boontet 2
TRANSCRIPT
Proposal Morbus Hansen/Kusta/Lepra
Minggu, 26 Desember 2010
Proposal Kusta
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Penyakit Morbus Hansen/Kusta/Lepra adalah salah satu penyakit menular yang
sifatnya kronik dan dapat menimbulkan masalah yang sangat kompleks. Masalah
yang dimaksud bukan hanya dari segi medis tetapi meluas sampai masalah sosial,
ekonomi, budaya, keamanan dan ketahanan nasional. Sekitar 50% penderita
kemungkinan tertular karena berhubungan dekat dengan seseorang yang terinfeksi.
Infeksi juga mungkin ditularkan melalui tanah, armadillo (sejenis trenggiling yang
mudah dipakai untuk pembiakkan kuman kusta, tetapi hingga kini belum berhasil
dibiakkan dalam medium buatan), kutu busuk dan nyamuk. Sekitar 95% orang yang
terpapar oleh kuman kusta tidak menderita kusta karena sistem kekebalannya
berhasil melawan infeksi. Infeksi dapat terjadi pada semua umur, paling sering mulai
dari usia 20-an dan 30-an.
Kuman kusta (Morbus Hansen) biasanya menyerang saraf tepi kulit dan
jaringan tubuh lainnya. Penyebab penyakit Morbus Hansen ialah suatu kuman yang
disebut Mycobaterium leprae. Sumber penularan penyakit ini adalah penderita kusta
Multi Basiler (MB) atau kusta basah.
Penyakit Morbus Hansen pada umumnya sering dijumpai di negara-negara
yang sedang berkembang sebagai akibat keterbatasan kemampuan negara dalam
pemberian pelayanan kesehatan yang baik dan memadai kepada masyarakat.
Penyakit Morbus Hansen sampai saat ini masih ditakuti masyarakat, keluarga
termasuk sebagian petugas kesehatan. Hal ini disebabkan masih kurangnya
pengetahuan, kepercayaan yang keliru terhadap kusta dan cacat yang
ditimbulkannya.
Di Indonesia penderita Morbus Hansen terdapat hampir di seluruh daerah
dengan penyebaran yang tidak merata. Suatu kenyataan bahwa di Indonesia bagian
Timur terdapat angka kesakitan Morbus Hansen yang lebih tinggi. Penderita Morbus
Hansen 90 % tinggal diantara keluarga mereka dan hanya beberapa persen saja
yang tinggal di Rumah Sakit Kusta, koloni penampungan atau perkampungan kusta.
Prevalensi Morbus Hansen di Indonesia cenderung menurun dari tahun ke
tahun. Tahun 1986 ditemukan 7,6 per 10.000 penduduk menjadi 5,9 per 10.000
penduduk. Pada tahun 1994 terjadi lagi penurunan menjadi 2,2 per 10.000
penduduk dan menjadi 1,39 per 10.000 penduduk pada tahun 1997. Penurunan
prevalensi penyakit ini karena kemajuan di bidang teknologi promotif, preventif,
kuratif dan rehabilitatif di bidang penyakit kusta.
Dengan teratasinya penyakit Morbus Hansen ini seharusnya tidak lagi menjadi
masalah kesehatan masyarakat. Tetapi sampai saat ini penyakit Morbus Hansen
masih menjadi masalah kesehatan masyarakat yang perlu diperhatikan oleh pihak
yang terkait, karena mengingat kompleksnya masalah penyakit ini, maka diperlukan
program penanggulangan secara terpadu dan menyeluruh dalam hal
pemberantasan, rehabilitasi medis, rehabilitasi sosial ekonomi dan permasyarakatan
dari bekas penderita Morbus Hansen.
Suatu penyataan bahwa sebagian besar penderita Morbus Hansen adalah dari
golongan ekonomi lemah. Perkembangan penyakit pada diri penderita apabila tidak
ditangani secara cermat dapat menimbulkan cacat dan keadaan ini menjadi
halangan bagi penderita Morbus Hansen dalam kehidupan bermasyarakat untuk
memenuhi kebutuhan sosial ekonomi mereka, juga tidak dapat berperan serta dalam
pembangunan bangsa dan negara. (drh. Hiswani, 2001)
1.2 Rumusan Masalah
Permasalahan yang diangkat sebagai bahan untuk penyusunan program ini
adalah sebagai berikut :
1. Bagaimana pemahaman masyarakat Kecamatan Kabila tentang penyakit Morbus
Hansen dan cara menghilangkan kepercayaan atau persepsi yang salah/keliru di
masyarakat sehubungan dengan penyakit Morbus Hansen?
2. Apa faktor yang mempengaruhi penularan penyakit Morbus Hansen?
3. Bagaimana cara penderita untuk memperoleh pengobatan?
4. Apa hambatan yang dihadapi penderita dalam memperoleh pengobatan?
1.3 Tujuan
a. Tujuan Umum
Menyusun rencana program kesehatan dalam rangka pencegahan dan
penanggulangan penyakit Morbus Hansen.
b. Tujuan Khusus
1. Mengetahui karakteristik masyarakat Kecamatan Kabila (kondisi sosial, ekonomi,
pendidikan dan budaya) dan membandingkannya dengan pemahaman mereka
mengenai penyakit Morbus Hansen.
2. Mengidentifikasi faktor-faktor penyebab timbulnya penyakit Morbus Hansen.
3. Menganalisis masalah-masalah yang ada sebagai bahan dalam penyusunan
program pencegahan dan penanggulangan penyakit Morbus Hansen.
1.4 Manfaat
1. Untuk mengubah persepsi masyarakat yang salah tentang penyakit Morbus
Hansen, khususnya masyarakat Kecamatan Kabila.
2. Untuk menambah wawasan masyarakat tentang penyakit Morbus Hansen sehingga
mampu memproteksi dirinya secara mandiri dari infeksi penyakit tersebut.
3. Untuk mengetahui penanganan penyakit Morbus Hansen apabila telah didiagnosis
terinfeksi penyakit tersebut.
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Definisi Penyakit Morbus Hansen
Istilah kusta berasal dari bahasa Sansekerta, yakni “kushtha” yang berarti
kumpulan gejala-gejala kulit secara umum. Penyakit kusta disebut juga Morbus
Hansen, sesuai dengan nama yang menemukan kumannya yaitu Dr. Gerhard
Armauwer Hansen pada tahun 1874 di Norwegia, sehingga penyakit ini disebut
Morbus Hansen. (dr. Zulkifli, 2003)
Morbus Hansen adalah penyakit yang menahun dan disebabkan oleh kuman
kusta (Mycobacterium leprae) yang menyerang syaraf tepi, kulit dan jaringan tubuh
lainnya. (Depkes RI, 1998)
Morbus Hansen merupakan penyakit kronik yang disebabkan oleh infeksi
Mycobacterium leprae. (Mansjoer Arif, 2000)
Morbus Hansen adalah penyakit infeksi kronis yg disebabkan oleh
Mycobacterium leprae, pertama kali menyerang saraf tepi, setelah itu menyerang
kulit dan organ-organ tubuh lain kecuali susunan saraf pusat. (Iwan Sain, 2009)
2.2 Sejarah Penyakit Morbus Hansen dan Pemberantasannya
Penyakit Morbus Hansen diduga berasal dari Afrika atau Asia Tengah yang
kemudian menyebar keseluruh dunia lewat perpindahan penduduk ini disebabkan
karena perang, penjajahan, perdagangan antar benua dan pulau-pulau.
Berdasarkan pemeriksaan kerangka-kerangka manusia di Skandinavia diketahui
bahwa penderita Morbus Hansen ini dirawat di Leprosaria secara isolasi ketat.
Penyakit ini masuk ke Indonesia diperkirakan pada abad ke IV–V yang diduga
dibawa oleh orang-orang India yang datang ke Indonesia untuk menyebarkan
agamanya dan berdagang. (dr. Zulkifli, 2003)
Menurut sejarah, pemberantasan penyakit Morbus Hansen di dunia dapat kita
bagi dalam 3 (tiga) zaman, yaitu zaman purbakala, zaman pertengahan dan zaman
modern. Pada zaman purbakala karena belum ditemukan obat yang sesuai untuk
pengobatan penderita Morbus Hansen, maka penderita tersebut mengasingkan
secara spontan karena penderita merasa rendah diri dan malu, disamping itu
masyarakat menjauhi mereka karena merasa jijik. Pada zaman pertengahan
penderita Morbus Hansen diasingkan lebih ketat dan dipaksa tinggal di
Leprosaria/koloni perkampungan penderita Morbus Hansen seumur hidup.
1. Zaman Purbakala
Penyakit Morbus Hansen dikenal hampir 2000 tahun SM. Hal ini dapat diketahui
dari peninggalan sejarah seperti di Mesir, di India 1400 SM, istilah “kusta” yang
sudah dikenal di dalam kitab Weda, di Tiongkok 600 SM, di Nesopotamia 400 SM.
Pada zaman purbakala tersebut telah terjadi pengasingan secara spontan penderita
merasa rendah diri dan malu, disamping masyarakat menjauhi penderita karena
merasa jijik dan takut.
2. Zaman Pertengahan
Kira-kira setelah abad ke 13 dengan adanya keteraturan ketatanegaraan dan
sistem feodal yang berlaku di Eropa mengakibatkan masyarakat sangat patuh dan
takut terhadap penguasa dan hak azasi manusia tidak mendapat perhatian.
Demikian pula yang terjadi pada penderita Morbus Hansen yang umumnya
merupakan rakyat biasa. Pada waktu itu penyebab penyakit dan obat-obatan belum
ditemukan, maka penderita Morbus Hansen diasingkan lebih ketat dan dipaksakan
tinggal di Leprosaria/Koloni Perkampungan penderita Morbus Hansen untuk seumur
hidup.
3. Zaman Modern
Dengan ditemukannya kuman kusta oleh Hansen pada tahun 1874, maka
mulailah era perkembangan baru untuk mencari obat anti kusta dan usaha
penanggulangannya. Demikian halnya di Indonesia dr. Sitanala telah mempelopori
perubahan sistem pengobatan yang tadinya dilakukan secara isolasi, secara
bertahap dilakukan dengan pengobatan jalan. Perkembangan pengobatan
selanjutnya adalah sebagai berikut :
a. Pada tahun 1951 digunakan DDS sebagai pengobatan penderita Morbus Hansen.
b. Pada tahun 1969 pemberantasan penyakit Morbus Hansen mulai diintegrasikan di
Puskesmas.
c. Sejak tahun 1982 Indonesia mulai menggunakan obat kombinasi Multi Drug
Therapy (MDT) sesuai rekomendasi WHO. (drh. Hiswani, 2001)
2.3 Penyebab/Etiologi Penyakit Morbus Hansen
Penyakit Morbus Hansen disebabkan oleh Micobacterium leprae yang
menyebabkan penyakit menahun dengan menimbulkan lesi jenis granuloma
infeksion. (drh. Hiswani, 2001)
Micobacterium leprae merupakan Basil Tahan Asam (BTA) bersifat obligat
intraseluler, menyerang saraf perifer, kulit dan organ lain seperti mukosa saluran
nafas bagian atas, hati, sumsum tulang kecuali susunan saraf pusat. Masa
membelah diri Mycobacterium leprae 12–21 hari dan masa tunasnya antara 40 hari
– 40 tahun. Kuman ini berbentuk batang dengan ukuran panjang 1 – 8 micron, lebar
0,2 – 0,5 micron, biasanya berkelompok dan ada yang disebar satu-satu, hidup
dalam sel dan BTA. (Pro-Health, 2008)
2.4 Tanda dan Gejala Umum Penyakit Morbus Hansen
Tanda-tanda penyakit Morbus Hansen bermacam-macam, tergantung dari
tingkat atau tipe dari penyakit tersebut. (dr. Zulkifli, 2003)
Tanda-tanda umum :
1. Adanya bercak tipis seperti panu pada badan/tubuh manusia
2. Pada bercak putih ini pertamanya hanya sedikit, tetapi lama-lama semakin melebar
dan banyak.
3. Adanya pelebaran syaraf terutama pada syaraf ulnaris, medianus, aulicularis
magnus serta peroneus. Kelenjar keringat kurang kerja sehingga kulit menjadi tipis
dan mengkilat.
4. Adanya bintil-bintil kemerahan (leproma, nodul) yarig tersebar pada kulit
5. Alis rambut rontok
6. Muka berbenjol-benjol dan tegang yang disebut facies leomina (muka singa)
Gejala-gejala umum :
1. Panas dari derajat yang rendah sampai dengan menggigil
2. Anoreksia
3. Nausea, kadang-kadang disertai vomitus
4. Cephalgia
5. Kadang-kadang disertai iritasi, orchitis dan pleuritis
6. Kadang-kadang disertai dengan Nephrosia, Nepritis dan hepatosplenomegali
7. Neuritis
2.5 Klasifikasi Penyakit Morbus Hansen
Berdasarkan klasifikasi WHO (1981), maka penyakit Morbus Hansen/Kusta
dapat diklasifikasi menjadi 2 tipe, yaitu :
1. Kusta Kering atau Pausi Basiler (PB) atau tipe tuberkuloid
2. Kusta Basah atau Multi Basiler (MB) atau tipe lepramatosa
(Pro-Health, 2008)
Kriteria untuk Tipe PB dan MB
No
.
Kelainan Kulit dan Hasil
Pemeriksaan
Bakteriologis
Pausi Basiler
(Tidak Menular)
Multi Basiler
(Menular)
1 Bercak (makula)
a. Jumlah
b. Ukuran
c. Distribusi
d. Konsistensi
e. Batas
f. Kehilangan rasa pada
bercak
g. Kehilangan kemampuan
berkeringat, bulu rontok
pada bercak
1 – 6
Kecil dan besar
Unilateral atau
bilateral asimetris
Kering dan kasar
Tegas
Selalu ada dan
jelas
Bercak tidak
berkeringat, ada
bulu rontok pada
bercak
Banyak
Kecil-kecil
Bilateral atau
simetris
Halus, berkilat
Kurang tegas
Biasanya tidak
jelas. Jika ada,
terjadi pada
yang sudah
lanjut
Bercak masih
berkeringat,
bulu tidak
rontok
2 Infiltrat
a. Kulit
b. Membran mukosa (hidung
tersumbat, pendarahan di
hidung)
Ada
Tidak pernah ada
Ada, kadang-
kadang tidak
ada
Ada, kadang-
kadang tidak
ada
3 Ciri-ciri khusus “Central Healing”
penyembuhan di
tengah
1. Punched Out
Lession.**
2. Medarosis
3. Ginekomastia
4. Hidung pelana
5. Suara sengau
4 Nodulus Tidak ada Kadang-kadang
ada
5 Penebalan syaraf tepi Lebih sering
terjadi dini,
asimetris
Terjadi pada
yang lanjut,
biasanya lebih
dari satu dan
simetris
6 Deformitas (cacat) Biasanya
asimetris terjadi
dini
Terjadi pada
stadium lanjut
7 Apusan BTA negatif BTA positif
** = lesi berbentuk seperti kue donat
2.6 Cara Penularan Penyakit Morbus Hansen
Penyakit Morbus Hansen dapat ditularkan dari penderita Morbus Hansen tipe
Multi basiller (MB) kepada orang lain dengan cara penularan langsung. Cara
penularan yang pasti belum diketahui, tetapi sebagian besar para ahli berpendapat
bahwa penyakit Morbus Hansen dapat ditularkan melalui saluran pernafasan dan
kulit. Faktor-faktor yang mempengaruhi penularan penyakit Morbus Hansen adalah
sebagai berikut :
1. Faktor Sumber Penularan
Sumber penularan adalah penderita Morbus Hansen tipe MB. Penderita MB inipun
tidak akan menularkan penyakitnya apabila berobat teratur.
2. Faktor Kuman Kusta (Morbus Hansen)
Kuman kusta (Morbus Hansen) dapat hidup di luar tubuh manusia antara 1 sampai 9
hari tergantung pada suhu atau cuaca, dan diketahui hanya kuman kusta yang utuh
(solid) saja yang dapat menimbulkan penularan.
3. Faktor Daya Tahan Tubuh
Sebagian besar manusia kebal terhadap penyakit Morbus Hansen (95 %). Dari hasil
penelitian menunjukkan bahwa dari 100 orang yang terpapar, 95 orang tidak menjadi
sakit, 3 orang sembuh sendiri tanpa obat, dan 2 orang menjadi sakit. (drh. Hiswani,
2001)
4. Faktor Usia
Anak-anak lebih peka dari pada orang dewasa.
5. Faktor Jenis Kelamin
Jenis kelamin laki-laki yang lebih banyak terjangkit penyakit Morbus Hansen.
6. Faktor Ras
Bangsa Asia dan Afrika yang lebih banyak terjangkit penyakit Morbus Hansen.
7. Faktor Keadaan Sosial
Pada umumnya negara-negara endemis penyakit Morbus Hansen adalah negara-
negara dengan tingkat sosial ekonominya rendah.
8. Faktor Lingkungan
Lingkungan fisik, biologi dan sosial yang kurang sehat juga dapat mempengaruhi
penularan penyakit Morbus Hansen. (Iwan Sain, 2009)
2.7 Pencegahan Penyakit Morbus Hansen
Imunisasi BCG pada bayi membantu mengurangi kemungkinan untuk terkena
penyakit Morbus Hansen/Kusta. Segera berobat ke puskesmas yang merupakan
pusat pelayanan tingkat pertama apabila mengalami kelainan kulit berupa bercak
mati rasa. Cacat kusta dapat dicegah dengan minum obat dan pergi ke sarana
pelayanan kesehatan (Puskesmas atau Rumah Sakit) untuk check up secara teratur.
(Dikutip dari brosur tentang Penyakit Morbus Hansen)
2.8 Pengobatan Penyakit Morbus Hansen
Jenis-jenis obat kusta (Morbus Hansen) :
1. Obat primer : dapsone, clofasimin, rifampisin, etionamide, prothionamide
2. Obat sekunder : INH, streptomycine
Dosis menurut rekomendasi WHO
a. Kusta Pausi Basiler (PB)
1. Dapsone : 1 x 100 mg tiap hari
2. Rifampisin : 1 x 600 mg tiap bulan
Pengobatan harus diberikan 6 bulan berturut-turut atau 6 dosis dalam 9 bulan dan
diawasi selam 2 tahun.
b. Kusta Multi Basiler (MB)
1. Dapsone : 1 x 100 mg tiap bulan
2. Rifampisin : 1 x 600 mg tiap hari
3. Clofazimine : 1 x 300 mg tiap bulan (hari pertama) kemudian dilanjutkan dengan 1 x
50 mg/hari
Pengobatan harus diberikan 12 bulan berturut-turut dan diawasi ± 5 tahun.
(Iwan Sain, 2009)
BAB III
METODE PENELITIAN
3.1 Diagnosis Sosial
3.1.1 Gambaran Geografi
Wilayah kerja Puskesmas Kabila berada di wilayah Kecamatan Kabila yang
wilayahnya terdiri atas 5 (lima) Kelurahan, yakni Kelurahan Pauwo, Kelurahan
Tumbihe, Kelurahan Oluhuta, Kelurahan Oluhuta Utara dan Kelurahan Padengo
serta 7 (tujuh) Desa, yakni Desa Toto Selatan, Desa Talango, Desa Poowo, Desa
Poowo Barat, Desa Tanggilingo, Desa Dutohe dan Desa Dutohe Barat. Luas wilayah
Kecamatan Kabila adalah 3.158 km2 dengan kepadatan penduduk 6.132 jiwa/km2,
serta rata-rata jiwa per rumah tangga yakni 3,7 jiwa.
Puskesmas Kabila terletak di Kelurahan Oluhuta dengan batas wilayah kerjanya
sebagai berikut :
v Sebelah Utara : berbatasan dengan Kecamatan Tilongkabila Kabupaten Bone
Bolango
v Sebelah Timur : berbatasan dengan Kecamatan Suwawa Kabupaten Bone Bolango
v Sebelah Selatan : berbatasan dengan Kecamatan Botupingge Kabupaten Bone
Bolango
v Sebelah Barat : berbatasan langsung dengan Kota Gorontalo
Secara geografi, penyakit Morbus Hansen merupakan salah satu penyakit
endemis (menetap dalam jangka waktu yang lama). Daerah endemis kusta (Morbus
Hansen) adalah daerah dengan tingkat sosial ekonominya yang masih rendah,
seperti kurangnya persediaan air bersih, asupan gizi yang buruk dan adanya
penyakit lain yang dapat menekan sistem imun, misalnya HIV/AIDS.
3.1.2 Gambaran Demografi
a. Jumlah Penduduk
Jumlah penduduk di Kecamatan Kabila pada 31 Desember 2009 adalah 19.367
jiwa dengan perincian laki-laki sebanyak 9.570 jiwa dan perempuan 9.797 jiwa
dengan jumlah 5.224 KK.
Jumlah penduduk di Kecamatan Kabila dapat dirinci menurut golongan umur,
seperti pada Tabel 1. di bawah ini.
Tabel 1.Jumlah Penduduk di Kecamatan Kabila Pada Tahun 2009 Menurut Golongan
UmurGolongan
Umur (Tahun)
Jenis KelaminJumlah
Laki-laki Perempuan
0 – 1 197 222 419
1 – 4 977 983 1.960
5 – 9 963 974 1.937
10 – 14 865 910 1.775
15 – 19 763 783 1.546
20 – 24 805 846 1.651
25 – 29 760 783 1.543
30 – 34 810 824 1.634
35 – 39 738 747 1.485
40 -44 684 637 1.321
45 – 49 572 598 1.170
50 – 54 496 520 1.016
55 – 59 476 519 995
60 – 64 255 247 502
65 – 69 130 117 247
70 – 74 70 82 152
> 75 9 5 14
TOTAL 9.570 9.797 19.367
Sumber : Profil Puskesmas Kabila Tahun 2009
Penularan penyakit Morbus Hansen dapat terjadi pada semua golongan umur,
dimana kasus ini lebih banyak ditemukan pada laki-laki dibandingkan perempuan,
karena laki-laki lebih mudah tertular penyakit ini dibanding perempuan. Faktor-faktor
fisiologi seperti pubertas, menopause, kehamilan, faktor infeksi dan malnutrisi dapat
meningkatkan perubahan klinis penyakit Morbus Hansen.
b. Jumlah Masyarakat Miskin
Jumlah masyarakat miskin di Kecamatan Kabila pada Tahun 2009 adalah 9.581
jiwa atau 1.981 KK atau 49,4 % (dilihat dari masyarakat miskin yang memperoleh
kartu ASKESKIN). Sebagian besar penderita Morbus Hansen adalah dari golongan
ekonomi lemah. Hal ini sebagai akibat keterbatasan kemampuan pemerintah dalam
memberikan pelayanan yang memadai di bidang kesehatan, pendidikan,
kesejahteraan sosial dan ekonomi pada masyarakat.
3.1.3 Gambaran Sosial Budaya
a. Agama dan Kepercayaan
Penduduk di wilayah kerja Puskesmas Kabila adalah mayoritas beragama Islam
dan sisanya beragama Kristen. Kepercayaan yang berkembang pada masyarakat di
wilayah Puskesmas Kabila tentang penyakit Morbus Hansen adalah penyakit ini
merupakan penyakit menular, tidak dapat diobati, penyakit keturunan, kutukan
Tuhan, najis dan menyebabkan kecacatan. Akibat anggapan yang salah ini
penderita kusta merasa putus asa sehingga tidak tekun untuk berobat. Hal ini
dibuktikan dengan kenyataan bahwa penyakit mempunyai kedudukan yang khusus
diantara penyakit-penyakit lain. Hal tersebut disebabkan oleh karena adanya
leprophobia (rasa takut yang berlebihan terhadap penyakit Morbus Hansen).
Leprophobia ini timbul karena pengertian penyebab penyakit Morbus Hansen yang
salah dan cacat yang ditimbulkan sangat menakutkan. Dari sudut pengalaman nilai
budaya sehubungan dengan upaya pengendalian leprophobia yang bermanifestasi
sebagai rasa jijik dan takut pada penderita Morbus Hansen tanpa alasan yang
rasional. Terdapat kecenderungan bahwa masalah Morbus Hansen telah beralih dari
masalah kesehatan ke masalah sosial.
Leprophobia masih tetap mengakar dalam seluruh lapisan masalah pada
masyarakat di wilayah kerja Puskesmas Kabila karena dipengaruhi oleh agama,
sosial, budaya dan dihantui dengan kepercayaan tahayul. Hal ini akan merupakan
hambatan terhadap upaya penanggulangan penyakit Morbus Hansen. Akibat
adanya phobia ini, maka tidak mengherankan apabila penderita diperlakukan secara
tidak manusiawi di kalangan masyarakat.
b. Status Pendidikan
Status pendidikan penduduk di wilayah kerja Puskesmas Kabila adalah SD,
SMP, SMA dan Sarjana/Pasca Sarjana, sedangkan yang lainnya adalah putus
sekolah.
Salah satu upaya di dalam meminimalisasi penyebaran penyakit Morbus Hansen
adalah dengan memberikan promosi kesehatan. Promosi kesehatan pada
hakikatnya ialah suatu kegiatan atau usaha menyampaikan pesan kesehatan
kepada masyarakat, kelompok atau individu. Dengan adanya pesan tersebut, maka
diharapkan masyarakat, kelompok atau individu dapat memperoleh pengetahuan
tentang kesehatan yang lebih baik. Pengetahuan tersebut akhirnya diharapkan
dapat berpengaruh terhadap perilaku. Dengan kata lain, adanya promosi kesehatan
ini diharapkan dapat membawa akibat terhadap perubahan perilaku objek/sasaran.
Dengan demikian, kepercayaan-kepercayaan yang salah/keliru yang berkembang di
masyarakat Kecamatan Kabila mengenai penyakit Morbus Hansen dapat
dihilangkan.
c. Mata Pencaharian
Mata pencaharian penduduk di wilayah kerja Puskesmas Kabila adalah sebagai
berikut :
1) Petani : sebanyak 1.208 jiwa
2) Buruh : sebanyak 866 jiwa
3) Wiraswasta/dagang : sebanyak 1.342 jiwa
4) Pegawai : sebanyak 741 jiwa
5) Peternak : sebanyak 175 jiwa
6) Lain-lain : sebanyak 8495 jiwa
Dengan Dependency ratio 50,9 orang
3.2 Diagnosis Epidemiologi
Untuk menggambarkan tingkat prevalensi penyakit di wilayah kerja suatu
puskesmas maka disusunlah 10 Penyakit Menonjol di Puskesmas tersebut.
Kesepuluh penyakit menonjol ini disusun berdasarkan tingkat kunjungan pasien ke
Puskesmas yang dapat digunakan sebagai bahan dalam penyusunan program
pencegahan dan pemberantasan penyakit.
Puskesmas Kabila pada tahun 2009 memiliki 10 penyakit menonjol dimana
kasus tertinggi adalah penyakit ISPA dengan jumlah penderita sebanyak 5.276 jiwa
dan terendah adalah penyakit mata lainnya dengan jumlah penderita sebanyak 181
jiwa. Untuk lebih jelasnya, maka dapat dilihat pada Tabel 2. di bawah ini.
Tabel 2.
10 Penyakit Menonjol di Puskesmas Kabila Pada Tahun 2009
No. Nama Penyakit Jumlah Penderita Prevalensi
1 Penyakit ISPA 5.276 48,85
2 Penyakit Kulit Infeksi 1.464 13,5
3 Hipertensi 1.103 10,2
4 Reumatik 953 8,8
5 Diare 673 6,2
6 Kecelakaan Ruda
Paksa
477 4,4
7 Asma 299 2,8
8 Bronkhitis 193 1,9
9 Tonsilitis 189 1,8
10 Penyakit Mata Lainnya 181 1,7
Sumber : Profil Puskesmas Kabila Tahun 2009
Untuk penyakit Morbus Hansen/Kusta yang berada di wilayah kerja Puskesmas
Kabila pada Tahun 2009, jumlah penderitanya adalah 4 orang dengan perincian
penderita PB (kusta kering) sejumlah 2 orang dan MB (kusta basah) sejumlah 2
orang. Untuk lebih jelasnya, maka dapat dilihat pada Tabel 3. berikut.
Tabel 3.
Penderita Morbus Hansen di Puskesmas Kabila
Pada Tahun 2009
No. AlamatPenderita (orang) Jumlah
PenderitaPB MB
1 Kelurahan Pauwo - 2 2
2 Kelurahan Tumbihe - - -
3 Kelurahan Oluhuta - - -
4 Kelurahan Oluhuta
Utara
- - -
5 Kelurahan Padengo - - -
6 Desa Toto Selatan - - -
7 Desa Talango - - -
8 Desa Poowo - - -
9 Desa Poowo Barat 1 - 1
10 Desa Tanggilingo - - -
11 Desa Dutohe 1 - 1
12 Desa Dutohe Barat - - -
TOTAL 2 2 4
Sumber : Buku Register Pengobatan Cohort PB dan MB
Berikut ini akan disajikan data penderita Morbus Hansen yang dirinci
berdasarkan jenis kelamin per waktu kejadian, jenis kelamin per Desa/Kelurahan,
dan jenis kelamin per golongan umur di wilayah kerja Puskesmas Kabila pada tahun
2009 yang disajikan dengan menggunakan diagram batang (bar chart). Data
tersebut diambil dari Buku Register Pengobatan Cohort PB dan MB Puskesmas
Kabila, dimana pada tahun 2009 tidak terjadi kasus kematian pada penderita Morbus
Hansen tersebut.
a. Penderita Morbus Hansen Berdasarkan Jenis Kelamin Per Waktu Kejadian
Sumber : Buku Register Pengobatan Cohort PB
Sumber : Buku Register Pengobatan Cohort MB
b. Penderita Morbus Hansen Berdasarkan Jenis Kelamin Per Desa/Kelurahan
Sumber : Buku Register Pengobatan Cohort PB
Sumber : Buku Register Pengobatan Cohort MB
c. Penderita Morbus Hansen Berdasarkan Jenis Kelamin Per Golongan Umur
Sumber : Buku Register Pengobatan Cohort PB
Sumber : Buku Register Pengobatan Cohort MB
3.3 Analisis Masalah
Berdasarkan diagram di atas bahwa penularan penyakit Morbus Hansen dapat
terjadi pada semua golongan umur. Namun jika ditelaah menurut tingkat kepekaan
terhadap penyakit (kelompok yang berisiko tinggi), maka anak-anak yang lebih
mudah terjangkit dibandingkan orang dewasa. Hal ini disebabkan oleh faktor daya
tahan tubuh (sistem imun). Pada usia anak-anak, sistem imun belum matang
sehingga masih rentan terhadap penyakit. Oleh karena itu, orang tua harus
melakukan pengawasan yang ekstra pada anaknya. Orang tua juga harus
memastikan bahwa anaknya ketika masih bayi telah mendapatkan imunisasi dasar,
yang dapat mencegah kemungkinan terjadinya penyakit atau dapat meningkatkan
daya tahan tubuh anak terhadap penyakit infeksi yang dapat menyerang dalam
masa pertumbuhan dan perkembangannya. Misalnya dengan pemberian imunisasi
BCG yang dapat mencegah kemungkinan terkena penyakit Morbus Hansen.
Peningkatan daya tahan tubuh bukan saja diperoleh dari pemberian imunisasi, tapi
juga melalui pemberian nutrisi yang baik, karena nutrisi merupakan zat yang
membantu dalam pertumbuhan dan pencegahan terhadap penyakit.
Penularan Morbus Hansen juga lebih sering terjadi pada laki-laki dibandingkan
perempuan. Hal ini karena kebanyakan laki-laki kurang memperhatikan personal
hygiene atau kebersihan pribadinya. Laki-laki mempunyai aktivitas yang lebih
banyak dibandingkan perempuan, sehingga produksi keringat yang dihasilkan juga
meningkat (banyak). Kondisi inilah yang memicu kuman untuk dapat
berkembangbiak lebih banyak, sehingga dapat bersifat patogen (menimbulkan
penyakit).
Selain faktor usia dan jenis kelamin, keterlambatan dalam
penanganan/pengobatan juga dapat menyebabkan penyakit Morbus Hansen
bertambah parah, sehingga dapat dengan mudah menularkan pada orang lain.
Dalam memperoleh pengobatan, penderita sering mendapat hambatan, misalnya
tidak mengerti dengan tanda dan gejala dini Morbus Hansen (pendidikannya
kurang), malu untuk datang ke Puskesmas, tidak tahu bahwa obat tersedia cuma-
cuma di Puskesmas, dan jarak penderita ke Puskesmas terlalu jauh.
Berdasarkan hasil observasi (pengamatan) bahwa seseorang dengan penyakit
Morbus Hansen akan mengalami trauma psikis. Sebagai akibat dari trauma psikis
ini, respon penderita berbeda-beda antara lain sebagai berikut :
1. Dengan segera mencari pertolongan pengobatan.
2. Mengulur-ulur waktu karena ketidaktahuan atau malu bahwa ia atau keluarganya
menderita penyakit Morbus Hansen.
3. Menyembunyikan (mengasingkan) diri dari masyarakat sekelilingnya, termasuk
keluarganya.
4. Oleh karena berbagai masalah, pada akhirnya penderita bersifat masa bodoh
terhadap penyakitnya.
Sebagai akibat dari hal-hal tersebut diatas timbullah berbagai masalah antara
lain :
1. Masalah terhadap diri penderita
Pada umumnya penderita Morbus Hansen merasa rendah diri, merasa tertekan
batinnya, takut terhadap penyakitnya dan terjadinya kecacatan, takut mengahadapi
keluarga dan masyarakat karena sikap penerimaan mereka yang kurang wajar.
Segan berobat karena malu dengan orang lain.
2. Masalah Terhadap Keluarga
Keluarga menjadi panik, berubah mencari pengobatan alternatif misalnya pergi
ke dukun dan mencari pengobatan tradisional, keluarga merasa takut kalau misalnya
diasingkan oleh masyarakat disekitarnya, berusaha menyembunyikan penderita agar
tidak diketahui masyarakat disekitarnya, dan mengasingkan penderita dari keluarga
karena takut ketularan.
3. Masalah Terhadap Masyarakat
Pada umumnya masyarakat mengenal penyakit Morbus Hansen dari tradisi
kebudayaan dan agama, sehingga timbul pendapat bahwa penyakit Morbus Hansen
merupakan penyakit yang sangat menular, tidak dapat diobati, penyakit keturunan,
kutukan Tuhan, najis dan menyebabkan kecacatan. Sebagai akibat kurangnya
pengetahuan/informasi tentang penyakit Morbus Hansen, maka penderita berpikir
bahwa dirinya sulit untuk diterima di tengah-tengah masyarakat, masyarakat
menjauhi keluarga dari periderita, merasa takut dan menyingkirkannya.
Sebagai solusi dari ketiga masalah di atas, yaitu dengan memberikan
penyuluhan tentang penyakit Morbus Hansen kepada masyarakat, sehingga dapat
mengubah ataupun menghilangkan persepsi yang salah akan penyakit Morbus
Hansen itu sendiri yang telah membudaya di masyarakat, khususnya masyarakat di
Kecamatan Kabila.
3.4 Diagnosis Pendidikan dan Organisasi
3.4.1 Latar Belakang
Dalam kaitannya dengan penurunan angka kesakitan akibat penyakit Morbus Hansen pada semua golongan umur di wilayah kerja Puskesmas Kabila, maka perlu dilakukan suatu diagnosis pendidikan dan organisasi. Pada diagnosis ini tidak semua faktor yang akan diperhatikan tetapi lebih menekankan pada perilaku Faktor Predisposisi (Predisposing Factor) saja. Adapun perilaku yang diintervensi yakni :
1. Memperhatikan personal hygiene dan kebersihan lingkungan.
2. Memperhatikan asupan gizi yang masuk ke dalam tubuh (gizinya harus seimbang).
3. Memberikan imunisasi dasar pada bayi, misalnya imunisasi BCG yang membantu
mengurangi kemungkinan untuk terkena penyakit Morbus Hansen.
4. Menjaga tubuh agar tetap dalam keadaan sehat, sehingga dapat resisten/tahan
terhadap serangan mikroorganisme patogen (yang dapat menimbulkan penyakit)
3.4.2 Tujuan
a. Tujuan Umum
Terjadi perubahan perubahan perilaku pada masyarakat secara menyeluruh yang
mendukung cara hidup bersih dan sehat serta mampu mencegah timbulnya penyakit
Morbus Hansen.
b. Tujuan Khusus
1. Mengetahui penyebab penyakit Morbus Hansen
2. Mengetahui tanda dan gejala umum penyakit Morbus Hansen
3. Mengetahui cara penularan penyakit Morbus Hansen
4. Mengetahui bahaya-bahaya penyakit Morbus Hansen
5. Mengetahui cara pencegahan penyakit Morbus Hansen
3.4.3 Sasaran
Sasaran dalam program ini adalah seluruh masyarakat Kecamatan Kabila karena
infeksi dapat terjadi pada semua golongan umur.
3.4.4 Isi Penyuluhan
a. Tentang Penyakit Morbus Hansen
1. Pengertian Morbus Hansen
2. Penyebab/etiologi Morbus Hansen
3. Tanda-tanda dan gejala-gejala umum Morbus Hansen
4. Cara penularan penyakit Morbus Hansen
5. Bahaya-bahaya penyakit Morbus Hansen
6. Cara pencegahan penyakit Morbus Hansen
b. Cara menjaga kebersihan diri sendiri dan lingkungan serta meningkatkan sistem
kekebalan tubuh setiap individu.
3.4.5 Metode
Metode-metode yang digunakan adalah sebagai berikut :
a. Metode Pendidikan Individual
Metode pendidikan individual (perorangan) yang bertujuan untuk membina perilaku
baru atau membina seseorang yang mulai tertarik kepada suatu perubahan perilaku
atau inovasi. Dasar digunakannya pendekatan individual ini karena setiap orang
mempunyai masalah atau alasan yang berbeda-beda sehubungan dengan
penerimaan atau perilaku baru tersebut. Bentuk-bentuk pendekatan yang dilakukan
yakni :
1. Bimbingan dan Penyuluhan (Guidance and Counceling)
Dengan cara ini setiap masalah yang dihadapi oleh klien dapat diteliti dan dibantu
penyelesaiannya, sehingga dengan sukarela, berdasarkan kesadaran, dan penuh
pengertian akan menerima perilaku tersebut (mengubah perilaku).
2. Wawancara (Interview)
Wawancara digunakan untuk menggali informasi mengapa ia belum atau tidak
melakukan perubahan, apakah ia tertarik atau tidak terhadap perubahan, untuk
mengetahui apakah perilaku yang sudah atau yang akan diadopsi itu mempunyai
dasar pengertian dan kesadaran yang kuat. Apabila belum maka perlu penyuluhan
yang mendalam lagi.
b. Metode Pendidikan Kelompok
Bentuk pendekatan yang dilakukan adalah ceramah, dengan jumlah peserta
penyuluhan lebih dari 15 orang.
3.4.6 Media
Media pendidikan yang digunakan dalam program ini adalah leaflet. Leaflet
adalah bentuk penyampaian informasi atau pesan-pesan kesehatan (informasi
seputar penyakit Morbus Hansen) melalui lembaran yang dilipat. Isi informasinya
merupakan gabungan dari teks (kalimat) dan gambar. Dengan media ini, maka
diharapkan dapat menjadi salah satu alat bantu yang mampu menyampaikan
informasi kepada masyarakat secara luas karena informasinya dapat diinformasikan
lagi kepada orang lain.
3.4.7 Rencana Penilaian
a. Evaluasi program dilakukan setelah program tersebut telah berjalan atau
dilaksanakan selama satu tahun.
b. Indikator penilaian, yakni :
1. Terjadi perubahan sikap/perilaku dalam hal pencegahan penyakit Morbus
Hansen/Kusta, seperti :
§ Senantiasa memperhatikan personal hygiene dan kebersihan lingkungan.
§ Membawa bayi ke posyandu untuk diberikan imunisasi BCG yang membantu
mengurangi kemungkinan untuk terkena penyakit Morbus Hansen.
§ Senantiasa menjaga agar tubuh tetap dalam keadaan sehat (menjaga sistem imun),
sehingga tahan/kebal terhadap masuknya kuman penyakit.
§ Jumlah prevalensi untuk kasus Morbus Hansen menurun.
2. Yang melakukan evaluasi :
2 orang petugas Puskesmas ditambah dengan Kades atau Lurah.
3. Metode dan Instrumentasi Evaluasi
§ Metode : - Bimbingan dan Penyuluhan
- Wawancara
- Ceramah
§ Instrumentasi : Pedoman wawancara dan kuesioner
3.4.8 Rencana Kerja
a. Tempat dan Waktu
Tempat : Wilayah Kecamatan Kabila (Puskesmas Kabila)
Waktu : Minggu pertama tiap bulan, Pukul 08.30 WITA
b. Rencana Kegiatan
Kegiatan
Waktu (Bulan)
1
1
12 0
1
02 03 0
4
05 06 0
7
08 0
9
10
1. Persiapan
§ Pertemuan lintas sektoral
tingkat kecamatan
§ Pertemuan tingkat desa
2. Pelaksaan Program
§ Penyuluhan tentang penyakit
Morbus Hansen (penyebab,
tanda dan gejala, cara
penularan, bahaya dan
pencegahannya)
§ Penyuluhan tentang
pentingnya imunisasi dasar
X
X
X X X
X X X
khususnya imunisasi BCG
pada bayi yang dapat
mencegah kemungkinan
terkena kusta.
§ Penyuluhan tentang
pentingnya PHBS
§ Kunjungan langsung ke
rumah-rumah warga
(melakukan wawancara)
3. Evaluasi
X X
X
X
X X X
X
3.4.9 Instrumentasi
a. Pedoman wawancara
1. Dapat menjelaskan pengertian Morbus Hansen...................... (10)
2. Dapat menyebutkan penyebab Morbus Hansen..................... (10)
3. Dapat menyebutkan tanda-tanda dan gejala-gejala dari
Morbus Hansen....................................................................... (20)
4. Dapat menjelaskan bahaya-bahaya yang ditimbulkan
oleh penyakit Morbus Hansen................................................ (20)
5. Dapat menjelaskan cara-cara penularan penyakit
Morbus Hansen....................................................................... (20)
6. Dapat menjelaskan cara-cara pencegahan penyakit
Morbus Hansen....................................................................... (20)
b. Kuesioner
KUESIONER
PENYAKIT MORBUS HANSEN
No. Urut Responden :
Alamat Responden :
Tanggal Wawancara :
I. Karakteristik Responden
Nama :
Umur :
Jenis Kelamin :
Pendidikan :
Pekerjaan :
Lama menderita :
II. Sumber Informasi
1. Dari mana informasi tentang penyakit Morbus Hansen yang pernah saudara
peroleh? (jawaban bisa lebih dari satu)
a. Televisi
b. Radio
c. Leaflet
d. Majalah/Koran
e. Teman/Tetangga
f. Petugas kesehatan
g. Dan lain-lain (sebutkan)
2. Informasi apa saja yang pernah saudara peroleh? (jawaban bisa lebih dari satu)
a. Tentang penyakit Morbus Hansen dan penularannya
b. Cara pencegahan penyakit Morbus Hansen
c. Tahapan-tahapan pengobatan Morbus Hansen
III. Pengetahuan
Petunjuk Pengisisan
Beri tanda silang (X) pada salah satu jawaban yang saudara anggap benar!
1. Menurut saudara apakah penyakit Morbus Hansen itu?
a. Penyakit menular dan menahun (4)
b. Penyakit menular (3)
c. Penyakit kutukan dan keturunan (2)
d. Tidak tahu (1)
2. Menurut saudara, apa penyebab penyakit Morbus Hansen?
a. Kuman tahan asam (3)
b. Mycobacterium leprae (4)
c. Kuman (2)
d. Tidak tahu (1)
3. Apa tanda-tanda penyakit Morbus Hansen yang saudara ketahui?
a. Bercak putih tipis seperti panu dan semakin lebar (3)
b. Bercak putih tipis seperti panu dan mati rasa (4)
c. Bercak putih tipis terasa gatal - gatal dan tidak mati rasa (2)
d. Tidak tahu (1)
4. Apakah penyakit Morbus Hansen dapat menular?
a. Ya (2)
b. Tidak (1)
5. Jika dapat menular, menurut saudara bagaimana cara penularannya?
a. Bercakap-cakap dengan penderita Morbus Hansen (1)
b. Mengunakan bekas peralatan penderita Morbus Hansen (2)
c. Bersentuhan dengan penderita Morbus Hansen dalam waktu lama (3)
6. Apakah saudara tahu akibat yang ditimbulkan oleh penyakit Morbus Hansen?
a. Kecacatan (4)
b. Penderita tidak sembuh (3)
c. Kematian (2)
d. Tidak tahu (1)
7. Apakah penyakit Morbus Hansen dapat disembuhkan?
a. Ya (2)
b. Tidak (1)
8. Jika ya, berapa lama pengobatan penyakit Morbus Hansen sampai sembuh?
a. Dalam waktu 6-12 bulan (4)
b. Dapat sembuh setelah minum obat (3)
c. Sangat lama (2)
d. Tidak tahu (1)
9. Apa akibat apabila tidak menyelesaikan pengobatan?
a. Penyakitnya kambuh kembali dan bertambah parah (3)
b. Tidak bisa diobati lagi (1)
c. Penyakitnya kambuh kembali dan tidak bertambah parah (2)
10. Apakah saudara tahu pengobatan Morbus Hansen dengan MDT (Multi Drug
Therapy)?
a. Tahu (2)
b. Tidak tahu (1)
11. Jika tahu, apa obat MDT (Multi Drug Therapi) tersebut?
a. Obat kombinasi terdiri dari DDS dan rifampisin (2)
b. Obat kombinasi terdiri dari DDS, rifampisin dan klofazimin (3)
c. Obat terdiri dari DDS, rifampisi dan klofazimin yang tidak
kombinasi (1)
12. Kapan saja penderita Morbus Hansen harus mengambil obat?
a. Setiap bulan (3)
b. Setiap 2 bulan (1)
c. 2 minggu sekali (2)
13. Dari mana penderita Morbus Hansen mendapatkan obat selama ini?
a. Apotik (1)
b. Puskesmas dan Rumah Sakit (3)
c. Praktek dokter (2)
14. Dimana saja penderita Morbus Hansen dapat berobat?
a. Praktek Dokter (3)
b. Rumah Sakit dan Puskesmas (4)
c. Dukun (2)
d. Tidak tahu (1)
IV. Sikap
Berikan jawaban saudara dengan tanda check list (√)
No. Pertanyaan SS S KS TS
1 Penyakit Morbus Hansen bukan penyakit
kutukan4 3 2 1
2 Penyakit Morbus Hansen adalah penyakit
menular4 3 2 1
3 Penyakit Morbus Hansen dapat sembuh
setelah minum obat3 4 2 1
4 Penyakit Morbus Hansen harus minum obat
sesuai anjuran petugas kesehatan3 4 2 1
5 Penyakit Morbus Hansen dapat diobati
disemua pelayanan kesehatan2 3 4 1
6 Setiap 2 bulan sekali penderita mengambil
obat1 2 3 4
7 Penderita Morbus Hansen bisa bergaul
dengan masyarakat4 3 2 1
8 Keluarga boleh menyentuh penderita Morbus
Hansen2 3 4 1
9 Penyakit Morbus Hansen adalah penyakit
yang menakutkan1 2 3 4
10 MDT merupakan pengobatan paling baik bagi
penderita Morbus Hansen4 3 2 1
11 Keluarga mengawasi penderita setiap minum
obat3 4 2 1
12 Penyakit Morbus Hansen selalu menyebabkan
luka1 2 3 4
Keterangan :
SS = Sangat Setuju
S = Setuju
KS = Kurang Setuju
TS = Tidak Setuju
V. Proses Penyembuhan
Beri tanda silang (X) pada salah satu jawaban yang saudara anggap benar.
1. Kemana keluarga menganjurkan penderita berobat?
a. Rumah Sakit atau Puskesmas (3)
b. Dukun (1)
c. Praktek Dokter (2)
2. Apakah keluarga melakukan pengawasan setiap hari pada penderita Morbus
Hansen?
a. Ya (2)
b. Tidak (1)
3. Jika ya, dalam hal apa keluarga mengawasi?
a. Bergaul dengan masyarakat (1)
b. Minum obat dan kebersihan diri (3)
c. Minum obat (2)
4. Apabila obat penderita habis, apa yang keluarga lakukan?
a. Menganjurkan penderita mengambil obat (2)
b. Menganjurkan dan mengantar penderita mengambil obat (3)
c. Diam saja (1)
5. Apakah keluarga mengingatkan penderita untuk minum obat setiap hari?
a. Ya (3)
b. Kadang-kadang (2)
c. Tidak (1)
6. Jika mengambil obat ke pelayanan kesehatan, apakah obat tersebut selalu ada?
a. Ya (3)
b. Kadang-kadang (2)
c. Tidak (1)
7. Apakah keluarga memberitahu penyakit Morbus Hansen dapat disembuhkan
apabila minum obat secara teratur?
a. Ya (2)
b. Tidak (1)
8. Apa yang keluarga lakukan agar tidak tertular penyakit Morbus Hansen?
a. Selalu mencuci tangan setelah menyentuk penderita kusta (3)
b. Tidak memakai alat-alat yang dipakai penderita kusta (2)
c. Tidak menyentuh penderita kusta (1)
9. Apakah keluarga selalu memberikan dorongan kepada penderita Morbus Hansen,
agar penderita yakin akan sembuh?
a. Ya (3)
b. Kadang-kadang (2)
c. Tidak (1)
10. Apakah keluarga pernah melarang penderita Morbus Hansen untuk bergaul dengan
masyarakat?
a. Ya (1)
b. Kadang-kadang (2)
c. Tidak (3)
11. Apabila terdapat luka pada penderita Morbus Hansen, apakah keluarga membantu membersihkan?
a. Ya (3)b. Kadang-kadang (2)
c. Tidak (1)12. Apakah keluarga selalu menganjurkan penderita Morbus Hansen untuk memakai
alas kaki apabila keluar rumah?
a. Ya (3)
b. Kadang-kadang (2)
c. Tidak (1)
13. Apa yang saudara lakukan pada penderita kusta terhadap persepsi masyarakat
bahwa penyakit Morbus Hansen merupakan penyakit kutukan dan tidak dapat
disembuhkan?
a. Menyakinkan penderita Morbus Hansen bahwa hal itu tidak
benar (2)
b. Menyakinkan penderita bahwa penyakit Morbus Hansen
dapat sembuh, apabila dirawat dan minum obat secara teratur (3)
c. Diam saja (1)
3.4.10 Scoring
a. Wawancara
§ Menjawab lengkap : skor > 80§ Menjawab agak lengkap : skor = 70§ Tidak dapat menjawab atau kurang lengkap : skor < 60b. Kuesioner
§ Baik : skor > 80
§ Sedang : skor = 70
§ Kurang : skor < 60
Diposkan oleh Tri Septian Maksum di 23:11 Kirimkan Ini lewat Email BlogThis! Berbagi ke Twitter Berbagi ke Facebook
0 komentar:
Poskan Komentar
Beranda Langganan: Poskan Komentar (Atom)
Pengikut
Arsip Blog
▼ 2010 (1)
o ▼ Desember (1) Proposal Kusta
Mengenai Saya
Tri Septian Maksum Lihat profil lengkapku
Template Travel. Diberdayakan oleh Blogger.