budidaya

31
Makalah Ilmiah Budidaya Perairan USAHA BUDIDAYA IKAN PATIN (Pangasius pangasius) DI KERAMBA JARING APUNG (KJA) Dosen Penanggung jawab Prof. Dr. Ir. Hasan Sitorus, M.S Oleh Tiur Natalia Manalu 120302028 BUDIDAYA PERAIRAN PROGRAM STUDI MANAJEMEN SUMBERDAYA PERAIRAN FAKULTAS PERTANIAN UNIVERSITAS SUMATERA UTARA MEDAN 2014

Upload: sufriadiayi

Post on 04-Sep-2015

13 views

Category:

Documents


5 download

DESCRIPTION

budidaya

TRANSCRIPT

  • Makalah Ilmiah Budidaya Perairan

    USAHA BUDIDAYA IKAN PATIN (Pangasius pangasius)

    DI KERAMBA JARING APUNG (KJA)

    Dosen Penanggung jawab

    Prof. Dr. Ir. Hasan Sitorus, M.S

    Oleh

    Tiur Natalia Manalu

    120302028

    BUDIDAYA PERAIRAN

    PROGRAM STUDI MANAJEMEN SUMBERDAYA PERAIRAN

    FAKULTAS PERTANIAN

    UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

    MEDAN

    2014

  • KATA PENGANTAR

    Puji dan syukur penulis sampaikan ke hadirat Tuhan Yang Maha Esa

    karena dengan berkatNya penulis dapat menyelesaikan makalah ilmiah budidaya

    perairan. Makalah ilmiah ini berjudul Usaha Budidaya Ikan Patin (Pangasius

    pangasius) di Keramba Jaring Apung (KJA). Makalah ilmiah ini dibuat

    dalam rangka membuka wawasan pengetahuan mengenai cara umum

    pembudidayaan ikan patin.

    Pada kesempatan ini penulis mengucapkan terima kasih kepada

    Bapak Prof. Dr. Ir. Hasan Sitorus, M.S, selaku dosen pembimbing mata kuliah

    Budidaya Perairan. Penulis juga mengucapkan terima kasih kepada abang dan

    kakak serta semua pihak yang telah membimbing penulis dalam pembuatan

    makalah ilmiah ini.

    Penulis menyadari bahwa dalam mengerjakan makalah ilmiah ini masih

    terdapat banyak kekurangan, untuk itu penulis mengharapkan kritik dan saran

    yang sifatnya membangun demi perbaikan ke depan. Semoga makalah ini bisa

    bermanfaat bagi pihak yang membutuhkan. Akhir kata penulis ucapkan terima

    kasih.

    Medan, Mei 2014

    Penulis

  • DAFTAR ISI

    Halaman

    KATA PENGANTAR ................................................................................ i

    DAFTAR ISI .............................................................................................. ii

    DAFTAR GAMBAR .................................................................................. iii

    BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang .............................................................................. 1

    1.2 Tujuan Penulisan .......................................................................... 3

    BAB II TAKSONOMI DAN MORFOLOGI IKAN PATIN

    2.1 Taksonomi Ikan Patin... 4 2.2 Morfologi Ikan Patin 5

    BAB III PEMILIHAN LOKASI BUDIDAYA

    3.1 Faktor Teknis ................................................................................ 8

    3.2 Aspek Sosial-Ekonomi .................................................................. 9

    BAB IV PERSIAPAN BUDIDAYA

    4.1 Penyiapan Keramba Jaring Apung................................................. 10

    4.2 Penyediaan Benih.......................................................................... 13

    4.3 Prasarana Budidaya ....................................................................... 15

    BAB V PEMELIHARAAN

    5.1 Penebaran Benih ........................................................................... 16

    5.2 Pakan dan Pemberian Pakan .......................................................... 17

    5.3 Pengendalian Hama dan Penyakit .................................................. 18

    BAB VI PANEN DAN PASCAPANEN

    6.1 Panen ............................................................................................ 20

    6.2 Pascapanen ................................................................................... 21

    BAB VII PENUTUP

    7.1 Kesimpulan ................................................................................... 25

    7.2 Saran ............................................................................................. 26

    DAFTAR PUSTAKA

  • DAFTAR GAMBAR

    Halaman

    Gambar 1. Patin lokal (Pangasius djambal).. 4

    Gambar 2. Morfologi Ikan Patin... 5

    Gambar 3. Bagian-bagian Sirip Ikan Patin... 6

    Gambar 4. Bagian Kepala Ikan Patin 7

    Gambar 5. Keramba Jaring Apung 10

    Gambar 6. Wadah Budidaya..... 11

    Gambar 7. Pelampung Rakit . 12

    Gambar 8. Teknik Streeping 15

    Gambar 9. Bak Fiber, Hapa dan AKuarium.. 15

    Gambar 10. Penebaran dan Penghitungan Benih... 16

    Gambar 11. Penampungan atau Pengangkutan Ikan. 20

    Gambar 13. Packing 21

    Gambar 14. Transportasi Ikan.... 21

  • BAB I

    PENDAHULUAN

    1.1 Latar Belakang

    Patin merupakan jenis ikan konsumsi air tawar asli Indonesia yang

    tersebar di sebagian wilayah Sumatera dan Kalimantan. Daging ikan patin

    memiliki kandungan kalori dan protein yang cukup tinggi, rasa dagingnya khas,

    enak, lezat dan gurih sehingga digemari oleh masyarakat. Ikan patin dinilai lebih

    aman untuk kesehatan karena kadar kolesterolnya rendah dibandingkan dengan

    daging hewan ternak. Selain itu ikan patin memilki beberapa kelebihan lain, yaitu

    ukuran per individunya besar dan di alam panjangnya bisa mencapai 120 cm. Ikan

    patin dikenal sebagai komoditi yang berprospek menguntungkan karena memiliki

    harga jual yang tinggi. Hal inilah yang menyebabkan ikan patin mendapat

    perhatian dan diminati oleh para pengusaha untuk dibudidayakan. Ikan ini cukup

    responsif terhadap pemberian makanan tambahan (Lina, 2010).

    Ikan patin (Pangasius sp) di Indonesia terdapat 14 spesies, namum

    Pangasianodon hypopthalmus yang berasal dari Thailand merupakan satu-satunya

    yang dibudidayakan di Indonesia. Dalam rangka memanfaatkan keanekaragaman

    hayati ikan air tawar Indonesia, khususnya potensi spesies ikan patin lokal untuk

    budidaya, sejak tahun 1996 telah dilakukan penelitian kerja sama dengan Uni

    Eropa. Dimana spesies ikan patin Pangasius djambal bleker (1846) telah menjadi

    calon komoditi budidaya baru karena potensi ukurannya yang besar (bisa

    mencapai lebih dari 20 kg/ekor), penyebaran geografisnya yang luas serta

    popularitasnya diantara konsumen jenis ini di Sumatera dan pulau-pulau lain di

    Indonesia. Evaluasi budidaya secara teknis menunjukkan banyak keunggulan

    yang bernilai lebih bagi akuakultur sedangkan sosialisasi pembudidayaan jenis ini

    telah dilakukan pada tahun 1997 (Risna, 2011).

    Dewasa ini apabila diperhatikan sudah banyak restoran yang menyajikan

    menu makanan utama berupa ikan patin bakar/goreng. Untuk memenuhi

    kebutuhan pasokan ikan tersebut tidak dapat hanya dipenuhi dari hasil tangkapan

    diperairan umum, sehingga perlu adanya pembudidayaan secara intensif. Apabila

    ditinjau dari aspek pembudidayaan, teknologi budidaya ikan patin relatif telah

  • dikuasai. Ketersediaan benih yang semula dianggap sebagai kendala, namun

    sekarang telah banyak pembenih baik perorangan maupun perusahaan yang

    berhasil memproduksi benih ikan patin. Beberapa keunggulan komparatif

    budidaya ikan patin adalah bahwa ikan patin ukuran individunya cukup besar,

    pemakan segalanya dan dapat bertoleransi terhadap kondisi perairan yang kurang

    menguntungkan seperti kondisi oksigen terlarut (02) rendah serta dapat

    bertoleransi pada pH 3-4. Demikian juga ikan patin mau mengkonsumsi makanan

    buatan atau pakan yang beredar di pasaran sebagai makanannya (Sudiyono, 2010).

    Perawatan budidaya ikan patin terbilang lebih mudah dibandingkan

    budidaya lele, bahkan pakan ikan patin dapat memanfaatkan limbah rumah tangga

    yg tidak mengandung minyak. Disamping itu kemampuan ikan patin untuk

    berproduksi juga cukup tinggi, seekor induk yg subur dapat bertelur 200.000 butir

    telur setiap 6 bulan sekali. Dalam menjalankan usaha budidaya ikan patin, yang

    sering menjadi kendala adalah munculnya jamur dan bakteri yg menyebabkan

    turunnya kualitas ikan. Biasanya untuk mencegahnya para petani patin menjaga

    sanitasi air, dan mengurangi pemberian pakan yg terlalu banyak. Selain itu suhu

    yg terlalu dingin juga berpengaruh buruk bagi perkembangan telur patin, oleh

    karena itu para petani memasang heater atau menyimpan akuarium inkubasi di

    dalam ruangan agar terhindar dari suhu ekstrim. Sedangkan bagi ikan patin yg

    sudah cukup besar, kendalanya adalah persediaan pakan cacing sutera yg masih

    kurang (Marganof, 2005).

    Usaha kearah pembudidayaan ikan di perairan umum sangat diperlukan,

    hal ini disebabkan oleh lajunya pertambahan jumlah penduduk dan sempitnya

    areal tanah yang sebagian besar digunakan warga sebagai wilayah pemukiman

    perkebunan dan pertanian sehingga terjadi penyempitan lahan untuk budidaya

    ikan. Untuk mengatasi masalah tersebut, budidaya ikan dalam keramba jaring

    apung di perairan umum adalah alternatif yang sangat tepat dan lebih efektif.

    Selain itu, upaya budidaya ikan juga sebagai penyeimbang dan membantu

    pemenuhan produksi ikan yang selama ini diperoleh dari hasil penangkapan yang

    cenderung semakin menurun. Hal ini tidak diimbangi dengan usaha budidaya dan

    penebaran ikan (restocking) yang akan mengakibatkan terganggunya kelestarian

    sumber daya perairan. Seiring dengan berkembangnya zaman dan meningkatnya

  • pertambahan penduduk yang diiringi dengan semakin meningkatnya kebutuhan

    protein hewani oleh manusia setiap tahunnya, maka perlu peningkatan produksi

    ikan sebagai salah satu sumber pangan dan sumber protein (Harbowo, 2011)

    Keramba jaring apung adalah sistem budidaya dalam wadah berupa jaring

    yang mengapung dengan bantuan pelampung dan ditempatkan di perairan seperti

    danau, waduk, laut, selat, sungai dan teluk. Berbagai komoditi perikanan dapat

    dibudi dayakan pada media ini, terutama kegiatan pembesaran dan pendederan.

    Sampai saat ini kegiatan pembesaran ikan patin secara komersial menggunakan

    keramba jaring apung pada perairan umum masih tergolong sedikit. Sedangkan

    potensi untuk kegiatan budidaya ikan air tawar di perairan umum peluangnya

    masih terbuka lebar. Tingkat permintaan konsumen akan ikan ini juga tidak

    pernah turun bahkan sebaliknya cenderung mengalami kenaikan setiap tahunnya

    seiring dengan meningkatnya jumlah penduduk (Lina, 2010).

    Kegiatan pembesaran ikan tujuan utamanya mengaharapkan hasil produksi

    yang akan didapat bisa maksimal, namun berbagi faktor yang sering menjadi

    hambatan bagi pembudidaya sehingga usaha yang dilakukan tidak sesuai dengan

    keinginan atau target produksi menurun. Usaha pembesaran tidak mengalami

    perkembangan akibat masih kurangnya penguasaan ilmu pengetahuan dan

    informasi teknis pembudidaya seperti padat penebaran, teknik pemberian pakan,

    perawatan dan pegontrolan keramba serta pegendalian hama penyakit. Faktor

    lingkungan tempat dilangsungkannya usaha pembesaran terutama parameter

    kualitas air juga sangat dipertimbangkan untuk menjaga kelangsungan hidup dan

    pertumbuhan ikan. Perlu adanya informasi teknis pembesaran ikan patin dalam

    keramba jaring apung sehingga produksi ikan dapat ditingkatkan (Anto, 2008).

    1.2 Tujuan Penulisan

    1. Untuk mengetahui secara langsung kegiatan atau cara-cara pembesaran ikan

    patin dalam keramba jaring apung.

    2. Untuk mengetahui faktor lingkungan yang mempengaruhi kehidupan ikan

    patin, terutama parameter kualitas air.

    3. Untuk mengetahui jenis-jenis pakan yang diperlukan bagi pertumbuhan ikan

    patin.

  • BAB II

    TAKSONOMI DAN MORFOLOGI IKAN PATIN

    2.1 Taksonomi Ikan Patin

    Menurut Arnelli (2010), di Indonesia, ada dua macam ikan patin yang

    dikenal yaitu patin lokal (Pangasius pangasius) atau sering pula disebut jambal

    (Pangasius djambal) dan patin Bangkok atau patin Siam (Pangasius

    hypophtalamus sinonim P. sutchi). Kerabat patin di Indonesia terdapat cukup

    banyak diantaranya Pangasius polyuranodo (ikan juaro), Pangasius macronema

    (ikan Rios, Riu, Lancang), Pangasius micronemus (ikan Wakal, Riuscaring),

    Pangasius nasutus (ikan Padado), dan Pangasius nieuwenhuisii (ikan Lawang).

    Klasifikasi ikan patin secara taksonomi adalah sebagai berikut :

    Kingdom : Animalia

    Filum : Chordata

    Kelas : Pisces

    Ordo : Ostariophysi

    Famili : Pangasidae

    Genus : Pangasius

    Spesies : Pangasius pangasius.

    Gambar 1. Patin lokal (Pangasius djambal)

  • 2.2 Morfologi Ikan Patin

    Secara umum ikan patin memiliki tubuh licin, tidak bersisik, serta

    memiliki bentuk tubuh agak memanjang dan pipih. Warna tubuh patin pada

    bagian punggung keabu-abuan atau kebiru-biruan dan di bagian perut putih

    keperak-perakan. Kepala ikan patin berbentuk simetris, lebar dan pipih, hampir

    mirip seperti ikan lele. Matanya terletak agak ke bawah. Di perairan

    umum,panjang ikan patin bisa mencapai 120 cm. Mulut ikan patin agak lebar dan

    terletak di ujung kepal agak ke bawah (sub-terminal). Pada sudut mulutnya,

    terdapat dua pasang sungut/kumis yang berfungsi sebagai alat peraba pada saat

    berenang ataupun mencari makan. Keberadaan kumis menjadi ciri khas dari ikan

    golongan catfish (Yanto, 2012).

    Gambar 2. Morfologi Ikan Patin

    Tubuh ikan patin terbagi menjadi tiga bagian, yaitu kepala, badan, dan

    ekor. Bagian kepala mulai dari ujung mulut sampai akhir tutup insang. Bagian

    badan mulai dari akhir tutup insang sampai pangkal sirip anal. Sementara bagian

    ekor dimulai dari sirip anal sampai ujung ekor. Sirip ekor ikan patin bentuknya

    seperti gunting (bercagak) dan simetris. Ikan patin memiliki 5 sirip, yaitu

    sepasang sirip dada (pectoral fin), sepasang sirip perut (ventral fin), sebuah sirip

  • punggung (dorsal fin), sebuah sirip dubur (anal fin), dan sebuah ekor (caudal fin).

    Selain lima sirip tersebut, patin juga memiliki sirip yang tidak dimiliki ikan lain,

    yaitu sirip tambahan (adipose fin) yang terletak diantara sirip punggung dan sirip

    ekor. Pada sirip punggung terdapat 1 jari-jari keras (patil) dan 6-7 buah jari-jari

    lunak. Sirip dubur patin cukup panjang, yakni mulai dari belakang dubur hingga

    pangkal sirip ekor serta mempunyai 30-33 jari-jari lunak. Pada sirip perut terdapat

    6 jari-jari lunak, sedangkan pada sirip dada terdapat 1 jari-jari keras (patil) dan 12-

    13 jari-jari lunak (Maskuro, dkk., 2012).

    Gambar 3. Bagian-bagian Sirip Ikan Patin

  • Gambar 4. Bagian Kepala Ikan Patin

    Patin jambal memiliki sungut rahang atas jauh lebih panjang dari setengah

    panjang kepala dan hidung sedikit menonjol kemuka serta mata agak ke bawah.

    Patin siam merupakan ikan introduksi yang masuk ke Indonesia pada tahun 1972

    dari Thailand. Ikan patin yang benar baru dan asli dari Indonesia adalah Patin

    pasupati. Patin jenis ini dihasilkan dari persilangan antara patin siam betina dan

    patin jambal jantan untuk pertama kalinya. Keunggulan dari patin ini adalah

    memiliki daging yang berwarna putih, kadar lemak yang relatif rendah, laju

    pertumbuhan badan yang relatif cepat dan jumlah telur yang relatif banyak.

    Daging yang berwarna putih dan bobot tubuh yang besar diturunkan dari patin

    jambal, sementara jumlah telur yang relatif banyak diturunkan dari patin siam

    (Yuliartati, 2011).

    Ikan Patin termasuk ikan yang beraktifitas pada malam hari atau nocturnal.

    Selain itu, patin suka bersembunyi di dalam liang-liang di tepi sungai habitat

    hidupnya. Ikan ini termasuk ikan demersal atau ikan dasar. Secara fisik memang

    dari bentuk mulut yang lebar persis seperti ikan domersal lain seperti ikan lele dan

    ikan gabus. Ikan patin mempunyai sifat yang termasuk omnivora atau golongan

    ikan pemakan segala. Malam hari ia akan keluar dari lubangnya dan mencari

    makanan renik yang terdiri atas cacing, serangga, udang sungai, jenisjenis siput

    dan bijibijian. Dari sifat makannya ikan ini juga tergolong ikan yang sangat

    rakus karena jumlah makannya yang besar (Risna, 2011).

  • BAB III

    PEMILIHAN LOKASI BUDIDAYA

    Menurut Arnelli (2010), pemilihan lokasi yang tepat dan benar memegang

    peranan yang sangat penting dalam keberhasilan budidaya ikan patin. Persyaratan

    yang harus dipenuhi dalam penentuan lokasi meliputi dua faktor yakni faktor

    teknis dan faktor sosial-ekonomi.

    3.1 Faktor Teknis

    Faktor teknis merupakan faktor yang mempengaruhi secara langsung

    keberhasilan atau kegagalan terhadap kegiatan teknis budidaya, misalnya lokasi

    budidaya (kedalaman KJA), sumber air, limbah, dan kualitas air.

    1. Arus Air

    Arus air berguna untuk mensuplai oksigen ke dalam KJA dan membuang

    kotoran keluar KJA. Di perairan yang bebas (tidak terlindung) arus air

    mungkin lebih baik, tetapi tempat ini harus dihindari karena sewaktu terjadi

    angin ribut, arus akan terlalu tinggi yang dapat berakibat rusaknya bangunan

    KJA. Arus air yang baik adalah yang memungkinkan air didalam KJA berganti

    selama 30-60 detik.

    2. Pasang Surut dan kedalaman Perairan

    Pasang surut dan kedalaman perairan perlu diperhitungkan, yakni sewaktu

    surut, dasar perairan tidak kurang dari 0,5 m dari dasar jaring. Kedalaman air

    lebih dari 6 m ideal bagi KJA (kedalaman > 3m saat surut terendah dari dasar

    jaring).

    4. Kualitas Air

    Kualitas air atau mutu air yang akan digunakan untuk memelihara ikan di

    KJA harus diperhatikan. Dengan kualitas air yang baik, maka ikan patin akan

    hidup dan tumbuh dengan baik. Kualitas air disesuaikan komoditi yang

    dibudidayakan.

    5. Gelombang dan Arus Laut

    KJA komoditi air laut lebih baik memilih lokasi pada daerah teluk untuk

    menghindari gelombang dan arus besar. Selain itu juga dihindari jalur

  • pelayaran dan dijauhkan dari muara sungai (gelombang < 1m dan arus 0,2-0,5

    m/dtk).

    5. Bukan daerah up-welling.

    6. Bebas pencemaran (industri dan rumah tangga).

    7. Curah hujan yang rendah.

    3.2 Aspek Sosial-Ekonomi

    Dalam memilih lokasi KJA perlu diperhatikan juga aspek sosial ekonomis,

    karena dalam membudidayakan ikan di KJA secara komersil dibutuhkan dana

    investasi yang tidak sedikit.

    1. Mudah memperoleh sarana dan parasarana.

    2. Tersedia SDM yang memadai.

    3. Lokasi mudah dijangkau.

    4. Tidak terlalu jauh dari sumber pakan, benih, sarana produksi dan daerah

    pemasaran.

    5. Selain itu lokasi KJA sebaiknya mempunyai sarana dan prasarana yang

    memadai, seperti jalan darat, alat-alat komunikasi dan angkutan air.

    6. Lokasi juga bukan merupakan lokasi perlindungan

    Di beberapa perairan umum ada lokasi-lokasi tertentu yang tidak boleh

    diganggu karena tempat itu digunakan ikan setempat untuk berkembang biak.

    Karena adanya perkembangan budidaya ikan dan lingkungan sekitarnya,

    mungkin didapatkan keadaan yang kurang baik pada lokasi yang ada.

  • BAB IV

    PERSIAPAN BUDIDAYA

    4.1 Penyiapan Keramba Jaring Apung

    Gambar 5. Keramba Jaring Apung

    Menurut Marganof (2005), susunan utama bangunan KJA adalah jaring,

    pelampung rakit, kerangka atau titian serta jangkar dan pemberat jaring. Setelah

    KJA digunakan dengan berkali-kali maka bangunan KJA tersebut akan

    mengalami penurunan fungsi yang lebih lanjut dapat berakhir dengan kerusakan.

    Demikian pula lokasi KJA bisa mengalami penurunan kualitas air yang

    disebabkan penumpukan kotoran di dasar perairan. Dalam penyiapan bangunan

    KJA dilakukan pemeriksaan terhadap beberapa bagian KJA yang dilanjutkan

    dengan perbaikan-perbaikan bila dijumpai penurunan fungsi, seperti berikut ini:

    1. Jaring atau Wadah

    Didasarkan atas fungsinya jaring ada 2 macam, yaitu jaring utama dan

    jaring pengaman. Jaring utama digunakan sebagai tempat pemeliharaan ikan,

    sedangkan jaring pengaman, yang ditempatkan di luar jaring utama, berfungsi

    untuk mengamankan ikan agar tidak terlepas ke perairan bebas, ketika jaring

    utama mengalami kerusakan (bocor atau jebol). Bahan jaring yang umum

  • digunakan poliethylene. Bahan lain adalah kawat yang berbungkus plastik. Satu

    jaring pengaman melindungi beberapa jaring utama, bergantung ukuran jaring

    utama. Umumnya untuk panjang dan lebar masing-masing 7 m, satu jaring

    pengaman dapat melindungi beberapa jaring utama, bergantung ukuran jaring

    utama. Umumnya untuk masing-masing jaring utama yang berukutan panjang dan

    lebar masing masing 7 m, satu jaring pengaman memuat 4 jaring utama.

    Gambar 6. Wadah Budidaya

    Setelah digunakan berkali-kali jaring akan mengalami penurunan fungsi.

    Yang paling cepat terjadi adalah jaring menjadi kurang lancar dilalui air, padahal

    kelancaran aliran air sangat penting bagi pasokan oksigen ke dalam wadah serta

    pembuangan kotoran ikan. Penyebabnya adalah tumbuhnya lumut yang hidup

    menempel pada jaring dan memperkecil lubang (mesh size) jaring. Penurunan

    fungsi yang lain adalah jaring mengalami pelapukan, yang ditandai dengan

    terlihatnya beberapa helai benang yang terputus. Keadaan ini jika dibiarkan suatu

    saat akan diikuti dengan kebocoran, terutama ketika jaring mengalami tekanan

    berat ikan, ketika berlangsung pemanenan. Untuk memperbaiki hal di atas, maka

    sebelum jaring digunakan kembali dilakukan pembersihan jaring dengan sikat

    yang diikuti dengan penjemuran.

    2. Pelampung rakit

    Pelampung rakit berfungsi sebagai pengapung kerangka rakit atau sebagai

    tumpuan rakit dan jaring. Oleh karena itu pelampung rakit harus memiliki daya

    apung yang tinggi dan tidak mudah rusak. Sedangkan pelampung yang biasanya

  • digunakan antara lain berupa batang bambu, batang kayu, styrofoam dan drum.

    Kerusakan tidak serentak terjadi pada seluruh pelampung yang ada pada bangunan

    KJA tersebut. Pada pelampung yang rusak bagian yang mengapung lebih sedikit

    dibanding dengan pelampung yang normal, sehingga bangunan KJA terlihat

    menjadi miring. Jika diamati lebih lanjut maka dapat dilihat penyebabnya yaitu

    adaya kebocoran pada drum atau keretakan pada bambu atau kayu. Jika tingkat

    kerusakan itu masih rendah maka perbaikan bisa dilakukan dengan memutar

    kedudukan bagian yang bocor/retak menjadi tidak lagi terendam air.

    Gambar 7. Pelampung Rakit

    3. Kerangka rakit atau titian

    Kerangka rakit berfungsi sebagai tempat menggantungkan jaring dan

    tumpuan jalan/titian pada saat penebaran benih, pemberian pakan dan kegiatan

    lainnya. Kerangka ini juga yang merentangkan kantung jaring menjadi bentuk

    persegi atau lingkaran. Sehingga kerangka rakit harus memiliki bahan dasar yang

    kuat, yang mampu menahan beban berat orang dan yang lainnya. Bahan yang

    biasa digunakan sebagai kerangka rakit antara lain adalah batang bambu, kayu,

    besi siku dan pipa. Kerusakan yang terjadi umumnya karena bahannya melapuk

    atau pecah-pecah (pada papan, kaso atau bambu) dan berkarat (pada besi).

    Walaupun demikian masa pakainya bisa diperpanjang dengan perawatan,

    misalnya mencat ulang. Jika kerusakan terlalu parah, maka bahan tersebut harus

    diganti.

  • 4. Jangkar atau pemberat

    Jangkar berfungsi untuk menahan rakit agar tidak mengalami perpindahan

    dari lokasi budidaya yang diinginkan. Pemberat rakit yang digunakan adalah

    jangkar besi, beton, batu atau dapat berupa pasak besi ataupun pasak kayu.

    Pemberat jaring berfungsi untuk memberikan bentuk yang sempurna pada jaring

    sehingga daya tampung jaring menjadi maksimal. Pemberat jaring yang biasa

    digunakan adalah berupa beton, batu dan batang besi.

    4.2 Penyediaan Benih Patin

    Pembenihan adalah suatu kegiatan pemeliharaan ikan yang bertujuan

    untuk menghasilkan larva atau benih berukuran 1 inci/ekor. Benih yang dihasilkan

    dapat dipelihara lebih lanjut pada kegiatan pendederan atau dijual bila ada

    permintaan. Satuan produksi pembenihan ikan patin adalah jumlah (ekor),

    sedangkan ukuran benih patin dinyatakan dalam panjang (inci = 2.5 cm). Kegiatan

    usaha pemeliharaan induk, pemilihan/seleksi induk, teknik pemijahan patin,

    penetasan telur, pemeliharaan larva, hingga benih siap didederkan lebih lanjut.

    Benih untuk kegiatan pendederan minimal berukuran 3/4 inci/ekor. Untuk

    mencapai benih ukuran tersebut, dibutuhkan waktu pemeliharaan selama 21-30

    hari. Namun, banyak juga petani pembenih yang khusus memproduksi larva patin

    umur 1 hari dari telur menetas untuk selanjutnya dijual. Pembenihan patin

    dilakukan dengan system kawin suntik dan pebuahannya dilakukan secara

    buatan,yakni dengan menyuntikkan hormon perangsang (HCG dan ovaprim)

    (Yuliartati, dkk., 2011).

    Setelah induk patin disuntuk, telur dan sperma dikeluarkan dari induk

    dengan cara distreeping atau diurut. Selanjutnya, telur dan sperma ditampung dan

    dicampurkan dalam suatu wadah (mangkok) sampai terjadi pembuahan. Proses

    penetasan telur dilakukan dalam wadah khusus berupa corong tetas, akuarium dan

    hapa. Sedangkan pemeliharaan larva dilakukan di bak fiberglass, akuarium dan

    bak terpal plastik. Wadah tersebut selanjutnya ditempatkan di dalam ruangan

    tertutup, terlindung dan terkontrol seperti hatchery atau yang dirancang sendiri.

    Intinya, tempat penetasan telur dan pemeliharaan larva harus terlindung

    daripengaruh hujan, angin, perubahan suhu yang drastis, cuaca dan terhindar dari

  • hama predator. Tingkat keberhasilan dalam pembenihan patin sangat tergantung

    dari pemahaman pelaksanaan di lapangan dalam mengoptimalkan teknologi

    pembenihan yang digunakan (Anto, 2008).

    Pemberian pakan larva yang efektif adalah pada saat 30 jam setelah telur

    menetas. Pemberian pakan pada larva patin dilakukan secara bertahap, yaitu

    dimulai pada saat kuning telur (yolk) mulai habis, selanjutnya diberi pakan telur

    Artemia sp. sampai larva berumur 7 hari. Larva berumur 7-15 hari kemudian

    diberi pakan cacing sutera atau Tubifex sp. dan larva berumur 15-30 hari diberi

    pakan pellet berbentuk tepung dengan kandungan protein minimal 40%. Kegiatan

    usaha pembenihan mempunyai waktu perputaran modal lebih cepat dibandingkan

    dengan usaha pembesaran karena biaya operasional dan invetasi yang dikeluarkan

    dalam kegiatan pembenihan lebih murah dibandingkan biaya dalam pembesaran.

    Masa pemeliharaannnya juga relatif singkat. Jika dibandingkan dengan usaha

    pembesaran, usaha pembenihan lebih banyak membutuhkan ketekunan, kejelian

    dan ketrampilan dari pembudidaya (Sudiyono, 2010).

    Gambar 8. Teknik Streeping

    Gambar 9. Bak Fiber, Hapa dan AKuarium

  • 4.3 Prasarana Budidaya

    Menurut Harbowo (2011), adapun prasarana yang dibutuhkan dalam

    kegiatan budidaya ikan patin adalah sebagai berikut:

    1) Kolam pemeliharaan induk

    Luas kolam tergantung jumlah induk dan intensitas pengelolaannya.

    Sebagai contoh untuk 100 kg induk memerlukan kolam seluas 500 meter persegi

    bila hanya mengandalkan pakan alami dan dedak. Sedangkan bila diberi pakan

    pelet, maka untuk 100 kg induk memerlukan luas 150-200 meter persegi saja.

    Bentuk kolam sebaiknya persegi panjang dengan dinding bisa ditembok atau

    kolam tanah dengan dilapisi anyaman bambu bagian dalamnya. Pintu pemasukan

    air bisa dengan paralon dan dipasang sarinya, sedangkan untuk pengeluaran air

    sebaiknya berbentuk monik

    2) Kolam pemijahan

    Tempat pemijahan dapat berupa kolam tanah atau bak tembok.

    Ukuran/luas kolam pemijahan tergantung jumlah induk yang dipijahkan dengan

    bentuk kolam empat persegi panjang. Sebagai patokan bahwa untuk 1 ekor induk

    dengan berat 3 kg memerlukan luas kolam sekitar 18 m2 dengan 18 buah

    ijuk/kakaban. Dasar kolam dibuat miring kearah pembuangan, untuk menjamin

    agar dasar kolam dapat dikeringkan. Pintu pemasukan bisa dengan pralon dan

    pengeluarannya bisa juga memakai pralon (kalau ukuran kolam kecil) atau pintu

    monik. Bentuk kolam penetasan pada dasarnya sama dengan kolam pemijahan

    dan seringkali juga untuk penetasan menggunakan kolam pemijahan.

    3) Kolam pendederan

    Bentuk kolam pendederan yang baik adalah segi empat. Untuk kegiatan

    pendederan ini biasanya ada beberapa kolam yaitu pendederan pertama dengan

    luas 25-500 m2 dan pendederan lanjutan 500-1000 m

    2 per petak. Pemasukan air

    bisa dengan pralon dan pengeluaran/ pembuangan dengan pintu berbentuk monik.

    Dasar kolam dibuatkan kemalir (saluran dasar) dan di dekat pintu pengeluaran

    dibuat kubangan. Fungsi kemalir adalah tempat berkumpulnya benih saat panen

    dan kubangan untuk memudahkan penangkapan benih. dasar kolam dibuat miring

    ke arah pembuangan.

  • BAB V

    PEMELIHARAAN

    5.1 Penebaran Benih

    Penebaran larva atau benih dilakukan pagi hari, saat suhu air rendah, yaitu

    antara pukul 06.00 07.00. Tujuannya agar larva atau benih tidak stress akibat

    suhu tinggi. Larva atau benih yang ditebar terlalu siang bisa strees akibat

    kepanasan. Sebelum ditebar ke dalam kolam maka perlu dilakukan aklimatisasi

    yaitu menyamakan suhu kantong dengan suhu kolam. Padat tebar pendederan

    antara 100 200 ekor/m2, agar jumlahnya diketahui, sebelum ditebar larva atau

    benih dihitung terlebih dahulu. Cara menghitungnya harus hati-hati, karena

    kondisi tubuhnya masih lemah dan mudah terluka. Cara menghitung yang paling

    baik dan risikonya paling kecil adalah secara volumetric (Risna, 2011).

    Menurut Anto (2008), cara menghitung benih secara volumetrik : tangkap

    benih dengan sekupnet halus atau ayakan kecil, biarkan selama 10 detik agar

    airnya turun, masukan benih ke dalam gelas minum, mangkuk kecil, atau literan

    sebagai takaran, hitung benih dalam wadah itu; masukan ke wadah lain, takar

    seluruh benih. Untuk menghitung jumlah benih seluruhnya dapat digunakan

    dengan rumus : A = B/C x D

    A = Jumlah benih keseluruhan (ekor)

    B = Jumlah benih dalam takaran kecil (ekor)

    C = Volume gelas (cc)

    D = Volume total (cc)

    Gambar 10. Penebaran dan Penghitungan Benih

  • 5.2 Pakan dan Pemberian Pakan

    Pakan harus mendapat perhatian yang serius karena pakan sangat

    berpengaruh terhadap pertumbuhan berat ikan dan merupakan bagian terbesar dari

    biaya operasional dalam pembesaran ikan patin. Berdasarkan hasil penelitian para

    ahli perikanan, untuk mempercepat pertumbuhan ikan selama pembesaran, setiap

    hari ikan patin perlu diberikan makanan tambahan berupa pelet sebanyak 3 5%.

    dari berat total tubuhnya. Pemberian pakan dilakukan secara bertahap sebanyak

    empat kali yaitu, pagi, siang, sore dan malam hari. Porsi pemberian pakan pada

    malam hari sebaiknya lebih banyak daripada pagi, siang dan sore hari, karena ikan

    patin lebih aktif pada malam hari. Ikan ini cukup responsif terhadap pemberian

    makanan tambahan. Pada pembudidayaan, dalam usia enam bulan ikan patin bisa

    mencapai panjang 35 40 cm (Yanto, 2012).

    Larva ikan patin dapat diberikan pakan berupa nauplius artemia setelah

    berumur 30-35 jam setelah menetas hingga larva berumur 7 hari, frekuensi

    pemberian pakan berupa nauplius artemia sebanyak 5 kali dengan interval waktu

    4 jam sekali. Pada hari kedua dan ketiga sebaiknya frekuensi pemberian pakan

    ditingkatkan menjadi 6 kali dengan interval waktu 4 jam sekali, hal ini

    dikarenakan pada umur tersebut tingkat kanibalisme larva, sedangkan pada hari ke

    4 hingga hari ke 7 frekuensi pemberian pakan kembali diturunkan menjadi 5 kali

    dengan interval waktu 4 jam sekali (Sudiyono, 2010).

    Pada hari ketiga larva mulai diberi makan. Makanan untuk larva yang

    terbaik adalah Artemia. Sehari sebelum saatnya diberikan Artemia harus

    ditetaskan terlebih dahulu dalam bak terpisah. Pemberian pakan dilakukan dengan

    menciduk air yang berisi Anemia dan menumpahkannya ke dalam akuarium.

    Larva akan sangat bergairah melihat makanan yang hidup/bergerak-gerak. Perlu

    dicatat bahwa Artemia adalah hewan air laut. Untuk menjaga agar Artemia tidak

    cepat mati maka air dalam akuarium tersebut juga harus bersifat agak asin. Untuk

    itu bak penampungan sebaiknya diberi garam dapur lebih kurang setengah

    kilogram permeter kubik. Artemia diberikan sampai larva berumur lima hari,

    selanjutnya digantikan kutu air sampai larva berumur 10 hari. Pakan tambahan

    dapat diberikan setelah 4 hari dari penebaran, karena pada awal penebaran, pakan

    alami masih cukup tersedia, sedangkan setelah 4 hari pakan alami (Arnelli, 2010).

  • 5.3 Pengendalian Hama dan Penyakit

    Selama masa pemeliharan setiap pagi harus dilakukan penyiponan yang

    bertujuan untuk membuang feses ikan dan sisa-sisa pakan yang berlebih.

    Penyiponan dilakukan menggunakan selang kecil sebelum pemberian pakan di

    pagi hari, sekitar pukul 6:00 7:00 WIB. Air siponan ditampung dengan

    menggunakan ember, hal ini untuk menampung larva yang mungkin ikut tersipon.

    Perlakuan untuk mengambil larva yang ikut tersipon adalah dengan memutar air

    pada ember agar kotoran mengumpul ditengah dan dapat dengan mudah sipon

    kembali, larva akan berenang melawan arus putaran air sehingga dapat dengan

    mudah diambil dengan menggunakan seser halus (Risna, 2011).

    Penggantian air dilakukan pada hari ke 4 atau ke 5 masa pemeliharaan

    larva atau tergantung kondisi air, selanjutnya dapat dilakukan 2 hari sekali.

    Penggantian air dengan menggunakan selang yang telah diberi pengaman berupa

    jaring halus agar larva tidak ikut tersedot, setelah air berkurang dinding wadah

    bagian samping dan dasar dilap dengan menggunakan kain/spon bersih, setelah

    dirasa cukup bersih baru dilakukan penambahan air media dengan menggunakan

    air bersih yang telah diendapkan terlebih dahulu.Pengontrolan dilakukan setiap

    hari untuk melihat keadaan kolam. Waktunya bisanbersamaan dengan pemberian

    pakan tambahan. Saat pengontrolan keadaannya harus diamati dengan cermat,

    agar setiap kejadian dapat segera ditangani. Bila ada bocoran pada pematang,

    segera diperbaiki agar ketinggian air dapat dipertahankan dan larva atau benih

    tidak terbawa arus air (Harbowo, 2011).

    Pada pembesaran ikan patin di jaring terapung hama yang mungkin

    menyerang antara lain lingsang, kura-kura, biawak, ular air, dan burung. Hama

    serupa juga terdapat pada usaha pembesaran patin sistem hampang (pen) dan

    karamba. Karamba yang ditanam di dasar perairan relatif aman dari serangan

    hama. Pada pembesaran ikan patin di jala apung (sistem sangkar ada hama berupa

    ikan buntal (Tetraodon sp.) yang merusak jala dan memangsa ikan. Hama lain

    berupa ikan liar pemangsa adalah udang, dan seluang (Rasbora). Ikan-ikan kecil

    yang masuk kedalam wadah budidaya akan menjadi pesaing ikan patin dalam hal

    mencari makan dan memperoleh oksigen. Untuk menghindari serangan hama

    pada pembesaran di jala apung (rakit) sebaiknya ditempatkan jauh dari pantai.

  • Biasanya pinggiran waduk atau danau merupakan markas tempat bersarangnya

    hama, karena itu sebaiknya semak belukar yang tumbuh di pinggir dan disekitar

    lokasi dibersihkan secara rutin (Arnelli, 2010).

    Penyakit yang sering menyerang ikan patin terdiri dari dua golongan yaitu

    penyakit infeksi yang timbul karena gangguan organisme patogen dan penyakit

    non infeksi yang timbul karena organisme lain. Penyebab penyakit infeksi adalah

    parasit, bakteri dan jamur yang dapat menular. Sedangkan penyebab penyakit non

    infeksi adalah keracunan dan kekurangan gizi. Parasit dapat dikendalikan dengan

    metil biru atau methilene blue konsentrasi 1% (satu gram metil biru dalam 100 cc

    air). Pengendalian jamur menggunakan malachyt green oxalate sejumlah 2 3 g/m

    air (1 liter) selama 30 menit. Sedangkan Penyakit bakteri dapat dibasmi dengan

    merendam ikan dalam larutan kalium permanganat (PK) 10-20 ppm selama 3060

    menit, Merendam ikan dalam larutan nitrofuran 5- 10 ppm selama 1224 jam atau

    merendam dalam larutan oksitetrasiklin 5 ppm selama 24 jam (Sudiyono, 2010).

    Pengontrolan dan perawatan wadah budi daya perlu diperhatikan secara

    periodik. Setiap kali selesai panen, jaring harus diangkat dan bila ada bagian-

    bagian jaring yang rusak atau sobek, sesegera mungkin diperbaiki atau diganti.

    Apabila hal ini tidak dilakukan maka ikan akan lolos dari jaring atau hama dapat

    masuk ke dalam jaring dan memangsa ikan peliharaan. Pengontrolan serupa juga

    pelu dilakukan untuk peralatan lainnya seperti pelampung, kerangka keramba dan

    tali temali. Kerusakan jaring biasanya lebih banyak disebabkan oleh jasad

    penempel sehingga bila terlihat ada binatang tertentu yang menempel pada jarring

    segera dibuang. Bagian yang berlumut atau tertutup lumpur harus dibersihkan.

    Sampah-sampah yang menempel juga dibersihkan agar tidak mengganggu aliran

    air yang masuk atau keluar (Anto, 2008).

  • BAB VI

    PANEN DAN PASCAPANEN

    6.2 Panen

    Pemanenan benih dilakukan setelah masa pemeliharaan berakhir. Caranya

    adalah dengan mengeringkan air kolam secara perlahan-lahan, yaitu dengan

    membuka papan pintu air. Mula-mula saringan dipasang di depan pintu

    pengeluaran, ambil papan yang paling atas dan biarkan airnya terbuang hingga

    mencapai ketinggian papan di bawahnya. Sambil menunggu air kolam surut,

    benih sedikit demi sedikit ditangkap dengan waring, dimasukan dalam ember,

    kemudian ditampung dalam hapa yang dipasang tidak jauh dari tempat panen.

    Benih yang sudah ditangkap sebaiknya dibiarkan dalam hapa tersebut selama 1

    malam agar kondisinya tubuhnya pulih kembali. Air yang masuk ke kolam

    penyimpanan hapa harus bersih agar tidak mengotori air dalam hapa. Bila kondisi

    kurang aman sebaiknya benih dipindah ke dalam bak atau hapa lainnya yang

    dipasang di tempat yang terjamin keamanannya, misalnya di dalam ruangan

    (indoor hatchery) (Maskuro, dkk., 2012).

    Menurut Anto (2008), berikut disajikan data pertumbuhan benih hasil

    pendederan di kolam dalam setiap minggu. Ukuran benih yang dihasilkan

    tergantung dari kesuburan kolam, dan cara pengelolaan. Namun pada umumnya

    benih yang dihasilkan dari kegiatan pendederan adalah 10 12 cm (berat antara 9

    11 gram).

    Umur (Minggu) Panjang (cm Berat (gram)

    2-3 1-3 0.1-0.5

    3-4 3-5 0.5-2.5

    4-6 5-8 2.5-10

    6-9 8-12 10-20

    9-12 12-20 100-100

    Tabel Tingkat Pertumbuhan Benih

  • Pemanenan adalah saat yang ditunggu pada budi daya ikan patin. Meski

    terlihat sederhana pemanenan juga perlu memperhatikan beberapa aspek agar ikan

    tidak mengalami kerusakan,kematian, cacat saat dipanen. Untuk pemanenan ikan

    di keramba, dilakukan dengan menggunakan serok atau alat tangkap lainnya.

    Penanganan saat pemanenan harus hati-hati dan menghindari adanya luka karena

    dapat menurunkan mutu dan harga jual ikan. Penangkapan langsung

    menggunakan tangan sebaiknya tidak dilakukan karena tangan bisa terluka

    terkena patil atau duri sirip ikan. Untuk menjaga mutu ikan yang dipanen, sehari

    sebelum dipanen biasanya pemberian pakan dihentikan (diberokan). Ikan patin

    yang dipanen dimasukkan dalam wadah yang telah diisi dengan air jernih

    sehingga ikan tetap hidup dan tidak stress (Risna, 2011).

    Pada umumnya panen pada pembesaran ikan patin dapat dilakukan setelah

    6 12 bulan pada saat ikan mencapai ukuran berat satu kilogram. Ikan patin yang

    dipelihara di karamba jaring apung dengan ukuran awal 5 inci membutuhkan

    waktu selama 6 8 bulan untuk mencapai ukuran satu kilogram. Pemanenan

    dilakukan secara selektif karena pertumbuhan ikan tidak seragam. Cara panen

    ikan patin adalah dengan menggunakan serok atau alat tangkap lainnya.

    Penanganan saat pemanenan harus hati-hati dan menghindari adanya luka karena

    dapat menurunkan mutu dan harga jual ikan. Penangkapan langsung

    menggunakan tangan sebaiknya tidak dilakukan karena tangan bisa terluka

    terkena patil atau duri sirip ikan. Untuk menjaga mutu ikan yang dipanen, sehari

    sebelum dipanen pemberian pakan dihentikan (diberokan) (Arnelli, 2010).

    6.2 Pascapanen

    Menurut Yanto (2012), hal-hal yang perlu diperhatikan dalam pananganan

    benih adalah sebagai berikut:

    a. Benih ikan harus dipilih yang sehat yaitu bebas dari penyakit, parasit dan tidak

    cacat. Setelah itu benih ikan baru dimasukkan ke dalam kantong plastik (sistem

    tertutup) atau keramba (sistem terbuka).

  • b. Air yang dipakai media pengangkutan harus benih sehat, bebas hama dan

    penyakit serta bahan organik lainnya, sebagai contoh dapat digunakan air

    sumur yang telah di aerasi.

    c. Sebelum diangkut benih ikan harus diberok (dipuasakan) dahulu selama

    beberapa hari. Gunakan tempat pemberokan berupa bak yang berisi air bersih

    dan dengan aerasi yang baik. Bak pemberokan dapat dibuat dengan ukuran 1 m

    x 1 m atau 2 m x 0,5 m. Dengan ukuran tersebut, bak pemberokan dapat

    menampung benih ikan mas sejumlah 50006000 ekor dengan ukuran 3-5 cm.

    Jumlah benih dalam pemberokan harus disesuaikan dengan ukuran benihnya.

    d. Berdasarkan lama/jarak pengiriman, sistem pengangkutan benih terbagi

    menjadi dua bagian, yaitu:

    1) Sistem Terbuka

    Dilakukan untuk mengangkut benih dalam jarak dekat atau tidak

    memerlukan waktu yang lama. Alat pengangkut berupa bak . Setiap keramba

    dapat diisi air bersih 15 liter dan dapat untuk mengangkut sekitar 5000 ekor benih

    ukuran 3-5 cm.

    Gambar 11. Penampungan atau Pengangkutan Ikan

    2) Sistem Tertutup

    Dilakukan untuk pengangkutan benih jarak jauh yang memerlukan waktu

    lebih dari 4-5 jam, menggunakan kantong plastik. Volume media pengangkutan

    terdiri dari air bersih 5 liter yang diberi buffer Na2(HPO)4 H2O sebanyak 9 gram.

    Cara pengemasan benih ikan yang diangkut dengan kantong plastik: 1) masukkan

    air bersih ke dalam kantong plastik kemudian benih, 3) hilangkan udara dengan

  • menekan kantong plastik ke permukaan air, 3) alirkan oksigen dari tabung

    dialirkan ke kantong plastik sebanyak 2/3 volume keseluruhan rongga (air :

    oksigen = 1 : 2), 4) kantong plastik lalu diikat, 5) kantong plastik dimasukkan ke

    dalam dos dengan posisi membujur atau ditidurkan. Dos yang berukuran panjang

    0,50 m, lebar 0,35 m, dan tinggi 0,50 m dapat diisi 2 buah kantong plastik.

    Gambar 13. Packing

    Gambar 14. Transportasi Ikan

    Menurut Marganof (2005), berapa hal yang perlu diperhatikan setelah

    benih sampai di tempat tujuan adalah sebagai berikut :

    - Siapkan larutan tetrasiklin 25 ppm dalam waskom (1 kapsul tertasiklin dalam 10

    liter air bersih).

  • - Buka kantong plastik, tambahkan air bersih yang berasal dari kolam setempat

    sedikit demi sedikit agar perubahan suhu air dalam kantong plastik terjadi

    perlahan-lahan.

    - Pindahkan benih ikan ke waskom yang berisi larutan tetrasiklin selama 1-2

    menit.

    - Masukan benih ikan ke dalam bak pemberokan. Dalam bak pemberokan benih

    ikan diberi pakan secukupnya. Selain itu, dilakukan pengobatan dengan

    tetrasiklin 25 ppm selama 3 hari berturut-turut..

    - Setelah 1 minggu dikarantina, tebar benih ikan di kolam budidaya. Pengemasan

    benih harus dapat menjamin keselamatan benih selama pengangkutan.

    Menurut Risna (2011), penanganan pascapanen ikan patin dapat juga

    dilakukan dengan cara penanganan ikan hidup maupun ikan segar.

    1) Penanganan ikan hidup

    Hal yang perlu diperhatikan agar ikan tersebut sampai ke konsumen dalam

    keadaan hidup, segar dan sehat antara lain:

    a. Dalam pengangkutan gunakan air yang bersuhu rendah sekitar 20oC.

    b. Waktu pengangkutan hendaknya pada pagi hari atau sore hari.

    c. Jumlah kepadatan ikan dalam alat pengangkutan tidak terlalu padat.

    2) Penanganan ikan segar

    a. Penangkapan harus dilakukan hati-hati agar ikan-ikan tidak luka.

    b. Sebelum dikemas, ikan harus dicuci agar bersih dan lendir.

    c. Wadah pengangkut harus bersih dan tertutup. Untuk pengangkutan jarak dekat

    (2 jam perjalanan), dapat digunakan keranjang yang dilapisi dengan daun

    pisang/plastik. Untuk pengangkutan jarak jauh digunakan kotak dan seng atau

    fiberglass. Kapasitas kotak maksimum 50 kg dengan tinggi kotak maksimum

    50 cm.

    d. Ikan diletakkan di dalam wadah yang diberi es dengan suhu 6-7 derajat C.

    Gunakan es berupa potongan kecil-kecil (es curai) dengan perbandingan

    jumlah es dan ikan=1:1. Dasar kotak dilapisi es setebal 4-5 cm. Kemudian ikan

    disusun di atas lapisan es ini setebal 5-10 cm, lalu disusul lapisan es lagi dan

    seterusnya. Antara ikan dengan dinding kotak diberi es, demikian juga antara

    ikan dengan penutup kotak.

  • BAB VII

    PENUTUP

    7.1 Kesimpulan

    Pendederan ikan patin adalah kegiatan memelihara larva yang berasal dari

    kolam penetasan hingga mencapai benih yang siap dipelihara di tempat

    pembesaran. Benih ini disebut sangkal, yaitu benih yang berukuran 10 12 cm,

    dan memiliki berat rata-rata 10 gram. Kegiatan ini dilakukan di kolam selama 14

    sampai 30 hari. Persiapan kolam pada kegiatan pendederan terdiri dari

    pengeringan, perbaikan pematang, pengolahan tanah dasar, perbaikan kemalir,

    pengapuran, pemupukan, serta pengairan.

    Penebaran larva atau benih dilakukan pagi hari, saat suhu air rendah, yaitu

    antara pukul 06.00 07.00. Tujuannya agar larva atau benih tidak stress akibat

    suhu tinggi. Sebelum ditebar ke dalam kolam maka perlu dilakukan aklimatisasi

    yaitu menyamakan suhu kantong dengan suhu kolam. Padat tebar pendederan

    antara 100200 ekor/m2, agar jumlahnya diketahui, sebelum ditebar larva atau

    benih dihitung terlebih dahulu. Pakan tambahan diberikan setelah 4 hari dari

    penebaran, Pemberiannya dilakukan 2 kali dalam sehari, yaitu pada pukul 09.00

    dan pukul 15.00.

    Selama masa pemeliharan setiap pagi harus dilakukan penyiponan yang

    bertujuan untuk membuang feses ikan dan sisa-sisa pakan yang berlebih.

    Penyiponan dilakukan menggunakan selang kecil sebelum pemberian pakan di

    pagi hari, sekitar pukul 6:00 7:00 WIB. Air siponan ditampung dengan

    menggunakan ember, hal ini untuk menampung larva yang mungkin ikut tersipon.

    Perlakuan untuk mengambil larva yang ikut tersipon adalah dengan memutar air

    pada ember agar kotoran mengumpul ditengah dan dapat dengan mudah sipon

    kembali, larva akan berenang melawan arus putaran air sehingga dapat dengan

    mudah diambil dengan menggunakan seser halus.

    Pemanenan benih dilakukan setelah masa pemeliharaan berakhir. Caranya

    adalah dengan mengeringkan air kolam secara perlahan-lahan, yaitu dengan

    membuka papan pintu air. Benih yang sudah ditangkap sebaiknya dibiarkan dalam

    hapa tersebut selama 1 malam agar kondisinya tubuhnya pulih kembali. Air yang

  • masuk ke kolam penyimpanan hapa harus bersih agar tidak mengotori air dalam

    hapa. Pengangkutan benih dalam jarak dekat atau tidak memerlukan waktu yang

    lama dapat menggunakan keramba.

    Pada pembesaran ikan patin di jaring terapung hama yang mungkin

    menyerang antara lain lingsang, kura-kura, biawak, ular air, dan burung. Hama

    serupa juga terdapat pada usaha pembesaran patin sistem hampang (pen) dan

    karamba. Karamba yang ditanam di dasar perairan relatif aman dari serangan

    hama. Pada pembesaran ikan patin di jala apung (sistem sangkar ada hama berupa

    Ikan buntal (Tetraodon sp.) yang merusak jala dan memangsa ikan. Hama

    lain berupa ikan liar pemangsa adalah udang, dan seluang (Rasbora)

    Penangkapan langsung menggunakan tangan sebaiknya tidak dilakukan

    karena tangan bisa terluka terkena patil atau duri sirip ikan. Untuk menjaga mutu

    ikan yang dipanen, sehari sebelum dipanen biasanya pemberian pakan dihentikan

    (diberokan). Ikan patin yang dipanen dimasukkan dalam wadah yang telah diisi

    dengan air jernih sehingga ikan tetap hidup dan tidak stress.

    Pada umumnya panen pada pembesaran ikan patin dapat dilakukan setelah

    6 12 bulan pada saat ikan mencapai ukuran berat satu kilogram. Ikan patin yang

    dipelihara di karamba jaring apung dengan ukuran awal 5 inci membutuhkan

    waktu selama 6 8 bulan untuk mencapai ukuran satu kilogram. Pemanenan

    dilakukan secara selektif karena pertumbuhan ikan tidak seragam. Cara panen

    ikan patin adalah dengan menggunakan serok atau alat tangkap lainnya.

    7.1 Saran

    Dalam memulai kegiatan pembudidayaan ikan patin sebaiknya mengikuti

    petunjuk atau penuntun yang telah ada sebelumnya agar hasil yang diperoleh lebih

    maksimal dan resiko kegagalan usaha dapat diminimalisir sedini mungkin.

  • DAFTAR PUSTAKA

    Arnelli. 2010. Pemberian pakan ikan Budidaya Air Tawar dan Pengaruhnya

    Terhadap Lingkungan Perairan . Jurnal Kimia Sains. Volume. XIII, nomor

    2. Laborarium Kimia Fisik. Jurusan Kimia Fakultas Mipa. Universitas

    Diponegoro, Semarang.

    Anto, K. 2008. Agribisnis Patin. Fakultas FMIPA. Jurusan Biologi. Universitas

    Brawijaya, Malang.

    Harbowo, D. G. 2011. Pengaruh Limbah Cair Perawatan Candi Borobudur

    Terhadap Fisiologis Ikan Mas (Cyprinus Caprio). Program Studi Jurusan

    Biologi. Sekolah Ilmu dan Teknologi Hayati. Institut Teknologi Bandung,

    Bandung.

    Lina, 2010. Teknik Budidaya Ikan Patin Dalam Skala terkontrol. [DISERTASI]

    Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan. Program Studi Manajemen

    Suberdaya Perairan. Universitas Padjadjaran, Jatinangor.

    Marganof, E. 2005. Pengaruh pembuangan limbah terhadap kualiatas Perairan

    Danau Maninjau. [SKRIPSI] Fakultas FMIPA. Universitas Negeri

    Semarang, Semarang.

    Maskuro, A., Arizal, I. P., Ani, M. A., Corina, O., Nur, I. N. S dan Mega, W.

    2012. Penyesuaian Hewan Poikilotermik terhadap Oksigen Lingkungan.

    Program Studi Pendidikan Biologi Jurusan Pendidikan Mipa. Fakultas

    Keguruan Dan Ilmu Pendidikan. Universitas Muhammadiyah, Jember.

    Risna. 2011. Budidaya Ikan Patin (Pangasius djambal) dengan memperhatikan

    aspek lingkungan dan Ketersediaan Pakan Alami. Fakultas Pertanian,

    jurusan Budidaya Universitas Setia Budi, Jakarta.

    Sudiyono, M. 2010. Sistem Pernafasan Ikan Patin. [MODUL]. Fakultas

    Pertanian. Program studi manajemen Sumberdya Perairan. Universitas

    Sriwijaya, Palembang.

    Yanto, H. 2012. Kinerja MS-222 dan Kepadatan Ikan Botia (Botia macracanthus)

    yang Berbeda Selama Transportasi. Jurnal Penelitian Perikanan. Volume I,

    nomor 1 : 43-51. Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan UNMUH,

    Pontianak.

    Yuliartati, E. Tingkat Serangan Ektoparasit Pada Ikan Patin (Pangasius

    Djambal) Pada Beberapa Pembudidaya Ikan Di Kota Makassar. 2011.

    [SKRIPSI] Fakultas Ilmu Kelautan Dan Perikanan. Program Studi Budidaya

    Perairan. Jurusan Perikanan. Universitas Hasanuddin. Makassar.