bentuk keterikatan masyarakat terhadap lingkungan di

20
Bentuk Keterikatan Masyarakat Terhadap Lingkungan di Bantaran Ci Liwung, Jakarta Fajar Winarsih, Triarko Nurlambang, Tuty Handayani Geografi, FMIPA Universitas Indonesia [email protected] Abstrak Skripsi ini meneliti tentang bentuk keterikatan tempat sebagai hasil dari hubungan antara stategi hidup masyarakat bantaran dengan Program Normalisasi dan Sodetan yang akan dilaksanakan di Bantaran Ci Liwung Jakarta dengan membagi daerah penelitian menjadi 3 kelas, yaitu rentan, sedang dan tidak rentan. Penelitian ini adalah penelitian kualitatif dengan analisis deskriptif korelatif dan analisis life history. Hasil penelitian menunjukkan bahwa secara umum, semakin rentan satu daerah, semakin tinggi hubungan keterikatan dengan lingkungan tempat tinggalnya. Bentuk keterikatan yang ditemukan di daerah rentan yaitu emotional, daerah sedang adalah emotional dan daerah tidak rentan adalah behavioural dan cognitive. Type of Place Attachment to the Environment of Ci Liwung Flood Plain in Jakarta Abstract This study examines the type of place attachment in the Ci Liwung riverbank population as a result of relationship between the people’s living strategy with river normalization and diversion program in Jakarta’s segment of Ci Liwung riverbank. The study area is divided into three classes, namely vulnerable, moderately vulnerable, and invulnerable. This is a qualitative study with descriptive correlative analysis and life-history analysis. The results show that generally, the more vulnerable the area, the higher the attachment to the neighbourhood will be. Type of attachment found in vulnerable areas is emotional, and in moderately vulnerable and invulnerable areas is either behavioural or cognitive. Keyword: place attachment, Ci Liwung riverbank, channel normalization, river diversion Pendahuluan Warga Bantaran Ci Liwung menolak relokasi. Penolakan ini menjadi isu yang gencar diberitakan seiring terjadinya banjir di Kota Jakarta pada awal tahun 2014. Tidak hanya di Bantaran Ci Liwung, masalah yang serupa juga terjadi di beberapa wilayah di Jakarta yang menjadi wilayah sasaran pembangunan yang menyebabkan masyarakat direlokasi ke wilayah tertentu. Bantaran Ci Liwung merupakan daerah yang setiap tahunnya selalu terkena banjir akibar dari meluapnya Ci Liwung sebagai dampak dari tingginya hujan yang terjadi di daerah Puncak, Bogor dan sekitarnya. Banjir yang secara teori dikategorikan sebagai shock, saat ini Bentuk keterikatan masyarakat..., Fajar Winarsih, FMIPA UI, 2014

Upload: others

Post on 10-Nov-2021

2 views

Category:

Documents


0 download

TRANSCRIPT

Page 1: Bentuk Keterikatan Masyarakat Terhadap Lingkungan di

Bentuk Keterikatan Masyarakat Terhadap Lingkungan di Bantaran

Ci Liwung, Jakarta

Fajar Winarsih, Triarko Nurlambang, Tuty Handayani

Geografi, FMIPA Universitas Indonesia

[email protected]

Abstrak

Skripsi ini meneliti tentang bentuk keterikatan tempat sebagai hasil dari hubungan antara stategi hidup masyarakat bantaran dengan Program Normalisasi dan Sodetan yang akan dilaksanakan di Bantaran Ci Liwung Jakarta dengan membagi daerah penelitian menjadi 3 kelas, yaitu rentan, sedang dan tidak rentan. Penelitian ini adalah penelitian kualitatif dengan analisis deskriptif korelatif dan analisis life history. Hasil penelitian menunjukkan bahwa secara umum, semakin rentan satu daerah, semakin tinggi hubungan keterikatan dengan lingkungan tempat tinggalnya. Bentuk keterikatan yang ditemukan di daerah rentan yaitu emotional, daerah sedang adalah emotional dan daerah tidak rentan adalah behavioural dan cognitive.

Type of Place Attachment to the Environment of Ci Liwung Flood Plain in Jakarta

Abstract

This study examines the type of place attachment in the Ci Liwung riverbank population as a result of relationship between the people’s living strategy with river normalization and diversion program in Jakarta’s segment of Ci Liwung riverbank. The study area is divided into three classes, namely vulnerable, moderately vulnerable, and invulnerable. This is a qualitative study with descriptive correlative analysis and life-history analysis. The results show that generally, the more vulnerable the area, the higher the attachment to the neighbourhood will be. Type of attachment found in vulnerable areas is emotional, and in moderately vulnerable and invulnerable areas is either behavioural or cognitive.

Keyword: place attachment, Ci Liwung riverbank, channel normalization, river diversion

Pendahuluan

Warga Bantaran Ci Liwung menolak relokasi. Penolakan ini menjadi isu yang gencar diberitakan seiring terjadinya banjir di Kota Jakarta pada awal tahun 2014. Tidak hanya di Bantaran Ci Liwung, masalah yang serupa juga terjadi di beberapa wilayah di Jakarta yang menjadi wilayah sasaran pembangunan yang menyebabkan masyarakat direlokasi ke wilayah tertentu. Bantaran Ci Liwung merupakan daerah yang setiap tahunnya selalu terkena banjir akibar dari meluapnya Ci Liwung sebagai dampak dari tingginya hujan yang terjadi di daerah Puncak, Bogor dan sekitarnya. Banjir yang secara teori dikategorikan sebagai shock, saat ini

Bentuk keterikatan masyarakat..., Fajar Winarsih, FMIPA UI, 2014

Page 2: Bentuk Keterikatan Masyarakat Terhadap Lingkungan di

sudah berubah sifatnya menjadi stress. Selain banjir, daerah bantaran juga identik dengan daerah permukiman kumuh.

Saat ini, masyarakat Bantaran Ci Liwung dihadapkan pada pelaksanaan program Normalisasi dan Sudetan Ci Liwung yang menyebabkan dipindahkannya masyarakat tersebut ke rumah susun. Bagi masyarakat, ini merupakan pengalaman baru, karena secara jelas mereka diminta untuk meninggalkan lokasi yang selama puluhan tahun mereka tempati. Reaksi kemudian muncul, baik itu dari pihak yang terdampak maupun dari pihak yang tidak terdampak.

Bagi masyarakat di bantaran sungai yang merupakan golongan menengah kebawah, rumah tidak hanya sebagai tempat bermukim, namun juga sebagai tempat kerja mereka. Sektor-sektor informal muncul di daerah permukiman seperti: warung kelontong, usaha menjahit, bengkel, tempat memproduksi barang, salon kecantikan dan lain sebagainya. Rumah menjadi suatu nilai ekonomis dengan aktivitas ekonomi. Saat ini, rumah seharusnya tidak lagi hanya dipandang sebagai sebuah benda yang bersifat pasif, namun sebagai kata kerja yang menggambarkan aktivitas dan pergerakan penghuninya (Turner, 1972: hal. 154).

Permasalahan mengenai Ci Liwung sudah merupakan permasalahan klasik yang bisa memungkinkan munculnya resistensi warga. Tingkat kerentanan masyarakat di bantaran sungai tergolong sangat tinggi disebabkan oleh kondisi aset finansial, ketidakpastian penghasilan dan ketidakpastian mata pencaharian. Selain aset finansial, kerentanan ini muncul juga karena minimnya aset fisik seperti status kepemilikan lahan yang akan hilang apabila terjadi penggusuran (Muhtar dkk, 2012: 39). Penduduk yang tinggal di wilayah Bantaran Ci Liwung sebagian besar adalah masyarakat rasional yang sangat berorientasi pada ekonomi terutama untuk pemenuhan konsumsi keluarga. Penelitian yang dilakukan oleh Muhtar dkk mengenai Rapid Assessment DA Ci Liwung di Kelurahan Manggarai dan Kelurahan Kampung Melayu (2012: 21) menunjukkan beberapa sebab digunakannya bantaran sungai sebagai tempat tinggal antara lain: tersedianya air untuk usaha perekonomian, tempat buang limbah yang luas. Penduduk di bantaran sungai sendiri menganggap bahwa banjir merupakan bagian dinamika hidup tahunan yang harus diterima sebagai konsekuensi (Laporan Jurnalistik Kompas, 2009).

Tinjauan Teoritis

Teori Keterikatan Tempat

Tempat merupakan kombinasi dari 3 atribut, yaitu lokasi, kondisi fisik dan sense of place

yang mana didalamnya mengandung unsur budaya, sosial dan hubungan antar individu

(Agnew, 1987 dalam Harris, 2011; Hashem dkk, 2013). Munculnya hubungan keterikatan

tempat adalah karena adanya rasa kepemilikan manusia terhadap suatu tempat. Keterikatan

tempat tergambar dalam aktivitas, perasaan, pengetahuan, keyakinan dan perilaku.

Bentuk keterikatan masyarakat..., Fajar Winarsih, FMIPA UI, 2014

Page 3: Bentuk Keterikatan Masyarakat Terhadap Lingkungan di

Keterikatan tempat merupakan sebuah simbol yang menunjukkan hubungan emosional suatu

tempat dengan manusia yang ditunjukkan dengan anggapan bahwa suatu tempat itu memiliki

arti yang dalam (Low dan Altman, 1992; Stedman, 2003 dalam Hashem dkk, 2013). Semakin

terikat suatu individu dengan lingkungan, semakin peduli mereka, hal tersebut dapat terlihat

dari aktivitas, keyakinan dan perilaku mereka di dalam lingkungan tempat tinggalnya.

Hubungan keterikatan akan berkembang dengan atau tanpa disadari, tergantung bagaimana

manusia menilainya (Brown & Perkins, 1992 dalam Hashem dkk, 2013). Keterikatan tempat

merujuk pada ikatan positif secara emosi dan fungsi antara tempat dan manusia yang

dihasilkan dalam skala spasial yang berbeda-beda dan menghasilkan variasi hubungan

berdasarkan faktor spasial, lingkungan dan manusia.

Interaksi manusia dengan suatu tempat terdiri dari 3 dimensi, yaitu cognitive, behavioural dan

emotional. Berikut tabel ketiga dimensi tersebut:

Tabel 1. Hubungan yang Dihasilkan dari Interaksi Manusia dengan Lingkungan

Strategi Penghidupan (Strategi Hidup)

Menurut Crow (1989, dalam Wisdaningtyas, 2011), Pengertian strategi adalah seperangkat

pilihan diantara berbagai alternatif yang ada. Konsep strategi ini pada prakteknya di dalam

kehidupan bermasyarakat, mempertimbangakan nilai untung rugi yang nantinya akan

diperoleh. Lebih lanjut, menurut Dharmawan (1993, dalam Wisdaningtyas, 2011), terdapat

tiga tahapan strategi yang dijalankan rumah tangga berdasarkan lapisan sosialnya, yaitu :

1. Strategi Bertahan Hidup adalah strategi minimal yang dilakukan seseorang untuk

mempertahankan hidup. strategi ini dilakukan denga berbagai cara oleh berbagai

Bentuk keterikatan masyarakat..., Fajar Winarsih, FMIPA UI, 2014

Page 4: Bentuk Keterikatan Masyarakat Terhadap Lingkungan di

lapisan (atas, menengah, bawah) untuk dapat bertahan hidup. artinya, semua hasil

yang diperolah digunakan untuk memenuhi kebuthan pangan.

2. Strategi Konsolidasi adalah strategi yang berisi aksi-aksi tindakan seseorang yang

telah melewati tingkat keamanan dari sekedar bertahan hidup. Strategi ini digunakan

sebagai langkah untuk memantapkan posisi rumah tangga secara lebih aman dalam

jaminan nafkah. Strategi konsolidasi dilakukan dengan memiliki pekerjaan sampingan

untuk memperoleh penghasilan tambahan.

3. Strategi Akumulasi merupakan bentuk strategi yang dijalankan dengan

mengumpulkan berbagai aset atau kekayaan untuk tujuan tertentu.

Strategi hidup terbentuk karena adanya kombinasi antara aset yang dimiliki rumah tangga dan

faktor ketersediaan lapangan pekerjaan di daerah perkotaan. Strategi hidup hanya bisa dilihat

dari individu atau rumah tangga. Hal ini karena masing-masing individu atau rumah tangga

memiliki strategi hidup dan kondisi modal hidup yang berbeda-beda. Berikut ini adalah

beberapa strategi hidup yang mungkin dilakukan oleh masyarakat miskin di perkotaan :

Tabel 2. Strategi Hidup Masyarakat Miskin Perkotaan

Faktor Kerentanan

Kerentanan adalah kondisi mudah terdampak shock dan stress atau sebuah kondisi sulit untuk

mengatasi shock dan stress yang muncul. Kerentanan merupakan suatu kondisi yang melekat

dan dirasakan seseorang dan lingkungan yang ditinjau dari berbagai aspek yaitu sosial,

ekonomi, lingkungan terbangun dan program dimana besar-kecilnya kondisi yang dirasakan

oleh seseorang terhadap berbagai aspek tersebut akan dapat mempengaruhi pilihan sesorang

untuk menetap ataupun pindah dari lokasi rawan tersebut (Himbawan, 2010). Kerentanan

memiliki dua sisi, yaitu kerentanan eksternal dan kerentanan internal.

Bentuk keterikatan masyarakat..., Fajar Winarsih, FMIPA UI, 2014

Page 5: Bentuk Keterikatan Masyarakat Terhadap Lingkungan di

a. Kerentanan Eksternal

Kerentanan eksternal merupakan sisi eksternal dari faktor resiko, shock dan stress

yang mana individu dan atau rumah tangga sebagai subjeknya (Chamber, 1989 dalam

Satge, 2002). Kerentanan ini terdiri atas dan stress shock. Shock adalah suatu kejadian

jangka pendek yang dapat mempengaruhi kehidupan masyarakat. Sedangkan stress

merupakan tren jangka panjang yang bisa mengurangi atau mengganggu potensi suatu

masyarakat.

Tabel 3. Beberapa Kejadian Shock dan Stress

b. Kerentanan Internal

Kerentanan internal erat kaitannya dengan status sosial dan ekonomi individu atau

rumah tangga dalam suatu masyarakat. Masyarakat rentan berarti masyarakat yang

lemah secara ekonomi, atau dalam penelitian ini, yang dimaksud dengan masyarakat

rentan adalah masyarakat dengan status ekonomi menengah ke bawah yang bekerja di

sektor informal dengan pendapatan tidak tetap dan atau status pekerjaan yang tidak

tetap pula.

Metode Penelitian

Pengumpulan Data

Penelitian ini terdiri atas 2 jenis data, yaitu data primer dan data sekunder. Data primer

diambil dengan cara wawancara secara mendalam degan informan, observasi lapangan dan

dokumentasi lapangan. Data sekunder diperoleh dari beberapa instansi terkait seperti BPN

(Badan Pertanahan Nasional) untuk data penggunaah tanah, BBWSCC (Balai Besar Wilayah

Sungai Ciliwung-Cisadane) Kementerian PU (Pekerjaan Umum) untuk data rencana trase

untuk program Normalisasi dan Sudetan Ci Liwung dan P2T (Panitian Pengadaan Tanah)

sebagai panitia pelaksana pembebasan tanah. Metode pengambilan sampel dalam penelitian

Bentuk keterikatan masyarakat..., Fajar Winarsih, FMIPA UI, 2014

Page 6: Bentuk Keterikatan Masyarakat Terhadap Lingkungan di

ini menggunakan sampling method multi stages yang terdiri dari tahap overlay peta untuk

memperoleh sampel daerah penelitian yang kemudian diklasifikasian menjadi 3 kelas, yaitu

rentan, sedang dan tidak rentan berdasarkan kejadian banjir, dan kondisi permukiman di

bantaran Ci Liwung.

Selanjutnya, informan didapatkan dengan teknik snowball sampling untuk diwawancara

secara mendalam. Selanjutnya, penentuan informan secara accidental interview dilakukan

sebagai informasi pembanding dengan informan yang diambil dengan snowball sampling.

Kedua informasi tersebut kemudian dibandingkan lagi dengan informasi dari pihak kelurahan

setempat dan pihak pemerintah sebagai pelaksana program Normalisasi dan Sudetan Ci

Liwung.

Pengolahan Data

Data diolah dengan menggunakan software ArcGis untuk memperoleh sampel daerah

penelitian yang diklasifikasikan menjadi 3 kelas. Selanjutnya dilakukan triangulasi sumber,

yaitu pembandingan informasi dari warga, tokoh masyarakat dan pemerintah agar diperoleh

informasi yang berasal dari tiga sudut pandang. Informasi tersebut kemudian dikategorikan

berdasarkan karakteristik sosial-ekonomi dan fisik di daerah penelitian.

Daerah penelitian dalam penelitian ini dibagi menajdi 3 kelas, yaitu rentan, sedang dan

tidak rentan. Secara administratif, daerah rentan berada di Kelurahan Kampung Melayu

(Kampung Pulo dan Tanah Rendah) dan Keluraha Bukit Duri. Daerah sedang berada di

Kelurahan Bidara Cina dan daerah tidak rentan berada di Kelurahan Rawajati. Namun, dalam

penelitian ini, pembahasannya berdasarkan 3 kelas kerentanan sebagai unit analisis, bukan

berdasarkan batas administrasi.

Analisis Data

Penelitian ini merupakan penelitian kualitatif-deskriptif dengan pendekatan keruangan, yaitu

dengan menjelaskan situasi dan kejadian yang sudah berlangsung dan membuat korelasinya.

Analisis yang digunakan adalah analisis korelasi,yang bertujuan untuk mengetahui sejauh

mana hubungan antar variabel yang diteliti. Hasil yang diperoleh adalah taraf atau tingkatan

hubungan, bukan ada-tidaknya hubungan (Suharsimi, 2005 dalam Sulipan). Tingkatan

hubungan tersebut dinyatakan dalam bentuk keterikatan yang terdiri atas 3 kelas, yaitu

cognitive, behavioral dan emotional (Hashem dkk, 2013).

Bentuk keterikatan masyarakat..., Fajar Winarsih, FMIPA UI, 2014

Page 7: Bentuk Keterikatan Masyarakat Terhadap Lingkungan di

Selain itu, akan dilakukan analisis life history untuk memperolah pandangan, interpretasi

dan penglihatan warga mengenai gejala-gejala sosial, ekonomi dan fisik di lingkungan tempat

tinggalnya. Hasil yang diperolah dari analisis ini adalah strategi hidup sebagai hasil dari

akumulasi pengalaman atas kejadian banjir di Bantaran Ci Liwung.

Hasil Penelitian

Ikatan Sosial, Ekonomi dan Fisik Masyarakat

Ikatan ekonomi berkaitan dengan seberapa terikat atau tergantungnya mereka dengan

kedekatannya dengan lokasi kerja. Masyarakat kalangan menengah ke bawah yang umumnya

menempati daerah bantaran sungai adalah bukan karena mereka memang ingin menempati daerah

tersebut. Seperti yang terjadi di Kelurahan Kampung Melayu. Selanjutnya mengenai ikatan fisik,

yaitu ketergantungan masyarakat dalam memanfaatkan sungai dan fasilitas umum yang ada di

sekitar tempat tinggalnya.

Tabel 4. Hubungan Sosial, Ekonomi dan Fisik Masyarakat Bantaran Ci Liwung di

Daerah Penelitian

Bentuk keterikatan masyarakat..., Fajar Winarsih, FMIPA UI, 2014

Page 8: Bentuk Keterikatan Masyarakat Terhadap Lingkungan di

Bentuk keterikatan masyarakat..., Fajar Winarsih, FMIPA UI, 2014

Page 9: Bentuk Keterikatan Masyarakat Terhadap Lingkungan di

Bentuk keterikatan masyarakat..., Fajar Winarsih, FMIPA UI, 2014

Page 10: Bentuk Keterikatan Masyarakat Terhadap Lingkungan di

Strategi Hidup

Strategi Hidup dalam penelitian ini dibagi menjadi tiga, yaitu Strategi Bertahan Hidup,

Strategi Konsolidasi dan Strategi Akumulasi. Ketiga strategi tersebut dapat terlihat jelas

dalam kehidupan masyarakat sehari-hari. Terkait dengan kejadian banjir di Bantaran Ci

Liwung, warga sudah bukan lagi berada pada tahap adaptasi, namun sudah pada tahap

penyusunan strategi hidup. Mereka mampu memperkirakan kapan bencana banjir akan terjadi

dan berapa kira-kira tinggi air yang akan datang. Pada titik ini, mereka sudah siap

menghadapi banjir.

Gambar 1. Tahapan Strategi Rumah Tangga di Bantaran Ci Liwung

Bentuk keterikatan masyarakat..., Fajar Winarsih, FMIPA UI, 2014

Page 11: Bentuk Keterikatan Masyarakat Terhadap Lingkungan di

a. Strategi Hidup Rumah Tangga I di Daerah Rentan

Keluarga Usman menganggap banjir adalah suatu hal yang sudah biasa. Pada banjir

tahun ini, Usman sekeluarga mengungsi di Gelanggang Olahraga di Kampung

Melayu. Pekerjaan Usman sehari-hari adalah berjualan bakso. pekerjaan ini sudah

dijalaninya semenjak ia masih muda. Ia tidak berjualan berkeliling, namun hanya

membuka gerobaknya di depan rumah, dan jam 12.00 nanti ia akan pindah ke gang di

belakang rumah. Itulah aktivitas yang dilakukan Usman sehari-hari. Hasil dari

berjualan bakso ini cukup untuk sekedar makan dan membeli bahan untuk berdagang

selanjutnya.

Banjir yang datang tahun ini adalah yang paling lama diantaranya deretan kejadian

banjir yang pernah dialami Usman. Kejadian banjir tahun ini membuat Usman

kehilangan mata pencaharian satu-satunya, yaitu berdagang bakso. Skill yang dimiliki

Usman hanya membuat bakso. Selama lebih dari satu bulan, Usman menganggur. Ia

dan keluarga hanya mengandalkan sumbangan untuk para korban banjir di GOR.

Hingga kemudian timbul sebuah ide untuk membuka usaha di tempat pengungsian.

Kemudian, dengan menghubungi kerabat yang juga berjualan bakso, ia meminjam

gerobak bakso milik kerabatnya itu. Akhirnya Usman berjualan bakso di tempat

pengungsian.

Apa yang dilakukan oleh Usman ini adalah bentuk dari strategi bertahan hidup yang

paling rendah tingkatannya. Ia hanya ingin memenuhi kebutuhan pokok anggota

keluarganya.

b. Strategi Hidup Keluarga II di Daerah Rentan

Pak Tatang, salah satu warga Bantaran Ci Liwung yang sudah menetap sejak 1975,

saat ini sudah memiliki kehidupan yang lebih baik. Dulunya, Pak Tatang bekerja

sebagai kuli panggul di pasar, hingga kemudian memutuskan untuk menetap di

Bantaran Ci Liwung setelah uang yang ia hasilkan memadai. Hingga tahun 1989, ia

masih menjadi kuli panggul. Roda ekonomi berjalan terus, hingga akhirnya Pak

Tatang memutuskan untuk berhenti menjadi kuli panggul dan membuka warung kecil-

kecilan di rumah. Usaha kecil-kecilan ini lambat laun menjadi besar seiring dengan

pertambahan penduduk di daerah permukiman di Bantaran Ci Liwung. Saat ini,

penghasilan dari warung Pak Tatang sudah cukup untuk menghidupi keluarganya.

Bentuk keterikatan masyarakat..., Fajar Winarsih, FMIPA UI, 2014

Page 12: Bentuk Keterikatan Masyarakat Terhadap Lingkungan di

Apa yang dilakukan Pak Tatang ini merupakan strategi konsolidasi dengan

meninggalkan pekerjaan pertama dan mencoba memantapkan usaha dengan ekspektasi

hasil yang tinggi. Upaya konsolidasi ini dilakukan tidak hanya untuk bertahan hidup,

namun juga memantapkan posisi aset atau kekayaan uang dimilikinya.

c. Strategi Hidup Rumah Tangga III di Daerah Tidak Rentan Orangtua Pak Madkhusin adalah satu-satunya warga yang bertahan dalam proyek

pembangunan Perumahan Kalibata Indah di tahun 1980. Ia berhasil mempertahankan

tanah bagian bawah yang menjorok ke sungai, bebas relokasi. Saat ini, tanah tersebut

sudah berganti kepemilikannya menjadi milik Pak Madkhusin. Ketika ditanya masalah

surat menyurat, Pak Madkhusin mengatakan bahwa surat yang dimilikinya adalah

surat waris yang diturunkan dari keluarganya. Tanah itu kini digunakan oleh Pak

Madkhusin sebagai kontrakan. Sekitar 50 KK menempati kontrakan yang berada

persis di bantaran Ci Liwung dan berada persis di belakang Perumahan Kalibata

Indah, Kelurahan Rawajati.

Gambar 2. Lokasi Permukiman ‘Kampung Bawah di Belakang Peruamhan

Kalibata Indah

Penghasilan utama Haji Madkhusin adalah dari kontrakan. Tarif yang ia pasang per

bulan antara Rp 300.000 sampai Rp 500.000. Mereka yang tinggal di kontrakan Pak

Madkhusin adalah pendatang yang bekerja sebagai pembantu, tukang kebun dan supir

pribadi bagi para warga di Perumahan Kalibata Indah. Jadi, warga kampung bawah

melihat kampung atas sebagai ladang ekonomi yang memiliki prospek.

Pak Madkhusin sudah hidup berkecukupan dari hasil kontrakan. Saat ini,

capaian status nafkahnya sudah pada strategi akumulasi, dimana ia sudah

mengumpulkan berbagai aset atau kekayaan yang dimilikinya untuk tujuan tertentu.

Bentuk keterikatan masyarakat..., Fajar Winarsih, FMIPA UI, 2014

Page 13: Bentuk Keterikatan Masyarakat Terhadap Lingkungan di

‘........yaaaa, saya taun ini Insya Allah akan berangkat umroh yang ketiga kalinya.

Trus juga saya ingin berangkat haji juga, kalo bsa sih taun inii....Itu ya dari ini,,,dari

kontrakan...’- Pak Madkhusin, warga RT 15, RW 06-

Penjabaran diatas hanyalan gambaran umum sebagian strategi hidup yang

dijalani oleh rumah tangga. Tidak semua warga di daerah rentan adalah warga miskin,

atau bisa dikategorikan sebagai warga sensitif. Ada pula warga tidak sensitif yang

tinggal di daerah rentan, atau bahkan seperti di ‘kampung bawah’ Perumahan Kalibata

Indah, dari 50 KK, mereka adalah warga sensitif yang tinggal di daerah tidak rentan.

Jadi, karakteristik warga di masing-masing wilayah berbeda-beda. Hasil dari strategi

hidup diatas tidak bisa dijadikan sebagai kesimpulan bahwa strategi tersebut mewakili

masing-masing daerah penelitian.

Pembahasan

Bentuk Keterikatan Masyarakat dengan Lingkungan

Hubungan keterikatan muncul ketika suatu individu atau rumah tangga atau bahkan

komunitas memiliki perasaan yang dalam terhadap ruang tempat tinggalnya. Hubungan ini

muncul karena dipengaruhi oleh faktor-faktor seperti lama tinggal (waktu) yang secara

signifikan membentuk kenangan dan pengalaman dengan lingkungan tempat tinggal.

Seseorang akan merasa nyaman tinggal di suatu tempat setelah mereka merasakan sendiri

dalam waktu yang lama bagaimana kondisi kehidupan baik dari segi fisik, ekonomi maupun

sosial. Tingkat kenyamanan yang dimiliki setiap individu pasti berbeda. Sebagai orang luar,

kita bisa saja berpikir bahwa lingkungan Bantaran Ci Liwung sangat tidak nyaman ditinggali

karena merupakan daerah rawan banjir dan merupakan daerah kumuh. Namun tidak demikian

dengan masyarakat yang tinggal di bantaran. Banjir yang menurut pemerintah adalah

masalah, bagi mereka itu hanya bagian dari fenomena alam yang terjadi dan bukan masalah

yang mengganggu aktivitas ekonomi mereka.

Karakteristik lingkungan tempat tinggal baik dari segi fisik maupun sosial yang ada di

masing-masing daerah penelitian menghasilkan bentuk keterikatan berdasarkan kelas

ketergantungannya. Karakteristik ini merupakan hasil dari penggabungan strategi hidup dan

kejadian banjir di bantaran Ci Liwung. Kemudian, strategi hidup dan kejadian banjir ini

dinyatakan dalam beberapa indikator, diantaranya jarak rumah dengan tempat kerja, jenis

Bentuk keterikatan masyarakat..., Fajar Winarsih, FMIPA UI, 2014

Page 14: Bentuk Keterikatan Masyarakat Terhadap Lingkungan di

pekerjaan, lama tinggal, status sosial-ekonomi dan kepemilikan aset seperti pada Gambar 5.9

berikut.

Gambar 3. Bentuk Keterikatan Masyarakat Terhadap Lingkungan

Reaksi Masyarakat Terhadap Shock yang Terjadi

Ada dua kemungkinan hasil atas reaksi masyarakat terhadap shock yang masuk, yaitu

meningkatkan hubungan keterikatan antar warga atau justru membuat warga terpecah belah.

Namun, kondisi yang terjadi di lapangan adalah bahwa shock yang masuk akan membuat

keterikatan mereka semakin kuat. Contohnya adalah, mereka akan bersama-sama mengambil

keputusan dengan musyawarah. Jika salah watu warga menerima suatu keputusan atas kondisi

shock, maka warga yang lain pun akan mengikuti. Warga perkampungan cenderung tidak

suka menonjolkan diri dengan menjadi berbeda. Mereka akan mengikuti keputusan umum.

Warga akan dengan suka rela membantu warga yang lain jika warga tersebut merasa

dirugikan.

Berdasarkan hasil pengamatan dan wawancara dengan warga setempat, diperoleh hasil atas

tanggapan masyarakat terhadap shock berupa Program Normalisasi dan Sodetan Ci Liwung.

Penjabaran ini didasarkan pada pengetahuan masyarakat mengenai informasi tentang program

yang masuk kedalam lingkungan tempat tinggal mereka. Berikut gambaran tipe masyarakat

atas reaksi sementara mereka dengan shock yang masuk.

Bentuk keterikatan masyarakat..., Fajar Winarsih, FMIPA UI, 2014

Page 15: Bentuk Keterikatan Masyarakat Terhadap Lingkungan di

Gambar 4. Sikap Masyarakat Terhadap Shock yang Terjadi

Karakteristik masyarakat yang terdiri dari lama tinggal, status kependudukan, status sosial-

ekonomi mempengaruhi reaksi atas shock yang terjadi. Reaksi tersebut dinyatakan dalam

sikap tidak keberatan, keberatan dan menolak. Masing-masing reaksi tersebut juga

dipengaruhi oleh kondisi fisik lingkungan di daerah bantaran. Reaksi yang diberikan oleh

masing-masing individu atau rumah tangga berbeda-beda. Keterangan dari Gambar 5.10

diatas dapat dilihat pada tabel di bawah ini.

Tabel 5. Kondisi Umum Masyarakat Berdasarkan Reaksi atas Program Pemerintah

Bentuk keterikatan masyarakat..., Fajar Winarsih, FMIPA UI, 2014

Page 16: Bentuk Keterikatan Masyarakat Terhadap Lingkungan di

Warga baik di daerah rentan maupun tidah rentan akan mudah mengubah pendapatnya

mengenai suatu shock yang masuk jika mereka dipengaruhi oleh orang lain. Secara umum,

warga Bantaran Ci Liwung menolak dan atau keberatan atas dilakukannya relokasi untuk

normalisasi dan sodetan ini. Namun mereka juga menyadari bahwa sebagai masyarakat

awam, mereka tidak bisa menghalang-halangi program pemerintah, karena memang tujuannya

untuk Jakarta yang lebih baik.

‘....intinya siih, warga sini menolak penggusuraaaann. Orang udah enak tinggal disini, tiba-

tiba mau digusurr...tapi, kalo emang penggantiannya sesuai yaa mau gimana lagi... kita juga

mau nggak mau lah ngikutin pemerentah.....’-Mulyadi, Warga sensitif di daerah rentan-

Kemudian, dalam hal ini, shock yang masuk akan mempengaruhi atau bahkan mengubah total

strategi hidup dan hubungan keterikatan yang sudah dimiliki oleh masyarakat Bantaran Ci

Liwung. Kerentanan eksternal yang berupa shock berhasil mengubah cara hidup dan

penghidupan masyarakat Bantaran Ci Liwung nantinya.

Kesimpulan

Secara umum, semakin rentan suatu daerah, semakin tinggi bentuk keterikatan

lingkungannya, karena antara warga satu dengan lainnya membentuk sebuah hubungan yang

tidak mereka sadari merupakan sebuah ketergantungan (bounding place). Namun, tidak

semua warga di daerah rentan memiliki keterikatan yang kuat, karena bentuk keterikatan

dipengaruhi oleh lamanya mereka tinggal, kondisi ekonomi, kondisi sosial, aksesibilitas, dan

lokasi. Sebaliknya, daerah tidak rentan hanya melihat lingkungan sebagai suatu bentuk umum

dari lokasi tempat tinggal, tidak ada rasa kepemilikan dan ikatan. Bentuk keterikatan yang

ditemukan di daerah rentan yaitu hubungan emotional. Kemudian menyusul, daerah sedang

Bentuk keterikatan masyarakat..., Fajar Winarsih, FMIPA UI, 2014

Page 17: Bentuk Keterikatan Masyarakat Terhadap Lingkungan di

juga memiliki hubungan emotional, sedangkan di daerah tidak rentan hubungan behavioural

untuk ‘warga bawah’ dan hubungan cognitive untuk ‘warga atas’. Masing-masing bentuk

keterikatan ini tergambar dalam aktivitas atau kegiatan masyarakat sehari-hari.

Pada akhirnya, bentuk keterikatan ini menghasilkan sebuah keputusan yang dinyatakan dalam

sikap menolak, keberatan dan tidak keberatan atas shock yang terjadi. Namun sikap tersebut

tidak akan berpengaruh terhadap shock (normalisasi dan sodetan) yang terjadi. Sebaliknya,

shock lah yang akan sangat mempengaruhi hubungan keterikatan dan strategi hidup dalam

sebuah komunitas masyarakat. Shock ini mampu memutuskan hubungan keterikatan dan

memaksa masyarakat untuk kembali beradaptasi dengan lingkungan yang baru.

Saran

Penelitian mengenai penghidupan masyarakat kalangan menengah ke bawah belum banyak

yang dikaji secara detil berdasarkan komponen penghidupan. Sebagai saran untuk penelitian

mengenai masyarakat selanjutnya, sebaiknya gali lebih dalam mengenai penghidupan

masyarakat kalangan menengah kebawah. Agar diketahui penyebab kemiskinan yang terjadi

di kampung kota dan bagaimana mereka bertahan hidup serta strategi hidup yang mereka

jalani. Dengan demikian akan diperoleh sudut pandang masyarakat dalam melihat masalah

dan pendapat atas kebijakan pemerintah. Masyarakat ini adalah kaum mayoritas yang

menghuni sebagian besar wilayah perkotaan. Daerah permukiman masyarakat miskin kota

lebih dikenal dengan kampung kota karena kondisinya yang tidak mencerminkan fisik kota

yang seharusnya. Kelompok yang demikian ini apabila dibina secara berkelanjutan akan

banyak membantu pemerintah dalam hal perputaran ekonomi. Karena, kelompok ini adalah

pemutar roda ekonomi ketika krisis yang pernah terjadi di Indonesia. Kelompok inilah yang

menikmati fasilitas umum yang tersedia dengan maksimal.

Daftar Referensi

Aliyati, R. (2011). Tesis: Permukiman Kumuh di Bantaran Ci Liwung (Studi Kasus

Kelurahan Manggarai – Srengseng Sawah dan Kelurahan Kampung Melayu -

Kalisari). Depok: Departemen Geografi Universitas Indonesia.

Alwasilah, A, C. (2006). Pokoknya Kualitatif: Dasar-dasar Merancang dan Melakukan

Penelitian Kualitatif. Jakarta: PT Dunia Pustaka Jaya.

Arsalan, S. (2006). Tesis: Permukiman Kumuh di Propinsi DKI Jakarta. Depok: Geografi UI.

Bentuk keterikatan masyarakat..., Fajar Winarsih, FMIPA UI, 2014

Page 18: Bentuk Keterikatan Masyarakat Terhadap Lingkungan di

BPS DKI Jakarta. (2011). Evaluasi RW Kumuh di Provinsi DKI Jakarta. Jakarta: BPS.

BPS DKI Jakarta. (2013). Statistik Daerah Provinsi DKI Jakarta. Jakarta: BPS.

Bunting, T dan Guelke, L. (1979). Behavioral and Perception Geography: A Critical

Appraisal. Dalam Jurnal Annals of the Association of American Geographers, Vol.

69 No. 3 Sept, 1979. Amerika: Tylor and Francis, Ltd.

Chambers, R. (2006). Vulnerability, Coping and Policy (Editoorial Introduction). Diedit oleh

Robert Chambers. IDS Bulletin Volume 37 Nomor 4, September 2006. Institute of

Development Studies.

Daldjoeni, N. (1992). Geografi Baru, Organisasi Keruangan dalam Teori dan Praktek.

Bandung: Penerbit Alumni.

Daldjoeni, N. (1998). Geografi Desa dan Kota. Bandung: Penerbit Alumni.

DFID. (1999). Sustainable Livelihoods Guidance Sheets. UK: DFID.

Downs, R, M and Stea, D. (2011). Cognitive Maps and Spatial Behaviour: Process and

Products. Halaman 312-317. Dalam The Map Reader: Theories of Mapping Practice

and Cartographic Representation. John Wiley and Sons. New York: John Wiley and

Sons, Ltd.

Eni, S, P. (2007). Perbandingan Pola Permukiman dan Kondisi Lingkungan DA Ci Liwung

pada Kelurahan Bidara Cina dan Tanjung Barat di Jakarta. Jurnal Sains dan

Teknologi EMAS, Vol. 17, No. 3, Agustus 2007.

Frankenberger, dkk. (2002). CARE, Household Livelihood Security Assessment: A Toolkit for

Practitioners. Arizona: TANGO International Inc.

Gilbert, A and Josef, G. (1996). Cities Poverty and Development, Urbanization in The 3rd

World. Diterjemahkan oleh Anshori dan Juanda. Dalam buku Urbanisasi dan

Kemiskinan di Dunia Ketiga. Yogyakarta: PT Tiara Wacana Yogya.

Haan, L, J. (2012). The Livelihood Approach, A Critical Exploration. Dalam Erdkunde Vol

66 No 4. Halaman 345-357.

Harjoko, T, Y. (2009). Urban Kampung, Its Genesis and Transformation into Metropolis with

Particular Reference to Penggilingan in Jakarta. Jerman: VDM Verlag Dr Muller

Aktiengesellschaft & Co.

Harris, A, L. (2011). Theories of Space, Place and Scale. _________: York University.

Hashem dkk. (2013). Between Sense and Attachment: Comparing the Concepts of Place in

Architectural Studies. Geografia Online Malaysia Journal of Society and Space 9

issue 1. ISSN 2180-2491. Halaman 96-104.

Hidayat. (1978). Ekonomi Sektor Informal. Jakarta: LIPI.

Bentuk keterikatan masyarakat..., Fajar Winarsih, FMIPA UI, 2014

Page 19: Bentuk Keterikatan Masyarakat Terhadap Lingkungan di

Himbawan, G. (2010). Tesis: Penyebab Tetap Bermukimnya Masyarakat di Kawasan Rawan

Banjir Kelurahan Tanjung Agung Kota Bengkulu. Semarang: Universitas

Diponegoro.

Hollohaway, L dan Hubbard, P. (2001). People and Place, The Extraordinary Geographies of

Everyday Life. UK: Henry Ling, Ltd.

Kevin, R. (1972). Man, Location and Behaviour: An Introduction to Human Geography. New

York: John Wiley and Sons, Inc.

Mark, D, M dkk. (1999). Cognitive Models of Geographical Space. Sebuah Research Article

dalam Geographical Information Science Journal Vol 13, No 8. Halaman 747-774.

Meikle, dkk. (2001). Sustainable Urban Livelihoods: Concepts and Implications For Policy.

London: ____________.

Mitchell, B. (1989). Geography and Resource Analysis, Second Edition. New York: Longman

Scientific and Technical.

Nila, dkk. (2009). Buku Ekspedisi Ci Liwung. Jakarta: Kompas Gramedia.

Pangkerego, G dan Zulkaidi, D. (2013). Perancangan Kembali Kawasan Perumahan

Kampung Pulo di Tepi Sungai Ci Liwungg Provinsi DKI Jakarta. Jurnal Perencanaan

Wilayah dan Kota A SAPPK V3N1. Halaman 18-26. Bandung: Sekolah Arsitektur,

Perencanaan dan Pengembangan Kebijakan ITB

Panudju, B. (1999). Pengadaan Perumahan Kota Dengan Peran Serta Masyarakat

Berpenghasilan Rendah. Bandung: Penerbit Alumni.

Pemerintah Provinsi DKI Jakarta. (2012). Peraturan Daerah Provinsi DKI Jakarta Tentang

Rencana Tata Ruang Wilayah Jakarta 2030. Jakarta.

Prayitno, U, S. (2004). Modal Sosial dan Ketahanan Ekonomi Keluarga Miskin, Studi

Sosiologi Pada Komunitas Bantaran Sungai Ci Liwung (Disertasi). Depok: Sosiologi

UI.

Rakodi, C dan Tony L, J. (2002). Urban Livelihood, A People-Centred Approach to Reducing

Poverty. United Kingdom: Earthscan Publication Ltd.

Robbins, S, P. (2001). Organizational Behaviour 9. New Jersey: Prentice- Hall, Inc.

Santoso, J. (2006). Menyiasati Kota Tanpa Warga. Jakarta: Penerbit KPG dan Centopolis.

Satge, dkk. (2002). Learning About Livelihoods Insight From Southern Africa. Afrika Selatan

dan UK: Periperi Publication dan Oxfam GB.

Shalih, O. (2012). Skripsi: Adaptasi Penduduk Kampung Melayu Jakarta Terhadap Banjir

Tahunan. Depok: Departemen Geografi Universitas Indonesia

Bentuk keterikatan masyarakat..., Fajar Winarsih, FMIPA UI, 2014

Page 20: Bentuk Keterikatan Masyarakat Terhadap Lingkungan di

Sihombing, A. (2010). Conflicting Images of Kampung And Kota In Jakarta, The Differences

and Conflicts and The Symbiotic Links Between Kampung and Kota. Jerman:

Lambert Academic Publishing AG&Co. KG.

Suranto. (2004). Lokasi Hunian di Bantaran Ci Liwung Wilayah Jakarta Selatan (Tesis).

Depok: Geografi UI.

Susandi, A dan Sagala, S. (2014). Riset Kerentanan Iklim di Bantaran Sungai Ci Liwung di

Jakarta Utara, Depok dan Bogor. Bandung: ITB.

Thoha, M. (1983). Perilaku Organisasi Konsep Dasar dan Aplikasinya. Jakarta: CV Rajawali.

Turner, J, F, C and Robert, F (Edited). (1972). Housing As A Verb. Dalam buku Freedom to

Build. Halaman 148-175. Amerika Serikat: Macmillan Company.

Walmsley, D, J and Lewis, G, J. (1993). People and Environment, Behaviour Approachs in

Human Geography, Second Edition. New York: John Wiley and Sons, Inc.

Wardianto, G. (2004). Tesis: Hubungan Fungsi Elemen Penghubung Antar Jalur Pedestrian

dengan Tuntutan Atribut Persepsi Pejalan Kaki pada Seting Ruang Publik di

Jatingaleh Semarang. Semarang: Teknik Arsitektur Universitas Diponegoro.

Sumber Lain dari Internet:

BPLHD Jakarta. (2012). Laporan Status Lingkungan Hidup Daerah Provinsi DKI Jakarta

Tahun 2012. 23 Januari 2014.

http://bplhd.jakarta.go.id/slhd2012/Docs/pdf/Buku%20I/Buku%20I%20SLHD%202

012.pdf.

Muhtar, dkk, (2012). Rapid Assesment DA Ci Liwung di Kelurahan Manggarai dan

Kelurahan Kampung Melayu. 1 Maret 2014. LIPI, Pusat Penelitian dan

Pengembangan Kesejahteraan Sosial.

http://elib.pdii.lipi.go.id/katalog/index.php/searchkatalog/byId/294313

Sulipan,______. Penelitian Deskriptif Analitis, Berorientasi Pemecahan Masalah. 25 Maret

2014.

http://www.ktiguru.net/file.php/1/moddata/data/3/9/46/Penelitian_Deskriptif_Analiti

s.pdf.

Wisdaningtyas, K. (2011). Strategi Bertahan Hidup Masyarakat Nelayan di Daerah

Pencemaran Pesisir: Studi Kasus Nelayan Kampung Bambu, Kelurahan Kalibaru,

Kecamatan Cilincing, Jakarta Utara (Online). 4 Juni 2014. Departemen Sains

Komunikasi dan Pengembangan Masyarakat, Fakultas Ekologi Manusia, IPB.

http://repository.ipb.ac.id/handle/123456789/47390

Bentuk keterikatan masyarakat..., Fajar Winarsih, FMIPA UI, 2014