budaya lampung oleh anwar sadad

35
BAB I SEJARAH DAN BUDAYA LAMPUNG Wilayah Kabupaten Lampung Tengah terletak persis dibagian tengah dari Provinsi Lampung. Berbagai riwayat, hikayat maupun cerita-cerita rakyat berlatar belakang sejarah daerah telah pula mewarnai sosok Lampung Tengah. Sehingga dari sisi historis sejarah Kabupaten Lampung Tengah tidak terlepas dari sejarah Lampung secara umum. A. Asal Muasal Kata Lampung Sejarah asal mula kata Lampung berasal dari beberapa sumber. Salah satu sumber menyebutkan bahwa pada zaman dahulu provinsi ini bila di lihat dari daerah lain seperti melampung/terapung. Sebab wilayahnya sendiri pada waktu itu sebagian besar dikelilingi oleh sungai-sungai dan hanya dihubungkan deretan Bukit Barisan di tanah Andalas. Karena daerah ini pada saat itu tampak terapung, lalu muncullah sebutan lampung (melampung). Sumber lain berdasarkan sebuah legenda rakyat menyebutkan, zaman dulu di daerah ini ada seorang 1

Upload: muhammad-vickry

Post on 16-Apr-2015

90 views

Category:

Documents


0 download

DESCRIPTION

Kebudayaan Lampung oleh Anwar Sadad

TRANSCRIPT

Page 1: Budaya Lampung Oleh Anwar Sadad

BAB I SEJARAH DAN BUDAYA LAMPUNG

Wilayah Kabupaten Lampung Tengah terletak persis dibagian tengah

dari Provinsi Lampung. Berbagai riwayat, hikayat maupun cerita-cerita

rakyat berlatar belakang sejarah daerah telah pula mewarnai sosok

Lampung Tengah. Sehingga dari sisi historis sejarah Kabupaten

Lampung Tengah tidak terlepas dari sejarah Lampung secara umum.

A. Asal Muasal Kata Lampung

Sejarah asal mula kata Lampung berasal dari beberapa sumber. Salah

satu sumber menyebutkan bahwa pada zaman dahulu provinsi ini bila di

lihat dari daerah lain seperti melampung/terapung. Sebab wilayahnya

sendiri pada waktu itu sebagian besar dikelilingi oleh sungai-sungai dan

hanya dihubungkan deretan Bukit Barisan di tanah Andalas. Karena

daerah ini pada saat itu tampak terapung, lalu muncullah sebutan

lampung (melampung).

Sumber lain berdasarkan sebuah legenda rakyat menyebutkan, zaman

dulu di daerah ini ada seorang yang sakti mandraguna serta memiliki

kepandaian yang sulit ada tandingannya bernama Mpu Serutting Sakti.

Sesuai dengan namanya, salah satu kesaktian Mpu tersebut dapat

terapung diatas air. Kemudian di ambil dari kepandaian Mpu Serutting

Sakti itu, tersebutlah kata lampung (terapung).

Riwayat lain menyebutkan bahwa pada zaman dahulu ada sekelompok

suku dari daerah Pagaruyung Petani, dipimpin kepala rombongan

bernama Sang Guru Sati. Suatu ketika Sang Guru Sati mengembara

1

Page 2: Budaya Lampung Oleh Anwar Sadad

bersama ketiga orang anaknya, masing-masing bernama Sang

Bebatak, Sang Bebugis dan Sang Bededuh. Karena kala itu tanah

Pagaruyung sudah dianggap tak dapat lagi mampu memberikan

penghidupan yang layak, lalu ketiga keturunan ini akhirnya mencari

daerah kehidupan baru.

Dalam riwayat ini disebutkan, Sang Bebatak menuju ke arah utara,

menurunkan garis keturunan suku bangsa Batak. Sang Bebugis menuju

ke arah timur, menurunkan garis keturunan suku bangsa Bugis dan

Sang Bededuh menuju ke arah timur-selatan yang merupakan garis

keturunan suku Lampung.

Singkat cerita, keturunan berikutnya dari Sang Guru Sati lalu tinggal di

Skala Brak. Saat rombongan tersebut memasuki sebuah daerah yang di

sebut dengan Bukit Pesagi, Appu Kesaktian, salah seorang ketua

rombongan menyebut kata “lampung”; maksudnya menanyakan siapa

bermukim di tempat ini.

Kemudian dalam pertemuan ini, pertanyaan yang dilontarkan Appu

Kesaktian di jawab oleh Appu Serata Dilangit yang sudah lebih dulu

menetap di sana dengan kata “wat” yang dalam bahasa daerah berarti

ada. Artinya, tempat tersebut ada yang menghuni. Karena terjadi selisih

paham, kedua tokoh itu bersitegang namun mereka akhirnya menjalin

persaudaraan. Selanjutnya nama “lampung” selalu diucapkan dan jadi

nama tempat.

Versi lain dari cerita rakyat Lampung yang penuturannya hampir sama

dengan kedatangan Appu Kesaktian di Bukit Pesagi adalah cerita

tentang Ompung Silamponga. Dalam kisahnya diceritakan, di daerah

2

Page 3: Budaya Lampung Oleh Anwar Sadad

yang sekarang dinamakan Tapanuli, dulu terjadi letusan gunung berapi.

Karena letusan gunung berapi itu cukup dahsyat, di tempat ini banyak

penduduknya yang mati terkena semburan lahar panas serta bebatuan

yang disemburkan dari gunung berapi tersebut. Namun, meskipun

letusan itu sangat hebat, banyak juga yang berhasil menyelamatkan diri.

Letusan gunung api di daerah Tapanuli ini menurut tuturannya

membentuk sebuah danau yang kini di kenal dengan nama Danau

Toba.

Adalah empat orang bersaudara, masing-masing bernama Ompung

Silitonga, Ompung Silamponga Ompung Silaitoa dan Ompung

Sintalanga berhasil selamat dari letupan gunung berapi. Mereka

berempat menyelamatkan diri meninggalkan tanah Tapanuli menuju ke

arah tenggara. Dalam penyelamatan diri itu, keempat bersaudara

tersebut naik sebuah rakit menyusuri pantai bagian barat pulau Swarna

Dwipa yang sekarang bernama Pulau Sumatera. Siang malam mereka

tidur diatas rakit terus menyusuri pantai. Berbulan-bulan mereka

terombang-ambing dilautan tanpa tujuan yang pasti. Persediaan

makananpun dari hari ke hari semakin berkurang. Keempat bersaudara

ini juga sempat singgah di pantai untuk mencari bahan makanan yang

diperlukan.

Entah apa sebabnya, suatu hari ketiga saudara Ompung Silamponga

enggan diajak untuk meneruskan perjalanan. Padahal ia pada waktu itu

dalam keadaan menderita sakit. Merekapun turun ke daratan dan

setelah itu menghanyutkan Ompung Silamponga bersama rakit yang

mereka naiki sejak dari tanah Tapanuli. Berhari-hari Ompung Silaponga

tak sadarkan diri diatas rakit.

3

Page 4: Budaya Lampung Oleh Anwar Sadad

Pada suatu ketika, Ompung Silamponga sadar begitu merasakan rakit

yang ditumpanginya menghantam suatu benda keras. Saat matanya

terbuka, ia langsung kaget karena rakitnya telah berada di sebuah

pantai yang ombaknya tidak terlalu besar. Yang lebih mengherankan

lagi, begitu terbangun badannya terasa lebih segar. Segeralah dia turun

ke pantai dengan perasaan senang. Ia tak tahu sudah berapa jauh

berlayar dan dimana saudaranya berada. Yang dia tahu, kini telah

mendarat di suatu tempat. Kemudian Ompung Silamponga tinggal di

pantai tersebut. Kebetulan di pantai ini mengalir sungai yang bening.

Pikirnya, disinilah tempat terakhirnya untuk bertahan hidup, jauh dari

letusan gunung berapi.

Setelah sekian lamanya Ompung Silamponga menetap di sini, yang

menurut cerita tempatnya terdampar itu sekarang bernama Krui, terletak

di Kabupaten Lampung Barat, ia hidup sebagai petani. Karena merasa

sudah lama bertempat tinggal di daerah pantai, Ompung seorang diri

akhirnya melakukan perjalanan mendaki gunung dan masuk ke dalam

hutan. Suatu ketika tibalah ia di sebuah bukit yang tinggi dengan

panorama yang indah. Pandangannya mengarah ke laut serta di sekitar

tempat itu.

Kegembiraan yang dirasakannya, tanpa sadar dia berteriak dari atas

bukit dengan menyebut kata Lappung. Lappung dalam bahasa Tapanuli

berarti luas. Keyakinannya, pastilah disekitar situ ada orang selain

dirinya. Dengan tergesa-gesa dia turun dari atas bukit. Sesampainya di

tempat yang di tuju, Ompung bertekad untuk menetap di dataran

tersebut untuk selamanya.

4

Page 5: Budaya Lampung Oleh Anwar Sadad

Ternyata apa yang selama ini diyakininya memang benar, setelah cukup

lama tinggal di sini, Ompung akhirnya bertemu dengan penduduk yang

lebih dulu menetap di tempat ini dengan pola hidup yang masih

tradisional. Tapi meskipun demikian, penduduk itu tidak mengganggu

Ompung bahkan diantara mereka terjalin tali persahabatan yang baik.

Saat datang ajal menjemput, Ompung Silamponga meninggal di dataran

itu untuk selamanya. Daerah yang di sebut Lappung tersebut bernama

Skala Brak.

Tuturan cerita rakyat di sini mengatakan, bahwa nama Lampung berasal

dari nama Ompung Silamponga. Namun ada pula yang menuturkan

kalau nama Lampung di ambil dari ucapan Ompung saat ia berada

diatas puncak bukit begitu melihat dataran yang luas.

Versi berikutnya tentang asal-usul kata Lampung disebutkan bahwa

Skala Brak merupakan perkampungan pertama orang Lampung yang

penduduknya dinamakan orang Tumi atau Buai Tumi.

Menurut Achjarani Alf dalam tulisannya tahun 1954 berjudul

“Ngeberengoh” tentang istilah kata Lampung, bahwa untuk menuliskan

kata Lampung, selain orang Lampung yang beradat Sai Batin maka

mereka menuliskannya dengan sebutan Lampung dan bagi orang Sai

Batin menyebutkannya dengan sebutan `Lampung’ sebagaimana dalam

bahasa Indonesia. Hal ini sama dengan sebutan “Mega-lo” menjadi kata

“Menggala”.

Sebelum ajaran agama Hindu masuk ke Indonesia, beberapa sumber

menyebutkan bahwa di daerah ini semasanya telah terbentuk suatu

pemerintahan demokratis yang di kenal dengan sebutan Marga. Marga

5

Page 6: Budaya Lampung Oleh Anwar Sadad

dalam bahasa Lampung di sebut Mega dan Mega-lo berarti Marga yang

utama. Dimana masuknya pengaruh Devide Et Impera, penyimbang

yang harus ditaati pertama kalinya di sebut dengan Selapon. Sela

berarti duduk bersila atau bertahta sedangan Pon/Pun adalah orang

yang dimuliakan.

Ketika ajaran agama Hindu masuk ke daerah Selapon, maka mereka

yang berdiam di Selapon ini mendapat gelaran Cela Indra atau dengan

istilah lebih populer lagi di kenal sebutan Syailendra atau Syailendro

yang berarti bertahta raja.

Berdasarkan catatan It-Shing, seorang penziarah dari daratan Cina

menyebutkan, dalam lawatannya ia pernah mampir ke sebuah daerah di

tanah Swarna Dwipa (pulau Sumatera). Dimana di tempat itu walau

kehidupan penduduknya masih bersifat tradisional tapi sudah bisa

membuat kerajinan tangan dari logam besi (pandai besi) dan dapat

membuat gula aren yang bahannya berasal dari pohon Aren. Ternyata

tempat yang disinggahinya tersebut merupakan bagian dari wilayah

Kerajaan Sriwijaya, yang mana kerajaan besar ini sendiri gabungan dari

Kerajaan Melayu dengan Tulang Bawang (Lampung).

Sewaktu pujangga Tionghoa It-Shing singgah melihat daerah Selapon,

dari It-Shing inilah kemudian lahir nama Tola P’ohwang. Sebutan Tola

P’ohwang diambilnya dari ejaan Sela-pun. Sedangkan untuk

mengejanya, kata Selapon ini di lidah It-Shing berbunyi: So-la-po-un.

Berhubung orang Tionghoa itu berasal dari Ke’, seorang pendatang

negeri Cina yang asalnya dari Tartar dan dilidahnya tidak dapat

menyebutkan sebutan So maka It-Shing mengejanya dengan sebutan

6

Page 7: Budaya Lampung Oleh Anwar Sadad

To. Sehingga kata Solapun atau Selapon disebutnya Tola P’ohwang,

yang kemudian lama kelamaan sebutan Tolang Powang menjadi Tulang

Bawang.

Kerajaan Sriwijaya berbentuk federasi yang terdiri dari Kerajaan Melayu

dan Kerajaan Tulang Bawang semasanya menerima pengaruh ajaran

agama Hindu. Sedangkan orang Melayu yang tidak menerima ajaran

tersebut menyingkir ke Skala Brak. Sebagian lagi tetap menetap di

Mega-lo dengan budaya yang tetap hidup dengan ditandai adanya

Aksara Lampung.

Di antara orang Sela-pon yang menyingkir ke Skala Brak, guna untuk

merapatkan kembali hubungan dengan orang Melayu yang pindah ke

Pagaruyung, dilakukanlah pernikahan dengan seorang wanita bernama

“Tuanku Gadis”. Dari pernikahan tersebut, Selapon akhirnya mendapat

istilah baru lagi menjadi Selampung, dengan silsilahnya yang asli

mereka gelari “Abung”.

Pada saat itu, Kerajaan Sriwijaya adalah sebuah kerajaan agung yang

wilayahnya sangat luas. Rajanya yang pertama bernama Sri

Jayanegara (680). Wilayah daerahnya meliputi sejumlah daerah di

Sumatera, Jawa Barat dan Kalimantan Barat, bahkan nama Sriwijaya

termashur hingga ke Malaysia dan Singapura (konon di ambil dari nama

panglima perang Sriwijaya yang mendarat di sana bernama Panglima

Singapura) sampai ke India.

Kemashuran Kerajaan Sriwijaya di tanah air meninggalkan beberapa

bukti kejayaan, diantaranya sebuah candi di Muara Takus Provinsi

Jambi yang di kenal dengan Candi Muara Takus, makam raja-raja di

Bukit Siguntang, Bukit Besar Palembang, Sumsel serta sejumlah

7

Page 8: Budaya Lampung Oleh Anwar Sadad

prasasti (batu bertulis) yang berada di beberapa tempat, seperti:

Prasasti Kedukan Bukit yang ditemukan di Palembang, Prasasti Talang

Tuo di Palembang, Prasasti Telaga Batu di Palembang, Prasasti Bom

Baru di Palembang, Prasasti Kota Kapur di Pulau Bangka, Prasasti

Karang Berahi di Jambi, Prasasti Palas Pasemah di Lampung Selatan

dan Prasasti Nalanda di Mesium Nalanda di India.

Dari sejumlah berita-berita ini diketahui, Sriwijaya memperoleh

kemajuan sekitar abad ke 7 dan 8 masehi dibawah pemerintahan Raja

Balaputra Dewa dari Wangsa Syailendra. Kemajuan-kemajuan itu,

diantaranya: Membentuk armada laut yang kuat sehingga memberikan

kemudahan bagi para pedagang untuk singgah dan berdagang dengan

aman; Kapal-kapal dagang Sriwijaya berlayar hampir ke seluruh

pelabuhan di Asia; Memberikan kesempatan pada putra-putri Indonesia

untuk belajar sampai ke India (Perguruan Tinggi Nalanda).

Kerajaan Sriwijaya mengalami kemunduran pada sekitar abad ke 11

masehi. Lemahnya kerajaan yang sempat jaya ini dikarenakan

mendapat serangan dari Kerajaan Cola pimpinan Rajendrachola tahun

1025 dan munculnya Kerajaan Kediri yang mengadakan ekspedisi

Pamalayu ke Sumatera.

Dari beberapa keterangan di peroleh bahwa kata Lampung telah

berulang kali mengalami perubahan. Semula sebelum Hindu dari India

masuk ke Nusantara di sebut Selapon. Setelah Hindu masuk mendapat

gelaran Cela Indra atau Syailendra/Syailendro. Abad ke IV oleh It-Shing

disebutkannya Tola P’ohwang (Tulang Bawang). Abad ke VII di masa

Tuanku Gadis mendapat gelaran Selampung yang kemudian menjadi

sebutan Lampung.

8

Page 9: Budaya Lampung Oleh Anwar Sadad

B. Sejarah Perkembangan Daerah

Semasa kekuasaan marga-marga Hindu/Animisme, pada abad ke 14

masehi terdapat kekuasaan Ratu Sekar-mong (Sekromong) di Skala

Brak Bukit Pesagi dan abad 14-15 kekuasaan Paksi-pak, Ratu di

Puncak, Ratu Pemanggilan, Ratu di Balau dan Ratu di Pugung.

Semasa kekuasaan Islam dan pengaruh VOC, abad ke 15-16 masehi

terdapat kekuasaan Ratu Darah Putih, penyimbang-penyimbang

Lampung seba di Banten. Abad 16 sampai dengan 18 masehi, daerah

Lampung dibawah pengaruh Banten, lalu masuknya pengaruh

kekuasaan ekonomi VOC. Tahun 1668, VOC bercokol di tanah

Lampung dan mendirikan Benteng Petrus Albertus di Tulang Bawang.

Tahun 1684, penyimbang-penyimbang marga di Lampung melakukan

perdagangan lada dengan VOC melalui pelabuhan Sungai Way Tulang

Bawang. Tahun 1738, penyimbang-penyimbang marga dari kebuaian

Abung (Ratu di Puncak) memboikot perdagangan lada dengan VOC

dan melakukan pemasaran ke Palembang. Pada saat itu, Palembang

berada dibawah pemerintahan Kesultanan Palembang Darussalam,

salah satu kerajaan Islam di tanah Sumatera. Akibatnya VOC

mendirikan Benteng Valken Oog di Bumi Agung, Way Kanan.

Saat kekuasaan Raden Intan dan pengaruh Inggris pada tahun 1750

terjadi penyerahan daerah Lampung kepada VOC oleh Ratu Fatimah.

Namun Banten tidak diakui rakyat Lampung. Lalu muncullah gerakan

perlawanan Raden Intan I dari Keratuan Darah Putih. Penyimbang-

penyimbang marga di daerah Krui akhirnya berhubungan dengan

Inggris. Tahun 1799 VOC bubar, pemerintahan marga-marga di

9

Page 10: Budaya Lampung Oleh Anwar Sadad

Lampung terancam bahaya perompakan bajak laut, kelaparan dan

wabah penyakit.

Tahun 1801-1805, sebatin-sebatin bandar di daerah Semangka

melaksanakan perjanjian dagang dengan Inggris. Tahun 1808 Gubernur

Jenderal Daendels mengakui kekuasaan Keratuan Darah Putih dibawah

pimpinan Raden Intan I. Tahun 1812 kekuasaan pemerintahan Inggris

Raffles mengakui kekuasaan kepala-kepala marga di daerah Lampung.

Pada tahun 1816 daerah Lampung dibawah kekuasaan Residen

Belanda di Banten. Setahun kemudian yakni tahun 1817 Assisten

Residen Belanda Kruseman untuk Lampung mengakui kekuasaan

Raden Intan I. Kapten J. A. Du Bois lalu memperkuat bentengnya di

Kalianda dan Tulang Bawang. Tahun 1819-1826, ekspedisi Kapten

Hulstein ditolak berunding oleh Raden Intan I. Tahun 1826 dapat

dianggap tahun dimulainya perlawanan rakyat Lampung terhadap

kekuasaan Belanda. Perlawanan ini di pimpin Raden Imba dari

Keratuan Darah Putih. Tahun 1826 sampai dengan 1856 merupakan

masa perang Lampung (Perang Raden Intan). Namun sayang, pada

tanggal 5 Oktober 1856 Raden Intan II gugur dalam peperangan

menghadapi tentara jajahan dibawah pimpinan Kolonel Waleson.

Perang Lampung pun akhirnya berakhir.

Semasa administrasi pemerintahan Hindia Belanda, tahun 1829-1834,

J. A. Du Bois di angkat sebagai Residen Kepala Pemerintahan

Sipil/Militer untuk daerah Lampung dan berpusat di Terbanggi Besar.

Pada tahun 1847 Teluk Betung dijadikan ibukota Keresidenan

Lampung. Tanggal 21 Juni 1857 pemerintah Hindia Belanda

10

Page 11: Budaya Lampung Oleh Anwar Sadad

menetapkan pemerintahan daerah Lampung berdasarkan pada

susunan pemerintahan setempat, dengan ditandai diakuinya sistem

kemasyarakatan marga dibawah pimpinan penyimbang-penyimbang

masing-masing.

Sebelum suku Lampung tersebar ke daerah-daerah Lampung seperti

sekarang ini, disebutkan bahwa nenek moyang mereka pertama kali

mendiami Skala Brak, yakni di sekitar Bukit Pesagi (Kecamatan Belalau,

Lampung Utara). Pada mulanya di sana berdiri sebuah kerajaan

bernama Kerajaan Tumi dengan raja-rajanya yang menganut

kepercayaan animisme dan dipengaruhi agama Hindu Bairawa. Rajanya

yang terakhir disebutkan bernama Kekuk Suik. Dengan daerah

kekuasaannya yang terakhir adalah daerah jantung Tanjung Cina

sekarang. Raja tersebut dikisahkan meninggal dunia dalam sebuah

peperangan melawan anak buahnya sendiri yang datang dari daerah

Danau Ranau yang sudah memeluk ajaran agama Islam.

C. Suku dan Adat Istiadat

Berdasarkan adat istiadatnya, penduduk suku Lampung terbagi ke

dalam dua golongan besar, yakni masyarakat Lampung beradat

Pepadun dan masyarakat Lampung beradat Saibatin atau Peminggir.

Suku Lampung beradat Pepadun secara lebih terperinci dapat di

golongkan ke dalam; (a) Abung Siwo Mego (Abung Sembilan Marga),

terdiri atas: Buai Nunyai, Buai Unyi, Buai Nuban, Buai Subing, Buai

Beliuk, Buai Kunang, Buai Selagai, Buai Anak Tuha dan Buai Nyerupa.

(b) Megou Pak Tulangbawang (Empat Marga Tulangbawang), terdiri

dari: Buai Bolan, Buai Umpu, Buai Tegamoan, Buai Ali. (c) Buai Lima

11

Page 12: Budaya Lampung Oleh Anwar Sadad

(Way Kanan/Sungkai), terdiri dari: Buai Pemuka, Buai Bahuga, Buai

Semenguk, Buai Baradatu, Buai Barasakti. (d) Pubian Telu Suku

(Pubian Tiga Suku), terdiri dari Buai Manyarakat, Buai Tamba Pupus,

dan Buai Buku Jadi.

Diperkirakan bahwa yang pertama kali mendirikan adat Pepadun adalah

masyarakat Abung yang ada disekitar abad ke 17 masehi di zaman

seba Banten. Pada abad ke 18 masehi, adat Pepadun berkembang pula

di daerah Way Kanan, Tulang Bawang dan Way Seputih (Pubian).

Kemudian pada permulaan abad ke 19 masehi, adat Pepadun

disempurnakan dengan masyarakat kebuaian inti dan kebuaian-

kebuaian tambahan (gabungan). Bentuk-bentuk penyempurnaan itu

melahirkan apa yang dinamakan Abung Siwou Migou (Abung Siwo

Mego), Megou Pak Tulang Bawang dan Pubian Telu Suku.

Masyarakat yang menganut adat tidak Pepadun, yakni yang

melaksanakan adat musyawarahnya tanpa menggunakan kursi

Pepadun. Karena mereka sebagian besar berdiam di tepi pantai, maka

di sebut adat Pesisir. Suku Lampung beradat Saibatin (Peminggir)

secara garis besarnya terdiri atas: Masyarakat adat Peminggir, Melinting

Rajabasa, masyarakat adat Peminggir Teluk, masyarakat adat

Peminggir Semangka, masyarakat adat Peminggir Skala Brak dan

masyarakat adat Peminggir Komering. Masyarakat adat Peminggir ini

sukar untuk diperinci sebagaimana masyarakat Pepadun, sebab di

setiap daerah kebatinan terlalu banyak campuran asal keturunannya.

Bila di lihat dari penyebaran masyarakatnya, daerah adat dapat

dibedakan bahwa daerah adat Pepadun berada di antara Kota

12

Page 13: Budaya Lampung Oleh Anwar Sadad

Tanjungkarang sampai Giham (Belambangan Umpu), Way Kanan

menurut rel kereta api, pantai laut Jawa sampai Bukit Barisan sebelah

barat. Sedangkan daerah adat Peminggir ada di sepanjang pantai

selatan hingga ke barat dan ke utara sampai ke Way Komering.

D. Bahasa, Aksara dan Dialek

1. Bahasa

Selain pembagian berdasarkan masyarakat beradat, suku Lampung

dapat pula di bagi berdasarkan logat bahasa yang dipergunakan, yaitu

bahasa Lampung Belalau yang berlogat “A” dan bahasa Lampung

berlogat “O”. Pembagian atas logat ini dikelompokkan menjadi logat

“Api” dan logat “Nyou”. Masyarakat berbahasa Lampung Belalau (Logat

“A”) terdiri dari: bahasa Jelma Daya/Sungkai, bahasa Pemanggilan

Peminggir, bahasa Melinting Peminggir dan bahasa Pubian. Sedangkan

masyarakat berbahasa Lampung Abung (Logat “O”) terdiri dari: bahasa

Abung dan bahasa Tulang Bawang.

Selain bahasa dan budayanya yang memiliki kekhasan, etnik Lampung

mempunyai aksara tersendiri yang dikenal dengan nama Had Lappung.

Aksara itu berupa bahasa Lampung yang dituangkan ke dalam bentuk

tulisan.

2. Aksara

Bentuk tulisan yang masih berlaku di daerah Lampung pada dasarnya

berasal dari aksara Pallawa (India Selatan) yang diperkirakan masuk ke

Pulau Sumatera semasa kejayaan Kerajaan Sriwijaya. Macam-macam

13

Page 14: Budaya Lampung Oleh Anwar Sadad

tulisannya fonetik berjenis suku kata yang merupakan huruf hidup

seperti dalam aksara Arab, dengan menggunakan tanda-tanda fathah di

baris atas dan tanda-tanda kasrah di baris bawah, tapi tidak memakai

tanda dammah di baris depan, melainkan menggunakan tanda di

belakang. Masing-masing tanda mempunyai nama tersendiri. Aksara

Lampung hampir sama bentuknya dengan aksara Rencong (Aceh).

Artinya, Had Lappung dipengaruhi dua unsur, yakni; aksara Pallawa dan

huruf Arab.

Adapun Aksara Lampung terdiri dari huruf induk, anak huruf, anak huruf

ganda dan gugus konsonan, juga terdapat lambing, angka, dan tanda

baca.

Huruf Induk

Aksara Lampung disebut dengan istilah kaganga, ditulis dan dibaca dari

kiri ke kanan (pada Tabel 1 dibaca dari atas ke bawah). Huruf induk

berjumlah 20 buah. Bentuk, nama, dan urutan huruf induk dikemukakan

pada Tabel 1 dibawah ini.

Tabel 1 Huruf Induk

Aksara Nama Huruf Aksara Nama Huruf

14

Page 15: Budaya Lampung Oleh Anwar Sadad

ka k ja j

ga g nya ny

nga ng ya y

pa p a a

ba b la l

ma m ra r

ta t sa s

da d wa w

na n ha h

ca c gha gh

Jika ejaan Lampung (lihat Tabel 1) dibandingkan dengan ejaan bahasa

Indonesia, tampak bahwa dalam ejaan Lampung tidak terdapat huruf f,

q, v, x, kh, dan sy. Huruf-huruf itu ditulis dengan menggunakan huruf

berikut ini.

1. Huruf f atau v ditulis dengan huruf pa

2. Huruf q ditulis dengan huruf ka

3. Huruf x atau sy ditulis dengan huruf sa

4. Huruf z ditulis dengan huruf ja

5. Huruf kh ditulis dengan huruf ha

Anak Huruf

Anak huruf Kaganga ada 12 buah:

15

Page 16: Budaya Lampung Oleh Anwar Sadad

Nama masing-masing anak huruf itu adalah sebagai berikut:

a. Anak huruf yang terletak diatas huruf

1. ulan : dan

2. bicek :

3. tekelubang : ang

4. rejenjung : ar

5. datas : an

b. Anak huruf yang terletak dibawah huruf

1. bitan : dan

2. tekelungau : au

c. Anak huruf yang terletak di kanan huruf

1. tekelingai : ai

2. keleniah : ah

3. nengen : tanda huruf mati

a.1 Ulan

Ulan adalah anak huruf Kaganga berbentuk setengah lingkaran kecil

yang terletak diatas huruf. Ulan terdiri atas dua macam: ulan yang

menghadap ke atas melambangkan bunyi [i], sedangkan ulan yang

menghadap ke bawah melambangkan bunyi [e].

16

Page 17: Budaya Lampung Oleh Anwar Sadad

Catatan:

Bahasa Lampung Abung tidak memiliki fonem vokal . Kata yang

mengandung fonem vokal berupa kata serapan dari bahasa atau

dialek lain. Dengan demikian, dalam bahasa Lampung Abung hanya

terdapat satu macam ulan, yakni ulan [i].

a.2 Bicek

Bicek adalah huruf Kaganga berbentuk garis tegak yang terletak diatas

huruf. Bicek melambangkan bunyi [e].

a.3 Tekelubang

Tekelubang adalah anak huruf Kaganga berbentuk garis mendatar

(seperti tanda hubung dalam ejaan bahasa Indonesia) yang terletak

diatas huruf. Tekelubang melambangkan bunyi [ng].

a.4 Rejenjung

Rejenjung adalah anak huruf Kaganga berbentuk yang terletak diatas

huruf. Rejenjung melambangkan bunyi [r].

a.5 Datas

Datas adalah anak huruf Kaganga berbentuk yang terletak diatas

huruf. Datas melambangkan bunyi [n].

17

Page 18: Budaya Lampung Oleh Anwar Sadad

b.1 Bitan

Bitan adalah anak huruf Kaganga yang terletak dibawah huruf. Bitan

terdiri atas dua macam. Bitan yang berupa garis pendek mendatar –

melambangkan bunyi [u] dan bitan yang berupa garis tegak

melambangkan bunyi [o].

b.2 Tekelungau

Tekelungau adalah anak huruf Kaganga berbentuk setengah lingkaran

kecil yang terletak dibawah huruf. Tekelungau melambangkan bunyi

[au].

c.1 Tekelingai

Tekelingai adalah anak huruf Kaganga berbentuk garis tegak | yang

terletak di kanan huruf. Tekelingai melambangkan bunyi [ai].

c.2 Keleniah

Keleniah adalah anak huruf Kaganga berbentuk seperti huruf ha, tetapi

kecil . Keleniah melambangkan bunyi [h].

c.3 Nengngen

Nengngen adalah anak huruf Kaganga berbentuk garis miring / yang

terletak di kanan huruf. Nengngen melambangkan huruf yang berada

disebelah kiri nengngen menjadi huruf mati.

18

Page 19: Budaya Lampung Oleh Anwar Sadad

Akan tetapi, untuk melambangkan bunyi [ng], [r], [n], [y], [h], atau [w],

nengngen / tidak digunakan. Bunyi-bunyi itu dilambangkan dengan

menggunakan anak huruf Kaganga berikut ini.

1. Bunyi [ng] menggunakan tekelubang :

2. Bunyi [r] menggunakan rejenjung :

3. Bunyi [n] menggunakan datas :

4. Bunyi [y] menggunakan tekelingai :

5. Bunyi [h] menggunakan keleniah :

6. Bunyi [w] menggunakan tekelungau :

Untuk memperjelas keterangan diatas, perhatikanlah contoh penulisan

yang salah dan yang benar dibawah ini.

Kata PenulisanSalah Benar

Kurang ‘kurang’

tanggung ‘tanggung’

Lawan ’lawan’

Tando ‘tanda’

Sabah ‘sawah’

Anak Huruf Ganda

Untuk menuliskan bunyi tertentu, seperti [leu] pada tileu ‘tuli’, [pei] pada

kupei ‘kopi’, atau [gui] pada agui ‘aduh’ digunakan anak huruf ganda.

Yang dimaksud anak huruf ganda disini adalah penggunaan dua anak

19

Page 20: Budaya Lampung Oleh Anwar Sadad

huruf sekaligus pada sebuah huruf. Anak huruf ganda dapat diletakkan

di beberapa tempat berikut:

1. Anak huruf yang satu terletak di atas huruf dan yang satu lagi

terletak di bawah huruf. Jenis ini terdiri atas dua macam.

a. Anak huruf yang di atas berupa ulan atau bicek

dan yang dibawah berupa tekelungau /au/. Cara

membacanya dimulai dari ulan atau bicek kemudian tekelungau.

b. Anak huruf yang di atas berupa tekelubang /ang/, rejenjung

/ar/, atau datas /an/ dan yang berada di bawah berupa bitan

/o/ atau /u/. Cara membacanya dimulai dari bitan kemudian

tekelubang, rejenjung, atau datas.

2. Anak huruf yang satu terletak di atas huruf dan yang satu lagi

terletak di kanan huruf. Anak huruf yang di atas berupa bicek ,

ulan atau /i/ dan yang dikanan berupa tekelingai /ai/ atau

keleniah /ah/. Cara membacanya dimulai dari anak huruf yang

terletak di atas kemudian yang terletak di kanan.

3. Anak huruf yang satu terletak di bawah huruf dan yang satu lagi

terletak di kanan huruf. Anak huruf yang di bawah berupa bitan /o/

atau /u/ dan yang di kanan berupa tekelingai /ai/ atau keleniah

/ah/. Cara membacanya dimulai dari bitan kemudian tekelingai

atau keleniah.

4. Kedua anak huruf berada di bawah huruf. Jenis yang keempat ini

terdiri atas bitan /o/ diikuti tekelungau /au/. Cara membacanya

dimulai dari kiri ke kanan.

20

Page 21: Budaya Lampung Oleh Anwar Sadad

5. Kedua anak huruf berada di atas huruf. Jenis yang kelima ini terdiri

atas ulan /i/, ulan /e/, atau bicek /e/ diikuti tekelubang

/ang/ , rejenjung /ar/ , atau datas /an/ . Cara membacanya

dimulai dari kiri ke kanan.

Gugus Konsonan

Gugus konsonan adalah deretan dua konsonan atau lebih yang

termasuk dalam suku kata yang sama. Misalnya, /sp/ pada kata spidol

atau /str/ pada kata instrumen.

Penulisan gugus konsonan dengan menggunakan aksara Lampung

dilakukan dengan cara menambahkan bunyi [e] pada konsonan yang

berdekatan.

Lambang

Lambang singkatan satuan ukuran/takaran/timbangan, mata uang,

matematika, dan lambang-lambang yang lain dalam tulisan Kaganga

belum di atur secara khusus. Untuk keperluan tersebut digunakan

lambang yang berlaku secara umum, seperti yang terdapat dalam

Pedoman Umum Ejaan Bahasa Indonesia yang Disempurnakan dan

Pedoman Umum Pembentukan Istilah yang diterbitkan oleh Pusat

Bahasa.

Angka

Angka dalam tulisan Kaganga menggunakan angka Arab atau Romawi.

Angka Arab : 0, 1, 2, 3, 4, 5, 6, 7, 8, 9

21

Page 22: Budaya Lampung Oleh Anwar Sadad

Angka Romawi : I, II, III, IV, V, VI, VII, VIII, IX, X,

L (50), C (100), D (500), M (1.000),

V (5.000), M(1.000.000)

Tanda Baca

Tanda baca dalam tulisan Kaganga ada lima buah, meliputi tanda baca

berikut ini:

Tanda koma

Tanda seru

Tanda Tanya

Tanda titik

Tanda hubung

Jika tanda baca dalam tulisan Kaganga dibandingkan dengan tanda

baca dalam ejaan bahasa Indonesia, tampak bahwa dalam tulisan

Kaganga tidak terdapat tanda-tanda baca berikut ini:

; Tanda titik koma [ ] Tanda kurung siku

: Tanda titik dua “…” Tanda petik

__ Tanda pisah ‘…’ Tanda petik tunggal

… Tanda ellipsis / Tanda garis miring

( ) Tanda kurang ‘ Tanda penyingkat

(apostrof)

Untuk menutupi kekurangan itu, tanda baca ejaan baca dalam ejaan

bahasa Indonesia yang dikemukakan di atas dapat digunakan atau

seluruh penggunaan tanda baca menggunakan tanda baca yang ada

dalam ejaan bahasa Indonesia.

22

Page 23: Budaya Lampung Oleh Anwar Sadad

3. Dialek

Di Provinsi Lampung dinyatakan terdapat sejumlah dialek dan sebaran

pemakaian bahasa Lampung. Dialek-dialek tersebut banyak

dipergunakan masyarakat setempat dalam bertutur dilingkungannya.

Dialek dan penyebaran bahasa Lampung dapat diklasifikasikan dari

penggunaan bahasa yang dipakai.

Pertama, bahasa Lampung dialek Way Kanan digunakan masyarakat

etnik Lampung yang bertempat tinggal di Kabupaten Way Kanan, yakni

di Kecamatan Blambangan Umpu, Baradatu, Bahuga dan Pakoanratu.

Kedua, bahasa Lampung dialek Pesisir yang dipakai masyarakat etnik

Lampung yang bertempat tinggal di kabupaten (1) Lampung Selatan,

seperti Kecamatan Kalianda, Penengahan, Palas, Sidomulyo, Katibung,

Padangcermin, Kedondong dan sebagian Gedongtataan. (2) Kabupaten

Lampung Barat, yaitu Kecamatan Balikbukit, Pesisir Tengah, Pesisir

Utara, Belalau dan Sumberjaya. (3) Kabupaten Tanggamus, di

Kecamatan Kotaagung, Wonosobo, Talangpadang, Pagelaran,

Pardasuka, Cukuhbalak, Sukoharjo dan sebagian Pulau Panggung. (4)

Kota Bandar Lampung, seperti Teluk Betung Barat, Teluk Betung

Selatan, Teluk Betung Utara dan Panjang.

Selain itu, bahasa Lampung Pesisir juga digunakan oleh masyarakat

etnik Lampung yang bertempat tinggal di sekitar Danau Ranau dan etnik

Lampung yang bertempat tinggal di Cikoneng, Bojong, Salatuhur dan

Tegal, Kecamatan Anyer, Serang, Banten.

23

Page 24: Budaya Lampung Oleh Anwar Sadad

Ketiga, bahasa Lampung dialek Melinting dipergunakan masyarakat

etnik Lampung yang bertempat tinggal di Kabupaten Lampung Timur

(Pemekaran Kabupaten Lampung Tengah), sebagian Kecamatan

Labuhan Maringgai dan sebagian Kecamatan Jabung.

Keempat, bahasa Lampung dialek Pubian dipergunakan masyarakat

etnik Lampung yang bertempat tinggal di kabupaten (1) Lampung

Selatan, yaitu di Gedongtataan, Natar, Tegeneneng dan sebagian

Kecamatan Ketibung. (2) Lampung Tengah, di Kecamatan Pubian dan

sebagian Kecamatan Padangratu. (3) Kota Bandar Lampung, sebagian

Kecamatan Kedaton, Sukarame dan Tanjung Karang Barat.

Kelima, bahasa Lampung dialek Sungkai dipergunakan masyarakat

etnik Lampung yang bertempat tinggal di Kabupaten Lampung Utara,

meliputi Kecamatan Sungkai Selatan dan Sungkai Utara. Keenam,

bahasa Lampung dialek Pemanggilan Jelema Daya dipergunakan

masyarakat etnik Lampung yang berada di Muara Dua, Martapura,

Komering dan Kayuagung (Provinsi Sumatera Selatan).

Ketujuh, bahasa Lampung dialek Menggala dipergunakan masyarakat

etnik Lampung yang bertempat tinggal di Kabupaten Tulang Bawang,

meliputi Kecamatan Menggala, Tulang Bawang Udik, Tulang Bawang

Tengah, Gunung Terang dan Gedungaji.

Kedelapan, bahasa Lampung dialek Abung dipakai masyarakat etnik

Lampung yang bertempat tinggal di kabupaten (1) Lampung Selatan, di

Kecamatan Natar (Desa Negararatu dan Muaraputih). (2) Lampung

Tengah, di Kecamatan Gunung Sugih, sebagian Padang Ratu, Punggur,

Terbanggi Besar, Seputih Raman, Seputih Banyak, Seputih Mataram

24

Page 25: Budaya Lampung Oleh Anwar Sadad

dan Rumbia. (3) Lampung Utara, meliputi Kecamatan Kotabumi, Abung

Barat, Abung Timur dan Abung Selatan. (4) Lampung Timur, di

Kecamatan Sukadana, Metro Kibang, Batanghari, Sekampung, Jabung,

Labuhan Maringgai dan Way Jepara. (5) Kota Metro, Kecamatan Metro

Raya dan Bantul, serta (6) Kota Bandar Lampung seperti Kedaton

(Labuhanratu, Gedongmeneng dan Rajabasa), Tanjungkarang Timur

(Jagabaya I, Langkapura dan Selagamider; Anek Gunungagung yang

telah terpengaruh bahasa Lampung sub-dialek Pubian).

25