banten
TRANSCRIPT
Banten – Pergolakan ‘Keluarga’ dan ‘Penjajah’ –
(1676-1684)
Oleh Fathia Lestari
[18 031 009 0042]
Awal berdirinya Banten
Banten, yeng merupakan salah satu kerjaan di Indonesia yang berkembang pada abad
16. Perkembangan Banten, baru terlihat pada abad 16 terjadi karena Banten merupakan
perluasan daerah Kerajaan Demak yang di Daerah barat Jawa tahun 1525 bergabung
dengan Kesultanan Cirebon, yang mulanya adalah salah satu Pelabuhan kerajaan
Sunda. Adapun sumber portugis yang mencatata bahwa sebelumnya Banten merupakan
salah satu pelabuhan Kerajaan Sunda selain pelabuhan Pontang, Cigede, Tamgara
(Tangerang), Sunda Kelapa dan Cimanuk.
Setelah aksi perluasan Banten ini, adanya Islamisasi daerah Banten terjadi, dan
peristiwa ini dilakukan oleh Sunan Gunung jati pada tahun 1525. Karena dalam sebuah
catatan De Baros seorang portugis yang datang, bahwa perkampungan ini adalah
daratan Fatahilah atau Faletehan. Dan setelah ini mulailah kerajaan banten dikenal
sebagai Kerjaan Islam Banten.
Perkembangan Kerajaan Banten tidak lepas juga dari perkembangan VOC yang datang
ke nusantara pada tahun 1602 dengan mendirikan VOC (Verenigde Oost Indhishe
Company)) di pelabuhan Batavia yang awalnya adalah pelabuahan Jayakarta. Inilah
yang memunculkan sebuah persaiangan Ekonomi pada awalnya. Persaingan tersebut
kemudian berubah menjadi pertentangan politik.
Sultan Ageng Tirtayasa yang bertahta pada masa itu, pada tahun 1651 menjadi anti-
kompani, namun semanjak tahun 1617, Abu Nasir Abdulkahar yang biasa disebut
Sultan Haji Karena pulang dari Haji pada tahun (1674-76) dengan kecendurang pro-
kompani. Denagn adanya pertentangan ini, terjadi perpecahan dalam kerajaan Banten
sendiri, yang mengakibatkan kelemahan di dalam kerajaan Demak.
Pergolakan Banten-VOC bukan saja dilatarbelakangi adanya persaingan perdagangan,
melainkan pengaruh dari kerajaan-kerajaan Nusantara yang juga anti-VOC. Seperti
halnya Mataram serta pemberontakan Trunajaya yang akhirnya berimbas pula dalam
perkembangan kerajaan Banten. Apalagi mendengan Mataram yang akhirnya menjadi
pro-kompeni, merupakan sebuah pukulan hebat bagi Kerajaan Banten terutama Sultan
Ageng.
Banten pernah beberapa kali melawan VOC di Indramayu dengan memberangkatkan
Pasukan Aria Surya dan R. Bagus Abdulkarimuntuk menyerang Logi disana. Untuk
memperluas kerajaan Banten ternyata.
Perpecahan Keluaraga Kesultanan Banten
Perpecahan bisa terjadi oleh apapun, siapapun, dimanapun dan kepada siapapun. Politik
kadang tidak melihat siapa lawan atau kawan, siapa keluarga atau saudara, siapa musuh
atau kawan. Ini yang terjadi pada tubuh Kesultanan Banten setelah VOC masuk
kedalam politik Kesultanan Banten. Secara langsung maupun secara tidak langsungnya.
Politik Sultan Ageng yang anti-kompeni dan lebih pro pada Inggris. Karena memang di
Eropa pada awal abad 17, eropa sedang giat-giatnya memperluas wilayahnya. Karena
kekuasaan diwilayah lain adalah kebanggaan bagi Bangsa Eropa untuk menunjukan
bahwa Negaranya lah yang paling berkuasa.
Kembali ke Nusantara, Sultan Ageng yang pro-kompeni pun tidak ‘gratis’, tetap ada
sebuah imbalan atau tuntuan yang mewajibkan Cirebin adalah vassal dari Banten dan
bukan dari mataram.
Disisi lain, Sultan Haji yang pro-kompenipun sama. Namun perundingan antara Sultan
Haji dan VOC mengalami kebuntuan. Sultan Haji Menolak tuntutan Kompeni yang
menginginkan kembalinya unsur-unsur yang ada dalam pengungsian serta adanya
pembayaran sebagai ganti rugi kepada Kumpeni aras kerusakan yang diderita.
Ini berarti, sama saja, mau dukung Inggris atau Belanda tetap saja, bangsa Eropa
menginginkan sebuah Imbalan yang dianggap besar ataupun kecil bagi Kerajaan Banten
sendiri.
Sejak 1680, kekuasaan sepenuhnya ada ditangan Sultan Haji. Meskipun demikian dari
Tirtayasa Sultan Ageng masih menjalankan politiknya, khususnya melancarkan
serangan kepada VOC.
Adanya provokasi bahwa Sultan Ageng turun tahta adalah kerja keras VOC, maka VOC
menagih timbale-balik terhadap VOC yang telah dijanjikan Sultan Haji pada VOC.
Yaitu tuntutan bahwa monopoli perdagangan Banten diserahkan 100% kepada VOC.
Perang Saudara dalam Kesultanan Banten
Beberapa pemberontakan terjadi di Banten, bukan hanya itu, ketegangan Sultan Ageng
dan Sultan Haji semakin menjadi manakala terjadinya Insiden pembunuhan Kyai Aria
Manonjaya dan P. Lor oleh Sultan Haji dan adanya perompakan yang dilakukan oleh
pengikut Sultan Ageng terhadap pengukut Sultan Haji.
Sultan Ageng yang mundur dari tahta kekuasaan Kesultanan Banten tidak kalah
kuatnya, perkembangan gerakan social Sultan Ageng tidak berkurang, malah
bertambah. Kekuatan dari Lampung, Pontang, Tanaram Ciringin, Carita dampai kebatas
Sungai Tangerang mengukuhkan bahwa Sultan Agenglah yang berkuasa ditanah
mereka, memperbesar kekuatan Sultan Ageng tentunya. Dan kebanyakan warga Banten
mulai memihak lagi kepada Sultan Ageng.
Tepatnya pada tanggal 27 Februari terjadilah perang saudara dimana Pasukan Sultan
Ageng menyerbu Surosowun yan gmerupakan kediaman Sultan Haji. Kesempatan
inilah dipergunakan VOC untuk merebut kekuatan monopoli Kerajaan Banten, dengan
iming-iming bantuan pasukan kepada Sultan Haji. Dan karena keadaan yang mendesak
akhirnya Sultan Haji menyetujui perjanjian kesepakan itu.
Dan akhirnya tanggal 7 April bala tentara yang dijanjikan VOC darang membantu dan
berhasil membebaskan logi dari kepungan pasukan Sultan Ageng. Sebagai tindakan
balasnya, pedaganga asing Eropa diusir dari Bandten dan VOC yang memanfaatkan
kesempatan untuk memindahkan pedagang Cina yang kayak ke Batavia.
Kekalahan ini, tidak berarti untuk seorang Sultan Ageng. Sultan Ageng terus
melancarkan serangan untuk membebaskan BAnten dari VOC. Dibantu dengan
kontingen dari Makassar, Bali dan Melayu. Namun serangan pasukan kompeni di
bawah Jonker berhasil mendesak pasukan Sultan Ageng yang berjumlah hamper 2000
orang ini. Dan akhirnya berhasil menduduki Margasana, markas besar Sultan Ageng.
Tirtayasa, sebuah kota di Banten yang akhirnya menjadi tempat peristirahatan Sultan
Ageng setelah mengalami kekalahan besar. Disanalah Sultan Ageng kembali membuat
pertahanan, melatih serangan, memborong pasukan untuk kembali menyerang VOC.
VOC tidak diam dengan semua keadaan yang mungkin mereka piker akan menghambat
kerjaan mereka di Banten, dan akhirnya harsu segera dimusnahkan. Maka VOC kembali
berperang, kali ini di daerah Kademangan yang juga pusat kekuatan Sultan Ageng,
namun 2 Desember 1682 Kademangan akhirnya jatuh ke tangan VOC setelah
pertempuran yang sengit. Kedua belah pihak banyak yang gugur.
Akibatnya, tinggal Tirtayasalah yang tersisa dari kekeuatan Sultan Ageng. Dan inilah
yang kahirya menjadi bulan-bulanan VOC yang terakhir.
Serangan Kompeni bermula dari daerah pantai meunju Tanara dan Tangkurak. Dan
tangal 28 akhirnya menyerang Pontang, Tanara, dan Tirtayasa dibawah pasukan Jonker
Tack dan Michielslz. Serangan-serangan mesin tak bisa dihindarkan oleh pasukan
Sultan Ageng. Kekalahan demi kekalahan diterima oleh Sultan ageng. Disertai dengan
menyerahnya pemimpin-pemimpin pasukan seperti P.Ardi, P. Yogya dan P. Purbaya
beserta anak buahnya pun menyerahkan diri kepada Kompeni.
Pihak kompeni telah berusaha membujuk Sultan Ageng untuk menyerah, ditambahlah
lagi 52 orang Pauskan Sultan Haji yang berusaha menjemput Ayahnya di Ketos. Dan
menjelang malam 15 Maret iring-iringan Sultan Ageng masuk Surosowan.
PEnyerahan Sultan Ageng sebenarnya mengukuhkan kedudukan Sultan Haji yang
merasa menang atas pemberontakan ayahnya selama ini, namun akibat perjanjian
monopoli yang disetujui Sultan Haji terhadap Kompeni mengakibatkan kekuasaan
Sultan Haji tidak menjadi kuat. Sultan Haji seperti dijadikan boneka kekuasaan oleh
VOC, karena akhirnya Sultan Haji merasa balas budi dan memiliki ketergantungan
terhadaop VOC.
Adanya hal ini membebaskan VOC dalam perdagangan di Banten. Dan sedikit demi
sedikit menghilangakn pengaruh kekuasaan Lokal di Banten, melemahkan kekuasaan
Sultan Haji. Semenjak inilah kemerosotan Banten terjadi.
Kemerosotan Banten bukan lagi karena VOC
Adalah sebuah simpulan, yang mungkin sekedar subjektif artinya hanya melihat dari
sudut pandang sebuah kejadian di Banten saja. Namun kejadian di Banten bukan
semata-mata sebuah kejayaan yang dihasilkan oleh VOC dengan kerja keras VOC untuk
lobi dan menyerang, namun VOC memanfaatkan setiap peristiwa dan kejadian yang ada
didalam tubuh Kesultanan Banten, mencari titik lemah kesultanan Banten.
Tidak pernah disinggung memang mengapa terjadi perpecahan antara Sultan Ageng dan
Sultan Haji ang akhirnya mnejadi sebuah titik lemah paling ampuh bagi VOC dalam
menjalankan monopolinya. Dan yakin, Sultan Ageng ataupun Sultan HAji bukan
seorang yang tanpa ppendidikan serta tanpa alas an meeraka berbuat seperti itu.
Kejadian di Banten hanya sebagai contoh yang terjadi di Nusantara pada abad 16-18 .
Kejadiaanya hanya seperti ini;. Semoga bisa dijadikan contoh dan pembelajaran bagi
semua.
Daftar Sumber :
1. Kartodirjo, Sartono, Pengantar Sejarah Indonesia Baru 1500-1900 Dari
Emporuin sampai Imperium,1987, Gramedia, Jakarta
2. http://id.wikipedia.org/wiki/Kesultanan_Banten, diakses tanggal 12 Mei 2010
pukul 05.00
3. http://www.iai-banten.org/2008/02/28/sejarah-banten-bagian-1/, diakses tanggal
12 Mei 2010 Pukul 05.00