budaya kalimantan

8

Click here to load reader

Upload: kartika-dwi-rachmawati

Post on 19-Jul-2015

96 views

Category:

Education


5 download

TRANSCRIPT

Page 1: Budaya kalimantan

Budaya Kalimantan

http://id.wikipedia.org/wiki/Kalimantan

Ada 5 budaya dasar masyarakat asli rumpun Austronesia di Kalimantan atau Etnis Orang

Kalimantan yaitu Melayu, Dayak, Banjar, Kutai dan Paser. Sedangkan sensus BPS tahun 2010,

suku bangsa yang terdapat di Kalimantan Indonesia dikelompokan menjadi tiga yaitu suku

Banjar, suku Dayak Indonesia (268 suku bangsa) dan suku asal Kalimantan lainnya (non Dayak

dan non Banjar).

Memang beberapa kota di pulau Kalimantan diduduki secara politis oleh mayoritas suku-

suku imigran seperti suku Hakka (Singkawang), suku Jawa (Balikpapan, Samarinda), Bugis

(Balikpapan, Samarinda, Pagatan, Nunukan, Tawau) dan sebagainya. Suku-suku imigran tersebut

berusaha memasukkan unsur budayanya dengan alasan tertentu, padahal mereka tidak memiliki

wilayah adat dan tidak diakui sebagai suku asli Kalimantan, walaupun keberadaannya telah lama

datang menyeberang ke pulau ini. Suku Bugis merupakan suku imigran pertama menetap, ber-

inkorporasi dan memiliki hubungan historis dengan kerajaan-kerajaan Melayu (baca: kerajaan

Islam) di Kalimantan. Beberapa waktu yang lalu suku Bugis, mengangkat seorang panglima adat

untuk pulau Nunukan yang menimbulkan reaksi oleh lembaga adat suku-suku asli. Tari Rindang

Kemantis adalah gabungan tarian yang mengambil unsur seni beberapa etnis di Balikpapan

seperti Banjar, Dayak, Bugis, Jawa, Padang dan Sunda dianggap kurang mencerminkan budaya

lokal sehingga menimbulkan protes lembaga adat suku-suku lokal. Di Balikpapan pembentukan

Brigade Lagaligo sebuah organisasi kemasyarakatan warga perantuan asal Sulawesi Selatan

dianggap provokasi dan ditentang ormas suku lokal. Kota Sampit pernah dianggap sebagai

Sampang ke-2. Walikota Singkawang yang berasal dari suku Tionghoa membangun di pusat kota

Singkawang sebuah patung liong yaitu naga khas budaya Tionghoa yang lazim ditaruh atau

disembahyangi di kelenteng. Pembangunan patung naga ini merupakan simbolisasi hegemoni

politik ECI Etnis Cina Indonesia dengan mengabaikan keberadaan etnis pribumi di Singkawang

sehingga menimbulkan protes oleh kelompok Front Pembela Islam, Front Pembela Melayu dan

aliansi LSM. Penguatan dominasi politik ECI merupakan upaya revitalisasi negara Lan

Fangyang tentu saja akan ditolak oleh suku-suku bukan ECI, namun di lain pihak, suku Dayak

mendukung keberadaan patung naga tersebut . Dalam budaya Kalimantan karakter naga biasanya

disandingkan dengan karakter enggang gading, yang melambangkan keharmonisan dwitunggal

semesta yaitu dunia atas dan dunia bawah. Seorang tokoh suku imigran telah membuat tulisan

yang menyinggung etnis Melayu.

Walaupun demikian sebagian budaya suku-suku Kalimantan merupakan hasil adaptasi,

akulturasi, asimilasi, amalgamasi, dan inkorporasi unsur-unsur budaya dari luar misalnya sarung

Samarinda, sarung Pagatan, wayang kulit Banjar, benang bintik (batik Dayak Ngaju), ampik

(batik Dayak Kenyah), tari zafin dan sebagainya.

Pada dasarnya budaya Kalimantan terbagi menjadi budaya pedalaman dan budaya pesisir.

Atraksi kedua budaya ini setiap tahun ditampilkan dalam Festival Borneo yang ikuti oleh

Page 2: Budaya kalimantan

keempat provinsi di Kalimantan diadakan bergiliran masing-masing provinsi. Kalimantan kaya

dengan budaya kuliner, diantaranya masakan sari laut.

Upacara Adat

Upacara adat merupakan suatu bentuk tradisi yang bersifat turun-temurun yang dilaksanakan

secara teratur dan tertib menurut adat kebiasaan masyarakat dalam bentuk suatu rangkaian

aktivitas permohonan sebagai ungkapan rasa terima kasih. Selain itu, upacara adat merupakan

perwujudan dari sistem kepercayaan masyarakat yang mempunyai nilai-nilai universal, bernilai

sakral, suci, relijius, dilakukan secara turun-temurun serta menjadi kekayaan kebudayaan

nasional.

Unsur-unsur dalam upacara adat meliputi: tempat upacara, waktu pelaksanaan, benda-

benda/peralatan dan pelaku upacara yang meliputi pemimpin dan peserta upacara.

Jenis-jenis upacara adat di Indonesia antara lain: Upacara kelahiran, perkawinan, kematian,

penguburan, pemujaan, pengukuhan kepala suku dan sebagainya.

Beberapa upacara adat tradisional yang dilaksanakan masyarakat Kalimantan antara lain:

1. Ritual Tiwah (Suku Dayak, Kalimantan Tengah)

http://banaanaalicious.tumblr.com/post/74022744689/tradisi-unik-yang-cuman-ada-

di-indonesia

Ini adalah prosesi mengantarkan arwah sanak saudara yang telah meninggal ke alam baka

dengan cara menyucikan dan memindahkan sisa jasad dari liang kubur menuju sebuah tempat

yang bernama Sandung. Tiwah merupakan upacara ritual kematian tingkat akhir bagi masyarakat

suku Dayak di Kalimantan Tengah (Kalteng), khususnya Dayak Pedalaman penganut agama

Kaharingan sebagai agama leluhur warga Dayak.

Page 3: Budaya kalimantan

Sebelum upacara Tiwah diadakan, pertama ada upacara ritual lain bernama Tantulak. Menurut

kepercayaan agama Kahirangan, setelah kematian si arwah belum bisa langsung menuju ke

surga. Upacara Tantulak diadakan untuk mengawal roh-roh orang mati ke Bukit Mailan, dari situ

roh-roh tersebut menunggu untuk berangkat dan bertemu dengan Ranying Hattala Langit, Tuhan

mereka sampai kerabat atau keluarga mereka mengadakan upacara ritual Tiwah.

Bukit Mailan bisa dikatan sebagai Alam Rahim, tempat suci dimana manusia hidup sebelum

dilahirkan kedunia. Ditempat ini, mereka yang sudah mati akan menunggu sebelum ke surga

melalui upacara Tiwah.

Puncak acara tiwah ini sendiri akan menempatkan tulang yang digali dari kubur dan telah

dimurnikan melalui ritual khusus ke dalam Sandung. Acara pertama yang diadakan adalah

menusuk hewan kurban, kerbau, sapi, dan babi.

2. Gawai Dayak: Upacara Panen Suku Dayak di Kalimantan Barat

http://www.indonesia.travel/id/destination/583/pontianak/article/164/gawai-dayak-

upacara-panen-suku-dayak-di-kalimantan-barat

Gawai Dayak dan Sejarah Perkembangannya

Ada banyak cara untuk mengungkapkan rasa syukur, salah satunya adalah dengan

menggelar serangkaian upacara adat. Gawai Dayak adalah satu-satunya, upacara adat ini rutin

digelar suku Dayak di Pontianak, Kalimantan Barat dan telah berlangsung sejak puluhan

tahun. Inti pelaksanaan upacara ini adalah sebagai bentuk ungkapan rasa syukur kepada Jubata

(Tuhan) atas panen yang melimpah, sekaligus memohon agar panen berikutnya diberi

kelimpahan.

Gawai Dayak tradisional biasanya dilaksanakan selama tiga bulan oleh suku Dayak di

Kalimantan, khususnya Dayak Iban dan Dayak Darat sebagai wujud syukur atas hasil panen.

Ada sejumlah upacara yang harus dilakukan dalam Gawai Dayak. Upacara adat tersebut menjadi

semacam rangkaian prosesi baku yang harus dilewati. Beragam makanan tradisional dan

sejumlah sesaji pun tak lupa disiapkan sebagai salah satu unsur penting upacara.

Page 4: Budaya kalimantan

Seiring perkembangan zaman dan isu kepentingan, kini upacara Gawai Dayak tradisional

mengalami beberapa penyesuaian namun tetap mempertahankan unsur-unsur penting terutama

urutan dan prosesi upacaranya itu sendiri. Bekerja sama dengan pemerintah daerah Gawai Dayak

kini hanya digelar selama sepekan dan rutin dilaksanakan pada 20 Mei setiap tahunnya. Nama

kegiatan bermuatan kepentingan budaya ini pun sekarang dikenal dengan Pekan Gawai Dayak.

Pekan Gawai Dayak digagas berawal dari keinginan untuk saling memperkuat,

mengenalkan tradisi Dayak, sekaligus sebagai ajang pelestarian tradisi leluhur. Gawai Dayak

sendiri adalah upacara adat tradisional yang menjadi semacam media mempererat suku Dayak

dan bagian penting dari pekan adat tersebut. Kesadaran tersebut bermula pada tahun 1986

ditandai dengan terbentuknya Sekretariat Kesenian Dayak (Sekberkesda). Sekberkesda bertugas

menggelar dan mengonsep seni budaya Dayak yang kemudian menggagas pekan seni budaya

yang kini dikenal dengan Pekan Gawai Dayak.

Sejak tahun 1986, Pekan Gawai Dayak telah dilaksanakan secara terorganisir dan

mendapat pendanaan dari pemerintah daerah. Disebutkan bahwa Pekan Gawai Dayak bermuatan

politis karena tidak murni tradisional melainkan mengandung kepentingan pengembangan

pariwisata dan bahkan kepentingan yang bersifat politis. Akan tetapi, terlepas dari itu, Pekan

Gawai Dayak terbukti telah memberi dampak positif bagi pelestarian sekaligus pengembangan

budaya Dayak di Kalimantan Barat. Ia menjadi semacam pemantik kecintaan terhadap budaya

lokal suku Dayak yang kemudian mendorong usaha pelestarian dan promosi wisata. Pekan

Gawai Dayak tentunya berpotensi sebagai kegiatan yang dari segi ekonomi akan pula

memberikan kontribusi positif bagi masyarakat dan daerah.

Terlepas dari berbagai isu kepentingan politis, Pekan Gawai Dayak juga mendapat dukungan

dari masyarakat budaya Dayak karena bagaimanapun kegiatan tersebut memiliki kepentingan

pelestarian budaya lokal. Sekberkesda sendiri mendapat dukungan dari sekira 23 sanggar yang

merupakan representasi kelompok subsuku Dayak yang ada di Pontianak, Kalimantan Barat.

3. Upacara Adat Aruh Baharin

https://wisatakalimantan.wordpress.com/wisata-kalimantan-selatan/upacara-adat-

kalimantan-selatan/

Lima balian (tokoh adat) yang

memimpin upacara ritual ,berlari kecil

sambil membunyikan gelang hiang (gelang

terbuat dari tembaga kuningan) mengelilingi

salah satu tempat pemujaan sambil

membaca mantra, Dihadiri warga

Dayak sekitarnya.

Prosesi adat ini dikenal dengan Aruh

Baharin, pesta syukuran yang dilakukan

gabungan keluarga besar yang berhasil

Page 5: Budaya kalimantan

panen padi di pahumaan (perladangan). Upacara Adat Aruh Baharin, Pesta yang berlangsung

tujuh hari itu terasa sakral karena para balian yang seluruhnya delapan orang itu setiap malam

menggelar prosesi ritual pemanggilan roh leluhur untuk ikut hadir dalam pesta tersebut dan

menikmati sesaji yang dipersembahkan.

Upacara Adat Aruh Baharin, Prosesi berlangsung pada empat tempat pemujaan di balai

yang dibangun sekitar 10 meter x 10 meter. Prosesi puncak dari ritual ini terjadi pada malam

ketiga hingga keenam di mana para balian melakukan proses batandik (menari) mengelilingi

tempat pemujaan. Para balian seperti kerasukan saat batandik terus berlangsung hingga larut

malam dengan diiringi bunyi gamelan dan gong.

Untuk ritual pembuka, disebut Balai Tumarang di mana pemanggilan roh sejumlah raja,

termasuk beberapa raja Jawa, yang pernah memiliki kekuasaan hingga ke daerah mereka.

Selanjutnya, melakukan ritual Sampan Dulang atau Kelong. Ritual ini memanggil leluhur Dayak,

yakni Balian Jaya yang dikenal dengan sebutan Nini Uri. Berikutnya, Hyang Lembang, ini

proses ritual terkait dengan raja- raja dari Kerajaan Banjar masa lampau.

Para balian itu kemudian juga melakukan ritual penghormatan Ritual Dewata, yakni

mengisahkan kembali Datu Mangku Raksa Jaya bertapa sehingga mampu menembus alam dewa.

Sedangkan menyangkut kejayaan para raja Dayak yang mampu memimpin sembilan benua atau

pulau dilakukan dalam prosesi Hyang Dusun.

Pada ritual-ritual tersebut, prosesi yang paling ditunggu warga adalah penyembelihan

kerbau. Kali ini ada 5 kerbau. Berbeda dengan permukiman Dayak lainnya yang biasa hewan

utama kurban atau sesaji pada ritual adat adalah babi, di desa ini justru hadangan atau kerbau.

warga dan anak-anak berebut mengambil sebagian darah hewan itu kemudian memoleskannya

ke masing-masing badan mereka karena percaya bisa membawa keselamatan. Daging kerbau itu

menjadi santapan utama dalam pesta padi tersebut.

”Baras hanyar (beras hasil panen) belum bisa dimakan sebelum dilakukan Aruh Baharin.

Ibaratnya, pesta ini kami bayar zakat seperti dalam Islam,” kata Narang.

Sedangkan sebagian daging dimasukkan ke dalam miniatur kapal naga dan rumah adat serta

beberapa ancak (tempat sesajian) yang diarak balian untuk disajikan kepada dewa dan leluhur.

Menjelang akhir ritual, para balian kembali memberkati semua sesaji yang isinya antara

lain ayam, ikan bakar, bermacam kue, batang tanaman, lemang, dan telur. Ada juga

penghitungan jumlah uang logam yang diberikan warga sebagai bentuk pembayaran ”pajak”

kepada leluhur yang telah memberi mereka rezeki.

Selanjutnya, semua anggota keluarga yang menyelenggarakan ritual tersebut diminta

meludahi beberapa batang tanaman yang diikat menjadi satu seraya dilakukan pemberkatan oleh

para balian. Ritual ini merupakan simbol membuang segala yang buruk dan kesialan.

Akhirnya sesaji dihanyutkan di Sungai Balangan yang melewati kampung itu. Bagi

masyarakat Dayak, ritual ini adalah ungkapan syukur dan harapan agar musim tanam berikut

Page 6: Budaya kalimantan

panen padi berhasil baik lokasi terletak sekitar 250 kilometer utara Banjarmasin ,Desa Kapul,

Kecamatan Halong, Kabupaten Balangan, Kalimantan Selatan. (Aruh Baharin, Pesta Padi Dayak

Halong kompas.com)

4. Upacara Adat Macceratasi

Upacara Adat Macceratasi merupakan upacara adat

masyarakat nelayan tradisional di Kabupaten Kota Baru,

Kalimantan Selatan. Upacara ini sudah berlangsung sejak

lama dan terus dilakukan secara turun-temurun setiap

setahun sekali. Beberapa waktu lalu, upacara ini kembali

digelar di Pantai Gedambaan atau disebut juga Pantai

Sarang Tiung.

Prosesi utarna Macceratasi adalah penyembelihan

kerbau, kambing, dan ayam di pantai kemudian darahnya

dialirkan ke laut dengan maksud memberikan darah bagi

kehidupan laut. Dengan pelaksanaan upacara adat ini,

masyarakat yang tinggal sekitar pantai dan sekitarnya,

berharap mendapatkan rezeki yang melimpah dari

kehidupan laut.

Kerbau, kambing, dan ayam dipotong. Darahnya dilarungkan ke laut. Itulah bagian utama dari

prosesi Upacara Adat Macceratasi. Kendati intinya hampir sama dengan upacara laut yang biasa

dilakukan masyarakat nelayan tradisional lainnya. Namun upacara adat yang satu ini punya

hiburan tersendiri.

Sebelum Macceratasi dimulai terlebih dahulu diadakan upacara Tampung Tawar untuk meminta

berkah kepada Allah SWT. Sehari kemudian diadakan pelepasan perahu Bagang dengan memuat

beberapa sesembahan yang dilepas beramai-ramai oleh nelayan bagang, baik dari Suku Bugis,

Mandar maupun Banjar. Keseluruhan upacara adat ini sekaligus melambangkan kerekatan

kekeluargaan antarnelayan.

Untuk meramaikan upacara adat ini, biasanya disuguhkan hiburan berupa kesenian hadrah,

musik tradisional, dan atraksi pencak silat. Usai pelepasan bagang, ditampilkan atraksi meniti di

atas tali yang biasa dilakukan oleh lelaki Suku Bajau. Atraksi ini pun selalu dipertunjukkan

bahkan dipertandingkan pada saat Upacara Adat Salamatan Leut (Pesta Laut) sebagai pelengkap

hiburan masyarakat.

Page 7: Budaya kalimantan

5. Upacara Adat Babalian Tandik

Selain Upacara Adat Macceratasi, Kabupaten

Kota Baru juga mempunyai upacara adat

lainnya, seperti Upacara Adat Babalian

Tandik, yakni kegiatan ritual yang dilakukan

oleh Suku Dayak selama seminggu. Puncak

acara dilakukan di depan mulut Goa dengan

sesembahan pemotongan hewan qurban.

Upacara ini diakhiri dengan Upacara Badudus

atau penyiraman Air Dudus. Biasanya yang

didudus (disiram) seluruh pengunjung yang

hadir sehingga mereka basah semua.

6. Upacara Adat Mallasuang Manu

yakni upacara melepas sepasang ayam untuk

diperebutkan kepada masyarakat sebagai

rasa syukur atas melimpahnya hasil laut di

Kecamatan Pulau Laut Selatan. Upacara ini

dilakukan Suku Mandar yang mendominasi

kecamatan tersebut, setahun sekali tepatnya

pada bulan Maret. Upacara ini berlangsung

hampir seminggu dengan beberapa kegiatan

hiburan rakyat sehingga berlangsung meriah.

Upacara Adat Macceratasi, biasanya

diadakan menjelang perayaan tahun baru di

Pantai Gedambaan, Kabupaten Kota Baru.

[Sumber: liburan.info]

7. Upacara Adat Mallasung Manu

Ritual khas kaum muda mudi suku Mandar yang

berdomisili di Kecamatan Laut Selatan, Kabupaten

Kotabaru, Kalimantan Selatan. Mallassung Manu

adalah sebutan bagi ritual adat melepas beberapa

pasang ayam jantan dan betina sebagai bentuk

permohonan meminta jodoh kepada Tuhan Yang

Maha Esa.

Pesta adat yang juga telah menjadi event wisata ini

dilakukan secara turun temurun di Pulau Cinta,

sebuah pulau kecil yang konon berbentuk hati dan berjarak sekitar dua mil dari Pulau Laut, pulau

terbesar di perairan tenggara Kalimantan yang menjadi Ibu Kota Kabupaten Kotabaru. Pulau

Page 8: Budaya kalimantan

Cinta memiliki luas sekitar 500 m2 dan hanya terdiri dari batu-batu besar dan sejumlah pohon di

dalamnya.

Dalam pesta adat yang unik ini, para peserta berangkat secara bersama-sama dari Pulau Laut

(Kotabaru) menuju Pulau Cinta dengan menggunakan perahu. Sesampainya di Pulau Cinta, pesta

adat melepas sepasang ayam jantan dan betina dilaksanakan dengan disaksikan oleh ribuan

penonton

Keinginan agar mudah mencari jodoh dapat melahirkan ekspresi budaya yang khas. Kekhasan

itulah yang dapat disaksikan dalam Pesta Adat Malassuang Manu. Ritual utama dalam upacara

ini, yaitu melepas ayam jantan dan betina, dilaksanakan di atas sebuah batu besar yang bagian

tengahnya terbelah sepanjang kira-kira 10 meter. Dari atas batu itu, sepasang ayam tersebut

dilemparkan sebagai tanda permohonan kepada Tuhan supaya dimudahkan dalam mencari jodoh.

Usai melepas sepasang ayam tersebut, para muda-mudi ini kemudian mengikatkan pita atau tali

rafia (yang di dalamnya telah diisi batu atau sapu tangan yang indah) di atas dahan atau ranting

pepohonan yang terdapat di Pulau Cinta. Hal ini sebagai perlambang, apabila kelak memperoleh

jodoh tidak akan terputus ikatan tali perjodohannya sampai maut menjemput.

Kelak, pita atau tali rafia tersebut akan diambil kembali bila permohonan untuk bertemu jodoh

telah terkabul. Pasangan yang telah berjodoh ini akan kembali ke Pulau Cinta untuk mengambil

pita atau tali rafia tersebut dengan menggunakan perahu klotok yang dihias dengan kertas warna-

warni. Makanan khas yang selalu menjadi hidangan dalam ritual kedua ini adalah sanggar

(semacam pisang goreng yang terbuat dari pisang kepok yang dibalut dengan tepung beras dan

gandum dengan campuran gula dan garam), serta minuman berupa teh panas.

Pasangan ini akan diiringi oleh sanak saudara untuk mengadakan selamatan. Usai memanjatkan

doa, mereka kemudian melepaskan pita atau tali rafia yang dulu diikatkan di dahan atau ranting

pohon untuk disimpan sebagai bukti bahwa keinginannya telah terkabul. Selain itu, ritual kedua

ini juga merupakan permohonan supaya dalam kehidupan selanjutnya selalu dibimbing menjadi

keluarga yang sejahtera.

Pesta adat yang pelaksanaannya didukung oleh pemerintah daerah setempat ini juga dimeriahkan

oleh tari-tarian adat dan berbagai macam perlombaan, seperti voli, sepakbola, dan lain-lain.

Berbagai event lomba tersebut biasanya akan memperebutkan trophy Bupati Kotabaru atau

Gubernur Kalimantan Selatan. Biasanya Pesta Mallasung Manu diselenggarakan pada bulan

Maret-April

[Sumber: jiwafana-travelin.com]