beta karoten labu
TRANSCRIPT
5
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
A. Labu Kuning
1. Klasifikasi Labu Kuning
Labu kuning merupakan tanaman yang berasal dari Benua Amerika
terutama di Negara Peru dan Meksiko. Tanaman ini tumbuh merambat
dengan daun yang berukuran besar dan berbulu. Terdapat lima spesies
labu kuning yang umum dikenal, yaitu Cucurbita maxima Duchenes,
Cucurbita ficifolia Bouche, Cucurbita mixta, Cucurbita moschata
Duchenes, dan Cucurbita pipo L (Brotodjojo, 2010).
Buah labu kuning berbentuk bulat pipih, lonjong, atau panjang
dengan banyak alur (15-30 alur). Ukuran pertumbuhannya mencapai 350
gram per hari. Buahnya besar dan warnanya hijau apabila masih muda,
sedangkan yang lebih tua berwarna kuning orange sampai kuning
kecokelatan. Daging buah tebalnya sekitar 3 cm dan rasanya agak manis.
Bobot buah rata-rata 3-5 kg bahkan sampai 15 kg (Brotodjojo, 2010).
2. Kandungan Gizi Labu Kuning
Labu kuning juga dikenal kaya akan karotenoid yang berfungsi
sebagai antioksidan. Beta karoten merupakan salah satu jenis karotenoid,
disamping mempunyai aktivitas biologis sebagai provitamin-A, juga dapat
berperan sebagai antioksidan yang efektif pada konsentrasi oksigen rendah
(Sinaga, 2011).
Penelitian Kandlakunta, et al. (2008), menyatakan bahwa
kandungan beta karoten pada labu kuning sebesar 1,18 mg/100 g. Manfaat
lain labu kuning adalah mengobati demam, migrain, diare, penyakit ginjal,
serta membantu menyembuhkan radang. Kandungan gizi dari buah labu
kuning tersaji pada Tabel 1.
6
Tabel 1. Kandungan Gizi Buah Labu Kuning
Kandungan Gizi JumlahEnergi (kkal) 32Protein (gram) 1,1Lemak (gram) 0,1Karbohidrat (gram) 6,6Kalsium (miligram) 45Fosfor (miligram) 64Besi (miligram) 1,4Karoten total (µg) 180Tiamin (mg) 0,08Air (gram) 91,2Vitamin C (miligram) 52
Sumber : PERSAGI, 2009
B. Yoghurt
1. Pengertian Yoghurt
Yoghurt merupakan salah satu minuman olahan susu yang diproses
melalui fermentasi dengan penambahan kultur organisme yang baik, salah
satunya yaitu menggunakan bakteri asam laktat (Reny, 2010). Pembuatan
yoghurt dapat berasal dari susu apa saja, dari susu hewani seperti susu
sapi, susu kuda maupun susu kambing, dapat juga dari susu nabati
termasuk susu kacang kedelai.
Pengolahan yoghurt menggunakan bakteri asam laktat, yaitu
Lactobacillus bulgaricus dan Streptococcus thermophilus (Koswara,
2009). Kandungan gizi dari susu segar dalam dalam pembuatan yoghurt
akan meningkat, hal ini disebabkan karena meningkatnya total padatan
sehingga kandungan zat-zat gizi lainnya juga meningkat (Wahyudi, 2006).
Kandungan gizi pada yoghurt susu sapi terdapat pada Tabel 2.
Menurut Robinson (1999), terdapat beberapa efek kesehatan
(Theraupetic purposes) yang telah dibuktikan dengan mengkonsumsi susu
fermentasi, yaitu memacu pertumbuhan karena dapat meningkatkan
pencernaan dan penyerapan zat-zat gizi, dapat mengurangi atau
membunuh bakteri jahat dalam saluran pencernaan, dapat menormalkan
kerja usus besar (mengatasi konstipasi dan diare), memiliki efek anti
kanker, dapat mengatasi masalah Lactose intolerance, berperan dalam
7
detoksifikasi dan mengatasi stress, serta mengontrol kadar kolesterol
dalam darah dan tekan darah.
Tabel 2. Kandungan Gizi Yoghurt Susu Sapi
Kandungan Gizi JumlahEnergi (kkal) 52Protein (gram) 3,3Lemak (gram) 2,5Karbohidrat (gram) 4Kalsium (miligram) 120Fosfor (miligram) 90Air (gram) 88
Sumber : PERSAGI, 2009
2. Jenis Yoghurt
Berdasarkan perbedaan metode pembuatannya yoghurt terdiri dari
beberapa jenis, yaitu set yoghurt, dan stirred yoghurt. Set yoghurt adalah
produk dimana pada waktu inkubasi atau fermentasi susu berada dalam
kemasan kecil, sehingga memungkinkan koagulannya tidak berubah
(Rahman, et al., 1992). Sedangkan pada pembuatan yoghurt stirred,
proses fermentasi susu dilakukan pada tangki atau wadah yang besar dan
setelah inkubasi barulah produk dikemas dalam kemasan kecil, sehingga
memungkinkan koagulannya rusak atau pecah sebelum pendinginan dan
pengemasan selesai (Rahman, et al., 1992).
Berdasarkan kadar lemaknya yoghurt dibagi menjadi : (1) yoghurt
berkadar lemak penuh (di atas 5,0 persen), (2) yoghurt medium (3,0–5,0
persen), (3) yoghurt berkadar lemak rendah (1,0–3,0 persen), dan (4)
skimmed yoghurt dengan kadar lemak 0 persen. Sedangkan berdasarkan
kekentalannya, yoghurt dikenal ada dua macam, yaitu puding yoghurt
yang bersifat kental dan drink yoghurt bentuknya encer dan dapat
diminum karena kandungan padatan susunya lebih rendah (Marthia et al.,
2011).
Sedangkan berdasarkan flavornya yoghurt dibedakan menjadi :
natural yoghurt atau plain yoghurt, yaitu yoghurt tanpa penambahan
flavor lain sehingga rasa asamnya sangat tajam, dan fruit yoghurt, yaitu
8
yoghurt yang diberi flavor atau jus buah dan zat pewarna (Syafrul, 2010).
Menurut Rahman, et al. (1992), masih sering dijumpai produk-produk
yoghurt lain yang telah dimodifikasi, antara lain : (1) Yoghurt pasteurisasi,
yaitu yoghurt yang setelah proses inkubasi lalu dipasteurisasi untuk
memperpanjang umur simpannya, (2) Yoghurt beku, yaitu yoghurt yang
disimpan pada suhu beku, (3) Dietic yoghurt, yaitu yoghurt yang dibuat
dengan rendah kalori, rendah laktosa, ataupun ditambahkan vitamin atau
protein, dan (4) Konsentrat yoghurt, yaitu yoghurt dengan total padatan
sekitar 24 persen atau yoghurt kering dengan total padatan sekitar 90
sampai 94 persen.
3. Proses Pembuatan Yoghurt
Yoghurt biasa dibuat dari susu segar, akan tetapi juga dapat dibuat
dari susu skim (susu tanpa lemak) yang dilarutkan dalam air dengan
perbandingan tertentu, tergantung kepada kekentalan produk yang
diinginkan. Prinsip pembuatan yoghurt adalah fermentasi susu dengan
menggunakan bakteri Lactobacillus bulgaricus dan Streptococcus
thermophilus. Kedua macam bakteri tersebut akan menguraikan laktosa
(gula susu) menjadi asam laktat dan berbagai komponen aroma dan
citarasa. Lactobacillus bulgaricus lebih berperan pada pembentukan
aroma, sedangkan Streptococcus thermophilus lebih berperan pada
pembentukan citarasa yoghurt (Widodo, 2002).
Yoghurt yang baik mempunyai total asam laktat sekitar 0,85-
0,95%. Sedangkan derajat keasaman (pH) yang sebaiknya dicapai oleh
yoghurt adalah sekitar 4,5 (Marthia et al., 2011). Kriteria yoghurt yang
memenuhi Standar Nasional Indonesia (SNI) 2981:2009 tersaji pada Tabel
3.
Pembuatan yoghurt diperlukan beberapa persiapan dan pengolahan
awal sampai didapatkan susu yang siap untuk difermentasi dan
menghasilkan yoghurt. Persiapan yang dilakukan meliputi pelarutan susu
sapi dan gula, pemanasan awal, homogenisasi, pasteurisasi, pendinginan,
penambahan kultur starter dan inkubasi (Tamime dan Robinson, 2007).
9
Pelarutan dilakukan dengan cara memasukkan susu sapi dan gula
ke dalam wadah sambil diaduk secara perlahan sampai merata. Susu sapi
yang telah dilarutkan dengan gula dipanaskan sampai suhunya mencapai
70°C. Perlakuan pemanasan tersebut diperlukan sebagai proses
pemanasan awal sebelum masuk ke mesin homogen (homogenizer).
Proses homogenisasi dilakukan dengan menggunakan mesin homogen
(homogenizer) dengan tekanan sebesar 2400 Psi (Tamime dan Robinson,
2007).
Tabel 3. Standar Nasional Indonesia 2981:2009 Tentang Yoghurt
Kriteria Uji PersyaratanKeadaan :
1. Penampakan2. Bau3. Rasa4. Konsistensi
1. Cairan kental / semi padat2. Normal / khas3. Normal / khas4. Homogen
Lemak maks 3,8 % b/bProtein min 3,5 % b/bAbu maks 1,0 % b/bAsam laktat 0,5-2,0 % b/bCemaran mikroba :
1. Coliform2. E. Coli3. Salmonella
1. maks 10 MPN2. < 33. negatif
Sumber : Sistem Informasi Standar Nasional Indonesia (SISNI), 2009
Pasteurisasi dilakukan pada suhu 85-90°C selama 15 menit. Proses
pasteurisasi susu sebelum fermentasi bertujuan untuk (1) mendenaturasi
whey protein (albumin dan globulin) agar susu yang dihasilkan lebih
kental, (2) menghilangkan kandungan mikroba awal yang terdapat dalam
susu agar pertumbuhan dari mikroba starter tidak tersaingi pada masa
pertumbuhan, (3) mengurangi jumlah O2 dalam susu, yang secara normal
bersifat mikroaerofilik sehingga bakteri yoghurt dapat berkembang biak
dengan baik, dan (4) merusak protein dalam batas-batas tertentu, sehingga
dapat dimanfaatkan dengan mudah oleh kultur yoghurt untuk
pertumbuhannya (Tamime dan Robinson, 2007).
10
Pendinginan dilakukan untuk menurunkan suhu susu pasca
pasteurisasi secara cepat dan menyiapkan suhu susu untuk proses
fermentasi yaitu antara 40-45°C. Suhu tersebut merupakan suhu yang
paling optimum untuk media pertumbuhan starter yoghurt yang
ditambahkan (Puspadewi, 2005).
Penambahan kultur starter (inokulasi) ke dalam susu menggunakan
dosis yang telah ditentukan sebelumnya. Kultur starter yang ditambahkan
merupakan kultur campuran yang terdiri dari Lactobacilus bulgarius dan
Streptococcus thermophilus (Puspadewi, 2005).
Inkubasi merupakan proses fermentasi yang dilakukan di dalam
inkubator yang suhunya diatur pada kisaran 40-45°C. Proses fermentasi
(inkubasi) dihentikan setelah terbentuk struktur susu yang menggumpal
dan memiliki karakteristik pH atau derajat keasaman antara 4,4-4,6. Hasil
fermentasi susu tersebut dinamakan stirred yoghurt yang sudah jadi
disimpan pada suhu dingin (refrigerator) (Tamime dan Robinson, 2007).
4. Yoghurt Labu Kuning
Pengolahan yoghurt yang berbahan dasar selain susu sapi
merupakan alternatif baru dalam diversifikasi pangan. Selain menambah
nilai gizi dari yoghurt, diversifikasi pangan juga dapat meningkatkan
potensi dari bahan pangan itu sendiri. Sifat fungsional dari labu kuning
perlu ditingkatkan, oleh sebab itu labu kuning diolah menjadi produk
minuman fermentasi yaitu yoghurt.
Labu kuning merupakan bahan pangan lokal yang sangat potensial.
Nilai gizi yang dikandungnya sangatlah baik untuk kesehatan, selain itu
penggunaan labu kuning sebagai bahan baku pembuatan yoghurt dapat
meningkatan potensi labu kuning sebagai bahan pangan lokal yang
memiliki nilai fungsional. Pengolahan yoghurt labu kuning hampir sama
dengan pengolahan yoghurt susu sapi, hanya perbedaannya terletak pada
bahan bakunya. Diagram alir pembuatan yoghurt labu kuning dapat dilihat
pada Gambar 1.
11
Labu kuning
(85oC, 5 menit)
Air
Susu skim + gula pasir (90oC, 5-15 menit)
(30oC-45oC)
Stater yoghurt
(45oC, 6 jam)
Yoghurt Labu Kuning
Gambar 1. Diagram Alir Proses Pembuatan Yoghurt Labu Kuning(Modifikasi dari Yulianawati, et al, 2010)
C. Beta Karoten
Beta karoten adalah salah satu jenis senyawa hidrokarbon karotenoid
yang merupakan senyawa golongan tetraterpenoid (Winarsi, 2007). Adanya
ikatan ganda menyebabkan beta karoten peka terhadap oksidasi. Oksidasi beta
karoten akan lebih cepat dengan adanya sinar, dan katalis logam. Oksidasi
akan terjadi secara acak pada rantai karbon yang mengandung ikatan rangkap.
Beta karoten merupakan penangkap oksigen dan sebagai antioksidan
yang potensial, tetapi beta karoten efektif sebagai pengikat radikal bebas bila
hanya tersedia oksigen 2–20 %. Pada tekanan oksigen tinggi diatas kisaran
fisiologis, karoten dapat bersifat pro-oksidan (Burton, 1989). Beta karoten
mengandung ikatan rangkap terkonjugasi yang memberikan karakter pro-
Blanching
Penghancuran
Penyaringan
Pasteurisasi
Pendinginan
Inkubasi
Inokulasi
12
oksidan, akibatnya akan sangat mudah diserang melalui penambahan radikal
peroksil.
Secara kimia karoten adalah terpena, disintesis secara biokimia dari
delapan satuan isoprena. Karoten berada dalam bentuk α-karoten, β-karoten,
γ-karoten, dan ε-karoten. Beta karoten terdiri dari dua grup retinil, dan
dipecah dalam mukosa dari usus kecil oleh β-karoten dioksigenase menjadi
retinol, sebuah bentuk dari vitamin A. Karoten dapat disimpan dalam hati
dan diubah menjadi vitamin A sesuai kebutuhan. Pigmen-pigmen golongan
karoten sangat penting ditinjau dari kebutuhan gizi, baik untuk manusia
maupun hewan. Hal ini disebabkan karena sebagian dapat diubah menjadi
vitamin A. Diantara beberapa kelompok provitamin A yang dijumpai di alam,
yang dikenal lebih baik adalah α-karoten, β-karoten, γ-karoten, serta
kriptosantin (Muchtadi, 1989).
1. Manfaat Beta Karoten
Beta karoten banyak ditemukan pada sayuran dan buah-buahan
yang berwarna kuning jingga, seperti ubi jalar, labu kuning dan mangga
maupun pada sayuran yang berwarna hijau seperti bayam, kangkung
(Astawan dan Andreas, 2008). Penelitian Kandlakunta, et al. (2008),
menyatakan bahwa kandungan beta karoten pada labu kuning sebesar 1,18
mg/100 g.
Beta karoten merupakan senyawa organik yang ditemukan dalam
banyak buah-buahan dan sayuran. Merupakan sumber terbaik dari salah
satu vitamin penting, yakni vitamin A. Vitamin A diperlukan untuk
meningkatkan kesehatan penglihatan dan kulit. Meskipun terdapat
senyawa lain yang menjadi sumber vitamin A, beta karoten merupakan
sumber yang paling utama.
Beta karoten memiliki beberapa manfaat, yang pertama adalah
sebagai prekursor vitamin A. Penelitian dari National Cancer Institute
dalam Astawan dan Andreas (2008), menunjukkan bahwa selain baik
untuk mata, makanan yang kaya beta karoten juga baik untuk pencegahan
penyakit kanker. Beta karoten memiliki kemampuan sebagai antioksidan
13
yang dapat berperan penting dalam menstabilkan radikal berinti karbon,
sehingga dapat bermanfaat untuk mengurangi risiko terjadinya kanker.
Kandungan beta karoten pada bahan pangan alami dapat
mengurangi risiko terjadinya stroke. Hal tersebut disebabkan oleh
aktivitas beta karoten yang dapat mencegah terjadinya plak atau timbunan
kolesterol di dalam pembuluh darah. Beta karoten juga memiliki efek
analgetik (anti nyeri) dan anti-inflamasi (anti peradangan). Astawan dan
Andreas (2008) menyatakan bahwa mengkonsumsi beta karoten sebanyak
3.071,93 IU per kilogram berat badan dapat memberikan efek analgetik
dan anti-inflamasi terhadap tubuh.
2. Struktur Kimia Beta Karoten
Di dalam tumbuhan, beta karoten dibiosentesis oleh geranil-geranil
fosfat. Karoten merupakan golongan terpen yang secara biokimia disusun
oleh 8 gugus isopren. Sebagai senyawa hidrokarbon yang tidak memiliki
gugus oksigen, karoten larut dalam lemak dan tidak larut dalam air.
Struktur kimia dari beta karoten dapat dilihat pada Gambar 2.
Gambar 2. Struktur Kimia Beta karoten
Beta karoten yang kita konsumsi terdiri atas dua gugus retinil, yang
di dalam mukosa usus kecil akan dipecah oleh enzim beta karoten
dioksigenase menjadi retinol, yaitu bentuk dari vitamin A (Astawan dan
Andreas, 2008). Oleh karena itu beta karoten juga disebut prekursor
vitamin A. Potensi beta karoten sebagai prekursor vitamin A dalam
mempertahankan kesehatan mata dan integritas membran sel menjadikan
senyawa ini bersifat vital bagi tubuh, sehingga berpotensi mencegah
penyakit degeneratif seperti kanker, katarak, aterosklerosis otoimun, dan
penuaan dini.
14
Menurut Setyabudi (1994) dalam Ruwanti (2010), karotenoid
sebagai provitamin A mempunyai sifat fisik dan kimia larut dalam lemak,
larut dalam Kloroform, Benzene, Karbondisulfida, dan Petroleum Eter,
tetapi sukar larut di dalam alkohol, serta sensitif terhadap oksidasi,
autooksidasi dan sinar. Berikut ini merupakan sifat-sifat dari beta karoten
(Setyabudi, 1994 dalam Ruwanti, 2010) :
a. Rumus molekul : C40H16
b. Bobot molekul : 536,87 g mol-1
c. Density : 0,941 ± 0,06 g/cm3
d. Bentuk : kristal prisma heksagonal dan berwarna ungu tua dari
kristalisasi pelarut benzene dan metanol, berbentuk plat kuadratik dan
berwarna merah dari kristalisasi dalam pelarut petroleum eter.
e. Titik leleh : 181-182oC
f. Sifat serapan cahaya : beta karoten pada beberapa jenis pelarut
mempunyai serapan cahaya maksimal yang berbeda-beda.
g. Reaksi pewarnaan : 1-2 mg beta karoten dilarutkan dalam 2 ml
kloroform dan ditambah asam sulfat pekat menyebabakan lapisan asam
menjadi biru. Bila larutan tersebut ditambahkan 1 tetes asam nitrat
menyebabkan warna agak biru kemudian hijau dan akhirnya kuning
tua. Larutan 1-2 mg beta karoten dalam 2 ml kloroform dan
ditambahkan larutan antimoni triklorida (SbCl3) akan memberikan
pewarnaan biru tua dengan serapan maksimal dengan λ 590 nm. Asam
klorida dalam ester tidak menyebabkan pewarnaan.
h. Optik aktif : beta karoten mempunyai struktur yang simetris dan
bersifat non optik aktif.
i. Kromatografi : beta karoten sangat kuat diserap oleh kalsium
hidroksida dalam larutan petroleum eter. Didalam kolom kromatografi
β-karoten dibawah γ-karoten dan diatas α- karoten. Dengan posisi
tersebut beta karoten sangat sulit diserap oleh zeng karbonat (ZnCO3)
dan kalsium karbonat (CaCO3).
j. Oksidasi : diudara bebas karoten mengikat oksigen dan menaikkan
kecepatan pembentukan warna yang lebih pucat. Autooksidasi beta
15
karoten murni dimulai setelah beberapa hari kontak dengan udara dan
akan terbentuk formaldehid. Pencampuran beta karoten dalam karbon
tetraklorida dengan oksigen menghasilkan sedikit glioksal.
Histifarina, et al. (2004), menyatakan bahwa degradasi karoten
yang terjadi selama pengolahan diakibatkan oleh proses oksidasi pada
suhu tinggi yang mengubah senyawa karoten menjadi senyawa ionon
berupa keton. Selanjutnya Histifarina, et al. (2004), menyatakan bahwa
senyawa karotenoid mudah teroksidasi terutama pada suhu tinggi yang
disebabkan oleh adanya sejumlah ikatan rangkap dalam struktur
molekulnya.
Banyak faktor yang dapat mempengaruhi kestabilan karoten.
Legowo (2005), menyebutkan bahwa karoten stabil pada pH netral, alkali
namun tidak stabil pada kondisi asam, adanya udara atau oksigen, cahaya
dan panas. Karotenoid tidak stabil karena mudah teroksidasi oleh adanya
oksigen dan peroksida. Selain itu, dapat mengalami isomerisasi bila
terkena panas, cahaya dan asam. Isomerisasi dapat menyebabkan
penurunan intensitas warna dan titik cair.
3. Faktor Yang Berpengaruh Terhadap Menurunnya Kandungan Beta
Karoten
Beta karoten merupakan pro-vitamin A yang sangat mudah rusak
akibat pengaruh lingkungan sekitar. Proses pemasakan yang tepat tidak
akan mengurangi kandungan beta karoten di dalam makanan. Penelitian
Khachik, et al. (1992), menunjukkan bahwa proses pemasakan dengan
menggunakan microwave selama 5 menit tidak akan merusak komponen
beta karoten pada sayuran. Laporan Moscha pada tahun 1997
menunjukkan bahwa proses simmering selama 15-60 menit tidak akan
berpengaruh terhadap kandungan beta karoten pada sayuran (Astawan dan
Andreas, 2008). Terdapat beberapa faktor yang mempengaruhi
menurunnya kandungan beta karoten :
16
a. Penyimpanan
Penyimpanan makanan dalam hal ini adalah yoghurt bertujuan
untuk memperpanjang masa pemakaian yoghurt yang relatif singkat.
Idealnya, pada suhu rendah (4-6oC), yoghurt bisa disimpan selama 35-
40 hari. Umur simpan yang lebih lama, dianjurkan untuk menyimpan
produk di suhu rendah (6oC). Apabila produk disterilisasi setelah
proses fermentasi, maka umur simpan akan lebih lama dan dapat
disimpan di suhu ruang (Syamsir, 2009).
Selama proses penyimpanan yoghurt labu kuning
dimungkinkan terjadi perubahan kadar beta karoten. Penelitian
Provesi, et al. (2012), menyatakan bahwa kadar karotenoid total puree
labu kuning pada hari ke 0 adalah 0,0231 ± 1,78 mg/100 g dan pada
hari ke 180 menurun menjadi 0,0189 ± 1,27 mg/100 g.
b. Pencahayaan
Beta karoten akan menyusut selama pengolahan bahan mentah
menjadi tepung karena sifat beta karoten yang sensitif terutama
terhadap oksigen dan cahaya. Banyaknya ikatan rangkap pada
struktur kimia beta karoten menyebabkan bahan ini menjadi sangat
sensitif terhadap reaksi oksidasi ketika terkena udara (O2), cahaya,
metal, peroksida, dan panas baik selama proses produksi maupun
aplikasinya (Erawati, et al., 2006).
Penelitian Erawati, et al. (2006), menyatakan bahwa penurunan
beta karoten tepung ubi jalar pada proses penjemuran dengan sinar
matahari sebesar 40%.
D. Fermentasi Asam Laktat
Fermentasi adalah proses produksi energi dalam sel dalam keadaan
anaerobik (tanpa oksigen). Secara umum, fermentasi adalah salah satu bentuk
respirasi anaerobik, akan tetapi, terdapat definisi yang lebih jelas yang
mendefinisikan fermentasi sebagai respirasi dalam lingkungan anaerobik
dengan tanpa akseptor elektron eksternal.
17
Fermentasi asam laktat yaitu fermentasi dimana hasil akhirnya adalah
asam laktat. Peristiwa ini dapat terjadi di otot dalam kondisi anaerob.
Reaksinya:
C6H12O6 2 C2H5OCOOH + Energienzim
Prosesnya :
1. Glukosa asam piruvat (proses Glikolisis).enzim
C6H12O6 2 C2H3OCOOH + Energi
2. Dehidrogenasi asam piruvat akan terbentuk asam laktat
2 C2H3OCOOH + 2 NADH2 2 C2H5OCOOH + 2 NADpiruvat
dehidrogenase
Energi yang terbentuk dari glikolisis hingga terbentuk asam laktat :
8 ATP — 2 NADH2 = 8 - 2(3 ATP) = 2 ATP
E. Sifat Sensorik
Sifat sensorik merupakan pengujian secara subyektif yaitu suatu pengujian
penerimaan selera makanan (acceptance) yang didasarkan atas pengujian
kegemaran (preference) dan analisa pembeda (difference analysis) (Saputro,
2011). Mutu sensorik didasarkan pada kegiatan penguji (panelis) yang
pekerjaannya mengamati dan menilai secara sensorik (Winarno, 2004).
Mutu sensorik yang diamati pada yoghurt labu kuning meliputi: 1) aroma;
2) rasa; 3) warna; dan 4) konsistensi. Penilaian sensorik menggunakan metode
skoring dari angka 1 sampai dengan 4 dengan kriteria semakin tinggi skor
semakin bagus.