banten

13
Sejarah Batik Banten Berawal dari keterlibatan dalam berbagai kajian pemanfaatan ragam hias khas daerah pada rancang bangun gedung-gedung pemerintah dan pemerhati lingkungan pada penataan kota budaya Banten yang telah berjaya dimasa lalu. Ditengah masanya pengkajian benda-benda sejarah hasil ekskavasi (penggalian) para Arkeolog, menjadikan inspirasi untuk mencapai tujuan pembangunan kota yang berbudaya, dalam rangka mengisi dimensi kekinian guna pra perencanaan pembangunan Anjungan Banten di TMII dan rancang bangun RUMAH ADAT khas Banten serta merevitalisasi pada penataan bangunan sejarah di Propinsi Banten. Dengan rekonstruksi benda purbakala mengantarkan perhatian para tokoh masyarakat, pemerintah daerah, bersama-sama arkeolog, Juni 2002 telah mengadakan pengkajian ragam hias selama enam bulan berhasil menemukenali ragam hias khas Banten menjadi 75 motif berikut dikukuhkan oleh pemerintah propinsi melalui Surat Keputusan Gubernur Banten nomor : 420/SK-RH/III/2003 tanggal 12 Maret 2003.

Upload: dhiet54

Post on 21-Oct-2015

66 views

Category:

Documents


4 download

DESCRIPTION

Pola perkembangan banten

TRANSCRIPT

Page 1: Banten

Sejarah Batik Banten

Berawal dari keterlibatan dalam berbagai kajian pemanfaatan ragam hias khas daerah pada rancang bangun gedung-gedung pemerintah dan pemerhati lingkungan pada penataan kota budaya Banten yang telah berjaya dimasa lalu.

Ditengah masanya pengkajian benda-benda sejarah hasil ekskavasi (penggalian) para Arkeolog, menjadikan inspirasi untuk mencapai tujuan pembangunan kota yang berbudaya, dalam rangka mengisi dimensi kekinian guna pra perencanaan pembangunan Anjungan Banten di TMII dan rancang bangun RUMAH ADAT khas Banten serta merevitalisasi pada penataan bangunan sejarah di Propinsi Banten.

 Dengan rekonstruksi benda purbakala mengantarkan perhatian para tokoh masyarakat, pemerintah daerah, bersama-sama arkeolog, Juni 2002 telah mengadakan pengkajian ragam hias selama enam bulan berhasil menemukenali ragam hias khas Banten menjadi 75 motif berikut dikukuhkan oleh pemerintah propinsi melalui Surat Keputusan Gubernur Banten nomor : 420/SK-RH/III/2003 tanggal 12 Maret 2003.

75 Ragam Hias Khas Banten Rekontruksi Arkeologi Nasional

Page 2: Banten

Ragam hias yang bersumber dari Atefak Terwengkal pada abad 17, telah menjadikan pusat perhatian dari para peneliti Terwengkal khas Banten bertitik tolak dari bentuk Geometri, esensi seni baru yang berarti Mukarnas yaitu mempunyai arti kerukunan.

Ragam hias yang melekat pada arsitektur merupakan khasanah potensi sumber arkeologi Banten warisan intelektual masa Ialu Banten.

Berangkat dari kearifan lokal yang terbenam dalam-dalam ditengah puing-puing reruntuhan pusat kejayaan pemerintah islam kesutanan Banten, berbagai benda-benda kuna terukir dengan ragam hias yang unik menjadikan karya cipta membangkitkan anakcucu kita ditanah Banten, ragam hias benda kuna itulah yang menjadikan inspirasi pada sebuah artefak terwengkal untuk mendisaind pola dasar batik sehingga menjadikan motifdasar batik.

Perbedaan Batik Banten

Apa sih bedanya Batik Banten dengan batik-batik lainnya di lndonesia...???

Suatu pernyataan yang perlu dipertanyakan dalam mempertanggung jawabkannya tentu pengalaman dan perjalanan yang membuktikan dengan melakukan pengkajian-pengkajian bersama para ahli membatik dan para peneliti sejarah menjadikan bekal dalam pembuktian perbedaan.

Dalam proses dan tata cara membatik seluruh Indonesia tidak ada perbedaan yang cukup hanya saja teknik design pembuatan motif batik dan sumber alam serta lingkungan, sejarah budaya daerah yang menunjang membedakan sehingga timbul ciri-ciri khas daerah seperti halnya pada Batik Banten.

Ada 3 perbedaan Batik Banten dengan Batik lain di Indonesia diantaranya adalah:

1. Motif Batiknya , pola dasar ragam hias berasal dari benda sejarah purbakala yang disebut Artefak Terwengkal hasil ekskavasi Arkeolog tahun 1976 di Banten.

2. Warnanya , apapun warnanya batik banten cenderung warna abu-abu soff menunjukan karakter wong Banten, ciri-ciri dari sifat warna abu-abu soff antara lain : Cita-citanya, idenya, kemauannya, dan tempramennya cenderung tinggi namun pembawaan selalu sederhana serta kalem/ ayu atau cantik warna batiknya (pernyataan : Launching Batik Banten deskripsi 7 Professor) pada kenyataan alam yang menunjang untuk daerah Banten dikarenakan Airnya, sehingga menjadi ciri khasnya Batik Banten, menjadi ikon dengan slogan : "bukan orang banten kalau tidak minum air banten".

3. Filosofi (Artinya) Nama Motif dan motif batik saling berkaitan dengan sejarah Banten. Nama motif berasal dari "Toponim desa-desa kuna, nama gelar bangsawan / sultan dan tata nama ruang di Kesultanan Banten".

Page 3: Banten

Rumah Adat Banten

Banten merupakan salah satu provinsi muda di Indonesia. Awalnya ia masuk ke dalam wilayah administrative Provinsi Jawa Barat. Namun kemudian di tahun 2000, Banten resmi berpisah dan menjadi provinsi mandiri dengan ibu kota Serang. Apa yang menarik dari Banten? Jawabannya banyak. Salah satunya adalah suku Baduy atau yang juga lazim dikenal dengan nama Urang Kanekes. Suku ini mengisolasi diri mereka dari dunia luar. Meski demikian, pemerintah menetapkan rumah adat Banten adalah rumah adat suku Baduy/Badui. Rumah tradisional ini berupa panggung dengan beratapkan daun dan lantai dari pelepah bambu yang telah dibelah.

Rumah Tanpa Jendela

Sama seperti rumah adat di wilayah lain, rumah tradisional Banten ini juga sarat akan nilai filosofis. Rumah khas suku Baduy ini dibangun menghadap ke utara dan selatan sebab arah barat juga timur dianggap tak baik dalam kehidupan orang Kanekes. Hal lain yang cukup mencolok dari pemukiman orang Baduy adalah harmonisasi antara lingkungan dan masyarakat. Mereka tak mengubah alam sesuai dengan kepentingan mereka. Justru sebaliknya, mereka menyesuaikan hidup dengan apa yang ada di alam. Hasilnya adalah harmonisasi hidup yang terlihat jelas. Hal ini menjadi keunggulan tersendiri dari Urang Kanekes.

Berbicara mengenai rumah, suku Baduy dikenal dengan kesederhanannya. Jika Anda cermati, rumah mereka dibangun dengan tiang yang tidak sama rata. Tiang-tiang ini menyesuaikan dengan kontur tanah. Di daerah lain, tanah untuk perumahan diratakan. Namun hal ini tak berlaku di tanah Baduy. Tiang rumahlah yang menyesuaikan dengan permukaan tanah. Karena itu jangan heran jika Anda menjumpai rumah adat dengan tiang yang tingginya tidak sama.

Hal lain yang menjadi signatur rumah orang Baduy adalah ketiadaan jendela di rumah. Untuk menikmati udara segar cukup dari lubang lantai yang memang terbuat dari susunan bambu atau dikenal juga dengan nama palupuh. Sama seperti rumah lainnya, rumah adat Banten ini juga dibagi ke dalam beberapa bagian utama antara lain bagian depan, tengah dan dapur atau bagian belakang.

Bagian depan rumah suku Baduy dikenal dengan istilah Sosoro. Tempat ini lazim digunakan sebagai tempat untuk menerima tetamu. Dalam adat Urang Kanekes, tamu dilarang keras masuk ke dalam rumah bagian tengah. Hal ini dipengaruhi kepercayaan bahwa setiap orang luar yang datang selalu membawa pengaruh buruk. Karena itu, ia hanya boleh ada di wilayah netral yakni di depan rumah. Adapun tamu yang hendak menginap biasanya dibawa ke rumah kepala adat.

Page 4: Banten

Bagian lain dari rumah suku Baduy adalah dapur. Oleh karena lantai yang berupa bambu, maka tungku di dapur ini ditimbuni dengan tanah lengkap dengan sekat dari kayu. Hal ini dimaksudkan agar api tidak mudah menjilat lantai dari bambu tadi. Di bagian dapur ini terdapat bagian bernama goa. Ia difungsikan sebagai tempat untuk menyimpan beras maupun padi.

Rumah adat Banten ini memang tepat diwakili oleh rumah suku Baduy. Kesederhanaan dan kearifan lokal yang mereka perlihatkan menjadi pegangan bagi masyarakat Banten yang dikenal religius. Rumah adat ini bukan sekedar simbol tetapi juga medium pengajaran bagi generasi muda di Banten khususnya dan Indonesia umumnya.

Page 5: Banten

ALAT TRADISIONAL BANTEN

Deskripsi

Dalam Wacana dan Khasanah Kebudayaan Nusantara, Kujang diakui sebagai senjata tradisional masyarakat Masyarakat Jawa Barat (Sunda) dan Kujang dikenal sebagai senjata yang memiliki nilai sakral serta mempunyai kekuatan magis. Beberapa peneliti menyatakan bahwa istilah Kujang berasal dari kata Kudihyang dengan akar kata Kudi dan Hyang.

Kudi diambil dari bahasa Sunda Kuno yang artinya senjata yang mempunyai kekuatan gaib sakti, sebagai jimat, sebagai penolak bala, misalnya untuk menghalau musuh atau menghindari bahaya/penyakit. Senjata ini juga disimpan sebagai pusaka, yang digunakan untuk melindungi rumah dari bahaya dengan meletakkannya di dalam sebuah peti atau tempat tertentu di dalam rumah atau dengan meletakkannya di atas tempat tidur (Hazeu, 1904 : 405-406)

Sedangkan Hyang dapat disejajarkan dengan pengertian Dewa dalam beberapa mitologi, namun bagi masyarakat Sunda Hyang mempunyai arti dan kedudukan di atas Dewa, hal ini tercermin di

Page 6: Banten

dalam ajaran “Dasa Prebakti” yang tercermin dalam naskah Sanghyang Siksa Kanda Ng Karesian disebutkan “Dewa bakti di Hyang”.

Secara umum, Kujang mempunyai pengertian sebagai pusaka yang mempunyai kekuatan tertentu yang berasal dari para dewa (=Hyang), dan sebagai sebuah senjata, sejak dahulu hingga saat ini Kujang menempati satu posisi yang sangat khusus di kalangan masyarakat Jawa Barat (Sunda). Sebagai lambang atau simbol dengan niali-nilai filosofis yang terkandung di dalamnya, Kujang dipakai sebagai salah satu estetika dalam beberapa lambang organisasi serta pemerintahan. Disamping itu, Kujang pun dipakai pula sebagai sebuah nama dari berbagai organisasi, kesatuan dan tentunya dipakai pula oleh Pemda Propinsi Jawa Barat.

Di masa lalu Kujang tidak dapat dipisahkan dari kehidupan masyarakat Sunda karena fungsinya sebagai peralatan pertanian. Pernyataan ini tertera dalam naskah kuno Sanghyang Siksa Kanda Ng Karesian (1518 M) maupun tradisi lisan yang berkembang di beberapa daerah diantaranya di daerah Rancah, Ciamis. Bukti yang memperkuat pernyataan bahwa kujang sebagai peralatan berladang masih dapat kita saksikan hingga saat ini pada masyarakat Baduy, Banten dan Pancer Pangawinan di Sukabumi.

Dengan perkembangan kemajuan, teknologi, budaya, sosial dan ekonomi masyarakat Sunda, Kujang pun mengalami perkembangan dan pergeseran bentuk, fungsi dan makna. Dari sebuah peralatan pertanian, kujang berkembang menjadi sebuah benda yang memiliki karakter tersendiri dan cenderung menjadi senjata yang bernilai simbolik dan sakral. Wujud baru kujang tersebut seperti yang kita kenal saat ini diperkirakan lahir antara abad 9 sampai abad 12.

Bagian-bagian Kujang

Karakteristik sebuah kujang memiliki sisi tajaman dan nama bagian, antara lain : papatuk/congo (ujung kujang yang menyerupai panah), eluk/silih (lekukan pada bagian punggung), tadah (lengkungan menonjol pada bagian perut) dan mata (lubang kecil yang ditutupi logam emas dan perak). Selain bentuk karakteristik bahan kujang sangat unik cenderung tipis, bahannya bersifat kering, berpori dan banyak mengandung unsur logam alam.

Dalam Pantun Bogor sebagaimana dituturkan oleh Anis Djatisunda (996-2000), kujang memiliki beragam fungsi dan bentuk. Berdasarkan fungsi, kujang terbagi empat antara lain : Kujang

Page 7: Banten

Pusaka (lambang keagungan dan pelindungan keselamatan), Kujang Pakarang (untuk berperang), Kujang Pangarak (sebagai alat upacara) dan Kujang Pamangkas (sebagai alat berladang). Sedangkan berdasarkan bentuk bilah ada yang disebut Kujang Jago (menyerupai bentuk ayam jantan), Kujang Ciung (menyerupai burung ciung), Kujang Kuntul (menyerupai burung kuntul/bango), Kujang Badak (menyerupai badak), Kujang Naga (menyerupai binatang mitologi naga) dan Kujang Bangkong (menyerupai katak). Disamping itu terdapat pula tipologi bilah kujang berbentuk wayang kulit dengan tokoh wanita sebagai simbol kesuburan.

Nambihan Saur Sepuh…

Menurut orang tua ada yang memberikan falsafah yang sangat luhur terhadap Kujang sebagai; “Ku-Jang-ji rek neruskeun padamelan sepuh karuhun urang” Janji untuk meneruskan perjuangan sepuh karuhun urang/ nenek moyang yaitu menegakan cara-ciri manusa dan cara ciri bangsa. Apa itu? Cara-ciri Manusia ada 5: Welas Asih (Cinta Kasih), Tatakrama (Etika Berprilaku), Undak Usuk (Etika Berbahasa), Budi Daya Budi Basa, Wiwaha Yuda Na Raga (“Ngaji Badan”. Cara-ciri Bangsa ada 5: Rupa, Basa, Adat, Aksara, Kebudayaan

Sebetulnya masih banyak falsafah yang tersirat dari Kujang yang bukan sekedar senjata untuk menaklukan musuh pada saat perang ataupun hanya sekedar digunakan sebagai alat bantu lainnya. Kujang bisa juga dijadikan sebagai senjata dalam setiap pribadi manusia untuk memerangi prilaku-prilaku diluar “rel” kemanusaiaan. Memang sungguh “gaib sakti” (falsafah) Kujang. Kenapa setiap kujang mempunyai jumlah bolong/ mata yang berbeda-beda??? Umumnya ada yang 3, 5 (kombinasi 2 dn 3), 9. Itu pun mengandung nilai falsafah yang sangat tinggi dengan istilah “Madep/Ngiblat ka Ratu Raja 3-2-4-5-Lilima-6″. Itu semua kaya akan makna yang dapat membuka mata kita tentang siapa aku? dari mana asalnya aku? untuk apa aku hidup? dan menuju kemana aku.

Page 8: Banten

Alat Transportasi Tradisional Jawa Barat

Delman dan Pedati adalah alat transportasi darat (tradisional) yang ada di Jawa Barat. Dua alat transportasi inilah yang dulu digunakan oleh Warga Jawa Barat sebelum kini terisisihkan oleh kendaraan modern seperti mobil dan sepeda motor.Nah, lantas seperti apa dan seperti apa sih sebenarnya dua kendaraan tradisional ini dan juga asal usulnya, berikut adalah hasil penelusuran KarIn di Museum Sri Baduga Jawa Barat yang berada di Jl. BKR. No.195 Bandung ini.

Delman

Kereta pengangkut yang ditarik kuda atau disebut juga Kretek. Awalnya hanya digunakan oleh kalangan bangsawan. Kini masih menjadi alat transportasi masyarakat di kawasan Priangan.  Asal muasal: Ciparay, Kab. Bandung.

Pedati

Alat transportasi darat ini menggunakan sapi atau kerbau sebagai tenaga penariknya. Pada umumnya digunakan untuk mengakut beban berat, seperti bahan bangunan, hasil bumi dan sebagainya. Kereta barang ini dijalankan pada malam hari, agar tidak menggangu kelancaran lalu lintas. Asal muasal : Kabupaten Indramayu.

Page 9: Banten

Di Karawang sendiri kedua alat transportasi ini masih bisa dijumpai, walaupun sudah sangat langka. Bahkan, fungsinya cenderung sudah berubah. Delman misalnya, atau yang lebih populer dengan nama Sado, di Karawang cenderung menjadi sarana (alat) rekreasi. Orang-orang naik sado bukan untuk tujuan mencapai tempat tertentu (alat transportasi), namun cenderung hanya sebagai sarana rekreasi (alat hiburan), baik untuk jalan-jalan maupun coba-coba karena penasaran. Seperti salah satunya yang masih ditemui terutama di Kecamatan Cilamaya Kulon.Sedangkan Pedati, umumnya beralih fungsi untuk menarik ataupun mengangkut barang-barang termasuk barang dagangan. Seperti yang bisa dikita temui di pelosok-pelosok kampung, dimana pedati digunakan untuk membawa barang seperti bambu, kayu untuk dijual berkeliling dari kampung ke kampung.