bangsa minder
DESCRIPTION
An essay by Indonesian high-school student.TRANSCRIPT
Bangsa Minder
Oleh : Arief Wicaksono
SALAH satu tafsiran dari nama “Arjuna” adalah ilmu air yang pada dasarnya rata, sama
tinggi dan sama rendah. Tak merasa kaya atau pandai saat bertemu dengan orang miskin atau
bodoh. Juga tak merasa miskin atau bodoh ketika bertemu dengan orang kaya atau pandai.
Intinya, semakin kita tidak pernah sombong, semakin kita tidak akan minder. Minder dan
sombong itu jodoh. Bertemunya pada orang yang kerjanya tidak lain hanya membanding-
bandingkan diri terhadap orang lain. Orang-orang seperti ini masih banyak dijumpai di
sekitar kita. Kira-kira begitulah ungkap Dalang Sujiwo Tejo dalam bukunya, Dalang Galau
Ngetweet.
Kalau Anda berpergian ke pusat perbelanjaan misalnya, minimal di kota yang tidak terlalu
metropolitan, seperti Malang, maka anda akan menemui ibu-ibu dengan gayanya yang
percaya diri menyangklong tas Prada. Sambil melirik dan mendekat ke ibu-ibu lain yang
menjinjing tas lokal, mereka yang membawa tas prada itu merasa lebih layak dan elite.
Tetapi, apa yang terjadi ketika mereka bertemu dengan ibu-ibu lain yang membawa tas prada
serupa dengan warna yang bergonta-ganti setiap harinya sesuai warna baju dan lipstiknya?
Pasti minder lah dia.
Sejak kecil saja, kita selalu ditanamkan bahwa selama 350 tahun bangsa ini dijajah asing.
Inilah mental minder! Mengapa tidak diajarkan saja bahwa selama 350 tahun tersebut kita
bekerja keras melawan asing. Selama tiga setengah abad itulah penjajah asing dengan peluh
nya berusaha menguasai tanah air kita. Kalau kita membandingkan gaji antara pilot asing
dengan pilot domestik di Indonesia, tentu gaji pilot asing jauh lebih tinggi. Lantas, mengapa
gaji pilot kita lebih rendah? Apakah mereka kurang handal dibandingkan dengan pilot
mancanegara? No! Pilot kita hebat, polisinya juga, ilmuwan kita tak kalah saing. Ini hanya
masalah mental dan kepercayaan sebuah bangsa, apakah ia bisa sejajar dan percaya diri
tampil sama tinggi dengan bangsa-bangsa lainnya.
Orang yang sok pandai berbahasa Inggris di daerah anda tentu akan merasa lebih mampu
dibanding orang-orang disekitarnya. Namun, tentu ia akan merasa minder ketika bertemu
dengan orang bule. Ketika seorang ilmuwan dari Madura berbicara dengan bahasa Inggris di
negeri nya sendiri, mungkin ia akan ditertawakan karena aksen dan logatnya, tetapi ia tidak
akan ditertawakan ketika memberi kuliah di luar negeri. Pada umumnya, orang yang
casciscus bahasa Inggrisnya akan menghina bangsanya sendiri, tetapi dijamin orang itu bakal
mengkeret di hadapan bule.
Orang yang suka membanding-bandingkan dirinya dengan orang lain, kalau tidak jadi
sombong ya akan jadi minder. Semakin seseorang itu sombong, maka semakin sering pula
orang itu akan minder. Orang yang sombong akan lebih sering menoleh kanan-kiri untuk
memastikan bahwa tidak ada orang yang melebihi dirinya. Ketika ia menemui orang yang
lebih daripada dirinya, maka kepercayaan dirinya akan hilang.
Minder dikarenakan tidak percaya dengan kemampuan sendiri dan merasa dirinya di bawah
orang lain. Ketika kita diajarkan bahwa 350 tahun kita di bawah belenggu penjajah, mengapa
tidak kita bikin cerita bohong dan ngawur demi kebanggaan anak-cucu. Amerika Serikat
kurang ngawur bagaimana, mereka keok saat menghadapi perang di Vietnam, tetapi ia
membuat cerita bahwa dirinya tampil sebagai jagoan dan menciptakan tokoh Rambo, dan kita
semua plok plok plok. Rezim Soeharto patut diacungi jempol dalam membentuk mental
bangsa yang besar, terlepas dari urusan utang-utang negara, Soeharto telah berhasil membuat
bangsa Indonesia memiliki mental sebagai bangsa yang besar. Pada rezim itu, televisi hanya
menyajikan tayangan-tayangan prestasi bangsa, swasembada beras, pertumbuhan ekonomi,
perbaikan sarana-parasarana, dan sebagainya. Tidak hanya itu, televisi pemerintah juga rajin
menayangkan berbagai kekacauan internasional, seperti Perang Teluk, Perang Malvinas, dan
lain sebagainya. Akibatnya, seluruh rakyat Indonesia memiliki kepercayaan diri yang tinggi
terhadap bangsanya.
Minder juga dikarenakan memakai produk asing untuk keperluan asing juga.
Ketika kita memakai Blackberry untuk menyebarkan info akan ada gelaran wayang, itu
bukan minder namanya. Orang naik haji juga akan menaiki pesawat Amerika, tetapi untuk
kepentingan Islam. Apakah mereka minder? Jangan segampang itu mengartikan minder.
Kalau kita membeli tank untuk membunuh orang-orang yang termarjinalkan dengan
menggusur rumah-rumah mereka, itu baru minder namanya. Sebab apa? Relatif orang
berpikir ketika kita dihadapkan pada prasarana asing, maka orang-orang kita akan takut. Coba
bandingkan ketika orang-orang yang termarjinalkan tersebut hanya digusur rumahnya dengan
bambu runcing atau sekedar pentung satpol pp. Tentu orang-orang itu tidak akan takut
melawan. Tetapi karena kita telah menjadi bansga yang minder, maka kita perlu bersusah
payah untuk membeli tank asing guna menggusur orang-orang yang seharusnya mendapat
penghidupan yang layak.
Rasa minder sebagai bangsa lebih dikarenakan oleh dua hal, yaitu ketidaktahuan dan kurang
percaya diri dengan apa yang sudah kita warisi dan miliki dari zaman-zaman terdahulu.
Orang yang minder ketika berhadapan dengan burger, sphagetty, sushi dikarenakan mereka
mungkin belum pernah makan yang namanya rendnag dari Padang, pecel, gudeg Jogja, dan
lain sebagainya. Orang akan minder ketika bertemu dengan gangnam style karena mungkin
mereka belum pernah menikmati pertunjukan gambang kromo dari Betawi, tor-tor dari Batak,
la ligo dari Bugis, dan masih banyak lagi. Ketidaktahuan itu mungkin karena mereka benar-
benar tidak tahu akan kekayaan bangsa atau karena mereka lebih suka membanding-
bandingkan bangsa sendiri dengan asing. Orang yang suka membandig-bandingkan
bangsanya sendiri dengan asing pada umumnya akan lebih banyak melihat keluar daripada
mencari ke dalam. Orang akan minder saat melihat budaya k-pop sehingga akan membuat k-
pop nya sendiri ke dalam bangsanya, tanpa ia melihat betapa sudah kayanya budaya bangsa
nya sendiri.
Sebab kedua, adalah kekurangpercayaan diri kita pada budaya bangsa yang sudah kita miliki.
Mungkin, jika sejak kecil setiap bapak memperkenalkan budaya wayang pada anak-anaknya,
mental minder pada bangsa ini tidak akan separah seperti sekarang ini. Orang-orang yang
tidak minder dan mengenal wayang sejak lama akan bangga pada identitas kebangsaannya
tersebut, tanpa ia membanding-bandingkan apalagi menganggap budaya asing adalah buruk.
Orang yang tidak sombong dan tidak minder tidak akan pernah menganggap apa yang ada di
luar budayanya itu lebih tinggi ataupun lebih rendah, seperti tafsiran nama “Arjuna” sebagai
air yang sama rata.
Ketika ada festival jazz yang menampilkan spanduk-spanduk besar di pinggir-pinggir jalan,
spanduk-spanduk itu akan memampang nama-nama dengan ukuran huruf yang cukup besar,
bahkan terkadang juga ditambahkan foto nya para pemusik asing. Lantas Glenn Fredly, Indra
Lesmana namanya ditulis kecil-keci yang diletakkan di sisi pojok spanduk. Apakah
sebegitunya kita harus minder sebagai sebuah bangsa?
Kalau kita mau menengok kawan kita, India, maka kita akan belajar banyak. Pada dasarnya,
penjajahan Inggris di India pada masa kolonialisme dulu adalah bentuk dari penjajahan
ekonomi dan perdagangan. Inggris memproduksi berbagai macam kebutuhan manusia untuk
dijual kepada negara-negara jajahannya. Pikirnya, oleh Inggris, ketika barang-barang mereka
sudah menguasai pasar, misalnya di India, maka rakyat India akan terus berpikir bagaimana
cara mendapatkan barang-barang buatan Inggris, karena mereka sudah disetir dan dibuat
untuk bergantung pada barang-barang bikinan Inggris. Tetapi, Mahatma Gandhi, seorang
tokoh pergerakan nasional India mencetuskan sebuah gerakan nasional bernama gerakan
swadeshi, sebuah gerakan untuk menggunakan produk-produk dalam negeri. India masih
percaya akan kainnya yang dulu pernah berjaya di pasaran. India juga masih bangga dnegan
segala budaya nya yang memiliki niali-nilai luhur yang tidak sederhana, tetapi snagat
kompleks. Nilai-nilai budaya tersebut dipercaya oleh rakyat India memiliki sebuah kekuatan
transformasional untuk mengubah India yang semula minder dijajah oleh Inggris, pada
akhirnya berbangga karena dapat mengusir kolonialisme di negerinya karena sebuah
kepercayaan diri untuk bangga pada bangsanya sendiri.
Ada beberapa cara untuk kita tidak menjadi bangsa yang minder. Yang pertama sudah jelas
jangan menjadi bangsa yang sombong. Kita boleh berbangga atas identitas kebudayaan kita,
antara lain makanan, tarian, nyanyi-nyanyian, teater, dan lain sebagainya yang kita akui
sebagai identitas kita sebagai bangsa Indonesia. Namun, kebanggaan kita jangan pernah
menimbulkan suatu primordialisme terhadap budaya bangsa lain. Keanekaragaman kita
adalah kekayaan dan anugerah, bukan suatu hal yang memalukan sehingga harus ditutup-
tutupi. Kalau terus kita menyembunyikan apa yang sebenarnya kita punya, kita akan semakin
minder ketika disuguhkan berbagai macam budaya asing yang padahal tidak lebih indah dan
juga tidak kurang dari budaya kita sendiri.
Cara kedua adalah mengahargai budaya-budaya asing dan menganggapnya suatu kekayaan
umat manusia di muka bumi. Ketika kita menghargai budaya-budaya di luar kita, maka
secara otomatis kita akan menghargai budaya kita sendiri. Ingat, menghargai bukan
menggandrungi apalagi fanatik. Jangan melihat bangsa kita sendiri dengan sebelah mata, itu
juga berlaku dengan jangan kita melihat budaya asing dengan sebelah mata pula.
Ketiga, agar kita tidak merasa atau menjadi bangsa minder adalah hidup dengan sederhana.
Hidup sederhana itu merasa puas akan segala kecukupan, bukan hidup yang selalu merasa
berkekurangan. Hidup sederhana mengantarkan kita pada kebahagiaan dan tidak akan pernah
memandang ada orang yang lebih bahagia dari hidupnya. Hidup yang serba wah justru akan
membawa kita ke kehidupan yang merasa kurang. Ujung-ujungnya, minder lagi yang melekat
pada bangsa yang tidak bisa hidup dengan sederhana.
Apakah kita benar menjadi bangsa yang minder? Kalau jawabannya iya, apakah kita
selanjutnya akan terus menjadi bangsa yang minder?. Inggris, Jepang, dan Australia di
panggung internasional merupakan sekutu yang sangat hormat pada Amerika Serikat. Lalu
bagaimana dengan Indonesia? Apakah kita akan menjadi bansga yang berdaulat penuh dan
terang-terangan percaya diri, bukannya malah minder kepada negara digdaya semacam
Amerika Serikat? Seperinya tidak masuk akal. Tetapi apakah hidup harus selalu masuk akal?
Pernahkah anda memperhatikan teman atau orang lain menembak kekasihnya? Awalnya
mereka menganggap hal itu tidak masuk akal, tetapi toh akhirnya terjadi juga. Kalau ada
orang menganggap menjadi bangsa yang tidak minder adalah hal yang tidak masuk akal,
sudah dipastikan orang itu adalah orang yang sombong dan minder. Menjadi bangsa yang
besar, atau minimal merasa besar, merupakan persoalan mental. Ini perlu ditanamkan dan
dibiasakan.
Coba bayangkan, ketika ada seseorang yang menghadiri sebuah acara dengan berjalan kaki,
dan ketika tiba di tempat menjumpai para tamu lainnya menggunakan mobil-mobil bikinan
asing, orang tersebut malah berbalik dan pulang hanya karena malu, tidak percaya diri, dan
minder. Apa jadinya jika orang tersebut pada akhirnya menjadi seorang presiden.
Menghadapi orang-orang bermobil saja takut, apalagi jika harus menghadapi Freeport.
Untuk tidak menjadi minder harus benar-benar dibiasakan sejak dini. Jika tidak, terus-terusan
kita akan ditertawakan. Bisa-bisa dianggapnya kita oleh mereka sebagai inlander bodoh yang
hidupnya selalu merasa kekurangan, padahal orang-orang bangsa asing tidak menampikkan
bahwa bangsa kita adalah bangsa yang kaya raya. (arf)