hendaklah sama banyaknya, tunai dan timbang terima. Apabila

berlainan jenisnya bolehlah kamu jual sekehendakmu asal tunai” (Muttafaqun ‗Alaihi).

2a. Penyerahan Valuta tunai

1. Akad sharf

2b. penyerahan valuta tunai

Penjual

(Bai‟)

Pembeli

(Musytari‟)

Page 55: BUKU-1 dan Buku II untuk dicetak.pdf.pdf

Memahami Akuntansi Syariah di Indonesia Juni 2010

Copyright©2009 dilindungi oleh Undang-Undang www. ebookakuntansisyariah.com Page 55

Rukun Barter

1. penjual (bai‟);

2. pembeli (musytari‟);

3. barang yang dipertukarkan (mabi‟);

4. ijab qabul (sighat).

b). Akad “Natural Uncertainty Contract” ( NUC)

Kontrak atas transaksi yang secara alamiah mengandung ketidak pastian merupakan

bagian dari akad tijarah, yaitu akad transaksi dalam ekonomi syariah yang bertujuan

mencari keuntungan. Transaksi ini merupakan percampuran antara obyek „ayn, dayn

ataupun suatu aset lain seperti keahlian yang disebut dengan “asy-syirkah” atau

perkongsian antara dua belah pihak atau lebih.

Secara terminologi ada beberapa definisi asy-syirkah yang dikemukakan oleh para

ulama fiqh. Menurut ulama Malikiyah, asy-syirkah didefinisikan seperti yang dikutip

Haroen (1999) sebagai berikut.

“ Suatu keizinan untuk bertindak secara hukum bagi dua orang yang bekerjasama

terhadap harta mereka”.

Selain itu, definisi yang dikemukakan oleh ulama Syafi‘iyah dan Hanabilah, asy-syirkah

adalah, “Hak bertindak hukum bagi dua orang atau lebih pada sesuatu yang mereka

sepakati”.

Definisi yang ketiga adalah definisi yang diberikan oleh ulama Hanafiyah, asy-syirkah

Adalah, “Akad yang dilakukan oleh orang-orang yang bekerjasama dalam modal dan

keuntungan”.

Definisi-definsi yang telah diberikan oleh beberapa ulama fiqh di atas, pada

prinsipnya tidaklah mengalami perbedaan esensi melainkan hanya berbeda redaksi, yaitu

ikatan kerjasama yang dilakukan dua orang atau lebih dalam perdagangan. Dengan

adanya akad asy-syirkah yang disepakati oleh kedua belah pihak, semua pihak yang

mengikatkan diri berhak bertindak secara hukum terhadap harta serikat itu dan berhak

mendapatkan keuntungan sesuai dengan persetujuan yang disepakati.

Jenis-jenis syirkah dalam perekonomian Islam ( Zulkifli, 2003), ialah

1. musyarakah

a. musyarakah muwafadhah,

b. musyarakah al-inan,

c. musyarakah abdan, dan

Page 56: BUKU-1 dan Buku II untuk dicetak.pdf.pdf

Memahami Akuntansi Syariah di Indonesia Juni 2010

Copyright©2009 dilindungi oleh Undang-Undang www. ebookakuntansisyariah.com Page 56

d. musyarakah wujuh;

2. mudharabah

a. mudharabah muthlaqah, dan

b. mudharabah muqayyadah;

3. muzara‟ah;

4. musaqah;

5. mukhabarah.

1. MUSYARAKAH

Musyarakah secara luas adalah akad kerjasama atau percampuran antara dua pihak

atau lebih untuk melakukan suatu usaha tertentu yang halal dan produktif dengan

kesepakatan bahwa keuntungan akan dibagikan sesuai dengan nisbah yang disepakati

dan risiko akan ditanggung sesuai dengan porsi kerjasama.

Dalil Al-Qur‟an yang melandasi Musyarakah

Dalam Surat An-Nisaa‘ : 12, Allah SWT telah berfirman, ”…maka mereka berserikat

dalam sepertiga harta…” .

Kemudian, pada Surat Shaad, ayat 24, Allah berfirman, “ …dan sesungguhnya

kebanyakan dari orang-orang yang berserikat itu sebagian mereka berbuat zalim

kepada sebagian yang lain, kecuali orang-orang yang beriman dan mengerjakan amal-

amal sholeh, dan amat sedikit mereka ini…” .

Dalil Al-Hadits tentang Musyarakah

Dalam sebuah Hadits Qudsi, Rasulullah SAW mengatakan, “ Aku (Allah) merupakan

orang ketiga dalam perserikatan antara dua orang, selama salah seorang di antara

keduanya tidak melakukan pengkhianatan terhadap yang lain. Jika seseorang

melakukan pengkhianatan terhadap yang lain, Aku keluar dari perserikatan antara dua

orang itu (HR. Abu Daud dan al-Hakim dari Abu Hurairah).

Dalam Hadits lain, Nabi Muhammad SAW juga bersabda, ―Allah akan ikut

membantu do‘a untuk orang yang berserikat, selama diantara mereka tidak

saling mengkhianati (HR. al-Bukhari). Atas dasar ayat dan hadits tersebut maka

para ulama fiqh menyatakan bahwa akad asy-syirkah (musyarakah) mempunyai

landasan yang kuat dalam agama Islam.

Jenis-Jenis Musyarakah ( Asy-Syirkah)

1. Syirkah Mufawadhah, yaitu perserikatan/kerjasama dua orang atau lebih pada

suatu obyek dengan syarat tiap-tiap pihak memasukkan modal yang sama

jumlahnya serta melakukan tindakan hukum (kerja) yang sama, sehingga tiap-tiap

Page 57: BUKU-1 dan Buku II untuk dicetak.pdf.pdf

Memahami Akuntansi Syariah di Indonesia Juni 2010

Copyright©2009 dilindungi oleh Undang-Undang www. ebookakuntansisyariah.com Page 57

pihak dapat melakukan perbuatan hukum atas nama orang-orang yang berserikat/

kerjasama itu. Misalnya, Tuan A menyetor 50% dan Tuan B menyetor juga 50%

nya.

Tentang Syirkah Mufawadhah, Nabi SAW telah bersabda, ” Jika kamu melakukan

mufawadhah, maka lakukanlah dengan cara yang baik…dan lakukanlah

mufawadhah, karena akad seperti ini membawa berkah‖ ( HR. Ibnu Majah ).

Dalam hadits lain dikatakan,”Tiga (bentuk usaha) yang mengandung berkat, yaitu

jual beli yang pembayarannya boleh ditunda, mufawadhah, dan mencampur

gandum dengan jelai (untuk dimakan) bukan untuk diperjualbelikan‖(HR. Ibnu

Majah).

Gambar 15 Skema Transaksi Syirkah Musyarakah Al Mufawadhah

2. Syirkah al-„inan, yaitu perserikatan dalam modal (harta) dalam suatu perdagangan

yang dilakukan dua orang atau lebih dan keuntungan dibagi bersama dengan

jumlah modal yang tidak harus sama porsinya. Misalnya, Tuan A = 60%, dan Tuan

B = 40%.

Pengusaha I Pengusaha II

Dana X Dana X

Usaha

Laba/ Rugi

Bagi Hasil Sesuai

Kesepakatan

Page 58: BUKU-1 dan Buku II untuk dicetak.pdf.pdf

Memahami Akuntansi Syariah di Indonesia Juni 2010

Copyright©2009 dilindungi oleh Undang-Undang www. ebookakuntansisyariah.com Page 58

Dalam hal syirkah al-„inan, para ulama fiqh membuat kaidah (Haroen, 1999),

“Keuntungan dibagi sesuai kesepakatan dan kerugian sesuai dengan modal

masing-masing pihak”.

Gambar 16 Skema Transaksi Syirkah Musyarakah Al Iinan

3. Syirkah al-Wujuh, yaitu serikat/ kerjasama atau percampuran antara pemilik dana

dengan pihak lain yang memiliki kredibilitas ataupun kepercayaan. Dalam syirkah

al-wujuh ini, orang yang memiliki kredibilitas, khususnya kredibilitas dalam bisnis,

tetapi tidak memiliki modal finansial, bekerjasama dengan pihak yang memiliki

modal finansial untuk melakukan kegiatan usaha bersama, misalnya, dalam bisnis

perdagangan barang. Atas keuntungan usaha bersama tersebut maka akan dibagi

antara mitra yang memiliki kredibilitas dan yang memiliki modal finansial tersebut

sesuai dengan rasio bagi hasil yang disepakati bersama. Misalnya, Tuan A memiliki

keahlian dibidang merakit komputer (kredibel / terpercaya dalam bidang komputer)

dan tuan B mempunyai modal finansial, mereka berdua bergabung bersama

Pengusaha I Pengusaha II

Dana X Dana Y

Usaha

Laba/ Rugi

Bagi Hasil Sesuai

Kesepakatan

Page 59: BUKU-1 dan Buku II untuk dicetak.pdf.pdf

Memahami Akuntansi Syariah di Indonesia Juni 2010

Copyright©2009 dilindungi oleh Undang-Undang www. ebookakuntansisyariah.com Page 59

membuat usaha perakitan dan penjualan komputer. Atas keuntungan usaha

perakitan komputer tersebut dibagi antara tuan A dan tuan B, misalnya, tuan A

mendapat 40% dari keuntungan kotor, dan tuan B mendapat bagian 60% dari

keuntungan kotor. Keuntungan kotor = penjualan – harga pokok penjualan.

Berikut skema transaksi Syirkah Musyarakah Al- Wujuh

Gambar 17 Skema Transaksi Syirkah Musyarakah Al-Wujuh

4. Syirkah al-Abdan/al-A‟mal, yaitu perserikatan yang dilaksanakan oleh dua pihak

untuk menerima suatu pekerjaan, seperti pandai besi, service alat-alat elektronik,

laundry, dan tukang jahit. Hasil atau imbalan yang diterima dari pekerjaan itu

dibagi bersama sesuai dengan kesepakatan mereka berdua. Dengan kata lain,

syirkah al-abdan adalah kerjasama atau pencampuran tenaga atau profesionalisme

antara dua pihak atau lebih (kerjasama profesi).

Pengusaha I Pengusaha II

Dana Kredibilitas

USAHA

Laba/ Rugi

Bagi Hasil Sesuai

Kesepakatan

Page 60: BUKU-1 dan Buku II untuk dicetak.pdf.pdf

Memahami Akuntansi Syariah di Indonesia Juni 2010

Copyright©2009 dilindungi oleh Undang-Undang www. ebookakuntansisyariah.com Page 60

Gambar 18 Skema Transaksi SyirkahMusyarakah Al-Abdan/Al-A‟mal

5. Syirkah al-Mudharabah, yaitu persetujuan antara pemilik modal dengan seorang

pekerja untuk mengelola uang dari pemilik modal dalam perdagangan tertentu,

yang keuntungannya dibagi sesuai dengan kesepakatan bersama, sedangkan

kerugian yang diderita menjadi tanggungan pemilik modal.

Pengusaha I Pengusaha II

Profesionalis

me

Profesionalis

me

Usaha

Laba/ Rugi

Bagi Hasil Sesuai

Kesepakatan

Page 61: BUKU-1 dan Buku II untuk dicetak.pdf.pdf

Memahami Akuntansi Syariah di Indonesia Juni 2010

Copyright©2009 dilindungi oleh Undang-Undang www. ebookakuntansisyariah.com Page 61

Gambar 19 Skema Transaksi Syirkah Al-Mudharabah

Rukun Mudharabah

1. para pihak yang bersyirkah;

2. porsi kerjasama;

3. proyek /usaha (masyru‟);

4. ijab qabul (sighat);

5. nisbah bagi hasil.

A. Transaksi dalam Bisnis Syariah

Layaknya dalam suatu perekonomian apa pun sistem ekonomi yang dipakai

hubungan antar pihak yang melakukan kegiatan ekonomi akan berakhir dengan transaksi

(transaction). Secara umum, transaksi dapat diartikan sebagai kejadian

ekonomi/keuangan yang melibatkan paling tidak dua pihak (seseorang dengan seseorang

Mudharib Shahibul Maal

Profesionali

sme

Modal 100%

Usaha

Laba/ Rugi

Bagi Hasil Sesuai

Kesepakatan

Page 62: BUKU-1 dan Buku II untuk dicetak.pdf.pdf

Memahami Akuntansi Syariah di Indonesia Juni 2010

Copyright©2009 dilindungi oleh Undang-Undang www. ebookakuntansisyariah.com Page 62

atau beberapa orang lainnya) yang saling melakukan pertukaran, melibatkan diri dalam

perserikatan usaha, pinjam meminjam dan lain-lain atas dasar suka sama suka ataupun

atas dasar suatu ketetapan hukum/syariat yang berlaku.

Dalam sistem ekonomi yang berparadigma Islami, transaksi senantiasa harus

dilandasi oleh aturan hukum-hukum Islam (syariah), karena transaksi adalah manifestasi

amal manusia yang bernilai ibadah di hadapan Allah SWT, sehingga dalam Islam

transaksi dapat dikategorikan menjadi dua, yakni

2. transaksi yang halal, dan

3. transaksi yang haram.

Transaksi halal adalah semua transaksi yang dibolehkan oleh Syariah Islamiyah,

sedangkan transasi haram adalah semua transaksi yang dilarang oleh Syariah Islamiyah.

Halal dan haramnya suatu transaksi tergantung dari pada beberapa kriteria, yaitu

1. obyek yang dijadikan transaksi apakah obyek halal atau obyek haram; (madiyah)

2. cara bertransaksi apakah cara bertransaksi halal atau bertansaksi haram (adabiyah).

Berikut ini diberikan gambaran dalam penentuan halal dan haramnya suatu transaksi

pada gambar 1.

Gambar 1

Transaksi Halal atau Haram

Cara Halal Cara Haram

Objek Halal

Objek Haram

Penjelasan

Kuadran A, adalah jenis transaksi yang halal, karena obyek dan cara bertransaksinya

halal. Misalnya, jual beli beras ( obyek halal ) dengan cara suka sama suka (cara halal )

baik dari segi harga, kualitas, dan distribusinya.

A B

TRANSAKSI TRANSAKSI

H A L A L H A R A M

C D

TRANSAKSI TRANSAKSI

H A R A M H A R A M

Page 63: BUKU-1 dan Buku II untuk dicetak.pdf.pdf

Memahami Akuntansi Syariah di Indonesia Juni 2010

Copyright©2009 dilindungi oleh Undang-Undang www. ebookakuntansisyariah.com Page 63

Kuadran B, adalah jenis transaksi yang haram, walaupun obyeknya halal namun

cara bertransaksinya adalah secara haram maka transaksinya menjadi haram. Misalnya,

jual beli beras (obyek halal) namun dengan cara salah, pihak satu dipaksa dan salah satu

pihak dalam posisi yang kalah (cara haram ).

Kuadran C, adalah jenis transaksi yang haram, karena obyeknya haram walaupun

cara bertransaksinya adalah secara halal maka transaksinya tetap haram. Contohnya, jual

beli daging babi, khamer, barang curian (obyek haram) dengan cara suka sama suka (

cara halal ), hasilnya tetap transaksi haram.

Kuadran D, adalah jenis transaksi yang pasti haram, karena obyeknya haram dan

cara bertransaksinyapun juga haram maka transaksinya tetap haram. Contohnya, jual

beli daging babi, khamer, barang curian (obyek haram) dengan cara memaksa kepada

pihak yang lemah (cara haram), hasil transaksinya haram. Islam hanya mengakui

transaksi yang halal dan akuntansi akan mencatatnya sebagai suatu transaksi yang syah.

============================== Alhamdulillaahirabbil „alamiin,

SOAL-SOAL

1. Jelaskan pengertian AKAD!

2. Dalam perekonomian Islam, akad dibedakan menjadi 2, yaitu akad TABARRU dan

akad TIJARAH. Jelaskan ke dua jenis akad tersebut, beserta rincian jenis akad

masing-masing!

3. Bagaimana syarat akad agar sah secara ketentuan syariah Islamiyah?

4. Jelaskan perbedaan akad Murabahah, As-salam, dan al-istishna!

5. Jelaskan perbedaan akad Ijarah dan Ijarah Muntahiyah Bit Tamlik!

6. Jelaskan akad Mudharabah dan Musyarakah!

7. Pak Rafi membutuhkan dana tambahan Rp 100.000.000,00 untuk membeli peralatan

konveksi sebanyak 10 buah. Uang yang dimiliki Pak Rafi adalah Rp 50.000.000,00.-

Menurut saudara, jenis akad apakah yang cocok untuk Pak Rafi tersebut? Jelaskan

jawaban saudara!

8. Jelaskan Rukun daripada akad di bawah ini!

a. Murabahah

b. As-salam

c. Al-istishna

d. Mudharabah

Page 64: BUKU-1 dan Buku II untuk dicetak.pdf.pdf

Memahami Akuntansi Syariah di Indonesia Juni 2010

Copyright©2009 dilindungi oleh Undang-Undang www. ebookakuntansisyariah.com Page 64

e. Musyarakah

f. Ijarah

g. Ijarah Muntahiyah Bit Tamlik

h. Ar-Rahn.

9. Tuan Syahrul ingin mendapatkan sebuah mobil untuk alat angkut perusahaannya.

Dia mengajukan pembiayaan ke bank syariah. Bank syariah memberikan pilihan,

akad yang dapat dipilih adalah akad Murabahah atau akad Ijarah Muntahiyah Bit

Tamlik. Menurut saudara, manakah yang lebih cocok dan lebih menguntungkan

bagi Tuan Syahrul? Jelaskan jawaban saudara!

10. Jelaskan penerapan akad WAKALAH dan HAWALAH dalam perbankan syariah!

11. Tuan Joni Ahmed mendatangi BPRS dengan maksud meminjam uang Rp

10.000.000,- untuk jaminan rumah sakit untuk orang tuanya yang akan dioperasi

jantung. Tanpa uang jaminan rumah sakit tidak mau menangani orang tuanya.

Karena tuan Joni pada saat itu tidak punya uang atau masih kurang dan tidak bisa

mendapatkan uang dalam waktu singkat, maka dia ke BPRS untuk meminjam uang

tersebut. Manajemen bank bisa memberi pinjaman sebesar dana yang dibutuhkan

dengan margin 20% satu tahun. Tuan Joni kaget, mengapa meminjam untuk orang

sakit kok dikenakan margin seperti orang berjual beli barang. Karena terpaksa, maka

Tuan Joni menyetujui saja dengan rasa kesal. Menurut dia, ini mestinya akadnya

adalah akad Qardh al Hasan (kebajikan) tanpa margin atau bagi hasil.

Bagaimanakah pendapat saudara tentang kasus tuan Joni tersebut dan seharusnya

bagaimana mengenai jenis akad yang cocok dengan masalah tuan Joni tersebut?

12. Tuan Jaya mendatangi Bank Syariah dengan maksud meminjam uang Rp

20.000.000,- untuk merenovasi rumahnya yang sudah mulai rusak. Karena tuan Joni

pada saat itu tidak punya uang atau masih kurang dan tidak bisa mendapatkan uang

maka dia ke bank untuk meminjam uang tersebut. Manajemen bank bisa memberi

pinjaman sebesar dana yang dibutuhkan dengan margin 20% satu tahun. Tuan Jaya

menyetujui tawaran bank tersebut dengan akad Murabahah. Dari uang pinjaman

tersebut akan digunakan untuk membeli bahan bangunan dan membayar tukang;

untuk membayar tukang dijatahkan Rp 5.000.000,--. Menurut saudara, apakah akad

Murabahah tersebut tepat diterapkan untuk kasus tuan Jaya tersebut, jelaskan

jawaban saudara dengan analisis akad yang tetap!

===$$$===

Page 65: BUKU-1 dan Buku II untuk dicetak.pdf.pdf

Memahami Akuntansi Syariah di Indonesia Juni 2010

Copyright©2009 dilindungi oleh Undang-Undang www. ebookakuntansisyariah.com Page 65

BAB III

PERHITUNGAN BAGI HASIL

(APLIKASI PADA BANK SYARIAH)

A. PENGANTAR

Terdapat perbedaan yang mendasar antara sistem ekonomi Islam dengan sistem

ekonomi lainnya yaitu dengan tidak diterapkannya bunga sebagai pranata beroperasinya

sistem ekonomi tersebut. Dalam sistem ekonomi Islam, bunga dapat dinyatakan sebagai riba

yang ―haram‖ hukumnya menurut syariah Islamiyah. Sebagai gantinya, sistem ekonomi

Islam menggantinya dengan pranata ―bagi hasil‖ yang dihalalkan oleh syariah Islamiyah

berdasarkan Al Qur‘an dan Al Hadist. Dalam praktiknya, ketentuan bagi hasil usaha harus

ditentukan di muka atau pada awal akad /kontrak usaha disepakati oleh pihak-pihak yang

terlibat dalam akad. Porsi bagi hasil biasanya ditentukan dengan suatu perbandingan,

misalnya 40 : 60 yang berarti bahwa atas hasil usaha yang dijalankan oleh mitra usaha akan

didistribusikan sebesar 40% kepada pemilik dana/investor (shahibul maal) dan sebesar 60%

didistribusikan kepada pengelola dana (mudharib).

Dalam praktiknya, mekanisme perhitungan bagi hasil dapat didasarkan pada dua cara

profit sharing (bagi laba) dan revenue sharing (bagi pendapatan), yakni sebagai berikut.

1. Profit sharing (bagi laba).

Perhitungan bagi hasil menurut profit sharing adalah perhitungan bagi hasil yang

mendasarkan pada laba dari pengelola dana, yaitu pendapatan usaha dikurangi dengan

beban usaha untuk mendapatkan pendapatan usaha tersebut. Misal, pendapatan usaha Rp

1000,00 dan beban-beban usaha untuk mendapatkan pendapatan tersebut Rp700,00 maka

profit/laba adalah Rp300,00 ( Rp1000,00 - Rp700,00).

2. Revenue sharing (bagi pendapatan).

Perhitungan bagi hasil menurut revenue sharing adalah perhitungan bagi hasil yang

mendasarkan pada revenue (pendapatan) dari pengelola dana, yaitu pendapatan usaha

sebelum dikurangi dengan beban usaha untuk mendapatkan pendapatan usaha tersebut.

Misal, pendapatan usaha Rp1000,00 dan beban-beban usaha untuk mendapatkan

pendapatan tersebut Rp700,00 maka dasar untuk menentukan bagi hasil adalah Rp

1000,00 (tanpa harus dikurangi beban Rp700,00).

Aplikasi kedua dasar bagi hasil ini mempunyai kelebihan dan kekurangannya masing-

masing. Pada profit sharing, semua pihak yang terlibat dalam akad akan mendapatkan bagi

hasil sesuai dengan laba yang diperoleh atau bahkan tidak mendapatkan laba apabila

Page 66: BUKU-1 dan Buku II untuk dicetak.pdf.pdf

Memahami Akuntansi Syariah di Indonesia Juni 2010

Copyright©2009 dilindungi oleh Undang-Undang www. ebookakuntansisyariah.com Page 66

pengelola dana mengalami kerugian yang normal. Disini unsur keadilan dalam berusaha

betul-betul diterapkan. Apabila pengelola dana mendapatkan laba besar maka pemilik dana

juga mendapatkan bagian besar, sedangkan kalau labanya kecil maka pemilik dana juga

mendapatkan bagi hasil dalam jumlah yang kecil pula, jadi keadilan dalam berusaha betul-

betul terwujud. Meskipun dalam profit sharing keadilan dapat diwujudkan, mungkin pemilik

dana (investor) tidak seratus persen setuju dengan mekanisme tersebut, manakala pengelola

dana menderita kerugian normal sehingga pemilik dana tidak akan mendapatkan bagi hasil,

sedangkan dalam bank konvensional deposan/pemilik dana akan selalu mendapatkan bunga

walaupun bank mengalami kerugian. Kalau hanya dilihat dari aspek ekonomi saja maka

profit sharing mempunyai kelemahan dibandingkan dengan prinsip bunga/konvensional yang

notabene diharamkan. Untuk mengurangi risiko ditolaknya calon investor yang akan

menginvestasikan dananya maka pengelola dana dapat memberikan porsi bagi hasil lebih

besar dibandingkan dengan porsi bagi hasil menurut revenue sharing.

Untuk mengatasi ketidak setujuan prinsip profit sharing karena adanya kerugian bagi

pemilik dana maka prinsip revenue sharing dapat diterapkan, yaitu bagi hasil yang

didistribusikan kepada pemilik dana didasarkan pada revenue pengelola dana tanpa dikurangi

dengan beban usaha untuk mendapatkan pendapatan. Dalam revenue sharing, ke dua belah

pihak akan selalu mendapatkan bagi hasil, karena bagi hasil dihitung dari pendapatan

pengelola dana. Sepanjang pengelola dana memperoleh revenue maka pemilik dana akan

mendapatkan distribusi bagi hasil. Ditinjau dari sisi pemilik dana maka prinsip ini

menguntungkan, karena selama pengelola dana memperoleh revenue maka pemilik dana pasti

mendapatkan bagi hasilnya. Tetapi, bagi pengelola dana hal ini dapat memberikan risiko

bahwa suatu periode tertentu pengelola dana akan mengalami kerugian, karena bagi hasil

yang diterimanya lebih kecil dari beban usaha untuk mendapatkan revenue tersebut. Disinilah

ketidak adilan dapat dirasakan oleh pengelola dana karena terdapat risiko kerugian,

sedangkan pemilik dana terbebas dari risiko kerugian.

Jalan keluar yang dapat dijalankan adalah pengelola dana harus menjalankan usaha

dengan prinsip prudent atau usaha penuh kehati-hatian, sehingga dengan revenue sharing

risiko kerugian dapat ditekan sekecil mungkin agar pemilik dana/investor tertarik

menginvestasikan dananya pada usaha yang dikelola Bank Syariah.

Konsep bagi hasil ini banyak diterapkan pada lembaga bisnis syariah, terutama bank

syariah. Disamping itu, lembaga bisnis yang yang lain juga menerapkan konsep bagi hasil

tersebut, yaitu pada perusahaan Takaful atau asuransi yang menerapkan bagi hasil dalam

investasi mudharabah atas dana yang dihimpun dari partnernya. Bahkan, di bidang pertanian

Page 67: BUKU-1 dan Buku II untuk dicetak.pdf.pdf

Memahami Akuntansi Syariah di Indonesia Juni 2010

Copyright©2009 dilindungi oleh Undang-Undang www. ebookakuntansisyariah.com Page 67

konsep bagi hasil tersebut telah diterapkan sejak dahulu kala di masyarakat pertanian

Indonesia. Jadi, bagi hasil merupakan konsep yang sudah diterima sejak dahulu dalam usaha

yang syar‘i.

B. KONSEP BAGI HASIL

Konsep bagi hasil berbeda sama sekali dengan konsep bunga yang diterapkan pada bank

konvensional. Dalam bank syariah, konsep bagi hasil, sebagai berikut. (IBI, 2003:265).

1. Pemilik dana menginvestasikan dananya melalui lembaga keuangan bank yang

bertindak sebagai pengelola dana.

2. Pengelola/bank syariah mengelola dana tersebut di atas dalam sistem pool of fund,

selanjutnya bank akan menginvestasikan dana tersebut ke dalam proyek/usaha yang

layak dan menguntungkan serta memenuhi aspek syariah.

3. Kedua belah pihak menandatangani akad yang berisi ruang lingkup kerja sama,

nominal, nisbah, dan jangka waktu berlakunya kesepakatan tersebut.

B.1. Mekanisme Perhitungan Bagi Hasil

Perhitungan bagi hasil dalam perbankan syariah dapat mengikuti tata cara dan

ketentuan, yaitu seperti berikut. (IBI,2003:265-266)

1. Hitung saldo rata-rata harian (SRRH) sumber dana sesuai klasifikasi dana yang

dimiliki, misalnya tabungan mudharabah dan investasi mudharabah.

2. Hitung saldo rata-rata tertimbang sumber dana yang telah tersalurkan ke dalam

investasi dan produk-produk aset lainnya.

3. Hitung total pendapatan yang diterima dalam periode berjalan, misalnya tahun 2003.

4. Bandingkan antara jumlah sumber dana dengan total dana yang telah disalurkan.

5. Alokasikan total pendapatan kepada masing-masing klasifikasi dana yang dimiliki

sesuai dengan data saldo rata-rata tertimbang.

6. Perhatikan nisbah sesuai kesepakatan yang tercantum dalam akad.

7. Distribusikan bagi hasil sesuai nisbah kepada pemilik dana sesuai klasifikasi dana

yang dimiliki.

Berikut ini rumus perhitungan saldo rata-rata harian (SRRH):

Dimana : TD = total dana dalam periode berjalan

SRRH = TD / JH

Page 68: BUKU-1 dan Buku II untuk dicetak.pdf.pdf

Memahami Akuntansi Syariah di Indonesia Juni 2010

Copyright©2009 dilindungi oleh Undang-Undang www. ebookakuntansisyariah.com Page 68

JH = jumlah hari dalam periode berjalan

Untuk memperjelas rumus perhitungan SRRH tersebut, di bawah ini diberikan contoh

perhitungannya.

Tuan Syahrul mempunyai tabungan/simpanan mudharabah di bank syariah dengan data

transaksi seperti berikut:

Tanggal Keterangan Jumlah (Rp)

06 Januari 2008 Setoran

Awal

2.000.000,00

12 Januari 2008 Setoran 8.000.000,00

20 Januari 2008 Setoran 5.000.000,00

27 Januari 2008 Penarikan 3.000.000,00

Berikut ini perhitungan saldo rata-rata harian dana Tuan Syahrul selama bulan

Januari 2008, yaitu dengan cara menghitung saldo rata-rata tertimbang dibagi dengan

jumlah hari dalam bulan Januari:

Tabel Perhitungan Saldo Rata-Rata Harian (SRRH)

Nomor Tanggal Hari Saldo Saldo

Tertimbang

1 06 Jan - 11 Jan 6 2.000.000,00 12.000.000,00

2 12 Jan - 19 Jan 8 10.000.000,00 80.000.000,00

3 20 Jan - 26 Jan 7 15.000.000,00 105.000.000,00

4 27 Jan - 31 Jan 5 12.000.000,00 60.000.000,00

TOTAL 26 257.000.000,00

Jadi, saldo rata-rata harian (SRRH) dana Tuan Syahrul = Rp257.000.000,00 : 26 = Rp.

9.884.615,-

Setelah SRRH dihitung, maka berikutnya kita menghitung distribusi pendapatan, dengan

rumus:

Dimana DP = distribusi pendapatan

SR = saldo rata-rata tertimbang per klasifikasi dana

TR = total rata-rata tertimbang per klasifikasi dana

TP = total pendapatan yang diterima periode berjalan oleh bank syariah

DP = (SR/TR) x TP

Page 69: BUKU-1 dan Buku II untuk dicetak.pdf.pdf

Memahami Akuntansi Syariah di Indonesia Juni 2010

Copyright©2009 dilindungi oleh Undang-Undang www. ebookakuntansisyariah.com Page 69

Berikut ini diberikan contoh perhitungan distribusi pendapatan bank syariah pada tahun 2008.

Saldo rata-rata harian:

1. Simpanan mudharabah = Rp600.000.000,00 (10 %)

2. Investasi mudharabah 01 bl = Rp1.800.000.000,00 (30%)

3. Investasi mudharabah 03 bl = Rp1.200.000.000,00 (20%)

4. Investasi mudharabah 06 bl = Rp600.000.000,00 (10%)

5. Investasi mudharabah 12 bl = Rp1.800.000.000,00 (30%)

Total saldo rata-rata harian = Rp 6.000.000.000,00 (100%)

Total pendapatan Bank Syariah tahun 2008 = Rp200.000.000,00

Atas dasar data tersebut maka kita dapat menghitung distribusi pendapatan menurut

klasifikasi dana sebagai berikut:

1. Simpanan mudharabah = 10 % X Rp200.000.000,00 = Rp20.000.000,00

2. Investasi mudharabah 01 = 30% X Rp200.000.000,00 = Rp60.000.000,00

3. Investasi mudharabah 03 = 20% X Rp200.000.000,00 = Rp40.000.000,00

4. Investasi mudharabah 06 = 10% X Rp200.000.000,00 = Rp20.000.000,00

5. Investasi mudharabah 12 = 30% X Rp200.000.000,00 = Rp60.000.000,00

TOTAL = Rp200.000.000,00

Dari total pendapatan yang didistribusikan sesuai dengan klasifikasi dana di atas yang

berjumlah Rp200.000.000,00 maka kemudian jumlah ini akan dibagihasilkan kepada pemilik

dana (shahibul maal) dan pengelola dana (mudharib) sesuai dengan nisbah bagi hasil yang

telah disepakati pada awal akad.

B.2. Nisbah atau Ratio Bagi Hasil

Nisbah merupakan ratio atau porsi bagi hasil yang akan diterima oleh tiap-tiap pihak yang

melakukan akad kerja sama usaha, yaitu pemilik dana (shahibul maal) dan pengelola dana

(mudharib) yang tertuang dalam akad/perjanjian dan telah ditandatangani pada awal sebelum

dilaksanakan kerja sama usaha. Apabila dalam akad diperjanjikan bahwa nisbah simpanan

mudharabah adalah 40 : 60 maka bagi hasil yang didistribusikan kepada

penabung/investor/nasabah adalah 60% dari distribusi pendapatan untuk klasifikasi simpanan

mudharabah. Untuk contoh di atas maka nisbah untuk nasabah simpanan mudharabah =

Page 70: BUKU-1 dan Buku II untuk dicetak.pdf.pdf

Memahami Akuntansi Syariah di Indonesia Juni 2010

Copyright©2009 dilindungi oleh Undang-Undang www. ebookakuntansisyariah.com Page 70

60% X Rp20.000.000,00 = Rp12.000.000,00 sedangkan untuk bagian bank sebagai pengelola

dana = 40% X Rp20.000.000,00 = Rp8.000.000,00

Apabila nisbah untuk investasi mudharabah 01 = 50 : 50 maka distribusi pendapatan untuk

nasabah/investor = 50% X Rp60.000.000,00 =Rp30.000.000,00 sedangkan untuk bank adalah

50% X Rp60.000.000,00 = Rp30.000.000,00

Apabila nisbah untuk investasi mudharabah 03 = 40 : 60 maka distribusi pendapatan untuk

nasabah / investor = 60% X Rp40.000.000,00 = Rp24.000.000,00 sedangkan untuk bank

adalah 40% X Rp40.000.000,00 = Rp16.000.000,00

Apabila nisbah untuk investasi mudharabah 06 = 30 : 70 maka distribusi pendapatan untuk

nasabah/investor = 70% X Rp20.000.000,00 = Rp14.000.000,00 sedangkan untuk bank

adalah 30% X Rp20.000.000,00 = Rp6.000.000,00

Apabila nisbah untuk investasi mudharabah 12 = 25 : 75 maka distribusi pendapatan untuk

nasabah/Investor = 75% X Rp60.000.000,00 = Rp45.000.000,00 sedangkan untuk bank

adalah 25% X Rp60.000.000,00 = Rp15.000.000,00

Berapakah bagian bagi hasil untuk Tuan Syahrul pada contoh di atas bahwa dia

mempunyai saldo rata-rata harian simpanan mudharabah sebesar Rp. 9.884.615,-

( nsure untuk 1 periode), sementara total saldo rata-rata harian simpanan mudharabah pada

tahun 2003 adalah Rp600.000.000,00 maka bagian bagi hasil Tuan Syahrul dihitung sebagai

berikut:

Distribusi pendapatan Tn. Syahrul = (Rp. 9.884.615/ Rp600.000.000,00) X Rp 12.000.000,00

= Rp. 197.692,80

C. ILUSTRASI PERHITUNGAN BAGI HASIL PADA “BPRS RISALAH UMMAT-

BRU”

BRU menerima dana dari nasabah dalam bentuk tabungan umum mudharabah (taubah),

tabungan mudharabah haji/umrah (thahirah), tabungan pelajar dan mahasiswa (tarjamah),

tabungan wadiah debitur, deposito mudharabah: 1 bulan, 3 bulan, 6 bulan, 9 bulan, dan 12

bulan.

BRU memperoleh pendapatan untuk dibagihasilkan kepada pemegang rekening

tabungan dan deposito tersebut di atas. Perhitungan distribusi pendapatan dapat dilakukan

dengan menggunakan prinsip revenue sharing dan profit sharing. Dalam praktiknya BRU

menggunakan revenue sharing dalam distribusi pendapatannya kepada pemilik dana

(shahibul maal)/investor.

Seperti telah dijelaskan sebelumnya bahwa perhitungan bagi hasil menggunakan

prinsip revenue sharing atau profit sharing dilakukan melalui beberapa tahapan dan untuk

Page 71: BUKU-1 dan Buku II untuk dicetak.pdf.pdf

Memahami Akuntansi Syariah di Indonesia Juni 2010

Copyright©2009 dilindungi oleh Undang-Undang www. ebookakuntansisyariah.com Page 71

memudahkannya dibuat tabel perhitungan distribusi pendapatan (tabel 1), dengan tahapan-

tahapan sebagai berikut.

1. Tahap pertama, BRU menghitung saldo rata-rata semua jenis dana simpanan

selama satu periode bagi hasil, misalnya satu bulan Desember 2003. ( nsur

1 kolom A).

2. Tahap kedua, BRU menetapkan jumlah pendapatan bagi hasil untuk masing-

masing tipe dengan cara mengalikan persentase (jumlah nsure e) dari

masing-masing saldo rata-rata dana simpanan dengan jumlah pendapatan

yang dibagihasilkan. ( nsur 1 kolom B).

3. Tahap ketiga, BRU menetapkan nisbah (rasio) bagi hasil untuk masing-

masing tipe dana dengan memperhatikan situasi dan kondisi pasar. ( nsur 1

kolom C).

4. Tahap keempat, BRU menghitung pendapatan porsi deposan dengan cara

mengalikan jumlah pendapatan yang akan dibagikan dengan nisbah (rasio)

untuk setiap jenis simpanan. ( nsur 1 kolom D).

5. Setelah itu dapat diketahui return (equivalent rate) dari masing-masing jenis

simpanan. ( nsur 1 kolom E).

C.1. Rumus Perhitungan Bagi Hasil

Dalam menghitung bagi hasil dari setiap transaksi perbankan syariah, kita harus

menghitung dana yang diterima dari pihak ketiga, sehingga pendistribusian hasil

dari transaksi tersebut terlihat jelas sesuai dengan prinsip syariah dan tidak

mengandung nsure riba. Oleh karena itu, perlu dibuat tabel perhitungan distribusi

pendapatan sebagai berikut:

Tabel 1

Perhitungan Distribusi Pendapatan

Dana pihak ke – 3

Jenis Simpanan Saldo Rata-

Rata Harian

Distribusi Bagi

Hasil

NASABAH

NISBAH Bonus / Bagi

Hasil

Return

A B C D E(%)

Giro Wadiah

Tab. Mudharabah

A1

A2

B1

B2

Bonus

C2%

(B x C)

D1

D2

(D/Ax365/hari

x100)

Page 72: BUKU-1 dan Buku II untuk dicetak.pdf.pdf

Memahami Akuntansi Syariah di Indonesia Juni 2010

Copyright©2009 dilindungi oleh Undang-Undang www. ebookakuntansisyariah.com Page 72

Deposito

Mudharabah

1 bulan

3 bulan

6 bulan

12 bulan

A3

A4

A5

A6

B3

B4

B5

B6

C3%

C4%

C5%

C6

D3

D4

D5

D6

Sumber: Wiyono, Slamet, 2006, Cara Mudah Memahami Akuntansi Perbankan Syariah, Grasindo, 65.

C. 2 Aplikasi “Revenue Sharing “ pada Bank Syariah “BPR Risyalah Ummat”

BRU memberikan data untuk bulan Desember 2003 ( dalam satuan rupiah ) sebagai berikut.

1. Pendapatan margin dan bagi hasil dari investasi:

1.1 Margin dari piutang murabahah =

Rp60.250.500,00

1.2 Margin dari piutang Ba‟I bitsaman Ajil = Rp6.300.750,00

1.3 Bagi hasil dari pembiayaan musyarakah = Rp3.230.550,00

1.4 Bagi hasil dari pembiayaan lainnya = Rp 525.152,00

Jumlah pendapatan margin dan bagi hasil = Rp70.306.952,00

2. Saldo rata-rata pembiayaan (SRRP):

2.1 Piutang murabahah Rp2.600.000.000,00

2.2 Piutang Ba‟I bitsaman Ajil Rp 200.000.000,00

2.3 Pembiayaan musyarakah Rp 100.000.000,00

2.4 Pembiayaan lainnya Rp 60.000.000,00

Jumlah rata-rata pembiayaan Rp2.960.000.000,00

3 Saldo rata-rata harian dana (SRRH):

3.1 Taubah Rp504.976.245,00

3.2 Thahira Rp253.778,00

3.3 Tarjamah Rp8.339.585,00

3.4 Tabungan Wadiah Rp533.783.932,00

3.5 Deposito 1 bulan Rp54.432.180,00

3.6 Deposito 3 bulan Rp788.597.511,00

3.7 Deposito 6 bulan Rp386.911.163,00

3.8 Deposito 9 bulan Rp2.000.000,00

3.9 Deposito 12 bulan Rp687.435.453,00

Jumlah saldo rata-rata dana Rp2.966.729.847,00

Page 73: BUKU-1 dan Buku II untuk dicetak.pdf.pdf

Memahami Akuntansi Syariah di Indonesia Juni 2010

Copyright©2009 dilindungi oleh Undang-Undang www. ebookakuntansisyariah.com Page 73

C. 3 Analisa perhitungan distribusi pendapatan bagi hasil dengan revenue sharing

1. Tahapan pertama, BRU mencari saldo rata-rata dana (data sudah diketahui).

2. Tahap kedua, BRU menetapkan jumlah bagi hasil untuk masing-masing tipe dana.

Karena SRRH >SRRP maka pendapatan yang dibagihasilkan adalah=(Pd = Rp

70.306.952,00). Jika SRRH < SRRP maka pendapatan yang dibagihasilkan menggunakan

rumus sebagai berikut:

Pd =

Jumlah pendapatan yang dibagihasilkan (DP) untuk masing-masing tipe dana:

DP = SRRH masing-masing tipe dana x Pd

SRRH

Taubah = (Rp504.976.245,00 : Rp2.966.729.847,00) X Rp70.306.952,00

= Rp11.967.163,00

Thahira = (Rp253.778,00 : Rp 2.966.729.847,00) X Rp70.306.952,00

= Rp6.014,00

Tarjamah = (Rp8.339.585,00 : Rp2.966.729.847,00) X Rp70.306.952,00 = Rp

197.635,00

Tabungan wadiah = (Rp533.783.932,00 : Rp2.966.729.847,00) X Rp70.306.952,00 =

Rp12.649.861,00

Deposito 1 bulan = (Rp54.432.180,00 : Rp2.966.729.847,00) X Rp70.306.952,00 =

Rp1.289.959,00

Deposito 3 bulan = (Rp788.597.511,00 : Rp2.966.729.847,00) X Rp70.306.952,00 =

Rp18.688.553,00

Deposito 6 bulan = (Rp386.911.163,00 : Rp2.966.729.847,00) X Rp70.306.952,00 =

Rp9.169.202,00

Deposito 9 bulan = (Rp2.000.000,00 : Rp2.966.729.847,00) X Rp70.306.952,00 =

Rp47.397,00

Deposito 12 bulan = (Rp687.435.453,00 : Rp2.966.729.847,00) X Rp70.306.952,00 =

Rp16.291.167,00

3. Tahap ketiga, BRU menetapkan nisbah (rasio) bagi hasil untuk masing-masing dana.

Biasanya bank menetapkan nisbah sesuai dengan kebutuhan akan dana dan lamanya dana

tersebut mengendap di bank serta tingkat suku bunga di perbankan. Jumlah nisbah pada

bulan Desember 2003 untuk deposito 12 bulan bagi nasabah adalah ( 60 % ) lebih besar

dari jumlah nisbah untuk deposito 1 bulan (40%). Deposito 12 bulan memiliki

(SRRH / SRRP) x P

Page 74: BUKU-1 dan Buku II untuk dicetak.pdf.pdf

Memahami Akuntansi Syariah di Indonesia Juni 2010

Copyright©2009 dilindungi oleh Undang-Undang www. ebookakuntansisyariah.com Page 74

keterbatasan untuk mencairkan dana lebih kecil dibandingkan dengan deposito 1 bulan

sehingga BRU dapat mengelola dana tersebut lebih lama untuk mendapatkan keuntungan

investasi. Nisbah deposito 3 bulan = 45% , 6 bulan = 50%, dan untuk nisbah deposito

9 bulan = 55%.

4. Tahap keempat, bank menghitung pendapatan bagi nasabah dengan cara mengalikan

jumlah pendapatan yang akan dibagikan dengan rasio untuk setiap jenis simpanan bonus

dan bagi hasil = % nisbah x distribusi hasil

* tabungan wadiah

Bank tidak memperjanjikan bagi hasil kepada pemilik dana giro wadiah, tetapi bank

dapat memberikan bonus. Jumlah pemberian bonus merupakan kewenangan

manajemen bank. Pada bulan Desember 2003 bank tidak memberikan bonus.

* tabungan mudharabah

Nisbah bagi tabungan mudharabah adalah 65 : 35, yaitu BRU mendapat porsi 65%

dan nasabah mendapat porsi 35%:

taubah = 35% x Rp11.967.163,00 = Rp4.188.507,00

thahirah = 35% x Rp6.014,00 = Rp2.105,00

tarjamah = 35% x Rp197.635,00 = Rp69.172,00; untuk tabungan wadiah, nasabah

mendapat porsi 0%, sedangkan BRU = 100%

tabungan wadiah = 0 % x Rp12.649.961,00 = Rp0,00

a. deposito berjangka mudharabah, untuk nasabah:

deposito 1 bulan = 40% x Rp1.289.959,00 = Rp515.984,00

deposito 3 bulan = 45% x Rp18.688.553,00 = Rp8.409.729,00

deposito 6 bulan = 50% x Rp9.169.202,00 = Rp4.584.536,00

deposito 9 bulan = 55% x Rp47.397,00 = Rp26.068,00

deposito 12 bulan = 60% x Rp16.291.167,00 = Rp9.774.700,00

Rate of return/ indikasi equivalent rate

Rate of return adalah tingkat pengembalian bersih atas modal/investasi atau dana

yang disimpan di perbankan. Pada bank konvensional rate of return dipersamakan dengan

bunga bank. Adapun menghitung rate of return adalah

RR = %100xhari

setahunx

SRRH

BBH

Keterangan

RR = rate of return

BBH = bonus dan bagi hasil

Page 75: BUKU-1 dan Buku II untuk dicetak.pdf.pdf

Memahami Akuntansi Syariah di Indonesia Juni 2010

Copyright©2009 dilindungi oleh Undang-Undang www. ebookakuntansisyariah.com Page 75

SSRH = saldo rata-rata harian dana pihak ke-3

a. tabungan mudharabah:

taubah = (Rp4.188.507,00 / Rp504.976.245,00) x ( 365 / 31 ) x 100 % = 9,77%

thahirah = (Rp2.10500- / Rp253.778,00) x ( 365 / 31 ) x 100 % = 9,77%

tarjamah = (Rp69.171,00 / Rp8.339.585,00) x ( 365 / 31 ) x 100 % = 9,77%

b. deposito berjangka mudharabah:

deposito 1 bulan = (Rp515.984,00 / Rp54.432.180,00) x ( 365 / 31 ) x 100 % =

11,16 %

deposito 3 bulan = (Rp8.409.729,00 / Rp788.597.511,00) x ( 365 / 31 ) x 100 % =

12,55 %

deposito 6 bulan = (Rp4.584.601,00 / Rp386.911.163,00) x( 365 / 31 ) x 100 % =

13.95 %

deposito 9 bulan = (Rp26.068,00 / Rp2000.000,00) x ( 365 / 31 ) x 100 % = 15,34 %

deposito 12 bulan = (Rp9.774.700,00/ Rp687.435.453,00) x ( 365 / 31 ) x 100 % =

16,74 %

Tabel. 4.3

Distribusi Pendapatan hasil dana pihak ke 3 (Investor)

Revenue Sharing

Bulan : Desember 2003

No Jenis Simpanan Posisi saldo

akhir

Saldo rata-

rata harian

Rp.

Distribusi

Bagi hasil

Rp.

Nasabah

Nis-

bah

Bonus &

bagi hasil

Rp.

Indikasi

rate of

return

%

1 Tabungan Wadiah

272.503.235 533.783.932 12.649.861 0 0 0

2 Tabungan mudharabah

2.1 Taubah

2.2 Thahirah

2.3. Tarjamah

600.257.455

237.536

2.896.468

504.976.245

253.778

8.339.585

11.967.163

6.014

197.635

35

35

35

4.188.507

2.105

69.172

9,77

9,77

9,77

3 Deposito Berjangka

mudharabah

1.1 Deposito 01 bulan

1.2 Deposito 3 bulan

1.3 Deposito 6 bulan

1.4 Deposito 9 bulan

140.000.000

656.300.000

265.000.000

2000.000

54.432.180

788.597.511

386.911.163

2.000.000

1.289.959

18.688.553

9.169.202

47.397

40

45

50

55

515.984

8.409.729

4.584.601

26.068

11,16

12,55

13,95

15,34

Page 76: BUKU-1 dan Buku II untuk dicetak.pdf.pdf

Memahami Akuntansi Syariah di Indonesia Juni 2010

Copyright©2009 dilindungi oleh Undang-Undang www. ebookakuntansisyariah.com Page 76

1.5 Deposito 12 bulan 641.790.449 687.435.453 16.291.167 60 9.774.700 16,74

G. Total 2.966.729.847 70.306.951 27.570.866

39,21%

Sumber : PT. BPR Syariah ―Risalah Ummat‖

D. 4 Profit Sharing

Bagi hasil menurut prinsip profit sharing pada dasarnya hampir sama dengan revenue

sharing. Dalam profit sharing hasil yang akan dibagi adalah profit, yaitu operating revenue

dari pembiayaan dikurangi dengan porsi beban operasi untuk menghasilkan penghasilan

pembiayaan, misalnya 30% dari operating revenue. Disamping itu, nisbah atau ratio bagi

hasil biasanya lebih besar bagi deposan. Untuk selanjutnya proses bagi hasil dapat mengikuti

proses bagi hasil berdasarkan revenue sharing.

Apabila beban operasi adalah 30% dari Pendapatan BRU, maka pendapatan bersih

(profit) yang dibagihasilkan adalah = 70% X Rp. 70.306.951,- = Rp 49,214,865.70

Atas dasar profit tersebut kemudian mekanisme perhitungan bagi hasil mengikuti

tahapan-tahapan seperti telah dijelaskan pada sub bagian E3 sampai perhitungan

Equivalent Rate of Return. Karena yang dibagihasilkan adalah Pendapatan setelah

dikurangi dengan beban operasional, maka nisbah bagi simpanan mudharabah dan

investasi mudharabah akan mengalami perubahan, yaitu nisbah untuk nasabah

menjadi lebih besar dibandingkan nisbah apabila bagi hasil berdasarkan ‗Revenue‘.

Kalau investasi mudharabah 01 semula nisbahnya 60:40 (bank:nasabah) maka dengan

Profit sharing nisbahnya bisa berubah menjadi, misalnya, 50:50, atau 40:60.

===Alhamdulillahirabbil „alamiini====

Page 77: BUKU-1 dan Buku II untuk dicetak.pdf.pdf

Memahami Akuntansi Syariah di Indonesia Juni 2010

Copyright©2009 dilindungi oleh Undang-Undang www. ebookakuntansisyariah.com Page 77

SOAL-SOAL

1. Bank syariah A dalam memberikan bagi hasil kepada para deposannya menerapkan

nisbah 70:30. Apakah maksud nisbah 70 : 30 tersebut?

2. Konsep bagi hasil dalam bank syariah ada dua, yaitu revenue sharing dan profit

sharing. Jelaskan kedua konsep bagi hasil tersebut!

3. Dilihat dari sisi keadilan, manakah yang lebih adil diantara revenue sharing dan

profit sharing dalam pembagian bagi hasil? Berikan argumentasi saudara!

4. Apakah harus berbeda nisbah bagi hasil menurut revenue sharing dan profit sharing?

Jelaskan jawaban Saudara!

5. Berikut ini data transaksi nasabah Ibu Tuty dengan bank syariah ABC pada bulan

Agustus 2008 untuk jenis tabungan mudharabah:.

1 : Saldo Rp10.000.000,00

5 : Setoran Rp15.000.000,00

10 : Setoran Rp20.000.000,00

15 : Pengambilan Rp18.000.000,00

20 : Setoran Rp15.000.000,00

25 : Pengambilan Rp17.000.000,00

DIMINTA

Hitunglah SALDO RATA-RATA HARIAN tabungan Ibu Tuty tersebut pada bulan

Agustus!

6. Berikut ini data transaksi nasabah Ibu Saraswati dengan bank syariah AA pada bulan

Maret 2008 untuk jenis tabungan mudharabah:

5 : Setoran pertama Rp50.000.000,00

10 : Setoran kedua Rp20.000.000,00

17 : Pengambilan pertama Rp25.000.000,00

20 : Setoran ke tiga Rp18.000.000,00

26 : Pengambilan ke dua Rp27.000.000,00

DIMINTA

Hitunglah SALDO RATA-RATA HARIAN tabungan Ibu Saraswati tersebut pada

bulan Maret!

7. Bank Syariah XX menghimpun dana dari tabungan mudharabah, deposito

mudharabah, dan dana lainnya sebesar Rp4.000.000.000,00 pada tahun 2008.

Sementara pada tahun tersebut, dana yang dapat disalurkan adalah sebesar Rp

Page 78: BUKU-1 dan Buku II untuk dicetak.pdf.pdf

Memahami Akuntansi Syariah di Indonesia Juni 2010

Copyright©2009 dilindungi oleh Undang-Undang www. ebookakuntansisyariah.com Page 78

5.000.000.000,00. Apakah pembiayaan tersebut yang melebihi sumber dana dapat

dibenarkan dalam praktik operasi bank syariah? Berikan alasan Saudara!

8. Ada seorang nasabah yang sedang mengalami kesulitan keuangan, karena dana

untuk membayar rumah sakit kurang sebesar Rp10.000.000,00. Orang tersebut

kemudian datang ke bank syariah untuk mendapatkan pendanaan sebesar jumlah

tersebut dengan memberikan jaminan sebuah mobil, yang harga jualnya sekitar

Rp60.000.000,00. Bank bisa memberikan pembiayaan sejumlah Rp10.000.000,00

dengan ketentuan bank syariah menerapkan margin sebesar 40% setahun.

Bagaimanakah pendapat Saudara tentang praktik bank syariah tersebut? Berikan

alasan jawaban Saudara!

9. Berikut ini data bank syariah CD pada bulan September 2008 sebagai berikut.

a. Jumlah dana yang diterima:

1) tabungan mudharabah Rp 2.000.000.000,00.-

2) deposito mudharabah 01 bulan Rp3.000.000.000,00.-

b. Pembiayaan yang diberikan Rp4.000.000.000,00.-

c. Pendapatan operasi bank (revenue) Rp500.000.000,00.-

d. Tuan Ramadhan mempunyai saldo rata-rata harian tabungan Rp500.000.000,00.-

e. Tuan Ardhi mempunyai saldo rata-rata harian deposito Rp800.000.000,00.-

Apabila nisbah yang ditetapkan adalah (bank:nasabah=60 : 40) untuk tabungan, dan

40:60 untuk deposito, maka:

1. Hitunglah bagi hasil bagi deposan tabungan mudharabah!

2. Hitunglah bagi hasil bagi deposan deposito mudharabah!

3. Hitunglah bagi hasil bagi deposan Tuan Ramadhan!

4. Hitunglah bagi hasil bagi deposan Tuan Ardhi!

Apabila pembiayaan yang diberikan adalah Rp 6.000.000.000,-, maka:

1. Hitunglah bagi hasil bagi deposan tabungan mudharabah!

2. Hitunglah bagi hasil bagi deposan deposito mudharabah!

3. Hitunglah bagi hasil bagi deposan Tuan Ramadhan!

4. Hitunglah bagi hasil bagi deposan Tuan Ardhi!

10. Lanjutan Soal 9

Apabila Bank Syariah menerapkan profit sharing dan nisbah bagi hasilnya

adalah 40 : 60 untuk tabungan, dan 30:70 untuk deposito, sementara biaya

operasi yang dibebankan ke pendapatan operasi adalah 40%.

Maka,

Page 79: BUKU-1 dan Buku II untuk dicetak.pdf.pdf

Memahami Akuntansi Syariah di Indonesia Juni 2010

Copyright©2009 dilindungi oleh Undang-Undang www. ebookakuntansisyariah.com Page 79

1) hitunglah bagi hasil bagi deposan tabungan mudharabah!

2) hitunglah bagi hasil bagi deposan deposito mudharabah!

3) hitunglah bagi hasil bagi deposan Tuan Ramadhan!

4) hitunglah bagi hasil bagi deposan Tuan Ardhi!

====Alhamdulillahirabbil „alamiin====

Page 80: BUKU-1 dan Buku II untuk dicetak.pdf.pdf

Memahami Akuntansi Syariah di Indonesia Juni 2010

Copyright©2009 dilindungi oleh Undang-Undang www. ebookakuntansisyariah.com Page 80

BAB IV

KERANGKA DASAR PENYUSUNAN DAN PENYAJIAN

LAPORAN KEUANGAN SYARIAH

A. PENDAHULUAN

Menurut sifatnya, ilmu akuntansi adalah termasuk ilmu hilir, yaitu ilmu yang bersifat

terapan, yang mempunyai kaitan erat dengan ilmu atau peristiwa yang terjadi sebelumnya.

Ilmu ekonomi, yang merupakan ilmu tentang bagaimana manusia memenuhi kebutuhan

hidupnya dengan menggunakan sumber daya yang telah tersedia di alam semesta ini, yang

akan melibatkan sektor produksi, distribusi, investasi, dan konsumsi, sangat mempengaruhi

ilmu akuntansi di sektor-sektor tersebut. Ilmu ekonomi akan diikuti oleh teori ekonomi, yang

menjelaskan dan memprediksikan gejala-gejala ekonomi, akan sangat dipengaruhi oleh

sistem ekonomi yang dianutnya dalam negara yang menerapkannya. Di dunia ini dikenal

adanya sistem ekonomi kapitalis, sistem sosialis, dan juga sistem ekonomi syariah (shariah

economic system). Masing-masing sistem ekonomi tersebut memiliki paradigma yang

berbeda diantara satu dan lainnya. Oleh karena sistem ekonomi mempengaruhi sistem

akuntansi maka sistem akuntansi akan sangat tergantung dari paradigma sistem ekonomi

yang dipakainya di suatu negara.

Oleh karena itu, dalam literatur teori akuntansi, dikatakan bahawa akuntansi adalah

‘multi paradigm science‘ yaitu akuntansi bermulti paradigma, artinya akuntansi dapat

dikembangkan untuk mendukung ekonomi dengan mengikuti paradigma dari sistem

ekonominya. Apabila sistem ekonomi kapitalis maka sistem akuntansinya juga sistem

akuntansi kapitalis, apabila sistem ekonomi syariah maka sistem akuntansinya juga sistem

akuntansi syariah, demikian juga ilmu dan teori akuntansinya. Karena akuntansi termasuk

multi paradigm science maka mustahil akuntansi mempunyai ‘general theory of accounting‘

atau teori akuntansi yang general berlaku di segala sistem ekonomi yang berlainan

paradigma. Oleh karena itu, akuntansi memerlukan yang dinamakan ‘kerangka dasar untuk

akuntansi dan pelaporan keuangan‘ (conceptual framework for financial accounting dan

reporting), tidak terkecuali dalam akuntansi syariah. Pada bab ini akan dipaparkan tentang

kerangka dasar penyusunan dan penyajian laporan keuangan syariah, yang menjadi satu

kesatuan dengan Pernyataan Standar Akuntansi Keuangan Syariah (IAI, 2007).

Page 81: BUKU-1 dan Buku II untuk dicetak.pdf.pdf

Memahami Akuntansi Syariah di Indonesia Juni 2010

Copyright©2009 dilindungi oleh Undang-Undang www. ebookakuntansisyariah.com Page 81

1. Tujuan dan Peranan KDPPLKS

IAI (2007) menjelaskan bahwa Kerangka dasar ini menyajikan konsep yang mendasari

penyusunan dan penyajian laporan keuangan bagi para penggunanya. Tujuan kerangka dasar

ini adalah untuk digunakan sebagai acuan bagi :

a. Penyusun standar akuntansi keuangan syariah, dalam pelaksanaan tugasnya.

b. Penyusunan laporan keuangan, untuk menanggulangi masalah akuntansi yang

belum diatur dalam standar akuntansi keuangan syariah;

c. Auditor, dalam mememberikan pendapat mengenai pakah laporan keuangan disusun

senuai dengan prinsip akuntansi syariah yang berlaklu umum; dan

d. Para pemakai laporan keuangan, dalam menafsirkan informasi yang disajikan

dalam laporan keuangan yang disusun sesuai dengan standar akuntansi keuangan

syariah.

Pengertian transaksi syariah yang dimaksud dalam kerangka dasar tersebut adalah transaksi

yang dilakukan berdasarkan prinsip syariah. Kerangka dasar ini bukan standar akuntansi

keuangan dan karenanya tidak mendefinisikan standar dan permasalahan pengukuran atau

pengungkapan tertentu. Mengingat kerangka dasar selalu menuju ke tingkat kesempurnaan

sebagai landasar penyusunan standar akuntansi, maka revisi kerangka dasar ini akan

dilakukan dari waktu ke waktu sesuai dengan pengalaman badan penyusun standar akuntansi

keuangan syariah dalam penggunaaan kerangka dasar tersebut.

2. Ruang Lingkup

Seperti dijelaskan (IAI, 2007), Kerangka dasar ini membahas :

a. tujuan laporan keuangan;

b. karakteristik kualitatif yang menentukan manfaat informasi dalam laporan keuangan;

dan

c. defenisi pengakuan dan pengukuran unsur-unsur yang membentuk laporan keuangan.

Lebih lanjut dijelaskan, bahwa kerangka dasar ini membahas laporan keuangan untuk

tujuan umum (general purpose financial statements yang selajutnya hanya disebut ‖laporan

keuangan‖), termasuk laporan keuangan konsolidasi. Laporan keuangan disusun dan

disajikan sekurang-kurangnya setahun sekali untuk memenuhi kebutuhan sejumlah besar

pemakai. Beberapa di antara pemakai ini memerlukan dan berhak untuk memperoleh

Page 82: BUKU-1 dan Buku II untuk dicetak.pdf.pdf

Memahami Akuntansi Syariah di Indonesia Juni 2010

Copyright©2009 dilindungi oleh Undang-Undang www. ebookakuntansisyariah.com Page 82

informasi tambahan disamping yang tercakup dalam laporan keuangan. Namun demikian,

banyak pemakai sangat tergantung pada laporan keuangan sebagai sumber utama informasi

keuangan dan karena itu laporan keuangan tersebut seharusnya disusun dan disajikan dengan

mempertimbangkan kebutuhan mereka. Laporan keuangan dengan tujuan khusus seperti

prospektus, dan perhitungan yang dilakukan untuk tujuan perpajakan tidak termasuk dalam

kerangka dasar ini.

Laporan keuangan merupakan bagian dari proses pelaporan keuangan. Laporan keuangan

yang lengkap meliputi laporan keuangan atas kegiatan komersial dan atau sosial. Laporan

keuangan kegiatan komersial meliputi neraca, laporan laba rugi, laporan perubahan posisi

keuangan (yang dapat disajikan dengan beberapa cara seperti, misalnya, sebagai laporan arus

kas, atau laporan perubahan ekuitas), laporan perubahan dana investasi terikat, catatan dan

laporan lain serta materi penjelasan yang merupakan bagian integral dari laporan keuangan.

Laporan keuangan atas kegiatan sosial meliputi laporan sumber dan penggunaan dana zakat,

dan laporan sumber skedul dan informasi tambahan yang berkaitan dengan laporan tersebut,

misalnya, informasi keuangan segmen industri dan geografis.

Kerangka dasar ini berlaku untuk semua jenis transaksi syariah yang dilaporkan

dalam laporan keuangan entitas syariah maupun entitas konvensional, baik sektor

publik maupun sektor swasta. Entitas syariah pelapor adalah entitas syariah yang laporan

keuangannya digunakan oleh pemakai yang mengandalkan laporan keuangan tersebut sebagai

sumber utama informasi keuangan entitas syariah. Entitas konvensional yang melakukan

transaksi syariah tidak perlu menyiapkan laporan keuangan syariah secara lengkap

melainkan hanya melaporkan transaksi syariah sesuai dengan ketentuan standar

akuntansi syariah dalam laporan keuangan konvensional.

Dapat penulis jelaskan lebih lanjut, bahwa kerangka dasar ini bukan hanya berlaku bagi

entitas syariah saja, melainkan juga entitas lainnya (konvensional) yang melakukan

transaksi syariah dengan entitas syariah maupun entitas lainnya. Misalnya, PT. Telkom

menerbitkan obligasi syariah maka perusahaan ini harus menerapkan kerangka dasar ini dan

juga PSAK syariah yang terkait. Juga dapat dicontohkan, misalnya, PT. Maju mendaptkan

pembiayaan Musyarakah dari bank syariah, maka perusahaan ini wajib menerapkan kerangka

dasar ini beserta PSAK syariah yang mengatur tentang transaksi Musyarakah tersebut.

Dalam hal sektor publik, seperti pemerintah Indonesia mengeluarkan Sukuk (obligasi syariah

negara atau surat berharga syariah negara) maka kerangka dasar ini juga berlaku bagi entitas

Page 83: BUKU-1 dan Buku II untuk dicetak.pdf.pdf

Memahami Akuntansi Syariah di Indonesia Juni 2010

Copyright©2009 dilindungi oleh Undang-Undang www. ebookakuntansisyariah.com Page 83

pemerintah dan perlakuan akuntansinya juga harus mengacu pada PSAK syariah. Jadi,

kerangka dasar ini berlaku untuk semua entitas usaha yang melakukan transasksi syariah,

tidak seperti kerangka dasar yang menjadi dasar pelaksanaan PSAK No. 59 yang khusus

untuk bank syariah.

3. Pemakai dan Kebutuhan Informasi

Pemakai laporan keuangan syariah pada dasarnya terdapat kesamaannya dengan pemakai

laporan keuangan konvensional, hanya saja dalam akuntansi syariah pemakai laporan

keuangan dapat ditambahkan; hal ini seperti yang dijelaskan oleh IAI (2007) bahwa pemakai

laporan keuangan meliputi investor sekarang dan investor potensial, pemilik dana qardh,

pemilik dana investasi mudharabah, pemilik dana titipan, pembayar dan penerima zakat,

infak, sedekah dan wakaf, pengawas syariah, karyawan, pemasok dan mitra usaha lainnya,

pelanggan, pemerintah serta lembaga-lembaganya, dan masyarakat. Mereka menggunakan

laporan keuangan untuk memenuhi beberapa kebutuhan ini meliputi :

a. Investor. Investor dan penasihat berkepentingan dengan risiko yang melekat serta

hasil pengembangan dari investasi yang mereka lakukan. Mereka membutuhkan

informasi untuk membantu menentukan apakah harus membeli, menahan atau

menjual investasi tersebut. Pemegang saham juga tertarik pada informasi yang

memungkinkan mereka untuk menilai kemampuan entitas syariah untuk membayar

deviden.

b. Pemberi dana qardh. Pemberi dana qardh tertarik dengan informasi keuangan yang

memungkinkan mereka untuk memutuskan apakah dana qardh dapat dibayarkan

pada saaat jatuh tempo.

c. Pemilik dana syirkah temporer. Pemilik dana syirkah dengan informasi keuangan

yang memungkinkan mereka untuk mengambil keputusan investasu dengan tingkat

keuntungan yang bersaing dan aman.

d. Pemilik dana titipan. Pemilik dana titipan tertarik dengan informasi keuangan yang

memungkinkan mereka untuk memutuskan apakah dana titipan dapat diambil setiap

saat.

e. Pembayaran dan penerima zakat, infak, sedekah dan wakaf. Pembayar dan

penerima zakat, infak, sedekah, dan wakaf, serta mereka yang berkepentingan akan

informasi mengenai sumber dan penyaluran dana tersebut.

f. Pengawas syariah. Pengawas syariah yang berkepentingan dengan informasi tentang

kepatuhan pengelola bank akan prinsip syariah.

Page 84: BUKU-1 dan Buku II untuk dicetak.pdf.pdf

Memahami Akuntansi Syariah di Indonesia Juni 2010

Copyright©2009 dilindungi oleh Undang-Undang www. ebookakuntansisyariah.com Page 84

g. Karyawan. Karyawan dan kelompok-kelompok yang mewakili mereka tertarik pada

informasi mengenai stabilitas dan profitabilitan entitas syariah. Mereka juga tertarik

dengan informasi yang memungkikan mereka untuk menilai kemampuan entitas

syariah dalam memberikan balas jasa, manfaat pensiun dan kesempatan kerja.

h. Pemasok dan mitra usaha lainnya. Pemasok dan mitra usaha lainnya tertarik dengan

informasi yang memungkinkan merek untuk memutuskan apakah jumlah yang

terhutang akan dibayarkan pada saat jatuh tempo. Mitra usaha berkepentingan pada

entitas syarah dalam tenggang waktu yang lebih pendek daripada memberi pijaman

qardh kecuali kalau sebagai pelanggan utama mereka tergantung pada kelangsungan

hidup entitas syariah.

i. Pelanggan. Para pelanggan berkepentingan dengan informasi mengenai

kelangsungan hidup entitas syariah, terutama kalau mereka terlibat dalam perjanjian

jangka panjang dengan, atau tergantung pada, entitas syariah.

j. Pemerintah. Pemerintah dan berbagai lembaga yang berada di bawah kekuasaannya

berkepentingan dengan alokasi sumber daya dan karena itu berkepentingan dengan

aktivitas entitas syariah, dapat memberikan kontribusi berarti pada perekonomian

nasional, termasuk jumlah orang yang dipekerjakan dan perlindungan kepada

penanam modal domestik. Laporan keuangan dapat membantu masyarakat dengan

menyediakan informasi kecenderungan (trend) dan perkembangan terakhir

kemakmuran entitas syariah serta rangkaian aktivitasnya.

k. Masyarakat. Entitas syariah mempengaruhi anggota masyarakat dalam berbagai

cara, misalnya, entitas syariah dapat memberikan kontribusi berarti pada

perekonomian nasional, termasuk jumlah orang yang dipekerjakan dan perlindungan

kepada penanama modal domestik . Laporan keuangan dapat membantu masyarakat

dengan menyediakan informasi kecenderungan (trend) dan perkembangan terakhir

kemakmuran entitas syariah serta rangkaian aktivitasnya.

Dijelaskan lebih lanjut (IAI,2007) bahwa informasi yang disajikan dalam laporan keuangan

bersifat umum. Dengan demikian tidak sepenuhnya dapat memenuhi kebutuhan informasi

setiap pemakai. Berhubung para investor saham dan pemilik dana syirkah temporer

merupakan penanaman modal/dana berisiko ke entitas syariah, maka ketentuan laporan

keuangan yang memenuhi kebutuhan mereka juga akan memenuhi sebagian besar kebutuhan

pemakai lain. Manajemen entitas syariah memikul tanggung jawab utama dalam penyusunan

dan penyajian laporan keuangan entitas syariah. Manajemen juga berkepentingan dengan

informasi yang disajikan dalam laporan keuangan meskipun memiliki akses terhadap

Page 85: BUKU-1 dan Buku II untuk dicetak.pdf.pdf

Memahami Akuntansi Syariah di Indonesia Juni 2010

Copyright©2009 dilindungi oleh Undang-Undang www. ebookakuntansisyariah.com Page 85

informasi manajemen dan keuangan tambahan yang membantu dalam melaksanakan

tanggung jawab perencanaan, pengendalian, dan pengambilan keputusan. Manajemen

memiliki kemampuan untuk menentukan bentuk dan isi informasi tambahan tersebut untuk

memenuhi kebutuhannya sendiri. Namun demikian, pelaporan informasi semacam itu berada

di luar lingkup kerangka dasar ini. Bagaimanapun juga, laporan keuangan yang diterbitkan

didasarkan pada informasi yang digunakan manajemen tentang posisi keuangan, kinerja serta

perubahan posisi keuangan.

4. Paradigma Transaksi Syariah

Yang membedakannya dengan kerangka dasar yang lain adalah bahwa kerangka dasar

syariah ini sangat explisit mendudukkan paradigma syariah sebagai fondasi utama dalam

mengembangkan kerangka dasar penyusunan dan penyajian laporan keuangan syariah.

Dalam kerangka dasar lain yang disusun oleh IAI tidak secara explisit mencantumkan

paradigmanya, juga Conceptual Framework yang disusun oleh FASB tidak kita temukan

adanya paradigma secara explisit di sana. Jadi, dengan paradigma ini maka kebenaran

hakiki yang datangnya dari yang Maha Benar, Allah SWT, telah ditempatkan pada posisi

yang tepat dalam mengembangkan kerangka dasar maupun PSAK syariah yang terkait.

IAI (2007) menetapkan, transaksi syariah berlandaskan pada paradigma dasar bahwa alam

semesta diciptakan oleh Tuhan sebagai amanah (kepercayaan ilahi) dan sarana kebahagiaan

hidup bagi seluruh umat manusia untuk mencapai kesejahteraan hakiki secara material dan

spiritual (al-falah). Paradigma dasar ini menekankan setiap aktivitas umat manusia memiliki

akuntabilitas dan nilai ilahiah yang menempatkan perangkat syariah dan akhlak sebagai

parameter baik dan buruk, benar dan salahnya aktivitas usaha. Paradigma ini akan

membentuk integritas yang membantu terbentuknya karakter tata kelola yang baik (good

governance) dan disiplin pasar (market discipline) yang baik.

Lebih lanjut dijelaskan (IAI, 2007), Syariah merupakan ketentuan hukum Islam yang

mengatur aktivitas hidup manusia yang berisi perintah dan larangan, baik yang menyangkut

hubungan interaksi vertikal dengan Tuhan maupun interaksi horisontal dengan sesama

makhluk. Prinsip syariah yang berlaku umum dalam kegiatan muamalah (transaksi syariah)

mengikat secara hukum bagi semua pelaku dan stakeholder entitas yang melakukan transaksi

syariah. Akhlak merupakan norma dan etika yang berisi nilai-nilai moral dalam interaksi

Page 86: BUKU-1 dan Buku II untuk dicetak.pdf.pdf

Memahami Akuntansi Syariah di Indonesia Juni 2010

Copyright©2009 dilindungi oleh Undang-Undang www. ebookakuntansisyariah.com Page 86

sesama makhluk agar hubungan tersebut menjadi saling menguntungkan, sinergis dan

harmonis.

5. Asas Transaksi Syariah

Apabila kita bandingkan dengan kerangka dasar yang lain, maka kerangka dasar syariah ini

juga secara explisit (jelas dan tegas) menetapkan azas transaksi syariah yang luhur,

manusiawi, dan bersifat melindungi kepada ummat manusia secara keseluruhan dalam hal

bermuamalat. Azas transaksi syariah yang telah ditetapkan (IAI, 2007) adalah seperti berikut

ini:

Transaksi syariah berdasarkan pada prinsip

a. persaudaraan (ukhuwah);

b. keadilan (‟adalah);

c. kemashalatan (maslahah);

d. keseimbangan (tawazun); dan

e. universalisme (syumuliyah). Lebih lanjut ke 5 azas / prinsip tersebut dijelaskan

seperti berikut ini .

Prinsip persaudaraan (ukhuwah) esensinya merupakan nilai universal yang menata interaksi

sosial dan harmonisasi kepentingan para pihak untuk kemanfaatan secara umum dengan

semangat saling tolong-menolong. Transaksi syariah menjunjung tinggi nilai kebersamaan

dalam memperoleh manfaat (sharing economic) sehingga seseorang tidak boleh mendapat

keuntungan diatas kerugian orang lain. Ukhuwah dalam transaksi syariah berdasarkan prinsip

saling mengenal (ta‟aruf), saling memahami (tafahum), saling menolong (ta‟awun), saling

menjamin (takaful), saling bersinergi dan beraliansi (tahaluf).

Prinsip keadilan (‟adalah) esensinya menempatkan sesuatu hanya pada tempatna dan

memberikan sesuatu hanya pada yang berhak serta memperlakukan sesuatu sesuai dengan

posisinya. Implementasi keadilan dalam kegiatan usaha berupa aturan prinsip muamalah yang

melarang adanya unsur :

a. riba (unsur bunga dalam segala bentuk dan jenisnya, baik riba nasiah maupun fadhl);

b. kezaliman (unsur yang merugikan diri sendiri, orang lain, maupun lingkungan);

c. masyir (unsur judi dan sifat spekulatif);

d. gharar (unsur ketidakjelasan); dan

Page 87: BUKU-1 dan Buku II untuk dicetak.pdf.pdf

Memahami Akuntansi Syariah di Indonesia Juni 2010

Copyright©2009 dilindungi oleh Undang-Undang www. ebookakuntansisyariah.com Page 87

e. haram (unsur haram baik dalam barang maupun jasa serta aktivitas operasional yang

terkait).

Esensi riba adalah setiap tambahan pada pokok piutang yang dipersyaratkan dalam transaksi

pinjam-meminjam serta derivasinya dan transaksi tidak tunai lainnya, dan setiap tambahan

yang dipersyaratkan dalam transaksi pertukaran antar barang-barang ribawi termasuk

pertukaran uang (money exchange) yang sejenis secara tunai maupun tangguh dan yang tidak

sejenis secara tidak tunai.

Esensi kezaliman (dzulm) adalah menempatkan sesuatu tidak pada tempatnya, memberikan

sesuatu tidak sesuai ukuran, kualitas dan temponya, mengambil sesuatu yang bukan haknya,

dan memperlakukan sesuatu tidak sesuai posisinya. Kezaliman dapat menimbulkan

kemudharatan bagi masyarakat secara keseluruhan, bukan hanya sebagian, atau membawa

kemudharatan bagi salah satu pihak atau pihak-pihak yang melakukan transaksi.

Esensi masyir adalah setiap transaksi yang bersifat spekulatif dan tidak berkaitan dengan

produktivitas serta bersifat perjudian (gambling).

Esensi gharar adalah setiap transaksi yang berpotensi merugikan salah satu pihak karena

mengandung unsur ketidakjelasan, manipulasi dan eksploitasi informasi serta tidak adanya

kepastian pelaksanaan akad. Bentuk-bentuk gharar antara lain :

a. tidak adanya kepastian penjual untuk menyerahkan obyek akad pada waktu terjadi

akad baik obyek akad itu sudah ada maupun belum ada;

b. menjual sesuatu yang belum berada di bawah kekuasaan penjual;

c. tidak adanya kepastian kriteria kualitas dan kualitas barang/jasa;

d. tidak adanya kepastian jumlah harga yang harus dibayar dan alat pembayaran;

e. tidak danya ketegasan jenis dan obyek akad;

f. kondisi obyek akad tidak dapat dijamin kesesuaiannya dengan yang ditentukan dalam

transaksi;

g. adanya unsur eksploitasi salah satu pihak karena informasi yang kurang atau

dimanipulasi dan ketidak tahuan atau ketidakpahaman yang ditransaksikan.

Esensi haram adalah segala jenis unsur yang dilarang secara tegas dalam Al-Qur‘an dan As

Sunah.

Page 88: BUKU-1 dan Buku II untuk dicetak.pdf.pdf

Memahami Akuntansi Syariah di Indonesia Juni 2010

Copyright©2009 dilindungi oleh Undang-Undang www. ebookakuntansisyariah.com Page 88

Prinsip kemaslahatan (mashlahah) esensinya merupakan segala bentuk kebaikan dan manfaat

yang berdimensi duniawi dan ukhrawi, material dan spiritual, serta individual dan kolektif.

Kemashlahatan yang diakui harus memenuhi dua unsur yakni kepatuhan syariah (halal) serta

bermanfaat dan membawa kebaikan (thayib) dalam semua aspek secara keseluruhan yang

tidak menimbulkan kemudharatan. Transaksi syariah yang dianggap bermashlahat harus

memenuhi secara keseluruhan unsur-unsur yang menjadi tujuan ketetapan syariah (maqasid

syariah) yaitu berupa pemeliharaan terhadap :

a. akidah, keimanan dan ketakwaan (dien);

b. intelek (‘aql);

c. keturunan (nasl);

d. jiwa dan keselamatan (nafs); dan

e. harta benda (mal).

Prinsip keseimbangan (tawazun) esensinya meliputi keseimbangan aspek material dan

spiritual, aspek privat dan publik, sektor keuangan dan sektor riil, bisnis dan sosial, dan

keseimbangan aspek pemanfaatan dan pelestarian. Transaksi syariah tidak menekankan pada

maksimalisasi keuntungan perusahaan semata untuk kepentingan pemilik (shareholder).

Sehingga manfaat yang didapatkan tidak hanya difokuskan pada pemegang saham, akan

tetapi pada semua pihak yang dapat merasakan adanya suatu kegiatan ekonomi.

Prinsip universalisme (syumuliah) esensinya dapat dilakukan oleh, dengan, dan untuk semua

pihak yang berkepentingan (stakeholder) tanpa membedakan suku, agama, ras dan golongan,

sesuai dengan semangat kerahmatan semesta (rahmatan lil alamin).

Transaksi syariah terikat dengan nilai-nilai etis meliputi aktivitas sektor keuangan dan sektor

riil yang dilakukan secara koheren tanpa dikotomi serta keberadaan dan nilai uang

merupakan cerminan aktivitas investasi dan perdagangan.

6. Karakteristik Transaksi Syariah

Paradigma dan azas transaksi syariah, pada tahapan berikutnya akan menjiwai seluruh

transaksi syariah baik yang terjadi pada entitas syariah maupun entitas konvensional. Agar

transaksi sesuai dengan jiwa paradigma dan azas transaksi syariah, maka transaksi haruslah

memenuhi karakteristik dan persyaratan yang diatur oleh syariah Islamiyah. Berikut ini

(IAI,2007) diatur tentang karakteristik dan persyaratan transaksi syariah.

Implementasi transaksi yang sesuai dengan paradigma dan azas transaksi syariah harus

memenuhi karakteristik dan persyaratan sebagai berikut :

Page 89: BUKU-1 dan Buku II untuk dicetak.pdf.pdf

Memahami Akuntansi Syariah di Indonesia Juni 2010

Copyright©2009 dilindungi oleh Undang-Undang www. ebookakuntansisyariah.com Page 89

a. transaksi hanya dilakukan berdasarkan prinsip saling paham dan saling ridha;

b. prinsip kebebasan bertransaksi diakui sepanjang obyeknya halal dan baik (thayib);

c. uang hanya berfungsi sebagai alat tukar dan satuan pengukur nilai, bukan sebagai

komoditas:

d. tidak mengandung unsur riba;

e. tidak mengandung unsur kezaliman;

f. tidak mengandung unsur masyir;

g. tidak mengandung unsur gharar;

h. tidak mengandung unsur haram;

i. tidak mengandung prinsip nilai waktu dari uang (time value of money) karena

keuntungan yang didapat dalam kegiatan usaha terkait dengan risiko yang melekat

pada kegiatan usaha tersebut sesuai dengan prinsip al-ghunmu bil ghurmi (no gain

without accompanying risk);

j. transaksi dilakukan berdasarkan suatu perjanjian yang jelas dan benar serta untuk

keuntungan semua pihak tanpa merugikan pihak lain sehingga tidak diperkenankan

standar ganda harga untuk satu akada serta tidak menggunakan dua transaksi

bersamaan yang berkaitan (ta‟alluq) dalam satu akad;

k. tidak ada distorsi harga melalui rekayasa permintaan (najasy), maupun melalui

rekayasa penawaran (ihtikar); dan

l. tidak mengandung unsur kolusi dengan suap menyuap (risyawah).

Lebih lanjut dijelaskan (IAI, 2007) bahwa transaksi syariah dapat berupa aktivitas binis yang

bersifat komersial maupun aktifitas sosial yang bersifat non komersial. Transaksi syariah

komersial maupun aktifitas sosial yang bersifat non komersial dilakukan antara lain berupa;

investasi untuk mendapatkan bagi hasil; jual beli barang untuk mendapatkan laba; dan atau

pemberian layanan jasa untuk mendapatkan imbalan. Sedangkan, transaksi syariah

nonkomersial dilakukan antara lain berupa; pemberian dan pinjaman atau talangan (qardh);

penghimpunan dan penyaluran dana sosial seperti zakat, infak, sedekah, wakaf, dan hibah.

B. TUJUAN LAPORAN KEUANGAN

Tujuan laporan keuangan syariah dan konvensional tidak sama persih, terutama dalam hal

pemenuhan terhadap hukum-hukum Islam dalam menyusun laporan keuangan, di mana

dalam laporan keuangan konvensional tidak harus memenuhi ketentuan hukum Islam karena

paradigma yang digunakan bukanlah syariah Islamiyah. Tujuan laporan keuangan syariah

Page 90: BUKU-1 dan Buku II untuk dicetak.pdf.pdf

Memahami Akuntansi Syariah di Indonesia Juni 2010

Copyright©2009 dilindungi oleh Undang-Undang www. ebookakuntansisyariah.com Page 90

akan lebih luas dibandingkan tujuan laporan keuangan konvensional, seperti yang ditentukan

dan dijelaskan berikut ini (IAI, 2007):

Tujuan laporan keuangan adalah menyediakan infirmasi yang menyangkut posisi keuangan,

kinerja serta perubahan posisi keuangan suatu entitas syariah yang bermanfaat bagi sejumlah

besar pemakai dalam pengambilan keputusan ekonomi. Disamping itu, tujuan lainnya adalah

:

a. meningkatkan kepatuhan terhadap prinsip syariah dalam semua transaksi dan

kegiatan usaha;

b. informasi kepatuhan entitas syariah terhadap prinsip syariah, serta informasi aset,

kewajiban, pendapatan dan beban yang tidak sesuai dengan prinsip syariah bila ada

dan bagaimana perolehan dan penggunaannya;

c. informasi untuk membantu mengevaluasi pemenuhan tanggung jawab entitas syariah

terhadap amanah dalam mengamanakan dana, menginvestasikannya pada tingkat

keuntungan yang layak; dan

d. informasi mengenai tingkat keuntungan investasi yang diperoleh penanaman modal

dan pemilik dana syirkah temporer, dan informasi mengenai pemenuhan kewajiban

(obligationi) fungsi sosial entitas syariah, termasuk pengelolaan dan penyaluran

zakat, infak, sedekah, dan wakaf.

Dijelalaskan lebih lanjut (IAI, 2007) bahwa Laporan keuangan yang disusun untuk tujuan ini

memenuhi kebutuhan bersama sebagian besar pemakai. Namun demikian, laporan keuangan

tidak menyediakan semua informasi yang mungkin dibutuhkan pemakai dalam pengambilan

keputusan ekonomi karena secara umum menggambarkan pengaruh keuangan dari kejadian

di masa lalu, dan tidak diwajibkan untuk menyediakan informasi non keuangan.

Laporan keuangan juga menunjukan apa yang telah dilakukan manajemen (stewardship), atau

pertanggungjawaban manajemen atas sumber daya yang dipercayakan kepadanya. Pemakai

yang ingin menilai apa yang telah dilakukan atau pertanggungjawabkan manajemen berbuat

demikian agar mereka dapat membuat keputusan ekonomi; keputusan ini mungkin

mencakup, misalnya, keputusan untuk menahan atau menjual investasi mereka dalam entitas

syariah atau keputusan untuk mengangkat kembali atau mengganti manajemen.

1. Posisi Keuangan, Kinerja, dan Perubahan posisi Keuangan

Stake holder pada umumnya ingin mengetahui seberapa jauh perkembangan dan kinerja

serta kekuatan dan kelemahan keuangan entitas syariah . Hal ini terutama apabila mereka

Page 91: BUKU-1 dan Buku II untuk dicetak.pdf.pdf

Memahami Akuntansi Syariah di Indonesia Juni 2010

Copyright©2009 dilindungi oleh Undang-Undang www. ebookakuntansisyariah.com Page 91

ingin mengambil keputusan yang terkait dengan entitas syariah yang bersangkutan. Untuk ini

dijelaskan (IAI, 2007) bahwa, keputusan ekonomi yang diambil pemakai laporan keuangan

memerlukan evaluasi atas kemampuan entitas syariah dalam menghasilkan kas (dan setara

kas), dan waktu serta kepastian dari hasil tersebut. Kemampuan ini akhirnya menentukan,

misalnya, kemampuan pembayaran kepada para karyawan dan para pemasok, pembayaran

kewajiban dan pembagian penghasilan kepada para pemilik. Para pemakai dapat

mengevaluasi kemampuan entitas syariah dalam menghasilkan kas (dan setara kas) dengan

lebih baik kalau mereka mendapat informasi yang difokuskan pada posisi keuangan, kinerja,

serta perubahan posisi keuangan entitas syariah.

Posisi keuangan entitas syariah dipengaruhi oleh sumber daya yang dikendalikan,

struktur keuangan. Likuiditas dan solvabilitas, serta kemampuan beradapatasi terhadap

perubahan lingkungan. Informasi sumber daya ekonomi yang dikendalikan dan kemampuan

entitas syariah dalam memodifikasi sumber daya ini di masa lalu berguna untuk memprediksi

kemampuan entitas syariah dalam menghasilkan kas (dan setara kas) di masa depan.

Informasi struktur keuangan berguna untuk memprediksi kebutuhan pinjaman di masa depan

dan bagaimana penghasilan bersih (laba) dan arus kas di masa depan akan didistribusikan

kepada mereka yang memiliki hak di dalam entitas syariah; informasi tersebut juga berguna

untuk memprediksi seberapa jauh entitas syariah akan berhasil meningkatkan lebih lanjut

sumber keuangannya. Informasi likuiditas dan solvabilitas berguna untuk memprediksi

kemampuan entitas syariah dalam pemenuhan komitmen keuangannya pada saat jatuh tempo.

Informasi kinerja entitas syariah, terutama profitabilitas, diperlukan untuk menilai

perubahan potensial sumber daya ekonomi yang mungkin dikendalikan di masa depan.

Informasi fluktuasi kinerja adalah penting dalam hubungan ini. Informasi kinerja bermanfaat

untuk memprediksi kapasitas entitas syariah dalam menghasilkan arus kas dari sumber daya

yang ada. Disamping itu, informasi tersebut juga berguna dalam perumusan petimbangan

tentang efektivitas entitas syariah dalam memanfaatkan sumber daya.

Informasi perubahan posisi keuangan entitas syariah bermanfaat untuk menilai

aktivitas investasi, pendanaan dan operasi selama periode pelaporan. Informasi ini

berguna bagi pemakai sebagai dasar untuk menilai kemampuan entitas syariah dalam

menghasilkan kas (dan setara kas) serta kebutuhan entitas syariah untuk memanfaatkan arus

kas tersebut. Dalam penyusunan laporan perubahan posisi keuangan, dana dapat didefinisikan

Page 92: BUKU-1 dan Buku II untuk dicetak.pdf.pdf

Memahami Akuntansi Syariah di Indonesia Juni 2010

Copyright©2009 dilindungi oleh Undang-Undang www. ebookakuntansisyariah.com Page 92

dalam berbagai cara, seperti, seluruh sumber daya keuangan, modal kerja, aktiva likuid atau

kas. Kerangka dasar ini tidak mendefinisikan dana secara spesifik.

Informasi posisi keuangan terutama disediakan dalam neraca. Informasi kinerja terutama

disediakan dalam laporan laba rugi. Dalam laporan keuangan, informasi perubahan posisi

keuangan dan laporan yang menjelaskan pemenuhan fungsi sosial entitas syariah disajikan

dalam laporan tersendiri.

Informasi lain yang tidak diatur secara khusus tetapi relevan bagi pengambilan keputusan

sebagian besar pengguna laporan keuangan hendaknya disajikan dalam laporan keuangan.

Komponen-komponen laporan keuangan saling terkait karena mencerminkan aspek-

aspek yang berbeda terkait karena mencerminkan aspek-aspek yang berbeda dari

transaksi-transaksi atau peristiwa lain yang sama. Meskipun setiap laporan menyediakan

informasi yang berbeda satu sama lain, tidak ada yang hanya dimaksudkan untuk memenuhi

tujuan tunggal atau menyediakan semua informasi yang diperlukan untuk memenuhi

kebutuhan khusus pemakai. Misalnya, laporan laba rugi menyediakan gambaran yang tidak

lengkap tentang kinerja kecuali kalau digunakan dalam hubungannya dengan neraca dan

laporan arus kas.

Catatan dan Skedul Tambahan

Laporan keuangan juga menampung catatan dan skedul tambahan serta informasi lainnya.

Misalnya, laporan tersebut mungkin menampung informasi tambahan yang relevan dengan

kebutuhan pemakai neraca dan laporan laba rugi. Mungkin pula mencakupi pengungkapan

tentang resiko dan ketidakpastian yang mempengaruhi entitas syariah dan setiap sumber daya

dan kewajiban (obligation) yang tidak dicantumkan dalam neraca (seperti cadangan mineral).

Informasi segmen-segmen industri dan geografi serta pengaruhnya pada entitas syariah akibat

perubahan harga dapat juga disediakan dalam bentuk informasi tambahan.(IAI,2007).

Page 93: BUKU-1 dan Buku II untuk dicetak.pdf.pdf

Memahami Akuntansi Syariah di Indonesia Juni 2010

Copyright©2009 dilindungi oleh Undang-Undang www. ebookakuntansisyariah.com Page 93

C. ASUMSI DASAR

Dalam kerangka dasar ini ditetapkan dua asumsi dasar sebagai dasar untuk melakukan

pengakuan, pengukuran, dan penyajian transaksi keuangan syariah ke dalam laporan

keuangan syariah. Dua asumsi dasar tersebut yang ditetapkan oleh IAI adalah Dasar akrual

dan Kelangsungan Usaha. Berikut ini penjelasan ke dua asumsi dasar tersebut (IAI, 2007):

1.Dasar Akrual

Untuk mencapai tujuannya, laporan keuangan disusun atas dasar akrual. Dengan dasar

ini, pengaruh transaksi dan peristiwa lain diakui pada saat kejadian (dan bukan pada saat kas

atau setara kas diterima atau dibayar) dan diungkapkan dalam catatan akuntansi serta

dilaporkan dalam laporan keuangan pada periode yang bersangkutan. Laporan keuangan yang

disusun atas dasar akrual memberikan informasi kepada pemakai tidak hanya transaksi masa

lalu yang melibatkan penerimaan dan pembayaran kas akan tetapi juga kewajiban

pembayaran kas dimasa depan serta sumber daya yang merepresentasikan kas yang akan

diterima di masa depan. Oleh karena itu, laporan keuangan menyediakan jenis informasi

transaksi masa lalu dan peristiwa lainnya yang paling berguna bagi pemakai dalam

pengambilan keputusan ekonomi.

Penghitungan pendapatan untuk tujuan pembagian hasil usaha menggunakan dasar kas.

Dalam hal prinsip pembagian hasil usaha berdasarkan bagi hasil, pendapatan atau hasil yang

dimaksud adalah keuntungan bruto (gross profit).

2.Kelangsungan Usaha

Laporan keuangan biasanya disusun atas dasar asumsi kelangsungan entitas syariah dan akan

melanjutkan usahanya di masa depan. Karena itu, entitas syariah diasumsikan tidak

bermaksud atau berkeinginan melikuidasi atau mengurangi secara material skala usahanya.

Jika maksud atau keinginan tersebut timbul, laporan keuangan mungkin harus disusun

dengan dasar yang berbeda dan dasar yang digunakan harus diungkapkan.

D. KARAKTERISTIK KUALITATIF LAPORAN KEUANGAN

Karakteristik kualitatif laporan keuangan syariah yang ditetapkan oleh IAI nampaknya tidak

banyak berbeda bila dibandingkan dengan karakteristik kualitatif laporan keuangan

Page 94: BUKU-1 dan Buku II untuk dicetak.pdf.pdf

Memahami Akuntansi Syariah di Indonesia Juni 2010

Copyright©2009 dilindungi oleh Undang-Undang www. ebookakuntansisyariah.com Page 94

konvensional yang telah ditetapkan sebelumnya sebagai dasar pengembangan PSAK yang

umum. Berikut ini karakteristik kualitatif laporan keuangan syariah yang ditetapkan IAI

(IAI, 2007):

Karakteristik kualitatif merupakan ciri khas yang membuat informasi dalam laporan

keuangan berguna bagi pemakai. Terdapat empat karakteristik kualitatif pokok yaitu : dapat

dipahami, relevan, keandalan, dan dapat diperbandingkan.

1.Dapat Dipahami

Kualitas penting informasi yang ditampung dalam laporan keuangan adalah kemudahannya

untuk segera dapat dipahami oleh pemakai. Untuk maksud ini, pemakai diasumsikan

memiliki kemampuan yang memadai tentang aktivitas ekonomi dan bisnis, akuntansi, serta

kemauan untuk mempelajari informasi dengan ketekunan yang wajar. Namun demikian,

informasi kompleks yang seharusnya dimasukan dalam laporan keuangan tidak dapat

dikeluarkan hanya atas dasar pertimbangan bahwa informasi tersebut terlalu sulit untuk dapat

dipahami oleh pemakai tertentu.

2.Relevan

Agar bermanfaat, informasi harus relevan untuk memenuhi kebutuhan pemakai dalam proses

pengambilan keputusan ekonomi pemakai dengan membantu mereka mengevaluasi peristiwa

masa lalu, masa kini atau masa depan, menegaskan, atau mengkoreksi, hasil evaluasi mereka

di masa lalu.

Peranan informasi dalam peramalan (predictive) dan penegasan (convirmatory) berkaitan satu

sama lain. Misalnya informasi struktur dan besarnya aset-aset yang dimiliki bermanfaat bagi

pemakai ketika mereka berusaha meramalkan kemampuan entitas syariah dalam

memanfaatkan peluang dan bereaksi terhadap situasi yang merugikan. Informasi yang sama

juga berperan dalam memberikan penegasan (confirmatory role) terhadap prediksi yang lalu,

misalnya, tentang bagaimana struktur keuangan entitas syariah diharapkan tersusun atau

tentang hasil dari operasi yang direncanakan.

Informasi posisi keuangan dan kinerja di masa lalu seringkali digunakan sebagai dasar untuk

memprediksi posisi keuangan dan kinerja masa depan dan hal-hal lain yang langsung

menarik perhatian pemakai, seperti pembayaran deviden dan upah, penggerak harga sekuritas

Page 95: BUKU-1 dan Buku II untuk dicetak.pdf.pdf

Memahami Akuntansi Syariah di Indonesia Juni 2010

Copyright©2009 dilindungi oleh Undang-Undang www. ebookakuntansisyariah.com Page 95

dan kemampuan entitas syariah untuk memenuhi komitmennya ketika jatuh tempo. Untuk

memiliki nilai prediktif, informasi tidak harus perlu dalam bentuk ramalan eksplisit. Namun

demikian, kemampuan laporan keuangan untuk membuat prediksi dapat ditingkatkan dengan

menampilkan informasi tentang transaksi dan peristiwa masa lalu. Misalnya, nilai prediktif

laporan laba rugi dapat ditingkatkan kalau pos-pos penghasilan atau beban yang tidak biasa,

abnormal dan jarang terjadi diungkapkan secara terpisah.

Materialitas

Relevansi informasi dipengaruhi oleh hakekat dan materialitasnya. Dalam beberapa kasus,

hakekat informasi saja sudah cukup untuk menentukan relevansinya. Misalnya, pelaporan

suatu segmen baru dapat mempengaruhi penilaian risiko dan peluang yang dihadapi entitas

syariah tanpa mempertimbangkan materialitas dari hasil yang dicapai segmen baru tersebut

dalam periode pelaporan. Dalam kasus lain, baik hakekat maupun materialitas dipandang

penting, misalnya jumlah serta kategori persediaan yang sesuai dengan kebutuhan entitas

syariah.

Informasi dipandang material kalau kelalaian untuk mencantumkan atau kesalahan dalam

mencatat informasi tersebut dapat mempengaruhi keputusan ekonomi pemakai yang diambil

atas dasar laporan keuangan. Materialitas tergantung pada besarnya pos atau kesalahan yang

dinilai sesuai dengan situasi khusus dari kelalaian dalam mencantum (omission) atau

kesalahan dalam mencatat (misstatement). Karenanya, materialitas lebih merupakan suatu

ambang batas atau titik pemisah dari pada suatu karakteristik kualitatif pokok yang harus

dimiliki agar informasi dipandang berguna.

Dalam hal bagi hasil, dasar yang dibagihasilkan harus mencerminkan jumlah yang

sebenarnya tanpa mempertimbangkan pelaksanaan konsep materialitas.

3.Keandalan

Agar bermanfaat, informasi juga harus andal (reliable). Informasi memiliki kualitas andal

jika bebas dari pengertian yang menyesatkan, kesalahan material, dan dapat diandalkan

pemakaiannya sebagai penyajian yang tulus dan jujur (faithful representation) dari yang

seharusnya disajikan atau secara wajar diharapkan dapat disajikan.

Page 96: BUKU-1 dan Buku II untuk dicetak.pdf.pdf

Memahami Akuntansi Syariah di Indonesia Juni 2010

Copyright©2009 dilindungi oleh Undang-Undang www. ebookakuntansisyariah.com Page 96

Informasi mungkin relevan tetapi jika hakekat atau penyajiannya tidak dapat diandalkan

maka penggunaan informasi tersebut secara potensial dapat menyesatkan. Misalnya, jika

keabsahan dan jumlah tuntutan atas kerugian dalam suatu tindakan hukum masih

dipersengketakan, mungkin tidak tepat bagi entitas syariah untuk mengakui jumlah seluruh

tuntutan tersebut dalam neraca, meskipun mungkin tepat untuk mengungkapkan jumlah serta

keadaan dari tuntutan tersebut.

Penyajian Jujur

Agar dapat diandalkan, informasi harus menggambarkan dengan jujur transaksi serta

peristiwa lainnya yang seharusnya disajikan atau secara wajar dapat diharapkan untuk

disajikan. Jadi, misalnya, neraca harus menggambarkan dengan jujur transaksi serta peristiwa

lainnya dalam bentuk aset, kewajiban, dana syirkah temporer, dan ekuitas entitas syariah

pada tanggal pelaporan yang memenuhi kriteria pengakuan.

Informasi keuangan pada umumnya tidak luput dari risiko penyajian yang dianggap kurang

jujur dari apa yang seharusnya digambarkan. Hal tersebut bukan disebabkan karena

kesengajaan untuk menyesatkan, tetapi lebih merupakan kesulitan yang melekat dalam

mengidentifikasikan transaksi serta peristiwa lainnya yang dilaporkan, atau dalam menyusun

atau menerapkan ukuran dan teknik penyajian yang sesuai dengan makna transaksi dan

peristiwa tersebut. Dalam kasus tertentu, pengukuran dampak keuangan dari suatu pos sangat

tidak pasti sehingga entitas syariah pada umumnya tidak mengakuinya dalam laporan

keuangan. Misalnya, meskipun dalam kegiatan usahanya entitas syariah dapat menghasilkan

goodwill, tetapi lazimnya sulit untuk mengidentifikasi atau mengukur goodwill secara andal.

Namun, dalam kasus lain, pengakuan suatu pos tertentu tetap dianggap relevan dengan

mengungkapkan risiko kesalahan sehubungan dengan pengakuan dan pengukurannya.

Substansi Mengungguli Bentuk

Jika informasi dimaksudkan menyajikan dengan jujur transaksi serta peristiwa lain yang

seharusnya disajikan, maka peristiwa tersebut perlu dicatat dan disajikan sesuai dengan

substansi dan realitas ekonomi dan bukan hanya bentuk hukumnya. Substansi transaksi atau

peristiwa lain tidak selalu konsisten dengan apa yang tampak dari bentuk hukum.

Page 97: BUKU-1 dan Buku II untuk dicetak.pdf.pdf

Memahami Akuntansi Syariah di Indonesia Juni 2010

Copyright©2009 dilindungi oleh Undang-Undang www. ebookakuntansisyariah.com Page 97

Netralitas

Informasi harus diarahkan pada kebutuhan umum pemakai, dan tidak bergantung pada

kebutuhan dan keinginan pihak tertentu. Tidak boleh ada usaha untuk menyajikan informasi

menguntungkan beberapa pihak, sementara hal tersebut akan merugikan pihak lain yang

mempunyai kepentingan yang berlawanan.

Pertimbangan Sehat

Penyusunan laporan keuangan adakalanya menghadapi ketidakpastian peristiwa dan keadaan

tertentu, seperti ketertagihan piutang yang diragukan, prakiraan masa manfaat pabrik serta

peralatan, dan tuntutan atas jaminan garansi yang mungkin timbul. Ketidakpastian semacam

itu diakui dengan mengungkapkan hakekat serta tingkatnya dan dengan menggunakan

pertimbangan sehat (prudence) dalam penyusunan laporan keuangan. Pertimbangan sehat

mengandung unsur kehati-hatian pada saat melakukan prakiraan dalam kondisi

ketidakpastian, atau aset atau penghasilan tidak dinyatakan terlalu tinggi dan kewajiban atau

beban tidak dinyatakan terlalu rendah. Namun demikian penggunaan pertimbangan sehat

tidak memperkenankan, misalnya, pembentukan cadangan tersembunyi atau penyisihan

(provision) berlebihan, dan sengaja menetapkan aset atau penghasilan yang lebih rendah atau

pencatatan kewajiban atau beban yang lebih tinggi, sehingga laporan keuangan menjadi tak

netral, dan karena itu, tidak memiliki kualitas andal.

Kelengkapan

Agar dapat diandalkan, informasi dalam laporan keuangan harus lengkap dalam batasan

materialitas dan biaya. Kesengajaan untuk tidak mengungkapkan (omission) mengakibatkan

informasi menjadi tidak benar atau menyesatkan dan karena itu tidak dapat diandalkan dan

tidak sempurna ditinjau dari segi relevansi.

4.Dapat Dibandingkan

Pemakai harus dapat memperbandingkan laporan keuangan entitas syariah antar periode

untuk mengidentifikasikan kecenderungan (trend) posisi dan kinerja keuangan. Pemakai juga

harus dapat memperbandingkan laporan keuangan antara entitas syariah untuk mengevaluasi

posisi keuangan, kinerja serta perubahan secara relatif. Oleh karena itu, pengukuran dan

Page 98: BUKU-1 dan Buku II untuk dicetak.pdf.pdf

Memahami Akuntansi Syariah di Indonesia Juni 2010

Copyright©2009 dilindungi oleh Undang-Undang www. ebookakuntansisyariah.com Page 98

penyajian dampak keuangan dari transaksi dan peristiwa lain yang serupa harus dilakukan

secara konsisten untuk entitas syariah tersebut, antar periode entitas syariah yang sama, untuk

entitas syariah yang berbeda, maupun dengan entitas lain.

Implikasi penting dari karakteristik kualitatif dapat diperbandingkan adalah bahwa pemakai

harus mendapat informasi tentang kebijakan akuntansi yang digunakan dalam penyusunan

laporan keuangan dan perubahan kebijakan serta pengaruh perubahan tersebut. Para pemakai

harus dimungkinkan untuk dapat mengidentifikasi perbedaan kebijakan akuntansi yang

diberlakukan untuk transaksi serta peristiwa lain yang sama dalam sebuah entitas syariah dari

satu periode ke periode dan dalam entitas syariah yang berbeda. Ketaatan pada standar

akuntansi keuangan syariah, termasuk pengungkapan kebijakan akuntansi yang digunakan

oleh entitas syariah, membantu pencapaian daya banding.

Kebutuhan terhadap daya banding jangan dikacaukan dengan keseragaman semata-mata dan

tidak seharusnya menjadi hambatan dalam memperkenalkan standar akuntansi keuangan

syariah yang lebih baik. Entitas syariah tidak perlu meneruskan kebijakan akuntansi yang

tidak lagi selaras dengan karakteristik kualitatif relevansi dan keandalan. Entitas syariah juga

tidak perlu mempertahankan suatu kebijakan akuntansi kalau ada alternatif lain yang relevan

dan lebih andal.

Berhubung pemakai ingin membandingkan posisi keuangan, kinerja serta perubahan posisi

keuangan antar periode, maka entitas syariah perlu menyajikan informasi periode sebelumnya

dalam laporan keuangan.

Kendala Informasi yang Relevan dan Andal

Tepat Waktu

Jika terdapat penundaan yang tidak semestinya dalam pelaporan, maka informasi yang

dihasilkan akan kehilangan relevansinya. Manajemen mungkin perlu menyeimbangkan

manfaat relatif antara pelaporan tepat waktu dan ketentuan informasi andal. Untuk

menyediakan informasi tepat waktu, seringkali perlu melaporkan sebelum seluruh aspek

transaksi atau peristiwa lainnya diketahui, sehingga mengurangi keandalan informasi.

Sebaliknya, jika pelaporan ditunda sampai seluruh aspek diketahui, informasi yang dihasilkan

mungkin sangat andal tetapi kurang bermanfaat bagi pengambil keputusan. Dalam usaha

Page 99: BUKU-1 dan Buku II untuk dicetak.pdf.pdf

Memahami Akuntansi Syariah di Indonesia Juni 2010

Copyright©2009 dilindungi oleh Undang-Undang www. ebookakuntansisyariah.com Page 99

mencapai keseimbangan antara relevansi dan keandalan, kebutuhan pengambil keputusan

merupakan pertimbangan yang menentukan.

Keseimbangan antara Biaya dan Manfaat

Keseimbangan antara biaya manfaat lebih merupakan suatu kendala yang dapat terjadi

(pervasive) daripada suatu karakteristik kualitatif. Manfaat yang dihasilkan informasi

seharusnya melebihi biaya penyusunannya. Namun demikian, secara substansi evaluasi biaya

dan manfaat merupakan suatu proses pertimbangan (judgement process). Biaya tidak harus

dipikul oleh mereka yang menikmati manfaat. Manfaat mungkin juga dinikmati oleh pemakai

lain disamping mereka yang menjadi tujuan penyampaian informasi. Karena alasan inilah

maka sulit untuk mengaplikasikan uji biaya-manfaat pada kasus tertentu. Namun demikian,

dewan penyusun standar akuntansi syariah, seperti juga para penyusun dan pemakai laporan

keuangan, harus menyadari kendala ini.

Keseimbangan di antara Karakteristik Kualitatif

Dalam praktek, keseimbangan antara trade-off di antara berbagai karakteristik kualitatif

sering diperlukan. Pada umumnya tujuannya untuk mencapai suatu keseimbangan yang tepat

di antara berbagai karakteristik untuk memenuhi tujuan laporan keuangan. Kepentingan

relatif dari berbagai karakteristik dalam berbagai kasus yang berbeda merupakan masalah

pertimbangan profesional.

Penyajian Wajar

Laporan keuangan sering dianggap menggambarkan pandangan yang wajar dari, atau

menyajikan dengan wajar, posisi keuangan, kinerja serta perubahan posisi keuangan suatu

entitas syariah. Meskipun kerangka dasar ini tidak menangani secara langsung konsep

tersebut, penerapan karakteristik kualitatif pokok dan standar akuntansi keuangan yang tidak

sesuai biasanya menghasilkan laporan keuangan yang menggambarkan apa yang pada

umumnya dipahami sebagai suatu pandangan yang wajar dari, atau menyajikan dengan wajar,

informasi semacam itu.

Page 100: BUKU-1 dan Buku II untuk dicetak.pdf.pdf

Memahami Akuntansi Syariah di Indonesia Juni 2010

Copyright©2009 dilindungi oleh Undang-Undang www. ebookakuntansisyariah.com Page 100

E. UNSUR-UNSUR LAPORAN KEUANGAN

Laporan keuangan syariah berbeda banyak bila dibandingkan dengan laporan keuangan

konvensional, dalam hal keterikatannya untuk memenuhi kriteria syariah dalam penyusunan

laporannya yang didasarkan pada transaksi syariah. Agar laporan keuangan sesuai dengan

paradigma, azas, dan karakteristik laporan keuangan syariah, maka ditetapkanlah unsur-unsur

laporan keuangan syariah seperti berikut (IAI, 2007):

Sesuai karakteristik maka laporan keuangan entitas syariah antara lain meliputi :

a. komponen laporan keuangan yang mencerminkan kegiatan komersial :

i. laporan posisi keuangan;

ii. laporan laba rugi;

iii. laporan arus kas; dan

iv. laporan perubahan ekuitas.

b. komponen laporan keuangan yang mencerminkan kegiatan sosial :

i. laporan sumber dan penggunaan dana zakat; dan

ii. laporan sumber dan penggunaan dana kebajikan.

c. komponen laporan keuangan lainnya yang mencerminkan kegiatan dan tanggung

jawab khusus entitas syariah tersebut.

Laporan keuangan menggambarkan dampak keuangan dari transaksi dan peristiwa lain yang

diklasifikasikan dalam beberapa kelompok besar menurut karakteristik ekonominya.

Kelompok besar ini merupakan unsur laporan keuangan. Unsur yang berkaitan secara

langsung dengan pengukuran posisi keuangan adalah aset, kewajiban, dana syirkah temporer,

dan ekuitas. Sedang unsur yang berkaitan dengan pengukuran kinerja dalam laporan laba rugi

dan perubahan dalam berbagai unsur neraca; dengan demikian, kerangka dasar ini tidak

mengidentifikasikan unsur laporan perubahan posisi keuangan secara khusus.

Penyajian berbagai unsur ini dalam neraca dan laporan laba rugi memerlukan proses

subklasifikasi. Misalnya, aset dan kewajiban dapat diklasifikasikan menurut hakekat atau

fungsinya dalam bisnis entitas syariah dengan maksud untuk menyajikan informasi dengan

cara yang paling berguna bagi pemakai untuk tujuan pengambil keputusan ekonomi.

Page 101: BUKU-1 dan Buku II untuk dicetak.pdf.pdf

Memahami Akuntansi Syariah di Indonesia Juni 2010

Copyright©2009 dilindungi oleh Undang-Undang www. ebookakuntansisyariah.com Page 101

Posisi Keuangan

IAI telah mengatur unsur-unsur yang membentuk laporan posisi keuangan untuk entitas

syariah. Adapun unsur-unsur tersebut adalah sebagai berikut (IAI, 2007):

Unsur yang berkaitan secara langsung dengan pengukuran posisi keuangan adalah aset,

kewajiban, dana syirkah temporer dan ekuitas. Pos-pos ini didefinisikan sebagai berikut :

a. Aset adalah sumber daya yang dikuasai oleh entitas syariah masa kini yang timbul

dari peristiwa masa lalu dan darimana manfaat ekonomi di masa depan diharapkan

akan diperoleh entitas syariah.

b. Kewajiban merupakan hutang entitas syariah masa kini yang timbul dari peristiwa

masa lalu, penyelesaiannya diharapkan mengakibatkan arus keluar dari sumber daya

entitas syariah yang mengandung manfaat ekonomi.

c. Dana syirkah temporer adalah dana yang diterima sebagai investasi dengan jangka

waktu tertentu dari individu dan pihak lainnya dimana entitas syariah mempunyai

hak untuk mengelola dan menginvestasikan dana tersebut dengan pembagian hasil

investasi berdasarkan kesepakatan.

d. Ekuitas adalah hak residual atas aset entitas syariah setelah dikurangi semua

kewajiban dan dana syirkah temporer.

Defenisi aset dan kewajiban mengidentifikasikan ciri esensialnya tetapi tidak mencoba untuk

menspesifikasikan kriteria yang perlu dipenuhi sebelum diakui didalam neraca. Jadi, defenisi

tersebut mencakup pos-pos yang tidak diakui sebagai aset atau kewajiban di dalam neraca

karena tidak memenuhi kriteria untuk diakui seperti yang dibahas dalam paragraf 106 sampai

126 di KDPPLKS. Khususnya, harapan bahwa manfaat ekonomi di masa depan akan

mengalir dari atau kedalam entitas syariah harus cukup pasti untuk memenuhi kriteria

probabilitas dalam paragraf 112 sebelum suatu aset atau kewajiban diakui.

Dalam penilaian apakah suatu pos memenuhi definisi aset, kewajiban, dana syirkah temporer

atau ekuitas, perhatian perlu ditunjukan pada substansi yang mendasari, serta realitas

ekonomi dan bukan hanya bentuk hukumnya.

Neraca yang disusun menurut standar akuntansi keuangan syariah dapat meliput pos yang

tidak memenuhi definisi aset atau kewajiban dan tidak disajikan sebagai bagian dari dana

syirkah temporer atau ekuitas. Namun demikian, definisi yang dirumuskan pada paragraf 71

akan mendasari peninjauan kembali terhadap standar akuntansi keuangan syariah yang

berlaku di masa depan dan rumusan standar selanjutnya.

Page 102: BUKU-1 dan Buku II untuk dicetak.pdf.pdf

Memahami Akuntansi Syariah di Indonesia Juni 2010

Copyright©2009 dilindungi oleh Undang-Undang www. ebookakuntansisyariah.com Page 102

Aset

Manfaat ekonomi masa depan yang terwujud dalam aset adalah potensi dari aset tersebut

untuk memberikan sumbangan baik langsung maupun tidak langsung, arus kas dan setara kas

kepada entitas syariah. Potensi tersebut dapat berbentuk suatu yang produktif dan merupakan

bagian dari aktivitas operasional entitas syariah. Mungkin pula berbentuk sesuatu yang dapat

diubah menjadi kas atau setara kas atau berbentuk kemampuan untuk mengurangi

pengeluaran kas, seperti penurunan biaya akibat penggunaan proses produksi alternatif.

Entitas syariah biasanya menggunakan aset untuk memprediksi barang atau jasa yang dapat

memuaskan kebutuhan dan keperluan pelanggan; berhubung barang atau jasa ini dapat

memuaskan kebutuhan dan keperluan ini, pelanggan bersedia membayar sehingga

memberikan sumbangan kepada arus kas entitas syariah. Kas sendiri memberikan jasa kepada

entitas syariah karena kekuasaannya terhadap sumber daya yang lain.

Manfaat ekonomi masa depan yang terwujud dalam aset dapat mengalir ke dalam entitas

syariah dengan beberapa cara. Misalnya, aset dapat :

a. digunakan baik sendiri maupun bersama aset lain dalam produksi barang dan jasa

yang dijual oleh entitas syariah;

b. dipertukarkan dengan aset lain;

c. digunakan untuk menyelesaikan kewajiban; atau

d. dibagikan kepada pemilik entitas syariah.

Banyak aset, misalnya, aset tetap memiliki bentuk fisik. Namun demikian, bentuk fisik

tersebut tidak esensial untuk menentukan eksistensi aset; karena itu, paten dan hak cipta,

misalnya, merupakan aset kalau manfaat ekonomi yang diperoleh entitas syariah di masa

depan dan kalau masing-masing aset tersebut dikuasai entitas syariah.

Banyak aset, misalnya, piutang dan properti, dihubungkan dengan hak menurut hukum,

termasuk hak milik. Dalam menentukan eksistensi aset, hak milik tidak esensial; jadi

misalnya, properti yang diperoleh melalui sewa guna usaha adalah aset jika entitas syariah

mengendalikan manfaat yang diharapkan dari properti tersebut. Meskipun kemampuan

entitas syariah untuk mengendalikan manfaat biasanya berasal dari hak menurut hukum suatu

barang dan jasa yang dapat memenuhi definisi aset meskipun tidak dikuasai berdasarkan

hukum. Misalnya, pengetahuan yang diperoleh melalui aktivitas pengembangan dapat

Page 103: BUKU-1 dan Buku II untuk dicetak.pdf.pdf

Memahami Akuntansi Syariah di Indonesia Juni 2010

Copyright©2009 dilindungi oleh Undang-Undang www. ebookakuntansisyariah.com Page 103

memenuhi definisi aset jika, dengan merahasiakan pengetahuan tersebut, entitas syariah

menikmati manfaat yang diharapkan dari pengetahuan tersebut.

Aset entitas syariah berasal dari transaksi atau peristiwa lain yang terjadi di masa lalu. Entitas

syariah biasanya memperoleh aset melalui pembelian atau produksi sendiri, tetapi transaksi

atau peristiwa lain juga dapat menghasilkan aset; misalnya properti yang diterima entitas

syariah dari pemerintah sebagai bagian dari program untuk merangsang pertumbuhan

ekonomi dalam suatu wilayah. Transaksi atau peristiwa yang diharapkan terjadi di masa

depan tidak dengan sendirinya memunculkan aset; oleh karena itu, misalnya, maksud untuk

membeli persediaan tidak dengan sendirinya memenuhi definisi aset.

Ada hubungan erat antara terjadinya pengeluaran dan timbulnya aset, tetapi kedua peristiwa

ini tidak perlu harus terjadi bersamaan. Oleh karena itu, kalau entitas syariah melakukan

pengeluaran, peristiwa ini memberikan bukti bahwa entitas syariah mengejar manfaat

ekonomi tetapi belum merupakan bukti konklusif bahwa suatu barang atau jasa yang

memenuhi definisi aset telah diperoleh. Sama halnya dengan tidak adanya pengeluaran yang

bersangkutan tidak mengecualikan suatu barang atau jasa memenuhi defenisis aset dan

dengan demikian terdapat kemungkinan untuk diakui pencantumannya dalam neraca;

misalnya, barang atau jasa yang telah didonasikan kepada entitas syariah memenuhi defenisi

aset.

Kewajiban

Karakteristik esensial kewajiban (liabilities) adalah bahwa entitas syariah mempunyai

kewajiban (obligation) masa kini. Kewajiban adalah suatu tugas atau tanggung jawab untuk

bertindak atau melaksanakan sesuatu dengan cara tertentu. Kewajiban dapat dipaksakan

menurut hukum sebagai konsekuensi dari kontrak mengikat atau peraturan perundangan. Ini

biasanya memang demikian, misalnya, dengan disertai jumlah yang terhutang dari barang dan

jasa yang diterima. Namun, kewajiban juga timbul dari praktek bisnis yang lazim, kebiasan

dan keinginan untuk memelihara hubungan bisnis yang baik atau bertindak dengan cara yang

adil. Kalau misalnya sebagai suatu kebijakan, entitas syariah memutuskan untuk menarik

kembali produknya yang cacat meskipun masa garansi sebenarnya telah lewat, jumlah yang

diharapkan akan dibayarkan tersebut merupakan kewajiban.

Page 104: BUKU-1 dan Buku II untuk dicetak.pdf.pdf

Memahami Akuntansi Syariah di Indonesia Juni 2010

Copyright©2009 dilindungi oleh Undang-Undang www. ebookakuntansisyariah.com Page 104

Suatu perbedaan perlu dilakukan antara kewajiban sekarang dan komitmen di masa depan.

Keputusan manajemen entitas syariah untuk membeli aset di masa depan tidak dengan

sendirinya menimbulkan kewajiban sekarang. Kewajiban biasanya timbul hanya kalau aset

telah diserahkan atau entitas syariah telah membuat perjanjian yang tidak dapat dibatalkan

untuk membeli aset. Pada kasus yang terakhir, hakekat perjanjian yang tak dapat dibatalkan

berarti bahwa konsekuensi ekonomi dari kegagalan untuk memenuhi kewajiban, misalnya,

karena adanya hukuman yang substansial, membuat entitas syariah memiliki sedikit pilihan,

itu pun kalau ada, untuk mecegah pengeluaran sumber daya kepada pihak lain.

Penyelesaian kewajiban masa kini biasanya melibatkan entitas syariah untuk mengorbankan

sumber daya yang memiliki manfaat masa depan demi untuk memenuhi tuntutan pihak lain.

Penyelesaian kewajiban yang ada sekarang dapat dilakukan dengan berbagai cara, misalnya

dengan:

a. pembayaran kas;

b. penyerahan aset lain;

c. pemberian jasa;

d. penggantian kewajiban tersebut dengan kewajiban lain; atau

e. konversi kewajiban menjadi ekuitas.

Kewajiban juga dapat dihapuskan dengan cara lain seperti, kreditur membebaskan

atau membatalkan haknya.

Kewajiban timbul dari transaksi atau peristiwa masa lalu. Jadi, misalnya, pembelian barang

atau penggunaan jasa menimbulkan hutang usaha (kecuali kalau dibayar dimuka atau pada

saat penyerahan dan penerimaan pinjaman bank syariah menimbulkan kewajiban untuk

membayar kembali pinjaman tersebut. Entitas syariah juga dapat mengakui sebagai

kewajiban jumlah rabat masa depan yang didasarkan pada jumlah pembelian tahunan para

pelanggan; dalam kasus ini, penjualan barang masa lalu merupakan transaksi yang

menimbulkan kewajiban.

beberapa jenis kewajiban hanya dapat diukur dengan menggunakan estimasi dalam derajat

yang substansial. Beberapa entitas syariah menyebut kewajiban ini sebagai penyisihan

(provision). Dalam pengertian sempit, penyisihan semacam itu tidak dipandang sebagai

kewajiban karena hanya mencakup jumlah yang dapat ditentukan tanpa perlu membuat

estimasi. Definisi kewajiban dalam paragraf 71 mengikuti pendekatan luas. Jadi, kalau

penyisihan menyangkut kewajiban masa kini dalam memenuhi ketentuan lain dalam defenisi

tersebut, maka pos yang bersangkutan merupakan kewajiban meskipun jumlahnya harus

Page 105: BUKU-1 dan Buku II untuk dicetak.pdf.pdf

Memahami Akuntansi Syariah di Indonesia Juni 2010

Copyright©2009 dilindungi oleh Undang-Undang www. ebookakuntansisyariah.com Page 105

diestimasi. Contohnya adalah penyisihan untuk pembayaran yang akan dilakukan terhadap

garansi berjalan dan penyisihan untuk menutup kewajiban manfaat pensiun.

Dana syirkah Temporer

Dana syirkah temporer adalah dana yang diterima oleh entitas syariah dimana entitas syariah

membunyai hak untuk mengelola dan menginvestasikan dana, baik sesuai dengan kebijakan

entitas syariah atau kebijakan pembatasan dari pemilik dana, dengan keuntungan dibagian

sesuai dengan kesepakatan; sedangkan dalam hal dana syirkah temporer berkurang

disebabkan kerugian normal yang bukan akibat dari unsur kesalahan yang disengaja,

kelalaian, atau pelanggaran kesepakatan, entitas syariah tidak berkewajiban mengembalikan

atau menutup kerugian atau kekurangan dana tersebut. Contoh dari dana syirkah temporer

adalah penerimaan dana dari investasi mudharabah muthlaqah, mudharabah muqayyadah,

musyarakah, dan akun lain yang sejenis.

Dana syirkah temporer tidak dapat digolongkan sebagai kewajiban. Hal ini karena entitas

syariah tidak berkewajiban, ketika mengalami kerugian, untuk mengembalikan jumlah dana

awal dari pemilik dana kecuali akibat kelalaian atau wanprestasi entitas syariah. Di sisi lain,

dana syirkah temporer tidak dapat digolongkan sebagai ekuitas karena mempunyai waktu

jatuh tempo dan pemilik dana tidak mempunyai waktu jatuh tempo dan pemilik dana tidak

mempunyai hak kepemilikan yang sama dengan pemegang saham, seperti hak voting dan hak

atas realisasi keuntungan yang berasal dari aset lancar dan aset non investasi (current and

other non investment accounts).

Hubungan antara entitas syariah dan pemilik dana syirkah temporer merupakan hubungan

kemitraaan berdasarkan akad mudharabah muthlaqah, murabahah muqayyadah, atau

musyarakah. Entitas syariah mempunyai hak untuk mengelola dan menginvestasikan dana

yang diterima dengan atau tanpa batasan seperti mengenai tempat, cara atau obyek investasi.

Dana syirkah temporer merupakan salah satu unsur neraca dimana hal tersebut sesuai dengan

prinsip syariah yang memberikan hak kepada entitas syariah untuk mengelola dan

menginvestasikan dana, termasuk untuk mencampur dana dimaksud dengan dana lainnya.

Page 106: BUKU-1 dan Buku II untuk dicetak.pdf.pdf

Memahami Akuntansi Syariah di Indonesia Juni 2010

Copyright©2009 dilindungi oleh Undang-Undang www. ebookakuntansisyariah.com Page 106

Pemilik dana syirkah temporer memperoleh bagian atas keuntungan sesuai kesepakatan dan

menerima kerugian berdasarkan jumlah dana dari masing-masing pihak. Pembagian hasil

dana syirkah temporer dapat dengan konsep bagi hasil atau bagi untung.

Ekuitas

Meskipun dalam paragraf 71, didefinisikan sebagai residual, ekuitas dapat

disubklasifikasikan dalam neraca. Misalnya, dalam perseroan terbatas, setoran modal oleh

para pemegang saham, saldo laba (retained earnings), penyisihan saldo laba dan penyisihan

penyesuaian pemeliharaan modal masing-masing disajikan secara terpisah. Kalsifikasi

semacam itu dapat menjadi relevan untuk kebutuhan pengambilan keputusan pemakai

laporan keuangan apabila pos tersebut mengindikasikan pembatasan hukum atau pembatasan

lainnya terhadap kemampuan entitas syariah untuk membagikan atau menggunakan ekuitas.

Klasifikasi tersebut juga dapat merefleksikan fakta bahwa pihak-pihak dengan hak

kepemilikannya masing-masing dalam entitas syariah mempunyai hak yang berbeda dalam

hubungannya dengan penerimaan deviden atau pembayaran kembali modal.

Pembentukan cadangan kadang-kadang diharuskan oleh suatu peraturan perundangan yang

berlaku untuk memberikan perlindungan tambahan kepada entitas syariah dan para

krediturnya terhadap kerugian yang ditimbulkan. Cadangan yang lain dapat dibentuk kalau

hukum pajak memberikan pembebasan dari, atau pengurangan dalam kewajiban pajak pada

waktu dilakukan pemindahan ke cadangan semacam itu. Eksistensi serta besarnya cadangan

menurut peraturan perundangan yang berlaku ini merupakan informasi yang relevan untuk

kebutuhan pengambilan keputusan bagi para pemakai laporan keuangan. Pemindahan ke

cadangan tersebut lebih merupakan penyisihan saldo laba daripada beban.

Jumlah ekuitas yang ditampilkan dalam neraca tergantung pada pengukuran aset, kewajiban

dan dana syirkah temporer. Biasanya hanya karena faktor kebetulan kalau jumlah ekuitas

agregat sama dengan jumlah nilai pasar keseluruhan (aggregate market value) dari saham

entitas syariah atau jumlah yang dapat diperoleh dengan melepaskan seluruh aset bersih

entitas syariah baik satu per satu (liquidating value) atau secara keseluruhan dalam kondisi

kelangsungan usaha (going concern value).

Aktivitas bisnis sering dilakukan melalui beberapa bentuk entitas syariah seperti entitas

perseorangan, persekutuan, dan trust, serta badan usaha milik negara. Kerangka hukum bagi

berbagai entitas syariah semacam itu seringkali berbeda dengan yang berlaku bagi perseroan

Page 107: BUKU-1 dan Buku II untuk dicetak.pdf.pdf

Memahami Akuntansi Syariah di Indonesia Juni 2010

Copyright©2009 dilindungi oleh Undang-Undang www. ebookakuntansisyariah.com Page 107

terbatas. Misalnya, mungkin hanya sedikit saja, kalaupun ada, pembatasan-pembatasan

terhadap pembagian jumlah yang tergolong dalam ekuitas dan aspek-aspek lain dalam

kerangka dasar yang mengatur ekuitas berlaku untuk entitas syariah semacam itu.

Kinerja

Pembagian bersih (laba) seringkali digunakan sebagai ukuran kinerja atau sebagai dasar bagi

ukuran yang lain seperti imbalan investasi (return on investment) atau penghasilan per saham

(earnings per sahre). Unsur yang langsung berkaitan dengan pengukuran penghasilan bersih

(laba) adalah penghasilan dan beban.

Unsur penghasilan dan beban didefenisikan sebagai berikut:

a. Penghasilan (income) adalah kenaikan manfaat ekonomi selama suatu periode

akuntansi dalam bentuk pemasukan atau penambahan aset atau penurunan kewajiban

yang mengakibatkan kenaikan ekuitas yang tidak berasal dari kontribusi penanaman

modal.

b. Beban (expenses) adalah penurunan manfaat ekonomi selama suatu periode akuntansi

dalam bentuk arus keluar atau berkurangnya aset atau terjadinya kewajiban yang

mengakibatkan penurunan ekuitas yang tidak menyangkut pembagian kepada

penanam modal.

Definisi penghasilan dan beban mengidentifkasikan ciri-ciri esensial namun tidak mencoba

untuk mengidentifikasikan kriteria yang perlu dipenuhi sebelum diakui dalam laporan laba

rugi. Kriteria pengakuan penghasilan dan beban dibahas dalam paragraf 109 sampai dengan

126 di KDPPLKS.

Penghasilan dan beban dapat disajikan dalam laporan laba rugi dengan beberapa cara yang

berbeda demi untuk menyediakan informasi yang relevan untuk pengambilan keputusan

ekonomi. Misalnya, perbedaaan antara pos penghasilan dan beban yang berasal dari

pelaksanaan aktivitas entitas syariah yang biasa (ordinary) merupakan praktek yang lazim.

Pembedaan ini dilakukan berdasarkan argumentasi bahwa sumber suatu pos adalah relevan

dalam mengevaluasi kemampuan entitas syariah untuk menghasilkan kas (dan setara kas) di

masa depan; misalnya; aktivitas insidental seperti pengalihan investasi jangka panjang

tampaknya tidak akan terjadi secara reguler. Pada waktu membedakan pos dengan cara ini

perlu dipertimbangkan hakekat entitas syariah dan operasinya. Pos yang timbul dari

Page 108: BUKU-1 dan Buku II untuk dicetak.pdf.pdf

Memahami Akuntansi Syariah di Indonesia Juni 2010

Copyright©2009 dilindungi oleh Undang-Undang www. ebookakuntansisyariah.com Page 108

aktivitasnya yang biasanya bagi suatu entitas syariah mungkin tidak biasa bagi entitas syariah

dan entitas lain.

Pembedaan antara pos penghasilan dan beban dan penggabungan pos tersebut dengan cara

berbeda juga memungkinkan penyajian beberapa ukuran kinerja entitas syariah, masing-

masing dengan derajat cakupan yang berbeda. Misalnya, laporan laba rugi dapat menyajikan

laba kotor, laba bersih dari aktivitas biasa sebelum pajak, laba bersih dari aktivitas biasa

setelah pajak, dan laba bersih.

Penghasilan

Defenisi penghasilan (income) meliputi baik pendapatan (revenues) maupun keuntungan

(gains). Pendapatan timbul dalam pelaksanaan aktivitas entitas syariah yang biasa dan

dikenal dengan sebutan yang berbeda seperti penjualan, penghasilan jasa (fess), bagi hasil,

deviden, royalti, dan sewa.

Keuntungan mencerminkan pos lainnya yang memenuhi definisi penghasilan dan mungkin

timbul atau mungkin tidak timbul dalam pelaksanaan aktivitas entitas syariah yang biasa.

Keuntungan mencerminkan kenaikan manfaat ekonomi dan dengan demikian pada

hakekatnya tidak berbeda dengan pendapatan. Oleh karena itu pos tersebut tidak dipandang

sebagai unsur terpisah dalam kerangka dasar ini.

Keuntungan meliputi, misalnya, pos yang timbul dalam pengalihan aset lancar. Definisi

penghasilan juga mencakupi keuntungan yang belum direalisasi; misalnya, uang timbul dari

revaluasi sekuritas yang dapat dipasarkan (marketable) dan dari kenaikan jumlah aset jangka

panjang. Kalau diakui dalam laporan laba rugi, keuntungan bisanya dicantumkan terpisah

karena informasi mengenai pos tersebut berguna dalam pengambilan keputusan ekonomi.

Keuntungan biasanya dilaporkan dalam jumlah bersih setelah dikurangi dengan beban yang

bersangkutan.

Berbagai jenis aset dapat diterima atau bertambah karena penghasilan; misalnya kas, piutang

serta barang dan jasa yang diterima sebagai penukar dari barang dan jasa yang dipasok.

Penghasilan dapat juga berasal dari penyelesaian kewajiban. Misalnya, entitas syariah dapat

memberikan barang dan jasa kepada kridetur untuk melunasi pinjaman.

Page 109: BUKU-1 dan Buku II untuk dicetak.pdf.pdf

Memahami Akuntansi Syariah di Indonesia Juni 2010

Copyright©2009 dilindungi oleh Undang-Undang www. ebookakuntansisyariah.com Page 109

Beban

Defenisi beban mencakup baik kerugian maupun beban yang timbul dalam pelaksaaan

aktivitas entitas syariah yang biasa. Beban yang timbul dalam pelaksanaan aktivitas entitas

syariah yang biasa meliputi, misalnya, beban pokok penjualan, gaji dan penyusutan. Beban

tersebut biasanya berbentuk arus kas keluaran atau berkurangnya aset seperti kas (dan setara

kas), persediaan dan aset tetap.

Kerugian mencerminkan pos lain yang memenuhi definisi beban mungkin timbul atau

mungkin tidak timbul dari aktivitas entitas syariah yang biasa. Kerugian tersebut

mencerminkan berkurangnya manfaat ekonomi, dan pada hakekatnya tidak berbeda dari

beban lain. Oleh karena itu, kerugian tidak dipandang sebagai unsur terpisah dalam kerangka

dasar ini.

Kerugian dapat timbul, misalnya dari bencana kebakaran, banjir, seperti juga yang timbul

dari pelepasan aset tidak lancar. Defenisi beban juga mencakupi kerugian yang belum

direalisasi, misalnya, kerugian yang timbul dari pengaruh peningkatan kurs valuta asing

dalam hubungannya dengan pinjaman entitas syariah dalam masa uang tersebut. Kalau

kerugian diakui dalam laporan laba rugi, biasanya disajikan secara terpisah karena

pengetahuan mengenai pos tersebut berguna untuk tujuan pengambilan keputusan ekonomi.

Kerugian seringkali dilaporkan dengan jumlah bersih setelah dikurangi dengan penghasilan

yang bersangkutan.

Hak Pihak Ketiga atas Bagi Hasil

Hak Pihak ketiga atas bagi hasil dana syirkah temporer adalah bagian bagi hasil pemilik dana

atas keuntungan dan kerugian hasil investasi bersama entitas syariah dalam suatu periode

pelaporan keuangan. Hak pihak ketiga atas bagi hasil tidak bisa dikelompokan sebagai beban

(ketika untung) atau pendapatan (ketika rugi). Namun. Hak pihak ketiga atas bagi hasil

merupakan alokasi keuntungan dan kerugian kepada pemilik dana atas investasi yang

dilakukan bersama dengan entitas syariah.

Page 110: BUKU-1 dan Buku II untuk dicetak.pdf.pdf

Memahami Akuntansi Syariah di Indonesia Juni 2010

Copyright©2009 dilindungi oleh Undang-Undang www. ebookakuntansisyariah.com Page 110

F. PENGAKUAN UNSUR LAPORAN KEUANGAN

Domain utama akuntansi adalah pengakuan, pengukuran, penyajian dan pengungkapan atas

transaksi keuangan, yang itu semua sering dinamakan dengan perlakuan akuntasi

(accounting treatment). Dalam pengakuan unsur laporan keuangan syariah, IAI telah

mengaturnya dalam KDPPLKS sebagai berikut (IAI, 2007):

Pengakuan (recognition) merupakan proses pembentukan suatu pos yang memenuhi definisi

unsur serta kriteria pengakuan yang dikemukakan dalam paragraf 110 dalam neraca atau

laporan laba rugi. Pengakuan dilakukan dengan menyatakan pos tersebut baik dalam kata-

kata maupun dalam jumlah uang dan mencantumkannya ke dalam neraca atau laporan laba

rugi. Pos yang memenuhi kriteria tersebut harus diakui dalam neraca atau laporan laba rugi.

Kelalaian untuk mengakui pos semacam itu tidak dapat diralat melalui pengungkapan

kebijakan akuntansi yang digunakan maupun melaui catatan atau materi penjelasan.

Pos yang memenuhi defenisi suatu unsur harus diakui kalau:

a. ada kemungkinan bahwa manfaat ekonomi yang berkaitan dengan pos tersebut akan

mengalir dari atau ke dalam entitas syariah; dan

b. pos tersebut mempunyai nilai atau biaya yang dapat diukur dengan andal.

Dalam mengkaji apakah suatu pos memenuhi kriteria ini dan karenanya memenuhi syarat

untuk diakui dalam laporan laba rugi, perhatian perlu ditunjukan pada pertimbangan

materialitas yang dibahas dalam paragraf 49 sampai dengan 51 di KDPPLAKS. Hubungan

antara unsur berarti bahwa suatu pos yang memenuhi definisi dan kriteria pengakuan untuk

unsur tertentu, misalnya, suatu aset, secara otomatis memerlukan pengakuan unsur lain,

misalnya, penghasilan atau kewajiban.

Probabilitas Manfaat ekonomi Masa Depan

Dalam kriteria pengakuan penghasilan, konsep probabilitas digunakan dalam pengertian

derajat ketidakpastian bahwa manfaat ekonomi masa depan yang berkaitan dengan pos

tersebut akan mengalir dari atau ke dalam entitas syariah. Konsep tersebut dimaksudkan

untuk menghadapi ketidakpastian lingkungan operasi entitas syariah. Pengkajian derajat

ketidakpastian yang melekat dalam arus manfaat ekonomi masa depan dilakukan atas dasar

bukti yang tersedia pada saat penyusunan laporan keuangan. Misalnya, kalau pembayaran

suatu piutang besar kemungkinan terjadi (probable) dan tidak ada bukti lain yang

Page 111: BUKU-1 dan Buku II untuk dicetak.pdf.pdf

Memahami Akuntansi Syariah di Indonesia Juni 2010

Copyright©2009 dilindungi oleh Undang-Undang www. ebookakuntansisyariah.com Page 111

bertentangan, maka dapat dibenarkan untuk mengakui piutang tersebut sebagai aset. Namun,

demikian jika populasi piutang banyak jumlahnya, maka besar kemungkinan ada yang tidak

tertagih; karena itu suatu beban yang merepresentasikan pengurangan manfaat ekonomi yang

diharapkan harus diakui.

Keandalan Pengukuran

Kriteria suatu pos yang kedua adalah ada tidaknya biaya atau nilai yang dapat diukur dengan

tingkat keandalan tertentu (reliable) seperti yang dibahas pada paragraf 52 sampai dengan

paragraf 59 kerangka dasar ini. Pada banyak kasus, biaya atau nilai harus diestimasi;

penggunaan estimasi yang layak merupakan bagian esensial dalam penyusunan laporan

keuangan tanpa mengurangi tingkat keandalan. Namun demikian, kalau estimasi yang layak

tak mungkin dilakukan, pos tersebut tidak diakui dalam neraca atau laporan laba rugi.

Misalnya, hasil yang diharapkan dari suatu tuntutan hukum dapat memenuhi definisi baik

aset dan penghasilan maupun kriteria probabilitas untuk dapat diakui; namun demikian

eksistensi tuntutan harus diungkapkan dalam catatan, materi penjelasan atau skedule

tambahan.

Suatu pos yang pada saat tertentu tidak dapat memenuhi kriteria pengakuan dalam paragraf

110 KDPPLKS dapat memenuhi syarat untuk diakui di masa depan sebagai akibat dari

peristiwa atau keadaan yang terjadi kemudian.

Suatu pos yang memiliki karakteristik esensial suatu unsur tetapi tidak dapat memenuhi

kriteria pengakuan tetap perlu diungkapkan dalam catatan, materi penjelasan atau skedul

tambahan. Pengungkapan ini dapat dibenarkan kalau pengetahuan mengenai pos tersebut

dipandang relevan mengevaluasi posisi keuangan, kinerja dan perubahan posisi keuangan

suatu entitas syariah oleh pemakai laporan keuangan.

Pengakuan Aset

Aset diakui dalam neraca besar kemungkinan bahwa manfaat ekonomimya di masa depan

diperoleh entitas syariah dan aset tersebut mempunyai nilai atau biaya yang dapat diukur

dengan andal.

Page 112: BUKU-1 dan Buku II untuk dicetak.pdf.pdf

Memahami Akuntansi Syariah di Indonesia Juni 2010

Copyright©2009 dilindungi oleh Undang-Undang www. ebookakuntansisyariah.com Page 112

Aset tidak diakui dalam neraca kalau pengeluaran telah terjadi dan manfaat ekonominya

dipandang tidak mungkin mengalir ke dalam entitas syariah setelah periode akuntansi

berjalan. Sebagai alternatif transaksi semacam itu menimbulkan pengakuan beban dalam

laporan laba rugi. Dengan perlakuan ini tidak berarti pengeluaran yang dilakukan manajemen

mempunyai maksud yang lain daripada menghasilkan mandaat ekonomi bagi entitas syariah

di masa depan atau bahwa manajemen salah arah. Implikasi satu-satunya adalah bahwa

tingkat kepastian dari manfaat ekonomi yang diterima entitas syariah setelah periode

akuntansi berjalan tidak mencukupi untuk membenarkan pengakuan aset.

Pengakuan Kewajiban

Kewajiban diakui dalam neraca kalau besar kemungkinan bahwa pengeluaran sumber daya

yang mengandung manfaat ekonomi akan dilakukan untuk menyelesaikan kewajiban

(obligation) sekarang dan jumlah yang harus diselesaikan dapat diukur dengan andal. Dalam

praktek, kewajiban (obligations) menurut kontrak yang belum dilaksanakan oleh kedua belah

pihak (misalnya, kewajiban atas pesanan persediaan yang belum diterima) pada umumnya

tidak diakui sebagai kewajiban dalam laporan keuangan. Namun demikian, kewajiban

(obligation) semacam itu dapat memenuhi defenisi kewajiban dan, kalau dalam keadaan

tertentu kriteria pengakuan terpenuhi, maka kewajiban (obligation) tersebut dapat dianggap

memenuhi syarat pengakuan. Dalam kasus ini, pengakuan kewajiban mengakibatkan

pengakuan aset beban yang bersangkutan.

Pengakuan Dana Syirkah Temporer

Pengakuan dana syirkah temporer dalam neraca hanya dapat dilakukan jika entitas syariah

memiliki kewajiban untuk mengembalikan dana yang diterima melalui pengeluaran sumber

daya yang mengandung manfaaat ekonomi dan jumlah yang harus diselesaikan dapat diukur

dengan andal. Jumlah dana syirkah temporer dapat berubah sesuai dengan hasil dari

investasinya.

Pengakuan Penghasilan

Penghasilan diakui dalam laporan laba rugi kalau kenaikan manfaat ekonomi di masa depan

yang berkaitan dengan peningkatan aset atau penurunan kewajiban telah terjadi dan dapat

diukur dengan andal. Ini berarti. Pengakuan penghasilan terjadi bersamaan dengan

Page 113: BUKU-1 dan Buku II untuk dicetak.pdf.pdf

Memahami Akuntansi Syariah di Indonesia Juni 2010

Copyright©2009 dilindungi oleh Undang-Undang www. ebookakuntansisyariah.com Page 113

pengakuan kenaikan aset atau penurunan kewajiban (misalnya, kenaikan bersih aset yang

timbul dari penjualan barang atau jasa atau penurunan kewajiban yang timbul dari

pembebasan pinjaman yang masih harus dibayar).

Prosedur yang biasanya dianut dalam praktek untuk mengakui penghasilan, seperti misalnya

ketentuan bahwa penghasilan telah diperoleh, merupakan penerapan kriteria pengakuan

dalam kerangka dasar ini. Prosedur semacam ini pada umumnya dimaksudkan untuk

membatasi pengakuan penghasilan pada pos-pos yang dapat diukur dengan andal dan

memiliki derajat kepastian yang cukup.

Pengakuan Beban

Beban diakui dalam laporan laba rugi kalau penurunan manfaat ekonomi masa depan yang

berkaitan dengan penurunan aset atau peningkatan kewajiban telah terjadi dan dapat diukur

dengan andal. Ini berarti pengakuan beban terjadi bersamaan dengan pengakuan kenaikan

kewajiban atau penurunan aset (misalnya, akrual hak karyawan atau penyusutan aset tetap).

Beban diakui dalam laporan laba rugi atas dasar hubungan langsung antara biaya yang timbul

dan pos penghasilan tertentu yang diperoleh. Proses yang bisanya disebut pengaitan biaya

dengan pendapatan (matching of cost with revenues) ini melibatkan pengakuan penghasilan

dan beban secara gabungan atau bersamaan yang dihasilkan secara langsung dan bersama-

sama dari transaksi atau peristiwa lain yang sama; misalnya, berbagai komponen beban yang

membentuk beban pokok penjualan (cost or expense of goods sold) diakui pada saat yang

sama sebagai penghasilan yang diperoleh dari penjualan barang. Namun demikian, penerapan

konsep matching dalam kerangka dasar ini tidak memperkenalkan pengakuan pos dalam

neraca yang tidak memenuhi definisi aset atau kewajiban.

Kalau manfaat ekonomi diharapkan timbul selama beberapa periode akuntansi dan

hubungannya dengan penghasilan hanya dapat ditentukan secara luas atau tak langsung,

beban diakui dalam laporan laba rugi atas dasar prosedur alokasi yang rasional dan

sistematis. Hal ini sering diperlukan dalam pengakuan beban yang berkaitan dengan

penggunaan aset seperti aset tetap, goodwill, paten, merek dagang. Dalam kasus semacam itu,

beban ini disebut penyusutan atau amortisasi. Prosedur alokasi ini dimaksudkan untuk

mengakui beban dalam periode akuntansi yang menikmati manfaat ekonomi aset yang

bersangkutan.

Page 114: BUKU-1 dan Buku II untuk dicetak.pdf.pdf

Memahami Akuntansi Syariah di Indonesia Juni 2010

Copyright©2009 dilindungi oleh Undang-Undang www. ebookakuntansisyariah.com Page 114

Beban segera diakui dalam laporan laba rugi kalau pengeluaran tidak menghasilkan manfaat

ekonomi masa depan atau kalau sepanjang manfaat ekonomi masa depan tidak memenuhi

syarat, atau tidak lagi memenuhi syarat, untuk diakui dalam neraca sebagai aset.

Beban juga diakui sebagai laporan laba rugi pada saat timbul kewajiban tanpa adanya

pengakuan aset, seperti apabila timbul kewajiban akibat garansi produk.

G. PENGKURAN UNSUR LAPORAN KEUANGAN

Pengukuran unsur laporan keuangan syariah oleh IAI dijelaskan dan ditentukan dalam

KDPPLKS seperti berikut (IAI, 2007):

Pengukuran adalah proses penetapan jumlah uang untuk mengakui dan memasukan setiap

unsur laporan keuangan dalam neraca dan laporan laba rugi. Proses ini menyakut pemilihan

dasar pengukuran tertentu.

Sejumlah dasar pengukuran yang berbeda digunakan dalam derajat dan kombinasi yang

berbeda dalam laporan keuangan. Berbagai dasar pengukuran tersebut adalah sebagai berikut

:

a. Biaya historis. Aset dicatat sebesar pengeluaran kas (atau setara kas) yang dibayar

atau sebesar nilai wajar dari imbalan (consideration) yang diberikan untuk

memperoleh aset tersebut pada saat perolehan. Kewajiban dicatat sebesar jumlah

yang diterima sebagai penukar dari kewajiban (obligation), atau dalam kedaan

tertentu (misalnya, pajak penghasilan), dalam jumlah kas (atau setara kas) yang

diharapkan akan dibayarkan untuk memenuhi kewajiban dalam pelaksanaan usaha

yang normal.

b. Biaya kini (current cost). Aset dinilai dalam jumlah kas (atau setara kas) yang

seharusnya dibayar bila aset yang sam atau setara aset diperoleh sekarang. Kewajiban

dinyatakan dalam jumlah kas (atau setara kas) yang tidak didiskontokan

(undiscounted) yang mungkin akan diperlukan untuk menyelesaikan kewajiban

(obligation) sekarang.

c. Nilai realisasi/penyelesaian (realisable/settlement value). Aset dinyatakan dalam

jumlah kas (atau setara kas) yang dapat diperoleh sekarang dengan menjual aset

dalam pelepasan normal (orderly disposal). Kewajiban dinyatakan sebesar nilai

penyelesaian; yaitu, jumlah kas (atau setara kas) yang tidak didiskontokan yang

Page 115: BUKU-1 dan Buku II untuk dicetak.pdf.pdf

Memahami Akuntansi Syariah di Indonesia Juni 2010

Copyright©2009 dilindungi oleh Undang-Undang www. ebookakuntansisyariah.com Page 115

diharapkan akan dibayarkan untuk memenuhi kewajiban dalam pelaksanaan usaha

normal.

Dasar pengukuran yang lazimnya digunakan entitas syariah dalam penyusunan laporan

keuangan adalah biaya historis. Ini biasanya digabungkan dengan dasar pengukuran yang

lain. Misalnya, persediaan biasanya dinyatakan sebesar nilai terendah dari biaya historis atau

nilai realisasi bersih (lower of cost or net realizable value), akuntansi dana pensiun menilai

aset tertentu berdasarkan nilai wajar (fair value).

Penggunaan pengukuran nilai realisasi/penyelesaian untuk menghasilkan nilai kas (atau

setara kas) memerlukan revaluasi secara periodik atas aset, kewajiban dan dana syirkah

temporer. Untuk itu, maka informasi yang dihasilkan harus andal dan dapat dibandingkan.

Untuk menjamin keandalan serta dapat dibandingkan, manajemen harus menggunakan

seluruh prinsip-prinsip berikut selama merevaluasi aset, kewajiban dan dana syirkah

temporer:

a. Adanya indikator eksternal, seperti harga pasar, yang tersedia secara luas.

b. Utilisasi seluruh informasi yang relevan baik positif atau negatif.

c. Utilisasi metode-metode penilaian yang logis dan relevan.

d. Konsistensi penggunaan metode-metode penilaian yang logis dan relevan.

e. Utilisasi penggunaan ahli-ahli penilai sesuai objektivitas dan netralitas dalam

pemilihan nilai-nilai.

Meskipun relevan untuk merevaluasi nilai aset, kewajiban dan dana syirkah temporer, namun

penggunaan konsep pengukuran nilai realisasi /penyelesaian tidak mudah diterapkan dalam

kondisi sekarang. Penggunaan konsep nilai realisasi/penyelesaian dapat diterapkan untuk

tujuan penyajian informasi tambahan yang relevan dengan suatu akun investasi yang telah

ada atau yang prospektif. Namun, penyajian informasi tambahan tersebut tidak mewajibkan

entitas syariah untuk mendistribusikan hasil investasi yang belum terealisasi.

===$$$===

Page 116: BUKU-1 dan Buku II untuk dicetak.pdf.pdf

Memahami Akuntansi Syariah di Indonesia Juni 2010

Copyright©2009 dilindungi oleh Undang-Undang www. ebookakuntansisyariah.com Page 116

SOAL-SOAL

1. Apakah KDPPLKS sama dengan KDPPLK? Bila berbeda, jelaskan apa

perbedaannya!

2. Apa yang dimaksud dengan Paradigma Transaksi Syariah? Jelaskan isi dari pada

paradigma transaksi syariah!

3. Jelaskan azas transaksi syariah beserta unsur-unsurnya!

4. Jelaskan karakteristik transaksi syariah yang berlaku pada KDPPLKS !

5. Jelaskan tujuan laporan keuangan syariah!

6. Jelaskan Karakteristik Kualitatif Laporan keuangan syariah!

7. Jelaskan unsur laporan keuangan syariah!

8. Apakah neraca entitas syariah sama dengan neraca entitas konvensional? Kalau

berbeda, jelaskan perbedaannya!

9. Apakah asumsi dasar dalam KDPPLKS sama dengan yang di KDPPLK

konvensional? Bila berbeda, jelaskan perbedaannya!

10. Apakah entitas konvensional harus menerapkan KDPPLKS? Jelaskan mengapa

harus dan tidak harus menerapkan KDPPLKS!

===alhamdulillaahirabbil‟alamiin===

Page 117: BUKU-1 dan Buku II untuk dicetak.pdf.pdf

Memahami Akuntansi Syariah di Indonesia Juni 2010

Copyright©2009 dilindungi oleh Undang-Undang www. ebookakuntansisyariah.com Page 117

BAB V

LAPORAN KEUANGAN SYARIAH

I. PENDAHULUAN

Selayaknya organisasi, entitas syariah juga harus menyusun laporan keuangan

pada akhir periode akuntansinya. Menurut PSAK No. 101 (2007) telah diatur hal-hal

yang terkait dengan penyajian laporan keuangan syariah yang secara lengkap berikut

ini.

A. Tujuan Laporan Keuangan

Laporan keuangan adalah suatu penyajian terstruktur dari posisi keuangan dan kinerja

keuangan dari suatu entitas syariah. Tujuan laporan keuangan untuk tujuan umum

adalah memberikan informasi tentang posisi keuangan, kinerja dan arus kas entitas

syariah yang bermanfaat bagi sebagian besar kalangan pengguna laporan dalam

rangka membuat keputusan –keputusan ekonomi serta menunjukkan

pertanggungjawaban (stewardship) manajemen atas penggunaan sumber- sumber

daya yang dipercayakan kepada mereka . dalam rangka mencapai tujuan tersebut,

suatu laporan keuangan menyajikan informasi mengenai entitas syariah yang

meliputi:

a) Aset;

b) Kewajiban;

c) Dana syirkah temporer;

d) Ekuitas;

e) Pendapatan dan beban termasuk keuntungan dan kerugian;

f) Arus kas;

g) Dana zakat; dan

h) Dana kebajikan.(paragraf 8, PSAK no. 101, 2007)

Dapat dijelaskan di sini, bahwa entitas syariah meyajikan informasi keuangannya

sedikit berbeda dengan entitas konvensional, yaitu dalam hal melaporkan informasi

tentang dana syirkah temporer, dimana pos ini tidak termasuk kewajiban dan juga

ekuitas. Pos ini mempunyai klasifikasi tersendiri karena pos ini adalah pos yang

didasarkan pada akad Mudharabah atau Investasi Tidak Terikat. Dalam akad

mudharabah berlaku ketentuan bagi hasil apabila pengelola dana memperoleh laba

Page 118: BUKU-1 dan Buku II untuk dicetak.pdf.pdf

Memahami Akuntansi Syariah di Indonesia Juni 2010

Copyright©2009 dilindungi oleh Undang-Undang www. ebookakuntansisyariah.com Page 118

sedangkan apabila pengelola dana menderita kerugian maka kerugian ditanggung

pemilik modal, sehingga pengelola dana tidak mempunyai kewajiban untuk

mengembalikan dana mudharabah.

Siapakah yang harus menyusun dan menyajikan laporan keuangan syariah? Hal ini

tidak berbeda dengan entitas konvensional bahwa yang bertanggungjawab terhadap

penyusunan dan penyajian laporan keuangan syariah adalah manajemen entitas

syariah. (paragraf 9, PSAK no. 101, 2007).

B. Komponen Laporan Keuangan

Laporan keuangan entitas syariah yang lengkap terdiri dari komponen-komponen

berikut ini:

a) Neraca;

b) Laporan Laba Rugi;

c) Laporan Arus Kas;

d) Laporan Perubahan Ekuitas;

e) Laporan Sumber dan Penggunaan Dana Zakat;

f) Laporan Sumber dan Penggunaan Dana Kebajikan;

g) Catatan atas Laporan Keuangan.(paragraph 11, PSAK NO. 101, 2007)

Jika entitas syariah merupakan lembaga keuangan maka selain komponen laporan

keuangan yang diuraikan dalam paragraph 11, entitas syariah tersebut juga harus

menyajikan komponen laporan keuangan tambahan yang menjelaskan karakteristik

utama entitas tersebut jika substansi informasinya belum tercakup dalam paragraf 11.

Komponen tambahan dan penyajian pos-pos laporan yang mencerminkan

karakteristik khusus untuk industry teertentu akan diatur dalam lampiran Pernyataan

ini yang merupakan bagian yang tidak terpisahkan.

Apabila entitas syariah yang belum melaksanakan fungsi social secara penuh, entitas

syariah tersebut tetap harus menyajikan komponen laporan keuangan paragraph 11e)

dan f) yaitu Laporan Sumber dan Penggunaan Dana Zakat; dan Laporan Sumber dan

Penggunaan Dana Kebajikan. (paragraph 12,13,14 PSAK no. 101, 2007).

Page 119: BUKU-1 dan Buku II untuk dicetak.pdf.pdf

Memahami Akuntansi Syariah di Indonesia Juni 2010

Copyright©2009 dilindungi oleh Undang-Undang www. ebookakuntansisyariah.com Page 119

II. PERTIMBANGAN MENYELURUH

Pertimbangan menyeluruh yang harus dilaksanakan oleh entitas syariah dalam

penyusunan dan penyajian laporan keuangan syariah meliputi: penyajian secara

wajar, kebijakan akuntansi, kelangsungan usaha, dasar akrual, materialitas dan

agregasi, saling hapus (offsetting), dan informasi komparatif. Berikut ini PSAK no.

101 (2007) mengatur hal-hal tersebut.

A. Penyajian Secara Wajar

Laporan keuangan harus menyajikan secara wajar posisi keuangan, kinerja keuangan,

dan arus kas entitas syariah dengan menerapkan Pernyataan Standar Akuntansi

Keuangan secara benar disertai pengungkapan yang diharuskan Pernyataan Standar

Akuntansi Keuangan dalam Catatan atas Laporan Keuanga. Informasi lain tetap

diungkapkan untuk menghasilkan penyajian yang wajar walaupun pengungkapan

tersebut tidak diharuskan oleh Pernyataan Standar Akuntansi Keuangan.(paragraph

16, PSAK no. 101, 2007).

Apabila Pernyataan Standar Akuntansi Keuangan belum mengatur masalah

pengakuan, pengukuran, penyajian dan pengungkapan dari suatu transaksi atau

peristiwa, maka penyajian secara wajar dapat dicapai melalui pemilihan dan

kebijakan akuntansi sesuai paragraph 20 PSAK no. 101, serta menyajikan jumlah

yang dihasilkan sedemikian rupa sehingga memberikan informasi yang relevan,

andal, dapat dibandingkan, dan dapat dipahami. (paragraph 17, PSAK no. 101, 2007).

B. Kebijakan Akuntansi

Dalam penyusunan dan penyajian laporan keuangan syariah, diperlukan kebijakan

akuntansi tertentu yang terkait dengan traksaksi dan pos-pos di laporan keuangan

agar menghasilkan informasi yang dapat diandalkan dan relevan untuk pengambilan

keputusan ekonomi para pemakai laporan keuangan tersebut.

Kebijakan akuntansi adalah prinsip khusus, dasar, konvensi, peraturan, dan praktik

yang diterapkan entitas syariah dalam menyusun dan menyajikan laporan keuangan.

(paragraph 21, PSAK no. 101, 2007). Atas kebijakan akuntansi ini, PSAK no. 101

(2007) telah mengaturnya berikut ini.

Manajemen memilih dan menerapkan kebijakan akuntansi agar laporan keuangan

memenuhi ketentuan dalam Pernyataan Standar Akuntansi Keuangan. Jika belum

diatur dalam Pernyataan Standar Akuntansi Keuangan, maka manajemen harus

Page 120: BUKU-1 dan Buku II untuk dicetak.pdf.pdf

Memahami Akuntansi Syariah di Indonesia Juni 2010

Copyright©2009 dilindungi oleh Undang-Undang www. ebookakuntansisyariah.com Page 120

menetapkan kebijakan untuk memastikan bahwa laporan keuangan menyajikan

informasi:

a) Relevan terhadap kebutuhan para pengguna laporan untuk pengambilan

keputusan; dan

b) Dapat diandalkan , dengan pengertian:

(i) Mencerminkan kejujuran penyajian hasil dan posisi keuangan entitas

syariah;

(ii) Menggambarkan substansi ekonomi dari suatu kejadian atau transaksi

dan tidak semata-semata bentuk hukumnya;

(iii) Netral yaitu bebas dari keberpihakan;

(iv) Mencerminkan kehati-hatian; dan

(v) Mencakup semua hal yang material. (paragraph 20, PSAK no. 101,

2007).

Apabila belum ada pengaturan oleh PSAK, maka manajemen menggunakan

pertimbangannya untuk menetapkan kebijakan akuntansi yang memberikan informasi

yang bermanfaat bagi pengguna laporan keuangan. Dalam melakukan pertimbangan

tersebut menajemen memperhatikan:

a) Persyaratan dan pedoman PSAK yang mengatur hal-hal yang mirip dengan

masalah terkait;

b) Definisi, criteria pengakuan dan pengukuran asset, kewajiban, dana syirkah

temporer, penghasilan dan beban yang ditetapkan dalam Kerangka Dasar

Penyusunan dan Penyajian Laporan Keuangan Syariah; dan

c) Pernyataan yang dibuat oleh badan pembuat standar lain dan praktik industry

yang lazim sepanjang konsisten dengan huruf a) dan b) paragraph ini.

(paragraph 22, PSAK no. 101, 2007).

C. Kelangsungan Usaha

Dalam penyusunan laporan keuangan, manajemen harus menilai (assessment)

kemampuan kelangsungan usaha entitas syariah. Laporan keuangan harus disusun

berdasarkan asumsi kelangsungan usaha, kecuali manajemen bermaksud untuk

melikuidasi atau menjual, atau tidak mempunyai alternatif selain melakukan hal

tersebut. Dalam penilaian kelangsungan usaha, ketidakpastian yang bersifat material

Page 121: BUKU-1 dan Buku II untuk dicetak.pdf.pdf

Memahami Akuntansi Syariah di Indonesia Juni 2010

Copyright©2009 dilindungi oleh Undang-Undang www. ebookakuntansisyariah.com Page 121

yang terkait dengan kejadian atau kondisi yang bias menyebabkan keraguan atas

kelangsungan usaha harus diungkapkan. Apabila laporan keungan tidak disusun

berdasarkan asumsi kelangsungan usaha, maka kenyataan tersebut harus diungkapkan

bersama dengan dasar lain yang digunakan dalam penyusunan laporan keuangan serta

alas an mengapa asumsi kelangsungan usaha entitas syariah tidak dapat digunakan.

(paragraph 23, PSAK no. 101, 2007).

D. Dasar Akrual

Entitas syariah harus menyusun laporan keuangan atas dasar akrual, kecuali Laporan

Arus Kas dan penghitungan pendapatan untuk tujuan pembagian hasil usaha. Dalam

penghitungan pembagian hasil usaha didasarkan pada pendapatan yang telah

direalisasikan menjadi kas (dasar kas). (paragraph 25, PSAK no. 101, 2007).

Dapat dijelaskan di sini, bahwa laporan keuangan selain Laporan Arus Kas dan

penghitungan bagi hasil, PSAK mengharuskan menyajikan berdasarkan basis akrual.

Untuk pendapatan diakui pada saat terjadinya transaksi bukan pada saat pendapatan

telah direalisasikan menjadi kas. Sedangkan untuk penghitungan bagi hasil PSAK

mengaturnya dengan dasar kas (cash basis). Untuk keperluan ini, PSAK no. 101

mengaturnya dengan sebuah laporan keuangan tersendiri yang disebut dengan

Laporan Rekonsiliasi Pendapatan dan Bagi Hasil.(bentuk laporan terdapat di bagian

belakang bab ini).

Ada praktisi entitas syariah yang berpendapat bahwa pengakuan pendapatan

sebaiknya juga menggunakan dasar kas dengan pertimbangan kepastian kinerja

setelah kas dapat direalisasikan menjadi kas. Dengan demikian celah penyelewengan

dasar akrual untuk kepentingan entitas yang cenderung menguntungkan entitas tetapi

merugikan pembaca laporan keuangan dapat diminimalisir. Dalam praktik, dasar

akrual dapat digunakan untuk manajemen laba, seperti perataan laba (income

smoothing). Apabila menggunakan dasar kas dalam pengakuan pendapatan, maka

secara teknis kemungkinan akan terjadi penggeseran pengakuan pendapatan di tahun

berikutnya, tetapi di tahun berjalan juga ada kas masuk dari penerimaan pelunasan

piiutang pendapatan dari tahun sebelumnya. Apabila kita berikan contoh bagaimana

cara pengakuan pendapatan menurut akrual dan dasar kas, maka secara teknis jurnal

tidak terjadi kesulitan. Berikut ini ilustrasinya.

Page 122: BUKU-1 dan Buku II untuk dicetak.pdf.pdf

Memahami Akuntansi Syariah di Indonesia Juni 2010

Copyright©2009 dilindungi oleh Undang-Undang www. ebookakuntansisyariah.com Page 122

Dasar akrual pengakuan pendapatan

Penjualan kredit, akan dicatat :

Debit: Piutang usaha; Rp xx --

Kredit: Penjualan; -- Rp xx

Debit: Harga Pokok Penjualan; Rp xx --

Kredit: Persediaan Barang Dagang. -- Rp xx

Penerimaan pelunasan piutang usaha, akan dicatat:

Debit: Kas; Rp xx --

Kredit: Piutang Usaha. -- Rp xx

Sedangkan pada dasar kas pengakuan pendapatan, yang memenuhi Al

Baqarah:282, transaksi tersebut dapat dicatat:

Debit: Piutang Usaha; Rp xx --

Kredit: Persediaan Barang Dagang; -- Rp xx

Kredit: Laba tangguhan -- Rp xx

Penerimaan pelunasan piutang usaha, akan dicatat:

Debit : Kas Rp xx --

Kredit : Piutang Usaha -- Rp xx

Debit : Harga Pokok Penjualan Rp xx --

Debit : Laba tangguhan Rp xx --

Kredit : Penjualan. -- Rpxx.

Mengapa dalam dasar kas piutang usaha juga dicatat? Hal ini didasarkan pada Surat

Al Baqarah, ayat 282, yang mewajibkan melakukan pencatatan atas transaksi

(muamalah) yang tidak tunai (kredit) yang telah ditentukan waktunya. Jadi, dari segi

teknis penjurnalan, baik dasar akrual maupun dasar kas tidak mengalami kesulitan

sama sekali, hanya saja kemungkinan perbedaan jumlah pendapatan yang diakui pada

tahun berjalan antara dasar akrual dan dasar kas. Untuk yang lebih memilih dasar kas

dalam pengakuan pendapatan sering didasarkan pada asumsi dasar ‗konservatisme‘

dan surat Lukman, ayat 34, yang menyatakan bahwa ‘untuk masa yang akan datang

manusia tidak tahu secara pasti akan hasil usaha yang mereka usahakan (dalam usaha

apapun)‘, dan ini sesuai dengan kenyataan bahwa di waktu yang akan datang tidak

Page 123: BUKU-1 dan Buku II untuk dicetak.pdf.pdf

Memahami Akuntansi Syariah di Indonesia Juni 2010

Copyright©2009 dilindungi oleh Undang-Undang www. ebookakuntansisyariah.com Page 123

seorangpun yang tahu dengan pasti hasil usaha yang dikerjakannya, termasuk kapan

manusia akan meninggal dan di mana mereka akan meninggal dan dikuburkannya.

E. Konsistensi Penyajian

Penyajian dan klasifikasi pos-pos dalam laporan keuangan antar periode harus

konsisten , kecuali:

a) Terjadi perubahan yang signifikan terhadap sifat operasi entitas syariah atau

perubahan penyajian akan menghasilkan penyajian yang lebih tepat atas suatu

transaksi atau peristiwa; atau

b) Perubahan tersebut diperkenankan oleh Pernyataan Standar Akuntansi

Keuangan atau Interpretasi Pernyataan Standar Akuntansi Keuangan.

(paragraph 26, PSAK no. 101, 2007).

F. Materialitas dan Agregasi

Pos-pos yang material disajikan terpisah dalam laporan keuangan sedangkan yang

tidak material digabungkan dengan jumlah yang memiliki sifat atau fungsi yang

sejenis. (paragraph 28, PSAK no. 101, 2007). Dapat dijelaskan di sini, informasi

dianggap material jika dengan tidak diungkapkannya informasi tersebut dapat

mempengaruhi pengguna laporan keuangan dalam pengambilan keputusan ekonomi.

Untuk menentukan materialitas suatu pos maka besaran dan sifat unsur tersebut

harus dianalisis dimana masing-masing dapat menjadi faktor penentu.

Sebagai contoh sederhana mengenai materialitas adalah seperti berikut ini. Dalam

perhitungan Kas harian oleh kasir, yaitu mencocokkan antara uang kas yang diterima

secara fisik dan catatan dalam cash register, terdapatlah angka, misalnya, kas tunai

fisik yang diterima = Rp 5.750.500,- sedangkan menurut cash register tercatat Rp

5.750.000,-. Berdasarkan perbanidngan ini terdapat selisih kas sebesar Rp 500.—

yang melebihi catatan. Apakah Rp 500,-- sebagai selisih ini dapat dikatakan material?

Saya kira, jumlah Rp 500,- bila dibandingkan dengan catatan kas sebesar Rp

5.750.000,- adalah tidak material, karena dilihat dari % selisih tersebut tidak ada 1%,

bahkan 1 per mil pun tidak ada. Jadi, materialitas memerlukan standar selisih yang

disepakati bersama, misalnya, selisih 2% ke atas dianggap materialitas, tetapi kalau di

bawah prosentasi tersebut di anggap tidak material. Apabila selisih Rp 500,- yang

Page 124: BUKU-1 dan Buku II untuk dicetak.pdf.pdf

Memahami Akuntansi Syariah di Indonesia Juni 2010

Copyright©2009 dilindungi oleh Undang-Undang www. ebookakuntansisyariah.com Page 124

dianggap tidak material bila tidak dilaporkan dalam laporan keuangan tidak akan

mempengaruhi keputusan yang akan diambil oleh pembacanya. Jadi, materialitas

memerlukan perbandingan dan tolok ukur kuantitatif.

G. Saling Hapus (Offsetting)

Asset, kewajiban, dana syirkah temporer, penghasilan dan beban disajikan secara

terpisah, kecuali saling hapus diperkenankan dalan Pernyataan atau Interpretasi

Standar Akuntansi Keuangan. (paragraph 30, PSAK no. 101, 2007). Dapat dijelaskan

di sini, bahwa asset dan kewajiban disajikan secara terpisah dan tidak diperkenankan

saling hapus. Sebagai contoh, entitas syariah memiliki Piutang Murabahah di sisi

asetnya dan juga mempunyai Utang Murabahah di sisi kewajibannya, maka antara

Piutang Murabahah dan Utang Murabahah tidak diperbolehkan untuk saling hapus.

Misal, Piutang Murabahah Rp 10.000.000,-- sedangkan Utang Murabahah Rp

6.000.000,- maka Piutang Murabahah neto =Rp 4.000.000,--. Saling hapus seperti ini

tidak diperbolehkan oleh PSAK ini karena informasinya akan menyesatkan pembaca

laporan keuangan entitas syariah tersebut. Dengan saling hapus ini pembaca akan

dapat memperoleh pemahaman bahwa Piutang Murabahah entitas tersebut adalah Rp

4.000.000,- sementara entitas tidak memiliki Utang Murabahah. Jadi, di sini terjadi

kehilangan informasi penting, yaitu entitas tidak memiliki Utang Murabahah padahal

pada kenyataannya entitas memiliki Utang Murabahah Rp 6.000.000,--. Asset yang

dilaporkan sebesar nilai, setelah dikurangi dengan penyisihan, tidak termasuk

kategori saling hapus.

H. Informasi Komparatif

Pada paragraph 33 (PSAK No.101,2007) dijelaskan, bahwa informasi kuantitatif

harus diungkapkan secara komparatif dengan periode sebelumnya, kecuali dinyatakan

lain oleh Pernyataan Standar Akuntansi Keuangan. Informasi komparatif yang

bersifat naratif dan deskriptif dari laporan keuangan periode sebelumnya

diungkapkan kembali apabila relevan untuk pemahaman laporan keuangan periode

berjalan.

Page 125: BUKU-1 dan Buku II untuk dicetak.pdf.pdf

Memahami Akuntansi Syariah di Indonesia Juni 2010

Copyright©2009 dilindungi oleh Undang-Undang www. ebookakuntansisyariah.com Page 125

III. STRUKTUR DAN ISI

A. Identifikasi Laporan Keuangan

Paragraph 38 (PSAK No.101,2007) mengatur, bahwa laporan keuangan

diidentifikasikan dan dibedakan secara jelas dari informasi lain dalam dokumen

publikasi yang sama. Selanjutnya, Laporan keuangan sering disajikan sebagai bagian

dari suatu dokumen seperti laporan tahunan atau prospectus. PSAK hanya berlaku

untuk laporan keuangan dan tidak berlaku untuk informasi lain yang disajikan dalam

laporan tahunan atau dokumen lainnya. Oleh karena itu, sangat penting bagi

pengguna untuk mampu membedakan laporan keuangan yang disusun seseuai dengan

PSAK dari informasi lain yang juga bermanfaat bagi pengguna laporan keuangan

tetapi tidak perlu disjikan sesuai dengan PSAK. (paragraph 39,PSAK No.101,2007)

Setiap komponen laporan keuangan harus diidentifikasi secara jelas. Di samping itu,

informasi berikut ini disajikan dan diulangi, bilamana perlu, pada setiap halaman

laporan keuangan:

a) Nama entitas syariah pelapor atau edentitas lain;

b) Cakupan laporan keuangan, apakah mencakup hanya satu entitas atau

beberapa entitas;

c) Tanggal atau periode yang dicakup oleh laporan keuangan, mana yang lebih

tepat bagi setiap komponen laporan keuangan;

d) Matauang pelaporan; dan

e) Suatu angka yang digunakan dalam penyajian laporan keuangan. (paragraph

40, PSAK No.101,2007)

B. Periode Laporan

Apakah laporan keuangan entitas syariah harus disajikan secara enam bulanan,

tahunan, atau tiga bulanan? PSAK No.101,2007, telah mengatur tentang periode

laporan keuangan entitas syariah berikut ini. Laporan keuangan setidaknya disajikan

secara tahunan. Apabila tahun buku entitas syariah berubah dan laporan keuangan

tahunan disajikan untuk periode yang lebih panjang atau pendek daripada periode

satu tahun, maka sebagai tambahan terhadap periode cakupan laporan keuangan,

entitas syariah harus mengungkapkan:

a) Alas an penggunaan periode pelaporan selain periode satu tahunan; dan

Page 126: BUKU-1 dan Buku II untuk dicetak.pdf.pdf

Memahami Akuntansi Syariah di Indonesia Juni 2010

Copyright©2009 dilindungi oleh Undang-Undang www. ebookakuntansisyariah.com Page 126

b) Fakta bahwa jumlah komparatif dalam Laporan Laba Rugi, Laporan

Perubahan Ekuitas, Laporan Arus Kas, Laporan Sumber dan Penggunaan

Dana Zakat, Laporan Sumber dan Penggunaan Dana Kebajikan, serta catatan

yang terkait tidak dapat diperbandingkan.(paragraph 42).

IV. NERACA

Ketentuan mengenai Pembagian Lancar dengan Tidak Lancar dan Jangka Pendek

dengan Jangka Panjang. Paragraph-paragraph berikut ini mengatur tentang

pembagian tersebut.

Entitas syariah menyajikan asset lancer terpisah dari asset tidak lancer dan

kewajiban jangka pendek terpisah dari kewajiban jangka panjang kecuali untuk

industry tertentu yang diatur dalam Standar Akuntansi Keuangan khusus. Asset

lancer disajikan menurut ukuran likuiditas sedangkan kewajiban disajikan menurut

urutan jatuh temponya. Entitas syariah harus mengungkapkan informasi mengenai

jumlah setiap asset yang akan diterima dan kewajiban yang akan dibayarkan sebelum

dan sesudah 12 (dua belas) bulan dari tanggal neraca. (paragraph 44-45, PSAK

No.101,2007)

A. Aset Lancar

Suatu asset diklasifikasikan sebagai asset lancar, jika asset tersebut:

a) Diperkirakan akan direalisasi atau dimiliki untuk dijual atau digunakan dalam

jangka waktu siklus operasi normal entitas syariah; atau

b) Dimiliki untuk diperdagangkan atau untuk tujuan jangka pendek dan

diharapkan akan direalisasi dalam jangka waktu 12 (dua belas) bulan dari

tanggal neraca; atau

c) Berupa kas atau setara kas yang penggunaannya tidak dibatasi.

Asset yang tidak termasuk kategori tersebut di atas diklasifikasikan sebagai

asset tidak lancer. (paragraph 47, PSAK No.101,2007)

B. Kewajiban Jangka Pendek

Suatu kewajiban diklasifikasikan sebagai kewajiban jangka pendek, jika:

a) Diperkirakan akan diselesaikan dalam jangka waktu siklus normal operasi

entitas syariah; atau

Page 127: BUKU-1 dan Buku II untuk dicetak.pdf.pdf

Memahami Akuntansi Syariah di Indonesia Juni 2010

Copyright©2009 dilindungi oleh Undang-Undang www. ebookakuntansisyariah.com Page 127

b) Jatuh tempo dalam waktu 12 (dua belas) bulan dari tanggal neraca.

f) Semua kewajiban lainnya harus diklasifikasikan sebagai kewajiban jangka

panjang. (paragraph 49, PSAK No.101,2007)

C. Informasi yang Disajikan dalam Neraca

Neraca entitas syariah disajikan sedemikian rupa yang menonjolkan berbagai unsur

posisi keuangan yang diperlukan bagi penyajian secara wajar. Neraca, minimal

mencakup pos-pos berikut:

a) Kas dan setara kas;

b) Asset keuangan;

c) Piutang usaha dan piutang lainnya;

d) Persediaan;

e) Investasi yang diperlakukan menggunakan metode ekuitas;

f) Asset tetap;

g) Asset tidak berwujud;

h) Hutang usaha dan hutang lainnya;

i) Hutang pajak;

j) Dana syirkah temporer;

k) Hak minoritas; dan

l) Modal saham dan pos ekuitas lainnya.

g) Pos, judul, dan sub-jumlah lain disajikan dalam neraca apabila diwajibkan

oleh Pernyataan Standar Akuntansi Keuangan atau apabila penyajian tersebut

diperlukan untuk menyajikan posisi keuangan entitas syariah secara wajar.

(paragraph 52, PSAK No.101,2007)

Berdasarkan aturan tersebut, maka unsur-unsur neraca entitas syariah meliputi aktiva,

kewajiban, dana syirkah temporer, hak minoritas, dan ekuitas. Berdasarkan unsur-

unsur neraca tersebut apabila dibuat persamaan akuntansi untuk neraca menjadi

sebagai berikut:

AKTIVA = KEWAJIBAN + DANA SYIRKAH TEMPORER+ HAK MINORITAS +

EKUITAS

Page 128: BUKU-1 dan Buku II untuk dicetak.pdf.pdf

Memahami Akuntansi Syariah di Indonesia Juni 2010

Copyright©2009 dilindungi oleh Undang-Undang www. ebookakuntansisyariah.com Page 128

Yang membedakan dengan neraca jenis organisasi konvensional adalah terletak pada

―Dana syirkah temporer‖. Dana syirkah temporer bukan merupakan kewajiban dan

juga bukan ekuitas. Dana syirkah temporer adalah dana pihak ketiga yang

dititipkan/diserahkan kepada entitas syariah untuk dikelola tanpa ikatan dari penitip

dana atau dikelola secara bebas sesuai syariah. Dengan memperhatikan ketentuan

dalam PSAK lainnya penyajian dalam neraca mencakup, tetapi tidak terbatas pada,

pos-pos aktiva, kewajiban, investasi tidak terikat, dan ekuitas adalah sebagai berikut:

Contoh Neraca Bank Syariah

BANK SYARIAH

NERACA

PER 31 DESEMBER 20XX

AKTIVA

Kas Rp xx

Penempatan pada Bank Indonesia Rp xx

Giro pada bank lain Rp xx

Penempatan pada bank lain Rp xx

Efek-efek Rp xx

Piutang Rp xx

piutang murabahah Rp xx

piutang salam Rp xx

piutang istishna Rp xx

piutang pendapatan ijarah Rp xx

Pembiayaan mudharabah Rp xx

Pembiayaan musyarakah Rp xx

Persediaan (aktiva yang dibeli untuk dijual kepada klien) Rp xx

Aktiva yang diperoleh untuk ijarah Rp xx

Aktiva istihna dalam penyelesaian (setelah dikurangi termin istishna) Rp xx

Penyertaan Rp xx

Investasi lain Rp xx

Aktiva tetap Rp xx

Akumulasi penyusutan Rp xx

Aktiva lain-lain Rp xx

TOTAL AKTIVA

Rp xx

KEWAJIBAN

Kewajiban segera Rp xx

Simpanan : Rp xx

giro wadiah Rp xx

Page 129: BUKU-1 dan Buku II untuk dicetak.pdf.pdf

Memahami Akuntansi Syariah di Indonesia Juni 2010

Copyright©2009 dilindungi oleh Undang-Undang www. ebookakuntansisyariah.com Page 129

tabungan wadiah Rp xx

Simpanan bank lain : Rp xx

giro wadiah Rp xx

tabungan wadiah Rp xx

Kewajiban lain : Rp xx

utang salam Rp xx

utang istishna Rp xx

Kewajiban kepada bank lain Rp xx

Pembiayaan yang diterima Rp xx

Keuntungan yang sudah diumumkan tetapi belum dibagikan Rp xx

Hutang pajak Rp xx

Estimasi kerugian dan komitmen kontinjensi Rp xx

Pinjaman yang diterima Rp xx

Hutang lainnya Rp xx

Pinjaman subordinasi Rp xx

TOTAL KEWAJIBAN Rp xx

Dana Syirkah Temporer Syirkah temporer dari bukan bank : Rp xx

tabungan mudharabah Rp xx deposito mudharabah Rp xx

Syirkah Temporer dari bank : Rp xx tabungan mudharabah Rp xx deposito mudaharabah

Rp xx

Musyarakah Rp xx

TOTAL DANA SYIRKAH TEMPORER Rp xx

EKUITAS Modal disetor Rp xx Tambahan modal disetor Rp xx Saldo laba (rugi) Rp xx

TOTAL EKUITAS Rp xx

TOTAL KEWAJIBAN, DANA SYIRKAH TEMPORER DAN

EKUITAS Rp xx

D.Informasi Disajikan di Neraca atau di Catatan Atas Laporan Keuangan

Entitas syariah harus mengungkapkan , di Neraca atau di Catatan Atas Laporan

Keuangan, subklasifikasi pos-pos yang disajikan, diklasifikasi dengan cara yang

tepat sesuai dengan operasi entitas syariah. Setiap pos disubklasifikasikan , jika

memungkinkan , sesuai dengan sifatnya; dan jumlah terutang atau piutang pada

entitas syariah induk, anak entitas syariah, entitas syariah asosiasi dan pihak-pihak

yang memiliki hubungan istimewa lainnya diungkapkan secara terpisah. (paragraph

56, PSAK No.101,2007)

Page 130: BUKU-1 dan Buku II untuk dicetak.pdf.pdf

Memahami Akuntansi Syariah di Indonesia Juni 2010

Copyright©2009 dilindungi oleh Undang-Undang www. ebookakuntansisyariah.com Page 130

Untuk selanjutnya, paragraph 58 diatur, bahwa, Entitas syariah mengungkapkan hal-

hal berikut di Neraca atau di Catatan atas Laporan Keuangan:

a) Untuk setiap jenis saham;

b) Jumlah saham modal dasar;

c) Jumlah saham yang diterbitkan dan disetor penuh;

d) Nilai nominal saham;

e) Ikhtisar perubahan jumlah saham beredar;

f) Hak, keistimewaan dan pembatasan yang melekat pada setiap jenis saham,

termasuk pembatasan atas deviden dan pembayaran kembali atas modal;

g) Saham entitas syariah yang dikuasai oleh entitas syariah itu sendiri atau oleh

anak entitas syariah atau entitas syariah asosiasi;

h) Saham yang dicadangkan untuk hak opsi dan kontrak penjualan, termasuk

nilai dan persyaratannya;

i) Penjelasan mengenai sifat dan tujuan pos cadangan dalam entitas; dan

j) Penjelasan apakah deviden yang diusulkan tapi secara resmi belum disetujui

untuk dibayarkan telah diakui atau tidak sebagai kewajiban.

Entitas syariah yang modalnya tidak terbagi dalam saham, seperti persekutuan,

mengungkapkan informasi yang setara dengan persyaratan di atas, yang

memperlihatkan perubahan dalam suatu periode dari setiap jenis penyertaan serta

hak, keistimewaan dan pembatasan yang melekat pada setiap jenes penyertaan.

(paragraph 58-59, PSAK No.101,2007)

V. LAPORAN LABA RUGI

Apa saja informasi yang disajikan dalam Laporan Laba Rugi entitas syariah? PSAK

no. 101 (2007) telah mengatur tentang penyajian laporan laba rugi entitas syariah.

A. Informasi Disajikan dalam Laporan Laba Rugi

Laporan Laba Rugi entitas syariah disajikan sedemikian rupa yang menonjolkan berbagai

unsure kinerja keuangan yang diperlukan bagi penyajian secara wajar. Laporan laba rugi

minimal mencakup pos-pos berikut:

a) Pendapatan usaha;

b) Bagi hasil untuk pemilik dana;

c) Beban usaha;

Page 131: BUKU-1 dan Buku II untuk dicetak.pdf.pdf

Memahami Akuntansi Syariah di Indonesia Juni 2010

Copyright©2009 dilindungi oleh Undang-Undang www. ebookakuntansisyariah.com Page 131

d) Laba atau rugi usaha;

e) Pendapatan dan beban nonusaha;

f) Laba atau rugi dari aktivitas normal;

g) Beban pajak;

h) Laba atau rugi bersih untuk periode berjalan.

Pos, judul dan sub-jumlah lainnya disajikan dalam laporan laba rugi apabila diwajibkan oleh

Pernyataan Standar Akuntansi Keuangan atau apabila penyajian tersebut diperlukan untuk menyajikan

kinerja keuangan entitas syariah secara wajar. (paragraph 60, PSAK No.101,2007).

B. Informasi Disajikan di Laporan Laba Rugi atau di Catatan Atas

Laporan Keuangan

Entitas syariah menyajikan, di Laporan Laba Rugi atau di Catatan Atas Laporan

Keuangan, rincian beban dengan menggunakan klasifikasi yang didasarkan pada sifat

atau fungsi beban di dalam entitas syariah. Entitas syariah yang mengklasifikasikan

beban menurut fungsinya harus mengungkapkan informasi tambahan mengenai sifat

beban, termasuk beban penyusutan dan amortisasi serta beban pegawai. Entitas

syariah mengungkapkan dalam Laporan Laba Rugi atau dalam Catatan Atas Laporan

Keuangan, jumlah deviden per saham yang diumumkan. (paragraph 63,65,66, PSAK

No.101,2007)

Dengan memperhatikan ketentuan dalam PSAK lainnya, Lampiran ilustrasi 2

PSAK No. 101 (2007) mengatur penyajian laporan laba rugi sebagai berikut ini.

Penyajian dalam laporan laba rugi mencakup, tetapi tidak terbatas pada pos-pos

pendapatan dan beban yang dapat disusun sebagai berikut:

PT BANK SYARIAH ‖X‖

LAPORAN LABA RUGI

PERIODE 1 JANUARI – 31 DESEMBER 20X1

Pendapatan Pengelolaan Dana oleh Bank Sebagai

Mudharib

Pendapatan dari jual beli Rp. xx

Pendapatan marjin murabahah Rp. xx

Pendapatan bersih salam pararel Rp. xx

Pendapatan bersih istishna paralel Rp. xx

Pendapatan dari sewa : Rp. xx

Pendapatan bersih ijarah Rp. xx

Page 132: BUKU-1 dan Buku II untuk dicetak.pdf.pdf

Memahami Akuntansi Syariah di Indonesia Juni 2010

Copyright©2009 dilindungi oleh Undang-Undang www. ebookakuntansisyariah.com Page 132

Pendapatan dari bagi hasil : Rp. xx

Pendapatan bagi hasil mudharabah Rp. xx

Pendapatan bagi hasil musyarakah Rp. xx

Pendapatan usaha utama lainnya Rp. xx

Jumlah Pendapatan Pengelolaan Dana oleh Bank

sebagai Mudharib

Rp. xx

Hak pihak ketiga atas bagi hasil ( Rp. xx )

Hak bagi hasil milik Bank Rp. xx

Pendapatan usaha lainnya:

a. Pendapatan imbalan jasa perbankan Rp. xx

b. Pendapatan imbalan investasi terikat Rp. xx

Jumlah Pendapatan Usaha Lainnya Rp. xx

Beban Usaha:

Beban kepegawaian (Rp. Xx)

Beban administrasi (Rp. Xx)

Beban penyusutan dan amortisasi (Rp. Xx)

Beban usaha lainnya (Rp. Xx)

Jumlah Beban Usaha (Rp. Xx)

Laba (Rugi) Usaha Rp. xx

Pendapatan dan Beban Nonusaha:

Pendapatan nonusaha Rp. xx

Beban nonusaha (Rp. Xx)

Jumlah Pendapatan (Beban) Nonusaha Rp. xx

Laba (Rugi) sebelum pajak Rp. xx

Beban Pajak Rp. xx (-)

LABA (RUGI) BERSIH PERIODE BERJALAN Rp. xx

VI. LAPORAN ARUS KAS

Laporan arus kas bank syariah disajikan sesuai dengan PSAK No. 2 mengenai

laporan arus kas dan PSAK No. 31 mengenai akuntansi perbankan, dengan catatan

menyesuaikan kegiatan dan transaksi bank syariah.

Berikut diberikan ilustrasi laporan arus kas bank syariah dengan mengacu

pada PSAK No. 2 (2002) dengan diadakan penyesuaian berdasarkan prinsip syariah

yang berlaku pada operasi bank syariah:

Page 133: BUKU-1 dan Buku II untuk dicetak.pdf.pdf

Memahami Akuntansi Syariah di Indonesia Juni 2010

Copyright©2009 dilindungi oleh Undang-Undang www. ebookakuntansisyariah.com Page 133

PT Bank Syariah ”X”

Laporan Arus Kas (Metode Langsung)

Untuk tahun yang berakhir 31 Desember 2007

dalam rupiah

Arus Kas dari Aktivitas Operasional

Penerimaan bagi hasil dan fee (ujrah) 28.447

Pembayaran bagi hasil (23.463)

Penerimaan piutang salam yang telah dihapus 237

Pembayaran kas pada karyawan dan pemasok (997)

Laba operasi sebelum perubahan dalam aktiva operasi 4.224

(Kenaikan)/Penurunan dalam Aktiva Operasi:

Dana jangka pendek (650)

Deposito untuk tujuan pengendalian moneter 234

Dana uang muka (urbun) pada langganan (288)

Surat berharga jangka pendek yang diperjual belikan (480)

(Kenaikan)/Penurunan dalam Hutang Operasi:

Deposito dari pelanggan 400

Kas bersih dari aktivitas operasi sebelum pajak penghasilan 3.440

Pajak penghasilan (100)

Arus kas bersih dari aktivitas operasi setelah pajak penghasilan 3.340 Arus Kas dari Aktivitas Investasi

Pelepasan anak perusahaan Y 50

Deviden yang diterima 200

Bagi hasil yang diterima 300

Hasil penjualan surat berharga yang tidak diperjualbelikan 1.200

Pembelian surat berharga yang tidak diperjualbelikan (600)

Pembelian tanah, bangunan, dan peralatan (500)

Arus kas bersih yang digunakan untuk aktivitas investasi 650

Arus Kas dari Aktivitas Pendanaan

Penerbitan modal pinjaman 1.000

Penerbitan saham prioritas oleh anak perusahaan 800

Pembayaran kembali pinjaman jangka panjang (200)

Penurunan bersih pinjaman lain (1.000)

Pembayaran dividen ( 400)

Arus kas bersih dari aktivitas pendanaan 200

Pengaruh perubahan kurs valuta kas dan setara kas 600

Kenaikan bersih kas dan setara kas 4.790

Kas dan setara kas pada awal periode 4.050

Kas dan setara kas pada akhir periode 8.840

VII. LAPORAN PERUBAHAN EKUITAS

Entitas syariah harus menyajikan laporan perubahan ekuitas sebagai komponen utama

laporan keuangan, menunjukkan:

Page 134: BUKU-1 dan Buku II untuk dicetak.pdf.pdf

Memahami Akuntansi Syariah di Indonesia Juni 2010

Copyright©2009 dilindungi oleh Undang-Undang www. ebookakuntansisyariah.com Page 134

a) Laba atau rugi bersih periode yang bersangkutan;

b) Setiap pos pendapatan dan beban, keuntungan atau kerugian beserta

jumlahnya yang berdasarkan Pernyataan Standar Akuntansi Keuangan terkait

diakui secara langsung dalam ekuitas;

c) Pengaruh kumulatif dari perubahan kebijakan akuntansi dan perbaikan

terhadap kesalahan mendasar sebagaimana diatur dalam Pernyataan Standar

Akuntansi Keuangan terkait;

d) Transaksi modal dengan pemilik dan distribusi kepada pemilik;

e) Saldo akumulasi laba atau rugi pada awal dan akhir periode serta

perubahannya; dan

f) Rekonsiliasi antar nilai tercatat dari masing-masing jenis modal saham, agio

dan cadangan pada awal dan akhir periode yang mengungkapkan secara

terpisah setiap perubahan. (paragraph 67, PSAK No.101,2007)

Laporan perubahan ekuitas entitas syariah disajikan sesuai dengan PSAK No.

1 mengenai penyajian laporan keuangan. Berikut ini disajikan bagan laporan

perubahan ekuitas menurut PSAK No. 1 (2000) .

Ilustrasi Laporan Perubahan Ekuitas

Lampiran ini hanya ilustrasi dan bukan bagian dari Pernyataan Standar

Akuntansi Keuangan ini. Tujuan lampiran ini adalah mengilustrasikan penerapan

Pernyataan ini dalam rangka membantu memahami artinya. Urutan penyajian dan

deskripsi, bila perlu, dapat diubah sesuai dengan kondisi masing-masing perusahaan

agar tercapai penyajian laporan keuangan secara wajar, dengan memperhatikan

PSAK terkait:

PT Bank Syariah ”X”

Laporan Perubahan Ekuitas

Untuk tahun yang berakhir 31 Desember 20X1

(dalam rupiah)

Keterangan Modal

Saham

Agio

Saham

Selisih

Revaluasi

Selisih

Kurs

Saldo

Laba

Jumlah

Saldo awal (per

31/12/20-0)

X

X

X

(X)

X

X

Perubahan

kebijakan

Page 135: BUKU-1 dan Buku II untuk dicetak.pdf.pdf

Memahami Akuntansi Syariah di Indonesia Juni 2010

Copyright©2009 dilindungi oleh Undang-Undang www. ebookakuntansisyariah.com Page 135

akuntansi - - - - (X) (X)

Saldo yang

disajikan

kembali

X

X

X

X

X

X

Selisih revaluasi

aktiva tetap

X

X

Laba Rugi

belum

direalisasi dari

pemilikan efek

(X)

(X)

Selisih kurs (X) (X)

Keuntungan/ker

ugian neto yang

tidak diakui

pada laporan

laba rugi

X

(X)

X

Laba bersih

periode berjalan

X

X

Dividen (X) (X)

Penerbitan

modal saham

X

X

X

Saldo akhir (per

31/12/20-1)

X

X

X

(X)

X

X

Selisih revaluasi

aktiva tetap

(X)

(X)

Laba Rugi

belum

direalisasi dari

pemilikan efek

X

X

Selisih kurs (X) (X)

Keuntungan/ker

ugian neto yang

tidak diakui

pada laporan

laba rugi

(X)

(X)

(X)

Laba bersih

periode berjalan

X

X

Dividen (X) (X)

Penerbitan

modal saham

X

X

X

Saldo akhir (per

31/12/20-2)

X

X

X

(X)

X

X

Page 136: BUKU-1 dan Buku II untuk dicetak.pdf.pdf

Memahami Akuntansi Syariah di Indonesia Juni 2010

Copyright©2009 dilindungi oleh Undang-Undang www. ebookakuntansisyariah.com Page 136

VIII. LAPORAN PERUBAHAN DANA INVESTASI TERIKAT

Investasi terikat adalah investasi yang bersumber dari pemilik dana investasi

terikat dan sejenisnya yang dikelola oleh entitas syariah / bank sebagai manajer

investasi berdasarkan mudharabah muqayadah atau sebagai agen investasi. Investasi

terikat bukan merupakan aktiva maupun kewajiban entitas syariah / bank karena bank

tidak mempunyai hak untuk menggunakan atau mengeluarkan investasi tersebut serta

bank tidak memiliki kewajiban mengembalikan atau menanggung risiko investasi.

Dana yang diserahkan oleh pemilik investasi terikat dan sejenisnya adalah dana yang

diterima bank sebagai manajer investasi atau agen investasi yang disepakati untuk

diinvestasikan oleh bank baik sebagai pengelola dana maupun sebagai agen investasi.

Dana yang ditarik oleh pemilik investasi terikat adalah dana yang diambil atau

dipindahkan sesuai dengan permintaan pemilik dana.

Keuntungan atau kerugian investasi terikat sebelum dikurangi bagian

keuntungan manajer investasi adalah jumlah kenaikan atau penurunan bersih nilai

investasi terikat selain kenaikan yang berasal dari penyetoran atau penurunan yang

berasal dari penarikan.

Dalam hal bank bertindak sebagai manajer investasi dengan akad mudharabah

muqayyadah, bank mendapatkan keuntungan sebesar nisbah atas keuntungan

investasi. Jika terjadi kerugian maka bank tidak memperoleh imbalan apapun.

Apabila dalam investasi tersebut terdapat dana bank maka bank menanggung

kerugian sebesar bagian dana yang diikutsertakan.

Dalam hal bank bertindak sebagai agen investasi, imbalan yang diterima adalah

sebesar jumlah yang disepakati tanpa memperhatikan hasil investasi.

Tentang laporan perubahan dana investasi terikat, Lampiran PSAK. No. 101 (2007)

mengatur sebagai berikut.

a) Laporan perubahan dana investasi terikat memisahkan dana investasi terikat

berdasarkan sumber dana dan memisahkan investasi berdasarkan jenisnya.

b) Bank syariah menyajikan laporan perubahan dana investasi terikat sebagai

komponen utama laporan, yang menunjukkan bahwa

(a) saldo awal dana investasi terikat;

Page 137: BUKU-1 dan Buku II untuk dicetak.pdf.pdf

Memahami Akuntansi Syariah di Indonesia Juni 2010

Copyright©2009 dilindungi oleh Undang-Undang www. ebookakuntansisyariah.com Page 137

(b) jumlah unit penyertaan investasi pada setiap jenis investasi dan nilai per

unit penyertaan pada awal periode;

(c) dana investasi yang diterima dan unit penyertaan investasi yang

diterbitkan bank syariah selama periode laporan;

(d) penarikan atau pembelian kembali unit penyertaan investasi selama

periode laporan;

(e) keuntungan atau kerugian dana investasi terikat;

(f) imbalan bank syariah sebagai agen investasi;

(g) beban administrasi dan beban tidak langsung lainnya yang dialokasikan

oleh bank syariah ke dana investasi terikat;

(h) saldo akhir dana investasi terikat;

(i) jumlah unit penyertaan investasi pada setiap jenis investasi dan nilai per unit

penyertaan pada akhir periode.

Di bawah ini diberikan Ilustrasi mengenai Laporan Perubahan Dana Investasi

Terikat untuk PT Bank Syariah ”X”(Lampiran PSAK 101, 2007)

PT Bank Syariah ”X”

Laporan Perubahan Dana Investasi Terikat

Periode yang berakhir pada 31 Desember 20X1

Saldo awal xxx

Jumlah unit penyertaan investasi awal periode xxx

Nilai per unit penyertaan investasi xxx

Penerimaan dana xxx

Penarikan dana (xxx)

Keuntungan (kerugian) investasi xxx

Biaya administrasi (xxx)

Imbalan bank sebagai agen investasi (xxx)

Saldo investasi pada akhir periode xxx

Jumlah unit penyertaan investasi pada akhir periode xxx

Nilai unit penyertaan investasi pada akhir periode xxx

Page 138: BUKU-1 dan Buku II untuk dicetak.pdf.pdf

Memahami Akuntansi Syariah di Indonesia Juni 2010

Copyright©2009 dilindungi oleh Undang-Undang www. ebookakuntansisyariah.com Page 138

VIII. LAPORAN SUMBER DAN PENGGUNAAN DANA ZAKAT

Zakat adalah sebagian dari harta yang wajib di keluarkan oleh pembayar zakat

(muzaki) untuk diserahkan kepada penerima zakat (mustahiq). Pembayaran zakat

dilakukan apabila nisab, haul, syarat dan lainnya terpenuhi dari harta yang memenuhi

kriteria wajib zakat. Pada prinsipnya wajib zakat adalah shahibul mal. Bank dapat

bertindak sebagai amil zakat.

Unsur dasar laporan sumber dan penggunaan dana zakat meliputi sumber dana,

penggunaan dana selama suatu jangka waktu, serta saldo dana zakat pada tanggal

tertentu.

Sumber dana zakat berasal dari entitas syariah dan pihak lain yang diterima

untuk disalurkan kepada yang berhak. Penggunaan dana zakat berupa penyaluran

kepada yang berhak sesuai dengan prinsip syariah. Saldo dana zakat adalah dana

zakat yang belum dibagikan pada tanggal tertentu.

PSAK No. 101 (2007) mengatur tentang laporan sumber dan penggunaan zakat,

sebagai berikut. Entitas syariah menyajikan Laporan Sumber dan Penggunaan Dana

Zakat sebagai komponen utama laporan keuangan, yang menunjukkan:

(a) dana zakat berasal dari wajib zakat (muzakki):

(1) zakat dari dalam entitas syariah;

(2) zakat dari pihak luar entitas syariah,

(b) penggunaan dana zakat melalui lembaga amil zakat untuk :

(1) fakir,

(2) miskin,

(3) riqab (penulis:hamba sahaya)

(4) orang yang terlilit utang (qharim),

(5) muallaf (penulis:orang yang baru masuk Islam),

(6) fisablilillah (penulis: orang yang berjihad)

(7) orang yang dalam perjalanan (ibnusabil), dan

(8) „amil;

(c) kenaikan atau penurunan dana zakat;

(d) saldo awal dana zakat; dan

(e) saldo akhir dana zakat. (paragraph 70, PSAK No.101,2007)

Page 139: BUKU-1 dan Buku II untuk dicetak.pdf.pdf

Memahami Akuntansi Syariah di Indonesia Juni 2010

Copyright©2009 dilindungi oleh Undang-Undang www. ebookakuntansisyariah.com Page 139

Entitas syariah harus mengungkapkan dalam catatan atas Laporan Sumber dan

Penggunaan Dana Zakat, tetapi tidak terbatas pada:

(a) sumber dana zakat yang berasal dari internal entitas syariah;

(b) sumber dana zakat yang berasal dari external entitas syariah;

(c) kebijakan penyaluran zakat terhadap masing-masing asnaf;

(d) proporsi dana yang disalurkan untuk masing-masing penerima zakat

diklasifikasikan atas pihak terkait, sesuai dengan yang diatur dalam PSAK 7:

Pengungkapan Pihak-Pihak yang Mempunyai Hubungan Istimewa, dan pihak

ketiga. (paragraph 74, PSAK No.101,2007)

Apabila laporan sumber dan penggunaan dana zakat disusun secara skontro

(Taccount) maka laporan akan seperti dibawah ini (dengan contoh dalam Rp 000 an):

PT Bank Syariah X

Laporan Sumber Dan Penggunaan Dana Zakat

Untuk Periode Yang Berakhir 31 Desember 2007

Sumber Dana Penggunaan Dana

1. Saldoawal Rp10.000,00

2. Penambahan

a) Zakat dari bank Rp25.000,00

b) Zakat dari bukan bank Rp25.000,00

Jumlah sumber dana Rp50.000,00

Total dana tersedia Rp60.000,00

===========

1. Pengurangan, untuk :

a) Fakir Rp 5.000,00

b) Miskin Rp10.000,00

c) Riqab/Hamba sahaya Rp10.000,00

d) Orang yang terlilit utang Rp 5.000,00

e) Muallaf Rp 5.000,00

f) Fisabilillah Rp 2.000,00

g) Ibnusabil Rp 3.000,00

h) Amil Rp 10.000,00

Jumlah penggunaan Rp 50.000,00

2. Saldo akhir Rp 10.000,00

Total penggunaan dan saldo dana Rp 60.000,00

IX. LAPORAN SUMBER DAN PENGGUNAAN DANA

KEBAJIKAN

Unsur dasar laporan sumber dan penggunaan dana Kebajikan (penulis:qardhul

hasan ) meliputi sumber dan penggunaan dana Kebajikan selama jangka waktu

tertentu dan saldo dana Kebajikan pada tanggal tertentu. Sumber dana Kebajikan

berasal dari entitas syariah atau dari luar entitas syariah. Sumber dana Kebajikan dari

luar berasal dari infak dan shadaqah dari pemilik, nasabah, atau pihak lainnya.

Penggunaan dana Kebajikan meliputi pemberian pinjaman baru selama jangka waktu

Page 140: BUKU-1 dan Buku II untuk dicetak.pdf.pdf

Memahami Akuntansi Syariah di Indonesia Juni 2010

Copyright©2009 dilindungi oleh Undang-Undang www. ebookakuntansisyariah.com Page 140

tertentu dan pengembalian dana kebajikan temporer yang disediakan pihak lain.

Saldo dana kebajikan adalah dana kebajikan yang belum disalurkan pada tanggal

tertentu.

Tentang laporan sumber dan penggunaan dana Kebajikan, PSAK No.101 (2007)

mengaturnya seperti berikut ini.

Entitas menyajikan Laporan Sumber dan Penggunaan Dana Kebajikan sebagai

komponen utama laporan keuangan, yang menunjukkan:

a) sumber dana kebajikan berasal dari penerimaan;

(1) infak;

(2) sedekah (shadaqah);

(3) hasil pengelolaan wakaf sesuai dengan perundang-undangan yang berlaku;

(4) pengembalian dana kebajikan produktif;

(5) denda

(6) pendapatan non halal.

b) penggunaan dana kebajikan untuk :

(1) dana kebajikan produktif;

(2) sumbangan; dan

(3) penggunaan lainnya untuk kepentingan umum.

c) kenaikan atau penurunan sumber dana kebajikan;

d) saldo awal dana kebajikan; dan

e) saldo akhir dana kebajikan. (paragraph 75, PSAK No.101,2007)

Entitas syariah mengungkapkan dalam catatan atas Laporan Sumber dan Penggunaan

Dana Kebajikan, tetapi tidak terbatas pada:

(a) sumber dana kebajikan;

(b) kebijakan penyaluran dana kebajikan kepada masing-masing penerima;

(c) proporsi dana yang disalurkan untuk masing-masing penerima dana kebajikan

diklasifikasikan atas pihak yang memiliki hubungan istimewa sesuai dengan

yang diatur dalam PSAK 7: Pengungkapan Pihak-Pihak yang Mempunyai

Hubungan Istimewa, dan pihak ketiga; dan

(e) alasan terjadinya dan penggunaan atas penerimaan nonhalal. (paragraph 79,

PSAK No.101,2007)

Page 141: BUKU-1 dan Buku II untuk dicetak.pdf.pdf

Memahami Akuntansi Syariah di Indonesia Juni 2010

Copyright©2009 dilindungi oleh Undang-Undang www. ebookakuntansisyariah.com Page 141

Apabila laporan sumber dan pengguna dana Kebajikan disusun secara skontro

(Taccount) maka laporan akan seperti di bawah ini (dengan contoh Ribuan)

PT Bank Syariah X

Laporan Sumber Dan Penggunaan Dana Kebajikan

Untuk Periode Yang Berakhir 31 Desember 2007

Sumber Dana Penggunaan Dana 1. Saldo awal Rp10.000,00

2. Penambahan

a) infak Rp10.000,00

b) shadaqah Rp10.000,00

c) denda Rp 5.000,00

d) pengembalian pinjaman

kebajikan Rp30.000,00

e) hasil pengelolaan wakaf Rp10.000,00

f) pendapatan non halal Rp10.000,00

Jumlah sumber dana Rp75.000,00

Total dana tersedia Rp 85.000,00

1. Pengurangan, untuk :

a) pinjaman produktif Rp60.000,00

b) sumbangan Rp15.000,00

Jumlah penggunaan Rp75.000,00

2. Saldo akhir Rp 10.000,00

Total penggunaan dan saldo dana Rp85.000,00

X. LAPORAN REKONSLIASI PENDAPATAN DAN BAGI HASIL

Bank syariah diharuskan menyusun Laporan Rekonsiliasi Pendapatan dan Bagi

Hasil guna mengetahui pendapatan tunai yang diterima bank syariah. Pendapatan

tunai bank syariah akan digunakan sebagai dasar untuk bagi hasil kepada para

deposannya. Tentang laporan rekonsiliasi pendapatan dan bagi hasil, Lampiran

PSAK 101 (2007) telah mengaturnya berikut ini. Bank syariah menyajikan

Laporan Rekonsiliasi Pendapatan dan Bagi Hasil yang merupakan rekonsiliasi

antara pendapatan bank syariah yang menggunakan dasar akrual dengan

pendapatan yang dibagihasilkan kepada pemilik dana yang mengguanakan dasar

kas. Perbedaan dasar pengakuan tersebut mengharuskan bank syariah menyajikan

Laporan Rekonsiliasi Pendapatan dan Bagi Hasil sebagai bagian komponen

utama laporan keuangan. Dalam Laporan Rekonsiliasi Pendapatan dan Bagi

Hasil, bank syariah menyajikan:

(a) Pendapatan pengelolaan dana oleh bank sebagai mudharib;

(b) Penyesuaian atas:

i. pendapatan pengelolaan dana oleh bank sebagai mudharib periode

berjalan yang kas atau setara kasnya belum diterima;

ii. pendapatan pengelolaan dana oleh bank sebagai mudharib periode

sebelumnya yang kas atau setara kasnya diterima di periode berjalan;

Page 142: BUKU-1 dan Buku II untuk dicetak.pdf.pdf

Memahami Akuntansi Syariah di Indonesia Juni 2010

Copyright©2009 dilindungi oleh Undang-Undang www. ebookakuntansisyariah.com Page 142

(c) Pendapatan yang tersedia untuk bagi hasil;

(d) Bagian bank syariah atas pendapatan yang tersedia untuk bagi hasil;

(e) Bagian pemilik dana atas pendapatan yang tersedia untuk bagi hasil:

i) bagi hasil yang sudah didistribusikan ke pemilik dana;

ii) bagi hasil yang belum didistribusikan ke pemilik dana.(paragraph 13-15,

lampiran PSAK 101,2007)

Di bawah ini diberikan ilustrasi mengenai Laporan Rekonsiliasi Pendapatan dan Bagi

Hasil untuk PT Bank Syariah ‖X‖

PT Bank Syariah ‖X‖

Laporan Rekonsiliasi Pendapatan dan Bagi Hasil

Periode yang berakhir pada 31 Desember 20X1

Pendapatan Usaha Utama (akrual) xxx

Pengurang:

Pendapatan periode berjalan yang kas atau setara kasnya belum diterima:

Pendapatan margin murabahah (xxx)

Pendapatan istishna‘ (xxx)

Hak bagi hasil:

Pembiayaan mudharabah (xxx)

Pembiayaan musyarakah (xxx)

Pendapatan sewa (xxx)

Jumlah pengurang (xxx)

Penambah:

Pendapatan periode sebelumnya yang kas diterima periode berjalan:

Penerimaan pelunasan piutang:

Margin murabahah xxx

Istishna‘ xxx

Pendapatan sewa xxx

Penerimaan piutang bagi hasil:

Pembiayaan mudharabah xxx

Pembiayaan musyarakah xxx

Jumlah penambah xxx Pendapatan yang tersedia untuk bagi hasil xxx

Bagi hasil yang menjadi hak bank syariah xxx

Bagi hasil yang menjadi hak pemilik dana xxx

Dirinci atas:

Hak pemilik dana atas bagi hasil yang sudah didistribusikan xxx

Hak pemilik dana atas bagi hasil yang belum didistribusikan xxx

Berikut ini diberikan contoh penyusunan Laporan Rekonsiliasi Pendapatan dan Bagi

Hasil untuk tahun 2007, PT Bank Syariah Risalah Ummat Sejahtera

Page 143: BUKU-1 dan Buku II untuk dicetak.pdf.pdf

Memahami Akuntansi Syariah di Indonesia Juni 2010

Copyright©2009 dilindungi oleh Undang-Undang www. ebookakuntansisyariah.com Page 143

Pendapatan usaha utama (akrual) menurut laporan laba rugi Rp 500 milyar,-

Saldo piutang awal dan akhir tahun 2007: No. Piutang 1 Januari 2007

Rp

31 Desember 2007

Rp

1 Margin murabahah 20 milyar 10 milyar

2 Margin salam 15 milyar 8 milyar

3 Margin istishna‟ 10 milyar 5 milyar

4 Pendapatan sewa 15 milyar 10 milyar

5 Bagi hasil pembiayaan mudharabah 10 milyar 5 milyar

6 Bagi hasil pembiayaan musyarakah 8 milyar 6 milyar

Tambahan Piutang Pendapatan tahun berjalan : Rp

Margin murabahah 5 milyar

Margin salam 4 milyar

Margin istishna‟ 3 milyar

Pendapatan sewa 6 milyar

Bagi hasil pembiayaan mudharabah 7 milyar

Bagi hasil pembiayaan musyarakah 5 milyar

Berikut ini Laporan Rekonsiliasi Pendapatan dan Bagi Hasil berdasarkan data di atas:

PT Bank Syariah ‖Risalah Ummat Sejahtera‖

Laporan Rekonsiliasi Pendapatan dan Bagi Hasil

Periode yang berakhir pada 31 Desember 2007(dalam milyar rupiah)

Pendapatan Usaha Utama (akrual) 500

Pengurang:

Pendapatan periode berjalan yang kas atau setara kasnya belum diterima:

Pendapatan margin murabahah (5)

Pendapatan margin salam (4)

Pendapatan istishna‘ (3)

Hak bagi hasil:

Pembiayaan mudharabah (5)

Pembiayaan musyarakah (5)

Pendapatan sewa (6)

Jumlah pengurang (28)

Penambah:

Pendapatan periode sebelumnya yang kasnya diterima periode berjalan:

Penerimaan pelunasan piutang:

Margin murabahah 15

Margin salam 11

Istishna‟ 8

Pendapatan sewa 11

Penerimaan piutang bagi hasil:

Pembiayaan mudharabah 10

Pembiayaan musyarakah 7

Jumlah penambah 62

Page 144: BUKU-1 dan Buku II untuk dicetak.pdf.pdf

Memahami Akuntansi Syariah di Indonesia Juni 2010

Copyright©2009 dilindungi oleh Undang-Undang www. ebookakuntansisyariah.com Page 144

Pendapatan yang tersedia untuk bagi hasil 534

Bagi hasil yang menjadi hak bank syariah (misal) 300

Bagi hasil yang menjadi hak pemilik dana 234

Dirinci atas:(misal)

Hak pemilik dana atas bagi hasil yang sudah didistribusikan 134

Hak pemilik dana atas bagi hasil yang belum didistribusikan 100

SOAL-SOAL

1. Jelaskan jenis-jenis laporan keuangan bank syariah menurut PSAK 101!

2. Jelaskan perbedaan unsur neraca bank syariah dengan bank konvensional atau

entitas lainnya yang non syariah!

3. Apakah terdapat perbedaan laporan laba rugi bank syariah dengan laporan

laba rugi bank konvensional? Jelaskan jawaban saudara!

4. Apakah terdapat perbedaan laporan ekuitas bank syariah dengan laporan

ekuitas bank konvensional? Jelaskan jawaban saudara!

5. Apakah terdapat perbedaan laporan arus kas bank syariah dengan laporan

ekuitas bank konvensional? Jelaskan jawaban saudara!

6. Suatu bank syariah menerima deposito dari nasabah. Bagaimanakah perlakuan

akuntansinya? Di manakah deposito tersebut dilaporkan di laporan keuangan

bank syariah?

7. Bank syariah belum menerima bagi hasil pembiayaan mudharabah dan

musyarakah pada akhir tahun karena laporan perhitungan bagi hasil mitra

baru selesai 15 Januari tahun berikutnya. Bagaimanakah menyajikan peristiwa

tersebut di Laporan keuangan?

8. Tentang bagi hasil yang dibagikan bank syariah, ada yang berpendapat bahwa

bagi hasil tersebut adalah ―bukan beban bagi hasil‖ tetapi distribusi hasil

seperti dalam laporan nilai tambah. Apakah saudara setuju dengan pendapat

tersebut? Jelaskan!

9. Jelaskan metode pengukuran aset yang direkomendasikan oleh PSAK No.

101, 2007!

10. Ada yang berpendapat bahwa Dana Syirkah Temporer itu tidak berbeda

dengan Utang Kepada Nasabah bank, yaitu Utang Deposito dan Tabungan di

Page 145: BUKU-1 dan Buku II untuk dicetak.pdf.pdf

Memahami Akuntansi Syariah di Indonesia Juni 2010

Copyright©2009 dilindungi oleh Undang-Undang www. ebookakuntansisyariah.com Page 145

bank konvensional. Apakah saudara setuju dengan pendapat tersebut?

Jelaskan alasan saudara!

11. Berikut ini data yang disajikan oleh Bank Syariah ABC berkenaan dengan

penyusunan Laporan Rekonsiliasi Pendapatan dan Bagi Hasil.

No. Piutang 1 Januari 2007

Rp

31 Desember 2007

Rp

1 Margin murabahah 10 milyar 20 milyar

2 Margin salam 8 milyar 15 milyar

3 Margin istishna‟ 5 milyar 10 milyar

4 Pendapatan sewa 10 milyar 15 milyar

5 Bagi hasil pembiayaan mudharabah 5 milyar 10 milyar

6 Bagi hasil pembiayaan musyarakah 6 milyar 8milyar

Tambahan Piutang Pendapatan tahun berjalan : (dalam Rp) Margin murabahah 30 milyar

Margin salam 24 milyar

Margin istishna‟ 13 milyar

Pendapatan sewa 1 6 milyar

Bagi hasil pembiayaan mudharabah 17 milyar

Bagi hasil pembiayaan musyarakah 15 milyar

Diminta: Susunlah Laporan Rekonsiliasi Pendapatan dan Bagi Hasil Bank Syariah

ABC untuk periode yang berakhir 31 Desember 2007, apabila Pendapatan Utama

menurut Accrual Basis adalah Rp 200 milyar,-!

===alhamdulillaahirabbil „alamiin=====

Page 146: BUKU-1 dan Buku II untuk dicetak.pdf.pdf

Memahami Akuntansi Syariah di Indonesia Juni 2010

Copyright©2009 dilindungi oleh Undang-Undang www. ebookakuntansisyariah.com Page 146

BAB VI

AKUNTANSI MURABAHAH

Pengakuan , Pengukuran, dan Penyajian Piutang - Hutang Murabahah

Seperti telah dibahas pada bab sebelumnya, murabahah adalah transaksi

penjualan barang dengan menyatakan harga perolehan dan keuntungan (margin) yang

disepakati oleh penjual dan pembeli. Dalam murabahah, bank syariah dapat

bertindak sebagai penjual dan juga pembeli. Sebagai penjual apabila bank syariah

menjual barang kepada nasabah, sedangkan sebagai pembeli apabila bank syariah

membeli barang kepada supplier untuk dijual kepada nasabah.

I. AKUNTANSI UNTUK PENJUAL

Pengakuan dan pengukuran murabahah telah diatur oleh PSAK No. 102 (2007),

sebagai berikut.

a). Pada saat perolehan, aset murabahah diakui sebagai persediaan sebesar biaya

perolehan.

Dalam transaksi ini entitas syariah akan mencatat, yakni sebagai berikut.

Tgl Persediaan murabahah Rp. xx -

Kas/ rekening supplier - Rp.xx

b). Pengukuran Persediaan murabahah setelah perolehan, adalah sebagai berikut.

1). Aktiva tersedia untuk dijual dalam murabahah pesanan mengikat

(a) dinilai sebesar biaya perolehan, dan

(b) jika terjadi penurunan nilai aktiva karena usang, rusak, atau kondisi lainnya,

penurunan nilai tersebut diakui sebagai beban dan mengurangi nilai aset.

Dalam hal terjadi penurunan nilai maka akan dicatat, yakni sebagai berikut:

Tgl Beban penurunan nilai Rp. xx

Persediaan murabahah - Rp.xx

Kerugian penurunan dilaporkan di laporan laba rugi sebagai beban lain-lain

dan Persediaan murabahah akan berkurang sebesar nilai kerugian tersebut.

Page 147: BUKU-1 dan Buku II untuk dicetak.pdf.pdf

Memahami Akuntansi Syariah di Indonesia Juni 2010

Copyright©2009 dilindungi oleh Undang-Undang www. ebookakuntansisyariah.com Page 147

2). Apabila dalam murabahah tanpa pesanan atau murabahah pesanan tidak mengikat

maka :

(a). dinilai berdasarkan biaya perolehan atau nilai bersih yang dapat

direalisasikan, mana yang lebih rendah, dan

(b). jika nilai bersih yang dapat direalisasi lebih rendah dari biaya perolehan maka

selisihnya diakui sebagai kerugian. Dalam hal ini entitas akan mencatat

pengakuan kerugian , yakni sebagai berikut:

Tgl Kerugian penurunan nilai

persediaan murabahah

Rp. xx --

Cadangan penurunan nilai

Persediaan murabahah

- Rp.xx

c). Diskon / Potongan pembelian dari pemasok diakui sebagai: (1) pengurang biaya

perolehan aset murabahah, jika terjadi sebelum akad murabahah; (2) kewajiban

kepada pembeli, jika terjadi setelah akad murabahah dan sesuai akad yang disepakati

menjadi hak pembeli; (3) tambahan keuntungan murabahah, jika terjadi setelah akad

murabahah dan sesuai akad menjadi hak penjual; atau (4) pendapatan operasi lain,

jika terjadi setelah akad murabahah dan tidak diperjanjikan dalam akad.

d). Pada saat akad murabahah, piutang murabahah diakui sebesar biaya perolehan

aset murabahah ditambah keuntungan yang disepakati. Pada akhir periode laporan

keuangan piutang murabahah dinilai sebesar nilai bersih yang dapat direalisasi, yaitu

saldo piutang dikurangi penyisihan kerugian piutang.

e). Keuntungan murabahah diakui:

(1) pada saat terjadinya penyerahan barang jika dilakukan secara tunai atau secara

tangguh yang tidak melebihi satu tahun; atau

Pada waktu akad, bank syariah akan mencatat sebagai berikut:

Tgl Kas/Piutang murabahah Rp.xx --

Persediaan murabahah - Rp.xx

Pendapatan Margin

murabahah

-

Rp. xx

(2) selama periode akad sesuai dengan tingkat risiko dan upaya untuk

merealisasikan keuntungan tersebut untuk transaksi tangguh lebih dari satu tahun.

Page 148: BUKU-1 dan Buku II untuk dicetak.pdf.pdf

Memahami Akuntansi Syariah di Indonesia Juni 2010

Copyright©2009 dilindungi oleh Undang-Undang www. ebookakuntansisyariah.com Page 148

Metode – metode berikut ini digunakan , dan dipilih yang paling sesuai dengan

karakteristik risiko dan upaya transaksi murabahah-nya:

(i) Keuntungan diakui saat penyerahan asset murabahah. Metode ini terapan

untuk murabahah tangguh dimana risiko penagihan kas dari piutang murabahah

dan beban pengelolaan piutang serta penagihannya relative kecil.

Untuk itu, keuntungan akan dicatat dalam jurnal sebagai berikut:

Tgl Piutang murabahah Rp.xx --

Persediaan murabahah - Rp.xx

Pendapatan Margin

murabahah

-

Rp. xx

(ii) Keuntungan diakui proporsional dengan besaran kas yang berhasil ditagih

dari piutang murabahah. Metode ini terapan untuk transaksi murabahah tangguh

dimana risiko piutang tidak tertagih relative besar dan/atau beban untuk

mengelola dan menagih piutang tersebut relative besar juga.

Untuk itu, jurnal yang harus dibuat saat penyerahan asset murabahah dan

pengakuan keuntungan margin murabahah adalah sebagai berikut:

a. pada saat penyerahan asset murabahah:

Tgl Piutang murabahah Rp.xx --

Persediaan murabahah - Rp.xx

Margin murabahah tangguhan - Rp. xx

b. pada saat menerima pelunasan piutang murabahah dan mengakui keuntungan

murabahah secara proporsional dengan kas yang diterimanya:

Tgl K a s

Margin murabahah tangguhan

Piutang murabahah

Pendapatan Margin Murabahah

Rp.xx

Rp.xx

--

--

Rp xx

Rp xx

(iii) Keuntungan diakui saat seluruh piutang murabahah berhasil ditagih.

Metode ini terapan untuk transaksi murabahah tangguh dimana risiko piutang

tidak tertagih dan beban pengelolaan piutang serta penagihannya cukup besar.

Dalam praktek, metode ini jarang dipakai, karena transaksi murabahah

tangguh mungkin tidak terjadi bila tidak ada kepastian yang memadai akan

penagihan kasnya.

Untuk metode ini, jurnal yang harus dibuat adalah sebagai berikut:

Page 149: BUKU-1 dan Buku II untuk dicetak.pdf.pdf

Memahami Akuntansi Syariah di Indonesia Juni 2010

Copyright©2009 dilindungi oleh Undang-Undang www. ebookakuntansisyariah.com Page 149

a. pada saat penyerahan asset murabahah:

Tgl Piutang murabahah Rp.xx --

Persediaan murabahah - Rp.xx

Margin murabahah tangguhan - Rp. xx

b. pada saat menerima pelunasan piutang murabahah secara keseluruhan dan

mengakui keuntungan murabahah :

Tgl K a s

Margin murabahah tangguhan

Piutang murabahah

Pendapatan Margin Murabahah

Rp.xx

Rp.xx

--

--

Rp xx

Rp xx

Pengakuan keuntungan dilakukan secara proporsional atas jumlah piutang yang

berhasil ditagih dengan mengalikan presentase keuntungan terhadap jumlah

piutang yang berhasil ditagih. Persentase keuntungan dihitung dengan

perbandingan antara margin dan biaya perolehan asset murabahah.

Berikut ini contoh perhitungan keuntungan secara proporsional untuk suatu

transaksi murabahah dengan biaya perolehan asset (pokok) Rp 800,00 dan

keuntungan Rp 200,00; serta pembayaran dilakukan secara angsuran selama 3

tahun; dimana jumlah angsuran, pokok dan keuntungan yang diakui setiap tahun

adalah sebagai berikut:

Tahun Angsuran (Rp) Pokok (Rp) Keuntungan (Rp)

1 500,00 400.00 100,00

2 300,00 240,00 60,00

3 200,00 160,00 40,00

Berdasarkan contoh sederhana ini, maka jumlah piutang murabahah adalah Rp

1.000,00, yaitu pokok Rp 800,00 ditambah keuntungan Rp 200,00. Tingkat

keuntungan adalah (Rp 200,00 / Rp 1.000,00 ) x 100% = 20%. Keuntungan yang

diakui adalah proporsional terhadap piutang yang berhasil ditagih. Apabila

piutang yang berhasil diatagih (sebagai angsuran) adalah Rp 500,00, maka

Page 150: BUKU-1 dan Buku II untuk dicetak.pdf.pdf

Memahami Akuntansi Syariah di Indonesia Juni 2010

Copyright©2009 dilindungi oleh Undang-Undang www. ebookakuntansisyariah.com Page 150

keuntungan yang diakui adalah 20% X Rp 500,00 = Rp 100,00. Apabila piutang

yang berhasil diatagih (sebagai angsuran) adalah Rp 300,00, maka keuntungan

yang diakui adalah 20% X Rp 300,00 = Rp 60,00. Dan apabila piutang yang

berhasil diatagih (sebagai angsuran) adalah Rp 200,00, maka keuntungan yang

diakui adalah 20% X Rp 200,00 = Rp 40,00.

Apabila akad murabahah lebih dari satu periode akuntansi maka pada akhir

periode bank syariah akan mengakui penyisihan kerugian piutang, yakni sebagai

berikut:

Tgl Kerugian piutang murabahah Rp. xx

Penyisihan kerugian piutang

murabahah

- Rp.xx

Piutang murabahah akan disajikan di neraca, yakni sebagai berikut:

Piutang murabahah Rp xx

Margin murabahah tangguhan Rp xx (-)

Piutang murabahah bersih Rp xx

Penyisian kerugian piutang murabahah Rp xx (-)

Nilai bersih yang dapat direalisasikan Rp xx

f). Potongan pelunasan piutang murabahah yang diberikan kepada pembeli yang

melunasi secara tepat waktu atau lebih cepat dari waktu yang disepakati diakui

sebagai pengurang keuntungan murabahah.

g). Potongan angsuran murabahah diakuti sebagai berikut:

(a) Jika disebabkan oleh pembeli yang membayar secara tepat waktu, maka

diakui sebagai pengurang keuntungan murabahah. Jurnal yang harus dibuat yakni:

a) pada saat pengakuan keuntungan murabahah :

Tgl Margin murabahah tangguhan Rp. xx --

Pendapatan Margin murabahah - Rp.xx

b) pada saat menerima pelunasan dan mengakui potongan angsuran sebagai

pengurang keuntungan murabahah:

Tgl Kas Rp. xx -

Pendapatan margin murabahah Rp. xx -

Piutang murabahah

- Rp.xx

Page 151: BUKU-1 dan Buku II untuk dicetak.pdf.pdf

Memahami Akuntansi Syariah di Indonesia Juni 2010

Copyright©2009 dilindungi oleh Undang-Undang www. ebookakuntansisyariah.com Page 151

(b) jika disebabkan oleh penurunan kemampuan pembayaran pembeli, maka

diakui sebagai beban.

Untuk kasus potongan pelunasan dini, entitas akan mencatat pengakuan pada saat

penyelesaian dengan jurnal, yakni:

a) pada saat pengakuan keuntungan murabahah:

Tgl Margin murabahah tangguhan

Rp. xx

-

Pendapatan Margin

murabahah

-

Rp.xx

b) pada saat menerima pelunasan:

Tgl. Kas/Rekening nasabah

Beban lain-lain – potongan

angsuran murabahah

Piutang Murabahah

Rp xx

Rp xx

--

--

Rp xx

h). Denda dikenakan apabila pembeli lalai dalam melakukan kewajibannya sesuai

dengan akad, dan denda yang diterima diakui sebagai bagian dana kebajikan (qardhul

hasan). Pada saat diterima denda diakui sebagai bagian dana sosial dan pada saat

menerima denda entitas akan mengakui adanya penambahan sumber dana kebajikan

(al-qardhul hasan).

Jurnal yang dibuat untuk mencatat denda:

Tgl Kas/Rekening pembeli Rp. xx -

Rekening simpanan wadiah- dana kebajikan (qardhul

hasan)

--

Rp xx

i). Uang muka (penulis:Urbun)

Pengakuan dan pengukuran Uang Muka dalah sebagai berikut.

1) Uang muka diakui sebagai uang muka pembelian sebesar jumlah yang

diterima;

Page 152: BUKU-1 dan Buku II untuk dicetak.pdf.pdf

Memahami Akuntansi Syariah di Indonesia Juni 2010

Copyright©2009 dilindungi oleh Undang-Undang www. ebookakuntansisyariah.com Page 152

2) Jika barang jadi dibeli oleh pembeli, maka uang muka diakui sebagai

pembayaran piutang (merupakan bagian pokok);

3) Jika barang batal dibeli oleh pembeli, maka uang muka dikembalikan

kepada pembeli setelah diperhitungkan dengan biaya-biaya yang telah

dikeluarkan oleh penjual.

Atas uang muka tersebut di atas, penjual akan membuat pencatatan, yakni

a). pada saat menerima uang muka, jurnal yang dibuat:

Tgl Kas/rekening pembeli Rp. xx -

Kewajiban lain-uang muka

murabahah

-

Rp.xx

b). pada saat barang dibeli oleh pembeli, jurnal yang dibuat:

Tgl Piutang murabahah Rp. xx -

Margin murabahah tangguhan - Rp.xx

Persediaan murabahah - Rp. Xx

Tgl Kewajiban lain-uang muka

murabahah (urbun)

Rp. xx -

Piutang murabahah - Rp.xx

c) jika pembeli batal membeli barang maka penjual akan mencatat pengembalian

uang muka setelah dipotong biaya administrasi:

Tgl Kewajiban Lain-Uang muka

murabahah (urbun)

Rp. xx -

Pendapatan lain-lain - Rp.xx

Kas/ rekening pembeli - Rp. xx

Uang Muka murabahah di akui sebagai bagian dari kewajiban/utang di neraca,

apabila sudah terjadi akad murabahah maka utang tersebut akan menjadi nol dan

piutang murabahah akan dikurangi sebesar uang muka tersebut.

1. 2 Aplikasi Transaksi Berdasarkan Prinsip Jual-Beli (Murabahah)

Murabahah adalah transaksi penjualan barang dengan menyatakan harga

perolehan dan keuntungan yang disepakati oleh penjual dan pembeli. Penjual harus

memberitahu harga produk yang dibeli dan menentukan suatu tingkat keuntungan

sebagai tambahannya.

Page 153: BUKU-1 dan Buku II untuk dicetak.pdf.pdf

Memahami Akuntansi Syariah di Indonesia Juni 2010

Copyright©2009 dilindungi oleh Undang-Undang www. ebookakuntansisyariah.com Page 153

Murabahah bisa dilakukan oleh perusahaan trading yang melakukan aktivitas

bisnisnya dengan cara membeli barang, kemudian menjual kembali tanpa melakukan

perubahan barang tersebut. Bank syariah dapat mengadopsi transaksi ini, kaitannya

dengan kebutuhan nasabah untuk memiliki barang tertentu, tetapi tidak cukup

memiliki dana, sehingga bank syariah bisa memenuhi kebutuhan nasabah dengan

skim Bai‟ al-murabahah. Mekanisme transaksi ini, bank syariah melakukan akad

dengan nasabah kemudian bank syariah membeli barang yang dibutuhkan oleh nasabah

kepada supplier secara tunai, setelah itu bank syariah menjual kepada nasabah dengan

pembayaran angsuran.

1.3 Cara Penentuan Angsuran dalam Bai‟ Al-murabahah

Dalam bai‟ al-murabahah, syariah memperbolehkan bank untuk mengambil

keuntungan/laba atas transaksi tersebut. Dalam menentukan keuntungan ada beberapa

cara, yakni sebagai berikut.(Wiyono, 2006).

a). Bank menentukan keuntungan dari jumlah dana yang dipinjam oleh nasabah

untuk membeli barang ke bank tersebut sebesar yang disepekati ke dua belah pihak,

misalnya 20% dari pokok pinjaman. Apabila yang ditambahkan adalah 2 x

keuntungan per tahun (20%) maka hasilnya sama dengan 40%. Cara seperti ini

memepunyai kelemahan, kalau dibayar lebih dari satu tahun maka keuntungannya

ditambah sebesar keuntungan satu tahun dikalikan dengan jumlah tahun, hal ini

seolah-olah sebagai ―tambahan karena meminjami‖ yang ditentukan di muka,

sehingga mengarah kepada riba. Seandainya hal ini dengan alasan untuk

menstabilkan ―daya beli‖ uang yang dipinjamkan bank mestinya presentase yang

ditambahkan adalah sebesar estimasi ―inflasi‖ yang akan datang atau dikurangi

sebesar estimasi deflasi seandainya terjadi.

Rumus harga jual (cara pertama):

harga jual = harga pokok aktiva murabahah (jumlah pembiayaan) + ( markup

atau laba x n tahun)

Page 154: BUKU-1 dan Buku II untuk dicetak.pdf.pdf

Memahami Akuntansi Syariah di Indonesia Juni 2010

Copyright©2009 dilindungi oleh Undang-Undang www. ebookakuntansisyariah.com Page 154

b). Atas dasar dana yang dipinjam oleh nasabah, bank syariah menerapkan

keuntungan transaksi misal 20%, kemudian kalau dibayar satu atau dua tahun maka

untuk menstabilkan daya beli uang tersebut bank syariah dapat menambahkan

sejumlah 2x inflasi dua tahun yang akan datang. Misal, diperkirakan inflasi 5% per

tahun maka faktor stabilizer daya beli untuk dua tahun = 2 X 5 % = 10%. Jadi,

selama 2 tahun nasabah mengangsur pokok pinjaman ditambah keuntungan dan

inflasi, yaitu 10% + 20% = 30%.

Rumus harga jual (cara kedua):

harga jual = harga pokok aktiva murabahah (jumlah pembiayaan) + (inflasi x n

) tahun + markup atau laba sekali

c). Dalam penentuan harga jual bank, bank dapat menerapkan metode penetapan

harga jual berdasarkan cost plus markup. Dengan metode cost plus, harga jual dapat

dihitung dengan rumus, adalah sebagai berikut.

Rumus harga jual (cara ketiga):

harga jual = harga pokok aktiva murabahah(jumlah pembiayaan) + cost

recovary + markup atau laba sekali

Cost recovary adalah bagian dari estimasi biaya operasi bank syariah yang

dibebankan kepada harga pokok aktiva murabahah/pembiayaan.

Rumus perhitungan cost recovary :

cost recovary = (harga pokok aktiva murabahah atau pembiayaan / estimasi

total pembiayaan ) x estimasi biaya operasi 1 tahun

Markup/laba ditentukan sekian persen dari harga pokok aktiva murabahah/

pembiayaan, misalnya 10%. Untuk menghitung margin murabahah maka kita dapat

menghitung dengan rumus:

margin murabahah = (cost recovary + markup ) / harga pokok aktiva

murabahah (pembiayaan)

Page 155: BUKU-1 dan Buku II untuk dicetak.pdf.pdf

Memahami Akuntansi Syariah di Indonesia Juni 2010

Copyright©2009 dilindungi oleh Undang-Undang www. ebookakuntansisyariah.com Page 155

Contoh:

Tuan Karwi berminat untuk memiliki sebuah mobil untuk kepentingan usaha antar

jemput anak sekolah. Mobil tersebut mempunyai harga perolehan ( harga beli + biaya

balik nama dan biaya lain-lain) sebesar Rp 150.000.000,00. Pada saat ini Tuan

Karwi hanya memiliki dana Rp 50.000.000,00 untuk mengatasi kekurangan dana

tersebut Tuan Karwi menghubungi bank syariah untuk mendapatkan pemecahan

masalah akibat kekurangan dana tersebut, bank syariah menawarkan solusi dengan

akad bai‟ al-murabahah, yakni,

1). Cara pertama, bank syariah menetapkan dengan tingkat laba atas penjualan yang

disepakati sebesar 10%, apabila dibayar dalam jangka dua tahun maka bank syariah

akan menambahkan keuntungan lagi sebesar 10%, sehingga margin selama dua

tahun = 20 %.

2). Cara kedua, bank syariah menetapkan keuntungan tahun pertama 10% dan

faktor stabilizer nilai beli uang yang dipinjamkan untuk 2 tahun sebesar 2 x inflasi

Indonesia (misal 5% x 2 tahun = 10%), sehingga margin selama dua tahun = 10% +

10% = 20 %.

3). Cara ketiga, bank syariah memperkirakan biaya operasi Rp200.000.000,00

dalam 1 tahun, perkiraan jumlah pembiayaan Rp5.000.000.000,00 dan markup yang

ditentukan (hanya sekali saja) 10% dari pembiayaan murabahah.

Berapa besar angsuran yang harus dibayar oleh Tuan Karwi setiap bulannya ?

Jawab

Berikut ini perhitungan angsuran per bulan oleh bank syariah:

Cara pertama

Harga Pokok Mobil Rp150.000.000,00

Dibayar nasabah (uang.muka) Rp 50.000.000,00

Dibayar oleh Bank Rp 100.000.000,00

Margin Laba Bank = 2X10% x Rp100.000.000,00 = Rp20.000.000,00

Harga Jual Bank = Rp100.000.000,00 + Rp20.000.000,00 = Rp120.000.000,00

Perhitungan Angsuran:

Harga Pokok =Rp150.000.000,00

Margin Murabahah =Rp 20.000.000,00

Harga jual Bank = Rp170.000.000,00

Pembayaran pertama = Rp 50.000.000,00

Sisa angsuran = Rp120.000.000,00

Page 156: BUKU-1 dan Buku II untuk dicetak.pdf.pdf

Memahami Akuntansi Syariah di Indonesia Juni 2010

Copyright©2009 dilindungi oleh Undang-Undang www. ebookakuntansisyariah.com Page 156

Angsuran perbulan = Rp120.000.000,00 / 24 bulan = Rp5.000.000,00 per bulan

Cara kedua

Harga Pokok Mobil Rp150.000.000,00

Dibayar nasabah (uang.muka) Rp 50.000.000,00

Dibayar oleh Bank Rp 100.000.000,00

Margin Laba Bank = 10% x Rp100.000.000,00 = Rp10.000.000,00

Stabiliser daya beli = 2 tahun x 5% x Rp100.000.000,00 = Rp10.000.000,00

Margin laba + Stabiliser daya beli = Rp20.000.000,00

Perhitungan Angsuran:

Harga Pokok =Rp150.000.000,00

Laba dan Inflasi =Rp 20.000.000,00

Harga jual Bank = Rp170.000.000,00

Pembayaran pertama = Rp 50.000.000,00

Sisa angsuran = Rp120.000.000,00

Angsuran perbulan = Rp120.000.000,00 / 24 bulan = Rp5.000.000,00 per bulan

Cara ketiga

Hitung dulu cost recovery:

cost recovary = (pembiayaan murabahah / estimasi total pembiayaan ) x estimasi

biaya operasi

=(Rp100.000.000,00 / Rp5.000.000.000,00) X Rp200.000.000,00 = Rp4.000.000,00

Hitung markup = 10% X pembiayaan (Rp100.000.000,00) = Rp10.000.000,00

Harga jual bank = pembiayaan + cost recovary + markup

= Rp100.000.000,00 + (2 X cost recovary Rp4.000.000,00 =Rp8.000.000,00) +

Rp10.000.000,00 = Rp118.000.000,00

Angsuran per bulan = Rp118.000.000,00 / 24 = Rp 4.9166.667,-

Total harga jual aktiva murabahah = Rp150.000.000,00 + Rp18.000.000,00 =

Rp168.000.000,00

Perhitungan dan Perlakuan Akuntansi menurut PSAK No. 102 (2007)

Pada tanggal 2 Januari 2007, bank syariah membeli mobil dari supplier secara tunai

Rp150.000.000,00 jurnalnya yaitu sebagai berikut.

2 Januari 2006

Dr: Persediaan murabahah Rp150.000.000,00 -

Cr: Kas / rekening suplier……………-- Rp150.000.000,00

Dengan transaksi ini maka asset bank syariah akan bertambah Rp150.000.000,00

pada persediaan barang dagangan, tetapi disisi lain asset kas bank syariah akan

berkurang juga Rp150.000.000,00 atau utang bank kepada suplier bertambah.

Page 157: BUKU-1 dan Buku II untuk dicetak.pdf.pdf

Memahami Akuntansi Syariah di Indonesia Juni 2010

Copyright©2009 dilindungi oleh Undang-Undang www. ebookakuntansisyariah.com Page 157

3 Januari 2006

Penyerahan barang mobil kepada Tn Karwi, dengan harga jual Rp170.000.000,00

seperti perhitungan di atas (cara pertama) maka jurnalnya adalah sebagai berikut.

Dr: Piutang murabahah Tn Karwi …………….Rp170.000.000,00 -

Cr : Persediaan a murababah…… - Rp150.000.000,00

Cr: Margin murabahah tangguhan …………… - Rp 20.000.000,00

Dengan penyerahan mobil kepada Tn Karwi maka asset mobil berpindah ke Tn

Karwi sebesar harga perolehan mobil, kemudian bank syariah mengakui adanya

piutang murabahah kepada Tn Karwi dan juga mengakui adanya keuntungan

murabahah yang ditangguhkan sebesar Rp20.000.000,00 untuk jangka waktu 2

tahun.

Pencatatan uang muka dari Tuan Karwi jurnalnya:

Dr. Kas/rekening Tuan Karwi Rp50.000.000,00 ---

Cr. Kewajiban lain-uang muka Murabahah - Rp50.000.000,00

Pada saat barang Murabahah jadi dibeli Tuan Karwi jurnalnya:

Dr. Kewajiban lain-uang muka Murabahah (urbun)Rp 50.000.000,00 -

Cr. Piutang Murabahah – Tuan Karwi - Rp50.000.000,00

Pengakuan:

31 Desember 2007

Pengakuan keuntungan murabahah yang performing dengan kategori kolektibilitas

lancar (risiko rendah) per 1 (satu) tahun secara proporsional dengan kas yang diterima

dari pelunasan piutang murabahah:

12/24 x Rp20.000.000,00 = Rp10.000.000,00 waktunya dari 1 Januari s.d 31

Desember 2007 = 12 bulan.

Penerimaaan angsuran Januari - 31 Desember 2007

Total pembayaran angsuran selama 1 tahun (Rp5.000.000,00 per bulan x 12 bulan =

Rp 60.000.000,00) jurnalnya:

Apabila Tn Ali membayar angsuran setiap bulan maka jurnalnya:

Dr : Kas / rekening Tuan Karwi ………………… Rp5.000.000,00 -

Cr : Piutang murababah- Tn Karwi …………… - Rp5.000.000,00

Page 158: BUKU-1 dan Buku II untuk dicetak.pdf.pdf

Memahami Akuntansi Syariah di Indonesia Juni 2010

Copyright©2009 dilindungi oleh Undang-Undang www. ebookakuntansisyariah.com Page 158

Dr: Margin murabahah Tangguhan … Rp 833.333,00 -

Cr: Pendapatan Margin Murabahah …………………. - Rp 833.333,00

( Rp20.000.000,00 : 24 = Rp 833.333,00)

Penyajian:

Pada akhir tahun bank syariah akan membuat laporan keuangan, yaitu laporan

laba rugi dan neraca.

a. Laporan laba rugi

Pada laporan keuangan ini, bank syariah akan mengkui pendapatan yang

berasal dari ―pendapatan margin murabahah‖ sebesar Rp10.000.000,00, yaitu

keuntungan selama 1 tahun pertama (th. 2007).

b. Neraca

Di neraca bank syariah akan melaporkan asetnya:

1. Piutang murabahah sebesar Rp60.000.000,00, berasal dari (Rp

170.000.000,00 - Rp50.000.000,00(uang muka)–

Rp60.000.000,00(angsuran 1 tahun).

Keterangan

Rp50.000.000,00 adalah pembayaran pertama Tn Karwi (uang muka) dan

Rp60.000.000,00 adalah pembayaran selama 1 tahun.

2. Sedangkan kas bank syariah akan = (Rp150.000.000,00 harga pokok

aktiva) +Rp50.000.000,00(uang muka)+Rp60.000.000,00(angsuran) =

(Rp40.000.000,00).

c. Margin murabahah tangguhan

Margin murabahah ditangguhkan akan bersaldo = Rp20.000.000,00–

Rp10.000.000,00 (yang telah diakui tahun 2006) = Rp10.000.000,00; rekening ini

disajikan sebagai pos lawan piutang murabahah.

d. Laba ditahan (SALDO LABA)

Laba yang ditahan (saldo laba) akan bertambah sebesar keuntungan yang diakui

tahun 2006 sebagai pendapatan margin murabahah sebesar Rp10.000.000,00

Page 159: BUKU-1 dan Buku II untuk dicetak.pdf.pdf

Memahami Akuntansi Syariah di Indonesia Juni 2010

Copyright©2009 dilindungi oleh Undang-Undang www. ebookakuntansisyariah.com Page 159

Berikut ini persamaan akuntansinya menjadi:

AKTIVA = KEWAJIBAN + EKUITAS

1. Kas = - 150.000.000,00

+ 50.000.000,00

+ 60.000.000,00

40.000.000,00

2.Piutang

Murabahah + 170.000.000,00

- 50.000.000,00

- 60.000.000,00

60.000.000,00

2. Margin murabahah

tangguhan

- Rp20.000.000,00

+ Rp10.000.000,00

- Rp10.000.000,00

3. Pendapatan margin

murabahah

(laba ditahan)

Total = Rp10.000.000,00

+50.000.000

-

-

-50.000.000

-

-

0

-

-

Rp10.000.000,00

Rp10.000.000,00

II. AKUNTANSI UNTUK PEMBELI AKHIR

Akuntansi untuk pembeli akhir dalam transaksi murabahah telah diatur oleh PSAK

102 (2007) , paragraph 31-36, selengkapnya sebagai berikut.

1) Hutang yang timbul dari transaksi murabahah tangguh diakui sebagai hutang

murabahah sebesar harga beli yang disepakati (jumlah yang wajib

dibayarkan).

2) Asset yang diperoleh melalui transaksi murabahah diakui sebesar biaya

perolehan murabahah tunai. Selisih antara harga beli yang disepakati dengan

biaya perolehan tunai diakui sebagai beban murabahah tangguhan. Jurnal

standar yang harus dibuat adalah seperti berikut ini.

Tgl Aset murabahah Rp. xx --

Beban murabahah tangguhan Rp xx --

Hutuang Murabahah - Rp. xx

Page 160: BUKU-1 dan Buku II untuk dicetak.pdf.pdf

Memahami Akuntansi Syariah di Indonesia Juni 2010

Copyright©2009 dilindungi oleh Undang-Undang www. ebookakuntansisyariah.com Page 160

3) Beban murabahah tangguhan diamortisasi secara proporsional dengan porsi

hutang murabahah. Jurnal standar yang harus dibuat adalah seperti berikut.

Beban Murabahah Rp xx

Tgl. Beban Murabahah Tangguhan Rp xx

4) Diskon pembelian yang diterima setelah akad murabahah, potongan pelunasan

dan potongan hutang murabahah diakui sebagai pengurang beban murabahah

tangguhan. Jurnalnya adalah sebagai berikut:

Tgl Hutang murabahah Rp. xx --

Beban murabahah tangguhan Rp xx --

Kas - Rp. xx

5) Denda yang dikenakan akibat kelalaian dalam melakukan kewajiban sesuai

dengan akad diakui sebagai kerugian. Jurnal yang harus dibuat adalah sebagai

berikut:

Tgl Kerugian denda murabahah Rp. xx --

K a s Rp xx

6) Potongan uang muka akibat pembeli akhir batal membeli barang diakui

sebagai kerugian. Jurnal yang harus dibuat oleh pembeli akhir adalah sebagai

berikut:

Tgl Kerugian uang muka -

murabahah

K a s

Rp. xx

Rp xx

--

Uang muka murabahah Rp xx

Ilustrasi:

Ilustrasi diambil dari data Tn Karwi yang mengajukan pembiayaan untuk

membeli sebuah mobil pada ilustrasi akuntansi bagi penjual di bagian

terdahulu.

Tuan Karwi berminat untuk memiliki sebuah mobil untuk kepentingan usaha antar

jemput anak sekolah. Mobil tersebut mempunyai harga perolehan ( harga beli + biaya

Page 161: BUKU-1 dan Buku II untuk dicetak.pdf.pdf

Memahami Akuntansi Syariah di Indonesia Juni 2010

Copyright©2009 dilindungi oleh Undang-Undang www. ebookakuntansisyariah.com Page 161

balik nama dan biaya lain-lain) sebesar Rp 150.000.000,00. Pada saat ini Tuan

Karwi hanya memiliki dana Rp 50.000.000,00 untuk mengatasi kekurangan dana

tersebut Tuan Ali menghubungi bank syariah untuk mendapatkan pemecahan

masalah akibat kekurangan dana tersebut, bank syariah menawarkan solusi dengan

akad bai‟ al-murabahah, yakni Cara pertama, bank syariah menetapkan dengan

tingkat laba atas penjualan yang disepakati sebesar 10%, apabila dibayar dalam

jangka dua tahun maka bank syariah akan menambahkan keuntungan lagi sebesar

10%, sehingga margin selama dua tahun = 20 %.

Berikut ini perhitungan angsuran per bulan oleh bank syariah yang harus dibayar oleh

Tuan Karwi

Cara pertama

Harga Pokok Mobil Rp150.000.000,00

Dibayar nasabah (uang.muka) Rp 50.000.000,00

Dibayar oleh Bank Rp 100.000.000,00

Margin Laba Bank = 2X10% x Rp100.000.000,00 = Rp20.000.000,00

Harga Jual Bank = Rp100.000.000,00 + Rp20.000.000,00 = Rp120.000.000,00

Perhitungan Angsuran:

Harga Pokok =Rp150.000.000,00

Margin Murabahah =Rp 20.000.000,00

Harga jual Bank = Rp170.000.000,00

Pembayaran pertama = Rp 50.000.000,00

Sisa angsuran = Rp120.000.000,00

Angsuran perbulan = Rp120.000.000,00 / 24 bulan = Rp5.000.000,00 per bulan

Atas dasar data di atas, Tn. Karwi, sebagai pembeli akhir akan membuat pencatatan

sebagai berikut:

1) Hutang yang timbul dari transaksi murabahah tangguh diakui sebagai hutang

murabahah sebesar harga beli yang disepakati (jumlah yang wajib

dibayarkan).

2) Asset yang diperoleh melalui transaksi murabahah diakui sebesar biaya

perolehan murabahah tunai. Selisih antara harga beli yang disepakati dengan

biaya perolehan tunai diakui sebagai beban murabahah tangguhan.

Berikut ini jurnal yang akan dibuat oleh pembeli akhir:

Tgl Asset murabahah Rp. 150 juta --

Beban murabahah tangguhan Rp 20 juta --

Hutang murabahah - Rp. 170 juta

Page 162: BUKU-1 dan Buku II untuk dicetak.pdf.pdf

Memahami Akuntansi Syariah di Indonesia Juni 2010

Copyright©2009 dilindungi oleh Undang-Undang www. ebookakuntansisyariah.com Page 162

Uang muka yang dibayarkan oleh tn. Karwi i sebesar Rp 50 juta,- akan

dicatat oleh Tn. Karwi (pembeli akhir) sebagai berikut:

Tgl Uang muka murabahah Rp. 50 juta --

K a s -- Rp 50 juta,-

3) Beban murabahah tangguhan diamortisasi secara proporsional dengan porsi

hutang murabahah.

Pada setiap bulan Tn. Karwi mengangsur, maka akan dicatat dalam jurnalnya,

termasuk amortisasi Beban murabahah tangguhan menjadi beban murabahah

sebagai berikut:

Tgl Hutang murabahah Rp. 5 juta --

Beban murabahah Rp 833.33 --

Beban murabahah tangguhan

K a s

--

--

Rp 833.333

Rp. 5 juta,-

III. PENYAJIAN

PSAK 102 (2007), paragraph 37-39, telah mengatur penyajian murabahah dalam

laporan keuangan sebagai berikut:

1) Piutang murabahah disajikan sebesar nilai bersih yang dapat direalisasikan,

yaitu saldo piutang murabahah dikurangi penyisihan kerugian piutang.

(penyajiannya telah dijelaskan pada bagian I akuntansi untuk penjual).

2) Margin murabahah tangguhan disajikan sebagai pengurang (contra account)

piutang murabahah. (hal ini dapat diilustrasikan berikut ini:)

Page 163: BUKU-1 dan Buku II untuk dicetak.pdf.pdf

Memahami Akuntansi Syariah di Indonesia Juni 2010

Copyright©2009 dilindungi oleh Undang-Undang www. ebookakuntansisyariah.com Page 163

Bank Syariah PT XYZ (sebagai Penjual)

Neraca

Per 31 Desember 2008

======================================================

Piutang Murabahah Rp xxx

Margin murabahah tangguhan ( Rp xxx )

Piutang murabahah bersih Rp xxx

3) Beban murabahah tangguhan disajikan sebagai pengurang (contra account)

hutang murabahah. Berikut ini ilustrasinya:

PT XYZ (sebagai Pembeli akhir)

Neraca

Per 31 Desember 2008

=====================================================

Hutang Murabahah Rp xxx

Beban murabahah tangguhan (Rp xxx )

Hutang murabahah bersih Rp xxx

IV. PENGUNGKAPAN

PSAK 102 (2007) paragraph 40 dan 41, telah mengatur tentang pengungkapan

transaksi murabahah, sebagai berikut:

1) Penjual mengungkapkan hal-hal yang terkait dengan transaksi murabahah,

tetapi tidak terbatas pada:

(a) harga perolehan asset murabahah;

(b) janji pemesanan dalam murabahah berdasarkan pesanan sebagai

kewajiban atau bukan;

(c) pengungkapan yang diperlukan sesuai PSAK 101: Penyajian Laporan

Keuangan Syariah.

Page 164: BUKU-1 dan Buku II untuk dicetak.pdf.pdf

Memahami Akuntansi Syariah di Indonesia Juni 2010

Copyright©2009 dilindungi oleh Undang-Undang www. ebookakuntansisyariah.com Page 164

2) Pembeli mengungkapkan hal-hal yang terkait dengan transaksi murabahah,

tetapi tidak terbatas pada:

(a) nilai tunai asset yang diperoleh dari transaksi murabahah;

(b) jangka waktu murabahah tangguh;

(c) pengungkapan yang diperlukan sesuai PSAK 101: Penyajian Laporan

Keuangan Syariah.

===========================================================

SOAL-SOAL

1. Jelaskan penyaluran dana menurut prinsip murabahah!

2. Jelaskan perbedaan murabahah, as-salam, dan al-istishna dalam penyaluran dana

bank syariah!

3. Dalam penentuan harga jual produk murabahah, terdapat tiga cara. Jelaskan 3

cara tersebut sehingga jelas perbedaannya!

4. Berikan contoh penentuan harga jual produk murabahah menurut masing-masing

cara seperti point 3 di atas!

5. Dari tiga cara penentuan harga dan margin seperti pada point 3, jelaskan cara

manakah yang paling mendekati ketentuan syariah/fiqihnya?

SOAL KASUS

6. Tuan Rafi mengajukan pembiayaan untuk mendapatkan/membeli mobil Kijang

Innova. Tuan Rafi memiliki uang untuk DP sebesar Rp50.000.000,00. Akad

ditandatangi tanggal 1 Agustus 2007. Pada tanggal 5 Agustus 2007 bank

syariah risalah ummat membelikan mobil yang dibutuhkan Tuan Rafi dengan

total cost Rp 150.000.000,00. Mobil diserahkan kepada Tuan Rafi tanggal 7

Agustus 2007. Tuan Rafi mengangsur selama 36 bulan ( 3 tahun ) sesuai

dengan perhitungan dari bank syariah.

Page 165: BUKU-1 dan Buku II untuk dicetak.pdf.pdf

Memahami Akuntansi Syariah di Indonesia Juni 2010

Copyright©2009 dilindungi oleh Undang-Undang www. ebookakuntansisyariah.com Page 165

Pertanyaan

a. Apabila bank mengenakan margin 10% per tahun, buatlah

perhitungan angsuran per bulan bagi Tuan Rafi!

b. Buatlah jurnal transaksi yang dibutuhkan!(oleh Bank Syariah dan

Tuan Rafi)

c. Buatlah persamaan akuntansinya, yang menggambarkan perubahan

assets, liabilities, dan equity!

7. Dengan menggunakan soal 6 di atas, apabila margin dikenakan hanya sekali,

yaitu 10%, dan bank mengenakan faktor stabilzer harga yaitu sebesar inflasi per

tahun 6 %.

Pertanyaan:

a. Buatlah perhitungan angsuran per bulan bagi Tuan Rafi!

b. Buatlah jurnal transaksi yang dibutuhkan! (oleh Bank Syariah dan

Tuan Rafi)

c. Buatlah persamaan akuntansinya, yang menggambarkan perubahan

assets, liabilities, dan equity!

8. Dengan menggunakan soal 6 di atas, apabila margin dikenakan hanya sekali,

yaitu 10%, dan bank mengestimasikan biaya operasional per tahun

Rp2.000.000.000,00 estimasi pembiayaan yang diberikan adalah

Rp30.000.000.000,00.-

Pertanyaan:

a. buatlah perhitungan angsuran per bulan bagi Tuan Rafi!

b. Buatlah jurnal transaksi yang dibutuhkan! (oleh Bank Syariah dan

Tuan Rafi)

c. Buatlah persamaan akuntansinya, yang menggambarkan perubahan

assets, liabilities, dan equity!

9. Dengan menggunakan data soal no. 6, apabila bank syariah menerapkan

cadangan kerugian piutang tak tertagih sebesar 3%, buatlah ayat jurnal

penyesuaian per 31 Desember 2007. Sajikanlah piutang murabahah di neraca per

31 Desember 2007!

Page 166: BUKU-1 dan Buku II untuk dicetak.pdf.pdf

Memahami Akuntansi Syariah di Indonesia Juni 2010

Copyright©2009 dilindungi oleh Undang-Undang www. ebookakuntansisyariah.com Page 166

10. Sesuai dengan soal no.6, apabila bank syariah menerapkan cash basis dalam

pengakuan, pengukuran, dan penyajiannya.

Pertanyaan:

a. buatlah perhitungan angsuran per bulan bagi Tuan Rafi!

b. Buatlah jurnal transaksi yang dibutuhkan! (oleh Bank Syariah dan

Tuan Rafi)

a. Buatlah persamaan akuntansinya, yang menggambarkan perubahan

assets, liabilities, dan equity!

================================ Alhamdulillaahirabbil „alamiin

Page 167: BUKU-1 dan Buku II untuk dicetak.pdf.pdf

Memahami Akuntansi Syariah di Indonesia Juni 2010

Copyright©2009 dilindungi oleh Undang-Undang www. ebookakuntansisyariah.com Page 167

BAB VII

AKUNTANSI UNTUK AS SALAM

I. KARAKTERISTIK

Seperti telah dijelaskan pada bagian akad bahwa salam adalah akad jual

beli barang pesanan (muslam fiih), dengan penangguhan pengiriman oleh penjual

(muslam ilaihi), dan pelunasannya dilakukan segera oleh pembeli sebelum barang

tersebut diterima sesuai dengan syarat-syarat tertentu. Ketentuan harga barang

pesanan tidak dapat berubah selama jangka waktu akad.

Seperti telah dijelaskan dan diatur dalam PSAK 103 (2007), bahwa entitas dapat

bertindak sebagai pembeli dan atau penjual dalam transaksi salam. Jika entitas

bertindak sebagai penjual kemudian memesan kepada pihak lain untuk

menyediakan barang pesanan dengan cara salam, maka hal ini disebut salam

paralel. Entitas syariah, seperti Bank Syariah, dapat bertindak sebagai pembeli

atau penjual dalam suatu transaksi salam. Jika bank syariah bertindak sebagai

penjual kemudian memesan kepada pihak lain untuk menyediakan barang

pesanan dengan cara salam maka dalam hal ini bank syariah melaksanakan akad

salam paralel.

Ketentuan syariah yang lain terkait dengan akad salam ini diantaranya adalah

bahwa spesifikasi dan harga barang pesanan disepakati oleh pembeli dan penjual

di awal akad. Ketentuan harga barang pesanan tidak dapat berubah selama jangka

waktu akad. Dalam hal bertindak sebagai pembeli, entitas dapat meminta jaminan

kepada penjual untuk menghindari risiko yang merugikan. (paragrap 7, PSAK

103,2007). Lebih lanjut dijelaskan bahwa barang pesanan harus diketahui

karakteristiknya secara umum yang meliputi jenis, spesifikasi teknis, kualitas, dan

kuantitasnya. Barang pesanan harus sesuai dengan karakteristik yang telah

disepakati antara pembeli dan penjual. Jika barang pesanan yang dikirimkan salah

atau cacat, maka penjual harus bertanggungjawab atas kelalaiannya. (paragrap 8,

PSAK 103,2007). Misalnya, bank syariah sebagai pembeli barang beras kepada

petani dengan akad salam (memberi pembiayaan dengan akad salam), kualitas no.

1, dengan harga Rp 6.000,- 5 ton, jumlah total dalam akad =Rp 30.000.000,- yang

akan dikirim petani, misal, tuan Ali setelah 3 bulan. Apabila setelah 3 bulan tuan

Page 168: BUKU-1 dan Buku II untuk dicetak.pdf.pdf

Memahami Akuntansi Syariah di Indonesia Juni 2010

Copyright©2009 dilindungi oleh Undang-Undang www. ebookakuntansisyariah.com Page 168

Ali menyerahkan beras kualitas 2, maka tuan Ali menyerahkan barang tidak

sesuai dengan akad dan bank syariah berhak untuk menolak barang tersebut dan

tuan Ali bertanggungjawab terhadap pengiriman barang kualitas no. 1. Dalam

kondisi ini, maka bank syariah memperlakukan transaksi ini tidak dapat sebagai

penerimaan barang salam dan apabila bank memberikan perpanjangan waktu

pengiriman maka piutang salam tetap dicatat dalam pembukuan bank syariah.

Juga dijelaskan dalam PSAK 103 (2007) bahwa sesungguhnya transaksi salam

dilakukan karena pembeli berniat memberikan modal kerja terlebih dahulu untuk

memungkinkan penjual (produsen) memproduksi barangnya, barang yang dipesan

memiliki spesifikasi khusus, atau pembeli ingin mendapatkan kepastian dari

penjual. Transaksi salam diselesaikan pada saat penjual menyerahkan barang

kepada pembeli. (paragrap 10, PSAK 103,2007).

II. PENGAKUAN DAN PENGUKURAN SALAM

1. AKUNTANSI UNTUK PEMBELI (misal, Bank Syariah sebagai pembeli)

PSAK No. 103 (2007) telah mengatur tentang pengakuan dan pengukuran salam dan

salam pararel untuk pembeli sebagai berikut.

1. Piutang salam diakui pada saat modal usaha salam dibayarkan atau dialihkan

kepada penjual.

2. Modal usaha salam dapat berupa kas dan aset nonkas. Modal usaha salam

dalam bentuk kas diukur sebesar jumlah yang dibayarkan, sedangkan modal

usaha salam dalam bentuk aset nonkas diukur sebesar nilai wajar

(keterangan: nilai yang disepakati antara bank / pembeli dan nasabah /

penjual). Selisih antara nilai wajar dan nilai tercatat modal usaha nonkas yang

diserahkan diakui sebagai keuntungan atau kerugian pada saat penyerahan

modal usaha tersebut. (paragrap 11-12, PSAK 103,2007).

Page 169: BUKU-1 dan Buku II untuk dicetak.pdf.pdf

Memahami Akuntansi Syariah di Indonesia Juni 2010

Copyright©2009 dilindungi oleh Undang-Undang www. ebookakuntansisyariah.com Page 169

Dalam hal pembeli / bank menyerahkan modal salam kepada penjual untuk

membayar pesanan secara tunai, maka bank akan mencatat:

Tgl Piutang salam Rp. xx -

Kas/rekening Penjual - Rp.xx

Bila pembeli / bank menyerahkan modal salam kepada penjual untuk

membayar pesanan dengan aset nonkas dan nilai wajar aset nonkas lebih kecil

dari nilai bukunya maka selisihnya diakui sebagai kerugian; maka bank akan

mencatat:

Tgl Piutang salam Rp. xx -

Kerugian penurunan nilai aset

nonkas

Aset non kas (misal, pupuk)

Rp.xx

-

Rp xx

Sedangkan bila pembeli / bank menyerahkan modal salam kepada penjual

untuk membayar pesanan dengan aset nonkas dan nilai wajar aset nonkas

lebih besar dari nilai bukunya maka selisihnya diakui sebagai keuntungan

pembeli atau bank; dengan demikian bank akan mencatat:

Tgl Piutang salam Rp. xx -

Kuntungan kenaikan nilai aset

nonkas

Aset non kas (misal, pupuk)

-

-

Rp.xx

Rpxx

(1) Penerimaan barang pesanan diakui dan diukur sebagai berikut. (paragrap 13,

PSAK 103,2007).

(a) Jika barang pesanan sesuai dengan akad dinilai sesuai nilai yang disepakati.

Jurnal yang dibuat oleh pembeli / bank adalah sebagai berikut:

Tgl Persediaan barang salam Rp. xx -

Pihutang salam - Rp.xx

(b) Jika barang pesanan berbeda kualitasnya, maka:.

Page 170: BUKU-1 dan Buku II untuk dicetak.pdf.pdf

Memahami Akuntansi Syariah di Indonesia Juni 2010

Copyright©2009 dilindungi oleh Undang-Undang www. ebookakuntansisyariah.com Page 170

(i) Barang pesanan yang diterima diukur sesuai dengan nilai akad, jika nilai

wajar dari barang pesanan yang diterima nilainya sama atau lebih tinggi dari

nilai barang pesanan yang tercantum dalam akad.

(ii) Barang pesanan yang diterima diukur sesuai nilai wajar pada saat

diterima dan selisihnya diakui sebagai kerugian, jika nilai pasar dari barang

pesanan lebih rendah dari nilai barang pesanan yang tercantum dalam akad.

(Penjelasan penulis, ketentuan ini diasumsikan bahwa pembeli berkenan

menerima barang pesanannya walaupun kualitasnya berbeda, baik lebih baik

maupun lebih buruk. Dalam ketentuan salam berlaku juga bahwa spesifikasi

barang dalam akad harus dipenuhi oleh penjual dan bila penjual tidak

memenuhi spesifikasi, seperti kualitas, maka penjual bertanggungjawab atas

kualitas tersebut, artinya, penjual tetap harus menyerahkan barang sesuai

spesifikasi yang telah disepakati dalam akad atau akad bisa dibatalkan atau

akad diperpanjang dan pembeli memberikan waktu untuk menyerahkan

barang pesanan sesuai spesifikasi dalam akad).

Jurnal yang dibuat oleh pembeli adalah sebagai berikut:

Tgl Persediaan barang salam Rp. xx -

Kerugian salam Rp. xx

Pihutang salam - Rp xx

(c) Jika pembeli tidak menerima sebagian atau seluruh barang pesanan pada

tanggal jatuh tempo pengiriman, maka :

(i) Jika tanggal pengiriman diperpanjang, maka nilai tercatat piutang

salam sebesar bagian yang belum dipenuhi sesuai dengan nilai yang

tercantum dalam akad.

Jurnal yang dibuat pada saat menerima sebagian barang salam,

misal, baru 60% dari nilai akad:

Page 171: BUKU-1 dan Buku II untuk dicetak.pdf.pdf

Memahami Akuntansi Syariah di Indonesia Juni 2010

Copyright©2009 dilindungi oleh Undang-Undang www. ebookakuntansisyariah.com Page 171

Tgl Persediaan barang salam Rp. xx -

Pihutang salam Rp xx

Dengan demikian, nilai tercatat Piutang salam adalah sebesar tinggal

40% dari nilai akadnya.

(ii) Jika akad salam dibatalkan sebagian atau seluruhnya maka piutang

salam berubah menjadi piutang yang harus dilunasi oleh penjual

sebesar bagian yang tidak dapat dipenuhi.

Untuk kasus ini, pembeli / bank akan mencatat dalam jurnalnya

sebagai berikut:

Tgl Piutang kepada penjual Rp. xx -

Piutang salam - Rp.xx

(iii) Jika akad salam dibatalkan sebagian atau seluruhnya dan pembeli

mempunyai jaminan atas barang pesanan serta hasil penjualan jaminan

tersebut lebih kecil dari nilai piutang salam, maka selisih antara nilai

tercatat piutang salam dan hasil penjualan jaminan tersebut diakui

sebagai piutang kepada penjual. Sebaliknya, jika hasil penjualan

jaminan tersebut lebih besar dari nilai tercatat piutang salam maka

selisihnya menjadi hak penjual.

Pencatatan yang dibuat pembeli / bank bila nilai penjualan jaminan

lebih kecil dari nilai tercatat piutang salam:

Tgl Kas Rp. xx -

Piutang kepada penjual Rp. xx -

Piutang salam - Rp.xx

Bila nilai penjualan jaminan lebih besar dari pada nilai tercatat piutang

salam maka bank akan mencatat jurnalnya sebagai brikut:

Tgl Kas Rp. xx -

Rekening penjual (supplier) - Rp xx

Piutang salam - Rp.xx

Page 172: BUKU-1 dan Buku II untuk dicetak.pdf.pdf

Memahami Akuntansi Syariah di Indonesia Juni 2010

Copyright©2009 dilindungi oleh Undang-Undang www. ebookakuntansisyariah.com Page 172

Selisih lebih hasil penjualan jaminan yang telah digunakan untuk

melunasi piutang salam diserahkan kepada supplier. Jurnal yang dibuat

adalah sebagai berikut:

Tgl Rekening penjual Rp. xx -

K a s - Rp xx

(2) Pembeli dapat mengenakan denda kepada penjual yang mampu

menunaikan kewajibannya, tetapi tidak memenuhinya dengan sengaja.

Hal ini tidak berlaku bagi penjual yang tidak mampu menunaikan

kewajibannya karena force majeur. Denda yang diterima oleh pembeli

diakui sebagai bagian dari dana kebajikan. (paragrap 14-15, PSAK

103,2007).

Jurnal yang dibuat adalah sebagai berikut:

Tgl K a s Rp. xx -

Rekening wadiah – dana kebajikan - Rp xx

(3) Barang pesanan yang telah diterima diakui sebagai persediaan. Pada akhir

periode pelaporan keuangan, persediaan yang diperoleh melalui transaksi

salam diukur sebesar nilai terendah biaya perolehan atau nilai bersih yang

dapat direalisasi. Apabila nilai bersih yang dapat direalisasikan lebih

rendah dari biaya perolehan maka selisihnya diakui sebagai kerugian.

(paragrap 16, PSAK 103,2007).

Atas kerugian ini, bank akan membuat ayat penyesuaian pada akhir

periode sebagai berikut:

Tgl Kerugian penurunan nilai

persediaan barang salam

Rp. xx

-

Penyisihan penurunan nilai

persediaan barang salam

-

Rp.xx

Kerugian penurunan nilai akan dilaporkan di laporan laba rugi sebagai

beban operasi, sedangkan penyisihan penurunan nilai akan dilaporkan

di neraca pembeli / bank sebagai pengurang persedian barang salam.

Page 173: BUKU-1 dan Buku II untuk dicetak.pdf.pdf

Memahami Akuntansi Syariah di Indonesia Juni 2010

Copyright©2009 dilindungi oleh Undang-Undang www. ebookakuntansisyariah.com Page 173

2. AKUNTANSI UNTUK PENJUAL (penulis:Bank Syariah bisa sebagai

penjual)

PSAK 103 (2007) telah mengatur tentang perlakuan akuntansi salam untuk

penjual, selengkapnya diuraikan berikut ini.

Kewajiban salam diakui pada saat penjual menerima modal usaha salam sebesar

modal usaha salam yang diterima. Modal usaha salam yang diterima dapat berupa

kas dan aset nonkas. Modal usaha salam dalam bentuk kas diukur sebesar jumlah

yang diterima, sedangkan modal usaha salam dalam bentuk aktiva non-kas diukur

sebesar nilai wajar. (nilai yang disepakati antara pembeli dan penjual) (paragrap

17-18, PSAK 103,2007).

Dalam hal ini penjual akan mencatat dalam pembukuannya sebagai berikut:

Tgl Kas/ aset nonkas Rp. xx -

Kewajiban salam - Rp.xx

Kewajiban salam dihentikan pengakuannya (derecognation) pada saat penyerahan

barang kepada pembeli. Jika penjual melakukan transaksi salam pararel, selisih

antara jumlah yang dibayar oleh pembeli akhir dan biaya perolehan barang

pesanan diakui sebagai keuntungan atau kerugian pada saat pengiriman barang

pesanan oleh penjual ke pembeli akhir. (paragrap 19, PSAK 103,2007).

Mekanisme pencatatan dalam pembukuan penjual / bank sebagai penjual adalah

sebagai berikut.

a) Pada saat bank syariah menerima modal salam dari pembeli akhir, bank akan

mencatat dalam jurnalnya sebagai berikut:

Tgl Kas Rp. xx -

Kewajiban salam - Rp.xx

Page 174: BUKU-1 dan Buku II untuk dicetak.pdf.pdf

Memahami Akuntansi Syariah di Indonesia Juni 2010

Copyright©2009 dilindungi oleh Undang-Undang www. ebookakuntansisyariah.com Page 174

b) Pada saat bank memesan barang dan membayarnya kepada penjual:

Tgl Piutang salam Rp. xx -

Kas - Rp.xx

c) Pada saat bank menerima barang pesanan dari supplier:

Tgl Persediaan barang salam Rp. xx -

Pihutang salam - Rp.xx

d) Apabila biaya barang pesanan tidak sama dengan jumlah kas yang dibayarkan

bank kepada supplier maka bank akan mencatat pada saat penyerahan barang

kepada nasabah pembeli sebagai berikut:

Tgl Utang salam Rp. xx -

Persediaan barang salam - Rp.xx

Keuntungan salam Rp xx

Jurnal ini dibuat apabila biaya barang yang dipesan lebih kecil daripada

jumlah yang dibayar nasabah, sedangkan apabila biaya barang lebih besar dari

jumlah yang dibayar nasabah maka bank akan mencatat sebagai berikut:

Tgl Hutang salam Rp. xx -

Kerugian salam Rp. xx -

Persediaan barang salam - Rp.xx

III. PENYAJIAN DALAM LAPORAN KEUANGAN

Bagaimana penjual dan pembeli menyajikan transaksi salam dalam laporan keuangan,

dalam neraca, PSAK 103 (2007) telah mengaturnya berikut ini.

1. Pembeli menyajikan modal usaha salam yang diberikan sebagai piutang

salam.

2. Piutang yang harus dilunasi oleh penjual karena tidak dapat memenuhi

kewajibannya dalam transaksi salam disajikan secara terpisah dari piutang

salam.

3. Penjual menyajikan modal usaha salam yang diterima sebagai kewajiban

salam. (paragrap 20-22, PSAK 103,2007).

Page 175: BUKU-1 dan Buku II untuk dicetak.pdf.pdf

Memahami Akuntansi Syariah di Indonesia Juni 2010

Copyright©2009 dilindungi oleh Undang-Undang www. ebookakuntansisyariah.com Page 175

Berikut ini diberikan gambaran neraca bagi bank syariah yang melaksanakan

akad salam parallel per 31 Desember 2008

Bank Syariah ABC

NERACA

Per 31 Desember 2008

Aktiva (Rp jutaan) Passiva

Kas 200 … …

… … Kewajiban

salam

700

Piutang salam 500

Persediaan

barang salam

200

Penyisihan

penurunan

nilai barang

salam

(20)

Nilai bersih

yang dapat

direalisasikan

180

… …

Keterangan:

1. Piutang salam 500, adalah piutang salam bank syariah kepada penjual

yang barang salamnya belum diterima oleh bank syariah sampai tanggal

neraca disusun.

2. Persediaan barang salam 200, merupakan barang salam yang sudah

diterima oleh bank syariah tetapi belum diserahkan kepada pembeli akhir.

Persediaan barang salam pada akhir tahun dinilai sebesar harga perolehan

atau nilai bersih yang dapat direalisasikan, mana yang lebih rendah

diantara keduanya. Karena ada kerugian penurunan nilai sebesar 20, maka

nilai bersih yang dapat direalisasikan adalah 180.

3. Kewajiban salam 700, merupakan modal usaha salam yang diterima dari

pembeli akhir dalam salam parallel, dimana bank syariah / penjual belum

menyerahkan barang salam kepada pembeli akhir. Dalam contoh di atas,

kewajiban salam 700 terdiri dari kewajiban salam yang terdiri dari akad

salam 500 yang belum diserahkan barangnya dan kewajiban salam 200

yang sudah ada barangnya (di neraca persediaan barang salam 200) tetapi

belum diserahkan ke pembeli akhir.

Page 176: BUKU-1 dan Buku II untuk dicetak.pdf.pdf

Memahami Akuntansi Syariah di Indonesia Juni 2010

Copyright©2009 dilindungi oleh Undang-Undang www. ebookakuntansisyariah.com Page 176

IV. PENGUNGKAPAN

Penjual dan pembeli dalam transaksi salam dianjurkan mengungkapkan oleh PSAK

103 (2007) sebagai berikut:

1. Pembeli dalam transaksi salam mengungkapkan:

(a) Besarnya modal usaha salam, baik yang dibiayai sendiri maupun yang

dibiayai secara bersama-sama dengan pihak lain;

(b) Jenis dan kuantitas barang pesanan; dan

(c) Pengungkapan lain sesuai dengan PSAK 101: Penyajian Laporan

Keuangan Syariah.

2. Penjual dalam transaksi salam mengungkapkan:

(a) Piutang salam kepada produsen (dalam salam parallel) yang mempunyai

hubungan istimewa;

(b) Jenis dan kuantitas barang pesanan; dan

(c) Pengungkapan lain sesuai dengan PSAK 101: Penyajian Laporan

Keuangan Syariah. (paragrap 23-24, PSAK 103,2007).

V. ILUSTRASI TRANSAKSI SALAM PARALEL

Contoh:

Pada tanggal 1 April 2008, seorang petani Bapak Umar datang ke bank syariah untuk

mendapatkan pembiayaan. Dia memiliki sawah 2 hektar yang biasa ditanami padi.

Dia mengajukan dana sebesar Rp10.000.000,00 untuk membiayai persiapan tanam

bibit padi rojolele, pemeliharan, dan sebagainya. Perkiraan, hasil padi dari dua hektar

sawah tadi adalah 6 ton beras sudah digiling kualitas no. 1, bila dijual per kilonya Rp

4.000,00. Dia akan menyerahkan beras setelah 3 bulan kemudian, yaitu setelah

panen. Dalam hal ini bank akan memberikan pendanaan dengan akad as-salam. Akad

Page 177: BUKU-1 dan Buku II untuk dicetak.pdf.pdf

Memahami Akuntansi Syariah di Indonesia Juni 2010

Copyright©2009 dilindungi oleh Undang-Undang www. ebookakuntansisyariah.com Page 177

salam dengan bapak Umar ditandatangani pada 3 April 2008. Setelah itu, pada 4

April 2008 bank syariah membuat akad salam paralel dengan Bulog. Dengan

kesepakatan harga beras yang dijual bank ke Bulog adalah Rp 4.400,- per kg. Bank

syariah menyerahkan modal usaha salam kepada bapak Umar pada 5 April 2008

sebesar Rp 10.000.000,--.

Bagaimana perhitungannya dan pencatatannya? ( oleh Bank Syariah dan Tuan Umar)

Jawab:

Bank akan mendapatkan beras sebanyak = Rp10.000.000,00 / Rp4.000,00 = 2.500 kg.

Beras tersebut dapat dijual kepada pembeli berikutnya, misalnya, Bulog dengan harga

Rp 4.400,00 sehingga total pendapatan dari penjualan beras tersebut adalah = 2.500 X

Rp 4.400,00 = Rp11.000.000,00.- Jadi, keuntungannya adalah = Rp11.000.000,00 -

Rp 10.000.000,00 = Rp 1.000.000,00.-

1. Jurnal yang dibuat oleh bank syariah (akad salam paralel). Bank syariah

sebagai pembeli sekaligus sebagai penjual.

1). Pada 4 April 2008, bank syariah menerima kas dari Bulog:

Tgl

4 April

2008

Kas

Hutang salam

Rp. 11.000.000,-

-

-

Rp 11.000.000

2). Saat bank syariah membayar pembiayaan kepada Petani Bapak Umar (5 April

2008):

Tgl

5 April

2008

Piutang salam

K a s

Rp. 10.000.000,-

-

-

Rp 10.000.000

3). Pada saat bank syariah menerima barang beras Rojolele 2.500 Kg dengan harga

Rp 4.000,00 per kg, total Rp 10.000.000,--(misalkan, pada tanggal 7 Jjuli 2008):

Page 178: BUKU-1 dan Buku II untuk dicetak.pdf.pdf

Memahami Akuntansi Syariah di Indonesia Juni 2010

Copyright©2009 dilindungi oleh Undang-Undang www. ebookakuntansisyariah.com Page 178

Tgl

7 Juli 2008

Persediaan barang

salam

Piutang salam

Rp. 10.000.000,-

-

-

Rp 10.000.000

4). Pada saat penjualan / penyerahan kepada Bulog dengan harga Rp. 4.400 per Kg.

Total penjualan = Rp11. 000.000,00, misalkan, diserahkan pada 7 Juli 2008,

maka jurnalnya adalah sebagai berikut:

Tgl

7 Juli 2008

Utang salam

Persediaan Barang

salam

Keuntungan salam

Rp. 11.000.000,--

-

-

-

Rp 10.000.000,--

Rp. 1.000.000,--

2. Penyajian di laporan keuangan Bank Syariah

a. Laporan laba rugi

Dari transaksi salam tersebut maka laporan laba rugi bank syariah akan

melaporkan keuntungan salam sebesar Rp1. 000.000,00.-

b. Neraca

Dengan selesainya pencatatan transaksi salam maka neraca bank syariah akan

terpengaruh seperti dalam persamaan neraca, sebagai berikut:

AKTIVA = KEWAJIBAN + EKUITAS

1. Kas = - 10 juta

+ 11 juta

2.Piutang

salam + 10 juta

- 10 juta

0

3.Barang dagangan

salam + 10 juta

- 10 juta

0

4.Keuntungan

salam 0

Saldo + 1 juta

= + 11 juta

= 0

= - 11 juta

= 0

+ 0

+ 0

+ 0

+ 1 juta

Page 179: BUKU-1 dan Buku II untuk dicetak.pdf.pdf

Memahami Akuntansi Syariah di Indonesia Juni 2010

Copyright©2009 dilindungi oleh Undang-Undang www. ebookakuntansisyariah.com Page 179

Berdasarkan data persamaan akuntansi di atas maka Kas bank syariah akan

bertambah Rp 1.000.000,-- yang disebabkan oleh adanya Keuntungan salam sebesar

Rp 1.000.000,-. Jadi, aktiva / asset Rp 1.000.000,- = Ekuitas Rp 1.000.000,-. Ekuitas

bertambah Rp 1.000.000,- berasal dari tambahan Keuntungan salam Rp 1.000.000,--.

3. Jurnal yang dibuat oleh Tuan Umar (akad salam paralel). Tuan Umar

sebagai penjual.

1). Pada 5April 2008, Tuan Umar menerima kas dari Bank Syariah.

Tgl

4 April

2008

Kas

Hutang salam

Rp. 10.000.000,-

-

-

Rp 10.000.000

2). Pada saat Tuan Umar menyerahkan barang beras Rojolele 2.500 Kg dengan

harga Rp 4.000,00 per kg, total Rp 10.000.000,--(misalkan, pada tanggal 7 Juli

2008):

Tgl

7 Juli 2008

Utang salam

Persediaan Barang

salam

Keuntungan salam

Rp. 10.000.000,-

-

-

-

-

Rp 9.000.000,--

Rp. 1.000.000,--

Misal, harga pokok Persediaan Barang Salam ( Beras ) = Rp 9.000.000,--

===$$$===

Page 180: BUKU-1 dan Buku II untuk dicetak.pdf.pdf

Memahami Akuntansi Syariah di Indonesia Juni 2010

Copyright©2009 dilindungi oleh Undang-Undang www. ebookakuntansisyariah.com Page 180

SOAL-SOAL

Soal 1

a) Jelaskan perbedaan as-salam dan salam paralel!

b) Dalam hal bank syariah sebagai pembeli, kapankah piutang salam diakui?

c) Bagaimanakah pengukuran modal usaha salam?

d) Bagaimanakah mengukur nilai wajar aktiva non-kas yang dialihkan kepada

penjual?

e) Apabila barang pesanan salam nilai pasarnya lebih rendah daripada nilai akad,

bagaimanakah bank syariah akan memperlakukan selisih nilai tersebut? Berikan

contoh dan buat jurnalnya!

f) Apabila barang pesanan salam nilai pasarnya lebih tinggi daripada nilai akad,

bagaimanakah bank syariah akan memperlakukan selisih nilai tersebut? Berikan

contoh dan buat jurnalnya!

g) Bagaimanakah bank syariah harus menyajikan modal usaha salam pada laporan

keuangan akhir tahun?

h) Bagaimanakah perlakuan akuntansinya, apabila penjual tidak dapat memenuhi

kewajibannya dalam transaksi salam? Berikan contohnya dan buat jurnalnya!

Soal 2

Pada tanggal 1 Nopember 2008, seorang petani Bapak Ardhiansyah datang ke bank

syariah untuk mendapatkan pembiayaan. Dia memiliki sawah 4 hektar, yang biasa

ditanami padi. Dia mengajukan dana sebesar Rp20.000.000,00 untuk membiayai

persiapan tanam, bibit padi Cianjur Kepala, pemeliharan, dan sebagainya. Perkiraan

hasil padi dari 4 hektar sawah tadi adalah 12 ton beras sudah digiling, bila dijual per

kilonya Rp5.000,00.- Dia akan menyerahkan beras setelah 3 bulan kemudian, yaitu

setelah panen. Dalam hal ini, bank akan memberikan pendanaan dengan akad as-

salam. Kemudian bank syariah mengadakan akad salam paralel dengan Bulog,

dimana harga jual ke bulog adalah Rp 5.500,-. Tanggal-tanggal penting: 3 Nopember

2008 bank syariah mengikat akad salam dengan bapak Ardhiansyah; tanggal 4

Nopember 2008 bank syariah mengikat akad salam paralel dengan Bulog; tanggal 5

bank syariah menyerahkan modal usaha salam kepada bapak Ardhiansyah; tanggal 5

Page 181: BUKU-1 dan Buku II untuk dicetak.pdf.pdf

Memahami Akuntansi Syariah di Indonesia Juni 2010

Copyright©2009 dilindungi oleh Undang-Undang www. ebookakuntansisyariah.com Page 181

Februari 2009 bapak Ardhiansyah menyerahkan beras kepada bank syariah; dan

tanggal 6 Februari 2009 bank syariah menyerahkan beras kepada bulog.

Pertanyaan:

1. Bagaimana perhitungannya dan pencatatannya sampai bank menjual beras kepada

Bulog, per kg = Rp5.500,00 pada tanggal 6 Februari 2009?

2. Jika kualitas barang yang diterima bank lebih rendah dan nilai pasar lebih

rendah Rp 200,00; bagaimana pencatatannya sesuai dengan PSAK 103, 2007?

(bulog juga mau menerima penurunan nilai Rp 200,- per kg).

3. Jika Kualitas beras lebih rendah dan harga pasar lebih rendah dari harga akad :

a) Bank menolak, akad batal, piutang dan utang salam diubah menjadi piutang

kepada penjual dan utang kepada pembeli akhir (bulog). Bagaimanakah

pencatatannya?

b) Bank menolak barang tersebut, dan Bank menerima barang jaminan dari penjual.

Barang jaminan kemudian dijual laku:

a.Rp 15.000.000,--. bagaimana pencatatannya?

b.Rp 25.000.000,--, bagaimana pencatatannya?

c) Bank dan Bulog menerima barang senilai jumlah di akad, tetapi kuantitas

menyesuaikan harga pasar yang lebih rendah tsb.; Bagaimanakah

pencatataannya?

=== alhamdulillahi rabbil ‟alamiini ==

Page 182: BUKU-1 dan Buku II untuk dicetak.pdf.pdf

Memahami Akuntansi Syariah di Indonesia Juni 2010

Copyright©2009 dilindungi oleh Undang-Undang www. ebookakuntansisyariah.com Page 182

BAB VIII

AKUNTANSI UNTUK ISTISHNA‟

1. Karakteristik Seperti telah dijelaskan pada bab akad, istishna mempunyai karakteristik yang

hampir sama dengan salam. Istishna adalah akad jual beli antara pembeli (al-

mustashni) dan as shani (produsen yang juga sebagai penjual). Berdasarkan akad

tersebut, pembeli menugasi produsen untuk menyediakan barang pesanan (al-

mashnu) sesuai spesifikasi yang disyaratkan pembeli dan penjualnya dengan harga

yang disepakati. Cara pembayaran dapat berupa pembayaran dimuka, cicilan, atau

ditangguhkan sampai jangka waktu tertentu. Ketentuan harga barang pesanan tidak

dapat berubah selama jangka waktu akad.

Bank dapat bertindak sebagai pembeli atau penjual dalam suatu transaksi istishna.

Jika bank bertindak sebagai penjual kemudian memesan kepada pihak lain (sub

kontraktor) untuk menyediakan barang pesanan dengan cara istishna maka hal ini

disebut istishna pararel.

Istishna paralel dapat dilakukan dengan syarat sebagai berikut.

a) Akad kedua antara entitas syariah / pembeli (misal,bank syariah) dan sub

kontraktor terpisah dari akad pertama antara penjual (bank syariah) dan pembeli

akhir.

b) Akad kedua dilakukan setelah akad pertama sah.

Pembeli mempunyai hak untuk memperoleh jaminan dari produsen/ penjual atas

a) jumlah yang telah dibayarkan, dan

b) penyerahan barang pesanan sesuai dengan spesifikasi dan tepat waktu.

Produsen/penjual mempunyai hak untuk mendapatkan jaminan bahwa harga yang

disepakati akan dibayar tepat waktu. Perpindahan kepemilikan barang pesanan dari

produsen/penjual ke pembeli dilakukan pada saat penyerahan sebesar jumlah yang

disepakati.

Page 183: BUKU-1 dan Buku II untuk dicetak.pdf.pdf

Memahami Akuntansi Syariah di Indonesia Juni 2010

Copyright©2009 dilindungi oleh Undang-Undang www. ebookakuntansisyariah.com Page 183

2. Pengakuan dan Pengukuran Istishna

2.1 Akuntansi untuk Penjual

a. Penyatuan dan Segmentasi Akad

PSAK 104 (2007) paragraf 14-16 telah mengatur tentang penyatuan dan segmentasi

akad istishna‟. Yang dimaksud dengan penyatuan akad di sini adalah suatu

kelompok akad istishna‟ dengan satu atau beberapa pembeli, maka hal tersebut

disebut dengan penyatuan akad / satu akad dengan syarat tertentu. Sedangkan

segementasi akad adalah suatu akad istishna‟ yang mencakup sejumlah aset, maka

akadnya dipisah antara aset yang satu dengan lainnya dengan syarat tertentu.

Pengaturan segementasi akad dijelaskan pada paragraf 14 berikut. Bila suatu akad

istishna‟ mencakup sejumlah aset, pengakuan dari setiap aset diperlakukan

sebagai suatu akad yang terpisah jika:

a) proposal terpisah telah diajukan untuk setiap aset;

b) setiap aset telah dinegosiasikan secara terpisah, dimana penjual dan

pembeli dapat menerima atau menolak bagian akad yang berhubungan

dengan masing-masing aset tersebut; dan

c) biaya dan pendapatan masing-masing aset dapat diidentifikasikan.(par.14).

Sedangkan penyatuan akad, paragraf 15 mengaturnya seperti berikut. Suatu

kelompok akad istishna‟, dengan satu atau beberapa pembeli, harus

diperlakukan sebagai satu akad istishna‟ jika:

a) kelompok akad tersebut dinegosiasikan sebagai satu paket;

b) akad tersebut berhubungan erat sekali, sebetulnya akad tersebut

merupakan bagian dari akad tunggal dengan suatu margin keuntungan;

dan

c) akad tersebut dilakukan secara serentak atau secara berkesinambungan.

(par.15).

Jika ada pemesanan aset tambahan dengan akad istishna‟ terpisah, maka tambahan

aset tersebut diperlakukan sebagai akad terpisah jika:

a) aset tambahan berbeda secara signifikan dengan aset dalam akad istishna‘

awal dalam desain, teknologi atau fungsi; atau

Page 184: BUKU-1 dan Buku II untuk dicetak.pdf.pdf

Memahami Akuntansi Syariah di Indonesia Juni 2010

Copyright©2009 dilindungi oleh Undang-Undang www. ebookakuntansisyariah.com Page 184

b) harga aset tambahan dinegosiasikan tanpa terkait harga akad istishna‘

awal.(par.16).

b. Biaya Perolehan Istishna‟

PSAK 104, par.25-30 (2007) telah mengatur pengakuan dan pengukuran biaya

istishna‟ seperti berikut. Biaya perolehan istishna‟ terdiri dari:

a) biaya langsung yaitu bahan baku dan tenaga kerja langsung untuk membuat

barang pesanan; dan

b) biaya tidak langsung adalah biaya overhead, termasuk biaya akad dan

praakad.

Biaya praakad diakui sebagai beban tangguhan dan diperhitungkan sebagai biaya

istishna‟ jika akad disepakati. Namun jika akad tidak disepakati, maka biaya

tersebut dibebankan pada periode berjalan.

Jurnal yang dibuat entitas syariah untuk biaya praakad adalah:

Tgl Biaya praakad tangguhan Rp. xx -

Kas - Rp.xx

Jika akad istishna disepakati, maka entitas syariah akan membuat jurnal seperti

berikut:

Tgl Aset istishna‟ dalam

penyelesaian

Rp. xx -

Beban praakad tangguhan - Rp.xx

Jika akad istishna‟ tidak disepakati, maka jurnal untuk biaya praakad akan

dijurnal sebagai berikut:

Tgl Beban lain-lain Rp. xx -

Beban praakad tangguhan - Rp.xx

Biaya perolehan istishna‟ yang terjadi selama periode laporan keuangan, diakui

sebagai aset isitishna‟ dalam penyelesaian pada saat terjadinya. Sedangkan,

Page 185: BUKU-1 dan Buku II untuk dicetak.pdf.pdf

Memahami Akuntansi Syariah di Indonesia Juni 2010

Copyright©2009 dilindungi oleh Undang-Undang www. ebookakuntansisyariah.com Page 185

beban umum dan administrasi, beban penjualan, serta biaya riset dan

pengembangan tidak termasuk dalam biaya istishna‘.(par.25-28).

Jurnal yang dibuat oleh entitas produsen untuk mencatat biaya perolehan istishna‟

adalah seperti beriktu:

Tgl Aset istishna‟ dalam penyelesaian Rp. xx -

Kas / rekening suplier / bahan,

dsb

- Rp.xx

c. Biaya Perolehan Istishna‟ Paralel

Pada akad istishna‘ paralel, PSAK 104, par.29-30 (2007) telah mengatur pengakuan

dan pengukuran biaya perolehan istishna‟ paralel sebagai berikut. Biaya istishna‟

paralel terdiri dari:

a) biaya perolehan barang pesanan sebesar tagihan produsen atau kontraktor

kepada entitas;

b) biaya tidak langsung adalah biaya overhead, termasuk biaya akad dan

praakad; dan

c) semua biaya akibat produsen atau kontraktor tidak dapat memenuhi

kewajibannya, jika ada.

Biaya perolehan istishna‟ paralel diakui sebagai aset istishna‟ dalam

penyelesaian pada saat diterimanya tagihan dari produsen atau kontraktor sebesar

jumlah tagihan.

Jurnal yang dibuat oleh entitas syariah adalah:

Tgl Aset istishna dalam penyelesaian Rp. xx -

Rekening kontraktor/ kas - Rp.xx

d. Pendapatan Istishna‟ dan Istishna‟ Paralel

Pengakuan pendapatan istishna‟ dan istishna‟ paralel diatur dalam PSAK 104 par.17-

24 (2007), dengan penjelasan seperti berikut.

Pendapatan istishna‟ diakui dengan menggunakan metode prosentase

penyelesaian atau metode akad selesai. Akad adalah selesai jika proses pembuatan

barang pesanan selesai dan diserahkan kepada pembeli.(par.17).

Jika metode prosentase penyelesaian digunakan, maka:

Page 186: BUKU-1 dan Buku II untuk dicetak.pdf.pdf

Memahami Akuntansi Syariah di Indonesia Juni 2010

Copyright©2009 dilindungi oleh Undang-Undang www. ebookakuntansisyariah.com Page 186

a) bagian nilai akad yang sebanding dengan pekerjaan yang telah diselesaikan

dalam periode tersebut diakui sebagai pendapatan istishna‟ pada periode

yang bersangkutan. Penjelasannya seperti berikut: misal, bila pekerjaan yang

telah diselesaikan pada tahun 1 adalah 60%, nilai akad = Rp 500 juta,-, maka

pendapatan istishna‟ yang diakui adalah 60% X Rp 500 juta,-=Rp 300 juta,-.

b) bagian margin keuntungan istishna‘ yang diakui selama periode pelaporan

ditambahkan kepada aset istishna‘ dalam penyelesaian; dan

c) pada akhir periode harga pokok istishna‘ diakui sebesar biaya istishna‘ yang

telah dikeluarkan sampai dengan periode tersebut.(par.18). Penjelasan:

misal, pada tahun 1 biaya istisha‟ yang telah dikeluarkan adalah Rp 200 juta,-

maka keuntungan yang diakui = Rp 300 juta,- - Rp 200 juta,- = Rp 100 juta,--

, yang akan ditambahkan ke rekening ‗aset istishna‟ dalam penyelesaian‘.

Entitas syariah akan membuat jurnal untuk mengakui pendapatan sebagai

berikut: (berdasar contoh di atas)

Tgl Harga Pokok Istishna Rp. 200 juta -

Aset istishna dalam

penyelesaian

Rp 100 juta

--

Pendapatan istishna - Rp. 300 juta

Jika estimasi persentase penyelesaian akad dan biaya untuk penyelesaiannya tidak

dapat ditentukan secara rasional pada akhir periode laporan keuangan, maka

digunakan metode akad selesai dengan ketentuan sebagai berikut:

a) tidak ada pendapatan istishna‘ yang diakui sampai dengan pekerjaan tersebut

selesai;

b) tidak ada harga pokok istishna‘ yang diakui sampai dengan pekerjaan

tersebut selesai;

c) tidak ada bagian keuntungan yang diakui dalam istishna‘ dalam penyelesaian

sampai dengan pekerjaan tersebut selesai; dan

d) pengakuan pendapatan istishna‘, harga pokok istishna‘, dan keuntungan

dilakukan hanya pada saat penyelesaian pekerjaan.(par.19). Misal, nilai akad

istishna‘ = Rp 500 juta,-, harga pokok istishna‘ Rp 400 juta,- maka pada saat

pekerjaan selesai akan diakui ‗pendapatan istishna‟ sebesar Rp 500 juta.- -

Rp 400 juta,- = Rp 100 juta,--.

Page 187: BUKU-1 dan Buku II untuk dicetak.pdf.pdf

Memahami Akuntansi Syariah di Indonesia Juni 2010

Copyright©2009 dilindungi oleh Undang-Undang www. ebookakuntansisyariah.com Page 187

Jurnal yang dibuat oleh entitas syariah adalah seperti berikut:

Pada saat entitas syariah menerima aset istishna‟ dari kontraktor, maka jurnal

yang dibuat adalah:

Tgl Aset Istishna Rp. 400jt -

Aset istishna dalam

penyelesaian

-

Rp.400 jt

Pada saat entitas syariah menyerahkan aset istishna‟ maka akan dibuat jurnal

( bila pembeli akhir membayar aset istishna‟ secara bertermin selama masa

produksi):

Pada saat entitas syariah menagih pertama ke pembeli akhir maka jurnalnya:

misal,

Tgl Piutang Istishna Rp. 300 jt -

Termin istishna‟ - Rp.300 jt

Pada saat entitas syariah menagih ke dua ke pembeli akhir maka jurnalnya:

misal,

Tgl Piutang Istishna Rp. 200 jt -

Termin istishna‟ - Rp.200 jt

Pada saat entitas syariah menerima kas pertama dari pembeli akhir maka

dibuat jurnal:

Tgl K a s Rp. 300 jt -

Piutang istishna - Rp.300 jt

Pada saat entitas syariah menerima kas ke dua dari pembeli akhir maka dibuat

jurnal:

Tgl K a s Rp. 200 jt -

Piutang istishna - Rp.200 jt

Pada saat entitas syariah menyerahkan aset istishna‟ kepada pembeli akhir

akan dibuat jurnal sebagai berikut:

Tgl Termin Istishna Rp. 500 jt -

Aset istishna - Rp.400 jt

Pendapatan istishna - Rp. 100 jt

Page 188: BUKU-1 dan Buku II untuk dicetak.pdf.pdf

Memahami Akuntansi Syariah di Indonesia Juni 2010

Copyright©2009 dilindungi oleh Undang-Undang www. ebookakuntansisyariah.com Page 188

Ilustrasi dalam transaksi / akad istishna‟ paralel

PT. MAJU mengikat akad istishna dengan bank syariah Sejahtera pada 1 Mei 2007

untuk memperoleh sebuah rumah kantor dengan nilai akad Rp 500 juta,-. Kemudian,

pada 2 Mei 2007 bank syariah Sejahtera mengikat akad istishna‟ paralel dengan

kontraktor untuk membangun rukan yang dibutuhkan oleh PT MAJU tersebut. Biaya

pembuatan rukan yang disepakati dengan kontraktor adalah Rp 400 juta,--. Biaya

praakad ditanggung bank syariah sebesar Rp 1.000.000,--. Rukan diselesaikan selama

1,5 tahun yaitu tahun 2007 dan 2008. Berikut data selengkapnya terkait dengan akad

istishna‟ paralel tersebut.

No. Keterangan 2007 Rp 2008 Rp

1 Kontraktor menagih kepada bank

syariah

100 juta 300 juta

2 Bank syariah membayar tagihan

kepada kontraktor

90 juta 310 juta

3 Bank syariah menagih kepada

pembeli akhir PT MAJU

200 juta 300 juta

4 PT MAJU membayar tagihan

kepada bank syariah

150 juta 350 juta

5 Kontraktor menyerahkan aset

istishna‘ kepada bank syariah

400 juta

6 Bank syariah menyerahkan aset

istishna‘ kepada pembeli akhir

PT MAJU

500 juta ( nilai

kontrak)

Buatlah jurnal yang diperlukan dan Neraca, Rugi laba pada tahun 2007, bila

menggunakan metode:

a) prosentase penyelesaian;

b) akad selesai.

JAWAB:

a) Metode Prosentase Penyelesaian.

1. Jurnal yang dibuat oleh bank syariah Sejahtera adalah sebagai berikut:

Page 189: BUKU-1 dan Buku II untuk dicetak.pdf.pdf

Memahami Akuntansi Syariah di Indonesia Juni 2010

Copyright©2009 dilindungi oleh Undang-Undang www. ebookakuntansisyariah.com Page 189

2007 2008

(dalam jutaan rupiah) Debit Kredit Debit Kredit

Tgl. Biaya praakad tangguhan

Kas

(mencatat biaya praakad)

1

1

-

-

Aset istishna‟ dalam

penyelesaian

Biaya praakad tangguhan

(mengakui biaya praakad

sebagai biaya aset istishna,

karena akad disepakati oleh

PT MAJU dan bank syariah)

1

1

-

-

Aset istishna‟ dalam

penyelesaian

Utang Istishna‟-

kontraktor

(mencatat penagihan dari

kontraktor)

100

100

300

300

Utang istishna‟-kontraktor

Kas

(mencatat pembayaran utang

istishna‘ kepada kontraktor)

90

90

310

310

Piutang istishna‟-PT MAJU

Termin istishna‟

(mencatat tagihan kepada

pembeli akhir PT MAJU)

200

200

300

300

K a s

Piutang Istishna‟

(mencatat penerimaan kas

atas tagihan termin kepada

pembeli akhir PT MAJU)

150

150

350

350

Harga pokok istishna‟

Aset istishna‟ dalam

penyelesaian

Pendapatan istishna‟

( mencatat pengakuan

pendapatan sesuai dengan %

penyelesaian*)

101

24

125

300

75

375

Aset istishna‟

Aset istishna‟ dalam

penyelesaian

(mencatat penerimaan aset

istishna‟ rukan dari

kontraktor)

401

401

Termin istishna‟

Aset istishna‟

500

401

Page 190: BUKU-1 dan Buku II untuk dicetak.pdf.pdf

Memahami Akuntansi Syariah di Indonesia Juni 2010

Copyright©2009 dilindungi oleh Undang-Undang www. ebookakuntansisyariah.com Page 190

Aset istishna‟ dalam

penyelesaian

( mencatat penyerahan aset

istishna‘ kepada pembeli

akhir PT MAJU)

99

* perhitungan % penyelesaian:

Tahun 2007= (Rp 100 jt / Rp 400 jt) X Rp 500 juta,-=Rp 125 juta,-

Tahun 2008= (Rp 300 jt / Rp 400 jt) X Rp 500 juta,-=Rp 375 juta,-

2. Neraca Bank Syariah Sejahtera per 31 Desember 2007 (dalam jutaan rupiah)

Bank Syariah Sejahtera

NERACA

Per 31 Desember 2007

Kas ...

Piutang istishna‟ 50 Utang isitishna‟ 10

Aset istishna‟ dalam

penyelesaian

125

Termin istishna‟ (200)

Keterangan :

Piutang istishna‘= 200 -150 = 50

Aset istishna‟ dalam penyelesaian= 1 + 100 + 24 = 125

Utang istishna‟ = 100 – 90 = 10

Termin istishna‘ = 200 ( sebagai contra account terhadap Aset istishna‟ dalam

penyelesaian dan piutang istishna‟)

3. Rugi / Laba tahun 2007:

Pendaptan istishna‟ =125

Harga pokok istishna‟ =101 (-)

Laba kotor istishna‟ = 24

b. Metode Akad / Kontrak Selesai:

1. Jurnal yang dibuat oleh bank syariah Sejahtera adalah sebagai berikut:

Page 191: BUKU-1 dan Buku II untuk dicetak.pdf.pdf

Memahami Akuntansi Syariah di Indonesia Juni 2010

Copyright©2009 dilindungi oleh Undang-Undang www. ebookakuntansisyariah.com Page 191

2007 2008

(dalam jutaan rupiah) Debit Kredit Debit Kredit

Tgl. Biaya praakad tangguhan

Kas

(mencatat biaya praakad)

1

1

-

-

Aset istishna‟ dalam

penyelesaian

Biaya praakad

(mengakui biaya praakad

sebagai biaya aset istishna,

karena akad disepakati oleh

PT MAJU dan bank syariah)

1

1

-

-

Aset istishna‟ dalam

penyelesaian

Utang Istishna‟-

kontraktor

(mencatat penagihan dari

kontraktor)

100

100

300

300

Utang istishna‟-kontraktor

Kas

(mencatat pembayaran utang

istishna‟ kepada kontraktor)

90

90

310

310

Piutang istishna‟-PT MAJU

Termin istishna‟

(mencatat tagihan kepada

pembeli akhir PT MAJU)

200

200

300

300

K a s

Piutang Istishna‟

(mencatat penerimaan kas

atas tagihan termin kepada

pembeli akhir PT MAJU)

150

150

350

350

Aset istishna‟

Aset istishna‟ dalam

penyelesaian

(mencatat penerimaan aset

istishna‟ rukan dari

kontraktor)

401

401

Termin istishna‟

Aset istishna‟

Pendapatan isitishna‟

( mencatat penyerahan aset

istishna‟ kepada pembeli

akhir PT MAJU)

500

401

99

2. Neraca Bank Syariah Sejahtera per 31 Desember 2007 (dalam jutaan rupiah)

Page 192: BUKU-1 dan Buku II untuk dicetak.pdf.pdf

Memahami Akuntansi Syariah di Indonesia Juni 2010

Copyright©2009 dilindungi oleh Undang-Undang www. ebookakuntansisyariah.com Page 192

Bank Syariah Sejahtera

NERACA

Per 31 Desember 2007

... ...

Piutang istishna‟ 50 Utang isitishna‟ 10

Aset istishna‟ dalam

penyelesaian

101

Termin istishna‟ (200)

Keterangan :

Piutang istishna‟= 200 -150 = 50

Aset istishna‟ dalam penyelesaian= 1 + 100 = 101

Utang istishna‟ = 100 – 90 = 10

Termin isishna‘ = (200) sebagai contra account terhadap Aset istishna‟ dalam

penyelesaian dan Piutang istishna‟.

3. Rugi / Laba tahun 2007:

Pendaptan istishna‘ =0

Harga pokok istishna‘ =0 (-)

Laba kotor istishna‟ = 0

Menurut metode akad selesai, pengakuan pendapatan, harga pokok, dan keuntungan

pada saat aset istishna‟ selesai diproduksi. Jadi di tahun 2007 tidak ada pengakuan

pendapatan dan keuntungan.

e. Istishna‟ dengan Pembayaran Tangguh

Istishna‘ dengan dengan pembayaran tangguh diatur dalam PSAK 104, par. 20-24

(2007). Secara lengkapnya dapat dijelaskan pada uraian di bawah ini.

Jika menggunakan metode prosentase penyelesaian dan proses pelunasan

dilakukan dalam lebih dari satu tahun setelah penyerahan barang pesanan,

maka pengakuan pendapatan dibagi menjadi dua bagian, yaitu:

a) margin keuntungan pembuatan barang pesanan yang dihitung apabila

istishna‘ dilakukan secara tunai, diakui sesuai prosentase penyelesaian; dan

b) selisih antara nilai akad dan nilai tunai pada saat penyerahan diakui selama

periode pelunasan secara proposional sesuai dengan jumlah pembayaran.

Page 193: BUKU-1 dan Buku II untuk dicetak.pdf.pdf

Memahami Akuntansi Syariah di Indonesia Juni 2010

Copyright©2009 dilindungi oleh Undang-Undang www. ebookakuntansisyariah.com Page 193

Proposional yang dimaksud sesuai dengan paragraf 24-25 PSAK 102:

Akuntansi Murabahah.

Hubungan antar biaya perolehan, nilai tunai, dan nilai akad diuraikan dalam contoh di

bawah ini:

Biaya perolehan (biaya produksi) Rp 1.000,-

Margin keuntungan pembuatan barang pesanan Rp 200,-

Nilai tunai pada saat penyerahan barang pesanan Rp 1.200,-

Nilai akad untuk pembayaran secara angsuran selama tiga

tahun

Rp 1.600,-

Selisih nilai akad dan nilai tunai yang diakui selama tiga

tahun

Rp 400,-

Jika menggunakan metode akad selesai dan proses pelunasan dilakukan dalam

periode lebih dari satu tahun setelah penyerahan barang pesanan, maka pengakuan

pendapatan dibagi menjadi dua bagian, yaitu:

a) margin keuntungan pembuatan barang pesanan yang dihitung apabila

istishna‘ dilakukan secara tunai, diakui pada saat penyerahan barang

pesanan; dan

b) selisih antara nilai akad dan nilai tunai pada saat penyerahan diakui selama

periode pelunasan Proposional yang dimaksud secara proposional sesuai

dengan jumlah pembayaran. sesuai dengan paragraf 24-25 PSAK 102:

Akuntansi Murabahah.

Tagihan setiap termin kepada pembeli diakui sebagai piutang istishna‘ dan termin

istishna‘ (istishna‟ billing) pada pos lawannya.

Sebagai ilustrasi, kita dapat menggunakan ilustrasi sebelumnya, dengan perubahan

data sebagai berikut:

No. Keterangan 2007 Rp 2008 Rp

1 Kontraktor menagih kepada bank

syariah

100 juta 300 juta

2 Bank syariah membayar tagihan

kepada kontraktor

90 juta 310 juta

3 Kontraktor menyerahkan aset 400 juta

Page 194: BUKU-1 dan Buku II untuk dicetak.pdf.pdf

Memahami Akuntansi Syariah di Indonesia Juni 2010

Copyright©2009 dilindungi oleh Undang-Undang www. ebookakuntansisyariah.com Page 194

istishna‟ kepada bank syariah

4 Bank syariah menyerahkan aset

istishna‟ kepada pembeli akhir

PT MAJU

500 juta ( nilai

kontrak)

a) pembayaran oleh PT MAJU dilakukan angsuran 3 tahun setelah penyerahan

barang pesanan.

b) margin istishna‟ selama 3 tahun = 20% X Rp 500 juta,-=Rp 100 juta,--

c) nilai akad untuk pembayaran secara angsuran selama 3 tahun = Rp 500 juta,- + Rp

100 juta,-=Rp 600 juta.

Jurnal yang dibuat oleh Bank Syariah adalah sebagai berikut:

a) Metode Prosentase Penyelesaian.

1. Jurnal yang dibuat oleh bank syariah Sejahtera adalah sebagai berikut:

2007 2008

(dalam jutaan rupiah) Debit Kredit Debit Kredit

Tgl. Biaya praakad tangguhan

Kas

(mencatat biaya praakad)

1

1

-

-

Aset istishna‟ dalam

penyelesaian

Biaya praakad

(mengakui biaya praakad

sebagai biaya aset istishna,

karena akad disepakati oleh

PT MAJU dan bank syariah)

1

1

-

-

Aset istishna‟ dalam

penyelesaian

Utang Istishna‟- kontraktor

(mencatat penagihan dari

kontraktor)

100

100

300

300

Utang istishna‟-kontraktor

Kas

(mencatat pembayaran utang

istishna‟ kepada kontraktor)

90

90

310

310

Harga pokok istishna‟

Aset istishna‟ dalam

101

300

Page 195: BUKU-1 dan Buku II untuk dicetak.pdf.pdf

Memahami Akuntansi Syariah di Indonesia Juni 2010

Copyright©2009 dilindungi oleh Undang-Undang www. ebookakuntansisyariah.com Page 195

penyelesaian

Pendapatan istishna‟

( mencatat pengakuan

pendapatan sesuai dengan %

penyelesaian*)

24

125

75

375

Aset istishna‟

Aset istishna‟ dalam

penyelesaian

(mencatat penerimaan aset

istishna‘ rukan dari

kontraktor)

401

401

Piutang istishna‟

Aset istishna‟

Aset istishna‟ dalam

Penyelesaian

Margin istishna‟ tangguhan

( mencatat penyerahan aset

istishna‟ kepada pembeli akhir

PT MAJU dan mencatat

margin istishna‘ tangguhan)

600

401

99

100

Penerimaan pembayaran

angsuran setiap tahun

selama 3 tahun*:

Th. 2009

Sd 2011

K a s

Piutang istishna‟

Margin istishna‟ tangguhan

Pendapatan margin

istishna‟

200

33,33

200

33,33

* perhitungan % penyelesaian:

Tahun 2007= (Rp 100 jt / Rp 400 jt) X Rp 500 juta,-=Rp 125 juta,-

Tahun 2008= (Rp 300 jt / Rp 400 jt) X Rp 500 juta,-=Rp 375 juta,-

Kas = Rp 600 juta / 3 = Rp 200juta,-

Pendapatan margin istishna‟=Rp 100 juta.- / 3 = Rp 33,33 juta,-

2. Neraca Bank Syariah Sejahtera per 31 Desember 2007 (dalam jutaan rupiah)

sebagai berikut:

Page 196: BUKU-1 dan Buku II untuk dicetak.pdf.pdf

Memahami Akuntansi Syariah di Indonesia Juni 2010

Copyright©2009 dilindungi oleh Undang-Undang www. ebookakuntansisyariah.com Page 196

Bank Syariah Sejahtera

Neraca

Per 31 Desember 2007

... ...

--- Utang isitishna‟ 10

Aset istishna‟ dalam

penyelesaian

125

Keterangan :

Aset istishna‟ dalam penyelesaian= 1 + 100 + 24 = 125

Utang istishna‟ = 100 – 90 = 10

3. Rugi / Laba tahun 2007:

Pendaptan istishna‟ =125

Harga pokok istishna‟ =101 (-)

Laba kotor istishna‟ = 24 (laba akrual)

b). Metode Akad / Kontrak Selesai:

1. Jurnal yang dibuat oleh bank syariah Sejahtera adalah sebagai berikut:

2007 2008

(dalam jutaan rupiah) Debit Kredit Debit Kredit

Tgl. Biaya praakad tangguhan

Kas

(mencatat biaya praakad)

1

1

-

-

Aset istishna‟ dalam

penyelesaian

Biaya praakad

(mengakui biaya praakad

sebagai biaya aset istishna,

karena akad disepakati oleh

PT MAJU dan bank syariah)

1

1

-

-

Aset istishna‟ dalam

penyelesaian

Utang Istishna‟-

kontraktor

(mencatat penagihan dari

kontraktor)

100

100

300

300

Utang istishna‟-kontraktor

Kas

(mencatat pembayaran utang

istishna‘ kepada kontraktor)

90

90

310

310

Page 197: BUKU-1 dan Buku II untuk dicetak.pdf.pdf

Memahami Akuntansi Syariah di Indonesia Juni 2010

Copyright©2009 dilindungi oleh Undang-Undang www. ebookakuntansisyariah.com Page 197

Aset istishna‟

Aset istishna‟ dalam

penyelesaian

(mencatat penerimaan aset

istishna‘ rukan dari

kontraktor)

401

401

Piutang istishna‟

Aset istishna‟

Pendapatan isitishna‟

Margin istishna‟ tangguhan

( mencatat penyerahan aset

istishna‘ kepada pembeli

akhir PT MAJU dan

mencatat margin tangguhan)

600

401

99

100

Penerimaan pembayaran

angsuran setiap tahun

selama 3 tahun*:

K a s

Piutang istishna‟

Margin istishna‟ tangguhan

Pendapatan margin

istishna‘

200

33,33

200

33,33

2. Neraca Bank Syariah Sejahtera per 31 Desember 2007 (dalam jutaan rupiah)

Bank Syariah Sejahtera

Neraca

Per 31 Desember 2007

... ...

-- Utang isitishna‟ 10

Aset istishna‟ dalam

penyelesaian

101

Keterangan :

Aset istishna‟ dalam penyelesaian= 1 + 100 = 101

Utang istishna‟ = 100 – 90 = 10

3. Rugi / Laba tahun 2007:

Pendaptan istishna‟ =0

Harga pokok istishna‟ =0 (-)

Laba kotor istishna‟ = 0

Page 198: BUKU-1 dan Buku II untuk dicetak.pdf.pdf

Memahami Akuntansi Syariah di Indonesia Juni 2010

Copyright©2009 dilindungi oleh Undang-Undang www. ebookakuntansisyariah.com Page 198

Menurut metode akad selesai, pengakuan pendapatan, harga pokok, dan keuntungan

pada saat aset istishna‟ selesai diproduksi. Jadi di tahun 2007 tidak ada pengakuan

pendapatan dan keuntungan. Apabila pembeli akhir membayar secara angsuran,

maka setiap pembayaran oleh pembeli akhir, bank syariah akan mengakui pendapatan

margin istishna‟ secara proposional atas margin yang dikenakan setelah harga tunai.

f. Penyelesaian awal

Dalam hal pembeli akhir melakukan pembayaran sebelum tanggal jatuh tempo,

PSAK 104, par.31-32 (2007) telah mengaturnya sebagai berikut:

Jika pembeli akhir melakukan pembayaran sebelum tanggal jatuh tempo dan penjual

memberikan potongan maka potongan tersebut sebagai pengurang pendapatan

istishna‟.

Pengurangan pendapatan istishna akibat penyelesaian awal piutang istishna‟ dapat

diperlakukan sebagai:

(a) potongan secara langsung dan dikurangkan dari piutang istishna pada saat

pembayaran; Jurnal yang akan dibuat adalah:

Tgl Kas Rp. xx -

Pendapatan margin istishna Rp. xx -

Piutang istishna - Rp.xx

(b) penggantian (reimburshed) kepada pembeli sebesar jumlah keuntungan yang

dihapuskan tersebut setelah menerima pembayaran piutang istishna‘ secara

keseluruhan.

Jurnalnya adalah sebagai berikut:

a) penerimaan kas:

Tgl Kas Rp. xx -

Piutang istishna - Rp.xx

b) penyerahan kas kembali kepada pembeli akhir:

Tgl Pendapatan margin Istishna Rp. xx -

Kas - Rp.xx

Page 199: BUKU-1 dan Buku II untuk dicetak.pdf.pdf

Memahami Akuntansi Syariah di Indonesia Juni 2010

Copyright©2009 dilindungi oleh Undang-Undang www. ebookakuntansisyariah.com Page 199

g. Perubahan Pesanan dan Klaim Tambahan

PSAK No. 104 (2007) mengatur tentang pengukuran perubahan pesanan dan

klaim tambahan sebagai berikut.

a) Nilai dan biaya akibat perubahan pesanan yang disepakati oleh

penjual dan pembeli ditambahkan kepada pendapatan istishna dan

biaya istishna.

b) Jika kondisi pengenaan setiap tambahan yang dipersyaratkan

dipenuhi maka jumlah biaya setiap tagihan tambahan akan menambah

biaya istishna, sehingga pendapatan istishna akan berkurang sebesar

jumlah penambahan biaya akibat klaim tambahan.

c) Perlakuan akuntansi: a) dan b) juga berlaku pada istishna pararel,

akan tetapi biaya perubahan pesanan dan tagihan tambahan

ditentukan oleh produsen atau kontraktor dan disetujui penjual

berdasarkan akad istishna pararel.

h. Pengakuan Taksiran Rugi

Paragraf 34 dan 35 (PSAK 104,2007) mengatur tentang kemungkinan terjadinya

kerugian istishna‟ bila diperkirakan biaya istishna‘ melebihi pendapatan istishna‘.

Hal tersebut dapat dijelaskan di bawah ini.

a) Jika besar kemungkinan terjadi bahwa total biaya perolehan istishna‟ akan

melebihi pendapatan istishna‟, taksiran kerugian harus segera diakui.

b) Jumlah kerugian semacam itu ditentukan tanpa memperhatikan:

(a) apakah pekerjaan istishna‟ telah dilakukan atau belum;

(b) tahap penyelesaian pembuatan barang pesanan; atau

(c) jumlah laba yang diharapkan dari akad lain yang tidak diperlakukan

sebagai suatu akad tunggal sesuai paragraf 14 PSAK 104 (2007).

2.2 Akuntansi untuk Pembeli

(Bank) sebagai pembeli PSAK No. 104 (2007) telah mengatur pengakuan dan

pengukurannya sebagai berikut.

a) Pembeli mengakui aktiva istishna‟ dalam penyelesaian sebesar jumlah termin

yang ditagih pembeli dan sekaligus mengakhiri utang istishna kepada penjual.

Page 200: BUKU-1 dan Buku II untuk dicetak.pdf.pdf

Memahami Akuntansi Syariah di Indonesia Juni 2010

Copyright©2009 dilindungi oleh Undang-Undang www. ebookakuntansisyariah.com Page 200

Dalam hal ini, jurnal yang dibuat bank adalah sebagai berikut:

Tgl Aktiva Istishna dalam

penyelesaian

Rp. xx -

Hutang Istishna - Rp.xx

b) Aset istishna‟ yang diperoleh melalui transaksi istishna‟ dengan pembayaran

tangguh lebih dari satu tahun diakui sebesar biaya perolehan tunai. Selisih

antara harga beli yang disepakati dalam akad istishna‘ tangguh dan biaya

perolehan tunai diakui sebagai beban istishna‘ tangguhan.

Untuk itu, pembeli akan mengakui dengan jurnal sebagai berikut:

Tgl Aktiva Istishna

Beban istishna‟ tangguhan

Rp. xx

Rp xx

-

-

Hutang Istishna - Rp.xx

c) Beban istishna‟ tangguhan diamortisasi secara proposional sesuai dengan porsi

pelunasan hutang istishna‟.

Jurnal yang akan dibuat oleh pembeli untuk mengamortisasi beban istishna‟

tangguhan adalah:

Tgl Beban istishna‟

Beban istishna‟ tangguhan

Rp. xx

-

-

Rp xx

d) Apabila barang pesanan terlambat diserahkan karena kelalaian atau kesalahan

penjual dan mengakibatkan kerugian pembeli, maka kerugian itu dikurangkan

dari garansi penyelesaian proyek yang telah diserahkan penjual. Jika kerugian

tersebut melebihi garansi penyelesaian proyek, maka selisihnya akan diakui

sebagai piutang jatuh tempo kepada penjual dan jika diperlukan dibentuk

penyisihan kerugian piutang.

Untuk masalah ini entitas syariah akan mencatat dengan jurnal sebagai berikut.

1. Apabila kerugian lebih kecil dari garansi penyelesaian proyek

a) pada saat penjual menyerahkan uang garansi kepada pembeli (bank):

Page 201: BUKU-1 dan Buku II untuk dicetak.pdf.pdf

Memahami Akuntansi Syariah di Indonesia Juni 2010

Copyright©2009 dilindungi oleh Undang-Undang www. ebookakuntansisyariah.com Page 201

Tgl Kas Rp. xx -

Uang garansi penyelesaian

proyek

- Rp.xx

b) pada saat pembebanan kerugian pembeli (bank):

Tgl Uang garansi penyelesaian

proyek

Rp. xx -

Rekening lain-lain - Rp.xx

2. Apabila kerugian lebih besar dari garansi penyelesaian proyek

a) pada saat penjual menyerahkan uang garansi kepada pembeli (bank):

Tgl Kas Rp. xx -

Uang garansi penyelesaian

proyek

- Rp.xx

b) pada saat pembebanan kerugian pembeli (bank):

Tgl Uang garansi penyelesaian

proyek

Rp. xx -

Piutang jatuh tempo Rp. xx -

Rekening lain-lain - Rp.xx

e) Jika pembeli menolak menerima barang pesanan karena tidak sesuai dengan

spesifikasi dan tidak dapat memperoleh kembali seluruh jumlah uang yang telah

dibayarkan kepada penjual, maka jumlah yang belum diperoleh kembali diakui

sebagai piutang jatuh tempo kepada penjual dan jika diperlukan dibentuk penyisihan

kerugian piutang.

Dalam hal ini pembeli (bank) akan mencatat sebagai berikut.

(a) Pembeli ditagih oleh penjual:

Tgl Aktiva Istishna

Beban istishna‟ tangguhan

Rp. xx

Rp xx

-

-

Hutang Istishna - Rp.xx

(b) pada saat membayar kepada penjual:

Tgl Utang istishna Rp. xx -

Kas - Rp.xx

Page 202: BUKU-1 dan Buku II untuk dicetak.pdf.pdf

Memahami Akuntansi Syariah di Indonesia Juni 2010

Copyright©2009 dilindungi oleh Undang-Undang www. ebookakuntansisyariah.com Page 202

(c) pada saat mengakui penarikan kembali atas pembayaran kepada penjual:

Tgl Kas Rp. Xx -

Piutang jatuh tempo Rp xx -

Aset istishna‟ dalam

penyelesaian

Rp xx

f) Jika pembeli (bank) menerima barang pesanan yang tidak sesuai dengan

spesifikasi, maka barang pesanan tersebut diukur dengan nilai yang lebih rendah

antara nilai wajar dan biaya perolehan. Selisih yang terjadi diakui sebagai kerugian

pada periode berjalan.

Dalam hal ini bank akan mencatat sebagai berikut:

Tgl Aset istishna Rp. xx -

Kerugian penurunan nilai aktiva

istishna

Rp. xx -

Aset istishna dalam

penyelesaian

- Rp.xx

Kerugian penurunan nilai aktiva istishna dilaporkan di laporan laba rugi sebagai

beban lain-lain.

g) Dalam istishna paralel, jika pembeli akhir menolak menerima barang pesanan

karena tidak sesuai dengan spesifikasi yang disepakati, maka barang pesanan

diukur dengan nilai yang lebih rendah antara nilai wajar dan harga pokok

istishna. Selisih yang terjadi diakui sebagai kerugian pada periode berjalan.

Dalam hal ini bank akan mencatat sebagai berikut:

Tgl Aset istishna Rp. xx -

Kerugian penurunan aktiva

istishna

Rp. xx -

Aset istishna dalam

penyelesaian

- Rp.xx

3. Penyajian

PSAK 104 (2007) mengatur penyajian istishna‟ dalam laporan keuangan sebagai

berikut.

(1) Penjual menyajikan dalam laporan keuangan hal-hal berikut ini:

Page 203: BUKU-1 dan Buku II untuk dicetak.pdf.pdf

Memahami Akuntansi Syariah di Indonesia Juni 2010

Copyright©2009 dilindungi oleh Undang-Undang www. ebookakuntansisyariah.com Page 203

a) Piutang istishna‘ yang berasal dari transaksi istishna‘ sebesar jumlah yang

belum dilunasi oleh pembeli akhir.

b) Termin istishna‘ yang berasal dari transaksi istishna‘ sebesar jumlah tagihan

termin penjual kepada pembeli akhir.

(2) Pembeli menyajikan dalam laporan keuangan hal-hal berikut ini:

a) Hutang istishna‟ sebesar tagihan dari produsen atau kontraktor yang belum

dilunasi.

b) Aset istishna‟ dalam penyelesaian sebesar:

(a) persentasi penyelesaian dari nilai kontrak penjualan kepada pembeli

akhir, jika istishna‘ paralel; atau

(b) kapitalisasi biaya perolehan, jika istishna‘.

4. Pengungkapan

Penjual mengungkapkan transaksi istishna‟ dalam laporan keuangan, tetapi tidak

terbatas, pada:

a) metode akuntansi yang digunakan dalam pengukuran pendapatan kontrak

istishna‟;

b) metode yang digunakan dalam penentuan persentase penyelesaian kontrak yang

sedang berjalan;

c) rincian piutang istishna‘ berdasarkan jumlah, jangka waktu, dan kualitas piutang;

d) pengungkapan yang diperlukan sesuai dengan PSAK 101: Penyajian Laporan

Keuangan Syariah.

Pembeli mengungkapkan transaksi istishna‟ dalam laporan keuangan, tetapi tidak

terbatas, pada:

a) rincian hutang istishna‘ berdasarkan jumlah dan jangka waktu;

b) pengungkapan yang diperlukan sesuai dengan PSAK 101: Penyajian Laporan

Keuangan Syariah.

Page 204: BUKU-1 dan Buku II untuk dicetak.pdf.pdf

Memahami Akuntansi Syariah di Indonesia Juni 2010

Copyright©2009 dilindungi oleh Undang-Undang www. ebookakuntansisyariah.com Page 204

5. ILUSTRASI TRANSAKSI ISTISHNA‟

Contoh : METODE AKAD SELESAI, pembayaran diangsur setelah

penyerahan aset istishna‟.

PT. Usman Jaya membutuhkan rumah tipe 70/150 dengan spesifikasi khusus untuk

kantor. Harga rumah Rp. 200 juta, dana yang dibayarkan PT. Usman Jaya untuk uang

muka Rp. 50 juta. Perusahaan mengajukan pembiayaan kepada Bank Syariah. Setelah

akad ditandatangani antara PT Usma Jaya dan Bank Syariah dengan nilai akad Rp

200 juta,-, bank syariah memesan kepada pengembang dan pengembang akan

menyelesaikan pesanannya selama 9 bulan. Bank membayar biaya pra akad sebesar

Rp 1.000.000,-- dan akad ditandatangani antara bank dan PT Usman pada 1 Juli

2007. PT Usman menyerahkan uang muka sebesar Rp 50.000.000,--. Disamping itu,

bank juga menandatangani akad pembelian / pesanan kepada pengembang pada 1 Juli

2007, dengan harga beli Rp 170.000.000,--. Berikut ini data dan tagihan yang

dilakukan oleh pengembang sampai dengan selesai per 1 Maret 2008:

2 Juli 2007: bank menerima uang muka dari pembeli Rp 50.000.000,--

1 Agustus 07: pengembang menagih untuk pembangunan aktiva istishna Rp

30.000.000,-

1 Nopember 07: pengembang menagih untuk pembangunan aktiva istishna

Rp 50.000.000,-

1 Februari 08: : pengembang menagih untuk pembangunan aktiva istishna

Rp 90.000.000,-

1 Maret 08: pengembang menyerahkan aktiva istishna‟ yang telah selesai kepada

bank syariah.

1 Maret 08 : bank syariah menyerahkan aset istishna kepada Tuan Usman. Tuan

Usman mengangsur pembayaran rumah tersebut selama 2 tahun. Bank syariah

mengenakan keuntungan istishna 10% dari pembiayaan.

DIMINTA:

Buatlah perhitungan untuk pengakuan, pengukuran, dan penyajian untuk transaksi

istishna paralel tersebut: bila menggunakan metode akad selesai untuk pengakuan

pendapatannya.

Page 205: BUKU-1 dan Buku II untuk dicetak.pdf.pdf

Memahami Akuntansi Syariah di Indonesia Juni 2010

Copyright©2009 dilindungi oleh Undang-Undang www. ebookakuntansisyariah.com Page 205

JAWAB:

Perhitungan

a) Pemesan akan melunasi rumah pesanannya pada saat rumah selesai dibangun dan

diserahkan bank syariah kepada PT Usman, dengan harga kontrak Rp 200 juta.

Harga pokok rumah adalah =Rp 170 juta. Jadi laba bank syariah adalah Rp 200

juta,- - Rp 171 juta ,- = Rp 29 juta,-. Harga jual bila diangsur 2 tahun = Rp 200

juta,- + 10% (Rp 200 juta,-) = Rp220 juta,-. Angsuran per bulan = Rp 220 juta,- /

24 = Rp 9.166.667,--; sedangkan margin per bulan = Rp 20 juta,-/ 24 = Rp

833.333,-

Berikut ini jurnal yang dibuat oleh Bank Syariah

Pada saat bank syariah menerima uang muka dari PT Usman: 1 Juli 2007

1. Pada saat bank syariah mencatat biaya pra-akad Rp 1.000.000,-:

Dr. Beban pra-akad yang tangguhan Rp 1.000.000,-- --

Cr. K a s -- Rp 1.000.000,--

2. Pada saat ada kepastian akad istisha dengan nasabah PT Usman, bank

mencatat:

Dr. Aset istishna dalam penyelesaian Rp 1.000.000,-- --

Cr. Beban pra-akad yang tangguhan -- Rp 1.000.000,--

3. Pada saat bank menerima tagihan dari pengembang dan membayarnya:

Tanggal 1Agustus 2007 sebesar Rp 30.000.000,--

Dr. Aset istishna dalam penyelesaian Rp 30.000.000,-- --

Cr. Hutang istishna -- Rp 30.000.000,--

Dr. K a s Rp 50.000.000,-- --

Cr. Uang muka istishna -- Rp 50.000.000,--

Page 206: BUKU-1 dan Buku II untuk dicetak.pdf.pdf

Memahami Akuntansi Syariah di Indonesia Juni 2010

Copyright©2009 dilindungi oleh Undang-Undang www. ebookakuntansisyariah.com Page 206

Pada saat bank syariah membayar Hutang istishna:

Dr. Hutang istishna Rp 30.000.000,-- --

Cr. K a s -- Rp 30.000.000,--

Tanggal 1 Nopember 2007 sebesar Rp 50.000.000,--

Dr. Aset istishna dalam penyelesaian Rp 50.000.000,-- --

Cr. Hutang istishna -- Rp 50.000.000,--

Pada saat bank syariah membayar Hutang istishna‟:

Dr. Hutang istishna Rp 50.000.000,-- --

Cr. K a s -- Rp 50.000.000,--

Tanggal 1Februari 2008 sebesar Rp 70.000.000,--

Dr. Aset istishna dalam penyelesaian Rp 90.000.000,-- --

Cr. Hutang istishna -- Rp 90.000.000,--

Pada saat bank syariah membayar Hutang istishna:

Dr. Hutang istishna Rp 90.000.000,-- --

Cr. K a s -- Rp 90.000.000,--

4. Pada saat bank menerima barang pesanan dari pengembang yang sudah

selesai 100%, bank syariah akan membuat jurnal sebagai berikut:

Dr : Aset Al-istishna ………… Rp. 171.000.000,- --

Cr :Aset istishna dalam penyelesaian -- Rp. 171.000.000,-

Page 207: BUKU-1 dan Buku II untuk dicetak.pdf.pdf

Memahami Akuntansi Syariah di Indonesia Juni 2010

Copyright©2009 dilindungi oleh Undang-Undang www. ebookakuntansisyariah.com Page 207

5. Pada saat Bank Syariah menyerahkan rumah kepada nasabah PT USMAN

JAYA.

Dr Piutang istishna ………………… .Rp. 220.000.000,- --

Cr: Persediaan barang istishna -- Rp. 171.000.000,-

Cr. Pendapatan margin istishna‟ -- Rp 29.000.000,-

Cr. Margin Istishna‟ tangguhan -- Rp 20.000.000,-

Dr. Uang Muka Istishna‟ Rp 50.000.000,-- --

Cr. Piutang Istishna‟ -- Rp 50.000.000,--

7. Pada saat Bank Syariah menerima angsuran per bulan dari PT USMAN JAYA.

Dr. Ka/ Rekening PT USAMA JAYA Rp 9.166.667,- --

Cr. Piutang Istishna‟ -- Rp 9.166.667,--

Mengakui pendapatan margin istishna‟.

Dr. Margin Istishna‟ tangguhan Rp 833.333,-- --

Cr. Pendapatan Margin Istishna‟ -- Rp833.333,--

8. Penyajian akhir tahun

Sebelum penyajian di laporan keuangan Bank Syariah, maka terlebih dahulu

dilakukan penyesuaian untuk mengakui bagian keuntungan Al-istishna yang

belum dibayar oleh mitra (bila ada) dengan adjustment atas pengakuan

Pendapatan Margin Istishna‘ satu bulan, yaitu dengan jurnal :

Page 208: BUKU-1 dan Buku II untuk dicetak.pdf.pdf

Memahami Akuntansi Syariah di Indonesia Juni 2010

Copyright©2009 dilindungi oleh Undang-Undang www. ebookakuntansisyariah.com Page 208

Pada akhir tahun per, 31 Desember, Adjustment

Dr : Margin istishna tangguhan ……… Rp. 833.333,- -

Cr : Pendapatan Margin Istishna „……… Rp833.333,-

Penyajian Laporan Laba Rugi

Pada akhir tahun Bank Syariah akan melaporkan di laporan laba rugi sebagai

―Pendapatan Margin Istishna‘

Penyajian di Neraca

Di neraca bank syariah akan disajikan rekening Piutang Istishna‘ yang dikurangi

dengan Margin istishna‟ tangguhan dan Penyisihan Piutang Istishna‟ tidak dapat

Ditagih; yang disebut Nilai bersih yang dapat direalisasikan.

-------------------------------

Alhamdulillahi rabbil „alamiini

SOAL-SOAL AKUNTANSI ISTISHNA‟

1. Jelaskan perbedaan al Istishna dengan al Istilshna paralel!

2. Jelaskan unsur-unsur biaya istishna!

3. Dalam hal istishna paralel, jelaskan perlakuan akuntansi untuk tagihan-

tagihan yang dilakukan oleh subkontraktor!

4. Jelaskan perlakuan akuntansi istishna apabila bank syariah menerapkan

―metode prosentase penyelesaian‖!

5. Jelaskan perlakuan akuntansi istishna apabila bank syariah menerapkan

―metode kontrak selesai ‖!

6. Bagaimana perlakuan akuntansinya apabila pembeli akhir melakukan

penyelesaian kewajibannya lebih awal? Jelaskan dengan angka-angka!

7. Jelaskan apabila terjadi perubahan pesanan dan klaim tambahan

dalam akad

istishna!

8. Bagaimana penyajian piutang istishna di dalam neraca bank syariah?

Page 209: BUKU-1 dan Buku II untuk dicetak.pdf.pdf

Memahami Akuntansi Syariah di Indonesia Juni 2010

Copyright©2009 dilindungi oleh Undang-Undang www. ebookakuntansisyariah.com Page 209

9. Bagaimana penyajian keuntungan istishna di dalam laporan laba rugi bank

syariah?

10. Bagaimana penyajian aktiva istishna dalam penyelesaian di dalam neraca

bank syariah?

Kasus

PT. MAJU mengikat akad istishna dengan bank syariah Sejahtera pada 1 Mei 2007

untuk memperoleh sebuah rumah kantor dengan nilai akad Rp 700 juta,-. Kemudian,

pada 2 Mei 2007 bank syariah Sejahtera mengikat akad istishnal‘ paralel dengan

kontraktor untuk membangun rukan yang dibutuhkan oleh PT MAJU tersebut. Biaya

pembuatan rukan yang disepakati dengan kontraktor adalah Rp 500 juta,--. Biaya

praakad ditanggung bank syariah sebesar Rp 10.000.000,--. Rukan diselesaikan

selama 1,5 tahun yaitu tahun 2007 dan 2008. Berikut data selengkapnya terkait

dengan akad istishna‘ paralel tersebut.

No. Keterangan 2007 Rp 2008 Rp

1 Kontraktor menagih kepada bank

syariah

200 juta 300 juta

2 Bank syariah membayar tagihan

kepada kontraktor

190 juta 310 juta

3 Bank syariah menagih kepada

pembeli akhir PT MAJU

300 juta 400 juta

4 PT MAJU membayar tagihan

kepada bank syariah

250 juta 450 juta

5 Kontraktor menyerahkan aset

istishna‘ kepada bank syariah

500 juta

6 Bank syariah menyerahkan aset

istishna‘ kepada pembeli akhir

PT MAJU

700 juta ( nilai

kontrak)

Buatlah jurnal yang diperlukan dan Neraca, Rugi laba pada tahun 2007, bila

menggunakan metode:

Page 210: BUKU-1 dan Buku II untuk dicetak.pdf.pdf

Memahami Akuntansi Syariah di Indonesia Juni 2010

Copyright©2009 dilindungi oleh Undang-Undang www. ebookakuntansisyariah.com Page 210

a) prosentase penyelesaian;

b) akad selesai. (untuk Bank Syariah dan Pembeli Akhir PT MAJU).

======$$$$$======

Page 211: BUKU-1 dan Buku II untuk dicetak.pdf.pdf

Memahami Akuntansi Syariah di Indonesia Juni 2010

Copyright©2009 dilindungi oleh Undang-Undang www. ebookakuntansisyariah.com Page 211

BAB IX

AKUNTANSI MUDHARABAH

1. KARAKTERISTIK

Seperti telah dijelaskan sebelumnya bahwa mudharabah adalah akad kerjasama

usaha antara shahibul maal (pemilik dana) dan mudharib (pengelola dana) dengan

nisbah bagi hasil menurut kesepakatan di muka, jika usaha mengalami kerugian maka

seluruh kerugian ditanggung oleh pemilik dana, kecuali jika ditemukan adanya

kelalaian atau kesalahan oleh pengelola dana, seperti penyelewengan, kecurangan, dan

penyalahgunaan dana.

Dalam pelaksanaannya mudharabah dibedakan menjadi dua jenis, yaitu

mudharabah muthlaqah (investasi tidak terikat) dan mudharabah maqayyadah (investasi

terikat). Mudharabah muthlaqah adalah akad mudharabah dimana pemilik dana

memberikan kebebasan kepada pengelola dana dalam pengelolaan investasi, sedangkan

mudharabah muqayyadah adalah akad mudharabah dimana pemilik dana memberikan

batasan kepada pengelola dana mengenai tempat, cara, dan obyek investasi.

Dalam operasional mudharabah, entitas syariah dapat bertindak sebagai pemilik

dana maupun pengelola dana. Apabila bank bertindak sebagai pemilik dana maka

dana yang disalurkan disebut investasi mudharabah. Apabila entitas syariah sebagai

pengelola dana maka :

(a) dalam akad mudharabah muqayyadah, dana yang diterima disajikan dalam

laporan perubahan investasi terikat sebagai investasi terikat dari nasabah;

(b) dalam akad mudharabah muthlaqah, dana yang diterima disajikan dalam neraca

sebagai dana syirkah temporer. Mengenai pengembalian pembiayaan

mudharabah dapat dilakukan bersamaan dengan distribusi bagi hasil atau pada

saat diakhirinya akad mudharabah.

(c) Jika dari pengelolaan dana mudharabah menghasilkan keuntungan , maka porsi

jumlah bagi hasil untuk pemilik dana dan pengelola dana ditentukan berdasarkan

nisbah yang disepakati dari hasil usaha yang diperoleh selama periode akad. Jika

dari pengelolaan dana mudharabah menimbulkan kerugian, maka kerugian

finansial menjadi tanggungan pemilik dana. (paragraph 5-10, PSAK 105,2007).

Page 212: BUKU-1 dan Buku II untuk dicetak.pdf.pdf

Memahami Akuntansi Syariah di Indonesia Juni 2010

Copyright©2009 dilindungi oleh Undang-Undang www. ebookakuntansisyariah.com Page 212

2. PRINSIP PEMBAGIAN HASIL USAHA

Pembagian hasil usaha mudharabah dapat dilakukan berdasarkan prinsip bagi

hasil atau bagi laba. Jika berdasarkan prinsip bagi hasil, maka dasar pembagian

hasil usaha adalah laba bruto (gross profit) bukan total pendapatan usaha

(omset). Sedangkan jika berdasarkan prinsip bagi laba, dasar pembagian adalah

laba neto (net profit) yaitu laba bruto dikurangi beban yang berkaitan dengan

pengelolaan dana mudharabah.

Contoh

Uraian Jumlah Metode Bagi Hasil

Penjualan 100

Harga Pokok Penjualan 65

Laba kotor 35 Gross Profit Margin

Beban 25

Laba (rugi) bersih 10 Net Profit Sharing

(paragraph 11, PSAK 105,2007).

Dalam PSAK ini, revenue sharing (omset penjualan atau pendapatan) tidak

diperkenankan sebagai dasar bagi hasil, dengan alasan bahwa dalam penjualan

mengandung unsur modal pokok atas barang yang dijual oleh entitas. Dengan

demikian, dasar bagi hasil yang diperkenankan adalah laba kotor atau laba

bersih (gross profit atau net profit sharing). Apabila entitas pengelola dana

mudharabah memperoleh keuntungan maka keuntungan dibagi hasilkan antara

pemilik dana mudharabah dan pengelola dana mudharabah, sedangkan bila

pengelola dana mudharabah menderita rugi normal, bukan kelalaian pengelola,

maka kerugian menjadi tanggungan pemilik dana (shahibul maal). Keuntungan

yang dibagi didasarkan pada nisbah yang telah disepakati pada awal akad

disepakati ke dua belah pihak, misal: 40:60, yaitu 40% untuk pengelola dana

mudaharabah dan 60% untuk pemilik dana mudharabah.

Berdasarkan contoh di atas, bila kita menggunakan gross profit sharing sebagai

dasar bagi hasil dan nisbah bagi hasil adalah 40:60, yaitu 40% untuk pengelola

dana mudaharabah dan 60% untuk pemilik dana mudharabah, maka bagian

bagi hasil untuk:

Page 213: BUKU-1 dan Buku II untuk dicetak.pdf.pdf

Memahami Akuntansi Syariah di Indonesia Juni 2010

Copyright©2009 dilindungi oleh Undang-Undang www. ebookakuntansisyariah.com Page 213

Pengelola dana = 40% X Rp 35,- = Rp 14,-

Pemilik dana = 60% X Rp 35,- = Rp 21,-

3. AKUNTANSI UNTUK PEMILIK DANA (SHAHIBUL MAAL)

3.1. Pengakuan dan Pengukuran Invesatasi Mudharabah

PSAK No. 105 (2007) mengatur pengakuan pembiayaan mudharabah sebagai berikut:

1) Dana mudharabah yang disalurkan oleh pemilik dana diakui sebagai investasi

mudharabah pada saat pembayaran kas atau penyerahan aset nonkas kepada

pengelola dana.

2) Pengukuran invesatasi mudharabah diatur sebagai berikut:

a) Investasi mudharabah dalam bentuk kas diukur sebesar jumlah yang

dibayarkan;

b) Investasi mudharabah dalam bentuk aset nonkas diukur sebesar nilai wajar

aset non kas pada saat penyerahan:

(i) Jika nilai wajar lebih tinggi daripada nilai tercatatnya diakui, maka

selisihnya diakui sebagai keuntungan tangguhan dan diamortisasi

sesuai jangka waktu akad mudharabah;

(ii) Jika nilai wajar lebih rendah daripada nilai tercatatnya, maka

selisihnya diakui sebagai kerugian. (paragraph 12 dan 13, PSAK

105,2007).

Atas dasar penguturan di atas, maka pemilik dana akan membuat jurnal untuk

mencatat transaksi mudharabah sebagai berikut:

Pembiayaan mudharabah dalam bentuk kas diukur sejumlah uang yang

diberikan. Jurnal yang dibuat adalah sebagai berikut: (misal, investasi

mudharabah Rp 100.000.000,-)

Tanggal Investasi mudharabah Rp100.000.000,00 --

Kas -- Rp100.000.000,00

Misalnya, tanggal 1 Maret 2008, bank syariah (pemilik dana) memberikan pembiayaan

mudharabah kepada nasabah Tn. Ali dengan menyerahkan mesin. Nilai buku mesin

tersebut adalah Rp 300.000.000,00 dan menurut penilaian, nilai wajar mesin tersebut

Page 214: BUKU-1 dan Buku II untuk dicetak.pdf.pdf

Memahami Akuntansi Syariah di Indonesia Juni 2010

Copyright©2009 dilindungi oleh Undang-Undang www. ebookakuntansisyariah.com Page 214

adalah Rp 280.000.000,00.- maka dalam hal ini bank syariah akan mencatat pada saat

akad 1 Maret 2008 sebagai berikut:

1 Maret Investasi mudharabah

Kerugian penurunan nilai

Mesin

Rp280.000.000,00

Rp20.000.000,00

--

--

--

Rp300.000.000,00

Bila nilai wajar lebih tinggi daripada nilai tercatatnya diakui, maka selisihnya diakui

sebagai keuntungan tangguhan dan diamortisasi sesuai jangka waktu akad

mudharabah. Berdasarkan contoh di atas, misalnya, menurut penilaian, nilai wajar

mesin tersebut adalah Rp 320.000.000,00.-, maka selisih Rp 20.000.000,-- diakui

sebagai ‘keuntungan tangguhan‘ yang akan diamortisasi selama masa akad

mudharabah. Untuk contoh ini, pemilik dana akan membuat jurnal untuk mencatatat

transaksi tersebut, sebagai berikut:

1 Maret Investasi mudharabah

Keuntungan tangguhan

mudharabah

Mesin

Rp320.000.000,00

--

--

--

Rp20.000.000,00

Rp300.000.000,00

Apabila akad mudharabah diumpamakan selama 20 bulan, maka amortisasi

‘keuntungan tangguhan‘ per bulan adalah Rp 1.000.000,-- (Rp20.000.000,00 : 20),

dan jurnal yang dibuat untuk mengamortisasi ‗keuntungan tangguhan‘ per bulan

adalah sebagai berikut:

Setiap

bulan

Keuntungan tangguhan mudharabah

Keuntungan selisih nilai Mesin

Rp 1.000.000,--

--

--

Rp1.000.000,00

3.2. Investasi mudharabah turun nilai atau hilang

1) Jika nilai investasi mudharabah turun sebelum usaha dimulai disebabkan rusak,

hilang atau factor lain yang bukan kelalaian atau kesalahan pihak pengelola

dana, maka penurunan nilai tersebut diakui sebagai kerugian dan mengurangi

saldo investasi mudharabah. (paragraph 14, PSAK 105,2007).

Untuk kondisi ini, maka pemilik dana harus membuat jurnal untuk mengakui

terjadinya kerugian karena terjadinya penurunan nilai investasi mudharabah,

sebagai berikut:

Page 215: BUKU-1 dan Buku II untuk dicetak.pdf.pdf

Memahami Akuntansi Syariah di Indonesia Juni 2010

Copyright©2009 dilindungi oleh Undang-Undang www. ebookakuntansisyariah.com Page 215

Kerugian Investasi Mudharabah

Investasi Mudharabah

Rp xxx

--

--

Rp xxx

2) Jika sebagian investasi mudharabah hilang setelah dimulainya usaha tanpa

adanya kelalaian atau kesalahan pengelola dana, maka kerugian tersebut

diperhitungkan pada saat bagi hasil. (paragraph 15, PSAK 105,2007).

Umpamakan, pada 2008 pemilik dana memperoleh bagi hasil Rp 30.000.000,-

dan pada 2008 terjadi kehilangan modal mudharabah di pengelola dana sebesar

Rp 5.000.000,-, maka modal mudharabah yang hilang diperhitungkan sebagai

pengurang bagih hasil yang akan diterimanya. Bila tidak ada dana mudharabah

yang hilang, pemilik dana mudharabah akan menerima bagi hasil sebesar Rp

30.000.000,-; karena pada 2008 terjadi kehilangan dana yang bukan kelalaian

pengelola dana, maka bagi hasil yang akan diterima berkurang dengan Rp

5.000.000,--. Untuk kasus ini, jurnal yang akan dibuat oleh pemilik dana adalah

sebagai berikut:

Des

31

Piutang Bagi Hasil Investasi

Mudharabah

Kerugian Penurunan Nilai

Investasi Mudharabah

Pendapatan Bagi Hasil

Mudharabah

Rp 25.000.000,-

5.000.000,-

--

--

--

Rp 30.000.000,-

3) Dalam investasi mudharabah yang diberikan dalam aset nonkas dan aset nonkas

tersebut mengalami penurunan nilai pada saat atau setelah barang dipergunakan

secara efektif dalam kegiatan usaha mudharabah, maka kerugian tersebut tidak

langsung mengurangi jumlah investasi, namun diperhitungkan pada saat

pembagian bagi hasil. (paragraph 17, PSAK 105,2007).

Dalam hal ini, jurnal yang dibuat oleh pemilik dana mudharabah akan seperti

pada kasus point 4) di atas, yaitu sebagai berikut: (contoh pada point 4) dan bila

penurunan nilai aset nonkas adalah Rp 5.000.000,-)

Page 216: BUKU-1 dan Buku II untuk dicetak.pdf.pdf

Memahami Akuntansi Syariah di Indonesia Juni 2010

Copyright©2009 dilindungi oleh Undang-Undang www. ebookakuntansisyariah.com Page 216

Des

31

Piutang Bagi Hasil Investasi

Mudharabah

Kerugian Penurunan Nilai

Investasi Mudharabah

Pendapatan Bagi Hasil

Mudharabah

Rp 25.000.000,-

5.000.000,-

--

--

--

Rp 30.000.000,-

Jenis kelalaian seperti apakah yang dimaksud dalam PSAK ini yang dilakukan

pengelola dana sehingga akan menentukan siapa yang bertanggung jawab

terhadap hilang atau berkurangnya investasi mudharabah bagi pemilik dana.

Kelalaian atas kesalahan pengelola dana ada 3 jenis yang dijelaskan dalam PSAK

105 ini, yaitu ditunjukkan oleh:

(a) Persyaratan yang ditentukan di dalam akad tidak terpenuhi;

(b) Tidak terdapat kondisi di luar kemampuan (force majeur) yang lazim dan /

atau yang telah ditentukan dalam akad, atau

(c) Hasil keputusan dari institusi yang berwenang. (paragraph 18, PSAK

105,2007)

3.3. Investasi mudharabah berakhir

Jika akad mudharabah berakhir sebelum atau saat akad jatuh tempo dan belum

dibayar oleh pengelola dana, maka investasi mudharabah diakui sebagai

piutang. (paragraph 19, PSAK 105,2007). Untuk ketentuan ini, pemilik dana

mudharabah akan membuat jurnal untuk mengakui piutang sebagai pengganti

investasi mudharabah sebagai berikut:

Piutang Jatuh Tempo – Pengelola

Dana Mudharabah

Investasi Mudharabah

Rp xxx

--

--

Rp xxx

Pada saat pemilik dana mudharabah menerima pembayaran dari pengelola dana

mudharabah, maka jurnal yang harus dibuat adalah sebagai berikut:

K a s

Piutang jatuh tempo –

Pengelola Dana Mudharabah

Rp xxx

--

--

Rp xxx

Page 217: BUKU-1 dan Buku II untuk dicetak.pdf.pdf

Memahami Akuntansi Syariah di Indonesia Juni 2010

Copyright©2009 dilindungi oleh Undang-Undang www. ebookakuntansisyariah.com Page 217

Dengan jurnal pembayaran Piutang dari pengelola dana mudharabah, maka saldo

Piutang kepada pengelola dana menjadi bersaldo nol atau sudah habis.

3.4. Penghasilan Usaha Mudharabah

Investasi mudharabah yang dilakukan oleh pemilik dana akan dapat menghasilkan

keuntungan atau bisa juga menanggung kerugian karena kerugian yang diderita

pengelolala dana mudharabah tidak melakukan kelalaian pengelolaan. Atas hasil dan

kerugian ini PSAK 105 (2007) telah mengatur perlakuan akuntansinya berikut ini.

1). Jika investasi mudharabah melebihi satu periode pelaporan, penghasilan usaha

diakui dalam periode terjadinya hak bagi hasil sesuai nisbah yang disepakati.

(paragraph 20, PSAK 105,2007).

Atas ketentuan ini, pemilik dana mudharabah akan mengakui bagi hasil tersebut

dengan membuat jurnal sebagai berikut:

Piutang Bagi Hasil Investasi

Mudharabah

Pendapatan Bagi Hasil Investasi

Mudharabah

Rp xxx

--

--

Rp xxx

Kemudian, pada saat menerima pembayaran bagi hasil dari pengelola dana

mudharabah, pemilik dana mudharabah akan membuat jurnal berikut ini:

K a s

Piutang Bagi Hasil Investasi

Mudharabah

Rp xxx

--

--

Rp xxx

2). Kerugian yang terjadi dalam suatu periode sebelum akad mudharabah berakhir

diakui sebagai kerugian dan dibentuk penyisihan kerugian investasi. Pada saat

akad mudharabah berakhir, selisih antara:

(a) investasi mudharabah setelah dikurangi penyisihan kerugian investasi; dan

(b) pengembalian investasi mudharabah; diakui sebagai keuntungan atau

kerugian. (paragraph 21, PSAK 105,2007).

Page 218: BUKU-1 dan Buku II untuk dicetak.pdf.pdf

Memahami Akuntansi Syariah di Indonesia Juni 2010

Copyright©2009 dilindungi oleh Undang-Undang www. ebookakuntansisyariah.com Page 218

Atas ketentuan ini, jurnal yang harus dibuat oleh pemiliki dana mudharabah adalah

sebagai berikut:

Pembentukan penyisihan kerugian investasi:

Kerugian Investasi Mudharabah

Penyisihan Kerugian Investasi

Mudharabah

Rp xxx

--

--

Rp xxx

Kerugian Investasi Mudharabah akan dilaporkan di laporan Laba Rugi sebagai

beban usaha, sedangkan Penyisihan Kerugian Investasi Mudharabah akan

dilaporkan di neraca pemilik dana mudharabah sebagai pengurang Investasi

Mudharabah. Berikut penyajian di neraca pemilik dana.

Bank Syariah ABC

Neraca

Per 31 Desember 2008 (misal)

---

Investasi Mudharabah Rp 300 juta,--

Penyisihan Kerugian Investasi Mudharabah Rp 15 juta (-)

Investasi Mudharabah bersih Rp 285 juta,-

---

Penyisihan kerugian investasi mudharabah diumpamakan 5% dari Investasi

Mudharabaah, sehingga besarnya penyisihan = 5% X Rp 300 juta,- = Rp 15 juta,--.

Jurnal penyesuaian yang dibuat adalah:

Des

31

Kerugian Investasi Mudharabah

Penyisihan Kerugian Investasi

Mudharabah

Rp 15 juta,-

--

--

Rp 15 juta,--

Contoh lain pembentukan Penyisihan Kerugian Investasi Mudharabah

Penyisihan kerugian investasi mudharabah dan piutang yang timbul dari transaksi

mudharabah dibentuk sebesar estimasi kerugian investasi mudharabah dan piutang

yang tidak dapat ditagih.

Page 219: BUKU-1 dan Buku II untuk dicetak.pdf.pdf

Memahami Akuntansi Syariah di Indonesia Juni 2010

Copyright©2009 dilindungi oleh Undang-Undang www. ebookakuntansisyariah.com Page 219

Misal, entitas syariah ( bank syariah) mempunyai saldo per 31 Desember 2008 sebagai

berikut:

Investasi mudharabah Rp 100.000.000,00

Piutang jatuh tempo Rp 50.000.000,00

Bank syariah mengestimasikan kerugian pembiayaan dan piutang yang tidak

tertagih = 5%

Maka, jumlah penyisihan kerugian adalah:

▪ Pembiayaan mudharabah = 5% x Rp 100.000.000,00 = Rp5.000.000,00

▪ Piutang jatuh tempo 5% x Rp 50.000.000,00 =

Rp2.500.000,00

Total =Rp 7.500.000,00

Untuk itu, bank syariah akan membuat ayat jurnal penyesuaian per 31 Desember

sebagai berikut:

31 Des Kerugian investasi mudharabah

Kerugian piutang jatuh tempo

Penyisihan kerugian investasi

mudharabah

Penyisihan kerugian piutang jauh

Tempo

Rp5.000.000,00

Rp2.500.000,00

--

--

--

--

Rp5.000.000,00

Rp2.500.000,00

Kerugian investasi dan kerugian piutang akan dilaporkan di laporan laba/rugi,

sedangkan Penyisihan kerugian investasi mudharabah dan Penyisihan kerugian

piutang jatuh tempo dilaporkan di neraca sebagai pengurang rekening Investasi

mudharabah dan Piutang jatuh tempo.

3.5. Pembayaran Kembali Pembiayaan

Seperti telah dijelaskan pada sub bahasan sebelumnya, bahwa pada saat akad

mudharabah berakhir, selisih antara:

(a) investasi mudharabah setelah dikurangi penyisihan kerugian investasi; dan

(b) pengembalian investasi mudharabah; diakui sebagai keuntungan atau kerugian.

Diumpamakan, pengelola dana mengembalikan investasi mudharabah ke pemilik

dana sebesar Rp 290 juta,-, investasi mudharabah Rp 300 juta,- dan penyisihan

kerugian investasi mudharabah Rp 15 juta,--, maka selisih antara kas yang diterima

Rp 290 juta,- dengan Investasi Mudharabah bersih Rp 285 juta,- = Rp 5 juta,- akan

Page 220: BUKU-1 dan Buku II untuk dicetak.pdf.pdf

Memahami Akuntansi Syariah di Indonesia Juni 2010

Copyright©2009 dilindungi oleh Undang-Undang www. ebookakuntansisyariah.com Page 220

diakui sebagai ‘keuntungan investasi mudharabah‘. Jurnal yang dibuat adalah sebagai

berikut:

K a s

Penyisihan Kerugian Investasi Mudharabah

Investasi Mudharabah

Keuntungan Investasi

Mudharabah

Rp 290 juta,-

Rp 15 juta,--

--

--

--

--

Rp 300 juta,-

Rp 5 juta,--

Dengan pembayaran kembali atas pembiayaan oleh pengelola dana maka jumlah

investasi mudharabah pada pemilik dana akan berkurang dan di neraca akan

dilaporkan sejumlah sisa setelah pembayaran kembali. Dalam contoh kasus di atas,

saldo Investasi Mudharabah menjadi habis atau saldo nol.

Bila kas yang diterima dari pengelola dana adalah Rp 280 juta,-, maka selisih antara

kas yang diterima dan investasi mudharabah bersih adalah Rp 5 juta, - diakui sebagai

kerugian investasi mudharabah. Berikut ini jurnal yang dibuat oleh pemilik dana.

K a s

Penyisihan Kerugian Investasi

Mudharabah

Kerugian Investasi

Mudharabah

Investasi Mudharabah

Rp 280 juta,-

Rp 15 juta,--

Rp 5 juta,--

--

--

--

--

Rp 300 juta,-

3.6. Pengakuan Keuntungan Atau Kerugian Mudharabah

PSAK No. 105 (2007) telah mengatur pengakuan keuntungan atau kerugian

mudharabah dan metode distribusi bagi hasil. Distribusi bagi hasil mudharabah dapat

dilakukan dengan menggunakan dua metode, yaitu gross profit sharing atau net profit

sharing. Dalam gross profit sharing, bagi hasil dihitung dari pendapatan setelah

dikurangi Harga pokok penjualan, sedangkan dalam net profit sharing, bagi hasil

dihitung dari gross profit dikurangi dengan beban yang berkaitan langsung dengan

pengelolaan dana mudharabah.

Apabila pembiayaan melewati satu periode pelaporan

(a) keuntungan investasi mudharabah diakui pada saat terjadinya hak bagi hasil

sesuai dengan nisbah yang disepakati, dan

(b) kerugian yang terjadi diakui pada periode terjadinya kerugian tersebut dan

mengurangi investasi mudharabah.

Page 221: BUKU-1 dan Buku II untuk dicetak.pdf.pdf

Memahami Akuntansi Syariah di Indonesia Juni 2010

Copyright©2009 dilindungi oleh Undang-Undang www. ebookakuntansisyariah.com Page 221

Contoh berikut ini perhitungan laba/rugi pengelola dana mudharabah tahun 2008:

Penjualan Rp1.000.000,00

Harga pokok penjualan Rp 600.000,00

Laba kotor Rp 400.000,00

Biaya – biaya Rp 300.000,00

Laba (rugi) bersih Rp 100.000,00

Metode bagi hasil

a) Bila gross profit sharing, dengan nisbah bank syariah (pemilik dana) : pengelola

dana= 20 : 80 maka bagi hasil untuk:

Bank Syariah : 20% x Rp400.000,00 = Rp80.000,00

Pengelola : 80% x Rp400.000,00 = Rp320.000,00

b) Bila metode net profit sharing, nisbah bank syariah : pengelola = 80 : 20 maka

bagi hasilnya:

Bank syariah : 80% x Rp100.000,00 = Rp80.000,00

Pengelola : 20% x Rp100.000,00 = Rp 20.000,00

Bagian hasil usaha yang belum dibayar oleh pengelola dana diakui sebagai

piutang.(paragraph 24, PSAK 105,2007).

Untuk bagi hasil di atas yang belum dibayar oleh pengelola dana, bank syariah

(pemilik dana) akan membuat pencatatan sebagai berikut:

31 Des

2008

Piutang pendapatan bagi hasil

Pendapatan bagi hasil mudharabah

Rp80.000,00

-

-

Rp80.000,00

Piutang akan dilaporkan di neraca, sedangkan pendapatan bagi hasil akan dilaporkan

di laporan laba rugi sebagai unsur pendapatan operasional. Pada saat pengelola dana

membayar bagi hasil ke bank syariah maka bank syariah akan mencatat sebagai

berikut:

Page 222: BUKU-1 dan Buku II untuk dicetak.pdf.pdf

Memahami Akuntansi Syariah di Indonesia Juni 2010

Copyright©2009 dilindungi oleh Undang-Undang www. ebookakuntansisyariah.com Page 222

Tanggal Kas

Piutang pendapatan bagi hasil

Mudharabah

Rp80.000,00

--

--

Rp80.000,00

Apabila pengelola dana mengalami kerugian, misalkan Rp10.000,00 maka kerugian

ditanggung oleh bank syariah (pemilik dana) , yang akan mengurangi investasi

mudharabah. Bank syariah (pemilik dana) akan mengakui kerugian sebagai berikut:

31 Des Kerugian investasi mudharabah

Investasi mudharabah

Rp10.000,00

-

-

Rp10.000,00

Kerugian akibat kelalaian atau kesalahan pengelola dana dibebankan pada pengelola

dana dan tidak mengurangi investasi mudharabah. paragraph 23, PSAK 105,2007).

Dengan demikian, investasi mudharabah tidak akan dikurangi kerugian yang

disebabkan oleh kelalaian pengelola dana dan yang menanggung kerugian adalah

pengelola dana sendiri.

4. AKUNTANSI UNTUK PENGELOLA DANA (Bank Syariah atau

entitas lain Sebagai Mudharib )

Sebagai mudharib maka entitas menerima dana dari shahibul maal (pemilik

dana) untuk dikelola dalam bentuk investasi terikat atau investasi tidak terikat.

Dalam hal entitas sebagai mudharib, PSAK No. 105 (2007) mengaturnya berikut ini.

4.1. Perlakuan Akuntansi Dana yang Diterima Pengelola Dana Mudharabah (Mudharib)

Dana yang diterima dari pemilik dana dalam akad mudharabah diakui sebagai dana

syirkah temporer sebesar jumlah kas atau nilai wajar aset nonkas yang diterima.

Pada akhir periode akuntansi, dana syirkah temporer diukur sebesar nilai

tercatatnya. (paragraph 25, PSAK 105,2007).

Atas ketentuan ini, jurnal yang dibuat oleh pengelola dana pada saat menerima dana

mudharabah adalah sebagai berikut:

Page 223: BUKU-1 dan Buku II untuk dicetak.pdf.pdf

Memahami Akuntansi Syariah di Indonesia Juni 2010

Copyright©2009 dilindungi oleh Undang-Undang www. ebookakuntansisyariah.com Page 223

Tanggal K a s

Dana syirkah temporer

Rpxxx

-

-

Rpxxx

Jika pengelola dana menyalurkan dana syirkah temporer yang diterima maka

pengelola dana mengakui sebagai asset sesuai ketentuan pada paragraph 12-13.

(paragraph 25, PSAK 105,2007). Dalam hal ini berlaku akuntansi untuk pengelola

dana mudharabah sebagai investasi mudharabah.

Berikut ini contoh aplikasi akuntansi untuk pengelola dana mudharabah pada bank

syariah.

Dana mudharabah yang diterima oleh pengelola dana diakui sebagai Dana syirkah

temporer pada saat terjadinya sebesar jumlah yang diterima. Pada akhir periode

akuntansi, Dana syirkah temporer diukur sebesar nilai tercatat.

Misal, bank syariah menerima dana mudharabah sebagai berikut:

10 Juni 2008: nasabah Tuan Ali menyetor dana sebagai tabungan mudharabah

sebesar Rp100.000.000,00

10 Agustus: nasabah mengambil Rp20.000.000,00 dana yang ditabungkan di bank

syariah.

Atas transaksi ini, bank syariah akan mencatat sebagai berikut:

Penerimaan tabungan mudharabah Rp 100 juta,- dari tn. Ali:

10 Juni

2008

Kas

Dana syirkah temporer

Rp100.000.000,0

-

-

Rp100.000.000,0

Pencatatan atas pengambilan Tabungan mudharabah tn. Ali Rp 20 juta,-

10 Agust

2003

Dana syirkah temporer

Kas

Rp20.000.000,00

-

-

Rp20.000.000,00

Setelah tanggal 10 Agustus 2008 saldo Dana syirkah temporer adalah Rp80.000.000,00.-

Apabila sampai dengan 31 Desember 2008 tidak ada penambahan atau pengurangan

maka di neraca Dana syirkah temporer akan dicatat sebesar nilai tercatat tersebut

sebesar Rp80.000.000,00.-

Bagi hasil Dana syirkah temporer dialokasikan kepada bank dan pemilik dana sesuai

dengan nisbah yang disepakati.

Page 224: BUKU-1 dan Buku II untuk dicetak.pdf.pdf

Memahami Akuntansi Syariah di Indonesia Juni 2010

Copyright©2009 dilindungi oleh Undang-Undang www. ebookakuntansisyariah.com Page 224

Misal, bank syariah mendapatkan pendapatan operasional tahun 2008 Rp

100.000.000,00.-

Dana yang dihimpun:

- Dana syirkah temporer, tabungan mudharabah Rp200.000.000,00

- Dana syirkah temporer milik Tn Ali Rp80.000.000,00

- Deposito mudharabah Rp800.000.000,00

- Nisbah bagi hasil = 40 : 60 ( bank syariah: nasabah)

Bagi hasil untuk Tuan Ali dapat dihitung sebagai berikut (pemilik dana):

Bagi hasil untuk porsi tabungan mudharabah = (Rp 200 juta / Rp 1 milyar) x Rp 100

juta,- =Rp 20 juta,-. Bagian nasabah adalah 60% = 60% x Rp 20 juta,- = Rp 12 juta,-.

Sedangkan bagian bank syariah (pengelola dana) = 40% X Rp 20 juta,- = Rp 8 juta,-.

Bagi hasil untuk Tn. Ali adalah =

80.000.000

= ------------------ x Rp 12.000.000,- =

200.000.000

40

= -------- x Rp12.000.000,00 = Rp4.800.000,00

100

Bagi hasil untuk Tn. Ali di dalam %:

Rp4.800.000,00

= ------------------- x 100% = 6,00 %

Rp80.000.000,00

Hak pihak ke tiga atas bagi hasil dana syirkah temporer yang sudah diperhitungkan

tetapi belum dibagikan kepada pemilik dana diakui sebagai kewajiban sebesar bagi

hasil yang menjadi porsi hak pemilik dana. Kerugian yang diakibatkan oleh

kesalahan atau kelalaian pengelola dana diakui sebagai beban pengelola dana.

(paragraph 29-30, PSAK 105,2007)

Atas bagi hasil ini bank syariah (pengelola dana) akan mencatat bagi hasil yang akan

dibagikan kepada pemilik dana tabungan mudharabah Tn. Ali, sebagai berikut:

Page 225: BUKU-1 dan Buku II untuk dicetak.pdf.pdf

Memahami Akuntansi Syariah di Indonesia Juni 2010

Copyright©2009 dilindungi oleh Undang-Undang www. ebookakuntansisyariah.com Page 225

31/12/08 Distribusi bagi hasil mudharabah

Kewajiban bagi hasil

Mudharabah

Rp4.800.000,00

-

-

Rp4.800.000,00

Pada saat bank syariah membayar bagi hasil tersebut, bank syariah (pengelola dana)

akan mencatat:

5 Jan.

2009

Kewajiban bagi hasil mudharabah

Kas

Rp4.800.000,00

-

-

Rp4.800.000,00

Distribusi bagi hasil mudharabah akan dilaporkan dalam laporan laba rugi sebagai

pengurang pendapatan usaha pengelola (bank syariah), sedangkan kewajiban bagi

hasil mudharabah akan dilaporkan di neraca.

Kerugian karena kesalahan atau kelalaian bank dibebankan kepada bank (pengelola

dana). Dalam hal ini bank syariah akan mencatat kerugian sebagai berikut:

Tanggal Kerugian Dana Syirkah Temporer

Kewajiban lain-lain/kas

Rp xx

-

-

Rp xx

4.2. Perlakuan Akuntansi Mudharabah Musytarakah

PSAK 105 (2007) mendifinisikan mudharabah musytarakah adalah bentuk

mudharabah dimana pengelola dana menyertakan modal atau dananya dalam

kerjasama investasi. Dimisalkan, bank syariah menerima tabungan mudharabah dari

deposan dalam bentuk pool of fund (kumpulan dana tabungan mudharabah) sebesar Rp

1 milyar,-, kemudian bank menginvestasikan dalam investasi mudharabah dimana

mitra pengusaha juga menyertakan modal sebesar Rp 500 juta,- sehingga total investasi

mudharabah yang dikelola oleh mudharib (pengusaha) adalah Rp 1,5 milyar,--. Jadi,

dalam hal ini bank syariah sebagai pemilik dana mudharabah (shahibul maal) dimana

dananya berasal dari tabungan mudharabah dan dana pengusaha sendiri (bisa dari

dana tunai maupun nonkas).

PSAK 105 (2007) telah mengatur perlakuan akuntansi untuk mudharabah musytarakah

seperti berikut ini.

1) Penyertaan dana mudharabah musytarakah

Jika pengelola dana juga menyertakan dana dalam mudharabah musytarakah, maka

penyaluran dana milik pengelola dana tersebut diakui sebagai investasi mudharabah.

Page 226: BUKU-1 dan Buku II untuk dicetak.pdf.pdf

Memahami Akuntansi Syariah di Indonesia Juni 2010

Copyright©2009 dilindungi oleh Undang-Undang www. ebookakuntansisyariah.com Page 226

Akad mudharabah musytarakah merupakan perpaduan antara akad mudharabah dan

musyarakah. Dalam mudharabah musytarakah, pengelola dana (berdasar akad

mudharabah) menyertakan juga dananya dalam investasi bersama (berdasar akad

musyarakah). Pemilik dana musyarakah (musytarik) memperoleh bagian hasil usaha

sesuai porsi dana yang disetorkan. Pembagian hasil usaha antara pengelola dana dan

pemilik dana dalam mudharabah adalah sebesar hasil usaha musyarakah setelah

dikurangi porsi pemilik dana sebagai pemilik dana musyarakah. (paragraph 31-33,

PSAK 105,2007).

2) Pembagian hasil investasi mudharabah musytarakah

Pembagian hasil investasi mudharabah musytarakah dapat dilakukan sebagai berikut:

(a) Hasil investasi dibagi antara pengelola dana (sebagai mudharib) dan pemilik

dana sesuai dengan nisbah yang disepakati, selanjutnya bagian hasil investasi

setelah dikurangai untuk pengelola dana (sebagai mudharib) tersebut dibagi

antara pengelola dana (sebagai musytarik) dengan pemilik dana sesuai

dengan porsi modal masing-masing; atau

(b) Hasil investasi dibagi antara pengelola dana (sebagai musytarik) dan pemilik

dana sesuai dengan porsi modal masing-masing, selanjutnya bagian hasil

investasi setelah dikurangi untuk pengelola dana (sebagai musytarik) tersebut

dibagi antara pengelola dana (sebagai mudharib) dengan pemilik dana sesuai

dengan nisbah yang disepakati.

Jika terjadi kerugian atas investasi, maka kerugian dibagi sesuai dengan porsi modal

para musytarik. (paragraph 34-35, PSAK 105,2007).

Ilustrasi

Bank Syariah Sejahtera menandatangani akad mudharabah musytarakah dengan PT

LANCAR pada 1 Mei 2008. Bank syariah menyalurkan pembiayaannya dengan kas

Rp 400 juta,- dan PT LANCAR sebesar Rp 100 juta,- , nisbah bagi hasil yang

disepakati adalah bank:mitra=40:60 dari laba kotor usaha mitra, bila rugi maka

pembagian ruginya berdasarkan porsi modal yang disetorkan masing-masing. Pada

tahun 2008 PT LANCAR melaporkan Laba Kotor usahanya sebesar Rp 200 juta,-.

Diminta: hitunglah bagi hasil untuk bank dan mitranya.

Page 227: BUKU-1 dan Buku II untuk dicetak.pdf.pdf

Memahami Akuntansi Syariah di Indonesia Juni 2010

Copyright©2009 dilindungi oleh Undang-Undang www. ebookakuntansisyariah.com Page 227

Jawab:

Cara 1:

Hasil usaha dibagi antara bank dan mitra dengan dasar nisbah, sisanya setelah

dikurangi hak pengelola dana akan dibagi sesuai dengan porsi modal masing-masing.

Bagian pengelola (musytarik) = 60/100 x Rp 200 juta,- = Rp 120,-juta; sisanya Rp 80

juta,- dibagi berdasarkan porsi modal.

Pengelola = 100/500 x Rp 80 juta,- =Rp 16 juta,-

Bank syariah = 400/500 x Rp 80 juta,- = Rp 64 juta,-

Jadi, bagi hasil pengelola = Rp 120 juta,- + Rp 16 juta,-=Rp 136 juta,-

Bagi hasil bank syariah = Rp 64 juta,- ; total hasil yang dibagi = Rp 136 juta,- +

Rp 64 juta,- =Rp 200 juta,--

Cara 2:

Hasil usaha dibagi antara bank dan mitra berdasarkan porsi modal masing-masing,

sisanya setelah dikurangi hak pengelola dana akan dibagi sesuai dengannisbah bagi

hasil.

Bagian pengelola (musytarik) = 100/500 x Rp 200 juta,- = Rp 40,-juta; sisanya Rp

160 juta,- dibagi berdasarkan nisbah bagi hasil.

Pengelola = 60/100 x Rp 160 juta,- =Rp 96 juta,-

Bank syariah = 40/100 x Rp 160 juta,- = Rp 64 juta,-

Jadi, bagi hasil pengelola = Rp 40 juta,- + Rp 96 juta,-=Rp 136 juta,-

Bagi hasil bank syariah = Rp 64 juta,- ; total hasil yang dibagi = Rp 136 juta,- +

Rp 64 juta,- =Rp 200 juta,--.

Jadi, cara 1 dan cara 2 hasil perhitungan bagi hasil adalah sama.

5. PENYAJIAN

Bagaimanakah pengelola dana dan pemilik dana menyajikan dalam laporan

keuangannya? Dalam hal ini PSAK 105 (2007) telah mengaturnya berikut ini.

1. Pemilik dana menyajikan investasi mudharabah dalam laporan keuangan

sebesar nilai tercatat.

2. Pengelola dana menyajikan transaksi mudharabah dalam laporan keuangan:

(a) Dana syirkah temporer dari pemilik dana disajikan sebesar nilai

tercatatnya untuk setiap jenis mudharabah;

Page 228: BUKU-1 dan Buku II untuk dicetak.pdf.pdf

Memahami Akuntansi Syariah di Indonesia Juni 2010

Copyright©2009 dilindungi oleh Undang-Undang www. ebookakuntansisyariah.com Page 228

(b) Bagi hasil dana syirkah temporer yang sudah diperhitungkan tetapi

belum diserahkan kepada pemilik dana disajikan sebagai pos bagi hasil

yang belum dibagikan di kewajiban. (paragraph 36-37, PSAK 105,2007)

6. PENGUNGKAPAN

Paragraph 38-39, PSAK 105, (2007), telah mengatur tentang pengungkapan yang

berkaitan dengan mudharabah baik bagi pemilik dana maupun pengelola dana,

seperti berikut ini.

1. Pemilik dana mengungkapkan hal-hal yang terkait transaksi mudharabah,

tetapi tidak terbatas, pada:

(a) Isi kesepakatan utama usaha mudharabah, seperti porsi dana, pembagian

hasil usaha, aktivitas usaha mudharabah, dan lain-lain;

(b) Rincian jumlah investasi mudharabah berdasarkan jenisnya;

(c) Penyisihan kerugian investasi mudharabah selama periode berjalan; dan

(d) Pengungkapan yang diperlukan sesuai PSAK 101: Penyajian Laporan

Keuangan Syariah.

2. Pengelola dana mengungkapkan hal-hal yang terkait transaksi mudharabah,

tetapi tidak terbatas pada:

(a) Isi kesepakatan utama usaha mudharabah, seperti porsi dana, pembagian

hasil usaha, aktivitas usaha mudharabah, dan lain-lain;

(b) Rincian dana syirkah temporer yang diterima berdasarkan jenisnya;

(c) Penyaluran dana yang berasal dari mudharabah muqayyadah; dan

(d) Pengungkapan yang diperlukan sesuai PSAK 101: Penyajian Laporan

Keuangan Syariah.

---------------------------------------

Alhamdulillahirabbil „alamiini

Page 229: BUKU-1 dan Buku II untuk dicetak.pdf.pdf

Memahami Akuntansi Syariah di Indonesia Juni 2010

Copyright©2009 dilindungi oleh Undang-Undang www. ebookakuntansisyariah.com Page 229

SOAL-SOAL Mudharabah

1. Jelaskan perbedaan pembiayaan mudharabah dengan pembiayaan musyarakah!

2. Bagaimanakah pengakuan dan pengukuran pembiayaan mudharabah?

3. Seandainya bank syariah memberikan pembiayaan dalam bentuk aktiva non kas,

misal, mobil. Nilai buku mobil =Rp100.000.000,00, setelah dinilai dengan nilai

yang wajar, ternyata nilai wajar mobil tersebut:

1. Rp120.000.000,00; atau

2. Rp80.000.000,00

Bagaimana pengukuran pembiayaan mudharabah tersebut dan bagaimana

perlakuan terhadap selisih antara nilai buku dan nilai pasar yang wajar tersebut?

4. Pada tahun 2008 Mitra bank syariah melaporkan rugi labanya sebagai berikut:

Penjualan Rp500.000.000,00

Harga pokok penjualan Rp200.000.000,00

Laba Kotor Rp300.000.000,00

Beban operasi Rp100.000.000,00

Laba operasi Rp200.000.000,00

a. Apabila gross profit sharing diterapkan dalam pembagian hasil, dengan

nisbah bank : nasabah = 40 : 60 maka hitunglah pembagian laba!

Buatlah jurnal penyesuaian yang dibuat bank untuk mengakui

pendapatan bagi hasil!

b. Apabila net profit sharing diterapkan dalam pembagian hasil dengan

nisbah bank : nasabah = 30 : 70 maka hitunglah pembagian laba!

Buatlah jurnal penyesuaian yang dibuat bank untuk mengakui

pendapatan bagi hasil! (baik untuk bank syariah dan mitranya)

5. Bank Syariah Sejahtera menandatangani akad mudharabah musytarakah

dengan PT LANCAR pada 1 Mei 2008. Bank syariah menyalurkan

pembiayaannya dengan kas Rp 400 juta,- dan PT LANCAR sebesar Rp 200

juta,- , nisbah bagi hasil yang disepakati adalah bank:mitra=40:60 dari laba

kotor usaha mitra, bila rugi maka pembagian ruginya berdasarkan porsi modal

yang disetorkan masing-masing. Pada tahun 2008 PT LANCAR melaporkan

Laba Kotor usahanya sebesar Rp 200 juta,-.

Page 230: BUKU-1 dan Buku II untuk dicetak.pdf.pdf

Memahami Akuntansi Syariah di Indonesia Juni 2010

Copyright©2009 dilindungi oleh Undang-Undang www. ebookakuntansisyariah.com Page 230

Diminta:

Hitunglah bagi hasil untuk bank dan mitranya pada 2008, dan bagi rugi bila pada

tahun 2009 mitra mengalami kerugian kotor Rp 20 juta,-

5. Bagaimana perlakuan akuntansi bank syariah apabila dana yang ditanamkan

bank

di usaha mitra ternyata

a. bangkrut normal;

b. diselewengkan oleh mitra usaha bank?

==================alhamdulillaahi rabbal „alamiini==========

Page 231: BUKU-1 dan Buku II untuk dicetak.pdf.pdf

Memahami Akuntansi Syariah di Indonesia Juni 2010

Copyright©2009 dilindungi oleh Undang-Undang www. ebookakuntansisyariah.com Page 231

BAB X

AKUNTANSI MUSYARAKAH

I. KARAKTERISIK

Musyarakah sebenarnya hampir sama dengan mudharabah. Musyarakah

merupakan akad kerjasama diantara para pemilik modal yang mencampurkan modal

mereka untuk tujuan mencari keuntungan. Dalam musyarakah mitra dan pemilik

dana, misal bank, sama-sama menyediakan modal untuk membiayai suatu usaha

tertentu, baik yang sudah berjalan maupun yang baru. Selanjutnya, mitra dapat

mengembalikan modal tersebut berikut bagi hasil yang telah disepakati secara

bertahap atau sekaligus kepada bank. Pembiayaan musyarakah dapat diberikan

dalam bentuk kas, setara kas, atau aset nonkas, termasuk aktiva tidak berwujud

seperti lisensi dan hak paten. Musyarakah dapat bersifat musyarakah permanen

maupun menurun. Dalam musyarakah permanen, bagian modal setiap mitra

ditentukan sesuai akad dan jumlahnya tetap hingga akhir masa akad, sedangkan

dalam musyarakah menurun, bagian modal pemilik dana atau bank akan dialihkan

secara bertahap kepada mitra, sehingga bagian modal pemilik dana / bank akan

menurun dan pada akhir masa akad mitra akan menjadi pemilik usaha tersebut.

Laba musyarakah dibagi diantara para mitra, baik secara proporsional sesuai

dengan modal yang disetorkan (baik berupa kas maupun aktiva lainnya) atau sesuai

dengan nisbah yang disepakati oleh semua mitra. Sedangkan rugi dibebankan secara

proporsional sesuai dengan modal yang disetorkan baik berupa kas maupun aktiva

lainnya.

Karena setiap mitra tidak dapat menjamin dana mitra lainnya, maka setiap mitra

dapat meminta mitra lainnya untuk menyediakan jaminan atas kelalaian atau

kesalahan yang disengaja. Beberapa hal yang menunjukkan adanya kesalahan yang

disengaja adalah:

(a) Pelanggaran terhadap akad, antara lain, penyalahgunaan dana investasi,

manipulasi biaya dan pendapatan operasional; atau

(b) Pelaksanaan yang tidak sesuai dengan prinsip syariah.

Page 232: BUKU-1 dan Buku II untuk dicetak.pdf.pdf

Memahami Akuntansi Syariah di Indonesia Juni 2010

Copyright©2009 dilindungi oleh Undang-Undang www. ebookakuntansisyariah.com Page 232

Jika tidak terdapat kesepakatan antara pihak yang bersengketa maka kesalahan yang

disengaja harus dibuktikan berdasarkan keputusan institusi yang berwenang (seperti

lembaga pengadilan atau lembaga arbitrase syariah).

Disamping itu, jika salah satu mitra memberikan kontribusi atau nilai lebih dari mitra

lainnya dalam akad musyarakah maka mitra tersebut dapat memperoleh keuntungan

lebih besar untuk dirinya. Bentuk keuntungan lebih tersebut dapat berupa pemberian

porsi keuntungan yang lebih besar dari porsi dananya atau bentuk tambahan

keuntungan lainnya.

Kaitannya dengan bagi hasil, porsi jumlah bagi hasil untuk para mitra ditentukan

berdasarkan nisbah yang disepakati dari hasil usaha yang diperoleh selama periode

akad, bukan dari jumlah investasi yang disalurkan. Untuk mengetahui hasil yang akan

dibagihasilkan antar mitra, pengelola musyarakah harus mengadministrasikan

transaksi usaha yang terkait dengan investasi musyarakah yang dikelola dalam

catatan akuntansi tersendiri. (paragrap 5-12 PSAK 106, 2007).

II. PENGAKUAN DAN PENGUKURAN MUSYARAKAH

Pengakuan dan pengukuran musyarakah telah diatur oleh PSAK 106 (2007) sebagai

penyempurana PSAK 59 (2002). Berikut ini penjelasan selengkapnya.

Untuk pertanggungjawaban pengelolaan usaha musyarakah dan sebagai dasar

penentuan bagi hasil, maka mitra aktif atau pihak yang mengelola usaha musyarakah

harus membuat catatan akutansi yang terpisah untuk usaha musyarakah tersebut.

(paragrap 13 PSAK 106, 2007). Untuk memperjelas ketentuan ini, dimisalkan, PT

ABC memiliki usaha Toko sembako sudah berjalan selama 5 tahun, kemudian PT

ABC akan membuka usaha baru yaitu jasa air isi ulang. Untuk pendirian unit usaha

baru ini perusahaan ini meminta pembiayaan ke bank syariah dengan akad

musyarakah. Modal pendirian usaha air isi ulang misalnya, Rp 100.000.000,-,

perusahaan ini menyertakan modal Rp 30.000.000,-- dan modal dari bank syariah Rp

70.000.000,--. Kesepakatan pembagian hasil usaha berdasarkan nisbah misalnya,

mitra:bank = 40:60 dan bila rugi pembagian rugi berdasarkan porsi modal masing-

masing, yaitu 30:70. Catatan akuntansi yang harus dibuat oleh PT ABC tersebut

adalah hanya yang berasal dari usaha air isi ulang saja, tidak termasuk hasil dari

Page 233: BUKU-1 dan Buku II untuk dicetak.pdf.pdf

Memahami Akuntansi Syariah di Indonesia Juni 2010

Copyright©2009 dilindungi oleh Undang-Undang www. ebookakuntansisyariah.com Page 233

usaha sembako tersebut. Dengan demikian, laporan laba rugi yang akan digunakan

dasar bagi hasil adalah laba rugi dari usaha air isi ulang saja, tidak termasuk dari laba

rugi usaha sembako.

III. AKUNTANSI UNTUK MITRA AKTIF

A. Pada saat akad

Akuntansi musyarakah untuk mitra aktif pada saat akad telah diatur dalam PSAK 106

(2007). Berikut penjelasan selengkapnya dan bagaimana mitra aktif mencatat dalam

pembukuannya.

1) Investasi musyarakah diakui pada saat penyerahan kas atau aset nonkas untuk

usaha musyarakah.

2) Pengukuran investasi musyarakah adalah sebagai berikut.

(a) dalam bentuk kas dinilai sebesar jumlah yang diserahkan; dan

(b) dalam bentuk aset nonkas dinilai sebesar nilai wajar dan jika terdapat

selisih antara nilai wajar dan nilai buku aset nonkas , maka selisih

tersebut diakui sebagai selisih penilaian aset musyarakah dalam ekuitas.

Selisih penilaian aset musyarakah tersebut diamortisasi selama masa

akad musyarakah. (paragrap 14-15 PSAK 106, 2007).

3) Aset nonkas musyarakah yang telah dinilai sebesar nilai wajar disusutkan dengan

jumlah penyusutan yang mencerminkan:

(a) penyusutan yang dihitung dengan model biaya historis; ditambah dengan

(b) penyusutan atas kenaikan nilai aset karena penilaian kembali saat

penyerahan nonkas untuk usaha musyarakah.

4) Jika proses penilaian pada nilai wajar menghasilkan penurunan nilai aset, maka

penurunan nilai ini langsung diakui sebagai kerugian. Aset nonkas musyarakah

yang telah dinilai sebesar nilai wajar disusutkan berdasarkan nilai wajar yang

baru.

5) Biaya yang terjadi akibat akad musyarakah (misalnya, biaya studi kelayakan)

tidak dapat diakui sebagai bagian investasi musyarakah kecuali ada persetujuan

dari seluruh mitra musyarakah.

Page 234: BUKU-1 dan Buku II untuk dicetak.pdf.pdf

Memahami Akuntansi Syariah di Indonesia Juni 2010

Copyright©2009 dilindungi oleh Undang-Undang www. ebookakuntansisyariah.com Page 234

6) Penerimaan dana musyarakah dari mitra pasif (misalnya, bank syariah) diakui

sebagai investasi musyarakah dan di sisi lain sebagai dana syirkah temporer

sebesar:

(a) dana dalam bentuk kas dinilai sebesar jumlah yang diterima; dan

(b) dana dalam bentuk aset nonkas dinilai sebesar nilai wajar dan disusutkan

selama masa akad atau selama umur ekonomis jika aset tersebut tidak akan

dikembalikan kepada mitra pasif.

Contoh:

1 Maret 2009, bank syariah menandatangani akad musyarakah dengan PT. Maju

untuk mencampurkan modalnya dalam usaha garmen. Bank syariah menyerahkan kas

Rp200.000.000,00 dan mesin produksi sebanyak 10 unit. Nilai buku mesin Rp

9.000.000,00 per unit, sedangkan menurut penilaian yang wajar mesin tersebut dinilai

sebesar Rp 10.000.000,00.- PT. Maju menyerahkan keahlian dan dana kas

Rp200.000.000,00.-. Pembagian hasil didasarkan pada perbandingan / nisbah: bank

dan PT Maju=40:60 atas dasar laba kotor sedangkan untuk kerugian berdasarkan

setoran modal. Mitra Aktif PT Maju akan mengakui dan mengukur Investasi

musyarakah sebagai berikut.

Jurnal untuk Mitra Aktif:

1 Maret

2009

Investasi musyarakah – Kas

Investasi musyarakah-aset nonkas

Selisih penilaian aset musyarakah

Dana Syirkah Temporer

Kas

Rp400.000.000

100.000.000

--

--

--

--

--

Rp 10.000.000

Rp 290.000.000

200.000.000

B. Selama Akad

1. Bagian mitra aktif atas investasi musyarakah dengan pengembalian dana mitra

pasif di akhir akad dinilai sebesar:

(a) jumlah kas yang diserahkan untuk usaha musyarakah pada awal akad

dikurangi dengan kerugian (jika ada); atau

Page 235: BUKU-1 dan Buku II untuk dicetak.pdf.pdf

Memahami Akuntansi Syariah di Indonesia Juni 2010

Copyright©2009 dilindungi oleh Undang-Undang www. ebookakuntansisyariah.com Page 235

(b) nilai wajar aset musyarakah nonkas pada saat penyerahan untuk usaha

musyarakah setelah dikurangi penyusutan dan kerugian (jika ada).

2. bagian mitra aktif atas investasi musyarakah menurun (dengan pengembalian

dana mitra pasif secara bertahap) dinilai sebesar jumlah kas atau nilai wajar aset

nonkas yang diserahkan untuk usaha musyarakah pada awal akad ditambah

dengan jumlah dana syirkah temporer yang telah dikembalikan kepada mitra

pasif, dan dikurangi kerugian (jika ada).

C. Akhir Akad

Pada saat akhir akad diakhiri, investasi musyarakah yang belum dikembalikan

kepada mitra pasif diakui sebagai kewajiban.

Jurnal yang dibuat:

Debit: Dana syirkah temporer Rp xx –

Kredit: Utang kepada mitra pasif (bank syariah) – Rp xx

D. Pengakuan Hasil Usaha

Pengakuan hasil usaha musyarakah baik yang menguntungkan maupun yang

merugikan telah diatur PSAK 106 (2007) sebagai berikut:

1. Pendapatan usaha musyarakah yang menjadi hak mitra aktif diakui sebesar

haknya sesuai dengan kesepakatan atas pendapatan usaha musyarakah.

Sedangkan pendapatan usaha untuk mitra pasif diakui sebagai hak pihak mitra

pasif atas bagi hasil dan kewajiban.

2. Kerugian investasi musyarakah diakui sesuai dengan porsi dana masing-masing

mitra dan mengurangi nilai aset musyarakah.

3. Jika kerugian akibat kelalaian atau kesalahan mitra aktif atau pengelola usaha,

maka kerugian tersebut ditanggung oleh mitra aktif atau pengelola usaha

musyarakah.

4. Pengakuan pendapatan usaha musyarakah dalam praktek dapat diketahui

berdasarkan laporan bagi hasil atas realisasi pendapatan usaha dari catatan

akuntansi mitra aktif atau pengelola usaha yang dilakukan secara terpisah.

Berikut ini diberikan ilustrasi bagi hasil usaha.

Page 236: BUKU-1 dan Buku II untuk dicetak.pdf.pdf

Memahami Akuntansi Syariah di Indonesia Juni 2010

Copyright©2009 dilindungi oleh Undang-Undang www. ebookakuntansisyariah.com Page 236

Di bawah ini laporan laba rugi mitra aktif PT MAJU pada tahun 2008.

Penjualan Rp 500 juta,--

Harga pokok penjualan Rp 200 juta,--

Laba kotor Rp 300 juta,--

Biaya operasi Rp 150 juta,--

Laba operasi Rp 150 juta,--

Laba dibagi berdasar nisbah bank:PT Maju= 40 : 60 atas dasar laba kotor.

Perhitungan bagi hasil:

Bank syariah: 40% X Rp 300 juta,--=Rp 120 juta,-

PT MAJU: 60% X Rp 300 juta,--=Rp 180 juta,--

Misalnya Rugi Rp 20 juta,- maka rugi dibagi berdasarkan setoran modal, misal 60:40,

maka pembagian rugi adalah:

Bank syariah: 60% X Rp 20 juta,--=Rp 12 juta,-

PT MAJU: 40% X Rp 20 juta,--=Rp 8 juta,--

Jurnal yang harus dibuat oleh mitra aktif PT MAJU:

BILA LABA:

Debit: Bagi Hasil Musyarakah Rp 120 juta ---

Kredit: Utang bagi hasil Musyarakah ----- Rp 120 juta,--

BILA RUGI:

Debit: Kerugian Musyarakah Rp 8 juta,-- ---

Kredit: Investasi Musyarakah ---- Rp 8 juta,--

IV. AKUNTANSI UNTUK MITRA PASIF

A. Pada Saat Akad

PSAK 106 (2007) telah mengatur perlakuan akuntansi musyarakah untuk mitra

pasif, misalnya bank syariah, sebagai berikut.

1. Investasi musyarakah diakui pada saat pembayaran kas atau penyerahan aset

nonkas kepada mitra aktif.

2. Pengukuran investasi musyarakah:

(a) dalam bentuk kas dinilai sebesar jumlah yang dibayarkan; dan

Page 237: BUKU-1 dan Buku II untuk dicetak.pdf.pdf

Memahami Akuntansi Syariah di Indonesia Juni 2010

Copyright©2009 dilindungi oleh Undang-Undang www. ebookakuntansisyariah.com Page 237

(b) dalam bentuk aset nonkas dinilai sebesar nilai wajar dan jika terdapat selisih

antara nilai wajar dan nilai tercatat aset nonkas, maka selisih tersebut diakui

sebagai :

(i) keuntungan tangguhan dan diamortisasi selama masa akad; atau

(ii) kerugian pada saat terjadinya.

3. Investasi musyarakah nonkas yang diukur dengan nilai wajar aset yang

diserahkan akan berkurang nilainya sebesar beban penyusutan atas aset yang

diserahkan, dikurangi dengan amortisasi keuntungan tangguhan (jika ada).

4. Biaya yang terjadi akibat akad musyarakah (misalnya, biaya studi kelayakan)

tidak dapat diakui sebagai bagian investasi musyarakah kecuali ada persetujuan

dari seluruh mitra.

Contoh:

1 Maret 2009, bank syariah menandatangani akad musyarakah dengan PT. Maju

untuk mencampurkan modalnya dalam usaha garmen. Bank syariah menyerahkan

kas Rp200.000.000,00 dan mesin produksi sebanyak 10 unit. Nilai buku mesin Rp

9.000.000,00 per unit, sedangkan menurut penilaian yang wajar mesin tersebut

dinilai sebesar Rp 10.000.000,00.- PT. Maju menyerahkan keahlian dan dana kas

Rp200.000.000,00.-. Pembagian hasil didasarkan pada perbandingan / nisbah:

bank dan PT Maju=40:60 atas dasar laba kotor sedangkan untuk kerugian

berdasarkan setoran modal. Mitra Pasif Bank Syariah akan mengakui dan

mengukur Investasi musyarakah sebagai berikut.

Jurnal untuk Mitra Pasif:

1 Maret

2009

Investasi musyarakah – Kas

Investasi musyarakah-aset nonkas

mesin

KeuntunganTangguhan-Selisih

penilaian aset nonkas

musyarakah

Aset nonkas - Mesin

K a s

Rp200.000.000,-

100.000.000,-

--

--

--

-

--

Rp 10.000.000,00

Rp 90.000.000,00

200.000.000,00

Pengakuan keuntungan selisih penilaian aset nonkas musyarakah pada akhir periode

melalui amortisasi, misalnya, diakui Rp 2 juta,--, dibuat jurnal penyesuaian sebagai

berikut:

Page 238: BUKU-1 dan Buku II untuk dicetak.pdf.pdf

Memahami Akuntansi Syariah di Indonesia Juni 2010

Copyright©2009 dilindungi oleh Undang-Undang www. ebookakuntansisyariah.com Page 238

31 Des

2009

KeuntunganTangguhan-Selisih

penilaian aset nonkas musyarakah

Keuntungan Selisih Penilaian Aset

nonkas musyarakah

Rp2.000.000,00

---

-

Rp 2.000.000,00

B. Selama Akad

Selama akad, investasi musyarakah menurun diukur dan dinilai sesuai dengan

PSAK 106(2007) sebagai berikut:

1. Bagian mitra pasif atas investasi musyarakah dengan pengembalian dana mitra

pasif di akhir akad dinilai sebesar:

(a) jumlah kas yang dibayarkan untuk usaha musyarakah pada awal akad dikurangi

dengan kerugian (jika ada); atau

(b) nilai wajar aset musyarakah nonkas pada saat penyerahan untuk usaha

musyarakah setelah dikurangi penyusutan dan kerugian (jika ada).

2. Bagian mitra pasif atas investasi musyarakah menurun (dengan pengembalian

dana mitra pasif secara bertahap) dinilai sebesar jumlah kas yang dibayarkan untuk

usaha musyarakah pada awal akad dikurangi jumlah pengembalian dari mitra aktit

dan kerugian (jika ada).

Contoh:

Bila selama tahun 2009 PT MAJU membayar angsuran dana mitra pasif bank syariah

secara tunai Rp 50 juta,- dan bank syariah telah menyusutkan aset nonkas di investasi

musyarakah Rp 20 juta setahun, maka pencatatan dan penilaiannya sebagai berikut:

BANK SYARIAH

31 Des

2009

K a s

Penyusutan-Investasi Musyarakah aset

nonkas

Investasi Musyarakah-kas

Akumulasi Penyusutan-Investasi

Musyarakah aset nonkas

Rp

50.000.000,-

20.000.000,-

--

--

--

--

50.000.000,-

20.000.000,-

Penilaian dan penyajian di neraca per 31 Desember 2009 bank syariah sebagai

berikut:

Page 239: BUKU-1 dan Buku II untuk dicetak.pdf.pdf

Memahami Akuntansi Syariah di Indonesia Juni 2010

Copyright©2009 dilindungi oleh Undang-Undang www. ebookakuntansisyariah.com Page 239

BANK SYARIAH ABC

NERACA

PER 31 DESEMBER 2009

---

Investasi Musyarakah-kas Rp 150.000.000,--

Investasi Musyarakah-aset

Nonkas Rp 100.000.000,-

Keuntungan Tangguhan ( 8.000.000,-)

Akumulasi penyusutan ( 20.000.000,-)

Nilai buku Rp 72.000.000,-

C. Akhir Akad

Pada akhir akad, investasi musyarakah diakui sesuai dengan PSAK 106(2007)

sebagai berikut:

Pada saat akad diakhiri, investasi musyarakah yang belum dikembalikan oleh mitra

aktif diakui sebagai piutang.

Jurnal yang dibuat oleh mitra pasif bank syariah adalah:

Debit: Piutang –PT MAJU Rp xxx ---

Debit: Akumulasi Penyusutan-Investasi Musyarakah aset nonkas Rp xxx ---

Kridit: Investasi Musyarakah-aset nonkas --- Rp xxx

D. Pengakuan Hasil Usaha

Pendapatan usaha investasi musyarakah diakui sebesar bagian mitra pasif sesuai

kesepakatan. Sedangkan kerugaian investasi musyarakah diakui sesuai dengan porsi

dana.

Berikut ini diberikan ilustrasi bagi hasil usaha.

Di bawah ini laporan laba rugi mitra aktif PT MAJU pada tahun 2008.

Penjualan Rp 500 juta,--

Harga pokok penjualan Rp 200 juta,--

Laba kotor Rp 300 juta,--

Biaya operasi Rp 150 juta,--

Laba operasi Rp 150 juta,--

Page 240: BUKU-1 dan Buku II untuk dicetak.pdf.pdf

Memahami Akuntansi Syariah di Indonesia Juni 2010

Copyright©2009 dilindungi oleh Undang-Undang www. ebookakuntansisyariah.com Page 240

Laba dibagi berdasar nisbah bank:PT Maju= 40 : 60 atas dasar laba kotor.

Perhitungan bagi hasil:

Bank syariah: 40% X Rp 300 juta,--=Rp 120 juta,-

PT MAJU: 60% X Rp 300 juta,--=Rp 180 juta,--

Misalnya Rugi Rp 20 juta,- maka rugi dibagi berdasarkan setoran modal, misal 60:40,

maka pembagian rugi adalah:

Bank syariah: 60% X Rp 20 juta,--=Rp 12 juta,-

PT MAJU: 40% X Rp 20 juta,--=Rp 8 juta,--

Jurnal yang harus dibuat oleh mitra pasif- BANK SYARIAH:

BILA LABA: Adjustment per 31 Desember 2008:

Debit: PiutangBagi Hasil Musyarakah Rp 120 juta ---

Kredit: Pendapatan bagi hasil Musyarakah ----- Rp 120 juta,--

BILA RUGI:

Debit: Kerugian Musyarakah Rp 12 juta,-- ---

Kredit: Investasi Musyarakah ---- Rp 12 juta,--

V. PENYAJIAN

Pada akhir periode, investasi musyarakah disajikan dalam laporan keuangan

sesuai yang diatur oleh PSAK 106(2007) sebagai berikut:

1. Mitra aktif menyajikan hal-hal sebagai berikut yang terkait dengan usaha

musyarakah dalam laporan keuangan:

(a) kas atau aset nonkas yang disisihkan oleh mitra aktif dan yang diterima dari mitra

pasif disajikan sebagai investasi musyarakah;

(b) aset musyarakah yang diterima dari mitra pasif disajikan sebagai unsur dana

syirkah temporer untuk;

(c) selisih penilaian aset musyarakah, bila ada, disajikan dalam unsur ekuitas.

Berikut format Investasi musyarakah di neraca pengelola Aktif per 31

Desember :

Page 241: BUKU-1 dan Buku II untuk dicetak.pdf.pdf

Memahami Akuntansi Syariah di Indonesia Juni 2010

Copyright©2009 dilindungi oleh Undang-Undang www. ebookakuntansisyariah.com Page 241

PT MAJU

NERACA

PER 31 DESEMBER 20XX

---

Investasi Musyarakah-kas Rp xxxxx,--

Investasi Musyarakah-aset

Nonkas Rp xxxxx,-

Akumulasi penyusutan ( xxxxx,-)

Nilai buku Rp xxxxxx,-

Ekuitas:

Modal disetor Rp xxxxx

Saldo Laba Rp xxxxxx

Selisih Penilaian

Aset nonkas Musyarakah Rp xxxx

2. Mitra pasif menyajikan hal-hal sebagai berikut yang terkait dengan usaha

musyarakah dalam laporan keuangan:

(a) kas atau aset nonkas yang diserahkan kepada mitra aktif disajikan sebagai

investasi musyarakah;

(b) keuntungan tangguhan dari selisih penilaian aset nonkas yang diserahkan pada

nilai wajar disajikan sebagai pos lawan (contra account) dari investasi

musyarakah .

Berikut format Investasi musyarakah di neraca pengelola pasif per 31 Desember

20xx

BANK SYARIAH ABC

NERACA

PER 31 DESEMBER 2009

---

Investasi Musyarakah-kas Rp XXXXX,--

Investasi Musyarakah-aset

Nonkas Rp XXXXX,-

Keuntungan Tangguhan ( XXXXX,-)

Akumulasi penyusutan (XXXXX-)

Nilai buku Rp XXXXX,-

Alhamdulillahirabbil „alamiin

Page 242: BUKU-1 dan Buku II untuk dicetak.pdf.pdf

Memahami Akuntansi Syariah di Indonesia Juni 2010

Copyright©2009 dilindungi oleh Undang-Undang www. ebookakuntansisyariah.com Page 242

Soal-Soal Musyarakah

2. Bagaimanakah pengakuan dan pengukuran pembiayaan musyarakah?

3. Seandainya bank syariah memberikan pembiayaan dalam bentuk aktiva non kas,

misal, mobil. Nilai buku mobil =Rp100.000.000,00 setelah dinilai dengan nilai

yang wajar ternyata nilai wajar mobil tersebut:

a. Rp120.000.000,00

b. Rp80.000.000,00

Bagaimana pengukuran pembiayaan musyarakah tersebut dan bagaimana

perlakuan terhadap selisih antara nilai buku dan nilai pasar yang wajar tersebut?

4. Mitra bank syariah melaporkan rugi labanya tahun 2008 sebagai berikut:

Penjualan Rp500.000.000,00

Harga pokok penjualan Rp200.000.000,00

Laba kotor Rp300.000.000,00

Beban operasi Rp100.000.000,00

Laba operasi Rp200.000.000,00

a. Apabila Gross Profit sharing diterapkan dalam pembagian hasil

dengan nisbah bank : nasabah = 25 : 75 maka hitunglah pembagian

laba! Buatlah jurnal penyesuaian yang dibuat bank untuk mengakui

pendapatan bagi hasil!

b. Apabila Net profit sharing diterapkan dalam pembagian hasil dengan

nisbah bank : nasabah = 40 : 60 maka hitunglah pembagian laba!

Buatlah jurnal penyesuaian yang dibuat bank untuk mengakui

pendapatan bagi hasil!

5. Bank syariah ABC bersyirkah dengan PT XYZ, akad musyarakah ditandatangani 1 Mei 2007

antara bank syariah dan mitranya tsb. Bank syariah menyetorkan dana kas Rp 100 juta,- dan

mesin produksi dengan nilai buku Rp 100 juta,-, setelah dinilai yang wajar mesin tersebut

bernilai Rp 120 juta,--. PT XYZ menyetorkan modalnya Rp 80 juta,- tunai. Selama tahun

2007, setelah mitra melaksanakan bisnisnya, melaporkan Laporan Laba Rugi, bahwa Laba

operasinya Rp 100 juta,-. Nisbah bagi hasil adalah bank:mitra=40:60 dari laba kotor. Pada

tahun 2008, PT XYZ melaporkan Laba Rp 120 juta,- dan beban operasi Rp 150 juta,--.

Diminta:

1. Buatlah jurnal untuk mencatat transaksi tahun 2007 untuk bank dan mitranya.

2. Buatlah jurnal penyesuaian untuk mengakui bagi hasil dari sisi bank dan mitranya.

Page 243: BUKU-1 dan Buku II untuk dicetak.pdf.pdf

Memahami Akuntansi Syariah di Indonesia Juni 2010

Copyright©2009 dilindungi oleh Undang-Undang www. ebookakuntansisyariah.com Page 243

3. Buatlah jurnal penyesuaian untuk mengakui kerugian tahun 2008 bila bagi hasil

berdasarkan laba operasi, baik bagi bank maupun bagi mitra bank!

6. Bagaimana perlakuan akuntansi bank syariah apabila dana yang ditanamkan bank di usaha mitra

ternyata

a. bangkrut normal;

b. diselewengkan oleh mitra usaha bank?

=== Alhamdulillahi rabbil „alamiin===

Page 244: BUKU-1 dan Buku II untuk dicetak.pdf.pdf

Memahami Akuntansi Syariah di Indonesia Juni 2010

Copyright©2009 dilindungi oleh Undang-Undang www. ebookakuntansisyariah.com Page 244

BAB XI

AKUNTANSI TRANSAKSI IJARAH

(SEWA-MENYEWA)

Ijarah adalah transaksi sewa menyewa atas sebuah aset. Dalam transaksi

ijarah yang ditekankan atau yang menjadi obyek jaminan transaksi adalah

penggunaan manfaat atas sebuah aset. Oleh karena itu, salah satu rukunnya adalah

harga sewa. Secara konvensional sistem ini dikenal dengan nama leasing. Dalam

prinsip ini nasabah boleh memiliki barang tersebut setelah masa sewa selesai apabila

besarnya sewa sudah termasuk cicilan pokok harga barang. Akuntansi ijarah yang

dibahas di sini didasarkan pada PSAK 107 (IAI, 2007) dengan ilustrasi untuk

memperjelas pembahasan.

I. KARAKTERISTIK

Seperti telah dijelaskan sebelumnya bahwa ijarah adalah akad pemindahan

hak guna atau manfaat atas suatu aset dalam waktu tertentu dengan pembayaran sewa

(ujrah) tanpa diikuti dengan pemindahan kepemilikan aset itu sendiri. Sewa yang

dimaksud adalah sewa operasi (operating lease). Sedangkan ijarah muntahiyah

bittamlik adalah akad ijarah dengan wa‘ad (janji dari satu pihak kepada pihak lain

untuk melaksanakan sesuatu) perpindahan kepemilikan aset yang di-ijarah-kan pada

saat tertentu.

II. PENGAKUAN DAN PENGUKURAN 1. Akuntansi bagi Pemilik (Mu‟jir)

Akuntansi ijarah bagi pemilik terdiri dari sub bahasan biaya perolehan, penyusutan

dan amortisasi, pendapatan dan beban, dan perpindahan kepemilikan. Berikut ini

uraian selengkapnya.

1.a. Biaya Perolehan

Biaya perolehan diatur dalam PSAK 107 (2009) sebagai berikut. Obyek ijarah diakui

pada saat obyek ijarah diperoleh sebesar biaya perolehan. Biaya perolehan obyek

Page 245: BUKU-1 dan Buku II untuk dicetak.pdf.pdf

Memahami Akuntansi Syariah di Indonesia Juni 2010

Copyright©2009 dilindungi oleh Undang-Undang www. ebookakuntansisyariah.com Page 245

ijarah yang berupa aset tetap mengacu ke PSAK 16: Aset Tetap dan aset tidak

berwujud mengacu ke PSAK 19: Aset Tidak Berwujud. (par.09 dan 10).

Misalnya, 1 Maret 2009, pemilik (bank syariah) membeli mobil untuk

disewakan dengan cost (biaya) Rp200.000.000,00 maka dicatat sebagai berikut:

1 Maret 2009 Aset ijarah

Kas

Rp200.000.000,-

Rp200.000.000,-

1.b. Penyusutan dan Amortisasi

Pada akhir tahun, pada saat pemilik ( bank syariah) akan menyusun laporan

keuangan maka aktiva ijarah tersebut harus disusutkan sesuai dengan ketentuan,yakni

(par.11-12):

a) Obyek ijarah disusutkan atau amotisasi, jika berupa aset yang dapat

disusutkan atau diamortisasi, sesuai dengan kebijakan penyusutan atau

amortisasi untuk aset sejenis selama umur manfaatnya (umur ekonomis).

b) Kebijakan penyusutan atau amortisasi yang dipilih harus mencerminkan pola

konsumsi yang diharapkan dari manfaat ekonomi di masa depan dari obyek

ijarah. Umur ekonomis dapat berbeda dengan umur teknis. Misalnya, mobil

yang dapat dipakai 10 tahun diijarahkan dengan akad ijarah muntahiya

bittamlik selama 5 tahun. Dengan demikian umur ekonomisnya adalah 5

tahun.

Pengaturan penyusutan obyek ijarah yang berupa aset tetap sesuai dengan PSAK 16:

Aset Tetap dan Amortisasi Aset Tidak berwujud sesuai dengan PSAK 19: Aset

Tidak Berwujud. (par.13).

Berikut ini diberikan ilustrasi penyusutan aset ijarah tersebut.

Misalnya:

a. Transaksi ijarah (sewa biasa) apabila mobil di atas dibeli untuk transaksi ijarah,

diperkirakan mempunyai umur ekonomis 6 tahun dengan nilai sisa 10% dari cost.

Maka beban penyusutan per tahun menurut metode garis lurus:

Penyusutan per tahun: Rp200.000.000,00 – (10% x Rp200.000.000,00) =

20.000.000,00 = Rp180.000.000,00 : 6 = Rp30.000.000,00

Penyusutan tahun 2009 : 10 x Rp30.000.000,00 = Rp25.000.000,00

12

Page 246: BUKU-1 dan Buku II untuk dicetak.pdf.pdf

Memahami Akuntansi Syariah di Indonesia Juni 2010

Copyright©2009 dilindungi oleh Undang-Undang www. ebookakuntansisyariah.com Page 246

Adjusment per 31 Desember 2009:

Beban penyusutan aset ijarah

Akumulasi penyusutan aset

ijarah

Rp 25.000.000,--

Rp 25.000.000,--

Beban penyusutan akan dilaporkan di laporan rugi laba dan akumulasi penyusutan

akan mengurangi aset ijarah di neraca, hasilnya adalah sebagai berikut:

Nilai buku aktiva ijarah

Bank Syariah

Neraca Per 31 Desember 2009

AKTIVA PASIVA

Aset ijarah Rp200.000.000,00

Akumulasi penyusutan Rp 25.000.000,00

Nilai buku Rp175.000.000,00

b. Transaksi Ijarah Muntahiyah bittamlik

Besarnya penyusutan aktiva ijarah tergantung masa sewa, misal masa sewa 4

tahun nilai sisa diperkirakan 30 % maka penyusutan per tahun:

Rp200.000.000,00 – (30% x Rp200.000.000,00 = Rp60.000.000,00) = Rp140 jt

4 4

= Rp35.000.000,00.-

Jadi penyusutan tahun 2009 adalah 10 bulan :

10 x Rp35.000.000,00 = Rp 29.166.667

12

Adjustment per 31 Desember 2009: Beban penyusutan aset ijarah

Akumulasi penyusutan

aset

ijarah

Rp 29.166..667,-

-

Rp 29.166.667,-

-

1.c. Pengakuan Pendapatan dan Beban.

Pendapatan dan beban ijarah diatur PSAK 107 (2009) par. 14-18, yang secara

lengkap diuraikan dengan ilustrasi berikut ini.

Page 247: BUKU-1 dan Buku II untuk dicetak.pdf.pdf

Memahami Akuntansi Syariah di Indonesia Juni 2010

Copyright©2009 dilindungi oleh Undang-Undang www. ebookakuntansisyariah.com Page 247

Pendapatan.

Pendapatan sewa selama masa akad diakui pada saat manfaat atas aset telah

diserahkan kepada penyewa. Piutang pendapatan sewa diukur sebesar nilai yang

dapat direalisasikan pada akhir periode pelaporan. Berikut ini ilustrasinya.

Misal, mobil yang dibeli 1/3 2009 kemudian disewakan dengan sewa per bulan Rp

8.000.000,00 dan dibayar setiap tanggal 5 bulan berikutnya maka pengakuan

pendapatan ijarah akan dicatat sebagai berikut:

5 April – Desember 2009

Kas

Pendapatan ijarah

Rp 8.000.000,-

Rp 8.000.000,-

Pada tanggal 31 Desember 2009 bank syariah akan mengakui pendapatan ijarah

yang belum diterima selama bulan Desember, karena baru akan diterima Januari 2010

dengan jurnal penyesuaian sebagai berikut:

31 Desember 2009

Piutang Pendapatan ijarah

Pendapatan ijarah

Rp 8.000.000,-

-

Rp 8.000.000,-

-

Pendapatan ijarah akan di laporan laba rugi. Dalam hal ini untuk contoh di atas

pendapatan ijarah sebesar Rp80.000.000,00 (10 bulan x Rp8.000.000,00), sedangkan

piutang pendapatan ijarah akan dilaporkan di neraca sebesar Rp8.000.000,00.-

Untuk penyesuaian pendapatan yang belum diterima pada Januari 2010 dapat

dibuatkan jurnal pembalik untuk memudahkan dalam pencatatan penerimaan

pendapatan ijarah setiap bulan, yaitu:

1 Januari 2010

Pendapatan ijarah

Piutang Pendapatan ijarah

Rp 8.000.000,-

-

Rp 8.000.000,-

-

Pada tanggal 5 Januari 2004 diterima pembayaran pendapatan ijarah Rp8.000.000,00

maka bank syarih akan mencatat sebagai berikut:

Kas

Pendapatan ijarah

Rp 8.000.000,-

-

Rp 8.000.000,-

-

Page 248: BUKU-1 dan Buku II untuk dicetak.pdf.pdf

Memahami Akuntansi Syariah di Indonesia Juni 2010

Copyright©2009 dilindungi oleh Undang-Undang www. ebookakuntansisyariah.com Page 248

Beban.

Pengakuan biaya perbaikan obyek ijarah adalah sebagai berikut:

a. biaya perbaikan tidak rutin obyek ijarah diakui pada saat terjadinya;

b. dan jika penyewa melakukan perbaikan rutin obyek ijarah dengan persetujuan

pemilik, maka biaya tersebut dibebankan kepada pemilik dan diakui sebagai

beban pada saat terjadinya.

Dalam ijarah muntahiya bit tamlik melalui penjualan bertahap, biaya perbaikan

obyek ijarah yang dimaksud dalam paragraf 16 huruf a dan b ditanggung pemilik

maupun penyewa sebanding bagian kepemilikan masing-masing atas obyek ijarah.

(par.14-17).

Biaya perbaikan obyek ijarah merupakan tanggungan pemilik, perbaikan tersebut

dapat dilakukan oleh pemilik secara langsung atau dilakukan oleh penyewa atas

persetujuan pemilik. (par.18).

Ilustrasi beban

Misalkan, untuk akad ijarah mobil di atas bank syariah mengeluarkan biaya akad

sebesar Rp1.000.000,00 dan mobil disewa untuk 4 tahun maka biaya akad ijarah

akan diamortisasi selama 4 tahun dan pertahunnya adalah:

Rp1.000.000,00: 4 tahun = Rp 250.000,00.-

Berikut ini pengalokasian awal biaya akad dan amortisasi setiap tahunnya:

1 Maret 2009 mencatat biaya akad ijarah Biaya akad ijarah yang

ditangguhkan

Kas

Rp 1.000.000,-

Rp 1.000.000,-

31 Desember 2009 amortisasi 10 bulan:

10 x Rp 250.000 = Rp 208.333

12 Beban akad ijarah

Biaya akad ijarah yang

ditangguhkan

Rp 208.333,-

Rp208.333,-

Apabila penyewa melakukan perbaikan rutin obyek sewa dengan persetujuan

pemilik obyek sewa maka biaya tersebut dibebankan kepada pemilik obyek

sewa dan diakui sebagai beban pada periode terjadinya perbaikan tersebut.

Page 249: BUKU-1 dan Buku II untuk dicetak.pdf.pdf

Memahami Akuntansi Syariah di Indonesia Juni 2010

Copyright©2009 dilindungi oleh Undang-Undang www. ebookakuntansisyariah.com Page 249

Misalnya, mobil yang disewa nasabah bank syariah dilakukan perbaikan rutin,

pada tahun 2009 sebesar Rp2.000.000,00 maka beban perbaikan akan menjadi

beban bank syariah (pemilik obyek), berikut pengakuannya:

Beban perbaikan aset ijarah

Kas

Rp 2.000.000,-

Rp 2.000.000,-

1.d. Perpindahan Kepemilikan.

Pada saat perpindahan kepemilikan obyek ijarah dari pemilik kepada penyewa dalam

ijarah muntahiya bit tamlik dengan cara: (PSAK 107, 2009, par. 19)

a) hibah, maka jumlah tercatat obyek ijarah diakui sebagai beban;

Sebagai contoh, pada penyewaan mobil, mobil dibeli 1 Januari 2006 Rp

200.000.000,-, nilai sisa 20%, disewakan dengan masa sewa 4 tahun dengan sewa per

bulan Rp 8.000.000,-, setelah 4 tahun selesai pembayaran sewa mobil ini dihadiahkan

kepada nasabah penyewa maka pada saat penyerahan akan dicatat sebagai berikut:

1 Maret 2010

Akumulasi penyusutan aset ijarah

Kerugian pelepasan aktiva ijarah

Aktiva Ijarah

Rp 140.000.000,-

60.000.000,-

Rp

200.000.000,-

Perhitungan pendapatan dan beban setelah pelepasan mobil sewa:

Pendapatan ijarah : 48 x Rp8.000.000,00 = Rp384.000.000,00

Penyusutan mobil ijarah = Rp140.000.000,00

Pendapatan kotor = Rp244.000.000,00

Rugi pelepasan mobil ijarah = Rp 60.000.000,00

Pendapatan bersih 4 tahun sebelum

biaya perbaikan dan beban akad = Rp184.000.000,00

Beban perbaikan aktiva ijarah (misal) = Rp 40.000.000,00

Pendapatan Bersih (4 tahun) = Rp144.000.000,00

Page 250: BUKU-1 dan Buku II untuk dicetak.pdf.pdf

Memahami Akuntansi Syariah di Indonesia Juni 2010

Copyright©2009 dilindungi oleh Undang-Undang www. ebookakuntansisyariah.com Page 250

Return on investment (untuk 4 tahun):

(Rp144.000.000,00 / Rp 200.000.000,00) x 100% = 72%. Return on Investment 1

tahun = 72% / 4 = 18 %

b) penjualan sebelum masa akad, maka selisih antara harga jual dan jumlah tercatat

obyek ijarah diakui sebagai keuntungan atau kerugian;

Misalnya, dengan contoh sebelumnya mobil yang telah dibayar sewa selama 3

tahun dan kemudian bank syariah menjual kepada nasabah dengan harga sebesar sisa

sewa yaitu 1 tahun sewa: 12 x Rp8.000.000,00 = Rp96.000.000,00.- Penyusutan

untuk 3 tahun sampai dengan penjualan : 3 x Rp35.000.000,00 = 105.000.000,00.-

Jadi pada saat penjualan mobil ijarah, bank syariah akan mencatat, sebagai

berikut:

Kas

Akumulasi penyusutan aktiva ijarah

Keuntungan penjualan aset

ijarah

Aset ijarah

Rp 96.000.000,-

Rp 105.000.000,-

Rp 1.000.000,-

Rp 200.000.000,-

Keuntungan penjualan aktiva ijarah dilaporkan di laporan laba rugi sebesar

Rp1.000.000,00 sebagai ―pendapatan non operasi‖.

c) penjualan setelah selesai masa akad, maka selisih antara harga jual dan jumlah

tercatat obyek ijarah diakui sebagai keuntungan atau kerugian;

Jurnal yang dibuat oleh pemilik obyek sewa, apabila penjualannya di atas nilai buku /

nilai sisa, adalah seperti jurnal di point b), yaitu:

Kas

Akumulasi penyusutan aktiva

ijarah

Keuntungan penjualan aset

ijarah

Aset ijarah

Rp xx

Rp xx

Rp xx

Rp xx

Apabila penjualannya dengan harga jual di bawah nilai sisa, maka akan diakui adanya

kerugian. Berikut jurnal yang harus dibuat oleh penyewa:

Page 251: BUKU-1 dan Buku II untuk dicetak.pdf.pdf

Memahami Akuntansi Syariah di Indonesia Juni 2010

Copyright©2009 dilindungi oleh Undang-Undang www. ebookakuntansisyariah.com Page 251

Kas

Akumulasi penyusutan aktiva

ijarah

Kerugian penjualan aset ijarah

Aset ijarah

Rp xx

Rp xx

Rp xx

Rp xx

d) penjualan secara bertahap, maka :

i. selisih antara harga jual dan jumlah nilai tercatat sebagai obyek ijarah

yang telah dijual diakui sebagai keuntungan atau kerugian; dan

ii. bagian obyek ijarah yang tidak dibeli penyewa diakui sebagai aset

tidak lancar atau aset lancar sesuai dengan tujuan penggunaan aset

tersebut. (par.19).

2. Akuntansi bagi Penyewa (Musta‟jir)

Akuntansi ijarah bagi penyewa terdiri dari sub bahasan beban, perpindahan

kepemilikan, jual dan ijarah, dan ijarah lanjut. Berikut ini uraian selengkapnya.

2.a. Beban Ijarah

Beban ijarah telah diatur PSAK 107 (2009) paragraf 20-23, secara lengkapnya

diuraikan berikut ini.

(a) Beban sewa diakui selama masa akad pada saat manfaat atas aset telah diterima.

Jurnal standar yang harus dibuat oleh penyewa adalah:

Beban ijarah

Kas

Rp xx

Rp xx

(b) Utang sewa diukur sebesar jumlah yang harus dibayar atas manfaat yang telah

diterima.

Jurnal yang harus dibuat adalah :

Beban ijarah

Utang ijarah

Rp xx

Rp xx

(c) Biaya pemeliharaan obyek ijarah yang disepakati dalam akad menjadi tanggungan

penyewa diakui sebagai beban pada saat terjadinya.

Page 252: BUKU-1 dan Buku II untuk dicetak.pdf.pdf

Memahami Akuntansi Syariah di Indonesia Juni 2010

Copyright©2009 dilindungi oleh Undang-Undang www. ebookakuntansisyariah.com Page 252

Jurnal yang akan dibuat oleh penyewa adalah:

Beban ijarah

Kas

Rp xx

Rp xx

(d) Biaya pemeliharaan obyek ijarah dalam ijarah muntahiya bit tamlik melalui

penjualan obyek ijarah secara bertahap, akan meningkat sejalan dengan peningkatan

kepemilikan obyek ijarah.

2.b. Perpindahan Kepemilikan

Perpindahan kepemilikan obyek ijarah telah diatur oleh PSAK 107 (2009) paragraf

24, yang secara lengkap dengan penjelasan dapat diuraikan seperti di bawah ini.

Pada saat perpindahan kepemilikan obyek ijarah dari pemilik kepada penyewa dalam

ijarah muntahiya bit tamlik dengan cara:

(a) hibah, maka penyewa mengakui aset dan keuntungan sebesar nilai wajar obyek

ijarah yang diterima;

Jurnal yang dibuat oleh penyewa adalah:

Aset ijarah

Keuntungan aset ijarah

Rp xx

Rp xx

(b) pembelian sebelum masa akad berakhir, maka penyewa mengakui aset sebesar

nilai wajar atau pembayaran tunai yang disepakati;

Jurnal yang dibuat oleh penyewa adalah:

Aset ijarah

Kas

Rp xx

Rp xx

(c) pembelian setelah masa akad berakhir, maka penyewa mengakui aset sebesar

nilai wajar atau pembayaran tunai yang disepakati;

Jurnal yang dibuat penyewa adalah:

Aset ijarah

Kas

Rp xx

Rp xx

(d) pembelian secara bertahap, maka penyewa mengakui aset sebesar nilai wajar.

Page 253: BUKU-1 dan Buku II untuk dicetak.pdf.pdf

Memahami Akuntansi Syariah di Indonesia Juni 2010

Copyright©2009 dilindungi oleh Undang-Undang www. ebookakuntansisyariah.com Page 253

Jurnal yang dibuat adalah:

Aset ijarah

Kas

Rp xx

Rp xx

2.c. Jual dan Ijarah

Jual dan ijarah telah diatur oleh PSAK 107 (2009) paragraf 25-27, yang secara

lengkap dengan penjelasan dapat diuraikan seperti di bawah ini.

(a) Transaksi jual dan ijarah harus merupakan transaksi yang terpisah dan tidak saling

tergantung (ta‘alluq) sehingga harga jual harus dilakukan pada nilai wajar.

(b) Jika suatu entitas menjual obyek ijarah kepada pihak lain dan kemudian

menyewanya kembali maka entitas tersebut mengakui keuntungan atau kerugian

pada periode terjadinya penjualan dalam laporan laba rugi dan menerapkan

perlakuan akuntansi penyewa.

(c) Keuntungan atau kerugian yang timbul dari transaksi jual dan ijarah tidak dapat

diakui sebagai pengurang atau penambah beban ijarah.

Jurnal yang dibuat adalah:

Saat menjual aset, jurnal yang dibuat adalah:

Kas

Akumulasi penyusutan

Keuntungan pelepasan aset

Mobil (misal)

Rp xx

Rp xx

Rp xx

Rp xx

Pada saat aset sudah disewa, maka berlaku akuntansi bagi penyewa seperti sudah

dibahas di bagian sebelumnya.

2.d. Ijarah Lanjut

Ijarah lanjut telah diatur oleh PSAK 107 (2009) paragraf 28-30, yang secara

lengkap dengan penjelasan dapat diuraikan seperti di bawah ini.

(a) Jika suatu entitas menyewakan lebih lanjut kepada pihak lain atas aset yang

sebelumnya disewa dari pemilik, maka entitas tersebut menerapkan perlakuan

akuntansi pemilik dan akuntansi penyewa dalam pernyataan ini (PSAK 107).

Page 254: BUKU-1 dan Buku II untuk dicetak.pdf.pdf

Memahami Akuntansi Syariah di Indonesia Juni 2010

Copyright©2009 dilindungi oleh Undang-Undang www. ebookakuntansisyariah.com Page 254

(b) Jika suatu entitas menyewa obyek ijarah (sewa) untuk disewa lanjutkan, maka

entitas mengakui sebagai beban ijarah atau sewa tangguhan untuk pembayaran

ijarah jangka panjang dan sebagai beban ijarah atau sewa untuk sewa jangka

pendek.

(c) Perlakuan akuntansi untuk penyewa diterapkan untuk transaksi antara entitas

(sebagai penyewa) dengan pemilik dan perlakuan akuntansi pemilik diterapkan

untuk tersaksi antara entitas sebagai pemilik dengan pihak penyewa lanjut.

III. PENYAJIAN

Pendapatan ijarah disajikan secara neto setelah dikurangi beban yang terkait,

misalnya, beban penyusutan, beban pemeliharaan dan perbaikan, dan

sebagainya.(par. 31)

IV. PENGUNGKAPAN

Pengungkapan selengkapnya diatur dalam PSAK 107(2009) par.32-33 sebagai

berikut:

Pemilik mengungkapkan dalam laporan keuangan terkait transaksi ijarah dan ijarah

muntahiyah bittamlik, tetapi tidak terbatas, pada:

a. Penjelasan umum isi akad yang signifikan yang meliputi tetapi tidak terbatas

pada:

i. keberadaan wa‘ad pengalihan kepemilikan dan mekanisme yang

digunakan (jika ada wa‘ad pengalihan kepemilikan);

ii. pembatasan-pembatasan, misalnya, ijarah lanjut;

iii. agunan-agunan yang digunakan (jika ada);

b. nilai perolehan dan akumulasi penyusutan atau amortisasi untuk setiap kelompok

aset ijarah;

c. keberadaan transaksi jual dan ijarah (jika ada).

Penyewa mengungkapkan dalam laporan keuangan terkait transaksi ijarah dan ijarah

muntahiyah bittmalik, tetapi tidak terbatas, pada:

Page 255: BUKU-1 dan Buku II untuk dicetak.pdf.pdf

Memahami Akuntansi Syariah di Indonesia Juni 2010

Copyright©2009 dilindungi oleh Undang-Undang www. ebookakuntansisyariah.com Page 255

a. penjelasan umum isi akad yang signifikan yang meliputi tetapi tidak terbatas

pada:

i. total pembayaran;

ii. keberadaan wa‘ad pemilik untuk pengalihan kepemilikan dan mekanisme

yang digunakan ( jika ada wa‘ad pemilik untuk pengalihan kepemilikan);

iii. pembatasan-pembatasan, misalnya ijarah lanjut;

iv. agunan yang digunakan (jika ada);

b. keberadaan transaksi jual dan ijarah dan keuntungan atau kerugian yang diakui

(jika ada transaksi jual dan ijarah).

===Alhamdulillaahirabbil „alamiin.===

===================

Page 256: BUKU-1 dan Buku II untuk dicetak.pdf.pdf

Memahami Akuntansi Syariah di Indonesia Juni 2010

Copyright©2009 dilindungi oleh Undang-Undang www. ebookakuntansisyariah.com Page 256

SOAL-SOAL Transaksi Ijarah

1. Jelaskan perbedaan IJARAH dan IJARAH MUNTAHIYAH BITTAMLIK!

2. Bagaimanakah cara perpindahan hak milik obyek sewa kepada penyewa

dalam ijarah muntahiyah bittamlik?

3. Dalam hal bank sebagai pemilik obyek sewa, menurut PSAK No. 107 (2009)

kapan diakui aktiva ijarah dan bagaimana pengukurannya? Berikan

contohnya!

4. Bagaimanakah pengakuan dan pengukuran pendapatan ijarah? Berikan

contohnya!

5. Seandainya pada akhir periode masih terdapat pendapatan ijarah yang belum

diterima pembayarannya oleh bank syariah, apakah yang harus dilakukan

oleh bagian pembukuan? Berikan contohnya!

6. Bank syariah memperoleh aktiva ijarah pada 1 Maret 2007,

Rp100.000.000,00 kemudian aktiva di ijarahkan sebagai ijarah muntahiyah

bit tamlik, selama 5 tahun, dengan sewa per bulan Rp2.000.000,00 dan

penyewa diberikan hak untuk memiliki aktiva ijarah tsb.Umur aktiva

diperkirakan 5 tahun dengan estimasi nilai sisa Rp10.000.000,00.-

Penyusutan yang diterapkan adalah metode garis lurus. Pada saat masa sewa

berakhir, penyewa diberikan hak opsi untuk membeli, dan pada akhir masa

sewa aktiva ijarah dibeli dengan harga Rp10.000.000,00.- Buatlah jurnal

transaksi untuk mencatat semua transaksi tersebut oleh bank syariah.

7. Untuk soal no. 7, apabila diakhir masa sewa aktiva ijarah dihibahkan kepada

penyewa. Buatlah jurnal untuk mencatat hibah tersebut!

8. Untuk soal no. 7 juga, apabila diakhir masa sewa aktiva ijarah dijual dengan

harga, misalnya, Rp2.000.000,00.- Buatlah jurnal untuk mencatat transaksi

pengalihan aktiva tersebut!

9. Untuk soal no. 7 juga, apabila diakhir masa sewa aktiva ijarah tidak dibeli

oleh penyewa, kemudian bank syariah menjual kepada pihak lain dengan

harga Rp5.000.000,00.- Buatlah jurnal untuk mencatat transaksi penjualan

aktiva tersebut!

=====alhamdulillahirabbil „alamiin===

Page 257: BUKU-1 dan Buku II untuk dicetak.pdf.pdf

Memahami Akuntansi Syariah di Indonesia Juni 2010

Copyright©2009 dilindungi oleh Undang-Undang www. ebookakuntansisyariah.com Page 257

DAFTAR PUSTAKA

Antonio, Muhammad Syafi‘i, 2002, Bank Syariah, Dari Teori ke Praktek, Gema

Insani Press, Jakarta.

Bakry, Oemar, 1984, Al Qur‟an dan Terjemah Rahmat, Penerbit Abdullah bin Affif

& Co., Jakarta.

Biro Perbankan Syariah, Bank Indonesia, 2003, Pedoman Akuntansi Perbankan

Syariah Indonesia (PAPSI), Jakarta.

C. Mish, Frederick (editor in chief), 1984, Webster‟s Ninth New Collegiate

Dictionary, MERRIEAM WEBSTER INC, Publishers Springfileld,

Massachusetts, U.S.A.

Haroen, Nasrun, 2000, Fiqih Muamalah, Gaya Media Pratama, Jakarta.

Ikatan Akuntan Indonesia, 2002, Pernyataan Standar Akuntansi Keuangan 1, tentang

Penyajian Laporan Keuangan (Revisi 1998), Penerbit Salemba, Jakarta.

Ikatan Akuntan Indonesia, 2002, Pernyataan Standar Akuntansi Keuangan 2, tentang

Laporan Arus Kas, Penerbit Salemba, Jakarta.

Ikatan Akuntan Indonesia, 2007, Kerangka Dasar Penyusunan dan Penyajian Laporan

Keuangan Syariah, Penerbit Salemba, Jakarta.

Ikatan Akuntan Indonesia, 2007, Pernyataan Standar Akuntansi Keuangan 101,

tentang Laporan Keuangan Syariah, Penerbit Salemba, Jakarta.

Ikatan Akuntan Indonesia, 2007, Pernyataan Standar Akuntansi Keuangan 102,

tentang Akuntansi Murabahah, Penerbit Salemba, Jakarta.

Ikatan Akuntan Indonesia, 2007, Pernyataan Standar Akuntansi Keuangan 103,

tentang Akuntansi Salam, Penerbit Salemba, Jakarta.

Ikatan Akuntan Indonesia, 2007, Pernyataan Standar Akuntansi Keuangan 104-106,

tentang Akuntansi Istishna‟, Mudharabah, Musyarakah; Penerbit

Salemba, Jakarta.

Ikatan Akuntan Indonesia, 2009, Pernyataan Standar Akuntansi Keuangan 107,

tentang Akuntansi Ijarah; Penerbit Salemba, Jakarta.

Jabir Al-Jazairi, Abu Bakar, 2001, Ensiklopedia Muslim ( Minhajul Muslimin ), Darul

Falah, Jakarta.

Sabiq, Sayyid, 2007, Fiqih Sunnah, Pena Pundi Aksara, Jakarta.

Tim Pengembangan Perbankan Syariah, 2002, Konsep, Produk, dan Implementasi

Operasional Bank Syariah, Penerbit Djambatan, Jakarta.

Wiyono, Slamet, 2006, Cara Mudah Memahami Akuntansi Perbankan Syariah,

Grasindo, Jakarta.

Zulkifli, Sunarto, 2003, Panduan Praktis Transaksi Perbankan Syariah, Zikrul

Hakim, Jakarta.

=====$$$$$=======