boks : pengembangan sub sektor perikanan · pdf fileboks : pengembangan sub sektor perikanan...

10
BOKS : PENGEMBANGAN SUB SEKTOR PERIKANAN BUDIDAYA AIR TAWAR DI KAWASAN MINAPOLITAN KABUPATEN KAMPAR, PROVINSI RIAU I. LATAR BELAKANG Perubahan mendasar cara berpikir dari daratan ke maritim yang dikenal dengan Revolusi Biru, telah mengubah orientasi pembangunan yang sebelumnya hanya terkonsentrasi pada wilayah daratan telah meluas pada pembangunan wilayah maritim yang berkelanjutan dan berwawasan lingkungan. Kementrian Kelautan dan Perikanan Republik Indonesia (KKP-RI) melalui Misinya untuk meningkatkan kesejahteraan masyarakat kelautan dan perikanan dalam rangka mencapai Visi Indonesia Penghasil Produk Kelautan dan Perikanan Terbesar 2015, telah menetapkan beberapa strategi/kebijakan, yaitu : 1. Memperkuat kelembagaan dan SDM secara terintegrasi. 2. Mengelola sumber daya kelautan dan perikanan secara berkelanjutan. 3. Meningkatkan produktivitas dan daya saing berbasis pengetahuan. 4. Memperluas akses pasar domestik dan internasional. Salah satu realisasi dari program revolusi biru yang digalakkan KKP-RI adalah program pengembangan Minapolitan, yang merupakan konsep pembangunan berbasis manajemen ekonomi kawasan dengan motor penggerak disektor kelautan dan perikanan. Sistem manajemen kawasan Minapolitan didasarkan pada prinsip integrasi, efisiensi, kualitas dan akselerasi tinggi. Program yang mulai dijalankan Pemerintah RI sejak 2009 ini merupakan upaya untuk merevitalisasi sentra produksi perikanan dan kelautan dengan penekanan pada peningkatan pendapatan rakyat. Melalui program ini, tidak semua komoditas akan dikembangkan melainkan hanya akan memprioritaskan pada komoditas yang telah unggul. Berdasarkan data tahun 2010, berapa komoditas unggulan sektor perikanan dan kelautan Indonesia di dunia, untuk perikanan tangkap antara lain tuna (ranking 4), udang (ranking 6), rumput laut (ranking 1), teri medan (ranking 1), dan rajungan (ranking 1). Sementara prioritas untuk perikanan budidaya adalah ikan nila, patin, dan lele. KKP-RI memfokuskan pengembangan program kawasan minapolitan percontohan yang terdapat di 41 daerah

Upload: dodat

Post on 06-Feb-2018

215 views

Category:

Documents


0 download

TRANSCRIPT

BOKS : PENGEMBANGAN SUB SEKTOR PERIKANAN BUDIDAYA AIR

TAWAR DI KAWASAN MINAPOLITAN KABUPATEN KAMPAR,

PROVINSI RIAU

I. LATAR BELAKANG

Perubahan mendasar cara berpikir dari daratan ke maritim yang dikenal dengan “Revolusi

Biru”, telah mengubah orientasi pembangunan yang sebelumnya hanya terkonsentrasi pada

wilayah daratan telah meluas pada pembangunan wilayah maritim yang berkelanjutan dan

berwawasan lingkungan. Kementrian Kelautan dan Perikanan Republik Indonesia (KKP-RI)

melalui Misinya untuk meningkatkan kesejahteraan masyarakat kelautan dan perikanan

dalam rangka mencapai Visi “Indonesia Penghasil Produk Kelautan dan Perikanan Terbesar

2015”, telah menetapkan beberapa strategi/kebijakan, yaitu :

1. Memperkuat kelembagaan dan SDM secara terintegrasi.

2. Mengelola sumber daya kelautan dan perikanan secara berkelanjutan.

3. Meningkatkan produktivitas dan daya saing berbasis pengetahuan.

4. Memperluas akses pasar domestik dan internasional.

Salah satu realisasi dari program revolusi biru yang digalakkan KKP-RI adalah program

pengembangan Minapolitan, yang merupakan konsep pembangunan berbasis manajemen

ekonomi kawasan dengan motor penggerak disektor kelautan dan perikanan. Sistem

manajemen kawasan Minapolitan didasarkan pada prinsip integrasi, efisiensi, kualitas dan

akselerasi tinggi. Program yang mulai dijalankan Pemerintah RI sejak 2009 ini merupakan

upaya untuk merevitalisasi sentra produksi perikanan dan kelautan dengan penekanan pada

peningkatan pendapatan rakyat. Melalui program ini, tidak semua komoditas akan

dikembangkan melainkan hanya akan memprioritaskan pada komoditas yang telah unggul.

Berdasarkan data tahun 2010, berapa komoditas unggulan sektor perikanan dan kelautan

Indonesia di dunia, untuk perikanan tangkap antara lain tuna (ranking 4), udang (ranking 6),

rumput laut (ranking 1), teri medan (ranking 1), dan rajungan (ranking 1). Sementara

prioritas untuk perikanan budidaya adalah ikan nila, patin, dan lele. KKP-RI memfokuskan

pengembangan program kawasan minapolitan percontohan yang terdapat di 41 daerah

yang tersebar di seluruh Indonesia, meliputi 9 lokasi berbasis perikanan tangkap, 24 lokasi

minapolitan berbasis perikanan budidaya, dan 8 lokasi sentra garam.

Beberapa persyaratan yang harus dipenuhi bagi suatu daerah untuk masuk dalam kawasan

Minapolitan antara lain :

1. Letak geografis yang strategis dan memenuhi persyaratan untuk pengembangan produk

unggulan.

2. Adanya komitmen daerah berupa kontribusi pembiayaan, dukungan personil dan fasilitas

pengelolaan serta pengembangan, termasuk kesesuaian dengan RPIJMD yg telah

ditetapkan.

3. Memiliki komoditas unggulan dengan nilai ekonomi tinggi.

4. Ketersediaan data dan informasi tentang kondisi dan potensi kawasan.

5. Terdapat unit produksi, pengolahan, pemasaran dan fasilitas pendukung lainnya.

II. PERKEMBANGAN SEKTOR PERIKANAN BUDIDAYA DI KAB. KAMPAR

Secara geografis, Kab. Kampar mempunyai letak geografis yang strategis, yang berbatasan

dengan Kota Pekanbaru dan Kab. Siak disebelah utara, Kab. Kuantan Singingi di sebelah

selatan, dan berbatasan dengan Kab. Rokan Hulu dan Prov. Sumatra Barat di sebelah barat,

sedangkan di sebelah timur berbatasan dengan Kab. Pelalawan. Berdasarkan data Tahun

2010, di Kab. Kampar terdapat potensi lahan untuk budidaya perikanan terutama perikanan

air tawar seluas ±6.521,30Ha, yang terdiri dari budidaya kolam 6.111,30Ha, danau/waduk

(menggunakan Keramba Jaring Apung/KJA) 275Ha, dan budidaya sungai (menggunakan

keramba) seluas 135Ha. Dari total potensi lahan yang tersedia tersebut, sekitar 700,03Ha

atau 11,46% yang dimanfaatkan untuk budidaya kolam, dan sekitar 35,75Ha atau 8,72%

yang dikembangkan dalam bentuk KJA dan keramba.

Dari hasil perbandingan antara jumlah produksi, jumlah Rumah Tangga Perikanan (RTP), dan

jumlah luas areal perikanan budidaya kolam dan keramba/KJA yang ada di Kab. Kampar,

terlihat bahwa budidaya keramba mengalami pertumbuhan yang cukup pesat dibanding

budidaya perikanan kolam. Semakin terbatasnya lahan yang dapat dimanfaatkan untuk

budidaya kolam, mendorong masyarakat untuk mengembangkan pola perikanan budidaya

keramba maupun keramba jaring apung. Namun demikian, keterbatasan pengetahuan dan

keterampilan pembudidaya dalam hal pengelolaan dan pemanfaatan keramba, masih

merupakan salah satu kendala dalam mengoptimalkan hasil produksi.

Grafik 1. Perbandingan Jumlah Produksi, Rumah Tangga Perikanan (RTP) dan Jumlah Luas Areal

Perikanan Budidaya Kolam dan Keramba/KJA di Kab. Kampar

Sumber : Dinas Perikanan Kab. Kampar

PENGEMBANGAN KAWASAN MINAPOLITAN DI KEC. XIII KOTO KAMPAR

Salah satu kebijakan Pemerintah Kab. Kampar dalam rangka pemanfaatan dan

pengembangan potensi daerah sesuai dengan sumberdaya alam yang dimiliki adalah dengan

mengusulkan Kab. Kampar sebagai salah satu kawasan pengembangan Minapolitan.

Komitmen tersebut juga sejalan dengan pada visi Pemda Kab. Kampar yaitu terwujudnya

Kab. Kampar sebagai Pusat Agribisnis, antara lain dengan mengoptimalkan pemanfaatan

potensi di sektor perikanan air tawar yang berwawasan lingkungan, diversifikasi usaha

budidaya, dan peningkatan kualitas hasil produksi sehingga dapat memberikan nilai tambah

dan berdaya saing yang tinggi di pasar. Kebijakan pembangunan di Kab. Kampar sejak lama

memang telah dirintis dan diarahkan pada sektor perikanan, yaitu melalui penetapan Kab.

Kampar sebagai kawasan sentra produksi perikanan air tawar di Prov. Riau melalui Surat

Kep. Gubernur Riau No. KPTS/99/II/2000 tanggal 28 Februari 2000, dan baru pada tahun

2010 ditetapkan sebagai kawasan Minapolitan. Melalui Keputusan Menteri Kelautan dan

Perikanan RI No. Kep.32/Men/2010 tentang Penetapan Kawasan Minapolitan, ditetapkan

bahwa kawasan Minapolitan di Provinsi Riau berada di Kab. Kampar, yang dipusatkan pada

wilayah Kecamatan XIII Koto Kampar dengan minapolis berada di Desa Koto Mesjid dan

Pulo Gadang, sedangkan hinterland-nya berada di Desa Tanjung Alai, Ranah Sungkai, Lubuk

Agung, Batu Bersurat, Koto Tuo, Muara Takus, serta desa lain yang ada di Kec. XIII Koto

Kampar. Kec. XIII Koto Kampar mempunyai luas wilayah ±159.509Ha atau sekitar 14,52%

dari luas Kab. Kampar. Sebagian besar lahannya saat ini dimanfaatkan untuk tegalan dan

kebun campuran (Gambir, buah-buahan, Cokelat, Kopi dan Kelapa) seluas ±39,27%, lahan

perkebunan karet ±23,93%, kelapa sawit ±16,69%, dan sisanya merupakan hutan lindung,

perairan, rawa serta pemukiman. Dari data Dinas Perikanan Kab. Kampar tercatat bahwa

sampai dengan tahun 2010, perkembangan sektor perikanan terutama budidaya keramba

12,10812,325

14,135

18,182

6,585 6,648 6,870

8,826

656.7 657.3 700.0900.6

0

5,000

10,000

15,000

20,000

2007 2008 2009 2010*)

Perikanan Budidaya Kolam

Produksi (ton)

Jumlah RTP

Luas Areal (Ha)

6,5496,972

9,015

10,587

2,9943,254

6,120

6,132

4,779.05,129.0

7,150.07,185.0

0

4,000

8,000

12,000

2007 2008 2009 2010*)

Perikanan Budidaya Keramba/KJA

Produksi (ton)

Jumlah RTP

Luas Areal (Ha)

mengalami peningkatan yang sangat signifikan, baik dari jumlah produksi maupun jumlah

RTP, dibanding perikanan budidaya kolam dan perikanan tangkap.

Tabel 1. Jumlah Produksi dan Rumah Tangga Perikanan (RTP) di Kec. XIII Koto Kampar

No. Jenis Usaha Jumlah Produksi (ton) Jumlah RTP

2008 2009 2010 2009 2010

1 Budidaya Kolam 3.239 4.878 5.823 1.998 2.191

2 Budidaya

Keramba

1.556 4.269 12.765 436 895

3 Pembenihan *) 19.131.000

12.932.000

14.245.000 21 21

4 Penangkapan 99 92 96 102 95

5 Pascapanen 25 303 310 72 72

6 Pakan Lokal 5.190 5.980 6.951 23 23

7 Pemasaran 6 6

*) dalam satuan ekor

Sumber : Dinas Perikanan Kab. Kampar

Sedangkan pada Minapolis Desa Koto Masjid, berdasarkan data tahun 2009, terdapat

potensi kolam ±230Ha dan Keramba ±275Ha. Dari potensi lahan tersebut, yang telah

dimanfaatkan dalam bentuk budidaya kolam sebesar 171Ha atau 74,35%, sedangkan dalam

bentuk keramba seluas 4,71Ha atau 1,71% yang terdiri atas ±942 unit keramba. Jumlah ini

meningkat dibanding tahun 2008, dimana baru terdapat 156Ha kolam dan 737 unit

keramba. Dalam pengembangannya kedepan, Minapolis tersebut diproyeksikan dapat

meningkatkan jumlah produksi sampai dengan 42 ribu ton/tahun.

Tabel 2. Proyeksi Pengembangan Perikanan Budidaya di Lokasi Minapolitan

NO. DATA PERIKANAN TAHUN

2011 2012 2013 2014

1 Target Produksi (ton) 21.300 27.690 35.997 41.975

2 Luas Areal (Ha) 215 258 310 372

3 Kebutuhan Benih (ribu

ekor) 57,510 74,763 97,192 113,333

4 Kebutuhan Pakan (ton) 30,886 40,152 52,198 60,866

5 Jumlah Pembudidaya (RTP) 3.086 3.129 3.616 4.150

Sumber : Dinas Perikanan Kab. Kampar

Terkait dengan pengembangan wilayah percontohan Minapolitan, beberapa sarana dan

prasarana pendukung pengembangan sektor perikanan yang terdapat di Kec. XIII Koto

Kampar ini antara lain :

a. Unit Perbenihan rakyat (UPR), yang berjumlah 22 unit, dengan kapasitas produksi

±15.945 ribu ekor/tahun.

b. Pabrik Pakan Mini, yang berjumlah 30 unit, dengan kapasitas produksi 5.980 ton/tahun.

c. Sarana produksi pengolahan hasil perikanan, dalam bentuk ikan asap/salai patin,

kerupuk ikan patin, kerupuk ikan gurame, dan nugget patin, dengan jumlah produksi

303 ton pada tahun 2010. Daerah pemasaran produk olahan ini meliputi Prov. Riau,

Kepri, Sumbar, Sumut, Aceh dan Jambi.

d. Pengembangan Balai Benih Ikan (BBI) lokal seluas ±10Ha di Kec. Salo, Kab. Kampar. BBI

berfungsi untuk menyediakan benih ikan dalam jumlah dan kualitas yang mencukupi,

termasuk menampung subsidi benih dan induk ikan unggul bagi para nelayan.

e. Penyediaan Laboratorium penyakit ikan dan kualitas air di Bangkinang.

f. Pendirian SMK Perikanan di Desa Kota Tuo Kec. XIII Koto Kampar sebagai upaya untuk

menyiapkan sumber daya manusia terlatih di bidang perikanan.

g. Pendirian Pasar Minapolitan.

III. POTENSI SEKTOR PERIKANAN BUDIDAYA DI KAB. KAMPAR

Provinsi Riau merupakan salah satu daerah yang menjadi sentra dalam pengembangan

komoditas perikanan terutama patin di Indonesia. Sektor ini merupakan salah satu sektor

unggulan dimana berdasarkan indikator makro pembangunan tahun 2009-2013, sektor ini

diharapkan dapat tumbuh dan memberikan kontribusi yang besar terutama dalam

mendukung kebijakan yang terkait dengan penyediaan kesempatan kerja, pengentasan

kemiskinan maupun kontribusinya terhadap peningkatan PDRB sektor pertanian.

Perkembangan sub sektor perikanan di Provinsi Riau dan pangsanya terhadap PDRB

pertanian mengalami peningkatan dari 9,13% pada tahun 2009 menjadi 9,35% pada tahun

2010. Berdasarkan indikator makro pembagunan perikanan dan kelautan Prov. Riau, pada

kurun waktu tahun 2009-2013, jumlah penyediaan kesempatan kerja terutama di sub sektor

perikanan budidaya diharapkan dapat tumbuh sampai 46,41% dan menciptakan

kesempatan kerja bagi ±85.075 pembudidaya, sehingga mampu meningkatkan jumlah

jangkauan program pengetasan kemiskinan pada RTP sampai dengan 25% pada akhir 2013.

Berkembangnya sektor ini disamping dapat menyediakan peluang kerja juga diharapkan

mampu menjadi sektor penyumbang PDRB daerah untuk sektor pertanian dengan target

peningkatan sampai dengan 10,00% pada tahun 2013.

Tabel 3. Indikator Makro Pembangunan Perikanan dan Kelautan Prov. Riau Tahun 2009 – 2013

URAIAN 2009 2010 2011 2012 2013

Penyediaan kesempatan kerja kumulatif (orang) :

- Perikanan Tangkap 24.645 24.654 24.663 24.672 24.680

- Perikanan Budidaya 58.107 63.918 70.309 77.341 85.075

Jangkauan Program Pengentasan Kemiskinan (Jumlah

RTP) 600 625 650 675 750

Kontribusi Sektor Perikanan terhadap PDRB Pertanian

(%) (tidak termasuk pengolahan) 8,90 9,00 9,40 9,80 10,00

Sumber : Dinas Perikanan dan Kelautan Prov. Riau

Dilihat dari 12 kabupaten/kota yang ada di Provinsi Riau, maka Kab. Kampar merupakan

penghasil produk perikanan dengan peringkat tertinggi yang didukung adanya potensi yang

besar dalam pengembangan komoditas unggulan terutama disektor perikanan budidaya.

Berdasarkan hasil Forum Akselerasi Pembangunan Perikanan Tahun 2009, pada periode

2010-2014 diperkirakan target produksi Kab. Kampar dapat mencapai 732.473 ton atau

60,23% dari total target produksi perikanan Prov. Riau, yang didominasi oleh komoditas

ikan patin, nila, mas dan lele.

Tabel 4. Target Produksi Perikanan Kabupaten/Kota di Prov. Riau tahun 2010-2014

Kabupaten/Kota

Target Produksi (ton) Total

(ton)

2010 2011 2012 2013 2014

1 Kampar 42.256 72.917 117.066 193.303 306.931 732.473

2 Kuantan Singingi 3.797 7.831 17.493 44.916 116.949 190.986

3 Rokan Hulu 15.860 18.770 21.330 25.050 26.989 107.999

4 Pelalawan 4.245 6.055 8.385 11.680 19.715 50.079

5 Inhu 3.593 4.590 5.737 9.012 12.498 35.430

6 Rokan Hilir 1.520 2.630 4.560 7.345 14.540 30.595

7 Inhil 1.530 2.520 4.310 6.770 8.455 23.585

8 Siak 1.495 1.860 2.960 4.105 6.025 16.445

9 Pekanbaru 981 1.299 1.800 2.621 3.695 10.396

10 Bengkalis 810 1.180 1.945 2.760 3.370 10.064

11 Dumai 619 974 1.360 1.856 2.303 7.113

12 Kep. Meranti 35 79 170 275 405 964

Jumlah 76.741 120.705 187.116 309.693 521.875 1.216.129

Sumber : Hasil Forum Akselerasi Pembangunan Perikanan Budidaya Wilayah Barat Tahun 2010-2014

Grafik 2. Target Produksi Perikanan Kab. Kampar dibanding Kab. Lain di Provinsi Riau

Tahun 2010 - 2014

Berdasarkan target produksi tersebut, proyeksi kebutuhan benih maupun pakan untuk

memenuhi kebutuhan baik konsumsi masyarakat umum maupun kebutuhan industri

pengolahan pada tahun 2010-2014, diperkirakan akan mengalami peningkatan lebih dari 6

kali lipat. Dimana kebutuhan pasokan bagi industri pengolahan diproyeksi akan

mendominasi sampai 90% dari total produksi yang ada. Selain bertujuan untuk memberikan

nilai tambah yang lebih tinggi kepada produk perikanan, juga bertujuan untuk membuka

kesempatan bagi sektor usaha lain untuk berperan aktif mendukung pengembangan

kawasan ini secara terintegrasi.

Grafik3. Proyeksi Kebutuhan Benih dan Pakan Ikan untuk Memenuhi Kebutuhan Konsumsi Ikan

Masyarakat dan Industri Olahan di Kab. Kampar Tahun 2010 - 2014

Sumber : Dinas Perikanan Kab. Kampar, diolah

Kampar 60.23%

Kuantan Singingi15.70%

Rokan Hulu

8.88%

Lainnya15.19%

42,256 72,917 117,066

193,303

306,931

-

300,000

600,000

900,000

2010 2011 2012 2013 2014

Produksi (ton)

Kebutuhan benih (ribu ekor/thn)

Kebutuhan Pakan (ton/thn)

Grafik 4. Proyeksi Kebutuhan Konsumsi Ikan Masyarakat dan Industri Olahan Berdasarkan Target

Produksi Kab. Kampar Tahun 2009 – 2014

Sumber : Dinas Perikanan Kab. Kampar, diolah

Dalam jangka panjang pembangunan dan pengembangan sektor perikanan budidaya air

tawar di Kab. Kampar diarahkan pada :

1. Pemenuhan kebutuhan konsumsi dalam negeri maupun ekspor dengan meningkatkan

dan memperkuat komoditas spesifik daerah, terutama patin, nila, lele, serta

pengembangan budidaya kolam yang ada di pekarangan masyarakat. Pengembangan

tersebut juga mempertimbangan keseimbangan ekosistem dan kelestarian lingkungan.

2. Pembinaan dan pengembangan kelembagaan melalui pemberdayaan Unit Pelayanan

Pengembangan (UPP), penguatan modal dan peningkatan sarana dan prasarana

penunjang usaha budidaya dan distribusi hasil perikanan.

3. Pengembangan pasca panen dan pengolahan produk hasil perikanan untuk

meningkatkan mutu dan nilai tambahnya.

Beberapa strategi pengembangan yang dapat dilakukan antara lain dengan :

1. Optimalisasi potensi perikanan dan pemberdayaan masyarakat.

2. Peningkatan mutu benih, mutu hasil produksi perikanan dan pemasaran.

3. Penguatan modal dan peningkatan sarana serta prasarana terkait pengembangan

budidaya perikanan, termasuk modernisasi sarana dan teknologi pendukung.

21,784 23,824 25,970 28,220 30,564

20,472

49,093

91,096

165,083

276,367

-

75,000

150,000

225,000

300,000

375,000

2010 2011 2012 2013 2014

Industri

Konsumsi

IV. MASALAH DAN ISU STRATEGIS SEKTOR PERIKANAN DI KAB. KAMPAR

Beberapa kendala mendasar yang dihadapi oleh sektor perikanan dalam upaya

mengembangkan budidaya perikanan air tawar khususnya di Kab. Kampar antara lain adalah

:

1. Belum optimalnya pemanfaatan potensi lahan dan usaha budidaya yang ada untuk

meningkatkan hasil produksi perikanan.

2. Masih tingginya harga pakan ikan. Tingkat ketergantungan yang tinggi terhadap pakan

ikan pabrik menyebabkan harga pakan ikan tidak dapat dikendalikan di tingkat petani.

Padahal biaya pakan merupakan komponen biaya produksi yang terbesar (±60% dari

total biaya produksi).

3. Kurang tersedianya bibit/benih ikan berkualitas dalam jumlah yang cukup. Pengadaaan

bibit/benih merupakan komponen produksi yang penting selain pakan. Ketersediaan

bibit /benih dengan kualitas yang baik sangat mempengaruhi hasil produksi perikanan.

Kemampuan nelayan untuk memperoleh bibit/benih yang berkualitas dengan harga yang

terjangkau mengakibatkan jumlah yang diperoleh tidak memadai, atau nelayan hanya

mampu membeli bibit dengan kualitas yang lebih rendah. Kondisi tersebut akan

berpengaruh pada biaya produksi dan hasil produksi yang diperoleh oleh nelayan.

4. Masih terbatasnya diversifikasi produk olahan hasil perikanan dan sistem pemasaran

yang terintegrasi. Diversifikasi produk olahan hasil perikanan bertujuan untuk

memberikan nilai tambah yang lebih tinggi jika dibandingkan dengan penjualan hasil

perikanan dalam bentuk ikan mentah/ikan segar. Produk olahan hasil perikanan dapat

berbentuk ikan asap, pengalengan, kerupuk ikan, fillet ikan, fish nugget, tepung ikan,

dll. Dalam proses pengolahan hasil perikanan penggunaan zat-zat kimiawi berbahaya

masih cenderung banyak digunakan karena masih sederhananya teknologi yang

diterapkan. Peningkatan nilai tambah hasil perikanan sangat terkait dengan strategi

pemasaran yang baik, baik didaerah maupun keluar daerah, serta dukungan lintas sector

dalam rangka memperkuat sistem pemasaran yang teritegrasi tersebut. Tata niaga

pemasaran didalam negeri yang efisien juga diperlukan agar pasar tidak hanya dikuasai

oleh para pemilik modal besar, dan merugikan pedagang-pedagang kecil. Untuk lebih

mengoptimalkan usaha pengolahan hasil perikanan dan dalam rangka mendukung

pengembangan kawasan Minapolitan, Pemda Kab. Kampar bekerjasama dengan

Pemprov Riau dan Pemerintah Pusat sedang menyelesaikan rencana pembangunan

Sentra Pengolahan Perikanan Air Tawar dengan sumber pembiayaan yang berasl dari

APBN, APBD TK. I dan APBD TK. II. Lebih lanjut sentra ini juga akan dilengkapi dengan

pabrik pengolahan tepung ikan.

5. Keterbatasan sarana dan prasarana, serta permodalan. Rencana Program Investasi

Jangka Menengah Daerah(RPIJMD) yang telah ditetapkan sangat mendukung upaya

pengembangan kawasan Minapolitan, khususnya dalam rangka menciptakan iklim usaha

yang kondusif serta meningkatkan minat investor untuk ikut menanamkan modalnya

didaerah. Total rencana investasi terkait pengembangan kawasan Minapolitan tersebut

mencapai 169 milyar, baik yang bersumber dari APBN, APBD TK. I dan TK II, maupun

peran serta swasta/investor (data terlampir).