biri lubin
DESCRIPTION
dgsgTRANSCRIPT
2.4.2 Birilubin
Bilirubin adalah zat yang terbentuk sebagai akibat dari proses pemecahan Hemoglobin (zat
merah darah) pada system RES dalam tubuh. Selanjutnya mengalami proses konjugasi di liver,
dan akhirnya diekskresi (dikeluarkan) oleh liver ke empedu, kemudian ke usus.
Ikterus fisiologis timbul pada hari ke-2 dan ke-3, dan tidak disebabkan oleh kelainan apapun,
kadar bilirubin darah tidak lebih dari kadar yang membahayakan, dan tidak mempunyai potensi
menimbulkan kecacatan pada bayi. Sedangkan pada ikterus yang patologis, kadar bilirubin
darahnya melebihi batas, dan disebut sebagai hiperbilirubinemia.
Penelitian menunjukkan bahwa dianggap hiperbilirubinemia bila:
a. Ikterus terjadi pada 24 jam pertama
b. Peningkatan konsentrasi bilirubin darah lebih dari 5 mg% atau lebih setiap 24 jam
c. Konsentrasi bilirubin darah 10 mg% pada neonatus (bayi baru lahir) kurang bulan, dan 12,5
mg% pada neonatus cukup bulan
d. Ikterus yang disertai proses hemolisis (pemecahan darah yang berlebihan) pada
inkompatibilitas darah (darah ibu berlawanan rhesus dengan bayinya), kekurangan enzim
G-6-PD, dan sepsis)
e. Ikterus yang disertai dengan keadaan-keadaan sebagai berikut:
o Berat lahir kurang dari 2 kg
o Masa kehamilan kurang dari 36 minggu
o Asfiksia, hipoksia (kekurangan oksigen), sindrom gangguan pernafasan
o Infeksi
o Trauma lahir pada kepala
o Hipoglikemi (kadar gula terlalu rendah), hipercarbia (kelebihan carbondioksida)
Yang sangat berbahaya pada ikterus ini adalah keadaan yang disebut “Kernikterus”.
Kernikterus adalah suatu kerusakan otak akibat perlengketan bilirubin indirek pada otak.
Gejalanya antara lain: mata yang berputar, kesadaran menurun, tak mau minum atau menghisap,
ketegangan otot, leher kaku, dan akhirnya kejang, Pada umur yang lebih lanjut, bila bayi ini
bertahan hidup dapat terjadi spasme (kekakuan) otot, kejang, tuli, gangguan bicara dan
keterbelakangan mental.
Menurut Klous dan Fanaraft (1998) bilirubin dibedakan menjad dua jenis yaitu:
a. Bilirubin tidak terkonjugasi atau bilirubin indirek atau bilirubin bebas yaitu bilirubin
tidak larut dalam air, berikatan dengan albumin untuk transport dan komponen bebas
larut dalam lemak serta bersifat toksik untuk otak karena bisa melewati sawar darah
otak.
b. Bilirubin terkonjugasi atau bilirubin direk atau bilirubin terikat yaitu bilirubin larut dalam
air dan tidak toksik untuk otak.
Bilirubin melekat pada membran dan mitokodria sel otot
a. Derajat I : Malas minum, hipotoni, lethargia, muntah, reflex moro
b. Derajat II : Kejang, Hipertermi, Irritable, rigedity.
c. Derajat III : Tuli, retardasi mental, gangguan pendengaran
Penentuan derajat ikterus menurut pembagian zona tubuh (menurut KRAMER) yaitu:
a. Kramer I. Daerah kepala, (Bilirubin total ± 5 – 7 mg).
b. Kramer II daerah dada – pusat, (Bilirubin total ± 7 – 10 mg%).
c. Kramer III Perut dibawah pusat s/d lutut, (Bilimbin total ± 10 – 13 mg).
d. Kramer IV lengan s/d pergelangan tangan tungkai bawah s/d pergelangan kaki, (Bilirubin
total ± 13 – 17 mg%).
e. Kramer V s/d telapak tangan dan telapak kaki, (Bilirubin total >17 mg%).
2.4.3 Etiologi
Etiologi hiperbilirubin antara lain :
a. Peningkatan produksi
o Hemolisis, misalnya pada inkompalibilitas yang terjadi bila terdapat ketidaksesuaian
golongan darah dan anak pada penggolongan rhesus dan ABO.
o Perdarahan tertutup misalnya pada trauma kelahiran
o Ikatan bilirubin dengan protein terganggu seperti gangguan metabolic yang terdapat
pada bayi hipoksia atau asidosis
o Defisiensi G6PD (Glukosa 6 Phostat Dehidrogenase)
o Breast milk jaundice yang disebabkan oleh kekurangannya pregnan 3 (alfa), 20
(beta), diol (steroid)
o Kurangnya enzim glukoronil transferase, sehingga kadar bilirubin indirek meningkat
misalnya pada BBLR
o Kelainan congenital
b. Gangguan transportasi akibat penurunan kapasitas pengangkutan misalnya
hipoalbuminemia atau karena pengaruh obat-obat tertentu misalnya sulfadiazine.
c. Gangguan fungsi hati yang disebabkan oleh beberapa mikroorganisme atau toksin yang
dapat langsung merusak sel hati dan darah merah seperti infeksi, toksoplasmasiss,
syphilis.
d. Gangguan ekskresi yang terjadi intra atau ektra hepatic.
e. Peningkatan sirkulasi enterohepatik, misalnya pada ileus obstruktif.
2.4.4 Tanda dan Gejala
Gejala hiperbilirubinemia dikelompokkan menjadi :
a. Gejala akut : gejala yang dianggap sebagai fase pertama kernikterus pada
neonatus adalah letargi, tidak mau minum dan hipotoni.
b. Gejala kronik : tangisan yang melengking (high pitch cry) meliputi hipertonus dan
opistonus (bayi yang selamat biasanya menderita gejala sisa berupa paralysis serebral
dengan atetosis, gengguan pendengaran, paralysis sebagian otot mata dan displasia
dentalis).
Sedangakan menurut Handoko (2003) gejalanya adalah warna kuning (ikterik) pada kulit,
membrane mukosa dan bagian putih (sclera) mata terlihat saat kadar bilirubin darah mencapai
sekitar 40 µmol/l.
Secara umum, tanda dan gejala ikterus meliputi kuning di kulit, konjungtiva dan mukosa.
Disamping itu dapat pula disertai dengan gejala-gejala:
a. Dehidrasi : Asupan kalori tidak adekuat (misalnya: kurang minum, muntah-muntah)
b. Pucat : Sering berkaitan dengan anemia hemolitik (misal: Ketidakcocokan golongan
darah ABO, rhesus, defisiensi G6PD) atau kehilangan darah ekstravaskular.
c. Trauma lahir : Bruising, sefalhematom (peradarahn kepala), perdarahan tertutup lainnya.
d. Pletorik (penumpukan darah)
e. Polisitemia : Yang dapat disebabkan oleh keterlambatan memotong tali pusat
f. Petekiae (bintik merah di kulit) : Sering dikaitkan dengan infeksi congenital, sepsis atau
eritroblastosis
g. Mikrosefali (ukuran kepala lebih kecil dari normal) : Sering berkaitan dengan anemia
hemolitik, infeksi kongenital, penyakit hati
h. Hepatosplenomegali (pembesaran hati dan limpa)
i. Omfalitis (peradangan umbilikus)
j. Hipotiroidisme (defisiensi aktivitas tiroid)
k. Massa abdominal kanan (sering berkaitan dengan duktus koledokus)
Feses dempul disertai urin warna
2.4.5 Komplikasi
Terjadi kern ikterus yaitu keruskan otak akibat perlangketan bilirubin indirek pada otak. Pada
kern ikterus gejala klinik pada permulaan tidak jelas antara lain : bayi tidak mau menghisap,
letargi, mata berputar-putar, gerakan tidak menentu (involuntary movements), kejang tonus otot
meninggi, leher kaku, dan akhirnya opistotonus.
2.4.6 Penggolongan Hiperbilirubinemia berdasarkan saat terjadi Ikterus :
a. Ikterus yang timbul pada 24 jam pertama.
Penyebab Ikterus terjadi pada 24 jam pertama menurut besarnya kemungkinan dapat
disusun sebagai berikut:
oInkomptabilitas darah Rh, ABO atau golongan lain.
oInfeksi Intra Uterin (Virus, Toksoplasma, Siphilis dan kadang-kadang Bakteri)
oKadang-kadang oleh Defisiensi Enzim G6PD.
Pemeriksaan yang perlu dilakukan:
o Kadar Bilirubin Serum berkala.
o Darah tepi lengkap.
o Golongan darah ibu dan bayi.
o Test Coombs.
o Pemeriksaan skrining defisiensi G6PD, biakan darah atau biopsi Hepar bila perlu.
b. Ikterus yang timbul 24 - 72 jam sesudah lahir.
o Biasanya Ikterus fisiologis.
o Masih ada kemungkinan inkompatibilitas darah ABO atau Rh, atau golongan lain. Hal ini
diduga kalau kenaikan kadar Bilirubin cepat misalnya melebihi 5mg% per 24 jam.
o Defisiensi Enzim G6PD atau Enzim Eritrosit lain juga masih mungkin.
o Polisetimia.
o Hemolisis perdarahan tertutup ( pendarahan subaponeurosis, pendarahan Hepar, sub
kapsula dll).
Bila keadaan bayi baik dan peningkatannya cepat maka pemeriksaan yang perlu dilakukan:
o Pemeriksaan darah tepi.
o Pemeriksaan darah Bilirubin berkala.
o Pemeriksaan skrining Enzim G6PD.
o Pemeriksaan lain bila perlu.
c. Ikterus yang timbul sesudah 72 jam pertama sampai akhir minggu pertama.
o Sepsis.
o Dehidrasi dan Asidosis.
o Defisiensi Enzim G6PD.
o Pengaruh obat-obat.
o Sindroma Criggler-Najjar, Sindroma Gilbert.
d. Ikterus yang timbul pada akhir minggu pertama dan selanjutnya:
o Karena ikterus obstruktif.
o Hipotiroidisme
o Breast milk Jaundice.
o Infeksi.
o Hepatitis Neonatal.
o Galaktosemia.
Pemeriksaan laboratorium yang perlu dilakukan:
o Pemeriksaan Bilirubin berkala.
o Pemeriksaan darah tepi.
o Skrining Enzim G6PD.
o Biakan darah, biopsi Hepar bila ada indikasi.
2.4.7 Pencegahan Ikterus
Ikterus dapat dicegah sejak masa kehamilan, dengan cara pengawasan kehamilan
dengan baik dan teratur, untuk mencegah sedini mungkin infeksi pada janin, dan hipoksia
(kekurangan oksigen) pada janin di dalam rahim. Pada masa persalinan, jika terjadi hipoksia,
misalnya karena kesulitan lahir, lilitan tali pusat, dan lain-lain, segera diatasi dengan cepat
dan tepat. Sebaiknya, sejak lahir, biasakan anak dijemur dibawah sinar matahari pagi sekitar
jam 7 – jam 8 pagi setiap hari selama 15 menit dengan membuka pakaiannya.
Ikterus dapat dicegah dan dihentikan peningkatannya dengan :
a. Pengawasan antenatal yang baik.
b. Menghindari obat-obat yang dapat meningkatkan ikterus pada bayi pada masa kehaniilan
dan kelahiran misalnya : Sulfafurazal, novobiosin, oksitosin dll.
c. Pencegahan dan mengobati hipoksia pada janin dan neonatus.
d. Iluminasi yang baik, bangsal bayi baru lahir.
e. Pencegahan infeksi.
f. Ada yang menganjurkan penggunaan fenobarbital pada ibu 1-2 hari sebelum partus.
g. Cari sebab-sebabnya. Jika kuning karena fisiologis, tak perlu tindakan karena akan hilang
sendiri. Jika terjadi karena patologis, harus diteliti oleh dokter lebih lanjut.
h. Ibu dianjurkan menyusui ASI sedini mungkin karena kolostrum yang ada dalam ASI
mengandung antibodi yang sangat bermanfaat bagi kesehatan bayi, "Dengan early
feeding berupa ASI ini, bayi akan cepat BAK dan BAB, hingga mekonium yang
mengandung banyak billirubin penghancur butir darah merah pun akan segera terbuang.
Pengalaman telah membuktikan, bayi-bayi yang terlambat mendapat ASI atau intake
PASI/Pengganti ASI terlalu cepat, berpeluang besar menjadi bayi kuning."
i. Perhatikan dan tandai kapan munculnya kuning, kecepatan peningkatan kuningnya, serta
lamanya. Jika sudah menjumpai hal-hal mencurigakan seperti ini, "Segera bawa ke
dokter"!
j. Jangan memberi sembarang obat-obatan pada bayi
k. Hindarkan bayi dari infeksi. Bayi juga sangat rentan, sebab itu usahakan selalu bersih dan
tidak tercemar sesuatu dari luar.
l. Jangan biarkan bayi "puasa" terlalu lama. Berikan cairan tiap 3-4 jam.
m. Sebaiknya hindari pemakaian kamper/kapur barus saat menyimpan baju-baju bayi.
Kalau biasanya para ibu yang baru punya bayi senang menaruh kamper/kapur
barusdi lemari pakaian anaknya agar tetap wangi, sebaiknya hentikan kebiasaan itu. Karena
ada senyawa dalam kapur barus tersebut yang jika bayi menderita kekurangan enzim G-6-PD
menghirup udara kamper, sel darah merahnya rentan dan dapat memicu pecahnya sel darah
merah tersebut.