budaya organisasi di universitas sains al- qur’an...

185
Disertasi BUDAYA ORGANISASI DI UNIVERSITAS SAINS AL- QUR’AN WONOSOBO Oleh Rifqi Muntaqo 11.3.00.1.03.01.0049 Promotor: Prof. Dr. Suwito, MA. Prof. Dr. Ahmad Rodoni, MM. SEKOLAH PASCASARJANA UNIVERSITAS ISLAM NEGERI (UIN) SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA TAHUN 2018

Upload: others

Post on 13-Nov-2020

8 views

Category:

Documents


1 download

TRANSCRIPT

Page 1: BUDAYA ORGANISASI DI UNIVERSITAS SAINS AL- QUR’AN …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/49932... · 2020. 2. 3. · Disertasi BUDAYA ORGANISASI DI UNIVERSITAS SAINS

Disertasi

BUDAYA ORGANISASI DI UNIVERSITAS SAINS AL-

QUR’AN WONOSOBO

Oleh

Rifqi Muntaqo 11.3.00.1.03.01.0049

Promotor:

Prof. Dr. Suwito, MA.

Prof. Dr. Ahmad Rodoni, MM.

SEKOLAH PASCASARJANA

UNIVERSITAS ISLAM NEGERI (UIN)

SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA

TAHUN 2018

Page 2: BUDAYA ORGANISASI DI UNIVERSITAS SAINS AL- QUR’AN …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/49932... · 2020. 2. 3. · Disertasi BUDAYA ORGANISASI DI UNIVERSITAS SAINS
Page 3: BUDAYA ORGANISASI DI UNIVERSITAS SAINS AL- QUR’AN …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/49932... · 2020. 2. 3. · Disertasi BUDAYA ORGANISASI DI UNIVERSITAS SAINS
Page 4: BUDAYA ORGANISASI DI UNIVERSITAS SAINS AL- QUR’AN …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/49932... · 2020. 2. 3. · Disertasi BUDAYA ORGANISASI DI UNIVERSITAS SAINS
Page 5: BUDAYA ORGANISASI DI UNIVERSITAS SAINS AL- QUR’AN …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/49932... · 2020. 2. 3. · Disertasi BUDAYA ORGANISASI DI UNIVERSITAS SAINS

KATA PENGANTAR

Puji syukur penulis panjatkan kehadiran Allah SWT., atas segala

nikmat dan karunia-Nya, sehingga Disertasi ini dapat terselesaikan dengan

baik. shalawat dan salam semoga tetap tercurahkan kepada junjungan yang

mulia Rasulullah SAW.

Penyusunan Disertasi ini merupakan observasi tentang “Budaya

Organisasi Di Universitas Sains Al-Qur’an” yang mengambil obyek

penelitian pada UNSIQ, untuk diajukan kepada Sekolah Pasca Sarjana UIN

Syarif Hidayatullah sebagai salah satu syarat guna memperoleh gelar Doktor

Manajemen Pendidikan Islam.

Penulis menyadari penuh dalam penyusunan Disertasi ini, bahwa

tanpa adanya bimbingan, bantuan, motivasi dan kerjasama dari berbagai

pihak sulit rasanya dapat mewujudkan dan menyelesaikan penulisan ini.

Oleh karena itu, dengan segala kerendahan hati, penulis menyampaikan

terimakasih dan penghargaan setinggi-tingginya kepada Prof. Dr. Masykuri

Abdillah, selaku Direktur Sekolah Pasca Sarjana UIN Syarif Hidayatullah.

Prof. Dr. Ahmad Rodoni, MM. selaku Wakil Direktur Sekolah Pasca Sarjana

UIN Syarif Hidayatullah. Prof. Dr. Didin Saepudin, MA. sebagai Ketua

Program Studi S-3, Dr. J.M. Muslimin, MA. sebagai Ketua Program Studi S-

2 Sekolah Pasca Sarjana UIN Syarif Hidayatullah.

Ucapan terimakasih juga penulis sampaikan kepada kedua promotor

dalam penelitian ini, Prof. Dr. Suwito, M.A, dan Prof. Dr. Ahmad Rodoni,

MM. yang telah memberikan bimbingan, arahan, dan dukungan sampai

Disertasi ini selesai. Dan segenap guru besar dan dosen Sekolah Pasca

Sarjana UIN Syarif Hidayatullah yang telah banyak memberi bekal bagi

penyusun untuk menjadi dewasa dalam berpikir dan menjadi kritis secara

akademik. Dan tidak lupa segenap karyawan dan karyawati Sekolah Pasca

Sarjana UIN Syarif Hidayatullah atas segala pelayanan dan bantuan yang

telah diberikan selama studi dan menyelesaikan Disertasi ini.

Ucapan terimakasih penulis sampaikan kepada Rektor UNSIQ Dr.

KH. Mukhotob Hamzah, MM., Wakil Rektor 1 Dr. Zaenal Sukawi, MA.

Wakil Rektor 2 H. Mahfudz, MA, Wakil Rektor 3 Alm. Dr. A. Kholiq yang

sebelumnya menjadi Kabiro UNSIQ ketika penulis melakukan penggalian

data. Dosen UNSIQ Fakthurrohman, M.Pd, dan H. Ahmad Zuhdi, M.Ag. dan

seganap dosen UNSIQ Jawa Tengah di Wonosobo.

Ucapan terimakasih tak terhingga penulis sampaikan kepada kedua

orang tua ayahanda Samingan, S.Pd.I, Ibunda Drs. Maisaroh, yang telah

memberikan dukungan penuh selama penulis menuntut ilmu sejak tahun

1992 hingga 2017, dan adinda Kamaludin Ridho beserta keluarga.

Termikasih juga penulis sampaikan kepada Bapak Mertua Somadi, Ibu

Page 6: BUDAYA ORGANISASI DI UNIVERSITAS SAINS AL- QUR’AN …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/49932... · 2020. 2. 3. · Disertasi BUDAYA ORGANISASI DI UNIVERSITAS SAINS

Mertua Siti Jariyah dan segenap saudara-saudari istri, Mba Umi, Mas Narto,

dan Mas Mad beserta keluarga besar masing-masing.

Ungkapan terimakasih yang mendalam penulis sampaikan kepada

istri tercinta Dwi Masruroh, M.Pd.I. yang telah menemani penulis dalam

suka maupun duka selama penelitian ini berlangsung bersama anak-anak

tersayang, Ahmad Khalish ar-Raid dan Nizar Aliy Azam, semoga kalian

lebih baik dari ayah dan bunda.

Ungkapan terimakasih teristimewa juga penulis sampaikan kepada

Dr. Robingun Alh. telah bersedia menjadi teman diskusi penulis selama

penyusunan disertasi ini. Semua pihak yang tak dapat penulis sebutkan,

penulis tidak bisa membalas apa-apa, kecuali hanya ucapan terima kasih

yang sedalam-dalamnya dan hanya bisa memanjatkan do’a mudah-mudahan

Allah swt, membalas semua amal dan kebaikan dengan berlipat ganda.

Jazahumulloh Ahsanal Jaza’. Amin.

Page 7: BUDAYA ORGANISASI DI UNIVERSITAS SAINS AL- QUR’AN …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/49932... · 2020. 2. 3. · Disertasi BUDAYA ORGANISASI DI UNIVERSITAS SAINS

Abstrak

Penelitian ini bertujuan menemukan efektivitas konsep relasi interpersonal

dalam budaya organisasi. Sarana solusi alternatif organisasi dari efek makin

menurunnya kualitas relasi antar anggota organisasi, sehingga muncul sikap

individual. Konsep tersebut berkontribusi menghasilkan nilai baik bagi anggota

organisasi, yakni hidup bermakna untuk dirinya maupun lingkungannya.

Disertasi ini berkesimpulan bahwa internalisasi nilai dan norma organisasi

lebih efektif melalui intensitas relasi interpersonal anggota organisasi dalam

mendukung pengembangan budaya organisasi daripada prosedur kerja organisasi.

Berdasarkan hal tersebut, penelitian ini berkesimpulan sama dengan temuan Geertz

Hofstede (1980) yakni budaya organisasi merupakan simbol efektivitas subjektif

dan objektif dalam organisasi. Kesimpulan disertasi ini berbeda dengan hasil

penelitian Fons Trompenaars and Charles Hampden Turner (1997) yakni budaya

organisasi sebagai sistem makna bersama anggota organisasi berdasarkan peraturan

organisasi.

Bertumpu pada kerangka teori dari pendekatan metodologis yang

digunakan, diverifikasi dari fakta yang ada bahwa konsep relasi interpersonal

merupakan salah satu pendukung utama dari terbentuk dan berkembangnya budaya

organisasi. Dengan adanya kepemimpinan organisasi yang mumpuni dalam

menjalankan fungsinya, kemudian konsep relasi interpersonal dengan pendekatan

teori keseimbangan yang terimplementasikan dengan baik, dan adanya dukungan

nilai-nilai Qur’ani dalam proses pembentukan budaya Qur’ani dan budaya

akademik dalam pengembangan budaya organisasi.

Disertasi ini merupakan penelitian field research dengan pendekatan

penelitian kualitatif. Sumber utama data penelitian yakni informasi langsung yang

diperoleh dari civitas akademik Universitas Sains Al-Qur’an Wonosobo, didukung

pengayaan informasi dari berbagai sumber data. Data dibaca menggunakan

pendekatan antropologi, fenomenologi dan manajemen pendidikan. Pengumpulan

data dilakukan dengan wawancara mendalam, observasi terlibat, dan dokumentasi.

Data yang terkumpul kemudian dianalisis dengan menggunakan teknik triangulasi

dan komparasi.

Keyword ; Relasi Interpersonal, Budaya Akademik, Budaya Qur’ani, Budaya

Organisasi, dan Manajemen Pendidikan.

Page 8: BUDAYA ORGANISASI DI UNIVERSITAS SAINS AL- QUR’AN …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/49932... · 2020. 2. 3. · Disertasi BUDAYA ORGANISASI DI UNIVERSITAS SAINS

Abstract

Based on the theoretical framework of the methodological approach

used, it is found that organizational culture is a cornerstone of educational

management concepts, with academic and Qur'anic principles as universal

buildings and revelation in tangible organizational culture values, namely;

power distance, individualism, uncertainty avoidance, masculine, and term

orientation. Then Interpersonal values as a strenght for the implementation of

organizational culture values, where indication can be seen from the balance

of income, job satisfaction, motivation, communication, workload and

performance. They also need to be supported by a sense of kinship and

justice, where they can address internal integration issues, i.e; the

organization's external adaptation.

This dissertation aims to describe the internalization of organizational

values and norms more effectively through the intensity of interpersonal

relations of organization members in supporting the development of

organizational culture in UNSIQ (Universitas Sains Al-Qur’an). Therefore,

this study supports the findings of Geertz Hofstede stating that organizational

culture is a symbol of subjective and objective effectiveness in the

organization. And the results of research Stephen P. Robbins which states

that the organizational culture is a system of meaning with members of the

organization.

This dissertation is a quantitative and qualitative research with case

study method. The main sources of data or information are obtained directly

from the academic community of Universitas Sains Alqur’an Wonosobo,

supported by the enrichment of information from various sources. Data is

read using an anthropology approach, phenomenology and management

education. Data collection was conducted by questionnaire, in-depth

interviews, participant observation, focuss group discussion, and

documentation. The collected data was then analyzed by using triangulation

and comparation technique.

Through theoretical analysis, the research ultimately offers

interpersonal values in organizational culture as a theory as well as

educational management practice, means of an alternative solution to the

organization of the effect of decreasing the quality of relationships among

members of the organization, resulted in the attitude of self-stunting and

uncertainty. These values contribute to positive values for members of the

organization, meaningful living for themselves and their environment. This

theory can be utilized for the development of Islamic education management

as an alternative form of organizational culture model based on interpersonal

values in the construction of Islamic studies.

Keyword ; Interpersonal Values, Organizational Culture, and

Management Education.

Page 9: BUDAYA ORGANISASI DI UNIVERSITAS SAINS AL- QUR’AN …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/49932... · 2020. 2. 3. · Disertasi BUDAYA ORGANISASI DI UNIVERSITAS SAINS

مستحلص البحث

Page 10: BUDAYA ORGANISASI DI UNIVERSITAS SAINS AL- QUR’AN …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/49932... · 2020. 2. 3. · Disertasi BUDAYA ORGANISASI DI UNIVERSITAS SAINS

DAFTAR ISI

Kata Pengantar

Pernyataan Bebas Plagiarisme

Persetujuan Pembimbing Dan Penguji

Abstrak Bahasa Indonesia, Arab Dan Inggris

Pedoman Transliterasi Arab-Latin

Daftar Isi

BAB I PENDAHULUAN

A. Latar Belakang ............................................................................ 1

B. Permasalahan .............................................................................. 6

1. Identifikasi Masalah ............................................................. 6

2. Rumusan Masalah ................................................................ 6

3. Pembatasan Masalah ............................................................ 6

C. Tujuan Penelitian ........................................................................ 6

D. Signifikansi/ Manfaat Penelitian ................................................ 7

E. Penelitian Terdahulu yang Relevan ............................................ 7

F. Metodologi Penelitian ................................................................. 10

G. Sistematika Penulisan ................................................................. 15

BAB II DISKURSUS BUDAYA ORGANISASI

A. Budaya Organisasi di Perguruan Tinggi ..................................... 17

B. Kepemimpinan Organisasi ......................................................... 29

C. Relasi Interpersonal Dalam Sebuah Organisasi ......................... 36

D. Relasi Interpersonal Meningkatkan Budaya Organisasi ............. 43

E. Nilai-Nilai Qur’ani Dalam Budaya Organisasi ........................... 49

BAB III PROFIL UNIVERSITAS SAINS AL-QUR’AN

A. Gambaran Umum Lembaga ....................................................... 61

B. Unit Organisasi pembentuk Kultur Qur’ani ............................... 63

C. Sistem Manajemen Mutu Pendidikan ......................................... 65

BAB IV KONKRITISASI RELASI INTERPERSONAL DALAM

PENGEMBANGAN BUDAYA ORGANISASI DI UNSIQ

A. Kepemimpinan dalam Budaya Organisasi ................................. 74

B. Kepemimpinan Pendidikan di UNSIQ ....................................... 79

C. Sosialisasi Budaya Organisasi Oleh Pemimpin Organisasi ........ 91

D. Azaz Keadilan Tujuan Pengembangan Budaya Organisasi ........ 93

E. Azaz Kekeluargaan Tujuan Pengembangan Budaya Organisasi 101

Page 11: BUDAYA ORGANISASI DI UNIVERSITAS SAINS AL- QUR’AN …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/49932... · 2020. 2. 3. · Disertasi BUDAYA ORGANISASI DI UNIVERSITAS SAINS

BAB V RELASI INTERPERSONAL DALAM BUDAYA

ORGANISASI DI UNSIQ

A. Relasi Interpersonal Sebagai Asas Pemberdayaan Pegawai

UNSIQ ........................................................................................ 107

1. Dinamika Perubahan Organisasi ......................................... 112

2. Peningkatan Kompetensi Pegawai UNSIQ .......................... 121

B. Relasi Interpersonal Media Bargaining Jaringan Regional ......... 125

C. Relasi Interpersonal Media Pengembangan Mutu Dosen ........... 130

BAB VI INTEGRASI HUMANIS-QUR’ANI DALAM

PENGEMBANGAN BUDAYA ORGANISASI DI UNSIQ

A. Transformasi Nilai-Nilai Qur’ani dalam Budaya Organisasi ..... 137

B. Budaya Akademik Asas Pengembangan Budaya Organisasi .... 150

BAB VII PENUTUP

A. Kesimpulan ................................................................................. 155

B. Saran dan Rekomendasi .............................................................. 156

Daftar Pustaka

Lampiran

Indeks

Page 12: BUDAYA ORGANISASI DI UNIVERSITAS SAINS AL- QUR’AN …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/49932... · 2020. 2. 3. · Disertasi BUDAYA ORGANISASI DI UNIVERSITAS SAINS

1

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah

Budaya organisasi bisa dipahami sebagai segala bentuk akumulasi cara

berpikir, bekerja, perasaan, dan kebiasaan yang dipelajari oleh anggota

organisasinya.1 William memperjelas konsep budaya organisasi terkait

keputusan, tindakan dan komunikasi, baik pada instrumental maupun simbolik.2

Pecanha dan Godoy mengasumsikan salah satu bentuk budaya organisasi yang

diaplikasikan dalam tindakan adalah komunikasi, di mana keterbukaan dalam

komunikasi merupakan faktor pendukung manusia dalam berhubungan dengan

orang lain3 sebagai makhluk sosial.

4 Manfaat hubungan dengan orang lain atau

lebih tepatnya relasi interpersonal yang positif dalam suatu organisasi dapat

meningkatkan produktivitas kerja anggota organisasi tersebut.5 Penjelasan

Hofstede tentang komunikasi bahwa seseorang memeliki kemampuan berikir

dan bertindak sesuai impiannya atau dengan kata lain mental. Hal ini meliputi

konsep mengenai tradisi dalam suatu organisasi atau masyarakat dan hasil dari

pemahaman nilai atau norma yang berlaku.6

Pemaknaan komunikasi dalam relasi interpersonal seperti yang

dijabarkan oleh Rushdi> Ahmad T}u’aymah, مصطهح إحصال يشيش بانخفاعم istilah

komunikasi diartikan sebagai relasi interpersonal.7 Syaiful menambahkan

bahwa relasi interpersonal8 manusia timbul sebagai reaksi atas hubungan

1 Edgar H. Schein, Organizational Culture and Leadership (San Fransisco:

Josseybass, 1992), 18. 2 William G. Tierney, “Organizational Culture in Higher Education: Defining The

Essentials”, The Journal of Higher Education, Vol. 59, No. 1 (Jan. - Feb., 1988), 3.

http://www.tandfonline.com/doi/abs/10.1080/00221546.1988.11778301?journalCode=uhej2

0 3 Godoy, R.S.P., & Peçanha, D.L.N., “Cultura organizacional e processos de

inovacao: um estudo psicossociologico em empresa de base tecnologica”. Boletim Academia

Paulista de Psicologia, 29 (1), (2009) 142-163.

http://pepsic.bvsalud.org/scielo.php?script=sci_arttext&pid=S1415-711X2009000100012 4 Dian Wisnu Wardhani, Mashoedi, dan Sri Fatmawati, Hubungan Interpersonal

(Jakarta: Salemba Humanika, 2012), 116. Vivin Ayu Dwi L, “hasil belajar mahasiswa

terhadap hubungan interpersonal”, artikel (Surabaya: Fak. Ekonomi UNESA), 209. 5 Erkan Yaman dan Keyhan Ruclar, “Organizational Silence In Universities As The

Predictor Of Organizational Culture”, Yükseköğretim ve Bilim Dergisi/Journal of Higher

Education and Science; DOI: 10.5961/jhes.2014.087. Sri Haryani & Yulia, Mengelola

Sumber Daya Manusia Dan Hubungan Karyawan (Jakarta: Gramedia, 1995), 61. Saydam,

Manajemen Sumber Daya Manusia (Jakarta: Djambatan, 1996), 423. 6 Myron W. Lustig & Jolene Koester, Intercultural Competence Interpersonal

Communication Across Cultures, 6th ed. (Boston: Pearson Education Inc. 2010) 113-123. 7 Rushdi Ahmad T}u’aymah ‚Ta’li>m al-Lughoh Ittis}aliya> Bayna al-Mana>hij wa al-

Istira>tijiya>t‛, (i>si>siku>, 2006). 25. 8 Pearson dalam Dian Wisnu Wardhani, Mashoedi, dan Sri Fatmawati, Hubungan

Interpersonal (Jakarta: Salemba Humanika, 2012), 2.

Page 13: BUDAYA ORGANISASI DI UNIVERSITAS SAINS AL- QUR’AN …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/49932... · 2020. 2. 3. · Disertasi BUDAYA ORGANISASI DI UNIVERSITAS SAINS

2

formalitas, di mana fokusnya lebih dititikberatkan kepada berbagai elemen

organisasi.9 Seperti dalam hubungan pegawai dan manajemen, di mana

hubungan ini terdapat beberapa aktor utama, seperti; mahasiswa, pegawai,

pimpinan dan pemerintah terkait.10

Meskipun setiap pihak saling tergantung,

tetapi mereka hanya dibedakan dengan adanya struktur jabatan tertentu. Oleh

karena itu, hubungan manusia dalam organisasi seharusnya menunjukkan

keterkaitan antara tanggung jawab, wewenang dan pelaporan (akuntabilitas).11

Husein Hamadi menyatakan:

إن الإحصال هى انعمهيت انخ يخم عه طشيقها اوخقال انمعشفت مه شخص لإخش

ن انخفاهم بيه هزيه انشخصيه أو أكثشحخ حصبح مشاعا بيىهما وحؤدي إ Komunikasi adalah proses di mana pengetahuan ditransfer dari

seseorang kepada orang lain, sehingga menjadi pengetahuan umum di

antara mereka dan mengarah pada pemahaman antara dua orang atau

lebih.12

‘Ula>uddi>n Ah}mad Kafa>fi memperjelas:

إن الاحصال شكم مه أشكال عمهياث انخفاعم الإجخماع ايا كان حجمه وشكهه

فئوه عمهي ديىاميكيت إرا عمهيت الإحصال ضشوسيت نهفشد وانمجخمع عه حذ انسىاء

فهي حسهم في ححقيق انحاجاث انفشديت والإجخماعيتKomunikasi merupakan salah satu bentuk hubungan sosial terlepas dari

ukuran dan bentuknya, hal tersebut dinamis jika proses komunikasi

diperlukan baik untuk individu dan masyarakat, dan berkontribusi pada

pencapaian kebutuhan individu dan masyarakat.13

Untuk menjaga hubungan baik antara anggota organisasi dibutuhkan

beberapa faktor, seperti dengan adanya keakraban, adanya pengawasan, adanya

perhatian, dan pengunaan perasaan yang disesuaikan dengan kondisi. Karena

pada hakikatnya, setiap hubungan interpersonal pasti akan terjadi konflik

lambat atau cepat.14

Dalam dunia pendidikan, keseimbangan ini lah yang

seharusnya dapat dibiasakan, agar proses peningkatan kinerja pendidikan

9 Syaiful Sagala, Budaya Dan Reinventing Organisasi Pendidikan (Bandung:

Alfabeta, 2008), 277-278. 10

T. Hani Handoko, Manajemen Personalia dan Sumber Daya Manusia

(Yogyakarta: BPFE-Yogyakarta, 2001), 213 11

Nanang Fattah, Landasan Manajemen Pendidikan (Bandung: Remaja

Rosdakarya, 2011), 82 12

H}usain H}amadi> dalam Rushdi Ahmad T}u’aymah ‚Ta’li>m al-Lughoh Ittis}aliya> Bayna al-Mana>hij wa al-Istira>tijiya>t‛, (i>si>siku>, 2006). 25.

13 ‘Ula>uddi>n Ah}mad Kafa>fi>, ‚Mahara>tu al-Ittisha>l wa al-Tafa>’ul fi> ‘Imli>ti> wa al-

Ta’alum‛, Shaf 2, (Da>r al-Fikr: Qa>hiroh Mishr). 14

Jalaludin Rakhmat, Psikologi Komunikasi (Bandung: PT Raya, 2005), 126

Page 14: BUDAYA ORGANISASI DI UNIVERSITAS SAINS AL- QUR’AN …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/49932... · 2020. 2. 3. · Disertasi BUDAYA ORGANISASI DI UNIVERSITAS SAINS

3

khususnya di perguruan tinggi dapat cepat tercapai sekaligus menanggulangi

problem-problem yang terjadi.15

Kemudian pada konsep budaya organisasi seperti yang dijelaskan

Hofstede, menggambarkan efek dari budaya masyarakat pada nilai-nilai

anggotanya, dan bagaimana nilai-nilai berhubungan dengan perilaku.16

Pada

proses penerapan budaya organisasi terdapat perdebatan di antara kemudahan

maupun kesulitan yang disebabkan berbagai faktor (usia, geografis, dsb), seperti

yang dikatakan oleh Antony bahwa budaya organisasi dapat dengan mudah

dikelola, sedangkan Burack, Nord, Trice And Beyer berpendapat penerapan

budaya organisasi jauh lebih sulit. Aplikasi budaya organisasi terdapat beberapa

faktor seperti keragaman dan kompleksitas sub-budaya, konflik kepentingan

politik, waktu yang tidak tepat, dan kegagalan komunikasi.17

Martin

menambahkan bahwa budaya organisasi dapat dan telah berhasil berkembang

diterapkan dalam organisasi modern. Oleh karena itu Smircich menambahkan

budaya organisasi merupakan bagian dari organisasi bukan sesuatu yang hanya

dimiliki organisasi.18

Robbins mengartikan budaya organisasi sebagai pemaknaan bersama

oleh anggota organisasi, sehingga membedakan organisasi tersebut dengan

organisasi lainnya.19

Budaya organisasi pada setiap organisasi berbeda, seperti

karakter, watak dan kepribadiannya.20

Hofstede menyebutkan empat manifestasi

budaya (simbol, pahlawan, ritual, dan nilai). Namun lebih rinci lagi, budaya

organisasi di perguruan tinggi dibangun berdasarkan falsafah yang dianut,

keyakinan-keyakinan dasar dan nilai-nilai21

dominan yang dihargai bersama

anggota organisasi perguruan tinggi itu, sehingga membentuk perilaku

organisasi. Dalam pandangan Hofstede budaya sendiri diartikan proses interaksi

yang mencirikan kegiatannya sehingga mempengaruhi anggota organisasi lain

dan lingkungan sekitarnya.22

Perilaku organisasi dapat dilihat seperti; pertama,

penampilan fisik (artefak) misal gedung dan pengaturan lingkungan perguruan

tinggi. kedua, penampilan non fisik misal pola relasi interpersonal antar sesama

15

Ahmad Sobirin, Budaya Organisasi: Pengertian, Makna, Dan Aplikasinya

Dalam Kehidupan Organisasional (Yogyakarta: UPP STIM YKPN, 2009), 239. 16

Geert Hofstede, Geert Jan Hofstede and Michael Minkov, Culture and

Organization: Software of The Mind, (McGraw Hill Professional, 2010), 17

Karel De Witte and Jaap J. Van Muijen, Organizational Culture, dalam jurnal

European journal of work and organizational Psychology, Peter Heriot, Organizational

Culture, Volume 8, Number 4, December 1999, (United Kingdom: Psychology Press in

Association with the international Association of Applied psychology, 1999), 497. 18

Karel De Witte and Jaap J. Van Muijen, Organizational Culture.., 497. 19

Stephen P. Robbins and Judge A. Timothy, Organizational Behaviour, vol 15,

(USA: Pearson Education, 2013), 512 20

Tobroni, Perilaku Kepemimpinan Spiritual Dalam Pengembangan Organisasi

Pendidikan Dan Pembelajaran; Kasus Lima Pemimpin Pendidikan Di Kota Ngalam

(Yogyakarta: Disertasi Program Pascasarjana UIN Sunan Kalijaga, 2005), 60. 21

Taliziduhu Ndraha, Budaya Organisasi (Jakarta: Rineka Cipta, 2003), 18. 22

Hofstede, Geert, Culture‟s Consequences, International Differences in Work –

Related Values. (Beverly Hills/London/New Delhi: Sage Publication.1986) 21.

Page 15: BUDAYA ORGANISASI DI UNIVERSITAS SAINS AL- QUR’AN …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/49932... · 2020. 2. 3. · Disertasi BUDAYA ORGANISASI DI UNIVERSITAS SAINS

4

mahasiswa, dosen, interaksi dosen-mahasiswa (semua subyek yang ada di

perguruan tinggi) dan penggunaan metode reward-punishment terhadap

pegawai, dosen maupun mahasiswa yang berprestasi dan berdedikasi.23

Perguruan tinggi juga memiliki hak dan kewenangan dalam

menentukan kebebasan, otonomi, dan budaya akademik (academic culture).

Adapun hak dan wewenang ini sesuai dengan misi undang-undang nomor 20

tahun 2003, peraturan pemerintah nomor 60 tahun 1999 dan PP nomor 61 tahun

1999. Ketiga kebijakan tersebut seharusnya dapat dijaga dan dikembangkan

oleh perguruan tinggi untuk menjadi panutan lembaga pendidikan lain. Kita

ketahui bahwa budaya akademik perguruan tinggi yang paling mendasar adalah

budaya literacy. Wujud budaya literacy antara lain pencapaian prestasi

akademik tertinggi misal profesor, proses pencapaianya pun dilalui dengan

berbagai kegiatan akademik yang mendukung ke arah tingkatan akademik

tertinggi tersebut. Kompetensi lainnya adalah dosen sebagai tenaga

profesional,24

menetapkan apa yang terbaik untuk mahasiswanya berdasarkan

pertimbangan profesional. Sallis mengatakan, dosen merupakan front line

provider and determine the quality of service delivery system.25

Beberapa permasalahan dalam kegiatan akademik di perguruan tinggi,

Rindang Gunawan dan Jumadi mencontohkan permasalahan mahasiswa saat

perkuliahan26

dan saat proses pembimbingan.27

Permasalahan relasi

interpersonal yang negatif,28

baik kepada dosen pengampu mata kuliah ataupun

kepada dosen pembimbing29

sehingga menimbulkan pengurangan nilai bahkan

penundaan penilaian pada mahasiswa tersebut.30

Saat ini salah satu model

perkuliahan yang diminati oleh mahasiswa pada saat ini adalah perkuliahan

23

Tobroni, Perilaku Kepemimpinan Spiritual, 60. 24

Bambang Sumadjoko, Membangun Budaya Pendidikan Mutu Perguruan Tinggi

(Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 2010). 89. 25

Edward Sallis, Total Quality Management In Education (London: Kogan Page

Limited). 26

Jumadi, “Peranan Kultur Sekolah Terhadap Kinerja Guru, Motivasi Berprestasi

dan Prestasi Akademik Siswa”, Jurnal Penelitian Tajdidukasi. Vol. 1, Tahun 2006, 22.

https://www.tajdidukasi.or.id/index.php/tajdidukasi/article/view/4 27

Rindang Gunawati, Sri Hartati dan Anita Listiara dengan judul “Hubungan

Antara Efektivitas Komunikasi Mahasiswa Dosen..”, Jurnal Psikologi Universitas

Diponegoro Volume 3 No.2, Desember 2006, 95.

https://ejournal.undip.ac.id/index.php/psikologi/article/view/659 28

Sarafino, E.P., Health Psychology: Biopsychosocial Interactions. Second Edition

(Singapore: John Wiley & Sons, Inc, 1994), 89. 29

De Vito, J. A.. The Interpersonal Communication. Seventh Edition (New York:

Harper Collins College Publisher, 1995), h.7. Lihat juga dalam Walgito, B, Psikologi

Sosial: Suatu Pengantar (Yogyakarta: Andi Offset, 2001), 77. 30

Pangestuti, R. “Penundaan Menyelesaikan Skripsi (Studi Kasus pada beberapa

Mahasiswa Angkatan ‟96 Program Studi Psikologi Fakultas Kedokteran Universitas

Diponegoro” (Semarang. Fakultas Psikologi UNDIP, 2003), 200.

Page 16: BUDAYA ORGANISASI DI UNIVERSITAS SAINS AL- QUR’AN …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/49932... · 2020. 2. 3. · Disertasi BUDAYA ORGANISASI DI UNIVERSITAS SAINS

5

online, dengan harapan mahasiswa lebih dapat terkonsentrasi pada pemahaman

materi yang disampaikan ataupun tugas yang diberikan.31

Budaya memiliki makna yang sangat penting dalam meningkatkan

kinerja manajemen pada suatu lembaga,32

suatu lembaga yang

mengombinasikan nilai dan keyakinan, kebijakan dan praktik manajemen, serta

hubungan antara keduanya akan menunjukkan keberhasilan yang terlihat dari

budaya organisasi yang memiliki sifat keterlibatan,33

konsistensi,34

adaptabilitas

dan penghayatan misi. Dalam hal ini, penelitian akan meneliti pada sebuah

perguruan tinggi islam di daerah dataran tinggi Wonosobo Jawa Tengah yakni

Universitas Sains Al-Qur‟an, merupakan lembaga pendidikan tinggi islam yang

masih memiliki keterkaitan dengan pondok pesantren Tahfiz al-Qur‟an al-

Asy‟ariyyah. Lebih dari itu, sebagian besar dosen dan mahasiswa yang

berkecimpung dalam kegiatan pembelajaran di UNSIQ adalah para kyai/ ustad

dan santri dari pesantren tersebut. Penulis tertarik untuk meneliti pada objek

penelitian tersebut, karena adanya lingkungan pesantren yang mendukung

proses pengelolaan perguruan tinggi baik dari bidang akademik maupun bidang

manajerial lembaga, sehingga menimbulkan banyak asumsi bahwa perguruan

tinggi tersebut bercorak tradisional-modern, kemudian dari sisi relasi

interpersonal civitas akademik yang semakin demokratis tanpa meninggalkan

kharismatis. Penelitian ini dimaksudkan untuk menemukan pola budaya

organisasi yang ideal dalam meningkatkan kualitas perguruan tinggi, melalui

pemahaman dan pengaplikasian konsep relasi interpersonal dan nilai-nilai

budaya organisasi.

B. Permasalahan

1. Identifikasi Masalah

Berdasarkan latar belakang masalah di atas, beberapa masalah yang

akan dikaji dalam penelitian ini, antara lain:

a. Efektiftivitas relasi interpersonal antara civitas akademik belum

berjalan dengan baik di UNSIQ.

b. Keakraban, kontrol teman sejawat, respon yang tepat belum menjadi

dasar anggota organisasi berinteraksi yang baik di UNSIQ.

c. Intensitas komunikasi antara civitas akademik kurang maksimal di

UNSIQ.

d. Dasar pengembangan budaya akademik belum mendalam sebagaimana

dikembangkan dalam kajian budaya organisasi di UNSIQ.

31

Lei Li, John Finley, Jennifer Pitts, dan Rong Guo, Which is a better choice for

student-faculty interaction: synchronous or a synchronous communication?, Journal of

Technology Research; Volume 2 - September, 2011, Published by Academic and Business

Research Institute, Florida, USA.

http://citeseerx.ist.psu.edu/viewdoc/download?doi=10.1.1.467.7214&rep=rep1&type=pdf 32

Didin Kurniadin Dan Imam Machali, Manajemen Pendidikan; Konsep dan

Prinsip Pengelolaan Pendidikan (Jogjakarta: Ar-Ruzz Media, 2013), 247. 33

Edy Sutrisno, Budaya Organisasi (Jakarta: Kencana, 2011), 187. 34

Edy Sutrisno, Budaya Organisasi (Jakarta: Kencana, 2011), 186.

Page 17: BUDAYA ORGANISASI DI UNIVERSITAS SAINS AL- QUR’AN …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/49932... · 2020. 2. 3. · Disertasi BUDAYA ORGANISASI DI UNIVERSITAS SAINS

6

e. Peran budaya pesantren memberikan pengaruh religiusitas yang tinggi

terhadap proses sosialisasi budaya organisasi di UNSIQ.

f. Pentingnya inovasi budaya organisasi yang dapat meningkatkan

kreativitas civitas akademik di UNSIQ.

2. Rumusan Masalah

Rumusan masalah mayor penelitian ini adalah bagaimana budaya

organisasi di Universitas Sains Al-Qur‟an Wonosobo?. Kemudian

dirumuskan permasalahan minor penelitian ini, sebagai berikut:

a. Bagaimana peran kepemimpinan dalam budaya organisasi?

b. Bagaimana peran relasi interpersonal dalam budaya organisasi?

c. Bagaimana peran nilai-nilai Qur‟ani dalam budaya organisasi?

3. Pembatasan Masalah

Dari permasalahan-permasalahan yang dikemukakan di atas,

penulis akan membatasi permasalahannya pada pengelolaan budaya

organsiasi yang didasarkan atas efektivitas relasi interpersonal civitas

akademik Universitas Sains al-Qur‟an Wonosobo sehingga memudahkan

peran pimpinan dalam merumuskan sekaligus mensosialisasikan budaya

organisasi. Budaya organisasi diwujudkan antara lain dalam budaya

akademik dan budaya Qur‟ani, dengan demikian diharapkan civitas

akademik berorientasi pada pencapaian tujuan organisasi. Kemudian lama

waktu penelitian ini yakni 2 tahun, dimulai dari tahun 2016 hingga tahun

2018. Penelitian ini dilakukan di Universitas Sains Al-Qur‟an Kalibeber

Mojotengah Wonosobo Jawa Tengah.

C. Tujuan Penelitian

Tujuan Mayor dari penelitian ini ialah menjelaskan budaya organisasi

di Universitas Sains Al-Qur‟an Wonosobo. Kemudian tujuan minor penelitian

ini adalah;

1. Menjelaskan peran kepemimpinan dalam budaya organisasi.

2. Menjelaskan relasi interpersonal dalam budaya organisasi

3. Menjelaskan nilai-nilai Qur‟ani dalam budaya organisasi.

D. Signifikansi/Manfaat Penelitian

Setelah melakukan penelitian penulis berharap disertasi memiliki

kegunaan sebagai berikut:

1. Secara teoritis, Kegunaan yang diharapkan dapat diambil dari penelitian ini

adalah agar hasil kajian yang mengangkat persoalan manajemen

pengembangan budaya organisasi di perguran tinggi dapat dijadikan

sebagai sesuatu yang terkait secara umum dengan berbagai persoalan

penyelenggaraan pendidikan yang berkembang.

2. Secara praktis, Hasil penelitian ini, ingin mencoba memperlihatkan bahwa

manajemen pengembangan budaya organisasi dapat menunjang

peningkatan mutu perguruan tinggi. Dan diharapkan hasil penelitian ini

Page 18: BUDAYA ORGANISASI DI UNIVERSITAS SAINS AL- QUR’AN …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/49932... · 2020. 2. 3. · Disertasi BUDAYA ORGANISASI DI UNIVERSITAS SAINS

7

dapat memunculkan inspirasi untuk melakukan pembaharuan dan

reorientasi dalam praktek penyelenggaraan pendidikan.

E. Penelitian Terdahulu yang Relevan

Beberapa penelitian yang telah dilakukan berkenaan dengan budaya

organisasi antara lain yang dilakukan oleh Erkan Yaman dan Kayhan Ruçlar

dengan tema Organizational Silence in Universities as the Predictor of

Organizational Culture.35

Dalam penelitian ini ditemukan bahwa Civitas

akademik universitas berupaya menciptakan budaya komunikasi yang baik

dalam lembaga mereka, serta mendorong instruktur atau pimpinan untuk

berkomunikasi dengan jelas dan meningkatkan frekuensi kontak dengan civitas

akademik.

Perbedaan dengan penelitian yang dilakukan adalah konsep budaya

organisasi yang saling mendukung membutuhkan ketenangan dalam

berkomunikasi, sehingga pesan yang disampaikan dalam komunikasi tersebut

dapat dipahami dengan baik. Berbeda dengan penelitian yang dilakukan bahwa

budaya organisasi di perguruan tinggi islam tidak hanya mendukung

ketenangan dalam berkomunikasi namun ketegasan dalam komunikasi juga

dituntut untuk menyikapi pengaruh global yang tidak sesuai dengan budaya

pesantren yang telah dikembangkan.

Salman Ilaiyan dengan tema Difficulties Experienced by the Arab

Teacher during His1 First Year of Teaching as a Result of Personal and

Organizational Variables.36

Hasil penelitian menunjukkan bahwa faktor iklim

organisasi (budaya organisasi) secara signifikan mempengaruhi kepuasan kerja

karyawan. Adapun iklim organisasi dipengaruhi oleh latar belakang pendidik

pemula dan spesialisasi keilmuannya, sehingga menimbulkan kesulitan adaptasi

pada tahun pertama. Perbedaan dengan penelitian yang dilakukan adalah

adaptasi dosen pemula di perguruan tinggi islam yang sangat mudah, hal ini

disebabkan sebagian besar dosen senior dapat membimbing dosen pemula.

Houshang Mobarakabadi dan Meisam Karami dengan tema

Investigation of Relationship among the Organizational Culture and

Creativity.37

Hasil penelitian menunjukkan bahwa korelasi positif antara budaya

35

Erkan Yaman and Kayhan Ruçlar, “Organizational Silence in Universities as the

Predictor of Organizational Cultur”, Yükseköğretim ve Bilim Dergisi/Journal of Higher

Education and Science, Volume 4, Number 1, April 2014; Pages 36-50, DOI:

10.5961/jhes.2014.087. http://oaji.net/articles/2014/593-1400074406.pdf 36

Salman Ilaiyan, “Difficulties Experienced by the Arab Teacher during His1 First

Year of Teaching as a Result of Personal and Organizational Variables, scientific research”,

Creative Education, Vol.4, No.6, 363-375. Published Online June 2013 in SciRes

(http://www.scirp.org/journal/ce). 37

Houshang Mobarakabadi and Meisam Karami, “Investigation of Relationship

among the Organizational Culture and Creativity”, Research Journal of Applied Sciences,

Engineering and Technology 7 (19): 4069-4071, ISSN: 2040-7459; e-ISSN: 2040-7467 ©

Maxwell Scientific Organization, 2014.

http://www.airitilibrary.com/Publication/alDetailedMesh?docid=20407467-201405-

201507070020-201507070020-4069-4071

Page 19: BUDAYA ORGANISASI DI UNIVERSITAS SAINS AL- QUR’AN …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/49932... · 2020. 2. 3. · Disertasi BUDAYA ORGANISASI DI UNIVERSITAS SAINS

8

organisasi dan kreativitas Manajer Organisasi Pelatihan. Perbedaan dengan

penelitian yang dilakukan adalah budaya organisasi pesantren merupakan dasar

kreatifitas yang menunjang inovasi budaya organisasi yang bersifat islami lebih

banyak,

Maria de Fátima Bruno-Faria dan Marcus Vinicius de Araujo Fonseca

dengan tema Cultura de Inovação: Conceitos e Modelos Teóricos.38

Hasil

penelitian hasil penelitian menunjukkan hubungan antara budaya organisasi dan

inovasi, dengan menggunakan beberapa kata kunci dalam menganalisis

beberapa artikel yang ada pada Coordenação de Aperfeiçoamento de Pessoal de

Nível Superior (CAPES), Proquest dan Directory Open Articles Journal

(DOAJ). Perbedaan dengan penelitian yang dilakukan adalah penelitian

lapangan (field research) sehingga objek kajian tidak hanya mengkaji inovasi

dalam bentuk karya ilmiah.

Pilar Mendoza dan Joseph B. Berger dengan tema Academic Capitalism

and Academic Culture: A Case Study.39

Hasil penelitian ini menunjukkan

bahwa Staf fakultas percaya bahwa integritas luas dari budaya akademik tetap

tidak terpengaruh di departemen ini dan mereka menganggap sponsorship

industri sebagai kendaraan yang sangat efektif untuk meningkatkan kualitas

pendidikan dan mengejar kepentingan ilmiah mereka. Studi ini memberikan

wawasan berharga untuk kebijakan federal dan kelembagaan yang diciptakan

untuk mendorong kemitraan industri-akademisi dan komersialisasi penelitian

akademis. Perbedaan dengan penelitian yang dilakukan adalah aksentuasi

terhadap konsep komunikasi relasi interpersonal dalam menghadapi

perkembangan budaya organisasi pesantren di perguruan tinggi islam, adapun

komunikasi terhadap instansi terkait merupakan arah perkembangan budaya

organisasi dalam penelitian ini.

Radoslaw Wolniak dengan tema a typology of organizational cultures

in terms of improvement of the quality management.40

Hasil penelitian ini

menunjukkan bahwa budaya organisasi dibagi dalam empat jenis: budaya pro-

kualitas (sukses), budaya penghindaran, budaya konservatif (kaku) dan budaya

perubahan. Perbedaan dengan penelitian yang dilakukan adalah pendalaman

konsep tentang budaya organisasi pesantren yang dikembangkan dalam

perguruan tinggi islam, sehingga kajian pengelompokan dapat menjadi dasar

dalam pemisahan budaya organisasi yang terjadi pada objek penelitian.

38

Maria de Fátima Bruno-Faria dan Marcus Vinicius de Araujo Fonseca, “Cultura

de Inovação: Conceitos e Modelos Teóricos”, RAC, Rio de Janeiro, v. 18, n. 4, art. 1, pp.

372-396, Jul./Ago. 2014 http://dx.doi.org/10.1590/1982-7849rac20141025 39

Pilar Mendoza dan Joseph B. Berger, “Academic Capitalism and Academic

Culture: A Case Study”, Education Policy Analysis Archives, Volume 16 Number 23

December 29, 2008 ISSN 1068–2341 http://www.redalyc.org/html/2750/275020545022/ 40

Radoslaw Wolniak, “A Typology Of Organizational Cultures In Terms Of

Improvement Of The Quality Management”, Manager, Change and Leadership, Faculty of

Organisation and Management, Silesian Technical University, Poland No. 17 ~ 2013

https://search.proquest.com/openview/841db2f9db20a071b99870c05744b207/1?pq-

origsite=gscholar&cbl=2032296

Page 20: BUDAYA ORGANISASI DI UNIVERSITAS SAINS AL- QUR’AN …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/49932... · 2020. 2. 3. · Disertasi BUDAYA ORGANISASI DI UNIVERSITAS SAINS

9

Atilgan Erozkan dengan tema The Effect of Communication Skills and

Interpersonal Problem Solving Skills on Social Self-Efficacy.41

Hasil penelitian

ini menunjukkan bahwa kemampuan komunikasi dan pemecahan masalah

keterampilan interpersonal ditemukan secara signifikan berhubungan dengan

sosial efektivitas diri dan kemampuan komunikasi dan pemecahan masalah

keterampilan interpersonal prediktor penting dari sosial efektivitas diri.

Perbedaan dengan penelitian yang akan dilakukan adalah penekanan

komunikasi dalam pemecahan masalah budaya organisasi yang terwujud dalam

budaya akademik, budaya otonomi dan budaya kebebasan yang dikaji dalam

penelitian.

Lei Li, John Finley, Jennifer Pitts, dan Rong Guo dengan tema Which is

a better choice for student-faculty interaction: synchronous or asynchronous

communication?.42

Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa penggunaan

komunikasi melalui komputer (CMC) teknologi telah secara dramatis

mengubah cara bagi mahasiswa untuk berinteraksi dengan profesor mereka

terutama untuk komunikasi yang terjadi di luar kelas. Perbedaan dengan

penelitian yang dilakukan adalah penelitian ini pengembangan dari komunikasi

melalui computer atau teknologi, sehingga penelitian ini tidak saja meneliti

tentang pemanfaatan teknologi tetapi juga efektifitas komunikasi antar anggota

organisasi.

Nebojša Janićijević dengan tema The Influence Of Organizational

Culture On Organizational Preferences Towards The Choice Of Organizational

Change Strategy.43

Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa Budaya organisasi,

melalui asumsi, nilai-nilai, norma dan simbol, menentukan cara di mana

anggota organisasi memandang dan menafsirkan realitas di dalam dan di sekitar

organisasi mereka, serta cara mereka berperilaku dalam kenyataan itu.

Perbedaan dengan penelitian yang dilakukan adalah kajian budaya organisasi

yang berupa asumsi, nilai, dan simbol dikaitkan dengan efektifitas komunikasi

interpersonal.

Silvio Luiz Paula dan José Ricardo Mendonça dengan tema A

construção de uma impressão socialmente responsável: Um estudo em

41

Atilgan Erozkan, “The Effect of Communication Skills and Interpersonal

Problem Solving Skills on Social Self-Efficacy”, Educational Sciences: Theory & Practice -

13(2) • Spring • 739-745, 2013 Educational Consultancy and Research Center,

www.edam.com.tr/estp https://eric.ed.gov/?id=EJ1017303 42

Lei Li, John Finley, Jennifer Pitts, dan Rong Guo, “Which is a better choice for

student-faculty interaction: synchronous or asynchronous communication?”, Journal of

Technology Research, Volume 2 - September, 2011 ISSN Online: 1941-3416, Print: 2327-

5359 https://pdfs.semanticscholar.org/cdc7/197f2c6fbfcfccb82f4b69975123e554ce60.pdf 43

Nebojša Janićijević, “The Influence Of Organizational Culture On Organizational

Preferences Towards The Choice Of Organizational Change Strategy”, ECONOMIC

ANNALS, Volume LVII, No. 193 / April – June 2012, UDC: 3.33 ISSN: 0013-3264

DOI:10.2298/EKA1293025J http://www.doiserbia.nb.rs/img/doi/0013-3264/2012/0013-

32641293025J.pdf

Page 21: BUDAYA ORGANISASI DI UNIVERSITAS SAINS AL- QUR’AN …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/49932... · 2020. 2. 3. · Disertasi BUDAYA ORGANISASI DI UNIVERSITAS SAINS

10

Instituições de Ensino Superior a partir da Comunicação Organizacional.44

Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa Institusi Pendidikan Tinggi telah

menunjukkan konsistensi antara Tanggung Jawab Sosial Perusahaan dan

budaya identitas mereka, sejauh mereka cenderung untuk berkomunikasi hanya

apa yang menjadi praktek. Perbedaan dengan penelitian yang dilakukan adalah

kajian budaya pada penelitian ini lebih menekankan pada dunia akademik,

namun demikian budaya atau komunikasi yang dipraktekkan terhadap

lingkungan pendidikan perlu dikembangkan agar dapat memunculkan budaya

yang positif.

Dalam penelitian ini menitikberatkan pada pemahaman pengembangan

budaya organisasi di universitas melalui peningkatan relasi interpersonal civitas

akademik. Oleh karena itu, penelitian ini diharapkan dapat menunjang proses

pengelolaan lembaga, sehingga perguruan tinggi tersebut dapat berhasil

meningkatkan mutu pendidikan dan dapat berkembang bersama-sama antar

komponen penyelenggara pendidikan.

F. Metode Penelitian

1. Jenis dan Pendekatan Penelitian

Penelitian ini adalah penelitian lapangan (field research).45

dalam

penelitian ini, peneliti akan berinteraksi langsung pada objek penelitian

untuk menemukan data-data dan fakta yang terkait46

dengan Relasi

Interpersonal dalam Pengembangan Budaya Organisasi di Universitas Sains

Al-Qur‟an.

Pendekatan penelitian ini adalah pendekatan kualitatif. Qualitative

research suatu penelitian yang ditujukan untuk mendeteksikan dan

menganalisis fenomena, peristiwa, aktifitas sosial, sikap, kepercayaan,

persepsi, pemikiran orang secara individual maupun kelompok.47

Dengan

menggunakan pendekatan ini, penulis akan menghimpun data dalam

penelitian ini dengan mengkaji buku-buku yang terkait dengan topik

permasalahan yang dibahas.

Penelitian ini mengacu pada jenis penelitian studi kasus, dalam arti

peneliti melakukan pengamatan terhadap fenomena-fenomena yang ada,

perihal mengenai struktur, bagian, dan fungsi dalam sistem pendidikan

tinggi Universitas Sains Al-Qur‟an, serta dalam rangka mengungkap makna

dibalik simbol, perihal persepsi, motivasi, motif, perilaku, dan tindakan-

44

Silvio Luiz Paula dan José Ricardo Mendonça, “A construção de uma impressão

socialmente responsável: Um estudo em Instituições de Ensino Superior a partir da

Comunicação Organizacional”, Revista de Negócios_ISSN 1980.4431_vol. 19, n. 1, p.

44_69, 2014_DOI:10.7867/ 1980-431.2014v19n1p44_69

http://gorila.furb.br/ojs/index.php/rn/article/view/3138 45

Suharsimi Arikunto, Prosedur Penelitian, Suatu Pendekatan Praktek (Jakarta: PT

Rineka Cipta, 1998), 11. 46

Norman K. Denzin Yvonna S. Lincoln, Handbook Of Qualitative Research, terj.

(Yogyakarta, Pustaka Pelajar, 2009), 18-19. 47

Nana Syaodih Sukmadinata, Metode Penelitian Pendidikan (Bandung: PT

Remaja Rosdakarya, 2007), 60.

Page 22: BUDAYA ORGANISASI DI UNIVERSITAS SAINS AL- QUR’AN …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/49932... · 2020. 2. 3. · Disertasi BUDAYA ORGANISASI DI UNIVERSITAS SAINS

11

tindakan para aktor dalam pendidikan tinggi Universitas Sains Al-Qur‟an

dan unsur-unsur lain yang terlibat di dalamnya agar menghasilkan deskripsi

yang komprehensif sebagaimana yang dalam rumusan masalah penelitian.

Pendekatan antropologi yang digunakan dalam penelitian ini

sebagai titik pijak dalam meneliti tentang manusia, kebiasaan, nilai, norma,

adat istiadat, dan kepercayaannya. Oleh sebab itu, penetapan kriteria ini

dimaksudkan juga dalam rangka menjalin suatu hubungan terhadap teori-

teori yang akan digunakan peneliti, juga sebagai sebuah paradigma

penelitian sehingga setiap langkah-langkah dalam proses penelitian

senantiasa dalam koridor yang telah ditetapkan.

Pendekatan fenomenologi dalam perspektif ilmu sosial menjadi

dasar teori yang menggambarkan gejala sosial dalam objek penelitian.

Dalam penelitian ini pendekatan fenomenologi digunakan sebagai acuan

pemahaman fenomena-fenomena yang terjadi di Universitas Sains Al-

Qur‟an, meliputi relasi antara civitas akademik yang terkait dengan

universitas.

2. Sumber Data

Sumber data dalam penelitian ini diklasifikasikan menjadi dua

kategori, yaitu data primer dan data sekunder.48

Dengan demikian, data

primer dalam penelitian ini adalah data atau informasi langsung yang

diperoleh di lapangan seperti Pimpinan, Dosen, Tenaga Kependidikan,

Mahasiswa, dan pihak yang terkait dengan kelembagaan Universitas Sains

Al-Qur‟an.

Data sekunder yang dimaksudkan adalah data tidak langsung yang

diperoleh di luar data primer, baik pustaka maupun data lain yang

mendukung, Seperti; sejarah berdiri dan perkembangan, keadaan geografi,

kurikulum pendidikan, kondisi lingkungan, dan Sarana prasarana

Universitas Sains Al-Qur‟an.

3. Teknik Pengumpulan Data

Teknik pengumpulan data yang digunakan dalam penelitian ini

adalah observasi, wawancara49

dan dokumentasi sebagaimana yang

dikemukakan oleh Sugiyono.50

Teknik ini digunakan untuk mengetahui

ketercapaian Relasi interpersonal dan Budaya Organisasi. Model observasi

yang dilakukan adalah observasi partisipan,51

teknik observasi digunakan

untuk mengumpulkan data budaya organisasi perguruan tinggi seperti

48

Nyoman Kutha Ratna. Metodologi Penelitian: Kajian Budaya dan Ilmu-Ilmu

Sosial Humaniora pada Umumnya. (Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 2010). 143. 49

Mundhir al-D}a>man, Asa>siya>t al-Bah}su al-‘Alami> (‘Ama>>n: Da>r al-Masi>rah,

2006), 96. 50

Sugiyono, Metode Penelitian Pendidikan Pendekatan Kualitatif, Kuantitatif, dan

R & D (Bandung: Alfabeta, 2006), 309. 51

Norman K. Denzin Yvonna S. Lincoln, Handbook Of Qualitative Research, 496.

Page 23: BUDAYA ORGANISASI DI UNIVERSITAS SAINS AL- QUR’AN …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/49932... · 2020. 2. 3. · Disertasi BUDAYA ORGANISASI DI UNIVERSITAS SAINS

12

artefak dan kondisi aktual mengenai manajemen pengembangan budaya

organisasi di Universitas Sains Al-Qur‟an.

Teknik wawancara yang peneliti lakukan adalah wawancara yang

sifatnya mendalam dalam bentuk interviu bebas terpimpin. Interviu bebas

terpimpin yang dimaksud oleh peneliti yaitu mempersiapkan pokok-pokok

penting pertanyaan sebagai pedoman sebelum diajukan pertanyaan dan

peneliti dapat bertanya secara bebas.52

Wawancara mendalam (in-depth

interview) adalah termasuk dalam kategori wawancara tidak terstruktur di

mana susunan pertanyaan dapat diubah sesuai dengan kebutuhan dan

kondisi saat wawancara. Wawancara yang dilakukan dalam rangkaian

penelitian ini menurut perspektif etik, emik dan noetik. Menurut Noeng

Muhadjir yang menyebutkan bahwa ketiga perspektif itu dalam rangka

menentukan ukuran dan kriteria kebenaran. Kriteria kebenaran dalam

perspektif etika bersifat ekstrinsik dan universal sehingga kriteria kebenaran

emic berada pada ranah pribadi masing-masing, bersifat intrinsik dan

merupakan ranah personal values. Sedangkan kriteria kebenaran noetik

adalah kebenaran moral grass root. Kebenaran noetik adalah kebenaran

moral saadar dan bawah sadar kolektif (collective values).53

Sesuai dengan Fontana dan Frey, teknik wawancara54

digunakan

untuk menggali data-data tentang kegiatan-kegiatan yang terkait relasi

dosen dengan mahasiswa, dosen dengan dosen, dosen dengan pimpinan dan

staf perguruan tinggi, dosen dengan warga lingkungan perguruan tinggi,

mahasiswa dengan mahasiswa, mahasiswa dengan pimpinan dan staf

perguruan tinggi, mahasiswa dengan warga lingkungan perguruan tinggi

dalam upaya pengembangan budaya organisasi, persepsi terhadap relasi

interpersonal yang terjadi dalam perguruan tinggi, dan dampak relasi

interpersonal warga perguruan tinggi terhadap perkembangan budaya

organisasi positif dan khususnya dalam proses peningkatan mutu

pendidikan.

Metode dokumentasi atau metode visual digunakan untuk mencari

data melalui beberapa literatur dan dokumentasi lainnya yang mendukung.

Teknik dokumentasi ini digunakan untuk menghimpun data-data tentang

artifak-artifak perguruan tinggi, upaya pengembangan budaya perguruan

tinggi, manajemen perguruan tinggi, dan deskripsi lokasi penelitian. Proses

pengumpulan data dengan teknik dokumentasi digunakan instrument

checklist.

4. Teknik Analisis Data

Lexy J. Moleong mengatakan analisis data merupakan ikhtiar

berupa pemilihan data, pengorganisasian, dan pemilihan data menjadi suatu

52

Hadari Nawawi, Metode Penelitian Bidang Sosial. (Yogyakarta: Gadjah Mada

University Press, 2007). 123-124 53

Noeng Muhadjir, 167-168. 54

Ann Oakly, Interviewing Women; A Contradiction in Terms, Dalam Helen

Roberts, Doing Feminist Research (London: Routledge, 1997), 30.

Page 24: BUDAYA ORGANISASI DI UNIVERSITAS SAINS AL- QUR’AN …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/49932... · 2020. 2. 3. · Disertasi BUDAYA ORGANISASI DI UNIVERSITAS SAINS

13

inormasi yang dapat diorganisir, dirangkai, dan dijelaskan kepada publik.55

Tahapan teknik analisis data kualitatif antara lain:

a. Analisis Data sebelum di Lapangan

Analisis data sebelum di lapangan ini digunakan pada saat

melakukan kajian pendahuluan dengan tujuan untuk menetukan fokus

penelitian. Fokus penelitian tentunya masih bersifat sementara sebelum

dilakukan penelitian lanjutkan. Informasi yang diambil penting untuk

dijadikan landasan penelitian dan mencari kerangka penelitian yang

sesuai dengan metode penelitian.

b. Analisis Data selama di Lapangan

Analisis data ini dilakukan pada saat berlangsungnya proses

pengumpulan data, baik melalui observasi maupun pelacakan

dokumentasi dan wawancara. Data dipelajari dan dikelompokkan

berdasarkan tingkat relevansinya terhadap objek yang diteliti, dikritisi

tingkat keakuratannya, kemudian data tersebut dianalisis dengan

menggunakan analisis interaktif model Miles dan Huberman,56

bahwa

aktivitas dalam analisa data kualitatif dilakukan secara interaktif dan

berlangsung secara terus menerus melalui tiga proses analisis yang

saling berinteraksi, yakni reduksi data, sajian data, dan penarikan

kesimpulan. Berikut penjelasan dari ketiga proses analisis;

1) Reduksi Data

Proses pengambilan data di UNSIQ peneliti menemukan

banyak data, oleh karena itu peneliti menggunakan reduksi data

untuk mengambil data, memilih data dan mengelompokkannya

sehingga dapat ditarik kesimpulan terhadap data tersebut. Berbagai

data yang tersedia, seperti hasil wawancara, cerita-cerita yang

berkembang, dan lainnya. Dengan menggunakan reduksi data

peneliti dengan mudah melakukan penelitian dan penggalian data-

data yang terkait.

2) Display Data

Penyajian data yang diambil dari objek penelitian yakni

UNSIQ adalah berupa teks-teks yang bersifat naratif, dan kemudian

dipahamkan dengan menemukan hubungan-hubungan teks naratif

tersebut antara satu dengan yang lainnya. Analisis hubungan teks

diharapkan dapat memunculkan konsep atau teori baru atau

pandangan baru sehingga menjadi landasan untuk menentukan

kesimpulan penelitian ini.

55

Lexy J. Moleong, Metodologi Penelitian Kualitatif (Bandung: Rosdakarya,

2010), 248. 56

Matthew B. Miles, A. Michael Hubermen, and Johnny Saldana, Qualitative Data

Analysis; A Methodes Sourcebook (Sage Publication, 2014), 14.

Page 25: BUDAYA ORGANISASI DI UNIVERSITAS SAINS AL- QUR’AN …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/49932... · 2020. 2. 3. · Disertasi BUDAYA ORGANISASI DI UNIVERSITAS SAINS

14

3) Verifikasi dan Simpulan

Sejak awal pengumpulan data peneliti sudah menyusun

kesimpulan sementara. Untuk kemudian dari kesimpulan tersebut

harus diteliti kembali agar tidak terjadi kesalahan mengambil

kesimpulan dari data yang di lapangan dengan data yang telah

disusun peneliti, adapun langkah selanjutnya adalah uji keabsahan

data.

Secara sistematis Kabalmay memberikan tahapan-tahapan

menganalsisi data kualitatif, 57

antara lain; mengorganisasikan data,

mengelompokan berdasarkan kategori, temuan dan pola jawaban.

menguji asumsi atau permasalahan yang ada terhadap data, mencari

alternatif penjelasan bagi data, dan menulis hasil penelitian.

Dengan menerapkan analisis data menurut Miles dan

Hubermen dan Marshall dan Rossman, diharapkan dapat memberikan

gambaran yang lebih tajam mengenai relasi interpersonal dalam

pengembangan budaya organisasi di Perguruan Tinggi.

c. Keabsahan Data

Teknik keabsahan data yang digunakan peneliti adalah teknik

Triangulasi. Teknik ini merupakan teknik pemeriksaan keabsahan data

yang menggunakan data dari luar untuk keperluan pengecekan atau

pembanding terhadap data-data tersebut. Sebagaimana dijelaskan oleh

Denzin dalam membedakan 4 cara teknik triangulasi yang

memanfaatkan penggunaan sumber, metode, penyidik dan teori.58

G. Sistematika Penulisan

Bab 1, membahas tentang latar belakang penelitian, identifikasi

masalah, rumusan masalah, pembatasan masalah, tujuan dan kegunaan

penelitian, kajian pustaka, kerangka teori, metodologi penelitian, dan

sistematika penelitian.

Bab 2, membahas tentang diskursus budaya organisasi. Dengan sub

bahasan, budaya organisasi di perguruan tinggi, kepemimpinan organisasi,

relasi dalam sebuah organisasi, relasi interpersonal meningkatkan budaya

organisasi, dan nilai-nilai Qur‟ani dalam budaya organisasi.

Bab 3, membahas tentang profil Universitas Sains Al-Qur‟an. Dengan

sub bahasan; gambaran umum lembaga, unit organisasi pembentuk kultur

Qur‟ani, dan sistem manajemen mutu pendidikan.

57

Kabalmay. Designing Qualitative Research. (London: Sage Publication, 2002).

97 58

Norman K. Denzin Yvonna S. Lincoln dikutip oleh Jane Fielding and Nigel

Fielding, “Synergy and Synthesis; Integrating Qualitative Data and Quantitative Data”,

dalam Pertti Alasuutari, Leonard Bickman, and Julia Brannen, The Sage Handbook of Social

Research Methods (Sage Publication, 2008), 556

Page 26: BUDAYA ORGANISASI DI UNIVERSITAS SAINS AL- QUR’AN …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/49932... · 2020. 2. 3. · Disertasi BUDAYA ORGANISASI DI UNIVERSITAS SAINS

15

Bab 4, membahas tentang konkritisasi sistem nilai relasi interpersonal

dalam pengembangan budaya organisasi. Dengan sub bahasan; Pertama, Etos

kepemimpinan di UNSIQ, melingkupi; kepemimpinan dalam budaya

organisasi, kepemimpinan pendidikan di UNSIQ, sosialisasi budaya organisasi

oleh pemimpin organisasi, azaz keadilan tujuan pengembangan budaya

organisasi, dan azaz kekeluargaan tujuan pengembangan budaya organisasi.

Kedua relasi interpersonal dalam budaya organisasi di UNSIQ, melingkupi;

relasi interpersonal sebagai asas pemberdayaan pegawai UNSIQ, relasi

interpersonal untuk bargaining jaringan regional, dan relasi interpersonal

sebagai asas pengembangan mutu dosen. Dan Ketiga integrasi humanis-Qur‟ani

dalam pengembangan budaya organisasi di UNSIQ, melingkupi; transformasi

nilai-nilai qur‟ani dalam budaya organisasi, dan budaya akademik asas

pengembangan budaya organisasi.

Bab 5 sebagai penutup membahas tentang kesimpulan dari disertasi dan

beberapa saran terkait relasi interpersonal dalam upaya pengembangan budaya

organisasi di Universitas Sains Al-Qur‟an Wonosobo Jawa Tengah.

Page 27: BUDAYA ORGANISASI DI UNIVERSITAS SAINS AL- QUR’AN …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/49932... · 2020. 2. 3. · Disertasi BUDAYA ORGANISASI DI UNIVERSITAS SAINS

16

BAB II

DISKURSUS BUDAYA ORGANISASI

A. Budaya Organisasi Di Perguruan Tinggi

Budaya organisasi di perguruan tinggi merupakan wujud nyata dari

nilai-nilai, prilaku, norma-norma perilaku warga perguruan tinggi dan

pengembangan studi dan penelitian warga perguruan tinggi. Dengan demikian,

budaya perguruan tinggi dapat diwujudkan dalam aturan, pola perilaku dan

sarana prasarana perguruan tinggi. Misalnya dalam perkuliahan, perkembangan

metodologi penelitian dan pembelajaran, norma-norma akademik dan aktivitas

akademik sebagai komponen-komponen dari budaya organisasi di perguruan

tinggi. Kemudian perguruan tinggi penting menentukan strategi penciptaan dan

pengembangan budaya organisasinya, yakni; perguruan tinggi harus mengacu

pada visi misinya, meningkatkan kepercayaan budaya dan kesadaran budaya,

mengintegrasikan budaya ke dalam proses pemberdayaan sumber daya,

mempromosikan pengembangan budaya dan inovasi budaya organisasi.

Tradisi akademik di perguruan tinggi selalu berkaitan erat dengan

prestasi terbaru dari penelitian akademik, misal munculnya teori-teori baru,

metode baru, ide-ide baru dan teknik-teknik baru. Adapun subyek budaya

akademik adalah orang-orang yang mendasarkan penelitian akademisnya pada

pengetahuan, semua ini bagian langsung dari pembangunan budaya perguruan

tinggi. Oleh karena itu, mereka dapat dianggap sebagai penggerak utama dari

pembangunan budaya organisasi di perguruan tinggi.

Pada proses perkuliahan, Pennycook berpendapat bahwa perkuliahan

harus memenuhi kebutuhan mahasiswa sebagai pemenuhan norma-norma

budaya akademik, tetapi pada saat yang sama, proses perkuliahan juga dapat

mendukung mahasiswa untuk bertindak kritis pada norma-norma dan

implementasinya, sehingga ada keterbukaan untuk budaya yang beragam

sebagai tambahan pengetahuan.59

Sebuah kasus di sebuah perguruan tinggi, di

mana hukuman untuk plagiarisme tidak merata dan adil, misalnya terjadi

pelanggaran dalam satu kelas dapat menyebabkan pengusiran atau pembatalan

karya ilmiah, sementara di kelas lain terjadi pembiaran. Budaya akademik di

dalam perkuliahan terpusat pada dosen, keleluasaan dosen mengajar dan

menciptakan hubungan ketergantungan mahasiswa pada dosen. Ciri-ciri ini

berbeda dengan pengertian fleksibilitas mahasiswa dan kebutuhan mahasiswa

akan perkuliahan di perguruan tinggi.

Kemunculan perbedaan ini menjadi dinamika paradoks mendasar antara

budaya akademik fleksibilitas dan tidak fleksibel. Ada ketegangan dialektis

antara budaya akademik dan akses mudah belajar. Budaya akademik

menjelaskan pada umumnya dosen sebagai sosok sentral sedangkan fleksibilitas

menempatkan mahasiswa dalam pengawasan dan pembinaan dosen. Para dosen

menyusun kurikulum dan desain program sedangkan pendekatan yang fleksibel

memungkinkan mahasiswa untuk memilih materi pembelajaran dan

59

Pennycook, A. Borrowing others' words: Text, ownership, memory, and

plagiarism. TESOL Quarterly, 30(2), 1996. 265.

Page 28: BUDAYA ORGANISASI DI UNIVERSITAS SAINS AL- QUR’AN …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/49932... · 2020. 2. 3. · Disertasi BUDAYA ORGANISASI DI UNIVERSITAS SAINS

17

menetapkan tujuan perkuliahannya. Pada akhir pencapaian budaya akademik

adalah penghargaan pencapaiannya dalam perkuliahan dengan memberi gelar

atau sertifikat. Dalam lingkungan yang fleksibel, mahasiswa dapat mencapai

akhir pendidikannya sesuai kemauan sendiri dan tujuan yang tidak sesuai

dengan yang ditentukan oleh perguruan tinggi.

Budaya akademik tidak hanya terwujud dengan proses belajar mengajar

tetapi juga aktivitas utama lainnya yakni penelitian berbasis disiplin keilmuan.

Tujuan institusional, prioritas dan nilai-nilai mempengaruhi suasana budaya

akademik di mana individu institusi mampu mengekspresikan diri. Dalam

kegiatan penelitian tergantung pada kemampuan individu akademik yang

berada di lokasi dan waktu tertentu untuk melakukan penelitian. Aturan tentang

menyadur, pengakuan dan penulisan dapat berubah tergantung pada konteks

dan budaya akademik. Johns mendukung untuk keterampilan menulis, seperti

integrasi teks, untuk diajarkan sebagai bagian dari pengetahuan subjek.60

Menurutnya intertekstualitas adalah wacana akademik yang membutuhkan

pengetahuan kontekstual. Contoh tujuan penulisan dapat didekonstruksi untuk

menunjukkan integrasi teks. Dosen mungkin tidak dapat membuat semua

referensi akademik bagi mahasiswa untuk budaya akademik. Namun, mereka

dapat mengingatkan mahasiswa untuk dapat melakukannya.

Penelitian akademik menuntut kondisi konteks tertentu. kondisi konteks

tersebut dalam penelitian akademik adalah sebagai akar pohon dan air untuk

ikan. Pembangunan budaya akademik akan benar-benar mustahil kecuali

kondisi yang diperlukan dipastikan ada. Kondisi yang diperlukan, khususnya

perdebatan akademik, buku-buku, informasi data, instrumen eksperimental,

sistem jaringan, situs penelitian dan sebagainya. dukungan keuangan sangat

diperlukan dalam rangka untuk memenuhi kondisi ini. Oleh karena itu, jaminan

bahan adalah langkah pertama untuk pemberdayaan budaya akademik yang

berkualitas tinggi. Dengan dana yang memadai untuk penelitian, instrumen

canggih dan peralatan, sumber data yang melimpah dan lokasi penelitian yang

sesuai, penelitian akademis dapat mengembangkan sepenuhnya dan sebebas

burung terbang dengan sayap yang kuat. Pada akhirnya, pembangunan budaya

akademik dapat dilakukan.

Mahasiswa berpartisipasi dalam semua aspek pembangunan budaya

perguruan tinggi, termasuk pembangunan budaya akademik. Skala dan tingkat

penelitian akademik, serta kuantitas dan kualitas prestasi akademik, tergantung

pada kemampuan akademik, yaitu, karakter eksternal dan kualitas internal

individu akademis. Kemampuan akademik adalah kombinasi dari kekuatan

fisik, kecerdasan, moralitas, rasa estetika dan kemampuan praktis, yang berpikir

kreatif adalah kemampuan inti. kemampuan akademik menentukan apa yang

orang akademik dapat melakukan kegiatan akademik, dan itu merupakan faktor

penting penentu apakah kegiatan akademik dapat berjalan lancar dan mencapai

kemajuan atau tidak. Di zaman modern, adalah mustahil untuk mendapatkan

temuan penting atau prestasi luar biasa oleh kerja individu, sebaliknya, perlu

60

Johns, A. Text, Role, and Context: Developing Academic Literacies. (Cambridge:

Cambridge University Press. 1997).

Page 29: BUDAYA ORGANISASI DI UNIVERSITAS SAINS AL- QUR’AN …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/49932... · 2020. 2. 3. · Disertasi BUDAYA ORGANISASI DI UNIVERSITAS SAINS

18

bagi tim akademis untuk mengatasi kunci masalah bersama-sama dan

berkomunikasi satu sama lain. Secara keseluruhan, apakah budaya akademik

bisa makmur atau tidak ditentukan oleh tingkat akademik staf pengajar di

perguruan tinggi.

Peningkatan media pembelajaran berupa adanya program pembelajaran

komputer juga harus ada dalam budaya akademik. Kemampuan pengelolaan

organisasi juga perlu didukung dengan pengajaran dan pembelajaran materi

digital terstandarisasi sesuai dengan cara kerja akademisi.61

Kemampuan digital

ini untuk mengelola bahan ajar dan praktek pembelajaran untuk mendukung

pengalaman guru sangat penting. Kebutuhan perkembangan teknologi

pendidikan untuk memfasilitasi cara belajar fleksibel, mudah, dan dapat

dipahami dari sumber utamanya. Walaupun kebutuhan akan informasi yang

bersifat global ini bervariasi baik dalam isi maupun presentasinya, perlu

kesesuaian dengan karakteristik penggunanya, sehingga perguruan tinggi perlu

menyediakannya sebagai sarana prasarana pembelajaran.

Budaya akademik merupakan salah satu yang mendorong keistimewaan

perguruan tinggi dan ini mempengaruhi cara dosen membuat program. Dosen

membuat program yang sesuai dengan diri mereka sendiri dan umumnya tidak

mengadopsi seluruh program yang dibuat oleh orang lain, dan itu termasuk

paket CAL yang tidak dapat disesuaikan. belajar yang fleksibel (dengan

penekanan pada belajar) adalah berpusat pada mahasiswa sedangkan

fleksibilitas perlu menyertakan dosen yang bekerja dalam budaya akademik.

Pengajaran dan Pembelajaran telah dirancang dan dikembangkan untuk

beroperasi sesuai dengan budaya akademik. Ini akan memberdayakan para

akademisi untuk memanfaatkan sumber daya untuk membuat kursus online

dalam cara yang mereka biasanya bekerja, dan juga memungkinkan mahasiswa

untuk mengakses sumber belajar dengan cara non-preskriptif.

Kekuatan budaya akademik ini sangat penting ketika lembaga

akademik menghadapi penurunan sumber daya. Selama periode ini struktur

sosial masyarakat berada di bawah tekanan besar. Jika budaya akademik tidak

dapat dipelihara selama periode kemajuan, hasilnya bisa konflik destruktif

antara fakultas, kehilangan semangat profesional, dan keterasingan pribadi.

Nisbet menunjukkan bahwa alasan utama untuk peningkatan budaya organisasi

dan budaya profesi pada umumnya, adalah identifikasi anggota fakultas dengan

budaya disiplin.62

Tapi konsepsi yang lebih berguna adalah identifikasi anggota

fakultas individu dengan karir profesional mereka.63

kondisi organisasi tertentu

61

Jones, P., Jacobs, G. & Brown, S. Learning styles and CAL design: a model for

the future. Active Learning 7, December, 1997. 9-13. 62

Nisbet, R. The Degradation of the Academic Dogma. (New York: Basic Books.

1971). 63

Blankenship, R. L. "Toward a theory of collegial power and control". 1977. in

Ralph Blankenship, (ed.) Colleagues in Organization New York: John Wiley.

http://www.sidalc.net/cgi-

bin/wxis.exe/?IsisScript=LIBRO.xis&method=post&formato=2&cantidad=1&expresion=mf

n=030351

Page 30: BUDAYA ORGANISASI DI UNIVERSITAS SAINS AL- QUR’AN …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/49932... · 2020. 2. 3. · Disertasi BUDAYA ORGANISASI DI UNIVERSITAS SAINS

19

dari beberapa dekade terakhir telah memberikan status dan prestise langsung ke

anggota fakultas masing-masing dan telah demikian dikompromikan

kewenangan fakultas di semua tingkatan (disiplin, lembaga, profesi) untuk

mempertahankan norma-norma budaya akademik dengan memberikan status

konvensional.

Pemimpin berpikir serius tentang penciptaan makna atau lebih

bertanggung jawab, membina budaya akademik yang ada, mitos atau identitas

merupakan isu kritis. Ini adalah pilihan dan mempertinggi nilai-nilai penting

yang merupakan inti dari dimensi kreatif kepemimpinan. Nilai-nilai yang dipilih

untuk penekanan kondisi diperlukan untuk konteks inti dari kehidupan

akademik: penelitian, beasiswa dan perkuliahan. Dalam hal ini jelas bahwa

identitas utama dan ritual mendukung perguruan tinggi, penting karena mereka

mungkin untuk menciptakan makna antara alumni dan sponsorship yang

melakukan sedikit dukungan budaya akademik. Aktualisasi nilai akademis

seperti kejujuran, berkelanjutan rasa ingin tahu, komunikasi pengetahuan, dan

pertumbuhan intelektual terus diperlukan untuk setiap budaya akademik.

Penting dalam arti bahwa mitos, identitas dan ritual yang terdiri budaya akan

melestarikan identitas khas dari kreatifitas akademik, menentukan perilaku yang

diperlukan untuk kelangsungan kreatifitas, dan memberikan makna pada

perilaku ini. Sementara banyak lembaga akademis memiliki aktifitas seperti

kalender akademik, wisuda, dan aktifitas yang menarik perhatian lembaga.

Singkatnya, salah satu aspek dari pengelolaan budaya akademik melibatkan

manajemen makna. Beberapa alat penting dalam pengelolaan makna, termasuk

pemahaman mitos, identifikasi simbol pemersatu, ketaatan pelaksanaan aktifitas

akademik, dan pembentukan kelompok. Sebagaimana Hofstede jelaskan simbol

sebagai sesuatu yang membawa makna yang diakui bersama oleh suatu

kelompok budaya. Ini adalah alat manajerial penting dalam organisasi nilai-

rasional, karena melalui keyakinan bersama dan tradisi bahwa perguruan tinggi

tersebut dapat dikoordinasikan dan dikendalikan dan loyalitas profesional,

komitmen, dan identitas dapat dipertahankan.

Intensitas budaya akademik tidak hanya ditentukan oleh kekayaan dan

relevansi simbolisme untuk pemeliharaan kreatifitas profesional, tetapi dengan

ikatan organisasi sosial. Obligasi ini diciptakan oleh mekanisme komunikasi

kolegial dengan umpan balik tentang kegiatan profesional.64

Untuk mekanisme

ini untuk mengoperasikan lembaga perlu mengambil langkah-langkah khusus

untuk mensosialisasikan individu untuk sistem kepercayaan organisasi, dan

mempromosikan kegiatan bersama antara rekan-rekan dari seluruh perusahaan.

Penurunan budaya akademik dengan demikian sebagian dapat dilacak

pertumbuhan yang cepat dari masyarakat akademik, isolasi spesialisasi, dan

kurangnya perhatian yang diberikan untuk proses organisasi sosial yang

diperlukan untuk memelihara budaya akademik. Pengelolaan budaya akademik

karena melibatkan kedua manajemen makna dan pengelolaan integrasi sosial.

Salah satu contoh kurangnya perhatian ini untuk integrasi sosial dapat dilihat

64

Hage, H. Communication and Organizational Control. New York: John Wiley.

1974.

Page 31: BUDAYA ORGANISASI DI UNIVERSITAS SAINS AL- QUR’AN …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/49932... · 2020. 2. 3. · Disertasi BUDAYA ORGANISASI DI UNIVERSITAS SAINS

20

dalam pengembangan lapangan baru. Selama periode organisasi pertumbuhan

yang cepat sering tumbuh adopsi daripada ekstensi. Adopsi memerlukan

penunjukan spesialis di bidang baru yang kemudian membuat keputusan

penting yang independen tentang pegawai tambahan. Jika pegawai baru

disosialisasikan, baik dalam bentuk departemen atau lapangan, dan norma

institusional. Pengembangan kurikulum, definisi tingkatan dan proses

perkuliahan dan penelitian, dilakukan dalam isolasi dari rekan-rekan lain,

kebijakan kelembagaan responsif terbaik dinyatakan atau mekanisme yang jauh

dari ulasan. Potensi konflik dari waktu ke waktu dengan keyakinan dasar

kelembagaan menjadi jelas. Hal ini sering dialami dalam program profesional

yang baru atau bidang baru seperti studi etnis, di mana anggota fakultas tidak

sepenuhnya berlangganan ideologi lembaga induk dan sebagai masalah hasil

dari kontrol kualitas dan integritas akademik menjadi sumber perdebatan.

Sebaliknya, beberapa lembaga lebih selektif tumbuh dengan ekstensi.

Pemilihan pegawai baru sering dibutuhkan komitmen untuk disiplin

sehingga menjamin bahwa nilai-nilai akademik tradisional dapat dipahami dan

dipatuhi. Sementara seleksi umum pegawai baru, komitmen akan kedisiplinan

diciptakan dari kelompok kecil pegawai yang telah ada sebelumnya secara

intens disosialisasikan tentang pemahaman nilai-nilai akademik. Sehingga

pertumbuhan sekitar internal perguruan tinggi sudah berkomitmen dengan

budaya akademik, pemilihan pegawai baru dengan menekankan harmoni antara

sosialisasi dan sistem kepercayaan institusional, dan pengangkatan anggota baru

yang berkomitmen pada ideologi kedisiplinan, semua cenderung untuk

memastikan kekuatan budaya akademik dan pemeliharaan norma-norma

akademik. Pemeliharaan budaya akademik tergantung pada tingkat substansial

pada pengelolaan yang cermat dari teknik organisasi sosial penting untuk

mempertahankan sistem kepercayaan umum. Teknik ini melibatkan penekanan

pada sosialisasi dan kebijakan yang mempromosikan komunikasi organisasi

terutama melalui kegiatan bersama menampilkan integrasi vertikal dan

horisontal. Pada aspek ini organisasi sosial ditambah dengan sistem keyakinan

bersama adalah metode utama koordinasi dan kontrol dalam nilai organisasi

rasional.

Dari uraian pentingnya membangun budaya organisasi di perguruan

tinggi, kemudian diterjemahkan dalam budaya akademik, juga tidak kalah

pentingnya pemahaman akan nilai-nilai organisasi. Dengan nilai tersebut adalah

bagaimana individu dalam organisasi tersebut dapat dengan mudah beradaptasi

terhadap organisasinya tersebut. Dan juga dengan mudah memahami pada

dimensi manakah anggota organisasi tersebut berada, sehingga anggota

organisasi dapat menyadari posisinya sebagai warga organisasi.

Beberapa dimensi budaya organisasi yang dirumuskan oleh para pakar

seperti yang dijabarkan dalam Morden‟s Models of National Culture;65

65

Morden, T. Models of National Culture- A Management Review. Cross Cultural

Management. 6 (1). 1999:19-44.

https://www.emeraldinsight.com/doi/abs/10.1108/13527609910796915

Page 32: BUDAYA ORGANISASI DI UNIVERSITAS SAINS AL- QUR’AN …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/49932... · 2020. 2. 3. · Disertasi BUDAYA ORGANISASI DI UNIVERSITAS SAINS

21

Model Source Cultural Dimensions

Single Di-

mension

Hall (1990)

Lewis (1992)

Fukuyama (1995)

High Context-Low Context

Monochronic-Polychronic

High Trust-Low Trust

Multiple

Dimension

Hofstede (1980)

Hampden-Turner &

Trompenaars (1994)

Lessem & Neubeauer (1994)

Kluckhohn & Strodbeck (1961)

Power Distance

Individualism-Collectivism

Masculinity-Femininity

Uncertainty Avoidance

Universalism-Particularism

Analyzing-Integrating

Individualism-Communitarians

Inner-Directed – Outer-

Directed

Time as Sequence – Time as

Synchronization

Achieved Status-Ascribed

Status

Pragmatism-Idealism/ Wholism

Rationalism-Humanism

Relationship to Nature

Time Orientation

Basic Human Nature

Activity Orientation

Human Relationship

Space

Historical-

Social

Bloom, Calori & de Woot

(1994)

Chen (1995)

Euromanagement Model

South East Asian Management

Model

Dimensi-dimensi budaya organisasi sebagaimana dijelaskan oleh

hofstede, penjabarannya sebagai berikut:

1. Individualistic atau collectivistic. Dalam budaya individualistik, baik

pemimpin maupun anggota organisasi akan berusaha melibatkan diri dalam

pengambilan keputusan untuk memaksimalkan pengaruh individual mereka

dan mendapatkan hasil baik bagi mereka. Dalam budaya kolektivistik,

orang melihat dirinya sebagai anggota kelompok atau kolektif, menyukai

aktivitas kelompok, dan mengharapkan keputusan dilakukan berdasar

konsensus atau konsultatif, dimana pengaruh keputusan pada setiap orang

dipertimbangkan.

2. Power distance, merupakan praktik kepemimpinan otokratik yang diadopsi

dan ditoleransi budaya dengan high-power distance, di mana perbedaan

kekuasan yang besar antara atasan dan bawahan diharapkan dan ditoleransi.

Sebaliknya apabila orang tidak dapat menerima perbedaan atau

mengharapkan perlakuan yang sama, dinamakan low-power distance.

Page 33: BUDAYA ORGANISASI DI UNIVERSITAS SAINS AL- QUR’AN …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/49932... · 2020. 2. 3. · Disertasi BUDAYA ORGANISASI DI UNIVERSITAS SAINS

22

Hofstede memberikan batasan untuk menilai tingkatan power

distance seperti luas wilayah (dengan asumsi bahwa makin luas wilayah

yang dikuasai maka makin rendah tingkat perbedaan kekuasaan),

banyaknya anggota organisasi (dengan asumsi bahwa makin besar atau

makin banyak anggota organisasi yang dipimpinnya maka makin tinggi

tingkat perbedaan kekuasaannya) dan kesejahteraan (dengan asumsi bahwa

makin sejahtera kehidupan anggota organisasi dengan demikian makin

rendah tingkat perbedaan kekuasaan).66

3. Uncertainty avoidance, dalam budaya dengan high uncertainty avoidance,

sebuah rekayasanya adalah pemimpin menstrukturkan pekerjaan bawahan,

mungkin melalui birokrasi, dan membuat keputusan yang mungkin

meningkatkan stabilitas, akan diharapkan berjalan baik. Adapun dalam

budaya low uncertainty avoidance rekayasa organisasinya akan lebih

banyak terdapat fleksibilitas dalam menjalankan pekerjaan.

4. Masculinity atau femininity, seorang pegawai yang memelihara

hubungannya dengan anggota kelompok lainnya serta merta mengabaikan

peluang pribadi seperti pengakuan (aktualisasi diri) dan promosi, dalam hal

ini terdapat dalam feminine culture, tetapi mungkin dipandang aneh dalam

masculine culture.

5. Term Orientation; dinamisasi kehidupan merupakan hal penting, keragama

merupakan keharusan, oelh karena itu diperlukan sebuah perubahan dan

modernisasi, tetapi tidak harus meninggalkan tradisi justru harus

mensinergikan antara tradisi dan modernisasi. Kemudian dalam menjaga

dinamisasi organisasi agar suasana organisasi positif dan mendukung

organisasi, diperlukan menghormati tanggung jawab dan status sosial yang

tak hanya dimaknai biaya dan finansial, karena keduanya hanya bagian

kecilnya. Tekanan untuk menjaga hubungan baik dengan teman walaupun

harus menambah biaya merupakan suatu keharusan dan kebaikan meskipun

menambah biaya, karena untuk melakukan perubahan memerlukan

kedekatan personal, emosional, professional, dan spiritual.

Trompenaars memiliki dimensi yang berbeda dengan hofstede dalam

mengelompokkan dimensi yang tekandung dalam organisasi, antara lain;

1. Universalisme atau Particularisme. Pengertiannya bahwa dimensi universal

ini lebih menekankan pada prosedural atau aturan-aturan organisasi yang

disiplin. Sedangkan, dimensi partikular lebih menekankan pada

penghargaan relasi interpersonal namun juga tetap mengindahkan prosedur

organisasi dengan baik.

2. Individualisme atau Collectivisme. Pengertiannya dimensi individual ini

menekankan pada kemampuan individu menyelesaikan berbagai

permasalahan organisasi tanpa bantuan orang lain. Sedangkan kolektifitas

menekankan pada kemampuan individu menyelesaikan berbagai

66 Chairuman Armia, “Pengaruh Budaya Terhadap Efektivitas Organisasi: Dimensi

Budaya Hofstede” JAAI volume 6 no. 1, juni 2002.

Http://www.jurnal.uii.ac.id/index.php/jaai/article/view/870

Page 34: BUDAYA ORGANISASI DI UNIVERSITAS SAINS AL- QUR’AN …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/49932... · 2020. 2. 3. · Disertasi BUDAYA ORGANISASI DI UNIVERSITAS SAINS

23

permasfalahan organisasi bersama kelompok atau orang lain yang bekerja

sama dalam organisasinya.

3. Netral atau Afektif. Pengertiannya dimensi netral ini tidak menonjolkan

perasaan dari anggota organisasinya, perasaan emosi mampu diredam.

Sedangkan dimensi afektif lebih ekspresif dalam berbagai permasalahan

organisasi sehingga mudah bagi pimpinan organisasi memahami perasaan

dari anggota organisasinya.

4. Spesifik atau difusi. Pengertiannya dimensi spesifik lebih menekankan pada

pemisahan antara kepentingan organisasi dengan kepentingan lainnya.

Sedangkan dimensi difusi ditekankan pada pentingnya memahami dan

memaklumi kepentingan organisasi dan kepentingan lainnya sehingga

terjadi dinamika kehidupan berorganisasi yang lebih baik, dengan kata lain

terjadi integrasi internal dan adaptasi eksternal.

5. Prestasi atau askripsi. Pengertiannya dimensi prestasi memberikan

perhatian lebih pada tingkat pencappaian yang tinggi bagi setiap anggota

organisasi. Sedangkan dimensi askripsi memberikan perhatian lebih pada

kehidupan sosial organisasi, dengan demikian ada jaminan hubungan atau

komunikasi antar anggota organisasi lebih baik dan kondusif tanpa

memandang gender, ras, suku, agama dan lain sebagainya.

Kedua dimensi tersebut memiliki perbedaan dan juga persamaan seperti

pada pemahaman tentang dimensi power distance dengan dimensi

universalisme-particularisme, dimana keduanya membahas kemampuan

pemimpin dalam menjalankan tugasnya sebagai pemimpin sekaligus menjadi

teladan bagi anggota organisasinya. Jika pemimpin memandang bahwa anggota

organisasi sebagai partner kerja maka ini diidentifikasikan bahwa pemimpin

menggunakan dimensi high powef distance atau dimensi particulaisme, begitu

juga sebaliknya. Adapun perbedaannya adalah dimensi hofstede lebih dinamis

dalam memandang pemimpin dengan kemampuannya mengelola organisasi,

berbeda dengan dimensi trompenaars yang terkesan lebih pada pemahaman

yang bersifat prosedural terhadap pemimpin dalam menjalankan tugasnya.

Berdasarkan pembahasan beberapa dimensi budaya organisasi diatas,

yang berorientasi pada pemahaman nilai-nilai organisasi yang terkandung

didalamnya. Sedangkan Hofstede berpendapat untuk mempelajari nilai-nilai

organisasi tersebut harus membandingkan antar individu di dalam organisasi.

Makna Nilai sendiri adalah standar evaluatif yang berhubungan dengan

pekerjaan atau lingkungan kerja dimana individu melihat apa yang benar atau

menilai pentingnya preferensi.67

Vijay Sathe menjelaskan values sebagai basic

assumption about what ideals are desirable or worth striving for.68

Robbins

manambahkan nilai mengandung unsur menghakimi bahwa mereka membawa

67

Matic, L. J. “Cultural Differences In Employee Work Values and Their

Implications for Management”. Journal Management. Vol. 13, 2, 2008. 93-104.

https://hrcak.srce.hr/index.php?show=clanak&id_clanak_jezik=46584 68

Vijay Sathe. Culture And Related Corporate Realities. (Richard D. Irwin, Inc.

Homewood, III, 1985). 35

Page 35: BUDAYA ORGANISASI DI UNIVERSITAS SAINS AL- QUR’AN …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/49932... · 2020. 2. 3. · Disertasi BUDAYA ORGANISASI DI UNIVERSITAS SAINS

24

ide-ide individu tentang apa yang benar, baik atau diinginkan.69

Menurut Geert

Hofstede nilai sebagai a broad tendency to prefer certain states of affairs over

others.70

Sedangkan Webster, nilai diartikan sebuah tingkat kelayakan, utilitas

atau kepentingan. Dengan demikian, nilai harus dipilih sesuai hati nurani

seseorang. Nilai yang dipilih secara bebas akan terinternalisasi, menjadi

pelindung dan nilai hidup selamanya bagi seseorang. Memilih nilai secara bebas

berarti bebas dari tekanan, seperti tekanan yang jelas terlihat atau nampak

dirasakan dan juga nilai yang dalam bentuk tertutup atau dirahasiakan dari

orang-orang yang terkait.71

Triguno menyatakan bahwa lembaga pendidikan yang efektif dan

berkualitas memiliki karakteristik seperti dalam misi utamanya terdapat

persamaan,72

terkait; shared values and beliefs; clear goals; instructional

leadership. Nilai adalah sebuah kualitas,73

karena setiap organisasi memiliki

keyakinan, norma-norma, nilai-nilai, dan persepsi yang berbeda dalam

memandang suatu objek. Oleh sebab itu, perbedaan tersebut memberikan

identitas dan karakteristik kepada masing-masing kelompok. Kluckhohn dalam

bahasanya menjelaskan bahwa nilai adalah sebuah konsep, eksplisit atau

implisit, berdasarkan atas individual atau kelompok dalam organisasi yang

kemudian mampu mempengaruhi model, pemaknaan dan pada akhirnya

menjadi prilaku organisasi.74

Andreas Danandjaja menjelaskan lebih rinci dalam sistem nilai yakni

pengertian-pengertian yang dihayati seseorang mengenai apa yang lebih penting

dan kurang penting, apa yang lebih baik atau kurang baik, dan apa yang lebih

benar atau kurang benar.75

Simons mengidentifikasi unsur-unsur yang dapat

membantu kita menentukan apa yang disebut sebagai pengaruh organisasi,

diantaranya nilai yakni penilaian abstrak tentang hal-hal seperti apa yang moral,

penting, indah.76

Karena pengaruh organisasi sebagai komunikasi manusia yang

69

Robbins, S. Organisational Behaviour: Concepts, Controversies and

Applications. 6th ed. (New Jersey: Prentice Hall, 1993). 34. 70

Geert Hofstede. Culture‟s Consequences International Differences in Work-

related Values. (Baverly Hills, Ca: Sage Publ., 1980). 24 71

Webster. Third New International Dictionary. Encyclopedia. (Britania, Meriam

Webster Inc, 1981). 2530 72

Triguno. Budaya Kerja: Menciptakan Lingkungan yang Kondusif untuk

Meningkatkan Produktivitas Kerja. (Jakarta: Golden Terayon Press, 2004). 1 73

Abdul Latif. Pendidikan Berbasis Nilai Kemasyarakatan. (Bandung: Refika

Aditama, 2997). 69 74

Melvin L. Kohn. “Social Class And Parent Child relationship; An

Interpretation”. American Journal of Sociology Vol. 68, No. 4 (Jan., 1963), Published by

University of Chicago Press. 471-480 75

Andreas A. Danandjaja. Sistem Nilai Manajer Indonesia. (Jakarta: Pustaka

Binaman Pressindo, 1986). 4 76

Simons dalam Laode Muhamad Umran. “The Political of Communication and

Imaging (Analysis of Theoretical Imaging the Politics in Indonesia)”. IOSR Journal Of

Humanities And Social Science (IOSR-JHSS) Volume 19, Issue 3, Ver. I (Mar. 2014), PP 74-

84 e-ISSN: 2279-0837, p-ISSN: 2279-0845. www.iosrjournals.org

Page 36: BUDAYA ORGANISASI DI UNIVERSITAS SAINS AL- QUR’AN …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/49932... · 2020. 2. 3. · Disertasi BUDAYA ORGANISASI DI UNIVERSITAS SAINS

25

dirancang untuk mempengaruhi orang lain dengan memodifikasi keyakinan

mereka, nilai-nilai, atau sikap. Adapun nilai sebagai cita-cita atau standar yang

digunakan untuk mengarahkan perilaku mereka, nilai-nilai yang diharapkan

setelah melalui proses usaha dalam kehidupan mereka.77

Nilai adalah standar

yang kita gunakan dalam membuat penilaian tentang apa yang penting dalam

hidup dan apa yang benar atau salah dalam perilaku manusia. Kami menilai diri

kita sendiri dan lain dalam hal nilai-nilai kita. Kita mungkin tidak setuju dengan

nilai-nilai orang lain, tapi semua orang hidup dengan nilai-nilai orang membuat

penilaian tentang apa yang penting dalam hidup melalui nilai-nilai mereka.

Soebijanta mengartikan nilai sebagai cerminan sikap dan tingkah laku

individu organisasi, seperti dikonsepsikan pada pemahaman nilai kemudian

muncul sikap atas dasafr pemahaman tersebut dan pada akhirnya muncul reaksi

atau respon dari anggota organsiasi berupa tindakan-tindakan.78

Oleh karena itu,

sudah seharusnya nilai bisa dipahami berdasarkan ukuran, standar, objektif,

kesepakatan bersama dan adanya penetapan yang dilakukan oleh lembaga yang

berwenang.79

Kategori nilai perspekti Danandjaja; pertama nilai berdasarkan

kepentingannya didasarkan pada kebutuhannya. Kedua kebaikannya didasarkan

pada moral-etika. Dan ketiga kebenarannya didasarkan pada logika. Dengan

demikian kategori nilai tersebut disebut juga sistem nilai karena berdasarkan

faktor-faktor tersebut.80

Sedangkan Murphy mendapati seseorang dengan sistem

nilai yang berbeda mengalami kesulitan untuk bekerja bersama.81

Proses

penyesuaian antara nilai organisasi terhadap nilai-nilai yang dipahami bersama

anggota organisasi dapat menjadi alternati pemecahan masalah hubungan

interpersonal dan meningkatkan manajemen sumber daya manusia agar lebih

sukses lagi.

Pemahaman sistem nilai yang dimulai dari pemahaman prinsip dan

aturan-aturan organisasi, seperti dalam penjelasan berikut; suatu sistem nilai

adalah sebuah pemahaman organisasi berdasarkan pada prinsip-prinsip dan

aturan-aturan untuk mendukung terciptanya alternati-alternati kesimpulan atas

permasalahan organisasi, terumuskan solusi atas konlik, dan memunculkan

keputusan baru.82

Sebagai contoh kategori system nilai dengan skala; (a) yang

77

Lombardo Tom. Educational Ethics and Values. (USA: The Macmillan

Company and the Free Press, 2004). 5 78

J.M. Soebijanta. “Nilai, Pelimbahan Nilai Dan Penjernihan Nilai”. dalam Atma

Nan Jaya, Desember 1988, UAJ Jakarta, 1988 79

Taliziduhu Ndraha. Budaya Organisasi. (Jakarta: Rinek Cipta, 2003). 17-32 80

Taliziduhu Ndraha. Budaya Organisasi. (Jakarta: Rinek Cipta, 2003). 17-32 81

Murphy dan Enz dalam Joyce Beggs, Dorothy C. Doolittle and

Diane Garsombke. “Work Value Orientations And Patterns: A Comparison Of Future

Managers With Manager And Non-Manager Groups” International Journal of Value-

Based Management, October 1995, Volume 8, Issue 3. 289-300 82

Andreas A. Danandjaja. Sistem Nilai Manajer Indonesia. (Jakarta: Pustaka

Binaman Pressindo, 1986). 73

Page 37: BUDAYA ORGANISASI DI UNIVERSITAS SAINS AL- QUR’AN …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/49932... · 2020. 2. 3. · Disertasi BUDAYA ORGANISASI DI UNIVERSITAS SAINS

26

terpenting (b) yang lebih penting (c) yang penting (d) yang kurang penting (e)

yang tidak penting.

Menurut Subur nilai merupakan implikasi hubungan yang diadakan

oleh manusia yang sedang memberi nilai antara satu benda dengan satu

ukuran.83

Transmisi nilai bisa dikatakan persoalan komunikasi nilai, tentunya

sama seperti komunikasi pada umumnya, keberhasilan komunikasi nilai

tergantung pada kelancaran komunikasi. Dengan demikian, nilai meliputi nilai

subjekif, nilai objektif dan nilai ideal bersifat abstrak. Nilai tersebut baru dapat

diamati atau dirasakan jika terekam atau termuat pada suatu wahana (vehicle).

Wahana itulah budaya. Jadi budaya dengan nilai tak terpisahkan dan antara

keduanya harus terdapat keselarasan, keserasian dan keseimbangan.84

Fungsi nilai, Values serve as standards of behavior, as well as criteria

for judging and choosing. They are, in effect, abstract ideas-concept revealed

and expressed through human action and speak. Values underline and give

purpose to human behavior; human behavior, in turn, shapes values”.85

Nilai

berfungsi sebagai standar perilaku, serta kriteria untuk menilai dan memilih.

Mereka, pada dasarnya, ide-ide abstrak - konsep terungkap dan diekspresikan

melalui tindakan manusia dan berbicara. Nilai menggarisbawahi dan

memberikan tujuan untuk perilaku manusia; perilaku manusia, pada gilirannya,

membentuk nilai-nilai. Sesuai dengan tersebut diatas, Earle menyatakan nilai

sebagai kualitas positif dari sesuatu yang diinginkan, berguna, menarik, baik

dan penting; hanya beberapa dari istilah yang tersedia untuk ekspresi nilai-nilai

positif.86

Dalam Islam, nilai dan etika memiliki dua dimensi; Pertama etika

kepada Allah. Seorang Muslim harus beriman kepada Allah dan harus

menyembah-Nya. Yang kedua adalah etika terhadap orang lain; seorang muslim

harus memiliki etika yang baik dengan orang lain dengan mempertahankan

hubungan yang baik. Etika sangat penting untuk efektivitas organisasi dan

diperlukan untuk hubungan interpersonal. Van Baal cenderung mempersepsikan

nilai dengan agama sebagai alat manusia untuk melakukan interaksi dengan

alam semesta sebagaimana dijelaskan dalam al-Qur‟an.87

Subur menambahkan

keterangan dimana nilai spiritual hanya satu dari empat tingkatan nilai dalam

83

Subur. “Pendidikan Nilai: Telaah tentang Model Pembelajaran”. Insania, Jurnal

Pemikiran Alternatif Pendidikan. Vol. 12, No. 1, Januari-April 2007. Purwokerto: STAIN. 5

http://ejournal.iainpurwokerto.ac.id/index.php/insania/article/view/215 84

Taliziduhu Ndraha. Budaya Organisasi. (Jakarta: Rinek Cipta, 2003). 17-32 85

Berry K. Beyer. Teaching Thinking in Social Studies; Using Inquiry in the

Classroom. (London Sydney: Bell and Hawell Company, 1979). 268 86

William James Earle. Introduction to philosophy. (Singapure: Mc Graw-Hill Inc,

1992). 297 87

Van Baal J. Symbols for Communication. An Introduction to the Anthropological

Study of Religion. (Assen, 1971). 177

Page 38: BUDAYA ORGANISASI DI UNIVERSITAS SAINS AL- QUR’AN …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/49932... · 2020. 2. 3. · Disertasi BUDAYA ORGANISASI DI UNIVERSITAS SAINS

27

kehidupan manusia, seperti nilai nikmat, nilai hidup, nilai jiwa, dan nilai

spritual.88

Agama sendiri seperti yang dikatakan giddens terdiri dari terdiri dari

simbol-simbol yang menumbuhkan ketaatan dan tindakan keagamaan secara

disiplin oleh pemeluknya.89

Tindakan keagamaan ini bisa berwujud juga

pemakmuran rumah ibadah, suatu aktivitas untuk menampilkan dan menjaga

rutinitas keagamaan serta menjadikan nilai-nilai keagamaan sebagai filter bagi

pemeluknya.90

Sedangkan Weber memposisikan agama sebagai doktrin saja

tidak cukup untuk mengatakannya tindakan sosial, tetapi jika agama dipahami

dari pemaknaan subjektif individunya, maka bisa dikatakan sebagai tindakan

sosial. Kesimpulannya, soziale gebilde muncul atas tindakan keagamaan yang

diawali dari pemaknaan subjektif individu bukan dari kelompok atau pemeluk

agama lain.91

Lebih jauh untuk memahami nilai-nilai yang termanifestasikan dalam

budaya, peran pemimpin menjadi signifikan, adapun enam langkah utama pada

konkritisasi nilai menjadi budaya: a) Apakah pemimpin memperhatikan,

mengukur, dan mengendalikan secara teratur?, pemimpin yang ulet merupakan

pemimpin yag mampu mencurahkan perhatiannya terhadap hal detail dalam

organisasinya, sehingga mampu mengendalikan dan mengembangkan program-

program organisasinya agar lebih efektif dan efisiens. b) Bagaimana pemimpin

bereaksi terhadap suasana kritis dan krisis organisasi?, c) Kriteria yang telah

diamati oleh pemimpin untuk mengalokasikan sumber daya yang terbatas, hal

ini dilakukan agar sumber daya yang tersalurkan tepat sasaran dan akuntable. d)

pemberdayaan dan percontohan pelaksanaan peran, pembelajaran, dan

pembinaan yang disengaja. e) Pemimpin memiliki kriteria dalam pemberian

penghargaan dan status. Dan terakhir, f) Pemimpin juga memiliki kriteria untuk

merekrut, memilih, mempromosikan, pensiun, dan memberhentikan anggota

organisasi.

Enam mekanisme sekunder perwujudan nilai-nilai menjadi budaya: a)

Desain dan struktur organisasi. b) Sistem dan prosedur organisasi. c) upacara

dan ritual Organisasi. d) Desain fisik, jiwa, dan bangunan dari organisasi. hal ini

dimaksudkan dengan pentingnya dalam sebuah organisasi membangun dan

membentuk subjek organisasi dengan memperhatikan sisi psikologi, motivasi

dan identitas jelas organisasi. e) Cerita, legenda, dan mitos dari orang-orang dan

88

Subur. “Pendidikan Nilai: Telaah tentang Model Pembelajaran”. Insania, Jurnal

Pemikiran Alternatif Pendidikan. Vol. 12, No. 1, Januari-April 2007. Purwokerto: STAIN. 6

http://ejournal.iainpurwokerto.ac.id/index.php/insania/article/view/215 89

Anthoni Giddens. The Constitution of Society: Teori Strukturasi Untuk Analisis

Sosial. (Yogyakarta: Pedati, 2003). 452. 90

Flavius Floris Andries. “Movement of Campus‟ Mosque at UGM and UIN

Sunan Kalijaga In Order to Understand National Politic” Jurnal “Analisa” Volume 19

Nomor 02 Juli - Desember 2012

https://blasemarang.kemenag.go.id/journal/index.php/analisa/article/view/161 91

Laeyendecker L. Tata, Perubahan, dan Ketimpangan, Suatu Pengantar Sejarah

Sosiologi. (Jakarta: Gramedia Pustaka Utama, 1991). 315.

Page 39: BUDAYA ORGANISASI DI UNIVERSITAS SAINS AL- QUR’AN …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/49932... · 2020. 2. 3. · Disertasi BUDAYA ORGANISASI DI UNIVERSITAS SAINS

28

peristiwa yang telah ada sebelumnya. Dan f) Pernyataan formal tentang filosofi,

nilai, dan kepercayaan organisasi. Dengan langkah-langkah ini semua,

diharapkan nilai-nilai budaya organisasi dapat dengan mudah disosialisasikan

dan kemudian diaplikasikan dalam kehidupan organisasi.

B. Kepemimpinan Organisasi

Suatu Organisasi pasti memiliki dan memerlukan figur seorang

pemimpin yang mampu menjalankan proses kepemimpinan bagi keseluruhan

organisasinya. Kepemimpinan dituntut memiliki kemampuan dan keterampilan

mengarahkan organisasi yang merupakan faktor penting dalam efektivitas

pemimpin.92

Beberapa organisasi membutuhkan banyak pemimpin untuk

mengawal dan mengelola organisasi dengan demikian digunakan istilah

pimpinan, pemimpin-pemimpin tersebut dikonsentrasikan membantu pimpinan

utama dengan menjadi pimpinan-pimpinan pada unit-unit organisasi pada

tingkatan dibawahnya.

Tugas kepemimpinan menurut Pfeffer dalam organisasi adalah untuk

membuat kegiatan yang berarti dan masuk akal, yang menghasilkan sentimen

positif, sikap, dan perasaan di antara anggota organisasi.93

Dengan kata lain,

pemimpin melakukan peran simbolis untuk membenarkan keputusan organisasi

dan kinerja organisasi. Hubungan yang kuat dengan visi dan strategi perusahaan

menekankan peran eksplisit manajemen puncak dalam perumusan identitas

organisasi.94

Walaupun identitas perusahaan berbeda dari identitas organisasi

yang menunjukkan sebagai fungsi kepemimpinan dan dengan fokus pada

simbolik.95

Meskipun kedua konsep membangun gagasan tentang sebuah

organisasi.96

Kepemimpinan sebagai faktor yang dapat mempengaruhi pembelajaran

organisasi Popper dan Lipshitz,97

seperti halnya pemimpin dapat membuat

struktur organisasi dan membentuk budaya organisasi untuk menghasilkan

pengaruh melalui berbagai urusan, tindakan dan pelayanan. Dengan demikian,

kepemimpinan benar-benar mempengaruhi pembelajaran organisasi dan sangat

92 James Stoner and Charles Wankel. Management. 3rd ed. (New Dehli: prentice

Hall of India. 1998). 445. 93

Pfeffer, J. "Management as symbolic action: the creation and maintenance of

organizational paradigms", 1981. in Star, B. and Cummings, L. (Eds), Research in

Organizational Behavior, Vol. 3, JAI Press, Greenwich, CT, 1-52. 94

Abratt, R. "A new approach to the corporate image management process",

Journal of Marketing Management, Vol. 5 No. 1, 1989. 63-76.

http://www.tandfonline.com/doi/abs/10.1080/0267257X.1989.9964088?journalCode=rjmm2

0 95

Olins, W. Corporate identity, Thames & Hudson, London. 1989. 96

Balmer, J.M.T. "Corporate branding and connoisseurship", Journal of General

Management, Vol. 21 No. 1, 1995. 25

http://journals.sagepub.com/doi/abs/10.1177/030630709502100102 97

Popper, M. and Lipshitz, R. “Installing mechanisms and instilling values: the role

of leaders in organizational learning”, The Learning Organization, Vol. 7 No. 3, 2000a. 135-

45. http://www.emeraldinsight.com/doi/abs/10.1108/09696470010335854

Page 40: BUDAYA ORGANISASI DI UNIVERSITAS SAINS AL- QUR’AN …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/49932... · 2020. 2. 3. · Disertasi BUDAYA ORGANISASI DI UNIVERSITAS SAINS

29

berkorelasi dalam meningkatkan proses dan hasil kegiatan belajar organisasi.98

Pemimpin juga dapat meningkatkan kemampuan organisasi melalui

menyampaikan visi mereka dan kesempatan belajar yang diciptakan oleh para

pemimpin yang diijinkan untuk bawahan mereka dapat meningkatkan kinerja

organisasi.99

Dengan demikian para pemimpin juga dapat mengusulkan dan

mengambil tindakan masa depan yang baik.100

Fungsi manajemen kepemimpinan terutama ditujukan untuk mengelola

perilaku pegawai dan dengan menjelaskan dan memprediksi produktivitas

pegawai, mengundurkan diri tingkat dan kepuasan kerja dalam upaya untuk

mencapai tujuan akhir untuk keterlibatan kerja agresif pegawai dan komitmen

untuk perusahaan.101

Yeung et al. menyatakan bahwa dalam pembelajaran

organisasi, diperlukan bagi para pemimpin untuk merancang budaya dan sistem

pada pegawai dengan tantangan yang terus menerus untuk menciptakan masa

depan yang sejahtera untuk organisasi.102

Secara konseptual, manajer puncak organisasi dapat mempengaruhi

kreativitas pegawai dan inovasi organisasi dalam beberapa cara berbeda.

Pertama, mereka mendefinisikan dan membentuk konteks kerja di mana

pegawai berinteraksi untuk menentukan tujuan, masalah, dan solusi.103

Dengan

mengartikulasikan visi yang menekankan jangka panjang lebih dari hasil jangka

pendek, pemimpin dapat mengarahkan upaya individu dan bersama pegawai

terhadap proses kerja yang inovatif dan berhasil.104

Lebih luas, para pemimpin

organisasi adalah sumber kunci dari pengaruh budaya organisasi.105

Dengan

menciptakan dan mempertahankan iklim organisasi dan budaya yang

memelihara upaya kreatif dan memfasilitasi difusi pembelajaran, pemimpin

98

Lam, Y.L. “Defining the effects of transformation leadership on organization

learning: a cross-cultural comparison”, School Leadership & Management, Vol. 22 No. 4,

2002. 439-52. http://www.tandfonline.com/doi/abs/10.1080/1363243022000053448 99

Edmondson, A.C. “The local and variegated nature of learning in organizations:

a group-level perspective”, Organization Science, Vol. 13 No. 2, 2002. 128-46.

https://pubsonline.informs.org/doi/abs/10.1287/orsc.13.2.128.530 100

Pfeffer, J.,'& Davis-Blake, A. Administrative succession and organizational

performance: How administrator experience mediates the succession effect. Academy (f

Management Journal, 29, 1986. 72-83. http://amj.aom.org/content/29/1/72.short 101

Robbins, S.P. Organizational Behavior: Concepts, Controversies, and

Applications, 10th ed, Prentice Hall, Upper Saddle River, NJ. 2003. 102

Yeung, A. K., Ulrich, D. O., Nason, S. W., & Von Glinow, M. A.

Organizational learning capability: generating and generalizing ideas with impact. New

York: Oxford University Press. 1999. 103

Redmond, M. R., Mumford, M. D., & Teach, R. Putting creativity to work:

Effects of leader behavior on subordinate creativity. Organizational Behavior and Human

Decision Processes, 55(1), 1993. 120-151.

https://www.sciencedirect.com/science/article/pii/S0749597883710277 104

Amabile, T. M. Creativity in context: Update to the social psychology of

creativity. Boulder, CO: Westview Press. 1996. 105

Schein, E. H. Organizational culture and leadership (2nd

ed.). San Francisco:

Jossey-Bass. 1992.

Page 41: BUDAYA ORGANISASI DI UNIVERSITAS SAINS AL- QUR’AN …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/49932... · 2020. 2. 3. · Disertasi BUDAYA ORGANISASI DI UNIVERSITAS SAINS

30

secara signifikan dapat meningkatkan kreativitas organisasi.106

Akhirnya, para

pemimpin dapat mengembangkan dan memelihara sistem yang menghargai dan

manfaat kinerja kreatif melalui kompensasi dan kebijakan terkait sumber daya

manusia lainnya. Ketika sebuah perusahaan menyediakan imbalan intrinsik dan

ekstrinsik sebagai upaya untuk memperoleh keterampilan baru dan

bereksperimen dengan pendekatan kerja kreatif pegawai akan terus diperkuat.107

Banyak pemimpin membuat kesalahan dengan berpikir mereka dapat

mengubah perilaku individu dalam organisasi dengan mengubah budaya.108

Valikangas dan Okumura berpendapat bahwa fakta individu menolak perubahan

adalah sebagai akibat dari kegagalan pemimpin untuk memahami apa yang

memotivasi pengikut untuk mengubah perilaku mereka.109

Singkatnya,

kepemimpinan pada dasarnya adalah sebuah proses pengaruh sosial di mana

individu ingin merasa disertakan, didukung dan diperkuat, terutama selama

perubahan. Hubungan antara individu dan pemimpin mereka akan

mempengaruhi persepsi efektivitas pemimpin. Dengan demikian, pemahaman

tentang hubungan tersebut perlu untuk mengatasi masalah konsep diri individu.

Markus dan Wurf mengemukakan bahwa aspek inti dari kondisi diri yang stabil

adalah mengendalikan situasional, tetapi banyak aspek perifer seperti praktek

budaya dan kepemimpinan organisasi mungkin cukup menghambat faktor yang

mempengaruhi konsekuensi bagi individu maupun persepsi dari pemimpin.110

Dalam penjelasan ini, penting untuk melihat peran kepemimpinan dalam

membuat teladan yang tepat.111

Etika kepemimpinan, apakah mereka baik atau

buruk, positif atau negatif, mempengaruhi etos kerja dan dengan demikian

membantu untuk membentuk pilihan etis dan keputusan dari para pekerja di

tempat kerja.

Dengan demikian, pemimpin berusaha untuk mengklarifikasi nilai-nilai

dan menentukan tujuan organisasi. domain ini menekankan komunikasi tujuan

106

Yukl, G. Leadership in organizations. Upper Saddle River, NJ: Prentice Hall.

2001. 107

Jung, D. I., Chow, C., & Wu, A. The role of transformational leadership in

enhancing organizational innovation: Hypotheses and some preliminary findings.

Leadership Quarterly, 14(4-5), 2003. 525-544.

https://www.sciencedirect.com/science/article/pii/S104898430300050X 108

Nadler, D. A., P. K. Thies and M. B. Nadler. 'Culture Change in the Strategic

enterprise: Lessons from the Field'. 2001. In: C. L. Cooper, S. Carwright and P. C. Earley,

The International Handbook of Organizational Culture and Climate. John Wiley & Sons Ltd,

Chichester. 109

Valikangas, L. and A. Okumara. 'Why do people follow leaders? A study of a

US and a Japanese change program', Leadership Quarterly, 8 (3), 1997. 313–337.

http://nasim.hormozgan.ac.ir/ostad/UploadedFiles/388060/388060-4410031272387417.pdf 110

Markus, H. and E. Wurf. 'The dynamic self-concept: A social psychological

perspective', Annual Review of Psychology, 38, 1987. 299–338.

http://www.annualreviews.org/doi/abs/10.1146/annurev.ps.38.020187.001503?journalCode

=psych 111

Sekhar, R.C. Ethical Choices in Business, Response Books, New Delhi. 1997

Page 42: BUDAYA ORGANISASI DI UNIVERSITAS SAINS AL- QUR’AN …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/49932... · 2020. 2. 3. · Disertasi BUDAYA ORGANISASI DI UNIVERSITAS SAINS

31

dan hasil organisasi, baik secara internal maupun eksternal.112

Misalnya,

Bolman dan Deal telah mencatat "mitologi" peran sering dimainkan oleh para

pemimpin sebagai kepala seremonial organisasi, dalam upaya untuk

memperjelas tanggung jawab peran, mengajarkan nilai-nilai organisasi, dan

mempromosikan misi organisasi.113

Perilaku simbolik dapat mewakili upaya

untuk mengirimkan nilai-nilai organisasi pada tingkat yang lebih dalam

inkulturasi.

Selain mengelola faktor inti dari organisasi, pemimpin juga mungkin

memiliki beberapa dampak pada membangun iklim organisasi yang produktif

melalui penekanan dari setting tertentu nilai-nilai organisasi, dan jumlah usaha

yang dikeluarkan dalam domain ini adalah prediksi dari hasil organisasi.114

Bagian dari peran pemimpin dalam mengelola subsistem ini juga dapat

mencakup ketahanan organisasi dari pengaruh luar, sehingga tujuan dapat

dicapai dan masukan dari lingkungan disalurkan secara konstruktif.

Kepemimpinan memiliki hubungan erat dengan inovasi organisasi.115

King dan Anderson menemukan fakta bahwa gaya kepemimpinan yang

diperlukan adalah untuk mendorong munculnya inovasi organisasi.116

Leonard

dan Swap setuju bahwa seorang pemimpin harus mampu memahami norma-

norma organisasi dan merubah organisasi untuk mendorong kreativitas dan

inovasi organisasi tersebut.117

Terlepas dari idealitas seorang pemimpin, maka

organisasi juga safngat membutuhkan anggota organisasi yang mampu

menerjemahkan ide-ide tersebut sehingga akan sangat terlihat kontribusi

mereka.

Kepemimpinan sebagai salah satu kontributor paling sering

menegaskan untuk kinerja organisasi di semua jenis organisasi. Beberapa studi

telah meneliti hubungan ini secara empiris.118

Secara umum, studi lapangan

telah menemukan bahwa karakteristik kepribadian pemimpin dan perilaku

112

Marcoulides, G.A. and Heck, R.H. “Organizational culture and performance:

proposing and testing a model”, Organization Science, Vol. 4, 1993. 209-25.

https://pubsonline.informs.org/doi/abs/10.1287/orsc.4.2.209 113

Bolman, L. and T. Deal. Modern Approaches to Understanding and Managing

Organizations, San Francisco: Jossey-Bass. 1984. 114

Heck, R. H., T. J. Larsen, and G. A. Marcoulides. "Instructional Leadership and

School Achievement: Validation of a Causal Model," Educational Administration

Quarterly, 26, 2, 1990. 94-125.

http://journals.sagepub.com/doi/abs/10.1177/0013161X90026002002 115

Waldman, D., & Bass, B. M. Transformational leadership at different phases of

the innovation process. Journal of High Technology Management Research, 2, 1991. 169-

180. https://www.sciencedirect.com/science/article/pii/1047831091900026 116

King, N., and Anderson, N. Innovation and Change in Organizations. New

York: Routledge, 1995. 117

Leonard, D. A., and Swap, W. C. When Sparks Fly: Igniting Creativity in

Groups. Boston: Harvard Business School Press, 1999. 118

Nahavandi, A. and A. R. Malekzadeh. 'Acculturation in mergers and

acquisitions', Academy of Management Review, 13 (1), 1988. 79–90.

http://amr.aom.org/content/13/1/79.short

Page 43: BUDAYA ORGANISASI DI UNIVERSITAS SAINS AL- QUR’AN …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/49932... · 2020. 2. 3. · Disertasi BUDAYA ORGANISASI DI UNIVERSITAS SAINS

32

memiliki sedikit efek pada produktivitas organisasi yang diukur dengan tidak

langsung, tindakan keuangan perusahaan-lebar seperti laba dan pengembalian

aset.119

Higgins menemukan beberapa hubungan yang signifikan antara

orientasi kepemimpinan (transaksional terhadap transformasional) dan persepsi

para pemimpin 'dari efektivitas organisasi.120

Namun Thompson menemukan

bukti kuat yang menunjukkan bahwa kehadiran yang peduli, terlibat pemimpin

adalah bahan penting dalam kinerja organisasi.121

Demikian pula, Butler dan

Cantrell menemukan efek yang kuat antara struktur pemulai pemimpin 'dan

pertimbangan pada kedua kepuasan kerja dan produktivitas anggota

kelompok.122

Pada akhirnya pemimpin akan dinilai pada 2 hal, yakni prestasi

organisasi atau organizational achievement dan pembinaan organisasi atau

organizational maintenance. Organizational achievement mencakup: produksi,

pendanaan, kemampuan adaptasi dengan program-program inovatif dan

sebagainya. Dengan pendekatan ini keberhasilan pemimpin menggunakan

langkah-langkah sebagai berikut: Pengamatan terhadap produk yang dihasilkan

oleh proses transformasi kepemimpinan, seperti: Penampilan kelompok,

Tercapainya tujuan kelompok, Kelangsungan hidup kelompok, Pertumbuhan

kelompok, Kemajuan kelompok menghadapi krisis, Bawahan merasa puas

terhadap pemimpin, Bawahan merasa bertanggung jawab terhadap tujuan

kelompok, Kesejahteraan psikologi dan perkembangan anggota kelompok dan

Bawahan tetap mendukung kedudukan dan jabatan pemimpin. Kemudian hasil

transformasi kepemimpinan tersebut dapat dilihat pula beberapa hal seperti:

peningkatan kualitas personal maupun organisasi, kesejahteraan yang tercukupi,

peningkatan daya saing kualitas mahasiswa maupun dosen sehingga

meningkatkan daya tawar perguruan tinggi, target perguruan tinggi yang

tercapai, investasi pada semua sektor, produktivitas, biaya per unit pengeluaran

dan Biaya yang bertalian dengan pengeluaran anggaran dan sebagainya.

Penilaian yang kedua adalah pada Organizational maintenance,

meliputi; kepuasan kerja, motivasi dan semangat kerja. Untuk meneliti ini maka

dibutuhkan pengamatan dari pemimpin secara teliti, antara lain;;

1. Kepuasan kerja, akan dilihat dari imbalan kerja, anggota organisasi bisa

beradaptasi dengan organisasinya, melaksanakan tugas dan tanggung jawab

dengan baik, loyalitas.

119

Costanza, D.P. "Leadership and Organizational Decline: The Relationship

Between Personality Characteristics and Organisational Performance." Ph.D. diss. George

Mason University. 1996. 120

Higgins, C.C. "Transactional and Transformational Leadership: An Examination

of the Relationship Between Leadership Orientation and Perceptions of Organizational

Effectiveness." Ph.D. diss. George Washington University. 1998. 121

Thompson, J.W. "Employee Attitudes, Organizational Performance, and

Qualitative Factors Underlying Success." Journal of Business and Psychology. 1996.

11:171-96. https://link.springer.com/article/10.1007/BF02193858 122

Butler, J.K., and Cantrell, R.S. 1997 "Effects of Perceived Leadership Behaviors

on Job Satisfaction and Productivity." Psychological Reports 80:976-78.

http://journals.sagepub.com/doi/abs/10.2466/pr0.1997.80.3.976

Page 44: BUDAYA ORGANISASI DI UNIVERSITAS SAINS AL- QUR’AN …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/49932... · 2020. 2. 3. · Disertasi BUDAYA ORGANISASI DI UNIVERSITAS SAINS

33

2. Motivasi, dilihat dari; kedisiplinan, rotasi kepegawaian, kritik, keinginan

mutasi, resign, mogok kerja dan perusakan fasilitas organisasi dan adanya

sikap ketidaksesuaian dengan pemimpin akhirnya memunculkan konflik.

3. Semangat kerja, seperti: adanya kerjasama dalam organisasi; motivasi

kelompok, kebijakan pimpinan menyelesaikan konflik, profesionalitas

kerja, partisipasi dalam kegiatan organisasi, mengakomodir kebutuhan

organisasi, dan mempersiapkan dan mengantisipasi berbagai perubahan

organisasi, dan meningkatkan kualitas kesejahteraan, pendelagasian dan

pemberian wewenang kepada anggota organisasi.

Kompetensi pemimpin dituntut lebih dari pada anggota organisasinya.

Prinsip-prinsip kepemimpinan yang benar dalam memahami masalah budaya

organisasi melalui komunikasi yang benar123

adalah sebagai berikut: Decision

making, Leadership, Communication, Appreciating differences, Personal

excellence, Business success, Continuous learning, Vibrant workplace, Ethics,

Partnership, Passion for coffe, Planning and measuring, Shared ownership,

Sustainability, dan World benefit.

Indikasi peran pemimpin yang diadaptasi dari Jerome Want untuk dapat

melakukan perubahan budaya,124

seperti:

a. Become a student of a culture, Budaya organisasi tidak dimiliki oleh

seseorang dan pasti bukan oleh pemimpin. Budaya merupakan produk dari

banyak kontributor yang dipelajari selama bertahun-tahun, yang didasarkan

pada perilaku organisasi, komitmen, nilai-nilai, kebijakan, misi, sejarah dan

kondisi organisasi. Bila dalam pendirian belum secara sadar dibentuk,

mungkin diperlukan waktu yang lama dan bahkan sulit untuk dibentuk.

Oleh karena itu, Setiap orang dalam budaya perlu menjadi pembelajar

budaya sebelum berusaha mengubahnya, termasuk pemimpin.

b. Renewal, pemimpin mutlak diposisikan untuk membangun budaya sebagai

proses pembaruan. Dengan memperbarui budaya organisasi, bakat dan

komitmen pegawai merasa termotivasi baik dari dalam maupun luar

organisasi. Tidak dengan mengambil kebijakan pengerdilan atau pengucilan

terhadap pegawai, perbaikan operasional, maupun restrukturisasi yang

mempunyai pengaruh pembaruan terhadap organisasi. Sebaliknya, hal

tersebut diatas dipastikan selalu meningkatkan fokus pada budaya

organisasi.

c. Communications, pemimpin memastikan terjadinya komunikasi secara

terbuka dengan seluruh organisasi. Tidak untuk menciptakan

ketidakpercayaan pada proses perubahan budaya secara rahasia. Ketika

orang merasa ditinggalkan, maka kemarahan dan penolakan akan tumbuh.

Komunikasi terbuka dengan anggota organisasi perubahan juga penting

sehingga orang di tempat yang sama dapat bertukar gagasan baru dan

sumber daya.

123

Jerome Want. Corporate Culture, Illuminating the Black Hole, Key Strategies of

High-Performance Business Cultures. (New York: St Martin's Press. 2006).156 124

Jerome Want. Corporate Culture, Illuminating the Black Hole, Key Strategies of

High-Performance Business Cultures. (New York: St Martin's Press. 2006).160

Page 45: BUDAYA ORGANISASI DI UNIVERSITAS SAINS AL- QUR’AN …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/49932... · 2020. 2. 3. · Disertasi BUDAYA ORGANISASI DI UNIVERSITAS SAINS

34

d. Inclusiveness, pemimpin menjelaskan pada organisasi bahwa membangun

budaya merupakan proses pelibatan, suatu proses dengan menyertakan

orangnya. Penyertaan orang tidak harus ditetapkan dengan merekrut

pegawai baru, tetapi gagasan dan komitmennya harus dapat menjangkau

seluruh pegawai. Manfaat utama dalam hal ini adalah tumbuh sepanjang

waktu melibatkan semua pegawai. Pemimpin dapat diterima dalam proses

organisasi untuk menunjukkan gagasan baru dan rekomendasinya.

e. Trust, pemimpin menanamkan rasa percaya di antara anggota organisasi

dalam proses membangun budaya. Orang harus merasa aman menyuarakan

pendapatnya dan perbedaan tentang budaya yang baru diimpikan dan proses

berorganisasi. Kepercayaan di antara anggota organisasi perubahan adalah

penting apabila proses perubahan tidak diluncurkan. Apabila isu

kepercayaan tumbuh, pemimpin akan menjadi orang terbaik untuk

menyampaikan isu tersebut.

f. Accountability, Tidak ada seorang pun dalam posisi lebih baik dari pada

menempatkan pemimpin sebagai orang yang bertanggung jawab. Hanya

pemimpin yang dapat mempertimbangkan apakah proses perubahan budaya

berjalan di arah yang benar dan menyelesaikan tujuan sebenarnya.

Setiap organisasi pasti akan mengalami perubahan organisasi, dengan

demikian penting bagi pemimpin untuk mempersiapkan segala aspeknya

dengan matang. Akhirnya tujuan dari perubahan organisasi tersebut tercapai

dengan maksimal dan konflik yang terjadi dapat teratasi dengan baik.

Keunggulan organisasi terletak pada peran pemimpin dalam mengelola

organisasinya.

C. Relasi Interpersonal dalam sebuah organisasi

Dicks dan Heider mendefinisikan relasi atau hubungan interpersonal

merupakan suatu hubungan yang dilakukan oleh dua individu dan atau lebih.125

Relasi mempunyai pengaruh yang besar terhadap orang, baik sebagai individu

maupun sebagai kolektivitas, bahkan relasi juga merupakan salah satu

kebutuhan dasar manusia, Relasi interpersonal menjadi sumber utama

kebahagiaan dan penyangga terhadap stress.126

Relasi interpersonal yang

didasari oleh rasa percaya dan orientasi pada tujuan tinggi akan dapat

memunculkan tingkat kepuasan dalam melakukan interaksi satu sama lain,

Relasi dalam pekerjaan juga dapat mempengaruhi iklim organisasi, kinerja

pegawai, dan akhirnya dapat berpengaruh pada produktivitas organisasi. Lewis

menjelaskan beberapa konsep yang mendasari hubungan interpersonal;

125

Clara Moningka, M.M. Nilam Widyarini. “Pengaruh Hubungan Interpersonal,

Self Monitoring, Dan Minat Terhadap Performansi Kerja Pada Pegawai Baglan Penjualan”.

Proceeding. Seminar NasionaJ PESAT 2005, Perguruan tinggi Gunadarma, Jakarta, 23-24

Agustus 2005. http://repository.gunadarma.ac.id/1080/ 126

David Zandvliet, Perry Den Brok, Tim Mainhard And Jan Van Tartwijk.

Advances In Learning Environments Research Interpersonal Relationships In Education:

From Theory To Practice. (Rotterdam, The Netherlands: Sense Publishers, 2014). 11

Page 46: BUDAYA ORGANISASI DI UNIVERSITAS SAINS AL- QUR’AN …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/49932... · 2020. 2. 3. · Disertasi BUDAYA ORGANISASI DI UNIVERSITAS SAINS

35

kelekatan (attachment), koneksi & pemisah (connection & separation),

negosiasi, ketakutan yang tidak disadari (unconscious fear), kekuatan,

pemeliharaan keseimbangan (maintenance of balance), perubahan dalam

keseimbangan (changes in balance), kesehatan, keseimbangan yang optimal

(the optimal balance) dan nilai-nilai.127

Beberapa teori yang membahas tentang relasi interpersonal, salah

satunya adalah teori pertukaran sosial yang dikemukakan oleh John Thibaut dan

Harold H. Kelley pada tahun 1959 yang menerangkan hubungan dua orang

dimana mereka saling tergantung untuk mencapai hasil-hasil yang positif.128

Dan dinyatakan juga bahwa setiap individu secara sukarela memasuki dan

tinggal dalam hubungan sosial hanya selama hubungan tersebut cukup

memuaskan ditinjau dari segi ganjaran dan biaya. Teori Pertukaran Sosial

disebut juga dengan Teori Tingkah Laku Sosial Dasar,129

George C. Homans

pada tahun 1950 mencoba menerangkan hubungan dua orang dengan

menggunakan prinsip-prinsip ekonomi (jual beli). Ia berpendapat bahwa proses

psikologik yang terjadi pada dua orang yang saling berinteraksi pada hakikatnya

sama dengan proses jual beli, dimana kedua belah pihak saling memberi harga

dan mencari keuntungan. Hubungan yang dapat bertahan lama adalah hubungan

dimana kedua belah pihak dapat memperoleh keuntungan.

Teori Pertukaran Sosial ini memandang hubungan interpersonal sebagai

suatu transaksi dagang. Orang berhubungan dengan orang lain karena

mengharapkan sesuatu yang memenuhi kebutuhannya dan saling memuaskan

kedua belah pihak. Sehingga ada empat konsep pokok dalam teori ini yaitu

ganjaran, biaya, laba atau hasil dan tingkat perbandingan. Dan tingkat

perbandingan inilah yang menjadi teori khas dari sumbangan yang diberikan

oleh Thibaut dan Kelley. Adapun teori interdependensi dari Shaw & Costanzo

secara khusus mengungkapkan suatu kerangka kerja untuk menganalisis tentang

interaksi sosial yang berhubungan di dalam suatu kelompok kecil serta

mengajukan suatu teknik didalam menganalisis interaksi dan pertukaran sosial.

Adam berpandangan berbeda dalam “Equity Theory” yang menjelaskan

bahwa teori keseimbangan merupakan keseuaian antara sebuah hubunan antar

individu yang berpedoman pada sistem yang berlaku dalam organisasi

tersebut,130

misal; pengalaman, pendidikan dan pekerjaan yang dimiliki individu

disesuaikan dengan kinerjanya pada organisasi. Kekhawatiran ini akan terjadi

ketika munculnya ketidakseimbangan. Dalam teori ini, ketidakseimbangan

muncul karena reward yang diberikan tidak sesuai sehingga anggota organisasi

tersebut merasakan ketidakpuasan. Ketika anggota organisasi merasakan

127

Lewis dalam Gary J. Kennedy, MD. Geriatric Mental Health Care. (New York:

The Guilford Press, 2000). 97 128

Kelley, H. H., & Thibaut, J. W. Interpersonal Relations: A Theory Of

Interdependence. (New York: Wiley, 1978). 42. 129

Ross L. & Nisbett R. E. The person and the situation: Perspectives of social

psychology. (New York: McGraw-Hill, 1991). 4. 130

Stephen P. Robbins. Organizational Theory. (Englewood Cliffs, New Jersey:

Prentice Hall Inc., 1990). 66-67

Page 47: BUDAYA ORGANISASI DI UNIVERSITAS SAINS AL- QUR’AN …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/49932... · 2020. 2. 3. · Disertasi BUDAYA ORGANISASI DI UNIVERSITAS SAINS

36

ketidakpuasan dalam bekerja, kemungkinan marah dan keinginan keluar dari

organisasi muncul, sebaliknya jika anggota organisasi merasakan kepuasan

dalam bekerja, kemungkinan mereka akan melakukan pekerjaannya dengan

maksimal dan bertanggungjawab.131

Penelitian ini membahas faktor-faktor teori

keseimbangan yang berkaitan satu sama lainnya, seperti; keseimbangan

penghasilan, keseimbangan antara kepusan kerja dan penghasilan,

keseimbangan antara motivasi dan penghasilan, keseimbangan antara

komunikasi dan kinerja, dan keseimbangan antara beban kerja dan penghasilan.

Teori Relasi Interpersonal seperti yang telah dijelaskan, merupakan

suatu interaksi sosial seseorang dengan orang lain dengan melibatkan beberapa

aspek komunikasi dan keterampilan sosial. Seperti dalam kasus perawat pada

sebuah pusat kesehatan, relasi interpersonal termasuk keterampilan sosial yang

diperlukan untuk menjalani kehidupan individu serta berinteraksi dengan

pasien, keluarga pasien dan rekan.132

Hal ini terkait manusia memiliki 8 jenis

kecerdasan seperti yang dijelaskan Gardner, yaitu kecerdasan komunikasi,

kecerdasan logika, kecerdasan visual-spasial, kinestetis, musik, intrapersonal,

interpersonal dan kecerdasan naturalis.133

Penelitian ulasan dalam esai ini

meneliti proses interaksi yang menjembatani kesenjangan antara psikologi

intrapersonal dan psikologi interpersonal. Singkatnya, penelitian ini

mengeksplorasi cara-cara di mana pengalaman interpersonal membentuk

kepribadian, termasuk disposisi pribadi, nilai-nilai, dan kecenderungan perilaku.

Johnson memberikan masukan untuk menciptakan, mengembangkan

dan mempertahankan relasi interpersonal, seseorang diwajibkan memiliki 4

kompetensi, yaitu; kepercayaan dan saling memahami, komunikasi, menerima

dan memberikan motivasi dan kontrol emosi.134

Beberapa hal yang mendasari

kepercayaan adalah kepastian atau keyakinan bahwa sesama anggota kelompok

akan berprilaku kooperatif, keyakinan bahwa semua anggota kelompok

memiliki kompetensi untuk memenuhi harapan dalam menjalankan perannya

dan kesediaan untuk menempatkan nasib seseorang ditangan anggota kelompok

dengan kata lain siap untuk rela berkorban demi kepentingan umum.

Bennis memberikan konsepsi relasi interpersonal; interpersonal

relationship may be defined any relationship of two or more person which has

its ultimate function the performance of task.135

Dalam konsep tersebut, relasi

131

Stephen P. Robbins. Organizational Theory. (Englewood Cliffs, New Jersey:

Prentice Hall Inc., 1990). 65 132

Kagan C. Evans J. & Kay B. A Manual Of Interpersonal Skills For Nurses: An

Experiential Approach. (London: Harper & Row, 1990). 2 133

Rose C. & Malcolm JN. Accelerated Learning For The 21st Century. (Jakarta:

Nuansa, 2003). 37. 134

Johnson D.W. Reaching Out Interpersonal Effectiveness And Self Actualization.

(San Fransisco: Prentice HaIl, 1986). 20 135

Warren G. Bennis. “Desarrollo organizacional: su naturaleza, sus orígenes y

perspectivas”. Estados Unidos de América. Fondo Educativo Interamericano, S.A., 1973.

http://www.sidalc.net/cgi-

Page 48: BUDAYA ORGANISASI DI UNIVERSITAS SAINS AL- QUR’AN …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/49932... · 2020. 2. 3. · Disertasi BUDAYA ORGANISASI DI UNIVERSITAS SAINS

37

interpersonal merupakan hubungan instrumental karena relasi yang terbentuk

dalam rangka menghasilkan suatu produk atau untuk mencapai tujuan

(penyelesaian tugas). Oleh karena itu, Baron dan Byrne menyarankan agar

setiap individu memiliki kemampuan self monitoring, ini adalah faktor utama

dalam menciptakan dan menjaga hubungan interpersonal agar tetap baik.136

Bennis membagi 2 dimensi utama mengenai orientasi pribadi manusia

dalam suatu relasi interpersonal.

1. Orientasi terhadap Rasa percaya (trust orientation) terhadap masing-masing

pihak yang melakukan hubungan. Dari tinjauan dimensi dasar ini akan

terdapat dua alternatif orientasi yang terjadi, yaitu orientasi terhadap pihak

lain yang sifatnya bersahabat dan orientasi yang sifatnya bermusuhan

2. Orientasi mengenai tujuan dari hubungan yang terjadi (goal orientation).

Dari tinjauan ini akan terdapat 2 alternatif, yakni kooperatif dan kompetitif.

Pada orientasi kooperatif tindakan-tindakan yang dilakukan oleh setiap

pihak dipandang sebagai kolaboratif dan berguna bagi kedua belah pihak.

Sedangkan orientasi kompetitif menunjukkan bahwa suatu tindakan untuk

mencapai tujuan oleh suatu pihak dilihat sebagai suatu ancaman terhadap

pencapaian tujuan dari pihak lainnya

Krech dan Crutchfield tingkah laku sosial tergantung pada social

psychological field yang dikarakteristikkan oleh kehadiran individu-individu

lainnya.137

Artinya tingkah laku sosial merupakan suatu tingkah laku yang

muncul dalam acuan terhadap orang lain. Gudykunst memberikan bukti dimana

latar belakang budaya berpengaruh terhadap relasi interpersonal anggota

organisasi.138

Pada penelitiannya, budaya timur terutama wilayah asia

cenderung kooperatif atau bersahabat, adanya keinginan tolong menolong

dalam setiap permasalahan, terbuka dan empati. Sebaliknya budaya barat

cenderung ekslusif. Penelitian lain, hubungan interpersonal dapat dipengaruhi

oleh tempat tinggal.139

Suatu organisasi yang berada di daerah pedesaan

memiliki sifat tolong menolong dan terbuka, berbeda dengan masyarakat

perkotaan..140

bin/wxis.exe/?IsisScript=UACHBC.xis&method=post&formato=2&cantidad=1&expresion

=mfn=019852 136

Baron RA. & Byrne D. Sosial Psychology: Understanding Human Interaction.

(New York: Allyn & Bacon, 1994). 34 137

Krech D. & Crutchfield RS. Theory And Problems Of Social Psychology. (New

York: McGraw-Hill Book Co.; 1948). 47 138

Smith & Bond, M.H. Sosial Psychology Across Culture: Analysis And

Perspective. (Cambridge: University Press, 1993). 46. 139

House J.S. & Wolf S. Effect Of Urban Residence On Interpersonal Trust And

Helping Behavior. Journal Of Personality And Social Psychology. 1978. 36, 1029-1043 (II).

http://psycnet.apa.org/record/1980-05422-001 140

Milgram S. “The Experience Of Living In Cities”. Science, 1970. 167, 1461-

1468 (11,14). http://www.jstor.org/stable/1728966?seq=1#page_scan_tab_contents

Page 49: BUDAYA ORGANISASI DI UNIVERSITAS SAINS AL- QUR’AN …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/49932... · 2020. 2. 3. · Disertasi BUDAYA ORGANISASI DI UNIVERSITAS SAINS

38

Anastasi menambahkan pentingnya minat dalam setiap individu,141

minat sangat mempengaruhi prestasi, pendidikan, pekerjaan, hobi, dan relasi

interpersonalnya kepada orang lain. Adanya perbedaan peran dalam konteks

pekerjaan & bukan pekerjaan maka terdapat pula perbedaan kepentingan seperti

tugas dan tujuan yang akan dicapai. Hal tersebut didukung oleh Shockley &

zalabak yang menyatakan bahwa relasi interpseonal dalam organisasi terbentuk

karena adanya tugas yang penting dan pertimbangan sosial.142

Organisasi pada

dasarnya adalah sebuah bangunan tempat pertemuan banyak pribadi yang

diperlukan untuk penyelesaian tugas, dengan kata lain relasi interpersonal yang

terjalin di tempat kerja terbentuk karena adanya kebutuhan untuk

menyelesaikan tugas atau tujuan bersama.

Manusia sebagaimana fitrohnya yakni membutuhkan orang lain dalam

kehidupannya. Relasi atau komunikasi interpersonal yang baik menjadi faktor

yang menentukan kemudahan adaptasi sehingga mencapai kesuksesan karir,

mendapatkan dukungan rekan sekerjanya. Beberapa pakar membagi Tipe relasi

interpersonal seperti relasi dengan keluarga, relasi romantic, afiliasi,143

dan

persahabatan. Beberapa tipe relasi interpersonal dalam sebuah organisasi yang

hampir sama pun dijelaskan sebagai berikut;

1. Relasi kerjasama yang bersahabat, bennis mengemukakan bahwa tipe ini

adalah realsi antar anggota suatu kelompok yang didasari oleh adanya rasa

percaya yang tinggi dan didukung dengan orientasi pada tujuan yang tinggi.

Masing-masing anggota kelompok menempatkan rasa percaya dan orientasi

tujuan sebagai landasan utama dalam berinteraksi dg rekan lain. ciri

perilaku dg tipe ini yakni; menunjukkan perilaku kerjasama yang tinggi,

saling menghormati, saling mempercayai dan setiap pihak memiliki

orientasi pada pencapaian tujuan bersama. Dengan demikian persaingan

antar pihak menjadi rendah, demikian pula dengan pertentangan dan rasa

saling curiga dalam menjalin hubungan tidak Nampak.

Hubungan semacam itu akan memungkinkan kegiatan kelompok

akan semakin energik, masing-masing anggota berkeinginan untuk tetap

bertahan di dalam kelompok, menghargai kesepakatan terhadap tujuan serta

upaya untuk mencapainya. Relasi interpersonal yang mendasarkan pada

rasa percaya dan tujuan tinggi juga akan mendorong kepada setiap anggota

kelompok untuk bekerja secara teratur berdasarkan tujuan yang telah

ditetapkan. Mereka bekerja secara efektif guna mencapai tingkat

produktivitas kelompok, selalu memperhatikan kepaduan kelompok,

mengutamakan keharmonisan kelompok.

141

Anastasi A. Tes Psikologi. (Jakarta: PT. PrenhaIIindo, 1997). 31. 142

Pamela S. Shockley & Zalabak. Fundamentals of Organizational

Communication: Knowledge, Sensitivity, Skills, Values. Sixth Edition, (Pearson Education,

Inc. Published by Allyn and Bacon, 2006). 24 143

Afiliasi adalah kebutuhan dasar untuk berhubungan dengan orang lain. banyak

motif yang mendorong orang untuk berafiliasi, tetapi 3 yang utama adalah perbandingan

social, pengurangan kecemasan, dan mencari informasi. Dwyer D. Interpersonal

Relationships. (USA: Taylor & Francis e-Library. Dari e-Book, 2002). 17.

Page 50: BUDAYA ORGANISASI DI UNIVERSITAS SAINS AL- QUR’AN …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/49932... · 2020. 2. 3. · Disertasi BUDAYA ORGANISASI DI UNIVERSITAS SAINS

39

Produktivitas kelompok, kepaduan kelompok, dan kepuasan

anggota kelompok merupakan unsur-unsur efektifitas kelompok,144

sesusi

dengan konsep kolektivisme Hofstede dan Trompenaars. Pertemanan dan

persahabatan di tempat kerja dapat meningkattkan sikap individu pegawai

seperti komitmen kerja, engagement, persepsi terhadap dukungan organisasi

dan kepuasan kerja.145

Gallup menambahkan dalam dwyer, persahabatan

dan dukungan dari lingkungan sosial di tempat kerja berkaitan dengan

komitmen dan employe engagement.146

Dimensi utama yang menentukan

efektifitas kelompok adalah terjalinnya relasi antara anggota kelompok

secara baik, sehingga terdapat komunikasi 2 arah yang terbuka dan

akurat.147

Rekan kerja saling menukarkan informasi mengenai persyaratan

pekerjaan, memberikan dukungan sosial, dan memberikan nasihat tanpa

secara resmi mengevaluai kinerja rekannya.148

Relasi interpersonal berperan positif terhadap efektifitas kelompok.

Dimana dalam kelompok tersebut terjalin kerjasama, komunikasi 2 arah,

dan partisipatif cenderung lebih produktif, padu, dan pada diri anggotanya

terdapat kepuasan hidup berkelompok. Kesimpulannya bahwa kelompok

yang didalamnya terjalin relasi interpersonal antar anggota dengan baik

cenderung lebih kohesif (padu) dan produktif.

2. Relasi kompetisi yang bersahabat, Bennis mengemukakan bahwa tipe ini

adalah relasi antar anggota suatu kelompok yang didasari oleh adanya

orientasi rasa percaya yang tinggi dan orientasi pada tujuan kelompok yang

rendah. Pada tipe ini anggota kelompok menempatkan rasa percaya yang

tinggi namun diantara mereka memiliki tujuan-tujuan pribadi yang hendak

diwujudkan melalui aktivitas kelompok. Kekurangan tipe ini adalah dimana

tujuan kelompok tidak menjadi prioritas untuk dicapai oleh para

anggotanya. Dengan ciri perilaku anggotanya yakni; menunjukkan perilaku

saling menghormati dan saling mempercayai, namun di dalam relasinya

para anggota kelompok menunjukkan kerjasama yang rendah dalam

mencapai tujuan kelompok. Disamping itu diantara anggota kelompok

144

Cartwright D. & Zander A. Group dynamics: Theory and research. 3rd ed. (New

York: Harper & Row, 1968). 3-21 145

Dachner A. “Interpersonal Relationships At Work: An Examination Of

Dispositional Influences And Organizational Citizenship Behavior”. (Doctoral dissertation).

Retrieved from: Knowedge_Bank_Submission_3-24-2011.pdf. 2011. Diambil dari Anu

Singh Lather & Shilpa Jain, “Interpersonal Need Orientation And Employee Engagement:

An Empirical Evidence”, American International Journal of Research in Humanities, Arts

and Social Sciences, Published by International Association of Scientific Innovation and

Research (IASIR), USA. 2015. 146

Dwyer D. Interpersonal Relationships. 25. 147

Johnson D.W., & Johnson H. Learning Together And Alone: Cooperation,

Competition, And Individualization. (3rd ed.). (Engkwood Cliffs, NJ: Prentice Hall, 1991).

31 148

Pamela S. Shockley & Zalabak. Fundamentals of Organizational

Communication: Knowledge, Sensitivity, Skills, Values. Sixth Edition, (Pearson Education,

Inc. Published by Allyn and Bacon, 2006). 38

Page 51: BUDAYA ORGANISASI DI UNIVERSITAS SAINS AL- QUR’AN …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/49932... · 2020. 2. 3. · Disertasi BUDAYA ORGANISASI DI UNIVERSITAS SAINS

40

Nampak adanya persaingan yang ketat untuk memperoleh keuntungan-

keuntungan pribadi dari kehidupan berkelompok.

Relasi semacam ini berperan positif pada kepaduan kelompok,

sementara itu perannya terhadap kepuasan anggota juga memungkinkan

akan positif, sebab hubungan yang menyenangkan akan mengurangi rasa

persaingan yang terjadi diantara mereka. Kurangnya kerja sama dalam

mencapai tujuan akan dapat diatasi dengan keharmonisan dalam

menampilkan perilaku yang saling menghormati, menghargai, dan

mempercayai. Oleh karena itu, tipe ini masih memungkinkan untuk

mencapai tujuan kelompok, terciptanya kepaduan kelompok, dan

diperolehnya kepuasan para angggotanya.

3. Relasi kerjasama yang antagonistic, bennis mengatakan tipe ini adalah

suatu tipe relasi antara anggota suatu kelompok yang didasari oleh adanya

orientasi rasa percaya yang rendah dan orientasi pada tujuan kelompok

yang tinggi. Cirri perilakunya adalah menunjukkan perilaku saling curiga

dan saling bertentangan, namun diantara para anggota menunjukkan

kerjasama yang tinggi dalam mencapai tujuan kelompok. Disamping itu

diantara anggota kelompok tidak Nampak adanya persaingan untuk

memperoleh keuntungan-keuntungan pribadi dari kehidupan berkelompok.

Relasi semacam ini akan mengutamakan produk dari pada kepuasan

berhubungan dengan teman kerja. Oleh sebab itu, relasi ini akan

memungkinkan tercapainya tujuan kelompok, sehingga berperan positif

pada produktivitas kelompok.

4. Relasi kompetisi yang antagonistic, bennis mengemukakan tipe ini adalah

suatu tipe relasi antara anggota suatu kelompok didasari oleh adanya

orientasi rasa percaya yang rendah dan orientasi pada tujuan kelompok

yang juga rendah. Cirri perilakunya adalah menunjukkan sikap saling

curiga dan bertentangan, anggota kelompok tidak ada kerjasama untuk

mencapai tujuan kelompok. Disamping itu, diantara anggota kelompok

Nampak adanya persaingan untuk memperoleh keuntungan pribadi dari

kehidupan berkelompok. Kelompok yang berkembang didalamnya

berkembang relasi kompetisi yang antagonistic merupakan kelompok yang

tidak efektif. Para anggota tetap bertahan dalam kelompok biasanya hanya

karena ketentuan formal yang mengharuskan mereka tetap bersatu dalam

suatu kelompok. Relasi ini kurang adanya rasa percaya satu sama lain,

kurang dapat bekerjasama satu sama lain, yang akhirnya tidak dapat

berperan positif terhadap produktifitas kelompok, kepaduan kelompok, dan

kepuasan anggota kelompok.

Hackman & Oldham dalam Elizur mengklasifikasikan relasi

interpersonal menjadi 2, yaitu relasi interpersonal yang terbentuk dalam konteks

pekerjaan dan relasi interpersonal yang terbentuk dalam konteks bukan

pekerjaan.149

Beberapa aspek yang terdapat dalam relasi interpersonal dalam

149

Richard Hackman J. and Greg R. Oldham. “Development of The Job Diagnostic

Survey". Journal of Applied Psychology, Vol. 60, 1975. 159-170

http://psycnet.apa.org/record/1975-22031-001

Page 52: BUDAYA ORGANISASI DI UNIVERSITAS SAINS AL- QUR’AN …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/49932... · 2020. 2. 3. · Disertasi BUDAYA ORGANISASI DI UNIVERSITAS SAINS

41

kontek pekerjaan, yakni; task identity, feedback from others, feedback from job,

skill variety, dealing in job, autonomy, dan task significant. Sedangkan aspek

yang terdapat dalam relasi interpersonal dalam konteks bukan pekerjaan, yakni;

autonomy, physical variety, dealing, dan feedback from others. Hubungan

interpersonal yang terjaling di tempat kerja merupakan interaksi hari ke hari

antara rekan kerja, atau manajer dan pegawai. Hubungan ini adalah bagian

alami dari lingkungan kerja dan biasanya menyenangkan dan kreatif, tapi

terkadang menjadi sumber ketegangan dan frustasi.

D. Relasi Interpersonal Meningkatkan Budaya Organisasi

Penelitian dari Smart dan Hamm, efektivitas sampel dari dua tahun

perguruan tinggi yang berbeda dominasi budaya organisasi. Temuannya

menunjukkan perbedaan dalam efektivitas perguruan tinggi selama dua tahun

yang menunjukkan ciri-ciri kolektivitas, organisasi yang dinamis, hirarki,

budaya entrepreneur, dan perbedaan ideology perguruan tinggi yang konsisten.

Penelitian ini bertujuan untuk memahami dan meningkatkan manajemen dan

kinerja kelembagaan perguruan tinggi yang telah berjalan selama dua tahun.150

Bukti empiris yang konsisten mendukung validitas dari empat jenis budaya

organisasi dominan yang berkembang dari tanggapan terhadap skenario budaya.

Misalnya, perguruan tinggi dengan budaya kolektivitas adalah sebuah bukti

semangat tinggi dan kolegial dalam pengambilan keputusan, orang-orang

dengan budaya adhokrasi menggunakan strategi inovatif dan kegiatan selama

dalam batas aturan akademik, orang-orang dengan budaya hirarki memiliki

struktur mekanistik dan mengurangi kekurangan sumber daya, dan orang-orang

dengan budaya pasar yang proaktif dan mengadopsi inisiatif kebutuhan pasar

yang kuat.151

Demikian pula bukti pendukung disediakan oleh Zammuto dan

Krakower yang melaporkan bahwa budaya organisasi IPS berkorelasi dengan

ukuran karakteristik organisasi (misalnya sentralisasi), iklim (misalnya,

kepercayaan, moral), dan orientasi strategi (misalnya, reaktif, proaktif) dengan

cara yang umumnya sesuai dengan prediksi dari kerangka kerja konseptual yang

mendasari.152

Misalnya, sejauh mana perguruan tinggi bukti budaya hirarki

yang positif berkaitan dengan sentralisasi dan orientasi strategis reaktif dan

150

John C. Smart and Russell E. Hamm. “Organizationalc ulture and effectiveness

in two-year colleges”. Research in Higher Education, Vol. 34, No. 1, AIR Forum Issue

(Feb., 1993). 95-106 151

Cameron K.S. and Ettington D.R. The Conceptual Foundations Of

Organizational Culture Higher Education: Handbook of Theory and Research. (New York:

Agathon, 1988). 356-396. 152

Zammuto RF and Krakower JY. “Quantitative and Qualitative Studies of

Organisational Culture”, Research in Organisational Change and Development 5. 83-114.

Lihat juga dalam Muzainah Mansor & Mahamad Tayib. “An Empirical Examination of

Organisational Culture, Job Stress and Job Satisfaction within the Indirect Tax

Administration in Malaysia”. International Journal of Business and Social Science Vol. 1

No. 1; October 2010. 83 https://espace.library.uq.edu.au/view/UQ:277734

Page 53: BUDAYA ORGANISASI DI UNIVERSITAS SAINS AL- QUR’AN …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/49932... · 2020. 2. 3. · Disertasi BUDAYA ORGANISASI DI UNIVERSITAS SAINS

42

berhubungan negatif dengan percaya, semangat, dan kredibilitas pemimpin.

Mereka menyimpulkan bahwa, "Hal ini dimungkinkan untuk mengembangkan

instrumen survei yang valid untuk mempelajari budaya organisasi" karena hasil

mereka, menggunakan IPS, "memenuhi kriteria konsistensi internal, hubungan

diprediksi dengan fenomena organisasi lainnya, dan diskriminasi antara

kelompok".153

Budaya organisasi sebagai aspek penting dalam upaya mengembangkan

kinerja manajerial dan organisasi.154

Survei para penulis terhadap beberapa

literatur mengintegrasikan budaya organisasi dalam kerangka konseptual,

kemudian mengembangkan kerangka penelitian didasarkan pada lima

paradigma, yakni manajemen budaya komparatif, manajemen kontingensi,

kognisi organisasi, simbolisme organisasi, dan struktur/ psikodinamik.155

Beberapa sarjana, baru-baru ini mulai menyadari pentingnya budaya organisasi

dalam pengelolaan fungsi promosi. Weitz, Sujan, dan Sujan konsep budaya

organisasi berkembang dari efektivitas promosi atau sosialisasi.156

Deshpande

mengemukakan tentang pentingnya perhatian yang lebih besar untuk budaya

organisasi bersamaan dengan penjelasan struktural untuk efektivitas

manajerial.157

Selain itu, meningkatkan kekhawatiran untuk masalah

implementasi dalam strategi promosi158

dan pengembangan orientasi pelanggan

dalam organisasi juga memunculkan pertanyaan khusus berkaitan dengan

budaya organisasi. Bahkan, Mahajan, Varadarajan, Kerin menegaskan bahwa

fase berikut dari proses pengembangan pada bidang rencana strategis pasar

harus melibatkan integrasi formal dan budaya organisasi.159

Ott memberikan keterangan tiga tingkatan dasar dari tipologi budaya

organisasi yang menghubungkan definisi budaya organisasi agar memahami

153

Zammuto RF and Krakower JY. “Quantitative and Qualitative Studies of

Organisational Culture”. Research in Organisational Change and Development 5, 83-114. 154

John C. Smart and Russell E. Hamm. “Organizational Culture and Effectiveness

in Two-Year Colleges”. Research in Higher Education, Vol. 34, No. 1, AIR Forum Issue

(Feb., 1993). 95-106 155

Rohit Deshpande & Frederick E. Webster Jr. “Organizational Culture and

Marketing: De fining the Research Agenda”. Journal of Marketing Vol. 53 (January 1989).

3-15. http://www.jstor.org/stable/1251521?seq=1#page_scan_tab_contents 156

Barton A. Weitz, Haris Sujan, and Mita Sujan. “Knowledge, Motivation, and

Adaptive Behavior: A Framwork For Improving Selling Effectiveness”. Journal Of

Marketing 50, 1986. 174-191 http://www.jstor.org/stable/1251294 157

Parasuraman dan Deshpande dalam Rohit Deshpande and Frederick E. Webster,

Jr. “Organizational Culture and Marketing: Defining the Research Agenda” The Journal of

Marketing, Vol. 53, No. 1 (Jan., 1989). 3-15 http://etd.uum.edu.my/3524/ 158

Walker O.C. and Ruekert R.W. “Marketing‟s Role In The Implementation Of

Business Strategies: A Critical Review And Conceptual Framework”. Journal of marketing,

15, 1987.15-33. http://www.jstor.org/stable/1251645?seq=1#page_scan_tab_contents 159

Vijay Mahajan, Rajan Varadarajan and Roger A. Kerin. "Metamorphosis in

Strategic Market Planning". in Gary L. Frazier and Jagdish N. Sheth (Eds.) Contemporary

Views on Marketing Practice (Lexington, Mass.: Lexington Books), 1987. 67-110.

Page 54: BUDAYA ORGANISASI DI UNIVERSITAS SAINS AL- QUR’AN …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/49932... · 2020. 2. 3. · Disertasi BUDAYA ORGANISASI DI UNIVERSITAS SAINS

43

metode yang digunakan.160

Ketiga tingkatan tersebut adalah: artefak dan pola

perilaku, nilai-nilai dan keyakinan, dan asumsi dasar. Ott berpendapat bahwa

mendefinisikan budaya organisasi berawal dari sebuah asumsi dasar. Ini definisi

dasar dari budaya organisasi yang menjelaskan nilai dalam perilaku organisasi

dan akhirnya menciptakan artefak (misalnya, jargon, layout kantor, busana, dan

norma-norma perilaku untuk beberapa kegiatan) dan nilai-nilai dan keyakinan

(misalnya, etos, filsafat, ideologi, kode etik dan moral, dan sikap). Ringkasnya,

tipologi ini memberikan kita wawasan baru, bahwa banyak studi tentang budaya

yang memanfaatkan nilai-nilai yang dianut, yaitu manifestasi realitas budaya

atau kebenaran budaya itu sendiri. Budaya riil atau benar ini hanya dapat

diuraikan dengan melihat secara mendalam untuk asumsi dasar menggunakan

metode kualitatif seperti wawancara klinis161

atau dengan menggunakan

etnografi strategie penelitian.

Peran budaya sebagaimana dikatakan oleh Schein peran budaya

diperuntukkan memecahkan masalah dasar kelompok (1) kelangsungan hidup

dan adaptasi terhadap lingkungan eksternal, dan (2) kemudian integrasi pada

proses internal untuk memastikan kapasitas untuk terus bertahan dan

beradaptasi.162

Budaya telah dikaitkan dengan variabel organisasi lain seperti

komitmen, kepuasan kerja, perencanaan strategis, inovasi, tugas dan hubungan

otoritas, omset, koordinasi dan arah kegiatan, keuntungan tujuan, ketertiban dan

kompetisi. Budaya juga telah dikaitkan lebih khusus dengan proses perumusan

strategi yang mempengaruhi masalah promosi seperti cakupan geografis,

cakupan pasar dan perubahan strategi, pada akhirnya budaya terikat dengan

kemampuan adaptasi organisasi dan efektivitas.

Pada artikel lain, budaya organisasi memiliki tujuan; pertama, untuk

mengusulkan dan menguji model, bagaimana budaya organisasi mempengaruhi

kinerja organisasi; dan kedua, untuk menunjukkan penerapan metodologi

pemodelan LISREL untuk memperkirakan dan menguji model ini. Budaya

organisasi dihipotesiskan terdiri dari tiga dimensi yang saling terkait: sistem

sosiokultural dari fungsi strategi organisasi dan praktek, sistem nilai organisasi,

dan keyakinan kolektif dari individu yang bekerja dalam organisasi. Budaya

organisasi dioperasionalkan oleh beberapa variabel laten: struktur organisasi

dan tujuan, nilai-nilai organisasi, organisasi tugas, iklim, dan nilai-nilai individu

dan keyakinan. Variabel ini, pada gilirannya, yang diduga mempengaruhi

kinerja organisasi. Analisis data dari 392 responden yang berpartisipasi dalam

penelitian ini menegaskan fit dari model yang diusulkan untuk data. Model

yang disajikan dalam penelitian ini merupakan upaya awal untuk

menggambarkan dan mengevaluasi efek dari berbagai dimensi budaya

organisasi. Tampak bahwa perbandingan aspek terlihat dari budaya di dalam

organisasi dan dapat memberikan informasi yang berguna untuk membimbing

160

Ott J.S. The Organizational Culture Perspective. (Pacific Grove, CA:

Brooks/Cole Publishing Company. 1989). 53 161

Edgar H Schein. Organizational Culture and Leadership. (San Fransisco:

Jossey Bass, Publ. 1992). 48 162

Edgar H Schein. Organizational Culture and Leadership. 50.

Page 55: BUDAYA ORGANISASI DI UNIVERSITAS SAINS AL- QUR’AN …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/49932... · 2020. 2. 3. · Disertasi BUDAYA ORGANISASI DI UNIVERSITAS SAINS

44

arah organisasi. Dengan menyelidiki variabel yang didefinisikan dalam studi ini

lebih lanjut menjelaskan mengapa beberapa organisasi tidak tampil di tingkat

yang diinginkan dalam produktivitasnya. Sebuah alat metodologis juga telah

disajikan dalam artikel ini. Hal ini jelas bahwa penerapan teknik pemodelan

persamaan struktural dapat memberikan para ilmuwan organisasi dengan alat

analisis yang kuat untuk memajukan teori pengujian dan pengembangan.

Pemodelan struktural dapat digunakan untuk membangun, memperkirakan, dan

menguji berbagai model dalam ilmu organisasi.163

Budaya memainkan peran kunci dalam menentukan tingkat hasil

organisasi. Sebuah hipotesis umum tentang peran ini menunjukkan bahwa jika

sebuah organisasi memiliki budaya yang kuat dengan memamerkan satu set

yang terintegrasi dengan baik dan efektif dari nilai-nilai tertentu, keyakinan, dan

pola perilaku, maka akan menghasilkan produktivitas di tingkat yang lebih

tinggi.164

Dalam hal ini, budaya organisasi didefinisikan sebagai pola nilai dan

keyakinan bersama dari waktu ke waktu yang menghasilkan norma-norma

perilaku yang diadopsi dalam memecahkan masalah.165

Awadh dan Saad menegaskan bahwa budaya yang kuat dan peran

kepemimpinan dalam sebuah organisasi dapat membantu dalam meningkatkan

kinerja, dimana sebuah organisasi dengan budaya yang kuat akan

memungkinkan untuk mengelola sumber daya manusia secara efektif dan

efisiens.166

Seorang pemimpin harus mampu memobilisasi dan

mengkoordinasikan sumber daya manusia dengan menekankan hubungan antar

manusia, maka akan meningkatkan dimensi-dimensi dalam kinerja. Sedangkan

perilaku etis dan karakter yang kuat menjadi hal yang sangat penting bagi

kredibilitas seorang pemimpin dan memberikan pengaruh yang sangat berarti.

Butts dan Rich menambahkan ethical leader mampu menjadi panutan

dan menggunakan kekuasaannya secara positif untuik mempengaruhi orang

lain.167

Pemimpin juga harus menciptakan lingkungan kerja yang etis dan ramah

bagi semua pegawai, mengkomunikasikan isu-isu berkaitan dengan etika,

bertanggung jawab, dan menjadi panutan bagi pegawai. Seorang ethical leader

163

George A. Marcoulides and Ronald H. Heck. “Organizational Culture And

Performance: Proposing And Testing A Model”. Organization Science vol. 4, No. 2, May

1993 printted in U.S.A. 164

Dennison D.R. “Bringing Corporate Culture to the Bottom Line”.

Organizational Dynamics, 13 (2) 1984. 4-22

https://www.sciencedirect.com/science/article/pii/0090261684900159 165

Owens and Schein dalam Mujeeb Ehtesham, Ul, Tahir Masood Muhammad,

Shakil Ahmad Muhamma. “Relationship between Organizational Culture and Performance

Management Practices: A Case of University in Pakistan”. Journal of Competitiveness, Issue

4/2011. 79. 166

Mohammad Awadh Alharbi, Mohammed Saad AlYahya. “Impact of

Organizational Culture on Employee Performance”. International Review of Management

and Business Reseacrh, Vol. 2 Issue 1, March 2013

http://citeseerx.ist.psu.edu/viewdoc/download?doi=10.1.1.918.653&rep=rep1&type=pdf 167

Butts J.B. & Rich K.L. Nursing Ethics: Across the Curriculum and into Practice

Second Edition. (UK: Jones and Bartlett Publisher, 2008). 57.

Page 56: BUDAYA ORGANISASI DI UNIVERSITAS SAINS AL- QUR’AN …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/49932... · 2020. 2. 3. · Disertasi BUDAYA ORGANISASI DI UNIVERSITAS SAINS

45

adalah seorang pemimpin yang selaras antara tindakan dan kata-kata. Hasil

penelitian Boevink kepemimpinan dan budaya organisasi memiliki pengaruh

terhadap kinerja organisasi dan kinerja pegawai.168

Menurut Key konsep budaya

organisasi memberi kesan bahwa dalam organisasi, etika adalah menjadi

bagiannya.169

Di kalangan para akademisi dan praktisi akhir-akhir ini telah

muncul perhatian terhadap bagaimana organisasi memilih cara untuk

menjalankan bisnisnya dengan tetap dapat mencapai tujuan organisasi, tetapi

dengan cara yang lebih patut. Termasuk di dalamnya adalah kajian tentang

pengaruh budaya organisasi dan kepemimpinan.170

Para pemimpin level atas diyakini sebagai orang-orang yang memiliki

pengaruh utama pada penciptaan dan pengembangan budaya organisasi, dimana

peran pemimpin level atas adal membangun, mempertahankan, dan merubah isi

dari suatu budaya organisasi.171

Secara structural seorang pemimpin akan

terlibat dalam sebuah perencanaan strategic, sehingga akan berpengaruh

terhadap kebijakan, proses pengambilan keputusan dan tata aturan yang

diberlakukan.172

Schein menyatakan bahwa sebuah organisasi yang mapan

adalah organisasi yang berhasil memenuhi tugas-tugas utamanya, asumsi

pemimpin disebarluaskan dan penanaman asumsi dapat dianggap sebagai suatu

proses sosialisasi bagi anggota baru.173

Ketika leader menanamkan nilai-nilai

moral di tempat kerja, mendorong komunikasi terbuka di dalam kelompok

kerja, menghargai setiap pegawai, menstimulasi potensi pegawai dan

memberikan kesempatan untuk berpendapat maka akan dapat meningkatkan

kinerja pegawai.

Dimensi budaya organisasi yang dikembangkan oleh Hofstede melalui

sebuah proyek IBM nya bertujuan untuk mengukur sembilan dimensi yang

berasal dari berbagai literatur, termasuk konsekuensi budaya, seperti; jarak

kekuasaan, penghindaran ketidakpastian, kolektivisme sosial, dalam kelompok

kolektivisme, egalitarianisme jenis kelamin, ketegasan, orientasi masa depan,

orientasi kinerja, dan orientasi manusiawi.174

Empat diantaranya yang

digunakan dalam penelitiannya oleh Vijay, Fariborz, Jaepil, Chao dan Seung,

dimensi nasional budaya-individualisme, seperti; jarak kekuasaan,

168

Boevinks A. “Shared Transformational Leadership and Organization Culture as

Predictors of a Bank‟s Financial Performance”. Essay of Bussiness Administrationand

Organizational Science, 2009. 1-45. 169

Key S. “Organizational Ethical Culture: Real Or Imagined”. Journal of Business

Ethics, 20, 3, 1999. 217:225 https://link.springer.com/article/10.1023/a:1006047421834 170

Adi Kristiawan dan Kuncono Teguh Yunanto. “Pemimpin, Budaya Organisasi

Dan Perilaku Etis”. Prosiding Seminar Nasional Peran Budaya Organisasi Terhadap

Efektivitas dan Efisiensi Organisasi. 132 171

Edgar H Schein. Organizational Culture and Leadership. 70. 172

Butts J.B. & Rich K.L. Nursing Ethics: Across the Curriculum and into Practice

Second Edition. (UK: Jones and Bartlett Publisher, 2008). 63. 173

Edgar H Schein. Organizational Culture and Leadership. 230 174

Geert Hofstede. Culture‟s Consequences International Differences in Work-

related Values. (Baverly Hills, Ca: Sage Publ., 1980). 30

Page 57: BUDAYA ORGANISASI DI UNIVERSITAS SAINS AL- QUR’AN …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/49932... · 2020. 2. 3. · Disertasi BUDAYA ORGANISASI DI UNIVERSITAS SAINS

46

penghindaran ketidakpastian, dan maskulinitas digunakan untuk

mengoperasionalkan perbedaan budaya antara mitra IJV.175

Dimensi

individualisme-kolektivisme mengacu kecenderungan untuk menempatkan nilai

lebih pada kepentingan individu atau kepentingan kelompok. Dimensi jarak

kekuasaan menjelaskan penerimaan distribusi kekuasaan yang tidak setara

antara pihak. Dimensi penghindaran ketidakpastian menganggap sejauh mana

orang memandang kecemasan dalam keadaan tidak pasti. Terakhir, dimensi

maskulinitas-feminitas mengacu pada kecenderungan apakah keberhasilan

ekonomi berdasarkan akumulasi kekayaan materi dihargai atau apakah

sensitivitas interpersonal yang didasarkan pada kepedulian terhadap

kesejahteraan orang lain dihargai.

Dari teori keseimbangan yang digunakan dalam penelitian ini dapat

dipahami, bahwa relasi interpersonal harus dapat menjadi landasan

pengembangan budaya organisasi, seperti halnya relasi interpsersonal yang

dapat menyeimbangkan semua aspek penghasilan, komunikasi, motivasi, dan

kinerja. Maka teori dimensi budaya organisasi hofstede ini akan lebih mudah

diterapkan, ketika power distance yang diharapkan oleh sivitas akademik adalah

low, pegawai dengan mudah menemui sekaligus berkomunikasi kepada

pimpinan maupun dengan sivitas akademik lainnya. Demikian juga,

karakteristik pegawai yang cenderung lebih feminin lebih diharapakan dapat

menunjang proses pengabdian warga sivitas akademik agar senantiasa memiliki

pendewasaan sikap dalam bekerja.

E. Nilai-nilai Qur’ani dalam budaya organisasi

Pembudayaan atau kebudayaan dalam tahap proses menurut pandangan

Al-Qur‟an adalah amal yaitu aktivitas kreatif sebagai wujud dari realisasi

kehambaan dan kekhalifahan. Amal adalah kesatuan pemikiran dan perbuatan,

suatu kesatuan yang tidak dapat dipisahkan. Faktor pokok dalam pembentukan

kebudayaan sehingga terwujud budaya qur‟ani dalam kehidupan berorganisasi,

yakni;

1. Nilai-nilai Qur‟ani sebagai dasar pembentukan nilai-nilai budaya organisasi

yang kuat

Nilai-nilai relasi interpersonal yang diadaptasi dari nilai-nilai

komunikasi interpersonal berdasarkan al-Quran, merupakan landasan

organisasi untuk membangun budaya organisasi yang kuat, seperti;

a. Kepercayaan, puncak akhlak adalah amanah (kepercayaan yang

diberikan). Barang siapa yang tidak menepati amanah dan melanggar

janji, maka yang demikian adalah tanda merosotnya iman dan

merosotnya ketaqwaan kepada Allah SWT. Hadits Anas bin Malik ra:

“Tidak sempurna iman bagi mereka yang tidak menepati janji”. Hadits

Abu Hurairah ra: “Rasulullah SAW bersabda: Tunaikanlah amanah

175

Vijay Pothukuchi, Fariborz Damanpour, Jaepil Choi, Chao C. Chen and Seung

HoPark. “National and Organizational Culture Differences and International Joint Venture

Performance”. Journal of International Business Studies, Vol. 33, No. 2 (2nd Qtr., 2002).

243-265 https://link.springer.com/article/10.1057/palgrave.jibs.8491015

Page 58: BUDAYA ORGANISASI DI UNIVERSITAS SAINS AL- QUR’AN …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/49932... · 2020. 2. 3. · Disertasi BUDAYA ORGANISASI DI UNIVERSITAS SAINS

47

kepada orang yang engkau percaya (untuk menunaikan amanah

kepadanya), dan jangan khianati orang yang telah mengkhianatimu”.

Al-Qur‟an menjelaskan pentingnya membangun sebuah kepercayaan

dalam sebuah organisasi, seperti dijelaskan dalam surat An-Nisa ayat

58 yang berbunyi;

للٱإن نمركه يأ

أ ٱحؤدوا

إلجنمل اأ خهحكى وإذان

نلناسٱبي ت أ ا كى ٱة

ةيػظلهػىاللٱإنلػد م إنۦكنللٱ اةصيراشىيػ

Artinya: “Sesungguhnya Allah menyuruh kamu menyampaikan

amanat kepada yang berhak menerimanya, dan (menyuruh

kamu) apabila menetapkan hukum di antara manusia supaya

kamu menetapkan dengan adil. Sesungguhnya Allah memberi

pengajaran yang sebaik-baiknya kepadamu. Sesungguhnya

Allah adalah Maha Mendengar lagi Maha Melihat”.

b. Keterbukaan, sebuah keterbukaan mensyaratkan adanya kejujuran.

Tanpa kejujuran, perkataan sia-sia, keterbukaan akan menimbulkan

keharmonisan, sebaliknya ketidakjujuran menyebabkan

ketidakpercayaan, munculnya prasangka dan merusak hubungan. Rasul

memerintahkan setiap muslim agar memiliki watak shidiq sebab shidiq

membawa kebaikan sedangkan kebaikan akan menuntunnya ke surga,

Dalam al-Qur‟an sangat tegas keterbukaan atau kejujuran dalam

membangun sebuah organisasi dalam surat at-Taubah ayat 119;

اي يلييٱأ ا ٱءاو ا للٱتق ا دقيمصٱوعوك

Artinya: “Hai orang-orang yang beriman bertakwalah kepada

Allah, dan hendaklah kamu bersama orang-orang yang benar”.

Kemudian dipertegas dalam sabda Nabi;

ام وإن امب ديإل ي دق الص دقفإن ةالص غنيله ث ال ديإل ي ووابدقحتي يقايزالالرجليصدقويخحرىالص وإياكهلخبغداللصد

امكوامكذب فإن ر امفج إل دي ي النارذب إل دي ي ر امفج وواوإن يزالالرجليلذبويخحرىامكذبحتيلخبغداللكذاةا

“Hendaklah kamu semua bersikap jujur, karena kejujuran

membawa kebaikan, dan kebaikan membawa ke surga.

Page 59: BUDAYA ORGANISASI DI UNIVERSITAS SAINS AL- QUR’AN …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/49932... · 2020. 2. 3. · Disertasi BUDAYA ORGANISASI DI UNIVERSITAS SAINS

48

Seseorang yang selalu jujur dan mencari kejujuran akan ditulis

oleh Allah sebagai orang yang jujur (shidiq), dan jauhilah sifat

bohong, karena kebohongan akan membawa kepada kejahatan,

dan kejahatan membawa ke neraka. Orang yang selalu bohong

dan mencarai kebohongan akan ditulis oleh Allah sebagai

pembohong (kadzab)”. HR Muslim176

c. Sikap Positif, dalam perspektif Islam sebagaimana yang ada dalam diri

Rasulullah SAW, antara lain jujur (al Amin), ikhlas, sabar, husnudhan,

اي يلييٱأ ا ج ٱءاو ا ضبػ إنمظيٱوياكثيرخنتلوهإث مظيٱ ا يبضا بػ ضلهبػ خبيغ ولتصص

أ

حدكه نأ

أ

خيهل كليأ

اجوي أ ه فكر ٱوخى ا تق

ابللٱإنلل ٱ رحيهحArtinya: “Hai orang-orang yang beriman, jauhilah kebanyakan

purba-sangka (kecurigaan), karena sebagian dari purba-sangka

itu dosa. dan janganlah mencari-cari keburukan orang dan

janganlah menggunjingkan satu sama lain. Adakah seorang

diantara kamu yang suka memakan daging saudaranya yang

sudah mati? Maka tentulah kamu merasa jijik kepadanya. dan

bertakwalah kepada Allah. Sesungguhnya Allah Maha

Penerima taubat lagi Maha Penyayang”. QS. Al-Hujarat: 12

d. Sikap Supportif, lebih menekankan pada pribadi seseorang, bukan

tindakannya. Islam tidak pernah merestui penghinaan kepada siapa saja.

Islam mengajarkan untuk menghargai orang lain. Sebagaimana hadis

berikut; “Nabi tidak pernah sama sekali menghina satu makanan. Bila

beliau suka beliau makan, bila tidak beliau tinggalkan” HR al-Bukhâri

dan Muslim.177

Kemudian Al-Qur‟an sangat memperhatikan sikap

supportif ini dengan firmanNya dalam surat al-Maidah ayat 32;

176 Shohih Muslim, Hadist No; 6586 177 HR. Bukhari no. 5409 dan Muslim no. 2064

Page 60: BUDAYA ORGANISASI DI UNIVERSITAS SAINS AL- QUR’AN …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/49932... · 2020. 2. 3. · Disertasi BUDAYA ORGANISASI DI UNIVERSITAS SAINS

49

اصنف قخلوي و سنف ةغير ٱففصادأ

نىاضرل فكأ

ح ووي اجيعلناسٱقخلاأ يا نىا

ح فكأ

لناسٱياأ

ا جيعArtinya: “barangsiapa yang membunuh seorang manusia, bukan

karena orang itu (membunuh) orang lain, atau bukan karena

membuat kerusakan dimuka bumi, maka seakan-akan dia telah

membunuh manusia seluruhnya. Dan barangsiapa yang

memelihara kehidupan seorang manusia, maka seolah-olah dia

telah memelihara kehidupan manusia semuanya”.

e. Kesetaraan, sikap ini kemudian dijelaskan dalam surat Al-Hujarat ayat

13, yang berbunyi;

اي يثذكرويلهنخنق إالناسٱأ

له نوجػن وأ

اشػب نلوقتا لػارف ك إناللٱغدروله أ

ت أ قى ختيرغنيهللٱإنله

Artinya; “Hai manusia, Sesungguhnya Kami menciptakan

kamu dari seorang laki-laki dan seorang perempuan dan

menjadikan kamu berbangsa - bangsa dan bersuku-suku supaya

kamu saling kenal-mengenal. Sesungguhnya orang yang paling

mulia diantara kamu disisi Allah ialah orang yang paling taqwa

diantara kamu. Sesungguhnya Allah Maha mengetahui lagi

Maha Mengenal”.

Kemudian ditegaskan oleh Rasululloh dalam hadis berikut;

“Sesungguhnya Allah tidak melihat tubuhmu dan rupamu, melainkan

Allah melihat hati dan perbuatanmu”. (HR. imam Buchari dan Imam

Muslim).178

Hal ini dimaksudkan, bahwa semua hubungan manusiawi

yang bermotifkan simbol-simbol luar tidak akan langgeng, namun

ketulusan hati dari masing-masing partner komunikasi yang akan

langgeng.

f. Empati, seseorang yang merasa paling altruis akan merasa diri mereka

bertanggung jawab, social, menyesuaikan diri, toleran dapat mengontrol

diri, dan termotivasi untuk membuat kesan yang baik di mata orang

178

Muslim, Al Birr Wash Shilah Wal Adab, bab Tahrim Dzulmin Muslim Wa

Khadzlihi Wa Ihtiqarihi Wa Damihi Wa „Irdhihi Wa Malihi, VIII/11, atau no. 2564 (33).

Page 61: BUDAYA ORGANISASI DI UNIVERSITAS SAINS AL- QUR’AN …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/49932... · 2020. 2. 3. · Disertasi BUDAYA ORGANISASI DI UNIVERSITAS SAINS

50

lain. Dalam ibadah khusus beliau selalu mempertimbangkan kondisi

makmumnya.

ا وتػاو م ٱع ىلق ٱوب ول ا تػاو ٱع نوػد م ٱوهث ل ٱو ا ٱتق ػقابم ٱشديدللٱإنلل

Artinya: “dan tolong-menolonglah kamu dalam (mengerjakan)

kebajikan dan takwa, dan jangan tolong-menolong dalam

berbuat dosa dan pelanggaran. dan bertakwalah kamu kepada

Allah, Sesungguhnya Allah Amat berat siksa-Nya”. QS Al-

Maidah: 2

Rasululloh sendiri memberikan perumpamaan bahwa setiap

muslim adalah bersaudara: “setiap muslim adalah satu tubuh, jika

sebagian anggota sakit, maka seluruh anggota tubuh juga sakit”.

Berkaitan dengan tolong menolong tersebut, wujud tolong menolong

tersebut bias menafkahkan hartanya, seperti dalam al-Qur‟an:

و يفقنلييٱوثلأ ه و نحتثكىثلللٱبيلشفل

أ تخج

اةلعشت فش لىيػفيضللٱوحتثوائثتنثشنك غنيهشعوللٱوء يشا

Artinya: “Perumpamaan (nafkah yang dikeluarkan oleh) orang-

orang yang menafkahkan hartanya di jalan Allah adalah serupa

dengan sebutir benih yang menumbuhkan tujuh bulir, pada

tiap-tiap bulir seratus biji. Allah melipat gandakan (ganjaran)

bagi siapa yang Dia kehendaki. dan Allah Maha Luas (karunia-

Nya) lagi Maha mengetahui”. (QS. Al-Baqarah; 261)

Ditegaskan lagi dalam HR Buchari Muslim; “setiap pagi ada

dua malaikat yang turun dari langit dunia untuk memanjatkan doa

kepada Allah. Yang satu berdoa; Ya Allah berikanlah ganti kepada

orang yang mau membelanjakan hartanya. Sedangkan yang lain juga

memanjatkan doa; ya Allah berikanlah kerusakan pada harta pada orang

yang tidak mau membelanjakannya”.179

179

Muttafaq „alaih. Shahiih al-Bukhari kitab az-Zakaah bab Qau-luhu Ta‟ala: Fa

Amma Man A‟thaa wat Taqaa wa Shaddaqa bil Husnaa (III/304 no. 1442) dan Shahih

Muslim kitab az-Zakaah bab Fil Munfiq wal Mumsik (II/700 no: 1010 (57)).

Page 62: BUDAYA ORGANISASI DI UNIVERSITAS SAINS AL- QUR’AN …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/49932... · 2020. 2. 3. · Disertasi BUDAYA ORGANISASI DI UNIVERSITAS SAINS

51

Abu Hurairah meriwayatkan hadis rasululloh sebagai berikut;

“Apabila salah seorang di antara kalian menjadi imam shalat maka

pendekkanlah bacaannya. Sebab di antara orang-orang itu ada orang-

orang yang lemah, sedang sakit, dan tua. Namun apabila ia shlat

sendirian, maka perpanjanglah sesukanya”. Begitu juga yang

diriwayatkan dalam HR. Dailami; “Jika orang-orang tidak lagi

mempedulikan orang miskin, memamerkan kekayaannya, bertingkah

seperti anjing (menjilat atasan, menendang bawahan), dan hanya

mengeruk keuntungan, maka Allah akan mendatangkan empat perkara:

paceklik, kezaliman penguasa, pengkhianatan penegak hukum, dan

tekanan dari pihak musuh”. Dan diperjelas dalam HR. Ahmad; “Sabda

Rasul menegaskan tentang hal ini: “Orang-orang yang menyayangi

sesamanya akan disayangi Allah”.

Dari penjelasan diatas, nilai-nilai Qur‟ani tersebut yang

diharapkan dapat diterapkan oleh anggota organisasi dalam

melaksanakan tugasnya, mengenal lingkungannya dengan baik dan

mampu berkomunikasi maupun berinteraksi layaknya sebuah keluarga,

sehingga dapat menunjang budaya organisasi yang dikembangkan

dalam organisasinya.

2. Berpikir sebagai sarana memunculkan kreativitas budaya berasaskan nilai-

nilai Qur‟ani

Berpikir dalam perspektif Al-Qur‟an bukanlah hasil-hasil

pemikiran manusia yang ada dalam Al-Qur‟an, akan tetapi bagaimana

ajaran Al-Qur‟an menjelaskan tentang berpikir. Berikut penjelasannya

dalam tafsir Fakhr Ar-Razi 2 hal penting pada ayat tersebut, pertama kata

wahidah artinya tauhid dan kedua tatafakkaru artinya berpikir.180

Kita dapat

memahaminya bahwa tauhid sebagai prinsip ajaran Al-Qur‟an, dengan

adanya kemampuan berpikir manusia mampu memahami ajaran tauhid

untuk kehidupannya.

Dalam Al-Qur‟an kata benda yang dipakai untuk memahami atau

berpikir hanyalah al-qalb, dan al-qalb ini berada di rongga dada, sedangkan

kata benda al-„aql dan al-fikr tidak pernah dipakai, kecuali kata kerjanya,

seperti „aqalu (عقهىا). Sedangkan kata kerja dari al-fikr antara lain kata

dalam bentuk fakkara (فكش). Jadi, al-qalb dalam Al-Qur‟an merupakan daya

untuk mengembangkan pikiran memahami kebenaran, dan dalam hubungan

ini, ia yang dapat pula disebut sebagai al-„aql artinya al-hiir (انحجش) yaitu

kecerdasan atau al-nuha (انىه). Sedangkan aktivitas berpikir yang berasal

dari kata kerja „aqala (عقم) artinya adalah Bahasa (حبس) yaitu menahan atau

mengikat. Seorang yang berpikir disebut al-„aqil (انعاقم) yaitu orang yang

menahan atau mengikat hawa nafsunya.181

Yang dimaksud adalah agar

180

Muhammad Ar-Razi, Fakhr Ad-Din, Tafsir Al-Fakhr Ar-razi, 32 Jilid, cetakan

ke III (Bairut: Lebanon: Dar‟-Fikr, 1985) Jilid 25. 269. 181

Ibn Manzur, Lisan „1-„Arab, 20 Jilid, (Mesir: Ad-Dar Al-Mishriyah Li At-Ta‟lif

wa At_Tarjamah) jilid 13. 485.

Page 63: BUDAYA ORGANISASI DI UNIVERSITAS SAINS AL- QUR’AN …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/49932... · 2020. 2. 3. · Disertasi BUDAYA ORGANISASI DI UNIVERSITAS SAINS

52

kegiatan berpikir dapat memahami kebenaran haruslah hawa nafsunya

diikat, sehingga hawa nafsunya tidak menguasai dirinya, karena dapat

menghalangi pemahaman terhadap kebenaran.182

Akal sebagai sarana berpikir berpusat di dalam kepala berfungsi

untuk memahami alam sekitarnya, sedangkan hati berpusat di dalam dada

berfungsi untuk merasakan dan menghayati kebenaran yang diperolehnya

melalui berpikir terhadap alam sekitarnya, bekerja dan menghayati

kebenarannya. Melalui proses penghayatan terhadap kebenaran yang

diperoleh dengan berpikir, maka hawa nafsu akan dapat ditawan

sebagaimana dijelaskan di dalam Al-Qur‟an bahwa hawa nafsu akan dapat

ditawan. Jika hati merasakan tenang, manusia akan dapat selalu ingat

kepada Tuhannya. Al-Qur‟an selalu menjelaskan tentang keterkaitannya

antara manusia yang tidak bisa memisahkan antara kemampuannya berpikir

terhadap alam sekitar dengan mengingat pada kekuasaan Tuhan, disebut

juga fitrah.

Kebebasan berpikir merupakan faktor pokok kebudayaan.

Kebudayaan akan mandeg dan sulit untuk tumbuh tanpa adanya kebebasan

berpikir. Kebebasan berpikir adalah terbebasnya pikiran dari sesuatu hal

yang menyebabkan ia gagal memahami kebenaran seperti hawa nafsu yang

ada dalam setiap insan. Menurut Al-Qur‟an, seseorang akan gagal

memahami kebenaran jika ia tidak dapat membebaskan pikirannya dari

hawa nafsu. Jadi, kebebasan berpikir mutlak diperlukan dalam kebudayaan.

Kebebasan berpikir artinya membebaskan pikiran dari hawa nafsu, sehingga

pikiran bekerja sesuai dengan fungsinya untuk memahami kebenaran, dan

kebebasan pikiran dicapai jika hati manusia dalam keadaan tenang, karena

hati yang goncang akan membuat manusia jatuh pada kekuasaan hawa

nafsu. Ketenangan hati akan diperoleh jika ingat Tuhannya, sehingga

muncul kesadaran keTuhanan, yang kemudian akan menerangi pikiran

untuk bekerja memahami kebenaran.

Ayat-ayat Tuhan sebagai objek berpikir adalah alam, manusia dan

sejarah serta Al-Qur‟an sendiri sebagai ayat-ayat dari firman Tuhan yang

diwahyukan. Pertama, Tentang Alam. Al-Qur‟an menegaskan bahwa alam

semesta dan isinya merupakan tanda-tanda Tuhan bagi orang yang berpikir.

Dengan memikirkan alam, menjadikannya sebagai objek studi, maka

manusia dapat mengambil manfaat darinya, untuk kepentingan hidupnya

sendiri. Seperti besi yang mengandung kekuatan serta manfaat bagi

kehidupan manusia, menjadi bahan untuk membuat perkakas serta mesin-

mesin. Sehubungan dengan kekuatan yang terkandung dalam besi ini.

Sesungguhnya alam diciptakan dengan kebenaran, dan manusia dapat

mengungkapkan kebenarannya bagi kepentingan hidupnya, seperti

membuat perhitungan waktu baginya. Alam mempunyai ukuran-ukuran dan

ketentuan-ketentuan yang pasti yang berlaku sebagai hukum-hukum yang

mengikatnya. Dengan memahami ketentuan-ketentuan yang terdapat dalam

182

Harun Nasution, Akal dan Wahyu dalam Islam, (Jakarta: Penerbit Perguruan

tinggi Indonesia, 1982). 13.

Page 64: BUDAYA ORGANISASI DI UNIVERSITAS SAINS AL- QUR’AN …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/49932... · 2020. 2. 3. · Disertasi BUDAYA ORGANISASI DI UNIVERSITAS SAINS

53

alam, diharapkan manusia dapat mengambil manfaatnya, karena

sesungguhnya alam semesta seisinya, diciptakan Tuhan untuk manusia.

Inilah urgensinya manusia memahami alam semesta agar tidak terpengaruh

dengan dunia kapitalisme yang merusak.

Kedua, Tentang Manusia. Anjuran Al-Qur‟an untuk memikirkan

diri sendiri dan memperhatikan sejarah sesungguhnya mempunyai arti

penting bagi kelangsungan hidup suatu generasi manusia. Memikirkan diri

sendiri artinya memahami kelebihan dan kelemahan yang dimilikinya, agar

manusia dapat merancang dan melaksanakan sesuatu sesuai dengan

kemampuan yang dimiliki, tidak memaksakan sesuatu yang berada di luar

batas wewenang dan kemampuannya. Sedangkan anjuran memperhatikan

sejarah mempunyai arti memahami fakta-fakta sejarah tentang kepatuhan

dan kemajuan suatu generasi manusia. Dengan memahami sejarah

diharapkan manusia tidak mengulang kesalahan yang telah dilakukan oleh

generasi sebelumnya. Sehingga dapat menumbuhkan kesadaran tentang

kesatuan umat manusia dan kesatuan masa depan secara bersama-sama.

Saling pengertian itu dapat dicapai melalui kerja sama dalam berbagai

kegiatan, tolong menolong dalam mengatasi kesulitan yang dihadapi

bersama. Al-Qur‟an menegaskan perlunya kerja sama dalam hal kebaikan.

Kerjasama dan saling pengertian sesungguhnya dapat dicapai dengan

mengadakan musyawarah, tukar pendapat, saling memahami jalan pikiran

masing-masing dan mencari rumusan berpikir baru yang lebih baik.

Anjuran Al-Qur‟an untuk mengadakan musyawarah atas segala urusan yang

dihadapi masyarakat adalah upaya untuk mengembangkan sikap terbuka,

demokratis dan menjauhkan pemutlakan pendapat atau egoism seseorang.

Kata musyawarah berasal dari syara dari ungkapan syara’-al-asyara’-

syauran yang artinya mengeluarkan madu lebah. Dalam bentuk syaurah

artinya adalah keindahan.183

Oleh karena itu, musyawarah merupakan

ungkapan dari usaha untuk mengetahui kebaikan atau kejelekan dari suatu

perkara.184

Syura merupakan institusi Arab yang demokratis dari masa

sebelum Islam yang kemudian didukung oleh Al-Qur‟an (As-Syuura‟: 38).

Nabi Muhammad sendiri disuruh oleh Al-Qur‟an (Ali Imron: 159) untuk

memutuskan persoalan-persoalan setelah berkonsultasi dengan pemuka-

pemuka masyarakat, dan setelah Nabi Muhammad wafat, tampaknya Al-

Qur‟an menghendaki kepemimpinan dan tanggung jawab kolektif.185

Dalam

teori manajemen dikenal dengan nama manajemen partisipatif, pentingnya

manajemen partisipatif dalam mengambil sebuah keputusan yang

melibatkan seluruh anggota organisasi, dengan demikian pengambilan

keputusan lebih efektif dan efisiens.

183

Ibn Manzur, Lisan „1-„Arab, 20 Jilid, (Mesir: Ad-Dar Al-Mishriyah Li At-Ta‟lif

wa At_Tarjamah) jilid 6. 103. 184

Muhammad Ar-Razi, Fakhr Ad-Din, Tafsir Al-Fakhr Ar-razi, 32 Jilid, cetakan

ke III (Bairut: Lebanon: Dar‟-Fikr, 1985) jilid 9. 67. 185

Fazlur Rahman, Major Themes of the Qur‟an, (Chicago: Ibliotheca Islamica,

1980). 43.

Page 65: BUDAYA ORGANISASI DI UNIVERSITAS SAINS AL- QUR’AN …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/49932... · 2020. 2. 3. · Disertasi BUDAYA ORGANISASI DI UNIVERSITAS SAINS

54

Ketiga, Tentang Al-Qur‟an. Al-Qur‟an adalah kumpulan wahyu

Tuhan, diwahyukan pada Rasululloh sebagai mukjizat, dan tertulis dalam

Bahasa Arab. Al-Qur‟an merupakan ayat-ayat Tuhan bagi orang yang

berpikir. Al-Qur‟an sebagai pedoman hidup bagi manusia, hanya

dimungkinkan jika manusia mau mempelajarinya dan memikirkan isi yang

terkandung didalamnya. Oleh karena itu, ayat-ayat Al-Qur‟an itu

diturunkan agar manusia mau memikirkannya. Al-Qur‟an memberikan

petunjuk kepada manusia ke jalan yang lurus. Pemikiran terhadap firman-

firman Tuhan seperti yang tertulis dalam al-Qur‟an, membawa manusia

berkenalan langsung dengan Tuhan serta memahami kehendak-Nya, yang

kemudian berkembang dalam ilmu agama. Dengan memikirkan Al-Qur‟an,

meletakkannya sebagai objek studi, manusia memperoleh pengetahuan

tentang apa yang harus dilakukan, yang boleh dan yang dilarang untuk

dilakukan. Dengan ini, Manusia berhadapan dengan nilai-nilai moral.

Pemahaman yang komprehensif dari tafsir atau ilmu lain yang berkaitan

dengan al-Qur‟an akan mempertegas manusia masih memerlukan al-Qur‟an

sebagai pedoman hidup dan pandangan hidup manusia.

3. Aktivitas Budaya sebagai proses aplikasi berfikir terhadap nilai-nilai

Qur‟ani

Perilaku budaya sebagai aktivitas fisik yang disadari, dimengerti

dan direncanakan berkaitan sangat erat dengan nilai-nilai. Dalam Bahasa

Arab disebut „amal artinya al-fi‟l yaitu pekerjaan atau al-mihnah yaitu

pengabdian.186

Berbuat sebagai perilaku budaya merupakan medan kegitan

yang amat luas, meliputi berbagai aspek kehidupan manusia, social,

ekonomi, politik, pendidikan, keseniaun, ilmu dan teknologi serta

keagamaan. Setiap orang, satu sama lain, mempunyai kemampuan berbuat

yang berbeda-beda, baik kualitas, kuantitas maupun bidang kegiatannya.

Pada hakekatnya perbuatan itu ada dua macam; baik dan buruk.

Perbuatan yang baik itu, dalam Al-Qur‟an disebut as-salih, al-birr, al-

ma‟ruf, al-khair, al-hasan. 187

Sedangkan perbuatan yang tidak baik, jelek,

dalam Al-Qur‟an disebut al-fasad, asy-syar, al-munkar, as-su‟, al-

fakhisyah.188

Jadi, perbuatan yang baik adalah sudah diketahui jenisnya oleh

setiap manusia, dan setiap manusia menerimanya serta merasa senang dan

tenang di dalamnya, umpamanya persahabatan dan menolong orang yang

lemah, sebaliknya perbuatan yang buruk adalah perbuatan yang setiap

manusia menolak dan mengingkarinya, umpamanya permusuhan dan

merusak rumah tangga orang lain. Penerimaan terhadap sesuatu realitas

perbuatan yang disebut baik adalah karena kesesuainnya dengan

pengetahuan kebenaran yang telah dicapai oleh pikirannya. Demikian juga

186

Ibn Manzur, Lisan „1-„Arab, 20 Jilid, (Mesir: Ad-Dar Al-Mishriyah Li At-Ta‟lif

wa At_Tarjamah) jilid 13. 502. 187

Ibn Manzur, Lisan „1-„Arab, 20 Jilid, (Mesir: Ad-Dar Al-Mishriyah Li At-Ta‟lif

wa At_Tarjamah) jilid 11. 139-144. 188

Ibn Manzur, Lisan „1-„Arab, 20 Jilid, (Mesir: Ad-Dar Al-Mishriyah Li At-Ta‟lif

wa At_Tarjamah) jilid 7. 90-92.

Page 66: BUDAYA ORGANISASI DI UNIVERSITAS SAINS AL- QUR’AN …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/49932... · 2020. 2. 3. · Disertasi BUDAYA ORGANISASI DI UNIVERSITAS SAINS

55

sebaliknya, penolakan terhadap perbuatan yang buruk, karena

ketidaksesuaiannya dengan pengetahuan kebenaran itu.

Tujuan pembentukan kebudayaan pada hakekatnya tak terlepas dari

tujuan diciptakannya manusia. Karena kebudayaan adalah perwujudan diri

manusia, meliputi dan perbuatanya serta hasil keduanya, dalam bentuk

nilai-nilai dan benda-benda budaya. Dalam Al-Qur‟an ditegaskan bahwa

manusia diciptakan Tuhan tidak lain untuk ibadah kepada-Nya.

Sebagaimana arti kata „ibadah yang berasal kata dari „abada ya‟budu

artinya taat serta tunduk.189

Sedangkan dalam Tafsir Fakhr Ar-Razi

dikatakan bahwa ibadah ialah menghormati perintah atau pimpinan utuh

dan belas kasih terhadap sesame ciptaan Allah.190

Perintah untuk patuh dan

tunduk kepada Tuhan, sesungguhnya bukan untuk kepentingan Tuhan.

Patuh atau tindaknya manusi kepada Tuhan sama sekali tidak mengurangi

kekuasaan dan kemuliaan Tuhan. Diakui atau tidak oleh manusia, Tuhan

tetaplah Tuhan Yang Maha Kuasa dan Maha Mulia. Tuhan memberikan

rahmat-Nya kepada manusia, dengan memberitahukan rahasia hidupnya,

bahwa jalan yang lurus yang membawa manusia pada kebahagiaan sejati

adalah jalan hidup yang tunduk dan patuh kepada Tuhan. Al-Qur‟an

menegaskan bahwa jalan hidup tunduk dan patuh kepada Tuhan ialah jalan

hidup yang lurus.

Sesungguhnya semua ciptaan Tuhan sujud kepada-Nya. Di

dalamnya ditetapkan hukum-hukum dan ukuran-ukuran tertentu yang tidak

berobah, dan melalui pemekiran dan penguasaan terhadap hukum-hukum

serta ukuran-ukuran yang ada di dalamnya itu, maka manusia dapat

mengambil manfaatnya untuk kepentingan hidupnya. Jadi, pengertian

ibadah yaitu taat dan patuh pada Tuhan, dalam kaitannya dengan

pembentukan kebudayaan ialah memikirkan, dan merenungkat ayat-ayat-

Nya yang terdapat dalam alam, manusia dan sejarah serta firman-firman-

Nya dalam kitab suci (Al-Qur‟an), untuk megambil pelajaran dan

manfaatnya, bagi kesejahteraan dan kemakmuran hidup bersama. Pemikiran

dan penguasaan hukum-hukum serta ukuran-ukuran yang terkandung dalam

semua ciptaan Allah, bagi kesejahteraan dan kemakmuran bersama, pada

dasarnya merupakan perwujudan dari ibadah, karena semuanya ciptaan

Allah adalah tanda-tanda Tuhan bagi orang yang menggunakan pikiran.

Melalui pemikiran dan perenungan terhadap tanda-tanda Tuhan yang

terkandung dalam alam, manusia dan sejarah serta firman-firman-Nya,

manusia berhubungan dengan Tuhan secara kreatif.

Salah satu teori yang mengembangkan kehidupan Qur‟ani manusia

yang terwujud dalam kehidupan sehari-hari yakni teori living qur‟an (dan

living hadis), yang berarti memahami ayat-ayat al-Qur‟an sebagai teks yang

hidup. Teori ini fokus pada aspek fungsi al-Qur‟an dalam kehidupan

189

Ibn Manzur, Lisan „1-„Arab, 20 Jilid, (Mesir: Ad-Dar Al-Mishriyah Li At-Ta‟lif

wa At_Tarjamah) jilid 4. 262. 190

Muhammad Ar-Razi, Fakhr Ad-Din, Tafsir Al-Fakhr Ar-razi, 32 Jilid, cetakan

ke III (Bairut: Lebanon: Dar‟-Fikr, 1985) jilid 9. 233.

Page 67: BUDAYA ORGANISASI DI UNIVERSITAS SAINS AL- QUR’AN …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/49932... · 2020. 2. 3. · Disertasi BUDAYA ORGANISASI DI UNIVERSITAS SAINS

56

manusia seluruhnya. Pembahasan ilmu al-Qur‟an secara luas memberikan

sumbangan keilmuan terhadap scripture dan literature studi agama selain

islam.191

Karenanya, kajian teks agama harus melampaui firman lisan dan

firman tertulis.

Sahiron Syamsudin sebagaimana teorinya living al-Qur‟an adalah

teks al-Qur‟an yang hidup dalam masyarakat, sementara pelembagaan hasil

penafsiran tertentu dalam masyarakat dapat disebut dengan the living

tafsir”.192

Maksud dari sahiron adalah respons masyarakat terhadap teks al-

Qur‟an dan hasil penafsiran seseorang. Termasuk dalam pengertian respons

masyarakat adalah resepsi mereka terhadap teks tertentu dan hasil

penafsiran tertentu. Resepsi sosial terhadap al-Qur‟an dapat kita temui

dalam kehidupan sehari-hari, seperti pentradisian bacaan surat atau ayat

tertentu pada acara dan seremoni sosial keagamaan tertentu. Sementara itu,

resepsi sosial terhadap hasil penafsiran terjelma dalam dilembagakannya

bentuk penafsiran tertentu dalam masyarakat, baik dalam skala besar

maupun kecil”. Penulis lain, Muhammad Mansur mendefinisikan living

Qur‟an berawal adanya kebiasaan manusia melakukan aktivitasnya berdasar

al-Qur‟an.193

Living Qur‟an dipahami juga sebagai studi atas peristiwa sosial

terkait dengan kehadiran Qur‟an atau keberadaan Qur‟an di sebuah

komunitas Muslim tertentu. Begitu juga para ilmuwan Barat tertarik untuk

meneliti fenomena Living Qur‟an. Yusuf menegaskan living Qur‟an194

sebagai ilmu dalam wilayah profane (tidak keramat) tetapi bagi umat

muslim sebagai buku petunjuk (hudā) yang bernilai sakral (sacred).

Pada definisi lain, living Qur‟an adalah studi tentang al-Qur‟an

tetapi tidak bertumpu pada eksistensi tekstualnya. Melainkan studi tentang

fenomena sosial yang lahir terkait dengan kehadiran al-Qur‟an dalam

wilayah geografi tertentu dan mungkin masa tertentu pula”. Ulumul Qur‟an

ada 3 macam. 1) sebagai objek penelitian baik tekstual maupun kontekstual.

2) sebagai tafsir Qur‟an baik dalam bentuk teori tafsir atau lainnya. 3)

sebagai respons masyarakat terhadap al-Qur‟an atau tafsir al-Qur‟an. Istilah

yang ke-3 inilah yang saat ini dikenal dengan sebutan living Qur‟an.195

191

Richard Martin, ed., Approaches to Islam in Religious Studies (Oxford:

Oneworld, 2001). 23-40. 192

Sahiron Syamsuddin, “Ranah-ranah dalam Penelitian Al-Qur‟an dan Hadis”,

Kata Pengantar, dalam Metodologi Penelitian Living Qur‟an dan Hadis (Yogyakarta: Teras,

2007). 18-19. 193

Muhammad Mansur, dkk., Metodologi Penelitian Living Qur‟an dan Hadis

(Yogyakarta: Teras, 2007). 5. 194 Muhammad Mansur, dkk., Metodologi Penelitian Living Qur‟an dan Hadis

(Yogyakarta: Teras, 2007). 8. 195 Ahmad Atabik, The Living Qur‟an: PotretBudaya Tahfiz al-Qur‟an di

Nusantara, Jurnal Penelitian, Vol. 8, No. 1, Februari 2014. 161-178.

http://journal.stainkudus.ac.id/index.php/jurnalPenelitian/article/view/1346

Page 68: BUDAYA ORGANISASI DI UNIVERSITAS SAINS AL- QUR’AN …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/49932... · 2020. 2. 3. · Disertasi BUDAYA ORGANISASI DI UNIVERSITAS SAINS

57

Perwujudannya adalah umat islam mampu atau tidak untuk membawa al-

Qur‟an dalam setiap interaksinya.

Page 69: BUDAYA ORGANISASI DI UNIVERSITAS SAINS AL- QUR’AN …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/49932... · 2020. 2. 3. · Disertasi BUDAYA ORGANISASI DI UNIVERSITAS SAINS

58

BAB III

PROFIL UNIVERSITAS SAINS AL-QUR’AN

A. Gambaran Umum Lembaga

UNSIQ adalah salah satu perguruan tinggi Islam yang menampilkan

fenomena unik. Keunikan kampus ini terletak pada berpadunya nilai-nilai

pesantren dengan nilai-nilai pendidikan modern. Hal itu bisa terbaca melalui

visi kampus UNSIQ ”Universitas Transformatif, Humanis dan Qur‟ani”. Faktor

demografis menunjukkan kelebihan lain UNSIQ, adalah berada di kota yang

berhawa sejuk sehingga sangat menunjang proses pendidikan yang kondusif.

UNSIQ berlokasi di Kalibeber, Mojotengah, Wonosobo, Jawa Tengah. UNSIQ

sebagai perguruan tinggi terkenal di kabupaten wonosobo, menjadi rujukan

utama pendidikan di kota tersebut. Diantara keunikan UNSIQ adalah adanya

berbagai model kolaborasi, sinergi dan harmoni yang menjadi dasar, proses

perkembangan dan kemajuan yang menginspirasi semangat kejayaan umat dan

gerakan pembangunan peradaban bangsa. Membangun peradaban bangsa

diperlukan langkah-langkah strategis dan simultan menuju perubahan yang

lebih baik serta menjaga keberlangsungannya melalui pendidikan.

UNSIQ mengukuhkan diri sebagai “Universitas Qur‟anik Saintis”

sebagai wujud dari integrasi keilmuan keislaman, sains dan teknologi,

kemodernan dalam bingkai tradisi dan budaya keindonesiaan sebagai satu

kesatuan dalam “Bait al-Qur‟an” sehingga tercipta kedamaian, kesejahteraan,

keadaban dan keadilan yang diridhoi oleh Allah Tuhan seluruh alam. Oleh

karena itu. dalam kehidupan kontemporer dengan kemantapan tekad dan

komitmen para pendiri, penyelenggara dan pengelolanya untuk membantu

masyarakat dan pemerintah dalam meningkatkan kualitas manusia yang unggul,

tangguh dan kompetitif. Dengan komitmen dan upaya tersebut diharapkan dapat

menjawab problem bangsa secara mikro, messo dan makro.

Sinergi, integrasi dan harmonisasi yang dikembangkan UNSIQ, adalah;

(1) sinergi dan harmoni keunggulan pendidikan pesantren dengan pendidikan

modern, sehingga UNSIQ juga disebut sebagai universitas berbasis pesantren

atau model transformasi pesantren; (2) pengembangan potensi spiritual,

emosional, intelektual, adversity, sosial dan skillnya secara integratif, (3)

harmonisasi tradisi keilmuan Timur/oksidental dan tradisi keilmuan

Barat/oriental, (4) keislaman yang rahmatan li al alamin, kenegaraan dan

keindonesiaan, dan (5) Kyai / pesantren, birokrasi / pemerintahan, akademisi /

ilmuwan, dunia usaha dan industri / pengusaha yang dipandu dengan prinsip “al

muhaafadhotu „ala al qodiim al shaleh wa al akhdu bi al jadid al ashlah”.

Yang dalam ilmu modern berlandaskan teori “Continuity and Change”.

Kemudian dari kolaborasi yang sinergis dan harmonis tersebut, telah

mengembangkan tiga keunggulan yaitu; Keunggulan spesifik terkait dengan

pemahaman, pemgamalan Al Qur‟an dengan baik, benar dan transformatif,

penguatan pendidikan pesantren dengan berbagai kearifan yang dimiliki.

Keunggulan kompetitif terkait dengan implementasi pendidikan modern dengan

penguatan bahasa dan pembelajaran berbasis teknologi modern. Sedangkan

keunggulan komplementatif terkait dengan penguatan kemampuan interpreneur,

Page 70: BUDAYA ORGANISASI DI UNIVERSITAS SAINS AL- QUR’AN …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/49932... · 2020. 2. 3. · Disertasi BUDAYA ORGANISASI DI UNIVERSITAS SAINS

59

kemandirian dan kewirausahaan. Sehingga dengan keunggulan-keunggulan

tersebut UNSIQ dapat menampung dan mengakomodasi berbagai model

perguruan tinggi (research university, interpreneur university, the world

qur‟anic university). Dari model inilah maka kiprahnya sangat dinantikan umat

Islam dalam mengawal dan menyongsong masa depan yang lebih baik. Dengan

demikian diharapkan UNSIQ akan dapat mengawal hidup yang baik dan

memberikan solusi dalam setiap masalah yang dihadapi umat manusia.

Secara organisasional, berdasarkan surat keputusan menteri pendidikan

dan kebudayaan nomor : 87/D/O/2001 UNSIQ telah berdiri, sebagai bentuk

perubahan dan pengembangan dari tiga lembaga pendidikan tinggi, yakni :

Institut Ilmu Al-Qur‟an (IIQ) berdiri pada tahun 1988, AKPER tahun 1996 dan

STIE tahun 1999. Perubahan menjadi UNSIQ memiliki posisi dan kekuatan

yang kokoh, strategis dalam menyelenggarakan manajemen perguruan tinggi

yang lebih efektif dan efisien dalam penyelenggarannya, baik di bidang

akademik dan kemahasiswaan, pengembangan sumberdaya manusia, dan

pengelolaan aset dan keuangan. UNSIQ sebagai lembaga pendidikan tinggi

berbasis pesantren, keal-Qur‟anan, dan perkembangan peradaban modern dalam

sains dan teknologi adalah sebuah fenomena yang uniq guna mengintegrasikan

agama dan ilmu pengetahuan sains dalam kehidupan keagamaan,

kemasyarakatan, kebangsaan, kemodernan dan kemajemukan.

UNSIQ berada dibawah naungan yayasan pendidikan ilmu-ilmu al-

Qu‟an. Struktur organisasi UNSIQ berdasarkan peraturan YPIIQ Nomor 21

Tahun 2013.196

Pada struktur organisasi tesebut dijelaskan secara detail tentang

deskripsi tugas pimpinan maupun pegawai guna menunjukkan wewenang dan

tanggung jawab masing-masing. Pada saat ini sistem tata kelola yang telah

tersusun dalam Statuta UNSIQ tersebut menjamin terselenggaranya praktek-

praktek pengelolaan universitas berdasarkan lima pilar, yaitu: kredibel,

transparan, akuntabel, bertanggung jawab dan adil.

Kebeadaan lembaga-lembaga yang berada dibawah naungan UNSIQ

berkoordinasi berdasarkan fungsi masing-masing. Koordinasi dilakukan secara

periodik dan berkesinambungan baik melalui rapat kerja maupun rapat bulanan.

Sebagai contoh, minggu pertama pada setiap bulannya dilakukan koordinasi

jajaran pimpinan rektorat dan minggu ketiga pada setiap bulannya dilakukan

juga koordinasi pimpinan unit dan Fakultas dengan Rektorat. Sesuai dengan

organisasi dan tata kerja yang tercantum dalam Statuta UNSIQ, uraian dan

kriteria (Job Analysis, ob Description and Job Training) serta prosedur dan

mekanisme pemilihan pimpinan, tugas pokok dan fungsi masing-masing

pemangku jabatan baik di Rektorat maupun di Dekanat hingga Program Studi.

Sistem organisasi tersebut didukung dengan adanya sistem, instrumen

dan lembaga terkait dengan kode etik untuk meningkatkan disiplin serta

menciptakan suasana akademik yang sehat dan kondusif seluruh civitas

akademika dan tenaga kependidikan. Beberapa dokumen pendukung kode etik

tersebut terbagi dalam beberapa tingkatan, yakni; mahasiswa, dosen, audit,

196

Dikutip dari Dokumentasi Tata Pamong UNSIQ (Standar 2) Jawa Tengah di

Wonosobo

Page 71: BUDAYA ORGANISASI DI UNIVERSITAS SAINS AL- QUR’AN …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/49932... · 2020. 2. 3. · Disertasi BUDAYA ORGANISASI DI UNIVERSITAS SAINS

60

pegawai/Tenaga Kependidikan, penulisan ilmiah, serta plagiat dan

penanganannya. Penanganan terhadap pelanggaran dilakukan oleh SPI (Satuan

Pengawas Internal) berdasarkan SOPnya, melalui tahapan: pelaporan,

penyelidikan, jangka waktu pelaksanaan, upaya banding, unit fungsi dan

organisasi terkait, termasuk panduan pelaksanaan komisi disiplin baik pada

tingkat fakultas maupun universitas.

Secara ringkas, kepemimpinan UNSIQ seperti yang telah dijelaskan

diatas yakni bersifat demokratis kemitraan dan partisipatif, menggunakan

pendekatan sistem yang memperhatikan masukan, proses dan keluaran secara

sinergis, menggunakan prinsip manajemen partisipatif yaitu pimpinan

memberikan kesempatan berkreasi kepada bawahan lalu mengarahkannya.

Dengan demikian, untuk dapat mencapai semua tujuan organisasinya, maka

dibutuhkan sistem kepemimpinan yang bersifat operasional, organisasi dan

publik sebagai dasar pelaksanaan fungsi kepemimpinan di UNSIQ.

B. Unit Organisasi Pembentuk Kultur Qur’ani

Secara filosofis, pengembangan kurikulum UNSIQ

mempertimbangankan nilai-nilai luhur yang diambil dari falsafah pancasila dan

nilai-nilai ke-Al-Qur‟an-an yang sesuai dengan masyarakat indonesia yang

beriman dan berakhlak. Oleh karena itu, landasan filosofis yang digunakan

dalam penyusunan pengembangan kurikulum yang ada di UNSIQ adalah

mengintegrasikan nilai-nilai Transformatif, Humanis dan Qur‟ani.197

Kurikulum Universitas yang berciri khas ke-al-Qur‟an-an memperkuat

kajian al-Qur‟an sebagai kajian utama di UNSIQ, hal ini dibuktikan dengan sks

yang dibebankan antara 2 sampai 10 sks. Sks ke-al-Qur‟an-an yang begitu

banyak sehingga menitikberatkan agar mahasiswa tidak hanya mampu

membaca dan menulis ayat-ayat al-Qur‟an melainkan juga mampu menghafal

sekaligus menghayati dengan beragam Tafsir. Bahkan keseriusan UNSIQ dalam

mengkaji lebih dalam studi al-Qur‟an ini, dimunculkan pula cara membaca al-

Qur‟an dengan berbagai corak atau metode membaca yang dikemas dalam mata

kuliah Qiro‟ah Sab‟ah.

Pengembangan keilmuan dosen, pegawai dan mahasiswa pun

dikembangkan dalam kegiatan pengajian rutin bada sholat dhuhur dan

pengajian rutin jum‟at pagi sebelum kegiatan perkuliahan dan perkantoran

dimulai. Ini lah yang membuat UNSIQ semakin menarik perhatian dalam

konsistensinya, dimana para stakeholder sungguh-sungguh dalam

mengembangkan kemampuan sumber daya manusia dari bidang spiritual.

Kesungguhan UNSIQ terhadap kajian ke-Al-Qur‟an-an terwujudkan

dalam Kebijakan Rektor melalui SK nomor 61/UNSIQ/V/2011 tentang

penerimaan mahasiswa yang memiliki potensi akademik tetapi kurang mampu

secara ekonomi dan cacat fisik dapat diterima di UNSIQ dengan program

beasiswa Tahfidzul Qur‟an, bentuk program beasiswa ini adalah mahasiswa

baru dibebaskan dari biaya pendidikan (SPP, SKS dan Infak Pengembangan)

197

Tim Penyusun, Buku Pedoman Penyusunan Kurikulum UNSIQ Jawa Tengah di

Wonosobo, 10 Maret 2011

Page 72: BUDAYA ORGANISASI DI UNIVERSITAS SAINS AL- QUR’AN …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/49932... · 2020. 2. 3. · Disertasi BUDAYA ORGANISASI DI UNIVERSITAS SAINS

61

selama studi pada semua program studi dengan quota terbatas, yang ditentukan

dengan persyaratan; Calon mahasiswa hafidz/hafidzah dibuktikan dengan

syahadah dan lulus pengujian tahfidz oleh Tim Tahfidzul Qur‟an. Beberapa

prestasi UNSIQ dalam kegiatan di bidang ke-Al-Qur‟an-an;

Tabel Prestasi dalam berbagai Kegiatan berkaitan living Qur‟an

No Nama Kegiatan Tahun Tingkat*

Prestasi Wilayah Nasional

1. PTQ RRI Nasional di Palu 2015 √ Peserta

2. PTQ RRI Nasional di Riau 2016 √ Peserta

3. MTQ PORSENI PTKIS

Jawa Tengah

2015 √ Juara

Umum

4. MHQ antar PONPES se-

Indonesia di Jakarta

2016 √ Juara III

Saat ini UNSIQ memiliki unit organisasi yang dapat digunakan dalam

proses pembelajaran diantaranya,

1. Pusat Studi Kependidikan (PSKP) yang fungsi dan perannya adalah

memberikan referensi kepada para dosen untuk lebih meningkatkan

proses pembelajaran dan penelitian, sehingga dalam proses

pembelajaran lebih menekankan pada hasil-hasil penelitian dosen. Pusat

Kajian ini juga berperan dalam membantu dosen dalam menyusun

bahan ajar untuk perkulihan.

2. Lembaga Tahfidz, Pengkajian dan Pengembangan al-Qur‟an (LTP2Q)

sebagai media dan sumber pembelajaran al-Qur‟an yang bertugas

mengkaji, melatih dosen dan mengembangkan materi pembelajaran

yang berbasis ke-al-Qur‟an-an.

3. Lembaga Penjaminan Mutu (LPM) yang berperan penting mengawasi

dan mengendalikan mutu proses pembelajaran di UNSIQ. Lembaga ini,

juga konsisten memonitor jalannya pembelajaran berbasis ke-al-

Qur‟anan yang mengintegrasikan ICT, di tiap program studi di UNSIQ

serta menyiapkan SDM terkait.

4. Qur‟anic Spritual Bulding (QSB) yang bertugas pembinaan mental

spiritual dosen dan mahasiswa dalam peningkatan pembelajaran. Dan

ikut serta dalam penentuan kriteria penerimaan dosen dan pegawai

UNSIQ, membuat peencanaan pengembangan SDM dan pembinaan

SDM UNSIQ. Pusat ini mendukung upaya peningkatan ketrampilan

belajar bagi para mahasiswa melalui pemberian bimbingan dan

konseling di samping melakukan pengkajian dalam rangka pemanfaatan

SDM universitas secara optimal.

5. Lembaga Konsultasi dan Bantuan Hukum (LKBH), sebagai

laboratorium bagi mahasiwa Syari‟ah dan Hukum di lingkungan

UNSIQ, sebagai bentuk pembelajaran langsung dan praksis yang terkait

dengan kompotensi hukum pidana maupun perdata.

Page 73: BUDAYA ORGANISASI DI UNIVERSITAS SAINS AL- QUR’AN …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/49932... · 2020. 2. 3. · Disertasi BUDAYA ORGANISASI DI UNIVERSITAS SAINS

62

6. Pondok Pesantren Mahasiwa UNSIQ, sebagai proses pembelajaran

pembekalan keagamaan Islam yang meliputi kitab-kitab kuning, bahasa

arab, dan kajian kajian Islam kontemporer.

7. Pondok Pesantren-Pondok Pesantren yang ada di sekitar Kampus

dengan jumlah lebih dari 20 pesantren, misalnya Pesantren al-

Asy‟ariyah, Pondok Pesantren MMQ, dsb.

Lembaga-lembaga tersebut telah memberikan kontribusi pada para

dosen dan mahasiswa dalam memunculkan ide-ide dan inspirasi dalam

pembelajaran. Oleh karena itu, pembinaannya meliputi; Pertama, program

mental spritual dan kompetensi dosen UNSIQ. Kedua, evaluasi kurikulum

untuk disesuaikan dengan visi UNSIQ dan perkembangan iptek. Ketiga,

pemberdayaan civitas akademik UNSIQ. Keempat, pemenuhan sarana dan

prasarana pendidikan UNSIQ. Terakhir Kelima, pengawasan dan penjaminan

mutu UNSIQ sebagai upaya menarik perhatian masyarakat. Dengan mengacu

upaya diatas, secara umum UNSIQ telah berkomitmen untuk menghasilkan

lulusan yang memiliki kepribadian Qur‟ani secara teori maupun praktek,

berkecendekiawan, dan diterima secara luas oleh pengguna lulusan.

C. Sistem Manajemen Mutu Pendidikan Sistem pengelolaan fungsional dan operasional UNSIQ meliputi:

1. Perencanaan (planning), dibuat berdasarkan pada Visi, Misi, Tujuan

Universitas yang termuat dalam Statuta dan diterjemahkan menjadi

Program-Program Kegiatan yang sesuai dengan kebutuhan stakeholders.

Perencanaan kegiatan disusun berdasarkan masukan dari semua dosen dan

tenaga kependidikan melalui Fakultas yang awalnya bersumber dari

program studi, laboratorium, Pusat studi - pusat studi yang ditetapkan

menjadi Rencana Strategis (Renstra), Rencana Operasional (Renop) dan

Rencana Anggaran Pendapatan dan Biaya (RAPB). Renstra merupakan

perencanaan strategis (5 tahun), Renop merupakan perencanaan operasional

(5 tahun), RAPB merupakan perencanaan untuk program 1 tahunan.

Perencanaan ini sepenuhnya dikendalikan oleh Bagian Akademik yang

tentunya selalu berkoordinasi dengan semua fakultas sehingga dapat

berjalan maksimal baik dalam penyusunannya maupun evaluasi

pengembangannya.

2. Pengorganisasian (organizing), dengan adanya perencanaan yang baik,

maka akan memudahkan dalam mengelola fakultas hingga program studi

sehingga hanya memerlukan pengawasan apabila ada beberapa hal yang

tidak sesuai dengan standar. Pengawasan dilaksanakan oleh Gugus

Penjaminan Mutu di tingkat program studi, Unit Penjaminan Mutu di

tingkat fakultas dan Lembaga Penjaminan Mutu di tingkat universitas serta

diperkuat Satuan Pengawas Internal.

3. Pengembangan Staf (staffing), Job Description dan Job Spesification

masing-masing unit kerja dibuat berdasarkan aturan universitas yang

disesuaikan dengan kebutuhan dari masing-masing unit kerja tersebut.

Setelah diketahui job description dan job spesification maka dipilih staf

yang memenuhi syarat untuk diserahi tanggung jawab dalam pengelolaan

Page 74: BUDAYA ORGANISASI DI UNIVERSITAS SAINS AL- QUR’AN …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/49932... · 2020. 2. 3. · Disertasi BUDAYA ORGANISASI DI UNIVERSITAS SAINS

63

bagian tersebut, sehingga dapat tercapai prinsip efisiensi dan diharapkan

masing-masing unit kerja tersebut dapat dikelola dengan profesional.

UNSIQ menggunakan berbagai metode pengembangan staf, seperti

pendelegasian, dalam pendelegasian tugas, pimpinan akan memberikan

mandat dengan mempertimbangkan tugas pokok dan fungsi serta

kompetensinya. Kemudian untuk meningkatkan kompetensi, masing-

masing fakultas dan unit-unit yang ada mengadakan pelatihan-pelatihan,

seminar, kursus, lokakarya sendiri maupun mengirim ke lembaga atau

institusi lain untuk mendukung peningkatan kompetensi baik bagi dosen

maupun bagi tenaga kependidikan. Selain itu universitas juga sangat

mendukung studi lanjut untuk dosen ke jenjang S2 atau S3 maupun untuk

tenaga kependidikan khususnya ke jenjang S1.

4. Pengawasan, dilakukan sesuai dengan standar Penjaminan Mutu yang ada

oleh Lembaga Penjaminan Mutu Universitas maupun Satuan Pengawas

Internal. Hasil dari Pengawasan dilaporkan ke Rektor untuk dijadikan dasar

Perbaikan Sistem berikutnya. Lembaga Penjaminan Mutu Universitas

mendapatkan bahan-bahan dari Unit Penjaminan Mutu Fakultas dan Gugus

Penjaminan Mutu Program Studi. Metode yang digunakan adalah kuesioner

dan alat penjamin mutu seperti jurnal mengajar, presensi dosen maupun

pengawasan langsung di lapangan.

5. Pengarahan (leading), dengan adanya pengarahan dari Pimpinan

Universitas, maka program kegiatan akan berjalan dalam satu jalur dan

perbedaan pendapat menjadi variasi dalam pelaksanaan kegiatan bukan

menimbulkan kesulitan pelaksanaan kegiatan.

6. Penganggaran sebagai Controlling, Penganggaran dilakukan menjadi satu-

kesatuan dengan penyusunan program kegiatan yang merupakan penjabaran

dari Renstra dan Renop yang dilakukan setiap tahun pada awal semester

berupa Rencana Anggaran Pendapatan dan Belanja (RAPB) kemudian

ditetapkan menjadi Angaran Pendapatan dan Belanja (APB). RAPB

dilakukan dengan cara mencari masukan dari masing-masingfakultas yang

tentunya berasal dari Program Studi, UPT maupun lembaga dan satuan unit

kerja lainnya, kemudian direkapitulasi untuk dilakukan pembahasan pada

saat rapat kerja tahunan. Kemudian Anggaran Pendapatan dan Belanja

(APB) tersebut diputuskan dalam rapat kerja yang dikuatkan dengan SK

Yayasan.

Proses tridharma perguruan tinggi yang berjalan di UNSIQ tentunya

telah melakukan upaya penjaminan mutu pendidikan. Hal ini dilakukan sejak

berdiri Institusi di tahun 1988 sampai menjadi Universitas di tahun 2001. Dalam

perkembangannya, UNSIQ mendelagasikan salah satu tenaga kependidikan

berpartisipasi dalam pelatihan SPMPT dan AMAI yang diselenggarakan oleh

Dirjen Dikti sebagai langkah peningkatan kemampuan dan pengembangan

sistem penjaminan mutu. Diperkuat dengan Surat Keputusan Rektor dengan

nomor: 72/SK/UNSIQ/IX/2009, tertanggal 1 September 2009 tentang

pengangkatan pjs. Kepala Lembaga Penjaminan Mutu Universitas yang

dilanjutkan dengan pembentukan Tim Kerja Penjaminan Mutu Universitas yang

bertugas menyusun panduan yang bersifat strategis di UNSIQ.

Page 75: BUDAYA ORGANISASI DI UNIVERSITAS SAINS AL- QUR’AN …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/49932... · 2020. 2. 3. · Disertasi BUDAYA ORGANISASI DI UNIVERSITAS SAINS

64

Mutu pendidikan sebagaimana dibahas pada bab sebelumnya yakni

prestasi akademik, proses pencapaiannya meliputi input, proses dan output.198

Kemudian Mutu pendidikan lainnya yakni kualitas pelayanan atau administrasi,

sarpras, organisasi, dan manajemen sesuai standar pendidikan.199

Sesuai dengan teori fungsional manajemen, pengelolaan akademik

UNSIQ meliputi POAC (planing, organizing, actuating dan controling), adapun

dasar pelaksanaannya adalah akuntabilitas, transparansi, kualitas, kebersamaan,

responsibilitas, manfaat, kesetaraan, dan kemandirian.

Salah satu arah kebijakan peningkatan mutu pendidikan sesuai aspek tri

dharma Perguruan Tinggi dalam bidang pendidikan, Pertama UNSIQ

menghasilkan lulusan yang mampu menghidupkan nilai-nilai Qur‟ani di

masyarakat sesuai kebutuhannya. Dengan menerapkan beberapa program yang

mendukung kebijakan misal penerimaan mahasiswa, perumusan kurikulum,

pembelajaran inovatif dan terciptanya budaya akademik yang kondusif. Kedua

beberapa kebijakan berkenaan dengan pengembangan budaya literacy. Program

penelitian yang direalisasian menyusun agenda riset untuk lima tahun

mendatang, Membangun kerjasama dengan pihak luar, untuk memfasilitasi

pelaksanaan penelitian, melakukan pelatihan metopen, seminar proposal

penelitian, penulisan karya ilmiah, melakukan pelatihan manajemen jurnal dan

memfasilitasi akreditasi jurnal, melakukan koordinasi dengan Lembaga

Pengabdian kepada Masyarakat untuk penelitian yang ditujukan memecahkan

masalah masyarakat, mahasiswa dilibatkan dalam penelitian dosen, dan

publikasi karya ilmiah. Kebijakan terakhir dalam meningkatan mutu pendidikan

tinggi di univesitas yakni KKN atau KPM. Berbagai program pengabdian yang

bervariasi untuk mendekatkan posisi UNSIQ dengan masyarakat dan

pemerintah setempat. Salah satunya, menyusun renstra dan renop bidang KPM

UNSIQ, melaksanakan KPM berdasarkan prinsip pembelajaran mahasiswa

(KPM sebagai mata kuliah) dan yang menguntungkan bagi masyarakat.

Upaya UNSIQ untuk memaksimalkan peningkatan kualitas pendidikan

dari berbagai aspek dapat terlihat baik, walaupun pada beberapa aspek terdapat

kekurangan, seperti pada faktor budaya organisasi. Keberadaan budaya

organisasi ini sendiri perlu dikreasikan dengan baik dan dapat dilaksanakan oleh

semua civitas akademik UNSIQ. Dengan demikian, UNSIQ akan lebih mudah

dalam merencanakan, mengelola dan mengevaluasi setiap kegiatan yang

diselenggarakan. Dan juga UNSIQ mampu menghadirkan tenaga-tenaga yang

ahli dibidangnya yang dibutuhkan masyarakat modern saat ini.

198

Zaenal Sukawi, Mahfudz, Asmaji Mukhtar, Abdul Kholiq, Nasyiin Faqih,

Muafani, dan Puji Laksono, Manual Mutu Akademik UNSIQ Jawa Tengah di Wonosobo, 1

September 2014. 199

Zaenal Sukawi, Mahfudz, Asmaji Mukhtar, Abdul Kholiq, Nasyiin Faqih,

Muafani, dan Puji Laksono, Manual Mutu Akademik UNSIQ Jawa Tengah di Wonosobo, 1

September 2014.

Page 76: BUDAYA ORGANISASI DI UNIVERSITAS SAINS AL- QUR’AN …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/49932... · 2020. 2. 3. · Disertasi BUDAYA ORGANISASI DI UNIVERSITAS SAINS

65

BAB IV

KONKRITISASI RELASI INTERPERSONAL DALAM PENGEMBANGAN

BUDAYA ORGANISASI DI UNSIQ

Peran budaya sebagaimana dikatakan oleh Schein diperuntukkan

memecahkan masalah dasar kelompok, seperti; kelangsungan hidup dan

adaptasi terhadap lingkungan eksternal, dan integrasi pada lingkungan internal

organisasi agar dipastikan kemampuan organisasi bertransformasi terhadap

perkembangan global. Kultur telah dikaitkan dengan variabel organisasi lain

seperti komitmen, kepuasan kerja, perencanaan strategis, inovasi, tugas dan

hubungan otoritas, koordinasi dan arah kegiatan, keuntungan tujuan, ketertiban

dan kompetisi. Budaya juga telah dikaitkan lebih khusus dengan proses

perumusan strategi yang mempengaruhi masalah promosi seperti cakupan

geografis, cakupan pasar dan perubahan strategi, pada akhirnya budaya terikat

dengan kemampuan adaptasi organisasi dan efektivitas.

Awadh dan Saad menegaskan bahwa budaya yang kuat dan peran

kepemimpinan dalam sebuah organisasi dapat membantu dalam meningkatkan

kinerja, dimana sebuah organisasi dengan budaya yang kuat akan

memungkinkan untuk mengelola sumber daya manusia secara efektif dan

efisiens.200

Seorang pemimpin harus mampu memobilisasi dan

mengkoordinasikan sumber daya manusia dengan menekankan hubungan antar

manusia, maka akan meningkatkan dimensi-dimensi dalam kinerja. Sedangkan

perilaku etis dan karakter yang kuat menjadi hal yang sangat penting bagi

kredibilitas seorang pemimpin dan memberikan pengaruh yang sangat berarti.

Pemimpin diyakini sebagai orang-orang yang memiliki pengaruh utama

pada penciptaan dan pengembangan budaya organisasi, dimana peran pemimpin

adalah membangun, mempertahankan, dan merubah isi dari budaya organisasi

tersebut.201

Secara struktural seorang pemimpin akan terlibat dalam sebuah

perencanaan strategic, sehingga akan berpengaruh terhadap kebijakan, proses

pengambilan keputusan dan tata aturan yang diberlakukan.202

Schein

menyatakan bahwa sebuah organisasi yang mapan adalah organisasi yang

berhasil memenuhi tugas-tugas utamanya, begitu juga asumsi pemimpin

disosialisasikan kepada pegawai baru dengan cepat atas bantuan pegawai senior

yang lebih dahulu berada dalam organisasi tersebut.203

Dengan demikian,

kemampuan pemimpin dalam menanamkan nilai-nilai moral di tempat kerja,

mendorong komunikasi terbuka di dalam kelompok kerja, menghargai setiap

200

Mohammad Awadh Alharbi, Mohammed Saad AlYahya. “Impact of

Organizational Culture on Employee Performance”. International Review of Management

and Business Reseacrh, Vol. 2 Issue 1, March 2013.

https://pdfs.semanticscholar.org/e45f/9a6b89663faa17a0045fbb2e43c2ad7df749.pdf 201

Edgar H Schein. Organizational Culture and Leadership. 70. 202

Butts J.B. & Rich K.L. Nursing Ethics: Across the Curriculum and into Practice

Second Edition. (UK: Jones and Bartlett Publisher, 2008). 63. 203

Edgar H Schein. Organizational Culture and Leadership. 230

Page 77: BUDAYA ORGANISASI DI UNIVERSITAS SAINS AL- QUR’AN …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/49932... · 2020. 2. 3. · Disertasi BUDAYA ORGANISASI DI UNIVERSITAS SAINS

66

pegawai, menstimulasi potensi pegawai dan memberikan kesempatan untuk

berpendapat diharapkan dapat meningkatkan kinerja pegawai.

Kepemimpinan dalam teori sifat sebagaimana digambarkan dalam

kepribadian Rasululloh SAW untuk dipedomani ummatnya. Sifat tersebut

yakni; Pertama Siddiq, dimana seorang pemimpin berbicara, bersikap,

berprilaku baik dan tentunya cenderung kepada kebenaran. Kedua Amanah,

seorang pemimpin dituntut memberikan rasa aman dengan menjaga amanah

yang diberikan oleh anggota organisasi. Ketiga Tabligh, pemimpin wajib

menyampaikan atau mensosialisasikan informasi yang sebenarnya kepada

siapapun yang terkait dengan informasi tersebut, baik anggota organisasinya

atau masyarakat pada umumnya. Dan Keempat Fatanah, cerdas disini diartikan

pemimpin memiliki kemampuan memahami permasalahan secara tekstual

maupun kontekstual, sehingga dapat menyelesaikan permasalahan organisasi

secara bijak dan berkeadilan. Kelima Maksum, pada hakikatnya manusia pasti

memiliki dosa, namun seorang pemimpin diharapkan mampu mengontrol

prilakunya sesuai dengan ajaran islam. Dengan demikian kewibawaan seorang

pemimpin dapat terjaga dan disegani oleh anggota organisasi.

Sifat kepemimpinan rasul itu menjadi asas utama dalam kepemimpinan

UNSIQ. Indikator utama keberhasilan kepemimpinan UNSIQ adalah proses dan

output yang lebih baik. Sebagaimana disepakati oleh semua responden pada

tema ini. Rektor UNSIQ menyatakan; “UNSIQ berbasis Qur‟an, oleh karena itu

budaya organisasi tumbuh dari pemahaman ayat-ayat Qur‟ani tersebut, bahkan

jika dikaitkan dengan proses pengabdian di UNSIQ dan juga pada perkuliahan

yang diadakan di UNSIQ sangat lekat”204

Dalam kepemimpinan yang paling utama adalah proses kelompok,205

seperti yang diterangkan teori identitas sosial206

bahwa pergeseran dari pribadi

menuju relasional (kelompok) tingkat identitas adalah tepat dalam analisis

kepemimpinan dalam konteks organisasi terutama setelah merger.207

Teori

identitas sosial berfokus pada gagasan dari konsep diri (berdasarkan dengan

identitas sebagai sosial) yang berasal dari keanggotaan dalam kelompok sosial

dan kontras dengan identitas pribadi, yang mencerminkan karakteristik

204

Wawancara dengan Rektor UNSIQ, Dr. KH. Muchotob Hamzah, MM. pada 12

Agustus 2017, pukul 09.00. di ruang Rektor UNSIQ. 205

Chemers, M. M.. 'Leadership effectiveness: An integrative review'. 2001. In: M.

A. Hogg and S. Tindale (eds), Blackwell handbook of social psychology: Group processes.

Blackwell, Maulden, MA. 376-399. 206

Haslam, S. A. and M. J. Platow. 'Your wish is our command: the role of shared

social identity in translating a leader's vision into followers' action'. 2001. In: M. A. Hogg

and D. Terry (eds), Social identity processes in organisations. Psychology Press, New York.

213-228 207

Van Knippenberg, D. and E. van Leeuwen. 'Oganizational identity after a

merger: Sense on continuity as a key to postmerger identification'. 2001. In: M. A. Hogg and

D. J. Terry (eds), Social identity processes in organizational contexts. Psychology Press,

Philadelphia. 249-264

Page 78: BUDAYA ORGANISASI DI UNIVERSITAS SAINS AL- QUR’AN …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/49932... · 2020. 2. 3. · Disertasi BUDAYA ORGANISASI DI UNIVERSITAS SAINS

67

seseorang sebagai individu yang unik208

berpendapat bahwa dalam organisasi,

efektivitas kepemimpinan secara signifikan dipengaruhi oleh bagaimana

prototipe pemimpin yang dianggap oleh anggota. Sementara perspektif identitas

sosial mungkin salah satu yang penting ketika memeriksa kepemimpinan dan

kekuasaan, itu tidak berarti satu-satunya perspektif.

Pengaruh pemimpin terletak pada bagaimana orang lain menganggap

mereka, dengan demikian pemimpin dalam pengertian ini memiliki

kewibawaan ketika karyawan percaya pada pimpinan dan apa yang

dilakukannya, dan bersedia menerima keputusan pimpinan.209

Conger

menekankan khususnya para pemimpin perlu memahami manajemen yang

mengacu pada proses perencanaan, pengorganisasian dan pengendalian;

sedangkan kepemimpinan juga sebagai proses memotivasi orang untuk

berubah.210

Amabile telah menyarankan bahwa, dengan mempengaruhi sifat

lingkungan kerja dan budaya organisasi, para pemimpin dapat mempengaruhi

sikap anggota organisasi 'untuk bekerja perubahan terkait dan motivasi.211

Tantangannya kemudian adalah untuk memilih serangkaian tindakan yang layak

dalam kapasitas organisasi untuk menyerap perubahan dan mengelola sumber

daya. Sesuai dengan yang dikatakan oleh wakil rektor 1; “Hubungan yang tidak

harmonis antara pimpinan dan pegawai pada dasarnya tidak dibuat tetapi secara

struktural dan fungsional terbentuk dengan sendirinya karena tanggung jawab

masing-masing. Dan di UNSIQ terjadi hubungan saling menghormati dan

menyayangi”212

Pemimpin dianggap simbol romantis yang memungkinkan anggota

organisasi menafsirkan kegiatan-kegiatan organisasi. sebagaimana dinyatakan

bahwa efektivitas pemimpin sebagai penentu utama keberhasilan atau

kegagalan kelompok, organisasi, atau bahkan seluruh negeri. Berbagai cara

organisasi berusaha mengatasi meningkatnya pengaruh dari lingkungan

eksternal seperti pelatihan dan pengembangan pemimpin. Hal ini didasarkan

pada asumsi keterkaitan kepemimpinan dan kinerja organisasi. Meindl

menunjukkan bahwa orang memiliki preferensi umum yang menekankan peran

kepemimpinan dalam menentukan hasil kinerja organisasi.213

Hubungan

208

Hogg, M. A. 'Intragroup processes, group structure and social identity'. 1996. In:

W. P. Robinson (ed.), Social groups and identities: Developing the legacy of Henri Tajfel.

Butterworth-Heinemann, Oxford. 65-93. 209

Weber, M. Economy and Society. University of California, Berkeley, CA. 1978. 210

Conger, J. A. and R. N. Kanungo. 'The empowerment process: Integrating

theory and practice', Academy of Management Review, 13, 1988. 471-182.

http://amr.aom.org/content/13/3/471.short 211

Amabile, T. M. 'How to kill creativity', Harvard Business Review, 76 (5), 1998.

76-87.

http://gwmoon.knu.ac.kr/Lecture_Library_Upload/HOW_TO_KILL_CREATIVITY.pdf 212

Wawancara dengan Wakil Rektor 1, Dr. Zaenal Sukawi, MA. pada 21 Agustus

2017, pukul 09.00. di ruang Wakil Rektor 1 UNSIQ. 213

Meindl, J. R., Ehrlich, S. B., & Dukerich, J. M. The romance of leadership.

Administrative Science Quarterly, 30, 1985. 78-102.

http://www.jstor.org/stable/2392813?seq=1#page_scan_tab_contents

Page 79: BUDAYA ORGANISASI DI UNIVERSITAS SAINS AL- QUR’AN …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/49932... · 2020. 2. 3. · Disertasi BUDAYA ORGANISASI DI UNIVERSITAS SAINS

68

harmonis itu perlu terus dipertahankan sebagaimana dinyatakan oleh wakil

rektor 1 “Wujud hubungan harmonis yang terjadi adalah munculnya sikap

saling kebergantungan, Kebergantungan yang saling memberikan arti dan

kebergantungan menjadi pola hubungan yang harmonis, sinergi dan

integratif”214

Beberapa kemampuan dari kepemimpinan inspirasional melibatkan

gairah dan mempertinggi motivasi di kalangan pengikut. Membayangkan

keadaan masa depan yang diinginkan, membuat pengikut melihat visi itu dan

menunjukkan pengikut bagaimana untuk sampai tujuan organisasi yang

merupakan bagian dari proses inspirasi.215

Para pemimpin perlu memahami dan

menghargai relasi berkesinambungan dan perubahan untuk tujuan jangka

panjang dan nilai-nilai organisasi. Promosi harus dilakukan untuk memastikan

bahwa nilai-nilai yang sudah berjalan dapat bertahan hidup meskipun

perubahan diperlukan.

Dengan demikian, karakteristik individu, perilaku tim, dan faktor

organisasi mempengaruhi proses kepemimpinan dan efektivitas dalam

organisasi. Oleh karena itu, kepemimpinan tertanam dalam konteks sosial yang

lebih luas, nyata dalam kelompok kerja, unit, dan organisasi. Akibatnya, faktor

kontekstual dapat menghasilkan efek multilevel dimana variabel pada satu

tingkat mempengaruhi variabel lain. Popovich menyatakan bahwa konsistensi

kepemimpinan yang menekankan pada kinerja tinggi adalah prasyarat pertama

untuk menerapkan organisasi kerja memiliki kinerja tinggi.216

Kondisi ini lah

yang diharapkan oleh pimpinan UNSIQ, salah seorang dosen mengatakan

“Bekerja, bergaul, berkembang, berinteraksi, berjuang dan berprestasi di

UNSIQ adalah ibadah. Sebab itu, individu, tim dan faktor organisasi harus

saling menunjang kepentingan bersama sebagaimana ibadah bersama”217

Analisis teori perilaku kepemimpinan, pemimpin akan berhasil

mengelola organisasi dilihat dari sikap, prilaku dan kebijakan pemimpin.

Keberhasilan ini diindikasikan dari beberapa faktor, seperti; pengambilan

keputusan, memberikan perintah, gaya komunikasi, memberikan motivasi,

membina dan menegakkan aturan, mengontrol anggota organisasi, dan

pemberian sanksi kepada anggota organisasi yang tidak taat aturan. Pada teori

yang lain, pemimpin berorientasi pada tugas-tugas yang diberikan kepada

anggota organisasi. Disini pemimpin lebih menitikberatkan pada kinerja

anggota organisasi tanpa memperhatikan aspek kesejahteraan atau yang lainnya.

Sebaliknya ada juga pemimpin yang berorientasi pada anggota organisasi, teori

214

Wawancara dengan Waki Rektor 1, Dr. Zaenal Sukawi, MA. pada 21 Agustus

2017, pukul 09.00. di ruang Wakil Rektor 1 UNSIQ. 215

Behling, O. and McFillen, J.M. ``A syncretical model of charismatic/

transformational leadership'', Group and Organization Management, Vol. 21 No. 2, 1996.

163-191. http://journals.sagepub.com/doi/abs/10.1177/1059601196212004 216

Popovich, M.G., ed. Creating High-Performance Government Organization.

(San Francisco: Jossey-Bass. 1998). 33, 217

Wawancara dengan Dosen UNSIQ Bapak KH. Ahmad Zuhdi, M.Ag. pada 24

Nopember 2017, pukul 09.00. di ruang Dosen.

Page 80: BUDAYA ORGANISASI DI UNIVERSITAS SAINS AL- QUR’AN …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/49932... · 2020. 2. 3. · Disertasi BUDAYA ORGANISASI DI UNIVERSITAS SAINS

69

ini bertolakbelakang dengan teori pemimpin yang berorientasi pada tugas. Pada

teori ini, pemimpin lebih memperhatikan kebutuhan anggota organisasinya,

pemimpin semaksimal mungkin memberikan pelayanan yang memuaskan

kepada anggota organisasinya, dengan tujuan anggota organisasi mau bertahan

dalam waktu yang lama.

Pelu ditegaskan kembali bahwa seoang pemimpin adalah salah satu

kontributor paling sering menegaskan untuk kinerja organisasi di semua jenis

organisasi. Beberapa studi telah meneliti hubungan ini secara empiris.218

Secara

umum, studi lapangan telah menemukan bahwa karakteristik kepribadian

pemimpin dan perilaku memiliki sedikit efek pada produktivitas organisasi

yang diukur dengan tidak langsung, tindakan keuangan perusahaan-lebar seperti

laba dan pengembalian aset.219

Higgins menemukan beberapa hubungan yang

signifikan antara orientasi kepemimpinan (transaksional terhadap

transformasional) dan persepsi para pemimpin 'dari efektivitas organisasi.220

Namun Thompson menemukan bukti kuat yang menunjukkan bahwa kehadiran

yang peduli, terlibat pemimpin adalah bahan penting dalam kinerja

organisasi.221

Demikian pula, Butler dan Cantrell menemukan efek yang kuat

antara struktur pemulai pemimpin 'dan pertimbangan pada kedua kepuasan

kerja dan produktivitas anggota kelompok.222

Dengan demikian, efektivitas kepemimpinan di UNSIQ bertujuan

memberdayakan civitas akademik UNSIQ, sehingga setiap orang mendukung

dalam pencapaian tujuan UNSIQ. Penting bagi pemimpin untuk melakukan

pengawasan dan pembinaan namun tidak seluruhnya mengimplementasikan

unsur-unsur manajemen, karena inti kegiatannya adalah menggerakkan anggota

organisasi yang sifatnya tergantung pada kondisi pada saat terjadinya interaksi

kepemimpinan.223

A. Kepemimpinan Dalam Budaya Organisasi

218

Nahavandi, A. and A. R. Malekzadeh. 'Acculturation in mergers and

acquisitions', Academy of Management Review, 13 (1), 1988. 79–90.

http://amr.aom.org/content/13/1/79.short 219

Costanza, D.P. "Leadership and Organizational Decline: The Relationship

Between Personality Characteristics and Organisational Performance." Ph.D. diss. George

Mason University. 1996. 220

Higgins, C.C. "Transactional and Transformational Leadership: An Examination

of the Relationship Between Leadership Orientation and Perceptions of Organizational

Effectiveness." Ph.D. diss. George Washington University. 1998. 221

Thompson, J.W. "Employee Attitudes, Organizational Performance, and

Qualitative Factors Underlying Success." Journal of Business and Psychology. 1996.

11:171-96. https://link.springer.com/article/10.1007/BF02193858 222

Butler, J.K., and Cantrell, R.S. 1997 "Effects of Perceived Leadership Behaviors

on Job Satisfaction and Productivity." Psychological Reports 80:976-78.

http://journals.sagepub.com/doi/abs/10.2466/pr0.1997.80.3.976 223

Analisis wawancara dengan Wakil Rektor 1, Dr. Zaenal Sukawi, MA. pada 21

Agustus 2017, pukul 09.00. di ruang Wakil Rektor 1 UNSIQ.

Page 81: BUDAYA ORGANISASI DI UNIVERSITAS SAINS AL- QUR’AN …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/49932... · 2020. 2. 3. · Disertasi BUDAYA ORGANISASI DI UNIVERSITAS SAINS

70

Smircich mengidentifikasi dua pendekatan untuk mempelajari

fenomena budaya dalam organisasi: budaya sebagai variabel organisasi,

maka budaya dipandang sebagai sesuatu yang dapat dimanipulasi.224

Dengan demikian sifat, arah, dan dampak dari manipulasi tersebut

tergantung pada keterampilan dan kemampuan pemimpin. Mayoritas

literatur yang memuji kelebihan kepemimpinan transformasional

menunjukkan dukungan yang luas untuk pandangan ini. Sebaliknya, jika

budaya dipandang sebagai bagian integral dari organisasi, maka pemikiran,

perasaan, dan tanggapan dari pemimpin yang dibentuk oleh budaya.225

Schein menggambarkan interkoneksi antara kepemimpinan dan

budaya organisasi dalam konteks siklus hidup organisasi, maka keduanya

memiliki hubungan yang sangat erat.226

Dengan demikian, selama proses

pembentukan organisasi, pendiri perusahaan menciptakan sebuah organisasi

yang mencerminkan nilai-nilai dan keyakinan mereka. Dalam hal ini,

pendiri menciptakan dan membentuk ciri-ciri budaya organisasi mereka.

Namun, sebagai organisasi mengembangkan dan waktu berlalu, budaya

menciptakan organisasi diberikannya pengaruh pada pemimpin dan bentuk

tindakan dan gaya pemimpin. Melalui proses yang sedang berlangsung

dinamis, pemimpin menciptakan dan pada gilirannya dibentuk oleh budaya

organisasi. Kesimpulannya adalah dimulai dari pemimpin membentuk

budaya bagi organisasi, pada selanjutnya budaya organisasi lah yang akan

menentukan pemimpin.227

Seperti yang dijelaskan “Yang kita tahu Budaya

dalam bahasa asing kultur, kultur itu juga tidak lepas dari agama karena

kultur memiliki akar yang sama dengan kultus atau penyembahahan. Jadi,

penyembahan atau pemujaan adalah budaya kemudian diterjemahkan

menjadi budaya akademik di UNSIQ, meskipun pada perguruan tingggi lain

mengartikulasikan sama atau tidak, namun di UNSIQ sudah terkonsepkan

seperti itu yakni mengkultuskan sesuatunya pada Quran. Nilai-nilai budaya

Quran itulah yang dominan untuk mengembangkan budaya akademik

disini”228

Budaya akademik yang berpandangan antropologi bahkan

menganggapnya tidak masuk akal bahwa para pemimpin dapat menciptakan

budaya. Bagi mereka, budaya muncul dari interaksi sosial kolektif

kelompok dan komunitas. Pemimpin tidak menciptakan budaya namun

224

Smircich, L. Concepts of culture and organizational analysis. Administrative

Science Quarterly, 28, 1983. 339-358. http://www.jstor.org/stable/2392246 225

Schein, E. H. Organizational culture and leadership (2nd

ed.). San Francisco:

Jossey-Bass. 1992. 226

Schein, E. H. Organizational culture and leadership (2nd

ed.). San Francisco:

Jossey-Bass. 1992. 227

Bass, B.M. and Avolio, B.J. „Transformational Leadership and Organizational

Culture‟, Public Administration Quarterly, 17(1): 1993. 112–117.

http://www.jstor.org/stable/2392246?seq=1#page_scan_tab_contents 228

Wawancara dengan Rektor UNSIQ Dr. KH. Muchotob Hamzah, MM pada 12

Agustus 2017, pukul 09.00. di ruang Rektor UNSIQ.

Page 82: BUDAYA ORGANISASI DI UNIVERSITAS SAINS AL- QUR’AN …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/49932... · 2020. 2. 3. · Disertasi BUDAYA ORGANISASI DI UNIVERSITAS SAINS

71

mereka adalah bagian dari budaya.229

Budaya bukanlah sesuatu yang

dimiliki organisasi (demikian tunduk pada manipulasi dan perubahan).230

Trice menyatakan bahwa pemimpin budaya mungkin memiliki sifat-sifat

pribadi yang khas dan menunjukkan set khas perilaku.231

Mereka lebih

lanjut menyatakan bahwa visi pemimpin 'memberikan substansi budaya

organisasi baru. Oleh karena itu, pimpinan yang merupakan pemimpin

budaya biasanya digambarkan menjadi karismatik, dinamis dan memiliki

visi.

Peran pemimpin dalam membangun budaya organisasi tergantung

pada proses komunikasi dan sosialisasi visi misi dan tujuan yang

disampaikan secara akurat dan kemampuan untuk mengasah dan

membentuknya agar sesuai dengan kebutuhan pergeseran dari pasar.232

Bennis mengamati bahwa menciptakan semacam visi memerlukan lebih

dari sekedar berkomunikasi, itu berarti mengubah hal yang abstrak menjadi

sesuatu yang nyata.233

Jadi, pemimpin memiliki dorongan obsesif untuk

membuat dan mengirimkan visinya. Pemimpin dapat menghasilkan

komitmen karyawan untuk inovasi dengan menekankan nilai-nilai inti dan

mempromosikan loyalitas kelompok. Mereka dapat mengatur nada dan

suasana untuk inovasi melalui penggunaan simbol-simbol organisasi, logo,

slogan, dan ekspresi budaya lainnya. Mereka dapat memotivasi karyawan

untuk mengejar tujuan yang tidak mungkin telah dinyatakan telah dicoba,

mengubah nilai-nilai karyawan melalui perubahan dalam kontrak psikologis

(komitmen tidak tertulis yang dibuat antara karyawan dan majikan), dan

mendorong perlunya perubahan.234

proposisi-proposisi ini menunjukkan

pentingnya mempertimbangkan budaya organisasi dalam menilai hubungan

antara kepemimpinan dan inovasi.

Schein membagi 2 macam budaya organisasi, abstrak dan

konkret.235

Budaya organisasi yang dapat terlihat seperti gedung, pakaian,

prilaku organisasi, peraturan, bahasa dan tradisi atau kebiasaan yang

dilakukan dalam organisasi. Sedangkan budaya organisasi yang tidak dapat

dilihat seperti nilai atau norma yang berlaku, keyakinan anggota organisasi

229

Meek, V. L. Organizational culture: Origins and weaknesses. Organizational

Studies, 9, 1988. 453-473.

http://journals.sagepub.com/doi/abs/10.1177/017084068800900401 230

Smircich, L. Concepts of culture and organizational analysis. Administrative

Science Quarterly, 28, 1983. 347. http://www.jstor.org/stable/2392246 231

Trice, H. M., & Beyer, J. M. The culture of work organizations. Englewood

Cliffs, NJ: Prentice Hall. 1993. 257 232

Deal, P., & Kennedy, A. Corporate cultures. Reading, MA: Addison-Wesley.

1982. 233

Bennis, W. Leaders and visions: Orchestrating the corporate culture. 1986. In

M. A. Berman (Ed.), Corporate culture and change. New York; The Conference Board Inc. 234

Schein, E. H. Organizational culture and leadership. San Francisco: Jossey-

Bass. 1985. 235

Schein, E. “Organizational culture”, American Psychologist, Vol. 45 No. 2,

1990. 109-119.

Page 83: BUDAYA ORGANISASI DI UNIVERSITAS SAINS AL- QUR’AN …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/49932... · 2020. 2. 3. · Disertasi BUDAYA ORGANISASI DI UNIVERSITAS SAINS

72

dan asumsi atau keseimpulan sementara yang dibuat oleh anggota

organisasi. Kedua lapisan ini diwujudkan dalam bentuk identitas santri yang

berpakian muslim-muslimah, kemudian pada aspek yang kedua

terimplementasikan pada ideologi kepesantrenan yang artinya mereka

memegang teguh konsep kyai yang mampu menerapkan sistem demokratis

di UNSIQ.

Peran penting pemimpin menentukan berjalannya organisasi

bahkan ketika terjadi perubahan organisasi dan globalisasi. Oleh karena itu,

pemimpin dituntut menjadi seorang pembelajar budaya organisasi, sehingga

mampu memiliki strategi jitu untuk mengelola dan mengembangkan budaya

organisasi. Pemimpin yang mampu mengembangkan organisasi dengan

mengelola budaya organisasi sejalan dengan perkembangan global di mana

terdapat perbedaan budaya antar organisasi dapat dikatakan sebagai

pemimpin cerdas budaya. Pemimpin cerdas budaya adalah seorang

pemimpin yang dapat memahami dan mampu mengelola perbedaan budaya.

Keterampilan dan kualitas anggota organisasi, terutama mereka

yang memegang peran kepemimpinan, dapat membentuk, memperkuat, dan

mengubah budaya sebuah organisasi atau sub unit.236

Karena posisi mereka

dalam hirarki organisasi, manajer cenderung untuk dilihat oleh anggota lain

sebagai model dan memberikan contoh nilai-nilai yang dianut atau filosofi

organisasi. Selain itu, perilaku kepemimpinan manajer (yang mencerminkan

keterampilan interpersonal dan organisasi mereka) dapat membentuk

budaya dengan membatasi atau memfasilitasi kegiatan kerja anggota dan

interaksi dengan orang lain.

Komunikasi dan transaksional pemimpin yang paling efektif

mengintegrasikan budaya.237

Untuk ini terjadi, peserta harus merasa bahwa

mereka berkonsultasi dan terlibat sebagai bagian dari proses pengambilan

keputusan. Memang, itu diterima dengan baik bahwa komunikasi adalah

alat kunci dalam setiap proses perubahan dan bahwa kegagalan untuk

berkomunikasi biasanya menghasilkan individu yang merasa tidak pasti dan

cemas tentang masa depan mereka.238

Pemimpin mengkomunikasikan apa yang mereka yakini sebagai

benar dan salah, ini keyakinan pribadi menjadi bagian dari budaya

organisasi. Schein menyoroti peran pemimpin dalam menciptakan dan

mengelola budaya organisasi dan menyarankan bahwa, ketika budaya

menjadi disfungsional sebagai akibat dari perubahan, itu adalah pemimpin

yang harus bertindak untuk membantu kelompok untuk melupakan

beberapa asumsi budaya dan belajar asumsi alternatif. Bagaimanapun,

diakui bahwa pembentukan budaya pemimpin yang didominasi kuat

236

Kotter, J. P., & Heskett, J. L. Corporate culture and performance. New York:

Free Press. 1992. 237

Trice, H. M., & Beyer, J. M. The culture of work organizations. Englewood

Cliffs, NJ: Prentice Hall. 1993. 231 238

Kanter, R., B. Moss, Stein and T. Jick. 'The Challenge of Organizational

Change'. Free Press, New York. 1992.

Page 84: BUDAYA ORGANISASI DI UNIVERSITAS SAINS AL- QUR’AN …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/49932... · 2020. 2. 3. · Disertasi BUDAYA ORGANISASI DI UNIVERSITAS SAINS

73

mungkin tidak efektif jika realitas eksternal harus berubah.239

Dalam kasus

tersebut, ia menyarankan bahwa fleksibel, budaya longgar diterapkan,

berdasarkan beberapa keragaman asumsi, dan mungkin melibatkan

keberadaan sejumlah subkultur, mungkin terbukti lebih efektif. Cummings

dan Huse menunjukkan bahwa perubahan budaya dapat difasilitasi melalui

penerapan visi atau misi pernyataan baru.240

Pemimpin dapat melakukannya

dengan memberdayakan pegawai untuk melaksanakan visi baru menjadi

kenyataan dan dengan meningkatkan motivasi pegawai.

Penting bagi pemimpin untuk selalu menampilkan model budaya

organisasi baru setiap hari dengan apa yang pimpinan lakukan. Perilaku

yang ditunjukkan, kebijaksanaan yang disusun, emosi yang diekspresikan

atau ditekankan, hasil yang difokuskan atau diabaikan, komitmen yang

ditunjukkan, sikap dalam bekomunikasi, dan nilai-nilai yang mempengaruhi

sikap dan perilaku organisasi dari pimpinan. Kelebihan dan kekurangan

pemimpin menjadi ukuran suatu organisasi mampu berkembang atau tidak,

hal-hal yang dilakukan pemimpin baik dari hal yang terkecil hingga

terbesar adalah penting bagi keberhasilan organisasi.

Fullan melihat pentingnya budaya organisasi ketika para pemimpin

menyadari perubahan yang dibutuhkan di tempat kerja, mengacu pada

"reculturing".241

Fokus pada perubahan mencerminkan tujuan moral melalui

budaya kerja kolaboratif di mana perbedaan pendapat dihormati. Fullan

menyampaikan bahwa karena tahu ada hal-hal yang perlu diperbaiki harus

dilihat sebagai kesempatan belajar, dan budaya organisasi dapat

memberikan keterbukaan bagi upaya perubahan. Sebagai contoh dampak

mengembangkan budaya belajar; pendidik menjadi "kolektif berkomitmen

untuk perbaikan".242

Pemimpin yang mampu menggerakkan pendidik

adalah sebagai dampak dari budaya pendidikan yang kuat.

Hasil analisis prinsip kepemimpinan UNSIQ sebagian besar

mengadopsi prinsip-prinsip kepemimpinan sebagai berikut;243

Decision

making, pengambilan keputusan harus betujuan pada pencapaian efektivitas

oganisasi. Leadership, Communication, komunikasi terbuka untuk siapapu

yang terlibat dalam organisasi. Appreciating differences, penghargaan

terhadap setiap perbedaan yang dimiliki anggota organisasi. Personal

excellence, pemimpin memperhatikan bakat dan minat anggota organisasi.

Business success, pemimpin memperhatikan hal-hal yang profit untuk

239

Schein, E. H. Organizational culture and leadership. San Francisco: Jossey-

Bass. 1985. 240

Cummings, T. G., and Huse, E. F. Organizational Development and Change.

Saint Paul, Minn.: West, 1989. 241

Fullan, M. Leading in a culture of change. San Francisco: Jossey-Bass. 2001.

44. 242

Fullan, M. & St. Germain. Learning places: Afield guide for improving the

context of schooling. Thousand Oaks, CA: Corwin Press. 2006. 23. 243

Jerome Want. Corporate Culture, Illuminating the Black Hole, Key Strategies of

High-Performance Business Cultures. (New York: St Martin's Press. 2006).156

Page 85: BUDAYA ORGANISASI DI UNIVERSITAS SAINS AL- QUR’AN …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/49932... · 2020. 2. 3. · Disertasi BUDAYA ORGANISASI DI UNIVERSITAS SAINS

74

organisasi, karena kesuksesan organisasi juga akan dilihat dari kekuatan

finansial. Continuous learning, Vibrant workplace, dinamika pekerjaan

dalam organisasi juga penting dimunculkan. Ethics, Partnership, Passion

for coffe, komitmen, bekerja keras untuk mencapai tujuan. Planning and

measuring, Shared ownership, setiap orang merasa memiliki organisasi,

memiliki sikap peduli terhadap organsiasi, dan tidak segan untuk berkorban

untuk organisasi. Sustainability, dan World benefit, sebagai ukuran

kebermanfaatan organsiasi untuk masyarakat atau pengguna lulusan.

Masalah budaya bukan hanya memfokuskan pada pemimpin,

namun juga berkepentingan pada pegawainya. Gagasan dari kepemimpinan

adalah menemukan siapa yang ingin bertanggung jawab, atau siapa yang

percaya bahwa posisi tradisional atau hierarki membuat mereka menjadi

bertanggung jawab. Kepemimpinan merupakan terminologi pengaruh, dan

pengaruh tersebut mungkin dijalankan oleh setiap orang, dari mereka yang

dalam posisi jabatan tertinggi sampai pada anggota terendah dalam

organisasi. Oleh karena itu, untuk memahami bagaimana kepemimpinan

antar budaya, kita perlu melihat pada pelaksana budaya tersebut, bagaimana

mereka harus memahami situasi, apakah mereka mengharapkan pemimpin

memutuskan untuk mereka apa yang harus dilakukan, dan bagaimana

mereka harus mencari pengaruh dalam menjalankan hak mereka sendiri.

Hasil penelitian yang dilakukan, UNSIQ melakukan kepemimpinan yang

mampu menerjemahkan Prinsip-prinsip kepemimpinan yang benar dalam

memahami masalah budaya organisasi melalui komunikasi yang benar

seperti pengambilan keputusan sesuai dengan kebutuhan organisasi,

memunculkan jiwa kharisma seorang pemimpin sejati namun juga memiliki

jiwa demokrasi ketika dibutuhkan, melakukan komunikasi ke semua arah

tanpa memunculkan kecurigaan di masing-masing pihak, menghargai

perbedaan yang muncul dari latar belakang yang berbeda pula, mencetak

pribadi pegawai yang memiliki semangat tinggi untuk bekerja, kemampuan

berkompetisi yang baik, penerapan konsep long life education secara

konsisten, dinamisasi kehidupan berorganisasi yang dapat memperkuat

budaya organisasi, memberikan teladan baik terhadap pegawai dan warga

UNSIQ, penekanan pada asas kekeluargaan membuat komunikasi berjalan

dengan baik, masa depan yang terukur dan dapat dipastikan, pemimpin

sebagai pemiliki sumber daya bersama sanggup memenuhi kebutuhan

pegawainya, menjaga daya saing dengan menjaga sumber daya dengan

baik, dan UNSIQ yang memiliki andil besar terhadap perubahan dunia

pendidikan disegani lingkungan pendidikannya adalah peran pimpinan

UNSIQ.244

B. Kepemimpinan Pendidikan Di UNSIQ

244

Analisis terhadap kondisi UNSIQ melalui obesrvasi partisipan mendalam

sehingga diperoleh kesimpulan kemampuan pemimpin yang sangat memperhatikan prinsip-

prinsip kepemimpinan.

Page 86: BUDAYA ORGANISASI DI UNIVERSITAS SAINS AL- QUR’AN …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/49932... · 2020. 2. 3. · Disertasi BUDAYA ORGANISASI DI UNIVERSITAS SAINS

75

Kepemimpinan UNSIQ dalam memahami dimensi-dimensi budaya

organisasi sesuai dengan apa yang menjadi fokus penelitian ini, yakni:

a. Individualistic atau colectivistic, masing-masing memerlukan gaya

kepemimpinan yang berbeda. Dalam budaya individualistik, baik

pemimpin maupun pengikut akan berusaha melibatkan diri dalam

pengambilan keputusan untuk memaksimalkan pengaruh individual

mereka dan mendapatkan hasil baik bagi mereka. Dalam budaya

kolektivistik, orang melihat dirinya sebagai anggota kelompok dan

kolektif, menyukai aktivitas kelompok, dan mengharapkan keputusan

dilakukan berdasar konsensus atau konsultatif, di mana pengaruh

keputusan pada setiap orang dipertimbangkan. Hal tersebut

menunjukkan gaya kepemimpinan dari dua budaya yang berbeda.

Seperti yang dikatakan oleh wakil rektor “Individualism erat

kaitannya dengan identitas diri, oleh karena itu, Identitas diri warga

UNSIQ melekat pada organisasi dan agar identitas tersebut melekat

pada UNSIQ di kenal dengan 3 istilah wong; wong unsiq, wong islam

dan wong Indonesia. Kemudian setiap orang yang berkecimpung dalam

Institusi tumbuh dan berkembang untuk bisa menjadi diri sendiri dan

melindungi dirinya dan keluarga dekatnya selain setiap orang tersebut

dilahirkan sebagai penerus keluarga dan kelompoknya. Sebagaimana

dikatakan setiap orang tumbuh dan berkembang menjadi diri sendiri

menjadi diri yang kuat, ulet dan tangguh sehingga dapat melindungi

keluarga, kelompok, masyarakat, bangsa dan agama”245

b. Power distance, merupakan praktik kepemimpinan otokratik yang

diadopsi dan ditoleransi budaya dengan high-power distance, di mana

perbedaan kekuasan yang besar antara atasan dan bawahan diharapkan

dan ditoleransi. Sebaliknya apabila orang tidak dapat menerima

perbedaan atau mengharapkan perlakuan yang sama, dinamakan low-

power distance.

Terkait hal tersebut wakil rektor juga menjelaskan;

“Ketidaksetaraan pimpinan dan pegawai UNSIQ pada dasarnya tidak

dibuat tetapi secara structural dan fungsional terbentuk dengan

sendirinya karena tanggung jawab masing-masing sehingga yang terjadi

adalah hubungan saling menghormati dan menyayangi. Dan adanya

saling kebergantungan antara pimpinan dan bawahan yang saling

memberikan arti dan kebergantungan menjadi pola hubungan yang

harmonis, sinergi dan integratif”246

c. Uncertainty avoidance, dalam budaya dengan high uncertainty

avoidance, pemimpin menstrukturkan pekerjaan bawahan, mungkin

245

Wawancara dengan Wakil Rektor 1 Bapak Dr. Sukawi, pada 21 Agustus 2017,

pukul 09.00. di ruang Wakil Rektor 1 UNSIQ. 246

Wawancara dengan Wakil Rektor 1 Bapak Dr. Sukawi pada 21 Agustus 2017,

pukul 09.00. di ruang Wakil Rektor 1 UNSIQ.

Page 87: BUDAYA ORGANISASI DI UNIVERSITAS SAINS AL- QUR’AN …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/49932... · 2020. 2. 3. · Disertasi BUDAYA ORGANISASI DI UNIVERSITAS SAINS

76

melalui birokrasi, dan membuat keputusan yang mungkin

meningkatkan stabilitas, akan diharapkan berjalan baik. Adapun dalam

budaya low uncertainty avoidance akan lebih banyak terdapat

fleksibilitas dalam menjalankan pekerjaan. “Ketidakpastian tidak

dianggap sebagai ancaman atau bahkan harus diperangi, melainkkan

ketidakpastian merupakan hal yang normal dalam hidup yang harus

diterima apa adanya. Secara organisasi ketidakpastian itu dikelola

melalui system dan regulasi sehingga menjadi kejelasan, namun dalam

hidup ada ketidakpastian dan itu bisa menjadi tantangan akhirnya

peluang meraih keberhasilan”247

Wakil rektor dalam hal ini juga menambahkan terkait

ketidakpastian yang terjadi dengan penjelasan “Dalam menyikapi

dampak ketidakpastian yang muncul seperti prilaku agresif dan

emosional, dijelaskan dalam waktu normal agresivitas dan emosional

tak diperlukan, Namun dalam kondisi tertentu agresivitas dan

emosional diperlukan dengan pengelolaan yang baik. Apakah hanya

resiko yang moderat yang bisa diterima sedangkan resiko besar sangat

dihindari demikian juga situasi yang ambigu atau terbiasa berhadapan

dengan resiko dan situasi yang ambigu? Dalam kehidupan organisasi

setiap aktivitas pasti ada resikonya karena itu diupayakan memanaj

resiko menjadi kesempatan dan keragaman”248

d. Masculinity atau femininity, Pemimpin yang memelihara hubungannya

dengan anggota kelompok dengan mengabaikan peluang pribadi seperti

pengakuan (aktualisasi diri) dan promosi, dalam hal ini terdapat dalam

feminine culture, tetapi mungkin dipandang aneh dalam masculine

culture. Hofstede dalam konteks organisasi mengemukakan bahwa pada

maskulin,249

sikap ini menonjolkan egoisitas berupa imbalan,

aktualisasi diri, karir yang tinggi, dan tantangan pekerjaan yang sulit.

Sebaliknya feminin cenderung bersifat lebih lentur terhadap hubungan

kemanusiaan dan peduli terhadap lingkungan pekerjaannya dan

sebagainya.

Nilai-nilai budaya organisasi yang terjadi di UNSIQ adalah

terjadi keterkaitan dominasi ekonomi dengan empati, simpati sehingga

dalam sebuah interaksi, terdapat keterbukaan personil, emosional,

kolegial, spiritual, disamping hubungan professional. Sehingga dalam

konsekuensinya UNSIQ lebih memperhatikan kepentingan orang

banyak, baik pimpinan maupun bawahan dari pada materi, karena

247

Wawancara dengan Wakil Rektor 1 Bapak Dr. Sukawi pada 21 Agustus 2017,

pukul 09.00. di ruang Wakil Rektor 1 UNSIQ. 248

Wawancara dengan Wakil Rektor 1 Bapak Dr. Sukawi pada 21 Agustus 2017,

pukul 09.00. di ruang Wakil Rektor 1 UNSIQ. 249

Geert Hofstede. Culture and Organizations. (Harper Collins Business.

Hammersmith. 1994) 81.

Page 88: BUDAYA ORGANISASI DI UNIVERSITAS SAINS AL- QUR’AN …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/49932... · 2020. 2. 3. · Disertasi BUDAYA ORGANISASI DI UNIVERSITAS SAINS

77

manusia itu penting maka perlu diperhatikan keinginan, tuntutan, dan

sumbangannya termasuk dalam bentuk ekonomi.

Sikap individu baik pimpinan maupun bawahan yang terjadi

UNSIQ seperti asertif, ambisius dan tegas diperlukan untuk mencapai

keberhasilan hidup namun tetap menjaga keseimbangan dan kewajaran.

Begitu juga sikap sensitive, mencintai dan ngemong bukan hanya miliki

perempuan tapi setiap manusia, laki-laki dan perempuan tetap harus

mengembangkannya.250

Pandangan Hofstede, relasi kuasa merupakan

simbol maskulinitas dari organisasi.

e. Term Orientation; Kehidupan itu dinamis, diperlukan perubahan dan

modernisasi, tetapi tidak harus meninggalkan tradisi justru harus

mensinergikan antara tradisi dan modernisasi. Kemudian dalam

menjaga dinamisasi organisasi agar suasana organisasi positif dan

mendukung organisasi, diperlukan menghormati tanggung jawab dan

status sosial yang tak hanya dimaknai biaya dan finansial, karena

keduanya hanya bagian kecilnya. Tekanan untuk menjaga hubungan

baik dengan teman walaupun harus menambah biaya merupakan suatu

keharusan dan kebaikan meskipun menambah biaya, karena untuk

melakukan perubahan memerlukan kedekatan personal, emosional,

professional, dan spiritual.251

Pada proses penyediaan dana pendidikan, terkait investasi

merupakan perspektif masa depan, maka dalam kondisi tersebut baik

mudah atau sulit, maka investasi menjadi prioritas baik secara lahiriah

maupun batiniyah. Oleh karena itu, Mengharapkan hasil yang cepat itu

manusiawi asalkan ada cara dan proses yang dapat

dipertanggungjawabkan dan menimbulkan berkah. Ini pun terkait

pentingnya memperhatikan harga diri dan rendah hati sehingga

hubungan interpersonal di dalam menjalankan tugas kelembagaan dapat

terjaga dengan baik. Sehingga proses untuk mencari atau kebajikan

perlu diperjuangkan namun tanpa ada rekayasa untuk merubah yang

benar menjadi kabur dan akhirnya salah dan sebaliknya.252

Budaya organisasi yang efektif menunjukkan seperangkat kualitas

dan keyakinan yang secara jelas memberi manfaat pada budaya organisasi

dan keseluruhan kinerja organisasi. Hal tersebut dapat dilakukan semua

orang dalam organisasi, tetapi pemimpin mempunyai kelebihan yang tidak

dimiliki orang lain. Pemimpin dapat menetapkan agenda dan membuat

sumber daya yang diperlukan tersedia dalam proses. Mereka juga

250

Wawancara dengan Wakil Rektor 1 Bapak Dr. Sukawi pada 21 Agustus 2017,

pukul 09.00. di ruang Wakil Rektor 1 UNSIQ. 251

Wawancara dengan Wakil Rektor 1 Bapak Dr. Sukawi pada 21 Agustus 2017,

pukul 09.00. di ruang Wakil Rektor 1 UNSIQ. 252

Wawancara dengan Wakil Rektor 1 Bapak Dr. Sukawi pada 21 Agustus 2017,

pukul 09.00. di ruang Wakil Rektor 1 UNSIQ.

Page 89: BUDAYA ORGANISASI DI UNIVERSITAS SAINS AL- QUR’AN …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/49932... · 2020. 2. 3. · Disertasi BUDAYA ORGANISASI DI UNIVERSITAS SAINS

78

menciptakan koalisi, menyingkirkan hambatan, dan yang paling penting

memberi inspirasi orang. Pemimpin mempunyai kekuatan untuk membuat

perubahan budaya menjadi kenyataan, hanya jika mereka menggunakannya.

Indikasi peran pemimpin UNSIQ yang diadaptasi dari Jerome Want untuk

dapat melakukan perubahan budaya,253

seperti: Pertama Become a student

of a culture, Budaya organisasi tidak dimiliki oleh seseorang dan pasti

bukan oleh pemimpin. Budaya merupakan produk dari banyak kekuatan

kontibutor selama bertahun-tahun, pada dasarnya melalui perilaku orang,

komitmen, dan nilai-nilai, perilaku organisasi, kebijakan, misi dan sejarah

dan kondisi institusi. Bila dalam pendirian belum secara sadar dibentuk,

mungkin diperlukan waktu sepanjang hidupnya dan bahkan sulit untuk

berubah. Setiap orang dalam budaya perlu menjadi pembelajar budaya

sebelum berusaha mengubahnya, termasuk pemimpin. Berdasarkan hasil

penelitian, pimpinan dan pegawai UNSIQ melakukan tugasnya sebagai

pembelajar budaya dapat dicontohkan pegawai mau menerima kritik

maupun masukan dari pimpinan atau dari manapun yang mendukung proses

perbaikan dan pengembangan UNSIQ dan menjalankan nilai-nilai

organisasi dengan taat, bahkan identitas yang menjadi kebanggan warga

UNSIQ.254

Kedua Renewal, pemimpin secara unik diposisikan untuk

membangun budaya sebagai proses pembaruan. Dengan memperbarui

budaya organisasi, bakat dan komitmen pegawai merasa termotivasi baik

dari dalam maupun luar organisasi. Tidak ada dengan mengeluarkan

kebijakan pengerdilan atu pengucilan terhadap pegawai, perbaikan

operasional, maupun restrukturisasi yang mempunyai pengaruh pembaruan

terhadap organisasi. Sebaliknya, ukuran ini hampir dapat dipastikan selalu

meningkatkan fokus pada budaya organisasi. berikut yang dikatakan oleh

pak Fathurrahman “UNSIQ membangun budaya yang menunjang budaya

yang kuat di lembaga walaupun secara tidak langsung dipublikasikan,

namun berkembang dengan sendirinya melalui pola hubungan antar

pegawai yang akrab dan intens”

Ketiga Communications, pemimpin memastikan terjadinya

komunikasi secara terbuka dengan seluruh organisasi. Tidak ada yang dapat

menciptakan ketidakpercayaan dari pada menyelubungi proses perubahan

budaya secara rahasia. Ketika orang merasa ditinggalkan, kemarahan dan

penolakan akan tumbuh. Komunikasi terbuka dengan tim perubahan juga

penting sehingga orang di tempat yang sama dapat bertukar gagasan baru

dan sumber daya. Keempat Inclusiveness, pemimpin menjelaskan pada

organisasi bahwa membangun budaya merupakan proses pelibatan, suatu

proses dengan menyertakan orangnya. Penyertaan orang tidak harus

ditetapkan dengan merekrut pegawai baru, tetapi gagasan dan komitmennya

253

Jerome Want. Corporate Culture, Illuminating the Black Hole, Key Strategies of

High-Performance Business Cultures. (New York: St Martin's Press. 2006).160 254

Analisis lingkungan pendidikan UNSIQ, sebagaimana yang terjadi dalam objek

penelitian.

Page 90: BUDAYA ORGANISASI DI UNIVERSITAS SAINS AL- QUR’AN …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/49932... · 2020. 2. 3. · Disertasi BUDAYA ORGANISASI DI UNIVERSITAS SAINS

79

harus dapat menjangkau seluruh pegawai. Manfaat utama dalam hal ini

adalah tumbuh sepanjang waktu melibatkan semua pegawai. Pemimpin

dapat diterima dalam proses organisasi untuk menunjukkan gagasan baru

dan rekomendasinya. Sebagaimana dinyatakan dalam wawancara

sebelumnya bahwa UNSIQ melibatkan semua orang, seperti dengan adanya

istlah Wong UNSIQ, Wong Indonesia dan Wong Islam, dengan demikian

ketika dalam sebuah kegiatan bertemu dengan orang lain namun memiliki

kesamaan konsep dan ideologi sebagai sesama orang UNSIQ, orang

Indonesia dan orang Islam, maka orang tersebut adalah terlibat dalam

penciptaan budaya baru bagi UNSIQ.255

Kelima Trust, pemimpin menanamkan rasa percaya di antara

peserta dalam proses membangun budaya. Orang harus merasa aman

menyuarakan pendapatnya dan perbedaan tentang budaya yang baru

diimpikan dan cara bagaimana proses dikelola. Kepercayaan di antara

anggota tim perubahan adalah penting apabila proses perubahan tidak

diluncurkan. Apabila isu kepercayaan tumbuh, pemimpin akan menjadi

orang terbaik untuk menyampaikan isu tersebut. Dan Keenam

Accountability, Tidak ada seorang pun dalam posisi lebih baik dari pada

menempatkan pemimpin sebagai orang yang bertanggung jawab. Hanya

pemimpin yang dapat mempertimbangkan apakah proses perubahan budaya

berjalan di arah yang benar dan menyelesaikan tujuan sebenarnya.

Perubahan budaya UNSIQ dapat dipastikan melalui kepemimpinan yang

kemudian diikuti oleh pegawai dan tenaga teknis lainnya sebagai langkah

pembudayaan yang pasti.

Perubahan masa depan organisasi dihadapi dengan pendekatan

yang lebih berorientasi pada dunia kerja, pemimpin UNSIQ menerapkan

kecerdasan budaya dengan menggunakan pengetahuan, perhatian dan

prilaku adaptasi, adapun tahapannya; pengetahuan, digunakan untuk

memahami semua teori yang berkaitan dengan perubahan organisasi,

dengan demikian pemimpin akan berusaha untuk menghindari sifat otoriter

yang ada dalam dirinya. Kemudian perhatian, walaupun membutuhkan

waktu yang panjang namun pemimpin dapat memahami betul permasalahan

yang dihadapi oleh organisasi. Serta prilaku adaptasi, digunakan untuk

betul-betul menginginkan perubahan organisasi yang berjalan dengan

diterima banyak orang dan sedikit menimbulkan resiko. Sehingga proses

perubahan organisasi dengan bentuk manajemen berdasarkan objek yang

tidak ambisius, pemimpin memberikan penawaran strategi perubahan

organisasi kepada anggota organisasi yang kemudian secara perlahan

anggota organisasi mengikuti perubahan tersebut.

UNSIQ bisa dikatakan adalah organisasi yang sedang tumbuh,

maka penting bagi seorang pemimpin menjelaskan asumsinya dan

menanamkannya secara gradual dan konsisten pada misi, tujuan, struktur,

dan prosedur kerja organisasi. Asumsi dasar ini dinamakan guiding belief,

255

Wawancara dengan Dosen UNSIQ, Bapak Fathurrahman, M.Pd. pada 22

September 2017, pukul 08.00. di ruang Dosen.

Page 91: BUDAYA ORGANISASI DI UNIVERSITAS SAINS AL- QUR’AN …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/49932... · 2020. 2. 3. · Disertasi BUDAYA ORGANISASI DI UNIVERSITAS SAINS

80

the theory in use, the mental model, the basic principles, atau the guiding

vision yang menjadi elemen utama budaya organisasi yang sedang tumbuh.

Dengan demikian, pemimpin cerdas budaya memahami dan melakukan:256

a) Perhatian dan juga pemikiran seorang pemimpin sebagian besar

tercurahkan pada pegawai atau bawahan. Apabila pengikut menganggap

seseorang sebagai pemimpin, maka pemimpin itu akan mendapat manfaat

dari kekuasaannya, kewenangannya dan yang paling penting

penghargaannya sebagai pemimpin. b) Beberapa karakteristik pemimpin

yang dicari pengikut adalah mereka yang mempunyai visi kelompok atau

organisasi, kemampuan mengomunikasikan visi kepada orang lain,

keterampilan mengorganisasi pengikut mencapai visi. Namun, perilaku

yang mengindikasikan karakteristik tersebut berbeda di antara budaya yang

berbeda. c) Dimensi kepemimpinan berorientasi tugas dan hubungan

muncul di setiap budaya. Namun, perilaku yang mengindikasi berorientasi

tugas daripada hubungan adalah spesifik untuk memunculkan budaya baru

yang berbeda. d) Beberapa pengukut lebih perlu pemimpin yang

mempunyai dimensi sejalan daripada lainnya. Factor seperti norma

organisasi dan tingkat pendidikan pengikut dapat bertindak sebagai

pengganti kepemimpinan. dan e) Pegawai berusaha meniru perilaku

pemimpin bisa digambarkan seperti pedang bermata dua. Beberapa adopsi

perilaku tersebut akan dilakukan dengan seksama oleh pegawai, tetapi jika

terlalu banyak hal yang harus dipatuhi dapat diinterpretasikan sebagai

tindakan tidak tulus atau bahkan bersifat menyakitkan bagi pegawai.

Perspektif budaya organisasi yang bersifat meningkatkan kinerja

organisasi, yaitu strength, fit, dan adaptive.257

Maka UNSIQ sebagai sebuah

organisasi dapat dianalisis memiliki kemampuan dalam mengelola budaya

budaya oganisasi yang dipandang dai aspek stength, fit maupun adaptive,

penjelasannya sebagai berikut; Strength perspective, memprediksi

hubungan penting antara kekuatan budaya organisasi dan kinerja jangka

panjang. Para pemimpin organisasi di UNSIQ menciptakan penyelarasan

tujuan, motivasi pegawai, struktur dan kontrol yang diperlukan untuk

memperbaiki kinerja organisasi. Adapun akibat dari strong culture adalah

munculnya arogansi sektoral, hanya terfokus pada sisi internal, dan

birokratis. Namun efek yang muncul ini masih dapat diminimalisir dengan

adanya asas kekeluagaan tersebut, karena semua stakeholder yang terkait

adalah mayoritas didikan dari simbah Muntaha, sehingga masih memiliki

hubungan emosional yang kuat diantara para pimpinan maupun pegawai

UNSIQ. Kemudian Fit perspective, didasarkan pada keselaasan budaya

organisasi harus dengan konteks strateginya. UNSIQ mampu dalam

melakukan standardisasi dan perencanaan baik dalam persaingan yang

berjalan lamban maupun yang bekerja dalam perubahan sangat tinggi dan

256

Thomas David C. and Inkson Kerr. People Skills for Global Business. (Berrett-

Koehler Publishers, 2004). 138. 257

Kreitner, Robert and Angelo Kinicki. Organizational Behavior, 5th ed. (New

York: McGraw Hill. 2001). 80.

Page 92: BUDAYA ORGANISASI DI UNIVERSITAS SAINS AL- QUR’AN …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/49932... · 2020. 2. 3. · Disertasi BUDAYA ORGANISASI DI UNIVERSITAS SAINS

81

lingkungan yang berubah. Hal ini dibuktikan dengan kemampuan UNSIQ

merespon adanya kebijakan perubahan status institusi ke universitas secara

cepat, ketika berbagai perguruan tinggi belum meresponnya, UNSIQ sudah

meresponnya telebih dahulu pada tahun 2000. Dan terakhir Adaptive

perspective, berbagai budaya yang dimunculkan UNSIQ bertujuan untuk

membantu berjalannya organisasi dan beradaptasi pada perubahan

lingkungan.

Dimensi-dimensi tersebut diatas dan berdasarkan pandangan

konfigurasi identitas organisasi,258

kita mendefinisikan organisasi yang

menunjukkan tingkat tinggi secara konsisten menekankan pada semua nilai-

nilai budaya organisasi sebagai budaya yang kuat, kemudian organisasi dan

warga organisasi dengan konsisten rendah dinyatakan budaya organisasinya

lemah. Definisi ini menganggap kedua intensitas dan konsensus kekuatan

budaya dengan mengidentifikasi organisasi-organisasi yang secara

bersamaan mengalami iklim organisasi baik atau tidak pada semua identitas

budaya.259

Hal ini juga secara konsisten yeung gunakan untuk pengukuran

budaya kuat atau tidak.260

Beberapa penulis berpendapat bahwa organisasi inovatif memiliki

budaya yang kuat, yang lain menunjukkan bahwa budaya yang kuat

menghambat inovasi.261

Janis menyatakan bahwa kelompok kohesif dengan

pemimpin yang kuat, direktif cenderung mencari keseragaman.262

Dalam

situasi seperti itu, orang memilih untuk tidak mengungkapkan pandangan

yang berbeda dari takut ditertawakan dan penolakan. Dalam organisasi

dengan budaya yang kuat, directiveness dan kekuatan pemimpin dapat

menahan ekspresi berbagai pandangan.263

Beberapa penelitian telah

menunjukkan bahwa tingkat tertinggi inovasi terjadi dalam organisasi yang

pemimpinnya hanya kontrol moderat dari kelompok kerja.264

258

Meyer, A. D., Tsui, A. S., & Hining, C. R. Configurational approaches to

organizational analysis. Academy of Management Journal, 36, 1993. 1175– 1195. 259

Calori, R., & Sarnin, P. Corporate culture and economic performance: A French

study. Organizational Studies, 12, 1991. 49-74.

http://journals.sagepub.com/doi/abs/10.1177/017084069101200104 260

Yeung, A. K. O., Brockbank, J.W., & Ulrich, D. O. Organizational culture and

human resource practices: An empirical assessment. 1991. In R.W. Woodman, & W. A.

Pasmore (Eds.), Research in organizational change and development, vol. 5. 59–82.

Greenwich7 JAI Press. http://amj.aom.org/content/44/4/697.short 261

Jaskyte, K. “Organizational Culture and Innovation in Nonprofit Human Service

Organizations.” Dissertation Abstracts International, 2003, 63 (10), 3729A.

http://www.tandfonline.com/doi/abs/10.1300/j147v29n02_03 262

Janis, I. Groupthink. (2nd ed.) Boston: Houghton Mifflin, 1982. 263

Nemeth, C. J. “Managing Innovation: When Less Is More.” California

Management Review, 1997, 40 (1), 59–74.

http://journals.sagepub.com/doi/abs/10.2307/41165922?journalCode=cmra 264

Pelz, D. C., and Andrews, F. M. Productive Climates for Research and

Development. Ann Arbor: Institute for Social Research, University of Michigan, 1976.

Page 93: BUDAYA ORGANISASI DI UNIVERSITAS SAINS AL- QUR’AN …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/49932... · 2020. 2. 3. · Disertasi BUDAYA ORGANISASI DI UNIVERSITAS SAINS

82

Pemimpin budaya yang kuat, tidak hanya memperhatikan

seperangkat keyakinan dan nilai-nilai, dan namun juga memastikan

keyakinan ini tertanamkan pada orang-orang di sekitar mereka. Sebagai

konsekuwensinya, pemimpin memberikan jaminan pada anggota organisasi

pada kesehatan, kesempatan kerja penuh dan sebaliknya mereka akan

bertanggung jawab atas keberlangsungan organsasinya. Di sisi lain, ini

berarti tidak memungkinkan mereka untuk gagal dengan cara apapun.265

Karena pembelajaran organisasi menekankan respon terhadap perubahan

lingkungan dengan hubungan yang terlibat dengan kepuasan kerja

karyawan dan strategi bisnis. Dengan demikian, dalam penelitian ini, kita

mengadopsi usulan Denison dan Mishra.266

Cara-cara yang fleksibel dan

stabil untuk memenuhi tuntutan lingkungan yang kompetitif, dan fokus

strategi pada dua dimensi internal pegawai dan eksternal pelanggan,

sehingga budaya organisasi terbagi ke dalam budaya adaptif (fleksibel/

eksternal), budaya misi (stabil/ eksternal), budaya kolektivitas (budaya

fleksibel/ internal) dan birokrasi (stabil/ internal).

Salah satu dukungan teoretis mengharapkan para pemimpin

memainkan peran utama dalam membangun budaya organisasi yang

inovatif dan memfasilitasi kreativitas dalam organisasi. Selain itu, peran

kreativitas dan inovasi dalam menentukan kinerja organisasi telah mapan.

Namun, seperti Mumford et al. telah mengamati, mengamati dari beberapa

literatur studi empiris tentang hubungan antara kepemimpinan dan inovasi

di tingkat organisasi sementara menggabungkan variabel kontekstual.267

Menimbang bahwa para peneliti telah menekankan peran pemimpin

transformasional dalam menciptakan lingkungan kerja yang intelektual

merangsang, cukup mengejutkan untuk menemukan bahwa tidak ada

penelitian yang belum meneliti bagaimana gaya kepemimpinan

transformasional mempengaruhi iklim organisasi yang inovatif dan

bagaimana hal itu lebih lanjut mempengaruhi kreativitas dan inovasi

organisasi. Ada tiga alat manajerial kunci untuk memanfaatkan budaya

untuk performance. Yakni; Merekrut dan Memilih Orang untuk Budaya

yang Sesuai, Mengelola Budaya melalui Sosialisasi dan Pelatihan, dan

Mengelola Budaya melalui Sistem Reward. Amabile juga menyarankan

bahwa dengan mempengaruhi sifat lingkungan kerja dan budaya organisasi,

para pemimpin dapat mempengaruhi sikap kerja anggota organisasi dan

265

Deal, P., & Kennedy, A. Corporate cultures. Reading, MA: Addison-Wesley.

1982. 56. 266

Denison, D. R., & Mishra, A. K. Toward a theory of organizational culture and

effectiveness. Organization Science, 6, 1995. 204-223.

https://pubsonline.informs.org/doi/abs/10.1287/orsc.6.2.204 267

Mumford, M. D., Scott, S. M., Gaddis, B., & Strange, J. M. Leading creative

people: Orchestrating expertise and relationships. Leadership Quarterly, 13, 2002. 705-750.

https://www.sciencedirect.com/science/article/pii/S1048984302001583

Page 94: BUDAYA ORGANISASI DI UNIVERSITAS SAINS AL- QUR’AN …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/49932... · 2020. 2. 3. · Disertasi BUDAYA ORGANISASI DI UNIVERSITAS SAINS

83

motivasi dalam interaksi mereka, sehingga mempengaruhi prestasi

organisasi kolektif mereka.268

Menurut Mumford, iklim dan budaya organisasi merupakan

konstruksi sosial kolektif, di mana pemimpin memiliki kontrol yang cukup

besar dan pengaruh.269

Jung juga memandang manajer sebagai memainkan

peran kunci dalam mengembangkan, mengubah, dan melembagakan budaya

organisasi.270

Sepanjang jalur yang sama, Schein berpendapat bahwa

sebagai pendiri dan pemimpin organisasi berkomunikasi apa yang mereka

yakini sebagai benar dan salah, ini keyakinan pribadi menjadi bagian dari

iklim dan budaya organisasi.271

Perilaku kepemimpinan dari sebuah pertimbangan individual dan

motivasi, berasal dari visi dan nilai-nilai pemimpin dan berkontribusi pada

budaya yang memfasilitasi inovasi organisasi.272

Yukl menegaskan bahwa

perilaku kepemimpinan tertentu dapat mempengaruhi inovasi melalui

kepatuhan sebagai bagian dari budaya organisasi.273

Akhirnya, budaya

organisasi merupakan faktor penentu penting dari iklim. Pandangan seperti

ini konsisten dengan karya Moran dan Volkwein, yang berpendapat bahwa

iklim mencerminkan pengetahuan bersama dan makna yang terkandung

dalam budaya organisasi.274

iklim organisasi sehingga dapat dianggap

sebagai ekspresi dari praktek-praktek budaya yang mendasari yang muncul

dalam menanggapi kontinjensi di lingkungan internal dan eksternal

organisasi. Schein menyatakan tegas, kita harus mengakui sentralitas fungsi

manajemen budaya ini dalam konsep kepemimpinan.275

Budaya organisasi berkembang sebagian besar dari kepemimpinan,

sementara budaya organisasi juga dapat mempengaruhi perkembangan

268

Amabile, T. M. How to kill creativity. Harvard Business Review, 76, 1998. 77-

87. http://gwmoon.knu.ac.kr/Lecture_Library_Upload/HOW_TO_KILL_CREATIVITY.pdf 269

Mumford, M. D., & Strange, J. M. Vision and mental models: The case of

charismatic and ideological leadership. 2002. In B. J. Avolio & F. J. Yammarino (Eds.),

Transformational and charismatic leadership: The road ahead (pp. 109-142). Oxford, UK:

Elsevier. 270

Jung, D. Transformational and transactional leadership and their effects on

creativity in groups. Creativity Research Journal, 13, 2001. 185–95.

http://www.tandfonline.com/doi/abs/10.1207/S15326934CRJ1302_6 271

Schein, E. H. Organizational culture and leadership (2nd

ed.). San Francisco:

Jossey-Bass. 1992. 272

Elenkov, D. S., & Manev, I. M. Top management leadership and influence on

innovation: The role of sociocultural context. Journal of Management, 31(3), 2005. 381-

402. http://journals.sagepub.com/doi/abs/10.1177/0149206304272151 273

Yukl, G. Leadership in organizations (5th ed.). Upper Saddle River, NJ:

Prentice Hall. 2002. 274

Moran, E. T., & Volkwein, J. F. The cultural approach to the formation of

organizational climate. Human Relations, 45(1), 1992. 19-48.

http://journals.sagepub.com/doi/abs/10.1177/001872679204500102 275

Schein, E. H. Organizational culture and leadership. San Francisco: Jossey-

Bass. 1985. 2.

Page 95: BUDAYA ORGANISASI DI UNIVERSITAS SAINS AL- QUR’AN …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/49932... · 2020. 2. 3. · Disertasi BUDAYA ORGANISASI DI UNIVERSITAS SAINS

84

kepemimpinan. Misalnya, para pemimpin transaksional bekerja dalam

budaya organisasi mereka mengikuti aturan, prosedur, dan norma-norma

yang ada; pemimpin transformasional mengubah budaya mereka dengan

terlebih dahulu memahami dan kemudian menyelaraskan budaya

organisasinya melalui visi misi dan tujuan.276

Idealnya budaya transaksional

dan transformasional dalam sebuah organisasi cenderung memiliki budaya

yang ditandai dengan kedua gaya kepemimpinan tersebut. Argumen penulis

adalah bahwa organisasi harus bergerak ke arah kualitas yang lebih

transformasional dalam budaya mereka sementara juga mempertahankan

basis kualitas transaksional yang efektif.

Bass menunjukkan hubungan antara kepemimpinan dan budaya

dengan memeriksa dampak gaya kepemimpinan yang berbeda budaya. Dia

berpendapat bahwa pemimpin transaksional cenderung beroperasi dalam

batas-batas yang ada, sementara para pemimpin transformasional sering

bekerja mengubah budaya organisasi sejalan dengan visi mereka.277

Demikian pula, Brown mengamati bahwa pemimpin yang baik perlu

mengembangkan keterampilan yang memungkinkan mereka untuk

mengubah aspek budaya mereka dalam rangka untuk meningkatkan kinerja

organisasi mereka.278

Bass dan Avolio berpendapat bahwa kepemimpinan dan budaya

yang baik saling berhubungan untuk mewujudkan budaya organisasi yang

ditandai dengan kualitas. Literatur tentang kepemimpinan transformasional

membuat suatu usaha untuk mendekati kepemimpinan sebagai proses sosial

dengan menempatkan penekanan pada bagaimana para pemimpin

merangsang pengikut mereka untuk melampaui kepentingan diri mereka

sendiri demi tim dan organisasi yang lebih besar. Kepemimpinan

transformasional mampu mensosialisasikan lingkungan kerja yang ditandai

dengan pencapaian tujuan yang tinggi, aktualisasi diri, dan pengembangan

pribadi.279

Pemimpin transformasional mengarahkan organisasi pada

perubahan kualitas yang lebih transformasional dalam budaya mereka,

seperti; pencapaian prestasi, stimulasi intelektual, dan penghargaan

individual. Dengan cara tersebut, kepemimpinan transformasional memiliki

efek langsung pada budaya. Seperti yang dijelaskan oleh bapak kabiro

“Budaya transformasi maupun budaya transkasi seperti yang diberdayakan

UNSIQ yakni adanya orientasi budaya yang bersifat profit yang diwujudkan

276

Bass, B. M. Leadership and performance beyond expectations. New York: Free

Press. 1985. 277

Bass, B. M. Leadership and performance beyond expectations. New York: Free

Press. 1985. 278

Brown, A. Organizational culture: The key to effective leadership and

organizational development. Leadership and Organization Development Journal, 13(2),

1992. 3-6. http://www.emeraldinsight.com/doi/abs/10.1108/01437739210009545 279

Bass, B.M. and Avolio, B.J. “Transformational leadership and organizational

culture”, Public Administration Quarterly, Vol. 17, 1993. 112-121.

http://www.jstor.org/stable/40862298?seq=1#page_scan_tab_contents

Page 96: BUDAYA ORGANISASI DI UNIVERSITAS SAINS AL- QUR’AN …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/49932... · 2020. 2. 3. · Disertasi BUDAYA ORGANISASI DI UNIVERSITAS SAINS

85

dari kekuatan anggaran yang bersumber dari mahasiswa dan pemerintah

daerah, provinsi (APBD dan APBN), pendampingan usaha (minimarket),

trevel transportasi, mini bank, bengkel dan laboratorium akademik. Dan

Budaya yang bersifat profit diwujudkan dari penawaran beasiswa”280

Sebagai mediator, Budaya organisasi terhubung antara

kepemimpinan transformasional, inovasi organisasi281

dan kinerja.282

Penelitian Jung et al. dari 32 perusahaan Taiwan menemukan bahwa

kepemimpinan transformasional memiliki hubungan yang signifikan dan

positif dengan inovasi organisasi seperti yang dimediasi oleh budaya

organisasi di mana karyawan didorong untuk mendiskusikan secara bebas

dan mencoba ide-ide inovatif dan beberpa pendekatan.283

Denison

menegaskan bahwa budaya adalah struktur dalam organisasi, yang berakar

pada nilai organisasi.284

James et al. menggambarkan budaya sebagai

keyakinan normatif (misalnya, nilai-nilai sistem) dan berbagi harapan

perilaku (yaitu, norma sistem) dalam suatu organisasi.285

Untuk alasan ini,

budaya organisasi secara luas dipandang sebagai sumber keunggulan

kompetitif berkelanjutan untuk usaha.286

Sedangkan budaya organisasi

berfokus pada ekspektasi perilaku bersama dan keyakinan normatif di unit

kerja, iklim menggambarkan cara individu merasakan dampak pribadi dari

lingkungan kerja mereka pada diri mereka sendiri.287

280

Wawancara dengan Kabiro, Alm. Dr. A. Kholiq, MA. pada 5 Juli 2017, pukul

09.30. di ruang Kabiro UNSIQ. 281

Amabile, T. M., Conti, R., Coon, H., Lazenby, J., & Herron, M. Assessing the

work environment for creativity. Academy of Management Journal, 39, 1996. 1154-1184.

http://amj.aom.org/content/39/5/1154.short 282

Ogbonna, E., & Harris, L. C. Leadership style, organizational culture and

performance: Empirical evidence from UK companies. International Journal of Human

Resource Management, 11(4), 2000. 766-788.

http://www.tandfonline.com/doi/abs/10.1080/09585190050075114 283

Jung, D. I., Chow, C., & Wu, A. The role of transformational leadership in

enhancing organizational innovation: Hypotheses and some preliminary findings.

Leadership Quarterly, 14(4-5), 2003. 539.

https://www.sciencedirect.com/science/article/pii/S104898430300050X 284

Denison, D. R. What is the difference between organizational culture and

organizational climate? Academy of Management Review, 21(3), 1996. 654.

http://amr.aom.org/content/21/3/619.short 285

James, L. R., Choi, C. C., Ko, C.-H. E., McNeil, P. K., Minton, M. K., Wright,

M. A., et al. Organizational and psychological climate: A review of theory and research.

European Journal of Work and Organizational Psychology, 17(1), 2007. 21. 286

Miron, E., Erez, M., & Naheh, E. Do personal characteristics and cultural values

that promote innovation, quality, and efficiency compete or complement each other? Journal

of Organizational Behavior, 25, 2004. 175-199.

http://onlinelibrary.wiley.com/doi/10.1002/job.237/full 287

Glisson, C., & James, L. R. The cross-level effects of culture and climate in

human service teams. Journal of Organizational Behavior, 23, 2002.788.

http://onlinelibrary.wiley.com/doi/10.1002/job.162/full

Page 97: BUDAYA ORGANISASI DI UNIVERSITAS SAINS AL- QUR’AN …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/49932... · 2020. 2. 3. · Disertasi BUDAYA ORGANISASI DI UNIVERSITAS SAINS

86

Budaya organisasi yang didasarkan pada transformasi, pemimpin

harus mengartikulasikan perubahan yang diperlukan.288

Perilaku pemimpin

menjadi simbol budaya baru organisasi.289

Melalui kepemimpinan

transformasional, pemimpin dapat membantu membangun budaya

organisasi yang kuat dan berkontribusi pada iklim positif bagi inovasi

organisasi dan selanjutnya mempengaruhi perilaku inovatif.290

Tsui et al.

menyatakan bahwa melalui tindakan dan perilaku mereka, pemimpin

berkontribusi pada pembentukan substansi budaya organisasi.291

C. Sosialisasi Budaya Organisasi oleh pemimpin organisasi

Sosialisasi adalah proses anggota organisasi diberikan pemahaman

yang cukup untuk bergabung dalam organisasi. Jadi dalam proses ini terjadi

transformasi atau perubahan diri individu yang semula dari luar organisasi

agar mampu berpartisipasi secara aktif di dalam organisasi. Kegiatan ini

bertujuan menyatukan tujuan organisasi dan individu, hal ini dimaksudkan

bahwa dua tujuan tersebut menjadi satu tujuan yakni mencapai tujuan

bersama dalam organisasi. Kegiatan ini berhasil dijalankan apabila

mendapat dukungan dari pegawai dan dukungan lainnya dalam proses

tersebut.

Sosialisasi budaya organisasi berhasil dilakukan juga bisa dilihat

dari 2 faktor utama, yakni: nilai yang dimiliki pegawai baru berkesesuaian

dengan organisasi dan metode sosialisasi yang dilakukan. Implementasinya,

UNSIQ sering mengajak atau mengikutsertakan pegawai pada berbagai

kegiatan dalam rangka memahami dan memperkuat budaya organisasi di

UNSIQ yang muncul dari nilai-nilai UNSIQ. Berkaitan soal ini, sosialisasi

budaya organisasi kepada anggota organisasi bertujuan pembentukan

identitas diri anggota organisasi, tradisi, dan nilai kerja sama, integritas dan

kemudahan komunikasi, menjaga komitmen dan meningkatkan daya

inovasi.

Tahapan sosialisasi budaya organisasi292

di UNSIQ, sebagai

berikut:

1. Seleksi penerimaan pegawai baru.

288

Bass, B. M. Two decades of research and development in transformational

leadership. European Journal of Work and Organizational Psychology, 8(1), 1999. 16.

http://www.tandfonline.com/doi/abs/10.1080/135943299398410 289

Barlow, C. B., Jordan, M., & Hendrix, W. H. Character assessment: An

examination of leadership levels. Journal of Business and Psychology, 17(4), 2003. 563-

584. https://link.springer.com/article/10.1023/A:1023408403204 290

Elenkov, D. S., & Manev, I. M. Top management leadership and influence on

innovation: The role of sociocultural context. Journal of Management, 31(3), 2005. 381-

402. http://journals.sagepub.com/doi/abs/10.1177/0149206304272151 291

Tsui, A. S, Zhang, Z. X., Wang, H., Xin, K. R., & Wu, J. B. Unpacking the

relationship between CEO leadership behavior and organizational culture. Leadership

Quarterly, 17(2), 2006. 115.

https://www.sciencedirect.com/science/article/pii/S1048984305001712 292

Fred Luthan. Organizational Behavior. (Singapore: McGrawHill,Inc. 1995).

Page 98: BUDAYA ORGANISASI DI UNIVERSITAS SAINS AL- QUR’AN …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/49932... · 2020. 2. 3. · Disertasi BUDAYA ORGANISASI DI UNIVERSITAS SAINS

87

2. Penempatan pegawai baru, direkomendasikan pegawai baru untuk

ditempatkan pada pekerjaan yang mudah dipahami dan dikerjakan.

Dengan harapan pegawai baru bisa beradaptasi dengan lingkungan

organisasi dan lebih peduli terhadap rekan kerja.

3. Spesialisasi pekerjaan, fokus terhadap pekerjaan dan keahlian menjadi

prioritas UNSIQ, sehingga pegawai baru sangat paham tugas dan

tanggung jawabnya.

4. Evaluasi kinerja dan reward-punishment, pentingnya kontrol pekerjaan

dimaksudkan agar pegawai melakukan tugasnya sesuai visi misi

organisasi. Bentuk reward-punishment yang diberikan oleh UNSIQ

disesuaikan dengan situasi yang dihadapi.

5. Loyalitas pegawai, pegawai UNSIQ memiliki komitmen untuk

merelakan waktu, tenaga dan pikirannya dengan ikhlas untuk mengabdi

pada UNSIQ. Banyak bukti yang diteladankan oleh KH Muntaha Al-

Hafidz dan para pendahulu UNSIQ dalam mempertahankan UNSIQ

tetap berjalan.

6. Informasi yang dipublikasikan khusunya kepada pegawai UNSIQ

diharapkan menguatkan budaya organisasi. Walaupun pada lain

kesempatan informasi bisa berubah dengan adanya penambahan atau

pengurangan oleh pihak-pihak tertentu.

7. Pada tahapan akhir adalah promosi pegawai, dengan berbagai kriteria

atau standarisasi pekerjaan. Dengan adanya promosi ini, pegawai

UNSIQ mampu berkompetisi untuk memberikan kinerja yang terbaik

untuk UNSIQ.

Implementsi nilai-nilai keadilan yang diterapkan dalam berbagai

kebijakan sebagai dasar pengembangan relasi interpersonal disosialisasikan

sebagai berikut; Regulasi yang mengatur system kepegawaian dilihat

sebagai pokok-pokok keadilan, seperti; yayasan memiliki regulasi yang

kemudian disosialisasikan dan dilaksanakan dan hal ini terlihat dengan

adanya presensi kehadiran dalam berbagai kegiatan sosialisasi regulasi

tersebut. Kemudian menghargai jabatan untuk menanggulangi

ketidaksetaraan, terkait hal ini pimpinan mengetahui dinamika organisasi

secara holistic, sedangkan pegawai mengetahui secara parsial.293

Sosialisasi juga dilakukan oleh UNSIQ seperti yang ditetapkan

melalui aturan, adapun penjelasan ringkasnya dikatakan oleh salah satu

dosen senior UNSIQ yakni Sosialisasi berbagai kebijakan yang dikeluarkan

oleh UNSIQ dapat dilakukan dengan beberapa hal; Pertama, Melalui

kegiatan apel setiap hari senin yang bertujuan pengarahan dan memotivasi

semangat kerja. Kedua, Mendukung kegiatan-kegiatan yang bersifat hajat

pribadi atau kelompok pegawai. Dan ketiga, Melalui peraturan-peraturan

293

Wawancara dengan Kabiro, Alm. Dr. A. Kholiq, MA. pada 5 Juli 2017, pukul

09.30 di ruang Kabiro UNSIQ.

Page 99: BUDAYA ORGANISASI DI UNIVERSITAS SAINS AL- QUR’AN …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/49932... · 2020. 2. 3. · Disertasi BUDAYA ORGANISASI DI UNIVERSITAS SAINS

88

kepegawaian, sehingga pegawai mampu menjaga hubungan harmonis

diantara pegawai dan juga memiliki kinerja tinggi.294

Beberapa hikmah dalam sosialisasi budaya organisasi seperti; a.

Kesadaran diri sendiri yang lebih tinggi, sebuah pemahaman komprehensif

atas kekuatan dan kelemahan seseorang, bagaimana hal tersebut dipandang

oleh orang lain, dan bagaimana mereka memengaruhi orang lain adalah

sangat penting. b. Kebiasaan meminta umpan balik, melalui dorongan akan

umpan balik yang jujur, namun konstruktif dari orang lain, atasan, rekan,

dan laporan langsung para pemimpin dapat mengembangkan kesadaran diri

sendiri yang dapat menjadi dasar perubahan dan aksi pribadi. c. Haus akan

belajar, mudah menerima pengetahuan baru dan kemauan untuk mengubah

perspektif dan perilaku seseorang yang berdasarkan hal itu dapat

merupakan hal penting. d. Integrasi antara kerja dan kehidupan pribadi,

memimpin dan hidup berhubungan erat, Karena pemimpin-pemimpin yang

efektif harus mempunyai keyakinan diri yang kuat sebagai manusia

seutuhnya, tidak hanya sebagai orang yang didefinisikan oleh karier mereka

atau status pekerjaan. e. Menghormati perbedaan pada orang lain,

kemampuan untuk menemukan kecocokan dan sintesis dalam sudut

pandang yang sangat berbeda, dan memberi kesempatan bagi perspektif dan

nilai-nilai orang lain.

D. Azaz Keadilan Sebagai Tujuan Pengembangan Budaya Organisasi

Keadilan organisasi dimaknai keadilan yang diberikan organisasi

kepada anggota organisasi. Keadilan organisasi ini memiliki pengaruh pada

unsur-unsur lain yang berkaitan dengan organisasi seperti penghargaan dan

sanksi, imbalan, aktualisasi atau promosi, dan beban kerja.295

Keadilan organisasi diwujudkan dalam pemberian hak dan

kewajiban yang sesuai.296

Adapun prinsip utama keadilan adalah

penghargaan terhadap martabat manusia.297

Jika dalam organisasi, keadilan

diberikan seperti halnya reward-punishment, beban kerja dan kepuasan

kerja secara timbal balik oleh pegawai dan pimpinan berdasarkan keadaan

sosial dan budaya. Pakar ilmu sosial menyatakan pentingnya suatu keadilan

untuk meningkatkan ungsi organisasi.298

Peneliti yang lain menegaskan

294

Wawancara dengan Dosen FITK UNSIQ Bapak K. Nasokah, M.Ag. pada 16

Oktober 2017, pukul 10.30. di ruang Dosen. 295

Moorman. R.H. Relationship between organizational justice and organizational

citizenship behaviors: do fairness perceptions influence employee citizenship? Journal of

Applied Psychology, 76(6): 1991. 845-855. http://psycnet.apa.org/fulltext/1992-11043-

001.html 296

Lind, E.A. and Tyler, T.R. The Social Psychology of Procedural Justice. (New

York: Planum. 1988). 356. 297

Keraf, A. S. Pasar Bebas, Keadilan, dan Peran Pemerintah. (Yogyakarta;

Kanisius. 1996), 42. 298

Tjahjono, H.K. The extension of two-factor model of justice: hierarchical

regression test and sample split. China-USA Business Review, 9(7): 2010. 39-54.

Page 100: BUDAYA ORGANISASI DI UNIVERSITAS SAINS AL- QUR’AN …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/49932... · 2020. 2. 3. · Disertasi BUDAYA ORGANISASI DI UNIVERSITAS SAINS

89

bahwa persepsi keadilan berperan penting sebagai anteseden utama perilaku

yang bersifat fungsional maupun yang bersifat disfungsional dalam

organisasi.299

Keadilan organisasi yakni suatu keadaan yang mengarahkan

seseorang pada persepsi adil atau tidak adil yang dilakukan organisasi.300

Penjelasan lain, keadilan sebagai motivasi organisasi. Oleh karena itu, jika

anggota organisasi merasa diperlakukan tidak adil, secara otomatis anggota

organisasi akan mengeluarkan sikap yang tidak baik terhadap organisasi

bahkan bisa berefek pembangkangan atau keluar dari organisasinya

tersebut. Keadilan juga berkaitan erat dengan prilaku kerja, kinerja dan

kepuasan kerja pegawai.301

Robbins menambahkan bahwa kepuasan kerja

akan berdampak pada produktivitas, kedisiplinan, rotasi, dan prilaku kerja

lainnya.302

Greenberg konsep keadilan bermula dari fenomena sosial pada

masyarakat bukan hanya didalam organisasi. Tetapi saat ini keadilan lebih

banyak digunakan dalam organisasi sebagai cermin masyarakat.303

Adapun

variabel dan isu yang sering digunakan adalah tingkat keberungsian

organisasi tersebut, seperti peran kepemimpinan, dan sebagainya.304

Keadilan organisasi Chandaran ada 3 bentuk; keadilan distribusi,

prosedur, dan interaksi.305

Distribusi terkait keseimbangan sumber daya,

http://www.airitilibrary.com/Publication/alDetailedMesh?docid=15371514-201007-

201009040020-201009040020-39-54 299

Majang Palupi, Heru Kurnianto Tjahjono, Rafika Nuri, Pengaruh Keadilan

Distributif Karir Dan Keadilan Prosedural Karir Terhadap Perilaku Retaliasi Pegawai

Swasta Di Daerah Istimewa Yogyakarta (Diy) Dengan Kepuasan Karir Sebagai Variabel

Pemediasian, Jurnal Universitas Paramadina Vol. 11 No. 2 Agustus 2014.

http://repository.umy.ac.id/handle/123456789/16157 300

Parker, R.J., & Kohlmeyer, J.M. Organizational justice and turnover in public

accountant firms : a research note. Accounting, Organizations, and Society 30, 2005. 357-

369 http://repository.umy.ac.id/handle/123456789/16157 301

Cropanzano, R., Prehar, C.A., & Chen, P.Y. Using social exchange theory to

distinguish procedural from interactional justice. Group & Organization Management.

27(3): 2002. 324-335. http://journals.sagepub.com/doi/abs/10.1177/1059601102027003002.

Lihat juga dalam Folger, R. & Konovsky, M.A. Effects of procedural and distributive justice

on reactions to pay raise decisions. Academy of Management Journal, 32(1): 1989. 115-130.

http://amj.aom.org/content/32/1/115.short 302

Stephen P. Robbins. Organizational Behaviour. (Prentice Hall Inc. 2003) 303

Greenberg, J. Organizational Justice: Yesterday, Today, and Tomorrow. Journal

of Management, 16: 1990. 399-432.

http://journals.sagepub.com/doi/abs/10.1177/014920639001600208 304

Greenberg, J. Reactions to Procedural Injustice in Payment Distributions: do the

ends justify the means, Journal of Applied Psychology, 72, 1987. 55–61.

http://psycnet.apa.org/fulltext/1987-15524-001.html 305

Hassan, Arif dan Suresh Chandaran. “Quality Pemimpin-Subordinate

Relationship and Work Outcame: Organizational Justice as Mediator. IIUM Journal of

Economic and Management, 13 (1): 2005. 1-20,

http://journals.iium.edu.my/enmjournal/index.php/enmj/article/view/106

Page 101: BUDAYA ORGANISASI DI UNIVERSITAS SAINS AL- QUR’AN …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/49932... · 2020. 2. 3. · Disertasi BUDAYA ORGANISASI DI UNIVERSITAS SAINS

90

prosedur terkait kebijakan organisasi, interaksi terkait relasi interpersonal

dan relasi intrapersonal. Dari keadilan yang diberikan atau ditetapkan

dengan adil, maka muncul sikap positif dari diri anggota organisasi salah

satunya komitmen. Komitmen perlahan dan pasti adalah buah dari

hubungan baik antara pimpinan dan anggota organisasi.306

Implementsi nilai-nilai keadilan yang diterapkan dalam berbagai

kebijakan sebagai dasar pengembangan relasi interpersonal. Regulasi yang

mengatur system kepegawaian dilihat sebagai pokok-pokok keadilan,

seperti; yayasan memiliki regulasi yang kemudian disosialisasikan dan

dilaksanakan dan hal ini terlihat dengan adanya presensi kehadiran dalam

berbagai kegiatan sosialisasi regulasi tersebut. Kemudian menghargai

jabatan untuk menanggulangi ketidaksetaraan, terkait hal ini pimpinan

mengetahui dinamika organisasi secara holistic, sedangkan pegawai

mengetahui secara parsial.307

Konsepsi dari keadilan prosedur adalah keadilan yang diwujudkan

dalam bentuk aturan atau kebijakan organisasi dalam rangka

mendistribusikan komponen-komponen organisasi kepada para anggota

organisasi. Peneliti mengkaitkan kebijakan keadilan ini pada sisi psikologis,

seperti proses penetapan prosedur atau komponen-komponen structural.308

Dalam pandangan proses penetapan prosedur ini diasumsikan bahwa

keadilan diterapkan apabila proses pengambilan kebijakan atau penetapan

prosedur itu melibatkan semua pihak yang terkait di dalam organisasi

tersebut.309

Namun dalam pandangan komponen struktural diartikan bahwa

keadilan diterapkan sesuai dengan fungsi jabatan atau struktural tersebut

baik dipenuhi maupun dilanggar.310

Implementasi keadilan prosedur berhubungan dengan asumsi

anggota organisasi terhadap keadilan yang ditetapkan organisasi untuk

menilai kinerja anggota organisasi. Kemudian mengkomunikasikan

masukan kinerja dan apabila diperlukan diberikan sebuah reward atau juga

306

Tang, T.L. and Sarsfield-Baldwin, L.J. “Distributive and Procedural Justice as

Related to Satisfaction and Commitment”, SAM Advanced Management Journal, 61(3),

1996. 25-31. https://eric.ed.gov/?id=ED396117 307

Wawancara dengan Kabiro Bapak Alm. Dr. Abdul Kholiq, MA. pada 6

Nopember 2017, pukul 11.00. di ruang Kabiro UNSIQ. 308

Gilliland, S.W. The perceived fairness of selection system: an organizational

justice perspective. Academy of Management Review, 18 (4): 1993. 694-794.

http://amr.aom.org/content/18/4/694.short 309

Thibaut, J. and Walker, L. Procedural Justice: A Psychological Analysis.

(Hillside NJ: Lawrence Erlbaum Associates. 1975). 310

Leventhal, G.S. “What Should be Done With Equity theory? New Approaches

to The Study of Fairness in Social Relationships” 1980. In K. Gergen, M. Greenberg & R.

Willis (eds), Social Exchanges: Advances in Theory and Research pp. 257–55. New York:

Plenum Press. https://link.springer.com/chapter/10.1007/978-1-4613-3087-5_2

Page 102: BUDAYA ORGANISASI DI UNIVERSITAS SAINS AL- QUR’AN …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/49932... · 2020. 2. 3. · Disertasi BUDAYA ORGANISASI DI UNIVERSITAS SAINS

91

punishmentnya.311

Hal yang paling penting adalah keadilan prosedur

diapresiasi baik oleh anggota organisasi apabila merasakan prosedur atau

aturan tersebut adil atau tidak adil.312

Pada penelitian lain, dikemukakan bahwa persepsi atas keadilan

prosedural mempengaruhi kepuasan kerja anggota organisasi dan komitmen

keorganisasian.313

Selain itu hubungan antar pribadi juga memiliki dampak

pada sikap dan perilaku pegawai dalam tatanan organisasi. hal yang sama

dikatakan oleh folger keadilan prosedur berdampak pada kepuasan kerja

anggota organisasi.314

Dalam konteks spesifik karir, keadilan prosedural

karir juga berdampak pada perasaan nyaman atas karir yang diperolehnya

Oleh karena itu dalam penelitian ini diajukan hipotesis ketiga sebagai

berikut. Kehadiran perilaku retaliasi (balas dendam) disebabkan adanya

keadilan prosedural yang diterima pegawai tidak seimbang.315

Bermacam-

macam bentuk retaliasi dari anggota organisasi, seperti pembangkangan

terhadap organisasi sebagai akibat ketidakadilan yang dilakukan

organisasi.316

Deinisi prilaku retaliasi yakni respons negatif anggota

organisasi terkait ketidakadilan organisasi.317

Prinsip-prinsip dalam keadilan prosedur yang baik dan adil, antara

lain: konsistensi, minimalisasi bias, informasi akurat, dapat diperbaiki,

representatif, dan etis. Dari hasil penelitian di UNSIQ, keadilan prosedur ini

tentunya menggunakan prinsip-prinsip diatas. Penjelasannya, prinsip

konsistensi, aturan atau kebijakan yang baik dan adil seyogyanya istiqomah

atau konsisten diberlakukan kepada semua anggota organisasi dan dalam

waktu yang ditentukan sesuai keputusan rapat, karena setiap manusia

statusnya sama dan ingin diperlakukan adil. Prinsip meminimalisasi

311

McFarlin, D.B. and Sweeney, P.D. “Distributive and Procedural Justice as

Predictors of Satisfaction with Personal and Organisational Outcomes”, Academy of

Management Journal, 35(3), 1992. 626–637. http://amj.aom.org/content/35/3/626.short 312

Parker, R.J., & Kohlmeyer, J.M. Organizational justice and turnover in public

accountant firms : a research note. Accounting, Organizations, and Society 30, 2005. 357-

369 https://www.sciencedirect.com/science/article/pii/S0361368204000376 313

Lee, H. R. An Empirical Study of Organizational Justice as a Mediator of the

Relationships among Leader-Member Exchange and Job Satisfaction, Organizational

Commitment, and Turnover Intentions in the Lodging Industry. 1999. (Online)

http://www.af.ecel.uwa.edu.au. https://vtechworks.lib.vt.edu/handle/10919/27465 314

Folger, R. & Konovsky, M.A. Effects of procedural and distributive justice on

reactions to pay raise decisions. Academy of Management Journal, 32(1): 1989. 115-130.

http://amj.aom.org/content/32/1/115.short 315

Skarlicky, D.P. & Folger, R. Retaliation in the work place: the role of

distributive, procedural and interactional justice. Journal of Applied Psychology, 82(3):

1997. 434-443. http://psycnet.apa.org/buy/1997-06155-009 316

Skarlicky, D.P. and Folger, R. Retaliation in the work place: the role of

distributive, procedural and interactional justice. Journal of Applied Psychology, 82(3):

1997. 434-443. http://psycnet.apa.org/fulltext/1997-06155-009.html 317

Tjahjono, H. K. Studi literature pengaruh keadilan distributif dan keadilan

prosedural pada konsekuensinya dengan menggunakan teknik meta analisis. Jurnal

Psikologi UGM, 35 (1): 2008. 21-40. http://repository.umy.ac.id/handle/123456789/2141

Page 103: BUDAYA ORGANISASI DI UNIVERSITAS SAINS AL- QUR’AN …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/49932... · 2020. 2. 3. · Disertasi BUDAYA ORGANISASI DI UNIVERSITAS SAINS

92

kebingungan, biasanya dalam diri pemimpin maupun anggota organisasi

ada 2 kepentingan, kepentingan pribadi dan kepentingan organisasi. Dengan

demikian, 2 kepentingan ini sebaiknya harus dihindari. Prinsi ketepatan

informasi, Informasi akurat berdasarkan fakta yang terjadi di UNSIQ.

Prinsip fleksibilitas terhadap kritikan dan saran, setiap aturan pasti memiliki

kelemahan dan kesalahan, oleh karena itu UNSIQ memiliki aturan atau

prosedur yang dapat berubah sesuai kebutuhan dan fakta yang terjadi di

lapangan. Prinsip representative, adalah upaya untuk mengakomodir

kepentingan dan kebutuhan anggota organisasi secara individu maupun

kelompok dalam organisasinya.318

Dan terakhir prinsip etika, etika dan

moral saat ini menjadi persyaratan penting untuk menentukan sebuah

aturan, tanpa etika yang baik maka aturan akan sangat sulit diterapkan oleh

anggota organisasi.

Keadilan distribusi, suatu keadilan terkait alokasi sumber daya dan

Keadilan ini menjelaskan tentang keadilan dalam perolehan jenjang karir

atau hal lain yang terkait dengan kepentingan individu anggota organisasi

dan kelompoknya sebagai sumber daya organisasi. Teori keseimbangan

membahas tentang keadilan distribusi ini, dengan menyatakan input yang

diterima individu sebagai efek dari hubungan sosial sebaiknya

terdistribusikan dengan layak.319

Beberapa penjelasan terkait keadilan ini; pertama meletakkan

sesuatu pada tempatnya, tentu masih membutuhkan waktu lama, dalam hal

ini pimpinan meletakkan orang pada tempatnya dibutuhkan pendalaman

(pegawai yang dimaksud dikaji dari berbagai aspek), demikian juga

komunikasi diantara pimpinan memiliki satu keputusan yang dapat

dipertanggungjawabkkan. Yang kedua dalam arti tidak meletakkan orang

itu berdasarkan suka dan tidak suka, Lembaga memiliki indikator bahwa

setiap pegawai memiliki peluang yang sama. Yang ketiga keadilan dari sisi

berbagi peran dan tanggung jawab, maksudnya pelibatan pegawai dalam

berbagai kegiatan sesuai dengan persyaratannya dan bersifat transparan

untuk perekrutanya.320

Keadilan distributif sebagai suatu pendekatan keadilan dalam

mengambil kebijakan dari pemimpin terhadap distribusi hak dan

kewajiban321

dan sejak lama konsep keadilan ini menjadi dasar penyusunan

318

Lind, E. A. & Tyler, T. R. The Social Psycholgy of Procedural Justice. (Plenum

Press, New York. 1988). 319

Cowherd, D. M., & Levine, D. I. Product quality and pay equity between

lowelevel employees and top management: an investigative of distributive justice theory.

Administrative Science Quarterly, 37: 1992. 302- 320. http://www.jstor.org/stable/2393226 320

Wawancara dengan Dosen UNSIQ Bapak Fatkhurrohman, M.Pd. pada 22

September 2017, pukul 08.00. di Ruang Dosen. 321

Colquitt, J. A. On the Dimensionality of Organizational Justice: A Construct

Validation of a Measure. Journal of Applied Psychology. 86: 2001. 386-400.

http://psycnet.apa.org/fulltext/2001-06715-002.html

Page 104: BUDAYA ORGANISASI DI UNIVERSITAS SAINS AL- QUR’AN …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/49932... · 2020. 2. 3. · Disertasi BUDAYA ORGANISASI DI UNIVERSITAS SAINS

93

atau penetapan keadilan distribusi.322

Dalam studi eksperimen dan survei

sejumlah pegawai di Indonesia yang dilakukan Heru Kurnianto Tjahjono

menegaskan kembali dimana keadilan distribusi berdampak pada prilaku

anggota organisasi.323

Beberapa tahapan atau tingkatan dalam menerapkan keadilan

distribusi, antara lain; tahap pembentukan nilai, prinsip nilai disini adalah

dimana sebuah prosedur atau aturan yang telah dibentuk dan kemudian

ditetapkan maka disebut adil. Dengan demikian nilai disini adalah sesuai

aturan yang berlaku. Kemudian, tahap penyusunan nilai dalam prosedur.

Dan terakhir tahap implementasi prosedur, kata kunci dari proses keadilan

distribusi adalah implementasi peraturan, jika diterapkan maka tercapailah

keadilan distribusi, sebaliknya jika tidak diterapkan maka tidak mungkin

tercapai keadilan distribusi tersebut.

Keadilan Interaksional dalam pandangan Tyler adalah penghargaan,

netralitas dan kepercayaan.324

Penjelasannya; aspek penghargaan, semakin

banyak pemimpin memberikan penghargaan kepada anggotanya atas

kinerjanya, maka semakin baik interaksinya.325

Aspek netralitas, prinsip

objektivitas adalah penggunaan fakta dan bukan opini dalam merumuskan

kebijakan. Dan aspek kepercayaan, kepercayaan bisa dikatakan

menyerahkan atau menitipkan hal yang berharga kepada orang lain dengan

harapan sesuatu yang dititipkan tadi dijaga dengan baik dan dapat

dipertanggungjawabkan. Melalui komunikasi antara warga UNSIQ yang

terjalin dapat menentukan meningkatnya kinerja warga UNSIQ,

sebagaimana dijelaskan; “Komunikasi itu berkaitan dengan hubungan

loyalitas, negosiasi, dan apresiasi sehingga dapat meningkatkan kinerja”326

Organizational cukture memiliki pengaruh terhadap keadilan

organisasi, seperti yang diterangkan oleh Hofstede yang membagi budaya

organisasi kedalam lima dimensi, yaitu individualisme, jarak kekuasaan,

term avoidence, maskulinitas, dan long term orientation. Penjelasannya,

dimensi individu terkait egoisme seseorang. Pada dimensi jarak kekuasaan

322

Colquitt, J. A., Conlon, D. E., Wesson, M. J. & Porter C. O. L. H., & Yee Ng,

K. Justice at the Millennium: A Meta-Analytic Review of 25 Years of Organizational Justice

Research. Journal of Applied Psychology, 86: 2001. 425-445.

http://psycnet.apa.org/buy/2001-06715-006 323

Tjahjono, H. K. Studi literature pengaruh keadilan distributif dan keadilan

prosedural pada konsekuensinya dengan menggunakan teknik meta analisis. Jurnal

Psikologi UGM, 35 (1): 2008. 21-40. http://repository.umy.ac.id/handle/123456789/2141 324

Tyler, T. R. Psychological Models of the Justice Motive: Antecedents of

Distributive and Procedural Justice. Journal of Personality and Social Psychology, 6: 1994.

850-863. http://psycnet.apa.org/record/1995-09388-001 325

Donovan, M. A., Drasgrow, F. & Munson, L. J. The Perception of Fair

Interpersonal Treatment Scale : Development and Validation of a Measure of Interpersonal

Treatment in the Workplace. Journal of Applied Psychology, 83 (5), 1998. 683-692.

http://psycnet.apa.org/buy/1998-12528-001 326

Wawancara dengan Warek 1, Dr. Zaenal Sukawi, MA. pada 14 Nopember 2017,

pukul 10.00. di ruang Wakil Rektor 1 UNSIQ.

Page 105: BUDAYA ORGANISASI DI UNIVERSITAS SAINS AL- QUR’AN …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/49932... · 2020. 2. 3. · Disertasi BUDAYA ORGANISASI DI UNIVERSITAS SAINS

94

terkait keadilan kepemimpinan yang diberikan baik prosedur, distribusi

maupun interkasi kepada anggota organisasi. Dimensi menghindari

ketidakpastian terkait proses organisasi untuk meyakinkan anggota

organisasi diperlakukan adil dalam terutama karir anggota organisasi.

dimensi maskulin terkait dengan individu maupun kelompok yang

berorientasi pada kemampuannya untuk menyelesaikan tugas dan

tantangannya.327

Indikasi ketidakpastian yang diterangkan hostede dimulai

dari hal yang paling dasar, seperti keluarga dan lembaga pendidikan.328

Dengan indikasi tersebut, kemudian direleksikan dalam prilaku kerja

anggota organisasi dalam lingkungan organisasinya, dari sini akan muncul

perbedaan yang unik antar organisasi.

Sesuai apa yang dikatakan hofstede, anggota organisasi dengan jarak

kekuasaan yang tinggi, maka bisa dikatakan kurang sensitif terhadap

keadilan, karena mereka memahami ketidakadilan adalah cermin legitimasi

dari ketidakseimbangnya kekuasaan antara pemimpin dan anggota

organisasi. Sedangkan, untuk anggota organisasi dengan jarak kekuasaan

yang rendah, maka bisa disimpulkan mereka lebih peduli dengan keadilan

yang dialami. Karena relasinya pada pemimpin bersifat egaliter dan status

tugasnya sama, mudah dimusyawarahkan, tidak ada egoisme dalam

penerapan aturan.329

Dengan demikian dimensi hofstede ini memberikan

indikasi bahwa persepsi pegawai tentang keadilan jika dikaitkan pada

komitmennya kepada pemimpin tergantung pada jarak kekuasaan yang

dirasakan pegawai.330

Terkait dengan keadilan, Maslow menjelaskan tentang hal-hal yang

mendasari bangkitnya motivasi sehingga keadilan dapat terpenuhi didalam

organisasi, yakni kebutuhan dasar (fisik, keamanan, kasih sayang, harga

diri, dan aktualisasi diri) dan meta kebutuhan (keadilan, kebaikan, dan

keindahan). Greenberg berpendapat bahwa setiap orang meyakini bahwa

untuk menjadi adil tergantung pada pendapat-pendapat yang telah

327

More, P. H. B., Wong, G. Y. Y., & Olve, N. G. Acquisition of Managerial

Values in The People‟s Republic of China and Hong Kong. Journal of Cross-Cultural

Psychology, 26: 1995. 255-275.

http://journals.sagepub.com/doi/abs/10.1177/0022022195263003 328

Geert Hofstede. Culture and Organizations. (Harper Collins Business.

Hammersmith. 1994) 109. 329

Yang, J., Peng, T. K., & Mossholder, K. W. Procedural Justice Climate and

Group Power Distance Orientation: A Case of Cross-Level Effects. Academy of

Management Best Conference Paper 2004 OB: 2004. E1-E6.

http://proceedings.aom.org/content/2004/1/E1.5.short 330

Yang, J., Peng, T. K., & Mossholder, K. W. Procedural Justice Climate and

Group Power Distance Orientation: A Case of Cross-Level Effects. Academy of

Management Best Conference Paper 2004 OB: 2004. E1-E6.

http://proceedings.aom.org/content/2004/1/E1.5.short

Page 106: BUDAYA ORGANISASI DI UNIVERSITAS SAINS AL- QUR’AN …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/49932... · 2020. 2. 3. · Disertasi BUDAYA ORGANISASI DI UNIVERSITAS SAINS

95

disepakati secara umum tentang keadilan organisasi.331

Dalam konteks

kebijakan SDM, karir menempati kedudukan penting di mata pegawai

karena merupakan sumber penting dalam kehidupannya.332

Berbasis teori

pertukaran sosial, karir merupakan tujuan penting pegawai berafiliasi

dengan organisasi jangka panjang. Selain itu, karir merupakan salah satu

praktik penting SDM untuk mempertahankan dan mengembangkan

produktivitas pegawai.

Menurut Gilliland persepsi pegawai dalam ketidakadilan antara

kemampuan pegawai yang dimiliki dan curahkan dengan imbalan yang

diterima akan menghasilkan emosi negatif yang memotivasi pegawai untuk

mengubah perilaku, sikap, dan kepuasan mereka,333

begitu juga sebaliknya.

Dengan demikian, bila keadilan pegawai tercukupi secara otomatis

produktivitas dan kinerja pegawai mengalami peningkatan.334

Ketidak

puasan dalam bekerja sebagaimana dikatakan diatas, akan menurunkan

kemampuan kerja maupun kinerjanya.335

Memang organisasi memiliki

kewenangan untuk memberhentikan anggota organisasi,336

tetapi jika

tingkat pemberhentian kerja ini tinggi, maka akan berdampak pada

persoalan rekrutmen pegawai baru, dimana biaya rekrutmen pegawai baru

lebih besar.337

Belum lagi, organisasi mengeluarkan biaya pelatihan atau

orientasi organisasi.338

Kembali pada permasalahan konsep, keadilan merupakan suatu hak

yang mereka miliki untuk mendapatkannya ketika orang lain disekitarnya

331

Greenberg, J. Studying Organizacional Justice Cross-Culturslly: Fundamental

Challenges. The International Journal of Conflict, 12 (4): 2001. 365-375.

http://www.emeraldinsight.com/doi/pdfplus/10.1108/eb022864 332

Tjahjono, H.K. Praktik-praktik manajemen SDM strategik; pengujian

universalistik dan kontijensi dalam menjelaskan kinerja organisasional. Jurnal Kinerja, 9

(2): 2005. 123-134. https://ojs.uajy.ac.id/index.php/kinerja/article/view/910 333

Gilliland, S.W. The perceived fairness of selection system: an organizational

justice perspective. Academy of Management Review, 18 (4): 1993. 694-794.

http://amr.aom.org/content/18/4/694.short 334

Arens, Alvin A. Auditing dan Jasa Assurance Pendekatan Terintegrasi Jilid I.

(Jakarta: Erlangga. 2008). 432. 335

Shawarzwald, J., Koslowsky, M. & Shalit, B. A field study of employees‟

attitudes and behavior after promotion decisions. Journal of Applied Psychology, 77, 1992.

511-514 http://psycnet.apa.org/record/1992-45082-001 336

Hollenbeck, Jr., & Williams, C.R. Turnover functionality versus turnover

frequency: a note on work attitudes and organizational effectiveness. Journal of Applied

Psychology 71, 1986. 601-611 http://psycnet.apa.org/fulltext/1987-12156-001.html 337

Toly, A.A. Analisis faktor-faktor yang mempengaruhi turnover intentions pada

staf kantor akuntan publik. Jurnal Akuntansi & Keuangan 3 (2), 1999. 102-125

http://jurnalakuntansi.petra.ac.id/index.php/aku/article/view/15683 338

Suwandi & Nur Indriantoro. Pengujian Turnover Pasewark dan Strawser: Studi

Empiris pada Lingkungan Akuntansi Publik. Jurnal Riset Akuntansi Indonesia. Vol. 2. No.

2, July 1999. 173-195 http://ijar-iaikapd.or.id/index.php/ijar/article/view/29

Page 107: BUDAYA ORGANISASI DI UNIVERSITAS SAINS AL- QUR’AN …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/49932... · 2020. 2. 3. · Disertasi BUDAYA ORGANISASI DI UNIVERSITAS SAINS

96

menerimanya.339

Seperti halnya imbalan, rotasi atau penghargaan lain yang

tidak hanya bersifat materi.340

kesimpulannya, peran pimpinan UNSIQ

untuk menjalankan tugas dan fungsinya sangat mempengaruhi keadaan

pegawai UNSIQ dalam hal keadilan organisasi di UNSIQ. Keadilan

merupakan sebuah kode terhadap kepedulian pemimpin kepada anggota

organisasinya dan juga sebagai langkah penting untuk meningkatkan

budaya organisasi di UNSIQ.

E. Azaz Kekeluargaan Sebagai Media Pengembangan Budaya Organisasi

Hofstede berpendapat bahwa dalam budaya kolektivis, kepentingan

pribadi berada dibawah tingkat kepentingan organisasi.341

Hubungan

kekeluargaan bukan saja dipahami secara natural dalam kebiasaan

masyarakat pada umumnya, lebih dari itu kekeluargaan harus bisa dirasakan

anggota organisasi di lingkungan organisasi dimana ia bekerja. Sebagai

contoh; ada pegawai yang tidak bekerja, tetapi ia harus mau membantu

rekan kerjanya jika membutuhkan. Relasi kepegawaian tidak dibatasi oleh

pekerjaan saja, seperti adanya suasana rukun dan harmonis di luar pekerjaan

dengan kegiatan arisan keluarga atau lainnya.

Dalam konsep pengelolaan kepegawaian itu memang perlu

dibangun atas dasar berbagai hal, salah satunya adalah hubungan

kekeluargaan dalam arti yang positif, positif bukan berarti kemudian

kekeluargaan itu dimaknai orang terdekat berdasarkan sisi politis saja, tapi

yang terpenting adalah hubungan kekeluargaan itu lebih dimanfaatkan

untuk membangun komunikasi-komunikasi informal menuju tujuan

UNSIQ. Artinya aturan-aturan yang formal dibicarakan secara

kekeluargaan. Kemudian hubungan kekeluargaan dalam arti umum dalam

arti satu dengan yang lain bisa membangun sebuah jaringan yang tidak

harus selalu formal, seperti silaturahmi kemudian saling membantu satu

sama lain jadi ada empati. Perlu ditegaskan kembali kekeluargaan tentu

bukan hubungan kekeluargaan dalam arti untuk menuju suatu hal yang

pokoknya semua mudah karena keluarga. UNSIQ pada dasarnya sudah

berkembang masalah hubungan kekeluargaan itu, misalnya melalui acara

silaturahmi keluarga 2 bulanan, hanya saja perlu diberdayakan lagi jadi

hubungan seperti itu tentu bukan hanya berhenti kemudian hanya saling

mengenal karena selama ini juga mungkin satu sama lain hanya tambah

anggota tapi belum mengenal dari keluarga masing-masing dan sebagainya

339

Pinder, C. C. Work Motivation in Organizational Behavior. (New Yersey:

Prentice Hall, Uper Saddle River. 1998). 340

Greenberg, J. Organizational Justice: Yesterday, Today, and Tomorrow. Journal

of Management, 16: 1990. 399-432.

http://journals.sagepub.com/doi/abs/10.1177/014920639001600208 341

Geert Hofstede. Culture and Organizations. (Harper Collins Business.

Hammersmith. 1994) 50.

Page 108: BUDAYA ORGANISASI DI UNIVERSITAS SAINS AL- QUR’AN …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/49932... · 2020. 2. 3. · Disertasi BUDAYA ORGANISASI DI UNIVERSITAS SAINS

97

jadi itu perlu ditingkatkan karena cenderung stagnan artinya program-

program yang bersifat kekeluargaan hanya sebatas pertemuan.342

Wujud budaya yang dimaknai oleh anggota organisasi adalah

kekeluargaan, kebersamaan, dan kualitas. Kekeluargaan diterjemahkan oleh

komunitas organisasi sebagai usaha untuk mewujudkan tujuan sebagaimana

layaknya hubungan antara anak dan orang tua dalam suatu keluarga, dalam

bentuk mengurangi aturan birokratik yang membatasi hubungan pimpinan

dan anggota organisasi. Oleh sebab itu, pimpinan selalu berkenan ditemui

di mana pun, baik untuk kepentingan anggota maupun kebutuhan

organisasi. Sementara itu, kebersamaan dikaitkan dengan pemenuhan hak

dan kewajiban anggota organisasi sebagaimana yang diterjemahkan dalam

filosofi air khususnya pemaknaan air yang mempunyai kedalaman dan

kedangkalan.

Prinsip kekeluargaan memberikan pemahaman-pemahaman yakni

pertama bisa melalui komunikasi informal. Beberapa kegiatan sering

dilakukan misalnya melalui WA pribadi atau sms pribadi itu terkadang

lebih efektif daripada dengan misalnya di umum, umum maksudnya melalui

WA umum dan seterusnya, ini seringkali justru dibiarkan begitu saja.

Dengan demikian jika kita melalui yang umum terkadang mengandung

keburukan, mungkin ada niat yang kurang baik misalnya ingin

mempermalukan atau apa. Oleh sebab itu, hubungan-hubungan yang

bersifat pribadi untuk meraih suatu hal yang positif perlu dibangun. Untuk

menasehati orang tidak harus di depan umum tapi bisa melalui WA pribadi

tapi harus berdasarkan pada memang kebutuhan, tidak asal menasehati, ada

kebutuhan dari orang tersebut atau kita untuk memberikan masukan-

masukan yang diperlukan. Kedua melalui suasana, suasana itu penting,

penciptaan suasana di dalam kampus sangat menentukan, karena hubungan

kekeluargaan bisa menetralisir hal yang tidak baik misalnya saling curiga

atau saling suudzon itu bisa dari suasana didalam kampus itu sendiri,

dengan demikian didalam kerja suasana itu penting sekali dibangun atas

dasar itu. Kemudian tentu melalui pembinaan formal tapi kalau formal yaitu

cenderung melalui aturan-aturan yang ada”343

Kelompok yang kohesif, memiliki anggota kelompok yang merasa

nyaman dalam bekerja, sebab dalam kelompok yang kohesif terdapat

adanya rasa kekeluargaan yang tinggi di lingkungan kerja, sesama rekan

kerja selalu saling membantu jika ada yang mengalami kesulitan. Dengan

demikian anggota kelompok akan lebih termotivasi dalam melaksanakan

tugas dan kewajibannya sesuai dengan kebijakan organisasi. Hal ini dapat

dilihat dari pegawai yang lebih bersemangat dan tidak bermalas-malasan

ketika diberikan tugas oleh pemimpin, tidak merasa bosan berada dalam

lingkungan kerja, lebih bersemangat untuk mengembangkan ketrampilan

342

Wawancara dengan Dosen FITK UNSIQ Bapak Fatkhurrohman, M.Pd. pada 22

September 2017, pukul 08.00. di ruang Dosen. 343

Wawancara dengan Dosen FITK UNSIQ Bapak Fatkhurrohman, M.Pd. pada 22

September 2017, pukul 08.00. di ruang Dosen.

Page 109: BUDAYA ORGANISASI DI UNIVERSITAS SAINS AL- QUR’AN …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/49932... · 2020. 2. 3. · Disertasi BUDAYA ORGANISASI DI UNIVERSITAS SAINS

98

dan keahlian yang diinginkan; serta berusaha mengikuti kegiatan yang

diadakan oleh organisasi. Anggota kelompok yang kohesif lebih sering

bertanggung jawab, bertahan lebih lama dalam bekerja untuk mencapai

tujuan yang sulit, lebih termotivasi untuk menyelesaikan tujuan kelompok,

dan lebih nyaman bekerja dalam kelompok. Modal sosial yang tampak

dalam keseharian adalah sifat kekeluargaan, sifat saling menolong, bantu-

membantu; kesetiakawanan sosial; bentuk-bentuk koperatif; saling percaya

antar sesama; semua tampak dalam perilaku dan tindakan sosial. Nilai

kekeluargaan inilah yang dapat dilihat dari bagaimana manajer

menyampaikan tiap hal kepada pegawai mereka tidak menggunakan bahasa

yang terlalu formal, hal ini berguna agar dapat terbangun suasana

kekeluargaan yang baik.

Hubungan yang bersifat fungsional berdasarkan kemampuan

menjalankan tugas, tidak berdasarkan jabatan memang menguntungkan

demi terlaksananya tugas dengan baik. Namun jika hal tersebut tidak diikuti

dengan pemberdayaan jabatan-jabatan structural akan menimbulkan konflik

antar pegawai. Hubungan yang bersifat kekeluargaan patut dipertahankan

untuk menjaga solidaritas dan kinerja pegawai. Namun hubungan ini juga

harus diimbangi dengan hubungan yang bersifat profesional yang belum

berkembang dengan baik. Hubungan kekeluargaan tanpa diimbangi

profesionalisme dapat memunculkan ketertutupan dan solidaritas negatif

dalam organisasi.

Seorang pegawai diharapkan menjadi anggota keluarga, dapat

dipercaya dan seorang pemimpin diharapkan orang yang memperhatikan

kebutuhan anggota organisasi atau orang lain. Pengendalian perilaku

melalui ganjaran adalah hubungan yang memuaskan. Nilai yang ditekankan

disini adalah cintah kasih, kehangatan, kebersamaan, kekeluargaan.

Sedangkan dalam budaya suportif dalam interaksi komunikasinya

mengutamakan nilai kekeluargaan seperti keharmonisan, keterbukaan,

persahabatan, kerjasama, dan kepercayaan. Pola komunikasi yang

digunakan oleh pimpinan dalam berinteraksi dengan pegawainya

menggunakan 2 jenis pola komunikasi, yakni; pola komunikasi structural,

yaitu komunikasi antara pimpinan dan pegawai secara formal maupun

informal terkait dengan proses pelaksanaan agenda kerja perusahaan. Pola

komunikasi kekeluargaan, yaitu komunikasi antara pimpinan dan pegawai

dalam memperkuat hubungan emosional antara kedua belah pihak.

Komunikasi ini juga merupakan bagian dari bentuk komunikasi kultural

perusahaan. Gaya kepemimpinan yang berorientasi kepada orang yang

dipimpin lebih memberikan motivasi daripada mengadakan pengawasan

terhadap orang yang dipimpin, pemimpin juga melibatkan orang yang

dipimpin dalam mengambil setiap keputusan, dan pemimpin lebih bersikap

penuh kekeluargaan, percaya, hubungan kerjasama yang saling

menghormati diantara sesama anggota kelompok.

Sebagaimana dijelaskan Purwanto bahwa semangat kerja

merupakan sesuatu yang membuat orang-orang senang mengabdi kepada

pekerjaannya, dimana kepuasan bekerja dan hubungan-hubungan

Page 110: BUDAYA ORGANISASI DI UNIVERSITAS SAINS AL- QUR’AN …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/49932... · 2020. 2. 3. · Disertasi BUDAYA ORGANISASI DI UNIVERSITAS SAINS

99

kekeluargaan yang menyenangkan menjadi bagian daripadanya.344

Hal ini

tentunya sesuai dengan apa yang dijelaskan oleh hofstede ketidakpastian

masa depan dirasakan dan direspon anggota melalui rasa kekeluargaan.

Kemudian iklim organisasi yang kondusif berkaitan dengan faktor

fisik, lingkungan, serta sistem sosial organisasi. Sedangkan sistem sosial

terkait dengan nilai, norma, kepercayaan, dan kebiasaan organisasi. Oleh

karena nilai organisasi yang utama adalah kejujuran, keadilan, dan

tanggung jawab direkat oleh kekeluargaan dan kebersamaan, ditopang pula

oleh penataan artifak yang indah bagus, maka iklim organisasi menjadi

nyaman dan kondusif. Muaranya adalah hubungan internal antaranggota

organisasi menjadi padu, suasana kerja organisasi menjadi nyaman, aman,

dan jauh dari stres. Dengan demikian dapat dikatakan pencapaian tujuan

organisasi sebagaimana diamanatkan dalam visi, misi organisasi menjadi

efektif.

Hubungan kekeluargaan yang terjalin antar pegawai di UNSIQ saat

ini masih erat sekali sehingga hubungan yang dibangun adalah hubungan

kekeluargaan diantara pegawai UNSIQ, baik vertikal maupun horizontal

dari struktur organisasi. beberapa contoh pembinaan hubungan

kekeluargaan yang ada di UNSIQ; Pertama, Melalui kegiatan apel pagi

setiap hari senin yang bertujuan mengarahkan dan memotivasi semangat

kerja pegawai dan dosen UNSIQ. Dalam kegiatan tersebut juga diadakan

penyampaian evaluasi akademik UNSIQ dalam menghadapi arus

globalisasi yang disampaikan oleh kepala program studi di lingkungan

UNSIQ secara bergantian, sehingga beberapa masukan untuk perbaikan

UNSIQ dapat dianalisis oleh pimpinan UNSIQ.

Kedua, Mendukung kegiatan-kegiatan yang bersifat hajat pribadi

atau kelompok pegawai. Kegiatan seperti ini tidak terjadwal oleh UNSIQ

namun ketika salah satu pegawai akan mengadakan kegiatan hajat pribadi,

maka pihak UNSIQ sangat mendukung dengan cara menghadiri kegiatan

tersebut. Dan ketiga, Melalui peraturan-peraturan kepegawaian, sehingga

pegawai mampu menjaga hubungan harmonis diantara pegawai.345

Aturan

yang dibuat tidak bersifat statis sehingga pegawai mampu melakukan

aktivitas kampus tanpa khawatir akan melawan aturan UNSIQ, namun

tentunya kegiatan tersebut harus mendaat izin dari pimpinan. Apabila

kegiatan tersebut mendukung UNSIQ, maka UNSIQ akan

mempertimbangkan kegiatan tersebut diadakan secara resmi oleh UNSIQ.

Seperti halnya kegiatan peringatan ulang tahun UNSIQ yang diadakan

dengan sangat meriah, padahal diwaktu sebelumnya UNSIQ hanya

mengadakannya dengan biasa saja.

344

Ngalim Purwanto, Administrasi dan Supervisi Pendidikan (Bandung; Remaja

Rosdakarya, 2005), 83. 345

Wawancara dengan Kabiro Bapak Alm. Dr. Abdul Kholiq, MA. pada 6

Nopember 2017, pukul 11.00. di ruang Kabiro UNSIQ.

Page 111: BUDAYA ORGANISASI DI UNIVERSITAS SAINS AL- QUR’AN …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/49932... · 2020. 2. 3. · Disertasi BUDAYA ORGANISASI DI UNIVERSITAS SAINS

100

BAB V

RELASI INTERPERSONAL DALAM BUDAYA ORGANISASI DI

UNIVERSITAS SAINS AL-QUR’AN

1. Relasi interpersonal sebagai Asas Pemberdayaan Pegawai UNSIQ

Selama 10 tahun terakhir beberapa literatur telah menekankan

pentingnya bagi sebuah organisasi memiliki investasi jangka panjang pada

pegawai. Oleh karena itu investasi strategis dalam angkatan kerja dipandang

penting untuk jangka panjang dari organisasi dalam menjaga lingkungan kerja

mereka. Bagi organisasi untuk mencapai tujuan ini, beberapa penulis telah

menganjurkan keterkaitan erat antara perencanaan organisasi dan aktualisasi

SDM, dalam rangka mencapai fleksibilitas pegawai, komitmen organisasi.

Dengan demikian, pendekatan normatif pada human relation telah disesuaikan

dengan kebutuhan untuk menyelaraskan perencanaan dan perangkat keras

kegiatan dengan program-program pembangunan yang lembut dari keterlibatan

pegawai, pelatihan yang berkesinambungan dan penyediaan keamanan kerja.

Meskipun kontradiksi yang jelas antara tujuan yang ditetapkan, human relation

management menempatkan komitmen pekerja terhadap tujuan kerja dan nilai-

nilai pada ideologi pegawai.

Kesuksesan organisasi dalam memberdayakan pegawai akan

meningkatkan produktivitas pegawai, mengembangkan sikap dengan

memberikan tanggung jawab dan otoritas dalam pengambilan keputusan

terhadap pekerjaannya. Pemberdayaan ini hendaknya dikembangkan dan

dikomunikasikan kepada seluruh organisasi supaya dapat meningkatkan

produktivitas dan kualitas pegawai lini, meningkatkan produktivitas para

pemimpin, serta produktivitas organisasi secara keseluruhan. Kemudian

lingkungan organisasi hendaknya dapat mendukung para pegawai untuk tetap

mau berpartisipasi dan mengelola manajemen yang inovatif. Dalam pengelolaan

budaya ini anggota organisasi hendaknya meningkatkan hubungan antar pribadi

satu dengan yang lainnya, melalui system komunikasi yang memberikan umpan

balik yang berkesinambungan. Selain itu, juga adanya gaya kepemimpinan

manajemen yang selalu membangkitkan kepercayaan diri pegawai, serta

memberi pengarahan yang benar dan juga struktur organisasi yang sesuai

dengan nilai-nilai budaya organisasi sehingga dapat memberikan suasana

keterbukaan, mau menerima pendapat orang lain serta terpeliharanya suasana

entrepreneurial.

Wakil rektor 1 menjelaskan tentang Lingkungan kerja UNSIQ

mendukung pemberdayaan sumber daya manusia yang efektif, hal tersebut

tercipta dengan adanya keterbukaan komunikasi tentang kekuatan dan

ketahanan organisasi. Selain itu, juga memberikan tanggung jawab dan otoritas

pada pegawai, prosedur penyampaian ide yang fleksibel, serta mempertahankan

kualitas tim kerja untuk mengelola proses pekerjaannya. Untuk menerapkan

program pemberdayaan, manajemen menyediakan hal-hal sebagai berikut; Tim

kerja dan sharing informasi sebagai dasar terciptanya lingkungan

pemberdayaan, pelatihan dan sumber daya yang diperlukan untuk melakukan

Page 112: BUDAYA ORGANISASI DI UNIVERSITAS SAINS AL- QUR’AN …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/49932... · 2020. 2. 3. · Disertasi BUDAYA ORGANISASI DI UNIVERSITAS SAINS

101

pekerjaan dengan baik, hingga pengukuran, umpan balik dan positive

reinforcement.346

Konseptualisasi tentang bagaimana budaya memengaruhi perilaku

pegawai dari perspektif yang sama berdasarkan pada adaptasi pegawai dan

penyesuaian yang baik terhadap lingkungan kerja, begitu juga kesesuaian

karakteristik organisasi dengan orientasi personal. Sebagai dimensi lingkungan

sosial budaya, pendekatan paternalistik menunjukkan hubungan antar pegawai

pada sebuah organisasi, di mana pemimpin memperlakukan pegawai mereka

dengan cara yang mirip dengan cara orang tua memperlakukan anak-anak

mereka. Jadi paternalistik dijelaskan perilaku kebapakan terhadap pegawai.

Paternalisme dari perspektif internasional, menyarankan dua fitur paternalisme.

Salah satunya adalah tingkat hirarki yang lebih besar dari jumlah minimal setiap

hubungan pimpinan-pegawai harus menampilkan dalam pengaturan organisasi.

Dengan demikian, untuk pekerja, pekerjaan di sebuah lembaga diatur dengan

cara paternalistik seperti karier dan loyalitas. Sebagai imbalannya, lembaga

menunjukkan perhatian pada kesehatan, pendidikan, kesejahteraan dan

keluarga. Pemimpin paternalistik atau pengusaha menetapkan otoritas dengan

mempertimbangkan kebutuhan keluarga dan membimbing mereka sesuai

dengan situasi masing-masing. Praktek manajemen paternalistik secara

fundamental didasarkan pada saling ketergantungan, rasa hormat dan kesetiaan

antara manajemen dan pekerja.

Budaya laissez-faire memiliki beberapa perbedaan dengan budaya

paternalistik, walaupun pada hakikatnya memiliki kesamaan pola dalam

pengelolaan organisasi. Pegawai dipandang dapat dipercaya dan mereka diberi

tanggung jawab untuk membuat keputusan. Sementara keputusan utama

mengenai misi dan tujuan organisasi ada pada keputusan pimpinan, pegawai

diberi banyak wewenang dan keleluasaan untuk menentukan cara untuk

mencapai tujuan tersebut. Dengan demikian, budaya laissez-faire ini berbeda

dengan budaya paternalistik, di mana pimpinan menentukan keputusan utama.

Kelemahan dari budaya laissez-faire adalah pegawai tidak dapat bertindak

konsisten dengan nilai-nilai dasar organisasi dan asumsi yang dibangun

didalamnya.

Dalam budaya partisipatif, pegawai dianggap berkompetensi dan

keluarga berusaha memberikan pegawai kesempatan untuk memperbesar bakat

mereka. Pegawai harus menyelesaikan pekerjaan mereka dengan melibatkan

banyak orang sehingga berhasil menumbuhkan dan mengembangkan pribadi

mereka. budaya partisipatif cenderung proaktif dalam mengelola lingkungan

mereka. Mereka berusaha untuk mendapatkan kebenaran dan untuk membuat

keputusan yang tepat dengan memunculkan masukan dari pegawai. Tidak ada

yang diasumsikan memiliki semua jawaban. Budaya partisipatif hadir terfokus

tetapi juga berorientasi ke masa depan. Nepotisme dan bentuk lain dari kasih

secara resmi direndahkan.

346

Wawancara dengan Wakil Rektor 1, Dr. Zaenal Sukawi, MA. pada 21 Agustus

2017, pukul 09.00. di ruang Wakil Rektor 1 UNSIQ.

Page 113: BUDAYA ORGANISASI DI UNIVERSITAS SAINS AL- QUR’AN …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/49932... · 2020. 2. 3. · Disertasi BUDAYA ORGANISASI DI UNIVERSITAS SAINS

102

Dalam budaya partisipatif, pegawai umumnya mampu menjadi kreatif

untuk mengembangkan bakat dan kemampuan mereka. Melalui partisipasi

dalam pengambilan keputusan, mereka menjadi lebih mampu memahami dan

menginternalisasi nilai-nilai organisasi dan mereka lebih berkomitmen terhadap

keputusan. Metode ini berhasil diterapkan dalam lingkungan yang kompleks

dan berubah-ubah yang memerlukan masukan pegawai dari berbagai tingkatan

untuk membuat keputusan yang tepat. Namun kelemahan utama dari budaya

partisipatif juga ditemukan dalam proses pengambilan keputusan yakni

membutuhkan banyak waktu untuk menghasilkan sebuah keputusan, karena

perlu mempertimbangkan berbagai masukan dari pegawai. Oleh karena itu,

tantangan mereka yang bekerja dalam budaya partisipatif adalah membedakan

antara keputusan yang perlu dibuat cepat dengan diskusi minimal dan keputusan

yang dibuat lambat dan membutuhkan partisipasi pegawai.

Untuk menyikapi berkembangnya kedua pola budaya diatas, maka

dibutuhkan budaya professional sebagai solusi berkembangnya sebuah

organisasi agar dapat mengikuti perubahan organisasi modern. Budaya

profesional tidak dimaksudkan bahwa sebuah organisasi tertentu lebih

profesional daripada yang lain tapi pola budaya ini umumnya ditemukan pada

organisasi paternalistik mampu memutuskan untuk mengubah pengelolaan

organisasi pada organisasi partisipatif dengan kata lain organisasi profesional.

Organisasi profesional sering membawa mereka pada satu asumsi yang sangat

berbeda dari pola lainnya. Hubungan individualistis, yang berarti bahwa

pegawai fokus pada prestasi individu dan kemajuan karir. Pemimpin bersikap

netral terhadap pegawai ketika terjadi persaingan tajam, hingga ada evaluasi

menyeluruh pada kemampuan mereka memberikan kontribusi pada organisasi.

Keterlibatan stakeholder dalam proses pengelolaan organisasi akan banyak

berkurang dengan munculnya organisasi profesional. Para profesional

berpedoman pada hasil penelitian professional untuk membuat keputusan yang

rasional. Dengan demikian, hasilnya dapat terwujud dalam penciptaan berbagai

program untuk meningkatkan efisiensi dan mengurangi biaya organisasi.

pegawai didorong untuk melakukan pekerjaan mereka dengan cepat dan efisien,

pengembangan pribadi pegawai adalah kebutuhan sekunder. Kelemahan utama

dari budaya profesional adalah cenderung mengasingkan pegawai yang direkrut

kedalam organisasi atas dasar kedekatan keluarga, persaingan tidak sehat antar

individu dan antar departemen, moral rendah, dan komitmen yang rendah.

Budaya professional ini sangat dibutuhkan UNSIQ dalam pemberdayaan Dosen

maupun pegawai, dengan demikian warga UNSIQ dapat dengan mudah

memahami budaya organisasi yang terjadi di UNSIQ.

Adapun model pemberdayaan sumber daya manusia yang terintegrasi

dan efektif terdiri dari enam tahapan, yaitu desire, trust, confidence, credibility,

accountability, dan communication. Kesuksesan penerapan pemberdayaan

pegawai dalam lembaga membutuhkan kombinasi the art of feeling, the art

thinking, dan the art of doing melalui penciptaan landasan yang kuat oleh

individu maupun organisasi, penciptaan lingkungan yang kondusif untuk

melakukan perbaikan secara berkesinambungan, dan penciptaan visi, misi, dan

nilai-nilai dalam lembaga. Sedangkan model manajemen TQM melingkupi

Page 114: BUDAYA ORGANISASI DI UNIVERSITAS SAINS AL- QUR’AN …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/49932... · 2020. 2. 3. · Disertasi BUDAYA ORGANISASI DI UNIVERSITAS SAINS

103

beberapa elemen dalam menjaga sekaligus meningkatkan kualitas organisasi

untuk menyikapi sebuah perubahan organisasi; adanya komitmen dan

kepemimpinan eksekutif, perencanaan dan organisasi, teknik peningkatan

kualitas, pendidikan dan pelatihan, keterlibatan pegawai, kerja sama tim,

pengukuran kinerja dan umpan balik, dan perubahan budaya.347

Pengelolaan

pegawai harus dilakukan secara professional, karena sumber daya manusia

tersebut akan mengikuti seleksi, pengembangan, penilaian, dan sistem reward

sebagaimana mencerminkan keragaman latar belakang budaya karyawan.

Dengan begitu, mustahil pemimpin mengabaikan perbedaan budaya pegawai.348

Kebijakan pegawai sering mencerminkan orientasi nilai-nilai suatu

kelompok organisasi. Pimpinan berorientasi cenderung untuk menyewa orang-

orang terbaik untuk melakukan pekerjaan yang sesuai dengan kriteria teknis

atau tugas, berdasarkan keterampilan dan keahlian individu. Untuk orientasi

kelompok, pimpinan juga cenderung untuk menyewa orang yang dipercaya

berkualitas. Namun dalam pikiran mereka, kualifikasi utama adalah

kepercayaan, kesetiaan, dan kompatibilitas dengan rekan kerja. Kemudian

pimpinan menggunakan promosi, kenaikan gaji, bonus, dan bentuk lain dari

individu, pengakuan publik untuk memotivasi pegawai. Konsekuensi

diharapkan sesuai dengan kinerja dan keadilan disesuaikan dengan imbalan

eksternal atau prestasi lainnnya. Sebuah keyakinan yang diselenggarakan secara

umum adalah kontrak psikologis antara atasan dan bawahan, adanya kewajiban

bertanggung jawab, kemudian adanya kontribusi pegawai dibarengi dengan

imbalan yang adil.349

Makna adil yang sering diartikan berbeda oleh warga

UNSIQ menjadi permasalahan utama dan selalu sensitif jika sering dibicarakan

dari sudut pandang yang berbeda, oleh karena itu pimpinan UNSIQ selalu

berusaha merangkul semua kepentingan warga UNSIQ dan tetap dalam koridor

aturan UNSIQ yang baku.

Proses relasi interpersonal di UNSIQ bersifat gradual sesuai dengan

kemampuan manajerial UNSIQ yang tidak ada bedanya dengan institusi

lainnya, namun disini ditekankan pada pengetahuan mereka pada al-Qur‟an

sekaligus dalam menjalani hubungan interpersonal itu, tentu disitu tidak

mustahil ada hal-hal krusial seperti keadilan seseorang pada apa yang mereka

kerjakan pada unsiq, namun saya arahkan pada mizan itu tadi, sehingga orang

mengetahui betapa adilnya islam lewat al-Qur‟an yang dijadikan basis di

UNSIQ ini.350

347

Dale, B., Boaden, R.J., Wilcox, M. and McQuater, R.E. „Sustaining continuous

improvement: what are the key issues ?‟ Quality Engineering, vol.11, no.3, 1999. 370. 348

Levitt, Theodore. The globalization of markets. Hamd Business Review, May/

June 1983, 92-102. https://pl-static.z-

dn.net/files/d81/6d78823e646f51f64d82f7bb20dbf7db.pdf 349

Kotter, John P. Leading Change: Why Transformation Eff orts Fail. Harvard

Business Review 73 (2): 1995. 59-67.

https://www.gsbcolorado.org/uploads/general/PreSessionReadingLeadingChange-

John_Kotter.pdf 350

Wawancara dengan Rektor Bapak Dr Muchotob Hamzah pada 12 Agustus 2017,

pukul 09.00. di ruang Rektor UNSIQ.

Page 115: BUDAYA ORGANISASI DI UNIVERSITAS SAINS AL- QUR’AN …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/49932... · 2020. 2. 3. · Disertasi BUDAYA ORGANISASI DI UNIVERSITAS SAINS

104

Pada penelitian ini, penulis menggunakan teori keseimbangan dalam

memahami hubungan interpersonal yang terjadi di UNSIQ, yakni:

1. Keseimbangan imbalan, melalui pemberian imbalan yang seimbang dengan

beban kerjanya, pegawai merasakan dirinya diperhatikan oleh UNSIQ dan

kontribusi yang diberikan oleh pegawai UNSIQ juga lebih maksimal.

Namun keseimbangan ini perlu menerapkan 3 keadilan, yaitu keadilan

distribusi, keadilan fungsional dan keadilan konstruktif.

2. Keseimbangan kepusan kerja, hal ini terlihat dari bagaimana pegawai

UNSIQ semangat dalam bekerja. Dipertegas kembali, kepuasan kerja dan

memperoleh penghasilan tak hanya dimaknai secara material tapi juga

spiritual batiniyah sehingga mendapatkan penghasilan yang berkah.

3. Keseimbangan motivasi kerja, UNSIQ sering memberikan motivasi kerja

seperti diawal perkuliahan atau diawal semester diadakan refresh dosen,

dari kegiatan tersebut pegawai diminta untuk memperbaharui niat yang

ikhlas, baik dan benar, yang selanjutnya dijaga keberlangsungannya.

4. Keseimbangan komunikasi, komunikasi pimpinan dan pegawai UNSIQ

dapat menentukan meningkatnya kinerja warga UNSIQ. Komunikasi itu

berkaitan dengan hubungan loyalitas, negosiasi, dan apresiasi, dengan

demikian dapat meningkatkan kinerja.

5. Terakhir keseimbangan beban kerja, mindset imbalan yang dibangun oleh

pimpinan dan pegawai UNSIQ tidak semata-mata materi namun non materil

namun untuk ibadah diperlukan kesungguhan dengan mengesampingkan

materi dulu. Bekerja, bergaul, berkembang, berinteraksi, berjuang dan

berprestasi adalah ibadah. Interpersonal dan intrapersonal pegawai salah

satu penentu keberhasilan, kemajuan dan kejayaan universitas, hidup perlu

dijalani dengan harmonis. Interpersonal dan intrapersonal juga sebagai

salah satu cara untuk mengeksplore potensi, kemampuan, penghargaan, dan

apresiasi.351

Pada umunya pegawai mengalami bebagai poblem ketika tejadi

peubahan sistem oganisasi, hal ini pun tejadi pada pegawai UNSIQ yang

tentunya mengedapankan pentingnya relasi interpersonal sebagai asas

pemberdayaan pegawai UNSIQ;

1. Dinamika Perubahan Organisasi

Para ahli manajemen mendukung, bahwa pegawai memainkan

peran utama dalam keberhasilan atau kegagalan perubahan organisasi.352

351

Wawancara dengan Wakil Rektor 1 Bapak Dr Sukawi pada 21 Agustus 2017,

pukul 09.00. di ruang Wakil Rektor 1 UNSIQ. 352

Van Knippenberg, B., Martin, L., & Tyler, T. Process-orientation versus

outcome-orientation during organizational change: The role of organizational identification.

Page 116: BUDAYA ORGANISASI DI UNIVERSITAS SAINS AL- QUR’AN …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/49932... · 2020. 2. 3. · Disertasi BUDAYA ORGANISASI DI UNIVERSITAS SAINS

105

Namun pegawai sering enggan untuk melakukan perubahan organisasi

karena mereka biasanya mengalami hal itu mengganggu rutinitas dan

hubungan sosial mereka dalam menyelesaikan tugas-tugas penting.353

Mereka mungkin juga mengalami beban kerja meningkat akibat tugas baru

selain beberapa tugas yang sudah ada, kemudian kewajiban untuk

menyesuaikan diri dengan hubungan kerja baru, dan juga sosialisasi tujuan

baru.354

Penelitian sebelumnya banyak membuktikan fakta bahwa

keterlibatan pegawai dalam perubahan organisasi yang direncanakan adalah

proses yang panjang, emosional intens, stres, dan melelahkan bagi sebagian

besar pegawai.355

Konsistensi temuan tersebut telah menyebabkan beberapa

ahli menyebutkan munculnya emosi negatif yang dialami dengan intens

akan menyebabkan pegawai menolak dan enggan untuk melakukan

pekerjaan yang diarahkan oleh para pemimpin organisasi untuk mendukung

perubahan organisasi.356

Lebih dalam dibahas oleh teori sumber daya pada perubahan

organisasi, salah satu cara untuk meningkatkan dan mempertahankan

komitmen pegawai untuk mendukung perubahan organisasi adalah

membangun sumber daya mereka sebelum dimulainya proses perubahan

organisasi.357

Sumber daya ini kemudian dapat digunakan untuk

mengurangi stres yang sering dikaitkan dengan perubahan organisasi, serta

memotivasi komitmen pegawai untuk perubahan organisasi tersebut. Hal

tersebut mungkin tidak hanya memiliki dampak positif pada sikap dan

perilaku pegawai, tetapi mungkin juga, menghasilkan organisasi yang

Journal of Organizational Behavior, 27: 2006. 685–704.

http://onlinelibrary.wiley.com/doi/10.1002/job.391/full 353

Strebel, P. Why do employees resist change? Harvard Business Review, 74(3):

1996. 86-92.

https://www.researchgate.net/profile/Paul_Strebel/publication/248439192_Why_Do_Emplo

yees_Resist_Change/links/54fda68e0cf20700c5ec0962/Why-Do-Employees-Resist-

Change.pdf 354

Pollard, T. M. Changes in mental well-being, blood pressure, and total

cholesterol levels during workplace reorganization: The impact of uncertainty. Work and

Stress, 15(1): 2001. 14-28.

http://www.tandfonline.com/doi/abs/10.1080/02678370110064609 355

Fugate, M., Kinicki, A. J., & Prussia, G. E. Employee coping with

organizational change: An examination of alternative theoretical perspectives and models.

Personnel Psychology, 61: 2008. 1-36. http://onlinelibrary.wiley.com/doi/10.1111/j.1744-

6570.2008.00104.x/full 356

Kiefer, T. Feeling bad: Antecedents and consequences of negative emotions in

ongoing change. Journal of Organizational Behavior, 26: 2005. 875-897.

http://onlinelibrary.wiley.com/doi/10.1002/job.339/full 357

Hobfoll, S. E. The influence of culture, community, and the nested self in the

stress process: Advancing conservation of resources theory. Applied Psychology: An

International Review, 50: 2001. 337-370. http://onlinelibrary.wiley.com/doi/10.1111/1464-

0597.00062/full

Page 117: BUDAYA ORGANISASI DI UNIVERSITAS SAINS AL- QUR’AN …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/49932... · 2020. 2. 3. · Disertasi BUDAYA ORGANISASI DI UNIVERSITAS SAINS

106

positif.358

Dengan demikian, cukup penting peran sumber daya pegawai

dalam membentuk komitmen mereka dan keterlibatannya dalam perubahan

organisasi. Melihat tekanan yang melekat dan ketegangan organisasi bahwa

pengalaman pegawai saat bekerja di tengah-tengah perubahan organisasi

berperan penting, tidak hanya menahan tantangan dan tekanan, tetapi juga

menjadi komitmen kuat pegawai dalam prilaku organisasinya.359

Pegawai menerima berbagai macam pengaruh dari organisasi dalam

perubahan untuk tugas terbaru atas isu mutakhir dan wujud antisipasi

pegawai terhadap perubahan adalah membuat program kerja organisasi dan

memaksimalkannya dalam bentuk kinerja maksimal (misalnya, waktu,

tenaga, keahlian, kreativitas, dan loyalitas). Pengaruh organisasi tersebut

meliputi hal yang konkret, seperti; komponen perkembangan (pelatihan,

pengembangan karir, komunikasi terbuka, keikutsertaan dalam

pengambilan keputusan organisasi, umpan balik kinerja, dan melaksanakan

masukan dan arahan dari manajemen yang lebih tinggi), komponen

materialistis (misalnya, kesehatan, kesempatan promosi, gaji yang

kompetitif dan bonus).360

Dengan demikian, pengaruh organisasi

seyogyanya menyediakan pekerjaan yang membantu pegawai dalam

mempersiapkan dan mengatasi tuntutan perubahan organisasi, sehingga

mereka merasa percaya diri dan optimis tentang masa depan mereka.

Selanjutnya, temuan dari penelitian tentang hubungan kerja secara tidak

langsung mendukung penelitian ini dengan menunjukkan bahwa pegawai

yang menerima pengaruh organisasi, kemudian mereka menampilkan sikap

kerja yang positif dan tingkat kinerja yang tinggi.361

Seperti yang

diterangkan oleh salah satu dosen tetap UNSIQ “Tentunya ini sudah

dilakuka UNSIQ secara konsisten, walaupun banyak kendala yang dihadapi

dan tidak sedikit program kerja tersebut mengalami kegagalan hingga

akhirnya terselesaikan dengan waktu yang cukup panjang dan melibatkan

semua pimpinan dan pegawai UNSIQ”362

Peneliti mengakui peran penting pegawai pada perubahan

organisasi. Namun sampai saat ini perhatian kepada pegawai sebagai

358

Kim, W. C., & Mauborgne, R. Fair process: Managing in the knowledge

economy. Harvard Business Review, 81(1): 2003. 127-136.

https://pdfs.semanticscholar.org/375e/cc1ff423b33eecb4797cfbd381cb28e06193.pdf 359

Huy, Q. N. Emotional capability, emotional intelligence, and radical change.

Academy of Management Review, 24: 1999. 325-345.

http://amr.aom.org/content/24/2/325.short 360

Hom, P. W., Tsui, A. S., Wu, J. B., Lee, T. W., Zhang, A. Y., Fu, P. P., & Li, L.

Explaining employment relationships with social exchange and job embeddedness. Journal

of Applied Psychology, 94: 2009. 227–297. https://insights.ovid.com/applied-

psychology/japsy/2009/03/000/explaining-employment-relationships-social/1/00004565 361

Wang, D. X., Tsui, A. S., Zhang, Y. C., & Ma, L. Employment relationships and

firm performance: Evidence from an emerging economy. Journal of Organizational

Behavior, 24: 2003. 511-535. http://onlinelibrary.wiley.com/doi/10.1002/job.213/full 362

Wawancara dengan Dosen FITK UNSIQ Bapak KH. A. Zuhdi, M.Ag. pada 24

Nopember 2017, pukul 09.00. di ruang Dosen.

Page 118: BUDAYA ORGANISASI DI UNIVERSITAS SAINS AL- QUR’AN …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/49932... · 2020. 2. 3. · Disertasi BUDAYA ORGANISASI DI UNIVERSITAS SAINS

107

penentu penting efek ini berkurang.363

penelitian kami menyelidiki

pentingnya dua sumber tertentu dalam meningkatkan kontribusi karyawan

untuk pelaksanaan perubahan organisasi melalui teori sumber daya: (1)

pengaruh organisasi dan (2) ketahanan psikologis. Dalam melakukannya,

kita memberikan kontribusi pada literatur perubahan dengan menekankan

pentingnya sumber daya karyawan sebagai penentu potensi keberhasilan

perubahan.364

Beberapa penelitian mendukung efek positif langsung dari

tingkat karyawan dari pendekatan organisasi dan ketahanan psikologis pada

komitmen normatif dan afektif mereka untuk berubah. Dengan demikian,

hasil ini konsisten dengan kedua proposisi konservasi teori sumber daya

dan teori mengatasi lainnya menekankan pentingnya mengamankan sumber

daya sebelum menghadapi stres.365

Temuan kami menunjukkan bahwa pegawai senior yang

berpartisipasi terhadap konteks pengaruh organisasi dengan akses ke

berbagai sumber daya, seperti kompetensi, kewenangan, waktu, dan kontrol

atas keputusan sehingga dapat memungkinkan mereka untuk melakukan

perubahan tersebut. Disamping meneliti pemberdayaan sumber daya selama

perubahan difokuskan pada perbedaan peran individu atau psikologis

pegawai.366

Selain itu, hasil penelitian kami secara bersamaan

mengkonfirmasi peran penting dari ketahanan individu pegawai sebagai

sumber daya psikologis yang berharga berasal dari karakteristik individu.

Sesuai dengan studi sebelumnya, peran ketahanan dalam beradaptasi

dengan situasi stres atau trauma di berbagai pengaturan dan juga

identifikasi efek protektif ketahanan pada reaksi pegawai untuk berubah

dalam lingkungan kerja.367

Dengan demikian, pegawai yang mendapatkan

banyak pengaruh organisasi akan memunculkan emosi positif selama

363

Hobfoll, S. E. The influence of culture, community, and the nested self in the

stress process: Advancing conservation of resources theory. Applied Psychology: An

International Review, 50: 2001. 337-370. http://onlinelibrary.wiley.com/doi/10.1111/1464-

0597.00062/full 364

Robertson, P. J., Roberts, D. R., & Porras, J. I. Dynamics of planned

organizational change: Assessing empirical support for a theoretical model. Academy of

Management Journal, 36: 1993. 619-634. http://amj.aom.org/content/36/3/619.short 365

Aspinwall, L. G., & Taylor, S. E. A stitch in time: Self-regulation and proactive

coping. Psychological Bulletin, 121: 1997. 417-436.

https://www.ncbi.nlm.nih.gov/pubmed/9136643 366

Fugate, M., Kinicki, A. J., & Scheck, C. L. Coping with an organizational

merger over four stages. Personnel Psychology, 55: 2002. 905–928.

http://onlinelibrary.wiley.com/doi/10.1111/j.1744-6570.2002.tb00134.x/full 367

Ong, A. D., Bergeman, C. S., Bisconti, T. L., & Wallace, K. A. Psychological

resilience, positive emotions, and successful adaptation to stress in later life. Journal of

Personality and Social Psychology, 91: 2006. 730-749. http://psycnet.apa.org/buy/2006-

12810-011

Page 119: BUDAYA ORGANISASI DI UNIVERSITAS SAINS AL- QUR’AN …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/49932... · 2020. 2. 3. · Disertasi BUDAYA ORGANISASI DI UNIVERSITAS SAINS

108

perubahan organisasi.368

Begitu juga, pegawai akan cenderung merasa

bahwa mereka dihargai dan didukung organisasi.369

Unsur lain yang bisa dibilang penting dalam menentukan komitmen

pegawai terhadap perubahan organisasi adalah tingkat ketahanan psikologis

yang berasal dari karakteristik masing-masing.370

Peneliti melihat ketahanan

sebagai sumber daya penting yang membantu individu mengelola situasi

yang dialami selalu berubah dalam hidup.371

Dari pembahasan diatas,

pertukaran sosial antar pegawai pada organisasi akan mengirim efek positif

dari pengaruh organisasi sehingga pegawai berkomitmen pada perubahan

organisasi. Kesediaan pegawai untuk melakukan perubahan akan

mempengaruhi komitmen normatif dan afektif mereka untuk berubah.

Komitmen normatif perubahan berasal dari keyakinan pegawai bahwa

mereka harus membalas hubungan baik yang dibangun oleh pimpinan

dengan adanya penghargaan kinerja tersebut dengan kontribusi tinggi pada

organisasi. Sedangkan komitmen afektif untuk mengubah hasil dari

kepercayaan mereka pada kemampuan organisasi untuk menerapkan

perubahan dan untuk berbagi manfaat dari perubahan diantara pegawai.

Seperti yang dijelaskan oleh pak Kholiq “Visi dengan teksline humanis

menunjukkan pegawai yang bekerja di UNSIQ bukan sebagai pekerja

melainkan sebagai pengabdi”372

Pegawai UNSIQ bisa dicirikan sebagai seseorang yang tangguh,

cenderung proaktif menghadapi kesulitan dan meminimalkan dampak stres

pada diri mereka sendiri dengan kemampuan pengelolaan psikologis secara

efektif.373

Selanjutnya, sejumlah ahli berpendapat bahwa pemulihan

individu dari stres dengan cara meminimalkan dampak negatif dan mengisi

ulang energi mereka dengan motivasi baik psikologis maupun fisik, sebagai

368

Fredrickson, B. L. The role of positive emotions in positive psychology: The

broaden-and-build theory of positive emotions. American Psychologist, 56: 2001. 218-226.

http://psycnet.apa.org/record/2001-00465-003 369

Hom, P. W., Tsui, A. S., Wu, J. B., Lee, T. W., Zhang, A. Y., Fu, P. P., & Li, L.

Explaining employment relationships with social exchange and job embeddedness. Journal

of Applied Psychology, 94: 2009. 227-297. http://psycnet.apa.org/buy/2009-02898-001 370

Block, J., & Kremen, A. M. IQ and ego-resiliency: Conceptual and empirical

connections and separateness. Journal of Personality and Social Psychology, 70: 1996. 349-

361. http://psycnet.apa.org/buy/1996-01717-012 371

Jiseon Shin, M. Susan Taylor, Myeong-Gu Seo, Resources For Change: The

Relationships Of Organizational Inducements And Psychological Resilience To Employees‟

Attitudes And Behaviors Toward Organizational Change, Academy of Management Journal

2012, Vol. 55, No. 3, 727-748. http://amj.aom.org/content/55/3/727.short 372

Wawancara dengan Kabiro, Alm. Dr. A. Kholiq, MA. pada 5 Juli 2017, pukul

09.30. di ruang Kabiro UNSIQ. 373

Fredrickson, B. L., Cohn, M. A., Coffey, K. A., Pek, J., & Finkel, S. M. Open

hearts build lives: Positive emotions, induced through loving-kindness meditation, build

consequential personal resources. Journal of Personality and Social Psychology, 95: 2008.

1045–1062. https://www.ncbi.nlm.nih.gov/pmc/articles/PMC3156028/

Page 120: BUDAYA ORGANISASI DI UNIVERSITAS SAINS AL- QUR’AN …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/49932... · 2020. 2. 3. · Disertasi BUDAYA ORGANISASI DI UNIVERSITAS SAINS

109

persiapan menghadapi situasi masa depan.374

Temuan yang menunjukkan

keberhasilan ketahanan psikologis, seperti berpikir optimis,375

tekanan

psikologis yang mampu dikontrol,376

dan sikap kerja yang positif377

mendukung nilai ketahanan sebagai energi.

Secara alami, pengalaman organisasi pegawai juga berpengaruh

pada munculnya emosi positif dalam mengatasi perubahan organisasi

sebagai bentuk ketahanan psikologis. Diperkuat dengan adanya penelitian

yang menunjukkan hubungan langsung antara ketahanan dan emosi positif

dalam situasi yang menantang.378

Hubungan ini hasil dari pemahaman

individu yang kuat antara emosi positif dan keterampilan mereka dalam

membangkitkan psikologi pegawai (misalnya, menggunakan rasa humor

dan mengembangkan teknik efektif relaksasi). Secara konsisten, para

peneliti telah secara empiris menemukan bahwa ketahanan individu

cenderung efektif mengatasi kesulitan dan pengalaman traumatis melalui

mekanisme emosi positif yang ditimbulkan.379

Jadi, ketika perubahan

sedang berlangsung, pegawai dengan level ketahanan psikologis kuat

cenderung mengalami emosi yang lebih positif daripada pegawai dengan

level ketahanan psikologis yang rendah. Emosi ini kemudian membantu

mereka melihat proses perubahan dan hasil yang lebih optimis dan

menyikapi perubahan organisasi yang lebih menguntungkan.

Dua jenis perilaku yang berhubungan dengan perubahan sebagai

konsekuensi dari komitmen pegawai untuk berubah, yakni; (1) dukungan

perilaku untuk perubahan, yang didefinisikan sebagai demonstrasi

dukungan dengan memenuhi apa yang diperlukan dan partisipasi kerja

374

Waugh, C. E., Fredrickson, B. L., & Taylor, S. F. Adapting to life‟s slings and

arrows: Individual differences in resilience when recovering from an anticipated threat.

Journal of Research in Personality, 42: 2008. 1031-1046.

https://www.sciencedirect.com/science/article/pii/S0092656608000238 375

Kumpfer, K. L. Factors and processes contributing to resilience: The resilience

framework. In M. D. Glantz & J. L. Johnson (Eds.), Resilience and development: Positive

life adaptations: 1999. 179-224. New York: Kluwer Academic/Plenum.

https://link.springer.com/chapter/10.1007/0-306-47167-1_9 376

Utsey, S. O., Giesbrecht, N., Hook, J., & Stanard, P. M. Cultural, sociofamilial,

and psychological resources that inhibit psychological distress in African Americans

exposed to stressful life events and racerelated stress. Journal of Counseling Psychology, 55:

2008. 49-62. http://psycnet.apa.org/buy/2007-19995-004 377

Youssef, C. M., & Luthans, F. Positive organizational behavior in the

workplace: The impact of hope, optimism, and resilience. Journal of Management, 33: 2007.

774–800. http://journals.sagepub.com/doi/abs/10.1177/0149206307305562 378

Fredrickson, B. L., Tugade, M. M., Waugh, C. E., & Larkin, G. R. What good

are positive emotions in crises? A prospective study of resilience and emotions following the

terrorist attacks on the United States on September 11th, 2001. Journal of Personality and

Social Psychology, 84: 2003. 365–376. http://psycnet.apa.org/buy/2003-01140-011 379

Tugade, M. M., & Fredrickson, B. L. Resilient individuals use positive emotions

to bounce back from negative emotional experiences. Journal of Psychological and Social

Psychology, 86: 2004. 320-333.

http://psycnet.apa.org/journals/psp/86/2/320.html?uid=2004-10747-009

Page 121: BUDAYA ORGANISASI DI UNIVERSITAS SAINS AL- QUR’AN …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/49932... · 2020. 2. 3. · Disertasi BUDAYA ORGANISASI DI UNIVERSITAS SAINS

110

keras semangat perubahan dan (2) dukungan kreatif untuk perubahan,380

yang didefinisikan sebagai sejauh mana pegawai mengembangkan dan

menyarankan ide inovatif.381

Beberapa studi menunjukkan dampak besar

perubahan organisasi dalam rutinitas kerja dan sistem yang menyebabkan

beberapa pegawai mempertimbangkan pengunduran diri dari organisasi.382

Namun pimpinan berharap bahwa komitmen untuk berubah, baik dari sisi

normatif dan afektif, akan menekankan kesediaan karyawan untuk tetap

dalam organisasi. Meskipun pegawai merasakan dan mengetahui adanya

ketidakpastian masa depan, kecemasan dalam kerja, dan juga beban kerja

yang bertambah karena adanya perubahan organisasi, komitmen dan juga

kewajiban pegawai perlu memiliki perasaan nasionalisme berorganisasi

yang kuat sehingga mereka mendukung perubahan tersebut. Berbeda

dengan beberapa pegawai yang tidak memiliki rasa nasionalisme

berorganisasi, maka dengan mudah mereka akan meninggalkan organisasi

demi masa depan yang pasti dan jelas setelah terjadi perubahan. Hal ini

disikapi oleh pimpinan seperti yang dikatakan oleh kabiro “Dinamika

perubahan organisasi UNSIQ didalamnya pasti ada sisi subjektivitas, terkait

dengan periodisasi organisasi maka jabatan organisasi pasti ada habis masa

tugasnya, dan juga adanya karir yang naik dan turun”

Strebel mengemukakan bahwa visi dan kepemimpinan mendorong

perubahan organisasi yang sukses tetapi beberapa pemimpin menyadari

pentingnya komitmen pegawai untuk berubah.383

Pegawai dalam sistem

organisasi bertanggung jawab untuk dapat beradaptasi dan berperilaku

selaras dengan strategi dan program-program yang diprakarsai oleh

manajemen perubahan.384

Dengan perubahan ini, mereka harus belajar

untuk mengikuti arah dan strategi baru untuk mencapai tujuan. Mereka

harus memiliki kepercayaan diri untuk beradaptasi dengan perubahan

organisasi serta ketahanan untuk bangkit kembali dari kemunduran yang

terjadi selama proses perubahan. Selain itu, pegawai membutuhkan

380

Herscovitch, L., & Meyer, J. P. Commitment to organizational change:

Extension of a three-component model. Journal of Applied Psychology, 87: 2002. 474-487.

http://psycnet.apa.org/record/2002-01666-006 381

Heifetz, R. A., & Laurie, D. L. The work of leadership. Harvard Business

Review, 79(11): 2001. 131-140. http://amj.aom.org/content/55/3/727.short 382

Lee, T. W., Mitchell, T. R., Wise, L., & Fireman, S. An unfolding model of

voluntary turnover. Academy of Management Journal, 39: 1996. 5-36.

http://amj.aom.org/content/39/1/5.short 383

Strebel, P. Why do employees resist change? Harvard Business Review, 74(3):

1996. 86-92.

https://www.researchgate.net/profile/Paul_Strebel/publication/248439192_Why_Do_Emplo

yees_Resist_Change/links/54fda68e0cf20700c5ec0962/Why-Do-Employees-Resist-

Change.pdf 384

Mishra, K. E., Spreitzer, G. M., & Mishra, A. K. Preserving employee morale

during downsizing. MIT Sloan Management Review, 39(2), 1998. 83-95.

https://search.proquest.com/openview/6022554c49e348f3573bd6bfa87bf2a2/1?pq-

origsite=gscholar&cbl=1817083

Page 122: BUDAYA ORGANISASI DI UNIVERSITAS SAINS AL- QUR’AN …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/49932... · 2020. 2. 3. · Disertasi BUDAYA ORGANISASI DI UNIVERSITAS SAINS

111

motivasi dan bimbingan ketika menemui hambatan dan membuat kebijakan

yang positif bila ada sesuatu yang salah dan memiliki pandangan yang

positif untuk masa depan. Rivas menjelaskan bahwa hubungan yang positif

dapat menjadi salah satu sumber inspirasi seperti ketahanan ketika

menghadapi perubahan organisasi.385

Lebih detail, psikologis pegawai

terdiri dari beberapa unsur, seperti; harapan, optimisme, kepercayaan diri,

ketahanan psikologi386

dan emosi positif.387

Dengan begitu, pegawai dengan

modal psikologis yang positif dan emosi positif akan mendukung sikap dan

perilaku mengikuti perubahan organisasi lebih efektif dan positif.

low inforcement dengan pendekatan humanistik, seperti adanya

kedisiplinan, reward, kenaikan gaji, dan hadiah. Begitu juga sebaliknya

dengan adanya ketidakdisiplinan maka ada punishment tertentu dengan

tingkat ketidakdisiplinannya. Visi dengan teksline humanis menunjukkan

pegawai yang bekerja di UNSIQ bukan sebagai pekerja melainkan sebagai

pengabdi.388

Bukti empiris tambahan menunjukkan bahwa emosi positif dapat

menimbulkan pengambilan keputusan yang lebih baik389

dan berhubungan

positif dengan berbagai keberhasilan dan kesejahteraan.390

Dengan kata

lain, emosi positif dapat membantu karyawan mengatasi perubahan

organisasi dengan memperluas pandangan, mempertahankan pendekatan

terbuka untuk pemecahan masalah, dan memasok energi untuk

menyesuaikan perilaku mereka dengan kondisi kerja baru.391

Fredrickson

juga menambahkan peran emosi positif dapat menghindari pegawai dari

385

Gittell, J. H., Cameron, K., Lim, S., & Rivas, V. Relationships, layoffs, and

organizational resilience: Airline industry responses to September 11. The Journal of

Applied Behavioral Science, 42, 2006. 300-329.

http://journals.sagepub.com/doi/abs/10.1177/0021886306286466 386

Luthans, F., Avolio, B., Avey, J. B., & Norman, S. M. Psychological capital:

Measurement and relationship with performance and job satisfaction. Personnel Psychology,

60, 2007. 541-572. http://onlinelibrary.wiley.com/doi/10.1111/j.1744-

6570.2007.00083.x/full 387

Staw, B. M., Sutton, R. I., & Pelled, L. H. Employee positive emotion and

favorable outcomes at the workplace. Organization Science, 5, 1994. 51-71.

https://pubsonline.informs.org/doi/abs/10.1287/orsc.5.1.51 388

Wawancara dengan Kabiro Bapak Alm. Dr Abdul Kholiq, MA. pada 5 Juli

2017, pukul 09.30. di ruang Kabiro UNSIQ. 389

Chuang, S. C. Sadder but wiser or happier and smarter? A demonstration of

judgment and decision-making. Journal of Psychology, 141, 2007. 63-76.

http://www.tandfonline.com/doi/abs/10.3200/JRLP.141.1.63-76 390

Lyubomirsky, S., King, L., & Diener, E. The benefits of frequent positive affect:

Does happiness lead to success. Psychological Bulletin, 131, 2005. 803-855.

http://psycnet.apa.org/record/2005-15687-001 391

Baumeister, R. F., Gailliot, M. T., DeWall, C. N., & Oaten, M. Self-regulation

and personality: How interventions increase regulatory success, and how depletion

moderates the effects of traits on behavior. Journal of Personality, 74, 2006. 1773-1801.

http://onlinelibrary.wiley.com/doi/10.1111/j.1467-6494.2006.00428.x/full

Page 123: BUDAYA ORGANISASI DI UNIVERSITAS SAINS AL- QUR’AN …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/49932... · 2020. 2. 3. · Disertasi BUDAYA ORGANISASI DI UNIVERSITAS SAINS

112

sikap negatif seperti sinisme terhadap perubahan organisasi.392

Karena

sinisme organisasi adalah suatu sikap individu393

terkait dengan emosi

negatif,394

maka esensi dari hipotesis kehancuran menyatakan bahwa emosi

positif pegawai yang tinggi diharapkan dimiliki lebih banyak daripada sikap

sinis mengenai perubahan organisasi. Karena sinisme adalah hasil dari

pengalaman negatif dan emosi,395

penelitian ini menyarankan bahwa sikap

sinis seperti terhadap perubahan organisasi akan dibatalkan atau dikurangi

oleh emosi positif. Hubungan kekeluargaan ini dapat memunculkan emosi

positif pegawai, seperti Urgensitas relasi interpersonal dalam membentuk

budaya organisasi yang kokoh sangat penting, ibarat UNSIQ adalah rumah

kita (setiap pegawai merasa memiliki lembaga) yang berdampak

meningkatnya kemakmurannya.396

Budaya juga bisa memiliki beberapa efek pada kepuasan kerja

pegawai. Studi lintas budaya telah menemukan bahwa pegawai di negara-

negara kolektif, terutama Jepang, melaporkan kepuasan kerja yang lebih

rendah secara keseluruhan.397

Sementara studi kepuasan kerja yang meresap

di masyarakat Barat, ada beberapa penelitian yang dilakukan mengenai hal

ini seperti pada organisasi Turki dan pengusaha. Hal ini telah ditetapkan

bahwa gaji, usia, jenis kelamin, absensi, usaha, konflik peran dan komitmen

yang terkait secara signifikan kepuasan kerja bagi karyawan Turki. Namun,

efek dari variabel budaya terhadap kepuasan kerja pekerja Turki tidak

dibahas dalam studi apapun. Dengan kata lain, penelitian ini adalah

penelitian pertama yang dirancang untuk menyelidiki hubungan antara

orientasi budaya terhadap kewirausahaan, seperti individualisme,

kolektivisme, jarak kekuasaan, paternalisme, penghindaran ketidakpastian,

dan kepuasan kerja para pekerja di UKM Turki.

Kepuasan atau ketidakpuasan dengan kondisi kerja adalah semacam

hasil dari kesesuaian antara harapan karyawan dan pimpinan. Bahkan, telah

menunjukkan bahwa kompatibilitas dari nilai-nilai yang terdapat pada

392

Fredrickson, B. L. The role of positive emotions in positive psychology: The

broaden-andbuild theory of positive emotions. American Psychologist, 56, 2001. 218-226.

http://psycnet.apa.org/record/2001-00465-003 393

Dean, J. W., Brandes, P., & Dharwadkar, R. Organizational cynicism. Academy

of Management Review, 23, 1998. 341-352. http://amr.aom.org/content/23/2/341.short 394

Andersson, L. M., & Bateman, T. S. Cynicism in the workplace: Some causes

and effects. Journal of Organizational Behavior, 18, 1997. 449-460.

http://www.jstor.org/stable/3100216 395

Pugh, S. D., Skarlicki, D. P., & Passell, B. S. After the fall: Layoff victims‟ trust

and cynicism in re-employment. Journal of Occupational and Organizational Psychology,

76, 2003. 201-212. http://onlinelibrary.wiley.com/doi/10.1348/096317903765913704/full 396

Wawancara dengan Kabiro Bapak Alm. Dr Abdul Kholiq, MA. pada 5 Juli

2017, pukul 09.30. di ruang Kabiro UNSIQ. 397

Lincoln, James R., bnada, Mitsuyo, and Olson, Jon. Cultural orientations and

individual reactions to organizations: A study of employees of Japaneseowned firms.

Administrative Science Quarterly, 26, 1981. 93-115.

http://www.jstor.org/stable/2392603?seq=1#page_scan_tab_contents

Page 124: BUDAYA ORGANISASI DI UNIVERSITAS SAINS AL- QUR’AN …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/49932... · 2020. 2. 3. · Disertasi BUDAYA ORGANISASI DI UNIVERSITAS SAINS

113

individu dan nilai-nilai organisasi dapat menyebabkan penyesuaian,

kepuasan kerja, dan komitmen organisasi. Hal ini terkait, keadaan

psikologis kritis bertanggung jawab untuk meningkatkan kepuasan kerja,

motivasi kerja internal, kinerja dan mengurangi adanya dan pergantian

karyawan. Model ini mengasumsikan bahwa otonomi dan umpan balik

yang lebih penting daripada karakteristik pekerjaan, dan bahwa individu

dengan pertumbuhan yang lebih tinggi membutuhkan kekuatan (yaitu

keinginan untuk tantangan dan pengembangan pribadi) akan merespon

lebih positif untuk pekerjaan diperkaya daripada yang lain. Untuk tujuan

ini, perpanjangan untuk pekerjaan desain telah diusulkan yang akan

membantu organisasi dan pegawai untuk bertahan di dalam organisasi yang

bergejolak.

Adler menyatakan bahwa sistem di mana pegawai melaporkan

persepsi yang lebih tinggi dari berbagai keterampilan, tugas utama,

kewenangan, dan kritikan melaporkan tingkat kepuasan dan motivasi kerja

internal.398

Begitu juga, Lohr et al. menemukan hubungan antara

karakteristik pekerjaan dan kepuasan kerja dan juga menemukan bahwa

hubungan itu kuat bagi karyawan yang tinggi dalam pertumbuhan

membutuhkan kekuatan. Penelitian lain dilakukan oleh Morrison et al.

menemukan bahwa desain pekerjaan yang menyediakan tingkat kontrol

yang tinggi karyawan juga memberikan kesempatan peningkatan untuk

pengembangan dan latihan keterampilan.399

Juga, pengaruh mediasi

pemanfaatan keterampilan dirasakan pada kontrol pekerjaan kepuasan kerja

telah diamati.

Orientasi pasar telah terbukti berhubungan positif dengan kepuasan

kerja pegawai400

dan komitmen pegawai.401

Selain itu, penelitian

mendukung bahwa orientasi pelanggan menyediakan organisasi dengan

pemahaman yang lebih baik dari pelanggan, yang menyebabkan

peningkatan kinerja baik pada individu pegawai dan tingkat organisasi.402

Satu kata kunci terakhir dalam pemberdayaan pegawai ini, yakni kata

398

Nancy J. Adler and Mariann Jelinek, Is ‟‟Organhation Culture” Culture Bound,

Human Resource Management, Spring 1986, Vol. 25, Number 1. 73-90

http://onlinelibrary.wiley.com/doi/10.1002/hrm.3930250106/full 399

Morrison, D., Cordery, J., Girardi, A. and Payne, P. “Job design, opportunities

for skill utilization, and intrinsic job satisfaction”, European Journal of Work and

Organizational Psychology, Vol. 14 No. 1, 2005. 59-79.

http://www.tandfonline.com/doi/abs/10.1080/13594320444000272 400

Bateman, Thomas S. and DennisW. Organ. “Job Satisfaction and the Good

Soldier: The Relationship Between Affect and Employee Citizenship.” Academy of

Management Journal 36: 1983. 587-595. http://amj.aom.org/content/26/4/587.short 401

Jaworski, Bernard J. and Ajay K. Kohli. “Market Orientation: Antecedents and

Consequences.” Journal of Marketing 57 (July): 1993. 53-70.

http://www.jstor.org/stable/1251854?seq=1#page_scan_tab_contents 402

Appiah Adu, Kwaku. “The Impact of Marketing Mix Decisions on Performance:

A Study of Foreign and Domestic Firms in a Liberalized Economy.” Journal of Global

Marketing 13 (2): 1999. 7-30. http://www.tandfonline.com/doi/abs/10.1300/J042v13n02_02

Page 125: BUDAYA ORGANISASI DI UNIVERSITAS SAINS AL- QUR’AN …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/49932... · 2020. 2. 3. · Disertasi BUDAYA ORGANISASI DI UNIVERSITAS SAINS

114

“santun” yang ditanamkan oleh para pendahulu UNSIQ, tetapi tidak

diartikan senyam senyum agar terlihat baik. budaya santun artinya budaya

berhati-hati dan tidak menunjukkan tidak kasar dalam bertutur kata karena

adanya kehalusan budi dan pengendalian diri. Misalnya ketika ada kritikan

dan masukan untuk salah satu pegawai maka sikap yang muncul dalam

meresponnya beragam ada yang reflek marah atau tidak, dengan demikian

kita bisa menilai budaya santun pegawai tersebut. Budaya santun juga akan

berdampak pada kemampuan pegawai memberikan apresiasi terhadap orang

lain, jadi budaya santun perlu ditambahkan dari senyum salam sapa

dilanjutkan menjadi ramah tamah.

2. Peningkatan kompetensi Pegawai UNSIQ

Manajemen pegawai merupakan bagian penting dari tanggung

jawab setiap pemimpin, sehingga pemimpin harus mempertimbangkan

pegawai sebagai aset paling berharga dari sebuah organisasi. Untuk

mempromosikan pemikiran dan ide-ide baru, diperlukan strategi yang tepat

dari pemberdayaan SDM dan desain pekerjaan. Harus ada perencanaan

tenaga kerja yang tepat. Pegawai harus dipilih sesuai dengan pengetahuan,

keterampilan, dan kemampuan yang tepat untuk pekerjaan yang akan

dilakukan. Terlepas dari ini, pegawai harus diberikan pelatihan yang tepat

sehingga dapat meningkatkan tingkat pengetahuan mereka, yang akan

memotivasi mereka untuk melakukan hal terbaik. Perubahan organisasi juga

harus dilakukan untuk kebijakan organisasi untuk mempertimbangkan

manfaat pegawai sehingga pegawai mendapatkan keuntungan dari

kontribusi untuk mencapai tujuan organisasi. Pegawai harus dievaluasi

setiap tahun berdasarkan kinerja mereka, dan pegawai yang berprestasi

harus diapresiasi dengan peningkatan tanggung jawab dan aktualisasi, yang

mengarah pada peningkatan motivasi. Akhirnya, tingkat interaksional harus

ditingkatkan dengan penciptaan kelompok informal sehingga dapat

memenuhi tuntutan sosial dan memotivasi pegawai sebagai representasi

kolektif organisasi. Secara organisasi dijelaskan motivasi terhadap kinerja

pegawai di UNSIQ dikelola melalui ssstem dan regulasi yang jelas, namun

dalam prosesnya ditemu hambatan dan itu bisa menjadi tantangan mencari

peluang meraih keberhasilan.403

UNSIQ dengan proses peningkatan inovasi, perampingan dan

pemutusan kontrak kerja yang terjadi, dan untuk membuat penggunaan

optimal dari pegawai, fleksibilitas harus diinduksi dalam profil pekerjaan

pegawai. jadwal yang fleksibel, jadwal kerja dikompresi, pembagian kerja,

dan telecommuting harus diperbolehkan dalam organisasi sehingga untuk

memanfaatkan secara optimal waktu dan tenaga kerja, sehingga

meningkatkan produktivitas dan kinerja secara keseluruhan. Terlepas dari

membawa fleksibilitas jam kerja, karyawan harus didorong untuk

menghasilkan ide-ide baru dan bijaksana sehingga untuk memecahkan

403

Wawancara dengan Wakil Rektor 2, H. Mahfudz, MA. pada 12 September

2017, pukul 09.00. di ruang Wakil Rektor 2 UNSIQ.

Page 126: BUDAYA ORGANISASI DI UNIVERSITAS SAINS AL- QUR’AN …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/49932... · 2020. 2. 3. · Disertasi BUDAYA ORGANISASI DI UNIVERSITAS SAINS

115

berbagai masalah organisasi dan membuat pekerjaan mereka lebih menarik,

melibatkan, dan secara pribadi menantang, dan karenanya mengarah ke

peningkatan motivasi intrinsik.

Ilmu manajemen ialah disiplin baru yang muncul sebagai salah satu

dimensi utama dalam meningkatkan kinerja karyawan. Dalam skenario ini

persaingan bergolak, dengan manajemen sumber daya manusia, hal itu telah

menjadi penting dalam banyak aspek untuk mengelola pengetahuan yang

tersedia untuk memenuhi tujuan organisasi dan tuntutan. Pengetahuan

dalam perspektif desain pekerjaan adalah manusia dengan menggunakan

kekuatan otak, pengalaman, keterampilan dan kompetensi. Ilmu manajemen

melibatkan penciptaan pengetahuan dan pengetahuan digunakan dalam

proses pengambilan keputusan. Ilmu manajemen melibatkan interaksi

manusia dan sosial, di mana pengetahuan yang tersedia secara mental

diproses, diinterpretasikan, dan diterapkan di tempat kerja. Untuk ini,

seorang pegawai harus termotivasi untuk menerapkan pengetahuan mereka,

kemampuan dan keterampilan untuk pencapaian tujuan organisasi. Terlepas

dari ini, untuk tujuan mengelola pengetahuan dan memotivasi pegawai

untuk kinerja maksimal, begitu juga psikologi pegawai perlu diperhatikan

sehingga ada kemudahan dalam melakukan pekerjaan mereka sendiri.

interaksi bebas dan informal antara pimpinan dan pegawai untuk berbagi

pengetahuan harus diwujudkan dan didukung. Ilmu manajemen juga akan

menyebabkan hasil proaktif atau kinerja. Setelah penyebaran pengetahuan,

pemanfaatan dan akuisisi yang diperlukan secara linear, organisasi

pembelajaran dapat dibuat, dimana ide-ide dan pemikiran baru

dikembangkan, diinterpretasikan, dan diimplementasikan dan pengetahuan

ditransformasikan seluruh sistem dengan tujuan untuk mencapai tujuan

organisasi secara efisien dan menciptakan otonomi pekerjaan, sehingga

memotivasi pegawai mencapai kinerja yang tinggi.

Budaya organisasi melibatkan proses sosialisasi, pemberdayaan

psikologis, dan spiritualitas di tempat kerja. Memotivasi pegawai terhadap

kinerja tinggi sangat dipengaruhi oleh ketepatan budaya dalam organisasi.

Sosialisasi harus diinduksi dalam organisasi, ini dapat dicapai melalui

interaksi sosial antara pegawai dan pimpinan, di mana informasi yang

dikumpulkan mudah berbagi dan disebarluaskan. Juga, pegawai memiliki

kesempatan beradaptasi, menciptakan budaya kepercayaan dan

keterbukaan. Kemudian spiritualitas di tempat kerja,404

menandakan

pegawai memiliki pemikiran, semangat dan berupaya meraih arti dan

keberkahan dalam perkerjaanya, dan keinginan berkomunikasi atau

berinteraksi sebagai warga organisasi tersebut, sehingga membuat

pekerjaan mereka lebih berarti dan memotivasi pegawai tampil di level

tinggi dengan tujuan untuk pengembangan pribadi dan sosial. Juga

pertimbangan faktor internal organisasi dalam merancang tugas, dapat

404

Ashmos, D.P. and Duchon, D. “Spirituality at work: a conceptualization and

measure”, Journal of Management Inquiry, Vol. 9 No. 2, 2000. 134-45.

http://journals.sagepub.com/doi/abs/10.1177/105649260092008?journalCode=jmia

Page 127: BUDAYA ORGANISASI DI UNIVERSITAS SAINS AL- QUR’AN …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/49932... · 2020. 2. 3. · Disertasi BUDAYA ORGANISASI DI UNIVERSITAS SAINS

116

dilihat bahwa mengikuti strategi manajemen yang tepat akan membantu

dalam penciptaan kesempatan untuk pengembangan karir, akuisisi

keterampilan dan kreativitas bagi pegawai. Selain itu, Evaluasi kinerja akan

membantu pegawai untuk mengetahui tingkat motivasi mereka dan

melakukan upaya untuk memperbaiki kinerja mereka. Dalam waktu normal

pegawai UNSIQ dengan sifat agresivitas dan emosionalnya tentunya tidak

diperlukan, namun dalam kondisi tertentu agresivitas dan emosional

diperlukan dengan pengelolaan organisasi yang baik.405

Pemberdayaan adalah strategi yang efektif untuk mempromosikan

keahlian. Ini menciptakan lingkungan yang efektif dan aman di mana

individu dapat memperoleh keterampilan. Yang penting, pemberdayaan

memberikan kesempatan bagi pegawai untuk menerapkan keterampilan

baru, yang kemungkinan akan memperkuat nilai-nilai pengembangan

pribadi. Hal ini dapat dianggap sebagai cara yang efektif untuk

meningkatkan keterampilan dan dapat dianggap sebagai strategi yang

efektif untuk mengelola pengetahuan dalam dua hal; (1) penyediaan sistem

informasi dan dukungan dari para ahli teknis merupakan praktek yang

sistematis untuk menyebarluaskan pengetahuan melalui organisasi; dan (2)

meningkatkan tanggung jawab pengambilan keputusan memiliki potensi

untuk memanfaatkan pengetahuan dan keterampilan, terlihat dari

pengalaman pribadi mereka dan ide-ide untuk meningkatkan efektivitas

sistem kerja.

Perubahan organisasi yang meningkatkan aliran informasi

horizontal dan memberdayakan pegawai untuk membuat keputusan sangat

penting untuk mendapatkan manfaat dari setiap inovasi atau perubahan.406

Kavanaugh menunjukkan bahwa perilaku pemimpin, seperti mendengarkan

sepenuhnya dan memberikan pengakuan positif tentang upaya pegawai

pada kontribusinya selama proses perubahan, akan menentukan bagaimana

individu menanggapi proses.407

Bass menyatakan bahwa kepemimpinan

transformasional adalah kunci untuk menjelaskan bagaimana budaya

organisasi diciptakan dan dipelihara.408

Reaksi afektif pegawai untuk

mengubah secara signifikan berhubungan dengan perilaku kepemimpinan

transformasional seperti menginspirasi orang lain dan menciptakan

405

Wawancara dengan Wakil Rektor 1, Dr. Zaenal Sukawi, MA. pada 21 Agustus

2017, pukul 09.00. di ruang Wakil Rektor 1 UNSIQ. 406

Zammuto, R. F., B. Gifford and E. A. Goodman. 'Managerial ideologies,

organizational culture, and the outcomes of innovation'. 2000. In: N. M. Ashkanasy and C.

P. M. Wilderom (chair), New perspectives on assessing and using the organization-culture in

organization science. Symposium conducted at the meeting of the Academy of Management,

Vancouver, BC. https://espace.library.uq.edu.au/view/UQ:277730 407

Fishman, N. and L. Kavanaugh. 'Searching for your missing quality link',

Journal for Quality and Participation, 12, 1989. 28–32. 408

Bass, B. M. and B. J. Avolio. Improving Organizational Effectiveness through

Transformational Leadership. Sage, Thousand Oaks CA. 1994.

Page 128: BUDAYA ORGANISASI DI UNIVERSITAS SAINS AL- QUR’AN …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/49932... · 2020. 2. 3. · Disertasi BUDAYA ORGANISASI DI UNIVERSITAS SAINS

117

kemudian mengkomunikasikan visi dan misi.409

Beberapa alasan

mendukung harapan bahwa kepemimpinan transformasional akan

meningkatkan kemampuan karyawan untuk menerima perubahan. Pertama,

pemimpin transformasional melampaui bertukar perjanjian kontrak untuk

kinerja yang diinginkan oleh aktif terlibat sistem nilai pribadi pengikut.410

Kedua, pemimpin transformasional berfungsi sebagai model peran untuk

merangsang pengikut untuk berpikir tentang metode yang ada dengan cara

baru dan mendorong mereka untuk menantang nilai-nilai mereka sendiri,

tradisi dan kepercayaan.411

Dalam kehidupan organisasi setiap aktivitas

pasti ada resikonya karena itu diupayakan memanaj resiko menjadi

kesempatan dan keragaman pada situasi yang ambigu atau berhadapan

dengan resiko dan situasi yang ambigu.412

Kemp menyimpulkan bahwa keberhasilan pelaksanaan program-

program baru tergantung pada kemampuan pemimpin untuk menyebarkan

informasi tentang perubahan dan meyakinkan pegawai tentang urgensinya

perubahan.413

Identifikasi Judson pada berbagai teknik pemimpin

mempekerjakan atau resistensi terhadap perubahan, termasuk ancaman dan

paksaan, kritik, persuasi, bujukan dan manfaat, kompromi dan tawar,

jaminan terhadap kerugian pribadi (misalnya, menawarkan keamanan

pekerjaan atau pelatihan kembali kepada pegawai), dukungan psikologis,

partisipasi pegawai, upacara dan upaya lain untuk membangun loyalitas,

pengakuan kelayakan dan legitimasi praktik masa lalu, dan implementasi

secara bertahap dan fleksibel perubahan.414

Rossotti menceritakan proses

yang berkesinambungan dari pertemuan dengan semua jenis stakeholder

dan pegawai.415

2. Relasi Interpersonal Sebagai Bargaining Jaringan Regional UNSIQ

Budaya organisasi di UNSIQ adalah perilaku, nilai, dan asumsi dasar

warga UNSIQ yang tercermin dari keberanian mengambil resiko, agresifitas

409

Avolio, B. J. and B. M. Bass. Manual for the Multifactor Leadership

Questionnaire (Form 5X). Mindgarden, Redwood City, CA. 2002. 410

Gardner, W. L. and B. A. Avolio. 'The charismatic relationship: A dramaturgical

perspective', Academy of Management Review, 23, 1998. 32–58.

http://amr.aom.org/content/23/1/32.short 411

Hater, J. J. and B. M. Bass. 'Superiors evaluations and subordinates' perceptions

of transformational and transactional leadership', Journal of Applied Psychology, 73, 1988.

695-702. http://psycnet.apa.org/fulltext/1989-13808-001.html 412

Wawancara dengan Kabiro Alm. Dr. A. Kholiq, MA. pada 5 Juli 2017, pukul

09.30. di ruang Kabiro UNSIQ. 413

Kemp, Evan J ., Jr. , Robert J . . Funk , and Douglas C . Eadie. Change in

Chewable Bites: Applying Strategic Management at EEOC . Public Administration Review

53 ( 2 ): 1993. 129-134. http://www.jstor.org/stable/976705?seq=1#page_scan_tab_contents 414

Judson, Arnold S. Changing Behavior in Organizations: Minimizing Resistance

to Change . Cambridge, MA : Blackwell. 1991. 415

Rossotti, Charles O. Many Unhappy Returns. Boston: Harvard Business School

Press. 2005.

Page 129: BUDAYA ORGANISASI DI UNIVERSITAS SAINS AL- QUR’AN …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/49932... · 2020. 2. 3. · Disertasi BUDAYA ORGANISASI DI UNIVERSITAS SAINS

118

organisasi, dan perlakuan organisasi terhadap pelanggan organiasi tersebut.

Ketiga karakteristik tersebut diharapkan dapat menjadi strategi organisasi yang

dapat meningkatkan kinerja organisasi.416

Integrasi berfungsi mengukur kemampuan organisasi untuk mensuport

kelompok-kelompok organisasi beroperasi melalui cara-cara yang terkoordinir

dengan baik. Dan integrasi dimaknai sebagai proses penyesuaian diantara

unsur-unsur yang berbeda dalam organisasi sehingga menghasilkan pola

organisasi yang memiliki keserasian fungsi. Dengan kata lain suatu keadaan

dimana individu-individu beradaptasi dengan lingkungan organisasi, namun

masih tetap mempertahankan karakteristik mereka masing-masing. Secara

khusus Schein merincikan pola budaya organisasi yang berasal dari filosoi

organisasi untuk dijadikan media dalam menyelesaikan masalah adaptasi

eksternal maupun integrasi internal.417

David juga menegaskan, dimana budaya

organisasi sebagai model prilaku organisasi yang digunakan untuk adaptasi

eksternal dan integrasi internal para pegawai senior dan kemudian

ditransormasikan pada pegawai yunior.418

Beberapa nilai budaya yang menjadi pedoman di UNSIQ seperti nilai-

nilai budaya akademik dan budaya qur‟ani diimplementasikan dengan sungguh-

sungguh agar terbentuk budaya organisasi yang kokoh, seperti nilai budaya

organisasi yang positif ditaati warga UNSIQ terutama untuk mengatasi berbagai

masalah dalam adaptasi eksternal dan integrasi internal.419

Edgar H Schein mengemukakan bahwa budaya organisasi ialah

seperangkat asumsi dasar atau sistem keyakinan, nilai-nilai dan norma yang

dikembangkan dalam organisasi yang dijadikan pedoman tingkah laku bagi

anggota-anggotanya untuk mengatasi masalah adaptasi eksternal dan integrasi

internal.420

Indikator yang digunakan untuk mengukur dimensi external

adaptation tasks adalah (1) misi (core mission); (2) tujuan (spesific goals); (3)

sarana dasar (basic means); (4) pengukuran keberhasilan (how measure

results); dan (5) strategi cadangan (remedial strategies). Indikator untuk

mengukur dimensi internal integration tasks, meliputi (1) bahasa yang sama

(common language); (2) bpemimpin dalam kelompok (group boundaries); (3)

penempatan status/kekuasaan (status/ power allocation); (4) hubungan dalam

kelompok (pear relationships); (5) penghargaan (rewards); dan (6) bagaimana

mengatur yang sulit diatur (managing the unmanageable). Sedangkan untuk

mengukur dimensi basic underlying assumptions, indikator yang digunakan

416

Wawancara dengan Wakil Rektor 2, H. Mahfud, M.Ag. pada 12 September

2017, pukul 09.00. di ruang Wakil Rektor 2 UNSIQ. 417

Schein, E.H. Organizational Culture and Leadership. (San Francisco: John

Wiley & Sons, Inc. 2004). 17. Lihat juga Yio Cheki, Budaya Perusahaan Cina, Majalah

Usahawan, 1996. 15. 418

David, Fred. R, Manajemen Strategis, Konsep. Edisi Ketujuh, Alih Bahasa

Alexander Sindoro, (Jakarta: Prehallindo, 2004). 419

Wawancara dengan dosen UNSIQ Dr Robingun Suyud El-Syam, M.Pd. pada 1

Oktober 2017, pukul 16.00. di Kediaman Bapak Dr. Robingun Suyud El-Syam, M.Pd. 420

Schein, E.H. Organisational Culture and Leadership. (San Fransis-co: Jossey-

Bass Publisher. 1985). 21.

Page 130: BUDAYA ORGANISASI DI UNIVERSITAS SAINS AL- QUR’AN …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/49932... · 2020. 2. 3. · Disertasi BUDAYA ORGANISASI DI UNIVERSITAS SAINS

119

adalah (1) hubungan dengan lingkungan (relationship to environment); (2)

hakikat kegiatan manusia (nature of human activity); (3) hakikat kenyataan dan

kebenaran (nature of relity and truth); (4) hakikat waktu (nature of time); (5)

hakikat keberadaan manusia (nature of human nature); (6) hakikat hubungan

antar manusia (nature of human relationships); dan (7) homogenitas versus

heterogenitas (homogenity vs heterogenity).

Pada dimensi internal integration tasks, status sebagai institusi

pendidikan yang melaksanakan fungsinya memberikan kekuatan tersendiri

berupa ketentuan-ketentuan yang memungkinkan tercapainya integrasi internal

dan konsep-konsep yang menjadi bahasa bersama. Sebagaimana dipertahankan

oleh para pimpinan UNSIQ tentang asumsi kebijakan yang dikeluarkan;

“berbagai kebijakan yang ditetapkan tidak menjadikan UNSIQ menjadi

organisasi yang kaku karena diikuti dengan proses integrasi yang berlangsung

cepat dan tidak ada pembedaan tingkat. Persepsi bahwa UNSIQ adalah

organisasi yang terbuka, kreatif, ramah, bersih, dan inovatif juga merupakan

kekuatan tersendiri yang harus dikembangkan”421

Kekuatan lain dari dimensi integrasi internal adalah memperlakukan

kesalahan atau kegagalan dengan mencari akar masalahnya, bukan pada

orangnya. Penggunaan penghargaan terutama berupa pujian atas keberhasilan

sebagai bentuk heroic culture patut dipertahankan. Namun hal ini memiliki

kelemahan, yaitu tidak dapat menimbulkan efek jera atau koreksi diri bagi

pegawai yang melakukan kesalahan atau gagal dalam melaksanakan tugas. Oleh

karena itu, mekanisme pemberian sanksi juga perlu dipertegas dan dijalankan

dengan tetap menghargai kehormatan individu, misalnya dengan menerapkan

“put in the penalty box”.

Eektivitas budaya organisasi terletak pada konsistensi dan integrasi

pemikiran dan prilaku anggota organisasi sehingga tercapai tujuan organisasi

dan setiap kegiatan terkoordinir dengan baik. Konsistensi adalah kemampuan

anggota organisasi memegang teguh nilai dan keyakinan organisasi. Namun

konsistensi dalam organisasi juga tidak mudah dikoordinir dan diintegrasikan

pada berbagai kelompok didalam organisasi. Surat Ali Imron ayat 112

berbunyi:

ي لمثٱهغني ضبج وايأ ثقف لناسٱويلوحت للٱويلبت إلا

Artinya: “Mereka diliputi kehinaan di mana saja mereka berada,

kecuali jika mereka berpegang kepada tali (agama) Allah dan tali

(perjanjian) dengan manusia”

Ayat tersebut menunjukkan perintah Allah Swt kepada Ahli Kitab agar

berpegangan pada din Allah dan aturan-aturan-Nya. Dijelaskan kepada manusia

betapa pentingnya beragama dan menjalankan kebragamaannya karena tidak

421

Wawancara dengan Rektor UNSIQ Dr. KH Muchotob Hamzah MM. pada 23

Oktober 2017, pukul 08.00. di ruang Rektor UNSIQ.

Page 131: BUDAYA ORGANISASI DI UNIVERSITAS SAINS AL- QUR’AN …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/49932... · 2020. 2. 3. · Disertasi BUDAYA ORGANISASI DI UNIVERSITAS SAINS

120

ada hal yang dapat menyelamatkan manusia dari kehinaan kecuali agama dan

syariat agama.422

Integrasi internal terkait dengan beberapa aspek,423

aspek bahasa dan

konsep, penting kiranya setiap individu memahami banyak wawasan tentang

bahasa agar tidak merasa kesulitan dalam berinteraksi, sedangkan batas

kelompok bisa dengan mudah dipahami dari spesifikasi pekerjaan namun tetap

tidak boleh untuk melampaui batas-batas tersebut. Kedua isu tesebut menjadi

prioitas UNSIQ untuk menentukan kesamaan dan etika dalam berbahasa, dalam

arti anggota organisasi bisa menggunakan bahasa sesuai latabelakangnya tetapi

penggunaan bahasa yang bersifat sopan santun dan jelas. Dengan cara

demikian, pegawai UNSIQ mampu secara otomatis memahami teman sesama

UNSIQ maupun teman dari luar UNSIQ.

Kemudian juga terkait kekuasaan atau otonomi kewenangan yang

dimiliki harus dihormati dan dihargai, dan yang terakhir adalah imbalan yang

diibaratkan sebagai pemantik motivasi kerja anggota organisasi. Dan juga

terkait norma sosial, kasih sayang dan persahabatan. Disinilah letak pentingnya

nilai-nilai qur‟ani yang melandasi terciptanya relasi interpesonal yang positif

diantara pegawai UNSIQ. Kontrol organisasi yang dilakukan juga akan sangat

mudah dilakukan karena hubungan kekeluargaan yang tercipta dari

pengaplikasian konsep relasi intepesonal tersebut.

Selanjutnya isu rewards dan punishment, dan terakhir isu idiologi.

Kembali pada konsep hofstede, konsep tentang ketidakpastian masa depan perlu

diperjelas kembali. Langkah UNSIQ untuk menanggulangi hal ini, adalah

kepastian promosi jabatan atau karir, motivasi untuk melanjutkan studi,

penghargaan terhadap setiap upaya pegawai meningkatkan kualitas pelayanan

dan pendidikan di UNSIQ.

Hakikat budaya organisasi adalah hablun mina Allah dan hablun minan

Naas, sebagai 2 faktor pembentuk budaya organisasi. Zamakhsyari

menambahkan “dan berkumpullah atas apa yang kamu minta dengan Allah dan

kekuatanmu dengan-Nya, dan janganlah berpisah dari-Nya. Atau berkumpullah

dengan pegangan janji-Nya kepada hamba-hamba-Nya yaitu keimanan dan

ketaatan”. Nilai dari hablum min allah dan hablum minan naas yakni bersatunya

individu atau kelompok dalam organisasi atau integrasi internal. Bentuk-bentuk

yang ditampilka dari ayat diatas dapat dipahami bahwa untuk menguatkan

organisasi dibutuhkan persamaan tujuan, persamaan strategi, persamaan asumsi

dasar, demikian itu semua disebut budaya organisasi. Sehingga, dengan itu

semua menjaga life cyfcle organisasi atau kelompokf

Integrasi dapat diartikan bagaimana unit-unit di dalam organisasi

didorong untuk menjalankan kegiatanya dalam satu koordinasi yang baik, yaitu

seberapa jauh keterkaitan dan kerjasama ditekan dan seberapa dalam rasa saling

ketergantungan antar sumber daya manusia ditanamkan. Budaya organisasi

422

Jalaluddin Muhammad bin Muhammad al-Mahily dan Jalaluddin Ar-Rahman

bin Abu Bakar as-Suyuthi, Tafsir Jalalain, (Beirut: Daru Shaadir, 2003). 64. 423

Schein, E.H. Organizational Culture and Leadership. (San Francisco; John

Wiley & Sons, Inc. 2004).

Page 132: BUDAYA ORGANISASI DI UNIVERSITAS SAINS AL- QUR’AN …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/49932... · 2020. 2. 3. · Disertasi BUDAYA ORGANISASI DI UNIVERSITAS SAINS

121

yang kuat merupakan kunci kesuksesan sebuah organisasi. Budaya organisasi

mengandung nilai-nilai yang harus dipahami, dijiwai, dan dipraktikkan bersama

oleh semua individu/kelompok yang terlibat didalamnya. Budaya organisasi

yang berfungsi secara baik, mampu untuk mengatasi permasalahan adaptasi

eksternal dan integrasi internal dan apabila organisasi dapat mengadaptasi

budaya organisasi dengan baik, mafka organisasi akan berjalan fdengan baik

karena organisasi bergerak seirama dengan budaya yang berlaku didalamnya.

Perguruan tinggi sebagai suatu organisasi harus memiliki: (a)

kemampuan untuk hidup,tumbuh berkembang dan melakukan adaptasi dengan

berbagai lingkungan yang ada, dan (2) integrasi internal yang memungkinkan

perguruan tinggi untuk hidup, tumbuh, berkembang, dan melakukan adaptasi

dengan berbagai lingkungan yang ada. Oleh karenanya suatu organisasi

termasuk perguruan tinggi harus memiliki pola asumsi-asumsi dasar yang

dipegafng bersama seluruh warga sekolah. Dalam kaitan dengan kultur

sebagaimana pengetian di atas maka kultur sekolah merupakan pola dasar,

asumsi, sistem nilai-nilai keyakinan dan kebiasaafn-kebiasaan serta berbagai

bentuk produk di sekolah yang akan mendorong semua warga kampus untuk

bekerjasama yang didasarkan saling percaya mempercayai, mengundang

partisipasi seluruh warga, mendorofng munculnya gagasan-gagasan baru, dan

memberikan keempatan untuk terlaksananya pembaharuan di perguruan tinggi

menuju kualitas yang terbaik.

Langkah-langkah yang dilakukan UNSIQ untuk beradaptasi terhadap

lingkungan eksternalnya dan mempertahankan kelangsungan hidup organisasi;

pertama mempferoleh pemahaman yang dibagi berkaitan dengan misi inti,

tugas pokok, dan fungi yang terlihat maupun tidak dari keberadaan organisasi.

kedua membangun konsensus terhadap tujuan-tujuan yang berasal dari misi inti

organisasi. ketiga membangun konsensus terhadap cara-cara yang digunakan

untuk mencapai tujuan-tujuan, seperti struktur organisasi, pengelompokan

pekerja, system reward dan system kekuasaafn. keempat membangun konsensus

terhadap kriteria-kriteria yang digunakan untuk mengukur bagaimana baiknya

kelompok bekerja untuk mencapai tujuan-tujuan organisasi, seperti system

informasi dan pengendalian. kelima membangun konsensus terhadap ketepatan

dari tindakan perbaikan atau strategi perbaikan yang digunakan jika tujuan-

tujuan tidak terpenuhi.424

Pada akhirnya, orientasi jangka panjang UNSIQ terhadap

peningkatan setiap aspek organisasi termasuk aspek ekonomi, harus

berdasarkan agama, walaupun dengan adanya statemen tidak ada

larangan dalam hal itu, namun tentu dengan konsekuensi sesuai dengan

bpemimpin dan arahan al-Qur‟an. Dengan demikian profit yang

dijalankan harus disesuaikan dengan keseimbangan, ayat tentang

424

Analisis kegiatan UNSIQ dalam proses komunikasi dengan pihak luar

Universitas, Diadaptasi dari Schein, E.H. Organizational Culture and Leadership. (San

Francisco: John Wiley & Sons, Inc. 2004).

Page 133: BUDAYA ORGANISASI DI UNIVERSITAS SAINS AL- QUR’AN …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/49932... · 2020. 2. 3. · Disertasi BUDAYA ORGANISASI DI UNIVERSITAS SAINS

122

mizan425 dengan menggunakan teori equilibrium, segala hal bisa profit

atau tidak berbasis keseimbangan. Bisa jadi seseorang bekerja

professional tetapi tidak profit karena melihat adanya keseimbangan,

seperti adanya seorang dokter atau ahli lainnya yang bekerja tidak ingin

dihargai dengan materi karena dia melihat butuh sesuatu pengabdian

pada pengguna jasa itu, tetapi dia paham jasanya itu harus dilihat profit

dengan melihat keseimbangan keluarganya atau yang lainnya, maka yang

seperti itu tidak bisa dikatakan salah.426 Budaya yang bersifat profit

diwujudkan dari kekuatan anggaran yang bersumber dari mahasiswa dan

pemerintah daerah, provinsi (APBD dan APBN), pendampingan usaha

(minimarket), trevel transportasi, mini bank, bengkel dan laboratorium

akademik. Dan Budaya yang bersifat profit diwujudkan dari penawaran

beasiswa.427

3. Relas interpersonal sebagai Asas Pengembangan Mutu Dosen

Manajemen organisasi perlu memberikan lebih banyak kesempatan

untuk pemberdayaan dosen. Di sisi lain, para dosen juga harus menggunakan

kewenangan yang diberikan dengan bijaksana. Sangat mudah untuk berbicara

tentang pemberdayaan, namun untuk benar-benar membuat kenyataan adalah

tantangan lain. Para dosen sendiri harus memiliki kesadaran tentang perlunya

bagi mereka untuk berubah. Mereka juga perlu diberi kesempatan agar mereka

bisa menyadari bahwa mereka bisa melakukan perubahan jika mereka ingin dan

diberikan kebebasan untuk melakukan perubahan tersebut.

Dalam pengelolaan lembaga, ada keragaman besar dalam hal latar

belakang sosial-budaya, politik, agama, dan ras diantara dosen. Keragaman ini,

dengan hadirnya hubungan dosen yang tepat dapat menciptakan lingkungan

perguruan tinggi yang mempersiapkan dosen untuk hidup dan bekerja secara

nyaman dalam kondisi sosial-budaya yang beragam. Hal ini juga

mempersiapkan para dosen untuk menghadapi peningkatan persaingan dunia

akademik yang kompleks. Selain itu, hubungan interpersonal dalam keragaman

memungkinkan untuk regenerasi, kemajuan dan penyebaran pengetahuan

sebagai salah satu karakteristik misi utama pendidikan. Adapun, hubungan yang

sehat antara dosen dan mahasiswa dapat mempengaruhi integrasi akademik,

personal dan sosial mahasiswa dalam pendidikan tinggi. Hal ini dapat dikaitkan

dengan fakta bahwa hubungan dosen dengan mahasiswa baik di dalam dan di

luar kelas sangat penting memunculkan motivasi dan keterlibatan mahasiswa

dalam segala aspek kehidupan akademis. UNSIQ menyadari bahwa civitas

akademik memainkan peran urgen untuk pengelolaan perguruan tinggi.

425

QS Ar-Rohman ayat 7-9 426

Wawancara dengan Rektor UNSIQ Bapak Dr. KH Muchotob Hamzah. MM.

pada 23 Oktober 2017, pukul 08.00. di ruang Rektor UNSIQ. 427

Wawancara dengan Kabiro Bapak Alm. Dr. Abdul Kholiq, MA. pada 6

Nopember 2017, pukul 11.00. di ruang Kabiro UNSIQ.

Page 134: BUDAYA ORGANISASI DI UNIVERSITAS SAINS AL- QUR’AN …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/49932... · 2020. 2. 3. · Disertasi BUDAYA ORGANISASI DI UNIVERSITAS SAINS

123

Berdasarkan atas hal tersebut, UNSIQ berusaha mengelola SDM secara

profesional.

Sebagaimana dibuktikan oleh bapak kabiro; Terkait hal tersebut,

UNSIQ memberikan pedoman tertulis bagi warga UNSIQ yaitu Buku Pokok-

Pokok Kepegawaian. Di dalam pedoman tersebut diatur berbagai hal terkait

dengan pengelolaan SDM: perencanaan rekrutmen, seleksi, penempatan,

pengembangan karir, penghargaan, dan saksi. Semua proses dilakukan secara

transparan, adil dan dapat dipertanggungjawabkan. Sumber daya manusia di

UNSIQ dibedakan menjadi dua; dosen dan tenaga kependidikan. Proses

pengelolaan diantara keduanya memiliki persamaan dan perbedaan.428

Berdasarkan hasil penelitian, perencanaan rekruitmen dilakukan secara

cermat dan berjenjang. Rekrutmen didasarkan kepada kebutuan pengembangan

UNSIQ di masa depan agar visi, misi, tujuan, dan strategi yang telah ditetapkan

dapat tercapai dengan baik. Dengan demikian diharapkan tenaga kependidikan

dan dosen yang terpilih memiliki kualifikasi yang diinginkan oleh UNSIQ

dantidak terjadi kekurangan atau kelebihan dosen dan administratif.

Perencanaan rekrutmen dimulai di unit-unit kerja yang ada di UNSIQ. Unit-unit

berhak merencanakan kebutuan SDM yang dibutuhkan dan mengusulkan ke

rektor melalui rekomendasi kepala unit kerja masing-masing. Perencanaan

penambahan dosen atau tenaga kependidikan didasarkan atas beberapa indikator

seperti jumlah mahasiswa yang diterima setiap tahun, jumlah lulusan,

penambahan prodi atau pengembangan unit kerja baru. Semua didasarkan

kajian mendalam dan masukan dari berbagai pihak baik internal maupun

eksternal. Rektor dan yayasan membentuk tim yang mengkaji tentang usulan

penambahan SDM yang diusulkan oleh unit-unit kerja. Hasil kajian diberikan

kepada rektor. Formasi rekruitmen tetap menjadi wewenang rektor dan yayasan.

Sistem rekrutmen pegawai UNSIQ berdasarkan kepada Buku Pokok-

Pokok Kepegawaian. Proses rekruitmen pegawai UNSIQ didasarkan atas

prinsip netral, objektif, bebas dari KKN (Korupsi, Kolusi dan Nepotisme) dan

transparant. Ini dapat dibuktikan dengan adanya beberapa indikator dalam

system rekrutmen tersebut, antara lain; formasi rekruitmen didasakan atas

kebutuhan, setiap WNI yang memenuhi syarat berhak mengikuti seleksi, seleksi

tidak dipungut biaya apapun, pengumuman seleksi diumumkan secara luas

kepada masyarakat, hasil seleksi diumumkan secara terbuka dan tidak sedang

tersangkut kasus pidana. Setelah calon dosen dinyatakan lulus, maka akan

diangkat oleh Rektor sebagai calon dosen tetap dan wajib menjalani masa

percobaan minimal selama satu tahun dan maksimal selama dua tahun. Mereka

akan ditempatkan di unit-unit yang mengusulkan. Apabila selama masa

percobaan memenuhi persyaratan yang diminta UNSIQ, maka mereka dapat

diangkat menjadi dosen tetap. Sebaliknya, jika tidak memenuhi, mereka

diberhentikan dengan hormat.

Saat ini UNSIQ mempunyai dosen tetap sebanyak 217 orang dan

tenaga kependidikan sebanyak 81 orang. Untuk mengembangkan karir dosen,

428

Wawancara dengan Kabiro Alm. Dr. A. Kholiq, MA. pada 5 Juli 2017, pukul

09.30. di ruang Kabiro UNSIQ.

Page 135: BUDAYA ORGANISASI DI UNIVERSITAS SAINS AL- QUR’AN …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/49932... · 2020. 2. 3. · Disertasi BUDAYA ORGANISASI DI UNIVERSITAS SAINS

124

UNSIQ melaksanakan pengembangan karir dalam bentuk pelatihan dan

pendidikan. Sedangkan tenaga kependidikan selain dalam bentuk pelatihan dan

pendidikan juga melalui promosi jabatan struktural. Adapun pembinaan civitas

akademik UNSIQ secara gradual dilakukan oleh pihak universitas. Model

pembinaan antara lain dilakukan secara selektif dan berkelanjutan. Salah satu

contoh dari pembinaan internal adalah pembinaan disiplin dan kinerja setiap

hari senin dan pembinaan agama setiap hari Jum‟at, rapat pimpinan setiap awal

bulan, rapat koordinasi pimpinan unit setiap semester, Qur‟anic Spiritual

Building (QSB) setiap semester dan rapat kerja tahunan. Sementara pembinaan

eksternal meliputi studi lanjut S2 dan S3, seminar, pelatihan, workshop, studi

banding dan lainnya. Dosen yang akan studi lanjut S2 dan S3 harus

berkoordinasi dan mendapat ijin dari pimpinan. Program studi yang dipilih

harus sesuai dengan program studi di jenjang pendidikan sebelumnya. Dengan

demikian, keilmuan dan keahlian yang dimiliki dosen terus berkembang.

Kebijakan ini juga berlaku untuk tenaga kependidikan.

Untuk meningkatkan kemampuan dosen dalam hal kegiatan penelitian

dan pengabdian masyarakat, UNSIQ Wonosobo membentuk lembaga yang

bernama Lembaga Penelitian, Penerbitan, Pengabdian Masyarakat dan

Pembinaan Bahasa (LP3M-PB). Melalui lembaga ini dosen dibina lewat

pelatihan baik yang dilakukan secara internal maupun mengundang pakar dari

luar. Disamping itu, dosen juga dikirim ke pelatihan yang diselenggarakan oleh

pihak luar seperti Kopertis Wilayah VI atau universitas lain. Terkait dengan

pembiayaan penelitian, dosen didorong untuk mengikuti Hibah penelitian dan

pengabdian masyarakat yang diselenggarakan oleh DIKTI. Setiap tahun tahun

jumlah proposal yang lolos dan didanai oleh DIKTI selalu meningkat. Pihak

LP3M-PB juga menyediakan dana walaupun belum sebesar dana dari DIKTI.

UNSIQ mendukung penuh kepada peningkatan karir dosen dengan cara

penguasaan bahasa asing. Saat ini buku-buku teks sebagian berasal dari luar

negeri dan persyaratan untuk S2 dan S3 juga ada yang dalam bentuk tes bahasa

Inggris tertulis seperti TOEFL atau tes bahasa Inggris sejenis. Oleh karena itu

universitas lewat LP3M-PB memberi fasilitas kepada dosen untuk

meningkatkan kemampuan mereka dalam bahasa Inggris dalam bentuk

pembinaan bahasa Inggris. Kegiatan ini dilakukan setiap hari Senin setelah apel

pagi. Pembinaan tenaga kependidikan dalam meningkatkan keterampilan dan

wawasan adalah mendelegasikan civitas akademik mengikuti acara-acara

peningkatan kualitas tenaga pendidik maupun tenaga kependidikan. Tenaga

kependidikan juga dilibatkan dalam kepanitian baik untuk kegiatan yang

dilakukan oleh universitas maupun fakultas. Diharapkan mereka mampu

mengorganisasi sebuah kegiatan di suatu hari kelak.

Untuk meningkatkan kinerja dosen /tenaga kependidikan di lingkungan

UNSIQ, diberlakukan kebijakan penghargaan dan sanksi. Penghargaan

diberikan kepada mereka yang mendapat prestasi dalam bidang tertentu atau

melaksanakan tugasnya dengan baik. Bidang tertentu tersebut misalnya dalam

bidang olah raga, seni, iptek, penelitian atau pengabdian masyarakat. Sementara

dalam bidang tugasnya, semua pegawai juga mendapat penghargaan, misalnya

bagi dosen yang dapat mengajar minimal 75 % dan menyerahkan soal ujian,

Page 136: BUDAYA ORGANISASI DI UNIVERSITAS SAINS AL- QUR’AN …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/49932... · 2020. 2. 3. · Disertasi BUDAYA ORGANISASI DI UNIVERSITAS SAINS

125

nilai tepat waktu dan tertib dalam mengisi presensi mahasiswa akan mendapat

penghargaan. Sementara bagi pegawai administratif yang dapat mengisi

ESBED, KHS, KRS tepat waktu juga akan mendapatkan perhargaan.

Penghargaan bentuknya bervariasi dari mulai ucapan selamat, hadiah berupa

barang, maupun kenaikan jabatan struktural. Ucapan selamat bisa dilakukan

secara lesan ketika apel pagi di hari Senin atau secara tertulis yang diberikan

oleh pimpinan universitas maupun fakultas ataupun waktu rapat kerja

universitas. Bahkan UNSIQ juga telah melaksanakan program pensiun untuk

semua pegawai dengan bekerja sama dengan Bank Jateng dan BNI sebagai

penghargaan atas kesetiaan kepada universitas.

Apabila dosen atau tenaga kependidikan melakukan pelanggaran, baik

ringan, sedang, maupun berat, UNSIQ akan memberikan punishment secara

edukatif. Tindakan indisipliner yang dilakukan oleh civitas akademik UNSIQ

terlebih dahulu dibahas oleh Komisi Disiplin Fakultas, jika dianggap

membahayakan UNSIQ maka akan direkomendasikan pada Komisi Disiplin

UNSIQ, jika belum ditemukan penyelesaian pada tingkat Fakultas. Bentuk

punishment berbeda-beda tergantung tingkat pelanggaran, misalnya teguran

secara lisan, tertulis, penundaan kenaikan pangkat, penurunan jabatan,

dilanjutkan dengan pemberhentian dari jabatan berdasarkan pada Buku

Pedoman Pokok-Pokok Kepegawaian UNSIQ.

Akademisi adalah sebuah keniscayaan. Hal ini dimaksudkan bahwa

disiplin keilmuan, cara kerja, dan karir yang berbeda telah menciptakan profesi

yang beragam antara akademisi. Selain itu, misi kelembagaan tertentu telah

mengakibatkan variasi prioritas dosen dan beban kerja. Dosen dengan jenis

kelamin, kelompok bidang pendidikan, dan tingkatan pendidikan

mempengaruhi pengalaman mereka. Mereka bekerja dalam master matriks di

mana mereka adalah bagian dari berbagai kelompok dan departemen, perguruan

tinggi tertentu atau universitas, sistem nasional pendidikan tinggi, dan profesi.

Kemudian implementasi nilai-nilai profesi akademik antara lain perlakuan adil

terhadap pelanggan akademik, karena ide-ide yang dimunculkan dari dosen

sebagai pedoman yang paling berharga dalam dunia akademik, maka dosen

diharapkan untuk menghindari plagiarisme atau pemalsuan. Serta kolegialitas

dimunculkan sebagai kerangka ideal untuk interaksi dosen serta pengambilan

keputusan institusional. Norma-norma profesional dosen adalah menghormati

kebebasan akademik dengan mendukung rekan-rekan. Seiring dengan nilai ini

adalah kepercayaan bahwa universitas atau perguruan tinggi adalah sebuah

komunitas ahli yang bekerja sama untuk mengatur lembaga. Dan terakhir yang

melandasi profesi akademis di seluruh disiplin ilmu dan lembaga adalah

komitmen layanan untuk masyarakat. Dosen tidak hanya menghasilkan

pengetahuan tetapi juga mengirimkan budaya akademik dalam mendidik orang-

orang muda.

Hasil studi menunjukkan bahwa lingkungan interpersonal mahasiswa

termasuk interaksi dengan teman sebaya dan dosen memiliki dampak terbesar

Page 137: BUDAYA ORGANISASI DI UNIVERSITAS SAINS AL- QUR’AN …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/49932... · 2020. 2. 3. · Disertasi BUDAYA ORGANISASI DI UNIVERSITAS SAINS

126

pada perubahan asumsi, nilai-nilai, sikap, keyakinan dan tindakan mahasiswa,429

oleh karena itu hubungan dosen-mahasiswa harus ditingkatkan dalam

pendidikan tinggi. Dengan dukungan lingkungan kerja dosen yang

memungkinkan seperti penyediaan kantor, fasilitas pengajaran dan reward. Hal

ini berdampak pada menigkatnya komitmen dosen untuk lembaganya sehingga

mereka memiliki waktu yang cukup berkomunikasi dengan mahasiswa dan

rekan kerja selama waktu kerja. Konsep mahasiswa sebagai objek pendidikan

memiliki implikasi lebih lanjut untuk kontrol dosen selama proses

pembelajaran.430

Hubungan dosen-mahasiswa bertumpu pada pengertian

tentang transformasi of knowledge (perkuliahan), kerjasama dan saling

tanggung jawab. Asumsinya adalah bahwa mahasiswa akan berpartisipasi

dalam proses belajar yang ditandai dengan dialog dan wacana antara mahasiswa

dan dosen yang menuntut kerjasama mahasiswa, keterlibatan dalam tugas-tugas

yang berhubungan dengan grup, tatap muka interaksi dosen-mahasiswa dan

perkuliahan, misalnya, menghadiri kelas dan menyelesaikan tugas.

Kepuasan pelanggan pendidikan dapat diukur dari kesan pertama

pelayanan maupun out put.431

Dosen akan mampu mengukur kepuasan

mahasiswa pertama kalinya menggunakan metode survei setelah akhir periode

mengajar. Dosen juga bisa mengukur tingkat kepuasan komulatif mahasiswa

menggunakan metode yang sama setelah selesainya kelas atau di akhir

semester. Kualitas pembelajaran dapat dibagi menjadi empat dimensi utama

yang mengajar, penilaian, bimbingan dan pelatihan. Mengajar membutuhkan

dosen untuk berperilaku dalam cara tertentu untuk membantu orang lain

mencapai potensi maksimal dalam semua aspek. Sedangkan kualitas pelayanan

dapat dibagi menjadi dua aspek utama: layanan inti dan layanan tambahan.

Kedua layanan memainkan peran penting dalam mempengaruhi kepuasan

pelanggan. Oleh karena itu, ini mungkin menunjukkan bahwa selain

memberikan pengajaran yang efektif, dosen juga harus memperhatikan siswa

kenyamanan dan fasilitas seperti ini juga akan memberikan kontribusi untuk

siswa tingkat kepuasan.

Pendidikan yang lebih tinggi saat ini dipandang sebagai perusahaan

bisnis seperti, dimana mahasiswa sebagai konsumen mencari hubungan bisnis

seperti dengan dosen yang memberikan pengetahuan, keterampilan dan

kompetensi yang dia inginkan.432

Akibatnya, untuk dapat memenuhi

pendidikan, penelitian dan fungsi informasi di abad ke-21, perguruan tinggi

429

Whitt E, Edison MI, Pascarella ET, Terenzini PT, Nora M. Impact of College on

Students. J. of Higher Educ.12 (2), 2001. 172-204.

http://www.tandfonline.com/doi/abs/10.1080/00221546.2001.11778877 430

Parker, M. & Jary, D. The McUniversity: organisation, management and

academic subjectivity, Organization, 2, 1995. 319-338.

http://journals.sagepub.com/doi/abs/10.1177/135050849522013 431

Tang Swee Mei & Lim Kong Teong. Hubungan Antara Kualiti Pengajaran dan

Pembelajaran dengan Kepuasan Pelajar: Satu tinjauan. Vol 3, No. 1. 2002.

http://repo.uum.edu.my/427/ 432

Newton RR. For-Profit and Traditional Institutions: A Comparison.

International Higher Education, No.1 2002.17-19.

Page 138: BUDAYA ORGANISASI DI UNIVERSITAS SAINS AL- QUR’AN …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/49932... · 2020. 2. 3. · Disertasi BUDAYA ORGANISASI DI UNIVERSITAS SAINS

127

perlu menyadari pentingnya masalah ini muncul.433

Hubungan dosen dengan

mahasiswa dipandang sebagai uluran tangan di mana mahasiswa merasakan

bahwa dosen memiliki hal yang menarik, hal ini biasanya dapat menghindarkan

perasaan negatif mahasiswa terhadap perguruan tinggi sehingga mahasiswa

tetap dalam perguruan tinggi tersebut. Menurut Peterson hubungan tersebut

merupakan integrasi sosial yang didefinisikan sebagai persepsi mahasiswa

tentang sistem sosial, yang meliputi interaksi dengan teman sebaya dan kontak

informal dengan dosen dan tenaga lain dalam sebuah lembaga pendidikan.434

Norma-norma, nilai-nilai, sikap dan etika yang ada dalam perguruan tinggi baik

secara formal maupun informal merupakan dasar dari modal sosial yang

diperlukan sebagai penerapan budaya kohesif; dasar tata kelola yang baik dan

sistem politik yang demokratis.435

Lingkungan seperti itu, UNSIQ membantu mahasiswa-mahasiswanya

untuk mengembangkan kualitas-kualitas yang menurun bahkan menghilang

dengan terus meningkatkan belajar keterampilan dan kepemimpinan yang baik.

Dengan demikian, semakin terlihat pentingnya hubungan dosen dengan

mahasiswa di dalam maupun di luar kelas memberikan motivasi lebih dan juga

dapat melibatkan mahasiswa dalam segala aspek kehidupan akademiknya.436

Hal ini mungkin karena identifikasi mahasiswa dengan dosen sebagai teladan

yang telah diakui penting untuk akuisisi keterampilan yang baik.437

Keyakinan

terhadap perilaku dan tindakan dosen dipengaruhi oleh sikap, dimana sikap

dipandang sebagai penyebab dan perilaku sebagai efek.438

Ini berarti jika

mahasiswa memahami hubungan dosen dengan mahasiswa tidak relevan, ketika

mereka bersikap negatif terhadap lingkungan perguruan tinggi. Hal ini karena

interaksi antara mahasiswa dan karakteristik perguruan tinggi yang meliputi

interaksi dengan dosen mempengaruhi perilaku fisik mahasiswa, penyaringan

433

World Bank. Constructing knowledge societies: New Challenges for Tertiary

Education. Washington DC. 2002. 434

Peterson SL, Patricia KJ,Schwarz SA. Quality Improvement in Higher

Education. Implications for Student Retention. Journal on Quality in Higher Education, 3

(2), 1997.131-141 http://www.tandfonline.com/doi/abs/10.1080/1353832970030204 435

Ngara E. The African University and Its Mission for Improving the Delivery of

Education Institutions. Roma: Institute of Southern African Studies. 1995. 436

Okwilagwe EA. Nigerian Students‟ Perception of Academic Departments as a

Teaching and Learning Environment. An Interdisciplinary International Research Journal,

68, 2002. 1-14 http://journals.sagepub.com/doi/abs/10.7227/RIE.68.1?journalCode=riea 437

Ronning WM. College Quality Programmes: Implementation and Effects. J. of

Quality in Higher Edu., 3(2), 1997.113-129

http://srhe.tandfonline.com/doi/abs/10.1080/1353832970030203#.WnwBVPlubIU 438

Micah C. Chepchieng, Stephen N. Mbugua and Mary W. Kariuki, University

students‟ perception of lecturer-student relationships: a comparative study of Public and

Private Universities in Kenya, Educational Research and Reviews Vol. 1 (3). 80-84. June

2006. https://eric.ed.gov/?id=EJ903180

Page 139: BUDAYA ORGANISASI DI UNIVERSITAS SAINS AL- QUR’AN …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/49932... · 2020. 2. 3. · Disertasi BUDAYA ORGANISASI DI UNIVERSITAS SAINS

128

kognitif tentang apa yang mereka alami dan dalam domain afektif, persepsi dan

sikap terhadap lingkungan kampus.439

Pemberdayaan dosen dan tenaga kependidikan lainnya di UNSIQ

merupakan suatu langkah investasi, Investasi itu tentunya berkaitan dengan

perspektif masa depan, maka dalam kondisi tersebut baik mudah atau sulit,

maka investasi menjadi prioritas secara lahiriah maupun batiniyah. Sedangkan

tekanan untuk menjaga hubungan baik dengan teman suatu keharusan dan

kebaikan meskipun menambah biaya, karena untuk melakukan perubahan

memerlukan kedekatan personal, emosional, professional, dan spiritual.

Harapan akan hasil yang cepat itu manusiawi dengan catatan ada cara dan

proses yang dapat dipertanggungjawabkan dan menimbulkan berkah. Hasil atau

prestasi perlu diperjuangkan namun tanpa ada rekayasa untuk merubah cara

yang benar menjadi kabur dan akhirnya salah dan sebaliknya

439

Williams TE. Student-Institution Fit: Linking Campus Ecology to Enrollment

Management. Campus Ecologist, Vol. IV (4), 1986. 22-25

Page 140: BUDAYA ORGANISASI DI UNIVERSITAS SAINS AL- QUR’AN …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/49932... · 2020. 2. 3. · Disertasi BUDAYA ORGANISASI DI UNIVERSITAS SAINS

129

BAB VI

INTEGRASI HUMANIS-QUR’ANI DALAM PENGEMBANGAN

BUDAYA ORGANISASI DI UNSIQ

Pada bab ini memberikan pemahaman tentang konsep integrasi Humanis-

Qur‟ani, sebagaimana ditegaskan dalam al-Qur‟an surat ar-Ra‟ad ayat 29, yakni;

الييٱ اوغىن يممصنحجٱءاو وحص ه ل اببطبArtinya: Orang-orang yang beriman dan beramal saleh, bagi

mereka kebahagiaan dan tempat kembali yang baik

Fitrah manusia adalah menyukai nilai-nilai baik dan benar baik secara logika

ataupun tidak. Kemudian pada kontekstualisasi al-Qur'an yakni sebuah konsep besar

dan tinggi berfungsi menjadi pedoman hidup manusia, untuk menjadi manusia yang

berbudi pekerti luhur, bersikap komit akan kebaikan dan kebenaran dalam

kehidupannya, terutama dalam membangun dan menjaga suatu organisasi.

Aktualisasi dalam berorganisasi seperti menjadi panutan, menekankan sikap

perhatian terhadap lingkungan organisasi, berempati, memunculkan semangat bagi

rekan-rekan kerja, membangun budaya organisasi yang positif. Demikian

kesimpulan yang akan dibangun dari konsep Humanis-Qur‟ani. Sebagaimana

dijelaskan dalam al-Qur‟an; "Yang telah menciptakan tujuh langit berlapis-lapis.

Kamu sekali- kali tidak melihat pada ciptaan Tuhan Yang Maha Pemurah sesuatu

yang tidak seimbang. Maka lihatlah berulang-ulang, adakah kamu lihat sesuatu

yang tidak seimbang?"(QS al-Mulk surat 67 ayat 3) Hukum keseimbangan, "Segala

sesuatu yang kita ketahui sesungguhnya adalah bentuk sebab-akibat yang saling

berhubungan, dimana keduanya terikat oleh hukum keseimbangan aksi-reaksi yang

setara dan stabil".

1. Transformasi Nilai-Nilai Qur’ani dalam Budaya Organisasi

Transormasi nilai-nilai Qur‟ani pada proses pembudayaan yakni

diawali dengan pemahaman nilai-nilai Qur'ani, kemudian proses bertafakur atau

berfikir sebagai pedoman dalam berprilaku, dan dilanjutkan dengan proses

beramal atau berprilaku sebagai ejawantah nilai-nilai Qur‟ani yang sudah

terfikirkan masak-masak.

Pembahasan lebih detail tentang nilai-nilai yang dipahami dan

disosialisasikan di UNSIQ, sepeti; Pertama nilai-nilai kepercayaan, tentunya

dalam setiap organisasi membutuhkan kepercayaan, baik yang diberikan oleh

pimpinan maupun yang dikerjakan oleh anggota organisasi, dengan tujuan agar

organisasi berjalan tanpa ada rasa curiga bahkan munculnya konflik dalam

organisasi tersebut. Sebagaimana diterangkan dalam al-Qur‟an puncak akhlak

adalah amanah (kepercayaan yang diberikan). Barang siapa yang tidak

menepati amanah dan melanggar janji, maka yang demikian adalah tanda

merosotnya iman dan merosotnya ketaqwaan kepada Allah SWT. Hadits Anas

bin Malik ra: “Tidak sempurna iman bagi mereka yang tidak menepati janji”.

Page 141: BUDAYA ORGANISASI DI UNIVERSITAS SAINS AL- QUR’AN …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/49932... · 2020. 2. 3. · Disertasi BUDAYA ORGANISASI DI UNIVERSITAS SAINS

130

Hadits Abu Hurairah ra: “Rasulullah SAW bersabda: Tunaikanlah amanah

kepada orang yang engkau percaya (untuk menunaikan amanah kepadanya),

dan jangan khianati orang yang telah mengkhianatimu”. Al-Qur‟an menjelaskan

pentingnya membangun sebuah kepercayaan dalam sebuah organisasi, seperti

dijelaskan an-Nisa 58 “Sesungguhnya Allah menyuruh kamu menyampaikan

amanat kepada yang berhak menerimanya, dan (menyuruh kamu) apabila

menetapkan hukum di antara manusia supaya kamu menetapkan dengan adil.

Sesungguhnya Allah memberi pengajaran yang sebaik-baiknya kepadamu.

Sesungguhnya Allah adalah Maha Mendengar lagi Maha Melihat”.

Amanah yang diberikan oleh pimpinan UNSIQ seperti halnya

pemberian wewenang kepada tenaga pendidik (dosen), misal dosen bebas

menentukan materi yang akan diberikan kepada mahasiswa, dosen bebas

menggunakan metode pembelajarannya dan juga bebas menentukan metode

evaluasinya. Sehingga dosen mampu berkembang secara optimal dalam

melakukan perkuliahan. Hal ini juga dilakukan oleh pimpinan kepada tenaga

kependidikan (staff/ pegawai), pegawai bebas merencanakan, melakukan,

maupun mengevaluasi kinerjanya. Pimpinan memberikan keleluasaan dalam

setiap beraktivitas, walaupun tetap ada aturan sebagai pedoman kerja. Dengan

demikian, teori hostede yang menjelaskan tentang pentingnya penciptaan high

power distance dapat terimplementasikan, agar anggota organisasi tidak merasa

dipaksa untuk bekerja keras tanpa memperhatikan kebutuhan anggota

organisasi.

Beberapa indikasi capaian dari nilai kepercayaan ini seperti pemimpin

dicintai anggota organisasinya, hal ini dibuktikan dengan perhatian pemimpin

dengan selalu mendahulukan kepentingan organisasi dan anggota organisasinya

dari pada dirinya. Misal dalam beberapa kegiatan yang dapat diikuti anggota

organisasi maka pemimpin dengan penuh dukungan untuk mendelagasikan

anggota organisasi untuk mengikuti kegiatan tersebut, kegiatan lainnya pun bisa

dilihat seperti pemimpin memberikan rekomendasi kepada anggota organisasi

untuk mengikuti studi lanjut.

Indikasi capaian lainnya seperti pemimpin tidak memiliki keinginan

untuk mengekalkan jabatannya. Beberapa rotasi jabatan selalu dilakukan

UNSIQ untuk menjaga kestabilan dalam menjalankan tugas dan kewajiban

pegawai UNSIQ. Dengan demikian asumsi pemimpin di UNSIQ untuk

menjabat selamanya sudah tidak dijalankan. Hal ini juga untuk memberikan

motivasi bagi pegawai UNSIQ untuk bekerja lebih giat lagi, karena suatu saat

jabatan tersebut bisa diberikan kepada pegawai lainnya, namun melalui

prosedur yang baik.

Indikasi yang terpenting dalam pelaksanaan nilai-nilai kepercayaan

dalam organisasi adalah pemimpin mampu memberikan rasa aman dan nyaman

kepada pegawai UNSIQ dalam bekerja baik di dalam maupun di luar UNSIQ.

Hal ini bisa ditunjukkan dengan kesejahteraan pegawai UNSIQ dengan

menyediakan akomodasi yang cukup seperti sandang, pangan, papan dan

sebagainya.

Kedua nilai-nilai keterbukaan, sebuah keterbukaan mensyaratkan

adanya kejujuran. Keterbukaan akan menimbulkan keharmonisan, sebaliknya

Page 142: BUDAYA ORGANISASI DI UNIVERSITAS SAINS AL- QUR’AN …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/49932... · 2020. 2. 3. · Disertasi BUDAYA ORGANISASI DI UNIVERSITAS SAINS

131

ketidakjujuran menyebabkan ketidakpercayaan, munculnya prasangka dan

merusak hubungan harmonis diantara angggota organisasi. Sebagaimana Rasul

memerintahkan setiap muslim agar memiliki watak shidiq sebab shidiq

membawa kebaikan sedangkan kebaikan akan menuntunnya ke surga, Allah

menerangkan pada at-Taubah: 119, “Hai orang-orang yang beriman

bertakwalah kepada Allah, dan hendaklah kamu bersama orang-orang yang

benar”.

Sistem kejujuran ini sesuai dengan kebijakan organisasi UNSIQ yang

transparan, berdasarkan aturan baku untuk tercapainya beberapa kebijakan

terkait pengelolaan organisasi dan tumbuhnya sinergitas. Sebagai langkah awal

membangun organisasi yang sehat adalah dengan menciptakan relasi

interpersonal maupun intrapersonal yang terbuka atau jujur.440

Beberapa indikasi capaian dari nilai keterbukaan atau kejujuran ini

yakni UNSIQ selalu melakukan kegiatan menggunakan aturan atau prosedur

yang pasti dan dapat diketahui oleh masyarakat umum terutama pihat yang

terkait langsung dengan UNSIQ seperti mahasiswa, wali mahasiswa dan

pengguna lulusan UNSIQ. Seperti dalam seleksi penerimaan mahasiswa baru,

UNSIQ menggunakan seleksi yang pasti dan objektif, kemudian dalam

melakukan evaluasi kelulusan, UNSIQ bersungguh-sungguh dalam membekali

mahasiswa dengan keilmuan, wawasan dan karakter yang baik sesuai kebutuhan

masyarakat.

Ketiga bersikap positif, dalam perspektif Islam sebagaimana yang ada

dalam diri Rasulullah SAW, antara lain jujur (al-Amin), ikhlas, sabar, dan

husnudhan, sikap ini diterangkan oleh Allah SWT pada surat al-Hujarat: 12,

“Hai orang-orang yang beriman, jauhilah kebanyakan buruk sangka

(kecurigaan), karena sebagian dari buruk sangka itu dosa. dan janganlah

mencari-cari keburukan orang dan janganlah menggunjingkan satu sama lain.

Adakah seorang diantara kamu yang suka memakan daging saudaranya yang

sudah mati? Maka tentulah kamu merasa jijik kepadanya. dan bertakwalah

kepada Allah. Sesungguhnya Allah Maha Penerima taubat lagi Maha

Penyayang”.

Rektor UNSIQ menjelaskan dengan detail hubungan kemanusiaan lebih

penting dari hubungan apapun, oleh karena itu hubungan baik diantara

pimpinan dan pegawai harus terjaga dengan baik. Baik dalam kegiatan

akademik maupun hubungan sosial lainnya, seperti ketika salah satu pegawai

UNSIQ memiliki hajat atau tekena musibah, maka semua pegawai dianjurkan

untuk saling menjenguk. Ataupun dalam bidang akademik, ketika salah satu

pegawai mengalami kesulitan dalam menjalankan tugas atau pekejaanya, maka

pegawai yang lain bekewajiban untuk membeikan bantuan sukaelawan. Dengan

demikian, sikap husnudhon ini sangat mudah diaplikasikan di kampus maupun

di luar kampus.

Keempat Sikap Supportif, lebih menekankan pada pribadi seseorang,

bukan tindakannya. Agama apapun menganjurkan untuk saling mnghargai

440

Wawancara dengan Bapak Ahmad Zuhdi, M.Ag. selaku dosen agama islam,

pada jam 16.00 tanggal 5 Januari 2018 di kediaman bapak Ahmad Zuhdi, M.Ag.

Page 143: BUDAYA ORGANISASI DI UNIVERSITAS SAINS AL- QUR’AN …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/49932... · 2020. 2. 3. · Disertasi BUDAYA ORGANISASI DI UNIVERSITAS SAINS

132

sesama manusi, sebagaimana hadis berikut; “Nabi tidak pernah sama sekali

menghina satu makanan. Bila beliau suka beliau makan, bila tidak beliau

tinggalkan” HR al-Bukhâri dan Muslim.441

Kemudian Al-Qur‟an sangat

memperhatikan sikap supportif ini dengan firmanNya dalam surat al-Maidah

ayat 32; Artinya: “barangsiapa yang membunuh seorang manusia, bukan karena

orang itu (membunuh) orang lain, atau bukan karena membuat kerusakan

dimuka bumi, maka seakan-akan dia telah membunuh manusia seluruhnya. Dan

barangsiapa yang memelihara kehidupan seorang manusia, maka seolah-olah

dia telah memelihara kehidupan manusia semuanya”.

Sikap supportif ini dilakukan dalam rangka menjembatani perbedaan

yang tejadi diantara pegawai dengan meminimalisir perbedaan tersebut, maka

aktivitas pegawai dapat berjalan dengan baik. Sikap supportif ini dapat

berwujud penunjukan pegawai oleh pimpinan langsung untuk saling

bekerjasama dalam bidang pekerjaan yang sama. Pendampingan juga dilakukan

oleh univesitas, sebagai upaya pimpinan untuk menjalankan tugas tersebut

sekaligus pengembangan kompetensi pegawai.

Pencapaian dari nilai suportif ini dapat dilihat dari berbagai kegiatan

yang dijalankan UNSIQ melalui hasil kerjasama dan komunikasi yang baik

sesama pegawai maupun atas instruksi dari pimpinan. Seperti halnya dalam

kegiatan KPM (kuliah pengabdian masyarakat), dosen pembimbing lapangan

melakukan komunikasi secara intens dengan ketua kelompok KPM dan juga

sering melakukan musyawarah dengan masyarakat sekitar untuk membantu

masyarakat menjalankan program kegiatan desa tersebut, disamping itu KPM

UNSIQ memiliki visi misi memakmurkan masjid, misal adanya pengajian bagi

anak-anak maupun orang dewasa. Dengan demikian, sikap supportif ini menjadi

dasar dalam menjalankan kegiatan tersebut.

Kelima Kesetaraan, sikap ini kemudian tertera pada al-Hujarat 13 “Hai

manusia, sesungguhnya kami menciptakan kamu dari seorang laki-laki dan

seorang perempuan dan menjadikan kamu berbangsa - bangsa dan bersuku-suku

supaya kamu saling kenal-mengenal. Sesungguhnya orang yang paling mulia

diantara kamu di sisi Allah ialah orang yang paling taqwa diantara kamu.

Sesungguhnya Allah Maha mengetahui lagi Maha Mengenal”. Kesetaraan ini

tejadi secara natural diantara pegawai, pada hakikatnya semua pegawai UNSIQ

adalah sama, hanya yang membedakannya pada struktur organisasinya. Dengan

demikian dimensi feminin diantara pegawai terasa kuat dari pada dimensi

maskulin, sebagaimana diterangkan oleh hofstede.

Kesetaraan ini kemudian diwujudkan dalam berbagai kesempatan,

contohnya pimpinan mengakomodir perbedaan latar belakang pendidikan

pegawai, namun pimpinan tetap memberikan kesempatan berkarir yang sama di

UNSIQ. Begitu juga dalam penghargaan terhadap perbedaan gender, jabatan

pimpinan di UNSIQ tidak hanya diberikan kepada bapak-bapak saja, tetapi juga

ada beberapa jabatan pimpinan yang diisi oleh ibu-ibu.

Keenam Empati, seseorang yang merasa paling altruis akan merasa diri

mereka bertanggung jawab, social, menyesuaikan diri, toleran dapat mengontrol

441

HR. Bukhari no. 5409 dan Muslim no. 2064

Page 144: BUDAYA ORGANISASI DI UNIVERSITAS SAINS AL- QUR’AN …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/49932... · 2020. 2. 3. · Disertasi BUDAYA ORGANISASI DI UNIVERSITAS SAINS

133

diri, dan termotivasi untuk membuat kesan yang baik di mata orang lain. Dalam

ibadah khusus beliau selalu mempertimbangkan kondisi makmumnya. “dan

tolong-menolonglah kamu dalam (mengerjakan) kebajikan dan takwa, dan

jangan tolong-menolong dalam berbuat dosa dan pelanggaran. dan bertakwalah

kamu kepada Allah, Sesungguhnya Allah Amat berat siksa-Nya”. al-Maidah 2.

Nilai-nilai empati juga diimplementasikan sepeti pada penjelasan sikap

husnudhon atau sikap positif terhadap orang lain.

Sikap ini sangat dibutuhkan oleh organisasi untuk mengelola hubungan

baik diantara pegawai dan juga pimpinan. Seperti halnya di UNSIQ, sikap ini

diaplikasikan dalam setiap kegiatan untuk saling bekerjasama tidak

mengandalkan hanya seseorang yang ahli, tetapi juga melibatkan banyak

pegawai. Penulisan al_Qur‟an akbar merupakan sesuatu yang luar biasa

dilakukan oleh UNSIQ dan PPTQ Al-Asy‟ariyyah, yang ditulis oleh seorang

ahli kaligrafi yakni bapak Hayatudin namun dalam pengerjaannya beliau

dibantu oleh beberapa pegawai dan juga melibatkan mahasiswa UNSIQ,

sehingga penulisan al-Qur‟an akbar bisa selesai.

Pada proses berikutnya yakni berpikir, telah dijelaskan dalam bab

sebelumnya bahwa Al-Qur‟an memakai kata al-qalb sebagai kata benda untuk

berfikir, adapun al-„aql dan al-fikr tidak pernah dipakai, kecuali kata kerjanya,

seperti „aqalu. Sedangkan kata kerja dari al-fikr antara lain kata dalam bentuk

fakkara. Jadi, al-qalb dalam Al-Qur‟an merupakan daya untuk mengembangkan

pikiran memahami kebenaran, dan dalam hubungan ini, ia yang dapat pula

disebut sebagai al-„aql yaitu kecerdasan atau al-nuha.

Pemikiran manusia tentang Ayat-ayat Tuhan meliputi alam, manusia

dan al-Qur‟an. Pertama, Alam semesta. al-Qur‟an menegaskan bahwa alam

semesta dan isinya merupakan tanda-tanda Tuhan bagi orang yang berpikir.

Dengan memikirkan alam, menjadikannya sebagai objek studi, maka manusia

dapat mengambil manfaat darinya, untuk kepentingan hidupnya sendiri. Dengan

memahami ketentuan-ketentuan yang terdapat dalam alam, diharapkan manusia

dapat mengambil manfaatnya, karena sesungguhnya alam semesta seisinya,

diciptakan Tuhan untuk manusia. Inilah urgensinya manusia memahami alam

semesta agar tidak terpengaruh dengan dunia kapitalisme yang merusak.

Pemaknaan hal ini terimplementasikan dalam visi UNSIQ; “Nilai-nilai budaya

akademik dan budaya Qur‟ani yang terimplementasikan dalam visi UNSIQ,

sehingga menjadi Universitas yang memiliki visi Transformatif, Humanis, dan

Qur‟ani. Budaya akademik dan budaya qur‟ani berkaitan erat karena budaya

akademik yang telah berbasis qur‟ani tidak bisa dipisahkan”442

Visi sebagai suatu impian, harus visioner dan tinggi walaupun sampai

saat ini belum terwujud, masih rintisan namun arahnya diupayakan budaya

akademik itu betul-betul pada budaya qurani, dengan penjelasan sebagai

berikut; pertama bersifat transformatif artinya sesuatu yang bersifat imposible

menjadi possible, tidak mustahil jika suatu nanti dengan budaya akademik yang

ada saat ini akan mengulang kembali kejayaan Islam yang dulu juga pernah

442

Wawancara dengan Rektor UNSIQ Bapak Dr. KH. Muchotob Hamzah. MM.

pada 23 Oktober 2017, pukul 08.00. di ruang Rektor UNSIQ.

Page 145: BUDAYA ORGANISASI DI UNIVERSITAS SAINS AL- QUR’AN …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/49932... · 2020. 2. 3. · Disertasi BUDAYA ORGANISASI DI UNIVERSITAS SAINS

134

menguasai peradaban budaya. Meskipun al-Qur‟an itu bersifat doktrin, selain

itu juga sebagai problem solving oriented artinya al-Quran bisa mengarahkan

budaya akademik yang dapat memberikan problem solving pada tiap masalah

kehidupan manusia akademik. Kebutuhan manusia tentang apa saja, al-Quran

mendorong pemenuhan kebutuhan tersebut. Itulah yang terjadi pada umat islam

ketika kejayaan islam di andalus yang kemudian redup, hingga hari ini umat

islam belum bisa menyusul sukses yang ada di belahan dunia lain.443

Humanis bersifat universal tetapi bagaimanapun juga sekarang dapat

dilihat sendiri umat islam secara umum tergerus juga oleh budaya-budaya yang

sebagian dari mereka terkena dampak kekerasan dapat dikatakan dehumanisasi,

kemudian juga runtuhnya nilai-nilai gotong royong dan empati di dunia islam

khususnya. Maka UNSIQ dengan budaya akademiknya diharapkan menuju ke

arah, bagaimana tiap langkah warga UNSIQ selalu mendasarkan diri pada

prilaku humanisme sesuai dengan sifat Qur‟an tersebut meskipun ini tentu tidak

sama dengan humanisme yang lahir dari dunia barat. Dengan adanya visi

Transformative, Humanis dan Qurani tidak pernah lepas dari nilai Qur‟an

seperti yang telah dijelaskan diatas. Begitu juga dengan suatu peradaban atau

kebudayaan yang value free atau bebas nilai, karena jika bebas nilai tentu saja

orang bisa menciptakan teknologi yang kemudian bisa berakibat buruk pada

manusia sendiri. Ini suatu kenyataan bahwa setelah abad-abad humanisme tapi

senyatanya terjadi perang dunia ke-2 yang menelan jutaan manusia, ini yang

kemudian perlu dipikirkan kembali apakah budaya di UNSIQ bisa

mengeliminasi hal-hal seperti itu, inilah tujuan besarnya.444

Kedua, Manusia dianjurkan untuk memikirkan hakikat ke-manusia-

annya. Anjuran Al-Qur‟an untuk memikirkan diri sendiri dan memperhatikan

sejarah sesungguhnya mempunyai arti penting bagi kelangsungan hidup suatu

generasi manusia. Memikirkan diri sendiri artinya memahami kelebihan dan

kelemahan yang dimilikinya, agar manusia dapat merancang dan melaksanakan

sesuatu sesuai dengan kemampuan yang dimiliki, tidak memaksakan sesuatu

yang berada di luar batas wewenang dan kemampuannya. Sedangkan anjuran

memperhatikan sejarah mempunyai arti memahami fakta-fakta sejarah tentang

kepatuhan dan kemajuan suatu generasi manusia. Dengan memahami sejarah

diharapkan manusia tidak mengulang kesalahan yang telah dilakukan oleh

generasi sebelumnya. Sehingga dapat menumbuhkan kesadaran tentang

kesatuan umat manusia dan kesatuan masa depan secara bersama-sama.

Pimpinan maupun pegawai UNSIQ dibekali dengan tradisi Qur‟ani

yang kuat, sebagaimana peradaban dimulai dari diketemukannya bahasa,

kemudian dimantapkan dengan adanya iqro‟ atau baca tulis sebagai langkah

peradaban kedua. Setelah baca tulis membudaya didalam umat islam, UNSIQ

yang berbasis al-Qur‟an, secara alamiah budaya akademik akan tumbuh dari

budaya qur‟ani itu. Jika dikaitkan dengan ayat berikutnya dalam surat al-„alaq,

443

Wawancara dengan Rektor UNSIQ Bapak Dr. KH. Muchotob Hamzah. MM.

pada 23 Oktober 2017, pukul 08.00. di ruang Rektor UNSIQ. 444

Wawancara dengan Rektor UNSIQ Bapak Dr. KH. Muchotob Hamzah. MM.

pada 23 Oktober 2017, pukul 08.00. di ruang Rektor UNSIQ.

Page 146: BUDAYA ORGANISASI DI UNIVERSITAS SAINS AL- QUR’AN …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/49932... · 2020. 2. 3. · Disertasi BUDAYA ORGANISASI DI UNIVERSITAS SAINS

135

maka yang akan mengajar manusia sesuatu yang belum mereka tahu, maka

disitulah terjadi proses pembelajaran. Jadi pembudayaan akademik berkaitan

erat sekali dengan ayat-ayat tersebut, dan ini lah basis budaya yang terjadi di

UNSIQ. Berikutnya, hasil dari ditemukannya baca tulis kemudian ditemukan

mesin cetak, dan itu akan mempermudah berkembangnya budaya akademik

sekaligus budaya qur‟ani.445

Budaya qur‟ani juga berkaitan dengan bagaimana penguatan budaya

akademik yang dilandasi dengan tabayun tentang bismirobika, dengan asma

Tuhan tersebut nilai akademik senantiasa berkaitan dengan inti dari ajaran

agama Islam. Budaya dalam bahasa asing adalah culture, culture tidak dapat

lepas dari agama karena culture memiliki akar yang sama dengan kultus atau

penyembahahan. Jadi pengkultusan itu adalah budaya, dimana budaya

akademik di UNSIQ ini meskipun sama dengan pengkultusan di tempat lain

pada hakikatnya sudah mengkultuskan nilai-nilai budaya qurani yang dominan

untuk mengembangkan budaya akademik.

Ketiga, al-Qur‟an yakni wahyu Tuhan diturunkan pada Rasululloh, dan

tertulis dalam Bahasa Arab. Al-Qur‟an merupakan ayat-ayat Tuhan bagi orang

yang berpikir. Memahami ayat-ayat al-Qur‟an membawa umatnya berkenalan

langsung dengan Tuhan serta memahami kehendak-Nya, yang kemudian

berkembang dalam ilmu agama. Dengan bepedoman pada Al-Qur‟an, dan

meletakkannya sebagai objek studi, manusia dapat memperoleh pengetahuan

tentang apa yang harus dilakukan, boleh dan dilarang untuk dilakukan. Dengan

ini, Manusia berhadapan dengan nilai-nilai moral atau nilai-nilai agama.

Pemahaman yang komprehensif dari tafsir atau ilmu lain yang berkaitan dengan

al-Qur‟an akan mempertegas manusia masih memerlukan al-Qur‟an sebagai

pedoman hidup.

Hasil pemikiran-pemikiran tersebut berkontribusi dalam lahirnya

bebagai keilmuan, sepeti pemikian tehadap alam semesta akan menguatkan

ilmu pengetahuan dan teknologi modern yang sebelumnya dijelaskan oleh al-

Qu‟an, pemikiran terhadap manusia dan sejarahnya melahirkan ilmu humaniora

dan terakhir pemikiran terhadap wahyu Tuhan melahirkan ilmu agama dan

moral. Karena alam, manusia dan sejarah serta Al-Qur‟an adalah merupakan

ayat-ayat Tuhan, maka pemikiran terhadapnya, seharunya merupakan kesatuan

yang utuh, tidak terpecah-pecah. UNSIQ tidak terpisahkan dari al-Qu‟an

sebagai rujukan utama dalam penyusunan dan perumusan kurikulum walaupun

perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi semakin canggih. Untuk

membentengi pengaruh globalisasi, UNSIQ secara paten mengadakan

perkuliahan yang khusus mengkaji, menghafal, dan memahami al-Qur‟an,

seperti adanya mata kuliah tahidzul Qur‟an dengan harapan mahasiswa lulus

dengan bekal hafalan Qur‟an yang mumpuni, ada juga kegiatan kajian tafsir

untuk umum dengan tujuan terbangunnya budaya Qur‟ani di kampus.

445

Wawancara dengan Rektor UNSIQ Dr. KH. Muchotob Hamzah, MM. pada 23

Oktober 2017, pukul 08.00. di ruang Rektor UNSIQ.

Page 147: BUDAYA ORGANISASI DI UNIVERSITAS SAINS AL- QUR’AN …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/49932... · 2020. 2. 3. · Disertasi BUDAYA ORGANISASI DI UNIVERSITAS SAINS

136

Perilaku budaya dalam Bahasa Arab disebut „amal artinya al-fi‟l yaitu

pekerjaan atau al-mihnah yaitu pengabdian.446

Berbuat sebagai perilaku budaya

merupakan medan kegitan yang amat luas, meliputi berbagai aspek kehidupan

manusia, sosial, ekonomi, politik, pendidikan, kesenian, ilmu dan teknologi

serta keagamaan. Setiap orang, satu sama lain, mempunyai kemampuan berbuat

yang berbeda-beda, baik kualitas, kuantitas maupun bidang kegiatannya.

Perilaku manusia itu ada dua macam, perilaku baik disebut as-salih, al-birr, al-

ma‟ruf, al-khair, al-hasan447

dan perilaku buruk disebut al-fasad, asy-syar, al-

munkar, as-su‟, al-fakhisyah.448

Penerimaan terhadap sesuatu realitas perbuatan

yang disebut baik adalah karena kesesuainnya dengan pengetahuan kebenaran

yang telah dicapai oleh pikirannya. Demikian juga sebaliknya, penolakan

terhadap perbuatan yang buruk, karena ketidaksesuaiannya dengan pengetahuan

kebenaran itu.

Kegiatan Qurani dalam arti tekstual dari sisi kegiatan-kegiatan, UNSIQ

sudah memiliki suasana qurani tersebut, tetapi kajian-kajian fakultas biasanya

mengikuti apa yang telah dilakukan pihak Universitas. Misalnya kegiatan jumat

pagi, kegiatan futur, dan acara-acara dengan cara menghidupkan al-Qur‟an.

Simbol-simbol ini, perlu diperbanyak sebagaimana mencerminkan simbol-

simbol qurani yang belum ada di Universitas lain. Analisisnya, mushola juga

sebetulnya perlu ada simbol-simbol, dengan adanya lafal Allah yang

berkumandang maupun adanya tulisan.

Sebagaimana manusia biasa yang hidup di tengah masyarakat, maka

perbuatan seseorang pada dasarnya berkaitan dengan berbagai hubungan yang

berlangsung dalam kehidupannya. Berbagai hubungan itu adalah: Pertama,

Hubungan antara manusia dengan Tuhan, sebagai hubungan antara makhluq

dan kholiq, telah menempatkan manusia pada posisi yang jauh lebih rendah dari

pada Penciptanya. Dalam posisi yang demikian, manusia tidak mungkin

menyaingi ataupun melawan kepada Tuhan. Al-Qur‟an menganjurkan kepada

manusia untuk patuh kepada Penciptanya. Lain dari pada itu kemuliaan dan

kehormatan yang diberikan Tuhan pada manusia itu adalah dijadikannya

sebagai khalifah fi-ardi, wakil Tuhan di muka bumi. Penegasan manusia sebagai

khalifah fi‟l-arrdi ini terkandung dalam penetapan misi Adam yang dijadikan

Tuhan sebagai khalifah fi‟l-ardi. Kepada generasi manusia penerus keturunan

Adam, Tuhan pun mengajarkan kepada mereka, dengan pena, tentag apa yang

tidak diketahuinya. Tuhan juga mengajarkan kepada manusia tentang al-hayan,

fasih perkataan atau keterangan yang logis.

Pelajaran yang diberikan Tuhan kepada manusia, diperoleh melalui

pemikiran manusia terhadap tanda-tanda Tuhan yaitu alam, manusia dan sejarah

serta tanda-tanda Tuhan yang tercetak di al-Qur‟an. Dengan memikirkan tanda-

446

Ibn Manzur, Lisan „1-„Arab, 20 Jilid, (Mesir: Ad-Dar Al-Mishriyah Li At-Ta‟lif

wa At_Tarjamah) jilid 13. 502. 447

Ibn Manzur, Lisan „1-„Arab, 20 Jilid, (Mesir: Ad-Dar Al-Mishriyah Li At-Ta‟lif

wa At_Tarjamah) jilid 11. 139-144. 448

Ibn Manzur, Lisan „1-„Arab, 20 Jilid, (Mesir: Ad-Dar Al-Mishriyah Li At-Ta‟lif

wa At_Tarjamah) jilid 7. 90-92.

Page 148: BUDAYA ORGANISASI DI UNIVERSITAS SAINS AL- QUR’AN …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/49932... · 2020. 2. 3. · Disertasi BUDAYA ORGANISASI DI UNIVERSITAS SAINS

137

tanda Tuhan itu manusia memperoleh pengetahuan dan menyusun konsep-

konsep ilmu bagi kemajuan kebudayaan. Manusia dengan kemampuan

konsepsionalnya melakukan pekerjaan penciptaan yaitu membentuk

kebudayaan, dan penciptaan kebudayaan pada dasarnya tidak dapat dilepaskan

dari tanda-tanda Tuhan itu sendiri. Alam merupakan potensi yang didalamnya

terkandung hokum-hukum yang berguna untuk kepentingan penciptaan. Alam

tidak saja merupakan bahan bagi pembentukan kebudayaan, tetapi juga

memberikan kuncinya kepada manusia untuk dapat membuka rahasia-rahasia

dan kekuatan-kekuatan yang terkandung di dalamnya. Sehingga dengan

menguasai rahasia-rahasia alam itu, manusia dapat melakukan peniruan-

peniruan terhadapnya. Sedangkan manusia satu dengan yang lain saling

memerlukan untuk membicarakan, mendiskusikan serta mengembangkan

pemikirannya, dan melalui kerjasama yang itentif, gagasan dan konsep

pembentukan kebudayaan dapat direalisir. Dalam realisasinya, manusia juga

harus mempertimbangkan sejarah, bagaimana generasi terdahulu telah bekerja

dalam hal yang sama, sehingga kesalahan-kesalahan yang pernah dilakukan

oleh generasi pendahuluan itu, tidak perlu diulanginya lagi.

Jadi, hubungan manusia dengan Tuhan adalah hubungan antara ciptaan

dengan Penciptanya. Posisi ciptaan jauh lebih rendah daripada Pencipta. Karena

itu, manusia harus tunduk dan patuh pada Penciptanya. Perwujudan kepatuhan

manusia kepada Tuhan yang diangkat Tuhan sebagai Wakil-Nya dibumi, yang

menerima pelajaran dari Tuhannya tentang apa yang tidak ia ketahui bagi

kepentingan tugas kekhalifahan yaitu membentuk kebudayaan adalah

dinyatakan dalam perbuatannya yang selalu didasarkan pada prinsip kebenaran

dan keadilan, serta menjauhkan diri dari hawa nafsu.

Kedua, Hubungan Manusia dengan Manusia sesamanya. Kerjasama dan

tolong menolong diperlukan karena manusia satu sama lain mempunyai

kemampuan dan keahlian yang berbeda. Dengan menyatukan berbagai

kemampuan dan keahlian, manusia dapat mengatasi tantangan hidupnya yang

dating silih berganti, yang makin hari makin kompleks dan bergerak sangat

cepat. Disamping perbedaan kemampuan dan keahlian, manusia juga

mempunyai pandangan dan jalan hidup yang berbeda. Adanya perbedaan

pandangan dan jalan hidup, mengharuskan adanya saling pengertian dan

kesediaan untuk menghargai pandangan dan jalan hidup yang lainnya. Tanpa

kesediaan untuk menghargai pandangan dan jalan hidup orang lain, maka

kehidupan masyarakat akan terseret dalam pertikaian serta pertentangan terus

menerus, yang akibatnya akan menghancurkan tata kehidupannya sendiri. Jadi,

dalam pembentukan kebudayaan manusia harus melakukan kerjasama dalam

kebaikan, membina saling pengertian, dan menjauhkan permusuhan. Manusia

sebagai makhluk yang memerlukan belajar dalam segala aspek hidupnya, satu

sama lain saling membutuhkan, dan dalam membina kerjasa itu hendaknya

didasarkan pada prinsip persamaan, karena hubungan manusia dengan manusia

pada dasarnya adalah hubungan yang sederajat, sebagai sesame ciptaan Tuhan.

Dan Ketiga, Hubungan Manusia dengan Alam. Realitas alam yang

meliputi hidup manusia mempengaruhi pemikirannya. Manusia berpikir dan

memanfaatkan alam, menggunakannya apa yang ada sebagai bahan untuk

Page 149: BUDAYA ORGANISASI DI UNIVERSITAS SAINS AL- QUR’AN …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/49932... · 2020. 2. 3. · Disertasi BUDAYA ORGANISASI DI UNIVERSITAS SAINS

138

membuat sesuatu yang diperlukannya dalam hidup. Dalam hubungan ini Al-

Qur‟an melarang perbuatan yang merusak alam. Tindakan merusak alam pada

hakekatnya merupakan tindakan yang merugikan diri sendiri, karena rusaknya

sumber kehidupannya. Alam yang dirusak oleh manusia akhirnya akan

mendatangkan bencana bagi kehidupannya, seperti: banjir, kekurangan pangan,

panas yang makin meninggi, udara yang makin kotor menyebabkan penyakit,

menjadikan hidup tidak nyaman lagi. Jadi, pembentukan kebudayaan dalam

pengertian perbuatan manusia harus diletakkan dalam kerangka hubungan

manusia dengan Tuhan, manusia dan alam. Dengan kata lain, kebudayaan

adalah manifestasi perbuatan manusia dalam larangan Tuhan, manusia dan

alam.

Dari kedua indikator tersebut, terdapat keterkaitan antara pikiran

dengan perbuatan manusia. Dalam pembentukan kebudayaan, perbuatan atau

kerja merupakan realisasi dari pikiran. Pikiran yang bekerja memahami

kebenaran, memikirkan alam, manusia dan sejarah serta firman-firman Tuhan

(Al-Qur‟an), melahirkan konsep-konsep yang kemudian diwujudkan dalam

langkah-langkah pelaksanaan membentuk suatu kebudayaan. Menurut Al-

Qur‟an hubungan antara perbuatan dengan pikiran sangat erat, bahkan

perbuatan jelek disebabkan karena orang tidak mau menggunakan pikirannya

secara benar. Dan orang yang tidak mau menggunakan pikirannya untuk

memahami kebesaran, pada dasarnya adalah karena pikirannya tertutup oleh

hawa nafsunya, dan akibatnya pikirannya menjadi negative, selalu mempunyai

kecenderungan ke arah perbuatan yang kotor. Jadi, untuk menjauhkan

perbuatan yang kotor, maka pikiran harus bersih dan positif. Pikiran bersih dan

positif hanya bias dicapai jika pikiran tidak dikuasai oleh hawa nafsu. Dan

pikiran yang terbebas dari kekuasaan hawa nafsunya, dapat berfungsi

memahami kebenaran, yang kemudian akan membimbing perbuatan manusia ke

arah yang baik.

Internalisasi Budaya Qur‟ani sebagai simbol budaya Universitas Sains

Al-Qur‟an. Semua fakultas pada setiap mata kuliah harus mencerminkan nilai-

nilai qur‟ani. Kemudian beberapa budaya qur‟ani yang menjadi tradisi dalam

pengembangan nilai-nilai qur‟ani, antara lain; kajian jum‟at pagi, kajian bada

dhuhur, mujahadah malam jumat, mendukung kegiatan IPQOS secara khusus

melaksanakan kegiatan-kegiatan bersifat qur‟ani, pesanten mahasiswa baru

selama 1 tahun, dan membangun kerjasama dengan beberapa pesantren.449

Teori yang mengembangkan kehidupan Qur‟ani manusia yang terwujud

dalam kehidupan sehari-hari salah satunya adalah teori living qur‟an. Sahiron

Syamsudin mengatakan bahwa “Teks al-Qur‟an yang „hidup‟ dalam masyarakat

itulah yang disebut The Living Qur‟an, sementara pelembagaan hasil penafsiran

tertentu dalam masyarakat dapat disebut dengan the living tafsir”.450

Konsep

449

Wawancara dengan Kabiro Bapak Alm Dr. Abdul Kholiq. MA. pada 6

Nopember 2017, pukul 11.00. di ruang Kabiro UNSIQ. 450

Sahiron Syamsuddin, “Ranah-ranah dalam Penelitian Al-Qur‟an dan Hadis”,

Kata Pengantar, dalam Metodologi Penelitian Living Qur‟an dan Hadis (Yogyakarta: Teras,

2007). 18-19.

Page 150: BUDAYA ORGANISASI DI UNIVERSITAS SAINS AL- QUR’AN …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/49932... · 2020. 2. 3. · Disertasi BUDAYA ORGANISASI DI UNIVERSITAS SAINS

139

teks al-Qur‟an yang hidup dalam masyarakat sebagai respons masyarakat

terhadap al-Qur‟an dan tafsirnya. Termasuk dalam pengertian „respons

masyarakat‟ adalah resepsi mereka terhadap teks tertentu dan hasil penafsiran

tertentu. Resepsi sosial terhadap al-Qur‟an dapat kita temui dalam kehidupan

sehari-hari, seperti pentradisian bacaan surat atau ayat tertentu pada acara dan

seremoni sosial keagamaan tertentu. Sementara itu, resepsi sosial terhadap hasil

penafsiran terjelma dalam dilembagakannya bentuk penafsiran tertentu dalam

masyarakat, baik dalam skala besar maupun kecil”.

Dengan pengertian seperti ini, maka “dalam bentuknya yang paling

sederhana” The Living Qur‟an tersebut “pada dasarnya sudah sama tuanya

dengan Al-Qur‟an itu sendiri. Salah seorang dosen UNSIQ memahamkan

pemaknaan living Qur‟an dalam kegiatan kelembagaan seperti UNSIQ; Living

Quran dalam pengertiannya ada 2, yakni; secara simbolis dan secara substantif.

Keduanya seyogyanya bisa berjalan berbarengan, kemudian menjadi dasar

dalam menentukan unsur-unsur budaya kerja, karena budaya qurani aplikasinya

adalah budaya kerja, oleh karena itu budaya kerja itu perlu diintensifkan.

Seperti halnya, Budaya kerja itu dimulai dari disiplin waktu. Jika dilihat pada

tingkat fakultas dari sisi kedisiplinan waktu sudah luar biasa baik, terlepas dari

berbagai kekurangannya tetapi untuk kedisiplinan waktu sudah cukup.451

Kandungan isi Al-Qur‟an terhadap manusia dapat diklasifikasikan

menjadi empat bagian. Pertama, akidah yang wajib diimani. Hal ini

berhubungan dengan rukun iman yang terdapat dalam doktrin Islam. Masalah

akidah adalah masalah personal, tidak ada orang yang dapat mengetahui akidah

seseorang kecuali Allah Yang Maha Esa. Kedua, norma masyarakat untuk

menata komunikasi hablumnnalloh, hablumminannas dan lingkungan. Ketiga,

perilaku mulia, yang mendidik manusia untuk berbuat baik, baik dari segi zahir

maupun batin, kelakuan bagi zahir menjadikan manusia harmonis dan batin

yang mengontrol ego dan sebagainya. Keempat, berisi janji dan ancaman Tuhan

kepada hamba yang beramal baik dan mematuhi perintah serta menjauhi

larangannya untuk tidak berbuat.452

Dalam konteks living Qur‟an, manusia memperlakukan dan

mempelajarinya untuk mengambil petunjuk-petunjuk didalamnya, saat ini

menjadi suatu aktivitas yang paling tepat dalam menjunjung tinggi nilai-nilai al-

Qur‟an, seperti banyak dilakukan pada lembaga pendidikan islam terutama.

Pemaknaan dan perlakuan semacam itu hanya dipandang sebagai salah satu

bentuk perlakuan yang dapat diberikan terhadap al-Qur‟an, dan pemaknaan

serta perlakuan inilah yang kemudian menjadi objek kajian itu sendiri. Tentu

saja, peran dan kedudukan al-Qur‟an sebagai kitab tidak bisa diabaikan begitu

saja. Namun, yang dimaksud dengan “al-Qur‟an” di sini bukan lagi mutllak

kitabnya, tetapi juga tafsir dan pola-pola perilaku yang didasarkan pada tafsir

atas ayat-ayat dalam al-Qur‟an tersebut.

451

Wawancara dengan dosen UNSIQ Bapak H. Ahmad Zuhdi, M.Ag. 24

Nopember 2017, pukul 09.00. di ruang Dosen. 452

A. Athaillah, Sejarah Al-Qur‟an: Verifikasi Tentang Otentisitas Al-Qur‟an

(Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 2010). 31-33.

Page 151: BUDAYA ORGANISASI DI UNIVERSITAS SAINS AL- QUR’AN …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/49932... · 2020. 2. 3. · Disertasi BUDAYA ORGANISASI DI UNIVERSITAS SAINS

140

Kegiatan-kegiatan yang terkait dengan living Qur‟an untuk

menumbuhkan budaya Qur‟ani, sepetti (1) Yasinan, (2) Dzikir bersama, (3)

Penulisan ayat-ayat al-Qur‟an menjadi seni kaligrafi atau lukisan

kaligrafis. Di sini penelitian dapat diarahkan perhatiannya pada

pemaknaan yang diberikan oleh penulis dan pelukis kaligrafi, atau pada

pembeli-pembeli tulisan dan lukisan tersebut. Termasuk juga penempatan

tulisan dan lukisan tersebut di rumah-rumah para pembeli, karena di situ

juga tersirat pemaknaan tertentu dari pembeli atas tulisan dan lukisan

yang berisi ayat-ayat al-Qur‟an tersebut.453

(4) Kemudian ritual

keagamaan yang dinamakan mujahadah juga merupakan salah satu media

masyarakat atau pengamal untuk mendekatkan diri kepada Tuhan yang

bacaan amalannya diambil dari potongan-potongan al-Qur‟an. Dalam

ritual tersebut, ayat atau surat al-Qur‟an bagaikan sesuatu yang hidup dan

bersemi ketika dibacakan dan diamalkan sehingga potongan-potongan

ayat menggema di sepanjang dilakukan ritual keagamaan tersebut. Selain

itu, tidak terlepas aspek-aspek mistik yang dipercayai oleh pengamalnya

adalah menyediakan air putih yang dibacakan amalan mujahadah dan

diyakini bisa menjadi obat bagi keluarga atau diri sendiri yang sedang

mengalami gangguan kesehatan atau jiwa. Pada dasarnya mujahadah

adalah ritual keagamaan yang bermula dari tawasul yang telah

diintegrasikan dari berbagai guru yang pernah disinggahi oleh pemimpin

mujahadah. Demikian beberapa manifestasi menghidupkan al-Qur‟an

dalam kehidupan manusia, hal ini tentunya dengan tujuan menghidupkan

dan mengkokohkan agama islam baik lahir maupun batin. Membudayakan al-Qur‟an tidak hanya diartikan selalu memberikan

dalil, kita sering kali terjebak bahwa untuk membudayakan al-Qur‟an maka

pada setiap pertemuan baik dalam perkuliahan maupun kegiatan akademik

lainnnya pasti memberikan dalil tertentu. Kehidupan qurani tentu dibangun dari

diri sendiri, misalnya ketika kerja dimulai dengan niat karena Allah.454

Oleh

karena itu, Budaya living Qur‟an digambarkan sebuah tekstualitas tentu

tafsirnya sesuai dengan tafsir kita, baik dibidang akhlaq atau dibidang lainnya

itulah untuk melivingkan qur‟an, langkahnya adalah pertama untuk mereka

mengetahui tentang al-Qur‟an, dengan mengetahui tafsir sesuai dengan jurusan

mereka, sehingga setiap prodi memiliki ayat-ayat al-Qur‟an yang sesuai dengan

profesinya sehingga al-Qur‟an bisa live dalam kehidupan profesinya, adapun

453

Heddy Shri Ahimsa-Putra, THE LIVING AL-QUR‟AN: Beberapa Perspektif

Antropologi, Walisongo, Volume 20, Nomor 1, Mei 2012, 235-260

http://www.journal.walisongo.ac.id/index.php/walisongo/article/view/198 454

Wawancara dengan Bapak Fatkhurrohman, M.Pd. 22 September 2017, pukul

08.00. di ruang Dosen.

Page 152: BUDAYA ORGANISASI DI UNIVERSITAS SAINS AL- QUR’AN …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/49932... · 2020. 2. 3. · Disertasi BUDAYA ORGANISASI DI UNIVERSITAS SAINS

141

yang bersifat umum, ada aturan-aturan kemahasiswaan dan pegawai yang

mengamalkan nilai-nilai al-Qur‟an.455

Proses pembinaan yang dilakukan secara kontinyu dimulai dari

pemahaman visi UNSIQ yang transformatif, humanis dan qurani. Seperti yang

telah dijelaskan bahwa transformatif tidak hanya bersifat langsung terjadi pada

sebuah produk tapi dimulai dari mindsetnya. Membangun mindset pada

pegawai UNSIQ memang terbilang baru seperempat abad dengan tujuan agar

pegawai-pegawai tersebut bisa bertransformasi dari sesuatu yang masih beku

kemudian kita dilanjutkan membangun pondasi yang sama dari mindset itu pada

transformatif humanis dan qurani tadi. Disamping itu tentu praktek kehidupan

kampus selalu diarahkan sesuai visi UNSIQ sebagaimana diketahui setiap hari

senin diberikan pengarahan visi tersebut. Kemudian didalam penjabaran-

penjabarannya pada mata kuliah dan terus dijabarkan dalam berbagai kegiatan

kampus.456

455

Wawancara dengan Rektor UNSIQ Bapak Dr. KH. Muchotob Hamzah. MM. 23

Oktober 2017, pukul 08.00. di ruang Rektor UNSIQ. 456

Wawancara dengan Rektor UNSIQ Bapak Dr. KH. Muchotob Hamzah. MM.

pada 23 Oktober 2017, pukul 08.00. di ruang Rektor UNSIQ.

Page 153: BUDAYA ORGANISASI DI UNIVERSITAS SAINS AL- QUR’AN …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/49932... · 2020. 2. 3. · Disertasi BUDAYA ORGANISASI DI UNIVERSITAS SAINS

142

2. Budaya Akademik Sebagai Asas Pengembangan Budaya Organisasi

UNSIQ mendasarkan ruang lingkup budaya akademiknya seperti pada

pandangan akademik, aktivitas akademik, etika akademik dan lingkungan

akademik. Penjelasan tentang perwujudan budaya akademik di perguruan tinggi

yakni; “Manifestasi dari budaya akademik warga UNSIQ, terlihat dari pola fikir

(kritis, analitis, sintesis, antisipatif), bersikap (obyektif, terbuka, responsive,

demokratis), bertindak (inovatif, inisiatif, kreatif, transformative) dan tanggung

jawab (ilmiah, moral/ etik, social, professional)”457

Budaya akademik yang dibangun selanjutnya di UNSIQ, melalui

kegiatan yang bersifat seminar untuk menanamkan identitas perguruan tinggi,

kegiatan ini dimulai dari awal mahasiswa masuk pada perguruan tinggi dengan

adanya pembekalan studi S1. Sedangkan untuk dosen diadakan kegiatan

konsorsium yang menjelaskan tentang proses perkuliahan, proses penelitian dan

pengabdian masyarakat, hal ini berkaitan juga penjelasan dengan posisi dosen

baru maupun dosen lama di UNSIQ.458

Peningkatan media pembelajaran berupa

adanya program pembelajaran berbasis online juga sebagai instrumen dalam

budaya akademik. Kemampuan digital ini untuk mengelola bahan ajar dan

praktek pembelajaran untuk mendukung kompetensi dosen-dosen sangat

penting. Kebutuhan perkembangan teknologi pendidikan untuk memfasilitasi

cara belajar fleksibel.

Kemudian juga ada refresh dosen sebagai penyegaran suasana

akademik di perguruan tinggi. Berkaitan dengan unsur pembentuk budaya

akademik kami melampirkan beberapa nilai yaitu profesional, sistem, disiplin.

Budaya profesional berkaitan dengan bagaimana seseorang bisa bekerja dengan

baik. Budaya sistem di UNSIQ sedang dalam proses pembangunan, karena

ketika terjadi pergantian pegawai diharapkan sistemnya sudah mapan. Oleh

karena itu, kita perlu membangun budaya system yang kokoh, sistem disini

diartikan sistem akademik yang menjamin sebuah pekerjaan bisa berjalan, tanpa

budaya sistem suatu kegiatan pekerjaan kadang-kadang berjalan tidak terarah,

ini yang perlu kita bangun disitu. Budaya sistem merujuk pada statuta

perguruan tinggi dan juga melalui penempatan personal-personal yang sesuai

menjadi daya dukung pelaksanaan pekerjaan yang efektif dan efisien.

Sedangkan budaya disiplin diwujudkan dalam disiplin waktu, karena disiplin

dalam arti penyelesaian pekerjaan adalah penting.459

Penelitian akademis menuntut kondisi konteks tertentu. kondisi konteks

tersebut dalam penelitian akademik adalah sebagai akar pohon dan air untuk

ikan. Pembangunan budaya akademik dalam bidang penelitian juga terus

dikebut, namun beberapa hal masih perlu perbaikan dari segi fasilitas, buku-

buku, informasi data, instrumen eksperimental, sistem jaringan, situs penelitian

457

Wawancara dengan Wakil Rektor 1, Dr. Zaenal Sukawi, M.Pd. pada 14

Nopember 2017, pukul 13.00. di ruang Wakil Rektor 1 UNSIQ. 458

Wawancara dengan Wakil Rektor 1, Dr. Zaenal Sukawi, M.Pd. pada 14

Nopember 2017, pukul 13.00. di ruang Wakil Rektor 1 UNSIQ. 459

Wawancara dengan Dosen FITK UNSIQ Bapak Fathurrohman, M.Pd. 22

September 2017, pukul 08.00. di ruang Dosen.

Page 154: BUDAYA ORGANISASI DI UNIVERSITAS SAINS AL- QUR’AN …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/49932... · 2020. 2. 3. · Disertasi BUDAYA ORGANISASI DI UNIVERSITAS SAINS

143

dan sebagainya. Kemudian dukungan keuangan sangat diperlukan dalam rangka

untuk memenuhi kondisi ini. Dengan dana yang memadai untuk penelitian,

instrumen canggih dan peralatan, sumber data yang melimpah dan lokasi

penelitian yang sesuai, penelitian akademis dapat berkembang sepenuhnya di

UNSIQ.

Pelibatan civitas akademik dalam semua aspek pembangunan budaya

kampus, termasuk pembangunan budaya akademik tidak diragukan lagi.

Beberapa dimensi upaya membangun budaya akademik di UNSIQ, yakni;

Purpose (visi, misi, strategi), heart (nurani, simpati, rasa), self discaption

(konsistensi, komitmen, tekad), relationship (jejaring, kerjasama), dan values

(norma, tata nilai). Budaya akademik UNSIQ memiliki perbedaan dengan

perguruan tingggi lain, seperti yang dijelaskan; spirit qur‟ani, nilai historisitas

dari terbentuknya pesantren-pesantren yang ada di lingkungan perguruan tinggi.

Terlepas dari plus minus pesantren namun secara umum pesantren bisa

memberikan nuansa yang berbeda, misalnya sikap penghormatan kepada

pendahulu, jadi jangan sampai pendahulu merasa tersingkirkan. Kemudian

kegiatan kampus yang bersifat seremonial yakni apel senin pagi, simbolis ini

masih bertahan di UNSIQ.460

Peran budaya akademik ini sangat penting ketika lembaga menghadapi

penurunan sumber daya. Selama periode ini struktur sosial masyarakat berada

di bawah tekanan besar. Jika budaya akademik tidak dapat dipelihara selama

periode kemajuan, hasilnya bisa konflik destruktif antara fakultas, kehilangan

semangat profesional, dan keterasingan pribadi. Permasalahan seperti ini pun

dihadapi UNSIQ; Budaya akademik sebagai suatu totalitas kehidupan dan

kegiatan akademik yang dihayati, dimaknai, diamalkan oleh warga UNSIQ.

Budaya akademik merupakan manifestasi cipta, rasa, karsa, dan karya civitas

akademika ketika sedang dalam proses, dinamika, dan keberlangsungan

kehidupan dan aktifitas masyarakat akademik. Ruang lingkup budaya

akademik; Integritas pribadi (spirit, commitment, competent, consistent, care,

communication, contribution), Tradisi akademik (identitas tradisi dan adat

kebiasaan), Suasana akademik (diniyah, ilahiyah, ilmiyah, alamiyah, ukhuwah),

dan Lingkungan akademik (fisik, psikis, idiologis mental, spiritual).461

Dengan

demikian, pemberdayaan dalam semua aspek budaya akademik ini menjadi

penting dipahami oleh civitas akademik UNSIQ.

Konsep 3 wong yang dikembangkan di UNSIQ juga penting. Pertama,

Wong Islam, yang di UNSIQ secara simbolis sudah ada, melalui berbagai

kajian, melalui bacaan Al-Qur‟an, kemudian pengajian-pengajian itu yang

ditempat yang lain mungkin tidak ada, ini kadang-kadang yang tidak ada kajian-

kajian di kalangan dosen yang sifatnya tidak terlalu formal, itu relatif bisa

bertahan meskipun pesertanya belum terlalu banyak tapi sudah bagus. Yang

kedua, Wong Indonesia, ini juga penting penanaman di kampus. Kampus-

460

Wawancara dengan Dosen FITK UNSIQ Bapak Fathurrahman, M.Pd. 22

September 2017, pukul 08.00. di ruang Dosen. 461

Wawancara dengan Wakil Rektor 1, Dr. Zaenal Sukawi, M.A. pada 14

Nopember 2017, pukul 13.00. di ruang Wakil Rektor 1 UNSIQ.

Page 155: BUDAYA ORGANISASI DI UNIVERSITAS SAINS AL- QUR’AN …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/49932... · 2020. 2. 3. · Disertasi BUDAYA ORGANISASI DI UNIVERSITAS SAINS

144

kampus kemudian banyak yang terjebak untuk longgar dalam masalah wong

Indonesia. Makanya kemudian saya selalu menyampaikan dalam banyak acara,

lagu Indonesia Raya harus muncul karena itu bagian dari nilai qurani.

Setidaknya historisitas Rasul begitu, Rasul itu mengangkat Islam pada saat yang

sama mengangkat bangsa Quraisy, jadi sisi kebangsaaan Rasul itu disitu,

membina Islam tapi menyiapkan tokoh-tokoh Quraisy untuk menjadi andalan.

Jadi Rasul itu memiliki semangat keislaman sekaligus semangat kebangsaan

yang dijalankan beriringan, tetapi perlu pembinaan dan dipersiapkann, hal ini

terbukti pada khalifah 4 itu yang berasal dari bangsa Quraisy. Disinilah

pentingnya perguruan tinggi harus mengangkat semangat kebangsaan sebagai

bagian sub dari budaya qurani. Budaya Islam juga menghargai nilai-nilai

kebangsaan. Yang ketiga, wong UNSIQ, ciri khas UNSIQ melalui mars UNSIQ

secara simbolisnya, adapun sebagai pencirian UNSIQ adalah pada kitab kuning

yang dikaji bersama di lingkungan Perguruan Tinggi.462

Dasar pemberdayaan sumber daya insani di UNSIQ sebagai suatu

norma identitas menuju budaya akademik, misal; pertama, hukum kehidupan,

artinya manusia dengan kemampuan fisiknya, mental, dan kepribadian yang

bervariasi kemudian membentuk karakter organisasi sepanjang waktu. Kedua,

hukum individualitas, maknanya kemampuan-kemampuan manusiawi yang

dimiliki institusi bercampur secara bervariasi menjadi suatu identitas yang dapat

dimengerti sehingga membuat organisasi itu unik. Ketiga, hukum konsistensi

yang menjelaskan bahwa identitas itu bersifat tetap, melampaui ruang dan batas

waktu, sementara manifestasinya selalu berubah. Keempat, hukum kehendak

mendefinisikan bahwa setiap organisasi didesak oleh kebutuhan untuk

menciptakan nilai yang sesuai dengan identitasnya. Kelima, hukum

kemungkinan memberikan pemahaman tentang identitas memiliki potensi.

Keenam, hukum relasi dengan maksud pada dasarnya organisasi bersifat

relasional, dan relasi tersebut akan menjadi sedemikian kuat jika terjadi

perpaduan identitas-identitas dari para partisipannya. Ketujuh, hukum

pemahaman, dimana kemampuan-kemampuan individual dari sebuah organisasi

mengandung nilai sama pentingnya dengan nilai yang telah dipahami dari

keseluruhan organisasi tersebut. Dan Kedelapan, hukum perputaran

memastikan identitas dapat menentukan nilai yang menghasilkan kesejahteraan

dan sebaliknya. Dengan demikian dibutuhkan kemampuan untuk memahami

identitas diri secara komprehensif agar interaksi kerja berjalan dengan baik

tanpa hambatan yang berarti, tentunya hal ini diharapkan seluruh komponen

organisasi di UNSIQ.

Penguatan budaya akademik agar mampu bertahan terhadap

perkembangan budaya luar yang bersifat destruktif terhadap budaya akademik

di UNSIQ, antara lain; capacity building (dosen, mahasiswa, tenaga

kependidikan), tata kelola manajemen (sop, proses, mekanisme), networking

(input, proses, produk) dan process-sustainability (system, kharisma, teladan).

Pada akhirnya dibutuhkan proses pengembangan budaya akademik agar mampu

462

Wawancara dengan Dosen FITK UNSIQ Bapak Fathurrohman, M.Pd. pada 22

Septembe 2017, pukul 08.00. di ruang Dosen.

Page 156: BUDAYA ORGANISASI DI UNIVERSITAS SAINS AL- QUR’AN …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/49932... · 2020. 2. 3. · Disertasi BUDAYA ORGANISASI DI UNIVERSITAS SAINS

145

berkembang dan menjadi potret budaya akademik yang positif bagi perguruan

tinggi islam lainnya, dalam hal ini dijelaskan; internalisasi (nilai inti, pola ilmu,

institusi dan trend), eksplorasi (identitas, ciri, keunggulan, dan spesifikasi), dan

kontekstualisasi (dalam kehidupan pribadi, institusi dan konstitusi).463

Mukhotob Hamzah selalu mengingatkan bahwa kinerja kita selaiknya

tidak lepas dari rambu-rambu yang diberikan Islam pada mereka, tentang

profesionalitas misalnya juga ditunjang hadist tentang keahlian agar setiap kerja

itu disesuaikan dengan keahliannya karena sangat jelas hakikatnya sesuai

dengan statemen Nabi,464

sebenarnya inti dari tugas profesionalitas, ini

meskipun hadits tapi berpedoman pada al-Qur‟an. sangat jelas amalus

solikhatin menurut saya bukan hanya dalam soal nilainya tapi juga dalam

produknya dari sistemnya begitu juga alur perkiraannya. Kemudian

akuntabilitas, al-Qur‟an menyatakan suatu kerja yang akuntable berarti harus

maksimal juga.465

itu termasuk dalam sistem kita yang digunakan dari sejak

adanya statuta sampai pada penjabaran-jabarannya dalam renstra dan lain

sebagainya, semua menggunakan budaya akademik yang pencapaiannya harus

bersifat Qur‟ani”.466

463

Wawancara dengan Wakil Rektor 1, Dr. Zaenal Sukawi, M.A. pada 14

Nopembe 2017, pukul 13.00. di ruang Wakil Rektor 1 UNSIQ. 464

HR Bukhori Nomor 6015

اس عه أبي هشيشة سضي انهه عىه قال حذثىا محمذ به سىان حذثىا فهيح به سهيمان حذثىا ههال به عهي عه عطاء به يس

ا ضيعج انأماوت فاوخظش انساعت قال كيف إضاعخها يا سسىل انهه قال إرا أسىذ انأمش قال سسىل انهه صه انهه عهيه وسهم إر

إن غيش أههه فاوخظش انساعت

Artinya “Telah menceritakan kepada kami [Muhammad bin Sinan] telah

menceritakan kepada kami [Fulaih bin Sulaiman] telah menceritakan kepada kami [Hilal bin

Ali] dari ['Atho' bin yasar] dari [Abu Hurairah] radhilayyahu'anhu mengatakan; Rasulullah

shallallahu 'alaihi wasallam bersabda: "Jika amanat telah disia-siakan, tunggu saja

kehancuran terjadi." Ada seorang sahabat bertanya; 'bagaimana maksud amanat disia-

siakan?' Nabi menjawab; "Jika urusan diserahkan bukan kepada ahlinya, maka tunggulah

kehancuran itu." 465

At-Taubah ayat 105 466

Wawancara dengan Rektor UNSIQ Bapak Dr. KH. Muchotob Hamzah. MM.

pada 23 Oktober 2017, pukul 08.00. di ruang Rektor UNSIQ.

Page 157: BUDAYA ORGANISASI DI UNIVERSITAS SAINS AL- QUR’AN …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/49932... · 2020. 2. 3. · Disertasi BUDAYA ORGANISASI DI UNIVERSITAS SAINS

146

BAB V

PENUTUP

A. Kesimpulan Berdasarkan uraian pada bab-bab sebelumnya, penulis berkesimpulan

bahwa budaya organisasi di Universitas Sains Al-Qur‟an Wonosobo

diwujudkan dalam peran kepemimpinan UNSIQ yang demokratis, peran relasi

interpersonal pegawai UNSIQ menciptakan hubungan kekeluargaan dan

penerapan nilai-nilai Qur‟ani sebagai pedoman kehidupan sehari-hari pegawai

UNSIQ menghadapi perubahan organisasi.

Kesimpulan tersebut dibuktikan dengan adanya pemahaman budaya

organisasi yang baik oleh civitas akademik UNSIQ dimulai dari adanya

kepemimpinan organisasi yang mampu menciptakan sekaligus mempaktekkan

sistem nilai pada organisasi, karena nilai adalah wujud dari kualitas organisasi

tersebut dan setiap organisasi memiliki keyakinan, norma, nilai, dan pandangan

yang berbeda dalam memandang suatu objek, sehingga perbedaan tersebut

memunculkan identitas dan karakteristik organisasi. Interpretasi nilai budaya

organisasi ini diambil dari teori budaya organisasi Hofstede antara lain

individualistic-collectivistic, power distance, uncertainty avoidance,

masculinity-femininity, dan term orientation.

Konsep relasi interpersonal dipahami dari keseimbangan yang

diberikan organisasi kepada civitas akademik UNSIQ seperti keseimbangan

antara penghasilan, beban kerja, motivfasi, komunikasi, kepuasan kerja dan

kinerja pegawai. Keseimbangan tersebut memperhatikan input pegawai UNSIQ

seperti pengalaman kerja, pendidikan dan spesialisasi pekerjaan, dan juga

output pegawai UNSIQ yang diartikan sesuatu yang telah diinvestasikannya

dalam lingkungan pekerjaan di UNSIQ. Hasil penelitian, berkeseimpulan bahwa

konsep relasi interpersonal sebagai sebuah kewajiban yang harus terpenuhi,

apabila kondusifitas lingkungan kerja yang menjadi harapan sekaligus tujuan

pengambangan budaya oganisasi di UNSIQ. Teori Keseimbangan menyatakan

bahwa penghargaan yang rendah memacu timbulnya ketidakpuasan, hal

tersebut akan memicu seorang individu untuk merespon dengan bertindak

berdasarkan atas rasa ketidaksesuaian rasio yang diberikan dengan rasio yang

diterima. Respon cepat yang diambil oleh pimpinan dengan mengadakan

evaluasi rutin civitas akademik, sebagai upaya pengkajian masalah. Dukungan

asas keadilan dan asas kekeluagaan sekaligus sudah terbentuknya budaya

Qu‟ani yang kokoh di UNSIQ, dapat meminimalisir munculnya

ketidakseimbangan akibat dinamika perubahan organiasi di UNSIQ.

Urgensi aktualisasi nilai-nilai Qur‟ani dalam pengembangan budaya

organisasi, diwujudkan pada pemahaman secara komprehensif pada nilai-nilai

Qur‟ani tersebut. Nilai-nilai Qur‟ani meliputi kepercayaan, keterbukaan, sikap

positif, sikap supportif, kesetaraan dan empati. Kemudian proses aktualisasi

nilai-nilai Qur‟ani tersebut dengan pembudayaan Qur‟ani seperti adanya

pengajian rutin jumat pagi, yasin dan mujahadah malam jumat, wisata religi ke

maqam-maqam pendiri UNSIQ maupun pendiri kota wonosobo, tausiah setelah

apel senin pagi, dan yang paling utama adalah upaya UNSIQ untuk

Page 158: BUDAYA ORGANISASI DI UNIVERSITAS SAINS AL- QUR’AN …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/49932... · 2020. 2. 3. · Disertasi BUDAYA ORGANISASI DI UNIVERSITAS SAINS

147

memaksimalkan peran pesantren untuk menanamkan jiwa agama pada diri

civitas akademik. Pada akhirnya, pembangunan suasana akademik difokuskan

pada suasana diniyah, ilahiyah, ilmiyah, alamiyah, dan ukhuwah sebagai sebuah

organisasi transformative yang berbasis pesantren.

B. Saran dan Rekomendasi Organisasi yang menggunakan pengelolaan organisasi modern,

pemimpin maupun pengelola organisasi mempunyai peluang untuk mencapai

tujuan organisasi yang maksimal. Akan tetapi, pencapaian tujuan organisasi

tersebut harus didasarkan pada pertimbangan nilai-nilai budaya organisasi yang

telah ditetapkan bersama berdasarkan atas nilai-nilai relasi interpersonal.

Maksudnya, aktualisasi dari pencapaian tujuan organisasi tersebut tidak semata-

mata untuk kepentingan pemimpin maupun pengelola organisasi, tetapi juga

untuk kepentingan semua anggota organisasi yang terkait.

Penelitian akhirnya menemukan konsep relasi interpersonal dalam

budaya organisasi sebagai teori sekaligus praktik dalam manajemen pendidikan.

Sarana solusi alternatif organisasi dari efek makin menurunnya kualitas relasi

antar anggota organisasi, sehingga muncul sikap kekerdilan diri. nilai-nilai

tersebut berkontribusi menghasilkan nilai baik bagi anggota organsiasi, yakni

hidup bermakna untuk dirinya maupun lingkungannya. Namun juga perlu

pembahasan yang lebih mendalam terkait model-model budaya organisasi

secara nasional, ini sebagai rekomendasi bagi penelitian selanjutnya.

Penelitian ini pada dasarnya merupakan penelitian pengembangan

kajian keislaman melalui pendekatan manajemen pendidikan islam, namun

secara teoritis penelitian ini belum banyak menggunakan landasan teori yang

betul-betul berlandaskan sumber islam. Rekomendasi untuk penelitian

selanjutnya yakni peneliti lebih memperhatikan kajian keislaman yang tidak

hanya menggunakan dua landasan al-Qur‟an dan Hadis, namun juga

menggunakan teori-teori dasar yang bersumber dari berbagai pemikiran tokoh

dan ulama muslim klasik maupun modern.

Aksentuasi penelitian ini hanya terbatas pada perguruan tinggi yang

berbasis pesantren sehingga untuk menemukan informasi secara keseluruhan

dari perguruan tinggi yang tidak berbasis pesantren tidak tercapai. Penelitian

selanjutnya diharapkan bisa melibatkan dari berbagai perguruan tinggi pada

umunya sebagai upaya generalisasi hasil penelitian.

Page 159: BUDAYA ORGANISASI DI UNIVERSITAS SAINS AL- QUR’AN …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/49932... · 2020. 2. 3. · Disertasi BUDAYA ORGANISASI DI UNIVERSITAS SAINS

148

DAFTAR PUSTAKA Buku ‘A<’ishah Abd al-Rahman Bintu Al-Sha>t}i’, Al-Qur’a>n wa Qad}a>ya> al-Insa>n. Kairo:

Dar al-Ma’arif, tanpa tahun.

Adz-Zhahabi. Muhammad Husein, Penyimpangan-penyimpangan dalam Penafsiran Al-Qur’an, terj. Hamim Ilyas dan Machnun Husein, Al-Ittija>ha>t al-Munh}arifah fi Tafsi@r al-Qur’a>n al-Karim. Jakarta: Rajawali, 1991.

Alasuutari, Pertti, Leonard Bickman, and Julia Brannen. The Sage Handbook of Social Research Methods. Sage Publication, 2008.

Al-D}a>man, Mundhir. Asa>siya>t al-Bah}su al-‘Alami>. ‘Ama>>n: Da>r al-Masi>rah, 2006.

Anastasi, A. Tes Psikologi. Jakarta: PT. PrenhaIIindo, 1997. Anna Gade, Perfection Makes Practice: Learning, Emotion, and the Recited Qur’a>n

in Indonesia. Honolulu: University of Hawai’i Press, 2004. Arens, Alvin A. Auditing dan Jasa Assurance Pendekatan Terintegrasi Jilid I.

Jakarta: Erlangga. 2008.

Arikunto, Suharsimi. Prosedur Penelitian, Suatu Pendekatan Praktek. Jakarta: PT Rineka Cipta, 1998.

Ar-Razi. Muhammad, Fakhr Ad-Din, Tafsir Al-Fakhr Ar-razi, 32 Jilid, cetakan ke

III. Bairut: Lebanon: Dar’-Fikr, 1985.

Ash-Shabuni. Muhammad Ali, Shafwatu-t-Tafaasir: Tafsiiru-l-Qur’an Al-Karim, Juz.1. Cairo: Daaru Shabuni li-th-Thiba‟ah Wa-n-Nasyr Wa-t-Tawzi‟, 1997.

Athaillah. A., Sejarah Al-Qur‟an: Verifikasi Tentang Otentisitas Al-Qur‟an.

Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 2010.

Avolio, B. J. and B. M. Bass. Manual for the Multifactor Leadership Questionnaire

(Form 5X). Mindgarden, Redwood City, CA. 2002.

Avolio. B. J. & F. J. Yammarino (Eds.), Transformational and charismatic

leadership: The road ahead. Oxford, UK: Elsevier.

Baron, RA., & Byrne, D. Sosial Psychology: Understanding Human Interaction. New York: Allyn & Bacon, 1994.

Bass, B. M. and B. J. Avolio. Improving Organizational Effectiveness through

Transformational Leadership. Sage, Thousand Oaks CA. 1994.

Bass, B. M. Leadership and performance beyond expectations. New York: Free

Press. 1985.

Bayat, H.R. Evaluation and Analysis of Organizational Culture Effects on Creativity and Innovation of Governmental Organizations in Zanjan province. Master Degree Dissertation, AllameTabatabaei University, 1996.

Berman. M. A. (Ed.), Corporate culture and change. New York; The Conference

Board Inc.

Beyer, Berry K. Teaching Thinking in Social Studies; Using Inquiry in the Classroom. London Sydney: Bell and Hawell Company, 1979.

Blankenship. Ralph, (ed.) Colleagues in Organization New York: John Wiley.

Bolman, L. and T. Deal. Modern Approaches to Understanding and Managing

Organizations, San Francisco: Jossey-Bass. 1984.

Page 160: BUDAYA ORGANISASI DI UNIVERSITAS SAINS AL- QUR’AN …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/49932... · 2020. 2. 3. · Disertasi BUDAYA ORGANISASI DI UNIVERSITAS SAINS

149

Butts J.B. & Rich K.L. Nursing Ethics: Across the Curriculum and into Practice

Second Edition. UK: Jones and Bartlett Publisher, 2008.

Cameron, K.S. and Ettington, D.R. The conceptual foundations of organizational culture Higher Education: Handbook of Theory and Research. New York: Agathon, 1988.

Cartwright, D., & Zander, A. Group dynamics: Theory and research, 3rd ed. New York: Harper & Row, 1968.

Clark, B. (Ed.). Perspectives in Higher Education. Berkeley: University of California Press, 1984.

Clark, B. (Ed.). The Academic Profession. Berkeley: University of California Press, 1987.

Clark, B. Academic Culture. Working paper No. 42. New Heaven, CT: Yale University Higher Education Research Group, 1980.

Clark, B. The Distinctive College. Chicago: Aldine, 1970. Cooper. C. L., S. Carwright and P. C. Earley, The International Handbook of

Organizational Culture and Climate. John Wiley & Sons Ltd, Chichester.

Cummings, T. G., and Huse, E. F. Organizational Development and Change. Saint

Paul, Minn.: West, 1989.

Daft, R.L. Organizational Theory and Design, 7th ed., South Western College

Publishing, Cincinnati, OH. 2001.

Danandjaja, Andreas A. Sistem Nilai Manajer Indonesia. Jakarta: Pustaka Binaman Pressindo, 1986.

David, Fred. R, Manajemen Strategis, Konsep. Edisi Ketujuh, Alih Bahasa

Alexander Sindoro. Jakarta: Prehallindo, 2004.

Deal, P., & Kennedy, A. Corporate cultures. Reading, MA: Addison-Wesley. 1982.

Denzin, Norman K. and Yvonna S. Lincoln. Handbook Of Qualitative Research. terj., Yogyakarta, Pustaka Pelajar, 2009.

Dwyer, D. Interpersonal Relationships USA: Taylor & Francis e-Library. Dari e-Book, 2002.

Earle, William James. Introduction to philosophy. Singapure: Mc Graw-Hill Inc, 1992.

Fattah, Nanang. Landasan Manajemen Pendidikan. Bandung: Remaja Rosdakarya, 2011.

Follet, Mary Parker. Prophet of Management; A Celebration of Writings from the 1920s. Washington DC: Beard Books, 2003.

Follet, Mary Parker. The New State; Group of Organization the Solution of Popular Government. New York: Longmans, Green, 1918.

Frazier, Gary L. and Jagdish N. Sheth (Eds.). Contemporary Views on Marketing Practice. Lexington, Mass.: Lexington Books, 1987.

Friedman, R. The Effect of The Instruction Approach of The Mentor Teacher on The Professional and Self Image of The Mentee in The Induction Process. Master’s Thesis, Ramat Gan: Bar-Ilan University, 2002.

Page 161: BUDAYA ORGANISASI DI UNIVERSITAS SAINS AL- QUR’AN …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/49932... · 2020. 2. 3. · Disertasi BUDAYA ORGANISASI DI UNIVERSITAS SAINS

150

Fullan, M. & St. Germain. Learning places: Afield guide for improving the context

of schooling. Thousand Oaks, CA: Corwin Press. 2006.

Fullan, M. Leading in a culture of change. San Francisco: Jossey-Bass. 2001.

Gergen. K. M. Greenberg & R. Willis (eds), Social Exchanges: Advances in Theory

and Research. New York: Plenum Press.

Ghahreman, T. Relation Between The Organizational Culture, Leadership Style of Managers and Creativity of Faculty Members of Physical Education Schools and Departments. Ph.D. Thesis, Tehran University, 2007.

Giddens, Anthoni. The Constitution of Society: Teori Strukturasi Untuk Analisis Sosial. Yogyakarta: Pedati, 2003.

Greenberg, J., dan Baron, RA. Behavior in organizations. Eighth Edition. New

Delhi; prentice Hall. 2003.

Gunawati, Rindang, Sri Hartati dan Anita Listiara. “Hubungan Antara Efektivitas Komunikasi Mahasiswa Dosen”. Jurnal Psikologi Universitas Diponegoro Volume 3 No.2, Desember 2006.

Hage, H. Communication and Organizational Control. New York: John Wiley.

1974.

Handoko, T. Hani. Manajemen Personalia dan Sumber Daya Manusia. Yogyakarta: BPFE-Yogyakarta, 2001.

Harun Nasution, Akal dan Wahyu dalam Islam. Jakarta: Penerbit Universitas

Indonesia, 1982.

Haryani, Sri & Yulia. Mengelola Sumber Daya Manusia Dan Hubungan Karyawan. Jakarta: Gramedia, 1995.

Hatch, Mary Jo. Organization Theory; Modern, Symbolic and Postmodern

Perspectives. New York: Oxford University Press. 1997.

Hofstede, Geert, Geert Jan Hofstede and Michael Minkov. Culture and Organization: Software of The Mind. McGraw Hill Professional, 2010.

Hofstede, Geert. Culture’s Consequences International Differences in Work-related Values. Baverly Hills, Ca: Sage Publ., 1980.

Hogg. M. A. and D. Terry (eds), Social Identity Processes In Organisations.

Psychology Press, New York.

Hogg. M. A. and S. Tindale (eds), Blackwell handbook of social psychology: Group

processes. Blackwell, Maulden, MA.

Howard M. Federspiel, Popular Indonesian Literature of the Qur‟an. Ithaca:

Cornell Univrsity Modern Indonesia Project, 1994.

Jalaluddin Muhammad bin Muhammad al-Mahily dan Jalaluddin Abdu Rahman bin

Abu Bakar as-Suyuthi, Tafsir Jalalain. Beirut: Daru Shaadir, 2003.

Janis, I. Groupthink. (2nd ed.) Boston: Houghton Mifflin, 1982.

Johns, A. Text, Role, and Context: Developing Academic Literacies. Cambridge:

Cambridge University Press. 1997.

Johnson, D.W. Reaching Out Interpersonal Effectiveness And Self Actualization. San Fransisco: Prentice HaIl, 1986.

Page 162: BUDAYA ORGANISASI DI UNIVERSITAS SAINS AL- QUR’AN …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/49932... · 2020. 2. 3. · Disertasi BUDAYA ORGANISASI DI UNIVERSITAS SAINS

151

Johnson, D.W., & Johnson H. Learning Together And Alone: Cooperation, Competition, And Individualization (3rd ed.). Engkwood Cliffs, NJ: Prentice Hall, 1991.

Judson, Arnold S. Changing Behavior in Organizations: Minimizing Resistance to

Change . Cambridge, MA : Blackwell. 1991.

Kafa>fi>, ‘Ula>uddi>n Ah}mad. ‚Mahara>tu al-Ittisha>l wa al-Tafa>’ul fi> ‘Imli>ti> wa al-Ta’alum‛. Shaf 2, Da>r al-Fikr: Qa>hiroh Mishr

Kagan, C; Evans, J & Kay, B. A Manual Of Interpersonal Skills For Nurses: An Experiential Approach. London: Harper & Row, 1990.

Kanter, R., B. Moss, Stein and T. Jick. 'The Challenge of Organizational Change'.

Free Press, New York. 1992.

Kelley, H. H., & Thibaut, J. W. Interpersonal Relations: A Theory Of Interdependence. New York: Wiley, 1978.

Kennedy, Gary J.M.D. Geriatric Mental Health Care. New York: The Guilford Press, 2000.

Keraf, A. S. Pasar Bebas, Keadilan, dan Peran Pemerintah. Yogyakarta; Kanisius.

1996.

King, N., and Anderson, N. Innovation and Change in Organizations. New York:

Routledge, 1995.

Kotter, J. P., & Heskett, J. L. Corporate culture and performance. New York: Free

Press. 1992.

Krech D, & Crutchfield RS. Theory and problems of social psychology. New York: McGraw-Hill Book Co.; 1948.

Kuh, G. D., & Whitt, E. J. The Invisible Tapestry: Culture in American Colleges and Universities. ASHE-ERIC Higher Education Report No 1. Washington, DC: George Washington University, 1986.

Kurniadin, Didin Dan Imam Machali. Manajemen Pendidikan; Konsep dan Prinsip Pengelolaan Pendidikan. Jogjakarta: Ar-Ruzz Media, 2013.

Laeyendecker L. Tata, Perubahan, dan Ketimpangan, Suatu Pengantar Sejarah Sosiologi. Jakarta: Gramedia Pustaka Utama, 1991.

Latif, Abdul. Pendidikan Berbasis Nilai Kemasyarakatan. Bandung: Refika Aditama, 1997.

Leonard, D. A., and Swap, W. C. When Sparks Fly: Igniting Creativity in Groups.

Boston: Harvard Business School Press, 1999.

Lind, E. A. & Tyler, T. R. The Social Psycholgy of Procedural Justice. Plenum

Press, New York. 1988.

Mansur. Muhammad, dkk., Metodologi Penelitian Living Qur‟an dan Hadis.

Yogyakarta: Teras, 2007.

Manzur Ibn, Lisan ‘1-‘Arab, 20 Jilid, (Mesir: Ad-Dar Al-Mishriyah Li At-Ta’lif wa

At_Tarjamah) jilid 13. Martin. Richard, ed., Approaches to Islam in Religious Studies. Oxford: Oneworld,

2001.

Miles, Matthew B., A. Michael Hubermen, and Johnny Saldana. Qualitative Data Analysis; A Methodes Sourcebook. Sage Publication, 2014.

Page 163: BUDAYA ORGANISASI DI UNIVERSITAS SAINS AL- QUR’AN …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/49932... · 2020. 2. 3. · Disertasi BUDAYA ORGANISASI DI UNIVERSITAS SAINS

152

Moleong, Lexy J. Metodologi Penelitian Kualitatif. Bandung: Rosdakarya, 2010. Morril, P. H., & Speed, E. R. The Academic Profession: Teaching in Higher

Education. New York: Human Sciences Press, 1982. Ndraha, Taliziduhu. Budaya Organisasi. Jakarta: Rinek Cipta, 2003. Ngara E. The African University and Its Mission for Improving the Delivery of

Education Institutions. Roma: Institute of Southern African Studies. 1995.

Nisbet, R. The Degradation of the Academic Dogma. New York: Basic Books.

1971.

Olins, W. Corporate identity, Thames & Hudson, London. 1989.

Ott, J.S. The Organizational Culture Perspective. Pacific Grove, CA: Brooks/Cole Publishing Company. 1989.

Pangestuti, R. “Penundaan Menyelesaikan Skripsi (Studi Kasus pada beberapa Mahasiswa Angkatan ’96 Program Studi Psikologi Fakultas Kedokteran Universitas Diponegoro”. Semarang. Fakultas Psikologi UNDIP, 2003.

Patricia, K.L. “An Investigation of The Relationship Between Transformationunial Leadership and Constructive Organizational Culture”. Ph.D. Thesis, MaryWood University, 2001.

Pieternella van Doorn-Harder, Women Shaping Islam: Reading the Qur’a>n in Indonesia. Urbana: University of Illinois Press, 2006.

Pinder, C. C. Work Motivation in Organizational Behavior. New Yersey: Prentice

Hall, Uper Saddle River. 1998.

Popovich, M.G., ed. Creating High-Performance Government Organization. San

Francisco: Jossey-Bass. 1998.

Purwanto. Ngalim, Administrasi dan Supervisi Pendidikan. Bandung; Remaja

Rosdakarya, 2005.

Rahman. Fazlur, Major Themes of the Qur‟an. Chicago: Ibliotheca Islamica, 1980.

Rakhmat, Jalaludin. Psikologi Komunikasi. Bandung: PT Raya, 2005. Rao, V.S.P. and V. Hari Krishna. Management: Text and Cases. New Delhi: Excel

Books, 2008. Rasmussen. Anne K., Women, the Recited Qur’a>n, and Islamic Music in Indonesia.

Berkeley: University of California Press, 2010.

Robbins, S. Organisational Behaviour: Concepts, Controversies and Applications. 6th ed. New Jersey: Prentice Hall, 1993

Robbins, S. P. and Mary Coulter. Management, Ninth Edition. International Edition.

New Jersey: Pearson Education. Inc. 2007.

Robbins, Stephen P. and Judge A. Timothy. Organizational Behaviour. vol 15, USA: Pearson Education, 2013.

Robbins, Stephen P. Organizational Theory. Englewood Cliffs, New Jersey: Prentice Hall Inc., 1990.

Robbins. Stephen P. Organizational Behaviour. Prentice Hall Inc. 2003.

Robert E. van Voorst, Anthology of World Scriptures. Belmont, CA: Thomson

Wasworth, 2008.

Roberts, Helen. Doing Feminist Research. London: Routledge, 1997.

Page 164: BUDAYA ORGANISASI DI UNIVERSITAS SAINS AL- QUR’AN …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/49932... · 2020. 2. 3. · Disertasi BUDAYA ORGANISASI DI UNIVERSITAS SAINS

153

Robinson. W. P. (ed.), Social groups and identities: Developing the legacy of Henri

Tajfel. Butterworth-Heinemann, Oxford.

Rose, C & Malcolm JN. Accelerated Learning For The 21st Century. Jakarta: Nuansa, 2003.

Ross, L., & Nisbett, R. E. The person and the situation: Perspectives of social psychology. New York: McGraw-Hill, 1991.

Rossotti, Charles O. Many Unhappy Returns. Boston: Harvard Business School

Press. 2005.

Sagala, Syaiful. Budaya Dan Reinventing Organisasi Pendidikan. Bandung: Alfabeta, 2008.

Sallis, Edward. Total Quality Management In Education. London: Kogan Page Limited.

Sarafino, E.P. Health Psychology: Biopsychosocial Interactions. Second Edition, Singapore: John Wiley & Sons, Inc, 1994.

Sathe, Vijay. Culture And Related Corporate Realities. Richard D. Irwin, Inc. Homewood, III, 1985.

Saydam. Manajemen Sumber Daya Manusia. Jakarta: Djambatan, 1996. Schein, E. H. Organizational culture and leadership (2

nd ed.). San Francisco:

Jossey-Bass. 1992.

Schein, E.H. Organisational Culture and Leadership. San Fransis-co: Jossey-Bass

Publisher. 1985.

Schein, E.H. Organizational Culture and Leadership. San Francisco: John Wiley &

Sons, Inc. 2004.

Sekhar, R.C. Ethical Choices in Business, Response Books, New Delhi. 1997.

Shaleh, Abdurrahman. Pendidikan Agama Dan Keagamaan Visi, Misi dan Aksi. Jakarta: Gemawindu Pancaperkasa (cet.2), 2001.

Shockley, Pamela S. & Zalabak. Fundamentals of Organizational Communication: Knowledge, Sensitivity, Skills, Values. Sixth Edition, Pearson Education, Inc. Published by Allyn and Bacon, 2006.

Sikula, J. (Ed.). Handbook of Research on Teacher Education. (2nd ed., pp. 548-594). New York: Macmillan, 1996.

Smith & Bond, M.H. Sosial Psychology Across Culture: Analysis And Perspective. Cambridge: University Press, 1993.

Sobirin, Ahmad. Budaya Organisasi: Pengertian, Makna, Dan Aplikasinya Dalam Kehidupan Organisasional. Yogyakarta: UPP STIM YKPN, 2009.

Soebijanta, J.M. “Nilai, Pelimbahan Nilai Dan Penjernihan Nilai”. dalam Atma Nan Jaya, Desember 1988, UAJ Jakarta.

Sugiyono. Metode Penelitian Pendidikan Pendekatan Kualitatif, Kuantitatif, dan R & D. Bandung: Alfabeta, 2006.

Sugiyono. Statistik untuk Penelitian. Bandung: Alfabeta. 2005.

Sukmadinata, Nana Syaodih. Metode Penelitian Pendidikan. Bandung: Remaja Rosdakarya, 2010.

Sumadjoko, Bambang. Membangun Budaya Pendidikan Mutu Perguruan Tinggi. Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 2010.

Page 165: BUDAYA ORGANISASI DI UNIVERSITAS SAINS AL- QUR’AN …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/49932... · 2020. 2. 3. · Disertasi BUDAYA ORGANISASI DI UNIVERSITAS SAINS

154

Sunyoto. Dangan dan Bambang, Perilaku Organisasional, Yogyakarta: CAPS,

2011.

Suprayogo, Imam. Metodologi Penelitian Sosial-Agama. Bandung: Remaja Rosdakarya, 2001.

Sutrisno, Edy. Budaya Organisasi. Jakarta: Kencana, 2011. Sztompka, Pieter. Sosiologi Perubahan Sosial. terj., Yogyakarta: Prenanda, 2004. T}u’aymah, Rushdi Ahmad. ‚Ta’li>m al-Lughoh Ittis}aliya> Bayna al-Mana>hij wa al-

Istira>tijiya>t‛. i>si>siku>, 2006. Thibaut, J. and Walker, L. Procedural Justice: A Psychological Analysis. Hillside

NJ: Lawrence Erlbaum Associates. 1975.

Tobroni. “Perilaku Kepemimpinan Spiritual Dalam Pengembangan Organisasi Pendidikan Dan Pembelajaran; Kasus Lima Pemimpin Pendidikan Di Kota Ngalam”. Disertasi, Yogyakarta: Program Pascasarjana UIN Sunan Kalijaga, 2005.

Tom, Lombardo. Educational Ethics and Values. UK: The Macmillan Company and the Free Press, 2004.

Trice, H. M., & Beyer, J. M. The culture of work organizations. Englewood Cliffs,

NJ: Prentice Hall. 1993.

Triguno. Budaya Kerja: Menciptakan Lingkungan yang Kondusif untuk Meningkatkan Produktivitas Kerja. Jakarta: Golden Terayon Press, 2004.

Trompenaars, Fons and Turner, Charles Hampden. Riding The Waves of Culture-Understanding Cultural Diversity in Bussiness. London: Nicholas Brealey Publishing. 1997

Udaya, J., Wennadi, L.Y., dan Lembana, D.A.A. Manajemen Stratejik. Edisi

Pertama. Jakarta: Graha Ilmu. 2013.

Umar. Nasaruddin, Deradikalisasi Pemahaman Al-Qur‟an & Hadis. Jakarta:

Gramedia, 2014.

Van Baal J. Symbols for Communication. An Introduction to the Anthropological Study of Religion. Assen, 1971.

Vito, De, J. A. The Interpersonal Communication. Seventh Edition, New York: Harper Collins College Publisher, 1995.

Vivin Ayu Dwi L. “Hasil Belajar Mahasiswa Terhadap Hubungan Interpersonal”. artikel, Surabaya: Fak. Ekonomi UNESA.

Vonk, J. H. C. Conceptualizing Novice Teachers’ Professional Development: A Base for Supervisory Interventions. Paper presented at the Annual Conference of AERA, San Francisco, 1995.

Walgito, B. Psikologi Sosial: Suatu Pengantar. Yogyakarta: Andi Offset, 2001. Wardhani, Dian Wisnu, Mashoedi, dan Sri Fatmawati. Hubungan Interpersonal.

Jakarta: Salemba Humanika, 2012. Weber, M. Economy and Society. University of California, Berkeley, CA. 1978.

Webster. Third New International Dictionary, Encyclopedia. Britania, Meriam Webster Inc, 1981.

World Bank. Constructing knowledge societies: New Challenges for Tertiary

Education. Washington DC. 2002.

Page 166: BUDAYA ORGANISASI DI UNIVERSITAS SAINS AL- QUR’AN …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/49932... · 2020. 2. 3. · Disertasi BUDAYA ORGANISASI DI UNIVERSITAS SAINS

155

Yeung, A. K., Ulrich, D. O., Nason, S. W., & Von Glinow, M. A. Organizational

learning capability: generating and generalizing ideas with impact. New

York: Oxford University Press. 1999.

Yukl, G. Leadership in organizations (5th ed.). Upper Saddle River, NJ: Prentice

Hall. 2002.

Yukl, G. Leadership in organizations. Upper Saddle River, NJ: Prentice Hall. 2001. Zandvliet, David, Perry Den Brok, Tim Mainhard And Jan Van Tartwijk. Advances In

Learning Environments Research Interpersonal Relationships In Education: From Theory To Practice. Rotterdam, The Netherlands: Sense Publishers, 2014.

Page 167: BUDAYA ORGANISASI DI UNIVERSITAS SAINS AL- QUR’AN …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/49932... · 2020. 2. 3. · Disertasi BUDAYA ORGANISASI DI UNIVERSITAS SAINS

156

Jurnal Abratt, R. "A new approach to the corporate image management process", Journal

of Marketing Management, Vol. 5 No. 1, 1989.

Ahmed, P. K., “Culture and Climate for Innovation”. European Journal of Innovation Management. 1(1), 30-43, 1998. doi: 10.1108/14601069810199131

Alharbi, Mohammad Awadh, Mohammed Saad Alyahya. “Impact of Organizational Culture on Employee Performance”. International Review of Management and Business Reseacrh, Vol. 2 Issue 1, March 2013

Ali. Muhamad, Kajian Naskah dan Kajian Living Qur‟an dan Living Hadith,

Journal of Qur‟an and Hadith Studies. Vol. 4, No. 2, 2015.

Allaire, Y., & Firsirotu, M. E. “Theories of Organizational Culture”. Organization Studies, 5, 1984.

Amabile, T. M. How to kill creativity. Harvard Business Review, 76, 1998.

Amabile, T. M., Conti, R., Coon, H., Lazenby, J., & Herron, M. Assessing the work

environment for creativity. Academy of Management Journal, 39, 1996.

Andersson, L. M., & Bateman, T. S. Cynicism in the workplace: Some causes and

effects. Journal of Organizational Behavior, 18, 1997.

Andries, Flavius Floris. “Movement of Campus’ Mosque at UGM and UIN Sunan Kalijaga In Order to Understand National Politic”. Jurnal “Analisa” Balai penelitian dan Pengembangan Agama Volume 19 Nomor 02 Juli - Desember 2012.

Andripoulos, C. “Determaints of Organizational Creativity: A Literature Review”. Manage. Decis., 39/10: 834-840, 2001.

Appiah Adu, Kwaku. “The Impact of Marketing Mix Decisions on Performance: A

Study of Foreign and Domestic Firms in a Liberalized Economy.” Journal

of Global Marketing 13 (2): 1999.

Ashkanasy. N. M. and C. P. M. Wilderom (chair), New perspectives on assessing

and using the organization-culture in organization science. Symposium

conducted at the meeting of the Academy of Management, Vancouver, BC.

Ashmos, D.P. and Duchon, D. “Spirituality at work: a conceptualization and

measure”, Journal of Management Inquiry, Vol. 9 No. 2, 2000.

Aspinwall, L. G., & Taylor, S. E. A stitch in time: Self-regulation and proactive

coping. Psychological Bulletin, 121: 1997.

Atabik. Ahmad, The Living Qur‟an: PotretBudaya Tahfiz al-Qur‟an di Nusantara,

Jurnal Penelitian, Vol. 8, No. 1, Februari 2014.

Balmer, J.M.T. "Corporate branding and connoisseurship", Journal of General

Management, Vol. 21 No. 1, 1995.

Barlow, C. B., Jordan, M., & Hendrix, W. H. Character assessment: An

examination of leadership levels. Journal of Business and Psychology,

17(4), 2003.

Bass, B. M. Two decades of research and development in transformational

leadership. European Journal of Work and Organizational Psychology,

8(1), 1999.

Bass, B.M. and Avolio, B.J. “Transformational leadership and organizational

culture”, Public Administration Quarterly, Vol. 17, 1993.

Page 168: BUDAYA ORGANISASI DI UNIVERSITAS SAINS AL- QUR’AN …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/49932... · 2020. 2. 3. · Disertasi BUDAYA ORGANISASI DI UNIVERSITAS SAINS

157

Bateman, Thomas S. and DennisW. Organ. “Job Satisfaction and the Good Soldier:

The Relationship Between Affect and Employee Citizenship.” Academy of

Management Journal 36: 1983.

Baumeister, R. F., Gailliot, M. T., DeWall, C. N., & Oaten, M. Self-regulation and

personality: How interventions increase regulatory success, and how

depletion moderates the effects of traits on behavior. Journal of

Personality, 74, 2006.

Beggs, Joyce , Dorothy C. Doolittle and Diane Garsombke. “Work Value Orientations And Patterns: A Comparison Of Future Managers With Manager And Non-Manager Groups” International Journal of Value-Based Management, October 1995, Volume 8, Issue 3.

Behling, O. and McFillen, J.M. ``A syncretical model of charismatic/

transformational leadership'', Group and Organization Management, Vol.

21 No. 2, 1996.

Block, J., & Kremen, A. M. IQ and ego-resiliency: Conceptual and empirical

connections and separateness. Journal of Personality and Social

Psychology, 70: 1996.

Boevinks, A. “Shared Transformational Leadership and Organization Culture as Predictors of a Bank’s Financial Performance”. Essay of Bussiness Administrationand Organizational Science, 2009.

Brown, A. Organizational culture: The key to effective leadership and

organizational development. Leadership and Organization Development

Journal, 13(2), 1992.

Butler, J.K., and Cantrell, R.S. "Effects of Perceived Leadership Behaviors on Job

Satisfaction and Productivity." Psychological Reports 80. 1997.

Çakar, N. D., & Ertürk, A. “Comparing Innovation Capability of Small and Medium-Sized Enterprises: Examining The Effects of Organizational Culture and Empowerment”. Journal of Small Business Management, 48 (3), 325-359, 2010. doi: 10.1111/j.1540-627X.2010.00297.

Calori, R., & Sarnin, P. Corporate culture and economic performance: A French

study. Organizational Studies, 12, 1991.

Chuang, S. C. Sadder but wiser or happier and smarter? A demonstration of

judgment and decision-making. Journal of Psychology, 141, 2007.

Chusmir, H. and K. Leonard. “Organizational Culture Relationships with Creativity and Other Job-Related Variables”. J. Bus. Res., 15: 397-409, 1987.

Colquitt, J. A. On the Dimensionality of Organizational Justice: A Construct

Validation of a Measure. Journal of Applied Psychology. 86: 2001.

Colquitt, J. A., Conlon, D. E., Wesson, M. J. & Porter C. O. L. H., & Yee Ng, K.

Justice at the Millennium: A Meta-Analytic Review of 25 Years of

Organizational Justice Research. Journal of Applied Psychology, 86:

2001.

Conger, J. A. and R. N. Kanungo. 'The empowerment process: Integrating theory

and practice', Academy of Management Review, 13, 1988.

Page 169: BUDAYA ORGANISASI DI UNIVERSITAS SAINS AL- QUR’AN …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/49932... · 2020. 2. 3. · Disertasi BUDAYA ORGANISASI DI UNIVERSITAS SAINS

158

Costanza, D.P. "Leadership and Organizational Decline: The Relationship Between

Personality Characteristics and Organisational Performance." Ph.D. diss.

George Mason University. 1996.

Cowherd, D. M., & Levine, D. I. Product quality and pay equity between lowelevel

employees and top management: an investigative of distributive justice

theory. Administrative Science Quarterly, 37: 1992.

Cropanzano, R., Prehar, C.A. and Chen. P.Y. Using social exchange theory to

distinguish procedural from interactional justice. Group and Organization

Management, 27(3) Sept 2002.

Dale, B., Boaden, R.J., Wilcox, M. and McQuater, R.E. „Sustaining continuous

improvement: what are the key issues?‟ Quality Engineering, vol.11, no.3,

1999.

Das, G. S. “Preparedness for Innovation: An Indian Perspective”. Global Business Review, 4(1), 27-39, 2003.

Dean, J. W., Brandes, P., & Dharwadkar, R. Organizational cynicism. Academy of

Management Review, 23, 1998.

Denison, D. R. What is the difference between organizational culture and

organizational climate? Academy of Management Review, 21(3), 1996.

Denison, D. R., & Mishra, A. K. Toward a theory of organizational culture and

effectiveness. Organization Science, 6, 1995.

Dennison, D.R. “Bringing Corporate Culture to the Bottom Line”. Organizational Dynamics, 13 (2) 1984.

Deshpande, Rohit & Frederick E. Webster, Jr. “Organizational Culture and Marketing: De fining the Research Agenda”. Journal of Marketing Vol. 53, January 1989.

Dobni, C. B. “Measuring Innovation Culture in Organizations: The Development of A Generalized Innovation Culture Construct Using Exploratory Factor Analysis”. European Journal of Innovation Management, 11 (4), 539-559, 2008. doi: 10.1108/14601060810911156

Donovan, M. A., Drasgrow, F. & Munson, L. J. The Perception of Fair

Interpersonal Treatment Scale : Development and Validation of a Measure

of Interpersonal Treatment in the Workplace. Journal of Applied

Psychology, 83 (5), 1998.

Edmondson, A.C. “The local and variegated nature of learning in organizations: a

group-level perspective”, Organization Science, Vol. 13 No. 2, 2002.

Ehtesham, Mujeeb, Ul, Tahir Masood Muhammad, Shakil Ahmad Muhamma. “Relationship between Organizational Culture and Performance Management Practices: A Case of University in Pakistan”. Journal of Competitiveness, Issue 4/2011.

Elenkov, D. S., & Manev, I. M. Top management leadership and influence on

innovation: The role of sociocultural context. Journal of Management,

31(3), 2005.

Ensor, P. “From Preservice Mathematics Teacher Education to Beginning Teaching: A Study in Recontextualizing”. Journal for Re- search in Mathematics Education, 32, 296-320, 2001. doi:10.2307/749829

Page 170: BUDAYA ORGANISASI DI UNIVERSITAS SAINS AL- QUR’AN …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/49932... · 2020. 2. 3. · Disertasi BUDAYA ORGANISASI DI UNIVERSITAS SAINS

159

Erozkan, Atilgan. “The Effect of Communication Skills and Interpersonal Problem Solving Skills on Social Self-Efficacy”. Educational Sciences: Theory & Practice - 13(2) • Spring • 739-745, 2013 Educational Consultancy and Research Center, www.edam.com.tr/estp

Fátima, Maria de, Bruno-Faria dan Marcus Vinicius de Araujo Fonseca. “Cultura de Inovação: Conceitos e Modelos Teóricos”. RAC, Rio de Janeiro, v. 18, n. 4, art. 1, pp. 372-396, Jul./Ago. 2014 http://dx.doi.org/10.1590/1982-7849rac20141025

Fishman, N. and L. Kavanaugh. 'Searching for your missing quality link', Journal

for Quality and Participation, 12, 1989.

Folger, R. & Konovsky, M.A. Effects of procedural and distributive justice on

reactions to pay raise decisions. Academy of Management Journal, 32(1):

1989.

Fredrickson, B. L. The role of positive emotions in positive psychology: The

broaden-and-build theory of positive emotions. American Psychologist,

56: 2001.

Fredrickson, B. L., Cohn, M. A., Coffey, K. A., Pek, J., & Finkel, S. M. Open hearts

build lives: Positive emotions, induced through loving-kindness

meditation, build consequential personal resources. Journal of Personality

and Social Psychology, 95: 2008.

Fredrickson, B. L., Tugade, M. M., Waugh, C. E., & Larkin, G. R. What good are

positive emotions in crises? A prospective study of resilience and

emotions following the terrorist attacks on the United States on September

11th, 2001. Journal of Personality and Social Psychology, 84: 2003.

Fugate, M., Kinicki, A. J., & Prussia, G. E. Employee coping with organizational

change: An examination of alternative theoretical perspectives and

models. Personnel Psychology, 61: 2008.

Fugate, M., Kinicki, A. J., & Scheck, C. L. Coping with an organizational merger

over four stages. Personnel Psychology, 55: 2002.

Gade. Anna, ‚Taste, Talent, and the Problem of Internalization: A Qur’a>nic Study

in Religious Musicality from Southeast Asia,‛ History of Religions 41, 4

May 2002. Gardner, W. L. and B. A. Avolio. 'The charismatic relationship: A dramaturgical

perspective', Academy of Management Review, 23, 1998.

Gilliland, S.W. The perceived fairness of selection system: an organizational justice

perspective. Academy of Management Review, 18 (4): 1993.

Gittell, J. H., Cameron, K., Lim, S., & Rivas, V. Relationships, layoffs, and

organizational resilience: Airline industry responses to September 11. The

Journal of Applied Behavioral Science, 42, 2006.

Glisson, C., & James, L. R. The cross-level effects of culture and climate in human

service teams. Journal of Organizational Behavior, 23, 2002.

Godoy, R.S.P., & Peçanha, D.L.N. “Cultura Organizacional E Processos De Inovacao: Um Estudo Psicossociologico Em Empresa De Base Tecnologica”. Boletim Academia Paulista de Psicologia, 29 (1), 2009.

Page 171: BUDAYA ORGANISASI DI UNIVERSITAS SAINS AL- QUR’AN …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/49932... · 2020. 2. 3. · Disertasi BUDAYA ORGANISASI DI UNIVERSITAS SAINS

160

Greenberg, J. Organizational Justice: Yesterday, Today, and Tomorrow. Journal of

Management, 16: 1990.

Greenberg, J. Reactions to Procedural Injustice in Payment Distributions: do the

ends justify the means, Journal of Applied Psychology, 72, 1987.

Greenberg, J. Studying Organizacional Justice Cross-Culturslly: Fundamental

Challenges. The International Journal of Conflict, 12 (4): 2001.

Hackman, Richard, J. and Greg R. Oldham. “Development of The Job Diagnostic Survey". Journal of Applied Psychology, Vol. 60, 1975.

Hassan, Arif dan Suresh Chandaran. “Quality Supervisor-Subordinate Relationship

and Work Outcame: Organizational Justice as Mediator. IIUM Journal of

Economic and Management, 13 (1): 2005.

Hater, J. J. and B. M. Bass. 'Superiors evaluations and subordinates' perceptions of

transformational and transactional leadership', Journal of Applied

Psychology, 73, 1988.

Heck, R. H., T. J. Larsen, and G. A. Marcoulides. "Instructional Leadership and

School Achievement: Validation of a Causal Model," Educational

Administration Quarterly, 26, 2, 1990.

Heddy Shri Ahimsa-Putra, The Living Al-Qur‟an: Beberapa Perspektif

Antropologi, Walisongo, Volume 20, Nomor 1, Mei 2012,

Heifetz, R. A., & Laurie, D. L. The work of leadership. Harvard Business Review,

79(11): 2001.

Herscovitch, L., & Meyer, J. P. Commitment to organizational change: Extension of

a three-component model. Journal of Applied Psychology, 87: 2002.

Higgins, C.C. "Transactional and Transformational Leadership: An Examination of

the Relationship Between Leadership Orientation and Perceptions of

Organizational Effectiveness." Ph.D. diss. George Washington University.

1998.

Hobfoll, S. E. The influence of culture, community, and the nested self in the stress

process: Advancing conservation of resources theory. Applied

Psychology: An International Review, 50: 2001.

Hofstede, Geert, Michael Harris Bond dan Chung-Leung Luk, Individual

Perception Of Organizational Cultures: A Methodological Treaties On

Level Of Analysis”, Organization Studies, 14/4, 1993.

Hollenbeck, Jr., & Williams, C.R. Turnover functionality versus turnover

frequency: a note on work attitudes and organizational effectiveness.

Journal of Applied Psychology 71, 1986.

Holt, J. L. & Devore, C. J. “Culture, Gender, Organizational Role, and Styles of Conflict Resolution: A Meta-Analysis”. International Journal of Intercultural Relations, 29, 2005.

Hom, P. W., Tsui, A. S., Wu, J. B., Lee, T. W., Zhang, A. Y., Fu, P. P., & Li, L.

Explaining employment relationships with social exchange and job

embeddedness. Journal of Applied Psychology, 94: 2009.

House, J.S., & Wolf, S. “Effect Of Urban Residence On Interpersonal Trust And Helping Behavior”. Journal Of Personality And Social Psychology. 1978.

Page 172: BUDAYA ORGANISASI DI UNIVERSITAS SAINS AL- QUR’AN …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/49932... · 2020. 2. 3. · Disertasi BUDAYA ORGANISASI DI UNIVERSITAS SAINS

161

Howell, Clugston, M., J.P. & Dorfman, P.W. “Does Cultural Socialization Predict Multiple Bases and Foci of Commitment?”. Journal of Management, 26 (1), 2000.

Huy, Q. N. Emotional capability, emotional intelligence, and radical change.

Academy of Management Review, 24: 1999.

Ilaiyan, Salman. “Difficulties Experienced by the Arab Teacher during His1 First Year of Teaching as a Result of Personal and Organizational Variables, Scientific Research”. Creative Education, Vol.4, No.6, 363-375. Published Online June 2013 in SciRes (http://www.scirp.org/journal/ce).

Ismail, W. K. W., & Abdmajid, R. “Framework of The Culture of Innovation: A Revisit”. Journal Kemanusiaan, 9, 38-49, 2007.

James, L. R., Choi, C. C., Ko, C.-H. E., McNeil, P. K., Minton, M. K., Wright, M.

A., et al. Organizational and psychological climate: A review of theory

and research. European Journal of Work and Organizational Psychology,

17 (1), 2007.

Janidijevid, Nebojša. “The Influence Of Organizational Culture On Organizational Preferences Towards The Choice Of Organizational Change Strategy”. ECONOMIC ANNALS, Volume LVII, No. 193 / April – June 2012, UDC: 3.33 ISSN: 0013-3264 DOI:10.2298/EKA1293025J

Janiunaite, B., & Petraite, M. “The Relationship Between Organizational Innovative Culture and Knowledge Sharing in Organization: The Case of Technological Innovation Implementation in A Telecommunication Organization”. Socialiniai Mokslai, 3 (69), 14-23, 2010.

Jaskyte, K. “Organizational Culture and Innovation in Nonprofit Human Service

Organizations.” Dissertation Abstracts International, 2003, 63 (10),

3729A.

Jaskyte, K., & Dressler, W. W. “Organizational Culture and Innovation in Nonprofit Human Service Organizations”. Administration in Social Work, 29 (2), 23-41, 2005. doi: 10.1300/J147v29n02_03

Jaworski, Bernard J. and Ajay K. Kohli. “Market Orientation: Antecedents and

Consequences.” Journal of Marketing 57 (July): 1993.

Jiseon Shin, M. Susan Taylor, Myeong-Gu Seo, Resources For Change: The

Relationships Of Organizational Inducements And Psychological

Resilience To Employees‟ Attitudes And Behaviors Toward

Organizational Change, Academy of Management Journal 2012, Vol. 55,

No. 3.

Jones, P., Jacobs, G. & Brown, S. Learning styles and CAL design: a model for the

future. Active Learning 7, December, 1997.

Jumadi. “Peranan Kultur Sekolah Terhadap Kinerja Guru, Motivasi Berprestasi dan Prestasi Akademik Siswa”. Jurnal Penelitian Tajdidukasi. Vol. 1, Tahun 2006.

Jung, D. I., Chow, C., & Wu, A. The role of transformational leadership in

enhancing organizational innovation: Hypotheses and some preliminary

findings. Leadership Quarterly, 14(4-5), 2003.

Page 173: BUDAYA ORGANISASI DI UNIVERSITAS SAINS AL- QUR’AN …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/49932... · 2020. 2. 3. · Disertasi BUDAYA ORGANISASI DI UNIVERSITAS SAINS

162

Jung, D. Transformational and transactional leadership and their effects on

creativity in groups. Creativity Research Journal, 13, 2001.

Kaasa, A., & Vadi, M. “How does Culture Contribute to Innovation? Evidence from European Countries”. Economics of Innovation and New Technology, 19 (7), 583-604, 2010.

Kemp , Evan J ., Jr. , Robert J . . Funk , and Douglas C . Eadie. Change in

Chewable Bites: Applying Strategic Management at EEOC . Public

Administration Review 53 ( 2 ): 1993.

Key, S. “Organizational Ethical Culture: Real Or Imagined”. Journal of Business Ethics, 20, 3, 1999.

Kiefer, T. Feeling bad: Antecedents and consequences of negative emotions in

ongoing change. Journal of Organizational Behavior, 26: 2005.

Kim, W. C., & Mauborgne, R. Fair process: Managing in the knowledge economy.

Harvard Business Review, 81(1): 2003.

Kohn, Melvin L. “Social Class And Parent Child relationship; An Interpretation”. American Journal of Sociology Vol. 68, No. 4 (Jan., 1963), Published by University of Chicago Press.

Konovsky, M. “Understanding Procedural Justice and its Impact on Business

Organizations”. Journal of Management, 26 (3), 2000.

Kotter, John P. Leading Change: Why Transformation Eff orts Fail. Harvard

Business Review 73 (2): 1995.

Kristiawan, Adi dan Kuncono Teguh Yunanto. “Pemimpin, Budaya Organisasi Dan Perilaku Etis”. Prosiding Seminar Nasional Peran Budaya Organisasi Terhadap Efektivitas dan Efisiensi Organisasi.

Kumpfer, K. L. Factors and processes contributing to resilience: The resilience

framework. In M. D. Glantz & J. L. Johnson (Eds.), Resilience and

development: Positive life adaptations: 1999. 179-224. New York:

Kluwer Academic/Plenum.

Lam, Y.L. “Defining the effects of transformation leadership on organization

learning: a cross-cultural comparison”, School Leadership &

Management, Vol. 22 No. 4, 2002.

Lather. Anu Singh & Shilpa Jain, “Interpersonal Need Orientation And Employee Engagement: An Empirical Evidence”, American International Journal of Research in Humanities, Arts and Social Sciences, Published by International Association of Scientific Innovation and Research (IASIR), USA. 2015.

Lee, H. R. An Empirical Study of Organizational Justice as a Mediator of the

Relationships among Leader-Member Exchange and Job Satisfaction,

Organizational Commitment, and Turnover Intentions in the Lodging

Industry. 1999. (Online) http://www.af.ecel.uwa.edu.au.

Lee, T. W., Mitchell, T. R., Wise, L., & Fireman, S. An unfolding model of

voluntary turnover. Academy of Management Journal, 39: 1996.

Levitt, Theodore. The globalization of markets. Hamd Business Review, May/ June

1983.

Page 174: BUDAYA ORGANISASI DI UNIVERSITAS SAINS AL- QUR’AN …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/49932... · 2020. 2. 3. · Disertasi BUDAYA ORGANISASI DI UNIVERSITAS SAINS

163

Li, Lei, John Finley, Jennifer Pitts, dan Rong Guo. “Which is A Better Choice for Student-Faculty Interaction: Synchronous or Asynchronous Communication?”. Journal of Technology Research, Volume 2 - September, 2011 ISSN Online: 1941-3416, Print: 2327-5359

Lincoln, James R., bnada, Mitsuyo, and Olson, Jon. Cultural orientations and

individual reactions to organizations: A study of employees of

Japaneseowned firms. Administrative Science Quarterly, 26, 1981.

Lok, P. & Crawford, J. “The Effect of Organizational Culture and Leadership Style on Job Satisfaction and Organizational Commitment: A Cross-National Comparison”. Journal of Management Development, 23 (4), 2003.

Luthans, F., Avolio, B., Avey, J. B., & Norman, S. M. Psychological capital:

Measurement and relationship with performance and job satisfaction.

Personnel Psychology, 60, 2007.

Lyubomirsky, S., King, L., & Diener, E. The benefits of frequent positive affect:

Does happiness lead to success. Psychological Bulletin, 131, 2005.

Machado, D. D. P. N., & Vasconcellos, M. A. “Organizações Inovadoras: Existe Uma Cultura Específica Que Faz Parte Deste Ambiente?”. Revista de Gestão USP, 14 (4), 15-31, 2007.

Machado, D. D. P. N., Carvalho, L. C., & Heinzmann, L. M. “Ambiente Favorável Ao Desenvolvimento De Inovações E Cultura Organizacional: Integração De Duas Perspectivas De Análise”. Revista de Administração, 47 (4), 2012., 715-729. doi: 10.5700/rausp1069

Majang Palupi, Heru Kurnianto Tjahjono, Rafika Nuri, Pengaruh Keadilan

Distributif Karir Dan Keadilan Prosedural Karir Terhadap Perilaku

Retaliasi Karyawan Swasta Di Daerah Istimewa Yogyakarta (Diy) Dengan

Kepuasan Karir Sebagai Variabel Pemediasian, Jurnal Universitas

Paramadina Vol. 11 No. 2 Agustus 2014.

Mansor, Muzainah & Mahamad Tayib. “An Empirical Examination of Organisational Culture, Job Stress and Job Satisfaction within the Indirect Tax Administration in Malaysia”. International Journal of Business and Social Science Vol. 1 No. 1; October 2010.

Marcoulides, G.A. and Heck, R.H. “Organizational culture and performance:

proposing and testing a model”, Organization Science, Vol. 4, 1993.

Marcoulides, George A. and Ronald H. Heck. “Organizational culture and performance: proposing and testing a model”. Organization Science vol. 4, No. 2, May 1993 printted in U.S.A.

Markus, H. and E. Wurf. 'The dynamic self-concept: A social psychological

perspective', Annual Review of Psychology, 38, 1987.

Martins, E. C. & Terblanche, F. “Building Organizational Culture that Stimulates Creativity and Innovation”. European Journal of Innovation Management, 6 (1), 2003.

Martins, E., & Martins, N. “An Organizational Culture Model to Promote Creativity and Innovation”. Journal of Industrial Psychology, 28 (4), 58-65, 2002.

Page 175: BUDAYA ORGANISASI DI UNIVERSITAS SAINS AL- QUR’AN …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/49932... · 2020. 2. 3. · Disertasi BUDAYA ORGANISASI DI UNIVERSITAS SAINS

164

Matic, L. J. “Cultural Differences In Employee Work Values and Their Implications for Management”. Journal Management. Vol. 13, 2, 2008.

Mavondo, F., & Farrell, M. “Cultural Orientation: its Relationship With Market Orientation, Innovation and Organizational Performance”. Management Decision, 41 (3), 241-249, 2003. doi: 10.1108/00251740310468054

McFarlin, D.B. and Sweeney, P.D. “Distributive and Procedural Justice as

Predictors of Satisfaction with Personal and Organisational Outcomes”,

Academy of Management Journal, 35(3), 1992.

Meek, V. L. Organizational culture: Origins and weaknesses. Organizational

Studies, 9, 1988.

Mei. Tang Swee & Lim Kong Teong. Hubungan Antara Kualiti Pengajaran dan

Pembelajaran dengan Kepuasan Pelajar: Satu tinjauan. Vol 3, No. 1.

2002.

Meindl, J. R., Ehrlich, S. B., & Dukerich, J. M. The romance of leadership.

Administrative Science Quarterly, 30, 1985.

Mendoza, Pilar dan Joseph B. Berger. “Academic Capitalism and Academic Culture: A Case Study”. Education Policy Analysis Archives, Volume 16 Number 23 December 29, 2008 ISSN 1068–2341

Meyer, A. D., Tsui, A. S., & Hining, C. R. Configurational approaches to

organizational analysis. Academy of Management Journal, 36, 1993.

Meyer, J. P., & Smith, C. A. HRM practice and organizational commitment: Test of

a mediation model. Canadian Journal of administrative sciences, 17:

2000.

Micah C. Chepchieng, Stephen N. Mbugua and Mary W. Kariuki, University

students‟ perception of lecturer-student relationships: a comparative study

of Public and Private Universities in Kenya, Educational Research and

Reviews Vol. 1 (3). 80-84. June 2006.

Milgram, S. “The Experience Of Living In Cities”. Science, 1970. Miron, E., Erez, M., & Naheh, E. Do personal characteristics and cultural values

that promote innovation, quality, and efficiency compete or complement

each other? Journal of Organizational Behavior, 25, 2004.

Mishra, K. E., Spreitzer, G. M., & Mishra, A. K. Preserving employee morale

during downsizing. MIT Sloan Management Review, 39(2), 1998.

Mobarakabadi, Houshang and Meisam Karami. “Investigation of Relationship among the Organizational Culture and Creativity”. Research Journal of Applied Sciences, Engineering and Technology 7 (19): 4069-4071, ISSN: 2040-7459; e-ISSN: 2040-7467 © Maxwell Scientific Organization, 2014

Moningka, Clara, M.M. Nilam Widyarini. “Pengaruh Hubungan Interpersonal, Self Monitoring, Dan Minat Terhadap Performansi Kerja Pada Karyawan Baglan Penjualan”. Proceeding. Seminar NasionaJ PESAT 2005, Universitas Gunadarma, Jakarta, 23-24 Agustus 2005

Moorman. R.H. Relationship between organizational justice and organizational

citizenship behaviors: do fairness perceptions influence employee

citizenship? Journal of Applied Psychology, 76(6): 1991.

Page 176: BUDAYA ORGANISASI DI UNIVERSITAS SAINS AL- QUR’AN …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/49932... · 2020. 2. 3. · Disertasi BUDAYA ORGANISASI DI UNIVERSITAS SAINS

165

Moraes, C. A.de, Souza, S. S. de, Costa, A. C. F. da, & Cosentino, H. M. “Configuração E Cultura Organizacional, Cooperação E Inovação: Análise De Um Modelo De Equações Estruturais Em Empresas Fabricantes De Equipamentos Médicos”. Revista Eletrônica de Ciência Administrativa, 10(1), 111-127, 2011. Recuperado de http://revistas.facecla.com.br/index.php/recadm/article/download/632/532. doi: 10.5329/RECADM.20111001008

Moran, E. T., & Volkwein, J. F. The cultural approach to the formation of

organizational climate. Human Relations, 45(1), 1992.

More, P. H. B., Wong, G. Y. Y., & Olve, N. G. Acquisition of Managerial Values in

The People‟s Republic of China and Hong Kong. Journal of Cross-

Cultural Psychology, 26: 1995.

Morrison, D., Cordery, J., Girardi, A. and Payne, P. “Job design, opportunities for

skill utilization, and intrinsic job satisfaction”, European Journal of Work

and Organizational Psychology, Vol. 14 No. 1, 2005.

Mumford, M. D., Scott, S. M., Gaddis, B., & Strange, J. M. Leading creative

people: Orchestrating expertise and relationships. Leadership Quarterly,

13, 2002.

Nahavandi, A. and A. R. Malekzadeh. 'Acculturation in mergers and acquisitions',

Academy of Management Review, 13 (1), 1988.

Nancy J. Adler and Mariann Jelinek, Is ‟‟Organhation Culture” Culture Bound,

Human Resource Management, Spring 1986, Vol. 25, Number 1.

Nemeth, C. J. “Managing Innovation: When Less Is More.” California Management

Review, 1997, 40 (1).

Newton RR. For-Profit and Traditional Institutions: A Comparison. International

Higher Education, No.1 2002.

Ogbonna, E., & Harris, L. C. Leadership style, organizational culture and

performance: Empirical evidence from UK companies. International

Journal of Human Resource Management, 11(4), 2000.

Okwilagwe EA. Nigerian Students‟ Perception of Academic Departments as a

Teaching and Learning Environment. An Interdisciplinary International

Research Journal, 68, 2002.

Ong, A. D., Bergeman, C. S., Bisconti, T. L., & Wallace, K. A. Psychological

resilience, positive emotions, and successful adaptation to stress in later

life. Journal of Personality and Social Psychology, 91: 2006.

Palupi, M. Pengaruh keadilan kompensasi, kebijakan rotasi, karyawan dan

komitmen afektif pada perilaku retaliasi PNS dikantor X di Yogyakarta.”

Jurnal riset manajemen dan bisnis. Volume 8 No.1. 2013.

Parker, M. & Jary, D. The McUniversity: organisation, management and academic

subjectivity, Organization, 2, 1995.

Parker, R.J., & Kohlmeyer, J.M. Organizational justice and turnover in public

accountant firms : a research note. Accounting, Organizations, and Society

30, 2005.

Paula, Silvio Luiz dan José Ricardo Mendonça. “A Construção De Uma Impressão Socialmente Responsável: Um Estudo Em Instituições De Ensino Superior

Page 177: BUDAYA ORGANISASI DI UNIVERSITAS SAINS AL- QUR’AN …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/49932... · 2020. 2. 3. · Disertasi BUDAYA ORGANISASI DI UNIVERSITAS SAINS

166

A Partir Da Comunicação Organizacional”. Revista de Negócios_ISSN 1980.4431_vol. 19, n. 1, p. 44_69, 2014_DOI:10.7867/ 1980-431.2014v19n1p44_69

Pelz, D. C., and Andrews, F. M. Productive Climates for Research and

Development. Ann Arbor: Institute for Social Research, University of

Michigan, 1976.

Pennycook, A. Borrowing others' words: Text, ownership, memory, and plagiarism.

TESOL Quarterly, 30(2), 1996.

Peterson SL, Patricia KJ,Schwarz SA. Quality Improvement in Higher Education.

Implications for Student Retention. Journal on Quality in Higher

Education, 3 (2), 1997.

Peterson, M. W., & Spencer, M. G. “Understanding Academic Culture and Climate”. New Directions for Institutional Research, 17 (4), 1990.

Pfeffer, J. "Management as symbolic action: the creation and maintenance of

organizational paradigms", 1981. in Staw, B. and Cummings, L. (Eds),

Research in Organizational Behavior, Vol. 3, JAI Press, Greenwich, CT.

Pfeffer, J. The ambiguity of leadership. Academy of Management Review, 2, 1977.

Pfeffer, J.,'& Davis-Blake, A. Administrative succession and organizational

performance: How administrator experience mediates the succession

effect. Academy of Management Journal, 29, 1986.

Pollard, T. M. Changes in mental well-being, blood pressure, and total cholesterol

levels during workplace reorganization: The impact of uncertainty. Work

and Stress, 15(1): 2001.

Popper, M. and Lipshitz, R. “Installing mechanisms and instilling values: the role of

leaders in organizational learning”, The Learning Organization, Vol. 7

No. 3, 2000a.

Pothukuchi, Vijay, Fariborz Damanpour, Jaepil Choi, Chao C. Chen and Seung HoPark. “National and Organizational Culture Differences and International Joint Venture Performance”. Journal of International Business Studies, Vol. 33, No. 2, 2nd Qtr., 2002.

Pugh, S. D., Skarlicki, D. P., & Passell, B. S. After the fall: Layoff victims‟ trust

and cynicism in re-employment. Journal of Occupational and

Organizational Psychology, 76, 2003.

Puk, G. T., & Haines, J. M. “Are Schools Prepared To Allow Beginning Teachers to Reconceptualize Instruction?”. Teaching and Teacher Education, 15, 541-553, 1999. doi:10.1016/S0742-051X(99)00007-4

Redmond, M. R., Mumford, M. D., & Teach, R. Putting creativity to work: Effects

of leader behavior on subordinate creativity. Organizational Behavior and

Human Decision Processes, 55(1), 1993.

Robbins, S.P. Organizational Behavior: Concepts, Controversies, and Applications,

10th ed, Prentice Hall, Upper Saddle River, NJ. 2003.

Robertson, P. J., Roberts, D. R., & Porras, J. I. Dynamics of planned organizational

change: Assessing empirical support for a theoretical model. Academy of

Management Journal, 36: 1993.

Page 178: BUDAYA ORGANISASI DI UNIVERSITAS SAINS AL- QUR’AN …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/49932... · 2020. 2. 3. · Disertasi BUDAYA ORGANISASI DI UNIVERSITAS SAINS

167

Ronning WM. College Quality Programmes: Implementation and Effects. J. of

Quality in Higher Edu., 3(2), 1997.

Schein, E. “Organizational culture”, American Psychologist, Vol. 45 No. 2, 1990.

Sharadindu, P. and R.R.K. Sharma. “Organizaitional Factors for Exploratory and Exploitative Innovation Type”. J. Technol. Manage. Innov., 4 (7), 2009.

Shaw, J. & Reyes, P. “School Cultures: Organizational Value Orientation and Commitment”. The Journal of Educational Research, 85 (5), 1992.

Shawarzwald, J., Koslowsky, M. & Shalit, B. A field study of employees‟ attitudes

and behavior after promotion decisions. Journal of Applied Psychology,

77, 1992.

Silva, De, S., & Takeda, J. “Influence of Culture on Innovation Barriers: The Case of Sri Lankan Food Processing Industry”. Journal of Applied Sciences, 5(7), 308-1315, 2005. doi: 10.3923/jas.2005.1308.1315

Silverthorne, C. “The Impact of Organizational Culture and Person-Organization Fit on Organizational Commitment and Job Satisfaction in Taiwan”. The Leadership &Organization Development Journal, 25(7), 2004.

Skarlicky, D.P. & Folger, R. Retaliation in the work place: the role of distributive,

procedural and interactional justice. Journal of Applied Psychology, 82(3):

1997.

Smart, John C. and Russell E. Hamm. “Organizationalc ulture and effectiveness in two-year colleges”. Research in Higher Education, Vol. 34, No. 1, AIR Forum Issue (Feb., 1993).

Smircich, L. Concepts of culture and organizational analysis. Administrative

Science Quarterly, 28, 1983.

Staw, B. M., Sutton, R. I., & Pelled, L. H. Employee positive emotion and favorable

outcomes at the workplace. Organization Science, 5, 1994.

Steele, J., & Murray, M. “Creating, Supporting and Sustaining A Culture of Innovation”. Engineeering, Construction and Architectural Management, 11 (5), 316-322, 2004. doi: 10.1108/09699980410558502

Strebel, P. Why do employees resist change? Harvard Business Review, 74(3):

1996.

Subur. “Pendidikan Nilai: Telaah tentang Model Pembelajaran”. Insania, Jurnal Pemikiran Alternatif Pendidikan. Vol. 12, No. 1, Januari-April 2007.

Purwokerto: STAIN.

Susanj, Z. “Innovative Climate and Culture in Manufacturing Organizations: Differences Between Some European Countries”. Social Science Information, 39 (2), 349-361, 2000. doi: 10.1177/053901800039002011

Suwandi & Nur Indriantoro. Pengujian Turnover Pasewark dan Strawser: Studi

Empiris pada Lingkungan Akuntansi Publik. Jurnal Riset Akuntansi

Indonesia. Vol. 2. No. 2, July 1999.

Syamsuddin. Sahiron, “Ranah-ranah dalam Penelitian Al-Qur‟an dan Hadis”, Kata

Pengantar, dalam Metodologi Penelitian Living Qur‟an dan Hadis

(Yogyakarta: Teras, 2007).

Page 179: BUDAYA ORGANISASI DI UNIVERSITAS SAINS AL- QUR’AN …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/49932... · 2020. 2. 3. · Disertasi BUDAYA ORGANISASI DI UNIVERSITAS SAINS

168

Tang, T.L. and Sarsfield-Baldwin, L.J. “Distributive and Procedural Justice as

Related to Satisfaction and Commitment”, SAM Advanced Management

Journal, 61(3), 1996.

Terzi, A. R. & Kurt, T. “İlköğretim Müdürlerinin Yönetici Davranışlarının Öğretmenlerin Örgütsel Bağlılığına Etkisi”. Milli Eğitim Dergisi, 33, 2005.

Thibaut, J. & Walker, L. A theory of procedure. California Law Review, 66: 1978.

Thompson, J.W. "Employee Attitudes, Organizational Performance, and Qualitative

Factors Underlying Success." Journal of Business and Psychology. 1996.

11.

Tierney, William G. “Organizational Culture in Higher Education: Defining The Essentials”. The Journal of Higher Education, Vol. 59, No. 1, Jan. - Feb., 1988.

Tjahjono, H. K. Studi literature pengaruh keadilan distributif dan keadilan

prosedural pada konsekuensinya dengan menggunakan teknik meta

analisis. Jurnal Psikologi UGM, 35 (1): 2008.

Tjahjono, H.K. Praktik-praktik manajemen SDM strategik; pengujian universalistik

dan kontijensi dalam menjelaskan kinerja organisasional. Jurnal Kinerja,

9 (2): 2005.

Tjahjono, H.K. The extension of two-factor model of justice: hierarchical regression

test and sample split. China-USA Business Review, 9(7): 2010.

Toly, A.A. Analisis faktor-faktor yang mempengaruhi turnover intentions pada staf

kantor akuntan publik. Jurnal Akuntansi & Keuangan 3 (2), 1999.

Tsui, A. S, Zhang, Z. X., Wang, H., Xin, K. R., & Wu, J. B. Unpacking the

relationship between CEO leadership behavior and organizational culture.

Leadership Quarterly, 17(2), 2006.

Tugade, M. M., & Fredrickson, B. L. Resilient individuals use positive emotions to

bounce back from negative emotional experiences. Journal of

Psychological and Social Psychology, 86: 2004.

Tyler, T. R. Psychological Models of the Justice Motive: Antecedents of

Distributive and Procedural Justice. Journal of Personality and Social

Psychology, 6: 1994.

Tyler, T. R., & McGraw, K. M. Ideology and interpretation of personal experience:

procedural justice and political quiescence. Journal of Social Issues, 42:

1986.

Umran, Laode Muhamad. “The Political of Communication and Imaging (Analysis of Theoretical Imaging the Politics in Indonesia)”. IOSR Journal Of Humanities And Social Science (IOSR-JHSS) Volume 19, Issue 3, Ver. I (Mar. 2014), PP 74-84 e-ISSN: 2279-0837, p-ISSN: 2279-0845. www.iosrjournals.org

Utsey, S. O., Giesbrecht, N., Hook, J., & Stanard, P. M. Cultural, sociofamilial, and

psychological resources that inhibit psychological distress in African

Americans exposed to stressful life events and racerelated stress. Journal

of Counseling Psychology, 55: 2008.

Page 180: BUDAYA ORGANISASI DI UNIVERSITAS SAINS AL- QUR’AN …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/49932... · 2020. 2. 3. · Disertasi BUDAYA ORGANISASI DI UNIVERSITAS SAINS

169

Valencia, J.C.N., Valle, R.S., & Jiménez, D.J. “Organizational Culture as Determinant of Product Innovation”. European Journal of Innovation Management, 13 (4), (2010), 466-480. doi: 10.1108/ 14601061011086294

Valikangas, L. and A. Okumara. 'Why do people follow leaders? A study of a US

and a Japanese change program', Leadership Quarterly, 8 (3), 1997.

Van Knippenberg, B., Martin, L., & Tyler, T. Process-orientation versus outcome-

orientation during organizational change: The role of organizational

identification. Journal of Organizational Behavior, 27: 2006.

Waldman, D., & Bass, B. M. Transformational leadership at different phases of the

innovation process. Journal of High Technology Management Research,

2, 1991.

Walker, O.C., and Ruekert, R.W. “Marketing’s Role In The Implementation Of Business Strategies: A Critical Review And Conceptual Framework”. Journal of marketing, 15, 1987.

Wang, D. X., Tsui, A. S., Zhang, Y. C., & Ma, L. Employment relationships and

firm performance: Evidence from an emerging economy. Journal of

Organizational Behavior, 24: 2003.

Waugh, C. E., Fredrickson, B. L., & Taylor, S. F. Adapting to life‟s slings and

arrows: Individual differences in resilience when recovering from an

anticipated threat. Journal of Research in Personality, 42: 2008.

Weitz, Barton A., Haris Sujan, and Mita Sujan. “Knowledge, Motivation, and Adaptive Behavior: A Framwork For Improving Selling Effectiveness”. Journal Of Marketing 50, 1986.

Whitt E, Edison MI, Pascarella ET, Terenzini PT, Nora M. Impact of College on

Students. J. of Higher Educ.12 (2), 2001.

Williams TE. Student-Institution Fit: Linking Campus Ecology to Enrollment

Management. Campus Ecologist, Vol. IV (4), 1986.

Witte, Karel De and Jaap J. Van Muijen. “Organizational Culture”. dalam jurnal European journal of work and organizational Psychology, Peter Heriot. “Organizational Culture”. Volume 8, Number 4, December 1999, United Kingdom: Psychology Press in Association with the international Association of Applied psychology, 1999.

Wolniak, Radoslaw. “A Typology Of Organizational Cultures In Terms Of Improvement Of The Quality Management”. Manager, Change and Leadership, Faculty of Organisation and Management, Silesian Technical University, Poland No. 17 ~ 2013

Yaman, Erkan and Kayhan Ruçlar. “Organizational Silence in Universities as the Predictor of Organizational Cultur”. Yükseköğretim ve Bilim Dergisi/Journal of Higher Education and Science, Volume 4, Number 1, April 2014; Pages 36-50, DOI: 10.5961/jhes.2014.087.

Yang, J., Peng, T. K., & Mossholder, K. W. Procedural Justice Climate and Group

Power Distance Orientation: A Case of Cross-Level Effects. Academy of

Management Best Conference Paper 2004 OB: 2004. E1-E6.

Page 181: BUDAYA ORGANISASI DI UNIVERSITAS SAINS AL- QUR’AN …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/49932... · 2020. 2. 3. · Disertasi BUDAYA ORGANISASI DI UNIVERSITAS SAINS

170

Yeung, A. K. O., Brockbank, J.W., & Ulrich, D. O. Organizational culture and

human resource practices: An empirical assessment. 1991. In R.W.

Woodman, & W. A. Pasmore (Eds.), Research in organizational change

and development, vol. 5. 59–82. Greenwich7 JAI Press.

Yio Cheki, Budaya Perusahaan Cina, Majalah Usahawan, 1996.

Youssef, C. M., & Luthans, F. Positive organizational behavior in the workplace:

The impact of hope, optimism, and resilience. Journal of Management,

33: 2007.

Yun, S.C. “Validation of Organizational Culture Assessment Instrument Translated

into Korean”. Proceeding of the North American Society of Sport

Management Conference (NASSM, 2007).

Zammuto RF and Krakower JY. “Quantitative and Qualitative Studies of

Organisational Culture”. Research in Organisational Change and

Development 5.

Zien, K. A., & Buckler, S. A. “From Experience Dreams to Market: Crafting a

Culture of Innovation”. Journal of Production Innovation Management,

14 (4), 274-287, 1997. doi: 10.1016/S0737-6782(97)00029-5

Page 182: BUDAYA ORGANISASI DI UNIVERSITAS SAINS AL- QUR’AN …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/49932... · 2020. 2. 3. · Disertasi BUDAYA ORGANISASI DI UNIVERSITAS SAINS

171

Daftar Index

B

Bass, 33, 34, 35, 48, 76, 79, 80, 81, 82, 83, 95, 96, 97, 118, 119, 167

budaya akademik, 4, 6, 8, 9, 17, 18, 19, 20, 21, 22, 80, 123, 130, 131, 132, 145, 146, 147, 148, 167

budaya organisasi, 1, 3, 5, 6, 7, 8, 9, 10, 12, 16, 17, 18, 20, 22, 23, 25, 31, 32, 33, 37, 38, 46, 47, 48, 49, 50, 51, 55, 72, 73, 74, 75, 79, 80, 81, 82, 83, 84, 85, 86, 87, 88, 89, 91, 92, 93, 94, 95, 96, 97, 98, 99, 100, 101, 103, 113, 118, 156, 165, 166, 167, 170, 171, 172, 175, 176

Budaya organisasi, 1, 6, 9, 18, 37, 47, 48, 88, 95, 97, 117, 165, 166, 167, 168, 171, 173, 174

budaya Qur‟ani, 6, 16, 130, 132 Budaya Qur‟ani, 135

C

civitas akademik, 5, 6, 7, 10, 72, 146, 147, 175

colectivistic, 86

F

femininity, 24, 87, 175

H

hofstede, 23, 25, 51, 130, 157, 164, 173 Hofstede, 1, 3, 21, 23, 24, 25, 26, 43, 50, 87,

88, 156, 157, 161, 167, 175

I

Individualistic, 23, 86

K

keadilan, 6, 17, 63, 100, 104, 105, 127, 134, 149, 150, 151, 152, 153, 154, 155, 156, 157, 158, 159, 160, 165, 175

kekeluargaan, 6, 16, 17, 85, 113, 161, 162, 163, 164, 165, 173

kepemimpinan, 6, 16, 21, 24, 25, 31, 32, 34, 35, 36, 37, 49, 50, 58, 65, 73, 74, 75, 76,

77, 78, 79, 81, 82, 83, 84, 85, 86, 90, 91, 94, 95, 96, 97, 98, 101, 103, 111, 118, 125, 162, 164, 175

komunikasi, 1, 2, 3, 6, 7, 8, 9, 10, 21, 22, 27, 29, 34, 37, 40, 41, 44, 50, 51, 54, 73, 80, 82, 84, 85, 89, 98, 101, 105, 107, 153, 155, 156, 161, 162, 164, 165, 169, 171, 172, 175

L

living Qur‟an, 61, 66, 136, 138 Living Qur‟an, 60, 61, 135, 136, 137, 139,

140, 141, 142, 143, 144

M

Masculinity, 23, 24, 87

N

nilai-nilai Qur‟ani, 6, 55, 58, 127, 175

P

perguruan tinggi, 2, 3, 4, 5, 7, 8, 9, 10, 12, 13, 16, 18, 19, 20, 21, 22, 30, 36, 46, 63, 64, 69, 78, 92, 119, 123, 124, 125, 145, 146, 147, 148, 171

Power distance, 24, 86

R

relasi interpersonal, 1, 2, 3, 4, 5, 6, 8, 10, 12, 16, 17, 38, 39, 40, 41, 42, 43, 44, 45, 51, 100, 104, 105, 113, 128, 151, 161, 175, 176

Robbins, 3, 26, 32, 39, 40, 150, 162

S

Schein, 1, 33, 48, 49, 50, 73, 79, 81, 82, 83, 95, 166, 167, 170, 171, 172

T

Term Orientation, 24, 88 Trompenaars, 23, 24, 43

Page 183: BUDAYA ORGANISASI DI UNIVERSITAS SAINS AL- QUR’AN …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/49932... · 2020. 2. 3. · Disertasi BUDAYA ORGANISASI DI UNIVERSITAS SAINS

172

U

Uncertainty avoidance, 24, 87 UNSIQ, 5, 6, 16, 63, 64, 65, 66, 67, 68, 69,

70, 72, 73, 74, 75, 76, 78, 79, 80, 82, 85, 86, 87, 88, 89, 90, 91, 96, 100, 101, 103, 104, 105, 107, 109, 111, 112, 113, 115, 116, 117, 119, 120, 121, 122, 125, 127, 128, 129, 130, 131, 132, 133, 135, 136, 138, 144,145, 146, 147, 148, 151, 155, 156, 160, 161, 162, 163, 165, 166, 167, 168, 171, 172, 173, 174, 175

Page 184: BUDAYA ORGANISASI DI UNIVERSITAS SAINS AL- QUR’AN …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/49932... · 2020. 2. 3. · Disertasi BUDAYA ORGANISASI DI UNIVERSITAS SAINS

173

Page 185: BUDAYA ORGANISASI DI UNIVERSITAS SAINS AL- QUR’AN …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/49932... · 2020. 2. 3. · Disertasi BUDAYA ORGANISASI DI UNIVERSITAS SAINS

174

CURRICULUM VITAE

Nama lengkap Rifqi Muntaqo, lahir di Kota Agung Tanggamus

Lampung Selatan pada tanggal 1 Oktober 1986, saat ini tinggal di desa

kelibeber mojotengah wonosobo jawa tengah. Pendidikan Formal, SD Islam

Miftahul Huda Watumalang Wonosobo lulus tahun 1998, MTs Al-Ikhsan

Beji Purwokerto Banyumas lulus tahun 2001, MAN 2 Laren Brebes lulus

tahun 2004, S.1 Pendidikan Agama Islam di Universitas Sains Al-Qur‟an

lulus tahun 2008, dan S.2 Manajemen dan Kebijakan Pendidikan Islam di

UIN Sunan Kalijaga Yogyakarta lulus tahun 2011. Pendidikan Non Formal,

Pesantren Al-Ikhsan Beji Purwokerto Banyumas, Pesantren Al-Asy‟ariyyah

Mojotengah Wonosobo dan Pesantren Al-Munawwir Krapyak Jogjakarta.

Pengalaman mengikuti Seminar, Seminar Internasional; “International

Conference on Language and Religion; Quo Vadis Language and Literature

in The Religious Life?” UIN Sunan Kalijaga Jogjakarta, 24 Oktober 2014,

Seminar PPIM UIN Syarif Hidayatulloh Jakarta: “People, Place, and Voting

Behaviour: the Case of Indonesia” 28 Juni 2012, Seminar Nasional;

“Prospek Pengembangan Mutu Pendidikan Madrasah Menyongsong

Implementasi Kurikulum 2013” Hotel Grand Mandarin Pekalongan, 6 Juli

2013.

Penelitian yang Pernah dilakukan antara lain; “Wawasan Al-Qur‟an

tentang Ekologi” Jurnal Manarul Qur‟an Jurnal Manarul Qur'an No. 12

Tahun IX ISSN: 1412-7075. Tahun 2015. “Implikasi Pelaksanaan

Manajemen Berbasis Madrasah Terhadap Peningkatan Kualitas Madrasah

(Studi Kasus Di MTs Ma‟arif NU 1 Kali Salak Kebasen Banyumas)” tahun

2015. “Lesson Study Dalam Peningkatan Kualitas Pembelajaran Di Madrasah

Ibtidaiyah Ma‟arif Kejiwan Wonosobo”, tahun 2013. “Budaya Organisasi di

MA Ali Maksum Krapyak Jogjakarta dalam Meningkatkan Mutu

Pendidikan” tahun 2011.