biografi perawi hadits

17
IMAM BUKHARI A. Biografi Singkat Imam Bukhari Nama lengkap maestro kitab hadits yang kemudian popular dengan nama nisbahnya, al Bukhari ini adalah Muhammad bin Ismail bin Ibrahim al Ja’fi al Bukhari. Tokoh ini dilahirkan di kota Bukhara pada tanggal 13 Syawal 194 H atau 21 Juli 810 M. Ayahnya adalah seorang alim yang cenderung pada hadits Nabi. Namun beliau wafat sewaktu al Bukhari masih berusia kanak-kanak. 1 Imam Bukhari dididik dalam keluarga ulama yang taat beragama. Dalam kitab ats-Tsiqat, Ibnu Hibban menulis bahwa ayah Imam Bukhari dikenal sebagai orang yang wara’, dalam arti berhati-hati terhadap hal-hal yang bersifat subhat (ragu-ragu) hukumnya, terlebih hal yang haram. 2 Kecintaan Imam al Bukhari terhadap hadits diwarisi dari ayahandanya. Hal ini dibuktikan dengan concern-nya al Bukhari terhadap hadits, dimana ketika berumur 10 tahun, beliau telah mulai mempelajari dan menghafal hadits, dan ketika berusia 16 tahun ia menunaikan ibadah haji dan belajar pada ulama-ulama hadits terkenal di tanah suci itu. Usaha untuk mendalami hadits Nabi tidak hanya sampai di situ. Al Bukhari menggunakan waktu yang cukup panjang untuk 1 Ismail, M. Syuhudi. 1992. Metodologi Penelitian Hadits Nabi . Jakarta: Bulan Bintang. hal 5 2 Solahudin, M. Agus, dkk. 2008. Ulumul Hadis. Bandung: Pustaka Setia. hal 230

Upload: abdurofi-antasena

Post on 21-Nov-2015

47 views

Category:

Documents


0 download

DESCRIPTION

menejelaskan biografi para Ulama Hadits seperti Imam Bukhari, Imam Muslim, dll

TRANSCRIPT

IMAM BUKHARIA. Biografi Singkat Imam BukhariNama lengkap maestro kitab hadits yang kemudian popular dengan nama nisbahnya, al Bukhari ini adalah Muhammad bin Ismail bin Ibrahim al Jafi al Bukhari. Tokoh ini dilahirkan di kota Bukhara pada tanggal 13 Syawal 194 H atau 21 Juli 810 M. Ayahnya adalah seorang alim yang cenderung pada hadits Nabi. Namun beliau wafat sewaktu al Bukhari masih berusia kanak-kanak.[footnoteRef:1] [1: Ismail, M. Syuhudi. 1992. Metodologi Penelitian Hadits Nabi. Jakarta: Bulan Bintang. hal 5 ]

Imam Bukhari dididik dalam keluarga ulama yang taat beragama. Dalam kitab ats-Tsiqat, Ibnu Hibban menulis bahwa ayah Imam Bukhari dikenal sebagai orang yang wara, dalam arti berhati-hati terhadap hal-hal yang bersifat subhat (ragu-ragu) hukumnya, terlebih hal yang haram.[footnoteRef:2] Kecintaan Imam al Bukhari terhadap hadits diwarisi dari ayahandanya. Hal ini dibuktikan dengan concern-nya al Bukhari terhadap hadits, dimana ketika berumur 10 tahun, beliau telah mulai mempelajari dan menghafal hadits, dan ketika berusia 16 tahun ia menunaikan ibadah haji dan belajar pada ulama-ulama hadits terkenal di tanah suci itu. Usaha untuk mendalami hadits Nabi tidak hanya sampai di situ. Al Bukhari menggunakan waktu yang cukup panjang untuk melakukan rihlah ilmiah dengan menjelajahi negeri-negeri untuk menemui dan belajar hadits kepada guru-guru hadits. Di antara kota yang dikunjunginya adalah Makkah, Madinah, Syam, Baghdad, Wasit, Bashrah, Bukhara, Kufah, Mesir, Hirah, Naisabur, Warasibah, Asqalam, Himah dan Khurasan.[footnoteRef:3] [2: Solahudin, M. Agus, dkk. 2008. Ulumul Hadis. Bandung: Pustaka Setia. hal 230 ] [3: Sumbulah, Umi. 2013. Studi Sembilan Kitab Hadits Sunni. Malang: UIN-Maliki Press. hal 20]

Pengembaraan ke berbagai negeri telah mempertemukan Imam Bukhari dengan guru-guru, diceritakan bahwa ia mengatakan Aku menulis hadits yang diterima dari 1.080 orang guru, yang kesemuanya adalah ahli hadits. Di antara guru-guru Imam Bukhari terkemuka yang telah beliau riwayatkan haditsnya ialah : Abu Ashim Annabil, Makki bin Ibrahim, Muhammad bin Isa bin Ath-Thabba, Ubaidullah bin Musa, Ahmad bin Hanmbal, Ali bin Al Madini, Yahya bin Main, dll. Guru-guru yang haditsnya diriwayatkan dalam kitab shahihnya sebanyak 289 orang guru. Sedangkan diantara murid beliau adalah Imam Muslim bin Al Hajjad An Naisaburi, Imam Abu Musa Isa At Tirmidzi, Al Imam Shalih bin Muhammad, dan sebagainya[footnoteRef:4] [4: Rahman, Fathur. 1974. Ikhtisar Musthalahul Hadits. Bandung: PT. Al Maarif. hal 378]

Imam Bukhari berguru kepada Syekh Ad-Dakhili, ulama ahli hadits yang masyhur di Bukhara. Pada usia 16 tahun, bersama keluarganya, ia mengunjungi kota suci, terutama Makkah dan Madinah untuk mengikuti kuliah dari para guru besar hadits. Pada usia 18 tahun, ia menerbitkan kitab pertama Qadhaya Shahabah wa Tabiin, hafal kitab-kitab hadits karya Mubarak bin Waki bin Jarrah bin Malik. Bersama gurunya, Syekh Ishaq, ia menghimpun hadits-hadits shahih dalam satu kitab dan dari satu juta hadits yang diriwayatkan 80.000 rawi disaring menjadi 7.275 hadits.[footnoteRef:5] [5: Solahudin, M. Agus, dkk. 2008. Ulumul Hadis. Bandung: Pustaka Setia. hal 230 ]

Imam Bukhari memiliki daya hafal tinggi sebagaimana yang diakui kakaknya, Rashid bin Ismail. Sosok Bukhari kurus, tidak tinggi, tidak pendek, kulit agak kecoklatan, ramah, dermawan, dan banyak menyumbangkan hartanya untuk pendidikan.[footnoteRef:6] [6: Ibid. hal 231]

Pada suatu ketika di Baghdad, para ulama hadits di kota ini sepakat untuk mengujinya dengan cara mempersiapkan 100 hadits yang telah ditukar antara matan dan sanadnya. Kemudian setiap ulama mengemukakan 10 hadits. Setiap hadits yang dibacakan kepadanya, kemudian dijawab oleh Imam Bukhari: Saya tidak mengetahuinya. Bahwa mereka yang tidak mengetahui bahwa ungkapan tersebut merupakan cara yang digunakan para ulama untuk menguji Imam Bukhari, tampaknya mengira bahwa pengetahuan Imam Bukhari tentang hadits-hadits tersebut sangat kurang dan hafalannya sangat buruk. Tetapi bagi mereka yang mengetahui, tampaknya dapat memahami jawaban Imam Bukhari tersebut. Lebih-lebih setelah pertanyaan-pertanyaan tersebut selesai, Imam Bukhari dengan tangkas menjelaskan isnad mana yang menjadi milik suatu matan dan isnad mana yang bukan bagian dari matan suatu hadits tertentu.[footnoteRef:7] [7: Azami, M. Mustafa. 1977. Studies in Hadith Methodology and Literature (Indianapolis American Trust Publication) hal. 87-88]

Peristiwa di atas cukup membuktikan kemampuan Imam Bukhari dalam menguasai hadits berikut sanad dan matannya secara lengkap. Tampaknya, hal ini pulalah yang mendasari Amr bin Ali (salah seorang ulama yang turut aktif pada majelis yang diasuh Imam Bukhari) untuk mengatakan bahwa suatu hadits bila tidak diketahui oleh Muhammad bin Ismail al Bukhari itu berarti bukan hadits.[footnoteRef:8] [8: Sumbulah, Umi. 2013. Studi Sembilan Kitab Hadits Sunni. Malang: UIN-Maliki Press. hal 21]

Imam Bukhari wafat pada tanggal 31 Agustus 870 M (256 H) pada malam Idzul Fitri di Khartand, sebuah desa kecil sebelum Samarkand. dalam usia 62 tahun kurang 13 hari. Ia dimakamkan selepas sholat dzuhur pada hari raya Idzul Fitri.[footnoteRef:9] [9: Solahudin, M. Agus, dkk. 2008. Ulumul Hadis. Bandung: Pustaka Setia. hal 233]

B. Karya-karya Imam Bukhari Imam bukhari banyak menghasilkan karya-karya, di antara hasil kitab karya Imam Bukhari adalah sebagai berikut : Kitab Al Jami As-shahih (Shahih Bukhari), Kitab Al Adab Al Mufrad, Kitab At Tarikh As Shagir, Kitab At Tarikh Al Awsat, Kitab At Tarikh Al Kabir, Kitab At Tafsir Al Kabir, Kitab Al Musnad Al Kabir, Kitab Al Illal, Kitab Raful Yadain Fis Salah, Kitab Birril Walidain, Kitab Ad Dhuafa, dll.Di antara karya Imam Bukhari tersebut, yang paling terkenal adalah Al-Jami Ash-Shahih, yang judul lengkapnya Al-Jami Al Musnad Ash-Shahih Al-Mukhtasar min Umur Rasul Allah wa Sunanih wa Ayyamih. Jumlah hadits dalam kitab ini adalah 9.082 buah. Bila tanpa diulang, jumlahnya 2602 buah. Jumlah ini tak termasuk hadits mauquf dan ucapan tabiin.[footnoteRef:10] [10: Ibid. hal 233]

C. Kitab Al Jami As Shahih (Shahih Bukhari)Salah satu kitab karya Imam Bukhari yang paling popular adalah kitab Shahih Bukhari. Kitab Shahih Bukhari merupakan kitab hadits yang paling shahih, pendapat ini disetujui oleh mayoritas ulama hadits. Penulisan kitab Al Jami As Shahih diperkuat dengan dorongan moral dimana Imam Bukhari pernah bermimpi bertemu dengan Nabi Muhammad dan berdiri tepat di dekat beliau sambil mengipasinya. Menurut ahli tabir, memiliki makna Imam Bukhari akan membersihkan kebohongan-kebohongan yang dilontarkan oleh musuh-musuh islam pada Rasulullah.Di antara kelebihan dari kitab Al Jami As Shahih adalah terdapat pengambilan hukum fiqih, perawinya lebih terpercaya, memuat beberapa hikmah, banyak memberikan faedah manfaat dan pengetahuan, hadits-hadits dalam Shahih Bukhari terjamin keshahihannya karena Imam Bukhari mensyaratkan perowi haruslah sejaman dan mendengar langsung dari rawi yang diambil haditsnya.Difahamkan dalam perkataannya, Al Musnad bahwa Imam Bukhari tidak memasukan ke dalam kitabnya selain dari pada hadits-hadits yang bersambung sanadnya melalui pada sahabat sampai kepada Rasul baik perkataan, perbuatan, ataupun taqrir. Imam Bukhari tidak saja mengharuskan perawi semasa dengan marwi anhu (orang yang diriwayatkan hadits daripadanya) bahkan Imam Bukhari mengharuskan ada perjumpaan antara kedua mereka walaupun sekali. Karena inilah para ulama mengatakan bahwa Imam Bukhari mempunyai dua syarat: syarat muasarah (semasa) dan syarat liqa (perjumpaan). Maka dengan berkumpulnya syarat-syarat ini, para Imam Hadits menilai kitab Shahih Bukhari merupakan kitab yang paling shahih dalam bidang hadits. Bahkan dia dipandang kitab yang paling shahih sesudah Al Quran dan dipandang bahwa segala hadits yang muttasil lagi marfu yang terdapat dalam kita Shahih Bukhari adalah shahih adanya. [footnoteRef:11] [11: Sumbulah, Umi. 2013. Studi Sembilan Kitab Hadits Sunni. Malang: UIN-Maliki Press. hal 20-38]

IMAM MUSLIMA. Biografi Singkat Imam MuslimImam Muslim dilahirkan di Naisabur (sekarang lokasi di Iran) pada tahun 204 H (820 M) dengan nama lengkap Abu al Husain Muslim bin Al Hallaj bin Muslim al Qushairy al Naisaburi.[footnoteRef:12] Imam Muslim semenjak kecil sudah menampakan ketekunan dan kesungguhannya dalam menuntuk ilmu. Hal ini terbukti sewaktu ia masih berumur 10 tahun telah hafal Al Quran, telah mempelajari tata bahasa dan sastra arab. Keahlian dan ilmu yang telah dimiliki semenjak umur dini ini merupakan modal dasar yang kuat dalam mempelajari dan mendalami hadits. Pada umur 15 tahun dia telah mulai mempelajari hadits dengan minat yang juga demikian kuat. Untuk mempelajari hadits ini Imam Muslim mengadakan perjalanan ke berbagai negeri dan kota untuk menemui syekh-syekh dan berguru pada mereka. beliau menempuh perjalanan ke Bashrah, Madinah, Hijaz, Tabuk, Fusthat, Syam, Irak dan Ray.[footnoteRef:13] [12: Sumbulah, Umi. 2013. Studi Sembilan Kitab Hadits Sunni. Malang: UIN-Maliki Press. hal 40] [13: Ibid]

Di Khurasan, ia berguru kepada Yahya bin Yahya dan Ishak bin Rahawaih; di Ray, ia berguru kepada Muhammad bin Mahran dan Abu Ansan; di Irak, ia belajar kepada Said bin Mansur dan Abu Masabuzar; di Mesir, ia berguru kepada Amr bin Sawad, Harmalah bin Yahya, dan kepada ulama ahli hadits yang lain.[footnoteRef:14] [14: Solahudin, M. Agus, dkk. 2008. Ulumul Hadis. Bandung: Pustaka Setia. hal. 234]

Imam Muslim juga pernah berguru pada guru-guru Imam Bukhari. Dan juga pada Imam Bukhari sendiri, ketika Imam Bukhari berkunjung ke kota Naisabur, Imam Muslim sangat mencintai Imam Bukhari, hal ini terbukti sewaktu Imam Muslim sedang belajar dengan Imam Bukhari dia sedang belajar pula pada Imam Muhammad bin Yahya al-Dzuhli mengecam akan mengeluarkan setiap muridnya yang belajar pada Imam Bukhari dan mengembalikan catatan yang pernah ditulisnya yang bersumber dari Al-Dzuhli dan hal ini juga berpengaruh terhadap kitab shahihnya tidak satupun hadits yang diriwayatkan dari Al-Dzuhli walaupun Al-Dzuhli merupakan salah satu guru Imam Muslim.Imam Muslim terkenal sebagai dengan seorang yang wara, zuhud, ikhlas dan shaleh. Selain itu, dia juga seorang saudagar yang cukup berhasil sehingga dia digelari Muhsin Naisabur. Sehingga Imam yang terkenal dia mempunyai murid yang sangat banyak sekali sehingga jumlahnya ratusan orang, di antaranya yang terkenal adalah At Turmudzi, Ibnu Abi Hatim al Razi, Ibnu Khuzaimah, Ibrahim bin Muhammad bin Sufyan .[footnoteRef:15] [15: Sumbulah, Umi. 2013. Studi Sembilan Kitab Hadits Sunni. Malang: UIN-Maliki Press. hal 42]

Imam Muslim wafat pada ahad sore, dan dikebumikan di kampung Nasr Abad, salah satu daerah di luar Naisabur, pada hari Senin, 25 Rajab 261 H. dalam usia 55 tahun.[footnoteRef:16] [16: Syuhbah, Abu. Kutubus Sittah. hal 59]

B. Karya-karya Imam MuslimImam muslim mempunyai kitab hasil tulisannya yang jumlahnya cukup banyak. Di antaranya adalah :1. Al-Jamius Syahih yang judul aslinya, Al-Musnad Al-Shahih Al-Mukhtashar min Al-Sunan ibn Naql Al-Adl an Al-Adli an Rasul Allah. Kitab shahih ini berisikan 7273 buah hadits, termasuk dengan yang terulang. Kalau di kurangi dengan hadits-hadits yang terulang tinggal 4000 buah hadits.2. Al-Musnadul Kabir Alar Rijal3. Kitab al-Asma' wal Kuna4. Kitab al-Ilal5. Kitab al-Aqran6. Kitab Sualatihi Ahmad bin Hanbal7. Kitab al-Intifa' bi Uhubis Siba'8. Kitab al-Muhadramain9. Kitab Man Laisa Lahu illa Rawin Wahidin10. Kitab Auladus Sahabah dll.

C. Kitab Al-Jamius Syahih (Shahih Muslim)Kitabnya yang paling terkenal sampai kini ialah Al-Jamius Syahih atau Syahih Muslim. Di antara kitab-kitab di atas yang paling agung dan sangat bermanfaat luas, serta masih tetap beredar hingga kini ialah Al Jami as-Sahih, terkenal dengan Sahih Muslim. Kitab ini merupakan salah satu dari dua kitab yang paling sahih dan murni sesudah Kitabullah. Kedua kitab Sahih ini diterima baik oleh segenap umat Islam. Menurut penjelasan Imam Nawawi, bahwa penyusunan kitab shahih Muslim dilatarbelakangi oleh motivasi dan keinginan Imam Muslim yang besar untuk memilah dan menyisihkan hadits-hadits yang benar-benar berkualitas shahih (menurut kategori Imam Muslim) dengan hadits yang telah bercampur dengan riwayat sahabat. Untuk itu, kata Imam Nawawi, Imam Muslim telah mengambil cara yang sangat teliti dan cermat bagi kitab shahihnya.Hal ini sesuai dengan nama kitabnya al-Jami al-Shahih li Muslim yang mana maksudnya adalah kitab hadits yang memuat hadits-hadits Shahih saja dan terlebih di dahulu telah diseleksi oleh penulisnya. Di samping itu penulisan Shahih Muslim juga dikarenakan Imam Muslim ingin menulis kitab hadits yang berbeda metode dan kriteria dengan kitab-kitab sebelumnya seperti Shahih Bukhari dan Musnad Imam Ahmad bin Hanbal atau Muwatta Imam Malik.Keinginan Imam Muslim untuk menghimpun hadits shahih ini sangat memungkinkan sekali, yaitu dengan potensi yang dimilikinya semenjak kecil dia sudah menekuni berbagai ilmu dan telah hafal ribuan hadits. Apalagi setelah beliau berguru kepada guru-guru dan ahli hadits yang amat terkenal pada masanya ke seluruh negeri.[footnoteRef:17] [17: Sumbulah, Umi. 2013. Studi Sembilan Kitab Hadits Sunni. Malang: UIN-Maliki Press. hal 45-46]

Imam Muslim telah mengerahkan seluruh kemampuannya untuk meneliti dan mempelajari keadaan para perawi, menyaring hadits-hadits yang diriwayatkan, membandingkan riwayat riwayat itu satu sama lain. Muslim sangat teliti dan hati-hati dalam menggunakan lafaz-lafaz, dan selalu memberikan isyarat akan adanya perbedaan antara lafaz-lafaz itu. Dengan usaha yang sedemikian rupa, maka lahirlah kitab Sahihnya. Bukti kongkrit mengenai keagungan kitab itu ialah suatu kenyataan, di mana Muslim menyaring isi kitabnya dari ribuan riwayat yang pernah didengarnya. Diceritakan, bahwa ia pernah berkata: "Aku susun kitab Sahih ini yang disaring dari 300.000 hadits."Diriwayatkan dari Ahmad bin Salamah, yang berkata : "Aku menulis bersama Muslim untuk menyusun kitab Sahihnya itu selama 15 tahun. Kitab itu berisi 12.000 buah hadits. Dalam pada itu, Ibn Salah menyebutkan dari Abi Quraisy al-Hafiz, bahwa jumlah hadits Sahih Muslim itu sebanyak 4.000 buah hadits. Kedua pendapat tersebut dapat kita kompromikan, yaitu bahwa perhitungan pertama memasukkan hadits-hadits yang berulang-ulang penyebutannya, sedangkan perhitungan kedua hanya menghitung hadits-hadits yang tidak disebutkan berulang. Imam Muslim berkata di dalam Sahihnya: "Tidak setiap hadits yang sahih menurutku, aku cantumkan di sini, yakni dalam Sahihnya. Aku hanya mencantumkan hadits-hadits yang telah disepakati oleh para ulama hadits." Imam Muslim pernah berkata, sebagai ungkapan gembira atas karunia Tuhan yang diterimanya: "Apabila penduduk bumi ini menulis hadits selama 200 tahun, maka usaha mereka hanya akan berputar-putar di sekitar kitab musnad ini."Ketelitian dan kehati-hatian Muslim terhadap hadits yang diriwayatkan dalam Sahihnya dapat dilihat dari perkataannya sebagai berikut : "Tidaklah aku mencantumkan sesuatu hadits dalam kitabku ini, melainkan dengan alasan; juga tiada aku menggugurkan sesuatu hadits daripadanya melainkan dengan alasan pula." Imam Muslim di dalam penulisan Sahihnya tidak membuat judul setiap bab secara terperinci. Adapun judul-judul kitab dan bab yang kita dapati pada sebagian naskah Sahih Muslim yang sudah dicetak, sebenarnya dibuat oleh para pengulas yang datang kemudian.[footnoteRef:18] Di antara pengulas yang paling baik membuatkan judul-judul bab dan sistematika babnya adalah Imam Nawawi dalam Syarahnya. [18: Ibid. hal. 45-46]

SUNAN AL-NASAIA. Biografi Imam AL-NasaiAL-Nasai adalah salah satu tokoh muhaddist, penyusun kitab yang dikenal dengan sebutan Sunan AL-Nasai dimana kitab tersebut menjadi salah satu dari enam kitab standart dalam literatur hadist Sunni. Nama lengkap beliau adalah Ahmad bin Syuaib bin Ali bin Sinan bin Bakr bin Dinar Abu Abdillah. Dia memiliki nama panggilan Abu Abd Al-Rohman AL-Nasai yang dikenal dengan AL-Nasai yang dinisbatkan kepada kota kelahirannya yaitu AL-Nasai, Khurasan yang sekarang berlokasi di Turkmenistan pada tahun 215 H/830 M. Wafat pada tahun 303 H/915 M di kota Ramala, Palestina dan dimakamkan di Yerussalam.[footnoteRef:19] [19: Khalil. Atlas Hadist. hal. 11]

Sejak kecil, beliau memiliki komitmen yang begitu tinggi terhadap ilmu pengetahuan. Hal ini terbukti ketika umur 15 tahun, beliau telah menghafal Al-Quran. Rihlahnya dalam mendalami hadist pergi ke Ray, Bagdad, Madinah, Bashrah, Hijaz, Tabuk, Fustat,dan terakhir di Ramalah, Palestina beliau wafat.[footnoteRef:20] [20: Khalil. Atlas Hadist. hal. 11]

AL-Nasai adalah ulama yang ambisius mendalami hadist, maka dia melakukan pengembaraan ke berbagai daerah dan sejumlah negeri untuk tujuan mendapatkan hadist dari ulama yang terkenal di masanya. Adapun guru-gurunya beliau sangatlah banyak dan terkenal pula, yaitu Abdullah bin Imam Ahmad, Abu Basyar AL-Daulabi dan Ishaq bin Rahawaih.[footnoteRef:21] [21: Hazin. Alam AL-Muhaddistin. hal. 169]

Sedangkan murid-muridnya adalah putranya, Abd AL-Karim bin Ahmad bin Syuaib, Abu Bakar Ahmad bin Muhammad Abu Ali AL-Hasan, AL-Hasan bin Al-Anshori dan Abu Hasan Muhammad bin Abdillah.[footnoteRef:22]Memperhtikan sejumlah murid yang mendalami dan meriwayatkan hadist darinya, maka dapat disimpulkan bahwa AL-Nasai adalah tokoh ulama hadist yang memiliki level cukup tinggi tampak kebenarannya dan mustahil jika bukan ulama yang berkredibilitas tinggi.[footnoteRef:23] [22: Ensiklopedia Islam. Jilid IV. hal. 15] [23: Sumbulah, Umi. 2013. Studi Sembilan Kitab Hadist Sunni. Malang: UIN MALIKI PRESS. hal. 91.]

Kitab yang paling terkenal adalah Kitab AL-Mujtaba. Sedangkan jumlah karyanya adalah sekitar 15 buah. Di antaranya adalah: Kitab Sunan AL-Mujtaba, Kitab Sunan AL-Kubra, Kitab AL-Tamyiz, Kitab Khashaish Ali dan sebagainya.[footnoteRef:24] [24: Sumbulah, Umi. 2013. Studi Sembilan Kitab Hadist Sunni. Malang: UIN MALIKI PRESS. hal. 92.]

B. Profil Kitab Sunan AL-Nasai Al-Syaikh Allamah AL-N abil di dalam buku ini mengatakan bahwa Kitab AL-Sunan adalah kitab hadist yang disusun berdasarkan bab-bab fiqh, mulai bab thoharah, sholat, zakat dan seterusnya. Ditinjau dari segi kualitas hadist, maka Kitab Sunan menduduki peringkat kedua setelah Kitab Shohih. Sebagaimana yang telah disebutkan bahwa kitab-kitab hadist karya tulis AL-Nasai sangatlah banyak, di antaranya karya tulis yang terbesarnya adalah Kitab Sunan AL-Kubra. Pada awalnya, kitab tersebut ditulis untuk dipersembahkan kepada Gubernur di Ramlah, Palestina. Kitab tersebut bertuliskan hadist shohih, hasan dan dhoif.[footnoteRef:25] [25: Ibid. hal. 94]

Akan tetapi, setelah Gubernur meminta kepadanya untuk memilah-milah antara yang shohih, hasan dan dhoif, akhirnya AL-Nasai menyelesaikannya dari hasil seleksinya itu dituangkan di dalam As- Sunan As-Sughro yag kemudian dikenal dengan sebutan Sunan AL-Mujtaba. Sunan AL-Mujtaba ini memuat 5761 hadist diantaranya ada yang berkualitas dhoif namun hanya sedikit yang mengandung dhoif sehingga diklaim menduduki peringkat ke-4 dalam jajaran Kutub As-Sittah. Jadi, lebih tinggi dari Sunan At-Thirmidzi dan Musnad Ahmad bin Hambal. (Ensiklopedia Islam: Hal. 16)

DAFTAR PUSTAKASumbulah, Umi. 2013. Studi Sembilan Kitab Hadits Sunni. Malang: UIN-Maliki Press.Solahudin, M. Agus, dkk. 2008. Ulumul Hadis. Bandung: Pustaka Setia.Ismail, M. Syuhudi. 1992. Metodologi Penelitian Hadits Nabi. Jakarta: Bulan Bintang.Rahman, Fathur. 1974. Ikhtisar Musthalahul Hadits. Bandung: PT. Al Maarif.Azami, M. Mustafa. 1977. Studies in Hadith Methodology and Literature (Indianapolis American Trust Publication)Syuhbah, Abu. 1969. Al-Kutubus Al-Sittah. Al-Azhar: Majma al-Buhuth al-Islamiyah.Khalil, Munawar. 1990. Atlas Hadist. Jakarta: Bulan Bintang.Khazin, Raja Mustafa. 1991. Alam AL-Muhaddistin wa Manahijuhum fi Qarn Al-Thani wa al-Thalith. Kairo: Al-Jamiah Al-Azhar.Tim Penyusun Ensiklopedia Islam. 1994. Ensiklopedia Islam. Jakarta: Ikhtiar Bari Van Hoeve.