boks : pengembangan sub sektor perikanan · pdf fileboks : pengembangan sub sektor perikanan...
TRANSCRIPT
BOKS : PENGEMBANGAN SUB SEKTOR PERIKANAN BUDIDAYA AIR
TAWAR DI KAWASAN MINAPOLITAN KABUPATEN KAMPAR,
PROVINSI RIAU
I. LATAR BELAKANG
Perubahan mendasar cara berpikir dari daratan ke maritim yang dikenal dengan “Revolusi
Biru”, telah mengubah orientasi pembangunan yang sebelumnya hanya terkonsentrasi pada
wilayah daratan telah meluas pada pembangunan wilayah maritim yang berkelanjutan dan
berwawasan lingkungan. Kementrian Kelautan dan Perikanan Republik Indonesia (KKP-RI)
melalui Misinya untuk meningkatkan kesejahteraan masyarakat kelautan dan perikanan
dalam rangka mencapai Visi “Indonesia Penghasil Produk Kelautan dan Perikanan Terbesar
2015”, telah menetapkan beberapa strategi/kebijakan, yaitu :
1. Memperkuat kelembagaan dan SDM secara terintegrasi.
2. Mengelola sumber daya kelautan dan perikanan secara berkelanjutan.
3. Meningkatkan produktivitas dan daya saing berbasis pengetahuan.
4. Memperluas akses pasar domestik dan internasional.
Salah satu realisasi dari program revolusi biru yang digalakkan KKP-RI adalah program
pengembangan Minapolitan, yang merupakan konsep pembangunan berbasis manajemen
ekonomi kawasan dengan motor penggerak disektor kelautan dan perikanan. Sistem
manajemen kawasan Minapolitan didasarkan pada prinsip integrasi, efisiensi, kualitas dan
akselerasi tinggi. Program yang mulai dijalankan Pemerintah RI sejak 2009 ini merupakan
upaya untuk merevitalisasi sentra produksi perikanan dan kelautan dengan penekanan pada
peningkatan pendapatan rakyat. Melalui program ini, tidak semua komoditas akan
dikembangkan melainkan hanya akan memprioritaskan pada komoditas yang telah unggul.
Berdasarkan data tahun 2010, berapa komoditas unggulan sektor perikanan dan kelautan
Indonesia di dunia, untuk perikanan tangkap antara lain tuna (ranking 4), udang (ranking 6),
rumput laut (ranking 1), teri medan (ranking 1), dan rajungan (ranking 1). Sementara
prioritas untuk perikanan budidaya adalah ikan nila, patin, dan lele. KKP-RI memfokuskan
pengembangan program kawasan minapolitan percontohan yang terdapat di 41 daerah
yang tersebar di seluruh Indonesia, meliputi 9 lokasi berbasis perikanan tangkap, 24 lokasi
minapolitan berbasis perikanan budidaya, dan 8 lokasi sentra garam.
Beberapa persyaratan yang harus dipenuhi bagi suatu daerah untuk masuk dalam kawasan
Minapolitan antara lain :
1. Letak geografis yang strategis dan memenuhi persyaratan untuk pengembangan produk
unggulan.
2. Adanya komitmen daerah berupa kontribusi pembiayaan, dukungan personil dan fasilitas
pengelolaan serta pengembangan, termasuk kesesuaian dengan RPIJMD yg telah
ditetapkan.
3. Memiliki komoditas unggulan dengan nilai ekonomi tinggi.
4. Ketersediaan data dan informasi tentang kondisi dan potensi kawasan.
5. Terdapat unit produksi, pengolahan, pemasaran dan fasilitas pendukung lainnya.
II. PERKEMBANGAN SEKTOR PERIKANAN BUDIDAYA DI KAB. KAMPAR
Secara geografis, Kab. Kampar mempunyai letak geografis yang strategis, yang berbatasan
dengan Kota Pekanbaru dan Kab. Siak disebelah utara, Kab. Kuantan Singingi di sebelah
selatan, dan berbatasan dengan Kab. Rokan Hulu dan Prov. Sumatra Barat di sebelah barat,
sedangkan di sebelah timur berbatasan dengan Kab. Pelalawan. Berdasarkan data Tahun
2010, di Kab. Kampar terdapat potensi lahan untuk budidaya perikanan terutama perikanan
air tawar seluas ±6.521,30Ha, yang terdiri dari budidaya kolam 6.111,30Ha, danau/waduk
(menggunakan Keramba Jaring Apung/KJA) 275Ha, dan budidaya sungai (menggunakan
keramba) seluas 135Ha. Dari total potensi lahan yang tersedia tersebut, sekitar 700,03Ha
atau 11,46% yang dimanfaatkan untuk budidaya kolam, dan sekitar 35,75Ha atau 8,72%
yang dikembangkan dalam bentuk KJA dan keramba.
Dari hasil perbandingan antara jumlah produksi, jumlah Rumah Tangga Perikanan (RTP), dan
jumlah luas areal perikanan budidaya kolam dan keramba/KJA yang ada di Kab. Kampar,
terlihat bahwa budidaya keramba mengalami pertumbuhan yang cukup pesat dibanding
budidaya perikanan kolam. Semakin terbatasnya lahan yang dapat dimanfaatkan untuk
budidaya kolam, mendorong masyarakat untuk mengembangkan pola perikanan budidaya
keramba maupun keramba jaring apung. Namun demikian, keterbatasan pengetahuan dan
keterampilan pembudidaya dalam hal pengelolaan dan pemanfaatan keramba, masih
merupakan salah satu kendala dalam mengoptimalkan hasil produksi.
Grafik 1. Perbandingan Jumlah Produksi, Rumah Tangga Perikanan (RTP) dan Jumlah Luas Areal
Perikanan Budidaya Kolam dan Keramba/KJA di Kab. Kampar
Sumber : Dinas Perikanan Kab. Kampar
PENGEMBANGAN KAWASAN MINAPOLITAN DI KEC. XIII KOTO KAMPAR
Salah satu kebijakan Pemerintah Kab. Kampar dalam rangka pemanfaatan dan
pengembangan potensi daerah sesuai dengan sumberdaya alam yang dimiliki adalah dengan
mengusulkan Kab. Kampar sebagai salah satu kawasan pengembangan Minapolitan.
Komitmen tersebut juga sejalan dengan pada visi Pemda Kab. Kampar yaitu terwujudnya
Kab. Kampar sebagai Pusat Agribisnis, antara lain dengan mengoptimalkan pemanfaatan
potensi di sektor perikanan air tawar yang berwawasan lingkungan, diversifikasi usaha
budidaya, dan peningkatan kualitas hasil produksi sehingga dapat memberikan nilai tambah
dan berdaya saing yang tinggi di pasar. Kebijakan pembangunan di Kab. Kampar sejak lama
memang telah dirintis dan diarahkan pada sektor perikanan, yaitu melalui penetapan Kab.
Kampar sebagai kawasan sentra produksi perikanan air tawar di Prov. Riau melalui Surat
Kep. Gubernur Riau No. KPTS/99/II/2000 tanggal 28 Februari 2000, dan baru pada tahun
2010 ditetapkan sebagai kawasan Minapolitan. Melalui Keputusan Menteri Kelautan dan
Perikanan RI No. Kep.32/Men/2010 tentang Penetapan Kawasan Minapolitan, ditetapkan
bahwa kawasan Minapolitan di Provinsi Riau berada di Kab. Kampar, yang dipusatkan pada
wilayah Kecamatan XIII Koto Kampar dengan minapolis berada di Desa Koto Mesjid dan
Pulo Gadang, sedangkan hinterland-nya berada di Desa Tanjung Alai, Ranah Sungkai, Lubuk
Agung, Batu Bersurat, Koto Tuo, Muara Takus, serta desa lain yang ada di Kec. XIII Koto
Kampar. Kec. XIII Koto Kampar mempunyai luas wilayah ±159.509Ha atau sekitar 14,52%
dari luas Kab. Kampar. Sebagian besar lahannya saat ini dimanfaatkan untuk tegalan dan
kebun campuran (Gambir, buah-buahan, Cokelat, Kopi dan Kelapa) seluas ±39,27%, lahan
perkebunan karet ±23,93%, kelapa sawit ±16,69%, dan sisanya merupakan hutan lindung,
perairan, rawa serta pemukiman. Dari data Dinas Perikanan Kab. Kampar tercatat bahwa
sampai dengan tahun 2010, perkembangan sektor perikanan terutama budidaya keramba
12,10812,325
14,135
18,182
6,585 6,648 6,870
8,826
656.7 657.3 700.0900.6
0
5,000
10,000
15,000
20,000
2007 2008 2009 2010*)
Perikanan Budidaya Kolam
Produksi (ton)
Jumlah RTP
Luas Areal (Ha)
6,5496,972
9,015
10,587
2,9943,254
6,120
6,132
4,779.05,129.0
7,150.07,185.0
0
4,000
8,000
12,000
2007 2008 2009 2010*)
Perikanan Budidaya Keramba/KJA
Produksi (ton)
Jumlah RTP
Luas Areal (Ha)
mengalami peningkatan yang sangat signifikan, baik dari jumlah produksi maupun jumlah
RTP, dibanding perikanan budidaya kolam dan perikanan tangkap.
Tabel 1. Jumlah Produksi dan Rumah Tangga Perikanan (RTP) di Kec. XIII Koto Kampar
No. Jenis Usaha Jumlah Produksi (ton) Jumlah RTP
2008 2009 2010 2009 2010
1 Budidaya Kolam 3.239 4.878 5.823 1.998 2.191
2 Budidaya
Keramba
1.556 4.269 12.765 436 895
3 Pembenihan *) 19.131.000
12.932.000
14.245.000 21 21
4 Penangkapan 99 92 96 102 95
5 Pascapanen 25 303 310 72 72
6 Pakan Lokal 5.190 5.980 6.951 23 23
7 Pemasaran 6 6
*) dalam satuan ekor
Sumber : Dinas Perikanan Kab. Kampar
Sedangkan pada Minapolis Desa Koto Masjid, berdasarkan data tahun 2009, terdapat
potensi kolam ±230Ha dan Keramba ±275Ha. Dari potensi lahan tersebut, yang telah
dimanfaatkan dalam bentuk budidaya kolam sebesar 171Ha atau 74,35%, sedangkan dalam
bentuk keramba seluas 4,71Ha atau 1,71% yang terdiri atas ±942 unit keramba. Jumlah ini
meningkat dibanding tahun 2008, dimana baru terdapat 156Ha kolam dan 737 unit
keramba. Dalam pengembangannya kedepan, Minapolis tersebut diproyeksikan dapat
meningkatkan jumlah produksi sampai dengan 42 ribu ton/tahun.
Tabel 2. Proyeksi Pengembangan Perikanan Budidaya di Lokasi Minapolitan
NO. DATA PERIKANAN TAHUN
2011 2012 2013 2014
1 Target Produksi (ton) 21.300 27.690 35.997 41.975
2 Luas Areal (Ha) 215 258 310 372
3 Kebutuhan Benih (ribu
ekor) 57,510 74,763 97,192 113,333
4 Kebutuhan Pakan (ton) 30,886 40,152 52,198 60,866
5 Jumlah Pembudidaya (RTP) 3.086 3.129 3.616 4.150
Sumber : Dinas Perikanan Kab. Kampar
Terkait dengan pengembangan wilayah percontohan Minapolitan, beberapa sarana dan
prasarana pendukung pengembangan sektor perikanan yang terdapat di Kec. XIII Koto
Kampar ini antara lain :
a. Unit Perbenihan rakyat (UPR), yang berjumlah 22 unit, dengan kapasitas produksi
±15.945 ribu ekor/tahun.
b. Pabrik Pakan Mini, yang berjumlah 30 unit, dengan kapasitas produksi 5.980 ton/tahun.
c. Sarana produksi pengolahan hasil perikanan, dalam bentuk ikan asap/salai patin,
kerupuk ikan patin, kerupuk ikan gurame, dan nugget patin, dengan jumlah produksi
303 ton pada tahun 2010. Daerah pemasaran produk olahan ini meliputi Prov. Riau,
Kepri, Sumbar, Sumut, Aceh dan Jambi.
d. Pengembangan Balai Benih Ikan (BBI) lokal seluas ±10Ha di Kec. Salo, Kab. Kampar. BBI
berfungsi untuk menyediakan benih ikan dalam jumlah dan kualitas yang mencukupi,
termasuk menampung subsidi benih dan induk ikan unggul bagi para nelayan.
e. Penyediaan Laboratorium penyakit ikan dan kualitas air di Bangkinang.
f. Pendirian SMK Perikanan di Desa Kota Tuo Kec. XIII Koto Kampar sebagai upaya untuk
menyiapkan sumber daya manusia terlatih di bidang perikanan.
g. Pendirian Pasar Minapolitan.
III. POTENSI SEKTOR PERIKANAN BUDIDAYA DI KAB. KAMPAR
Provinsi Riau merupakan salah satu daerah yang menjadi sentra dalam pengembangan
komoditas perikanan terutama patin di Indonesia. Sektor ini merupakan salah satu sektor
unggulan dimana berdasarkan indikator makro pembangunan tahun 2009-2013, sektor ini
diharapkan dapat tumbuh dan memberikan kontribusi yang besar terutama dalam
mendukung kebijakan yang terkait dengan penyediaan kesempatan kerja, pengentasan
kemiskinan maupun kontribusinya terhadap peningkatan PDRB sektor pertanian.
Perkembangan sub sektor perikanan di Provinsi Riau dan pangsanya terhadap PDRB
pertanian mengalami peningkatan dari 9,13% pada tahun 2009 menjadi 9,35% pada tahun
2010. Berdasarkan indikator makro pembagunan perikanan dan kelautan Prov. Riau, pada
kurun waktu tahun 2009-2013, jumlah penyediaan kesempatan kerja terutama di sub sektor
perikanan budidaya diharapkan dapat tumbuh sampai 46,41% dan menciptakan
kesempatan kerja bagi ±85.075 pembudidaya, sehingga mampu meningkatkan jumlah
jangkauan program pengetasan kemiskinan pada RTP sampai dengan 25% pada akhir 2013.
Berkembangnya sektor ini disamping dapat menyediakan peluang kerja juga diharapkan
mampu menjadi sektor penyumbang PDRB daerah untuk sektor pertanian dengan target
peningkatan sampai dengan 10,00% pada tahun 2013.
Tabel 3. Indikator Makro Pembangunan Perikanan dan Kelautan Prov. Riau Tahun 2009 – 2013
URAIAN 2009 2010 2011 2012 2013
Penyediaan kesempatan kerja kumulatif (orang) :
- Perikanan Tangkap 24.645 24.654 24.663 24.672 24.680
- Perikanan Budidaya 58.107 63.918 70.309 77.341 85.075
Jangkauan Program Pengentasan Kemiskinan (Jumlah
RTP) 600 625 650 675 750
Kontribusi Sektor Perikanan terhadap PDRB Pertanian
(%) (tidak termasuk pengolahan) 8,90 9,00 9,40 9,80 10,00
Sumber : Dinas Perikanan dan Kelautan Prov. Riau
Dilihat dari 12 kabupaten/kota yang ada di Provinsi Riau, maka Kab. Kampar merupakan
penghasil produk perikanan dengan peringkat tertinggi yang didukung adanya potensi yang
besar dalam pengembangan komoditas unggulan terutama disektor perikanan budidaya.
Berdasarkan hasil Forum Akselerasi Pembangunan Perikanan Tahun 2009, pada periode
2010-2014 diperkirakan target produksi Kab. Kampar dapat mencapai 732.473 ton atau
60,23% dari total target produksi perikanan Prov. Riau, yang didominasi oleh komoditas
ikan patin, nila, mas dan lele.
Tabel 4. Target Produksi Perikanan Kabupaten/Kota di Prov. Riau tahun 2010-2014
Kabupaten/Kota
Target Produksi (ton) Total
(ton)
2010 2011 2012 2013 2014
1 Kampar 42.256 72.917 117.066 193.303 306.931 732.473
2 Kuantan Singingi 3.797 7.831 17.493 44.916 116.949 190.986
3 Rokan Hulu 15.860 18.770 21.330 25.050 26.989 107.999
4 Pelalawan 4.245 6.055 8.385 11.680 19.715 50.079
5 Inhu 3.593 4.590 5.737 9.012 12.498 35.430
6 Rokan Hilir 1.520 2.630 4.560 7.345 14.540 30.595
7 Inhil 1.530 2.520 4.310 6.770 8.455 23.585
8 Siak 1.495 1.860 2.960 4.105 6.025 16.445
9 Pekanbaru 981 1.299 1.800 2.621 3.695 10.396
10 Bengkalis 810 1.180 1.945 2.760 3.370 10.064
11 Dumai 619 974 1.360 1.856 2.303 7.113
12 Kep. Meranti 35 79 170 275 405 964
Jumlah 76.741 120.705 187.116 309.693 521.875 1.216.129
Sumber : Hasil Forum Akselerasi Pembangunan Perikanan Budidaya Wilayah Barat Tahun 2010-2014
Grafik 2. Target Produksi Perikanan Kab. Kampar dibanding Kab. Lain di Provinsi Riau
Tahun 2010 - 2014
Berdasarkan target produksi tersebut, proyeksi kebutuhan benih maupun pakan untuk
memenuhi kebutuhan baik konsumsi masyarakat umum maupun kebutuhan industri
pengolahan pada tahun 2010-2014, diperkirakan akan mengalami peningkatan lebih dari 6
kali lipat. Dimana kebutuhan pasokan bagi industri pengolahan diproyeksi akan
mendominasi sampai 90% dari total produksi yang ada. Selain bertujuan untuk memberikan
nilai tambah yang lebih tinggi kepada produk perikanan, juga bertujuan untuk membuka
kesempatan bagi sektor usaha lain untuk berperan aktif mendukung pengembangan
kawasan ini secara terintegrasi.
Grafik3. Proyeksi Kebutuhan Benih dan Pakan Ikan untuk Memenuhi Kebutuhan Konsumsi Ikan
Masyarakat dan Industri Olahan di Kab. Kampar Tahun 2010 - 2014
Sumber : Dinas Perikanan Kab. Kampar, diolah
Kampar 60.23%
Kuantan Singingi15.70%
Rokan Hulu
8.88%
Lainnya15.19%
42,256 72,917 117,066
193,303
306,931
-
300,000
600,000
900,000
2010 2011 2012 2013 2014
Produksi (ton)
Kebutuhan benih (ribu ekor/thn)
Kebutuhan Pakan (ton/thn)
Grafik 4. Proyeksi Kebutuhan Konsumsi Ikan Masyarakat dan Industri Olahan Berdasarkan Target
Produksi Kab. Kampar Tahun 2009 – 2014
Sumber : Dinas Perikanan Kab. Kampar, diolah
Dalam jangka panjang pembangunan dan pengembangan sektor perikanan budidaya air
tawar di Kab. Kampar diarahkan pada :
1. Pemenuhan kebutuhan konsumsi dalam negeri maupun ekspor dengan meningkatkan
dan memperkuat komoditas spesifik daerah, terutama patin, nila, lele, serta
pengembangan budidaya kolam yang ada di pekarangan masyarakat. Pengembangan
tersebut juga mempertimbangan keseimbangan ekosistem dan kelestarian lingkungan.
2. Pembinaan dan pengembangan kelembagaan melalui pemberdayaan Unit Pelayanan
Pengembangan (UPP), penguatan modal dan peningkatan sarana dan prasarana
penunjang usaha budidaya dan distribusi hasil perikanan.
3. Pengembangan pasca panen dan pengolahan produk hasil perikanan untuk
meningkatkan mutu dan nilai tambahnya.
Beberapa strategi pengembangan yang dapat dilakukan antara lain dengan :
1. Optimalisasi potensi perikanan dan pemberdayaan masyarakat.
2. Peningkatan mutu benih, mutu hasil produksi perikanan dan pemasaran.
3. Penguatan modal dan peningkatan sarana serta prasarana terkait pengembangan
budidaya perikanan, termasuk modernisasi sarana dan teknologi pendukung.
21,784 23,824 25,970 28,220 30,564
20,472
49,093
91,096
165,083
276,367
-
75,000
150,000
225,000
300,000
375,000
2010 2011 2012 2013 2014
Industri
Konsumsi
IV. MASALAH DAN ISU STRATEGIS SEKTOR PERIKANAN DI KAB. KAMPAR
Beberapa kendala mendasar yang dihadapi oleh sektor perikanan dalam upaya
mengembangkan budidaya perikanan air tawar khususnya di Kab. Kampar antara lain adalah
:
1. Belum optimalnya pemanfaatan potensi lahan dan usaha budidaya yang ada untuk
meningkatkan hasil produksi perikanan.
2. Masih tingginya harga pakan ikan. Tingkat ketergantungan yang tinggi terhadap pakan
ikan pabrik menyebabkan harga pakan ikan tidak dapat dikendalikan di tingkat petani.
Padahal biaya pakan merupakan komponen biaya produksi yang terbesar (±60% dari
total biaya produksi).
3. Kurang tersedianya bibit/benih ikan berkualitas dalam jumlah yang cukup. Pengadaaan
bibit/benih merupakan komponen produksi yang penting selain pakan. Ketersediaan
bibit /benih dengan kualitas yang baik sangat mempengaruhi hasil produksi perikanan.
Kemampuan nelayan untuk memperoleh bibit/benih yang berkualitas dengan harga yang
terjangkau mengakibatkan jumlah yang diperoleh tidak memadai, atau nelayan hanya
mampu membeli bibit dengan kualitas yang lebih rendah. Kondisi tersebut akan
berpengaruh pada biaya produksi dan hasil produksi yang diperoleh oleh nelayan.
4. Masih terbatasnya diversifikasi produk olahan hasil perikanan dan sistem pemasaran
yang terintegrasi. Diversifikasi produk olahan hasil perikanan bertujuan untuk
memberikan nilai tambah yang lebih tinggi jika dibandingkan dengan penjualan hasil
perikanan dalam bentuk ikan mentah/ikan segar. Produk olahan hasil perikanan dapat
berbentuk ikan asap, pengalengan, kerupuk ikan, fillet ikan, fish nugget, tepung ikan,
dll. Dalam proses pengolahan hasil perikanan penggunaan zat-zat kimiawi berbahaya
masih cenderung banyak digunakan karena masih sederhananya teknologi yang
diterapkan. Peningkatan nilai tambah hasil perikanan sangat terkait dengan strategi
pemasaran yang baik, baik didaerah maupun keluar daerah, serta dukungan lintas sector
dalam rangka memperkuat sistem pemasaran yang teritegrasi tersebut. Tata niaga
pemasaran didalam negeri yang efisien juga diperlukan agar pasar tidak hanya dikuasai
oleh para pemilik modal besar, dan merugikan pedagang-pedagang kecil. Untuk lebih
mengoptimalkan usaha pengolahan hasil perikanan dan dalam rangka mendukung
pengembangan kawasan Minapolitan, Pemda Kab. Kampar bekerjasama dengan
Pemprov Riau dan Pemerintah Pusat sedang menyelesaikan rencana pembangunan
Sentra Pengolahan Perikanan Air Tawar dengan sumber pembiayaan yang berasl dari
APBN, APBD TK. I dan APBD TK. II. Lebih lanjut sentra ini juga akan dilengkapi dengan
pabrik pengolahan tepung ikan.
5. Keterbatasan sarana dan prasarana, serta permodalan. Rencana Program Investasi
Jangka Menengah Daerah(RPIJMD) yang telah ditetapkan sangat mendukung upaya
pengembangan kawasan Minapolitan, khususnya dalam rangka menciptakan iklim usaha
yang kondusif serta meningkatkan minat investor untuk ikut menanamkan modalnya
didaerah. Total rencana investasi terkait pengembangan kawasan Minapolitan tersebut
mencapai 169 milyar, baik yang bersumber dari APBN, APBD TK. I dan TK II, maupun
peran serta swasta/investor (data terlampir).