bukti tidak langsung (circumstantial...

98
BUKTI TIDAK LANGSUNG (CIRCUMSTANTIAL EVIDENCE) DALAM PERKARA KARTEL SEPEDA MOTOR MATIK YAMAHA DAN HONDA (Analisis Putusan Nomor 04/KPPU-I/2016) SKRIPSI Diajukan untuk Memenuhi Salah Satu Syarat Memperoleh Gelar Sarjana Hukum (S.H.) Oleh: Indriani 11140480000053 KONSENTRASI HUKUM BISNIS PROGRAM STUDI ILMU HUKUM FAKULTAS SYARIAH DAN HUKUM UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA 1439 H/2018 M

Upload: others

Post on 25-Oct-2019

14 views

Category:

Documents


0 download

TRANSCRIPT

Page 1: BUKTI TIDAK LANGSUNG (CIRCUMSTANTIAL EVIDENCE)repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/44232/1/INDRIANI-FSH.pdf · dengan menjadikan Putusan KPPU Nomor 04/KPPU-I/2016 sebagai

BUKTI TIDAK LANGSUNG (CIRCUMSTANTIAL EVIDENCE)

DALAM PERKARA KARTEL SEPEDA MOTOR MATIK

YAMAHA DAN HONDA

(Analisis Putusan Nomor 04/KPPU-I/2016)

SKRIPSI

Diajukan untuk Memenuhi Salah Satu Syarat

Memperoleh Gelar Sarjana Hukum (S.H.)

Oleh:

Indriani

11140480000053

KONSENTRASI HUKUM BISNIS

PROGRAM STUDI ILMU HUKUM

FAKULTAS SYARIAH DAN HUKUM

UNIVERSITAS ISLAM NEGERI

SYARIF HIDAYATULLAH

JAKARTA

1439 H/2018 M

Page 2: BUKTI TIDAK LANGSUNG (CIRCUMSTANTIAL EVIDENCE)repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/44232/1/INDRIANI-FSH.pdf · dengan menjadikan Putusan KPPU Nomor 04/KPPU-I/2016 sebagai

i

LEMBAR PERSETUJUAN PEMBIMBING

BUKTI TIDAK LANGSUNG (CIRCUMSTANTIAL EVIDENCE)

DALAM PERKARA KARTEL SEPEDA MOTOR MATIK

YAMAHA DAN HONDA

(Analisis Putusan Nomor 04/KPPU-I/2016)

SKRIPSI

Diajukan untuk Memenuhi Salah Satu Syarat

Memperoleh Gelar Sarjana Hukum (S.H)

Oleh:

Indriani

NIM 11140480000053

KONSENTRASI HUKUM BISNIS

PROGRAM STUDI ILMU HUKUM

FAKULTAS SYARIAH DAN HUKUM

UNIVERSITAS ISLAM NEGERI

SYARIF HIDAYATULLAH

JAKARTA

1439 H /2018 M

Page 3: BUKTI TIDAK LANGSUNG (CIRCUMSTANTIAL EVIDENCE)repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/44232/1/INDRIANI-FSH.pdf · dengan menjadikan Putusan KPPU Nomor 04/KPPU-I/2016 sebagai

ii

LEMBAR PENGESAHAN PANITIA UJIAN SKRIPSI

Skripsi yang berjudul BUKTI TIDAK LANGSUNG (CIRCUMSTANTIAL

EVIDENCE) DALAM PERKARA KARTEL SEPEDA MOTOR MATIK

YAMAHA DAN HONDA (Analisis Putusan Nomor 04/KPPU-I/2016) telah

diajukan dalam Sidang Munaqasah Fakultas Syariah dan Hukum Program Studi

Ilmu Hukum Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta pada (28 April

2018). Skripsi ini telah diterima sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar

Sarjana Program Strata Satu (S-1) pada Program Studi Ilmu Hukum.

Page 4: BUKTI TIDAK LANGSUNG (CIRCUMSTANTIAL EVIDENCE)repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/44232/1/INDRIANI-FSH.pdf · dengan menjadikan Putusan KPPU Nomor 04/KPPU-I/2016 sebagai

iii

LEMBAR PERNYATAAN

Dengan ini saya menyatakan bahwa:

1. Skripsi ini merupakan hasil karya asli saya yang diajukan untuk memenuhi

salah satu persyaratan memperoleh gelar Sarjana Hukum (S.H) di Universitas

Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta.

2. Sumber-sumber yang saya gunakan dalam penelitian ini telah saya cantumkan

sesuai dengan ketentuan yang berlaku di Universitas Islam Negeri Syarif

Hidayatullah Jakarta.

3. Jika dikemudian hari terbukti bahwa karya ini bukan karya asli saya atau

merupakan hasil jiplakan dari karya orang lain, maka saya bersedia menerima

sanksi yang berlaku di Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta.

Jakarta, 15 Mei 2018

Indriani

Page 5: BUKTI TIDAK LANGSUNG (CIRCUMSTANTIAL EVIDENCE)repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/44232/1/INDRIANI-FSH.pdf · dengan menjadikan Putusan KPPU Nomor 04/KPPU-I/2016 sebagai

iv

ABSTRAK

Indriani. NIM 11140480000053. BUKTI TIDAK LANGSUNG

(CIRCUMSTANTIAL EVIDENCE) DALAM PERKARA KARTEL SEPEDA

MOTOR MATIK YAMAHA DAN HONDA (Analisis Putusan KPPU Nomor

04/KPPU-I/2016). Program studi Ilmu Hukum, Fakultas Syariah dan Hukum,

Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta, 1439 H/2018 M. viii + 72

halaman + 5 halaman daftar pustaka + 12 halaman lampiran.

Studi ini bertujuan untuk menjelaskan posisi bukti tidak langsung

(circumstantial evidence) dalam pembuktian perkara yang ditangani oleh KPPU

dengan menjadikan Putusan KPPU Nomor 04/KPPU-I/2016 sebagai contoh

perkara yang menggunakan bukti tidak langsung (circumstantial evidence)

sebagai salah satu alat bukti yang digunakan Investigator KPPU dalam

membuktikan adanya praktik kartel yang terjadi di antara dua pelaku usaha yang

melakukan kesepakatan penetapan harga, yaitu PT. Yamaha Indonesia Motor

Manufacturing sebagai Terlapor I dengan PT. Astra Honda Motor sebagai

Terlapor II. Berdasarkan putusan perkara tersebut, peneliti menganalisis

keberhasilan penggunaan bukti tidak langsung (circumstantial evidence) di dalam

pemutusan perkara oleh KPPU dan pentingnya penambahan pasal tersendiri yang

menjelaskan secara rinci pengertian dan penggolongan sesuatu hal yang dapat

dikategorikan sebagai bukti tidak langsung di dalam Undang-Undang Nomor 5

Tahun 1999 tentang Larangan Monopoli dan Persaingan Usaha Tidak Sehat untuk

memberikan kepastian hukum bagi pelaku usaha.

Penelitian ini menggunakan jenis penelitian kualitatif dengan

menggunakan pendekatan penelitian normatif-yuridis. Penelitian yang dilakukan

selain melakukan pengkajian terhadap peraturan perundang-undangan, buku-

buku, dan jurnal (library research) yang berhubungan dengan skripsi ini. Peneliti

juga melakukan penelitian langsung dengan cara melakukan wawancara kepada

pihak yang berhubungan, yaitu dengan mewawancarai salah satu Investigator

Komisi Pengawas Persaingan Usaha.

Hasil penelitian menunjukan bahwa penggunaan bukti tidak langsung

(circumstantial evidence) di Indonesia masih menjadi perdebatan antara KPPU

dengan beberapa kalangan Hakim di Pengadilan Umum yang tidak menyetujui

dijadikannya bukti tidak langsung sebagai suatu alat bukti tersendiri, karena bukti

tidak langsung tidak tercakup sebagai suatu alat bukti yang sah baik di dalam

hukum pidana maupun hukum perdata yang berlaku di Indonesia. Bukti tidak

langsung masih dianggap sebagai bukti persangkaan atau petunjuk saja yang tidak

bisa berdiri sendiri tanpa ada bukti langsung (direct evidence) yang menyertainya.

Kata Kunci : Bukti Tidak Langsung (Circumstantial Evidence), Kartel,

Penetapan Harga, Persaingan Usaha Tidak Sehat.

Pembimbing : Dr. M. Ali Hanafiah Selian, S.H., M.H.

Daftar Pustaka : Tahun 1999 sampai Tahun 2018.

Page 6: BUKTI TIDAK LANGSUNG (CIRCUMSTANTIAL EVIDENCE)repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/44232/1/INDRIANI-FSH.pdf · dengan menjadikan Putusan KPPU Nomor 04/KPPU-I/2016 sebagai

v

KATA PENGANTAR

Puji dan syukur senantiasa peneliti panjatkan atas kehadirat Allah SWT

yang berkat dan rahmat-Nya, penyusunan skripsi yang berjudul “PENYERTAAN

BUKTI TIDAK LANGSUNG (CIRCUMSTANTIAL EVIDENCE) DALAM

PERKARA KARTEL SEPEDA MOTOR MATIK 110 – 125 CC (Studi Analisa

Terhadap Putusan Nomor 04/KPPU-I/2016)” dapat diselesaikan dengan baik,

walaupun kendala dalam proses penyusunan skripsi ini pasti peneliti alami.

Penelitian skripsi ini ditujukan sebagai bentuk pemenuhan kewajiban bagi

peneliti demi meraih gelar Sarjana Program Strata Satu (S-1) yang akan sulit

tercapai tanpa adanya bantuan, dukungan, dan bimbingan dari berbagai pihak.

Oleh karena itu, pada kesempatan ini, dengan segala kerendahan hati dan penuh

rasa hormat saya ingin mengucapkan terima kasih yang sebesar-besarnya kepada

yang terhormat:

1. Dr. Asep Saepudin Jahar, M.A. Dekan Fakultas Syariah dan Hukum UIN

Syarif Hidayatullah Jakarta.

2. Dr. Asep Syarifuddin Hidayat, S.H., M.H., Ketua Program Studi Ilmu Hukum

dan Drs. Abu Thamrin, S.H., M.Hum., Sekretaris Program Studi Ilmu Hukum

UIN Syarif Hidayatullah Jakarta.

3. Dr. M. Ali Hanafiah Selian, S.H., M.H., Dosen Pembimbing yang telah

bersedia meluangkan waktu, tenaga, dan pikirannya untuk membimbing dan

memberikan arahan dalam penyusunan skripsi ini hingga rampung.

4. Ibu Dinni Melanie S.H., M.E., Komisaris Komisi Pengawas Persaingan Usaha

(KPPU) yang telah bersedia menjadi narasumber dan membimbing peneliti

dalam mengadakan penelitian terkait judul skripsi yang diangkat.

5. Pimpinan dan karyawan Perpustakaan Fakultas Syariah dan Hukum, Pimpinan

dan karyawan Perpustakaan Utama UIN Syarif Hidayatullah Jakarta yang

telah menyediakan sarana dan referensi literatur demi kelancaran penulisan

skripsi ini.

Page 7: BUKTI TIDAK LANGSUNG (CIRCUMSTANTIAL EVIDENCE)repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/44232/1/INDRIANI-FSH.pdf · dengan menjadikan Putusan KPPU Nomor 04/KPPU-I/2016 sebagai

vi

6. Teruntuk Mama, Papa, Kakak Rina, Abang Erick, serta Bang Ardi dan

Kak Nidya: Terima kasih atas kasih sayang yang terus tercurah dan

dukungan tanpa henti yang diberikan kepada peneliti dalam menyelesaikan

skripsi ini. Mohon maaf apabila selama ini peneliti seringkali merepotkan.

Terima kasih untuk Mama dan Papa yang selalu mengingatkan Indi untuk

belajar dan senantiasa berdo’a kepada Allah demi kelancaran penyusunan

skripsi ini. Terima kasih Indi ucapkan untuk Kakak Rina yang telah

membantu Indi dalam banyak hal, terlalu banyak kalau harus disebutkan

satu-persatu. Terima kasih juga untuk Abang Erick yang selalu membantu

Indi kalau komputer Indi bermasalah atau kalau internet yang tiba-tiba

mati. Sekali lagi, Indi ucapkan terima kasih atas limpahan kasih sayang

yang kalian berikan.

7. Sahabat-sahabat yang peneliti sayangi, Diana Yurika, Anggi Rahmadaniar,

Astrid Rahma Ayu, Ahmad Kandiaz, dan Nila Tari yang sudah menemani

hari-hari peneliti dengan keceriaan selama berkuliah. Terima kasih juga

untuk teman-teman Konsentrasi Hukum Bisnis dan seluruh teman-teman

Ilmu Hukum Angkatan 2014, serta teman-teman Kuliah Kerja Nyata KKN

HORE 089 yang telah menjadi teman dan keluarga bagi peneliti selama

satu bulan di Kademangan.

8. Segenap Dosen Fakultas Syariah dan Hukum UIN Syarif Hidayatullah

Jakarta, khususnya Dosen Program Studi Ilmu Hukum yang telah

memberikan ilmu pengetahuan yang sangat bermanfaat untuk peneliti.

9. Semua pihak terkait yang tidak dapat peneliti sebutkan satu persatu. Tidak

ada yang Peneliti bisa berikan untuk membalas jasa-jasa kalian kecuali

do’a dan ucapan terima kasih.

Jakarta, 15 Mei 2018

Indriani

Page 8: BUKTI TIDAK LANGSUNG (CIRCUMSTANTIAL EVIDENCE)repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/44232/1/INDRIANI-FSH.pdf · dengan menjadikan Putusan KPPU Nomor 04/KPPU-I/2016 sebagai

vii

DAFTAR ISI

LEMBAR PERSETUJUAN PEMBIMBING …………………………...…… i

LEMBAR PENGESAHAN PANITIA UJIAN SKRIPSI ………………........ ii

LEMBAR PENYERTAAN ………………………………………………........ iii

KATA PENGANTAR ………………………………………………………..... v

DAFTAR ISI…………………………………………………………………... vii

BAB I PENDAHULUAN ……………………………………………………..... 1

A. Latar Belakang Masalah ………………......………………………..... 1

B. Identifikasi, Pembatasan, dan Perumusan Masalah ......…………....... 6

C. Tujuan Penelitian dan Manfaat Penelitian ..........………………....…. 7

D. Metode Penelitian ..……………………………………………...….. 12

E. Sistematika Penulisan…………..……………………………..….….13

BAB II PERSAINGAN USAHA TIDAK SEHAT DAN PERAN

KOMISI PENGAWAS PERSAINGAN USAHA DI INDONESIA …15

A. Perjanjian yang Dilarang yang Menghambat Persaingan Usaha:

Kartel ………………………..…………………………………….... 15

B. Peran dan Kedudukan KPPU di dalam Undang-Undang

Nomor 5 Tahun 1999 ..……………………………………………... 17

C. Tugas dan Wewenang KPPU...…………………………………..…. 18

D. Pendekatan Per Se Illegal dan Pendekatan Rule of Reason….....…... 21

E. Pembuktian dalam Persidangan oleh KPPU...………………..…….. 25

F. Teori-Teori Pembuktian dalam Hukum Persaingan Usaha……...….. 31

G. Tinjauan (Review) Studi Terdahulu ..………………....…………..... 36

BAB III PENYERTAAN BUKTI TIDAK LANGSUNG

(CIRCUMSTANTIAL EVIDENCE) DALAM PUTUSAN KPPU

NOMOR 04/KPPU-I/2016 ...........…………………………………….. 39

A. Pengertian Bukti Langsung (Hard Evidence)

Page 9: BUKTI TIDAK LANGSUNG (CIRCUMSTANTIAL EVIDENCE)repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/44232/1/INDRIANI-FSH.pdf · dengan menjadikan Putusan KPPU Nomor 04/KPPU-I/2016 sebagai

viii

dan Bukti Tidak Langsung (Circumstantial Evidence) .........………. 39

B. Duduk Perkara Putusan KPPU Nomor 04/KPPU-I/2016 ..…..…….. 44

C. Bukti Tidak Langsung dalam Putusan KPPU Nomor 04/KPPU-

I/201….................................................................................................55

BAB IV KEKUATAN BUKTI TIDAK LANGSUNG

(CIRCUMSTANTIAL EVIDENCE) DALAM TATANAN HUKUM

DI INDONESIA ……………………………………………………….…..….. 57

A. Penggunaan Bukti Tidak Langsung dalam Sistem Hukum

di Indonesia ..………………………………………………….......... 57

B. Kekuatan Bukti Tidak Langsung dalam Putusan KPPU

Nomor 04/KPPU-I/2016...……………………………………….…. 59

C. Urgensi Pasal Penerapan Bukti Tidak Langsung

bagi Proses Persidangan oleh KPPU...…………………………….... 61

BAB V PENUTUP …………………………………………………………..… 69

A. Kesimpulan ………………………………..…………………….…. 69

B. Rekomendasi...………………………………...…………………..... 70

DAFTAR PUSTAKA...........................................................................................72

Page 10: BUKTI TIDAK LANGSUNG (CIRCUMSTANTIAL EVIDENCE)repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/44232/1/INDRIANI-FSH.pdf · dengan menjadikan Putusan KPPU Nomor 04/KPPU-I/2016 sebagai

1

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah

Terselenggaranya pasar bebas menjadi ajang kompetisi bagi pelaku

usaha untuk saling bersaing dalam memenuhi kebutuhan konsumen. Pelaku

usaha dipaksa menjadi perusahaan yang efisien dengan menawarkan pilihan-

pilihan produk dan jasa dalam harga yang ekonomis bagi konsumen namun

menguntungkan bagi dirinya. Tentunya untuk menarik hati konsumen, para

pelaku usaha berusaha menawarkan produk dan jasa yang menarik dari segi

harga, kualitas dan pelayanan. Kombinasi ketiga faktor itu didapatkan melalui

inovasi, penerapan teknologi yang tepat, dan kemampuan manajerial untuk

memenangkan persaingan. Tanpa adanya pengelolaan yang tepat, pelaku

usaha akan tersingkir secara alami dari arena pasar.1

Dengan adanya persaingan yang ketat di kalangan pelaku usaha, sering

kali ditemukan kasus persaingan atas produk yang dipasarkan. Semakin kuat

persaingan, tidak jarang terjadi adanya pelanggaran hak, monopoli bahkan

persaingan usaha menggunakan cara-cara yang tidak sehat. Hal ini sangat

mencemaskan melihat kesiapan dan pengetahuan menyambut era perdagangan

bebas yang dimiliki pelaku usaha kecil dan menengah dalam negeri cenderung

minim. Akibat kurangnya kesiapan sumber daya manusia dalam negeri inilah

yang memungkinkan terjadinya persaingan pasar yang tidak kompetitif dan

berpotensi menyingkirkan sumber daya manusia Indonesia secara perlahan

yang mana posisinya akan mudah saja digantikan oleh tenaga asing yang lebih

ahli. Tentunya ini akan memberikan efek buruk bagi perekonomian

1 Andi Fahmi Lubis, dkk., Hukum Persaingan Usaha Antara Teks & Konteks, (Jakarta: ROV

Creative Media), h. 2

Page 11: BUKTI TIDAK LANGSUNG (CIRCUMSTANTIAL EVIDENCE)repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/44232/1/INDRIANI-FSH.pdf · dengan menjadikan Putusan KPPU Nomor 04/KPPU-I/2016 sebagai

2

masyarakat Indonesia. Namun, terlepas dari kemungkinan adanya persaingan

usaha yang ditimbulkan perdagangan bebas, tidak dapat dipungkiri pula

kemungkinan persaingan tidak sehat terjadi di antara sesama pelaku usaha

dalam negeri. Persaingan usaha tidak sehat inilah yang membutuhkan

penanganan khusus oleh negara. Pada Pasal 33 Bab XIV tentang

Kesejahteraan Sosial yang diatur dalam Undang-Undang Dasar Tahun 1945,

sudah jelas dikatakan bahwa perekonomian disusun sebagai usaha bersama

berdasarkan atas asas kekeluargaan dan haruslah memperhatikan hajat hidup

orang banyak. Dapat disimpulkan bahwa suatu kegiatan perekonomian

haruslah berangkat dari kepentingan rakyat dan berasaskan demokrasi

ekonomi, yang juga menjadi dasar kebijakan politik hukum persaingan usaha.

Dengan demikian sudah sepantasnya persaingan dalam usaha dilakukan

secara adil dan jujur agar tidak ada pihak yang dirugikan. 2

Demi menjaga iklim usaha yang jujur dan adil, negara melahirkan

Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1999 tentang Larangan Praktek Monopoli

dan Peraingan Usaha Tidak Sehat sebagai suatu perangkat aturan yang

melindungi kegiatan usaha di Indonesia dari praktik monopoli pasar dan

persaingan usaha tidak sehat. Undang-undang ini melarang perjanjian yang

menghambat persaingan, penyalahgunaan kekuasaan monopoli dan fusi antara

perusahaan-perusahaan besar yang menguasai pasar. Dengan demikian

undang-undang ini menjamin akses ke pasar untuk semua pihak, serta

kebebasan bagi setiap peserta pasar untuk mengambil keputusan secara

bebas.3 Walaupun Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1999 telah mengatur

2 Rachmadi Usman, Hukum Persaingan Usaha di Indonesia, (Jakarta: Sinar Grafika, 2013), h.

34.

3 Wolfgang Kartte, dkk., Undang-Undang Larangan Praktek Monopoli dan Persaingan

Usaha Tidak Sehat, Law Concerning Prohibition of Monopolistic Practices and Unfair Business

Competition, Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1999, (Jakarta: Lembaga Pengkajian Hukum Ekonomi

Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2000), h. 1.

Page 12: BUKTI TIDAK LANGSUNG (CIRCUMSTANTIAL EVIDENCE)repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/44232/1/INDRIANI-FSH.pdf · dengan menjadikan Putusan KPPU Nomor 04/KPPU-I/2016 sebagai

3

sedemikian rupa mengenai larangan praktek monopoli serta larangan

persaingan usaha tidak sehat, namun masih saja didapati pelaku usaha nakal

yang melanggar dan tetap melakukan praktik curang.4

Untuk mengawasi pelaksanaan Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1999,

negara membentuk suatu komisi. Pembentukan ini didasarkan pada Pasal 34

Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1999 yang menginstruksikan bahwa

pembentukan susunan organisasi, tugas, dan fungsi komisi ditetapkan melalui

keputusan Presiden. Komisi ini kemudian dibentuk berdasarkan Keppres

Nomor 75 Tahun 1999 dan diberi nama Komisi Pengawas Persaingan Usaha

atau KPPU.5 Merupakan hal baik Komisi Pengawas Persaingan Usaha

(KPPU) adalah lembaga independen, sehingga berwenang untuk menangani,

memutus dan melakukan penyelidikan suatu perkara tanpa dapat dipengaruhi

oleh pihak manapun, baik pengusaha asing, penguasa dalam negeri, maupun

pihak-pihak lain atau pemerintah yang mempunyai conflict of interest6,

kendati KPPU bertanggung jawab kepada presiden dalam pelaksanaan tugas

dan wewenangnya.7

Di dalam Undang-Undang Anti Monopoli dan Persaingan Usaha

Tidak Sehat salah satunya mengatur tentang penetapan harga atau sering kali

dikenal dengan istilah kartel. Pada Pasal 5 ayat (1) Undang-Undang Nomor 5

Tahun 1999 menyatakan bahwa pelaku usaha dilarang membuat perjanjian

4 Suharsil, Mohammad Taufik Makarao, Hukum Larangan Praktik Monopoli dan Persaingan

Usaha Tidak Sehat di Indonesia, (Bogor, Ghalia Indonesia, 2010), h. 8.

5 Andi Fahmi Lubis, dkk., Hukum Persaingan Usaha Antara Teks & Konteks… h. 311.

6 Conflict of Interest atau Konflik kepentingan adalah situasi dimana seorang penyelenggara

negara yang mendapatkan kekuasaan dan kewenangan berdasarkan peraturan perundangundangan

memiliki atau diduga memiliki kepentingan pribadi atas setiap penggunaan wewenang yang

dimilikinya sehingga dapat mempengaruhi kualitas dan kinerja yang seharusnya. Komisi

Pemberantasan Korupsi, Panduan Penanganan Konflik Kepentingan bagi Penyelenggara Negara,

(Jakarta: Komisi Pemberantasan Korupsi, 2009), h. 2.

7 Suharsil, Mohammad Taufik Makarao, Hukum Larangan Praktik Monopoli dan Persaingan

Usaha Tidak Sehat di Indonesia… h. 8

Page 13: BUKTI TIDAK LANGSUNG (CIRCUMSTANTIAL EVIDENCE)repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/44232/1/INDRIANI-FSH.pdf · dengan menjadikan Putusan KPPU Nomor 04/KPPU-I/2016 sebagai

4

dengan pelaku usaha pesaingnya untuk menetapkan harga atas suatu barang

dan atau jasa yang harus dibayar oleh konsumen atau pelanggan pada dasar

bersangkutan yang sama. Kartel dilarang dalam persaingan usaha karena

dapat menimbulkan harga yang terlalu tinggi dan harga yang ditetapkan pasti

bukan harga pasar.8

Untuk membuktikan bahwa telah terjadi pelanggaran Pasal 5 Undang-

Undang Nomor 5 Tahun 1999 maka pembuktian adanya perjanjian di antara

pelaku usaha independen yang sedang bersaing dalam menetapkan harga atas

barang atau jasa menjadi hal yang sangat penting. Di dalam Hukum

Persaingan Usaha, bentuk perjanjian tertulis tidak menjadi keharusan dalam

membuktikan adanya suatu perjanjian penetapan harga. Bukti yang diperlukan

dapat berupa bukti langsung (hard evidence) dan/atau bukti tidak langsung

(circumstantial evidence). Bukti langsung adalah bukti yang dapat diamati

dan menunjukkan adanya suatu perjanjian penetapan harga atas barang

dan/atau jasa oleh pelaku usaha yang bersaing, contohnya sebuah surat yang

dengan jelas membenarkan adanya perjanjian yang terjalin antara para pihak

untuk menjalankan suatu kesepakatan kartel atau penetapan harga. Berbeda

dengan bukti langsung (direct evidence), bukti tidak langsung adalah suatu

bentuk bukti yang tidak secara langsung menyatakan adanya kesepakatan

penetapan harga.9 Bukti tidak langsung tersebut bisa berupa persangkaan,

pengakuan, dan/atau sumpah yang mengindikasikan kebenaran satu pihak

sendiri atau secara bersama-sama dengan pihak lain telah melakukan

persaingan usaha berupa penetapan harga atau kartel. Dengan adanya

kemungkinan pelaku usaha bersama-sama pesaingnya melakukan penetapan

8 Wolfgang Kartte, dkk., Undang-Undang Larangan Praktek Monopoli dan Persaingan

Usaha Tidak Sehat, Law Concerning Prohibition of Monopolistic Practices and Unfair Business

Competition, Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1999... h. 116.

9 Rachmadi Usman, Hukum Persaingan Usaha di Indonesia... h. 231.

Page 14: BUKTI TIDAK LANGSUNG (CIRCUMSTANTIAL EVIDENCE)repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/44232/1/INDRIANI-FSH.pdf · dengan menjadikan Putusan KPPU Nomor 04/KPPU-I/2016 sebagai

5

harga tanpa adanya bukti perjanjian tertulis yang dapat dihadirkan sebagai

bukti langsung, KPPU harus menganalisis dan menemukan adanya bukti tidak

langsung lainnya yang dapat menguatkan argumennya saat melakukan

pembuktian. Tanpa meragukan sedikitpun kinerja dan kredibilitas KPPU

dalam mengusut suatu perkara, namun tidak dapat dipungkiri bahwa sampai

dengan detik ini, KPPU masih sering terkendala untuk membuktikan suatu

pelanggaran dengan hanya berlandaskan bukti tidak langsung dalam

persidangan.

Di antara perkara kartel yang telah berhasil ditangani oleh KPPU pada

tahun 2016, perkara kartel sepeda motor matik 110-125 cc antara PT Astra

Honda Motor (Honda) dengan PT Yamaha Indonesia Motor Manufacturing

(Yamaha) adalah salah satunya. Telah terjadi perjanjian diam-diam yang

dilakukan oleh petinggi Honda dan Yamaha saat bermain golf bersama dan

adanya bukti kiriman e-mail ajakan untuk melakukan retail pricing issue yang

dikirimkan oleh Yamaha kepada Honda. Selain itu terbukti bahwa antara

Honda dengan Yamaha telah melakukan perjanjian secara diam-diam untuk

menetapkan harga sepeda motor matik ukuran 110-125 cc. Dibuktikan dengan

adanya grafik yang dihadirkan KPPU menunjukkan bahwa Honda sebagai

perusahaan pemimpin pasar (leader) bersama dengan Yamaha sebagai salah

satu dari perusahaan pengikut (follower) memiliki grafik harga yang relatif

sama dan mengalami kenaikan sedangkan harga motor yang dipasarkan oleh

pesaing lainnya relatif konstan.

Berdasarkan latar belakang yang telah dipaparkan tersebut peneliti

tertarik untuk mengkaji masalah ini lebih jauh, sehingga membuat penelitian

ilmiah dengan judul “BUKTI TIDAK LANGSUNG (CIRCUMSTANTIAL

EVIDENCE) DALAM PERKARA KARTEL SEPEDA MOTOR MATIK

YAMAHA DAN HONDA (Analisis Putusan KPPU Nomor 04/KPPU-

I/2016)”

Page 15: BUKTI TIDAK LANGSUNG (CIRCUMSTANTIAL EVIDENCE)repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/44232/1/INDRIANI-FSH.pdf · dengan menjadikan Putusan KPPU Nomor 04/KPPU-I/2016 sebagai

6

B. Identifikasi, Pembatasan, dan Perumusan Masalah

1. Identifikasi Masalah

Pentingnya mengetahui permasalahan yang diangkat, peneliti

menyertakan pokok-pokok pikiran yang selanjutnya disebut sebagai

Identifikasi masalah. Berdasarkan latar belakang masalah di atas, maka

identifikasi masalah dari penelitian ini adalah:

a. Peran KPPU sebagai lembaga independen negara yang berwenang

dalam melakukan pengawasan terhadap segala kegiatan usaha yang

berjalan di Indonesia berdasarkan Undang-Undang Nomor 5 Tahun

1999 tentang Larangan Praktek Monopoli dan Persaingan Usaha Tidak

Sehat.

b. Analisis terhadap prosedur pembuktian dalam persidangan yang

dilakukan Komisi Pengawas Persaingan Usaha menurut Undang-

Undang Nomor 5 Tahun 1999 tentang Larangan Praktek Monopoli dan

Persaingan Usaha Tidak Sehat.

c. Kedudukan bukti tidak langsung (circumstantial evidence) sebagai alat

bukti yang sah di dalam tatanan hukum yang berlaku di Indonesia.

d. Analisis kemanfaatan pembuktian dengan menggunakan bukti tidak

langsung oleh KPPU dalam membuktikan adanya persaingan usaha

tidak sehat yang dilakukan oleh pelaku usaha.

e. Analisis keberhasilan KPPU dalam membuktikan suatu pelaku usaha

positif melakukan persaingan usaha tidak sehat menggunakan bukti

tidak langsung (circumstantial evidence) dengan contoh kasus Putusan

Nomor 04/KPPU-I/2016 tentang kartel sepeda motor matik 110-125 cc

yang dilakukan oleh PT. Yamaha Indonesia Motor Manufacturing dan

PT. Astra Honda Motor.

2. Pembatasan Masalah

Dalam skripsi ini, peneliti membatasi hanya membahas mengenai

kedudukan bukti tidak langsung (circumstantial evidence) di dalam

Page 16: BUKTI TIDAK LANGSUNG (CIRCUMSTANTIAL EVIDENCE)repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/44232/1/INDRIANI-FSH.pdf · dengan menjadikan Putusan KPPU Nomor 04/KPPU-I/2016 sebagai

7

tatanan hukum di Indonesia sehingga menjadi bahan pertimbangan yang

kuat bagi Majelis Komisi dalam melakukan pembuktian terhadap suatu

perkara persaingan usaha tidak sehat. Selain dari pada itu, peneliti

menganalisis kekuatan bukti tidak langsung (circumstantial evidence)

sebagai suatu alat bukti yang sah digunakan dalam proses penyelesaian

perkara oleh Majelis Komisi KPPU sesuai dengan tatanan hukum yang

berlaku di Indonesia dengan menjadikan Perkara Nomor 04/KPPU-I/2016

tentang kartel sepeda motor matik yang dilakukan oleh PT Astra Honda

Motor dan PT Yamaha Indonesia Motor Manufacturing sebagai contoh

kasus.

Kegunaan daripada adanya pembatasan masalah ialah untuk

mempersempit cakupan pembahasan agar terfokus dan mengurangi

kemungkinan penafsiran yang kabur dan tidak terarah agar tidak

menimbulkan kesalahpahaman di kemudian hari.

3. Perumusan Masalah

Skripsi ini membahas tentang kekuatan hukum bukti tidak

langsung (circumstantial evidence) sebagai salah satu alat bukti yang sah

dalam proses penyelesaian perkara oleh Komisi Pengawas Persaingan

Usaha. Rumusan masalah tersebut kemudian dibuat dalam bentuk

pertanyaan penelitian sebagai berikut:

a. Bagaimana kedudukan bukti tidak langsung (circumstantial evidence)

di dalam hukum pembuktian di Indonesia?

b. Apakah bukti tidak langsung yang digunakan Majelis Komisi KPPU

dalam memutus perkara Nomor 04/KPPU-I/2016 berhasil

menguatkan posisi bukti tidak langsung (circumstantial evidence)

dalam tatanan hukum yang berlaku di Indonesia?

C. Tujuan Penelitian dan Manfaat Penelitian

Page 17: BUKTI TIDAK LANGSUNG (CIRCUMSTANTIAL EVIDENCE)repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/44232/1/INDRIANI-FSH.pdf · dengan menjadikan Putusan KPPU Nomor 04/KPPU-I/2016 sebagai

8

1. Tujuan Penelitian

Berdasarkan latar belakang yang telah peneliti paparkan

sebelumnya, dapat peneliti simpulkan tujuan dari penelitian skripsi ini ke

dalam dua hal, yaitu:

a. Untuk mengetahui posisi hukum bukti tidak langsung (circumstantial

evidence) dalam hukum pembuktian di Indonesia.

b. Untuk menganalisis kekuatan bukti tidak langsung di Indonesia

sebagai dasar pertimbangan Majelis Komisi KPPU dalam memutus

perkara berdasarkan contoh perkara KPPU Nomor 04/KPPU-I/2016.

2. Manfaat Penelitian

Dengan adanya skripsi ini diharapkan dapat memberikan manfaat

dan menjadi sumbangan pengetahuan di bidang hukum terutama dalam

lingkup bisnis dan penerapan persaingan usaha secara sehat. Apabila

ditarik garis besarnya, maka manfaat dari penelitian skripsi ini dibagi

menjadi dua, yaitu:

a. Manfaat Teoritis

1) Hasil penelitian ini dapat menjadi sumbangan pengetahuan dalam

ilmu hukum terutama pada fokus sasaran di bidang persaingan

usaha secara sehat dan anti monopoli.

2) Selain dari pada itu, diharapkan hasil dari penelitian ini dapat

memberikan penerangan mengenai persaingan usaha yang tidak

sehat berupa penetapan harga/kartel (price fixing) berdasarkan

Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1999 tentang Larangan

Monopoli dan Persaingan Usaha Tidak Sehat.

b. Manfaat Praktis

1) Bagi Akademis

Sebagai bentuk evaluasi akademis peneliti selama menjadi

mahasiswa hukum. Dapat pula menambah wawasan dan menjadi

Page 18: BUKTI TIDAK LANGSUNG (CIRCUMSTANTIAL EVIDENCE)repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/44232/1/INDRIANI-FSH.pdf · dengan menjadikan Putusan KPPU Nomor 04/KPPU-I/2016 sebagai

9

sumber referensi bagi peneliti lainnya dalam melakukan penelitian

hukum di kemudian hari.

2) Bagi Masyarakat Umum

Meningkatkan kesadaran hukum bagi masyarakat baik pada

tingkat produsen, distributor, maupun konsumen sehingga tercipta

iklim usaha yang bersaing sehat di Indonesia berdasarkan asas

demokrasi ekonomi yang tercantum dalam Undang-Undang Dasar

Tahun 1945 dan yang telah diatur dalam Undang-Undang Nomor 5

Tahun 1999 tentang Anti Monopoli dan Persaingan Usaha Tidak

Sehat. Adapun penelitian ini dapat membantu Pemerintah

mempublikasi kepada masyarakat akan adanya Komisi Pengawas

Persaingan Usaha (KPPU) sebagai lembaga independen negara

yang berwenang dalam melakukan pengawasan dan penindakan

atas Undang-Undang Larangan Monopoli dan Persaingan Usaha

Tidak Sehat tersebut.

3) Bagi Pemerintah

Sebagai bentuk masukkan untuk melakukan perubahan-

perubahan efisien dan terang dalam Undang-Undang Anti

Monopoli yang berlaku di Indonesia sehingga dapat memudahkan

KPPU dalam memosisikan kedudukannya dan memutus suatu

perkara tanpa harus terbentur dengan undang-undang lain ataupun

dengan pasal lain dalam undang-undang yang sama.

D. Metode Penelitian

Dalam suatu penelitian dibutuhkan metode penelitian yang tepat dalam

tahap penulisan dan penyusunannya. Adanya metode penelitian dimaksudkan

agar penulisan skripsi oleh peneliti dapat berjalan terarah dan tepat guna.

Maka dari itu, peneliti akan memaparkan jenis penelitian, pendekatan

Page 19: BUKTI TIDAK LANGSUNG (CIRCUMSTANTIAL EVIDENCE)repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/44232/1/INDRIANI-FSH.pdf · dengan menjadikan Putusan KPPU Nomor 04/KPPU-I/2016 sebagai

10

penelitian, data dan sumber data, metode pengumpulan data, teknik

pengelolaan data dan analisis data, serta metode penelitian yang peneliti

gunakan dalam penulisan skripsi ini.

1. Jenis Penelitian

Jenis penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah

penelitian kualitatif. Penelitian kualitatif merupakan jenis penelitian yang

menghasilkan penemuan-penemuan yang tidak dapat dicapai (diperoleh)

dengan menggunakan prosedur-prosedur statistik atau cara-cara lain

berdasarkan pengukuran.10

Penggunaan penelitian kualitatif digunakan

oleh seseorang yang ingin tahu suatu masalah yang terjadi dengan cara

yang sangat mendalam. Oleh sebab itu, metode yang digunakan

pengamatan dan pencatatan terhadap masalah yang akan diteliti.

2. Pendekatan Penelitian

Dalam penelitian ini menggunakan pendekatan normatif-yuridis.

Pendekatan penelitian yang dilakukan dengan Peraturan Perundang-

Undangan (Statute Approach) dan pendekatan kasus (Case Approach).

Pendekatan perundang-undangan (statute approach) diterapkan guna

memahami bagaimana persaingan usaha yang sehat dan monopoli

merupakan undang-undang yang digunakan untuk mengatur permasalahan

yang berkaitan dengan penetapan harga yang dilakukan oleh pelaku usaha

dengan pesaingnya, yang mana diatur pada Pasal 5 UU Nomor 5 Tahun

1999 tentang Larangan Praktek Monopoli dan Persaingan Usaha Tidak

Sehat. Serta meneliti penjatuhan hukuman kepada para pihak yang

melakukan praktek persaingan usaha tidak sehat dalam kasus putusan

KPPU Nomor 04/KPPU-I/2016. Pendekatan peraturan perundang-

undangan yang digunakan oleh peneliti, di antaranya:

10

S. Nasution, Metode Penelitian Naturalistik Kualitatif, (Bandung: Tarsito, 2003), h. 67.

Page 20: BUKTI TIDAK LANGSUNG (CIRCUMSTANTIAL EVIDENCE)repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/44232/1/INDRIANI-FSH.pdf · dengan menjadikan Putusan KPPU Nomor 04/KPPU-I/2016 sebagai

11

a. Undang-Undang Dasar 1945

b. Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1999 tentang Larangan Praktek

Monopoli dan Persaingan Usaha Tidak Sehat dan semua peraturan

pelaksanaannya.

c. Peraturan Komisi Pengawas Persaingan Usaha Nomor 1 Tahun 2010

tentang Tatacara Penanganan Perkara.

d. Peraturan Komisi Pengawas Persaingan Usaha Nomor 4 Tahun 2011

tentang Pedoman Pasal 5 (Penetapan Harga) Undang-Undang Nomor

5 Tahun 1999 tentang Larangan Praktek Monopoli dan Persaingan

Usaha Tidak Sehat.

Adapun pendekatan kasus (case approach) diterapkan dalam mengamati

kasus yang telah menjadi putusan pengadilan yang berhubungan dengan

permasalahan yang diangkat dengan cara mengadakan observasi dan

wawancara, yang dalam penelitian ini didasarkan pada putusan KPPU.

3. Data dan Sumber Data

Berdasarkan sumbernya maka penelitian ini disusun berdasarkan:

a. Bahan Hukum Primer

Bahan Hukum primer adalah bahan hukum utama dalam

penelitian hukum normatif yang berupa perturan perundang-

undangan. Bahan hukum primer yang digunakan di antaranya ialah

Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1999 tentang Larangan Praktek

Monopoli dan Persaingan Usaha Tidak Sehat, Peraturan Komisi

Pengawas Persaingan Usaha Nomor 4 Tahun 2011 tentang Pedoman

Pasal 5 (Penetapan Harga) Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1999

tentang Larangan Praktek Monopoli dan Persaingan Usaha Tidak

Sehat, dan Putusan KPPU Nomor 04/KPPU-I/2016.

b. Bahan Hukum Sekunder

Page 21: BUKTI TIDAK LANGSUNG (CIRCUMSTANTIAL EVIDENCE)repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/44232/1/INDRIANI-FSH.pdf · dengan menjadikan Putusan KPPU Nomor 04/KPPU-I/2016 sebagai

12

Bahan hukum sekunder yaitu bahan yang tidak mempunyai

kekuatan mengikat tetapi membahas atau menjelaskan topik terkait

dengan penelitian berupa buku-buku terkait Hukum Persaingan

Usaha, artikel dalam majalah atau media elektronik, laporan

penelitian/jurnal hukum, makalah yang disajikan dalam pertemuan

kuliah dan catatan kuliah.11

c. Bahan Non Hukum

Merupakan bahan yang memberikan petunjuk atau penjelasan

bermakna terhadap adanya bahan hukum primer dan bahan hukum

sekunder, seperti Kamus Hukum, Kamus Besar Bahasa Indonesia,

Ensiklopedia dan lain-lain.

4. Metode Pengumpulan Data

Untuk memperoleh data yang relevan dengan permasalahan yang

diteliti, dikaitkan dengan jenis penelitian hukum yang bersifat yuridis

normatif, maka teknik pengumpulan data yang digunakan dalam penelitian

ini menggunakan penelitian kepustakaan (library research) yaitu upaya

untuk memperoleh data atau upaya mencari dari penelusuran literatur

kepustakaan, peraturan perundang-undangan, artikel dan jurnal hukum

yang relevean dengan penelitian agar dapat dipakai untuk menjawab suatu

pertanyaan atau untuk memecah suatu masalah.12

5. Teknik Pengelolaan dan Analisis Data

Penelitian ini menggunakan metode analisis kualitatif. Analisis

kualitatif adalah data yang diedit dan dipilih menurut kategori masing-

11

Soerjono Soekanto, Penelitian Hukum Normatif, (Jakarta: Raja Grafindo Persada, 2003), h.

13-14.

12 Nomensen Sinamo, Metode Penelitian Hukum, (Jakarta: Bumi Intitama Sejahtera, 2009), h.

56.

Page 22: BUKTI TIDAK LANGSUNG (CIRCUMSTANTIAL EVIDENCE)repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/44232/1/INDRIANI-FSH.pdf · dengan menjadikan Putusan KPPU Nomor 04/KPPU-I/2016 sebagai

13

masing dan kemudian dihubungkan satu sama lain atau ditafsirkan dalam

usaha mencari jawaban atas masalah penelitian berdasarkan observasi.

6. Metode Penulisan

Dalam penyusunan penelitian ini peneliti menggunakan metode

penulisan sesuai dengan sistematika penulisan yang ada pada Buku

Pedoman Penelitian Skripsi, Fakultas Syariah dan Hukum, UIN Syarif

Hidayatullah, Jakarta, tahun 2017.

E. Sistematika Penulisan

Penulisan penelitian ini dibagi menjadi enam bab, dimana pada setiap

bab akan dibahas secara rinci sebagai bagian dari keseluruhan penelitian ini.

Sistematika uraian proposal skripsi ini adalah sebagai berikut:

BAB I

Pendahuluan

: Bab ini berisi pengantar untuk memahami garis besar dari

seluruh pembahasan. Dalam bab ini diuraikan mengenai

latar belakang penelitian, pokok permasalahan, metode

penelitian serta sistematika dalam penelitian penelitian

ini.

BAB II : Bab ini menyajikan kajian pustaka yang didahului

dengan kerangka konseptual tentang hukum persaingan

usaha yang kemudian membahas tentang teori para ahli

yang berkaitan dengan hukum persaingan usaha dan

profil KPPU sebagai lembaga independen yang

berwenang melakukan pembuktian dan mengadili suatu

perkara persaingan usaha berdasarkan Undang-Undang

Nomor 5 Tahun 1999 tentang Larangan Monopoli dan

Persaingan Usaha Tidak Sehat, diakhiri dengan tinjauan

(review) kajian terdahulu.

Page 23: BUKTI TIDAK LANGSUNG (CIRCUMSTANTIAL EVIDENCE)repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/44232/1/INDRIANI-FSH.pdf · dengan menjadikan Putusan KPPU Nomor 04/KPPU-I/2016 sebagai

14

BAB III : Bab ini berisi tentang penerapan bukti tidak langsung

(circumstantial evidence) dalam pembuktian dalam

persidangan KPPU.

BAB IV : Bab ini berisikan tentang jawaban atas rumusan masalah

yang dibuat pada BAB I berdasarkan analisis peneliti

terhadap contoh kasus menggunakan kerangka

konseptual dan teori-teori ahli yang telah dijabarkan pada

BAB II.

BAB V : Bab ini merupakan penutup yang berisi kesimpulan dan

rekomendasi. Dalam kesimpulan, akan diuraikan secara

ringkas mengenai berbagai pembahasan dari pokok

permasalahan sebagimana yang ada pada bab

pendahuluan. Kemudian saran berisikan masukan-

masukan dari peneliti terkait dengan penetapan harga

oleh pelaku usaha yang menyalahi Pasal 5 Undang-

Undang Nomor 5 Tahun 1999 tentang Larangan Praktik

Monopoli dan Persaingan Usaha Tidak Sehat.

Page 24: BUKTI TIDAK LANGSUNG (CIRCUMSTANTIAL EVIDENCE)repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/44232/1/INDRIANI-FSH.pdf · dengan menjadikan Putusan KPPU Nomor 04/KPPU-I/2016 sebagai

15

BAB II

PERSAINGAN USAHA TIDAK SEHAT DAN

PERAN KOMISI PENGAWAS PERSAINGAN USAHA DI INDONESIA

A. Perjanjian yang Dilarang yang Menghambat Persaingan Usaha: Kartel

Kartel dalam kamus ekonomi berjudul Dictionary of Economics

menjelaskan arti kata kartel sebagai:1

“Cartel noun: a group of companies which try to fix the price, or to

regulate the supply of a product, because they can then profit from this

situation.”

Dari pengertian tersebut dapat peneliti terjemahkan kartel adalah suatu

organisasi yang tergabung dari beberapa pelaku usaha yang bertujuan untuk

mempengaruhi harga dan/atau untuk mengatur pemasokan suatu produk

tertentu ke dalam pasar sehingga mereka dapat mendapatkan untung yang

lebih melalui cara tersebut. Menurut Black’s Law Dictionary, kartel adalah

gabungan produsen atau penjual yang bersama-sama mengatur proses

produksi dari suatu produk tertentu ataupun bersama-sama mengatur harga

dari produk tersebut. Selanjutnya, kartel juga diartikan sebagai suatu asosiasi

yang terdiri dari perusahaan dengan kepentingan yang sama yaitu untuk

mengawasi atau mencegah kecurangan atau persaingan usaha yang tidak

sehat, mengalokasi pasar, atau saling berbagi pengetahuan. 2

Kartel adalah salah satu jenis perjanjian yang dilarang karena dapat

menimbulkan persaingan usaha tidak sehat menurut Undang-Undang Nomor

5 Tahun 1999 tentang Larangan Monopoli dan Persaingan Usaha Tidak Sehat.

1 P. H. Collins, Dictionary of Economics, (London – Great Britain: A & C Black Publishers

Ltd., 2006), h. 27.

2 Bryan A. Garner, Black’s Law Dictionary, Seventh Edition, (St. Paul – Minnesota: West

Group, 2000), h. 169.

Page 25: BUKTI TIDAK LANGSUNG (CIRCUMSTANTIAL EVIDENCE)repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/44232/1/INDRIANI-FSH.pdf · dengan menjadikan Putusan KPPU Nomor 04/KPPU-I/2016 sebagai

16

Kartel adalah persekongkolan atau persekutuan di antara beberapa produsen

produk sejenis dengan maksud mengontrol produksi, harga dan penjualannya,

serta memperoleh posisi monopoli. Dalam pasar yang berstruktur oligopoli,

kartel dapat lebih mudah untuk tumbuh dan berkembang karena di dalam

pasar tersebut hanya terdapat beberapa pelaku usaha saja, kemungkinan

pelaku usaha bekerjasama untuk menentukan harga produk dan jumlah

produksi dari masing-masing pelaku usaha menjadi lebih besar.3 Anggota dari

asosiasi kartel dapat menetapkan suatu harga ataupun suatu persyaratan

tertentu atas suatu produk dengan tujuan menghambat persaingan yang

bertujuan untuk meraup keuntungan yang sama besar antara sesama anggota

himpunan. Dengan adanya kualifikasi perjanjian kartel tersebut asosiasi kartel

mengharapkan suatu hambatan bisnis terjadi sehingga sulit bagi pesaing baru

untuk masuk ke dalam pasar.4

Pada dasarnya penetapan harga merupakan jenis kartel. Kesamaan

antara kartel dan penetapan harga adalah upaya pelaku usaha untuk

menetapkan harga pada produk yang diperdagangkannya di luar harga rata-

rata yang berlaku di pasar. Hanya saja, apabila di dalam penetapan harga satu

atau lebih pelaku usaha melakukan perjanjian untuk bersama-sama

menentukan harga bagi produknya, maka dalam kartel pelaku usaha tersebut

telah melakukan perjanjian tertulis untuk membuat suatu asosiasi atau

perkumpulan pengusaha untuk sama-sama menetapkan harga dari suatu

produk dan/atau mengontrol proses produksi dan pendistribusiannya ke

pasar.5 Selain dari pada itu, di dalam kartel penetapan harga, pelaku usaha

3 Herbert Hovenkamp, Federal Antitrust Policy: The Law of Competition and It’s Practice,

2nd

ed., (1995), p. 144. Dikutip dari buku Andi Fahmi Lubis, dkk. Hukum Persaingan Usaha Antara

Teks & Konteks, h. 106.

4 Suyud Margono, Hukum Anti Monopoli, (Jakarta: Sinar Grafika, 2013), h. 94.

5 Susanti Adi Nugroho, Hukum Persaingan Usaha di Indonesia Dalam Teori dan Praktik serta

Penerapan Hukumnya, h. 178.

Page 26: BUKTI TIDAK LANGSUNG (CIRCUMSTANTIAL EVIDENCE)repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/44232/1/INDRIANI-FSH.pdf · dengan menjadikan Putusan KPPU Nomor 04/KPPU-I/2016 sebagai

17

yang telah bersekutu dapat menahan pasokan produk mereka untuk masuk ke

dalam pasar, sehingga barang tersebut akan langka di pasaran sehingga mudah

bagi mereka untuk menentukan harga bagi produk tersebut saat dilepas

kembali ke dalam pasar. Perilaku tersebut dapat menguntungkan pelaku kartel

karena adanya jumlah permintaan dari konsumen terhadap barang yang

bersangkutan dan konsumen mau tidak mau harus mengikuti harga yang

ditawarkan oleh produsen produk tersebut.

B. Peran dan Kedudukan Komisi Pengawas Persaingan Usaha di dalam

Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1999 tentang Larangan Monopoli dan

Persaingan Tidak Sehat

Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1999 tentang Larangan Monopoli

dan Persaingan Tidak Sehat telah memberikan kewenangan kepada Komisi

Pengawas Persaingan Usaha (KPPU) untuk melakukan penegakan hukum

persaingan usaha. Komisi Pengawas Persaingan Usaha (KPPU) dibentuk

dengan tujuan untuk mencegah dan menindaklanjuti adanya praktek monopoli

dan untuk menciptakan iklim persaingan usaha yang sehat kepada para pelaku

usaha di Indonesia. Disebutkan pada pasal 30 Undang-Undang Nomor 5

Tahun 1999 tentang Larangan Monopoli dan Persaingan Usaha Tidak Sehat

bahwa KPPU adalah suatu lembaga independen yang terlepas dari pengaruh

dan kekuasaan pemerintah serta pihak lain dan bertanggung jawab kepada

Presiden.6 Berdasarkan tugas dan wewenangnya, KPPU diberikan keleluasaan

dalam mengadili perkara persaingan usaha yang menjadikannya sebagai

lembaga negara independen serupa dengan lembaga peradilan yang sah secara

konstitusional di Indonesia atau dengan kata lain KPPU adalah lembaga

6 Suyud Margono, Hukum Anti Monopoli, h. 136, dikutip oleh Dewa Ayu Reninda Suryanitya

dan Ni Ketut Sri Utari, Jurnal Kedudukan Komisi Pengawas Persaingan Usaha (KPPU) Sebagai

Lembaga Pengawas Persaingan Usaha yang Independen, hal. 2.

Page 27: BUKTI TIDAK LANGSUNG (CIRCUMSTANTIAL EVIDENCE)repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/44232/1/INDRIANI-FSH.pdf · dengan menjadikan Putusan KPPU Nomor 04/KPPU-I/2016 sebagai

18

independen semu negara (quasi).7 Dengan adanya kewenangan yang diberikan

negara kepada KPPU untuk melakukan tindakan penyidikan, penyelidikan,

penuntutan, serta mengadili suatu perkara dalam konteks persaingan usaha

maka KPPU secara garis besar bersifat mandiri dalam setiap kegiatannya yang

terlepas dari pengaruh campur tangan pihak lain bahkan kekuasaan

Pemerintah.

Meskipun KPPU mempunyai fungsi penegakan atas Hukum

Persaingan Usaha, namun KPPU bukanlah lembaga peradilan khusus

persaingan usaha. Dengan demikian KPPU tidak berwenang menjatuhkan

sanksi baik pidana maupun perdata, namun hanya berbentuk administrasi.8

Kedudukan KPPU lebih merupakan lembaga administratif karena

kewenangan yang melekat padanya adalah kewenangan administratif,

sehingga sanksi yang dijatuhkan merupakan sanksi administratif. KPPU diberi

status sebagai pengawas pelaksanaan Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1999

tentang Larangan Praktek Monopoli dan Persaingan Usaha Tidak Sehat.

Status hukumnya adalah sebagai lembaga yang independen yang terlepas dari

pengaruh dan kekuasaan Pemerintah dan pihak lain seperti yang disebutkan

pada pasal 30 Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1999 tentang Larangan

Praktek Monopoli dan Persaingan Usaha Tidak Sehat.9

C. Tugas dan Wewenang Komisi Pengawas Persaingan Usaha

7 Arti kata Quasi atau Kuasi menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia adalah hampir seperti;

seolah-olah. Andi Fahmi Lubis, dkk., Hukum Persaingan Usaha Antara Teks dan Konteks, h. 311.

8 Rachmadi Usman, Hukum Acara Persaingan Usaha di Indonesia, (Jakarta: Sinar Grafika,

2013), h. 35.

9 Suyud Margono, Hukum Anti Monopoli, h.136, dikutip oleh Dewa Ayu Reninda Suryanitya

dan Ni Ketut Sri Utari, Jurnal Kedudukan Komisi Pengawas Persaingan Usaha (KPPU) Sebagai

Lembaga Pengawas Persaingan Usaha yang Independen, (Bagian Hukum Bisnis Fakultas Hukum

Universitas Udayana, 2016), hal. 3.

Page 28: BUKTI TIDAK LANGSUNG (CIRCUMSTANTIAL EVIDENCE)repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/44232/1/INDRIANI-FSH.pdf · dengan menjadikan Putusan KPPU Nomor 04/KPPU-I/2016 sebagai

19

Tugas dan wewenang KPPU diatur dalam Pasal 35 dan Pasal 36

Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1999 tentang Larangan Praktek Monopoli

dan Persaingan Usaha Tidak Sehat. Tugas KPPU dalam Pasal 35 tersebut

meliputi:

a) Melakukan penilaian terhadap perjanjian yang dapat mengakibatkan

terjadinya praktek monopoli dan atau persaingan usaha tidak sehat

sebagaimana diatur dalam Pasal 4 sampai dengan Pasal 16;

b) Melakukan penilaian terhadap kegiatan usaha dan atau tindakan

pelaku usaha yang dapat mengakibatkan terjadinya praktek monopoli

dan atau persaingan usaha tidak sehat sehat sebagaimana diatur dalam

Pasal 17 sampai dengan Pasal 24;

c) Melakukan penilaian terhadap ada atau tidaknya penyalahgunaan

posisi dominan yang dapat mengakibatkan terjadinya praktek

monopoli dan atau persaingan usaha tidak sehat sebagaimana diatur

dalam Pasal 25 sampai dengan Pasal 28;

d) Mengambil tindakan sesuai dengan wewenang Komisi sebagaimana

diatur dalam Pasal 36;

e) Memberikan saran dan pertimbangan terhadap kebijakan pemerintah

yang berkaitan dengan praktek monopoli dan atau persaingan usaha

tidak sehat;

f) Menyusun pedoman dan atau publikasi yang berkaitan dengan

Undang-undang ini;

g) Memberikan laporan secara berkala atas hasil kerja Komisi kepada

Presiden dan Dewan Perwakilan Rakyat.

Selanjutnya, wewenang KPPU terdapat pada Pasal 36 Undang-Undang

Nomor 5 Tahun 1999 tentang Larangan Monopoli dan Persaingan Usaha

Tidak Sehat, yang meliputi:

a) Menerima laporan dari masyarakat dan atau dari pelaku usaha tentang

dugaan terjadinya praktek monopoli dan atau persaingan usaha tidak

Page 29: BUKTI TIDAK LANGSUNG (CIRCUMSTANTIAL EVIDENCE)repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/44232/1/INDRIANI-FSH.pdf · dengan menjadikan Putusan KPPU Nomor 04/KPPU-I/2016 sebagai

20

sehat;

b) Melakukan penelitian tentang dugaan adanya kegiatan usaha dan atau

tindakan pelaku usaha yang dapat mengakibatkan terjadinya praktek

monopoli dan atau persaingan usaha tidak sehat;

c) Melakukan penyelidikan dan atau pemeriksaan terhadap kasus dugaan

praktek monopoli dan atau persaingan usaha tidak sehat yang

dilaporkan oleh masyarakat atau oleh pelaku usaha atau yang

ditemukan oleh Komisi sebagai hasil dari penelitiannya;

d) Menyimpulkan hasil penyelidikan dan atau pemeriksaan tentang ada

atau tidak adanya praktek monopoli dan atau persaingan usaha tidak

sehat;

e) Memanggil pelaku usaha yang diduga telah melakukan pelanggaran

terhadap ketentuan undang-undang ini;

f) Memanggil dan menghadirkan saksi, saksi ahli dan setiap orang yang

dianggap mengetahui pelanggaran terhadap ketentuan Undang-undang

ini;

g) Meminta bantuan penyidik untuk menghadirkan pelaku usaha, saksi,

saksi ahli, atau setiap orang sebagaimana dimaksud huruf e dan huruf

f, yang tidak bersedia memenuhi panggilan Komisi;

h) Meminta keterangan dari instansi pemerintah dalam kaitannya dengan

penyelidikan dan atau pemeriksaan terhadap pelaku usaha yang

melanggar ketentuan Undang-undang ini;

i) Mendapatkan, meneliti, dan atau menilai surat, dokumen atau alat

bukti lain guna penyelidikan dan atau pemeriksaan;

j) Memutuskan dan menetapkan ada atau tidak adanya kerugian di pihak

pelaku usaha lain atau masyarakat;

k) Memberitahukan putusan Komisi kepada pelaku usaha yang diduga

melakukan praktek monopoli dan atau persaingan usaha tidak sehat;

l) Menjatuhkan sanksi berupa tindakan administratif kepada pelaku

Page 30: BUKTI TIDAK LANGSUNG (CIRCUMSTANTIAL EVIDENCE)repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/44232/1/INDRIANI-FSH.pdf · dengan menjadikan Putusan KPPU Nomor 04/KPPU-I/2016 sebagai

21

usaha yang melanggar ketentuan Undang-undang ini.

Walaupun salah satu tugas KPPU adalah memberikan laporan secara

berkala atas hasil kerja mereka kepada Presiden dan Dewan Perwakilan

Rakyat, KPPU dalam pelaksanaan tugas dan wewenangnya tetap bersifat

independen dan terlepas dari pengaruh dan kekuasaan Pemerintah serta pihak

lain. Usaha untuk menjaga independensi KPPU dari pihak-pihak lain setidak-

tidaknya dapat terlihat dari persyaratan keanggotaan yang diatur dalam Pasal

32 huruf (i), yaitu bahwa anggota Komisi tidak terafiliasi dengan suatu badan

usaha. Jadi, independensi dan netralitas lembaga KPPU ini dijamin oleh

undang-undang. Baik secara struktural dan secara fungsional, KPPU bersifat

independen.10

D. Pendekatan Per Se Illegal dan Pendekatan Rule of Reason

Pengertian Per Se dalam Black’s Law Dictionary adalah:11

“1. Of, in,

or by itself: standing alone, without reference to additional facts. 2. As a

matter of law.”

Dengan penjelasan di atas dapat diartikan bahwa Per Se Illegal adalah

sebuah pendekatan di mana suatu perjanjian atau kegiatan usaha dilarang

karena dampak dari perjanjian tersebut telah dianggap jelas dan pasti

mengurangi atau menghilangkan persaingan. Larangan Per Se adalah larangan

yang bersifat jelas, tegas, dan mutlak karena pelaku usaha telah dianggap

merusak persaingan sehingga tidak perlu lagi melakukan pembuktian akibat

perbuatan tersebut.12

Untuk dapat menggunakan per se illegal sebagai metode

10

Ayuda D. Prayoga, et. al., Persaingan Usaha dan Hukum yang Mengaturnya di Indonesia,

(Jakarta: Elips, 1999), hal. 119, dikutip oleh Dewa Ayu Reninda Suryanitya dan Ni Ketut Sri Utari

untuk jurnal Kedudukan Komisi Pengawas Persaingan Usaha (KPPU) Sebagai Lembaga Pengawas

Persaingan Usaha yang Independen, hal. 5.

11 Bryan A. Garner, Black’s Law Dictionary, Seventh Edition... h. 931.

12 Mustafa Kamal Rokan, Hukum Persaingan Usaha: Teori dan Praktiknya di Indonesia,

(Jakarta: Rajawali Pers, 2012), h. 72.

Page 31: BUKTI TIDAK LANGSUNG (CIRCUMSTANTIAL EVIDENCE)repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/44232/1/INDRIANI-FSH.pdf · dengan menjadikan Putusan KPPU Nomor 04/KPPU-I/2016 sebagai

22

pendekatan dalam suatu perkara, hakim harus memperhatikan dua syarat

terlebih dahulu. Syarat pertama yang perlu diperhatikan adalah adanya

“perilaku bisnis” yang terjadi di dalam pasar yang mengindikasikan

persaingan usaha tidak sehat. Hal ini penting diperhatikan, karena keputusan

melawan hukum dijatuhkan tanpa disertai pemeriksaan lebih lanjut. Syarat

kedua adalah adanya identifikasi secara cepat dan mudah mengenai jenis

praktik atau batasan bagi ditetapkannya perilaku pelaku usaha tersebut

merupakan tindakan yang dilarang undang-undang. Dengan kata lain,

penilaian atas tindakan dari pelaku usaha, baik di pasar maupun dalam proses

pengadilan harus ditentukan dengan mudah. Meskipun demikian diakui,

bahwa terdapat perilaku yang berada dalam batas-batas yang tidak jelas antara

perilaku yang dilarang dan perilaku yang sah untuk dilakukan dalam kegiatan

usaha.13

Apabila para pelaku usaha melakukan perjanjian dan kegiatan yang

dilarang secara per se, maka negara cukup membuktikan bahwa telah terjadi

pelanggaran sesuai dengan jenis perjanjian atau perbuatannya dan setelah

ditentukan jenis perjanjian dan perbuatannya, maka pelaku usaha tersebut

dianggap telah melakukan perbuatan yang dilarang tanpa melihat akibat atau

efek yang ditimbulkan dari perbuatan tersebut.14

Per se illegal mempunyai kelebihan dan kekurangan. Kelebihan dari

pendekaatan per se illegal di antaranya memberikan kepastian hukum

terhadap suatu persoalan hukum antimonopoli yang muncul. Selain itu, jika

suatu perjanjian atau perbuatan yang dilakukan yang hampir pasti merusak

dan merugikan persaingan, maka dengan pendekatan per se illegal ini hakim

dapat dengan mudah menetapkan perilaku tersebut merupakan praktik

13

Carl Kaysen and Donald F. Turner, p. 143, dikutip dari Andi Fahmi Lubis, dkk. Hukum

Persaingan Usaha Antara Teks & Konteks, h. 61.

14 Mustafa Kamal Rokan, Hukum Persaingan Usaha: Teori dan Praktiknya di Indonesia... h.

73-75.

Page 32: BUKTI TIDAK LANGSUNG (CIRCUMSTANTIAL EVIDENCE)repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/44232/1/INDRIANI-FSH.pdf · dengan menjadikan Putusan KPPU Nomor 04/KPPU-I/2016 sebagai

23

persaingan usaha yang tidak sehat dan memutus perkara tersebut tanpa perlu

bersusah payah melakukan pembuktian yang memakan waktu dan

memerlukan biaya yang mahal. Kekurangan dari pendekatan model per se

illegal adalah apabila seorang hakim melakukan penerapan pendekatan ini

secara berlebihan, ditakutkan dapat menimbulkan suatu kesimpulan yang

salah, karena perilaku pelaku usaha yang dianggap curang dan menyalahi

aturan oleh hakim mungkin tidak merugikan atau mendorong adanya

persaingan usaha tidak sehat.15

Secara umum, hukum anti monopoli dan

persaingan usaha tidak sehat di berbagai negara menetapkan perbuatan yang

termasuk dalam per se adalah penetapan harga secara horizontal (price fixing)

dan perjanjian yang bersifat eksklusif atau memboikot pihak ketiga (group

boycotts or exclusionary crovisions).16

Pendekatan per se illegal dapat

dibantahkan oleh pelaku usaha hanya apabila yang bersangkutan dapat

menjelaskan alasan pembenar yang bersifat mendukung adanya persaingan

yang kompetitif atas tindakannya. Apabila berhasil menghadirkan alasan

pembenar tersebut, maka perjanjian tersebut akan diputus berdasarkan rule of

reason.17

Pendekatan rule of reason adalah pendekatan yang mengharuskan

hakim untuk mempertimbangkan keadaan-keadaan tertentu dalam memutus

dan menjatuhkan hukuman terhadap suatu perkara yang diduga melanggar

hukum persaingan usaha.18

Pendekatan rule of reason adalah suatu

pendekatan yang menentukan. Meskipun suatu perbuatan telah memenuhi

15

Mustafa Kamal Rokan, Hukum Persaingan Usaha: Teori dan Praktiknya di Indonesia... h.

75.

16 Mustafa Kamal Rokan, Hukum Persaingan Usaha: Teori dan Praktiknya di Indonesia... h.

75.

17 BMI v. Columbia Broad, Sys., 441 U.S. 1, p. 23-25, dikutip dari Andi Fahmi Lubis, Hukum

Persaingan Usaha antara Teks dan Konteks, h.71.

18 Mustafa Kamal Rokan, Hukum Persaingan Usaha: Teori dan Praktiknya di Indonesia... h.

77-78.

Page 33: BUKTI TIDAK LANGSUNG (CIRCUMSTANTIAL EVIDENCE)repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/44232/1/INDRIANI-FSH.pdf · dengan menjadikan Putusan KPPU Nomor 04/KPPU-I/2016 sebagai

24

rumusan undang-undang, namun jika ada alasan objektif yang dapat

mematahkan argumen tentang perbuatan yang diduga menyalahi Undang-

Undang Larangan Monopoli dan Persaingan Usaha Tidak Sehat tersebut,

maka perbuatan itu bukan merupakan suatu pelanggaran. Artinya, penerapan

hukumnya tergantung pada akibat yang ditimbulkannya, apakah perbuatan itu

menimbulkan praktik monopoli dan persaingan usaha tidak sehat atau tidak

sama sekali.19

Rule of reason adalah pendekatan yang lebih memfokuskan

kepada akibat yang dimunculkan dari suatu perbuatan yang dilakukan.

Pertimbangan atau argumentasi yang perlu dipertimbangkan antara lain pada

aspek ekonomi, keadilan, efisiensi, perlindungan terhadap golongan ekonomi

tertentu, dan fairness. 20

Keunggulan dari pendekatan rule of reason adalah menggunakan

analisis ekonomi untuk mencapai efisiensi guna mengetahui dengan pasti

apakah suatu tindakan pelaku usaha memiliki implikasi kepada persaingan,

sehingga mudah menetapkan suatu tindakan pelaku usaha berjalan efisien

sesuai dengan undang-undang yang berlaku atau tidak. Di sisi lain, kelemahan

dari pendekatan menggunakan ini adalah, bahwa rule of reason yang

digunakan oleh para hakim atau juri mensyaratkan pengetahuan tentang teori

ekonomi dan sejumlah data ekonomi yang kompleks, di mana mereka belum

tentu memiliki kemampuan yang cukup untuk memahaminya sehingga

mampu menghasilkan keputusan yang rasional. Selain itu, dengan

menggunakan pendekatan rule of reason, kepastian hukum akan lama

didapatkan. Lebih dari itu, hasil penelitian untuk suatu tindakan yang sama

terkadang mempunyai hasil yang berbeda disebabkan tidak samanya akibat

19

Susanti Adi Nugroho, Hukum Persaingan Usaha di Indonesia Dalam Teori dan Praktik

serta Penerapan Hukumnya... h. 711.

20 Ellips Project, bekerja sama dengan Partnership for Business Competition, Persaingan

Usaha dan Hukum yang Mengaturnya, h. 63, dikutip dari buku Susanti Adi Nugroho, Hukum

Persaingan Usaha di Indonesia Dalam Teori dan Praktik serta Penerapan Hukumnya, h. 711.

Page 34: BUKTI TIDAK LANGSUNG (CIRCUMSTANTIAL EVIDENCE)repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/44232/1/INDRIANI-FSH.pdf · dengan menjadikan Putusan KPPU Nomor 04/KPPU-I/2016 sebagai

25

yang timbul dari tindakan pelaku usaha tersebut.21

Selain memerlukan

pengetahuan hukum yang luas, seorang hakim lembaga pengawas persaingan

usaha juga memerlukan pengetahuan seputar ilmu ekonomi untuk melakukan

pendekatan dengan rule of reason.

F. Pembuktian dalam Persidangan oleh Komisi Pengawas Persaingan

Usaha

Dalam memutus suatu perkara, Majelis Komisi harus bersikap objektif

dan tidak berpihak. Putusan seorang Majelis Komisi harus bebas dari segala

macam intervensi atau politik hukum yang dilakukan pihak-pihak

berkepentingan di dalam perkara tersebut. Agar putusan yang dihasilkan

objektif, seorang Majelis Komisi memerlukan alat bukti yang dapat dijadikan

bahan pertimbangannya dalam memutus perkara. Pada dasarnya, baik di

dalam hukum pidana maupun hukum perdata yang berlaku di Indonesia, tidak

banyak perbedaan yang berarti bagi seorang Majelis Komisi dalam memutus

perkara menggunakan alat-alat bukti yang dihadirkan dalam persidangan.

Tujuan dari pembuktian sendiri ialah untuk memperkuat putusan yang akan

dijatuhkan Majelis Komisi terhadap suatu perkara yang ditanganinya. Hukum

acara pidana lebih mengedepankan kebenaran materiil. Apa yang dimaksud

dengan kebenaran materiil adalah putusan yang tidak hanya didasari alat-alat

bukti formal belaka, namun juga didampingi dengan keterangan yang

tersembunyi di balik fakta-fakta yang tampak di permukaan. Seorang Hakim

pidana harus selalu bersungguh-sungguh dalam menggali kebenaran dari

setiap fakta-fakta yang ditemukan di lapangan agar memangkas kemungkinan

adanya putusan yang merugikan pihak manapun.22

Dalam Kitab Undang-

21

Mustafa Kamal Rokan, Hukum Persaingan Usaha: Teori dan Praktiknya di Indonesia... h.

83-84.

22 Jimly Asshiddiqi, Hukum Acara Pengujian Undang-Undang... h. 140.

Page 35: BUKTI TIDAK LANGSUNG (CIRCUMSTANTIAL EVIDENCE)repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/44232/1/INDRIANI-FSH.pdf · dengan menjadikan Putusan KPPU Nomor 04/KPPU-I/2016 sebagai

26

Undang Hukum Pidana, alat bukti yang secara sah berlaku dalam pembuktian

perkara diatur dalam Pasal 184 ayat (1), yang isinya antara lain:

1. Keterangan saksi;

2. Keterangan ahli;

3. Surat;

4. Petunjuk;

5. Keterangan terdakwa.

Selain daripada hal-hal yang disebutkan dalam Pasal 184 ayat (1),

sesuatu dapat menjadi alat bukti yang sah apabila hal tersebut secara umum

sudah diketahui tidak perlu dibuktikan yang dapat dikelompokan sebagai

barang bukti. Berdasarkan pemaparan dari beberapa sarjana hukum seperti

Martiman Prodjohamidjojo, Prof. Andi Hamzah, Ansori Hasibuan, dan Nurul

Afifah, dapat disimpulkan bahwa barang bukti adalah:23

1. Barang yang digunakan untuk melakukan tindak pidana;

2. Barang yang dipergunakan untuk membantu melakukan suatu

tindak pidana;

3. Benda yang menjadi tujuan dari dilakukannya suatu tindak pidana;

4. Benda yang dihasilkan dari suatu tindak pidana;

5. Benda tersebut dapat memberikan suatu keterangan bagi

penyelidikan tindak pidana tersebut, baik berupa gambar ataupun

berupab rekaman suara;

6. Ratna Nurul Afifah dalam wawancaranya bersama Hukum Online

mengatakan bahwa barang bukti yang merupakan penunjang alat

bukti mempunyai kedudukan yang sangat penting dalam suatu

perkara pidana, tetapi kehadiran suatu barang bukti tidak mutlak

23

Hukum Online, Apa Perbedaan Alat Bukti dengan Barang Bukti? http:// www.

hukumonline. com/ klinik/detail /lt4e8ec99e4d2ae /apa-perbedaan -alat-bukti -dengan-barang -bukti-

diakses dari laman internet Hukum Online pada tanggal 27 Februari, 2018, pukul 12.01 WIB.

Page 36: BUKTI TIDAK LANGSUNG (CIRCUMSTANTIAL EVIDENCE)repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/44232/1/INDRIANI-FSH.pdf · dengan menjadikan Putusan KPPU Nomor 04/KPPU-I/2016 sebagai

27

dalam suatu perkara pidana, karena ada beberapa tindak pidana

yang dalam proses pembuktiannya tidak memerlukan barang bukti,

seperti tindak pidana penghinaan secara lisan.

Apabila dalam keadaan-keadaan tertentu, dalam suatu perkara

terdapat sangat minim alat bukti, seorang Hakim hanya dapat memutus suatu

perkara apabila telah ada sekurang-kurangnya dua alat bukti yang sah dengan

ditambah keyakinan Hakim bahwa suatu tindakan pidana telah benar-benar

terjadi dan bahwa terdakwalah yang bersalah melakukannya.24

Alat bukti

yang digunakan dalam hukum pidana pada dasarnya sama seperti apa yang

digunakan dalam hukum perdata. Pasal 1866 Kitab Undang-Undang Hukum

Perdata sendiri menyebutkan beberapa alat bukti yang sah di dalam

pembuktian suatu perkara perdata. Alat bukti yang sah tersebut antara lain

adalah:

1. Bukti tertulis;

2. Bukti saksi;

3. Persangkaan;

4. Pengakuan;

5. Sumpah.

Dalam hukum perdata, alat bukti yang ditemukan selama proses

penyelidikan hampir selalu dalam bentuk tertulis dan merupakan akta

autentik. Hal ini yang membedakan hukum perdata dengan hukum pidana.

Hanya dengan berdasarkan pada surat-surat berupa akta autentik tersebut

seorang Hakim perdata dapat mencari kebenaran formil.25

Namun demikian,

Hakim tetap memerlukan bukti-bukti lainnya apabila akta otentik saja tidak

cukup meyakinkan bagi dirinya untuk dapat memutus suatu perkara. Seorang

Hakim harus selalu menyertakan keyakinannya dalam memutus suatu perkara.

Keyakinan Hakim ini harus berasal dari pengamatan yang menyeluruh selama

24 Pasal 183 dan Pasal 184 ayat (2) Kitab Undang-Undang Acara Pidana.

25 Jimly Asshiddiqie, Hukum Acara Pengujian Undang-Undang... h. 140.

Page 37: BUKTI TIDAK LANGSUNG (CIRCUMSTANTIAL EVIDENCE)repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/44232/1/INDRIANI-FSH.pdf · dengan menjadikan Putusan KPPU Nomor 04/KPPU-I/2016 sebagai

28

adanya proses pemeriksaan sampai jatuh suatu putusan yang bukan

merupakan hasil pengaruh pihak-pihak tertentu yang memiliki kepentingan

dalam perkara tersebut.

Sebagai lembaga yang bersifat independen, KPPU memiliki

kewenangan dalam mengawasi setiap kegiatan usaha yang berlangsung di

dalam negeri. Penangan perkara persaingan usaha oleh KPPU dapat dilakukan

secara proaktif (inisiatif sendiri) atau setelah menerima pengaduan atau

laporan tertulis dari masyarakat.26

Hal ini diatur dalam Pasal 40 Undang-

Undang Nomor 5 Tahun 1999 yang menyatakan bahwa KPPU dapat

melakukan pemeriksaan terhadap pelaku usaha apabila ada dugaan

pelanggaran terhadap undang-undang ini yang dilakukan oleh pelaku usaha

walapun tanpa adanya laporan yang mengawalinya. Penanganan perkara oleh

KPPU dapat dilakukan berdasarkan laporan tertulis yang berisi aduan dari

masyarakat atau Pelapor yang merasa dirugikan dengan adanya perilaku yang

dianggap telah menyebabkan persaingan usaha yang tidak sehat, atau karena

ada inisiatif komisi sendiri untuk menyelidiki perilaku pelaku usaha yang

dicurigai telah melakukan pelanggaran terhadap Undang-Undang Nomor 5

Tahun 1999.

Dalam Peraturan Komisi Pengawas Persaingan Usaha Nomor 1 Tahun

2010 dijelaskan tentang tata cara penanganan perkara oleh KPPU. Untuk

laporan yang ditujukan kepada KPPU oleh Pelapor yang merasa telah terjadi

suatu perilaku pelaku usaha yang mengindikasikan persaingan usaha tidak

sehat, maka Pelapor harus mengajukan laporan dalam bentuk tertulis dan

menggunakan bahasa Indonesia yang baik dan benar. Isi dari laporan tertulis

itu harus menjelaskan jenis pelanggaran yang disangkakannya kepada pihak

26

Rachmadi Usman, Hukum Acara Persaingan Usaha di Indonesia... h. 120.

Page 38: BUKTI TIDAK LANGSUNG (CIRCUMSTANTIAL EVIDENCE)repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/44232/1/INDRIANI-FSH.pdf · dengan menjadikan Putusan KPPU Nomor 04/KPPU-I/2016 sebagai

29

Terlapor dengan menyertakan alat bukti yang menguatkan argumennya.27

Apabila laporan diajukan oleh Pelapor yang meminta ganti rugi, maka wajib

baginya untuk menyertakan bukti kerugian yang dideritanya.28

Berbeda dari

penanganan perkara yang didasari adanya laporan yang mendahuluinya, maka

penanganan perkara yang dilakukan KPPU berdasarkan inisiatif sendiri

memerlukan beberapa data dan atau informasi untuk dapat memulai suatu

penyelidikan. Data atau informasi yang dibutuhkan oleh KPPU ditentukan

dalam Pasal 15 dari Peraturan Komisi Nomor 1 Tahun 2010 tentang Tata Cara

Penanganan Perkara oleh KPPU. Data atau informasi itu antara lain:

1. Hasil kajian;

2. Berita di media;

3. Hasil pengawasan;

4. Laporan yang tidak lengkap;

5. Hasil dengar pendapat yang dilakukan KPPU;

6. Temuan dalam pemeriksaan; atau

7. Sumber lain yang dapat dipertanggungjawabkan.

Di dalam hukum persaingan usaha yang berlaku di Indonesia, alat

bukti yang sah digunakan di dalam persidangan oleh KPPU disebutkan dalam

Pasal 42 Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1999. Alat bukti yang sah menurut

undang-undang tersebut terdiri dari:

1. Keterangan saksi;

2. Keterangan ahli;

3. Surat dan/atau dokumen;

4. Petunjuk;

5. Keterangan pelaku usaha.

Sebagai perpaduan dari hukum pidana dan hukum perdata, alat bukti

yang sah menurut Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1999 tentang Larangan

27

Rachmadi Usman, Hukum Acara Persaingan Usaha di Indonesia... h. 123.

28 Rachmadi Usman, Hukum Acara Persaingan Usaha di Indonesia... h. 123.

Page 39: BUKTI TIDAK LANGSUNG (CIRCUMSTANTIAL EVIDENCE)repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/44232/1/INDRIANI-FSH.pdf · dengan menjadikan Putusan KPPU Nomor 04/KPPU-I/2016 sebagai

30

Monopoli dan Persaingan Usaha Tidak Sehat terdiri dari hal-hal yang hampir

sama seperti yang berlaku pada kedua jenis hukum tersebut. Ketentuan

mengenai alat-alat bukti dalam pemerikasaan KPPU, dipertegas kembali

dalam Pasal 72 Peraturan Komisi Pengawas Persaingan Usaha Nomor 1

Tahun 2010.29

Isi Pasal 72 tersebut adalah sebagai berikut:

Pasal 72

(1) Dalam menilai terjadi atau tidaknya pelanggaran, Majelis Komisi

menggunakan alat-alat bukti berupa:

a. Keterangan Saksi;

b. Pendapat Ahli;

c. Surat dan/atau dokumen;

d. Petunjuk;

e. Keterangan Terlapor.

(2) Majelis Komisi menentukan sah atau tidak sahnya suatu alat bukti.

(3) Petunjuk sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf d merupakan

pengetahuan Majelis Komisi yang olehnya diketahui dan diyakini

kebenarannya.

(4) Keterangan Terlapor sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf e

tidak dapat ditarik kembali, kecuali berdasarkan alasan yang kuat dan

dapat diterima oleh Majelis Komisi.

Pada Pasal 72 ayat (2) Peraturan Komisi Pengawas Persaingan Usaha

Nomor 1 Tahun 2010 yang disebutkan di atas menjelaskan bahwa keabsahan

suatu alat bukti dalam pemerikasaan perkara persaingan usaha ditentukan dan

dinilai oleh Majelis Komisi.30

Petunjuk sebagaimana yang dimaksud pada

ayat (1) huruf d pada pasal yang sama, merupakan pengetahuan Majelis

Komisi yang diketahui dan diyakini sendiri kebenarannya.

29

Rachmadi Usman, Hukum Acara Persaingan Usaha di Indonesia... h. 160.

30 Rachmadi Usman, Hukum Acara Persaingan Usaha di Indonesia... h. 162.

Page 40: BUKTI TIDAK LANGSUNG (CIRCUMSTANTIAL EVIDENCE)repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/44232/1/INDRIANI-FSH.pdf · dengan menjadikan Putusan KPPU Nomor 04/KPPU-I/2016 sebagai

31

E. Teori-Teori Pembuktian dalam Hukum Persaingan Usaha

1. Teori Keadilan

Arti kata adil menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia adalah sama

berat, tidak berat sebelah, tidak memihak dan berpegang pada kebenaran,

dan tidak berlaku sewenang-wenang, sedangkan arti keadilan adalah

bentuk perbuatan atau perilaku yang sifatnya adil. Dari makna keadilan

sebagai hukum, kemudian berkembang arti dari kata “justice” sebagai

“lawfullness” yaitu keabsahan menurut hukum. Pengertian lain yang

melekat pada keadilan dalam makna yang lebih luas adalah “fairness”

yang sepadan dengan kelayakan.31

Menurut Hans Kelsen32

, konsep hukum dikembangkan sejalan

dengan cita-cita keadilan tertentu, yaitu cita-cita demokrasi dan

liberalisme. Walaupun hukum melambangkan penegakan keadilan, ada

tatanan hukum yang dari sudut pandang tertentu dianggap tidak adil. Oleh

karena itu, Kelsen secara tegas memisahkan antara konsep hukum dengan

ide keadilan. Menurut Kelsen tidak mungkin ada tatanan yang dapat

memberikan kebahagiaan kepada setiap orang. Hukum yang dicita-citakan

oleh banyak orang adalah hukum yang diciptakan bukan hanya untuk

memuaskan kepentingan satu pihak dengan mengorbankan pihak lainnya,

tetapi yang dapat menghasilkan suatu kompromi di antara kepentingan-

kepentingan yang bertentangan untuk memperkecil kemungkinan

31

Bahder Johan Nasution, Kajian Filosofis tentang Hukum dan Keadilan dari Pemikiran

Klasik sampai Pemikiran Modern, (Fakultas Hukum Universitas Jambi: Jurnal Yustisia Vol. 3 No.2

Mei - Agustus 2014), h. 13. 32

Hans Kelsen (bahasa Jerman: [hans ˈkɛlzən]; 11 Oktober 1881 – 19 April 1973) adalah

seorang ahli hukum dan filsuf Austria beraliran positivisme hukum yang dikenal dengan teori hukum

murninya. Dalam bidang filsafat politik, ia berupaya mempertahankan teori identitas negara-hukum

dan mendukung penyandingan sentralisasi dan desentralisasi sebagai konsep yang berlawanan dalam

teori pemerintahan. Kelsen juga merupakan pendukung gagasan pemisahan negara dan masyarakat

dalam penelitian ilmu hukum. Diakses melalui laman internet Wikipedia https://id.wikipedia.org/

wiki/Hans_Kelsen pada Sabtu, 31 Maret 2018, pukul 22.21 WIB.

Page 41: BUKTI TIDAK LANGSUNG (CIRCUMSTANTIAL EVIDENCE)repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/44232/1/INDRIANI-FSH.pdf · dengan menjadikan Putusan KPPU Nomor 04/KPPU-I/2016 sebagai

32

terjadinya friksi atau gesekan antar kubu. Tidak adil jika suatu peraturan

umum diterapkan pada satu kasus namun tidak diterapkan pada kasus lain

yang serupa.33

Kelsen menitikberatkan keadilan sebagai tujuan hukum.

Berbeda dengan Hans Kelsen, John Rawls, seorang filsuf asal

Jerman, mengemukakan teori keadilan menurut sudut pandangnya sendiri.

Keadilan menurut Rawls harus mengedepankan dua prinsip utama,

Pertama, adalah prinsip kebebasan yang sama sebesar-besarnya (principle

of greatest equal liberty), kedua, yaitu prinsip yang terdiri dari dua bagian,

yaitu prinsip perbedaan (the difference principle) dan prinsip persamaan

yang adil atas kesempatan (the prinsiple of fair equality of opportunity). 34

Prinsip kebebasan menurut Rawls adalah prinsip yang memberikan

kebebasan kepada setiap individu untuk mendapatkan dan menjalankan

hak-haknya. Hak-hak itu meliputi kebebasan untuk berperan serta dalam

kehidupan politik (hak bersuara, hak mencalonkan diri dalam pemilihan),

kebebasan berbicara (termasuk kebebasan pers), kebebasan berkeyakinan

(termasuk keyakinan beragama), kebebasan menjadi diri sendiri (person),

dan hak untuk mempertahankan milik pribadi. Prinsip kedua yang

mencakup prinsip perbedaan dan prinsip persamaan yang adil atas

kesempatan memiliki sifat yang lebih condong pada kepentingan bersama

atau bermasyarakat.35

Prinsip persamaan yang adil atas kesempatan adalah

prinsip yang mana membuka jalan seluas-luasnya bagi setiap individu

untuk berkembang dan melakukan usaha, tidak ada sekat yang

menghalangi seseorang untuk menerima haknya untuk melangsungkan

33

Hans Kelsen, Teori Umum tentang Hukum dan Negara, terj., Raisul Muttaqien, (Bandung:

Nusa Media, 2009), h. 16-17.

34 Damanhuri Fattah, Teori Keadilan menurut John Rawls, (Jurnal TAPIs Vol.9 No.2 Juli -

Desember 2013), h. 35.

35 Damanhuri Fattah, Teori Keadilan menurut John Rawls... h. 35.

Page 42: BUKTI TIDAK LANGSUNG (CIRCUMSTANTIAL EVIDENCE)repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/44232/1/INDRIANI-FSH.pdf · dengan menjadikan Putusan KPPU Nomor 04/KPPU-I/2016 sebagai

33

hidup dan melakukan apa yang mereka kehendaki selama proses

pemenuhan haknya tidak mengganggu hak orang lain. Prinsip ini

kemudian akan menghapuskan kesenjangan sosial di lingkup

bermasyarakat dengan cara memberikan manfaat yang lebih besar bagi

struktur masyarakat yang paling lemah. Lemah yang dimaksud di sini

ialah keadaan di mana seseorang kurang mempunyai peluang untuk

mencapai prospek kesejahteraan, pendapatan, dan otoritas. Memberikan

kemanfaatan lebih bagi mereka yang kurang beruntung baik dari segi

prospek kesejahteraan, pendapatan, dan/atau otoritas itulah yang

memberikan pengertian tersendiri dari prinsip perbedaan dalam teori

keadilan menurut Rawls.36

Jika melihat pemikiran Hans Kelsen maupun John Rawls, dapat

peneliti simpulkan bahwa keadilan adalah posisi dimana hukum harus

mendahulukan kepentingan umum di atas kepentingan pribadi. Walaupun

seseorang memiliki hak yang harus dilindungi, hukum harus bertindak

tegas untuk membatasi hak-hak individual tersebut apabila ada

kepentingan umum yang dilukai dengan adanya pemenuhan hak pribadi

tersebut. Dan apabila dihubungkan kepada hukum persaingan usaha, maka

hukum harus melindungi pelaku-pelaku usaha kecil dan menengah dari

praktik monopoli yang dilakukan pelaku usaha dominan dalam pasar agar

keberlangsungan usahanya dapat terus berlanjut. Selain itu, hukum

persaingan usaha yang baik akan melindungi setiap elemen yang ada

dalam struktur pasar manapun sesuai porsinya, baik produsen, distributor,

sampai dengan konsumen. Pembuktian menggunakan teori keadilan

memiliki sifat yang memberikan keringanan bagi pihak-pihak yang

diberatkan dalam posisi-posisi tertentu. Apabila dikaitkan dengan beban

36

Damanhuri Fattah, Teori Keadilan menurut John Rawls... h. 35.

Page 43: BUKTI TIDAK LANGSUNG (CIRCUMSTANTIAL EVIDENCE)repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/44232/1/INDRIANI-FSH.pdf · dengan menjadikan Putusan KPPU Nomor 04/KPPU-I/2016 sebagai

34

pembuktian, apabila seorang hakim menggunakan teori keadilan, maka

pembuktian akan dilakukan oleh pihak yang dituduhkan melakukan

pelanggaran. Dengan kata lain, apabila seorang pelaku usaha yang

dilaporkan melakukan persaingan usaha tidak sehat, yang bersangkutan

harus membuktikan dirinya tidak melakukan kegiatan yang melanggar

hukum persaingan usaha seperti yang dituduhkan oleh pelapor.

2. Teori Afirmatif (Affirmative Theory)

Prof. Dr. Jimly Asshiddiqie dalam buku karangannya menyatakan

bahwa beban pembuktian haruslah dilimpahkan kepada pihak yang

mendalilkan. Dengan kata lain, pihak pelaporlah yang harus membuktikan

kebenaran dari apa yang disangkakannya kepada pihak terlapor, sehingga

pembuktian dilakukan bukan oleh yang dituduh melainkan oleh yang

menuduhkan. Pihak yang melapor atau yang menuduhkan adanya

pelanggaran harus bisa membuktikan kebenaran dari tuduhannya dan yang

dituduh tidak harus mengingkari tuduhan yang dilemparkan kepadanya

demi membuktikan bahwa dirinya tidak bersalah.37

Jika melihat

pengertian dari teori afirmatif tersebut, maka teori ini bertentangan dengan

teori keadilan yang membebankan pembuktian kepada pihak yang

tertuduh. Seorang hakim yang menganut teori afirmatif ini, tentu akan

membebankan tanggung jawab pembuktian kepada pihak yang melapor

atau yang menjatuhkan tuduhan. Teori ini menganggap apabila beban

pembuktian tetap dijatuhkan kepada pihak yang dituduh merupakan

bentuk ketidakadilan. Pembuktian dilakukan pihak yang dituduh dianggap

tidak adil karena apabila diumpamakan dengan istilah “sudah jatuh

tertimpa tangga”, selain dituduh, tertuduh harus membuktikan pula

37

Jimly Asshiddiqie, Hukum Acara Pengujian Undang-Undang, (Jakarta: Sinar Grafika,

2010), h. 180.

Page 44: BUKTI TIDAK LANGSUNG (CIRCUMSTANTIAL EVIDENCE)repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/44232/1/INDRIANI-FSH.pdf · dengan menjadikan Putusan KPPU Nomor 04/KPPU-I/2016 sebagai

35

dirinya tidak bersalah.38

Di dalam Hukum Perdata yang berlaku di

Indonesia, Teori afirmatif ini merupakan bagian dari teori beban

pembuktian. Teori afirmatif sendiri memiliki posisi di dalam Pasal 1865

Kitab Undang-Undang Hukum Perdata, bahwa39

:

”Barang siapa mengajukan peristiwa-peristiwa atas mana dia

mendasarkan suatu hak, diwajibkan membuktikan peristiwa-

pristiwa itu; sebaliknya barang siapa mengajukan peristiwa-

peristiwa guna pembantahan hak orang lain, diwajibkan juga

membuktikan peristiwa-peristiwa itu”

Dilihat dari bunyi Pasal 1865 KUHPer di atas, maka pembebanan

pembuktian tidak hanya jatuh kepada pihak pelapor yang mendalilkan

suatu tuduhan atas suatu kasus, pihak terlapor juga dapat menghadirkan

pembuktian apabila dirinya mendalilkan bahwa dirinya tidak melakukan

sesuatu seperti apa yang didalilkan oleh pihak pelapor atau melakukan

bentuk pembelaan lainnya.40

Apabila dihubungkan dengan peran Komisi

Pengawas Persaingan Usaha sebagai penyelidik, penyidik, maupun pihak

yang mengadili sesuai dengan apa yang diatur dalam Undang-Undang

Nomor 5 Tahun 1999 tentang Larangan Monopoli dan Persaingan Usaha

Tidak Sehat, pihak yang melapor harus bisa membuktikan adanya

pelanggaran yang dilakukan oleh seorang pelaku usaha yang

dilaporkannya dengan bukti-bukti yang berhasil dikumpulkannya dan

dapat dihadirkan dalam persidangan dan apabila pihak terlapor juga ingin

meneguhkan haknya ataupun menyangkal hak orang lain harus

menghadirkan bukti-bukti yang dapat menguatkan dalilnya tersebut.

Apabila laporan atas suatu perkara dilakukan oleh KPPU yang memang

38

Jimly Asshiddiqie, Hukum Acara Pengujian Undang-Undang... h. 181.

39Diakses melalui http://digilib.unila.ac.id/7121/14/BAB%20II.pdf hlm 37, pada Sabtu, 31

Maret 2018, pukul 23.08 WIB.

40 http://digilib.unila.ac.id/7121/14/BAB%20II.pdf h. 37 pada Sabtu, 31 Maret 2018, pukul

23.10 WIB.

Page 45: BUKTI TIDAK LANGSUNG (CIRCUMSTANTIAL EVIDENCE)repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/44232/1/INDRIANI-FSH.pdf · dengan menjadikan Putusan KPPU Nomor 04/KPPU-I/2016 sebagai

36

memiliki kewenangan untuk mengusut sendiri kegiatan usaha yang

dicurigai melakukan persaingan usaha tidak sehat, maka Investigator

KPPU harus bisa membuktikan adanya praktik monopoli dan/atau

persaingan usaha tidak sehat yang dilakukan oleh pelaku usaha tersebut.

Selain itu, Majelis Komisi sebagai Hakim wajib mencari kebenaran yang

sesungguhnya dari bukti-bukti yang dihadirkan di dalam persidangan

tersebut.41

F. Tinjauan (Review) Studi Terdahulu

Untuk menghindari adanya kesamaan antara proposal skripsi ini

dengan penelitian lain yang juga membahas tentang praktek kartel, maka

peneliti menyertakan beberapa tinjauan atau review kajian terdahulu beserta

dengan pembedanya dengan skripsi yang peneliti buat. Penelitian Ilmiah lain

yang menjadi bahan pembanding bagi tulisan peneliti di antaranya adalah:

1. Peneliti menjadikan skripsi milik Maulana Ichsan Setiadi, mahasiswa

Fakultas Syariah dan Hukum Universitas Islam Negeri Syarif

Hidayatullah yang diterbitkan pada tahun 2014 dengan judul Analisis

Yuridis Putusan KPPU Nomor 16/KPPU-L/2009 tentang

Persekongkolan Tender Jasa Kebersihan (Cleaning Service) di

Bandara Soekarno Hatta sebagai bahan pembeda serta pembanding

antara permasalahan yang akan diangkat oleh peneliti dalam skripsi

ini. Dalam substansinya, skripsi Maulana Ichsan Setiadi menganalisis

pandangan KPPU terhadap unsur melawan hukum dalam putusan

KPPU Nomor 16/KPPU-I/2009 tentang persekongkolan tender yang

bertentangan dengan Pasal 22 Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1999

tentang Larangan Praktek Monopoli dan Persaingan Usaha Tidak

Sehat dan upaya perlindungan hukum dan sanksi yang dapat dilakukan

41

http://digilib.unila.ac.id/7121/14/BAB%20II.pdf... h. 37.

Page 46: BUKTI TIDAK LANGSUNG (CIRCUMSTANTIAL EVIDENCE)repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/44232/1/INDRIANI-FSH.pdf · dengan menjadikan Putusan KPPU Nomor 04/KPPU-I/2016 sebagai

37

oleh KPPU terhadap perkara persekongkolan tender dalam putusan

KPPU Nomor 16/KPPU-I/2009. Hal yang membedakan skripsi

peneliti dengan studi terdahulu tersebut ialah peneliti menganalisis

tentang kekuatan bukti tidak langsung (circumstantial evidence) dalam

proses sidang pembuktian terkait suatu perkara yang diindikasi

melakukan persaingan usaha tidak sehat oleh KPPU berdasarkan

Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1999 tentang Larangan Persaingan

Usaha Tidak Sehat terfokus pada putusan KPPU Nomor 04/KPPU-

I/2016.

2. Selain skripsi di atas, peneliti juga membandingkan skripsi milik Ali

Alatas, seorang mahasiswa di Fakultas Syariah dan Hukum

Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta yang diterbitkan

pada tahun 2015 dengan judul Pembuktian Perjanjian Kartel Semen

Menurut Hukum Persaingan Usaha Indonesia (Studi Kasus Komisi

Pengawas Persaingan Usaha Nomor 01/ KPPU-I/2010. Dalam skripsi

tersebut beliau menganalisis putusan KPPU Nomor 01/KPPU-I/2010

yang tidak dianggap terbukti secara sah telah melakukan adanya

pelanggaran sebagaimana yang diindikasikan kepada ciri persaingan

usaha tidak sehat berupa kartel dalam Undang-Undang Nomor 5

Tahun 1999 tentang Larangan Praktek Monopoli dan Persaingan

Usaha Tidak Sehat. Hal yang membedakan skripsi tersebut dengan

skripsi peneliti ialah bahwa dalam skripsi ini menganalisis mengenai

kekuatan hukum bukti tidak langsung (circumstantial evidence)

beredasarkan hukum acara pembuktian dalam persidangan Undang-

Undang Nomor 5 Tahun 1999 tentang Larangan Monopoli dan

Persaingan Usaha Tidak Sehat oleh KPPU.

3. Adapun perbandingan lain yang peneliti turut sertakan adalah sebuah

buku karangan Rachmadi Usman, S.H., M.H. yang berjudul Hukum

Acara Persaingan Usaha di Indonesia yang diterbitkan oleh Sinar

Page 47: BUKTI TIDAK LANGSUNG (CIRCUMSTANTIAL EVIDENCE)repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/44232/1/INDRIANI-FSH.pdf · dengan menjadikan Putusan KPPU Nomor 04/KPPU-I/2016 sebagai

38

Grafika di Jakarta pada tahun 2013. Dalam buku tersebut, Rahcmadi

Usman menjelaskan tentang sistematika beracara di KPPU secara

umum dan cara KPPU dalam menjalankan tugas-tugasnya dalam tahap

proses persidangan hingga jatuhnya putusan atas suatu perkara oleh

KPPU sendiri. Analisis kemanfaatan dari dihadirkannya bukti tidak

langsung (circumstantial evidence) dalam persidangan di KPPU

adalah bahan pembeda antara buku tersebut dengan skripsi milik

peneliti.

4. Peneliti turut menyertakan sebuah jurnal yang dipublikasi oleh Fendy

pada tahun 2016 dari Fakultas Hukum Universitas Katolik Atma Jaya

Yogyakarta dengan judul Peran Komisi Pengawas Persaingan Usaha

(KPPU) dalam Mendorong Persaingan Usaha yang Sehat di Sektor

Motor Skuter Matik. Dalam jurnal milik Fendy, dirinya hanya

menganalisis kesesuaian hasil putusan KPPU Nomor 04/KPPU-I/2016

dengan Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1999 tentang Larangan

Monopoli dan Persaingan Usaha Tidak Sehat, sedangkan penulis justru

akan menganalisis tentang mekanisme pengumpulan bukti oleh KPPU

dalam penyidikan dan persidangan berdasarkan teknik pembuktian

Hukum Acara Persidangan KPPU. Proposal Skripsi ini juga

menganalisis tentang kriteria suatu alat bukti dapat dikategorikan

sebagai bukti tidak langsung (circumstantial evidence).

Page 48: BUKTI TIDAK LANGSUNG (CIRCUMSTANTIAL EVIDENCE)repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/44232/1/INDRIANI-FSH.pdf · dengan menjadikan Putusan KPPU Nomor 04/KPPU-I/2016 sebagai

39

BAB III

PENYERTAAN BUKTI TIDAK LANGSUNG

(CIRCUMSTANTIAL EVIDENCE) DALAM PUTUSAN KPPU NOMOR

04/KPPU-I/2016

A. Pengertian Bukti Langsung (Hard Evidence) dan Bukti Tidak Langsung

(Circumstantial Evidence)

Para pelaku usaha dalam melakukan aksi kartel lebih banyak

menggunakan perjanjian dengan “understanding” atau perjanjian tidak tertulis

yang dipahami oleh para anggota kartel.1 Oleh karena itu, seorang Hakim

dapat menggunakan petunjuk sebagai salah satu bukti dalam persidangan

selain dari pada bukti yang dapat dengan jelas menyatakan adanya

pelanggaran. Petunjuk adalah alat bukti yang berasal dari pengetahuan Majelis

Komisi yang diketahui dan diyakini kebenarannya.2

Di dalam Hukum Persaingan Usaha dikenal pengelompokkan alat

bukti menurut bentuknya. Jenis bukti dibagi menjadi bukti langsung (direct

evidence) dan bukti tidak langsung (circumstantial evidence) atau dikenal juga

dengan nama indirect evidence. Bukti langsung (direct evidence) adalah bukti

yang dapat diamati secara nyata dan keberadaannya dapat mengindikasikan

adanya suatu praktik monopoli dan/atau persaingan usaha tidak sehat oleh

pelaku usaha yang saling bersaing. Di dalam bukti langsung tersebut harus

menunjukkan adanya perjanjian atau kesepakatan para pelaku usaha yang

mengarah kepada kerjasama dengan substansi atau muatan perjanjian yang

disepakati bersama oleh para pelaku usaha. Bukti tidak langsung dapat berupa

1 Perkara Nomor 04/KPPU-I/2016 h. 98.

2 Rachmadi Usman, Hukum Acara Persaingan Usaha di Indonesia, (Jakarta: Sinar Grafika,

2013), h. 161.

Page 49: BUKTI TIDAK LANGSUNG (CIRCUMSTANTIAL EVIDENCE)repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/44232/1/INDRIANI-FSH.pdf · dengan menjadikan Putusan KPPU Nomor 04/KPPU-I/2016 sebagai

40

bentuk perjanjian tertulis, bukti berupa fax, bukti rekaman percakapan

telepon, pesan singkat melalui perangkat lunak telepon genggam, email,

komunikasi video, dan bukti nyata lainnya.3

Bukti tidak langsung atau circumstantial evidence juga dikenal dengan

sebutan indirect evidence, namun dalam penggunaanya oleh khalayak umum,

circumstantial evidence lebih sering digunakan. Lain halnya dengan bukti

langsung, bukti tidak langsung (circumstantial evidence) atau yang juga

dikenal dengan istilah indirect evidence, adalah suatu bentuk bukti yang

keberadaannya secara tidak langsung menyatakan adanya kesepakatan antara

pelaku usaha untuk melakukan kontrol atas pasar dan/atau melakukan

persaingan usaha yang tidak sehat. Bukti tidak langsung merupakan golongan

dari bukti petunjuk yang diatur dalam Pasal 42 Undang-Undang Nomor 5

Tahun 1999.

Bukti tidak langsung biasa dijadikan bukti atas adanya dugaan

perjanjian tidak tertulis antara pelaku usaha untuk melakukan kerjasama di

dalam pasar secara tidak sehat. Bukti tidak langsung tidak dapat berdiri

sendiri tanpa adanya bukti langsung yang menyertainya. 4 Keberadaan bukti

tidak langsung sangat diperlukan dalam proses pembuktian khususnya

pembuktian dalam kasus kartel. Kesulitan otoritas persaingan membongkar

keterkaitan antar pelaku usaha dalam sindikat kartel memaksa investigator

mencari bukti alternatif yang setidaknya menyatakan adanya kesepakatan

antara pelaku yang terlibat. keberadaan bukti tidak langsung digunakan

sebagai pembuktian terhadap kondisi yang dapat dijadikan dugaan atas

3 Susanti Adi Nugroho, Hukum Persaingan Usaha di Indonesia dalam Teori dan Praktek dan

Penerapan Hukumnya, (Jakarta: Kencana, 2012), h. 141.

4 Susanti Adi Nugroho, Hukum Persaingan Usaha di Indonesia dalam Teori dan Praktek dan

Penerapan Hukumnya... h. 141.

Page 50: BUKTI TIDAK LANGSUNG (CIRCUMSTANTIAL EVIDENCE)repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/44232/1/INDRIANI-FSH.pdf · dengan menjadikan Putusan KPPU Nomor 04/KPPU-I/2016 sebagai

41

pemberlakuan perjanjian lisan.5 Pembuktian secara tidak langsung yang

dilakukan oleh Komisi Persaingan Usaha (KPPU) dapat dijadikan sebagai

bukti awal untuk mengungkap kasus persaingan usaha, terutama pada jenis

pelanggaran berbentuk perjanjian yang dilarang berupa kartel dan penetapan

harga. Bukti tidak langsung dibagi menjadi 2, yaitu dapat berupa:

1. Bukti ekonomi; dan

2. Bukti komunikasi.

Bukti komunikasi yang membuktikan adanya komunikasi dan/atau

pertemuan antar pelaku kartel, namun tidak menjelaskan mengenai substansi

yang dibicarakan, contohnya adalah rekaman komunikasi antar pesaing dan

bukti perjalanan menuju suatu tempat yang sama antar pesaing. Selain itu,

notulen rapat yang menunjukkan pembicaraan mengenai harga, permintaan

atau kapasitas terpasang. Untuk bukti ekonomi, contohnya antara lain perilaku

pelaku usaha didalam pasar atau industri secara keseluruhan, dan bukti

perilaku yang memfasilitasi kartel seperti pertukaran informasi dan adanya

signal harga. 6

Dilansir dari laman internet Hukum Online, Hakim Agung Pengadilan

Federal Australia Nye Perram menyatakan bahwa ada tiga tahap yang harus

diperhatikan oleh Hakim sebelum meyakini suatu bukti tidak langsung yang

dihadirkan kepadanya. Hakim harus memperhatikan suatu bukti tidak

langsung dapat digunakan atau tidak. Tiga tahap itu dikenal dengan Plus

Factors atau faktor plus yang dapat membantu Hakim untuk mengganalisis

tindakan yang dilakukan oleh seorang pelaku usaha yang berlawanan dengan

5 Hukum Online, Berjuang Mencari Legitimasi Indirect Evidence. https: //www.ucnews.id/

news/ Berjuang -Mencari -Legitimasi -Indirect-Evidence/ 2099612943090568.html diakses melalui

laman internet UC News pada tanggal 27 Februari 2018, pukul 21.38 WIB.

6 Sutrisno Iwanto, (Bisnis Indonesia, 23 Juli 2010), diakses melalui laman internet Komisi

Pengawas Persaingan Usaha: pada tanggal 28 Februari 2018, pukul 13.06 WIB. http://

www.kppu.go.id /id /blog /2010/ 07/ sulitnya- membuktikan -praktik- kartel/ .

Page 51: BUKTI TIDAK LANGSUNG (CIRCUMSTANTIAL EVIDENCE)repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/44232/1/INDRIANI-FSH.pdf · dengan menjadikan Putusan KPPU Nomor 04/KPPU-I/2016 sebagai

42

kepentingan ekonominya sendiri. Tahap pertama adalah Hakim, melalui

keterangan saksi atau saksi ahli, menemukan adanya perilaku seorang pelaku

usaha yang tidak memotong harga produk yang diperdagangkannya untuk

meningkatkan market share atau pangsa pasar sedangkan lawannya menaruh

harga di atas marginal cost 7. Tahap kedua, yaitu adanya pertemuan yang

dilakukan para pelaku usaha untuk saling bertukar informasi. Tahap ketiga,

Hakim menemukan adanya motif pelaku usaha yang bersepakat untuk

mengatur harga.8 Dalam melakukan pembuktian kasus kartel, KPPU sering

kali menggunakan bukti tidak langsung. KPPU menggunakan bukti tidak

langsung karena persekongkolan kartel dilakukan secara sembunyi-bunyi dan

secara lisan sehingga pembuktiannya sangat sulit dilakukan, tetapi dampaknya

dapat dirasakan. Dengan keadaan yang tidak mendukung karena sulitnya

membuktikan suatu perilaku pelaku usaha melanggar ketentuan Undang-

Undang Larangan Monopoli dan Persaingan Usaha Tidak Sehat, maka

pembuktian tidak cukup dilakukan secara normatif (per se illegal) saja, tetapi

juga melalui pendekatan ekonomi (rule of reason).9

Di negara yang menganut sistem hukum yang berbeda dengan

Indonesia, seperti Australia dan Amerika, penggunaan pembuktian secara

7Marginal Cost atau biaya marjinal adalah peningkatan biaya total yang berasal dari

produksi satu unit output produksi. Jika perusahaan memproduksi 1.000 unit, biaya tambahan

peningkatan output menjadi 1.001 unit adalah biaya marjinal. Biaya marjinal mengukur biaya input

tambahan yang diperlukan untuk memproduksi tiap unit output berikutnya. Karena biaya tetap tidak

berubah ketika ada biaya output, biaya marjinal mencerminkan perubahan biaya variabel. Diakses

melalui laman Wikipedia pada tanggal 28 Februari 2018, pukul 21.26 WIB. https:// id.wikipedia. org

/wiki / Biaya_marjinal

8 HRS, Hakim Australia: Circumstantial Evidence Penting dalam Kasus Kartel. Diakses

melalui laman internet Hukum Online pada tanggal 28 Februari 2018, pukul 21.33 WIB.http:// www.

hukumonline. com /berita /baca /lt53b5ecfaad76a /hakim -australia --circumstantial-evidence- penting-

dalam- kasus- kartel

9 Happy Rayna Stephany, Pengadilan Masih Alergi dengan Indirect Evidence. Diakses

melalui laman internet Hukum Online: Pada 28 Februari 2018, pukul 14.45 WIB. http://

www.hukumonline. com/ berita/ baca/ lt5398841721bba /pengadilan -masih -alergi -dengan-iindirect-

evidence-i

Page 52: BUKTI TIDAK LANGSUNG (CIRCUMSTANTIAL EVIDENCE)repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/44232/1/INDRIANI-FSH.pdf · dengan menjadikan Putusan KPPU Nomor 04/KPPU-I/2016 sebagai

43

tidak langsung sudah wajar digunakan dalam proses pengadilan. Negara-

negara tersebut beranggapan bahwa dengan semakin banyaknya bukti tidak

langsung yang ditemukan di lapangan akan semakin menguatkan keberadaan

alat bukti lain di persidangan.10

Berbeda dengan Indonesia yang menganut

paham civil law, pembuktian secara tidak langsung masih jarang digunakan

dan sulit diterima beberapa kalangan dikarenakan paham hukum dan sistem

hukum dalam peradilan Hakim atau Majelis Hakim bersifat aktif dalam

persidangan dan memutus berdasarkan undang-undang yang berlaku.11

Penggunaan bukti tidak langsung sendiri masih sering terbentur dengan dalih-

dalih pelanggaran terhadap asas Testimonium de Auditu dan asas Unus Testis

Nullus Testis.

Testimonium de Auditu adalah di saat seseorang memberikan

kesaksian yang bukan hasil dari melihat, mendengar, ataupun menyaksikan

sendiri suatu peristiwa yang menjadi masalah atau berkaitan dengan masalah.

Kesaksian yang demikian tidak dapat diterima dan tidak bisa dijadikan alat

bukti. Adapun asas Unus Testis Nullus Testis adalah apabila hanya ada satu

orang saksi yang melihat suatu kejadian yang memiliki keterkaitan dengan

perkara, maka kesaksiannya tidak dapat diterima. Kesaksian yang dihasilkan

dari testimonium de auditu dan kesaksian tunggal tersebut tidak dapat

diterima, karena dianggap membahayakan apabila terjadi kebohongan dan

manipulasi di dalam kesaksian orang tersebut. Padahal, apabila kesaksian

yang diberikan di muka pengadilan dirasa masuk di akal dan saling berkaitan

dengan perkara tersebut, seorang hakim tetap dapat mempertimbangkan

kesaksiannya itu.

10

HRS, Hakim Australia: Circumstantial Evidence Penting dalam Kasus Kartel. Diakses

melalui laman internet Hukum Online pada tanggal 28 Februari 2018, pukul 21.06 WIB.

11Marzuki Sagala, Eksistensi Pembuktian Secara Tidak Langsung. Diakses melalui laman

internet Kompasiana pada tanggal 28 Februari 2018, pukul 15. 51 WIB.

Page 53: BUKTI TIDAK LANGSUNG (CIRCUMSTANTIAL EVIDENCE)repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/44232/1/INDRIANI-FSH.pdf · dengan menjadikan Putusan KPPU Nomor 04/KPPU-I/2016 sebagai

44

Namun, karena kedudukan bukti tidak langsung belum kuat dan

masih sulit diterima di dalam sistem hukum yang berlaku di Indonesia,

putusan perkara yang dibuat oleh KPPU terkadang dapat dibatalkan oleh

Pengadilan Negeri saat pelaku usaha merasa keberatan atas putusan KPPU

tersebut dan membawa perkaranya itu untuk banding Pengadilan Negeri.

Sangat disayangkan melihat banyaknya pelaku usaha yang merasa tidak puas

dengan hasil putusan KPPU dan mengajukan permohon pembatalan dan

bahkan mengajukan Kasasi sebagai bentuk keberatan terhadap putusan

tersebut. Penguatan posisi bukti tidak langsung yang merupakan bagian dari

proses penyelesaian perkara dalam perundang-undangan Indonesia dirasa

penting dan memiliki urgensi. Hal ini penting demi menegaskan kembali

posisi Komisi Pengawas Persaingan Usaha sebagai lembaga independen yang

berhak memutus perkara persaingan usaha sebagaimana yang telah diatur

dalam undang-undang yang bersangkutan dengan menggunakan proses dan

ketentuannya sendiri selama tidak bertentangan dengan undang-undang yang

berada di atasnya.

B. Duduk Perkara Putusan KPPU Nomor 04/KPPU-I/2016

Dari sebanyak 20 perkara yang telah ditangani sepanjang tahun 2016

sampai dengan tahun 2018, ada dua perkara kartel yang telah diputus oleh

KPPU, salah satunya adalah perkara kartel sepeda motor matik ukuran 110-

125 cc. Perkara ini dinyatakan oleh KPPU telah melakukan pelanggaran Pasal

5 ayat (1) Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1999 Larangan Monopoli dan

Persaingan Usaha Tidak Sehat. Perkara kartel dengan Nomor Perkara:

04/KPPU-I/2016 ini melibatkan dua pelaku usaha di bidang otomotif yaitu,

PT. Honda HONDA Motor (AHM) dan PT. Yamaha Indonesia Motor

Manufaturing (YIMM) yang diputus bersalah atas kartel sepeda motor matik

110-125 cc.

Page 54: BUKTI TIDAK LANGSUNG (CIRCUMSTANTIAL EVIDENCE)repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/44232/1/INDRIANI-FSH.pdf · dengan menjadikan Putusan KPPU Nomor 04/KPPU-I/2016 sebagai

45

Sebelumnya peneliti harus menjelaskan mengenai pangsa pasar skuter

matik ukuran 110-125 cc di Indonesia. Di Indonesia, terdapat 6 pelaku usaha

yang memasarkan kendaraan bermotor roda dua. Berdasarkan hasil

penyelidikan dan pemeriksaan majelis komisi hanya 4 pelaku usaha yang

mengeluarkan dan memasarkan produk sepeda motor skuter matik 110-125

cc. Untuk pemegang pangsa pasar paling besar pertama di Indonesia

kedudukannya ditempati oleh PT. Honda HONDA Motor (AHM). Posisi

kedua diduduki oleh PT. Yamaha Indonesia Motor Manufacturing (YIMM).

Kedua perusahaan ini mengambil kurang lebih 98% pangsa pasar skuter matik

110-125cc berdasarkan pada presentase penjualan di tahun 2014. Barulah

posisi ketiga dan keempat diduduki oleh PT. Indomobil Suzuki International

(SUZUKI) dan PT. TVS Motor Company Indonesia (TVS). Posisi pelaku

usaha ini dibuktikan oleh KPPU melalui diagram di bawah ini:

Berdasarkan duduk perkara dalam putusan KPPU Nomor 04/KKPU-

I/2016, KPPU menemukan dugaan adanya kegiatan kartel sepeda motor matik

ukuran 110-125 cc yang melibatkan PT. Yamaha Indonesia Motor

Page 55: BUKTI TIDAK LANGSUNG (CIRCUMSTANTIAL EVIDENCE)repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/44232/1/INDRIANI-FSH.pdf · dengan menjadikan Putusan KPPU Nomor 04/KPPU-I/2016 sebagai

46

Manufacturing (YIMM) sebagai Terlapor I dan PT. Honda HONDA Motor

(AHM) sebagai Terlapor II.

Dalam perkara ini KPPU bertindak dengan inisiatifnya sendiri sebagai

Pelapor yang didahului dengan adanya investigasi tentang adanya dugaan

pelanggaran terhadap Undang-undang Nomor 5 Tahun 1999 dalam Industri

Sepeda Motor Jenis Skuter Matik 110-125 CC di Indonesia. Proses

penyelidikan terhadap perkara ini dilakukan oleh KPPU dimulai sejak tanggal

19 Juli 2016. Yamaha dan HONDA dalam perkara ini diperiksa karena

dugaan adanya perjanjian yang dilarang berupa penetapan harga yang diatur

dalam Pasal 5 ayat 1 Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1999 yang mana

melarang pelaku usaha membuat perjanjian dengan pelaku usaha pesaingnya

yaitu:

Pasal 5 ayat (1)

“(1) Pelaku usaha dilarang membuat perjanjian dengan pelaku usaha

pesaingnya untuk menetapkan harga atas suatu barang dan atau jasa yang

harus dibayar oleh konsumen atau pelanggan pada pasar bersangkutan yang

sama.”

Harus diketahui terlebih dahulu bahwa kartel yang dilarang oleh

Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1999 tentang Larangan Monopoli dan

Persaingan Usaha Tidak Sehat terbagi menjadi penetapan harga (price fixing),

pembagian wilayah pemasaran atau pembagian pelanggan, perjanjian

pembatasan produk di pasar, dan persekongkolan penawaran tender. Di dalam

perkara ini, kartel yang terjadi di antara pelaku usaha adalah jenis kartel

penetapan harga (price fixing). Penetapan harga (price fixing) sendiri diatur

dalam Pasal 5 ayat (1) tersebut di atas, karena perilaku pelaku usaha yang

demikian merupakan salah satu dari beberapa jenis perjanjian yang dilarang

karena dapat menghambat persaingan.

Page 56: BUKTI TIDAK LANGSUNG (CIRCUMSTANTIAL EVIDENCE)repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/44232/1/INDRIANI-FSH.pdf · dengan menjadikan Putusan KPPU Nomor 04/KPPU-I/2016 sebagai

47

Gambar 2: KPPU-04/KPPU-I/2016

Berdasarkan kronologis yang disajikan oleh Investigator, grafik di atas

merupakan urutan kejadian yang mana diduga perjanjian diam-diam di antara

Terlapor I dan Terlapor II terjadi di dalamnya. KPPU selaku pihak pelapor

menduga Terlapor I (YAMAHA) dan Terlapor II (HONDA) saling bertukar

informasi dan Terlapor I melakukan penyamaan harga (price parallelism)

terhadap harga skuter matik jenis skuter 110-125 cc yang dikeluarkan oleh

Terlapor II. Investigator menduga adanya kartel di antara kedua pelaku usaha

tersebut, karena adanya temuan email pada tahun 2014 yang mengindikasikan

arahan dari Yoichiro Kojima, Presiden Direktur (YAMAHA) yang menjabat

kala itu, kepada Yutaka Terada selaku Direktur Pemasaran Yamaha. Yoichiro

Kojima selaku Presiden Direktur (YAMAHA) kala itu, juga sempat

melakukan pertemuan dengan Toshiyuki Inuma yang menjabat sebagai

Presiden Direktur (HONDA) yang memiliki masa jabatan sampai dengan

perkara telah diputus di lapangan golf yang diduga menjadi lokasi pertemuan

dimana kesepakatan kartel terjadi di antara. Selain yang dari pada itu,

berdasarkan data dan grafik penjualan produk sepeda motor matik ukuran

Page 57: BUKTI TIDAK LANGSUNG (CIRCUMSTANTIAL EVIDENCE)repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/44232/1/INDRIANI-FSH.pdf · dengan menjadikan Putusan KPPU Nomor 04/KPPU-I/2016 sebagai

48

110-125 cc milik kedua perusahaan, hampir selalu mengalami kenaikan harga

secara bersamaan.

Bukti kiriman email yang mengindikasikan adanya komunikasi

kesepakatan penetapan harga (email) pun ditemukan oleh Investigator.

Presiden Direktur Yoichiro Kojima yang menjabat saat itu menginstruksikan

kepada Divisi Manajemen Pemasaran untuk melakukan penyamaan harga

produk skuter matik YAMAHA mengikuti pola harga skuter matik milik

HONDA sebagai bentuk pemenuhan janji beliau kepada Toshiyuki Inuma

selaku Presiden Direktur HONDA. Bahwa mendengar kabar tersebut Yukata

Terada selaku Direktur Pemasaran menyampaikan ketidaksetujuannya kepada

grup. Melalui email Yukata Terada keberatannya itu dengan sebagai berikut:

“President Kojima san has requested us to follow Honda price

increase many times since January 2014 because of his promise with Mr.

Inuma President of AHM at Golf Course. As we know this is illegal. We never

follow such price negotiation process. YMC also educated all employees not

to negotiate prices with competitors.”

Bukti lainnya yang ditemukan tim Investigasi KPPU ialah kiriman

email internal Terlapor I yang dikirim oleh Bapak Dyonisius Beti selaku

Wakil Presiden Direktur YAMAHA pada hari Senin, 28 April 2014,

menggunakan alamat email email [email protected]

forward yang isinya berupa email dari Presiden Direktur Yoichiro Kojima

melalui alamat email [email protected]) sebagai terusan:

Pricing Issue yang merupakan email yang ditujukan kepada Tuan Terada

sebelumnya. Tuan Dyonisius Beti (Dyon) mengirimkan email terusan tersebut

ke beberapa orang di antaranya Tuan Yuji Tokunaga (Direktur Marketing PT.

Yamaha Indonesia Motor Manufacturing) dengan alamat email

[email protected], Bapak Sutarya (Direktur Sales PT.

Yamaha Indonesia Motor Manufacturing) dengan alamat email

Page 58: BUKTI TIDAK LANGSUNG (CIRCUMSTANTIAL EVIDENCE)repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/44232/1/INDRIANI-FSH.pdf · dengan menjadikan Putusan KPPU Nomor 04/KPPU-I/2016 sebagai

49

[email protected], Bapak Hendri Wijaya (General Manager

Marketing PT. Yamaha Indonesia Motor Manufacturing) dengan alamat email

[email protected], dan Bapak Ichsan Nulhakim (Chief DDS 3

PT. Yamaha Indonesia Motor Manufacturing) dengan alamat email

[email protected]. Bukti kiriman email tersebut adalah

sebagai berikut:

“Please find attached the IDN price comparison material presented by

YMC at Asean Mtg just after GEC. As You can notice, prices of some models

are lower Honda, such as Vixion, Fino, etc. We need to send message to

Honda that Yamaha follows H price increase to countermeasure exchange

rate fractuation / labor cost increase as a common issue for the industry. So

please review the current pricing and where there is a room, please adjust the

price. I understand that to maintain the volume, if necessary, we use the

amount of price increase for promotion of the models at least for the time

being. Thanks, Kojima (see attached file: Price position IDN 2014. PPT.x)”.

Berdasarkan isi email tersebut, Investigator meyakini bahwa benar

telah terjadi komunikasi yang mengindikasikan adanya perilaku kartel yang

dilakukan Terlapor I dan Terlapor II. Huruf “H” yang disebut di dalam email

tersebut disebut sebagai simbol yang melambangkan Honda atau Terlapor II

yang harganya akan diikuti oleh Terlapor I. Investigator KPPU menemukan

kejanggalan dalam grafik penjualan produk-produk skuter matik ukuran 110-

125cc di Indonesia yang didapatkan melalui proses penyidikan dan

penyelidikan. Bahwa tim Investigasi KPPU melihat anomali harga yang

terjadi di antara harga Yamaha dan Honda. Bahwa sebelum adanya email

tentang Pricing Issue yang diteruskan oleh Tuan Dyon kepada rekan-rekan

kerjanya tersebut, harga produk skuter matik 110-125 cc Terlapor I belum

mengalami kenaikan dan cenderung tidak mengikuti pola harga produk

Terlapor II. Lalu, setelah adanya kiriman email tersebut terjadi kenaikan harga

produk Terlapor I yang bersisian dengan harga produk Terlapor II. Dengan

adanya fakta tersebut, Investigator menyatakan dakwaannya terhadap

Page 59: BUKTI TIDAK LANGSUNG (CIRCUMSTANTIAL EVIDENCE)repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/44232/1/INDRIANI-FSH.pdf · dengan menjadikan Putusan KPPU Nomor 04/KPPU-I/2016 sebagai

50

Terlapor I dan Terlapor II tentang perjanjian kartel di antara keduanya adalah

benar adanya.

Berdasarkan dakwaan yang dipaparkan di dalam persidangan oleh

Majelis Komisi tersebut, Terlapor I menjawabnya melalui kesimpulan dan

menghadirkan saksi-saksi ahli untuk menguatkan bantahannya. Bahwa sejak

awal Terlapor I mengatakan bahwa bukti komunikasi berupa email seperti

yang disangkakan oleh Invistigator (KPPU) tidak benar apabila dijadikan

bukti tidak langsung (circumstantial evidence). Email yang dikirim oleh Saksi

Yoichiro Kojima kepada Saksi Yukata Terada yang selanjutnya dilanjutkan

kepada Saksi Dyonisius Beti dan Saksi Sutarya merupakan bentuk

komunikasi internal perusahaan yang hanya bertujuan menyebarkan informasi

tentang harga skuter matik Vixion untuk ditingkatkan. Email tersebut sama

sekali tidak ditujukan untuk Terlapor II sebagaimana yang disangkakan oleh

Investigator sebagai bentuk komunikasi yang bertujuan menginformasikan

Terlapor II bahwa Terlapor I akan melakukan price parallelism atau

penyamaan harga dengan harga produk Terlapor II.

Terlapor I dan Terlapor II merasa diperlakukan tidak layak dan tidak

berdasarkan ketentuan beracara yang diatur dalam Undang-Undang Nomor 5

Tahun 1999 tentang Larangan Monopoli dan Persaingan Usaha Tidak Sehat.

Mereka keberatan atas proses Investigator dalam mengumpulkan data-data

melakukannya dengan paksa dan tidak sesuai aturan. Terlapor I dan Terlapor

II merasa dokumen perusahaannya telah diambil dari orang-orang yang tidak

memiliki wewenang untuk menyerahkannya dan data-data itu diminta oleh

Investigator tanpa surat penunjukkan resmi. Terlapor I juga mengatakan

keberatan atas penghadiran alat bukti berupa data penjualan produknya yang

merupakan dokumen perusahaan, Terlapor I menganggap bahwa dokumen

rahasia itu tidak sepantasnya dihadirkan di dalam persidangan karena

ditakutkan dapat menimbulkan kerugian bagi perusahaan. Oleh karena itu,

Page 60: BUKTI TIDAK LANGSUNG (CIRCUMSTANTIAL EVIDENCE)repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/44232/1/INDRIANI-FSH.pdf · dengan menjadikan Putusan KPPU Nomor 04/KPPU-I/2016 sebagai

51

Terlapor I dan Terlapor II menyatakan Investigator telah bergerak sendiri dan

tidak sesuai dengan prinsip due process of law. Terlapor I dan Terlapor II

merasa bahwa penggunaan email dan pertemuan antara Presiden Direktur

Terlapor I yang menjabat kala itu (Yoichiro Kojima) dengan Presiden

Direktur Terlapor II (Toshiyuki Inuma) adalah tidak tepat. Bahwa bukti tidak

langsung sampai saat ini masih belum diterapkan dalam proses peradilan di

Indonesia, dan baru bisa ditemukan di negara-negara yang telah

mengesahkannya seperti Amerika dan Australia. Bahwa bukti tidak langsung

oleh KPPU menyalahi apa yang dimaksud dengan alat bukti di dalam undang-

undang Hukum Perdata, sehingga penerapannya ke dalam perkara a quo

adalah tidak tepat. Selain dari pada itu, Terlapor I (Tuan Yoichiro Kojima

selaku Presiden Direktur Yamaha yang menjabat saat itu) yang pada saat itu

bermain golf dengan Terlapor II (Tuan Toshiyuki Inuma yang pada itu –

hingga saat ini berperan selaku Presiden Direktur Honda) tidak setuju

terhadap tuduhan Investigator yang menyatakan telah terjadi perjanjian diam-

diam di lapangan golf terkait penyamaan pola harga yang dilakukan Yamaha

kepada Honda. Terlapor I dan Terlapor II mengaku bertemu di lapangan golf

pada tahun 2013 dan terakhir pada bulan November 2014 hanya sebatas

pemenuhan hobi dan pertemuan itu tidak hanya dihadiri oleh mereka berdua,

namun juga dihadiri oleh PT. SUZUKI dan PT. TVS.

Bahwa Terlapor I dan Terlapor II menyatakan tidak mungkin terlibat

dalam kartel. Hal ini didasari alasan bahwa sesungguhnya kedua perusahaan

saling bersaing. Tidak ada alasan untuk melakukan penyamaan harga (price

parallelism). Bahwa Terlapor I dan Terlapor II membantah bahwa kenaikan

harga yang terjadi pada pemasaran produknya di tahun 2014 merupakan

kejanggalan. Bahwa kenaikan harga produk yang terjadi antara pelaku usaha

yang bersaing, tidak selalu mencerminkan perilaku kartel. Bahwa menurut

Terlapor I dan Terlapor II, kenaikan harga produk mereka telah melalui

Page 61: BUKTI TIDAK LANGSUNG (CIRCUMSTANTIAL EVIDENCE)repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/44232/1/INDRIANI-FSH.pdf · dengan menjadikan Putusan KPPU Nomor 04/KPPU-I/2016 sebagai

52

pertimbangan. Kebijakan perusahaan dalam menaikkan harga produk sepeda

motor matik yang mereka pasarkan mempertimbangkan beberapa faktor, di

antaranya:

1. Faktor eksternal, seperti pajak dari pemerintah, BBN (Bea Balik

Nama) yang pada dasarnya mengikuti harga yang ditetapkan oleh

Sistem Administrasi Manunggal Satu Atap (SAMSAT) tiap-tiap

daerah,

2. Faktor nilai tukar Dollar terhadap Rupiah dan inflasi;

3. Faktor musiman (seasonal) seperti Lebaran, dimana terjadi

peningkatan masyarakat pada musim ini.

4. Faktor ekonomi perusahaan, seperti Upah Minimum Regional

(UMR) yang rutin menjadi masalah utama dan juga

mempertimbangkan biaya produksi dan biaya bahan baku.

Selanjutnya Terlapor II berdasarkan penuturan Ahli Kurnia Toha yang

menyatakan “Jika penetapan harga ini independen, kebetulan mirip saja

maka tidak melanggar, namun jika mirip/menetapkan harga ini karena ada

kolusi maka ini tidak boleh”12

dan Terlapor I dengan ini menyatakan bahwa

pola harga yang diterapkan oleh perusahaannya terhadap produknya hanya

semata-mata untuk mencari kesempatan sebesar-besarnya untuk menarik

minat pasar di saat Terlapor II yang merupakan pemegang posisi dominan

dalam pasar menaikkan harga produknya. Terlapor I dan II juga

menghadirkan bukti-bukti dalam persidangan berupa grafik penjualan produk

mereka. Dari grafik yang mereka hadirkan, Terlapor I mengatakan bahwa

Investigator telah salah melakukan analisis penghitungan atas grafik penjualan

produk mereka. Mereka mengatakan bahwa kesalahan metode penghitungan

akan menimbulkan kesimpulan yang salah pula. Terlapor I juga turut

12

Putusan KPPU Nomor 04/KPPU-I/2016, poin 7.2.25, h. 383.

Page 62: BUKTI TIDAK LANGSUNG (CIRCUMSTANTIAL EVIDENCE)repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/44232/1/INDRIANI-FSH.pdf · dengan menjadikan Putusan KPPU Nomor 04/KPPU-I/2016 sebagai

53

menghadirkan grafik penjualan yang diakui sebagai grafik penjualan yang

benar dan sesuai fakta, yang mana disana diperlihatkan bahwa tidak terjadi

kenaikan harga produk seperti apa yang didakwakan oleh Investigator. Produk

yang mereka pasarkan bahkan mengalami penuruna harga serta keuntungan-

keuntungan yang didakwakan oleh Investigator dinyatakan keliru. Hal itu

dipertegas dengan adanya grafik lainnya yang menunjukkan bahwa presentase

keuntungan penjualan Terlapor I berbeda jauh dari apa yang didakwakan oleh

Investigator. Terlihat di dalam grafik keuntungan yang diraih oleh Terlapor I

jauh lebih rendah dari apa yang ditaksir di dalam persidangan.

Apabila melihat sifat pasar oligopoli, pelaku usaha yang bersaing di

dalam pasar dengan produk yang homogen dan saling substitusi, saat pelaku

usaha dominan menaikkan harga produknya, pelaku usaha yang menjadi

pesaingnya akan cenderung menjaga harga tetap atau menaikkan harga tetapi

tidak terlalu mendekati harga yang ditawarkan pelaku usaha dominan tersebut.

Dengan kata lain, apa yang menjadi alasan Terlapor I tidak dapat diterima.

Hal itu dikarenakan di sisi lain, sebuah perusahaan oligopolistis tidak dapat

menaikan pangsa pasarnya melalui penurunan harga karena oligopolis lain

dalam industri akan mengikuti penurunan harga tadi.13

Maka hal yang

sewajarnya dilakukan oleh Terlapor I bukanlah ikut menaikkan harga

produknya, melainkan menjaga harga produknya tetap rendah agar konsumen

beralih kepada produk yang dipasarkannya. Sedangkan menurut keterangan

pelaku usaha lain seperti PT. SUZUKI dan PT. TVS yang juga memproduksi

sepeda motor jenis matik 110-125 cc, pada tahun 2014 mereka cenderung

memilih tidak menaikkan harga atau menaikkan harga pada jenis-jenis

tertentu, dengan alasan menjaga minat konsumen terhadap produk mereka

atau market share.

13

Model kurva permintaan berlekuk (kinked demand curve model) atau mode Sweezy, dari

buku Dominick Salvatore, Teori Mikro Ekonomi Edisi Ketiga. Dikutip dari Putusan KPPU Nomor

04/KPPU-I/2016 h. 373.

Page 63: BUKTI TIDAK LANGSUNG (CIRCUMSTANTIAL EVIDENCE)repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/44232/1/INDRIANI-FSH.pdf · dengan menjadikan Putusan KPPU Nomor 04/KPPU-I/2016 sebagai

54

Di dalam pertimbangan Majelis Komisi, berdasarkan analisis prilaku,

pasar oligopoli yang di dalamnya ada pemimpin pasar (leader) dan

perusahaan lainnya sebagai pengikut (follower), pemimpin pasar merupakan

perusahaan yang memiliki pangsa pasar yang paling besar (dominan).

Kemudian terkait dengan penetapan harga, perilaku harga perusahaan follower

akan mengikuti harga yang dilakukan oleh perusahaan leader. Strategi yang

dilakukan perusahaan follower salah satunya ialah menjaga harga relatif tetap

sama dengan harga produk perusahaan leader dengan cara mengikuti setiap

harga dari perusahaan leader.14

Bahwa terlepas dari substansi email tersebut,

Majelis Komisi menilai adanya fakta bahwa email tersebut merupakan

komunikasi resmi yang dilakukan antar pejabat tinggi Terlapor I (top level

management Terlapor I). Oleh karena itu mengingat kapasitas pengirim dan

penerima email serta media yang digunakan yaitu email resmi perusahaan,

maka Majelis Komisi tidak serta merta mengabaikan fakta tersebut sebagai

alat bukti.15

Berdasarkan pertimbangan Majelis Komisi sendiri, Terlapor I

dapat dibuktikan telah melakukan manipulasi data. Terlapor I telah

memanipulasi data harga sepeda motor matik jenis Xeon dengan Xeon RC

sehingga seolah-olah telah terjadi penurunan harga, dan bermaksud pemalsuan

data sehingga Investigator dianggap salah dalam melakukan penghitungan dan

pengolahan data.16

Selain itu Majelis Komisi menyatakan perilaku yang

ditunjukkan oleh Terlapor I di muka persidangan sudah melanggar prinsip

contempt of court yaitu berlaku tidak sopan dan menggangu jalannya

persidangan. Terlapor I kerap kali berteriak di dalam menyampaikan

pendapatnya di dalam persidangan yang tengah berjalan, menunjuk-

nunjukkan tangannya ke hadapan saksi maupun Investigator. Terlapor I juga

14 Putusan KPPU Nomor 04/KPPU-I/2016 poin 7.5.2.4, h. 402. 15

Putusan KPPU Nomor 04/KPPU-I/2016 poin 6.3.4.3, h. 364.

16 Putusan KPPU Nomor 04/KPPU-I/2016 poin 7.4 .4, h. 395.

Page 64: BUKTI TIDAK LANGSUNG (CIRCUMSTANTIAL EVIDENCE)repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/44232/1/INDRIANI-FSH.pdf · dengan menjadikan Putusan KPPU Nomor 04/KPPU-I/2016 sebagai

55

tidak bersikap kooperatif kepada jalannya penyidikan dengan tidak juga

menyerahkan data yang dimintakan oleh Investigator maupun Majelis Komisi

di saat persidangan berlangsung. Hal ini tentunya menghambat proses

penyelesaian perkara.

Berdasarkan penjelasan atas duduk perkara kartel skuter matik 110-

125 cc tersebut, hasil dari putusan KPPU atas perkara kartel yang melibatkan

Yamaha dan Honda tersebut adalah sebagai berikut:

1. Menyatakan bahwa Terlapor I, dan Terlapor II terbukti secara sah dan

meyakinkan melanggar Pasal 5 ayat (1) Undang-Undang Nomor 5

Tahun 1999;

2. Menghukum Terlapor I denda sebesar Rp.25.000.000.000 (Dua Puluh

Lima Miliar Rupiah) dan disetor ke Kas Negara sebagai setoran

pendapatan denda pelanggaran di bidang persaingan usaha Satuan

Kerja Komisi Pengawas Persaingan Usaha melalui bank Pemerintah

dengan kode penerimaan 423755 (Pendapatan Denda Pelanggaran di

Bidang Persaingan Usaha);

3. Menghukum Terlapor II denda sebesar Rp.22.500.000.000 (Dua Puluh

Dua Miliar Lima Ratus Juta Rupiah) dan disetor ke Kas Negara

sebagai setoran pendapatan denda pelanggaran di bidang persaingan

usaha Satuan Kerja Komisi Pengawas Persaingan Usaha melalui bank

Pemerintah dengan kode penerimaan 423755 (Pendapatan Denda

Pelanggaran di Bidang Persaingan Usaha);

4. Memerintahkan Terlapor I, dan Terlapor II, untuk melakukan

pembayaran denda, melaporkan dan menyerahkan bukti pembayaran

denda ke KPPU.

C. Bukti Tidak Langsung dalam Perkara Putusan KPPU Nomor 04/KPPU-

I/2016

Berdasarkan penjabaran tentang duduk isi perkara Putusan KPPU

Nomor 04/KPPU-I/2016 di atas, dapat dilihat bahwa penggunaan bukti tidak

langsung oleh KPPU tidak serta merta dapat diterima penggunaannya oleh

pelaku usaha sebagai suatu alat bukti. Di dalam perkara kartel skuter matik

Page 65: BUKTI TIDAK LANGSUNG (CIRCUMSTANTIAL EVIDENCE)repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/44232/1/INDRIANI-FSH.pdf · dengan menjadikan Putusan KPPU Nomor 04/KPPU-I/2016 sebagai

56

ukuran 110-125 cc itu ada dua alat bukti tidak langsung yang disampaikan di

dalam persidangan oleh KPPU. Sesuai dengan karakternya yang berguna

untuk menguatkan kedudukan bukti langsung lainnya di persidangan, ada dua

bukti tidak langsung (circumstantial evidence) yang dihadirkan oleh

Investigator KPPU. Bukti tidak langsung itu antara lain:

1. Bukti komunikasi berupa pertemuan di lapangan golf yang

dilakukan beberapa kali oleh Terlapor I dan Terlapor 2 dari tahun

2013 sampai dengan Bulan November 2014 dan bukti surat

elektronik (email) yang menyiratkan adanya komunikasi internal

Terlapor I untuk mengawasi harga dan mengirim sinyal kepada

Terlapor II bahwa akan ada penyamaan pola harga (price

parallelism) yang akan dilakukan oleh Terlapor I terhadap harga

penjualan produk skuter matik ukuran 110-125 cc miliknya

mengikuti harga produk skuter matik 110-125 cc milik Terlapor II.

2. Bukti ekonomi berupa grafik kenaikan harga penjualan produk

skuter matik 110-125 cc milik Terlapor I dan Terlapor II yang

selalu terjadi pada waktu yang berdekatan.

Page 66: BUKTI TIDAK LANGSUNG (CIRCUMSTANTIAL EVIDENCE)repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/44232/1/INDRIANI-FSH.pdf · dengan menjadikan Putusan KPPU Nomor 04/KPPU-I/2016 sebagai

57

BAB IV

KEKUATAN BUKTI TIDAK LANGSUNG (CIRCUMSTANTIAL EVIDENCE)

DALAM TATANAN HUKUM DI INDONESIA

A. Penggunaan Bukti Tidak Langsung dalam Sistem Hukum di Indonesia

Di negara yang menganut sistem hukum yang berbeda dengan

Indonesia, seperti Australia dan Amerika, penggunaan bukti secara tidak

langsung sudah wajar digunakan dalam proses pengadilan. Negara-negara

tersebut beranggapan bahwa dengan semakin banyaknya bukti tidak langsung

yang ditemukan di lapangan akan semakin menguatkan keberadaan alat bukti

lain di persidangan.1 Berbeda dengan negara yang menganut sistem hukum

Anglo Saxon atau common law system, badan peradilan di Indonesia yang

menganut paham civil law masih sulit pembuktian secara tidak langsung

karena masih jarang digunakan dan sulit diterima karena dianggap tidak

termasuk ke dalam golongan alat bukti yang diakui di dalam hukum pidana

maupun hukum perdata. Beberapa Hakim bahkan masih menolak adanya

penggunaan bukti tidak langsung sebagai alat bukti, sehingga seringkali hasil

putusan KPPU dibatalkan di tingkat Pengadilan Negeri atau mengajukan

keberatan ke Mahkamah Agung dengan alasan KPPU merupakan lembaga

quasi yudisial.2 Bagi para Hakim pengadilan tersebut, keberadaan bukti tidak

langsung tidak lebih dari sekedar suatu bentuk bukti yang sifatnya hanya

sebagai “petunjuk” atau “persangkaan” dan tidak dapat berdiri sendiri apabila

tidak ada bukti lain yang mendukungnya.

1 HRS, Hakim Australia: Circumstantial Evidence Penting dalam Kasus Kartel. Diakses

melalui laman internet Hukum Online pada tanggal 28 Februari 2018, pukul 21.06 WIB.

2 Diakses melalui http://www.hukumonline.com/berita/baca/lt59bcd106a1fdd/mau-dibawa-

ke-mana-upaya-keberatan-atas-putusan-kppu pada Selasa, 10 April 2018, pukul 23.45.

Page 67: BUKTI TIDAK LANGSUNG (CIRCUMSTANTIAL EVIDENCE)repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/44232/1/INDRIANI-FSH.pdf · dengan menjadikan Putusan KPPU Nomor 04/KPPU-I/2016 sebagai

58

Perdebatan tersebut timbul karena di dalam sistem hukum civil law

Hakim mengacu pada undang-undang dan tidak leluasa memutus berdasarkan

intuisinya saja. Di dalam sistem hukum Eropa Kontinental atau civil law

system, Hakim bersifat aktif dalam persidangan dan memutus berdasarkan

undang-undang yang berlaku.3 Namun, Jepang sebagai salah satu contoh

negara dengan sistem hukum civil law telah menerima bukti tidak langsung

dalam proses pembuktian di dalam persidangan.

Penggunaan bukti tidak langsung sendiri masih sering terbentur

dengan dalih-dalih pelanggaran terhadap asas Testimonium de Auditu dan asas

Unus Testis Nullus Testis. Testimonium de Auditu adalah di saat seseorang

memberikan kesaksian yang bukan hasil dari melihat, mendengar, ataupun

menyaksikan sendiri suatu peristiwa yang menjadi masalah atau berkaitan

dengan masalah. Kesaksian yang demikian tidak dapat diterima dan tidak bisa

dijadikan alat bukti. Adapun asas Unus Testis Nullus Testis adalah apabila

hanya ada satu orang saksi yang melihat suatu kejadian yang memiliki

keterkaitan dengan perkara, maka kesaksiannya tidak dapat diterima.

Kesaksian yang dihasilkan dari testimonium de auditu dan kesaksian

tunggal tersebut tidak dapat diterima, karena dianggap membahayakan apabila

terjadi kebohongan dan manipulasi di dalam kesaksian orang tersebut.

Padahal, apabila kesaksian yang diberikan di muka pengadilan dirasa masuk

akal dan saling berkaitan dengan perkara tersebut, seorang hakim tetap dapat

mempertimbangkan kesaksiannya itu. Namun, karena kedudukan bukti tidak

langsung belum kuat dan masih sulit diterima di dalam sistem hukum yang

berlaku di Indonesia, putusan perkara yang dibuat oleh KPPU terkadang dapat

dibatalkan oleh Pengadilan Negeri saat pelaku usaha merasa keberatan atas

putusan KPPU tersebut dan membawa perkaranya itu untuk banding di

Pengadilan Tinggi atau bahkan melakukan kasasi di Mahkamah Agung.

3Marzuki Sagala, Eksistensi Pembuktian Secara Tidak Langsung. Diakses melalui laman

internet Kompasiana pada tanggal 28 Februari 2018, pukul 15. 51 WIB.

Page 68: BUKTI TIDAK LANGSUNG (CIRCUMSTANTIAL EVIDENCE)repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/44232/1/INDRIANI-FSH.pdf · dengan menjadikan Putusan KPPU Nomor 04/KPPU-I/2016 sebagai

59

Sangat disayangkan melihat banyaknya pelaku usaha yang merasa

tidak puas dengan hasil putusan KPPU dan memilih untuk mengajukan

keberatan atas hasil putusan tersebut ke pengadilan di luar KPPU. Penguatan

posisi bukti tidak langsung yang merupakan bagian dari proses penyelesaian

perkara dalam perundang-undangan Indonesia dirasa penting dan memiliki

urgensi. Hal ini penting demi menegaskan kembali posisi Komisi Pengawas

Persaingan Usaha sebagai lembaga independen yang berhak memutus perkara

persaingan usaha sebagaimana yang telah diatur dalam undang-undang yang

bersangkutan dengan menggunakan proses dan ketentuannya sendiri selama

tidak bertentangan dengan undang-undang yang berada di atasnya.

Hukum di Indonesia sudah sepatutnya memberikan tempat bagi bukti

tidak langsung untuk berperan dalam membuktikan adanya praktik kartel yang

dilakukan oleh pelaku usaha. Lincahnya pelaku usaha dalam melakukan

kesepakatan secara diam-diam sedangkan sangat sulit untuk mendapatkan

bukti tertulis atau bukti langsung lainnya dalam membuktikan kartel sudah

seharusnya menjadi bahan pertimbangan lembaga yudikatif di Indonesia

mempertimbangkan kegunaan adanya bukti tidak langsung dalam persidangan

KPPU, terlebih lagi dampak atau kerugian yang ditimbulkan oleh adanya

praktik kartel di dalam usaha dan industri di Indonesia terhadap perekonomian

negara dan konsumen sangatlah besar.

B. Kekuatan Bukti Tidak Langsung dalam Putusan KPPU Nomor

04/KPPU-I/2016

Seperti yang telah dipaparkan pada pembahasan sebelumnya, KPPU

menghadirkan dua buah bukti tidak langsung berupa bukti ekonomi dan bukti

komunikasi antara Yamaha dan Honda di dalam persidangan perkara Nomor

04/KPPU-I/2016. Bukti ekonomi yang dihadirkan oleh Investigator KPPU

menjelaskan bahwa adanya pola kesamaan harga yang mengindikasikan

adanya perjanjian persamaan harga jual (price parallelism) atas produk skuter

Page 69: BUKTI TIDAK LANGSUNG (CIRCUMSTANTIAL EVIDENCE)repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/44232/1/INDRIANI-FSH.pdf · dengan menjadikan Putusan KPPU Nomor 04/KPPU-I/2016 sebagai

60

matik ukuran 110-125 cc yang dipasarkan oleh Yamaha dan Honda. Bukti

ekonomi yang dihadirkan oleh Investigator tersebut berupa grafik penjualan

produk yang menerangkan bahwa tren harga yang terus meningkat terjadi

pada merk Honda.4 Yamaha meningkatkan harga pada Maret setelah Honda

meningkatkan harga pada Februari dan Maret. Yamaha tidak lagi merubah

harga selama tahun 2014 walaupun Honda menurunkan atau menaikan

kembali harganya. Walaupun demikian, pada akhirnya kedua Terlapor

berusaha mempertahankan harga relatif kedua produk mereka terutama mulai

bulan Oktober 2014.5

Selain bukti ekonomi di atas, KPPU juga menghadirkan bukti

komunikasi dalam perkara kartel yang melibatkan Yamaha dan Honda. Bukti

komunikasi tersebut ialah suatu bukti yang dikemukakan oleh Investigator

KPPU sendiri berupa adanya pertemuan di lapangan golf yang dicurigai

menjadi lokasi terjalinnya kesepakatan kartel penetapan harga antara Yoichiro

Kojima, Presiden Direktur Yamaha yang menjabat kala itu, dengan Toshiyuki

Inuma, selaku Presiden Direktur Honda yang menjabat saat terjadinya

pertemuan sampai dengan saat persidangan perkara tersebut berlangsung.

Bahwa adanya pertemuan antara Presiden Direktur PT. Yamaha Indonesia

Motor Manufacturing dan Presiden Direktur PT. Astra Honda Motor pada

tahun 2013 sampai dengan November 2014, sebagaimana dijelaskan dalam

kronologis di atas merupakan bukti adanya komunikasi.6 Sebab dijadikannya

pertemuan di lapangan golf yang melibatkan kedua petinggi perusahaan

tersebut sebagai suatu bentuk komunikasi yang dicurigai ialah KPPU melihat

adanya perilaku mengikuti kenaikan harga produk yang dilakukan oleh

Yamaha terhadap kenaikan harga produk pesaingnya, yaitu Honda sebagai

4 Putusan KPPU Nomor 04/KPPU-I/2016 poin 7.5.2.9, h. 403.

5 Putusan KPPU Nomor 04/KPPU-I/2016 poin 7.5.2.9... h. 403.

6 Putusan KPPU Nomor 04/KPPU-I/2016... h. 108.

Page 70: BUKTI TIDAK LANGSUNG (CIRCUMSTANTIAL EVIDENCE)repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/44232/1/INDRIANI-FSH.pdf · dengan menjadikan Putusan KPPU Nomor 04/KPPU-I/2016 sebagai

61

penguasa pangsa pasar skuter matik di Indonesia setelah adanya pertemuan

tersebut.

Sebuah bukti komunikasi lainnya berupa adanya komunikasi internal

antara petinggi perusahaan Yamaha yang berisi instruksi Yoichiro Kojima

kepada grup manajemen pemasaran untuk mengikuti pola kenaikan harga

mulai dari Januari 2014 sebagai janji kepada Presiden Direktur Honda,

Toshiyuki Inuma. Yukata Terada selaku Direktur Pemasaran Yamaha kala itu

kemudian menyebar informasi tersebut kepada Dyonisius Beti selaku Wakil

Presiden Direktur dan Sutarya selaku Direktur Penjualan. Di dalam emailnya

tersebut Terada menolak kebijakan tersebut, karena dapat menimbulkan kartel

dan bertentangan dengan Hukum Persaingan Usaha. Bahwa berdasarkan bukti

email dan keterangan BAP saksi Terada yang menyatakan Yamaha akan

mengikuti pola kenaikan harga dalam periode tahun 2014 merupakan bukti

telah terjadinya concerted action.7 Bahwa Ahli Prahasto W. Pamungkas

menyatakan, concerted action secara bahasa bisa diartikan acting in the same

way atau acting in concert. Istilah concerted action itu adalah istilah yang

digunakan di Amerika Serikat, bahwa menurut Sherman Act yang terpenting

adalah hasil dari perilaku kartel tersebut tidak perlu dilihat komunikasi yang

dilakukan oleh para anggota kartel.8

C. Urgensi Pasal Penerapan Bukti Tidak Langsung bagi Proses Persidangan

oleh KPPU

Kesulitan yang dialami oleh KPPU dalam melakukan pembuktian

dengan menggunakan bukti tidak langsung selama ini adalah tidak adanya

undang-undang khusus yang mengaturnya. Baik di dalam Hukum Perdata

maupun Hukum Pidana yang berlaku di Indonesia, tidak menjelaskan secara

7 Putusan KPPU Nomor 04/KPPU-I/2016... h. 108.

8 Putusan KPPU Nomor 04/KPPU-I/2016... h. 109.

Page 71: BUKTI TIDAK LANGSUNG (CIRCUMSTANTIAL EVIDENCE)repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/44232/1/INDRIANI-FSH.pdf · dengan menjadikan Putusan KPPU Nomor 04/KPPU-I/2016 sebagai

62

khusus mengenai apa yang dimaksud dengan bukti tidak langsung

(circumstantial evidence), sedangkan di dalam Undang-Undang Nomor 5

Tahun 1999 tentang Larangan Monopoli dan Persaingan Usaha Tidak Sehat

sendiri tidak menjelaskan tergolong dalam bentuk bukti macam apa suatu

bukti yang dikategorikan sebagai bukti tidak langsung itu. Selain itu, KPPU

yang hanya berhak melakukan penelitian dan penyelidikan atas suatu kasus,

tidak memiliki wewenang untuk melakukan penggeledahan terhadap pelaku

usaha yang diindikasikan melakukan pelanggaran terhadap Undang-Undang

Nomor 5 Tahun 1999.9 Walaupun demikian, di dalam Peraturan Komisi

Persaingan Usaha Nomor 4 Tahun 2010 tentang Pedoman Pelaksanaan Pasal

11 tentang Kartel, KPPU menjelaskan bahwa dalam melakukan pembuktian,

KPPU dapat menjadikan beberapa hal sebagai alat bukti, di antaranya:10

1. Dokumen atau rekaman kesepakatan harga, kuota produksi atau

pembagian wilayah pemasaran.

2. Dokumen atau rekaman daftar harga (price list) yang dikeluarkan

oleh pelaku usaha secara individu selama beberapa periode

terakhir (bisa tahunan atau per semester).

3. Data perkembangan harga, jumlah produksi dan jumlah penjualan

di beberapa wilayah pemasaran selama beberapa periode terakhir

(bulanan atau tahunan).

4. Data kapasitas produksi.

5. Data laba operasional atau laba usaha dan keuntungan perusahaan

yang saling berkoordinasi.

6. Hasil analisis pengolahan data yang menunjukkan keuntungan

yang berlebih/excessive profit.

9 Andi Fahmi Lubis, dkk, Hukum Persaingan Usaha Antara Teks & Konteks, h. 313.

10 Peraturan Komisi Persaingan Usaha Nomor 4 Tahun 2010 tentang Pedoman Peaksanaan

Pasal 11 tentang Kartel, poin 4.4.1, h. 23.

Page 72: BUKTI TIDAK LANGSUNG (CIRCUMSTANTIAL EVIDENCE)repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/44232/1/INDRIANI-FSH.pdf · dengan menjadikan Putusan KPPU Nomor 04/KPPU-I/2016 sebagai

63

7. Hasil analisis data concius paralelism11

terhadap koordinasi harga,

kuota produksi atau pembagian wilayah pemasaran.

8. Data laporan keuangan perusahaan untuk masing-masing anggota

yang diduga terlibat selama beberapa periode terakhir.

9. Data pemegang saham setiap perusahaan yang diduga terlibat

beserta perubahannya.

10. Kesaksian dari berbagai pihak atas telah terjadinya komunikasi,

koordinasi dan/atau pertukaran informasi antar para peserta kartel.

11. Kesaksian dari pelanggan atau pihak terkait lainnya atas terjadinya

perubahan harga yang saling menyelaraskan diantara para penjual

yang diduga terlibat kartel.

12. Kesaksian dari karyawan atau mantan karyawan perusahaan yang

diduga terlibat mengenai terjadinya kebijakan perusahaan yang

diselaraskan dengan kesepakatan dalam kartel.

13. Dokumen, rekaman dan/atau kesaksian yang memperkuat adanya

faktor pendorong kartel sesuai indikator yang telah dijelaskan pada

bagian Indikator Awal Identifikasi Kartel (poin 4.2.1)

Di dalam Peraturan Komisi Nomor 4 Tahun 2010 tersebut dijelaskan

pula, bahwa:12

KPPU akan menggunakan kewenangannya sesuai yang tercantum

dalam Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1999 berupa permintaan

dokumen baik dalam bentuk hard copy maupun soft copy,

menghadirkan saksi dan melakukan investigasi ke lapangan. Apabila

diperlukan akan dilakukan kerjasama dengan pihak berwajib yaitu

kepolisian untuk mengatasi hambatan dalam memperoleh alat bukti

11

Conscious parallelism atau kadang diartikan sebagai kolusi secara diam-diam, ialah suatu

keadaan dimana perusahaan satu mengikuti pola bisnis yang dilakukan oleh perusahaan pesaingnya

daripada melakukan persaingan dalam menarik peminat/konsumen. Perwujudan yang paling jelas

terjadi ketika harga yang ditawarkan suatu kalangan pelaku usaha di dalam suatu industri tidak hanya

secara mencurigakan memiliki kesamaan, namun juga tetapi juga secara paralel berubah dengan cepat

dalam cara yang mencolok. Reza Dibadj, Concious Parallelism Revisited, (San Fransisco: University

of San Francisco Law Research Paper No. 2011-17), p. 590.

12 Peraturan Komisi Pengawas Persaingan Usaha tentang Pedoman Pelaksanaan Pasal 11

tentang Kartel, poin 4.4.1, h. 23.

Page 73: BUKTI TIDAK LANGSUNG (CIRCUMSTANTIAL EVIDENCE)repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/44232/1/INDRIANI-FSH.pdf · dengan menjadikan Putusan KPPU Nomor 04/KPPU-I/2016 sebagai

64

dimaksud. Pada kasus tertentu, KPPU juga dapat memperoleh alat

bukti melalui kerjasama dengan para personel perusahaan yang terlibat

dalam suatu kartel dengan kompensasi tertentu.

Apabila hanya mengandalkan bukti langsung (direct evidence) di

lapangan, akan sangat sulit bagi KPPU untuk mengungkap adanya praktik

persaingan usaha tidak sehat, terutama dalam melaukan pembuktian perjanjian

kartel. Pada kenyataanya, akan sangat sulit bagi pelaku usaha melakukan

kesepakatan tertulis dengan pelaku usaha lain untuk melakukan kartel, karena

akan sangat mudah bagi KPPU untuk menyelidikinya, sehingga para pelaku

usaha akan memilih melakukan kesepakatan tersebut secara tertutup atau

diam-diam, sehingga seringkali KPPU menghadapi kesulitan dalam

mengungkap dan membuktikan adanya kartel. Apalagi, KPPU tidak memiliki

kewenangan untuk melakukan penggeledahan atau penyitaan dokumen terkait

kesepakatan tersebut.13

Di dalam Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1999

tentang Larangan Monopoli dan Persaingan Usaha Tidak Sehat.

Bersangkutan dengan topik tentang keabsahan bukti tidak langsung

(circumstantial evidence), peneliti melakukan sebuah wawancara melalui

surat elektronik (e-mail) dengan Dinnie Melanie, S.H., M.E.,14

seorang

narasumber yang saat ini tercatat sebagai salah satu Investigator KPPU pada

tanggal 7 Maret 2018. Dalam jawaban wawancaranya, beliau memberikan

penjelasan terhadap pertanyaan peneliti mengenai pendapatnya terhadap

wacana pengesahan bukti tidak langsung (circumstantial evidence) sebagai

salah satu bukti yang sah dalam persidangan di Indonesia. Pembuktian

13

Jurnal Hukum Persaingan Usaha Komisi Pengawas Persaingan Usaha Edisi 6, Cetakan

Pertama, Desember, Tahun 2011. Diakses melalui www.kppu.co.id pada Jum’at, 06 April 2018, pukul

23.54 WIB.

14 Saat ini, Dinni Melanie tercatat sebagai investigator KPPU. Salah satu kasus yang pernah

diperiksa oleh Dinni yaitu persekongkolan dalam empat paket pengadaan alat kedokteran di RSUD

Abdul Wahab Sjahranie, Samarinda, Kalimantan Timur Tahun Anggaran 2012-2013. Diakses melalui

laman internet Hukum Online http:// www.hukumonline.com/ berita/ baca/ lt5a97fcfded8cd/ ini-profil-

18-calon-komisioner-kppu-yang-terganjal-di-dpr pada Sabtu, 7 April 2018, pukul 22.36 WIB.

Page 74: BUKTI TIDAK LANGSUNG (CIRCUMSTANTIAL EVIDENCE)repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/44232/1/INDRIANI-FSH.pdf · dengan menjadikan Putusan KPPU Nomor 04/KPPU-I/2016 sebagai

65

dilakukan dengan mencari alat-alat bukti tidak langsung (circumstansial

evidence) yang dapat berupa:

1. alat bukti komunikasi (communication evidence), misalnya

komunikasi melalui telepon, email, BBM, WhatssApp, notulen rapat,

rekaman pembicaraan, dll; dan

2. alat bukti ekonomi (economics evidence) berupa analisis ekonomi

terhadap data pergerakan harga produk, data mengenai produksi,

pasokan, distribusi, wilayah pemasaran masing-masing pelaku kartel

di pasar dalam kurun waktu tertentu.

Menurut Dinni Melanie, alat bukti tidak langsung (circumstantial

evidence) sudah sepatutnya diakui baik dalam Hukum Pidana maupun Hukum

Perdata di Indonesia. Dalam Pasal 188 KUHAP diatur mengenai salah satu

alat bukti yang sah dalam Hukum Pidana yaitu “petunjuk” yang merupakan

circumstantial evidence/indirect evidence. Demikian pula dalam Hukum

Perdata yaitu Pasal 173 HIR, Pasal 310 RBG, dan Pasal 1915 KUH Perdata,

salah satu alat bukti yang sah dalam Hukum Perdata adalah “persangkaan”

yang merupakan alat bukti tidak langsung (circumstantial evidence/indirect

evidence). Dengan demikian, circumstantial evidence dalam perkara

persaingan usaha baik berupa bukti komunikasi maupun bukti ekonomi sudah

sepatutnya diakui dalam pembuktian perkara persaingan usaha terutama

dalam pembuktian perkara-perkara kartel.

Berdasarkan teori afirmatif yang mengedepankan pembebanan

pembuktian kepada pihak yang mendalilkan, maka sudah seharusnya KPPU

melakukan riset dan penyelidikan untuk dapat menghadirkan alat bukti di

muka persidangan. Dalam pemenuhan kewajibannya, KPPU telah

mengumpulkan data-data penjualan produk kedua Terlapor untuk diolah

sebagai alat bukti yang menunjukkan kebenaran adanya kartel harga. Olahan

data dan grafik penjualan tersebut yang kemudian disebut sebagai bukti

ekonomi. Kemudian KPPU dibantu oleh saksi Yukata Terada telah

Page 75: BUKTI TIDAK LANGSUNG (CIRCUMSTANTIAL EVIDENCE)repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/44232/1/INDRIANI-FSH.pdf · dengan menjadikan Putusan KPPU Nomor 04/KPPU-I/2016 sebagai

66

mengungkap bahwa secara terang Yamaha telah melakukan price parallelism

atau penyamaan harga terhadap produk Honda. Unsur perjanjian diam-diam

pun telah terpenuhi bersamaan dengan adanya pertemuan antara Yamaha dan

Honda yang dicurigai menghasilkan pertukaran informasi dan terjalinnya

kesepakatan kartel. Dengan demikian, Investigator KPPU selaku pihak yang

mendalilkan sudah membuktikan bahwa dengan bukti tidak langsung berupa

bukti ekonomi dan komunikasi tersebut telah membenarkan adanya

kesepakatan kartel di antara para Terlapor.

KPPU sudah membuktikan bahwa dengan keberadaan bukti tidak

langsung berupa bukti ekonomi dan komunikasi tersebut adalah benar saling

berkaitan dan dapat dibuktikan kebenaran serta pengaruh kesepakatan kartel

tersebut bagi perekonomian masyarakat. Walaupun kartel yang terjadi tidak

secara langsung dirasakan dampaknya oleh masyarakat, namun secara per se

illegal dapat dinyatakan bahwa kartel tetap dianggap suatu bentuk

pelanggaran atas Pasal 5 ayat (1) tentang penetapan harga Undang-Undang

Nomor 5 Tahun 1999. KPPU bahkan dapat membuktikan bahwa alat bukti

yang dihadirkan oleh Yamaha berupa grafik penjualan beberapa produk skuter

matik ukuran 110 dan 125 cc yang mereka produksi adalah data yang telah

dimanipulasi. Tidak adanya itikad baik Yamaha dalam menghadirkan saksi

dan data yang dimintakan Majelis Komisi selama proses pemeriksaan dan

penyidikan hingga proses persidangan berakhir yang menghambat proses

penyelesaian perkara tersebut juga secara hukum dapat diterima, sehingga

KPPU berhak menjatuhkan denda administratif lebih besar kepada Yamaha.

Apabila Majelis Komisi menggunakan teori keadilan yang

menghendaki terlapor untuk membuktikan dirinya tidak bersalah sebagai

bahan pertimbangan dalam memutus perkaranya, maka Majelis Hakim telah

memberikan haknya kepada pihak Terlapor, namun alat bukti tidak dapat

diterima karena dihasilkan dari data yang telah dimanipulasi sebelumnya.

Apabila Majelis Komisi menggunakan teori afirmatif yang membebankan

Page 76: BUKTI TIDAK LANGSUNG (CIRCUMSTANTIAL EVIDENCE)repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/44232/1/INDRIANI-FSH.pdf · dengan menjadikan Putusan KPPU Nomor 04/KPPU-I/2016 sebagai

67

tanggung jawab pembuktian kepada pihak yang mendalilkan, di mana kedua

belah pihak baik Pelapor dan Terlapor boleh saling berdalil, maka pembuktian

yang dilakukan oleh Invetigator KPPU dapat pula diterima. Sehingga apabila

kedua teori itu dipadupadankan, maka pihak yang paling kuat dalam

melakukan pembuktianlah yang dibenarkan.

Di dalam perkara ini, KPPU lah yang kuat dan dapat diterima dalil-

dalilnya. Namun, lagi-lagi, butuh suatu kepastian hukum dari pembuktian

dengan menggunakan bukti tidak langsung oleh KPPU. Pembahasan yang

demikian adalah untuk memberikan rasa nyaman bagi pelaku usaha. Apabila

bukti tidak langsung tetap digunakan namun tidak ada sesuatu perundang-

undangan yang dapat dijadikan acuan, maka posisi pelaku usaha sangat

terancam, terutama apabila menggunakan bukti komunikasi yang tidak dapat

ditakar kebenarannya memiliki hubungan dengan adanya suatu perilaku yang

menunjukkan ciri-ciri kartel. Apabila terus berlanjut tanpa arahan, bukti tidak

langsung tersebut ditakutkan juga dapat membuat KPPU berlaku sewenang-

wenang dalam menjatuhkan putusan.

Berdasarkan pembuktian yang dilakukan oleh Investigator, hal yang

memberatkan KPPU dalam mengumpulkan bukti-bukti di dalam persidangan

di antaranya adalah tidak adanya wewenang khusus yang diberikan kepada

KPPU untuk melakukan penggeledahan termasuk menyita dari pelaku usaha.

Namun, di dalam persidangan tetap harus menjunjung prinsip due process of

law.15

Hal ini sangat merugikan posisi KPPU yang juga berwenang

melakukan proses peradilan. Tidak adanya suatu hukum tetap yang mengatur

tentang posisi bukti tidak langsung membuat setiap putusan yang dikeluarkan

oleh KPPU dapat diajukan pembatalan ke Pengadilan Negeri bahkan ke

tingkat banding dan kasasi. Namun, adanya pasal khusus tentang penambahan

15

Hukum Online, Berjuang Mencari Legitimasi Indirect Evidence, diakses melalui

http://www.hukumonline.com/berita/baca/lt598aba978d57c/berjuang-mencari-legitimasi-indirect-

evidence pada Sabtu, 7 April 2018, pukul 23.36 WIB.

Page 77: BUKTI TIDAK LANGSUNG (CIRCUMSTANTIAL EVIDENCE)repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/44232/1/INDRIANI-FSH.pdf · dengan menjadikan Putusan KPPU Nomor 04/KPPU-I/2016 sebagai

68

tugas dan wewenang KPPU untuk dapat melakukan penggeledahan dan

penyitaan dokumen dirasa tidak juga tepat karena dapat menimbulkan

kesewenangan jabatan. Penambahan wewenang kepada KPPU juga tidak

dapat menjamin bebasnya negara dari praktik monopoli dan persaingan usaha

tidak sehat lainnya. Kewenangan yang sangat besar kepada KPPU justru

ditakutkan bisa menggangu investasi, sehingga membuat iklim perekonomian

tidak kondusif.16

Urgensi menambahkan pasal khusus yang mengatur tentang ketentuan

seputar bukti tidak langsung (circumstantial evidence) di dalam Undang-

Undang Nomor 5 Tahun 1999 sangat mendesak, melihat ketidakpastian yang

diberikan oleh Hukum Antimonopoli di Indonesia kepada pelaku usaha

mengenai apa yang dimaksudkan dengan bukti tidak langsung beserta

kegunaannya di dalam pembuktian di persidangan oleh KPPU masih menjadi

polemik di dalam tatanan hukum di Indonesia.

Tanggapan Dinni Melanie seakan memberikan angin segar bagi para

pelaku usaha yang mengharapkan suatu hukum yang terang untuk

kedepannya. Beliau mengatakan bahwa berdasarkan ketentuan Pasal 42

Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1999, salah satu alat bukti yang digunakan

oleh KPPU adalah bukti petunjuk. Dalam rancangan amandemen Undang-

Undang Nomor 5 Tahun 1999, dalam diskusi dengan pemerintah dan DPR,

KPPU telah mengusulkan penjelasan tambahan mengenai alat bukti petunjuk

yang merupakan alat bukti tidak langsung (circumstantial evidence) tersebut.

Hal ini dinilai cukup penting untuk memberikan pemahaman yang sama

mengenai circumstantial evidence bagi para Hakim di Pengadilan Negeri

dalam memutus perkara keberatan terhadap Putusan KPPU.

16

Kontan.co.id, Wewenang KPPU yang Besar Menakuti Pebisnis, diakses melalui laman

internet http://nasional.kontan.co.id/news/wewenang-kppu-yang-besar-menakuti-pebisnis pada

Minggu, 8 April 2018, pukul 13.47 WIB.

Page 78: BUKTI TIDAK LANGSUNG (CIRCUMSTANTIAL EVIDENCE)repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/44232/1/INDRIANI-FSH.pdf · dengan menjadikan Putusan KPPU Nomor 04/KPPU-I/2016 sebagai

69

BAB V

PENUTUP

A. Kesimpulan

1. Legitimasi Bukti Tidak Langsung dalam Tatanan Hukum Indonesia

Kedudukan bukti tidak langsung (circumstantial evidence) hingga

detik ini masih menjadi perdebatan berbagai kalangan untuk dapat

menerima keberadaannya sebagai suatu bentuk bukti yang layak

digunakan untuk memutus suatu perkara. Padahal, di dalam ranah

persaingan usaha, terutama dalam melakukan pembuktian pelanggaran

pasal-pasal yang mengatur tentang bentuk perjanjian yang dilarang seperti

kartel, sangat sulit dilakukan apabila hanya mengacu pada bukti tertulis

atau bukti langsung (direct evidence) lainnya. Tidak diterimanya bukti

tidak langsung sebagai bukti yang sah, akhirnya menyulitkan KPPU dalam

menempatkan diri sebagai lembaga independen yang memiliki

kewenangan dalam memutus perkara dengan caranya sendiri. Masih

banyak hasil putusan Majelis Komisi KPPU yang akhirnya dibatalkan di

Pengadilan Negeri bahkan diajukan kembali ke tingkat Kasasi disebabkan

tidak diterimanya bukti tidak langsung sebagai alat bukti yang sah. Hal

yang menyulitkan masuk dan diterimanya bukti tidak langsung

(circumstantial evidence) sebagai alat bukti yang sah adalah hakim

peradilan umum yang masih bertolak pada alat bukti pidana atau alat bukti

perdata.

2. Putusan KPPU Nomor 04/KPPU-I/2016 sebagai Penguat Bukti Tidak

Langsung di Mata Hukum yang Berlaku di Indonesia.

Dengan adanya putusan KPPU Nomor 04/KPPU-I/2016 muncul

kecemasan di benak para pengamat ekonomi dan hukum terkait adanya

Page 79: BUKTI TIDAK LANGSUNG (CIRCUMSTANTIAL EVIDENCE)repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/44232/1/INDRIANI-FSH.pdf · dengan menjadikan Putusan KPPU Nomor 04/KPPU-I/2016 sebagai

70

potensi terganggunya iklim investasi di Indonesia. KPPU demi

menanggapi pernyataan tersebut telah memberikan jawabanya. KPPU

berdalil bahwa salah satu tugas utama KPPU adalah melakukan penegakan

hukum persaingan usaha berdasarkan Undang-Undang Nomor 5 tahun

1999. Hasil proses penegakan hukum persaingan usaha tersebut adalah

berupa Putusan KPPU mengenai terbukti tidaknya suatu pelanggaran

hukum persaingan usaha. Penegakan hukum persaingan usaha dilakukan

dalam rangka menjamin kepastian hukum dan mewujudkan iklim usaha

yang sehat dan kondusif di Indonesia. Persaingan usaha yang sehat di

suatu negara akan meningkatkan minat investor untuk melakukan

investasi di Indonesia. Dengan adanya Putusan KPPU terkait dengan

Yamaha dan Honda justru memberikan jaminan kepastian hukum bagi

para pelaku investasi dalam industri otomotif di Indonesia untuk selalu

menjaga persaingan usaha yang sehat.

B. Rekomendasi

1. Legitimasi Bukti Tidak Langsung dalam Tatanan Hukum Indonesia

Dibutuhkan suatu peraturan tambahan yang mengatur tentang apa

yang dimaksud dengan bukti tidak langsung dan dengan disertai kriteria

yang menjadikan sesuatu hal tersebut benar tergolong sebagai bukti tidak

langsung. Dengan demikian, KPPU dapat menguatkan kembali posisinya

sebagai lembaga independen negara yang memiliki kewenangan memutus

suatu perkara. Di samping itu, keberadaan peraturan tersendiri bagi bukti

tidak langsung dapat memberikan kejelasan bagi pelaku usaha untuk dapat

memahami alasan KPPU menjadikan suatu hal digolongkan sebagai alat

bukti tidak langsung. Dengan adanya peraturan khusus yang menjelaskan

secara rinci maksud dan tujuan dari diberlakukannya bukti tidak langsung

dapat memberikan peringatan kepada pelaku usaha untuk tetap pada

Page 80: BUKTI TIDAK LANGSUNG (CIRCUMSTANTIAL EVIDENCE)repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/44232/1/INDRIANI-FSH.pdf · dengan menjadikan Putusan KPPU Nomor 04/KPPU-I/2016 sebagai

71

norma dan aturan persaingan usaha yang berlaku. Diharapkan setelah

disahkannya Amandemen Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1999 tentang

Larangan Monopoli dan Persaingan Usaha Tidak Sehat, iklim usaha di

dalam negeri kembali efisien dan berjalan lebih kondusif. Selain daripada

itu, KPPU mempunyai fungsi sebagai penegak hukum di bidang

Persaingan Usaha, namun KPPU bukanlah lembaga peradilan khusus

persaingan usaha. Dengan demikian KPPU tidak berwenang menjatuhkan

sanksi baik pidana maupun perdata. Kedudukan KPPU lebih merupakan

lembaga administratif karena kewenangan yang melekat padanya adalah

kewenangan administratif, sehingga sanksi yang dijatuhkan merupakan

sanksi administratif. Dengan demikian, penambahan pasal mengenai

penambahan wewenang bagi KPPU untuk dapat menggeledah atau

menyita dokumen pelaku usaha dirasa tidak diperlukan. Apabila seluruh

kewenangan tersebut dilimpahkan juga kepada KPPU akan menjadikan

Komisi ini berlaku sewenang-wenang dalam menjalankan tugasnya.

2. Putusan KPPU Nomor 04/KPPU-I/2016 sebagai Penguat Bukti Tidak

Langsung di Mata Hukum yang Berlaku di Indonesia.

Dibutuhkan adanya penerangan bagi pelaku usaha mengenai

hukum persaingan usaha, karena masih banyak yang belum memahami

apa manfaat dan tujuan hukum persangan usaha bagi terbentuknya iklim

usaha yang kondusif dan efisien. Pelaku usaha harus menyadari bahwa

hukum persaingan usaha bukan hanya melindungi konsumen dari

kecurangan yang dilakukan oleh pelaku usaha, namun juga melindungi

pelaku usaha kecil dan menengah dari pelaku usaha lain yang memonopoli

pasar. Bukti tidak langsung (circumstantial evidence) yang dihadirkan

KPPU dalam persidangan perkara kartel sepeda motor matik 110-125 cc

antara Yamaha dan Honda sudah sepatutnya menjadi bahan pertimbangan

bagi hakim di lingkungan peradilan umum untuk menerima keberadaan

Page 81: BUKTI TIDAK LANGSUNG (CIRCUMSTANTIAL EVIDENCE)repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/44232/1/INDRIANI-FSH.pdf · dengan menjadikan Putusan KPPU Nomor 04/KPPU-I/2016 sebagai

72

bukti tidak langsung (circumstantial evidence) sebagai alat bukti yang sah

untuk digunakan oleh KPPU untuk membuktikan kebenaran dalam

penyelesaian perkara persaingan usaha.

Page 82: BUKTI TIDAK LANGSUNG (CIRCUMSTANTIAL EVIDENCE)repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/44232/1/INDRIANI-FSH.pdf · dengan menjadikan Putusan KPPU Nomor 04/KPPU-I/2016 sebagai

73

DAFTAR PUSTAKA

I. Buku-Buku

Asshiddiqie, Jimly. Hukum Acara Pengujian Undang-Undang. Jakarta: Sinar

Grafika, 2010.

Badrulzaman, Mariam Darus, dkk. Kompilasi Hukum Perikatan. Bandung: PT

Citra Aditya Bakti, 2001.

Hovenkamp, Herbert. Federal Antitrust Policy: The Law of Competition and

It’s Practice, 2nd

ed., (1995), dalam Andi Fahmi Lubis, dkk. Hukum

Persaingan Usaha Antara Teks & Konteks. Jakarta: ROV Creative

Media, 2009.

Kartte, Wolfgang, dkk. Undang-Undang Larangan Praktek Monopoli dan

Persaingan Usaha Tidak Sehat Law Concerning Prohibition of

Monopolistic Practices and Unfair Business Competition. Lembaga

Pengkajian Hukum Ekonomi Fakultas Hukum Universitas Indonesia,

Jakarta, 2000.

Kaysen, Carl and Donald F. Turner. Antitrust Policy: an Economic and Legal

Analysis. Cambridge: Harvard University Press, 1971, dalam Andi

Fahmi Lubis, et.al. Hukum Persaingan Usaha Antara Teks dan

Kontex. Jakarta: ROV Creative Media, 2009.

Kelsen, Hans. General Theory of Law and State. Penerjemah Raisul

Muttaqien. Teori Umum tentang Hukum dan Negara. Bandung: Nusa

Media, 2008, Cet. III.

Komisi Pemberantasan Korupsi. Panduan Penanganan Konflik Kepentingan

bagi Penyelenggara Negara. Jakarta: Komisi Pemberantasan Korupsi,

2009.

Page 83: BUKTI TIDAK LANGSUNG (CIRCUMSTANTIAL EVIDENCE)repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/44232/1/INDRIANI-FSH.pdf · dengan menjadikan Putusan KPPU Nomor 04/KPPU-I/2016 sebagai

74

Lubis, Andi Fahmi, dkk. Hukum Persaingan Usaha Antara Teks & Konteks.

Jakarta: ROV Creative Media, 2009.

Margono, Suyud. Hukum Anti Monopoli. Jakarta: Sinar Grafika, 2013.

Nasution, S. Metode Penelitian Naturalistik Kualitatif. Bandung: Tarsito,

2003.

Nugroho, Susanti Adi. Hukum Persaingan Usaha di Indonesia Dalam Teori

dan Praktik serta Penerapan Hukumnya. Jakarta: Kencana, 2012.

Sinamo, Nomensen. Metode Penelitian Hukum. Bumi Intitama Sejahtera,

Jakarta, 2009.

Soekanto, Soerjono. Penelitian Hukum Normatif. Raja Grafindo Persada,

Jakarta, 2003.

Suharsil, Mohammad Taufik Makarao. Hukum Larangan Praktik Monopoli

dan Persaingan Usaha Tidak Sehat di Indonesia. Bogor: Ghalia

Indonesia, 2010.

Usman, Rachmadi. Hukum Acara Persaingan Usaha di Indonesia. Jakarta:

Sinar Grafika, 2013

Usman, Rachmadi. Hukum Persaingan Usaha di Indonesia. Jakarta: Sinar

Grafika, 2013.

Rokan, Mustafa Kamal. Hukum Persaingan Usaha: Teori dan Praktiknya di

Indonesia. Jakarta: Rajawali Pers, 2012.

II. Skripsi, Jurnal, Artikel, dan Kamus

Alatas, Ali. Pembuktian Perjanjian Kartel Semen Menurut Hukum

Persaingan Usaha Indonesia (Studi Kasus Komisi Pengawas

Page 84: BUKTI TIDAK LANGSUNG (CIRCUMSTANTIAL EVIDENCE)repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/44232/1/INDRIANI-FSH.pdf · dengan menjadikan Putusan KPPU Nomor 04/KPPU-I/2016 sebagai

75

Persaingan Usaha Nomor 01/ KPPU-I/2010, Jakarta: Fakultas Syariah

dan Hukum Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah, 2015.

Azizah. Asas Keseimbangan Dalam Hukum Persaingan Usaha: Pemaknaan

dan Pemfungsian Asas Keseimbangan dalam Putusan Komisi

Pengawas Persaingan Usaha tentang Perjanjian Penetapan Harga

Berdasarkan Pendekatan Struktur Pasar, Program Studi Doktor Ilmu

Hukum, Fakultas Hukum Universitas Sriwijaya, 2014.

Collins, P.H., Dictionary of Economics. London – Great Britain: A & C Black

Publishers Ltd., 2006.

Dibadj, Reza. Concious Parallelism Revisited. San Fransisco: University of

San Francisco Law Research Paper No. 2011-17.

Fattah, Damanhuri. Teori Keadilan menurut John Rawls. Jurnal TAPIs Vol.9

No.2 Juli - Desember 2013.

Fendy. Peran Komisi Pengawas Persaingan Usaha (KPPU) dalam

Mendorong Persaingan Usaha yang Sehat di Sektor Motor Skuter

Matic. Fakultas Hukum Universitas Katolik Atma Jaya: Yogyakarta,

2016.

Garner, Bryan A. Black’s Law Dictionary, Seventh Edition. St. Paul –

Minnesota: West Group, 2000.

Komisi Pengawas Persaingan Usaha. Jurnal Hukum Persaingan Usaha

Komisi Pengawas Persaingan Usaha. KPPU: Jakarta: Edisi 6 Bulan

Desember 2011.

Margono, Suyud. Hukum Anti Monopoli. Jakarta: Sinar Grafika, 2013, dalam

Dewa Ayu Reninda Suryanitya dan Ni Ketut Sri Utari, Kedudukan

Komisi Pengawas Persaingan Usaha (KPPU) Sebagai Lembaga

Page 85: BUKTI TIDAK LANGSUNG (CIRCUMSTANTIAL EVIDENCE)repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/44232/1/INDRIANI-FSH.pdf · dengan menjadikan Putusan KPPU Nomor 04/KPPU-I/2016 sebagai

76

Pengawas Persaingan Usaha yang Independen, Bagian Hukum Bisnis

Fakultas Hukum Universitas Udayana, 2016.

Nasution, Bahder Johan. Kajian Filosofis tentang Hukum dan Keadilan dari

Pemikiran Klasik sampai Pemikiran Modern, Fakultas Hukum

Universitas Jambi: Jurnal Yustisia Vol. 3 No.2 Mei - Agustus 2014.

Prayoga, Ayuda D., et.al. Persaingan Usaha dalam Hukum yang

Mengaturnya di Indonesia. Jakarta: Elips, 1999, dalam Dewa Ayu

Reninda Suryanitya dan Ni Ketut Sri Utari, Kedudukan Komisi

Pengawas Persaingan Usaha (KPPU) Sebagai Lembaga Pengawas

Persaingan Usaha yang Independen, Bagian Hukum Bisnis Fakultas

Hukum Universitas Udayana, 2016.

Setiadi, Muhammad Ichsan. Analisis Yuridis Putusan KPPU Nomor

16/KPPU-L/2009 tentang Persekongkolan Tender Jasa Kebersihan

(Cleaning Service) di Bandara Soekarno Hatta. Jakarta: Fakultas

Syariah dan Hukum Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah,

2014.

III. Internet

https://business.idntimes.com/economy/rizal/kenapa-harga-motor-yamaha-

dan-honda-relatif-sama-ini-jawabannya/full

http://www.hukumonline.com/berita/baca/lt59bcd106a1fdd/mau-dibawa-ke-

mana-upaya-keberatan-atas-putusan-kppu

http://www.hukumonline.com/klinik/detail/lt4e8ec99e4d2ae/apa-perbedaan-

alat-bukti-dengan-barang-bukti-

http://www.hukumonline.com/berita/baca/lt5a97fcfded8cd/ini-profil-18-

calon-komisioner-kppu-yang-terganjal-di-dpr

Page 86: BUKTI TIDAK LANGSUNG (CIRCUMSTANTIAL EVIDENCE)repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/44232/1/INDRIANI-FSH.pdf · dengan menjadikan Putusan KPPU Nomor 04/KPPU-I/2016 sebagai

77

http://www.hukumonline.com/berita/baca/lt5398841721bba/pengadilan-

masih-alergi-dengan-iindirect-evidence-i

http://www.hukumonline.com/berita/baca/lt53b5ecfaad76a/hakim-australia--

circumstantial-evidence-penting-dalam-kasus-kartel

https://id.wikipedia.org/wiki/Biaya_marjinal

https://kbbi.web.id/

http://www.kppu.go.id/id/blog/2010/07/sulitnya-membuktikan-praktik-kartel/

http://www.kppu.go.id/id/blog/2017/02/putusan-perkara-no-04kppu-i2016/

IV. Peraturan Perundang-undangan

Undang-Undang Dasar 1945.

Kitab Undang-Undang Hukum Acara Perdata

Kitab Undang-Undang Hukum Perdata

Kitab Undang-Undang Acara Pidana

Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1999 tentang Larangan Monopoli dan

Persaingan Usaha Tidak Sehat.

Peraturan Komisi Pengawas Persaingan Usaha Nomor 1 Tahun 2010 tentang

Tata Cara Penanganan Perkara.

Peraturan Komisi Pengawas Persaingan Usaha Nomor 4 Tahun 2010 tentang

Pedoman Pelaksanaan Pasal 11 tentang Kartel.

Putusan KPPU Nomor 04/KPPU-I/2016.

Page 87: BUKTI TIDAK LANGSUNG (CIRCUMSTANTIAL EVIDENCE)repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/44232/1/INDRIANI-FSH.pdf · dengan menjadikan Putusan KPPU Nomor 04/KPPU-I/2016 sebagai

PRESS RELEASE

KOMISI PENGAWAS PERSAINGAN USAHA

Jakarta, 20 Februari 2017

Putusan Perkara No.04/KPPU-I/2016

PRESS RELEASE1

PUTUSAN KPPU PERKARA NOMOR 04/KPPU-I/2016

TENTANG

Dugaan Pelanggaran Ketentuan Pasal 5 Ayat (1) Undang-Undang Nomor 5 Tahun

1999 Tentang Larangan Praktek Monopoli dan Persaingan Usaha Tidak Sehat Dalam

Industri Sepeda Motor Jenis Skuter Matik 110 – 125 CC di Indonesia

Press release ini bukan merupakan bagian dari Putusan Perkara Nomor 04/KPPU-

I/2016, dan apabila terdapat perbedaan maka harus mengacu kembali kepada Putusan

Perkara Nomor 04/KPPU-I/2016.

KOMISI PENGAWAS PERSAINGAN USAHA (KPPU) melalui Majelis Komisi

yang terdiri dari:

Prof. Dr. Ir. Tresna Priyana Soemardi, S.E., M.S.. sebagai Ketua Majelis Komisi;

Drs. Munrokhim Misanam, MA.Ec., Ph.D. dan R. Kurnia Sya’ranie, S.H., M.H.

masing-masing sebagai Anggota Majelis Komisi dengan dibantu oleh Jafar Ali

Barsyan,S.H., R.Arif Yulianto,S.H. dan Detica Pakasih, S.H.,M.H. masing-masing

sebagai Panitera, telah selesai melakukan pemeriksaan terhadap Perkara Nomor

04/KPPU-I/2016 tentang Dugaan Pelanggaran Ketentuan Pasal 5 Ayat (1) Undang-

Undang Nomor 5 Tahun 1999 Tentang Larangan Praktek Monopoli dan Persaingan

1 Diakses melalui laman internet KPPU, (http://www.kppu.go.id/id/blog/2017/02/putusan-

perkara-no-04kppu-i2016/) pada Senin, 30 April 2018, pukul 22.18 WIB.

Page 88: BUKTI TIDAK LANGSUNG (CIRCUMSTANTIAL EVIDENCE)repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/44232/1/INDRIANI-FSH.pdf · dengan menjadikan Putusan KPPU Nomor 04/KPPU-I/2016 sebagai

Usaha Tidak Sehat Dalam Industri Sepeda Motor Jenis Skuter Matik 110 – 125 CC di

Indonesia.

Perkara ini berawal dari penelitian dan ditindaklanjuti ke tahap penyelidikan

mengenai dugaan pelanggaran Pasal 5 Ayat (1) Undang-Undang Nomor 5 Tahun

1999 yang dilakukan oleh:

1. PT. Yamaha Indonesia Motor Manufacturing sebagai Terlapor I;

2. PT. Astra Honda Motor sebagai Terlapor II;

I. Bahwa objek perkara a quo adalah:

Industri Sepeda Motor Jenis Skuter Matik 110 – 125 CC di Indonesia.

II. Bahwa ketentuan Undang-Undang yang diduga dilanggar oleh para Terlapor

adalah Dugaan Pelanggaran Pasal 5 ayat 1 Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1999.

Dimana dalam ketentuan Pasal 5 Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1999 tersebut

menyatakan:

Pasal 5 ayat (1)

(1) Pelaku usaha dilarang membuat perjanjian dengan pelaku usaha pesaingnya untuk

menetapkan harga atas suatu barang dan atau jasa yang harus dibayar oleh konsumen

atau pelanggan pada pasar bersangkutan yang sama

III. Tentang Kewenangan KPPU dalam Perkara A quo

Bahwa terkait kewenangan KPPU, Majelis Komisi menilai Perilaku Terlapor dalam 3

hal, sebagai berikut:

1. Tentang Pertemuan di Lapangan Golf

2. Tentang Surat Elektronik (email) Tanggal 28 April 2014

Page 89: BUKTI TIDAK LANGSUNG (CIRCUMSTANTIAL EVIDENCE)repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/44232/1/INDRIANI-FSH.pdf · dengan menjadikan Putusan KPPU Nomor 04/KPPU-I/2016 sebagai

3. Tentang email 10 Januari 2015

Atas penilain 3 hal tersebut, Majelis Komisi berpendapat bahwa berdasarkan fakta

persidangan email 10 Januari 2015 adalah Email yang dikirimkan Saksi Sdr. Yutaka

Terada yang pada saat itu menjabat sebagai Direktur Marketing Terlapor I dengan

menggunakan alamat email [email protected] dan dikirimkan kepada

Dyonisius Beti selaku Vice President Direktur Terlapor I dan Majelis Komisi menilai

adanya fakta bahwa email tersebut merupakan komunikasi resmi yang dilakukan

antar pejabat tinggi Terlapor I (top level management Terlapor I). Oleh karena itu

mengingat kapasitas pengirim dan penerima email serta media yang digunakan yaitu

email resmi perusahaan, maka Majelis Komisi tidak serta merta mengabaikan fakta

tersebut sebagai alat bukti.

IV. Tentang Pasar Bersangkutan

Majelis Komisi berpendapat penentuan 110 cc – 125 cc sudah sesuai dengan konsep

product definition dalam teori antitrust yang mana suatu produk perlu didefenisikan

sesempit/sedetil mungkin dan mempertimbangkan karakteristik produk, jangkauan

pemasaran serta perilaku para terlapor yang dipermasalahkan dalam perkara a quo;

V. Penetapan Harga

Majelis Komisi menilai terdapat penyajian data tidak benar yang dilakukan oleh

Terlapor I seolah-olah telah terjadi penurunan harga produk, a.l :

• Time Series harga produk Xeon dan Xeon RC tahun 2013

• Perbandingan harga produk Yamaha Mio dengan produk Honda Beat tahun 2013

dan tahun 2014

• Harga Skutik Kapasitas 125 CC Tahun 2013

• Harga Skutik Kapasitas 110 CC Tahun 2014

Page 90: BUKTI TIDAK LANGSUNG (CIRCUMSTANTIAL EVIDENCE)repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/44232/1/INDRIANI-FSH.pdf · dengan menjadikan Putusan KPPU Nomor 04/KPPU-I/2016 sebagai

Majelis Komisi menilai Terlapor I telah berusaha secara sengaja dan sistematis untuk

menyajikan data dan fakta yang tidak benar agar terbentuk persepsi yang

menguntungkan kepentingan Terlapor I.

VI. Bahwa Unsur Pasal 5 Ayat (1) Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1999 terpenuhi:

1. Unsur Pelaku Usaha terpenuhi;

2. Unsur Perjanjian terpenuhi;

3. Unsur Pelaku Usaha dan Pelaku Usaha Pesaing terpenuhi;

4. Unsur Menetapkan Harga atas suatu Barang dan/atau Jasa Yang Harus Oleh

Konsumen atau Pelanggan terpenuhi;

5. Unsur Pasar Bersangkutan terpenuhi.

VII. Bahwa Majelis Komisi merekomendasikan kepada Komisi kepada :

Kementerian Perindustrian Republik Indonesia agar lebih kuat lagi mendorong

peningkatan industri komponen lokal termasuk IKM (Industri Kecil Menengah)

sehingga komponen utama sepeda motor, yaitu engine, transmisi, rangka, dan

elektrikal dapat dihasilkan oleh industri domestik (PMDN) termasuk IKM nya.

VIII. Menimbang bahwa berdasarkan fakta-fakta, penilaian, analisa dan kesimpulan

yang telah diuraikan di atas, maka Majelis Komisi:

MEMUTUSKAN

1. Menyatakan bahwa Terlapor I, dan Terlapor II terbukti secara sah dan meyakinkan

melanggar Pasal 5 ayat (1) Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1999;

2. Menghukum Terlapor I denda sebesar Rp.25.000.000.000 (Dua Puluh Lima Miliar

Rupiah) dan disetor ke Kas Negara sebagai setoran pendapatan denda pelanggaran di

bidang persaingan usaha Satuan Kerja Komisi Pengawas Persaingan Usaha melalui

Page 91: BUKTI TIDAK LANGSUNG (CIRCUMSTANTIAL EVIDENCE)repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/44232/1/INDRIANI-FSH.pdf · dengan menjadikan Putusan KPPU Nomor 04/KPPU-I/2016 sebagai

bank Pemerintah dengan kode penerimaan 423755 (Pendapatan Denda Pelanggaran

di Bidang Persaingan Usaha);

3. Menghukum Terlapor II denda sebesar Rp.22.500.000.000 (Dua Puluh Dua Miliar

Lima Ratus Juta Rupiah) dan disetor ke Kas Negara sebagai setoran pendapatan

denda pelanggaran di bidang persaingan usaha Satuan Kerja Komisi Pengawas

Persaingan Usaha melalui bank Pemerintah dengan kode penerimaan 423755

(Pendapatan Denda Pelanggaran di Bidang Persaingan Usaha);

4. Bahwa setelah Terlapor I dan Terlapor II melakukan pembayaran denda, maka

salinan bukti pembayaran denda tersebut dilaporkan dan diserahkan ke KPPU;

Jakarta, 20 Februari 2017

Komisi Pengawas Persaingan Usaha

Republik Indonesia

Page 92: BUKTI TIDAK LANGSUNG (CIRCUMSTANTIAL EVIDENCE)repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/44232/1/INDRIANI-FSH.pdf · dengan menjadikan Putusan KPPU Nomor 04/KPPU-I/2016 sebagai

DAFTAR PERTANYAAN WAWANCARA DENGAN KPPU

Oleh : Indriani

Narasumber: Dinni Melanie

Diajukan sebagai Bahan Analisis untuk Judul Skripsi:

BUKTI TIDAK LANGSUNG (CIRCUMSTANTIAL EVIDENCE)

DALAM PERKARA KARTEL SEPEDA MOTOR MATIK

YAMAHA DAN HONDA

(Analisis Putusan Nomor 04/KPPU-I/2016)

1. Dalam putusan KPPU Nomor: 04/KPPU-I/2016, para pelaku usaha

dijerat dengan Pasal 5 ayat (1) tentang Penetapan Harga, padahal kata

kartel lebih sering digunakan di dalam perkara tersebut. Lalu mengapa

KPPU memilih menggunakan Pasal 5 ayat (1) dibandingkan

menggunakan Pasal 11 tentang Kartel? Melihat denda yang dijatuhkan

terbilang ringan apabila pelaku usaha dikenakan pasal 5 ayat (1).

Penjelasan:

Berdasarkan teori mengenai kartel, terdapat 4 (empat) jenis kartel yaitu:

(1) Penetapan harga/price fixing (diatur dalam Pasal 5 UU 5/1999)

(2) Pembagian wilayah/geographical allocation (diatur dalam Pasal 9 UU

5/1999)

(3) Pengaturan produksi/production allocation (diatur dalam Pasal 11 UU

5/1999)

(4) Persekongkolan tender/bid rigging (diatur dalam Pasal 22 UU 5/1999)

Secara umum semua tipe tersebut di atas disebut dengan istilah kartel. Untuk

perkara ini, kartel yang dilakukan adalah dengan cara melakukan penetapan

harga produk yang sama (price fixing).

Page 93: BUKTI TIDAK LANGSUNG (CIRCUMSTANTIAL EVIDENCE)repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/44232/1/INDRIANI-FSH.pdf · dengan menjadikan Putusan KPPU Nomor 04/KPPU-I/2016 sebagai

Istilah kartel yang tercantum dalam Pasal 11 UU 5/1999 merupakan istilah

yang digunakan oleh para penyusun UU 5/1999 untuk menyebut kartel yang

dilakukan dengan cara pengaturan produksi atau pemasaran suatu barang/jasa.

Namun secara substansi, yang dimaksud dengan kartel tidak hanya Pasal 11,

namun juga meliputi Pasal 5, Pasal 9 dan Pasal 22 UU 5/1999.

Denda yang dikenakan oleh KPPU untuk pelanggaran Pasal 5 ayat (1)

maupun Pasal 11 UU 5/1999 bukan tergantung pada pasal apa yang

dikenakan, namun tergantung pada alat-alat bukti yang diperoleh KPPU

dalam membuktikan perkara yang bersangkutan. Untuk pengenaan denda

secara umum sudah diatur dalam Pasal 47 ayat (2) huruf g UU 5/1999, yaitu

minimum Rp 1 Milyar dan maksimum Rp 25 Milyar.

2. Apakah dalam perkara kartel antara YAMAHA dengan HONDA hakim

tidak dapat menjerat para Terlapor menggunakan pasal berlapis, yaitu

Pasal 5 ayat (1) dan Pasal 11 secara bersama-sama kepada kedua pelaku

kartel tersebut?

Penjelasan:

Penggunaan istilah yang tepat untuk hakim di KPPU adalah “Majelis

Komisi”. Tuntutan pasal yang dikenakan adalah tergantung pada Laporan

Dugaan Pelanggaran yang dibuat oleh “Investigator” (istilah yang digunakan

untuk menyebut Jaksa/Penuntut Umum di KPPU). Sesuai dengan prinsip yang

berlaku umum, Majelis Komisi tidak berwenang memutus melebihi dari

tuntutan dari Investigator.

Dalam Laporan Dugaan Pelanggaran, Investigator dapat mengenakan pasal

berlapis sepanjang alat-alat bukti menunjukkan demikian. Dalam kasus ini,

alat-alat bukti menunjukkan adanya penetapan harga (Pasal 5 ayat (1)), namun

tidak ada indikasi pengaturan produksi (Pasal 11) yang dilakukan oleh para

Terlapor, sehingga pasal yang digunakan hanya Pasal 5 ayat (1) UU 5/1999.

Page 94: BUKTI TIDAK LANGSUNG (CIRCUMSTANTIAL EVIDENCE)repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/44232/1/INDRIANI-FSH.pdf · dengan menjadikan Putusan KPPU Nomor 04/KPPU-I/2016 sebagai

3. Apa pendapat (narasumber) terhadap wacana pengesahan bukti tidak

langsung (circumstantial evidence) sebagai salah satu bukti yang sah

dalam persidangan di Indonesia?

Penjelasan:

Pembuktian perkara kartel diakui sebagai pembuktian yang sangat sulit oleh

seluruh otoritas persaingan usaha di seluruh dunia. Hal ini dikarenakan

kesulitan untuk menemukan alat bukti langsung (direct evidence) untuk

membuktikan terjadinya kartel. Oleh karena kartel merupakan perjanjian yang

dilarang, bahkan di beberapa negara (seperti di Amerika Serikat)

dikategorikan sebagai tindak pidana, maka para pelaku kartel hampir tidak

pernah membuat perjanjian kartel secara tertulis.

Jika tidak ditemukan bukti tertulis berupa perjanjian kartel, kemudian

pembuktian dilakukan dengan mencari alat-alat bukti tidak langsung

(circumstansial evidence) yang dapat berupa:

a. alat bukti komunikasi (communication evidence), misalnya komunikasi

melalui telepon, email, BBM, WhatssApp, notulen rapat, rekaman

pembicaraan, dll; dan

b. alat bukti ekonomi (economics evidence) berupa analisis ekonomi

terhadap data pergerakan harga produk, data mengenai produksi, pasokan,

distribusi, wilayah pemasaran masing-masing pelaku kartel di pasar dalam

kurun waktu tertentu.

Menurut pendapat saya, alat bukti tidak langsung (circumstantial evidence)

sudah diakui baik dalam hukum pidana maupun hukum perdata di Indonesia.

Dalam Pasal 188 KUHAP diatur mengenai salah satu alat bukti yang sah

dalam hukum pidana yaitu “petunjuk” yang merupakan circumstantial

evidence/indirect evidence. Demikian pula dalam hukum perdata yaitu Pasal

173 HIR, Pasal 310 RBG, dan Pasal 1915 KUH Perdata, salah satu alat bukti

Page 95: BUKTI TIDAK LANGSUNG (CIRCUMSTANTIAL EVIDENCE)repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/44232/1/INDRIANI-FSH.pdf · dengan menjadikan Putusan KPPU Nomor 04/KPPU-I/2016 sebagai

yang sah dalam hukum perdata adalah “persangkaan” yang merupakan alat

bukti tidak langsung (circumstantial evidence/indirect evidence).

Dengan demikian, circumstantial evidence dalam perkara persaingan usaha

baik berupa communication evidence maupun economics evidence sudah

sepatutnya diakui dalam pembuktian perkara persaingan usaha terutama

dalam pembuktian perkara-perkara kartel.

4. Menurut narasumber adakah urgensinya apabila KPPU membuat pasal

tambahan yang dapat memberikan penjelasan lebih tentang apa saja

yang dikategorikan sebagai bukti tidak langsung (circumstantial

evidence)?

Penjelasan:

Berdasarkan ketentuan Pasal 42 UU 5/1999, salah satu alat bukti yang

digunakan oleh KPPU adalah bukti petunjuk. Dalam rancangan amandemen

UU 5/1999, dalam diskusi dengan pemerintah dan DPR, KPPU telah

mengusulkan penjelasan tambahan mengenai alat bukti petunjuk yang

merupakan alat bukti tidak langsung (circumstantial evidence) tersebut. Hal

ini dinilai cukup penting untuk memberikan pemahaman yang sama mengenai

circumstantial evidence bagi para Hakim di Pengadilan Negeri dalam

memutus perkara keberatan terhadap Putusan KPPU.

5. Mengutip pernyataan Menteri Perindustrian Airlangga Hartarto dari

laman internet IDN Times

https://business.idntimes.com/economy/rizal/kenapa-harga-motor-

yamaha-dan-honda-relatif-sama-ini-jawabannya/full “Keputusan KPPU

yang menjatuhkan denda kepada Yamaha dan Honda tersebut

berpotensi mengganggu iklim investasi di Indonesia. YIMM dan AHM

punya hak mengajukan keberatan ke Pengadilan Negeri.”, apa

Page 96: BUKTI TIDAK LANGSUNG (CIRCUMSTANTIAL EVIDENCE)repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/44232/1/INDRIANI-FSH.pdf · dengan menjadikan Putusan KPPU Nomor 04/KPPU-I/2016 sebagai

tanggapan narasumber terkait kecemasan Menteri Perindustrian

tersebut terkait adanya potensi terganggunya iklim investasi di

Indonesia?

Penjelasan:

Salah satu tugas utama KPPU adalah melakukan penegakan hukum

persaingan usaha berdasarkan UU 5/1999. Output proses penegakan hukum

persaingan usaha tersebut adalah berupa Putusan KPPU mengenai terbukti

tidaknya suatu pelanggaran hukum persaingan usaha.

Penegakan hukum persaingan usaha dilakukan dalam rangka menjamin

kepastian hukum dan mewujudkan iklim usaha yang sehat dan kondusif di

Indonesia. Persaingan usaha yang sehat di suatu negara akan meningkatkan

minat investor untuk melakukan investasi di Indonesia. Dengan adanya

Putusan KPPU terkait dengan Yamaha-Honda justru memberikan jaminan

kepastian hukum bagi para pelaku investasi dalam industri otomotif di

Indonesia untuk selalu menjaga persaingan usaha yang sehat.

6. Di dalam kesimpulan persidangan Terlapor I (Yamaha) dan Terlapor II

(Honda), dikatakan bahwa Investigator KPPU telah melanggar prinsip

due process of law karena tidak meminta data/alat bukti secara layak

seperti yang dimaksudkan oleh kedua terlapor. Lalu, Majelis Komisi

mengatakan bahwa proses yang telah dilakukan oleh Investigator telah

sesuai dengan tata beracara di KPPU dan Investigator berhak untuk

meminta bukti yang dianggap bersangkutan dengan keperluan

pemeriksaan. Lalu apa pandangan narasumber terhadap pernyataan

Terlapor I dan II yang merasa KPPU tidak menjaga kerahasiaan data

para pihak?

Penjelasan:

Berdasarkan ketentuan Pasal 39 ayat (3) UU 5/1999, Komisi wajib menjaga

Page 97: BUKTI TIDAK LANGSUNG (CIRCUMSTANTIAL EVIDENCE)repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/44232/1/INDRIANI-FSH.pdf · dengan menjadikan Putusan KPPU Nomor 04/KPPU-I/2016 sebagai

kerahasiaan informasi yang diperoleh dari pelaku usaha yang dikategorikan

sebagai rahasia perusahaan. Dalam proses penanganan perkara, Majelis

Komisi berwenang menentukan dokumen/informasi apa saja yang termasuk

kategori rahasia perusahaan atau bukan terkait dengan pembuktian dalam

persidangan KPPU yang bersifat terbuka untuk umum.

7. Bagaimana KPPU menyikapi perilaku pelaku usaha yang tidak

kooperatif terhadap jalannya persidangan sampai dengan jatuhnya

putusan oleh Majelis Komisi, baik dari tahap penyerahan data yang

dibutuhkan dalam proses pemeriksaan dan pencarian alat bukti sampai

dengan cara bersikap di muka persidangan?

Penjelasan:

Sikap Terlapor selama proses persidangan baik dalam hal penyerahan data,

penyampaian keterangan maupun sikap di muka persidangan akan menjadi

bahan pertimbangan bagi Majelis Komisi dalam menjatuhkan sanksi kepada

pihak Terlapor yang terbukti melakukan pelanggaran terhadap UU 5/1999.

Jika Terlapor tersebut dikenakan sanksi administratif berupa denda, maka

sikap tidak kooperatif tersebut akan menjadi faktor pemberat dalam

perhitungan denda. Dalam memutus, KPPU menggunakan asas yang berlaku

umum baik dalam hukum pembuktian baik secara pidana maupun perdata,

termasuk asas Unus Testis Nullus Testis dan prinsip Testimonium de Auditu.

Berdasarkan ketentuan Pasal 42 UU 5/1999 tentang alat-alat bukti dalam

perkara persaingan usaha, maka yang dimaksud dengan keterangan Saksi

adalah keterangan di bawah sumpah yang didengar di persidangan. Sedangkan

keterangan Saksi yang telah dicatat dalam BAP di tahap penyelidikan tidak

Page 98: BUKTI TIDAK LANGSUNG (CIRCUMSTANTIAL EVIDENCE)repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/44232/1/INDRIANI-FSH.pdf · dengan menjadikan Putusan KPPU Nomor 04/KPPU-I/2016 sebagai

bernilai sebagai alat bukti keterangan Saksi jika keterangan tersebut tidak

didengar kembali pada saat persidangan. Dalam kondisi ini, yang menjadi alat

bukti dalam persidangan bukan “Keterangan Saksi” melainkan alat bukti

“surat dan/atau dokumen” berupa BAP Saksi tersebut.

Sekian daftar pertanyaan yang peneliti ajukan. Mohon maaf apabila ada

kesalahan ucap dalam pertanyaan-pertanyaan tersebut, semoga saudari

Narasumber dapat memberikan penerangan kepada peneliti dan berkenan

untuk menjawab.

Jakarta, 7 Maret 2018

Peneliti Narasumber

Indriani Dinni Melanie, S.H., M.E.