bappenas · negara: colombia, brazil, chile dan mexico 16 tabel iii.1. : daftar variabel sektor...
TRANSCRIPT
BAPPENAS
PEDOMAN EVALUASI DAN INDIKATOR KINERJA PEMBANGUNAN
KEDEPUTIAN EVALUASI KINERJA PEMBANGUNAN BADAN PERENCANAAN PEMBANGUNAN NASIONAL
TAHUN 2009
Pedoman Evaluasi dan Indikator Kinerja Pembangunan
ii
KATA PENGANTAR Sesuai mekanisme yang disepakati, hasil Kegiatan Unit Kerja Eselon II
(UKE II) di Bappenas dilaporkan perkembangannya sejak awal,
pertengahan, hingga tahap akhir. Buku ini merupakan perbaikan
dan pemutakhiran laporan kegiatan di atas, dan melengkapi publikasi
lain yang berkaitan dengan evaluasi sebagai hasil kegiatan
Kedeputian Evaluasi Kinerja Pembangunan (EKP) khususnya
Direktorat Evaluasi Kinerja Sektoral (EKPS).
Buku ini disusun dengan tujuan utama agar isinya dapat menjadi
referensi bagi Dit.EKPS, dan secara umum, Bappenas. Isi buku dapat
pula digunakan oleh masyarakat luas, khususnya mereka yang terkait
dalam kegiatan penyusunan rencana pembangunan dan mereka yang
akan melakukan monitoring & evaluasi (Monev), dan diharapkan
dapat menjadi tambahan masukan dan bahan pertimbangan dalam
berbagai kegiatan tersebut. Dalam konteks itu, telah dilakukan usaha
untuk memperoleh dan mengerti struktur penulisan RPJMN 2004-
2009 dan RKP 2005-2009 khususnya dalam hal kesinambungan
kebijakan, tujuan program, sasaran, dan indikatornya. Usaha itu
dilakukan melalui pemetaan 15 (Lima belas) Bab dalam RPJMN 2004-
2009 dan RKP Tahunan mulai 2005 hingga 2008. Kesemua Bab
tersebut dipilih karena kebetulan juga merupakan spesialisasi staf di
lingkungan Direktorat EKPS. Hasil pemetaan itu telah disajikan dalam
Suplemen Buku Mapping Sasaran dan Indikator Pembangunan Dalam
RPJMN 2004-2009 dan RKP 2005–2009; yang disusun dan
dipublikasikan terpisah pada tahun 2008.
Pedoman Evaluasi dan Indikator Kinerja Pembangunan
iii
Meskipun sederhana, buku ini (Beserta Suplemennya) diharapkan
dapat dimanfaatkan dan digunakan sebagai salah satu tambahan
referensi dalam proses penyusunan berbagai dokumen perencanaan.
Disadari pula bahwa isi buku ini masih memerlukan banyak perbaikan
dan koreksi di sana-sini. Untuk itu kami berharap kiranya semua
pihak berkenan menyampaikan masukan dan disampaikan kepada
Direktorat Evaluasi Kinerja Pembangunan Sektoral, Bappenas
(Melalui e-mail atau Fax yang tertera pada sampul belakang buku
ini).
Terima kasih dan penghargaan kami sampaikan kepada semua pihak
yang ikut serta dalam menyusun, memproses pemetaan dan
menguraikan indikator kinerja, serta memberi masukan dalam
berbagai bentuk koreksi dan komentar, sehingga publikasi ini dapat
terwujud.
Jakarta, Desember 2009
Deputi Evaluasi Kinerja Pembangunan
DR. Ir. Dedi M Masykur Riyadi
Pedoman Evaluasi dan Indikator Kinerja Pembangunan
iv
DAFTAR ISI Kata Pengantar ii Daftar Isi iv Daftar Tabel vi Daftar Gambar vii Ringkasan Eksekutif viii Bab 1 Pengantar 1 1.1. Latar Belakang 1 1.2. Tujuan 4 1.3. Sistematika Penulisan 5 Bab 2 Telaah Litaratur: Evaluasi & Indikator Kinerja Pembangunan 8 2.1. Pengantar 8 2.2. Sistem Evaluasi 9 2.2.1. Konsep dan Definisi Monev 9 2.2.2. Pembagian Peran dan Tanggung Jawab 18 2.2.3. Data dan Kemampuan Evaluasi 19 2.3. Cara-cara Evaluasi Kinerja 20 2.4. Generic Logic Model 23 2.5. Konsep dan Definisi Indikator Kinerja 29 2.5.1. Pengukuran Kinerja 30 2.5.2. Persyaratan Indikator 32 Bab 3 Review RPJMN dan RKP 34 3.1. Struktur Penulisan dan Indikator kinerja dalam RPJMN dan
RKP 34 3.2. Evaluasi atas Sasaran Bab 37 3.2.1. Tinjauan Umum 37 3.2.2. Telaah atas Sasaran Kesehatan 40 3.2.3. Telaah atas Sasaran Keluarga Berencana 44 3.3. Evaluasi atas Kegiatan Pokok Program 48 Bab 4 Indikator Kinerja Pembangunan 56 4.1. Pengantar 56 4.2. Penyusunan Indikator Kinerja 58 4.3. Tahapan Penyusunan Indikator 60 4.3.1. Persiapan Penyusunan Indikator 60 4.3.2.Penyusunan Daftar Indikator 61
Pedoman Evaluasi dan Indikator Kinerja Pembangunan
v
4.3.3.Pendefinisian Indikator 62 4.3.4.Penentuan Indikator 62 4.3.5.Validasi Indikator 63 4.4. Metode Penyusunan Indikator Outcome 63 4.4.1.Penentuan Indikator Outcome Diawali dengan Penentuan Statement Indikator 64 4.4.2.Penentuan Indikator Outcome dengan Pendekatan OIIWA 67 4.5. Aplikasi Logic Model dalam Exercise Penyusunan Beberapa Program RPJMN 71 Bab 5 Kesimpulan dan Rekomendasi 90 5.1. Pengantar 90 5.2. Kesimpulan 90 5.3. Rekomendasi 91 5.4. Tindak Lanjut yang Diperlukan 93 Daftar Pustaka 96
Pedoman Evaluasi dan Indikator Kinerja Pembangunan
vi
DAFTAR TABEL Tabel II.1. : Perbedaan Monitoring dan Evaluasi 14
Tabel II.2. : Gambaran Monitoring dan Evaluasi, di Beberapa
Negara: Colombia, Brazil, Chile dan Mexico 16
Tabel III.1. : Daftar Variabel Sektor Kesehatan 42
Tabel III.2. : Daftar Variabel Sektor Keluarga Berencana 46
Tabel III.3. : Daftar Variabel Kegiatan Pokok Sektor Keluarga
Berencana 49
Tabel IV.1. : Penerjemahan Permasalahan menjadi Pernyataan
Outcome 64
Tabel IV.2. : Contoh Penyusunan Outcome Bidang Pendidikan 66
Tabel IV.3. : Aplikasi Logic Model 1: Program Perbaikan Gizi
Masyarakat 74
Tabel IV.4. : Aplikasi Logic Model 2: Program Keluarga
Berencana 77
Tabel IV.5. : Aplikasi Logic Model 3: Program Pengembangan
Pemasaran Pariwisata 81
Tabel IV.6. : Aplikasi Logic Model 4: Program Pendidikan Dasar
Sembilan Tahun 87
Pedoman Evaluasi dan Indikator Kinerja Pembangunan
vii
DAFTAR GAMBAR Gambar I.1. : Siklus Manajemen Perencanaan Pemerintah 3
Gambar II.1. : Tipe Variabel dan Indikator terkait sebagai dasar
kinerja Monitoring & Evaluasi 18
Gambar II.2. : Bentuk Sederhana Logic Model 24
Gambar II.3. : Program Action Logic Model 25
Gambar II.4. : Ketidaklinearan Program 27
Gambar II.5. : Simple Logic Model 28
Gambar II.6. : Berbagai Refleksi Logic Model 29
Gambar III.1. : Struktur Penulisan RPJMN 2004-2009 34
Pedoman Evaluasi dan Indikator Kinerja Pembangunan
viii
RINGKASAN EKSEKUTIF
Hasil Kegiatan Koordinasi Direktorat Evaluasi Kinerja Sektoral Tahun
Anggaran 2008 diwujudkan dalam 2 (dua) buku: 1) Buku Evaluasi
dan Indikator Kinerja Pembangunan, dan 2) Suplemen Buku: Mapping
Sasaran dan Indikator Pembangunan Dalam RPJMN 2004-2009 dan
RKP 2005- 2009. Kedua buku tersebut disusun sebagai persiapan
awal penyusunan RPJMN 2010-2014 berdasarkan gambaran umum
evaluasi atas dokumen RPJMN 2004-2009 dan dokumen RKP 2005-
2008.
Secara umum, buku ini membahas konsep, cara, dan manfaat
evaluasi. Di samping itu, secara khusus juga mengemukakan cara
mengukur capaian kebijakan, program dan kegiatan pokok, melalui
pembentukkan indikator kinerja. Secara singkat juga disajikan
bahasan diskusi dan ulasan atas berbagai pilihan evaluasi yang
mungkin dilakukan. Dalam konteks itu, contoh bahasan dilakukan
dengan memperhatikan struktur penulisan dan isi RKP 2009. Pada
dasarnya, dokumen yang akan dijadikan rujukan adalah RPJMN dan
RKP, yang sandingan sasaran dan indikator serta telaah singkatnya
disajikan dalam Supplemen Buku: Mapping Sasaran dan Indikator
Pembangunan Dalam RPJMN 2004-2009 dan RKP 2005- 2009.
Lima belas Bab dalam RPJMN 2004-2009 yang dipetakan dalam
Supplemen Buku menunjukkan kesinambungan antar tujuan,
sasaran, dan indikatornya; serta benang merah antar program dan
kegiatan pokoknya dari tahun ke tahun. Dari hasil pemetaan dan
gambaran umum atas RPJMN 2004-2009 yang disajikan dalam
bentuk Matriks Sandingan (Lihat Supplemen Buku) dikenali beberapa
keadaan yaitu: 1) Kesinambungan program dan kegiatan pokok serta
Pedoman Evaluasi dan Indikator Kinerja Pembangunan
ix
sasaran tidak terlihat dengan jelas; 2) Sasaran untuk berbagai level
(Agenda, prioritas, program, dan kegiatan) tidak selalu saling terkait,
atau belum terumuskan dengan pasti; dan 3) Sasaran banyak yang
bersifat kualitatif dan belum jelas ukurannya.
Dalam menyusun perencanaan penyusunan kebijakan, program, dan
kegiatan pembangunan perlu dilakukan dalam suatu proses yang
berkesinambungan. Proses diawali dengan kesepakatan menentukan
indikator kinerja pada masing-masing tahap/tingkat penyusunan,
dimulai dari penentuan indikator impact, outcome, output, hingga
input. Sebelum kesepakatan diperoleh, formulasi rumusan
permasalahan seyogyanya sudah terstrukur dan dibahas. Kemudian
disusun strategi, prioritas, dan fokus pembangunan, sebagai upaya dan
solusi untuk memecahkan permasalahan. Jadi, penentuan
permasalahan merupakan proses awal sebelum menentukan indikator
impact/dampak. Kemudian secara berurutan ditentukan indikator
lainnya, hingga akhirnya tersusun kegiatan pokok, dan secara teoritis,
dapat diperkirakan besar alokasi anggaran/input yang diperlukan.
CATATAN: Agar tidak menimbulkan pertanyaan, perlu dicatat bahwa: Sebagian besar isi buku ini diselesaikan ketika Buku Pedoman Penyusunan RPJMN 2010-2014 BELUM disusun atau diterbitkan dan dokumen RPJMN 2010-2014 BELUM dirampungkan. Buku inipun BUKAN merupakan buku pedoman evaluasi dan penyusunan indikator RPJMN 2010-2014, tetapi lebih merupakan tambahan referensi/pengetahuan dalam berbagai kegiatan perencanaan.
Pedoman Evaluasi dan Indikator Kinerja Pembangunan
1
1 Pengantar
1.1. Latar Belakang Sesuai dengan amanat PP No. 40 Tahun 2006 tentang Tata Cara
Penyusunan Rencana Pembangunan, maka pada awal tahun suatu
periode lima tahunan, Bappenas sudah harus menyiapkan Konsep
Rancangan Awal RPJMN. Hal ini yang terjadi ketika Bappenas
menyusun dokumen Rencana Pembangunan Jangka Menengah
(RPJMN) 2010-2014, sejalan dengan selesainya masa bakti
Pemerintahan SBY-JK dan berakhirnya masa kerja Kabinet Indonesia
Bersatu. Kemudian, selambat-lambatnya 3 (tiga) bulan setelah
pelantikan Presiden terpilih, Bappenas harus menyelesaikan dokumen
tersebut yang sudah terkait dan merupakan turunan Visi dan Misi
Presiden terpilih hasil Pemilu Oktober 2009. Sesuai dengan peraturan
perundangan yang ada, isi RPJMN 2010-2014 mengacu kepada RPJPN
2005-2025, sekaligus merupakan kelanjutan pelaksanaan kegiatan
RPJMN 2004-2009 yang belum dapat dirampungkan.
Dalam kaitan itu, telaah atas Sasaran Bab dalam dokumen RPJMN
2004-2009 menunjukkan bahwa banyak sasaran yang tidak terukur
atau dapat terukur tetapi sulit diperoleh data/informasinya. Oleh
karena itu seyogyanya ketika menyusun rencana pembangunan
(Kebijakan, sasaran, program, dan kegiatan) dilakukan melalui proses
yang bertahap, terstruktur dan terencana baik. Dengan demikian,
rencana pembangunan tersebut akan mudah dimonitor dan dievaluasi
Pedoman Evaluasi dan Indikator Kinerja Pembangunan
2
karena indikator atau ukurannya tersedia, sehingga capaian
kebijakan dan program serta kegiatan dapat diikuti perkembangan
dan pencapaiannya.
Review atas apa yang dikerjakan beberapa negara, menunjukkan
bahwa monitoring dan evaluasi yang dilakukan oleh suatu badan
atau organisasi pemerintah manapun tidak menyeluruh dan mendetil,
karena sangat besar cakupan kerja dan biayanya. Pada umumnya
monitoring dan evaluasi dilakukan untuk kebijakan atau program
atau bahkan hanya isu penting dari beberapa sektor tertentu.
Kalaupun seluruh program pemerintah dievaluasi, kedalamannya
bervariasi, atau secara umum, sehingga analisa lebih mencakup
evaluasi atas suatu program (Berjalan baik atau tidak). Analisis lebih
mendalam biasanya dilakukan khusus untuk isu atau program besar.
Hal ini diuraikan dalam Bab II mengenai Studi Literatur.
Selanjutnya, telah diketahui secara luas bahwa siklus manajemen
perencanaan Pemerintah mencakup 4 (empat) hal yaitu; Planning,
Budgeting, Implementing, dan Monitoring & Evaluation. Siklus tersebut
disajikan pada Gambar I.1 (Castro, 2007). Empat elemen tersebut
merupakan juga siklus kerja Bappenas. Budgeting dan Implementing
lebih merupakan pekerjaan yang bersifat koordinasi baik dengan
Departemen Keuangan maupun dengan Kementerian/Lembaga (K/L).
Isi dari UU No. 17 Tahun 2003 dan UU No. 25 Tahun 2004 memastikan
bahwa Bappenas lebih merupakan Perencana dan Evaluator. Dalam
hal Anggaran, tugas Bappenas lebih kepada mengkoordinasikan
alokasi atau rencana penggunaan Anggaran, serta Koordinasi rencana
Pedoman Evaluasi dan Indikator Kinerja Pembangunan
3
kegiatan pembangunan yang akan dilakukan K/L dengan alokasi
budget sesuai resource envelope yang ada.
Upaya monitoring penggunaan alokasi anggaran telah dilakukan di
Bappenas dengan dasar UU No. 39 Tahun 2004. Namun sesuai dengan
formulasi UU tersebut, data dan informasi yang dikumpulkan lebih
merupakan laporan penggunaan anggaran/uang daripada substansi
capaian pembangunan yang melibatkan indikator kinerja program
dan pelaksana program (K/L). Di masa yang akan datang, mungkin
dapat dibangun satu mekanisme atau sistem yang akan
memudahkan untuk melakukan evaluasi, paling tidak, atas capaian
kegiatan pembangunan dan akan lebih baik lagi bila mencakup
kebijakan dan program, yang pelaksanaannya dilakukan bersama
oleh Bappenas, K/L dan dunia usaha.
Gambar I.1. Siklus Manajeman Perencanaan Pemerintah
2
Management Cycle of Government(Draft report; M.F.Castro, 2007)
4
3
2
Planning
Budgeting
Implementation1
M&E4
3
2
Planning
Budgeting
Implementation1
M&E
Sumber : Draft Report, M.F. Castro, 2007
Pedoman Evaluasi dan Indikator Kinerja Pembangunan
4
Gambar I.1 menunjukkan bahwa hasil monitoring dan evaluasi akan
menjadi dasar penyusunan rencana pembangunan siklus berikutnya.
Oleh karena itu, seyogyanya, disamping evaluasi yang dilakukan pada
waktu tengah dan akhir tahun jangka menengah, dilakukan juga
monitoring dan evaluasi secara tahunan.
1.2. Tujuan Buku ini membahas cara dan mekanisme dalam mengevaluasi
kebijakan, program dan kegiatan serta sasaran termasuk menyusun
indikator kinerja dalam suatu dokumen perencanaan. Dengan
demikian diharapkan dapat dimengerti cara apa yang mungkin
dapat dilakukan ketika suatu evaluasi dampak, outcome, atau output
perlu dilakukan. Telah diketahui bahwa selama ini Bappenas hanya
melakukan upaya evaluasi kinerja pembangunan yang tidak
terstruktur dan tidak kontinyu. Selama ini yang dilakukan hanya
sebatas tingkatan melaporkan hasil pembangunan seperti yang
tertuang dalam Lampiran Pidato Presiden.
Metode evaluasi yang dibahas dalam buku ini menyertakan contoh
aplikasi sederhana berdasarkan isi dokumen RPJMN 2004-2009.
Sementara itu, dalam Suplemen Buku Mapping Sasaran dan Indikator
Pembangunan Dalam RPJMN 2004-2009 dan RKP 2005-2008, dapat
dilihat bahwa mengenali dan memahami kaitan, benang merah, dan
alur kebijakan, program dan kegiatan serta sasaran RPJMN 2004-
2009 dan RKP 2005-2008; sungguh tidak mudah. Apalagi mencermati
dan menyimpulkan perkembangan dan apa yang telah terjadi dalam
Pedoman Evaluasi dan Indikator Kinerja Pembangunan
5
kemajuan penyusunan dokumen perencanaan pembangunan nasional
selama beberapa tahun terakhir, jelas tidak mudah dikenali secara
runtut.
Pada bagian tertentu buku ini, RKP 2009 juga akan disinggung tetapi
lebih kepada strukturnya dan tidak secara luas atau menyeluruh.
Seperti diketahui, RKP 2009 disusun dengan cara yang relatif serupa
dengan penyusunan RPJMN 2010-2014, sehingga perencanaan
kebijakan dan program serta indikator kinerja dalam kedua dokumen
tersebut akan lebih terstruktur, terencana, dan mudah dimonitor
perkembangan dan dapat dievaluasi capaiannya. Karenanya, buku ini
diharapkan dapat menjadi bahan pertimbangan untuk menyusun
kegiatan, program dan prioritas pembangunan, sekaligus menentukan
indikator pembangunan (Input, output, dan outcome) dalam
menyusun RPJMN dan RKP.
1.3. Sistematika Penulisan
Bab 1 merupakan pengantar dan penjelasan umum yang mencakup
uraian tentang Pengantar, Latar Belakang dan Tujuan penyusunan
Buku ini. Diuraikan pula tentang Struktur Penulisan RPJMN 2005-
2009 yang sudah baik, namun masih perlu disempurnakan sehingga
mampu mengukur kinerja pembangunan secara pasti. Dengan
demikian, capaian maupun gap (Perbedaan antara sasaran dan
capaian) akan mudah dikenali dan mudah dianalisis dengan tajam.
Bab 2 merupakan suatu telaah literatur yang menguraikan secara
singkat teknik dan metoda evaluasi berdasarkan pengalaman dan
Pedoman Evaluasi dan Indikator Kinerja Pembangunan
6
pengertian yang pernah dilakukan dan ditulis dalam berbagai
literatur atau referensi, tentang evaluasi kinerja program pemerintah,
baik yang pernah dilakukan perseorangan, perguruan tinggi maupun
negara lain. Fokus utama adalah uraian mengenai bermacam
indikator kinerja yang dikaitkan dengan berbagai cara evaluasi yang
pernah dilakukan secara menyeluruh, ringkas dan sederhana, maupun
yang dilakukan hanya terhadap isu penting dan menonjol.
Review atas RPJMN 2004-2009 dipaparkan secara umum pada Bab
3, termasuk tentang Struktur Penulisan, dan Evaluasi atas Sasaran dan
Program Pembangunan. Dalam bab ini juga dicermati dokumen RKP
2005, 2006, 2007 dan 2008, menurut Sasaran dan Kegiatan Pokok
beberapa program yang dianggap penting, besar, atau rumit.
Selanjutnya dalam Bab 4 diuraikan tentang pengertian Indikator dan
tingkatan Indikator kinerja dalam kaitannya dengan pengertian
umum dan aplikasi pembentukkannya pada dokumen RPJMN 2004-
2009 dan RKP 2009. Seperti telah diketahui, struktur penulisan
dokumen RKP 2009 berbeda dengan tahun-tahun sebelumnya. Di
mulai dari RKP 2009, format penulisan dokumen perencanaan mulai
berubah. Oleh karena itu uraian dalam Buku ini mengacu kepada
struktur prioritas dan program RKP 2009. Secara garis besar,
penulisan RKP 2010 dan dokumen RPJMN 2010-2014 struktur dan
formatnya sudah sinkron dengan struktur RKP 2009. Dapat dipastikan
bahwa dalam dua RKP terakhir itu, perbedaan antara isi dokumen
anggaran dengan dokumen perencanaan sudah tidak terlihat.
Pedoman Evaluasi dan Indikator Kinerja Pembangunan
7
Pada bagian akhir, yaitu di Bab 5, disajikan Kesimpulan dan
Rekomendasi bagi pemangku kepentingan dalam konteks
perencanaan. Hal itu terkait dengan wujud iklim kerja yang tepat
untuk membangun kinerja pembangunan yang terukur, formulasi
perencanaan yang berarti bagi pembangunan Indonesia, dan
meningkatkan akuntabilitas penggunaan dana publik.
Pedoman Evaluasi dan Indikator Kinerja Pembangunan
8
2
Telaah Literatur: Evaluasi & Indikator Kinerja
Pembangunan 2.1. Pengantar Management Cycle of Government seperti digambarkan oleh
MF.Castro (2007) merupakan bagian dari suatu proses yang
berkesinambungan dari 4 (empat) hal yaitu, Planning, Budgeting,
Implementing, dan Monitoring & Evaluation (Lihat Gambar I.1.). Dari
berbagai referensi dapat disimpulkan bahwa konsep dan definisi
Monitoring dan Evaluasi (Selanjutnya disebut: Monev) dapat
didefinisikan sendiri oleh pihak yang menggunakannya (Pemerintah,
misalnya) sesuai dengan fungsinya sebagai alat bantu dalam
memperoleh informasi tentang kualitas kinerjanya. Hal ini juga
digunakan untuk memutakhirkan proses perencanaan dan
pembiayaan termasuk integritasnya. Dengan demikian, monev yang
berkualitas adalah yang menggunakan satu bahasa dan satu
pengertian untuk penggunaan dan pengaplikasian alat yang
digunakan dalam monev termasuk konsep dan definisinya. Jadi
diperlukan suatu sistem evaluasi yang mantap dan terstruktur. Bila
tidak, maka monev akan menimbulkan masalah baru dan
kebingungan, karena ketidakseragaman pengertian dan akibatnya
tidak mungkin digunakan secara berkelanjutan.
Pedoman Evaluasi dan Indikator Kinerja Pembangunan
9
2.2. Sistem Evaluasi Menurut berbagai sumber, hal penting yang harus diperhatikan
dalam suatu sistem evaluasi seyogyanya menyangkut kejelasan
akan:
Konsep dan Definisi Monev
Pembagian peran dan Tanggung jawab
Kapasitas dan Komitmen
Ketiga topik bahasan tersebut diuraikan secara singkat di bawah
ini.
2.2.1. Konsep dan Definisi Monev Oleh karena fokus kegiatan lebih banyak ke arah melakukan evaluasi
maka dalam penulisan ini, titik berat pembicaraan lebih diarahkan
kepada evaluasi daripada monitoring. Namun pengertian dan uraian
tentang Monitoring dan Evaluasi dilihat dari berbagai pendekatan dan
dari berbagai sumber, tetap akan disinggung, dijabarkan dan
diuraikan di bawah ini.
Evaluasi, dari sudut konsep program, banyak macamnya (Carter
McNamara,1997-2008), dan ditujukan untuk berbagai keperluan. Hal
yang baik dilakukan adalah menyusun suatu evaluasi yang realistik
dan praktis, sehingga tidak bertele-tele, membingungkan, dan sulit
dimengerti. Selain menunjukkan capaian, evaluasi juga dapat
berfungsi sebagai alat verifikasi apakah suatu kebijakan, program,
atau kegiatan, dapat berjalan sesuai dengan rencana. Ketika
menyusun atau merencanakan suatu evaluasi beberapa hal perlu
Pedoman Evaluasi dan Indikator Kinerja Pembangunan
10
diperhatikan sehingga kesiapan dan keberlangsungan kegiatan
evaluasi dapat terpelihara, sebagai berikut:
1. Perlu dipastikan apa tujuan melakukan evaluasi. Bila
pertanyaan dibalik, hasil evaluasi akan digunakan untuk
apa? Untuk memutuskan atau menentukan sesuatu?
2. Perlu diketahui hasil evaluasi untuk keperluan atau
konsumsi siapa?
3. Macam informasi dan data apa yang diperlukan? Karena
hasil evaluasi akan berguna bagi pengambilan keputusan
selanjutnya atau untuk gambaran capaian dari pelaksanaan
rencana yang selama kurun waktu tertentu sudah dilakukan.
Dalam hal ini, misalnya, informasi dan data yang berkaitan
dengan input, aktivitas, dan output. Juga tujuan, kekuatan,
dan kelemahan dari kebijakan, program atau kegiatan yang
dievaluasi. Demikian pula manfaat, kegagalan, capaian, dan
penjelasan yang terkait.
4. Perlu diperhatikan juga sumber dan bentuk informasi dan
data yang diperlukan. Apakah dari Badan Statistik, atau
cukup dari pencatatan data di Kementerian/embaga; dan
dalam bentuk hard atau soft copy, contact person, dsb.
5. Apakah pengumpulan data harus dilakukan dengan cara
khusus, misalnya case study, survei skala kecil, daftar
pertanyaan yang diperlukan, atau hanya observasi
sederhana. Apakah harus menyelenggarakan diskusi dalam
Focus Group, atau sekedar tanya jawab dengan staf atau
pegawai yang terkait.
Pedoman Evaluasi dan Indikator Kinerja Pembangunan
11
6. Tidak kalah pentingnya adalah jadwal waktu, kapan
informasi dan data tersebut harus sudah terkumpul?
Mengapa harus informasi dan data tertentu yang
dikumpulkan dan bukan yang lainnya?.
Monitoring dilakukan secara terus menerus atau permanen dan juga
secara komprehensif. Cakupannya juga luas, dan bisa termasuk semua
kegiatan pemerintah atau pembangunan. Pada umumnya, kegiatan
monitoring sangat memanfaatkan data kuantitatif sehingga mampu
melakukan perbandingan capaian indikator yang ditelaah dalam
konteks manajemen dalam suatu unit kerja, organisasi, rencana kerja,
program, atau kegiatan. Hasil monitoring yang dilakukan secara
berkala dan tepat waktu dapat segera mengenali kegagalan,
keterhambatan dalam konteks perkembangan atau kemajuan
pelaksanaan suatu program atau kegiatan. Dengan demikian suatu
corrective action, dapat segera dilakukan antar unit kerja pelaksana
atau antar para penanggungjawab terkait. Jadi monitoring juga
merupakan wujud dari suatu sistem kerja yang saling terhubung yang
dapat mengamankan fungsi manajemen dan hasil kerja.
Sayangnya, informasi kinerja dalam proses monitoring sering tidak
mampu menentukan hubungan kausal (Timbal balik) yang mungkin
justru diperlukan untuk menjelaskan capaian, kegagalan, atau
ketidaktercapaian. Dapat dipastikan bahwa monitoring bukan alat
atau cara yang tepat untuk mengenali faktor apa yang
mempengaruhi atau bagaimana suatu kebijakan/program/kegiatan
dapat terhambat guna mencapai hasil/target/sasaran yang diinginkan.
Misalnya, apa yang mempengaruhi pencapaian kualitas hidup,
Pedoman Evaluasi dan Indikator Kinerja Pembangunan
12
pendapatan, tingkat kematian penduduk, derajat kesehatan bayi dan
balita, peningkatan jumlah usaha kecil dan menengah (UKM) di suatu
daerah, atau lain sebagainya; karena yang dapat melakukan hal
tersebut adalah suatu kegiatan evaluasi.
Jadi, berbeda dari monitoring, evaluasi, hanya dilakukan secara selektif
dan tidak terus menerus. Jelasnya, evaluasi merupakan suatu alat
assessment atas perencanaan/rencana yang sedang berlangsung atau
sudah selesai/rampung guna memastikan relevansi, efektifitas, efisiensi,
dampak, dan bahkan keberlangsungannya. Maksud lain dari
pelaksanaan evaluasi adalah penggunaan lessons learned, dalam
suatu proses pengambilan keputusan. Dengan demikian, secara teknis
evaluasi dapat dirancang dengan baik sehingga mampu
menunjukkan hubungan kausal misalnya antara intervensi publik
dengan dampaknya, apakah positif, negatif, antisipasi, atau sama
sekali di luar dugaan.
Perbedaan lain antara monitoring dan evaluasi dapat dilihat dari
karakteristik pelaksanaannya, karena evaluasi lebih fokus pada
analisa dan bersifat lebih kompleks daripada monitoring. Karenanya,
evaluasi biasanya memerlukan lebih banyak biaya dan waktu yang
lebih panjang, serta kemampuan analisa teknis yang lebih tinggi dari
pada monitoring. Dengan demikian, tidak seperti monitoring, evaluasi
harus ditentukan dan dilakukan secara stratejik, dan tidak harus
komprehensif. Evaluasi pada masa kini, umumnya terfokus pada tiga
aspek yaitu:
Output (Kuantitas dan kualitas hasil kebijakan/program
/kegiatan)
Pedoman Evaluasi dan Indikator Kinerja Pembangunan
13
Outcome (Akibat langsung/Intermediate effect kepada
penerima manfaat)
Impact (Jangka panjang/long-term, cakupan dan kemajuannya
luas/widespread improvement di kalangan masyarakat/
society).
Meskipun monitoring dan evaluasi keduanya sama-sama
digunakan untuk menunjukkan akuntabilitas, namun cara dan
cakupannya berbeda. Selain itu, monitoring lebih merupakan laporan
jangka pendek/report dengan cara pengambilan kesimpulan yang
lebih sederhana daripada evaluasi. Ketika melakukan evaluasi
seringkali diperlukan cara atau metodologi yang cukup canggih,
seperti Rapid Asessment misalnya, ataupun analisa statistik yang cukup
sulit. Pada dasarnya evaluasi harus bisa menunjukkan capaian dan
GAP (Selisih antara target/sasaran dengan capaian Evaluasi). Berikut
ini disarikan dan disajikan perbedaan antara monitoring dan evaluasi
yang diambil dari Castro (2007).
Pedoman Evaluasi dan Indikator Kinerja Pembangunan
14
Tabel II.1. Perbedaan Monitoring dan Evaluasi
Sumber : Castro (2007) Berbagai negara telah melakukan berbagai cara monitoring dan
evaluasi seperti diperlihatkan dalam Tabel II.2. Tidak ada yang persis
sama, namun beberapa prinsip umum bisa dikenali dan diuraikan
pada kolom pertama. Dari Tabel II.2. , nampak bahwa tidak ada
suatu negarapun yang melakukan evaluasi atas rencana
pembangunannya secara menyeluruh dan mendetil. Sebagai contoh,
Australia hanya mengevaluasi isu dan program penting saja yang
memang harus ditangani pada suatu saat (Australian Government
Report, 2003 ).
Ketika evaluasi kebijakan/program/kegiatan pembangunan
dilakukan, pada dasarnya kita melakukan suatu review dan
menganalisis kinerja hal yang dievaluasi tersebut sesuai dengan
pencapaian sasaran atau target yang telah ditentukan pada
SelectiveComprehensiveScope
-Incorporate lessons learned
-Highlight strategic alternatives
-Accountability
-Scientific knowledge
-Report progress to managers
-Clarify programs objectives
-Early alerts of problems
-Control
-Accountability
Use
- Not permanent-ContinuousTemporality
- Assesses specific causal contributions of
activities to results (attribution)
- Translates objectives into
performance indicators and targets
-Measures performance by linking
activities, resources, targets,
responsible and results.
Methodology
-Was the result obtained?
-Why
-How relevant, sustainable and effective is?
- What is the level of advance vs.
reference value?
Questions
- Analyzing why intended results were or were
not achieved
- Establishing progress against
expected goals
Objective
EvaluationMonitoring
SelectiveComprehensiveScope
-Incorporate lessons learned
-Highlight strategic alternatives
-Accountability
-Scientific knowledge
-Report progress to managers
-Clarify programs objectives
-Early alerts of problems
-Control
-Accountability
Use
- Not permanent-ContinuousTemporality
- Assesses specific causal contributions of
activities to results (attribution)
- Translates objectives into
performance indicators and targets
-Measures performance by linking
activities, resources, targets,
responsible and results.
Methodology
-Was the result obtained?
-Why
-How relevant, sustainable and effective is?
- What is the level of advance vs.
reference value?
Questions
- Analyzing why intended results were or were
not achieved
- Establishing progress against
expected goals
Objective
EvaluationMonitoring
Pedoman Evaluasi dan Indikator Kinerja Pembangunan
15
awal penyusunan rencana program. Ukuran capaian
sasaran/target merupakan pilihan atas variabel-variabel yang dapat
diturunkan dari tujuan pelaksanaan kebijakan/program/kegiatan itu.
Bila itu merupakan bagian dari suatu strategi atau kebijakan utama,
maka capaiannya harus merupakan bagian dari variabel yang
menunjukkan hasil pelaksanaan kebijakan/program/kegiatan
tersebut.
Seperti diketahui secara luas, hirarki susunan atau tahapan suatu
perencanaan pembangunan bisa dimulai dari strategi atau kebijakan,
yang diterjemahkan menjadi berbagai program, dan dilaksanakan
dalam berbagai kegiatan. Jadi masing-masing tahapan atau tingkatan
itu mempunyai sasaran yang ditunjukkan atau diwakili oleh satu atau
berbagai variabel. Pada langkah selanjutnya, salah satu variabel
ditentukan menjadi indikator yang mampu mengukur keberhasilan
kebijakan/program/kegiatan tersebut. Dengan demikian, capaian
masing-masing tahap atau tingkatan (level) dapat diikuti
perkembangannya/dimonitor dan pasti dapat dievaluasi.
Pedoman Evaluasi dan Indikator Kinerja Pembangunan
16
Tabel II.2. Gambaran Monitoring dan Evaluasi, di Beberapa Negara:
Colombia, Brazil, Chile dan Mexico
Sumber: Castro (2007)
Colombia Brazil Chile Mexico
Main Responsible Agency
National Planning Department
Ministry of Planning and Budgeting
Ministry of Finance
National Evaluation Commission
Normative support
Constitution, law and national policy
Laws and regulations
No Law
Links with budget
In progress In progress Yes No
Monitoring Comprehensive National Development Plan
Pluri-Annual Presidential goals, selected programs
Annual Budget programs Presidential goals
Social programs, Presidential goals
Evaluation Rapid assessments and impact evaluations
Impact evaluations mainly of social programs, desk reviews of selected programs
Desk reviews and impact evaluations
Impact evaluations
Accountability
To Congress and citizens
To Congress To Congress To Congress
Where is M& E heading to
Consolidating M&E System Performance-based budgeting, MTEF
Performance-based budgeting
Integrating human resources to performance-based budget
M & E System
Pedoman Evaluasi dan Indikator Kinerja Pembangunan
17
Dengan memperhatikan Tabel II.1 dan Tabel II.2, jelas terlihat peran
indikator dalam evaluasi. Selanjutnya Gamber II.1 di bawah ini
menunjukkan bahwa peranan indikator demikian strategisnya sebagai
ukuran kinerja, sehingga penetapan indikator menjadi prasyarat
penting dalam melakukan evaluasi, karena keberhasilan dan
kegagalan dapat diukur dengan menggunakan indikator kinerja.
Adapun macam indikator yang relevan tentu disesuaikan dengan
tingkatannya, yaitu impact, outcome, output atau input.
Gambar II.1 di bawah ini, merupakan contoh jenis variabel dan
indikator terkait Performance-Based Monitoring and Evaluation yang
mungkin digunakan dalam evaluasi di sektor kesehatan. Walaupun
tidak saling terkait atau menggambarkan suatu isu, namun untuk
masing-masing jenis indikator, diberikan contoh sesuai dengan level
atau tingkatannya.
Pedoman Evaluasi dan Indikator Kinerja Pembangunan
18
Gambar II.1. Tipe Variabel dan Indikator Terkait sebagai Dasar Kinerja Monitoring & Evaluasi
Sumber: Castro ( 2007) 2.2.2. Pembangian Peran dan Tanggung Jawab Agar para pelaksana pekerjaan monitoring dan evaluasi mampu
bersinergi ketika melaksanakannya, diperlukan suatu sistem dan
mekanisme kerja yang jelas, rapi, dan saling melengkapi. Dengan
demikian suatu pembagian peran dan tanggung jawab mutlak
diperlukan oleh seluruh pemangku kepentingan kegiatan monitoring
dan evaluasi. Dalam konteks monitoring dan evaluasi kinerja rencana
pembangunan, pembagian peran dan tanggung jawab dapat
ditentukan antar unit kerja di Bappenas, dan antar Kementerian
Lembaga sektoral. Sama pentingnya dengan pembagian peran dan
tanggung jawab antara pemerintah pusat dan pemerintah daerah.
- # of Kms of constructed network
- # of implemented Water and Sanitation Plans
(WSP)
Outputs
- # of designed water and sanitation plans (WSP)
- # of approved MSP credits to districts Activities
- Increased in potable water service coverage (#
of new households with access). Outcomes
- Reduction in the infant mortality rate in
benefited districts
- Reduction on childhood diarrhea disease rates
Impacts
- Amount of disbursed resources.
- Technical personnel trained on the formulation
of WS plans for service provision
Inputs
Pedoman Evaluasi dan Indikator Kinerja Pembangunan
19
2.2.3. Data dan Kemampuan Evaluasi
Untuk memperoleh hasil maksimal dari suatu kegiatan monitoring dan
evaluasi, perlu diperhatikan ketersediaan data dan kemampuan
evaluasi para pihak yang terkait. Demikian pula, kapasitas, perhatian,
dan komitmen yang setara antar pemangku kepentingan terkait
dengan data manajemen dan komunikasi data. Esensinya, perbaikan
dan penataan (Reform) akan budaya koordinasi kerja dan
keterkaitan jaringan data dan informasi antar unit kerja dalam
institusi Bappenas maupun antara Bappenas dengan K/L akan sangat
diperlukan.
Dengan demikian, suatu sistem evaluasi seyogyanya merupakan suatu
sistem yang solid dan berkaitan erat dengan Sistem Informasi dan
Pengolahan Data yang dapat diandalkan, misalnya dengan Pusdatin
Bappenas atau K/L terkait. Alur komunikasi data yang demikian perlu
segera dibangun sehingga data dan informasi yang diperlukan oleh
unit kerja yang bertanggung jawab tentang urusan Monitoring dan
Evaluation ataupun Direktorat Sektoral yang terkait, akan dengan
mudah diakses atau diambil. Idealnya sistem ini juga dapat mengakses
Data Base K/L lain khususnya yang tersedia di Badan Pusat Stratistik
(BPS).
Telah disinggung di atas bahwa monitoring dan evaluasi mampu
berperan dalam perencanaan, alokasi pendanaan/budgeting, dan
pelaksanaan pembangunan; dengan syarat reform atau penataan
kembali mekanisme kerja harus terjadi. Reform ini mencakup
pergeseran dari model tradisional, yaitu lembaga negara sebagai
tujuan; menjadi suatu konsep baru dimana mereka justru menjadi alat
Pedoman Evaluasi dan Indikator Kinerja Pembangunan
20
untuk mencapai tujuan bernegara. Hal ini juga memerlukan
modifikasi kelembagaan budget. Dengan demikian, tiga hal dalam
expenditure management harus dibedakan, yaitu disiplin fiskal, alokasi
sesuai dengan prioritas, dan operasi yang efisien dalam mencapai
output. (Bonnefoy, 2003; Eggerston, 1990; Campos and Pradhan, 1996;
dan World Bank, 1996 ).
2.3. Cara-cara Evaluasi Kinerja Menurut Mayston (2003), cara evaluasi kinerja yang umum dilakukan
biasanya menggunakan metoda Multivariate Regression Analysis atau
Data Development Analysis. Dua cara ini biasa digunakan untuk
educational evaluation karena banyak kompleksitas dalam variabel-
variabel pendidikan, namun baik untuk kinerja audit yang kontinyu.
Selain itu, cara Iterative Generalised Least Square (IGLS) juga banyak
dilakukan meskipun tidak terlalu umum.
Untuk para pengambil keputusan, yang biasa dilakukan adalah
menyelenggarakan evaluation research. Namun cara ini memerlukan
daftar pertanyaan yang cukup serius, dan karenanya tidak flexibel,
perlu waktu luas, namun seringkali hasilnya kurang relevan.
Qualitative evaluation strategies sebenarnya lebih diperlukan karena
dapat menjelaskan secara flexibel. Prasyarat untuk hal ini adalah
metodologinya harus sesuai dengan permasalahan yang diteliti.
Selanjutnya riset lanjutan dapat dilakukan sebagai tindak lanjut dari
hasil evaluasi terdahulu. Informal evaluation, juga sering dilakukan
secara casual, impressionistic, intuitive, dan subjective appraisal. Pada
akhirnya dilakukan suatu formal evaluation, yaitu suatu evaluasi yang
Pedoman Evaluasi dan Indikator Kinerja Pembangunan
21
terstruktur dengan memperhatikan ukuran-ukuran inputs, outputs,
outcomes, dan impacts atau dampak dari hal yang diteliti.
Untuk melakukan monitoring, lebih tepat menggunakan quantitative
indicators guna mengetahui capaian atau hasil yang diinginkan. Hal ini
harus dilakukan pada waktu tertentu, secara regular, sehingga
corrective action dapat dilakukan dan sekaligus dapat dipastikan pula
kaitan antara penanggungjawab, fungsi manajemen pelaksanaan,
dan hasil yang dicapai.
Untuk kejelasan aplikasi perkembangan pelaksanaan evaluasi dalam
lingkup pemerintahan, berikut ini disajikan contoh Laporan Evaluasi
Pemerintah Australia Tahun 2008 (The Report on Government
Services):
Contoh Evaluasi Pemerintah
Hasil evaluasi Pemerintah Australia dituangkan dalam publikasi yang
berjudul The Report on Government Services 2008, dan diterbitkan
dalam 2 (dua) buku. Buku I antara lain mereview isu tentang Early
Childhood, Education and Training, Justice dan Emergency
Management. Buku 2 mencakup review tentang Health, Community
Services, dan Housing. Masing-masing isu dibahas dalam kerangka
bahasan berikut:
Profile
Framework of performance indicators
Key performance indicator results
Future directions in performance reporting
Pedoman Evaluasi dan Indikator Kinerja Pembangunan
22
Jurisdictions‟ comments
Definitions of key terms and indicators
Evaluasi serupa itu telah dilakukan sejak tahun 1993. Pada awalnya,
disadari bahwa laporan itu berguna untuk meningkatkan efektifitas
dan efisiensi pengeluaran anggaran untuk pendidikan, kesehatan, dan
layanan masyarakat. Namun kemudian banyak pendapat yang
menyatakan bahwa laporan itu juga berfungsi sebagai sumber
informasi kinerja dan juga berguna untuk bahan penyusunan
kebijakan selanjutnya. Dalam rentang waktu 13 tahun, perbaikan dan
perluasan cakupan evaluasi dalam laporan terus menerus dilakukan.
Baru pada beberapa tahun terakhir, review tentang cross-cutting issues
juga dibahas dalam laporan, seperti pada bagian tentang Layanan
Masyarakat (Community Services). Dalam buku tersebut juga
dievaluasi keterkaitan antara children‟s services dan education.
Contoh Indikator
Salah satu contoh indicator impact yang digunakan Pemerintah
Australia dalam The Report on Government Services (2008) adalah
proportion of children enrolled in preschool sebagai indikator yang
memastikan bahwa semua keluarga di Australia mempunyai akses
yang sama/equitable untuk memperoleh layanan prasekolah/preschool
services. Definisi indikator ini adalah proporsi anak dalam kelompok
usia yang menjadi target preschool, yang memanfaatkan layanan
preschool. Dua ukuran digunakan, yaitu:
• Persentase anak yang bersekolah di preschool pada tahun sebelum
dimulainya sekolah mainstream/ fulltime schooling
• Persentase anak balita yang bersekolah di preschool.
Pedoman Evaluasi dan Indikator Kinerja Pembangunan
23
Tingginya proporsi anak yang menggunakan layanan preschool
merupakan indikasi tingginya ketersediaan layanan preschool.
Indikator ini tidak memberikan informasi tentang preferensi para
orangtua dalam menggunakan layanan preschool, atau faktor lain,
seperti usia mulai masuk sekolah yang dapat mempengaruhi
partisipasi sekolah di tingkat preschool.
2.4. Generic Logic Model Pengertian Logic Model atau model logika, adalah suatu
diagram/bagan bagaimana suatu kebijakan/program/kegiatan
diharapkan dapat bekerja baik. Dengan kata lain, juga merupakan
gambaran hubungan antara aktivitas dan hasil. Menurut sebagian
orang, model logika hanya dipakai dalam proses evaluasi, namun
sebenarnya tidak sesempit itu, karena penggunaan model logika
penting dan menolong ketika diaplikasikan kedalam proses
perencanaan, formulasi dan penyusunan kebijakan/program/kegiatan,
manajemen pelaksanaan program dan bahkan dalam komunikasi
dan koordinasi.
Jadi model logika adalah: Suatu gambaran sederhana dari kebijakan/program/kegiatan,
inisiatif, atau intervensi yang merupakan respon dari suatu
keadaan tertentu.
Inti dari rangkaian perencanaan, evaluasi, manajemen,
komunikasi dan koordinasi.
Pedoman Evaluasi dan Indikator Kinerja Pembangunan
24
Sesuatu yang menunjukkan hubungan yang masuk akal antar
berbagai hal yang meliputi sumber yang diinvestasikan,
kegiatan yang dilakukan, dan manfaat atau perubahan yang
dihasilkan.
Logic Model atau Model Logika, juga sering disebut sebagai program
theory (Weiss, 1998), program's theory of action (Patton, 1997), atau
model yang masuk akal tentang bagaimana seharusnya suatu
program bekerja (Bickman, 1987, p. 5). Selain itu, adapula yang
mengartikannya sebagai refleksi underlying rationale dari suatu
program atau inisiatif (Chen, Cato & Rainford, 1998-9; Renger &
Titcomb, 2002). Secara singkat dan sederhana, sebenarnya model
logika adalah suatu MAP atau PETA dari cara berpikir, atau Road
Map cara pikir dalam menyusun atau memformulasikan
kebijakan/program/inisiatif/kegiatan.
Bentuk umum/standar suatu model logika disajikan pada Gambar II.2,
yang secara sederhana menggambarkan urutan kejadian yang
diperkirakan akan terjadi sebagai manfaat atau perubahan atau
dampak.
Gambar II. 2. Bentuk Sederhana Model logika
Sumber : http://www.uwex.edu/ces/pdande/evaluation/evallogicmodel.html
Pedoman Evaluasi dan Indikator Kinerja Pembangunan
25
Kotak-kotak input, output, dan outcome menunjukkan hubungan logis antar:
Sumberdaya atau investasi untuk melaksanakan program
Kegiatan atau aktivitas yang dilakukan dalam pelaksanaan program
Perubahan atau manfaat yang merupakan hasil pelaksanaan program
Secara lebih detil, Gambar II.3. menyajikan tahapan perkembangan
mulai dari perencanaan, implementasi, dan evaluasi dari suatu
program dan operasi hubungan yang terjadi antar Input, Output, dan
Outcome, dan Impact.
Gambar II.3. Program Action Logic Model
8University of Wisconsin-Extension, Program Development and Evaluation
Sumber : http://www.uwex.edu/ces/pdande/evaluation/evallogicmodel.html
Pedoman Evaluasi dan Indikator Kinerja Pembangunan
26
Berikut adalah berbagai pengertian tentang model logika dan
manfaatnya untuk berbagai keperluan atau tahapan:
Perencanaan
Model Logika merupakan sebuah kerangka kerja dan proses
perencanaan untuk menjembatani kesenjangan antara kondisi saat ini
dan kondisi yang diinginkan. Model logika memberikan struktur
pemahaman terhadap situasi yang mengarahkan pada kebutuhan
inisiasi, hasil akhir yang diharapkan dan bagaimana investasi
dikaitkan dengan aktivitas orang-orang yang ditargetkan dengan
maksud untuk mencapai hasil yang diharapkan.
Manajemen Program
Model logika menggambarkan hubungan antara sumber daya,
aktivitas dan outcomes. Model logik berperan sebagai dasar untuk
membangun rencana manajemen yang lebih detail. Dalam kurun
waktu implementasi, model logika digunakan untuk menjelaskan,
merunut dan memonitor operasi, proses dan fungsi.
Evaluasi
Model logika adalah langkah pertama dalam melakukan evaluasi.
Model logika membantu dalam menentukan kapan dan hal apa yang
dievaluasi sehingga sumber daya evaluasi digunakan secara efektif
dan efisien. Melalui evaluasi, kita mengetes dan memverfikasi
kenyataan dari sebuah teori program. Modul logika membantu kita
untuk fokus pada proses dan pengukuran outcome yang tepat.
Beberapa orang berpikir bahwa model logika adalah sebuah model
evaluasi, karena begitu banyak evaluator yang menggunakannya.
Pedoman Evaluasi dan Indikator Kinerja Pembangunan
27
Namun, model logika bukanlah model evaluasi tetapi cara ini sangat
membantu dalam melakukan evaluasi.
Komunikasi
Komunikasi adalah kunci kesuksesan dan keberlanjutan. Secara
sederhana, penggunaan grafik yang jelas akan membantu dalam
mengkomunikasikan program ataupun usulan, baik itu kepada staf,
pihak yang mendanai program ataupun stakeholder lainnya. Bila
ditelaah lebih jauh, program tidak mungkin hanya memiliki hubungan
linear saja, justru, hubungan antar program biasanya tidak linear,
seperti gambaran berikut (Gambar II.4.).
Gambar II.4. Ketidaklinearan Program
11University of Wisconsin-Extension, Program Development and Evaluation
INPUTS OUTPUTS OUTCOMES
Program
investments
Activities Participation Short Medium
What we
investWhat we
do
Who we
reachWhat results
Long-
term
Programs are not linear!
Sumber: http://www.uwex.edu/ces/pdande/evaluation/evallogicmodel.html.
Berikut ini diberikan beberapa contoh aplikasi model logika.
Pedoman Evaluasi dan Indikator Kinerja Pembangunan
28
Contoh 1:
SITUATION: Di suatu Pemerintah Daerah (Level country) perlu
dilakukan suatu Needs Assessment. Ini disebabkan oleh sebagian besar
orangtua murid yang melaporkan bahwa mereka mengalami
kesulitan dalam melakukan kewajibannya sebagai orang tua sehingga
akibatnya, mereka merasa sangat tertekan/stressed. Gambar II.5
menjelaskan peta (Model logika sederhana) hubungan antar tataran
inputs, ouputs, dan outcomes, guna mengenali siapa saja yang terlibat,
apa yang harus dilakukan, siapa sasarannya, dan berbagai tahap
capaian yang diharapkan, yang pada akhirnya mencapai hasil akhir
berupa terbentuknya ketahanan keluarga.
Gambar II.5. Simple Logic Model
9University of Wisconsin-Extension, Program Development and Evaluation
Staff
Money
Partners
Develop
parent ed
curriculum
Deliver
series of
interactive
sessions
Parents
increase
knowledge of
child dev
Parents better
understanding
their own
parenting style Parents use
effective
parenting
practices
Improved
child-
parent
relations
Research
INPUTS OUTPUTS OUTCOMES
Facilitate
support
groups
Parents gain
skills in
effective
parenting
practices
Simple logic model
Parents
identify
appropriate
actions to
take
Strong
families
Targeted
parents
attend
SITUATION: During a county needs assessment, majority of parents reported that they were
having difficulty parenting and felt stressed as a result
Sumber : ttp://www.uwex.edu/ces/pdande/evaluation/evallogicmodel.html
Selain contoh di atas, gambaran model logika bisa beragam
tergantung kompleksitas permasalahannya. Gambaran itu bisa saja
Pedoman Evaluasi dan Indikator Kinerja Pembangunan
29
secara sederhana linear, namun mungkin juga menjadi rumit apabila
kasusnya cukup ekstrim. Beberapa bentuk refleksi kompleksitas
permasalahan itu disajikan pada Gambar II.6., berikut ini.
Gambar II.6. Berbagai Refleksi Model logika
13University of Wisconsin-Extension, Program Development and Evaluation
What does a logic model look like?
• Graphic display of boxes and arrows; vertical or horizontal– Relationships, linkages
• Any shape possible– Circular, dynamic
– Cultural adaptations; storyboards
• Level of detail– Simple
– Complex
• Multiple models
Sumber : http://www.uwex.edu/ces/pdande/evaluation/evallogicmodel.html
2.5. Konsep dan Definisi Indikator Kinerja Tatanan input, output, outcome dan impact yang telah diuraikan di
atas, sebenarnya merupakan cermin tingkatan/level/pembagian
tahapan formulasi suatu rencana mulai dari identifikasi permasalahan,
cara mengatasinya, mana yang perlu diintervensi segera, kebijakannya
apa, kegiatannya apa, hingga berapa biaya yang diperlukan. Masing–
masing tahapan yang direncanakan itu, dapat diukur capaiannya.
Ukuran untuk masing-masing tahapan adalah indikator sesuai sasaran
atau target yang disepakati bersama oleh para pemangku
kepentingan, sehingga capaian atau kinerja masing-masing level
Pedoman Evaluasi dan Indikator Kinerja Pembangunan
30
dapat dievaluasi. Uraian tentang pengukuran kinerja, dan kriteria
penentuan indikator dibahas dalam beberapa bagian berikut ini.
2.5.1. Pengukuran Kinerja Kata kinerja seringkali meliputi istilah-istilah seperti penyelesaian,
pencapaian, realisasi ataupun pemenuhan. Sebagian besar dari istilah
tersebut menunjukkan hal yang bersifat obyektif yaitu tercapainya
suatu tujuan karena suatu tindakan publik, tetapi ada juga yang
bersifat lebih subyektif yang menunjukkan tingkat kepuasan atas
suatu tindakan. Umumnya, literatur-literatur ekonomi dan
manajemen publik menekankan pada hal yang bersifat obyektif,
karena selain mempunyai implikasi langsung terhadap masyarakat
juga kepuasan yang bersifat subyektif lebih sulit untuk diukur
(Schiavo-Campo dan Sundaram, 2000).
Pengukuran kinerja merupakan upaya membandingkan tujuan yang
ingin dicapai pada waktu yang telah ditentukan dengan
perkembangan pencapaian yang sedang diamati pada suatu waktu
atas suatu materi perencanaan yang ditunjukkan oleh suatu indikator.
Menurut berbagai sumber, indikator adalah:
Suatu alat ukur untuk menggambarkan
tingkatan capaian suatu sasaran atau
target yang telah ditetapkan ketika
melakukan perencanaan awal, dan dapat
merupakan variabel kuantitatif atau
kualitatif.
Pedoman Evaluasi dan Indikator Kinerja Pembangunan
31
Mackay (2008) menjelaskan indikator kinerja (Performance indicators)
sebagai ukuran mengenai masukan, kegiatan, keluaran, hasil dan
dampak dari kegiatan-kegiatan pemerintah. Level indikator dapat
saja sangat tinggi, yakni dalam arti mengukur kinerja pemerintah
terkait dengan SPM (Sasaran Pembangunan Milenium) misalnya atau
rencana pembangunan nasional, atau dalam arti mengukur kegiatan
dan keluaran kementerian/lembaga pemerintah. Indikator berguna
untuk menetapkan target kinerja, untuk menilai kemajuan
pencapaian target tersebut, serta untuk membandingkan kinerja dari
unit kerja/organisasi/kementerian/lembaga yang berbeda.
Berdasarkan materi perencanaan yang disusun, ukuran kinerja
merupakan suatu hirarki yang menurut kerangka logika, bisa
dibedakan menjadi beberapa tingkatan. Bila dimulai dari level
terbawah yaitu (Bappenas, 2004), urutannya adalah:
1. Indikator Masukan (Input). Indikator ini mengukur jumlah sumber
daya yang dipergunakan seperti anggaran (dana), SDM,
peralatan, material, dan masukan lain, yang dipergunakan untuk
melaksanakan kegiatan.
2. Indikator Keluaran (Output). Indikator ini digunakan untuk
mengukur keluaran yang langsung dihasilkan dari suatu
pelaksanaan kegiatan, baik berupa fisik maupun non fisik.
3. Indikator Hasil (Outcome). Indikator ini digunakan untuk
mengukur capaian dari berbagai kegiatan dalam suatu program
yang telah selesai dilaksanakan atau indikator yang
mencerminkan berfungsinya keluaran berbagai kegiatan pada
jangka menengah.
Pedoman Evaluasi dan Indikator Kinerja Pembangunan
32
4. Indikator Dampak (Impacts). Indikator ini menunjukkan
pengaruh, baik positif maupun negatif, yang ditimbulkan dari
pelaksanaan kebijakan/program/ kegiatan dan asumsi yang telah
digunakan.
2.5.2. Persyaratan Indikator
Persyaratan indikator bisa bermacam-macam menurut berbagai
sumber dan keperluannya. Di bawah ini disajikan dua konsep
persyaratan indikator yang umum dipakai, diketahui dan harus
diperhatikan.
Menurut persyaratan SMART, penentuan suatu indikator harus
memperhatikan hal berikut:
1. Simple - Sederhana: Indikator yang ditetapkan sedapat mungkin
sederhana dalam pengumpulan data maupun dalam
penghitungan untuk mendapatkannya.
2. Measurable - Dapat diukur: Indikator yang ditetapkan harus
merepresentasikan informasi dan jelas ukurannya.
3. Attributable - Bermanfaat: Indikator yang ditetapkan harus
bermanfaat untuk kepentingan pengambilan kebijakan.
4. Reliable - Dapat dipercaya: Indikator yang ditentukan harus
dapat didukung oleh pengumpulan data yang baik, benar dan
teliti.
5. Timely - Tepat Waktu: Indikator yang ditentukan harus dapat
didukung oleh pengumpulan data dan pengolahan data serta
Pedoman Evaluasi dan Indikator Kinerja Pembangunan
33
pengemasan informasi yang waktunya sesuai dengan saat
pengambilan keputusan yang dilakukan.
Selain menggunakan kriteria SMART, alternatif lain adalah
menggunakan SPICED. dalam The State of Queensland, Department
of Natural Resources and Water, 2007; Roche (1999) menjelaskan
pilihan kriteria SPICED sebagai penyaring untuk memastikan agar
indikator terpilih dapat memberikan hasil yang maksimal. Penyaring
SPICED adalah sebagai berikut:
1. Subjective, yaitu berdasarkan pendapat para ahli ataupun
pengalaman yang dapat menguatkan pemilihan atas indikator.
2. Participatory, yaitu penyusunan indikator dilakukan bersama-
sama dengan melibatkan berbagai pihak yang berkompeten
dalam mengukur indikator tersebut.
3. Interpreted and Communicable, yaitu perlu adanya
penjelasan lebih lanjut untuk indikator yang bersifat lokal dan
tidak berlaku umum.
4. Cross-checked and compared, yaitu melakukan cross-checked
dengan cara membandingkan dengan indikator lain yang
menggunakan nara sumber, metode ataupun peneliti yang
berbeda.
5. Empowering, yaitu memberdayakan kelompok masyarakat
dalam penyusunan dan penilaian indikator.
6. Diverse and disaggregate, yaitu perlu kecermatan dalam
menentukan indikator yang bersifat pengelompokan seperti
pengelompokan berdasarkan jenis kelamin (pria dan wanita).
Pedoman Evaluasi dan Indikator Kinerja Pembangunan
34
3 Review RPJMN dan RKP
3.1. Struktur Penulisan dan Indikator Kinerja dalam RPJMN dan RKP Secara umum struktur penulisan atau nomenklatur RPJMN 2004-2009 dapat digambarkan sebagai berikut:
Gambar III.1. Struktur Penulisan RPJMN 2004-2009
Pedoman Evaluasi dan Indikator Kinerja Pembangunan
35
Dalam Bab ini, diuraikan dan didiskusikan, aplikasi penentuan
indikator pada Bab sebelumnya dengan menggunakan RPJMN 2004-
2009. Seperti diketahui, berdasarkan nomenklatur penulisan RPJMN
2004-2009, visi dan misi presiden terpilih pada Oktober 2004
dijabarkan ke dalam agenda pembangunan nasional. Masing-masing
agenda pembangunan nasional dijabarkan lagi ke dalam prioritas-
prioritas pembangunan untuk menjawab sasaran setiap agenda
pembangunan. Prioritas-prioritas pembangunan ini kemudian menjadi
Bab dalam RPJMN 2004-2009. Penelusuran dan evaluasi terhadap
berbagai Bab dalam RPJMN 2004-2009 menunjukkan bahwa sasaran
telah ditetapkan, dan diwujudnyatakan melalui program-program
pembangunan. Setiap program memiliki sasaran program yang
hendak dicapai dan kegiatan pokok yang akan dilakukan.
Hasil pencermatan menunjukkan bahwa secara umum, penulisan
RPJMN 2004-2009 sudah terstruktur dengan baik sehingga
memudahkan pembacanya untuk mengikuti pola penulisan dan
dengan mudah menemukan serta mengenali sasaran dan tujuan
masing-masing kebijakan sektoral maupun program. Bahkan daftar
kegiatan pokok pada masing-masing Bab juga tersedia. Namun pada
kenyataannya, tidak semua Bab mengadopsi struktur itu, sehingga isi
masing-masing bagian Bab tidak konsisten atau sejalan dengan
bagian Bab lainnya, padahal mereka saling terkait. Karenanya
benang merah yang menghubungkan struktur tersebut antar Bab,
tidak secara mudah dapat dikenali dan dimengerti, apalagi dilihat. Ini
bukan masalah benar atau salah, tetapi lebih merupakan suatu proses
pembelajaran yang dilalui ketika kolaborasi dan koordinasi diperlukan
dalam penyusunan dokumen perencanaan pembangunan.
Pedoman Evaluasi dan Indikator Kinerja Pembangunan
36
Untuk mengevaluasi capaian RPJMN 2004-2009, maka sasaran
masing-masing Bab ditelaah. Kemudian diusahakan untuk mengenali
variabel-variabel yang mungkin dapat dijadikan indikator kinerjanya.
Dari exercise yang dilakukan, disadari bahwa banyak Bab sektoral
yang sulit dipastikan indikator kinerjanya. Kalaupun ada indikatornya,
banyak Bab yang sasarannya sulit diukur karena bersifat kualitatif
ataupun sulit dicari datanya. Sehingga, mengukur keberhasilan target
atau sasaran juga sulit dilakukan, apalagi mengevaluasi kemajuan
atau pencapaiannya. Namun ada beberapa Bab, khususnya yang
termasuk dalam lingkungan Sumber Daya Manusia (Contohnya, Bab
mengenai Kesehatan dan Kependudukan/KB), dapat dengan mudah
dikenali indikator kinerjanya. Artinya, bukanlah tidak mungkin untuk
menentukan indikator kinerja yang solid, kuantitatif sifatnya, dan
datanya dapat dengan mudah diperoleh dari tahun ke tahun.
Disamping itu, data dan informasi yang diperlukan itu tidak hanya
terbatas dapat diperoleh dari Sensus dan Survey yang dilakukan oleh
Badan Pusat Statistik (BPS) tetapi juga dari Sistem Pencatatan dan
Pelaporan (Recording and Reporting System) pada masing-masing
organisasi K/L, baik yang berasal dari pusat maupun daerah (Provinsi
misalnya).
Diketahui bahwa dokumen perencanaan yang kita miliki dalam
melaksanakan pembangunan jangka panjang, menengah, dan
pendek/tahunan; adalah RPJPN, RPJMN, dan RKP. Review singkat
atas dokumen RPJMN dan RKP akan diuraikan berikut ini. Disamping
itu, telaah atas strukturnya dan bagaimana cara mengevaluasinya
juga akan dicakup dalam uraian Bab ini, namun karena keterbatasan
Pedoman Evaluasi dan Indikator Kinerja Pembangunan
37
lebar halaman, maka matriks-matriks yang digunakan untuk
mereview, dapat dilihat pada Suplemen Buku ini yaitu: Mapping
Sasaran dan Indikator Pembangunan Dalam RPJMN 2004-2009 dan
RKP 2005-2009.
3.2. Evaluasi atas Sasaran Bab Dalam bagian ini, diuraikan hasil review atas beberapa Bab sektoral
ditinjau secara umum. Bahasan secara khusus atas Bab Kesehatan dan
Bab KB dimaksudkan sebagai contoh uraian yang sektoral yang masih
dapat diukur kinerjanya dengan cukup mudah. Diskusi dalam Bab ini,
pada dasarnya dilakukan berdasarkan Matriks-matriks yang disajikan
pada Suplemen Buku: Mapping Sasaran dan Indikator Pembangunan
Dalam RPJMN 2004-2009 dan RKP 2005- 2009.
3.2.1. Tinjauan Umum Secara umum, dapat dikatakan bahwa keterkaitan antara Sasaran
RPJMN 2004-2009 dengan sasaran program dalam dokumen yang
sama seringkali tidak jelas terlihat, atau tidak dapat diuraikan per
program. Hal ini selanjutnya semakin kabur keterkaitan satu dan
lainnya ketika sasaran program dalam RKP disandingkan dengan
RPJMN. Meskipun sudah dikemukakan di Bab sebelumnya, struktur
penulisan sudah jelas dan terstruktur baik, namun dari segi isi tulisan,
keterkaitan dan kesinambungan tersebut tidak jelas terlihat atau
bahkan kabur sama sekali.
Katika pencermatan dilakukan pada level kegiatan pokok untuk
masing-masing program, juga jelas terlihat bahwa keterkaitan antar
Pedoman Evaluasi dan Indikator Kinerja Pembangunan
38
kegiatan setiap tahun atau bahkan dengan sasaran programnyapun
seringkali kabur atau meragukan. Ekspektasi demikian pada
beberapa bab mungkin memang sulit terpenuhi, seperti pada bab
yang menguraikan tentang perencanaan Kebudayaan, Hukum, dan
Diskriminasi. Bahkan dalam Bab Sarana dan Prasarana yang selalu
dibicarakan secara luas sebagai Sektor yang mudah diukur
keberhasilan dan pencapaiannya, ekpektasi akan keterkaitan dan
solidnya ukuran kinerja ternyata tidak dapat dikenali dan terpenuhi
(Lihat bab terkait Sarana dan Prasarana dalam Suplemen Buku:
Mapping Sasaran dan Indikator Pembangunan Dalam RPJMN 2004-
2009 dan RKP 2005- 2009).
Berkaitan dengan evaluasi atas sasaran dan program, maka selain
memperhatikan pemetaan atas sasaran dan program dalam RPJMN
2004-2009, juga perlu diperhatikan sasaran bab dan sasaran program
dalam RKP. Dari pemetaan tersebut didapatkan beberapa hal antara
lain:
1. Ketidaksinambungan dalam perumusan sasaran lima
tahunan (RPJMN) dengan sasaran tahunan (RKP).
Sesuai dengan hierarkhi dari RPJMN 2004-2009 tersebut,
seharusnya tiap-tiap sasaran, mulai dari sasaran agenda,
sasaran bab, sasaran program dan kegiatan pokok memiliki
level kinerjanya masing-masing. Semakin ke bawah, tentunya
level kinerjanya semakin bersifat operasional. Namun, masih
dijumpai dalam dokumen perencanaan tersebut
ketidaksinambungan dalam perumusan sasaran. Sasaran bab
RPJMN seharusnya dapat diturunkan/breakdowned menjadi
sasaran program RPJMN, tetapi yang terjadi pada beberapa
Pedoman Evaluasi dan Indikator Kinerja Pembangunan
39
bab dalam RPJMN 2004-2009 adalah sasaran program RPJMN
justru tidak dapat ditentukan.
2. Tingkat variasi kedalaman dari bab-bab dalam RPJMN
2004-2009 sangat tinggi. Variasi kedalaman atau
kedetilan yang paling nyata dapat dilihat pada sasaran yang
ingin dicapai di setiap bab. Pada bab-bab tertentu ada yang
menjelaskan di level outcome, tetapi di bab-bab lain ada yang
cukup sampai di level output saja. Hal ini menjadikan,
dokumen RPJMN 2004-2009 menjadi tidak selaras, setara dan
sesuai antar bab. Kesimpulannya, dokumen RPJMN 2004-2009
tidak siap untuk dievaluasi.
3. Program dan kegiatan memiliki level yang sama.
Dalam mendefinisikan program atau kegiatan sering dirasakan
terlalu luas atau sebaliknya. Apabila program didefinisikan
terlalu luas akan menyulitkan dalam menentukan level
kinerjanya, begitu juga dengan kegiatan. Sedangkan bila
didefinisikan terlalu sempit, maka akan menyebabkan rancu
dengan level kinerja di bawahnya (nama program sama
dengan level kegiatan)
4. Program tidak terkait secara langsung dengan
kegiatan-kegiatannya. Masih ditemui adanya beberapa
keluaran dari kegiatan-kegiatan yang tidak berkaitan dengan
pencapaian sasaran program. Pada hakikatnya, kegiatan
merupakan wujud dari pelaksanaan suatu program, sehingga
keluaran dari kegiatan tersebut seharusnya berkontribusi
langsung terhadap pencapaian sasaran program.
Pedoman Evaluasi dan Indikator Kinerja Pembangunan
40
3.2.2. Telaah atas Sasaran Kesehatan Untuk Sektor Kesehatan dengan mudah dapat dikenali 4 (empat)
sasaran yaitu:
1. Meningkatnya umur harapan hidup dari 66,2 tahun menjadi
70,6 tahun;
2. Menurunnya angka kematian bayi dari 35 menjadi 26 per
1.000 kelahiran hidup;
3. Menurunnya angka kematian ibu melahirkan dari 307
menjadi 226 per 100.000 kelahiran hidup
4. Menurunnya prevalensi gizi kurang pada anak balita dari
25,8 % menjadi 20,0 %
Berdasarkan hasil pemetaan dokumen RPJMN dan RKP didapatkan
beberapa hal sebagai berikut:
Sasaran bab Peningkatan Akses Masyarakat terhadap
Kesehatan yang Berkualitas ditetapkan di level outcome.
Terdapat 12 program pembangunan kesehatan, namun sasaran
bab tersebut tidak dapat dipilah-pilah ke sasaran program
RPJMN.
Sandingan Sasaran RPJMN dengan RKP menunjukkan bahwa
ke empat sasaran juga merupakan sasaran semua program di
sektor kesehatan dengan kata lain sasaran tersebut tidak bisa
dipilah-pilah menjadi sasaran RPJMN untuk masing-masing
program pembangunan sektor kesehatan.
Pada sasaran program dalam RKP mulai tahun 2005-2009,
didapati beberapa sasaran untuk program tertentu hanya
muncul di satu atau dua tahun saja, tidak secara konsisten
Pedoman Evaluasi dan Indikator Kinerja Pembangunan
41
muncul di setiap tahun, padahal apabila memperhatikan
indikator dari sasaran tersebut, merupakan indikator yang
penting dan seharusnya muncul setiap tahun. Sebagai contoh
adalah pada Program Perbaikan Gizi Masyarakat, sasaran
”Menurunnya kegemukan (Obesitas) menjadi 3% pada balita
dan 10% pada orang dewasa” hanya muncul di RKP 2007 saja.
Pada penulisan sasaran program dijumpai ketidakkonsistenan
dalam pencantuman target pencapaian. Misalnya, sasaran
”Meningkatnya persentase desa yang mencapai Universal Child
Immunization (UCI)”, pencantuman target sasaran hanya
disebutkan pada RKP 2007, 2008, 2009, sementara pada RKP
2005 dan 2006 tidak disebutkan.
Selanjutnya sasaran RKP dari masing-masing program, tahun 2005
hingga 2009, disandingkan, dengan sasaran program dalam RPJMN.
Kemudian dari semua sasaran tersebut dibuat daftar variabel-
variabel yang mungkin dapat dijadikan indikator kinerja bagi setiap
program. Daftar variabel tersebut adalah sebagai berikut:
Pedoman Evaluasi dan Indikator Kinerja Pembangunan
42
Tabel III.1. Daftar Variabel Sektor Kesehatan
Program RPJMN
Variabel
1. Program Promosi Kesehatan dan Pemberdayaan Masyarakat
1. Jumlah keluarga berperilaku sehat
2. Program Lingkungan Sehat
1. Jumah keluarga yang menghuni rumah sehat 2. Jumlah keluarga yang menggunakan air bersih 3. Jumlah keluarga yang menggunakan jamban
sehat 4. Jumlah tempat-tempat umum yang memenuhi
syarat kesehatan
3. Program Upaya Kesehatan Masyarakat
1. Cakupan persalinan yang ditolong oleh tenaga kesehatan
2. Cakupan pelayanan antenatal 3. Cakupan pelayanan neonatal 4. Cakupan rawat jalan 5. Cakupan kunjungan bayi ke tempat layanan
kesehatan 6. Jumlah keluarga miskin yang terlayani di
puskesmas
4. Program Upaya Kesehatan Perorangan
1. Jumlah penduduk miskin yang mendapat pelayanan kesehatan di rumah sakit
2. Jumlah rumah sakit yang melaksanakan pelayanan gawat darurat yang memenuhi standar mutu
3. Jumlah rumah sakit yang melaksanakan pelayanan Obstetrik & Neonatus esensial Komprehensif (PONEK)
4. Jumlah rumah sakit yang terakreditasi
5. Program Pencegahan dan Pemberantasan Penyakit
1. Jumlah desa yang mencapai Universal Child Immunization (UCI)
2. Jumlah Case Detection Rate TB 3. Angka penemuan Accute Flaccid Paralysis pada
anak usia kurang 15 tahun 4. Case fatality rate DBD 5. Case fatality rate diare 6. Persentase ODHA (Orang Dengan HIV AIDS)
ditemukan dan mendapat pengobatan
Pedoman Evaluasi dan Indikator Kinerja Pembangunan
43
Program RPJMN
Variabel
7. Persentase penderita malaria yang diobati dari yang ditemukan
6. Program
Perbaikan Gizi Masyarakat
1. Angka prevalensi kurang gizi pada balita 2. Persentase ibu hamil yang mendapat tablet Fe 3. Persentase bayi yang mendapat ASI Eksklusif 4. Persentase balita yang mendapatkan Vitamin A
7. Program Sumber Daya Kesehatan
1. Jumlah tenaga kesehatan terlatih di desa siaga 2. Jumlah tenaga medis dan para medis di daerah
terpencil/tertinggal 3. Proporsi rumah sakit kabupaten/kota yang
memiliki tenaga dokter spesialis dasar 4. Persentase guru, dosen dan instruktur bidang
kesehatan yang ditingkatkan kemampuannya
8. Program Obat dan Perbekalan Kesehatan
1. Ketersediaan dan pemerataan obat esensial nasional
2. Ketersediaan obat esensial generik di sarana pelayanan kesehatan
3. Ketersediaan obat untuk buffer stock di kabupaten/kota, propinsi dan pusat untuk penduduk sasaran Askeskin/Jamkesmas
4. Ketersediaan obat untuk pelayanan kesehatan pada saat bencana / KLB
9. Program
Pengawasan Obat dan Makanan
1. Persentase jumlah sampel yang memenuhi syarat 2. Jumlah pemeriksaan sarana produksi dalam
rangka cara pembuatan obat yang baik (CPOB) 3. Persentase peredaran produk pangan yang
memenuhi syarat 4. Tercegahnya penyalahgunaan dan penggunaan
yang salah dari obat keras, NAPZA dan bahan berbahaya lainnya
10. Program
Pengembangan Obat Asli Indonesia
1. Jumlah produk obat bahan alam Indonesia bermutu tinggi
2. Standarisasi tanaman obat bahan alam Indonesia
11. Program Kebijakan dan Manajemen
1. Jumlah peraturan dan perundang-undangan di bidang pembangunan kesehatan;
2. Jumlah penanggulangan krisis kesehatan dan masalah kesehatan yang tertangani dengan cepat.
Pedoman Evaluasi dan Indikator Kinerja Pembangunan
44
Program RPJMN
Variabel
Pembangunan Kesehatan
3. Jumlah klaim pelayanan kesehatan bagi masyarakat miskin yang terverifikasi
12. Program
Penelitian dan Pengembangan Kesehatan
1. Jumlah penelitian yang dapat digunakan untuk pengembangan pembangunan kesehatan
2. Jumlah kebijakan yang dikembangkan dari hasil penelitian dan pengembangan kesehatan
3.2.3. Telaah atas Sasaran Keluarga Berencana
Contoh lain adalah Sasaran Sektor Keluarga Berencana (KB),
terkendalinya pertumbuhan penduduk dan meningkatnya keluarga
kecil berkualitas ditandai oleh 7 (tujuh) capaian, yaitu:
1. Menurunnya rata-rata laju pertumbuhan penduduk
menjadi sekitar 1,14 persen per tahun; tingkat fertilitas total
menjadi sekitar 2,2 persen per perempuan; persentase pasangan
usia subur yang tidak terlayani (unmet need) menjadi 6
persen
2. Meningkatnya peserta KB laki-laki menjadi 4,5 persen
3. Meningkatnya penggunaan metode kontrasepsi yang
efektif serta efisien
4. Meningkatnya usia perkawinan pertama perempuan
menjadi 21 tahun
5. Meningkatnya partisipasi keluarga dalam pembinaan
tumbuh-kembang anak
Pedoman Evaluasi dan Indikator Kinerja Pembangunan
45
6. Meningkatnya jumlah Keluarga Pra-Sejahtera dan
Keluarga Sejahtera-I yang aktif dalam usaha ekonomi
produktif
7. Meningkatnya jumlah institusi masyarakat dalam
penyelenggaraan pelayanan keluarga berencana dan
kesehatan reproduksi.
Berbeda dengan Sektor Kesehatan di atas, ke tujuh Sasaran tersebut
merupakan tujuan semua program namun sasaran tersebut juga
dapat dipilah dan dipadankan untuk masing-masing program
sektor KB dalam dokumen RPJMN 2004-2009; dan kemudian menjadi
sandingan bagi sasaran masing-masing program dalam masing-masing
dokumen RKP tahun 2005 hingga tahun 2009. Langkah selanjutnya,
adalah mencermati masing-masing sasaran program dalam RPJMN
dan RKP, dan dicoba untuk mengenali berbagai variabel yang
mungkin dapat dijadikan indikator kinerja bagi masing-masing
program, sepanjang kurun waktu 2005 hingga 2008. Daftar variabel
tersebut adalah sebagai berikut:
Pedoman Evaluasi dan Indikator Kinerja Pembangunan
46
Tabel III.2. Daftar Variabel Sektor Keluarga Berencana
Program RPJMN
Variabel
1. Program Keluarga Berencana
1. Laju Pertumbuhan Penduduk 2. Total Fertility Rate 3. Unmetneed 4. Peserta KB baru (PB) laki-laki 5. Peserta KB aktif (PA) laki-laki 6. Jumlah PUS yang menggunakan alat kontrasepsi
jangka panjang 7. Peserta KB baru (PB) 8. Peserta KB aktif (PA) 9. Peserta KB baru (PB) miskin 10. Peserta KB aktif (PA) miskin 11. Jumlah tempat pelayanan KB non pemerintah 12. Jumlah tempat pelayanan KB yang memberikan
promosi dan konseling 13. Jumlah alat kontrasepsi yang tersedia bagi rakyat
miskin 14. Persentase besarnya pembiayaan program KB
dalam APBN yang ditujukan bagi rakyat miskin 15. Jumlah desa/kelurahan yang terjangkau pelayanan
KB 16. Jumlah desa/kelurahan di daerah tertinggal,
terpencil dan perbatasan yang terjangkau pelayanan KB
2. Program
Kesehatan Reproduksi Remaja
1. Usia kawin pertama perempuan 2. Kebijakan pelayanan kesehatan reproduksi remaja 3. Angka perkawinan penduduk usia remaja 4. Persentase remaja yang memperoleh informasi
tentang kesehatan reproduksi 5. Angka kehamilan usia remaja 6. Jumlah kasus PMS dan HIV/AIDS pada remaja 7. Jumlah PIK-KRR 8. Jumlah Pendidik Sebaya (orang) 9. Jumlah Konselor Sebaya (orang) 10. Jumlah sosialisasi dan KIE KRR 11. Jumlah PIK-KRR percontohan 12. Jumlah provinsi yang mengembangkan Center of
excellent 13. Jumlah SDM PIK-KRR yang berkualitas 14. Tingkat utilisasi PIK-KRR 15. Tingkat sustainabilitas PIK-KRR
Pedoman Evaluasi dan Indikator Kinerja Pembangunan
47
Program RPJMN
Variabel
3. Program
Ketahanan dan Pemberdayaan Keluarga
1. Jumlah keluarga balita yang aktif dalam kegiatan BKB
2. Jumlah keluarga remaja yang aktif dalam kegiatan BKR
3. Jumlah keluarga lansia yang aktif dalam kegiatan BKL
4. Jumlah keluarga Pra-sejahtera dan keluarga sejahtera I yang aktif dalam usaha ekonomi produktif
5. Jumlah keluarga Pra-S dan KS-I 6. Jumlah keluarga yang dapat mengakses informasi 7. Jumlah kelompok BKB, BKR dan BKL percontohan di
kecamatan 8. Jumlah Toga/Toma yang berpartisipasi dalam
kegiatan advokasi, promosi dan KIE program KB 9. Jumlah KIE program KB dan KS melalui media massa
dan media luar ruang di Pusat, Provinsi dan Kab/Kota
10. Status pembentukan jejaring kerja yang aktif di setiap tingkatan wilayah
11. Jumlah tenaga pengelola dan kader yang terlatih dalam bidang KIE ketahanan dan pemberdayaan keluarga
4. Program
Penguatan Pelembagaan Keluarga Kecil Berkualitas
1. Jumlah Institusi Masyarakat dalam pelayanan KB dan kesehatan reproduksi
2. Persentase pasangan usia subur (PUS) yang ber-KB secara mandiri
3. Kualitas pelayanan KB dan kesehatan reproduksi 4. Jumlah tempat pelayanan KB non pemerintah 5. Persentase peserta KB mandiri dari peserta KB aktif 6. Kualitas data dan informasi dalam sistem
kependudukan dan keluarga 7. Jumlah petugas lapangan tingkat kecamatan dan
desa (PLKB/PKB) 8. Jumlah advokasi dan KIE tentang Program KB
nasional 9. Jumlah Pembantu Petugas Keluarga Berencana\Desa
(PPKBD) 10. Jejaring kerja yang aktif dengan mitra kerja di setiap
tingkatan wilayah 11. Status pengelolaan sistem informasi program KB
nasional yang berbasis data mikro individu keluarga 12. Jumlah desa/kelurahan yang menggunakan hasil
Pedoman Evaluasi dan Indikator Kinerja Pembangunan
48
Program RPJMN
Variabel
pendataan keluarga sebagai dasar pembinaan pengelolaan operasional program KB lini lapangan
13. Status penyelenggaraan sistem informasi dan monitoring manajemen Program KBN di Pusat, Provinsi dan Kab/Kota
14. Jumlah penggerak KB desa yang dibina
3.3. Evaluasi atas Kegiatan Pokok Program
Dokumen RKP juga memuat rincian kegiatan pokok yang merupakan
penjabaran pelaksanaan masing-masing Program Pembangunan.
Dokumen RKP juga memuat kegiatan dan aktivitas
Kementerian/Lembaga yang kegiatan rincinya dituangkan dalam
dokumen RKAKL. Mulai tahun 2005, kesinambungan dan keterkaitan
antara dokumen perencanaan yaitu RKP dan dokumen anggaran
(RKAKL) terus menerus diperbaiki dan ditingkatkan. Keterkaitan
tersebut, refleksi terbaiknya, tentu dapat dilihat dalam dokumen RKP
tahun 2008 dan 2009. Bahkan dalam tahun 2009 diharapkan, bukan
hanya terkait namun sudah merupakan rincian yang serupa dan
sama.
Pedoman Evaluasi dan Indikator Kinerja Pembangunan
49
Berdasarkan sandingan kegiatan pokok dari dokumen RKP tahun
2005-2009 didapatkan inventarisasi variabel-variabel yang mungkin
untuk dijadikan indikator. Berikut ini adalah contoh variabel-variabel
yang mungkin untuk dijadikan indikator dari sektor Keluarga
Berencana.
Tabel III.3. Daftar Variabel Kegiatan Pokok Sektor Keluarga Berencana
Variabel Kegiatan Pokok
2005 2006 2007 2008 2009 1. Program Keluarga Berencana
1. Kebijakan dalam akses pemerataan pelayanan KB yang dikembangkan
2. Kebijakan KIE dalam pelayanan KB yang dikembangkan
3. Kebijakan dalam mendorong peran serta masyarakat dalam pelayanan KB yang dikembangkan
4. Jumlah keluarga miskin yang tersasar kegiatan penyediaan pelayanan KB
1. Jumlah desa/kelurahan yang terjangkau pelayanan KB
2. Jumlah TKBK 3. Jumlah
pelayanan informasi, konseling, KB/KR terhadap akseptor KB pria
4. Jumlah KIE, advokasi, KIP/Konseling dalam pelayanan KB
5. Status pengembangan materi, media dan perluasan cakupan dalam pelayanan KB
6. Jumlah pelayanan kontrasepsi
1. Jumlah keluarga miskin yang tersasar kegiatan jaminan penyediaan pelayanan KB
2. Jumlah penyediaan alat kontrasepsi bagi keluarga miskin
3. Jumlah program KB berkualitas yang dilaksanakan melalui jalur swasta/institusi non pemerintah
4. Jumlah pelayanan KIE
5. Status peningkatan perlindungan hak
1. Jumlah keluarga miskin yang tersasar kegiatan jaminan penyediaan pelayanan KB
2. Jumlah penyediaan alat kontrasepsi bagi keluarga miskin
3. Jumlah pelayanan konseling KIE KB
4. Status peningkatan perlindungan hak-hak reproduksi individu
5. Jumlah tempat pelayanan KB pemerintah
6. Jumlah tempat
1. Jumlah keluarga miskin yang tersasar kegiatan jaminan penyediaan pelayanan KB
2. Jumlah penyediaan alat kontrasepsi bagi keluarga miskin
3. Jumlah tempat pelayanan KB pemerintah
4. Jumlah tempat pelayanan KB non pemerintah
5. Jumlah pelayanan KIE program KB
6. Kualitas pelayanan KB
Pedoman Evaluasi dan Indikator Kinerja Pembangunan
50
Variabel Kegiatan Pokok 2005 2006 2007 2008 2009
5. Jumlah kontrasepsi yang tersedia bagi keluarga miskin
6. Tingkat pelayanan klinik KB Pemerintah
7. Jumlah klinik KB pemerintah
8. Tingkat pelayanan tim KB keliling (TKBK)
9. Jumlah TKBK
10. Tingkat pelayanan KB Swasta dan Jumlah tempat pelayanan KB swasta
11. Sarana operasional lapangan
12. Jumlah pencabutan implant
13. Perlindungan penerima layanan KB
14. Jumlah promosi kesehatan reproduksi yang terselenggara
15. Jumlah advokasi, KIE, dan konseling
hormonal 7. Jumlah
pelayanan kontrasepsi non-hormonal
8. Jumlah pembinaan terhadap masyarakat dalam pelayanan KB/KR yang mandiri
9. Status pembinaan kualitas sarana dan pelayanan oleh tim jaga mutu dan tim spesialis
10. Jumlah promosi kesehatan ibu, bayi dan anak yang dilaksanakan di kelompok Bina Keluarga
11. Jumlah promosi kesehatan ibu, bayi dan anak yang dilaksanakan di Posyandu
12. Jumlah promosi kesehatan ibu, bayi dan anak yang dilaksanakan di Kelompok KB
13. Jumlah alat kontrasepsi yang tersedia
14. Jumlah
reproduksi individu
pelayanan KB non-pemerintah/
swasta
Pedoman Evaluasi dan Indikator Kinerja Pembangunan
51
Variabel Kegiatan Pokok 2005 2006 2007 2008 2009
bidang KB 16. Jumlah
advokasi, KIE, dan konseling bidang kelangsungan hidup ibu, bayi dan anak
16. Jumlah advokasi, KIE, dan konseling bidang penanggulangan masalah kesehatan reproduksi
17. Dukungan administrasi dan operasional program
pelayanan KB Medis Operasi
15. Jumlah pelayanan pencabutan implan
16. Status pelayanan perlindungan bagi akseptor KB
2. Program Kesehatan Reproduksi Remaja 1. Kebijakan
dalam pemerataan akses pelayanan kesehatan reproduksi remaja bagi remaja dan kelompok sebaya di luar sekolah yang dikembangkan
2. Jumlah promosi kesehatan reproduksi remaja
3. Jumlah advokasi, KIE dan
1. Status pengembangan pusat pelayanan informasi dan konseling KRR
2. Jumlah pembekalan program KRR bagi pelaksana dan pengelola
3. Jumlah pembekalan program PHR bagi pelaksana dan pengelola
4. Status Pengembangan materi,
1. Jumlah advokasi, KIE dan pelayanan KRR
2. Status penguatan dukungan dan partisipasi masyarakat
1. Status penguatan dukungan dan partisipasi masyarakat dalam program KRR
2. Jumlah PIK-KRR
3. Status peningkatan perlindungan hak-hak reproduksi individu
4. Jumlah tempat pelayanan KB pemerintah
5. Jumlah tempat pelayanan
1. Jumlah PIK-KRR
2. Jumlah advokasi dan KIE Kesehatan reproduksi remaja
3. Tingkat partisipasi masyarakat dalam KRR
4. Kualitas pelayanan KB
Pedoman Evaluasi dan Indikator Kinerja Pembangunan
52
Variabel Kegiatan Pokok 2005 2006 2007 2008 2009
konseling bagi masyarakat, keluarga dan remaja.
4. Partisipasi masyarakat terhadap penyelenggaran program kesehatan reproduksi remaja
5. Status dukungan administrasi dan operasional program
metoda, dan media advokasi, KIE dan konseling KRR
5. Jumlah kasus triad narkoba pada remaja
6. Jumlah kasus PMS termasuk HIV/AIDS pada remaja
7. Status penanggulangan triad narkoba dan PMS melalui kegiatan KRR
8. Jumlah kelompok remaja yang terbina oleh pelayanan KRR
9. Jumlah kelompok sebaya yang terbina oleh pelayanan KRR
KB non pemerintah/swasta
3. Program Ketahanan dan Pemberdayaan Keluarga
1. Kebijakan ketahanan dan pemberdayaan keluarga yang dikembangkan
2. Jumlah advokasi, KIE dan konseling bagi keluarga
1. Status pengembangan bahan informasi tentang pengasuhan dan pembinaan tumbuhkembang anak
2. Jumlah tenaga pendamping kelompok Bina Keluarga di kecamatan
1. Status peningkatan akses informasi dan pelayanan ketahanan keluarga
2. Jumlah advokasi dan KIE Program KB Nasional
3. Jumlah tenaga pengelola program ketahanan
1. Status peningkatan akses informasi dan pelayanan ketahanan keluarga
2. Jumlah advokasi dan KIE Program KB Nasional
3. Jumlah tenaga pengelola program ketahanan dan pemberdayaan
1. Jumlah advokasi dan KIE Program KB Nasional
2. Status peningkatan akses informasi dan pelayanan ketahanan keluarga
3. Status peningkatan pemberdayaan dan ketahanan keluarga
Pedoman Evaluasi dan Indikator Kinerja Pembangunan
53
Variabel Kegiatan Pokok 2005 2006 2007 2008 2009
tentang pola asuh dan tumbuh kembang anak
3. Jumlah advokasi, KIE dan konseling bagi keluarga tentang kebutuhan dasar keluarga
4. Jumlah advokasi, KIE dan konseling bagi keluarga tentang akses terhadap sumber daya ekonomi
5. Jumlah advokasi, KIE dan konseling bagi keluarga tentang peningkatan kualitas lingkungan keluarga
6. Jumlah pelatihan teknis dan manajemen usaha
7. Jumlah anggota UPPKS
8. Jumlah anggota UPPKS
3. Status pengembangan model operasional BKB-Posyandu-PADU di seluruh kabupaten/kota
4. Jumlah kabupaten/kota yang mengembangkan model operasional BKB-Posyandu-PADU
5. Status pengembangan keterpaduan kegiatan Bina Keluarga dengan usaha ekonomi produktif dan peningkatan kualitas lingkungan keluarga
6. Jumlah kabupaten/kota yang mengembangkan keterpaduan kegiatan Bina Keluarga dengan usaha ekonomi produktif dan peningkatan kualitas lingkungan keluarga
7. Jumlah promosi dan sosialisasi kebijakan ketahanan
dan pemberdayaan keluarga yang berkualitas
4. Status peningkatan akses informasi dan pelayanan ketahanan keluarga
keluarga yang berkualitas
4. Jumlah tenaga pengelola program ketahanan dan pemberdayaan keluarga yang berkualitas
5. Status peningkatan akses informasi pembinaan program ketahanan dan pemberdayaan keluarga
Pedoman Evaluasi dan Indikator Kinerja Pembangunan
54
Variabel Kegiatan Pokok 2005 2006 2007 2008 2009
yang aktif berusaha
9. Jumlah kader/anggota UPPKS yang menjalani pendampingan/
magang 10. Jumlah
kelompok BKB
11. Jumlah kelompok BKR
12. Jumlah kelompok BKL
13. Jumlah keluarga balita yang aktif dalam kegiatan BKB
14. Jumlah keluarga remaja yang aktif dalam kegiatan BKR
15. Jumlah keluarga lansia yang aktif dalam kegiatan BKL
16. Status dukungan administrasi dan operasional program
keluarga 8. Jumlah
kelompok UPPKS yang didukung oleh program permodalan mikro dan pendampingan usaha
9. Jumlah penggunaan ATTG pada kelompok UPPKS
10. Jumlah Pusat (galeri) ATTG
4. Program Penguatan Pelembagaan Keluarga Kecil Berkualitas
Pedoman Evaluasi dan Indikator Kinerja Pembangunan
55
Variabel Kegiatan Pokok 2005 2006 2007 2008 2009
1. Status pengembangan sistem pengelolaan dan informasi
2. Jumlah tenaga lapangan yang berkualitas
3. Jumlah kelembagaan KB yang berbasis masyarakat yang telah mandiri
4. Status pengelolaan data dan informasi keluarga berbasis data mikro
1. Status Amandemen Undang-undang Nomor 10 Tahun 1992 tentang Perkembangan Kependudukan dan Pembangunan Keluarga Sejahtera
2. Status peningkatan kemampuan tenaga dan pengelola program di lapangan
3. Jumlah institusi/lembaga penyelenggara pelayanan KB yang berbasis masyarakat yang telah mandiri
4. Status peningkatan kualitas dan pengelolaan data dan informasi keluarga berbasis data mikro
5. Status pendataan keluarga dan individu dalam keluarga serta pengolahannya dengan memanfaatkan teknologi informasi.
1. Status penguatan pelembagaan keluarga kecil berkualitas serta mekanisme operasional lini lapangan yang berbasis masyarakat
2. Status pengembangan jaringan program KB Nasional
3. Status peningkatan KIE-advokasi program KB Nasional;
4. Jumlah bimbingan dan advokasi program
5. Status pengembangan jaringan komunikasi dan penyediaan data informasi program KB Nasional.
1. Status penguatan jejaring operasional lini lapangan yang berbasis masyarakat
2. Status pengembangan jaringan komunikasi dan penyediaan data informasi program KB Nasional
3. Jumlah bimbingan dan fasilitasi program
4. Status pendataan keluarga dan individu dalam keluarga
1. Jumlah advokasi dan KIE Program KB Nasional
2. Status peningkatan akses informasi dan pelayanan program ketahanan dan pemberdayaan keluarga
3. Status peningkatan pemberdayaan dan ketahanan keluarga
4. Jumlah tenaga dan kader pengelola program ketahanan dan pemberdayaan keluarga yang berkualitas
5. Status peningkatan akses informasi pembinaan program ketahanan dan pemberdayaan keluarga
Pedoman Evaluasi dan Indikator Kinerja Pembangunan
56
4 Indikator Kinerja
4.1. Pengantar Konsep Monitoring dan Evaluasi (Monev) yang diformulasikan dengan
baik dan dapat dengan mudah dimengerti oleh penggunanya akan
mampu memperkuat kualitas kinerja serta memperbaiki proses dan
atau tahapan perencanaan dan penyusunan anggaran, dan
khususnya integritas keduanya. Namun hal itu tidak akan tercapai
apabila tidak ada kesepahaman tentang bahasa yang digunakan,
pengertian akan pemanfaatannya, dan penggunaan konsep dan
sarana yang ada. Khususnya konsep, telah ditunjukkan dalam
berbagai kasus, merupakan hambatan yang cukup mengganggu
dalam membangun kegiatan Monev yang berkualitas dan permanen.
Telah disinggung pada Bab 2, bahwa pada umumnya evaluasi
membutuhkan biaya yang lebih besar dan waktu yang lebih lama bila
dibandingkan dengan monitoring. Dengan demikian, evaluasi lebih
bersifat selektif daripada menyeluruh seperti monitoring. Perlu
diperhatikan bahwa kedua kegiatan tersebut membutuhkan definisi
yang jelas untuk setiap variabel ataupun indikator yang digunakan --
berikut baseline data yang digunakan untuk setiap indikatornya --
dengan maksud agar kinerja dapat dievaluasi dengan baik.
Pedoman Evaluasi dan Indikator Kinerja Pembangunan
57
Pada masa kini, akuntabilitas – salah satu unsur Good Governance --
merupakan suatu aspek penting dalam perencanaan, artinya apapun
rencananya baik kebijakan, program ataupun kegiatan; harus
terukur. Mengukur progress dan capaian, memerlukan suatu alat
ukur atau ukuran, yang direfleksikan dalam pengertian “Apakah
tujuan dapat tercapai?”, atau “Apakah sasaran sudah ditentukan?”,
sehingga sukses atau kegagalan dapat diketahui dari tercapai
tidaknya sasaran tersebut. Adapun sasaran itu berbeda-beda
tingkatannya, namun hirarki yang umum adalah, input sama dengan
investasi untuk kebijakan/program/kegiatan yang disusun, output
sama dengan hasil yang dicapai dalam konteks pelaksanaan, dan
outcome atau hasil dalam konteks dampak pelaksanaan kegiatan
(Berakibat lebih luas dari hanya sekedar konsekuensi dari pelaksanaan
kegiatan).
Menurut berbagai sumber, (Osborne and Gaebler: 1992; Mayston, 2003;
Castro, 2007) apapun yang dapat diukur atau terukur, biasanya
dapat diselesaikan dengan baik. Sehingga apabila capaian atau hasil
tidak dapat diukur, kita sama sekali tidak akan mampu memastikan
apakah yang kita laksanakan (Kebijakan/program/kegiatan/strategi
dll.) berhasil/sukses, ataukah gagal, artinya tujuan tidak tercapai.
Lebih dari itu, bila kita tidak mampu memastikan dan mengenali
kesusksesan, bagaimana kita memastikan bahwa yang kita lakukan
benar membawa dampak yang baik dan perlu diberi reward. Bila
demikian kenyataannya, maka kemungkinan yang diberi reward itu
justru sebenarnya suatu kegagalan. Artinya, suatu ketidakberhasilan
tidak akan mampu memberikan pengajaran apapun. Kalaupun
kegagalan itu tidak juga dapat dikenali, lalu bagaimana kita akan
Pedoman Evaluasi dan Indikator Kinerja Pembangunan
58
mengkoreksinya? Akhirnya, bila hasil juga tidak dapat ditunjukkan,
maka kita tidak akan pernah berhasil memperoleh dukungan dalam
bentuk apapun.
Oleh karena itu, guna memastikan ukuran kinerja yang digunakan
benar-benar solid dan dapat dipertanggungjawabkan, maka suatu
alat bantu untuk memetakan pola pikir awal hingga ekspektasi
capaian beserta ukuran-ukurannnya (untuk berbagai tingkatan)
ketika kita memformulasikan apapun, termasuk kebijakan, strategi,
program, intervensi, kegiatan dan sebagainya; atau suatu cara berfikir
yang runtut, sungguh diperlukan. Cara ini, seperti telah disinggung
pada Bab 2, dan secara umum disebut sebagai Model Logika.
4.2. Penyusunan Indikator Kinerja Dengan modal Model Logika, indikator kinerja dari suatu
rencana/plan dapat dengan mudah disusun dan ditentukan. Sesuai
tingkatannya, indikator kinerja jelas posisinya sebagai alat ukur yang
sahih di level kebijakan, program, ataukah kegiatan, mungkin juga
input atau anggarannya. Definisi dan konsep tataran itu dapat dilihat
dan diekstraksikan dari uraian Bab dalam dokumen RPJMN 2004-
2009 atau dokumen RKP tahunan. Dalam kaitan itu, perlu dipastikan
kesamaan pandang atau persepsi masing-masing sasaran. Dengan
kesamaan tersebut dapat disepakati macam indikator yang
digunakan.
Selain itu, harus disepakati pula arti dan maksud pemilihan kata-kata
yang digunakan dan istilah dalam masing-masing tatanan. Misalnya,
Pedoman Evaluasi dan Indikator Kinerja Pembangunan
59
definisi anak usia sekolah, konsep tumbuh kembang anak, definisi
pekerja keluarga yang tidak dibayar, pengertian ibu rumah tangga
yang pernah mengikuti pelatihan KUB.
Untuk menentukan indikator kinerja perlu disepakati berbagai konsep
dan definisi tentang indikator yang akan disepakati bersama, misalnya
apa yang dimaksud dengan:
• Tujuan/Goal. Apakah ini berada pada level impact?
• Apakah impact juga merupakan dampak yang dicapai oleh
outcome dalam waktu panjang/lama?
• Apakah tujuan/objectives difokuskan pada pemanfaat hasil
kegiatan pembangunan atau bagaimana? Apakah itu sama
dengan outcomes?
• Apakah kegiatan/activities pasti merupakan indikator
output. Apakah output juga merupakan hasil pengukuran
beberapa kegiatan?
Apabila Indikator Kinerja sudah ditentukan, konsekuensi dari
kesepakatan atas indikator akan menunjukkan hal berikut:
• Indikator yang disepakati merupakan bahasa yang
dimengerti semua orang.
• Penentuan outcome, menunjukkan kemampuan untuk
membedakan „apa yang dikerjakan” dengan “hasil/capaian”.
• Indikator yang disepakati akan meningkatkan pengertian
para pemangku kepentingan akan
kebijakan/program/kegiatan yang dievaluasi.
• Indikator yang disepakati menjadi acuan dan petunjuk dalam
monitoring dan evaluasi serta membantu evaluator agar
tetap fokus pada apa yang dievaluasinya.
Pedoman Evaluasi dan Indikator Kinerja Pembangunan
60
• Membantu menuju perbaikan dalam perencanaan dan
manajemen.
• Memantapkan maksud dan tujuan yang ingin dicapai.
• Menjaga keterkaitan dan kesesuaian antar berbagai
kebijakan/program/kegiatan di berbagai kondisi dan situasi
serta level yang berbeda..
• Koordinasi kerja terjaga karena alur pikir berada dalam
tataran yang sama.
• Mampu memantapkan penentuan urutan prioritas dan
alokasi pendanaan.
• Memudahkan dan membangun iklim kerja yang baik bagi
para evaluator.
4.3. Tahapan Penyusunan Indikator
Memperhatikan persyaratan indikator, terdapat beberapa hal yang
perlu diperhatikan ketika menyusun indikator, yaitu indikator yang
akan dipergunakan harus jelas dan dapat dipahami oleh setiap orang,
serta ketersediaan data yang mudah diperoleh dan akurat. Oleh
sebab itu, dalam penyusunan indikator perlu dilaksanakan melalui
beberapa tahapan penyusunan, yang diuraikan di bawah ini.
4.3.1. Persiapan penyusunan indikator
Persiapan penyusunan indikator dilakukan dengan tujuan menyusun
berbagai pilihan data yang tersedia untuk dipastikan kesesuaiannya
sebagai indikator dari suatu materi perencanaan. Oleh karena itu,
Pedoman Evaluasi dan Indikator Kinerja Pembangunan
61
dalam rangka persiapan penyusunan indikator, diperlukan
pemahaman tentang materi perencanaan yang sedang dilakukan. Hal
yang perlu mendapat perhatian dan dipersiapkan dalam tahap ini
adalah cara penyusunan sasaran dan cara perkiraan pencapaian
kemajuannya, pengidentifikasian permasalahan yang menghambat
pencapaian sasaran dan hal-hal yang dibutuhkan dalam evaluasi
secara mendalam dan berkesinambungan.
4.3.2. Penyusunan daftar indikator
Penyusunan daftar indikator dilakukan dengan tujuan menentukan
suatu indikator berada dalam tingkatan (level) yang mana. Banyak
indikator yang potensial untuk dipakai sebagai indikator output atau
indikator outcome saja. Namun ada juga beberapa indikator yang
dapat dipakai sebagai indikator output adan indikator outcome
sekaligus. Namun demikian, hanya beberapa indikator saja yang tepat
dan bermanfaat. Oleh karena itu dalam penentuan indikator perlu
pendekatan yang ekstra hati-hati, sehingga tidak salah dalam
penentuannya.
Pada saat penyusunan daftar indikator beberapa hal yang perlu
mendapat perhatian, antara lain:
a. Langsung. Indikator yang disusun harus sedekat mungkin
dengan sasaran yang ingin dicapai
b. Jelas maksud dan tujuan. Hal ini karena menyatakan hal
apa yang akan diukur.
c. Cukup. Indikator harus dapat menjawab pertanyaan yang
muncul dalam pengukuran hasil yang diharapkan
Pedoman Evaluasi dan Indikator Kinerja Pembangunan
62
d. Kuantitatif. Dalam penentuan indikator dapat dinyatakan
dalam bentuk numerik
e. Praktis. Indikator yang ditentukan datanya dapat diperoleh
dengan mudah
f. Dapat diandalkan. Pertimbangan terakhir dalam penentuan
indikator adalah data yang tersedia merupakan data akurat
dan dapat diandalkan untuk penentuan kebijakan
4.3.3. Pendefinisian indikator
Pendefinisian indikator dilakukan dengan tujuan memberikan batasan
pada suatu indikator yang akan dipakai sebagai ukuran dari suatu
materi perencanaan. Pendefinisian indikator perlu diperhatikan: (1)
menghindari pernyataan umum, (2) dapat menggambarkan
perubahan yang diinginkan, (3) secara jelas menggambarkan cakupan
yang berubah, (4) identifikasi target perubahan secara jelas, dan (5)
identifikasi pengaruh perubahan yang terjadi.
4.3.4. Penentuan Indikator
Dalam penentuan indikator, maka indikator-indikator yang
mempunyai bobot yang rendah harus dihilangkan dan penentuan
indikator dilakukan secara selektif, serta penentuan indikator
dilakukan hanya pada indikator yang dapat mewakili secara langsung
dengan sasaran yang akan dicapai. Pada saat penentuan indikator
perlu diperhatikan dimensi yang melekat pada data yang dipakai
sebagai indikator.
Pedoman Evaluasi dan Indikator Kinerja Pembangunan
63
4.3.5. Validasi indikator
Berdasarkan daftar indikator yang telah disusun tersebut, selanjutnya
dilakukan penilaian terhadap indikator-indikator yang telah ada.
Penilaian terhadap suatu indikator dapat dilakukan melalui beberapa
cara, antara lain sensus atau survei.
4.4. Metode Penyusunan Indikator Outcome
Menurut berbagai referensi, antara lain dari Kusek and Rits (2004),
Funnel (2008); proses penyusunan indikator dalam suatu proses
perencanaan, selalu dimulai atau diawali dengan penentuan
outcome indicator. Langkah ini merupakan kunci sukses
perencanaan yang dapat dievaluasi. Penentuan indikator outcome
diawali dengan menyepakati statement outcome atau
pernyataan/kalimat outcome berdasarkan permasalahan (Kalimat
negatif) atau isu. Dari permasalahan/isu bisa diturunkan beberapa
pernyataan tentang outcome atau hasil akhir yang diharapkan
(Kalimat positif). Dengan kata lain, isu dan permasalahan yang ada
perlu diubah menjadi solusi. Sebagai contoh adalah permasalahan di
bidang pendidikan, yaitu “gedung sekolah yang tidak terpelihara dan
dibangun dengan menggunakan kualitas material yang rendah”.
Kalimat negatif tersebut, kemudian disusun menjadi kalimat outcome
yang positif, yaitu “meningkatkan kondisi struktur gedung sekolah
sehingga sesuai standar yang berlaku” .
Memperhatikan posisi dan peran Bappenas, perlu diperhatikan bahwa
dengan menggunakan kalimat positif akan menimbulkan reaksi dan
Pedoman Evaluasi dan Indikator Kinerja Pembangunan
64
respon yang lebih positif dari seluruh pemangku yang
berkepentingan/stakeholders, karena penentuan indikator outcome
merupakan juga suatu proses politis yang membutuhkan konsensus
atau kesepakatan bersama dari semua pihak.
4.4.1. Penentuan Indikator Outcome diawali dengan
penentuan statement indicator
Proses penentuan outcomes menurut Kusek and Rist (2004: 59-66):
1) Menerjemahkan permasalahan yang ada menjadi
beberapa kemungkinan pernyataan outcome yang bernada
positif sebagai solusi dari permasalahan tersebut.
Berikut adalah tabel yang menerjemahkan permasalahan ke
dalam pernyataan outcome.
Tabel IV.1. Penerjemahan Permasalahan menjadi Pernyataan Outcome
Permasalahan
Pernyataan Outcome Bangunan sekolah tidak dipelihara dan dibangun dari material yang buruk.
→ Meningkatkan kondisi struktur gedung sekolah sehingga memenuhi standar yang berlaku.
Banyak anak dari keluarga di perdesaan yang tidak mampu menempuh jauhnya jarak untuk bersekolah.
→ Anak-anak di pedesaan mempunyai akses yang sama terhadap layanan pendidikan
Sekolah tidak mendidik pemuda dengan materi pelajaran yang dibutuhkan di pasar kerja.
→ Meningkatkan kurikulum sekolah sehingga memenuhi standar pasar kerja.
Masyarakat miskin semakin terpinggirkan dan tidak mendapatkan pendidikan yang layak.
→
Anak-anak menerima bantuan yang layak yang berhubungan dengan pendidikan
Pedoman Evaluasi dan Indikator Kinerja Pembangunan
65
Sumber: Kusek and Rist (2004: 59-66)
2) Merinci atau menajamkan outcome ke dalam
komponen-komponen yang lebih spesifik sehingga menjadi
lebih detil dan terukur. Setiap pernyataan outcome
diharapkan hanya untuk memotret satu area peningkatan
saja. Misalnya, peningkatan lapangan kerja, perlu diperjelas
berdasarkan target group, sektor, persentase perubahan dan
kerangka waktu. Setelah diperinci, pernyataan outcome
semula, yaitu “peningkatan lapangan kerja” menjadi
“meningkatkan lapangan kerja bagi pemuda di sektor
pedesaan sebesar 20% pada empat tahun ke depan”. Dengan
adanya ukuran-ukuran yang lebih spesifik, maka
keberhasilan pencapaian dari suatu outcome menjadi lebih
mudah diketahui.
3) Menyusun rencana untuk menilai kemungkinan
keberhasilan dalam mencapai outcome yang telah
ditetapkan. Keberhasilan pencapaian suatu outcome bukan
dinilai berdasarkan keberhasilan dalam menyelesaikan suatu
kegiatan sampai menghasilkan suatu capaian dalam rentang
waktu yang ditetapkan. Keberhasilan pelaksanaan kegiatan
belum tentu menjamin pencapaian outcome yang
ditetapkan. Dalam proses ini dibutuhkan tindakan untuk
mengelola dan mengimplementasi program, menggunakan
sumberdaya dan memastikan pemberian pelayanan
pemerintah.
Pedoman Evaluasi dan Indikator Kinerja Pembangunan
66
Tabel IV.2. Contoh Penyusunan Outcome Bidang
Pendidikan
Outcome Indikator Baseline Target Anak usia prasekolah memiliki akses yang lebih baik pada program prasekolah
1. Persentase anak di perkotaan yang memenuhi syarat untuk mengikuti pendidikan prasekolah
2. Persentase
anak di pedesaan yang memenuhi syarat untuk mengikuti pendidikan prasekolah
1. Pada tahun 1999, 75 % dari anak berusia 3-5 tahun
2. Pada tahun
2000, 40 % dari anak berusia 3-5 tahun
1. Pada tahun 2006, 85 % dari anak berusia 3-5 tahun
2. Pada tahun
2006, 60 % dari anak berusia 3-5 tahun
Outcome pembelajaran SD dapat ditingkatkan
Persentase siswa kelas 6 yang memperoleh skor 70 % keatas untuk Matematika dan IPA
Pada tahun 2002, 75 % siswa memperoleh skor 70 % ke atas untuk Matematika dan 61 % siswa memperoleh skor 70 % ke atas untuk IPA
Pada tahun 2006, 80 % siswa memperoleh skor 70 % ke atas untuk Matematika dan 67 % siswa memperoleh skor 70 % ke atas untuk IPA
Sumber: Kusek and Rist (2004:64)
4) Menyusun pernyataan outcome
Setelah outcome ditentukan maka penentuan indikator,
baseline dan target akan merupakan kelanjutan dari proses
Pedoman Evaluasi dan Indikator Kinerja Pembangunan
67
ini. Tabel di atas merupakan contoh penyusunan outcome di
bidang pendidikan
4.4.2. Penentuan Indikator Outcome dengan Pendekatan OIIWA Salah satu cara pendekatan ketika menentukan indikator outcome
adalah dengan menggunakan Outcome Is It Working Analysis (OIIWA).
Pendekatan ini merupakan suatu cara melakukan analisis outcomes
secara sistematis yang disusun berdasarkan teori yang diidentifikasikan
dengan menyusun lima building block yang dibutuhkan dalam seluruh
sistem outcomes. OIIWA dapat digunakan untuk menyediakan
overview secara komprehensif mengenai outcomes, strategi, hasil,
monitoring, evaluasi dan akuntabilitas. Secara khusus, OIIWA
memungkinkan kita untuk mengintegrasikan indikator monitoring
yang rutin dan sedang berjalan dengan satu level indikator yang lebih
tinggi yaitu outcome dalam suatu proses evaluasi.
Secara berurutan akan dijelaskan tiap langkah dalam melakukan
pendekatan OIIWA, sebagai berikut:
1. O – Outcomes hierarchy
Bulding block pertama adalah outcomes hierarchies, yaitu
dengan menggambarkan hirarki dari outcome untuk nantinya
diintervensi. Caranya, mulai dari outcome pada level tertinggi,
kemudian turun ke bawah, ke level outcome berikutnya.
Hirarki outcome menata outcome-outcome pada level yang
Pedoman Evaluasi dan Indikator Kinerja Pembangunan
68
lebih rendah yang ingin dicapai untuk meningkatkan
pencapaian dari outcome di level yang lebih tinggi. Pada tiap
level perlu diajukan pertanyaan mengenai apakah hal ini yang
akan menyebabkan suatu outcome tercapai. Beberapa hal
penting dalam membuat hirarki adalah:
Gunakan outcome bukan kegiatan. Sebagai contoh,
kalimat “meningkatkan kebijakan dan praktik
institusi” (yang menunjukkan kegiatan) perlu diganti
menjadi “peningkatan kebijakan dan praktik institusi”
(yang menunjukkan outcome).
Gambarkan outcome sebagai sekumpulan penyebab di
dunia nyata, jangan kuatir apakah outcome itu dapat
diukur, attributable ataukah anda cukup akuntabel
untuk itu.
Outcome pada level yang lebih rendah dapat
berkontribusi pada beberapa outcome di level yang lebih
tinggi.
Jangan mengelompokkan outcome, pastikan bahwa di
tiap kotak hanya terdiri dari satu pernyataan outcome.
Berlaku prosedur hirarki pada outcome, penempatan
sebuah outcome pada tempat yang lebih tinggi
dibandingkan outcome lainnya, didasarkan pada
eksperimen dengan sedikit berimajinasi. Apabila outcome
tersebut sudah tercapai, kemudian ajukan pertanyaan
untuk outcome di level bawahnya, apakah outcome
terdapat kesulitan untuk mencapainya. Apabila
jawabannya tidak, maka hirarki tersebut sudah benar.
Pedoman Evaluasi dan Indikator Kinerja Pembangunan
69
Outcome yang lengkap. Suatu kumpulan outcome
dikatakan lengkap apabila secara absolut dibutuhkan
untuk mencapai outcome di level atasnya.
Jangan memasukkan pengukuran dalam pembuatan
hirarki. Pengukuran baru akan dimasukkan pada tahap
berikutnya.
Gunakan lebih dari satu hirarki outcome bila diperlukan.
2. I – Not-necessarily attributable indicator
Building block kedua adalah kumpulan indikator kemajuan
yang telah berhasil diraih dalam rangka meningkatkan
outcome (Pada hierarki outcome). Kumpulan indikator dalam
bangunan kedua ini adalah ukuran-ukuran rutin yang
dikumpulkan baik oleh Anda sendiri atau orang lain. Tidak
terlalu penting apakah berbagai perubahan pada indikator-
indikator ini dapat secara tepat diatribusikan hanya pada
pengaruh atas intervensi, organisasi, program, atau kebijakan
yang Anda lakukan sendiri. Tujuan dari indikator jenis ini
hanya menunjukkan apakah secara umum outcome
meningkat. Indikator semacam ini dikenal dengan not-
necessarily attributable indicators.
3. I – Attributable indicators
Building Block ketiga adalah sekumpulan indikator dari
outcome dalam hierarki outcome yang dapat dengan mudah
diatribusikan. Indikator-indikator ini adalah ukuran-ukuran
rutin yang dikumpulkan perencana atau orang lain yang dapat
Pedoman Evaluasi dan Indikator Kinerja Pembangunan
70
diatribusikan kepada apa yang benar-benar dilakukan.
Indikator-indikator semacam ini disebut sebagai attributable
indicators. Termasuk di dalamnya adalah apa yang dikenal
sebagai output (tergantung pada seberapa luas definisi output
yang digunakan). Indikator-indikator semacam ini dikenal
sebagai alat dan mereka tidak dimaksudkan untuk berada
pada hierarki outcome yang sama tinggi dengan indikator-
indikator yang termasuk dalam not-necessarily attributable
indicators atau sebagaimana dijelaskan di atas. Di mana
indikator-indikator ini muncul, mereka dapat pula berfungsi
sebagai indikator.
4. W – Whole-intervention high level outcome attribution
design
Building block keempat adalah menjalankan langkah
pembuktian bahwa suatu hal dapat menyebabkan perbaikan
outcome. Jelas dalam kasus ini ketika indikator attributable
berada pada puncak hirarki outcome maka tidak perlu lagi
mencari cara lain untuk membuktikan bahwa intervensi akan
memperbaiki outcome oleh karena hal ini sudah dilakukan
sebagai aliran informasi indikator yang rutin. Pembuktian ini
dilakukan dengan menggunakan high-level outcome
attribution evaluation design, yang menyatakan hal apa saja
yang dapat memperbaiki outcome dan mana saja yang tidak.
Pedoman Evaluasi dan Indikator Kinerja Pembangunan
71
5. A – Additional lower level formative, process and
descriptive
Building block kelima adalah menjawab kumpulan riset dan
pertanyaan evaluasi untuk membuat hirarki outcome yang
disusun, menjadi lebih baik. Dengan menjawab pertanyaan-
pertanyaan ini, akan membantu dalam menjelaskan intervensi
yang dilakukan dan menjadikannya lebih baik di masa depan.
Jawaban dari pertanyaan ini, secara progresif akan
meningkatkan keakuratan dari hirarki outcome sebagai peta
dari kondisi nyata. Proses ini dilakukan dengan mengambil
setiap outcome dari hirarkinya dan memeriksanya untuk
melihat pertanyaan-pertanyaan evaluasi apa yang dapat
diajukan untuk outcome tersebut. Pertanyaan yang dapat
diajukan adalah:
Dari hasil evaluasi sebelumnya atau dari evaluasi yang
direncanakan oleh pihak lain, manakah yang dapat
memberi pencerahan pada pertanyaan evaluasi ini?
Seberapa layakkah ini untuk menjawab pertanyaan
evaluasi?
Berapa besar biaya yang akan dibutuhkan untuk
menjawab pertanyaan evaluasi.
4.5. Aplikasi Model logika dalam Aplikasi Penyusunan Beberapa Program Pembangunan (RPJMN 2004-2009)
Dalam aplikasi model logika untuk menyusun suatu program, hal yang
perlu diperhatikan adalah melaksanakan suatu aktivitas
Pedoman Evaluasi dan Indikator Kinerja Pembangunan
72
berbeda dengan mencapai hasil dari penyelesaian suatu
aktivitas. Sebagai contoh, data jumlah rapat yang terlaksana atau
jumlah pasien yang terlayani dapat memonitor pelaksanaan dan
kinerja program, tetapi data tersebut adalah output (Data aktivitas)
bukan outcome yang merujuk pada hasil yang diharapkan untuk
dicapai di masa depan. Penetapan milestone program ketika
mendesain suatu program akan membangun jalan/cara untuk
memperoleh data dan membuat penyusun program secara periodik
dapat menilai kemajuan program terhadap tujuan yang telah
ditetapkan (W.K Kellog Foundation, 2004).
Berdasarkan alasan tersebut, maka dalam menyusun model logika
perlu menentukan outcome terlebih dahulu, sehingga proses
penyusunan program beranjak dari permasalahan yang terjadi
kemudian tentukan outcome yang diharapkan, dan terus ke level di
bawahnya (Mulai dari outcome sampai dengan input). Pertanyaan
yang kemudian dapat timbul adalah mengapa dicontohkan pada
level program. Banyak ahli dalam bidang evaluasi setuju bahwa
penggunaan dari model logika adalah cara yang efektif untuk
memastikan keberhasilan program. Penggunaan model logika pada
suatu program akan membantu dalam mengorganisasi dan
mensistemasikan perencanaan program, manajemen dan fungsi
evaluasi sebagaimana uraian berikut ini:
1. Dalam desain dan perencanaan program, model logika
menyediakan alat perencanaan untuk menyusun strategi
program dan meningkatkan kemampuan untuk secara jelas
menjelaskan dan mengilustrasikan konsep dan pendekatan
Pedoman Evaluasi dan Indikator Kinerja Pembangunan
73
program kepada para stakeholders. Model logika dapat
membantu dalam penyusunan struktur dan organisasi dari
suatu desain program dan juga membangun inself-evaluation.
2. Dalam implementasi program, model logika membentuk inti
atau fokus dari rencana manajemen yang akan membantu
dalam mengidentifikasi dan mengumpulkan data yang
dibutuhkan untuk memonitor dan meningkatkan
programming. Penggunaan model logika akan membuat lebih
fokus pada pencapaian dan pendokumentasian hasil serta
membantu dalam mempertimbangkan dan memprioritaskan
aspek-aspek program secara kritis untuk tracking dan
pelaporan.
3. Dalam evaluasi program dan pelaporan strategis, model logika
menunjukkan informasi atas program dan kemajuannya
terhadap tujuan. (W.K Kellog Foundation, 2004)
Memperhatikan uraian di atas, aplikasi/exercise aplikasi model logika
dalam penyusunan rencana pembangunan dapat dicontohkan pada
empat program berikut ini, yaitu Program Perbaikan Gizi Masyarakat,
Program Keluarga Berencana, Program Pengembangan Pemasaran
Pariwisata, Program Pendidikan Dasar Sembilan Tahun (Nama
program diambil dari RPJMN 2004-2009)
Pedoman Evaluasi dan Indikator Kinerja Pembangunan
74
Tabel IV.3. Aplikasi Model logika 1: Program Perbaikan Gizi Masyarakat
Level Uraian Sukses kriteria Indikator kinerja
1. Impacts/ ultimate outcomes (sasaran program dlm RPJMN 04-09)
Menurunnya prevalensi gizi kurang pada anak balita dari 25,8 persen menjadi 20,0 persen
Prevalensi gizi kurang pada anak balita menjadi 20,0 persen.
Prevalensi gizi kurang pada anak balita
2.Intermediate outcomes
Meningkatnya masyarakat yang peduli dan melaksanakan perbaikan gizi
Cakupan masyarakat yang berhasil melaksanakan perbaikan gizi mencapai ….%
Cakupan masyarakat yang berhasil melaksanakan perbaikan gizi
3. Immediate Outcomes (sasaran program RKP 2009)
• Meningkatnya persentase ASI eksklusif
• Meningkatnya persentase rumah tangga yang mengkonsumsi garam beryodium yang cukup
• Meningkatkan persentase balita yang mendapatkan kapsul vitamin A
• Meningkatnya persentase ibu hamil yang mendapatkan tablet Fe
• Meningkatnya kelompok gizi
Persentase ASI ekslusif mencapai 80 %.
Persentase rumah tangga yang mengkonsumsi garam beryodium mencapai 80 %.
Persentase balita yang mendapatkan kapsul vitamin A mencapai 80 %.
Persentase ibu hamil yang mendapatkan tablet Fe mencapai 90%
1.800 desa mempunyai kelompok gizi
Persentase ASI ekslusif
Persentase rumah tangga yang mengkonsumsi garam beryodium
Persentase balita yang mendapatkan kapsul vitamin A
Persentase ibu hamil yang mendapatkan tablet Fe
Jumlah kelompok gizi masyarakat yang aktif
Pedoman Evaluasi dan Indikator Kinerja Pembangunan
75
Level Uraian Sukses kriteria Indikator kinerja
masyarakat yang aktif
masyarakat yang aktif.
4. Outputs (Keluaran dr Kegiatan RKP 09)
• Terlaksananya pendidikan gizi masyarakat
• Terlaksananya penanganan masalah gizi kurang dan gizi buruk pada ibu hamil, ibu menyusui, bayi dan anak balita
• Terlaksananya berbagai kegiatan/penyuluhan oleh kelompok gizi masyarakat
Meningkatnya pengetahuan gizi masyarakat
Seluruh masalah gizi kurang dan gizi buruk berhasil ditangani dengan baik
Penyuluhan kelompok gizi masyarakat dilaksanakan sebanyak ……kali/bulan
Banyaknya masyarakat yang mengikuti pendidikan gizi masyarakat
Banyaknya masalah gizi kurang dan buruk yang berhasil ditangani
Banyaknya penyuluhan yang dilakukan oleh kelompok gizi masyarakat
5. Activities (Kegiatan dlm RKP 09)
• Peningkatan pendidikan gizi masyarakat;
• Penanganan masalah gizi kurang dan gizi buruk pada ibu hamil, ibu menyusui, bayi dan anak balita.
• Perbaikan gizi melalui pemberdayaan masyarakat.
Terselenggaranya pendidikan gizi masyarakat sebanyak …. kali
Tertanganinya seluruh masalah gizi kurang dan gizi buruk pada ibu hamil, ibu menyusui, bayi dan anak balita.
Seluruh desa memiliki kelompok gizi masyarakat
Frekuensi pelaksanaan pendidikan gizi masyarakat
Jumlah penanganan masalah gizi kurang dan gizi buruk pada ibu hamil, ibu menyusui, bayi dan anak balita.
Banyaknya kelompok gizi masyarakat yang terbentuk
6. Inputs (pagu indikatif dlm
Rp582.000.000, (pagu
100 persen anggaran terserap pada
Persentase penyerapan anggaran
Pedoman Evaluasi dan Indikator Kinerja Pembangunan
76
Level Uraian Sukses kriteria Indikator kinerja
RKP 09) indikatif RKP 2009) dialokasikan untuk mendanai Program Perbaikan Gizi Masyarakat:
akhir tahun 2009
Needs (permasalahan RKP 09)
• Persentase balita kekurangan gizi masih cukup tinggi
Some causes: • Kurang energi
protein pada ibu hamil, bayi, dan balita
• Anemia gizi besi
• Gangguan akibat kurang yodium
• Kekurangan vitamin A
• Kurang zat gizi mikro lainnya
Persentase balita kurang gizi adalah 34,4% tahun 1999, dan 28,02% pada tahun 2005.
Terjadi penurunan tetapi masih cukup tinggi ditargetkan tahun 2009 menjadi 20%.
Pedoman Evaluasi dan Indikator Kinerja Pembangunan
77
Tabel IV.4. Aplikasi Model logika 2: Program Keluarga Berencana
Level Uraian Sukses kriteria Indikator
kinerja 1. Impacts/ ultimate outcomes (sasaran dlm RPJMN 04-09)
Menurunnya rata-rata laju pertumbuhan penduduk per tahun;
Menurunnya tingkat fertilitas total per perempuan
Laju pertumbuhan penduduk menjadi sekitar 1,14 persen per tahun
Tingkat fertilitas total sekitar 2,2 per perempuan
Laju pertumbuhan penduduk
Tingkat fertilitas total (TFR)
2. Inter-mediate outcomes
Meningkatnya jumlah PA dan PB yang dapat menjalankan KB dengan baik
Seluruh PA dan PB dapat menjalankan KB dengan baik
Jumlah PA dan PB yang menjalankan KB dengan baik
3. Immediate Outcomes (sasaran program RKP 2009)
Meningkatnya jumlah peserta KB aktif (PA) dan peserta KB baru (PB) yang terlayani.
Meningkatnya jumlah PA dan PB miskin yang terbina.
Meningkatnya tempat pelayanan KB memberikan promosi dan konseling, serta terciptanya sistem jaminan ketersediaan alat kontrasepsi (JKK) dan pembiayaan
Jumlah PA menjadi 30,1 juta dan PB menjadi 6 juta
Jumlah PA yang terbina mencapai 12,9 juta dan PB miskin 2,9 juta.
Jumlah tempat pelayanan KB yang memberikan promosi dan konseling mencapai 70.000
Terpenuhinya kebutuhan alkon bagi seluruh peserta KB.
Jumlah peserta PA dan jumlah PB yang terlayani
Jumlah PA dan PB miskin yang mendapat pembinaan
Banyaknya tempat pelayanan KB yang memberikan promosi dan konseling
Ketersediaan alkon dan pembiayaan program KB
Cakupan jumlah desa/kelurahan
Pedoman Evaluasi dan Indikator Kinerja Pembangunan
78
Level Uraian Sukses kriteria Indikator kinerja
program KB terutama bagi rakyat miskin
Meratanya jangkauan pelayanan KB ke seluruh desa/kelurahan, terutama bagi daerah tertinggal, terpencil dan perbatasan
Seluruh desa/kelurahan terjangkau pelayanan KB
dalam pelayanan KB.
4. Outputs (Keluaran dr Kegiatan RKP 2009)
Terlaksananya penjaminan pelayanan KB berkualitas kepada rakyat miskin
Bentuk jejaring pelayanan KB pemerintah dan swasta/non pemerintah
Terlaksananya pelayanan KIE KB
Pelayanan KB yang berkualitas
Seluruh masyarakat miskin memperoleh pelayanan KB berkualitas
Jejaring pelayanan KB pemerintah dan swasta/non pemerintah berjalan dengan baik
Masyarakat yang memahami dan melaksanakan program KB mencapai …..%
Peserta KB yang dapat menjalankan program KB dengan baik mencapai …..%
Persentase masyarkat miskin penerima pelayanan KB berkualitas yang menjalankana program KB dengan baik
Banyaknya jejaring pelayanan KB pemerintah dan swasta/non pemerintah yang berjalan dengan baik
Persentase masyarakat yang mendapat pelayanan KIE program KB
Persentase peserta KB yang dapat menjalankan program KB dengan baik
Pedoman Evaluasi dan Indikator Kinerja Pembangunan
79
Level Uraian Sukses kriteria Indikator kinerja
5. Activities (Kegiatan dlm RKP 09)
• Jaminan pelayanan KB berkualitas bagi rakyat miskin.
• Peningkatan jejaring pelayanan KB pemerintah dan swasta/non pemerintah.
• Pelayanan KIE Program KB
• Peningkatan kualitas pelayanan KB
Masyarakat miskin yang menerima pelayanan KB berkualitas mencapai …...%
Mitra swasta/non pemerintah yang ikut dalam pelayanan KB sebanyak …….
Sarana dan prasarana pelayanan KB yang berkualitas mencapai …….% dan SDM yang berkualitas dalam pelayanan KB mencapai …..%
Jumlah masyarakat miskin yang menerima jaminan pelayanan KB berkualitas.
Banyaknya mitra swasta/non-pemerintah yang ikut dalam pelayanan KB
Jumlah PUS dan peserta KB yang mendapatkan pelayanan KIE program KB
Persentase sarana dan prasarana, serta SDM yang berkualitas untuk pelayanan KB
6. Inputs (pagu indikatif dlm RKP 09)
Rp 525.000.000.000,- (pagu indikatif RKP 2009) dialokasikan untuk mendanai Program Keluarga Berencana (sebesar Rp. 500.000 juta,- digunakan untuk
100 persen anggaran terserap pada akhir tahun 2009
Persentase penyerapan anggaran
Pedoman Evaluasi dan Indikator Kinerja Pembangunan
80
Level Uraian Sukses kriteria Indikator kinerja
pelayanan KB bagi msyarakat miskin).
Needs (permasalahan RKP 09)
• Masih tingginya laju pertumbuhan penduduk dan jumlah penduduk
• Masih tingginya tingkat kelahiran penduduk
Some causes: • Rendahnya
partisipasi pria dalam ber-KB
• Variasi TFR antar daerah yang terlalu lebar
• Kecenderunan peningkatan TFR di beberapa daerah
Laju pertumbuhan penduduk 1,49 persen (periode 1990-2000)
TFR 2,6 per wanita (SDKI 2002-2003)
TFR terendah sebesar 1,66 di DI Yogyakarta sedang TFR tertinggi sebesar 3,47 di NTT
TFR kelompok termiskin sebesar 3,0 sedangkan TFR kelompok terkaya sebesar 2,3.
Kecenderungan kenaikan TFR juga terjadi pada daerah yang TFR nya sudah mencapai pada tingkat replacement level.
Pedoman Evaluasi dan Indikator Kinerja Pembangunan
81
Tabel IV.5. Aplikasi Model logika 3: Program Pengembangan Pemasaran Pariwisata
Level Uraian Sukses kriteria Indikator
kinerja 1. Impacts/ ultimate outcomes (sasaran dlm RPJMN 04-09)
Pertumbuhan sektor pariwisata tinggi
Kontribusi pariwisata dalam perolehan devisa meningkat
Sektor pariwisata menjadi salah satu penghasil devisa besar.
Sektor pariwisata tumbuh 19% pada tahun 2009
Perolehan devisa dari sektor pariwisata menjadi USD 10 miliar pada tahun 2009
Pariwisata menjadi “the big three” dalam perolehan devisa negara di tahun 2009
Pertumbuhan sektor pariwisata
Jumlah perolehan devisa dari sektor pariwisata
Peringkat sektor pariwisata dlm penghasilan devisa negara
2.Intermediate outcomes (tidak ada dalam RPJMN 04-09 dan RKP 09)
Masyarakat, baik lokal maupun internasional, semakin aware mengenai daya tarik pariwisata Indonesia
Citra pariwisata Indonesia di kalangan wisatawan domestik maupun mancanegara positif
Lembaga dan para pelaku
Di thn 2009, Indonesia berada pada peringkat .... dunia, & ... di Asia
Kunjungan wisman thn 2009 .... Jt org
Jumlah perjalanan wisnus thn 2009 .... Jt perjalanan
Thn 2009, investasi bidang pariwisata meningkat .... % dibandingkan
Peringkat Indonesia dlm daftar negara tujuan wisata dunia & Asia
Jumlah wisman yang berkunjung ke Indonesia
Jumlah perjalanan wisnus
% peningkatan investasi swasta di sektor pariwisata
Pedoman Evaluasi dan Indikator Kinerja Pembangunan
82
Level Uraian Sukses kriteria Indikator kinerja
pariwisata mampu bersinergi satu sama lain
Investasi di bidang pariwisata meningkat dengan dukungan regulasi yang favorabel di tingkat pusat dan daerah
thn 2008
3. Immediate Outcomes (sasaran program RKP 2009)
Meningkatnya pemanfaatan media elektronik dan teknologi informasi untuk promosi pariwisata;
meningkatnya promosi pariwisata MICE,
tersedianya dukungan untuk 2 Indonesian Promotion Office (IPO),
Terciptanya kerjasama antar lembaga dan antar pelaku pariwisata di dalam dan di luar negeri
Dimanfaatkannya media elektronik & TI dgn lbh intensif dlm promosi pariwisata
Kegiatan promosi pariwisata MICE meningkat pd akhbir ‟09
Pd akhir 2009, tersedia pendukungan utk 2 IPO
Sepanjang 2009 terlaksana event kerjasama antar lembaga dan pelaku wisata di dlm dan luar negeri
Frekuensi pemanfaatan media elektronik dan TI untuk promosi pariwisata
% peningkatan kegiatan promosi pariwisata MICE
Progres Status pendukungan utk 2 IPO
Frekuensi event kerjasama antar lembaga dan pelaku pariwisata
4. Outputs (Keluaran dr Kegiatan RKP
Pendukungan terhadap 1 IPO terlaksana
Terselenggaranya pendukungan
Progress status penyelenggaraan dukungan
Pedoman Evaluasi dan Indikator Kinerja Pembangunan
83
Level Uraian Sukses kriteria Indikator kinerja
09) 1 IPO baru berdiri
15 kegiatan fasilitasi MICE
100 kegiatan promosi melalaui media cetak dan elektronik
48 kegiatan dukungan promosi pariwisata di 33 provinsi
Promosi pariwisata di media-media luar negeri terlaksana
Promosi pariwisata melalui media-media lokal/nasional terlaksana
Publikasi berisi informasi pasar pariwisata
Pendukungan pengembangan kebijakan pemsaran dan promosi pariwisata daerah terlaksana
Koordionasi pelaksanaan pemasaran pariwisata
1 IPO yang ada dan pendirian 1 IPO yang baru
Terselenggaranya 15 kegiatan fasilitasi penyelenggaraan MICE di dalam negeri dan di luar negeri
Terselenggaranya 100 kegiatan promosi melalui media cetak dan elektronik yang digunakan dalam pemasaran pariwisata Indonesia
Terselenggaranya 48 kegiatan dukungan promosi pariwisata dalam rangka partisipasi event di 33 provinsi
thd IPO yang ada
Progress status pendirian 1 IPO baru
Jumlah kegiatan fasilitasi MICE
Jumlah kegiatan promosi
Jumlah kegiatan dukungan promosi pariwisata yan telah dilakukan
Jumlah event koordinasi pelaksanaan pemasaran pariwisata yang telah terlaksana
5. Activities (Kegiatan
Penyelenggaraan dan
Frekuensi penyelanggara
Pedoman Evaluasi dan Indikator Kinerja Pembangunan
84
Level Uraian Sukses kriteria Indikator kinerja
dlm RKP 09) Pengembangan IPO Bid. Pariwisata, Perdagangan & Investasi
Peningkatan kegiatan MICE
Pengembangan sarana dan prasarana promosi pariwisata;
Pendukungan pengembangan kebijakan pemasaran dan promosi pariwisata daerah
Peningkatan promosi pariwisata ke luar negeri;
Peningkatan promosi pariwisata dalam negeri;
Pengembangan informasi pasar wisata;
Pendukungan pengembangan kebijakan pemasaran dan promosi pariwisata daerah;
Optimalisasi koordinasi pelaksanaan pemasaran pariwisata.
an IPO Frekuensi
kegiatan MICE Jumlah/.jenis
sarana & prasana promosi pariwisata yang dikembangkan
Frekuensi koordinasi pelaksanaan pemasaran pariwisata
6. Inputs Rp 241.494,8 100 persen Persentase
Pedoman Evaluasi dan Indikator Kinerja Pembangunan
85
Level Uraian Sukses kriteria Indikator kinerja
(pagu indikatif dlm RKP 09)
(pagu indikatif RKP 2009) dialokasikan untuk mendanai Program Pengembangan Pemasaran Pariwisata: Rp 4 milar utk
penyelenggaraan & pengembangan IPO Bid. Pariwisata, Perdagangan dan Investasi
Rp 22 miliar utk peningkatan kegiatan MICE
Rp 105 miliar utk pengembangan sarana dan prasarana promosi pariwisata
Rp 22 miliar utk pendukungan pengembangan kebijakan pemasaran dan promosi pariwisata daerah
anggaran terserap pada akhir tahun 2009
penyerapan anggaran
Needs (permasalahan RKP 09)
Pertumbuhan sektor pariwisata rendah
Kontribusi sektor
Jumlah kunjungan wisman thn 2004: 5,32jt, 2005: 5,00jt, & 2006: 4,87jt (mengalami pertumbuhan negatif)
Perolehan devisa dari kunjungan wisman (dlm juta USD): 2004=
Pedoman Evaluasi dan Indikator Kinerja Pembangunan
86
Level Uraian Sukses kriteria Indikator kinerja
pariwisata dalam perolehan devisa rendah
Beberapa sebab utama: Buruknya citra
pariwisata Indonesia
Situasi keamanan dalam negeri yang tidak kondusif, terutama akibat terjadinya aksi terorisme
4.797, 2005=4.521, 2005= 4.447 (mengalami) pertumbuhan negatif
Tahun 2006: kontribusi sektor pariwisata dlm perolehan devisa adl 6,12% PDB
Pedoman Evaluasi dan Indikator Kinerja Pembangunan
87
Tabel IV.6. Aplikasi Model logika 4: Program Pendidikan Dasar
Sembilan Tahun
Level Uraian Sukses kriteria Indikator kinerja
1. Impacts/ ultimate outcomes (sasaran dlm RPJMN 04-09)
Tingkat Pendidikan Usia 7-15 Tahun meningkat
Rendahnya kesenjangan pen-didikan antar kelompok masyarakat
Meningkatnya kemampuan tenaga pendidik
Meratanya fasilitas pelayanan pendidikan
Angka putus sekolah SD 2,06% SMP 1,95%.
Menurunnya kesenjangan antar kelompok masyarakat
Meningkatnya kualitas pendidikan
Rasio murid/kelas dan rasio murid/guru
2.Intermediate outcomes
Meningkatnya partisipasi jenjang pendidikan menengah
Meningkatnya kualitas tanaga pendidik
Menurunnya kesenjangan antara kelompok masyarakat kota dan perdesaan
Seluruh anak lulusan penidikan dasar melanjutkan ke pendidikan menengah
APK, APS dan APM Pendidikan Menengah
3. Immediate Outcomes (sasaran program RKP 2009)
Meningkatnya pasrtisipasi jenjang pendidikan dasar
Meningkatnya
Mudahnya dalam mengakses sarana dan prasarana pendidikan
APK, APS, SD 115,6 %, 99,7%, 95% dan SMP 98% dan 96,64%
% pendidik
Pedoman Evaluasi dan Indikator Kinerja Pembangunan
88
Level Uraian Sukses kriteria Indikator kinerja
proporsi pendidik yang memenuhi kualifikasi dan standar pendidikan
Meningkatnya kesetaraan dan keadilan pendidikan antar kelompok masyarakat
80% tenaga pendidik telah memenuhi standar kualifikasi
20% kesenjangan antara kota dan desa
yang mempunyai ijasah D4 dan S1
Kesenjangan antara perkotaan dan perdesaan menurun
4. Outputs (Keluaran dari Kegiatan RKP 09)
Sekolah yang menerima dana BOS
Buku Pelajaran Sarana dan
prasarana sekolah
Beasiswa Gedung baru Peralatan
sekolah Laboratorium Terselenggaran
ya paket A, B, C
Peningkatan kualifikasi dan kompetensi pendidik
Tunjangan profesi guru
% sekolah yang mendapatkan dana bos
Jumlah buku yang tersedia
% sarana dan prasarana
Jumlah murid penerima beasiswa
Jumlah Gedung yang dibangun
Jumlah peralatan yang tersedia
Jumlah Laboratorium yang dibangun
Frekuensi penyelenggaraan paket
Jumlah pendidik yang mengikuti sertifikasi
% kenaikan tunjangan
5. Activities (Kegiatan dlm RKP 09)
Penyediaan BOS
Penyediaan
Ketersediaan dana dan Pencairan dana
% pencairan dana bos
% buku yang
Pedoman Evaluasi dan Indikator Kinerja Pembangunan
89
Level Uraian Sukses kriteria Indikator kinerja
buku Pelajaran Rehabilitasi
sarana dan prasarana
Pemberian beasiswa
Pembangunan gedung baru
Penyediaan peralatan
Pembangunan laboratorium
Penyelenggaraan paket A, B, C
Peningkatan kualifikasi dan kompetensi pendidik
Tunjangan profesi guru
tepat waktu 2. Pelaksanaan
sesui dengan standar yang ditentukan
tersedia % sarana dan
prasarana terbangun
% pencairan Dana
% Gedung yang dibangun
% peralatan yang tersedia
% penyelesaian Laboratorium
Frekuensi penyelenggaraan paket
Jumlah pendidik yang mengikuti sertifikasi
% pencairan tunjangan
6. Inputs (pagu indikatif dlm RKP 09)
Pagu dana untuk tahun 2009 Program Wajib Belajar 9 Tahun sebesar Rp. 31.8 triliyun
100 persen anggaran terserap pada akhir tahun 2009
Persentase penyerapan anggaran
Needs (permasalahan RKP 09)
Rendahnya partisipasi anak usia 7-15 tahun
Besarnya jumlah anak putus sekolah
Kompetensi pendidik yang rendah
APS SD 96,4%, APS SMP 81,0 % Usia 7-15 Tahun putus sekolah 5,6%
Pedoman Evaluasi dan Indikator Kinerja Pembangunan
90
5
Kesimpulan dan Rekomendasi 5.1. Pengantar Dengan berakhirnya pelaksanaan RPJMN 2004-2009, banyak hal
yang dapat dipelajari dan digunakan dari struktur dokumen
perencanaan dan formulasi rencana pembangunan yang terekam
dalam dokumen RPJMN 2004-2009, sebagai bahan masukan dalam
penyusunan RPJMN selanjutnya. Pada dasarnya isi Buku ini khususnya
yang diuraikan dalam Bab 2 hingga Bab 4, dapat dijadikan sebagai
kumpulan tambahan referensi dan pengertian khususnya mengenai
Model Logika dan penyusunan indikator kinerja, dengan
menggunakan contoh kebijakan, program, kegiatan, dan sasaran
pembangunan dalam RPJMN 2004-2009.
5.2. Kesimpulan
Pencermatan dan mapping atas dokumen RPJMN 2004-2009 serta
RKP 2005 hingga 2009 menunjukkan bahwa 3 (tiga) aspek penting
yaitu kesesuaian, kesinambungan, dan keterkaitan, merupakan hal
penting ketika menyusun suatu dokumen perencanaan, baik jangka
menengah maupun jangka pendek (Sebagai pelaksanaan tahunan).
Kesesuaian adalah harmonisasi dan keselarasan antar tahapan
dalam suatu proses perencanaan, baik per-tahun maupun antar
tahun, dalam suatu perencanaan jangka tertentu. Kesinambungan
Pedoman Evaluasi dan Indikator Kinerja Pembangunan
91
adalah proses yang terus menerus dari suatu tahap awal di tahun
pertama rencana jangka tertentu hingga tahun atau tahap
berikutnya, sehingga pada tahun terakhir, semua tahap sudah
terpenuhi, serta tujuan dan sasaran yang ditentukan pada waktu awal
penyusunan rencana bisa tercapai. Hal terakhir adalah, Keterkaitan
yaitu masing-masing tahapan pembangunan (tahun pertama dan
seterusnya) dan strategi, prioritas, fokus, program, dan kegiatan yang
dilaksankan harus saling terkait dan berada pada jalur masing-masing
namun pada suatu tingkat tertentu saling terkait.
Selain itu penentuan suatu indikator dengan pendekatan apapun
(SMART ataupun SPICED) merupakan pertimbangan dan langkah
baku yang tidak dapat diabaikan ketika mengenali permasalahan,
menentukan sasaran, memformulasikan program, dan merancang
kegiatan. Dengan demikian ketika merancang suatu dokumen
perencanaan hendaknya sekaligus ditentukan mapping indikator
terkait sejalan dengan perancangan struktur dokumen tersebut,
sehingga di kemudian hari, rencana yang termuat dalam dokumen
tersebut dipastikan akan dapat dimonitor dan dievaluasi.
5.3. Rekomendasi Berkaitan dengan kesimpulan di atas, maka dalam penyusunan
dokumen perencanaan pembangunan perlu memperhatikan
beberapa hal sebagai berikut:
1. Evaluasi untuk kepentingan pemerintah harus mengacu
kepada dokumen perencanaan yang telah disusun. Untuk itu,
Pedoman Evaluasi dan Indikator Kinerja Pembangunan
92
dalam dokumen perencanaan pembangunan (RPJMN) harus
memuat indikator terukur baik yang bersifat kuantitatif
maupun yang bersifat kualitatif
2. Pada setiap tataran sasaran (kebijakan/program/kegiatan)
harus mempunyai indikator sesuai dengan tatarannya,
dimulai dari indikator input sampai dengan indikator
dampak.
3. Perlu keseragaman pemahaman terhadap indikator pada
setiap tataran sehingga program-program pembangunan
dalam masing-masing prioritas pembangunan mempunyai
tataran yang sama.
4. Beberapa pengertian perlu disepakati, misalnya:
a. Input, dalam hal evaluasi terhadap RPJMN, yang
dimaksud input adalah pembiayaan yang dialokasikan
dalam pelaksanaan program/kegiatan;
b. Output, adalah komponen kegiatan yang terkait
langsung dengan pembiayaan termasuk atau dengan
kata lain output adalah hasil langsung dari input;
c. Outcome, adalah hasil dari pelaksanaan program yang
dilaksanakan melalui berbagai kegiatan yang menjadi
indikator tercapainya program tersebut;
d. Impact, adalah hasil palaksanaan berbagai program
yang menjadi indikator keberhasilan terhadap prioritas
pembangunan.
e. Agar tingkat keberhasilan dapat diketahui perlu adanya
baseline data yang dijadikan dasar terhadap sasaran yang
ingin dicapai.
Pedoman Evaluasi dan Indikator Kinerja Pembangunan
93
f. Untuk mengukur tingkat keberhasilan, maka setiap indikator
khususnya yang bersifat kualitatif harus merupakan indikator
kualitatif yang terukur atau dijadikan kuantitatif.
5.4. Tindak Lanjut yang Diperlukan o Memutakhirkan Sistem Database di lingkungan
Bappenas. Kesiapan Information Technology di Pusdatin.
Demikian juga sistem database di masing-masing Direktorat.
Demikian juga link dengan pusat data di
Kementerian/Lembaga terkait, di pusat dan di daerah. Data
yang tersedia di masing-masing Direktorat lebih spesifik
daripada yang tersedia di Pusdatin serta memiliki akses yang
terbuka bagi unit kerja yang memerlukannya.
o Penentuan Indikator Kinerja dan Format data
reporting. Indikator dalam dokumen perencanaan
pembangunan perlu disepakati bersama antara Kedeputian
EKP dengan Direktorat sektoral di Bappenas maupun dengan
Kementerian/Lembaga. Suatu Format data reporting yang
memuat variabel-variabel yang diperlukan guna melakukan
penghitungan indikator pembangunan yang disepakati perlu
dikembangkan. Dengan demikian secara berkala format
tersebut dapat diisi dan dimutakhirkan oleh Direktorat
terkait, Pusdatin ataupun Kedeputian EKP sesuai dengan
perkembangan terakhir. Selanjutnya akses terhadap informasi
ini dapat diatur dan ditentukan kemudian.
Pedoman Evaluasi dan Indikator Kinerja Pembangunan
94
o Analisa and Disseminasi. Sesuai dengan UU No. 25 Tahun
2006, UU No. 17 Tahun 2003, dan khususnya PP No. 39 Tahun
2007, maka secara berkala perlu dilakukan analisa
sederhana/cepat hingga yang mutakhir secara sektoral.
Disamping itu juga dilakukan disseminasi hasil evaluasi
tersebut di lingkungan Bappenas dan Sektor terkait. Hal
serupa juga perlu dilakukan pada level Provinsi dan
Kabupaten dalam konteks memberdayakan kinerja
Pemerintah Daerah. Dalam kaitan itu, berbagai hal penting
seperti misalnya kinerja pelayanan sosial dasar atau kinerja
pelayanan publik, dapat di ketahui perkembangannya guna
memantapkan pembagian peran pusat dan daerah,
termasuk juga peran dunia usaha dan masyarakat sekitar.
Dengan adanya Standar Pelayanan Minimum, kegiatan
evaluasi akan lebih mudah difasilitasi.
o Peningkatan Strategi dan Kapasitas untuk
melakukan Monitoring dan Evaluasi. Dalam hal ini,
kegiatan perlu diutamakan untuk: (a) penyusunan
mekanisme dan petunjuk lanjutan guna menstandarkan
ukuran/indikator yang dipakai sebagai acuan evaluasi
beserta konsep dan definisinya; (b) Jaringan kerja dengan
BPS dan lembaga lain yang terkait seperti LIPI guna
menyampaikan pertanyaan yang dapat menjadi variabel
yang digunakan dalam perhitungan indikator dan atau
memperoleh data/hasilnya.
o Peningkatan dan Pemantapan Koordinasi Kerja.
Koordinasi antar Direktorat perlu ditingkatkan dan
dimantapkan. Sehingga masalah dan isu pembangunan yang
Pedoman Evaluasi dan Indikator Kinerja Pembangunan
95
terjadi dan berkembang dapat segera dikomunikasikan baik
substansi, pendanaan, dan informasi/data yang terkait.
Demikian pula komunikasi data antar Direktorat dapat
terjaga sehingga data yang tersedia selalu up to date, reliable,
dan timely.
Pedoman Evaluasi dan Indikator Kinerja Pembangunan
96
DAFTAR PUSTAKA
Adi Suryabrata, Wismana. 2008. Restrukturisasi Program dan Kegiatan. Paparan dalam Rapat Pimpinan Bappenas 14 November 2008.
Bappenas. 2004. Pedoman Penyusunan Indikator, Pemantauan dan
Evaluasi Anggaran Berbasis Kinerja. Carter, McNamara. 1997-2008. Adapted from the Field Guide to
Nonprofit Program Design. Marketing and Evaluation. (http://www.managementhelp.org/evaluation/fnl_eval.htm)
Castro, Manuel f. 2007. Indonesia: Towards the Institutionalization of
Evaluation Activities and Tools in Planning and Budgeting Processes. A draft report.
Funnel, Sue. 2008. Program Logic Model Training. Modul Training for
Deputy of Performance Evaluation. Jakarta. Joice, Laraine. Developments in Evaluation Research. Journal of
Occupational Behaviour. Vol1, No.3, (Jul 1980), pp.181-190. Knowlton dan Phillips. 2008. The Logic Model Guidebook. Sage:
Singapore. Kusek, Jody Zall and Ray C. Rist. 2004. Ten Steps to a Results-Based
Monitoring and Evaluation System : a Handbook for Development Practitioners. The International Bank for Reconstruction and Development. The World Bank.
Mackay, Keith. 2008. Membangun System Pemantauan dan Evaluasi,
Untuk Mewujudkan Tata Kelola Pemerintahan yang Lebih Baik. Independent Evaluation Group. The World Bank.
Mayston, D.J. Measuring and Managing Educational Performance. The
Journal of the Operational Research Society, Vol.54, No.7 (Jul 2003), pp. 679-691.
Pedoman Evaluasi dan Indikator Kinerja Pembangunan
97
Premchand, A. 1993. Public Expenditure Management. IMF: Washington
DC. Roche (1999). The State of Queensland, Department of Natural
Resources and Water. 2007. How Do You Choose Indicators to Measure Social and Economic Changes?
Schiavo-Campo, Salvatore and Pachampet Sundaram. 2000. To Serve
and to Preserve: Improving Public Administration in a Competitive World. Asian Development Bank.
Widianto, Bambang. 2009. Paparan dalam berbagai Rapat/Seminar
sepanjang Tahun 2008-2009. W.K. Kellog Foundation. 2004. Using Logic Models to Bring Together
Planning, Evaluation, and Action: Logic Model Development Guide. Battle Creek, Michigan, [pdf], Http://www.wkkf.org/Pubs/Tools/Evaluation/Pub3669.pdf.
http://www.uwex.edu/ces/pdande/evaluation/evallogicmodel.html http://www.edtech.vt.edu/edtech/id/eval.html http://www.uwex.edu/ces/lmcourse http://www.uwex.edu/ces/pdande http://www.cdc.gov/eval/index.htm http://ctb.ku.edu/ http://www.innonet.org/ http://www.eval.org/