budaya politik di indonesia

26
1 BAB I BUDAYA POLITIK DI INDONESIA Standar Kompetensi Menganalisis budaya politik di Indonesia Kompetensi Dasar 1. Mendeskripsikan pengertian budaya politik 2. Menganalisis tipe-tipe budaya politik yang berkembang dalam masyarakat Indonesia. 3. Mendeskripsikan pengertian pentingnya sosialisasi pengembangan budaya politik. 4. Menampilkan peran serta budaya politik partisipan. A. Pengertian Budaya Politik Definisi Budaya Politik a. Budaya Politik adalah aspek politik dari nilai-nilai yang terdiri atas pengetahuan, adat-istiadat, tahayul, dan mitos. Kesemuanya dikenal dan diakui oleh sebagaian besar masyarakat. Budaya politik tersebut memberikan alasan rasional untuk menolak atau menerima nilai-nilai dan norma lain. b. Menurut Rusadi Samintapura Budaya politik diartikan sebagai pola tingkah-laku individu dan orientasinya terhadap kehidupan politik yang dihayati oleh anggota dalam satu sistem politik. c. Menurut Almond and Verba Budaya politik adalah sikap individu terhadap sistem politik dan komponen-komponennya, juga sikap individu

Upload: stefi-yunia-suwarlan

Post on 27-Jun-2015

3.724 views

Category:

Documents


16 download

TRANSCRIPT

Page 1: Budaya Politik Di Indonesia

1

BAB I

BUDAYA POLITIK DI INDONESIA

Standar Kompetensi

Menganalisis budaya politik di Indonesia

Kompetensi Dasar

1. Mendeskripsikan pengertian budaya politik

2. Menganalisis tipe-tipe budaya politik yang berkembang dalam masyarakat

Indonesia.

3. Mendeskripsikan pengertian pentingnya sosialisasi pengembangan budaya politik.

4. Menampilkan peran serta budaya politik partisipan.

A. Pengertian Budaya Politik

Definisi Budaya Politik

a. Budaya Politik adalah aspek politik dari nilai-nilai yang terdiri atas

pengetahuan, adat-istiadat, tahayul, dan mitos. Kesemuanya dikenal dan diakui

oleh sebagaian besar masyarakat. Budaya politik tersebut memberikan alasan

rasional untuk menolak atau menerima nilai-nilai dan norma lain.

b. Menurut Rusadi Samintapura

Budaya politik diartikan sebagai pola tingkah-laku individu dan orientasinya

terhadap kehidupan politik yang dihayati oleh anggota dalam satu sistem politik.

c. Menurut Almond and Verba

Budaya politik adalah sikap individu terhadap sistem politik dan komponen-

komponennya, juga sikap individu terhadap peranan yang dapat dimainkan

dalam sebuah sistem politik.

Ciri-ciri Budaya Politik

Budaya politik merupakan bagian dari kebudayaan masyarakat dengan ciri-ciri yang

lebih khas, yaitu sebagai berikut,

a. budaya politik menyangkut masalah legitimasi;

b. pengaturan kekuasaan;

c. proses pembuatan kebijakan pemerintah;

d. kegiatan partai-partai politik;

e. perilaku aparat negara;

f. gejolak masyarakat terhadap kekuasaan yang memerintah;

Page 2: Budaya Politik Di Indonesia

2

g. kegiatan politik, juga memasuki dunia keagamaan, kegiatan ekonomi dan sosial,

serta kehidupan pribadi dan sosial secara luar; dan

h. budaya politik menyangkut pola pengalokasikan sumber-sumber masyarakat.

B. Tipe Budaya Politik yang Berkembang di Indonesia

1. Tipe Budaya Politik

Budaya politik sangat luas lingkupnya, terutama bila sub-kultur juga dibahas.

Namun demikian, budaya politik dapat diklasifikasikan sebagai berikut :

a. Budaya Politik Parokial

Budaya politik parokial berarti terbatas pada wilayah atau lingkup yang kecil

dan sempit, misalnya yang bersifat provinsial.

Ciri-ciri:

1) Budaya politik ini berkembang dalam masyarakat tradisional dan

sederhana, di mana spesialisasi sangat kecil.

2) Para pelaku politik sering melakukan peranannya dengan serempak

meliputi bidang ekonomi, keagamaan, dan lain-lain.

3) Dalam masyarakat yang bersifat parochial ini, karena terbatasnya

diferensiasi, tidak terdapat peranan politik yang bersifat khas dan berdiri

sendiri.

4) Pada kebudayaan seperti ini, anggota masyarakat cenderung tidak

menaruh minat terhadap objek-objek politik yang luas, kecuali dalam

batas tertentu, yaitu terhadap tempat di mana ia terikat secara sempit.

5) Yang tampak menonjol dalam budayua politik parochial ialah adanya

kesadaran anggota masyarakat akan adanya pusat kewenangan atau

kekuasaan politik dalam masyarakatnya.

b. Budaya Politik Kaula

Yaitu di mana anggota masyarakat mempunyai minat, perhatian, mungkin

pula kesadaran terhadap sistem sebagai keseluruhan, terutama terhadap segi

output-nya. Budaya ini ditandai:

1) Perhatian (yang frekuensinya sangat rendah) atau aspek input serta

kesadarannya sebagai aktor politik, boleh dikatakan nol.

2) Orientasi mereka yang nyata terhadap objek politik dapat terlihat dari

pernyataannya, baik berupa kebanggaan, ungkapan sikap mendukung,

maupun sikap permusuhan terhadap sistem, terutama terhadap aspek

ouput-nya.

3) Posisinya sebagai kaula, pada pokoknya dapat dikatakan posisi yang

pasif.

Page 3: Budaya Politik Di Indonesia

3

4) Mereka menganggap dirinya tidak berdaya untuk memengaruhi atau

mengubah sistem dan oleh karena itu, menyerah pada segala kebijakan

dan keputusan para pemegang jabatan dalam masyarakatnya.

5) Segala keputusan (dalam arti puput) yang diambil oleh pemeran politik

(dalam arti pamangku jabatan politik) dianggap sebagai sesuatu yang

dapat diubah, dikoreksi, apalagi ditentang.

2. Budaya Politik Partisipan yang Ditandai oleh Adanya Perilaku yang

Berbeda dengan Perilaku sebagai “Kaula”

a. Seseorang menganggap dirinya ataupun orang lain sebagai anggota aktif

dalam kehidupan politik,

b. Seseorang dengan sendirinya menyadari setiap hak dan tanggung jawabnya

(kewajibannya), dapat pula merealisasi dan mempergunakan hak, serta

menanggung kewajibannya.

c. Tidak diharapkan seseorang menerima begitu saja keadaan, berdisiplin-mati,

tunduk (taklid) terhadap keadaan , tidak lain karena ia merupakan salah satu

mata rantai aktif proses politik.

d. Dengan demikian, seseorang dalam budaya politik partisipan dapat menilai

dengan penuh kesadaran, baik sistem sebagai totalitas, input, dan output,

maupun posisi dirinya sendiri.

e. Oleh karena tercakupnya aliran input dan aliran ouput, ia sendiri terlibat dalam

proses politik sistem politik tertentu, betapa pun kecilnya.

f. Karena itu, jika ada penerimaan terhadap sisterm politik, penerimaan itu harus

dinilai seperti yang sebenarnya, dan demikian pula sebaliknya.

3. Budaya Politik yang Berkembang di Indonesia

a. Beberapa variabel untuk menentukan Budaya Politik yang berkembang

di Indonesia

Gambaran sementara tentang budaya politik Indonesia, yang tentunya harus

ditelaah dan dibuktikan lebih lanjut adalah pengamatan tentang variabel

sebagai berikut,

1) Konfigurasi sub-kultur di Indonesia masih beraneka ragam, walaupun

tidak sekompleks yang dihadapi oleh India misalnya, yang menghadapi

masalah perbedaan bahasa, agama, kelas, dan kasta yang semuanya relatif

masih rawan atau rentan.

2) Budaya politik Indonesia yang bersifat parochial-kaula di satu pihak dan

budaya politik partisipan di lain pihak; di satu segi massa masih tertinggal

dalam mempergunakan hak dan dalam memikul tanggung jawab

Page 4: Budaya Politik Di Indonesia

4

politiknya yang mungkin disebabkan oleh isolasi dari kebudayaan luar,

pengaruh penjajahan, feodalisme, bapakisme, dan ikatan primordial,

sedang di lain pihak kaum elitnya sungguh-sungguh merupakan partisipan

yang aktif yang kira-kira disebabkan oleh pengaruh pendidikan modern

(Barat) yang kadang-kadang bersifat sekuler dalam arti relatif dapat

membedakan factor-faktor penyebab disintegrasi seperti agama, kesukuan,

dan lain-lain.

3) Sifat ikatan primordial yang masih kuat berakar, yang dikenal melalui

indikatornya berupa sentiment

4) Kecenderungan budaya politik Indonesia yang masih mengukuhi sikap

paternalisme dan sifat patrimonial. Sebagai indikatornya, dapat disebutkan

antara lain bapakisme atau sikap asal bapak senang.

5) Dilema interaksi tentang introduksi modernisasi (dengan segala

konsekuensinya) dengan pola-pola yang telah lama berakar sebagai tradisi

dalam masyarakat.

b. Budaya Politik Indonesia

1) Masyarakat Bersifat Hierarki

Sebenarnya, sangat sulit untuk melakukan identifikasi budaya politik

Indonesia karena atributnya tidak jelas. Akan tetapi, satu hal yang

barangkali dapat dijadikan titik tolakuntuk membicarakan masalah ini

adalah adanya sebuah pola budaya yang dominant, yang berasal dari

kelompok etnis yang dominant pula, yaitu kelompok etnis Jawa. Etnis ini

sangat mewarnai sikap, perilaku, dan orientasi politik di kalangan elite

politik di Indonesia.

Masyarakat Jawa dan sebagaian besar masyarakat lain di Indonesia,

pada dasarnya bersifat hierarkis. Ada pemilahan yang tegas antara mereka

yang memegang kekuasaan, yang juga disebut sebagai kalangan priyayi ,

dan rakyat kebanyakan. Hal itu diperlihatkan dengan cara berekspresi

yang diwujudkan lewat bahasa. Bahasa Jawa sendiri terdiri dari beberapa

tingkatan, mulai kromo inggil, kromo madya, sampai ngoko. Atau, yang

halus, setengah halus dan kasar. Kalangan rakyat kebanyakan harus

membahasakan atau mengekspesikan dirinya dalam bahasa yang halus

kepada kalangan pemegang kekuasaan.

Sebaliknya, kalangan pemegang kekuasaan dapat menggunakan

bahasa yang kasar kepada rakyat kebanyakan. Pemilahan antara penguasa

Page 5: Budaya Politik Di Indonesia

5

dan rakyat menjadi tegas, yang kemudian diungkapkan dengan istilah

wong gedhe dan wong cilik.

Implikasi dari pola pemilihan seperti ini antara lain,

a) Kalangan birokrat seringkali menampakan diri dengan ungkapan

sebagai pamong praja yang melindungi rakyat, sebagai pamong atau

guru / pendidikan bagi rakyatnya.

b) Kalangan penguasa harus menampakkan diri sebagai kelompok yang

pemurah, baik hati, dan pelindungan bagi seluruh rakyatnya.

c) Akan tetapi sebaliknya, kalangan penguasa memiliki persepsi yang

merendahkan rakyatnya. Karena para pamong sudah sangat baik,

pemurah dan pelindungan, maka sudah seharusnya rakyat patuh,

tunduk, setia, dan taat kepada penguasa Negara.

d) Pembangunan yang dijalankan selama ini bukan dilakukan oleh rakyat,

tetapi oleh pemerintah sebagai perwujudan dari kebaikan hati kalangan

pengusaan.

e) Oleh karena itu, tidak pada tempatnya rakyat tidak patuh, tidak tunduk,

dan tidak setia, apalagi memprotes kegiatan pemerintah.

f) Pemerintah adalah yang paling tahu. Sementara, rakyat tidak tahu apa-

apa. Oleh karena itu, mereka harus ditatar melalui berbagai penataran.

2) Kecenderungan Patronage

Salah satu budaya politik yang menonjol di Indonesia adalah

kecenderungan pembentukan pola hubungan patronage, baik di kalangan

penguasa maupun masyarakat yang didasarkan atau patronage. Atau oleh

James Scott, disebut sebagai pola hubungan patro-client (pelindung-klien).

3) Kecenderungan Neon-Patrimonialistik

Salah satu kecenderungan yang dapat kita amati dalam perpolitikan

Indonesia adalah kecenderungan akan munculnya budaya politik yang

bersifat non-patrimonialistik.

Harold Crouch (1979) telah mengungkapkannya beberapa waktu

yang lalu. Hal yang dikemukakan Crouch masih relevan untuk konteks

kehidupan politik Indonesia sekarang ini.

Dinyatakan pula oleh Weber, bahwa negara patrimonialistik juga

memiliki sejumlah karakteristik yang mencolok:

a) kecenderungan untuk mempertukarkan sumber daya yang dimiliki

seorang penguasa kepada teman-temannya,

Page 6: Budaya Politik Di Indonesia

6

b) kebijaksanaan seringkali lebih bersifat partikularistik daripada bersifat

unversalistik,

c) rule of law merupakan sesuatu yang sifatnya sekunder bila

dibandingkan dengan kekuasaan dari seorang penguasa ( rule of man),

d) kalangan penguasa politik seringkali mengaburkan antara mana yang

menyangkut kepentingan umum dan mana yang menyangkut

kepentingan publik.

4) Sosialisasi Politik yang Tidak Memunculkan Civil Society

Ada dua alasan utama mengapa pendidikan politik di Indonesia tidak

memberi peluang yang cukup untuk memunculkan civil society.

a) Dalam masyarakat kita, anak-anak tidak dididik untuk menjadi insane

yang mandiri. Hal ini disebabkan :

(1) Sejumlah keputusan penting dalam keluarga, termasuk

keputusan tentang nasib si anak, merupakan dominant orang

dewasa;

(2) Anak-anak tidak dilibatkan sama sekali dalam proses

pengambilan keputusan dalam keluarga. Misalnya, keputusan

anak untuk memasuki sekolah atau universitas banyak

ditentukan oleh orang tua atau orang dewasa dalam keluarga.

Demikian juga keputusan tentang siapa yang menjadi pilihan

jodoh si anak. Akibatnya, anak akan tetap bergantung kepada

orang tua.

b) Tingkat partisipasi politik sebagaian besar masyarakat kita sangat

rendah. Kalangan keluarga miskin, petani, buruh, dan lain sebagainya,

tidak memiliki kesadaran politik yang tinggi karena mereka lebih

terpaku pada kehidupan ekonomi daripada memikirkan segala sesuatu

yang bermakna politik. Oleh karena itu, wacana tentang kebijakan

pemerintah menyangkut masalah-masalah penting bagfi masyarakat

menjadi tidak penting bagi mereka ada hal lain yang lebih penting,

yaitu pemenuhan kebutuhan dasar tadi.

c) Setiap individu yang berhubungan secara langsung dengan Negara

tidak mempunyai alternatif lain kecuali mengiukuti kehendak Negara,

termasuk dalam hal pendidikan politik.

Jika kita amati, pendidikan politik di Indonesia lebih merupakan

sebuah proses penanaman nilai-nilai dan kenyakinan yang diyakini

oleh penguasa Negara. Hal itu terlihat dengan jelas, bahwa setiap

individu wajib mengikuti politik melalui program P-4.

Page 7: Budaya Politik Di Indonesia

7

C. Pentingnya Sosialisasi Politik dalam Pengembangan Budaya Politik

1. Pengertian Sosialisasi Politik

a. Sosialisasi politik adalah bagian dari proses sosialisasi yang khusus

membentuk nilai-nilai politik, yang menunjukkan bagaimana seharusnya

masing-masing anggota masyarakat berpartisipasi dalam sistem politiknya.

Kebanyakan anak-anak, sejak masa kanak-kanak, belajar memahami sikap-

sikap dan harapan-harapan yang hidup dalam masyarakat .

b. Sosialisasi politik yaitu proses penerusan atau pewarisan nilai dari satu

generasi ke generasi berikutnya.

c. Profesor Almond menjelaskan , proses sosialisasi yaitu proses “pengajaran”

nilai-nilai masyarakat. Dalam hal ini, nilai-nilai dan kebudayaan politik

kepada warga Negara.

2. Metode Sosialisasi Politik

Metode sosialisasi dapat berupa pendidikan politik dan indoktrinasi politik.

a. Pendidikan politik dilakukan melalui suatu proses dialog sehingga

masyarakat memperoleh nilai, norma, dan simbol politik. Pada umumnya,

metode ini digunakan oleh negara-negara demokrasi.

b. Proses Indoktrinasi Politik ialah proses sepihak ketika pengusa memobilisasi

dan memanipulasi warga masyarakat untuk menerima nila-nilai, norma, dan

symbol yang dianggap oleh pihak yang berkuasa ideal dan baik. Negara fasis

dan Negara komunis pada umumnya menggunakan cara-cara seperti ini.

3. Sarana Sosial Politik

a. Keluarga

Peranan keluarga dalam proses sosialisasi politik antara lain,

1) Pembuatan keputusan dalam keluarga yang dapat meningkatkan perasaan

kompetensi politik si anak.

2) Keluarga memberi si anak kecakapan-kecakapan untuk melakukan

interaksi politik, serta membuatnya lebih mungkin berpartisipasi dengan

aktif dalam system politik sesudah menjadi dewasa.

3) Keluarga dapat memperkuat niali-nilai dan prestasi kultural

dalam pendidikan si anak.

4) Kemampuan keluarga mengarahkan aspirasi-aspirasi pekerjaan dan

ekonomi si anak.

5) Dalam keluarga diajarkan bagaimana menghargai otoritas ayah dan ibu

serta orang yang lebih tua.

Page 8: Budaya Politik Di Indonesia

8

b. Kelompok Pergaulan

Meskipun sekolah dan keluarga merupakan sarana yang peling

jelas terlibat dalam proses sosialisasi, ada juga beberapa unit sosial lain yang

bias membentuk sikap-sikap politik seseorang. Salah satunya adalah

kelompok pergaulan , termasuk kelompok bermain di masa kanak-kanan,

kelompok persahabatan, kelompok kerja yang kecil, di mana setiap anggota

mempunyai kedudukan yang relatif sama dan saling memiliki ikatan-ikatan

yang erat.

1) Setiap individu dalam kelompok itu menyesuaikan pendapatnya dengan

teman-temannya mungkin karena ia menyukai atau menghormati

mereka, atau mungkin karena ia ingin sama dengan mereka.

2) Jadi kelompok pergaulan itu mensosialisasi anggota-anggota dengan

cara mendorong atau mendesak mereka untuk menyesuaikan diri

terhadap sikap-sikap atau tingkah laku yang dianut oleh kelompok itu.

3) Seseorang mungkin menjadi tertarik pada politik atau muali mengikuti

peristiwa-peristiwa politik teman-temannya berbuat serupa.

4) Seorang anak lulusan sekolah menengah mungkin memilih masuk ke

suatu perguruan tinggi karena pelajar-pelajar lain berbuat serupa

5) Dalam hal-hal ini, individu tersebut mengubah kepentingan dan tingkah-

lakunya agar sesuai dengan kelompoknya sebagai usaha agar ia tetap

diterima oleh anggota-anggota kelompok itu.

c. Sekolah

Peranan sekolah dalam sosialisasi politik antara lain,

1) Sekolah dapat memegang peran penting dalam pembentukan sikap-sikap

terhadap “aturan permainan politik” (rule of the political game) yang tak

tertulis, seperti sekolah-sekolah negeri di Inggris yang secara tradisional

menanamkan nilai-nilai kewajiban warga negara, hubungan politik

informal, dan integritas politik.

2) Sekolah dapat mempertebal kesetiaan terhadap system politik dan

memberikan simbol-simbol umum untuk menunjukkan tanggapan yang

ekspesif terhadap sistem ini, seperti bendera nasional, dan ikrar kesetiaan

“padamu negeri”.

3) Pengajaran sejarah nasional juga berfungsi memperkuat kesetiaan

pada sistem politik.

4) Sekolah memberi pengetahuan kepada kaum muda tentang dunia politik

dan peranan mereka di dalamnya.

Page 9: Budaya Politik Di Indonesia

9

5) Sekolah memberikan pandangan yang lebih konkrit tentang

lembaga-lembaga politik dan hubungan-hubungan politik.

6) Sekolah juga merupakan “saluran pewarisan” nilai-nilai dan sikap-sikap

masyarakatnya.

d. Pekerjaan

Pekerjaan dan organisasi-organisasi formal maupun informal yang dibentuk

berdasar lingkungan pekerjaan itu, seperti serikat buruh, klub sosial, dan lain

sebagainya merupakan saluran komunikasi informasi dan keyakinan yang

jelas. Peranan pekerjaan dalam sosialisasi politik antara lain,

1) buruh yang berdemontrasi dapat mengetahui bahwa ia dapat memengaruhi

bentuk keputusan yang akan memengaruhi masa depannya yang sedang

dibuat,

2) berpartisipasi dalam suatu tawar-menawar kolektif atau dalam

suatu demonstasi dapat menjadi pengalaman sosialisasi yang berkenaan

mendalam, baik bagi pihak buruh maupun pihak majikan.

3) Buruh dapat memperoleh pengetahuan tentang kecakapan-kecakapan

bertindak tertentu, seperti berdemonstrasi dan mogok, yang bias berguna

kalau ia berpartisipasi lagi dalam bentuk-bentuk kegiatan politik lain.

e. Media Massa

Disamping memberikan informasi tentang peristiwa-peristiwa politik, media

massa juga dapat menyampaikan , langsung maupun tidak , nilai-nilai utama

yang dianut oleh masyarakatnya. Beberapa simbol tertentu disampaikan

dalam suatu konteks emosional dan peristiwa-peristiwa yang digambarkan di

sekitar symbol itu mengambil warna yang emosional. Karena itu, sstem

media massa yang terkendali merupakan sarana yang kuat dalam membentuk

kenyakinan-kenyakinan politik.

4. Peranan Partai Politik dalam Sosialisasi Budaya Politik

a. Pengertian Partai Politik

1) Menurut Carl Frederich, partai politik adalah kelompok manusia yang

terorganisasi secara stabil dengan tujuan untuk merebut atau

mempertahankan kekuasaan dalam pemerintahan bagi pemimpin partainya

dan berdasarkan kekuasaan itu akan memberikan kegunaan materiil dan

idiil kepada anggotanya.

2) Menurut UU No. 31 Tahun 2002, partai politik adalah organisasi politik

yang dibentuk leh sekelompok warga Negara Republik Indonesia dan

Page 10: Budaya Politik Di Indonesia

10

cita-cita untuk memperjuangkan kepentingan anggota, masyarakat, bangsa,

dan Negara melalui pemilihan umum.

3) Masih banyak yang memberikan definisi mengenai partai politik, tetapi

kita dapat menyimpulkan bahwa partai politik merupakan kelompok yang

terorganisasi secara rapi dan stabil yang mempersatukan motivasi oleh

ideologi tertentu serta berusaha mencari dan mempertahankan kekuasaan

dalam pemerintahan melalui pemilu.

b. Macam-macam Partai Politik

Dilihat dari sudut organisasi, partai dapat dibedakan atas,

1) Partai Kader, disebut juga partai elite atau tradisional yang dapat

dibedakan menjadi tipe Eropa dan Amerika. Tipe bertujuan untuk

mendapatkan anggota yang sebanyak mungkin, tetapi mereka lebih

menekankan pada dukungan dari orang-orang terkemuka, lebih

memperhatikan kualitas daripada kuantitas.

2) Partai Massa, teknik mengorganisasi partai dilakukan oleh gerakan

sosialis, yang kemudian diambil alih oleh partai komunis dan banyak

digunakan di Negara-negara berkembang. Partai ini dapat dibedakan

dengan tipe sosialis, yang berorientasi kepada kaum buruh. Tipe partai

komunis, diorganisasi secara otoriter dan terpusat, lebih menggambarkan

sentralisasi daripada demokrasi. Tipe partai fasis, menggunakan teknik

militer untuk mengorganisasi politik massa.

3) Tipe Partai Tengah, yaitu partai yang menggunakan organisasi massa

sebagai alat dukungan partai.

c. Sistem Kepartaian

Sistem partai di negara manapun dalam suatu jangka waktu tertentu

memiliki persamaan-persamaan dan perbedaan-perbedaan sistem, yaitu

sebagai berikut,

1) Sistem Partai Pluralistis

Dalam sistem partai pluralistis, setidaknya dua partai dalam negara.

Apabila ada suatu partai sebelumnya sudah berkuasa maka ia langsung

menjadi “sistem partai dominan”.

Dalam sistem pluralis, perbedaan dasar terlihat antara sistem dua partai

dan multipartai.

2) Sistem Partai Dominan

Sistem satu pantai diciptakan oleh Teori Fasisme pada tahun 1930-an

dengan istilah “sistem partai dominan”. Sistem partai ini merupakan tipe

Page 11: Budaya Politik Di Indonesia

11

tengah dari sistem dua partai dan pluralis. Pada sistem dominan

terdapat dua karakteristik , yaitu suatu partai harus mengungguli rival-

rivalnya dalam jangka waktu yang cukup panjang dan partai itu harus

dapat mengidentifikasikan dirinya dengan bangsa secara keseluruhan

melalui doktrin-doktrinnya, ide, dan gaya partai sejalan dengan gaya-

gaya pada massanya. Hampir tidak ada oposisi dalam sistem partai

dominan, seperti afrika, tetapi di India peranan oposisi sangat kecil.

d. Syarat-syarat Pendirian Partai Politik

Partai politik harus didaftarkan pada Departemen Kehakiman dengan

syarat :

1) Memiliki akta notaris pendirian partai politik yang sesuai dengan

Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 dan

peraturan perundang-undangan lainnya.

2) Mempunyai kepengurusan sekurang-kurangnya 50% (lima puluh persen)

dari jumlah provinsi, 50% (lima puluh persen) dari jumlah kabupaten/

kota pada setiap provinsi yang bersangkutan, dan 25 % (dua puluh lima

persen) dari jumlah kecamatan pada setiap kabupaten/ kota yang

bersangkutan.

3) Memiliki nama, lambing, dan tanda gambar yang tidak mempunyai

persamaan pada pokoknya atau keseluruhannya dengan nama, lambing,

dan tanda gambar partai politik lain.

4) Memiliki kantor tetap.

e. Tujuan Partai Politik

1) Tujuan umum partai politik antara lain:

a) Mewujudkan cita-cita nasional nasional bangsa Indonesia sebagaimana

dimaksud dalam Pembukaan Undang-Undang Dasar Negara Republik

Indonesia Tahun 1945.

b) Mengembangkan kehidupan demokrasi berdasarkan Pancasila dengan

menjunjung tinggi kedaulatan rakyat dalam Negara Kesatuan Republik

Indonesia.

c) Mewujudkan kesejahteraan bagi seluruh rakyat Indonesia.

2) Tujuan khusus partai politik adalah partai politik adalah memperjuangkan

cita-citanya dalam kehidupan bermasyarakat, berbangsa , dan bernegara.

Page 12: Budaya Politik Di Indonesia

12

f. Asas dan Ciri Partai Politik

1) Asas partai politik tidak boleh bertentangan dengan Pancasila dan

Undang-Undang dasar Negara Republik Indnesia Tahun 1945

2) Setiap partai politik dapat mencantumkan ciri tertentu sesuai dengan

kehendak dan cita-citanya yang tidak bertentangan dengan Pancasila,

Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945, dan

Undang-undang.

g. Fungsi Partai Politik

Partai Politik berfungsi sebagai sarana :

1) pendidikan politik bagi anggotanya dan masyarakat luas agar menjadi

warga Negara Republik Indonesia yang sadar akan hak dan kewajibannya

dalam kehidupan bermasyarakat, berbangsa, dan bernegara;

2) penciptaan iklan yang konsif dan program konkrit serta sebagai pelekat

persatuan dan kesatuan bangsa untuk menyejahterakan masyarakat;

3) penyerap, penghimpun, dan penyalur aspirasi politik masyarakat secara

konstitusional dalam merumuskan dan menetapkan kebijakan negara;

4) partisipasi politik warga negara dan rekrutmen politik dalam proses

pengisian jabatan politik melalui mekanisme demokrasi dengan

memerhatikan kesetaraan gender.

h. Hak Partai Politik

Partai politik berhak:

1) memperoleh perlakuan yang sama, sederajat, dan adil dari negara:

2) mengatur dan mengurus rumah tangga organisasi secara mandiri;

3) memperoleh hak cipta atas nama lambing dan tanda gambar

partainya dari Departemen Kehakiman sesuai dengan peraturan perudang-

undangan;

4) ikut serta dalam pemilihan umum sesuai dengan ketentuan Undang-

undang Pemilihan Umum;

5) mengajukan calon untuk mengisi keanggotaan di lembaga perwakilan

rakyat;

6) mengusulkan penggantian antarwaktu anggotanya di lembaga perwakilan

rakyat sesuai dengan peraturan perundang-undangan;

7) mengusulkan pemberhentian anggotanya di lembaga perwakilan rakyat

sesuai dengan peraturan perundang-undangan dan mengusulkan pasangan

calon presiden dan wakil presiden sesuai dengan peraturan perudang-

undangan.

Page 13: Budaya Politik Di Indonesia

13

i. Kewajiban Partai Politik

1) mengamalkan Pancasila, melaksanakan Undang-Undang Dasar Negara

Republik Indonesia Tahun 1945, dan peraturan perudang-undangan

lainnya;

2) memelihara dan mempertahankan keutuhan Negara Kesatuan Republik

Indonesia;

3) berpartisipasi dalam pembangunan nasional;

4) menjujung tinggi supremasi hokum, demokrasi, dan hak asasi manusia;

5) mealkukan pendidikan politik dan menyalurkan aspirasi politik;

6) menyukseskan penyelenggaraan pemilihan umum;

7) melakukan pendaftaran dan memelihara ketertiban data anggota;

8) membuat pembukuan, memelihara daftar penyumbang, dan jumlah

sumbangan yang diterima, serta terbuka untuk diketahui oleh

masyarakat dan pemerintah;

9) membuat laporan negara keuangan secara berkala satu tahun sekali

kepada Komisi Pemilihan Umum setelah diaudit oleh akuntan publik;

dan

10) memiliki rekening khusus dana kampanye pemilihan umum dan

menyerahkan laporan neraca keuangan hasil audit akuntan public

kepada Komisi Pemilihan Umum paling lambat 6 (enam) bulan setelah

hari pemungutan suara.

D. Peran Serta Budaya Politik Partisipan

Partisipasi politik adalah kegiatan seseorang atau sekelompok orang untuk

ikut serta secara atif dalam kehidupan politik, seperti memilih pimpinan negara atau

upaya-upaya memengaruhi kebijakan pemerintah.

1. Faktor-faktor Penyebab Timbulnya Gerakan ke Arah Partisipasi Politik

Menurut Myron Weiner, terdapat lima penyebab timbulnya gerakan ke arah

partisipasi lebih luas dalam proses politik yaitu sebagai berikut,

a. Modernisasi dalam segala bidang kehidupan yang menyebabkan masyarakat

makin banyak menuntut untuk ikut dalam kekuasaan politik.

b. Perubahan-perubahan struktur kelas sosial. Masalah siapa yang berhak

berpartisipasi dan pembutan keputusan politik menjadi penting dan

mengakibatkan perubahan dalam pola partisipasi politik.

c. Pengaruh kaum intelektual dan komunikasi masa modern. Ide demokratisasi

partisipasi telah menyebar ke bangsa-bangsa baru sebelum mereka

mengembangkan modernisasi dan industrialisasi yang cukup matang.

Page 14: Budaya Politik Di Indonesia

14

d. Konflik antarkelompok pemimpin politik. Jika timbul konflik antarelite,

maka yang dicari adalah dukungan rakyat. Terjadi perjuangan kelas

menentang kaum arstokrat yang menarik kaum buruh dan membantu

memperluas hak pilih rakyat.

e. Keterlibatan pemerintah yang meluas dalam urusan sosial, ekonomi, dan

kebudayaan. Meluasnya ruang lingkup aktivitas pemerintah sering

merangsang timbulnya tuntutan-tuntutan yang terorganisasi akan

kesempatan untuk ikut serta dalam pembutan keputusan politik.

2. Bentuk-Bentuk Partisipasi Politik

Bermacam-macam partisipasi politik yang terjadi di berbagai Negara dan

berbagai waktu. Kegiatan politik konvensional adalah bentuk partisipasi politik

yang normal dalam demokrasi modern. Bentuk nonkonvensional antara lain

petisi, kekerasan, dan revolusioner. Bentuk-bentuk dan frekuensi partisipasi

politik dapat dipakai sebagai ukuran untuk menilai stabilitas sistem politik,

integritas kehidupan politik, dan kepuasan atau ketidakpuasan warga Negara.

Perhatikan tabel berikut tentang bentuk-bentuk partisipasi politik!

Konvensional Nonkonvensional

Pembirian suara (voting) Pengajuan petisi

Diskusi politik Berdemokrasi

Kegiatan kampanye Konfrontasi, mogok

Membentuk dan bergabungdalam

kelompok kepentingan

Tindak kekerasan politik harta

benda (perusakan, pemboman,

pembakaran)

Komunikasi individual dengan

pejabat politik dan administratif

Tindakan kekerasan politik

terhadap manusia (penculikan,

pembunuhan), perang gerilya, dan

revolusi

3. Budaya Politik Partisipan

Budaya politik yang partisipatif adalah budaya politik yang demokratik,

dalam hal ini, akan mendukung terbentuknya sebuah sistem politik yang

demokratif dan stabil. Budaya politik yang demokratik ini menyangkut “ suatu

kumpulan system kenyakinan, sikap, norma, persepsi dan sejenisnya, yang

menopang terwujudnya partisipasi,” kata Almond dan Verba.

Menurut Bronson dkk dalam bukunya Belajar Civic Education dari

Amerika, beberapa karakter publik dan privat sebagai perwujudan budaya

partisipasi sebagai berikut,

Page 15: Budaya Politik Di Indonesia

15

a. Menjadi anggota masyarakat yang independent. Karakter

ini meliputi,

1) kesadaran pribadi untuk bertanggung jawab sesuai ketentuan, bukan

karena keterpasaan atau pengawasan dari luar;

2) bertanggung jawab atas tindakan yang diperbuat;

3) memenuhi kewajiban moral dan hukum sebagai anggota masyarakat

demokratis.

b. Menemuhi tanggung jawab personal kewargaan di bidang ekonomi dan

politik. Tanggung jawab ini antara lain meliputi:

1) memelihara atau menjaga diri;

2) memberi nafkah dan merawat keluarga;

3) mengasuh dan mendidik anak

Di dalamnya terlasuk pula mengikuti informasi tentang isu-isu publik,

seperti:

1) menentukan pilihan (voting);

2) membayar pajak;

3) menjadi juri di pengadilan;

4) melayani masyarakat;

5) melakukan tugas kepemimpinan sesuai bakat masing-masing.

c. Menghormati harkat dan martabat kemanusiaan setiap individu.

1) Menghormati orang lain berarti mendengarkan pendapat mereka.

2) Bersifat sopan.

3) Menghargai hak-hak dan kepentingan-kepentingan sesama warga

Negara.

4) Mengikuti aturan “ prinsip mayoritas” namun tetap menghargai

hak-hak minoritas untuk berbeda pendapat.

d. Berpartisipasi dalam urusan-urusan kewarganegaraan

secara efektif dan bijaksana. Karakter ini merupakan sadar informasi

sebelum:

1) menentukan pilihan (voting) atau partisipasi dalam debat publik;

2) terlibat dalam diskusi yang santun dan serius;

3) memegang kendali dalam kepemimpinan bila diperlukan;

4) membuat evaluasi tentang kapan saatnya kepentingan pribadi

seseorang sebagai warga Negara harus dikesampingkan demi memenuhi

kepentingan publik;

Page 16: Budaya Politik Di Indonesia

16

5) mengevaluasi kapan seseorang karena kewajibannya atau prinsip-

prinsip konstitusional diharuakan menolak tuntutan-tuntutan

kewarganegaraan tertentu.

e. Mengembangkan fungsi drmokrasi konstitusional secara

sehat. Karakter ini meliputi:

1) sadar informasi dan kepekaan terhadap urusan-urusan publik;

2) melakukan penelahaan terhadap nilai-nilai dan prinsip-prinsip

konstitusional;

3) memonitor keputusan para pemimpin politik dan lembaga-lembaga

publik agar sesuai dengan nilai-nilai dan prinsip-prinsip tadi;

4) mengambil langkah-langkah yang diperlukan bila ada

kekurangannya.

Karakter ini mengarahkan warga Negara agar bekerja dengan cara-cara

yang damai dan legal dalam rangka mengubah undang-undang yang

dianggap tidak adil dan tidak bijaksana.

Page 17: Budaya Politik Di Indonesia

17