biografi rhoma irama - lengkap

14

Click here to load reader

Upload: yahya-m-aji

Post on 12-Jul-2015

429 views

Category:

Entertainment & Humor


9 download

TRANSCRIPT

Page 1: Biografi Rhoma Irama - Lengkap

Biografi Rhoma Irama by: tonyvanjava

Raden Haji Oma Irama atau disingkat Rhoma Irama yang berjuluk Raja

Dangdut, lahir pada tanggal 11 Desember 1946 di Tasikmalaya, Jawa Barat. Ia

bergelar raden karena pada kedua orang tuanya mengalir darah

bangsawan/ningrat. Ia merupakan putra kedua dari dua belas bersaudara, yaitu

delapan saudara laki-laki dan empat saudara perempuan (delapan saudara kandung,

dua saudara seibu dan dua saudara bawaan ayah tirinya).

Ayahnya, Raden Burdah Anggawirya merupakan mantan komandan

gerilyawan Garuda Putih pada zaman kemerdekaan. Ia memberi nama ‘Irama’

karena bersimpati terhadap grup sandiwara asal Jakarta yang bernama Irama

Baru yang pernah diundang untuk menghibur pasukannya di Tasikmalaya. Ia sangat

pandai dalam memainkan alat musik serta menyanyikan lagu-lagu cianjuran.

Sedangkan Ibunya bernama Tuti Juariah, ia pun merupakan keturunan ningrat dan

pandai pula dalam menyanyi, seperti lagu No Other Love yang sering didengarkan

Rhoma sewaktu kecil.

Sebelum tinggal di Tasikmalaya, keluarganya tinggal di Jakarta dan di kota

inilah, kakaknya Benny Muharram dilahirkan. Sedangkan Rhoma lahir di

Tasikmalaya beberapa saat setelah pindah ke kota tersebut. Setelah lahir Rhoma,

lahir pula adik-adiknya, seperti Handi dan Ance. Setelah itu, mereka pindah lagi

ke Jakarta dan tinggal di Jalan Cicarawa, Bukit Duri, lalu pindah ke Bukit Duri

Tanjakan. Di kota inilah mereka menghabiskan masa remajanya sampai tahun 1971,

lalu pindah ke Tebet.

Semenjak kecil Rhoma sudah terlihat bakat seninya. Tangisannya terhenti

tiap kali ibundanya, Tuti Juariah menyenandungkan lagu-lagu. Masuk kelas nol ia

sudah mulai menyukai lagu. Minatnya pada lagu semakin besar ketika masuk

sekolah dasar. Menginjak kelas 2 SD ia sudah bisa membawakan lagu-lagu barat

dan India dengan baik. Ia suka menyanyikan lagu No Other Love, kesayangan

ibunya dan lagu Mera Bilye Buchariajaya yang dinyanyikan oleh Latta Mangeshkar.

Selain itu ia juga menikmati lagu-lagu Timur Tengah yang dinyanyikan oleh Umm

Kaltsum.

Page 2: Biografi Rhoma Irama - Lengkap

Bakat musiknya mungkin berasal dari ayahnya yang fasih memainkan

seruling dan menyanyikan lagu-lagu cianjuran, sebuah kesenian khas Sunda. Selain

itu, pamannya, Arifin Ganda sering mengajarkan lagu-lagu Jepang ketika Rhoma

masih kecil.

Karena usia Rhoma yang tidak berbeda jauh dengan kakaknya, mereka

selalu kompak dan pergi berdua-duaan. Berbeda dengan kakaknya yang malas

mengikuti pengajian di surau atau di rumah kyai, Rhoma selalu mengikuti pengajian

dengan tekun. Setiap kali ayah dan ibunya bertanya, apakah kakaknya ikut

mengaji, Rhoma selalu menjawab ‘ya. Berangkat ke sekolah pun mereka selalu

berangkat bersama-sama dengan berboncengan sepeda. Keduanya bersekolah di

SD Kibono, Manggarai.

Ketika SD, bakat menyanyi Rhoma semakin kelihatan. Rhoma adalah murid

yang paling rajin bila disuruh maju ke depan kelas untuk menyanyi. Uniknya, Rhoma

tidak sama dengan murid-murid yang lain yang sering malu-malu di depan kelas.

Rhoma menyanyi dengan suara keras hingga terdengar sampai kelas-kelas lain.

Perhatian murid-murid semakin besar karena Rhoma tidak menyanyikan lagu anak-

anak maupun lagu kebangsaan, melainkan lagu-lagu India.

Bakatnya sebagai penyanyi mendapat perhatian dari penyanyi senior, Bing

Slamet karena terkesan melihat penampilan Rhoma ketika menyanyikan lagu barat

dalam acara pesta di sekolahnya. Suatu hari, ketika Rhoma duduk di kelas 4, Bing

Slamet membawanya tampil dalam sebuah show di Gedung SBKA (Serikat Buruh

Kereta Api) di Manggarai. Ini merupakan pengalaman yang berharga bagi Rhoma.

Sejak saat itu, meskipun belum berpikir untuk menjadi penyanyi Rhoma

sudah tidak terpisahkan lagi dari musik. Atas usaha sendiri ia belajar memainkan

gitar hingga mahir. Karena saking tergila-gilanya dengan gitar, Rhoma sering

membuat ibunya marah besar. Setiap kali ia pulang sekolah yang pertama

dicarinya adalah gitar. Begitu pula ketika setiap kali ia keluar rumah hampir selalu

membawa gitar. Pernah suatu kali ibunya menyuruh Rhoma menjaga adiknya, tetapi

Rhoma lebih suka memilih bermain gitar. Akibat ulah tersebut, ibunya merampas

gitarnya lalu melemparkannya ke pohon jambu hingga pecah. Kejadian itu membuat

Rhoma sedih karena gitar adalah teman nomor satu baginya.

Page 3: Biografi Rhoma Irama - Lengkap

Perkembangan selanjutnya dalam mempelajari musik ia mulai menyadari

bahwa meskipun ayah dan ibunya pasangan berdarah ningrat yang menyukai musik,

tetapi mereka tetap menganggap bahwa dunia musik bukanlah sesuatu yang patut

dibanggakan atau dijadikan profesi. Ibunya sering meneriakkan ‘berisik’ setiap

kali ia menyanyi dan beranggapan, bahwa musik akan menghambat sekolahnya.

Kenyataan ini membuat bakat musik Rhoma semakin berkembang di luar rumah

karena jika di rumah ia kurang mendapat dukungan.

Pada saat Rhoma duduk di kelas 5 SD tahun 1958 ayahnya meninggal dunia.

Sang ayah meninggalkan delapan anak yaitu: Benny, Rhoma, Handi, Ance, Dedi, Eni,

Herry dan Yayang. Kemudian, ibunya menikah lagi dengan seorang perwira ABRI,

Raden Soma Wijaya yang masih ada hubungan famili dan juga berdarah ningrat.

Ayah tirinya ini membawa dua anak dari istrinya yang dulu dan setelah menikah

dengan ibu Rhoma memiliki dua anak lagi.

Ketika ayah kandungnya masih hidup suasana di rumahnya feodal. Bahasa

sehari-hari ayah dan ibunya adalah bahasa Belanda. Segalanya harus serba

teratur dan menggunakan tatakrama tertentu. Para pembantu harus memanggil

anak-anak dengan sebutan ‘Den’ (raden). Anak-anak harus tidur siang dan makan

bersama-sama. Ayahnya juga tak segan-segan menghukum mereka dengan pukulan

jika dianggap melakukan kesalahan, seperti bermain hujan ataupun membolos

sekolah.

Keadaan keluarga Rhoma di Tebet waktu itu memang tergolong cukup kaya

bila dibandingkan masyarakat sekitar. Rumahnya mentereng dan memiliki

beberapa mobil, seperti, mobil merk Impala, mobil yang tergolong mewah pada

waktu itu. Rhoma juga selalu berpakaian bagus dan mahal.

Namun, suasana feodal tersebut tidak ada lagi setelah ayah tirinya hadir

di tengah-tengah keluarga mereka. Bahkan, berkat ayah tiri serta pamannya inilah

Rhoma mendapatkan ‘angin’ untuk menyalurkan bakat musiknya. Secara bertahap

ayah tirinya membelikan alat musik akustik seperti, gitar, bongo, dan sebagainya.

Dunia Rhoma di masa kanak-kanak rupanya bukan hanya di dunia musik.

Rhoma juga sering adu jotos dengan anak-anak lain. Lingkungan pergaulannya

Page 4: Biografi Rhoma Irama - Lengkap

ketika itu tergolong keras. Anak-anak saat itu cenderung mengelompok dalam

geng dan satu geng dengan geng lainnya saling bermusuhan atau paling tidak saling

bersaingan. Dengan demikian perkelahian antar geng sering tak terhindarkan.

Bukitduri, tempat tinggalnya hampir setiap kampung di daerah itu terdapat

geng (kelompok anak muda). Di Bukitduri ada BBC (Bukitduri Boys Club), di Kenari

ada Kenari Boys, Cobra Boys, dan sebagainya. Banyak anak muda dari Bukitduri

Puteran dan dari Manggarai yang bergabung dengan Geng Cobra. Geng-geng ini

saling bermusuhan sehingga keributan selalu hampir terjadi setiap mereka

bertemu.

Satu hal yang cukup menonjol pada diri Rhoma adalah, bahwa teman-

temannya hampir selalu menjadikannya sebagai pemimpin. Tentu saja bila gengnya

bentrok dengan geng lain, Rhoma-lah yang diharapkan tampil di depan untuk

berkelahi. Meskipun pernah menang beberapa kali Rhoma juga sering mengalami

babak belur bahkan luka cukup parah karena dikeroyok 15 anak di daerah Megaria.

Ketika ia masuk SMP tempat-tempat berlatih silat semakin marak. Tetapi,

bagi Rhoma ilmu bela diri nasional ini tidaklah asing karena sejak kecil ia sudah

dapat latihan dari ayahnya dan beberapa guru lainnya. Rhoma pernah belajar silat

Cingkrik (paduan silat Betawi dan Cimande) kepada Pak Rohimin di Kebon Jeruk,

Jakarta Barat. Rhoma juga pernah belajar silat Sigundel di jalan Talang, selain

beberapa ilmu silat yang lain. Bila terjadi perkelahian antar geng para anggotanya

saling menjajal ilmu silat yang telah mereka pelajari.

Karena kebandelannya itulah, maka Rhoma beberapa kali harus tinggal

kelas sehingga karena malu maka ia sering berpindah sekolah. Kelas 3 SMP pernah

dijalaninya di Medan, Sumatera Utara ketika ia dititipkan di rumah pamannya.

Tapi, tak berapa lama kemudian, ia pindah lagi ke SMP Negeri XV Jakarta.

Kenakalan Rhoma terus berlanjut hingga bangku SMA. Pada waktu

bersekolah di SMA Negeri VIII Jakarta, ia pernah kabur dari kelas lewat jendela

karena ingin bermain musik dengan teman-temannya yang sudah menunggunya di

luar. Kegandrungannya pada musik dan berkelahi di dalam dan luar sekolah

Page 5: Biografi Rhoma Irama - Lengkap

membuatnya sering keluar masuk sekolah SMA. Selain di SMA Negeri VIII

Jakarta, ia juga pernah tercatat sebagai siswa di SMA PSKD Jakarta, SMA St.

Joseph di Solo dan akhirnya ia menetap di SMA 17 Agustus Tebet, Jakarta, tak

jauh dari rumahnya.

Pada masa SMA di Solo Rhoma pernah melewati masa-masa sangat pahit.

Ia terpaksa menjadi pengamen di jalanan kota Solo. Di sana ia ditampung di rumah

seorang pengamen yang bernama Mas Gito. Sebenarnya sebelum terdampar di

Solo ia berniat hendak belajar di pesantren Tebu Ireng, Jombang, Jawa Timur.

Namun, karena tidak membeli karcis Rhoma, Benny (kakaknya) dan tiga orang

temannya, Daeng, Umar dan Haris harus main kucing-kucingan dengan kondektur

selama dalam perjalanan. Daripada terus gelisah karena takut ketahuan dan

diturunkan ditempat sepi, mereka akhirnya memilih turun di Stasiun Tugu,

Yogyakarta. Dari Yogya mereka naik kereta lagi menuju Solo.

Ketika di Solo Rhoma melanjutkan sekolahnya di SMA St. Joseph. Biaya

sekolahnya diperoleh dari ngamen dan menjual beberapa potong pakaian yang

dibawanya dari Jakarta. Namun karena di Solo sekolahnya tidak lulus, Rhoma

harus pulang ke Jakarta dan melanjutkan sekolah di SMA 17 Agustus sampai

akhirnya lulus tahun 1964. Kemudian, ia kuliah di Fakultas Sosial Politik,

Universitas 17 Agustus. Tapi, hal tersebut hanya bertahan satu tahun karena

ketertarikannya pada dunia musik yang begitu besar.

Musik pop dan rock merupakan langkah pertama Rhoma sebagai pemusik

dan penyanyi. Seperti dikisahkan kakak kandungnya, Benny Muharram, bahwa

Rhoma sempat enggan merekam lagu Melayu yang ditawarkan oleh Dick Tamimi

dari perusahaan rekaman Dimita Moulding Company pada tahun 1967, meskipun

sebelumnya dia sudah sering menyanyi bersama sejumlah orkes melayu.

Selain menjadi penyanyi Orkes Melayu Candraleka dan Indraprasta, Rhoma

juga melantunkan suaranya bersama Band Tornado dan Varia Irama Melody.

Bersama band-band tersebut Rhoma membawakan lagu-lagu pop barat dan

menyanyi sambil meniru persis suara Paul Anka melalui lagu yang berjudul Diana

ataupun Put Your Head On My Shoulder dan lagunya Andy Williams seperti,

Page 6: Biografi Rhoma Irama - Lengkap

Butterfly, Moon River, serta Tom Jones seperti, Green-green Grass of Home,

Dellilah.

Rhoma memang sudah bergelut dengan musik pop sejak masih di bangku

SMA. Bersama teman-teman sekolahnya ia sempat membentuk Band Gayhand.

Ketika musik Rock n’ Roll melanda Indonesia, ternyata hal tersebut membuat

Rhoma terpesona hingga dalam hatinya ia bertekad “Elvis saja bisa menjadi raja

dengan gitarnya, saya juga bisa”.

Namun begitu berada di dalam dunia musik, Rhoma ikut terbawa arusnya.

Dengan meniru gaya menyanyi Benyamis S. dan Ida Royani, Muchsin Alatas dan

Titiek Shandora yang sedang populer, Rhoma tidak keberatan diduetkan dengan

Inneke Kusumawati oleh Amin Widjaya dari perusahaan rekaman Metropolitan dan

Canary Records. Diiringi Band Zaenal Combo pimpinan Zaenal Arifin, Rhoma dan

Inneke rekaman dalam sejumlah lagu seperti, Pujaan Hati, Di Rumah Saja, Bunga

dan Kupu-kupu, Mohon Diri, Mabuk Kepayang, Jangan Dekat-dekat, Anaknya Lima,

Si Oteh, Lonceng Berbunyi, Melati di Musim Kemarau dan Cinta Buta. Menurut

Zakaria, pimpinan Orkes Pancaran Muda yang salah satu lagunya, Anaknya Lima,

dibawakan duet ini. Munculnya pasangan Rhoma-Inneke sempat menggoyahkan

popularitas Muchsin Alatas dan Titiek Sandora.

Melihat keberhasilannya berduet dengan Inneke, kemudian Zakaria

menyarankan Rhoma berduet dengan Wiwiek Abidin untuk mengikuti lomba

menyanyi di Singapura pada tahun 1971, dan duet Rhoma-Wiwiek berhasil menjadi

juara.

Pada acara Panggung Gembira Hari Radio ke 26 di halaman gedung RRI Jln.

Merdeka Barat, 19 Januari 1971, walau termasuk masih baru, duet Rhoma-Inneke

menjadi pusat perhatian di antara penyanyi-penyanyi duet lainnya, seperti, Elly

Kasim-Tiar Ramon, Vivi Sumanti-Frans Doromez dan Ida Royani- Benyamin Sueb.

Duet Rhoma-Inneke juga diiringi oleh Band Galaxi pimpinan Jopie Item ketika

rekaman. Dengan pakem musik rock, Jopie mengiringi Rhoma mengiringi sendirian

dengan pekik dan teriakan yang kemudian diteruskannya setelah mendirikan

Soneta Group pada 13 Oktober 1970.

Page 7: Biografi Rhoma Irama - Lengkap

Pergaulan Rhoma dengan musik pop dan rock pula yang mempertemukannya

dengan pimpinan band perempuan Beach Girls yang bernama Veronica Agustina

Timbuleng dan lantas menikahinya pada tahun 1972. Pasangan ini dikaruniai tiga

orang anak, yaitu Debbie Veramasari, Fikri Zulfikar dan Romy Syahrial.

Arus industri musik juga sempat membawa Rhoma dan Vero bertrio dengan

Debbie mengikuti sukses Chicha dengan lagu Heli serta Yoan dengan lagu Si Kodok

pada tahun 1976. Akan tetapi, setelah memimpin grupnya sendiri, Soneta Group

yang bersemboyan Voice of Moslem (Suara Muslim), Rhoma justru menjadi arus

itu sendiri dengan menyuntikkan musik rock ke dalam album dangdutnya yang

pertama yang berjudul ‘Begadang’, yang berisi lagu-lagu Begadang, Sengaja,

Sampai Pagi, Tung Keripit, Cinta Pertama, Kampungan, Ya Le Le, Tak Tega dan

Sedingin Salju. Akibatnya, Rhoma menyulut pro dan kontra. Komunitas dangdut

banyak yang keberatan, sementara kalangan pemusik rock menerima dengan sinis.

Ujung-ujungnya diadakan diskusi yang bertajuk “Sekitar Musik Hard Rock dan

Dangdut” di Gedung Merdeka Bandung pada akhir Juni 1976, dengan Maman S.

dari majalah Aktuil sebagai penyelenggara, dan menghadirkan pembicara Dr.

Sudjoko dari ITB, Remy Silado, Benny Subarja dan Denny Sabri sebagai wakil

Rhoma yang tidak hadir. Ahmad Albar dan Harry Roesli yang diundang tidak juga

tidak kelihatan. Eksperimen Rhoma yang semestinya dijadikan perhatian serius

justru menjadi olok-olok hingga timbul ejekan, seperti, tahi anjing dan bistik

jangan dibandingkan gado-gado. Grup rock God Bless dan Soneta dipertemukan di

Istora, pada 22 Desember 1977 dengan maksud melihat mana yang lebih hebat,

rock atau dangdut. Padahal, sebelum manggung Rhoma melepaskan merpati putih

sebagai tanda perdamaian.

Sebagaimana diskusinya, pertunjukan di Istora tersebut juga tidak

memberikan solusi yang konkret. Grup musik rock tetap berjalan sebagaimana

biasa, sementara Rhoma justru terus berkibar dengan dangdut rocknya yang

semakin membumi sampai-sampi masyarakat menjulukinya ‘Raja Dangdut’. Album-

album rekamannya yang semakin ‘ngerock’ mengalir tanpa bisa dibendung, bahkan

oleh pemerintah Orde Baru sekalipun yang dengan alasan politik melarangnya

tampil di stasiun televisi satu-satunya saat itu, TVRI. Hal tersebut merupakan

dampak atas lagu-lagunya yang menyindir pemerintah, seperti pada lagu Hak

Azasi. Pada lagu tersebut dengan gagah berani Rhoma berbicara mengenai HAM,

kebebasan berbicara, beragama, bekerja dan sebagainya. Album rekamannya

menjadi arus yang memutar roda industri musik semakin kencang. Setelah album

Page 8: Biografi Rhoma Irama - Lengkap

Begadang menjadi sangat populer, menyusul album-album berikutnya, seperti;

Penasaran (1976), Rupiah (1976), Darah Muda (1977), Musik (1977), 135 Juta

(1978), Santai (1979), Hak Azasi (1980), Begadang II (1981), Sahabat (1982),

hingga Indonesia (1983), yang semuanya diproduksi oleh Yukawi Corporation.

Perusahaan rekaman ini lantas berubah menjadi Soneta Records, milik Rhoma.

Langkah tegap Rhoma semakin mantap dengan membintangi beberapa film,

seperti; Oma Irama Penasaran (1976), Gitar Tua Oma Irama (1977), Oma Irama

Berkelana I (1978), Oma Irama Berkelana II (1978), Begadang (1978), Raja

Dangdut (1978), Cinta Segitiga (1979), Camelia (1979), Perjuangan dan Doa

(1980), Melodi Cinta Rhoma Irama (1980), Badai di Awal Bahagia (1981), Satria

Bergitar (1984), Cinta Kembar (1984), Pengabdian (1985), Kemilau Cinta di Langit

Jingga (1985), Menggapai Matahari I (1986), Menggapai Matahari II (1986),

Nada-nada Rindu (1987), Bunga Desa (1988), Jaka Swara (1990), Nada dan Dawah

(1991), serta Tabir Biru (1994), diteruskannya dengan penerbitan soundtrack

yang laris manis. Dalam film Darah Muda, Rhoma bahkan menggandeng Ucok

Harahap dari grup rock Aka yang pernah bertarung dengan Soneta Group di atas

panggung. Pertarungan musik rock dan dangdut juga adalah inti cerita film ini.

Berdasarkan data penjualan kaset dan jumlah penonton film-film yang

dibintanginya, penggemar Rhoma tak kurang dari 15 juta atau 10% penduduk

Indonesia. Ini catatan sampai pertengahan tahun 1984. “Tidak ada kesenian

mutakhir yang memiliki lingkup sedemikian luas”, tulis majalah Tempo pada 30

Juni 1984. sementara itu Rhoma sendiri berkata, “Saya takut publikasi, ternyata,

saya sudah terseret jauh”.

Data PT Perfin menyebutkan, hampir semua film Rhoma laku. Bahkan,

sebelum sebuah film selesai diproses orang sudah membelinya, seperti film

berjudul Satria Bergitar misalnya. Film yang dibuat dengan biaya Rp 750 juta ini,

ketika belum rampung sudah memperoleh pialang Rp 400 juta. Menurut kakaknya,

Benny, yang juga produser PT Rhoma Film, Rhoma tidak pernah makan uang dari

hasil film, tetapi dari hasil penjualan kaset. Uang hasil film disumbangkan untuk,

antara lain, masjid, yatim piatu, kegiatan remaja dan perbaikan kampung. Bahkan,

pada tahun 1983 Rhoma membayar zakat sebesar Rp 6 juta.

Page 9: Biografi Rhoma Irama - Lengkap

Meskipun demikian, jika dikaitkan dengan perolehan material, Rhoma bisa

dikatakan sebagai pemusik terkaya di negeri ini. Bayangkan, sebelum pemusik lain

naik mobil Mercy, ia sudah menikmati kenyamanan mobil mewah itu sejak tahun

70-an. Hal tersebut terindikasi ketika membaca wawancaranya dengan harian The

Jakarta Post, saat Rhoma secara rendah hati menyatakan punya uang yang cukup

meski tidak banyak. Hal itu masuk akal, mengingat sejeblok-jebloknya kaset

Rhoma Irama di pasaran, minimal akan terjual sampai 400 ribu copy per album. Ini

semakin menggelikan jika dibandingkan dengan musisi di luar dangdut yang

acapkali berbangga secara berlebihan meski kasetnya hanya terjual tak lebih dari

100 ribu copy.

Boleh jadi sampai kini kejayaan Rhoma belum tergantikan. Kalau dulu ada

sebutan The Big Five untuk para ‘Bintang Mahal’, seperti, Roby Sugara, Roy

Marten dan Yati Ocktavia, maka pada saat yang sama sebenarnya nilai kontrak

Rhoma tetap jauh di atas mereka. Bahkan, banyak produser film rela menunggu

giliran sampai tiga tahun hanya untuk dapat mengontrak Rhoma.

Selain itu, Rhoma juga terhitung sebagai salah satu penghibur paling

sukses dalam mengumpulkan massa. Rhoma bukan hanya tampil di dalam negeri,

tetapi ia juga pernah tampil di Kuala Lumpur, Singapura dan Brunei Darussalam

dengan jumlah penonton yang hampir sama ketika ia tampil di Indonesia. Beberapa

media massa Indonesia melaporkan, bahwa, penonton pertunjukan Rhoma di

berbagai daerah ada yang jatuh pingsan atau celaka lantaran terlalu berdesakan.

Hal yang sangat disesalkan Rhoma sendiri. “Untuk mendapatkan hiburan, mengapa

mesti sampai jatuh korban begitu?” katanya.

Rhoma menyatakan, bahwa dirinya banyak dijadikan bahan rujukan

penelitian. Ada sekitar 7 skripsi tentang dirinya dan musik yang telah dihasilkan.

Selain itu, peneliti asing juga kerap menjadikannya obyek penelitian, salah satunya

adalah William H. Frederick, Doktor Sosiologi, Universitas Ohio, AS pada 1985

dengan judul; Rhoma Irama and The Dangdut Style: Aspect of Contemporary

Indonesia Popular Culture, yang meneliti tentang kekuatan popularitas serta

pengaruh Rhoma Irama pada masyarakat. Ia menyebutkan dalam tesisnya, bahwa:

“Rhoma Irama adalah revolusioner dalam dunia musik Indonesia. Hampir bisa

dipastikan, di Indonesia, Rhoma Irama adalah penghibur paling jempolan. Sejak

rapat-rapat raksasa di masa Demokrasi Terpimpin, acara panggung yang paling

Page 10: Biografi Rhoma Irama - Lengkap

banyak dibanjiri massa adalah panggung Rhoma Irama”. Lebih lanjut ia

mengatakan, “Bila di dunia musik Amerika sosok Mick Jagger sangat berpengaruh,

di Indonesia, bandingan sosok yang sepadan dengannya ada pada figur Rhoma

Irama. Kedua orang ini sama-sama jenius dan otodidak. Keduanya mampu tampil ke

posisi puncak musikalnya karena kekuatan bakat alam yang luar biasa hebat.”

Pada akhir April 1994 Rhoma Irama menandatangani Memorandum of

Understanding (MoU) dengan Tanaka dari Life Record Jepang di Tokyo. Sebanyak

200 buah judul lagunya akan direkam ke dalam bahasa Inggris dan Jepang, untuk

diedarkan di pasar Internasional. Rencananya lagu-lagu tersebut dibuat dalam

bentuk laser disc (LD) dan compact disc (CD).

Mereka digambarkan sebagai raja dan ratu yang sama-sama mempunyai

kerajaan. Suasana itu makin kental dan legitim dengan hadirnya MURI (Museum

Rekor Indonesia -red.) yang memasukkan Rhoma dan Elvy sebagai raja dan ratu

dangdut Indonesia. Meski terlambat, tentu cukup menghibur. Soalnya, jauh

sebelum itu, di tahun 1985, majalah Asia Week telah menempatkan Rhoma Irama

sebagai raja musik Asia Tenggara.

Page 11: Biografi Rhoma Irama - Lengkap

Biografi Rhoma Irama by: om wiki

Raden Oma Irama yang populer dengan nama Rhoma Irama (lahir di Tasikmalaya,

11 Desember 1946; umur 63 tahun) adalah musisi dangdut dari Indonesia yang

berjulukan "Raja Dangdut".

Sekilas

Pada tahun tujuh puluhan, Rhoma sudah menjadi penyanyi dan musisi

ternama setelah jatuh bangun dalam mendirikan band musik, mulai dari band

Gayhand tahun 1963. Tak lama kemudian, ia pindah masuk Orkes Chandra Leka,

sampai akhirnya membentuk band sendiri bernama Soneta yang sejak 13 Oktober

1973 mulai berkibar. Bersama grup Soneta yang dipimpinnya, Rhoma tercatat

pernah memperoleh 11 Golden Record dari kaset-kasetnya.

Berdasarkan data penjualan kaset, dan jumlah penonton film- film yang

dibintanginya, penggemar Rhoma tidak kurang dari 15 juta atau 10% penduduk

Indonesia. Ini catatan sampai pertengahan 1984. "Tak ada jenis kesenian

mutakhir yang memiliki lingkup sedemikian luas", tulis majalah TEMPO, 30 Juni

1984. Sementara itu, Rhoma sendiri bilang, "Saya takut publikasi. Ternyata, saya

sudah terseret jauh."

Rhoma Irama terhitung sebagai salah satu penghibur yang paling sukses

dalam mengumpulkan massa. Rhoma Irama bukan hanya tampil di dalam negeri tapi

ia juga pernah tampil di Kuala Lumpur, Singapura, dan Brunei dengan jumlah

penonton yang hampir sama ketika ia tampil di Indonesia. Sering dalam konser

Rhoma Irama, penonton jatuh pingsan akibat berdesakan. Orang menyebut musik

Rhoma adalah musik dangdut, sementara ia sendiri lebih suka bila musiknya

disebut sebagai irama Melayu.

Pada 13 Oktober 1973, Rhoma mencanangkan semboyan "Voice of Moslem"

(Suara Muslim) yang bertujuan menjadi agen pembaharu musik Melayu yang

memadukan unsur musik rock dalam musik Melayu serta melakukan improvisasi

Page 12: Biografi Rhoma Irama - Lengkap

atas aransemen, syair, lirik, kostum, dan penampilan di atas panggung. Menurut

Achmad Albar, penyanyi rock Indonesia, "Rhoma pionir. Pintar mengawinkan orkes

Melayu dengan rock". Tetapi jika kita amati ternyata bukan hanya rock yang

dipadu oleh Rhoma Irama tetapi musik pop, India, dan orkestra juga. inilah yang

menyebabkan setiap lagu Rhoma memiiki cita rasa yang berbeda.

Bagi para penyanyi dangdut lagu Rhoma mewakili semua suasana ada nuansa

agama, cinta remaja, cinta kepada orang tua, kepada bangsa, kritik sosial, dan

lain-lain. "Mustahil mengadakan panggung dangdut tanpa menampilkan lagu Bang

Rhoma, karena semua menyukai lagu Rhoma," begitu tanggapan beberapa penyanyi

dangdut dalam suatu acara TV.

Rhoma juga sukses di dunia film, setidaknya secara komersial. Data PT

Perfin menyebutkan, hampir semua film Rhoma selalu laku. Bahkan sebelum

sebuah film selesai diproses, orang sudah membelinya. Satria Bergitar, misalnya.

Film yang dibuat dengan biaya Rp 750 juta ini, ketika belum rampung sudah

memperoleh pialang Rp 400 juta. Tetapi, "Rhoma tidak pernah makan dari uang

film. Ia hidup dari uang kaset," kata Benny Muharam, kakak Rhoma, yang jadi

produser PT Rhoma Film. Hasil film disumbangkan untuk, antara lain, masjid, yatim

piatu, kegiatan remaja, dan perbaikan kampung.

Ia juga terlibat dalam dunia politik. Di masa awal Orde Baru, ia sempat

menjadi maskot penting PPP, setelah terus dimusuhi oleh Pemerintah Orde baru

karena menolak untuk bergabung dengan Golkar. Rhoma Sempat tidak aktif

berpolitik untuk beberapa waktu, sebelum akhirnya terpilih sebagai anggota DPR

mewakili utusan Golongan yakni mewakili seniman dan artis pada tahun 1993. Pada

pemilu 2004 Rhoma Irama tampil pula di panggung kampanye PKS.

Rhoma Irama sempat kuliah di Universitas 17 Agustus Jakarta, tetapi

tidak menyelesaikannya. "Ternyata belajar di luar lebih asyik dan menantang,"

katanya suatu saat. Ia sendiri mengatakan bahwa ia banyak menjadi rujukan

penelitian ada kurang lebih 7 skripsi tentang musiknya telah dihasilkan. Selain itu,

peneliti asing juga kerap menjadikannya sebagai objek penelitian seperti William

H. Frederick, doktor sosiologi Universitas Ohio, AS yang meneliti tentang

kekuatan popularitas serta pengaruh Rhoma Irama pada masyarakat.

Page 13: Biografi Rhoma Irama - Lengkap

Pada bulan Februari 2005, dia memperoleh gelar doktor honoris causa dari

American University of Hawaii dalam bidang dangdut, namun gelar tersebut

dipertanyakan banyak pihak karena universitas ini diketahui tidak mempunyai

murid sama sekali di Amerika Serikat sendiri, dan hanya mengeluarkan gelar

kepada warga non-AS di luar negeri. Selain itu, universitas ini tidak

diakreditasikan oleh pemerintah negara bagian Hawaii.

Sebagai musisi, pencipta lagu, dan bintang layar lebar, Rhoma selama

kariernya, seperti yang diungkapkan, telah menciptakan 685 buah lagu dan

bermain di lebih 10 film.

Pada tanggal 11 Desember 2007, Rhoma merayakan ulang tahunnya yang ke

61 yang juga merupakan perayaan ultah pertama kali sejak dari orok, sekaligus

pertanda peluncuran website pribadinya, rajadangdut.com.

Page 14: Biografi Rhoma Irama - Lengkap

Diskografi (belum lengkap)

Ke Bina Ria (1974)

Joget (1975) Penasaran (1976)

Hak Asasi (1977) Gitar Tua Oma Irama (1977) Berkelana (1978)

Rupiah (1978) Begadang (1978)

Filmografi

Oma Irama Penasaran (1976) Gitar Tua Oma Irama (1977)

Darah Muda (1977) Rhoma Irama Berkelana I (1978) Rhoma Irama Berkelana II (1978)

Begadang (1978) Raja Dangdut (1978)

Cinta Segitiga (1979) Camelia (1979)

Perjuangan dan Doa (1980) Melody Cinta Rhoma Irama (1980)

Badai di Awal Bahagia (1981) Satria Bergitar (1984) Cinta Kembar (1984)

Pengabdian (1985) Kemilau Cinta di Langit Jingga (1985)

Menggapai Matahari (1986) Menggapai Matahari II (1986)

Nada-Nada Rindu (1987) Bunga Desa (1988) Jaka Swara (1990)

Nada dan Dakwah (1991) Tabir Biru (1994)

Dawai 2 Asmara (2010)