bentuk keterikatan masyarakat terhadap lingkungan di
TRANSCRIPT
Bentuk Keterikatan Masyarakat Terhadap Lingkungan di Bantaran
Ci Liwung, Jakarta
Fajar Winarsih, Triarko Nurlambang, Tuty Handayani
Geografi, FMIPA Universitas Indonesia
Abstrak
Skripsi ini meneliti tentang bentuk keterikatan tempat sebagai hasil dari hubungan antara stategi hidup masyarakat bantaran dengan Program Normalisasi dan Sodetan yang akan dilaksanakan di Bantaran Ci Liwung Jakarta dengan membagi daerah penelitian menjadi 3 kelas, yaitu rentan, sedang dan tidak rentan. Penelitian ini adalah penelitian kualitatif dengan analisis deskriptif korelatif dan analisis life history. Hasil penelitian menunjukkan bahwa secara umum, semakin rentan satu daerah, semakin tinggi hubungan keterikatan dengan lingkungan tempat tinggalnya. Bentuk keterikatan yang ditemukan di daerah rentan yaitu emotional, daerah sedang adalah emotional dan daerah tidak rentan adalah behavioural dan cognitive.
Type of Place Attachment to the Environment of Ci Liwung Flood Plain in Jakarta
Abstract
This study examines the type of place attachment in the Ci Liwung riverbank population as a result of relationship between the people’s living strategy with river normalization and diversion program in Jakarta’s segment of Ci Liwung riverbank. The study area is divided into three classes, namely vulnerable, moderately vulnerable, and invulnerable. This is a qualitative study with descriptive correlative analysis and life-history analysis. The results show that generally, the more vulnerable the area, the higher the attachment to the neighbourhood will be. Type of attachment found in vulnerable areas is emotional, and in moderately vulnerable and invulnerable areas is either behavioural or cognitive.
Keyword: place attachment, Ci Liwung riverbank, channel normalization, river diversion
Pendahuluan
Warga Bantaran Ci Liwung menolak relokasi. Penolakan ini menjadi isu yang gencar diberitakan seiring terjadinya banjir di Kota Jakarta pada awal tahun 2014. Tidak hanya di Bantaran Ci Liwung, masalah yang serupa juga terjadi di beberapa wilayah di Jakarta yang menjadi wilayah sasaran pembangunan yang menyebabkan masyarakat direlokasi ke wilayah tertentu. Bantaran Ci Liwung merupakan daerah yang setiap tahunnya selalu terkena banjir akibar dari meluapnya Ci Liwung sebagai dampak dari tingginya hujan yang terjadi di daerah Puncak, Bogor dan sekitarnya. Banjir yang secara teori dikategorikan sebagai shock, saat ini
Bentuk keterikatan masyarakat..., Fajar Winarsih, FMIPA UI, 2014
sudah berubah sifatnya menjadi stress. Selain banjir, daerah bantaran juga identik dengan daerah permukiman kumuh.
Saat ini, masyarakat Bantaran Ci Liwung dihadapkan pada pelaksanaan program Normalisasi dan Sudetan Ci Liwung yang menyebabkan dipindahkannya masyarakat tersebut ke rumah susun. Bagi masyarakat, ini merupakan pengalaman baru, karena secara jelas mereka diminta untuk meninggalkan lokasi yang selama puluhan tahun mereka tempati. Reaksi kemudian muncul, baik itu dari pihak yang terdampak maupun dari pihak yang tidak terdampak.
Bagi masyarakat di bantaran sungai yang merupakan golongan menengah kebawah, rumah tidak hanya sebagai tempat bermukim, namun juga sebagai tempat kerja mereka. Sektor-sektor informal muncul di daerah permukiman seperti: warung kelontong, usaha menjahit, bengkel, tempat memproduksi barang, salon kecantikan dan lain sebagainya. Rumah menjadi suatu nilai ekonomis dengan aktivitas ekonomi. Saat ini, rumah seharusnya tidak lagi hanya dipandang sebagai sebuah benda yang bersifat pasif, namun sebagai kata kerja yang menggambarkan aktivitas dan pergerakan penghuninya (Turner, 1972: hal. 154).
Permasalahan mengenai Ci Liwung sudah merupakan permasalahan klasik yang bisa memungkinkan munculnya resistensi warga. Tingkat kerentanan masyarakat di bantaran sungai tergolong sangat tinggi disebabkan oleh kondisi aset finansial, ketidakpastian penghasilan dan ketidakpastian mata pencaharian. Selain aset finansial, kerentanan ini muncul juga karena minimnya aset fisik seperti status kepemilikan lahan yang akan hilang apabila terjadi penggusuran (Muhtar dkk, 2012: 39). Penduduk yang tinggal di wilayah Bantaran Ci Liwung sebagian besar adalah masyarakat rasional yang sangat berorientasi pada ekonomi terutama untuk pemenuhan konsumsi keluarga. Penelitian yang dilakukan oleh Muhtar dkk mengenai Rapid Assessment DA Ci Liwung di Kelurahan Manggarai dan Kelurahan Kampung Melayu (2012: 21) menunjukkan beberapa sebab digunakannya bantaran sungai sebagai tempat tinggal antara lain: tersedianya air untuk usaha perekonomian, tempat buang limbah yang luas. Penduduk di bantaran sungai sendiri menganggap bahwa banjir merupakan bagian dinamika hidup tahunan yang harus diterima sebagai konsekuensi (Laporan Jurnalistik Kompas, 2009).
Tinjauan Teoritis
Teori Keterikatan Tempat
Tempat merupakan kombinasi dari 3 atribut, yaitu lokasi, kondisi fisik dan sense of place
yang mana didalamnya mengandung unsur budaya, sosial dan hubungan antar individu
(Agnew, 1987 dalam Harris, 2011; Hashem dkk, 2013). Munculnya hubungan keterikatan
tempat adalah karena adanya rasa kepemilikan manusia terhadap suatu tempat. Keterikatan
tempat tergambar dalam aktivitas, perasaan, pengetahuan, keyakinan dan perilaku.
Bentuk keterikatan masyarakat..., Fajar Winarsih, FMIPA UI, 2014
Keterikatan tempat merupakan sebuah simbol yang menunjukkan hubungan emosional suatu
tempat dengan manusia yang ditunjukkan dengan anggapan bahwa suatu tempat itu memiliki
arti yang dalam (Low dan Altman, 1992; Stedman, 2003 dalam Hashem dkk, 2013). Semakin
terikat suatu individu dengan lingkungan, semakin peduli mereka, hal tersebut dapat terlihat
dari aktivitas, keyakinan dan perilaku mereka di dalam lingkungan tempat tinggalnya.
Hubungan keterikatan akan berkembang dengan atau tanpa disadari, tergantung bagaimana
manusia menilainya (Brown & Perkins, 1992 dalam Hashem dkk, 2013). Keterikatan tempat
merujuk pada ikatan positif secara emosi dan fungsi antara tempat dan manusia yang
dihasilkan dalam skala spasial yang berbeda-beda dan menghasilkan variasi hubungan
berdasarkan faktor spasial, lingkungan dan manusia.
Interaksi manusia dengan suatu tempat terdiri dari 3 dimensi, yaitu cognitive, behavioural dan
emotional. Berikut tabel ketiga dimensi tersebut:
Tabel 1. Hubungan yang Dihasilkan dari Interaksi Manusia dengan Lingkungan
Strategi Penghidupan (Strategi Hidup)
Menurut Crow (1989, dalam Wisdaningtyas, 2011), Pengertian strategi adalah seperangkat
pilihan diantara berbagai alternatif yang ada. Konsep strategi ini pada prakteknya di dalam
kehidupan bermasyarakat, mempertimbangakan nilai untung rugi yang nantinya akan
diperoleh. Lebih lanjut, menurut Dharmawan (1993, dalam Wisdaningtyas, 2011), terdapat
tiga tahapan strategi yang dijalankan rumah tangga berdasarkan lapisan sosialnya, yaitu :
1. Strategi Bertahan Hidup adalah strategi minimal yang dilakukan seseorang untuk
mempertahankan hidup. strategi ini dilakukan denga berbagai cara oleh berbagai
Bentuk keterikatan masyarakat..., Fajar Winarsih, FMIPA UI, 2014
lapisan (atas, menengah, bawah) untuk dapat bertahan hidup. artinya, semua hasil
yang diperolah digunakan untuk memenuhi kebuthan pangan.
2. Strategi Konsolidasi adalah strategi yang berisi aksi-aksi tindakan seseorang yang
telah melewati tingkat keamanan dari sekedar bertahan hidup. Strategi ini digunakan
sebagai langkah untuk memantapkan posisi rumah tangga secara lebih aman dalam
jaminan nafkah. Strategi konsolidasi dilakukan dengan memiliki pekerjaan sampingan
untuk memperoleh penghasilan tambahan.
3. Strategi Akumulasi merupakan bentuk strategi yang dijalankan dengan
mengumpulkan berbagai aset atau kekayaan untuk tujuan tertentu.
Strategi hidup terbentuk karena adanya kombinasi antara aset yang dimiliki rumah tangga dan
faktor ketersediaan lapangan pekerjaan di daerah perkotaan. Strategi hidup hanya bisa dilihat
dari individu atau rumah tangga. Hal ini karena masing-masing individu atau rumah tangga
memiliki strategi hidup dan kondisi modal hidup yang berbeda-beda. Berikut ini adalah
beberapa strategi hidup yang mungkin dilakukan oleh masyarakat miskin di perkotaan :
Tabel 2. Strategi Hidup Masyarakat Miskin Perkotaan
Faktor Kerentanan
Kerentanan adalah kondisi mudah terdampak shock dan stress atau sebuah kondisi sulit untuk
mengatasi shock dan stress yang muncul. Kerentanan merupakan suatu kondisi yang melekat
dan dirasakan seseorang dan lingkungan yang ditinjau dari berbagai aspek yaitu sosial,
ekonomi, lingkungan terbangun dan program dimana besar-kecilnya kondisi yang dirasakan
oleh seseorang terhadap berbagai aspek tersebut akan dapat mempengaruhi pilihan sesorang
untuk menetap ataupun pindah dari lokasi rawan tersebut (Himbawan, 2010). Kerentanan
memiliki dua sisi, yaitu kerentanan eksternal dan kerentanan internal.
Bentuk keterikatan masyarakat..., Fajar Winarsih, FMIPA UI, 2014
a. Kerentanan Eksternal
Kerentanan eksternal merupakan sisi eksternal dari faktor resiko, shock dan stress
yang mana individu dan atau rumah tangga sebagai subjeknya (Chamber, 1989 dalam
Satge, 2002). Kerentanan ini terdiri atas dan stress shock. Shock adalah suatu kejadian
jangka pendek yang dapat mempengaruhi kehidupan masyarakat. Sedangkan stress
merupakan tren jangka panjang yang bisa mengurangi atau mengganggu potensi suatu
masyarakat.
Tabel 3. Beberapa Kejadian Shock dan Stress
b. Kerentanan Internal
Kerentanan internal erat kaitannya dengan status sosial dan ekonomi individu atau
rumah tangga dalam suatu masyarakat. Masyarakat rentan berarti masyarakat yang
lemah secara ekonomi, atau dalam penelitian ini, yang dimaksud dengan masyarakat
rentan adalah masyarakat dengan status ekonomi menengah ke bawah yang bekerja di
sektor informal dengan pendapatan tidak tetap dan atau status pekerjaan yang tidak
tetap pula.
Metode Penelitian
Pengumpulan Data
Penelitian ini terdiri atas 2 jenis data, yaitu data primer dan data sekunder. Data primer
diambil dengan cara wawancara secara mendalam degan informan, observasi lapangan dan
dokumentasi lapangan. Data sekunder diperoleh dari beberapa instansi terkait seperti BPN
(Badan Pertanahan Nasional) untuk data penggunaah tanah, BBWSCC (Balai Besar Wilayah
Sungai Ciliwung-Cisadane) Kementerian PU (Pekerjaan Umum) untuk data rencana trase
untuk program Normalisasi dan Sudetan Ci Liwung dan P2T (Panitian Pengadaan Tanah)
sebagai panitia pelaksana pembebasan tanah. Metode pengambilan sampel dalam penelitian
Bentuk keterikatan masyarakat..., Fajar Winarsih, FMIPA UI, 2014
ini menggunakan sampling method multi stages yang terdiri dari tahap overlay peta untuk
memperoleh sampel daerah penelitian yang kemudian diklasifikasian menjadi 3 kelas, yaitu
rentan, sedang dan tidak rentan berdasarkan kejadian banjir, dan kondisi permukiman di
bantaran Ci Liwung.
Selanjutnya, informan didapatkan dengan teknik snowball sampling untuk diwawancara
secara mendalam. Selanjutnya, penentuan informan secara accidental interview dilakukan
sebagai informasi pembanding dengan informan yang diambil dengan snowball sampling.
Kedua informasi tersebut kemudian dibandingkan lagi dengan informasi dari pihak kelurahan
setempat dan pihak pemerintah sebagai pelaksana program Normalisasi dan Sudetan Ci
Liwung.
Pengolahan Data
Data diolah dengan menggunakan software ArcGis untuk memperoleh sampel daerah
penelitian yang diklasifikasikan menjadi 3 kelas. Selanjutnya dilakukan triangulasi sumber,
yaitu pembandingan informasi dari warga, tokoh masyarakat dan pemerintah agar diperoleh
informasi yang berasal dari tiga sudut pandang. Informasi tersebut kemudian dikategorikan
berdasarkan karakteristik sosial-ekonomi dan fisik di daerah penelitian.
Daerah penelitian dalam penelitian ini dibagi menajdi 3 kelas, yaitu rentan, sedang dan
tidak rentan. Secara administratif, daerah rentan berada di Kelurahan Kampung Melayu
(Kampung Pulo dan Tanah Rendah) dan Keluraha Bukit Duri. Daerah sedang berada di
Kelurahan Bidara Cina dan daerah tidak rentan berada di Kelurahan Rawajati. Namun, dalam
penelitian ini, pembahasannya berdasarkan 3 kelas kerentanan sebagai unit analisis, bukan
berdasarkan batas administrasi.
Analisis Data
Penelitian ini merupakan penelitian kualitatif-deskriptif dengan pendekatan keruangan, yaitu
dengan menjelaskan situasi dan kejadian yang sudah berlangsung dan membuat korelasinya.
Analisis yang digunakan adalah analisis korelasi,yang bertujuan untuk mengetahui sejauh
mana hubungan antar variabel yang diteliti. Hasil yang diperoleh adalah taraf atau tingkatan
hubungan, bukan ada-tidaknya hubungan (Suharsimi, 2005 dalam Sulipan). Tingkatan
hubungan tersebut dinyatakan dalam bentuk keterikatan yang terdiri atas 3 kelas, yaitu
cognitive, behavioral dan emotional (Hashem dkk, 2013).
Bentuk keterikatan masyarakat..., Fajar Winarsih, FMIPA UI, 2014
Selain itu, akan dilakukan analisis life history untuk memperolah pandangan, interpretasi
dan penglihatan warga mengenai gejala-gejala sosial, ekonomi dan fisik di lingkungan tempat
tinggalnya. Hasil yang diperolah dari analisis ini adalah strategi hidup sebagai hasil dari
akumulasi pengalaman atas kejadian banjir di Bantaran Ci Liwung.
Hasil Penelitian
Ikatan Sosial, Ekonomi dan Fisik Masyarakat
Ikatan ekonomi berkaitan dengan seberapa terikat atau tergantungnya mereka dengan
kedekatannya dengan lokasi kerja. Masyarakat kalangan menengah ke bawah yang umumnya
menempati daerah bantaran sungai adalah bukan karena mereka memang ingin menempati daerah
tersebut. Seperti yang terjadi di Kelurahan Kampung Melayu. Selanjutnya mengenai ikatan fisik,
yaitu ketergantungan masyarakat dalam memanfaatkan sungai dan fasilitas umum yang ada di
sekitar tempat tinggalnya.
Tabel 4. Hubungan Sosial, Ekonomi dan Fisik Masyarakat Bantaran Ci Liwung di
Daerah Penelitian
Bentuk keterikatan masyarakat..., Fajar Winarsih, FMIPA UI, 2014
Bentuk keterikatan masyarakat..., Fajar Winarsih, FMIPA UI, 2014
Bentuk keterikatan masyarakat..., Fajar Winarsih, FMIPA UI, 2014
Strategi Hidup
Strategi Hidup dalam penelitian ini dibagi menjadi tiga, yaitu Strategi Bertahan Hidup,
Strategi Konsolidasi dan Strategi Akumulasi. Ketiga strategi tersebut dapat terlihat jelas
dalam kehidupan masyarakat sehari-hari. Terkait dengan kejadian banjir di Bantaran Ci
Liwung, warga sudah bukan lagi berada pada tahap adaptasi, namun sudah pada tahap
penyusunan strategi hidup. Mereka mampu memperkirakan kapan bencana banjir akan terjadi
dan berapa kira-kira tinggi air yang akan datang. Pada titik ini, mereka sudah siap
menghadapi banjir.
Gambar 1. Tahapan Strategi Rumah Tangga di Bantaran Ci Liwung
Bentuk keterikatan masyarakat..., Fajar Winarsih, FMIPA UI, 2014
a. Strategi Hidup Rumah Tangga I di Daerah Rentan
Keluarga Usman menganggap banjir adalah suatu hal yang sudah biasa. Pada banjir
tahun ini, Usman sekeluarga mengungsi di Gelanggang Olahraga di Kampung
Melayu. Pekerjaan Usman sehari-hari adalah berjualan bakso. pekerjaan ini sudah
dijalaninya semenjak ia masih muda. Ia tidak berjualan berkeliling, namun hanya
membuka gerobaknya di depan rumah, dan jam 12.00 nanti ia akan pindah ke gang di
belakang rumah. Itulah aktivitas yang dilakukan Usman sehari-hari. Hasil dari
berjualan bakso ini cukup untuk sekedar makan dan membeli bahan untuk berdagang
selanjutnya.
Banjir yang datang tahun ini adalah yang paling lama diantaranya deretan kejadian
banjir yang pernah dialami Usman. Kejadian banjir tahun ini membuat Usman
kehilangan mata pencaharian satu-satunya, yaitu berdagang bakso. Skill yang dimiliki
Usman hanya membuat bakso. Selama lebih dari satu bulan, Usman menganggur. Ia
dan keluarga hanya mengandalkan sumbangan untuk para korban banjir di GOR.
Hingga kemudian timbul sebuah ide untuk membuka usaha di tempat pengungsian.
Kemudian, dengan menghubungi kerabat yang juga berjualan bakso, ia meminjam
gerobak bakso milik kerabatnya itu. Akhirnya Usman berjualan bakso di tempat
pengungsian.
Apa yang dilakukan oleh Usman ini adalah bentuk dari strategi bertahan hidup yang
paling rendah tingkatannya. Ia hanya ingin memenuhi kebutuhan pokok anggota
keluarganya.
b. Strategi Hidup Keluarga II di Daerah Rentan
Pak Tatang, salah satu warga Bantaran Ci Liwung yang sudah menetap sejak 1975,
saat ini sudah memiliki kehidupan yang lebih baik. Dulunya, Pak Tatang bekerja
sebagai kuli panggul di pasar, hingga kemudian memutuskan untuk menetap di
Bantaran Ci Liwung setelah uang yang ia hasilkan memadai. Hingga tahun 1989, ia
masih menjadi kuli panggul. Roda ekonomi berjalan terus, hingga akhirnya Pak
Tatang memutuskan untuk berhenti menjadi kuli panggul dan membuka warung kecil-
kecilan di rumah. Usaha kecil-kecilan ini lambat laun menjadi besar seiring dengan
pertambahan penduduk di daerah permukiman di Bantaran Ci Liwung. Saat ini,
penghasilan dari warung Pak Tatang sudah cukup untuk menghidupi keluarganya.
Bentuk keterikatan masyarakat..., Fajar Winarsih, FMIPA UI, 2014
Apa yang dilakukan Pak Tatang ini merupakan strategi konsolidasi dengan
meninggalkan pekerjaan pertama dan mencoba memantapkan usaha dengan ekspektasi
hasil yang tinggi. Upaya konsolidasi ini dilakukan tidak hanya untuk bertahan hidup,
namun juga memantapkan posisi aset atau kekayaan uang dimilikinya.
c. Strategi Hidup Rumah Tangga III di Daerah Tidak Rentan Orangtua Pak Madkhusin adalah satu-satunya warga yang bertahan dalam proyek
pembangunan Perumahan Kalibata Indah di tahun 1980. Ia berhasil mempertahankan
tanah bagian bawah yang menjorok ke sungai, bebas relokasi. Saat ini, tanah tersebut
sudah berganti kepemilikannya menjadi milik Pak Madkhusin. Ketika ditanya masalah
surat menyurat, Pak Madkhusin mengatakan bahwa surat yang dimilikinya adalah
surat waris yang diturunkan dari keluarganya. Tanah itu kini digunakan oleh Pak
Madkhusin sebagai kontrakan. Sekitar 50 KK menempati kontrakan yang berada
persis di bantaran Ci Liwung dan berada persis di belakang Perumahan Kalibata
Indah, Kelurahan Rawajati.
Gambar 2. Lokasi Permukiman ‘Kampung Bawah di Belakang Peruamhan
Kalibata Indah
Penghasilan utama Haji Madkhusin adalah dari kontrakan. Tarif yang ia pasang per
bulan antara Rp 300.000 sampai Rp 500.000. Mereka yang tinggal di kontrakan Pak
Madkhusin adalah pendatang yang bekerja sebagai pembantu, tukang kebun dan supir
pribadi bagi para warga di Perumahan Kalibata Indah. Jadi, warga kampung bawah
melihat kampung atas sebagai ladang ekonomi yang memiliki prospek.
Pak Madkhusin sudah hidup berkecukupan dari hasil kontrakan. Saat ini,
capaian status nafkahnya sudah pada strategi akumulasi, dimana ia sudah
mengumpulkan berbagai aset atau kekayaan yang dimilikinya untuk tujuan tertentu.
Bentuk keterikatan masyarakat..., Fajar Winarsih, FMIPA UI, 2014
‘........yaaaa, saya taun ini Insya Allah akan berangkat umroh yang ketiga kalinya.
Trus juga saya ingin berangkat haji juga, kalo bsa sih taun inii....Itu ya dari ini,,,dari
kontrakan...’- Pak Madkhusin, warga RT 15, RW 06-
Penjabaran diatas hanyalan gambaran umum sebagian strategi hidup yang
dijalani oleh rumah tangga. Tidak semua warga di daerah rentan adalah warga miskin,
atau bisa dikategorikan sebagai warga sensitif. Ada pula warga tidak sensitif yang
tinggal di daerah rentan, atau bahkan seperti di ‘kampung bawah’ Perumahan Kalibata
Indah, dari 50 KK, mereka adalah warga sensitif yang tinggal di daerah tidak rentan.
Jadi, karakteristik warga di masing-masing wilayah berbeda-beda. Hasil dari strategi
hidup diatas tidak bisa dijadikan sebagai kesimpulan bahwa strategi tersebut mewakili
masing-masing daerah penelitian.
Pembahasan
Bentuk Keterikatan Masyarakat dengan Lingkungan
Hubungan keterikatan muncul ketika suatu individu atau rumah tangga atau bahkan
komunitas memiliki perasaan yang dalam terhadap ruang tempat tinggalnya. Hubungan ini
muncul karena dipengaruhi oleh faktor-faktor seperti lama tinggal (waktu) yang secara
signifikan membentuk kenangan dan pengalaman dengan lingkungan tempat tinggal.
Seseorang akan merasa nyaman tinggal di suatu tempat setelah mereka merasakan sendiri
dalam waktu yang lama bagaimana kondisi kehidupan baik dari segi fisik, ekonomi maupun
sosial. Tingkat kenyamanan yang dimiliki setiap individu pasti berbeda. Sebagai orang luar,
kita bisa saja berpikir bahwa lingkungan Bantaran Ci Liwung sangat tidak nyaman ditinggali
karena merupakan daerah rawan banjir dan merupakan daerah kumuh. Namun tidak demikian
dengan masyarakat yang tinggal di bantaran. Banjir yang menurut pemerintah adalah
masalah, bagi mereka itu hanya bagian dari fenomena alam yang terjadi dan bukan masalah
yang mengganggu aktivitas ekonomi mereka.
Karakteristik lingkungan tempat tinggal baik dari segi fisik maupun sosial yang ada di
masing-masing daerah penelitian menghasilkan bentuk keterikatan berdasarkan kelas
ketergantungannya. Karakteristik ini merupakan hasil dari penggabungan strategi hidup dan
kejadian banjir di bantaran Ci Liwung. Kemudian, strategi hidup dan kejadian banjir ini
dinyatakan dalam beberapa indikator, diantaranya jarak rumah dengan tempat kerja, jenis
Bentuk keterikatan masyarakat..., Fajar Winarsih, FMIPA UI, 2014
pekerjaan, lama tinggal, status sosial-ekonomi dan kepemilikan aset seperti pada Gambar 5.9
berikut.
Gambar 3. Bentuk Keterikatan Masyarakat Terhadap Lingkungan
Reaksi Masyarakat Terhadap Shock yang Terjadi
Ada dua kemungkinan hasil atas reaksi masyarakat terhadap shock yang masuk, yaitu
meningkatkan hubungan keterikatan antar warga atau justru membuat warga terpecah belah.
Namun, kondisi yang terjadi di lapangan adalah bahwa shock yang masuk akan membuat
keterikatan mereka semakin kuat. Contohnya adalah, mereka akan bersama-sama mengambil
keputusan dengan musyawarah. Jika salah watu warga menerima suatu keputusan atas kondisi
shock, maka warga yang lain pun akan mengikuti. Warga perkampungan cenderung tidak
suka menonjolkan diri dengan menjadi berbeda. Mereka akan mengikuti keputusan umum.
Warga akan dengan suka rela membantu warga yang lain jika warga tersebut merasa
dirugikan.
Berdasarkan hasil pengamatan dan wawancara dengan warga setempat, diperoleh hasil atas
tanggapan masyarakat terhadap shock berupa Program Normalisasi dan Sodetan Ci Liwung.
Penjabaran ini didasarkan pada pengetahuan masyarakat mengenai informasi tentang program
yang masuk kedalam lingkungan tempat tinggal mereka. Berikut gambaran tipe masyarakat
atas reaksi sementara mereka dengan shock yang masuk.
Bentuk keterikatan masyarakat..., Fajar Winarsih, FMIPA UI, 2014
Gambar 4. Sikap Masyarakat Terhadap Shock yang Terjadi
Karakteristik masyarakat yang terdiri dari lama tinggal, status kependudukan, status sosial-
ekonomi mempengaruhi reaksi atas shock yang terjadi. Reaksi tersebut dinyatakan dalam
sikap tidak keberatan, keberatan dan menolak. Masing-masing reaksi tersebut juga
dipengaruhi oleh kondisi fisik lingkungan di daerah bantaran. Reaksi yang diberikan oleh
masing-masing individu atau rumah tangga berbeda-beda. Keterangan dari Gambar 5.10
diatas dapat dilihat pada tabel di bawah ini.
Tabel 5. Kondisi Umum Masyarakat Berdasarkan Reaksi atas Program Pemerintah
Bentuk keterikatan masyarakat..., Fajar Winarsih, FMIPA UI, 2014
Warga baik di daerah rentan maupun tidah rentan akan mudah mengubah pendapatnya
mengenai suatu shock yang masuk jika mereka dipengaruhi oleh orang lain. Secara umum,
warga Bantaran Ci Liwung menolak dan atau keberatan atas dilakukannya relokasi untuk
normalisasi dan sodetan ini. Namun mereka juga menyadari bahwa sebagai masyarakat
awam, mereka tidak bisa menghalang-halangi program pemerintah, karena memang tujuannya
untuk Jakarta yang lebih baik.
‘....intinya siih, warga sini menolak penggusuraaaann. Orang udah enak tinggal disini, tiba-
tiba mau digusurr...tapi, kalo emang penggantiannya sesuai yaa mau gimana lagi... kita juga
mau nggak mau lah ngikutin pemerentah.....’-Mulyadi, Warga sensitif di daerah rentan-
Kemudian, dalam hal ini, shock yang masuk akan mempengaruhi atau bahkan mengubah total
strategi hidup dan hubungan keterikatan yang sudah dimiliki oleh masyarakat Bantaran Ci
Liwung. Kerentanan eksternal yang berupa shock berhasil mengubah cara hidup dan
penghidupan masyarakat Bantaran Ci Liwung nantinya.
Kesimpulan
Secara umum, semakin rentan suatu daerah, semakin tinggi bentuk keterikatan
lingkungannya, karena antara warga satu dengan lainnya membentuk sebuah hubungan yang
tidak mereka sadari merupakan sebuah ketergantungan (bounding place). Namun, tidak
semua warga di daerah rentan memiliki keterikatan yang kuat, karena bentuk keterikatan
dipengaruhi oleh lamanya mereka tinggal, kondisi ekonomi, kondisi sosial, aksesibilitas, dan
lokasi. Sebaliknya, daerah tidak rentan hanya melihat lingkungan sebagai suatu bentuk umum
dari lokasi tempat tinggal, tidak ada rasa kepemilikan dan ikatan. Bentuk keterikatan yang
ditemukan di daerah rentan yaitu hubungan emotional. Kemudian menyusul, daerah sedang
Bentuk keterikatan masyarakat..., Fajar Winarsih, FMIPA UI, 2014
juga memiliki hubungan emotional, sedangkan di daerah tidak rentan hubungan behavioural
untuk ‘warga bawah’ dan hubungan cognitive untuk ‘warga atas’. Masing-masing bentuk
keterikatan ini tergambar dalam aktivitas atau kegiatan masyarakat sehari-hari.
Pada akhirnya, bentuk keterikatan ini menghasilkan sebuah keputusan yang dinyatakan dalam
sikap menolak, keberatan dan tidak keberatan atas shock yang terjadi. Namun sikap tersebut
tidak akan berpengaruh terhadap shock (normalisasi dan sodetan) yang terjadi. Sebaliknya,
shock lah yang akan sangat mempengaruhi hubungan keterikatan dan strategi hidup dalam
sebuah komunitas masyarakat. Shock ini mampu memutuskan hubungan keterikatan dan
memaksa masyarakat untuk kembali beradaptasi dengan lingkungan yang baru.
Saran
Penelitian mengenai penghidupan masyarakat kalangan menengah ke bawah belum banyak
yang dikaji secara detil berdasarkan komponen penghidupan. Sebagai saran untuk penelitian
mengenai masyarakat selanjutnya, sebaiknya gali lebih dalam mengenai penghidupan
masyarakat kalangan menengah kebawah. Agar diketahui penyebab kemiskinan yang terjadi
di kampung kota dan bagaimana mereka bertahan hidup serta strategi hidup yang mereka
jalani. Dengan demikian akan diperoleh sudut pandang masyarakat dalam melihat masalah
dan pendapat atas kebijakan pemerintah. Masyarakat ini adalah kaum mayoritas yang
menghuni sebagian besar wilayah perkotaan. Daerah permukiman masyarakat miskin kota
lebih dikenal dengan kampung kota karena kondisinya yang tidak mencerminkan fisik kota
yang seharusnya. Kelompok yang demikian ini apabila dibina secara berkelanjutan akan
banyak membantu pemerintah dalam hal perputaran ekonomi. Karena, kelompok ini adalah
pemutar roda ekonomi ketika krisis yang pernah terjadi di Indonesia. Kelompok inilah yang
menikmati fasilitas umum yang tersedia dengan maksimal.
Daftar Referensi
Aliyati, R. (2011). Tesis: Permukiman Kumuh di Bantaran Ci Liwung (Studi Kasus
Kelurahan Manggarai – Srengseng Sawah dan Kelurahan Kampung Melayu -
Kalisari). Depok: Departemen Geografi Universitas Indonesia.
Alwasilah, A, C. (2006). Pokoknya Kualitatif: Dasar-dasar Merancang dan Melakukan
Penelitian Kualitatif. Jakarta: PT Dunia Pustaka Jaya.
Arsalan, S. (2006). Tesis: Permukiman Kumuh di Propinsi DKI Jakarta. Depok: Geografi UI.
Bentuk keterikatan masyarakat..., Fajar Winarsih, FMIPA UI, 2014
BPS DKI Jakarta. (2011). Evaluasi RW Kumuh di Provinsi DKI Jakarta. Jakarta: BPS.
BPS DKI Jakarta. (2013). Statistik Daerah Provinsi DKI Jakarta. Jakarta: BPS.
Bunting, T dan Guelke, L. (1979). Behavioral and Perception Geography: A Critical
Appraisal. Dalam Jurnal Annals of the Association of American Geographers, Vol.
69 No. 3 Sept, 1979. Amerika: Tylor and Francis, Ltd.
Chambers, R. (2006). Vulnerability, Coping and Policy (Editoorial Introduction). Diedit oleh
Robert Chambers. IDS Bulletin Volume 37 Nomor 4, September 2006. Institute of
Development Studies.
Daldjoeni, N. (1992). Geografi Baru, Organisasi Keruangan dalam Teori dan Praktek.
Bandung: Penerbit Alumni.
Daldjoeni, N. (1998). Geografi Desa dan Kota. Bandung: Penerbit Alumni.
DFID. (1999). Sustainable Livelihoods Guidance Sheets. UK: DFID.
Downs, R, M and Stea, D. (2011). Cognitive Maps and Spatial Behaviour: Process and
Products. Halaman 312-317. Dalam The Map Reader: Theories of Mapping Practice
and Cartographic Representation. John Wiley and Sons. New York: John Wiley and
Sons, Ltd.
Eni, S, P. (2007). Perbandingan Pola Permukiman dan Kondisi Lingkungan DA Ci Liwung
pada Kelurahan Bidara Cina dan Tanjung Barat di Jakarta. Jurnal Sains dan
Teknologi EMAS, Vol. 17, No. 3, Agustus 2007.
Frankenberger, dkk. (2002). CARE, Household Livelihood Security Assessment: A Toolkit for
Practitioners. Arizona: TANGO International Inc.
Gilbert, A and Josef, G. (1996). Cities Poverty and Development, Urbanization in The 3rd
World. Diterjemahkan oleh Anshori dan Juanda. Dalam buku Urbanisasi dan
Kemiskinan di Dunia Ketiga. Yogyakarta: PT Tiara Wacana Yogya.
Haan, L, J. (2012). The Livelihood Approach, A Critical Exploration. Dalam Erdkunde Vol
66 No 4. Halaman 345-357.
Harjoko, T, Y. (2009). Urban Kampung, Its Genesis and Transformation into Metropolis with
Particular Reference to Penggilingan in Jakarta. Jerman: VDM Verlag Dr Muller
Aktiengesellschaft & Co.
Harris, A, L. (2011). Theories of Space, Place and Scale. _________: York University.
Hashem dkk. (2013). Between Sense and Attachment: Comparing the Concepts of Place in
Architectural Studies. Geografia Online Malaysia Journal of Society and Space 9
issue 1. ISSN 2180-2491. Halaman 96-104.
Hidayat. (1978). Ekonomi Sektor Informal. Jakarta: LIPI.
Bentuk keterikatan masyarakat..., Fajar Winarsih, FMIPA UI, 2014
Himbawan, G. (2010). Tesis: Penyebab Tetap Bermukimnya Masyarakat di Kawasan Rawan
Banjir Kelurahan Tanjung Agung Kota Bengkulu. Semarang: Universitas
Diponegoro.
Hollohaway, L dan Hubbard, P. (2001). People and Place, The Extraordinary Geographies of
Everyday Life. UK: Henry Ling, Ltd.
Kevin, R. (1972). Man, Location and Behaviour: An Introduction to Human Geography. New
York: John Wiley and Sons, Inc.
Mark, D, M dkk. (1999). Cognitive Models of Geographical Space. Sebuah Research Article
dalam Geographical Information Science Journal Vol 13, No 8. Halaman 747-774.
Meikle, dkk. (2001). Sustainable Urban Livelihoods: Concepts and Implications For Policy.
London: ____________.
Mitchell, B. (1989). Geography and Resource Analysis, Second Edition. New York: Longman
Scientific and Technical.
Nila, dkk. (2009). Buku Ekspedisi Ci Liwung. Jakarta: Kompas Gramedia.
Pangkerego, G dan Zulkaidi, D. (2013). Perancangan Kembali Kawasan Perumahan
Kampung Pulo di Tepi Sungai Ci Liwungg Provinsi DKI Jakarta. Jurnal Perencanaan
Wilayah dan Kota A SAPPK V3N1. Halaman 18-26. Bandung: Sekolah Arsitektur,
Perencanaan dan Pengembangan Kebijakan ITB
Panudju, B. (1999). Pengadaan Perumahan Kota Dengan Peran Serta Masyarakat
Berpenghasilan Rendah. Bandung: Penerbit Alumni.
Pemerintah Provinsi DKI Jakarta. (2012). Peraturan Daerah Provinsi DKI Jakarta Tentang
Rencana Tata Ruang Wilayah Jakarta 2030. Jakarta.
Prayitno, U, S. (2004). Modal Sosial dan Ketahanan Ekonomi Keluarga Miskin, Studi
Sosiologi Pada Komunitas Bantaran Sungai Ci Liwung (Disertasi). Depok: Sosiologi
UI.
Rakodi, C dan Tony L, J. (2002). Urban Livelihood, A People-Centred Approach to Reducing
Poverty. United Kingdom: Earthscan Publication Ltd.
Robbins, S, P. (2001). Organizational Behaviour 9. New Jersey: Prentice- Hall, Inc.
Santoso, J. (2006). Menyiasati Kota Tanpa Warga. Jakarta: Penerbit KPG dan Centopolis.
Satge, dkk. (2002). Learning About Livelihoods Insight From Southern Africa. Afrika Selatan
dan UK: Periperi Publication dan Oxfam GB.
Shalih, O. (2012). Skripsi: Adaptasi Penduduk Kampung Melayu Jakarta Terhadap Banjir
Tahunan. Depok: Departemen Geografi Universitas Indonesia
Bentuk keterikatan masyarakat..., Fajar Winarsih, FMIPA UI, 2014
Sihombing, A. (2010). Conflicting Images of Kampung And Kota In Jakarta, The Differences
and Conflicts and The Symbiotic Links Between Kampung and Kota. Jerman:
Lambert Academic Publishing AG&Co. KG.
Suranto. (2004). Lokasi Hunian di Bantaran Ci Liwung Wilayah Jakarta Selatan (Tesis).
Depok: Geografi UI.
Susandi, A dan Sagala, S. (2014). Riset Kerentanan Iklim di Bantaran Sungai Ci Liwung di
Jakarta Utara, Depok dan Bogor. Bandung: ITB.
Thoha, M. (1983). Perilaku Organisasi Konsep Dasar dan Aplikasinya. Jakarta: CV Rajawali.
Turner, J, F, C and Robert, F (Edited). (1972). Housing As A Verb. Dalam buku Freedom to
Build. Halaman 148-175. Amerika Serikat: Macmillan Company.
Walmsley, D, J and Lewis, G, J. (1993). People and Environment, Behaviour Approachs in
Human Geography, Second Edition. New York: John Wiley and Sons, Inc.
Wardianto, G. (2004). Tesis: Hubungan Fungsi Elemen Penghubung Antar Jalur Pedestrian
dengan Tuntutan Atribut Persepsi Pejalan Kaki pada Seting Ruang Publik di
Jatingaleh Semarang. Semarang: Teknik Arsitektur Universitas Diponegoro.
Sumber Lain dari Internet:
BPLHD Jakarta. (2012). Laporan Status Lingkungan Hidup Daerah Provinsi DKI Jakarta
Tahun 2012. 23 Januari 2014.
http://bplhd.jakarta.go.id/slhd2012/Docs/pdf/Buku%20I/Buku%20I%20SLHD%202
012.pdf.
Muhtar, dkk, (2012). Rapid Assesment DA Ci Liwung di Kelurahan Manggarai dan
Kelurahan Kampung Melayu. 1 Maret 2014. LIPI, Pusat Penelitian dan
Pengembangan Kesejahteraan Sosial.
http://elib.pdii.lipi.go.id/katalog/index.php/searchkatalog/byId/294313
Sulipan,______. Penelitian Deskriptif Analitis, Berorientasi Pemecahan Masalah. 25 Maret
2014.
http://www.ktiguru.net/file.php/1/moddata/data/3/9/46/Penelitian_Deskriptif_Analiti
s.pdf.
Wisdaningtyas, K. (2011). Strategi Bertahan Hidup Masyarakat Nelayan di Daerah
Pencemaran Pesisir: Studi Kasus Nelayan Kampung Bambu, Kelurahan Kalibaru,
Kecamatan Cilincing, Jakarta Utara (Online). 4 Juni 2014. Departemen Sains
Komunikasi dan Pengembangan Masyarakat, Fakultas Ekologi Manusia, IPB.
http://repository.ipb.ac.id/handle/123456789/47390
Bentuk keterikatan masyarakat..., Fajar Winarsih, FMIPA UI, 2014