budi daya ikan nila keren

3
Awalnya, konsep pengembangan budi daya ikan nila semata-mata hanya terfokus pada cara agar ikan nila bisa diterima masyarakat di negara-negara berkembang dengan tujuan meningkatkan gizi masyarakat bertingkat ekonomi rendah. Kuncinya cukup sederhana, yaitu menyebarluaskan ikan yang cepat berkembang biak dan memiliki harga jual yang murah. Hal ini dapat tercapai dengan mudah karena ikan nila mampu mencapai bobot yang besar dan produktivitasnya pun tinggi. Konsumen ikan menghendaki agar ikan yang dikonsumsi diperoleh dari hasil produksi yang terbebas dari bahan-bahan yang berbahaya. Untuk itu langkah alternativ dalam rangka mencari pengganti hormon sintetik adalah penggunaan dengan senyawa alami. Senyawa bahan alami memiliki kelebihan mudah terurai dalam tubuh, efek samping yang ditimbulkan sedikit, dan menekan biaya operasional. Pemanfaatan senyawa dari bahan alami diharapkan dapat dengan mudah diaplikasikan pada tingkat pembudidayaan ikan agar lebih efektif dan efisien (Wiryowidagdo 2005). Satu hal yang ikut memberi andil cepatnya perkembangan budi daya ikan nila adalah rendahnya biaya produksi, sehingga tidak mengherankan jika keuntungan yang diperoleh juga cukup besar. Hal ini menyebabkan banyak petani ikan bermodal kecil berani memulai usaha budi daya ikan nila secara komersial dan meraih keuntungan tinggi karena harga jualnya yang bersaing dengan harga jual ikan konsumsi jenis lainnya, seperti ikan mas. Sementara itu, faktor yang menjadi kelemahan dalam pengembangan budi daya ikan nila terutama dijumpai dalam pemeliharaan intensif di kajapung karena mahalnya harga pakan buatan dan bahan bakunya harus diimpor. Namun, hal ini masih bisa diantisipasi dengan mengupayakan pembuatan pakan sendiri menggunakan bahan baku lokal, seperti tepung ikan lokal. Konsekuensinya, kandungan protein pakan buatan sendiri tersebut sedikit lebi rendah. Menurut Webster dan Lin (2002), kadar protein yang optimal dalam menunjang pertumbuhan ikan nila berkisar antara 28-40%. Dalam intensifikasi budi daya ikan nila dikenal beberapa subsistem, yakni subsistem pembenihan, subsistem pendederan, subsistem pembesaran, dan subsistem pemasaran. Benih ikan nila yang dipelihara di tempat pembesaran berasal dari pendederan, begitu juga benih yang didederkan merupakan hasil dari pembenihan. Karena itu, setiap orang yang akan membudidayakan ikan nila bisa memilih salah satu subsistem atau semua subsistem. Dalam kegiatan intensifikasi, pemilihan ini tergantung dari kemampuan modal, kondisi geografi lahan dan prasarana yang dimiliki.

Upload: ramanuttuss

Post on 17-Nov-2015

13 views

Category:

Documents


7 download

DESCRIPTION

perikanan

TRANSCRIPT

Awalnya, konsep pengembangan budi daya ikan nila semata-mata hanya terfokus pada cara agar ikan nila bisa diterima masyarakat di negara-negara berkembang dengan tujuan meningkatkan gizi masyarakat bertingkat ekonomi rendah. Kuncinya cukup sederhana, yaitu menyebarluaskan ikan yang cepat berkembang biak dan memiliki harga jual yang murah. Hal ini dapat tercapai dengan mudah karena ikan nila mampu mencapai bobot yang besar dan produktivitasnya pun tinggi. Konsumen ikan menghendaki agar ikan yang dikonsumsi diperoleh dari hasil produksi yang terbebas dari bahan-bahan yang berbahaya. Untuk itu langkah alternativ dalam rangka mencari pengganti hormon sintetik adalah penggunaan dengan senyawa alami. Senyawa bahan alami memiliki kelebihan mudah terurai dalam tubuh, efek samping yang ditimbulkan sedikit, dan menekan biaya operasional. Pemanfaatan senyawa dari bahan alami diharapkan dapat dengan mudah diaplikasikan pada tingkat pembudidayaan ikan agar lebih efektif dan efisien (Wiryowidagdo 2005).Satu hal yang ikut memberi andil cepatnya perkembangan budi daya ikan nila adalah rendahnya biaya produksi, sehingga tidak mengherankan jika keuntungan yang diperoleh juga cukup besar. Hal ini menyebabkan banyak petani ikan bermodal kecil berani memulai usaha budi daya ikan nila secara komersial dan meraih keuntungan tinggi karena harga jualnya yang bersaing dengan harga jual ikan konsumsi jenis lainnya, seperti ikan mas. Sementara itu, faktor yang menjadi kelemahan dalam pengembangan budi daya ikan nila terutama dijumpai dalam pemeliharaan intensif di kajapung karena mahalnya harga pakan buatan dan bahan bakunya harus diimpor. Namun, hal ini masih bisa diantisipasi dengan mengupayakan pembuatan pakan sendiri menggunakan bahan baku lokal, seperti tepung ikan lokal. Konsekuensinya, kandungan protein pakan buatan sendiri tersebut sedikit lebi rendah. Menurut Webster dan Lin (2002), kadar protein yang optimal dalam menunjang pertumbuhan ikan nila berkisar antara 28-40%.Dalam intensifikasi budi daya ikan nila dikenal beberapa subsistem, yakni subsistem pembenihan, subsistem pendederan, subsistem pembesaran, dan subsistem pemasaran. Benih ikan nila yang dipelihara di tempat pembesaran berasal dari pendederan, begitu juga benih yang didederkan merupakan hasil dari pembenihan. Karena itu, setiap orang yang akan membudidayakan ikan nila bisa memilih salah satu subsistem atau semua subsistem. Dalam kegiatan intensifikasi, pemilihan ini tergantung dari kemampuan modal, kondisi geografi lahan dan prasarana yang dimiliki.Pemilihan lokasi usaha harus mempertimbangkan beberapa aspek, seperti aspek teknis, sosial, ekonomi, dan pasar sehingga selama proses budi daya tidak akan ditemui kendala yang akan menghambat usaha tersebut. Lahan budi daya ikan nila untuk pendederan berupa kolam dan jaring. Sementara itu, kegiatan pembesaran dilakukan di kolam, kantung jaring apung (kajapung), tambak air payau, dan kolam air deras.Subsistem pembenihan meliputi kegiatan pemeliharaan innduk, pemijahan, penetasan telur, perawatan larva, hingga benih ikan nila mencapai ukuran 1-3 cm. pembenihan bisa dilakukan di kolam yang dasarnya terbuat dari tanah dan pematangannya dari tembok. Bisa juga dilakukan di kolam yang dasar dan pematangannya terbuat dari tanah. Benih ikan nila merah jantan pada umumnya dapat diproduksi secara komersial dengan teknik pengalihan kelamin (sex reversal) menggunakan hormon metilteststeron (Adel et al.,2006)Kegiatan di sebsistem pendederan meliputi pemeliharaan benih ikan nila yang berukuran 1-3 cm dan berasal dari kegiatan pembenihan. Benih tersebut dipelihara hingga mencapai ukuran 3-5 cm atau 5-8 cm per ekor. Pendederan bisa dilakukan di kolam yang dasarnya terbuat dari tanah dan pematangnya terbuat dari tembok atau di kolam yang dasar dan pematangnya dari tanah.Pelaku usaha subsistem pembesaran biasanya mengawali usaha dari pemeliharaan benih ikan nila erukuran 5-8 cm hiingga mencapai uuran konsumsi (berat minimum 200 gram / ekor dan panjang minimum 12 cm). Lokasi pembesaran secara intensif bisa dilakukan di dua tempat, yakni di jaring apung dan di kolam air deras. Pemeliharaan di kolam biasa atau tambak air payau umumnya bersifat tradisional dan semi-intensif.Pasar merupakan tujuan akhir dari budi daya ikan nila secara intensif. Kegiatan pemasaran dimulai oleh kegiatan pemasaran hasil pembenihan, pemasaran hasil pendederan, dan pemasaran hasil pembesaran. Pemasaran hasil pembenihan dan pendederan biasanya hanya terjadi di kalangan petani pembudidaya di lingkungan usaha pemeliharaan. Kalaupun ada yang dijual ke pasar, biasanya hanya terjadi di pasar khusus, yakni pasar ikan budi daya. Hasil kegiatan pembesaran, selain bisa dikirim langsung ke konsumen, bisa dijual ke pasar khusus, yakni pasar ikan konsumsi atau pasar umum yang hasilnya langsung dibeli oleh konsumen akhir.

Daftar PustakaWebster, C.D and C. Lim. 2002. Nutrien Requirement and Feeding of Finfish for Aquaculture. Aquaculture Research Center. Kentucky State UniversityAdel, ME Shalaby, A. Ashraf, Ramadan and Yassir AE Khattab. 2006. Sex-Reversal of Nile Tilapia Fry Using Different Doses of 17a-Methyl Testosterone at Different Dietary Protein Levels. Central Laboratory for Aquaculture Research Abbassa, Abo-Hammad. Sharkia Governorate Egypt.Wiryowidagdo, S, 2005. Khasiat dan Keamanan Obat Alami (Makalah Seminar). Seminar Obat Alami VS Obat Sintetik: Sudah aman dan efektifkah obat yang kita konsumsi. FMIPA. Universitas Indonesia Depok.