pemahaman jemaat gkpb kristus kasih denpasar terhadap … · 2017. 12. 21. · cara kremasi pada...

36
i Pemahaman Jemaat GKPB Kristus Kasih Denpasar Terhadap Kremasi Oleh Ni Nyoman Dewi Ajeng Prihartina NIM: 712012010 TUGAS AKHIR Diajukan kepada Program Studi Teologi, Fakultas Teologi guna memenuhi sebagian dari persyaratan untuk mencapai gelar Sarjana dalam bidang Teologi (S.Si.Teol) Program Studi Teologi Fakultas Teologi Universitas Kristen Satya Wacana Salatiga 2017

Upload: others

Post on 16-Feb-2021

0 views

Category:

Documents


0 download

TRANSCRIPT

  • i

    Pemahaman Jemaat GKPB Kristus Kasih Denpasar Terhadap Kremasi

    Oleh

    Ni Nyoman Dewi Ajeng Prihartina

    NIM: 712012010

    TUGAS AKHIR

    Diajukan kepada Program Studi Teologi, Fakultas Teologi

    guna memenuhi sebagian dari persyaratan untuk mencapai

    gelar Sarjana dalam bidang Teologi (S.Si.Teol)

    Program Studi Teologi

    Fakultas Teologi

    Universitas Kristen Satya Wacana

    Salatiga

    2017

  • ii

  • iii

  • iv

  • v

  • vi

    Kata Pengantar.

    Segala puji dan syukur penulis persembahkan kepada Tuhan Yesus Kristus, atas kasih

    dan penyertaan-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan penulisan jurnal yang berjudul “Pemahaman Jemaat GKPB Kristus Kasih Denpasar Terhadap Kremasi”. Adapun

    tugas akhir ini disusun untuk memenuhi salah satu syarat guna memperoleh gelar Sarjana

    Sains Teologi di Fakultas Teologi, Universitas Kristen Satya Wacana – Salatiga. Dalam

    penulisan tugas akhir ini penulis banyak diberikan semangat, doa dan bantuan secara

    langsung maupun secara tidak langsung antara lain oleh:

    1. Bapak Pdt. I Made Priana yang telah memberikan dukungan doa, meluangkan banyak

    waktu untuk penulis berkonsultasi serta bersedia menjadi narasumber utama dalam

    penulisan tugas akhir ini.

    2. Kepada Pdt. Yusak B Setyawan selaku wali studi yang selalu memberi semangat dan

    motivasi untuk penulis dalam menyelesaikan tugas akhir ini.

    3. Pembimbing pertama Dr. David Samiyono yang memberi masukan serta berkenan

    membantu penulis dalam memperbaiki dan melengkapi isi tulisan sehingga menjadi

    tulisan yang layak untuk dibaca banyak orang.

    4. Pembimbing kedua Pdt. Ebenhaizer Nuban Timo yang banyak memberi masukan

    sistematis dan berpikir sederhana namun jelas yang menginspirasi penulis untuk

    selalu berpikir dulu baru bertindak selama mengerjakan tugas akhir ini.

    5. Semua angkatan 2012 dan Fotocopy Boy yang selalu berbagi informasi serta saling

    menguatkan agar penulis dapat menyelesaikan tugas akhir ini tepat waktu.

    6. Seluruh keluarga yang bersedia membantu, mendoakan, dan selalu mengingatkan

    ketika penulis sudah mulai malas.

    7. Terimakasi untuk seseorang yang tidak pernah meninggalkan penulis ketika dalam

    kondisi apapun, terimakasi sudah meluangkan waktu untuk membantu banyak hal

    yang penulis butuhkan.

    8. Akhir kata penulis berharap agar tugas akhir ini dapat bermanfaat dan

    memberikan sumbangan ilmu pengetahuan bagi Civitas academica dan pihak-pihak

    yang memerlukan.

    Salatiga, 10 Februari 2017.

    Penulis

  • vii

    Daftar Isi

    Halaman judul .......................................................................................................................

    Halaman Pengesahan ............................................................................................................

    Kata Pengantar ..................................................................................................................... i

    Abstrak ................................................................................................................................ ii

    Daftar Isi ............................................................................................................................ iii

    Bab I Pendahuluan ........................................................................................................... 1

    1.1. Sejarah Kremasi di Bali ............................................................................................... 1

    1.2. Tujuan, Manfaat, Metode Penelitian ................................................................. 4

    Bab 2 Agama, Fakta Kematian, Kebangkitan, dan Hidup Setelah Mati ......... 7

    Bab 3 Makna Kremasi Oleh GKPB Kristus Kasih Denpasar ......................... 14

    3.1. Sejarah Singkat GKPB Kristus Kasih Denpasar ............................................. 14

    3.2. Pelaksanaan Kremasi GKPB........................................................................... 17

    Bab 4 Pandangan Jemaat GKPB Kristus Kasih Denpasar tentang Kremasi 20

    4.1. Pandangan tentang Kehidupan, Kematian dan Kebangkitan ......................... 21

    4.2. Kematian dan Kebangkitan Tidak Berbeda ................................................... 23

    Bab 5 Kesimpulan ................................................................................................ 24

    Daftar Pustaka ........................................................................................................ 27

  • viii

    Abstrak

    Penelitian ini bertujuan untuk Mendeskripsikan pemahaman tentang kremasi yang

    dilakukan oleh jemaat GKPB Kristus Kasih Denpasar dan Menemukan makna teologisnya.

    Penelitian ini dilakukan berdasarkan munculnya permasalahan tentang pandangan GKPB

    terhadap kremasi yang dilakukan oleh Jemaat Kristus Kasih Denpasar dan bagaimana

    kremasi itu bisa dibenarkan secara teologis. Dalam penelitian ini penulis melakukan metode

    wawancara dengan beberapa informan dari GKPB Kristus kasih dengan pendekatan

    kualitatif. Temuan – temuan yang didapat dalam penelitian ini adalah Pertama, belum semua

    warga Gereja bisa menerima kremasi sebagai satu-satunya jalan peniadaan jenazah. Kedua,

    pandangan tentang mengapa kremasi masih susah untuk diterima sebagai ritual paniadaan

    jenazah oleh keluarga jemaat yang meninggal. Hasil penelitianya ialah Kematian tubuh

    jasmani adalah kebangkitan roh yang sebenarnya, bukan hanya tubuh yang fana yang

    mengalami kebangkitan, tetapi roh yang hidup bersama-sama dengan Kristus yang

    mengalami kebangkitan yang sesungguhnya. Kristus yang bangkit telah membuat jalan

    kehidupan bagi semua orang. Tidak ada seorangpun yang mati untuk dirinya sendiri, dan

    tidak ada seorangpun yang hidup untuk dirinya sendiri, tetapi setiap orang akan mati dan

    hidup untuk Tuhan (roma 14:7-9) sehingga penguburan dan kremasi memiliki makna yang

    sama dalam cara peniadaan jenazah lainnya. Penelitian ini direkomendasikan kepada Sinode

    Gereja Kristen Protestan di Bali dan seluruh pelayan jemaat agar bisa melakukan sosialisasi

    tentang pemahaman kematian, kebangkitan dalam Kristus secara mendalam.

    Kata Kunci : Agama, Ritual, Kremasi, Bali.

  • 1

    Latar Belakang Masalah

    Manusia adalah salah satu dari mahluk hidup. Sebagai salah satu mahluk hidup manusia

    mengalami kelahiran dan kematian. Di samping sebagai mahluk hidup manusia adalah

    mahluk sosial. Sebagai mahluk sosial kelahiran dan kematian seorang individu selalu

    melibatkan lingkungan sosial dia berada. Di samping sebagai mahluk sosial manusia juga

    adalah mahluk religius. Sebagai mahluk religius kelahiran dan kematiannya selalu dibuatkan

    ritual sebagai tanda masyarakat menghormati seseorang baik yang datang ke dunia ini

    maupun yang pergi dari dunia ini. Kremasi di Bali adalah salah satu metode atau cara

    peniadaan jenazah secara terhormat. Hal ini telah dilakukan oleh masyarakat Hindu di Bali

    sejak Hindu lahir dan berkembang di Bali. Kremasi yang dijalankan oleh masyarakat Hindu

    di pulau Bali memiliki pengaruh besar secara ekologis, sosial, dan juga dalam keagamaan.

    Kematian atau meninggalnya seseorang berarti putusnya hubungan dengan dunia nyata

    atau duniawi yang kemudian akan kembali ke alam baka atau ke akhirat dengan membawa

    karmanya masing-masing. Di dalam perjalanan kematian tersebut tidak ada ketentuan yang

    pasti terhadap seseorang, tidak ada pilih kasih, tidak ada perbedaan kaya ataupun miskin, juga

    perbedaan pejabat atau bukan pejabat, ayah atau anak, kakek atau cucu, dan dokter atau

    pasien, semuanya akan berjalan menuju ke arah kematian sesuai dengan kehendakNya, yang

    selalu disertakan pula dengan perbuatan serta karmanya semasa masih hidup. Jadi kematian

    adalah suatu keharusan dari hidup manusia kemudian masing-masing bangsa, masing-masing

    agama, masing-masing suku mempunyai cara-cara tersendiri untuk memberikan

    penghormatan terakhirnya sebagai manusia yang memiliki peradaban budaya. Khususnya di

    Bali, umat yang memeluk Agama Hindu menganut kepercayaan adanya upacara pembakaran

    mayat atau kremasi yang sering disebut dengan Ngaben.

    Upacara ngaben merupakan upacara kematian masyarakat Hindu-Bali dan termasuk dalam

    upacara Pitra Yadnya. Upacara ngaben dilaksanakan oleh keluarga yang masih hidup dan

    ditujukan kepada roh leluhur atau anggota keluarga yang meninggal dunia. Upacara

    penyucian atma (roh) fase pertama sebagai kewajiban suci umat Hindu Bali terhadap

    leluhurnya dengan melakukan prosesi pembakaran jenazah. Menurut keyakinan umat Hindu

    di Bali, badan manusia terdiri dari badan kasar, badan halus dan karma. Badan kasar manusia

    dibentuk dari 5 unsur yg disebut Panca Maha Bhuta yaitu pertiwi (zat padat), apah (zat cair),

    teja (zat panas), bayu (angin) dan akasa (ruang hampa). Kelima unsur ini menyatu

    membentuk fisik manusia dan digerakan oleh atma (roh). Ketika manusia meninggal dunia

  • 2

    yang mati adalah badan kasar saja, atma-nya tidak. Upacara ngaben adalah proses penyucian

    atma/roh saat meninggalkan badan kasar. Upacara ngaben itu sendiri diadopsi dari satra

    dalam keyakinan umat Hindu di India, bahwa untuk mempercepat proses pengembalian

    badan kasar ke unsur Panca Maha Bhuta, maka dilakukanlah upacara ngaben (kremasi).

    Upacara kremasi ini sudah berlangsung sejak zaman Bharata Yudha di India Sekitar Tahun

    400 SZB. Sejak Pengaruh Agama Hindu masuk ke Bali tahun 768. Maka dengan adanya

    beragam budaya di Bali, sejak saat itulah upacara ngaben di Bali mulai dilakukan.1

    Ngaben secara kasar dapat diartikan sebagai sebuah prosesi pembakaran mayat dalam

    masyarakat Hindu Bali. Secara etimologis, istilah ngaben adalah pembakaran mayat tidak

    selamanya tepat karena ada kalanya tradisi ngaben tidak selalu tentang prosesi pembakaran

    mayat. Dalam bahasa Bali, ngaben juga sering disebut palebon. Kata ini berasal dari kata

    lebu yang berarti tanah atau debu. Jadi, ngaben atau palebon adalah sebuah prosesi upacara

    bagi sang mayat untuk ditanahkan (menjadi tanah). Dalam hal ngaben ini masyarakat Bali

    mengenal dua cara yaitu menguburkan dan membakarnya. 2Ngaben atau kremasi bakar

    daratan adalah ngaben yang dilakukan dengan cara pembakaran mayat sedangkan kremasi

    atau ngaben kubur adalah yang dilakukan oleh masyarakat Bali di Trunyan. Truyan secara

    geografis tidak terpisah dari Bali, di desa Trunyan ini merupakan penduduk asli Bali yang

    tidak melakukan ngaben daratan. Dalam tugas akhir ini penulis akan membahas tentang

    kremasi daratan khususnya di jemaat GKPB Kristus Kasih Denpasar.

    Lahan adalah salah satu benda yang tidak dapat diproduksi, dan kemungkinan lama-lama

    akan semakin menyempit. Apa itu disebabkan oleh alam itu sendiri, seperti terjadinya erosi,

    yang lain lagi karena jumlah penduduk semakin padat, maka ketersediaan tanah juga akan

    semakin menyempit saat kematian manusia memerlukan lahan untuk mengubur jenazahnya,

    jika terus mengubur tanah kuburan pasti akan penuh dan akan kesusahan mencari lahan untuk

    tanah kuburan. Masuknya kekristenan pada abad ke 16-20 pada tahun 1931-1972 upacara

    penguburan jenazah mengikuti tradisi para misionaris yaitu dengan cara dikuburkan. Pada

    tahun 1966 mulai muncul masalah pada kekristenan yaitu orang Kristen dilarang

    menguburkan jenazah di kuburan Hindu atau umum. Tahun 1966 GKPB mulai membeli

    tanah untuk kuburan. Namun tahun 1979-80 kuburan gereja mulai penuh dan muncul

    pemikiran untuk melakukan kremasi dengan alasan lambat laun kuburan Gereja yang diberi

    1 I Putu Suadiyawan, Interaksi Sosial dalam Pelaksanaan Ritual Keagamaan Masyarakat Hindu di Bali

    ,(Denpasar:Universitas Udayana,2012), 1-2. 2 I Putu Suadiyawan, 2012;10.

  • 3

    oleh pemerintah akan penuh, tidak selalu pemerintah memberi tanah untuk kuburan, tidak

    semua tanah di Bali bisa digunakan untuk kuburan. Tahun 2005 GKPB mulai bergumul untuk

    melakukan kremasi mengikuti budaya Hindu di Bali. 3 Kremasi atau ngaben telah lama

    menjadi ritual peniadaan jenazah dalam masyarakat Hindu di Bali karena dogma dan

    kontekstual. Kremasi pernah dilakukan oleh warga GKPB pada 1979 dan 1998 kemudian

    2002 telah dilakukan oleh warga GKPB sebagai salah satu ritual peniadaan jenazah karena

    dogma dan kontekstual pula. Secara kasat mata ritual kremasi sangat menarik. Ritual ini bisa

    berjalan dengan rapi dan hikmat.

    Gereja Kristen Protestan di Bali mulai melakukan pelayanan peniadaan jenazah dengan

    cara kremasi pada 1972. Ketika kremasi untuk pertama kali dilakukan pelaksanaannya sangat

    dilatarbelakangi oleh keHinduan warga Gereja yang meninggal. Hal itu dikatakan demikian

    karena pada pelaksaan kremasi pertama kali sinode GKPB belum mengatur pelayanan

    kremasi sebagai salah satu peniadaan jenazah. Sinode GKPB baru mulai mengonsep,

    menyosialisasikan dan mengatur kremasi pada 2002. Hal itu dilakukan oleh GKPB, pertama

    karena tidak sedikit jemaat-jemaat GKPB mengalami kesulitan memperoleh tanah pekuburan

    di daerah perkotaan khususnya, juga diakibatkan oleh karena banyak warga GKPB tidak bisa

    dikubur di daerah mereka berdomisili. Kremasi juga dikonsep oleh GKPB karena pemerintah

    Bali dalam hal ini kantor wilayah Departemen Agama Provinsi Bali yang mengimbau gereja-

    gereja dalam lingkungan MPAG untuk melakukan kremasi. Berdasarkan semua hal tersebut

    di atas maka GKPB menetapkan kremasi sebagai salah satu peniadaan jenazah secara

    terhormat. Penetapan ini tertuang dalam tata gereja pasal 38, akta gereja pada bab IX tentang

    penguburan dan kremasi, pemahaman iman, dan liturgi.4

    Rumusan Masalah

    Kremasi adalah salah satu cara peniadaan jenazah secara terhormat. Cara yang lain

    adalah lewat penguburan. Jadi dalam hal ini GKPB memakamkan jenazah warganya yang

    meninggal lewat dua cara yakni penguburan dan kremasi. Dua cara ini ditetapkan karena

    sebagian warga GKPB memang senang ditiadakan jenazahnya lewat penguburan dan

    sementara itu mereka belum bisa menerima kremasi sebagai peniadaan jenazah. Sementara

    demikian sebagian warga jemaat memilih kremasi sebagai cara peniadaan jenazah karena

    3 I Made Priana, Dokumen Sejarah Pengadaan Dan Pengelolaan Krematorium MPAG Propinsi Bali, (Sinode

    GKPB, 2003), 10. 4 Majelis Sinode GKPB, Tata Gereja GKPB 2014, (Sinode GKPB:2014), 7.

  • 4

    justru dia ingin jenazahnya ditiadakan secara sehat, bersih dan juga tidak mengusik

    ketenteraman batin masyarakat. Melihat kondisi ini problem yang muncul adalah :

    1. Bagaimana pandangan Jemaat GKPB Kristus Kasih terhadap kremasi?

    2. Bagaimana kremasi itu bisa dibenarkan secara teologis?

    Tujuan Penelitian

    1. Mendeskripsikan pemahaman Jemaat GKPB Kristus Kasih tentang kremasi ?

    2. Menemukan makna teologis dalam kremasi yang dilakukan oleh GKPB Kristus Kasih

    Denpasar.

    Manfaat Penelitian

    1. Membantu gereja-gereja memiliki pemahaman tentang kremasi yang memadai secara

    teologis.

    2. Membantu pemerintah, lembaga-lembaga keagamaan dan masyarakat semakin kreatif

    membangun peradaban yang dijiwai oleh persaudaraan dan semangat gotong-royong.

    3. Membantu pemerintah, LSM untuk menggelorakan semangat cinta lingkungan.

    Metode Penelitian

    Bertolak dari kerangka berfikir yang beraturan, dan berarah5 sebagaimana terpapar dalam

    uraian tentang: latar belakang masalah, perumusan masalah. Signifikansi Penelitian; dan

    dalam rangka memahami objek yang hendak diteliti6, tujuan dan pertanyaan-pertanyaan

    penelitian, maka dalam meneliti Kremasi Tradisi Budaya Masyarakat Bali Kajian Teologis

    terhadap Kremasi yang Dilakukan oleh Jemaat GKPB Kristus Kasih Denpasar, penulis

    menggunakan pendekatan kualitatif, yang oleh J.smith disebut dengan nama interpretative

    approach7, yaitu sebuah prosedur penelitian yang menghasilkan apa yang disebut Clifford

    dengan sebuah diskripsi tentang makna, filosofi dan cara berpikir dari komunitas yang

    menjadi objek penelitian, yang dibuat peneliti bukan berdasarkan apriori namun berdasarkan

    pada interpretasinya dalam mengobservasi, mengeksplorasi dan menginvestigasi; bahasa

    5 Koentjaraningrat, Metode-Metode Penelitian Masyarakat,(Jakarta:PT Gramedia,1973), 16.

    6 Koentjaraningrat, 1973; 17.

    7 Jhon W.Creswell,Research Desing Quslitativ &Quantativ Approaches,(London:SAGE Publications

    Inc.,2003), 4-11.

  • 5

    tubuh, bahasa lisan, bahasa tertulis, perilaku dan simbol-simbol dari komunitas yang diteliti8.

    Berdasarkan pendekatan kualitatif dengan prosedur seperti termaksud di atas, maka dalam

    rangka meneliti bagaimana kremasi yang dilakukan oleh jemaat GKPB Kristus Kasih

    Denpasar, penulis akan melakukan langkah-langkah sebagai berikut: Pertama, melakukan

    observasi partisipatif. Pada langkah ini penulis akan melakukan observasi dalam lingkungan

    GKPB dalam kurun waktu kurang lebih dua minggu. Kedua, melaksanakan wawancara. Pada

    langkah ini penulis akan wawancara atau interviu beberapa informan representatif GKPB

    guna menginvestigasi dan menemukan data yang menguatkan kremasi yang dilakukan oleh

    jemaat GKPB Kristus Kasih Denpasar. Ketiga, melakukan pemeriksaan dokumen GKPB

    guna untuk memeriksa dan menyempurnakan data yang penulis dapatkan dari wawancara.

    Keempat, melakukan penganalisaan data. Pada langkah ini penulis akan menyeleksi semua

    data semua data yang terkumpul, membuang data yang tidak relevan dengan tujuan

    penelitian.

    Sistematika Penulisan

    Bagian pertama berisi latar belakang masalah khususnya tentang sejarah singkat

    perjalanan GKPB dalam melakukan kremasi. Rumusan masalah, tujuan, manfaat, metode

    penelitian dan sistematika penulisan. Bagian kedua berisi teori-teori yang membahas tentang

    pengertian agama, fakta kematian, doktrin kebangkitan, dan ajaran tentang hidup kekal.

    Bagian ketiga berisi hasil penelitian, yang didapatkan dari lapangan khususnya mengenai

    makna kremasi oleh warga GKPB Kristus Kasih Denpasar. Bagian keempat berisi analisis

    berdasarkan teori yang digunakan dan data hasil penelitian di lapangan. Bagian kelima berisi

    kesimpulan dan saran.

    Agama

    Pengertian Agama Secara Umum

    Secara etimologis kata agama berasal dari bahasa Sanskerta, a yang berarti tidak dan

    gama yang berarti kacau. Maka agama berarti tidak kacau, . Arti ini dapat dipahami karena

    8 Clifford Geertz,The Interpretation Of Cultures Selected Essays,(New York:Basic Books

    Inc.,Publisherrs,1973), 4-10. Lexy J Moleong,Metodologi Penelitian Kualitatif,(Bandung:PT

    Rosdakarya,2002), .3.

  • 6

    agama memang bertujuan agar penganutnya punya pandangan hidup dan punya jalan hidup

    yang lurus dan teratur, tidak kacau. 9

    Dalam bahasa Inggris dan Prancis, agama diterjemahkan dengan religion. Kata sifatnya

    adalah religious sehingga berarti yang bersifat keagamaan. Kata religion berasal dari bahasa

    Latin religare yang punya beberapa arti, yaitu membaca, mengumpulkan dan mengikat. 10

    Arti

    menurut bahasa tidak selalu sama dengan arti yang dipahami dalam kehidupan sehari-hari.

    Pengertian agama dalam kehidupan sehari-hari juga beragam. Keragaman ini disebabkan oleh

    beragamnya sudut pandang dan persepsi manusia yang menganutnya11

    .

    Agama mengandung ajaran dan informasi tentang Tuhan, Pencipta alam semesta. Dalam

    agama ada keyakinan dan ajaran tentang tingkah laku, ajaran tentang beribadat,ajaran tentang

    alam gaib dan akhirat, dan tentang riwayat nabi terdahulu dengan umatnya. Ajaran

    merupakan petunjuk tentang hubungan rohaniah dan perasaan antara manusia dengan Tuhan,

    hubungan manusia dengan manusia, hubungan manusia dengan alam sekitar, baik flora, fauna

    maupun makhluk abiotik. Karena ajaran agama meliputi yang gaib dan yang lahir, yang

    prinsip filosofis dan yang praktis dan teknis, kolektif dan individual, yang meterial dan

    spritual, yang jasmaniah dan rohaniah, maka persepsi dan daya tangkap suatu masyarakat

    terhadap agama juga beragam12

    .

    Agama dapat dipandang sebagai kepercayaan dan pola perilaku yang diusahakan oleh

    suatu masyarakat untuk menangani suatu masalah yang penting yang tidak dapat dipecahkan

    oleh teknologi dan teknik. Agama memberi makna pada kehidupan individu dan kelompok,

    juga memberi harapan tentang kelanggengan hidup sesudah mati. Agama dapat menjadi

    sarana manusia untuk mengangkat diri dari kehidupan duniawi yang penuh penderitaan,

    mencapai kemandirian spiritual13

    . Agama dipandang sebagai kepercayaan dan pola perilaku,

    yang oleh manusia digunakan untuk mengendalikan aspek alam semesta yang tidak dapat

    dikendalikan14

    .

    Pengertian Agama Secara Sosiologis

    9 Bustanuddin Agustus, Agama dan Fenomena Sosial, (UI-Press,2010), 29.

    10 Bustanuddin Agustus, 2010; 29.

    11 Bustanuddin Agustus,2010; 30.

    12 Bustanuddin Agustus, 2010; 31.

    13 Dadang Kahmad, Sosiologi Agama, (PT Remaja Rosdakarya,2000), 119.

    14 Dadang Kahmad, 2000; 121.

  • 7

    Menurut Hendropuspito, agama adalah suatu jenis sistem sosial yang dibuat oleh

    penganut-penganutnya yang berproses pada kekuatan-kekuatan non-empiris yang

    dipercayainya dan digunakannya untuk mencapai keselamatan15

    .

    Dalam kamus sosiologi pengertian agama ada tiga macam yaitu (1) kepercayaan pada

    hal-hal yang spiritual; (2) perangkat kepercayaan dan praktik-praktik spiritual yang dianggap

    sebagai tujuan tersendiri; dan (3) ideologi mengenai hal-hal yang bersifat supranatural16

    .

    Sementara itu Thomas F. O’Dea mengatakan bahwa agama adalah pendayagunaan sarana-

    sarana supra-empiris untuk maksud-maksud non-empiris atau supra-empiris17

    .

    Anthony F.C Wallace mendefinisikan agama sebagai “seperangkat upacara, yang diberi

    rasionalisasi mitos, dan yang menggerakkan kekuatan-kekuatan supernatural dengan maksud

    untuk mencapai atau menghindarkan suatu keadaan pada manusia atau alam”. Definisi ini

    mengandung suatu pengakuan bahwa kalau tidak dapat mengatasi masalah serius yang

    menimbulkan kegelisahan, manusia berusaha mengatasinya dengan memanipulasikan

    makhluk dengan kekuatan supernatural18

    .

    Emile Durkheim, sosiolog Prancis menyimpulkan tujuan agama dalam masyarakat

    primitif adalah membantu orang berhubungan bukan dengan Tuhannya, melainkan dengan

    sesamanya. Ritual-ritual religius membantu orang untuk mengembangkan rasa sepaguyuban,

    misalnya mereka bersama-sama ambil bagian dalam pesta perkawinan, kelahiran, maupun

    kematian. Hal itu mempersatukan kelompok dengan cara kontraksi religius19

    . Agama tidak

    lain adalah proyeksi masyarakat sendiri dalam kesadaran manusia. Selama masyarakat masih

    berlangsung, agamapun masih tetap lestari. Agama pada saat tertentu dapat berfungsi sebagai

    pelindung tatanan sosial, dan pada saat lainnya dapat menilai kondisi sosial saat sekarang

    dengan mengacu pada gambaran masyarakat ideal dan dengan demikian menumbuhkan

    gerakan pembaharuan.

    Pengertian dan definisi agama secara sosiologis melihat agama dalam kehidupan

    manusianya, mengkaji agama sebagai fenomena sosial, melihat agama dalam kenyataan dan

    kehidupan manusia atau masyarakat, seperti sebagai perilaku, keyakinan, jenis perasaan yang

    ditimbulkan20

    . Dari definisi tentang agama yang diungkapkan Durkheim bahwa agama adalah

    kepercayaan dan amalan yang menyatukan anggotanya dalam suatu komunitas moral yang

    dinamakan dengan gereja menunjukkan bahwa agama berperan untuk menyatukan

    15

    D. Hendropuspito O.C, Sosiologi Agama, (Kanisius, Yogyakarta,1998), 34. 16

    Soerjono Soekanto, Kamus Sosiologi , (PT. Raja Grafindo Persada, Jakarta,1993), 430. 17

    Thomas F.O’Dea, The Sociology of Religion, (CV Rajawali, Jakarta), 13. 18

    Dadang Kahmad, 2000; 120. 19

    Dadang Kahmad, 2000; 122. 20

    Bustanuddin Agustus, 2010; 32.

  • 8

    anggotanya dalam suatu komunitas. Di masyarakat primitif, kepercayaan dan upacara

    keagamaanlah yang menyatukan masyarakat. Pandangan ini menunjukkan pula bahwa agama

    dibentuk dan dilahirkan oleh masyarakat. 21

    Kalau dilihat dari apa yang terlaksana dalam upacara religius, maka aturan-aturan moral

    dan hukum tidak dapat dibedakan secara rinci dari aturan-aturan religi. Karenanya kekuatan

    religius adalah kekuatan manusiawi, kekuatan moral. Dengan demikian apapun yang

    dilaksanakan atas nama religi tidaklah terlaksana secara sia-sia.

    Dalam religi ada sesuatu yang bersifat abadi yang memang sudah terlahir mampu

    mengatasi segalanya. Religi bukan saja terdiri dari kepercayaan dan upacara. Ia bukan saja

    sistem praktis, melainkan juga sistem pemikiran yang bertujuan menerangkaan alam semesta

    ini. Memang benar, sains lebih ketat dalam operasinya, lebih kritis dan berusaha tidak

    memihak, serta selalu mengesampingkan perasaan, prasangka dan subjektivitas. Namun

    penyempurnaan ini tidak cukup membuat perbedaan dari religi.

    Fakta Kematian, Kebangkitan, dan Hidup Setelah Mati

    Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia, mati adalah sudah hilang nyawa, tidak hidup

    lagi, tidak bernyawa, tidak pernah hidup, tidak dapat berubah lagi, diam atau berhenti, tidak

    bergerak. Sedangkan kematian diartikan sebagai perihal mati, menderita karena salah seorang

    meninggal, menderita karena sesuatu yang mati.22

    Kehidupan dan kematian adalah dua bagian tak terpisahkan dari keberadaan sebagai

    ciptaan. Manusia pada hakikatnya akan mati. Kematian bukan sesuatu yang baru akan terjadi

    nanti diakhir hidup seseorang. Louis Berkhof mengatakan bahwa alkitab mengajarkan kepada

    kita tiga bentuk kematian: kematian fisik, kematian spritual dan kematian kekal.23

    Kematian dalam pandangan orang Kristen adalah kehidupan dalam cara yang baru,

    berbeda dengan kehidupan yang kita alami sekarang. Bentuk dari kehidupan itu Yesus

    namakan tidur. Ini adalah satu massa antara, massa manusia itu beristirahat sambil

    menantikan kebangkitan.24

    21

    Djuretna A. Imam Muhni, Moral dan Religi, (Kanisius, 1994), 64. 22

    Kamus Besar Bahasa Indonesia, edisi kedua, (Jakarta: Departemen Pendidikan dan Kebudayaan Balai

    Pustaka, 1995), 637. 23

    Ebenhaizer I. Nuban Timo, Allah Menahan Diri Tetapi Pantang Berdiam Diri, (Jakarta: BPK Gunung Mulia,

    2015), 386. 24

    Ebenhaizer , 2015; 389.

  • 9

    Kematian menurut John Hick adalah bagian dalam proses perkembangan hidup manusia

    yang akan mencapai puncaknya pada immortality (keabadian). Sebab hakikat hidup bagi John

    Hick adalah proses pembentukan pribadi ke arah kesempurnaan (perfectio) secara terus

    menerus. Kesempurnaan dengan demikian tidak terjadi di dunia ini disebabkan fakta

    kematian.25

    Waktu seseorang meninggal dunia, ia tidak berhenti ada. Secara biologis dan fisik dia

    telah tiada. Namun, ia masih tetap hidup dalam ingatan dan kasih keluarga yang ditinggalkan.

    Hubungan keluarga yang ditinggalkan dengan si mati tetap ada dan mestinya tetap dijaga.

    Tetapi hubungan itu tidak boleh berubah menjadi hubungan penyembahan.26

    Alkitab menolak penyembahan roh orang mati. Di kalangan orang Kristen, praktik

    mengunjungi makam kekasih yang sudah meninggal merupakan gejala yang terjadi pada

    saat-saat menjelang Natal, pergantian tahun, dan juga Paskah.27

    Leonardo Duil, dalam penelitiannya menemukan beberapa motivasi di balik praktik ini.

    pertama, sebagai ungkapan cinta dan hormat. Mereka ini percaya bahwa masih ada hubungan

    batin antara mereka yang hidup dan yang sudah mati. Mereka berpendapat bahwa si mati

    mengetahui dan mengerti perasaan hati mereka. kedua, perbuatan itu hanya berguna bagi

    yang hidup saja. Gunanya bagi yang hidup adalah untuk mengenang dan mengingat cinta

    kasih mereka yang sudah meninggal. ketiga, perbuatan itu dilakukan untuk mendapatkan

    berkat dan perlindungan dari roh yang sudah meninggal.28

    Dunia orang mati merupakan

    tempat dimana manusia hidup dalam peristirahatan.29

    Setelah dunia orang mati juga ada

    kebangkitan.

    Menurut Alkitab, kebangkitan adalah peristiwa yang konkret. Tubuh dan daging yang

    akan dibangkitkan. Jika dunia non-Kristen mengajarkan tentang kehidupan setelah kematian

    dalam bentuk kekekalan jiwa, injil mengajarkan adanya kebangkitan orang mati. Plato

    mengajarkan tentang kehidupan kekal sebagai pembebasan dari tubuh. Injil memberitahukan

    tentang kehidupan kekal sebagai pembebasan tubuh dari maut.30

    Moltmann mengatakan

    25

    http://www.sribd.com/doc/52198/Kebermaknaan-Kematian-Menurut-John-Hick. Diunduh pada tanggal 22

    Oktober 2016. 26

    Ebenhaizer, 2015; 410. 27

    Ebenhaizer ,2015; 410. 28

    Ebenhaizer, 2015; 411. 29

    Ebenhaizer, 2015; 407. 30

    Ebenhaizer, 2015; 383.

    http://www.sribd.com/doc/52198/Kebermaknaan-Kematian-Menurut-John-Hick

  • 10

    bahwa keadaan manusia saat kebangkitan orang mati adalah seperti malaikat.31

    Tubuh

    kebangkitan itu dapat kita lihat pada kebangkitan Yesus Kristus. Apa yang terjadi pada Yesus

    yang bangkit akan terjadi juga pada kebangkitan manusia. Tubuh yang baru itu masih bisa

    dikenal, namun tidak lagi terikat dengan hal-hal jasmani seperti makan dan minum, kawin

    dan dikawinkan. Tubuh yang baru itu tidak lagi takluk pada hukum-hukum biologis dan tata

    ruang. Ia bisa masuk ke ruangan tertutup dan bisa hilang begitu saja. Origenes

    menggambarkan tubuh kebangkitan itu adalah yang baru, tubuh spiritual. 32

    Di dalam Kristus manusia mengalami keselamatan yang dari Allah untuk dirinya sendiri.

    Itu dapat diartikan lebih lanjut sebagai ditentukannya kehidupan oleh kematian dan

    kebangkitan Kristus. Hubungan dengan Kristus ini tidak diputuskan oleh kematian,

    melainkan bertahan lebih lama. 33

    Kebangkitan bukan sekedar bersifat spiritual. Tubuh dan daging yang yang dimakamkan

    dan yang hancur itu akan dicari dan ditemukan Allah (Pkh 3:15) untuk dibangkitkan (Yes

    26:19). Allah tidak akan membiarkan buatan tanganNya menghilang (Mzm 138:8).34

    Bentuk-Bentuk Penanganan Terhadap Jenazah

    Kematian bisa merupakan kegelapan, dan juga bisa merupakan suatu jalan terselubung

    yang menuju terang. Kematian merupakan perpisahan terakhir yang menyedihkan karena

    menyebabkan terpisahnya manusia secara fisik dengan orang-orang yang dikasihi atau

    dengan kata lain perjumpaan dengan mereka akan berakhir dengan perpisahan oleh

    kematian35

    . Menerima kematian sama halnya dengan menerima kenyataan hidup. Kehidupan

    dan kematian merupakan suatu kesatuan. Pemecahan masalah bagi kehidupan adalah harapan

    yang luhur bagi kematian.36

    Ini tidak berarti bahwa di dalam kematian secara Kristen orang

    tidak menderita, tidak bersedih, tidak meratap.37

    Dalam kematian ada dukacita yang

    mendalam. Meskipun kita tahu tubuh tidak berarti tanpa jiwa namun ungkapan jasmani dari

    orang itu kita kenal. Karena itu tubuhnya mempunyai nilai yang disamakan dengan nilai

    pribadi kita.apa yang harus kita lakukan dengan tubuh adalah suatu masalah yang telah

    31

    Ebenhaizer, 2015; 383. 32

    Ebenhaizer, 2015; 384. 33

    Lothar Schreiner, Adat dan Injil , (Jakarta: BPK Gunung Mulia,1972),199. 34

    Ebenhaizer, Allah Menahan Diri Tetapi Pantang Berdiam Diri,........383. 35

    Gladys Hunt, Pandangan Kristen tentang Kematian, terjemahan cetakan ke-6 (Jakarta: BPK Gunung Mulia,

    2009), 10. 36

    Gladys, 2009; 26. 37

    Gladys, 2009; 26.

  • 11

    dihadapi manusia sejak adanya kematian, dan upacara yang bersangkutan dengan kematian

    akan menyesuaikan dengan kebudayaan masyarakat sekitar.38

    Jika tubuh tiba-tiba hilang pada saat kematian, maka kematian itu yang sudah dirasakan

    seolah-olah bukan realitas, akan tampak menjadi kurang nyata lagi. Kita perlu waktu untuk

    membiasakan diri menghilangkan orang yang mati. Upacara penguburan adalah suatu cara

    untuk mengurus tubuh orang yang sudah meninggal. Tetapi upacara ini juga dilakukan bagi

    kepentingan kita. 39

    Dari abad-ke abad menangani jenazah di pelbagai kebudayaan berkisar dari cara paling

    lambat yaitu mumi, keroyalan upacara penguburan sampai kepada peniadaan jenazah dengan

    cara yang paling cepat seperti pembakaran gaya Hindu dan kremasi masa kini memiliki nilai

    positif dan negatif.40

    Berikut adalah nilai positif dan negatif dari pemakaman serta kremasi :

    Nilai positif pemakaman :

    1. Keluarga masih dapat mengunjungi makam dan masih bisa merasakan kehadiran

    si mati secara utuh.

    2. Cara penguburan lebih membiarkan dekomposisi terjadi secara alami sehingga

    tidak terkesan menyakitkan.

    3. Keluarga dapat berkumpul untuk melakukan ziarah bersama sehingga dapat

    mempererat tali silahturahmi.

    4. Makam yang dihias dan dirawat dapat meningkatkan rasa tenang dan

    menimbulkan kesan penghormatan yang baik dengan si mati.

    5. Makam sebagai tempat wisata seperti makam orang-orang bersejarah atau makam

    pahlawan.

    Nilai negatif pemakaman :

    1. Pemakaman membutuhkan lahan yang luas dan meninggalkan limbah dalam

    tanah.

    2. Dilingkungan perkotaan biaya pemakaman relatif mahal karena kurangnya

    ketersediaan lahan untuk pemakaman.

    38

    Gladys, 2009; 99. 39

    Gladys, 2009; 100. 40

    Gladys, 2009; 100.

  • 12

    3. Keluarga si mati sering mengalami kendala apabila akan melakukan ziarah

    bersama karena jauhnya jarak dengan pemakaman.

    4. Membutuhkan biaya untuk perawatan makam.

    Nilai positif dari kremasi :

    1. Jenazah si mati bisa saja mengandung bibit penyakit yang menular, jika

    dikebumikan kemungkinan untuk menyebarnya masih tetap ada, tetapi hal ini

    dapat dicegah dengan cara kremasi.

    2. Biaya relatif murah.

    3. Keluarga tidak mengalami kesulitan untuk mengurus abu si mati yang sudah

    dikremasi.

    4. Tidak membutuhkan lahan yang besar.

    5. Lebih ramah lingkungan karena tidak mencemari tanah.

    6. Keluarga tidak terikat dengan satu tempat pemakaman ketika ingin meningkatkan

    silaturahmi dan berdoa untuk mengenang si mati.

    Nilai negatif dari kremasi :

    1. Memberi kesan kurang menghargai tubuh jasmani karena dibakar dalam suhu

    yang panas dan secara kasat mata proses ini terkesan menyakitkan.

    2. Tidak ada titik bersama lagi yang dapat dijadikan tempat bersilaturahmi untuk

    mengenang si mati.

    3. Ketika dikremasi si mati langsung menjadi abu dan seolaah-olah semua lenyap

    sehingga terkesan hilang dengan cepat dari keluarga.41

    Upacara penguburan dan kremasi secara Kristen adalah suatu yang mengungkapkan

    pengharapan Kristen. Upacara penguburan dan kremasi secara Kristen lebih menekankan soal

    kematian daripada memuliakan yang mati dan menggunakan Firman Tuhan untuk memberi

    penghiburan.42

    41

    Nengah Bawa Atmaja, Reformasi ke Arah Kemajuan yang Sempurna dan Holistik: Gagasan Perkumpulan

    Surya Kanta Tentang Bali di Masa Depan, (Surabaya 2001: Paramita), 62-67. 42

    Gladys, 2009; 110.

  • 13

    Ritual

    Arti ritual secara harafiah dikatakan sebagai suatu kegiatan yang dilakukan oleh

    sekelompok orang atau perorangan dengan tata cara tertentu43

    . Menurut ilmu sosiologi, arti

    ritual adalah aturan-aturan tertentu yang digunakan dalam pelaksanaan agama yang

    melambangkan ajaran dan yang mengingatkan manusia pada ajaran-ajaran tersebut.

    Berdasarkan ilmu antropologi agama, ritual dapat diartikan sebagai perilaku tertentu

    yang bersifat formal, dilakukan dalam waktu tertentu secara berkala, bukan sekedar rutinitas

    yang bersifat teknis, melainkan menunjuk pada tindakan yang didasari oleh keyakinan

    religius terhadap kekuasaan atau kekuatan-kekuatan mistis. 44

    Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia, mengatakan arti ritual adalah hal ihwal ritus atau

    tata cara dalam upacara keagamaan. Upacara ritual atau ceremony adalah sistem atau

    rangkaian tindakan yang ditata oleh adat atau hukum yang berlaku dalam masyarakatyang

    berhubungan dengan berbagai macam peristiwa yang biasanya terjadi dalam masyarakat yang

    bersangkutan.45

    Ritual merupakan tata cara dalam upacara atau suatu perbuatan keramat yang dilakukan

    oleh sekelompok umat beragama. Yang ditandai dengan adanya berbagai macam unsur dan

    komponen, yaitu adanya waktu, tempat-tempat upacara dilakukan, alat-alat dalam upacara,

    serta orang-orang yang menjalankan upacara.46

    Pada dasarnya ritual adalah rangkaian kata, tindakan pemeluk agama dengan

    menggunakan benda-benda, peralatan dan perlengkapan tertentu, tempat tertentu dan

    memakai pakaian tertentu pula.47

    Begitu halnya dalam ritual upacara kematian, banyak

    perlengkapan, benda-benda yang harus dipersiapkan dan dipakai.

    43

    Koentjaraningrat, Beberapa Pokok Antropologi Sosial, ( Jakarta: Dian Rakyat, 1985), 51. 44

    Koentjaraningrat, 1985; 53. 45

    Kamus Besar Bahasa Indonesia, edisi kedua, (Jakarta: Departemen Pendidikan dan Kebudayaan Balai

    Pustaka, 1995), 354. 46

    Koentjaraningrat, 1985; 56 . 47

    Imam Suprayogo, Metodologi Penelitian Sosial-Agama, (Bandung: Remaja Rosda Karya, 2001), 41.

  • 14

    Ritual atau ritus dilakukan dengan tujuan untuk mendapatkan berkah atau rezeki yang

    banyak dari suatu pekerjaan. Seperti upacara menolak bala dan upacara karena perubahan

    atau siklus dalam kehidupan manusia seperti kelahiran, pernikahan dan kematian.48

    Mengenai ritus, Preusz menganggap akan bersifat kosong dan tak-bermakna, apabila

    tingkah-laku manusia dalamnya didasarkan pada akal rasional dan logika; tetapi secara naluri

    manusia mempunyai suatu emosi mistikal yang mendorong untuk berbakti kepada kekuatan

    yang tinggi yang olehnya tampak kongkret di sekitarnya, dalam keteraturan dari alam serta

    proses pergantian musim, dan kedahsyatan alam dalam hubunganya dengan masalah hidup

    dan maut49

    .

    Dalam proses pemakaman akan tercermin kerjasama sosial antar anggota masyarakat.

    Ketika berita kematian disiarkan keseluruh wilayah, setiap orang harus meninggalkan apa

    yang sedang dikerjakannya dan pergi kerumah duka. Terdapat pembagian kerja dalam prosesi

    ini. Kaum wanita memasak untuk syukuran dan kaum pria mempersiapkan tanah penguburan.

    Hal ini mencerminkan bahwa peristiwa kematian yang ada di dalam masyarakat adalah

    sebuah tradisi, bukan merupakan tanggung jawab individu, tetapi lebih pada tanggung jawab

    masyarakat bersama.

    Sejarah GKPB Kristus Kasih Denpasar

    Untuk memperdalam pengetahuan tentang agama Kristen, pada 1931/1932 Chistian

    Missionary Alliance (CMA) mengirim orang-orang Kristen di Bali ke sekolah Alkitab di

    Makasar untuk belajar selama dua tahun, mereka adalah Ketut Yahya, Made Ayub (Made

    Regeg nama sebelum menjadi Kristen), Nyoman Regig, Nyoman Gedel, Gede Cedug, Wayan

    Wara, Made Tebing semuanya dari desa Abianbase, Made Mawa dari desa Dalung, Made

    Glendung dari Untal-Untal, dan Made Bronong dari desa Tuka50

    . Made Glendung meniggal

    di Makasar pada 1933 karena sakit51

    . Mereka yang dikirim belajar inilah yang kemudian

    menjadi Guru Injil di Bali.

    Pada 1937 utusan dari Belanda (zending) Gramberg dan istri datang ke Bali dan

    ditempatkan di Denpasar-Banjar Penyobekan, lalu mereka membuat satu tempat pertemuan

    48

    Bustanuddin Agus, Agama Dalam Kehidupan Manusia, (Jakarta: Raja Grafindo Persada, 2007), 95. 49

    Koentjaraningrat, Sejarah Teori Antropologi,( Bandung 1987) , 70. 50

    Y. Timisela, Agama Kristen di Tanah Bali (Sejarah Gereja Bali yang diarsipkan kembali), 54-55. 51

    Wayan S. Yonathan B.D, Sejarah Gereja Kristen Protestan di Bali, 16.

  • 15

    yang dinamai “Pasraman” (tempat pertapaan). Beberapa pemuda dari masing-masing Jemaat

    diundang dan mendapat pelajaran dari Gs.Gramberg dan istrinya sampai 1939 kemudian

    beliau berdua kembali ke negeri Belanda namun kembali lagi ke Bali. Ada 12 orang yang

    mengikuti pelajaran dan diharapkan mereka ini akan dapat menjadi pemimpin di Bali. Cara

    mereka belajar adalah bersekolah selama 5 hari senin-jumat, hari sabtu mereka pergi ke

    tempat pekerjaannya dan hari minggu berkhotbah di Jemaatnya masing-masing, senin pagi

    mereka sudah kembali bersekolah.

    Pada 1940 sekembalinya dari Belanda Ds. Gramberg dan istri mengadakan sekolah untuk

    pemimpin-pemimpin yang lebih muda di desa Untal-Untal52

    . Hari sabtu, tanggal 1 Juli 1944

    Gereja Bali membuka Sekolah Guru Injil di Untal-Untal. Sekolah ini dipimpin oleh Made

    Ayub dengan guru-guru pengajar : Ds Gramberg dan nyonya, Mr.A.L. Fransz, DR J.L

    Swellengrebel, Ds H.J Franken, Ds H.J Visch, Mas Miarso Darmorejo dan Made Ayub

    sendiri, karena kesulitan keuangan sekolah ini akhirnya ditutup pada 1950.

    Pada 1948-1950 ada duabelas orang yang mengikuti pendidikan Guru Injil di Untal-

    Untal ini, diantaranya : Gusti Putu Wikandra, Putu Merta, Gusti Putu Tantri, Gusti Putu

    Puger, I Gede Brata, Ketut Subamya, Made Gedab, Wayan Ranang, Made Riwih, I Made

    Reti,dan dua lagi tidak tercatat namanya. 53

    Tumbuhnya jemaat Denpasar pada mulanya melalui persekutuan orang-orang Kristen

    pada 1948/1949, jumlah mereka tidak lebih dari 7 jiwa dan tempat persekutuan mereka

    dipilih sebuah rumah seorang pendeta dari Negeri Belanda Ds. Henk J. Visch di Banjar

    Penyobekan (jalan Debes Denpasar). Tahun 1950 Ds. H. J. Visch pulang kembali ke Belanda.

    Pada masa revolusi utusan-utusan Belanda pamit untuk pulang ke negerinya karena

    persoalan politik, tetapi tahun 1951 dipanggil kembali, pada 1053 Ds. H. J. Visch adalah

    satu-satunya zending yang bekerja di Bali. 54

    Tahun 1953 sekembalinya dari Belanda Ds. H. J. Visch dibantu oleh Pendeta Made R

    Ayub membuka sekolah Guru Injil di Banjar Penyobekan ini. Seiring dengan perkembangan

    orang-orang Kristen yang berdomisili di Denpasar maka persekutuan di Banjar Penyobekan

    ini terus berjalan. Pada 1950-1951 I Gusti Putu Wikandra ditugaskan memimpin Gereja

    52

    Ketut Suyaga Ayub, Seminar tentang Sejarah Gereja Bali, (Jemaat Kristus Kasih, 22 Desember 2003). 53

    Y. Timisela, Agama Kristen di Tanah Bali (Sejarah Gereja Bali yang diarsipkan kembali), 56. 54 Ketut Suyaga Ayub, Seminar tentang Sejarah Gereja Bali, (Jemaat Kristus Kasih, 22 Desember 2003).

  • 16

    Jemaat Carangsari, kemudian diutus oleh Badan Pekerja Raad Pakistan untuk melanjutkan

    pendidikan ke sekolah Theologia Bale Wiyoto di Malang dan selesai pada tahun 1956. 55

    Setelah tamat dari sekolah Theologia Bale Wiyoto ditugaskan untuk melayani Gereja Jemaat

    Bongan dan Piling.

    Tahun 1955-1961 GKPB dipimpin oleh Pdt. Wayan Tamayasa sebagai Ketua Sinode.

    Dalam Sidang (Sinode) ke XII tahun 1959 diputuskan bahwa Kantor Sinode yang tadinya

    menumpang di rumah Sekretaris di Untal-Untal ditetapkan di kompleks Penyobekan dan

    dilengkapi dengan staf pegawai dan perlengkapan lainnya. Untuk Ketua dan Sekretaris

    Sinode disediakan perumahan dikompleks Penyobekan ini juga.56

    Sehingga di kompleks Penyobekan ini berlokasi selain tempat Persekutuan Jemaat juga

    Kantor Sinode GKPB. Pada tahun 1959 di kompleks Banjar Penyobekan ini didirikan sebuah

    Gereja jemaat Denpasar dengan fisik bangunan yang sangat sederhana, dinding terbuat dari

    gedek (bedeg) anyaman bambu dengan ruangan yang kecil dan sempit beranggota jemaat 8

    keluarga (KK) dan dipimpin oleh Pdt. I Gusti Putu Wikandra, setelah pernikahannya dengan

    ibu Twianti Setjo pada tanggal 12 Oktober 1958. Secara resmi Pdt. I Gusti Putu Wikandra

    menjalankan tugas sebagai Pendeta pertama lulusan sekolah Theologia di Jemaat Denpasar.

    Nama Jemaat Denpasar kemudian diganti menjadi Jemaat Kristus Kasih setelah

    peresmian gedung Gereja yang baru pada tahun 1977. Kristus adalah mahakasih, kasih tidak

    saja sebagai nama tetapi Kasih itu akan dilakukan dalam kehidupan baik vertikal kepada

    Tuhan Sang Pencipta maupun horizontal kepada sesama umat manusia. Sejak tahun 1978,

    Kantor Sinode GKPB telah pindah dari jalan Debes no.6 ke jalan Dr. Soetomo no. 101

    Denpasar.57

    GKPB Jemaat Kristus Kasih di samping sebagai bagian integral dari sinode GKPB ia

    juga adalah bagian dari gereja-gereja yang bergabung dalam musyawarah pelayanan antar

    gereja MPAG. Sebagai bagian dari MPAG GKPB Jemaat Kristus Kasih bersama dengan

    seluruh Gereja-Gereja Protestan yang ada di Kota Denpasar, berkoordinasi dengan

    pemerintah melalui Kantor Wilayah Departemen Agama Provinsi Bali. Pekerjaan-pekerjaan

    koordinatif antara gereja dengan pemerintah berupa Trilogi kerukunan: kerukunan antar umat

    55

    Wayan S. Yonathan B.D, Sejarah Gereja Kristen Protestan di Bali, 21. 56

    Nyoman Wijaya, Serat Salib Dalam Lintas Bali, 446. 57

    Nyoman Wijaya, Serat Salib Dalam Lintas Bali, 448.

  • 17

    beragama dengan pemerintah, kerukuran antar umat bergama dengan umat beragama lain,

    dan kerukunan antar sesama umat beragama.

    Salah satu kebijakan yang dibuat oleh pemerintah Kota Denpasar dalam rangka

    memelihara kerukunan umat beragama diberikannya tanah pekuburan di Mumbul sebagai hak

    pakai untuk tempat pemakaman umat Kristiani. Sejak diberikannya tanah di Mumbul oleh

    pemerintah pada tahun 1984 umat Kristen di kota Denpasar dari berbagai denominasi

    memakamkan jenazah bagi umat yang meninggal secara damai, hikmat, lancar, tertib. Itu

    terjadi demikian karena pada tahun 1984 tanah pekuburan di Mumbul memang sepi dan jauh

    dari hiruk pikuk kota Denpasar.

    Tahun 1990 tanpa diduga tanah pekuburan Mumbul yang tadinya sangat luas terasa

    sempit karena banyaknya nisan-nisan di bangun di atas tanah itu. Kenyataan ini membuat

    jemaat Denpasar bergumul kemudian berkoordinasi dengan pemerintah guna untuk mencari

    solusi bila suatu saat nanti taman pemakaman Mumbul penuh sesak. Menjawab pergumulan

    Jemaat Denpasar pemerintah mengusulkan agar tanah pemakaman Mumbul dimanfaatkan

    secara efektif. Salah satu cara pemanfaatan yang efektif adalah mendirikan krematorium

    center sebagai tanda tanah itu adalah hak guna pakai yang diberikan oleh pemerintah kepada

    Gereja-Gereja Protestan. Itu berarti selama ada krematorium center selama itu pula tanah bisa

    dipakai oleh Gereja-Gereja protestan. Seandainya tidak ada krematorium center yang hanya

    ada batu nisan tanah itu tidak berbicara bahwa itu adalah hak guna pakai Gereja-Gereja

    Protestan. Oleh karena itu pembangunan krematorium center adalah sangat strategis secara

    politis dan juga bersifat eduatif. Strategis secara politis maksudnya krematorium center

    memberitahu publik bahwa tanah makan mumbul itu bukan milik perorangan tetapi milik

    organisasi. Bersifat edukatif maksudnya gereja tidak memaksa orang untuk dikremasi namun

    gereja melaksanakan kremasi ketika kesadaran umat telah melihat kremasi adalah sebagai

    cara peniadaan jenazah tanpa masalah. 58

    Pelaksanaan Kremasi di GKPB

    Melihat situasi tempat atau tanah pekuburan yang ada di Bali yaitu tidak adanya lahan

    yang cukup luas untuk menampung semua jenazah warga jemaat daerah perkotaan, kemudian

    warga jemaat yang meninggal berasal dari daerah terpencil di pulau Bali maupun berasal dari

    luar pulau Bali, kemudian masyarakat juga tidak mengijinkan adanya pekuburan Kristen

    58

    Wawancara Pdt.MP (23 November 2016) di Salatiga.

  • 18

    sehingga dengan alasan keterbatasan lahan ini menjadi penghambat warga Gereja untuk

    melakukan proses pemakaman.

    Selain situasi tempat mengapa kremasi menjadi pilihan peniadaan jenazah adalah nilai

    positif dari kremasi adalah mengurangi pencemaran air tanah yang diakibatkan oleh keadaan

    jenazah warga jemaat yang meninggal karena kecelakaan jenazahnya dalam kondisi rusak

    dan warga jemaat yang sakit parah sehingga tubuhnya sangat tidak sehat, selain itu juga

    warga jemaat yang memiliki penyakit menular cenderung untuk berpesan agar nanti

    jenazahnya di kremasi. Saat ini biaya pemakaman juga menjadi masalah bagi warga jemaat

    dikarenakan biaya yang sangat tinggi untu penguburan seperti pembelian peti, penggalian

    liang lahat, sehingga kremasi dengan pilihan paket akan membantu keluarga untuk

    mendapatkan harga yang lebih murah. Selain peguyuban kekerabatan, pelayanan kremasi

    juga ditangani oleh biro jasa kematian sehingga jika ada warga jemaat yang ada di Bali

    namun tidak terdaftar di Gereja tetapi bisa mendapat pelayanan kremasi.59

    Pelayanan Kremasi oleh GKPB Kristus Kasih Denpasar

    GKPB Kristus Kasih melakukan pelayanan kremasi bagi anggota jemaatnya yang

    meninggal sesuai Organisasi dan Tata Laksana Jemaat Kristus Kasih pasal 37 dan 38 yaitu :

    Pasal 37 Penguburan dan Kremasi

    1. Warga JKK yang meninggal dunia berhak mendapat penguburan atau kremasi secara

    agama kristen.

    2. Majelis jemaat melalui pengurus Purnabawa mengatur segala persiapan pelayanan

    penguburan atau kremasi dan kebaktian penghiburn sesuai dengan kebiasaan jemaat.

    3. GKPB JKK melayani penguburan dan atau kremasi warga JKK secara agama kristen

    atas permintaan tertulis dari yang bertanggungjawab dan yang berkepentingan.

    Pasal 38 Tata Cara Penguburan dan Kremasi

    1. Pelayanan Pemakaman dapat dilakukan dengan dikubur maupun dikremasi,

    disesuaikan dengan jiwa Tata Gereja 2006 Bab IX, pasal 42-45

    59

    Wawancara Pdt.MP (23 November 2016) di Salatiga.

  • 19

    2. Dalam pelayanan pemakaman disediakan tempat untuk menyampaikan tali kasih

    untuk keluarga duka

    3. Pelayanan kremasi dilakukan di pemakaman Kristen “Mumbul” yang sudah memiliki

    tungku kremasi atau di tempat krematorium centre lainnya

    4. Pelayanan penghiburan diatur oleh majelis jemaat, magebagan dan lain-lain yang

    berkaitan dengan kematian diatur sebaik-baiknya oleh Rukun Kedukaan Purnabawa

    berkoordinasi dengan Ketua Wilayah dan Ketua Sektor

    5. Kebaktian Penghiburan pada keluarga berduka dapat dilaksanakan dengan melibatkan

    group-group paduan suara.

    6. Abu jenasah yang dikremasi dapat dilabuhkan di laut atau dikubur atau ditempatkan

    pada tempat yang disediakan.

    7. Jemaat Kristus Kasih dapat melaksanakan upacara pemakaman warga Kristen yang

    tidak diketahui keluarganya atas permintaan yang berwajib

    8. Anggota Warga Jemaat Kristus Kasih wajib menjadi anggota Rukun Kedukaan

    Purnabawa dengan membayar iuran minimal Rp. 5.000,-/ jiwa per bulan.

    9. Bagi Anggota Warga Jemaat Kristus Kasih yang jenazahnya mau dikubur di taman

    makam kristen mumbul wajib menjadi anggota Rukun Kematian MPAG Provinsi Bali

    dengan membayar Rp. 50.000,- per jiwa / kepala/tahun.60

    Pembangunan Krematorium oleh GKPB Bersama Gereja-Gereja

    Pada tahun 1984, Bupati Kepala Daerah Tingkat II Badung memberikan kepada

    Gereja-gereja Anggota Musyawarah Pelayanan Antar Gereja (MPAG) sebidang tanah di

    Mumbul, Nusa Dua, dengan status Hak Guna Pakai dengan peruntukan sebagai tempat

    pemakaman bagi umat Kristiani. Setelah Gereja-gereja menggunakan tanah tersebut selama

    22 tahun untuk menguburkan warga Gerejanya yang meninggal, tanah tersebut menjadi

    penuh. Tidak ada lagi tempat yang ideal untuk menggali. Berdasarkan keputusan MPAG

    Provinsi Bali tahun 2005 dan menimbang bahwa makam umat Kristen di Mumbul perlu

    penataan dan pengelolaan dengan baik, tambahan pula tanah di Pulau Bali semakin sulit

    diperoleh untuk difungsikan sebagai kuburan,maka Pengurus MPAG Provinsi Bali

    60

    Ortala JKK 19-20

  • 20

    menugaskan Pengurus Taman Pemakaman Umat Kristiani, diketuai oleh Pdt. Made Priana

    membangun Krematorium Centre untuk pelayanan kremasi. Dan sejak April 2007,

    bekerjasama dengan Yayasan Margi Rahayu telah dibangun Gedung Krematorium. 61

    Pandangan Jemaat Terhadap Kremasi Yang Dilakukan Oleh GKPB Kritus Kasih

    Denpasar

    Walaupun telah disosialisasikan bertahun-tahun belum semua warga Gereja bisa

    menerima kremasi sebagai satu-satunya jalan peniadaan jenazah. Ternyata, tidak atau belum

    semua orang Kristen dapat menerima cara kremasi sebagai acara perpisahan dengan orang-

    orang tercinta. Ada banyak alasan mengapa kremasi masih susah diterima oleh keluarga umat

    yang meninggal.

    Dari hasil wawancara dengan beberapa warga jemaat penulis menjumpai berbagai

    pandangan tentang mengapa kremasi masih susah untuk diterima sebagai ritual peniadaan

    jenazah oleh keluarga jemaat yang meninggal. Menurut ibu DKS sebenarnya kremasi adalah

    proses peniadaan jenazah yang tidak salah, namun jika mengingat proses kremasi yang

    menggunakan api, kemudian jenazah langsung menjadi abu dalam waktu yang sangat cepat

    maka hal ini menimbulkan kesedihan tersendiri pada keluarga yang ditinggalkan karena

    jenazah itu langsung lenyap dan hilang, dalam perjalanan proses penerimaan kremasi ini juga

    ada yang berpemahaman bahwa kita akan dibangkitkan pada hari pembebasan nanti, lalu

    pemahaman ini yang membuat mereka berpikir bahwa jika jenazah dikremasi dan menjadi

    abu lantas apa yang akan dibangkitkan, ada juga yang mengatakan jika jenazah dikremasi dan

    abunya dilarung ke laut maka tidak ada lagi tempat untuk melakukan ziarah sehingga

    keluarga akan semakin menjadi sulit untuk berkumpul.62

    Di balik banyaknya penolakan terhadap kremasi, penulis juga menjumpai beberapa orang

    yang menerima kremasi sebagai ritual peniadaan jenazah. Menurut hasil wawancara dengan

    bapak MK beliau sekeluarga sepakat dan berkomitmen menerima pelayanan kremasi.

    Kremasi bukanlah hal yang mengerikan, saat ini kremasi menjadi solusi yang sangat tepat

    untuk proses peniadaan jenazah karena sesuai faktanya tanah kuburan sudah sangat sulit

    untuk didapatkan di daerah perkotaan khususnya, kremasi juga bukan masalah tubuh jasmani

    yang cepat hilang tetapi bagaimana keluarga tidak mempersulit diri dengan memaksakan

    61

    Wawancara Pdt.SH (8 November 2016) di Kantor Gereja . 62

    Wawancara ibu DKS (10 November 2016) di Rumah.

  • 21

    jenazah dikuburkan ketika tanah kuburan sudah penuh, kremasi juga merupakan ritual

    peniadaan jenazah yang praktis dan ringkas.63

    Melihat proses kremasi yang terkesan mengerikan namun jika dilihat dari segi kesehatan

    kremasi jauh lebih baik jika dibandingkan dengan dikuburkan karena jika jenazah dikubur

    maka akan terjadi proses pembusukan dalam tanah sehingga bibit penyakit juga akan lebih

    cepat untuk menyebar, proses kremasi juga bisa dikatakan sangat praktis karena sudah ada

    petugas yang melayani dan melakukan proses kremasi tersebut sehingga warga jemaat juga

    semakin dimudahkan. Kremasi juga sangat bersih karena tidak menimbulkan limbah.

    4. Pandangan Tentang Kehidupan, Kematian Dan Kebangkitan

    Berdasarkan hasil studi teoritis, dan lapangan yang dilakukan dalam penelitian ini

    penulis menemukan fakta-fakta yang menarik, yaitu:

    Kehidupan dan Kematian

    Ketika manusia menjalani proses kehidupan tentunya memiliki rasa takut. Rasa takut ini

    bisa diakibatkan karena kondisi fisik yang tidak sehat, keadaan ekonomi yang semakin

    menurun ataupun lingkungan sosial yang tidak sesuai dengan harapan. Seseorang pasti

    memikirkan tentang perjalanan setelah kehidupan yaitu kematian. Setelah mengalami

    kematian, tubuh dan jiwa akan terpisah. Pandangan ini yang menjadi patokan untuk

    seseorang berpikir tentang dirinya sendiri. Dalam Roma 12 ayat 1 dituliskan bahwah Karena

    itu, saudara-saudara, demi kemurahan Allah aku menasehatkan kamu , supaya kamu

    mempersembahkan tubuhmu sebagai persembahan yang hidup, yang kudus, dan yang

    berkenan kepada Allah : itu adalah ibadahmu yang sejati. Akitab menegaskan bahwa selama

    manusia hidup maka hidupnya juga harus berguna sebagai korban persembahan untuk Tuhan.

    Dalam kehidupannya manusia memerlukan makanan, pakaian, tempat tinggal dan

    banyak hal yang menunjang kehidupannya. Lalu bagaimana tentang pandangan makanan

    yang diperlukan manusia untuk hidup dalam firman Tuhan, dalam Yohanes 6:51 Akulah Roti

    hidup yang telah turun dari sorga. Jikalau seorang makan dari roti ini, ia akan hidup

    selama-lamanya,dan roti yang kuberikan itu ialah daging-Ku, yang akan Kuberikan untuk

    hidup dunia. Yang dimaksud roti hidup ini adalah tubuh Kristus yang telah dikorbankan

    untuk memberikan penebusan dan kehidupan kekal bagi setiap orang yang percaya

    63

    Wawancara bapak MK (11 November 2016) di Kantor Sinode GKPB

  • 22

    kepadaNya, hal ini yang menguatkan setiap manusia ketika akan mengalami proses kematian,

    karena kehidupan yang sesungguhnya akan ada setelah kematian itu terjadi. Dalam iman

    Kristen ada pandangan para teolog Kristen tentang keberadaan manusia pada saat kematian

    dan dibagi dalam 4 tipologi. Pertama, diskontinuitas yang berkembang antara tubuh dan jiwa.

    Pengalaman menunjukkan bahwa ada perbedaan perkembangan antara tubuh dan jiwa.

    Perkembangan tubuh makin melemah seiring dengan bertambahnya usia seseorang sementara

    jiwa menjadi makin kuat. Pada saat kematian terjadi anima separate, yakni terpisahnya jiwa

    dari tubuh. Kematian hanya berlaku bagi tubuh sedangkan jiwa bersifat kekal. Jiwa manusia

    itu immortal, tidak takluk pada kematian. Pada saat tubuh mati, jiwa masih berada di sekitar

    tubuh. Ia baru akan pergi ke negeri para leluhur jika diantar melalui satu upacara. Kematian

    adalah sebagai saat tubuh dan jiwa yang semua adalah satu berpisah. Tubuh yang fana ini

    kembali ke tanah yang adalah asalnya. Sementara jiwa kembali kepada Allah yang

    daripadanya dia berasal. Kedua, kontinuitas yang berkelanjutan dan permanen antara tubuh

    dan jiwa. Kematian adalah akhir dari kehidupan. Kematian membuat manusia tidak ada lagi.

    Kematian terjadi atas tubuh dan jiwa atau roh. Manusia adalah satu totalitas: tubuh dan jiwa

    atau roh. Karena itu tubuh dan jiwa takluk pada kematian. Hanya Tuhan Allah saja yang tidak

    takluk pada maut (1 Tim. 6:16), karena kematian berhubungan dengan tubuh dan roh

    sekaligus. Ketiga, kontinuitas yang positif akan kesatuan tubuh dan jiwa. Kesatuan tubuh dan

    jiwa mendapat perhatian untuk berbicara tentang kehidupan. Kalau tidak ada tubuh maka

    tidak ada jiwa, karena itu jiwa membutuhkan sesuatu di tempat dia menetap. Dengan

    binasanya tubuh, jiwa mencari tempat tinggal yang baru kesetiaan Allah terletak dalam hal

    kemurahannya untuk menjamin adanya tempat tinggal yang baru bagi jiwa. Allah bertindak

    untuk mencarikan rumah baru bagi jiwa. Rumah baru itu adalah dari kenyataan ciptaan yang

    ada. Pandangan ini membawa kita pada ajaran tentang reinkarnasi. Keempat, kontinuitas yang

    transformatif dari kesatuan tubuh dan jiwa. Pandangan ini hampir sejajar dengan pendapat

    pertama. Akan tetapi, jika pendapat pertama hanya mengatakan tentang menurunnya

    perkembangan tubuh, sementara perkembangan jiwa terus meningkat serta mengabaikan

    adanya kebangkitan, pandangan keempat berbicara tentang transformasi tubuh yang menurun

    itu ke dalam bentuk baru yang mulia, sehingga layak untuk penyatuan kembali di masa depan

    dengan jiwa pada saat kebangkitan orang mati.64

    Jika ada pandangan dari beberapa orang

    yang menolak untuk dikremasi dengan alasan tubuhnya akan lenyap ketika dibakar dan

    berpandangan bahwa tidak bisa dibangkitkan karena telah menjadi abu maka yang dimaksud

    64

    Ebenhaizer I. Nuban Timo, 2015; 390-393.

  • 23

    tubuh ini bukanlah tubuh secara fisik namun tubuh secara rohani yang telah bersekutu

    dengan Allah sehingga tidak perlu lagi memikirkan tubuh fisik yang akan kembali menjadi

    abu.

    Kematian Dan Kebangkitan Tidak Berbeda

    Batu nisan dan guci abu yang dilarung ke laut pada hakekatnya adalah sama, yaitu sama-

    sama sebagai tanda pengingat akan seseorang yang sudah meninggal. Namun hal ini sering

    disalah artikan oleh keluarga si mati karena bagi mereka jika jenazah dikubur dan batu nisan

    yang menjadi tanda maka rasa kehilangan itu tidak terlalu mendalam karena masih bisa

    merasakan kehadiran si mati dalam batu nisan atau keburan tersebut, lalu bagaimana dengan

    abu jenazah setelah kremasi yang dilarung ke laut? Itu semua tidak ada bedanya dengan batu

    nisan. Hal ini juga memiliki makna yang sama yaitu sebagai pengingat akan pernah ada

    kehidupan sebelum kremasi itu dilakukan. Penguburan maupun kremasi juga mendapat

    pelayanan liturgi dan dilakukan dengan ritual yang bisa diikuti oleh semua keluarga.

    Kematian tubuh jasmani adalah kebangkitan roh yang sebenarnya, tubuh yang fana yang

    mengalami kebangkitan dan roh yang hidup bersama-sama dengan Kristus yang mengalami

    kebangkitan yang sesungguhnya tersebut. Kristus yang bangkit telah membuat jalan

    kehidupan bagi semua orang. Tidak ada seorangpun yang mati untuk dirinya sendiri, dan

    tidak ada seorangpun yang hidup untuk dirinya sendiri, tetapi setiap orang akan mati dan

    hidup untuk Tuhan (roma 14:7-9) sehingga penguburan dan kremasi memiliki makna yang

    sama dalam cara yang bebeda.

    Diciptakan Baik Dan Kembali Dengan Baik

    Saat ini hubungan manusia dengan bumi sebagai pendukung kehidupan memang

    berlangsung tidak harmonis. Bumi diciptakan dalam keadaan baik (kejadian 1) namun

    kondisi lingkungan yang tidak terjaga dan tidak terawat dengan baik serta pemanfaatan dan

    eksploitasi sumber daya alam yang tidak memperhitungkan kelestarian lingkungan

    menyebabkan kerusakan lingkungan yang semakin parah. Permasalahn semakin tambah berat

    dan kompleks karena secara alamiah jumlah penduduk semakin meningkat. Pelayanan

    kremasi adalah pelayanan yang dibuat oleh GKPB dalam rangka menjadi paguyuban yang

    berguna bagi lingkungan dan tentunya untuk mengikuti anjuran dari Pemerintah. Proses

    kremasi juga merupakan tindakan nyata yang di ambil oleh GKPB sebagai peniadaan jenazah

  • 24

    secara bersih dan rapi karena limbah jenazah tidak mencemari lingkungan terkhusus tanah

    dan air.

    Kesimpulan

    Mencermati esensi agama sebagai sebuah fakta sosial hidup beragama harus sebagai

    sebuah prilaku yang berguna bagi masyarakat, memperhatikan pemahaman tentang kematian

    dan kebangkitan secara teologis bahwa itu adalah hidup dalam arti yang sebenarnya berupa

    relasi manusia dengan Sang Khalik, menyimak setiap aktivitas agamawi memiliki fungsi

    membangun kekerabatan berdasarkan pemahaman tentang tugas Gereja sebagai

    penatalayanan terhadap Bumi, kemudian berdasarkan penelitian yang penulis lakukan di

    GKPB Jemaat Kristus Kasih maka pekasanaan kremasi yang dilakukan oleh GKPB Jemaat

    Kristus Kasih dapat dipandang sebagai sebuah trobosan yang sangat kontekstual dalam

    pelayanan peniadaan jenazah secara terhormat. Disebut kontekstual karena kremasi yang

    dilakukan oleh GKPB adalah sebuah trobosan yang sangat mulia dilihat dari esensi agama

    sangat benar dari sudut pandang teologis, sangat strategis dari perspektif budaya, dan sangat

    membangun dari segi ekologis.

    Bahwa kremasi yang dilakukan oleh GKPB Jemaat Kristus Kasih Denpasar adalah

    sebuah trobosan yang mulia dari segi agamawi karena dengan dilakukannya kremasi di

    GKPB Kristus Kasih , Gereja membantu pemerintah dan masyarakat Bali dalam mengatasi

    permasalahan pemanfaatan tanah untuk pemakaman. Maksudnya Pulau Bali yang tidak besar

    dan tanah tidak mungkin meluas sedangkan penduduk kian tahun kian bertambah demikian

    juga orang yang meninggal bertambah seiring dengan bertambahnya penduduk, maka

    kremasi senyatanya tobosan strategis yang berguna bagi masyarakat Bali. Tambahan pula

    Bali adalah Pulau destinasi pariwisata sebagai pulau tujuan pariwisata, pulau Bali selalu

    mengkemas diri sebagai taman. Sebagai pulau taman segala sesuatu perlu ditata secara rapi.

    Ada tempat untuk pekuburan, ada tempat ibadah, ada tempat wisata. Melihat konteks Bali

    seperti tersebut diatas, maka kremasi di masa depan bukan hanya salah satu alternatif

    peniadaan jenazah, namun menjadi satu-satunya cara peniadaan jenazah. Oleh karena itu

    trobosan yang telah dibuat oleh GKPB ini patut disosialisasikan secara terus-menerus.

  • 25

    Bahwa kremasi yang dilakukan oleh GKPB Jemaat Kristus Kasih Denpasar benar secara

    teologis karena dengan kremasi Gereja membantu menjawab pergumulan jemaat tentang

    hidup setelah mati. Bahwa tubuh jasmani juga memiliki peran dalam kebangkitan. Namun

    hidup setelah mati adalah hidup yang baru yang diberikan kepada Tuhan sehingga hidup

    setelah mati berbeda dengan hidup pada saat didunia ini. Dengan demikian proses kremasi

    kremasi juga membantu memperkuat iman. Maksudnya kematian yang adalah fakta bukan

    lagi sesuatu yang menakutkan karena hidup yang sesungguhnya adalah relasi dengan Tuhan

    yang sangat ditentukan oleh kasih dan kuasa Tuhan. Jadi hidup setelah mati bukan

    berdasarkan pada kekuatan kita dan modal yang kita miliki seperti jenazah melainkan semata-

    mata pada kuasa dan kasih Tuhan. Kalau Tuhan bisa membuat kita ada dari tidak ada maka

    Tuhan juga pasti bisa memelihara kita setelah kita mati karena apa yang tidak mungkin bagi

    manusia adalah mungkin bagi Tuhan.

    Kesimpulan bahwa kremasi adalah benar secara teologis seperti terurai di atas

    berimplementasi bahwa harapan kebangkitan didasarkan pada iman bahwa Allah mampu dan

    akan mewujudkan janjiNya. Apa yang dilakukan dengan jenazah seseorang tidak akan

    mempengaruhi kebangkitannya (Kis 24:15). Manusia tidak perlu lagi cemas akan keadaan

    tubuhnya ketika sudah meninggal karena kehidupan yang kekal adalah kehidupan didalam

    Kristus (Efesus 2:10). Sekalipun penguburan itu praktek yang umum, Alkitab tidak pernah

    memerintahkan penguburan sebagai satu-satunya metode yang dilakukan untuk meniadakan

    jenazah. Sebagian orang-percaya menyatakan keberatan terhadap praktek kremasi dengan

    dasar bahwa hal itu tidak mengakui bahwa suatu hari Allah akan membangkitkan tubuh kita

    dan menyatukannya dengan jiwa/roh kita (1 Korintus 15:35-38; 1 Tesalonika 4:16). Ini

    mungkin menjadi masalah bagi orang-orang tertentu. Namun, fakta bahwa tubuh

    dikremasikan tidaklah menambah kesulitan bagi Allah untuk membangkitkannya. Tubuh-

    tubuh orang-orang Kristen yang meninggal ribuan tahun yang lalu sekarang ini juga sudah

    menjadi abu sama sekali. Hal ini tidak akan pernah menghalangi Allah membangkitkan tubuh

    mereka. Allah mampu membangkitkan tubuh orang-orang yang dikremasikan dan orang yang

    tidak dikremasikan. Soal penguburan atau kremasi termasuk dalam wilayah kebebasan bagi

    orang Kristen untuk putuskan sendiri. Orang, atau keluarga yang mempertimbangkan hal ini

    haruslah berdoa memohon hikmat (Yakobus 1:5). Dibandingkan dengan penguburan kremasi

    sebenarnya “mempercepat” proses berubahnya tubuh menjadi debu.

    Bahwa kremasi yang dilakukan Jemaat GKPB Kristus Kasih Denpasar sangat strategis

    dari segi sosiologis dan budaya karena tata cara dan proses kremasi di GKPB Kristus Kasih

  • 26

    sama sekali tidak berbeda dengan tatacara penguburan. Ada proses pelayatan, pengiburan,

    liturgi yang semuanya itu memelihara budaya kekerabatan. Sehingga kremasi tidak

    menggeser tradisi Gereja dan tradisi masyarakat bahkan dari segi teknis proses pelaksaan

    kremasi lebih rapi dibandingkan dengan prosesi penguburan karena dilakukan di gedung

    krematorium yang seperti tempat ibadah sehingga sangat teduh, seluruh umat dapat

    berkumpul untuk mengikuti ibadah kremasi dengan tertib. Berbeda dengan prosesi di tanah

    pekuburan saat turun hujan jemaat cenderung meninggalkan keluarga duka atau cuaca dalam

    panas terik jemaat mencari tempat untuk berteduh, jemaat harus berdiri sepanjang upacara,

    kalaupun duduk jemaat kebanyakan duduk di atas batu nisan yang lain maka tidak semua

    umat dapat mengikuti proses penguburan dengan baik. Dalam proses kremasi ini juga umat

    dapat berbagi suka dan duka yang berfungsi untuk memelihara kekerabatan. Semuanya itu

    merupakan langkah-langkah yang sama sekali tidak mengkerdilkan budaya kekerabatan.

    Bahwa kremasi yang dilakukan oleh GKPB Jemaat Kristus Kasih adalah sebuah trobosan

    yang membangun secara ekologis karena pelaksanaan kremasi itu sangat menunjang

    pelestarian ligkungan. Dengan pelaksanaan kremasi Gereja tidak akan memerlukan dan

    perluasan tanah pemakaman dengan tidaak diperlukannya perluasan tanah pemakaman

    alokasi pembagian tanah daan pemanfaatan tanah tidak akan mengganggu ekologi dan

    ekosistem bumi ini. Tanah pertanian tetap berfungsi sebagai tanah pertanian, tanah

    perkebunan berfungsi sebagai tanah perkebunan, bahkan pada tanah pekuburanpun pohon-

    pohon tidak harus ditebang karena batu nisan tidak perlu dibuat untuk jenazah. Sehingga

    kremasi ini sangat mendukung pembangunan secara ekologis.

  • 27

    Daftar Pustaka

    Atmadja, Nengah Bawa. 2001. Reformasi ke Arah Kemajuan yang Sempurna dan

    Holistik: Gagasan Perkumpulan Surya Kanta Tentang Bali di Masa Depan.

    Surabaya: Paramita.

    Ayub, Suyaga. 2003. Seminar tentang Sejarah Gereja Bali.

    Bustanuddin Agus. 2007. Agama Dalam Kehidupan Manusia. Jakarta: Raja Grafindo

    Persada.

    Bustanuddin Agustus. 2010. Agama dan Fenomena Sosial. UI-Press.

    D. Hendropuspito O.C. 1998.Sosiologi Agama. Yogyakarta: Kanisius.

    Djuretna A. Imam Muhni. 1994. Moral dan Religi. Yogyakarta:Kanisius.

    Dr.H. Dadang Kahmad. 2000. Sosiologi Agama. PT Remaja Rosdakarya.

    Ebenhaizer I. Nuban Timo.2015. Allah Menahan Diri Tetapi Pantang Berdiam Diri.

    Jakarta: BPK Gunung Mulia.

    Geertz Clifford. 1973. The Interpretation Of Cultures Selected Essays. New York:Basic

    Books Inc.,Publisherrs.

    Gladys,Hunt. 2009. Pandangan Kristen Tentang Kematian. Jakarta: Gunung Mulia.

    http://www.sribd.com/doc/52198/Kebermaknaan-Kematian-Menurut-John-Hick.

    Diunduh pada tanggal 22 Oktober 2016.

    Imam Suprayogo. 2001. Metodologi Penelitian Sosial-Agama. Bandung: Remaja Rosda

    Karya.

    Kamus Besar Bahasa Indonesia, edisi kedua. 1994. Jakarta: Departemen Pendidikan dan

    Kebudayaan Balai Pustaka.

    Koentjaraningrat. 1973. Metode-Metode Penelitian Masyarakat. Jakarta:PT Gramedia.

    Koentjaraningrat. 1985. Beberapa Pokok Antropologi Sosial. Jakarta: Dian Rakyat.

    Koentjaraningrat. 1987. Sejarah Teori Antropologi. Bandung.

    http://www.sribd.com/doc/52198/Kebermaknaan-Kematian-Menurut-John-Hick

  • 28

    Majelis Sinode GKPB.2014. Tata Gereja Kristen Protestan di Bali. Denpasar: Sinode

    GKPB

    Moleong J Lexy. 2002. Metodologi Penelitian Kualitatif. Bandung:PT Rosdakarya.

    Nyoman Wijaya. 1998. Serat Salib Dalam Lintas Bali.

    Priana, I Made 2003. Dokumen Sejarah Pengadaan Dan Pengelolaan Krematorium

    MPAG Propinsi Bali. Sinode GKPB.

    Schreiner, Lothar. 1972. Adat dan Injil. Jakarta: BPK Gunung Mulia.

    Soerjono Soekanto. 1993. Kamus Sosiologi . Jakarta: PT. Raja Grafindo Persada.

    Suadiyawan I Putu. 2012. Interaksi Sosial dalam Pelaksanaan Ritual Keagamaan

    Masyarakat Hindu di Bali. Denpasar: Universitas Udayana.

    Thomas F.O’Dea. The Sociology of Religion. Jakarta CV Rajawali.

    W.Creswell Jhon. 2003. Research Desing Quslitativ &Quantativ Approaches.

    London:SAGE Publications Inc.