blok 14 (fraktur antebrachii)

Upload: ferina-evangelin

Post on 06-Jan-2016

239 views

Category:

Documents


0 download

TRANSCRIPT

Fraktur pada Antebrachii dengan Sindrom Kompertemen yang Mengganggu Sistem MuskuloskeletalAsty Selevani (102011348)Mahasisiwi Fakultas Kedokteran [email protected] dapat terjadi pada semua tingkat umur, yang beresiko tinggi untuk terjadinya fraktur adalah orang yang lanjut usia, orang yang bekerja yang membutuhkan kesimbangan, masalah gerakan, pekerjaan-pekerjaan yang beresiko tinggi (tukang besi, supir, pembalap mobil, orang dengan penyakit degeneratif atau neoplasma). Untuk mengetahui tingkat keparahan pada fraktur dapat diketahui dari anamnesis, pemeriksaan fisik, dan pemeriksaan penunjang. Diagnosis dapat ditentukan dari pemeriksaan diatas dan mengetahui tentang patofisiologis, manifestasi klinis, komplikasi, dan tatalaksana penyembuhan fraktur.AnamnesisBerbagai gejala dan keluhan musculoskeletal yang membuat penderita datang ke dokter antara lain nyeri, cedera, kaku sendi, bengkak, perubahan bentuk (deformitas), kelemahan otot dan sendi, gangguan sensibilitas, dan pincang. Nyeri merupakan gejala gangguan system musculoskeletal yang paling umum. Sifat nyeri berbeda dari satu individu ke individu yang lain. Harus dipikirkan pula ada nyeri alih.1Pemeriksaan Fisik Sistem MuskuloskeletalPemeriksaan pada bagian yang menjadi keluhan utama penderita dilakukan secara teliti, tetapi perlu diingat bahwa keluhan paada satu tempat mengkin disebabkan oleh kelainan pada tempat lain. Pemeriksaan dilakukan secara sistematis, dimulai dari inspeksi, palpasi, memeriksa pemeriksaan kekakuan otot, menilai gerakan sendi baik aktif maupun pasif, serta auskultasi meski jarang dilakukan.a. InspeksiPemeriksaan dimulai sejak penderita datang pertama kali, yaitu melihatpostur, cara berjalan penderita,raut muka, warna dan tekstur kulit, rupa tulang dan sendi, sinus serta jaringan parut.b. PalpasiPalpasi kulit dilakukan untuk merasakan suhu kulit serta denyutan arteri. Palpasi dijaringan lunak dilakukan untuk mengetahui ada spasme dan atrofi otot, keadaan sinovia, massa dan sifatnya, cairan didalam dan diluar sendi, serta pembengkakan. Jika terdapat nyeri tekan perlu dipastikan apakah itu bersifat setempat atau nyeri alih. Palpasi tulang harus mencakup penilaian bentuk permukaan, ketebalan, penonjolan tulang, atau adanya gangguan hubungan antar tulang. c. Kekakuan ototKekuatan otot penting artinya bagi penentuan diagnosis, tindakan, prognosis serta hasil terapi. Kekuatan dibagi menjadi enam derajat, yakni:1. Derajat 0, tidak ada kontraksi otot2. Derajat 1, kontraksi otot hanya berupa perubahan tonus otot dan tidak ada pergerakan sendi3. Derajat 2, otot hanya mampu menggerakan persendian tetapi tidak dapat melawan penuh gravitasi4. Derajat 3, otot dapat melawan pengaruh gravitasi tetapi tidak kuat melawan tekanan yang diberikan oleh pemeriksa5. Derajat 4, kekuatan otot seperti pada derajat 3 tetapi mampu melawan tahanan yang ringan6. Derajat 5, kekuatan otot normal.d. PergerakanGerakan sendi sebaiknya dibandingkan dengan mencatat gerakan sendi normal dan abnormal secara aktif. Stabilitas sendi ditentukan oleh integritas kedua permukaan sendi dan keadaan ligament yang memertahankan sendi. Pemeriksaan dapat dilakukan dengan memberikan tekanan pada ligament sambil mengamati gerakan sendi. Perlu diperhatikan apakah ada nyeri, krepitasi, atau spastisitas.1Pemeriksaan Penunjang1. RadiologiPemeriksaan radiologi yang dapat digunakan antara lain fto polos tulang, foto polos dengan media kontras, serta pemeriksaan radiologis seperti CT-scan, MRI, pindai radioisotope, serta ultrasonografi.Foto polos tulang perlu diperhatikan keadaan densitas tulang baik setempat maupun menyeluruh, keadaan korteks dan medulla, hubungan antara kedua tulang pada sendi, kontinuitas, kontur, besar ruang sendi, perubahan jaringan lunak, serta gambaran khas pada penyakit-penyakit tertentu. Foto polos dengan media kontras antara lain signografi (untuk melihat batas dan lokasi sinus), artrografi (untuk melihat batas ruang sendi), mielografi (dengan memasukan cairan media kedalam teka spinalis), dan arteriografi (untuk melihat susunan pembuluh darah).2. LaboratoriumSelain pemeriksaan darah dan urin rutin, dilakukan pula pemeriksaan cairan serebrospinal, cairan synovial, dan pemeriksaan cairan abnormal lainnya.3. HistopatologiPemeriksaan histopatologi dilakuakan terhadap jaringan lunak atau tulang yang diperoleh dari biopsy, baik secara tertutup dengan carum halus (FNAB) maupun secara terbuka. FNAB terutama dilakukan pada tumor jaringan lunak yang terdapat di permukaan, dan berfungsi untuk konfirmasi anak sebar tumor, menegakkan diagnosis kista tulang sederhana, membedakan infeksi dengan eosinofilik-granuloma, konfirmasi histologist dengan gambaran radiologis klasik, serta mengetahui rekurensi local. FNAB tidak dianjurkan pada tumor tulang primer karena hasilnya belum tentu menentukan apakah penderita bebas dari penyakit.4. Pemeriksaan khususArtroskopi berguna untuk memperlihatkan kelainan pada sendi, misalnya fraktur intra-artikuler, robekan meniscus atau ligament, kelainan degeneratif, reumatik dan benda asing lainnya dalam sendi. Artroskopi terutama dilakukan pada sendi lutut, siku, panggul, dan bahu. Selain bermanfaat untuk diasnogtik, saat ini artroskopi juga banyak di gunakan untuk terapi berbagai kelainan sendi.Elektrodiagnosis berguna untuk mengetahui fungsi saraf dan otot dengan menggunakan metode elektrik. Pemeriksaan ini meliputi pemeriksaan konduksi saraf dan elektromielografi.1,2

DiagnosisFraktur tertutup antebrakii 1/3 distel dengan sindrom kompartemenPada orang dewasa biasanya disebabkan oleh kecelakaan lalu lintas atau perkelahian. Gambaran klinisnya tampak jelas karena fraktur radius ulna sering disertai dislokasi frakmen fraktur. Penatalaksanaannya berupa reposisi tertutup dengan anastesi. Setelah tereduksi, dilakukan pemasangan gips sampai atas siku selama 6-8 minggu. Penangan konservatif tidak memuaskan karena mudah terjadi dislokasi kembali fragmen didalam gips. Apabila secara reduksi tertutup tidak berhasil, tindakan operatif menjadi pilihan.Sindrom kompartemen harus segera ditangani dengan pembebasan pembuluh darah dengan reposisi luksasi atau fraktur atau dekompresi kompartemen dengan fasiotomi. Rusaknya pembuluh darah akibat trauma juga harus diatasi, bila perlu dengan operasi.1PatofisiologiPenyebab fraktur dapat bermacam-macam, termasuk dorongan langsung pada tulang, kondisi patologis yang mendasarinya, seperti rakitis, yang mengarah pada fraktur spontan, kontraksi otot yang kuat dan tiba-tiba, dan dorongan tidak langsung dari jarak jauh. Penyebab lainnya adalah penganiayaan anak, neuroblastoma metastatic, sarcoma Ewing, sarcoma osteogenik, psteogenesis imperfekta, defisiensi tembaga, osteomielitis, cedera karena penggunaan berlebih, dan imobilisasi yang mengakibatkan osteoporosis.Ada berbagai macam fraktur yang dapat digolongkan berdasarkan system klasifikasi Salter-Harris.:Tipe 1: a. Fraktur melewati lempeng pertumbuhan tanpa termasuk metafisis atau epifisisb. Terjadi dengan cedera traumatic ringanc. Paling sering terlihat pada fibula distalTipe 2:a. Fraktur meluas melalui lempeng pertumbuhan, termasuk metafisisb. Terjadi sebagai akibat dari trauma berat seperti kecelakaan mobil, jatuh dari papan luncurc. Paling sering terlihat pada radius distal dan humerus proksimalTipe 3:a. Fraktur meluas melalui lempeng pertumbuhan termasuk epifisis dan sendib. Terjadi selama trauma berat secara moderatc. Paling sering terlihat pada humerusd. Dapat mengakibatkan kerusakan seriusTipe 4:a. Fraktur termasuk metafisis, meluas melalui lempeng pertumbuhan ke epifisisb. Terjadi sebagai akibat dari jatuh, kecelakaan papan peluncur atau sepedac. Paling sering terlihat pada humerusd. Dapat mengakibatkan kerusakan seriusTipe 5:a. Lempeng pertumbuhan mengerasb. Fraktur kompresi, yang diakibatkan dari jatuh atau dampak proyektil2Komposisi tulang Komponen organic : 90% kolagen tipe I, sisanya terdiri dari fosfoprotein, proteoglikan spesifik tulang, sialoprotein, osteonektin, osteokalsin, dan factor pertumbuhan seperti fakktor pertumbuhan beta transformasi, factor pertumbuhan fibroblast, dan protein morfogenik tulang. Komponen iinorgani : kalsium fosfat dalam bentuk Kristal hidroksipatit, dan 8% sampai 9% air. Enzim sel tulang : osteoklas mengandung asam hidrolase, kolagenase, dan asam fosfatase, osteoblas mengandung alkali fosfatase dan aktivitas kolagenase.Terdapat dua bentuk utama osifikasi, atau deposisi mineral di dalam jaringan tulang. Tulang panjang pada mulanya berkembang dengan mineralisasi pada kartilago, selanjutnya mengkonversi jaringan mineral ini menjadi tulang. Proses ini dinamakan osifikasi endokondral, dan sebagai tambahan pada formasi tulang embrionik, memberikan peningkatan pada bagian pertumbuhan tulang panjang pusat osifikasi sekunder dari epifisis, dan formasi kalus pada penyembuhan fraktur. Bentu lainnya dari osifikasi adalah osifikasi intramembranosa, dan melibatkab mineralisasi osteoid langsung dengan osteoblas tanpa melalui fase kartilago. Melibatkan mineralisasi osteoid langsung dengan osteoblas tanpa melalui fase kartilago. Pembentukan tulang terjadi ketika osteoklas meresorbsi tulang, yang diikuti dengan pembentukan formasi tulang secara rapat oleh osteoblas, dan timbul secara konstan sepanjang skeletal.Karena matriks dari tulang mengandung factor pertumbuhan, maka dapat langsung dilakukan transplatasi, karena reposisinya merangsang pembentukan tulang local (osteoinduksi). Sebagai tambahan, osteoblas mendeposit tulang baru secara langsung pada permukaan cangkok (osteokonduksi), yang reaksinya sebagai penggantung tulang penggantinya. Cangkok tulang digunakan pada fraktur non union, untuk menstimulasi artrodesis, dan untuk menggantikan segmen tulang hilang akibat trauma, infeksi, atau tumor. Alograf tulang hamper seefektif otograf, memberikan jumlah sangat kecil materi sel antigen. Pada saat ini perkembangan perkembangan telah mencapai pencangkokan pembuluh darah tulang, dimana anastomosis mikrovaskular pada pembuluh darah tulang akan memberikan perbaikan yang perbaikan yang cepat pada segmen tulang, dan penggunaan cangkok tulang sintetik seperti hidroksipatit, matriks tulang yang telah didemineralisasi, atau factor pertumbuhan seperti protein morfogenik tulang (BMPs).3Manifestasi Klinisa. Nyeri, yang hilang dengan beristirahatb. Nyeri tekanc. Bengkakd. Kerusakan fungsie. Gerakan terbatasf. Ekimosis di sekitar lokasig. Krepitasi di sisi frakturh. Status neurovascular pada daerah distal dari tempat fraktur mengalami penurunani. Atrofi distal2Komplikasi:1. Non-union, delayed union, atau mal-union tulang dapat terjadi, yang menimbulkan deformitas atau hilangnya fungsi.2. Sindrom kompartemen dapat terjadi. Sindrom kompartemen ditandai oleh kerusakan atau destruksi saraf dan pembuluh darah yang disebabkan oleh pembengkakan dan edema di daerah fraktur. Dengan pembengkakan interstisial yang intens, tekanan pada pembuluh darah yang menyuplai daerah tersebut dapat menyebabkan pembuluh darah tersebut kolaps. Hal ini menimbulkan hipoksia jaringan dan dapat menyebabkan kematian syaraf yang mempersyarafi daerah tersebut. Biasanya timbul nyeri hebat. Individu mungkin tidak dapat menggerakan jari tangan atau jari kakinya. Sindrom kompartemen biasanya terjadi pada ekstremitas yang memiliki restriksi volume yang ketat, seperti lengan. Resiko terjadinya sindrom kompartemen paling besar apabila terjadi trauma otot dengan patah tulang karena pembengkakan yang terjadi akan hebat. Pemasangan gips pada ekstremitas yang fraktur yang terlalu dini atau terlalu ketat dapat menyebabkan peningkatan tekanan di kompartemen ekstremitas, dan hilangnya fungsi secara permanen atau hilangnya ekstremitas dapat terjadi. Gips harus segera dilepas dan kadang-kadang kulit ekstremitas harus dirobek. Untuk memeriksa sindrom kompartemen, hal berikut ini dievaluasi dengan sering pada pada tulang yang cidera atau digips : nyeri, pucat, prestesia, dan paralisis. Denyut nadi mengkin teraba atau mungkin tidak. 3. Embolus lemak dapat timbul setelah patah tulang, terutama tulang panjang. Embolus lemak dapat timbul akibat pajanan sum-sum tulang, atau dapat terjadi akibat aktivasi system syaraf simpatis yang menimbulkan stimulasi mobilisasi asam lemak bebas setelah trauma. Embolus lemak yang timbul setelah patah tulang panjang sering tersangkut di sirkulasi paru dapat menimbulkan gawat napas dan gagal napas.4Terapi tertutup dari fraktur umumnya melibatkan penggunaan gips plaster. Komplikasi dari tepi gips meliputi pembengkakkan, yang dapata mengganggu sirkulasi dan menyebabkan kerusakan iskemik dari ekstremitas; nyeri karena tekanan; dan neurapraksia. Gangguan neurovascular pada terapi gips, awalnya terapi dengan membelah gips dan meletakkan bantalan di bawahnya untuk mengurangi tekanan. Jika tidak terjadi resolusi segera, harus dilakukan pengukuran dari tekanan bagian tersebut untuk menyingkirkan sindrom kompartemen, yang akan membutuhkan fisiotomi darurat segera. Gips harus mencakup sendi di proksimal dan distal dari tulang yang patah. Gips tubuh harus digunakan untuk fraktur vertebra.Fiksasi eksterna digunakan dalam fraktur terbuka yang berkaitan dengan cidera atau hilangnya jaringan lunak. Pin yang yang dimasukkan ke dalam tulang di atas dan di bawah fraktur, dihubungkan ke suatu outrigger dan menstabilkan fraktur adalah dengan traksi. 3Gangguan penyembuhan tulangBerbagai factor dapat menghambat, atau bahkan menghentikan penyembuhan tulang :a. Pergerakanb. Jaringan lunak yang ada di di antara kedua ujung tulangc. Ketidaklurusan letak tulangd. Infeksie. Penyakit tulang yang sudah ada sebelumnyaPergerakan antara kedua ujung tulang, selain menimbulkan nyeri, juga berakibat terjadinya kalus yang berlebihan dan menghalangi atau memperlambat proses penyatuan jaringan. Apabila berlanjut, pergerakan ini akan menghalangi pembentukan tulang dan diganti dengan jaringan ikat kolagen, sehingga akan terbentuk sendi palsu pada tempat fraktur. Pergerakan yang lebih ringan akan menyebabkan pembentukan kalus yang berlebihan sehingga membutuhkan waktu yang lebih lama untuk diresorbsi dan menekan bangunan-bangunan sekitarnya.Jaringan lunak yang terselip diantara ujung-ujung tulang yang patah, selama belum dapat disingkirkan akan menghambat penyembuhan dan menimbulkan resiko tidak terjadi penyatuan. Kedudukan kedua ujung tulang yang tidak tepat akan menghambat kecepatan penyembuhan dan mengganggu fungsi tulang, sehingga meningkatkan resiko timbulnya penyakit degenerative pada sendi didekatnya (osteoarthrosis).Infeksi yang terjadi ditempat fraktur akan menghambat penyembuhan dan memudahkan menimbulkan osteomielitis kronis. Infeksi ini mudah terjadi apabila kulit penutup tempat fraktur itu ikut sobek. Kondisi ini disebut compound fracture. Apabila tulang yang patah tersebut tidak normal, patah tulang into disebut fraktur patologis. Tulang seperti ini dapat mengalami fraktur oleh daya tekan ringan yang tidak cukup untuk menimbulkan fraktur pada tulang normal, atau secara spontan. Patah tulang patologis ini dapat terjadi akibat kelainan primer tulang, atau kelainan sekunder tulang akibat penyakit lain, misalnya metastasis karsinoma. Pada umumnya fraktur patologis ini akan sembuh secara memuaskan, tetapi kadang-kadang diperlukan dulu pengobatan terhadap kelainan yang melatarbelakanginya.5

Tatalaksana FrakturPrinsip mengenai fraktur adalah mengembalikan posisi patahan tulang keposisi semula (reposisi) dan mempertahankan posisi itu selama masa penyembuhan patah tulang (imobilisasi). Reposisi yang dilakukan tidak harus mencapai keadaan sempurna seperti semula karena tulang mempunyai kemampuan remodeling (proses swapugar). Cara pertama penanganan adalah proteksi saja tanpa reposisi dan imobilisasi. Pada fraktur dengan dislokasi fragmen patahan yang minimal atau tidak akan menyebabkan cacat dikemudian hari, cukup dilakukan dengan proteksi, misalnya dengan mengenakan mitela (penyangga) atau sling. Cara kedua ialah imobilisasi luar tanpa reposisi, tetapi juga diperlukan imobilisasi agar tidak terjadi dislokasi fragmen. Cara ketika berupa reposis dengan cara manipulasi yang diikuti dengan imobilisasi. Ini dilakukan pada patah tulang dengan dislokasi fragmen yang berarti. Cara keempat berupa reposisi dengan trasik terus menerus selama masa tertentu, misalnya beberapa minggu diikuti imobilisasi. Hal ini dilakukan pada patah tulang yang bila di reposisi akan terdislokasi kembali kedalam gips.Cara kelima berupa reposisi yang diikuti dengan imobilisasi dengan fiksasi luar. Fiksasi fragmen fraktur menggunakan pin baja yang ditusukan pada fragmen tulang, kemudian pin baja tadi disatukan secara kokoh dengan batang logam di luar kulit. Alat ini dinamakan fiksator eksterna. Cara keenam berupa reposisi secara non-operatif diikuti dengan pemasangan fiksator tulang secara operatif, misalnya reposisi patah kolum femur. Fragmen direposisi secara non-operatif dengan meja traksi; setelah tereposisi, dilakukan pemasangan prosthesis pada kolum femur secara operatif.Cara ketujuh berupa reposisi secara operatif diikuti dengan fiksasi interna. Cara ini disebut juga sebagai reduksi terbuka fiksasi interna. Fiksasi interna yang dipakai biasanya berupa plat dan sekrup. Keuntungan ORIF (open reduction internal fixation) adalah tercapainya reposisi yang sempurna dan fiksasi yang kokoh sehingga pascaoperasi tidak perlu lagi dipasang gips dan mobilisasi segera bisa dilakukan. Kerugiannya adalah adanya resiko infeksi tulang. ORIF biasanya dilakukan pada fraktur femur, tibia, humerus, dan antebrakia.1Fraktur harus segera diimobilisasi untuk memungkinkan pembentukan hematoma fraktur dan menimbulkan kerusakan. Penyambungan kembali talang (reduksi) penting dilakukan agar terjadi pemulihan posisi yang normal dan rentang gerak. Sebagian besar reduksi dapat dilakukan tanpa intervensi bedah (reduksi tertutup). Apabila diperlakukan pembedahan untuk fiksasi (reduksi terbuka), pin atau sekrup dapat dipasang untuk mempertahankan reduksi dan menstimulasi penyembuhan. Imobilisasi jangka panjang setelah reduksi penting dilakukan agar terjadi pembentukan kalus dan tulang baru. Imobilisasi jangka panjang biasanya dilakukan dengan pemasangan gips atau penggunaan bidai.4Penyembuhan FrakturMekanisme seluler yang terlibat pada penyembuhan fraktur sangat berkaitan dengan proses penyembuhan jaringan yang lain, walaupun terdapat modifikasi sesuai dengan keadaan lingkungan tulang tertentu. Segera setelah terjadi fraktur, akan terjadi perdarahan dalam tulang karena sobeknya pembuluh darah dalam sumsum tulang dan juga sekeliling tulang yang berhubungan dengan periosteum. Timbulnya hematoma pada tempat fraktur memberikan fasilitas penyembuhan karena merupakan landasan pertumbuhan sel. Terdapat pula fragmen tulang yang mati, dan mungkin disertai kerusakan jaringan lunak sekitarnya. Jadi, tahap awal penyembuhan adalah pembuangan jaringan nekrotik dan organisasi hematom. Organisasi hematom berlangsung secara khusus yaitu pecahnya kapilerdisertai fibroblast dan osteoblas yang membentuk pola tulang sebagi suatu anyaman yang tidak teratur. Massa tulang baru yang kadang-kadang mengandung pulau-pulau tulang rawan, disebut kalus. Kalus yang terdapat di dalam rongga medulla disebut kalus internal, sedang yang berhubungan dengan periosteum disebut kalus eksternal. Kalus eksternal berfungsi sebagai penyangga, walaupun nantinya akan di resorpsi. Tulang yang berbentuk seperti anyaman ini selanjutnya akan diganti oleh tulang yang susunannya lebih teratur dan berlamel; model tulang ini secara bertahap akan mengalami perubahan berdasarkan tekanan mekanis yang dialaminya.Tulang berbentuk anyaman ini selanjutnya diganti dengan tulang yang berlapis-lapis yang bentuknya lebih teratur, dan akhirnya akan mengalami perbaikan bentuk perlahan-lahan sesuai dengan beban mekanik.5KesimpulanSalah satu gangguan musculoskeletal adalah fraktur. Fraktur adalah terputusnya kontinuitas struktur tulang yang disebabkan beberapa mekanisme. Untuk mengetahui fraktur juga dapat diketahui dari anamnesis untuk mengetahui berapa lama terjadinya trauma dan bagian atau daerah mana yang menunjukan manifestasi klinik. Dari pemeriksaan fisik maupun penunjang dapat diketahui diagnosis sehingga tatalaksana dari fraktur dapat di tentukan. Perlu diperhatikan juga komplikasi yang dapat menjadi penyerta dari fraktur. Sehingga tingkat penyembuhan setelah dilakukan tatalaksana dapat menghasilkan hal yang baik.Daftar Pustaka1. Sjamsuhidajat R et al. Buku ajar bedah. Edisi 3. Jakarta : EGC; 2010. Halaman121-552. Betz CL, Sowden LA. Buku saku keperawatan pediatric. Edisi 5. Jakarta: EGC; 2009.Halaman 177-83. Schwartz SI. Prinsip-prinsip ilmu bedah. Edisi 1. Jakarta : EGC; 2004.Halaman 660-662.4. Corwin EJ. Buku saku patofisiologi. Edisi 3. Jakarta: EGC; 2009. Halaman 338-95. Underwood JCE. Patologi umum dan sistematik. Edisi 2. Jakarta: EGC; 2004. Halaman 128-9