bph pbl

31
LO 1 Memahami dan Menjelaskan Anatomi Prostat LI 1.1 Memahami dan Menjelaskan Anatomi Makroskopis Prostat LI 1.2 Memahami dan Menjelaskan Anatomi Mikroskopis Prostat LO 2 Memahami dan Menjelaskan BPH LI 2.1 Memahami dan Menjelaskan Definisi BPH LI 2.2 Memahami dan Menjelaskan Etiologi BPH LI 2.3 Memahami dan Menjelaskan Epidemiologi BPH LI 2.4 Memahami dan Menjelaskan Patogenesis BPH LI 2.5 Memahami dan Menjelaskan Patofisiologi BPH LI 2.6 Memahami dan Menjelaskan Manifestasi Klinis BPH LI 2.7 Memahami dan Menjelaskan Pemeriksaan Fisik dan Penunjang BPH LI 2.8 Memahami dan Menjelaskan Diagnosis dan Diagnosis Banding BPH LI 2.9 Memahami dan Menjelaskan Penatalaksanaan BPH LI 2.10 Memahami dan Menjelaskan Komplikasi BPH LI 2.11 Memahami dan Menjelaskan Prognosis BPH LI 2.12 Memahami dan Menjelaskan Pencegahan BPH LO 3 Memahami dan Menjelaskan Hukum Colok Dubur Menurut Islam JULIA | 1102010137 1

Upload: julia-husein

Post on 06-Aug-2015

92 views

Category:

Documents


30 download

TRANSCRIPT

LO 1 Memahami dan Menjelaskan Anatomi Prostat LI 1.1 Memahami dan Menjelaskan Anatomi Makroskopis Prostat LI 1.2 Memahami dan Menjelaskan Anatomi Mikroskopis Prostat LO 2 Memahami dan Menjelaskan BPH LI 2.1 Memahami dan Menjelaskan Definisi BPH LI 2.2 Memahami dan Menjelaskan Etiologi BPH LI 2.3 Memahami dan Menjelaskan Epidemiologi BPH LI 2.4 Memahami dan Menjelaskan Patogenesis BPH LI 2.5 Memahami dan Menjelaskan Patofisiologi BPH LI 2.6 Memahami dan Menjelaskan Manifestasi Klinis BPH LI 2.7 Memahami dan Menjelaskan Pemeriksaan Fisik dan Penunjang BPH LI 2.8 Memahami dan Menjelaskan Diagnosis dan Diagnosis Banding BPH LI 2.9 Memahami dan Menjelaskan Penatalaksanaan BPH LI 2.10 Memahami dan Menjelaskan Komplikasi BPH LI 2.11 Memahami dan Menjelaskan Prognosis BPH LI 2.12 Memahami dan Menjelaskan Pencegahan BPH LO 3 Memahami dan Menjelaskan Hukum Colok Dubur Menurut Islam

JULIA | 1102010137

1

LO 1 Memahami dan Menjelaskan Anatomi Prostat LI 1.1 Memahami dan Menjelaskan Anatomi Makroskopis Prostat Prostat merupakan kelenjar berbentuk konus terbalik yang dibungkus oleh kapsul fibro-muskuler yang terletak di inferior dari kandung kemih. Berat normalnya: 18-20 gram, didalamnya terdapat uretra pars posterior yang panjangnya 2,5 cm, ukuran prostat 3,5 cm pada potongan transversal basis dan 2,5 cm pada potongan vertikal dan antero-posterior. Jaringan penyangga prostat di bagian depan adalah ligamentum puboprostatikum dan di sebelah inferior oleh diafragma urogenital. Prostat di bagian belakang ditembus duktus ejakulotorius yang berjalan oblique sampai menembus veromontanum pada dasar uretra pars prostatika, tepat diproksimal dari sfinkter uretra eksterna. Secara makroskopis prostat terdiri dari otot polos dan jaringan ikat, organ ini menghasilkan sekret yang memberikan bau khas pada semen. Bagian-bagiannya : a. Apex : bagian terbawah dari prostat, terletak kira-kira 12 cm posterior dari tepi bawah symphisis pubis. b. Basis : bagian prostat yang terletak pada bidang horisontal setinggi pertengahan symphisis pubis. c. Permukaan inferolateral : bagian yang convex yang dipisahkan dari facies superior diafragma urogenital oleh plexus venosus. d. Permukaan anterior: dipisahkan dari symphisis oleh jaringan lemak retro pubic legamentum pubo-prostatikum medialis melekat pada permukaan anterior ini. e. Permukaan posterior : datar dan berbentuk segitiga dimana terdapat median groove, permukaan posterior ini dapat diraba dengan colok dubur. Menurut klasifikasi dari Lowsley, prostat dibagi menjadi 5 lobos, yaitu : a. lobus anterior b. lobus posterior c. lobus medialis d. lobus lateral kanan e. lobus lateral kiri Sedangkan menurut Me Neal, prostat dibagi a. zona perifer b.zona sentral c. zona transisional d.segmen anterior e. zona sfinkter pre prostatikJULIA | 1102010137 2

Vaskularisasi Prostat mendapat darah dari : A.pudenda interna, A.vesikalis inferior yang merupakan salah satu cabang dari A. iliaca intema, masuk kedalam prostat pada perbatasan prostat dan VU, serta A. Hemorholdalls medius. Darah vena dialirkan kembali melalui plexus venosus prostaticus yang kemudian diteruskan ke V. iliaca interna. Lymphe Aliran lympe dari prostat sebagian besar dialirkan ke Inn. iliaca interna, tetapi sebagian ada yang masuk ke Inn iliaca externa. Sebagian kecil masuk ke dalam Inn sacralis. Persyarafan Prostat dipersyarafi oleh pleksus nervosus prostaticus

Fisiologi Pada laki-laki remaja prostat belum teraba pada colok dubur,sedangkan pada orang dewasa sedikit teraba dan pada orang tua biasanya mudah teraba. Sedangkan pada penampang tonjolan pada proses hiperplasi prostat, jaringan prostat masih baik. Pertambahan unsur kelenjar menghasilkan warna kuning kemerahan, konsisitensi lunak dan berbatas jelas dengan jaringan prostat yang terdesak berwarna putih ke abu-abuan dan padat. Apabila tonjolan itu ditekan, keluar cairan seperti susu. Apabila jaringan fibromuskuler yang bertambah tonjolan berwarna abu-abu padat dan tidak mengeluarkan cairan sehingga batas tidak jelas. Tonjolan ini dapat menekan uretra dari lateral sehingga lumen uretra menyerupai celah. Terkadang juga penonjolan ini dapat menutupi lumen uretra, tetapi fibrosis jaringan kelenjar yang berangsur-angsur mendesak prostat dan kontraksi dari vesika yang dapat mengakibatkan peradangan

LI 1.2 Memahami dan Menjelaskan Anatomi Mikroskopis Prostat Secara mikroskopis prostat terdiri dan 30-50 kelenjar tubulo-alveolur bercabang yang mengeluarkan sekretnya kedalam uretra pars prostalika pada saat ejakulasi. Prostat dibungkus kapsul fibro-elastik yang banyak mengandung otot polos, epithel pseudo komplek atau selapis silindris sampai kuboid rendah, tergantung sekresi kelenjar, lamina basalis tipis, dibawahnya terdapat jaringan ikat dan otot polos.

JULIA | 1102010137

3

LO 2 Memahami dan Menjelaskan BPH LI 2.1 Memahami dan Menjelaskan Definisi BPH Hyperplasia (BPH) merupakan Pembesaran Prostat Jinak (PPJ) yang menghambat aliran urin dari buli-buli. Pembesaran ukuran prostat ini akibat adanya hiperplasia stroma dan sel epitelial mulai dari zona periurethra

LI 2.2 Memahami dan Menjelaskan Etiologi dan Patogenesis BPH Hingga sekarang, penyebab BPH masih belum dapat diketahui secara pasti,tetapi beberapa hipotesis menyebutkan bahwa BPH erat kaitannya dengan peningkatan kadar hidrotestosteron (DHT) dan proses penuaan. Beberapa hipotesis yang diduga sebagai penyebab timbulnya hiperplasia prostat: 1. Teori dihidrotestosteron Pertumbuhan kelenjar prostat sangat tergantung pada hormon testosteron. Dimana pada kelenjar prostat, hormon ini akan dirubah menjadi metabolit aktif dihidrotestosteron (DHT) dengan bantuan enzim 5 reduktase. DHT inilah yang secara langsung memicu m-RNA di dalam sel-sel kelenjar prostat untuk mensintesis protein growth factor yang memacu pertumbuhan kelenjar prostat.

Pada berbagai penelitian, aktivitas enzim 5 reduktase dan jumlah reseptor androgen lebih banyak pada BPH. Hal ini menyebabkan sel-sel prostat menjadi lebih sensitif terhadap DHT sehingga replikasi sel lebih banyak terjadi dibandingkan dengan prostat normal.

2. Ketidakseimbangan antara estrogen-testosteron Pada usia yang makin tua, kadar testosteron makin menurun, sedangkan kadar estrogen relatif tetap, sehingga perbandingan estrogen : testosteron relatif meningkat. Estrogen di dalam prostat berperan dalam terjadinya proliferasi sel-sel kelenjar prostat dengan cara meningkatkan sensitivitas sel-sel prostat terhadap rangsangan hormon androgen,

meningkatkan jumlah reseptor androgen dan menurunkan jumlah kematian sel-sel prostat (apoptosis). Akibatnya, dengan testosteron yang menurun merangsang terbentuknya sel-sel

JULIA | 1102010137

4

baru, tetapi sel-sel prostat yang telah ada mempunyai umur yang lebih panjang sehingga massa prostat menjadi lebih besar. 3. Interaksi stroma-epitel Cunha (1973) membuktikan bahwa diferensiasi dan pertumbuhan sel-sel epitel prostat secara tidak langsung dikontrol oleh sel-sel stroma melalui suatu mediator (growth factor). Setelah sel stroma mendapatkan stimulasi dari DHT dan estradiol, sel-sel stroma mensintesis suatu growth factor yang selanjutnya mempengaruhi sel stroma itu sendiri, yang menyebabkan terjadinya proliferasi sel-sel epitel maupun stroma. 4. Berkurangnya kematian sel prostat Apoptosis sel pada sel prostat adalah mekanisme fisiologik homeostatis kelenjar prostat. Pada jaringan nomal, terdapat keseimbangan antara laju proliferasi sel dengan kematian sel. Berkurangnya jumlah sel-sel prostat yang apoptosis menyebabkan jumlah sel-sel prostat secara keseluruhan makin meningkat sehingga mengakibatkan pertambahan massa prostat. Diduga hormon androgen berperan dalam menghambat proses kematian sel karena setelah dilakukan kastrasi, terjadi peningkatan aktivitas kematian sel kelenjar prostat. 5. Teori sel stem Untuk mengganti sel-sel yang telah mengalami apoptosis, selalu dibentuk sel-sel baru. Dalam kelenjar prostat dikenal suatu sel stem, yaitu sel yang mempunyai kemampuan berproliferasi sangat ekstensif. Kehidupan sel ini bergantung pada hormon androgen, dimana jika kadarnya menurun (misalnya pada kastrasi), menyebabkan terjadinya apoptosis. Sehingga terjadinya proliferasi sel-sel pada BPH diduga sebagai ketidaktepatan aktivitas sel stem sehingga terjadi produksi yang berlebihan sel stroma maupun sel epitel.

LI 2.3 Memahami dan Menjelaskan Epidemiologi BPH Di seluruh dunia, hampir 30 juta pria yang menderita gejala yang berkaitan dengan pembesaran prostat, di USA hampir 14 juta pria mengalami hal yang sama. BPH merupakan penyakit tersering kedua di klinik urologi di Indonesia setelah batu saluran kemih. Penduduk Indonesia yang berusia tua jumlahnya semakin meningkat, diperkirakan sekitar 5% atau kirakira 5 juta pria di Indonesia berusia 60 tahun atau lebih dan 2,5 juta pria diantaranya menderita gejala saluran kemih bagian bawah (Lower Urinary Tract Symptoms/LUTS) akibat BPH. BPH mempengaruhi kualitas kehidupan pada hampir 1/3 populasi pria yang berumur > 50 tahun.

JULIA | 1102010137

5

LI 2.5 Memahami dan Menjelaskan Patofisiologi BPH Pembesaran prostat menyebabkan terjadinya penyempitan lumen uretra pars prostatika dan menghambat aliran urin sehingga menyebabkan tingginya tekanan intravesika. Untuk dapat mengeluarkan urin, buli-buli harus berkontraksi lebih kuat guna melawan tahanan, menyebabkan terjadinya perubahan anatomik buli-buli, yakni: hipertropi otot destrusor, trabekulasi, terbentuknya selula, sakula, dan divertikel buli-buli. Perubahan struktur pada buli-buli tersebut dirasakan sebagai keluhan pada saluran kemih bagian bawah atau Lower Urinary Tract Symptoms (LUTS). Tekanan intravesika yang tinggi diteruskan ke seluruh bagian buli-buli tidak terkecuali pada kedua muara ureter. Tekanan pada kedua muara ureter ini menimbulkan aliran balik dari buli-buli ke ureter atau terjadinya refluks vesikoureter. Jika berlangsung terus akan mengakibatkan hidroureter, hidronefrosis bahkan jatuh ke dalam gagal ginjal. Menurut Syamsu Hidayat dan Wim De Jong tahun 1998, umumnya gangguan ini terjadi setelah usia pertengahan akibat perubahan hormonal. Bagian paling dalam prostat membesar dengan terbentuknya adenoma yang tersebar. Pembesaran adenoma progresif menekan atau mendesak jaringan prostat yang normal ke kapsula sejati yang menghasilkan kapsula bedah. Kapsula bedah ini menahan perluasannya dan adenoma cenderung tumbuh ke dalam menuju lumennya, yang membatasi pengeluaran urin. Akhirnya diperlukan peningkatan penekanan untuk mengosongkan kandung kemih. Serat-serat muskulus destrusor berespon hipertropi, yang menghasilkan trabekulasi di dalam kandung kemih. Pada beberapa kasus jika obsruksi keluar terlalu hebat, terjadi dekompensasi kandung kemih menjadi struktur yang flasid, berdilatasi dan sanggup berkontraksi secara efektif. Karena terdapat sisi urin, maka terdapat peningkatan infeksi dan batu kandung kemih. Peningkatan tekanan balik dapat menyebabkan hidronefrosis. Retensi progresif bagi air, natrium, dan urea dapat menimbulkan edema hebat. Edema ini berespon cepat dengan drainage kateter. Diuresis paska operasi dapat terjadi pada pasien dengan edema hebat dan hidronefrosis setelah dihilangkan obstruksinya. Pada awalnya air, elekrolit, urin dan beban solut lainya meningkatkan diuresis ini, akhirnya kehilangan cairan yang progresif bias merusakkan kemampuan ginjal untuk mengkonsentrasikan serta menahan air dan natrium akibat kehilangan cairan dan elekrolit yang berlebihan bisa menyebabkan hipovelemia. Menurut Mansjoer Arif tahun 2000 pembesaran prostat terjadi secara perlahan-lahan pada traktus urinarius. Pada tahap awal terjadi pembesaran prostat sehingga terjadi perubahan fisiologis yang mengakibatkan resistensi uretra daerah prostat, leher vesika kemudian detrusor mengatasi dengan kontraksi lebih kuat. Akibatnya serat detrusor akan menjadi lebihJULIA | 1102010137 6

tebal dan penonjolan serat detrusor ke dalam mukosa buli-buli akan terlihat sebagai balokbalok yang tampai (trabekulasi). Dilihat dari dalam vesika dengan sitoskopi, mukosa vesika dapat menerobos keluar di antara serat detrusor sehingga terbentuk tonjolan mukosa yang apabila kecil dinamakan sakula dan apabila besar disebut diverkel. Fase penebalan detrusor adalah fase kompensasi yang apabila berlanjut detrusor akan menjadi lelah dan akhirnya akan mengalami dekompensasi dan tidak mampu lagi untuk kontraksi, sehingga terjadi retensi urin total yang berlanjut pada hidronefrosis dan disfungsi saluran kemih atas.

LI 2.6 Memahami dan Menjelaskan Manifestasi Klinis BPH 1. Keluhan pada saluran kemih bagian bawah : a. Obstruksi : Hesistensi (harus menggunakan waktu lama bila mau miksi) Pancaran waktu miksi lemah Intermitten (miksi terputus) Miksi tidak puas Distensi abdomen Volume urine menurun dan harus mengejan saat berkemih.

b. Iritasi : frekuensi sering, nokturia, disuria. 2. Gejala pada saluran kemih bagian atas a. Nyeri pinggang, b. demam (infeksi) c. hidronefrosis. 3. Gejala di luar saluran kemih : Keluhan pada penyakit hernia/hemoroid sering mengikuti penyakit hipertropi prostat. Timbulnya kedua penyakit ini karena sering mengejan pada saat miksi sehingga mengakibatkan peningkatan tekanan intra abdominal. Benigna Prostat Hipertropi selalu terjadi pada orang tua, tetapi tidak selalu disertai gejalagejala klinik, hal ini terjadi karena dua hal yaitu: a. Penyempitan uretra yang menyebabkan kesulitan berkemih. b. Retensi urin dalam kandung kemih menyebabkan dilatasi kandung kemih, hipertrofi kandung kemih dan cystitis.

JULIA | 1102010137

7

Adapun gejala dan tanda yang tampak pada pasien dengan Benigna Prostat Hipertrofi: a. Retensi urin (urine tertahan di kandung kemih, sehingga urin tidak bisa keluar). b. Kurangnya atau lemahnya pancaran kencing. c. Miksi yang tidak puas. d. Frekuensi kencing bertambah terutama malam hari (nocturia). e. Pada malam hari miksi harus mengejan. f. Terasa panas, nyeri atau sekitar waktu miksi (disuria). g. Massa pada abdomen bagian bawah. h. Hematuria (adanya darah dalam urin). i. Urgency (dorongan yang mendesak dan mendadak untuk mengeluarkan urin). j. Kesulitan mengawali dan mengakhiri miksi. k. Kolik renal (kerusakan renal, sehingga renal tidak dapat berfungsi). l. Berat badan turun. m. Anemia, kadang-kadang tanpa sebab yang diketahui. n. Pasien sama sekali tidak dapat berkemih sehingga harus dikeluarkan dengan kateter. Karena urin selalu terisi dalam kandung kemih, maka mudah sekali terjadi cystitis dan selaputnya merusak ginjal. Gejala generalisata juga mungkin tampak, termasuk keletihan, anoreksia, mual dan muntah, dan rasa tidak nyaman pada epigastrik. Secara klinik derajat berat, dibagi menjadi 4 gradiasi, yaitu: 1. Derajat 1 : Apabila ditemukan keluhan prostatismus, pada DRE (colok dubur) ditemukan penonjolan prostat dan sisa urine kurang dari 50 ml. 2. Derajat 2 : Ditemukan tanda dan gejala seperti pada derajat 1, prostat lebih menonjol, batas atas masih teraba dan sisa urine lebih dari 50 ml tetapi kurang dari 100 ml. 3. Derajat 3 : Seperti derajat 2, hanya batas atas prostat tidak teraba lagi dan sisa urin lebih dari 100 ml. 4. Derajat 4 : Apabila sudah terjadi retensi total.

LI 2.7 Memahami dan Menjelaskan Pemeriksaan Fisik dan Penunjang BPH Pemeriksaan fisik Colok dubur atau digital rectal examina-tion (DRE) merupakan pemeriksaan yang penting pada pasien BPH, disamping pemerik-saan fisik pada regio suprapubik untuk mencari kemungkinan adanya distensi buli-buli. Dari pemeriksaan colok dubur ini dapat diperkirakan adanya pembesaran prostat, konsistensi prostat, dan adanya nodul yang merupakan salah satuJULIA | 1102010137 8

tanda dari keganasan prostat. Mengukur volume prostat dengan DRE cenderung underestimate paripada pengukuran dengan metode lain, sehingga jika prostat teraba besar, hampir pasti bahwa ukuran sebenarnya memang besar. Kecurigaan suatu keganasan pada pemeriksaan colok dubur, ternyata hanya 26-34% yang positif kanker prostat pada pemeriksaan biopsi. Sensitifitas pemeriksaan ini dalam menentukan adanya karsinoma prostat sebesar 33%. Perlu dinilai keadaan neurologis, status mental pasien secara umum dan fungsi neuromusluler ekstremitas bawah. Disamping itu pada DRE diperhatikan pula tonus sfingter ani dan refleks bulbokavernosus yang dapat menunjukkan adanya kelainan pada busur refleks di daerah sakral. Urinalisis Pemeriksaan urinalisis dapat mengungkapkan adanya leukosituria dan hematuria. BPH yang sudah menimbulkan komplikasi infeksi saluran kemih, batu buli-buli atau penyakit lain yang menimbulkan keluhan miksi, di antara-nya: karsinoma buli-buli in situ atau striktura uretra, pada pemeriksaan urinalisis menunjuk-kan adanya kelainan. Untuk itu pada kecuri-gaan adanya infeksi saluran kemih perlu dilakukan pemeriksaan kultur urine, dan kalau terdapat 3 kecurigaan adanya karsinoma buli-buli perlu dilakukan pemeriksaan sitologi urine. Pada pasien BPH yang sudah mengalami retensi urine dan telah memakai kateter, peme-riksaan urinalisis tidak banyak manfaatnya karena seringkali telah ada leukosituria maupun eritostiruria akibat pemasangan kateter. Pemeriksaan fungsi ginjal Obstruksi infravesika akibat BPH menyebabkan gangguan pada traktus urinarius bawah ataupun bagian atas. Dikatakan bahwa gagal ginjal akibat BPH terjadi sebanyak 0,330% dengan rata-rata 13,6%. Gagal ginjal menyebabkan resiko terjadinya komplikasi pasca bedah (25%) lebih sering dibandingkan dengan tanpa disertai gagal ginjal (17%), dan mortalitas menjadi enam kali lebih banyak9. Pasien LUTS yang diperiksa ultrasonografi didapatkan dilatasi sistem pelvikalises 0,8% jika kadar kreatinin serum normal dan sebanyak 18,9% jika terdapat kelainan kadar kreatinin serum10. Oleh karena itu pemeriksaan faal ginjal ini berguna sebagai petunjuk perlu tidaknya melakukan pemeriksaan pencitraan pada saluran kemih bagian atas. Pemeriksaan PSA (Prostate Specific Antigen) PSA disintesis oleh sel epitel prostat dan bersifat organ specific tetapi bukan cancer specific. Serum PSA dapat dipakai untuk meramalkan perjalanan penyakit dari BPH; dalam hal ini jika kadar PSA tinggi berarti: 1. pertumbuhan volume prostat lebih cepatJULIA | 1102010137 9

2. keluhan akibat BPH/laju pancaran urine lebih jelek 3. lebih mudah terjadinya retensi urine akut Pertumbuhan volume kelenjar prostat dapat diprediksikan berdasarkan kadar PSA. Dikatakan oleh Roehrborn et al (2000) bahwa makin tinggi kadar PSA makin cepat laju pertumbuhan prostat. Laju pertumbuhan volume prostat rata-rata setiap tahun pada kadar PSA 0,2- 1,3 ng/dl laju adalah 0,7 mL/tahun, sedangkan pada kadar PSA 1,4-3,2 ng/dl sebesar 2,1 mL/tahun, dan kadar PSA 3,3-9,9 ng/dl adalah 3,3 mL/tahun19. Kadar PSA di dalam serum dapat mengalami peningkatan pada keradangan, setelah manipulasi pada prostat (biopsi prostat atau TURP), pada retensi urine akut, kateterisasi, keganasan prostat, dan usia yang makin tua. Bahwa serum PSA meningkat pada saat terjadi retensi urine akut dan kadarnya perlahan-lahan menurun terutama setelah 72 jam dilakukan kateterisasi. Rentang kadar PSA yang dianggap normal berdasarkan usia adalah: 1. 40-49 tahun: 0-2,5 ng/ml 2. 50-59 tahun:0-3,5 ng/ml 3. 60-69 tahun:0-4,5 ng/ml 4. 70-79 tahun: 0-6,5 ng/ml Meskipun BPH bukan merupakan penyebab timbulnya karsinoma prostat, tetapi kelompok usia BPH mempunyai resiko terjangkit karsinoma prostat. Pemeriksaan PSA bersamaan dengan colok dubur lebih superior daripada pemeriksaan colok dubur saja dalam mendeteksi adanya karsinoma prostat. Oleh karena itu pada usia ini pemeriksaan PSA menjadi sangat penting guna mendeteksi kemungkinan adanya karsinoma prostat. Sebagian besar guidelines yang disusun di berbagai negara merekomendasikan pemeriksaan PSA sebagai salah satu pemeriksaan awal pada BPH, meskipun dengan sarat yang berhubungan dengan usia pasien atau usia harapan hidup pasien. Usia sebaiknya tidak melebihi 70-75 tahun atau usia harapan hidup lebih dari 10 tahun, sehingga jika memang terdiagnosis karsinoma prostat tindakan radikal masih ada manfaatnya. Catatan harian miksi (voiding diaries) Voiding diaries saat ini dipakai secara luas untuk menilai fungsi traktus urinarius bagian bawah dengan reliabilitas dan validitas yang cukup baik. Pencatatan miksi ini sangat berguna pada pasien yang mengeluh nokturia sebagai keluhan yang menonjol. Dengan mencatat kapan dan berapa jumlah asupan cairan yang dikonsumsi serta kapan dan berapa jumlah urine yang dikemihkan dapat diketahui seorang pasien menderita nokturia idiopatik, instabilitas detrusor akibat obstruksi infra-vesika, atau karena poliuria akibat asupan air yang berlebih. Sebaiknya pencatatan dikerjakan 7 hari berturut-turut untuk mendapatkan hasil yangJULIA | 1102010137 10

baik2,10, namun Brown et al (2002) mendapatkan bahwa pencatatan selama 3-4 hari sudah cukup untuk menilai overaktivitas detrusor. Uroflometri Uroflometri adalah pencatatan tentang pancaran urine selama proses miksi secara elektronik. Pemeriksaan ini ditujukan untuk mendeteksi gejala obstruksi saluran kemih bagian bawah yang tidak invasif. Dari uroflometri dapat diperoleh informasi mengenai volume miksi, pancaran maksimum (Qmax), pancaran rata-rata (Qave), waktu yang dibutuhkan untuk mencapai 4 pancaran maksimum, dan lama pancaran. Pemeriksaan ini sangat mudah, non invasif, dan sering dipakai untuk mengevaluasi gejala obstruksi infravesika baik sebelum maupun setelah mendapatkan terapi. Hasil uroflometri tidak spesifik menunjukkan penyebab terjadinya kelainan pancaran urine, sebab pancaran urine yang lemah dapat disebabkan karena BOO atau kelemahan otot detrusor. Demikian pula Qmax (pancaran) yang normal belum tentu tidak ada BOO. Namun demikian sebagai patokan, pada IC-BPH 2000, terdapat korelasi antara nilai Qmax dengan derajat BOO sebagai berikut: 1. Qmax < 10 ml/detik 90% BOO 2. Qmax 10-14 ml/detik 67% BOO 3. Qmax >15 ml/detik 30% BOO Harga Qmax dapat dipakai untuk meramalkan hasil pembedahan. Pasien tua yang mengeluh LUTS dengan Qmax normal biasanya bukan disebabkan karena BPH dan keluhan tersebut tidak berubah setelah pembedahan. Sedangkan pasien dengan Qmax 150 mL dan diperiksa berulangkali pada kesempatan yang berbeda. Spesifisitas dan nilai prediksi positif Qmax untuk menentukan BOO harus diukur beberapa kali. Reynard et al (1996) dan Jepsen et al (1998) menyebutkan bahwa untuk menilai ada tidak-nya BOO sebaiknya dilakukan pengukuran pancaran urine 4 kali.

JULIA | 1102010137

11

Pemeriksaan residual urine Residual urine atau post voiding residual urine (PVR) adalah sisa urine yang tertinggal di dalam buli-buli setelah miksi. Jumlah residual urine ini pada orang normal adalah 0,09-2,24 mL dengan rata-rata 0,53 mL. Tujuh puluh delapan persen pria normal mempunyai residual urine kurang dari 5 mL dan semua pria normal mempunyai residu urine tidak lebih dari 12 mL. Pemeriksaan residual urine dapat dilakukan secara invasif, yaitu dengan melaku-kan pengukuran langsung sisa urine melalui kateterisasi uretra setelah pasien berkemih, maupun non invasif, yaitu dengan mengukur sisa urine melalui USG atau bladder scan. Pengukuran melalui kateterisasi ini lebih akurat dibandingkan dengan USG, tetapi tidak meng-enakkan bagi pasien, dapat menimbulkan cedera uretra, menimbulkan infeksi saluran kemih, hingga terjadi bakteriemia. Pengukuran dengan cara apapun, volume residual urine mempunyai variasi individual yang cukup tinggi, yaitu seorang pasien yang diukur residual urinenya pada waktu yang berlainan pada hari yang sama maupun pada hari yang berbeda, menunjukkan perbedaan volume residual urine yang cukup bermakna9. Variasi perbedaan volume residual urine ini tampak nyata pada residual urine yang cukup banyak (>150 ml), sedangkan volume residual urine yang tidak terlalu banyak (300 mL 2. Qmax>10 ml/detik 3. setelah menjalani pembedahan 4. radikal pada daerah pelvis 5. setelah gagal dengan terapi invasif 6. kecurigaan adanya buli-buli neurogenik Pemeriksaan yang tidak direkomendasikan pada pasien BPH Berbagai pemeriksaan saat ini tidak direkomendasikan sebagai piranti untuk diagnosis pada pasien BPH, kecuali untuk tujuan penelitian, di antaranya adalah: 1. IVU, kecuali jika pada pemeriksaan awal didapatkan adanya: hematuria, infeksiJULIA | 1102010137 14

2. saluran kemih berulang, riwayat pernah menderita urolitiasis, dan pernah menjalani operasi saluran kemih. 3. Uretrografi retrograd, kecuali pada pemeriksaan awal sudah dicurigai adanya striktura uretra. 4. Urethral pressure profilometry (UPP) 5. Voiding cystourethrography (VCU) 6. External urethral sphincter 4. electromyography 5. Filling cystometrography.

LI 2.8 Memahami dan Menjelaskan Diagnosis dan Diagnosis Banding BPH Diagnosis BPH dapat ditegakkan berdasarkan atas berbagai pemeriksaan awal dan pemeriksaan tambahan. Jika fasilitas tersedia, pemeriksaan awal harus dilakukan oleh setiap dokter yang menangani pasien BPH, sedangkan pemeriksaan tambahan yang bersifat penunjang dikerjakan jika ada indikasi untuk melakukan pemeriksaan itu. Anamnesis Pemeriksaan awal terhadap pasien BPH adalah melakukan anamnesis atau wawancara yang cermat guna mendapatkan data tentang riwayat penyakit yang dideritanya. Anamnesis itu meliputi 1. Keluhan yang dirasakan dan seberapa lama keluhan itu telah mengganggu 2. Riwayat penyakit lain dan penyakit pada saluran urogenitalia (pernah mengalami cedera, infeksi, atau pem-bedahan) 3. Riwayat kesehatan secara umum dankeadaan fungsi seksual 4. Obat-obatan yang saat ini dikonsumsi yang dapat menimbulkan keluhan miksi 5. Tingkat kebugaran pasien yang mungkin 6. diperlukan untuk tindakan pembedahan. Salah satu pemandu yang tepat untuk mengarahkan dan menentukan adanya gejala obstruksi akibat pembesaran prostat adalah International Prostate Symptom Score (IPSS). WHO dan AUA telah mengembangkan dan mensahkan prostate symptom score yang telah distandarisasi. Skor ini berguna untuk menilai dan memantau keadaan pasien BPH. Analisis gejala ini terdiri atas 7 pertanyaan yang masing-masing memiliki nilai 0 hingga 5 dengan total maksimum 35 (lihat lampiran kuesioner IPSS yang telah diterjemahkan dalam bahasa Indonesia). Kuesioner IPSS dibagikan kepada pasien dan diharapkan pasien

JULIA | 1102010137

15

mengisi sendiri tiap-tiap pertanyaan. Keadaan pasien BPH dapat digolongkan berdasarkan skor yang diperoleh adalah sebagai berikut : 1. Skor 0-7: bergejala ringan 2. Skor 8-19: bergejala sedang 3. Skor 20-35: bergejala berat. Selain 7 pertanyaan di atas, di dalam daftar pertanyaan IPSS terdapat satu pertanyaan tunggal mengenai kualitas hidup (quality of life atau QoL) yang juga terdiri atas 7 kemungkinan jawaban. Pemeriksaan Diagnostik 1. Urinalisis : warna kuning, coklat gelap, merah gelap / terang, penampilan keruh, Ph : 7 atau lebih besar, bacteria 2. Kultur Urine : adanya staphylokokus aureus, proteus, klebsiella, pseudomonas, e. coli. 3. BUN / kreatinin : meningkat. 4. IVP : menunjukan perlambatan pengosongan kandung kemih dan adanya pembesaran prostat, penebalan otot abnormal kandung kemih. 5. Sistogram : mengukur tekanan darah dan volume dalam kandung kemih. 6. Sistouretrografi berkemih : sebagai ganti IVP untuk menvisualisasi kandung kemih dan uretra dengan menggunakan bahan kontras lokal. 7. Sistouretroscopy : untuk menggambarkan derajat pembesaran prostat dan kandung kemih. 8. Transrectal ultrasonografi : mengetahui pembesaran prosat, mengukur sisa urine dan keadaan patologi seperti tumor atau batu.

LI 2.9 Memahami dan Menjelaskan Penatalaksanaan BPH Tujuan terapi: a. memperbaiki keluhan miksi b. meningkatkan kualitas hidup c. mengurangi obstruksi infravesika d. mengembalikan fungsi ginjal e. mengurangi volume residu urin setelah miksi f. mencegah progressivitas penyakit 1. Watchful waiting Pilihan tanpa terapi ini untuk pasien BPH dengan skor IPSS