biosand filter & activated carbon untuk menurunkan cod, dan fosfat limbah laundry

176
HALAMAN PENGESAHAN PENURUNAN KONSENTRASI COD DAN DETERJEN DALAM LIMBAH LAUNDRY DENGAN BIOSAND FILTER - ACTIVATED CARBON Disusun Oleh : OKTAVIA RATNANINGTYAS NIM : 12314188 Telah disetujui oleh Tim Pembimbing Tanggal : 08 Agustus 2014 Dewan Pembimbing Pembimbing Utama Pembimbing Pendamping Irene Arum AS., ST.MT Diananto Prihandoko, ST.M.Si Mengetahui Wakil Ketua I

Upload: oktavia

Post on 15-Nov-2015

67 views

Category:

Documents


41 download

DESCRIPTION

Teknik Lingkungan

TRANSCRIPT

HALAMAN PENGESAHAN

PENURUNAN KONSENTRASI COD DAN DETERJEN DALAM LIMBAH LAUNDRY DENGAN BIOSAND FILTER - ACTIVATED CARBON

Disusun Oleh :OKTAVIA RATNANINGTYASNIM : 12314188

Telah disetujui oleh Tim PembimbingTanggal : 08 Agustus 2014Dewan Pembimbing

Pembimbing UtamaPembimbing Pendamping

Irene Arum AS., ST.MTDiananto Prihandoko, ST.M.Si

MengetahuiWakil Ketua I

Dra, Hj. Lily Handayani, M.Si

PERNYATAAN

Nama: Oktavia RatnaningtyasNIM: 12314188

Menyatakan dengan sesungguhnya laporan skripsi berjudul Penurunan Konsentrasi COD dan Deterjen Dalam Limbah Laundry Dengan Biosand Filter - Activated Carbon adalah betu-betul karya saya sendiri, hal hal yang bukan karya saya dalam skripsi tersebut diberi tanda citasi dan ditunjukkan di dalam daftar pustaka.Apabila di kemudian hari terbukti pernyataan saya tidak benar, maka saya bersedia menerima sanksi akademik berupa pencabutan skripsi dan gelar yang saya peroleh dari skripsi tersebut.

Yogyakarta, Agustus 2014Yang membuat pernyataan

Oktavia Ratnaningtyas

KATA PENGANTAR

Puji syukur penulis panjatkan ke hadirat Tuhan Yang Maha Esa atas rahmat dan karuniaNya, sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi yang berjudul Penurunan Konsentrasi COD dan Deterjen Dalam Limbah Laundry Dengan Biosand Filter - Activated Carbon. Pada kesempatan ini, penulis ingin mengucapkan terima kasih kepada semua pihak yang telah memberikan dukungan baik berupa moril maupun material sehingga laporan ini dapat terselesaikan dengan baik, khususnya kepada kedua orang tua dan keluarga tercinta atas segala doa, nasihat dan dukungannya kepada penulis.Penulis mengucapkan terima kasih kepada seluruh pihak yang telah memberikan doa, dorongan, bantuan dan pengarahan. Penulis mengucapkan terimakasih kepada :1. Ibu Irene Arum AS, ST, MT. selaku dosen pembimbing utama yang sudah meluangkan waktu dalam membantu penyusunan skripsi ini.2. Bapak Diananto Prihandoko, ST.M.Si selaku dosen pembimbing pendamping yang sudah meluangkan waktu dalam membantu penyusunan skripsi ini.3. Seluruh staf pengajar dan karyawan Sekolah Tinggi Teknik Lingkungan.4. Rekan-rekan Alih Jalur 2012 yang telah banyak membantu dalam penulisan skripsi ini.Penulis sadar bahwa masih banyak kekurangan di dalam penulisan skripsi ini, untuk itu penulis mengharapkan saran dan kritikan yang membangun demi kesempurnaan laporan skripsi ini. Penulis juga berharap agar skripsi ini dapat bermanfaat bagi penulis pada khususnya bagi semua pembaca pada umumnya.

Yogyakarta, Agustus 2014

Penulis

DAFTAR ISI

HALAMAN PENGESAHANiiPERNYATAANiiiKATA PENGANTARivDAFTAR ISIvDAFTAR TABELixDAFTAR GAMBARxDAFTAR LAMPIRANxiINTISARIxiiABSTRACTxiiiBAB I PENDAHULUAN11.1Latar Belakang Masalah11.2Perumusan Masalah41.3Batasan Masalah41.4Tujuan Penelitian61.5Manfaat Penelitian6BAB II TINJAUAN PUSTAKA72.1Deterjen72.1.1Surfaktan72.1.2Builder92.1.3Bleaching Agent92.1.4Aditif11

2.2Jenis deterjen112.3Limbah Laundry122.3.1Kandungan limbah laundry132.4Dampak deterjen142.5Pengolahan Limbah162.6Pengolahan Limbah Secara Biologis172.6.1Aerasi182.7Filtrasi202.7.1Biosand Filter222.7.2Biofilm252.8Adsorpsi282.8.1Karbon Aktif sebagai Adsorben312.9Landasan Teori352.10Kerangka Berpikir362.11Hipotesis38BAB III METODE PENELITIAN393.1Lokasi Penelitian393.2Obyek Penelitian393.3Waktu Penelitian393. 4Variabel403.4.1Variabel Bebas403.4.2Variabel Terikat40

3.5Alat dan Bahan Penelitian403.5.1Alat403.5.2Bahan413.6 Batasan Operasional Alat423.7Tahapan Penelitian443.7.1Persiapan Alat453.7.2Persiapan Media Filtrasi463.7.3Perakitan Biosand Filter - Activated Carbon463.7.4Teknik Sampling513.7.5Pelaksanaan Penelitian513.8Analisis Data543.8.1Analisis Data (Kuantitatif)543.8.2Perhitungan Efisiensi55BAB IV HASIL & PEMBAHASAN564.1Pelaksanaan Penelitian564.1.1Pengkondisian574.2Hasil Penelitian584.2.1Pengamatan Kondisi Fisik584.2.2Biosand Filter604.2.3Activated Carbon644.3Pembahasan784.3.1Biosand Filter794.3.2Activated Carbon81

BAB V KESIMPULAN & SARAN845.1.Kesimpulan845.2.Saran84RINGKASAN85DAFTAR PUSTAKA88LAMPIRAN92

95

DAFTAR TABEL

Tabel 1 Kandungan Pencemar dan Nilai Baku Mutu Limbah Laundry 2Tabel 2 Jenis Jenis Surfaktan dalam Deterjen8Tabel 3 Kandungan Limbah Laundry14Tabel 4 Kriteria Desain Biosand Filter23Tabel 5 Dimensi Alat Biosand Filter Activated Carbon42Tabel 6 Ketinggian Media Biosand Filter42Tabel 7 Ketinggian Media Activated Carbon42Tabel 8 Matriks Hasil Penelitian55Tabel 9 Hasil Pengkondisian57Tabel 10 Hasil Pengamatan Kondisi Fisik59Tabel 11 Hasil Analisa Konsentrasi COD & Deterjen Pada Biosand Filter61Tabel 12 Efisiensi Hasil Analisa Konsentrasi COD & Deterjen Pada Biosand Filter63Tabel 13 Hasil Analisa Konsentrasi COD & Deterjen Pada Kontrol Activated Carbon65Tabel 14 Efisiensi Hasil Analisa Konsentrasi COD & Deterjen Pada Kontrol Activated Carbon67Tabel 15 Hasil Analisa Konsentrasi COD & Deterjen Pada Activated Carbon 1 & 269Tabel 16 Efisiensi Hasil Analisa Konsentrasi COD & Deterjen Pada Activated Carbon 1 & 271Tabel 17 Hasil Analisa Konsentrasi COD & Deterjen Pada Activated Carbon 3 & 4 73Tabel 18 Efisiensi Hasil Analisa Konsentrasi COD & Deterjen Pada Activated Carbon 3 & 475

DAFTAR GAMBAR

Gambar 1 Penggunaan Surfaktan di Seluruh Dunia8Gambar 2 Rancang bangun Biosand Filter22Gambar 3 Penampang Biofilm27Gambar 4 Tahapan Penelitian44Gambar 5 Biosand Filter48Gambar 6 Activated Carbon49Gambar 7 Penempatan Alat Biosand Filter Activated Carbon50Gambar 8 Hasil Analisa Konsentrasi COD & Deterjen Pada Biosand Filter62Gambar 9 Efisiensi Hasil Analisa Konsentrasi COD & Deterjen Pada Biosand Filter64Gambar 10 Hasil Analisa Konsentrasi COD & Deterjen Pada Kontrol Activated Carbon66Gambar 11 Efisiensi Hasil Analisa Konsentrasi COD & Deterjen Pada Kontrol Activated Carbon68Gambar 12 Hasil Analisa Konsentrasi COD & Deterjen Pada Activated Carbon 1 & 270Gambar 13 Efisiensi Hasil Analisa Konsentrasi COD & Deterjen Pada Activated Carbon 1 & 272Gambar 14 Hasil Analisa Konsentrasi COD & Deterjen Pada Activated Carbon 3 & 474Gambar 15 Hasil Analisa Konsentrasi COD & Deterjen Pada Activated Carbon 3 & 476Gambar 16 Efisiensi Alat77Gambar 17 Efisiensi Total78

DAFTAR LAMPIRAN

Lampiran 1 Dokumentasi Penelitian92Lampiran 2 Hasil Analisa Laboratorium Konsentrasi COD & Deterjen Limbah Laundry99Lampiran 3 Perhitungan Efisiensi Hasil Analisa Konsentrasi COD & Deterjen Pada Biosand Filter109Lampiran 4 Perhitungan Efisiensi Hasil Analisa Konsentrasi COD & Deterjen Pada Activated Carbon110

INTISARI

Air buangan laundry dapat menimbulkan permasalahan serius karena produk deterjen dan bahan-bahan penyusunnya dapat menyebabkan toksik bagi kehidupan dalam air. Biosand Filter - Activated Carbon merupakan salah satu alternatif untuk menyelesaikan masalah di atas. Biosand Filter - Activated Carbon merupakan salah satu metode pengolahan limbah cair yang merupakan pengembangan dari Slow Sand Filter. Telah dilakukan penelitian untuk mengetahui efisiensi Biosand Filter - Activated Carbon dalam menurunkan kandungan COD dan deterjen serta untuk mengetahui ketebalan media dan ukuran karbon aktif terbaik untuk penurunan konsentrasi COD dan deterjen dalam limbah laundry.Penelitian dilakukan di Laboratorium Kampus II STTL YLH Yogyakarta. Sampel air limbah diambil di laundry Kamu di Umbulharjo secara composite. Variabel bebas dalam penelitian ini adalah ketebalan media Biosand Filter (Biosand Filter 1 = pasir halus 40 cm : pasir kasar 15 cm, Biosand Filter 2 = pasir halus 45 cm : pasir kasar 10 cm) dan ukuran karbon aktif (powder activated carbon diameter 0,3-0,6 mm, granular activated carbon diameter 1 mm) sedangkan variabel terikatnya adalah kadar COD dan deterjen pada limbah cair laundry. Sebelum alat dijalankan, dilakukan masa pengkondisian selama 10 hari agar mikroorganisme yang terdapat di dalam Biosand Filter dapat beradaptasi dengan dengan lingkungan. Setelah itu, Biosand Filter - Activated Carbon dioperasikan selama 9 hari secara kontinyu dengan debit 40,5 L/hari. Semua data hasil penelitian dikelompokkan dalam suatu tabel dan grafik, kemudian dianalisis secara deskripsi kuantitatif.Hasil penelitian menunjukkan efisiensi terbesar terdapat pada rangakaian alat biosand filter 2 dilanjutkan dengan activated carbon 3 dengan efisiensi untuk konsentrasi COD sebesar 76,2 % dan konsentrasi deterjen sebesar 87,5 %. Ketebalan media terbaik ada di Biosand Filter 2 dengan ketebalan pasir halus 45 cm : pasir kasar 10 cm dan ukuran karbon aktif terbaik adalah ukuran Powder Activated Carbon (PAC) dengan diameter 0,3 - 0,6 mm. Hal ini dikarenakan semakin tebal suatu media filtrasi, maka luas permukaan partikel lebih besar, jarak tempuh air dan waktu kontak akan semakin panjang sehingga air keluarannya pun akan semakin jernih. Sementara Powder Activated Carbon lebih bagus menyerap pencemar daripada Granular Activated Carbon karena penyerapan dari material yang mempunyai ukuran partikel lebih kecil dapat mengadsorpsi substansi lebih banyak bila dibandingkan dengan partikel berukuran lebih besar.

Kata Kunci : Biosand Filter - Activated Carbon, Limbah Laundry.

ABSTRACT

Laundrywaste water is a serious problems because of detergent products and their constituent materials can cause toxic to aquatic life.Biosand filter - Activated Carbonis one alternative to solve that problems.Biosand filter - Activated Carbonis one method of treatment of wastewater which is the development of aSlow Sand Filter.Research has been conducted to determine the efficiency ofbiosand filter - Activated Carbonin reducing the COD content and detergents as well as to determine the best thickness and the best size of the activated carbon media to decrease the COD and detergent concentration in the laundry effluent.The study was conducted at the Laboratory Campus II STTL "YLH" Yogyakarta.Samples were taken inlaundrywastewater "Kamu" in Umbulharjo bycomposite sampling.The independent variable in this study is thebiosand filtermedia thickness(biosand filter 1 =40 cm fine sand: coarse sand 15 cm,biosand filter 2 =45 cm fine sand: coarse sand 10 cm) and the size of the activated carbon (powder activated carbondiameter 0, 3 to 0.6 mm,granular activated carbondiameter of 1 mm) while the dependent variable is the concentration of COD and detergent in laundry waste water.Before the tool is run, performed conditioning period for the 10-day that microorganisms present in thebiosand filtercan adapt to the environment.After that,biosand filter - Activated Carbonoperated continuously for 9 days with a discharge of 40.5 L / day.All research data are grouped in a table and a graph, then analyzed quantitative description.The results showed the greatest efficiency in thecombination of biosand filter 2and activated carbon 3 with the efficiency for COD concentration of 76.2% and a detergent concentration of 87.5%.The best media thickness in thebiosand filter 2with a thickness of 45 cm of fine sand: 10 cm of coarse sand and the best size of activated carbon is Powder Activated Carbon(PAC) with a diameter of 0.3 to 0.6 mm.This is because the thicker a filtration medium, the surface area greater, mileage water and the contact time will become longer so that the water output will be more clear.WhilePowder Activated Carbon absorbs pollutants better thanGranular Activated Carbonbecause a smaller particle size can adsorb more substance when compared to larger sized particles.Keywords:biosand filter activated carbon, laundry waste water.

BAB I

PENDAHULUAN

1.1Latar Belakang Masalah Dalam era globalisasi ini, peningkatan jumlah penduduk yang sangat signifikan berbanding lurus dengan peningkatan kebutuhan akan barang dan jasa. Pencucian pakaian dan alat rumah tangga lainnya (laundry) merupakan salah satu usaha yang bergerak di bidang jasa yang sedang menjamur di Indonesia. Kehadiran laundry ini dapat membawa manfaat yang cukup besar bagi perekonomian dengan mengurangi jumlah pengangguran serta dapat meningkatkan taraf hidup masyarakat sekitar. Di sisi lain, usaha laundry juga memiliki dampak negatif yaitu adanya timbulan limbah yang dihasilkan oleh sisa proses laundry sehingga berpotensi untuk menimbulkan pencemaran terhadap lingkungan terutama pada badan air. Meningkatnya jumlah industri laundry akan mengakibatkan meningkatnya penggunaan deterjen.Deterjen yang merupakan kombinasi beberapa persenyawaan akan meninggalkan bermacam-macam zat kimia yang dapat berbahaya bagi lingkungan karena sukar diuraikan oleh mikroorganisme dalam air. Mayoritas deterjen yang digunakan di Indonesia mengandung LAS (Linear Alkylbenzen Sulphonate) sebagai surfaktan utama. LAS adalah salah satu senyawa kimia yang berbahaya dalam air (aquatic toxicity). Kadar LAS dalam air berturut turut sebesar 1,67, 1,62, dan 29,0 mg/L dapat mematikan ikan, daphnia magna, dan algae. Selain itu dalam limbah laundry juga terdapat kandungan COD yang dapat menurunkan konsentrasi oksigen di perairan. Konsentrasi pencemar limbah laundry di daerah Gedongkuning, Yogyakarta dan Nilai Baku Mutu Limbah Laundry (Peraturan Gubernur DIY No.7 Tahun 2010) dapat dilihat pada tabel 1.1 berikut ini :1

Tabel 1.1Kandungan Pencemar dan Nilai Baku Mutu Limbah LaundryTabel 1

NoParameterNilai (mg/L)Baku Mutu (mg/L)

1.COD200125

2.Deterjen10,15

Sumber : Data Sekunder, (Randy, 2012)

Karena sifatnya yang kompleks, air limbah laundry sukar untuk diolah. Sampai saat ini, hampir semua industry laundry membuang langsung limbahnya ke saluran drainase dan badan air tanpa pengolahan terlebih dahulu. Untuk melindungi lingkungan maka diperlukan suatu teknologi alternatif yang dapat mereduksi tingkat bahaya yang ditimbulkan oleh limbah laundry. Air limbah laundry mengandung deterjen yang merupakan suatu derivatik zat organik dimana akumulasinya menyebabkan meningkatnya kandungan organik, sehingga dalam pengolahannya cocok menggunakan proses biologi. Salah satu teknologi alternatif yang dapat digunakan ialah Biosand Filter - Activated Carbon. Biosand filter merupakan suatu proses penyaringan atau penjernihan air limbah di mana limbah yang akan diolah dilewatkan pada suatu media proses dengan kecepatan rendah yang dipengaruhi oleh diameter media dan keberadaan lapisan biofilm yang tertanam di atasnya. Activated carbon sangat efektif dalam mereduksi bahan-bahan organik seperti, polycyclic aromatic hydrocarbons, surfactants, cationic polymers, aromatic hydrocarbons, aldehydes dan lainnya. Keuntungan teknologi ini selain murah, membutuhkan sedikit pemeliharaan dan beroperasi secara gravitasi.Berdasarkan penelitian sebelumnya oleh Anggi Rizkia Utami (2012), Biosand Filter - Activated Carbon dengan variasi ketebalan media pasir halus : karbon aktif = 50 cm : 60 cm di Biosand Filter 1 dan 30 cm : 30 cm di Biosand Filter 2 dapat menurunkan konsentrasi COD hingga 72%. Pada penelitian ini, air limbah akan dialirkan ke Biosand Filter lalu dilanjutkan ke Activated Carbon. Alat ini dilakukan memiliki variasi ketebalan media pasir halus : pasir kasar = 40 cm : 15 cm di biosand filter 1 dan 45 cm : 10 cm di biosand filter 2, dilanjutkan dengan variasi ukuran karbon aktif bubuk (Powder Activated Carbon) dan butiran (Granular Activated Carbon) setinggi 20 cm untuk masing-masing biosand filter. Alat ini diharapkan dapat diaplikasikan untuk mengolah air limbah laundry, sehingga kerusakan lingkungan yang merugikan dapat dicegah.

1.2Perumusan MasalahBerdasarkan latar belakang yang telah disampaikan, didapatkan beberapa permasalahan yang mendasari penelitian ini :1. Berapa besarnya efisiensi Biosand Filter Activated Carbon dalam menurunkan konsentrasi COD dan deterjen dalam limbah laundry?2. Berapa ketebalan media terbaik untuk menurunkan konsentrasi COD dan deterjen di dalam limbah laundry?3. Berapa ukuran karbon aktif terbaik untuk menurunkan konsentrasi COD dan deterjen dalam limbah laundry?

1.3Batasan Masalah Batasan permasalahan pada penelitian ini adalah : 1. Alat yang digunakan berskala rumah tangga yaitu Biosand Filter - Activated Carbon.2. Filtrasi menggunakan biosand filter dengan variasi ketebalan media pasir.a. biosand filter 1 : pasir sungai halus setinggi 40 cm, pasir sungai kasar setinggi 15 cm.b. biosand filter 2 : pasir sungai halus setinggi 45 cm, pasir sungai kasar setinggi 10 cm.

3. Adsorpsi menggunakan activated carbon dengan variasi ukuran karbon aktif. Outlet dari tiap biosand filter akan dialirkan ke masing-masing activated carbon dengan ukuran bubuk (Powder Activated Carbon) berdiameter 0.3 0.6 mm dan butiran (Granular Activated Carbon) berdiameter 1 mm.4. Air limbah yang digunakan adalah air limbah dari kegiatan laundry di daerah Seturan, Yogyakarta.5. Parameter yang diuji adalah COD dan deterjen. 6. Desain reaktor :a. Filtrasi : 3 buah saringan pasir dengan ukuran panjang 30 cm, lebar 30 cm dan tinggi 90 cm. Tebal media 55 cm untuk masing-masing alat.b. Adsorpsi : 5 buah karbon aktif dengan ukuran panjang 30 cm, lebar 30 cm dan tinggi 50 cm. Tebal media 20 cm untuk masing-masing alat.7. Penelitian dilakukan di laboratorium Kampus 2 STTL Yogyakarta.

1.4Tujuan PenelitianTujuan dari penelitian ini antara lain: 1. Untuk mengetahui besar efisiensi Biosand Filter - Activated Carbon dengan variasi ketebalan media dan ukuran karbon aktif dalam menurunkan konsentrasi COD dan deterjen dalam limbah laundry.2. Untuk mengetahui ketebalan media terbaik guna mendapatkan penurunan COD dan deterjen yang paling besar.3. Untuk mengetahui ukuran karbon aktif terbaik hingga mendapatkan penurunan konsentrasi COD dan deterjen yang paling besar.

1.5Manfaat Penelitian Manfaat penelitian ini apabila diterapkan, antara lain: 1. Mendapat alternatif teknologi yang efisien dalam menurunkan kadar COD dan deterjen pada limbah laundry.2. Sebagai informasi kepada masyarakat mengenai kemampuan alat ini terhadap pengolahan limbah laundry. 3. Sebagai bahan kajian dan referensi untuk mengembangkan penelitian ini hingga menghasilkan data yang lebih lengkap mengenai kemampuan alat dalam mengolah limbah.

BAB II7

TINJAUAN PUSTAKA

2.1DeterjenDeterjen adalah bahan pembersih seperti halnya sabun, akan tetapi mempunyai kelebihan dapat bekerja pada air sadah dan dapat bekerja pada kondisi asam ataupun basa. Perbedaan sabun dan deterjen terdapat pada komposisi kimianya. Sabun di dalam air akan membentuk garam-garam kalsium dan magnesium yang dapat didegradasi secara biologis, sedangkan deterjen justru memiliki komposisi yang sulit diurai. Deterjen mengandung sekitar 25 macam bahan yang dapat dikelompokkan sebagai zat aktif permukaan (surfaktan), bahan penguat (builder), bahan pemucat (bleaching agent) dan bahan-bahan lainnya (additives) seperti pemutih dan pewangi (Smulders, E.,2002). Tiap komponen tersebut mempunyai peran spesifik dalam proses pencucian.2.1.1SurfaktanSurfaktan adalah senyawa dapat larut dalam air yang menjadi bahan pembersih utama dalam deterjen. Surfaktan dapat dibedakan menjadi 4 jenis. Tabel 2.1 memperlihatkan jenis-jenis surfaktan tersebut yang biasanya terdapat dalam deterjen.

NoTabel 2. 1Jenis-jenis surfaktan dalam deterjenTabel 2

SurfaktanRumus BangunJenis Surfaktan

1.Alkil (polietilen) glikol ethersNon ionik

2.AliklsulfonatAnionik

3.Dialkildimetilamonium chloridaKationik

4.BetainesAmfoterik

Sumber : Smulder, E. (2002)

Fungsi penggunaan surfaktan dalam deterjen untuk menurunkan tegangan permukaan sehingga dapat dibasahi, mengendurkan dan mengangkat kotoran dan mensuspensikan kotoran yang telah terlepas. Deterjen di Indonesia sebagian besar menggunakan Linear Alkylbenzene Sulfonate (LAS) sebagai senyawa surfaktan anionik. Tidak hanya di Indonesia, 72% deterjen di dunia juga mengandung LAS. Dapat dilihat pada Gambar 2.1 berikut ini :Gambar 2. 1 Penggunaan Surfaktan di Seluruh DuniaGambar 1

Sumber: Smulder, E. (2002)2.1.2BuilderBuilder merupakan zat yang digunakan untuk menunjang kinerja deterjen dalam pelunakan air dengan cara membatasi kerja ion-ion kalsium dan magnesium. Builder dapat berupa senyawa alkali yang mudah mengendap seperti natrium karbonat dan natrium silikat. Contohnya Natrium Triphosfat atau asam nitroloacetic dan senyawa bersifat penukar ion seperti asam polikarboksilat dan zeolit A.Penggunaan STTP (sodium tripolifosfat) pada detergen sabun cuci sebagai builder diketahui sebagai salah satu sumber utama pengendapan fosfat di dalam air. Siklus fosfat melepaskan kalsium dan magnesium ke air dengan tujuan untuk pelarutan, pengemulsi, pelarutannya ramah terhadap lingkungan dan berperan sebagai pengganti surfaktan. Karena STTP berdampak membahayakan lingkungan, maka zeolit A digunakan sebagai alternatif builder detergent untuk merubah STTP. Dibandingkan dengan fosfat, zeolit A dapat ditambahkan untuk mencegah pembentukan kelarutan garam anorganik yang sangat sedikit.

2.1.3Bleaching AgentEfek pemucatan (bleaching effect) dari deterjen ditimbulkan melalui cara mekanis, fisika dan atau secara kimia khususnya melalui perubahan atau penyisihan zat pewarna terhadap objek yang mengalami proses pemucatan. Dalam proses pencucian, efek pemucatan dapat ditimbulkan secara paralel. Mekanisme mekanis dan fisis utamanya efektif untuk menghilangkan partikulat atau zat-zat yang mengandung oli. Pemucatan secara kimia dilakukan untuk menghilangkan warna dan karat yang melekat pada serat.Bleaching agent yang banyak digunakan biasanya adalah senyawa-senyawa peroksida. Hidrogen Peroksida terkonversi menjadi anion hidroksida intermediate aktif dalam media alkali menjadi menurut persamaan reaksi : H2O2 + OH- H2O + HO2-Anion-anion perhidroksil dapat mengoksidasi pengotor padat dan karat. Senyawa perhidroksi yang banyak digunakan pada deterjen adalah Natrium Perborat (NaBO3.4H2O). Senyawa bleaching lain yang sering digunakan adalah hipoklorit. Salah satu keunggulan utama dari natrium perborat dapat dimasukan langsung sebagai bubuk dengan hasil cucian yang putih dan relatif aman. Sebaliknya penambahan larutan pemutih klorin dalam konsentrasi tinggi dapat menyebabkan kerusakan yang signifikan ke binatu dan menyebabkan perubahan warna. Klorin cukup efektif digunakan sebagai pemutih dan disinfektan pada suhu yang rendah (Subriyer & Teguh, 2011).

2.1.4AditifAditif merupakan bagian terkecil dari deterjen, dapat berupa enzim, senyawa anti redeposisi seperti Carboxyl Methyl Cellulose (CMC), Carboxyl Methyl Starch (CMS), senyawa pengatur busa (foam regulator) seperti Fatty Acid Amides, Fatty Acid Alkanolamine. Untuk mendapatkan hasil cucian yang wangi dapat juga ditambahkan pewangi (fragrance) dan zat warna sesuai dengan yang diinginkan serta bahan pengisi (filler) lainnya (Subriyer & Teguh, 2011).2.2Jenis deterjenBerdasarkan senyawa organik yang dikandung, deterjen terbagi menjadi empat jenis, yaitu :1. Deterjen anionik : ABS, LAS, ADS2. Deterjen kationik : garam ammonium3. Deterjen non anionik : nonyl phenol, polyethoxyle4. Deterjen amfoterik : acyl ethylene, diaminet.Terdapat dua ukuran yang digunakan untuk melihat sejauh mana deterjen aman di lingkungan yaitu daya racun (toksisitas) dan daya urai (biodegradable). ABS dalam lingkungan mempunyai tingkat biodegradable sangat rendah karena rantai bercabang pada spektrumnya sehingga lambat diurai oleh bakteri. Oleh karena itu, deterjen ini dikategorikan sebagai non-biodegradable. Pada perkembangannya ABS digantikan dengan LAS yang mempunyai karakteristik lebih baik, meskipun belum dapat dikatakan ramah lingkungan. LAS mempunyai gugus alkil lurus/ tidak bercabang yang dengan mudah dapat diurai oleh mikroorganisme. LAS bisa terdegradasi sampai 90 persen walau dalam waktu yang lambat. Penelitian Heryani dan Puji (2008) mendapatkan hasil bahwa alam membutuhkan waktu 9 hari untuk menguraikan 50% LAS.2.3Limbah LaundryLimbah cair laundry termasuk ke dalam kategori limbah domestik, sehingga beberapa karakteristiknya memiliki beberapa kesamaan. Karakteristik limbah cair laundry dibedakan menjadi 2 karakteristik, antara lain sebagai berikut :1. Karakteristik Fisika. WarnaLimbah cair laundry yang masih baru berwarna putih keabu-abuan sedangkan yang sudah basi berwarna abu-abu gelap.b. BauBau limbah cair laundry yang baru masih berbau khas deterjen. Setelah dua sampai tiga hari, bau tersebut menjadi busuk.

2. Karakteristik Kimiaa. CODCOD adalah jumlah oksigen (mg/O2) yang dibutuhkan untuk mengoksidasi zat- zat organik yang ada dalam 1 liter sample air dimana pengoksidasi K2Cr2O7 digunakan sebagai sumber oksigen. Angka COD merupakan ukuran bagi pencemaran air oleh zat-zat organis yang secara alamiah dapat dioksidasikan melalui proses mikrobiologis dan mengakibatkan berkurangnya oksigen terlarut di dalam air (Wardhana, 2000).

b. DeterjenDeterjen adalah molekul senyawa organik yang terdiri atas dua bagian yang mempunyai sifat berbeda, yaitu bersifat hidrofilik dan hidrofobik. Molekul yang bersifat hidrofil cenderung untuk berkontak dengan air, sedangkan molekul bagian lainnya bersifat hidrofob atau cenderung menolak air, tetapi justru berkontak dengan bahan kontaminan sehingga deterjen dapat membentuk suatu jembatan antara dua bahan yang saling berlainan (saling menolak) menjadi suatu kemampuan. Kemampuan deterjen tersebut dapat memecahkan dan memisahkan ikatan-ikatan adhesi antara bahan-bahan kontaminan sehingga partikel-partikel tersebut akan terlepas (Muhtaria, 1999).2.3.1Kandungan limbah laundryKandungan limbah laundry yang kotor mengandung mineral oil, logam berat, dan senyawa berbahaya. Kandungan limbah laundry dapat dilihat pada tabel 2.2 berikut ini :

Tabel 2.2Kandungan Limbah LaundryTabel 3

ParameterKandungan limbah laundryKonsentrasi batas pada emisi air

Temperatur (C)6230

pH9 66,5 - 9

TSS (mg/L)3580

TDS (mg/L)20,5

Cl2 (mg/L)0,10,2

Nitrogen total (mg/L)2,7510

Ammonia (mg/L)2,455

Fosfat (mg/L)9,91

COD (mg/L)280200

BOD5 (mg O2/L)19530

Minyak dan Lemak (mg/L)4,810

AOX (mg/L)0,120,5

Surfaktan Anionik (mg/L)10,11

Sumber : Sostar-Turk, 20042.4Dampak deterjenBahan kimia yang digunakan pada deterjen dapat menimbulkan dampak negatif baik terhadap kesehatan maupun lingkungan. Dua bahan terpenting dari pembentuk deterjen yakni surfaktan dan builders, diidentifikasi mempunyai pengaruh langsung dan tidak langsung terhadap manusia dan lingkungannya. Umumnya deterjen yang digunakan sebagai pencuci pakaian/laundry merupakan deterjen anionik karena memiliki daya bersih yang tinggi. Pada deterjen anionik sering ditambahkan zat aditif lain (builder) seperti golongan ammonium kuartener (alkyldimetihylbenzyl-ammonium cloride, diethanolamine/ DEA), chlorinated trisodium phospate (chlorinated TSP) dan beberapa jenis surfaktan seperti sodium lauryl sulfate (SLS), sodium laureth sulfate (SLES) atau linear alkyl benzene sulfonate (LAS). Golongan ammonium kuartener ini dapat membentuk senyawa nitrosamin. Senyawa nitrosamin diketahui bersifat karsinogenik, dapat menyebabkan kanker. Senyawa sodium lauryl sulfate (SLS) diketahui menyebabkan iritasi pada kulit, memperlambat proses penyembuhan dan penyebab katarak pada mata orang dewasa.Pembuangan limbah ke sungai/sumber-sumber air tanpa pengolahan sebelumnya, mengandung tingkat polutan organik yang tinggi serta mempengaruhi kesesuaian air sungai untuk digunakan manusia dan merangsang pertumbuhan alga maupun tanaman air lainnya. Deterjen yang mengandung COD tinggi menunjukkan adanya bahan pencemar organik dalam jumlah banyak. Sebagian besar oksigen terlarut digunakan bakteri aerob untuk mengoksidasi karbon dan nitrogen dalam bahan organik menjadi karbondioksida dan air, sehingga kadar oksigen terlarut akan berkurang dengan cepat dan akibatnya organisme air kekurangan oksigen dan dapat menyebabkan kematian. Sejalan dengan konsentrasi COD tinggi, jumlah mikroorganisme baik yang patogen maupun non patogen juga banyak. Adanya mikroorganisme patogen dapat menyebabkan berbagai penyakit untuk manusia. Selain itu pencemaran akibat deterjen mengakibatkan timbulnya bau busuk. Bau busuk ini berasal dari gas NH3 dan H2S yang merupakan hasil proses penguraian bahan organik lanjutan oleh bakteri anaerob.Kerugian lain dari penggunaan deterjen adalah terjadinya proses eutrofikasi di perairan. Ini terjadi karena penggunaan deterjen dengan kandungan fosfat tinggi. Eutrofikasi menimbulkan pertumbuhan tak terkendali bagi eceng gondok dan menyebabkan pendangkalan sungai. Sebaliknya deterjen dengan rendah fosfat beresiko menyebabkan iritasi pada tangan dan kaustik. Karena lebih bersifat alkalis, pH antara 10 12 (Ahsan, 2005).2.5Pengolahan LimbahLimbah pada konsentrasi tertentu dengan melewati batas yang ditetapkan akan menimbulkan pencemaran dan dapat mempengaruhi kondisi lingkungan. Oleh sebab itu, diperlukan suatu teknologi pengolahan limbah cair. Teknologi pengolahan limbah cair adalah salah satu alat untuk memisahkan, menghilangkan dan atau mengurangi unsur pencemar (kontaminan) dalam limbah (Ginting, 2007). Kontaminan dapat berupa senyawa organik yang dinyatakan oleh nilai BOD, COD, nutrient, senyawa toksik, mikroorganisme patogen, partikel non-biodegradable, padatan tersuspensi maupun terlarut (Metcalf dan Eddy, 2003).Dalam proses pengolahan air buangan, pada umumnya dikenal dengan tahapan primer, sekunder dan tertier. Pada tahapan primer, biasanya dilakukan pengolahan secara fisik dan kimia. Tahapan sekunder biasanya pengolahan dilakukan secara biologi saja sedangkan pada tahapan tertier pengolahan dilakukan secara fisik, kimia dan biologi (Ginting, 2007).2.6Pengolahan Limbah Secara BiologisPengolahan limbah dengan cara biologis dapat dilakukan melalui dua cara yaitu aerob dan anaerob. Kedua metode ini mempunyai proses yang berbeda karena proses aerob membutuhkan oksigen dalam prosesnya sedangkan anaerob harus meminimumkan oksigen sedikit mungkin, agar proses perombakan limbah dapat berlangsung dengan sempurna. Menurut Djajadiningrat dan Wisjnuprapto dalam Winardi (2001), proses aerob merupakan proses yang sesuai untuk melangsungkan penyisihan bahan organik terlarut pada konsentrasi 50 - 4000 mg/L sebagai COD yang biodegradable. Proses dengan cara aerob biasanya digunakan untuk limbah dengan konsentrasi rendah. Pengolahan dengan sistem aerob dapat dilakukan dengan berbagai cara tergantung pada proses penyediaan oksigen, penyediaan lahan dan kondisi lingkungan. Dalam proses aerob memerlukan persediaan oksigen yang cukup tinggi sehingga diperlukan aerator dengan daya tinggi. Proses aerobik dapat dilakukan melalui dua mekanisme dasar yaitu :1. Proses pembentukan suspensi.2. Proses pelekatan suspensi.Proses pembentukan suspensi merupakan interaksi antara mikrooganisme dengan limbah sehingga membentuk gumpalan menjadi massa flokulan yang mampu bergerak sesuai arah aliran limbah. Pengadukan campuran limbah dengan mikroorganisme membuat mikrobia tetap berada dalam tersuspensi. Hal ini menguntungkan karena mudah membentuk endapan. Bila dilihat dari cara pembentukan suspensi, proses ini dapat dilakukan dengan cara lumpur aktif, laguna aerasi dan kolam oksidasi. Berbeda halnya dengan proses pelekatan suspensi yaitu proses pengikatan mikroorganisme dapat berupa batu-batuan, pasir, lembaran dan bijian plastik. Perbedaan kedua jenis proses ini tergantung pada jenis padatan yang terkandung dalam limbah. Proses pembentukan suspensi dipergunakan pada limbah yang dominan mengandung senyawa tersuspensi, sedangkan proses pertumbuhan melekat dipergunakan pada pengolahan limbah yang mengandung senyawa terlarut (Ginting, 2007).2.6.1AerasiTeknik aerasi pada proses aerob dilakukan untuk penambahan penyediaan udara dimana bakteri aerob akan memakan bahan organik di dalam air limbah dengan bantuan O2. Penyediaan ini bertujuan untuk meningkatkan kenyamanan lingkungan dan kondisi sehingga bakteri pemakan bahan organik dapat tumbuh dan berkembangbiak dengan baik. Penyediaan udara yang lancar dapat mencegah terjadinya pengendapan (Sugiharto, 2008). Dalam prakteknya terdapat dua cara untuk menambahkan oksigen ke dalam air limbah, yaitu :

a. Memasukkan udara ke dalam air limbahProses memasukkan udara / oksigen murni ke dalam air limbah melalui benda porous atau nozzle. Nozzle tersebut diletakkan di tengah-tengah sehingga akan meningkatkan kecepatan kontak gelembung udara tersebut dengan air limbah dan proses pemberian oksigen akan berjalan lebih cepat. Udara yang dimasukkan berasal dari udara luar yang dipompakan ke dalam air limbah oleh pompa tekan.b. Memaksa air ke atas berkontak dengan oksigenCara mengontakkan air limbah dengan oksigen melalui pemutaran baling-baling yang diletakkan pada permukaan air limbah. Akibat dari pemutaran ini, air limbah akan terangkat ke atas dan air limbah akan mengadakan kontak langsung dengan udara sekitarnya. Pada proses aerasi terdifusi, memiliki berbagai desain dan karakteristik operasi aerator antara lain : diameter lubang diffuser 2 5 mm, waktu detensi 10 - 30 menit dan dapat menurunkan senyawa organic volatile (VOC) sebanyak 80%.Aerator menyediakan sejumlah udara yang bereaksi dengan bahan-bahan pencemar dan juga menjadi kebutuhan mikroorganisme yang terdapat dalam air limbah. Semakin tinggi kandungan oksigen terlarut dalam air maka semakin tinggi kemampuan air untuk memulihkan diri sendiri. Kehidupan biota dalam air terutama biota aerob harus ditingkatkan daya kehidupannya. Dengan pertumbuhan dan perkembangan kehidupan mikrooraganisme dan daya hidup yang tinggi, maka mikrobia dalam air akan mampu menguraikan zat-zat organik yang punya potensi merusak lingkungan.2.7FiltrasiFiltrasi adalah proses penyaringan untuk menghilangkan zat padat tersuspensi dan terlarut dari air melalui media berpori. Zat padat tersuspensi dan terlarut dihilangkan saat air melewati suatu lapisan materi berbentuk butiran yang dinamakan media filter. Media ini biasanya berupa pasir atau kombinasi pasir, antrasit, gamet, ilmenite, polisterene dan beads.Media filter yang digunakan dalam proses filtrasi biasanya dianggap sebagai saringan yang menangkap atau menahan zat diantara media filter. Pada biosand filter, proses yang terjadi dikarenakan kerja dari mikroorganisme. Kemampuan filtrasi biasanya dipengaruhi oleh faktor-faktor berikut ini :1. Susunan LapisanSusunan lapisan pasir sebagai media saringan mempengaruhi besaran kualitas hasil saringan. Yang termasuk dalam susunan ini yaitu :a. Diameter butiran pasirSemakin kecil diameter butiran pasir yang digunakan sebagai media saringan akan menyebabkan celah-celah butir semakin kecil sehingga akan meningkatkan efektivitas penahanan partikel. Dengan luas butiran yang dapat menahan partikel semakin besar maka endapan lapisan pasir dapat meningkat. (Tjokrokusumo, KRT, 1998).b. Ketebalan Lapisan PasirSemakin tebal lapisan pasir maka luas permukaan partikel-partikel semakin besar dan jarak yang harus ditempuh oleh air semakin panjang, sehingga air yang dihasilkan semakin baik kualitasnya. Untuk ketebalan pasir sebagai media penyaring sangat bervariasi tergantung pada cara bekerjanya (Yohana, 1999).c. Jenis PasirUntuk jenis pasir yang baik digunakan sebagai media filtrasi adalah jenis pasir yang kuat dan tidak mudah pecah. Diusahakan tidak menggunakan pasir yang lunak atau mengandung tanah karena akan mengganggu proses penyaringan. Pasir yang paling baik untuk saringan bila pasir tersebut mengandung kuarsa (SiO2) lebih besar atau sama dengan 90% (Ginting, 2007).2. Kecepatan PenyaringanKecepatan aliran air akan mempengaruhi proses penahanan terhadap zat-zat tersuspensi dan terlarut. Bila kecepatan meningkat, maka efektifitas pengendapan menurun sehingga hasil penyaringan kurang optimal (Yohana, 1999).2.7.1Biosand FilterBiosand filter adalah suatu alat penyaringan air terbuat dari beton, kaca atau bak plastik yang diisi dengan pasir, dimana air yang akan diolah dilewatkan pada media proses dengan kecepatan rendah yang dipengaruhi oleh diameter butiran pasir dan pada media tersebut telah dilakukan penanaman bakteri sehingga terjadi proses biologis di dalamnya (Elliott, 2008). Untuk mengetahui lebih jelas mengenai bentuk biosand filter, dapat dilihat pada gambar 2.2 berikut ini :Gambar 2.2Rancang Bangun Biosand FilterGambar 2

Sumber : Endah, 2008

Biosand filter atau saringan pasir lambat skala rumah tangga dengan beberapa perbedaan memiliki ketinggian berkisar 0,9 - 1 meter dan 0,3 meter sepanjang tepi bagian dalamnya, sedangkan slow sand filter memiliki ketinggian 3 - 5 meter dan lebar 4 - 15 meter. Didukung juga dengan desain pada pipa outlet biosand filter mampu menjaga ketinggian air di atas media sehingga lapisan biofilm yang ada terhindar dari kekeringan (Lee, 2001). Untuk kriteria desain dari Biosand Filter, dapat dilihat dari Tabel 2.3 berikut ini : Tabel 2.3Kriteria Desain Biosand FilterTabel 4

Kriteria DesainRange

Ukuran pasir halus< 1 mm

Ukuran pasir kasar1 mm 6 mm

Ukuran kerikil6 mm 15 mm

Luas permukaan pasir900 m2

Ukuran biosand filter30 cm x 30 cm x 90 cm

HLR (menurut referensi CAWST)400 l/m2/hari

Sumber : Haarhof dan Cleasby (1991)

Biosand filter tersusun atas lapisan kerikil, pasir kasar, pasir halus, plat diffuser, aerator dan mikroorganisme. Berikut penjelasan mengenai komponen-komponen penyusun biosand filter :1. KerikilKerikil yang digunakan berukuran antara 6 mm 15 mm. Berfungsi sebagai penyangga dan mencegah media filter ikut terbawa ke outlet.

2. Pasir kasarPasir kasar yang digunakan berukuran antara 1 mm 6 mm. berfungsi sebagai penyangga dan meningkatkan efisiensi infiltrasi air limbah yang melalui media pasir halus.3. Pasir halusPasir halus yang digunakan berukuran