budidaya rumput laut
DESCRIPTION
Laporan FikologiTRANSCRIPT
BUDIDAYA RUMPUT LAUT DI PERAIRAN TAMBAK DAN PANTAI
Oleh :
Nama : Andriani Diah IriantiNIM : B1J012011Kelompok : 5Rombongan : IIAsisten : Taufik Faturochman Wahid
LAPORAN PRAKTIKUM FIKOLOGI
KEMENTRIAN RISET TEKNOLOGI DAN PENDIDIKAN TINGGIUNIVERSITAS JENDERAL SOEDIRMAN
FAKULTAS BIOLOGIPURWOKERTO
2015
I PENDAHULUAN
A Latar Belakang
Rumput laut merupakan salah satu potensi sumber daya alam perairan laut
Indonesia. Rumput laut banyak dimanfaatkan dan dipergunakan sebagai bahan
baku karaginan dan agar-agar. Secara ekologi, rumput laut dapat memberikan
banyak manfaat terhadap lingkungan sekitarnya. Komunitas ini berperan sebagai
tempat pembesaran dan perlindungan bagi jenis-jenis ikan tertentu dan merupakan
makanan alami ikan-ikan dan hewan herbivora.
Rumput laut telah banyak dibudidayakan oleh petani rumput laut di
perairan laut di kawasan pesisir. Salah satu dari jenis rumput laut yang dapat
dibudidayakan dan dimanfaatkan sebagai bahan baku industri adalah Gracilaria
sp.. Jenis rumput laut ini sangat mudah untuk dibudidayakan dengan kondisi
lingkungan yang berbeda dengan kondisi perairan di laut, seperti tambak. Kondisi
perairan habitat asli rumput laut memiliki kualitas air yang cukup baik dalam
mendukung kehidupannya. Rumput laut Gracilaria sp. dapat mentolerir kondisi
lingkungan yang tidak sesuai dengan kondisi lingkungan aslinya. Rumput laut
dari genus ini dapat mentolerir salinitas terendah 15 g/L dan tertinggi 50 g/L.
Rumput laut di waktu sekarang ini menjadi salah satu komuditas pertanian
penting karena semakin banyak dibudidayakan akibat permintaannya yang
semakin meningkat dari tahun ke tahun. Selain itu, juga karena kandungan yang
dimilikinya yaitu yang berupa agar dan karaginan yang penggunaannya semakin
meningkat sehingga saat ini telah banyak dibudidayakan. Budidaya rumput laut
memiliki peran penting dalam meningkatkan produksi perikanan untuk memenuhi
kebutuhan pangan dan gizi masyarakat serta memenuhi kebutuhan industri. Selain
itu, budidaya rumput laut berperan pula dalam memperluas kesempatan kerja,
meningkatkan pendapatan petani atau nelayan serta pendapatan daerah.
B Tujuan Praktikum
Tujuan praktikum ini adalah untuk mengetahui budidaya rumput laut
dengan metode dan sistim yang berbeda di perairan tambak dan laut atau pantai.
C Tinjauan Pustaka
Budidaya rumput laut merupakan salah satu jenis budidaya dibidang
perikanan yang mempunyai peluang sangat baik untuk dikembangkan di wilayah
perairan Indonesia. Rumput laut mempunyai peran penting dalam upaya
meningkatkan kapasitas produksi perikanan Indonesia, karena rumput laut
merupakan salah satu dari tiga komoditas utama program revitalisasi perikanan
yang diharapkan berperan penting dalam peningkatan kesejahteraan masyarakat.
Salah satu jenis rumput laut yang mempunyai nilai ekonomis penting adalah
Gracilaria verrucosa. Penggunaan rumput laut saat ini semakin meningkat tidak
hanya sebatas untuk industri makanan saja tapi sudah meluas sebagai bahan baku
produk kecantikan, obat-obatan, dan bahan baku untuk kegiatan industri lainnya
(Susilowati et al., 2012).
Spesies gracilaria merupakan jenis rumput laut yang penting untuk
penggunaan kegiatan industri dan bioteknologi, karena mengandung fikikoloid
dan sumber utama agar α- (1,4) -3,6-anhydro-L-galaktosa dan β- (1,3) -D-
galaktosa. Gracilaria memiliki jumlah lebih dari 300 spesies. Sebanyak 160
diantaranya telah diterima secara taksonomis. Alga jenis ini biasanya berwarna
merah, hijau, atau hijau kecoklatan dengan tiga fase siklus dan dapat ditemukan di
laut tropis dan subtropis (De almeida et al. 2011). G. verrucosa merupakan salah
satu jenis alga merah (Rhodophyceae). G. verrucosa tumbuh melekat pada
substrat karang di terumbu karang berarus sedang disamping itu juga bisa tumbuh
di sekitar muara sungai dan dapat dibudidayakan di dalam tambak. G. verrucosa
dapat ditemui di daerah terumbu karang dan estuari. Sebagian besar lebih
menyukai intensitas cahaya matahari yang tinggi untuk berlangsungnya proses
fotosintesis. Daerah sebaran rumput laut ini cukup luas di perairan Indonesia,
meliputi Lampung, Jawa, Sulawesi, Lombok, Sumba, Sumbawa, dan Sawu
(Alamsjah et al., 2010).
Perkembangan budidaya rumput laut Gracilaria sp. di tambak wilayah
Indonesia terdapat di daerah Sulawesi Selatan, Jawa Timur dan Nusa Tenggara
Barat. Jenis yang dibudidayakan adalah Gracilaria gigas, G. verrucosa dan G.
lichenoides. Salah satu jenis alga merah yang banyak ditemukan di perairan
Indonesia adalah G. verrucosa dan merupakan penghasil agar. Produksi rumput
laut G. verrucosa dari tambak dapat mencapai minimal 1 ton kering ha/periode
tanam (4 - 6 minggu). Pada musim hujan pertumbuhan rumput laut G. verrucosa
lambat, sehingga tidak dapat berproduksi dan hanya dipelihara untuk persediaan
bibit. Hal ini disebabkan karena perubahan suhu dan salinitas air laut yang
mengalami penurunan sehingga tidak dapat memenuhi kriteria suhu dan salinitas
yang diharapkan untuk pertumbuhan rumput laut (Alamsjah et al., 2010).
II MATERI DAN METODE
A Meteri
Alat-alat yang digunakan pada praktikum kali ini adalah bambu 4 x 1,2 m,
tali rafia, gunting, botol air mineral 4 x 1,5 L, keping CD 4 buah, salinometer,
termometer, dan timbangan analitik.
Bahan-bahan yang digunakan pada praktikum kali ini adalah rumput laut
Gracilaria verrucosa.
B Metode
Metode Apung Sistim Long Line
III HASIL DAN PEMBAHASAN
Bambu dibuat menjadi rakit dengan mengikat keempat sisinya menggunakan tali rafia
Tali rafia diikatkan pada bambu antara sisi yang berhadapan sehingga terbentuk seperti jaring dengan ukuran 25x25 cm.
Bibit yang sudah disiapkan diikatkan pada jaring rakit dengan jarak titik tanam antara 25 cm
Rumput laut Gracilaria verrucosa dengan berat 25 gram diikat dengan tali rafia
Botol mineral dipasang pada tiap sisi bambu masing-masing 1 dan CD juga dipasang masing-masing 1 pada sudut bambu
Pemberat diturunkan dan rumput laut yang sudah diikatkan di lepas di perairan.
AHasil
BPembahasan
Gambar 1. Budidaya Gracilaria verrucosametode apung sistim long line
Berdasarkan hasil praktikum metode yang digunakan adalah metode apung
sistim longline. Metode ini sering disebut metode rawai, dibentuk dari empat buah
bambu yang dirakit sehingga berbentuk persegi empat dengan ukuran 1,2x1,2 m.
Rakit tersebut dipasang tali rafiah untuk mengikat rumput laut secara membujur
dengan jarak 25 cm kemudian rumput laut (bibit) diikat pada tali tersebut. Berat
bibit yang digunakan berkisar antara 25 gram. Setelah rumput diikat maka rakit
tersebut diangkat dan ditempatkan pada lokasi yang telah ditetapkan dengan
kedalaman perairan berkisar antara 0,5– 10 meter. suhu udara 27 °C, suhu air
30°C, penetrasi cahaya 27,5 dan salinitas 25.
Metode budidaya rumput laut Gracilaria verrucosa yang kelompok kami
lakukan yaitu menggunakan metode apung sistim long line. Metode apung sistim
long line dibuat dengan membuat rakit dengan menggunakan 4 buah bambu yang
berukuran 1,2 m untuk membentuk persegi empat. Tali rafiah diikatkan pada
ujung-ujung bambu agar rakit kokoh sehingga tidak akan lepas saat diletakkan di
dalam laut. Selanjutnya, tali dipasang pada jarak 25 cm dari jarak tali satu ke tali
berikutnya, sehingga akan dihasilkan 9 titik. Titik-titik tersebut nantinya akan
digunakan untuk mengikat bibit G. verrucosa. Berat bibit G. verrucosa yang
digunakan yaitu seberat 25 gram. Botol air mineral diikatkan pada tiap-tiap
bambu dan berfungsi sebagai pelampung. Selanjutnya, CD juga dipasang pada
sudut-sudut rakit. Pemasangan CD berfungsi sebagai pengusir hama yang dapat
mengganggu pertumbuhan rumput laut. Menurut Melky & Agussalim (2004),
manfaat metode apung sistim longline yaitu rumput laut bebas dari predator,
karena bibit rumput laut yang diikatkan pada tali rafiah keunggulan yang paling
menonjol yaitu pergerakan atau mobilitas yang tinggi. Menurut hasil percobaan
Aslan (1998), diberbagai tempat memperlihatkan bahwa rumput laut yang
ditanam dengan menggunakan metode apung memiliki angka pertumbuhan yang
lebih tinggi dibandingkan metode lepas dasar.
Faktor lingkungan yang diketahui di laut Teluk Penyu Cilacap, didapatkan
hasil untuk melakukan budidaya rumput laut yaitu suhu udara 27 °C, suhu air
30°C, penetrasi cahaya 27,5 dan salinitas 25. Menurut Santoso & Nugraha (2008),
rumput laut dapat tumbuh maksimal pada daerah yang mempunyai suhu antara
27-30°C, kondisi air yang jernih dengan tingkat transparansi sekitar 1,5 meter,
pergerakan air yang memadai antara 20 - 40 cm/detik serta sinar matahari yang
cukup untuk proses fotosintesisnya. Rumput laut dapat tumbuh pH air berkisar 6 -
9, dengan pH optimum sekitar 7,5 - 8,0 dan salinitas air sekitar 28 - 34 permil
dengan nilai optimum salinitas sekitar 33 permil serta kandungan unsur Nitrogen
dan Phosphor yang cukup untuk pengemukan thallus. Nutrisi yang dibutuhkan
oleh rumput laut diperoleh dari nutrien yang terkandung di dalam badan air .
Rumput laut yang banyak dibudidayakan di Indonesia yaitu rumput laut
yang memiliki nilai ekonomi tinggi sebagai komuditi ekspor dan konsumsi
domestik seperti Eucheuma sp., Gracillaria sp., Gelidium sp., Sargassum sp., dan
Hypnea sp. Jenis Euchema yang banyak dibudidayakan yaitu Eucheuma cottonii
dan E. spinosum merupakan spesies alga merah yang merupakan penghasil
karagenan dan merupakan rumput laut yang palin banyak dibudidayakan kerena
permintaan pasar akan rumput laut ini sangat besar. Jenis rumput laut selanjutnya
yang banyak dibudidayakan yaitu berasal Gracilaria verrucosa dan G. gigas
karena kandungan agar yang diperlukan untuk industri. Jenis Sargassum
merupakan rumput laut yang banyak dibudidayakan karena kandungan yang
dimilikinya yaitu berupa alginat (Santoso & Nugraha, 2008).
Persyaratan lokasi budidaya rumput laut menurut Indriani dan Sumiarsih
(1999), yang menyatakan beberapa syarat umum yang harus dipenuhi dalam
penentuan lokasi sebagai berikut: Lokasi budidaya rumput laut harus bebas dari
pengaruh angin topan. Lokasi sebaiknya tidak mengalami fluktuasi salinitas yang
besar. Lokasi budidaya yang dipilih harus mengandung makanan untuk
tumbuhnya rumput laut. Perairan harus bebas dari pencemaran industri dan rumah
tangga. Lokasi perairan harus berkondisi mudah menerapkan metode budidaya
Lokasi budidaya harus mudah dijangkau sehingga biaya transportasi tidak terlalu
besar. Lokasi budidaya harus dekat dengan sumber tenaga kerja. Menurut
Mubarak et al., (1982), syarat lokasi untuk budidaya rumput laut Gracilaria yaitu
Areal terlindungi dari angin, arus dan ombak. Perbedaan pasang surut yang cukup
sehingga memudahkan pergantian air. Dasar perairan terdiri dari pasir dan
lumpur. Temperatur optimum berkisar antara 20-28°C. pH air antara 6 dan 9
dengan nilai optimum 8,2-8,7. Kedalaman sekitar 30 cm selama bulan-bulan
berawan, dan 60cm selama bulan-bulan tak berawan.
Budidaya rumput laut adalah salah satu bentuk pemberdayaan masyarakat
yang ditunjang oleh beberapa faktor. Pertama, areal budidaya cukup luas terkait
dengan panjang garis pantai daerah. Kedua, perairan yang bebas polusi
memungkinkan produk diterima oleh pasar yang peka terhadap kandungan logam
berat. Pelaku pasar sering menggunakan kandungan logam berat sebagai
persyaratan utama perdagangan rumput laut, khususnya yang digunakan sebagai
bahan baku industri makanan dan kosmetika. Ketiga, budidaya rumput laut dapat
diusahakan secara masal tanpa membutuhkan penanganan khusus. Keempat,
permintaan produk selalu dalam jumlah besar dan harga yang tinggi. Harga
merupakan penentu bagi masyarakat untuk mengusahakan budidaya rumput laut
(Widyastuti, 2013).
Menurut Mudeng et al., (2015) syarat budidaya rumput laut adalah sebagai
berikut :
1; Kondisi lingkungan perairan
Kondisi perairan yang baik dapat menunjang keberhasilan dalam
membudidayakan rumput laut, sedangkan kondisi yang tidak sesuai dengan
persyaratan lokasi budidaya rumput laut dapat menimbulkan kerugian ataupun
masalah dalam usaha tersebut dan mempengaruhi karaginofit yang terkandung
pada rumput laut.
2; Keterlindungan
Keterlindungan suatu areal budidaya rumput laut perlu dipertimbangkan,
sebab kerusakan secara fisik sarana budidaya maupun rumput laut dari pengaruh
angin dan gelombang yang besar, maka diperlukan lokasi yang terlindung. Lokasi
yang terlindung biasanya terletak di perairan teluk atau perairan terbuka tetapi
terlindung oleh adanya penghalang atau pulau didepannya. Perairan harus cukup
tenang, terlindung dari pengaruh angin dan ombak yang kuat karena arus yang
baik akan membawa nutrisi bagi tumbuhan, tumbuhan akan bersih karena kotoran
maupun endapan yang menempel akan hanyut oleh arus.
3; Kecepatan arus
Rumput laut memperoleh makanan (nutrien) melalui aliran air yang
melewatinya. Gerakan air yang cukup akan membawa nutrien yang cukup pula
dan sekaligus mencuci kotoran yang menempel pada thallus, membantu
pengudaraan dan mencegah adanya fluktuasi suhu air yang besar. Besarnya
kecepatan arus yang ideal antara 20-40 cm/det. Indikator suatu lokasi yang
memiliki arus yang baik, yakni adanya tumbuhan karang lunak dan padang lamun
yang bersih dari kotoran.
4; Kedalaman dan Kecerahan
Rumput laut sangat membutuhkan intensitas cahaya matahari yang masuk
ke dalam perairan untuk proses fotosintesis. Kondisi air yang jernih dengan
tingkat transparansi tidak kurang dari 5 m cukup baik untuk pertumbuhan rumput
laut. Tingkat kecerahan yang tinggi diperlukan dalam budidaya rumput laut, hal
ini dimaksud agar cahaya penetrasi dapat masuk ke dalam air. Intensitas sinar
matahari yang di terima secara sempurna oleh thallus merupakan faktor utama
dalam proses fotosintesis.
5; Substrat Dasar Perairan
Pasir yang tercampur patahan karang merupakan dasar perairan yang ideal,
hal ini sangat berhubungan dengan sediaan nutrien berupa fosfat yang berasal dari
bebatuan tersebut.
6; Salinitas
Salinitas yang baik berkisar antara 28-35 ppt, untuk memperoleh kondisi
perairan dengan kondisi salinitas tersebut harus dihindari lokasi yang berdekatan
dengan muara sungai karena dapat menyebabkan terjadinya fluktuasi salinitas
yang mengganggu pertumbuhan rumput laut.
7; Derajat Keasaman
Nilai derajat keasaman sangat berhubungan dengan kadar karbondioksida
yang terdapat di perairan, rumput laut membutuhkan pH yang cenderung basa.
Berdasarkan Kep.Men.02/MenKLH/I/1988, pH untuk budidaya rumput laut yang
diperbolehkan berada pada kisaran 6-9, kemudian pH yang diinginkan untuk
budidaya rumput laut berkisar antara 6,5-8,5.
8; Suhu Perairan
Suhu merupakan salah satu faktor ekologis yang terkandung di perairan
serta memiliki nilai bobot yaitu 2, berdasarkan tabel sistem penilaian keesuaian
perairan untuk lokasi budidaya rumput laut. Suhu air yang optimal untuk
membudidayakan rumput laut yaitu berkisar antara 26-30°C.
9; Ketersediaan Bibit
Bibit rumput laut yang akan ditanam harus yang berkualitas baik agar
tanaman dapat tumbuh sehat. Oleh karena itu, perlu dilakukan pemilihan bibit
dengan kriteria yaitu banyak bercabang, rimbun dan berujung runcing, tidak
terdapat bercak atau luka, terlihat segar dan berat bibit antara 50-100 g per ikatan.
Penyediaan bibit harus tepat waktu yaitu segera setelah konstruksi wadah telah
terpasang. Bibit sebaiknya di pilih dari tanaman yang masih segar yang diperoleh
dari rumput laut yang tumbuh secara alami maupun dari tanaman budidaya.
10; Oksigen Terlarut (DO)
Kadar oksigen terlarut juga berfluktuasi secara harian dan musiman,
tergantung pada percampuran dan pergerakan masa air, aktifitas fotosintesis,
respirasi dan limbah yang masuk kedalam badan air. Oksigen terlarut di perairan
laut berkisar antara 11mg/L pada suhu 0 °C dan 7 mg/L pada suhu 25 °C, pada
perairan alami oksigen terlarut biasanya kurang dari 10 mg/L.
IV KESIMPULAN DAN SARAN
A Kesimpulan
Berdasarkan hasil dan pembahasan dapat disimpulkan sebagai berikut :
1; Terdapat tiga metode budidaya rumput laut, yaitu metode dasar, metode lepas
dasar dan metode apung.
2; Sistim budidaya rumput laut yaitu sebar, tali tunggal, jaring rakit, jaring tabung
bertingkat, tabung tubuler, dan jaring apit.
3; Metode yang digunakan pada praktikum kali ini adalah metode apung sistim
long line
B Saran
Acara praktikum budidaya rumput laut dibutuhkan kerjasama tim untuk
membuat rakit yang baik, dan juga diperlukan teknik pengikatan rumput laut ke
rakit yang sudah disiapkan.
DAFTAR REFERENSI
Alamsjah, M. A., N. O. Ayuningtiaz dan S. Subekti. 2010. Pengaruh LamaPenyinaran Terhadap Pertumbuhan dan Klorofil α Gracilaria verrucosaPada Sistem Budidaya Indoor. Jurnal Ilmiah Perikanan dan Kelautan,2(1), pp. 21-29.
Aslan, L. M. 1998. Seri Budidaya Rumput Laut. Yogyakarta: Kanisius.
De Almaida, C. L. F., H. de S. Falcao, G. R. De M. Lima, C. de A. Montenegro,N. S. Lira, P. F. de A. Filho, L. C. Rodrigues, M. De F. V. De Souza, J. M.B. Filho dan L. M. Batista. 2011. Bioactivities from Marine Algae of theGenus Gracilaria. Int. J. Miol Sci, 12, pp. 4550-4573.
Indriani, H. dan Sumiarsih. 2001. Budidaya, Pengelolaan serta PemasaranRumput Laut. Jakarta: Penebar Swadaya.
Melki dan A. Agussalim. 2004. Keadaan Budidaya Rumput Laut di Pulau PanjangProvinsi Bangka Belitung. Jurnal Penelitian Sains,16, pp. 1-8.
Mubarak, H., S. Ilyas, W. Ismail, I. S. Wahyuni, S. H. Hartati, E. Pratiwi, Z.Jangkaru dan R. Arifuddin. 1982. Petunjuk Teknis Budidaya Rumpu Laut.Badan Litbang Pertanian, Puslitbang Perikanan, IDRC, Infish.
Mudeng, J. D., M. E. F. Kolopita dan A. Rahman. Kondisi Lingkungan PerairanPada Lahan Budidaya Rumput Laut Kappaphycus alvarezii di DesaJayakarsa Kabupaten Minahasa Utara. Jurnal Budidaya Perairan, 3(1), pp.172-186.
Santoso, L. dan Y. T. Nugraha. 2008. Pengendalian Penyakit Ice-Ice untukMeningkatkan Produksi Rumput Laut Indonesia. Jurnal SaintekPerikanan, 3(2), pp. 37-43.
Susilowati, T., S. Rejeki, E. N. Dewi dan Zulfitriani. 2012. Pengaruh KedalamanTerhadap Pertumbuhan Rumput Laut (Eucheuma cottonii) YangDibudidayakan Dengan Metode Longline di Pantai Mlonggo, KabupatenJepara. Jurnal Saintek Perikanan, 8(1), pp. 7-12.
Widyastuti, E. 2013. Analisa Budidaya Rumput Laut Dalam PeningkatanPendapatan Keluarga di Desa Lobuk Kecamatan Bluto. JurnalPerformance Bisnis dan Akuntasi, 3(1), pp. 1-11.