blog.unnes.ac.idblog.unnes.ac.id/.../sites/2353/2015/12/bab-2-kuan.docx · web viewadapun cara yang...
TRANSCRIPT
BAB II PENDEKATAN PENELITIAN KUANTITATIF
A. Format dan Langkah-Langkah Penelitian
Pendekatan penelitian kuantitatif dapat dipilah menjadi dua format penelitian yaitu
format deskriptif dan eksplanatif (Bungin, 2008). Penelitian dengan format deskriptif
bertujuan menjelaskan, meringkas berbagai kondisi, berbagai situasi, atau berbagai variabel
yang timbul di masyarakat yang menjadi objek penelitian. Format penelitian deskriptif dapat
dilakukan pada penelitian studi kasus dan survei.
Penelitian dengan format deskriptif studi kasus berciri (1) memusatkan diri pada suatu
unit tertentu dari berbagai variabel yang selanjutnya memungkinkan dapat mendalam dan
masuk ke dalam sasaran sasaran penelitian dan (2) merupakan penelitian eksploratif yang
memainkan peran amat penting dalam menciptakan pemahaman orang tentang berbagai
variabel sosial. Penelitian dengan format deskriptif survei berciri adanya penyebaran di
permukaan yang sangat ditonjolkan pada hampir semua pengungkapannya dengan populasi
yang luas sehingga tidak dapat mncapai data yang mendalam. Namun demikan, format ini
memungkinkan peneliti dapat menggeneralisasikan suatu gejala sosial atau variabel sosial
tertentu. Selain itu, peneliti tidak dapat mempertahankan keutuhan dari objek yang diteliti,
karena responden sebagai kesatuan yang utuh tenggelam dalam analisis wajah keseluruhan
populasi bukan wajah kasus-perkasus.
Format penelitian eksplanatif dimaksudkan untuk menjelaskan suatu generalisasi
sampel terhadap populasinya atau menjelaskan hubungan, perbedaan atau pengaruh satu
variabel dengan variabel lain. Oleh karena itu, format penelitian ini digunakan untuk
mengembangkan dan menyempurnakan teori. Selain itu, format ini memiliki kredibilitas
untuk mengukur, menguji hubungan sebab-akibat dari dua atau beberapa variabel dengan
menggunkanan analisis statistik inferensial.
Penelitian adalah suatu proses, yaitu suatu rangkaian langkah yang dilakukan
secara terencana dan sistematis. Proses berawal dari minat untuk mengetahui
fenomena tertentu yang selanjutnya berkembang menjadi gagasan, konsep,
pemilihan metode penelitian yang sesuai, dan seterusnya. Proses penel it ian i tu
sendiri dimaksudkan untuk memperoleh pemecahan terhadap masalah-
masalah tertentu yang pada gilirannya dapat melahirkan gagasan dan teori baru
pula. Demikian, seterusnya, sehingga sebenarnya penelitian merupakan suatu
proses yang tiada henti.
Sudah barang tentu banyak macam cara yang dapat ditempuh untuk
meperoleh pemecahan masalah yang dimaksud. Variasi cara penelitian terjadi
tidak hanya dalam penelitian bidang yang berbeda tetapi juga dalam penelitian
bidang yang sama. Demikian juga halnya terhadap langkah-langkah penelitian
ilmiah, akan terjadi banyak variasi di samping perlu pengembangan . Di samping itu,
di dalam kenyataannya tidak mungkin satu demi satu terpisah dari yang lainnya ,
melainkan hadir secara kait-mengkait dan berkesinambungan. Langkah-langkah
yang dilakukan haruslah serasi dan saling mendukung satu sama lainnya, agar
penelitian yang dilakukan i tu mempunya i bobo t yang cukup memada i dan
member ikan simpulan-simpulan yang tidak meragukan.
Setelah disederhanakan, secara garis besar langkah-langkah penelitian yang
lazim ditempuh atau dijumpai, yaitu: (1) peru musan permasalahan, (2) penelaahan
pustaka, (3) pengajuan hipotesis, (4) penentuan variabel atau ubahan, (5) penyusunan
rancangan penelitian, (6) penentuan populasi dan sampel, (7) pengumpulan data, (8)
penarikan simpulan, dan (9) penyampaian laporan (Hadi, 1981; Dep Dikbud, 1984;
Rachman, 1997). Secara bagan langkah-langkah penelitian seperti pada Gambar 2.1.
Gambar 2.1Langkah-langkah Penelitian
PerumusanMasalah
PenentuanPopulasi & Sampel
Penyusunan Rancangan
Penentuan Variabel
Pengajuan Hipotesis
TelaahPustaka
Penulisan Laporan
Pengumpulan DataPenarikan Simpulan
Memperhatikan Gambar 2.1, ternyata tidak tampak langkah atau kegiatan perumusan
atau penetapan judul/topik penelitian. Perumusan/penetapan judul penelitian sebenarnya
fleksibel. Artinya perumusan/penetapan judul penelitian mungkin muncul setelah
merumuskan masalah, mungkin setelah kajian kepustakaan, atau mungkin menjelang
penyusunan rencangan penelitian. Namun demikian, dalam pengajuan usulan penelitian, baik
usulan untuk karya ilmiah skripsi, tesis, disertasi, atau kegiatan penelitian itu sendiri, judul
penelitian tersebut harus sudah ada.
Hal yang perlu diperhatikan oleh para pengusul bahwa judul penelitian hendaknya
ditulis singkat, spesifik, informatif, dan komunikatif, serta cukup jelas memberi gambaran
mengenai penelitian yang diusulkan tersebut.
B. Pengertian dan Sumber Masalah Penelitian
Penelitian yang sistematis diawali dengan suatu persoalan penga kuan akan
adanya kesulitan, hambatan atau masalah yang mem bingungkan peneliti yang
perlu dicari pemecahannya atau jawabannya secara ilmiah. Pertemuan antara
aspek objektif (permasalahannya) dan aspek subjektif (dorongan mencari
jawaban) ini merupakan titik mula dari semua penelitian.
Permasalahan dapat diartikan sebagai pernyataan mengenai populasi yang
menunjukkan adanya jarak antara rencana dan pelaksanaan, antara aspirasi dan
kenyataan, antara harapan dan capaian, antara das sollen dan das sein.
Permasalahan atau kesenjangan ini dapat berkenaan meningkatnya kekerasan di
kalangan remaja; penggunaan bahasa dan kata-kata yang memburuk; pengaruh peer
group yang kuat dalam tindak kekerasan; meningkatnya perilaku merusak diri
(seperti penggunaan narkoba, alkohol dan seks bebas) ; makin kaburnya pedoman
moral baik dan buruk, menurunnya etos kerja; makin rendahnya rasa hormat kpd
orang tua dan guru; rendahnya rasa tanggung jawab individu dan warga negara;
membudayanya ketidakjujuran; adanya rasa saling curiga; kebencian di antara
sesama (Lickona, 1992).
Jarak antara das sollen dan das sein tersebut seringkali berwujud
ketimpangan, ketidak seimbangan, kelangkaan, kekurangan, kemacetan, ketidaktahuan
dan semacamnya (Hadi:1981; Rachman, 1993; Bungin, 2008).
1. Sumber Masalah
Pertanyaan yang mungkin muncul sehubungan dengan masalah penelitian
adalah: apa dan bagaimana menemukan suatu masalah penelitian? Meskipun tidak
ada kaidah yang mengikat untuk menemukan suatu masalah, ada beberapa saran
yang terbukti bermanfaat untuk dijadikan sebagai sumber masalah (Hadi, 1981;
Rachman, 1993; Supratman, 2005) yaitu antara lain pengalaman pribadi, deduksi dari teori,
bacaan terutama bacaan yang berisi laporan hasil penelitian, pengamatan sepintas, seminar,
diskusi, dan lain-lain pertemuan ilmiah, perasaan intuitif, pernyataan pemegang otoritas.
Sumber-sumber itu sendiri-sendiri atau bersama-sama dapat menjadi
pangkal tolak untuk merumuskan permasalahan.
a. Pengalaman Pribadi
Pengalaman pribadi sebagai praktisi pendidikan moral sering menjadi sumber
bagi masalah penelitian. Banyak keputusan yang harus diambil setiap hari
tentang kemungkinan pengaruh praktik-praktik kependidikan terhadap
tingkah laku siswa/mahasiswa. Agar keputusan-keputusan itu mantap, para
pendidik harus melakukan penelitian yang kritis tentang asumsi mereka
mengenai perubahan siswa/mahasiswa. Penetapan suatu keputusan dan
kemudian menerapkannya dalam bidang pendidikan moral atau pendidikan
kewarganegaraan hendaknya didasarkan pada bukti-bukti empiris, bukan pada
firasat, kesan, perasaan atau dogma. Pendidik PKn, misalnya mempertanyakan
keefektifan metode pengajaran afektif para siswa terhadap sikap hormat
terhadap pendapat orang lain. Mereka mungkin ingin menilai metode yang biasa
dipakai atau salah satu dari beberapa metode yang telah terkenal, guna
menetapkan pendekatan manakah yang paling efektif untuk dipakai. Pendidik
PKn mungkin mempertanyakan manakah yang lebih efektif antara metode
diskusi dan metode modeling bagi pengajaran PKn di SMP atau SMA.
Pengamatan terhadap hubungan-hubungan tertentu yang belum terjawab secara
memuaskan merupakan sumber lain bagi masalah penelitian. Seorang pendidik
PKn mungkin melihat tanda-tanda kegelisahan di kalangan siswa/mahasiswa pada
saat-saat melihat para pendemo merusak fasilitas milik umum. Untuk meneliti
hal itu, pendidik bisa menyusun berbagai informasi sementara, kemudian mengujinya
secara empiris.
Demikian pula, bilamana ada keputusan yang harus diambil mengenai
praktik-praktik yang telah menjadi rutin di kelas yang kurang atau bahkan tidak
didukung oleh penelitian ilmiah, maka para pendidik dapat mencoba untuk
mengangkatnya menjadi masalah penelitian. Dengan demikian, melalui
semacam proses intuitif pendidik sampai pada gagasan-gagasan yang dapat
diteliti. Studi semacam ini sebagian besar merupakan jenis penelitian yang
mengarah pada pemecahan persoalan yang dihadapi secara langsung.
b. Deduksi dari Teori
Deduksi yang ditarik dari berbagai teori pendidikan dan teori tingkah laku yang
sudah dikenal oleh peneliti merupakan sumber permasalahan yang baik sekali.
Teori menyangkut prinsip-prinsip umum, yang kela yakannya untuk diterapkan
pada persoalan pendidikan kewarganegaraan masih belum terbukti, sebelum
prinsip tersebut dikukuhkan secara empiris. Hanya melalui penelitianlah
orang dapat menentukan apakah generalisasi -generalisasi yang terdapat di
dalam teori dapat diterjemahkan menjadi sasaran-sasaran khusus bagi prakt ik
pendidikan. Dari suatu teori, penelitian dapat membuat hipotesis yang
menyatakan hasil penelitian yang diharapkan dalam situasi praktis tertentu.
Kemudian ia melakukan penelitian sistematis guna memastikan apakah data
empiris mendukung hipotesis itu, yang sekaligus juga mendukung teorinya.
Ada teori-teori belajar, teori kepribadian, teori sosiologi, teori perkembangan
sosial dan teori-teori lain, yang validitas, ruang lingkup dan kepraktisannya
mungkin bermanfaat kalau diuji dalam situasi-situasi pendidikan. Teori
penguatan mungkin menjadi titik mula yang sangat berguna bagi penelitian di
dalam kelas. Dengan merpertimbangkan implikasi teori ini bagi tes di dalam
kelas, yang dapat ditarik dari satu postulat saja dalam teori itu, dapat diteliti
penguatan terhadap respon yang menyebabkan peningkatan kecepatan dan
kekuatan reaksi (respon) tersebut. Teori ini sudah banyak diterapkan dalam
penelitian. Namun, masih banyak deduksi yang dapat ditarik dan diuji dalam
situasi-situasi di dalam kelas.
c. Bacaan/bacaan laporan penelitian
Sumber permasalahan lain yang berharga ialah bacaan dalam bidang yang
menarik perhat ian penel i t i pendidikan moral , terutama bacaan yang
melaporkan hasil penelitian. Pada saat membaca hasil laporan tersebut,
pe m ba c a d i ha d ap ka n pa da b e r m a ca m -m a c am m a s a l ah ya n g
dimunculkan dalam laporan hasil penelitian sebagai rekomendasi untuk
penelitian lebih lanjut. Di samping itu par a peneliti sering menutup laporan
penel i t iannya dengan saran-saran tentang penel i t ian selanjutnya.
Misalnya, seseorang membaca sebuah studi yang menyelidiki keefektifan
pendekatan multi media dalam pengajaran biologi. Barangkali studi yang
serupa dapat dilakukan pada PKn atau mata pelajaran lainnya. Contoh lain,
misalnya studi tentang siswa-siswa SMP mungkin dapat menjadi pedoman
bagi guru PKn SMA yang tertarik untuk menetapkan apakah hubungan
antara variabel-variabel juga ada di tingkat pendidikan menengah atas.
Salah satu ciri penting penelitian ilmiah ialah bahwa penelitian tersebut harus
dapat diulang sehingga hasil-hasilnya dapat dibuktikan. Pengulangan suatu
studi dapat meningkatkan luasnya jangkauan generalisasi hasil penelitian
sebelumnya serta memberikan bukti tambahan tentang validitas hasil tertentu.
d. Pengamatan Sepintas
Pengamatan sepintas sering juga merupakan sumber masalah. seseorang yang
meninjau suatu tempat, berangkat dari rumah ia sam a sekali, tidak menyiapkan
rencana untuk mencari masalah penelitian. Tetapi ketika sampai di tempat
yang dikunjungi, timbullah pertanyaan-pertanyaan dalam hatinya yang
kemudian diinventarisir sebagai masalah-masalah penelitian. Seorang guru
PKn dapat menemukan masalahnya ketika ia menyaksikan upacara bendera di
sebuah sekolah yang dikunjungunya , seorang ahl i pendidikan mora l
dapat menemukan masa lahnya ke t ika menyaksikan dari mana para siswa
panti asuhan memperoleh gagasan-gagasan untuk membantu korban bencana
dari sebuah desa. Demikian pula seorang pendidik PKn dapat bertanya-tanya dalam
hatinya ketika ia meninjau sanggar belajar rumah singgah anak jalanan,
misalnya ia bertanya-tanya metode apakah yang kira-kira cocok dalam proses
belajar-mengajar mereka agar mereka memiliki kesadaran memotivasi diri
meningkatkan keterampilan; seberapa jauh motivasi mereka dalam mempelajari
keterampilan tertentu; hambatan-hambatan apa yang mereka hadapi selama
mereka mengikut pembinaan di rumah singgah anak jalanan tersebut?
Barangkali, seorang pendidik akan bertanya model evaluasi apakah yang harus
dilakukan untuk mengukur hasil belajar PKn, bagaimanakah hubungan antara
hasil belajar PKn dengan sikap siswa sehari-hari?, dan lain-lain pertanyaan,
yang akhirnya kesemua itu akan menjadi masalah dalam penelitian.
e. Seminar, Diskusi, dan lain-lain Pertemuan Ilmiah
Diskusi, seminar, dan lain-lain pertemuan ilmiah, juga merupakar sumber
masalah penelitian yang cukup kaya. Dalam pertemuan seper ti itu para peserta
melihat hal-hal yang dijadikan pokok pembicaraan. Berdasarkan pertemuan itu
tidak jarang dan dengan mudah sekali muncul masalah-masalah yang
memerlukan penggarapan penelitian.
Dalam seminar hasil penelitian, misalnya disimpulkan bahwa ad a korelasi
antara keluarga yang tidak harmonis dan prestasi be la jar para s i swa .
Kemudian akan t imbu l pertanyaan, apakah ada korelasi antara prestasi
belajar siswa dan perilaku moral siswa dimaksud? Apakah umur, tempat
tinggal, dan pola asuh mempengaruhi perilaku moral dari para siswa pebelajar
mata pelajaran tersebut, dan lain-lain pertanyaan yang mungkin muncul.
f . Perasaan Intui t i fTidak jarang, masalah penelitian muncul dalam pikiran ilmuwa n pada pagi
hari setelah bangun tidur, pada saat-saat habis istirahat atau pada setelah
olahraga, makan dan sebagainya. Rupanya selama tidur, istirahat, olahraga,
makan, bermain musik itu terjadi konsolidasi atau pengendapan berbagai
informasi yang berkaitan dengan masalah pendidikan moral yang perlu diteliti itu,
yang kemudian muncul dalam bentuk pertanyaan-pertanyaan atau masalah penelitian.
C. Pertimbangan Pemilihan dan Rumusan Masalah
1 Pertimbangan pemilihan masalah
Keputusan, apakah masalah dapat diangkat sebagai masalah yang dapat diteliti atau
tidak, dapat dievaluasi melalui dua pertimbangan, yaitu pertimbangan objektif dan
pertimbangan subjektif. Pertimbangan objektif adalah pertimbangan berdasarkan, kondisi
masalah itu sendiri; apakah masalah memiliki kualitas tertentu untuk dapat diteliti, apakah
masalah itu dapat dikonseptualkan. Masalah dapat dikatakan berkualitas apabila memiliki
nilai penemuan yang tinggi, masalah yang sekarang dapat dirasakan oleh kebanyakan orang,
bukan merupakan pengulangan penelitian, memiliki referensi teoretis yang jelas. Masalah
dapat dikonseptualkan apabila masalah tersebut memiliki batasan-batasan yang jelas,
memiliki bobot dimensi operasional yang tinggi, dapat dihipotesiskan, dapat diukur dengan
alat ukur yang jelas, memberi peluang kepada peneliti menggunakan alat analisis statistik
yang jelas.
Pertimbangan subjektif adalah pertimbangan berdasar kredibilitas peneliti.
Pertimbangan-pertimbangan peneliti tersebut yaitu: hendaknya benar-benar menarik dan
membuat pene l i t i be r semanga t ; hendaknya berada dalam bidang yang
dikuasai oleh peneliti , peneliti dalam hal ini perlu memiliki pengetahuan teori,
konsep, serta fakta yang sudah mapan, di samping kompetensi yang diperlukan
untuk melaksanakan penelitian; harus dapat dilaksanakan dalam situasi dan
jangkauan penel i t i , sepert i tersedianya data , keyakinan perolehan subjek yang
diperlukan, dan sebagainya; harus dapat diteliti dan diselesaikan dengan mengingat biaya
dan waktu yang tersedia (Bungin, 2008; Ary, 1972; Hadi, 1981; Depdikbud, 1984).
2. Merumuskan Masalah
Sesudah masalah itu dipilih dan ditetapkan, maka tugas berikutnya ialah
merumuskan atau mengemukakan persoalan tersebut dalam bentuk yang dapat
diteliti. Perumusan tersebut penting, karena hasilnya akan menjadi penentu bagi
langkah-langkah berikutnya. Tidak ada aturan umum mengenai cara merumuskan
masalah, namun dapat disarankan hal-hal berikut ini:
a) disarankan agar masalah itu seyogianya diajukan dalam bentuk pertanyaan,
b) menerangkan dengan je las apa yang akan d i te rapkan a tau dipecahkan,
c) membatasi ruang lingkup studi itu pada suatu persoalan,
d) mengemukakan perumusan begitu rupa sehingga peneli t ian terhadap
persoalan tersebut dapat dilakukan,
e) menghindari perumusan persoalan yang bersifat filosofis dan pertanyaan-pertanyaan
yang menyangkut masalah nilai-nilai atau pertimbangan yang tidak dapat dijawab dengan
penelitian ilmiah
D. Telaah Pustaka
Telaah pustaka dimaksudkan untuk menentukan teori-teori , konsep-
konsep, dan generalisasi-generalisasi untuk dijadikan landasan teoretis bagi
penelitian yang akan dilakukan. Landasan ini penting agar penelitian mempunyai
dasar yang kokoh. Oleh karena itu, telaah pustaka yang terkait hendaknya telah
selesai sebelum pelaksanaan penelitian yang sebenarnya dimulai. Telaah pustaka
ini memiliki beberapa fungsi, seperti dikemukakan oleh Ary (1972) berikut ini:
a. Pemilikan pengetahuan tentang hasil-hasil penelitian yang terkait
memungkinkan penel i t ian menetapkan batas-batas bidang penelitian
mereka.
b. Pemahaman teori dalam suatu bidang memungkinkan peneliti mendapatkan
masalah dalam jangkauannya.
c. Melalui telaah pustaka yang terkait, peneliti dapat mengetahui prosedur dan
instrumen mana yang telah terbukti berguna dan mana yang tampaknya kurang
memberikan harapan.
d. Pengka j i an yang ce rmat a t as pus taka yang te rka i t dapa t menghindarkan
terjadinya pengulangan studi secara tak sengaja.
e. Pengkajian pustaka yang terkait menempatkan peneliti pada posisi yang lebih baik
untuk menafsirkan arti pentingnya hasil penelitiannya sendiri.
Selanjutnya, hal yang perlu diperhatikan dalam telaah pustaka ini adalah
memilih/menyeleksi sumber bacaan. Tidak semua pustaka harus ditelaah. Oleh
karena itu, ada dua kriteria yang biasa digunakan untuk memilih sumber bacaan, yaitu
prinsip kemutakhiran dan prinsip relevansi (Depdikbud, 1984). Sumber bacaan, secara garis
besar dapat dibedakan menjadi dua kelompok, yaitu: (1) sumber acuan umum, seperti
kepustakaan yang berwujud buku-buku teks, ensiklopedia, monograf, dan
sejenisnya, (2) sumber acuan khusus, seperti kepustakaan yang berwujud jurnal,
buletin, penelitian, tesis, disertasi dan sejenisnya (Depdikbud, 1984; Hadi, 1981).
Langkah berikutnya setelah melakukan pengkajian pustaka secara komprehensif
yaitu merangkai bahan pustaka dalam kaitannya dengan masalah yang digarap.
Dengan deduksi dilakukan rincian kekhususan, dengan induksi dilakukan pemaduan
dan pembuatan generalisasi, dan akhirnya meramu semua bahan ke dalam suatu
kesimpulan teoritis, yang akan menjadi landasan bagi penyusunan hipotesis
penelitian. Peneliti yang tidak berhasil meramu bahan pustaka, yang berkaitan
secara sistematis sejak awal dapat menjadi sangat kacau atau tidak runtut dalam
penyajiannya. Oleh karena itu, merangkai atau meramu bahan pustaka ini sangat
penting, karena ini mencerminkan mutu sistem pemikiran teoretis si peneliti.
Perangkaian hasil-hasil telaah pustaka secara kronologis dan kompilatif saja tidak
cukup. Telaah pustaka itu harus diramu berdasar suatu pemikiran yang konsisten.
Berikut ini disajikan beberapa saran dalam langkah telaah pustaka:
a. mulailah dengan studi-studi di bidang Anda yang paling mutakhir yang dimuat
dalam terbitan-terbitan terbaru dan kemudian bekerjalah mundur ke terbitan-terbitan
sebelumnya;
b. bacalah abstrak atau ringkasan suatu laporan terlebih dahulu untuk
menetapkan apakah laporan itu relevan dengan masalah Anda atau tidak;
c. bacalah laporan tersebut dengan cepat guna mengetahui bagian-bagian yang
ada kaitannya dengan masalah penelitian Anda, sebelum membuat catatan-
catatan penting;
d. buatlah catatan langsung pada kartu catatan, karena kartu lebih mudah diseleksi
dan disusun dari pacla lembaran kertas;
e. tulislah referensi bibliografi secara lengkap untuk setiap karya pada kartu catatan
tersebut;
f. jangan memasukkan lebih dari satu referensi pada setiap kartu, agar mudah
memilih dan menyusunnya dalam kerja berikutnya;
g. berilah tanda bagian mana yang merupakan kutipan langsung dari pengarang dan
bagian mana yang merupakan susunan kata Anda sendiri (Ary, 1972).
E. Pengajuan Hipotesis Penelitian
1. Pengertian, alasan, dan kegunaan hipotesi
Sesudah menemukan dan mengemukakan permasalahan serta memeriksa
bahan pustaka yang terkait, peneliti s iap untuk menyusun suatu hipotesis. Hipotesis
penelitian adalah jawaban sementara terhadap masalah penelitian, yang kebenarannya
masih harus diuji secara empirik. Secara teknis hipotesis dapat didefinisikan
sebagai pernyataan mengenai keadaan populasi yang akan diuji kebenarannya
berdasarkan data yang diperoleh dari sampel penelitian. Secara statistik, hipotesis
merupakan pernyataan mengenai keadaan parameter yang akan diuji melalui statistik
sampel. Adapun alasan mengapa hipotesis harus dibuat adalah:
a. hipotesis yang mempunyai dasar kuat menunjukkan bahwa peneliti telah
mempunyai cukup pengetahuan untuk melakukan penelitian di bidangnya,
b. hipotesis memberikan arah pada pengumpulan dan penafsiran data, hipotesis
dapat menunjukkan kepada peneliti prosedur apa yang harus diikuti dan jenis data
apa yang harus dikumpulkan.
Selanjutnya di bawah ini dikemukakan kegunaan hipotesis.
a. Hipotesis memberikan penjelasan sementara tentang gejala-gejala serta
memudahkan perluasan pengetahuan dalam suatu bidang. Untuk dapat sampai pada
pengetahuan yang dapat dipercaya mengenai masalah pendidikan, misalnya,
orang harus berusaha menjelajahi lebih jauh tentang pendidikan daripada
sekedar mengumpulkan fakta-fakta yang berserakan. Antar hubungan dan
generalisasi memberikan gambaran pola, yang penting bagi pemahaman
persoalan. Akhirnya, hipotesis yang telah terencana dengan baik akan
memberikan arah dan penjelasan-penjelasan bermakna. Hipotesis dapat
membantu memperluas pengetahuan, karena hipotesis itu dapat diujikan melalui
penelitian ilmiah.
b. Hipotesis memberikan suatu pernyatan hubungan yang langsung dapat diuji dalam
penelitian. Penelitian memang dimulai dengan suatu pertanyaan. Pertanyaan itu
sendiri tidak dapat diuji secara langsung, melainkan hanya pernyataan
hubungan antara variabel-variabel (hipotesis) sajalah yang dapat diuji.
c. Hipotesis memberikan arah pada penelitian
Hipotesis menetapkan sifat-sifat data yang diperlukan dalam menguj i
sebuah pernya t aan . Secara sederhana , h ipo te s i s menunjukkan arah apa
yang harus dilakukan oleh peneliti; memilih dan mengamati fakta yang ada
hubungannya, dengan pertanyaan tertentu, menentukan relevansi fakta-fakta,
memberikan dasar bagi pemil ihan sampel ser ta prosedur penel i t ian yang
dipakai , menunjukkan analisis yang diperlukan agar ruang lingkup studi
tersebut tetap terbatas.
d. Hipotesis memberikan kerangka untuk melaporkan kesimpulan penyelidikan.
Peneliti akan menyusun bagian laporan tertulis itu di sekitar jawaban-
jawaban terhadap hipotesis. Penyusunan laporan akan sangat memudahkan
peneliti, jika ia sejak awal mengemukakan setiap hipotesis secara terpisah
dan menyatakan kesimpulan yang relevan dengan hipotesis itu. Akhirnya
peneliti akan membuat sajian laporan lebih berarti dan mudah dibaca.
2. Saran untuk memperoleh hipotesis
Hipotesis induktif, dalam prosedur induktif, peneliti merumuskan hipotesis
sebagai suatu generalisasi dari hubungan-hubungan yang diamati. Dalam hal ini
peneliti melakukan pengamatan terhadap tingkah laku, memper ha t ikan
kecenderungan a t au kemungkinan adanya hubungan -hubungan, dan
kemudian merumuskan hubungan sementara tentang tingkah laku yang diamati itu.
Penyelidikan terhadap hipotesis induktif yang berasal dar i persoalan
sehari-hari, sering dapat membantu menunjukkan pemecahan persoalan-persoalan
dimaksud, akan tetapi, karena hipotesis itu berasal dari masalah-masalah
lokal/khusus, maka hasil, dari hipotesis induktif ser ing menjurus pada
serangkaian hasi l yang mempunyai daya penjelasan terbatas, kendatipun tetap ada
gunanya.
Hipotesis deduktif, berbeda dengan hipotesis induktif, hipotesis deduktif
adalah hipotesis yang ditarik dari teori ke hal-hal yang diamati. Hipotesis ini
memiliki kelebihan dapat mengarah pada sistem pengetahuan yang lebih umum,
karena kerangka untuk menempatkannya secara berarti ke dalam bangunan
pengetahuan telah ada dalam teori i tu sendir i . Diketahui, dalam bentuk
sederhana pun, teori menyatakan hubungan-h u b u n g a n y a n g d i p e r c a y a a d a
d a l a m k u m p u l a n f a k t a y a n g komprehensif. Teori bukan merupakan spekulasi
belaka, melainkan ia dibangun di atas fakta-fakta yang sudah diketahui sebelumnya.
Orang dapat memulai penyelidikan dengan memilih salah satu teori yang ada di
bidang yang menarik minatnya. Setelah teori dipilih, ia lalu menarik hipotesis dari teori
ini. Pendekatan yang paling banyak dipakai ialah menggunakan cara berpikir deduktif
untuk dapat sampai pada akibat-akibat logis dari teori yang bersangkutan. Deduksi ini
kemudian dijadikan hipotesis di dalam studi penelitian.
3. Ciri hipotesis yang baikHipotesis harus mempunyai daya penjelas. Suatu hipotesis harus merupakan penjelasan
yang tegas mengenai apa yang seharusnya diterangkan. Kriteria ini kriteria yang sudah
jelas dan penting. Sebagai contoh, seseorang mencoba memasang video kaset, tetapi
ternyata video itu tidak hidup/tidak ada gambarnya. Hipotesis yang menyatakan
bahwa video kaset itu tidak menyala/tidak hidup karena dibiarkannya anak-anak di luar
bermain kembang api, bukan merupakan penjelasan yang tepat. Tetapi hipotesis
yang menyatakan bahwa jaringan kabelnya ada yang putus adalah penjelasan yang tepat dan
perlu diuji.
Hipotesis harus menyatakan hubungan yang diharapkan ada di antara variabel-variabel.
Suatu hipotesis harus menduga hubungan antara dua atau lebih variabel. Dalam contoh
tersebut di atas, tidak tepat dinyatakan "video itu tidak akan hidup dan mesin video itu
mempunyai jaringan kabel", karena tidak ada hubungan yang diajukan untuk diuji.
Hipotesis yang baik akan berbunyi "video kaset itu tidak akan hidup karena ada
ketidakberesan dalam jaringan kabelnya".
Hipotesis harus dapat diuji. Sifat terpenting lainnya dari suatu hipotesis yang "baik"
ialah kemampuannya untuk dapat diuji (testability). Suatu hipotesis yang dapat diuji berarti
dapat ditahkikkan (verifiable); artinya, deduksi, kesimpulan, dan perkiraan dapat ditarik dari
hipotesis tersebut sedemikian rupa, sehingga dapat dilakukan pengamatan empiris yang akan
mendukung atau tidak mendukung hipotesis tersebut. Hipotesis yang dapat diuji
memungkinkan peneliti menetapkan, berdasarkan pengamatan, apakah akibat yang
tersirat secara deduktif itu benar-benar terjadi atau tidak. Agar dapat diuji, hipotesis
harus menghubungkan variabel-variabel yang dapat diukur jika tidak terdapat alat
atau cara untuk mengukur variabel-variabel, kiranya tidak mungkin data dapat
dikumpulkan untuk menguji validitas hipotesis.
Pertimbangan pertama dalam perumusan hipotesis ialah memastikan
bahwa variabel-variabel dalam hipotesis itu telah diberi batasan secara operasional, atau
telah dirumuskan berdasarkan tingkah laku yang dapat diidentifikasi dan diamati.
Hindarilah pemakaian pengertian yang akan sulit atau tidak mungkin diukur. Selain itu,
dalam hipotesis perlu dihindari adanya pernyataan "nilai". Pernyataan seperti suatu
program pembinaan kepramukaan di sekolah dasar sangat diperlukan tidak dapat
diselidiki dalam penelitian. Akan tetapi, hipotesis "murid-murid SD yang telah menerima
pembinaan kepramukaan akan mengungkapkan secara lisan rasa puas yang lebih besar
terhadap kepramukaan dari pada sekolah mereka yang tidak mendapat pembinaan
kepramukaan", adalah hipotesis yang dapat diuji. Dalam hal ini kepuasan secara lisan
para siswa dapat diukur, tetapi apakah itu diperlukan atau tidak, hal itu merupakan
pertimbangan nilai.
Hipotesis hendaknya konsisten dengan pengetahuan yang sudah ada. Hipotesis
hendaknya tidak bertentangan dengan teori, dalil, hukum-hukum sebelumnya yang sudah
matang. Hipotesis "mobil saya tidak mau hidup karena air akinya berubah menjadi
emas" memang memiliki tiga kriteria yang pertama, tetapi hal itu bertentangan dengan
apa yang diketahui orang tentang sifat-sifat benda, sehingga orang tidak akan
menyelidiki hipotesis itu.
Di sisi lain, dalam sejarah ilmu pengetahuan, para pemikir seperti Einstein,
Newton, Copernicus, dll, telah mengembangkan hipotesis yang benar-benar
revolusioner yang kadang-kadang bertentangan dengan pengetahuan yang telah
diterima orang pada masa itu. Tetapi, sebenarnya karya-karya para pelopor ilmu
pengetahuan itu bukan penolakan sama sekali terhadap teori sebelumnya,
melainkan penemuan itu merupakan penataan kembali pengetahuan terdahulu
menjadi teori yang lebih memuaskan.
Hipotesis hendaknya dinyatakan tuntas dan sederhana. Hipotesis yang dinyatakan
secara sederhana dan ringkas bukan saja memudahkan pengujian hipotesis
tersebut, melainkan juga dapat menjadi dasar penyusunan laporan yang jelas dan
mudah dimengerti pada akhir penyelidikan. Sebagai contoh, Tuma dan Livson yang
diikuti oleh guru besar Donald Ary mempertimbangkan hipotesis- hipotesis yang
sangat umum, berikut ini: "status ekonomi keluarga mempunyai peranan dalam
menentukan derajat persesuaian/kecocokan yang dialami oleh seorang remaja di
berbagai konteks sosial", dan "berbagai komponen, status sosial ini mempunyai
pengaruh yang berbeda-beda atas sikapnya terhadap otoritas" (Ary, dkk, 1972).
Untuk meningkatkan kejelasan dan memudahkan diujinya hipotesis, hipotesis
tersebut dipecahkan menjadi beberapa hipotesis khusus (hipotesis kerja), seperti berikut:
1) ada hubungan negatif yang signifikan antara sikap remaja pria di rumah terhadap
otoritas dan status sosio-ekonomi keluarganya,
2) ada hubungan negatif yang signifikan antara sikap remaja pria di sekolah
terhadap otoritas dan status sosio-ekonomi keluarganya,
3) ada hubungan negatif yang signifikan antara sikap remaja pria ketika berada
bersama-sama dengan teman-temannya terhadap otoritas dan status sosio-ekonomi
keluarganya,
4) ada hubungan negatif yang signifikan antara sikap remaja pria terhadap
otoritas dan pendidikan bapak mereka,
5) ada hubungan negatif yang signifikan antara sikap remaja pria terhadap
otoritas dan pendidikan ibu mereka, dan seterusnya.
Dengan demikian , dapat dilihat bahwa dalam satu penelitian mungkin
diperlukan beberapa hipotesis. Pada umumnya disarankan agar peneliti
menyatakan satu hipotesis bagi setiap sub aspek masalah, atau bagi setiap alasan
pengumpul data yang akan dipakai. Misalnya, seorang peneliti mungkin memulai
dengan hipotesis, "siswa yang diajar pengetahuan moral dengan menggunakan buku
pelajaran moral terprogram akan menunjukkan pengetahuan dan ingatan
tentang konsep-konsep moral yang lebih banyak daripada mereka yang
menggunakan buku pelajaran tradisional". Karena peneliti harus melaporkan
hasilnya baik mengenai pengetahuan maupun ingatan, maka hipotesis itu harus
dinyatakan kembali sebagai dua hipotesis yang terpisah. Hipotesis itu akan
berbunyi:
1) para siswa yang diajar pengetahuan moral dengan memakai buku pelajaran
moral terprogram akan menunjukkan pengetahuan konsep moral yang lebih
banyak daripada mereka yang memakai buku pelajaran tradisional, dan
2) para siswa yang diajar pengetahuan moral dengan memakai buku pelajaran
moral terprogram akan menunjukkan ingatan tentang konsep moral yang lebih
banyak daripada mereka yang memakai buku pelajaran tradisional.
Dengan cara ini, peneliti dapat menunjukkan apakah data yang diperoleh
dapat mendukung tiap-tiap aspek khusus dari masalah yang bersifat umum itu atau
tidak. Data tersebut mungkin akan menunjukkan keefektifan buku pelajaran moral
terprogram bagi pengetahuan, tetapi tidak bagi ingatan. Dalam hal ini jangan
dirisaukan tentang pengulangan verbal yang jelas tampak dalam menyatakan
hipotesis berganda. Ingatan bahwa kriteria dapat diuji dan kejelasan akan terpenuhi
dengan lebih baik oleh hipotesis yang lebih khusus.
4. Menyatakan dan penggunaan hipotesis
Kiranya jelas bahwa kalau hipotesis itu akan dievaluasi, maka hipotesis
itu harus dikemukakan dalam bentuk yang dapat diuji. Bentuk ini memerlukan
pernyataan yang sederhana dan jelas mengenai hubungan khusus antara dua
atau lebih variabel. Hipotesis seperti ini yang biasanya dipakai pada waktu
memulai penelitian, disebut hipotesis penelitian atau hipotesis substantif (Ary,
1972). Hipotesis ini mencerminkan harapan , penelit i yang didasarkan pada
teori atau hasil-hasil penelitian sebelumnya. Contoh hipotesis penelitian: Anak dengan EQ
tinggi akan menunjukkan lebih tinggi rasa empatinya daripada anak dengan EQ rendah.
Hipotesis penelitian kadang-kadang diklasifikasikan ke dalam hipotesis
berarah (directional) dan tidak berarah (non directional). Hipotesis berarah ialah
hipotesis yang menetapkan arah kesimpulan yang diharapkan. Jenis pernyataan itu dibuat
apabila peneliti mempunyai alasan tertentu untuk mengharapkan terjadinya hubungan khusus
atau perbedaan khusus antara dua kelompok. Contoh hipotesis berarah: Anak dengan
EQ tinggi akan menunjukkan lebih tinggi rasa empatinya daripada anak dengan EQ
rendah. Hipotesis ini tergolong hipotesis berarah karena menetapkan arah perbedaan
antara kedua kelompok tersebut. Hipotesis penelitian yang tidak menetapkan arah
perbedaan atau hubungan yang diharapkan disebut hipotesis tak berarah, sebagai contoh: Ada
perbedaan tingkat empati antara anak-anak yang ber-EQ tinggi dan anak-anak yang ber-
EQ rendah. Meskipun hipotesis ini menunjukkan bahwa ada perbedaan yang
diharapkan, namun arah perbedaan itu tidak ditetapkan. Pengetahuan tentang bentuk
hipotesis penelitian dimaksud penting, karena keduanya memerlukan jenis tes-statistik
yang berbeda.
Konsep lain dan yang pada umumnya dirumuskan oleh peneliti adalah
hipotesis nol dan hipotesis alternatif (Hadi, 1981; Rachman, 1993; Bungin,
2008; Sugiyono, 2010). Hipotesis nol biasanya dilambangkan dengan Ho, yaitu
hipotesis yang menyatakan tidak ada hubungan/perbedaan antara dua variabel atau
lebih/antara kelompok yang satu dan kelompok lainnya dalam masalah dimaksud. Di
dalam analisis statistik, uji statistik biasanya mempunyai sasaran untuk menolak kebenaran
hipotesis nol. Lawan dari hipotesis nol adalah hipotesis alternatif. Hipotesis alternatif
yang biasa dilambangkan Ha. Ha, adalah hipotesis yang menyatakan adanya saling
hubungan/perbedaan antara dua variabel atau lebih/antara kelompok yang satu dan
kelompok lainnya dalam masalah dimaksud. Biasanya, kesimpulan uji statistik berupa
penerimaan hipotesis alternatif sebagai hal yang benar.
Selain itu, ada yang disebut hipotesis kerja (Hk). Hk adalah hipotesis spesifik yang
dibangun berdasarkan masalah-masalah khusus yang akan diuji (Bungin, 2008). Hk
digunakan untuk mempertegas hipotesis Ho atau Ha dalam pernyataan yang lebih spesifik.
Bungin (2008) memberikan contoh Hk sebagai berikut, “Tidak ada hubungan antara mobilitas
sosial dengan pendangan politik masyarakat (Ho)”, maka Hk nya adalah: (a) tidak ada
hubungan antara perubahan status pekerjaan dengan pandangan politik seseorang, (b) tidak
ada hubungan antara gerak kepindahan fisik dan pandangan politik seseorang. Hal yang sama
juga dapat terjadi pada hipotesis alternatif.
Pada umumnya penelitian kuantitatif menggunakan hipotesis, hanya penggunaannya
dipertimbangkan berdasar kepentingan masing-masing. Pada penelitian eksplanatif,
penggunaan hipotesis dianggap persoalan yang sangat penting, akan tetapi pada penelitian
kuantitatif deskriptif, penggunaan hipotesis tidaklah penting. Hal tersebut disebabkan pada
penelitian kuantitatif deskriptif tidak bertujuan untuk menguji hipotesis tetapi hanya
mendeskripsikan ataupun sekedar mengidentifikasi data.
Penggunaan hipotesis dalam penelitian kuantitatif selain sebagai ciri khas dari
penelitian kuantitatif dengan menggunakan statistik inferensial, juga menunjukkan bahwa
dalam penelitian tertentu yang menggunakan sampel penelitian adalah cara yang paling tepat
untuk mengambil kesimpulan yang akurat terhadap pengajuan sampel penelitian, sehingga
peneliti dapat dengan tepat menarik simpulan terhadap sampel yang diperlakukan terhadap
keseluruhan populasi. Jadi, dengan demikian penelitian kuantitatif yang harus menggunakan
hipotesis adalah penelitian kuantitatif dengan ciri-ciri: eksplanatori, menggunakan sampel
penelitian, menggunakan pengujian statistik inferensial, dan hasil penelitiannya untuk
digeneralisasikan (Bungin, 2008).
F. Penetapan Variabel Penelitian
1. Pengertian dan identifikasi
Variabel dalam hal ini, diartikan sebagai segala sesuatu yang menjadi objek
pengamatan peneliti. Sering pula diartikan bahwa variabel penelitian itu sebagai faktor-faktor
yang berperanan dalam peristiwa atau gejala yang akan diteliti. Selanjutnya, variabel dalam
suatu penelitian ditentukan oleh landasan teoretisnya, dan ditegaskan oleh hipotesis. Dengan
demikian, variabel-variabel penelitian akan berbeda jika landasan yang diambil berbeda.
Jumlah variabel yang diajukan sebagai objek pengamatan akan ditentukan oleh sofistikasi
rancangan penelitian. Makin rumit dan pelik suatu rancangan penelitian akan melibatkan
variabel-variabel yang makin banyak jumlahnya, dan sebaliknya.
Variabel itu banyak sekali, maka langkah selanjutnya adalah mengidentifikasi
variabel. Kecakapan mengidentifikasi variabel penelitian adalah keterampilan yang
berkembang karena latihan dan pengalaman. Keterampilan ini pun dapat
dikembangkan melalui kegiatan-kegiatan seminar penelitian, selain seringnya
melakukan penelitian itu sendiri.
2. Mengklasifikasikan variabel
Pengklasifikasian variabel sesuai dengan jenis dan peranannya adalah
langkah berikutnya setelah mengidentifikasi variabel. Klasifikasi ini perlu untuk
menentukan alat pengambil data dan metode analisis yang sesuai. Int i penelitian
ilmiah adalah mencari hubungan antar variable -variabel. Hubungan yang paling
dasar adalah hubungan antar variabel: variabel bebas (independent), variabel
terikat/tergantung (dependent), variabel mediasi ( intervening), variabel
moderator, variabel kontrol, variabel confounding (Hadi,1981; Bungin, 2008;
Creswell, 2009; Sugiyono, 2009). Gambar 2.2 adalah contoh-contoh variabel.
Gambar 2.2
Contoh hubungan-hubungan antar Variabel
Dalam mengklasifikasikan variabel menurut peranannya dalam penelitian,
biasanya orang mulai dengan mengidentifikasikan variabel tergantungnya. Hal ini
wajar, karena variabel tergantung itu lah yang menjadi titik pusat persoalan.
Misalnya, usaha pendidikan kewarganegaraan, pokok persoalannya hasil
belajar; usaha pertanian, pokok persoalannya produksi pangan ; usaha
pengobatan, pokok persoalannya taraf kesembuhan, dan sebagainya.
Selanjutnya, keadaan variabel tergantung itu tergantung kepada banyak sekali
variabel yang lain. Satu atau lebih dari variabel-variabel yang lain mungkin dipilih
sebagai variabel-variabel yang sengaja dipelajari pengaruhnya terhadap variabel
tergantung, inilah variabel bebas. Misalnya jika variabel tergantungnya prestasi
Motivasi Belajar(Variabel bebas)
Pola Asuh Orang Tua(Variabel Intervening)
Jenis Kelamin (Variabel Moderator)
Prestasi Belajar(Variabel Terikat)
Umur (Variabel Kontrol)
belajar, maka variabel bebasnya adalah motivasi belajar, metode mengajar, taraf
kecerdasan/emosional/spiritual; atau jenis kelamin (variabel moderator), umur
(variabel kendali) dan variabel lain yang diabaikan (variabel rambang) misalnya
proses belajar yang terjadi pada diri subjek yang diteliti.
3. Merumuskan definisi operasional variabel
Langkah selanjutnya, setelah mengidentifikasi dan mengklasifikasi variabel,
maka variabel tersebut didefinisikan secara operasional dengan mendasarkan pada
sifat-sifat yang dapat diamati. Dalam kaitan ini, ada tiga cara yang perlu dikemukakan
dalam menyusun definisi operasional.
a. Definisi yang menekankan pada kegiatan apa yang perlu dilakukan, contoh:
1) Frustasi adalah keadaan yang timbul sebagai akibat tercegahnya pencapaian hal
yang sangat diinginkan yang sudah hampir tercapai.
2) Lapar adalah keadaan dalam individu yang timbul setelah dia tidak makan
selama 24 jam.
b. Definisi yang menekankan pada bagaimana kegiatan itu dilakukan, contoh :
1) Orang cerdas adalah orang yang tinggi kemampuannya/stabil emosinya
dalam memecahkan masalah, tinggi kemampuannya dalam menggunakan
bahasa dan bilangan/stabil kadar emosinya.
2) Orang lapar adalah orang mulai menyantap makanannya kurang dari satu
menit setelah makanan itu dihidangkan, dan menghabiskan dalam waktu
kurang dari 5 menit.
c. Definisi yang menekankan sifat-sifat statis hal yang didefinisikan, contoh:
1) Mahasiswa yang cerdas adalah mahasiswa yang mempunyai ingatan baik,
mempunyai perbendaraan kata luas, mempunyai kemampuan berpikir baik,
mempunyai kemampuan berhitung baik, memiliki emosi yang stabil.
2) Ekstraversi adalah kecenderungan lebih jika seseorang berada dalam kelompok
daripada seorang diri.
Selanjutnya dengan membuat definisi operasional dari sebuah variabel
maka akan tampak indikator-indikatornya. Dengan memperhatikan indikator
tersebut, para peneliti akan mudah dalam membuat kuesioner. Di bawah ini
disajikan contoh definisi operasional dari variabel dan sekaligus akan ditunjukkan
indikator-indikatornya.
a. Variabel pembangunan
Definisi: Proses perubahan struktur masyarakat mencakup perubahan dari tradisi, sikap,
dan jalan pikiran menghadapi masa depan dan perubahan dalam arti pembaharuan.
Indikator : 1) Peningkatan mutu manusia dan organisasi sosial (dalam proses produksi).
2) Pembangunan prasarana dan sarana fisik dan sosial untuk
peningkatan produktivitas.
b. Variabel masyarakat modern
Definisi: Kelompok masyarakat yang bersifat bebas, terbuka terhadap
perkembangan IPTEK, dapat bergaul dan memanfaatkan potensinya.
1) Indikator: 1) Daya serap IPTEK tinggi
2) Mobilitas tinggi (tinggal di kota)
3) Daya rasional lebih menonjol
4) Sangat terbuka terhadap perubahan
c. Variabel Motivasi
Definisi: Alasan kuat yang mendorong individu atau kelompok untuk bergerak
mencapai keadaan yang diinginkan.
G. Rancangan Penelitian
1. Dasar-dasar Penyusunan
Rancangan pada dasarnya merupakan keseluruhan proses pemikiran dan
penentuan matang tentang hal-hal yang akan dilakukan. Ia merupakan landasan berpijak,
serta dapat pula dijadikan dasar penilaian baik oleh peneliti itu sendiri maupun oleh orang
lain terhadap kegiatan penelitian. Dengan demikian, rancangan penelitian bertujuan untuk
memberi pertanggungjawaban terhadap semua langkah yang akan diambil. Agar rancangan
dapat memperkirakan hal-hal apa yang akan dilakukan dan dipegang selama penelitian,
perumusannya harus memperhatikan kriteria sebagai berikut:
a. mencakup semua kegiatan yang akan dilakukan, seperti masalah, tujuan, sumber data,
sarana, prasarana dan sebagainya
b. disusun secara sistematis-logis sehingga memberi kemungkinan kemudahan bagi peneliti
dalam melaksanakan dan bagi orang lain dalam melakukan penilaian
c. harus dapat memperkirakan sejauh mana hasil yang akan diperoleh, serta usaha-usaha yang
mungkin dilakukan untuk memperoleh hasil secara efektif dan efisien.
2. Komponen rancangan penelitian
Berdasar perumusan dalam menyusun rancangan penelitian, maka komponen suatu
rancangan penelitian meliputi: masalah penelitian, bentuk atau jenis data yang dibutuhkan,
tujuan penelitian, kepentingan penelitian/signifikansi, tinjauan pustaka, hipotesis penelitian,
masalah sampling, masalah jadwal kegiatan, masalah organisasi kegiatan dan alokasi biaya,
teknik pengumpulan data, teknik pengolahan data, dan pola dan sistematik laporan.
3. Sistematik rancangan penelitian
Setelah mengetahui komponen rancangan penelitian, maka untuk kepentingan praktis,
suatu rancangan penelitian harus disusun secara sistematis, mengikuti suatu pola tertentu,
sebagaimana yang berlaku di lingkungan di mana peneliti merencanakan proyek penelitian.
Komponen sistematik rancangan penelitian terdiri atas: judul penelitian; latar belakang,
identifikasi masalah, pembatasan masalah, rumusan masalah, tujuan penelitian, manfaat
penelitian (dipayungi oleh pendahuluan); deskripsi teoretik, kerangka berpikir, hipotesis
penelitian (dipayungi oleh landasan teoretik); pendekatan penelitian, populasi dan sampel,
variabel penelitian, teknik dan alat pengumpulan data, teknik analisis data (dipayungi oleh
metode penelitian); dan daftar pustaka. Penjelasan setiap komponen diuraikan pada bagian
laporan penelitian.
H. Populasi dan Sampel Penelitian
1. Populasi
Setiap penelitian selalu berhadapan dengan objek atau sumber data penelitian,
baik berupa manusia, benda, peristiwa, maupun gejala yang terjadi. Objek atau sumber
data ini tergantung pada permasalahan yang akan diteliti dan hipotesis yang hendak
diuji. Populasi adalah totalitas semua nilai yang mungkin, baik hasil menghitung maupun
pengukuran, kuantitatif maupun kualitatif daripada karakteristik tertentu mengenai
sekumpulan objek yang lengkap dan jelas. Pengertian lain, menyebutkan bahwa populasi
adalah keseluruhan objek penelitian yang dapat terdiri atas manusia, benda-benda,
hewan, tumbuh-tumbuhan, gejala-gejala, nilai test, atau peristiwa-peristiwa
sebagai sumber data yang memiliki karakteristik tertentu di dalam suatu penelitian
(Nawawi, 1983; Bungin, 2008; Sugiyono, 2009). Kaitannya dengan batasan tersebut, populasi
dapat dibedakan berikut ini.
a. Populasi terbatas atau populasi terhingga, yakni populasi yang memiliki batas
kuantitatif secara jelas karena memiliki karakteristik yang terbatas. Misalnya 5.000.000
orang guru SMA pada awal tahun 2011, dengan karakteristik; masa kerja 2 tahun,
lulusan program Strata 1, dan lain-lain.
b. Populasi tak terbatas atau populasi tak terhingga, yakni populasi yang tidak
dapat ditentukan batas-batasnya, sehingga tidak dapat dinyatakan dalam bentuk
jumlah secara kuantitatif. Misalnya, guru di Indonesia, yang berarti jumlahnya
harus dihitung sejak guru pertama ada sampai sekarang dan yang akan
datang. Dalam keadaan seperti itu jumlahnya tidak dapat dihitung, hanya
dapat d igambarkan sua tu j umlah ob jek seca r a kua l i t a s dengan
karakteristik yang bersifat umum yaitu orang-orang, dahulu, sekarang, dan
yang akan menjadi guru. Populasi seperti ini disebut juga parameter.
Selain itu, populasi dapat dibedakan ke dalam hal berikut ini.
a. Populasi Teoritis (theoritical population), yakni sejumlah populasi yang batas-
batasnya ditetapkan secara kualitatif. Kemudian, agar hasil penelitian berlaku
juga bagi populasi yang lebih luas, maka ditetapkan karakteristik
populasinya. Misalnya populasi teoritis ditetapkan terdiri atas guru; berumur
25 sampai dengan 40 tahun, program S1, pasca sertifikasi, dan lain-lain.
b. Populasi yang tersedia (accessible population), yakni sejumlah populasi
yang secara kuantitatif dapat dinyatakan dengan tegas. Misal, guru sebanyak
250 di kota Semarang terdiri atas guru yang memiliki karakteristik yang telah
ditetapkan dalam populasi teoritis.
Di samping itu persoalan populasi bagi suatu penelitian harus dibedakan ke dalam
sifat berikut ini.
a. Populasi yang bersifat homogen, yakni populasi yang unsur -unsurnya
memi l ik i s i f a t yang sama, seh ingga t idak per lu dipersoalkan jumlahnya
secara kuantitatif. Misal, seorang dokter yang akan melihat golongan darah
seseorang, maka ia cukup mengambil setetes darah saja. Dokter itu tidak
perlu mengambil satu botol, sebab setetes dan sebotol darah, hasilnya akan
sama saja.
b. Populasi heterogin, yaitu keseluruhan individu anggota populasi relatif memiliki sifat-
sifat individual yang membedakan individu anggota populasin yang satu dengan yang
lainnya. Dengan kata lain, bahwa individu anggota populasi bervariasi sehingga
memerlukan penjelasan terhadap sifat-sifat tersebut baik secara kuantitatif maupun
kualitatif. Pada penelitian sosial populasi heterogen menjadi tidak asing lagi dalam
setiap penelitian. Hal ini disebabkan semua penelitian sosial berobjekkan manusia atau
gejala-gejala dalam kehidupan manusia yang bersifat amat unik dan kompleks.
2. Sampel Penelitian
Sampel adalah bagian dari jumlah dan karakteristik yang dimiliki oleh populasi. Bila
populasi besar dan peneliti tidak mungkin mempelajari semua yang ada dalam populasi, maka
peneliti dapat menggunakan sampel yang diambil dari populasi dimaksud. Apa yang
dipelajari dari sampel, kesimpulannya akan dapat diberlakukan untuk populasi. Oleh karena
itu, sampel yang diambil dari populasi harus betul-betul representatif atau mewakili.
Adapun alasan-alasan penelitian dilakukan dengan menggunakann sampel seperti
dikemukakan oleh Sudjana (1975), Nawawi (1983) adalah sebagai berikut.
a. Ukuran populasi tak terbatas (tak terhingga) berupa parameter yang jumlahnya tidak
diketahui dengan pasti, yang pada dasarnya bersifat konsep. Oleh karena itu, tidak
mungkin mengumpulkan data dari populasi seperti itu. Demikian pula dalam populasi
terbatas (terhingga) yang jumlahnya sangat besar, misalnya populasi 5.000.000 siswa
sekolah dasar di diseluruh pelosok Indonesia, tidak praktis mengumpulkan data dari
populasi seperti itu. Oleh sebab itu, dengan menghimpun data dari sampel yang
memenuhi karakteristik populasi teoretis, dimungkinkan menarik kesimpulan atau
merumuskan generalisasi yang ruang lingkup berlakunya cukup luas.
b. Masalah biaya yaitu apabila semakin besar jumlah objek yang menjadi sumber data,
lebih-lebih bila tersebar di wilayah yang cukup luas, maka semakin besar biaya yang
diperklukan. Oleh karena itu, penelitian terhadap sampel akan lebih meringankan
penelitian terhadap populasi, ditinjau dari sudut pembiayaan.
c. Masalah waktu, yaitu penelitian sampel selalu memerlukan waktu yang lebih
sedikit daripada penelitian populasi. Sehubungan dengan hal itu, apabila waktu
yang tersedia terbatas, dan kesimpulan diinginkan dengan segera, maka penelitian
sampel, dalam hal ini, lebih tepat.
d. Percobaan yang sifatnya merusak, sebab banyak penelitian yang tidak dapat dilakukan
pada seluruh populasi karena dapat merusak atau merugikan. Misalnya, tidak mungkin
mengeluarkan semua darah dari tubuh seseorang pasien yang akan dianalisis
keadaan darahnya, juga tidak mungkin mencoba seluruh lampu neon untuk diuji
kekuatannya. Oleh karena itu penelitian harus dilakukan hanya, pada sampel.
e. Masalah ketelitian, merupakan salah satu segi yang diperlukan agar kesimpulan
cukup dapat dipertanggungjawabkan. Ketelitian, dalam hal ini, meliputi
pengumpulan, pencatatan, dan analisis data. Penelitian terhadap populasi belum
tentu ketelitian terselenggara. Boleh jadi peneliti akan menjadi bosan dalam
melaksanakan tugasnya. Untuk menghindarkan itu semua, penelitian terhadap
sampel memungkinkan ketelitian dalam suatu penelitian.
f. Masalah ekonomis, merupakan pertanyaan yang harus selalu diajukan oleh seorang
peneliti; apakah kegunaan dari hasil penelitian sepadan dengan biaya, waktu, dan
tenaga yang telah clikeluarkan? Jika tidak, mengapa harus dilakukan penelitian
populasi? Dengan kata lain, penelitian sampel pada dasarnya akan lebih
ekonomis daripada penelitian populasi .
Selanjutnya, mengenai penetapan besar kecilnya sampel tidaklah ada suatu
ketetapan yang mutlak, artinya tidak ada suatu ketentuan berapa persen suatu sampel
harus diambil. Suatu hal yang pertu diperhatikan adalah keadaan homogenitas dan
heterogenitas populasi. Jika keadaan populasi homogen, jumlah sampel hampir-hampir
tidak menjadi persoalan, sebaliknya, jika keadaan populasi heterogen, maka pertimbangan
pengambilan sampel harus memperhatikan hal: (1) harus diselidiki kategori-kategori
heterogenitas, (2) besarnya populasi dalam tiap kategori. Karena itu informasi
tentang populasi perlu dikejar seberapa jauh dapat diusahakan. Satu nasihat yang perlu
diingat, bahwa menetapkan jumlah sampel yang kelewat banyak selalu lebih ba ik
daripada kurang (oversampling is always better than undersampling).
Berapa jumlah anggota sampel yang paling tepat digunakan dalam penelitian,
jawabannya tergantung pada tingkat ketelitian atau kesalahan yang dikehendaki.
Tingkat ketelitian/kepercayaan yang dikehendaki sering tergantung pada sumber dana,
waktu, ketelitian, dan tenaga yang tersedia.
Namun demikian, ada cara untuk memperoleh sampel minimal yang harus
diselidiki, misal dengan melihat tabel (Tabel 2.1) penentuan jumlah sampel dari populasi
tertentu yang dikembangkan oleh Isaac dan Michael untuk tingkat kesalahan 1%, 5%, dan
10% .
Tabel 2.1
Penentuan Jumlah Sampel dari Populasi Tertentu dengan Taraf Kesalahan 1%, 5%, dan 10%
NS
NS
NS
1% 5% 10% 1% 5% 10% 1% 5% 10%10 10 10 10 280 197 155 138 2800 537 310 24715 15 14 14 290 202 158 140 3000 543 312 24820 19 19 19 300 207 161 143 3500 558 317 25125 24 23 23 320 216 167 147 4000 569 320 25430 29 28 27 340 225 172 151 4500 578 323 25535 33 32 31 360 234 177 155 5000 586 326 25740 38 36 35 380 242 182 156 6000 598 329 25945 42 40 39 400 250 186 162 7000 606 332 26150 47 472 42 420 257 191 165 8000 613 334 26355 51 48 46 440 265 195 168 9000 616 335 26360 55 51 49 460 272 198 171 10000 622 336 26365 59 55 53 480 279 202 173 15000 635 340 26670 63 58 56 500 285 205 176 20000 642 342 26775 67 62 59 550 301 213 182 30000 649 344 26880 71 65 62 600 315 221 187 40000 653 345 26985 75 68 65 650 329 227 191 50000 655 346 26990 79 72 68 700 341 233 195 75000 658 346 27095 83 75 71 750 352 238 199 100000 659 347 270100 87 78 73 800 363 243 202 150000 661 347 270110 94 84 78 850 373 247 205 200000 661 347 270120 102 89 83 900 382 251 208 250000 662 348 270130 109 95 88 950 391 255 211 300000 662 348 270140 116 100 92 1000 399 258 213 350000 662 348 270150 122 105 97 1100 414 265 217 400000 662 348 270160 129 110 101 1200 427 270 221 450000 663 348 270170 135 114 105 1300 440 275 224 500000 663 348 270180 142 119 108 1400 450 279 227 550000 663 348 270190 148 123 112 1500 460 283 229 600000 663 348 270200 154 127 115 1600 469 286 232 650000 663 348 270210 160 131 118 1700 477 289 234 700000 663 348 270220 165 135 122 1800 485 292 235 750000 663 348 270230 171 139 125 1900 492 294 237 800000 663 348 271240 176 142 127 2000 498 297 238 850000 663 348 271250 182 146 130 2200 510 301 241 900000 663 348 271260 187 149 133 2400 520 304 243 950000 663 348 271270 192 152 135 2600 529 307 245 100000
0663 348 271
∞ 664 349 272
Sumber: Isaac dan Michael dalam Sugiyono 2009
Terdapat beberapa saran tentang ukuran sampel untuk penelitian yang dikemukakan
oleh para ahli peneliti sebagai berikut.
a. Ukuran sampel yang layak dalam penelitian adalah antara 30 sampai dengan 500 (Roscoe
dalam Sugiyono, 2009)
b. Bila sampel dibagi dalam kategori (misalnya pria-wanita, pegawai negeri-swasta dan
lain-lain) maka jumlah anggota sampel setiap kategori minimal 30 (Roscoe dalam
Sugiyono, 2009).
c. Bila dalam penelitian akan melakukan analisis dengan multivariate (korelasi atau regresi
ganda), maka jumlah anggota sampel minimal 10 kali dari jumlah variabel yang diteliti.
Misal variabel penelitian ada lima (independen dan dependen), maka jumlah anggota
sampel adalah 50 (Roscoe dalam Sugiyono, 2009)
d. Untuk penelitian eksperimen yang sederhana yang menggunakan kelompok eksperimen
dan kelompok kontrol, maka jumlah anggota sampel masing-masing kelompok antara 10
sampei dengan 20 (Roscoe dalam Sugiyono, 2009)
e. Bila populasi kurang dari 100 maka jadikanlah semua sebagai sampel (Arikunto, ).
f. Ukuran sampel yang sesuai untuk model Structural Equation Modeling adalah 100
sampai dengan 200 (Ferdinand, 2002; Gozali, 2005)
3. Teknik Sampling
Teknik sampling adalah cara untuk menentukan sampel yang jumlahnya sesuai
dengan ukuran sampel yang akan dijadikan sumber data sebenarnya, dengan memperhatikan
sifat-sifat dan penyebaran populasi agar diperoleh sampel yang representatif. Terdapat dua
teknik sampling yang berbeda, walaupun pada dasarnya bertolak dari asumsi yang
sama, yaitu ingin memperoleh secara maksimal sampel yang repre sentatif yang tidak
didasari oleh keinginan si peneliti (Hadi, 1980; Nawawi, 1983; Bugin, 2008; Sugiyono, 2009;
Creswell, 2009). Teknik-teknik itu adalah (1) teknik random sampling (probability sampling)
dan (2) teknik non random sampling (non probability sampling atau convennience sample).
Teknik random sampling adalah pengambilan sampling secara random atau
tanpa pandang bulu. Teknik ini memiliki kemungkinan tertinggi dalam menetapkan
sampel yang representatif. Dalam teknik ini semua individu dalam populasi baik secara
sendiri-sendiri atau bersama-sama diberi kesempatan yang sama untuk dipilih menjadi
anggota sampel. Adapun cara yang digunakan dalam random sampling adalah: (1) cara
undian, (2) cara ordinal, dan (3) randomisasi dari Tabel Bilangan Random (Hadi, 1980;
Rachman, 1993). Teknik non random sampling adalah teknik pengambilan sampel secara non
random atau tidak semua individu dalam populasi, diberi peluang yang sama untuk
ditugaskan menjadi anggota sampel. Teknik ini memiliki kemungkinan lebih rendah dalam
menghasilkan sampel yang representatif.
Jenis-jenis sampel yang diperoleh dari teknik random sampling (probability sampling)
seperti: simpel sampel, stratified sampel, cluster sampel. Mengingat sampel-sampel ini
diperoleh dengan teknik random, maka teknik ini akan disebut simpel random sampling,
stratified random sampling, dan cluster random sampling. Sedangkan jenis-jenis sampel
yang akan diperoleh dari teknik non random sampling (non probability sampling) seperti:
accidental sampel, quota sampel, purposive sampel menjadi accidental sampling, quota
sampling, purposive sampling. Berikut ini keterangan-keterangan mengenai sampel
tersebut di atas.
a. Probability Sampling
1) Simpel Random Sampling adalah teknik untuk mendapatkan sampel yang langsung
dilakukan pada unit sampling. Dengan demikian, setiap unit sampling sebagai
unsur populasi yang terkecil memperoleh peluang yang sama untuk menjadi sampel
atau untuk mewakili populasi. Teknik ini dapat dipergunakan bilamana jumlah unit
sampling di dalam suatu populasi tidak terlalu besar. Misal, populasi terdiri atas
500 orang mahasiswa program S1 (unit sampling). Untuk memperoleh sampel
sebanyak 150 orang dari populasi tersebut, digunakan teknik ini, baik dengan cara
undian, ordinal, maupun tabel bilangan random.
2) Stratified Random Sampling, biasa digunakan pada populasi yang mempunyai
susunan bertingkat atau berlapis-lapis. Sekolah, misalnya, terdapat beberapa
tingkatan kelas; dalam masyarakat terdapat t ingkatan-tingkatan
penghasilan. Jika t ingkatan-tingkatan dalam populasi diperhatikan,
mula-mula harus dipastikan strata yang ada; perhatikan juga dalam strata
itu apakah ada sub strata atau tidak. Selanjutnya tiap-tiap sub stratum
harus diwakili sampel penelitian.
3) Cluster Random Sampling, digunakan bilamana populasi tidak terdiri atas
individu-individu, melainkan terdiri atas kelompok-kelompok individu atau
cluster. Misalnya, penelitian dilakukan terhadap populasi pelajar SMA di
suatu kota. Untuk itu random tidak dilakukan langsung pada semua pelajar-
pelajar, tetapi pada sekolah/kelas sebagai kelompok atau cluster.
b. Non Probability Sampling
1) Accidental Sampling, adalah cara pengambilan sampel tidak ditetapkan lebih
dahulu. Peneliti langsung mengumpulkan data dari unit sampling yang
ditemui. Misalnya penelitian tentang pendapat umum mengenai pemilu
dengan mempergunakan setiap warga negara yang telah dewasa sebagai
unit sampling. Peneliti mengumpu lkan da t a l angsung da r i s e t i ap
o r ang dew as a yang dijumpainya, sampai jumlah yang diharapkan terpenuhi.
2) Quota Sampling, dalam teknik ini jumlah populasi tidak diperhitungkan akan tetapi
diklasifikasikan dalam beberapa kelompok. Sampel diambil dengan
memberikan jatah atau quotum tertentu pada setiap kelompok.
Pengumpulan data dilakukan langsung pada unit sampl ing . Se te l ah j a t ah
t e rpenuh i , pengumpulan da t a dihentikan. Misalnya penelitian dilakukan
terhadap ibu rumah tangga sebagai unit sampling, untuk mengetahui
pendapatnya dalam menghadapi harga pasaran sesuai dengan penghasilan
suaminya. Untuk itu keluarga dikelompokkan menjadi beberapa sub populasi,
antara lain: keluarga pegawai negeri, keluarga pengusaha, keluarga buruh,
keluarga petani, keluarga nelayan, dan lain-lain. Setiap sub populasi itu
diberikan jatah tertentu walaupun jumlah masing-masing sebagai
populas i t idak diketahui. Setiap ibu rumah tangga dari sub populasi i tu
dihubungi sebagai sumber data sampai jumlahnya terpenuhi.
3) Purposive Sampling, merupakan pemilihan sekelompok subjek dalam
purposive sampling, didasarkan atas ciri-ciri tertentu yang dipandang
mempunyai sangkut pant yang eras dengan ciri-ciri populasi yang sudah
diketahui sebelumnya. Dengan kata lain , unit sampel yang dihubungi
disesuaikan dengan kriteria-kriteria tertentu yang diterapkan berdasarkan
tujuan penelitian. Misal, suatu penelitian tentang tata tertib lalu lintas di
sebuah kota. Sampel yang dipergunakan hanya diambil di antara
pemilik kendaraan bermotor yang tercatat di kepolisian atau kepada pemilik
SIM. Pengumpulan data dilakukan pada unit sampling tertentu, tidak termasuk
pengendara yang mungkin bukan pemilik kendaraan bermotor atau mungkin
tidak memiliki SIM.
Penentuan sampel, perlu memperhatikan sifat dan penyebaran populasi.
Berkenaan hal itu, dikenal beberapa kemungkinan dalam menetapkan sampel
dari suatu populasi berikut ini.
a) Sampel Proporsional
Sampel proporsional, menunjuk kepada perbandingan penarikan sampel
dari beberapa sub populasi yang tidak sama jumlahnya. Dengan kata
lain, unit sampling pada setiap sub sampel sebanding jumlahnya dengan
unit sampling dalam setiap sub populasi , Misalnya, penelitian dengan
menggunakan murid SMA/SMK Negeri sebagai unit sampling yang
terdiri atas 3000 murid SMA Negeri dan 1500 murid SMK Negeri.
Dengan demikian, perbandingan sub populasi adalah 2 : 1. Dari populasi
itu akan diambil sebanyak 150 murid. Sesuai dengan proporsi setiap sub
populasi, maka harus diambil sebanyak 100 murid SMA Negeri dan 50 murid
SMK Negeri sebagai sampel.
b) Area Sampel
Teknik sampling ini memiliki kesamaan dengan proporsional sampel.
Perbedaannya ter le tak pada sub populas i yang d i te tapkan
berdasarkan daerah penyebaran populasi yang hendak diteliti.
Perbandingan besarnya sub populasi menurut daerah penelitian dijadikan
dasar dalam menentukan ukuran setiap sub sampel. Misal, penelit ian yang
menggunakan guru SMP Negeri sebagai unit sampl ing yang tersebar
pada l ima kabupaten . Set iap Kabupaten memiliki populasi guru banyak
500, 400, 300, 200, dan 100. Melihat populasi seperti itu, maka
perbandingannya adalah 5: 4: 3: 2: 1. Jumlah sampel yang akan diambil 150.
Dengan demikian dari setiap Kabupaten harus diambil sampel sebesar 50,
40, 30, 20, dan 10 orang guru.
c) Sampel Ganda
Penarikan ganda atau sampel kembar dilakukan dengan maksud
menanggulangi kemungkinan sampel minimum yang diharapkan tidak
masuk seluruhnya. Untuk itu jumlah atau ukuran sampel ditetapkan dua
kali lebih banyak, dari yang ditetapkan. Penentuan sampel sebanyak dua
kali lipat itu dilakukan terutama apabila ala t pengumpul data yang
dipergunakan adalah kuesioner atau angket yang dikirim melalui pos.
Dengan mengirim, dua set kuesioner pada dua unit sampling yang
memmil iki persamaan, maka dapat diharapkan salah satu di antaranya
akan dikembalikan, sehingga jumlah atau ukuran sampel yang telah ditetapkan
terpenuhi.
d) Sampel Majemuk (Multiple Samples)
Sampel majemuk ini merupakan perluasan dari sampel ganda.
Pengambilan sampel dilakukan lebih dari dua kali lipat, tetap memiliki
kesamaan dengan unit sampling yang pertama. Dengan sampel multiple
ini kemungkinan masuknya data sebanyak jumlah sampel yang telah
ditetapkan tidak diragukan lagi. Penarikan sampel majemuk ini hanya dapat
dilakukan apabila jumlah populasi cukup besar.
I. Pengumpulan Data Penelitian1. Jenis Data
Segala keterangan mengenai variabel yang diteliti disebut data. Data
penelitian pada dasarnya dikelompokkan menjadi data kualitatif dan data
kuantitatif (Hadi, 1980; Nawawi, 1983; Bungin, 2008; Sugiyono, 2009). Data
kualitatif dinyatakan dalam bentuk kata, atau kalimat. Misalnya data dalam bentuk
tingkatan: pandai, sedang, bodoh; kaya sekali , kaya, sedang, miskin, miskin
sekali . Data kuantitatif dinyatakan dalam bentuk angka. Dalam penelitian,
seringkali data kualitatif, terutama dalam bentuk tingkatan, ditransformasikan ke
dalam data kuantitatif dengan memberikan simbol angka secara berjenjang pula,
atau dengan menghitung frekuensi secara terpisah satu dengan yang lain. Dengan
transformasi seperti itu analisis data dapat dilakukan dengan menggunakan
perhitungan statistik tertentu. Di bawah ini akan dikemukakan jenis data kuantitatif,
baik berasal dari transformasi data kualitatif maupun sejak semula sudah bersifat
kuantitatif.
a. Data Skala Nominal
Data skala nominal ditetapkan berdasar atas proses penggolongan mencakup
penempatan objek ke dalam kategori-kategori yang mempunyai perbedaan
kualitatif, bukan berdasar kuantitatif. Dalam ukuran ini tidak ada asumsi, tentang
jarak maupun urutan antara ketegori dalam ukuran i tu . Satu-satunya hubungan
yang ada di antara kategori-kategori itu adalah bahwa kategori-kategori
tersebut berbeda satu sama lain. Tidak ada kesan sedikitpun bahwa kategori-
kategori yang telah ditetapkan itu mewakili "lebih" atau "kurang"nya ciri-ciri yang
ada.
Penggolongan mahasiswa berdasar jenis kelamin, laki-laki atau perempuan,
misalnya, merupakan contoh data skala nominal. Angka yang digunakan pada
tingkat nominal ini, hanya dipergunakan untuk mengidentifikasi kategori- kategori
itu saja. Angka-angka itu tidak merefleksikan bagaimana kedudukan kategori
tersebut terhadap kategori lainnya, tetapi hanyalah sekedar "label". Sebagai
contoh angka satu yang diberikan kepada jenis kelamin laki-laki dan angka dua
kepada jenis kelamin perempuan, tidak menunjukkan bahwa kepandaian
perempuan dua kali laki-laki. Demikian juga angka atau nomor yang diberikan
kepada para pemain sepak bola. Dalam hal ini tidak akan dikatakan bahwa
pemain dengan nomor punggung tujuh selalu pemain yang lebih baik daripada
pemain dengan nomor empat. Demikian pula, tidak akan dikatakan bahwa
perbedaan kemampuan bermain antara pemain nomor enam dan delapan sama
dengan perbedaan antara pemain nomor dua dan empat. Angka dalam skala
nominal sudah barang tentu tidak dapat diolah secara matematis melalui proses
penambahan, pengurangan, perkalian, atau pembagian. Orang hanya dapat
menggunakan prosedur statistik yang didasarkan pada penghitungan belaka,
misalnya, melaporkan jumlah hasil pengamatan dalam setiap kategori.
b. Data Skala Ordinal
Data skala ordinal ialah data yang disusun berdasar jenjang dalam atribut tertentu,
tanpa menunjukkan jarak antara posisi-posisi tersebut. Angka yang ditetapkan
dalam data skala ordinal hanya menunjukkan urutan posisi, tidak lebih daripada itu.
Baik perbedaan ataupun perbandingan antara angka-angka tersebut juga tidak ada
artinya. Jika angka 1, 2, 3 dan seterusnya dipakai dalam pengukuran ordinal,
maka tidak ada implikasi bahwa jarak antara urutan 1 dan urutan 2 sama
dengan jarak antara urutan 2 dan urutan 3, begitu seterusnya. Jarak antara anak
yang menduduki urutan 1 dengan anak yang menduduki urutan 2 bisa sama,
lebih pendek, atau lebih jauh daripada jarak antara anak urutan 2 dan urutan 3.
Dasar untuk menafsirkan besarnya perbedaan antara angka-angka itu,
ataupun perbandingan antara angka-angka itu, tidak ada. Dalam lomba lari yang tak
dihitung waktunya, misalnya, orang dapat mengetahui siapa yang melewati garis
finis pertama kali, kedua, ketiga, dan seterusnya. Namun, orang tidak
mengetahui berapa perbandingan kecepatan pelari itu satu sama lain. Perbedaan
antara pemenang pertama dan kedua tidak selalu harus sama dengan
perbedaan antara pemenang kedua dan ketiga, atau ketiga dan keempat. Juga
tidak dapat dikatakan, pelari kedua, dua kali lebih cepat daripada pelari keempat.
Hitungan tambah, kurang, kali, dan bagi tidak dapat digunakan pada data skala
ordinal. statistik yang sesuai bagi skala ordinal adalah terbatas, karena besar
jarak interval antara kategori-kategori tidak diketahui. Statistika, seperti Mean,
Median, Mode, Korelasi terutama Rank Correlation dan beberapa perhitungan
Non Parametrik statistik, cocok untuk skala ordinal.
c. Data Skala Interval
Data skala. interval ialah data yang memberi jarak interval yang sama dari suatu
titik asal yang tidak tetap. Data ini tidak semata-mata mengurutkan orang atau
objek berdasar suatu atribut, tetapi juga memberikan informasi tentang
interval antara satu orang atau objek dengan orang atau objek lainnya. Tetapi data
lain ini tidak memberikan informasi tentang jumlah absolut atribut yang dimiliki
oleh seorang, karena tidak memiliki titik nol mutlak. Titik nol pada tes psikologi
atau tes pendidikan tidak ada patokannya. Sebagai contoh, tidak ada angka
kecerdasan nol; tidak ada suatu cara pun dalam tes kecerdasan baku yang
dapat dipakai untuk menetapkan bahwa seorang mempunyai tingkat kecerdasan
nol. Kalau ada tiga orang mahasiswa memperoleh skor 15, 30, dan 45 dalam ujian
statistika. Dalam hal ini, tidak dapat dikatakan bahwa mahasiswa yng memperoleh skor
30 mempunyai pengetahuan statistika dua kali lipat dari mahasiswa yang memperoleh
skor 15, atau bahwa mahasiswa yang mendapat nilai 45 mempunyai pengetahuan
statistika tiga kali lipat dari mahasiswa yang mendapat nilai 15.
Untuk memahami bagaimana hal itu demikian, dapat dijelaskan sebagai berikut. Andaikan
dosen statistika tersebut menambahkan lima belas soal yang sangat mudah, dan ketiga
mahasiswa tadi dapat menjawab semua soal dengan benar. Ketiga skor itu kini
berubah menjadi 30, 45, dan 60. Kemudian dibuat perbandingan skor, pada skala
interval ini, maka akan terjadi kekeliruan laporan bahwa mahasiswa yang memperoleh nilai
60 mempunyai pengetahuan statistika dua kali lipat daripada mahasiswa yang
memperoleh nilai 30, pada hal dalam perbandingan sebelumnya dianggap bahwa
mahasiswa yang bersangkutan mempunyai pengetahuan statistika tiga kali lipat
daripada mahasiswa lainnya itu. Meskipun demikian, data skala interval ini merupakan
nilai kuantitatif yang paling banyak dipergunakan, karena ia memiliki jarak yang sama
antar dua nilai yang terdekat. Di samping itu sebahagian besar teknik perhitungan statistik
dapat dikembangkan dengan menggunakan data ini.
d. Data Skala Ratio
Data skala ratio ialah data skala yang memiliki titik nol sejati, sehingga bilamana suatu
gejala dinyatakan nol berarti gejala itu sama sekali tidak ada. Di samping itu data ini
mempunyai jarak dalam bentuk satuan yang sama, sehingga gejala-gejala dimaksud dapat
dinyatakan dapat dibandingkan secara pasti. Misal seseorang dapat memberi arti bahwa
berat barang 4 kg adalah dua kali lebih berat dari barang yang beratnya 2 kg. Demikian
pula jarak 4 cm adalah setengah dari jarak 8 cm dan seterusnya.
J. Teknik dan Alat Pengumpul Data
Penelitian, di samping perlu menggunakan metode yang tepat, juga perlu memilih
teknik dan alat pengumpul data yang relevan. Penggunaan teknik dan alat pengumpul data
yang tepat memungkinkan diperolehnya data yang objektif. Di bawah ini akan diuraikan
teknik penelitian seperti banyak dikupas oleh Hadi (1980, 1981); Nawawi (1983); Rachman,
(1993); Bungin (2008); Creswell (2009); sebagai cara yang dapat ditempuh untuk
mengumpulkan data, penelitian.
1. Teknik Observasi
Observasi diartikan sebagai pengamatan dan pencatatan secara sistematik terhadap
gejala yang tampak pada objek penelitian. Pengamatan dan pencatatan yang dilakukan
terhadap objek di tempat terjadi atau berlangsungnya peristiwa, sehingga observer
berada bersama objek yang diselidiki, disebut observasi langsung. Sedang observasi tidak
langsung adalah pengamatan yang dilakukan tidak pada saat berlangsungnya suatu peristiwa
yang akan diselidiki, misainya peristiwa tersebut diamati melalui film, rangkaian slide, atau
rangkaian photo. Hal-hal yang perlu diperhatikan oleh orang yang melakukan observasi
(observer) agar penggunaan teknik ini dapat menghimpun data secara efektif berikut ini.
a. Pemilikan pengetahuan yang cukup mengenai objek yang akan diobservasi.
b. Pemahaman tujuan umum dan tujuan khusus penelitian yang dilaksanakannya.
c. Penentuan cara dan alat yang dipergunakan dalam mencatat data. Pertimbangan
pencatatan langsung di tempat atau setelah observasi haruslah seksama. Demikian
juga alat pencatat data yang anecdotal record, catatan berkala, check list, rating scale atau
mechanical device perlu dipertimbangkan.
d. Penentuan kategori pendataan gejala yang diamati, apakah dengan mempergunakan skala
tertentu atau sekedar mencatat frekuensi munculnya gejala tanpa klasifikasi tingkatannya.
Sehingga perumusan dengan tegas dan jelas ciri-ciri setiap kategori sangatlah perlu.
e. Pengamatan dan pencatatan harus dilakukan secara cermat dan kritis, maksudnya
diusahakan agar tidak ada satu pun gejala yang lepas dari pengamatan.
f. Pencatatan setiap gejala harus dilakukan secara terpisah, agar tidak saling
mempengaruhi.
g. Pemilikan pengetahuan dan keterampilan terhadap alat dan cara mencatat hasil observasi
berikut ini.
1) catatan anekdot (anecdotal record)
Alat untuk mencatat gejala-gejala khusus atau luar biasa menurut urutan kejadian.
catatan dibuat segera setelah peristiwa terjadi. Pencatatan ini dilakukan terhadap
bagaimana kejadiannya, bukan pendapat si pencatat tentang kejadian tersebut.
2) catatan berkala (insidental record)
Pencatatan berkala walaupun dilakukan berurutan menurut waktu munculnya
suatu gejala, tidak dilakukan secara terus menerus, melainkan pada waktu tertentu,
dan terbatas pula pada jangka waktu yang ditetapkan untuk tiap-tiap kali
pengamatan.
3) Daftar cek (check list)
Penataan data dilakukan dengan mempergunakan sebuah daftar yang memuat
nama observer disertai jenis gejala yang akan diamati. Tugas observasi memberi
tanda cek pada gejala yang muncul.
4) Skala Nilai (rating scale)
Pencatatan data dengan alat ini dilakukan seperti check list. Perbedaannya terletak
pada kategorisasi gejala yang dicatat. Di dalam daftar rating scale tidak sekedar
terdapat nama objek yang diobservasi dan gejala yang akan diselidiki akan tetapi
tercantum kolom-kolom yang menunjukkan tingkatan atau jenjang setiap gejala
tersebut. Penjenjangan mungkin mempergunakan skala 3, 5, dan 7. Misal: baik,
sedang, dan buruk (skala 3); Sangat baik, baik, sedang, buruk, dan sangat buruk
(skala 5); luar biasa, sangat baik, baik, sedang, buruk, sangat buruk, luar biasa buruk
(skala 7). Oleh karena itu, kecermatan dan sikap kritis observer, dalam hal ini, sangat
diperlukan.
5) Peralatan Mekanis (mechanical device)
Pencatatan data dengan alat ini tidak dilakukan pada saat observasi berlangsung,
karena seluruh atau sebahagian peristiwa direkam dengan alat elektronik sesuai
dengan keperluan. Misalnya, peristiwa di film, photo, rekaman, menggunakan video
kaset dan lain-lain (Nawawi, 1983).
Berdasarkan uraian tentang alat pengumpul data, pencatatan pada dasarnya dilakukan
dalam salah satu dari dua bentuk sebagai berikut:
1) pencatatan berbentuk kronologis, yaitu pencatatan yang dilakukan menurut urutan
kejadian.
2) pencatatan berbentuk sistematik yakni pencatatan yang dilakukan dengan
memasukkan tiap-tiap gejala yang diamati ke dalam kategori tertentu tanpa
memperhatikan urutan kejadiannya.
a) Pencatatan dapat dibedakan ke dalam dua bentuk berikut ini (1) pencatatan
secara faktual, yakni pencatatan-gejala yang timbul sebagaimana adanya, tanpa
interpretasi dari observer, (2) pencatatan secara interpretatif yakni pencatatan
yang dilakukan dengan memberikan interpretasi terhadap gejala yang timbul
oleh observer yang kewajibannya memasukkan atau menggolongkan gejala yang
diamatinya ke dalam salah satu ketegori yang telah ditetapkan.
b) Pelaksanaan teknik observasi dapat dilakukan dalam beberapa cara. Penentuan
dan pemilihan cara tersebut sangat tergantung pada situasi objek yang akan
diamati berikut ini.
(1) Observasi partisipan dan observasi non partisipan
Observasi partisipan adalah suatu proses pengamatan yang dilakukan
oleh observer dengan ikut mengambil bagian dalam kehidupan orang-orang
yang akan diobservasi. Observer berlaku sungguh-sungguh seperti anggota
kelompok yang akan diobservasi. Sebaliknya, observer yang hanya
melakukan pura-pura berpartisipasi dalam kehidupan orang yang akan
diobservasi, observasi tersebut dinamakan quasi partisipasi. Apabila observer
tidak ikut dalam kehidupan orang yang diobservasi dan secara terpisah
berkedudukan selaku pengamat, hal itu disebut observasi non partisipan. Hal
yang perlu diperhatikan dalam observasi, khususnya observasi partisipan
ialah: pencatatan harus dilakukan di luar pengetahuan orang-orang yang
sedang diamati dan observer harus membina hubungan yang baik (good
rapport)
(2) Observasi sistematik dan observasi non sistematik
Observasi sistematik adalah observasi yang diselenggarakan dengan
menentukan secara sistematik faktor-faktor yang akan diobservasi lengkap
dengan kategorinya. Dengan kata lain wilayah atau ruang lingkup observasi
telah dibatasi secara tegas sesuai dengan masalah dan tujuan penelitian.
Sebaliknya observasi yang dilakukan tanpa terlebih dahulu mempersiapkan
dan membatasi kerangka yang akan diamati, disebut observasi non
sistematik.
Untuk meningkatkan kecermatan dalam mempergunakan teknik observasi,
perlu diketahui beberapa keterbatasan atau kelemahan dan beberapa kebaikannya.
Keterbatasan Teknik Observasi
1) Observasi sangat tergantung pada kemampuan pengamatan dan mengingat.
Kemampuan ini ternyata dipengaruhi oleh beberapa aspek sebagai berikut:
a) daya adaptasi, yaitu kemampuan menyesuaikan diri dengan objek yang akan
diamati
b) kebiasaan-kebiasaan, yaitu kebiasaan atau pengalaman dalam arti kehidupan
yang berperan dalam pengamatan, tetapi pola ini kerapkali tidak mampu
menangkap fakta-fakta sebagaimana adanya
c) keinginan, yaitu keinginan untuk memperoleh hasil tertentu dalam
penelitiannya, sehingga pengamatannya lebih terarah pada fakta yang sesuai
dengan keinginannya
d) prasangka, yaitu prasangka tertentu terhadap objek yang diamati
sehingga pengamatan tidak dapat dilakukan secara objektif dan bahkan
terjerumus pada penafsiran palsu atas fakta yang timbul
e) proyeksi, yaitu kecenderungan melemparkan kejadian di dalam diri observer
kepada objek yang berada di luar sehingga pengamatan tidak dapat
dilakukan secara baik
f) ingatan, yaitu ingatan observer yang tidak tahan lama, tidak luas
sehingga;
a. fakta-fakta yang dilupakan menjadi tidak tercatat
b. fakta-fakta yang dilupakan diganti menurut interpretasi observer
g) keadaan fisik dan psikis terutama perasaan yang dalam kondisi fisik letih,
sakit, mengantuk, marah dan lain-lain, sulit untuk melakukan pengamatan
yang cermat.
2) Kelemahan-kelemahan dalam pencatatan
a) Pengaruh kesan umum (hallo effects). Observer terpengaruh oleh kesan
umum dari objek yang diamati, sehingga ia mencatat tidak tepat. Misal
observer dipengaruhi oleh sikap sopan dan penampilan yang rapi dalam
objek.
b) Pengaruh keinginan menolong (generosity effects). Observer ingin
membuat baik dalam bentuk kecenderungan memberikan penilaian yang
menguntungkan walaupun gejala yang diamati sebenarnya tidaklah
demikian.
c) Pengaruh pengamatan sebelumnya (carry over effects). Kesesatan ini
terjadi karena observer tidak dapat memisahkan kesan terdahulu pada saat
mengamati gejala berikutnya.
3) Banyak kejadian atau keadaan objek yang sulit diobservasi, terutama
yang menyangkut kehidupan pribadi yang sangat rahasia. Di samping itu
kerapkali terjadi munculnya suatu gejala yang akan diamati tidak pada saat
diamati.
4) Observer kerapkali menjumpai observee yang bertingkah laku baik dan
menyenangkan karena tahu bahwa ia sedang diobservasi. Sebaliknya mungkin
pula observee bertindak tidak baikdan tidak menyenangkan untuk menyesatkan
observer yang tidak diinginkan kehadirannya.
5) Banyak gejala yang hanya dapat diamati dalam kondisi lingkungan tertentu,
sehingga kalau terjadi gangguan yang tiba-tiba observasi tidak dapat
dilaksanakan. Misalnya gangguan cuaca, alam, dan sebagainya. Di samping itu
banyak kejadian yang berlangsung sangat pendek dan tidak terjadi serempak.
Kebaikan-kebaikan observasi sebagai teknik pengumpulan data antara lain:
1) banyak gejala yang hanya dapat diselidiki dengan observasi sehingga hasilnya
akurat sulit dibantah
2) banyak objek yang hanya bersedia diambil datanya hanya dengan observasi, misalnya
karena terlalu sibuk dan kurang waktu untuk diwawancarai atau rnengisi kuesioner
3) kejadian yang serempak dapat diamati dan dicatat secara serempak pula dengan
memperbanyak observer
4) banyak kejadian yang dipandang kecil yang tidak dapat ditangkap oleh alat
pengumpul data yang lain, ternyata sangat menentukan hasil penelitian justru
diungkap oleh observasi.
2. Teknik Komunikasi
Teknik Komunikasi adalah cara mengumpulkan data melalui kontak atau hubungan
pribadi antara pengumpul data dengan sumber data. Dalam pelaksanaannya dapat dibedakan
ke dalam: (1) teknik komunikasi langsung, yaitu teknik pengumpulan data dengan memper-
gunakan interviu sebagai alatnya, (2) teknik komunikasi tidak langsung, yaitu teknik
pengumpul data dengan mempergunakan angket atau kuesioner sebagai alatnya.
1) interviu
Interviu alat pengumpul informasi dengan cara mengajukan sejumlah pertanyaan
secara lisan untuk dijawab secara lisan pula. Ciri utama dari interviu adalah kontak
langsung dengan tatap muka antara pencari informasi (interviewer) dan sumber informasi
(interviewee). Untuk memperoleh informasi yang tepat dan objektif setiap interviewer
harus mampu menciptakan hubungan baik dengan interviewee atau responden atau
mengadakan rapport ialah suatu situasi psikologis yang menunjukkan bahwa
responden bersedia bekerja sama, bersedia menjawab pertanyaan dan memberi
informasi sesuai dengan pikiran dan keadaan yang sebenarnya. Keadaan ini akan
menciptakan suatu suasana di mana responden merasakan adanya kehangatan dan sikap
simpatik, merasakan kebebasan untuk berbicara bahkan terangsang untuk berbicara, dan
yang penting lagi bahwa kesan pertama dari penampilan pewawancara sangatlah
penting untuk merangsang sikap kerja sama. Untuk menciptakan kerjasama dan membina
hubungan manusiawi yang baik ini dapat dilakukan hal-hal berikut ini.
a) Partisipasi yaitu penerimaan dan keikutsertaan interviewer dalam kegiatan interviwee
sehingga tanya jawab berlangsung dalam suasana yang wajar.
b) Indentifikasi yaitu perkenalan dan pendekatan diri interviewer sehingga interviewer
dirasakan sebagai teman atau orang seperjuangan yang memiliki cita-cita yang sama.
Interviewer jangan bersikap egoistik yang hanya mementingkan diri sendiri dan tidak
menghargai pihak interviewee.
c) Persuasif yaitu sikap sopan dan ramah dalam bertanya. Menumbuhkan keyakinan
pada diri interviewee bahwa informasi yang akan disampaikan sangat penting
sehingga harus dikemukakan secara lengkap dan sejujur-jujurnya.
Syarat penting lain dalam mengemukakan pokok-pokok yang akan diungkap sebagai
berikut:
a) menghindari kata-kata yang bermakna ganda
b) menghindari pertanyaan panjang
c) mengajukan pertanyaan sekonkret mungkin;
d) mengajukan pertanyaan dalam pengalaman konkret interviewee
e) menyebut semua alternatif jawaban
f) menghindari kata-kata canggung yang membuat rasa malu interviewee
g) menetralkan gaya bahasa bertanya
h) memproyeksikan gaya pertanyaan yang menyangkut interviewee
i) menanyakan hal-hal yang positif dan negatif dalam menilai orang ke tiga.
Interviu dapat dibedakan dalam dua jenis berikut ini.
a) Interviu Berstruktur
Dalam interviu berstruktur, pertanyaan dan alternatif jawaban yang diberikan kepada
interviewee telah ditetapkan terlebih dahulu. Keuntungan pendekatan ini adalah
bahwa pendekatan ini telah dibakukan. Oleh karena itu, jawabannya dapat dengan
mudah dikelompokkan dan dianalisis. Kelemahannya, pendekatan ini kaku dan bisa
tampak terlalu formal. Pembatasan-pembatasan yang dilakukan dalam teknik ini
dapat meningkatkan releabilitas interviu, tetapi dapat menurunkan kemampuannya
mendalami persoalan yang diselidiki.
b) Interviu Tak Berstruktur
Interviu ini lebih bersifat informal. Pertanyaan-pertanyaan tentang pandangan, sikap,
keyakinan subjek, atau tentang keterangan lainnya dapat diajukan secara bebas kepada
subjek. Interviu seperti ini bersifat luwes dan biasanya direncanakan agar sesuai
dengan subjek dan suasana pada saat interviu dilaksanakan. Teknik wawancara ini
tidak dapat segera dipergunakan untuk pengukuran mengingat subjek mendapat
kebebasan untuk menjawab sesuka hatinya dan pertanyaan yang diajukan
interviewer dapat menyimpang dari rencana semula. Namun, interviu semacam ini
dapat membantu menciptakan dan menjelaskan dimensi-dimensi yang ada di dalam
topik yang sedang dipersoalkan.
2) Angket atau kuesioner
Kuesioner adalah suatu alat pengumpul informasi dengan cara menyampaikan sejumlah
pertanyaan tertulis untuk dijawab secara tertulis pula oleh responden. Kuesioner
seperti halnya interviu, dimaksudkan untuk memperoleh informasi tentang diri
responden atau informasi tentang orang lain.
a) kuesioner berstruktur
Kuesioner ini disebut juga kuesioner tertutup, berisi pertanyaan-pertanyaan yang
disertai sejumlah alternatif jawaban yang disediakan. Responden dalam menjawab
terikat pada sejumlah kemungkinan jawaban yang sudah disediakan.
b) kuesioner tak berstruktur
Kuesioner ini disebut juga kuesioner terbuka, di mana jawaban responden terhadap
setiap pertanyaan kuesioner bentuk ini dapat diberikan secara bebas menurut pendapat
sendiri.
c) kuesioner kombinasi berstruktur dan tak berstruktur
Sesuai dengan namanya, maka pertanyaan ini di satu pihak memberi alternatif
jawaban yang harus dipilih, dilain pihak memberi kebebasan kepada responden untuk
menjawab secara bebas lanjutan dari jawaban pertanyaan sebelumnya.
d) Kuesioner semi terbuka
Kuesioner yang memberi kebebasan kemungkinan menjawab selain dari alternatif
jawaban yang sudah tersedia.
Menyusun kuesioner merupakan pekerjaan yang sulit dan memakan waktu. Untuk
itu ada beberapa hal yang perlu diperhatikan sebagai berikut:
a) menyiapkan surat pengantar, terutama bagi kuesioner yang dikirim melalui pos atau
cara cara lain, agar terjalin hubungan balk;
b) menyertakan petunjuk pengisian kuesioner yang menjelaskan tentang cara menjawab
pertanyaan;
c) menyusun pertanyaan-pertanyaan:
(1). usahakan kuesioner sesingkat mungkin, sehingga tidak banyak menyita waktu
responden
(2). pertanyaan disusun sedemikian rupa, sehingga tidak menghasilkan jawaban
yang bermakna ganda
(3). hindari menyusun pertanyaan yang mendorong responden menjawab tidak jujur,
menyesatkan karena takut atau malu bilamana sesuatu yang buruk diketahui
orang lain
(4). pertanyaan tidak menyesatkan karena ada asumsi-asumsi yang tidak dinyatakan
(5). hindari pertanyaan-pertanyaan yang dapat menimbulkan rasa jera, curiga atau
permusuhan di pihak responden
(6). alternatif jawaban terhadap berbagai pertanyaan dalam kuesioner
hendaknya lengkap; artinya, semua alternatif yang mungkin mengenai masalah
itu hendaknya diungkapkan
(7). usahakan agar pertanyaan yang bermaksud mengungkapkan fakta tidak berbaur
dengan mengungkapkan pendapat atau keyakinan dan lain-lain dalam satu
pertanyaan
(8). aturlah pertanyaan-pertanyaan itu menurut urutan psikologis yang benar, apabila
ada pertanyaan yang bersifat umum dan yang bersifat khusus dijadikan bersama-
sama untuk satu topik, ajukan pertanyaan yang bersifat umum dahulu, kemudian
yang bersifat khusus
(9). susun pertanyaan sedemikian rupa sehingga jawaban jawaban dapat langsung
ditabulasi dan ditafsirkan.
3. Teknik Pengukuran
Alat pengumpul data berikutnya yang bermaksud mengumpulkan data yang bersifat
kuantitatif adalah teknik pengukuran. Alat-alat pengukuran tersebut dapat disebutkan
berikut ini.
1) Tes
Tes ialah seperangkat rangsangan (stimuli) yang diberikan kepada seseorang dengan
maksud untuk mendapat jawaban yang dapat dijadikan dasar bagi penetapan skor
angka. Persyaratan pokok bagi tes adalah validitas dan reliabilitas. Dua jenis tes
yang sering dipergunakan sebagai alai pengukur adalah:
a) Tes lisan, yaitu berupa sejumlah pertanyaan yang diajukan secara lisan
tentang aspek-aspek yang ingin diketahui keadaannya dari jawaban yang
diberikan secara lisan pula.
b) Tes tertulis yaitu berupa sejumlah pertanyaan yang diajukan secara tertulis
tentang aspek-aspek yang ingin diketahui keadaannya dari jawaban yang
diberikan secara tertulis pula. Tes tertulis ini dibedakan dalam dua bentuk
berikut ini.
(1). Tes essey (essay test) yaitu tes yang menghendaki agar testee memberikan
jawaban dalam bentuk uraian atau kalimat-kalimat yang disusun sendiri.
(2). Tes objektif (objective test) adalah suatu tes yang disusun di mana setiap
pertanyaan tes disediakan alternatif jawaban yang dapat dipilih. Tes ini dapat
menghasilkan skor yang konstan, tidak tergantung kepada siapapun yang
memberi skor, karena pemberi skor tidak dipehgaruhi oleh sikap
subjektivitas. Tes objektif dibagi ke dalam beberapa bentuk berikut ini.
(a). Tes betul-salah (True False Items)
(b). Tes pilihan ganda (Multiple Choice Items)
(c). Tes menjodohkan (Matching Choice Items)
(d). Tes melengkapi (Completion Items)
(e). Tes Jawaban Singkat (Short Answer Items) (Mechrens and Lechmann,
1975).
Dilihat dari tingkatannya, tes dapat diklasifikasikan menjadi dua: tes baku dan tes
buatan peneliti sendiri. Tes baku adalah tes yang dipublikasikan dan telah disiapkan
oleh para ahli secara cermat sehingga norma-norma perbandingan, validitas, relia-
bilitas dan petunjuk pemberian skornya telah diuji dan disiapkan. Tes buatan sendiri,
agar dapat dipergunakan sebagai alat pengukuran perlu diperhatikan beberapa hal
berikut ini.
(1) Tes harus valid
Tes disebut valid apabila tes tersebut benar-benar dapat mengungkap aspek yang
diselidiki secara tepat, dengan kata lain harus memiliki tingkat ketepatan yang
tinggi dalam mengungkap aspek-aspek yang hendak diukur
(2) Tes harus reliabel
Tes dikatakan reliabel apabila tes tersebut mampu memberikan hasil
yang relatif tetap apabila dilakukan secara berulang pada kelompok
individu yang sama. Dengan kata lain tes itu memiliki tingkat ketepatan atau
tingkat keajegan yang tinggi dalam mengungkap aspek-aspek yang
hendak diukur.
(3) Tes harus objektif
Tes dikatakan objektif apabila dalam memberikan nilai kuantitatif terhadap
jawaban, unsur subjetifitas penilai tidak ikut mempengaruhi.
(4) Tes harus bersifat diagnostik
Tes bersifat diagnostik apabila tes memiliki daya pembeda dalam arti mampu
memilah-milah individu yang memiliki kemampuan yang tinggi sampai
dengan angka yang terendah dalam aspek yang akan diungkap. Untuk itu harus
dilakukan perhitungan tingkat kesukaran butir tes dan analisis butir tes.
Tingkat kesukaran berupa indeks P = 100 dari satu butir tes yang termudah
sampai indeks P= 0,00 dari satu item tes yang tersukar. Keadaan ini harus
tersebar sedemikian rupa di dalam tes. Penyebarannya disarankan sebagai
berikut : 20% butir tes yang sukar, 50% butir tes yang kesukarannya sedang,
dan 30% butir tes mudah.
(5) Tes harus efisien
Tes yang efisien yaitu tes yang mudah cara membuatnya dan mudah pula
penilaiannya.
Agar butir-butir tes memenuhi persyaratan yang dikehendaki, maka butir tes
objektif disusun harus memenuhi konstruksi berikut ini.
a) Syarat bagi pembuat tes
Pembuat tes harus berusaha memenuhi syarat sebagai berikut memiliki
pengetahuan yang mendalam tentang bahan yang akan dites, memiliki
pengetahuan dan kecakapan dalam teknik konstruksi tes, memiliki
kemampuan merumuskan buah pikiran secara teliti, singkat dan jelas.
Petunjuk umum menyusun butir tes objektif: setiap pertanyaan bentuk objektif
hendaknya didahului oleh petunjuk tentang cara mengerjakan; pergunakan
istilah dan susunan kalimat yang sesuai dengan tingkat kemampuan testee;
hindarkan pernyataan-pernyataan yang mengandung lebih dari satu
pengertian atau dapat diartikan bermacam-macam; pernyataan-
pernyataan jangan diambil langsung dari apa yang tertulis di dalam buku
bacaan atau bahan pelajaran, karena hal itu akan melatih ingatan saja
dan kurang mendorong testee untuk berpikir; harus juga dijaga jangan
sampai pertanyaan yang satu mempermudah pertanyaan yang lain; urutan-
urutan jawaban yang salah dan yang betul jangan mengikuti suatu pola
tertentu yang tetap, misal, dalam ragam Benar - Salah urutan jawaban yang
betul jangan B; S, B, S dan seterusnya, atau dalam ragam Pilihan Ganda, jangan
a, b, c, d, a, b, c, d, dan seterusnya; jangan sampai pertanyaan yang satu
tergabung pada pertanyaan yang lain sehingga apabila testee tidak dapat
menjawab yang satu maka tidak akan dapat menjawab yang lain; tes objektif
harus mengevaluasi tujuan-tujuan pengajaran yang sudah ditetapkan; butir-butir
tes hendaknya disusun sedemikian rupa sehingga testee yang sudah mencapai
tujuan pengajaran akan dapat menjawab dengan bena; butir tes harus
memiliki discriminatory power untuk membedakan testee yang sudah
mencapai tujuan pengajaran dari yang belum mencapai tujuan itu; petunjuk
tes dan butir-butir tes harus sedemikian rupa sehingga testee tahu dengan
segera apa yang harus dikerjakan; tes harus dipersiapkan sebaik-baiknya;
testee harus diberi kesempatan yang cukup untuk persiapan menghadapi
tes; waktu untuk mengerjakan tes harus cukup karena pada dasarnya tes
objektif bukan "speed test" tetapi "power test"; untuk discriminatory purposes,
butir-butir tes yang jumlahnya memadai itu sebaiknya terdiri atas butir-butir
yang relatif mudah sampai yang relatif sukar; tes hendaknya meliputi semua
aspek penting dari bahan yang diajarkan; jawaban-jawaban yang benar
hendaknya tersebut pada huruf atau nomor option yang berbada-beda tidak
membentuk pola; dan untuk tes pilihan ganda, option-option hendaknya jelas
benar atau salah benar dan hanya satu yang benar. (Mechrens dan
Lechmann, 1975; Nawawi, 1983).
Pertanyaan atau soal tes objektif bentuk multiple choice terdiri atas dua
bagian, yaitu stem dan option. Stem dapat berbentuk suatu phrase kalimat
yang tidak lengkap, kalimat tanya, kalimat ingkar, dan sebagainya. Option
merupakan kemungkinan jawaban yang telah tersedia, yang harus dipilih.
Jawaban yang benar disebut kunci (key), sedang yang lain disebut pengecoh
(distractors). Dengan demikian, syarat-syarat khusus objektif test bentuk
multiple choice dapat dibedakan berikut ini.
b) Syarat Penyusunan Stem: Kalimat stem harus jelas menunjukkan tugas yang
harus dilaksanakan dan tidak meragukan; stem hanya menanyakan atau
mengandung maksud atau satu masalah pokok; kalimat stem hendaknya
singkat, jelas dan mudah dimengerti.
c) Syarat Penyusunan Option: Option hanya mengandung satu jawaban yang benar
atau tepat; option hendaknya homogen, satu, sama lain ada sangkut pautnya;
option hendaknya pendek, jangan merupakan kalimat yang panjang; option
hendaknya mempunyai bobot yang hampir sama agar pengecoh dapat bekerja
dengan balk; pengecoh hendaknya diambil dari materi yang sudah dipelajari;
jumlah option untuk seperangkat butir tes sebaiknya sama; kunci supaya
disebar pada semua, dan jumlahnya diusahakan sebanding.
4) Daftar Inventori Kepribadian
Daftar ini dimaksudkan untuk mendapat ukuran kepribadian dari objek penelitian. Dalam
daftar inventori para subjek diberi bermacam-macam pernyataan yang menggambarkan
pola-pola tingkah laku. Mereka diminta untuk menunjukkan apakah tiap-tiap pernyataan
itu merupakan ciri tingkah laku mereka, dengan jalan memberi tanda cek pada jawaban
ya, tidak, atau tidak tahu. Skor dihitung dengan jalan menunjukkan jawaban yang sesuai
dengan sifat yang diukur oleh peneliti.
5) Teknik Proyektif
Teknik proyektif adalah ukuran yang dilakukan dengan meminta seseorang
memberikan respon kepada suatu stimulus yang bermakna ganda atau yang tak
tersusun. Teknik ini disebut proyeksi karena seseorang diharapkan memproyeksikan
kebutuhan, keinginan, ketakutan, kecemasannya sendiri ke dalam stimulus tersebut.
Peneliti kemudian, mencoba menyusun suatu gambaran menyeluruh tentang kepribadian
orang tersebut bedasar penafsiran dan tanggapan subjek terhadap stimulus. Teknik
proyektif banyak digunakan oleh para ahli ilmu jiwa klinis untuk mempelajari dan
menetapkan diagnosis orang yang mendapat gangguan emosional.
6) Skala
Skala adalah seperangkat nilai angka yang ditetapkan kepada subjek, objek atau
tingkah laku dengan tujuan mengukur sifat. Skala biasa digunakan untuk mengukur
sifat, nilai-nilai dan minat. Macam skala ada empat, yaitu: (1) summated rating scale atau
skala Libert, (2) equal-appearing intervals atau skala Thurstone,(3) cumulative scales
atau skala Guttman dan (4) semantic differential scales atau skala perbedaan
makna dari Osgood (Ary, dkk, 1972).
a) Summated rating scale (skala Likert)
Skala Likert merupakan sejumlah pertanyaan positif dan negatif mengenai suatu objek
sikap. Langkah-langkah untuk menyusun skala Likert, sebagai berikut: mengumpulkan
sejumlah pertanyaan yang menyenangkan dan yang tidak menyenangkan tentang objek
sikap; memilih dari kumpulan ini pernyataan-pernyataan yang menyenangkan dan
yang tidak menyenangkan dalam jumlah yang kira-kira sama; memberikan butir-
butir pernyataan itu kepada sejumlah individu untuk mengisi pendapatnya;
menghitung skor tiap-tiap individu; dan melakukan analisis untuk memilih butir-butir
pernyataan yang menghasilkan diskriminasi tinggi. Perhatikan contoh yang dipilih
dari butir-butir "sikap terhadap orang Negro" dalam tulisan Liberti (Ary, dkk, 1979).
Contoh Pertanyaan Skala Likert
No Indikator yang diukur Pilihan jawaban
1 Jika guru Negro dituntut membuat persiapan yang sama dengan guru kulit putih, maka guru Negro seharusnya
sangat setuju
setuju tidak mempunyai pilihan
tidak setuju
sangat tidak setuju
mempero leh ga j i yang sama dengan guru kulit putih.
(2) (1) (0) (-1) (-2)
Perumahan orang Negro hendaknya dipisahkan darisetujuperumahan orang kulit putih.
sangat setuju
(2)
setuju
(1)
tidak mempunyai pilihan
(0)
tidak setuju
(-1)
sangat tidak setuju
(-2)
b) Skala Thurstone
Thurstone mengembangkan suatu metode untuk menentukan skala tertentu pada hal-
hal yang mewakili berbagai tingkat sikap yang menyenangkan. Langkah-langkahnya:
mengumpulkan sejumlah besar pernyataan tentang objek sikap; memberikan
pernyataan-pernyataan tersebut kepada sejumlah penilai (50 - 100 orang); mencari
skala yang akan ditetapkan pada setiap nilai pernyataan; memilih 20 sampai 30
pernyataan yang tersebar secara merata.
Contoh Nilai Skala:
0 . 2 Saya yakin gereja adalah lembaga yang terbesar di Amerika saat ini.
1 . 5 Saya yakin bahwa menjadi anggota gereja merupakan hal yang hampir
pokok untuk menjalani hidup sebaik-baiknya.
2 3 Saya merasa upacara ibadah gereja menimbulkan rasa tenang dan
membangkitkan semangat.
3 . 3 Saya menyukai gereja saya karena di sana ada suasana persahabatan.
4 . 5 Saya percaya pada apa yang diajarkan gereja, namun dengan syarat- syarat
mental tertentu.
5 . 6 Kadang-kadang saya merasa bahwa gereja dan agama itu perlu, dan kadang-
kadang saya ragu-ragu.
6 . 7 Saya yakin pada ketulusan dan kebaikan tanpa upacara gereja sama sekali.
7 . 4 Saya yakin gereja akan kehilangan tempat berpijak bilamana pendidikan
semakin maju.
8 . 3 Saya kira ajaran gereja semuanya terlalu dangkal untuk bisa mempunyai banyak
arti sosial.
9 . 6 Saya kira gereja adalah penghambat agama, karena gereja masih
bergantung pada hal-hal yang baik, tahayul, dan dongeng.
10.0 Saya kira gereja adalah parasit dalam masyarakat (Donald Ary, dkk, 1972).
Dalam pelaksanaannya, nilai skala itu tidak ditunjukkan. Buti-butir pernyataan itu
diatur secara acak. Skor setiap subjek adalah rerata dari nilai pernyataan yang dipilih.
c) Skala Guttman
Teknik skala Guttman digolongkan sebagai skala berdimensi tunggal. Suatu sikap
dianggap berdimensi tunggal hanya kalau sikap itu menghasilkan skala yang
kumulatif, yaitu skala yang butir-butirnya berkaitan, satu sama lain sedemikian rupa
sehingga seorang subjek yang setuju dengan pernyataan nomor dua, misalnya akan juga
merasa setuju dengan pernyataan nomor satu, dan seterusnya. Sebagai contoh, lihatlah
butir-butir pernyataan berikut. Dalam contoh ini responden diminta untuk menyatakan
setuju atau tidak setuju.
(1).Manfaat Pramuka sepadan dengan waktu yang dihabiskan untuk organisasi itu;
(2).Pramuka mempunyai pengaruh besar dalam meningkatkan peranan generasi muda;
(3). Pramuka adalah organisasi yang paling penting di Indonesia dalam
meningkatkan peranan generasi muda.
d) Skala Perbedaan Makna (Semantic Differential Scale)
Skala perbedaan makna didasarkan pada pandangan bahwa objek itu mempunyai dua
macam makna bagi seseorang, yaitu makna denotatif dan konotatif. Makna
denotatif suatu objek dapat dengan mudah dinyatakan, namun tidak demikian dengan
makna konotatifnya. Osgood, dkk, menggunakan skala ini yang terdiri atasi tujuh titik.
Sebagai contoh lihatlah berikut ini (Ary, dkk, 1972).
Contoh: Berilah nilai pada situasi/kondisi berikut ini.
Baik 3 2 1 0 -1 -2 -3 BurukBersih 3 2 1 0 -1 -2 -3 KotorManis 3 2 1 0 -1 -2 -3 PahitKuat 3 2 1 0 -1 -2 -3 LemahBesar 3 2 1 0 -1 -2 -3 KedlBerat 3 2 1 0 -1 -2 -3 PinganAktif 3 2 1 0 -1 -2 -3 Pasif
Cepat 3 2 1 0 -1 -2 -3 LambatPanas 3 2 1 0 -1 -2 -3 Dingin
Melalui analisis faktor, Osgood, dkk, medapatkan tiga kelompok kata sifat: yaitu
evaluatif, seperti baik-buruk, bersih-kotor; potensi, seperti -kuat-lemah, besar-kecil;
dan aktivitas, seperti aktif-pasif, cepat-lambat.
7) Teknik Sosiometris
Teknik sosiometris dipakai untuk mempelajari organisasi kelompok-kelompok kecil.
Prosedur dasarnya dapat berupa permintaan kepada para anggota suatu kelompok untuk
menunjuk teman pilihan mereka yang pertama, kedua, dan seterusnya menurut kriteria
tertentu. Melalui teknik ini dapat diketahui anggota kelompok yang populer (bintang),
yang terkecil, dan kelompok klik-klikan.
Contoh:
A Berdasarkan contoh, dapat diketahui bahwa
C sebagai bintang, B orang terkucil karena
B C tidak ada yang memilih. Sementara, D,C,
dan E saling memilih, ini merupakan suatu,
yaitu tiga atau lebih individu memilih satu
D E sama lain.
8) Teknik Dokumenter
Cara mengumpulkan data melalui peninggalan tertulis, seperti arsip-arsip dan termasuk
juga buku-buku tentang pendapat, teori, dalil atau hukum-hukum, dan lain-lain yang
berhubungan dengan masalah penelitian disebut teknik dokumenter atau studi
dokumenter. Dalam penelitian kualitatif teknik ini merupakan alat pengumpul data
yang utama karena pembuktian hipotesisnya yang diajukan secara logis dan rasional
melalui pendapat, teori atau hukum-hukum yang diterima, baik mendukung maupun yang
menolak hipotesis tersebut. Sedang dalam penelitian kuantitatif teknik ini berfungsi
untuk menghimpun secara selektif bahan-bahan yang dipergunakan di dalam
kerangka atau landasan teori, penyusunan hipotesis secara tajam.
K. Reliabilitas dan Validitas Alat Pengumpul Data
1. Reliabilitas
Reliabilitas lebih mudah dimengerti, dengan memperhatikan tiga aspek dari suatu alat
ukur, yaitu: (1) kemantapan, (2) ketepatan dan (3) homogenitas. Suatu instrumen dikatakan
mantap apabila dalam mengukur sesuatu berulangkali, dengan syarat bahwa kondisi saat
pengukuran tidak berubah, instrumen tersebut memberikan hasil yang sama. Di dalam
pengertian mantap, reliabilitas mengandung makna juga "dapat diandalkan" (Kerlinger,
1973). Ketepatan, menunjuk kepada instrumen yang tepat/benar dalam mengukur dari
sesuatu yang diukur. Instrumen yang tepat adalah instrumen dimana pertanyaannya jelas,
mudah dimengerti dan rinci. Pertanyaan yang tepat, menjamin juga interpretasi tetap sama
dari responden yang lain, dan dari waktu yang satu kewaktu yang lain. Homogenitas,
menunjuk kepada instrumen yang mempunyai kaitan erat satu sama lain dalam unsur-unsur
dasarnya. Misalnya, untuk mengetahui tingkat partisipasi seorang petani di pedesaan, maka
kepadanya diungkap; sering tidaknya mengikuti pertemuan di pedesaan, ambil bagian dalam
kerja bakti, hubungan dengan sesamanya, dan sebagainya.
Pengukuran reliabilitas mempunyai landasan dalam teori "measurement
error" (salah ukur). Dalam perhitungan reliabilitas instrumen yang standar itu, secara
teoritis dianggap ada dan hasil atau angka yang diperoleh dengan menggunakan instrumen itu
disebut angka benar (true score). Sedang hasil atau angka yang diperoleh dengan
menggunakan instrumen yang ada disebut angka yang diperoleh (obtained score).
Selisih antara angka yang diperoleh dengan angka yang benar disebut salah ukur.
Mutu suatu instrumen atau alat pengukur secara keseluruhan, pada dasarnya dapat diperiksa melalui
dua tahap usaha, yaitu pertama dengan analisis rasional dan analisis empiris (Dirjen PT PPSPTK,1980).
Seorang peneliti yang cermat dan berpengalaman, biasanya dengan mudah menilai reliabilitas suatu
instrumen penelitian dengan cara mengadakan analisis rasional. Peneliti ini akan dapat pula menunjuk
kelemahan dari instrumen dan dengan segera dapat memberi pertimbangan, apakah informasi yang
diperoleh dari responden dapat dipercaya atau harus diterima dengan hati-hati, atau ditolak. Langkah ke
dua dalarn memeriksa mutu instrumen, ialah dengan menganalisis secara empiris (analisis dengan
mempergunakan prosedur statistik). Dengan demikian, langkah ini merupakan penunjang dalam
pengujian penilaian yang kualitatif. Cara/metode pengujian reliabilitas dari instrumen berikut ini.
1) Metode Ulang (Test-Retest)
Metode ini menunjuk adanya pengulangan pengukuran yang sama kepada responden yang sama, dengan
situasi yang (kira-kira) sama, pada dua waktu yang berlainan. Cara ini memang sederhana, akan tetapi
mempunyai kelemahan-kelemahan karena kemungkinan-kemungkinan seperti dibawah ini.
a). Terjadinya perubahan dalam diri responden di antara dua kurun waktu wawancara, sehingga hasil
pengukuran yang pertama dan kedua terjadi perubahan yang besar:
b). Kesiapan yang berbeda dari responden, pada keadaan pengukuran kedua dibanding dengan
yang pertama. Kebenaran ini harus sungguh diperhatikan, apalagi dalam mengukur
reliabilitas tes kemampuan
c). Kemungkinan responden hanya mengingat dan mengulang kembali jawaban yang pernah
diberikan. Untuk sedikit mengatasi, jarak waktu antara pengukuran yang pertama dengan yang
kedua perlu dipertimbangkan masak-masak.
d). Kemungkinan bahwa responden yang cirinya diukur berulang kali menunjukan suatu kesadaran
terhadap ciri tersebut, yang kemudian bertanggungjawab terhadap perubahan sikap itu.
2). Metode Paralel
Metode ini menunjuk pada kesatuan yang sama, atau kelompok variabel diukur dua kali
pada waktu yang sama atau hampir bersamaan, pada sampel atau responden yang sama juga.
Di dalam pelaksanaanya terdapat dua kemungkinan, yaitu : (1) dua orang peneliti
menggunakan instrumen yang sama pada responden yang berbeda, (2) seorang peneliti
dengan dua instrumen yang berbeda tetapi bermaksud mengukur variabel yang sama.
Salah satu cara untuk menilai reliabilitas dari dua alat ukur adalah dengan koefisien
korelasi. Apabila koefisien korelasi di kuadratkan, akan diperoleh koefisien determiner
yang sekaligus merupakan indeks reliabilitas untuk kedua alat ukur.
3). Metode Belah Dua (Split Half Method)
Metode ini menunjuk pada pengujian suatu instrumen dengan cara membagi dua, artinya
instrumen dan skor pada kedua bagian instrumen itu dikorelasikan. Pengujian dengan
metode ini (lebih tepat) pada instrumen yang terdiri atas beberapa pertanyaan atau
pernyataan, biasanya dalam bentuk skala. Sebuah skala biasanya mengukur konsep, jadi
yang diukur dalam metode belah dua ini adalah homogenitas dan internal consistency
pertanyaan/pernyataan yang termasuk dalam suatu instrumen. Proses pengujian reliabilitas
pada metode belah dua ini, hampir sama dengan metode paralel. Sampai saat ini belum
ada pedoman yang baik untuk memilih suatu instrumen. Cara yang biasanya, ditempuh
untuk memilih instrumen adalah dengan mengelompokkan pertanyaan yang bernomor
genap pada satu kelompok dan pertanyaan yang bernomor ganjil di lain kelompok.
Kelemahan metode ini, bahwa koefisien korelasi dan indeks reliabilitasnya biasanya
berfluktuasi tergantung dari cara pengelompokan pertanyaan-pertanyaan.
2. Validitas
Pengukuran reliabilitas, perhatian ditujukan kepada: kemantapan, ketepatan dan
homogenitas instrumen. Sedangkan di dalam mengukur validitas, perhatian ditujukan pada isi
dan kegunaan instrumen. Sebagai contoh, perhitungan GNP dapat menunjuk tingkat
kemajuan ekonomi suatu negara, dan sering juga dipakai oleh para ekonom untuk menunjuk
taraf kemakmuran rakyat biasa. Penggunaan GNP untuk mengukur taraf kemakmuran
rakyat banyak, dikritik belakangan ini. GNP dapat dikatakan valid untuk mengukur tingkat
ekonomi negara, tetapi tidak valid untuk mengukur kemakmuran rakyat. Jumlah jam kerja
seorang buruh mungkin berguna untuk mengetahui produktivitasnya, tetapi barangkali tidak
untuk menilai loyalitas terhadap perusahaan. Dengan demikian, maka instrumen dapat valid
untuk mengukur tujuan yang satu, tetapi tidak valid untuk tujuan yang lain (Hagul dalam
Singarimbun, 1982).
Di dalam kehidupan sehari-hari, sering kali mempersoalkan validitas kriteria penilaian
terhadap sesuatu. Sebagai contoh kecerdasan seseorang di bangku sekolah, tidak selalu
menjamin perolehan jabatan atau pekerjaan yang sesuai pada masa yang akan datang. Suatu
prestasi/pengalaman tidak selalu sesuai dengan sasaran yang hendak dicapai atau diukur.
Pengertian valid, di dalam karya ilmiah, tidak jauh berbeda dari apa yang dikemukakan dari
pengalaman-pengalaman sehari-hari di atas. Secara ringkas keadaan validitas suatu karya
ilmiah akan dijelaskan dengan menguraikan jenis validitas seperti: construct validity, content
validity, face validity, predictive validity (Nawawi, 1983) .
1) Construct Validity
Construct validity menunjuk kepada asumsi, bahwa alat ukur yang dipakai mengandung
satu definisi operasional yang tepat, dari suatu konsep teoritis. Oleh karena itu,
construct validity (konstruk) sebenarnya hampir sama dengan konsep, keduanya sama-
sama merupakan abstraksi dan generalisasi, yang perlu diberi definisi sedemikian rupa,
sehingga dapat diamati dan diukur. Beberapa konstruksi dalam ilmu-ilmu sosial seperti:
status sosial ekonomi, nilai anak, fertilitas dan normalitas, kesengsaraan, kemiskinan dan
sebagainya. Seorang peneliti dalam membahas construct validity ini, mulai dengan
menganalisis unsur-unsur suatu konstruk. Kemudian diberikan penilaian apakah
bagian- bagian itu memang logis untuk disatukan (menjadi skala) yang mengukur
suatu konstruk. Langkah terakhir adalah menghubungkan konstruk yang sedang diamati
dengan konstruk lainnya, dan menelusur apa saja dari konstruk pertama mempunyai
kaitan dengan unsur-unsur tertentu pada konstruk lain tadi.
2) Content Validity
Content validity (validitas isi) menunjuk kepada suatu instrumen yang memiliki
kesesuaian isi dalam mengungkap/mengukur yang akan diukur. Sebagai misal, seorang
dosen pada akhir semester memberikan ujian dari bahan yang telah diajarkan. Sudah
barang tentu terdapat banyak kemungkinan pertanyaan yang diajukan. Sebuah tes yang
mempunyai validitas isi yang tinggi, apabila pertanyaan yang diajukan dapat mengungkap
apa yang sudah diajarkan dosen, atau yang diketahui mahasiswanya. Validitas isi kini
mendapat perhatian yang makin besar dalam pengukuran-pengukuran terhadap kemajuan
belajar. Tes kemajuan belajar, seperti dimaklumi adalah bermaksud mengetahui apa yang
sudah diketahui siswa/mahasiswa. Untuk mencapai maksud itu, butir-butir tes tidak boleh
keluar dari persoalan-persoalan yang dipandang penting dan masih erat berhubungan
dengan isi dari kompetensi dasar yang bersangkutan. Penentuan suatu alat ukur
mempunyai validitas isi, biasanya/dapat juga didasarkan pada penilaian para ahli dalam
bidang tersebut.
3) Face Validity
Face validity (validitas lahir atau validitas tampang) menunjuk dua arti berikut ini.
a). Menyangkut pengukuran atribut yang konkret. Sebagai contoh: peneliti akan
mengukur tingkat melek huruf petani-petani di desa, maka mereka disuruh
membaca. Apabila kemahiran mengetik yang akan diukur, maka jumlah kata yang
diketik per-menit itulah yang akan dianalisis.
b).Menyangkut penilaian dari para ahli maupun konsumen alat ukur tersebut. Sebagai
contoh, peneliti menyusun skala tentang partisipasi, kemudian ditunjukkan kepada
sejumlah ahli. Apabila para ahli berpendapat bahwa unsur skala itu memang mengukur
partisipasi, skala tersebut dikatakan memiliki validitas tampang.
4) Predective Validity
Predective validity, menunjuk kepada instrumen peramalan. Meramal sudah
menunjukkan bahwa kriteria penilaian berada pada saat yang akan datang, atau
kemudian. Sebagai contoh, salah satu syarat untuk diterima di perguruan tinggi adalah
menempuh ujian. Instrumen tes ujian itu dikatakan memiliki predective validity yang
tinggi, apabila yang mendapat nilai baik ternyata dapat menyelesaikan studinya dengan
lancar, mudah dan berprestasi baik, sedangkan yang mendapat nilai rendah akan
mendapat hambatan yang tiada tara, bahkan gagal di tengah jalan. Dengan kata lain,
dengan instrumen tes yang memiliki predective validity tadi, dapat diramalkan hasil studi
seseorang calon mahasiswa pada satu masa yang akan datang. Secara bagan pengujian
validitas dan reliabilitas instrumen penelitian dapat digambarkan seperti pada
Gambar 2.3 sebagai berikut.
Gambar 2.3
Skema Instrumen dan Cara-cara Pengujian Validitas dan Reliabilitas
Instrumen yang baik
Valid mengukur apa yang hendak diukur (ketepatan)
Validitas eksternal/empiris
Validitas internal/rasional
Reliabel digunakan untuk mengukur berkali-kali menghasilkan data yang sama (konsisten)
Construct ValidityDisusun Berdasarkan teori relevan
Content ValidityDisusun berdasarkan rancangan/program yang telah ada
Uji Validitasnya dengan
KonsultasiAhli
Stability
Disusun berdasarkan fakta-fakta empiris yang telah terbukti
Uji validitas dibandingkan
dengan standar yang telah ada
dilanjutkan dengan analisis
faktor
Uji Validitas dengan
membandingkanprogram yang
ada dan konsultasi ahli
Eksternal
Equivalent
Gabungan di atas
Internal consistency
Test-retestKelompok sama waktu berbeda
Test beda, tetapi equivalentDicobakan dalam waktu yang sama
Diuji dengan: Split half KR 20, KR 21 Anova Hoyt
Di-analisis dengan korelasi setelah
diuji coba
L. Pengolahan Hasil Penelitian
1. Analisis Statistik
Menyimpan, mendemonstrasikan, mendeskripsikan, dan menganalisis data penelitian,
dewasa ini tidak lepas dari keikutsertaan jasa komputer. Penggunaan komputer pada
penelitian banyak dibantu oleh tersedianya software siap pakai yang berhubungan dengan
statistika. Telah diketahui bahwa statistika memegang peranan penting dalam pengolahan dan
analisis data. Walaupun demikian, peranan statistika tidak lebih dari sekadar alat penelitian
(Bungin, 2008). Sebagai alat analisis data, beberapa rumus pengolahan data statistika telah
dibuat dalam program-program siap pakai yang tersimpan dalam floppy disk maupun hardisk,
seperti dynastat, microstat, SPSS (Statistical Package for Social Sciences), AMOS (.....,) dan
sebagainya. Pada setiap program siap pakai tersebut telah tersedia berbagai bentuk alat
pengolahan data statistik, baik statistik deskriptif maupun inferensial.
Penggunaan program-program tersebut, dengan demikian peneliti tidak bersusah
payah membuat form-form pengolahan dan analisis data, menghitung data, serta menarik
simpulan sementara. Semuanya tersedia dalam program-program tersebut. Peneliti hanya
dituntut untuk menguasai cara mengoperasikan program statistik tertentu sesuai dengan
kepentingan penelitian. Satu-satunya pekerjaan adalah meng-entry data penelitian dalam
disket-disket kerja kemudian menjalankan program tersebut. Walaupun demikian, simpulan
akhir tetap ada kepada peneliti.
Analisis statistik berangkat dari data kuantitatif. Pada umumnya statistik dibagi dua,
yaitu: statistik deskriptif dan statistik inferensial. Analisis statistik deskriptif biasanya
dipergunakan kalau tujuan penelitian hanya untuk penjajagan atau pendahuluan, tidak menarik
kesimpulan, hanya memberikan gambaran/deskripsi tentang data yang ada. Termasuk dalam
penyajian data pada statistik deskriptif adalah tabel, grafik, pengukuran tendensi sentral (modus,
median, mean, desil, persentil), dan perhitungan standar deviasi.
Analisis statistik inferensial dipergunakan jika peneliti akan memberikan
interpretasi mengenai data, atau ingin menarik simpulan dari data yang dihasilkan. Pada
statistik inferensial terdapat statistik parametrik dan nonparametrik. Statistik parametrik
digunakan untuk menguji parameter populasi melalui statistik, atau menguji ukuran populasi
melalui data sampel. Penggunaan statistik parametrik dan nonparametrik tergantung pada
asumsi dan jenis data yang akan dianalisis. Statistik parametrik memerlukan banyak asumsi,
yaitu data yang akan dianalisis harus berdistribusi normal, syarat homogenitas, asumsi
linieritas (dalam regresi). Sementara itu statistik nonparametrik tidak menuntut terpenuhi
banyak asumsi, misal data tidak harus berdistribusi normal. Oleh karena itu, statistik
nonparametrik sering disebut bebas distribusi (Sugiyono, 2010). Analisis statistik parametrik
sudah barang tentu mempunyai kekuatan yang lebih dari pada analisis statistik
nonparametrik. Selain itu, analisis statistik parametrik banyak digunakan untuk untuk
menganalisis data interval dan rasio, sedangkan statistik nonparametrik banyak digunakan
untuk menganalisis data nominal dan ordinal. Tabel 2.2 menggambarkan penggunaan statistik
dalam menguji hipotesis.
Tabel 2.2Penerapan Statistik Parametrik dan Nonparametrik Kaitannya dengan Jenis Data
dan Bentuk-Bentuk Hipotesis
Macam Data
Bentuk HipotesisDeskriptif
(satu variabel atau satu
sampel)**
Komparatif (dua sampel)
Komparataif (lebih dari dua sampel
Asosiatif (hubungan)
Related Independent Related Independent
Nominal Binomial
.. satu sampel
McNemar
Fischer ExactProbability
.. dua sampel
Cochran Q ...untuk k sampel
ContingencyCoeficienc Correlation
Ordinal Run TestSign test
WilcoxonMatced pairs
Median testMann-WhitneyUtestKolomogorovSmirnovWald-Woldfowitz
FriedmanTwo-WayAnova
MedianExtension
Kruskal-Wallis OneWay Anova
SpearmanRank Corelation
Kendall Tau
InrtervalRasio
t-test* t-tesRelated
t-test*Indepemdent
One WayAnova*
Two-WayAnova*
One-Way Anova*
Two-WayAnova*
Korelasi Product Moment*
Korelasi Parsial*
Korelasi Ganda*
Regresi,Sederhana &Ganda*
*) Statistik Parametrik**) Deskriptif untuk parametrik artinya satu variabel dan untuk noparametrik artinya satu sampel
Untuk kepentingan analisis data, bagaimanapun bentuknya data, perlu ada prosedur
penyusunannya. Prosedur yang sering dilakukan dalam analisis data adalah sebagai berikut:
a. Penyusunan Data
Hal-hal yang perlu dipertimbangkan dalam penyusunan data:
1) hanya memasukkan data yang penting dan benar-benar dibutuhkan
2) hanya memasukkan data yang bersifat objektif
3) hanya memasukkan data yang autentik
4) perlu dibedakan data informasi dengan kesan pribadi responden.
b. Pengolahan Data
Kegiatan pengolahan data secara umum dilaksanakan melalui tahap memeriksa (editing),
proses pemberian identitas (coding), dan proses pembeberan (tabulating). Editing adalah
kegiatan pengklasifikasian data dengan cara menggolongkan aneka ragam jawaban itu ke
dalam kategori-kategori yang jumlahnya lebih terbatas. Pengklasifikasian perangkat
kategori itu, penyusunannya harus memenuhi: bahwa setiap perangkat kategori
dibuat dengan mendasarkan kriterium yang tunggal, bahwa setiap perangkat kategori
harus dibuat lengkap, sehingga tidak ada satu pun poin-poin jawaban responden
yang tidak mendapat tempat, dan bahwa kategori yang satu dengan yang lain harus
terpisah secara jelas tidak saling tumpang tindih. Apabila terjadi kejanggalan pada
instrumen, berilah identitas tertentu pada instrumen dan poin janggal tersebut.
Editing akan lebih menguntungkan bila dilakukan secara bersama-sama di antara peneliti
sehingga diskusi dan pengecekan dapat dilakukan secara langsung. Apabila editing
terpaksa secara terpisah, maka sebaiknya peneliti memiliki daftar koreksi yang dapat
mempermudah pencarian instrumen yang harus mendapat pemeriksaan ulang. Pada akhir
editing, peneliti harus berkeyakinan bahwa data yang diperlukan sudah lengkap dan jelas,
data sudah konsisten, seragam, dan memiliki respons yang sesuai.
1. Pemilihan Uji Statistik
Pemilihan uji statistik dilakukan setelah tujuan penelitiann dirumuskan secara tepat,
sederhana, dan jelas. Tujuan penelitian untuk mendeskripsikan variabel, membedakan
distribusi, ataukah mencari hubugan dan pengaruh hubungan antara variabel analisis statistik
yang digunakan adalah statistik deskriptif. Sedangkan tujuan penelitian yang hendak
membedakan suatu distribusi, misal t-test, anova, manova, chi-square digunakan uji
signifikansi dengan statistik inferensial. Selanjutnya, apabila distribusinya normal, maka
statistik yang digunakan adalah statistik parametrik, sedangkan bila distribusinya tidak
normal statistik yang digunakan adalah statistik nonparametrik.
Santoso (2007) mengemukanan cara untuk mengetahui normalitas suatu objek
penelitian, yaitu dengan:
1) cara pengambilan sampel. Distribusi suatu objek diharapkan normal bila sampel
diambil secara random dan besar sampel dihitung secara statistik berdasarkan besar
populasi.
2) menghitung rerata dan standard deviasi suatu objek. Pada distribusi normal harga
standard deviasi pada umumnya tidak lebih besar 50% dari harga rerata.
3) uji normalitas. Cara sederhana ialah dengan membuat histogram, dievaluasi bentuk
distribusinya (simetris atau menceng), atau menggunakan statistik kolmogorov
smirnov.
2. Rancangan dan Teknik Analisis
a. Ukuran kecenderungan memusat
Salah satu tugas statistik adalah mencari suatu angka di sekitar mana nilai-nilai dalam
suatu sebaran memusat. Angka yang menjadi pusat sesuatu sebaran disebut
kecenderungan memusat atau tendensi sentral. Terdapat tiga macam kecenderungan
sentral, yaitu mean, median, dan mode.
b. Teknik Korelasi
Teknik korelasi digunakan untuk mencari hubungan antara dua atau lebih variabel.
Arah hubungan dapat positif, negatif, atau tidak ada hubungan. Hubungan poitif, bila
kenaikan/turunnya nilai variabel yang satu (X) disertai kenaikan/turunnya nilai variabel
Mean adalah jumlah nilai dibagi dengan banyaknya individuMode (dalam sebaran frekuensi tunggal ) adalah nilai variabel yang mempunyai frekuensi tertinggi dalam sebaran. Mode (dalam sebaran frekuensi bergolong) adalah titik tengah interval kelas yang mempunyai frekuensi tertinggi dalam sebaran.Median adalah suatu nilai yang membatasi 50% frekuensi distribusi bagian bawah dengan 50% frekuensi distribusi bagian atasKwartil adalah norma yang membagi sesuatu/keadaan ke dalam empat golongan/kategoriDesil adalah norma yang membagi sesuatu/keadaan ke dalam sepuluh golongan/kategoriPersentil adalah norma yang membagi sesuatu/keadaan ke dalam 100 golongan/kategori
yang lain (Y). Hubungan negatif, bila kenaikan/turunnya nilai variabel (X) disertai
turunnya nilai variabel (Y). Hubungan yang nihil atau tidak mempunyai hubungan bila
kenaikan nilai variabel (X) disertai turun atau naiknya variabel (Y).
Besar/kecilnya hubungan ditentukan oleh koefisien hubungan atau koefisien korekasi.
Koefisien hubungan adalah bilangan yang menyatakan besar/kecilnya hubungan.
Bilangan itu bergerak antara 0,00 sampai 1,00. Koefisien yang bertanda (+) menunjuk
kepada korelasi positif dan yang bertanda (-) menunjuk ke arah negatif. Sedang
koefisien yang bertanda 0,00 menunjuk ke arah tidak ada korelasi. Koefisien korelasi
(+1,00) dikatakan sempurna positif. Korelasi (-1,00) dikatakan korelasi sempurna
negatif. Korelasi lebih besar dari 1,00 tidak ada. Kalau dideskripsikan, nilai koefisien
korelasi tersebar sebagaimana terlihat pada Tabel 2.3.
Tabel 2.3Nilai Koefisien
Nilai Koefisien Makna koefisien
(+0,70) - (ke atas)
(+0,50) – (+0,69)
(+0,30) – (+0,49)
(+0,10) – (+0,29)
(0,00)
(-0,01) – (-0,20)
(-0,10) – (-0,29)
(-0,30) – (-0,49)
(-0,50) – (-0,59)
(-0,70) – (- ke
bawah)
A very strong positive association (hubungan positif yang sangat
kuat)
A substantial positive association (hubungan positif yang mantap)
A moderate positive association (hubunag positif yang sedang)
A low positive association ( hubungan positif yang tak berarti)
No association (tidak ada hubungan)
A negligible negative association (hubungan negatif tak berarti)
A low negative association (hubungan negatif yang rendah)
A moderate negative association (hubungan negatif yang sedang)
A substantial negative association (hubungan negatif yang mantap)
A very strong negative association (hubungan negatif yang sangat
kuat)
Selanjutnya untuk menetapkan uji statistik yang dipakai berdasarkan jenis data dapat
dilakukan seperti telihar pada Tebel 2.4 berikut ini.
Tabel 2.4 Penetapan Uji Statistik Berdasarkan Jenis Data
Statistik Deskriptif: digunakan untuk menyusun, meringkas, dan menggambarkan data
Tujuan
Mengukur kecenderungan atau tendensi memusat
Mengukur letak perbedaan
Jenis Data
Nominal, ordinal, interval, dan rasio
Nominal, ordinal, interval, dan rasio
Statistik
Mean, median, mode
Standard Deviation, interquartile range, range
Statistik Inferensial: digunakan untuk menyimpulkan kesamaan dari beberapa kelompok data; untuk memastikan/menyimpulkan bahwa apakah ada perbedaan atau tidak ada perbedaan secara signifikan dari suatu yang diduga sebelumnya.
Statistik Perbandingan: digunakan untuk mengungkap perbedaan Statistik Parametrik : sebagai dasar untuk memberikan kepastian/kesimpukan dari suatu
asumsi dugaan alamiah berdasarkan beberapa data parameter pada populasi (data tersebut berdistribusi normal, bervariasi sama/equal variances), dibutuhkan paling tidak jenis datanya interval dan besar sampel memenuhi
.
Tujuan
1. Membandingkan dua kelompok data bebas (independent), misal rerata dari dua kelompok sampel
2. Membandingkan dua kelompok data terikat (dependent), misal rerata test-retest untuk saatu sampel
3. Membandingkan lebih dari dua kelompok data independent yang salah satu variabel sebagai kelompok eksperimen. Misal rerata dari tiga kelompok sampel
4. Membandingkan lebih dari dua kelompok data dependent yang salah satu variabel sebagai kelompok eksperimen. Misal rerata dari subjek yang sama diuji selama tiga kali waktu yang berbeda
Jenis Data
Interval, ratio, dan berbagai data ordinal
Interval, ratio, dan berbagai data ordinal
Interval, ratio, dan berbagai data ordinal
Interval, ratio, dan berbagai data ordinal
Statistik
t-test(independent)
t-test(correlated)
One-way analysis of variance (ANOVA)
One-way ANOVA with repeated measures
5. Membandingkan dua kelompok data independent atau lebih yang dua kelompok variabel sebagai kelompok eksperimen (factorial design)
6. Membandingkan dua kelompok data independent atau lebih sebagai variabel pertama dan dua kelompok data dependent atau lebih sebagai variabel kedua (mixed design)
7. Membandingkan dua atau lebih dari kelompok data independent dan atau data dependent yang tiga atau lebih sebagai variabel eksperimen
Interval, ratio, dan berbagai data ordinal
Interval, ratio, dan berbagai data ordinal
Interval, ratio, dan berbagai data ordinal
Two-way ANOVA
Two-way mixedANOVA
Three-way(four-way etc)ANOVA
Statistik Nonparametrik: Sebagai dasar untuk mengungkap sebagian kecil asumsi dugaan pada populasi berdasarkan data yang sama, hal ini menggunakan data ordinal dan nominal, dengan ukuran sampel kecil
Tujuan
1. Membandingkan dua kelompok data independent data poins, misal dua kelompok sampel
2. Membandingkan dua kelompok data dependent, misal rancangan pretest-posttest
3. Membandingkan lebih dari dua kelompok data independent yang satu variabel sebagai kelompok eksperimen
4. Membandingkan lebih dari dua kelompok data dependent yang satu variabel sebagai
Jenis Data
Nominal,Ordinal
Nominal,Ordinal
Nominal,Ordinal
Nominal,Ordinal
Statistik
Chi-square, median test, Mann-Whiney U test
McNemar test,Wilcoxon test,Sign test
Chi-square,Median test,Kruskal Wallis.
Cochran O test,Fried-man analysis of varience
kelompok eksperimen
Koefisien Korelasi, dimaksudkan untu mengungkap hubungan/relationship
Tujuan
Menentukan hubungan antara dua variabel
Jenis Data
Data interval atau rasio data untuk kedua variabel
Data ordinal untuk kedua variabel
Nominal: dua pemisah yang tak nyata (two arificial dichotomies)Nominal: dua pemisah yang sugguh (two true dichotomies)Artificial dichotomy untuk satu variabel; data interval atau rasio untuk satu variabelTrue dichotomy untuk satu variabel; data interval atau rasio untuk satu variabel.
Statistiik
PersonProduct MomentCorrelationSpearman rank-orde correlation,Kendall’s tauTetrachoric correlation
Phicoefficient
Biserial correlation
Point biserial correlation
Sumber: Santoso (2007)
M. Pengujian Hipotesis Penelitian
1. Pengetesan hipotesis perbedaan
Berdasarkan kajian teoretis, peneliti akan mengajukan hipotesis. Hipotesis penelitian
terdiri atas hipotesis perbedaan dan hipotesis korelasi/hubungan. Persoalannya adalah
bagaimana sebuah hipotesis dipandang layak ditolak atau diterima. Dalam arti kapan suatu
perbedaan dipandang sebagai perbedaan yang berati atau tidak, dan suatu korelasi di nilai
sebagai korelasi yang bermakna atau tidak. Dalam statistik, cara mengukur atau menilai
hipotesis perbedaan atau hipotesis korelasi disebut dengan pengetesan hipotesis.
Terdapat dua kemungkinan apabila melakukan hipotesis perbedaan, yaitu perbedaan
yang memiliki arti (signifikan) dan tidak memiliki arti (tidak signifikan). Statistik memberi
cara untuk menilai perbedaan tersebut dengan menggunakan t-test dan teknik Chi Square.
Cara menilainya ialah dengan menguji harga “t” apabila menggunakan teknik t-test atau
harga X apabila menggunakan teknik Chi Square. Pengujian harga t dan X dipergunakan
angka batas penerimaan atau penolakan yang telah ditentukan dengan Tabel Nilai-Nilai t atau
Tabel Kurva Normal (untuk teknik t-test), atau Tabel Nilai-nilai Chi Square (untuk teknik Chi
Squar). Cara pengujian kedua teknik seperti terdapat pada Tabel 2.5.
Tabel 2.5Nilai Hasil Penelitian Kaitannya dengan Hipotesis
Hasil penelitian Makna
Hasil penelitian/perhitungan lebih atau sama
besar dibandingkan dengan batas nilai yang
terdapat dalam tabel pengukuran
(Nilai Hitung ≥ Nilai Tabel)
Perbedaan tersebut berarti atau signifikan
Hipotesis (Ho) ditolak
Hasil penelitan/perhitungan lebih kecil bila
dibandingkan dengan batas nilai yang
terdapat dalam tabel pengukuran
(Nilai Hitung < Nilai Tabel)
Perbedaan tersebut tidak berarti atau tidak
signifikan
Hipotesis (Ho) diterima
2. Pengetasan hipotesis korelasi
Besar kecilnya nilai hubungan antara dua atau lebih variabel yang saling berpengaruh
disebut dengan nilai koefisien korelasi. Terdapat dua kemungkinan nilai koefisien korelasi
yang dapat muncul dalam suatu penelitian, yaitu nilai hitung lebih besar atau sama dan nilai
hitung lebih kecil dari angka batas yang terdapat dalam tabel. Dengan diketahuinya
perbandingan antara nilai hitung dan nilai tabel, maka peneliti dapat menentukan posisi
hipotesi penelitiannya. Ketentuannya dapat dijelaskan seperti pada Tabel 2.6 berikut ini.
Tabel 2.6
Nilai Koefisien Korelasi Kaitan dengan Hipotesis
Nilai koefisien korelasi Makna
Nilai koefisien korelasi/perhitungan yang
diperoleh pada suatu penelitian lebih besar
atau sama besar dengan angka batas yang
tercantum dalam tabel pengukuran
(Nilai Hitung ≥ Nilai Tabel)
Hasil penelitian menunjukkan adanya
hubungan yang bermakna atau signifikan,
bukan saja terdapat pada sampel, melainkan
juga terdapat pada populasi penelitian.
Hipotesis (Ho) ditolak
Nilai koefisien korelasi/perhitungan pada Hasil penelitian menunjukkan tidak adanya
suatu penelitian lebih kecil dari angka batas
yang terdapat dalam tabel, maka dikatakan
bahwa koefisien korelasi tersebut tidak
berarti atau tidak signifikan
(Nilai Hitung < Nilai Tabel)
hubungan yang bermakna atau signifikan
(boleh jadi signifikan pada sampel),
melainkan tidak signifikan pada populasi
penelitian.
Hipotesis (Ho) diterima
N. Pembahasan dan Penarikan Simpulan
1. Pembahasan dan diskusi hasil penelitian
Pembahasan hasil penelitian dimaksudkan agar peneliti mengkonstruksi sebuah
pengetahuan melalui cara berpikir deduktif-induktif dan induktif-deduktif. Cara seperti ini
lebih tepat disebut melakukan analisis dialektika dengan dasar metode penjelasan reflectif
thinking. Kadang pada tahap ini sering pula dikatakan sebagai daerah otonom peneliti,
peneliti berspekulasi secara ilmiah, menjelaskan asumsi-asumsi dasarnya. Bahkan ada yang
menyebut bagian ini sebagai petualangan ilmiah sang peneliti (Bungin, 2008). Karena itu,
sesunggguhnya bagian ini paling menarik bagi peneliti karena dia diberi kesempatan untuk
mengemukakan pikiran-pikirannya, gagasan-gagasan yang menurutnya benar berdasarksan
apa yang ia yakini, ia alami-selama penelitian, dan berdasarkan apa yang ia pelajari dari teori
sebelumnya.
Materi-materi penting dalam pembahasan dan diskusi hasil penelitian adalah (1)
temuan hasil penelitian, (2) teori yang digunakan dalam penelitian, (3) hasil penelitian
peneliti lain, (4) gagasan-gagasan orang lain yang diketahui, (5) pendapat-pendapat pribadi
peneliti, dan (6) bahan-bahan sekunder lainya.
Pembahasan hasil penelitian menyangkut beberapa hal penting, seperti hasil temuan
penting dalam penelitian perlu di-review untuk memperoleh penjelasan empiris dan
metodologis, kemudian temuan-temuan penting itu dibahas berdasarkan teori yang digunakan
dalam penelitian ini. Sehingga pembahasannya nanti menerima teori, mengkritisi teori, atau
bahkan menolak teori sama sekali. Secara bagan pembahasan tersebut dapat digambarkan
pada Gambar 2.4.
Reflectif Thinking
Sumber: Bungin, 2008: 230
Gambar 2.4
Model Pembahasan Hasil Penelitian
Berdasarkan data yang diperoleh, peneliti akan menarik simpulan menjawab
problematik atau hipotesis atau tujuan penelitian yang diajukan. Jika analisis data
dilakukan secara statistik, dari uji statistik yang telah dilakukan kemungkinan simpulannya
berikut ini.
1. Hubungan antara variabel-variabel penelitian atau perbedaan antara sampel-sampel yang
diteliti sangat signifikan, atau hanya signifikan saja (jika digunakan aturan keputusan
konvensional), atau signifikan pada taraf signifikansi sekian atau sekian persen (jika
digunakan aturan keputusan tidak konvensional).
2. Hubungan antara variabel-variabel yang diteliti atau perbedaan antara sampel-sampel
yang diteliti tidak signifikan (Hadi, 1981: 23-24).
Dalam kemungkinan hasil yang pertama, kemungkinan besar hipotesis alternatifnya
diterima (hipotesis nihil ditolak). Menerima hipotesis alternatif berarti dugaan adanya
hubungan atau adanya perbedaan dinyatakan terbukti. Sebaliknya dalam kemungkinan hasil
yang kedua, hipotesis alternatifnya dinyatakan tidak terbukti.
Simpulan, yaitu hasil uji statistik belumlah merupakan produk terakhir dari suatu
penelitian ilmiah. Hasil penelitian itu masih perlu dibahas, diulas, atau didiskusikan.
Pembahasan itu menjadi sangat penting jika ternyata hipotesis penelitiannya tidak dapat
dibuktikan. Dalam keadaan demikian penelitian berkewajiban mengkaji kemungkinan sebab-
Teori yang digunakan(Tesis)
Temuan Penelitian(Antitesis)
Sintesis/Tesis
Didukung Hasil PenelitianHasil Penelitian orang lain
Pendapat orang lainSumber-sumber lain
Pendapat pribadi peneliti
sebab tidak terbuktinya hipotesis. Beberapa sumber tidak terbuktinya hipotesis dapat dicari
dari:
1) landasan teori yang digunakan untuk menyusun hipotesis sudah kedaluarsa; sudah kurang
sahih, atau kurang adekuat,
2) sampel penelitian terlalu kecil,
3) sampel penelitian tidak diambil secara rambang,
4) kurang cermatnya mengeliminasi atau menetralisir variabel-variabel luar,
5) instrumen atau metode pengumpulan data tidak sahih dan tidak terandalkan,
6) rancangan penelitian yang digunakan tidak tepat,
7) perhitungan-perhitungan dalam analisisnya kurang cermat,
8) hipotesisnya sendiri yang "palsu", dan kenyataannya bertentangan dengan hipotesis itu
(Hadi, 1981).
Dalam hubungan dengan kemungkinan tidak terbuktinya hipotesis perlu dikemukakan
bahwa walaupun dalam penelitian suatu hipotesis tidak terbukti, itu tidak berarti bahwa
penelitian, hipotesisnya gagal dan penelitiannya sama sekali gagal. Sering kali suatu penelitian
mambawa beberapa hipotesis dan tidak terbuktinya satu atau dua hipotesis memang
tidak jarang terjadi. walaupun penelitiannya hanya membawa satu hipotesis, tidak
"terbuktinya hipotesis itupun tidak berarti menggagalkan seluruh penelitian. Yang
penting, peneliti dalam hal ini dapat mengemukakan keterangan atau alasan yang kuat
mengenai kemungkinan-kemungkinan sebab tidak terbuktinya hipotesis tersebut dalam
pembahasan atau diskusi hasil analisisnya.
Memang cukup berat bagi peneliti untuk "mengakui", misalnya bahwa instrumen
kurang sahih, samplingnya kurang baik, pengontrolan variabel ekstraneus kurang cermat, atau
landasan teori-teorinya kurang adekuat. Kemungkinan tidak terbuktinya hipotesis ini hendaknya
mengingatkan kepada peneliti agar semua kemungkinan sebab-sebab itu ditutup
bocornya sebelum penelitian dilakukan. Jika saja setelah usaha mencegah kesalahan-
kesalahan itu dijalankan secara optimal dan hasilnya memang demikian. Peneliti tinggal
menggali beberapa kemungkinan sebabnya yang secara metodologik lebih dapat
dipertanggungjawabkan, misalnya kurang besarnya sampel atau kemungkinan tidak sahihnya
teori-teori yang ada. Sebab seperti telah diketahui bahwa lahirnya teori baru adalah dari
kemungkinan yang terakhir ini. Untuk analisis bukan statistik, barangkali komponen hasil
diskusi dan konklusi itu bergabung menjadi satu. Artinya, hasil analisis adalah sekaligus
konklusi penelitian. sebagian dari konsep-konsep yang dibicarakan dalam hasil analisis
statistik di atas tentunya berlaku juga untuk hasil analisis yang bukan statistik.
O. Penulisan Laporan Penelitian
Langkah terakhir dalam proses penelitian adalah penyusunan laporan. Melalui
laporan itu ilmuwan lain dapat memahami, menilai, kalau perlu menguji kembali hasil-hasil
penelitian itu. Laporan itu dapat diterbitkan, dapat tidak. Terlepas dari diterbitkan dan
dipublikasikan atau tidak, laporan final itu harus disusun menurut tata cara yang lazim
digunakan dalam tulisan ilmiah. Terdapat cukup banyak sistem tata tulis ilmiah yang dapat
digunakan seperti sistem Turabian, sistem Campbell, sistem Nasution, sistem Deliar Noor,
sistem Sutrisno Hadi, atau sistem yang telah ditetapkan oleh suatu institusi atau organisasi
profesi tertentu. Yang penting adalah diangkatnya suatu sistem dan digunakannya sistem itu
secara mantap. Menggunakan sistem yang sebagian-sebagian dari banyak sistem akan sama
halnya dengan tidak menggunakan suatu sistem tertentu. Yang paling tidak dianjurkan adalah
penyusunan laporan ilmiah yang sama sekali tidak tahu sistem siapa/apa yang digunakan.
Bentuk laporan penelitian disajikan berbeda-beda menurut kepentingan.
Laporan penelitian mungkin-disajikan sebagai:
1) makalah untuk seminar/konferensi;
2) artikel dalam jurnal; atau
3) skripsi, tesis, atau disertasi.
Setiap bentuk ini diperlakukan pendekatan yang berbeda. Suatu hal yang juga sangat
penting dalam laporan penelitian adalah format atau sistematikanya. Format "selera
peneliti" sudah jauh ditinggalkan, dan kini semakin nampak kecenderungan untuk
menggunakan format yang disesuaikan dengan langkah-langkah logis penelitian ilmiah.
Secara garis besar bagain-bagian yang perlu disiapkan atau disajikan yaitu bagian pendahulu,
bagian batang tubuh, dan bagian akhir.
Penyiapan bagian pendahulu dari laporan penelitian itu sebagian besar hanya
mengikuti aturan dari buku pedoman penulisan. Akan tetapi, satu segi dari bagian pendahulu
yang perlu mendapat sedikit penjelasan adalah judul dan intisari. Judul penelitian hendaknya
dapat menggambarkan hakikat penelitian dengan benar dan jelas. Pemberian judul yang benar
dan jelas akan menentukan indeks yang benar dan jelas pula, maka strategi yang baik bagi
peneliti adalah dengan menetapkan terlebih dahulu kata kunci yang akan dijadikan indeks
studi itu. Dari sini dicari judul yang benar dan jelas.
Sari adalah bagian yang akan banyak dibaca daripacla bagian laporan yang lain, oleh
karena itu susunan kata-katanya harus jelas dan padat, singkat, tapi cukup lengkap. Sari
(abstrak), biasanya meliputi pernyataan kembali permasalahan penelitian, ciri utama metode
yang dipakai, hasil-hasil yang paling penting, simpulan dan implikasinya. Dalam sari harus
dipastikan bahwa tidak ada informasi baru yang dimasukkan di sini, yang belum
disebutkan dalam bab-bab laporan.
Penyajian bagian batang tubuh atau inti, berisi segala sesuatu yang telah terjadi
pada waktu meletakkan dasar penelitian. Bagian ini biasanya terdiri atas hal-hal yang sudah
disiapkan untuk usulan, dengan perubahan-perubahan yang relatif sedikit. Pernyataan masalah
dan alasan penelitian tetap sama. Demikian juga pernyataan tujuan, perumusan istilah,
tinjauan pustaka yang berkaitan dengan beberapa pengembangan, serta hipotesis penelitian.
Pembahasan metode dan hasil penelitian ini hendaknya cukup lengkap, sehingga setiap orang
yang ingin mengulang penelitian tersebut akan mendapatkan semua informasi yang
diperlukan. Pembahasan metode dan hasil meliputi: penentuan sampel dari populasi penelitian
beserta teknik penarikannya; prosedur penelitian dan informasi pengamatan yang dipakai
dalam melaksanakan penelitian. Jika untuk penelitian itu dikembangkan instrumen
khusus, maka harus diberikan uraian terperinci tentang instrumen buatan sendiri itu disertai
dengan bukti reliabilitas dan validitasnya serta kriteria pemberian skornya. Selain itu,
dijelaskan pula penyajian dan analisis data, yaitu pembahasan di seputar hipotesis, label dan
gambar.
Hasil penelitian perlu ditafsirkan lagi dalam hubungan dengan hipotesis (atau
pertanyaan) penelitian dalam pembahasan hasil penelitian. Pada bagian ini dibicarakan
pula implikasi dan penerapan hasil penelitian. Penafsiran hasil, penelitian adalah bagian
laporan yang paling sulit, juga yang paling berharga. Penafsiran peneliti terhadap hasil
penelitian itu akan menghubungkan hasil-hasil tersebut dengan teori dan penelitian lain di
bidang itu serta dengan prosedur penelitiannya. Bagian ini juga hendaknya membicarakan
sumbangan hasil penelitian bagi pengetahuan yang lebih luas di bidang itu. Dalam hal ini
peneliti menerangkan bagaimana hasil-hasil penelitian kemungkinan mengubah teori yang
bersangkutan dan menunjukkan perlunya diadakan penelitian selanjutnya. Suatu
pernyataan mengenai penerapan hasil penelitian tersebut akan membantu pembaca laporan
mengetahui sejauh mana hasil-hasilnya dapat diterapkan dalam praktik.
Simpulan dan saran-saran adalah puncak dari sebuah laporan. Pembicaraan tentang
simpulan yang ditunjukkan oleh hasil penelitian hendaknya dibatasi hanya pada simpulan yang
didukung langsung oleh hasil penelitian. Hipotesis merupakan kerangka yang sangat baik
bagi penyusunan simpulan; artinya, di bagian ini peneliti hendaknya menunjukkan apakah
hasil-hasil penelitian menyokong hipotesis tersebut atau tidak. Pembahasan singkat
tentang pendapat peneliti mengenai implikasi hasil penelitian itu serta saran-saran
kemungkinan penerapan hasil tersebut dapat dimasukkan di sini. Peneliti dapat juga
mengemukakan persoalan-persoalan baru yang muncul dari penelitian tersebut untuk dijadikan
bahan penelitian selanjutnya.
Bagian akhir memuat daftar kepustakaan dan lampiran-lampiran. Daftar kepustakaan
harus memuat semua sumber yang disebutkan di dalam teks atau catatan kaki. Sebagian besar
perguruan tinggi menetapkan bahwa hanya sumber yang disebutkan dalam teks atau catatan
kaki sajalah yang boleh dicantumkan, dalam daftar kepustakaan. Tetapi, beberapa perguruan
tinggi lainnya meminta agar referensi yang ada kaitannya, ' kendati tidak disebutkan
secara khusus, juga dicantumkan. Lampiran memuat keterangan-keterangan tambahan
untuk melengkapi laporan. Lampiran biasanya berisi perhitungan-perhitungan yang panjang,
instrumen, peta dan lain-lain.
Secara lengkap laporan hasil penelitian (memperhatikan juga gaya selingkung dari
institusi dan pemberi dana) adalah sebagai berikut.
HALAMAN JUDULPERSETUJUAN PEMBIMBINGPERNYATAANMOTTO DAN PERSEMBAHANPRAKATASARIABSTRACTDAFTAR ISIDAFTAR TABELDAFTAR GAMBAR
BAB 1 PENDAHULUAN1.1 Latar Belakang 1.2 Identifikasi Masalah2.3 Pembatasan Masalah1.4 Rumusan Masalah1.5 Tujuan Penelitian1.6 Manfaat Penelitian 1.7 Batasan Istilah
BAB 2 LANDASAN TEORETIS DAN HIPOTESIS 2.1 Deskripsi Teoretik2.2 Kerangka Berpikir2.3 Hipotesis Penelitian
BAB 3 METODE PENELITIAN3.1 Pendekatan Penelitian
3.2 Populasi dan Sampel3.3 Variabel Penelitian3.4 Teknik dan Alat Pengumpulan Data3.5 Teknik Analisis Data
BAB 4 HASIL DAN PEMBAHASAN4.1 Hasil Penelitian4.2 Pembahasan
BAB 5 SIMPULAN, IMPLIKASI, DAN SARAN5.1 Simpulan 5.2 Implikasi5.3 Saran5.4 Keterbatasan Penelitian
DAFTAR PUSTAKALAMPIRAN-LAMPIRAN
Judul penelitian
Judul penelitian merupakan jendela laporan penelitian yang menggambarkan seluruh kegiatan
penelitian yang dilakukan. Oleh karena itu, judul harus operasional dan merupakan potret
sosok penelitian yang sesungguhnya; disusun dengan formulasi yang ekspresif serta
menyatakan dengan jelas, padat, berisi tentang permasalahan yang diteliti serta ruang lingkup
penelitian yang bersangkutan; menggambarkan variabel independen, dependen, maupun
variabel kontrol.
Latar Belakang Masalah
Peneliti, seyogianya mengungkap tentang motivasi pelaksanaan penelitian sehingga jelas
urgensi penelitian tersebut. Untuk hal tersebut, peneliti harus tahu dari mana memulai
penelitiannya, dari teori keilmuankah atau dari konsep kebijakan yang ada, atau dari motivasi
empiris lainnya yang ditemui di masyarakat. Kalau penelitian ditujukan untuk
mengembangkan ilmu pengetahuan atau mengkritisi konsep kebijakan maupun perundang-
undangan tertentu, maka peneliti seyogianya menentukan motif penelitian dari kejanggalan-
kejanggalan teoretis, sehingga peneliti memulai menjelaskan motivasi itu dari theorytical
problem. Kalau penelitian diperuntukkan bagi kesempurnaan atau kepentingan lainnya dari
suatu implementasi dan evaluasi kebijakan yang ada atau yang akan datang, maka motivasi
penelitian dimulai dari kejanggalan implementasi sampai dengan evaluasi yang pernah
dilakukan selama ini, sehingga kejanggalan ini dirumuskan sebagai empirical problem
(Bungin, 2008).
Kejanggalan yang ditemukan, baik dari teori keilmuan, konseptual maupun dari persoalan
empiris, dapat dipahami dengan sebaiknya apabila peneliti mampu memadukan persoalan
teori keilmuan dengan dunia empiris. Atau dengan kata lain apabila persoalan keilmuan
(dicourse theoretic) dianggap sebagai kondisi yang ideal atau keadaan yang diharapkan (das
sollen) maka persoalan empiris adalah kenyataan yang ada (das sain) dapat dibahas bersama
yang memungkinkan peneliti menemukan ketidakterpaduan. Dalam memahami topik yang
akan diteliti, peneliti dibantu oleh acuan pustaka yang relevan dengan topik tersebut. Begitu
pula, untuk pemahaman yang lebih baik terhadap persoalan empiris yang ada, peneliti harus
memahami kembali konsep, perundangan-undangan, berbagai keputusan pemerintah maupun
swasta, dan segala yang berhubungan dengan itu. Berdasarkan kejanggalan teori keilmuan,
kebijakan dengan dunia empirik, peneliti mendudukan persoalan yang sebenarnya, persoalan
yang harus`detiliti. Di sinilah pentingnya kemampuan peneliti untuk meyakinkan orang lain
bahwa permasalahan yang akan diteliti sangat penting, urgen, amat mendesak untuk
dipecahkan (Bungin, 2008; Santoso, 2007).
Discource theoretic dan kenyataan di lapangan dilakukan oleh peneliti didasarkan pada hal-
hal sebagai berikut.
1) Hasil kajian pustaka. Pustaka yang berupa jurnal, buku, dokumen ilmiah, terbitan
berkala, laporan hasil penelitian, abstrak tesis dan disertasi, internet, dan sumber-sumber
lain yang relevan.
2) Hasil diskusi dengan pakar, sejawat atau kolegial yang seprofesi. Berdasarkan diskusi
yang bersifat formal maupun informal akan membantu peneliti menemukan masalah
penelitian. Diskusi bisa dalam bentuk seminar, simposium, diskusi panel, konferensi,
lokakarya, dan lainnya.
3) Survei awal atau kajian awal dalam bentuk kajian documenter maupun kajian lapangan.
4) Surat kabar, majalah, media elektronik dapat membantu memunculkan ide-ide penelitian.
Alur pikir latar belakang masalah sampai pada pentingnya penelitian tersebut dapat
dibagankan seperi pada Gambar 2.5 sebagai berikut.
kokk
Das sollen ) ( das sain nilai realitas program fenomena teori data masyarakat
pertanyaan-pertanyaan problematik
masalah-masalah urgen
persoalan penelitian
Gambar 2.5 Alur Pikir Latar Belakang Masalah
Identifikasi Masalah
Identifikasi masalah merupakan pendataan sejumlah aspek permasalahan yang muncul
sehubungan dengan tema/topik/judul penelitian. Dalam bagian ini dipaparkan berbagai
masalah yang ada pada objek yang diteliti. Semua masalah dalam objek, baik yang akan
diteliti maupun yang tidak akan diteliti dikemukakan. Berdasarkan identitifikasi masalah
tersebut, peneliti akan menentukan masalah yang penting dan mendesak untuk dicari
penyelesaiannya melalui penelitian.
Pembatasan Masalah
Berdasarkan identifikasi masalah, peneliti perlu melakukan pembatasan masalah dengan
pertimbangan keluasan masalah, kelayakan masalah, dan kekhasan bidang kajian. Selain
pertimbangan umum itu, peneliti perlu mendasarkan pada pertimbangan (1) objektif, yaitu
sejauhmana penelitian memberikan sumbangan kepada pengembangan teori dalam bidang
yang bersangkutan dan pemecahan masalah-masalah praktis; (2) subjektif, yaitu didasarkan
pada keingintahuan peneliti dan sesuai dengan kualifikasi yang dimiliki peneliti.
Untuk mendapatkan rumusan masalah penelitian yang baik, pembatasan masalah perlu
mempertimbangkan hal-hal sebagi berikut.
1) Masalah perlu dipecahkan melalui penelitian lapangan (field research). Hal itu berarti
bahwa masalah penelitian yang baik adalah masalah yang cara pemecahan yang paling
efektif dilakukan melalui proses penelitian. Sehubungan dengan hal itu maka peneliti
harus memiliki kesiapan dan kemampuan untuk melaksanakan penelitian, di mana tujuan
utamanya ialah untuk melakukan pengujian teori ataupun menemukan jawaban terhadap
masalah penelitian.
2) Kebermaknaan atau keberartian (signifikansi) pemecahan masalah. Suatu masalah
penelitian yang baik harus memiliki signifikansi, baik untuk kepentingan praktis maupun
teoritis. Signifikansi praktis berarti bahwa hasil pemecahan masalah penelitian
memberikan sumbangan praktik kehidupan sehari-hari. Sedangkan signifikansi teoritis
berarti bahwa dari hasil pemecahan masalah tersebut akan mampu melahirkan prinsip-
prinsip penting yang berguna untuk memperkaya, memperluas wawasan, dan
mengembangkan teori yang telah ada. Jadi dalam masalah penelitian nilai-nilai penting
perlu dipertimbangkan.
3) Keaslian (Originalitas). Suatu masalah penelitian yang baik harus menunjukkan bahwa
masalah tersebut merupakan suatu masalah baru, bukan duplikasi, atau replikasi dari apa
yang telah dikemukakan orang lain. Hal ini menjadi sangat penting terutama pada
penelitian inferensial, dan penelitian yang menghasilkan tesis dan disertasi.
4) Kelayakan untuk dilaksanakan. Masalah dalam tesis minimal bersifat analitis kritis
terhadap teori. Masalah dalam disertasi berupa pengembangan teori.
Rumusan Masalah
Secara teoretis, peneliti diharapkan mampu menginventarisasi masalah-masalah yang sudah
jelas merupakan masalah yang akan diteliti. Rumusan masalah perlu diajukan sejelas
mungkin agar pemetaan faktor-faktor, aspek-aspek atau variabel-variabel penelitian ataupun
hubungan antar variabel itu terlihat dengan mudah dan kemudian tidak menimbulkan
interpretasi lain terhadap rumusan tersebut. Hal-hal yang penting dalam perumusan masalah
sebagai berikut.
1) masalah yang telah dirumuskan secara spesifik harus diikuti dengan perumusan secara
operasional, sehingga masalahnya menjadi mudah diamati dan diukur indikator-
indikatornya.
2) masalah penelitian seyogianya dirumuskan dalam bentuk pertanyaan untuk lebih
menfokuskan jawaban atau pemecahan masalah yang akan diperoleh.
3) masalah harus dirumuskan dengan kalimat yang sederhana, padat, jelas, dan
mencerminkan masalah yang diajukan serta dapat diteliti.
4) masalah penelitian harus memiliki landasan rasional dan diargumentasikan secara jelas,
sehingga secara akademik dapat diterima.
Tujuan Penelitian
Tujuan penelitian adalah pernyataan yang menjelaskan keinginan peneliti untuk mendapat
jawaban atas pertanyaan yang konsisten dengan perumusan masalah. Dengan demikian,
ketika rumusan masalah penelitian sudah dibuat, maka formulasi tujuan penelitian mudah
pula dirumuskan. Formulasi tujuan masalah konsisten dengan rumusan masalah, hanya
dengan kalimat yang sedikit diubah menjadi kalimat pernyataan atau bentuk kalimat berita.
Manfaat Penelitian
Pada bagian ini peneliti menjelaskan secara tegas untuk apa penelitian itu dilakukan, apa
manfaat teoretis maupun praktis penelitian itu. Secara umum, manfaat penelitan dinyatakan
bahwa temuan-temuan penelitian untuk dapat dimanfaatkan oleh pribadi, lembaga maupun
masyarakat serta dalam rangka memperbanyak khazanah ilmu pengetahuan. Manfaat itu
dinyatakan secara tegas dan sejauh mungkin dapat dioperasionalkan.
Deskripsi Teoretik
Deskripsi teoretik sering juga disebut dengan landasan teoretis dan merupakan uraian tentang
teori-teori yang digunakan untuk menjelaskan masalah penelitian sekaligus juga menjadi
landasan teoretis dalam penelitian. Landasan teori dimuali dari mapping hasil penelitian
terdahulu diteruskan dengan mapping teori apa yang akan digunakan dalam penelitian.
Penjelasan mengenai tinjauan pustaka ini menyangkut seluruh struktur teori yang dituntut dari
grand theory, midle theory, application theory sampai dengan conceptual theory. Penemuan
struktur teori yang sesuai akan memudahkan peneliti menemukan model metodologis yang
akan digunakan untuk pengumpulan data dan analisis data. Dengan kata lain, landasan
teoretik memuat deskripsi teoretik, kerangka berpikir, dan hipotesis.
Deskripsi teoretik menjelaskan hubungan antar variabel. Kristalisasi teori dapat berupa
definisi atau proposisi yang menyajikan pandangan tentang hubungan antar variabel yang
disusun secara sistematis dengan tujuan untuk memberikan eksplanasi dan prediksi mengenai
suatu fenomena. Teori dalam penelitian kuantitatif memiliki kedudukan dan peran yang
sangat penting, karena teori akan memberikan landasan bagi peneliti dalam menyusun
perencanaan penelitian. Jadi teori yang dideskripsikan memenuhi kriteria berikut.
1) Memberikan kerangka pemikiran pelaksanaan penelitian
2) Membantu peneliti dalam mengkonstruksi hipotesis penelitian.
3) Dapat digunakan sebagai dasar atau landasan dalam menjelaskan dan memaknai data
atau fakta yang telah terkumpul.
4) Teori mendudukkan permasalahan penelitian secara nalar dan runtut.
5) Membantu mengkonstruksi ide-ide yang diperoleh dari hasil penelitian, sehingga konsep
dan wawasannya menjadi mendalam dan bermakna.
6) Memberikan acuan dan menunjukkan jalan berdasarkan pengalaman yang telah
dilakukan para ahli melalui teori yang telah digeneralisasi secara baik.
7) Mengkaitkan dengan penyusunan instrumen penelitian, terutama yang menggunakan
validitas konstruk (construct validity) dan validitas isi (content validity), teori
memberikan dasar-dasar konseptual dalam menyusun definisi operasional. Dari definisi
operasional akan melahirkan indikator-indikator, sampai akhirnya menghasilkan butir-
butir pertanyaan atau pernyataan yang dipakai sebagai alat pengumpul data.
Prosedur penyusunan landasan penelitian perlu memperhatikan langkah-langkah sebagai
berikut.
1) Melakukan kajian pustaka (literature review) yang relevan, meliputi buku-buku referensi,
jurnal, terbitan ilmiah berkala, abstrak tesis dan disertasi, makalah prosiding atau
kegiatan ilmiah lainya. Tujuan utamanya melakukan kajian ini adalah
a) Menunjukkan seberapa jauh kesiapan peneliti menyajikan permasalahan penelitian
yang diajukan.
b) Mengetahui apakah permasalahan penelitian yang diajukan merupakan permasalahan
yang orisinil atau duplikasi, replikasi penelitian orang lain.
c) Memberikan dasar bagi peneliti pada penguasaan konsep-konsep teoritik yang akan
dijadikan kerangka pemikiran, sehingga peneliti akan memahami apa yang
seharusnya dilakukan, bukan melakukan penelitian tanpa konsep yang jelas.
d) Mengetahui dan mengecek apa saja yang pernah dilakukan orang lain atau ahli lain,
sehingga peneliti tidak dikatakan melakukan replikasi.
e) Menghasilkan wawasan yang luas mengenai pengetahuan dalam bidangnya, peneliti
akan memiliki landasan yang kuat dalam mengajukan hipotesis penelitian, sehingga
hipotesis mempunyai landasan teori yang kuat.
f) Memberikan justifikasi kerangka pemikiran yang diajukan, sehingga peneliti
membuat paradigma penelitian memiliki landasan pemikiran yang kuat.
g) Memperoleh pengalaman berharga dari peneliti sebelumnya dan akan terhindar serta
tidak mengulang kesalahan atau kekurangan penelitian sebelumnya.
2) Melakukan sintesis atau penyatuan makna antara teori yang satu dengan teori yang lain
untuk menjelaskan secara spesifik tentang variabel penelitian biasanya disebut dengan
definsi operasioanl variabel.
3) Berdasarkan kajian pustaka, kemudian peneliti menyusun kerangka teoretis dalam susunan
kerangka pemikiran yang logis, rasional, dan runtut (sistematis).
4) Berdasarkan hasil kajian pustaka, kemudian peneliti merumuskan hipotesis penelitian.
Hipotesis tidak semata-mata muncul berdasarkan intuisi peneliti tetapi berdasarkan
landasan teori.
Berdasar prosedur tersebut, struktur pembahasan dalam deskripsi teoritik meliputi: (1)
Mengidentifikasi dan mengkaji terori-teori dan hasil penelitian yang relevan dengan variabel
penelitian yang akan dianalisis; (2) Melengkapi kajian teori dengan berbagai pendapat orang
lain yang telah dipublikasikan; (3) Menyatakan sintesis (definisi konseptual) tentang variabel
penelitian pada setiap akhir pembahasan suatu kajian teori.
Kerangka Berpikir
Kerangka berpikir merupakan bagian dari penelitian yang menggambarkan alur pikir
penelitian. Kerangka berpikir dikemukakan dengan maksud untuk menyusun rekaman
pemecahan masalah (jawaban pertanyaan penelitian) berdasarkan teori yang dikaji. Kerangka
berpikir berguna untuk menjelaskan alasan atau argumentasi bagi rumusan hipotesis dan juga
tempat bagi peneliti untuk menjelaskan tentang variabel-variabel yang berhubungan dengan
variabel pokok dan sub variabel pokok yang ada dalam penelitian. Kerangka berpikir
merupakan model konseptual tentang bagaimana teori berhubungan dengan berbagai faktor
yang diteliti diidentifikasikan sebagai masalah yang penting. Kerangka berpikir yang baik
akan menjelaskan secara teoritis pertautan antar variabel yang akan diteliti. Kerangka berpikir
penelitian perlu dikemukakan apabila dalam penelitian tersebut berkenaan dengan dua
variabel atau lebih. Apabila penelitian hanya membahas sebuah variabel atau secara mandiri,
maka yang dilakukan peneliti di samping mengemukakan deskripsi teoritis untuk masing-
masing variabel, juga argumentasi terhadap besaran variabel yang diteliti. Tidak ada standar
dalam pembuatan kerangka berpikir, yang penting pembaca dapat dengan mudah mengetahui
hubungan antar konsep-konsep yang digambarkan. Sebuah kerangka berpikir dikatakan baik
jika memuat unsur berikut.
1) Penjelasan variabel yang diteliti
2) Menunjukkan dan menjelaskan keterkaitan antar variabel yang diteliti dan teori yang
mendasarinya.
3) Menunjukkan dan menjelaskan bentuk hubungan antar variabel (positif, negatif,
simetris, kausal atau timbal balik).
Hipotesis Penelitian
Tinjauan pustaka menuntun peneliti untuk menyusun hipotesis yang sesuai dengan
masalah penelitian. Hipotesis diajukan dalam bentuk pernyataan terhadap hasil penelitian.
Penolakan atau penerimaan terhadap hipotesis penelitian tidak ada sangkut pautnya dengan
kredibilitas peneliti terhadap penelitian tersebut, karena hipotesis hanyalah kesimpulan
sementara sedangkan data dari lapangan adalah finalisasi kesimpulan penelitian. Dengan
demikian, hipotesis adalah pernyataan mengenai hubungan, proposisi tentatif mengenai
hubungan antar dua variabel atau lebih. Tentatif dimaksudkan dalam rumusan memuat
pengertian bahwa hipotesis tersebut harus diuji kebenarannya dilakukan mengenai penelitian.
Pengertian lain menunjukkan bahwa hipotesis merupakan jawaban sementara terhadap
masalah penelitian dan dinyatakan dalam bentuk hubungan antar dua variabel atau lebih,
merupakan penyataan hakekat suatu fenomena. Fungsi utama dari hipotesis penelitian adalah
sebagai pedoman memberikan arah dan jalannya kegiatan penelitian yang dilakukan mulai
dari penyusunan desain penelitian, penentuan kriteria dalam penyusunan instrumen
penelitian, termasuk sebagai pedoman menetapkan indikator tentang aspek atau variabel yang
diukur, sebagai pedoman menentukan teknik analisis data penelitian. Hipotesis penelitian
kuantitatif berasal dari teori yang relevan sebagai hasil kajian pustaka. Melalui kajian pustaka
peneliti dapat mengadopsi berbagai teori yang ada. Hipotesis jenis ini termasuk hipotesis
yang dibangun secara deduktif. Hipotesis diajukan berdasarkan teori yang tingkat
generalisasinya luas. Jadi kriteria hipotesis adalah sebagai berikut.
1) Hipotesis harus disusun dalam kalimat yang menyatakan hubungan antar dua variabel
atau lebih.
2) Hipotesis harus dilandasi argumentasi yang kuat berdasarkan teori atau pengalaman
yang kuat.
3) Hipotesis harus dapat diuji dan diukur melalui penelitian lapangan.
4) Hipotesis disusun dalam kalimat yang singkat dan jelas.
Hipotesis harus konsisten dengan terori yang ada dan disusun sedemikian rupa
sehingga eksplanasi yang dikemukakan memiliki argumentasi yang jelas dan dapat
dipertanggungjawabkan secara rasional. Peneliti dituntun untuk menguji hipotesis yang
dibuat. Hasil analisis data dikumpulkan akan menentukan apakah hipotesis diterima atau
ditolak.
Pendekatan Penelitian
Pendekatan penelitian berisi penjelasan mengenai teknik penelitian yang dilakukan. Perlu
dijelaskan mengapa peneliti menggunakan metode pendekatan tersebut.
Populasi dan Sampel
Populasi adalah semua individu atau unit atau peristiwa yang ditetapkan sebagi subjek
penelitian. Secara teknis populasi tidak lain adalah kumpulan dari unit-unit elementer yang
memiliki sifat atau ciri tertentu. Peneliti akan meneliti sifat-sifat dari unit elementer dan
kemudian akan disimpulkan. Jadi populasi adalah kumpulan ukuran-ukuran tentang suatu
yang kepadanya akan dibuat inferensi atau simpulannya. Populasi adalah wilayah generalisasi
yang terdiri atas objek/subjek yang mempunyai kualitas dan karakteristik tertentu yang
ditetapkan oleh peneliti untuk dipelajari dan kemudian ditarik simpulannya. Populasi adalah
keseluruhan objek penelitian yang akan menjadi sumber data.
Sampel adalah sebagian dari populasi yang memiliki ciri atau sifat yang sama atau serupa
dengan populasinya. Sampel harus menggambarkan secara tepat pupulasinya atau dengan
kata lain sampel harus representatif. Sampel harus memiliki karakteristik, jelas dan lengkap
sehingga mewakili populasi (teknik pengambilan sampel dibicarakan secara lengkap pada
uraian populasi dan sampel penelitian).
Variabel Penelitian
Variabel Penelitian memuat uraian mengenai jenis dan jumlah variabel yang akan digunakan
dalam penelitian tersebut.
Teknik dan Alat Pengumpulan Data
Perlu dijelaskan teknik pengumpulan data mana yang paling tepat, sehingga diperoleh data
yang valid dan reliabel. Penelitian kuantitatif yang bertujuan mengukur suatu gejala maka
diperlukan alat pengumpul data. Jumlah alat pengumpul data yang akan digunakan tergantung
pada variabel yang akan diteliti. Jadi perlu dikemukakan alat pengumpul apa saja yang
digunakan dalam penelitian, skala pengukuran yang ada pada setiap alat pengumpul data, dan
bagaimana prosedur pengujian validitas dan reliabilitas alat pengumpul data.
Teknik Analisis Data
Teknik analisis data pada penelitian kuantitatif berkenaan dengan perhitungan untuk
menjawab rumusan masalah dan pengujian yang dilakukan. Bentuk hipotesis mana yang
diajukan akan menentukan teknik statistik mana yang digunakan. Jadi sejak membuat
rancangan, teknik analisis data juga telah ditentukan. Bila peneliti tidak membuat hipotesis,
maka rumusan masalah penelitian itulah yang perlu dijawab. Tetapi kalau hanya rumusan
masalah itu dijawab maka akan sulit membuat generalisasi, sehingga kesimpulan yang
dihasilkan hanya berlaku untuk sampel yang digunakan dan tidak dapat berlaku untuk
populasi. Analisis data dilakukan untuk menjawab pertanyaan atau mencapai tujuan
penelitian. Analisis data yang digunakan biasanya berkenaan dengan analisis statistik untuk
menjawab rumusan masalah atau pengujian hipotesis. Jadi uraian tentang teknik analisis data
sebaiknya mencakup:
1) Penjelasan tentang data yang akan dianalisis
2) Penjelasan tentang tahapan proses analisi data.
3) Penjelasan tentang model kuantitatif yang digunakan pada setiap tahapan proses yang
meliputi deskripsi data, uji persyaratan analisis, dan uji hipotesis.
Pada bagian akhir penjelasan analisis data perlu dikemukakan rumusan hipotesis statistik atas
dasar hipotesis penelitian yang diajukan. Hipotesis statistik terdiri atas hipotesis nol dan
hipotesis alternatif.
Hasil Penelitian
Pada bagian ini disajikan deskripsi data setiap variable, hasil pengujian prasyarat analisis, dan
hasil pengujian hipotesis. Data statistik detail lebih baik disajikan dalam lampiran.
Pembahasan
Bagian ini berisi review temuan penelitiannya yang bersifat impiris relevan dengan teori-teori
atau hasil-hasil penelitian terdahulu. Peneliti diharapkan memberikan penilaian terhadap hasil
temuan dari penelitiannya.
Simpulan
Bagian ini berisi pernyataan singkat dan tepat berdasarkan hasil penelitian dan pembahasan
dan merupakan jawaban dari permasalahan penelitian. Simpulan hendaknya dinyatakan
dalam paragraf.
Implikasi dan Saran
Implikasi berisi konsekuensi logis dari simpulan penelitian. Saran diajukan berdasarkan
simpulan dan implikasi penelitian, yang muncul dari temuan penelitian. Saran harus
operasional dan jelas siapa yang menjadi sasarannya.
DAFTAR PUSTAKA
Bahan pustaka berisi semua sumber rujukan yang digunakan dalam teks. Artinya bahan
pustaka yang hanya digunakan sebagai bahan bacaan tetapi tidak dirujuk dalam teks tidak
dimasukkan dalam daftar pustaka. Sebaliknya semua pustaka yang disebutkan dalam teks
harus dicantumkan dalam daftar pustaka.