bangunan gkpb jemaat efrata buduk sebagai ......hindu serta penduduk yang ramah-tamah. keragaman...

45
i BANGUNAN GKPB JEMAAT EFRATA BUDUK SEBAGAI BENTUK RESISTENSI MASYARAKAT KRISTEN BALI Oleh: Chindy Rooroh 712012052 TUGAS AKHIR Diajukan kepada Program Studi Teologi, Fakultas Teologi guna memenuhi sebagian dari persyaratan untuk mencapai gelar Sarjana Sains dalam bidang Teologi (S.Si. Teol) FAKULTAS TEOLOGI UNIVERSITAS KRISTEN SATYA WACANA SALATIGA 2018

Upload: others

Post on 20-Jul-2021

14 views

Category:

Documents


0 download

TRANSCRIPT

Page 1: BANGUNAN GKPB JEMAAT EFRATA BUDUK SEBAGAI ......Hindu serta penduduk yang ramah-tamah. Keragaman pentas seni budaya dan adat istiadat secara tidak langsung terjadi di berbagai tempat

i

BANGUNAN GKPB JEMAAT EFRATA BUDUK SEBAGAI BENTUK

RESISTENSI MASYARAKAT KRISTEN BALI

Oleh:

Chindy Rooroh

712012052

TUGAS AKHIR

Diajukan kepada Program Studi Teologi, Fakultas Teologi

guna memenuhi sebagian dari persyaratan untuk mencapai gelar Sarjana

Sains dalam bidang Teologi (S.Si. Teol)

FAKULTAS TEOLOGI

UNIVERSITAS KRISTEN SATYA WACANA

SALATIGA

2018

Page 2: BANGUNAN GKPB JEMAAT EFRATA BUDUK SEBAGAI ......Hindu serta penduduk yang ramah-tamah. Keragaman pentas seni budaya dan adat istiadat secara tidak langsung terjadi di berbagai tempat

ii

Page 3: BANGUNAN GKPB JEMAAT EFRATA BUDUK SEBAGAI ......Hindu serta penduduk yang ramah-tamah. Keragaman pentas seni budaya dan adat istiadat secara tidak langsung terjadi di berbagai tempat

iii

Page 4: BANGUNAN GKPB JEMAAT EFRATA BUDUK SEBAGAI ......Hindu serta penduduk yang ramah-tamah. Keragaman pentas seni budaya dan adat istiadat secara tidak langsung terjadi di berbagai tempat

iv

Page 5: BANGUNAN GKPB JEMAAT EFRATA BUDUK SEBAGAI ......Hindu serta penduduk yang ramah-tamah. Keragaman pentas seni budaya dan adat istiadat secara tidak langsung terjadi di berbagai tempat

v

Page 6: BANGUNAN GKPB JEMAAT EFRATA BUDUK SEBAGAI ......Hindu serta penduduk yang ramah-tamah. Keragaman pentas seni budaya dan adat istiadat secara tidak langsung terjadi di berbagai tempat

vi

MOTTO

Serahkanlah Segala Kekuatiranmu Kepada-Nya

Sebab Ia Yang Memelihara Kamu.

(1Petrus 5:7)

Tinggi Hati Mendahului Kehancuran,

Tetapi

Kerendahan Hati Mendahului Kehormatan.

Page 7: BANGUNAN GKPB JEMAAT EFRATA BUDUK SEBAGAI ......Hindu serta penduduk yang ramah-tamah. Keragaman pentas seni budaya dan adat istiadat secara tidak langsung terjadi di berbagai tempat

vii

Kata Pengantar

Segala puji dan syukur yang penulis panjatkan kepada Tuhan Yesus

Kristus atas kasih dan anugerah yang berlimpah dalam kehidupan ini sehingga

penulis dapat mengerjakan dan menyelesaikan Tugas Akhir dengan judul

Bangunan GKPB Jemaat Efrata Buduk Sebagai Bentuk Resistensi Masyarakat

Kristen Bali. Tugas Akhir ini disusun sebagai pemenuhan salah satu syarat

untuk menyelesaikan Program Studi Sarjana Fakultas Teologi di Universitas

Kristen Satya Wacana. Selama penyusunan Tugas Akhir ini, penulis menerima

banyak saran, kritik dan bimbingan dari berbagai pihak yang sangat berjasa

bagi penulis. Penulis sadar bahwa penyusunan Tugas Akhir ini tidak akan

berjalan lancar dan selesai jika tidak ada pihak-pihak tersebut. Oleh sebab itu,

dengan rendah hati penulis ucapkan terima kasih kepada:

1. Dr. David Samiyono, selaku dosen pembimbing 1 yang banyak

membantu serta meluangkan banyak waktu dan tenaga untuk

membimbing pada saat proses penulisan Tugas Akhir penulis .

2. Pdt. Fidelis Nimali Buke selaku dosen pembimbing 2 yang telah

membantu dan memberikan pengarahan dalam penulisan Tugas Akhir

penulis.

3. Seluruh dosen dan pegawai Tata Usaha Fakultas Teologi Universitas

Kristen Satya Wacanayang telah banyak berjasa memberikan

pengetahuan dan menambah wawasan baru bagi penulis, bahkan

membantu penulis dalam pengurusan berbagai administrasi

perkuliahan dari awal perkuliahan hingga akhir proses penyusunan

Tugas Akhir ini dapat terselesaikan.

4. Pendeta serta seluruh anggota jemaat GKPB Efrata Buduk yang telah

memberikan kesempatan penulis untuk melakukan penelitian dan

memberikan banyak masukan untuk penulisan tugas akhir penulis.

5. Orang tua dan keluarga penulis, yang selalu berdoa dan memberikan

motivasi selama manjalani proses perkuliahan.

6. Evans B. Tamonob yang banyak membantu dan mengingatkan serta

memberikan semangat dalam mengerjakan Tugas Akhir ini bahkan

Page 8: BANGUNAN GKPB JEMAAT EFRATA BUDUK SEBAGAI ......Hindu serta penduduk yang ramah-tamah. Keragaman pentas seni budaya dan adat istiadat secara tidak langsung terjadi di berbagai tempat

viii

pada saat penulis sudah menyerah dengan banyak kendala yang ada,

Evans selalu memotivasi sehingga penulisan ini bisa terselesaikan.

7. Teman-teman angkatan 2012 fakultas Teologi yang telah banyak

membantu penulis selama proses perkuliahan. Khususnya Berlian, Eka

papua, Apriana Meyvi, Hesty, Sunny, Ross Dara, Elfira, kak Antoneta

dan lain-lain terimakasih telah menemani dan banyak membantu

selama di Salatiga semoga ada saatnya kita dapat berjumpa kembali.

Penulis sadar bahwa masih banyak kekurangan dalam penulisan Tugas

Akhir. Akhir kata, semoga Tugas Akhir ini bermanfaat bagi mahasiswa

yang akan menulis dengan tema Bangunan Gereja terkhusunya Bangunan

Gereja Bali.

Salatiga, 06 Juni 2018

Chindy Rooroh

Page 9: BANGUNAN GKPB JEMAAT EFRATA BUDUK SEBAGAI ......Hindu serta penduduk yang ramah-tamah. Keragaman pentas seni budaya dan adat istiadat secara tidak langsung terjadi di berbagai tempat

ix

DAFTAR ISI

Cover ……………………………………………………………..…..…..……… i

Lembar Pengesahan…..…………………………...………......…………...…… ii

Pernyataan Tidak Plagiat………………………………..………….………… iii

Pernyataan Persetujuan Akses ……………………….....……………..………iv

Pernyataan Persetujuan Publikasi ……………………………...……..…....… v

Motto………………………………………………………...…....…………..… vi

Kata Pengantar ……………………………………………...……………...… vii

Daftar Isi …………………………………..…………….......…………….…… ix

Abstrak ………………………………………………………………..……...… xi

BAB IPendahuluan

1.1 Latar belakang……………………………………………...…….……...… 1

1.2 Tujuan Penelitian……………………………………………..…….……… 4

1.3 Manfaat Penelitian……………………………………………....….……… 5

1.4 Metode Penelitian…………………………………………………...……… 5

BAB II KAJIAN TEORI

A. Bangunan Bali dan Arsitektur Gereja Bali

1. Bangunan Bali…………………………………………………....……… 7

2. Arsitektur Bali………………………………………………….…..….… 8

B. Simbol

1. Pengertian Simbol……………………………………………….........… 10

2. Simbol Menurut Parah Ahli…………………………………….…….… 11

BAB IIIHASIL PENELITIAN

A. Sejarah Singkat Kristen Protestan Masuk di Bali………………….. 15

B. GKPB Jemaat Efrata Buduk……………………………………......… 18

C. Perkembangan Jemaat dan Tempat Ibadah Mula-Mula………...… 19

Page 10: BANGUNAN GKPB JEMAAT EFRATA BUDUK SEBAGAI ......Hindu serta penduduk yang ramah-tamah. Keragaman pentas seni budaya dan adat istiadat secara tidak langsung terjadi di berbagai tempat

x

D. Terbentuknya Bangunan Gereja dengan Arsitektur Bali …….....… 21

E. Bangunan GKPB Efrata Buduk…………………………………...… 22

BAB IVANALISA HASIL PENELITIAN…………………………….......… 25

BAB VPENUTUP

Kesimpulan dan Saran …………………………….....…………………….… 31

DAFTAR PUSTAKA ………………………………...……………………..… 33

Page 11: BANGUNAN GKPB JEMAAT EFRATA BUDUK SEBAGAI ......Hindu serta penduduk yang ramah-tamah. Keragaman pentas seni budaya dan adat istiadat secara tidak langsung terjadi di berbagai tempat

xi

ABSTRAK

Bali yang terkenal dengan sebutan pulau Dewata dikenal sebagai salah

satu pulau di Indonesia yang menyimpan banyak potensi kehidupan yang unik dan

mempesona. Salah satu konsep yang menjadi kekebalan masyarakat Bali terhadap

pengaruh para pendatang dalam berbagai aspek kehidupan sosial kemasyarakatan

yaitu konsep Tri Hita Karana, Bali memiliki keunikan tersendiri karena bentuk

arsitektur bangunan gereja di Bali terkhusus Gereja Kristen Protestan di Bali

memakai bentuk budaya Bali. Penelitian yang berjudul “Bangunan Gereja Jemaat

Efrata Buduk Sebagai Bentuk Resistensi Masyarakat Kristen Bali” memiliki

tujuan untuk mengkaji lebih dalam latar belakang yang menyebabkan masyarakat

kristen Bali sampai saat ini terus mempertahankan Budaya dalam lingkup gereja.

Penelitian ini menggunakan Metode atau pendekatan kualitatif.

Dalam pendekatan ini, penulis membuat sebuah gambaran yang kompleks,

laporan terperinci dari responden, dan juga melakukan studi pada situasi yang

terjadi dengan pertimbangan bahwa data yang di peroleh dari penelitian ini adalah

data deskriptif kualitatif. Kesimpulan yang didapat yaitu Jemaat tidak dapat

melepaskan diri dari lingkungan dimana dia tinggal yaitu suatu masyarakat yang

berbudaya. Bangunan gereja yang dibangun dengan menerapkan nilai dasar

keseimbangan yang dituangkan oleh umat Hindu dalam konsep Tri Hita Karana

ini diterapkan pada bangunan GKPB Efrata Buduk. Dalam resistensi atau

ketahanan yang ditunjukan oleh jemaat Efrata Buduk melalui bangunan gereja ini,

jemaat ingin mengekspresikan ketaatan, kepercayaan dan cinta kepada Tuhan

melalui budaya yang dimilikinya. Sehingga budaya yang ada juga terus

dilestarikan dan dikembangkan sehingga tidak punah.

Kata Kunci: Bangunan GKPB, Arsitektur, Budaya Bali, Resistensi

Page 12: BANGUNAN GKPB JEMAAT EFRATA BUDUK SEBAGAI ......Hindu serta penduduk yang ramah-tamah. Keragaman pentas seni budaya dan adat istiadat secara tidak langsung terjadi di berbagai tempat

1

BAB I

Pendahuluan

1.5 Latar belakang

Pulau Bali sudah dikenal oleh Bangsa-bangsa Eropa sejak zaman penjajahan

Portugis, Spanyol, Inggris dan Belanda. Sejak kedatangannya di Pelabuhan

Banten tahun 1856, pemerintah Belanda berupaya menguasai dan menjajah

seluruh wilayah kepulauan Indonesia termasuk Pulau Bali. Bali disamping

memiliki tanah yang subur juga dikenal sebagai daerah tujuan wisata karena

memiliki obyek-obyek wisata dengan panorama alam yang sangat indah disertai

dengan adanya keragaman seni budaya dan adat-istiadat yang bernafaskan filosofi

Hindu serta penduduk yang ramah-tamah. Keragaman pentas seni budaya dan adat

istiadat secara tidak langsung terjadi di berbagai tempat pada hari hari tertentu

yang berlangsung secara unik, mistis, dinamis dan artistik, serta didukung oleh

panorama alam yang indah sangat memikat hati parawisatawan.

Bali yang juga tersohor dengan sebutan pulau Dewata dikenal sebagai salah

satu pulau di Indonesia yang menyimpan banyak potensi kehidupan yang unik dan

memposona. Penduduknya ramah, panorama keindahan alamnya sangat indah,

adat sitiadat dan seni budayanya sangat unik dan beragam. Potensi kehidupan

masyarakat Bali ini sangat menarik karena dapat menguntungkan pemerintah

Kolonial Hindia Belanda. Nyoman Wijaya menjelaskan bahwa Untuk dapat

menguasai Bali, pemerintah Hindia Belanda menerapkan berbagai strategi baik

secara halus dengan cara menghasut dan memecah belah kerajaan- kerajaan yang

ada di Pulau Bali ataupun secara kasar dengan melakukan agresi/ penyerangan

langsung terhadap suatu kerajaan. Perjuangan Pemerintah Hindia Belanda

berlangsung bertahun-tahun dan pada akhirnya Pulau Bali baru mampu

sepenuhnya ditaklukan oleh Pemerintah Kolonial Belanda tahun 1908.1

I Ketut Suyaga Ayub menerangkan pada tahun 1597, pulau Bali disamping

ditempati oleh orang asli Bali juga telah dihuni oleh suku-suku lain seperti, orang

Jawa, orang Tionghoa, orang Eropa dan orang Asia. Pada tahun 1920 jumlah

1 Nyoman Wijaya,Serat salib dalam lintas Bali, (Denpasar: Yasasan Samaritan. 2003), 29-32

Page 13: BANGUNAN GKPB JEMAAT EFRATA BUDUK SEBAGAI ......Hindu serta penduduk yang ramah-tamah. Keragaman pentas seni budaya dan adat istiadat secara tidak langsung terjadi di berbagai tempat

2

penduduk 947.233 jiwa dan pada tahun 1930 meningkat menjadi 1.101.393 jiwa.2

Selanjutnya Nyoman Wijaya, menyebutkan penduduk pendatang tidak hanya

sekedar berkunjung ke Bali tetapi tinggal menetap dan memberi pengaruh

terhadap kehidupan masyarakat Bali. Masyarakat Bali sebagai penganut

Hinduisme juga secara inkulturisasi terjadi saling mempengaruhi, misalnya Hari

Raya Imlek mendapat sebutan sebagai Galungan Cina dan penguburan orang

Tionghoa diiringi dengan musik angklung, serta hari raya Idul Fitri disebut

dengan istilah Galungan Islam.3

Secara Politis kekuasaan pemerintahan para raja-raja di Pulau Bali terbagi

menjadi delapan kerajaan yaitu: Kerajaan Jembrana, Kerajaan Gianyar, Kerajaan

Bangli, Kerajaan Klungkung, Kerajaan Karangasem, Kerajaan Buleleng, Kerajaan

Badung, dan Kerajaan Tabanan. Masing-masing kerajaan dalam menjalankan

pemerintahan dibagi menjadi beberapa Kecamatan yang dipimpin oleh seorang

Punggawa (Camat). Setiap kecamatan dibagi menjadi beberapa desa dan tiap desa

terbagi menjadi beberapa banjar. Disamping itu wilayah pengairan di Bali diatur

oleh organisasi pengairan yang disebut Subak. Kehidupan sosial kemasyarakatan

yang diikat oleh suasana kekerabatan yang kuat, unik dan cendrung statis

sehingga menjadi cukup resisten atau tahan terhadap berbagai pengaruh

masyarakat pendatang baik dalam bidang seni-budaya maupun agama.

Salah satu konsep yang menjadi kekebalan masyarakat Bali terhadap

pengaruh para pendatang dalam berbagai aspek kehidupan sosial kemasyarakatan

menurut I Ketut Suyaga Ayub yaitu konsep Tri Hita Karana, yang menjadi filsafat

Hindu Bali terus menerus dipelihara dan dikembangkan dalam setiap elemen

kehidupan sosial kemasyarakatan sehari-hari. Konsep Tri Hita karana ini

menekankan adanya keharmonisan, baik secara vertikal dengan Ida Sang hyang

Widhi Wasa, maupun secara horisontal dalam hubungannya antara lingkungan

dengan sesama manusia. Manifestasi dari Tri Hita Karana ini maka didirikannya

Pura Desa, Pura Puseh, dan Pura Agung, sebagai tempat pemujaan Ida Sang

2I Ketut Suyaga Ayub,Sejarah Gereja Bali dalam Tahap Permulaan(Malang: Departemen

Literatur YPPII. 1999). 6. 3Nyoman Wijaya. Serat salib..., 59-60.

Page 14: BANGUNAN GKPB JEMAAT EFRATA BUDUK SEBAGAI ......Hindu serta penduduk yang ramah-tamah. Keragaman pentas seni budaya dan adat istiadat secara tidak langsung terjadi di berbagai tempat

3

Hyang Widhi Wasa dalam manifestasinya sebagai Trimurti ( Brahma, Wisnu , dan

Siwa ), disamping itu didirikan Sanggah dan Pemrajan baik di tiap Banjar maupun

keluarga sebagai tempat pemujaan dan menghaturkan sesajen. 4

Demikian halnya dengan Hindu Bali yang melakukan berbagai macam

strategi dan cara untuk mempertahankan budaya keBaliannya dan

mempertahankan keharmonisan di daerahnya, orang Kristen Bali juga ikut

mengambil bagian di dalamnya. Orang kristen bali adalah sebutan bagi orang Bali

yang beralih menganut agama kristen pada tahun 1931. Orang kristen Bali di

himpun dan disatukan dalam wadah bergereja yang di sebut dengan GKPB

(Gereja Kristen Protestan di Bali). GKPB pada umumnya mengunakan ornamen

Bali. Hal ini dilihat dari bentuk bangunan GKPB yang menggunakan corak-corak

Bali di setiap gereja. Bentuk bangunan tersebut merupakan bentuk resistensi

terhadap pengaruh dari luar atau untuk pemeliharaan dan pelestariaan budaya

Bali.

Resistensi memiliki banyak makna dalam setiap ilmu pengetahuan dan

memiliki arti yang berbeda ketika maknanya diartikan dalam ilmu pengetahuan

yang berbeda. Dalam hal ini, resistensi yang digunakan yaitu resistensi perubahan.

Dalam kamus besar Bahasa Indonesia, resistensi memiliki arti ketahanan.

Resistensi perubahan pada umumnya akan terjadi ketika ada sesuatu yang

mengancam „nilai‟ seseorang atau individu. Ancaman tersebut bisa saja riel atau

sebenarnya hanya suatu persepsi saja, dengan kata lain ancaman ini bisa saja

muncul dari pemahaman yang memang benar atas perubahan yang terjadi atau

sebaliknya karena ketidak pahaman atas perubahan yang terjadi5. Sebagai orang

Bali yang mencintai budayanya, orang Kristen Bali juga tidak ingin budayanya

tenggelam begitu saja, sehingga orang Kristen Bali mengekspresikan perasaannya

terhadap budaya melalui bangunan Gereja.

Seperti yang kita ketahui Gereja-gereja di Indonesia pada umumnya

memang merupakan hasil bentukan para misionaris Barat, sehingga tidak heran

4I Ketut Suyaga Ayub,Sejarah Gereja Bali..., 8.

5Ame Brachholt “Pengertian Menurut Parah Ahli” Di akses 5 September 2017

http://www.pengertianmenurutparaahli.net/sitemap.xml

Page 15: BANGUNAN GKPB JEMAAT EFRATA BUDUK SEBAGAI ......Hindu serta penduduk yang ramah-tamah. Keragaman pentas seni budaya dan adat istiadat secara tidak langsung terjadi di berbagai tempat

4

sebagian besar bangunan-bangunan gereja yang terdapat di Indonesia memiliki

bentuk arsitektur gereja barat. Namun berbeda dari gereja-gereja yang terdapat

disetiap Provinsi di Indonesia, Bali memiliki keunikan tersendiri karna bentuk

arsitektur bangunan gereja di Bali terkusus Gereja Kristen Protestan di Bali

(GKPB) memakai bentuk budaya Bali. Hal ini merupakan salah satu ekspetasi

dari masyarakat kristren Bali terhadap bentuk cinta budayanya serta ungkapan

seninya.Pengaruh lingkungan atau tradisi setempat sangat berperan dalam

perwujudan ungkapan seninya tersebut, sedangkan inti dari simbol-simbol atau

elemen-elemen estetis yang dipakai mengacu pada ajaran Kristiani yang berakar

dari kebudayaan Barat.

Dari 8 kabupaten di Bali GKPB jemaat Efrata Buduk merupakan salah satu

GKPB yang menggunakan bentuk ornament Bali dalam bangunan gedung gereja,

dari luar gereja sampai dalam gereja semuanya memakai ornament Bali serta ukir-

ukiran Bali yang turut memeriahkan hiasan dalam gedung gereja.

Dari latar belakang ini hal yang ingin diteliti dan diketahui lebih dalam oleh

penulis yaitu latar Belakang orang Kristen Bali terkusus di GKPB jemaat Efrata

Buduk mempertahankkan arsitektur Bali ke dalam Bangunan Gereja, serta

mengkaji lebih dalam adanya resistensi yang terjadi tersebut.

1.6 Tujuan Penelitian

Berdasarkan permasalahan yang telah diajukan, maka penelitian yang akan

dilakukan bertujuan untuk mengungkap latar belakang orang Kristen yang ada di

Bali terkusus dijemaat GKPB Efrata buduk membangun bangunan Gereja dengan

gaya arsitektur Bali serta motif utama orang Kristen Bali tetap mempertahankkan

arsitektur Bali ke dalam Bangunan Gereja.

Page 16: BANGUNAN GKPB JEMAAT EFRATA BUDUK SEBAGAI ......Hindu serta penduduk yang ramah-tamah. Keragaman pentas seni budaya dan adat istiadat secara tidak langsung terjadi di berbagai tempat

5

1.7 Manfaat Penelitian

a. Manfaat bagi GKPB

Manfaat bagi gereja yaitu jemaat-jemat baru dan para pendatang yang

berjemaat di GKPB dapat mengetahui tentang bangunan gereja Bali serta

mengetahu adakah resistensi Ajeg Bali dalam Gereja Bali.

b. Manfaat bagi Universitas

Manfaat bagi universitas yaitu universitas dapat mengetahui budaya Bali

dengan kekhasan tempat ibadah yang memakai bentuk bangunan sebagai ajeg Bali

serta mengetahui lebih dalam proses sinode GKPB melestarikan Budaya yang ada.

c. Manfaat bagi Penulis

Penulis dapat mengetahui seberapa besar dampak budaya yang melekat

dalam diri umat Kristen di Bali dan resistensi seperti yang terjadi di dalam sinode

GKPB.

1.8 Metode Penelitian

Metode yang digunakan oleh penulis adalah metode atau pendekatan

kualitatif. Pendekatan kualitatif merupakan sebuah proses penelitian dan

pemahaman yang mendasari metodologi untuk menyelidiki fenomena yang

terjadi. Dalam pendekatan ini, penulis membuat sebuah gambaran yang kompleks,

laporan terinci dari responden, dan juga melakukan studi pada situasi yang terjadi

dengan pertimbangan bahwa data yang di peroleh dari penelitian ini adalah data

deskriptif kualitatif yang berupa kata-kata dan kalimat untuk menghasilkan

penelitian, lalu menganalisis dari data-data yang didapatkan.6Alasan penulis

menggunakan metode ini karena ingin mengetahui secara langsung situasi atau

fenomena yang terjadi dan dengan mudah melihat ekspresi dari narasumber.

Cara pengambilan data yang digunakan adalah pertama-tama wawancara

terhadap beberapa jemaat, Pendeta GKPB Efrata Buduk serta warga sekitar dan

untuk memastikan hal yang terjadi maka langkah kedua dengan cara observasi dan

melihat sendiri keadaan yang terjadi. Lokasi tempat saya melakukan penelitian

yakni GKPB Efrata Buduk, (Jl. Veteran no 15, BR Umategal, Ds. Buduk,Kec.

6Faisal Sanapiah, Format-format penelitian sosial: dasar-dasar dan aplikasi(Jakarta:

Rajawali Pers, 1989).Diakses tanggal 11 Juni 2017.

Page 17: BANGUNAN GKPB JEMAAT EFRATA BUDUK SEBAGAI ......Hindu serta penduduk yang ramah-tamah. Keragaman pentas seni budaya dan adat istiadat secara tidak langsung terjadi di berbagai tempat

6

Mengwi – Badung, Bali), karena gereja tersebut merupakan salah satu gereja dari

sekian banyaknya gereja di Bali yang yang memiliki bangunan Gereja

berarsitektur Budaya Bali.Hasil penelitian ini diharapkan dapat menambah

wawasan para pembaca dan juga orang-orang yang ingin mengenal lebih dalam

Budaya Bali dalam Gereja Kristen Protestan di Bali (GKPB).

Page 18: BANGUNAN GKPB JEMAAT EFRATA BUDUK SEBAGAI ......Hindu serta penduduk yang ramah-tamah. Keragaman pentas seni budaya dan adat istiadat secara tidak langsung terjadi di berbagai tempat

7

BAB II

KAJIAN TEORI

C. Bangunan Bali dan Arsitektur Gereja Bali

3. Bangunan Bali

Bangunan dapat diartikan sebagai wujud fisik hasil pekerjaan konstruksi

yang menyatu dengan tempat kedudukannya, sebagian atau seluruhnya berada di

atas dan atau di dalam tanah dan atau air, yang berfungsi sebagai tempat manusia

melakukan kegiatannya, baik untuk hunian atau tempat tinggal, kegiatan

keagamaan, kegiatan usaha, kegiatan sosial, budaya, maupun kegiatan khusus.7

Pada buku tanah dan bangunan yang ditulis oleh Ida Pandita Mpu Jawa

Wijayananda, menjelaskan bahwa kehidupan manusia memerlukan sarana-sarana

untuk menunjang kehidupannya, seperti keberadaan sebuah rumah sebagai tempat

tinggal,tempat untuk berteduh, tempat untuk mensosialisasikan hidup dan

kehidupannya. Didalam memilih suatu pekarangan manusia dituntut untuk teliti

karena keberadaan tanah yang akan dipakai untuk tempat tinggal, sangat

berpengaruh terhadap kehiduan sehari-hari penguhinya serta letak bangunannya

harus sesuai dengan fungsinya karena berpengaruh terhadap penghuninya.

Bagi umat Hindu khususnya di Bali pemilihan tanah atau pekarangan

sangatlah penting, karena diyakini oleh umat dan sesuai dengan sastra-sastra

Hindu setiap tempat atau tanah sesuai dengan letak dan bentuknya memiliki sifat-

sifat tertentu, yang mana diyakini sangat berpengaruh terhadap penghuninya.

Keberadaan budaya bangunan yang di warisi dalam tradisi umat Hindu yang

populer dan berkembang pesat di Pulau Bali ini, tidak dapat dipisahkan dengan

arsitek besar Kebo Iwa (pada masa Bali Aga) dan Mpu Kuturan sebagai

pendamping anak Wungsu yang memerintah Bali pada abad ke-11, yang banyak

mewarisi teori-teori arsitektur, adat dan agama.8

7 Sugeng P. Budio et.al., Analis Kapasitas Dan Keandalan Bangunan(Malang: Universitas

Brawijaya,2015) 14. 8 Pandita Mpu Jaya Wijayananda Ida, Tanah dan Bangunan (Surabaya: Paramita, 2004), 1.

Page 19: BANGUNAN GKPB JEMAAT EFRATA BUDUK SEBAGAI ......Hindu serta penduduk yang ramah-tamah. Keragaman pentas seni budaya dan adat istiadat secara tidak langsung terjadi di berbagai tempat

8

Nilai dasar keseimbangan yang dituangkan oleh umat Hindu dalam konsep

Tri Hita Karana masing-masing disediakan ruangan. Tempt suci (ibadah

keagamaan), tempat aktivitas kehisupan dan tempat pelayanan umum. Tata nilai

ruangan didasarkan pada Tri Angga, kepala, badan dan kaki dan juga disebut Tri

Mandala, Uttama Mandala sebgai tempat beraktivitas pawongannya dalam

kehidupannya, Nistha mandhala sebagai tempat peternakan atau perkebunan

(Bhuta hita).9 Setiap bangunan yang didirikan/ dibangun oleh umat Hndu, selalu

disertai dengan upacara, memakuh, urip-urip dan mlaspa yang bertujuan agar

bangunan yang dimiliki/ ditempatkannya, dapat memberikan vibrasi kesejukan

dan kedamaian bagi penghuninya.

Bangunan suci Hindu umumnya menyerupai replika sebuah gunung, karena

menurut filsafat Hindu, gunung melambangkan alam semesta dengan ketiga

bagiannya.Selain itu, gunung merupakan kediaman para Dewa, seperti misalnya

gunung Kailasha yang dipercaya sebagai kediaman Dewa Siwa. Selain

menyerupai gunung, terdapat bangunan suci Hindu yang memiliki atap

bertumpuk-tumpuk, dan di Indonesia dikenal dengan istilah Meru. Meru

merupakan lambang dari lapisan alam, mulai dari alam terendah sampai alam

tertinggi. Pura merupakan tempat ibadah dalam agama Hindu, di setiap pura dibali

memiliki makna, serta sejarah yang melatarbelakangi, yang di wariskan oleh

leluhur, untuk masyarakat Hindu kususnya di Bali. Pura Besakih merupakan Pura

terbesar di Bali, dengan sejarah pendirian dan filosofis yang mendasari kehidupan

masyarakat Hindu di Bali hingga saat ini.

4. Arsitektur Bali

Arsitektur Bali diwujudkan pada bangunan tempat ibadah (pura), tempat

musyawarah (Bale Banjar), dan tempat tinggal yang masing-masing dilengakapi

tempat penyimpanan. Baik Pura, Bale Banjar, maupun tempat tinggal membentuk

masa bangunandidalam suatu pekarangan berdasarkan falsafah dan konsep tata-

ruang mengikuti pedoman dari rontal-rontal para undagi. Komposisi, proporsi,

kesatuan, harmoni, kenyamanan serta keindahan sebagai.

9Idem,6-7.

Page 20: BANGUNAN GKPB JEMAAT EFRATA BUDUK SEBAGAI ......Hindu serta penduduk yang ramah-tamah. Keragaman pentas seni budaya dan adat istiadat secara tidak langsung terjadi di berbagai tempat

9

Tipe bangunan terbagi menurut jumlah tiang, mulai dari tiang empat, tiang

enam, tiang delapan, tiang Sembilan dan tiang dua belas.Penyelarasan bertingkat

(kepala-badan-kaki) diterapkan sampai kedeatail terkecil dari suatau bangunan.

Secara struktural atap adalah kepala, tiang dan dinding sebagai badan, lantai batur

sebagai kaki bangunan. Keseluruhan struktural bangunan membentuk kesatuan

kontruksi yang setabil, estetis, fungsional dan tahan gempa. Hubungan elemen-

elemen kontruksi hanya memakai pasak, baji dan tali sehingga mudah untuk

dibongkar-pasang.

Arsitektur rumah Bali merupakan penerapan dari filosofi yang ada pada

masyarakat Bali itu sendiri. Ada tiga aspek yang harus di terapkan di dalamnya,

aspek pawongan (penghuni rumah), pelemahan (lokasi/lingkungan) dan yang

terahir parahyangan. Kedinamisan dalam hidup akan tercapai apabila terwujudnya

hubungan yang harmonis antara ke 3 aspek tadi. Untuk itu pembangunan sebuah

rumah Bali harus meliputi aspek-aspek tersebut atau yang biasa disebut Tri Hita

Karana.

5. Arsitektur Gereja

Gereja yang adalah sebuah gedung yang di maknai oleh umat Kristen

sebagai rumah Allah memeliki makna dan pandangan yang berbeda-bedah bagi

setiap orang. Banyak yang menilai kualitas fisik dari bangunan gereja

mempengaruhi persepsi pengguna bangunan gereja. Persepsi dapat dimunculkan

dengan penciptaan elemen-elemen yang dapat menimbulkan suasana tertentu,

dapat berupa bunyi-bunyian, pencahayaan ataupun penempatan simbol lain yang

spesifik. Arsitektur gereja merupakan sebuah seni pertukangan yang menampilkan

gaya tertentu dari suatu bangunan gedung gereja, dimana pertimbangan mulai

ditinjau dari tujuan dibangunnya gedung tersebut, yaitu untuk ibadah.10

Ada

beberapa bentuk arsitektur gereja yaitu Romanesque, Gotik, Basilika, dan

Katedral. Keempat bentuk gereja ini memiliki ciri-ciri bentuk yang berbedah-

bedah. Berkembangnya arsitektur gereja pada zaman modern dilihat dari

kegunaan, kesederhanaan, keluwesan, kedekatan dan keindahan.Aspek teologis

10

TimPenyunting, “Buku Ensiklopedia Dunia”, dalam Arsitektur Gereja, diakses 25 oktober 2017.

Page 21: BANGUNAN GKPB JEMAAT EFRATA BUDUK SEBAGAI ......Hindu serta penduduk yang ramah-tamah. Keragaman pentas seni budaya dan adat istiadat secara tidak langsung terjadi di berbagai tempat

10

yang mulai diperhitungkan dikonsep secara kreatif sehingga konsep teologis

filosofis dikembangkan secara baru juga, hal ini dilihat darimunculnya

keterbukaan gereja terhadap dunia luar dan persoalan sosial.11

D. Simbol

3. Pengertian simbol

Simbol tidak akan terlepas dari ingatan manusia, secara tidak langsung

manusia pasti mengetahui apa yang di sebut simbol, terkadang simbol diartikan

sebagai suatu lambang yang digunakan sebagai penyampai pesan atau keyakinan

yang telah dianut dan memiliki makna tertentu, Arti simbol juga sering terbatas

pada tanda konvensionalnya, yakni sesuatu yang dibangun oleh masyarakat atau

individu dengan arti tertentu yang kurang lebih setandar yang disepakati atau

dipakai anggota masyarakat tersebut. Teori tentang simbol berasal dari Yunani

yang dimulai dengan kata symboion dari syimballo (memberi kesan). Simbol atau

lambang sebagai sarana atau mediasi untuk membuat dan menyampaikan suatu

pesan, menyusun sistem epistimologi dan keyakinan yang dianut.12

Simbol memberi orientasi yang jelas kepada manusia untuk mereka

memahami lingkungan tempat mereka berada. Maka dengan itu penjelajahan

persepsi dan simbolisasi, kewujudan manusia mulai diketengahkan menjadi

sebagian dari pemaknaan arsitektur. Oleh karena itu, manusia memerlukan simbol

untuk memahami karya seni dan kewujudan mereka di dalam lingkungan, sejajar

dengan aktifitas yang hendak dilakukan. Perilaku manusia di dalam sesebuah

bangunan mencerminkan fungsi dan simbol arsitektur tersendiri setiap

bangunan.13

Sebuah tanda bersifat sangat penting secara fundamental karena ia

mengabaikan hal-hal kecil, dan memiliki arti yang membuat komunikasi tetap

terlaksana. Sebuah tanda yang memiliki arti yang sudah dikenal masyarakat secara

luas dan telah menjadi tanda dalam sebuah tradisi yang seolah sudah menjadi

11

Zahnd. Markus, Pendekatan dalam Seni Arsitektur (Yogyakarta: Kanisius, 2009), 5. 12

Sujono Soekamto, Sosioligi Suatu Pengantar (Jakarta: Raja Grafindo Persada, 2001), 187 13

Aristotulus E. Tungka,Jelajah Simbol Arsitektur Gereja Menuju Keberlanjutan di Manado, Sulawesi Utara (Manado: Universitas Sam Ratulangi, 2015), 2.

Page 22: BANGUNAN GKPB JEMAAT EFRATA BUDUK SEBAGAI ......Hindu serta penduduk yang ramah-tamah. Keragaman pentas seni budaya dan adat istiadat secara tidak langsung terjadi di berbagai tempat

11

simbol khusus. Dengan kata lain simbol tersebut memberikan sinyal untuk

“berkomunikasi” dengan individu yang berada di sekelilingnya. Sebagai

tanggapan dari individu tersebut maka muncul suatu karakter aktif berupa

mengamati dan menafsirkan makna yang terkandung di dalam simbol tersebut.14

4. Simbol Menurut Parah Ahli

Simbol menurut Durkheim

Belajar dari Durkheim yang bermula dari penelitiannya tentang system

religious dalam hal ini totemisme, membicarakan juga tentang symbol yang

menjelaskan bahwa tidak satupun orang yang berhasil mengungkapkan apa

sebenarnya makna totenisme. Toteisme yang dimaksud disini adalah istilah

menunjuk pada suatu kepercayaan atau agama yang hidup pada sebuah komunitas

atau organisasi yang mempercayai adanya daya atau sifat ilahi yang dikandung

sebuah benda atau makhluk hidup selain manusia.

Menurut Durkheim, terdahulu hanya dapat menggambarkan masyarakat

tribal terbagi dalam beberapa klan, di mana setiap klan memiliki binatang dan

tumbuhan serta benda lain sebagai totem masing-masing. Setiap totem, entah

berupa kijang, kangguru ataupun pohon, dianggap sakral oleh suku yang

memilikinya. Durkheim mengatakan bahwa mereka belum berhasil mengetahui

hal yang lebih penting lagi, yakni kenapa totem-totem itu dapat menggambarkan

konsep yang sacral dan yang profan dalam masyarakat. Durkheim mengamati

bahwa dalam masyarakat primitive, setiap binatang yang bukan totem boleh

diburu dan dimakan.

Sebaliknya, binatang yang dijadikan sebagai totem adalah binatang sacral

bagi seluruh anggota klan dan tentu saja terlarang bagi seluruh anggota klan untuk

membunuh dan memakannya, kecuali untuk dijadikan sebagai korban atau

sebagai sesajian dalam upacara-upacara keagamaan. Durkheim berhasil

menemukan lambang atau symbol-simbol binatang totem tersebut yang

diketahuinya sangat berarti bagi klan yang memujanya, karena binatang tersebut

bukan hanya dianggap sebagai bagian dari yang sacral saja tetapi juga merupakan

14

Laksmi G. Siregar,Makna arsitektur: Suatu Refleksi Filosofis (Makasar: UI Press, 2016), 49.

Page 23: BANGUNAN GKPB JEMAAT EFRATA BUDUK SEBAGAI ......Hindu serta penduduk yang ramah-tamah. Keragaman pentas seni budaya dan adat istiadat secara tidak langsung terjadi di berbagai tempat

12

perwujudan dan contoh yang sempurna dari yang sacral. Sikap tersebut dapat

dilihat ketika klan tersebut mengadakan upacara-upacara keagamaan yang selalu

menggunakan symbol-simbol dari totem mereka, terbuat dari ukiran kayu atau

batu dan diletakkan di tengah-tengah mereka dalam upacara tersebut. Bagi klan,

totem tersebut adalah hal yang paling sacral dan dapat mengkomunikasikan

kesakralannya itu kepada makhluk yang ada di sekelilingnya.

Durkheim menyimpulkan kepercayaan terhadap totemisme adalah hal yang

paling penting dalam masyarakat yang sangat sederhana ini, karena seluruh aspek

kehidupan mereka yang lain pun sangat dipengaruhi totem-totem ini.

Symbol menurut Clifford geerz

Menurut Geerz simbol bisa berarti banyak hal.Bisa berarti representasi dari

asosiasi antar dua hal terkait, bisa juga berarti sesuatu yang mengekspresikan hal-

hal yang tidak dapat dijelaskan lewat verbal atau dijelaskan secara langsung.

Geertz melihat simbol sebagai dasar yang digunakan dalam apa yang disebut

konsepsi. Konsepsi itu yang menjadi arti dari simbol.Konsepsi itu merupakan ide,

sikap, penilaian, formulasi dan abstraksi dari pikiran dan pengalaman dituangkan

dalam representasi konkrit tentang simbol.

Pola budaya sistem-sistem simbol memiliki sifat yaitu bahwa ia merupakan

sumber informasi yang eksternal. Ia berada di luar organisme dan dapat

memberikan konsepsi yang bisa didefinisikan secara internal. Manusia

membutuhkan konsepsi-konsepsi yang masuk internal ini melalui simbol

eksternal.Terkadang bentuk pola budaya dianggap sebagai sebuah model.Model

sendiri memiliki dua arti yaitu dari dan untuk.Dalam arti dari, berarti

memanipulasi struktur simbol sesuai dengan konsepsi internal mengenai

simbol.Misalnya pengembangan ide mengenai ideologi politik tertentu

dimanifestasikan dalam bentuk bendera.Sementara dalam arti untuk, konsepsi

internal dimanipulasi dalam hubungannya dengan simbol.Misalnya bentuk

bendera yang terletak di seragam prajurit membangun konsepsi kita bahwa

ideologi politik tertentu berkuasa atas militer.

Page 24: BANGUNAN GKPB JEMAAT EFRATA BUDUK SEBAGAI ......Hindu serta penduduk yang ramah-tamah. Keragaman pentas seni budaya dan adat istiadat secara tidak langsung terjadi di berbagai tempat

13

Simbol-simbol agama mampu mengekspresikan iklim dunia dan

membentuknya.Simbol-simbol itu membentuknya dengan menginternalisasi

disposisi-disposisi kepada penyembah yang memberikan karakter terhadap

aktivitas-aktivitasnya dan kualitas dari pengalamannya.Disposisi ini sendiri

sebenarnya merupakan pola dari aktivitas atau kejadian, bukan hanya sekedar satu

kejadian atau aktivitas tertentu.Disposisi-disposisi tersebut terbagi menjadi dua,

yaitu perasaan dan motivasi.Motivasi merupakan kecenderungan dimana terdapat

kemampuan untuk melakukan tindakan tertentu atau berperasaan (feeling)

tertentu. Orang muslim termotivasi untuk tidak memakan daging babi, sementara

orang Hindu termotivasi untuk tidak memakan daging sapi. Perasaan akan

dirasakan oleh penyembah saat misalnya, ketika orang Hindu memakan daging

sapi, terdapat perasaan muak dan perasan tidak menyenangkan. Atau misalnya

ketika umat kristiani pergi ke Bethlehem dan umat Islam pergi ke Mekkah akan

timbul perasaan tenteram. Perasaan ini dapat kemudian berganti-ganti menjadi

perasaan lainnya.Motivasi memiliki arah, sementara perasaan tidak.Motivasi

bertahan sementara perasaan berlangsung begitu saja.Motivasi bermakna karena

memberikan tujuan, sementara perasaan bermakna karena kondisi yang

menyebabkannya terjadi.

Dalam teorinya juga Clifford Geerz menekankan konsepsi mengenai tatanan

eksistensi yang diformulasikan tersebut diberikan oleh sistem simbol agama.

Kekacauan akan terjadi apabila manusia tidak mampu memformulasikan konsepsi

mengenai struktur atau tatanan eksistensi itu. Sehingga, simbol-simbol selalu

memberikan orientasi atau petunjuk bagi manusia atas segala fenomena yang

terjadi pada diri mereka maupun pada alam.

Figur otoritas yang dipercaya dalam agama mampu membuat manusia patuh

karena mereka mengatribusikan konsepsi-konsepsi yang tertuang dalam simbol itu

dengan fakta-fakta yang meyakinkan. Disini, agama berbeda dengan sistem-

sistem simbolis lain. Agama meyakinkan bahwa terdapat sesuatu yang benar-

benar nyata dimana hal itu dianggap lebih penting dari apapun.Melalui ritual

keagamaan yang didalamnya selalu terdapat etos dan pandangan dunia, Geertz

menjelaskan dinamika yang terjadi dalam motivasi dan perasaan

Page 25: BANGUNAN GKPB JEMAAT EFRATA BUDUK SEBAGAI ......Hindu serta penduduk yang ramah-tamah. Keragaman pentas seni budaya dan adat istiadat secara tidak langsung terjadi di berbagai tempat

14

manusia.Iamengambil contoh mengenai kisah Rangda dan Barong di Bali. Ritual

yang begitu melibatkan banyak orang dan melibatkan perasaan yang

mendalam.Hal ini menunjukkan bahwa perasaan yang dihasilkan atas fakta-fakta

yang ditampilkan dalam ritual itu begitu diyakini oleh masyarakat Bali.Mereka

termotivasi untuk terus melakukan ritual tersebut sehingga kecenderungan tradisi

(etos) disini terihat jelas, sementara pandangan dunia terlihat dari representasi dari

figure-figur dalam ritual itu.

Page 26: BANGUNAN GKPB JEMAAT EFRATA BUDUK SEBAGAI ......Hindu serta penduduk yang ramah-tamah. Keragaman pentas seni budaya dan adat istiadat secara tidak langsung terjadi di berbagai tempat

15

BAB III

HASIL PENELITIAN

A. Sejarah Singkat Kristen Protestan Masuk di Bali

Pada tahun 1630, seorang pendeta yang bernama Justus Heurnius

mengungjungi Bali Bersama-sama VOC (Vorenigde Oost Indische Compagnie)

dalam upaya perdagangan. Pendeta Justus tertarik akan Bali sebagai tempat

penginjilan. Setelah ia kembali ke Belanda, ia memohon kepada pemerintah untuk

mengutus pekabar injil ke Bali, namun pemerintah tidak banyak menaruh

perhatian.15

Tahun 1863 UZV (Utrechtsche Zendingvererniging), memilih Bali sebagai

daerah pekerjaannya. Pengurus UZV tertarik kepada Pulau Bali karena penduduk

dianggap masih kafir atau bukan Islam, sehingga diutuslah Van der Jagt, yang

datang ke Bali pada Tahun 1864. Van der Jagt membawa tugas pokok yang harus

dilaksanakan, yaitu mempelajari bahasa daerah Bali dan menemukan titik-titik

kontak yang dibutuhkan dalam hati mereka bagi berita Injil. Semua itu sebagai

persiapan kedatangan pendeta-pendeta Zending ke Bali.16

Setelah Van der Jagt mempersiapkan segala sesuatu yang diperlukan untuk

tugas-tugas pelayanan, maka datanglah Van Eck kemudian menyususl de Vroom

untuk bersama-sama dalam tugas tersebut. Mereka bekerja dengan giat dengan

harapan pekerjaan yang mereka lakukan akan memperoleh hasil yang Baik.

Namun semuanya tidak sesuai harapan dan tujuan mereka tidak segera menjadi

kenyataan. Akhirnya Van der Jagt dan Van Eck kembali ke Belanda, sehingga

yang masi bertahan hanya De Vroom sendiri. Ia melanjutkan tugas-tugas dengan

semangat, meskih pada akhirnya pada tahun 1868 ia harus menyingkir ke jawa

karena adanya situasi yang tidak memungkin di Bali yang pada saat itu ada

pemberontakan. Pemberontakan tersebut tidak berlangsung lama, pada awal tahun

15

Muller Kruger, Sejarah Gereja di Indonesia (Jakarta: BPK Gunung Mulia,1986), 124 16

Dr. Abineno, Sejarah Apostolat di Indonesia (Jakarta: BPK Gunung Mulia, 1979). 111

Page 27: BANGUNAN GKPB JEMAAT EFRATA BUDUK SEBAGAI ......Hindu serta penduduk yang ramah-tamah. Keragaman pentas seni budaya dan adat istiadat secara tidak langsung terjadi di berbagai tempat

16

1869 De vroom dan Van Eck sudah kembali ke Bali untuk melanjutkan tugas-

tugas mereka.17

Mereka memulai dengan memberikan pendidikan kepada anak-anak Bali

sebagai awal pembibitan hidup kekristenan yang lebih tinggi dengan membuka

sekolah dengan jumlah murid 40 orang pada akhir tahun 1869. Selain pendekatan

melalui sekolah, mereka membuat pertemun-pertemuan pada hari minggu pagi di

rumah-rumah pendeta zending. Pertemuan itu bukan lah ibadah tetapi hanya

berupa percakapan tentang masalah agama. Mereka lebih suka menerima pendeta

zending datang kerumah mereka, terutama jika pendeta zending datang dengan

obat untuk mengobati orang sakit. Melalui kesempatan itu para pendeta zending

berkesmpatan menyampaikan firman Tuhan kepada orang-orang Bali yang

ditemui. Akhirnya ada beberapa orang yang menyatakan mengikut kristen, yaitu

suami-istri Ida Putu Sideman, dan ketut Srubong dan menyusul Gusti Wayan

Karangasem, sedangkan yang lain mengundurkan diri. Pada hari raya Paskah

1873 Gusti Wayan Karangasem dibaptis sebagai orang Kristen Bali yang

pertama.18

Babtisan pertama yang dilakukan oleh De Vroom dan Van Eck ini tidak

mendatangkan kegembiraan melainkan menimbulkan kekacauan besar dan

kemudian menjadi hambatan besar bagi pekerjaan misi. Kekacawan yang tejadi

mengakibatkan terbunuhnya De vroom pada malam hari tanggal 8 Juni 1881.19

Akibatnya Bali dinyatakan sebagai daerah tertutup bagi misi sejak tahun 1881

sampai 1931, terutama di bawah pemerintahan Hindia Belanda, dengan alasan

tertip hukum.

Bali tidak selamanya tinggal tertutup bagi penginjil karena selanjutnya pada

tahun 1929 seorang yang bernama Salam Watias dari jawa timur yang berprofesi

sebagai penjual buku-buku rohani agen BFBS (British and Foreign Bible Society).

Buku-bukunya banyak terjual karena orang Bali suka membaca pelajaran-

pelajaran agama. Salam Watias dengan rajin melakukan pendekatan dengan

17

Abineno, Sejarah Apostolat di Indonesia (Jakarta: BPK Gunung Mulia, 1979)112. 18

Idem.,113. 19

Idem.,115.

Page 28: BANGUNAN GKPB JEMAAT EFRATA BUDUK SEBAGAI ......Hindu serta penduduk yang ramah-tamah. Keragaman pentas seni budaya dan adat istiadat secara tidak langsung terjadi di berbagai tempat

17

orang-orang Bali dengan sistem persaudaraan sehingga banyk orang Bali yang

meminta untuk memberikan pengajaran agam kristen, namun watias menyadari

bahwa sebagai penjual buku dia tidak mampu melakukannya sehingga ia meminta

GKJW (Gereja Kristen Jawi Wetan) yang melalukan tugas tersebut. Namun tugas

tersebut tidak segerah ditanggani karena Bali masi merupakan daerah tertutup

bagi penginjilan.

Pada tahun 1929, seorang penginjil CAMA (The Christian and Misionary

Alliance) dari tiongkok yang bernama Tsang Kam Fuk (Tsang To Hang)

mendapat izin pemerintah untuk memberitakan injil di kalangan orang-orang

Tionghoa di Bali.20

Pengabaran Injil yang dilakukan bukan saja di dengar oleh

orang-orang Tionghoa tetapi kebanyakan diantara mereka orang-orang Bali.

Tsang di anggap sebagai pengganti seorang guru dari jawa yang mengajar ilmu

kebatinan karena ia datang setelah guru tersebut keluar dari Bali karena di usir

oleh pemerintah. Oleh karena orang-orang Bali mengira ia pengganti guru itu,

Tsang di minta untuk mengunjungi kampung-kampung orang Bali. Pada akhirnya

tanggal 11 november 1931, 12 orang Bali di babtis oleh Dr. Robert Alexander

Jaffray yang mendapat tugas melakukan Baptisan Kudus yang terdiri dari 1 (satu)

orang wanita dan 11 (sebelas) orang laki-laki, pada sebuah sungai kecil yang

dikenal dengan nama Tukad Yeh Poh, di Untal-Untal, Desa Dalung. Baptisan

tanggal 11 Nopember 1931 terhadap 12 orang Bali ini dipakai sebagai tanggal

kelahiran Gereja Kristen Proteatan Bali (GKPB) Jadi setiap tanggal 11 Nopember

warga GKPB memperingati hari Ulang Tahun berdirinya Gereja Kristen Protestan

Bali. Pada tahun 1932 terulang kembali pembabtisan, sehingga pada tahun

tersebut sudah ada 100 orang kristen Bali.

20

Th Van den End, Ragi Cerita 2, Jilid 3 (Jakarta:BPK Gunung Mulia, 2001), 264.

Page 29: BANGUNAN GKPB JEMAAT EFRATA BUDUK SEBAGAI ......Hindu serta penduduk yang ramah-tamah. Keragaman pentas seni budaya dan adat istiadat secara tidak langsung terjadi di berbagai tempat

18

B. GKPB Jemaat Efrata Buduk

Gereja GKPB jemaat Efrata Buduk adalah salah satu gereja yang ada di

Pulau Bali, yang merupakan bagian dari Sinode (GKPB). GKPB Efrata terletak di

kabupaten Badung Selatan di desa Buduk. Tanggal 6 juni 1931 ditetapkan sebagai

tanggal berdirinya Jemaat Efrata Buduk. Nama Efrata sendiri diambil dari suatu

nama tempat di Galelia Israel dimana para gembala menerima berita sorgawi dari

para malekat tentang adanya kelahiran ”Juruselamat Dunia” Tuhan Yesus Kristus.

Terkait dengan menentukan Hari Ulang Tahun Gereja Efrata Buduk, menurut

Bapak Made Paul Sujana menjelaskan bahwa berdasarkan analisis terhadap

pelaksanaan Ibadah atau kebaktian atau pembinaan iman menjelang dilakukan

baptisan di Tukad Yeh Poh, yang diselenggarakan secara bergilir setiap hari dari

satu rumah ke rumah yang lain, maka dapat dikemukakan bahwa Ibadah Pertama

terjadi pada hari Minggu tanggal 6 Juni 1931 di rumah I Ketut Legi, dalam ibadah

ini disamping dihadiri oleh 12 orang yang akan menerima baptisan juga dihadiri

oleh sanak saudara yang lainnya.

Hasil analisis Bapak Made Paul Sujana ini kemudian dipresentasikan dalam

suatu rapat Jemaat tentang pelaporan program kerja jemaat tahun 1978 dan

penyusunan program kerja jemaat tahun 1979, yang salah satunya program

kerjanya melaksanakan perayaan Hari Ulang Tahun Jemaat Efrata Buduk. Pada

saat itu bapak Made Paul Sujana mempresentasikan hasil analisisnya sebagaimana

dengan yang telah dikemukakan di atas, yang selanjutnya rapat jemaat saat itu

Page 30: BANGUNAN GKPB JEMAAT EFRATA BUDUK SEBAGAI ......Hindu serta penduduk yang ramah-tamah. Keragaman pentas seni budaya dan adat istiadat secara tidak langsung terjadi di berbagai tempat

19

secara mufakat menetapkan tanggal 6 Juni dijadikan sebagai Hari Ulang Tahun

Jemaat Efrata Buduk.21

C. Perkembangan Jemaat dan Tempat Ibadah Mula-Mula

Perkembangan jemaat Efrata Buduk ditengah tekanan baik secara politis

maupun secara sosial kemasyarakatan dapat dikatagorikan berjalan dengan sangat

pesat seiring dengan perkembangan jemaat-jemaat serumpun lainnya yang masuk

dalam satu wilayah yaitu wilayah badung selatan ini tidak dapat dilepaskan dari

kesungguhan dan kuatnya solidaritas, integritas dan persekutuan diantara sesama

umat kristen. Kuatnya persekutuan yang terbangun dan terpelihara diantara

sesama Umat Kristen sebagaimana dengan yang dikemukakan oleh Bapak Made

Paul Sujana dapat dilihat dari kegiatan-kegiatan ibadah yang mereka lakukan

setiap hari, dari satu rumah yang satu kerumah yang lainnya. Persekutuan ibadah

yang berlangsung setiap hari itu tidak saja dilaksanakan di Buduk, tetapi juga

dijemat-jemat serumpun.22

Jumlah jemaat terus bertambah dari 7 kepala keluarga sampai 12 kepala

keluarga, dimana mereka yang percaya juga mengajak anak dan istri. Peningkatan

pertambahan orang bali-Kristen tidak begitu cepat terjadi karena banyak hambatan

dan tekanan dari lingkungan sekitar. Dalam perkembangan jemaat yang terjadi,

rumah ibadah yang di pakai tidak mencukupi. Sehingga pada tahun 1934-1938

ibadah dilaksanakan di rumah Made Rugrug yang dianggap mencukupi. Tahun

1939 akibat kembali bertambahnya jemaat dan tempat dirumah Made Rugrug juga

sudah tidak mencukupi maka ibadah berpindah kerumah Bapak Made Sunata

yang lebih luas dari sebelumnya. Selanjutnya pada tahun 1948-1960 ibadah mulai

dilaksanakan di Gereja yang mulai dibangun dan sedikit demi sedikit direhab

beberapa kali sampai diperluas karena jemaat terus bertambah, disamping itu luas

tanahnya cukup memadai yaitu sekitar 4 are.23

Pada tanggal 25 Desember tahun 1996, gedung gereja yang terus ditata,

dipelihara atau diperbaikan dari tahun-ketahun sudah terbangun mengah dengan

21

Hasil wawancara 22

Hasil Wawancara 23

Hasil Wawancara

Page 31: BANGUNAN GKPB JEMAAT EFRATA BUDUK SEBAGAI ......Hindu serta penduduk yang ramah-tamah. Keragaman pentas seni budaya dan adat istiadat secara tidak langsung terjadi di berbagai tempat

20

bangunan biasa yang sesuai dengan kebutuhan kehidupan berjemaat tiba-tiba

terbakar. Setelah diselidiki kebakaran Gereja Efrata tersebut ternyata penyebabnya

adalah kelalaian terhadap adanya lilin yang masih menyala namun tidak

dipadamkan ketika acara natalan sekolah minggu selesai.24

Pada saat perayaan

natal anak-anak sekolah minggu, diadakan beberapa jenis lomba ringan dan

pembagian hadiah natal kepada anak-anak sekolah minggu. Rupanya setelah

selesai perayaan masih ada lilin yang masih menyala. Kebakaran gereja yang

terjadi tiba-tiba sekitar jam 15.00 sangat mengagetkan semua warga jemaat dan

masyarakat sekitarnya. Upaya pemadamanpun dilakukan beramai-ramai secara

bergotong royong, sambil menunggu bantuan mobil pemadam kebakaran. Mobil

Pemadam Kebakaranpun tiba terlambat sementara gedung gereja sudah hampir

habis terbakar. Pada saat itu yang dapat diselamatkan adalah seperangkat alat

musik gereja.

Hari berikutnya pada tanggal 26 Desember 1996 perayaan Natal

dilaksanakan di Balai Banjar Umacandi yang kemudian dirangkai dengan acara

baptisan terhadap anak-anak warga jemaat yang baru lahir oleh Pendeta I Nyoman

Sukaya, STh. Sekalipun pelaksanaan perayaan natal dan baptisan dilangsungkan

di Balai Banjar, namun ibadah tetap berjalan dengan lancar, hikmat, aman dan

nyaman.

Majelis Jemaat Efrata Buduk dalam suatu rapat internal mendiskusikan

tempat ibadah sementara, sebelum dilakukan perbaiakan yang bersifat sementara

terhadap Gedung Gereja yang terbakar. Atas usul dan sekaligus penawaran

seorang warga jemaat, yaitu I Gst Ngurah Winarta maka ibadah sementara tiap

hari Minggu dan ibadah hari-hari lain dilaksanakan dirumahnya yang berlangsung

sekitar tiga bulan. Sementara itu pada gedung gereja yang terbakar dibuat tempat

ibadah sementara dengan bahan tulang rangka atap dari pipa besi, dan atap terpal

warna coklat.

Pada hari minggu-minggu berikutnya selama lebih dari dua tahun sembari

menunggu gedung gereja yang baru berdiri kokoh, jemaat Efrata Buduk

melaksanakan ibadah dibawah tenda terpal dengan kerangka pipa besi. Namun

24

Hasil wawancara

Page 32: BANGUNAN GKPB JEMAAT EFRATA BUDUK SEBAGAI ......Hindu serta penduduk yang ramah-tamah. Keragaman pentas seni budaya dan adat istiadat secara tidak langsung terjadi di berbagai tempat

21

karena tenda tersebut terbuat dari plastik sudah pasti tidak dapat bertahan lama.

Dari kejadian tersebut banyak mujizat yang jemaat terima yang membuat mereka

semakin kuat di dalam iman mereka.

D. Terbentuknya Bangunan Gereja dengan Arsitektur Bali

Bersamaan dengan pergumulan tentang perbaikan gereja yang telah

terbakar, pendeta, majelis dan jemaat mulai memikirkan untuk membangun

gedung gereja baru berlantai dua pada lahan tanah GKPB dengan gaya arsitektur

bangunan Bali. Bapak Nyoman Mawa menjelaskan bangunan GKPB efrata Buduk

di bangun dengan gaya arsitektur Bali untuk mengkontekstualisasikan dengan

Budaya Bali. Lanjut salah satu kutipan wawancara dari bapak Nyoman Mawa

menjelakan bahwa, GKPB jemaat Efrata sadar bahwa pengalaman masa lalu

secara historis, gereja kurang berinteraksi dengan kehidupan luar disekitarnya.25

Jemaat tidak dapat menyangkal bahwa gereja mempunyai hakekat untuk menjadi

terang dunia (Markus 5:14) atau garam dunia (Matius 5:13). Tetapi oleh gereja,

hakekat itu seringkali disalah pahami sebagai salah satu yang mengharuskan

gereja dan umat kristen untuk memisahkan diri dan lain dari dunia. Gereja sebagai

terang hadir di tengah-tengah dunia dan terbuka untuk dunia. Kontekstualisasi

yang di usahakan oleh Gereja Kristen Protestan di Bali (GKPB) jemaat efrata

Buduk, bermula dari suatu keputusan melalui sidang sinode GKPB pada tanggal

21-24 Maret 1972 yang beberapa isinya berkata:

1. Berusaha memberitakan serta menghayati Injil Yesus Kristus melalui

pendekatan-pendekatan yang dipahami oleh orang Bali.

2. Membantu orang-orang kristen Bali menghargai warisan kebudayaan

mereka dalam konteks Iman percaya mereka serta mencari bentuk-bentuk

ekspresi Iman yang baru dalam kebudayaan mereka.

3. Mendorong ke arah pengunaan seni Bali serta lambang-lambang

kebudayaan dalam mengepresikan Iman kepercayaan kristen melalui

kebudayaan Bali.

25

Hasil Wawancara

Page 33: BANGUNAN GKPB JEMAAT EFRATA BUDUK SEBAGAI ......Hindu serta penduduk yang ramah-tamah. Keragaman pentas seni budaya dan adat istiadat secara tidak langsung terjadi di berbagai tempat

22

Keputusan sidang sinode GKPB ini adalah usaha yang dilakukan oleh

GKPB dalam rangka menghargai berbagai hal yang terdapat dalam diri serta

terbuka belajar dari berbagai pihak, agar apa yang gereja warisi dari Barat jangan

sampai menguasai atau mendominir serta menentukan penghayatan iman sehingga

kekayaan budaya tersumbangkan dalam pemghayatan iman. Hampir seluruh

gedung-gedung gereja di GKPB mengambil motif dan gaya Bali. Salah satu

contoh yaitu GKPB Efrata buduk, GKPB Efrata secara keseluruhan bangunan

gereja nya mendominasi budaya Bali. Mulai dari pintu masuk luar sampai ke

dalam bangunan gereja mengunaka candi bentar, candi gelung dan sampai

bangunan dalamnya dihiasi dengan ukir-ukiran Bali dipadukan dengan simbol-

simbol kekristenan.

E. Bangunan GKPB Efrata Buduk

Candi Bentar (Zona Madya) Candi Bentar dalam konsep Bali merupakan

simbol mulut yang terbuka.26

Simbol mulut yang terbuka ini menjadikan Candi

Bentar sebagai pintu masuk pada komplek GKPB Efrata Buduk. Candi Bentar

pada Gereja ini memiliki ornament salib sebagai simbol Agama Kristen.

26

Stephanie Arvina Yusuf,Wujud Akulturasi Arsitektur Pada Aspek Fungsi, Bentuk dan makna Bangunan Gereja Kristen Pniel Blimbingsari di Bali (Bandung: Universitas Katolik Parahyangan, 2016). 27.

Page 34: BANGUNAN GKPB JEMAAT EFRATA BUDUK SEBAGAI ......Hindu serta penduduk yang ramah-tamah. Keragaman pentas seni budaya dan adat istiadat secara tidak langsung terjadi di berbagai tempat

23

Bangunan bale kul kul yang berada di sisi kiri yang berbentuk menara pada

bangunan gereja, sebagai ekspresi bentuk arsitektur tradisional Bali, yang

berfungsi sebagai simbol menara lonceng / kentongan menurut tradisi Hindu Bali.

Bangunan ini merepresentasikan fungsi menara lonceng pada gereja ini, sehingga

dapat mewakili sebagai simbol bangunan gereja yang berpadu dengan konsep

arsitektur Bali. Lonceng/kul-kul dipakai sebagai alat untuk mengisyaratkan jemaat

untuk mulai ibadah atau pertemuan, namun dalam gereja ini, bale kul-kul hanya

sebagai simbol atau pajangan karena sudah tidak dipergunakan lagi.

Ukiran atau ragam hias Patre Punggel terdiri atas: Bagian Pokok merupakan

perpaduan bentuk cekung dan cembung serta campuran daun ukuran besar atau

tanggung, sehingga dari bentuk daun dapat diketahui jika daun ini adalah motif

ukiran Bali. Pokok Daun, merupakan sehelai daun yang tumbuh di tengah daun

lainnya dan tertutup oleh angkup. Batas dan garis pokok berhimpitan dengan ulir

muka dan masuk pada angkupnya. Angkup merupakan sehelai daun yang menutup

daun pokok dari pangkal hingga ujung, dan pada ujung daunnya berulir.

Page 35: BANGUNAN GKPB JEMAAT EFRATA BUDUK SEBAGAI ......Hindu serta penduduk yang ramah-tamah. Keragaman pentas seni budaya dan adat istiadat secara tidak langsung terjadi di berbagai tempat

24

Sunggarsehelai daun yang tumbuh membalik di muka berbentuk krawingan yang

pokoknya tumbuh dari ulir bagian benang. Endong sehelai daun yang selalu

tumbuh di belakang daun pokok yang berbentuk cempalukan berulir atau daun

punggel. Trubusan; sehelai daun tambahan yang tumbuh di bagian ujung atas

daun pokok sehingga menambah keindahan dari daun tersebut. Simbar,sehelai

daun tambahan yang tumbuh pada daun besar atau daun pokok di bagian bawah

berdampingan dengan tangkai angkup. Pecahan suatu cawenan yang memisahkan

daun pokok, terletak di tengah-tengah daun dan menambah baiknya dari suatu

motif Bali. Ragam hias yang diimplementasi oleh efrata buduk ini

menggambarkan buah-buah roh.27

27

Grace Hartanti dan Amarena Nediari,Pendokumentasian Aplikasi Ragam Hias Budaya Bali, Sebagai Upaya Konservasi Budaya Bangsa Khususnya Pada Perancang Interior (Jakarta Barat: BINus University, 2014), 524, diakses tanggal 6 November 2017.

Page 36: BANGUNAN GKPB JEMAAT EFRATA BUDUK SEBAGAI ......Hindu serta penduduk yang ramah-tamah. Keragaman pentas seni budaya dan adat istiadat secara tidak langsung terjadi di berbagai tempat

25

BAB IV

ANALISA HASIL PENELITIAN

Data dari hasil penelitian dalam penelitian ini didapatkan melalui

wawancara mendalam yang dilakukan oleh Peneliti pada bulan September 2017.

Berdasarkan hasil wawancara dengan narasumber atau informan, maka peneliti

dapat menganalisis tentang latar belakang masyarakat Kristen bali

mempertahankan budaya melalui bangunan gereja.

Kebubudayaan Bali Mula memang merupakan kebudayaan yang masih

sederhana dari benda-benda alam disekitarnya. Bali aga yang merupakan

penduduk asli Bali mengembangkan kebudayan dengan membentuk benda-benda

alam dalam satu susunan yang harmonis dalam fungsinya menjaga keseimbangan

manusia dengan alam dan lingkungannya. Kebudayaan Bali mula tidak banyak

meninggalkan peninggalan budaya mengingat kayu-kayu dan bebatuan yang

dipakai sebagai bahan perwujudan Arsitekturnya kurang tahan terhadapa iklim

tropis pada kurun waktu yang lama.

Gereja Bali adalah jemaat-jemaat yang tersebar di desa-desa di Bali. Jemaat

tindak dapat melepaskan diri dari lingkungan dimana dia tinggal yaitu suatu

masyarakat yang berbudaya. Kebudayaan dan keagamaan Hindu di Bali saling

berhubungan, artinya masyarakat di Bali hampir seluruhnya di pengaruhi oleh

keagamaan. Hal tersebut didasarkan atas dasar Tri Hita Kirana yang sudah saya

paparkan pada Bab 1, yang intinya yaitu mengenai hubungan manusia dengan

Tuhan, hubungan manusia dengan alam sekitarnya dan hubungan manusia dengan

sesamanya.

Hal tersebut diwujudkan oleh agama Hindu dalam bentuk pura-pura yang

dibangun sebagai tanda hubungan manusia dengan Tuhan, hubungan manusia

dengan alam yaitu dikaitkan dengan wilaya desanya serta hubungan manusia

dengan sesamanya dibangun sebuah balai desa dimana warga desa dapat bertemu

untuk memikirkan bersama yang akan dilakukan. Segala aktivitas keagamaan

selalu dihubungkan dengan ketiga hal tersebut, dan jika terjadi pelanggaran maka

bagi yang melanggar akan dikenakan hukuman bahkan sampai bisa dikeluarkan

dari desanya.

Page 37: BANGUNAN GKPB JEMAAT EFRATA BUDUK SEBAGAI ......Hindu serta penduduk yang ramah-tamah. Keragaman pentas seni budaya dan adat istiadat secara tidak langsung terjadi di berbagai tempat

26

Seperti kepercayan yang dianut oleh agama suku di Australia menurut

Durkheim Toteisme yang yang menunjuk pada suatu kepercayaan atau agama

yang hidup pada sebuah komunitas atau organisasi yang mempercayai adanya

daya atau sifat ilahi yang dikandung sebuah benda atau makhluk hidup selain

manusia ini, memiliki pemahaman yang hampir sama dengan umat Hindu.

Kepercayaan ini memang bertolak belakang dengan kepercayaan umat Kristen,

seperti yang diketahui bahwa umat Hindu memaknai simbol dan bangunan-

bangunan sebagai pemujaan, namun dalam penerapan umat kristen dalam

mengambil simbol-simbol sebagai ciri khas Bali ini di buat dalam bentuk

pemahaman kristen dalam cerita-cerita Alkitab.

Bangunan gereja yang dibangun dengan menerapkan nilai dasar

keseimbangan yang dituangkan oleh umat Hindu dalam konsep Tri Hita Karana

ini diterapkan pada bangunan gereja GKPB Efrata Buduk. Gereja Efrata yang

merupakan salah satu gedung gereja yang menggunakan motif Bali yang berdiri

megah di banjar Umacandi yang terdapat di tengah-tengah pemungkiman warga

yang tidak hanya beragama Kristen. Gedung gereja yang berbentuk Gunung yang

dipahami oleh orang Bali sebagai simbol dari kehadiran Tuhan atau tempat bagi

Tuhan tersebut memberi nuansa kesejukan serta kedamaian sehingga umat dapat

bersekutu dengan Tuhan.

Di dalam Perjanjian Lama peristiwah keluaran dari mesir, di gunung Sinai

Allah menyatakan diri dan di sembah oleh bangsa Israel. Ketika mereka tiba di

Kanaan, karena gunung Sinai itu tidak dapat dipindahkan ke kanaan, sehingga di

tempat yang baru mereka menggunakan gunung sebagai tempat menyembah Allah

yaitu gunung Sion. Jadi jika ditelaah lebih dalam pemahaman orang Bali dan

pengekspresian orang Kristen Bali melalui tempat ibadah yang dibangun melalui

latar belakang budayanya sendiri ini serta didasari dengan menghayati lebih dalam

kehidupan bersama Tuhan, memperoleh titik temu bahwa bentuk gedung gereja

yang menjulang tinggi seperti gunung tersebut sebagai penghayatan orang Kristen

Bali dalam kehidupan bersama Tuhan. Dengan memasukkan unsur-unsur kristiani

di dalam bangunan gereja tersebut dapat memiliki arti sebagai sarana untuk

membuat dan menyampaikan suatu pesan.

Page 38: BANGUNAN GKPB JEMAAT EFRATA BUDUK SEBAGAI ......Hindu serta penduduk yang ramah-tamah. Keragaman pentas seni budaya dan adat istiadat secara tidak langsung terjadi di berbagai tempat

27

Jemaat GKPB Erata buduk melalui bangunan gereja dengan arsitektur

budaya bali ini melihat bahwa gereja tidak hanya sebagai rumah ibadah atau

rumah Allah yang memiliki makna tempat peribadatan saja, melainkan gereja juga

harus memiliki dampak bagi daerah tempat lahir dan tinggalnya tersebut. Gereja

yang berdiri megah dengan motif serta simbol yang memiliki arti di dalamnya ini

mau mengekspresikan cinta kasinya terhadap budaya yang dimiliki. Seperti yang

sudah saya kemukakan pada Bab 3 yaitu Arsitektur gereja yang memiliki makna

menampilkan gaya tertentu dari suatu bangunan gedung gereja, dimana

pertimbangan mulai ditinjau dari tujuan dibangunnya gedung tersebut, dapat lihat

telah di realisasikan oleh GKPB Efrata buduk. Melalui bangunan gereja dengan

gaya arsitektur Bali memiliki tujuan untuk mempertahankan budaya ini berjalan

seirama dengan tugas dan tanggung jawab sebagai umat Tuhan.

Kesenian dengan pengekspresian budaya Bali dalam lingkungan gereja tidak

saja memperoleh jalan yang mulus. Dalam perjalanannya menuju pelestarian

tersebut ada kendalah yang terjadi, yaitu penolakan penggunaan simbol-simbol

Bali dalam lingkup Gereja Kristen Protestan di Bali (GKPB). Penolakan ini

dilakukan oleh warga sekitar dan beberapa warga jemaat yang tidak setuju dengan

penggunaan simbol-simbol Bali serta akibat pemahaman yang dangkal terhadap

larangan yang ada pada kitab suci dalam ajaran yang di anutnya. Dalam penolakan

yang terjadi, mereka menyingkirkan keberadaan patung-patung, ukiran, lukisan,

musik (gamelan Bali), nyanyian (mekekawin), dan tari Bali. Penolakan tersebut

berlangsung dari tahun 1931 sampai adanya sidang sinode tanggal 21-24 Maret

tahun 1972.

Banyaknya masalah yang terjadi didalam gereja ketika GKPB berusaha

memasukan unsur-unsur kebudayaan tidak selamanya akan terus berlanjut. Semua

berjalan dalam proses perjalanan waktu yang sangat panjang. Sikap yang telah

diambil oleh GKPB tentang unsur-unsur kebudayaan yang banyak menghadapi

tantangan dari dalam gereja terkusus dari kelompok babtisan pertama pada

akhirnya dapat terselesaikan dengan baik. Tanggapan yang mucul dari para

penolak tersebut bersumber dari ketakutan mereka bahwa kristen akan kembali

kepada Hinduisme. Hal tersebut dapat dipahami karena mereka adalah para jemaat

pada pembaptisan pertama yang lahir dari kekristenan yang ditanamkan oleh

Page 39: BANGUNAN GKPB JEMAAT EFRATA BUDUK SEBAGAI ......Hindu serta penduduk yang ramah-tamah. Keragaman pentas seni budaya dan adat istiadat secara tidak langsung terjadi di berbagai tempat

28

misionaris yang menolak semua unsur-unsur kebudayaan Bali. Tetapi melalui

proses yang panjang melalui pendekatan-pendekatan kontruktif mereka dapat

memahami usaha-usaha GKPB tersebut.

Kita tidak dapat menyangkal bahwa gereja mempunyai hakekat untuk

menjadi terang dunia (Markus 5:14) atau garam dunia (Matius 5:13). Namun oleh

gereja, hakekat itu sering kali disalah pahami sebagai salah satu yang

mengharuskan gereja dan umat Kristen untuk memisahkan diri dan lain dari

dunia. Kini kita harus sadar bahwa untuk menjadi “terang dunia”, gereja sebagai

terang hadir ditengah-tengah dunia dan terbuka untuk dunia. Melalui kesadaran

inilah kontekstualisasi yang diusahakan oleh GKPB hadir dan tercipta melalui

siding sinode GKPB tanggal 21-24 Maret 1972 tersebut. Apa yang telah

diputuskan oleh sinode GKPB tersebut, mencerminkan suatu pemikiran yang

sangat berharga dalam rangka pengakaran dan penemuan harga diri sebagai ciptan

Tuhan. Bukan berarti gereja merasa takut mendapat pengaruh-pengaruh dari luar

atau pengaruh barat dan penolakan masa lalu. Pengalaman masa lalu membuat

GKPB tidak harus lari dari kenyataan, tetapi sebaliknya ia harus berkembang

untuk menjalankan misinya di pulau Bali dengan latar belakang kebudayaan yang

ikut mewarnai pelayanannya. Konteks kebudayaan tersebut tidak harus dilihat

sebagai musuh lagi dalam pelayanan gereja.

Berbicara mengenai kontekstualisasi maka harus diketahuhi bahwa

kontekstualisasi, pada mulanya muncul sekitar tahun 1972 di dalam kalangan

Theologia Education Fund (TEF).28

Kontekstualisasi adalah usaha menemukan

harga diri sendiri sebagai orang Kristen didalam konteks di mana kita berada.

Dalam hal ini konteks kita adalah kebudayaan setempat. Kebudayaan setempat ini

terdiri dari unsur-unsur tradisional dan unsur-unsur yang diambil dari luar

termasuk unsur-unsur modern seperti teknologi dan sekularisasi. Menghayati

iman didalam konteks kita sendiri dalam hal ini kebudayaan Bali adalah suatu

usaha yang sah, yang memang seharusnya dilakukan sebagai tanda kedewasaan

gereja setempat.29

Usaha yang dibuat dan dilakukan oleh GKPB tersebut

sebenarnya untuk menghargai apa-apa yang ada pada diri sendiri dan juga terbuka

28

E.G. Singgih, Dari Israel ke Asia (Jakarta: BPK Gunung Mulia, 1982), 13. 29

E.G. Singgih., “Kontekstualisasi Usaha Menghayati Kebenaran Injil”, dalam Gema, No. 23, 1983, 2.

Page 40: BANGUNAN GKPB JEMAAT EFRATA BUDUK SEBAGAI ......Hindu serta penduduk yang ramah-tamah. Keragaman pentas seni budaya dan adat istiadat secara tidak langsung terjadi di berbagai tempat

29

untuk belajar dari berbagai pihak, agar apa yang gereja warisi dari barat jangan

sampai menguasai atau mendominisir kekayaan yang ada dalam kebudayaan kita.

Melihat dari sejarah jemaat gereja efrata, bahwa leluhur warga jemaat GKPB

Efrata lahir dari agama hindu yang mengaku percaya, sehingga dapat dimengerti

bahwa budaya dalam diri jemaat Efrata sangat kental dalam mempertahankan

budayanya.

Orang-orang Yahudi pengikut kristus mula-mula, menjawab penyataan

Allah didalam Yesus Kristus menurut pola dan tata cara kebudayaan mereka yaitu

kebudayan Yahudi, maka tidak ada salahnya, kalau orang-orang Bali menyambut

penyataan Allah didalam Yesus Kristus menggunakan pola dan tata cara

kebudayaan mereka sendiri. Hal ini yang disadari oleh GKPB sehingga dalam

perkembangannya gereja mengusaha kontekstualisasi yang tujuannya yaitu

bagaimana Injil Kristus semakin dapat dihayati melalui kebudayaan yang dimiliki

sekaligus juga diekspresikan melalui hasil kebudayaan tersebut.

Dengan banyaknya tantangan dari luar dan dalam gereja dapat dilihat

bahwa, jemaat GKPB pada umunya serta jemaat GKPB Efrata khususnya tetap

teguh dengan pendiriannya dalam mengkontekstalisakan keagmaan dan

budayanya. Mengambil pemahaman dari Clifford geerz, yang sudah dijelaskan

pada Bab 2. Geertz melihat simbol sebagai dasar yang digunakan dalam apa yang

disebut konsepsi. Konsepsi itu yang menjadi arti dari simbol. Konsepsi itu

merupakan ide, sikap, penilaian, formulasi dan abstraksi dari pikiran dan

pengalaman dituangkan dalam representasi konkrit tentang simbol. Hal ini yang

telah dituangkan oleh jemaat Efrata dalam pembuatan bangunan Bali. Melalui

konseps dengan ide-ide cemerlang, bangunan gereja dibangun berdasarkan konsep

Hindu melalui filosofi, tata tanah, tata ruang, bangunan dan ukiran Bali, namun di

kaitkan makna teologisnya dengan pemahaman kristen melalui cerita-cerita

Alkitab yang diyakininya.

Ketika melihat dari pengalaman masa lalu saat bagaimana orang-orang

kristen Bali terkusus jemaat Efrata dikucilkan didesa mereka karena menjadi

Kristen. Dengan tidak dapat diterimanya mereka ditengah-tengah desa, mereka

mulai tidak diberikan air untuk perairan di sawah-sawah orang kristen dan juga

Page 41: BANGUNAN GKPB JEMAAT EFRATA BUDUK SEBAGAI ......Hindu serta penduduk yang ramah-tamah. Keragaman pentas seni budaya dan adat istiadat secara tidak langsung terjadi di berbagai tempat

30

tidak diizinkan berbicara dengan orang orang sekitar karena dianggap merusak

keseimbangan dengan apa yang harus dipercayainya. Kini ketika permasalah telah

terselesaikan orang kristen sudah bebas melakukan aktifitas dan tidak harus keluar

dari desanya. karena sudah dijelaskan bahwa dalam huhungannya dengan Tuhan

orang kristen juga memiliki tempat ibadahnya sendiri yaitu gereja, dan orang Bali

Hindu berbakti di pura-pura.

Dalam resistensi atau ketahanan yang ditunjukan oleh jemaat Efrata buduk

melalui bangunan gereja ini, jemaat mau mengespresikan ketaatan,

kepercayaannya dan cintanya kepada Tuhan melalui budaya yang

dimilikinya.Sehingga budaya yang ada juga terus dilestarikan dan dikembangkan

sehingga tidak punah. Meskipun banyak goncangan dan halangan yang diterima

oleh masyarakat kristen tetapi dengan keguguhannya dalam mempioristaskan

keimanannya serta diselaraskan dengan budaya sehingga penggabungan budaya

dan keimannya berjalan lancar dan menciptakan bangunan gereja yang berdiri

mengah sebagai bukti resistensi masyarakat kristen Bali

Page 42: BANGUNAN GKPB JEMAAT EFRATA BUDUK SEBAGAI ......Hindu serta penduduk yang ramah-tamah. Keragaman pentas seni budaya dan adat istiadat secara tidak langsung terjadi di berbagai tempat

31

BAB V

PENUTUP

Kesimpulan dan Saran

Setelah mengadakan penelitian di GKPB Jemaat Efrata Buduk, dan

menganalisa data maka penulis dapat mengetahui alasan yang melatarbelakangi

Jemaat Efrata Buduk mempertahankan bentuk banguan gereja dengan gaya

arsitektur Bali. Berdasarkan hasil penelitian yang peneliti lakukan maka

kesimpulannya yaitu:

1. Gereja yang adalah sebuah gedung yang di maknai oleh umat Kristen

sebagai rumah Allah memeliki makna dan pandangan tersendiri. Selain

tempat untuk beribadah, Banguan gereja juga dimaknai sebagai wadah

mempertahankan budaya bagi jemaat Efata Buduk. Kontekstualisasi yang

dilakukan oleh jemaat dalam pembangunan gedung gereja ini mulanya

memperole masalah dari berbagai pihak, namun karena keteguhan yang

dilakukan dalam memperikan pemahaman yang baik mengenai konsep

kontekstualisasi yang dibuat tersebut akhirnya dapat diterima dengan baik

oleh pihak-pihak yang menolak.

2. Gereja yang dibangun dengan gaya arsitektur Bali dengan simbol-simbol

di dalamnya tersebut merupakan bentuk resistensi yang dilakukan warga

jemaat Efrata Buduk dalam mempertahankan budayanya. Hal ini

merupakan penghayatan dan ekspresi iman dari jemaat serta bentuk cinta

kasihnya terhadap budaya dari leluhurnya tersebut.

Yang perlu diingat disini, usaha kontekstualisasi bukanlah suatu yang

sudah selesai tetapi suatu yang berada dalam proses yang memakan waktu yang

panjang. Penghayatan iman bukan suatu yang sudah selesai begitu saja tetapi

penghayatan yang terus-menerus selama gereja ada di dunia ini. Untuk itu ada

beberapa hal yang saya lihat perlu dalam menghadapi problemetika yang akan

muncul dalam kontekstualisasi.

Page 43: BANGUNAN GKPB JEMAAT EFRATA BUDUK SEBAGAI ......Hindu serta penduduk yang ramah-tamah. Keragaman pentas seni budaya dan adat istiadat secara tidak langsung terjadi di berbagai tempat

32

1. Membeberi pemahaman yang terus menerus kepada warga jemaat

mengapa unsur-unsur kebudayaan tersebut dapat dipakai dalam kehidupan

bergereja. Kebudayaan yang ada pada kita adalah sesuatu yang dianugrahi

Tuhan kepada kita sehingga wajar jika dipakai sebagai wahana pelayanan.

Penghayatan dan pengespresian iman tidak hanya melalui bangunan

gereja, tetapi melalui tari-tarian, gamelan, dan pelatihan seni budaya bali

yang lainnya. Namun dalam penelitian ini saya melihat jemaat Efrata juga

sudah mengkontekstualisasikannya.

2. Dengan pendekatan secara Teologis kritis dan kreatif terhadap unsur-unsur

kebudayaan dalam arti untuk tujuan yang baik. Memakai unsue-unsur

kebudayaan untuk pelayananan kepada Kristus dalam arti bukan sekedar

memakai begitu saja, tetapi memakai dengan pemahaman dan penghayatan

serta dapat dipertanggung jawabkan.

3. Keterbukaan terhadap dunia luar serta mau belajar dan memperkaya diri

dan manamba wawasan yang lebih luas.

4. Dan yang terpenting yang harus disadari oleh gereja bahwa sejahu apapun ia

dapat mengusahakan kontekstualisasi, apabila semua tidak didasarkan oleh

keprihatinan di dalam kasih yang sungguh-sungguh maka kesemuanya itu

tidak aka nada artinya. Seperti yang dikatakan oleh paulus: “sekalipun aku

dapat berkata-kata dengan semua bahasa manusia dan bahasa malaikat,

tetapijika aku tidak mempunyai kasih, aku sama denga gong yang

berkumandang dan canang yang gemerincing; sekalipun aku mempunyai

karunia untuk bernubuat dan aku mengetahui segala rahasia dan memiliki

seluruh pengetahuan; dan sekalipun aku memiliki Iman yang sempurna

untuk memindahkan gunung, tetapi jika aku tidak mempunyai kasih, aku

sama sekali tidak berguna. Dan sekalipun aku membagi-bagikan segala

sesuatu yang ada padaku, bahkan menyerahkan tubuhku untuk dibakar,

tetapi jika aku tidak mempunyai kasih, sedikitpun tidak ada faedahnya

bagiku” (1 Korintus 13: 1-3). Jadi kasih sangat penting dan tidak boleh

hilang dalam usaha kontekstualisasi dan pertahanan budaya yang dilakukan.

Page 44: BANGUNAN GKPB JEMAAT EFRATA BUDUK SEBAGAI ......Hindu serta penduduk yang ramah-tamah. Keragaman pentas seni budaya dan adat istiadat secara tidak langsung terjadi di berbagai tempat

33

DAFTAR PUSTAKA

Abineno, J. L.Ch.Sejarah Apostolat di Indonesia. Jakarta: BPK Gunung Mulia,

1979.

Ayub, I Ketut Suyaga.Sejarah Gereja Bali dalam Tahap Permulaan. Malang:

Departemen Literatur YPPII,1999.

Budio, Sugeng P.et.al. Analis Kapasitas Dan Keandalan Bangunan. Malang:

Universitas Brawijaya, 2015.

End, Th. Van den.Ragi Cerita 2 Jilid 3. Jakarta: BPK Gunung Mulia, 2001.

Markus, Zahnd. Pendekatan dalam Seni Arsitektur. Yogyakarta: Kanisius, 2009.

Kruger, Muller. Sejarah Gereja di Indonesia. Jakarta: BPK Gunung Mulia, 1986.

Singgih, E.G. Dari Israel ke Asia. Jakarta: BPK Gunung Mulia, 1982.

Siregar Laksmi G.Makna arsitektur: Suatu Refleksi Filosofis. Makasar: UIP Press,

2016.

Soekamto, Sujono.Sosioligi Suatu Pengantar. Jakarta: Raja Grafindo Persada,

2001.

Tungka, Aristotulus E.Jelajah Simbol Arsitektur Gereja Menuju Keberlanjutan di

Manado, Sulawesi Utara.Manado: Universitas Sam Ratulangi, 2015.

Wijayananda Ida. Pandita Mpu Jaya. Tanah dan Bangunan. Surabaya: Paramita,

2004.

Wijaya Nyoman.Serat salib dalam lintas Bali: menapak jejak pengalaman

keluarga GKPB (Gereja Kristen Protestan di Bali). 1931-2001. Denpasar:

Yasasan Samaritan. 2003.

Jurnal

Hartanti, Grace dan Amarena Nediari, Pendokumentasian Aplikasi Ragam Hias

Budaya Bali, Sebagai Upaya Konservasi Budaya Bangsa Khususnya Pada

Perancang Interior. Jakarta Barat: BINus University, 2014. Diakses tanggal

6 November 2017.

Sanapiah, Faisal. Format-format penelitian sosial: dasar-dasar dan aplikasi.

Jakarta: Rajawali Pers, 1989. Diakses tanggal 11 Juni 2017.

Singgih, E.G. “Kontekstualisasi Usaha Menghayati Kebenaran Injil”, dalam

Gema, No. 23, 1983, Hal. 2.

Yususf, Stephanie Arvina. Wujud Akulturasi Arsitektur Pada Aspek Fungsi,

Bentuk dan makna Bangunan Gereja Kristen Pniel Blimbingsari di Bali.

(Bandung: Universitas Katolik Parahyangan, 2016). Diakses tanggal 5

Oktober 2017

Page 45: BANGUNAN GKPB JEMAAT EFRATA BUDUK SEBAGAI ......Hindu serta penduduk yang ramah-tamah. Keragaman pentas seni budaya dan adat istiadat secara tidak langsung terjadi di berbagai tempat

34

Internet

Buku Ensiklopedia Dunia, “Arsitektur Gereja”. Diakses 25 oktober 2017.

http://alumnus-alumni.indonesia-info.info/id3/dunia

Firdaus, Akhmad Andika “ Agama Sebagai Sistem Budaya “ Diakses 19 Oktober 2017

http://akhmadandikfirdaus.blogspot.co.id/2012/10/agama-sebagai-sistem-

budaya.html

Kayrizky “The Elementary Forms of Religious Life “. Diakses 14 oktober 2017

https://kayrizky.wordpress.com/2013/04/04/the-elementary-forms-of-

religious-life/

Ame Brachholt “Pengertian Menurut Parah Ahli” Di akses 5 September

2017 http://www.pengertianmenurutparaahli.net/sitemap.xml

Perasan “Pokok-Pokok Pemikiran Emile Durkheim” Diakses 14 oktober 2017

https://goendomp.wordpress.com/2010/09/28/pokok-pokok-pemikiran-emile-durkheim/