bayu athoni wibowo - kajian kebutuhan air irigasi tanaman padi metode sri, semi sri dan konvensional...

41
0 KAJIAN KEBUTUHAN AIR IRIGASI TANAMAN PADI METODE SRI, SEMI SRI DAN KONVENSIONAL PADA PETANI (Studi Kasus di Desa Garahan, Kecamatan Silo, Kabupaten Jember) NASKAH SEMINAR HASIL PENELITIAN Oleh: Bayu Anthony Wibowo NIM 091710201017 Pembimbing: DPU : Dr.Ir. Heru Ernanda M.T DPA : Ir. Hamid Ahmad

Upload: mohammad-ridwan

Post on 24-Dec-2015

11 views

Category:

Documents


1 download

DESCRIPTION

S

TRANSCRIPT

0

KAJIAN KEBUTUHAN AIR IRIGASI TANAMAN PADI METODE SRI,

SEMI SRI DAN KONVENSIONAL PADA PETANI

(Studi Kasus di Desa Garahan, Kecamatan Silo, Kabupaten Jember)

NASKAH SEMINAR HASIL PENELITIAN

Oleh:

Bayu Anthony Wibowo

NIM 091710201017

Pembimbing:

DPU : Dr.Ir. Heru Ernanda M.T

DPA : Ir. Hamid Ahmad

KEMENTERIAN PENDIDIKAN DAN KEBUDAYAAN

UNIVERSITAS JEMBER

FAKULTAS TEKNOLOGI PERTANIAN

2014

1

BAB 1. PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Ancaman krisis pangan di Indonesia merupakan dampak nyata yang harus

ditanggapi dan segera ditanggulangi secepatnya hal ini didasarkan laju

pertambahan penduduk yang lebih besar dari laju peningkatan produksi pangan,

dikarenakan terjadinya penyusutan lahan pertanian akibat alih fungsi penggunaan

lahan dan peningkatan penduduk yang tidak terkendali.Oleh sebab itu sektor

pertanian mendapatkan sorotan pemerintah Indonesia dalam visi dan misi

pemerintah tahun 2010-2014 dengan menjadikan sektor pertanian ini menjadi

prioritas nomor 5 dari 11 prioritas nasional yang berbunyi sebagai berikut.

Prioritas 5 : ketahanan pangan. Peningkatan ketahanan pangan dan lanjutan

revitalisasi pertanian untuk mewujudkan kemandirian pangan, peningkatan daya

saing produk pertanian, peningkatan pendapatan petani, serta kelestarian

lingkungan dan sumber daya alam. Peningkatan pertumbuhan PDB sektor

pertanian sebesar 3,7% per tahun dan Indeks Nilai Tukar Petani sebesar 115-120

pada 2014 (Badan Perencanaan Pembangunan Nasional, 2010:54).

Pengelolaan air irigasi dan cara bercocok tanam yang masih sangat

tradisional memberikan produksi yang rendah. Hal ini dikarenakan pada metode

konvensional yang diterapkan oleh petani sangat boros air untuk memenuhi

kebutuhan air irigasinya. Padi hanya bisa ditanam 2 musim dalam setahun.

Sehingga timbul pemikiran untuk menggunakan prinsip metode SRI yang

merupakan metode bercocok tanam yang sangat efisien air. Hal tersebut dapat

memungkinkan padi dapat di tanam di segala musim termasuk musim kemarau.

Sehingga diharapkan dapat meningkatkan produksi padi per tahunnya.

1.2 Rumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang diatas maka salah satu cara untuk meningkatan

produktivitas padi di desa Garahan para petugas penyuluh lapangan (PPL)

menyarankan untuk menggunakan sistem SRI kepada petani-petani Garahan.

Selain itu dengan menggunakan sistem SRI ini diharapkan dapat mengurangi

2

konsumsi air untuk pertanian padi sehingga lebih hemat air terlebih pada musim

kemarau. Namun dalam penerapannya setelah sosialisasi di desa Garahan

beberapa ada yang sudah menggunakan sistem SRI, dan beberapa masih

menggunakan metode konvensional namun membubuhkan inovasi sistem SRI.

Dilapang oleh petani-petani garahan disebut sistem semi SRI. Namun tak sedikit

pula petani yang masih enggan melaksanakan sesuai sosialisasi karena masih

belum ada bukti. Akibatnya sistem konvensional masih digunakan. Oleh karena

itu, dilakukan petak percontohan untuk memberikan suatu penegasan dan

informasi bagi petani dan penulis ingin menganalisis lebih lanjut kebutuhan air

irigasi tanaman padimetode SRI, semi SRI dan konvensional. Adapun rumusan

masalah pada penelitian ini secara teknis, sebagai berikut.

a. Apakah pemberian debit air irigasi berbeda untuk tiap-tiap metode,

memberikan produksi yang berbeda?

b. Apakah masing-masing metode memiliki karakteristik yang berbeda?

1.3 Batasan Masalah

Menitikberatkan pada kebutuhan air irigasi tanaman padi dan pemberian air

irigasi oleh petani yang berbeda-bedapada setiap fase pertumbuhan padi.

Membatasi aspek sosial budaya yang terjadi karena esensi pembahasan adalah

untuk menilai kinerja penerapan metode oleh petani di lapang.

.

1.4 Tujuan

a. Untuk mengkaji perbedaan penggunaan debit air irigasi tanaman padi

pada tiga metode yang diteliti.

b. Untuk mengetahui pengaruh penggunaan metode yang berbeda terhadap

tinggi tanaman, banyak anakan dan produktivitas padi.

1.5 Manfaat

a. Sebagai pengetahuan khususnya tentang sistem irigasi bagi petani yang

menerapkan penggunaan air irigasi yang efisien.

b. Panduan untuk mengatasi masalah air lebih pada usahatani padi sawah.

3

BAB 2. TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Irigasi

Irigasi adalah sistem pemberian air yang baik agar jumlah air yang tersedia

dapat mencukupi kebutuhan air yang diperlukan oleh tanaman. Sistem irigasi

dapat diartikan sebagai satu kesatuan yang tersusun dari berbagai komponen,

menyangkut upaya penyediaan, pembagian, pengelolaan dan pengaturan air dalam

rangka meningkatkan produksi pertanian (Sudjarwadi, 1990).

2.1.1 Debit Air Irigasi

Debit air adalah banyaknya air yang masuk dalam satuan liter/detik. Debit

air dapat diukur dengan cara langsung (menggunakan sekat ukur Romyn,

Thomson, Cipolletti dan Flume Pharshall) (Aji dan Maraden, 2008: 10).

Gambar 2.1Sekat ukur Thomson

Q=c . H52

………………………..........................…………...………....…… (2.1)Keterangan:

Q = debit,

H = tinggi muka air pada Thomson, dan

c = koefisien debitThomson (c=0,0186).

2.1.2 Kebutuhan Air Irigasi

Kebutuhan air untuk tanaman merupakan air yang dibutuhkan untuk

tanaman untuk tumbuh optimal tanpa kurang air yang dinyatakan dalam Netto

Kebutuhan Air Lapangan atau Net Field Requirement(NFR). NFR dipengaruhi

oleh penyiapan lahan, pemakaian konsumtif, penggenangan, efisiensi irigasi,

perkolasi, dan curah hujan efektif (Direktorat Jenderal Pengairan, 1986: 38).

4

2.1.3 Evapotranspirasi

Evapotranspirasi merupakan perpaduan dua istilah yakni evaporasidan

transpirasi. Evaporasi yaitu penguapan di atas permukaan tanah, sedangkan

transpirasi yaitu penguapan melalui permukaan dari air yang semula diserap oleh

tanaman. Sehingga evapotranspirasi adalah banyaknya air menguap dari lahan dan

tanaman dalam suatu petakan karena panas matahari (Asdak, 1995: 117).

Koefisien konsumtif tanaman (Kc) didefinisikan sebagai perbandingan

antarabesarnya evapotranspirasi potensial dengan evaporasi acuan tanaman pada

kondisipertumbuhantanamanyang tidakterganggu.Dalam

hubungannyadenganpertumbuhan dan perhitungan evapotranspirasi acuan

tanaman (ETo), makadimasukkan nilai Kc yang nilainya tergantung pada musim,

serta tingkat pertumbuhantanaman (Allen, et al., 1998: 113).

Tabel 2.1Koefisien Tanaman (Kc) Padi Menurut Nedeco/Prosida dan FAO

Bulan Nedeco/Prosida FAO

Varietasbiasa

VarietasUnggul

Varietasbiasa

VarietasUnggul

0,5

1,0

1,5

2,0

2,5

3,0

1,20

1,20

1,20

1,27

1,32

1,33

1,20

1,27

1,33

1,30

1,30

0

1,10

1,10

1,10

1,10

1,10

1,05

1,10

1,10

1,05

1,05

0,95

0(Sumber Direktorat Jenderal Pengairan, 1986: 35)

2.1.4.Penggantian Lapisan Air (WLR)

Penggantian air pada perhitungan kebutuhan air ini diambil 50 mm (1,65

mm/hari) selama satu setengah bulan setelah transplantasi.

a. Setelah pemupukan, usahakan untuk menjadwalkan dan mengganti lapisan

air menurut kebutuhan

b. Jika tidak ada penjadwalan semacam itu, lakukan penggantian sebanyak 2

kali, masing-masing 50 mm selama 1bulan dan 2bulan setelah transplantasi

5

Ini berarti diperlukan 1,65 mm/hari pergantian lapisan air selama 2 bulan

setelah tranplantasi (tanaman mulai berbuah)(Direktorat Jenderal Pengairan, 1986:

36).

2.1.5 Perkolasi

Laju perkolasi sangat tergantung pada sifat-sifat tanah. Pada tanah lempung

berat dengan karakteristik pengolahan (puddling) yang baik, laju perkolasi dapat

mencapai 1-3 mm/hari. Pada tanah-tanah yang lebih ringan, laju perkolasi bisa

lebih tinggi. Untuk menentukan Iaju perkolasi, perlu diperhitungkan tinggi muka

air tanahnya.Kehilangan air untuk perkolasi adalah jumlah air yang mengalir

melalui tanah yang terisi oleh sistim perakaran yang tidak dapat dimanfaatkan

oleh tanaman tersebut. Kehilangan air akibat perkolasi dapat diperiksa dengan

menggunakan pendekatan permeabilitas dan infiltrasi(Direktorat Jenderal

Pengairan, 1986: 36).

2.1.6Curah Hujan Efektif

Untuk menentukan besar sumbangan hujan terhadap kebutuhan air oleh

tanaman, terdapat beberapa cara, diantaranya secara empirik maupun dan

simulasi. Kriteria Perencanaan Irigasi mengusulkan hitungan hujan efektif

berdasarkan data pengukuran curah hujan di stasiun terdekat, dengan panjang

pengamatan selama 10 tahun.Curah hujan efektif adalah curah hujan andalan yang

jatuh di suatu daerah dan digunakan tanaman untuk pertumbuhannya.Besarnya

curah hujan efektif untuk tanaman padi diambil sebesar 80 % dari curah hujan

rencana yaitu curah hujan dengan probabilitas terpenuhi 80 % (R.80)(Hadidhy,

Tanpa Tahun: 5-6).

2.3Metode Bercocok Tanam Padi

Berbagai teknik budidaya padi yang dikembangkan untuk meningkatkan

produktifitas padi. dalam penelitian ini akan dibahas 3 metode bercocok tanam

padi yaitu metode konvensional, metode SRI dan metode semi-SRI.

6

2.3.1 Metode Konvensional

Tanaman padi, pada umumnya ditanam dengan sistem tergenang. Petani

malah umumnya membiarkan air terus-menerus mengalir masuk ke petak sawah,

dan terus mengalir dari petak satu ke petak lainnya, sampai ke tempat

pembuangan, seperti kali atau parit.

2.3.2 Metode Semi SRI

Pada awalnya metode ini ditemukan secara sengaja di desa garahan

kecamatan Silo Kabupaten Jember. Disebut metode Semi SRI karena petani

memadukan antara metode konvensional dan SRI. Hal ini dikarenakan metode

konvensional yang telah lama diterapkan oleh petani dan sedikitnya informasi

yang bisa didapatkan oleh petani mengenai metode baru SRI. Sehingga untuk

membiasakan dan mempelajari secara teknis lapang terciptalah metode semi SRI

yang dapat membuat petani bisa beradaptasi dengan metode SRI.

2.3.3 Metode SRI(System of Rice Intensification)

Vijayakumar, et.al (2006: 236-237) menyatakan bahwa tanaman padi

mampu tumbuh dengan sangat baik pada kondisi semi aquatic tanpa mengurangi

produktivitas. Dengan dikembangkannya teknik budidaya padi yang lebih baru,

yang mula-mula dikembangkan di Madagaskar, yang akhirnya dikenal dengan

teknik SRI (System of Rice Intensification), maka ada harapan baru untuk

meningkatkan produksi padi. Dalam skala percobaan lapangan, teknik SRI ini

merupakan teknik budidaya yang hemat air tetapi memberikan hasil gabah yang

jauh lebih tinggi daripada sistem sawah konvensional.

7

BAB 3. METODE PENELITIAN

3.1 Waktu dan Tempat Penelitian

Penelitian ini dilakukan di Desa Garahan, Kecamatan Silo, Kabupaten

Jember. Pada bulan Juli sampai dengan bulan november 2013.

3.2 Bahan dan Alat Penelitian

3.2.1 Bahan Penelitian

Bahan penelitian adalah lahan sawah padi dengan varietas padi IR-64.

3.2.2 Alat-alat Penelitian

Adapun alat yang digunakan dalam penelitian ini adalah:

a. GPS

b. kamera digital;

c. penggaris;

d. alat pengukur debit Thomson

e. infiltrometer

3.3 Metode PenelitianMetode penelitian secara singkat ditunjukkan dalam diagram alir berikut:

Mulai

Mengumpulkan data

Variabel independen:1. Debit masuk (Qin)2. Debit keluar (Qout)3. Perkolasi (P)

Variabel dependen:1. Produksi padi2. Banyak anakan padi

Data stasiun klimatologi:1. Temperatur max (Tmax)2. Temperatur min (Tmin)3. Lama penyinaran

matahari (n)4. Kelembapan udara (RH)5. Kecepatan angin (Uz)6. Curah hujan (R)

A B

8

Gambar 3.1 Diagram Alir Penelitian

3.4 Rancangan Penelitian

Rancangan penelitian yang digunakan adalah rancangan acak

kelompok(RAK). Terdiri atas 1 faktor, yaitu faktor A (metode). Menggunakan 3

taraf yaitu metode SRI, semi-SRI, dan konvensional dengan 5x ulangan.

3.5 Variabel Penelitian

Variabel yang digunakan dalam penelitian ini terdiri dari 2 variabel yaitu

variabel utama dan variabel pendukung. Secara rinci diuraikan sebagai berikut.

3.5.1 Variabel utama

Variabel utama terdiri atas dua macam variabel, yaitu:

a. variabel independen: b. variabel dependen:

1. debit masuk (Qin) 1. produksi padi

2. debit keluar (Qout) 2. banyak anakan padi

3. perkolasi (P)

A B

Mengolah data1. ETo metode penman-monteith2. ETc3. Curah hujan efektif4. Kebutuhan air (QNFR)5. Pemberian air (Qirigasi)

Selesai

Analisis data1. Mengkaji kebutuhan air irigasi (QNFR)2. Membandingkan kebutuhan air irigasi (QNFR) dengan

pemberian air irigasi (Qirigasi) 3. HubunganQirigasi dengan banyak anakan dan produksi padi

Kesimpulan

9

3.5.2 Variabel pendukung:

a. temperatur max (Tmax) d. kelembapan udara (RH)

b. temperatur min (Tmin) e. kecepatan angin (Uz)

c. lama penyinaran matahari (n) f. curah hujan (R)

3.6 Mengumpulkan Data

Ada dua cara untuk mengumpulkan data dalam penelitian ini yaitu

pengamatan secara langsung dan tidak langsung.

3.6.1 Survei/pengamatan

Survey merupakan kegiatan peninjauan secara langsung. Survei dilakukan

untuk mengamati hal-hal berikut ini.

a. Debit masuk, jumlah air irigasi yang masuk ke petak lahan padi yang diukur

dengan bangunan Thompson sehingga menghasilkan nilai Qin(mm/hari). Data

yang disajikan dalam tabel setiap 10 harian.

b. Debit keluar, jumlah air irigasi yang keluar dari petak lahan padi yang diukur

dengan bangunan Thompson sehingga menghasilkan nilai Qout (mm/hari). Debit

air keluar ini diamati setiap 2x seminggu. Data disajikan dalam tabel setiap 10 harian.

c. Perkolasi, air yang terinfiltrasi dalam tanah yang konstan debitnya sama

dengan perkolasi. Oleh karena itu dilakukan pengamatan dengan infiltrometer

dan diamati sampai air yang terilfiltrasi konstan debitnya (mm/hari).

d. Banyak anakan padi, dilakukan setiap 10 hari sekali selama 4 bulan

e. Produktivitas padi, pengamatan dilakukan diakhir musim saat panen dengan

mengamati hasil panen yang didapat per petak.

3.6.2 Pengambilan data dari instansi yang terkait

Pengambilan data dari stasiun klimatologi setempat. merupakan kegiatan

secara tidak langsung terhadap lapang (tempat penelitian). Data tersebut adalah:

a. temperatur max (Tmax) d.kelembapan udara (RH)b. temperatur min (Tmin) e.kecepatan angin (Uz)c. lama penyinaran matahari (n) f.curah hujan (R)

10

3.7 Mengolah Data

Dari data yang diperoleh secara langsung maupun tidak langsung data-data

tersebut diolah untuk mendapatkan data air irigasi untuk tanaman padi.

3.7.1 Perhitungan ETo metode penman-monteith

Diperlukan beberapa data-data sekunder yang didapatkan dari instansi yang

terkait pencatatan data klimatologi. Data-data tersebut lalu dimasukkan dalam

penghitungan ETo metode penman-monteith.

ETo=

0 .408 Δ ( Rn−G )+γ900T +273

u2(es−ea)Δ+γ (1+0 .34 u2)

…………………. (3.1)keterangan :

ETo= Evapotranspirasi acuan(mm/hari),

Rn = Radiasi netto pada permukaan tanaman (MJ/m2/hari),

G = Kerapatan panas terus-menerus pada tanah (MJ/m2/hari),

T = Temperatur harian rata-rata pada ketinggian 2 m (oC),

u2 = Kecepatan angin pada ketinggian 2 m (m/s),

es = Tekanan uap jenuh (kPa),

ea = Tekanan uap aktual (kPa),

= Kurva kemiringan tekanan uap (kPa/oC),

= Konstanta psychrometric (kPa/oC).

3.7.2 Perhitungan ETc

ETc = ETo X Kc ……………………………………………….. (3.2)

Keterangan:

ETc = Evapotranspirasi tanaman

ETo = Evapotranspirasi acuan

Kc = Koefisien tanaman padi

(Direktorat Jenderal Pengairan, 1986: 33).

3.7.3 Perhitungan curah hujan efektif

11

Re=0,7 x1

15(setengahbulan )5

……………………………..…. (3.3)

Keterangan :

Re = Curah hujan efektif, mm/ hari

R5 = Curah hujan min tengah bulanan dengan periode ulang 5 tahun

Rumus diatas dirubah dari 15 harian menjadi 10 harian dengan periode

ulang yang semula 5 tahun menjadi 10 tahun.

Re=0,7 x1

10(sepuluhhari )10

…………………………..……… (3.4)

Keterangan :

Re = Curah hujan efektif, mm/ hari

R5 = Curah hujan min 10 harian dengan periode ulang 10 tahun

3.7.4 Perhitungan kebutuhan air (QNFR)

QNFR = Etc + P + WLR – Re ………………………………...….. (3.5)

Keterangan:

QNFR = kebutuhan air

ETc = Evapotranspirasi tanaman

P = perkolasi

WLR= tinggi genangan

Re = curah hujan efektif(Direktorat Jenderal Pengairan, 1986: 38).

3.7.5 Perhitungan pemberian air (Qirigasi)

Debit irigasi nyata dihitung dengan mengurangkan debit masuk dengan

debit keluar sehingga bisa diketahui debit yang dikonsumsi petakan tersebut

(Direktorat Jenderal Pengairan, 1986: 36).

Qirigasi = Qin - Qout………………………………………..…. (3.6)

3.8 Analisis Data

12

Analisis yang digunakan yaitu analisis ragam (ANOVA). Analisis ragam

(ANOVA) digunakan untuk menguji kebenaran (benar atau salah) suatu hipotesis

pada suatu penelitian. Adapun hipotesis pada penelitian ini yaitu.

H0 = tidak terdapat perbedaanH1=terdapat perbedaan

Model analisis ragam yang digunakan untuk percobaan desain Rancangan

acak kelompok (RAK) 1 faktor dengan taraf nyata pada α = 0,05 atau sangat nyata

pada α = 0,01. Model statistik untuk analisis ragam pada percobaan RAK adalah

sebagai berikut(Mattjik dan Sumertajaya, 2006).

Yij = µ + τi + εij ................................................................................ (3.7)

Keterangan:

Yij = pengamatan pada perlakuan ke-i dan ulangan ke-j

µ =nilai rata-rata umum

τ i = pengaruh perlakuan ke-i = µi-µ

εij = pengaruh acak pada perlakuan ke-i ulangan ke-j

Berdasarkan hasil analisis ragam (ANOVA) apabila diperoleh nilai yaitu:

1. f hitung< F tabel, Ho diterima

2. fhitung > F tabel, Ho ditolak, H1 diterima.

Jika Fhitung > Ftabel maka dapat disimpulkan terdapat pengaruh nyata dari

perlakuan yang diuji sehingga paling tidak terdapat satu perlakuan yang berbeda

dibandingkan dengan perlakuan lain. Cara untuk mengetahui perlakuan mana

yang berbeda dibandingkan dengan yang lain, maka dilakukan analisis Duncan

(DMRT). Analisis Duncan (DMRT)dapat digunakan untuk menguji perbedaan

diantara semua pasangan perlakuan yang mungkin tanpa memperhatikan jumlah

perlakuan.Model statistik untuk Uji Duncan adalah sebagai berikut:

UJD = rp . ........................................................................ (3.8)

Keterangan:

KTG = Kuadrat Tengah Galat

√ KTGn

13

n = ulangan

rp = nilai wilayah nyata , dapat dilihat pada Tabel Duncan

BAB 4. HASIL DAN PEMBAHASAN

4.1 Kondisi dan Potensi Lokasi Daerah Penelitian

Penelitian ini dilakukan di Desa Garahan, Kecamatan Silo, Kabupaten

Jember. Penelitian dilakukan pada musim kemarau. Ketinggian tempat berkisar

490 – 535 Mdpl.

4.1.1 Porositas Tanah Pada Lokasi Penelitian

Nilai porositas tanah sebesar 52,19% untuk daerah penelitian metode SRI,

44,94% untuk daerah penelitian metode semi SRI , dan 63,07% untuk daerah

penelitian metode konvensional berdasarkan data analisis Laboratorium Jurusan

Tanah Fakultas Pertanian Unej. Dari ketiga sampel memiliki rata-rata nilai

porositas +50%. Kadar fraksi pasir yang tinggi inilah yang membuat tanah

memiliki porositas yang tinggi. Berdasarkan hal ini air irigasi yang dialirkan ke

petakan sawah sulit tertahan di dalam tanah terutama di daerah perakaran padi.

Akibatnya air mudah sekali terpekolasi kebagian tanah yang lebih dalam.

4.1.2 Jenis Tanah Pada Lokasi Penelitian

Jenis tanah merupakan salah satu faktor alam yang perlu diperhitungkan

dalam pertanian, dengan mengetahui jenis tanah di suatu daerah maka komoditas

pertanian yang akan dibudidayakan dapat disesuaikan demi mendapatkan hasil

yang baik. Walaupun sudah banyak usaha untuk dapat memodifikasi lingkungan

supaya menjadi sesuai dengan komoditas yang dibudidayakan. Berdasarkan peta

jenis tanah daerah penelitian diketahui bahwa ketiga daerah penelitian berada

pada kawasan jenis tanah regosol coklat kelabu. Secara umum tanah regosol

14

merupakan tanah dengan kandungan bahan organik yang rendah, selain itu tanah

ini juga peka terhadap erosi. Tanah regosol cocok dipakai sebagai lahan untuk

komoditas tanaman tembakau, tebu, palawija dan sayur sayuran karena tekstur

tanahnya kasar. Sehingga kurang baik untuk komoditas padi.

4.2 QNFR

Kebutuhan air irigasi tanaman yang dihitung menggunakan rumus NFR

dapat digunakan sebagai acuan pemberian air irigasi karena nilai evapotranspirasi,

nilai curah hujan dan nilai perkolasi menggunakan hasil pengamatan stasiun

klimatologi dan penelitian lapang di lahan Garahan. Nilai QNFR sebagai berikut.

0 20 40 60 80 100 12002468

101214

Waktu (hari)

Debi

t (m

m/h

ari)

0 20 40 60 80 100 12002468

101214

Waktu (hari)

Debi

t (m

m/h

ari)

(a) Konvensional (b) SRI

0 20 40 60 80 100 12002468

101214

Waktu (hari)

Debi

t (m

m/h

ari)

(c) Semi SRI

Gambar 4.1 QNFR yang Dibutuhkan Lahan

15

Berdasarkan gambar 4.1 terlihat bahwa kebutuhan air irigasi metode SRI

adalah yang paling hemat air irigasinya, dengan kebutuhan air yang demikian

hemat maka diharapkan mampu bercocok tanam padi pada musim kemarau.

Mengenai apa saja yang dapat membuat perbedaan antara ketiga metode akan

dikaji per fase pertumbuhan padi. Hasil analisis disajikan sebagai berikut.

4.2.1 Fase Persemaian

Tabel 4.1. Hasil Analisis Sidik Ragam QNFR Fase PersemaianSumber

keragamanJumlah

kuadrat(JK)Derajat

Bebas (db)Kuadrat

Tengah (KT)F Hitung

F tabel 5%

F tabel 1%

Metode 174923,868 2 87461,934 271,20** 3,885 6,927Galat 3870,000 12 322,500      Total 178793.868 14        

Keterangan : ** : berbeda sangat nyata* : berbeda nyatans : berbeda tidak nyata

Pada analisis sidik ragam diatas menunjukkan berbeda sangat nyata untuk

ketiga metode. Oleh karena itu perlu dilakukan uji Duncan. Hasil Uji Duncan

secara rinci dapat dilihat pada Tabel 4.2.

Tabel 4.2 Hasil Uji Duncan QNFR pada Fase Persemaian

MetodeFase

PersemaianKonvensional 388,85b

SRI 156,83a

Semi SRI 382,85b

Keterangan: xxabcd: Abjad yang berbeda dalam satu kolom menunjukan nilai yang berbeda nyata secara statistik pada p ≤ 0,05

Berdasarkan hasil uji Duncan di atas terlihat bahwa metode konvensional

dan metode semi SRI tidak berbeda nyata karena durasi persemaian adalah sama-

sama 30 hari. Sedangkan pada metode SRI berbeda sangat nyata karena durasi

persemaiannya hanya 15 hari dan tidak ada penggenangan sehingga debit sedikit.

4.2.2 Fase Vegetatif

Tabel 4.3. Hasil Analisis Sidik Ragam QNFR Fase VegetatifSumber

keragamanJumlah

kuadrat(JK)Derajat

Bebas (db)Kuadrat

Tengah (KT)F Hitung

F tabel 5%

F tabel 1%

Metode 42822,927 2 21411,463 33,239** 3,885 6,927

16

Galat 7730,000 12 644,167      Total 50552,927 14        

Keterangan : ** : berbeda sangat nyata* : berbeda nyatans : berbeda tidak nyata

Pada analisis sidik ragam diatas menunjukkan berbeda sangat nyata untuk

ketiga metode. Oleh karena itu perlu dilakukan uji Duncan. Hasil uji Duncan

secara rinci dapat dilihat pada Tabel 4.4.

Tabel 4.4 Hasil Uji Duncan QNFR pada Fase Vegetatif

MetodeFase

VegetatifKonvensional 555,14b

SRI 437,99a

Semi SRI 547,10b

Keterangan: xxabcd: Abjad yang berbeda dalam satu kolom menunjukan nilai yang berbeda nyata secara statistik pada p ≤ 0,05

Hasil uji Duncan menunjukkan bahwa tidak semua dari ketiga metode

adalah berbeda sangat nyata. Metode konvensional dan metode semi SRI tidak

berbeda nyata karena saat persemaian menggunakan penggenangan air irigasi

sedangkan metode SRI tidak, sehingga pemakaian air lebih rendah.

4.2.3 Fase Reproduktif

Tabel 4.5 Hasil Analisis Sidik Ragam QNFR Fase ReproduktifSumber

keragamanJumlah

kuadrat(JK)Derajat

Bebas (db)Kuadrat

Tengah (KT)F Hitung

F tabel 5%

F tabel 1%

Metode 13100,850 2 6550,425 15,067** 3,885 6,927Galat 5217,164 12 434,764      Total 18318,014 14        

Keterangan : ** : berbeda sangat nyata* : berbeda nyatans : berbeda tidak nyata

Pada analisis sidik ragam menunjukkan berbeda sangat nyata untuk ketiga

metode. Oleh karena itu perlu pengujian Duncan. Hasil uji Duncan secara rinci

dapat dilihat pada Tabel 4.6.

Tabel 4.6 Hasil Uji Duncan QNFR pada Fase Reproduktif

MetodeFase

ReproduktifKonvensional 393,29b

17

SRI 323,97a

Semi SRI 340,57a

Keterangan: xxabcd: Abjad yang berbeda dalam satu kolom menunjukan nilai yang berbeda nyata secara statistik pada p ≤ 0,05

Hasil Uji Duncan diatas menunjukkan bahwa tidak semua ketiga metode

berbeda sangat nyata. Metode SRI dan metode semi SRI tidak berbeda nyata hal

ini karena metode SRI dan metode semi SRI tidak menerapkan penggenangan air

irigasi pada petak sawah sehingga pemakaian air irigasi menjadi lebih rendah.

4.2.4 Fase Pemasakan

Tabel 4.7 Hasil Analisis Sidik Ragam QNFR Fase PemasakanSumber

keragamanJumlah

kuadrat(JK)Derajat

Bebas (db)Kuadrat

Tengah (KT)F Hitung

F tabel 5%

F tabel 1%

Metode 120,033 2 60,017 0,375ns 3,885 6,927Galat 1920,000 12 160,000      Total 2040,033 14        

Keterangan : ** : berbeda sangat nyata* : berbeda nyatans : berbeda tidak nyata

Hasil analisis sidik ragam fase pemasakan menunjukkan hasil berbeda tidak

nyata, dikarenakan adanya pengeringan lahan untuk memudahkan proses panen.

4.3 QIRIGASI

Penelitian lapang bertujuan untuk mengetahui pemberian air yang diberikan

petani pada lahan yang diteliti. Hasil penelitian disajikan sebagai berikut.

0 20 40 60 80 100 12002468

101214

Waktu (hari)

Debi

t (m

m/h

ari)

0 20 40 60 80 100 12002468

101214

Waktu (hari)

Debi

t (m

m/h

ari)

(a) Konvensional (b) SRI

18

0 20 40 60 80 100 12002468

101214

Waktu (hari)

Debi

t (m

m/h

ari)

(c) Semi SRI

Gambar 4.2 QIRIGASI yang Diberikan Oleh Petani

Pemberian air irigasi dapat berbeda pada setiap fase pertumbuhan padi.

sehingga akan dikaji per fasenya untuk mengetahui perbedaan pemberian air

irigasi untuk setiap metode. Oleh karena itu akan dikaji sebagai berikut.

4.3.1 Fase Persemaian

Tabel 4.8 Hasil Analisis Sidik Ragam QIRIGASI Fase PersemaianSumber

keragamanJumlah

kuadrat(JK)Derajat

Bebas (db)Kuadrat

Tengah (KT)F Hitung

F tabel 5%

F tabel 1%

Metode 116995,722 2 58497,861 393,17** 3,885 6,927Galat 1785,409 12 148,784      Total 118781,132 14        

Keterangan : ** : berbeda sangat nyata* : berbeda nyatans : berbeda tidak nyata

Pada fase persemaian hasil dari analisis menunjukkan berbeda sangat

nyata untuk ketiga metode. Oleh karena itu perlu uji lanjut Duncan.Hasil uji

Duncan dapat dilihat pada Tabel 4.9.

Tabel 4.9 Hasil Uji Duncan QIRIGASI pada Fase Persemaian

MetodeFase

PersemaianKonvensional 350,76b

SRI 160,79a

Semi SRI 345,40b

19

Keterangan: xxabcd: Abjad yang berbeda dalam satu kolom menunjukan nilai yang berbeda nyata secara statistik pada p ≤ 0,05

Berdasarkan hasil uji Duncan di atas terlihat bahwa tidak semua metode

berbeda sangat nyata. Perbedaan yang ditunjukkan oleh ketiga metode

dikarenakan adanya perbedaan pada pemberian air irigasi oleh petani. Metode

konvensional dan metode semi SRI tidak berbeda nyata karena durasi persemaian

adalah sama-sama 30 hari sehingga debit pemberian air irigasi pada fase

persemaian 350,76 mm dan 345,40 mm tidak terpaut jauh. Sedangkan pada

metode SRI berbeda sangat nyata karena durasi persemaiannya hanya 15 hari dan

tidak diberikan suplai air untuk penggenangan sehingga hanya diberikan debit

160,79 mm.

4.3.2 Fase Vegetatif

Tabel 4.10 Hasil Analisis Sidik Ragam QIRIGASI Fase VegetatifSumber

keragamanJumlah

kuadrat(JK)Derajat

Bebas (db)Kuadrat

Tengah (KT)F Hitung

F tabel 5%

F tabel 1%

Metode 103885,113 2 51942,557 83,527** 3,885 6,927Galat 7462,418 12 621,868      Total 111347,531 14        

Keterangan : ** : berbeda sangat nyata* : berbeda nyatans : berbeda tidak nyata

Pada fase vegetatif hasil dari analisis menunjukkan berbeda sangat nyata

untuk ketiga metode sehingga hal ini menerangkan bahwa ketiga metode masing-

masing berbeda dalam pemberian air irigasinya. Oleh karena itu perlu uji lanjut

Duncan untuk mengerti sejauh apa perbedaan antar tiga metode. Hasil uji Duncan

secara rinci dapat dilihat pada Tabel 4.11.

Tabel 4.11 Hasil Uji Duncan QIRIGASI pada Fase Vegetatif

MetodeFase

VegetatifKonvensional 505,92c

SRI 306,95a

Semi SRI 444,85b

Keterangan: xxabcd: Abjad yang berbeda dalam satu kolom menunjukan nilai yang berbeda nyata secara statistik pada p ≤ 0,05

20

Berdasarkan hasil uji Duncan di atas terlihat bahwa semua metode berbeda

sangat nyata antara satu dengan lainnya. Perbedaan ini dikarenakan ada atau

tidaknya penggenangan air diantara ketiganya. metode SRI tidak diberikan

penggenangan air irigasi. Metode konvensional dan semi SRI diberikan

penggenangan air pada saat persemaiannya sedangkan saat sudah mulai ditanam

di lahan metode semi SRI tidak diberikan penggenangan air sama seperti metode

SRI namun metode konvensional diberikan penggenangan air. Dengan perbedaan

yang begitu variatif maka ketiga metode sangat berbeda nyata antara satu dengan

yang lain.

4.3.3 Fase Reproduktif

Tabel 4.12 Hasil Analisis Sidik Ragam QIRIGASI Fase ReproduktifSumber

keragamanJumlah

kuadrat(JK)Derajat

Bebas (db)Kuadrat

Tengah (KT)F Hitung

F tabel 5%

F tabel 1%

Metode 78599,643 2 39299,822 352,66** 3,885 6,927Galat 1337,267 12 111,439      Total 79936,910 14        

Keterangan : ** : berbeda sangat nyata* : berbeda nyatans : berbeda tidak nyata

Pada fase reproduktif hasil dari analisis menunjukkan berbeda sangat

nyata untuk ketiga metode sehingga hal ini menerangkan bahwa ketiga metode

masing-masing berbeda dalam pemberian air irigasinya. Oleh karena itu perlu uji

lanjut Duncan untuk mengerti sejauh apa perbedaan antar tiga metode. Hasil uji

Duncan secara rinci dapat dilihat pada Tabel 4.13.

Tabel 4.13 Hasil Uji Duncan QIRIGASI pada Fase Reproduktif

MetodeFase

ReproduktifKonvensional 317,36c

SRI 140,62a

Semi SRI 216,69b

Keterangan: xxabcd: Abjad yang berbeda dalam satu kolom menunjukan nilai yang berbeda nyata secara statistik pada p ≤ 0,05

21

Berdasarkan hasil uji Duncan di atas terlihat bahwa semua metode berbeda

sangat nyata antara satu dengan lainnya. Perbedaan ini dikarenakan ada atau

tidaknya penggenangan air diantara ketiganya. Metode SRI dan metode semi SRI

tidak menggunakan penggenangan air irigasi sedang metode konvensional

menggunakan penggenangan air irigasi. Oleh karena itu debit air irigasi metode

konvensional 317,36 mm terpaut jauh daripada dua metode lainnya. Sedangkan

yang membedakan metode SRI 140,62 mm dengan metode semi SRI 216,69 mm

adalah sisa genangan air pada metode semi SRI yang ada pada cekungan sawah

mengalir dari petak yang tinggi ke petak yang lebih rendah, sehingga metode semi

SRI masih sedikit lebih tinggi daripada metode SRI. Dengan perbedaan-perbedaan

tersebut maka ketiga metode sangat berbeda nyata antara satu dengan yang lain.

4.3.4 Fase Pemasakan

Tabel 4.14 Hasil Analisis Sidik Ragam QIRIGASI Fase PemasakanSumber

keragamanJumlah

kuadrat(JK)Derajat

Bebas (db)Kuadrat

Tengah (KT)F Hitung

F tabel 5%

F tabel 1%

Metode 18925,599 2 9462,799 86,056** 3,885 6,927Galat 1319,531 12 109,961      Total 20245,129 14        

Keterangan : ** : berbeda sangat nyata* : berbeda nyatans : berbeda tidak nyata

Pada fase pemasakan secara teori diketahui bahwa tanah sawah tidak

diberikan pengairan seharusnya karena pada fase pemasakan padi harus

dikonsentrasikan dalam memasakkan bulir-bulir berasnya. Selain itu juga

membantu mengeraskan tanah supaya tidak tumbuh anakan baru yang tidak

produktif saat fase pemasakan. Ternyata dilapang petani tetap memberikan air

irigasi pada sawahnya. Untuk lebih jelas maka dilanjutkan uji Duncan yang dapat

dilihat pada Tabel 4.15.

Tabel 4.15 Hasil Uji Duncan QIRIGASI pada Fase Pemasakan

MetodeFase

PemasakanKonvensional 249,09c

SRI 198,59b

Semi SRI 162,48a

22

Keterangan: xxabcd: Abjad yang berbeda dalam satu kolom menunjukan nilai yang berbeda nyata secara statistik pada p ≤ 0,05

Menurut pengakuan lapang petani yang menggunakan metode SRI terjadi

keterlambatan persemaian sekitar 2 minggu sehingga terjadi kesalahan jadwal

penyaluran irigasi, yang seharusnya sudah mulai masa persemaian musim kedua

namun di sawah tersebut masih dalam masa pemasakan sehingga terjadi

peningkatan air yang masuk ke sawah pada masa pemasakan tersebut. Dengan

adanya kenaikan jumlah debit yang masuk ke lahan bermetode SRI tersebut maka

pada fase pemasakan lahan sawah yang menggunakan metode semi SRI yang

menjadi metode dengan nilai debit terbaik.

4.4 Perbedaan Debit Kebutuhan Tanaman Padi (QNFR) dan Debit Pemberian Oleh Petani (QIRIGASI)

Kebutuhan air irigasi tanaman padi yang dihitung memberikan informasi

bahwa jumlah debit air yang dibutuhkan berbeda-beda disetiap fase pertumbuhan

padi. Debit ini diharapkan mencukupi pertumbuhan padi secara optimum sehingga

menjadi dapat menjadi acuan. Sedangkan pemberian air irigasi yang diberikan

oleh petani memberikan informasi mengenai seperti apa penerapan yang

dilakukan oleh petani di lapang. Dengan membandingkan kebutuhan air irigasi

dan pemberian air irigasi dapat didapatkan informasi yang bisa menjelaskan

respon tanaman padi terhadap pemberian air irigasi yang diberikan oleh petani.

0 20 40 60 80 100 12002468

101214

Waktu (hari)

Debi

t (m

m/h

ari)

0 20 40 60 80 100 12002468

101214

Waktu (hari)

Debi

t (m

m/h

ari)

(a) Konvensional (b) SRI

23

0 20 40 60 80 100 12002468

101214

Waktu (hari)

Debi

t (m

m/h

ari)

(c) Semi SRI

Gambar 4.3 Perbandingan Debit Kebutuhan Air Irigasi (QNFR) dan Debit Pemberian Air Irigasi (QIRIGASI)

Berdasarkan gambar 4.3 diatas dapat dilihat bahwa pada metode

konvensional QNFR dan QIRIGASI bersinggungan dekat hanya berbeda pada fase

pemasakan terjadi perbedaan karena pada penerapannya petani tetap memberikan

air irigasi yang seharusnya tidak perlu. Begitu pula dengan metode semi SRI pada

fase persemaian masih bersinggungan namun memasuki fase vegetatif sampai fase

reproduktif terjadi kekurangan pemberian air oleh petani yang terlihat sangat

mencolok, dan pada fase pemasakan petani masih juga memberikan air irigasi

yang seharusnya tidak perlu. Sedangkan pada metode SRI sangat berbeda antara

kebutuhan air irigasi tanaman padi dan pemberian air irigasi. Petani terlalu sedikit

memberikan air irigasi sehingga air irigasi di lahan sawah sangat sedikit.

4.5 Pengaruh Pemberian Air Irigasi Petani (QIRIGASI) Terhadap Produktivitas Gabah

Perbedaan antara acuan kebutuhan air irigasi yang telah dihitung dengan

rumus NFR terhadap pemberian air irigasi yang dilakukan oleh petani tentunya

akan berakibat pada produktivitas gabah yang akan dihasilkan oleh tanaman padi

yang dibudidayakan. Oleh karena itu akan dianalisis sidik ragam sebagai berikut.

24

4.5.1 Banyak Anakan PadiTabel 4.16. Hasil Analisis Sidik Ragam Banyak Anakan Padi

Sumber keragaman

Jumlah kuadrat(JK)

Derajat Bebas (db)

Kuadrat Tengah (KT)

F HitungF tabel

5%F tabel

1%

Metode 233,73 2 116,87 7,88** 3,89 6,93Galat 178,00 12 14,83      Total 411,73 14        

Keterangan : ** : berbeda sangat nyata* : berbeda nyatans : berbeda tidak nyata

Dari hasil diatas diketahui bahwa terjadi perbedaan yang sangat nyata

sehingga perlu dianalisis menggunakan uji Duncan. Hasil uji Duncan disajikan

berikut.

Tabel 4.17. Hasil Analisis DuncanMetode Banyak Anakan

Konvensional 35,60bSRI 26,00a

Semi SRI 29,80a

Keterangan: xxabcd: Abjad yang berbeda dalam satu kolom menunjukan nilai yang berbeda nyata secara statistik pada p ≤ 0,05

Hasil analisis Duncan diatas menunjukkan nilai terbaik diberikan oleh

metode konvensional pada banyak anakan padi. Penghematan yang terlalu tinggi

yang diterapkan oleh petani pada metode SRI dan semi SRI jauh lebih rendah

daripada kebutuhan yang seharusnya memberikan dampak negatif diantaranya,

anakan padi yang tumbuh sedikit pada fase vegetatif karena kekeringan, dampak

negatif lanjutannya adalah adanya anakan padi tidak produktif yang tumbuh

diakhir masa tanam padi.

4.5.2 Produktivitas Gabah

Tabel 4.18. Hasil Analisis Sidik Ragam Produktivitas GabahSumber

keragamanJumlah

kuadrat(JK)Derajat

Bebas (db)Kuadrat

Tengah (KT)F Hitung

F tabel 5%

F tabel 1%

Metode 17,01 2 8,50 311,57** 3,89 6,93Galat 0,33 12 0,03      Total 17,34 14        

Keterangan : ** : berbeda sangat nyata

25

* : berbeda nyatans : berbeda tidak nyata

Dari hasil diatas diketahui bahwa terjadi perbedaan yang sangat nyata

sehingga perlu dianalisis menggunakan uji Duncan. Hasil uji Duncan disajikan

berikut.

Tabel 4.19. Hasil Analisis DuncanMetode Produktivitas Gabah

Konvensional 5,30cSRI 2,71a

Semi SRI 3,76b

Keterangan: xxabcd: Abjad yang berbeda dalam satu kolom menunjukan nilai yang berbeda nyata secara statistik pada p ≤ 0,05

Jika diurutkan dari yang terbanyak berturut-turut ke yang tersedikit adalah

metode konvensional, metode semi SRI, lalu kemudian metode SRI. Sehingga

ada keterkaitan yang dominan dalam penelitian ini yakni dengan pemberian suplai

air yang sesuai kebutuhan air irigasi, akan memberikan hasil produksi gabah yang

memuaskan. kebutuhan air tanaman padi yang terpenuhi berakibat baik dalam

pertumbuhan padi yaitu tumbuhnya anakan padi tepat waktu dan banyak saat fase

vegetatif sehingga anakan padi tersebut menjadi produktif.

26

BAB 5. PENUTUP

5.1 Kesimpulan

Berdasarkan hasil pengamatan pemberian air irigasi dilapang dan

perhitungan kebutuhan air irigasi dapat disimpulkan sebagai berikut.

1. Secara perhitungan maupun pengamatan lapang didapatkan hasil yang

sama yaitu metode pemberian air secara SRI sangat hemat penggunaan

airnya, walaupun ada sedikit perbedaan-perbedaan akibat penerapan yang

mendapatkan kendala-kendala lapang.

2. Metode pemberian air secara SRI tidak dapat memberikan hasil maksimal

karena pemberian air irigasi oleh petani terlalu sedikit daripada kebutuhan

air untuk tanaman padi sehingga respon padi menjadi kurang baik pada

pertumbuhannya dan berdampak negatif pada produksi gabahnya.

3. Metode pemberian air secara konvensional walaupun membutuhkan

banyak air dalam penerapannya namun dapat memberikan hasil respon

yang baik ke tanaman padi sehingga meningkatkan produktifitas padinya

karena air irigasi tanaman padi diberikan sesuai kebutuhannya oleh petani.

5.2 Saran

Berdasarkan hasil penelitian yang telah dilakukan di daerah desa Garahan,

saran yang dapat diberikan untuk bercocok tanam di daerah tersebut adalah

bertanam palawija yang tidak membutuhkan banyak air pada musim kemarau dan

bertanam padi hanya pada saat musim hujan. Pemaksaan penggunaan lahan

seperti bertanam padi seperti ini justru lebih beresiko rugi untuk petani karena

lingkungan tidak mendukung.

27

DAFTAR PUSTAKA

Aji, S. I., dan Maraden, S. 2008. Loncatan Air Pada Saluran Miring Terbuka Dengan Variasi Panjang Kolam Olakan. Majalah Ilmiah UKRIM Edisi 2/th XIII/2008.

Allen, R., Pereira, L., dan Smith, M. 1998. Crop Evapotranspirastion Guidelines Computing Crop Water Requirements. Irrigation and Drainage Paper 56. Rome: FAO.

Asdak. 1995. Hidrologi dan Pengeloaan daerah Aliran Sungai. Yogyakarta: Gadjah Mada Press.

Badan Perencanaan Pembangunan Nasional. 2010. Peraturan Presiden Republik Indonesia Nomor 5 Tahun 2010 Tentang Rencana Pembangunan Jangka Menengah Nasional (RPJMN) Tahun 2010 – 2014. Buku 1 Prioritas Nasional. Jakarta: Badan Perencanaan Pembangunan Nasional (BAPPENAS).

Direktorat Jenderal Pengairan. 1986. Standar Perencanaan Irigasi KP – 01. Jakarta: Departemen Pekerjaan Umum.

Hadidhy, H. E. (Tanpa Tahun). Kebutuhan Air Irigasi. Sumatera Utara: Universitas Muhammadiyah Sumatera Utara, Program Studi Teknik Sipil.

Mattjik, A. N., dan Sumertajaya, I. M. 2006. Rancangan Percobaan. Bogor: IPB Press.

Sudjarwadi. 1990. Teori dan Praktek Irigasi. Yogyakarta: Pusat Antar Universitas Ilmu teknik, UGM.

Vijayakumar, M., Ramesh, S., Chandrasekaran, B., dan Thiyagarajan, T. M. 2006. Effect of System of Rice Intensification (SRI) Practices On Yield Attributes, Yield and Water Productivity of Rice (Oryza sative l.). Reaseach Journal of Agriculture and Biological Sciences, 2(6): 236-242.