berjudul - sinta.unud.ac.id ii.pdfpengunjung di pantai kenjeran surabaya sedangkan penelitian yang...

25
10 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Penelitian Sebelumnya Tinjauan hasil penelitian sebelumnya adalah hasil laporan ilmiah yang memiliki kesamaan antara penelitian ini dengan penelitian-penelitian yang telah dilakukan sebelumnya. Penelitian ini menggunakan beberapa penelitian sebelumnya antara lain sebagai berikut. Jurnal pertama oleh Elena Cristina Mahika (2011) berjudul “Current Trends in Tourist Motivation” Penelitian yang dilakukan oleh Cristina merupakan penelitian eksplorasi yang dilihat berdasarkan data dan studi mengenai motivasi perjalanan wisatawan dan permintaan untuk perubahan tren. Dalam penelitian ini menggunakan analisis motiviasi wisatawan. Hasil analisis tersebut menjadi acuan untuk mempersiapkan produk-produk yang sesuai untuk saat ini dan masa yang akan datang. Persamaan penelitian ini dengan penelitian yang dilaksanakan penulis, antara lain: sama-sama menggunakan penelitian eksplorasi dan sama-sama membahas tentang motivasi wisatawan. Sedangkan perbedaannya terletak pada lokasi penelitian, rumusan masalah dan waktu penelitian. Jurnal selanjutnya dipublikasikan oleh J. Eugene (2013) berjudul Holidays in a Holy Land : Spiritual Tourism in Placid Puducherry” Penelitian yang dilakukan oleh Eugene ini merupakan penelitian mengenai destinasi wisata spiritual yang menawarkan aktivitas wisata spiritual yang menyenangkan bagi wisatawan yaitu puducherry yang merupakan Union Territory di India Selatan. Penelitian ini mencoba untuk mengumpulkan elemen spiritual dan membantu mengembangkan destinasi wisata tersebut.Penelitian ini menyebarkan kuesioner untuk menjawab pertanyaan mengenai bagaimana pengalaman wisatawan setelah

Upload: doanquynh

Post on 25-May-2019

233 views

Category:

Documents


0 download

TRANSCRIPT

10

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Penelitian Sebelumnya

Tinjauan hasil penelitian sebelumnya adalah hasil laporan ilmiah yang

memiliki kesamaan antara penelitian ini dengan penelitian-penelitian yang telah

dilakukan sebelumnya. Penelitian ini menggunakan beberapa penelitian

sebelumnya antara lain sebagai berikut.

Jurnal pertama oleh Elena Cristina Mahika (2011) berjudul “Current

Trends in Tourist Motivation” Penelitian yang dilakukan oleh Cristina merupakan

penelitian eksplorasi yang dilihat berdasarkan data dan studi mengenai motivasi

perjalanan wisatawan dan permintaan untuk perubahan tren. Dalam penelitian ini

menggunakan analisis motiviasi wisatawan. Hasil analisis tersebut menjadi acuan

untuk mempersiapkan produk-produk yang sesuai untuk saat ini dan masa yang

akan datang. Persamaan penelitian ini dengan penelitian yang dilaksanakan penulis,

antara lain: sama-sama menggunakan penelitian eksplorasi dan sama-sama

membahas tentang motivasi wisatawan. Sedangkan perbedaannya terletak pada

lokasi penelitian, rumusan masalah dan waktu penelitian.

Jurnal selanjutnya dipublikasikan oleh J. Eugene (2013) berjudul

“ Holidays in a Holy Land : Spiritual Tourism in Placid Puducherry” Penelitian

yang dilakukan oleh Eugene ini merupakan penelitian mengenai destinasi wisata

spiritual yang menawarkan aktivitas wisata spiritual yang menyenangkan bagi

wisatawan yaitu puducherry yang merupakan Union Territory di India Selatan.

Penelitian ini mencoba untuk mengumpulkan elemen spiritual dan membantu

mengembangkan destinasi wisata tersebut.Penelitian ini menyebarkan kuesioner

untuk menjawab pertanyaan mengenai bagaimana pengalaman wisatawan setelah

11

melakukan terapi spiritual di Placid Puducherry. Penelitian ini menggunakan

analisis data kualitatif yang terdiri atas masukan teoritis dari berbagai sumber

sejarah saat ini. Data dikumpulkan melalui observasi dan wawancara dengan

wisatawan. Persamaan jurnal ini dengan penelitian yang penulis lakukan adalah

sama-sama membahas tentang wisata spiritual, metode pengumpulan data sama

menggunakan kuesioner dan sama-sama menggunakan analisis kualitatif.

Sedangkan perbedaannya terletak pada masalah, lokasi penelitian dan waktu

penelitian.

Jurnal internasional ketiga oleh Richard Sharpley (2005) berjudul

“Tourism : a Sacred Journey? The Case of Ashram Tourism, Indian“ Penelitian ini

berjenis penelitian eksplorasi motivasi pengunjung ke Sri Aorobindo Ashram

danAuroville di India. Peneliti melakukan wawancara secara langsung kepada

pengunjung untuk mengetahui karakteristik pengunjung dan mengetahui seberapa

jauh keperluan spiritual atau hanya sekedar berkunjung biasa.Penelitian ini

menggunakan analisis deskriptif kualitatif dan dari hasil penelitian yang dilakukan

hanya sebagai kecil wisatawan dengan tujuan berkunjung biasa, sedangkan

wisatawan dengan motivasi spiritual ke Ashram lebih mendominasi. Persamaan

jurnal ini dengan penelitian yang dilakukan penulis, yaitu sama-sama membahas

tentang pariwisata spiritual, analisis data yang sama menggunakan deskriptif

kualitatif, jenis penelitian studi eksplorasi yang sama dan sama-sama meneliti

motivasi dan karakteristik wisatawan. Sedangkan perbedaannya terletak pada

lokasi penelitian dan waktu penelitian.

Penelitian selanjutnya yang dilakukan oleh Ingrid Diana Mesnoat (2006)

berjudul “Motivasi dan Makna Leisure and Recreation Bagi Pengunjung di Pantai

Kenjeran Surabaya”. Penelitian ini merumuskan bagaimana hubungan antara

12

karakteristik dengan motivasi pengunjung yang datang ke Pantai Kenjeran yang

kemudian penelitian ini lebih menekankan motivasi wisatawan tersebut.Penelitian

yang dilakukan oleh Diana ini menggunakan metode analisis data deskriptif

kualitatif yaitu analisis yang dilakukan dengan memaparkan dan menguraikan

keterangan-keterangan atau data-data yang dikumpulkan selama melakukan

penelitian. Metode pengambilan sampel dalam penelitian ini menggunakan

purposive sampling yaitu informan yang dipilih informan yang mengetahui secara

pasti mengenai keadaan lokasi penelitian, dan peneliti juga menggunakan Quota

Sampling, yang dimana cara pengambilan sampel ini dilakukan secara kebetulan

sehingga sifatnya sangat subjektif. Persamaan penelitian ini dengan penelitian yang

penulis lakukan adalah sama-sama meneliti karakteristik dan motivasi wisatawan,

persamaan juga pada metode analisis data yaitu menggunakan deskriptif kualitatif.

Pada teknik penentuan sampel juga sama menggunakan Puposive Sampling.

Sedangkan perbedaanya adalah penelitian sebelumnya meneliti motivasi

pengunjung di Pantai Kenjeran Surabaya sedangkan penelitian yang dilakukan

penulis meneliti motivasi dan karakteristik wisatawan yang melakukan aktivitas

pariwisata spiritual di Ubud.

Penelitian berikutnya yang dilakukan oleh Petrus Adolof Sagisolo (2012)

berjudul “Studi Eksplorasi Usaha Pondok Wisata Di Kampung Wisata Yenbuba

Distrik Meos Mansar Kabupaten Raja Ampat Provinsi Papua Barat”. Penelitian

ini merumuskan studi eksplorasi tentang bagaimana keberadaan usaha pondok

wisata di Kampung Wisata Yenbuba Distrik Meos Mansa, Kabupaten Raja Ampat,

Provinsi Papua Barat. Penelitian ini menggunakan metode analisis deskriptif

kualitatif dan menggunakan teknik penentuan informan secara purposive sampling.

Persamaan penelitian ini dengan penelitian yang dilakukan penulis adalah

13

sama-sama menggunakan analisis data deskriptif kualitatif dan sama menggunakan

purposive samplingsebagai teknik penentuan sampel. Sedangkan perbedaannya

adalah penelitian yang dilakukan oleh Petrus membahas tentang usaha pondok

wisata sedangkan penelitian yang sekarang membahas tentang pariwisata spiritual.

Dan perbedaan juga terjadi pada waktu dan lokasi penelitian.

Berikutnya penelitian yang dilakukan oleh Lucky Setiawan (2014)

dengan judul “Karakteristik dan Persepsi Wisatawan Terhadap Daya Tarik Wisata

Pantai Kata di Kota Pariaman, Sumatera Barat”.Penelitian ini merumuskan

tentang karakteristik wisatawan di Daya Tarik Wisata Pantai Kata. Hasil penelitian

sebelumnya ini menggunakan metode analisis statistik deskriptif yaitu

mendeskripsikan atau menggambarkan data yang telah terkumpul dari suatu

populasi (Sugiyono, 2010 dalam Lucky, 2014). Teknik penentuan sampel

menggunakan Quota Sampling dan menggunakan cara penghitungan dari Slovin,

untuk mengetahui berapa banyak populasi yang akan dicari serta berapa banyak

responden yang diberikan kuesioner. Persamaan penelitian sebelumnya dengan

penelitian yang dilakukan penulis yaitu sama-sama meneliti karakteristik

wisatawan dan sama-sama menggunakan cara pengitungan dari slovin untuk

mengetahui berapa banyak responden yang akan diberikan kuesioner. Sedangkan

perbedaannya adalah penelitian sebelumnya menggunkan metode analis data

statistik deskriptif, sedangkan penelitian yang sekarang menggunakan analisis

deskriptif kualitatif. Perbedaanya juga terletak pada lokasi dan waktu penelitian

yang dilakukan.

Nararya Narotama 2012, dalam penelitiannya membahas bahwa wisatawan

yang datang ke Bali tidak hanya melakukan kegiatan pariwisata konvensional,

tetapi sebagian kecil ada yang memilih alternative kegiatan wisata spiritual.

14

Orang-orang asing selalu berusaha masuk ke dalam “back region” atau ‘daerah

belakang’dari tempat-tempat yang dikunjungi, karena wilayah tersebut selalu

dikaitkan dengan hubungan keintiman dan keaslian dari sebuah pengalaman.

Partisipasi orang asing dalam upacara ngaben dimulai tepat waktu ketika acara itu

diumukan. Wisatawan datang atas inisiatif sendiri, kemudian meminta izin untuk

ikut berpartisipasi dengan pihak-pihak terkait. Jenis penelitian yang digunakan

adalah analisis data kualitatif dengan teori yang digunakan yakni teori dekonstruksi,

Semiotika, dan Post-Religius. Persamaan penelitian ini dengan laporan yang akan

disusun adalah sama-sama menggunakan analisis data kualitatif dan sama

membahas mengenai aktivitas pariwisata spiritual. Perbedaan laporan ini dengan

penelitian yang dilakukan oleh Nararya adalah lokasi penelitian, rumusan masalah

dan tujuan penelitian.

Penelitian berikutnya dilakukan oleh Gesang Utama (2006) yang berjudul

“Motivasi dan Karakteristik Wisatawan Berkunjung Ke Taman Pusat Primata

Schmutzer Jakarta”.Dalam penelitian ini peneliti menjabarkan tentang karakteristik

wisatawan yang berkunjung ke Taman Pusat Primata Schmutzer Jakarta yang

kemudian lebih menekankan motivasi wisatawan tersebut. Metode analisis yang

digunakan deskriptif kualitatif, data yang telah ada akan disajikan dalam bentuk

tabel kuantitatif berdasarkan kelompok wisatawan untuk mempermudah

memahami dan kemudian akan dikualitatifkan sesuai dengan hasil dari metode

analisis data yang digunakan dalam penelitian tersebut. Penelitian ini menggunakan

penentuan informan dengan purposive sample dan penentuan sampel untuk

wisatawan menggunakan quota sampling. Persamaan penelitian sebelumnya

dengan sekarang sama-sama meneliti tentang karakteristik dan motivasi wisatawan

dengan menggunakan metode analisis deskriptif kualitatif.Perbedaan penelitian

15

sebelumnya diatas dengan penelitian sekarang adalah dari waktu dan tempat

penelitian.

2.2 Tinjauan Konsep

2.2.1 Tinjauan Tentang Studi Eksplorasi

Studi Eksplorasi berasal dari kata studi dan eksplorasi yaitu : Studi, artinya

kajian, telaah, atau penelitian. Sedangkan Eksplorasi, artinya penyelidikan,

penjelajahan lapangan dengan tujuan memperoleh pengetahuan lebih banyak

mengenai segala sesuatu yang terdapat di tempat itu. (Tim Penyusun Kamus Pusat

Pembinaan dan Pengembangan Bahasa, 1989: 860). Jadi, studi eksplorasi adalah

suatu penelitian yang bertujuan untuk memperoleh pengetahuan atau informasi

mengenai segala sesuatu masalah pada sekelompok populasi tertentu.

Menurut Ikhsan (2010), studi eksplorasi (explanatory research) yaitu studi

yang dilakukan karena terdapatnya sebuah fenomena atau masalah yang belum

jelas penyelesaian ataupun penjelasannya (not yet defined),studi eksplorasi

berusaha untuk menemukan metode yang paling baik untuk menyelesaikan

masalah tersebut (menemukan research design),termasuk metode pengumpulan

data yang tepat (data collection) dan merumuskan permasalahan dengan tepat.

Karakteristik studi ekplorasia dalah berbasis penelitian sekunder (secondary

research) dan hasil dari studi eksplorasi biasanya sangat berguna untuk masukan

kebijakan.

2.2.2 Tinjuan Tentang Aktivitas Wisata

Aktivitas dapat diartikan kegiatan atau keaktifan.Jadi, segala sesuatu yang

dilakukan atau kegiatan-kegiatan yang terjadi baik berupa fisik maupun non-fisik

itu sudah merupakan suatu kegiatan (M. Mulyono 2001:26). Menurut

16

Rosalia,2005:2 Aktivitas merupakan serangkaian kegiatan yang dilakukan baik

secara jasmani ataupun rohani.

Sedangkan, wisata dapat diartikan sebuah perjalanan yang dilakukan

dengan perorarang maupun kelompok dengan tujuan mengunjungi tempat-tempat

tertentu untuk melakukan rekreasi, pengembangan pribadi, atau mempelajari daya

tarik wisata yang dikunjungi dalam jangka waktu sementara.The World Tourism

Organization (WTO), sebuah lembaga kajian dan pendukung usaha wisata

antarpemerintahan yang bermarkas di Madrid, mendefenisikan aktivitas wisata

sebagai kegiatan manusia yang melakukan perjalanan (keluar dari lingkungan

asalnya) untuk tidak lebih dari satu tahun berlibur, berdagang, atau urusan lainnya.

Aktivitas wisata adalah apa yang dikerjakan wisatawan, atau apa motivasi

wisatawan datang ke destinasi, yaitu keberadaan mereka di sana dalam waktu

setengah hari sampai berminggu-minggu. Suatu pusat aktivitas misalnya suatu

museum, yang dapat menarik wisatawan untuk berkunjung dalam setengah hari di

antara lama waktu kunjungan wisatanya. Aktivitas wisata suatu digerakkan oleh

adanya atraksi wisata, terutama yang unik seperti: pantai, taman, bangunan

bersejarah, topografi khas, ciri khas budaya, peristiwa lokal unik, dan lain-lain.

Aktivitas wisata merupakan kegiatan yang dapat menghasilkan devisa dan sering

menyebabkan banyak dampak besar pada lingkungan dan pada cara hidup

masyarakat setempat.

Dalam pemaparan di atas dapat disimpulkan aktivitas wisata adalah sebuah

kegiatan yang sengaja dilakukan untuk kesenangan rohani maupun jasmani dengan

melakukan sebuah perjalanan atau melakukan aktivitas yang bukan merupakan

aktivitas sehari-sehari.

17

2.2.3 Tinjauan Tentang Pariwisata Spiritual

Istilah pariwisata spiritual memang nyaris membingungan dengan wisata

religi, yang dimana sebenarnya wisata spiritual dan religi sudah bedakan.Wisata

Religi lebih dekat kaitannya dengan keagamaan sedangkan wisata spiritual adalah

wisata yang mengikuti aktivitas spiritual tanpa pandang agama. Dalam Kamus

Besar Bahasa Indonesia edisi III (2001) yang dimaksud dengan spiritual adalah

berhubungan dengan atau bersifat kejiwaan (rohani dan bathin).

Menurut Pendit (1994) pengertian pariwisata spiritual adalah jenis

pariwisata yang banyak dikaitkan dengan sebuah keagamaan, adat istiadat dan

kepercayaan umat atau kelompok dalam masyarakat. Kemudian menurut Yoeti

(1985) pariwisata spiritual yaitu jenis pariwisata dimana tujuan perjalanan yang

dilakukan adalah untuk melihat atau menyaksikan upacara-upacara keagamaan dan

juga berzirah atau beribadah di sana. Jadi wisata spiritual jika di pandang secara

umum adalah sesuai dengan kegiatan wisata yang lainnya, hanya saja wisata

spiritual lebih mengacu ke hal-hal yang bersifat kerohanian seperti melakukan

meditasi, yoga, sembahyang dan mengikuti aktivitas spiritual yang di lakukan.

Spiritual tourism juga disebut meditation tourism yaitu pariwisata dimana

wisatawan diajak ke suatu tempat, umumnya tempat suci untuk melakukan

kegiatan meditasi. Menurut klasifikasi umum, spiritual tourism atau meditation

tourism dapat dimasukan ke salah satu bentuk cultural tourism, karena unsur

budaya sangat kental dalam kegiatan meditasi sama seperti wisatawan

mengunjungi sebuah pura juga termasuk cultural tourism. Dalam hal ini spiritual

merupakan jiwa dari kehidupan beragama sebagaimana eratnya hubungan nafas

dan raga, demikian juga adanya spiritualitas dengan agama. Spiritualitas pada

hakekatnya adalah pengalaman bahwa segala sesuatu yang hidup itu satu sifatnya,

18

satu kesatuan yang tidak dapat dipisahkan dan tidak dihinggapi rasa ragu

sedikitpun.

Pariwisata spiritual adalah perjalanan wisata yang dikaitkan dengan proses

peningkatan spiritual. Di Bali, perjalanan seperti ini disebut dengan tirtayatra.

Wisata spiritual juga dapat didefinisikan sebagai perjalanan wisata menuju

tempat-tempat suci untuk melaksanakan kegiatan spiritual berupa sembahyang,

yoga, semadhi, konsentrasi, dekonsentrasi dan istilah lainnya sesuai dengan

kepercayaan masing-masing (Dana, 2008 dalam Budiastawa, 2009).

2.2.4 Tinjauan Tentang Yoga

Kata yoga secara etimologi berasal dari bahasa Sansekerta yaitu dari akar

kata yuj yang berarti menghubungkan. Dalam pengertian lebih luas, yoga berarti

hubungan antara jiwa dengan roh universal yang disebut Tuhan (Brahma). Dalam

pengertian ini yoga merupakan suatu cara untuk mencapai suatu kesempurnaan

yaitu Dharma dan Moksa dengan memusatkan pikiran dengan Ida Sang Hyang

Widi Wasa (Tuhan Yang Maha Esa), sehingga secara perlahan-lahan akan dapat

membebaskan diri dari ikatan-ikatan keduniawian. Yoga juga adalah the living

science (ilmu tentang kehidupan) karena lampiran seluruh aspek kehidupan dapat

dikaitkan dengannya. Walaupun telah berumur ribuan tahun, yoga dirasakan tetap

sesuai dengan yang dipraktekan oleh masyarakat modern saat ini.

Saat ini, trend yang sedang terjadi adalah potensi spiritual seperti yoga,

meditasi atau sistem filsafat suatu kepercayaan tertentu dikembangkan menjadi

jenis wisata baru atau wisata minat khusus yaitu pariwisata spiritual. Meditasi ,

yoga, maupun sistem filsafat sisem kepercayaan merupakan bagian dari agama atau

sistem kepercayaan yang merupakan salah satu elemen budaya.

19

2.2.5 Tinjauan Tentang Produk Pariwisata

Menurut Kotler produk adalah segala sesuatu yang bisa ditawarkan kepada

pasar agar dapat diperhatikan, dipakai atau dikonsumsi sehingga mungkin

memuaskan kebutuhan atau keinginan. Sedangkan menurut Kotler dan Fox (dalam

Yoeti, 2002) memberikan batasan produk sebagai segala sesuatu yang ditawarkan

untuk menarik perhatian target pasar agar mengambil alih atau memiliki, memakai

atau mengkonsumsi, sehingga dapat memuaskan wisatawan tentang kebutuhan dan

keinginannya yang bermacam-macam. Termasuk dalam pengertian ini adalah

objek-objek wisata yang berwujud, program perjalanan, berbagai bentuk pelayanan

yang bersifat pribadi di tempat-tempat yang dipersiapkan organisasi yang dianggap

memiliki nilai dan manfaat bagi seorang wisatawan.

Produk wisata bukan merupakan sesuatu yang nyata, selain mempunyai

sifat ekonomis, juga mempunyai sifat sosial, psikologis dan alam, walaupun produk

ini sendiri besar dipengaruhi oleh tingkah laku ekonomi.Produk wisata juga bisa

sekumpulan produk yang dihasilkan oleh perusahaan-perusahaan yang memberi

pelayanan secara langsung kepada wisatawan.

Jadi, produk wisata merupakan rangkaian dari berbagai jasa yang terkait,

yaitu jasa yang dihasilkan berbagai perusahaan (segi ekonomis), jasa masyarakat

(segi sosial/psikologis) dan jasa alam.

a) Jasa yang disediakan oleh perusahaan antara lain jasa angkutan, penginapan,

pelayanan makanan dan minuman, jasa tour.

b) Jasa yang disediakan masyarakat dan pemerintah adalah berbagai prasarana

fasilitas umum, kemudahan, keramahtamahan, adat-istiadat, seni dan budaya.

c) Jasa yang disediakan alam antara lain, pemandangan alam, pegunungan, pantai,

goa alam, taman laut.

20

Banyak istilah yang menyebutkan rumusan dari produk industri pariwisata.

Ada yang menyebutkan rumusan dari produk industri pariwisata. Ada yang

menyebutkan sebagai produk wisata atau produk pariwisata. Namun istilah yang

sesuai digunakan adalah produk industri pariwisata, karena hanya industri yang

menghasilkan produk, sedangkan wisata dan pariwisata tidak.

2.2.6 Tinjauan Tentang The Elemen of Tourism Product

Menurut smith (1994) produk pariwisata terdiri dari lima elemen yang

digambarkan dalam bentuk lima lingkaran yang konsentris. Lima elemen tersebut

yaitu: (1) physical plant, (2) service, (3) hospitality, (4) freedom of choice, dan(5)

involvement. Inti dari produk pariwisata berupa elemen physical plant yang

kemudian secara berurutan dikelilingi oleh elemen service, hospitality, freedom of

choice dan involvement sebagai elemen pada lingkaran terluar. Urutan kelima

elemen tersebut dari inti lingkaran ke arah luar dapat menjelaskan hubungan

berikut, yaitu semakin menurunnya kontrol manajemen secara langsung,

sementara keterlibatan konsumen. Dalam hal ini wisatawan semakin intensif dan

bentuknya semakin abstrak, sehingga dapat menurunkan potensi tingkat

pengukuran secara empiris. Berikut disajikan pada gambar 2.1.

21

2.1 The Generic Tourism Product

PP : Physical Plant FC : Freedom of Choice

S : Service I : Involvement

H : Hospitality

Gambar 2.1 Elemen Produk Pariwisata

Sumber : Smith, 1994

Tingkat kepentingan dari masing-masing elemen sangat bervariasi

tergantung pada spesifikasi tipe produk pariwisata yang diobservasi, namun setiap

produk pariwisata merupakan jalinan dari kelima elemen tersebut. Dengan kata lain

keberhasilan sebuah produk pariwisata dalam memenuhi keinginan dan kebutuhan

wisatawan sangat tergantung pada sejauh mana masing-masing elemen tersebut

dikombinasikan untuk menghasilkan interaksi yang sinergis. Berikut penjelasan

dari bagian-bagian elemen produk pariwisata :

1. The physical plant

Inti dari beberapa produk pariwisata adalah rancangan fisik seperti sebuah

situs, sumber daya alam atau fasilitas seperti air terjun, alam liar atau resort. Ini

dapat juga berupa bangunan yang kokoh seperti hotel atau peralatan bergerak

22

seperti cruiseship. Rancangan fisik juga mengacu pada kondisi fisik lingkungan

seperti cuaca, kualitas air, kesesakan dan kondisi dari infrasuktur pariwisata, tanah,

air, bangunan , peralatan dan infrasuktur yang menyediakan sumber daya alam dan

budaya yang berdasarkan dari pariwisata. Rancangan fisik memiliki dampak yang

besar pada pengalaman para konsumen. Kualitas rancangan fisik dapat dinilai

dengan apakah desain dapat meningkatkan pengalaman pengguna, melindungi

lingkungan dan membuat produk yang diakses wisatawan dengan berbagai

kemampuan fisik dan batasannya gunn 1972 : Mace 1980 (dalam Smith).

2.Service

Service atau pelayanan merupakan sebuah desain dan penyedian dari

rancangan fisik namun hanya di awal. Rancangan fisik atau konsep memerlukan

masukan dari layanan untuk membuatnya berguna bagi wisatawan. Di dalam

konteks ini “service” (pelayanan) mengacu pada kinerja, tugas-tugas khusus yang

diperluan untuk memenuhi kebutuhan wisatawan seperti contoh :

a. Sebuah kebutuhan manajemen hotel seperti operasi meja depan (FO),

housekeeping, maintenance dan F&B ketentuannya berfungsi sebagai pelayanan

hotel.

b. Sebuah pesawat membutuhkan pramugari, penumpang dan layanan dari bandara

dan kontrol lalu lintas udara untuk meyediakan transportasi.

3. Hospitality

Clemmer (1991) (Smith ) menyatakan, konsumen hampir disetiap bidang

sekarang mengharapkan menambah pelayanan atau sesuatu extra. Harapan

sesuatu yang ekstra telah lama menjadi bagian dari pariwisata yaitu hospitality. Ini

adalah kepekaan terhadap tekanan- tekanan pada bisnis perjalanan, dorongan untuk

bermain bagi kesenangan wisatawan. Hospitality adalah ekspresi yang diterima

23

oleh penduduk setempat untuk wisatawan tiba di komunitas mereka. Misalnya

contoh, sementara service dari staf meja depan mengacu pada proses efisien tamu

hotel, hospitality perhotelan muncul ketika layanan ini dilakukan dengan senyum,

kehangatan dan kemauan untuk merespon kebutuhan lain dari tamu seperti

informasi di restoran lokal.

4. Freedom of Choice

Freedom of Choice atau kebebasan memilih mengacu pada kebutuhan

traveler yang memiliki beberapa rentang yang dapat diterima menjadi pilihan

dalam mencari pengalaman yang memuaskan. Tingkat kebebasan memilih akan

sangat bervariasi, tergantung pada apakah perjalanan adalah untuk kesenangan,

bisnis, masalah keluarga atau kombinasi. Ini bervariasi dengan anggaran

wisatawan, pengalaman sebelumnya, pengetahuan dan ketergantungan pada agen

perjalanan atau wisata dikemas. Seperti contoh Kebebasan untuk memilih sebuah

maskapai penerbangan, rute,mobil, hotel atau restoran. Ini dapat meningkatkan

sebuah sanse travelers bisnis control dan kepuasan dengan perjalanan.

5. Involvement

Involoment atau keterlibatan adalah sebuah pilihan dari banyaknya produk

layanan., Dalam hal ini kenyataan bahwa konsumen ikut berpartisipasi dalam

tingkat tertentu, dalam penyampaian jasa (Boom dan Bitner 1981: Fitzsimmons dan

Sullivan 1982: Normann 1984: Silpakit dan Fisk 1985 dalam Haq dkk). Hal ini

benar, juga, untuk produk-produk pariwisata. Dasar untuk sukses partisipasi

konsumen dalam memproduksi produk pariwisata adalah kombinasi dari rancangan

fisik, pelayanan yang baik, keramahan, dan kebebasan memilih. Unsur-unsur ini

mengatur panggung untuk keterlibatan fisik, intelektual, dan /atau emosional dalam

layanan perjalanan. Untuk pariwisata, keterlibatan bukan hanya partisipasi fisik

24

tetapi rasa keterlibatan, berfokus pada aktivitas baik untuk kesenangan atau bisnis.

Keterlibatan bagi wisatawan adalah kesenangan bermain atau bersantai

dengan cara yang secara pribadi memuaskan dan merasa cukup aman seperti bisa

tertidur di tepi kolam renang, berjalan-jalan di pantai atau memulai percakapan

dengan wisatawan lain atau lokal. Hal itu berarti memiliki akses ke kegiatan dan

program yang menangkap imajinasi, minat dan antusiasme dari peserta potensial.

Rasa keterlibatan menyebabkan waktu untuk lulus tanpa pemberitahuan, sebagai

turis mengeksplorasi dunia di sekitar, orang lain, atau respon mental dan emosional

sendiri untuk perjalanan. Keterlibatan, dikombinasikan dengan kebebasan memilih,

keramahan yang hangat, layanan yang kompeten dan pabrik fisik yang baik (yang

mencakup aksesibilitas, dapat diterima, kualitas lingkungan, cuaca baik dan jumlah

yang sesuai dari orang lain) hampir menjamin kualitas dan produk pariwisata yang

memuaskan.

2.2.7 Tinjauan Tentang Karakteristik Wisatawan

Karakteristik wisatawan atau profil wisatawan menurut Seaton dan

Bennet, 1996, (dalam Suwena dan Widyatmaja,2010) merupakan spesifik dari

jenis-jenis wisatawan yang berbeda yang berhubungan erat dengan kebiasaan,

permintaan dan kebutuhan mereka dalam melakukan sebuah perjalanan.

Wisatawan memang sangat beragam mulai dari yang tua muda, miskin kaya, asing,

domestik, berpengalaman atau tidak, semuanya ingin melakukan sebuah perjalanan

wisata dengan keinginan dan harapan yang berbeda, termasuk motivasi yang

melatarbelakangi perjalanan wisat khususnya wisata spiritual juga erat sebagai

cerminan karakteristik wisatawan terkait dengan tipelogi perjalanannya, sebagai

mana yang dipaparkan oleh Mckercher (dalam Budiastawa, 2009) mengklasifikasi

wisatawan dilihat dari tipologi wisatawan spiritual sebagai berikut.

25

1. Purposeful spiritual tourist, yaitu wisatawan yang pertumbuhan spiritual

pribadinya menjadi alasan utama berkunjung dan wisatawan ini memiliki minat

yang sangat kuat.

2. Sightseeing spiritual tourist, yaitu wisatawan yang pertumbuhan spiritual

pribadinya menjadi alasan utama berkunjung, namun pengalaman spiritualnya

rendah.

3. Casual spiritual tourist, yaitu wisatawan yang pertumbuhan spiritual individu

merupakan motivasi yang umum untuk juga memiliki pengalaman spiritual yang

rendah.

4. Incidental spiritual tourist, yaitu wisatawan yang menjadikan pertumbuhan

spiritual individu bukanlah unsur pengambilan keputusan berwisata, namun

dalam perjalanannya tidak sengaja menikmati liburan spiritual.

5. Serendipitous spiritual yaitu wisatawan yang menjadikan pertumbuhan spiritual

pribadi bukan sebagai unsur yang mempengaruhi keputusan berwisata,

melainkan untuk mendapatkan pengalaman spiritual mendalam setelah

perjalanan.

Gambaran mengenai karakteristik atau profil wisatawan dapat dibedakan

berdasarkan karakteristik perjalanannya (trip descriptor) dan karakteristik

wisatawannya (tourist descriptor).

1. Trip Descriptor, wisatawan dibagi ke dalam kelompok-kelompok

berdasarkan jenis perjalanan yang di lakukan. Secara umum jenis

perjalanan dibedakan menjadi perjalanan rekreasi, mengunjungi teman

atau keluarga, perjalanan bisnis dan kelompok perjalanan lainnya

(Seaton dan Bannet, 1996 dalam Suwena dan Widyatmaja (2010).

Smith, 1989 dalam Suwena dan Widyatmaja (2010) menambahkan jenis

26

perjalanan untuk kesehatan dan keagamaan di luar kelompok lainnya.

Lebih lanjut jenis-jenis perjalanan ini juga dibedakan lagi berdasarkan

lama perjalanan, jarak yang ditempuh, waktu melakukan perjalanan

tersebut, jenis akomodasi dan transportasi yang digunakan,

pengorganisasian perjalanan, besar pengeluaran dan lain-lain.

2. Tourist Descriptor, memfokuskan pada wisatawannya. Di dalam tourist

descriptor ada beberapa karakteristik yaitu sebagai berikut :

a. Karakteristik Sosio-Demografis

Termasuk dalam karakteristik sosio-demografis adalah

karakteristik berdasarkan jenis kelamin, umur, status perkawinan,

tingkat pendidikan, pekerjaan, kelas sosial, ukuran keluarga atau

jumlah anggota keluarga dan lain-lain.

b. Karakteristik Geografis

Karakteristik geografis membagi wisatawan berdasarkan

lokasi tempat tinggalnya wisatawan, biasanya dibedakan menjadi

desa-kota, provinsi, maupun negara asalnya. Pembagian ini lebih

lanjut dapat pula dikelompokkan berdasarkan ukuran (size) kota

tempat tinggal (kota kecil, menengah, besar/metropolitan),

kepadatan penduduk di kota tersebut dan lain-lain.

c. Karakteristik Psikografis

Karakteristik psikografis membagi wisatawan ke dalam

kelompok-kelompok berdasarkan kelas sosial, life-style dan

karakteristik personal. Wisatawan dalam kelompok demografis

yang sama mungkin memiliki profil psikografis yang sangat

berbeda (Smith, 1989 dalam Suwena dan Widyatmaja, 2010).

27

2.2.8 Konsep Motivasi

Menurut Pearce, Morrison, dan Rutledge (1998) dalam Yulie Reindrawati

(2010), motivasi adalah “the total network of biological and cultural forces that

give value and direction to travel choice behavior and experience”.Untuk dapat

memperoleh pengertian mengenai motivasi, berikut dapat kita lihat pendapat

beberapa ahli,yaitu: Sudirman, (2001) dalam Hayati, (2013) mengartikan motivasi

adalah suatu dorongan yang timbul dari dalam diri seorang menyebabkan orang

tersebut bertindak melakukan sesuatu tanpa disadari untuk mempengaruhi tingkah

laku seseorang agar ia tergerak hatinya untuk bertidak melakukan sesuatu sehingga

mencapai hasil atau tujuan tertentu. Purwanto, (2007) dalam hayati, (2013)

mengemukakan motivasi segala sesuatu yang mendorong seseorang untuk

bertindak melakukan sesuatu. Pada dasarnya seseorang melakukan perjalanan

dimotivasi oleh beberapa hal. Berikut teori motivasi oleh McIntosh dan Murphy

(dalam Pitana dan Gayatri, 2005 ) yaitu:

a) Physical or physiological motivation (motivasi yang berhubungan

dengan penyegaran tubuh dan pikiran, tujuan kesehatan, olahraga dan

bersenang-senang. Motivasi ini berhubungan dengan segala kegiatan

yang berfungsi mengurangi segala ketegangan.

b) Cultural motivation (motivasi budaya), yaitu keinginan untuk

mengetahui budaya daerah lain baik itu tari-tariannya, cara berpakaian,

music, kesenian, cerita rakyat, dan sebagainya. Termasuk juga

ketertarikan akan berbagai objek tinggalan budaya (banggunan

bersejarah).

c) Social motivation atau interpersonal motivation (motivasi yang

bersifat sosial), adalah keinginan untuk bertemu dengan orang-orang

28

baru, mengunjungi teman dan keluarga jauh, dan mencari pengalaman

baru yang berbeda. Berwisata dengan tujuan untuk melepaskan diri

dari hubungan yang rutin dengan para teman dan tetangga di mana

mereka berasal atau pelarian dari situasi-situasi yang membosankan

dan sebagainya.

d) Status and Prestige Motivation yaitu motivasi untuk memperoleh

status dan prestise, termasuk di dalamnya keinginan untuk mengenyam

pendidikan berkelanjutan (contoh : pengembangan diri, pemenuhan

ambisi). Motivasi-motivasi ini dikaitkan dengan keinginan seseorang

agar mereka dihargai, dihormati dan dikagumi dalam rangka

memenuhi ambisi pribadi.

Motivasi perjalanan seseorang dipengaruhi oleh faktor internal (intrinsic

motivation) dan factor eksternal (extrinsic motivation). Secara intrinsik, motivasi

terbentuk karena adanya kebutuhan dan keinginan dari manusia itu sendiri, sesuai

dengan teori hierarki kebutuhan Maslow. Konsep Maslow tentang hierarki

kebutuhan dimulai dari kebutuhan fisiologis kebutuhan keamanan, kebutuhan

sosial, kebutuhan pretise, dan kebutuhan akan aktualisasi diri. Sedangkan motivasi

ekstrinsik adalah motivasi yang terbentuk dipengaruhi oleh faktor-faktor eksternal,

seperti norma sosial, pengaruh atau tekanan keluarga dan situasi lingkungan sekitar

yang terinternalisasi dan kemudian berkembang menjadi kebutuhan psikologis,

(Suwena, 2010).

Motivasi yang tergolong dalam motivasi wisatawan spiritual adalah adalah

seseorang yang mengunjungi tempat di luar dia biasa berada, dengan keinginan

untuk mencari pertumbuhan spiritual, yang bersifat religius, non-religius, sakral

ataupun sekedar mencari pengalaman tanpa memperhitungkan tujuan utama

29

melakukan perjalanan (Haq dan Jackson ,2006 dalam Budiastawa, 2009). Disini

berarti bahwa atraksi wisata yang tercakup didalamnya dapat meliputi perjalanan

spiritual, spa treatment, yoga retreat, perjalanan ke tempat yang disucikan,

menerima pijat kuno dan sebagainya. Dengan melihat ragam aktivitas yang dapat

dilakukan dalam aktivitas pariwisata spiritual, maka dapat dikatakan bahwa

spiritual tourism mirip dengan wellness tourism atau pariwisata kesehatan,

sebagaimana istilah yang mengutamakan keseimbangan kesehatan tubuh, mental

dan jiwa. Adapun aktivitas yang dilakukan untuk mencapai hal tersebut dapat

berupa yoga retreat, spa, massage, klinik dan sebagainya (Smith dan Kelly, 2006

dalam Budiastawa, 2009).

Moutinho (1994), menjelaskan bahwa ada beberapa faktor motivasi yang

sama dengan yang dirasakan oleh para wisatawan yang melakukan perjalanan

wisata spiritual. Moutinho juga menjelaskan bahwa bahwa faktor internal dan

faktor eksternal sangatlah mempengaruhi pengambilan keputusan pembelian yang

ingin melakukan perjalanan wisata spiritual. Adapun faktor-faktor tersebut

diantaranya :

1. Culture and Sub Culture adalah hal ini berkaitan dengan keinginan dari

dalam diri seseorang untuk menambah pengetahuan tentang keunikan

budaya, aliran, ajaran dari aktivitas wisata spiritual. Selain berasal dari diri

wisatawan, budaya yang dimaksud juga sebagai faktor lingkungan dimana

wisatawan itu berasal sebagai faktor eksternal, seperti, agama, hukum adat

dan lainnya.

2. Family role and Influence merupakan keinginan untuk melakukan aktivitas

wisata spiritual yang dipengaruhi oleh peranan keluarga.

30

3. Referense Group merupakan dorongan untuk melakukan aktivitas wisata

spiritual yang dipengaruhi oleh perkumpulan orang-orang yang memiliki

ketertarikan yang sama yaitu wisata spiritual.

Dyson, Goble, & Forman, 2003 dan Kale, 2004 (Haq, Farooq & Jackson

Jon,2006) menyimpulkan bahwa orang mempunyai keinginan untuk melakukan

akvitas wisata spiritual sangatlah dipengaruhi oleh pengaruh internal yang disebut

dengan rasa. Ada empat rasa yang dijelaskan diantaranya : (1) sense of inner self

/rasa batin (2) sense of meaning/rasa makna (3) sense of interconnectedness/rasa

ketertarikan dan (4) a notion of the beyond or God/gagasan dari sekitar atau tuhan.

Menurut Waren, Abercrombie, & Berl 1989 and Legoherel, 1998 (Haq,

Farooq & Jackson Jon,2006) bahwa dalam melakukan kegiatan wisata spiritual

sangatlah dipengaruhi oleh biaya atau harga (cost of spiritual product).

Sedangkan berdasarkan atas observasi dan wawancara awal dengan salah

satu pendahulu atau praktisi spiritual yaitu I Ketut Arsana yang juga sebagai

pemilik Ubud Bodywork Centre dan Ashram Munivara di Ubud, yang menjelaskan

“jadi kalau berbicara tentang wisatawan yang melakukan spiritual atau yoga

kesini, itu berdasarkan dari keyakinan diri untuk menjadi lebih sehat, tenang,

harmony, bahagia dan happy. Hal itulah sebenarnya manfaat dari yoga itu

sendiri”.

Berdasarkan atas beberapa pendapat ahli di atas, diperoleh inti sari dari

motivasi wisatawan yang melakukan aktivitas pariwisata spiritual yang

digolongkan menjadi dua garis besar yaitu :

1. Intrinsik motivation :

a. Sense of Interconektednest

b. Sense of Meaning

31

c. Culture & Sub Culture

d. Self Belive

2. Ekstrinsik motivation :

a. Cost of Spiritual Product

b. Family role and Influence

c. Referense group/Influence

d. Culture

2.2.9 Tinjauan Tentang Tipologi Wisatawan

Wisatawan dapat diklasifikasikan dengan menggunakan berbagai dasar.

Pada prinsipnya dasar-dasar klasifikasi tersebut dapat dikelompokkan atas dua,

yaitu dasar interaksi dan atas dasar kognitif normative (Murphy, 1985 dalam Pitana

2009). Pada tipologi atas dasar interaksi, penekanannya adalah sifat-sifat interaksi

antara wisatawan dengan masyarakat local, sedangkan tipologi atas dasar

kognitif-normatif lebih menekankan pada motivasi yang melatarbelakangi

perjalanan.

Cohen (1972) dalam Pitana dan Gayatri 2005, mengklasifikasikan

wisatawan atas dasar tingkat familiarisasi dari daerah yang akan dikunjungi, serta

tingkat pengorganisasian perjalanan wisatanya. Atas dasar ini Cohen

menggolongkan wisatawan menjadi empat, yaitu:

1. Drifter, yaitu wisatawan yang ingin mengunjungi daerah yang sama

sekali belum diketahuinya, yang bepergian dalam jumlah kecil.

2. Explorer, yaitu wisatawan yang melakukan perjalanan dengan mengatur

perjalanannya sendiri, tidak mau mengikuti jalan-jalan wisata yang

sudah umum melainkan mencari hal yang tidak umum (off the beaten

32

track). Wisatawan seperti ini bersedia memanfaatkan fasilitas dengan

standar lokal dan interaksinya dengan masyarakat lokal juga tinggi.

3. Individual Mass Tourist, yaitu wisatawan yang menyerahkan

pengaturan perjalanannya kepada agen perjalanan, dan mengunjungi

daerah tujuan wisata yang sudah terkenal.

4. Organized-Mass Tourist, yaitu wisatawan yang hanya mau

mengunjungi daerah tujuan wisata yang sudah dikenal, dengan fasilitas

seperti yang dapat ditemuinya di tempat tinggalnya, dan perjalanannya

selalu dipandu oleh pemandu wisata. Wisatawan seperti sangat

terkungkung oleh apa yang disebut sebagai environmental bubble.

Cohen (1979) dalam Pitana dan Gayatri 2005, dalam tulisannya yang lain

membedakan wisatawan ke dalam kelompok (1) modern pilgrimage (ziarah

modern) dan (2) search for pleasure (mencari kesenangan). Cohen memendang

bahwa centre bagi seseorang dapat berupa spiritual centre maupun cultural centre,

di mana orang tersebut mencari makna. Makna ini tidak dapat ditemukan di tempat

tinggalnya, melainkan dapat ditemukan didalam perjalanan. Atas dasar fenologi hal

tersebut, Cohen dalam Pitana dan Gayatri 2005,membedakan wisatawan menjadi

antara lain sebagai berikut :

1. Existensial, yaitu wisatawan yang meninggalkan kehidupan sehari-hari

dan mencari ‘pelarian’ untuk mengembangkan kebutuhan spiritual.

Mereka dapat bergabung secara intensif dengan masyarakat lokal.

2. Experimental, yaitu wisatawan yang mencari gaya hidup yang berbeda

dengan selama ini yang dilakoninya, dengan cara mengikuti pola hidup

masyarakat yang dikunjungi. Wisatawan seperti ini secara langsung

terasimilasi ke dalam kehiduan masyarakat lokal.

33

3. Experiential, yaitu wisatawan yang mencari makna pada kehidupan

masyarakat lokal, dan menikmati keaslian kehidupan lokal/tradisonal.

4. Diversionary, yaitu wisatawan yang mencari pelarian dari kehidupan

rutin yang membosankan. Mereka mencari fasilitas rekreasi, dan

memerlukan fasilitas yang berstandar internasional.

5. Recreational, yaitu wisatawan yang melakukan perjalanan wisata

sebagai bagian dari usaha menghibur diri atau rekreasi, untuk

memulihkan kembali semangat (fisik dan mentalnya). Mereka mencari

lingkungan yang menyenangkan, umumnya tidak mementingkan

keaslian.

Wisatawan Existensial, Experimental, dan Experiential termasuk kedalam modern

pilgrimage, sedangkan Diversionary dan Recreational termasuk kedalam tipe

search for pleasure.

2.3 Kerangka Pemikiran

Perkembangan pariwisata spiritual saat ini sudah menjadi tren khususnya

dikalangan wisatawan yang mempunyai minat khusus. Seiring dengan banyaknya

jumlah permintaan akan melakukan aktivitas pariwisata spiritual, bisnis yang

sedang memasuki tren saat ini adalah bisnis penyedia jasa pariwisata spiritual.

Banyak usaha jasa pariwisata spiritual yang berkembang dengan gaya (style)

produk yang sesuai dengan aliran yang diajarkan. Kaitannya dengan usaha

pariwisata setiap produk selalu membutuhkan konsumen, yang dimana konsumen

dalam usaha jasa pariwisata spiritual adalah wisatawan yang memiliki tujuan minat

khusus yaitu spiritual. Dalam penelitian ini peneliti melakukan studi eksplorasi

yang dapat diartikan penyelidikan, penjelajahan lapangan dengan tujuan

memperoleh pengetahuan lebih banyak mengenai segala sesuatu yang terdapat di

34

tempat penelitian (Tim Penyusun Kamus Pusat Pembinaan dan Pengembangan

Bahasa, 1998). Penelitian ini mengeksplorasi dari dua sisi, yaitu dari sisi produk

yang ditawarkan dan sisi wisatawan yang melakukan aktivitas pariwisata spiritual

di Ubud Bodywork Centre dan Yoga Barn. Adapun kerangka pemikiran peneliti

dituangkan dalam gambar 2.2.

Gambar 2.2 Skema Kerangka Pemikiran

Tipologi :

Drifter

Eksplorer

Individual Mass Tourist

Organized- Mass Tourist

Motivasi :

Intrinsik

Ektrinsik

Karakteristik :

Negara asal

Jenis Kelamin

Umur

Pekerjaan

Pendidikan terakhir

Wisatawan

Elemen Produk :

Phisical Plant

Service

Hospitality

Freedom of Choice

Involvement

Produk

Tujuan :

Mengetahui elemen produk pariwisata spiritual di Ubud

Bodywork Centre & Yoga Barn

Mengetahui karakteristik, motivasi & tipologi wisatawan

Studi Eksplorasi Pariwisata Spiritual di Ubud

Bodywork Centre & Yoga Barn

Sumber : Hasil Olahan Peneliti, 2016