big data, tingkatkan kualitas data statistik...
TRANSCRIPT
NAIK�PERINGKAT�DAYA�SAING�PARIWISATAINDONESIA
INDONESIA�TARGETKANJADI�SURGA�WISATAMICE�DUNIA
ARIEF�YAHYA�:BIG�DATA,�TINGKATKAN�KUALITAS�
DATA�STATISTIK�PARIWISATA
E-MAGAZINE TRAVELTEXT KINI MENJUMPAI
ANDA KEMBALI
AKHIRNYA e-magazine Traveltextmagz.com bisa kembali menjumpai
Anda setelah sempat tertunda beberapa lama karena adanya
pembaruan untuk program website Traveltextonline.com serta
peluncuran Traveltextonline di Google Play versi Android, yang banyak
menyita waktu dan energi saya untuk menerbitkan e-magazine ini.
Namun dengan rasa syukur yang tak terhingga kepada Tuhan Yang
Maha Esa, saya mencoba kembali untuk bisa menjumpai Anda,
pembaca setia kami. Begitu banyak hal dibahas dalam edisi kali ini
yang dapat diakses melalui http://traveltextmagz.com. Namun,
kehadiran Traveltextmagz secara elektronik diharapkan bisa menjadi
acuan bagi bisnis pariwisata Indonesia dengan menampilkan berita-
berita terkini seperti: Menteri Pariwisata Arief Yahya yang menilai
pentingnya Big Data merupakan metode yang sangat tepat yang
dinilai dapat membantu mengumpulkan data wisman.
Begitu pula dalam artikel naiknya peringkat daya saing pariwisata
Indonesia, kalau mau menjadi global player gunakan global standard.
Sedangkan pada artikel Meeting, Incentive, Convention & Exhibitions
(MICE) Industry, Indonesia Targetkan Menjadi Surga Wisata MICE,
memang perlu sekali dibaca.
Nah, untuk memajukan industri MICE (Meeting, Incentive, Convention,
& Exhibition), ternyata Singapura menggandeng Indonesia dengan
menyediakan platform dan networking untuk diskusi dan menjalin
relasi di antara para pelaku industri MICE di kedua negara. Dan masih
ada beberapa artikel lagi yang perlu Anda baca, semoga artikel-artikel
yang kami sajikan dapat memenuhi kebutuhan baca Anda.
Kendati desain majalah, sampul dan juga konten sedikit berubah agar
tampak lebih 'fresh,' tagline disepakati untuk dipertahankan, yakni
Informatif, Edukatif dan Inspiratif. Terbit kembali itu seperti memulai
kembali hidup dengan semangat baru dan juga jiwa baru. So, enjoy
your reading style!
Edhie RiantoPublisher/Group Editor-in-Chief
FOREWORD
TRAVELTEXT I 5
TRAVELTEXT I 5
CONTENTS
6�InstyleARIEF�YAHYA�:
BIG�DATA,�TINGKATAN�KUALITASDATA�STATISTIK�PARIWISATA
INDONESIA TARGETKAN MENJADI SURGA WISATA
MICE DUNIA
8�MICE
MEMAJUKAN INDUSTRI MICE, SINGAPURA GANDENG
INDONESIA
9
NAIK PERINGKAT DAYA SAING PARIWISATA INDONESIA
10�Travel�Talk
ADA�14�PILAR�PENGUKURAN�YANG�ADA�DI�TTCI�DAN�WEF�2017
12
14�Regional�NewsPROGRAM�HOMESTAY�KEMENTERIAN�
PARIWISATA�BAKAL�DIDUKUNG�KEMENTERIAN�BUMN
enteri Pariwisata Arief Yahya mengatakan kita
Mbiasa sebut dengan 3 V, yakni Volume, Velocity
atau kecepatan dan Variety atau jenis. Kalau kita
sudah mengedepankan digital, lalu kita tidak menggunakan
MPD, maka nantinya disconnect.
“Karena Big Data atau Mobile Positioning Data (MPD) sangat
banyak manfaatnya, karena di era sekarang adalah sebuah
keniscayaan kita tidak menggunakan digital. Metode ini juga
membantu Indonesia dalam menjawab tantangan sebagai
negara kepulauan yang memiliki perbatasan dengan negara
tetangga, bahwa Big Data ini sudah dilakukan sejak tahun
2015. Karena siapa yang menguasai informasi, itu pasti yang
memenangkan persaingan,” ujarnya.
Adapun proses pengolahan data, lanjut Arief Yahya dapat
digunakan untuk tiga aspek yang disebut dengan 3 P yakni
performance, promotion, dan projection. MPD itu digunakan
untuk mengukur performance, sementara big data
digunakan untuk promotion dan projection.
Performance memiliki data collection yang tentunya akan
menimbulkan dampak ke promosi dan projection yang
efektif, karena kita bisa tahu lebih detail, kemana saja
wisman, beli oleh-oleh di mana saja, kuliner di mana saja,
kita bisa berpromosi bagi yang suka diving, yang suka alam,
yang suka budaya dan sebagainya.
“Dengan menggunakan MPD adalah cara yang sangat
efektif dan penting digunakan di dunia pariwisata. Indonesia
sudah benar menggunakan MPD, karena nantinya dengan
menggunakan MPD, kita akan tahu seberapa besar volume,
kita juga bisa memecahkan semua berbagai variabel, variabel
tempat, hobby, intinya terkait dengan kesukaan wisatawan,”
kata Arief.
Ditambahkannya, karena kondisinya saat ini adalah dunia
sudah terkoneksi satu dengan yang lain, sama halnya dengan
produsen ke konsumen. Kalau di Pariwisata destinasi dengan
wisman. Bahkan pihak Kemenpar sangat serius mendigitalisasi
semua lini, semua deputi di Kementerian. Karena hanya
dengan cara itu, semua bisa dihitung dengan standar akurasi
maksimal. Kalau tidak bisa mengukur, maka tidak akan bisa
me-manage-nya
“Maka, kalau tidak bisa menghitung dengan akurat, tidak
akan bisa mengukur. Angka-angka ukuran dan hitungan itu
harus benar. Karena itu, biarkan mesin, teknologi dan system
yang menghitung, sehingga bisa meminimalisasi pengaruh
manusia. Dari soal branding dan advertising, menggunakan
lebih banyak digital media, seperti Google, Baidu, TripAdvisor,
Ctrip, dan lainnya. Lalu soal selling, juga menggunakan
platform ITX, digital market place,” ungkap Arief.
Dijelaskannya kembali, sedangkan Project Management
System di pengembangan 10 Bali Baru, yakni dengan
Transformer yang dikendalikan secara digital. Dashboard M-17
di lantai 16 Gedung Sapta Pesona, Big data, dan data
warehouse-nya, serba digital. Kini yang sedang dikerjakan
adalah Big Data untuk Mobile Positioning Data (MPD), untuk
menghitung wisman dan wisnus yang sangat akurat.
INSYTLE
PADA era digital saat ini merupakan metode yang sangat tepat yang dinilai dapat membantu
mengumpulkan data kunjungan wisatawan mancanegara (wisman) dengan beberapa keunggulan
dalam hal real time, kecepatan, ketepatan, dan cakupan yang lebih luas.
TRAVELTEXT I 7
MICE INDUSTRY
KEMENTERIAN Pariwisata berupaya terus
mempromosikan sektor pariwisata dengan berbagai
cara sebagai negara tujuan wisata yang menarik untuk
mengadakan event internasional seperti; meetings, incentives,
conferences & exhibitions (MICE).
Bahkan Indonesia ditargetkan bisa menjadi surga wisata MICE
dunia karena memiliki sejumlah destinasi wisata pendukung
yang bisa menjadi modal utama pencapaian target tersebut.
Indonesia dengan sejumlah destinasi wisata alam, bahari,
ecotourism yang dimiliki merupakan modal utama yang bisa
menjadikan Indonesia sebagai surga wisata MICE dunia. Wisata
MICE sangat potensial dikembangkan di Indonesia karena
kontribusinya yang semakin besar dalam menjaring jumlah
kunjungan wisatawan mancanegara (wisman). Pada tahun lalu
dicatat wisata MICE berkontribusi 40% terhadap jumlah
kunjungan wisman sepanjang tahun.
Diharapkan pada 2019 jumlah kunjungan wisman bisa mencapai
20-25 juta dan 275 juta perjalanan wisatawan nusantara. Angka
itu bisa dicapai salah satunya dengan mendongkrak kinerja
sektor MICE.
Sayangnya, MICE di Indonesia menghadapi sejumlah
keterbatasaan di antaranya ketersediaan ruang convention
dan exhibition berkapasitas di atas 6.000 orang hanya ada di
Jakarta dan Bali sebagai eksisting destinasi. Sedangkan di potensial destinasi termasuk Surabaya,
Medan, Manado, Makassar, Bandung, Solo, dan Yogyakarta
serta di emerging destinasi meliputi Balikpapan dan
Lombok jumlahnya masih terbatas.
Ditambahkannya, sejumlah kendala lain meliputi
infrastruktur, aksesibilitas, sumber daya manusia, dan
konektivitas. Kami berharap ke depan Indonesia mampu
memaksimalkan potensi MICE.
Beberapa cara yang bisa dilakukan di antaranya merangkul
asosiasi profesi tingkat dunia untuk menyelenggarakan
acara di Indonesia. Namun MICE Indonesia menghadapi
"musuh" dari sisi keamanan dan kenyamanan. Neraka MICE
kita adalah kerusuhan, aksi demonstrasi, dan kemacetan.
Untuk itu diminta pemerintah bisa memberikan jaminan
bagi pelaku industri MICE untuk bisa mengembangkan
usaha tersebut di Tanah Air.
INDONESIA TARGETKAN MENJADI SURGA WISATA MICE DUNIA
TRAVELTEXT I 8
MICE INDUSTRY
enurut Raymond Lim, Area Director Singapore
MTourism Board di Jakarta mengatakan industri
MICE memang berkembang cukup stabil dalam
beberapa tahun belakangan ini. Berdasarkan
data dari International Congress and Convention Association
(ICCA) pasar Asia-Pasifik menunjukkan pertumbuhan signifikan
yang mencapai 20% dari jumlah penyelenggaraan meeting di
seluruh dunia.
“Data ICCA juga menunjukkan bahwa Singapura masih menjadi
tujuan utama untuk menyelenggarakan pameran dan
konferensi, serta secara konsisten berada di peringkat pertama
Asia's Top Convention City. Singapura berada di peringkat
pertama berdasarkan jumlah meeting per kota, dan dianggap
sebagai pasar MICE terbesar di Asia Tenggara. Singapura juga
terus memperbaiki diri untuk dapat terus meningkatkan industri
MICE pada 2017,” ujarnya.
Dikatakan, Singapura terkenal memiliki infrastruktur dan
dukungan yang sangat memadai untuk wisatawan bisnis dan
pelaku bisnis MICE untuk mengadakan acara. Pada tahun lalu,
lebih dari 410 kegiatan bisnis diadakan di Singapura meningkat
15% dibanding tahun 2015, dan menghasilkan SG$611 juta
devisa, meningkat 28% dari tahun 2015. Singapura juga
dilengkapi dengan ekosistem yang dinamis untuk segala
kegiatan MICE.
MEMAJUKAN INDUSTRI MICE, SINGAPURA GANDENG INDONESIA
“Kami sangat senang dapat bekerja sama dengan rekan-
rekan MICE, dan Singapura akan terus mendukung
pertumbuhan ekonomi di Asia yang sangat pesat melalui
sektor MICE. Pulau ini menawarkan fasilitas yang luar
biasa, dengan teknologi terbaru untuk kegiatan bisnis
maupun budaya, dan akomodasi pun tersedia cukup
banyak di mana-mana. Dengan luasnya jaringan kami,
kami memberikan akses yang mudah ke Asia Pasifik dan
dunia," kata Raymond Lim.
Ditambahkannya, Indonesia merupakan rekan yang
penting bagi industri MICE Singapura sekaligus pasar
penting bagi pariwisata Singapura. Singapura akan
menyediakan dukungan bagi perusahaan dan lembaga
internasional untuk mengadakan bisnis, bertukar
pengetahuan, dan menjalin kerja sama dengan yang lain.
Di saat yang bersamaan, mereka juga dapat menikmati
kegiatan rekreasi yang dimiliki oleh Singapura
“Kegiatan ini akan menampilkan sekilas bagaimana
Singapura dapat memberi nilai tambah bagi bisnis MICE.
Selain itu, wisatawan MICE dapat personalisasi
pengalaman mereka dan menyesuaikan event mereka
berdasarkan kebutuhan, serta menikmati Singapura di
setiap detiknya," kata Lim. [photo special]
UNTUK memajukan industri MICE (Meeting, Incentive, Convention, & Exhibition), Singapura menggandeng Indonesia dengan menyediakan platform dan networking untuk diskusi dan menjalin relasi di antara para pelaku industri MICE di kedua negara.
TRAVELTEXT I 9
TRAVEL TALK
NAIK PERINGKAT DAYA SAINGPARIWISATA INDONESIA
eputasi itu dipotret oleh Travel and Tourism
RCompetitiveness Index (TTCI) 2017, yang dikeluarkan
secara resmi oleh World Economic Forum (WEF) pada
6 April 2017 lalu. Menariknya, kinerja pariwisata Indonesia
naik 8 level, di saat Malaysia turun 2 peringkat di posisi 26.
Singapura juga turun 2 peringkat dan Thailand naik hanya 1
peringkat di papan 34. Pekerjaan besar justru berawal dari
sini, berawal dari akhir.
Kita memproyeksikan pada tahun 2019 nanti kita naik 12 level
di posisi 30 besar dunia. Itu artinya, dari 141 negara yang
dikalibrasi oleh TTCI WEF, Indonesia ditargetkan menerobos
ke nomor 30 dunia. Jika angka itu tercapai, maka pariwisata
Indonesia betul-betul diperhitungkan di level dunia.
Indonesia menjadi destinasi penting dunia dan pariwisata
menjadi industri strategis yang merupakan tulang punggung
ekonomi nasional.
Saat ini 10 besar itu urutannya adalah Spanyol, Prancis, Jerman,
Jepang, Inggris, Amerika Serikat, Australia, Italia, Kanada, dan
Swiss.
Apakah 30 besar itu sudah cukup seksi bagi masyarakat dunia
untuk datang ke Indonesia? Apakah posisi itu sudah menjadi
mimpi penduduk dunia untuk ke Indonesia? Jawabannya tentu
saja belum. Ketika masuk ke jajaran 10 besar dunia, baru
Indonesia menjadi bahan perbincangan penduduk dunia.
Tantangan paling mendesak saat ini adalah bagaimana
membangun sinergitas yang mesra antar kementerian,
lembaga, dan Pemda dalam bungkus Indonesia Incorporated.
Presiden Joko Widodo berulang kali menanyakan, sektor apa
yang membuat confidence bangsa ini melonjak tinggi? Sektor
apa yang bisa lebih menjamin credibility kita di mata dunia?
Dan, sektor apa yang kita masih bisa di-calibrate menurut
standar penilaian dunia?
ADA sebuah kabar gembira saat kita melewati triwulan pertama tahun ini, industri pariwisata Indonesia boleh
berbesar hati, bahkan bangsa Indonesia boleh mulai percaya diri. Setelah melompat tajam dari ranking 70 pada tahun
2013 menjadi ranking 50 pada tahun 2015, kembali indeks daya saing Indonesia melesat naik 8 peringkat ke
peringkat 42 pada tahun 2017.
TRAVELTEXT I 10
TRAVEL TALK
Kementerian Pariwisata menyebutnya dengan Formula 3C:
confidence, credibilit, & calibration. Tanpa bermaksud
mengesampingkan sektor lain, jawabannya pasti, yaitu:
industri kreatif, budaya, dan sektor pariwisata. Mengingat
strategisnya sektor ini, maka naiknya peringkat TTCI memiliki
makna yang sangat penting, tak hanya untuk sektor ini, tapi
juga untuk perekonomian Indonesia secara keseluruhan.
Ingat, dalam CEO Message sebelumnya saya sudah
memprediksikan bahwa sektor pariwisata dalam waktu dekat
akan menyalip sektor migas sebagai penyumbang devisa
terbesar.
Apa strategisnya 3C bagi bangsa ini? Coba kita lihat satu-
persatu. Pertama confidence, dengan kenaikan peringkat TTCI
otomatis level kepercayaan diri bangsa ini naik. Secara
internal, ke dalam negeri, kita makin percaya diri: bahwa
bangsa kita mampu bersaing di level dunia. Kita yakin, bahwa
di sektor pariwisata kita bisa berkompetisi dan memenangkan
persaingan. Karena itu, pilihan Presiden Jokowi yang
menetapkan pariwisata sebagai core economy dan prioritas
pembangunan kita juga sudah tepat.
Kedua credibility, di mata masyarakat global kredibiltas
bangsa ini juga mulai membaik. Artinya, secara eksternal, ke
luar, kita juga semakin diakui, dipercaya, kredibel, orang
semakin tahu bahwa Wonderful Indonesia memang hebat dan
punya nilai di mata dunia. Perlu dicatat bahwa yang
menyatakan kalau Indonesia hebat itu bukan kita sendiri,
tetapi lembaga dunia yang juga kredibel.
Ketiga, calibration, dengan membandingkan kinerja Indonesia
dengan standar dunia, menjadi terbukti bahwa kita naik kelas.
Setelah dikalibrasi dan dipotret dengan kriteria dan standar
dunia, ternyata kita naik 8 peringkat. Ini pencapaian positif
karena standar yang sama juga dipakai untuk memotret dan
mengukur indikator dari semua negara.
Memang secara umum peringkat kita naik tahun ini dari 50
menjadi 42, dengan skor 4,16 dari sebelumnya (2015) sebesar
4,04. Dari data yang terekam TTCI, angka 14 pilar itu naik turun
sangat dinamis. Business Environment naik 3 trap, dari 63 ke
60. Health and Hygiene naik 1 level, dari 109 ke 108.
International Openess naik drastis, dari 55 ke 17, karena faktor
kebijakan Bebas Visa Kunjungan yang kita galakkan dua tahun
terakhir. Prioritization Travel and Tourism naik dari 15 ke 12,
karena memang pemerintah sangat serius mendorong
pertumbuhan sektor pariwisata.
Environment Sustainability sedikit membaik, meskipun masih di
posisi 131 dari 134 dunia. Air Transport Infrastructure membaik
3 peringkat, dari 39 ke 36. Ground and Port Infrastructure naik
dari 77 ke 69, Tourism Service Infrastructure juga naik dari 101
ke 96. Dan Natural Resources yang memang kita memiliki
keunggulan melejit cukup signifikan dari 19 ke 14.
TRAVELTEXT I 11
BICARA mengenai kalibrasi, kalau kita cermati 14 pilar pengukuran yang ada di dalam Travel and Tourism Competitiveness Index (TTCI) 2017 dan World Economic Forum (WEF) sesungguhnya 3 program prioritas kita tahun ini (yaitu digital tourism, homestay desa wisata, dan aksesibilitas udara) sebagian besar sudah tercakup di dalam pilar-pilar tersebut.
ADA 14 PILAR PENGUKURAN YANG ADADI TTCI DAN WEF 2017
enteri Pariwisata Arief Yahya menjabarkan jadi Mkalau kita fokus menyukseskan 3 program
prioritas tahun ini, maka efek leverage-nya ke
peningkatan peringkat TTCI akan sangat tinggi. Coba kita
cermati satu-persatu.
Pertama, Digital Tourism. Kenapa harus Go Digital? Karena
dengan Go Digital otomatis kita akan memperbaiki peringkat
kita di TTCI pada berbagai pilar seperti: ICT Readiness,
Business Environment, Prioritization of Travel and Tourism, dan
Price Competitiveness. Sacara langsung maupun tidak
langsung, empat pilar TTCI tersebut terkait erat dengan
digitalisasi dan teknologi informasi.
Kita bersyukur, digitalisasi sudah mulai merambah berbagai
bagian di lingkungan Kemenpar. Dari War Room M-17
Dashboard, Customer Information System (Look, Book, Pay),
dashboard wisman, dashboard wisatawan nusantara (wisnus),
transformer 10 pengembangan destinasi, digital
marketing/branding, digital market place ITX untuk selling
platform, e-commando, dan e-government, sampai dengan
urusan menghitung wisman-wisnus pun kita menggunakan
teknologi digital (memanfaatkan big data) yang dinamai
Mobile Positioning Data (MPD).
Kedua, Homestay Desa Wisata. Membangun homestay itu
bersentuhan langsung dengan Health and Hygiene, Safety and
Security, Human Resources and Labor Market, Cultural Resources,
Natural Resources di dalam pilar TTCI. Jadi kalau kita
mengembangkan homestay desa wisata, maka ini sama saja dengan
kita sekali merengkuh dayung dua-tiga pulau terlampaui. Sekali kita
mengembangkannya, beberapa pilar TTCI bisa sekaligus kita
tingkatkan score-nya.
Harus diingat, dalam konteks pariwisata, homestay itu tidak sekedar
membuat properti bangunan rumah. Pengembangannya harus dilihat
secara holistik. Harus dekat dengan destinasi wisata dan dipikirkan
aspek-aspek lain agar bisa menghidupkan destinasi. Bangunannya
harus menggunakan arsitektur Nusantara agar tercipta identitas ke-
Indonesia-annya. Harus didorong agar tradisi dan budaya
masyarakatnya bisa menjadi atraksi bagi para wisatawan. Juga,
standar hospitality-nya dijaga agar memenuhi ekspektasi konsumen.Ketiga, Aksesibilitas Udara: mengembangkan konektivitas ini kalau di
dalam kriteria TTCI mencakup berbagai kriteria seperti: Air Transport
Infrastructure, Ground and Port Infrastructure, dan Tourist Service
Infrastructure. Termasuk juga di dalamnya kriteria seperti: ICT
Readiness, Safety and Security, dan International Openess. Jadi
cakupan program prioritas ini di dalam TTCI cukup luas.
TRAVEL TALK
TRAVELTEXT I 12
Ini adalah PR terbesar kita tahun ini. Soal Air Connectivity bagi
kita tidak bisa dibilang mendesak lagi, tapi sudah darurat,
karena kita telah mengalami defisit seats capacity sebanyak 2
juta kursi untuk memenuhi target jumlah 15 juta wisman
tahun ini. Kalau kita tidak bisa menutup defisit 2 juta seat ini
akhir tahun ini, maka di 2018 dan 2019 kita akan lebih repot
lagi. Itu sebabnya saya akan melakukan safari lagi ke
maskapai dan bandara untuk mendapatkan tambahan slot di
bandara dan meningkatkan jumlah maskapai yang terbang
direct flight ke Tanah Air.
Lessons-LearnedAda beberapa pelajaran berharga yang kita dapat dari
keberhasilan menaikkan peringkat kita di TTCI.Pertama,
attention to detail, teliti dalam melakukan eksekusi. Semua ini
bisa kita wujudkan bukan dengan cara main perintah ke anak
buah. Hanya asal perintah ke anak buah, pokoknya harus
tercapai.
Seorang leader harus punya attention to detail, harus masuk
ke detail-detail, tidak bisa asal tahu beres. Itu sebabnya saya
minta untuk “memelototin” satu-persatu setiap pilar TTCI
yang harus dikejar target score-nya. Kita bedah mulai dari
angkanya, elemennya seperti apa, pertanyaannya apa saja,
kemudian dicermati satu-persatu pairing-nya dengan
kementerian lain. Tidak bisa tidak seorang leader harus detail.
Ingat, the devil is in detail.
Kedua, Indonesia Incorporated. Harus diingat, banyak dari
pilar-pilar TTCI di atas yang hanya bisa terwujud dengan
kementerian dan lembaga lain. Soal bandara misalnya, kita tak
akan lepas dari Kementerian Perhubungan dan PT Angkasa
Pura. Karena itu keberhasilan kita naik peringkat TTCI
sekaligus juga merupakan keberhasilan Indonesia
Incorporated. Untuk bisa berkolaborasi dan bersinergi dengan
kementerian dan lembaga lain, secara rutin kita mengadakan
rapat koordinasi dengan mereka dan mendorong mereka
untuk mendukung kita.
Celakanya, hampir semua kementerian tidak mengerti apa itu
TTCI. Bahkan ada pertanyaan bagaimana hubungan kenaikan
peringkat dengan kenaikan jumlah wisman. Itu pertanyaan
yang sangat indirect tapi perlu dijelaskan dengan hati-hati.
Ketiga, dan yang terpenting adalah CEO Commitment. Hasil
yang membanggakan ini bisa tercapai karena komitmen yang
tinggi dari Pemimpin Tertinggi yaitu Presiden Joko Widodo,
beliau sangat yakin dan sangat mendukung sektor pariwisata
menjadi sektor unggulan. Beliau secara langsung mengunjungi
destinasi-destinasi pariwisata dan berulang kali memimpin
Rapat Terbatas tentang pengembangan destinasi pariwisata
prioritas.
Sementara itu, saya sendiri turun langsung beraudiensi ke
markas besar WEF di Geneva Swiss untuk menyampaikan
bahwa Indonesia sangat concern dengan TTCI dan
menempatkan indikator TTCI sebagai perangkat untuk
mendorong 3C. Kita terus-menerus berupaya memperbaharui
kebijakan dan melakukan pembangunan pariwisata yang
berkelanjutan, untuk meningkatkan daya saing kepariwisataan.
Moving ForwardKalau sekarang April 2017 keluar laporan TTCI WEF, maka
berarti kita masih punya waktu 2 tahun atau 24 bulan untuk
menyiapkan laporan di April 2019. Tapi betulkah demikian?
Rupanya tidak. Kalau ditarik mundur maka proses penilian
WEF sudah ditutup pada Januari 2019, karena datanya sudah
dihitung.
Jika ditarik mundur lagi, ternyata pengumpulan secondary data
sebagian besar sudah berakhir pada September 2018. Artinya
pada 2018 kita harus sudah menyelesaikan hasil laporan dari
semua Kementerian dan lembaga dan kemudian kita laporkan
ke WEF.
Oleh karena itu kita harus bergerak cepat. Untuk action plan
TTCI 2019, hal yang harus kita lakukan dalam 2 bulan ke depan
(April-Mei 2017) adalah sosialisasi indikator TTCI ke K/L dan
industri terkait. Kemudian mulai Mei 2017 kita harus
melakukan percepatan dan prioritisasi pembangunan
pendukung indikator TTCI, baik untuk data primer maupun
sekunder.
Nah, PR selanjutnya adalah, kita harus melakukan
pembentukan opini publik selama setahun ke depan.Semua unsur yang menjadi kelemahan harus terus kita perbaiki
dengan melibatkan semua unsur Pentaheliks. [photo special]
TRAVEL TALK
TRAVELTEXT I 13
REGIONAL NEWS
PEKERJAAN besar dan prioritas utama (top three) Menteri Pariwisata Arief Yahya di 2017, homestay desa wisata tampaknya bakal menggeliding menjadi trendsetter. Kementerian BUMN bahkan sudah start lebih dulu, sebagai langkah konkret men-support Kemenpar di destinasi prioritas Joglosemar, dengan ikon Borobudur.
PROGRAM HOMESTAY KEMENTERIAN PARIWISATA BAKAL DIDUKUNG KEMENTERIAN BUMN
elalui PT Taman Wisata Candi (TWC) Borobudur,
MPrambanan, Ratu Boko, sudah membangun 70
homestay dalam kurun waktu 4 bulan. Bahkan,
mereka memproyeksikan, akan ada 450 homestay yang akan
dibangun di seputar Borobudur hingga 2019.
“Tahun 2017 adalah tahap pembangunan homestay di
kawasan Borobudur. Tahap selanjutnya akan menggunakan
pemesanan sistem digitalisasi untuk 450 homestay di 100
Balkondes (Balai Ekonomi Desa), kawasan desa wisata Candi
Borobudur di 2019,” ujar Menteri BUMN Rini Soemarno.
Nah, homestay di kawasan Taman Wisata Candi (TWC) ini
benar-benar merupakan bangunan baru. Desainnya pun
khusus. Jadi bukan meng-upgrade yang sudah ada. Kita ingin
membuat standarisasi dengan membuat baru sebagai contoh.
Dan kita kejar-kejaran dengan waktu,” timpal Deputi Bidang
Usaha Energi, Logistik, Kawasan dan Pariwisata Kementerian
BUMN Edwin Hidayat Abdullah.
Nyaris tak ada lagi waktu kosong. Hampir semua sumber
daya, dana, tenaga, dikerahkan untuk men-support
pembangunan homestay di destinasi prioritas. “Dengan target
100 Balai Ekonomi Desa (Balkondes) di 20 desa pada 2019,
Menteri BUMN optimistis itu akan tercapat karena semuanya
running kencang,” ucap Edwin.
Sejauh ini, homestay yang dikelola TWC dibangun di lahan
desa atau tanah milik warga. Biayanya? Super murah.
Nominalnya hanya Rp70 juta per kamar. Jika satu desa 20
kamar, maka dana yang dikucurkan sebesar Rp1,5 miliar per
desa. “TWC mengembangkan community development dengan
sistem bagi hasil selama 3-5 tahun setelah itu full diberikan ke
warga aset Balkondes” terangnya.
Dengan adanya homestay atau desa wisata di Borobudur,
perekonomian masyarakat di sana akan lebih terbantu. “Di
dalam Balkondes selain homestay terdapat juga restoran
masakan warga,
lalu jual kerajinan lokal, pentas seni, lokasi perkumpulan
berbagai komunitas yang semuanya di manage oleh warga
dibawah asuhan kepala desa (semacam BUMNDes) per desa,”
ujarnya.
Bagaimana dengan target wisatawan? Edwin Hidayat Abdullah
lantas menguraikan soal target tamu ke Borobudur. Pada tahun
2019 ditargetkan ada 3 juta wisatawan mancanegara
berkunjung ke Borobudur. Atau setidaknya 5.000 wisatawan
mancanegara per hari. Jika setengah dari jumlah tersebut
menginap di Borobudur, maka butuh 1000-2000 kamar.
TRAVELTEXT I 14
Oneng mulai roadshow ke daerah-daerah melakukan dua hal.
“Pertama sosialisasi Sadar Wisata dengan Sapta Pesona. Kedua,
mendigitalisasi homestay agar segera go digital dan siap
bersaing di era global,” kata Oneng. Digitalisasi itu,
menggandeng ITX Indonesia Tourism Xchange, sebuah digital
marketplace yang menjadi pasar online bagi jasa pariwisata di
Indonesia.
Seperti diketahui, Menpar Arief Yahya sudah sampai pada
tahap “memaksa” agar industri pariwisata kita go digital. Tidak
bisa tidak, dan tidak bisa ditunda-tunda. “Saya berterima kasih
sudah di-support Kementerian BUMN. Setelah homestay
dibangun, kami akan membuka akses ke global market via
digital,” kata Menpar Arief Yahya.
Caranya dengan ITX. Ini adalah tools yang dipakai untuk
mempertemukan sellers dan buyers secara online. Semakin
pintar membuat paket yang masuk di selera travellers, maka
homestay-nya akan semakin laku. “Dan, transaksinya langsung
ke homestay, tidak mengendap di mana-mana,” kata Menteri
Arief Yahya.
Lebih jauh, Menpar Arief berterima kasih pada Kementerian
BUMN yang terus men-support industri pariwisata itu. Sinergi
BUMN itu penting dalam membingkai “Indonesia Incorporated”
di pariwisata. “Terima kasih BUMN, terima kasih PT TWC,
Salam Pesona Indonesia,” kata Menteri Arief Yahya.
Satu-satunya kendala adalah keterbatasan dana. Untuk
menyiasatainya, maka pengembangan homestay saat ini
diutamakan di wilayah operasi BUMN terkait. Misal TWC di
desa wisata candi Borobudur. Meski begitu, tidak menutup
kemungkinan dapat bersinergi untuk pengembangan di
wilayah di luar area operasional seperti di 10 Destinasi
Prioritas lainnya.
“Asalkan diperintah mengembangkan homestay pariwisata,
semua BUMN dapat bergerak mendukung pembangunan
homestay,” pungkas Edwin.
Di sisi lain, Kementerian Pariwisata juga tak tinggal diam.
Gerakan digitalisasi homestay juga sudah masif digelar di 15
wilayah. Dari mulai Dieng Kulon, Kabupaten Magelang,
Yogyakarta, Samosir, Derawan, Bali, Lombok Tengah,
Lumajang, Kabupaten Malang, Banyuwangi, Batam, Toba
Samosir, Pasuruan, Boyolali, hingga Labuan Bajo, sudah
disentuh digitalisasi homestay. “Kawasan-kawasan tadi sudah diaktivasi dengan digital,” kata
Deputi Pengembangan Destinasi dan Industri Pariwisata
Dadang Rizki Ratman, didampingi Oneng Setya Harini, Asdep
Tata Kelola Destinasi dan Pemberdayaan Masyarakat,
Kemenpar.
REGIONAL NEWS
TRAVELTEXT I 15