blog.ub.ac.idblog.ub.ac.id/ayusulistya/files/2014/03/tektonisme-kab... · web viewdengan panjang...
TRANSCRIPT
ANALISIS LANDSKAP TERPADUTUGAS 2
PROSES GEOLOGI DAN GEOMORFOLOGIKABUPATEN LAMONGAN DAN BOJONEGORO
BERDASARKAN TENAGA TEKTONISME
OLEH :
AYU SULISTYA KUSUMANINGTYAS 115040201111013
FEFRI NURLAILI AGUSTIN 115040201111105
ALFIN JAUHAR R 115040201111113
AKHMAD KHOIRIL J.A 115040207111008
DWI RATNASARI 115040207111011
KELAS : C
DOSEN : Dr. Ir. SUDARTO, MS
MINAT SUMBERDAYA LAHAN
FAKULTAS PERTANIAN
UNIVERSITAS BRAWIJAYA
MALANG
2014
BAB 1
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Bentuk lahan atau landform adalah bentuk alam dipermukaan bumi terjadi karena
proses pembentukan tertentu melalui serangkaian evolusi tertentu pula. Menjelaskan
bahwa bentuk lahan merupakan suatu kenampakan medan yang terbentuk oleh proses
alami, memiliki komposisi tertentu dan karakteristik fisikal dan visual dengan julat
tertentu yang terjadi dimanapun bentuk lahan tersebut terbentuk.
Sedangkan Geomorfologi adalah ilmu pengetahuan tentang bentuk lahan sebagai
pembentuk permukaan bumi, baik diatas maupun dibawah permukaan laut, dengan
menekankan pada asal mula (genesis) dan perkembangannya dimasa datang serta
konteksnya dengan lingkungan (Vestappen, 1983). Geomorfologi merupakan suatu studi
pustaka yang mempelajari asal terbentuknya permukaan bumi atau topografi akibat dari
pengikisan atau penambahan material penyusun bumi, atau tanah. Konsep dasar akan
geomorfologi, bahwa bentuk permukaan atau bentangan bumi, dikontrol oleh tiga faktor
utama yaitu struktur, proses dan tahapan.
Penulis akan memaparkan jenis landform yang terbentuk di Kabupaten
Bojonegoro dan Lamongan. Berikut ini merupakan beberapa penjelasan tentang
pembentukan landform yang ada di Kabupaten Bojonegoro dan Lamongan.
B. Tujuan
1. Mengetahui proses geomorfologi di Kabupaten Bojonegoro dan Lamongan.
2. Mengetahui persebarangeologi di Kabupaten Bojonegoro dan Lamongan.
3. Mengetahui bagaimana asal dan ciri-cici geomorfologi di Kabupaten Bojonegoro
dan Lamongan.
BAB II
PEMBAHASAN
A. Kondisi Umum
Zona pegunungan Rembang – Madura (Northern Java Hinge Belt) dapat dibedakan
menjadi 2 bagian yaitu bagian Utara (Northern Rembang Anticlinorium) dan bagian
Selatan (Middle Rembang Anticlinorium).
Bagian Utara pernah mengalami pengangkatan yang lebih kuat dibandingkan dengan
di bagian selatan sehingga terjadi erosi sampai Formasi Tawun, bahkan kadang – kadang
sampai Kujung Bawah. Di bagian selatan dari daerah ini terletak antara lain struktur –
struktur Banyubang, Mojokerep dan Ngrayong.
Bagian Selatan (Middle Rembang Anticlinorium) ditandai oleh dua jalur positif yang
jelas berdekatan dengan Cepu. Di jalur positif sebelah Utara terdapat lapangan – lapangan
minyak yang penting di Jawa Timur, yaitu lapangan : Kawengan, Ledok, Nglobo
Semanggi, dan termasuk juga antiklin – antiklin Ngronggah, Banyuasin, Metes,
Kedewaan dan Tambakromo. Di dalam jalur positif sebelah selatan terdapat antiklinal-
antiklinal / struktur-struktur Gabus, Trembes, Kluweh, Kedinding – Mundu, Balun, Tobo,
Ngasem – Dander, dan Ngimbang High.
Sepanjang jalur Zona Rembang membentuk struktur perlipatan yang dapat dibedakan
menjadi 2 bagian, yaitu :
Bagian Timur, dimana arah umum poros antiklin membujur dari Barat Laut – Timur
Tenggara.
Bagian Barat, yang masing – masing porosnya mempunyai arah Barat – timur dan
secara umum antiklin-antiklin tersebut menunjam baik ke arah barat ataupun ke arah
timur.
Daerah Lamongan dan Bojonegoro merupakan daerah yang sangat miskin terhadap
kegiatan volkanik. Sehingga jarang sekali ditemui atau bahkan tidak ada jenis batuan
beku. Umumnya daerah Lamongan dan Bojonegoro merupakan daerah dataran rendah
dengan komposisi batuan berupa Batu pasir, Lempung, Lanau dan batuan jenis endapan
lainya.
Secara geografis Kabupaten Lamongan terletak pada 651’54″ – 723’06″ Lintang
Selatan dan 11233’45″ – 11233’45″ Bujur Timur. Kabupaten Lamongan memiliki luas
wilayah kurang lebih 1.812,8 km2 atau +3.78% dari luas wilayah Propinsi Jawa Timur.
Dengan panjang garis pantai sepanjang 47 km, maka wilayah perairan laut Kabupaten
Lamongan adalah seluas 902,4 km2, apabila dihitung 12 mil dari permukaan laut.
Kondisi topografi Kabupaten Lamongan dapat ditinjau dari ketinggian wilayah di atas
permukaan laut dan kelerengan lahan. Kabupaten Lamongan terdiri dari daratan rendah
dan bonorowo dengan tingkat ketinggian 0-25 meter seluas 50,17%, sedangkan
ketinggian 25-100 meter seluas 45,68%, selebihnya 4,15% berketinggian di atas 100
meter di atas permukaan air laut.
Jika dilihat dari tingkat kemiringan tanahnya, wilayah Kabupaten Lamongan
merupakan wilayah yang relatif datar, karena hampir 72,5% lahannya adalah datar atau
dengan tingkat kemiringan 0-2% yang tersebar di kecamatan Lamongan, Deket,
Turi,Sekaran, Tikung, Pucuk, Sukodadi, Babat, Kalitengah, Karanggeneng, Glagah,
Karangbinagun, Mantup, Sugio, Kedongpring, Sebagian Bluluk, Modo, dan Sambeng,
sedangkan hanya sebagian kecil dari wilayahnya adalah sangat curam, atau kurang dari
1% (0,16%) yang mempunyai tingkat kemirimgan lahan 40% lebih.
Daratan Kabupaten Lamongan dibelah oleh Sungai Bengawan Solo, dan secara garis
besar daratannya dibedakan menjadi 3 karakteristik yaitu:
Bagian Tengah Selatan merupakan daratan rendah yang relatif agak subur yang
membentang dari Kecamatan Kedungpring, Babat, Sukodadi, Pucuk, Lamongan,
Deket, Tikung, Sugio, Maduran, Sarirejo dan Kembangbahu.
Bagian Selatan dan Utara merupakan pegunungan kapur berbatu-batu dengan
kesuburan sedang. Kawasan ini terdiri dari Kecamatan Mantup, Sambeng,
Ngimbang, Bluluk, Sukorame, Modo, Brondong, Paciran, dan Solokuro.
Bagian Tengah Utara merupakan daerah Bonorowo yang merupakan daerah rawan
banjir. Kawasan ini meliputi kecamatan Sekaran, Laren, Karanggeneng, Kalitengah,
Turi, Karangbinagun, Glagah.
Batas wilayah administratif Kabupaten Lamongan adalah: Sebelah Utara perbatasan
dengan Laut Jawa, sebelah Timur berbatasan dengan Kabupaten Gresik, Sebelah Selatan
berbatasan dengan Kabupaten Jombang dan Kabupaten Mojokerto, sebelah barat
berbatasan dengan Kabupten Bojonegoro dan Kabupaten Tuban.
B. Geomorfologi
Dilihat dari kondisi wilayah diatas dapat diketahui bahwa Proses pembentukan tanah
di Kabupaten Lamongan dibagi kedalam beberapa wilayah
Bagian Selatan dan Utara merupakan pegunungan kapur berbatu-batu. Kawasan ini
terdiri dari Kecamatan Mantup, Sambeng,Ngimbang, Bluluk, Sukorame, Modo,
Brondong, Paciran, dan Solokuro. Formasi ini merupakan kelanjutan dari rangkaian
pegunungan kapur utara (Karst)
Bagian Tengah Selatan merupakan daratan rendah dan bergelombang yang
membentang dari Kecamatan Kedungpring, Babat, Sukodadi, Pucuk, Lamongan,
Deket, Tikung, Sugio, Maduran, Sarirejo dan Kembangbahu. (Tektonik)
Bagian Tengah Utara merupakan daerah Bonorowo yang merupakan daerah rawan
banjir dari Sungai Bengawan Solo. Kawasan ini meliputi kecamatan Sekaran, Laren,
Karanggeneng, Kalitengah, Turi, Karangbinagun, Glagah. (Alluvial)
Disebagian kawasan pesisir utara juga dipengaruhi oleh Laut (Marin)
Dengan demikian, dapat disimpulkan bahwa landform yang terbentuk pada
Kabupaten Lamongan tidak terdapat pengaruh dari Vulkanik, melainkan karena
pengaruh dari Karst, sungai (alluvial), Marin dan Tektonik.
Secara regional, sistem tektonik Jawa Timur dipengaruhi oleh lempeng tektonik
Indo-Australia yang bertumbukan dengan lempeng tektonik Eurasia. Lempeng tektonik
Indo-Australia melesak masuk ke bawah lempeng tektonik Eurasia. Sebagai hasilnya
terbentuk zona subduksi (subduction zone), yang juga merupakan pusat gempa, di bagian
selatan Jawa Timur. Pergerakan ini diperkirakan sebesar 7 cm/tahun, yaitu lempeng
Australia yang berada di selatan bergerak ke arah utara, sedangkan lempeng Eurasia di
utara bergerak ke arah selatan.
Pertemuan lempeng-lempeng tektonik besar di Indonesia itu menghasilkan berbagai
macam fenomena alam. Salah satu contoh yang terjadi di Indonesia adalah pertemuan
antara lempeng Indo-Australia dan Lempeng Eurasia. Pertemuan kedua lempeng tersebut
menghasilkan jalur penunjaman di selatan Pulau Jawa, jalur gunung api aktif yang
sewaktu-waktu akan metelus di sepanjang pantai barat Sumatera, Jawa bagian selatan
sampai ke Nusa Tenggara, dan pembentukan berbagai cekungan seperti Cekungan
Sumatera Utara, Sumatera Tengah, Sumatera Selatan dan Cekungan Jawa Utara.
Van Bemmelen (1949) membagi Jawa Timur menjadi beberapa zona dan subzona
fisiografi, yaitu :
1. Zona Pegunungan Utara, terdiri dari Gunung Muria yang tersusun atas batuan
Leucite Gunung Lasem dan Gunung Butak dengan batuan penyusun
andesitik Gunung Muria pada Kala Holosen merupakan gunung yang berdiri sendiri
tetapi sekarang dihubungkan dengan Pulau Jawa oleh dataran alluvial Semarang –
Demak – Kedu – Pati – Rembang.
2. Zona Perbukitan Rembang-Madura, merupakan sebuah daerah antiklinorium
Rembang Utara dan Cepu yang berada di bagian selatannya,dengan arah memanjang
dari barat ke timur. Kedua antiklinorium ini dipisahkan oleh Depresi Blora-Kening.
Antiklinorium ini merupakan hasilgejala tektonik Tersier Akhir yang dapat
ditelusuri hingga Selat Madura. Zona ini sejajar dengan Zona Kendeng dan
dipisahkan oleh Depresi Randublatung. Puncak tertinggi yaitu Gunung Gading (535
m). Zona ini tersusun atas endapan pasir dan kerikil.
3. Zona Depresi Randublatung, merupakan zona depresi fisiografi maupun tektonik
yang membentang antara Zona Kendeng dan Rembang. Depresi ini terbentuk pada
kala Plistosen dengan arah barat-timur.
Di daerah Bojonegoro maupun Lamongan, pembentukan permukaan bumi akibat
dari pengaruh aktivitas tektonik. Pengaruh aktivitas tersebut berpengaruh juga pada salah
satu sungai terpanjang di Jawa Timur yaitu Bengawan Solo. Bengawan Solo adalah
sungai terbesar, terpanjang, dan sungai tertua di Jawa. Dengan total panjang 343,6 km
sungai ini melintasi 5 kabupaten dan 198 desa di Provinsi Jawa Timur. Di balik
fenomena unik terbaliknya arah aliran sungai ini (dari utara ke selatan menjadi dari
selatan ke utara) akibat aktivitas tektonik dua juta tahun yang lalu, saat ini Bengawan
Solo menjadi mimpi buruk bagi 300.000 orang tinggal di sepanjang sungai ini karena
banjir setiap tahun. Banjir terakhir pada Januari 2013 membanjiri sekitar 26,229 hektar
dan kerugian diperkirakan sekitar 47 miliar.
Secara fisiografis wilayah Kabupaten Lamongan bagian utara dan selatan termasuk
dalam Zone Rembang (van Bemmelen, 1949) yang disusun oleh endapan paparan yang
kaya akan unsur karbonatan, sedangkan wilayah bagian tengah termasuk zone
Randublatung yang kenampakan permukaannya merupakan dataran rendah, namun
sebetulnya merupakan suatu depresi (cekungan) yang tertutup oleh endapan hasil
pelapukan dan erosi dari batuan yang lebih tua pada Zone Kendeng dan Rembang.
Sejarah geologi Kabupaten Lamongan diperkirakan dimulai kurang lebih 37 juta Tahun
yang lalu (Kala Oligosen). Saat itu wilayah Kabupaten Lamongan masih berupa lautan
(bagian dari Cekungan Jawa Timur). Selanjutnya terjadi proses sedimentasi secara
berurutan ke atas berupa penghamparan batuansedimentasi laut yang kaya unsur
karbonatan. Proses ini berlangsung hingga kurang lebih 19 juta Tahun (hingga Kala
Polisen). Pada kurang lebih 1,8 juta Tahun yang lalu terjadi aktifitas tektonik (Orogenesa
Plio-Pleistosen) yang menyebabkan terangkatnya Kabupaten Lamongan muncul ke
permukaan laut.
C. Potensi Sumberdaya Alam Geologi
Kabupaten Bojonegoro masuk dalam Zona atau Antiklinorium Rembang, dimana
zona ini merupakan antiklinorium yang mempunyai cadangan minyak paling kaya di
pulau Jawa, dan dikenal sebagai “Cepu Area”. Daerah Lamongan juga mempunyai
cadangan batu kapur yang cukup besar.
Untuk di daerah utara potensi penambangan bahan galian terutama yang berkaitan
dengan bahan tambang batu gamping beserta asosiasi-asosiasi batuannya seperti dolomit,
fosfat ataupun hasil pelapukan dari batugamping tersebut berupa tanah liat/ tanah urug.
Untuk daerah tengah kabupaten Lamongan bahan galian yang direkomendasikan
adalah material hasil pelapukan batuan seperti tanah liat, tanah urug dan juga pasir batu.
Untuk daerah selatan potensi bahan tambang skala kecil yang layak dikembangkan adalah
kelompok batuan yang mempunyai butiran halus seperti napal, batupasir, serpih, selain itu
juga tanah liat/ tanah urug dan beberapa lokasi batugamping.
a) Dolomit
Bahan tambang dolomit dapat dipergunakan secara langsung, dolomit yang sudah
dikalsinasi, maupun kimia dari dolomit.Untuk penggunaan dolomit secara langsung
diantaranya untuk :
1. Pertanian : untuk menetralisir tanah yang sudah masam dan menahan keasaman
yang ditimbulkan oleh pupuk urea. Dengan pemberian dolomit, pH tanah akan
meningkat sehingga unsur-unsur N, P, K akan menjadi semakin baik
2. Semen klinker mortar : penambahan dolomit terhadap semen akan
mempercepat hidrasi semen
3. Dempul rekahan : selain batugamping, dolomit atau campuran keduanya dapat
digunakan sebagai penyemen rekahan-rekahan pada kayu
Untuk dolomit yang sudah dikalsinasi dapat digunakan untuk :
1. Semen Magnesium Oksiklorida : digunakan dalam industri komponen
kendaraan mobil
2. Semen Magnesium Oksisulfat : seman ini banyak digunakan untuk
mempercepat pembuatan jalan raya, pavement dan berbagai konstruksi serta untuk
mengisi rekahan-rekahan
3. Busa Magnesium Anorganik : untuk bahan pintu, pelapis, dinding tahan api,
bata penyekat dan pencegahan keling baja dari korosi
Daerah penghasil dolomit Kandangsemangkon, Desa Paciran, Kecamatan
Paciran.
b) Lempung/ tanah liat
Untuk bahan galian lempung/ tanah liat/ tanah urug pada umumnya digunakan
sebagai bahan keramik kasar seperti batubata, genteng. Sedang tanah urug dipakai
dalam pekerjaan-pekerjaan konstruksi sebagai bahan pengisi pada suatu konsntruksi.
Daerah penghasil Lempung Karanggeneng, Desa. Karanggeneng , Pasarlegi, Desa
Pasarlegi, Kecamatan Sambeng.
c) Batu Gamping
Batu Gamping terdapat di daerah Sumbersari, Desa Sumbersari, Kecamatan
Sambeng, Pataan, Desa Pataan, Karangkembang, Desa Karangkembang, Kecamatan
Babat, Sendangduwur, Desa Paciran, Kecamatan Paciran, Banjarwati, Dagan,
Mantren, Kecamatan Paciran,
d) Batu pasir
Batu pasir adalah batuan sedimen klastik terdiri terutama dari ukuran pasir (1/16-
2 milimeter) pelapukan sampah. Lingkungan di mana sejumlah besar pasir dapat
berkumpul dan berubah menjadi batupasir meliputi pantai, gurun, dataran banjir dan
delta. Daerah penghasil Batu pasir adalah, Kecamatan Babat.
BAB III
PENUTUP
A. Kesimpulan
Berdasarkan hasil studi literatur mengenai proses geologi dan geomorfologi yang
terdapat di Kabupaten Lamongan berdasarkan gaya atau tenaga tektonisme, diketahui
bahwa pada daerah tersebut tersebar kawasan pegunungan kapur (karst) serta daerah
berbukit-bukit dan terdapat pada lintasan Sungai Bengawan Solo yang merupakan sungai
terpanjang di Pulau Jawa.
Banyak sekali potensi sumberdaya alam geologi yang merupakan jenis tambang batu
pasir, dolomit, batu gamping dan tanah liat atau lempung yang biasanya dijadikan
sebagai sumber pendapatan masyarakat.
Dengan demikian, dapat disimpulkan bahwa landform yang terbentuk pada
Kabupaten Lamongan dan Bojonegoro tidak terdapat pengaruh dari Vulkanik, melainkan
karena pengaruh dari Karst, sungai (alluvial), Marin dan Tektonik.
DAFTAR PUSTAKA
Darsoprajitno, S. 1989. Batu Gamping Karst Tuban untuk Bahan Industri Semen. Pusat Penelitian dan Pengembangan Geologi (P3G). Bandung
Pemerintah Kabupaten Lamongan, 2010. Gambaran Umum Kabupaten Lamongan. Telunjuk. Lamongan
Sapanjono, J.B., Hasan, K., Panggabean, H., Satria, D., dan Sukardi. Peta Geologi Lembar Sapulu dan Surabaya, Jawa , Skala 1:100.000. Pusat Penelitian dan Pengembangan Geologi (P3G). Bandung
http://ptbudie.wordpress.com/2009/10/18/geologi-zona-rembang/
Lampiran
PETA KABUPATEN LAMONGAN