bronko pneumonia

20
BRONKOPNEUMONIA dengan SEPSIS Berikut ini adalah contoh laporan kasus (lapkas) / case report pediatri tentang bronkopneumonia dengan sepsis. BAB I PENDAHULUAN Pneumonia adalah inflamasi parenkim paru yang disebabkan oleh infeksi akut, biasanya disebabkan oleh mikroorganisme, dan sebagian kecil disebabkan oleh hal lain (aspirasi, radiasi, dll). Bronkopneumonia sebagai penyakit yang menimbulkan gangguan pada sistem pernafasan, adalah suatu peradangan pada parenkim paru yang terlokalisir yang biasanya mengenai bronkus dan juga mengenai alveolus disekitarnya. Proses peradangan menyebar membentuk bercak-bercak infiltrat yang berlokasi di alveoli paru dan dapat pula melibatkan bronkiolus terminal. 1,2 Pneumonia hingga saat ini masih tercatat sebagai masalah kesehatan utama pada anak di negara berkembang; merupakan penyebab utama morbiditas dan mortalitas anak berusia di bawah 5 tahun. Diperkirakan hampir seperlima kematian anak di seluruh dunia (lebih kurang 2 juta anak) disebabkan pneumonia, sebagian besar terjadi di Afrika dan Asia Tenggara. Penyebab

Upload: patricia-reynolds

Post on 11-Feb-2016

12 views

Category:

Documents


3 download

DESCRIPTION

LAPORAN KASUS BRONKO PNEUMONIA

TRANSCRIPT

Page 1: BRONKO PNEUMONIA

BRONKOPNEUMONIA dengan SEPSISBerikut ini adalah contoh laporan kasus (lapkas) / case report pediatri tentang

bronkopneumonia dengan sepsis.

BAB IPENDAHULUAN

Pneumonia adalah inflamasi parenkim paru yang disebabkan oleh infeksi akut, biasanya

disebabkan oleh mikroorganisme, dan sebagian kecil disebabkan oleh hal lain (aspirasi,

radiasi, dll). Bronkopneumonia sebagai penyakit yang menimbulkan gangguan pada sistem

pernafasan, adalah suatu peradangan pada parenkim paru yang terlokalisir yang biasanya

mengenai bronkus dan juga mengenai alveolus disekitarnya. Proses peradangan menyebar

membentuk bercak-bercak infiltrat yang berlokasi di alveoli paru dan dapat pula melibatkan

bronkiolus terminal.1,2

Pneumonia hingga saat ini masih tercatat sebagai masalah kesehatan utama pada anak di

negara berkembang; merupakan penyebab utama morbiditas dan mortalitas anak berusia di

bawah 5 tahun. Diperkirakan hampir seperlima kematian anak di seluruh dunia (lebih kurang

2 juta anak) disebabkan pneumonia, sebagian besar terjadi di Afrika dan Asia Tenggara.

Penyebab utama pneumonia adalah Streptococcus pneumonia, Haemophilus influenza, dan

Staphylococcus aureus. Berbagai faktor risiko mortalitas pneumonia anak balita di negara

berkembang adalah pneumonia pada masa bayi, berat badan lahir rendah, tidak mendapat

imunisasi, tidak mendapat ASI adekuat, malnutrisi, defisiensi mikronutrien, prevalensi

kolonisasi bakteri patogen di nasofaring, dan pajanan terhadap polusi udara.1,3

Sebagian besar gambaran klinis pneumonia pada anak berkisar antara ringan hingga sedang,

sehingga dapat berobat jalan saja. Hanya sebagian kecil yang berat, mengancam kehidupan,

dan mungkin terdapat komplikasi sehingga memerlukan perawatan di rumah sakit.

Page 2: BRONKO PNEUMONIA

Bronkopneumonia biasanya didahului oleh infeksi saluran nafas bagian atas selama beberapa

hari. Suhu dapat naik secara mendadak sampai 39-400C dan mungkin disertai kejang karena

demam yang tinggi. Anak sangat gelisah, dispneu, pernafasan cepat dan dangkal disertai

pernafasan cuping hidung dan sianosis di sekitar hidung dan mulut. Batuk biasanya tidak

dijumpai pada awal penyakit, anak akan mendapat batuk setelah beberapa hari, di mana pada

awalnya berupa batuk kering kemudian menjadi produktif.2,3

Hal-hal yang dapat ditanyakan selama anamnesis meliputi4,5:

1. Identitas pasien

2. Keluhan utama : sebagian besar balita penderita bronkopneumonia dibawa karena sesak

nafas.

3. Riwayat perjalanan penyakit : Sesak nafas; Batuk dan pilek; Demam; dll.

4. Riwayat penyakit sebelumnya

5. Riwayat imunisasi

6. Riwayat makanan : ASI, PASI

7. Riwayat kontak dengan orang lain yang menderita penyakit tertentu

8. Riwayat berobat

Pada inspeksi dapat dijumpai keadaan sebagai berikut5:

1. Gelisah

2. Malaise

3. Merintih

4. Batuk

5. Sesak nafas

6. Nafas cuping hidung

7. Retraksi dada suprasternal, intercostal ataupun subcostal

8. Sianosis

Page 3: BRONKO PNEUMONIA

Sedangkan pada perkusi dan auskultasi bronkopneumonia  dijumpai ronki tersebar, pekak

tidak nyata. Namun, perkusi dan auskultasi dari bronkopneumonia, hasil pemeriksaan

fisiknya tergantung pada luasnya daerah yang terkena. Pada perkusi toraks sering tidak

dijumpai adanya kelainan. Pada auskultasi mungkin hanya terdengar ronki basah halus

sampai sedang.2

Pemeriksaan penunjang pada bronkopneumonia dapat memberikan hasil4,5:

1. Gambaran darah menunjukkan leukositosis, dengan predominan PMN. Terjadi

pergeseran ke kiri. Leukositosis >30.000/mm3 hampir selalu menunjukkan adanya infeksi

bakteri, sering ditemukan pada keadaan bakteremia, dan resiko terjadinya komplikasi

lebih tinggi.

2. Kultur dahak dapat positif pada 20–50% penderita yang tidak diobati. Selain kultur

dahak, biakan juga dapat diambil dengan cara hapusan tenggorok namun pada balita hal

ini sulit untuk dilakukan.

3. Analisa gas darah menunjukkan hipoksemia dan hiperkarbia pada kasus berat. Pada

stadium lanjut dapat terjadi asidosis metabolik.

4. Pemeriksaan radiologi menunjukkan gambaran difus merata pada kedua paru, berupa

bercak-bercak infiltrat yang dapat meluas hingga daerah perifer paru, disertai dengan

peningkatan corakan peribronkial.

Gambaran pneumonia pada neonatus dan bayi kecil tidak khas, mencakup serangan apnea,

sianosis, merintih, nafas cuping hidung, takipnea, letargi, muntah, tidak mau minum,

takikardi atau bradikardi, retraksi subkosta, dan demam. Gambaran klinis tersebut sulit

dibedakan antara sepsis dan meningitis. Sepsis pada pneumonia neonatus dan bayi kecil

sering ditemukan sebelum 48 jam pertama. Angka mortalitas sangat tinggi di negara maju,

yaitu dilaporkan 20-50%. Angka kematian di Indonesia dan di negara berkembang lainnya

Page 4: BRONKO PNEUMONIA

diduga lebih tinggi. Oleh karena itu, setiap kemungkinan adanya pneumonia pada neonatus

dan bayi kecil berusia di bawah 2 bulan harus segera dirawat di rumah sakit.2,5,6

Dasar tatalaksana pneumonia rawat inap adalah pengobatan kausal dengan antibiotik yang

sesuai, serta tindakan suportif. Pengobatan suportif meliputi pemberian cairan intravena,

oksigen, koreksi terhadap gangguan asam basa, elektrolit, dan gula darah. Untuk nyeri dan

demam dapat diberikan analgetik/antipiretik. Penggunaan antibiotik yang tepat merupakan

kunci utama keberhasilan pengobatan. Terapi antibiotik harus segera diberikan pada anak

dengan pneumonia yang diduga disebabkan oleh bakteri.4,6

Komplikasi pneumonia pada anak meliputi bakteremia dan sepsis, empiema, pneumotoraks,

atau infeksi ekstrapulmoner seperti meningitis purulenta. Selain itu juga dapat ditemukan

efusi pleura, perikarditis purulenta, dan abses paru.5,7

Pencegahan bronkopneumonia merupakan strategi yang sangat baik untuk menurunkan angka

mortalitas. Upaya pencegahan merupakan komponen strategis pemberantasan pneumonia

pada anak terdiri dari pencegahan melalui imunisasi dan non-imunisasi. Imunisasi terhadap

patogen yang bertanggung jawab terhadap pneumonia merupakan strategi pencegahan

spesifik. Imunisasi untuk Hib, pneumokokus, campak, dan pertusis adalah cara yang paling

efektif untuk mencegah pneumonia. 6,8-10

Pencegahan non-imunisasi merupakan pencegahan non- spesifik misalnya mengatasi

berbagai faktor-risiko seperti polusi udara dalam-ruang, merokok, kebiasaan perilaku tidak

sehat/bersih, perbaikan gizi dan dan lain-lain. Gizi yang cukup, yang diawali dengan

pemberian ASI eksklusif selama 6 bulan akan sangat meningkatkan pertahanan tubuh anak.

Page 5: BRONKO PNEUMONIA

BAB II

LAPORAN KASUS

IDENTITAS

ANAMNESIS (diberikan oleh ibu penderita)

Riwayat Penyakit Sekarang

Sesak dialami oleh pasien sejak kurang lebih 3 hari sebelum masuk rumah sakit. Sesak

disadari oleh ibu penderita karena penderita rewel dan menangis terus-menerus. Sesak tidak

disertai dengan bengkak pada wajah atau kelopak mata, atau bengkak pada kedua tungkai,

juga tidak disertai kebiruan pada ujung jari maupun mulut.

Demam dialami penderita sejak 4 hari sebelum masuk rumah sakit. Demam tinggi pada

perabaan, demam turun sebentar dengan pemberian obat penurun panas, beberapa jam

kemudian naik lagi. Demam dialami tiap hari tanpa ada periode bebas demam. Demam tidak

disertai dengan perdarahan pada gusi, menggigil, maupun munculnya bercak-bercak merah

pada tubuh.

Batuk dialami penderita sejak 1 minggu sebelum masuk rumah sakit.  Batuk awalnya tidak

berlendir, lama-kelamaan menjadi berlendir dan lendir sukar dikeluarkan. Muntah tidak

dialami penderita. Buang air besar dan buang air kecil biasa. Sebelum masuk rumah sakit

penderita sudah dirawat di Puskesmas.

Anamnesis Antenatal dan Kelahiran

Selama kehamilan, ibu penderita dalam keadaan sehat. Pemeriksaan antenatal care tidak

teratur di puskesmas sebanyak 3 kali dengan penyuntikan imunisasi TT sebanyak 2 kali.

Penderita lahir di RS ditolong oleh bidan secara spontan dengan letak belakang kepala, cukup

bulan, langsung menangis, dengan berat badan lahir 3000 gram.

Page 6: BRONKO PNEUMONIA

Penyakit yang sudah pernah dialami

Morbili            : (-)

Varicella          : (-)

Pertusis           : (-)

Diare               : (-)

Cacing             : (-)

Batuk/pilek     : (-)

 

Kepandaian/Kemajuan bayi

Pertama kali membalik            : –

Pertama kali tengkurap           : –

Pertama kali duduk                 : –

Pertama kali merangkak          : –

Pertama kali berdiri                 : –

Pertama kali berjalan               : –

Pertama kali tertawa               : –

Pertama kali berceloteh           : –

Pertama kali memanggil mama : –

Pertama kali memanggil papa : –

 

Anamnesis Makanan

ASI                  : –

PASI               : lahir – sekarang

Bubur susu      : –

Bubur saring    : –

Page 7: BRONKO PNEUMONIA

Nasi lembek    : –

Imunisasi

BCG                : 1x

Polio                : –

DPT                : –

Campak           : –

Hepatitis B     : 2x

Riwayat Keluarga

Ayah penderita berusia 28 tahun, pekerjaan petani dengan pendidikan terakhir SMA. Ibu

penderita berusia 27 tahun, ibu rumah tangga dengan pendidikan terakhir SMP. Penderita

merupakan anak satu-satunya. Hanya penderita yang sakit seperti ini dalam keluarga.

Keadaan Sosial, Ekonomi dan Lingkungan

Rumah beratap seng, dinding beton, lantai semen, jumlah kamar 2 ruangan, dihuni oleh 3

orang dewasa dan 1 orang anak. WC/kamar mandi di dalam rumah, sumber air minum dari

PAM, sumber penerangan listrik PLN, penanganan sampah dengan dibuang.

PEMERIKSAAN FISIK

Umur                           : 2 bulan

Berat badan                 : 4,4 kg

Panjang badan             : 58 cm

Status gizi                   : Gizi kurang (berdasarkan kurva z-score WHO)

Keadaan umum           : Tampak sakit

Kesadaran                   : Compos mentis

Gizi                             : Kurang

Tanda vital      : Nadi : 152 kali/menit, Respirasi : 80 kali/menit, Suhu : 37,3 ºC

Page 8: BRONKO PNEUMONIA

Kulit                : Warna sawo matang, turgor kembali cepat, tonus otot normal.

Kepala             : Bentuk mesocephal, ubun-ubun besar datar, rambut berwarna hitam, tidak

mudah dicabut.

Mata               : Exopthalmus / enopthalmus tidak ada, tekanan bola mata normal

pada perabaan.

Konjungtiva anemis tidak ada, sklera ikterik tidak ada, corneal reflex +/+, pupil bulat isokor.

Telinga            : Sekret tidak ada.

Hidung            : Pernafasan cuping hidung (+), sekret tidak ada.

Mulut              : Bibir tidak sianosis, lidah kotor tidak ada, perdarahan dan hiperemis pada

gusi tidak ada, bau pernapasan normal.

Tenggorokan   : Tonsil T1 / T1, tidak hiperemis.

Leher               : Trakea letak tengah, pembesaran KGB (-), kaku kuduk tidak ada.

Thoraks           : Bentuk simetris normal, pernapasan paradoksal tidak ada, terdapat retraksi

pada daerah subclavicula, intercostalis, xyphoid.

Paru                 : Inspeksi : Gerakan dinding dada simetris kiri = kanan, retraksi

pada daerah subclavicula, intercostalis, xyphoid.

Palpasi : Stem fremitus kiri = kanan

Perkusi : Sonor kiri = kanan

Auskultasi : Suara pernapasan bronkovesikuler kasar, rhonki +/+, wheezing -/-.

Jantung            : Denyut jantung : 152 kali/menit, iktus cordis tidak tampak

Batas kiri jantung : linea midclavicula sinistra

Batas kanan jantung : linea parasternalis dekstra

Batas atas jantung : ICS II-III

Bunyi jantung : M1>M2, A1>A2, P2>P1, Bising (-)

Abdomen        : datar, lemas, bunyi usus (+) normal

Page 9: BRONKO PNEUMONIA

Hepar              : 1-1 cm bac

Lien                 : tidak teraba

Genitalia          : perempuan normal

Ekstremitas     : akral hangat, CRT < 2”.

Tulang             : normal

Otot                : eutrofi

Reflek-refleks  : Refleks fisiologis +/+, refleks patologis -/-

RESUME

Pasien perempuan, umur 2 bulan, BB: 4,4 kg, TB: 58 cm, dengan keluhan sesak sejak disertai

batuk dan demam.

KU: tampak sakit, kesadaran: CM. Nadi : 152 kali/menit, Respirasi : 80 kali/menit, Suhu :

37,3 ºC

Kepala: conj an (-), scl ict (-), PCH (+). Thoraks: simetris, retraksi (+) SC, IC, xyphoid, cor:

bising (-), pulmo: s.p. bronkovesikuler kasar, rh +/+, wh -/-. Abdomen: datar, lemas, BU (+)

normal. Ekstremitas: akral hangat, CRT < 2”.

DIAGNOSIS KERJA

Bronkopneumonia dengan susp. sepsis dengan gizi kurang

PENATALAKSANAAN

– Oksigen dengan sungkup, 5-7 liter / menit

– IVFD KAEN 4B (100cc/kgBB/hari) 18-19 gtt/menit (microdrips)

– Oral aff, pasang NGT

– Injeksi Ampicilin (100mg/kgBB/hari) 4 x 125 mg i.v.

– Injeksi Gentamicin 1 x 20 mg i.v.

– Injeksi Dexamethasone 3 x 0,5 mg i.v.

– Nebulisasi 3 cc NaCl 3% tiap 8 jam

Page 10: BRONKO PNEUMONIA

– Paracetamol syrup 3 x ½ cth via NGT

– Ambroxol 3 x 2 mg pulv via NGT

ANJURAN

– Darah lengkap, blood smear, diff count

– CRP

– PT, APTT

– x-foto thoraks

FOLLOW UP

S:         sesak (-), demam (+)

O:        Keadaan umum : tampak sakit Kesadaran : compos mentis

SSP : pupil bulat isokor, RC +/+, RF +/+, RP-/-, spastis (-), klonus (-)

CV : akral hangat, CRT < 2”, bising (-)

RT : simetris, retraksi (-), sp. Bronkovesikuler, Rh -/-, Wh -/-

GIT : datar, lemas, BU(+)N

Hemato : conj.an (-), scl.ict (-)

Laboratorium:

Hb: 10,2, Hct: 33,8, eritrosit: 3,82, leukosit: 35400, trombosit 635000, CRP: 12 (+), PT:

15,8”, APTT: 30,9”.

A:        Bronkopneumonia + susp. Sepsis + Gizi kurang

P:         – Oksigen dengan sungkup, 5-7 liter / menit

– IVFD KAEN 4B 18-19 gtt/menit (microdrips)

– Injeksi Ampicilin 4 x 125 mg i.v.

– Injeksi Gentamicin 1 x 20 mg i.v.

– Injeksi Dexamethasone 3 x 0,5 mg i.v.

– Nebulisasi 3 cc NaCl 3% tiap 8 jam

Page 11: BRONKO PNEUMONIA

– Paracetamol syrup 3 x ½ cth via NGT

– Ambroxol 3 x 2 mg pulv via NGT

BAB III

PEMBAHASAN

Penegakan diagnosis pada penderita ini didasarkan pada anamnesis, pemeriksaan fisik dan

pemeriksaan penunjang. Penderita datang dengan keluhan utama sesak nafas. Sesak tidak

disertai dengan bengkak pada wajah atau kelopak mata, atau bengkak pada kedua tungkai,

juga tidak disertai kebiruan pada ujung jari maupun mulut. Dari keluhan ini dapat dipikirkan

adanya kelainan pada saluran nafas, jantung, kelainan metabolik seperti asidosis dan uremia,

serta adanya kelainan di susunan saraf pusat/otak. Dari alloanamnesis tidak didapatkan

keluhan BAK sehingga kemungkinan kelainan metabolik dapat disingkirkan. Dari

pemeriksaan fisik tidak didapatkan penurunan kesadaran sehingga kelainan di susunan saraf

pusat dapat disingkirkan, selain itu dari hasil pemeriksaan pada jantung didapatkan dalam

batas normal sehingga kelainan pada jantung dapat disingkirkan. Oleh karena itu dapat

dipastikan sesak nafas yang dikeluhkan berasal dari kelainan pada saluran nafas.

Dari alloanamnesis didapatkan pasien juga mengalami batuk serta demam, sehingga dapat

dipikirkan adanya suatu penyakit infeksi. Dalam keadaan sehat, pada paru-paru tidak akan

terjadi pertumbuhan mikroorganisme, keadaan ini disebabkan oleh adanya mekanisme

pertahanan paru. Terdapatnya bakteri di dalam paru-paru merupakan ketidakseimbangan

antara daya tahan tubuh, sehingga mikroorganisme dapat berkembang biak dan berakibat

timbulnya infeksi penyakit. Mikroorganisme yang terinhalasi ke dalam saluran nafas akan

menyebabkan infeksi saluran pernafasan atas yang dapat menimbulkan gejala-gejala seperti

batuk, pilek, dan demam ringan. Apabila hal ini tidak diobati dengan segera dan sistem imun

tubuh sedang menurun maka infeksi akan berlanjut ke saluran nafas bawah. Hal ini akan

Page 12: BRONKO PNEUMONIA

direspon dengan mengaktivasi silia dan mengeluarkan sekresi mukus untuk mengeluarkan

benda asing yang masuk. Hal inilah yang menyebabkan terjadinya batuk produktif pada

penderita bronkopneumonia.

Selain itu, didapatkan adanya pernafasan cuping hidung dan retraksi thoraks di subclavicula,

intercostal, dan xyphoid, suara pernafasan yang bronkovesikuler kasar disertai dengan ronki.

Pemeriksaan penunjang menunjukkan leukositosis dan C-reactive protein (CRP) positif.

Keseluruhan hasil anamnesis dan pemeriksaan memberikan hasil yang khas untuk

bronkopneumonia, sehingga diagnosis bronkopneumonia pada pasien ini dapat ditegakkan.

Pengobatan bertujuan untuk mengeradikasi infeksi, menurunkan morbiditas dan mencegah

komplikasi. Pengobatan pada penderita ini sudah tepat karena sudah mencakup pengobatan

kausal dan suportif. Pengobatan kausal dengan antibiotik yang sesuai segera diberikan pada

anak dengan pneumonia yang diduga disebabkan oleh bakteri, yang menunjukkan respon

klinis yang baik dalam beberapa hari. Pengobatan suportif yang diberikan berupa pemberian

oksigen karena pasien mengalami sesak nafas. Dilakukan oral aff pada pasien ini dan

pemasangan NGT karena dikhawatirkan terjadi aspirasi karena pasien masih sesak.  Cairan

intravena serta tunjangan nutrisi juga diberikan, karena pada penderita ini juga didapatkan

kondisi gizi kurang. Untuk demam yang diderita diberikan antipiretik paracetamol, untuk

keluhan batuk diberikan ambroxol. Penggunaan antibiotik yang tepat merupakan kunci utama

keberhasilan pengobatan.

Pengamatan rutin lanjutan baik melalui anamnesis, pemeriksaan fisik, maupun pemeriksaan

penunjang terutama mengenai frekuensi nafas, denyut nadi, tanda asidosis, dan tanda

komplikasi. Pada penderita ini juga dicurigai terjadi komplikasi berupa sepsis akibat

penanganan yang kurang adekuat saat awal perjalanan penyakitnya. Penanganan sepsis yang

terjadi sudah tepat karena sudah tercakup pada penanganan penyakit yang mendasarinya.

Page 13: BRONKO PNEUMONIA

Prognosis penderita ini adalah dubia ad bonam karena pada pasien ini telah dilakukan

pengobatan yang adekuat meskipun ada tanda-tanda yang mengarah pada komplikasi.

Daftar Pustaka (tidak berurut)

1.  Gray D, Zar HJ. Childhood Pneumonia in Low and Middle Income Countries: Burden,

Prevention and Management. The Open Infectious Diseases Journal. 2010;4:74-84.

2. Madhi SA, Levine OS, Hajjeh R, Mansoor OD, Cherian T. Vaccines to prevent

pneumonia and improve child survival. Bulletin of the World Health Organization.

2008;86:365–72.

3. Nurhaeni N, Sutadi H, Rustina Y, Supriyatno B. Pemberdayaan Keluarga pada Anak

Balita Pneumonia di Rumah Sakit: Persepsi Perawat Anak dan Keluarga. Makara

Kesehatan. 2011;15(2):58-64

4. Lee P, Chiu C, Chen P, Lee C, Lin T. Guidelines for the Management of Community-

Acquired Pneumonia in Children. Acta Pediatr Taiwan. 2007;48(4):167-80.

5. Ikatan Dokter Anak Indonesia. Buku Ajar Respirologi Anak. Jakarta: IDAI. 2008;I: 350-

65.

6. Kurniawan Y, Indriyani SAK. Karakteristik Pasien Pneumonia di Ruang Rawat Inap

Anak Rumah Sakit Umum Provinsi Nusa Tenggara Barat. Cermin Dunia Kedokteran.

2012;39:196-7.

7. Staf   Pengajar    Ilmu    Kesehatan  Anak  FKUI.  Buku  Kuliah  Ilmu Kesehatan Anak.

Jakarta: Infomedika. 2010;11:1228-33.

8. Ribeiro CF, Ferrari GF, Fioretto JR. Antibiotic treatment schemes for very severe

community-acquired pneumonia in children: a randomized clinical study. Rev Panam

Salud Publica. 2011;29(6):444–50.

Page 14: BRONKO PNEUMONIA

9. Lee GE, Lorch SA, Collins S, Kronman MP, Shah SS. National Hospitalization Trends

for Pediatric Pneumonia and Associated Complications. Pediatrics. 2010;126:204-13.

10. Said M. Pengendalian Pneumonia Anak-Balita dalam Rangka Pencapaian MDG4.

Buletin Jendela Epidemiologi. 2010;3:16-21.