bronkiektasis
TRANSCRIPT
BAB I
PENDAHULUAN
Bronkiektasis digambarkan sebagai suatu dilatasi jalan nafas yang
ireversibel, yang berhubungan dengan seringnya terkena infeksi bakteri dan
radang yang merusak bronkial dan jaringan peribronkial. Dilatasi bisa terjadi
di semua bagian maupun hanya pada satu segmen atau lobus paru-paru, dan
juga dapat berupa tubulus, fusiform (spindle shaped) ataupun sakulus
(kistik).1,2
Di negara barat angka kematian dan kesakitan terus meningkat, kondisi
ini tetap menjadi salah satu alasan untuk menjadi perhatian mengenai angka
kesakitan di negara berkembang. Berbagai macam faktor telah diidentifikasi
sebagai predisposisi terjadinya bronkiektasis fibrosis non kistik (non-CF).
Infeksi berulang, defisiensi imun, kemasukan benda asing, asma, tuberculosis
dan diskinesia primer bulu getar adalah beberapa hal yang menjadi faktor
resiko. Bronkiektasis post infeksi pada penderita normal akan sering
menyertai dan di negara berkembang beberapa pasien dengan kelainan
tersebut memiliki penyakit sistemik yang mendasari.1,2,3
Kasus yang mendasari tersebut telah diidentifikasikan pada 40-60%
pasien dengan studi berbeda. Kebanyakan studi melaporkan insidensi tertinggi
dari non CF bronkiektasis ada pada grup minoritas yang berkaitan dengan
status sosial ekonomi yang rendah.1
1
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Bronkiektasis
2.1.1 Definisi
Bronkiektasis adalah pelebaran (dilatasi) yang ireversibel dari
bagian saluran jalan nafas (bronkus) akibat kerusakan dari dinding jalan
nafas. Penyebab tersering adalah infeksi saluran nafas berulang yang berat.
Beberapa orang akan menunjukkan batuk kronik, dan beberapa biasanya
muncul batuk berdarah dan memiliki nyeri dada, dan berulangnya episode
pneumonia. Foto thorax biasanya akan selalu dilakukan untuk mencari
kelainan yang ada dan beratnya kelainan. Biasanya banyak orang akan
menggunakan antibiotik dan obat-obatan lain untuk menekan mukus.3,4
Bronkiektasis akan terjadi apabila kondisi kerusakan baik secara
langsung maupun tidak langsung dari dinding bronkus tidak dapat
dipertahankan secara normal. Pertahanan normal antara lain adalah cilia
sepanjang dinding saluran nafas. Cilia ini akan bergerak dan menghalau
balik kemudian menggerakkan cairan mukus yang dihasilkan secara
normal dari saluran nafas. Mukus ini akan membawa partikel berbahaya
dan bakteri yang terperangkap di dalam mukus dari dalam menuju keluar
tenggorokkan dan akan dibatukkan ataupun dibersinkan. 2,3
Baik kerusakan jalan nafas langsung maupun tidak langsung, area bronkus
telah terjadi kerusakan dan mengalami inflamasi kronik. Inflamasi ini akan
menyebabkan bronkus menjadi tidak elastik, yang menyebabkan jalan
nafas menjadi lebar dan menghasilkan kantong kecil seperti balon kecil.
Peradangan juga menghasilkan sekresi mukus yang banyak. Karena sel-sel
yang mengandung silia tersebut mengalami kerusakan atau hancur, sekresi
mucus ini akan terakumulasi pada jalan nafas yang melebar dan menjadi
tempat berkembangnya kuman-kuman bakteri.2,3
2
Bakteri juga mengakibatkan kerusakan dinding bronkus yang lebih
parah dan menyebabkan suatu lingkaran setan berupa infeksi berulang dan
berlanjutnya kerusakan jalan nafas.2
Gambar 1. Gambaran bronkus normal dan bronkiektasis1
2.1.2 Etiologi
Bronkiektasis sering mulai terjadi pada anak-anak namun dapat
juga terjadi pada dewasa muda. Yang paling sering menyebabkan
kerusakan cabang-cabang bronkhial adalah kejadian pasca infeksi seperti
tuberkulosis, pneumonia bakteri ataupun virus, komplikasi pertusis.2,3,5
Bronkiektasis juga berhubungan dengan beberapa kelainan
congenital-for instance, sindrom Kartagener (kondisi dextrokardia dan
sinusitis) Sindrom Williams-Camnbell dan kelainan segmen paru.
Obstruksi berupa karsinoma, stenosis tuberculus, inhalasi benda asing
akan menyebabkan paru-paru menjadi kolaps dan infeksi sekunder
menyebabkan terjadi bronkiektasis. Infeksi sinus berulang juga bisa
menyebabkan hal tersebut.1,2,3
3
Bronkiektasis dapat menyebabkan komplikasi yang lebih parah
berupa fibrosis kistik atau defisiensi imun yang berat seperti hipo-
gammaglobulinemia. Bronkiektasis yang terjadi pada bronkus proximal
biasanya diakibatkan oleh penyakit alergi pada bronkopulmonari
aspergilosis.2
2.1.3 Gejala dan Tanda
Gejala bronkiektasis adalah batuk disertai produksi dahak. Kadang
berupa hemoptisis dan gejala umum seperti bronchitis berupa wheezing
dan dyspnoe. Kondisi umum pasien lemah dan memiliki jari tabuh.
Biasanya terdengar krepitasi di atas area sekresi.3
Pada gambaran foto thorak akan tampak pada posisi anterior-
posterior dan lateral berupa bayangan tubulus atau cincin, atau corakan
bronkovaskular yang abnormal. Diagnosis pasti dapat ditegakkan dengan
bronkography, namun hal tersebut tidak nyaman dilakukan, sehingga
hanya dilakukan pada pasien yang akan diterapi bedah saja.1,2,3,5
CT-Scan dengan resolusi tinggi menjadi pemeriksaan penunjang
terbaik untuk mendiagnosis bronkiektasis, mengklarifikasi temuan dari
foto thorax dan melihat letak kelainan jalan nafas yang tidak dapat terlihat
pada foto polos thorax. CT-Scan resolusi tinggi mempunyai sensitivitas
sebesar 97% dan spesifisitas sebesar 93%.2,8,14
CT-Scan resolusi tinggi akan memperlihatkan dilatasi bronkus dan
penebalan dinding bronkus. Modalitas ini juga mampu mengetahui lobus
mana yang terkena, terutama penting untuk menentukan apakah diperlukan
pembedahan.
4
Gambar 2. Gambar CT-Scan dengan resolusi tinggi5
2.1.4 Penatalaksanaan
Penatalaksanaan dapat dengan pengobatan maupun pembedahan. Bila
pasien memiliki gejala sedang atau berat, dimana kondisi tubuh bagus,masih
memiliki fungsi paru yang bagus dan hasil bronkografi jelas menyebutkan
lokasi kelainannya maka pasien dapat dilakukan pembedahan untuk mereseksi
lobus paru yang terkena. Jika fungsi paru pasien tersebut masih
memungkinkan maka hanya disisakan satu lobus, lobus paru kiri dan lingula
atau lobus kanan bawah dan lobus tengah.
Pada kasus yang dipilih dengan hati-hati akan memberikan hasil yang
baik, dan pengobatan secara medis seumur hidup dapat dihindarkan. Semua
pasien ini harus mendapatkan pengobatan intensif sebelum dilakukan operasi.1
Beberapa kasus bronkiektasis tidak dapat dilakukan terapi pembedahan
karena fungsi parunya sangat buruk atau bisa juga karena infeksi yang telah
menyebar luas. Aspek penting dari pengobatan medis adalah drainase postural
secara rutin pada segmen atau lobus paru yang terkena. Untuk mendrainase
bronkus basal pasien harus meninggikan kaki di tempat tidur, tempat tidur
khusus sangat membantu pada terapi ini. Di rumah pasien disarankan untuk
menggunakan bantal yang tipis.1
Lobus tengah dan lingula didrainase dengan cara berbeda, yaitu pasien
tiduran terlentang, kaki ditinggikan dan bantal diletakkan di bawah lapang 5
paru yang terkena. Pasien harus mempertahankan posisi tersebut selama 10-15
menit malam dan pagi dan selama waktu itu pasien harus mengambil nafas
dalam dan batuk untuk mengeluarkan dahak.
Jika memungkinkan, meminta bantuan orang lain untuk menepuk-
nepuk dada supaya membantu melegakan dada. Drainase postural
membutuhkan waktu lebih dan kesabaran pasien, kadang dia perlu ketekunan
dengan rutinitas tersebut. Selama fisioterapi bila mendapatkan kondisi
eksaserbasi akut maka terapi perlu ditingkatkan menjadi empat kali sehari.1
Tabel 1. Bagan Pemberian Antibiotik Berdasarkan Organisme Penyebab 3
Bakteri Penyebab Obat Pilihan Obat Alternatif
Haemophilus
influenzae (banyak
yang resisten terhadap
Kotrimoksazole)
Amoxycillin 500 mg 4
kali sehari selama 10 hari
Tetracyclin 500 mg 4 kali
sehari
Staphilococcus aureus Cloxacillin 500 mg 4 kali
sehari
Bakteri anaerob
patogen
Metronidazole 800 mg 3
kali sehari
Flora normal traktus
respiratori dan
Pseudomonas
aeroginosa
Antibiotik general secara
intermiten
Pasien di rumah
dengan bronchiectasis
Amoxycillin selama 10
hari
Kebanyakan kuman patogen di dalam sputum pasien dengan
bronkiektasis adalah Haemophilus influenza, Staphylococcus aureus dan
6
Streptococcus pneumonia. Organisme anaerobik juga perlu diperhatikan.
Semua pasien dengan bronkiektasis sebaiknya rutin melakukan pemeriksaan
kultur sputum baik bakteri aerob maupun anaerob. Jika bakteri patogen
ditemukan dalam kultur sputum maka antibiotik yang sesuai harus
diberikan.1,2,3
Pasien dengan volume sputum yang besar dimana terapi sederhana di
rumah gagal, maka perlu dibawa ke rumah sakit untuk mendapatkan
pengobatan intensif. Mereka akan mendapatkan terpai yang intensif berupa
fisioterapi dan antibiotic lain selama 4 hinga 6 kali perhari. Antibiotik yang
diberikan adalah Benzylpenicillin 600 mg 4 kali per hari dan Streptomycin 0-5
gram dua kali per hari secara intra muscular untuk 10 hingga 14 hari, atau
kloramfenikol 500 mg 4 kali per hari selama 10 hari. 2,3
Beberapa pasien yang terinfeksi Pseudomonas aeroginosa akan sangat
membantu bila diberi Gentamicin 2 mg/kgBB 3 kali sehari dalam waktu
sepuluh hari dan Carbenicillin 5 gram 4 kali sehari. Sputum akan banyak
berkurang dan keadaan umum pasien akan meningkat, namun demikian
organism di dalam sputum tidak semuanya tereliminasi.4
Beberapa pasien dengan keadaan yang berat akan lebih menunjukkan
perkembangan yang lebih baik dengan penggunaan kemoterapi jangka
panjang. Tetracycline di sisi lain, yaitu 250 mg atau 500 mg 4 kali per hari
untuk dua hari dapat juga diberikan. Pengobatan ini boleh diteruskan bila
keadaan pasien benar-benar membaik. Pasien dengan penyakit alergi
bronkopulmonari aspergilosis perlu diberikan steroid untuk mencegah
kerusakan dinding bronchial di masa yang akan datang. Dan pada pasien
dengan hipogamaglobulinemia bisa diberikan gamaglobulin. 3
Semua pasien bronkiektasi harus disarankan untuk tidak merokok.
Sepsis pada paranasal sinus dan gigi harus segera dieliminasi. Semua pasien
juga harus diperiksa volume FEV1 (forced expiratory volume in one second)
dan FVC (forced vital capacity) sebelum dan sesudah mendapat Salbutamol
untuk melihat apakah mereka memiliki obstruksi jalan nafas yang reversible.3
Jika mereka menunjukkan peningkatan maka mereka harus
mendapatkan terapi inhalasi salbutamol sebelum melakukan darinase postural.
7
Mereka juga harus mendapatkan imunisasi Influenza pada musim gugur, dan
mereka harus memiliki standar umum nutrisi dan perawatan di rumah yang
adekuat.
2.1.5 Komplikasi
Komplikasi dari bronkiektasis meliputi gejala eksaserbasi akut dan
pneumonia. Sinusitis kadang sering menyertai dan hal itu harus segera diobati.
Hemoptisis juga biasanya terjadi dan dapat mengancam. Biasanya keadaan
tersebut sangatlah berat dan biasanya dapat hilang hanya dengan pemberian
antibiotik bagi penyakit infeksi yang mendasari, jika tidak dapat diatasi maka
perlu dilakukan pembedahan.1,2,3
Komplikasi yang jarang terjadi adalah empiema, abses otak, dan
amiloidosis. Banyak pasien yang mengalami cor-pulmonale setelah beberapa
tahun menderita sepsis dan hipoksemia arterial.
2.1.6 Pencegahan
Semua episode dari infeksi paru dan kolapsnya penyakit paru harus
segera diobati secara adekuat, terutama pada anak-anak. Anak-anak harus
diberi imunisasi seperti pertusis. Seseorang yang dicurigai menghisap benda
asing harus dilakukan bronkoskopi. Pasien dengan penyakit alergi
bronkopulmonari aspergilosis harus dikoreksi secara rutin dan diobati
secepatnya.2,3
8
BAB III
KESIMPULAN
Bronkiektasis adalah dilatasi irreversible dari bronkus karena kerusakan
dinding nafas yang disebabkan oleh infeksi saluran nafas berulang. Tatalaksana
dari bronkhiektasis adalah drainase postural, pemberian antibiotik dan
pembedahan. Pemberian antibiotik berdasarkan bakteri penyebab berdasarkan
hasil kultur sputum. Pencegahan dari bronkhiektasis adalah pemberian imunisasi
dan pengobatan segera pada infeksi saluran nafas dan mencegah terjadinya infeksi
saluran nafas berat yang berulang.
9
DAFTAR PUSTAKA
1. Karadag, B., Karakoc aF., Ersu aR., Kut aA., Bakac bS., & Dagli, aE. 2004.
Non-Cystic-Fibrosis Bronchiektasis in Children : A Persisting Problem in
Developing Countries. Respiration Edisi 72, dipublikasikan 22 April 2004.
Istanbul : Divisi of Pediatric, Mamara University and Division of Pediatric
Pulmonology; 233-8.
2. Hodson, M.E. 1978. Bronchiectasis and Cystic Fibrosis. Disease of the
Respiratory System. London : British Medical Journal 1; 971-8.
3. Hay, W.W., Myron J., Lewis J.M. & Sondheimer R.R.D. 2003. Bronchiectasis.
Curent Diagnosis & Treatment in Pedriatics 8th Edition. New York : Lange;
509-10.
4. Bradley, J.S & Nelson, J.D. 2005. Nelson’s Packet Book of Pedriatic
Antimikrobial Therapy. New York : Lippincot Williams & Wilkins.
5. Bye, M.R. 2009. Bronchiectasis. New York : Columbia Medical Center; Update
8 September 2009 at http://www.medscape.com.
10