bahasa indonesia.doc

Upload: septirotari

Post on 07-Oct-2015

8 views

Category:

Documents


0 download

TRANSCRIPT

Bahasa Indonesia

Jurnal Internasional Penelitian Budaya

Media Sosial dan Penyebaran Budaya Lintas Batas di Asia: Negara, Industri, MasyarakatChua Beng Huat dan Sun JungUniversitas Nasional Singapura, Singapura

Perdagangan internasional dalam bidang barang dan jasa kebudayaan sedang tumbuh secara terus menerus , dan dua kunci kekuatan pengendali yang menggerakannya adalah globalisasi dan teknologi media yang baru (Flew, 2012; 167 -7). Di dalam bukunya pada tahun 2002, Industri Budaya, David Hesmondalgh menyatakan: Teknologi kabel dan satelit yang terdapat di banyak Negara dari awal tahun 1980an dan seterusnya, telah membuat praktek konsumsi program lintas batas (film dan televisi) bahkan semakin menyebar luas (2002:183). Hesmondalgh sebelumnya tidak dapat meramalkan bagaimana internet dan media digital yang menggantikan televisi kabel satelit akan menjadi sebuah model kunci dari penyebaran dan penggunaan budaya lintas batas hanya dalam waktu satu dekade kemudian. Sebagai contoh, penggunaan musik digital sekarang sudah menjadi sebuah kecenderungan, dan pendapatan industri musik dari penjualan musik digital pada tahun 2012 diperkirakan sebesar US$ 5.600.000, 9 persen diatas perkiraan dari tahun 2011 dan perhitungan dari pada satu per tiga (34 persen) dari total pendapatan industri (IFPI, 2013).

Munculnya penyebaran cara baru pada masyarakat biasa dari dasar ke atas yang baru melalui jaringan media sosial secara khusus telah memainkan peran penting dalam kecepatan kenaikkan arus informasi, gambar, suara, simbol, dan gagasan transnasional. Bahkan menggantikan model penyebaran yang dari atas ke bawah (perindustrian berdasarkan ahli). Namun, bentuk baru model penyebaran dari bawah ke atas berdasarkan masyarakat biasa ini menambahkan dari model sebelumnya (Hartley, 2009a). Secara khusus, bentuk baru dari penyebaran kebudayaan ini adalah berdasarkan gabungan dari pendekatan masyarakat biasa yang dari bawah ke atas dan pendekatan yang terpusat pada media umum yang dari atas ke bawah (Jenkins, 2006: Jenkins, dkk., 2013), dan dikendalikan secara luas oleh jaringan media yang menyandingkan antara mekanisme populasi dan sistem skala besar dan pilihan individu skala kecil (Hartley, 2009). Secara khusus paradigma baru penyebaran budaya ini memungkinkan konten pop yang termarjinal seperti budaya popular orang Asia dengan mudah melintasi batas-batas nasional. Hal ini menyelidiki praktek penyebaran budaya online yang baru muncul di berbagai wilayah melalui berbagai pendekatan. Contoh contohnya mancakup kemunculan website, video sharing, film singkat online dan game MMORPG (Massive Multiplayer Online Role Playing Game) di Cina; penggunaan YouTube pada video musik penyanyi pop Taiwan Teresa Teng, penggunaan media sosial pada peredaran global dari music K-Pop (musik popular Korea); dan videoblogging di perindustrian film Malaysia dan, sebaliknya, kepunahan penggunaan cyberlocker.

Ada tiga perubahan budaya sosial yang dapat dicatat yang mendukung fenomena ini: kumunculan kebudayaan ekonomi, kemunculan kebudayaan industri Asia, dan kemunculan jaringan sosial masyarakat. Pada kasus pertama, budaya telah menghasilkan efektifitas yang dianggap berasal dari hubungan hubungan materi secara meningkat (Crook, dkk., 1992). Hal ini menunjukkan perubahan gaya hidup yang mencerminkan pergeseran yang lebih luas dari materi ke penggunaan kebudayaan di zaman post-modern, dimana:

Kenaikkan berkelanjutan industri kebudayaan berdasarkan perubahan budaya besar besaran telah menafaskan kehidupan baru ke dalam ekonomi, dan menghasilkan semua norma norma dari usaha baru, dan memainkan peran utama dalam regenerasi perekonomian pada banyak bagian dunia. (Amin dan Thrift, 2004: xii)

Perubahan penting ini mencerminkan era kemunculan dimana nilai makna dan simbol terus menyebar dalam alur komunikasi yang meningkat dan meluas (Chua, 2012:12). Perubahan penting ini juga menunjukkan bagaimana aktifitas budaya mampu bergerak dengan begitu cepat dari tepi ke tengah pada kehidupan ekonomi (OConnor dan Wynne, 1996), dan bagaimana industri budaya telah bergerak lebih dekat kepada tindakan ekonomi pusat melintasi banyak bagian dunia (Hesmondalgh, 2002:1). Bermula di Negara Negara maju, ekonomi kebudayaan telah berkembang dari kehidupan ekonomi yang relative kecil pada poin dimana eknomi kebudayaan sekarang merupakan pemain utama di pasar global. Meningkatnya kepentingan ekonomi kebudayaan menandakan sebuah fase pemusatan dan pembudayaan kapitalisme global (Scott dikutip Pratt dan Jeffcutt, 2009: 4). Teknologi dan inovasi merupakan dua faktor yang paling penting dalam perkembangan ekonomi kebudayaan.

Yang kedua, industri kebudayaan lintas Asia telah berubah dan berkembang secara dinamis selama dekade terakhir yang terjadi pada level global dan domestik, dan sekaligus mempengaruhi berbagai pasar global. Kebudayaan saat ini memainkan peran kunci dalam perbincangan Asia Baru, dan industri kebudayaan yang meningkat (khususnya di Asia Utara) mempengaruhi dan memunculkan pengertian baru untuk suatu wilayah sebagai Asia Baru(Mackintosh, dkk., 2009: 1-2; Wee, 2002). Dua kondisi kunci dibalik pergeseran dramatik ini adalah perubahan mendasar dari teknologi komunikasi dan liberalisasi industri media pada rezim control minded di wilayah (Chua, 2012: 13). Dalam suasana globalisasi dan kemajuan teknologi digital akhir akhir ini, arus kebudayaan popular berbeda dari sebelumnya, yaitu arus yang multi arah (Lent, 2013: 2-3 ). Pada suasana yang diliberalisasi, semakin banyak industri yang berjalan melampaui batas nasional. Perubahan ini sangat jelas tujuan dan poinnya dimana permulaan arus kebudayaan telah diubah, dan bagaimana arus yang multi- lapisan dan multi arah tersebut mempengaruhi bentang ekonomi kebudayaan global. Dalam konteks ini, kemunculan industri kreatif Asia dan peningkatan konsumsi produk produk popular Asia animasi dan manga Jepang; drama televisi dan musik pop Korea; film laris Cina di pasar global telah menghasilkan volume peningkatan penelitian dan tulisan akademis, dimana kumpulan artikel ini ditambahkan.

Kunci perubahan terakhir mengingatkan kembali akan gagasan Peningkatan jaringan masyarakat Manuel Castell. Dia menyatakan: jaringan adalah instrument tepat bagi ekonomi kapitalis yang berdasarkan pada inovasi, globalisasi, dan konsentrasi yang dipusatkan dan untuk organisasi sosial yang bertujuan pada pergantian tempat. (1996: 147). Castell tertarik pada perubahan ekonomi kapitalis sebagai sebuah hasil penanggulangan ruang hambatan yang disebabkan oleh arus informasi, teks, suara, gambar, dan simbol yang sangat cepat. Ciri khusus dari analisanya adalah pembentukkan pergeseran pergeseran dalam sebuah model apa yang disebutnya jaringan masyarakat:Jaringan merupakan yang morfologi sosial yang baru proses dalam masa informasi semakin diatur jaringan (1996: 469). Sosial media online mungkin adalah contoh yang paling nyata dari gagasan jaringan masyarakat Castell, dan ini jelas bagaimana gagasan ini memungkinkan pengstrukturan ulang yang besar pada industri kebudayaan dan perubahan penyebaran budaya lintas batas. Melihat industri kreatif sebagai sebuah jaringan pasar sosial, John Hartley (2009) membahas bagaimana sistem terbuka yang kompleks, dan individu sebagai agen yang aktif, jaringan dan perusahaan perusahaan perlu dilibatkan dalam menciptakan nilai simbolis dan ekonomis.

Isu pada aritkel ini menyelidiki bagaimana media sosial, praktek pengguna online dan arus pop antar budaya telah memfasilitasi kemunculan dan perkembangan penyebaran peluang budaya yang baru dan merubah bentang industri kebudayaan. Artikel artikel ini juga menyebut Asia adalah pusat dari kemunculan ekonomi kebudayaan global yang baru ini. Dengan demikian, isu ini foKus pada tiga wilayah spesifik:

1. Negara: isu pada artikel ini menyelidiki peran negara dalam perubahan suatu media yang baru pada lingkungan kebudayaan. Isu ini memeriksa hubungan antara perubahan praktek konsumen dan berbagai lingkungan pasar di Asia, dan pengaruhnya pada pembentukan kebijakan media kebudayaan dan penguasaan di berbagai negara Asia (misalnya pembuatan kebijakan tentang hak cipta dan isu pembajakkan online)

2. Industri; artikel ini juga memperluas pembuatan teori terbaru pada dinamika penyebaran kebudayaan global (sebagian besar terpusat pada poros Eropa Amerika), dipimpin oleh konglomerat media global. Artikel ini menyelidiki bagaimana dinamikadinamika tersebut dapat dipahami dalam paradigma konsep web 2.0 yang dikendalikan oleh partisipasi pengguna pada sosial media dan kekuatan media terpadu yang dominan, dan banyak produser di Asia berpartisipasi dalam industri kreatif global dan bentang pasar.

3. Masyarakat: artikel ini juga mengidentifikasi momen kunci dalam perkembangan penyebaran kebudayaan di era teknologi web 2.0 dan bagaimana masyarakat sebagai pengguna web, konsumen pop, gamer dan penggemar mengarahkan dan/ atau merespon perubahan perubahan. Khususnya, artikel ini focus pada peningkatan manfaat jaringan masyarakat biasa media sosial mobile di Asia, dan keterlibatan ekonomi sosio politik pada wilayah dan secara global.

Tujuan dari isu khusus ini adalah untuk menguji aspek positif dan negative dari dampak teknologi web 2.0 pada penyebaran budaya lintas batas dan perubahan industri kreatif di Asia. Pertanyaan signifikan muncul dari hal ini: bagaimana alur budaya zaman sekarang terbentuk oleh gabungan khusus dinamika globalisasi dan penemuan teknologi, bagaimana dan mengapa Asia menjadi pusat kemunculan fenomena ini? Siapa yang ada pada pusat perubahan dinamika penyebaran budaya ini, dan bagaimana mereka menggabungkan dan menyesuaikan cara cara pengembangan budaya baru? Sejauh apa kemunculan cara baru penyebaran budaya digunakan oleh kelompok kelompok kuat (misalnya media yang terpadu dan pemerintahan negara) yang berusaha mengontrol dan mendominasi kelompok konsumen pop? Bagaimana pergeseran pergeseran itu menunjukkan perluasan dinamika alur budaya global, mengingat pergeseran tersebut sebagian besar terpusat pada poros Eropa Amerika? Bagaimana perubahan perubahan paradigma dalam mempengaruhi industri kebudayaan di Asia dan di tempat lain dalam konteks perubahan pada struktur industri, teknologi, penerimaan masyarakat, perkembangan pasar, dan pembuatan kebijakan?

Isu isu ini dibahas dalam 7 artikel berikut ini, Ramon Lobato dan Leah Tang menggunakan cyberlocker sebagai sebuah penelitian kasus untuk meneliti konten praktek praktek penyebaran dan kesulitan peraturan yang dihasilkan oleh panggung media online yang menyebar terlalu dini. Menguji perkembangan website - website video Cina, Kelly Hu membahas bagaimana gangguan kepatuhan hak cipta oleh negara komunis telah mempengaruhi karya sekelompok masyarakat Cina, yang hingga kini beroperasi diluar peraturan hak cipta. Desakan kepatuhan hak cipta oleh pemerintahan Cina, sebagai sebuah tindakan strategis untuk membuat ruang penyebaran dan pasar bagi sebuah kepemilikan negara namun layanan video online yang dikomersialkan, telah mengarahkan provider layanan video online pribadi untuk mengembangkan konten konten mereka sendiri melalui produksi yang mendukung perfilman mikro. Artikel Elaine Zhao menguji bagaimana keterlibatan langsung provider layanan video telah menyebabkan komersialisasi, melalui dukungan agresif penempatan produk dan iklan perusahaan perusahaan, yang sangat mandiri, perantara individu dan tidak resmi di Cina. Salah satu wilayah budaya pop Asia adalah game online, bagi korea porsi pendapatan ekspor global produksi game dan penyebaran game jauh lebih signifikan daripada drama televisi dan musik K-Pop. Tae Jin dan Hyejung Cheon menentang sebaliknya, bahwa salah satu pendapatan ekspor global adalah drama televisi, dimana games adalah sebuah kebudayaan praktek aktif dan interaktif yang terus menerus mengolah game online. Mereka menganalisa gamer Chinese dari MMORPGS (Massive Multiplayer Online Role Playing Games) Korea untuk mengidentifikasi elemen Asia Timur secara spesifik dan budaya universal yang atraktif bagi pemain Cina lintas nasional dan lintas budaya. Sun Jung dan Doobo Shim menghadirkan bukti nyata bahwa konsumsi musik K-Pop yang ada dimana mana melalui media sosial antara anak muda Indonesia dan tanggapan produser konten Korea dalam kolaborasi dengan wadah gratis untuk video sharing yang dikomersialkan YouTube untuk menghasilkan pendapatan bagi kedua pihak. Kesuksesan startegi kolaborasi diilustrasikan oleh kesuksesan yang mudah, yang mencapai 2 juta hits, Gangnam Style oleh penyanyi Psy. Media sosial bukan hanya tempat untuk berbagi konten budaya pop favorit seseorang dan sentiment positif. Media sosial juga merupakan tempat umum konten bantuan berbagai interpretasi dan sentiment yang mengiringi. Mengingat kekompleksan politik geo-etnik Cina di Hongkong, Taiwan, dan Mainland Cina serta ke jangkauan lebih kecil sisa dari diaspora global etnis Cina, budaya Pop bahasa Cina adalah semacam tempat kritikan yang tidak dapat dihindari (Chua, 2012:31-50). Melalui sebuah analisa komentar dan ingatan pribadi masyarakat pada postingan di YouTube yang dihubungkan dengan lagu penyanyi Taiwan yang baru Teresa Tang, Liew Kai Khiun memetakan kerumitan kritik terhadap bagaimana penyanyi baru tersebut dikenang melintasi sekat politik antara komunis Cina dan ruang kapitalis Hongkong, sebuah wilayah administratif khusus Cina, Taiwan, Pulau yang menuntut kemerdekan dari klaim kewilayahan Cina. Seperti kasus pertunjukkan Terasa Teng, kontes online sering memiliki asal mulanya sendiri dalam kebijaksanaan offline. Di Malaysia, pembuat film independent berjuang melawan penyensoran dan ketiadaan pengakuan resmi, dan diharuskan menayangkan film dan mengumpulkan penghargaan dalam festival film internasioanl. Namun dengan perkembanagan sosial budaya, pembuat film independen Malaysia sekarang mampu untuk menggunakan V-logs untuk menyebarkan karya mereka dan membangun penonton setempat dibawah pengawasan sensor negara. Kami berharap kumpulan artikel penelitian ini mendukung penelitian selanjutnya ke dalam wilayah media sosial dan budaya pop yang belum terjamah secara kritis.Pendanaan

Artikel ini adalah hasil dari sebuah workshop internasional yang didanai oleh Asia Research Institue (Univversitas Nasional Singapura) Sosial Media dan Perubahan Budaya Lintas Batas, Juni 21 -22, 2012.Referensi

Amin A dan Thrift N (eds) (2004) Ekonomi kebudayaan Pembaca Blackwell. Malden, MA: Blackwel.

Castells M (1996) Peningkatan Jaringan Masyarakat. Oxford; Blackwell.

Chua BH (2012) Sturuktur, Masyarakat dan Kekuatan Kecil pada Budaya Pop Asia Timur. Hong Kong: Universitas Hong Kong Press.

Crook S, Pakulski J dan Waters M (1992) Postmoderenisasi: Perubahan dalam Masyarakat yang Maju. London: Sage.

Flew T (2012) Industri Kreatif: Budaya dan Kebijakan. Los Angeles: Sage.

Hartley J (2009a) Dari Kesadaran Industri ke Industri Kreatif; Konten Konsumen yang Terbentuk, Pasar Jaringan Sosial, dan Pertumbuhan Pengetahuan. Di: Holt J dan Perren A (eds) Industri Media: Sejarah, Teori dan metode. Oxford: Blackwell, pp. 231 244.

Hartley J (2009b) Kegunaan YouTube: Literasi Digital dan Perkembangan Pengetahuan. Di: Burgess J dan Green J (eds) YouTube: Online Video dan Budaya Partisipatif. Cambridge, MA: Polity, pp. 126 143.

Hesmondalgh D (2002) Industri Kebudayaan. London: Sage.

Federasi Internasional Industri Phonographic (IFPI) (2013) Laporan Musik Digital. Tersdian di: www. Ifpi.org/content/library/dmr2013.pdf (diaksed pada September 2013).

Jenkins H (2006) Pemusatan Budaya: Dimana Media Lama dan baru bertabrakan. New York: Universitas New York Press.

Jenkins H, Ford S dan Green j (2013) Media yang Dapat Menyebar:Menciptakan Nilai dan Makna pada Budaya yang Berhubungan. New York: Universitas New York Press

Lent JA (2013) Pendahuluan. Pada: Fitzmmons L dan Lent JA (eds) Budaya Populer Asia pada Transisi. Abingdon, Oxon: Routledge, pp. 1- 11.

Mackintosh JD, Berry C dan Liscutin N (2009) Pendahuluan. Di: Berry C, Liscutin N dan Mackintosh JD (eds) Penelitian Budaya dan Industri Kebudayaan di Asia Tenggara: Perbedaan apa yang dibuat oleh Wilayah. Hong Kong: Universitas Hong Kong Press, pp. 1 22.

Biography Penulis

Chua Beng Huat adalah Proffesor sekaligus Kepala Departmen Penelitian Sosiologi dan Budaya pada Pemimpin Kelompok Penelitian Asia, Institut Penelitian Asia, Universitas Nasinal Singapura. Focus utama penelitiannya adalah politik komparatif di Asia Tenggara, penelitian perkotaan dan perumahan, konsumerisme di Asia dan budaya pop Asia Timur. Dia telah menerbitkan penelitian di wilayah wilayah tersebut secara luas. Publikasi spesifik penelitian budaya mencakup: Konsumsi di Asia ; Gaya Hidup dan Identitas dan Kehidupan Tidak Lengkap tanpa Belanja, sebagai editor Pemilihan sebagai Budaya Populer di Asia, (bersama Koichi Iwabuchi) Budaya Pop Asia Timur; Menganalisa Gelombang Korea pada Budaya Pop Asia dan (bersama Chen Kuan Hsing) Sebuah Penelitian Antar Budaya Pembaca. Buku terbarunya adalah Struktur, Masyarakat dan Kekuatan Kecil pada Budaya Pop di Asia Timur(2012). Dia mendirikan editor co-eksekutif jurnal, Penelitian Budaya Antar Asia.

Sun Jung adalah tokoh penelitian di Institut Penelitian Asia di Universitas Nasioanal Singapura. Dia telah menerbitakan budaya popular Korea Selatan secara luas, gaya hidup dan arus media transnasional, termasuk monograph Maskulinitas dan Konsumsi antar- budaya Korea: Yonsama, Rain, Oldboy, dan idola idola K-Pop (Universitas Hongkong Press, 2011). Projek terbarunya mencakup social media dan perubahan budaya lintas batas; K-Pop: kesenian capital budaya; kapitalisme neoliberal, gaya hidup yang berkelanjutan dan representasi media; ruang public partisipatif: hak jaringan kota; dan seksualitas dan gender pada budaya Pop Asia.Dalil:1. Perubahan budaya dapat mempengaruhi dunia

Perubahan budaya dapat dimulai dari lintas budaya. dimana lintas budaya mempengaruhi dunia, dalam bidang ekonomi, industri dan masyarakat. Hal ini sesuai dengan argumen yang dikemukakan oleh (Amin dan Thrift, 2004:xii) bahwa kenaikan berkelanjutan industri kebudayaan berdasarkan perubahan budaya besar besaran telah menafaskan kehidupan baru dalam ekonomi, dan menghasilkan semua norma norma dari usaha baru, dan memainkan peran utama dalam regenerasi perekonomian pada banyak bagian dunia.

2. Media sosial memfasilitasi terjadinya interaksi antar budaya

Sebab perkembangan media sosial sekarang ini lebih maju dan juga mempermudah untuk menyebarkan budaya dari suatu negara asal ke negara lain. Sehingga memungkinkan masyarakat disuatu negara tersebut mengenal kebudayaan negara-negara lain. Dan juga media sosial menjadi wahana dari setiap masyarakat yang menggunakan media sosial online untuk berinteraksi. Hal ini sesuai dengan yang diungkapkan oleh Chua Beng Huat dan Sun Jung pada jurnal ini yaitu, secara khusus paradigma baru pada penyebaran budaya, memungkinkan konten-konten yang termarjinal seperti budaya pupoler orang Asia dengan mudah melintasi batas Nasional3. Lintas budaya merupakan bagian dari globalisasi

Lintas budaya merupakan bagian dari globalisasi, dimana adanya interaksi antar negara yang melakukan penyebaran budaya. Hal ini sejalan dengan yang dikemukakan oleh (Flew, 2012;167-7) bahwa Perdagangan internasional dalam bidang barang dan jasa kebudayaan sedang tumbuh secara terus menerus, dan dua kunci kekuatan pengendali yang menggerakannya adalah globalisasi dan teknologi media yang baru.4. Interaksi antar budaya dapat meningkatkan kesadaran masyarakat akan hasil karya dari suatu Negara

Interaksi antar budaya dapat dilihat melalui jaringan media sosial, dan dari media sosial tersebut masayarakat dapat mengetahui budaya dari negara tersebut. Sehingga, menimbulkan kesadaran kepada masyarakat akan adanya hasil karya budaya lain dari suatu negara. Seperti yang di kemukakan dalam jurnal ini, pada kebudayaan industri partisipasi penggunaan media sosial banyak digunakan oleh produser di Asia dan berpartisipasi dalam industri kreatif secara global. Hal itu merupakan salah satu dari bentuk kebudayaan industri yang melalui media sosial yang dapat diketahui oleh masyarakat negara lain5. Lintas budaya memilki impact pada berbagai macam kehidupan masyarakatBaik dalam kebudayaan ekonomi, industri dan masyarakat sosial, impact dari lintas budaya ini mendapat pengaruh yang positif maupun negatif dalam kehidupan masyarakat. Seperti yang dikemukakan dalam jurnal ini bahwa game online, drama televisi dan musik dalam kebudayaan ekonomi dan industri memberikan pendapatan yang besar dalam ekspor global sehingga memberikan keuntungan dalam kebudayaan ekonomi dan kebudayaan industri dalam suatu negara tersebut