balita dengan pneumonia
DESCRIPTION
PREVALENSI ANGKA KEJADIAN BALITA DENGAN MASALAH KESEHATAN PARU/ISPA ATAU PNEUMONIATRANSCRIPT
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Menurut UNICEF dan WHO, pneumonia merupakan salah satu major
forgotten killer of children (pembunuh anak utama yang terlupakan). Diperkirakan
lebih dari 2 juta anak balita meninggal dunia karena pneumonia atau radang paru
akut setiap tahunnya dan ini merupakan lebih dari 1/5 bagian dari 9 juta anak
balita yang meninggal setiap tahunnya. Angka ini melebihi angka kematian akibat
AIDS, campak, malaria atau gabungan ketiganya.(1)
Survei Demografi dan Kesehatan Indonesia (SDKI) tahun 2007
menyebutkan bahwa Angka Kematian Balita (AKBAL) adalah 44/1000 kelahiran
hidup. Jika kita melihat kebelakang, hasil Survei Demografi dan Kesehatan
Indonesia (SDKI) tahun 2003 yang menyebutkan bahwa Angka Kematian Balita
(AKBAL) adalah 46/10000 kelahiran hidup. Dari pernyataan diatas maka telah
terjadi penurunan angka kematian dalam kurun waktu 5 tahun walaupun
penurunannya sangat kecil, namun hal tersebut masih cukup jauh dari salah satu
diantara delapan target atau Sasaran Pembangunan Milenium atau Millenium
Development Goals (MGDs) yang sedang diupayakan oleh pemerintah Indonesia
yaitu MDG ke-4 tentang menurunkan angka kematian anak. Dalam program
tersebut target yang ingin dicapai pemerintah Indonesia pada tahun 2015 adalah
Angka Kematian Balita (AKBAL) sebanyak 32/1000 kelahiran hidup.(2)
Salah satu penyebab kematian terbesar pada Balita menurut Riskesdas
2007 adalah pneumonnia sebesar 15,5% yang menduduki peringkat ke-2 setelah
diare.Pneumonia adalah suatu radang paru yang disebabkan oleh bermacam-
macam etiologi bakteri, virus, jamur dan benda asing.Oleh karena itu, supaya
angka kematian balita bisa terus diturunkan sehingga target MDG ke-4 bisa
tercapai maka penyebabnya harus dihilangkan. Untuk menghilangkan penyebab
tersebut diperlukan kerjasama dan kinerja yang baik antara unit-unit fungsional
1
kesehatan mulai dari yang cakupan wilayah kerjanya kecil sampai besar.
Puskesmas merupakan unit fungsional yang cakupan wilayah kerjanya kecil dan
merupakan ujung tombak dalam pembangunan kesehatan di Indonesia karena
Puskesmas menyelenggarakan pelayanan kesehatan terdepan dan terdekat dengan
masyarakat dalam bentuk kegiatan pokok menyeluruh dan terpadu.Oleh karena itu
kinerja Puskesmas haruslah baik.(2)
Kinerja Puskesmas diukur dari tingkat keberhasilannya dengan
membandingkan kegiatan yang ada di Puskesmas dengan target yang ditetapkan
dalam Standar Pelayanan Minimal (SPM). Salah satu bagian penilaian yang ada di
SPM adalah cakupan balita dengan pneumonia yang ditenukan atau ditangani
sesuai standar dengan target yang harus tercapai adalah 100%. Adapun sasaran
balita dengan pneumonia yang harus ditemukan atau ditangani sesuai standar
menurut SPM adalah 5,12% x 10 % x jumlah penduduk.
Di Puskesmas Tempuran, berdasarkan perhitungan Standar Pelayanan
Minimal (SPM) bulan Januari sampai dengan Februari 2012 didapatkan cakupan
Balita dengan pneumonia yang ditemukan atau ditangani sesuai standar masih
jauh dibawah target yaitu 32.34%. Penulis melakukan evaluasi dengan cakupan
Puskesmas Tempuran karena kemudahan akses dan keterbatasan waktu yang
dimiliki.
B. Perumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang diatas, maka didapatkan perumusan masalah
sebagai berikut :
1. Apa yang menyebabkan Program P2 ISPA cakupan balita dengan
pneumonia yang ditemukan atau ditangani sesuai standar di Puskesmas
Tempuran pada bulan Januari-Februari 2012 belum memenuhi target?
2. Bagaimana alternatif pemecahan masalah jika disesuaikan dengan
penyebab permasalahan?
3. Kegiatan apa saja yang dapat dilakukan untuk memecahlan permasalahan
tersebut?
2
C. Tujuan
1. Tujuan Umum
Mengetahui, mengidentifikasi dan menganalisis penyebab serta menyusun
rencana tidak lanjut pemecahan masalah belum tercapainya target program P2
ISPA cakupan balita dengan pneumonia yang ditemukan atau ditangani sesuai
standar di Puskesmas Tempuran selama periode Januari-Februari 2012.
2. Tujuan Khusus
1. Mengetahui cakupan balita dengan pneumonia yang ditemukan dan ditangani
sesuai standar di Puskesmas Tempuran selama periode Januari-Februari 2012.
2. Mengidentifikasi penyebab belum tercapainya targer P2 ISPA cakupan balita
dengan pneumonia yang ditemukan dan ditangani sesuai standar di Puskesmas
Tempuran periode Januari-Februari 2012.
3. Mampu menganalisis penyebab masalah yang telah diidentifikasi.
4. Mampu memberikan alternatif pemecahan masalah yang ditemukan.
5. Mampu menyusun rencana tindak lanjut atau Plan Of Action dari alternatif
pemecahan masalah yang ditemukan.
D. Batasan Pengkajian
1. Batasan Judul
Laporan kegiatan dengan judul “EVALUASI PROGRAM P2 ISPA
CAKUPAN BALITA DENGAN PNEUMONIA YANG DITEMUKAN ATAU
DITANGANI SESUAI STANDAR DAN RENCANA TINDAK LANJUTNYA
DI PUSKESMAS TEMPURAN PERIODE JANUARI-FEBRUARI 2012”
mempunyai batasan pengertian judul sebagai berikut :
a. Evaluasi
Adalah proses penilaian yang sistematis mencakup pemberian nilai,
atribut, apresiasi dan pengenalan permasalahan serta pemberian solusi-
solusi atas permasalahan yang ditemukan.
3
b. Program P2 ISPA
Adalah salah satu program yang ada di Puskesmas tentang Pencegahan
dan Penanggulangan Infeksi Salauran Pernafasan Akut.
c. Cakupan
Adalah jumlah kasus pneumonia pada balita yang ditemukan sesuai
standar dibandingkan dengan perkiraan kasus pneumoni yaitu 5,12% x
10% x jumlah penduduk
d. Balita
Adalah istilah umum bagi anak usia 1-3 tahun (Batita) dan anak usia 3-5
tahun (prasekolah).
e. Pneumonia
Adalah suatu radang paru yang disebabkan oleh bermacam-macam etilogi
seprti bakteri, virus, jamur dan benda asing
f. Ditemukan atau Ditangani Sesuai standar
Adalah penemuan atau penanganan suatu masalah atau penyakit sesuai
dengan standar operasional prosedur yang ada
g. Rencana Tindak Lanjut
Adalah rancangan, konsep atau program untuk menindak lanjuti suatu
masalah
h. Puskesmas Tempuran
Puskesmas yang beroperasi di kecamatan Tempuran
i. Kabupaten Magelang
Adalah salah satu kabupaten yang ada di Provinsi Jawa Tengah
j. Periode Januari-Februari 2012
Kurun waktu selama dua bulan yang dimulai dari bulan Januari 2012
hingga Februari 2012
2. Batasan Operasional
a. Periode kegiatan yang berlangsung dalam kurun dua bulan yang dimulai
dari bulan Januari 2012 hingga Februari 2012
4
b. Sasaran adalah perkiraan kasus pneumonia pada balita di Puskesmas
Tempuran (5,12% x 10% x jumlah penduduk)
c. Cakupan adalah persentase hasil perbandingan anatara jumlah balita
dengan pneumonia yang ditemukan atau ditangani sesuai standar dengan
jumlah perkiraan kasus pneumonia pada balita di Puskesmas Tempuran
Kabupaten Magelang (5,12% x 10% x jumlah penduduk)
3. Ruang Lingkup
Ruang lingkup pengkajian yang dilakukan meliputi :
a. Lingkup lokasi : Puskesmas Tempuran, Kabupaten Magelang
b. Lingkup waktu : Januari 2012 sampai Februari 2012
c. Lingkup sasaran : Perkiraan kasus pneumonia pada balita yang ada di
wilayah kerja Puskesmas Tempuran (5,12% x 10% x jumlah penduduk)
d. Lingkup metode : Wawancara, kuesioner, pencatatan dan pengamatan
4.Batasan Masalah
Batasan masalah ditujukan untuk mempermudah pemahaman agar lebih
terarah, jelas dan tidak menyimpang dari permasalahan yang ada. Maka dalam hal
ini hanya dibatasi menegenai tinjauan belum tercapainya target cakupan balita
dengan pneumonia yang ditemukan atau ditangani sesuai standar di Puskesmas
Tempuran Kabupaten Magelang periode Januari 2012-Februari 2012.
E.Manfaat
1. Bagi Mahasiswa :
a. Melatih kemampuan berkomunikasi dan berinteraksi dengan masyarakat
b. Melatih kemampuan analisis dan pemecahan terhadap masalah yang ada
c. Meningkatkan pengetahuan tentang penyakit Pneumonia khususnya pada
balita
5
2. Bagi Puskesmas :
a. Memberikan informasi mengenai kemungkinan penyebab rendahnya
cakupan balita dengan pneumonia yang ditemukan atau ditangani sesuai
standar di Puskesmas Tempuran
b. Sebagai bahan evaluasi perencanaan kegiatan Puskesmas untuk Program
P2 ISPA
3. Bagi Masyarakat :
Masyarakat khususnya yang mempunyai balita diharapkan dapat lebih
mengetahui tentang penyakit pneumonia dan bahaya penyakit tersebut bila tidak
ditangani secara baik.
6
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
PNEUMONIA
A. Definisi Pneumonia
Pneumonia adalah penyakit infeksi akut yang mengenai jaringan paru
(alveoli) yang disebabkan terutama oleh bakteri dan merupakan penyakit
saluran pernafasan akut yang sering menyebabkan kematian. Penyebab
P neumonia adalah infeksi bakteri,virus maupun jamur. Pneumonia
mengakibatkan jaringan paru mengalami peradangan.Akibatnya kemampuan
paru untuk menyerap oksigen menjadi berkurang. Kekurangan oksigen
membuat selsel tidak bisa bekerja.(9)
B. Klasifikasi Pneumonia
Klasifikasi berdasarkan frekuensi nafas, tarikan dinding dada bagian
bawah, bunyi nafas (stridor)
1. Pneumonia
Batuk, demam lebih dari 380C disertai sesak nafas.Frekuensi nafas lebih
dari 40x/menit,ada tarikan dinding dada bagian bawah.Pada auskultasi
didapati bunyi stridor pada paru.(3)
2. Non Pneumonia
Bila bayi dan Balita batuk,demam 380C tidak disertai nafas cepat lebih
dari40x/menit,tidak ada tarikan dinding dada bagian bawah dan tidak ada
bunyi stridor pada paru.(3)
Tabel1. Frekuensi Nafas Sesuai Umur
No Umur NafasNormal NafasCepat (takepnea)
1 0 – 2 bulan 30 – 50 x / menit 60 x / menit
2 2 – 12 bulan 25 – 40 x / menit 50 x / menit
3 1 – 5 tahun 20 – 30 x / menit 40 / menit
(Sumber:PedomanPerhitunganFrekuensiNafas)(3)
7
C. Tanda dan Gejala Pneumonia
Gejala penyakit Pneumonia biasanya didahului dengan infeksi saluran nafas atas akut
selama beberapa hari.Selain didapatkan demam,menggigil, suhu tubuh meningkat sampai
400C,sesak nafas, nyeri dada, dan batuk dengan dahak kental,terkadang berwarna kuning
kehijauan.
Gejala dan tanda lainnya:
Batuk berdahak, nyeri dada (saat menarik nafas dalam atau terbatuk), demam,retraksi
intercosta,sesak nafas, sakit kepala, nafsu makan berkurang, mual muntah, kekakuan sendi
dan otot, cyanosis, ronchi, thorak foto menunjukkan infiltrasi melebar.(3)
D. Sumber dan Penyebab Terjadinya Pneumonia
Sebagian besar penyebab Pneumonia adalah mikroorganisme (virus, bakteri dan
sebagian kecil oleh penyebab lain hidrokarbon (minyak tanah, bensin ,atau sejenisnya) dan
masuknya makanan, minuman, susu, isi lambung ke dalam saluran pernafasan.Berbagai
penyebab Pneumonia tersebut dikelompokkan berdasarkan golongan umur, berat ringannya
penyakit dan penyakit yang menyertainya.
Penyebab Pneumonia adalah sebagai berikut: (3)
1. Mikroorganisme
Mikroorganisme paling sering sebagai penyebab Pneumonia adalah virus, terutama
Respiratory Synsial Virus (RSV) yang mencapai 40%. Golongan bakteri yang ikut
berperan terutama Streptococcs pneumonia dan Hemofillus influenza type B (HIB).
Awalnya mikroorganisme masuk kedalam percikan ludah (droplet) kemudian terjadi
penyebaran mikroorganisme dari saluran nafas bagian atas jaringan (parenkim paru)
dan sebagian lagi karena penyebaran melalui aliran darah.
2. Faktor intrinsik
Faktor intrisik yang dapat meningkatkan risiko kejadian dan risiko kematian akibat
pneumonia pada Balita adalah:
a. Umur
Umur mempengaruh imekanisme pertahanan tubuh seseorang. Bayi dan Balita
mempunyai mekanisme pertahanan tubuh yang masih lemah dibanding dengan
orang dewasa sehingga Balita masuk ke dalam kelompok yang rawan terkena
infeksi,misalnya diare,ISPA dan pneumonia.
8
b. Status gizi
Status gizi sangat berpengaruh terhadap daya tahan tubuh. Balita yang mempunyai
status gizi baik maka akan mempunyai daya tahan tubuh yang lebih baik
dibandingkan dengan anak yang mempunyai status gizi kurang maupun buruk.
Keadaan gizi yang buruk muncul sebagai bagian dari faktor risiko kejadian
pneumonia.
c. Status imunisasi
Cakupan imunisasi akan berperan besar dalam upaya pemberantasan
pneumonia.Cara yang paling efektif saat ini adalah dengan pemberian imunisasi
DPT dan Campak. Pemberian imunisasi Campak dapat mencegah kematian
pneumonia sekitar 11%, imunisasi DPT dapat mencegah kematian pneumonia
sekitar 6%.
d. Jenis kelamin
Selama masa anak anak, laki laki dan perempuan mempunyai kebutuhan energy
yang hamper sama. Kebutuhan gizi untuk anak usia10 tahun pertama adalah sama,
sehingga diasumsikan kerentanan terhadap masalah gizi dan konsumsinya akan
sama pula. Menurut penelitian yang dilakukan oleh Koblinski.1997 bahwa
sesungguhnya anak perempuan mempunyai kebutuhan biologis dan pada
lingkungan yang optimal mempunyai keuntungan yang diperkirakan sebesar 0,151
kali lebih diatas anak lakilaki dalam hal tingkat kematian.
e. ASI eksklusif
Kolustrum mengandung zat kekebalan 1017 kali lebih banyak dari susu buatan .Zat
kekebalan pada ASI melindungi bayi dari diare,alergi dan infeksi saluran nafas
terutama pneumonia. Bayi yang diberi ASI eksklusif akan lebih sehat dan jarang
sakit dibandingkan dengan bayi yangtidak mendapatASI ekslusif.
f. Defisiensi vitamin A
Pada kasus kekurangan vitamin A, fungsi kekebalan tubuh menurun sehingga
mudah terserang infeksi . Lapisan sel yang menutupi trakhea dan paru mengalami
keratinisasi sehingga mudah dimasuki oleh kuman dan virus yang menyebabkan
infeksi saluran nafas terutama pneumonia.
g. Berat badan lahir rendah ( BBLR )
Berat badan lahir rendah menentukan pertumbuhan dan perkembangan fisik dan
mental pada masa Balita.Bayi dengan BBLR mempunyai risiko kematian yang
lebih besar dibandingkan dengan bayi dengan berat lahir normal terutama pada
9
bulanbulan pertama kelahiran karena pembentukan zat kekebalan kurang sempurna
sehingga lebih mudah terkena penyakit infeksi terutama pneumonia dan infeksi
saluran pernafasan lainnya.
3. Faktor ektrinsik
Faktor ektrinsik yang dapat meningkatkan risiko kejadian dan risiko kematian akibat
pneumonia pada Balita adalah:
a. Kondisi Fisik Rumah
Kondisi fisik rumah sangat mempengaruhi terhadap kejadian pneumonia.
Pengertian Rumah
Rumah adalah bangunan yang berfungsi sebagai tempat tinggal atau hunian dan
sarana pembinaan keluarga. Secara umum rumah dikatakan sehat apa bila
memenuhi kriteria sebagai berikut:
a. memenuhi kebutuhan fisiologis antara lain pencahayaan ,ruang
gerak yang cukup, terhindar dari kebisingan yang mengganggu
b. memenuhi kebutuhan psikologis antara lain privasi yang cukup,
komunikasi yang sehat antara anggota keluarga dan penghuni rumah.
c. Memenuhi persyaratan pencegahan penularan penyakit antara
penghuni rumah dengan penyediaaan air bersih,pengelolaan tinja dan air limbah
rumah tangga, bebas vector penyakit, kepadatan hunian yang tidak berlebihan,
cukup sinar matahari pagi, terlindungnya makanan dan minuman dari
pencemaran disamping pencegahandan penghawaan yang cukup
d. Memenuhi persyaratan tidak terjadinya kecelakaan baik yang ditimbulkan
karena keadaan luar maupun dalam rumah antara lain persyaratan garis sepadan
jalan, konstruksi yang tidak mudah roboh, tidak mudah terbakar dan tidak
cenderung membuat penghuninya jatuh tergelincir.
Kontruksi rumah dan lingkungan yang tidak memenuhi syarat kesehatan
merupakan factor resiko sumber penularan berbagai jenis penyakit khususnya
penyakit yang berbasis lingkungan..Rumah sehat adalah proporsi rumah yang
memenuhi kriteria sehat. Rumah yang sehat harus memenuhi 3 komponen
yaitu:rumah,sarana sanitasi dan perilaku
10
Kriteria rumah sehat pada masingmasing parameternya adalah sebagai berikut.
1.Komponenrumahmeliputi:
a.Langitlangit
b.Dinding
c. Jendela kamar tidur
d.Jendela ruang keluarga
e. Ventilasi
f. Sarana pembuangan asap dapur
g. Pencahayaan
2.Sarana sanitasi meliputi:
a.Sarana air bersih
b.Sarana pembuangan kotoran
c. Sarana pembuangan limbah
d. Sarana pembuangan sampah
3.Kolompok perilaku meliputi;
a.Membuka jendela kamar tidur
b.Membuka jendelaruang keluarga
c.Membersihkan rumah dan halaman
d. Membuang tinja ke WC
e.Membuang sampah pada tempat sampah
b. Kondisi rumah yang berhubungan dengan kejadian pneumonia
1.Kelembaban
Kelembaban adalah banyaknya uap air yang terkandung dalam udara yang
biasanya dinyatakan dalam persen.
Faktorfaktor kelembaban udara meliputi:
a. Keadaan bangunan
1. Dinding
Air hujan masuk dan meresap melalui poripori dinding sehingga akan
mengakibatkan kelembaba nudara dalam ruangan.
2 . Iklim dan Cuaca
Kelembaban udara secara menyeluruh dipengaruhi oleh iklim dan cuaca.
11
Syaratsyarat kelembaban yang memenuhi standar kesehatan adalah sebagai berikut:
a. Lantai dan dinding harus kering
b. Kelembaban udara berkisar antara 40% sampai 70%
Alat yang digunakan untuk mengukur kelembaban adalah Higrometer,
digantung pada papan yang terbuat dari kayu kemudian dapat dilihat berapa
angka kelembaban yang tertera pada alat tersebut kemudian melakukan
pencataan hasil. Keterkaitan antara kelembaban dan penyakit pneumoni
adalah saling berpengaruh terhadap kejadian pneumonia. Kelembaban ini
sangat erat kaitannya dengan pertumbuhan etiologi pneumonia yang berupa
virus, bakteri dan jamur. Faktor etiologi tersebut dapat tumbuh dengan baik
jika kondisi optimal. Penghuni ruangan biasanya akan mudah menderita
sakit infeksi saluran nafas karena situasi tersebut.
2.Pencahayaan
Pencahayaan adalah proses masuknya cahaya kedalam ruangan
untuk keperluan aktifitas.
Pencahayaan dibagi menjadi dua kelompok:
a. Pencahayaan alami
Cahaya alami diperoleh dengan masuknya sinar matahari kedalam
ruangan melalui jendela, celahcelah dan bagianbagian bangunan yang
terbuka. Cahaya matahari berguna selain untuk penerangan dapat juga untuk
mengurangi kelembaban ruangan,mengusir nyamuk dan membunuh kuman
penyebab penyakit.
Pencahayaan alam maupun buatan baik langsung maupun tidak langsung
dapat menerangi seluruh ruangan minimal intensitasnya 60lux dan sebaiknya
tidak menyilaukan.
Menurut WHO standa rminimal cahaya alam yang memenuhi syarat
kesehatan untuk berbagai keperluan salah satunya adalah kamar keluarga dan
kamar tidur adalah 60lux .Untuk memperoleh jumlah cahaya matahari pada
pagi hari secara optimal sebaiknya jendela kamar tidur menghadap ke timur,
luas jendela minimal 1020% dari luas lantai.Jarak masuk cahaya juga
diusahakan dengan memakai genteng kaca.
b.Pencahayaan buatan.
Pencahayaan buatan yang baik dan memenuhi standar dapat
12
Dipengaruhi oleh:
1.Cara memasang sumber cahaya pada dinding atau langitlangit
2.Kontruksi sumber cahaya dengan ornament yang dipergunakan
3.Luas dan bentuk ruangan
4.Penyebaran sinar dari sumber cahaya
Alat yang dipakai untuk mengukur pencahayaan adalah lux
meter.Cara penggunaannya adalah alat langsung diletakkan pada ruangan
yang akan diperiksa, lihat dan dicatat hasilnya. Sehubungan dengan hal
tersebut pemerintah Indonesia melalui Departemen Pekerjaan Umum (DPU)
telah menetapkan bahwa untuk kesehatan ruangan, sinar matahari pagi harus
masuk kedalam ruangan minimal 1 jam sehari atau bila penerangan matahari
tidak langsung minimal 8 jam.
3. Ventilasi
Ventilasi adalah proses penyediaan udara segar dan pengeluaran udara kotor
secara alamiah atau mekanis harus cukup. Berdasarkan keputusan menteri
Kesehatan No.829/Menkes/SK/VII/1999 tentang persyaratan kesehatan
perumahan,luaspenghawaan atau ventilasi alamiah yang permanen minimal 10%
dari luas lantai.
Berdasarkan peraturan bangunan nasional, lubang hawa suatu bangunan harus
memenuhi persyaratan sebagai berikut:
a. Luas jendela / lubang hawa sekurang -kurangnya 10% dari luas lantai
ruangan.
b. Jendela atau lubang hawa harus meluas kearah atas sampai setinggi
minimal 1,95 m dari permukaan lantai.
c.Adanya lubang hawa yang berlokasi dibawah langit-langit sekurang-kurangnya
0,35% luas lantai yang bersangkutan.
Ventilasi rumah berfungsi :
a. Untuk menjaga aliran udara di dalam rumah tetap segar. Hal ini berarti
keseimbangan oksigen yang diperlukan oleh penghuni rumah tetap terjaga.
Kurangnya ventilasi akan menyebabkan kurangnya oksigen di dalam rumah
yang berarti kadar karbondioksida yang bersifat racun akan meningkat.
Tidak cukupnya ventilasi juga akan menyebabkan kelembaban udara di
dalam rumah akan naik karena terjadinya penguapan cairan.
b. Kelembaban ini merupakan media paling baik untuk tumbuhnya bakteri
13
patogen.
c. Membersihkan udara ruangan dari bakteri bakteri patogen, karena terjadi
aliran udara yang terus menerus.
4. Kepadatan hunian
Kepadatan hunian adalah banyaknya penghuni yang tinggal didalam rumah
dibandingkan dengan luas ruangan. Berdasarkan keputusan menteriKesehatan RI
No.829/Menkes/SK/VII/1999 tentang persyaratan kesehatan perumahan, luas
ruang tidur minimal 8 meter, dan tidak dianjurkan digunakan lebih dari 2 orang
tidur dalam satu ruangan tidur kecuali anak umur dibawah 5tahun.
Salah satu cara mencegah penularan penyakit infeksi saluran pernafasan
terutama pneumonia maka jarak tempat tidur satu dengan tempat tidur lain minimal
90 cm. Dalam hubungan dengan penyakit pneumonia Balita maka kepadatan hunian
akan menyebabkan infeksi silang dengan penderita pneumonia di suatu ruangan
dan penularan penyakit melalui udara atau droplet akan cepat terjadi.Pada saat
batuk, agent penyebab penyakit keluar dalam bentuk droplet. Dan akan dibawa
udara yang selanjutnya masuk ke host barumelalui saluran pernafasan.
Kepadatan hunian rumah perlu diperhatikan karena:
a. Semua orang memerlukan tempat untuk melakukan aktiftasnya didalam
rumah.
b. Keadaan rumah yang penuh sesak oleh penghuni akan mengurangi
kenyamanan dalam melakukan aktifitas.
c. Rumah yang padat penghuni akan lebih memungkinkan cepat terjadinya
penularan oleh virus dan kontak perorangan.
d. Rumah padat penghuni akan mempengaruhi psikologis penghuninya sehingga
produktifitas kerja akan menurun.
Tingkat kepadatan memiliki hubungan dengan kejadian pneumonia khususnya
Balita. Hal ini terjadi karena tingkat kepadatan hunian rumah dapat mempengaruhi
kualitas udara dalam ruangan dan dapat mempermudah penularan penyakit untuk
tingkat hunian rumah yang padat, berarti banyak penghuninya sehingga
menghasilkan banyak karbondioksida sebagai hasil proses
pernafasan.Karbondioksida tersebut mempengaruhi kualitas udara dalam ruangan
karena semakin banyak jumlah orang yang menghuni ruangan, maka semakin banyak
jumlah udara segar yang dibutuhkan untuk pernafasan, sedangkan jumlah
14
karbondioksida yang dihasilkan jauh lebih besar. Selain itu dimungkinkan banyak
orang tersebut membawa pencemar didalam ruangan.Selain mempengaruhi kualitas
udara, tingkat kepadatan hunian rumah juga mempengaruhi kemudahan dalam proses
penularan pneumonia. Semakin banyak jumlah orang yang menghuni rumah
maka apabila dalam rumah tersebut terdapat penderita pneumonia akan terjadi
pencemaran udara oleh mikroorganisme penyebab pneumonia yang berasal dari
doplet penderita. Apabila dalam ruangan dihuni banyak orang maka untuk proses
persebaran atau penularan semakin mudah dan cepat. Adapun alat yang digunakan
mengukur ruangan adalah meteran. Bila kepadatan penghuni didalam rumah tidak
memenuhi persyaratan kesehatan rumah tinggal sebagaimana tercantum diatas,
maka bila anggota rumah ada yang menderita pneumonia maka kemungkinan
akan menularkan penyakit pneumonia pada anggota keluarga yang lain menjadi
lebih cepat.
Selain kondisi fisik rumah, faktor ektrinsik yang dapat meningkatkan risiko
kejadian pneumonia pada Balita adalah :
1. Pendidikan ibu
Pendidikan ibu mempunyai pengaruh besar dalam tumbuh kembang bayi dan
Balita, karena pada umumnya pola asuh anak di tentukanoleh ibu.Tingginya
mortalitas dan morbiditas pneumonia lebih di sebabkanoleh kurangnya
informasi dan pemahaman yang diperoleh dari seorang ibu.
2. Tingkat jangkauan pelayanan kesehatan yang rendah
Rendahnya tingkat jangkauan pelayanaan kesehatan sangat mempengaruhi
risiko morbiditas dan mortalitas pneumonia, karena akan terlambat
memperoleh diagnosa sehingga akan mempengaruhi upaya pertolongan yang
di butuhkan.
E. Masa Inkubasi
Masa inkubasi penyakit pneumonia7–14 hari. Faktor lain yang tertuang dalam
penanggulangan pneumonia adalah masih buruknya manajemen program
penanggulangan pneumonia seperti masih lemahnya deteksi dini kasus pneumonia,
lemahnya menejemen kasus oleh petugas kesehatan, pengetahuan yang kurang dari
masyarakat tentang, gejala dan upaya penggulangannya sehingga masih banyak
kasus pneumonia yang datang ke puskesmas dalam kategori pneumonia berat.(3)
15
F. Penatalaksanaan Kasus Pneumonia Bayi dan Anak balita(3)
1.Penderita pneumonia berat dirujuk ke sarana kesehatan rujukan
2.Penderita pneumonia yang dirawat dirumah diberi terapi antibiotic dengan
tindakan penunjang.
3. Penderita dengan klasifikasi bukan pneumonia ( batuk pilek biasa)
diberi tindakan penunjang atau terapi yang sesuai dengan diagnosanya.
G. Bahaya Pneumonia Pada Bayi dan Anak balita
Pneumonia bisa meyebabkan kematian pada bayi dan anak balita. Pneumonia
sering kali dimulai dengan batuk pilek biasa, tetapi karena daya tahan tubuh anak
lemah, hygiene sanitasinya rendah dan terlambat mendapatan pertolongan maka
resiko kematian akibat pneumonia menjadi meningkat.(3)
H. Pencegahan dan Penanggulangan Pneumonia(4)
a. Pencegahan penyakit menular pneumonia.
Upaya pencegahan penyakit pneumonia meliputi kelengkapan imunisasi.
Perbaikan gizi anak termasuk promosi ASI, peningkatan kesehatan ibu hamil
untuk mencegah BBLR, mengurangi kepadatan hunian rumah dan memperbaiki
ventilasi rumah.
b. Penanggulangan penyakit menular pneumonia.
Yang dimaksud dengan penanggulangan penyakit menular adalah upaya untuk
menekan penyakit menular di masyarakat serendah mungkin sehingga tidak
menjadi gangguan kesehatan bagi masyarakat. Ada tiga kelompok sasaran yaitu:
1. Kelompok sasaran langsung pada sumber penularan pejamu
Sumber penularan pneumonia adalah manusia maka cara yang paling efektif
adalah dengan memberikan pengobatan.
2. Sasaran ditujukan pada cara penularan
Penularan penyakit pneumonia dapat berlangsung melalui perantaran udara
maupun kontak langsung. Upaya pencegahan melalui kontak langsung
biasanya dititikberatkan pada penyuluhan kesehatan. Pencegahan penularan
melalui udara dapat dilakukan dengan perbaikan sistem ventilasi serta aliran
udara dalam ruangan
16
3. Sasaran ditujukan pada pejamu potensial
Peningkatan kekebalan khusus dapat dilakukan dengan pemberian
imunisasidasar sebagai bagian dari program pembangunan kesehatan yang
ternyata cukup berhasil dalam usaha meningkatkan derajat kesehatan
serta menurunkan angka kematian bayi dan balita.Saat ini vaksinasi yang
dapat mencegah pneumonia pada bayi danbalitayang diterapkan di Indonesia
sebagai program imunisasi dasar baru DPT dan Campak saja.
Penanggulangan penyakit pneumonia menjadi fokus kegiatan utama
program P2 ISPA.Program ini mengupayakan agar istilah pneumonia lebih
dikenal di masyarakat sehingga memudahkan kegiatan penyuluhan dan
penyebaran informasi tentang penanggulangan pneumonia.
17
PROSESP1P2P3
OUTPUTCakupanProgram
INPUTMan
MoneyMethod
Material Machine
LINGKUNGANFisik
KependudukanSosial Budaya
Sosial EkonomiKebijakan
BAB III
KERANGKA PENELITIAN
Hasil kegiatan Puskesmas pada bulan Januari dan Februari 2012, berdasarkan Standar
Pelayanan Minimal ( SPM ) telah disebutkan pada bab sebelumnya. Hasil cakupan kegiatan
Puskesmas pada bulan Januari dan Februari 2012, yang masih menjadi masalah perlu
diupayakan pemecahannya dengan menggunakan kerangka pemikiran pendekatan sistem ,
sebagai berikut :
III.1 Kerangka Teori
18
III.2 kerangka konsep
pne
19
Penggunaan SOP untuk penanganan Pneumonia
pelatihan tentang Pneumonia kepada kordinator atau perawat
Pengetahuan masyarakat tentang penyakit pneumonia
Rendahnya Cakupan Balita Dengan Pneumonia Yang
Ditemukan Atau Ditangani Sesuai Standar
Pencatatan balita dengan pneumonia di wilayah kerja puskesmas Tempuran
BAB IV
METODOLOGI PENELITIAN
Pengumpulan data dilakukan pada tanggal 9 April 2012
Jenis data yang diambil adalah:
1. Data primer, diperoleh melalui daftar pertanyaan (kuesioner) yang telah disusun
sebelumnya sesuai tujuan survei yang dilakukan. Kemudian pertanyaan tersebut
ditujukan kepada orang tua balita dengan riwayat Pneumonia yang bertempat tinggal
di Desa Tempurejo yang merupakan salah satu wilayah kerja Puskesmas Tempuran.
Responden diambil jumlah 4 orang. Data primer juga diambil dari hasil wawancara
terhadap Kepala dusun, Kader dan bidan desa.
2. Data sekunder diperoleh dari laporan yang ada di petugas koordinator program P2
ISPA Puskesmas Tempuran.
Setelah didapatkan data maka dilakukan penyelesaian masalah menggunakan pendekatan
manajemen, berikut adalah langkah-langkahnya :.
Urutan Siklus Pemecahan
1) Identifikasi masalah
Menetapkan keadaan spesifik yang diharapkan, yang ingin dicapai, menetapkan
indikator tertentu sebagai dasar pengukuran kinerja. Kemudian mempelajari keadaan
yang terjadi dengan menghitung atau mengukur hasil pencapaian. Yang terakhir
membandingkan antara keadaan nyata yang terjadi, dengan keadaan tertentu yang
diinginkan atau indikator tertentu yang sudah ditetapkan.
2) Penentuan penyebab masalah
Penentuan penyebab masalah digali berdasarkan data atau kepustakaan dengan curah
pendapat. Penentuan penyebab masalah dilakukan dengan menggunakan fishbone.
Hal ini hendaknya jangan menyimpang dari masalah tersebut.
3) Memilih penyebab yang paling mungkin
Penyebab masalah yang paling mungkin harus dipilih dari sebab-sebab yang didukung
oleh data atau konfirmasi dan pengamatan.
4) Menentukan alternatif pemecahan masalah
20
Sering kali pemecahan masalah dapat dilakukan dengan mudah dari penyebab yang
sudah diidentifikasi. Jika penyebab sudah jelas maka dapat langsung pada alternatif
pemecahan masalah.
5) Penetapan pemecahan masalah terpilih
Setelah alternatif pemecahan masalah ditentukan, maka dilakukan pemilihan
pemecahan terpilih. Apabila ditemukan beberapa alternatif maka digunakan Hanlon
Kualitatif untuk menentukan/ memilih pemecahan terbaik.
6) Penyusunan rencana penerapan
Rencana penerapan pemecahan masalah dibuat dalam bentuk POA (Plan Of Action
atau Rencana Kegiatan).
7) Monitoring dan evaluasi
Ada dua segi pemantauan yaitu apakah kegiatan penerapan pemecahan masalah yang
sedang dilaksanakan sudah diterapkan dengan baik dan menyangkut masalah itu
sendiri, apakah permasalahan sudah dapat dipecahkan.
Analisis masalah dilakukan berdasarkan kerangka pemikiran pendekatan sistem yang
diawali dari input yang meliputi 5M, yaitu man, money, method, materi, machine, kemudian
dilanjutkan dengan proses yang meliputi fungsi manajeman (P1, P2, P3) dan manajemen
mutu sehingga didapatkanlah output. Input dan proses dipengaruhi juga oleh faktor
lingkungan.
21
BAB V
DATA UMUM DESA TEMPUREJO
V.I. Data Umum
I. Keadaan Geografis
a. Letak Wilayah Desa Tempurejo
Desa Tempurejo berada di Kecamatan Tempuran Kabupaten Magelang, Jawa
Tengah. Adapun peta wilayah Desa Tempurejo Kecamatan Tempuran Adalah sebagai
berikut :
Gambar 1. Peta Desa Tempurejo
b. Batas Wilayah Desa Tempurejo
22
Desa Tempurejo merupakan salah satu desa di Jawa Tengah yang terletak di wilayah
industry Kabupaten Magelang dengan batas desa :
Sebelah Utara : Desa Prajegsari Kecamatan Tempuran Kabupaten
Magelang.
Sebelah Timur : Sungai Progo Kecamatan Tempuran Kabupaten Magelang.
Sebelah Selatan : Desa Sumber Arum Kecamatan Tempuran Kabupaten
Magelang.
Sebelah Barat : Desa Jogomulyo Kecamatan Tempuran Kabupaten
Magelang.
Secara Geografis terletak pada 70º32’33’’ LS dan 110º10’50’’ BT.
c. Luas Wilayah Desa Tempurejo
a. Luas Wilayah
Luas wilayah Desa 342,6 Ha, yang terbagi menjadi 10 Dusun dengan 12 RW dan
52 RT yang meliputi :
Tabel 2. Jumlah RT dan RW di masing-masing Dusun
No Dusun RW RT1 Ngandong 1 32 Semirejo 2 73 Tempursari 2 84 Banjaran 1 65 Banjarsari 1 46 Bolobatur 1 37 Punduhsari I 1 58 Punduhsari II 1 69 Jambu 1 610 Turus 1 4
23
b. Peruntukan Lahan
Tabel 3. Luas lahan di Desa Tempurejo
No Peruntukan Luas (Ha)1 Pertanian subur 1802 Pertanian sedang 513 Pertanian tandus 94 Irigasi 45 Perumahan 46,356 Olahraga 1,57 Makam 13
2. Keadaan Demografi
a. Data Penduduk
Jumlah penduduk Desa Tempurejo tercata berjumlah 6.941 jiwa.
b. Jumlah Penduduk Menurut Dusun
Tabel 4. Jumlah penduduk berdasarkan jenis Kelamin
No Dusun Jenis KelaminLaki-laki Perempuan
1 Ngandong 187 1872 Semirejo 368 3453 Tempusari 505 5494 Banjaran 545 5705 Banjarsari 209 2156 Bolobatur 227 2037 Punduhsari I 478 4298 Punduhsari II 393 3899 Jambu 359 32010 Turus 275 242
24
c. Jumlah Penduduk Menurut Pemeluk Agama
i. Agama Islam : 6.849 orang
ii. Agam
a
Kristen : 40 orang
iii. Agama katholik : 7 Orang
d. Jumlah Penduduk Menurut Mata Pencaharian
Tabel 5. Jumlah Penduduk Berdasarkan Mata Pencaharian
e. Jumlah Penduduk Menurut Tingkat Pendidikan
Tabel 6. Jumlah Penduduk Berdasarkan Tingkat Pendidikan
25
No Mata Pencaharian Jumlah1 PNS 78
2 ABRI/POLRI 43
3 Pensiunan 112
4 Petani 288
5 Swasta 954
6 Pedagang 465
7 Buruh Tani 228
8 Tukang 81
No Tingkatan Jumlah1 Tidak tamat SD 651
2 Tamat SD 1385
3 Tamat SLTP 835
4 Tamat SLTA 672
5 Tamat D3 34
6 Tamat S1 117
7 Tamat S2 13
8 Tamat S3 1
f. Jumlah Penduduk Menurut Penderita Cacat
Tabel 7. Jumlah Penduduk Menurut Penderita Cacat
No Penderita Jumlah
1 Tubuh 17
2 Wicara 3
3 Netra 7
4 Mental 18
a. Kesehatan
Tabel 8. Jumlah Sarana Kesehatan
No Sarana Jumlah
26
1 Polindes 1
2 Bidan 4
3 Klinik kesehatan 2
Tabel 8. Jumlah Sarana Kesehatan
a. Pendidikan
Tabel 9. Jumlah Sarana Pendidikan
No Sarana Jumlah
1 Play group/ PAUD 1
2 TK 6
3 SD 6
4 SMP/MTs 2
5 Pondok pesantren 4
g. Data khusus Balita yang menderita pneumonia yang ditangani/ditemukan di
seluruh desa di Kecamatan Tempuran Periode Januari-Februari 2012
Data cakupan balita yang menderita pneumonia yang ditangani/ditemukan di
seluruh desa di kecamatan Tempuran periode januari-februari 2012 diperoleh melalui
data sekunder dari laporan program P2 ISPA.
Nama Desa Jumlah
Sidoagung 2
Sumberharum 2
Tempurejo 4
Jogomulyo 1
27
Kalisari 1
Girirejo 2
Luar daerah 1
Tabel 10a Balita dengan pneumonia yang ditemukan atau ditangani di
puskesmas Tempuran
h. Data khusus Balita yang menderita ISPA yang ditangani/ditemukan di seluruh
desa di Kecamatan Tempuran Periode Januari-Februari 2012
No Nama Desa Januari Februari Jumlah
1 Tempurejo 38 43 81
2 Sidoagung 27 44 71
3 Jogomulyo 29 21 50
4 Sumberarum 9 9 18
5 Prajegsari 9 14 23
6 Ringinanom 3 9 12
7 Tanggulrejo 9 8 17
8 Girirejo 12 11 23
9 Kalisari 10 13 23
10 Temanggal 8 6 14
11 Mertoyudan 8 4 12
12 Bandongan 4 5 9
13 Growong 6 2 8
14 Tugurejo 4 5 9
15 Pringombo 6 4 10
16 Salaman 5 1 6
17 Bawang 2 1 3
18 Kab Magelang 0 1 1
19 Kemutuk 0 0 0
20 Luar Kabupaten 0 0 0
Tabel 10b Balita dengan ISPA yang ditemukan atau ditangani di
puskesmas Tempuran
28
BAB VI
HASIL SURVEY
Telah dilaksanakan wawancara pada tanggal 10 April 2012 dengan Pak Noor
Hidayanto selaku pengelola program P2 ISPA Puskesmas Tempuran. Dilanjutkan wawancara
pada tanggal 10 April 2012 dengan Ibu Winantu selaku bidan desa Tempurejo, salah satu dari
desa yang termasuk dalam wilayah kerja Puskesmas Tempuran. Kemudian dilakukan survei
langsung pada tanggal 9 April 2012 ke Desa Tempurejo yang menurut data dan informasi
yang didapatkan dari Laporan Bulanan Program ISPA memiliki cakupan yang rendah.
Namun karena terdapat keterbatasan waktu, maka dipilih satu desa yaitu desa yang dinilai
Tempurejo cukup mewakili keadaan desa tersebut menegenai riwayat balita dengan
pneumonia. Kuesioner dibuat dengan komponen yang meliputi identitas diri, data umum
mengenai jangkauan pelayanan kesehatan, riwayat penyakit, pengetahuan dan perilaku dari
responden yang dalam hal ini ada orang tua dari balita tersebut.
A. Hasil Wawancara dengan Pengelola Program P2 ISPA Puskesmas Tempuran
Menurut informasi yang di dapatkan dari pengelola Program P2 ISPA,Penemuan
29
kasus pneumonia hanya bersifat pasif yaitu hanya terbatas di Puskesmas ataupun
Posyandu, namun jumlahnya lebih banyak yang ditemukan di Puskesmas. Penanganan
kasus tersebut sepenuhnya dilakukan di Puskesmas. Kemudian belum adanya pelatihan
khusus mengenai pneumonia kepada pemegang program maupun kepada perawat atau
bidan. Dari hasil wawancara juga didapatkan SOP (Standard Operational Procedure)
tertulis untuk penangan balita dengan pneumonia yang dapat digunakan sebagai acuan
standar pelayanan, namun setelah dilakukan pengamatan secara langsung,SOP tidak
terdapat pada MTBS.
Hasil wawancara secara lengkap dirangkum dalam format sebagai berikut :
INPUT :
MAN : Sumber daya manusia yang ada di program P2 ISPA terdiri dari dokter, perawat
dan bidan. Pemeriksaan awal terhadap gejala-gejala yang dicurigai mengarah ke
pneumonia dilakukakan oleh dokter dan perawat di Balai Pengobatan Umum, namun
untuk menegakkan diagnosis, klasifikasi dan pengobatan pneumonia di Balai Pengobatan
Umum dilakukan sepenuhnya oleh Dokter. Untuk di Posyandu sendiri hanya dilakukan
oleh bidan desa dan apabila ditemukan bayi yang dicurigai terdapat gejala-gejala
pneumonia maka disarankan dilakukan pemeriksaan dan pengobatan lebih lanjut ke
Puskesmas. Pelatihan secara khusus mengenai pneumonia belum pernah didapatkan oleh
petugas (perawat dan bidan) termasuk Pak Noor Hidayanto sebagai koordinator program
P2 ISPA. Petugas juga tidak pernah melakukan penyuluhan tentang pneumonia ke
masyarakat.
MACHINE: Alat-alat yang digunakan untuk membantu diagnosis seperti stetoskop
kusus anak,Ari timer,thermometer tersedia,namun fasilitas rontgen belum tersedia.
Persediaan obat-obatan termasuk antibiotik yang dibutuhkan untuk pengobatan pneumonia
selalu tersedia di apotik. Tidak terdapat buku pedoman khusus untuk penyakit ataupun
program pneumonia dan SOP (Standard Operational Procedure) yang terpasang bagi
petugas. Selain itu juga tidak terdapat poster dan brosur yang dibagikan di lingkungan
Puskesmas Tempuran dan Posyandu yang tersedia menyebabkan pengetahuan masyarakat
tentang pneumonia masih rendah.
MATERIAL : Di Puskesmas Tempuran terdapat ruangan khusus yaitu ruang
Manajemen Terpadu Balita Sakit (MTBS) dan Balai Pengobatan Umum untuk penangan
Balita dengan pneumonia. Tersedia 74 Posyandu yang tersebar di 15 desa yang rutin
melakukan kegiatan Posyandu setiap bulan.
30
MONEY: Tidak terdapat dana yang disediakan dari pihak Puskesmas untuk membuat
poster dan brosur tentang pneumonia, melakukan penyuluhan tentang pneumonia.
METHOD: Penemuan kasus balita dengan pneumonia hanya bergantung pada
kunjungan balita dengan pneumonia ke Puskesmas Tempuran. Selain itu belum
maksimalnya penggunaan SOP (Standard Operational Procedure) mengenai pneumonia
yang seharusnya dapat menjadi acuan standar bagi para petugas kesehatan untuk
penangan kasus tersebut. Pertama kali pasien balita datang ke Puskesmas Tempuran akan
diarahkan ke ruang MTBS (Manajemen Terpadu Balita Sakit) dan ditangani oleh (perawat
atau bidan) kemudian akan dikirim ke Balai Pengobatan Umum untuk dilakukan
pemeriksaan oleh dokter, namun untuk penegakan diagnosis, klasifikasi dan pengobatan
pneumonia sepenuhnya dilakukan oleh dokter.
PERENCANAAN: Setiap bulan sudah dilakukan evaluasi terhadap data pasien
pneumonia yang terdapat di SIMPUS, namun tidak terdapat perencanaan kegiatan
penyuluhan langsung ke masyarakat dan pembuatan poster ataupun brosur yang bertujuan
untuk memberikan informasi ke masyarakat mengenai pneumonia.
PELAKSANAAN : Pelaksanaan Program P2 ISPA di Puskesmas Tempuran dilakukan
setiap hari baik di MTBS maupun Balai Pengobatan Umum.
PENGAWASAN, PENGENDALIAN, PENILAIAN: Pengawasan Program P2 ISPA
dilakukan oleh Kepala Puskesmas melalui laporan bulanan yang diberikan oleh
koordinator program. Koordinator program P2 ISPA setiap minggu mengambil data pasien
dari SIMPUS dan melaporkannya ke Dinkes setiap akhir bulan setelah dilaporkan terlebih
dahulu kepada Kepala Puskesmas.
LINGKUNGAN: Dari segi akses untuk menjangkau Puskesmas Tempuran tidak
terdapat hambatan, baik taransportasi ataupun jarak ke Puskesmas Tempuran. Dari segi
pengetahuan, mayoritas warga belum mengetahui tentang penyakit pneumonia dan
bahayanya sehingga kesadaran untuk ke pergi Puskesmas tergolong rendah.
B. Hasil Survei Dengan Pengisian Kuesioner
Dari hasil survei yang dilaksanakan pada tanggal 9 April 2012 di Desa Tempurejo,
dengan jumlah 4 responden yaitu orang tua balita yang memiliki riwayat pneumonia.
Kuesioner meliputi identitas diri, data umum dana pelayanan kesehatan, data umum
mengenai jangkauan pelayanan kesehatan, riwayat penyakit, tingkat pengatahuan
mengenai penyakit tersebut dan perilaku. Tujuan dari pembuatan kuesioner adalah untuk
mengerahui faktor-faktor yang dapat mempengaruhi kunjungan balita dengan
31
pneumonia ke Puskesmas.
Tabel 11. Hasil Survei Dengan Pengisian Kuesioner
Pertanyaan Jumlah Presentase
IDENTITAS/DATA DIRI
Nama Orangtua :
Umur Orangtua :
Pendidikan :
Nama Balita :
Umur Balita :
10 100%
DATA UMUM
1.Apakah anda termasuk peserta Jamkesmas?
a. Ya
b. Tidak
7
3
70%
30%
2.Dimana tempat pelayanan kesehatan yang
dikunjungi jika Balita anda sakit?
a. Puskesmas
b. Posyandu
c. Rumah Sakit Umum
d. Praktek dokter umum swasta
e. Praktek dokter spesialis swasta
f. Bidan
g. Lain-lain................................
10 100%
-
-
-
-
-
3. Berapa jarak ke Puskesmas dari rumah anda?
a. 1 – 3 km
b. > 3 km
10
-
100%
-
4.Kendaraan apakah yang anda gunakan ke tempat
tersebut?
a. Angkutan Umum
b. Motor
c. Jalan Kaki
-
1
9
-
10%
90%
Pengetahuan
32
NO Pertanyaaan 1 2 3 4 5 6 7 8 9 101 Apakah anda mengetahui sesak napas pada anak yang
disertai dengan demam (pneumonia)0 0 0 0 0 0 0 0 0 0
2 Apakah anda mengetahui gejala-gejala tersebut? 0 0 0 0 0 0 0 0 0 03 Apakah menurut anda jika balita anda mengalami sesak
napas dan panas tinggi itu berbahaya?1 1 1 1 1 1 1 1 1 1
4 Apakah anda pernah mendapatkan penjelasan atau penyuluhan mengenai penyakit tersebut?
0 0 0 0 0 0 0 0 0 0
5 Apakah anda membawa balita anda ke pelayanan kesehatan jika mengalami hal tersebut
1 1 1 1 1 1 1 1 1 1
0. Jawaban yang tidak diharapkan1. Jawaban yang diharapkan
Pengetahuan baik : 3-5
Pengetahuan kurang : 1-2
Dari hasil survey didapatkan seluruh responden (10 orang) memikili pengetahuan kurang.
Perilaku
NO Pertanyaaan 1 2 3 4 5 6 7 8 9 101 Apakah anda selau membawa anak anda ke Posyandu? 1 1 1 1 1 1 1 1 1 12 Apakah anda tidak menggunakan kayu bakar untuk
memasak?0 0 0 1 1 0 1 0 0 0
3 Apakah terdapat lubang pembuangan asap di dapur anda? 0 1 1 1 1 1 1 1 1 14 Apakah anda membuka jendela minimal 1 jam sehari 0 0 0 1 1 1 1 1 0 05 Apakah tidak ada anggota keluarga yang mempunyai
kebiasaan merokok?0 0 0 0 0 0 0 0 0 0
6 Apakah balita anda mendapatkan ASI ekslusif saat berusia 0-6 bulan?
1 1 1 1 1 1 1 1 1 1
7 Apakah anak anda mendapatkan imunisasi sesuai usianya?
1 1 1 1 1 1 1 1 1 1
0. Jawaban yang tidak diharapkan1. Jawaban yang diharapkan
Perilaku baik : 4-7
Perilaku buruk : 1-3
Dari hasil survey menunjukkan 8 responden berperilaku baik
C. Kesimpulan Hasil Kuesioner
Dari hasil kuesioner terhadap 10 responden didapatkan bahwa 10 responden (100%)
yang membawa balitanya ke Puskesmas jika sakit. Dari 10 responden seluruhnya tidak
33
mengetahui Pneumonia dan gejalanya (100%). Dari 10 responden seluruhnya tidak
pernah mendapatkan penjelasan/ penyuluhan dari puskesmas mengenai pneumonia. Hal
ini memunjukkan bahwa rendahnya pengetahuan masyarakat tentang pneumonia dan
rendahnya angka kunjungan balita ke Puskesmas.
BAB VII
PEMBAHASAN
A. Analisa Penyebab Masalah
Berdasarkan pendekatan sistem, dapat ditelaah penyebab-penyebab dari kurangnya balita
dengan pneumonia yang ditemukan atau ditangani sesuai standar. Masalah tersebut dapat
disebabkan oleh input, lingkungan dan proses. Input terdiri dari 5 komponen, yaitu: Man,
Money, Method, Material, dan Machine. Sedangkan pada proses terdiri dari P1
(perencanaan), P2 (pergerakkan dan pelaksanaan), dan P3 (pengawasan, pengendalian, dan
penilaian).
Tabel 12. Kemungkinan Penyebab Masalah Berdasarkan Pendekatan Sistem
INPUT KELEBIHAN KEKURANGAN
MAN - Sumber daya manusia yang ada
di program P2 ISPA terdiri dari
dokter, perawat dan bidan
- terdapat kordinator P2 ISPA
1.Yang melakukan
pemeriksaan awal tidak
selalu dokter, namun
terkadang perawat yang
34
belum mendapatkan
pelatihan mengenai
pneumonia
2.Petugas termasuk
koordinator program P2
ISPA belum pernah
mendapatkan pelatihan
khusus pneumonia
MONEY - Dana tersedia dari Puskesmas
untuk Operasional
- Dana Pelaksanaan Posyandu dari
Masyarakat
3.Tidak terdapat dana
khusus untuk P2 ISPA
METHOD - Pasien Balita dibawa ke ruangan
MTBS dan akan diperiksa oleh
bidan
-terdapatnya SOP mengenai
pneumonia
4. belum maksimalnya
penggunaan SOP di MTBS
MATERIAL - Tersedia 74 buah Posyandu di
15 desa yang termasuk ke dalam
wilayah kerja Puskesmas
Tempuran
- Puskesmas mempunyai ruangan
khusus yaitu ruangan manajemen
terpadu Balita Sakit (MTBS) dan
balai pengobatan umum untuk
penangan balita pneumonia
MACHINE -Terdapat Stetoskop,thermometer,
ARI Timer
- Tersedia obat-obatan termasuk
antibiotik yang dibutuhkan untuk
pengobatan pneumonia
5.Tidak terdapat buku
pedoman khusus mengenai
penyakit dan program
pneumonia
35
-Terdapat SOP di buku paduan
MTBS 6. Tidak terdapat poster dan
brosur tentang pneumonia
untuk masyarakat
PROSES KELEBIHAN KEKURANGAN
P1
(Perencanaan)
- Setiap bulan selalu dilakukan
penyusunan rencana untuk
kegiatan berikutnya
7. Belum ada perencanaan
untuk penyuluhan dan
pembuatan poster dan
brosur tentang pneumonia
P2
(Penggerakan
,Pelaksanaan)
- Pelaksanaan program P2 ISPA
dipuskesmas dilakukan setiap hari
di MTBS dan dibalai pengobatan
umum
- Posyandu dilakukan setiap bulan
8. Dalam pelaksanaan
program petugas di MTBS
kurang maksimal dalam
penggunaan SOP
P3
(Penilaian,
pengawasan,
Pengendalian)
- Kepala puskesmas melakukan
pengawasan langsung melalui
laporan bulan yang diberikan oleh
koordinator program
- Dilakukan evaluasi terhadap
data pasien pneumonia yang ada
di SIMPUS
9.Tidak pernah dilakukan
pencatatan dan pelaporan
kasus balita dengan
pneumonia dari pelayanan
kesehatan lain seperti RSU,
dan praktek dokter swasta
yang termasuk wilayah
kerja Puskesmas Tempuran
Lingkungan - Sarana transportasi untuk
menjangkau puskesmas relatif
mudah dan jarak tidak begitu
jauh (< 1 Km)
10. Mayoritas warga desa
belum mengetahui tentang
penyakit pneumonia
11.Sebagian warga di desa
kurang memiliki kesadaran
untuk berobat ke puskesmas
36
B. Daftar Kemungkinan Penyebab Masalah Berdasarkan Sistem
1. Petugas kesehatan yang melakukan pemeriksaan awal tidak selalu dokter,terkadang
perawat yang belum mendapatkan pelatihan khusus mengenai pneumonia
2. Petugas termasuk koordinator program P2 ISPA belum pernah
Mendapatkan pelatihan.
3. Tidak terdapat alokasi dana khusus untuk Program P2 ISPA
4. Belum maksimalnya penggunaan SOP di MTBS
5. Tidak terdapat buku pedoman mengenai penyakit dan program pneumonia
6. Tidak terdapat poster dan brosur tentang pneumonia untuk masyarakat
7. Belum ada perencanaan untuk penyuluhan,pembuatan poster dan brosur tentang
pneumonia
8. Dalam pelaksanaan program, petugas di MTBS bekerja tanpa pedoman SOP
9. Tidak pernah dilakukan pencatatan dan pelaporan kasus balita dengan
pneumonia dari pelayanan kesehatan lain seperti RSU, dan praktek dokter swasta
yang termasuk wilayah kerja Puskesmas Tempuran
10. Mayoritas warga desa belum mengetahui tentang penyakit pneumonia
11. Sebagian warga di desa kurang memiliki kesadaran untuk berobat di puskesmas
C. Konfirmasi Penyebab Masalah yang Paling Mungkin
Setelah dilakukan konfirmasi dengan teknik wawancara kepada koordinator P2M,
pengelola P2 ISPA Puskesmas Tempuran dan bidan Desa, maka didapatkan penyebab
masalah yang paling mungkin adalah sebagai berikut :
1. Petugas kesehatan termasuk koordinator program P2 ISPA belum pernah
mendapatkan pelatihan
2. Petugas yang melakukan pemeriksaan awal tidak selalu dokter,namun terkadang
perawat yang belum mendapatkan pelatihan mengenai pneumonia
3. Belum maksimalnya penggunaan SOP di MTBS
37
4. Tidak pernah dilakukan pencatatan dan pelaporan kasus balita dengan
pneumonia dari pelayanan kesehatan lain seperti RSU, dan praktek dokter swasta
yang termasuk wilayah kerja Puskesmas Tempuran
38
P2Belum maksimalnya penggunaan SOP di
MTBS
P3 Tidak pernah dilakukan pencatatan dan pelaporan kasus balita dengan pneumonia dari pelayanan kesehatan lain
MethodBelum maksimalnya penggunaan
SOP di MTBS
INPUT
LingkunganMayoritas warga desa belum
mengetahutentang pneumoniaSebagian warga desa kurang
memiliki kesadaran untuk berobat di puskesmas
ManPetugas termasuk kordinator program P2 ISPA belum pernah mendapatkan pelatihan mengenai pneumonia
MachineTidak terdapat buku pedoman khusus
mengenai pneumoniaTiak terdapat poster dan brosur tentang
pneumonia
Cakupan Balita dengan
Pneumonia yang ditemukan/ditan
gani sesuai standar Di puskesmas
Tempuran 32.34 % dari target
100%
Gambar 10. Diagram Fish Bone 39
D. Alternatif Pemecahan Masalah
Tabel 13.Alternatif Pemecahan Masalah
PENYEBAB MASALAHALTERNATIF PEMECAHAN
MASALAH
1.Petugas kesehatan termasuk
koordinator program P2 ISPA belum
pernah mendapatkan pelatihan
Memberikan pelatihan bagi petugas
kesehatan program P2 ISPA
2. Petugas yang melakukan
pemeriksaan awal tidak selalu
dokter,namun terkadang perawat
yang belum mendapatkan pelatihan
kesehatan tentang pneumonia
Memberikan pelatihan bagi petugas
kesehatan tentang pneumonia dan
penangannya
3.Belum maksimalnya penggunaan
SOP di MTBS
Melakukan penyegaran kembali
penggunaan SOP kepada petugas
kesehatan di MTBS
4.Tidak pernah dilakukan pencatatan
dan pelaporan kasus balita dengan
pneumonia dari pelayanan kesehatan
lain seperti RSU, dan praktek dokter
swasta yang termasuk wilayah kerja
Puskesmas Tempuran
Melakukan pencatatan dan pelaporan
tentang kasus balita dengan
pneumonia yang ditangani di
pelayanan kesehatan selain
Puskesmas Tempuran namun masih di
wilayah kerja Puskesmas Tempuran
40
E. Penggabungan Alternatif Pemecahan Masalah
Tabel 14. Penggabungan Alternatif Pemecahan Masalah
PENYEBAB MASALAHALTERNATIF PEMECAHAN
MASALAH
1.Petugas kesehatan termasuk
koordinator program P2 ISPA belum
pernah mendapatkan pelatihan
1.Memberikan pelatihan bagi petugas
kesehatan program P2 ISPA tentang
pneumonia dan mensosialisasikan
penggunaan SOP
2. Petugas yang melakukan
pemeriksaan awal tidak selalu
dokter,namun terkadang perawat
yang belum mendapatkan pelatihan
kesehatan tentang pneumonia
3.Belum maksimalnya penggunaan
SOP di MTBS
4.Tidak pernah dilakukan pencatatan
dan pelaporan kasus balita dengan
pneumonia dari pelayanan kesehatan
lain seperti RSU, dan praktek dokter
swasta yang termasuk wilayah kerja
Puskesmas Tempuran
2.Melakukan pencatatan dan
pelaporan tentang kasus balita dengan
pneumonia yang ditangani di
pelayanan kesehatan selain
Puskesmas Tempuran namun masih di
wilayah kerja Puskesmas Tempuran
F. Pemecahan Masalah Terpilih
1) Memberikan pelatihan dan bagi petugas kesehatan program P2 ISPA tentang
pneumonia dan penanganannya dan mensosialisasikan penggunaan SOP
2) Melakukan pencatatan dan pelaporan tentang kasus balita dengan pneumonia yang
ditangani di pelayanan kesehatan selain Puskesmas Tempuran namun masih di
wilayah kerja Puskesmas Tempuran.
41
G. Penentuan Prioritas Alternatif Pemecahan Masalah
Setelah menemukan alternatif pemecahan masalah, maka selanjutnya dilakukan
penentuan prioritas alternatif pemecahan masalah. Penentuan prioritas alternatif pemecahan
masalah dapat dilakukan dengan menggunakan metode matriks. Penentuanpemecahan
masalah dengan kriteria matriks menggunakan rumus :M . I .V
C
1. Efektivitas program
Pedoman untuk mengukur efektivitas program:
a. Magnitude (M) : Besarnya penyebab masalah yang dapat diselesaikan.
b. Importancy (I) : Pentingnya cara penyelesaian masalah.
c. Vulnerability (V) : Sensitifitas cara penyelesaian masalah.
2. Efisiensi pogram
Biaya yang dikeluarkan untuk menyelesaikan masalah (cost). Kriteria cost (c) diberi
nilai 1-5. Bila cost nya makin kecil, maka nilainya mendekati 1.
Skor :
Tabel 15.
Penentuan Prioritas
Pemecahan Masalah
Penyelesaian Masalah Nilai Kriteria Nilai akhirUrutan
M I V C (MxIxV/C)1.Memberikan pelatihan bagi
petugas kesehatan program P2 ISPA
tentang pneumonia dan
penanganannya dan
3 4 3 3 12 I
42
Magnitude Importancy Vulnerability Cost
1 = Tidak magnitude 1 = Tidak penting 1 = Tidak sensitif 1 = Sangat murah
2 = Kurang magnitude 2 = Kurang
penting
2 = Kurang sensitif 2 = Murah
3 = Cukup magnitude 3 = Cukup penting 3 = Cukup sensitif 3 = Cukup murah
4 = Magnitude 4 = Penting 4 = Sensitif 4 = Kurang Murah
5 = Sangat magnitude 5 = Sangat penting 5 = Sangat sensitif 5 = Tidak murah
mensosialisasikan penggunaan SOP
4.Melakukan pencatatan dan
pelaporan tentang kasus balita
dengan pneumonia yang ditangani di
pelayanan kesehatan selain
Puskesmas Tempuran namun masih
di wilayah kerja Puskesmas
Tempuran
3 3 2 3 6 II
Urutan prioritas masalah setelah dilakukan perhitungan dengan metode matrix
terdapat urutan skala prioritas penyelesaian masalah, yaitu :
1. Memberikan pelatihan bagi petugas kesehatan program P2 ISPA tentang pneumonia
dan penanganannya serta mensosialisakian penggunaan SOP
2. Melakukan pencatatan dan pelaporan tentang kasus balita dengan pneumonia yang
ditangani di pelayanan kesehatan selain Puskesmas Tempuran namun masih di
wilayah kerja Puskesmas Tempuran
43
Penyusunan Rencana Pelaksanaan Kegiatan
Tabel 16
No. Kegiatan Tujuan Waktu Lokasi Pendanaan Sasaran Pelaksana Metode Tolok Ukur1. Memberikan
pelatihan bagi
petugas
kesehatan
program P2 ISPA
tentang
pneumonia dan
penanganannya
serta
mensosialisasikan
penggunaan SOP
Agar petugas kesehatan terampil dalam mengenali dan menangani pneumonia
1 tahun sekali Puskesmas BOK Bidan dan perawat
Dokter fungsional
Pelatihan dan tanya jawab
Petugas kesehatan terampil dalam mengenali dan menangani pneumonia, serta menggunakan SOP dalam menangani pneumonia
2. Melakukan
pencatatan dan
pelaporan tentang
kasus balita
dengan
pneumonia yang
ditangani di
pelayanan
kesehatan selain
Puskesmas
Tempuran namun
Agar terdapat angka yang pasti mengenai balita yang ditangani/ditemukan di wilayah kerja Puskesmas Tempuram
1 bulan sekali Puskesmas RS,praktek dokter swasta, balai pengobatan
Kordinator program P2 ISPA
Pendataan Terkumpul data balita yang ditemukan/ditangani di wilayah kerja Puskesmas Tempuran
44
masih di wilayah
kerja Puskesmas
Tempuran
F. Gann Chart
No. Kegiatan April Mei Juni Juli Agustus
1 2 3 4 1 2 3 4 1 2 3 4 1 2 3 4 1 2 3 4
45
1.
Memberikan pelatihan bagi petugas kesehatan
program P2 ISPA tentang pneumonia dan
penanganannya serta mensosialisasikan
penggunaan SOP
2.
Melakukan pencatatan dan pelaporan tentang kasus
balita dengan pneumonia yang ditangani di
pelayanan kesehatan selain Puskesmas Tempuran
namun masih di wilayah kerja Puskesmas
Tempuran
No. KegiatanSeptember Oktober November Desember
1 2 3 4 1 2 3 4 1 2 3 4 1 2 3 4
1.
Memberikan pelatihan bagi petugas kesehatan
program P2 ISPA tentang pneumonia dan
penanganannya serta mensosialisasikan
penggunaan SOP
2.
Melakukan pencatatan dan pelaporan tentang kasus
balita dengan pneumonia yang ditangani di
pelayanan kesehatan selain Puskesmas Tempuran
namun masih di wilayah kerja Puskesmas
Tempuran
46
47
48
BAB VIII
PENUTUP
A. Simpulan
Setelah dibuat analisis penyebab masalah kemudian dilanjutkan konfirmasi masalah
yang paling mungkin, maka diketahui penyebab rendahnya cakupan balita dengan pneumonia
yang ditemukan atau ditanagani sesuai standar adalah petugas kesehatan termasuk
koordinator program P2 ISPA belum pernah mendapatkan pelatihan, petugas yang melakukan
pemeriksaan awal tidak selalu dokter,terkadang perawat yang belum pernah mendapatkan
pelatihan tentang pneumonia, belum maksimalnya penggunaan SOP di MTBS, tidak pernah
dilakukan pencatatan dan pelaporan kasus balita dengan pneumonia dari pelayanan kesehatan
lain seperti RSU, dan praktek dokter swasta yang termasuk wilayah kerja Puskesmas
Tempuran.
Kemudian dilanjutkan dengan alternatif pemecahan masalah menggunakan kriteria
matrix, maka ditemukan prioritas pemecahan masalah yaitu, Memberikan pelatihan bagi
petugas kesehatan program P2 ISPA tentang pneumonia dan penanganannya, dan melakukan
pencatatan dan pelaporan tentang kasus balita dengan pneumonia yang ditangani di
pelayanan kesehatan selain Puskesmas Tempuran namun masih di wilayah kerja Puskesmas
Tempuran.
B. Saran
1. Kepada Pihak Puskesmas Tempuran
a. Pihak Puskesmas Tempuran diharapkan meningkatkan koordinasi dengan
pelayanan kesehatan selain Posyandu yang ada diwilayah kerjanya, untuk
mendapatkan pelaporan kasus Pneumonia pada balita yang ditangani di luar
Puskesmas.
b. Penjelasan kepada masyarakat mengenai waktu, jenis dan sistem pembayaran
dengan jamkesmas
2. Kepada Masyarakat desa
a. Selalu membawa balitanya ke Posyandu sesuai jadwal setiap bulan.
b. Segera memeriksakan balitanya jika sakit ke Puskesmas terdekat.
c. Selalu membiasakan diri untuk hidup bersih dan menjaga kesehatan.
49
DAFTAR PUSTAKA
1. Ikatan Dokter Anak Indonesia (IDAI) Pada World Pneumonia Day (Hari Pneumonia
Dunia) 2009. Ikatan Dokter Anak Indonesia (IDAI). 2009. Diunduh Pada Tanggal 8
April 2012. Diperoleh Dari : www.idai.co.id/kegiatanidai.asp
2. Wijaya Awi Muliadi. MDG 4, Angka Kematian Bayi Dan Angka Kematian Balita. 2009.
Diunduh Tanggal 8 April 2012. Diperoleh Dari:
http://www.infodokterku.com/index.php?
option=com_content&view=article&id=53:mdg-4-angka-kematian-bayi-dan-angka-
kematian-balita&catid-35:opini-sebelumnya<emid=30
3. Wijaya Awi Muliadi. Kondisi Angka Kematian Neonatal (AKN), Angka Kematian Bayi
(AKB), Angka Kematian Balita (AKBAL), Angka Kematian Ibu (AKI) Dan
Penyebabnya Di Indonesia. 2009. Diunduh Tanggal 9 April 2012. Diperoleh Dari :
http://www.infodokterku.com/index.php?
option=com_content&view=article&id=92:kondisi-angka-kematian-neonatal-akn-angka-
kematian-bayi-akb-angka-kematian-balita-akbal-angka-kematian-ibu-aki-dan-
penyebabnya-di-indonesia&catid=36:yang-perlu-anda-ketahui<emid-28
4. Soehadi R, Karneni, Widjojo T, Soenardi, Soekamto, Dkk. Pedoman Praktis Pelaksanaan
Kerja Di Puskesmas. Bapelkes Salaman: Magelang; 2000
5. Pneumonia. 2007. Diunduh Tanggal 8 April 2012. Diperoleh Dari:
http://www.infeksi.com/article.php?Ing-en&pg-48&id-14
6. Perhimpunan Dokter Paru Indonesia. PDPI. Pneumonia Komuniti. Pedoman Diagnosis
& Penatalaksanaan Di Indonesia. 2003.
7. Hartoyo, Mkes. Handout Instrumen Dalam Proses Pemecahan Masalah. Salaman,
Magelang, 2012.
8. Hartoyo, Mkes. Handout Manajemen Program/Pelayanan Di Puskesmas, Salaman.
Magelang, 2012.
9. Departemen Kesehatan RI, 2008, Modul MTBS Revisi tahun 2008.
50
51
52
53
54
55
56