bank indonesia - bi.go.id · perekonomian dalam upaya perbaikan perekonomian nas ional ... batik di...

30
POLA PEMBIAYAAN USAHA KECIL (PPUK) INDUSTRI KERAJINAN BATIK BANK INDONESIA Direktorat Kredit, BPR dan UMKM Telepon : (021) 3818043 Fax: (021) 3518951, Email : [email protected]

Upload: trinhmien

Post on 27-Jul-2018

220 views

Category:

Documents


0 download

TRANSCRIPT

POLA PEMBIAYAAN USAHA KECIL (PPUK)

INDUSTRI KERAJINAN BATIK

BANK INDONESIA Direktorat Kredit, BPR dan UMKM

Telepon : (021) 3818043 Fax: (021) 3518951, Email : [email protected]

Bank Indonesia – Industri Kerajinan Batik 1

DAFTAR ISI

1. Pendahuluan ................................ ................................ ............... 2 a. Latar Belakang ..................................................................................................... 2 b. Tujuan, Ruang Lingkup dan Metode Penelitian ............................................ 3

2. Profil Usaha dan Pola Pembiayaan ................................ ............... 5 a. Profil Usaha ........................................................................................................... 5 b. Pola Pembiayaan ................................................................................................. 6

3. Aspek Pemasaran ................................ ................................ ........ 8 a. Permintaan ............................................................................................................ 8 b. Penawaran .......................................................................................................... 10 c. Harga .................................................................................................................... 11 d. Persaingan dan Peluang Pasar ....................................................................... 11 e. Jalur Pemasaran ................................................................................................ 12

4. Aspek Produksi ................................ ................................ .......... 13 a. Lokasi Usaha ...................................................................................................... 13 b. Fasilitas Produksi ............................................................................................... 13 c. Bahan Baku ......................................................................................................... 14 d. Tenaga Kerja ...................................................................................................... 14 e. Teknologi ............................................................................................................. 14 f. Proses Produksi .................................................................................................. 14 g. Jumlah, Jenis dan Mutu Produksi .................................................................. 16 h. Produksi Optimum ............................................................................................ 17

5. Aspek Keuangan ................................ ................................ ........ 18 a. Komponen dan Struktur Biaya ....................................................................... 18 b. Pendapatan ......................................................................................................... 19 c. Kebutuhan Modal ............................................................................................... 20 d. Penyusutan Investasi ....................................................................................... 20 e. Analisis Cashflow dan Kelayakan Proyek ..................................................... 21 f. Evaluasi Profitabilitas Rencana Investasi ..................................................... 21 g. Analisa kepekaan .............................................................................................. 21

6. Aspek Sosial Ekonomi dan Dampak Lingkungan .......................... 23 a. Aspek Sosial Ekonomi) ..................................................................................... 23 b. Dampak Lingkungan ......................................................................................... 24

7. Penutup ................................ ................................ ..................... 27 a. Kesimpulan ......................................................................................................... 27 b. Saran .................................................................................................................... 27

LAMPIRAN ................................ ................................ ..................... 29

Bank Indonesia – Industri Kerajinan Batik 2

1. Pendahuluan

a. Latar Belakang

Pengembangan usaha kecil dan menengah merupakan dasar dalam perekonomian dalam upaya perbaikan perekonomian nasional karena sebagian besar usaha yang ada di Indonesia adalah usaha kecil dan menengah yang banyak menyerap tenaga kerja dan memanfaatkan sumber daya domestik.

Diantara usaha kecil dan menengah, usaha batik mempunyai karakteristik yang sangat khusus, dan telah merupakan Kebudayaan Indonesia yang tetap bertahan secara konsisten. Dengan pengaruh motif daerah tertentu, batik berkembang dan menyebar terutama di Pulau Jawa, misalnya yang dikenal dengan Batik Garut, Tasikmalaya, Ciamis, Pekalongan, Kedungwuni, Tegal, Banyumas, Purwokerto, Kudus, Demak, Surakarta, Yogyakarta, Juwana, Rembang, Lasem dan Madura. Sementara itu sampai saat ini batik dengan motif kedaerahan semakin berkembang secara nasional.

Selain dikenakan oleh kelompok golongan tradisional yang berada di daerah pedesaan, batik juga cukup dikenal pada semua golongan masyarakat. Usaha ini telah banyak dilakukan oleh Departemen Teknis dengan mengembangkan desain motif batik sehingga batik dapat dikonsumsi oleh kelompok golongan modern dan golongan tradisional yang mencakup semua kelompok umur dengan pendapatan yang bervariasi.

Sehubungan dengan itu, pemerintah tetap memusatkan perhatiannya dalam mendorong berkembangnya sektor usaha batik ini, dan komitmen pemerintah tersebut ditunjukkan antara lain dalam kesungguhannya mendorong perbankan agar tetap secara berkesinambungan dalam penyediaan kredit untuk membantu usaha batik menjadi usaha yang maju dan berkembang. Namun demikian masih terdapat beberapa kendala baik dari sisi usaha batiknya sendiri maupun pada sisi perbankan. Kendala yang dimaksud antara lain:

1. Usaha batik layaknya usaha kecil pada umumnya sulit untuk mendapatkan kredit bank karena tidak dapat memenuhi persyaratan teknis perbankan, misalnya ketidakmampuan mereka menyediakan agunan atau jaminan serta persyaratan perizinan usahanya;

2. Kelemahan dalam penguasaan aspek pemasaran, aspek teknik produksi dan manajemen;

3. Keterbatasan bank dalam hal perangkat organisasi yang menyangkut keterbatasan sumber daya manusia yang berpengalaman dalam melayani dan membina usaha kecil, tingginya resiko kegagalan kredit serta kurangnya informasi tentang sektor-sektor ekonomi usaha batik yang layak dibiayai oleh bank.

Bank Indonesia – Industri Kerajinan Batik 3

Sehubungan dengan kendala-kendala tersebut diatas mengakibatkan pengajuan kredit oleh usaha batik kepada bank tidak dapat selalu disetujui. Dalam rangka meningkatkan peranan dan akses bank terhadap usaha batik ini, maka Bank Indonesia mencoba mengupayakan untuk dapat menyediakan informasi kepada bank tentang potensi usaha batik yang layak dibiayai serta dikemukakan kajian pola pembiayaannya.

b. Tujuan, Ruang Lingkup dan Metode Penelitian

Tujuan

1. Tujuan kajian atau penelitian pra-kelayakan ini adalah sebagai berikut: Menyediakan rujukan bagi perbankan dalam rangka meningkatkan realisasi kredit untuk usaha kecil khususnya bagi pengembangan usaha batik.

2. Menyediakan informasi dan pengetahuan untuk pengembangan usaha kecil di sektor usaha batik baik mengenai aspek pemasaran, teknik produksi, dan aspek keuangannya.

Ruang Lingkup

Kajian ini berpegangan kepada ruang lingkup penelitian, antara lain bahwa :

1. Usaha kerajinan batik tersebut harus dapat memenuhi UU No. 9/1995, yaitu berskala usaha kecil.

2. Model yang dikembangkan oleh laporan ini memungkinkan untuk ditiru atau dikembangkan oleh usaha batik lainnya.

3. Untuk pengembangannya lebih lanjut cukup tersedia bahan baku di pasar lokal.

4. Adanya potensi bagi pemasaran produk batik yang bersangkutan. 5. Proses penerapan teknologi produksinya mudah untuk dilaksanakan. 6. Di pasar lokal cukup tersedia sarana dan prasarana produksi. 7. Pengembangan usaha batik ini tidak bertentangan dengan kebijakan

pemerintah.

Sehubungan dengan itu, kajian pra kelayakan ini akan mencakup sampai seberapa jauh kelayakan usaha batik dalam skala usaha kecil bila ditinjau dari aspek-aspek sebagai berikut:

1. Aspek pemasaran yang mencakup kondisi permintaan terhadap produk usaha kerajinan batik, baik permintaan yang datang dari pasar lokal maupun yang datang dari pasar ekspor.

2. Aspek teknologi produksi dan produksinya. 3. Aspek keuangan yang mencakup kebutuhan biaya investasi dan

kelayakan keuangannya ditinjau dari kriteria kelayakan yang lazim, misalnya ukuran Net Present Value (NPV), Internal Rate of Return (IRR), Benefit Cost Ratio (BCR) dan Pay-back Period serta sampai

Bank Indonesia – Industri Kerajinan Batik 4

seberapa jauh tingkat ukuran kelayakan usaha industri kecil pembatikan ini bila dianalisa kepekaannya.

4. Kajian ini juga akan menyajikan informasi tentang aspek sosial ekonomi sebagai dampak dari pelaksanaan usaha kecil pembatikan ini apabila sebagian dari biayanya didukung oleh kredit bank, antara lain terhadap penyerapan tenaga kerja, keterkaitan usaha, terhadap kemungkinannya meningkatkan devisa dan lain-lain.

5. Kajian ini juga akan menyajikan informasi tentang kemungkinan pengaruh usaha batik terhadap lingkungan.

Metode Penelitian

Kegiatan penelitian pra-kelayakan usaha kerajinan batik ini akan menggunakan data/informasi yang diperoleh dari data primer yang berasal dari para pengusaha kecil usaha kerajinan batik dengan ruang lingkup seperti tersebut dalam butir 1.3 dan data sekunder yang berasal dari instansi terkait dan bank yang telah memiliki pengalaman dalam membiayai usaha kecil industri pembatikan. Penentuan sumber data primer dan sekunder dilaksanakan dengan metode penelitian survei dimana responden diambil secara acak (purposive).

Bank Indonesia – Industri Kerajinan Batik 5

2. Profil Usaha dan Pola Pembiayaan

a. Profil Usaha

Usaha batik sangat luas lingkupnya, karena cakupan usaha ini meliputi usaha yang berkaitan dengan penyediaan bahan bakunya, serta keperluan pasokan kebutuhan produksi lainnya sampai kepada sisi yang paling hilir untuk sektor usaha batik ini. Sementara laporan ini hanya mengkaji tentang usaha batik dari sisi produksinya saja.

Pengusaha kecil yang menggeluti sektor produksi batik ini dapat digolongkan ke dalam dua kelompok, yaitu yang bergerak dalam bidang usaha batik tulis dan usaha batik cap. Umumnya kedua bidang usaha batik ini mempunyai ciri yang sama seperti dapat dilihat pada Tabel 2.1.

Tabel 2.1. Perbandingan Usaha Batik Tulis dan Batik Cap

NO. ITEM / UNSUR PROFIL USAHA BATIK

USAHA BATIK TULIS

USAHA BATIK CAP

1. Pengalaman berusaha Turun temurun

Tidak selalu turun temurun

2. Lokasi Usaha Menyebar hampir di seluruh kelurahan

Sporadis

3. Usia pengusaha Umumnya berusia diatas 30 tahun

Umumnya berusia diatas 30 tahun

4. Pendidikan Umumnya lulus SMU

Umumnya lulus Sekolah Kejuruan

5. Skala Usaha Tidak bervariasi

Sangat bervariasi

6. Teknologi Masih dengan pola tradisional

Relatif dengan teknologi yang lebih maju

7. Jenis tenaga kerja yang digunakan

Kebanyakan wanita

Umumnya tenaga pria

8. Intensitas produksi Relatif stabil Berorientasi pesanan

Sumber : Hasil Survei, Juni 2001

Bank Indonesia – Industri Kerajinan Batik 6

b. Pola Pembiayaan

Bank yang memiliki komitmen untuk menunjang pengembangan Usaha Kecil umumnya terdapat di lokasi penelitian dengan status Kantor Cabang. Keikutsertaan perbankan dalam pengembangan usaha kerajinan batik di lokasi penelitian dimulai akhir tahun 1980 hingga saat ini. Awal keikutsertaan bank untuk pembiayaan usaha ini didasari oleh beberapa alasan, antara lain :

1. Bank melihat adanya potensi keuntungan yang akan didapat dari membiayai usaha kecil di sub usaha kerajinan batik ini.

2. Sementara ada bank yang memberi alasan bahwa peranan banknya adalah untuk menunjang program pemerintah.

3. Alasan lain mengenai keikutsertaan bank dalam pengembangan usaha batik di Pekalongan adalah bahwa perbankan berkeinginan pula dalam meningkatkan lapangan kerja, meningkatkan taraf hidup dan pengembangan potensi ekonomi daerah.

Semenjak dihapuskannya Kredit Likuiditas Bank Indonesia pada akhir tahun 1999, maka untuk membiayai usaha kecil, perbankan menyediakan dana yang bersumber dari dana bank sendiri.

Untuk sementara besarnya plafond kredit yang disediakan untuk usaha kecil berkisar Rp. 10 s/d Rp 300 juta dan besarnya tingkat bunga yang diberlakukan bagi usaha kecil berkisar antara 18 s/d 19% pertahun. Sementara untuk ketentuan angsuran kredit ada bank yang memberlakukan grace period dan ada juga yang tidak memberikan masa grace period. Grace period tersebut tidak lebih dari 1 (satu ) tahun, untuk kedua jenis kredit. Untuk jenis kredit investasi masa pengembalian harus tidak lebih dari 5 (lima) tahun dan untuk jenis kredit modal kerja tidak lebih dari setahun sekalipun demikian bilamana terjadi kesulitan dalam pengembalian, melalui konsultasi dengan banknya debitur dimungkinkan untuk dapat memperpanjang pengembalian kredit modal kerjanya.

Sedangkan persyaratan mengenai keharusan bagi debitur untuk menyertakan dana sendiri, merupakan persyaratan yang bersifat longgar, karena ada bank yang tidak mengharuskan hal ini, walaupun demikian untuk kajian pola pinjaman ini dalam pelaksanaan analisa finansialnya diberlakukan struktur biaya 65 persen merupakan kredit bank dan 35 persen merupakan dana sendiri.

Guna menjamin keamanan kredit disamping mendasarkan kepada kelayakan finansial proyek yang bersangkutan, bank juga memberlakukan keharusan debitur untuk menyediakan jaminan kredit yang dianggap cukup aman untuk menanggung resiko kemungkinan terjadi kredit macet. Umumnya jaminan kredit tersebut berupa sertifikat tanah/bangunan tempat berusaha dan atau berupa barang yang relatif mudah untuk dijual dan jaminan lain yang dianggap aman.

Bank Indonesia – Industri Kerajinan Batik 7

Persyaratan lain Kredit Usaha Kedit yang diberlakukan kepada Usaha Kecil adalah keharusan calon debitur untuk menyajikan :

Surat Ijin Usaha Perdagangan (SIUP) Tanda Daftar Perusahaan (TDP) Nomor Pokok Wajib Pajak (NPWP) Ijin Keramaian (Iijn HO) Foto Copy Kartu Penduduk/li> Pas Foto Provisi Sebesar 1% per tahun Jaminan dimaksudkan untuk pengikatan hak tanggungan. Asuransi diberlakukan bagi stock bahan baku, peralatan dan

bangunan.

Apabila persyaratan teknis bank telah dilengkapi, bank akan segera menindaklanjuti melalui tahapan - tahapan peninjauan lapangan, informasi antar bank, analisa kredit dan dilanjutkan dengan pembahasan dalam loan committee. Keputusan persetujuan pemberian kredit baik menyangkut penolakan, ataupun persetujuan dengan plafon kredit lebih kecil, sama atau lebih besar sangat tergantung dari hasil pembahasan dalam loan committee. Proses pemberian kredit dilanjutkan dengan proses keabsahan dan pengikatan jaminan kredit, dimana keseluruhan proses memerlukan waktu antara 2 - 3 minggu.

Bank Indonesia – Industri Kerajinan Batik 8

3. Aspek Pemasaran a. Permintaan

Permintaaan terhadap produk batik dapat dikategorikan kedalam 2 (dua ) jenis produk. Pertama, permintaan terhadap produk batik (batik tulis dan batik cap) yang akan digunakan sebagai bahan baku usaha konveksi yaitu untuk diolah lebih lanjut menjadi pakaian jadi. Kedua, permintaan terhadap produk batik yang siap dipakai yaitu berupa produk batik selendang, sarung, dan lain - lain.

Sedangkan sumber permintaan terdiri dari permintaan yang datang dari pasar lokal (domestik) dan permintaan yang datang dari pasar luar negeri (ekspor).

1. Permintaan domestik

Kecenderungan peningkatan permintaan terhadap produk usaha kerajinan batik yang datang dari pasar domestik akan sangat dipengaruhi beberapa faktor, antara lain:

a. Meningkatnya jumlah penduduk, dan waktu - waktu spesial/ hari - hari besar

Meningkatnya jumlah anak-anak yang masuk sekolah setiap tahunnya dan pergantian tahun mata ajaran baru akan erat kaitannya dengan semakin meningkatnya kebutuhan batik bagi seragam sekolah, seragam karyawan yang menggunakan pakaian seragam bermotif batik, juga adanya pesta/resepsi - resepsi pernikahan dan hari - hari besar di mana orang cenderung menggunakan pakaian nasional berupa batik.

b. Meningkatnya pendapatan masyarakat.

Meningkatnya pendapatan penduduk cenderung mengakibatkan meningkatnya permintaan terhadap pakaian bermotif batik

c. Dinamika para pengusaha batik dalam memproduksi berbagai jenis produk.

Hal ini dikaitkan dengan peranan para usahawan kerajinan batik dalam upaya mereka mencari bentuk, jenis dan motif batik sepanjang waktu yang mampu menarik minat para konsumen.

d. Harga produk pembatikan yang bersangkutan.

Bank Indonesia – Industri Kerajinan Batik 9

Produk batik dapat juga diproduksi dengan unit biaya yang relatif rendah, produk ini biasanya dibeli oleh masyarakat luas yang mempunyai daya beli rendah sehingga batik mampu bersaing dengan produk/bahan baku pakaian jenis lainnya. Disamping itu, antisipasi berkembangnya motif yang sesuai dengan minat dan daya beli konsumen juga perlu terus dilakukan sehingga akan mendorong peningkatan konsumsi terhadap produk batik.

e. Program Pemerintah daerah dalam mendorong meningkatnya peranan sektor usaha kerajinan batik dan kepariwisataan. Daerah Pekalongan bukan merupakan jalur lalu lintas kedatangan para wisatawan mancanegara. Tetapi wilayah ini dilalui oleh prasarana lalu lintas yang teramai bagi para penduduk lokal baik dari Arah Timur maupun Arah Barat Pekalongan. Dengan memanfaatkan ramainya arus penduduk dan potensi usaha batik yang ada, Pemerintah Tingkat II Pekalongan membangun pasar grosir dan eceran dijalur lalu lintas penduduk tersebut. Ternyata pasar ini mampu mendorong peningkatan penjualan produk batik. Peranan pasar ini dirasakan manfaatnya oleh para pedagang yang menempati kios-kios di lokasi pasar tersebut terutama pada hari-hari libur karena para wisatawan domestik yang melaksanakan perjalanan akan mampir di pasar grosir ini. Pasar ini juga berperan sebagai lokasi untuk promosi dan transaksi dagang berbagai produk bermotif batik dengan para pedagang batik yang datang dari luar daerah. Posisi yang sangat strategis pasar grosir ini sangat dirasakan manfaatnya oleh para produsen/usaha kerajinan batik karena meningkatnya pesanan terhadap berbagai jenis/bentuk/ragam produk dari berbagai jenis pakaian jadi sampai kebutuhan produk alat rumah tangga dengan motif batik (gorden, seprei, taplak meja, dll.).

2. Permintaan ekspor

Jenis batik yang berhasil dijual untuk memenuhi permintaan pasar luar negeri terdiri dari jenis - jenis sebagai berikut:

a. Pakaian jadi (garmen) b. Sarung batik. c. Kain panjang batik. d. Batik printing. Realisasi jumlah dan nilai ekspor dapat diikuti dalam grafik 3.2. berikut:

Bank Indonesia – Industri Kerajinan Batik 10

Grafik 3.2. Perkembangan Nilai Ekspor Tekstil Pekalongan

Meningkatnya atau menurunnya permintaan yang datang dari pasar ekspor sangat dipengaruhi oleh kemampuan bersaing produk batik asal Indonesia dengan produk batik yang datang dari negara produsen batik lainnya seperti Thailand dan Malaysia. Disamping itu, kreativitas produsen batik dan para desainer pakaian di Indonesia, promosi yang gencar akan produk batik dan dengan adanya upaya memenuhi ekspor batik dengan label isu lingkungan, akan sangat berpengaruh terhadap peningkatan permintaan batik, karena negara tujuan ekspor memberlakukan produk batik Indonesia harus mampu diproduksi tanpa merusak lingkungan maka ekspor produk batik dari Indonesia relatif tidak akan mengalami hambatan, sebaliknya bila proses produksi batik Indonesia berkecenderungan dapat mengganggu lingkungan maka ekspor produk batik Indonesia akan menghadapi hambatan.

b. Penawaran Penawaran batik dan berbagai jenis produk ikutannya akan sangat dipengaruhi oleh faktor-faktor produksi sebagai berikut :

1. Kemampuan penguasaan teknologi pembatikan.

Mengenai bahan baku pakaian (garmen) ada kecenderungan datang dari saran dan kehendak para konsumen terutama konsumen luar negeri antara lain yang menyangkut motif batiknya, kemurnian warna pesanan dan musim - musim pesanan. Peranan importir luar negeri terhadap batik asal Indonesia umumnya sangat besar dalam hal desain dan motif batik yang akan diimpornya. Para pengimpor batik asal Indonesia mengirim para desainer mereka untuk memberikan pelatihan dan petunjuk teknis pembatikan disesuaikan dengan desain dan motif pesanan mereka, serta waktu pesanan. Umumnya mereka cenderung memesan batik dengan warna dan motif yang

Bank Indonesia – Industri Kerajinan Batik 11

berbeda untuk batik pasar dalam negeri. Bahkan kaitannya dengan waktu, maka batik pesanan luar negeri berkaitan dengan musim - musim panas di negara mereka masing-masing bahkan pesanan tersebut diproduksi dua tahun sebelum dilemparkan ke pasar ekspor.

2. Harga bahan baku dan pembantu

Akhir-akhir ini, harga bahan baku dan bahan pembantu cenderung meningkat, sehingga sangat berpengaruh terhadap jumlah, jenis produk pembatikan. Sekalipun jumlah ketersediaan pasokan relatif tidak berubah, tetapi dirasakan semakin berat oleh produsen karena harga bahan-bahan cenderung meningkat. Oleh karena itu para produsen cenderung pula untuk tidak menyimpan persediaan bahan-bahan, yang terlalu tinggi disamping karena produksi hanya dikaitkan dengan jumlah yang fixed dari para pemesan, sehingga dapat mengurangi biaya - biaya overhead.

c. Harga Harga produk dan harga bahan baku serta bahan pembantu dirasakan tidak stabil oleh para produsen. Harga tersebut cenderung meningkat terutama ketika musim tahun ajaran baru, musim panas diluar negeri maupun musim liburan sekolah serta hari - hari besar. Pada masa itu, biasanya banyak pesanan yang datang ke produsen pembatikan, baik untuk batik cap atau batik tulis.

d. Persaingan dan Peluang Pasar

Persaingan terhadap batik asal Indonesia dipengaruhi oleh ragam produk, desain, motif, dan pewarnaan. Persaingan tersebut walaupun tidak secara langsung dirasakan oleh para produsen Batik Pekalongan, tetapi dalam hubungannya dengan pasar batik domestik, produk Batik Pekalongan mampu memenuhi ragam produk, desain dan motif tersebut dengan desain produk khas Pekalongan. Sehingga konsumen dapat mengenal Batik Pekalongan berdasarkan desain dan motifnya.

Negara pesaing yang potensial terhadap batik Indonesia adalah Thailand dan Malaysia. Persaingan ini dapat diatasi apabila Indonesia mampu memproduksikan batik dengan desain, motif dan pewarnaan yang khas Indonesia. Khususnya terhadap produk - produk batik tulis, Indonesia masih berada di posisi utama karena Indonesia mampu menguasai proses pembatikan batik tulis dengan teknologi yang tinggi dan juga motif asli Indonesia yang halus dan berseni tinggi.

Bank Indonesia – Industri Kerajinan Batik 12

e. Jalur Pemasaran

Proses pemasaran produk batik asal Pekalongan dapat dilaksanakan melalui pola pemasaran sebagai berikut:

1. Pemasaran langsung kepada para pembeli grosir di kota - kota lain. 2. Pemasaran langsung kepada pembeli akhir (konsumen produk siap

pakai) di butik - butik mereka sendiri. 3. Pemasaran melalui pasar grosir di Pekalongan.

Kecenderungan pemasaran produk bagi para pengusaha pengrajin batik skala besar adalah dengan membuka butik mereka masing-masing dengan maksud menangkap pembeli eceran yang mengujungi lokasi industrinya.

Bank Indonesia – Industri Kerajinan Batik 13

4. Aspek Produksi a. Lokasi Usaha Usaha kerajinan batik baik untuk batik tulis dan batik cap, berlokasi di sekitar rumah. Emplasemen usaha kerajinan batik umumnya berlokasi di pendopo belakang rumah dan atau disamping / di sisi kiri / kanan rumah. Penempatan industri seperti itu, erat hubungannya dengan desain rumah serta keberadaan sarana penunjang misalnya sumber air untuk menunjang keperluan perendaman bahan baku (mori untuk kain cap), pembatikan, perebusan, pencucian /pembilasan dan penjemuran. Usaha kerajinan batik tulis lebih mengumpul hampir di setiap kelurahan, desa, kampung / RT, karena hampir di setiap lingkungan rumah/lokasi hunian di Pekalongan didapati baik secara berkesinambungan maupun pada waktu - waktu tertentu diluar masa tanam dan panen hasil pertanian (padi, bawang merah, cabe atau tebu). b. Fasilitas Produksi

Fasilitas produksi untuk kedua model proses pembatikan dapat diikuti dalam tabel berikut:

Tabel 4.1. Jenis Fasilitas Produksi

No. JENIS

FASILITAS PRODUKSI

MODEL I (BATIK TULIS)

MODEL II (BATIK CAP)

1. Tempat/lokasi produksi

- Sewa - Sewa

2. Bangunan sumur, dan bak pembilasan

- Pembangunan baru

a. Sewa Bangunan b. Bak cuciBak bilasan

3. Peralatan a. Kompor kecil b. Wajan c. Slerekan d. Drum (jedi) e. Canting f. Dingklik g. Gawangan h. Meja gambar i . Jemuran

a. Meja cap b. Lerekan untuk ngelir c. Cap kayu d. Cap logam e. Tungku f. Kompor g. Penggorengan h. Bambu untuk jemuran i. Meja gambar j. Jemuran

4. Tenaga Kerja a. Pembatik b. Penggambar Pola

a. Tenaga Ngecap b. Pembatik

Bank Indonesia – Industri Kerajinan Batik 14

c. Koordinator c. Tukang nglorot d. Tukang Mengobat

Sumber : Data Primer c. Bahan Baku Sumber bahan baku baik untuk bahan baku batik maupun untuk pewarnaan dan pencucian untuk kedua model relatif tidak sulit didapat, karena hampir seluruh kebutuhan dapat dipenuhi oleh pasar lokal baik melalui toko eceran maupun pasar grosir. Secara rinci kebutuhan bahan baku untuk masing - masing proses pembatikan, dapat diikuti dalam Lampiran 1 dan Lampiran 10. d. Tenaga Kerja Untuk batik tulis umumnya tenaga yang diperlukan terdiri dari tenaga terampil yang akan bertugas untuk pembuatan gambar dasar, pembatikan, pewarnaan/ pencelupan serta pembilasan dan tenaga untuk kontrol mutu. Semua tenaga tergolong tenaga terampil terlatih yang turun temurun. Sedangkan tenaga kontrol mutu umumnya juga lulusan pendidikan STM yang mengambil jurusan industri pertekstilan. Ketersediaan tenaga kerja mencukupi kebutuhan. Upah umumnya diberikan atas dasar mingguan yang jatuh pada setiap hari Kamis (kamisan) dengan upah per hari antara Rp 7.000 untuk pembatik s/d Rp 20.000 per hari untuk tenaga kerja dengan keahlian (Lampiran 2 dan Lampiran 11). e. Teknologi Teknologi untuk usaha kerajinan batik tulis dapat dikategorikan sebagai teknologi tradisional. Proses pembatikannya tradisional dan proses pengembangannya berjalan secara turun temurun melalui proses magang untuk praktek langsung yang dilakukan oleh yang sudah berpengalaman kepada anak perempuan yang relatif masih muda. Semua proses produksi dilaksanakan dengan tenaga kerja penuh, tidak demikian untuk batik cap yang dapat dilaksanakan sebagian diantaranya dengan mekanis. Sekalipun demikian, secara keseluruhan baik untuk batik tulis dan cap teknologi yang diterapkan lebih terkait dengan bahan baku kain / mori yang digunakan. Semakin halus bahan baku yang digunakan semakin tinggi dan hati - hati proses pengerjaannya. f. Proses Produksi

Proses produksi pembatikan batik tulis dan batik cap dapat digambarkan secara diagramatis sebagai berikut:

Bank Indonesia – Industri Kerajinan Batik 15

Model I (Batik Tulis):

Catatan: Dalam Model I, mengingat jenis produknya adalah batik tulis dengan menggunakan bahan baku sutra (kain yang halus) serta motif yang rumit waktu yang diperlukan satu siklus produksi s/d siap jual adalah 2 bulan

Bank Indonesia – Industri Kerajinan Batik 16

Model II (Batik Cap):

Grafik 4.1. Diagram Alir Proses Industri Pembatikan Model I dan II

Catatan: Untuk satu siklus produksi dalam Model II ini diperlukan waktu 1 minggu dengan jumlah perputaran produksi selama 1 bulan.

g. Jumlah, Jenis dan Mutu Produksi

Untuk kedua model dalam kajian ini, jumlah, jenis dan mutu produksi adalah sebagai berikut:

Tabel 4.2.

Jenis dan Mutu Produksi Batik Tulis dan Batik Cap

NO. ITEM MODEL I(BATIK TULIS)

MODEL II(BATIK CAP)

1. Jenis produk Sarung + SelendangBahan untuk kemeja

Bahan baku bermotif batik cap untuk konveksi

2. Jenis bahan baku

Sutra halus Kain mori (primisima)

Bank Indonesia – Industri Kerajinan Batik 17

3. Mutu Produk Bahan halus sutra berkualitas tinggi

Bahan mori berkualitas tinggi untuk bahan jahitan konveksi

Sumber : Data Primer (2001)

a. Batik tulis b. Batik cap

Gambar 4.1. Produk Akhir Kerajinan Batik

h. Produksi Optimum Faktor yang sangat berpengaruh terhadap pencapaian target produksi adalah lebih dikaitkan kepada besarnya upah dan ketersediaan tenaga kerja, harga bahan baku pokok, jumlah dan waktu pesanan serta tingkat kerumitan motif atau gambar batik yang bersangkutan. Sedangkan diantara faktor tersebut yang paling menentukan optimalisasi produksi adalah waktu dan tingkat harga pesanan (harga jual / beli). Untuk batik tulis adalah mutu bahan baku dan harga jual pembatik/harga beli pemesan serta waktu pesanan. Untuk batik tulis memerlukan waktu yang relatif lebih lama dibandingkan dengan batik cap. Batik cap sangat menguntungkan karena pesanan produk dikaitkan dengan waktu / tahun ajaran baru untuk seragam sekolah atau pesanan dari instansi pemerintah atau swasta.

Bank Indonesia – Industri Kerajinan Batik 18

5. Aspek Keuangan

a. Komponen dan Struktur Biaya

Kajian kelayakan keuangan usaha kerajinan batik didasarkan kepada pembiayaan 2 (dua ) model, yaitu untuk keperluan biaya industri (i) batik tulis dan (ii) industri batik cap. Asumsi jumlah unit produk yang akan dihasilkan dapat dilihat pada Tabel 5.1.

Tabel 5.1. Asumsi dan Parameter Teknis

NO. ASUMSI PRODUKSI

MODEL I BATIK TULIS MODEL II BATIK

1. Periode produksi 2 bulanan 1 bulanan 2. Produk yang

dihasilkan Sarung dan selendang= 10 unit/periode Kain untuk kemeja= 3 unit/periode Bahan untuk industri konveksi = 375 m/hari

Bahan untuk industri konveksi = 375 m/hari

3. Kebutuhan modal setiap siklus produksi: - Investasi tetap - Investasi Modal Kerja

- Satu kali selama umur proyek - Yang berasal dari kredit hanya satu kali,yaitu pada awal proyek (tahun ke 0); tahun - tahun berikutnya telah dapat dibiayai sendiri dari pendapatan proyek.

- Satu kali selama umur proyek - Yang berasal dari kredit hanya satu kali, yaitu pada awal proyek (tahun ke 0); tahun - tahun berikutnya telah dapat dibiayai sendiri dari pendapatan proyek

4. Harga a. Sarung dan selendang = Rp. 1.250.000 b. Kain untuk kemeja = Rp 275.000

Harga kain = biaya produksi + 15% profit

5. Bunga Kredit 18% 18% 6. Jangka waktu

kredit 1 tahun 2 bulan

Sumber : Data Primer (2001)

Bank Indonesia – Industri Kerajinan Batik 19

Sedangkan ringkasan tentang komponen dan struktur biayanya dapat dilihat pada Tabel 5.2.

Tabel 5.2. Komponen dan Struktur Biaya Proyek

NO. Komponen Biaya Proyek

Model 1 (Batik Tulis)

Model 2 (Batik Cap)

1. BIAYA INVESTASI - Bersumber dari Kredit Investasi - Bersumber dari Dana Sendiri

1,999,400 1,076,600

12,405,250 6,679,750

2. BIAYA MODAL KERJA - Bersumber dari Kredit - Bersumber dari Dana Sendiri

5,464,615 2,942,485

11,394,240 6,135,360

3. TOTAL, KOMPONEN DAN STRUKTUR BIAYA PROYEK - Total biaya proyek - Komponen 1. Investasi 2. Modal Kerja - Struktur 1. Kredit 2. Dana Sendiri

11,483,100

3,076,000 8,407,100

7,464,015 4,019,085

36,614,600

19,085,000 17,529,600

23,799,490 12,815,110

b. Pendapatan

Perhitungan pendapatan proyek atas dua model dalam kajian ini dapat diikuti secara lebih rinci masing-masing dalam Lampiran 5 dan Lampiran 13. Secara garis besar total pendapatan untuk kedua model tersebut adalah sebagai berikut :

Bank Indonesia – Industri Kerajinan Batik 20

Tabel 5.3.Total Pendapatan

NO. MODEL TOTAL PENJUALAN

1 I - BATIK TULIS 13.325.000 (per dua bulan)

2 II - BATIK CAP 80.636.160 (per bulan)

Sumber : Data Primer (2001) c. Kebutuhan Modal

Kebutuhan modal produksi untuk usaha batik dengan menggunakan dua model ini adalah sebagai berikut :

Tabel 5.4. Kebutuhan Modal dan Kredit Komponen Biaya

Proyek Model 1 (Batik

Tulis) Model 2 (Batik

Cap) Total Biaya Proyek (Modal) = 100% - Kredit - Dana Sendiri

Rp. 11.483.100 Rp. 7.464.015 Rp.4.019.085

Rp. 36,614,600 Rp.23.799.490 Rp.12.815.110

Sumber : Data Primer (2001) d. Penyusutan Investasi

Untuk keperluan analisa laba rugi, dan guna menyediakan dana yang cukup untuk penggantian peralatan yang telah aus diperlukan data mengenai depresiasi peralatan yang digunakan.

Pengertian depresiasi dapat dikaitkan dengan 2 (dua) hal, yang pertama yaitu untuk keperluan masa pelunasan kredit dan yang kedua adalah untuk penggantian keberadaan peralatan dan bangunan yang telah masuk usia yang tidak ekonomis. Apabila analisa keuangan ini menggunakan depresiasi atas dasar pelunasan kredit maka dimaksudkan untuk menganalisa kemampuan proyek dalam mengatasi beban -beban hutangnya. Sedangkan bila digunakan angka depresiasi investasi untuk peralatan dan investasi bangunan maka data ini hanya dimaksudkan untuk menjamin tersedianya dana untuk mengganti investasi tetap agar siklus usaha dapat dijamin terus berjalan.

Analisa keuangan dalam laporan ini hanya menyajikan hal yang kedua yaitu menyajikan dana yang diperlukan guna mengganti investasi yang telah masuk masa penggantiannya. Secara rinci dapat diikuti dalam Lampiran 4 dan Lampiran 14.

Bank Indonesia – Industri Kerajinan Batik 21

e. Analisis Cashflow dan Kelayakan Proyek

Proyeksi arus kas (cash flow) merupakan perhitungan jumlah dana yang masuk dan keluar selama umur proyek. Arus kas masuk proyek adalah kredit dan hasil penjualan batik. Analisa cash flow batik tulis dapat diikuti dalam Lampiran 8, dan analisa cash flow batik cap dapat dilihat dalam Lampiran 16

f. Evaluasi Profitabilitas Rencana Investasi

Untuk mengetahui seberapa jauh proyek ini dapat menarik minat lembaga keuangan untuk dapat memenuhi kebutuhan dananya (minimal 65 persen dari total biaya) dan pada gilirannya mampu memenuhi kewajiban pengembalian dana tersebut, digunakan kriteria kelayakan antara lain Net Present Value (NPV), Internal Rate of Return (IRR), Benefit Cost Ratio (BCR) dan Pay-back period. Hasil analisa kelayakan tersebut secara ringkas dapat disajikan sebagai berikut:

Tabel 5.5.Kriteria Kelayakan Usaha Pengrajin Batik

NO. KRITERIA KELAYAKAN

MODEL I (BATIK TULIS)

MODEL II (BATIK CAP)

1. NPV (Pada dcf 18%) Rp 3.966.092 Rp 23.161.162

2. Internal Rate of Return (IRR) 32% 42%

3. BCR (Pada dcf 18%) 1,2 kali 1,2 kali

4. Pay-back Period 2,1 periode proyek 1 bulan 24 hari

Data Primer (2001)

Dari kriteria kelayakan diatas dapat disimpulkan bahwa kedua Model proyek tersebut memang layak untuk dibiayai dengan kredit yang berbunga 18%.

g. Analisa kepekaan

Analisa kepekaan ini dimaksudkan untuk mengkaji sampai seberapa jauh proyek ini masih layak untuk dibiayai andaikata dalam pelaksanaan proyek ini terjadi perubahan pada faktor penentu misalnya penurunan harga jual maupun peningkatan biaya produksi masing-masing 10%. Hasil kajian ini secara rinci dapat dilihat dalam Lampiran 9.9b, Lampiran 17 dan Lampiran 18 dengan ringkasan hasil seperti Tabel 5.6. Sedangkan IRR basis perhitungan untuk Batik Tulis sebesar 32% dan Batik Cap sebesar 42%. Nilai ini mempunyai arti bahwa usaha Pengrajin Batik yang dilaksanakan masih layak untuk diusahakan pada kenaikan tingkat suku bunga sampai 32% untuk Batik Tulis dan 42% untuk Batik Cap.

Bank Indonesia – Industri Kerajinan Batik 22

Tabel 5.6.Kriteria Kepekaan

NO. KRITERIA KELAYAKAN

USAHA BATIK TULIS

USAHA BATIK CAP

1. Penurunan harga jual 10 % a. NPV (dcf 18 %) b. IRR c. BCR d. Pay back period

3.976.133 21 %

1,1 Kali 2,1

periode proyek

9.953.508

19 % 1,1 kali

1,6 periode proyek

2. Peningkatan biaya produksi 10 % e. NPV (dcf 18 %) a. IRR b. BCR c. Pay back period

2.072.289 25 %

1,1 Kali 3,6

periode proyek

15.695.967

29,3 % 1,2 kali

1,4 periode proyek

Sumber : Data Primer (2001)

Dari hasil analisa diatas dapat disimpulkan bahwa secara umum kedua model masih tetap layak untuk dibiayai walaupun telah diperhitungkan adanya penurunan harga penjualan 10% karena semua kriteria kelayakan masih memberikan informasi bahwa proyek masih relatif aman. Disamping NPV-nya masih jauh sangat besar juga IRR-nya masih diatas suku bunga bank (> 18%) dan periode proyek tidak berubah.

Bank Indonesia – Industri Kerajinan Batik 23

6. Aspek Sosial Ekonomi dan Dampak Lingkungan a. Aspek Sosial Ekonomi)

Terhadap Penyerapan Tenaga Kerja (Terampil, Ahli)

Terciptanya usaha kerajinan batik melalui pelaksanaan kedua model, akan menciptakan, dan terpeliharanya lapangan kerja pada tahapan pelaksanaan proyek, pada masa produksi/operasi proyek dan masa-masa pengembangan lebih lanjut. Tenaga kerja yang terserap mencakup tenaga kerja terampil, setengah terampil maupun tenaga kerja ahli dalam bidang usaha produksi batik tulis dan batik cap.

Terhadap Penumbuhan Keterkaitan Usah

Tumbuh dan berkembangnya kedua model proses pembatikan ini, berpotensi pula dalam menciptakan, menumbuhkan dan memelihara usaha - usaha yang ada kaitannya dengan kedua model baik di sisi hulu (supplier/pemasok kebutuhan proses produksi pembatikan) maupun di sisi hilir yaitu usaha konveksi, grosir, pengusaha pemakai bahan baku kain batik, fashion, dan lain-lain.

Terhadap Peluang Ekspor (Peningkatan Devisa

Diantara pengusaha kerajinan batik di Pekalongan ada yang menerima pesanan bahan konveksi bermotif batik dari luar negeri, terutama dari negara - negara yang memiliki 4 (empat) musim. Pesanan bahan kain bermotif batik dimaksudkan untuk memenuhi permintaan konsumen yang memerlukan pakaian yang cocok untuk dipakai dalam musim - musim panas. Pesanan untuk ekspor kain bermotif batik- terdiri dari dua jenis produk yaitu bahan baku konveksi dan pakaian jadi bermotif batik. Pesanan tersebut bahkan terjadi 1 atau 2 tahun sebelum tibanya musim panas yang bersangkutan, dengan warna dan motif batik yang berbeda setiap musim panasnya.

Terhadap Peningkatan Pendapatan Asli Daera

Secara potensial terciptanya, dan terpeliharanya usaha pembatikan dengan kedua model tersebut, akan memberi kontribusi terhadap meningkatnya pendapatan asli daerah yang berasal dari berbagai sumber retribusi yang berasal dari seluruh jenis usaha yang terkait dengan usaha kerajinan batik ini.

Mobilisasi Dana oleh Perbanka

Tumbuh dan terpeliharanya usaha kerajinan batik ini akan mendorong bank untuk merealisasikan kreditnya dan juga berpotensi dalam mendorong

Bank Indonesia – Industri Kerajinan Batik 24

mobilisasi tabungan. Keterlibatan bank dapat dilihat pada diagram berikut ini :

Grafik 6.1. Mobilisasi Dana oleh Perbankan b. Dampak Lingkungan

Usaha kerajinan batik pada umumnya selalu menggunakan bahan pembantu untuk pewarnaan dan pembilasan/pencucian. Semakin banyak warna yang diberlakukan dalam proses pembatikannya maka akan semakin sering pula dilakukan proses pembilasan dan pencuciannya, dengan demikian semakin banyak pula limbah cair yang mengandung bahan kimia hasil proses pencucian tersebut.

Limbah usaha kerajinan batik sebagian besar dalam bentuk cair dengan mengandung bahan kimia. Limbah ini sebagian besar dihasilkan dari proses pembilasan / pencucian. Umumnya usaha kerajinan batik di lokasi penelitian membuang limbah cairnya langsung keselokan disekitar rumah / lokasi pembatikan. Lokasi pembaikan sebagian besar berada pada lingkungan pemukiman.

Bank Indonesia – Industri Kerajinan Batik 25

Pembuangan limbah cair usaha kerajinan batik ada yang disalurkan lewat selokan yang berujung ke saluran sanitasi pemukiman yang lebih besar (prasarana sanitasi pengumpulan limbah pemukiman) maka pada akhirnya limbah cair akan tercampur dengan limbah cair rumah tangga dan akan mengumpul di tempat itu. Sedangkan limbah cair yang disalurkan sanitasi pengumpul pemukiman ini berujung di sungai yang terdekat (sungai yang membelah kota) maka limbah tersebut akan terbuang ke sungai. Pada waktu musim kemarau limbah akan tetap tergenang di sungai dan pada musim hujan limbah akan mengalir ke laut.

Kekhawatiran bahwa limbah cair akan merembes ke tanah di sekitar pemukiman dapat merusak air sumur belum terungkap dalam penelitian ini, karena seluruh responden menyatakan belum / tidak pernah mengalami masalah terhadap sumur mereka (merasakan gatal-gatal atau sakit perut).

Persepsi Masyarakat

Sikap pemerintah Daerah untuk mencoba menyadarkan masyarakat pembatikan di Pekalongan ditunjukkan dengan pembangunan instalasi penanganan limbah pembatikan di Pekalongan. Ternyata langkah Pemda ini belum mendapatkan tanggapan yang positif dari masyarakat.

Dari sekitar 8 industri besar pembatikan yang menggunakan proses cap, hanya tiga industri yang berusaha memanfaatkan teknik tersebut.

Sejauh ini belum terdengar adanya keluhan dari masyarakat di daerah pantai yang mempermasalahkan limbah kimia cair dari proses pembatikan yang berpengaruh terhadap usaha perikanan di wilayah pantai (tambak).

Ketidakacuhan masyarakat pembatikan dalam masalah penanganan limbah kimia dalam waktu yang akan datang akan sangat berpengaruh kepada kinerja perdagangan produk batik. Pada era keterbukaan ekonomi global akan semakin diberlakukan ISO 14001 tentang lingkungan . Produk yang diekspor yang tanpa disertai dengan label isu lingkungan akan menghadapi kesulitan entry exported batik delivery.

Sekalipun Instansi Teknis telah mewaspadai masalah yang akan timbul sebagai akibat buruknya penanganan limbah kimia cair tersebut diatas, secara umum usaha kerajinan batik di Pekalongan baik yang berskala rumah tangga (kecil) maupun yang berskala pabrik, pada umumnya masih belum / tidak melengkapi dengan instalasi pemprosesan limbah buangan kimia cair tersebut. Alasan yang diajukan oleh industriawan batik ini adalah karena untuk membangun, mengoperasikan dan memelihara instalasi penanganan limbah ini diperlukan biaya yang sangat mahal yang tidak akan mungkin dapat dibiayai dan diatasi oleh perusahaan sendiri. Oleh karena itu muncul ide dari instansi teknis untuk membangun fasilitas penanganan limbah yang dapat dimanfaatkan secara bersama-sama (secara kolektif) oleh para industriawan batik. Untuk itu mereka perlu merelokasi usaha batiknya ke

Bank Indonesia – Industri Kerajinan Batik 26

lokasi yang dekat dengan bangunan yang dimaksud. Ternyata para pembatik enggan untuk memindahkan usahanya, dengan alasan bahwa kepindahan lokasi ini berimplikasi terhadap pindahnya operasi industri ke lokasi yang jauh dari domisili mereka maupun asal tenaga kerja yang mereka perlukan.

Bank Indonesia – Industri Kerajinan Batik 27

7. Penutup

a. Kesimpulan

Hasil kajian ini akhirnya memperlihatkan bahwa pasar terhadap produk yang dihasilkan oleh usaha kerajinan batik melalui pengembangan kedua model ternyata masih sangat terbuka, baik untuk memenuhi permintaan yang datang dari pasar lokal, maupun permintaan yang datang dari pasar ekspor.

Sedangkan kajian terhadap aspek teknologi dan produksinya menunjukkan bahwa bilamana kedua model dikembangkan maka secara teknis bahan baku dan bahan- bahan pembantu serta sarana dan prasarana yang diperlukan cukup tersedia di lokasi pengembangan, teknis produksinya relatif telah dikuasai oleh kebanyakan masyarakat pembatikan didaerah kajian. Pelaksanaanya juga tidak memerlukan bantuan tenaga ahli yang harus didatangkan dari luar daerah

Secara keuangan, kedua model tidak memerlukan kredit yang cukup besar. Disamping itu kedua model mampu memberikan imbalan kepada bank yang relatif besar (lihat aspek keuangan). Demikian pula setelah dikaji analisa kepekaannya, kedua model masih menunjukkan hasil kelayakan yang relatif masih aman bagi kredit banknya.

Ditinjau dari aspek sosial ekonomi, kedua model menunjukkan dampak yang sangat positif bagi sosial ekonomi setempat termasuk bagi kemungkinan peningkatan Pendapatan Asli Daerah melalui penciptaan sumber - sumber retribusi dari berbagai usaha yang terkait.

Ditinjau dari segi ekonomi nasional, produk dan sektor pembatikan mampu ikut serta menunjang peningkatan devisa negara, menciptakan, menumbuhkan dan memelihara lapangan kerja terutama bagi angkatan kerja yang berketerampilan rendah sampai yang berketerampilan menengah.

Sekalipun secara pemasaran, teknologi/produksi dan segi keuangan kedua model ini layak dikembangkan, diwaktu yang akan datang ada kemungkinan sektor pembatikan akan mengalami kendala. Kendala ini berkaitan upaya pemecahan masalah limbah pembilasan produk batik yang belum diatasi. Bilamana masalah limbah pembatikan ini tidak segera dicarikan pemecahannya maka ada kemungkinan produk batik ekspor akan menghadapi hambatan disebabkan karena masalah lingkungan.

b. Saran

Untuk lebih memperkuat sektor usaha kerajinan batik hendaknya masyarakat pembatikan segera mengupayakan pembentukan organisasi atau asosiasi pembatikan dengan memusatkan perhatiannya dalam jangka pendek kepada pemikiran dan langkah nyata terhadap pemecahan masalah limbah

Bank Indonesia – Industri Kerajinan Batik 28

usaha kerajinan batik. Upaya ini dikaitkan dengan pandangan terhadap perlu terpeliharanya potensi ekspor batik hasil proses usaha kerajinan batik baik bagi proses pemasaran langsung maupun bagi proses produksi dan pemasaran secara pesanan yang datang setiap tahunnya dari luar negeri.

Perlu segera dilaksanakan sosialisasi mengenai dampak lingkungan ini bilamana tidak dilakukan upaya -upaya pemecahan dampak dari limbah kimiawi ini bagi terhambatnya ekspor disebabkan karena diberlakukannya penempatan label bebas polusi bagi setiap produk usaha kerajian batik.

Perbankan juga perlu mengambil inisiatif (proaktif) bagi pemikiran pemecahan masalah limbah, karena suara perbankan masih dianggap cukup kuat. Disamping itu dikaitkan pula dengan kredit yang telah disalurkan tidak sampai macet akibat gangguan pasar karena ketidakmampuan para debiturnya dalam memberikan label bebas polusi bagi produknya.

Bank Indonesia – Industri Kerajinan Batik 29

LAMPIRAN